60
ANALISIS FAKTOR RESIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUALA TADU KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA SKRIPSI INTAN ZUHRA NIM: 11C10104128 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH 2016

ANALISIS FAKTOR RESIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.utu.ac.id/795/1/I-V.pdfmengganti jaringan tubuh yang rusak. b. Memperoleh energi guna melakukan kegiatan sehari-hari. c

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • ANALISIS FAKTOR RESIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN

    GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA

    PUSKESMAS KUALA TADU KECAMATAN

    TADU RAYA KABUPATEN

    NAGAN RAYA

    SKRIPSI

    INTAN ZUHRA

    NIM: 11C10104128

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

    UNIVERSITAS TEUKU UMAR

    MEULABOH

    2016

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Upaya perbaikan gizi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi

    perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi

    makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan

    gizi serta kesehatan sesuai dengan ilmu dan teknologi. Gizi yang baik merupakan

    landasan kesehatan, gizi mempengaruhi kekebalan tubuh, kerentanan terhadap

    penyakit, serta pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental. Gizi yang baik

    akan menurunkan kesakitan, kecacatan dan kematian sehingga meningkatkan

    kualitas sumber daya manusia (Kemenkes RI, 2015)

    Berdasarkan penilaian United Nations Development Programs (UNDP),

    pemerintah Indonesia menyepakati deklarasi milenium yang dikenal dengan

    Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yang mana salah satu poin dari

    tujuan pembangunan tersebut adalah mengurangai kematian pada anak. Hal ini

    dikarenakan masih tingginya angka kematian balita, yakni 44 per seribu

    kelahiran hidup (Kemenkes, 2013).

    Menurut World Organization Health (WHO) dalam Azwar (2004), lebih

    dari separuh kematian balita disebabkan buruknya status gizi. Hal ini menjadi

    salah satu masalah utama kesehatan masyarakat yang dapat mengancam

    kualitas sumber daya manusia di masa mendatang karena masa balita merupakan

    landasan yang membentuk masa depan kesehatan, kebahagiaan, Indra Bakti

    Prakoso pertumbuhan, perkembangan (Unicef dalam Kemenkes RI, 2012).

    1

  • 2

    Masa balita juga biasa disebut masa emas (golden age period) dimana

    sel-sel otak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.

    Pertumbuhan otak hingga 90% terjadi pada masa ini. Kurang terpenuhinya gizi

    pada anak dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan

    baik fisik maupun psikomotor dan mental, serta dapat menyebabkan kekurangan

    sel otak sebesar 15% hingga 20% (Widodo, 2008).

    Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas

    ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya yang sulit diperbaiki. Selain

    itu, anak yang menderita kurang gizi memiliki rata-rata IQ 11 point lebih

    rendah dibandingkan rata-rata anak-anak yang tidak kekurangan gizi

    (UNICEF dalam Hadi, 2005).

    Salah satu cara untuk mengukur kondisi gizi adalah dengan penilaian

    status gizi. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

    variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

    Status gizi ditentukan oleh beberapa faktor, menurut Unicef dalam Supariasa

    (2002) status gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh beberapa faktor

    yang, yaitu salah satunya adalah asupan makanan sebagai penyebab langsung dan

    keterampilan ibu tentang gizi pada balita sebagai pokok permasalahan. Asupan

    atau konsumsi makanan dapat mempengaruhi langsung keadaan gizi atau status

    gizi seseorang (Supariasa, dkk, 2012).

    Energi merupakan zat yang sangat penting dalam mencegah terjadinya gizi

    kurang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Stunkard

    et al, (2004) yang melakukan studi kohort pada bayi baru lahir, di peroleh hasil

    bahwa dari 40 bayi yang dianggap beresiko tinggi untuk obesitas berdasarkan

  • 3

    BMI ibu sebelum hamil dan 38 bayi lainnya yang dianggap beresiko rendah.

    Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa asupan energi total adalah

    penentu dari berat badan pada bayi ini baik pada saat bayi menginjak usia satu

    dan dua tahun. Kemudian untuk perilaku ibu berkaitan dengan pola asuh,

    menurut Herman dalam Huriah, (2006), keadaan gizi juga balita dipengaruhi oleh

    pola pengasuhan keluarga karena balita masih bergantung dalam mendapatkan

    makanan. Studi menunjukkan bahwa orang tua yang memahami pentingnya gizi

    dapat membantu anak balita memilih makanan sehat (Bomar, 2004).

    Peran ibu sangatlah sentral dalam hal pengasuhan anak, karena secara

    kultural di Indonesia ibu memegang peranan dalam mengatur tata laksana

    rumah tangga sehari-hari termasuk hal pengaturan makanan keluarga. Selain

    itu, ibu rumah tangga adalah penentu utama dalam pengembangan sumber daya

    manusia dalam keluarga dan pengembangan diri anak sebelum memasuki usia

    sekolah (Harsiki, 2002).

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Birch dalam Metz, 2002),

    dalam pengasuhan, perilaku ibu dalam pemberian nutrisi sangat berkaitan dengan

    indeks masa tubuh atau status gizi dari anak. Orang tua dan lingkungan

    keluarga memainkan peran penting dalam membentuk preferensi makanan

    anak-anak, perilaku makan, dan asupan energi.

    Tahun 2013 7,2% bayi di Indonesia masuk dalam gizi kurang. Status gizi

    di Indonesia sebagian besar memang sudah baik, namun masih ada pula bayi yang

    memiliki gangguan status gizi seperti gizi kurang. Tahun 2013 di Jawa terdapat

    136 kecamatan rawan gizi atau 20,54% dari 662 kecamatan yang ada di Provinsi

    Jawa. Jumlah bayi BGM di Jawa Timur tahun 2013 sebanyak 42.826 atau

  • 4

    2,07% dari seluruh bayi yang ditimbang. Cakupan status gizi di Jawa tahun

    2013 adalah 12,3% termasuk dalam gizi kurang (Kemenkes RI, 2013).

    Prevalensi gizi buruk yang lebih besar dari 2,5% terjadi di 15

    Kabupaten atau Kota yang ada di Provinsi Aceh. Data Kementerian Kesehatan

    menunjukkan 17,7 persen anak Aceh mengalami kurang gizi (Dinas Kesehatan

    Provinsi Aceh, 2013). Sedangkan menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten

    Nagan Raya menyebutkan jumlah cakupan gizi kurang sebanyak 38,3% dari total

    bayi (Dinas Kesehatan Nagan Raya, 2014).

    Berdasarkan data Puskesmas Kuala Tadu jumlah kasus gizi kurang pada

    tahun 2014 adalah sebanyak 4 kasus, dan pada tahun 2015 terjadi sebanyak 7

    kasus gizi kurang (Puskesmas Kuala Tadu, 2015).

    Berdasarkan permasalahan diatas peneliti mengkaji secara ilmiah tentang

    “Analisis Faktor Resiko yang Berhubugan dengan Gizi Kurang pada Balita di

    Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan

    Raya “.

    1.2 Permasalahan

    Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka permasalahan dalam

    penelitian ini adalah “faktor Resiko apa saja yang Berhubugan dengan Gizi

    Kurang pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan Tadu

    Raya Kabupaten Nagan Raya”.

  • 5

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1. Tujuan Umum

    Untuk Menganalisis Faktor Resiko yang Berhubugan dengan Gizi Kurang

    pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya

    Kabupaten Nagan Raya

    1.3.2 . Tujuan Khusus

    1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan dengan resiko

    gizi kurang Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu

    Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya Tahun 2015

    2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan Sikap dengan resiko gizi

    kurang Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu

    Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya Tahun 2015

    3. Untuk mengetahui apakah ada hubungan Pelayanan Kesehatan dengan

    resiko gizi kurang Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala

    Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya Tahun 2015

    4. Untuk mengetahui apakah ada hubungan Sosial Budaya dengan resiko

    gizi kurang Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu

    Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya Tahun 2015

    1.4 Hipotesis Penelitian

    Ha : Ada hubungan faktor pengetahuan, sikap, pelayanan kesehatan dan

    sosial budaya dengan Resiko Gizi Kurang Pada Balita Di Wilayah

    Kerja Puskesmas Kula Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan

    Raya Tahun 2015.

  • 6

    1.5 Manfaat Penelitian

    1.5.1. Manfaat Teoritis

    1. Dapat menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua.

    2. Melatih kemampuan penulis dalam meneliti masalah faktor resiko gizi

    kurang pada balita.

    3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pembaca yang berminat dalam hal

    penelitian masalah faktor resiko gizi kurang pada balita.

    1.4.2 Manfaat Praktis

    1. Memberikan informasi dan masukan bagi masyarakat terhadap faktor

    resiko gizi kurang pada balita.

    2. Untuk menambah referensi bagi mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat

    Universitas Teuku Umar Meulaboh Aceh Barat Tahun 2015.

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pengertian gizi

    Gizi (nutrient) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan

    fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta

    mengatur proses-proses kehidupan (Almatsier, 2005). Menurut Sediaoetama, 1997

    (dalam Santoso, 2004), gizi atau makanan merupakan bahan dasar penyusunan

    bahan makanan yang mempunyai fungsi sumber energi atau tenaga, menyokong

    pertumbuhan badan, memelihara dan mengganti jaringan tubuh, mengatur

    metabolisme dan berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh.

    Secara umum zat gizi kita kenal ialah: karbohidrat atau hidrat arang,

    protein, atau zat putih telur, lemak vitamin-vitaimin dan mineral. Ada kelompok

    ahli yang menambahkan air oksigen dengan alasan ini belum diterima oleh semua

    ahli (Sediaoetama, 2000).

    Penjelasan singkat kelima zat gizi tersebut adalah:

    1. Karbohidrat atau hidrat arang

    2. Protein atau zat putih telur

    3. Lemak

    4. Vitamin

    5. Mineral

    Penggolongan bahan makanan berdasarkan fungsi dari zat gizinya menurut

    Sediaoetama, (2000) adalah:

    7

    http://www.sarjanaku.com/2013/03/pengertian-gizi-dan-zat-gizi-definisi.htmlhttp://www.sarjanaku.com/2013/03/pengertian-gizi-dan-zat-gizi-definisi.html

  • 8

    1. Zat gizi penghasil energi, yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Zat gizi ini

    sebagian besar dihasilkan oleh bahan makanan pokok. Zat tenaga dari

    makanan pokok digunakan untuk pertumbuhan dan untuk beraktivitas.

