Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAPVOLUME EKSPOR KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
SKRIPSI
Oleh :
FAJRI AKBAR KARDIENO YASAMITHA
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
2017
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAPVOLUME EKSPOR KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
Oleh:FAJRI AKBAR KARDIENO YASAMITHA
105040100111005
MINAT EKONOMI PERTANIANPROGRAM STUDI AGRIBISNIS
SKRIPSIDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana
Pertanian Strata Satu (S-1)
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
2017
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karyayang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu PerguruanTinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapatyang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulisdiacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Agustus 2017
Fajri Akbar K Y
LEMBAR PERSETUJUAN
JudulPenelitian : Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh TerhadapVolume Ekspor Kakao Indonesia di Pasar Internasional
NamaMahasiswa : Fajri Akbar Kardieno YasamithaNIM : 105040100111005Program Studi : AgribisnisMenyetujui :DosenPembimbing
Pembimbing Utama, Pembimbing Kedua,
Prof.Dr.Ir Nuhfil Hanani AR., MS Fahriyah, SP., M.Si.NIP. 195811281983031005 NIP. 197806142008122003
Mengetahui,Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Mangku Purnomo, SP., M.Si., Ph.dNIP.197704202005011001
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan
MAJELIS PENGUJI
Penguji I Penguji II
Condro Puspo Nugroho, SP., MP. Neza Fadia Rayesa, STP, M. Sc.NIP. 198804162014041001 NIP. 20160988 1204 200 1
Penguji III Penguji IV
Prof. Dr. Ir. NuhfilHanani AR., MS Fahriyah SP., M.Si.NIP. 195811281983031005 NIP. 197806142008122003
TanggalLulus : ………………….
i
RINGKASAN
FAJRI AKBAR KARDIENO YASAMITHA. 105040100111005. AnalisisFaktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Ekspor Kakao Indonesia diPasar Internasional. Pembimbing Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani AR., MS danFahriyah, SP., M.Si.
Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditas perkebunanyang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnyasebagaipenyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan nilai ekspor kakao.Disampingitu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayahdanpengembangan agroindustri. Kakao merupakan jenis tanamanperkebunan,dimana pada masa yang akan datang akan menjadi komoditi yangdiharapkanmenduduki tempat yang sejajar dengan komoditi perkebunan lain,seperti kelapasawit dan karet, setidaknya dari segi luas areal pertanamanmaupunsumbangannya kepada negara sebagai komoditi ekspor, maka dari itukakaobanyak dikembangkan dari berbagai wilayah di Indonesia. Sumbangannyata bijikakao terhadap perekonomian Indonesia dalam bentuk devisa dari hasileksporbiji kakao dan hasil industri kakao.
Permintaan biji kakao terus meningkat, terutama dari Amerika Serikat dannegara-negara Eropa Barat. Berbagai negara tersebut dikenal sebagai produsenmakanan yang menggunakan kakao sebagai komponen utamanya. Indonesiasebagai salah satu produsen perlu memanfaatkan peluang tersebut untukmeningkatkan devisa negara dengan meningkatkan ekspor biji kakao. Berorientasipada pasar ekspor, peluang besar kakao Indonesia masih relatif terbuka. Beberapahasil studi menunjukkan bahwa daya saing kakao masih baik sehingga Indonesiamasih mempunyai peluang untuk meningkatkan ekspor dan mengembangkanpasar domestik.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dapat dilihat bahwapeluang Indonesia untuk meningkatkan volume ekspor kakao masih sangatterbuka karena permintaan biji kakao di pasar internasional juga diperkirakanterus meningkat. Oleh karena itu diperlukan sebuah kajian ilmu analisis mengenaifaktor-faktor yang berpengaruh terhadap volume ekspor kakao Indonesia di pasarinternsaional dari segi luas lahan, produktivitas, permintaan, harga kakao duniadan harga kakao domestik untuk melihat kemungkinan peningkatan volumeekspor kakao Indonesia.
Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yangberpengaruh terhadap volume ekspor Indonesia di pasar internasional yaitudengan menggunakan regresi linier berganda. Metode pengumpulan data dengancara mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber digunakan untukmendapatkan data yang valid dan reliabel.
Hasil analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap volume ekspor kakaoIndonesia di pasar internsaional menunjukan bahwa secara keseluruhan variabelluas lahan, produktivitas, permintaan, harga kakao dunia dan harga kakaodomestik berpengaruh positif sebesar 99,1% terhadap volume ekspor kakaoIndonesia dengan variabel dominan yaitu luas lahan (X1) dan permintaan (X3).
ii
SUMMARY
FAJRI AKBAR KARIDENO YASAMITHA. 105040100111005. Analysis offactors affecting Indonesian cocoa export volume in international market. Underguidance from Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani AR., MS and Fahriyah, SP., M. Si.
Cocoa (Theobroma cacao) is one of the plantation commodities whosehasquite important role for the national economy, particularly as a provider ofemployment, income sources and export value. Besides, cocoa also plays a role inencouraging regional development and agro-industry development. Cocoa is atype of plantation crop, which in the future will be a commodity that is expectedto occupy a place with other plantation commodities, such as oil palm and rubber,at least in terms of area of cultivation and its contribution to the country as anexport commodity, therefore cocoa many developed from various regions inIndonesia. The real contribution of cocoa beans to the Indonesian economy in theform of foreign exchange from exports of cocoa beans and cocoa products.
Cocoa bean demand continues to increase, especially from the United Statesand Western European countries. These countries are known as food producerswho use cocoa as their main component. Indonesia as one of the producers needsto take advantage of these opportunities to increase the foreign exchange byincreasing cocoa bean exports. Based on export market orientation, Indonesia stillhas a great opportunity for cocoa bean exports. Some studies show that cocoacompetitiveness is still good so Indonesia still has an opportunity to increaseexports and develop the domestic market.
Based on the background of the research problems can be seen thatIndonesia's opportunity to increase the export volume of cocoa is still very openbecause demand for cocoa beans in the international market is also expected toincrease. Therefore, that is important to make analysis of factors that affect theexport volume of Indonesian cocoa in the international market in terms of landarea, productivity, demand, world cocoa price and domestic cocoa price to see thepossibility of increasing the export volume of Indonesian cocoa.
The analytical tool used to analyze the factors that affect the export volumeof Indonesia in the international market is by using multiple linear regression.Data collection methods by collecting secondary data from various sources areused to obtain valid and reliable data.
The analysis of factors affects the export volume of Indonesian cocoa in theinternational market shows that the overall variables of land area, productivity,demand, world cocoa price and domestic cocoa price have a positive effect of99.1% to the export volume of Indonesian cocoa with the dominant variable areland area (X1) and demand (X3).
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Volume Ekspor Kakao Indonesia di Pasar Internasional.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari
perhatian, bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak. Penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani AR., MS selaku Dosen Pembimbing Utama, dan
Fahriyah, SP., M. Si. selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah
banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Kepada orang tua dan keluarga besar yang tiada hentinya memberikan
semangat dan dukungan moral serta materiil yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Kepada saudara-saudara dan juga teman-teman agribisnis angkatan 2010 yang
telah memberikan dukungan moral pada penulis.
4. Kepada Rizky Hendra Saputra, SE., Alfian Condro Guritno, S. Kom., Theo,
Rifan, Dhior, Mirza, Nabiel, Wanda dan sahabar-sahabat yang selalu
mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga tulisan ini menjadi karya yang membawa manfaat dan nilai positif
bagi penelitian selanjutnya.
Malang, Agustus 2017
Penulis
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Jember, pada tanggal 4 November 1991. Penulismerupakan putra pertama dari pasangan Bapak Drs. Bambang Setyonohadi, MM.dan Ibu Dyah Enok Lestariningtyas, S. Pd. Penulis memiliki tiga orang saudarayaitu Yusar, Naufal dan Qeis yang semuanya masih bersekolah.
Latar belakang pendidikan formal penulis, yaitu lulus dari SDN Ambulu 03Kecamatan Ambulu pada tahun 2004. Pendidikan menengah pertama di SMPNegeri 1 Ambulu Kecamatan Ambulu, lulus tahun 2007. Pendidikan menengahatas di SMA Negeri 2 Jember, lulus tahun 2010. Pada tahun yang samamelanjutkan ke jenjang Strata Satu di Universitas Brawijaya-Malang, FakultasPertanian, Program Studi Agribisnis melalui jalur SNMPTN (Seleksi NasionalMasuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif diorganisasi di luar kampus yaitu di Indonesia Nerazzurra Distretto Malang Rayasebagai divisi Nobar periode 2011-2014.
Demikian riwayat hidup ini penulis buat dengan sebenar-benarnya.
v
DAFTAR ISI
RINGKASAN .............................................................................................. iSUMMARY ................................................................................................. iiKATA PENGANTAR ................................................................................ iiiRIWAYAT HIDUP ..................................................................................... ivDAFTAR ISI................................................................................................ vDAFTAR TABEL ....................................................................................... viiDAFTAR GAMBAR................................................................................... viiiDAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 11.1 Latar Belakang ........................................................................................ 11.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 71.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 91.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 102.1 Telaah Penelitian Terdahulu ................................................................... 102.2 Tinjauan Tentang Kakao ......................................................................... 12
2.2.1 Tinjauan Agronomi Kakao............................................................. 122.2.2 Sejarah Biji Kakao ......................................................................... 152.2.3 Produk-Produk Biji Kakao............................................................. 182.2.4 Perusahaan Kakao di Indonesia ..................................................... 202.2.5 Sertifikasi Kakao............................................................................ 22
2.3 Tinjauan Tentang Perdagangan Internasional ......................................... 232.4.1 Pengertian Perdagangan Internasional ........................................... 232.4.2 Teori Perdagangan Internasional.................................................... 232.4.3 Keuntungan Perdagangan Internasional......................................... 272.4.4 Teori Permintaan............................................................................ 282.4.5 Teori Penawaran............................................................................. 30
2.4 Tinjauan Tentang Ekspor ........................................................................ 322.5 Tinjauan Tentang Lahan ......................................................................... 332.6 Tinjauan Tentang Produktivitas .............................................................. 34
III. KONSEP KERANGKA PEMIKIRAN .............................................. 364.1 Kerangka Pemikiran................................................................................ 364.2 Hipotesis.................................................................................................. 374.3 Batasan Masalah...................................................................................... 384.4 Definisi Operational ................................................................................ 38
IV. METODE PENELITIAN .................................................................... 394.1 Jenis Penelitian........................................................................................ 394.2 Jenis Metode dan Pengumpulan Data ..................................................... 394.3 Metode Analisis Data.............................................................................. 39
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 435.1 Perkembangan Kakao di Indonesia......................................................... 43
vi
5.1.1 Perkembangan Volume Ekspor Kakao di Indonesia..................... 435.1.2 Perkembangan Luas LahanTanaman Kakao di Indonesia ............ 435.1.3 Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia ........................ 455.1.4 Perkembangan Permintaan Kakao Indonesia
di Pasar Internasional.................................................................... 465.1.5 Perkembangan Harga Kakao Dunia.............................................. 475.1.6 Perkembangan Harga Kakao Domestik ........................................ 48
5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume EksporKakao Indonesia di Pasar Internasional ................................................. 495.2.1 Uji Kebaikan Kesesuaian (Goodness of Fit)................................. 495.2.2 Uji F .............................................................................................. 505.2.3 Uji t ............................................................................................... 50
VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 576.1 Kesimpulan ............................................................................................. 576.2 Saran........................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 59LAMPIRAN ................................................................................................ 63
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Nilai Ekspor Non Migas................................................................... 1
2. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku MenurutLapangan Usaha (Subsektor Tanaman Bahan Pangan TanamanPerkebunan) 2010-2014 .................................................................. 2
3. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku MenurutLapangan Usaha (Sektor Pertanian) 2010-2014.............................. 3
4. Produksi Kakao Dunia Berdasarkan Negara Penghasil ................... 4
5. Karakteristik Buah Kakao Menurut Kemasakan Buah .................... 14
6. Rata-Rata Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Lahan Kakao diIndonesia Tahun 1980-2015............................................................ 45
7. Koefisien Variabel-Variabel Bebas.................................................. 49
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Buah Kakao............................................................................................13
2. Perkebunan Kakao .................................................................................15
3. Luas Lahan dan Produksi Kakao ...........................................................20
4. Penyebaran Industri Kakao ....................................................................21
5. Keseimbangan Dalam Perdagangan Internasional.................................26
6. Kurva Ekspor .........................................................................................32
7. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................... 37
8. Perkembangan Volume Ekspor KakaoIndonesia di PasarInternasional ............................................................................................. 43
9. Perkembangan Luas Lahan Usahatani Kakao Indonesia ..................... 44
10. Perkembangan Produktivitas Kakao Indonesia.................................. 46
11. Perkembangan Permintaan Kakao Indonesia di Pasar Internasional .. 46
12. Perkembangan Harga Kakao Dunia .................................................... 47
13. Perkembangan Harga Kakao Domestik .............................................. 48
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Volume Ekspor Kakao Indonesia diPasar Internasional . ............... 64
2. Luas Lahan Kakao Indonesia .......................................................... 65
3. Produktivitas Kakao Indonesia........................................................ 66
4. Permintaan Kakao Indonesia di Pasar Internasional ....................... 67
5. Harga Kakao Dunia ......................................................................... 68
6. Harga Kakao Domestik .................................................................... 69
7. Hasil Estimasi Model Linier............................................................. 70
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menganut sistem
perekonomian terbuka kecil, artinya Indonesia melakukan perdagangan ekspor
namun bukan sebagai pembuat harga (price maker), sehingga kondisi
perdagangan ekspor dipengaruhi oleh pasar internasional. Negara yang melakukan
perdagangan luar negeri dapat meningkatkan pendapatannya dengan mengekspor
bahan baku mentah, barang setengah jadi, maupun barang yang sudah jadi atau
langsung pakai. Perdagangan ekspor Indonesia dibagi menjadi dua kategori, yaitu
ekspor migas dan non migas. Ekspor migas meliputi minyak bumi dan gas alam.
Ekspor non migas meliputi produk hasil pertanian, kehutanan, industri, perikanan,
peternakan dan tambang non migas.
Ekspor non migas di Indonesia mendominasi perdagangan luar negeri. Nilai
ekspor non migas Indonesia setiap tahunnya mengalami
peningkatandanpenurunan. Pada tahun 2014 nilai ekspor non migas Indonesia
adalah 145.961,0 juta USD (Kementerian Perdagangan, 2014). Tabel 1 dibawah
menunjukan nilai ekspor non migas Indonesia setiap tahunnya.
Tabel 1.Nilai Ekspor Non Migas (dalam US$ 1.000.000)
Sektor 2010 2011 2012 2013 2014PertanianIndustri
5001,998.010,6
5.165,8122.187,7
5.569,2116.123,3
5.713,0113.029,7
5.770,0117.329,0
Pertambangan 26.712,6 34.652,0 31.329,9 31.159,5 22.850,0Lain-lain 9,9 13,0 18,7 16,3 10,0Total NonMigas
129.739,5 162.019,6 153.043,0 149.918,8 145.961,0
Sumber : Kementrian Perdagangan, 2014
Tabel 1 menunjukkan ekspor non migas Indonesia. Ekspor non migas terdiri
dari sektor pertanian, sektor industri, sektor pertambangan dan lain-lain. Sektor
pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi terhadap pendapatan
nasional berupa Produk Dometik Bruto (PDB). Pada tahun 2010 kontribusi sektor
pertanian terhadap total nilai ekspor non migas adalah US$ 5001,9 (3,85%) dan
pada tahun 2014 meningkat menjadi US$ 5770,0 (4,44%). Tabel 2 menunjukan
kontribusi subsektor tanaman bahan pangan dan tanaman perkebunan dari tahun
2
2010 sampai dengan 2014. Pada tahun 2010 subsektor tanaman bahan pangan dan
tanaman perkebunan berkontribusi sebesar 618.425,6 miliar rupiah. Pada tahun
2011 kontribusi dua subsektor tersebut meningkat menjadi 683.677,1 miliar
rupiah, peningkatan tersebut berlanjut pada tahun-tahun berikutnya yaitu tahun
2012 meningkat menjadi 737.458,9 miliar rupiah, tahun 2013 meningkat menjadi
796.647,1 miliar rupiah dantahun 2014 meningkatlagimenjadi 797.085,0 miliar
rupiah (Badan Pusat Statistik, 2015).
