Upload
trinhmien
View
270
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS EFISIENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT
CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI
LAMPULO BANDA ACEH
RATNA MUTIA APRILLA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Efisiensi Unit
Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo, Banda Aceh
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Ratna Mutia Aprilla
NIM C452110011
RINGKASAN
RATNA MUTIA APRILLA. Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin
di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo, Banda Aceh. Dibimbing oleh
MUSTARUDDIN, EKO SRI WIYONO dan NIMMI ZULBAINARNI.
Produksi perikanan laut di Kota Banda Aceh yang hampir semuanya (76%)
ditopang oleh produksi dari armada penangkapan pukat cincin selama lima tahun
terakhir (2007-2011), peningkatan produksi ini seiring dengan bertambahnya
jumlah unit penangkapan pukat cincin (DKP Provinsi Aceh 2012). Keberhasilan
penangkapan sangat dipengaruhi oleh tingkat upaya penangkapan yang
dilakukan oleh nelayan pukat cincin dalam penggunaan faktor-faktor produksi.
Nelayan terus meningkatkan penggunaan faktor-faktor produksi tanpa
memperhatikan efisiensi dari penggunaannya. Nelayan dituntut untuk lebih
cermat dan bijak (efisien) dalam penggunaan faktor produksi usaha perikanan
dalam melakukan operasi penangkapan ikan sehingga tetap diperoleh hasil atau
pendapatan yang maksimal.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis produktivitas unit penangkapan
pukat cincin, menganalis faktor-faktor produksi yang berperan terhadap produksi
dan hubungannya terhadap produksi unit penangkapan pukat cincin dan
menganalisis efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat
cincin yang berbasis di PPP Lampulo. Diharapkan melalui penelitian ini dapat
memberikan kontribusi teori produksi dalam aplikasi di sektor perikanan, dapat
memberikan masukan bagi nelayan/pemilik kapal sebagai bahan pertimbangan
terhadap pengelolaan usaha perikanan pukat cincin terkait dengan penggunaan
faktor produksi sehingga adanya efisiensi faktor-faktor produksi pada
pengoperasian pukat cincin.
Faktor produksi yang menunjang hasil tangkapan unit penangkapan pukat
cincin seperti ukuran kapal, daya mesin kapal, panjang jaring, tinggi jaring,
jumlah awak kapal, BBM, jumlah lampu, jumlah es, jumlah air tawar dan biaya
perbekalan dianalisis menggunakan pendekatan Cobb-Douglas. Perhitungan
produktivitas dengan pendekatan hasil tangkapan pukat cincin selama setahun di
bagi dengan besarnya Gross Tonage dan trip penangkapan.
Hasil penelitian menunjukkan produktivitas per trip tertinggi yaitu 1.86
ton/trip pada tahun 2012 dan produktivitas per GT tertinggi yaitu 9.97 ton/GT
pada tahun 2011. Faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap hasil
tangkapan pukat cincin yaitu daya mesin kapal, tinggi jaring, jumlah awak kapal,
jumlah lampu dan perbekalan. Analisis efisiensi teknis pada 54 kapal
menunjukkan penggunaan variabel faktor produksi daya mesin kapal (-0.432),
jumlah awak kapal (-1.116), dan jumlah lampu (-0.184) nilai elastisitas
produksinya sudah negatif (Ep<0) yang menunjukkan penggunaan faktor produksi
sudah tidak efisien, sedangkan faktor produksi dari tinggi jaring (0.467) berada
pada tahap produksi rasional karena berada antara 0<Ep<1 dan faktor produksi
biaya perbekalan (2.181) nilai Ep>1 yang artinya penggunaan faktor produksi
belum efisien. Begitu juga secara efisiensi ekonomis penggunaan variabel faktor
produksi tersebut tidak efisien karena nilai NPMxi/Pxi < 1.
Kata kunci: pukat cincin, faktor produksi, produktivitas, efisiensi.
SUMMARY
RATNA MUTIA APRILLA. Efficiency Analysis of Purse seine Fishing unit in
Coastal Fishing Port Lampulo, Banda Aceh. Under the guidance
MUSTARUDDIN, EKO SRI WIYONO and NIMMI ZULBAINARNI.
The fisheries production in Banda Aceh was dominantly contributed by
purse seines (76%) for the last five years (2007-2011), the increase in production
was due to the increasing number of purse seine fishing unit (DKP Aceh Province
2012). Catches was strongly influenced by the fishermen in using of production
factors. Each purse seine in PPP Lampulo had a diversity of production factors
which would affect to production result. It has caused many of the fishermen
increased the used of production factors without regard to the efficiency of its use.
Therefore, fishermen should be more careful and wise (efficient) in using
production factors for fishing operations to keep the obtained results or maximum
revenue.
The objectives of this study are to analyse of productivity and effeciency
of purse seine units that based in PPP Lampulo. Hopefully, this study can
contribute theory of production in the fisheries sector, to provide input for
fishermen as consideration of the purse seine fishery management. There were
some factors that support the production catches of purse seine fishing unit such
as the size of the vessel, engine power, length of nets, net height, number of crew,
fuel, number of light, the amount of ice, clean water usage and supply costs were
analyzed using the Cobb-Douglas approach. Productivitiy calculation had done by
using the approach of purse seine catches for the year divided by amount of Gross
Tonnage and catching trip.
The results showed the highest productivity per trip was 1.86 tons/trip in
2012 and the highest productivity per GT was 9.97 tons/GT in 2011. Production
factors which significantly affect to catch of purse seine were engine power, net
height, number of crew, number of lights and supply cost. Analysis of the
technical efficiency towards 54 vessel showed that the vessel engines power
production factors (-0.432), the number of crew (-1.116), and number of lights (-
0.148) the value of its production elasticity were inefficient (Ep <0), whereas
purse seine net height (0.467) was at the rational production stage (0<Ep<1) and
factor costs of production supplies (2.181) was efficient (Ep>1) which means
inefficient use of production factor. Economic efficiency for the use of production
factor wass inefficient because the value of NPMxi/PXI<1.
Keywords : Purse seine, production factors, productivity, efficiency.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS EFISIENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT
CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI
LAMPULO BANDA ACEH
RATNA MUTIA APRILLA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Tesis : Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan
Perikanan Pantai Lampulo Banda Aceh
Nama : Ratna Mutia Aprilla
NIM : C452110011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr Mustaruddin, STP
Ketua
Dr Eko Sri Wiyono, SPi MSi Dr Nimmi Zulbainarni, SPi MSi
Anggota Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Sistem dan Pemodelan
Perikanan Tangkap
Prof Dr Ir Mulyono S.Baskoro, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 16 Januari 2014 Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Februari
2013 ialah efisiensi unit penangkapan ikan, dengan judul Analisis Efisiensi Unit
Penangkapan Pukat Cincin di PPP Lampulo Banda Aceh.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Mustaruddin STP, Bapak
Dr Eko Sri Wiyono SPi MSi dan Ibu Dr Nimmi Zulbainarni SPi MSi selaku
pembimbing yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada staf DKP Provinsi Aceh, staf UPTD PPP
Lampulo yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayahanda, ibunda, abang, adik, dan seluruh keluarga
atas doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman seperjuangan Pascasarjana
(Magister) PSP 2011 atas kebersamaan dan semangatnya.
Penulis sangat berharap kritik dan saran demi penyempurnaan penulisan
dimasa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
Ratna Mutia Aprilla
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
DAFTAR ISTILAH xii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 5
Kerangka Pemikiran 5
2 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 7
Geografis dan Topografis 7
Pelabuhan perikanan Pantai (PPP) Lampulo 8
Fasilitas di PPP Lampulo 8
Nelayan di PPP Lampulo 13
Alat Penangkapan Ikan 14
Armada Penangkapan Ikan 15
Musim dan Daerah Penangkapan Ikan 15
Produksi dan Nilai Produksi 16
3 PODUKTIVITAS UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN
DI PPP LAMPULO 18
Pendahuluan 18
Metode Penelitian 19
Lokasi dan Waktu Penelitian 19
Bahan dan Alat Penelitian 19
Jenis dan Sumber Data 19
Teknik Pengumpulan Data 19
Analisis Produktivitas Pukat Cincin 19
Hasil Penelitian 20
Unit Penangkapan Pukat Cincin 20
Hasil Tangkapan 22
Produktivitas Unit Penangkapan Pukat Cincin 22
Pembahasan 25
Kesimpulan 27
5 EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI UNIT
PENANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PPP LAMPULO 28
Pendahuluan 28
Metode Penelitian 29
Lokasi dan Waktu Penelitian 29
Bahan dan Alat Penelitian 29
Jenis dan Sumber Data 29
Teknik Pengumpulan Data 29
Batasan Variabel 29
Analisis Faktor Produksi 30
Analisis Efisiensi Teknis dan Ekonomi 31
Hasil Penelitian 32
Analisis Faktor Produksi 32
Efisiensi Teknis dan Ekonomi 34
Pembahasan 35
Kesimpulan 39
6 PEMBAHASAN UMUM 40
7 KESIMPULAN DAN SARAN 43
Kesimpulan 43
Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN 47
RIWAYAT HIDUP 57
DAFTAR TABEL
1.1 Produksi ikan menurut jenis alat tangkap di Kota Banda Aceh
tahun 2007-2011 2
1.2 Perkembangan alat tangkap pukat cincin di Kota Banda Aceh
tahun 2007-2011 2
2.1 Jumlah alat tangkap di PPP Lampulo tahun 2007-2011 15
2.2 Jumlah armada penangkapan ikan berdasarkan jenis armada
di PPP Lampulo tahun 2011 15
2.3 Produksi ikan di PPP Lampulo pada tahun 2012 16
2.4 Nilai produksi ikan di PPP Lampulo tahun 2012 17
3.1 Hasil tangkapan pukat cincin selama bulan Januari-Februari 2013 23
3.2 Rata-rata produksi, trip, ukuran kapal dan produktivitas
selama tahun 2010-2012 23
3.3 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan
pukat cincin per trip tahun 2012 24
4.1 Analisis ragam faktor produksi unit penangkapan pukat cincin
di PPP Lampulo 33
4.2 Nilai Koefisien regresi (bi) dan uji t faktor produksi unit
penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo 33
4.3 Efisiensi teknis unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo 34
4.4 Rasio NPM dan BKM dari produksi unit penangkapan
pukat cincin di PPP Lampulo 35
DAFTAR GAMBAR
2.1 Peta lokasi penelitian 8
2.2 Kondisi dermaga di PPP Lampulo 9
2.3 Kondisi kolam pelabuhan di PPP Lampulo 9
2.4 Tempat pelelangan ikan di PPP Lampulo 10
2.5 Bengkel mesin kapal di PPP Lampulo 10
2.6 Docking galangan kapal di PPP Lampulo 11
2.7 Fasilitas SPBU di PPP Lampulo 11
2.8 Gedung pengepakan ikan di PPP Lampulo 12
2.9 Tangki air yang terdapat di PPP Lampulo 12
2.10 Tsunami Warning System (WTS) di PPP Lampulo 13
2.11 Pos jaga di komplek PPP Lampulo 13
2.12 Kegiatan bongkar muat hasil tangkapan yang
dilakukan nelayan di PPP Lampulo 14
3.1 Kapal pukat cincin di PPP Lampulo 20
3.2 Mesin utama (main engine) kapal pukat cincin 20
3.3 Alat navigasi pada kapal pukat cincin di PPP Lampulo 21
3.4 Nelayan sedang menggulung jaring pukat cincin 22
3.5 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan
Pukat cincin harian di PPP Lampulo tahun 2012 22
DAFTAR LAMPIRAN
1 Output SPSS 16.00 dengan menggunakan metode Backwards 47
2 Perhitungan rasio nilai produk marjinal (NPM) dan
biaya korbanan marjinal (BKM) pukat cincin di PPP Lampulo 50
DAFTAR ISTILAH
Daerah penangkapan : Suatu kawasan perairan yang mengandung satu atau
beberapa jenis spesies ikan yang dijadikan sebagai
target tangkapan.
Efisiensi : Kemampuan menggunakan sumberdaya yang benar
dengan memanfaatkan penggunaan faktor produksi
yang sekecil-kecilnya.
Elastisitas produksi : Persentase perubahan dari output sebagai akibat dari
persentase perubahan dari input.
Nahkoda : Orang yang memiliki kemampuan mengoperasikan
armada penangkapan pukat cincin saat melakukan
operasi penangkapan menuju daerah penangkapan.
Penangkapan ikan : Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang
tidak dalam keadaan dibudidayakan, dengan alat
tangkap pukat cincin, termasuk kegiatan yang
menggunakan kapal untuk memuat, menyimpan,
mendinginkan, dan menangani hasil tangkapan.
Pukat cincin : Alat penangkapan ikan yang dioperasikan dengan
cara melingkarkan jaring pada ikan target kemudian
menarik tali purse line sehingga gerombolan ikan
terkurung.
Produksi : Hasil akhir dari proses aktivitas penangkapan ikan
dengan memanfaatkan beberapa faktor produksi
dalam memperoleh hasil tangkapan ikan.
Produktivitas : Nilai yang mencerminkan upaya penangkapan dari
unit penangkapan pukat cincin dalam memperoleh
hasil tangkapan, yang ditetapkan dengan
mempertimbangkan ukuran kapal yang digunakan dan
trip penangkapan yang dilakukan.
Sumberdaya ikan : Potensi semua jenis ikan yang tersedia di laut.
Tonase kapal : Volume kapal yang dinyatakan dalam gross tonnage
(GT).
Unit penangkapan : Suatu kesatuan dalam kegiatan penangkapan yang
meliputi kapal, alat tangkap, nelayan, dan alat bantu
penangkapan.
Upaya penangkapan : Seluruh kemampuan yang dikerahkan unit
penangkapan pukat cincin untuk memperoleh hasil
tangkapan.
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Provinsi Aceh yang terletak di ujung barat Indonesia mempunyai potensi
perikanan yang melimpah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Perikanan
merupakan salah satu bidang usaha yang diharapkan mampu menjadi penopang
kesejahteraan rakyat Aceh. Secara geografis Provinsi Aceh terletak pada
koordinat 2º-6º LU dan 95º-98º BT, pantai utaranya berbatasan dengan Selat
Benggala, pantai timurnya berbatasan dengan Selat Malaka dan pantai baratnya
berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas wilayah perairan laut yang mengitari
provinsi Aceh adalah sekitar 295370 km² dan terdiri dari perairan kepulauan
seluas 56563 km² dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 238807 km² dengan
panjang garis pantai 1660 km (BPS Provinsi Aceh 2011). Letak geografis provinsi
Aceh yang strategis memiliki potensi sumberdaya perikanan yang melimpah
sehingga usaha penangkapan ikan sangat prospektif untuk dikembangkan. Potensi
sumberdaya ikan pelagis di perairan utara Aceh terdiri atas ikan layang
(Decapterus spp), tongkol (Euthynnus spp), sunglir (Elagastis bipinnulatus), teri
(Stolephorus indicus), selar (Selaroides leptolepis), tembang (Sardinella
fimbriata), kembung (Rastrellinger spp), dan cakalang (Katsuwonus pelamis).
Perkiraan potensi maksimum lestari (MSY) sumberdaya ikan pelagis kecil
di perairan utara Aceh diestimasi sebesar 15479 ton setiap tahunnya dengan upaya
penangkapan optimumnya (F-opt) sebesar 4896 trip. Tingkat pemanfaatan potensi
sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh baru mencapai 45.6 persen.
Berdasarkan perkiraan tersebut potensi perikanan di Aceh masih berpeluang untuk
pengembangan (Raihanah 2011). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Chaliluddin (2005) menyatakan bahwa perkiraan potensi sumberdaya ikan
cakalang di perairan utara Aceh sejauh 3 mil dari tepi pantai adalah 58171.77
ton/tahun. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan di Aceh
umumnya dilakukan dalam skala perikanan rakyat (perikanan tradisional).
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo merupakan basis perikanan utama di
Banda Aceh, hasil tangkapan yang didaratkan oleh nelayan yang berbasis di PPP
Lampulo adalah sebesar 7903 ton pada tahun 2011 (DKP Provinsi Aceh 2012).
Kegiatan penangkapan ikan di PPP Lampulo saat ini dilakukan dengan berbagai
jenis alat tangkap, seperti pukat cincin, jaring insang hanyut, rawai tetap dan
pancing ulur.
Usaha penangkapan pukat cincin merupakan kegiatan perikanan utama di
PPP Lampulo. Prinsip penangkapan ikan dengan pukat cincin adalah
melingkarkan jaring pada kawanan ikan sehingga terkurung, umumnya jenis ikan
yang ditangkap adalah jenis ikan pelagis dan bergerombol (Ayodhyoa 1981). Dari
data statistik perikanan tangkap Provinsi Aceh, total produksi perikanan laut
menggunakan alat tangkap pukat cincin untuk kota Banda Aceh mengalami
fluktasi dari tahun 2007-2011, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 produksi ikan
menurut jenis alat tangkap di Kota Banda Aceh tahun 2007–2011.
2
Tabel 1.1 Produksi ikan menurut jenis alat tangkap di Kota Banda Aceh tahun
2007-2011
Jenis Tahun Rata-
rata
Share
(%) 2007 2008 2009 2010 2011
Produksi Ikan (Ton)
Pukat cincin 3717.50 3594.30 6064.70 7094.90 7320.10 5578.30 76.38
JIH 1021.00 1189.30 975.80 205.80 203.20 699.02 9.57
Rawai tetap 910.10 996.40 813.60 147.30 149.80 603.44 8.26
Pancing ulur 202.40 766.40 489.20 139.20 154.90 350.42 4.80
lainnya 68.50 70.03 73.98 72.70 75.00 1242.14 17.01
Jumlah 5919.00 6616.43 8417.3 7659.90 790300 7303.12 100
Sumber: DKP Provinsi Aceh (2008-2012)
Berdasarkan data yang tercantum pada Tabel 1.1 dapat dinyatakan rata-
rata produksi ikan di Kota Banda Aceh selama lima tahun terakhir sebesar
7303.12 ton, dimana hampir seluruhnya yaitu sebesar 5578.30 ton dihasilkan
oleh alat tangkap pukat cincin. Hal ini terlihat dari kontribusi produksi pukat
cincin sebesar 76.38 persen selama lima tahun terakhir dari total produksi.