    2. Zat gizi pembangun sel, terutama diduduki oleh protein sehingga bahan

    pangan lauk-pauk tergolong dalam bahan makanan sumber zat pembangun

    berguna untuk perkembangan.

    3. Zat gizi pengatur, ke dalam kelompok ini termasuk vitamin dan mineral. Zat

    pengatur diperlukan anak agar organ tubuh anak berfungsi dengan baik.

    2.1.1. Sumber-sumber zat gizi

    1. Bahan makanan sumber karbohidrat : beras, jagung, kentang, singkong,ubi,

    tepung terigu, mie, talas.

    2. Bahan makanan sumber protein nabati : tempe, tahu, kacang ijo, kacang

    kedelai, kacang merah, kacang tanah. Bahan makanan sumber protein

    hewani : telur, ikan, ayam, daging, hati, udang, lele, teri, susu.

    3. Bahan makanan sumber vitamin dan mineral : sayur dan buah

    a. Buahan termasuk golongan bahan makanan sumber zat pengatur, sumber

    zat pengatur terutama sayuran berwarna hijau tua seperti daun singkong,

    daun kacang panjang, daun melinjo, daun pepaya, kangkung, bayam,

    sawi hijau serta sayuran yang berwarna kuning, jingga seperti wortel,

    tomat, labu kuning. Demikian pula sayuran golongan kacang - kacangan

    seperti kacang panjang, buncis, kecipir. Buah-buahan seperti: pepaya,

    nanas, jambu air, mangga, nangka masak, pisang, jeruk, jambu biji,

    rambutan, apel (Santoso, 2004).

  • 9

    b. Bahan makanan sumber lemak : minyak tumbuh - tumbuhan (minyak

    kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan

    sebagainya), mentega, margarin, dan lemak hewan (lemak daging dan

    ayam). Sumber lemak lain adalah kacang - kacangan, biji - bijian, daging

    dan ayam gemuk, krim, susu, keju, kuning telur, serta makanan yang

    dimasak dengan lemak atau minyak. Buah yang mengandung banyak lemak

    adalah apokat (Almatsier, 2003).

    2.2.Macam-macam gizi

    Dalam kehidupan manusia sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan,

    karena makanan adalah salah satu persyaratan pokok untuk manusia, disamping

    udara (oksigen). Empat fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia adalah

    untuk:

    a. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta

    mengganti jaringan tubuh yang rusak.

    b. Memperoleh energi guna melakukan kegiatan sehari-hari.

    c. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral

    dan cairan tubuh yang lain.

    d. Berperan didalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.

    Agar makanan dapat berfungsi seperti itu maka makanan yang kita makan

    sehari-hari tidak hanya sekedar makanan. Makanan harus mengandung zat-zat

    tertentu sehingga memenuhi fungsi tersebut, dan zat-zat gizi ini disebut gizi.

    Dengan perkataan lain makanan yang kita makan sehari-hari harus dapat

    memelihara dan meningkatkan kesehatan.

  • 10

    Ilmu yang mempelajari atau mengkaji masalah makanan yang dikaitkan

    dengan kesehatan ini disebut ilmu gizi. Batasan klasik mengatakan bahwa ilmu

    gizi ialah ilmu yang mempelajari nasib makanan sejak ditelah sampai diubah

    menjadi bagian tubuh dan energi serta diekskresikan sebagai sisa. (Achmad

    Djaeni, 2009).

    Dalam perkembangan selanjutnya ilmu gizi mulai dari pengadaan,

    pemilihan, pengolahan sampai dengan penyajian makanan tersebut. Dari batasan

    tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu gizi itu mencakup 2 komponen

    penting yaitu makanan dan kesehatan.

    Untuk mencapai kesehatan yang optimal diperlukan makanan bukan sekedar

    makanan tetapi makanan yang mengandung gizi atau zat-zat gizi. Zat-zat makanan

    yang diperlukan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan ini dikelompokkan

    menjadi 5 macam, yakni protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.

    Fungsi-fungsi zat makanan itu antara lain sebagai berikut (Almatseir, 2009):

    a. Protein

    Protein diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan

    (protein nabati) dan makanan dari hewan (protein hewani). Fungsi protein

    bagi tubuh antara lain:

    membangun sel-sel yang rusak.

    membentuk zat-zat pengatur seperti enziim dan hormon.

    membentuk zat inti energi (1 gram proteein kira-kira menghasilkan 4,1

    kalori).

  • 11

    b. Lemak

    Lemak berasal dari minyak goreng, daging, margarin, dan sebagainya.

    Fungsi pokok lemak bagi tubuh ialah :

    menghasilkan kalori terbesar dalam tubuuh manusia (1 gram lemak

    menghasilkan 9,3 kalori).

    sebagai pelarut vitamin A,D,E,K.

    sebagai pelindung terhadap bagian-bagiaan tubuh tertentu dan pelindung

    bagian tubuh pada temperatur rendah.

    c. Karbohidrat

    Karbohidrat berdasarkan gugus penyusun gulanya dapat dibedakan menjadi

    monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Fungsi karbohidrat adalah juga salah

    satu pembentuk energi yang paling murah, karena pada umumnya sumber

    karbohidrat ini berasal dari tumbuh-tumbuhan (beras, jagung, singkong, dan

    sebagainya) yang merupakan makanan pokok.

    d. Vitamin-vitamin

    Vitamin dibedakan menjadi 2, yakni vitamin yang larut dalam air (vitamin

    A dan B) dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K).

    Fungsi masing-masing vitamin ini antara lain:

    1) Vitamin A berfungsi bagi pertumbuhan sel-sel epitel dan sebagai

    pengatur kepekaan rangsang sinar pada saraf dan mata.

    2) Vitamin B1 berfungsi untuk metabolisme karbohidrat, keseimbangan

    air dalam tubuh dan membantu penyerapan zat lemak oleh usus.

    3) Vitamin B2 berfungsi dalam pemindahan rangsang sinar ke saraf mata

    dan enzim dan berfungsi dalam proses oksidasi dalam sel-sel.

  • 12

    4) Vitamin B6 berfungsi dalam pembuatan sel-sel darah dan dalam proses

    pertumbuhan dan dalam proses pertumbuhan serta pekerjaan urat saraf.

    5) Vitamin C berfungsi sebagai aktivator macam-macam fermen

    perombak protein dan lemak, dalam oksidasi dan dehidrasi dalam sel,

    penting dalam pembentukan trombosit.

    6) Vitamin D berfungsi mengatur kadar kapur dan fosfor dalam bersama-

    sama kelenjar anak gondok, memperbesar penyerapan kapur dan fosfor

    dari usus, dan mempengaruhi kerja kelenjar endokrin.

    7) Vitamin E berfungsi mencegah perdarahan bagi wanita hamil serta

    mencegah keguguran dan diperlukan pada saat sel sedang membelah.

    8) Vitamin K berfungsi dalam pembentukan protrombin, yang berarti

    penting dalam proses pembekuan darah.

    e. Mineral

    Mineral terdiri dari zat kapur (Ca), zat besi (Fe), zat fluor (F), natrium (Na)

    dan chlor (Cl), kalium (K) dan iodium (I). Secara umum fungsi mineral adalah

    sebagai bagian dari zat yang aktif dalam metabolisme atau sebagai bagian penting

    dari struktur sel dan jaringan.

    2.3. Gizi Kurang

    Di Indonesia kelompok anak balita menunjukkan prevalensi paling tinggi

    untuk menderita KKP (Kekurangan Kalori Protein) dan defisiensi vitamin Aserta

    anemia defisiensi gizi fe. Kelompok umur ini sulit dijangkau oleh berbagai upaya

    kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan lainnya, karena tidak dapat datang sendiri

    ke tempat pelayanan kesehatan gizi dan kesehatan (Agus Krisno, 2009).

    Secara umum status gizi dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu

  • 13

    a. Kecukupan Gizi (Gizi Seimbang)

    Dalam hal ini asupan gizi, seimbang dengan kebutuhan gizi seseorang

    yang bersangkutan.

    b. Gizi Kurang

    Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat yang timbul karena tidak cukup

    makan, dengan demikian konsumsi energi dan protein kurang selama jangka

    waktu tertentu.

    c. Gizi Lebih Keadaan patologis (tidak sehat) yang disebabkan kebanyakan

    makan (Agus Krisno, 2009).

    Penyakit gangguan gizi banyak ditemui pada masyarakat golongan rentan,

    yaitu golongan yang mudah sekali menderita akibat kekurangan gizi dan juga

    kekurangan makanan (dificiency) misalnya kwashiorkor, busung lapar, marasmus,

    beri-beri dan lain-lain. Kegemukan (obesity), kelebihan berat badan (over weight)

    merupakan tanda gizi salah yang berdasarkan kelebihan dalam makanan (Agus

    Krisno, 2009)

    Keadaan penyakit kekurangan gizi terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas

    pertama, penyakit kurang gizi primer, contohnya pada kekurangan zat gizi

    esensial spesifik, seperti kekurangan vitamin C maka penderita mengalami gejala

    scurvy, kelas yang kedua yaitu penyakit kurang gizi sekunder, contohnya penyakit

    yang disebabkan oleh adanya gangguan absorpsi zat gizi atau gangguan

    metabolisme zat gizi (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007).

    Penyakit-penyakit atau gangguan kesehatan akibat kekurangan atau

    kelebihan gizi dan merupakan masalah kesehatan masyarakat antara lain adalah

    (Suparisa, 2012):

  • 14

    1. Penyakit KKP (Kurang Kalori / KEP) Kurang kalori protein adalah keadaan

    kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein

    dalam makanan sehari-hari sehingga tidak mencukupi angka kecukupan gizi.

    Pada pemerikasaan klinis, penderita KKP akan memperlihatkan tanda-tanda

    sebagai berikut:

    a. Marasmus

    1) Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.

    2) Wajah seperti orang tua.