Tabel 2. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut LapanganUsaha (Subsektor Tanaman Bahan pangan Tanaman Perkebunan) 2010-2014(dalam miliar rupiah)
Subsektor 2010 2011 2012 2013 2014TanamanBahanPangan
482.377,1 529.967,8 574.916,3 621.322,7 621.834,0
TanamanPerkebunan
136.048,5 153.709,3 162.542,6 174.638,4 175.251,0
Total 618.425,6 683.677,1 737.458,9 796.471,1 797.085,0Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015 (Diolah)
Pada Tabel 2 menunjukan bahwa salah satu subsektor pertanian yang
memiliki peranan penting bagi peningkatan perekonomian nasional adalah
subsektor perkebunan. Subsektor tersebut menjadi sangat penting peranannya,
karena nilai ekspor komoditi subsektor perkebunan nasional lebih tinggi dari nilai
impor komoditi perkebunan dari pasar internasional. Selain itu subsektor
perkebunan merupakan salah satu subsektor pada sektor pertanian yang
mempunyai kontribusi dominan terhadap nilai ekspor dalam neraca perdagangan
Indonesia. Pada tahun 2010 kontribusi subsektor tanaman perkebunan adalah
136.048,5 milliar rupiah (21,9%) dan pada tahun 2014 hingga bulan Desember
mencapai 175.251,0 milliar rupiah (28,3%) (Kementerian Pertanian 2014).
Kondisi demikian merupakan hal yang baik bagi sektor pertanian untuk
menutupi devisa yang dikeluarkan untuk biaya impor komoditas pertanian
lainnya, baik tanaman bahan pangan, maupun peternakan (Siregar 2008). Seperti
pada Tabel 2, pentingnya subsektor perkebunan bagi peningkatan perekonomian
nasional dapat dilihat dari besarnya sumbangan subsektor perkebunan perkebunan
terhadap PDB Indonesia menurut lapangan usaha sektor pertanian yang terus
meningkat pada kurun waktu lima tahun terakhir ini. Pada Tabel 3 menunjukan
3
kontribusi subsektor perkebunan terhadap produk domestik bruto Indonesia
menurut lapangan usaha sektor pertanian pada tahun 2010 sampai dengan 2014.
Tabel 3. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut LapanganUsaha (Sektor Pertanian) 2010-2014 (%)
Subsektor 2010 2011 2012 2013 2014Tanaman Bahan Pangan 49 49 48 47 47Tanaman Perkebunan 14 14 14 13 13Peternakan 12 12 12 13 13Kehutanan 5 5 5 4 4Perikanan 20 21 21 22 22Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015
Subsektor perkebunan tidak menjadi penyumbang terbesar terhadap produk
domestik bruto Indonesia, akan tetapi kontribusi subsektor tanaman perkebunan
mempunyai persentase terbesar ketiga setelah tanaman bahan pangan dan
perikanan. Pada tahun 2010 hingga 2012, kontribusi subsektor tanaman
perkebunan pada PDB adalah 14%. Pada kurun waktu 2 tahun terakhir kontribusi
PDB subsektor tanaman perkebunan mengalami penurunan menjadi 13% selama
tahun 2013 hingga 2014 (Badan Pusat Statistik, 2015).
Tanaman perkebunan mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi.
Apabila dikelola secara baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara.
Telah banyak upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi sub-sektor
perkebunan misalnya dengan cara intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan
rehabilitasi. Salah satu tanaman perkebunan yang diharapkan memberikan
sumbangan devisa negara sebagai komoditi ekspor adalah komoditi kakao.
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor dari subsektor perkebunan
yang merupakan komoditas unggulan nasional, dimana pada tahun 2000 sampai
dengan tahun 2007 komoditas ini memberikan sumbangan devisa keempat setelah
kelapa sawit, karet, dan kelapa. Namun pada tahun 2008 komoditas kakao naik
pada peringkat ketiga setelah kelapa sawit dan karet yaitu sebesar US$ 1,413
milyar tahun 2009 (Ditjenbun, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa komoditas
kakao sebagai salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan
devisa negara yang besar.
Produksi kakao di Indonesia dihasilkan dari Perkebunan Negara,
Perkebunan Swasta dan Perkebunan Rakyat. Lokasi perkebunan kakao skala besar
yang diusahakan perusahaan perkebunan terletak di daerah Sumatera Utara, Jawa
4
Tengah dan Jawa Timur sedangkan Perkebunan Rakyat terletak di Maluku,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Sejalan
dengan itu pengembangan penanaman kakao di Indonesia berjalan dengan pesat
(Siregar et al., 2005). Pada Tabel 4 menunjukkan perbandingan volume produksi
kakao Indonesia dengan Pantai Gading dan Ghana sebagai penghasil utama kakao
di dunia.
Tabel 4. Produksi Kakao Dunia Berdasarkan Negara Penghasil (Ton)
Tahun ProduksiPantai Gading Ghana Indonesia
20102011201220132014
1.301.3471.511.2551.485.8821.448.9921.434.077
632.037700.020879.348835.466858.720
844.626712.200740.500720.900728.400
Sumber : FAOSTAT, 2015
Selama lebih dari 35 tahun, Indonesia telah berkecimpung dalam hal ekspor.
Menurut data yang dirilis oleh FAOSTAT pada tahun 2010 Indonesia menduduki
posisi kedua sebagai penghasil kakao terbesar di dunia dengan volume produksi
sebesar 844.626 ton. Pantai Gading menduduki posisi pertama sebagai penghasil
kakao terbesar di dunia dengan volume 1,31 juta ton kakao dan di tempat ketiga
ditempati oleh Ghana dengan volume 632.037 ton. Namun pada tahun 2012
Ghana berhasil menggeser Indonesia sebagai penghasil kakao terbesar kedua di
dunia dengan volume 879.348 ton sedangkan volume produksi Indonesia menurun
menjadi 740.500 ton (FAOSTAT, 2015).
Produksi kakao Indonesia mengalami fluktuasi dan cenderung menurun
setiap tahunnya. Terjadinya ketidakstabilan dalam hal jumlah produksi kakao
akan berdampak pada volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional.
Beberapa penyebab terjadinya penurunan pada produksi kakao adalah umur
tanaman yang sudah menua, menuanya umur petani biji kakao, serangan hama
dan penyakit kakao, menurunnya tingkat kesuburan tanah dan persaingan
penggunaan lahan antara budidaya kakao dengan komoditas lain.
Dalam kegiatan produksi kakao, untuk bisa menghasilkan kakao diperlukan
lahan. Lahan ini harus dimaksimalkan agar hasil produksi juga maksimal. Lahan
yang maksimal didukung dengan cara penanaman kakao yang benar, teknik yang
5
tepat dan pemeliharaan yang intensif. Produksi kakao yang dihasilkan di
Indonesia ini dihasilkan dari Perkebunan Rakyat, Perkebunan Negara dan
Perkebunan Swasta. Perkebunan di Indonesia ini sendiri sebagian besar
didominasi oleh Perkebunan Rakyat namun kepemilikan per petaninya sangat
kecil hanya rata-rata berkisar 1 ha per petani, namun luas Perkebunan Rakyat ini
92,7% dari total luas lahan perkebunan kakao Indonesia, dimana sisanya dimiliki
oleh Perkebunan Negara dan Perkebunan Swasta.
Setelah membahas produksi yang berkaitan erat dengan luas lahan,
produktivitas merupakan faktor yang juga penting dalam melihat perkembangan
ekspor. Produktivitas kakao berkaitan erat dengan produksi kakao. Dalam hal ini,
apabila luas lahan kakao tinggi namun produktivitasnya rendah maka produksi
kakao juga akan rendah. Perawatan tanaman dan perawatan lahan yang intensif
diperlukan dalam menjaga produktivitas kakao agar tetap tinggi. Produktivitas
kakao Indonesia belakangan ini masih kalah dibanding negara pesaing. Hal ini
terjadi karena perawatan tanaman yang dilakukan petani masih sangat kurang.
Selain produktivitas, harga juga merupakan faktor yang diperlukan dalam
kegiatan ekspor. Harga merupakan komponen yang penting dalam suatu
perdagangan baik domestik maupun internasional. Cara paling mudah dalam
memperkirakan tingkat harga yang akan terjadi pada tahun mendatang adalah
berdasarkan data pasokan kakao pada akhir tahun, pasokan kakao yang melimpah
akan menekan harga, demikian juga dengan pasokan yang terbatas maka harga
juga akan naik.
Harga kakao internasional memiliki kaitan erat dengan harga kakao
domestik. Hal ini disebabkan karena petani Indonesia mengikuti harga bursa New
York sebagai acuan menetapkan harga, sehingga tidak bisa ditentukan sendiri dan
tidak bisa juga disesuaikan dengan permintaan konsumen. Harga kakao Indonesia
berubah-ubah dan cenderung rendah karena kakao Indonesia yang non fermentasi
kualitasnya berbeda dengan negara pesaingnya Pantai Gading dan Ghana.
Ekspor kakao Indonesia dapat ditentukan dari tingkat permintaan kakao
dalam negeri dan luar negeri. Tingkat permintaan kakao dalam negeri masih
terbilang sedikit dibandingkan dengan total produksi kakao. Permintaan kakao
dapat dilihat berdasarkan tingkat konsumsi dan kebutuhan masyarakat di suatu
6
negara. Total produksi kakao Indonesia yang tinggi jika dibandingkan dengan
tingkat permintaan kakao dalam negeri yang rendah, maka sebagian besar hasil
produksi kakao ditujukan untuk ekspor.
Permintaan kakao di pasar internasional cukup tinggi mengingat tingkat
konsumsi kakao di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa juga tinggi.
Negara-negara tersebut dikenal sebagai negara penghasil produk olahan kakao,
dalam hal ini coklat. Negara penghasil produk olahan umumnya tidak memiliki
lahan kakao sendiri, sehingga untuk memproduksi produk olahan negara tersebut
mengimpor bahan bakunya dari negara lain. Permintaan kakao Indonesia di
negara-negara tersebut cenderung fluktuatif karena beberapa hal diantaranya mutu
kakao Indonesia yang masih rendah karena non fermentasi. Akibatnya adalah
kakao Indonesia diimpor hanya untuk campuran dalam memproduksi kakao.
Negara-negara penghasil produk kakao olahan cenderung memakai bahan baku
biji kakao fermentasi dalam hal ini biji kakao dari Pantai Gading dan Ghana.
Sehingga harapan ke depannya petani kakao Indonesia mampu meningkatkan
kualitas biji kakao yang akan diekspor sehingga dapat bersaing dengan negara
produsen biji kakao lain.Berdasarkan latar belakang ekonomi tersebut maka
penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Analisis faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap volume ekspor kakao Indonesia di pasar
internasional”.
1.2 Rumusan Masalah
Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnyasebagai
penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan nilai ekspor kakao.Disamping
itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah
danpengembangan agroindustri. Kakao merupakan jenis tanaman
perkebunan,dimana pada masa yang akan datang akan menjadi komoditi yang
diharapkanmenduduki tempat yang sejajar dengan komoditi perkebunan lain,
seperti kelapasawit dan karet, setidaknya dari segi luas areal pertanaman
maupunsumbangannya kepada negara sebagai komoditi ekspor, maka dari itu
kakaobanyak dikembangkan dari berbagai wilayah di Indonesia. Sumbangan
7
nyata bijikakao terhadap perekonomian Indonesia dalam bentuk devisa dari hasil
eksporbiji kakao dan hasil industri kakao. Sumbangan lainnya adalah penyediaan
bahanbaku industri dalam negeri, baik industri makanan maupun industri
kosmetik.
Melihat ekspor kakao yang cenderung fluktuatif di pasar internasional,
dampak yang dapat dirasakan adalah sumbangan ekspor kakao dalam devisa
negara akan menurun. Ekspor kakao Indonesia yang tinggi akan meningkatkan
devisa negara dan sebaliknya ekspor kakao Indonesia yang rendah juga akan
menyebabkan penurunan devisa negara. Selain itu melihat industri kakao dalam
negeri yang masih sangat sedikit, dampak yang dapat dilihat adalah pasokan
kakao Indonesia akan melimpah. Pasokan kakao yang melimpah akan menekan
harga kakao Indonesia di dalam negeri sehingga apabila harga kakao rendah maka
petani juga mendapatkan untung yang relatif rendah. Apabila masalah ini
berkelanjutan maka yang akan terjadi adalah petani akan kehilangan motivasi
untuk meningkatkan produksi maupun kualitas kakao yang diproduksi.
Ekspor kakao Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
produktivitas kakao Indonesia, harga kakao, kualitas kakao yang dihasilkan dan
konsumsi kakao dalam negeri. Produktivitas yang tinggi akan meningkatkan
produksi kakao. Oleh karena itu, dibutuhkan perhatian khusus dalam hal
perawatan tanaman kakao agar produktivitasnya tetap terjaga. Perawatan yang
dapat dilakukan adalah penanaman bibit unggul yang tahan terhadap penyakit.
Peningkatan produksi dengan perluasan areal saat ini tidak dapat
mengimbangi penurunan produksi tanaman tua dan tua renta, serta serangan hama
PBK dan penyakit VSD sudah menjadi ancaman bagi produksi kakao
nasional.Oleh karena itu upaya perbaikan perlu segera dilakukan agar produksi
kakao nasional dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Perbaikan perkebunan
kakao dapat dilakukan melalui upaya rehabilitasi, peremajaan dan perluasan areal
dengan bahan tanam unggul dan penerapan teknologi maju. Di samping itu, upaya
pengendalian hama PBK dan penyakit VSD perlu terus digalakkan.
Harga juga berperan penting dalam kegiatan ekspor. Harga kakao
ditentukan dari harga bursa New York. Sedangkan harga kakao Indonesia sendiri
ditentukan dari kualitas biji kakao itu sendiri. Kenyataannya, kakao Indonesia
8
selalu mendapatkan potongan harga karena biji kakao Indonesia tidak melalui
proses fermentasi. Petani umumnya tidak melakukan fermentasi karena
memerlukan waktu yang lebih lama pada prosenya. Oleh karena itu, dengan
waktu yang lebih lama petani juga mengeluarkan biaya yang lebih besar. Petani
cenderung ingin mendapat keuntungan dengan cara yang relatif cepat.
Permasalahan utama yang diambil dalam penelitian ini adalah bahwa ada
ketidaksesuaian antara teori yang dipakai sebagai acuan dengan praktek atau
keadaan nyata. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Republik Indonesia dan beberapa sumber data yang lain menunjukkan bahwa
terjadi fluktuasi pada produktivitas kakao Indonesia, harga kakao dunia dan harga
kakao domestik akan tetapi permintaan biji kakao Indonesia di pasar internasional
cenderung mengalami kenaikan. Sehingga permasalahan ini memerlukan
penelitian lebih lanjut.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari bukti empiris mengenai hubungan
antara variabel dependen dengan beberapa variabel independen yang ada dalam
penelitian mengenai volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional.
Variabel dependen yang diambil adalah volume ekspor kakao Indonesia di pasar
internasional, sedangkan variabel independennya adalah luas lahan kakao
Indonesia, produktivitas kakao Indonesia, permintaan kakao Indonesia di pasar
internasional, harga kakao dunia dan harga kakao domestik.
Berdasarkan identifikasi masalah dan kendala yang telah dijabarkan, maka
rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan luas lahan dan produktivitas kakao di Indonesia.
2. Apa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap volume ekspor kakao
Indonesia di pasar internasional.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perkembangan volume ekspor kakao Indonesia di pasar
internasional.
2. Untuk mengetahui perkembangan luas lahan dan produktivitas kakao di
Indonesia.
9
3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap volume
ekspor kakao Indonesia di pasar internasional.
1.4 Manfaat Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan masukan dan informasi kepada Pemerintah serta pihak-pihak
terkait dalam menjaga dan mengembangkan komoditas biji kakao sebagai
salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia.
2. Memberi masukan dan informasi kepada peneliti lain dalam memberikan
saran dan rekomendasi, serta sebagai rujukan untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referensi dalam penulisan yaitu
ditulis oleh Damar (2011) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor
Biji Kakao Indonesia ke Malaysia dan Singapura, dengan hasil penelitian bahwa
faktor yang paling signifikan dalam mempengaruhi permintaan biji kakao
Indonesia ke Malaysia adalah harga biji kakao Indonesia, GDP negara Malaysia
dan harga biji kakao negara pesaing (Ghana). Sedangkan faktor yang memberikan
pengaruh paling signifikan bagi permintaan biji kakao Indonesia ke Singapura
adalah harga biji kakao Indonesia dan harga biji kakao negara pesaing (Ghana).
Hasil penelitian tersebut menggunakan Metode Random Sampling dan Metode
Analisis Regresi Majemuk dengan empat variabel kuantitatif.
Penelitian berikutnya yaituIzzudin (2015) Analisis Daya Saing Ekspor Biji
Kakao Sebagai Komoditas Unggulan Indonesia Dalam Menghadapi Integritas
Ekonomi ASEAN 2015 dengan hasil penelitian yaitu produktivitas, tingkat
liberasi perdagangan dan tingkat suku bunga mempunyai pengaruh nyata terhadap
kinerja daya saing ekspor kakao. Peningkatan produktivitas kakao dapat
mempengaruhi peningkatan daya saing ekspor. Hasil penelitian tersebut
menggunakan Metode Random Sampling dan Metode Analisis Regresi Linier
Berganda.
