Upload
hoanghanh
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
ANALISIS EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS PERBANKAN
SYARIAH INDONESIA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Rezki Syahri Rakhmadi NIM: 106081002345
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431H/2010M
Prof. Dr. Ahmad Rodoni
NIP. 19690203 200112 1 003
Hemmy Fauzan, SE, MM
NIP. 19760822 200701 1 014
ii
Hari ini Kamis Tanggal 27 Bulan Mei Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan
Ujian Komprehensif atas nama Rezki Syahri Rakhmadi NIM: 106081002345
dengan judul Skripsi "ANALISIS EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS
PERBANKAN SYARIAH INDONESIA ", maka skripsi ini sudah dapat diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan
Manajemen Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Mei 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Arief Mufraini, Lc., MSi Ketua
Murdiyah Hayati S.Kom, MM Sekretaris
Dr.Yahya Hamja Penguji Ahli
iii
Hari ini Selasa Tanggal 21 Bulan Desember Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan
Ujian Skripsi atas nama Rezki Syahri Rakhmadi: 106081002345 dengan judul
Skripsi "ANALISIS EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS PERBANKAN
SYARIAH INDONESIA, naka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai sarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Desember 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Prof.Dr.Ahmad Rodoni Ketua
Hemmy Fauzan, SE, MM Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli I
Herni Ali HT, SE, MM Penguji Ahli II
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I IDENTITAS PRIBADI 1 Nama : Rezki Syahri Rakhmadi 2 Tempat & Tgl. Lahir : Jakarta 30 April 1988
3 Tinggal di : Reni Jaya G12/7 Pondok Petir Sawangan Depok 16517
4 Alamat : Reni Jaya G12/7 Pondok Petir Sawangan Depok 16517
5 Telepon : (021)743 4270 , (081) 311 288 123 II PENDIDIKAN 1 SD : Muhammadiyah 12 Pamulang 2 SMP : Muhammadiyah 22 Pamulang 3 SMA : Al-Azhar BSD III PENGALAMAN ORGANISASI 1 Palang Merah Remaja Member 2 Tapak Suci Member 3 CHIP Online Community : Moderator 4 Gitalovers Community : Moderator / Seksi Dokumentasi Jakarta
IV LATAR BELAKANG
KELUARGA Ayah 1 Nama Drs.Pranajaya M.Hum 2 Tempat & Tgl. Lahir Jakarta,11-04-1955
3 Alamat Reni Jaya G12/7 Pondok Petir Sawangan Depok 16517
Ibu 1 Nama Retno Hastuti,S.Sos 2 Tempat & Tgl. Lahir Boyolali,04-04-1968
3 Alamat Reni Jaya G12/7 Pondok Petir Sawangan Depok 16517
v
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the efficiency of Islamic Banking in Indonesia, using total 17 Islamic Bank data (consist of 5 BUS (Bank Umum Syariah) and the rest 12 UUS (Unit Usaha Syariah)) from 2007 up to 2009. Data Envelopment Analysis is used in this research, and furthermore this research is enriched by Malmquist Index method to measure banks productivity, thus continued with Spearman Correlation is not only used to analyze the relation between input and output, but also to analyze the relation between asset and efficiency. The results therefore indicate that islamic banking in Indonesia is inefficient by priority cause of SCALE DEA (Constant Return to Scale DEA/Variable Return to Scale DEA), but further result of the research also indicate that productivity islamic banking in Indonesia is increasing, which is more caused by technological factor. Meanwhile the result of Spearman Correlation method shows that correlation between asset and efficiency do occurred, but negatively, which mean an increasement in asset will cause decreasement in efficiency, while the result for input-output correlation shows a positive correlation between them, which means for a every increasement of input variable, will also cause increasement of output variable, then the correlation result of asset and productivity indicated that it has positive correlation in the first Index Malmquist periode (2008), but it then turned into negative for the next periode (2009)
Keyword: DEA (Efficiency), Malmquist Index (Productivity), Indonesia Islamic Banking.
vi
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa efisiensi perbankan syariah di Indonesia periode 2007-2009, dengan menggunakan data 17 bank syariah (5 Bank Umum Syariah (BUS), dan 12 Unit Usaha Syariah (UUS)). Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah DEA (Data Envelopment Analysis), penelitian ini diperlengkap dengan analisis produktivitas menggunakan Malmquist Index, dan selanjutnya dilanjutkan dengan Korelasi Spearman juga digunakan dalam penelitian ini, tidak hanya untuk menganalisis hubungan antara variabel input dengan output, tapi juga untuk mengetahui hubungan antara aset dan efisiensi, kemudian aset dan produktivitas. Dalam penelitian ini ditemukan adanya inefisiensi di dalam sektor perbankan syariah di Indonesia, adapun inefisiensi tersebut diakibatkan oleh faktor Skala DEA (Constant Return to Scale DEA/Variable Return to Scale DEA). Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa perbankan syariah di Indonesia mengalami peningkatan produktivitas, dimana peningkatan produktivitas tersebut disebabkan oleh faktor teknologi, selain itu penelitian ini juga menemukan adanya korelasi negatif antara aset dengan efisiensi dimana semakin besar aset maka mengakibatkan berkurangnya efisiensi, dan ditemukan juga korelasi positif terjadi antara variabel input dan variabel output penelitian , yang artinya semakin bertambah input juga akan menyebabkan peningkatan pada output. Sedangkan untuk koreasi aset dengan produktivitas menghasilkan adanya hubungan positif pada Indeks Malmquist (2008) dan sebaliknya pada periode berikutnya (2009). Kata Kunci: DEA (Efisiensi), Indeks Malmquist (Produktivitas), Perbankan
Syariah Indonesia.
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur ke hadirat Allah SWT, atas izin-Nya untuk menyelesaikan
skripsi mengenai efisiensi perbankan syariah di Indonesia ini, adapun ketertarikan
penulis terhadap isu ini adalah karena penulis sendiri sangat tertarik dengan
sebuah sudut pandang agama yang berbicara tentang ekonomi, dimana pada
dewasa ini perkembangan ekonomi syariah tidak bisa lagi dipandang sebelah mata
atau bahkan dua mata, sebab menurut penulis pribadi selain sebagai solusi bagi
umat muslim sendiri guna menjalankan kegiatan muamalah guna mencapai
kemapanan ekonomi yang bertujuan untuk ibadah, tidak bisa dipungkiri ekonomi
syariah juga menjadi salah satu alternatif suatu sudut pandang pemikiran bahkan
aksi ekonomi dari sebuah tatanan ekonomi konvensional yang semakin rapuh,
meskipun berawal dari suatu teori simpel bernama derivatif tapi dampaknya bisa
kita liat sendiri belum lama ini, dimana terjadi bubble economic di salah satu
negara adidaya penganut ekonomi konvensional.
Seperti yang kita ketahui Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini
memiliki mayoritas penduduk Muslim, dimana sudah seharusnya jangan menjadi
hanya pasar melainkan juga pelaku utama ekonomi syariah itu sendiri, oleh karena
itu penulis mencoba melakukan analisis efisiensi dengan pendekatan efisiensi
utnuk mengukur apakah perbankan syariah di Indonesia sudah efisien dalam
menjalankan tugasnya.
Akhir kata penulis ingin menutup sembari mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayah dan Bunda tercinta juga adik Nabila tersayang
2. Eyang, Mbah,Tante dan Om sekalian, beserta putra-putrinya spesial buat Hasna
"Tatap Mata Saya", Harissa "Maknyuss", Hanif “Ale-ale”, Fadel "Mas Monyet
Kecil ", Aryo "Ayaaaaaah", Khansa "Tech"
3. Dosen-dosen kampus UIN tercinta, khususnya Pak Rodoni,dan Pak Hemmy
selaku pembimbing, Pak Abdul Hamid, Pak Herni selaku penguji ahli, dan Bu
viii
Titi Dewi selaku penguji proposal. Tx juga kepada tim penguji kompre, Bu
Murdiyah, Pak Yahya dan Pak Arif, Dan tidak ketinggalan jajaran staff nya,
terutama Mas Heri, Bu Umi, Pak Rahmad, dan spesial buat Bu Siska yang
dengan sabarnya bolak balik kesana kemari “single fighter”, ngurus apa aja deh
buat mahasiswa :D
4. Sahabat-sahabat kampus pria yang saya sayangi (gak pake maho),Febli, Fandy,
Husni, Lutpi, Ari, Anto dan semuanya yang tidak muat disebut dengan tidak
mengurangi rasa sayang (gak pake maho).
5. Sahabat-sahabat kampus wanita yang saya cintai (gak pake naksir),Wulan,
Ajeng, Arisyi, Hana, Tetangga (Dania), dan gadis-gadis lain yang tidak perlu
disebutkan namanya namun tidak mengurangi rasa cinta (gak pake naksir).
6. Sahabat-sahabat LAN party yang saya cintai (boleh lah pake maho dikit),
Dimas (Officer), Rere (Blackops 1), Onny (Sniper), Enggo (Machine Gunner)
pada Flashpoint (Anggoro masukin g? pada zombie), Faisal (SK-Kardel) pada
Dota, juga Hariadi (Katanya mw DOTA kerumah ?)
7. Sahabat-sahabat yang bingung mw saya masukin kemana, Andhika, Nina, Tara
;), Asik disetirin, asik dibikinin komik, asik didebatin =)).
8. Sahabat-sahabat forum chip.co.id, rekan sejawat Team Moderator, spesial buat
SuperModerator Andhee, yang RIG nya jadi pelampiasan maen BattleField 2
klo ane bis balik dari konsul, CODEC'rs terutama Om Ulil yg udah ngasih
boncengan turing, tak ketinggalan bung Jeson :)) (Sukses ye sama si "S"), gak
ketinggalan CHIP CLASSIFIED, yang membantu biaya wisuda saya ^^,dan
juga sis Linda Lovecrot (apa Lovelock ?), buruan kelarin, awas pindah kuliah
lagi XD !!
9. Sahabat-sahabat forum Gitalovers.com, ane masih utang ye? Poto2
GitaGutawa, Oops tx to GitGut n famz sampe ketinggalan...lama g ketemu y
Git? abang kangen ^^, Mila masih aktip ? Burazz ? Dea si Jamur ?, Hill artis
Korea ?, Anggid The Alien ? :)), ayo cowo-cowo GL masih semangat ngejar
Gita? :peace.
11. Hardware-hardware tercinta saya, MSI VR420 "Laptop Cinta", Maria Sagyta
Elhaym yang sekarang ntah kemana....:D, (Klo disebutin pretelan panjang nih
ix
heuheuheu, tapi tetep combo i7 860 + GTX 295 paling tak bisa dilupakan
pertama setelah LG 32” XD )
12. Gadis-gadis imajiner Faticia (Lancer), Naticia (Heavy Knight), Rintia (Battle
Mage), Lilo(Archer), Gitacia (Battle Bard), (Beatrix (Knight), Elly(Cosmic
Mage), Maria Treydor (Gun Lady Master),dan yang pasti....Astrid (Axy
Viking Lady) XD
13. Buku-buku ilmu pengetahuan, filsafat dan tasawuf, yang menemani saya
dikala suntuk dengan rumus-rumus statistik, tapi tetep spesial tx banget buat
Kitab Tercinta Kita Semua “Al-Qur’an”, semoga Allah takkan pernah bosan
membuat saya menuntut ilmunya ^^.
13. Dan tentu saja kepada semua pihak (baik ghaib maupun nyata, penduduk bumi
maupun luar angkasa) yang berkontribusi dalam kehidupan saya, yang bisa
saya sebutkan semua disini, tapi tidak akan saya lakukan, karena dijamin nanti
gak kelar-kelar kuliah saya, g selese-selese nulisnya.....^^
Pamulang
Penulis
x
DAFTAR ISI
Pengesahan Skripsi…………………………………………………… i
Pengesahan Uji Komprehensif………………………………………... ii
Pengesahan Uji Skripsi……………………………………………….. iii
Daftar Riwayat Hidup………………………………………………… iv
Abstract……………………………………………………………….. v
Abstrak………………………………………………………………… vi
Daftar Isi………………………………………………………………. x
Daftar Tabel…………………………………………………………… xii
Daftar Gambar………………………………………………………… xiii
Daftar Lampiran………………………………………………………. xiv
Bab. I Pendahuluan……………………………………………………. 1
A. Latar Belakang Penelitian ……………………………………. 4
B. Perumusan Masalah…………………………………………... 9
C. Tujuan dan Manfaat…………………………………………… 9
Bab. II Tinjauan Pustaka…………………………………………… ...... 11
A. Pengertian dan Fungsi bank………………………………….... 11
B. Bank Syariah…………………………………………………... 16
C. Efisiensi dan Produktivitas…………………………………….. 29
D. Data Envelopment Analysis…………………………………… 32
E. Malmquist Index………………………………………….. …... 44
F. Penelitian Seelumnya…………………………………………… 46
G. Kerangka Pemikiran……………………………………………. 50
xi
Bab. III Metodologi Penelitian…………………………………………… 52
A. Ruang Lingkup Penelitian………………………………………. 52
B. Metode Penentuan Sampel………………………………………. 54
C. Metode Pengumpulan Data……………………………………… 54
D.Metode Analisis………………………………………………….. 54
E. Operasional Variabel……………………………………………. 59
Bab. IV Penemuan dan Pembahasan……………………………………. 60
A. Kondisi Perbankan Syariah Indonesia…………………………. 60
B. Uji Normalitas Data……………………………………………. 63
C. Analisis Efisiensi……………………………………………….. 64
D. Analisis Produktivitas…………………………………………. 70
E. Analisis Korelasi……………………………………………….. 73
Bab. V Kesimpulan dan Implikasi………………………………………. 73
A. Kesimpulan……………………………………………………... 73
B. Implikasi………………………………………………………… 75
Daftar Pustaka …………………………………………………………… 76
Lampiran ………………………………………………………………… 80
xii
DAFTAR TABEL
2.1 Perbedaan Bank Konvensional Dengan Syariah……………………………… 20 2.2 DEA Satu Input Satu Output…………………………………………………. 33 3.1 Variable Input Output………………………………………………………… 59 4.1 Perkembangan DPK 2007-2009………………………………………………. 60 4.2 Perkembangan Pembiayaan (Financing)……………………………………… 61 4.3 Perkembangan Aset…………………………………………………………… 62
xiii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Proyeksi Frontier Orientasi Input Model CCR………………………………… 37 2.2 Proyeksi Frontier Orientasi Output Model CCR………………………………. 38 2.3 Frontier Efisiensi Model CCR…………………………………………………. 40 2.4 Output Oriented DEA………………………………………………………….. 42 2.5 Frontier Efisien Model BCC…………………………………………………… 42 2.6 Hubungan CRS, VRS,dan Scale Efisiensi……………………………………... 43 2.7 Bagan Kerangka Pemikiran……………………………………………………. 51 2.8 Bagan Teknis Penelitian……………………………………………………….. 51
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar Nama Bank………………………………………………………………... 80 2 Kolmogorov-Smirnov Test………………………………………………………. 80 3 X dan Y Semua Bank…………………………………………………………….. 81 4 Hasil DEAP 2.1 DEA……………………………………………………………. 82 5 Malmquist Index………………………………………………………………….. 83 6 SPSS 16 Spearman Correlation…………………………………………………... 84 7. Perbandingan BUS dan UUS…………………………………………………….. 85
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Ketika membahas peran agama dalam perekonomian, orang harus
membedakan perekonomian sebagai ilmu dari sistem perekonomian. Suatu
sistem perekonomian harus dipertimbangkan sebagai pemikiran yang
berdasarkan suatu ideologi, sedangkan ilmu perekonomian harus
dipertimbangkan sebagai ilmu yang menangani penciptaan kekayaan. Sistem
perekonomian berkaitan dengan manajemen distribusi kekayaan dalam suatu
masyarakat yang cenderung menyelesaikan permasalahan-permasalahan
perekonomian dari beragam kelompok dengan memungkinkan atau melarang
mereka memanfaatkan sarana-sarana produksi dan kepuasan. Oleh sebab itu,
sistem ekonomi harus mencakup tiga elemen utama berikut: kepemilikan
properti, komoditas, dan kekayaan kemudian pemberian kepemilikan, lalu
distribusi kekayaan diantara orang-orangnya.