    3) Cengeng, rewel.

    4) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan sampai

    tidak ada.

    5) Sering disertai diare kronik atau konstipasi/ susah buang air besar, serta

    penyakit kronik.

    6) Tekanan darah, detak jantung, dan pernafasan berkurang

    b. Kwashiorkor

    1). Oedema umumnya diseluruh tubuh dan terutama pada kaki (dorsum

    pedis).

    2). Wajahnya membulat dan sembab

    3). Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan

    duduk, anak-anak berbaring terus-menerus.

    4). Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis.

    5). Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia).

    6). Pembesaran hati.

    7). Sering disertai infeksi, anemia, dan diare/mencret.

  • 15

    8). Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut.

    9). Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi

    hitam terkelupas (crazy pavement dermatosis)

    10). Pandangan mata anak tampak sayu.

    c. Marasmus-kwashiorkor

    Tanda-tanda marasmus-kwashiorkor adalah gangguan dari tandatanda

    yang ada pada marasmus dan kwashiorkor.

    2. Penyakit kegemukan (obesitas) Obesitas adalah kelebihan berat badan

    sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Seseorang

    yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat

    badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.

    2.3.1. Penilaian Status Gizi.

    Untuk mengetahui status gizi, yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu

    atau masyarakat diperlukan Penilaian Status Gizi (PSG). Definisi dari PSG adalah

    interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode

    untuk mengidentifikasi populasi atas individu yang berisiko atau dengan status

    gizi buruk. Metode dalam PSG dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama,

    metode secara langsung yang terdiri dari penilaian dengan melihat tanda klinis, tes

    laboratorium, metode biofisik, dan pengukuran antropometri. Kelompok kedua,

    penilaian dengan melihat statistik kesehatan yang biasa disebut PSG tidak

    langsung karena tidak menilai individu secara langsung. Kelompok ketiga,

    penilaian dengan melihat variabel ekologi (Departemen Gizi dan Kesehatan

    Masyarakat UI, 2010).

  • 16

    Secara tidak langsung status gizi masyarakat dapat diketahui berdasarkan

    penilaian terhadap data kuantitatif maupun kualitatif konsumsi pangan. Informasi

    tentang konsumsi pangan dapat diperoleh melalui survei yang akan menghasilkan

    data kuantitatif (jumlah dan jenis pangan) dan kualitatif (frekuensi makan dan cara

    mengolah makanan). Penentuan status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara

    yaitu secara biokimia, dietetika, klinik, dan antropometri (cara yang paling umum

    dan mudah digunakan untuk mengukur status gizi di lapangan). Indeks

    antropometri yang dapat digunakan adalah berat badan per umur (BB/U), Tinggi

    Badan per Umur (TB/U), Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB), (Depkes RI,

    2005).

    Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan kronis.

    Indikator yang digunakan meliputi BB/TB untuk mencerminkan gangguan gizi

    yang akut dan menyebabkan wasting (kurus-kering), TB/U merupakan akibat

    kekurangan gizi yang berlangsung sangat lama. Akibat anak menjadi pendek

    untuk umurnya.

    Klasifikasi menurut Waterlow digambarkan dalam tabel berikut.

    Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi Menurut Waterlow

    Kategori TB/U U BB/TB

    Gizi lebih >95 % >90 %

    Gizi baik 90-95% 80-90%

    Gizi kurang 85-90% 70-80%

    Gizi buruk

  • 17

    Statistic, USA). Klasifikasi status gizi menurut WHO digambarkan dalam tabel

    berikut:

    Tabel 2.2 Klasifikasi Status Gizi Menurut WHO

    BB/TB BB/U TB/U Status Gizi

    Normal Rendah Rendah Baik, pernah

    kurang

    Normal Normal Normal Baik

    Normal Tinggi Tinggi Jangkung, masih

    baik

    Rendah Rendah Tinggi Kurang

    Rendah Rendah Normal Buruk, kurang

    Rendah Normal Tinggi Kurang

    Tinggi Tinggi Rendah Lebih, obesitas

    Tinggi Tinggi Normal Lebih, tidak

    obesitas

    Tinggi Rendah Rendah Lebih, pernah

    kurang

    Menurut Etika Proverawati dan Erna Kusuma Wati (2010), penilaian status

    gizi dibagi menjadi dua yaitu penilaian status gizi secara langsung dan tidak

    langsung. Penilaian status gizi secara langsung terdiri dari:

    1. Antropometri

    Ditinjau dari sudut pandang gizi, antropometri gizi berhubungan dengan

    berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

    berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk

    melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi, yang terlihat pada

    pola pertumbuhan fisik, proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan

    jumlah air dalam tubuh.

    2. Klinis

    Pemeriksaan klinis adalah metode untuk melihat status gizi masyarakat

    berdasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi dibandingkan

    ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti

  • 18

    kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat

    dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini

    umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical survey), dimana

    semua dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum

    dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan

    untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan

    pemeriksaan fisik, yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat

    penyakit

    3. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan

    spesimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai

    macam jaringan tubuh, seperti darah, urin, tinja, dan beberapa jaringan

    tubuh seperti otot dan hati. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka

    penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan

    kekurangan gizi yang spesifik

    4. Biofisik

    Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi

    dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat

    perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi

    tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah

    tes adaptasi gelap.

    Untuk penilaian gizi secara tidak langsung terdiri dari:

    1. Survei konsumsi makanan Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan

    status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang

  • 19

    dikonsumsi. Data yang dikumpulkan dapat memberikan gambaran tentang

    konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu.

    2. Statistika Vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan

    menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian

    berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian, serta data-data lainnya yang

    berhubungan dengan gizi.

    3. Faktor Ekologi Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah

    ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan

    budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi,

    seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. Pengukuran ekologi dipandang

    sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutirsi di suatu masyarakat

    sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi. Sedangkan parameter

    yang cocok digunakan untuk balita adalah berat badan per umur (BB/U), tinggi

    badan per umur (TB/U), berat badan per tinggi badan (BB/TB), dan lingkar

    kepala serta survei konsumsi makanan dengan menggunakan food recall 24

    jam yang diberikan pada yang mengasuh balita. Lingkar kepala digunakan

    untuk memberikan gambaran tentang perkembangan otak. Kurang gizi ini akan

    berpengaruh pada perkembangan fisik dan mental anak (Etika Proverawati dan

    Erna Kusuma Wati, 2010).

    2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

    Menurut Soekirman (2000), faktor penyebab kurang gizi atau yang

    mempengaruhi status gizi seseorang adalah :

    1. Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin

    diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang

  • 20

    kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan makanan cukup

    baik, tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita kurang

    gizi. Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan

    tubuhnya akan melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi

    yang dapat 19 mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang

    gizi. Pada kenyataannya keduanya baik makanan dan penyakit infeksi secara

    bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.

    2. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan

    anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan (Hariza Adnina,

    2011).

    Secara medik, indikator yang dapat digunakan untuk menyatakan masalah

    gizi adalah indikator antropometri (ukurannya adalah berat dan tinggi badan yang

    dibandingkan dengan standar), indikator hematologi (ukurannya adalah kadar

    hemoglobin dalam darah), dan sebagainya. Di luar aspek medik, masalah gizi

    dapat diakibatkan oleh kemiskinan, sosial budaya, kurangnya pengetahuan dan

    pengertian, pengadaan dan distribusi pangan, dan bencana alam (Khumaidi,

    2004).

    1. Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya taraf ekonomi keluarga dan

    ukuran yang dipakai adalah garis kemiskinan.

    2. Masalah gizi karena sosial budaya indikatornya adalah stabilitas keluarga

    dengan ukuran frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-anak yang dilahirkan di

    lingkungan keluarga yang tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit

    gizi-kurang. Juga indikator demografi yang meliputi susunan dan pola

    kegiatan penduduk

  • 21

    3. Masalah gizi karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan di bidang

    memasak, konsumsi anak, keragaman bahan, dan keragaman jenis masakan

    yang mempengaruhi kejiwaan, misalnya kebosanan.

    4. Masalah gizi karena pengadaan dan distribusi pangan, indikator pengadaan

    pangan (food supply) yang biasanya diperhitungkan dalam bentuk neraca

    bahan pangan, diterjemahkan ke dalam nilai gizi dan dibandingkan dengan

    nilai rata-rata kecukupan penduduk.

    Gizi merupakan salah satu kehidupan manusia yang erat kaitannya dengan

    kualitas fisik maupun mental manusia. Keadaan gizi meliputi proses penyediaan

    dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan serta

    aktivitas. Keadaan kurang gizi dapat terjadi akibat ketidakseimbangan asupan zat-

    zat gizi, faktor penyakit pencernaan, absorbsi, dan penyakit infeksi

    Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa masalah gizi di Indonesia

    masih didominasi oleh kekurangan zat gizi yang disebabkan oleh banyak faktor,

    diantaranya adalah tingkat sosial ekonomi keluarga (Depkes, 2002).

    Menurut Achmad Djaeni (2009), penyebab langsung dari gizi kurang

    adalah konsumsi kalori dan protein yang kurang. Sebab tidak langsung ada

    beberapa yang dominan, yaitu ekonomi negara yang kurang, pendidikan umum

    dan pendidikan gizi yang rendah, produksi pangan yang tidak mencukupi, kondisi

    hygiene yang kurang baik, dan jumlah anak yang terlalu banyak. Sebab antara

    adalah pekerjaan yang rendah, penghasilan yang kurang, paska panen, sistem

    perdagangan, dan distribusi yang tidak lancar dan tidak merata.

    Menurut Soegeng santoso dan Anne (2009), masalah gizi yang terjadi pada

    anak bisa dikaitkan dengan masalah makan anak. Ada beberapa pendapat

  • 22

    mengenai penyebab kesulitan mana anak, menurut Palmer dan Horn antara lain

    adalah kelainan neuro-motorik, kelainan kongenital, kelainan gigi-geligi, penyakit

    infeksi menahun, defisiensi nutrien, dan psikologik. Untuk faktor kelainan

    psikologik disebabkan oleh kekeliruan orang tua dalam hal mengatur makan

    anaknya. Ada orang tua yang bersikap terlalu melindungi dan ada orang tua yang

    terlalu memaksakan anaknya makan terlalu banyak melebihi keperluan anaknya.