Hasil tangkapan pukat cincin yang terus meningkat setiap tahunnya seiring
dengan bertambahnya jumlah unit penangkapan pukat cincin (Tabel 1.2).
Perkembangan alat tangkap pukat cincin di Kota Banda Aceh mengalami
peningkatan selama lima tahun terakhir, namun pada tahun 2008 terdapat
penurunan sebesar 0.07 persen. Berdasarkan survei awal ke lapangan
penurunan jumlah unit pukat cincin dikarenakan pada tahun tersebut banyak
kapal pukat cincin yang mengalami kerusakan sehingga tidak dapat beroperasi.
Hal ini juga berpengaruh terhadap hasil tangkapan, dimana pada tahun 2008
terjadi penurunan produksi pukat cincin sebesar 0.03 persen.
Tabel 1.2 Perkembangan alat tangkap pukat cincin di Kota Banda Aceh
tahun 2007-2011
Tahun Jumlah unit Growth (%)
2007 97 0.08
2008 90 -0.07
2009 101 0.04
2010 110 0.13
2011 115 0.19
Sumber: DKP Provinsi Aceh (2008-2012)
Selama ini produksi perikanan pukat cincin terus meningkat akan tetapi
belum diketahui faktor apa saja yang mempengaruhinya. Hal ini sangat
bergantung pada tingkat upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan
pukat cincin dalam penggunaan faktor-faktor produksi, dimana para nelayan
terus meningkatkan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut tanpa
memperhatikan tingkat efisiensi dari faktor tersebut. Penggunaan faktor
produksi yang tidak sesuai dapat menjadikan faktor tersebut infisiensi. Usaha
penangkapan ikan memiliki tujuan untuk memaksimumkan keutungan usaha,
3
perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat dengan efisiensi dalam
berproduksi. Pengkajian efisiensi teknis pada hakikatnya menunjukkan pada
seberapa besar keluaran (output) dapat dihasilkan per unit masukan (input)
tertentu. Jika faktor harga diasumsikan given, efisiensi teknis pada akhirnya
menentukan pendapatan yang diterima para nelayan (Effendi dan Oktariza
2006).
Pencapaian keuntungan maksimum pada usaha perikanan pukat cincin tidak
terlepas dari penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi hasil
tangkapan dan tingkat produktivitasnya. Faktor-faktor produksi tersebut
merupakan suatu kesatuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan usaha
penangkapan, dengan melihat pengaruh dari faktor-faktor produksi yang berperan
maka dapat diketahui penggunaan faktor produksi seefisien mungkin.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin yang berbasis di
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo Banda Aceh.
Perumusan Masalah
Perikanan pukat cincin merupakan usaha perikanan yang saat ini sangat
diminati oleh para nelayan yang berbasis di PPP Lampulo dikarenakan para
nelayan beranggapan bahwa usaha perikanan ini memiliki peluang cukup besar
untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada dalam mencapai
keuntungan maksimum. Hal ini terlihat dari meningkatnya unit penangkapan
pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo, namun ada beberapa permasalahan
yang dihadapi oleh nelayan pukat cincin yang berbasis di Lampulo dalam
menjaga produktivitas penangkapan dan meningkatkan efisiensi dari penggunaan
faktor produksi usaha perikanan.
Permasalahan yang dihadapi antara lain daerah operasi penangkapan
bergerak semakin jauh dari pantai, yang tentu saja meningkatkan biaya
operasional penangkapan. Nelayan sangat bergantung pada faktor-faktor produksi
dalam melaksanakan kegiatannya, yang pada beberapa tahun terakhir faktor
produksi mengalami kenaikan harga sehingga dengan hasil tangkapan yang
cenderung tidak pasti, diduga menyebabkan pendapatan para nelayan cenderung
tidak pasti. Pendapatan nelayan di sini sangat ditentukan oleh besar kecilnya
produksi yang dihasilkan mengingat pemberian intensif bagi tenaga kerja
(ABK) tidak berdasarkan pada sistem penggajian melainkan dengan sistem
bagi hasil yang diterapkan. Kenyataan dilapangan menunjukkan nelayan dalam
mendapatkan hasil jualnya relatif sedikit dikarenakan biaya operasional yang
harus dikeluarkan sangat besar sehingga mengurangi pendapatan.
Penggunaan alat tangkap perikanan yang sembarangan dan tidak
memperhatikan aspek biologis ikut berperan dalam penurunan hasil tangkapan
merupakan suatu cerminan permasalahan yang dihadapi nelayan pukat cincin
dalam menjaga produktivitas penangkapan. Perubahan upaya penangkapan yang
dilakukan nelayan pukat cincin seperti memperbesar ukuran kapal berpengaruh
terhadap penanganan dan daya tampung dari kapal. Produktiviitas merupakan
suatu indeks terhadap perubahan kelimpahan dalam perikanan, baik itu terhadap
distribusi, karakteristik gerombolan maupun densitas yang berubah sebagai akibat
4
dari berbagai kelimpahan total. Oleh karena itu produktivitas harus dihitung
sebagai hasil tangkapan per trip atau per ukuran kapal yang digunakan dalam
suatu daerah penangkapan mengingat banyaknya para nelayan pukat cincin di PPP
Lampulo memperbesar ukuran kapal guna meningkatkan produksi ikan.
Pengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksi dan pemanfaatan
sumber daya ikan yang dalam jangka panjang memberikan hasil tangkapan yang
optimum maka perlu diketahui tingkat produktivitas dari alat tangkap pukat cincin
dan di dalam kegiatan pengoperasian pukat cincin perlu di analisis bagaimana
peran dari komponen faktor produksi tersebut terhadap hasil tangkapan serta
penggunaan kombinasi faktor-faktor produksi yang serasi akan dapat
meningkatkan efisiensi. Setiap armada pukat cincin di PPP Lampulo memiliki
keragaman faktor produksi yang tentunya akan berpengaruh terhadap produksi
yang dihasilkan. Permasalahan-permasalahan dalam usaha perikanan pukat cincin
di PPP Lampulo dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan yang menjadi
pokok permasalahan, yaitu:
1. Bagaimanakah produktivitas unit penangkapan pukat cincin yang berbasis
di PPP Lampulo?;
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi unit penangkapan pukat
cincin yang berbasis di PPP Lampulo?;
3. Bagaimanakah tingkat efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit
penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis produktivitas unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di
PPP Lampulo;
2. Menganalisis faktor-faktor produksi yang berperan terhadap produksi dan
hubungannya terhadap produksi unit penangkapan pukat cincin yang
berbasis di PPP Lampulo;
3. Menganalisis efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan
pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat antara lain
sebagai berikut:
1. Memberikan kontribusi teori produksi dalam aplikasi di sektor perikanan
terhadap pengembangan ilmu dan teknologi perikanan tangkap;
2. Memberikan masukan bagi nelayan/pemilik kapal dalam menggunakan
faktor-faktor produksi yang lebih baik.
3. Memberikan masukan bagi pemerintah daerah setempat sebagai salah satu
alternatif dalam pengelolaan perikanan pukat cincin di Kota Banda Aceh,
Aceh.
5
Ruang Lingkup Penelitian
Operasi penangkapan ikan menggunakan armada pukat cincin merupakan
suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen yang tidak terpisahkan,
dimana kegiatan penangkapan tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
produksi. Penggunaan komponen faktor produksi secara tepat dapat menghasilkan
hasil tangkapan yang optimum, dengan demikian maka proses dari sistem
pengoperasian pukat cincin untuk memperoleh hasil terbaik dapat diterapkan.
Usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain (1) ukuran kapal, (2) daya mesin
kapal, (3) panjang jaring pukat cincin, (4) tinggi jaring pukat cincin, (5) jumlah
awak kapal, (6) BBM, (7) jumlah lampu, (8) jumlah es, (9) air tawar dan (10)
perbekalan. Kombinasi dari keseluruhan faktor produksi tersebut akan digunakan
sebagai dasar untuk mengestimasi efisiensi dari penggunaan faktor-faktor tersebut
terhadap produksi ikan per trip.
Alokasi penggunaan faktor-faktor produksi yang efektif dan efisien
diharapkan akan dapat meningkatkan produksi perikanan pukat cincin di PPP
Lampulo. Hubungan antara faktor produksi dengan nilai produksi diukur dengan
fungsi produksi Cobb-Douglas dan pendugaan (mengestimasi) nilai optimal dari
faktor-faktor produksi yang berperan pada unit penangkapan pukat cincin
dianalisis menggunakan efisiensi teknis dan ekonomis berdasarkan nilai elastisitas
produksi yang dihasilkan dari persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas.
Produktivitas kapal pukat cincin sendiri dapat dihitung dengan melihat produksi
kapal pukat cincin dalam satu tahun dibagi besarnya Gross Tonage kapal yang
bersangkutan dan jumlah trip penangkapannya.
Kerangka Pemikiran
Memperoleh hasil tangkapan yang banyak dan pendapatan yang tinggi
merupakan tujuan nelayan dalam melakukan penangkapan ikan. Pencapaian
tersebut tidak terlepas dari berbagai macam upaya yang dilakukan nelayan dan
kendala yang dihadapi. Upaya pencarian tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan
pelagis di perairan Utara Aceh dalam jangka panjang untuk memberikan hasil
tangkapan optimum sangat diperlukan dan memungkinkan penggunaan faktor-
faktor produksi yang mempengaruhi hasil tangkapan.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi nelayan pukat cincin di PPP
Lampulo seperti yang telah dijelaskan pada subbab-subbab sebelumnya dapat
diselesaikan dengan pendekatan analisis produktivitas dalam mengetahui seberapa
besar produksi ikan yang diperoleh secara proporsional dari upaya penangkapan
dan ketersediaan ikan. Penggunaan faktor produksi dalam menghasilkan produksi
memerlukan kerjasama yang baik antara setiap faktor produksi tersebut, hal ini
menunjukkan bagaimana usaha nelayan menggabungkan faktor-faktor produksi
untuk menndapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Faktor-faktor produksi yang
digunakan dalam kegiatan perikanan pukat cincin di PPP Lampulo diidentifikasi
dan kemudian di analisis hubungannya terhadap produksi dan tingkat efisiensi
dari penggunaan faktor produksi tersebut baik secara teknis maupun ekonomis
6
dengan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas. Untuk lebih jelasnya, maka
kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Diagram kerangka pemikiran penelitian.
Efisiensi unit penangkapan pukat cincin di PPP
Lampulo Banda Aceh
Permasalahan dalam usaha perikanan pukat cincin di PPP Lampulo, antara
lain:
1. Upaya penangkapan meningkat dan tidak memperhatikan keberlangsungan
SDI;
2. Daerah operasi penangkapan bergerak semakin jauh dari pantai, sehingga
meningkatkan biaya operasional;
3. Faktor produksi yang pada beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan
harga;
4. Pendapatan nelayan ditentukan oleh besar kecilnya produksi yang
dihasilkan.
Diketahuinya:
1. Nilai produktivitas penangkapan pukat cincin;
2. Faktor produksi yang berperan terhadap produksi penangkapan pukat cincin;
3. Efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin
Solusi?
Faktor Produksi usaha
perikanan pukat cincin
Analisis Produktivitas
Produktivitas per trip
Produktivitas per GT
Produktivitas Penangkapan
Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Efisiensi teknis dan ekonomis
Nilai Elastisitas Produksi (Ep)
Dari Fungsi Produksi Cobb-
Douglas
7
2 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Geografis dan Topografis
Kota Banda Aceh terletak di ujung barat Pulau Sumatera. Perairan Kota
Banda Aceh secara umum dipengaruhi oleh persimpangan dan gerakan arus dari
Samudera Hindia, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan yang berinteraksi dengan
Pulau Sumatera, Semenanjung Malaka, Kepulauan Andaman dan Nicobar. Posisi
tersebut membuat wilayah ini memiliki potensi kekayaan laut yang
beranekaragam (DKP Provinsi Aceh 2011). Dengan demikian Kota Banda Aceh
sebagai ibukota dan pusat pemerintahan Provinsi Aceh memiliki posisi strategis
dalam pemanfaatan sektor perikanan laut.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ProvinsiAceh (2011), secara geografis
Kota Banda Aceh terletak antara 05016’15”-05
036’16” LU dan 95
016’15”-
95022’35” BT dengan batas-batas wilayah Kota Banda Aceh sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka,
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar,
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar,
Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.
Kota Banda Aceh merupakan daerah dataran rendah dengan topografi landai
yang beriklim panas dengan tekanan udara berkisar antara 1008 atm sampai
dengan 1011.3 atm dan suhu udara sekitar 26.8 0C. Sedangkan kecepatan angin
bertiup antara 4.3 m/s sampai dengan 5.4 m/s. Kota banda aceh merupakan
dataran rawan banjir dari luapan sungai Krueng Aceh dan 70 persen wilayahnya
berada pada ketinggian kurang dari 10 m dari permukaan laut. Ke arah hulu
dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 m di atas
permukaan laut dengan tingkat penyebaran salinitas sekitar 34 ppt menjadikan
perairan laut di wilayah ini cukup potensial dalam pengembangan perikanan
tangkap khususnya di Provinsi Aceh.
Wilayah Kota Banda Aceh memiliki lahan yang cukup luas. Menurut BPS
Provinsi Aceh (2011) total luas wilayah Kota Banda Aceh adalah 61.36 km2
yang
terdiri dari 9 kecamatan, 20 kelurahan, dan 70 desa. Kecamatan yang berada di
Kota Banda Aceh adalah Kecamatan Meuraxa, Jaya Baru, Banda Raya,
Baiturrahman, Lueng Bata, Kuta Alam, Kuta Raja, Syiah Kuala, dan Ulee Kareng.
Namun, kecamatan yang memiliki wilayah pantai hanya terdiri dari 2 kecamatan
yaitu Kecamatan Kuta Alam dan Syiah Kuala yang masing-masing memiliki luas
wilayah sebesar 10.05 km2
dan 14.24 km2.
Berdasarkan total luas wilayah tersebut, penggunaan lahan dari keseluruhan
luas wilayah di kota ini dibagi untuk berbagai keperluan seperti 6262 ha untuk
bangunan dan halamannya, 389 ha untuk perkebunan, 403 ha untuk tambak, dan
114 ha dijadikan rawa-rawa (BPS Provinsi Aceh 2011). Namun, setelah tsunami
banyak lahan di Kota Banda Aceh yang dialihkan fungsinya untuk digunakan
sebagai wilayah perumahan. Ini dikarenakan seluruh wilayah yang berjarak 500
meter dari garis pantai yang dulunya merupakan daerah perumahan penduduk
telah dijadikan daerah rawa-rawa yang berfungsi sebagai pelindung atau penahan
dari gelombang pasang.
8
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo merupakan Unit Pelaksana
Teknis Dinas (UPTD) di bawah Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh yang terletak
di Kota Banda Aceh, membentang ± 258 m memanjang disisi Daerah Aliran
Sungai (DAS) Krueng Aceh pada ordinat 5034"45" LU dan 95
019"30" BT.
Perairan sungai berjarak sekitar 1 km kemuara laut yang dipengaruhi oleh
perubahan pasang surut air laut rata-rata 1.5 m dengan kedalaman perairan
pelabuhan pada surut terendah (LWS) di pinggir dermaga mempunyai kemiringan
300 dan kedalaman ditengah perairan rata-rata 3.5 m, sehingga aman untuk kapal
yang berbobot di bawah 100 GT.
Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian
Fasilitas di PPP Lampulo
PPP Lampulo sebagaimana fungsi suatu pelabuhan perikanan, merupakan
tempat berlabuhnya kapal, bongkar muat ikan serta pasar dan industri perikanan
harus memiliki aspek sarana dan prasarana yang mendukung sebagai suatu
pelabuhan perikanan. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 3/PERMEN-KP/2013 pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas
daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat
kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan
sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan
yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
perikanan (KKP 2013). Berikut beberapa fasilitas yang terdapat di PPP Lampulo;
1. Fasilitas pokok
a. Dermaga
Dermaga yang terdapat di PPP Lampulo adalah dermaga untuk bertambat,
membongkar muatan, dan untuk mengisi bahan perbekalan. Namun, tata letak
dermaga yang terdapat di PPP Lampulo masih kurang baik karena aktivitas
tambat, membongkar muatan/hasil tangkapan, dan untuk mengisi bahan
perbekalan melaut berada dalam satu dermaga yang sama. Hal ini tentunya
9
mengakibatkan ketidakteraturan kapal-kapal yang akan melakukan aktivitas
tersebut. Dermaga dengan panjang 180 m2 ini dapat menampung 10-13 kapal
yang bertambat dalam waktu yang sama (UPTD PPP Lampulo 2011), namun
panjang dermaga ini terlihat masih kurang untuk menampung kapal-kapal yang
akan bertambat dan membongkar muatan di PPP Lampulo. Hal ini terlihat dari
adanya antrian saat banyak kapal yang melakukan pendaratan.
Gambar 2.2 Kondisi dermaga di PPP Lampulo
b. Kolam pelabuhan
Kolam pelabuhan adalah fasilitas utama yang harus tersedia di suatu
pelabuhan perikanan karena fasilitas ini digunakan sebagai alur pelayaran kapal
yang keluar masuk suatu pelabuhan perikanan dan juga sebagai tempat kapal-
kapal untuk tambat labuh. Kolam pelabuhan PPP Lampulo berada di muara
sungai Aceh dengan luas kolam sekitar 76050 m2 (UPTD PPP Lampulo 2011).