Anggita, Anna dan Amzul (2014) Analisis Perdagangan Kakao Indonesia di
Pasar Internasional dengan hasil penelitian variabel-variabel yang berpengaruh
signifikan terhadap volume ekspor kakao biji Indonesia antara lain GDP riil per
kapita negara tujuan ekspor, nilai tukar riil Indonesia terhadap LCU dan bea
keluar kakao biji. Pada model kakao butter, semua variabel berpengaruh
signifikan. Pada model kakao powder, variabel-variabel signifikan terhadap
volume ekspor adalah GDP riil per kapita Indonesia, GDP riil per kapita negara
tujuan dan jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan ekspor. Hasil penelitian
tersebut menggunakan Metode Analisis Data Panel dengan Gravity Model dan
Metode Analisis Regresi dan Analisis Potensi Perdagangan.
11
Fatiqlal (2015) Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume
Ekspor CPO Indonesia di Pasar Internasional dengan hasil penelitian variabel-
variabel yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor CPO Indonesia
antara lain luas area lahan, produktivitas CPO Indonesia, harga CPO dunia,
populasi negara China, populasi negara India, pendapatan negara China, nilai
tukar rupiah terhadap dollar, volume ekspor CPO Malaysia, populasi negara
Indonesia dan pendapatan negara Indonesia. Hasil penelitian tersebut
menggunakan Analisis Regresi Berganda dan Analisis Deskriptif.
Penelitian-penelitian terdahulu di atas menjelaskan tentang daya saing
perdagangan biji kakao Indonesia terhadap negara lain dalam Pasar Internasional,
sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti merupakan identifikasi
dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao Indonesia ke
pasar internasional dan menghitung berapa besar pengaruh faktor tersebut
terhadap volume ekspor biji kakao Indonesia.
Dalam produksi biji kakao sebagai komoditi ekspor luas lahan kakao
berpengaruh terhadap produksi biji kakao kering. Hal ini terjadi karena apabila
luas lahan kakao Indonesia bertambah maka akan menyebabkan peningkatan
produksi biji kakao kering Indonesia yang nanti harapannya meningkatkan
volume ekspor kakao Indonesia ke pasar internasional. Namun bukan hanya luas
lahan saja yang berpengaruh terhadap produksi biji kakao kering Indonesia, tapi
produktivitas juga berpengaruh terhadap produksi biji kakao kering. Logikanya
apabila produktivitas lahan kakao Indonesia tinggi maka produksi biji kakao
Indonesia juga akan tinggi. Tapi lain halnya apabila produktivitas lahan kakao
Indonesia rendah, dengan luas lahan kakao yang tinggi sekalipun tidak menjamin
produksi biji kakao juga akan ikut tinggi.
Dalam kegiatan perdagangan internasional, harga kakao dunia sangat
berpengaruh terhadap volume kakao Indonesia ke pasar internasional. Hal ini
terjadi karena apabila harga kakao dunia meningkat maka akan menyebabkan
penurunan jumlah permintaan ekspor biji kakao Indonesia ke pasar internasional.
Secara teoritis dalam teori permintaan terdapat suatu hukum permintaan yang
mengatakan bahwa dalam keadaan ceteris paribus apabila harga barang naik
mengakibatkan permintaan akan barang tersebut menjadi turun, dan sebaliknya
12
(Nicholsen, 1995). Pertanyaan yang timbul adalah apakah benar dengan kenaikan
harga biji kakao Indonesia menyebabkan permintaan ekspor biji kakao Indonesia
ke pasar internasional menurun.
Harga kakao domestik juga akan berpengaruh terhadap penawaran kakao
Indonesia ke pasar internasional. Hal ini terjadi karena apabila harga kakao
domestik meningkat maka akan menyebabkan peningkatan penawaran jumlah
ekspor kakao Indonesia ke pasar internasional, namun pada saat yang bersamaan
akan menyebabkan penurunan permintaan ekspor kakao Indonesia di pasar
internasional. Secara teoritis dalam teori penawaran terdapat suatu hukum
penawaran yang mengatakan bahwa dalam keadaan ceteris paribus apabila harga
barang naik mengakibatkan penawaran akan barang tersebut juga akan naik, dan
sebaliknya (Hanafie, 2010).
2.2 Tinjauan Tentang Kakao
2.2.1 Tinjauan Agronomi Kakao
Kakao merupakan tanaman perkebunan/industri berupa pohon yang dikenal
di Indonesia sejak tahun 1560, namun baru menjadi komoditi yang penting sejak
tahun 1951. Pemerintah Indonesia mulai menaruh perhatian dan mendukung
industri kakao pada tahun 1975, setelah PTP IV berhasil menaikkan produksi
kakao per hektar melalui penggunaan bibit unggul Upper Amazon Interclonal
Hibryd, yang merupakan hasil persilangan antar klon dan sabah. Tanaman tropis
tahunan ini berasal dariAmerika Selatan. Penduduk Maya dan Astec di Amerika
Selatan dipercayai sebagai perintis pengguna kakao dalam makanan dan
minuman. Sampai pertengahan abad ke XVI, selain bangsa diAmerika Selatan,
hanya bangsa Spanyol yang mengenal tanaman kakao. Dari Amerika Selatan
tanaman ini menyebar ke Amerika Utara, Afrika dan Asia.
Tanaman kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang
atau cabang. Untuk itulah tanaman kakao digolongkan menjadi kelompok
tanaman Caulifloris, adapun sistematika tanaman kakao menurut klasifikasi secara
botani adalah:
Divisi : SpermatophytaSub divisi : AngiospermaeClass : Dicotiledoneae
13
Ordo : MalvalesFamili : SterculiceaeGenus : TheobromaSpecies : Theobroma cacao L
Gambar 1. Buah KakaoSumber : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004
Tanaman kakao (Theobroma cacao L) termasuk famili sterculiaceae.
Tanaman ini berasal dari hutan-hutan didaerah Amerika Selatan yang kemudian
tanaman ini diusahakan penanamannya oleh orang-orang Indian Aztec.
Sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis yang paling
banyak ditanam untuk produksi kakao secara besar-besaran hanya tiga jenis,
yaitu:
1. Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika
Selatan. Jenis ini menghasilkan biji kakao yang mutunya sangat baik dan
dikenal sebagai: cokelat mulia, fine flavour cocoa, choiced cocoa, edel cocoa.
2. Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen kakao dan
menghasilkan biji kakao yang mutunya sedang. Jenis kakao ini berasal dari
Brasil, Afrika barat dan Ekuador.
3. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis criollo dan
forastero secara alami, sehingga kakao jenis ini sangat heterogen. (Sunanto,
1992).
Tanaman kakao tumbuh baik dihutan tropik, sebab pertumbuhan kakao
sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu. Tanaman kakao yang dapat
tumbuh ada di daerah yang terletak diantara 20° LU dan 20° LS (Lintang Selatan).
Tanaman kakao juga dapat tumbuh baik di daerah-daerah yang memiliki curah
hujan 1600 sampai 3000 mm per tahun atau rata-rata optimumnya sekitar 1500
14
mm per tahun yang terbagi merata sepanjang tahun. Tanaman kakao sangat peka
terhadap kekeringan yang panjang (3-4 bulan) (Sunanto, 1994).
Tanaman kakao termasuk tanaman yang berakar tunggang. Pertumbuhan
akarnya cukup dalam, bisa mencapai 15 m kearah dalam dan 8 m ke arah
samping. Batangnya dapat mencapai tinggi antara 8-10 m. Meskipun demikian,
tanaman ini mempunyai kecenderungan tumbuh lebih pendek jika ditanam tanpa
pohon pelindung. Cabang primer idealnya tumbuh antara 1,2-1,5 m agar tanaman
mempunyai tajuk yang baik dan seimbang. Daunnya terdiri atas tangkai daun dan
helai daun. Ukuran daunnya antara (25-34 x 9-12)cm. Daun yang tumbuh pada
ujung tunas biasanya berwarna merah, tapi menjadi hijau setelah dewasa
(Setiawan, 1995).
Buah kakao yang masih muda disebut cherelle dan sampai 3 bulan pertama
sejak perkembangannya akan terjadi cherelle wilt yaitu buah muda menjadi kering
dan mengeras. Buah yang sudah masak disebut pod atau tongkol, warnanya
bermacam-macam dan ukurannya antara 10-30 cm. Buah yang sudah masak pada
umumnya memiliki dua macam warna, yaitu buah kakao menjadi masak setelah
5-6 bulan dari proses penyerbukannya. Setiap tongkol berisi 30-50 biji kakao,
berat biji kering sekitar 0,8-1,3 gr/biji(Sunanto, 1994).
Tabel 5. Karakteristik Buah Kakao Menurut Kemasakan BuahWarna Belum Masak Warna Sudah Masak1. Hijau muda – Hijau tua2. Merah
1. Kuning2. Orange
Sumber : Sunanto, 1994
Hama pada tanaman kakao sangat besar pengaruhnya terhadap pencapaian
produksi, beberapa hama penting yang sering dijumpai dikebun kakao adalah
penggerek buah kakao, kepik penghisap buah, penggerek kulit batang, ulat kilan,
tikus dan tupai (PT. Perkebunan Nusantara IV, 1996). Hama ini dapat
menyebabkan kerugian yang besar bila menyerang buah-buah muda. Serangannya
dapat menyebabkan buah berhenti perkembangannya, bahkan serangan yang berat
dapat menyebabkan buah mati. Untuk itu perlu adanya pengendalian secara
terpadu dan kontinu agar tanaman dapat terpelihara dengan baik dan tidak
merugikan secara ekonomi (Sudarmo, 1989).
15
Gambar 2. Perkebunan KakaoSumber : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004
2.2.2 Sejarah Biji Kakao di Indonesia
Dalam perkembangannya kakao tidak hanya menjadi minuman tetapi juga
menjadi makanan yang disukai anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Di awal
abad ke-17, kakao menjadi minuman penyegar yang digemari di istana Spanyol.
Sepanjang abad itu, kakao menyebar di antara kaum elit Eropa, kemudian lewat
proses yang demokratis harganya menjadi cukup murah, dan pada akhir abad itu
menjadi minuman yang dinikmati oleh kelas pedagang. Kira-kira 100 tahun
setelah kedatangannya di Eropa, begitu terkenalnya kakao di London, sampai
didirikan “rumah cokelat” untuk menyimpan persediaan cokelat, dimulai di
rumah-rumah kopi. Rumah cokelat pertama dibuka pada 1657.
Tahun 1988 tercatat sebagai tahun ke-77 masuknya kakao ke Indonesia.
Adalah Dr. C.J.J. Van Hall orang yang pertama kali mengadakan seleksi terhadap
pohon induk di Djati Renggo dan Getas. Kedua nama kebun tersebut digunakan
untuk menamakan beberapa klon kakao jenis Criollo yang sampai saat ini masih
digunakan, dengan kode DR dan G berbagai nomor.
Bubuk kakao telah dikenal sebagai pencampur minuman oleh bangsa indian
suku Maya di Amerika tengah sejak abad sebelum masehi, namun baru abad ke-
15 biji kakao mulai di perkenalkan di belahan dunia lain. Dengan kegunaannya
sebagai upeti atau alat barter bernilai tinggi, biji kakao sebagai pencampur
minuman diperkenalkan kepada bangsa Spanyol.
Usaha pengembangan pertanaman kakao dirintis oleh bangsa spanyol ke
benua Afrika dan Asia. Di Afrika, kakao diperkenalkan pada abad ke-15 dengan
16
daerah penanaman terutama di Nigeria, Pantai Gading, dan Kongo. Pada waktu
yang bersamaan kakao juga di perkenalkan di Asia, terutama daerah-daerah yang
berdekatan dengan kawasan pasifik.
Kakao yang di perkenalkan pada tahun 1560 di Sulawesi Utara berasal Dari
Filipina. Jenis yang pertama kali di tanam adalah Criollo, yang oleh bangsa
Spanyol diperoleh dari Venezuela. Produksi kakao ini relatif rendah dan peka
terhadap serangan hama dan penyakit, tetapi rasanya enak. Pada tahun 1806,
usaha perluasan kakao dimulai lagi di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Penanaman
di laksanakan di sela-sela areal pertanaman kopi. Pada tahun-tahun selanjutnya
didatangkan lagi jenis kakao yang lain, mengingat kelemahan jenis kakao Criollo.
Dr. C.J.J. Van Hall. MacGillvray, Van Der Knaap adalah peneliti-peneliti yang
giat melakukan seleksi guna mendapatkan bahan tanam unggul maupun klon
induk pada awal pertanaman coklat di Indonesia. Pada tahun 1914, MacGillvray
telah menulis buku mengenai kakao, kemudian dituliskannya lagi pada tahun
1932 sebagai edisi ke-dua.
Tahun 1888 diperkenalkan bahan tanam Java Criollo asal Venezuela yang
bahan dasarnya adalah kakao asal sulawesi Utara tadi, sebagai bahan tanam tertua
untuk mendapatkan bahan tanam unggul. Sebelumnya, pada tahun 1880 juga
diperkenalkan bahan tanam jenis Forestero asal Venezuela untuk maksud yang
sama. Dari hasil penelitian saat itu, direkomendasikan bahan tanam klon-klon DR,
KWC dan G dengan berbagai nomor.
Sejalan dengan itu, pengembangan tanaman kakao di Indonesia, khususnya
di Jawa berjalan dengan pesat. Pada tahun 1938 telah terdapat 29 perkebunan
kakao dengan distribusi 13 perkebunan di Jawa Barat, 7 perkebunan di Jawa
tengah, dan 9 perkebunan di Jawa Timur. Perkembangannya juga di dorong oleh
meluasnya penyakit karat daun kopi oleh Hemeleia vastatrix, sehingga
menyebabkan musnahnya areal pertanaman kopi di Jawa. Disamping itu oleh
perusahaan perkebunan, pengembangan usahakakao juga dilakukan oleh petani
pekebun, terutama di Jawa Barat.
Pengalihan usaha perkebunan menjadi milik negara pada awal kemerdekaan
menjadikan usaha pengembangan pertanaman kakao menjadi semakin mantap.
Daerah-daerah di Jawa Barat dan Sumatra Utara merupakan hasil pertanaman
17
kakao yang kemudian berkembang dengan pesat. Perkembangan pertanaman
kakao dengan demikian telah meluas ke Indonesia bagian barat.
Sejalan dengan itu, program pemuliaan untuk mendapatkan bahan tanam
unggul terus giat dilaksanakan. Tahun 1973 diperkenalkan kakao jenis bulk
melalui seleksi yang dilakukan oleh PT Perkebunan VI dan Balai Penelitian
Perkebunan (BPP) Medan. Kakao jenis bulk pada tahun berikutnya memperkecil
kemungkinan untuk memperluas penanaman kakao jenis Criollo. Seperti
diketahui, kakao jenis bulk dikenal sebagai jenis kakao yang relatif tahan akan
hama dan penyakit, produksinya tinggi walaupun rasnya sedang.
Program pemuliaan PT Perkebunan VI dan BPP Medan itu, yang tetuanya
terdiri dari biji-biji campuran Na, Pa, Sca, ICS, GG, DR, Poerboyo dan Getas,
menghasilkan biji yang dikenal dengan nama varietas sintetik 1, 2, dan 3. Tetua
tersebut berupa biji illegitim hibrida F1 dari Malaysia, yang ditanam sebanyak
150.000 pohon.Pada tahun 1976, BPP Jember juga melakukan program
pemuliaannya dalam rangka untuk mendapatkan bahan tanam hibrida. Pemuliaan
ini bertujuan untuk menghasilkan bahan tanam biji hibrida dengan efek heterosis.
Sejumlah persilangan dari klon-klon ICS, Sca, dan DR telah diuji untuk maksud
itu. Secara bersamaan usaha untuk mendapatkan bahan tanam klon yang dapat di
jadikan sebagai induk maupun bahan tanam praktek juga dilaksanakan di kebun
Kaliwining Jember, dan Malangsari.
Di Sumatra Utara, penelitian yang sama terus dilaksanakan dalam rangka
pengembangan pertanaman kakao. Beberapa PT Perkebunan mulai melakukan
penanaman kakaobulk, seperti PT Perkebunan IV dan II. PT Perkebunan II
bahkan melakukan perluasan penanaman kakao di Irian Jaya dan Riau serta
membangun kebun benih kakao di Maryke, Medan. Pembangunan kebun benih
kakao tersebut dilaksanakan bersama P4TM (Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Perkebunan Tanjung Morawa) Medan yang saat ini telah menghsailkan bahan
tanam biji hibrida, dengan tetua klon-klon Sca, ICS, Pa, TSH, dan IMS. Biji-biji
hibrida yang dihasilkan kebun benih kakao masih dalam tahap pengujian.