    Juga apabila anak jauh dari ibunya, dapat terjadi tidak ada nafsu makan. Perasaan

    takut berlebih pada makanan juga dapat mengakibatkan anak tidak mau makan.

    apabila anak jauh dari ibunya, dapat terjadi tidak ada nafsu makan. Perasaan takut

    berlebih pada makanan juga dapat mengakibatkan anak tidak mau makan.

    2.3.4. Masalah Gizi Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro.

    Masalah gizi makro adalah masalah yang terutama disebabkan oleh

    kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein (KEP). Bila terjadi

    pada anak balita akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor, atau marasmik-

    kwashiorkor, dan selanjutnya akan menyebabkan gangguan pertumbuhan pada

    anak usia sekolah. Gejala klinis kwashiorkor melipui odema menyeluruh,

    terutama pada punggung kaki (dorsum pedis), wajah membulat dan sembab,

    pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti rambut jagung dan mudah

    dicabut tanpa rasa sakit serta rontok, perubahan status mental, apatis dan rewel,

    perubahan hati, otot mengecil, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang

    meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, sering

    disertai penyakit akut, anemia dan diare.

    Gejala klinis marasmus antara lain tubuh tampak sangat kurus, wajah

    seperti orang tua, cengeng, rewel, kulit keriput, jaringan subkutis sangat sedikit,

  • 23

    perut cekung, sering disertai penyakit infeksi kronis dan diare atau susah buang

    air.

    Gejala klinis marasmik-kwashiorkor meliputi gabungan gejala klinis

    antara kwashiorkor dengan marasmus, dengan BB/U. Faktor resiko gizi kurang

    adalah:

    1. Lingkungan Bagi manusia.

    Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitarnya, baik berupa

    benda hidup, benda mati, benda nyata ataupun benda abstrak, termasuk manusia

    lainnya, serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemen-

    elemen di alam tersebut (Juli Soemirat, 2002). Sekarang telah diketahui bahwa

    gejala klinis gizi kurang adalah akibat ketidakseimbangan yang lama antara

    manusia dan lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup ini mencakup lingkungan

    alam, biologis, sosial budaya, maupun ekonomi. Masing-masing faktor tersebut

    mempunyai peran yang kompleks dan berperan penting dalam etiologi penyakit

    gizi kurang (Soegeng dan Anne, 2009).

    2. Lingkungan Tahan Pangan dan Gizi.

    Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu faktor

    lingkungan, faktor perilaku masyarakat, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor

    keturunan. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang paling dominan

    terhadap tingkat kesehatan masyarakat. Ini telah dibuktikan oleh beberapa hasil

    penelitian dan pengamatan. Faktor lingkungan (fisik, biologis, dan sosial)

    mempunyai kaitan erat dalam faktor perilaku. Lingkungan yang sehat atau

    kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang

    optimum, sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan

  • 24

    yang optimum pula (

    Adnani, 2011).

    Pengertian kesehatan lingkungan menurut WHO adalah ilmu dan

    keterampilan yang memusatkan perhatiannya pada usahan pengendalian semua

    faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang diperkirakan menimbulkan

    atau akan menimbulkan hal-hal yang merugikan perkembangan fisiknya,

    kesehatan, maupun kelangsungan hidupnya. Lingkungan tahan pangan dan gizi

    adalah kondisi dinamis dimana diperlukan pemantauan terhadap indikator kritis

    terhadap sumber daya, ketersediaan dan akses terhadap pangan dan gizi di seluruh

    lapisan masyarakat. Ketahanan pangan dan gizi global, nasional, regional, lokal

    rumah tangga, dan individual merupakan rangkaian sistem hierarki, ketersediaan

    pada tingkat lebih tinggi merupakan syarat keharusan bagi ketersidaan di tingkat

    yang lebih rendah. Prinsip atau kaidah yang berlaku secara universal adalah

    bahwa mencegah terjadinya kerawanan pangan dan gizi adalah lebih utama dan

    lebih baik daripada menganggulangi setelah terjadi kondisi kerawanan pangan dan

    gizi. Indikator yang telah digunakan dalam menentukan kerawanan pangan dan

    gizi adalah indeks ketersediaan pangan, indeks infrastruktur, indeks gabungan

    akses pangan dan pendapatan, indeks penyerapan pangan, indeks gabungan

    kerentanan pangan, dan indeks gabungan kerawanan pangan dan gizi, serta

    indikator lain yang digunakan dalan sistem kewaspadaan pangan dan gizi

    (Laporan akhir Badan Bimbingan Massal Ketahanan Pangan Prov Jateng dan

    LPPM-IPB, 2005).

  • 25

    3. Faktor-faktor lingkungan tahan pangan dan gizi.

    Badan Bimas Ketahanan Pangan (BBKP) pusat bekerjasama dengan

    World Food program mengembangan Food Insecurity atlas (Peta Kerawanan

    Pangan). Peta ini dibuat untuk mengkategorikan wilayah menurut tingkat

    kerawanan ketahanan pangan dan gizinya. Empat aspek pemetaan dalam konsep

    ini, yaitu ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan pendapatan,

    pemanfaatan (penyerapan) pangan, dan kerentanan pangan (Laporan akhir Badan

    Bimbingan Massal Ketahanan Pangan Prov Jateng dan LPPM-IPB, 2005).

    Dalam sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) terdapat 3 indikator

    pengamatan, yaitu luas kerusakan lahan (sawah), tingkat kemiskinan dan

    prevalensi status gizi kurang, akan tetapi dalam pembuatan peta kerawanan

    pangan dan gizi, SKPG membutuhkan 17 indikator, yaitu :

    a. Ketersediaan, mencakup:

    1) Produksi netto padi

    2) Produksi netto jagung

    3) Ketersediaan untuk konsumsi normatif

    b. Akses terhadap pangan

    1) Presentase penduduk miskin

    2) Presentase kepala rumah tangga bekerja kurang dari 15 jam/minggu

    3) Presentase kepala rumah tangga tidak tamat pendidikan dasar

    4) Presentase rumah tangga yang tidak memiliki akses listrik

    5) Panjang jalan

    c. Pemanfaatan/penyerapan pangan

    1) Presentase rumah tangga yang tinggak >5 km dari fasilitas kesehatan

  • 26

    2) Populasi per Dokter

    3) Presentase anak yang tidak diimunisasi

    4) Presentase rumah tangga yang tidak memiliki akses air bersih

    5) Angka harapan hidup waktu lahir

    6) Perempuan buta huruf

    d. Kerentanan pangan

    1) Fluktuasi curah hujan

    2) Daerah berhutan

    3) Daerah yang rusak

    (Laporan akhir Badan Bimbingan Massal Ketahanan Pangan Prov Jateng dan

    LPPM-IPB, 2005)

    Perilaku seseorang mempengaruhi segala sesuatu apa yang akan

    dilakukan dan tidak dilakukannya. Dalam hal ini adalah kejadian gii kurang pada

    balita. Menurut Bloom (1974) yang dipetik dari Notoadmodjo (2007), faktor

    lingkungan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kesehatan individu,

    kelompok, atau masyarakat manakala faktor perilaku pula merupakan faktor yang

    kedua terbesar. Disebabkan oleh teori ini, maka kebanyakan intervensi yang

    dilakukan untuk membina dan meningkatkan lagi kesehatan masyarakat

    melibatkan kedua faktor ini.

    Menurut Notoadmodjo (2007) juga mengatakan mengikut teori Green

    (1980), perilaku ini dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:

  • 27

    a. Faktor penguat (Predisposising) yang mencakup:

    1. Pengetahuan

    Secara garis besar menurut (Notoatmodjo, 2005) domain tingkat

    pengetahuan (kognitif) mempunyai enam tingkatan, meliputi: mengetahui,

    memahami, menggunakan, menguraikan, menyimpulkan dan

    mengevaluasi. Ciri pokok dalam taraf pengetahuan adalah ingatan tentang

    sesuatu yang diketahuinya baik melalui pengalaman, belajar, ataupun

    informasi yang diterima dari orang lain. Pengetahuan merupakan hasil dan

    ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

    tertentu.

    2. Sikap

    Menurut Santrock dalam Azwar (2007) mengemukakan bahwa sikap

    merupakan kepercayaan atau opini terhadap orang-orang, obyek atau suatu

    ide. Setiap orang memiliki opini atau kepercayaan yang berbeda terhadap

    suatu obyek atau ide. Sikap adalah reaksi atas penilaian suka atau tidak

    suka terhadap sesuatu atau seseorang yang ditunjukkan melalui

    kepercayaan, perasaan atau kecenderungan bertingkah laku.

    3. Tindakan

    Menurut Notoatmodjo (2012) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam

    suatu tindakan (over behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu

    perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

    memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas,

    juga diperlukaan faktor dukungan (support) dari pihak lain.

  • 28

    4. Jenis kelamin

    Jenis Kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki

    dan perempuan yang menentukan perbedaan peran mereka dalam

    menyelenggarakan upaya meneruskan garis keturunan (Notoatmodjo,

    2012)

    5. Pekerjaan

    Pekerjaan yaitu sebuah aktifitas antar manusia untuk saling memenuhi

    kebutuhan dengan tujuan tertentu, dalam hal ini pendapatan atau

    penghasilan.

    b. Faktor pendukung (Enabling) yang mencakup:

    1. Tingkat Pendapatan

    Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan biaya

    untuk menempuh pendidikan, sehingga pengetahuannya pun rendah

    (Notoatmodjo, 2012).

    2. Ketercapaian pelayanan kesehatan

    Pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa

    pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serta

    penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi

    (Notoatmodjo, 2012)

    3. Ketersediaan sarana dan prasarana

    Tersedianya semua fasilitas kesehatan yang dibutuhkan untuk melakukan

    suatu pemeriksaan kesehatan bagi masyarakat (Notoatmodjo, 2012).

  • 29

    c. Faktor pendorong (Reinforncing) pula mencakup:

    1. Keluarga

    Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup

    bersama sebagai satu kesatuan atau unit masyarakat terkecil dan biasanya

    selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan atau ikatan lainnya, tinggal

    bersama dalam satu rumah yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga

    (Lestari, 2012).