Kolam pelabuhan ini dapat menampung kapal yang berukuran kurang dari 5 GT
hingga yang berukuran 60 GT. Sebagian besar kapal yang bertambat dan berlabuh
di kolam pelabuhan PPP Lampulo adalah kapal yang berukuran 20-60 GT dengan
jumlah kapal yang bertambat setiap harinya sebanyak 20 unit (UPTD PPP
Lampulo 2011).
Gambar 2.3 Kondisi kolam pelabuhan di PPP Lampulo
2. Fasilitas fungsional
a. Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Gedung TPI di PPP Lampulo memiliki luas 480 m2 dan terletak di sebelah timur
kompleks PPP Lampulo (UPTD PPP Lampulo 2011). Awalnya, TPI ini dibangun
10
sebagai tempat untuk melaksanakan aktivitas lelang, namun kenyataannya
menunjukkan bahwa gedung TPI ini dialihkan fungsinya sebagai tempat
pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan, sementara itu aktivitas lelang tidak
terjadi di PPP Lampulo. Selain itu, gedung TPI di PPP Lampulo ini menjadi
tempat penyimpanan cool box yang berukuran besar sehingga hampir setengah
dari luas gedung TPI dipenuhi oleh cool box tersebut.
Gambar 2.4 Tempat pelelangan ikan di PPP Lampulo
b. Bengkel
Fasilitas lainnya yang tersedia di PPP Lampulo adalah fasilitas untuk
pemeliharaan dan perbaikan armada seperti bengkel. Bangunan untuk bengkel
dibangun pada tahun 2005 dengan bantuan dari pihak Jepang dimana bangunan
ini difungsikan untuk memperbaiki mesin kapal. Bengkel ini terletak di bagian
belakang kompleks PPP Lampulo dengan luas bangunan 180 m2
(UPTD PPP
Lampulo 2011). Peralatan bengkel yang tersedia cukup lengkap. Namun
diperlukan pemeliharaan yang baik terhadap alat-alat tersebut agar tidak cepat
rusak sehingga bisa digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Gambar 2.5 Bengkel mesin kapal di PPP Lampulo
c. Docking
Docking adalah tempat untuk memperbaiki kapal akibat benturan atau
segala kerusakan yang terjadi di badan kapal. Fasilitas docking terletak di dekat
pintu masuk menuju kolam pelabuhan PPP Lampulo dimana fasilitas ini hanya
11
tersedia 1 unit. Fasilitas ini hanya dapat memperbaiki kapal dengan ukuran
maksimal 10 GT dengan jumlah kapal yang melakukan perbaikan sekitar 1-4
kapal per bulan (UPTD PPP Lampulo 2011).
Gambar 2.6 Docking galangan kapal di PPP Lampulo
d. SPBU Pertamina
Pada awalnya fasilitas SPBU yang tersedia di PPP Lampulo ini dibangun 3
bulan sebelum tsunami dan memiliki kapasitas 10 ton. Pasca tsunami, SPBU
dibangun kembali dan biasanya menjual sekitar 5000 liter solar/hari (UPTD PPP
Lampulo 2011). Penjualan solar hanya kepada nelayan saja. Pelaksana penyaluran
BBM solar adalah pihak investor swasta y ang menyalurkan BBM solar langsung
kepada para nelayan dengan sistem pembayaran tunai. Hal ini dilakukan untuk
menghindari adanya peningkatan harga jual BBM solar jika penyalurannya
melalui pedagang eceran. Saat ini hanya tersedia 1 tangki pengisian solar untuk
seluruh kapal yang akan mengisi perbekalan melaut.
Gambar 2.7 Fasilitas SPBU di PPP Lampulo
e. Gedung Pengepakan
Terdapat 12 unit gedung pengepakan dengan luas total 540 m2, dimana luas
setiap gedung sebesar 5x9 meter (UPTD PPP Lampulo 2011). Gedung
pengepakan ini dikelola oleh PERUM PPS cabang Lampulo yang disewa oleh
pedagang ikan besar (toke). Besarnya sewa yang ditetapkan oleh pihak PERUM
yaitu Rp5 400 000/tahun. Fungsi gedung pengepakan ini adalah untuk
12
mempersiapkan dan mengemas ikan hasil tangkapan untuk dikirimkan ke
konsumen dalam bentuk segar. Pengepakan ikan segar ini menggunakan cool box.
Permintaan ikan segar biasanya berasal dari konsumen lokal, luar kota, bahkan
luar Provinsi Aceh seperti Medan. Jenis hasil tangkapan yang biasanya dikirim
adalah jenis tuna atau cakalang.
Gambar 2.8 Gedung pengepakan ikan di PPP Lampulo
f. Tangki air
Sumber air bersih diperoleh dari tangki air yang terdapat di PPP Lampulo.
Tangki air ini terdiri dari 2 unit dimana 1 unit terletak disamping gedung
pengepakan dan 1 unit lainnya terletak disamping gedung TPI. Tangki air ini
mampu menampung 2000 liter air/hari. Air bersih ini diperlukan untuk kebutuhan
pembersihan dermaga bongkar dan tempat pelelangan ikan serta untuk toilet.
Gambar 2.9 Tangki air yang terdapat di PPP Lampulo
g. Tsunami Warning System (TWS)
Bencana tsunami yang terjadi tahun 2004 silam menjadikan pemerintah
menambah fasilitas Tsunami Warning System (TWS) di setiap daerah yang rawan
tsunami salah satunya adalah di wilayah pelabuhan perikanan. Tsunami Warning
System (TWS) adalah sebuah perangkat yang dapat mendeteksi besar gelombang
sehingga dapat memberikan informasi mengenai gelombang yang berpotensi
menjadi gelombang tsunami. Sistem kerja alat ini adalah ketika terjadi sebuah
gelombang besar dan berpotensi menjadi gelombang tsunami maka alat ini akan
13
berbunyi seperti bunyi sirene (UPTD PPP Lampulo 2011). Dengan adanya alat
ini diharapkan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah rawan tsunami dapat
lebih waspada, jika alat ini sudah berbunyi maka masyarakat diharapkan dapat
mengambil tindakan penyelamatan dengan menghindari daerah dekat pantai dan
melalui jalur penyelamatan yang telah ditetapkan.
Gambar 2.10 Tsunami Warning System (TWS) di PPP Lampulo
h. Pos jaga
Terdapat dua unit pos jaga di PPP Lampulo yang dibangun pasca tsunami,
satu unit terletak di pintu masuk pelabuhan dan satu unit di pintu keluar PPP
Lampulo. Fungsi pos jaga ini adalah sebagai tempat petugas keamanan berjaga,
yaitu untuk mengawasi orang dan kendaraan yang keluar masuk lingkungan PPP
Lampulo.
Gambar 2.11 Pos jaga di komplek PPP Lampulo
Nelayan di PPP Lampulo Dalam menjalankan suatu usaha penangkapan ikan terdapat 3 unsur yang
harus dipenuhi yaitu kapal, alat tangkap, dan nelayan. Nelayan adalah seseorang
yang bekerja setengah hari atau sehari penuh untuk menangkap ikan. Berdasarkan
waktu tersebut nelayan dibagi atas beberapa kategori yaitu:
14
1) Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk
bekerja menangkap ikan;
2) Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang pekerjaan utamanya digunakan
untuk menangkap ikan, namun hanya setengah hari, sebagian waktu lainnya
digunakan untuk bekerja yang lain; dan
3) Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang pekerjaan sampingannya
digunakan untuk menangkap ikan, namun hanya setengah hari, sebagian waktu
lainnya digunakan untuk melakukan pekerjaan utama.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa latar
belakang pendidikan nelayan yang terdapat di PPP Lampulo pada umumnya
adalah lulusan SD atau SLTP dimana menjadi nelayan adalah pekerjaan yang
biasanya merupakan turunan atau warisan dari orangtua atau keluarga. Jumlah
nelayan yang terdapat di PPP Lampulo sekitar 1493 orang yang terdiri atas
nelayan penuh sebanyak 1146 orang, nelayan sambilan utama sebanyak 231
orang, dan nelayan sambilan tambahan sebanyak 116 orang.
Sebagian besar nelayan atau sekitar 80 persen nelayan di PPP Lampulo
termasuk kategori nelayan penuh karena sebagian besar nelayan adalah penduduk
yang bertempat tinggal di wilayah sekitar PPP Lampulo sehingga menjadi nelayan
adalah pekerjaan yang dipilih sebagai pekerjaan utama. Nelayan yang termasuk
nelayan sambilan utama atau sambilan tambahan biasanya mempunyai pekerjaan
lain sebagai tukang becak atau pedagang ikan.
Gambar 2.12 Kegiatan bongkar muat hasil tangkapan yang dilakukan nelayan di
PPP Lampulo
Alat Penangkapan Ikan
Alat penangkapan ikan merupakan salah satu komponen penting bagi
nelayan karena menjadi alat utama untuk menghasilkan produksi perikanan, baik
berupa ikan maupun non ikan. Jenis alat tangkap yang terdapat di PPP Lampulo
hanya ada tiga jenis yaitu pukat cincin, pancing ulur dan pancing rawai. Namun,
yang paling dominan adalah pukat cincin yang terus mengalami peningkatan tiap
tahunnya. Alat tangkap pancing rawai mulai digunakan sejak tahun 2009,
sehingga saat ini jumlahnya belum terlalu banyak. Jumlah alat tangkap menurut
jenisnya di PPP Lampulo tahun 2007–2011 dapat dilihat pada Tabel 3.1 jumlah
alat tangkap di PPP lampulo 2007-2011.
15
Tabel 2.1 Jumlah alat tangkap di PPP Lampulo tahun 2007–2011
Tahun Pukat Cincin Pancing Ulur Rawai Jumlah
2007 97 31 0 130
2008 90 35 0 125
2009 101 47 6 154
2010 110 57 20 187
2011 115 55 40 210
Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)
Armada Penangkapan Ikan
Armada penangkapan ikan yang terdapat di PPP Lampulo adalah perahu
tanpa motor, motor tempel dan kapal motor, namun yang paling dominan adalah
jenis kapal motor. Ukuran kapal motor bervariasi antara 5 GT sampai 60 GT.
Tabel 2.2 Jumlah armada penangkapan ikan berdasarkan jenis armada di PPP
Lampulo tahun 2011
Jenis Armada Ukuran Jumlah
Perahu Tanpa Motor Perahu papan kecil 3
Motor Tempel 12
Kapal Motor 5-10 GT 40
11-20 GT 55
21-30 GT 47
31-60 GT 53
Jumlah 210
Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)
Kapal yang memiliki ukuran <10 GT merupakan kapal yang digunakan
untuk mengoperasikan pancing ulur, sedangkan kapal dengan ukuran 10 hingga
30 GT kebanyakan digunakan untuk mengoperasikan pancing rawai dan pukat
cincin trip harian. Kapal dengan ukuran >30 GT digunakan untuk mengoperasikan
pukat cincin trip mingguan. Armada penangkapan ikan yang berlabuh atau
bertambat di PPP Lampulo tidak semuanya berasal dari Banda Aceh, ada yang
berasal dari Aceh Barat dan Aceh Timur. Namun, armada penangkapan yang
paling dominan mendaratkan hasil tangkapannya di PPP lampulo adalah yang
berasal dari Banda Aceh.
Musim dan Daerah Penangkapan Ikan (DPI)
Provinsi Aceh terdapat 2 (dua) musim yaitu musim kemarau yang
berlangsung dari bulan April sampai September dan musim penghujan dari bulan
Oktober sampai Maret dimana keadaan ini selalu bergeser setiap tahunnya.
Periode ini juga berpengaruh terhadap penangkapan ikan yang dikenal dengan
nama Musim Barat (April-September) dan Musim Timur (Oktober-Maret) dimana
Musim puncak terjadi pada bulan Maret-Agustus, musim biasa/sedang terjadi
pada bulan September-Oktober, dan musim paceklik terjadi pada bulan
Desember-Februari. Khusus untuk ikan tuna dan cakalang musim puncak terjadi
2 kali dalam setahun yaitu bulan April dan Oktober, musim sedang pada bulan
Mei-September, musim Paceklik pada bulan Desember-januari.
16
Daerah penangkapan ikan bagi nelayan yang berbasis di PPP Lampulo
adalah di perairan Utara Aceh yaitu di sekitar perairan Sabang dan Meulaboh
dengan jarak penangkapan sekitar 3-100 mil serta perairan Samudra Hindia dan
Selat Malaka dengan jarak tempuh sekitar 15-150 mil. Penangkapan ikan
dilakukan sepanjang tahun, dengan sistem penangkapan trip harian dan trip
mingguan, dimana trip harian perjalanan melaut dilakukan selama sehari, yaitu
pada malam atau pagi hari. Sedangkan untuk trip mingguan bisa mencapai lebih
dari tiga hari melaut. Pencarian DPI oleh nelayan Lampulo didasarkan pada
pengalaman melaut yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah tsunami nelayan di
Lampulo mendapat bantuan dari Livelihood Service Center yang dibawahi oleh
NGO (Non-government Organization) OISCA dari Jepang yaitu berupa 2 unit fish
finder yang diberikan kepada nelayan secara gratis untuk nelayan yang
mengoperasikan alat tangkap dengan menggunakan kapal yang berukuran 20-30
GT. Adanya bantuan fish finder tersebut diharapkan nelayan dapat menemukan
DPI dengan lebih mudah dan juga dapat memperkirakan jumlah ikan yang
menjadi target penangkapan.
Produksi dan Nilai Produksi
Jenis ikan yang didaratkan di PPP Lampulo diantaranya kelompok pelagis
kecil, pelagis besar, dan demersal. Jumlah produksi tiap bulan dan tiap tahunnya
pun selalu berubah-ubah bergantung pada musim ikan, jumlah armada
penangkapan yang melakukan operasi penangkapan dan jumlah trip penangkapan
dilakukan nelayan. Jenis ikan yang dominan didaratkan di PPP Lampulo selama 5
tahun terakhir (2007-2011) adalah ikan cakalang, tongkol, layang, dan tuna. Pada
Tahun 2012, produksi ikan cakalang merupakan yang tertinggi, yaitu mencapai
1856250 kg, lalu disusul dengan ikan tongkol dengan total produksi 829000 kg,
sedangkan produksi yang paling sedikit adalah produksi ikan salam dengan
jumlah produksi sebesar 38800 kg (UPTD PPP Lampulo 2012). Berikut Tabel
yang menyajikan produksi ikan per alat tangkap setiap bulannya pada tahun 2012.
Tabel 2.3 Produksi ikan di PPP Lampulo pada tahun 2012
Bulan
Total Pukat Cincin Pancing Ulur Rawai
(Kg)
Januari 452868 2733 - 455601
Februari 377093 6669 2515 386277
Maret 496001 10852 1890 508743
April 589727 19055 1350 610132
Mei 465361 11983 - 477344
Juni 600936 22718 1035 624689
Juli 352594 28487 1350 382431
Agustus 396144 27159 935 424238
September 678119 38781 - 716900
Oktober 704917 63677 - 768594
November 797082 53883 2061 853026
Desember 585401 27932 1850 615183
Jumlah 6496243 313929 12986 6823158
Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)
17
Nilai produksi mencerminkan harga jual hasil tangkapan yang diperoleh
nelayan, nilai produksi terbesar diperoleh dari alat tangkap pukat cincin, hal ini
dikarenakan hasil tangkapan pukat cincin lebih banyak daripada alat tangkap
lainnya yang terdapat di PPP Lampulo (Tabel 2.3). Beberapa hal yang
mempengaruhi harga jual ikan yaitu kualitas ikan yang didaratkan oleh nelayan
dan jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi.
Tabel 2.4 Nilai produksi ikan di PPP Lampulo Tahun 2012
Bulan Pukat Cincin Pancing Ulur Rawai
Total (Rupiah)
Januari 8 417 550 000 65 230 000 - 8 482 780 000
Februari 8 808 460 000 153 025 000 21 677 500 8 983 162 500
Maret 8 186 880 000 272 015 000 17 437 500 8 476 332 500
April 5 437 980 000 448 175 000 9 450 000 5 895 605 000
Mei 7 070 605 000 301 810 000 - 7 372 415 000
Juni 9 786 415 000 553 125 000 9 315 000 10 348 855 000
Juli 5 832 190 000 672 540 000 12 150 000 6 516 880 000
Agustus 6 199 160 000 678 980 550 8 415 000 6 886 555 550
September 10 903 495 000 955 745 000 - 11 859 240 000
Oktober 9 352 990 000 1 594 100 000 - 10 947 090 000
November 10 330 373 500 1 476 294 000 20 610 000 11 827 277 500
Desember 8 189 490 000 701 640 000 17 575 000 8 908 705 000
Jumlah 98 515 588 500 7 872 679 550 116 630 000 106 504 898 050
Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)
18
2 PRODUKTIVITAS UNIT PENANGKAPAN PUKAT CINCIN
DI PPP LAMPULO
Pendahuluan
Kegiatan perikanan pukat cincin di Banda Aceh telah cukup lama
berkembang, hal ini terlihat dari jumlah armada pukat cincin di PPP Lampulo
yang terus meningkat setiap tahunnya dan lebih dominan digunakan oleh para
nelayan yaitu sebesar 76.38 persen selama lima tahun terakhir dibandingkan alat
tangkap lainnya (DKP Aceh 2012). Alat tangkap pukat cincin mampu menangkap
ikan-ikan pelagis dalam jumlah yang besar, sehingga para nelayan lebih dominan
menggunakan alat tangkap pukat cincin dan terus meningkatkan upaya dalam
memperoleh hasil tangkapan yang tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan oleh
para nelayan yaitu dengan memperbesar ukuran kapal yang digunakan. Perubahan
peningkatan upaya penangkapan dengan memperbesar ukuran kapal yang
dilakukan oleh para nelayan perlu diperhatikan, yang diperkirakan akan
berpengaruh terhadap stok ikan-ikan pelagis yang ada. Upaya penangkapan
merupakan salah satu faktor utama untuk menilai kegiatan penangkapan ikan
dalam suatu kawasan perairan. McCluskey dan Lewison (2008) menyatakan
bahwa upaya penangkapan merupakan ukuran untuk menghasilkan sejumlah hasil
tangkapan atau ukuran produktivitas dari unit penangkapan ikan.
Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
KEP.60/MEN/2010 produktivitas kapal penangkap ikan merupakan tingkat
kemampuan memperoleh hasil tangkapan ikan yang ditetapkan dengan
mempertimbangkan ukuran kapal, jenis bahan, kekuatan mesin kapal, jenis alat
penangkapan ikan yang digunakan, jumlah trip operasi penangkapan pertahun,
kemampuan tangkap rata-rata per trip dan wilayah penangkapan ikan.
Produktivitas kapal penangkap ikan ditetapkan per Gross Tonnage (GT) per tahun
berdasarkan perhitungan jumlah hasil tangkapan ikan per kapal dalam 1 (satu)
tahun dibagi besarnya GT kapal yang bersangkutan (KKP 2010). Choliq et al.
(1994) dalam Setyorini et al. (2009) menyatakan bahwa pengukuran produktivitas
alat tangkap dapat mencakup produktivitas per unit alat tangkap, produktivitas per
ABK dan produktivitas per trip penangkapan.
Melihat potensi sumberdaya ikan pelagis yang cukup potensial di perairan
Utara Aceh dan terus berkembangnya usaha penangkapan ikan dengan
menggunakan alat tangkap pukat cincin maka perlu dilakukan penelitian tentang
produktivitas penangkapan pukat cincin baik itu ditinjau dari trip penangkapan
yang dilakukan dan ukuran kapal yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui gambaran perikanan pukat cincin harian di PPP
Lampulo mencakup deskripsi armada, komposisi hasil tangkapan dan
produktivitas penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo berdasarkan trip
penangkapan dan ukuran kapal, seberapa besar pengaruh upaya penangkapan dan
ukuran kapal terhadap produktivitas penangkapan. Informasi tentang produktivitas
unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo sangat diperlukan untuk
memperoleh informasi upaya penangkapan optimum yang berkelanjutan.
Metode Penelitian
19
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo
Kota Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan dari Januari sampai dengan
Februari 2013.
Bahan dan Alat Penelitian
Objek penelitian ini adalah unit penangkapan pukat cincin harian yang
berbasis di PPP Lampulo. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah buku identifikasi untuk mengidentifikasi jenis ikan yang tertangkap, alat
dokumentasi berupa kamera, alat tulis dan kuisioner.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer berupa komposisi hasil tangkapan dan kondisi perikanan
pukat cincin di PPP Lampulo yang diperoleh berdasarkan observasi dan
wawancara langsung terhadap nelayan dan pelaku usaha perikanan pukat cincin
yang terkait, sedangkan data sekunder berupa data hasil tangkapan dan upaya
penangkapan pukat cincin selama tiga tahun terakhir, upaya disini berupa trip
penangkapan dan ukuran kapal yang digunakan. Data sekunder diperoleh dari
lembaga/instansi yang terkait dalam penelitian yaitu UPTD Lampulo dan Dinas
Kelautan dan perikanan Provinsi Aceh.
Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sensus yaitu seluruh
populasi dijadikan sampel (Sugiyono 2007). Sampel yang diambil 54 unit pukat
cincin harian di PPP Lampulo. Metode pengumpulan data adalah dengan sensus,
artinya mengumpulkan data dengan cara mencatat seluruh elemen yang menjadi
objek penelitian.
Analisis Produktivitas Pukat Cincin
Analisis produktivitas pukat cincin dapat dilakukan melalui pendekatan
produksi kapal pukat cincin setiap tripnya dan produksi per ukuran kapal yang
digunakan dalam kurun waktu setahun. Dalam penelitian ini jumlah produksi, trip
penangkapan dan ukuran kapal yang digunakan selama setahun dihitung rata-
ratanya, serta pada penelitian ini juga dilihat perkembangan produktivitas per trip
setiap bulannya selama setahun terakhir.
Produktivitas dalam trip = 𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 produksi
rata −rata trip penangkapan (ton/trip/th)
Produktivitas dalam GT = 𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 produksi
rata −rata ukuran kapal penangkapan (ton/GT/th)
20
Hasil Penelitian
Unit Penangkapan Pukat Cincin
Unit penangkapan pukat cincin merupakan kesatuan dari kapal, alat
tangkap, dan nelayan pukat cincin. Dalam analisis produktivitas digunakan data
ukuran kapal, trip penangkapan, dan produksi pukat cincin harian sebagai sampel.
1. Kapal pukat cincin
Kapal pukat cincin di PPP Lampulo merupakan kapal dengan mesin inboard
(kapal motor). Gross Tonnage berkisar antara 13-30 GT, dengan panjang kapal
berkisar antara 13.00-21.06 m, lebar 2.00-4.85 m dan dalamnya 1.00-1.60 m.
Kapal-kapal pukat cincin di Lampulo dibuat di galangan kapal tradisional dengan
jenis kayu yang digunakan adalah kayu Meranti Batu, Alban, Bungor, dan Serkoi.
Jenis kayu tersebut bersifat lebih tahan terhadap pembusukan.
Gambar 3.1 Kapal pukat cincin di PPP Lampulo
Kapal pukat cincin menggunakan mesin utama (main engine) dan mesin
pembantu (auxiliary engine). Mesin utama adalah mesin yang digunakan kapal
untuk melakukan olah gerak atau manuver, sedangkan mesin pembantu digunakan
sebagai sumber tenaga lampu dan mesin penggulung jaring (gardan). Jenis mesin
yang digunakan sebagai mesin utama adalah mesin darat, yaitu mesin truk yang
telah dimodifikasi. Merek mesin yang paling banyak ditemukan adalah
mitsubishi, nissan dan isuzu dengan kapasitas berkisar antara 100-180 HP. Mesin
pembantu berupa generator, sebanyak 1-2 unit generator. Mesin pembantu
digunakan sebagai pembangkit listrik untuk menyalakan lampu pemikat ikan,
mesin pembantu merupakan generator dengan tenaga 15-20 HP (Durand 1994).
Gambar 3.2 Mesin utama (main engine) kapal pukat cincin
21
Kapal pukat cincin di PPP Lampulo sudah dilengkapi dengan alat navigasi
berupa GPS (Global Positioning System) dan fish finder. Penggunaan GPS dan
fish finder ini dapat menentukan kedalaman dan bentuk topografi perairan, dan
mempercepat pengambilan keputusan untuk mengoperasikan pukat cincin,
sehingga dapat menghindari dan mengurangi resiko tersangkutnya pukat cincin
pada karang dan batu. Hal ini secara tidak langsung dapat meminimalisir biaya
kerusakan dan perawatan terhadap pukat cincin yang secara tidak langsung dapat
menigkatkan pendapatan kapal tersebut. Disamping itu, dengan adanya GPS dan
fish finder dapat menentukan daerah penagkapan, sehingga memudahkan
komunikasi antar sesama nelayan dalam memberikan informasi daerah-daerah
yang banyak muncul ikan. Dalam hal navigasi, alat ini sangat membantu kapal
sewaktu memasuki suatu wilayah, kejadian yang sering terjadi nelayan tidak bisa
masuk dan tidak tahu jalan menuju ke tempat pendaratan kapal pada saat listrik
mati. Dengan adanya informasi GPS maka akan terlihat pada peta jalan masuk
menuju tempat pendaratan kapal yang dituju.
Gambar 3.3 Alat navigasi pada kapal pukat cincin di PPP Lampulo
2. Alat tangkap pukat cincin
Secara umum jaring pukat cincin terdiri dari kantong, badan jaring, dan
sayap jaring. Jaring pukat cincin apabila dibentangkan membentuk trapesium. Tali
temali yang ada pada jaring pukat cincin mencakup tali selambar, tali ris atas, tali
ris bawah, tali pelampung, tali pemberat dan tali penarik (purse line). Spesifikasi
alat tangkap pukat cincin harian di PPP Lampulo sebagai berikut:
a. Bahan jaring : umumnya nilon twine dan polyethilen
b. Dimensi utama jaring : Panjang : 700-1300 m
Tinggi : 45-72 m
c. Ukuran mata jaring : Kantong jaring : 1 inci
Badan jaring : 1.5 inci
Sayap jaring : 2 inci
d. Bahan dan jumlah pemberat : Timah hitam 700 buah
e. Bahan dan jumlah pelampung : Sintesis rubber 12 cm ± 2000 buah
f. Bahan dan jumlah cincin : Kuningan ± 150 buah
Ciri khas dari jaring pukat cincin adalah terdapatnya tali penarik (purse line)
dan cincin dengan diameter 12 cm digantungkan pada tali pemberat dengan seutas
tali yang panjangnya 1 m dengan jarak 3 m setiap cincin. Kedalam cincin ini
dimasukkan tali penarik (purse line), hal inilah yang memungkinkan bagian
22
bawah jaring dikerutkan pada saat operasi sehingga membentuk mangkuk dan
mencegah ikan meloloskan diri.
Gambar 3.4 Nelayan sedang menggulung jaring pukat cincin
3. Nelayan pukat cincin
Jumlah nelayan yang ikut dalam sekali trip operasi penangkapan ikan
dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin di setiap kapal berbeda-beda.
Jumlah awak kapal yang ikut dalam sekali trip melaut sangat bervariasi, yaitu
berkisar antara 10-21 orang, dengan sistem pembagian kerja sebagai berikut:
a. Nahkoda: 1 orang, biasanya orang yang dipercaya oleh pemilik kapal yang
bertugas bertugas sebagai penanggung jawab dalam mengoperasikan kapal dan
kelancaran kegiatan penangkapan ikan.
b. Wakil nahkoda: 1 orang, berfungsi menggantikan nahkoda disaat nahkoda
harus melakukan hal lain. Wakil nahkoda juga dapat berfungsi sebagai fishing
master.
c. Juru mesin: terdiri dari 2-3 orang yang paling berpengalaman dalam
memperbaiki kerusakan kapal, biasanya juru mesin pada kapal pukat cincin
tidak memiliki pendidikan formal pada bidangnya, hanya mengandalkan
pengalaman.
d. Juru lampu: terdiri dari 1-2 orang, bertugas mengoperasikan dan merawat
instalasi listrik.
e. Juru pelampung: terdiri dari 3-4 orang yang bertugas mengatur dan merapikan
pelampung sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan,
f. Juru pemberat: terdiri dari 3-4 orang yang bertugas mengatur dan merapikan
pemberat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan,
g. Nelayan biasa: terdiri 3-4 orang yang bertugas menarik, merapikan dan
memperbaiki jaring pukat cincin jika ada kerusakan,
h. Juru masak: terdiri dari 1 orang yang bertugas menyiapkan makanan dan
minuman bagi seluruh awak kapal.
Hasil Tangkapan
Target utama pukat cincin adalah kelompok ikan pelagis besar dan pelagis
kecil. Hasil tangkapan yang diperoleh alat tangkap pukat cincin selama bulan
Januari-Februari 2013 dapat dilihat pada Tabel 4.1, dimana selama bulan
penelitian ada sembilan spesies yang tertangkap oleh armada penangkapan pukat
cincin harian.
23
Tabel 3.1 Hasil tangkapan pukat cincin selama bulan Januari-Februari 2013
No Nama Lokal Komposisi
( Kg ) ( % )
1 Cakalang 235725 49.18
2 Layang 96725 20.18
3 Tongkol komo 20150 4.20
4 Tongkol krai 41775 8.71
5 Tuna (Yellowfin tuna) 29555 6.17
6 Salam 4800 1.00
7 Lemuru 28525 5.95
8 Kembung 3650 0.76
9 Selar 16775 3.50
10 Campuran 1675 0.35
Jumlah 479355 100
Jenis hasil tangkapan pukat cincin yang mendominasi selama bulan
penelitian di PPP Lampulo yaitu ikan cakalang sebesar 49.18 persen, layang
sebesar 20.18 persen, tongkol krai sebesar 8.71 persen dan tuna sebesar 6.17
persen .
Produktivitas Unit Penangkapan Pukat Cincin
Produktivitas unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo dilakukan
dengan pendekatan rata-rata produksi yang dihasilkan unit penangkapan pukat
cincin per upaya penangkapan, dimana upaya disini berupa rata-rata trip yang
dilakukan dalam setahun dan rata-rata ukuran kapal yang digunakan dalam
setahun. Produktivitas pukat cincin dapat dilihat pada Tabel 4.2 rata-rata produksi,
trip, ukuran kapal dan produktivitas selama tahun 2010-2013.
Tabel 3.2 Rata-rata produksi, trip, ukuran kapal dan produktivitas selama tahun
2010-2012.
Tahun Unit Produksi
Trip Ukuran Kapal Produktivitas Produktivitas
(ton) (GT) (ton/trip/th) (ton/GT/th)
2010 57 239.02 155 24 1.54 9.95
2011 58 241.47 132 24 1.83 9.97
2012 54 238.86 128 24 1.86 9.92
Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)
Produksi unit penangkapan pukat cincin selama tiga tahun terakhir tidak
terlalu jauh berbeda. Sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2, nilai produksi
tertinggi terdapat pada tahun 2011 yaitu sebesar 241.479 ton dengan jumlah unit
pukat cincin 58 unit. Perkembangan produktivitas selama tiga tahun cenderung
meningkat, dimana nilai produktivitas per trip tertinggi sebesar 1.86 ton/trip/tahun
terjadi pada tahun 2012 dan produktivitas per GT tertinggi terjadi pada tahun 2011
dengan nilai 9.97 ton/GT/tahun.
24
Untuk melihat perkembangan produktivitas setiap bulannya maka dalam
penelitian ini akan dihitung berdasarkan produksi yang dihasilkan kapal pukat
cincin setiap bulannya di bagi dengan jumlah trip penangkapan yang dilakukan
dalam bulan tersebut.
Tabel 3.3 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin
tahun 2012
Bulan Produksi
(ton) Trip
Produktivitas
(ton/trip/bln)
Januari 147.29 100 1.37
Februari 148.70 105 1.42
Maret 237.12 136 1.74
April 295.80 147 2.01
Mei 228.77 117 1.96
Juni 243.70 115 2.12
Juli 215.37 116 1.86
Agustus 235.37 133 1.77
September 286.87 159 1.80
Oktober 274.55 157 1.75
November 220.05 128 1.72
Desember 172.78 112 1.54 Sumber: UPTD PPP Lampulo (2012)
Produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin dari waktu ke waktu
cenderung meningkat. Sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.1
perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin pada tahun
2012, nilai produktivitas tertinggi yaitu 2.12 ton/trip/bulan terdapat bulan juni dan
nilai produktivitas terendah yaitu 1.37 ton/trip/bulan pada bulan januari.
Gambar 3.5 Perkembangan produktivitas per trip unit penangkapan pukat cincin
harian di PPP Lampulo tahun 2012.
1.37 1.42
1.74
2.01 1.96
2.12
1.861.77 1.80 1.75 1.72
1.54
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
2.2
2.4
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Pro
dukti
vit
as(t
on/t
rip
)
Bulan
25
Pembahasan
Jumlah kapal pukat cincin harian yang terdaftar di PPP Lampulo selama tiga
tahun terakhir mengalami penurunan, dimana pada tahun 2011 jumlah kapal pukat
cincin sebanyak 58 unit kemudian berkurang menjadi 54 unit pada tahun 2012.
Seiring dengan penurunan jumlah kapal pukat cincin harian tersebut, jumlah trip
operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh armada pukat cincin ikut menurun
dari 132 trip pada tahun 2011 menjadi 128 trip pada tahun 2012. Faktor penyebab
penurunan jumlah trip operasi penangkapan pukat cincin harian menurut para
nelayan adalah fasilitas dermaga yang terdapat di PPP Lampulo masih kurang
baik karena aktivitas tambat, membongkar muatan/hasil tangkapan, dan untuk
mengisi bahan perbekalan melaut berada dalam satu dermaga yang sama. Hal ini
tentunya mengakibatkan ketidakteraturan kapal-kapal yang akan melakukan
aktivitas tersebut.
Terjadinya antrian kapal yang panjang menyebabkan waktu untuk
melakukan bongkar muat juga menjadi terhambat dimana ketika kapal yang baru
balik dari operasi penangkapan di sore hari bisa saja waktu untuk bongkar muat
kapal tersebut pada keesokan harinya. Hal ini yang menyebabkan trip
penangkapan juga berkurang, dimana dalam satu bulan operasi armada pukat
cincin seharusnya dapat mencapai 20 hari. Dermaga di PPP Lampulo memiliki
panjang 180 m2 hanya dapat menampung 10-13 kapal yang bertambat dalam
waktu yang sama (UPTD PPP Lampulo 2011).
Ikan yang menjadi tujuan penangkapan pukat cincin adalah ikan pelagis
yang bergerombol dan dekat dengan permukaan air laut, selama penelitian
(Januari-Februari 2013) komposisi hasil tangkapan pukat cincin menunjukkan
bahwa ikan cakalang yang paling banyak tertangkap, yaitu sebesar 49.18 persen
dari total hasil tangkapan sebesar 479355 Kg dan diikuti oleh ikan layang sebesar
20.18 persen, tongkol krai sebesar 8.71 persen dan tuna sebesar 6.17 persen.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait hasil tangkapan armada
penangkapan pukat cincin di Aceh juga menunjukkan bahwa hasil tangkapan
pukat cincin yang dominan yaitu ikan cakalang seperti penelitian yang telah
dilakukan oleh Hariati (2011), menunjukkan bahwa jenis-jenis ikan hasil
tangkapan pukat cincin di Banda Aceh terdiri atas ikan cakalang sebesar 51.5
persen, tongkol 31.5 persen, Mandidihang 13.5 persen dan diikuti beberapa jenis
ikan lainnya. Begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahdi (2005),
dimana komposisi hasil tangkapan pukat cincin di perairan Banda Aceh pada
tahun 2003 di dominasi oleh cakalang yaitu 24447.11 ton dari total sembilan
spesies ikan yang tertangkap.