Perkembangan yang pesat dari pertanaman kakao di Indonesia,
menyebabkan peningkatan produksinya secara cepat. Bila pada tahun 1970-1977
produksi kakao Indonesia hanya 2.000-3.000 ton, maka padatahun 1980 angka itu
18
melonjak menjadi 7.000 ton. Dengan produksi kakao dunia saat ini 1.600.000 ton,
maka potensi Indonesia sebagai penghasil cokelat masih baik prospeknya (Siregar
et al., 2007).
2.2.3 Produk-produk Dari Biji Kakao
Pengolahan hasil kakao memiliki prospek serta nilai jual yang tinggi,
dengan memanfaatkan produk alternatif yang mampu mengantisipasi aspek akan
penurunan hasil produksi biji kakao. Secara skematis tahap diversifikasi produk
olahan biji kakao terbagi menjadi 4 bentuk :
1. Pulpa (Nata de cacao)
Konversi pulpa (lendir) menjadi nata dapat diadopsi oleh petani / skala
industri kecil dengan proses yang relatif sederhana. Pembuatan nata menggunakan
micoroba Acetobacter xylinum dengan kadar kandungan senyawa gula 12 – 15 %
dan beberapa jenis asam-asam organik dan asam amino serta air (Figuera et al.,
1993). Langkah-langkah membuat nata de cacao adalah pemeraman, pengenceran
dan penyaringan pulpa kemudian pengemasan dan penyimpanan. Pemeraman
adalah peruraian biji kakao segar pra-fermtasi secara alami. Pemeraman sebagai
media pertumbuhan mikroba untuk menunjang kesempurnaan proses
fermentasi.Pengenceran dilakukan untuk menghidari intensitas warna coklat pada
nata yang dihasilkan sebanyak 20 kali. 1 bagian pulpa dicampur dengan sembilan
belas gelas bagian air diaduk dan kemudian disaring. Ditempatkan dalam bak
fermentasi dengan kedalaman + 3 cm. Kemudian pada pengemasan dan
penyimpanan, nata dapat dikemas dalam plastik atau gelas yang telah disterilkan
pada suhu panas 800C,dan ditutup dengan plastik berlabel. Proses pengemasan
dilakukan untuk menghindari kontaminasi dengan penanganan atau udara, serta
ruang berpendingin (refrigator).
2. Pasta
Langkah-langkah dari pembuatan pasta kakao adalah persiapan bahan baku,
penyangraian, pemisahan kulit, pemastaan dan pengempaan. Pada persiapan
bahan baku, biji kakao kering yang difermentasi secara penuh memiliki mutu
baik. Tekstur fisik, kimiawi, dan higenitas sangat diperhatikan secara intens,
karena ini menentukan citarasa dan kesehatan konsumsi yang membutuhkan biji
19
kakao memiliki syarat biji kakao bahan baku. Setelah bahan baku siap maka biji
kakao akan disangrai. Proses penyangraian ini dimaksudkan untuk membentuk
aroma dan cita rasa khas coklat dari biji kakao dengan perlakuaan panas yang
mengandung asam amino dan gula reduksi. Kapasitas 10 – 40 kg per batch.
Dengan suhu ruang sangrai 190 – 225° C selama 10- 35 menit. Setelah biji kakao
disangrai kemudian biji kakao sangrai akan dipisahkan antara kulit dan daging
bijinya. Komponen yang akan di konsumsi adalah daging biji (nib) sedangkan
kulitnya dapat diolah untuk membuat kompos dan campuran pakan ternak.
Persentase kulit terikut nib sebesar 0.6 %, sedangkan nib yang terikuti kulit 1 %
dengan ukuran butiran nib adalah 10 mesh. Setelah terpisah antara kulit dan
daging biji, daging biji dapat diolah menjadi pasta coklat. Untuk bahan baku
makanan / minuman, nib yang semula berbentuk butiran padat kasar harus
dihancurkan hingga ukuran tertentu (< 20 mu) menjadi pasta cairan kental. Lemak
kakao dikeluarkan dari pasta dengan kempa. Rendemen pengempaan dipengaruhi
kondisi pasta seperti kandungan lemak antara 40 – 45 0C, kadar air 4 % untuk
ukuran partikel kurang dari 75 mm. Rendemen lemak yang diperoleh dari
pengempaan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, suhu pasta, kadar air
pasta, ukuran partikel pasta, kadar protein pasta, tekanan kempa, dan waktu
pengempaan.
3. Bubuk Coklat
Bubuk coklat dibuat dari bungkil coklat yang merupakan residu dari
pengempasan pasta coklat yang dihaluskan dengan Breaker. Proses penghalusan
(bubuk) lanjutan dilakukan dengan menggunakan mesin pengayak / penghalus
dengan tipe rool ata menggunakan dengan alat yang disebut pulveriser, untuk
menhasilkan kandungan lemak 10 – 22 % pada suhu 34° C. Aspek suhu selama
penghalusan harus terkontrol secara cermat untuk memperoleh diperoleh bentuk
bubuk yang stabil baik dari aspek warna maupun sifat-sifat alirnya [flow ability].
Untuk konsumsi, bubuk coklat dicampur dengan gula dan bahan lain (vanila, dll)
untuk memunculkan citarasa yang lebih bervariatif.
4. Lemak Kakao
Lemak kakao adalah lemak nabati alami yang mempunyai sifat unik karena
sifatnya yang tetap cair pada kondisi lingkungan dengan suhu di bawah titik
20
bekunya (super cooling). Teknik tempering khusus dengan merubah struktur
kristal lemak kakao hingga pada titik lelehnya, 34-35° C.
Lemak kakao mempunyai warna putih-kekuningan dan mempunyai bau
khas cokelat, penyusutan volume (kontraksi) pada saat didinginkan sehingga
padatan lemak yang dihasilkan sangat kompak dan mempunyai penampilan fisik
yang menarik. Lemak kakao memiliki susunan berbagai senyawa lemak jenuh,
lemak tak jenuh dan gliserida mempunyai sifat rapuh (brittle) pada suhu 25° C
dan tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin. Lemak kakao larut
sempurna dalam alkohol murni panas dan sangat mudah larut dalam khloroform,
bensen dan petroleum eter (ICCO, 2003).
2.2.4 Perusahaan Kakao di Indonesia
Daerah penghasil kakao Indonesia adalah sebagai berikut: Sulawesi Selatan
184.000 ton (28,26%), Sulawesi Tengah 137.000 ton (21,04%), Sulawesi
Tenggara 111.000 ton (17,05%), Sumatera Utara 51.000 ton (7,85%), Kalimantan
Timur 25.000 ton (3,84%), Lampung 21.000 ton (3,23%) dan daerah lainnya
122.000 ton (18,74%). Menurut usahanya perkebunan kakao Indonesia
dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu ; Perkebunan Rakyat 887.735 Ha,
Perkebunan Negara 49.976 Ha dan Perkebunan Swasta 54.737 Ha.
Gambar 3. Luas Lahan dan Produksi Kakao(Sumber : Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian)
21
Meskipun sebagian besar hasil perkebunan kakao Indonesia diekspor dalam
bentuk bahan mentah, di dalam negeri juga terdapat industri pengolahan kakao.
Industri pengolahan kakao banyak berada di pulau Jawa.
Gambar 4. Penyebaran Industri Kakao(Sumber : Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian)
Bentuk lain dari pengusahaan kakao dikenal dengan PIR (Perusahaan
IntiRakyat), yang pada dasarnya merupakan bentuk gabungan antara
perkebunanrakyat dengan perkebunan besar negara atau dengan perkebunan besar
swasta.Pelaksanaan usaha tani di bidang perkebunan, termasuk di dalamnya
kakao, harus berpedoman kepada Tridarma Perkebunan yang berbunyisebagai
berikut:
1. Menghasilkan devisa maupun rupiah bagi negara dengan cara
seefisienefisiennya.
2. Memenuhi fungsi sosial, diantaranya berupa pemeliharaan atau penambahan
lapangan kerja bagi warga negara Indonesia.
3. Memelihara kekayaan alam, berupa pemeliharaan dan peningkatan kesuburan
tanah dan tanaman yang berwawasan kelestarian lingkungan.
Usaha tani kakao, seperti halnya dengan jenis-jenis usaha tanilainnya, dibina
secara langsung oleh Direktorat Jenderal Perkebunan. Peraninstansi-instansi baik
di luar maupun di dalam lingkup Departemen Pertanian danPerkebunan sendiri
juga sangat diperlukan dalam upaya pengembanganpengusahaan kakao.
Berdasarkan Mangoensoekarjo dan Tojib (2000), keterkaitan dalamruang
lingkup Direktorat Jendral Perkebunan pada usaha tani kakao dikaitkan dengan
22
penerapan pola PIR. Peran beberapa bagian atau instansi seperiTim khusus PIR
(TK - PIR), instansi-instansi eselon I dalam Departemen Pertaniandan Perkebunan
yang lingkup tugasnya bersifat sektoral (mencakup seluruh tubuhDepartemen),
yaitu sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Badan Penelitiandan
Pengembangan (Litbang) dan Badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan(Badan
Diklatluh) berperan serta sesuai dengan lingkup tugas masing-masing.Selain itu
beberapa biro lain seperti Biro Perencanaan dapat memberikan sarandan masukan-
masukan yang berharga. Penyediaan teknologi dan bibit unggulsebagai peran
Badan Litbang, pada prakteknya dilakukan oleh lembaga-lembagapenelitian
kakao. Program-program pelatihan kepada para pembina lapangan dan petani
apabila dianggap perlu merupakan peran Badan LitbangDepartemen Pertanian dan
Perkebunan.
Keterkaitan luar lingkup Departemen Pertanian dan Perkebunanmenyangkut
program atau proyek pembangunan perkebunan kakao.Program atau proyek ini
termasuk dalam skala besar dilihat dari luas arealnya,tenaga kerja yang diserap,
dan dana yang dibutuhkan. Oleh karena itu, program initermasuk dalam
pembinaan Departemen Keuangan dan Menteri NegaraPerencanaan dan
Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas/BPPT. Menteri Negaratersebut
melakukan koordinasi lintas sektoral secara intensif dalam
perencanaan,pelaksanaan, dan pengawasan sejumlah program serupa. Peran
Badan Koordinasidan Penanaman Modal (BKPM), baik di tingkat pusat maupun
daerah, dalampenelaahan dan penilaian program ini karena menyangkut
penanaman modaldalam jumlah besar yang modal investasi dapat berasal dari
dalam atau luarnegeri.
2.2.5 Sertifikasi Kakao
1. Rainforest Alliance (RA)
Rainforest Alliance (RA), adalah organisasi internasional anggota dari
Sustainable Agriculture Network (SAN) atau lebih dikenal dengan Jaringan
Pertanian Lestari. SAN merupakan organisasi kerjasama antara kelompok-
kelompok konservasi yang awalnya berasal dari Amerika. RA didirikan oleh SAN
23
dengan tujuan utama untuk konservasi keanekaragaman hayati dan memastikan
kelangsungan hidup berkelanjutan.
2. UTZ Certified
UTZ Certified adalah program sertifikasi dunia yang menerapkan standar
produksi dan pembelian komoditas pertanian yang bertanggung jawab,
memberikan jaminan atas mutu profesionalitas, sosial dan lingkungan dalam
praktek produksi yang diharapkan pembeli dan konsumen (Referensi Nasional
Kakao, 2010).
2.3 Tinjauan Tentang Perdagangan Internasional
2.3.1 Pengertian Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu
dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara,
perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan
GDP.Perdagangan internasional dapat mendorong industrialisasi, kemajuan
transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
2.3.2 Teori Perdagangan Internasional
1. Model Adam Smith, dalam teorinya Adam Smith memfokuskan pada
keuntungan mutlak yang menyatakan bahwa suatu negara akan memperoleh
keuntungan mutlak disebabkan bahwa negara tersebut mampu memproduksi
barang dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan negara lain. Menurut
teori ini juga bahwa jika harga barang dengan jenis sama tidak memiliki
perbedaan di berbagai negara maka tidak ada alasan untuk melakukan
perdagangan internasional.
2. Model Ricardian memfokuskan pada keunggulan komparatif (The Law of
Comparative Advantage) atau dikenal dengan konsep daya saing. Teori ini
merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional.
Dalam Sebuah model Ricardian, bahwa negara mengkhususkan dalam
24
memproduksi apa yang menurut mereka paling baik untuk di produksi. Tidak
seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-
negara akan menjadi spesialis beberapa komoditas dibandingkan memproduksi
bermacam barang komoditas. Model Ricardian tidak secara langsung
memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal
dalam negara.
3. Model Heckscgher-Ohlin (1993) dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian
dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh
lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat.
Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak
memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal
kedalam teori perdagangan internasional. Menurut H-O, sebuah negara akan
mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor
produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu. Dalam waktu yang
bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditi yang produksinya
memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal dalam
memproduksinya. Melalui perdagangan bebas maka akan terjadi interaksi
peningkatan ekspor dan impor yang mengakibatkan pada peningkatan GDP.
Dengan demikian seluruh dunia mendapatkan manfaat dari perdagangan dan
kedua belah pihak sekurang-kurangnya sama sejahteranya dengan atau tanpa
perdagangan (Lindert and Charles, 1995).
Teori Heckscher dan Ohlin memiliki beberapa asumsi yaitu:
a. Dunia hanya terdiri dari dua negara, dua komoditas, dan dua faktor produksi.
b. Kedua negara itu memiliki dan menggunakan tingkat teknologi produksi yang
sama.
c. Salah satu dari kedua komoditi tersebut bersifat padat modal, sedangkan yang
lainnya bersifat padat tenaga kerja, dan hal ini berlaku untuk kedua negara.
d. Skala hasil konstan.
e. Spesialisasi produksi yang terjadi di masing-masing negara setelah
perdagangan internasional berlangsung tidak lengkap atau tuntas.
f. Persamaan selera di kedua Negara.
25
g. Adanya kompetitif sempurna di pasar komoditi maupun di pasar factor
produksi.
h. Pentingnya mobilitas internal, namun menyisihkan kemungkinan terjadinya
mobilitas atau perpindahan faktor produksi antar negara.
i. Tidak ada biaya transportasi, tarif maupun berbagai bentuk hambatan lainnya
yang mengganggu berlangsungnya perdagangan internasional secara bebas.
j. Seluruh sumber daya produktif yang ada di masing-masing negara.
k. Dikerahkan secara penuh (full employment).
l. Hubungan dagang yang berlangsung benar-benar seimbang.
Pada dasarnya teori H-O ini adalah teori sederhananya yang menganggap
bahwa dunia ini memiliki dua negara dan setiap negara memiliki teknologi
produksi yang sama. Teori ini tentu menjadi sebuah teori yang sangat padat untuk
dikaji.Meskipun dalam teori ini menerangkan tentang perbedaan sumber daya
alam yang dimiliki masing-masing negara namun hal tersebut belum tentu benar
karena sangat jauh dengan kehidupan nyata.
4. Perdagangan yang terjadi antar kedua negara disebabkan oleh adanya
perbedaan penawaran. Terlihat pada Gambar 2 menunjukkan perdagangan
yang dilakukan oleh dua negara yaitu negara 1 dan negara 2. Masing-masing
negara melambangkan kurva penawaran dan permintaan untuk komoditi X di
negara masing-masing.
Panel A memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P1, kuantitas
komoditi X yang ditawarkan (QSX) akan sama dengan kuantitas yang diminta
(QDX) oleh konsumen di negara 1, demikian pula halnya dengan negara 1 yang
tidak akan mengekspor komoditi X sama sekali. Hal tersebut memunculkan titik
A* pada kurva S di panel B yang merupakan kurva penawaran ekspor negara 1.
Panel A juga memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P2 maka akan
terjadi kelebihan penawaran (QSX) apabila dibandingkan dengan tingkat
permintaan untuk komoditi X (QDX) dan kelebihan itu sebesar BE.