    2. Lingkungan

    Sesuatu yang berada di luar atau disekitar makhluk hidup. Lingkungan

    adalah suatu sistem yang kompleks dimana berbagai faktor berpengaruh

    timbal balik satu sama lain dan dengan masyarakat (Notoadmodjo, 2003)

    3. Sosial budaya

    Segala sesuatu yag berkitan dengan tata nilai yang ada pada masyakat,

    yang mana di dalamnya terdapat pernytaan mengenai poin intelektual dan

    juga nilai artistik yang dapat di jadikan sebagai ciri khas yang ada pada

    masyarakat itu sendiri (Notoadmodjo, 2003)

  • 30

    2.4 Kerangka Teoritis

    Kerangka teori ini disimpulkan berdasarkan tinjauan kepustakaan diatas

    yaitu menurut L. Green dalam Notoadmodjo (2007) sebagai berikut:

    p

    Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

    Sumber: L. Green dalam Notoadmodjo (2007)

    Faktor Enabling

    1. Tingkat Pendapatan

    2. Ketercapaian Pelayanan Kesehatan

    3. Ketersediaan Sarana Prasarana

    Faktor Reinforncing

    1. Dukungan Keluarga

    2. Lingkungan

    3. Sosial Budaya

    Gizi Kurang

    Faktor Predisposing

    1. Pengetahuan

    2. Sikap

    3. Tindakan

    4. Jenis Kelamin

    5. Pekerjaan

    6. Persepsi

    7. Umur

    8. Sosial Ekonomi

    9.

  • 31

    2.5 Kerangka Konsep

    Variabel Independen Variabel Dependen

    1. Pengetahuan 2. Sikap 3. pelayanan Kesehatan 4. Sosial budaya

    Gambar 2.2 Kerangka Konsep

    Gizi Kurang

  • 32

    32

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1 Jenis Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian survei yang bersifat analitik dengan

    pendekatan Cross Sectional, dimana variabel bebas dan terikat diteliti pada saat

    yang bersamaan saat penelitian dilakukan (Notoatmodjo, 2012), yang bertujuan

    untuk Faktor resiko yang Berhubugan dengan Gizi Kurang pada Balita di Wilayah

    Kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya.

    3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

    3.2.1 Tempat Penelitian

    Tempat penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah kerja Puskesmas

    Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya.

    3.2.2 Waktu Penelitian

    Penelitian ini di telah di lakukan pada tanggal 19-30 Mei 2016.

    3.3 Populasi dan Sampel

    3.3.1 Populasi

    Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002). Populasi

    dalam penelitian ini adalah Ibu yang mempunyai anak Balita di Wilayah Kerja

    Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya Tahun

    2015 sebanyak 256 orang.

  • 33

    3.3.2 Sampel

    Penentuan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan simple

    random sampling dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

    N

    n =

    1 + N (d)2

    Di mana:

    n = Sampel

    N = Populasi

    d = Nilai presisi sebesar 0,1 (10%)

    Dari rumus di atas, maka besarnya jumlah sampel (n) adalah sebagai berikut:

    256

    n =

    1+256 (0,1)2

    256

    n =

    1+256 (0,01)

    256

    n =

    1+2,56

    256

    n =

    3,56

    n = 71,9 dibulatkan menjadi 72

    Berdasarkan perhitungan di atas, maka sampel yang akan diambil adalah

    sebanyak 72 orang.

  • 34

    Tabel 3.1 Distribusi Sampel

    No Nama Desa Jumlah Ibu yang

    Mempunyai

    Balita

    Rekapitulasi Perhitungan

    sampel

    Jumlah

    Sampel

    1 Alue Siron 23 23 / 256 x 72 = 6,4 6

    2 Cot Mue 34 34 / 256 x 72 = 9,5 10

    3 Alue Gajah 11 11 / 256 x 72 = 3,0 3

    4 Alue Labu 15 15 / 256 x 72 = 4,2 4

    5 Gapa Garu 18 18 / 256 x 72 = 5,0 5

    6 Kuala Tadu 63 63 / 256 x 72 = 17,7 18

    7 Cot Mee 92 92 / 256 x 72 = 25,8 26

    T O T A L 256 72 72

    3.4 Tehnik Pengumpulan Data

    Tehnik pengumpulan data yang akan digunakan adalah :

    1. Data Primer

    Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari hasil

    wawancara dengan responden menggunakan kuesioner yang telah

    disiapkan sebelum penelitian.

    2. Data Sekunder

    Data yang mendukung kelengkapan data primer yang dikumpulkan secara

    tidak langsung dan sumber-sumber yang telah ada dari Puskesmas Kuala

    Tadu.

  • 35

    3.5 Variabel dan Defenisi Operasional

    Tabel 3.2 Definisi Operasional

    Variabel Defenisi Operasional

    Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

    Variabel Independen

    Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui ibu tentang gizi

    kurang pada balita

    Wawancara Kuesioner 1. Baik 2. Tidak Baik

    Ordinal

    Sikap Respon ibu

    terhadap

    kejadian gizi

    kurang pada

    balita

    Wawancara

    Kuesioner 1. Positif 2. Negatif

    Ordinal

    Pelayanan Kesehatan

    Pelayanan

    kesehatan atau

    pemeriksaan

    terhadap gizi

    kurang pada

    balita

    Wawancara

    Kuesioner 1. Ada 2. Tidak Ada

    Ordinal

    Sosial Budaya Keadaan

    lingkungan

    tempat tinggal

    ibu terhadap

    gizi kurang

    pada balita

    Wawancara

    Kuesioner 1. Baik 2. Kurang Baik

    Ordinal

    Variabel Dependen

    Status Gizi Keadaan gizi

    Balita yang

    diukur dengan

    menggunakan

    Indeks Berat

    Badan menurut

    tinggi badan

    Wawancara dan Observasi

    Buku KMS 1. Gizi Kurang 2. Gizi Baik

    Ordinal

    3.6 Aspek Pengukuran

    Aspek pengukuran pada penelitian ini, yaitu menggunakan skala ordinal,

    yaitu memliki tiga kategori pengukuran untuk kategori Baik 76-100%, cukup 56-

    75% dan untuk kategori kurang

  • 36

    1. Faktor Pengetahuan

    Baik: jika responden mendapat skor nilai > 3

    Kurang Baik: jika responden mendapat skor nilai ≤ 3

    2. Faktor Sikap

    Positif: jika responden mendapat skor nilai > 3

    Negatif: jika responden mendapat skor nilai ≤ 3

    3. Faktor Pelayanan Keehatan

    Ada: jika responden mendapat skor nilai > 2

    Tidak Ada: jika responden mendapat skor nilai ≤ 2

    4. Faktor Sosial Budaya

    Baik: jika responden mendapat skor nilai > 2

    Kurang Baik: jika responden mendapat skor nilai ≤ 2

    3.7 Pengolahan Data

    Menurut Notoatmodjo (2005) cara pengolahan data terdiri atas :

    1. Editing

    Dilakukan pengecekan kelengkapan data yang telah terkumpul bila

    terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data akan

    diperbaiki dengan pemeriksaan dan pendataan ulang.

    2. Coding

    Data yang diperoleh diklasifikasikan kemudian diberi kode tertentu

    untuk memudahkan pengolahan data.

    3. Transfering

    Data yang telah diberi kode disusun secara berurutan sesuai dengan

    klasifikasi data.

  • 37

    4. Tabulating

    Data yang telah dikumpulkan dimasukkan dalam tabel distribusi

    frekuensi.

    3.8 Metode Analisa Data

    3.8.1 Univariat

    Analisi univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

    karakteristi setiap variabel peneltian. Bentuk analisa univariat tergantung dari

    jenis datanya dan dilakukan untuk mengetahui disribusi frekuensi dari variabel

    independen dan variabel dependen.

    Univariat digunakan pada data-data yang mengaahsilkan distribusi frekuensi

    umur dan pekerjaan responden yaitu menggunakan rumus berikut (Budiarto,

    2002) :

    P = n

    f 1 x 100 %

    Keterangan :

    P = Persentase

    f1 = Frekuensi

    n = Jumlah responden

    3.8.2 Bivariat

    Dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan

    variabel dependen menggunakan uji statistik Chi-Square (X2) melihat dari hasil

    uji statistik ini akan dapat disimpulkan adanya hubungan dua variabel tersebut

    bermakna atau tidak bermakna.

  • 38

    Bivariat analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

    berhubungan atau berkolerasi, untuk uji statistik data dengan skala ordinal dan

    data ordinal menggunakan uji statistik Chi-Square karena data sesuai yang

    digunakan. Taraf kepercayaannya 95% atau dengan alpa 5% (0,05), dikatakan

    bermakna apabila p < 0,05 da p > 0,05 dikatakan tidak ada hubungan yang

    bermakna, rumus statistik yang dipakai adalah (Sudjanna, 2005) :

    X2 =∑ (O-E)2

    E

    E = Total Baris x Total Kolom

    Grand Total

    Dimana : X2 = Chi-Square O = Nilai Observasi (Nilai yang diamati)

    E = Nilai Expected

    Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat computer SPSS

    untuk membuktikan yaitu dengan ketentuan p value < 0,05 (Ho ditolak) sehingga

    disimpulkan ada hubungan yang bermakna.

    Dalam melakukan uji Chi-Square ada syarat-syarat yang harus dipenuhi:

    1. Bila 2 x 2 dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka yang

    digunakan adalah fisher`s test,

    2. Bila 2 x 2 dan nilai E > 5, maka uji yang dipakai sebaliknya Contiuty

    Corection,

    3. Bila table lebih dari 2 x 2 misalnya 2 x 3, 3 x 3 dan seterusnya, maka

    digunakan uji pearson Chi-square.

    4. Uji ‘’ likelihood Ratio’’, biasanya digunakan untuk keperluan lebih spesifik ,

    misalnya analisis stratifikasi pada bidang epidemiologi dan juga untuk

  • 39

    mengetahui hubungan linier dua variabel katagorik ,sehingga kedua jenis ini

    jarang digunakan.