Sistem perekonomian Islami berbeda dengan sistem-sistem lain hanya
sebatas kepada kepemilikan dan distribusi sumber-sumber daya di antara
faktor-faktor produksi serta beragam kelompok masyarakat, serta adanya
peran negara yang jelas untuk memastikan bahwa ketidakadilan tidak terjadi
2
pada setiap individu, pihak atau kelompok manapun (Ayub Muhammad,
2009:17).
Perbedaan juga dapat dilihat melalui tujuan ekonomi Islam untuk
membawa kepada konsep al-falah (kejayaan) baik di dunia maupun di akhirat,
sedangkan ekonomi sekuler untuk membawa kepuasan dunia saja. Ekonomi
Islam meletakan manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini dimana segala
bahan-bahan yang ada di bumi dan dilangit adalah diperuntukan bagi manusia,
dimana harta bukanlah tujuan hidup melainkan sekadar wasilah atau perantara
untuk mewujudkan perintah Allah (Muhammad Arief Mufraeni dkk., 2007:9-
10). Dalam mencapai tujuan tersebut, ajaran Islam memberikan panduan
untuk menegakkan asas keadilan dan menghapus ekploitasi dalam transaksi
bisnis, salah satu bentuk eksploitasi tersebut adalah riba.
Berdasarkan referensi-referensi yang berasal dari Kitab Suci Al-Qur’an
dan Sunah, kita dapat memperoleh beberapa kesimpulan mengenai besarnya
dosa riba, bentuk-bentuk dan konotasinya, dosa riba tidak hanya berlaku bagi
pihak yang memberikan pinjaman, tapi juga berlaku untuk pihak yang
meminjam, dan karena pihak-pihak lain yang terlibat ikut mendapatkan dosa
karena membayar bunga atau karena membantu bisnis yang berbasis bunga.
Jika orang-orang miskin terpaksa meminjam dengan bunga untuk memenuhi
kebutuhan makanan pokok, masih ada kemungkinan mendapatkan ijin secara
terbatas untuk meminjam bunga.Akan tetapi, jika seseorang memanfaatkan
pinjaman bunga untuk konsumsi kemewahan atau untuk pengembangan
bisnisnya, ia patut di hukum menurut ajaran-ajaran tersebut, adapun yang
3
dibahas dalam Al-Qur’an adalah riba atas pinjaman utang, sebuah pinjaman
adalah barang komoditas atau sejumlah uang yang diambil dari orang lain
dengan kewajiban untuk mengembalikannya atau membayar kembali
komoditas serupa atau sejumlah uang yang sama ketika diminta kembali oleh
pihak pemberi pinjaman. Utang adalah kewajiban untuk membayar yang
terjadi karena adanya transaksi kredit seperti pembelian/penjualan secara
kredit atau jatuh temponya biaya sewa dalam Ijarah (persewaan). Jumlah
utang harus dibayar kembali pada waktu yang telah ditentukan dan pemberi
pinjaman tidak berhak menagih sebelum jatuh tempo, kreditur memiliki hak
hanya atas jumlah pokok pinjaman, adapun jumlah sekecil apapun yang
ditambahkan dalam pengembaliannya adalah riba, karena pembiayaan bank
konvensional termasuk dalam kategori pinjaman yang dikenai pembayaran
maka ia masuk kedalam cakupan riba seperti yang diharamkan kitab suci Al-
Qur’an, sehingga tidak perlu diragukan lagi bahwa bunga komersial yang
menjadi tren selama ini adalah riba dari sudut pandang prinsip yang diberikan
oleh Al-Qur’an. Jadi dapat disimpulkan bahwa riba, menurut kriteria,
mencakup semua keuntungan dari pinjaman serta utang dan meliputi semua
bentuk bunga atas pinjaman komersial atau pribadi. Oleh karenanya bunga
konvensional adalah riba. (Ayub Muhammad, 2009: 73-74). Ekonomi Islami,
dimana keuangan Islami merupakan bagian penting darinya, menggerakan
aktivitas finansial dalam kegiatan perekonomian Islami ke arah bisnis dan
transaksi yang berlandaskan aset. Hal ini mengimplikasikan semua transaksi
financial merupakan representasi transaksi riil atau penjualan jasa, barang,
4
manfaat. Di samping itu, Islam juga menentukan suatu standar moral/perilaku
yang hampir bersifat umum dalam semua masyarakat beradab didunia (Ayub
Muhammad, 2009: 114)
Untuk menjawab kebutuhan masyarakat muslim atas lembaga keuangan
yang berlandaskan syariah, maka bank syariah pun lahir, yang terus
berkembang hingga kini. Sebagaimana pembentukan bank konvensional
pertama yang beroperasi di venesia yaitu Banco della Pizza di Rialto (1587)
dianggap sebagai titik awal berkembangnya bank modern, walaupun pada
prakteknya telah dilaksanakan sejak 900 tahun sebelumnya, maka pendirian
sebuah local saving bank yang beroperasi tanpa bunga di Desa Mit Ghamir di
tepi sungai Nil, Mesir pada tahun 1960-an oleh Abdul Hamid An Naggar,
telah menjadi tonggak berdirinya lembaga perbankan Islam modern pertama,
bahkan lembaga Islam pertama didunia. Meski beberapa tahun kemudian
ditutup karena kesalahan manajemen, bank lokal ini telah mengilhami
diadakannya konferensi Ekonomi Islam pertama di Mekkah (1975). Sebagai
tindak lanjut rekomendasi dari konferensi tersebut, dua tahun kemudian
lahirlah Islamic Development Bank (IDB) yang kemudian diikuti
pembentukan lembaga-lembaga keuangan Islam diberbagai negara.
Upaya intensif pendirian bank Islam (Bank Syariah) di Indonesia dapat
ditelusuri sejak tahun 1988, yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Paket
Kebijakan Oktober (Pakto) yang mengatur deregulasi peraturan perbankan
Indonesia, dimana para ulama berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga,
tapi tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali adanya
5
penafsiran dari adanya penafsiran dari peraturan perundang-undanganan yang
ada bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0% (nol persen).
Rekomendasi dari Lokakarya Ulama tentang Bunga Bank dan Perbankan
di Cisarua (Bogor) pada 19-22 Agustus 1990, yang kemudian diikuti dengan
diundangkannya UU No. 7/1992 tentang perbankan, di mana perbankan bagi-
hasil mulai di akomodasi, dan kemudian berdirilah Bank Muamalat Indonesia
(BMI), yang merupakan bank umum Islam pertama yang beroperasi di
Indonesia. Setelah dua tahun beroperasi, BMI mensponsori asuransi Islam
pertama di Indonesia (Syarikat Takaful Indonesia), mensponsori Lokakarya
Ulama tentang Reksadana Syariah kemudian diikuti dengan beroperasinya
lembaga reksadana syariah oleh PT Danareksa, pada tahun yang sama berdiri
pula lembaga pembiayaan syariah BNI-Faisal Islamic Finance Company,
melihat hal-hal tersbut diatas dapat dikatakan bahwa perkembangan lembaga-
lembaga keuangan Islam cukup pesat dan salah satu alasan yang kuat
mendorong hal tersbut adalah karena adanya keyakinan kuat dikalangan
masyarakat muslim bahwa perbankan konvensional itu mengandung unsur
riba yang dilarang oleh agama Islam.
Selama lebih dari enam tahun beroperasi, kecuali UU No.7/1992 dan
Peraturan Pemerintah No 72/1992, praktis tidak ada peraturan perundang-
undangan lainnya yang mendukung beroperasinya perbangkan syariah,
sehingga memaksa perbankan syariah untuk menyesuaikan produk-produknya
dengan hukum positif (peraturan umum perbankan) yang berlaku di Indonesia
yang nyatanya berbasis bunga/konvensional hingga akhirnya di undangkan
6
UU No.10/1998 tentang perubahan UU No.7/1992 tentang perbankan, maka
secara tegas sistem perbankan syariah ditempatkan sebagai bagian dari sistem
perbankan nasional, perubahan perundangan tersebut memberikan keleluasaan
bank-bank syariah dalam melakukan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip
syariah (Arifin Zainul, 2006: 6-8).
Kebijakan pengembangan perbankan syariah diterapkan dengan
berpedoman pada strategi pengembangan jangka panjang yang ditempuh dan
diarahkan tidak hanya memperkuat struktur industri perbankan syariah tapi
juga diarahkan untuk mengantisipasi tantangan dan perkembangan yang
terjadi baik ditingkat nasional maupun internasional guna menjaga momentum
pertumbuhan syariah, upaya konkrit dalam pengembangan perbankan syariah
tersebut meliputi: 1. Penguatan kelembagaan bank syariah, 2. Pengembangan
produk bank syariah, 3. Intensifikasi edukasi publik dan aliansi mitra strategis,
4. Peningkatan peranan pemerintah dan penguatan kerangka hukum bank
syariah, 5. Penguatan SDI (Sumber Daya Insani), 6. Penguatan pengawasan
bank syariah. Salah satu kebijakan yang juga sangat berpengaruh dalam
perkembangan syariah, khususnya adalah dalam hal pembukaan bank syariah,
BI telah menyediakan regulasi yang cukup memadai untuk pendirian baru,
konversi, dan membolehkan bank umum konvensional membuka kantor bank
syariah. Dengan regulasi tersebut, pertumbuhan bank syariah pada periode
1999 hingga akhir 2004 terus meningkat. Demikian pula pertumbuhan
jaringan kantor dan volume usaha menunjukan pertumbuhan yang sangat pesat
dimana kedepannya pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia
7
diperkirakan akan memiliki aset yang akan melebihi target cetak biru Bank
Indonesia pada akhir 2011 (Machmud Amir, Rukmana, 2010: 62, 69).
Menurut Lestari Budi Asthuti, 2004, perbankan merupakan industri yang
memiliki peranan penting, karena sebagai lembaga keuangan perbankan
memainkan fungsi dan peran sebagai lembaga intermediari yang memobilisasi
dana dari masyarakat yang surplus dan menyalurkannya kedalam bentuk
kredit/pinjaman kepada masyarakat yang defisit, melihat pentingnya peran
perbankan, maka kesehatan dan stabilitas perbankan menjadi sesuatu yang
sangat penting. Bank yang sehat, kuat dan efisien merupakan kebutuhan
mutlak bagi perekonomian yang ingin tumbuh dan berkembang dengan baik.
Dalam kaitan ini, semakin efisien industri perbankan akan semakin efisien
pula proses mobilisasi dana masyarakat dan penyaluran kredit perbankan
sebagai faktor dominan dalam alokasi sumber daya dalam ekonomi. Apabila
hal ini dapat dicapai, kontribusi industri perbankan akan mendukung
pertumbuhan ekonomi dan kesejahterahan masyarakat (Yuli Indrawati, 2009:
2).
Studi tentang efisiensi dan produktivitas perbankan banyak dilakukan di
dunia dan tidak sedikit dilakukan di Indonesia karena memang institusi
perbankan dibutuhkan untuk peran intermediasi dalam suatu negara, studi
yang dilakukan juga beragam, dari sekedar analisis produktivitas perbankan
dalam suatu negara (Fadzlan Sufian, 2007), analisis pengaruh reformasi
perbankan terhadap efisiensi dan produktivitas perbankan suatu negara (Abdul
Qayyum, 2010), (Abdel-Baki Monal A, 2010), analisis efisiensi Unit Usaha
8
Syariah Bank Pembangunan Daerah (Rama Dwi Laksana, 2009), hingga
analisis efisiensi bank umum di Indonesia (Yuli Indrawati, 2009). Rata-rata
hasil studi analisis produktivitas dan efisiensi perbankan yang ada selain
mengukur kedua hal tersebut diatas juga mencari faktor apa yang
mempengaruhi nya secara umum.
Sektor perbankan syariah di Indonesia telah mengalami pertumbuhan
yang cukup pesat bahkan terus berlanjut hingga kini, selain meningkat secara
umum pada masing-masing pos (jumlah bank/jumlah kantor) peningkatan juga
dapat dilihat secara spesifik melalui jumlah kantor, bisa dilihat bahwa jumlah
kantor pada laporan April 2010 adalah 918 unit, lebih banyak dibanding tahun
2005 yang hanya terdapat 301 unit untuk Bank Syariah, sementara
peningkatan 179 unit terjadi pada Unit Usaha Syariah, dan tidak ketinggalan
BPR yang tidak ada sama sekali dalam kurun waktu 2005-2006 berubah
menjadi berjumlah 185 di tahun 2007 dan meningkat hingga 271 unit kantor di
Bulan April 2010 (www.bi.go.id).
Dari latar belakang itulah penulis tertarik untuk melakukan analisis
efisiensi dan produktivitas perbankan syariah di indonesia.
9
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, pertama akan dibahas
mengenai efisiensi perbankan syariah di Indonesia dengan menggunakan
metode DEA VRS, DEA CRS, DEA Scale , kemudian dilanjutkan dengan
analisis produktivitas perbankan syariah di Indonesia dengan menggunakan
metode Malmquist Indeks (MI), baik dengan orientasi input ataupun output.
Kemudian akan terlihat faktor apa yang mempengaruhi kedua hal tersebut
diatas.. Berdasarkan penjabaran tersebut maka dabat dirumuskan pernyataan
penelitian sebagai berikut :
1.Bagaimanakah efisiensi perbankan syariah di Indonesia ?