26
Px/Py Px/Py Px/Py
Sx
P3 A* S P3 A’
Ekspor Sx E*
P2 B E B* B’ E’
Impor
P1 A A* D Dx
Dx
0 X 0 X 0 X
Gambar 5. Keseimbangan Dalam Perdagangan InternasionalSumber: Salvatore, 1996
Kuantitas BE merupakan kuantitas komoditi X yang akan diekspor oleh
negara 1 pada harga relatif P2. BE sama dengan B*E* dalam panel B dan terdapat
titik E* yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor komoditi X dari
negara 1 atau S. Panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P3,
maka penawaran dan permintaan untuk komoditi X akan sama besarnya (QDX =
QSX) pada titik A’, sehingga negara 2 tidak akan mengadakan impor komoditi X
sama sekali. Hal itu dilambangkan oleh titik A’ yang terletak pada kurva
permintaan impor komoditi X negara 2 (D) yang berada di panel B. Panel C juga
menunjukkan bahwa berdasarkan harga relatif P2 akan terjadi kelebihan
permintaan (QDX>QSX) sebesar B’E’. Kelebihan itu sama artinya dengan
kuantitas komoditi X yang akan diimpor negara 2 berdasarkan harga relatif P2,
jumlah tersebut sama dengan B*E* pada panel B yang menjadi kedudukan titik
E* yang melambangkan jumlah atau tingkat permintaan impor komoditi X dari
penduduk di negara 2 (D).
Berdasarkan harga relatif P2, kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh
negara 2 (B’E’ dalam panel C) sama dengan kuantitas ekspor komoditi X yang
ditawarkan negara 1 (BE dalam panel A). Hal itu diperlihatkan oleh perpotongan
antara kurva D dan kurva S setelah komoditi X diperdagangkan antara kedua
negara (panel B).Dengan demikian, P2 merupakan harga relatif ekuilibrium untuk
komoditi X setelah perdagangan internasional berlangsung. Dari panel B dapat
Panel CPasar di negara 2Untuk komoditi X
Panel APasar di Negara 1Untuk komoditi X
Panel BHubungan perdaganganInternasional dalam Komoditi X
27
dilihat bahwa apabila PX/PY lebih besar dari P2 maka kuantitas ekspor komoditi
X yang ditawarkan akan melebihi tingkat permintaan impor sehingga lambat laun
harga relatif komoditi X akan mengalami penurunan sehingga pada akhirnya akan
sama dengan P2.
2.3.3 Keuntungan Perdagangan Internasional
Menurut Deliarnov (1997), dengan melakukan perdagangan internasional
maka dapat memberikan beberapa keuntungan yaitu:
1. Apa saja yang tidak bisa dihasilkan dalam negeri, sekarang bisa dinikmati
dengan jalan mengimpor dari negara lain.
2. Perdagangan luar negeri memungkinkan dilakukannya spesialisasi sehingga
barang - barang bisa dihasilkan secara lebih murah karena lebih cocok dengan
kondisi negara tersebut, baik dari segi bahan mentah maupun cara berproduksi.
3. Negara yang melakukan perdagangan luar negeri dapat memproduksi lebih
besar dari pada yang dibutuhkan pasar dalam negeri. Dengan demikian, tingkat
perekonomian dan sekaligus pendapatan nasional bisa ditingkatkan dan angka
pengangguran bisa ditekan.
MenurutSmith (2009) Dalam rangka mencari keunggulan mutlak,
mengemukakan ide tentang pembagian kerja internasional (spesialisasi). Dengan
adanya spesialisasi internasional ini akan memiliki keuntungan antara lain:
1. Dapat memberikan hasil berupa manfaat (gains from trade) yang berupa
kenaikan produksi dan konsumsi barang/jasa.
2. Setiap negara akan menekankan produksi barang yang memiliki keuntungan
alamiah maupun keuntungan yang diperkembangkan.
Dengan demikian setiap negara akan melakukan spesialisasinya dalam
produksi yang memiliki keuntungan mutlak, yaitu keuntungan yang dinyatakan
dalam banyaknya jam/hari kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang
tersebut. Keuntungan ini baru akan diperoleh apabila suatu negara mampu
memproduksi suatu barang dengan jam/hari kerja yang lebih sedikit dibandingkan
dengan negara lain.
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan perdagangan (gains
from trade) seperti yang dijelaskan oleh Sukirno (2002) adalah sebagai berikut:
28
1. Memperoleh barang yang tidak diproduksi di daerahyang bersangkutan.
Pengalaman empirik membuktikan bahwa tidak ada daerah yang mampu
menghasilkan sendiri semua barang yang dibutuhkan oleh penduduknya,
sehingga konsumen lokal harus berupaya memperoleh atau membeli barang
kebutuhan tersebut dari daerah lain. Dengan demikian, kegiatan perdagangan
memberi manfat berupa peluang atau kesempatan bagi konsumen untuk
memenuhi kebutuhannya terhadap barang yang tidak diproduksi di daerah
setempat.
2. Memperluas pasar bagi produk yang dihasilkan oleh suatu daerah. Ada
beberapa daerah yang dapat menghasilkan suatu barang tertentu dalam jumlah
yang banyak, lebih banyak dari jumlah yang dibutuhkan oleh penduduknya.
Apabila kelebihan produksi tersebut dijual atau dipasarkan ke daerah lain
kemungkinan harganya bisa menjadi lebih tinggi dibanding harga lokal,
sehingga produsen bisa memperoleh keuntungan yang lebih besar. Disamping,
perluasan pasar ini juga dapat meningkatkan volume produksi dan menambah
atau memperluas kesempatan kerja.
Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Walaupun suatu daerah dapat
menghasilkan jenis barang yang sama dengan yang dihasilkan oleh daerah lain,
tetapi mungkin daerah yang bersangkutan lebih memilih untuk membeli barang
tersebut dari daerah lain. Hal ini dilakukan untuk lebih mendorong produksi
barang lain yang dapat memberikan keuntungan atau manfaat lainnya yang lebih
besar.
2.3.4 Teori Permintaan
Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada
berbagai tingkat harga selama peride waktu tertentu (Raharja et al., 2008). Hukum
permintaan adalah bila harga suatu barang naik, ceteris paribus, maka jumlah
barang yang diminta akan berkurang dan begitu sebaliknya jika harga suatu
barang turun maka jumlah barang yang diminta akan bertambah. Faktor yang
dapat mempengaruhi permintaan adalah sebagai berikut :
29
1. Harga barang itu sendiri
Jika harga suatu barang semakin murah, maka permintaan terhadap barang itu
bertambah. Begitu juga sebaliknya jika harga suatu barang naik maka jumlah
barang yang diminta akan berkurang.
2. Harga barang lain yang terikat
Harga barang lain juga dapat mempengaruhi permintaan suatu barang, tetapi
kedua macam barang tersebut mempunyai keterkaitan. Keterkaitan dua macam
barang dapat bersifat substitusi (pengganti) dan bersifat komplemen (penggenap).
3. Tingkat pendapatan per kapita
Tingkat pendapatan per kapita dapat mencerminkan daya beli. Makin tinggi
tingkat pendapatan, daya beli makin kuat, sehingga permintaan terhadap suatu
barang meningkat.
4. Selera atau kebiasaan
Selera atau kebiasaan juga dapat mempengaruhi permintaan suatu barang.
Beras misalnya, walaupun harganya sama permintaan beras pertahun di provinsi
Papua lebih rendah dibandingkan dengan di Jawa Timur. Karena penduduk Papua
lebih menyukai sagu ketimbang beras.
5. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk juga dapat mempengaruhi jumlah permintaan akan suatu
barang tertentu. Semakin tinggi jumlah penduduk suatu daerah makan semakin
banyak pula permintaan akan suatu barang tersebut.
6. Perkiraan harga dimasa mendatang
Perkiraan harga di masa mendatang juga mempengaruhi jumlah permintaan.
Bila masyarakat memperkirakan bahwa harga suatu barang akan naik, maka
masyarakat lebih baik membeli suatu barang tersebut sekarang, sehingga
mendorong orang untuk membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja
di masa sekarang.
7. Distribusi pendapatan
Distribusi pendapatan per kapita dapat mempengaruhi jumlah permintaan. Jika
distribusi pendapatan bagus, berarti daya beli secara umum akan suatu barang
akan meningkat, sehingga permintaan terhadap suatu barang meningkat, begitu
30
juga sebaliknya jika distribusi pendapatan buruk maka daya beli secara umum
melemah, sehingga permintaan akan suatu barang menurun.
8. Usaha produsen meningkatkan penjualan
Usaha produsen meningkatkan penjualan dapat mempengaruhi jumlah
permintaan dengan cara usaha – usaha promosi sepeti pengiklanan barang
tersebut, pemberian hadiah kepada pembeli, diskon, dll (Rahardja dan Manurung,
2008).
2.3.5 Teori Penawaran
Penawaran adalah jumlah barang yang produsen ingin tawarkan (jual) pada
berbagai tingkat harga selama satu periode tertentu. Hukum penawaran adalah
semakin tinggi harga suatu barang, ceteris paribus, semakin banyak jumlah
barang tersebut yang ingin ditawarkan oleh penjual, begitu juga sebaliknya
semakin rendah harga suatu barang maka semakin sedikit jumlah barang tersebut
yang ingin ditawarkan oleh penjual. Faktor yang dapat mempengaruhi penawaran
adalah sebagai berikut :
1. Harga barang itu sendiri
Jika harga naik maka produsen akan cendrung menambah jumlah barang yang
dihasilkan.
2. Harga barang lain yang terikat
Harga barang lain yang terikat dapat mempengaruhi jumlah penawaran.
Apabila harga barang subtitusi naik, maka penawaran akan suatu barang tersebut
akan bertambah, begitu juga sebaliknya apabila harga barang subtitusi turun,
maka penawaran akan suatu barang tersebut akan berkurang. Sedangkan untuk
barang komplemen, bila harga barang komplemen naik maka penawaran suatu
barang akan berkurang, begitu juga sebaliknya bila harga barang komplemen
turun maka jumlah penawaran suatu barang tersebut akan bertambah.
3. Kenaikan harga faktor produksi
Kenaikan harga faktor produksi, seperti tingkat upah yang lebih tinggi, harga
barang baku yang meningkat, atau kenaikan tingkat modal, akan menyebabkan
perusahaan akan memperoduksi output lebih sedikit dengan jumlah anggaran
yang tetap. Kenaikan harga faktor produksi tersebut akan mengurangi laba
31
perusahaan. Apabila tingkat laba suatu perusahaan industri tidak menarik lagi,
maka perusahaan tersebut akan pindah ke industri lainnya, dan hal ini
mempengaruhi tingkat jumlah penawaran yang mengakibatkan berkurangnya
penawaran akan suatu barang.
4. Biaya produksi
Kenaikan harga input sebenarnya juga menyebabkan kenaikan biaya produksi.
Dengan demikian, bila biaya produksi meningkat maka produsen akan
mengurangi hasil produksinya, yang mengakibatkan jumlah penawaran akan suatu
barang tersebut berkurang.
5. Teknologi produksi
Kemajuan teknologi menyebabkan penurunan biaya produksi, dan menciptakan
barang – barang baru. Dalam hubungannya dengan penawaran suatu barang,
kemajuan teknologi menyebabkan kenaikan dalam penawaran barang.
6. Jumlah pedagang atau penjual
Jumlah pedagang atau penjual dapat mempengaruhi jumlah tingkat permintaan.
Apabila jumlah penjual suatu produk tertentu semakin banyak, maka penawaran
barang tersebut akan bertambah.
7. Tujuan perusahaan
Tujuan perusahaan adalah memaksimumkan laba, bukan memaksimumkan
hasil produksinya. Akibatnya, tiap produsen tidak berusaha untuk memanfaatkan
kapasitas produksinya secara maksimum, tetapi akan menggunakannya pada
tingkat produksi yang memberikan keuntungan maksimum. Dengan demikian
penawaran suatu barang dipengaruhi oleh tujuan yang ingin dicapai oleh produsen
8. Kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah juga dapat mempengaruhi penawaran suatu barang. Di
Indonesia, beras merupakan makanan utama. Kebijakan pemerintah untuk
mengurangi impor beras dan meningkatkan produksi dalam negeri guna
tercapainya swasmbada beras, menyebabkan para petani menanam padi tertentu
yang dapat memberikan hasil banyak setiap panennya. Kebijakan ini jelas
menambah supply beras dan keperluan impor beras dapat dikurangi (Rahardja dan
Manurung, 2008).
32
2.4 Tinjauan Tentang Ekspor
Ekspor adalah seluruh benda atau jasa yang dijual ke negara lain ditambah
dengan jasa-jasa yang diselenggarakan ke negara tersebut berupa pengakutan,
permodalan, dan hal-hal lainnya yang menunjang ekspor tersebut. Ekspor terjadi
karena adanya kelebihan penawaran di dalam negeri yang disebabkan oleh
rendahnya harga relatif domestik dibandingkan dengan harga di negara lain.
Sehingga dengan adanya harga yang lebih tinggi di negara lain (pasar
internasional), maka penawaran komoditi akan beralih ke pasar internasional
berupa ekspor. Sedangkan peningkatan ekspor tersebut dapat berpengaruh di
dalam negeri yaitu dapat membuat neraca pembayaran (balance of payment)
menjadi bertambah.Peningkatan ekspor dapat dilihat pada gambar gambar berikut:Domestic
Price World Pw Internasional Pasar Ekspor
P1 P1 Sw Sw Penawaran
Ekspor Kakao
P0 Indonesia
Dw
Q1 Q2
0 Q1 Q0 X 0 Q1 X
Gambar 6. Kurva EksporSumber : Kindleberger (1982)
Menurut Kindleberger (1982), ekspor dan harga internasional memiliki
hubungan yang positif, yaitu semakin tinggi harga internasional maka semakin
tinggi ekspor suatu komoditi yang dipasarkan. Akan tetapi, jumlah keseimbangan
ekspor yang akan terjadi ditentukan oleh kekuatan permintaan akan ekspor dan
juga harga ekspor yang terjadi.
Jika suatu barang atau jasa dalam suatu negara memiliki harga relatif yang
lebih rendah ketimbang harga relatif di negara lain, maka negara tersebut akan
melakukan ekspor ke negara yang memiliki harga relatif lebih tinggi. Menurut
Krugman dan Obstfeld (2003), perbedaan harga relatif dapat diakibatkan oleh
perbedaan permintaan dan juga penawaran relatif, yang dipengaruhi antara lain
oleh perbedaan kemajuan teknologi dan sumber daya alam yang dimiliki oleh
masing-masing negara. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Posner dan
Vernon dalam Wiratmo (2003) yang mengatakan bahwa ekspor dipengaruhi oleh
33
perbedaan tingkat kemajuan teknologi dan juga perbedaan selera antar negara. Hal
tersebut membuat negara-negara yang memiliki barang atau jasa dengan nilai
lebih (penggunaan teknologi) cenderung akan mengekspor barangnya. Hal ini
juga diperkuat dengan pernyataan Duenas-Caparas (2006) yang mengatakan
bahwa negara dengan teknologi maju akan cenderung untuk mengekspor barang-
barang penemuan baru yang berteknologi tinggi, dan mengimpor barang-barang
yang kurang membutuhkan teknologi.
2.5 Tinjauan Tentang Lahan
Lahan memiliki beberapa pengertian yang diberikan baik itu oleh FAO
maupun pendapat para ahli. Menurut Purwowidodo (1983) lahan adalah suatu
lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi, dan tumbuhan yang
sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan.
Menurut Rafi’i (1985) lahan adalah permukaan daratan dengan benda-benda
padat, cair bahkan gas. Definisi lain juga dikemukakan oleh Arsyad (1989) yang
mendefinisikan bahwa lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas
iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang diatasnya sepanjang ada
pengaruhnya terhadap penggunaan lahan, termasuk didalamnya hasil kegiatan
manusia dimasa lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan
vegetasi dan juga hasil yang merugikan seperti yang tersalinasi.
Selain itu lahan memiliki pengertian yang hampir serupa dengan
sebelumnya. Menurut FAO dalam Sitorus (2004) pengertian lahan adalah suatu
daerah dipermukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yang meliputi biosfer,
atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman dan hewan serta
hasil kegiatan manusia masa lalu dan sekarang, sampai pada tingkat tertentu
dengan sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi
lahan oleh manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang.
Rayes (2007), lahan memiliki banyak fungsi yaitu :
1. Fungsi produksi, sebagai basis bagi berbagai sistem penunjang kehidupan ,
melalui produksi biomassa yang menyediakan makanan, pakan ternak, serat,
bahan bakar kayu dan bahan-bahan biotik lainnya bagi manusia, baik secara
34
langsung maupun melalui binatang ternak termasuk budidaya kolam dan
tambak ikan.
2. Fungsi lingkungan biotik, lahan merupakan basis bagi keragaman daratan yang
menyediakan habitat biologi dan plasma nutfah bagi tumbuhan, hewan dan
jasad-mikro diatas dan dibawah permukaan tanah.
3. Fungsi pengatur iklim, lahan dan penggunaannya merupakan sumber (source)
dan rosot (sink) gas rumah kaca dan menentukan neraca energi global berupa
pantulan, serapan dan transformasi dari energi radiasi matahari dan daur
hidrologi global.