Distribusi ikan di laut sangat ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor
internal dari ikan itu sendiri maupun faktor eksternal dari lingkungan. Faktor
lingkungan yaitu berupa parameter oseanografi seperti suhu, salinitas, densitas,
oksigen terlarut dan kelimpahan makanan. Komponen-komponen ini akan
menentukan keberadaan ikan di lokasi perairan sehingga dapat menjadi petunjuk
penentuan fishing ground yang dituju. Perairan di sekitar pulau Aceh, pulau
Deudab, pulau Bunta, pulau Breuh serta perairan Sabang merupakan perairan
yang paling banyak dijadikan daerah penangkapan oleh nelayan pukat cincin yang
berbasis di PPP Lampulo. Penentuan daerah penangkapan ditentukan oleh pawang
kapal dengan melihat kondisi musim ikan dan keadaan cuaca laut pada saat
26
melaut serta berdasarkan pengalaman nelayan yang diwarisi secara turun temurun
dalam melakukan penangkapan. Jarak tempuh dari pangkalan (fishing base) yaitu
PPP Lampulo ke daerah penangkapan (fishing ground) berkisar antara 25 mil
sampai dengan 150 mil dengan waktu tempuh 2-9 jam pelayaran.
Kondisi perairan yang dapat dijadikan arahan dalam penentuan fishing
ground dari ikan cakalang sebagai jenis ikan dominan yang tertangkap oleh
nelayan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo yaitu perairan lapisan
permukaan dengan suhu 20-30°C dan salinitas 31-330
/00 (Mustaruddin 2011). Ikan
ini biasanya hidup bergerombol dan ada juga tertangkap bersama gerombolan
ikan lain. Lingkungan perairan utara Aceh dan Pulo Aceh diduga merupakan
daerah yang sesuai untuk berkembangnya ikan cakalang. Hal tersebut terlihat dari
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh muklis et al. (2009), yang menyatakan
bahwa kondisi perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam berkisar antara 27.00-
30.10°C dan klorofilnya berkisar antara 0.26-0.33 mg/m3. Kisaran suhu dan
salinitas di perairan Pulo Aceh yaitu 27.83-30.16°C dan 30.20-33.750
/00 (Rizwan
et al. 2010).
Hasil tangkapan per unit upaya penangkapan merupakan nilai yang
mencerminkan produktivitas armada pukat cincin harian yang berbasis di PPP
Lampulo. Nilai produktivitas pada penelitian ini dapat diketahui dengan
menghitung rata-rata hasil tangkapan kapal pukat cincin harian selama setahun
dan upaya penangkapan berupa trip penangkapan dan ukuran kapal yang
digunakan. Upaya penangkapan merupakan aktivitas penangkapan yang dilakukan
pada suatu daerah penangkapan tertentu dalam suatu satuan waktu dengan
menggunakan jenis alat tangkap tertentu, ukuran kapal, memiliki satuan hari
melaut (Iriana et al. 2012).
Perkembangan produktivitas dari tahun 2010-2012 dapat dilihat pada Tabel
4.2, selama tiga tahun terakhir produktivitas per trip unit penangkapan pukat
cincin harian mengalami peningkatan, produktivitas tertinggi yaitu 1.86
ton/trip/tahun pada tahun 2012 dengan jumlah produksi 238.86 ton dan jumlah
trip 128. Seperti yang tertera di Tabel 4.2 jumlah produksi dan jumlah trip
penangkapan pada tahun 2012 merupakan yang terendah daripada dua tahun
sebelumnya. Jumlah trip penangkapan tertinggi yaitu pada tahun 2010 sebesar 155
trip dan jumlah produksi tertinggi yaitu pada tahun 2011 sebesar 241.47 ton.
Besarnya trip penangkapan belum tentu menunjukkan besarnya hasil tangkapan
yang diperoleh pada tahun tersebut. Hal ini tergantung dari efektifitas dari alat
tangkap pukat cincin dalam memperoleh hasil tangkapan, yang ditunjukkan
dengan produktivitasnya. Begitupula sebaliknya, produktivitas tidak hanya diukur
berdasarkan pada jumlah produksinya saja, tetapi tergantung pula pada jumlah trip
penangkapannya (Iriana et al. 2012).
Tingkat produktivitas unit penangkapan pukat cincin setiap bulannya pada
tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 4.1 dimana trip penangkapan mengalami
fluktuasi. Berfluktuasinya produktivitas pada tahun 2012 sangat dipengaruhi
jumlah operasi penangkapan yang dilakukan oleh para nelayan dan hasil
tangkapan pukat cincin setiap bulannya di PPP Lampulo. Nilai produktivitas
tertinggi adalah 2.12 ton/trip pada bulan Juni dan nilai produktivitas terendah
adalah 1.37 ton/trip pada bulan Januari. Atmadja dan Nugroho (2001) dalam
Wiyono (2010) menyatakan bahwa nilai produktivitas yang besar
27
menggambarkan stok ikan yang tinggi di suatu perairan. Hal yang serupa juga
dinyatakan oleh Sparre dan Venema (1989), dimana nilai yang mencerminkan
hasil tangkapan per unit upaya penangkapan atau catch per unit effort (CPUE)
merupakan indek kelimpahan stok ikan di perairan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, musim penangkapan ikan dan
biaya perbekalan pada bulan-bulan tertentu mengalami kenaikan sangat
mempengaruhi nelayan tidak melaut. Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa
musim ikan atau panen ikan jatuh pada bulan April sampai dengan Juli karena
pada bulan tersebut rata-rata produksi per tripnya jauh di atas rata-rata produksi
per trip selama satu tahun. Sedangkan untuk musim panceklik terjadi pada bulan
Desember hingga Februari yang rata-rata produksi per tripnya jauh di bawah rata-
rata produksi per trip selama setahun.
Produktivitas per GT pada penelitian ini dilakukan dengan perhitungan rata-
rata hasil tangkapan yang diperoleh armada pukat cincin dalam setahun dibagi
dengan rata-rata ukuran kapal pukat cincin yang digunakan oleh para nelayan
dalam setahun. Rata-rata ukuran kapal yang digunakan selama tahun 2010-2012
sama yaitu 24 GT. Produktivitas tertinggi terdapat pada tahun 2011 yaitu sebesar
9.97 ton/GT/tahun. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut armada penangkapan
pukat cincinnya lebih banyak sehingga hasil tangkapan yang diperoleh lebih
banyak dari pada hasil tangkapan pada tahun 2010 dan 2012 (nilai produktivitas
untuk tahun 2010 yaitu 9.95 ton/GT/tahun dan tahun 2012 sebesar 9.92
ton/GT/tahun). Hal ini dapat diduga bahwa kapal pukat cincin harian pada tahun
2011 dapat memanfaatkan secara maksimal kapasitas kapal yang berukuran 24
GT. Besarnya tonnage kapal berhubungan langsung dengan produktivitas dan
produksi tangkapan, maka untuk menduga produksi nelayan, disamping
didasarkan atas teknologi alat tangkap dan jumlah kapal, juga ditentukan oleh
tonnage kapal yang dimiliki (DJPT 2013). Peningkatan produktivitas sangat
terkait dengan kemampuan armada penangkapan, jenis alat tangkap yang
digunakan, daerah penangkapan, dan komponen-komponen yang mendukung
operasi penangkapan.
Kesimpulan
Armada penangkapan pukat cincin harian yang berbasis di PPP Lampulo
memiliki Gross tonnage berkisar 13-30 GT dengan kapasitas mesin penggerak
berkisar antara 100-180 HP. Jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah
cakalang yaitu 49.18 persen dari total hasil tangkapan sebesar 479355 Kg pada
bulan penelitian. Trip penangkapan tertinggi diperoleh pada tahun 2010 yaitu
sebanyak 155 trip dari 57 unit penangkapan pukat cincin harian. Hasil tangkapan
terbanyak terdapat pada tahun 2011 yaitu 241.47 ton dari 58 unit penangkapan
pukat cincin. Produktivitas per trip tertinggi yaitu 1.86 ton/trip pada tahun 2012
dan produktivitas per GT tertinggi yaitu 9.97 ton/GT pada tahun 2011.
28
4 EFISIENSI FAKTOR PRODUKSI UNIT PENANGKAPAN
PUKAT CINCIN DI PPP LAMPULO
Pendahuluan
Setiap bidang usaha pada dasarnya ditujukan untuk mendapatkan hasil yang
optimal, para nelayan akan selalu berusaha untuk meningkatkan hasil tangkapan
dengan tujuan untuk memperbesar pendapatan sehingga dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Menurut Satria (2009), nelayan sebagai usahawan harus
pandai memanfaatkan segala faktor-faktor yang berhubungan dengan
penangkapan ikan yang ada dan juga memilih diantara berbagai alternatif dalam
kegiatan ekonomi. Usaha pengembangan penangkapan dapat ditempuh dengan
program intensifikasi di bidang perikanan. Intensifikasi penangkapan secara
umum dapat diartikan sebagai usaha penggunaan lebih banyak faktor yang
mempengaruhi penangkapan seperti kinerja awak kapal serta optimalisasi alat
tangkap dan kapasitas mesin terhadap proses penangkapan untuk mencapai hasil
tangkapan yang lebih besar.
Operasi penangkapan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin
merupakan suatu sistem yang tidak terlepas dari penggunaan faktor produksi yang
mempengaruhi produksi yang diperolah. Produksi adalah perubahan dari dua atau
lebih input (sumber daya) menjadi satu atau lebih output (produk). Menurut
Joesron dan Fathorozi (2003) produksi merupakan hasil akhir dari proses aktivitas
ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian
ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai
input atau masukan untuk menghasilkan output. Input dari usaha penangkapan
pukat cincin yang berkembang di PPP Lampulo sangat dipengaruhi oleh variabel-
variabel faktor produksi yang mendukung operasi penangkapan. Variabel-variabel
tersebut diantaranya ukuran kapal, daya mesin kapal, panjang jaring pukat cincin,
tinggi jaring pukat cincin, jumlah awak kapal, BBM, jumlah lampu, jumlah es, air
tawar dan perbekalan.
Penggunaan variabel faktor produksi yang efektif dan efisien diharapkan
akan dapat meningkatkan produksi perikanan tangkap. Pengertian efisiensi itu
sendiri dalam suatu usaha merupakan perbandingan jumlah sumberdaya yang
digunakan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Apabila suatu proses produksi
dengan jumlah input tertentu masih mempunyai peluang untuk memberi hasil
yang lebih tinggi dengan cara yang lain, maka proses produksi tersebut tidak
efisien dan sebaliknya apabila dalam suatu proses produksi tersebut tidak
mempunyai peluang untuk memberikan hasil yang lebih tinggi dengan cara lain,
maka proses produksi tersebut efisien secara ekonomis (Soeharjo 1982).
Berdasarkan survei ke lapangan, unit penangkapan pukat cincin harian yang
berbasis di PPP Lampulo memiliki variabel produksi yang berbeda satu sama lain.
Hal ini terlihat dari beragamnya biaya operasional yang dikeluarkan dalam setiap
trip penangkapan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis faktor
produksi yang berperan terhadap produksi dan hubungannya terhadap produksi
unit penangkapan pukat cincin yang berbasis di PPP Lampulo, serta menganalisis
efisiensi dari penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin baik
ditinjau dari efisiensi teknis maupun ekonomi.
29
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo
Kota Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan
Februari 2013.
Bahan dan Alat Penelitian
Objek penelitian ini adalah unit penangkapan pukat cincin harian yang
berbasis di PPP Lampulo. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah alat dokumentasi berupa kamera, alat tulis, kuesioner dan data sheet.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer berupa faktor-faktor produksi unit penangkapan pukat
cincin yaitu ukuran kapal, daya mesin kapal, panjang jaring, tinggi jaring, jumlah
awak kapal, BBM, jumlah lampu, jumlah es, jumlah air tawar dan biaya
perbekalan yang digunakan setiap satu trip melaut pada unit penangkapan pukat
cincin harian selama bulan penelitian berlangsung. Data sekunder diperoleh dari
lembaga/instansi yang terkait dalam penelitian yaitu UPTD Lampulo dan Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh.
Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sampling jenuh yaitu
seluruh populasi dijadikan sampel (Sugiyono 2007). Sampel yang diambil berupa
data unit penangkapan pukat cincin harian sebanyak 54 unit yang berbasis di PPP
Lampulo selama penelitian. Metode pengumpulan data adalah dengan sensus,
artinya mengumpulkan data dengan cara mencatat seluruh elemen yang menjadi
objek penelitian.
Batasan Variabel
Untuk menghindari salah pengertian, maka variabel-variabel yang dianalisis
perlu diberikan batasan sebagai berikut :
a. Hasil tangkapan (Y), adalah besarnya hasil dari usaha penangkapan yang
diperoleh nelayan berupa ikan (kg).
b. Ukuran kapal (X1), adalah bobot kapal kotor yang dinyatakan dalam Gross
Tonage (GT).
c. Daya mesin kapal (X2), adalah besarnya tenaga/kekuatan mesin (motor)
kapal yang digunakan dikapal dengan fungsi sebagai penggerak kapal,
dinyatakan dalam Horse Power (HP).
d. Panjang jaring pukat cincin (X3), adalah panjang net (jaring), dihitung dari
ujung jaring sebelah kiri sampai ujung jaring sebelah kanan, tidak termasuk
panjang tali pelampung utama. Satuan pengukurannya adalah meter (m).
e. Tinggi jaring pukat cincin (X4), adalah panjang jaring yang dihitung dari
ujung jaring atas sampai ujung jaring bawah, dinyatakan dalam meter (m).
f. Jumlah Awak Kapal (X5), adalah nelayan pekerja dengan tingkat tanggung
jawab rendah dan tidak terikat dengan kontrak kerja (orang).
30
g. BBM (X6), adalah jumlah bahan bakar yang digunakan oleh nelayan pukat
cincin untuk melaut, dinyatakan dalam (liter).
h. Jumlah Lampu (X7), adalah jumlah lampu yang digunakan untuk
mengumpulkan ikan di sekitar daerah penangkapan, dinyatakan dalam
(unit).
i. Jumlah Es (X8), adalah jumlah es yang digunakan dalam penanganan hasil
tangkapan di atas kapal, dinyatakan dalam (balok).
j. Air Tawar (X9), adalah jumlah air bersih yang digunakan oleh para nelayan
dalam sekali trip melaut, dinyatakan dalam (liter).
k. Perbekalan (X10), adalah jumlah perbekalan yang dibawa nelayan selama
berada di laut (per trip) meliputi bekal untuk makan/konsumsi seperti beras,
sayuran, lauk pauk dan lainnya, dinyatakan dalam (Rupiah).
Analisis Faktor Produksi
Analisis faktor produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan
antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut
Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu
terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak
mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan output perlu
disederhanakan dalam bentuk suatu model.
Hubungan kuantitatif antara faktor-faktor produksi dengan produksi dapat
dihitung berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas. Model Cobb-
Douglas/Logaritma adalah sebagai berikut (Soekartawi 1994):
𝑌 = 𝑎𝑋1𝑏1 𝑋2
𝑏2 …𝑋𝑖𝑏𝑖 …… 𝑋𝑛
𝑏𝑛𝑒 Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan tersebut di atas, maka
diubah menjadi bentuk linier sebagai berikut:
𝐿𝑛𝑌 = 𝐿𝑛𝑎0 + 𝑏1𝐿𝑛𝑋1 + 𝑏2𝐿𝑛𝑋2 + ⋯ + 𝑏𝑛𝐿𝑛𝑋𝑛 + 𝐿𝑛 𝑒 Dimana: Y = Produksi
X1 ...... Xn = Faktor Produksi
a0 = Titik potong (intercept)
b1 s/d bn = Koefisien regresi dari parameter penduga
e = Galat
Selanjutnya dilakukan pengujian secara statistik terhadap fungsi produksi
Cobb-Douglas tersebut. Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam hal ini adalah
pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi.
1. Pengujian terhadap model penduga
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan
sudah layak untuk menduga parameter dan fungsi produksi serta untuk menguji
pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) secara serempak/simultan terhadap
variabel terikat (Y). Uji statistik yang digunakan adalah uji F dengan rumus
sebagai berikut (Sudjana 2002) :
F = )1/(
/
knJk
kJk
res
reg
Dimana :
regJk
= Jumlah kuadrat regresi
resJk = Jumlah kuadrat residual eror
k = Jumlah variabel bebas
n = Jumlah Sampel
31
Dengan kaedah keputusan :
Bila Fhitung < FTabel (α = 0.05) atau Sig < (α = 0.05), maka tolak Ha
Bila Fhitung > FTabel (α = 0.05) atau Sig > (α = 0.05), maka terima Ha
Dimana hipotesis :
H0 : ai = o ; Variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) berpengaruh tidak nyata terhadap
variabel terikat Y
Ha : ai ≠ o ; Variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat Y
Selanjutnya untuk memperhitungkan pengujian, dihitung besarnya
koefisien determinasi (R2). Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh
keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang terpilih.
Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut (Sudjana 2002) :
R2 =
2
)(
Yi
regJK
Dimana : R2 = Koefisien Determinasi
JK(reg) = Jumlah Kuadrat untuk Regresi
∑Yi2 = Jumlah Kuadrat Total
2. Pengujian untuk masing-masing parameter
Tujuannya adalah untuk menguji pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3,…,
X10) secara individu/parsial terhadap variabel terikat (Y). Uji statistik yang
digunakan adalah Uji t dengan rumus sebagai berikut (Sudjana 2002) :
thitung = i
i
Sa
a
Dimana : ai = Koefisien Regresi Variabel Xi (i = 1, 2, 3,…, 10)
Sai = Standar Error Variabel Xi (i = 1, 2, 3,…, 10)
Dengan kaedah keputusan sebagai berikut :
Bila thitung < t Tabel atau P-value (α = 0.05), maka tolak Ha
Bila thitung > t Tabel atau P-value (α = 0.05), maka terima Ha
Dimana hipotesis :
Ho : ai = o, Variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) berpengaruh tidak nyata
terhadap variabel terikat Y
Ha : ai ≠ o, Variabel bebas (X1, X2, X3,…, X10) berpengaruh nyata
terhadap variabel terikat
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program spss 16.0 dengan
metode pembuatan model regresi yaitu metode backward, penggunaan metode ini
dikarenakan dalam proses pembentukan modelnya telah mempertimbangkan
semua kriteria signifikansi model, meliputi: uji normalitas, multikolinearitas,
autokorelasi dan heteroskedastisitas.
Analisis Efisiensi Teknis dan Efisiensi Ekonomi
Koefisien-koefisien regresi b1, b2, ...... bn dari fungsi produksi Cobb-Douglas
merupakan elastisitas produksi dari variabel input. Besarnya elastisitas produksi
(Ep) dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi teknis dan efisiensi
ekonomis dari penggunaan input variabel. Tingkat efisiensi teknis dalam
penggunaan input tercapai bila Ep = 1, jika nilai Ep < 1 maka penggunaan input
tersebut tidak efisien dan jika nilai Ep > 1 maka penggunaan input tersebut tidak
efisien. Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
32
𝐸𝑝 = 𝛥𝑌
𝛥𝑋𝑖 ×
𝑋𝑖
𝑌
Dimana : Ep = elastisitas produksi
ΔY = perubahan hasil produksi
ΔXi = perubahan faktor produksi ke-i
Y = hasil produksi
Xi = jumlah faktor produksi ke-i
Efisiensi ekonomi dapat tercapai jika dapat memaksimumkan keuntungan
yaitu menyamakan produk marjinal setiap faktor produksi dengan harganya
(Soekartawi 1994). Menurut Nicholson (1995) efisiensi ekonomi tercapai apabila
perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing input dengan
harga inputnya = 1. Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai
berikut:
𝑏 × 𝑌 × 𝑃𝑦
𝑋 = Px
NPMxi = b×Y×Py
X
BKMxi = Px
NPMxi / BKMxi = 1
Dimana:
Px = Harga faktor produksi atau biaya korbanan marginal xi (BKM xi)
Py = Harga produksi
Y = Produksi
X = Jumlah faktor produksi X
b = elastisitas produksi
Dalam banyak hal kenyataan NPMxi/ BKMxi tidak selalu sama dengan 1,
yang sering terjadi adalah sebagai berikut (Soekartawi 1994):
a. NPMxi/ BKMxi > 1 ; artinya penggunaan input X belum efisien, untuk
mencapai efisien input X perlu ditambah.
b. NPMxi/ BKMxi < 1 ; artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk
mencapai efisien, maka penggunaan input X perlu dikurangi.
Hasil Penelitian
Analisis Faktor Produksi
Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan pukat cincin sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor produksi usaha perikanan, pada penelitian ini ada 10 variabel
yang diteliti untuk melihat signifikansi penggunaannya pada operasi penangkapan
ikan. Kesepuluh variabel tersebut yaitu; ukuran kapal (X1), dimana ukuran kapal
pukat cincin harian yang berbasis di PPP lampulo berkisar 13-30 GT dengan daya
mesin kapal (X2) 100-180 HP, dimensi jaringnya memiliki panjang (X3) berkisar
700-1300 m dan tinggi (X4) berkisar 45-72 m, serta alat bantu penangkapan
berupa lampu (X7) berkisar 7-20 unit. Jumlah awak kapal (X5) dalam sekali trip
melaut berkisar 10-21 orang dengan penggunaan BBM (X6) berkisar 150-400 L,
air tawar (X9) 500-800 L, jumlah es (X8) berkisar 5-16 batang, dan biaya
33
perbekalan berkisar Rp400 000-Rp780 000. Hasil pengolahan data regresi linier
berganda dengan menggunakan program spss 16.0 dan metode pembuatan model
regresi yaitu metode backward menghasilkan output yang hanya menyisakan
prediktor yang signifikan saja, dimana dari 10 variabel hanya menyisakan 5
varibel yang signifikan saja.
Nilai koefisien determinasi (R2) untuk model fungsi produksi unit
penangkapan pukat cincin harian di PPP Lampulo sebesar 0.727, yang berarti
bahwa persentasi sumbangan pengaruh variabel bebas dari daya mesin kapal (X2),
tinggi jaring (X4), jumlah awak kapal (X5), jumlah lampu (X7), dan biaya
perbekalan (X10) sebesar 72.7 persen dan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain yang tidak terdapat pada penelitian ini. Faktor lain tersebut misalnya faktor
lingkungan atau kondisi daerah penangkapan seperti cuaca, musim penangkapan,
keadaan sumberdaya dan keadaan perairan.
Tabel 4.1 Analisis ragam faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP
Lampulo
Sumber Db Jumlah Kuadrat Rata-rata
Kuadrat Fhit Ftabel P
Regresi 5 2.480 0.496 13.523 2.055 0.000
Residu 48 0.930 0.019
Total 53 3.409
Berdasarkan Tabel 4.1, nilai Fhit (13.523) lebih besar dari nilai Ftab(2.055)
pada tingkat kepercayaan 95 persen, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh
bersama-sama faktor produksi (yang diilustrasikan dalam model) bersifat
signifikan terhadap naik turunnya hasil tangkapan pukat cincin.
Selanjutnya untuk analisis secara parsial, maka uji t digunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel
faktor produksi terhadap hasil tangkapan (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Nilai koefisien regresi (bi) dan uji t faktor produksi unit penangkapan
pukat cincin di PPP Lampulo
Sumber Koefisien
regresi
Standar error
coef thit P
Variabel -18.875 3.826 -4.933 0.000
LnX2 -0.432 0.146 -2.967 0.005
LnX4 0.467 0.162 2.882 0.006
LnX5 -1.116 0.315 -3.537 0.001
LnX7 -0.148 0.064 -2.304 0.026
LnX10 2.181 0.348 6.270 0.000
Keterangan: ttabel (0.05) = 2.009
34
Uji statistik dengan uji t-student untuk mengetahui hubungan masing-
masing faktor produksi dengan hasil tangkapan. Hasil pengujian secara parsial ini
memperlihatkan bahwa variabel daya mesin kapal (X2), tinggi jaring pukat cincin
(X4), jumlah awak kapal (X5), jumlah lampu (X7) dan biaya perbekalan (X10)
yang memberikan pengaruh nyata secara langsung terhadap hasil tangkapan pukat
cincin pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Berdasarkan Tabel 5.2 Nilai koefisien regresi (bi) dan uji t fungsi produksi
unit penangkapan pukat cincin maka dapat disusun model pengaruh faktor
produksi terhadap hasil tangkapan nelayan pukat cincin dalam bentuk persamaan
sebagai berikut:
LnY = -18.875 – 0.432 LnX2 + 0.467 LnX4 – 1.116 LnX5 – 0.148 LnX7 + 2.181
LnX10
(R2 = 0.727)
Pada model tersebut terlihat bahwa variabel tinggi jaring (X4) dan biaya
perbekalan (X10) memiliki koefisien regresi yang positif terhadap hasil tangkapan
nelayan pukat cincin harian. Sedangkan tiga variabel lainnya menghasilkan
koefisien regresi yang negatif, yaitu variabel daya mesin kapal (X2), jumlah awak
kapal (X5) dan jumlah lampu (X7). Nilai positif pada koefisien regresi
menunjukkan setiap perubahan 1 satuan dari variabel X akan menaikkan nilai Y
sebesar b1, sedangkan nilai negatif berpengaruh secara berlawanan terhadap Y
dimana setiap kenaikan 1 satuan dari variabel X nilai Y akan turun sebesar b1.
Efisiensi Teknis dan Ekonomi
Koefisien regresi ( b1, b2, ...... bn) dari fungsi produksi Cobb-Douglas
merupakan elastisitas produksi (Ep) yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi teknis variabel input. Dimana tingkat efisiensi teknis dalam penggunaan
input tercapai bila Ep = 1.
Tabel 4.3 Efisiensi teknis unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo
No Variabel Rata-rata Ep
1 Daya mesin kapal 128 HP -0.432
2 Tinggi jaring pukat cincin 62 m 0.467
3 Jumlah Awak Kapal 17 orang -1.116
4 Jumlah Lampu 14 unit -0.148
5 Perbekalan 626 666 Rupiah 2.181
Nilai Return to Scale (RTS) = -0.432 + 0.467 – 0.116 – 0.148 + 2.181
= 0.952
Return to Scale (RTS) perlu diketahui untuk melihat apakah kegiatan dari
suatu usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant, atau
decreasing retrun to scale. Nilai RTS pada usaha penangkapan pukat cincin di
PPP Lampulo yaitu 0.952, hal ini menunjukkan bahwa proses produksi perikanan
pukat cincin harian di PPP Lampulo pada bulan Januari-Februari 2013 berada
pada keadaan decreasing return to scale yang berarti bahwa proporsi
penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksinya. Jika
terjadi penambahan faktor produksi maka produksi yang diperoleh tidak akan
35
meningkat, dengan kata lain telah terjadi penggunaan faktor produksi yang
berlebih pada proses penangkapan ikan oleh armada penangkapan pukat cincin
harian di PPP Lampulo.
Tujuan akhir dari suatu proses produksi yang diusahakan oleh nelayan tidak
hanya ingin mencapai tingkat produksi yang setinggi-tingginya, namun yang lebih
utama adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mencapai
tujuan, pelaku usaha harus mampu memenuhi syarat keharusan dan syarat
kecukupan (Doll dan Orazem 1987). Pemenuhan dua syarat tersebut ditandai oleh
tercapainya suatu persamaan, dimana Nilai Produk Marginal akan sama dengan
Biaya Korbanan Marginal atau rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu.
Oleh karena itu BKM sama dengan harga dari masing-masing faktor produksi itu
sendiri. Untuk menghitung NPM diperlukan besaran Produk Marginal, karena
NPM merupakan hasil kali Harga Produk (Py) dengan Produk Marginal (PM).
Biaya Korbanan Marginal adalah tambahan biaya yang dikeluarkan untuk
meningkatkan penggunan faktor-faktor produksi satu saatuan. Untuk melihat
tingkat efisiensi ekonomis dari penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilihat
dari rasio NPM dengan BKM per periode produksi (Tabel 4.4). Pada Tabel 4.4
dapat dilihat kondisi efiisiensi produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP
Lampulo, dimana produksi rata-rata sebesar 716 kilogram per periode produksi
dan harga hasil tangkapan adalah Rp35 000,- per kilogram.
Tabel 4.4 Rasio NPM dan BKM dari produksi unit penangkapan pukat cincin di
PPP Lampulo
Faktor Produksi NPM BKM NPM/BKM
Daya mesin kapal -72869.78 30 000 000 -2.819 x 10-03
Tinggi jaring pukat cincin 183099.68 238 000 000 7.931 x 10-04
Jumlah Awak Kapal - 1207302.35 1 500 000 - 1.09
Jumlah Lampu - 329.36 1 800 000 - 0.147
Perbekalan 84.86 750 000 1.162 x 10-04
Pembahasan
Berdasarkan model regresi pada persamaan fungsi produksi Cobb Douglas,
besaran koefisien regresi merupakan elastisitas produksi dari variabel-variabel
tersebut. Variabel yang nilai koefisiennya bernilai positif menunjukkan hubungan
yang searah antara produksi dengan penggunaan faktor produksi. Koefisien
regresi variabel faktor produksi (Xi) yang memiliki nilai posistif tentunya dengan
penambahan 1 satuan dari variabel faktor produksi (Xi) akan meningkatkan hasil
tangkapan sebesar koefisien regresi variabel faktor produksi tersebut.
Secara serempak kelima variabel faktor produksi berpengaruh nyata
terhadap hasil tangkapan, hal ini terlihat dari nilai Fhit yang diperoleh lebih besar
daripada nilai Ftab. Jumlah hasil tangkapan yang diperoleh tidak lepas dari
keterkaitan seluruh variabel faktor produksi pada saat melakukan pengoperasian
penangkapan.
36
Dalam penelitian ini koefisien variabel tinggi jaring (X4) dan biaya
perbekalan (X10) memberikan tanda positif. Hal ini dapat diartikan bahwa
penambahan faktor-faktor produksi tersebut akan mampu meningkatkan produksi
yang dihasilkan. Dengan kata lain peningkatan penggunaan tinggi jaring pukat
cincin dengan memperhatikan perilaku dari ikan yang menjadi target penangkapan
dan kondisi perairan akan meningkatkan hasil tangkapan. Minimum lebar dari
jaring dimaksudkan untuk mengikuti kedalaman renang dari gerombolan ikan
tersebut (Sudirman dan Mallawa 2004). Variabel biaya perbekalan (X10) juga
memberikan peningkatan produksi pukat cincin secara signifikan, dengan
dijaminnya persediaan perbekalan tentunya akan memberikan dorongan yang
lebih kepada nahkoda dan ABK nya untuk melakukan upaya penangkapan ikan.
Berdasarkan hasil wawancara, nelayan menyatakan bahwa semakin terjaminnya
semua kebutuhan yang diperlukan kinerja mereka akan lebih optimal sehingga
banyak pemilik kapal yang memberikan bonus dan fasilitas yang baik agar
mereka dapat bekerja dengan baik dan tidak berpindah ke pemilik kapal lainnya.
Tiga variabel lainnya menghasilkan koefisien regresi yang negatif, yaitu
variabel daya mesin kapal (X2), jumlah awak kapal (X5) dan jumlah lampu (X7).
Hal ini diduga bahwa penggunaan dari faktor produksi tersebut dalam melakukan
penangkapan ikan pada musim barat sudah berlebih, dimana penambahan faktor
produksi dari ketiga variabel tersebut akan menurunkan produktivitas
penangkapan. Angin kencang yang menyebabkan nelayan kesulitan dalam
melakukan operasi penangkapan pada akhirnya berpengaruh terhadap hasil
tangkapan yang diperoleh nelayan sehingga penambahan dari variabel-variabel itu
sendiri tidak akan meningkatkan produksi. Kekuatan mesin yang digunakan harus
disesuaikan dengan ukuran kapalnya, penggunaan daya mesin kapal yang tidak
sesuai dengan ukuran kapal akan menghambat laju gerak dari kapal itu sendiri.
Daya mesin kapal yang digunakan nelayan pukat cincin harian di PPP Lampulo
rata-rata 128 HP perlu disesuaikan kembali dengan ukuran kapalnya, hal ini
terlihat dari koefisien faktor produksi daya mesin kapal yang bernilai negatif pada
model fungsi produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo. Hubungan
besarnya ukuran kapal tidak hanya berkaitan terhadap daya mesin kapal yang
digunakan, akan tetapi juga terhadap kapasitas awak kapal yang ikut serta dalam
setiap trip operasi penangkapan.
Penggunaan jumlah awak kapal setiap trip melaut pada operasi penangkapan
pukat cincin di PPP Lampulo rata-rata berjumlah 17 orang. Penggunaan tenaga
awak kapal diduga sudah optimal sehingga jika terjadi penambahan awak kapal
pada operasi penangkapan tidak akan berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang
diperoleh. Disini yang harus diperhatikan adalah kualitas dari masing-masing
tenaga kerja (Sismadi 2006). Dalam memperoleh hasil tangkapan, nelayan pukat
cincin menggunakan alat bantu penangkapan berupa lampu. Rata-rata penggunaan
lampu pada setiap kapal pukat cincin sebanyak 14 lampu. Penggunaan alat bantu
penangkapan ini diduga sudah berlebih sehingga apabila terjadi penambahan
lampu sekalipun tidak akan berpengaruh terhadap penambahan jumlah hasil
tangkapan. Hal yang harus diperhatikan disini adalah intensitas daya lampu yang
digunakan, hal demikian diharapkan bahwa penggunaan jumlah lampu dengan
daya lampu yang sesuai dapat meningkatkan fungsi lampu sebagai alat bantu
penangkapan ikan sehingga dapat berjalan dengan efektif.
37
Ditinjau dari segi efisiensi, berdasarkan Tabel 4.3 efisiensi teknis unit
penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo untuk faktor produksi daya mesin
kapal, jumlah awak kapal dan jumlah lampu nilai elastisitas produksinya sudah
negatif (Ep<0) yang menunjukkan penggunaan faktor produksi sudah tidak
efisien. Hal ini berarti bahwa telah terjadi penggunaaan faktor produksi yang
berlebih oleh kapal-kapal pukat cincin di PPP Lampulo dalam operasi
penangkapannya pada musim barat. Penambahan dari penggunaan faktor produksi
tersebut dapat mengakibatkan produksi total menurun, untuk mencapai efisiensi
dari penggunaan faktor produksi tersebut maka perlu adanya pengurangan
penggunaan dari faktor produksi daya mesin kapal, jumlah awak kapal, dan
jumlah lampu sehingga dapat efisen dalam memperoleh hasil tangkapan.
Pengurangan penggunaan daya mesin kapal yang digunakan dapat disesuaikan
dengan ukuran kapalnya, begitu juga dengan jumlah awak kapal dan penggunaan
alat bantu penangkapan berupa lampu dikarenakan pada musim barat hasil
tangkapan yang diperoleh nelayan pukat cincin cenderung lebih sedikit daripada
musim timur sehingga berpengaruh terhadap perolehan pendapatan nelayan,
mengingat pendapatan nelayan sangat bergantung pada biaya operasional
penangkapan dalam sekali trip melaut dan hasil tangkapan yang diperoleh.