2.Bagaimanakah produktivitas perbankan syariah di Indonesia ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka penelitian ini
terutama bertujuan untuk :
a. Menganalisis produktivitas perbankan syariah di Indonesia.
b. Menganalisis efisiensi perbankan syariah di Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :
a. Untuk akademisi, penelitian ini selain dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan efisiensi dan produktivitas
10
perbankan syariah di Indonesia, juga dapat dijadikan sebagai acuan
untuk penelitian berikutnya.
b. Untuk pemerintah, penelitian ini tidak hanya dapat digunakan untuk
mengevaluasi kinerja tetapi juga sebagai acuan untuk menetapkan
kebijakan-kebijakan selanjutnya yang berkaitan dengan perbankan
syariah di Indonesia.
c. Untuk perusahaan (perbankan syariah), penelitian ini selain dapat
digunakan untuk mengevaluasi kinerja juga dapat dijadikan acuan
pemetaan posisi-posisi dirinya dibanding dengan para pesaing, juga
dapat digunakan sebagai acuan untuk peningkatan kinerja kedepannya.
d. Untuk nasabah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai instrumen untuk
melihat kinerja perbankan syariah di Indonesia, menjadi acuan untuk
memilih bank mana yang akan dijadikan tempat berinvestasi.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Fungsi Bank
1. Pengertian
Pengertian bank menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998
tanggal 10 November 1998 tentang perbankan adalah:
(I) Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan don meyalurkantrya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
(2) Bank umum bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
(3) Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang rnelaksanakan kegiatan
usaha secara konvensinnal atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Bank Umum memiliki fungsi pokok sebagai berikut:
a. Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam
kegiatan ekonomi.
b. Menciptakan uang
12
c. Menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat
d. Menawarkan jasa-jasa keuangan lain.
Kegiatan usaha usaha bank umum yang diatur dalam UU No.10 tahun
1998 tentang perbankan dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis kegiatan
sebagai berikut:
a. Penghimpunan dana
b. Penyaluran atau penggunaan dana
c. Pemberian jasa-jasa dalam lain lintas jasa pembayaran
2. Fungsi Bank
Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari
masyarakat kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat untuk berbagai
tujuan atau sebagai financial intermediary. Namun secara lebih spesifik Totok
Sigit (Totok Sigit, 2009: 10) membagi fungsi bank sebagai berikut:
a. Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik
dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan
mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan.
Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank,
uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan juga
percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan masyarakat dapat menarik
kembali simpanan dananya di bank.
13
b. Agent of Development
Sektor dalam kegiatan perekonomian masyarakat yaitu sektor moneter
dan sektor riil, tidak dapat dipisahkan, kedua sektor tersebut berinteraksi
saling mempengaruhi satu sama lain. Sektor riil tidak akan dapat
berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik.
Tugas bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat diperlukan
untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank
tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan
juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi-
distribusi-konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran
kegiatan investasi-distribusi-konsumsi selalu ini tidak lain adalah kegiatan
pembangunan perekonomian masyarakat.
c. Agent of Service
Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana,
bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada
masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank erat kaitannya dengan
kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank ini antara
lain dapat berupa jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga,
jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian tagihan.
3. Laporan Keuangan Bank
Laporan keuangan bank umum terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi
dan saldo laba, daftar komitmen dan kontingensi, transaksi valuta asing dan
14
derivatif, kualitas aktiva produktif dan informasi lainnya, perhitungan
kewajiban penyediaan modal minimum serta perhitungan rasio keuangan
4. Neraca Bank
Neraca bank menggambarkan sumber-sumber dana dan penggunaan
dana bank, bank mendapat dana dengan cara menerima simpanan giro,
tabungan, dan deposito berjangka, kemudian mengalokasikannya dengan
memberi pinjaman atau membeli surat-surat berharga, agar bank mendapat
marjin, maka tingkat bunga kredit harus lebih tinggi dari biaya yang
dibayarkan kepada dana. (Yuli Indrawati, 2009: 14-15), Masih merujuk
kepada penelitian Yuli Indrawati, 2009 : 14-15).
a. Aktiva
Sisi neraca ini mencerminkan posisi kekayaan yang merupakan hasil
penggunaan dana bank dalam berbagai bentuk. Penggunaan dana bank
dilakukan berdasarkan prinsip prioritas. Di samping itu, kegiatan
pengalokasian dana tersebut harus memperhatikan ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan oleh bank sentral. Komposisi aktiva terdiri dari Alat
Likuid, Giro pada Bank Lain, Penempatan pada Bank Lain, Surat-surat
Berharga, Kredit yang diberikan, Penyertaan, Biaya Dibayar di Muka,
Aktiva Tetap, Aktiva Sewaguna Usaha, dan Aktiva lain-lain
b. Kewajiban dan Ekuitas
Sisi kewajban dan ekuitas (pasiva) neraca bank mencerminkan
kegiatan penghimpunan dana yang berasal dari berbagai sumber, dana
bank pada dasarnya berasal dari masyarakat atau pihak ketiga dan modal
15
bank itu sendiri (ekuitas). Sisi kewajiban dan ekuitas terdiri dari Giro,
Kewajiban segera lainnya, Tabungan, Deposito berjangka, Sertifikat
Deposito, Surat berharga yang diterbitkan, Pinjaman yang diterima,
Pinjaman Subordinasi dan Ekuitas.
c. Laporan Laba Rugi Bank
Laporan laba rugi bank menunjukkan jumlah pendapatan yang
diterima dan beban yang dikeluarkan selama periode waktu tertentu,
biasanya ada hubungan dekat antara besarnya principal item pada neraca
bank dengan laporan laba rugi bank. Selain itu, aset pada neraca
termasuk dalam mayoritas pendapatan operasional sementara hutang
merupakan beban operasi terbesar bank. Sumber utama pendapatan bank
adalah pendapatan bunga yang diperoleh dari earning aset bank terutama
pinjaman (loans) dan investasi, pendapatan tambahan diperoleh dari fee
yang dibebankan untuk pelayanan tertentu (seperti processing check),
beban yang dikeluarkan diantaranya adalah bunga yang dibayarkan ke
nasabah, bunga hutang pada pinjaman non-deposit, cost of equity
capital, gaji, upah dan bonus yang dibayarkan ke karyawan, biaya
overhead yang berhubungan dengan physical plant bank dana yang
disisihkan untuk kemungkinan pinjaman tidak tertagih, pajak dan beban
lainnya.
16
B. Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah
Dalam UU.No.7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN , disebutkan
bahwa Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau ”berdasarkan prinsip syariah”, adapun makna prinsip
syariah itu sendiri dijelaskan pada pasal 1 butir 13 dari UU No.7 Tahun 1992
Tentang perbankan yaitu
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara
lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang
dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh
pihak lain (ijarah wa iqtina).
Kemudian dilengkapi lagi dengan Undang-Undang nomor 21 tahun 2008
pasal satu dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
17
2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat.
3. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
4. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum
Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.
5. Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
6. Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank Konvensional yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
7. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank
Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
8. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
9. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
10. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja
dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai
18
kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu
Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari
kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah.
Dalam Kerangka Dasar Akuntansi Syariah, yang disusun oleh Dewan
Standard Akuntansi Keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia), Dewan Syariah
Nasional (Majelis ulama Indonesia), Bank Indonesia, Departemen Keuangan
dan praktisi menjelaskan:
Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas
manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan
interaksi vertikal dengan Tuhan maupun horizontal dengan sesama makhluk.
Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi
syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan stakeholder entitas
yang melakukan transaksi syariah. Walaupun ketentuan syariah bersumber
dari hukum Islam, tidak berarti yang melaksanakan bank syariah termasuk
nasabahnya beragama Islam (Muslim), banyak bank syariah yang dikelola
oleh dan memiliki nasabah non-muslim, menunjukan kemajemukan yang
sangat pesat, misal rasulpun pernah melakukan transaksi jual beli dengan
Yahudi.
19
2. Kelompok Bank Syariah
a. Bank Umum Syariah
Dalam kelompok ini seluruh unit kerja bank yang bersangkutan dari
tingkat yang paling atas sampai dengan tingkat unit kerja yang paling
bawah adalah menjalankan kegiatan usaha syariah. Sampai dengan tahun
2008 yang dikategorikan sebagai Bank Umum Syariah adalah:
1) Bank Muamalat Indonesia (BMI).
2) Bank Syariah Mandiri.
3) Bank Syariah Mega Indonesia.
4) Bank Syariah BRI. .
5) Bank Syariah Bukopin.
Dikategorikan Bank Umum Syariah jika seluruh strukur organisasi
bank tersebut tunduk pada ketentuan syariah, baik dari kantor pusat sampai
dengan kantor layanan entitas tersebut seluruhnya melaksanakan kegiatan
syariah.
b. Cabang Syariah Bank Konvensional (Unit Usaha Syariah)
Dalam kategori ini adalah dimana sebuah Bank Umum memiliki
usaha syariah sehingga menjalankan dua kegiatan usaha bank, dan dalam
pendiriannya menggunakan modal induknya (Bank Konvensiobal) yang
didapatkan selain dari unsur bunga ataupun itu yang diharamkan syariah.
20
c. BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah)
Kelompok ini adalah Bank Perkreditan Rakyat yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
3. Struktur Organisasi Bank Syariah
Struktur organisasi suatu perusahaan yang satu dengan yang lain dapat
berbeda, sangat tergantung pada kebutuhan pimpinan perusahaan, untuk
menggunakan organisasi sebagai alat mencapai tujuan perusahaan, namun
demikian dalam perbankan syariah ada beberapa unit kerja atau fungsi yang
harus dibentuk. Pada bank konvensional struktur organisasi tidak diatur
sepenuhnya oleh Bank Indonesia, kecuali unit-unit tertentu untuk mendukung
kepentingan Bank Indonesia dan bank yang bersangkutan seperti misalnya
SKAI, Direktur Kepatuhan dan sejenisnya (Wiroso, Produk Perbankan
Syariah, 2009: 41-51).
Perbedaan struktur dikarenakan adanya perbedaan yang cukup mendasar
antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional yaitu :
(Sumber: Sigit dan Totok , 2009:157)
Tabel 2.1 Perbedaan Bank Konvensional Dengan Syariah
Syariah Konvensional
Usaha halal Bebas nilai
Bagi hasil,Margin,Fee Bunga
Keuntungan berdasarkan kinerja Keuntungan tetap
Profit dan falah oriented Profit oriented
Kemitraan Debitur-kreditur
Ada DPS Tidak ada lembaga sejenis
21
4. Kegiatan Usaha Bank Syariah
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
32/34/KEP/DIR 12 Mei 1999 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah,
prinsip kegiatan usaha syariah adalah :
a. Prinsip Kegiatan Usaha
1. Hiwalah: akad pemindahan utang piutang, dimana pihak yang menjadi
penalang hutang akan menerima imbalan dari peminta pemindahan
utang.
2. Ijarah: sewa menyewa dimana ketika masa sewa berakhir barang
dikembalikan ke pemberi sewa.
3. Ijarah wa iqtina: sama dengan ijarah biasa hanya saja diakhir masa sewa
barang sewaan akan menjadi hak milik penyewa.
4. Istishna: akad jual beli pesanan dimana pembayaran dilakukan secara
bertahap.
5. Kafalah: pemberian jasa penjaminan yang diberikan suatu pihak kepada
pihak lain, dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas
pembayaran suatu utang yang menjadi hak penerima jaminan.
6. Mudharabah: akad antar pemilik modal dengan pengelola dengan rasio
bagi hasil yang disepakati bersama, ada dua jenis mudhrabah:
a. Mutlaqah: kekuasaan penuh pengelolaan modal oleh mudharib
b. Muqayyadah: pengelolaan oleh mudharib ditentukan oleh pemilik
modal (ex: jenis usaha, tempat).
22
7. Murabahah: akad jual beli dimana bank memberi barang yang
diperlukan oleh nasabah dengan harga beli ditambah keuntungan
adalah harga jual kepada nasabah.
8. Musyarakah: akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau
lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan
produktif, pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai dengan rasio yang
telah disepakati.
9. Qardh: akad pinjaman yang harus dikembalikan sesuai dengan jumlah
yang dipinjam, bank atau peminjam boleh meminta jaminan.
10. Qardh ul Hasan: akad qardh untuk tujuan sosial, cukup dikembalikan
sesuai dengan jumlah pinjaman.
11. Al-Rahn: akad penyerahan harta dari nasabah sebagai jaminan
sebagian atau seluruh hutang.
12. Salam: akad jual beli pesanan dimana biaya atau harga langsung
dibayar lunas dimuka.
13. Sharf: akad jual beli Valas
14. Ujr: upah atau Imbalan yang diberikan atau diminta atas suatu
pekerjaan yang dilakukan.
15. Wadiah: akad penitipan barang atau uang dengan tujuan untuk alasan
keamanan maupun keselamatan, keamanan, serta keutuhannya, ada
dua jenis wadiah :
23
a. Yad Amanah: pihak tertitip tidak diperkenankan menggunakan
barang titipan, dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau
kehilangan yang bukan merupakan kelalaian tertitip.
b. Yad Dhamanah: pihak tertitip dengan atau tanpa izin boleh
memanfaatkan barang titipan dan bertanggung jawab terhadap
kehilangan atau kerusakan barang, keuntungan atau manfaat dari
penggunaan barang titipan adalah hak milik tertitip.
16. Wakalah: akad pemberian kuasa untuk mewakili pemilik kuasa.
b. Kegiatan Usaha
1. Menghimpun Dana
a. Giro dengan prinsip wadiah.
b. Tabungan dengan prinsip wadiah atau mudharabah.
c. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
d. Bentuk lain berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah.
2. Menyalurkan Dana
a. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip mudharabah, istishna, ijarah,
salam dan jual beli lainnya.
b. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip hiwalah, rahn, qardh,
membeli, menjual dan atau menjamin atas resiko sendiri surat-surat
berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata
(underlying transaction) berdasarkan prinsip jual beli dan hiwalah.
c. Membeli surat-surat berharga pemerintah dan atau Bank Indonesia
yang diterbitkan atas dasar prinsip syariah.
24
3. Memberikan jasa-jasa:
a. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan nasabah
berdasarkan wakalah.
b. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan
dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga
berdasarkan prinsip wakalah.
c. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat
berharga berdasarkan prinsip wadiah.
d. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaanya untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip
wakalah.
e. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lain
dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek
berdasarkan prinsip ujr.
f. Memberikan fasilitas Letter of Credit (LC) berdasarkan prinsip
wakalah, murabahah, mudharabah, musyarakah, dan wadiah, serta
memberikan fasilitas garansi bank berdasar prinsip kafalah.
g. Melakukan kegiatan usaha kartu debet berdasarkan prinsip ujr.
h. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah.
4. Melakukan kegiatan lain seperti:
a.Melakukan kegiatan valuta asing dengan prinsip sharf.
25
b.Melakukan kegiatan penyertaan modal berdasarkan rinsip
musyarakah dan atau mudharabah pada bank atau perusahaan lain
yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
c.Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan
prinsip musyarakah dan atau mudharabah pada bank atau
perusahaan lain yang melakukan kegiatan usaha berdasar prinsip
syariah.
d. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan
prinsip musyarakah dan atau mudharabah untuk mengatasi akibat
kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali
penyertaannya.
e. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana
pensiun berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan
dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
f. Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima
dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah atau
dana sosial lannya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam
bentuk santunan dan atau pinjaman kebajikan (qardhul hasan).