4. Fungsi hidrologi, lahan mengatur simpanan dan aliran sumberdaya air tanah
dan air permukaan serta mempengaruhi kualitasnya.
5. Fungsi penyimpanan, lahan merupakan gudang (sumber) berbagai bahan
mentah dan mineral untuk dimanfaatkan oleh manusia.
6. Fungsi pengendali sampah dan polusi, lahan berfungsi sebagai penerima,
penyaring, penyangga dan pengubah senyawa - senyawa berbahaya.
7. Fungsi ruang kehidupan, lahan menyediakan sarana fisik untuk tempat tinggal
manusia, industri, dan aktivitas sosial seperti olahraga dan rekreasi.
8. Fungsi peninggalan dan penyimpanan, lahan merupakan media untuk
menyimpan dan melindungi benda - benda bersejarah dan sebagai suatu
sumber informasi tentang kondisi iklim dan penggunaan lahan masa lalu.
9. Fungsi hubung spasial, lahan menyediakan ruang untuk transportasi manusia,
masukan dan produksi serta untuk pemindahan tumbuhan dan binatang antra
daerah terpencil dari suatu ekosisitem alami.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lahan
merupakan tanah dengan segala ciri, kemampuan maupun sifatnya beserta segala
sesuatu yang terdapat diatasnya termasuk didalamnya kegiatan manusia dalam
memanfaatkan lahan.Lahan memiliki banyak fungsi yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia dalam usaha meningkatkan kualitas hidupnya.
2.6 Tinjauan Tentang Produktivitas
Produktivitas fisik rata-rata adalah keluaran (output) yang dihasilkan
tiapunit masukan (input) baik masukan modal maupun tenaga kerja
35
(Nicholson,1995). Sebuah usaha tertentu dikatakan mengalami peningkatan
produktivitasketika keluaran tiap unit masukan tenaga kerja
meningkat.Produktivitas rata-ratasering dipergunakan sebagai ukuran efisiensi.
Definisi produk rata-rata luas lahan(APL) adalah sebagai berikut:
APL = ( )( )= Ton/Hektar
Return to scale (RTS) merupakan tanggapan keluaran dari
prosespeningkatan semua masukan secara bersamaan. Jika fungsi produksi
diketahuiQ=ƒ(KL) dan semua masukan digandakan dengan kostanta positif yang
sama, m(di mana m>1), maka dapat diklasifikasikan hasil berbanding skala dari
fungsiproduksi tersebut dengan kriteria:
1. Apabila kenaikan yang proporsional dalammasukan meningkatkan keluaran
dengan proporsi yang sama, maka fungsiproduksi tersebut memperlihatkan
hasil berbanding skala yang konstan.
2. Apabila keluaran yang meningkat kurang dari proporsional, fungsi tersebut
memperlihatkan hasil berbanding skala yang menurun.
3. Apabila keluaran meningkat lebih dari proporsional, terdapat hasil berbanding
skala yang meningkat (Nicholson, 2005).
36
III. KONSEP KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara
ke negara lain. Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan skala
bisnis kecil hingga besar sebagai strategi utama untuk bersaing di tingkat
internasional. Faktor yang mempengaruhi ekspor suatu negara diantaranya
produktivitas dari barang yang diekspor, kebijakan pemerintah di bidang
perdagangan luar negeri, keadaan pasar luar negeri dan permintaan barang dari
luar negeri.
Menurut Triyoso (2004) kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan
cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri keluar negeri dengan
memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang
dijual oleh sebuah negara ke negara lain pada suatu tahun tertentu.
Luas lahan kakao dinilai berpengaruh terhadap ekspor kakao Indonesia.
Secara logika, dengan memiliki luas lahan yang tinggi diharapkan produksi kakao
juga akan tinggi. Namun pada keadaan sebenarnya luas lahan yang tinggi tidak
menjamin produksi juga ikut tinggi karena produktivitas tanaman kakao juga
berpengaruh terhadap tinggi rendahnya produksi kakao Indonesia. Apabila luas
lahan tinggi namun produktivitasnya rendah maka produksi kakao yang dihasilkan
akan rendah juga.
Permintaan kakao Indonesia dinilai berpengaruh terhadap ekspor kakao
Indonesia. Permintaan kakao Indonesia berkaitan erat dengan konsumsi kakao
dalam negeri dan luar negeri. Konsumsi kakao dalam negeri yang rendah akan
mengakibatkan kecenderungan pasokan kakao dalam negeri diekspor ke luar
negeri. Terlebih kebanyakan negara penghasil produk kakao olahan seperti
Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa tidak memiliki lahan kakao. Oleh
karena itu, satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kakao di
negara mereka adalah dengan mengimpor kakao dari negara produsen biji kakao
salah satunya Indonesia.
Harga kakao dinilai memiliki pengaruh terhadap ekspor kakao Indonesia.
Harga kakao dunia ditentukan oleh harga bursa New York. Harga kakao domestik
37
dapat dilihat dari pasokan kakao dan konsumsi kakao domestik.Apabila harga
kakao di dalam negeri rendah maka petani cenderung menjual produknya di luar
negeri untuk mendapatkan untung yang lebih besar. Namun harga kakao sendiri
berkaitan dengan pasokan kakao yang tersedia. Apabila pasokan kakao melimpah
maka harga kakao cenderung rendah dan sebaliknya apabila pasokan kakao
sedikit maka harganya cenderung naik. Dari beberapa pertimbangan di atas maka
dirumuskan kerangka berfikir yang bertujuan meningkatkan volume ekspor pada
Gambar 7 berikut.
Gambar 7.Kerangka Pemikiran Penelitian
3.2 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari masalah penelitian yang ada,
dimana kebenaran harus diuji terlebih dahulu. Jika diterima maka harus dikuatkan
secara empiris dan jika ditolak maka ditolak juga secara empiris. Hipotesis juga
Produksi Kakao Indonesia
Faktor-faktor yangmempengaruhi volume eksporkakao :
1. Luas Lahan2. Produktivitas3. Permintaan kakao di
Pasar Internasional4. Harga dunia5. Harga domestik
Volume Ekspor KakaoIndonesia
Analisis RegresiLinier
38
menyatakan hubungan apa yang kita cari atau apa yang akan kita pelajari dari
permasalahan.
Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran teoritis yang telah diuraikan
sebelumnya maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Luas lahan, produktivitas, permintaan pasar internasional, harga dunia dan
harga domestik diduga berpengaruh terhadap volume ekspor kakao Indonesia
di pasar internasional.
3.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini digunakan batasan masalah, antara lain :
1. Penelitian ini hanya terbatas pada masalah faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional.
2. Kebijakan pemerintah dalam penelitian ini diabaikan.
3. Dalam penelitian ini, produktivitas yang dimaksud adalah produktivitas
kakao Indonesia secara menyeluruh.
3.4 Definisi Operasional
Definisi variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Luas Lahan adalah sebidang tanah yang digunakan untuk usahatani kakao
dalam satuan hektar (ha).
b. Produktivitas adalah kemampuan produksi kakao pada setiap satuan hektar
(kg/ha).
c. Permintaan adalah permintaan pasar internasional terhadap hasil produksi biji
kakao Indonesia setiap tahunnya (kg).
d. Harga dunia adalah harga kakao per kilogram yang berlaku di pasar
internasional (US$/kg).
e. Harga domestik adalah harga kakao per kilogram yang berlaku di pasar dalam
negeri (US$/kg).
39
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian explanatory yaitu
penelitian yang menjelaskan tentang hubungan kausal diantara variabel-variabel
melalui pengujian hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya, sehingga dapat
mengetahui seberapa besar kontribusi variabel-variabel bebas (Independen)
terhadap variabel terikat (Dependen) serta besarnya pengaruh yang terjadi.
Penelitian bertujuan untuk mencari tahu hubungan variabel independen yakni luas
lahan perkebunan kakao di Indonesia, produktivitas kakao di Indonesia,
permintaan kakao Indonesia di pasar internasional, harga dunia yang berlaku dan
harga domestik biji kakao kering terhadap volume ekspor kakao Indonesia di
pasar internasional.
4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder yang digunakan ada data yang dicatat secara sistematis yang berbentuk
data runtut waktu (time series data) tahunan. Penelitian ini menggunakan data
tahun 1980-2015 yang diperoleh dari berbagai sumber.
Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini menggunakan metode
studi dokumen, yaitu cara memperoleh data dengan mempelajari dokumen-
dokumen tentang luas lahan perkebunan kakao di Indonesia, produktivitas kakao
di Indonesia, permintaan kakao Indonesia di pasar internasional, harga dunia biji
kakao kering dan harga domestik biji kakao kering pada tahun 1980-2015 yang
diperoleh dari berbagai sumber seperti Dirjen Perkebunan, FAO, Kementrian
Perdagangan, BPS, Pusdatin dan lain sebagainya.
4.3 Metode Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu bagian terpenting dari sebuah penelitian
karena pada bagian ini semua hasil pengumpulan data akan diolah, dimana hasil
tersebut mencerminkan fakta yang ada di lapang. Hasil tersebut akan berguna
40
sebagai dasar pengujian hipotesis yang telah ditentukan pada bagian sebelumnya.
Pada penelitian ini metode analisis data yang digunakan antara lain:
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan luas
lahan perkebunan kakao di Indonesia, produksi kakao Indonesia, produktivitas
kakao Indonesia, permintaaan kakao Indonesia di pasar internasional, harga biji
kakao kering dan volume ekspor pada tahun 1980-2015.
2. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh luas lahan perkebunan kakao di Indonesia, produktivitas kakao
Indonesia, permintaan kakao Indonesia di pasar internasional, harga dunia biji
kakao kering dan harga domestik biji kakao kering terhadap peningkatan volume
ekspor kakao Indonesia di pasar internasional. Model yang digunakan dalam
menganalisis hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dengan
volume ekspor adalah model fungsi dari ekspor. Fungsi tersebut adalah suatu
fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel dimana variabel
yang satu disebut sebagai variabel dependen, yaitu variabel yang dijelaskan (Y)
dan variabel yang lain disebut sebagai variabel independen, yaitu variabel yang
menjelaskan (X) (Soekartawi, 1993). Secara matematis fungsi tersebut dapat
dituliskan dalam persamaan linier berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e
Dimana :
Y = Volume ekspor kakao di pasar internasional (Ton)
X1 = Luas lahan perkebunan kakao di Indonesia (Ha)
X2 = Produktivitas kakao Indonesia (Ton/ha)
X3 = Permintaan kakao Indonesia di pasar internasional (Ton)
X4 = Harga dunia (US$/kg)
X5 = Harga domestik (US$/kg)
a, b = Besaran yang akan diduga
e = Kesalahan (Disturbance Term)
Adanya perbedaan dalam satuan dan besaran variabel bebas maka
persamaan regresi dibuat dengan model logaritma natural untuk menghindari
41
adanya heteroskedastisitas, mengetahui koefisien yang menunjukkan elastisitas
dan mendekatkan skala data (Ghozali, 2005).
Penentuan variabel – variabel dalam penelitian ini berdasarkan teori – teori
perdagangan Internasional (ekspor). Metode analisis yang dipilih untuk penelitian
ini adalah analisis regresi berganda dan metode yang digunakan adalah metode
kuadrat terkecil atau method of Ordinary Least Square (OLS) sedangkan
operasional pengolahan data dilakukan dengan software SPSS. Metode OLS
mempunyai beberapa keunggulan yaitu secara teknis sangat mudah dalam
penarikan interpretasi dan perhitungan serta penaksiran BLUE (Best Linier
Unbiased Estimator). Sebelum model diestimasi terlebih dahulu dilakukan
sebagai berikut:
1. Pengajuan Hipotesis
Apabila syarat untuk ditelitinya suatu model regresi telah terpenuhi semua,
maka langkah selanjutnya untuk mengetahui diterima atau tidaknya hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini, dilakukan analisis data dengan:
a. Uji F
Untuk mengetahui sejauh mana model analisis yang digunakan dalam
penelitian ini dapat menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap variabel
tergantung, digunakan uji F dan memperhatikan besarnya koefisien determinasi
(R2) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
F = (ESS/(K-1))/(RSS/(n-K))
Dimana :
F = Nilai F hitung
ESS = Explained Sum Square (rata-rata kuadrat regresi)
RSS = Residual Sum Square (rata-rata kuadrat residual)
K = Banyaknya variabel termasuk konstanta
n = Jumlah data
Pengujian mulalui uji F adalah dengan membandingkan Fhitung dengan
Ftabelpada signifikansi 0,05. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari α0 ditolak dan
H1 diterima. Sedangkan formulasi H0 dan H1 adalah sebagai berikut:
H0 : b1 = b2 = b3 = b4 = 0 artinya tidak ada pengaruh yang berarti antara variabel
X1, X2, X3, X4 terhadap variabel Y.
42
H1 : b1 = b2 = b3 = b4 ≠ 0 artinya ada pengaruh yang berarti antara variabel X1,
X2, X3, X4 terhadap variabel Y.
b. Uji t
Untuk menguji hipotesis yang menyatakan apakah luas area perkebunan kakao,
produktivitas kakao, permintaan kakao dan harga biji kakao kering berpengaruh
terhadap volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional melalui uji t
dengan rumus sebagai berikut:
t = bi/(Se bi)
Dimana :
Sebi = Standar error dari koefisien regresi
bi = Koefisien regresi
Hipotesis statistiknya dinyatakan dengan:
H0 : bi = 0
H1 : bi ≠ 0
Pengujian dilakukan melalui uji t dengan membandingkan besarnya nilai
thitung jika besarnya nilai thitung lebih besar daripada nilai ttabel berarti variabel
bebas berpengaruh secara nyata terhadap variabel tidak bebas (secara parsial).
H0 ditolak apabila t-hitung >t-tabel atau t-hitung < - t-tabel pada taraf
signifikansi tertentu. H1 diterima, artinya variabel bebas (X) secara parsial
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (Y) pada tingkat
kepercayaan tertentu.
H0 diterima apabila – t-tabel< t-hitung < t-tabel pada taraf signifikansi tertentu.
H1 ditolak, artinya variabel bebas (X) secara parsial tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap variabel terikat (Y) pada tingkat kepercayaan tertentu.
43
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perkembangan Kakao di Indonesia
5.1.1 Perkembangan VolumeEkspor Kakao Indonesia di Pasar Internasional
Pada periode 1980-2015 volume ekspor kakao Indonesia di pasar
internasional berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan. Ekspor
kakao yang dimaksud adalah biji kakao kering.Rata-rata peningkatan ekspor
kakao Indonesia pada periode 1980-2015 adalah 15,14% per tahun. Pada tahun
1980 ekspor kakao Indonesia adalah 5.812.000 kg atau 5.812 ton dan pada tahun
2015 meningkat menjadi 355.321.000 kg atau 355.321 ton.
Luas lahan usahatani kakao dijelaskan pada Gambar 8 sebagai berikut :
Gambar 8. PerkembanganVolume Ekspor Kakao Indonesia di Pasar InternasionalSumber : Kementerian Pertanian, 2016 (Diolah)
5.1.2 Perkembangan Luas Lahan Tanaman Kakao di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor komoditas kakao yang
memiliki peran aktif dalam memasarkan komoditas kakao di pasar internasional.
Hal ini dapat dibuktikan dengan keikutsertaan indonesia dalam memenuhi
permintaan kakao di pasar internasional setiap tahunnya. Usahatani kakao
Indonesia di periode 1980-2014 sudah ditangani dengan sebaik mungkin oleh
pemerintah dan instansi terkait. Dapat dilihat dari meningkatnya luas lahan
usahatani kakao yang terus meningkat setiap tahun.
44
Luas lahan usahatani kakao dijelaskan pada Gambar 9 sebagai berikut :
Gambar 9. Perkembangan Luas Lahan Kakao IndonesiaSumber : Kementerian Pertanian, 2016 (Diolah)
Pada periode tahun 1980-2015 secara umum pola perkembangan luas lahan
kakao di Indonesia cenderung meningkat seperti pada Gambar 9. Pada tahun
1980, luas lahan kakao di Indonesia sebesar 207.348 ha, kemudian pada tahun
2015 menjadi 1.704.982 ha. Secara umum rata-rata peningkatan luas lahan kakao
pada kurun waktu 1980-2015 sebesar 11,48% per tahun. Pada periode ini luas
lahan terbesar terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 1.774.463 ha. Pada periode
1980-2011 rata-rata pertumbuhan luas lahan kakao sebesar 13,35% per tahun
sedangkan pada periode 2012-2015 luas lahan kakao turun sebesar 0,11% per
tahun.