  • 40

    31

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Gambaran Umum

    4.1.1 Geografi

    UPTD Puskesmas Kuala Tadu merupakan Puskesmas Rawat Jalan yang

    berada di Desa Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya

    dengan Kode pos 23661. Transportasi antar wilayah dihubungkan dengan jalan

    darat. Jalan utama Desa sebagian besar sudah beraspal dan mudah di jangkau

    dengan sarana transportasi roda dua dan empat. Puskesmas Kuala Tadu

    Kecamatan Tadu Raya di bangun dengan dana APBK (DAK + SHARING) tahun

    2013 diatas tanah 80 x 180 meter persegi dengan luas bangunan 372 meter.

    Batas wilayah kerja Puskesmas Kuala Tadu adalah:

    1. Sebelah utara berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Jaya

    2. Sebelah Timur berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Lhueng Keubeu

    Jagat

    3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Padang

    Panyang

    4. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudra Hindia

    4.1.2 Demografi

    Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kuala Tadu tahun 2015

    sebanyak 2.663 jiwa, jumlah KK sebanyak 640 KK. Untuk lebih jelasnya dapat

    dilihat berikut di bawah ini:

    40

  • 41

    Tabel 4.1. Cakupan Wilayah Kerja dan Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas

    Kuala Tadu No Nama Desa Jumlah Penduduk

    Laki-laki Perempuan Jumlah Penduduk

    1 2

    3 4 5 6 7

    Kuala Tadu Cot Mee

    Cot Mue Alue Siron Alue Labu Gapa Garu Lue Gajah

    338 470

    193 123 78 89 57

    321 486

    160 115 78 88 57

    659 956

    353 238 156 187 114

    Jumlah 1.358 1.305 2.663

    Sumber: Puskesmas Kuala Tadu, 2015

    Tabel 4.2. Fasilitas Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu

    No Nama Desa Jumlah

    1 2 3 4 5

    Puskesmas Pembantu Polindes Poskesdes Posyandu Ambulance

    2 2 1 7 2

    Sumber: Puskesmas Kuala Tadu, 2015

    Tabel 4.3. Sumber Daya Manusia di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu

    No Jenis Tenaga Jumlah Keterangan

    1 2

    3 4 5 6 7 8 9 10

    11 12 13 14 15 16 17

    18 19 20 21

    Dokter Umum PNS Dokter Umumk PTT

    Dokter Gigi Perawat PNS Perawat Kontrak Perawat Sukarela Bidan PNS Bidan PTT Bidan Kontrak Bidan Sukarela

    Gizi Farmasi Laboratorium Kesling Penyuluh Kesmas Penyuluh Kesmas Sukarela Petugas Administrasi

    Petugas Komputer Sopir Cleaning Service Petugas Keamanan

    - 1 Orang

    - 3 Orang 5 Orang 6 Orang 2 Orang 6 Orang 6 Orang 9 Orang

    1 Orang - -

    1 Orang 2 Orang 2 Orang 2 Orang

    1 Orang 1 Orang 3 Orang 1 Orang

    Tidak Ada Kontrak Daerah

    Tidak Ada

    Kontrak Terbatas

    Kontrak Terbatas

    Kontrak Terbatas Tidak Ada Tidak Ada

    Kontrak Terbatas Kontrak Terbatas

    Kontrak Terbatas

    Kontrak Terbatas Kontrak Terbatas Kontrak Terbatas

    Jumlah 51 Orang

    Sumber: Puskesmas Kuala Tadu, 2015

  • 42

    4.2 Hasil Penelitian

    4.2.1 Analisis Univariat

    Sebelum dilakukannya analisis bivariat untuk melihat hubungan antara

    variabel maka terlebih dahulu dibuat analisis univariat dengan tabel distribusi.

    1. Umur

    Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel umur dapat dilihat

    pada tabel 4.4 berikut dibawah ini:

    Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Umur responden di

    Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya

    Kabupaten Nagan Raya

    NO Umur Frekuensi % 1 20-30 Tahun 55 76,4 2 31-40 Tahun 17 23,6

    Total 72 100 Sumber: data primer 2016

    Dari tabel 4.4 dapat di ketahui bahwa responden yang berumur 20-30

    tahun sebanyak 55 orang (76,4%), sedangkan responden yang berumur 31-40

    tahun sebanyak 17 orang (23,6%).

    2. Pendidikan

    Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel pendidikan dapat

    dilihat pada tabel 4.5 berikut dibawah ini:

    Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pendidikan responden

    di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya

    Kabupaten Nagan Raya

    NO Pendidikan Frekuensi %

    1 SD/MIN 6 8,3 2 SMP/MTsN 19 26,4 1 SMA/MAN 31 43,1 2 Perguruan Tinggi 16 22,2 Total 72 100 Sumber: data primer 2016

    Dari tabel 4.5 dapat di ketahui bahwa responden yang berpendidikan

    tertinggi adalah responden berpendidikan terendah adalah SD/MIN sebanyak 6

  • 43

    orang (8,3%), selanjutnya responden berpendidikan terendah adalah SMP/MTsN

    sebanyak 19 orang (26,4%), kemudian responden berpendidikan terendah adalah

    SMA/MAN sebanyak 31 orang (43,1%), sedangkan responden berpendidikan

    terendah adalah Perguruan Tinggi sebanyak 16 orang (22,2%).

    3. Pendapatan

    Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel pendapatan dapat

    dilihat pada tabel 4.6 berikut dibawah ini:

    Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pendapatan responden

    di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya

    Kabupaten Nagan Raya NO Pendapatan Frekuensi %

    1 < UMP 50 69,4 2 > UMP 22 30,6 Total 72 100 Sumber: data primer 2016

    Dari tabel 4.6 dapat di ketahui bahwa responden yang pendapatannya <

    UMP sebanyak 50 orang (69,4%), sedangkan responden pendapatannya > UMP

    sebanyak 22 orang (30,6%). Pasal 7 Pergub Aceh Nomor 60 Tahun 2015

    disebutkan upah minimum sebesar Rp 2.118.500.

    4. Umur Balita

    Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel umur balita dapat

    dilihat pada tabel 4.7 berikut dibawah ini:

    Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Umur Balita

    responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan

    Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya NO Umur Balita Frekuensi %

    1 12-24 bulan 8 11,1 2 25-36 bulan 22 30,6 1 37-40 bulan 31 43,1 2 47-60 bulan 11 15,3 Total 72 100 Sumber: data primer 2016

  • 44

    Dari tabel 4.7 dapat di ketahui bahwa responden yang tertinggi adalah

    yang memiliki balita umur 12-24 bulan sebanyak 8 orang (11,1%), responden

    yang memiliki balita umur 25-36 bulan sebanyak 22 orang (30,6%), responden

    yang memiliki balita umur 37-40 bulan sebanyak 31 orang (43,1%), sedangkan

    responden yang memiliki balita umur 47-60 bulan sebanyak 11 orang (15,3%),

    5. Pengetahuan

    Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel pengetahuan

    dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut dibawah ini:

    Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pengetahuan dengan

    Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu

    Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya

    NO Pengetahuan Frekuensi %

    1 Baik 49 68,1 2 Kurang Baik 23 31,9 Total 72 100 Sumber: data primer 2016

    Dari tabel 4.8 dapat di ketahui bahwa responden yang memiliki

    pengetahuan baik sebanyak 49 orang (68,1%), sedangkan responden yang

    memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak 23 orang (31,9%).

    6. Sikap

    Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel sikap dapat dilihat

    pada tabel 4.9 berikut dibawah ini:

    Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Sikap dengan Gizi

    Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan

    Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya

    NO Sikap Frekuensi %

    1 Baik 43 59,7 2 Kurang Baik 29 40,3

    Total 72 100 Sumber: data primer 2016

  • 45

    Dari tabel 4.9 dapat di ketahui bahwa responden yang memiliki sikap

    baik sebanyak 43 orang (59,7%), sedangkan responden yang memiliki sikap

    kurang baik sebanyak 29 orang (40,3%).

    7. Pelayanan Kesehatan

    Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel perlayanan

    kesehatan dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut dibawah ini:

    Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pelayanan Kesehatan

    dengan Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu

    Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya

    NO Pelayanan Kesehatan Frekuensi %

    1 Ada 46 63,9 2 Tidak Ada 26 36,1 Total 72 100 Sumber: data primer 2016

    Dari tabel 4.10 dapat di ketahui bahwa responden yang memiliki

    pelayanan kesehatan ada sebanyak 46 orang (63,9%), sedangkan responden yang

    memiliki pelayanan kesehatan tidak ada sebanyak 26 orang (36,1%).

    8. Sosial Budaya

    Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel sosial buaya dapat

    dilihat pada tabel 4.11 berikut dibawah ini:

    Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Sosial Budaya dengan

    Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu

    Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya

    NO Sosial Budaya Frekuensi %

    1 Baik 43 59,7 2 Kurang Baik 29 40,3

    Total 72 100 Sumber: data primer 2016

    Dari tabel 4.11 dapat di ketahui bahwa responden yang memiliki sosial

    budaya baik sebanyak 43 orang (59,7%), sedangkan responden yang memiliki

    sosial budaya kurang baik sebanyak 29 orang (40,3%).

  • 46

    9. Gizi Kurang

    Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel gizi kurang dapat

    dilihat pada tabel 4.12 berikut dibawah ini:

    Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Gizi Kurang di

    Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya

    Kabupaten Nagan Raya

    NO Gizi Kurang Frekuensi %

    1 Gizi Kurang 9 12,5 2 Gizi Baik 63 87,5 Total 72 100 Sumber: data primer 2016

    Dari tabel 4.12 dapat di ketahui bahwa responden yang memiliki

    pengetahuan baik sebanyak 9 orang (12,5%), sedangkan responden yang

    memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak 63 orang (87,5%).