5. Melakukan kegiatan lain
Bank dapat melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank
sepanjang disetujui oleh DSN.
5. Pengembangan Perbankan Syariah
26
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan
meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan
perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002
telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di
Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan
secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah
nasional beserta perangkat-perangkat terkait, tren perkembangan industri
perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan
syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem
keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia
(API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun
international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan
syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board),
AAOIFI dan IIFM. Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk
memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara
optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah
pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-
rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API),
Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan
perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung
pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat
27
nasional, dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan
pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar, dengan
kata lain, perbankan syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain
domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf
internasional. Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan
oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat
universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah
sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep
ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian
permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap
memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan
perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya
pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima
oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan negeri.
6. Grand Strategy Pengembangan Pasar
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di
Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi
Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif
pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: penetapan visi
2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan
citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal,
pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih
28
beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang
memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank. Selanjutnya
berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap
implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan
syariah, antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada
fase I, tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai
Beyond Banking, dengan pencapaian target aset sebesar Rp.50 triliun dan
pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan
syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN,
dengan pencapaian target aset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri
sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia
sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target
aset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.
Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek
positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah
sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek
diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang
beragam, transparan, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi
informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi
keuangan syariah yang memadai, sedangkan pada aspek branding adalah
“bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.
29
Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar
perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank
syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat
dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.
Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi
produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan
(saling menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan
penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.
Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM
yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi
kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk
dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap
memenuhi prinsip syariah, dan
Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas
dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak
langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk
memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan
syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
C. Efisiensi dan Produktivitas
1.Efisiensi
Menurut Necmi K Avkiran, pengertian yang sangat dasar, efisiensi
dapat didefinisikan sebagai "doing things the right way". Namun, definisi
30
yang lebih scientific mengartikan efisiensi sebagai "maximising a desired
outcome with given resources". Definisi efisiensi yang biasa diketahui
adalah rasio output terhadap input. Konsep efisiensi diawali dari konsep
teori ekonomi mikro, yaitu teori produsen dan teori konsumen, teori
produsen menyebutkan bahwa produsen cenderung memaksimumkan
keuntungan dan meminimalkan biaya. Sedangkan di sisi lain, teori
konsumen menyebutkan bahwa konsumen cenderung memaksimumkan
utilitasnya atau tingkat kepuasannya (Yuli Indrawati, 2009: 15).
Menurut Sarjana (1999), ditinjau dari teori ekonomi ada dua macam
pengertian efisiensi, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi, efisiensi
ekonomi mempunyai sudut pandang makroekonomi, sementara efisiensi
teknis mempunyai sudut pandang mikroekonomi, pengukuran efisiensi teknis
cenderung terbatas pada hubungan teknis dan operasional dalam proses
konversi input menjadi output, sedangkan dalam efisiensi ekonomi, harga
tidak dapat dianggap sudah ditentukan (given). karena harga dapat
dipengaruhi oleh kebijakan makro (Yuli Indrawati, 2009:16).
Farrell M.J (1957: 259) mengemukakan bahwa efisiensi perusahaan terdiri
dari dua komponen. yaitu:
1 .Efisiensi Teknis
Mencerminkan kemampuan untuk memproduksi output semaksimal
mungkin dari input yang ada, efisien secara teknis bukan berarti efisien
dalam hal efisiensi harga atau alokatif.
31
2. Efisiensi Alokatif/Harga
Allocative efficiency menggambarkan kemampuan perusahaan untuk
menggunakan input dalam proporsi yang optimal yang juga
memasukkan perhitungan biaya, DMU dianggap efisien alokatif jika
DMU menghasilkan outputnya dengan biaya seminimal mungkin dengan
menggunakan minimal input.
Sementara Cooper W. Wiliam dkk., menyimpulkan bahwa ada beberapa
jenis efisiensi yaitu, efisiensi alokatif atau harga, efisiensi skala, efisiensi
produktif atau efisensi teknikal dan efisiensi campuran atau mix
(skala/teknikal), dimana hal tersebut diperlengkap dengan teori Pareto-
Koopmans, dimana efisiensi terjadi jika dan hanya jika tidak bisa lagi
menambah input atau output tanpa memperburuk/mengurangi input atau
output lainnya (Cooper W. Wiliam dkk. 2006: xxi).
Sedangkan menurut Avenzora (2008:3), efisiensi suatu industri adalah
untuk memproduksi output maksimum dengan mengunakan input dalam
jumlah tertentu, atau kemampuan sebuah industri untuk memproduksi
sejumlah output tertentu, dengan menggunakan input dalam jumlah
minimal.
2. Produktivitas
Menurut Samuelson Nordhaus, produktivitas adalah suatu konsep yang
mengukur rasio dari total output terhadap rata-rata tertimbang dari input,
adapun dua varian penting adalah produktivitas tenaga kerja,yang
32
menghitung jumlah output perunit tenaga kerja,dan produktivitas faktor total
yang mengukur output perunit dari total input, meskipun skala hasil yang
meningkat berpotensi besar dalam banyak sektor, pada beberapa ha
skalahasil yang menurun justru terjadi (Samuelson Nordhaus, 2003 : 134)
Lebih lanjut, produktivitas pada dasarnya merupakan hubungan antara
output dan input dalam sebuah produksi, produktivitas dapat diukur secara
parsial maupun total, Produktivitas parsial merupakan hubungan antara
output dengan satu input, contoh produktivitas parsial yang sering
digunakan adalah produktivitas tenaga kerja yang menunjukan rata-rata
output per tenaga kerja, atau produktivitas kapital yang menggambarkan
rata-rata output perkapital. Produktivitas total atau biasa disebut Total
Factor Productivity (TFP), mengukur hubungan antara output dengan
beberapa input secara serentak, hubungan tersebut dinyatakan dalam rasio
dari indeks output terhadap indeks input agregat, jika rasio meningkat berarti
lebih banyak output dapat diproduksi menggunakan jumlah input tertentu
atau sejumlah output dapat diproduksi dengan menggunakan lebih sedikit
input (Avenzora, 2008: 3).
D. DEA (Data Envelopment Analysis)
Data Envelopment Analysis, sesuai dengan namanya merupakan metode
yang mengamlopkan data observasi untuk membentuk frontier yang nantinya
digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari objek penelitian, pemakaian DEA
tidak hanya digunakan untuk entitas bisnis tapi bisa juga digunakan secara
33
Toko A B C D E F G H Karyawan 2 3 3 4 5 6 6 8 Penjualan 1 3 2 3 4 2 3 5 Penjualan/Karyawan 0.5 1 0.67 0.75 0.8 0.333 0.5 0.625 Efisiensi % 50 100 66.7 75 80 33.33 50 62.5
luas untuk bentuk organisasi-organisasi lain termasuk sekolah, rumah sakit,
unit-unit militer, negara, kota, dan lain-lain, untuk penggunaan yang lebih
fleksibel, unit-unit satuan entitas tersebut maka digunakan istilah DMU
(Decision Making Unit) atau UPK (Unit Pembuat Keputusan) dalam bahasa
Indonesia, nilai hasil evaluasi dari metode DEA memiliki range 1-0 dimana
semakin mendekati 1 berarti semakin efisien dan sebaliknya semakin
mendekati nilai 0 semakin inefisien (W.Cooper William, et al, 2006: xx)
Pendekatan DEA tidak memperhitungkan faktor-faktor seperti perbedaan
harga antar daerah, perbedaan peraturan, perilaku baik-buruk nya data,
observasi yang ekstrim, dan lain sebagainya sebagai faktor ketidakefisienan,
dengan demikian metode non-parametrik ini dapat digunakan untuk mengukur
inefisiensi secara lebih umum. Kelemahan dari pendekatan DEA adalah satu
outlier dapat secara signifikan mempengaruhi perhitungan efisiensi dari setiap
perusahaan, namun demikian hal tersebut tidak terlalu merisaukan, karena
kedua pendekatan akan menghasilkan hasil yang mirip. Hal ini akan terjadi
jika sampel yang dianalisis merupkan unit yang sama dan menggunakan
proses produksi yang sama. DEA mempunyai keuntungan dimana DEA tidak
memerlukan spesifikasi yang lengkap dari bentuk produksi dan distribusi dari
observasi dilain pihak pendekatan parametrik sangat tergantung pada asumsi
mengenai data produksi dan distribusi (Avenzora, 2008: 3, 4).
Tabel 2.2 DEA satu input satu output
Sumber : Olahan penulis
34
Secara sederhana konsep DEA dapat dijelaskan dengan Tabel 2.2,
dimana digunakan satu variabel input dan satu variabel output jumlah pekerja
dan penjualan disajikan disetiap kolom, di baris paling bawah tabel
menunjukan hasil penjualan perkaryawan, salah satu tolak ukur produktivitas
yang sering digunakan dalam analisis manajemen maupun analisis investasi,
dari tabel data pengukuran diatas dapat juga disimpulkan bahwa B adalah
UPK yang memiliki efisiensi tertinggi sementara F adalah UPK yang memiliki
efisiensi terendah. Untuk pengukuran perbandingan efisiensi seterusnya maka
UPK B dijadikan pembanding untuk yang lain, sehingga ukuran efisiensi
perbandingan UPK bernotasi Produktivitas UPK X dibanding Produktivitas
UPK B, nilai itulah yang merupakan hasil dari metode DEA (W.Cooper
William, et al, 2006: 2-5).
Mengacu kepada penelitian sebelumnya, Yuli Indrawati, 2009, DEA
Diperkenalkan pertama kali oleh Charnes, Cooper dan Rhodes pada tahun
1978 dan 1979, pendekatan DEA menentukan pendekatan yang berorientesi
kepada tugas dan lebih memfokuskan kepada tugas yang penting, yaitu
mengevaluasi kinerja dari unit pembuat keputusan (Decision Making Unit).
Analisis yang dilakukan berdasarkan kepada evaluasi terhadap efisiensi relatif
dari DMU yang sebanding, selanjutnya, DMU yang efisien tersebut akan
membentuk garis frontier, jika DMU berada pada garis frontier, maka DMU
tersebut dapat dikatakan efisien relatif dibandingkan dengan DMU yang lain
dalam peer group-nya, selain menghasilkan nilai efisiensi masing-masing
35
DMU, DEA juga menunjukkan unit-unit yang menjadi referensi bagi unit-unit
yang tidak efisien.
1.Asumsi DEA:
a.Entitas yang dievaluasi menggunakan set input yang sama untuk
menghasilkan set output sang sama pula.
b. Data bernilai positif dan bobot dibatasi pada nilai positif.
c. Input dan output bersifat variabel.
2.Keunggulan DEA:
a. Bisa menangani banyak input dan output
b.Tidak membutuhkan asumsi hubungan fungsional antara variabel
input dan output.
c. DMU dibandingkan secara langsung dengan sesamanya
d. Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda
3.Keterbatasan DEA
a. Bersifat simple specific
b. Merupakan extreme point technique, kesalahan pengukuran bisa
berakibat fatal.
c. Hanya mengukur produktivitas relatif dan bukan produktivitas mutlak.
d. Uji hipotesis secara statistik DEA sulit dilakukan.
36
e. Menggunakan perumusan linear programing terpisah untuk tiap DMU
(perhitungan secara manual sulit dilakukan apalagi untuk masalah
berskala besar).
Konsep Pengukuran Efisiensi dengan DEA
1. Pendekatan dalam Input-Output
Konsep-konsep yang digunakan dalam mendefinisikan hubungan
input-output dalam tingkah laku dari institusi finansial pada metode
parametrik maupun non-parametrik adalah berdasarkan penelitian
sebelumnya dalam Berger dan Humprey, 1997, dan Yuli Indrawati,
2009, yaitu:
a. Pendekatan Produksi (The Production Approach)
Pendekatan produksi melihat institusi finansial sebagai produser
dari akun-akun deposit (deposit accounts) dan kredit pinjaman
(loans), mendefinisikan output sebagai jumlah dari akun-akun
tersebut atau dari transaksi-transaksi yang terkait, input-input dalam
kasus ini dihitung sebagai upah dari tenaga kerja, pengeluaran modal
pada aset-aset tetap (fixed assets) dan material lainnya.
b. Pendekatan Intermediasi (The Intermediation Approach)
Pendekatan intermediasi memandang sebuah institusi finansial
sebagai intermediator, merubah dan mentransfer aset-aset finansial
dari unit-unit surplus kepada unit-unit defisit. Dalam hal ini input-
37
Gambar 2.1 Proyeksi Frontier Orientasi Input Model CCR
input institusional seperti biaya tenaga kerja dan modal dan
pembayaran bunga pada deposit, dengan output yang diukur dalam
bentuk kredit pinjaman (loans) dan investasi finansial (financial
investments).
c. Pendekatan Aset (The Asset Approach)
Yang terakhir adalah pendekatan aset yang memvisualisasikan
fungsi primer sebuah institusi finansial sebagai pencipta kredit
pinjaman (loans): dekat sekali dengan pendekatan intermediasi,
dimana output benar-benar didefinisikan dalam bentuk aset-aset.
2. Orientasi dalam DEA
Terdapat dua orientasi yang digunakan dalam metodologi
pengukuran efisiensi, yaitu :
a. Orientasi Input
Perspektif yang melihat efisiensi sebagai pangurangan
penggunaan input meski memproduksi output dalam jumlah yang
tetap. Cocok untuk industri dimana manajer memiliki kontrol yang
besar terhadap biaya operasional.
38
b. Orientasi Output
Perspektif yang melihat efisiensi sebagai peningkatan output
secara proporsional dengan menggunakan tingkat input yang sama,
cocok untuk industri dimana unit pembuat keputusan diberikan
kuantitas resource dalam jumlah yang fix dan diminta untuk
memproduksi output sebanyak mungkin dari resource tersebut.
Perbedaan antara orientasi input dan output model DEA hanya
terletak pada ukuran yang digunakan dalam menentukan efisiensi
(yaitu dari sisi input dan output), namun semua model (apapun
orientasinya), akan mengestimasi frontier yang sama.
3. Pendekatan Optimasi
a.Constant Return to Scale
Model CCR yang merupakan model dasar DEA menggunakan
asumsi constant return to scale yang membawa implikasi pada
bentuk efficient set yang linier. Model constant return to scale
dikembangkan oleh Climes, Cooper dan Rhodes (model CCR),
model ini mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan
Gambar 2.2 Proyeksi Frontier Orientasi Output Model CCR
39
output adalah sama (constant return to scale). Artinya jika ada
tambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar
x kali juga. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah
bahwa setiap perusahaan atau unit pembuat keputusan (UPK)
beroperasi pada skala yang optimal.