Sejak tahun 2001, luas lahan kakao diatas satu juta hektar dan terus
meningkat hingga tahun 2012 dan tahun 2012 merupakan luas lahan tertinggi
selama periode 1980-2015. Menurut status pengusahaannya, perkebunan kakao di
Indonesia dibagi menjadi tiga yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar
Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Dari ketiga status
pengusahaan ini, peningkatan luas lahan cukup tinggi terjadi pada PR dimana
pada periode 1980-2011 luas lahannya meningkat sebesar 18,28% per tahun, PBN
sebesar 3,86% per tahun dan PBS sebesar 7,20% per tahun. Penurunan luas lahan
kakao nasional pada periode tahun 2012-2015 disebabkan karena luas lahan PBN
45
turun 16,52% dan PBS turun 8,38% sementara luas lahan PBR naik 0,52% per
tahun seperti pada Tabel 5 berikut.
Tabel 6. Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Lahan Kakao di IndonesiaTahun 1980-2015
Tahun Luas LahanPR PBN PBS Indonesia
Pertumbuhan (%)1980-20151980-20112012-2015
15,8118,280,52
1,033,86
-16,52
5,047,20-8,38
11,4813,35-0,11
Kontribusi (%)1980-20151980-20112012-2015
91,3094,7697,42
3,402,201,14
5,303,041,44
100,00100,00100,00
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah PusdatinKeterangan : PR = Perkebunan Rakyat
PBN = Perkebunan Besar Negara
PBS = Perkebunan Besar Swasta
Dari sisi kontribusi, luas lahan kakao Indonesia pada tahun 1980-2015
didominai oleh PR dengan rata-rata kontribusi sebesar 91,30% sementara PBN
sebesar 3,40% dan PBS sebesar 5,30% dari seluruh luas lahan kakao Indonesia.
Pada periode tahun 2012-2015, kontribusi luas lahan kakao PR sedikit meningkat
menjadi 97,42% sementara PBN 1,14% dan PBS 1,44% dari seluruh luas lahan
kakao di Indonesia (Tabel 5).
5.1.3 Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia
Perkembangan produktivitas biji kakao kering di Indonesia selama tahun
1980-2015 cenderung berfluktuasi (Gambar 10). Pada tahun 1980 produktivitas
biji kakao kering Indonesia sebesar 531 kg/ha kemudian tahun 2015 naik menjadi
799 kg/ha. Pada tahun 1999 produktivitas biji kakao kering Indonesia yaitu
sebesar 550 kg/ha. Namun sejak tahun 2000 produktivitas biji kakao kering
Indonesia perlahan naik kembali hingga mencapai 889 kg/ha pada tahun 2007.
Setelah itu produktivitas biji kakao kering Indonesia cenderung berfluktuasi
hingga pada tahun 2015 sebesar 799 kg/ha.
46
Gambar 10. Perkembangan Produktivitas Kakao IndonesiaSumber : FAOSTAT, 2016 (Diolah)
5.1.4 Perkembangan Permintaan Kakao Indonesia di Pasar Internasional
Perkembangan permintaan kakao Indonesia di pasar internasional cenderung
meningkat tiap tahunnya. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 11 sebagai berikut :
Gambar 11. Perkembangan Permintaan Kakao Indonesia di Pasar InternasionalSumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016 (Diolah)
Perkembangan permintaan kakao Indonesia di pasar internasional pada
periode 1980-2015 cenderung meningkat namun cukup fluktuatif seperti pada
Gambar 11. Pada tahun 1980 permintaan kakao Indonesia di pasar internasional
47
sebesar 4.680 ton, kemudian pada tahun 2015 menjadi 350.730 ton. Permintaan
kakao Indonesia di pasar internasional dari tahun 1980 cenderung naik setiap
tahunnya hingga pada nilai tertinggi tahun 2006 sebesar 609.035 ton. Setelah
tahun 2006 permintaan kakao Indonesia di pasar internasional cenderung turun
hingga tahun 2014 mencapai 333.679 ton dan kemudian tahun 2015 naik kembali
menjadi 350.730 ton (Gambar 11).
5.1.5 Perkembangan Harga Kakao Dunia
Perkembangan harga kakao dunia pada periode tahun 1980-2015 cenderung
fluktuatif setiap tahunnya. Perkembangan harga kakao dunia pada periode 1980-
2015 cenderung fluktuatif seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12. Harga kakao
dunia pada tahun 1980 adalah sebesar US$ 1,97/kg, kemudian pada tahun 2015
menjadi US$ 3,14/kg. Harga kakao dunia mencapai nilai tertinggi pada tahun
1985 yaitu sebesar US$ 3,78/kg, kemudian setelah itu harga kakao dunia sering
mengalami naik turun harga hingga pada 2015 harga kakao dunia sebesar US$
3,14/kg.
Harga kakao yang dimaksud pada penelitian ini adalah harga biji kakao
kering. Harga dunia yang dimaksud adalah harga yang diberlakukan kepada
komoditas ekspor biji kakao Indonesia di pasar internasional.
Gambar 12. Perkembangan Harga Kakao DomestikSumber : FAOSTAT, 2016 (Diolah)
48
5.1.6 Perkembangan Harga Kakao Domestik
Perkembangan harga kakao domestik pada periode tahun 1980-2015
cenderung meningkat namun cukup fluktuatif. Hal ini ditunjukkan pada Gambar
5.5 sebagai berikut :
Gambar 13. Perkembangan Harga Kakao DomestikSumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016 (Diolah)
Perkembangan harga domestik kakao Indonesia pada periode tahun 1980-
2015 cenderung fluktuatif seperti yang ditunjukkan Gambar 13. Pada 1980 harga
kakao domestik adalah senilai US$ 0,3975/kg, kemudian pada 2015 menjadi US$
1,6831/kg. Dari tahun 1980 perkembangan harga kakao domestik cenderung
mengalami kenaikan dan penurunan harga komoditas (Gambar 13). Harga kakao
domestik yang dimaksud adalah harga yang diberlakukan pada komoditas biji
kakao kering pada pasar domestik atau di dalam negeri.
Harga kakao domestik Indonesia pada tahun tertentu tergantung pada
pasokan kakao Indonesia pada tahun tersebut. Harga akan tinggi apabila pasokan
kakao sedikit dan permintaan akan kakao Indonesia tersebut tinggi pada pasar
domestik. Dan sebaliknya harga akan cenderung rendah apabila pasokan kakao
melimpah dan permintaan kakao Indonesia rendah pada pasar domestik. Hal ini
juga dipengaruhi dari perkembangan industri kakao dalam negeri.
49
5.2Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Kakao Indonesia di
Pasar Internasional
Hasil regresi dari model linier volume ekspor kakao disajikan pada Tabel 6 :
Tabel 7. Koefisien Variabel-Variabel BebasModel Unstandardized
CoefficientsStandardizedCoefficients
Beta
T Sig.
B Std. Error(Constant)
LLPR
PRMHRGDUNHRGDOM
-3,00940,687
18456,4380,9628,344-3,773
1,81219,597
28365,3640,0356,0581,511
0,0990,0130,9680,030-0,089
-1,6602,076-0,65127,7281,377-2.498
0,1070,0470,5200,0000,1790,018
R square 0,992R squareadjusted
0,991
F statistik 742,401Sig (F statistik) 0.000
Sumber : Data penelitian diolah dengan SPSSKeterangan : Variabel dependent ekspor
Model persamaan dapat ditulis sebagai berikut :
Y = -3,009 + 40,687X1 + 18.456,438X2 + 0,962X3 + 8,344X4 – 3,773E7 + e
5.2.1 Uji Kebaikan Kesesuaian (Goodness of Fit)
Berdasarkan pengujian model akan didapatkan pula koefisien determinasi
(R2), semakin tinggi koefisien determinasi maka akan semakin baik model
tersebut dalam arti semakin besar kemampuan variabel bebas (independent)
menerangkan variabel terikat (dependent). Nilai R2 akan meningkat dengan
bertambahnya jumlah variabel bebas dalam persamaan, namun dengan menambah
jumlah variabel bebas, derajat bebas akan semakin kecil. Karena itu dipergunakan
R2 adjusted yang sudah mempertimbangkan derajat bebas, disamping itu dapat
pula diketahui koefisien determinasi partial (r2) yang menunjukkan seberapa besar
kemampuan masing-masing variabel bebas (independent) mempengaruhi variabel
terikat (dependent).
Setelah dilakukan olah data diperoleh nilai koefisien determinasi (R
adjusted square) sebesar 0,991 artinya bahwa 99,1% variasi volume ekspor kakao
Indonesia di pasar internasional dapat dijelaskan secara nyata oleh variasi luas
lahan, produktivitas kakao Indonesia, permintaan kakao Indonesia di pasar
50
internasional, harga kakao dunia dan harga kakao domestik sedangkan 0,9%
variasi sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model (yang tidak
diteliti).
5.2.2 Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independent
secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependent. Dari perhitungan
diketahui bahwa nilai F hitung 742,401 dan Prob.sign 0,000 menunjukkan bahwa
secara bersama-sama (uji serentak) semua variabel independent luas lahan,
produktivitas kakao Indonesia, permintaan kakao Indonesia di pasar internasional,
harga kakao dunia dan harga kakao domestik terdapat pengaruh terhadap volume
ekspor kakao Indonesia di pasar internasional.
5.2.3 Uji t
Uji t bertujuan untuk menunjukkan variabel apa saja yang secara parsial
atau individu berpengaruh positif terhadap volume ekspor kakao Indonesia di
pasar internasional dengan membandingkan nilai signifikansi dari masing-masing
variabel tersebut (luas lahan, produktivitas, permintaan, harga kakao dunia dan
harga kakao domestik).
Hasil estimasi dari model regresi yang disajikan dalam Tabel 7
menunjukkan bahwa variabel produktivitas kakao dan harga kakao dunia
berpengaruh tidak signifikan terhadap ekspor kakao Indonesia ke pasar
internasional. Sedangkan variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap
ekspor kakao Indonesia di pasar internasional adalah luas lahan, permintaan kakao
Indonesia di pasar internasional dan harga kakao domestik. Interpretasi Tabel
7dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Variabel Luas Lahan Kakao Indonesia
Variabel luas lahan pada Tabel 7 memiliki nilai B (konstanta) sebesar 40,687
yang berarti bahwa apabila variabel luas lahan naik sebesar 1 ha maka volume
ekspor kakao Indonesia di pasar internasional akan mengalami kenaikan sebesar
40,687 kg pada taraf kepercayaan 95,3%. Koefisien bernilai positif artinya terjadi
hubungan positif antara luas lahan dengan volume ekspor kakao Indonesia di
51
pasar internasional, semakin naik luas lahan maka semakin meningkat volume
ekspor kakao Indonesia di pasar internasional.
Luas lahan kakao di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Hal ini disebabkan karena komoditas kakao sudah dianggap sebagai
komoditas unggulan bagi kegiatan ekspor Indonesia ke luar negeri. Dapat
dibuktikan dengan kontribusi ekspor kakao pada Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia melalui nilai ekspor kakao. Luas lahan kakao Indonesia pada tahun
2015 sudah mencapai 1.704.982 ha. Namun sayangnya tidak diimbangi dengan
peningkatan produksi yang signifikan sehingga volume ekspor kakao Indonesia di
pasar internasional hingga tahun 2015 pun hanya 355.321 ton.
Luas lahan kakao di Indonesia 95% merupakan Perkebunan Rakyat dimana
pelaku agribisnisnya adalah petani rakyat. Petani di Indonesia mayoritas memiliki
tingkat pendidikan rendah sehingga dalam kegiatan budidayanya mereka hanya
sekedar membudidayakan kakao secara konvensional. Banyak pihak yang sudah
berusaha melakukan pendekatan kepada petani dan memberikan penyuluhan
inovasi budidaya kakao namun terkadang petani masih bersikukuh dengan
budidaya yang sudah mereka lakukan secara turun-temurun. Oleh sebab itu,
produksi kakao Indonesia masih rendah karena mindset para petani masih tertutup
terhadap teknologi atau inovasi baru terhadap budidaya kakao.
Beberapa masalah pada lahan pertanian kakao Indonesia adalah pada
beberapa daerah penghasil kakao kemampuan lahannya sudah menurun karena
perawatan yang kurang intensif dari para pelaku pertanian. Lemahnya
kelembagaan petani dan sinergi antar stakeholder juga diyakini menjadi
permasalahan agribisnis kakao di Indonesia. Sehingga perlu adanya usulan
rekomendasi yang dapat dilakukan di waktu yang mendatang seperti
pengembangan perkebunan kakao melalui pendekatan kawasan agribisnis yang
memenuhi skala ekonomi, penguatan kelembagaan dan kapasitas petani kakao
untuk meningkatkan daya tawar petani dan koordinasi sinergi program dari
berbagai stakeholders dari hulu ke hilir termasuk melakukan pendampingan baik
dari aspek budidaya, pengolahan pascapanen, pemasaran maupun pembiayaan.
Dengan melihat interpretasi hasil regresi pada Tabel 7 bahwa pada setiap
kenaikan satuan luas lahan kakao sebesar 1 ha maka akan meningkatkan volume
52
ekspor kakao Indonesia di pasar internasional sebesar 40,687 kg pada taraf
kepercayaan 95,3% diharapkan kepada para petani untuk lebih meningkatkan
produksi kakao pada satuan luas lahan kakao yang mereka miliki karena pada
penelitian ini variabel luas lahan berpengaruh secara positif terhadap volume
ekspor kakao Indonesia di pasar internasional.
2. Variabel Produktivitas Kakao Indonesia
Variabel produktivitas pada Tabel 7 memiliki nilai B (konstanta) sebesar
18456,438 yang berarti bahwa apabila variabel produktivitas naik sebesar 1 kg/ha
maka volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional akan mengalami
kenaikan sebesar 18456,438 kg pada taraf kepercayaan 48%. Koefisien bernilai
positif artinya terjadi hubungan positif antara produktivitas dengan volume ekspor
kakao Indonesia di pasar internasional, semakin naik produktivitas maka semakin
meningkat volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional.
Produktivitas kakao di Indonesia cenderung mengalami fluktuasi setiap
tahunnya. Hal ini terjadi karena beberapa kendala diantaranya mayoritas usia
tanaman yang sudah tua dan rendahnya pemanfaatan teknologi berbasis Good
Agricultural Practices (GAP) sehingga menyebabkan penurunan produktivitas.
Selain masalah di atas, terjadinya serangan hama penggerek buah kakao (PBK)
serta penyakit busuk buah kakao maupun VSD di lapangan juga menjadi masalah
yang menyebabkan menurunnya produktivitas kakao(Departemen Pengembangan
UMKM, 2015).
Rendahnya produktivitas kakao terutama kakao rakyat, karena pada
umumnya petani kakao belum menanam benih unggul yang dianjurkan,
kebanyakan kakao yang ditanam berasal dari benih asalan sehingga produksinya
rendah dan rentan serangan hama dan penyakit. Rendahnya produktivitas kakao
juga banyak disebabkan oleh kondisi perawatan dan pemeliharaan kebun. Banyak
tanaman yang diusahakan petani kondisinya tidak terawat dan tidak produktif
karena sudah berumur tua, di atas 25 tahun. Pemupukan seringkali juga tidak
sesuai aturan karena sulitnya memperoleh pupuk yang distribusinya terbatas
sehingga harganya relatif mahal, sementara petani pada umunya kurang bermodal.
Pemangkasan dan kebersihan kebun juga kurang diperhatikan sehingga tanaman
tidak produktif bahkan mendorong meningkatnya serangan OPT.
53
Dengan melihat interpretasi hasil regresi pada Tabel 7 bahwa pada setiap
kenaikan satuan produktivitas kakao sebesar 1 kg/ha maka akan meningkatkan
volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional sebesar 18.456,6438 kg
pada taraf kepercayaan 48% diharapkan kepada para petani untuk lebih
meningkatkan produktivitas kakao pada satuan luas lahan kakao yang mereka
miliki karena pada penelitian ini variabel produktivitas berpengaruh secara positif
terhadap volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional.
3. Variabel Permintaan Kakao Indonesia di Pasar Internasional
Variabel permintaan pada Tabel 7 memiliki nilai B (konstanta) sebesar 0,962
yang berarti bahwa apabila variabel permintaan naik sebesar 1 kg maka volume
ekspor kakao Indonesia di pasar internasional akan mengalami kenaikan sebesar
0,962 kg pada taraf kepercayaan 100%. Koefisien bernilai positif artinya terjadi
hubungan positif antara permintaan dengan volume ekspor kakao Indonesia di
pasar internasional, semakin naik permintaan maka semakin meningkat volume
ekspor kakao Indonesia di pasar internasional.