Faktor produksi dari tinggi jaring pukat cincin berada pada tahap produksi
rasional karena berada antara 0<Ep<1, yang artinya dengan penggunaan faktor
produksi tinggi jaring sebesar rata-rata 62 m yang digunakan nelayan saat
melakukan operasi penangkapan ikan pada musim barat sudah sesuai dan
seimbang, sehingga dapat memperoleh hasil tangkapan yang maksimal tanpa
harus mengurangi atau menambahkan faktor produksi tersebut. Diduga tinggi
jaring yang digunakan telah sesuai dengan kondisi perairan setempat dan perilaku
dari ikan target, dimana minimum lebar dari jaring dimaksudkan untuk mengikuti
kedalaman renang dari gerombolan ikan tersebut (Sudirman dan Mallawa 2004).
Untuk faktor produksi biaya perbekalan, nilai Ep>1 yang artinya
penggunaan faktor produksi belum efisien, dimana perolehan hasil tangkapan
dapat lebih ditingkatkan dengan adanya penambahan biaya perbekalan. Dengan
kata lain, masih selalu ada kesempatan untuk mengatur kembali kombinasi dan
penggunaaan faktor produksi dari biaya perbekalan sedemikian rupa sehingga
dapat memperoleh hasil tangkapan lebih besar. Dengan adanya perbekalan yang
memadai dapat mendorong kinerja awak kapal semakin optimal, berdasarkan hasil
wawancara nelayan menyatakan bahwa semakin terjaminnya semua kebutuhan
yang diperlukan maka kinerja mereka akan lebih optimal sehingga banyak pemilik
kapal yang memberikan bonus dan fasilitas yang baik agar mereka dapat bekerja
dengan baik dan tidak pindah ke pemilik kapal lainnya.
Koefisien elastisitas menunjukkan produksi berada pada tahap rasional atau
tidak rasional dilihat dari koefisien teknis. Tahap produksi rasional apabila
elastisitas produksi antara 0<Ep<1. Sedangkan apabila elastisitas produksi masih
besar dari satu, maka masih selalu ada kesempatan untuk mengatur kembali
kombinasi dan penggunaaan faktor produksi sedemikian rupa sehingga dengan
jumlah faktor produksi yang sama dapat menghasilkan produksi total lebih besar.
Atau dapat pula dikatakan bahwa produksi yang sama dapat dihasilkan dengan
faktor produksi yang lebih sedikit. Dalam keadaan yang demikian produksi
memang belum efisien sehingga disebut tidak rasional. Sedangkan pada waktu
produksi total mulai menurun, dan produksi marjinal sudah negatif, yang berarti
38
pula elastisitas produksi sudah negatif (Ep<0) atau tahap produksi tidak rasional
karena penambahan penggunaan faktor produksi justru mengakibatkan produksi
total menurun (Prayitno dan Arsyad 1987).
Pada model fungsi produksi Cobb-Douglas nilai koefisien regresi selain
menunjukkan elastisitas dari masing-masing variabel yang bersangkutan, jumlah
dari nilai koefisien regresi variabel tersebut merupakan pendugaan terhadap
keadaan skala usaha proses produksi yang sedang berlangsung. Jumlah elastisitas
produksi dalam model adalah 0.952, hal ini menunjukkan bahwa tingkat skala
usaha berada pada skala deacrising return to scale berarti bahwa proporsi
penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksinya. Jika
terjadi penambahan faktor produksi maka produksi yang diperoleh tidak akan
meningkat, dengan kata lain telah terjadi penggunaan faktor produksi yang
berlebih pada proses penangkapan ikan oleh armada penangkapan pukat cincin
harian di PPP Lampulo.
Secara ekonomis, efisiensi akan tercapai pada kondisi dimana harga sama
dengan nilai produk marginalnya. Jika harga dari setiap faktor produksi ke-i (Pxi)
adalah biaya korbanan marginalnya (BKM) dan produk marginal dikalikan
dengan tingkat harga hasil tangkapan (Y) adalah nilai produk marginal (NPM),
maka kondisi efisiensi ekonomis tercapai pada NPMxi=BKMxi. Penelitian
dilakukan selama bulan Januari-Februari 2013, dimana pada bulan tersebut
merupakan musim barat. Harga ikan dipasaran pada bulan tersebut melambung
tinggi dikarenakan sedikitnya ikan yang tertangkap dan dijual dipasaran. Produksi
rata-rata yang diperoleh nelayan sebesar 716 kg per trip dengan harga jual hasil
tangkapan Rp35 000,- per kilogram, permintaan pasar yang tinggi menyebabkan
harga jual ikan di pasar juga tinggi. Harga jual ikan yang tinggi tidak menjamin
efisiensi ekonomi dari penggunaan faktor produksi usaha perikanan tersebut.
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa penggunaan faktor–faktor
produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo berada dalam kondisi
tidak efisien secara ekonomi, dimana nilai NPM/BKM lebih kecil dari satu. Perlu
adanya peninjauan ulang dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut pada
musim barat sehingga dapat meminimkan biaya operasional penangkapan dan
tercapainya efisiensi ekonomi dari penggunaan faktor produksi tersebut.
Penggunaan kelima faktor produksi tersebut pada level efisiennya tidak dapat
diramalkan secara tepat, dikarenakan secara teori apabila nilai NPM negatif, maka
NPMxi/Pxi negatif sehingga syarat keharusan untuk mencapai level efisien dalam
penggunaan faktor produksi tidak terpenuhi.
Tidak tercapainya efisiensi secara ekonomi dalam penggunaan faktor
produksi tersebut menyebabkan kecenderungan para nelayan pukat cincin harian
di PPP Lampulo tidak melakukan penangkapan. Berdasarkan hasil wawancara,
banyak dari nelayan pukat cincin harian pada musim barat hanya melakukan
perbaikan armada penangkapan dan alat tangkap pukat cincin. Nelayan tidak mau
mengambil resiko melaut dikarenakan angin yang kencang dan gelombang
perairan yang tidak stabil sehingga tidak dapat mencapai daerah penangkapan
ikan yang dituju, mereka hanya melakukan penangkapan tidak jauh dari pantai.
Sebagian dari kapal-kapal pukat cincin yang berukuran besar lebih memilih
bertambat di dermaga menunggu kondisi perairan stabil kembali. Kondisi ini
menuntut nelayan lebih cermat dalam penggunaan faktor produksi usaha
perikanan yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang di peroleh sehingga
39
tercapainya efisiensi secara ekonomi. Hal lainnya yang mempengaruhi tingkat
efisiensi ekonomi disini selain karena ketersediaan sumberdaya ikan yang minim
pada musim barat, juga dikarenakan nelayan tidak dapat menjangkau daerah
penangkapan yang lebih jauh, nelayan hanya melakukan operasi penangkapan
dekat dengan pantai, dan biaya faktor produksi penangkapan yang mengalami
kenaikan harga sehingga menekan biaya operasional penangkapan.
Pencapaian efisiensi secara keseluruhan dapat terjadi apabila kualitas
nelayan dapat ditingkatkan terkait penguasaan teknologi yang mampu
memberikan pedoman yang jelas mengenai keberadaan kelompok ikan diperairan.
Kemampuan pengelolaan biaya operasional penangkapan juga sangat berpengaruh
sehingga mampu mengalokasikan sumberdaya ikan yang ada secara efektif dan
efisien yang akhirnya diperoleh hasil produksi yang maksimal.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian efisiensi unit penangkapan pukat cincin di PPP
Lampulo, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu;
1. Faktor produksi unit penangkapan pukat cincin harian di PPP Lampulo yang
berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan pada musim barat yaitu daya
mesin kapal, tinggi jaring,jumlah awak kapal, jumlah lampu dan biaya
perbekalan.
2. Analisis efisiensi teknis pada 54 kapal menunjukkan penggunaan variabel
faktor produksi daya mesin kapal (-0.372), jumlah awak kapal (-1.116), dan
jumlah lampu (-0.184) sudah tidak efisien, faktor produksi tinggi jaring
(0.467) berada pada tahap produksi rasional. Sedangkan penggunaan faktor
produksi biaya perbekalan (2.181) belum efisien. Secara efisiensi ekonomis,
penggunaan variabel faktor produksi usaha perikanan pukat cincin tidak
efisien dimana nilai produk marginal per biaya korbanan marginalnya lebih
dari 1.
40
5 PEMBAHASAN UMUM
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo merupakan salah satu
pelabuhan yang memberikan kontribusi terbesar dalam total produksi perikanan
laut untuk wilayah kota Banda Aceh. Salah satu armada penangkapan utama di
PPP Lampulo adalah pukat cincin yang berjumlah 115 unit dengan total
produksinya 7320.10 ton pada tahun 2011 (DKP Aceh 2012). Pukat cincin
merupakan alat penangkap ikan yang terbuat dari bahan jaring yang dioperasikan
secara aktif dengan cara dilingkarkan di sekeliling kawanan ikan, kemudian
bagian bawahnya dikerutkan dengan cara menarik purse line sehingga jaring
tersebut terbentuk menjadi sebuah cekungan (Baskoro dan Effendi 2005).
Unit penangkapan pukat cincin yang dioperasikan nelayan di PPP Lampulo
terdiri dari beragam faktor produksi, dimana setiap armada pukat cincin memiliki
ukuran kapal, ukuran alat tangkap dan penggunaan teknologi penangkapan ikan
yang berbeda satu sama lainnya sehingga kemampuan untuk memperoleh hasil
tangkapan juga berbeda setiap armadanya. Kemampuan produksi dari armada
pukat cincin merupakan ukuran dari upaya penangkapan, dimana upaya
penangkapan ditentukan oleh dimensi alat tangkap dan kapal, jumlah hari operasi,
dan penggunaan teknologi penangkapan. Dalam upaya mengefektifkan usaha
penangkapan pukat cincin harian di PPP Lampulo, maka perlu diimbangi dengan
peningkatan produksi dan produktivitas unit penangkapan pukat cincin harian
yang berbasis di PPP Lampulo. Penggunaan faktor-faktor produksi yang sesuai
diharapkan mampu mempengaruhi produktivitas usaha penangkapan pukat cincin,
hal ini juga harus didukung dengan ketersediaan informasi penggunaan faktor-
faktor produksi yang terbaik. Peningkatkan produktivitas pukat cincin dapat
dilakukan dengan penggunaan faktor produksi secara efisien sehingga tujuan
peningkatan pendapatan nelayan dapat tercapai.
Proses produksi dinyatakan sebagai serangkaian aktivitas yang diperlukan
untuk mengolah atau merubah sekumpulan input menjadi sejumlah output yang
memiliki nilai tambah (Yamit 2005). Hasil tangkapan pukat cincin harian yang
mendominasi selama bulan Januari-Februari 2013 yaitu ikan cakalang sebesar
49.18 persen, layang sebesar 20.18 persen, tongkol krai sebesar 8.71 persen dan
tuna sebesar 6.17 persen. Ikan yang menjadi tujuan penangkapan pukat cincin
adalah ikan pelagis yang selalu bergerombol (Ayodhyoa 1981). Hal ini juga
terlihat pada hasil tangkapan pukat cincin di pantai utara Jawa, dimana hasil
tangkapan dominan yaitu ikan lemuru 17.69 persen, layang 12.05 persen dan
kembung 8.89 persen (Prisanto dan Lilis 2006). Hal ini juga terlihat di sekitar
perairan kabupaten Maluku Tenggara, dimana hasil tangkapan pukat cincin
meliputi ikan pelagis kecil dan besar seperti ikan laying, selar, tongkol dan
cakalang (Picaulima 2012).
Produktivitas berkaitan erat dengan sistem produksi yaitu sistem dimana
terdapatnya keinginan dan upaya untuk selalu meningkatkan kualitas usaha
dengan penggunaaan faktor-faktor produksi yang tersedia. Produktivitas unit
penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo dilakukan dengan pendekatan rata-rata
produksi yang dihasilkan unit penangkapan pukat cincin per upaya penangkapan,
dimana upaya disini berupa rata-rata trip yang dilakukan dalam setahun dan rata-
rata ukuran kapal yang digunakan dalam setahun. Nilai produktivitas dari unit
penangkapan pukat cincin berdasarkan volume produksi per trip pada tahun 2010-
41
2012 mengalami peningkatan yaitu 1.54 ton/trip/th, 1.83 ton/trip/th dan 1.86
ton/trip/th. Sedangkan berdasarkan ukuran GT produktivitasnya cendrung stabil
dari tahun 2010-2012 yaitu 9.95 ton/GT/th, 9.97 ton/GT/th, dan 9.92 ton/GT/th.
Peningkatan produktivitas dapat dipengaruhi oleh kemampuan armada
penangkapan, jenis alat tangkap yang digunakan, daerah penangkapan dan
komponen-komponen yang ada didalamnya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Zulbainarni (2011), produktivitas pukat cincin di Bali lebih tinggi
daripada pukat cincin di Jawa Timur, perbedaan ini dikarenakan jarak
penangkapan dari fishing base pukat cincin Bali maupun Jawa Timur berbeda dan
juga faktor pendidikan nelayan Bali lebih baik daripada nelayan Jawa Timur
sehingga dalam hal pengoperasian armada pukat cincin diduga lebih baik pula.
Penelitian Perdana (2011), menggambarkan tingkat produktivitas pukat cincin di
PPP Muncar mengalami penurunan pada tahun 2006-2010, penurunan ini
dikarenakan adanya penambahan unit penangkapan pukat cincin setiap tahunnya
di PPP Muncar.
Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara
produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut
Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu
terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak
mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan output perlu
disederhanakan dalam bentuk suatu model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
faktor-faktor produksi dari 54 kapal pukat cincin yang dijadikan sampel yaitu;
Gross Tonnage berkisar antara 13-30 GT, panjang kapal berkisar antara 13.00-
21.06 m, lebar 2.00-4.85 m dan dalamnya 1.00-1.60 m. Kapasitas mesin yang
digunakan berkisar antara 100-180 HP, panjang dan tinggi jaring berkisar 700-
1300 m dan 45-72 m, jumlah awak kapal yang ikut dalam sekali trip melaut
sangat bervariasi, yaitu berkisar antara 10-21 orang, penggunaan BBM berkisar
150-400 L per trip, penggunaan lampu berkisar 7-20 lampu, penggunaan es
berkisar 5-16 batang per trip, penggunaan air tawar berkisar 500-800 L per trip
dan biaya perbekalan berkisar Rp400 000- Rp780 000 per trip.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi unit penangkapan pukat cincin
di PPP Lampulo adalah daya mesin kapal, tinggi jaring pukat cincin, jumlah awak
kapal, jumlah lampu, dan biaya perbekalan. Model fungsi produksi tersebut dapat
di tulis sebagai berikut; LnY = -18.875 – 0.432 LnX2 + 0.467 LnX4 – 1.116
LnX5 – 0.148 LnX7 + 2.181 LnX10. Pada umumya nelayan belum menggunakan
kombinasi input yang sesuai sehingga operasi penangkapan ikan dengan alat
tangkap tidak efisien yang mengakibatkan pendapatan nelayan kurang maksimal.
Alokasi kombinasi faktor-faktor produksi dengan tepat dapat meningkatkan
produktivitas. Penggunaan faktor produksi yang produktif dan efisien diharapkan
dapat meningkatkan produktivitas perikanan yang pada akhirnya dapat
meningkatkan pendapatan nelayan. Adanya efisiensi kegiatan penangkapan ikan
dapat meningkatkan hasil tangkapan yang pada gilirannya pendapatan nelayan
juga akan meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Picaulima (2012)
menyatakan bahwa faktor produksi dari luas jaring, lama operasi penangkapan,
biaya eksploitasi dan jumlah ABK memberikan kontribusi bersama-sama sebesar
89.70 persen, sedangkan faktor produksi yang memberikan pengaruh
produktivitas pukat cincin pada tingkat kepercayaan 95 persen adalah lama
operasi penangkapan dan luas jaring. Seluruh variabel bebas yang dipilih
42
merupakan variabel yang mempengaruhi produksi, oleh karena itu untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan unit penangkapan pukat cincin tersebut harus
memiliki faktor produksi yang cukup dan kombinasi yang tepat.
Tujuan akhir dari suatu proses produksi yang diusahakan oleh nelayan tidak
hanya ingin mencapai tingkat produksi yang setinggi-tingginya, namun yang lebih
utama adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mencapai
tujuan tersebut, Doll dan Orazem (1984) menyatakan bahwa nelayan harus
mampu memenuhi syarat keharusan dan syarat kecukupan. Syarat keharusan bagi
penentuan efisiensi dan tingkat produksi optimum adalah hubungan fisik antara
faktor produksi dengan produksi harus diketahui. Dalam analisis fungsi produksi,
syarat ini dipenuhi jika nilai elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu
(0<Ep<1). Dari faktor-faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP
Lampulo yang berpengaruh terhadap produksi hanya variabel tinggi jaring pukat
cincin yang nilai elastisitas produksinya berada diantara 0 dan 1. Hal ini berarti
setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan
penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol.
Syarat kecukupan untuk mencapai efisiensi tertinggi atau tingkat produksi
optimal adalah nilai produk marginal (NPM) sama dengan biaya korbanan
marginal (BKM). Untuk mencapai tingkat produksi yang optimum dimana
tercapai efisiensi ekonomis, maka perlu memasukkan variabel harga yaitu harga
faktor produksi dan harga produksi. Ditinjau dari segi efisiensi ekonomi
penggunaan faktor produksi unit penangkapan pukat cincin di PPP Lampulo
sudah tidak efisien, dimana nilai NPM dengan BKM dari faktor produksi tersebut
kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi telah
melampaui batas optimal, maka setiap penambahan biaya akan lebih besar dari
tambahan penerimaannya. Disini sebaiknya para nelayan mengurangi penggunaan
faktor produksi sehingga tercapai kondisi yang efisien. Akan tetapi hal yang perlu
diperhatikan disini proyeksi perbaikan efisiensi terhadap penggunaan faktor
produksi tetap (biaya tetap) tidak dapat dilakukan dengan mudah dan langsung.