Untuk masing-masing DMU akan dihitung pengukuran rasio
output terhadap input, u2’yi/v’xi, dimana u adalah M x 1 adalah
bobot output dan s adalah K x I merupakan bobot input. Untuk
memilih bobot optimal, diperlukan persamaan matematika sebagai
berikut:
Maxu,v (u’yi/v’xi),
St u’yj/vx’xj ≤ 1, j = 1,2,…,N, u, v ≥ 0. ( Persamaan 2, 1 )
Persamaan diatas merupakan solusi untuk u dan v yang dibatasi
dengan constraint bahwa efisiensi harus bernilai lebih kecil atau
sama dengan satu, permasalahan dari persamaan diatas adalah
adanya kemungkinan infinite number, untuk mencegah hal tersebut,
maka v'x = 1, sehingga :
maxµ,v (µ’yi), st v’xi = 1, µ’yj – v’xj ≤ 0, j = 1,2,…,N, µ, v ≥
( Persamaan 2, 2 )
40
Gambar 2.3 Frontier Efisiensi Model CCR
Dimana terjadi perubahan notasi dari u dan v mcnjadi u dan v
yang merefleksikan transformasi, bentuk ini disebut bentuk
multiplier dari linear programming.
Dengan menggunakan program linear duality. maka dapat
diturunkan persamaan bentuk envelopment yaitu :
Min Өλ Ө, St –yi + Yλ ≥ 0, Өxi – Xλ ≥ 0
λ ≥ 0
θ adalah skalar dan λ adalah N x 1 vektor konstanta. θ adalah
nilai efisiensi untuk DMU ke I, dan hasilnya akan memenuhi θ ≤ I.
Nilai 1 mengindikasikan titik pada frontier dan DMU dikatakan
efisien secara teknis, program linear tersehut harus diselesaikan
sebanyak N kali untuk masing-masing DMU.
b. Variable Return to Scale
Model ini dikembangkan oleh BCC (Banker, Charnes Cooper)
pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR
Model ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum
(Persamaan 2, 4)
41
beroperasi pada skala yang optimal, asumsi dari model ini adalah
bahwa rasio antara penambahan input dan output tidak sama
(variable return to scale). Artinya, penambahan input sebesar x kali
tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih
kecil atau lebih besar dari x kali.
Rumus VRS dapat dituliskan dengan program matematika
seperti berikut ini:
Min λӨ Ө, St –yi + Yλ ≥ 0, Өxi – Xλ ≥ 0, N1’λ = 1 λ = 0 ( Persamaan 2, 4)
N1’λ = I adalah menyatakan bahwa unit yang inefisien hanya
akan dibandingkan dengan unit yang memiliki ukuran yang sama,
saat CRS. Unit yang inefisien dapat saja dibandingkan dengan unit
yang lebih besar atau lebih kecil darinya, model output oriented VRS
adalah sebagai berikut:
Maxφ,λ φ, st – φyi + Yλ ≥ 0, xi –Xλ ≥ 0, N1’λ = 1 λ ≥ 0 ( Persamaan 2, 5)
Dimana 1 ≤ φ ≤ ∞,dan φ-1 merupakan peningkatan output
secara proporsional yang dapat dicapai oleh DMU, dengan kuantitas
input yang ada.
42
Gambar 2.4
Output Oriented DEA (Coelli Tim, A Guide to DEAP Version 2.1, 1996: 23)
Contoh DEA output-oriented dapat dilihat pada gambar titik
observasi dibawah kurva dan yang berada pada bagian kanan dari
titik aksis merupakan output slack. Contohnya. titik P akan
diproyeksikan ke titik P' yang terletak pada frontier tapi titik ini
bukan merupakan titik yang efisien karena Y1 masih dapat
ditingkatkan kembali sejumlah tanpa harus menambah input. AP'
disebut juga sebagai output slack.
Gambar 2.5 Frontier Efisien Model BCC
( Yuli Indrawati, 2009: 34)
43
0 Gambar 2.6
Hubungan CRS, VRS, dan Scale Efficiency Yuli Indrawati, 2009: 34
c. Scale Efficiency
Gambar 2.5 merupakan grafik yang menggambarkan hubungan
antara CRS, VRS, dan Scale Efficiency, dan juga optimasi orientasi
input dan output, gambar ini menggunakan kombinasi satu input dan
satu output.
Garis efisien frontier CRS digambarkan pada 0N, sementara
garis efisien frontier VRS direpresentasikan oleh PQR, DMU A
adalah contoh unit kerja inefisien, setelah membawa unit A ke
frontier VRS(K) dengan meminimumkan input Z dan
mempertahankan output Y konstan maka akan diperoleh PTE unit A
adalah Zk/Za, Hal yang sama juga berlaku jika menggunakan asumsi
output maximization maka PTE unit A adalah YA/YM.
Jika A diproyeksikan ke L maka orientasi yang digunakan
adalah efisiensi CRS, dengan orientasi input minimisasi maka
efisiensi CRS adalah rasio ZL/ZA, hal yang sama juga berlaku untuk
output maksimisasi yaitu rasio YA/YN merupakan efisiensi CRS,
44
karena slope frontier efisiensi CRS sama dengan satu, maka ZL/ZK=
YA/YN, yang mengindikasikan bahwa perubahan orientasi input-
output tidak akan mengubah nilai efisiensi CRS.
Dengan ilustrasi diatas maka input dan output scale efficiency
adalah ZL/ZK dan YM/YN, oleh karena itu dengan merubah asumsi
dari CRS ke VRS maka akan ditemui lebih banyak unit yang efisien,
ini terjadi karena frontier VRS menyelimuti titik data lebih dekat
daripada frontier CRS.
E. Malmquist Index Productivity (MPI)
Indeks Produktivitas Malmquist atau singkatnya Indeks Malmquist adalah
indeks bilateral yang digunakan untuk membandingkan teknologi produksi
dua unsur ekonomi, Indeks Malmquist berlandaskan pada konsep fungsi
produksi, yang mengukur fungsi produksi maksimum dengan batasan input
yang sudah ditentukan.
Penggunaan Indeks Produktivitas Malmquist karena indeks tersebut
mempunyai beberapa karakteristik yang menguntungkan, pertama, Indeks
Malmquist merupakan metode non-parametrik sehingga tidak memerlukan
spesifikasi bentuk fungsi produksi, kedua, indeks ini tidak memerlukan asumsi
perilaku ekonomi unit produksi seperti minimisasi biaya atau maksimisasi
profit, sehingga sangat berguna apabila tujuan dari produsen berbeda-beda
atau tidak diketahui, ketiga, penghitungan indeks tidak memerlukan data
harga-harga, yang seringkali tidak tersedia, keempat, Indeks Produktivitas
45
Malmquist dapat dipecah menjadi dua komponen yaitu perubahan efisiensi
dan perubahan teknologi. Hal ini sangat berguna karena analisa dapat
dilakukan secara lebih spesifik menurut komponen (Avenzora, 2008: 6).
Menurut Fare, Grosskopf dan Lovell (1994), Malmquist Index
berorientasi input, bisa diformulasikan sebagai berikut :
Dimana I mengindikasikan sebagai orientasi input, M adalah
produktivitas dari dari titik produksi sebelumnya (x¹+1 , y¹+1 ), (menggunakan
periode teknologi t +1), berhubungan relatif dengan titik produksi sebelumnya
(x1, y1) (menggunakan teknologi periode t), D adalah fungsi jarak input, dan
semua variabel yang sebelumnya dijelaskan. Nilai yang lebih besar dari satu
mengindikasikan pertumbuhan produktivitas yang positif yang
berada diantara dua periode (Worthingthon, 1999: 5). Merujuk pada Fare,
Grosskopf, Lindgrend dan Roos (1993), rumus tersebut juga dapat dituliskan
dengan persamaan sebagai berikut:
Atau
(Persamaan 2.6)
(Persamaan 2.7)
M = E . P (Persamaan 2.8)
46
Dimana
E =
P =
Adapun M (Malmquist Index) adalah hasil dari pengukuran proses tehnis P
yang diukur sebagai frontier periode t + 1 dan periode t dengan perubahan
efisiensi E dalam periode yang sama. Sedangkan untuk Malmquist Index output,
juga menggunakan rumus yang sama dengan tersebut di atas (Sufian Fadzlan,
2009: 123).
F. Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian (Syed Abdul Malik, 2010), fokus kepada pengukuran efisiensi
bank-bank di Arab Saudi menggunakan data tahun 2003-2008, pengambilan
data dilakukan dari data internet dimana hanya menemukan 10 dari 12 data
bank di Arab Saudi, menggunakan metode DEA Input-Oriented baik CRS
maupun VRS menghasilkan hanya dua bank yang mendapatkan poin efisiensi
penuh yaitu 1 poin, meskipun secara empiris juga membuktikan bahwa
sebagian besar bank-bank di Arab Saudi secara rata-rata sudah bekerja secara
efisien, dan data empiris juga mengindikasikan dua bank tersebut dijadikan
patokan pengukuran efisiensi bank lainnya.
Penelitian (Yuli Indrawati, 2009), membahas efisiensi bank umum di
Indonesia periode 2004-2007 dengan menggunakan data 127 bank umum,
(Persamaan 2.9)
47
metodologi yang digunakan adalah non parametrik, Data Envelopment
Analysis, untuk menganalisis efisiensi teknikal, analisis efisiensi
dilakukan secara keseluruhan dan perkelompok bank berdasarkan
kepemilikannya. kemudian, menggunakan uji KoreIasi Spearman untuk
melihat determinan efisiensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bank
umum di Indonesia relatif belum efisien dengan rata-rata nilai efisiensi sebesar
0,569 selama periode penelitian 2004-2007 juga menunjukkan bahwa bank
milik pemerintah menjadi kelompok bank yang paling efisien, hasil lainnya
juga menunjukkan bahwa profitabilitas dan aset bank berhubungan positif
dengan efisiensi.
Penelitian (Rama Dwi Laksana, 2010), penelitian ini bertujuan untuk
mengukur tingkat efisiensi relatif pada BPD Unit Usaha Syariah di Indonesia
dengan menggunakan metode non-parametrik Data Envelopment Analysis
(DEA) berdasarkan pendekatan intermediasi dengan Constant Return to Scale
(CRS) dan Variable Return to Scale (VRS). DEA adalah teknik program
linear yang digunakan untuk mengevaluasi proses pembuatan keputusan di
sebuah unit dengan menilai inefesiensi pada kombinasi input (slack variable)
dalam hubungan antarbank. Pada kasus ini, unit BPD syariah berhubungan
dengan unit BPD syariah lain dalam bentuk sample, lalu proses ini
dibandingkan dengan inefisiensi pada unit BPD syariah agar bisa
menghasilkan masing-masing nilai efisiensi. Nilai efisiensi berada antara nol
dan satu, tingkat efisiensi unit BPD syariah dinilai sebagai satu proses. Nilai
efesiensi unit BPD syariah tidak menunjukkan arti bahwa unit tersebut telah
48
memberikan hasil yang maksimal, tetapi memberikan hasil yang terbaik di
antara sampel-sampel yang ada.
Hasil menunjukkan bahwa unit BPD syariah di Indonesia secara teknis
telah efisien (82,5%) berdasarkan pendekatan intermediasi dengan
menggunakan model CRS dan VRS (88%). Skala efesiensi unit BPD syariah
adalah efisien (93%).
Penelitian (Setiawan Imam, 2007), penelitian ini bertujuan untuk melihat
efisiensi perbankan dan memecah tingkat efisiensi dari masing-masing
komponen biaya yang digunakan penyaluran kredit sehingga diketahui
komponen biaya apakah yang tidak efisien penyaluran kredit perbankan dan
bagaimana komponen biaya ini dapat dipebaiki, selain itu penelitian ini juga
berusaha menghitung mark-up laba perbankan dari waktu-kewaktu apakah
besaran mark-up makin membesar ataukah mengecil, juga akan dilihat
bagaimana pengaruh dan tingkat resiko yang diambil perbankan. Juga akan
dilihat apakah terdapat price leadership di dalam perbankan Indonesia. Dalam
penelitian ini akan digunakan beberapa metodologi yaitu DEA untuk
menghitung efisiensi perbankan, metode mark-up untuk menghitung mark-up
perbankan, Orangger Causality Test untuk melihat adakah price leadership di
dalam perbankan, sedangkan untuk mnelihat perubahan pengeompokan
perbankan ketika kebijakan penurunan suku bunga akan digunakan metode
cluster. Kesimpulan yang dihasilkan adalah bahwa inefisiensi perbankan di
Indonesia umumnya disebabkan oleh inefisiensi biaya operasi dan inefisiensi
biaya kredit rupiah, tingginya inefisiensi biaya operasi lebih disebabkan
49
karena besarnya komponen biaya operasional lainnya dalam struktur biaya
perbankan sedangkan dalam biaya kredit rupiah diindikasikan karena masih
cukup besarnya excess reserve rupiah perbankan yang ditempatkan di Bank
Indonesia kemudian walaupun bank-bank pembentuk DEA dianggap sebagai
bank yang efisien, ternyata masih tingginya net interest margin, ini lebih
disebabkan tingginya mark-up keuntungan juga tingginya mark-up resiko.
Tingginya mark-up keuntungan lebih disebabkan oleh price factor
shifting dari aset perbankan yang nilainya turun seperti SBI dan SUN sehingga
kemudian faktor harga ini kemudian di pindahkan kepada komponen biaya
kredit. Hal ini dimungkinkan karena kurang elastisnya demand kredit terhadap
suku bunga terutama debitur kecil. Tingginya mark-up resiko umumnya
disebabkan oleh belum pulihnya ekspektasi usaha di Indonesia.
Penelitian (Sufian Fadzlan: 2007), penelitian ini dilakukan untuk
mengukur efisiensi dan produktivitas Industri Perbankan Islam Malaysia, dan
membandingkan antara Bank Islam dalam negri dengan Bank Islam luar
negeri, dengan metode Indeks Malmquist, dan pendekatan intermediasi input-
output. Penelitian ini menyatakan bahwa produktivitas Perbankan Islam
Malaysia membentuk kurva-U terbalik, dimana terjadi 8,4% nilai
produktivitas ditahun 2002, kemudian meningkat menjadi 11,2% ditahun 2003
sebelum akhirnya menurun menjadi 4,6% di tahun 2004. Hasil penelitian juga
mengindikasikan perbankan Islam Malaysia yang mengalami kemajuan
produktivitas akibat kemajuan teknologi kebanyakan berasal dari bank yang
berasal dalam grup menengah, sementara sebaliknya, bank-bank kecil
50
mengalami penurunan yang diakibatkan faktor teknologi, sehingga dapat
disimpulkan bahwa bank-bank Islam kecil di Malaysia mengalami
keterbatasan untuk bersaing dengan bank lainnya dikarenakan faktor
kemajuan teknologi.
Kesimpulan dari penelitian sebelumnya adalah baik teknik DEA dan
Indeks Malmquist sudah menjadi teori yang umum untuk mengukur efisiensi
dan produktivitas perbankan dengan metode intermediasi, adapun keunggulan
dari penelitian ini adalah berfokus kepada Perbankan Syariah Indonesia pada
periode 2007-2009.
G. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan data dan teori yang dihimpun untuk penelitian Perbankan
Syariah di Indonesia ini, kerangka pemikiran penelitian dimulai dari pencarian
data variabel input dan output, secara pendekatan intermediasi dari laporan
keuangan objek penelitian, kemudian data-data tersebut di proses
menggunakan software DEAP 2.1 sehingga dapat diketahui seberapa besar
nilai DEA yang mencerminkan efisiensi dan seberapa besar juga nilai Indeks
Malmquist yang mencermunkan produktivitas, penelitian dilanjutkan dengan
menganalisa korelasi antara aset dengan efisiensi dan produktivitas, yaitu
dengan cara melakukan mengkorelasikan variabel aset dengan efisiensi dan
produktivitas yang diwakili dengan nilai DEA dan Indeks Malmquist
menggunakan analisis Korelasi Spearman, secara visual dapat disampaikan
51
Gambar 2.7 Bagan Kerangka Pemikiran
oleh gambar bagan kerangka pemikiran, dan secara detail disampaikan pula
bagan teknis penelitian sebagai berikut :.
Gambar 2.8 Bagan Teknis Penelitian
52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan melihat efisiensi bank-bank syariah (UUS dan BUS) di
Indonesia secara umum dan peningkatan perubahan produktivitas, penelitian ini
menggunakan pendekatan non-parametris (DEA) karena konsep DEA sendiri
tidak memerlukan berbagai asumsi tentang bentuk fungsi matematis. DEA hanya
mengukur kinerja maksimal bagi setiap DMU relatif terhadap seluruh DMU.
DMU lain yang ada didalam sebuah populasi yang di observasi dengan gambaran
apakah DMU tersebut berada pada atau dibawah garis batas ekstrim.
Menurut Epstein and Henderson 1989 dalam (Yuli Indrawati, 2009: 37)
bahwa DEA mempunyai beberapa keuntungan relatif dibandingkan dengan tehnik
parametrik. Dalam mengukur efisiensi, DEA mengidentifikasi unit yang
digunakan sebagai referensi yang dapat membantu untuk mencari penyebab dan
jalan keluar dari ketidak-efisienan, yang merupakan keuntungan utama dalam
aplikasi manajerial sementara itu pendekatan intermediasi akan digunakan dalam
penelitian ini karena Grifell-Tatje dan Lovell (1997) dalam (Yuli Indrawati, 2009:
37) menyebutkan bahwa pendekatan produksi dipilih ketika analisis fokus pada
produktivitas bank, sedangkan pendekatan lainnya paling cocok digunakan saat
fokus analisisnya adalah profitabilitas bank.
53
Berger dan Humprey berpendapat bahwa pendekatan intermediasi lebih tepat
untuk mengevaluasi institusi keuangan secara keseluruhan sementara pendekatan
produksi lebih baik digunakan untuk mengevaluasi cabang-cabang institusi
keuangan (Berger dan Humprey, 1997: 30), Casu dan Molineux berpendapat
bahwa pendekatan intermediasi unggul dalam mengevaluasi pentingnya efisiensi
frontier terhadap profitabilitas institusi keuangan karena minimisasi total cost
diperlukan untuk memaksimumkan profit dan bukan hanya meminimumkan biaya
produksi itu sendiri (Casu dan Molineux, 1999: 12), selain itu, kebanyakan studi
litelatur yang ada sepakat, dengan fungsi dasar yang dijalankan bank adalah
sebagai lembaga intermediasi dan menggunakan pendekatan intermediasi dalam
penelitiannya (Yuli Indrawati, 2009, Sufian Fadzlan, 2007 ).
Analisis yang digunakan adalah dengan asumsi CRS (Constant Return to
Scale) dan VRS (Variabel Return to Scale) yang berorientasi output dan input,
kemudian penelitian ini akan diperkaya dengan perubahan efisiensi dan
produktivitas bank, dengan menggunakan metode Malmquist Index, penelitian ini
akan menggunakan data laporan keuangan tahunan bank-bank umum di Indonesia
yang diambil dari data laporan keuangan perbankan syariah periode 2007-2009
awal yang tersedia di website BI (www.bi.go.id) maupun di website masing-
masing bank yang menjadi subjek penelitian.
54
B. Populasi dan Sampel
Penelitian ini tidak menggunakan sampel, melainkan populasi, yaitu seluruh
bank syariah yang ada di Indonesia, baik yang berbentuk BUS maupun UUS,
sehingga didapatkan ada 17 bank syariah yang terdiri dari 5 Bank Umum Syariah
(BUS) dan sisanya 12 Unit Usaha Syariah (UUS).
C. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini akan menggunakan data time-series sekunder dari laporan
keuangan tahunan Bank-Bank Syariah di Indonesia yang diambil dari data
laporan keuangan perbankan syariah periode 2007-2009 awal yang tersedia di
website BI (www.bi.go.id) maupun di website masing-masing bank yang menjadi
objek penelitian. Data time-series atau bisa juga disebut deret waktu, merupakan
sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa
interval waktu tertentu, misalnya dalam waktu mingguan, bulannan, tahunan
(Husein Umar, 2002: 83)
D. Metode Analisis
1. Data Envelopment Analysis
Data Envelopment Analysis, sesuai dengan namanya merupakan metode
yang mengamlopkan data observasi untuk membentuk frontier yang nantinya
digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari objek penelitian, pemakaian DEA
tidak hanya digunakan untuk entitas bisnis tapi bisa juga digunakan secara luas
55
untuk bentuk organisasi-organisasi lain termasuk sekolah, rumah sakit, unit-unit
militer, negara,kota, dan lain-lain, untuk penggunaan yang lebih fleksibel, unit-
unit satuan entitas tersebut maka digunakan istilah DMU (Decision Making
Unit) atau UPK (Unit Pembuat Keputusan) dalam bahasa Indonesia, nilai hasil
evaluasi dari metode DEA memiliki range 1-0 dimana semakin mendekati 1
berarti semakin efisien dan sebaliknya semakin mendekati nilai 0 semakin
inefisien (W.Cooper William, et al, 2006: xx)
Kemudian mengacu kepada penelitian sebelumnya oleh Yuli Indrawati
pada tahun 2009, DEA adalah suatu metodologi yang digunakan untuk
mengevaluasi efisiensi dari suatu unit pengambilan keputusan (unit kerja) yang
bertanggung jawab menggunakan sejumlah input untuk memperoleh suatu
output yang di targetkan. DEA merupakan model pemograman fraksional yang
bisa mencakup banyak output dan input tanpa perlu menentukan bobot untuk
tiap variabel sebelumnya, tanpa perlu penjelasan eksplisit mengenai hubungan
fungsional antara input dan output (tidak seperti regresi). DEA menghitung
ukuran efisiensi secara skalar dan menentukan level input dan output yang
efisien untuk unit yang dievaluasi.
Proses pengolahan data dengan DEA merumuskan indikator pengukuran
etisiensi bank, bisa berupa: biaya operasi, biaya bunga, pendapatan bunga dan
indikator lainnya ke dalam model matematis, tahap ini merupakan
penyederhanaan penggambaran masalah yang kompleks ke dalam bentuk
56
Min Өλ Ө,
St –yi + Yλ ≥ 0,
Өxi – Xλ ≥ 0
λ ≥ 0
kuantitatif untuk dicari solusi (pemecahan) permasalahan. Metode DEA sendiri
dibagi menjadi dua, yaitu DEA CRS dan DEA VRS :
a.Constant Return to Scale
Model Constant Return to Scale (atau disebut juga CCR) yang
merupakan model dasar DEA menggunakan asumsi constant return to scale
yang membawa implikasi pada bentuk efficient set yang linier. Model
constant return to scale dikembangkan oleh Climes, Cooper dan Rhodes
(model CCR), model ini mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan
input dan output adalah sama (constant return to scale). Artinya jika ada
tambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali
juga. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap
perusahaan atau unit pembuat keputusan (UPK) beroperasi pada skala yang
optimal. Adapun rumusan DEA CRS adalah sebagai berikut :
b. Variable Return to Scale
Model ini dikembangkan oleh BCC (Banker, Charnes Cooper) pada
tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR Model ini
beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi pada skala yang
optimal, asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input
(Persamaan 3,1)
57
(Persamaan (3,2)
dan output tidak sama (variable return to scale). Artinya, penambahan input
sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali,
bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Adapun rumusan DEA VRS
adalah sebagai berikut
Maxφ,λ φ,
st – φyi + Yλ ≥ 0,
xi –Xλ ≥ 0,
N1’λ = 1
λ ≥ 0
2. Malmquist Index Productivity (MPI)
Malmquist Index (MI) merupakan metode DEA yang dapat dipergunakan
untuk mengolah data panel non-parametris. MI seringkali digunakan untuk
mengukur perubahan produktivitas sebuah DMU, nilai indeks tersebut dapat di
dekomposisikan dari perubahan teknologi dan perubahan efisiensi.
Perubahan dalam total produksi sebuah DMU dapat dikatakan baik apabila
DMU tersebut data menggunakan input secara efisien untuk menghasilkan
barang-jasa dan perusahaan menggunakan proses teknologi dalam proses
produksi tersebut, nilai MI yang lebih kecil dari satu, maka nilai tersebut
mengindikasikan bahwa DMU mengalami penuruan dalam total produktivitas.
Peningkatan atau penurunan dalam total factor productivity dapat disebabkan
oleh dua hal yaitu dari sisi perubahan efisiensi atau dari sisi perubahan teknologi.
58
Merujuk pada Fare, Grosskopf, Lindgrend dan Roos (1993), rumus tersebut juga
dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:
3. Kolmogorov-Smirnov Test
Kolmogorov-Smirnov Test, adalah tehnik pengujian normalitas data,
apakah suatu distribusi data sesuai dengan distribusi normal atau tidak, jika
sesuai (normal) maka untuk seterusnya digunakan tehnik statistik parametris
dan jika tidak sesuai maka digunakan tehnik statistik non-parametris.
4. Korelasi Spearman.
Korelasi Spearman akan digunakan untuk melakukan uji korelasi indeks baik
DEA maupun Indeks Malmquist dengan aset, untuk menyatakan apakah ada
hubungan antara besar kecil aset dengan nilai DEA maupun Indeks
Malmquist.,dan juga digunakan untuk mengukur isotonicity antara variabel input
dan output dimana salahj satu syarat DEA adalah meningkatnya variabel input
akan menyebabkan meningkatnya variable output,dan begitu juga sebaliknya.
Korelasi Spearman adalah tehnik korelasi yang digunakan untuk mencari
hubungan dan membuktikan hipotesis dengan menggunakan data ordinal atau
(Persamaan 3.3)
Persamaan (3.4)
59
berjenjang atau rangking, dan bebas distribusi (Sugiyono, 2006: 228). Adapun
rumus Korelasi Spearman adalah :
E. Variabel Operasional Penelitian
Merujuk kepada penelitian-penelitian sebelumnya (Yuli Indrawati, 2009,
Sufian Fadzlan, 2007, Rama Dwi Laksana, 2009). dimana yang digunakan adalah
pendekatan intermediasi maka dipilihlah variabel berikut :
Tabel 3.1 Variable Input Output
Laba Rugi X1 Beban Personalia
Neraca X2 Aset Tetap Net
Neraca X3 Total Simpanan (Giro, Tabungan, Simpanan Berjangka, Sertifikat Deposito,
Simpanan dari Bank Lain)
Neraca Y1 Total Pinjaman
Laba Rugi Y2 Pendapatan Operasional Lainnya
Neraca
Y3 Aset Likuid dan Investasi Sekuritas (Kas,Penempatan pada BI,giro pada bank
lain,penempatan pada bank lain, surat berharga yg dimiliki,reverse repo,obligasi
pemerintah)
Persamaan (3,5)
60
Sumber: www.bi.go.id
BAB IV
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Perbankan Syariah Indonesia
1. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Perkembangan DPK dari tahun 2007 hingga 2009 untuk bank syariah
bisa dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.1 Perkembangan DPK 2007-2009
Seperti yang dapat dilihat dalam tabel bahwa terjadi peningkatan DPK
dalam kurun waktu dua tahun sejak 2007 ke tahun 2009 yaitu sebesar
26.798 triliun Rupiah, atau setara dengan peningkatan sebesar 51,267 %,
dari 25.473 triliun Rupiah pada tahun 2007 menjadi 52.271 triliun Rupiah
di tahun 2009, sementara peningkatan sebesar 45,86% dan 46,867% terjadi
pada Giro wadiah dalam wujud Rupiah ataupun dalam wujud valas yang
dirupiahkan, atau setara dengan 2.478 triliun Rupiah dan 374 triliun
Dalam Triliun Rupiah 2007 2009 Peningkatan persentase DPK 25.473 52.271 26.798 51.2674332 Giro Wadiah
Rupiah 2.925 5.403 2.478 45.8634092 Valas 424 798 374 46.8671679
Deposito Mudharabah
Rupiah 12.919 16.379 3.460 21.1246108 Valas 726 1111 385 34.6534653
Tabungan Mudharabah
Rupiah 8.480 16.379 7.899 48.2263874 Valas 0 96 96 100
61
Sumber: www.bi.go.id
Rupiah, peningkatan juga terjadi pada sisi deposito mudharabah sebesar
21% untuk deposito dalam bentuk Rupiah atau 3.460 triliun Rupiah, dan
34,65% untuk deposito dalam bentuk valas atau 385 triliun Rupiah dalam
bentuk yang dirupiahkan, sementara itu pada sisi tabungan mudharabah
terjadi peningkatan sebesar 48% dalam bentuk tabungan Rupiah dan 100%
dalam bentuk tabungan valas, dan kesemuanya itu terjadi dalam kurun
waktu dua tahun yaitu 2007 hingga 2009.
2. Perkembangan Pembiayaan (Financing)
Perkembangan pembiayaan dari tahun 2007 hingga 2009 untuk bank
syariah bisa dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.2 Perkembangan Pembiayaan (Financing)
Perkembangan pembiayaan atau financing dalam kurun waktu 2007
hingga 2009 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan sebesar 44,22% untuk
pembiayaan dalam bentuk Rupiah, atau sebesar 20.737 triliun Rupiah
peningkatan dari 26.149 triliun Rupiah menjadi 46.886 triliun Rupiah,
sementara itu peningkatan sebesar 30.480 triliun Rupiah terjadi dalam kurun
waktu 2007-2009 atau sebesar 67,8% dari 14.458 triliun Rupiah menjadi
44.938 triliun Rupiah untuk pembiayaan dalam bentuk valas yang
dirupiahkan.