Permintaan kakao Indonesia cenderung meningkat namun cukup
berfluktuasi. Hal ini dikarenakan karena beberapa faktor diantaranya negara
pengimpor pada umumnya melihat kualitas dari biji kakao Indonesia yang
diekspor. Salah satu permasalahan dalam komoditas kakao sebagai komoditas
ekspor adalah sebagian besar (78,5%) diekspor dalam bentuk biji kering tanpa
pengolahan lebih lanjut (produk primer), sehingga harga jualnya menjadi lebih
rendah dibanding bila diolah dulu melalui proses fermentasi. Hal ini terjadi karena
petani menghendaki pembayaran yang lebih cepat tanpa harus menunggu proses
fermentasi. Dampak langusng dari kondisi ini adalah pendapatan petani menjadi
berkurang serta industri pengolahan kakao dalam negeri kurang berkembang
karena kurang pasokan bahan baku sehingga dampak lebih lanjut adalah
penyerapan tenaga kerja menjadi rendah.
Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah telah menetapkan
kebijakan tarif ekspor baru dalam bentuk PMK No. 67/2010 tentang penetapan
barang ekspor yang dikenakan bea keluar diantaranya biji kakao, yang
dimaksudkan untuk mencegah arus ekspor kakao terutama kakao yang belum
diolah sehingga mendorong berkembangnya industri pengolahan kakao dalam
54
negeri yang dapat menyadiakan lapangan kerja juga meningkatkan harga jual
ekspor dan pendapatan petani. Perbaikan mutu perlu dilakukan pada agribisnis
kakao di Indonesia untuk meningkatkan permintaan kakao Indonesia di pasar
internasional. Untuk mendapatkan mutu produksi yang baik, buah yang dipanen
harus cukup masak. Pemetikan dilakukan dengan alat pemotong agar tidak
merusak buah maupun bantalan tangkai buah. Rendahnya mutu biji kakao
Indonesia mengakibatkan kakao Indonesia hanya dipakai sebagai bahan campuran
makanan cokelat maksimal 10% (Veldsman, 1993).
Peningkatan mutu kakao dilakukan dengan teknologi pengolahan kakao
seperti fermentasi dan pengeringan. Sebelum difermentasi buah hasil pemeraman
dan pemecahan disortasi berdasarkan kualitasnya. Fermentasi dilakukan untuk
memperoleh biji kakao kering yang bermutu baik dan memiliki aroma serta cita
rasa khas cokelat. Biji yang sudah difermentasi kemudian dicuci, dikeringkan dam
disortasi untuk memisahkan biji kakao dari kotoran yang melekat. Pengeringan
dilakukan untuk menjaga agar hasil fermentasi tetap baik.
Dengan melihat interpretasi hasil regresi pada Tabel 7bahwa pada setiap
kenaikan satuan permintaan kakao Indonesia sebesar 1 kg maka akan
meningkatkan volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional sebesar
0,962 kg pada taraf kepercayaan 100% diharapkan kepada para petani untuk lebih
meningkatkan mutu biji kakao pada produksi kakao yang mereka hasilkan karena
pada penelitian ini variabel permintaan berpengaruh secara positif terhadap
volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional.
4. Variabel Harga Kakao Dunia
Variabel harga kakao dunia pada Tabel 7 memiliki nilai B (konstanta) sebesar
8,334 yang berarti bahwa apabila variabel harga kakao dunia naik sebesar US$ 1
maka volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional akan mengalami
kenaikan sebesar 8,334 kg pada taraf kepercayaan 82,1%. Koefisien bernilai
positif artinya terjadi hubungan positif antara harga kakao dunia dengan volume
ekspor kakao Indonesia di pasar internasional, semakin naik harga kakao dunia
maka semakin meningkat volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional.
Harga kakao dunia cenderung fluktuatif dari tahun ke tahun. Hal ini
dikarenakan karena beberapa hal diantaranya terjadi gagal panen atau terjadi
55
penurunan produksi yang relatif tajam di negara produsen utama. Ini terjadi pada
saat sejumlah negara produsen kakao di Afrika mengalami kekeringan panjang
atau ketika Indonesia mengalami musim kemarau basah. Dampaknya produksi di
produsen utama menurun sehingga harga meningkat. Hal lainnya yang mungkin
terjadi adalah terjadinya serangan hama dan penyakit yang terjadi secara masif.
Meskipun kasus ini jarang terjadi namun ini adalah resiko yang mungkin pada
perkebunan kakao.
Masalah penurunan permintaan pada negara pengimpor juga dapat menjadi
masalah kenapa harga kakao dunia berfluktuasi. Hal ini bisa terjadi ketika terjadi
krisis ekonomi di negara-negara industri cokelat. Seperti saat terjadi krisis
ekonomi di Eropa yang berdampak pada penurunan demand terhadap biji kakao
sehingga harga mengalami penurunan secara drastis.
Dengan melihat interpretasi hasil regresi pada Tabel 7 bahwa pada setiap
kenaikan satuan harga kakao dunia sebesar US$ 1 maka akan meningkatkan
volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional sebesar 8,344 kg pada taraf
kepercayaan 82,1% diharapkan kepada para petani untuk lebih meningkatkan
produksi dan mutu kualitas kakao pada satuan luas lahan kakao yang mereka
miliki karena penurunan produksi kakao pada negara produsen dapat
mempengaruhi harga kakao dunia yang nantinya juga akan berpengaruh terhadap
volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional.
5. Variabel Harga Kakao Domestik
Variabel harga kakao domestik pada Tabel 7 memiliki nilai B (konstanta)
sebesar -3,773 yang berarti bahwa apabila variabel harga kakao domestik naik
sebesar US$ 1 maka volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional akan
mengalami penurunan sebesar 3,773 kg pada taraf kepercayaan 98,2%. Koefisien
bernilai negatif artinya terjadi hubungan negatif antara harga kakao domestik
dengan volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional, semakin naik harga
kakao domestik maka semakin menurun volume ekspor kakao Indonesia di pasar
internasional.
Harga kakao domestik cenderung meningkat namun sering mengalami
fluktuasi. Hal ini disebabkan karena harga kakao dunia juga berfluktuasi. Harga
kakao dunia memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap harga kakao
56
domestik. Apabila pasokan kakao dari negara produsen meningkat secara drastis
maka harga kakao dunia akan menurun secara drastis karena kelebihan pasokan
kakao di pasar internasional. Dengan menurunnya harga kakao dunia maka harga
kakao domestik pun juga akan menurun karena melimpahnya barang yang
ditawarkan kepada konsumen.
Dengan melihat interpretasi hasil regresi pada Tabel 7 bahwa pada setiap
kenaikan satuan harga kakao domestik sebesar US$ 1 maka akan menurunkan
volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional sebesar 3,773 kg pada taraf
kepercayaan 98,2%. Hal ini terjadi karena apabila harga domestik naik maka
petani kakao di Indonesia cenderung menjual produknya di pasar Indonesia.
Petani akan berpikir bahwa dengan menjual barangnya di pasar Indonesia maka
dia sudah memperoleh keuntungan karena harganya sedang tinggi dan
mengakibatkan penurunan pada volume produk yang akan diekspor. Oleh sebab
itu pada penelitian ini variabel harga kakao domestik berpengaruh secara negatif
terhadap volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional.
57
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian analisis faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Perkembangan volume ekspor kakao Indonesia pada periode 1980-2015
fluktuatif namun cenderung mengalami peningkatan. Rata-rata peningkatan
ekspor kakao Indonesia adalah 15,14% per tahun. Pada tahun 1980 ekspor
kakao Indonesia adalah 5.812 ton dan pada tahun 2015 meningkat menjadi
355.321 ton.
2. Perkembangan luas lahan kakao Indonesia pada periode 1980-2015 cenderung
mengalami peningkatan. Pada tahun 1980 luas lahan kakao Indonesia adalah
207.348 ha dan pada tahun 2015 luas lahan kakao Indonesia meningkat
menjadi 1.704.982 ha. Produktivitas kakao Indonesia cenderung sering
fluktuatif setiap tahunnya. Pada tahun 1980 produktivitas kakao Indonesia
adalah 531 kg/ha dan pada tahun 2015 naik menjadi 799 kg/ha.
3. Dari hasil penelitian, diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
volume ekspor kakao Indonesia di pasar internasional diantaranya luas lahan,
produktivitas, permintaan kakao Indonesia di pasar internasional, harga kakao
dunia dan harga kakao domestik. Secara keseluruhan, variabel volume ekspor
kakao Indonesia di pasar internasional seperti luas lahan (X1), produktivitas
(X2), permintaan kakao Indonesia di pasar internasional (X3) dan harga kakao
dunia (X4) berpengaruh secara positif sebesar 99,1%, namun harga kakao
domestik (X5) berpengaruh secara negatif. Variabel dominan yang berpengaruh
positif adalah luas lahan dan permintaan dengan tingkat kesalahan di bawah
5%.
6.2 Saran
Untuk penanganan lebih lanjut, maka saran penelitian mengenai analisis
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap volume ekspor kakao Indonesia di pasar
internasional yaitu sebagai berikut :
58
1. Dengan mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi ekspor kakao
Indonesia di pasar internasional diharapkan pemerintah dan instansi terkait
mampu menjaga dan meningkatkan faktor-faktor yang berpengaruh secara
positif di penelitian ini untuk meningkatkan volume ekspor kakao Indonesia
agar dapat selalu memenuhi permintaan kakao Indonesia di pasar
internasional.
2. Perlu adanya kerjasama antara pemerintah dengan pengusaha atau instansi
terkait dalam meningkatkan produksi, produktivitas dan kualitas biji kakao
Indonesia baik melalui kerjasama teknis, sharing informasi pasar maupun
dalam teknologi penanganan dan pengolahan pasca panen untuk
meningkatkan kualitas komoditi kakao Indonesia yang akan diekspor.
59
DAFTAR PUSTAKA
Anggita, Anna dan Amzul. 2014. Analisis Perdagangan Kakao Indonesia di PasarInternasional. FE IPB. Bogor.http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/bultri/article/view/2321 (Diakses pada tanggal 4 November 2016).
Arsyad, Lincolin. 1991. Ikhtisar Teori dan Soal Jawab Ekonomi Mikro. BPFE.Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Data Ekspor Non Migas Subsektor Tanaman BahanPangan dan Perkebunan Indonesia tahun 2014. Berita Resmi Statistik.Jakarta.https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1002 (Diakses padatanggal 15 Oktober 2016).
Damar, Archibald. 2011. AnalisisFaktor-Faktor yangMempengaruhiEksporBijiKakao Indonesia ke Malaysia danSingapura.Semarang.http://eprints.undip.ac.id/28640/1/JURNAL_SKRIPSI.pdf(Diaksespadatanggal 15 Oktober 2016).
Deliarnov. 1997. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. PT. Raja Grafindo Persada.Jakarta.
Departemen Pengembangan UMKM. 2015. Peningkatan Daya Saing dan NilaiTambah Kakao Indonesia.. Bank Indonesia. Sulawesi Selatan.http://www.bi.go.id/id/umkm/penelitian/nasional/kajian/Documents/Proceeding%20Seminar%20Peningkatan%20Daya%20Saing%20dan%20Nilai%20Tambah%20Kakao%20Indonesia.pdf (Diakses pada tanggal 7 Agustus 2016).
Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Menuju ASEAN Economic Community2015. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.Jakarta.http://bkp.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/kemendag1-12.pdf(Diakses pada tanggal 4 November 2016).
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Rencana Strategis Pembangunan Perkebunan2010-2014. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.Jakarta.http://ditjenbun.pertanian.go.id/.../file/RENSTRA-DITJEN-PERKEBUNAN-2010-2014.pdf (Diakses pada 19 Oktober 2016)
Duenas-Caparas, Ma. Teresa S. 2006. Determinants of Export Performance in thePhillipine Manufacturing Sector. Eindhoven Centre for Innovation Studies.Eindhoven.
60
FAOSTAT. 2015. Data Produksi Kakao Pantai Gading, Ghana danIndonesia.http://www.fao.org/faostat/en/#data/QC (Diakses pada tanggal 24Agustus 2017).
Ferguson dan Gould. 1975. Microeconomic Theory and Application. Prentice HallInternational, Inc. London.
Figuera, A. and Janick, J. 1993. New Products from Theobroma cacao: Seed Pulpand Pod Gum. New Crops. New York.
Gaspersz, Vincent. 1996.Total Quality Management.GramediaPustakaUtama.Jakarta.
Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. BadanPenerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
ICCO. 2003. Products That Can be Made from Cocoa. International CocoaOrganization. https://www.icco.org/faq/52-by-products/115-products-that-can-be-made-from-cocoa.html (Diakses tanggal 4 November 2016).
Izzudin. 2015. AnalisisDayaSaingEksporBijiKakaoSebagaiKomoditasUnggulanIndonesia dalamMenghadapiIntegritasEkonomi ASEAN 2015.Malang.http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/2065(Diaksespadatanggal 14 Oktober 2016).
Kementerian Pertanian. 2013. Penetapan Kinerja (PK) Satuan Kerja LingkupDirektorat Jenderal Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Kindleberger. 1982. EkonomiInternasionalEdisiKedelapan. Erlangga. Jakarta.
Krugman, Paul dan Obsfeld, Maurice. 2004. Ekonomi Internasional Teori danKebijakan Harper Collins Publisher. PT. Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta.
Lindert, Peter H. 1995. TeoriEkonomiInternasionalEdisiKesembilan. BumiAksara.Jakarta.
Mangoensoekarjo, S. dan Semangun, H. 2003. ManajemenBudidayaKelapaSawit.GadjahMada University Press. Yogyakarta.
Mubyarto, 1989. PengantarEkonomiPertanian.LP3ES. Jakarta.
Nicholson, W. 1995. Mikroekonomi Intermediate danAplikasinya. Bina RupaAksara.Jakarta.
61
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap BudidayaKakao. Agromedia Pustaka. Jember.
Purwowidodo. 1983. Teknologi Mulsa. Dewaruci Press. Jakarta.
PT. Perkebunan Nusantara IV. 1996. Vandemecum Kelapa Sawit, Karet dan Kakao.Langsa. Jakarta.
Rafi’i, Suryatna. 1985. Meteorologi dan Klimatologi. Angkasa. Bandung.
Rahardja, Pratama. 2008. TeoriEkonomiMakro :SuatuPengantar. LembagaPenerbitFE UI. Jakarta.
Rayes. 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Balai Penelitian Tanah danWorld Agroforestry Centre. Bogor.
Referensi Nasional Kakao. 2010. Indikator Nasional untuk Kriteria Sertifikasi KakaoLestari. Kelompok Referensi Nasional Kakao. Jakarta.
Salvatore, Dominick. 1996. Ekonomi Internasional. Erlangga. Jakarta.
Setiawan, D. 1995. TanamanKakao, BudidayadanPengolahanHasil. PusatPenelitianKopi danKakao, Jember.
Siregar, T.H.S., S. Riyadi dan L. Nuraeni. 2007. Pembudidayaan, Pengolahan danPemasaran Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, T.H.S., S. Riyadi dan L. Nuraeni. 2008. Faktor-Faktor yang MempengaruhiPengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Tahunan pada PerusahaanManufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. FE USU.Medan.http://eprints.ums.ac.id/20073/23/2._Naskah_Publikasi_Ilmiah.pdf(Diakses pada tanggal 4 November 2016).
Sitorus, Santun R.P. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito. Bandung.
Smith, T. 2009. Growth Regulator, Extension Floriculture Program, USDA’sCooperative State Research, Education and Extension Service (CREES).University of Massachusetts Armherst. Massachusetts.
Sudarmo, S. 1989. Tanaman Perkebunan. Pengendalian Hama dan Penyakit.Kanisius. Yogyakarta.
Sukirno, Sadono. 2002. TeoriMikroEkonomi. CetakanKeempatBelas. Rajawali. Press.Jakarta.
62
Sunanto, H. 1992. Cokelat, Budidaya, PengolahanHasildanAspekEkonominya.Kanisius. Yogyakarta.
Sunanto, H. 1994. BudidayaTanamanKakao. Kanisius, Yogyakarta.
Soekartawi. 1993. Analisis Usahatani. Raja grafindo Persada, Jakarta.
Triyoso, Bambang. 2004. Analisis Kausalitas Antar Ekspor dan PertumbuhanEkonomi di Negara-Negara ASEAN. Fakultas Ekonomi UNSU. SumateraUtara.https://jurnal.usu.ac.id/index.php/edk/article/view/11687(Diakses padatanggal 4 November 2016).
Veldsman, I. 1993. A European Chocolate Manufacturer's Experience of FermentedSulawesi Cocoa. ICCE Conference.
Widianingsih, Yuli. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PermintaanEkspor Biji Kakao Indonesia di Malaysia, Singapura dan China.UNDIP.Semarang. http://eprints.undip.ac.id/28640/1/JURNAL_SKRIPSI.pdf (Diaksespada tanggal 4 November 2016).