Sementara pengurangan atau penambahan faktor produksi lebih mudah dilakukan
pada faktor produksi tidak tetap seperti penggunaan BBM, penggunaan es,
konsumsi dan jumlah ABK.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Musyafak et.al (2009) menyatakan
bahwa efisiensi unit penangkapan pukat cincin di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Pekalongan menunjukkan nilai efisien yang berkisar antara 0.71-0.993 dan
efisiensi secara umum dapat ditingkatkan dengan mengurangi faktor-faktor input
dari GT, HP, panjang jaring, jumlah ABK dan lama hari penangkapan. Perbedaan
manajemen usaha penangkapan di setiap daerah menyebabkan perbedaan tingkat
efisiensi dari faktor produksi tersebut juga berbeda. Hal lainnya yang
mempengaruhi tingkat efisiensi disini diduga karena keadaan lingkungan daerah
penangkapan, upaya penangkapan dan faktor sumber daya itu sendiri.
43
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Produktivitas per trip tertinggi yaitu sebesar 1.86 ton/trip pada tahun 2012
dan produktivitas per GT tertinggi yaitu 9.97 ton/GT pada tahun 2011, hal ini
menunjukkan efektifitas dari upaya penangkapan berupa trip penangkapan
dan ukuran kapal yang dilakukan nelayanpukat cincin harian di PPP Lampulo
dalam memperoleh hasil tangkapan pada tahun tersebut sangat baik.
2. Faktor produksi unit penangkapan pukat cincin harian yang berpengaruh
nyata terhadap hasil tangkapan pada musim barat yaitu daya mesin kapal,
tinggi jaring, awak kapal, jumlah lampu dan perbekalan.
3. Analisis efisiensi teknis pada 54 kapal menunjukkan penggunaan variabel
faktor produksi daya mesin kapal (-0.432), jumlah awak kapal (-1.116), dan
jumlah lampu (-0.184) sudah tidak efisien, faktor produksi tinggi jaring
(0.467) berada pada tahap produksi rasional dimana penggunaannya sudah
sesuai. Sedangkan penggunaan faktor produksi biaya perbekalan (2.181)
belum efisien. Secara efisiensi ekonomis, penggunaan variabel faktor
produksi usaha perikanan pukat cincin harian pada musim barat tidak efisien
(NPMxi/BKMxi<1).
Saran
Dari kesimpulan di atas dapat diajukan saran supaya pengelolaan usaha
perikanan pukat cincin harian di PPP Lampulo lebih optimal yaitu:
1. Kegiatan penangkapan pukat cincin harian perlu disesuaikan dengan
karakteristik kapal yang digunakan agar tepat sasaran dalam memanfaatkan
sumberdaya ikan yang ada.
2. Penggunaan faktor produksi daya mesin kapal, jumlah awak kapal dan jumlah
lampu yang digunakan dalam setiap trip penangkapan perlu dikurangi dari
kondisi saat penelitian sehingga efisiensi penangkapan akan menjadi lebih
baik.
3. Perlu adanya penelitian lanjutan efisiensi unit penangkapan pukat cincin
harian pada musim yang berbeda (musim timur) sehingga perbedaan tingkat
efisiensi penggunaan faktor produksi dapat diketahui.
44
DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri.
Baskoro MS, Effendy A. 2005. Tingkah Laku Ikan: Hubungannya dengan Metode
Pengoperasian Alat Tangkap Ikan. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan.
Baskoro MS, Taurusman AA, Sudirman. 2011. Tingkah Laku Ikan: Hubungannya
dengan Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. Bandung (ID): Lubuk
Agung.
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2011. Aceh Dalam Angka. Kerjasama
badan pusat statistik dan badan perencanaan pembangunan daerah Provinsi
Aceh. Aceh (ID): BPS.
Brandt AV. 1984. Fish Catching Methods of the World. England (GB): Fishing
News Books Ltd.
Chaliluddin. 2002. Analisis Pengembangan Perikanan Pukat Cincin Cakalang
(Katsuwonus pelamis) di Perairan Utara Nangroe Aceh Darussalam.
[Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan, Provinsi Aceh. 2008. Statistik Perikanan
Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. 2009. Statistik Perikanan
Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. 2010. Statistik Perikanan
Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. 2011. Statistik Perikanan
Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh. 2012. Statistik Perikanan
Tangkap Provinsi Aceh. Banda Aceh (ID): DKP.
[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2013. Petunjuk Pelaksanaan
Pengukuran Volume Palkah Kapal Perikanan. Direktorat Kapal Perikanan
dan Alat Penangkap Ikan. Jakarta (ID): DJPT.
Doll, Arazem. 1987. Production Economic Theory with Application. Columbus.
Ohio (US): Gird Inc.
Durand. 1994. A Project for Java Sea Pelagie Fishery. Infofish International.
(2):53-57.
Effendi I, Oktariza W. 2006. Manajemen Agribisnis Perikanan. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Hariati T, Chodriyah U, Taufik M. 2009. Perikanan Pukat Cincin di Pemangkat,
Kalimantan Barat. Jurnal penelitian Perikanan Indonesia. 15(1): 79-91.
Hariati T. 2011. Status dan Perkembangan Perikanan Pukat Cincin di Banda
Aceh. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 17(3): 157-167.
Iriana D, Kahan AM, Rostika R, Simpati S, Sunarto. Efektivitas alat tangkap ikan
lemuru di kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Depik. 1(3): 131-135.
Joesran, Fathorrozi. 2003. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta (ID): Salemba Empat.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP. 60/MEN/2010 Tentang
Produktivitas Kapal Penangkap Ikan [Internet]. [diunduh pada 2013 April
15]. Tersedia pada http:// djpsdkp.kkp.go.id.
45
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 3/PERMEN-KP/2013 Tentang Kesyahbandaran di
Pelabuhan Perikanan [Internet]. [diunduh pada 2013 April 15]. Tersedia
pada http://infohukum.kkp.go.id..
Lipsey RG, Steiner PO. 1984. Ekonomi Mikro Bahan Kuliah. Jurusan Ilmu-Ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
McCluske SM, Lewinson RL. 2008. Quantifying Fishing Effort: a synthesis of
current methods and their applications. Fish and fisheries. (9): 188-200.
Mahdi MR. 2005. Pengembangan Perikanan Pukat Cincin di Lampulo Kota
Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. [Tesis]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
Muklis, Gaol JL, Simbolon D. 2009. Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan
Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Tongkol (Euthynnus affinis) di
Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis. 1(1): 24-32.
Mustaruddin. 2011. Arahan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Berdasarkan Aspek
Lingkungan dan Teknis di Kawasan Konservasi Laut. - Buku II New
Paradigm in Marine Fisheries: Pemanfaatan dan Pengelolaan
Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan. Tri WN, Domu S, Akhmad S,
Shinta Y, editor. Bogor (ID): Departemen Sumber Daya Perikanan.
Musyafak, Abdul R, Agus S. 2009. Kapasitas Penangkapan Kapal Pukat cincin di
Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Jurnal Saintek perikanan.
4(2): 16-23.
Nicholson W. 1995. Teori Mikro Ekonomi, Prinsip Dasar dan Perluasan. Jakarta
(ID): Bina Rupa Aksara.
Nomura M, Yamazaki T. 1975. Fishing Technique, Compilation of Transcript of
Lecture Presented at the Training Departement SEAFDEC. Tokyo (JP):
Japan Inrenational Corperation Agency.
Perdana TW. 2012. Produktivitas Perikanan Lemuru di Pelabuhan Perikanan
Pantai Muncar, Jawa Timur.[Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Picaulima SM. 2012. Analisis Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produktivitas
Perikanan pukat Cincin di Kabupaten Maluku Utara. Journal of Tropical
Fisheries. 7(1): 611-616.
Prayitno H, Arsyad. 1987. Petani Desa dan Kemiskinan. Yogyakarta (ID): PT
Pustaka Litera Antar Nusa.
Prisantoso BI, Lilis S. 2006. Produktivitas Alat Tangkap purse seine untuk Pelagis
Kecil di Pantai Utara Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 12(1):
33-45.
Raihanah. 2011. Strategi Pengembangan Usaha Perikanan Pelagis Kecil di
Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam. [Disertasi]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
Rizwan, Purnawan S, Miswar E. 2010. Study of Oceanography and Fisheries in
Pulo Aceh Waters. Jurnal Natural. 10(2): 35-42.
Sadhori NS. 1985. Keterampilan perikanan. Teknik Penangkapan Ikan. Bandung
(ID): Penerbit Angkasa.
Satria A. 2009. Ekologi Politik Nelayan. Bandung (ID): PT LKiS Pelangi Aksara.
46
Setyorini, Suherman A dan Triarso. 2009. Analisis Perbandingan Produktivitas
Usaha Penangkapan Ikan Rawai dasar (Bottom Set Long Line) dan
Cantrang (Boat Seine) di Juwana Kabupaten Pati. Jurnal Saintek
Perikanan. 5(1): 7-14.
Sismadi. 2006. Analisis Efisiensi Penggunaan Input Alat Tangkap Purse Seine di
Kota Pekalongan. [Tesis]. Semarang (ID). Universitas Diponegoro.
Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi. Dengan Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Cobb-Douglas. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.
Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Jakarta
(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Sudirman, Mallawa A. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana. 2002. Metode Statistik. Bandung (ID): Tarsito.
Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): CV Alfabeta.
[UPTD] Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Pelabuhan Perikanan Lampulo. 2012.
Laporan Tahunan UPTD Pelabuhan Perikanan Lampulo Tahun 2011
[Laporan Tahunan]. Banda Aceh (ID): UPTD.
Wiyono ES. 2010. Komposisi, Diversitas dan Produktivitas Sumberdaya Ikan
Dasar di Perairan Pantai Cirebon, Jawa Barat. Jurnal Ilmu Kelautan.
15(4):214-220.
Yamit Z. 2005. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Jakarta (ID): Ekonisia.
Zulbainarni N. 2011. Produktivitas Armada Purse seine dalam Pemanfaatan
Sumberdaya Ikan Multispesies di Selat Bali - Buku II New Paradigm in
Marine Fisheries: Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Laut Berkelanjutan. Tri WN, Domu S, Akhmad S, Shinta Y, editor. Bogor
(ID): Depatemen Sumber Daya Perikanan.
47
Lampiran 1 Output SPSS 16.00 dengan menggunakan metode Backwards
Model Summaryg
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
Durbin-Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .871a .759 .703 .1383077 .759 13.523 10 43 .000
2 .870b .758 .708 .1370330 -.001 .193 1 43 .663
3 .868c .754 .710 .1364836 -.004 .640 1 44 .428
4 .866d .751 .713 .1359113 -.003 .615 1 45 .437
5 .860e .740 .707 .1373652 -.011 2.011 1 46 .163
6 .853f .727 .699 .1391818 -.013 2.278 1 47 .138 1.882
a. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X3, X8, X4, X9, X1, X5
b. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X8, X4, X9, X1, X5
c. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X9, X1, X5
d. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X9, X5
e. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X5
f. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X4, X5
g. Dependent Variable: Y
47
48
ANOVAg
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.587 10 .259 13.523 .000a
Residual .823 43 .019
Total 3.409 53
2 Regression 2.583 9 .287 15.285 .000b
Residual .826 44 .019
Total 3.409 53
3 Regression 2.571 8 .321 17.253 .000c
Residual .838 45 .019
Total 3.409 53
4 Regression 2.560 7 .366 19.796 .000d
Residual .850 46 .018
Total 3.409 53
5 Regression 2.523 6 .420 22.281 .000e
Residual .887 47 .019
Total 3.409 53
6 Regression 2.480 5 .496 25.600 .000f
Residual .930 48 .019
Total 3.409 53
a. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X3, X8, X4, X9, X1, X5
b. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X8, X4, X9, X1, X5
c. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X9, X1, X5
d. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X9, X5
e. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X6, X4, X5
f. Predictors: (Constant), X10, X2, X7, X4, X5
g. Dependent Variable: Y
49
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -16.738 4.039 -4.144 .000
X1 .252 .264 .228 .953 .346
X2 -.372 .151 -.203 -2.469 .018
X3 .101 .230 .055 .439 .663
X4 .457 .221 .258 2.067 .045
X5 -.820 .369 -.641 -2.223 .032
X6 -.194 .111 -.179 -1.751 .087
X7 -.184 .072 -.239 -2.546 .015
X8 -.131 .174 -.158 -.752 .456
X9 -.373 .349 -.192 -1.070 .291
X10 2.122 .355 1.497 5.985 .000
2 (Constant) -16.711 4.001 -4.177 .000
X1 .280 .254 .254 1.100 .277
X2 -.370 .149 -.202 -2.481 .017
X4 .514 .177 .290 2.898 .006
X5 -.860 .354 -.673 -2.431 .019
X6 -.196 .110 -.181 -1.791 .080
X7 -.182 .071 -.237 -2.548 .014
X8 -.138 .172 -.166 -.800 .428
X9 -.353 .343 -.181 -1.029 .309
X10 2.148 .346 1.515 6.201 .000
3 (Constant) -16.285 3.950 -4.123 .000
X1 .111 .141 .101 .784 .437
X2 -.367 .149 -.200 -2.469 .017
X4 .515 .177 .291 2.917 .005
X5 -.818 .349 -.640 -2.348 .023
X6 -.190 .109 -.175 -1.744 .088
X7 -.181 .071 -.237 -2.554 .014
X9 -.469 .309 -.241 -1.519 .136
50
X10 2.174 .343 1.534 6.330 .000
4 (Constant) -16.505 3.923 -4.207 .000
X2 -.394 .144 -.215 -2.746 .009
X4 .562 .165 .317 3.401 .001
X5 -.808 .347 -.632 -2.331 .024
X6 -.147 .094 -.135 -1.568 .124
X7 -.159 .065 -.208 -2.453 .018
X9 -.430 .304 -.221 -1.418 .163
X10 2.169 .342 1.530 6.343 .000
5 (Constant) -17.986 3.822 -4.706 .000
X2 -.419 .144 -.229 -2.911 .005
X4 .504 .162 .284 3.115 .003
X5 -1.014 .318 -.793 -3.184 .003
X6 -.143 .095 -.132 -1.509 .138
X7 -.137 .064 -.179 -2.153 .036
X10 2.134 .345 1.505 6.190 .000
6 (Constant) -18.875 3.826 -4.933 .000
X2 -.432 .146 -.236 -2.967 .005
X4 .467 .162 .264 2.882 .006
X5 -1.116 .315 -.873 -3.537 .001
X7 -.148 .064 -.193 -2.304 .026
X10 2.181 .348 1.538 6.270 .000
a. Dependent Variable: Y
Lampiran 2 Perhitungan rasio nilai produk marjinal (NPM) dan biaya korbanan
marjinal (BKM) pukat cincin di PPP Lampulo
1. Mesin Kapal (X2) Px (BKM) = Rp30 000 000,-/HP
𝑋 = 128 HP Py = Rp35 000,-/kg
bi = -0.432 Y = 716 kg
NPM = b𝑖 .P𝑦 .Y
X
= -0.432 x 35 000 x 716
128
= -84577.5
NPM/BKM = - 84.577,5/ 30 000 000
= -2.819 x 10-03
51
2. Tinggi Jaring (X4) Px (BKM) = Rp238 000 000,-/m
𝑋 = 62 m Py = Rp35 000,-/kg
bi = 0.467 Y = 716 kg
NPM = b𝑖 .P𝑦 .Y
X
= 0.467 x 35 000 x 716
62
= 188758.387
NPM/BKM = 188.758,387/ 238 000 000 = 7,931 x 10-04
3. Jumlah Awak Kapal (X5) Px (BKM) = Rp1 500 000,-/orang
𝑋 = 17 orang Py = Rp35 000,-/kg
bi = -1.116 Y = 716
NPM = b𝑖 .P𝑦 .Y
X
= -1.116 x 35 000 x 716
17
= - 1645115.29
NPM/BKM = - 1645115.29/ 1 500 000
= - 1.09
4. Jumlah Lampu (X7) Px (BKM) = Rp1 800 000 ,-/unit
𝑋 = 14 unit Py = Rp35 000,-/kg
bi = -0.148 Y = 716
NPM = b𝑖 .P𝑦 .Y
X
= -0.148 x 35 000 x 716
14
= - 264920
NPM/BKM = - 264920/ 1 800 000
= - 0.147
5. Perbekalan (X10) Px (BKM) = Rp750 000 ,-/Rupiah
𝑋 = 626 666.67rupiah Py = Rp35 000,-/kg
bi = 2.181 Y = 716 kg
NPM = b𝑖 .P𝑦 .Y
X
= 2.181 x 35 000 x 716
626 666.67
= 87.216
NPM/BKM = 87.216/ 750 000
= 1.162 x 10-04
52
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 22 April 1988 sebagai anak
ke-2 dari pasangan Dr Muhammad Yunus, M Sc dan Dra Rohani. Penulis
menempuh pendidikan sarjana pada Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Syiah Kuala dan lulus pada tahun 2010.
Selama menempuh pendidikan sarjana, penulis aktif sebagai anggota HIMIKA
(Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan) Universitas Syiah Kuala.
Penulis diterima di Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan
Tangkap pada Program Magister, Pascasarjana IPB pada tahun 2011 dengan
beasiswa pendidikan pascasarjana calon dosen yang diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) selama satu tahun terakhir (on
going). Penulis pernah mengikuti berbagai kegiatan yang menunjang potensi
akademik selama menempuh pendidikan, antara lain seminar nasional perikanan
tangkap ke 50 pada tahun 2013, workshop penulisan karya ilmiah internasional,
dan pelatihan naskah untuk jurnal ilmiah oleh devisi penelitian dan publikasi
departemen PSP-FPIK IPB. Pada tahun 2013 penulis melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Efisiensi Unit Penangkapan Pukat Cincin di Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) Lampulo Banda Aceh” sebagai syarat untuk memperoleh
gelar magister.