Financing Dalam Triliun Rupiah 2007 2009 Peningkatan Persentase Rupiah 26.149 46.886 20.737 44.2285544 Valas 14.458 44.938 30.480 67.8267836
62
Aset Dalam Triliun Rupiah 2007 2009 Peningkatan Persentase Bank Umum Syariah 27.286 48.014 20.728 43.1707419 Unit Usaha Syariah 9.252 18.076 8.824 48.8161098 Total 36.538 66.090 29.552 44.7147829
Sumber:www.bi.go.id
3. Perkembangan Aset
Perkembangan Aset dari tahun 2007 hingga 2009 untuk bank syariah bisa
dilihat pada tabel sebagai berikut :
Perkembangan aset perbankan syariah Indonesia juga mengalami
peningkatan yang cukup baik dalam kurun waktu 2007-2009 dapat dilihat
bahwa terjadi peningkatan sebesar 43% untuk Bank Umum Syariah (BUS)
atau 20.728 triliun Rupiah, dan 8.824 triliun Rupiah atau 48,8% peningkatan
aset untuk Unit Usaha Syariah (UUS), sama dengan peningkatan 44,7 persen
untuk total keduanya (BUS, UUS) atau setara dengan 29.562 triliun Rupiah.
Merujuk kepada ketiga tabel tersebut yaitu tabel perkembangan DPK,
perkembangan pembiayaan, dan tabel perkembangan aset, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa, kebutuhan akan ketersediaan perbankan syariah
cukup tinggi mengingat terjadi peningkatan yang cukup signifikan dalam
periode 2 tahun (2007-2009), disamping itu, dengan meningkatnya nilai
DPK dapat disimpulkan bahwa kepercayaan masyarakat Indonesia dalam
menggunakan jasa perbankan syariah meningkat, sebagaimana yang terjadi
dengan kepercayaan masyarakat untuk mendapatkan pembiayaan dari
perbankan syariah, yang indikasinya dapat di lihat dari peningkatan nilai
pembiayaan yang diberikan, yang tentu saja akan membawa dampak positif
Tabel 4.3 Perkembangan Aset
63
terhadap industri perbankan syariah Indonesia itu sendiri, tercermin dari
peningkatan nilai aset dalam kurun waktu 2007-2009, hal tersebut diatas
juga mengindikasikan berjalannya perbankan syariah di Indonesia sebagai
lembaga intermediary.
B. Uji Normalitas Data
Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan metode DEA
adalah uji isotonic yaitu variabel input dan output harus memiliki hubungan
isotonicity yang berarti setiap kenaikan pada variabel input apapun harus
menghasilkan kenaikan setidaknya satu variabel output dan tidak ada variabel
output yang mengalami penurunan (Yuli Indrawati, 2009 : 27).
Dan untuk mengetahui itu semua maka perlu dilakukan analisis korelasi,
namun untuk memilih metodologi korelasi mana yang akan digunakan, maka
dilakukan test uji normalitas distibusi data, jika distribusi data normal maka
akan digunakan metodologi analisa parametris dan jika sebaliknya, tidak
normal, maka akan menggunakan metodologi non-parametris, untuk
melakukan uji normalitas, penulis menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test.
Lampiran 2 menunjukan bahwa hasil uji Kolmogorov-Smirnov Test
memaparkan bahwa semua data yang diuji menghasilkan nilai dibawah 0,1
yang artinya data adalah diluar distribusi normal, sehingga semua analisis
yang digunakan adalah menggunakan metodologi non-parametris.
Selain itu dalam penelitian ini juga akan dilakukan uji korelasi antara aset
dengan efisiensi dan produktivitas, hasil uji normalitas data aset dari tahun
64
2007-2009 pada lampiran 2, menunjukan bahwa data tidak normal sehingga
dalam pengujian korelasi aset-efisiensi, dan aset-produktivitas juga
menggunakan analisis korelasi spearman.
C. Analisis Efisiensi
Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia dihitung dengan menggunakan
metode DEA untuk setiap tahun selama 3 tahun mulai 2007-2009, dengan
asumsi baik VRS ataupun CRS berorientasi output maupun output, orientasi
output adalah seberapa besar output yang harus dihasilkan dengan
menggunakan input yang sama, sedangkan input adalah seberapa besar input
yang harus dikurangi untuk menghasilkan output yang sama, sehingga bank
tersebut menjadi efisien, kemudian analisis diperluas dengan melakukan
analisa produktivitas menggunakan Indeks Malmquist, dan diperlengkap
dengan Korelasi Spearman analisis untuk membuktikan hubungan aset dengan
efisiensi, dan analisis regresi berganda untuk mencari faktor yang dominan
terhadap efisiensi maupun produktivitas.
1. Analisa DEA
Dalam bagian ini akan dibahas hasil olah DEA menggunakan software
DEAP 2.1, dimana data-data lengkap kesemuanya tersedia di Lampiran 4.
a. Analisa CRS DEA (Output Oriented)
CRS dikembangkan oleh Charnes, Cooper, Rhodes (Model CCR)
pada tahun 1978, model ini mengasumsikan bahwa rasio penambahan
input dan output adalah sama (constant return to scale). Artinya
65
penambahan “X” input akan menambah jumlah “X” output, model ini
juga mengasumsikan bahwa setiap UPK/DMU beroperasi skala yang
optimal (Machmud Amir, Rukmana, 2010: 124). Dalam hasil analisa
melalui metode ini pengukuran dilakukan dari angka 0-1 atau 0-100%
dimana semakin mendekati angka 1 atau 100% maka semakin efisien
bank syariah tersebut, di mana 1-nilai efisiensi atau 100-nilai efisiensi
menjelaskan tingkat efisiensi, jadi jika suatu bank memiliki nilai 80%
(0,8) dilain sisi bank tersebut mengalami inefisiensi sebesar 20% (0,2),
(W.Cooper William, et al, 2006: 5, 13).
Hasil perhitungan CRS DEA menggunakan software DEAP 2.1
menunjukan rata-rata bank syariah di Indonesia relatif efisien dengan
nilai efisiensi rata-rata 85,2 % pada tahun 2007, disusul penurunan
hingga menjadi 76,1% pada tahun 2008, kemudian meningkat lagi
menjadi 78,6 % pada kuartal awal 2009.
Di tahun 2007 terdapat delapan bank yang bekerja mutlak efisien
atau dengan kata lain mendapat nilai 1 atau 100% efisien (yaitu: Bank
Muamalat Indonesia, Bank BRI Syariah, Bank CIMB Niaga, BPD
Sumatera Utara, Bank Internasional Indonesia, Bank Permata, Bank
DKI, BPD Riau) sementara pemilik efisiensi terendah adalah BPD
Sumatera Selatan dengan nilai efisiensi 42,9 %.
Sementara di tahun 2008 jumlah bank yang memiliki efisiensi
mutlak tetap di pegang oleh delapan buah bank namun dengan bank
yang berbeda (yaitu: BRI Syariah, Bank Tabungan Negara, Bank CIMB
66
Niaga, Bank Danamon Indonesia, Bank Internasional Indonesia, Bank
Permata, Bank DKI, BPD Riau), dimana ada dua bank yang memiliki
efisiensi terendah, 32,4%, yaitu BPD Jawab Barat Banten dan BPD
Sumatera Selatan, penurunan yang signifikan terjadi pada beberapa
bank, Bank Muamalat yang menduduki efisiensi 100% pada tahun 2007
turun menjadi 63,1%, kemudian Bank Mega Syariah yang memiliki
efisiensi 80% turun menjadi 35,8% di tahun 2008, begitu juga penurunan
drastis terjadi pada BPD Sumatera Utara, dari 100% ditahun 2007
menjadi 55,1 % ditahun 2008.dan efisiensi rata-rata pada tahun ini juga
menurun dibandingkan tahun 2007, dimana efisiensi rata-rata 2007
adalah 85,24% menurun menjadi 76,13%.
Kemudian di kuartal awal tahun 2009 terdapat delapan bank yang
menduduki efisiensi 100% (yaitu: Bank Tabungan Negara, Bank CIMB
Niaga, BPD Sumatera Utara, Bank Internasional Indonesia, Bank
Permata, Bank DKI, Bank Kalimantan Barat dan BPD Sumatera
Selatan), Nilai efisiensi terendah pada tahun ini dipegang oleh BNI pada
21.7% nilai efisiensi, penurunan efisiensi yang signifikan terjadi pada
Bank Negara Indonesia, dari 82% ditahun 2008 menjadi 21,7% ditahun
2009 atau setara dengan 60,3% penurunan, kebalikannya BPD Sumatera
Selatan justru mengalami peningkatan yang signifikan dari 32,4%
ditahun 2008 menjadi 100% ditahun 2009 atau setara dengan 67,6%
peningkatan.
67
Secara rata-rata tahun 2007-2009 hanya empat bank yang konsisten
menghasilkan efisiensi 100% (yaitu: Bank CIMB Niaga, Bank
Internasional Indonesia, Bank Permata, Bank DKI), sementara pemilik
rata-rata terendah adalah BPD Jawa Barat dan Banten yaitu sebesar 41%.
b. Analisa VRS DEA (Output Oriented)
Model VRS merupakan pengembangan dari model CRS, model ini
beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi pada skala
optimal. Asumsi model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input
dan output tidak sama (variable return to scale). Ini berarti penambahan
input sebesar “X” tidak menghasilkan output sebesar “X” kali, bisa lebih
kecil, bisa lebih besar, penilaian efisiensi tidak berbeda dengan DEA
CRS (Machmud Amir, Rukmana, 2010:124), pengukuran dilakukan dari
angka 0-1 atau 0-100% dimana semakin mendekati angka 1 atau 100%
maka semakin efisien bank syariah tersebut, di mana 1-nilai efisiensi
atau 100-nilai efisiensi menjelaskan tingkat inefisiensi, jadi jika suatu
bank memiliki nilai 80% (0,8) dilain sisi bank tersebut mengalami
inefisiensi sebesar 20% (0,2), (W.Cooper William, et al, 2006: 5, 13).
Hasil perhitungan VRS DEA menggunakan software DEAP 2.1
menunjukan rata-rata bank syariah di Indonesia relatif efisien dengan
nilai efisiensi rata-rata 94,55% pada tahun 2007 kemudian turun menjadi
86 % ditahun 2008, dan meningkat hingga 93% pada kuartal awal tahun
2009, yang ketika dirata-rata maka dalam periode 2007-2009 memiliki
nilai rata-rata efisiensi sebesar 91.46%.
68
Di tahun 2007 terdapat 13 bank syariah yang berada di kondisi
efisiensi maksimal atau 100% (yaitu: Bank Muamalat Indonesia, Bank
Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank BRI Syariah, Bank Negara
Indonesia, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon Indonesia, BPD Sumatera
Utara, Bank Internasional Indonesia, Bank Permata, Bank DKI, BPD
Kalimantan Barat, dan BPD Riau), adapun efisiensi terendah di pegang
oleh BPD Sumatera Selatan sebesar 61,5%.
Kemudian ditahun 2008 terdapat 12 bank yang memiliki tingkat
efisiensi maksimal yaitu 100%, (yaitu: Bank Muamalat Indonesia, Bank
Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, Bank Negara Indonesia, Bank
Tabungan Negara, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon Indonesia, Bank
Internasional Indonesia, Bank Permata, Bank DKI, BPD Kalimantan
Barat, BPD Riau), dimana nilai efisiensi terendah dipegang oleh BPD
Sumatera Selatan sebesar 39,9 %, perubahan signifikan pada tahun ini
terjadi pada Bank BPD Sumatera Utara yang tadinya bernilai efisiensi
sebesar 100 ditahun sebelumnya (2007) kemudian turun menjadi 55.3%
ditahun 2008.
Ditahun 2009 terdapat 13 bank syariah yang memiliki tingkat
efisiensi maksimal atau 100% (yaitu: Bank Muamalat Indonesia, Bank
Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank BRI Syariah, Bank
Tabungan Negara, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon Indonesia, BPD
Sumatera Utara, Bank Internasional Indonesia, Bank Permata, Bank
DKI, Bank Kalimantan Barat, BPD Sumatera Sealatan), dimana nilai
69
efisiensi terendah di pegang oleh Bank Negara Indonesia yaitu 60%,
perubahan sangat signifikan terjadi pada Bank Negara Indonesia yang
turun dari nilai efisiensi 100% (2008), menjadi 70,1% (2009), sementara
peningkatan signifikan terjadi pada BPD Sumatera selatan dari nilai
efisiensi 39,9% (2008) menjadi 100% (2009).
Secara rata-rata 2007-2009 ada sembilan bank yang yang konsisten
memberikan nilai efisiensi maksimal (100%), (yaitu: Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, Bank CIMB
Niaga, Bank Danamon Indonesia, Bank Internasional Indonesia, Bank
Permata, Bank DKI, BPD Kalimantan Barat), sementara pemilik nilai
rata-rata efisiensi terendah adalah BPD Jawa Barat dan Banten dengan
nilai efisiensi 54%.
c. Skala Relatif (CRS dan VRS Output Oriented)
Skala relatif adalah rasio efisiensi model CRS dengan VRS, rasio
didapatkan dengan cara membagi nilai efisiensi CRS dengan nilai
efisiensi VRS, bank syariah yang efisien dengan model CRS berarti
efisien juga skalanya, Sementara itu bank syariah yang efisien dengan
model VRS, tetapi tidak efisien dengan metode CRS berarti memiliki
inefisiensi skala, hal itu karena bank syariah tersebut efisien secara
teknis sehingga inefisiensi yang ada berasal dari skala (Machmud.Amir,
Rukmana, 2010: 128).
Dari hasil analisa menggunakan software DEAP 2.1 dihasilkan bank
syariah di Indonesia dalam jangka waktu 2007-2009 termasuk dalam
70
kategori efisien, hal ini tampak dari rata-rata tingkat efisiensi skala
relatif rata-rata dari tahun 2007 hingga 2009 yang berada diatas 80%,
89,76% pada tahun 2007, 88,38% ditahun 2008, dan 86,34% ditahun
2009, sementara itu bank yang memiliki nilai skala relatif rata-rata
tertinggi dari tahun 2007-2009 adalah BPD Sumatera Selatan dengan
nilai 93,2%, nilai terendah dimiliki oleh Bank Syariah Mandiri dengan
nilai 86%.
d. CRS, VRS, Skala Relatif Input Oriented
Setelah melakukan analisa DEA dengan menggunakan output
oriented, penulis melanjutkan kepada analisa DEA Input Oriented, hasil
yang didapatkan dengan menggunakan software DEAP 2.1 adalah
bahwa sama seperti teori-teori sebelumnya bahwa pemilihan antara
metode orientasi input dengan metode output hanya menghasilkan
sedikit perbedaan dalam nilai hasil untuk VRS dan Skala Relatif dan
nilai yang sama pada metode CRS.