    4.2.2 Analisis Bivariat

    Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan variabel independen

    dengan dependen. Pengujian ini menggunakan uji chi-square. Dimana ada

    hubungan yang bermakna secara statistik jika diperoleh nilai pvalue < 0,05.

    a. Hubungan Faktor Pengetahuan dengan Gizi Kurang pada Balita

    Tabel 4.13. Faktor Pengetahuan yang berhubungan dengan Gizi Kurang

    pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan

    Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya Pengetahuan Gizi Kurang Total

    Gizi Kurang Gizi Baik p

    f % f % f % OR

    Baik 2 4,1 47 95,9 49 100 0,004 10,2

    Kurang Baik 7 30,7 16 69,6 23 100

    Jumlah 9 12,5 63 87,5 72 100

    Sumber : data primer 2016

    Dari tabel 4.13 diketahui bahwa dari 49 responden yang memiliki

    pengetahuan baik sebanyak 2 orang (4,1%) yang balitanya ada mengalami gizi

    kurang dan sebanyak 47 orang (95,9%) yang balitanya mengalami gizi baik,

  • 47

    sedangkan dari 23 responden yang memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak 7

    orang (30,4%) yang balitanya ada mengalami gizi kurang dan sebanyak 16 orang

    (69,6%) yang balitanya mengalami gizi baik.

    Dari hasil uji chi square didapat nilai Pvalue = 0,004 dan ini lebih kecil

    dari α = 0,05 (Pvalue = 0,004 < α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan

    yang signifikan antara faktor pengetahuan dengan gizi kurang di wilayah kerja

    Puskemas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya.

    Dari hasil OR 10,2 dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki

    pengetahuan baik berpeluang 10,2 kali untuk balitanya tidak mengalami gizi

    kurang dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan kurang baik

    di Puskemas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya.

    b. Hubungan Faktor Sikap dengan Gizi Kurang pada Balita

    Tabel 4.14. Faktor Sikap yang berhubungan dengan Gizi Kurang pada Balita

    di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya

    Kabupaten Nagan Raya Sikap Gizi Kurang Total

    Gizi Kurang Gizi Baik p

    f % f % f % OR

    Baik 2 4,7 41 95,3 43 100 0,025 6,5

    Kurang Baik 7 24,1 22 75,9 29 100

    Jumlah 9 12,5 63 87,5 72 100

    Sumber : data primer 2016

    Dari tabel 4.14 diketahui bahwa dari 43 responden yang memiliki sikap

    baik sebanyak 2 orang (4,7%) yang balitanya mengalami gizi kurang dan

    sebanyak 41 orang (95,3%) yang balitanya mengalami gizi baik, sedangkan dari

    29 responden yang memiliki sikap kurang baik sebanyak 7 orang (24,1%) yang

    balitanya ada mengalami gizi kurang dan sebanyak 22 orang (75,9%) yang

    balitanya mengalami gizi baik.

  • 48

    Dari hasil uji chi square didapat nilai Pvalue = 0,025 dan ini lebih kecil

    dari α = 0,05 (Pvalue = 0,025 < α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan

    yang signifikan antara faktor sikap dengan gizi kurang di wilayah kerja Puskemas

    Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya.

    Dari hasil OR 6,5 dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki

    sikap baik berpeluang 6,5 kali untuk balitanya tidak mengalami gizi kurang

    dibandingkan dengan responden yang memiliki sikap kurang baik di Puskemas

    Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya.

    c. Hubungan Faktor Pelayanan Kesehatan dengan Gizi Kurang pada Balita

    Tabel 4.15. Faktor Pelayanan Kesehatan yang berhubungan dengan Gizi

    Kurang pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu

    Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya Pelayanan Gizi Kurang Total

    Kesehatan Gizi Kurang Gizi Baik p

    f % f % f % OR

    Ada 2 4,3 44 95,7 46 100 0,009 8,1

    Tiak Ada 7 26,9 19 73,1 26 100

    Jumlah 9 12,5 63 87,5 72 100

    Sumber : data primer 2016

    Dari tabel 4.15 diketahui bahwa dari 46 responden yang memiliki

    pelayanan kesehatan ada sebanyak 2 orang (4,3%) yang balitanya ada mengalami

    gizi kurang dan sebanyak 44 orang (95,7%) yang balitanya mengalami gizi baik,

    sedangkan dari 26 responden yang memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak 7

    orang (26,9%) yang balitanya ada mengalami gizi kurang dan sebanyak 19 orang

    (73,1%) yang balitanya mengalami gizi baik.

    Dari hasil uji chi square didapat nilai Pvalue = 0,009 dan ini lebih kecil

    dari α = 0,05 (Pvalue = 0,009 < α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan

  • 49

    yang signifikan antara faktor pelayanan kesehatan dengan gizi kurang di wilayah

    kerja Puskemas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya.

    Dari hasil OR 8,1 dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki

    pelaayanan kesehatan ada berpeluang 8,1 kali untuk balitanya tidak mengalami

    gizi kurang dibandingkan dengan responden yang memiliki pelayanan keehatan

    tidak ada di Puskemas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan

    Raya.

    d. Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Gizi Kurang pada Balita

    Tabel 4.16. Faktor Sosial Budaya yang berhubungan dengan Gizi Kurang

    pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala Tadu Kecamatan

    Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya Sosil Budaya Gizi Kurang Total

    Gizi Kurang Gizi Baik p

    f % f % f % OR

    Baik 2 4,7 41 95,3 43 100 0,025 6,5

    Kurang Baik 7 24,1 22 75,9 29 100

    Jumlah 9 12,5 63 87,5 72 100

    Sumber : data primer 2016

    Dari tabel 4.16 diketahui bahwa dari 43 responden yang memiliki sosial

    budaya baik sebanyak 2 orang (4,7%) yang balitanya ada mengalami gizi kurang

    dan sebanyak 41 orang (95,3%) yang balitanya mengalami gizi baik, sedangkan

    dari 29 responden yang memiliki sosial budaya kurang baik sebanyak 7 orang

    (24,1%) yang balitanya ada mengalami gizi kurang dan sebanyak 22 orang

    (75,9%) yang balitanya mengalami gizi baik.

    Dari hasil uji chi square didapat nilai Pvalue = 0,025 dan ini lebih kecil

    dari α = 0,05 (Pvalue = 0,025 < α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan

    yang signifikan antara faktor sosial budaya dengan gizi kurang di wilayah kerja

    Puskemas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya.

  • 50

    Dari hasil OR 6,5 dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki

    sosial budaya baik berpeluang 6,5 kali untuk balitanya tidak mengalami gizi

    kurang dibandingkan dengan responden yang memiliki sosial budaya kurang baik

    di Puskemas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya.

    4.3 Pembahasan

    Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor Resiko yang

    Berhubugan dengan Gizi Kurang pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuala

    Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya. Variabel yang diteliti dalam

    penelitian ini adalah variabel independen yaitu variabel pengetahuan, sikap,

    pelayanan kesehatan dan sosial budaya dengan variabel dependen yaitu gizi

    kurang pada balita.

    4.3.1 Hubungan Faktor Pengetahuan dengan Gizi Kurang pada Balita

    Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapatnya hubungan

    yang signifikan antara faktor pengetahuan dengan gizi kurang di wilayah kerja

    Puskemas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya. Dari hasil

    uji chi square didapat nilai Pvalue = 0,004 dan ini lebih kecil dari α = 0,05 (Pvalue =

    0,004 < α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan yang signifikan antara

    faktor pengetahuan dengan gizi kurang di wilayah kerja Puskemas Kuala Tadu

    Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya.

    Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan peneliti menemukan bahwa

    responden yang memiliki pengetahuan baik lebih sedikit anaknya yang gizi

    kurang karena mereka mengetahui tentang gizi kurang dan memberikan anak

    mereka makanan bergizi dan sang anak pun mau memakannya.

  • 51

    Selanjutnya responden yang memiliki pengetahuan kurang baik lebih

    banyak anaknya mengalami gizi kurang karena mereka tidak mengetahui

    penyebab dari gizi kurang bagaimana cara mencegahnya selain itu anaknya lebih

    suka makan makanan siap saji yang tidak bergizi.

    Menurut Fitriani (2011) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini

    terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

    Pernginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,

    pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh

    melalui mata dan telinga.

    Hasil penelitian di atas di dukung oleh hasil penelitian Lastanto (2014)

    dimana didapat hasil uji Chi Square didapatkan p=0,021 sehingga disimpulkan

    ada hubungan yang signifikan antara faktor pengetahuan dengan balita gizi kurang

    di wilayah kerja Puskemas Cebongan.

    4.3.2 Hubungan Faktor Sikap dengan Gizi Kurang pada Balita

    Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapatnya hubungan

    yang signifikan antara faktor sikap dengan gizi kurang di wilayah kerja Puskemas

    Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya. Dari hasil uji chi

    square didapat nilai Pvalue = 0,025 dan ini lebih kecil dari α = 0,05 (Pvalue = 0,025 <

    α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan yang signifikan antara faktor

    sikap dengan gizi kurang di wilayah kerja Puskemas Kuala Tadu Kecamatan Tadu

    Raya Kabupaten Nagan Raya.

    Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan peneliti menemukan bahwa

    responden yang memiliki sikap baik lebih sedikit anaknya yang mengalami gizi

    kurang karena mereka memberikan makanan bergizi dan anak mereka pun mau

  • 52

    memakannya. Selanjutnya responden yang memiliki sikap kurang baik lebih

    banyak anaknya mengalami gizi kurang karena mereka membiarkan anak mereka

    untuk makan makanan yang disukai anak mereka seperti makanan siap saji yang

    tidak bergizi.

    Menurut Fitriani (2011) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih

    tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum

    merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi

    tindakan suatu perilaku.

    Hasil penelitian di atas di dukung oleh penelitian Yuni (2013) dimana

    didapat hasil uji Chi Square didapatkan p=0,000 sehingga disimpulkan adanya

    hubungan antara sikap orangtua dengan kejadian gizi kurang pada balita di Desa

    Kabuna Kabupaten Belu Nusa Tengara Timur.

    4.3.3 Hubungan Faktor Pelayanan Kesehatan dengan Gizi Kurang pada

    Balita

    Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapatnya hubungan

    yang signifikan antara faktor pelayanan kesehatan dengan gizi kurang di wilayah

    kerja Puskemas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya. Dari

    hasil uji chi square didapat nilai Pvalue = 0,009 dan ini lebih kecil dari α = 0,05

    (Pvalue = 0,009 < α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan yang signifikan

    antara faktor pelayanan kesehatan dengan gizi kurang di wilayah kerja Puskemas

    Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya.

    Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan peneliti menemukan bahwa

    responden yang memiliki pelayanan kesehatan ada lebih sedikit karena mereka

    selalu membawa anak mereka ke posyandu secara rutin untu memeriksakan status

  • 53

    gizi anak mereka, sehingga anak mereka tidak mengalami gizi kurang.

    Selanjutnya responden yang memiliki pelayanan kesehatan tidak ada lebih banyak

    mengalami gizi buruk pada balitanya karena mereka jarang membawa anaknya ke

    posyandu untuk memeriksakan kesehatan anak dan status gizi anak.

    Pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa

    pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serta

    penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi (Notoatmodjo,

    2012)

    Hasil penelitian di atas di dukung oleh hasil penelitian Zulfita (2013)

    dimana didapat hasil adanya hubungan pelayanan kesehatan yaitu ibu tidak aktif

    menggunakan fasilitas posyandu dengan kejadian gizi kurang pada balita di

    Wilayah kerja Puskesmas Air Dingin Kota PadangTahun 2013.

    4.3.3 Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Gizi Kurang pada Balita

    Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapatnya hubungan

    yang signifikan antara faktor sosial budaya dengan gizi kurang di wilayah kerja

    Puskemas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya. Dari hasil

    uji chi square didapat nilai Pvalue = 0,025 dan ini lebih kecil dari α = 0,05 (Pvalue =

    0,025 < α = 0,05) sehingga diuraikan terdapat hubungan yang signifikan antara

    faktor sosial budaya dengan gizi kurang di wilayah kerja Puskemas Kuala Tadu

    Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya.

    Berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan peneliti menemukan bahwa

    responden yang status sosial baik lebih sedikit balitanya mengalami gizi kurang

    karena responden tersebut menjalankan tradisi keluarga untuk selalu mengurus

    bayinya sendiri, dengan memeberikan ASI secara langsung dan membuat sendiri

  • 54

    makanan yang akan dimakan oleh anaknya. Selanjutnya responden yang status

    sosial budaya tidak baik lebih banyak balitanya mengalami gizi kurang karena

    responden tersebut hanya memberikan bayi makanan yang siap saji.

    Segala sesuatu yag berkaitan dengan tata nilai yang ada pada masyakat,

    yang mana di dalamnya terdapat pernyataan mengenai poin intelektual dan juga

    nilai artistik yang dapat di jadikan sebagai ciri khas yang ada pada masyarakat itu

    sendiri (Notoadmodjo, 2003)

    Hasil penelitian Yudi (2008) menemukan Adanya hubungan antara sosial

    budaya dengan gizi kurang pada balita di Kecamatan Medan Area Kota Medan

    Tahun 2007.

  • 55

    55

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    1. Adanya hubungan yang signifikan antara faktor pengetahuan dengan gizi

    kurang di wilayah kerja Puskemas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya

    Kabupaten Nagan Raya (Pvalue = 0,004 < α = 0,05).

    2. Adanya hubungan yang signifikan antara faktor sikap dengan gizi kurang

    di wilayah kerja Puskemas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya Kabupaten

    Nagan Raya (Pvalue = 0,025 < α = 0,05).

    3. Adanya hubungan yang signifikan antara faktor pelayanan kesehatan

    dengan gizi kurang di wilayah kerja Puskemas Kuala Tadu Kecamatan

    Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya (Pvalue = 0,009 < α = 0,05).

    4. Adanya hubungan yang signifikan antara faktor sosial budaya dengan gizi

    kurang di wilayah kerja Puskemas Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya

    Kabupaten Nagan Raya (Pvalue = 0,025 < α = 0,05).

    5.2 Saran

    1. Kepada pihak puskesmas agar dapat memberikan penyuluhan kepada

    masyarakat khususnya ibu-ibu yang memiliki balita tentang penyebab

    gizi kurang, dan bagaimana cara pencegahan kejadian gizi kurang. Serta

    para kader untuk dapat ikut serta berpartisipasi dalam mengajak para ibu

    yang memiliki balita untuk membawa anaknya ke posyandu.

  • 56

    2. Bagi pihak Dinas Kesehatan Nagan Raya agar dapat memberikan

    penyuluhan dan informasi kepada masyarakat luas tentang gizi dan

    bagaimana cara menjaga anak agar tidak terkena gizi kurang.

    3. Kepada masyarakat agar lebih aktif untuk selalu datang ke puskesmas

    atau posyandu untuk memeriksakan kesehatan anak mereka agar agar

    dapat terhindar dari kejadian gizi kurang.

  • 57

    DAFTAR PUSTAKA

    Agus Krisno,. 2009. Gizi Masyarakat. Jakarta, UI.

    Almatsier 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC

    Almatsier 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC

    Almatsier 2009, ”Prinsip Dasar Ilmu Gizi”, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

    Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka

    Cipta

    Azwar, S. 2007. Sikap Manusia. Teori dan pengukurannya. Edisi ke-2. Yogyakarta:

    Bomar, P.J. (2004). Promoting Health in Families: Applying Family Research and

    Theory to Nursing Practice. Philadelphia: W.B. Sounders Company.

    Departemen kesehatan RI 2005, Penilaian Status Gizi, Jakarta: Departemen

    Kesehatan RI

    Dinkes Nagan Raya. 2014. Data Status Gizi di Kabupaten Naga Raya. Naga Raya

    Fitriani, S., 2011. Promosi Kesehatan. Graha Ilmu : Jakarta.

    Hadi. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi Dan Implikasinya Terhadap Kebijakan

    Pembangunan Kesehatan Nasional. Makalah Disajikan dalam Pidato

    Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada FK UGM. Yogyakarta.

    Hariza Adnani 2011, Gizi dan Kesehatan, Edisi Revisi Jakarta: EGC

    Harsiki. 2002. Hubungan Pola Asuh dan Faktor Lain dengan Keadaan Gizi Anak

    Balita Keluarga Miski di Pedesaan dan Perkotaan Propinsi Sumatera

    BaratTahun 2003. Tesis. Fakultas Kesehata Masyarakat. Universitas

    Indonesia. Depok.

    Huriah, T. 2006. Hubungan Perilaku Ibu dalam Memenuhi Kebutuhan Gizi dengan

    Status Gizi Batita di Kecamatan Beji Kota Depok. Tesis Program Pasca

    Sarjana Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

    Masyarakat Universitas Indonesia.http://digilib.ui.ac.id/

    Kemenkes RI. 2012. Profil Kesehata Indonesia Tahun 2011. Jakarta

    Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehata Indonesia Tahun 2012. Jakarta

    Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehata Indonesia Tahun 2014. Jakarta

    Lastanto. 2014. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kejadian. Balita Gizi Kurang

    Di Wilayah di puskesmas cebongan. Stikes Kusuma Husada. Surakarta.

    Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik

    dalam Keluarga. Jakarta: Prenada Media Group

  • 58

    Notoadmodjo, S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka. Cipta. Jakarta.

    Notoadmodjo, S. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip Dasar. Rineka

    Cipta. Jakarta.

    Notoadmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. 1st ed. Jakarta: Rineka

    Cipta.

    Notoatmodjo, S. 2012. Promosi kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka

    cipta

    Puskesmas Kuala Tadu. 2015. Data Kasus Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas

    Kuala Tadu. Kuala Tadu.

    Santoso 2004, Sugeng dan Rianti, Kesehatan Dan Gizi, Jakarta: Rineka Cipta

    Sediaoetama 2000. ”Ilmu Gizi”, Jakarta: Dian Rakyat

    Soegeng dan Anne. 2009. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : PT. Asdi.

    Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta: Direktorat Jenderal.

    Stundkard. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar. Swadaya

    Sudjana.2005. Metode Statistika Edisi ke-6. Bandung : Tarsito.

    Supariasa. 2012. Pendidikan Dan Konsultasi Gizi. Jakarta : EGC

    Widodo. 2008. Wong . 2004 . Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik . EGC .

    Jakarta .

    Yuni. 2013. Faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di Desa Pemenang

    Timur, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara

    Barat Yogyakarta. UGM. Skripsi

    Yudi. 2008. Hubungan Faktor Sosial Budaya Dengan Status Gizi Anak Usia 6 – 24

    Bulan Di Kecamatan Medan Area Kota Medan Tahun 2007. Universitas

    Sumatera Utara. Medan.

    Zulfita. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Gizi Kurang Pada Balita

    di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Kota Padang Tahun 2013. STIKES

    Marcubakti Jaya. Padang.

  • 59

    RIWAYAT HIDUP

    A. Data Pribadi

    Nama : INTAN ZUHRA

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Tempat/Tanggal Lahir : Kuala Tadu/ 17 Agustus 1993

    Agama : Islam

    Anak Ke : 1

    Alamat Rumah : Gampong Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya

    Kabupaten Nagan Raya

    Orang, Tua/Wali

    Ayah : Abdul Rani Hamid

    Ibu : Khatijah (Almarhumah)

    Pekerjaan Orang Tua

    Ayah : Tani

    Alamat : Gampong Kuala Tadu Kecamatan Tadu Raya

    Kabupaten Nagan Raya

    B. Pendidikan Formal

    1999-2005 : SD Negeri Blang Muling

    2005-2008 : SMP Negeri 5 Kuala

    2008-2011 : SMA Negeri 4 Kuala

    2011-2016 : Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Peminatan

    Epidemiologi Universitas Teuku Umar Meulaboh

    1-Unlicensed-BAB I gizi intan (Salinan berkonflik queen-PC 2016-08-03)-Unlicensed-BAB II gizi intan (Salinan berkonflik queen-PC 2016-08-03)BAB III3.1 Jenis Penelitian3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian3.3 Populasi dan Sampel3.3.1 Populasi3.3.2 Sampel3.4 Tehnik Pengumpulan Data3.7 Pengolahan Data3.8 Metode Analisa Data

    BAB IIIBAB III-Unlicensed-DAFTAR PUSTAKA (Salinan berkonflik queen-PC 2016-08-03)