D. Analisis Produktivitas
Analisis produktivitas dilakukan dengan menggunakan metode Malmquist
Index Productivity (MPI) atau singkatnya, Malmquist Index (MI) merupakan
metode DEA yang dapat dipergunakan untuk mengolah data panel non
parametrik. MI seringkali digunakan untuk mengukur perubahan produktivitas
sebuah DMU/UPK. Nilai indeks tersebut dapat di dekomposisikan dari
perubahan teknologi dan perubahan efisiensi, hasil antara MI input dan output
71
oriented menghasilkan nilai yang tidak jauh berbeda bahkan mendekati sama
hal ini relevan dengan teori-teori sebelumnya, adapun perhitungan perubahan
total produktivitas dimulai dari tahun ke 2, dalam penelitian ini pengukuran
Indeks Malmquist akan menggunakan software DEAP 2.1, dimana akan
menghasilkan tabel (Lampiran 5) dengan 5 hasil efisiensi yaitu :
1. effch: Perubahan Efisiensi (relatif dengan perhitungan CRS).
2. techc: Perubahan Teknologi.
3. pech: Perubahan Efisiensi Teknis Murni (relatif dengan perhitungan
VRS).
4. sech: Perubahan Efisiensi Skala (effch/pech).
5. tfpch: Perubahan (faktor) Produktivitas Total.
Hasil yang diperoleh dari perhitungan melalui software DEAP 2.1 bahwa
pada tahun 2007-2008, 7 bank mengalami penurunan efisiensi (effch), 6 bank
tidak mengalami perubahan, 4 bank mengalami peningkatan, penurunan
efisiensi terendah dipegang oleh bank nomor 3 (Bank Mega Syariah: 0.447),
kemudian peningkatan efisiensi tertinggi dipegang oleh bank nomor 6 (BNI
Syariah: 1,568), sementara itu, technological change (techc) tertinggi
dipegang oleh bank nomor 4 (BRI Syariah: 7.046), posisi terendah dipegang
oleh bank nomor 8 (CIMB Niaga Syariah: 0.75), pada nilai pure efficency
(pech), 6 bank mengalami penurunan (di bawah nilai 1) dan hanya 1 bank
yang mengalami peningkatan (BTN: 1.011), sedangkan yang terendah
diduduki oleh bank nomor 14 (BPD Jabar Banten: 0.504), dilanjutkan dengan
scale efficiency change (sech), 4 bank berada di nilai <1 dimana terendahnya
72
diduduki oleh bank nomor 3 (Bank Mega Syariah: 0.559), dan 6 bank berada
di nilai 1, dan sisanya (7 bank) berada pada nilai >1 dimana tertingginya
diduduki oleh bank nomor 6 (BNI Syariah: 1.568), kemudian pada total factor
productivity (tfpch) 9 bank menduduki nilai >1 dan sisanya (8 bank
menduduki nilai <1, dimana nilai tertinggi dipegang oleh bank nomor 4 (BRI
Syariah: 7.046), terendah dipegang oleh bank nomor 3 (Bank Mega Syariah:
0.5).
Dilanjutkan pada hasil tahun ke tiga (Lampiran 6), pada rentang tahun ini
(2008-2009), (effch), 6 bank berada di nilai >1, kemudian 5 bank berada pada
nilai 1, sisanya (6 bank berada pada nilai <1, tertinggi di pegang oleh bank
nomor 17 (BPD Sumatra Selatan: 3.085), terendah dipegang oleh bank nomor
6 (BNI Syariah: 0.264), pada (techc), 5 bank berada pada nilai <1, sementara
sisanya berada pada nilai >1, dimana nilai tertinggi dan terendah diduduki
oleh bank no 15 (BPD Kalimantan Barat: 2.767) dan no 6 (BNI Syariah:
0.679). Pada (pech), 10 bank berada pada nilai 1, lalu 5 bank pada nilai >1,
sisanya (2 bank) pada nilai <1, dimana tertinggi diduduki oleh bank nomor 17
(BPD Sumatera Selatan: 2.503), dan terendah pada bank nomor 6 (BNI
Syariah: 0.701), sedangkan pada (sech) 5 bank memiliki nilai 1, kemudian 5
bank mempunyai nilai >1, sisanya (7 bank) bernilai <1, dimana tertinggi di
duduki oleh bank nomor 1 (Bank Muamalat Indonesia: 1.471), kemudian
terendah diduduki oleh bank nomor 6 (BNI Syariah: 0.377), pada (tfpch)
hanya 4 bank yang berada pada nilai <1, sedangkan sisanya 13 bank berada
pada nilai >1, nilai tertinggi di duduki oleh bank nomor 17 (BPD Sumatera
73
Selatan: 4,673), terendah diduduki oleh bank nomor 6 (Bank BNI Syariah:
0.179).
E. Analisis Korelasi
Analisis ini adalah mengukur korelasi antara variabel aset dengan
efisiensi, tehnik Spearman Correlation dipilih karena variabel yang telah di
uji menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test, menghasilkan distribusi tidak
normal yang artinya analisis korelasi selanjutnya menggunakan metodologi
non-parametris.
Hasil olah data menggunakan software SPSS 16 menghasilkan, bahwa ada
hubungan antara aset dengan efisiensi namun hubungan tersebut berkorelasi
negatif, artinya semakin besar aset maka semakin tidak efisien, hubungan
tersebut dapat dilihat dari hasil uji software SPSS yang menghasilkan angka -
.133, untuk 2007, -.357 untuk 2008 dan , -.358 untuk 2009.
Sementara uji Korelasi Spearman yang di tujukan untuk hubungan Input
dan Output mengindikasikan adanya hubungan positif antara Input dengan
Output, dimana nilai korelasi yang dihasilkan > 0 dan jika di lakukan
pembulatan maka menghasilkan nilai satu, yang berarti bahwa jika variabel
“x” meningkat maka meningkat pula variable ”y” dan begitu juga sebaliknya.
Sedangkan untuk uji korelasi aset-produktivtas, yang dilakukan dengan
Uji Korelasi Spearman, mengindikasikan adanya hubungan positif antara aset
dengan produktivitas, yang berarti peningkatan pada aset maka meningkat
74
pula produktivitasnya pada score Malmquist Index year2, namun berhubungan
sebaliknya (negatif) pada Malmquist Indeks year3.
73
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya maka kesimpulan peneltian ini
adalah :
1. Perbankan Syariah di Indonesia kurang efisien dalam menjalankan
fungsi intermediasinya, hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata efisiensi
dari tahun 2007 hingga kuartal pertama 2009 yang tidak mencapai
angka seratus , adapun kurangnya nilai efisiensi tersebut lebih banyak
disebabkan oleh faktor skala dibandingkan dengan faktor teknis hal ini
dapat disimpulkan melalui fakta bahwa nilai CRS < nilai VRS .
Jika dibandingkan secara rata-rata Bank Syariah yang berbentuk
Unit usaha Syariah (UUS) lebih Efisien dibanding dengan Bank
Syariah yang berbentuk UUS.
2. Perbankan Syariah di Indonesia mengalami peningkatan produktivitas
hal ini digambarkan oleh hasil pengolahan Indeks Malmquist baik pada
year 2 maupun year 3, peningkatan produktivitas di Perbankan Syariah
Indonesia disebabkan oleh faktor teknologi, hal ini terindikasi dari
hasil pengolahan data di mana nilai techch > nilai pech .
74
Jika dibandingkan perihal produktivitas maka dapat disimpulkan
bahwa Bank Syariah yang berbentuk Bank Umum Syariah (BUS) lebih
produktif dibanding dengan Bank Syariah yang berbentuk Unit Usaha
Syariah (UUS), hal ini dapat terlihat pada nilai rata-rata produktivitas
yang tercermin dari nilai tfpch BUS yang yang cenderung lebih besar
dari BUS.
3. Hasil perhitungan Korelasi Spearman mengindikasikan hubungan yang
kuat antara aset dan efisiensi di tahun 2007, namun tidak begitu kuat di
tahun berikutnya (2008, 2009) meski menyatakankan adanya
hubungan, korelasi antara variabel aset dan efisiensi ini adalah negatif,
artinya semakin tinggi nilai aset maka semakin tidak efisien.
Sementara uji Korelasi Spearman yang di tujukan untuk hubungan
Input dan Output mengindikasikan adanya hubungan positif antara
Input dengan Output. Sedangkan untuk uji korelasi aset-produktivtas,
yang dilakukan dengan Uji Korelasi Spearman, mengindikasikan
adanya hubungan positif antara aset dengan produktivitas, yang berarti
peningkatan pada aset maka meningkat pada year2 namun berlaku
sebaliknya pada year 3, berkorelasi negatif.
Keterbatasan penelitian ini adalah:
1. Tidak semua bank menjadi efisien dengan pengaturan input dan
output, karena tidak semua input dan output dapat dikendalikan.
75
2. DEA adalah hasil perhitungan matematika, dimana pengukuran
unsur-unsur non-angka tidak bisa dilakukan seperti selera pasar.
Saran bagi penelitian selanjutnya adalah :
1. Agar menggunakan pendekatan input dan output yang berbeda, ini
untuk melihat konsistesi hasil penelitian.
2. Agar penelitian selanjutnya juga diberlakukan dengan pendekatan
parametrik sehingga dapat dikomparasikan konsistensi
efisiensinya.
3. Menggunakan metode analisis regresi untuk mencari faktor yang
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas.
B. Implikasi Penelitian
Sesuai dengan kesimpulan pada bahasan sebelumnya yang menyebutkan
bahwa perbankan syariah di Indonesia masih inefisien, maka implikasi
penelitian ini adalah : 1.Masih diperlukan peranan akademisi untuk penelitian-
penelitian selanjutnya guna memperjelas dan memperluas khazanah ilmu
pengetahuan tentang efisiensi dan produktivitas, kemudian 2. Bagi pihak
manajemen (perusahaan) dan 3.Pemerintah agar segera mengambil tindakan
untuk mencegah inefisiensi berlanjut, dan yang terakhir 5.Nasabah agar lebih
teliti dalam memilih bank-bank syariah di Indonesia sebagai mitra investasi.
76
DAFTAR PUSTAKA Abdel-Baki Monal A, ”Assessing the Effectiveness of Banking Reform Endeavours on the
performance of Egyptian Banks”, International Research Journal of Finance and Economics ISSN 1450-2887 Issue 41(2010), EuroJournals Publishing, 2010.
Ahmed Usman, Shujaat Farooq, Hafiz Hanzia Jalil, ”Efficency Dynamics and Financial
Reforms: Case Study of Pakistani Bank”, International Research Journal of Finance and Economics ISSN 1450-2887 Issue 25 (2009), EuroJournals Publishing, 2009.
Andryani, Rian, “Analisis Efisiensi Industri Perbankan Syariah di Indonesia”, Institut
Pertanian Bogor,2008. Arifin Zainul, ”Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah”, Cetakan 4, Jakarta: Pustaka
Alvabet, 2006. Avenzora Ahmad, Jossy P. Moeis, ”Analisis Produktivitas dan Efisiensi Industri Tekstil
dan Produk Tekstil di Indonesia Tahun 2002-2004”, Jakarta,2008.
Ayub Muhammad, ”Understanding Islamic Finance: A-Z Keuangan Syariah”, Cetakan
satu, Jakarta: PT Gramedia, 2007. Berger Allen, David Humphrey, ”Efficiency of Financial Institution: International Survey
and Direction”, 1997. Casu Barbara, Philip Molyneux, ”A Comparative Study of Efficiency in European
Banking”. School of Accounting, Banking and Economics, Bangor: University of Wales, 2003.
Cooper W.William, Lawrence M.Seiford and Kaoru Tone, ”Introduction to Data
Envelopment Analysis And its Uses”, New York: Springer Science+Business Media,Inc, 2006.
Farell M,J, ”Measurement of Productive Efficiency”, Journal of the Royal Statistical
Society.Series A (General),Vol.120,No3, 1957.
77
Fajri Idris, ”Contribution of Tehnical Change to Output Growth in Small and Medium
Scale Industries: Evidence from Malaysia”. Imam Setiawan, ”Analisa Perbankan Indonesia dengan Menggunakan Metode Data
Envelopment Analisis Studi Kasus 25 Bank dengan DPK Terbesar Tahun 2001-2005”, 2007.
Indrawati Yuli, ”Analisis Efisiensi Bank Umum di Indonesia Periode 2004-2007:
Aplikasi Metode Data Envelopment Analysis (DEA)”, 2009. Machmud Dr.Amir, H Rukmana, ”Bank Syariah: Teori Kebijakan, dan Studi Empiris Di
Indonesia”, Cetakan satu, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010. Nordhaus, Samuelson, ”Ilmu Mikro Ekonomi”,Edisi 17, Jakarta: P.T. Media Global
Edukasi, 2003. Qayyum Abdul, ”Financial Sector Reform and the Efficency of Banking in Pakistan”,
Islamabad: Pakistan Institute of Development Economics, 2010. Rama Dwi Laksana, ”Analisis Efisiensi BPD Unit Usaha Syariah di Indonesia”, Jurnal
Indonesia Membangun Vo,l 7 No. 1, November 2008-Februari 2009. Rivas Andres, Teofilo Ozuna, Felice Policastro,”Does The Use Of The derivatives
Increase Bank Efficiency?”, Evidence From Latin American Banks, International Business & Economic Research Journal, 2006.
Sufian,Fadzlan, ”Malmquist Indices of Productivity Change In Malaysian Islamic
Banking Industry” ,Foreign Versus Domestic Banks, 2007. Suseno, Priyonggo, “Analisis Efisiensi dan Skala Ekonomi pada Industri Perbankan
Syariah di Indonesia ”, P3EI,2008. Triandanu Sigit, Totok Budisantoso, ”Bank dan Lembaga Keuangan Lain”, Edisi 2,
Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2009.
78
Umar, Husein, ”Research Methods in Finance and Banking”, Cetakan kedua,
Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama, 2002. Wiroso, ”Produk Perbankan Syariah “, Edisi satu cetakan satu, Jakarta Barat: LPFE
Usakti, 2009. Worthingthon Andrew C, ”Malmquist Indices of Productivity Change in Australian
Financial Services”. 1999. Yue Piyu, ”Data Envelopment Analysis and Commercial Bank Performance: A Primer
With Applications to Missouri Banks”. 1992. www.bi.go.id www.google.com www.wikipedia.com
80
Lampiran 2 Kolmogorov-Smirnov Test
Lampiran 1 Daftar Nama Bank
81
Lampiran 3 X dan Y Semua Bank
82
Lampiran 4 Hasil DEAP 2.1
DEA
83
Lampiran 5 Hasil DEAP 2.1
Malmquist Index
84
Lampiran 6 SPSS 16
Spearman Correlation
85
Lampiran 7 Perbandingan BUS dan UUS
Input Oriented
CRS AVG (2007-2009) VRS AVG (2007-2009) SCALE AVG (2007-
2009) Scoring Rata-rata
BUS 71.86 89.4 92.86 254 85 UUS 83.5 90.68333333 88.56666667 263 88 UUS BUS 80.04509804 90.31568627 89.82941176
Output Oriented
CRS AVG (2007-2009) VRS AVG (2007-2009) SCALE AVG (2007-
2009) BUS 71.86 92.71333333 87.35538849 252 84 UUS 83.45555556 90.93888889 90.73764129 265 88 UUS BUS 80.04509804 91.46078431 89.74286106