Analisis Fonologis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pendahuluan dari analisis fonologis

Citation preview

  • 1Universitas Indonesia

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Pokok Bahasan

    Bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan

    oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama,

    berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Kridalakasana, 2005: 3). Pada

    umumnya, manusia pertama kali berbahasa mengeluarkan bunyi suara. Pengertian

    bunyi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang kedengaran atau

    dapat didengar. Bunyi dapat didengar karena bunyi tersebut diucapkan sehingga

    bunyi sangat berkaitan dengan cara pengucapan.

    Di dalam linguistik, terdapat ilmu yang mempelajari tentang bunyi yaitu

    fonetik. Fonetik menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut perbedaan diantaranya

    tanpa memperhatikan segi fungsional dari perbedaan tersebut, sedangkan fonologi

    menyelidiki bunyi bahasa hanya menurut segi fungsionalnya saja. Fonetik tidak

    membedakan makna, sedangkan fonologi dapat membedakan makna (Verhaar,

    1990: 8).

    Sebagai contoh perbedaan fungsional antara bunyi-bunyi seperti [r] dan [l]

    dalam Bahasa Indonesia. Kedua bunyi tersebut disebut fonem yang membedakan

    makna seperti dalam kata rupa dan lupa. Oleh karena itu, orang Indonesia tidak

    pernah mengacaukan kedua bunyi tersebut karena keduanya selalu dibedakan

    (Verhaar, 1990: 8). Sebaliknya dalam Bahasa Jepang perbedaan antara [r] dan [l]

    tidak fungsional karena tidak ada pasangan kata yang mengandung kedua bunyi

    itu dipertentangkan, sehingga orang Jepang mengacaukan kedua bunyi tersebut.

    Namun, sebenarnya tidak mengacaukannya karena dari sudut fungsional kedua

    bunyi itu bagi mereka sama. Hal ini dapat kita rumuskan bahwa antara [r] dan [l]

    adalah perbedaan antar-fonem, sedangkan dalam bahasa Jepang adalah perbedaan

    fonetis saja (Verhaar, 1990: 8).

    Dalam Bahasa Arab, semua bunyi selalu dibedakan seperti hal bahasa

    Indonesia. Bahkan dalam Bahasa Arab, jika salah penyebutan, maka akan

    menimbulkan makna yang berbeda. Namun, hal ini berbeda ketika penulis

  • 3Universitas Indonesia

    berdampingan dengan Baitullah, menjadi pengelola urusan haji, membangun

    Masjidil Haram, dan tempat persinggahan dalam perniagaan (Fathoni, 1996: 1).

    Oleh karena itu, wajarlah apabila Al-Quran diturunkan dalam bahasa Quraisy

    kepada seorang rasul yang Quraisy pula, agar mendapat simpati orang-orang Arab

    dan menunjukkan kemukjizatan Al-Quran yang tidak bisa mereka tandingi.

    Oleh karena perbedaan dan keragaman dialek-dialek bangsa Arab tersebut,

    maka Al-Quran yang diwahyukan Allah SWT kepada Rasulullah SAW akan

    menjadi sempurna kemukjizatannya apabila ia dapat menampung berbagai dialek

    sehingga memudahkan mereka untuk membaca, menghafal, dan memahaminya.

    Ada beberapa hadis Nabi yang menyatakan bahwa Al-Quran itu

    diturunkan dalam Tujuh Huruf (Sabatu Ahruf), antara lain (Fathoni, 1996: 2) :

    1. Hadis dari Ibnu Abbas RA, ia berkata:

    :

    Qa:la rasu:lullah alla:lla:hu alaihi wasallama : aqra ani: jibri:lu ala: arfin

    fara:jatuhu: falam azal astazi:duhu: wa yazi:duni: atta: intaha: ala: sabati

    arufin.

    Rasulullah SAW bersabda, Jibril telah membacakan Al-Quran kepadaku dalam

    satu huruf. Aku berulang-ulang membacanya. Selanjutnya aku selalu meminta

    kepadanya agar ditambah, sehingga ia menambahnya sampai tujuh huruf. (HR.

    Al Bukhari-Muslim).

    2. Hadis dari Umar bin Khattab RA, ia berkata:

    . .

    . .

    . .: .: . :

    ., .

    .:

    . . : . .

    . : .

    : .

  • 4Universitas Indonesia

    Samitu Hisyam ibna akimin yaqrau su:ratu Al-Furqa:ni fi: aya:ti rasu:lilla:hi

    shalla:lla:hu alayhi wasallama. Fastamatu liqira:atihi:, faia huwa yaqrauha:

    ala: huru:fin kai:ratin lam yuqri?ni:ha: rasu:lulla:hu alayhi wasallama.

    Fakidtu usa:wiruhu: fi: aala:ti, fantazartuhu: hatta: sallama. umma

    labbabtuhu: birida:ihi. Qultu lahu: kaabta. Fawa:lla:hi, inna rasululla:hi

    shallalla:hu alayhi wasallama aqra:ani: ha:dzihi assu:rata allati: samituka

    taqra:uha:. Fanthalaqtu aqu:duhu: ila: rasu:lilla:hi alla:lla:hu alayhi

    wasallama. Faqultu: ya: rasu:lalla:hi, inni: samitu ha:a: yaqrau su:ratu Al

    Furqa:ni ala: huru:fin lam tuqri?ni:ha:. Wa anta aqra?tani: su:rata Al Furqa:ni.

    Faqa:la rasu:lulla:hi allall:hu alayhi wasallama: arsilhu ya: umaru. Iqra? Ya:

    Hisya:mu. Faqaraa ha:ihi: alqira:ata allati: samituhu yaqrauha:. Qa:la

    rasululla:hi allalla:hu alayhi wasallama : hakaa: unzilat. Tsumma qa:la

    rasululla:hi allalla:hu alayhi wasallama : inna ha:a: al-quranu unzila ala:

    sabati arufin faqrau:ha: ma: tayassara minhu.

    Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat Al-Furqan di masa hidup

    Rasulullah SAW. Lalu aku sengaja mendengarkan bacaannya. Tiba-tiba dia

    membacanya dengan bacaan yang bermacam-macam yang belum pernah

    dibacakan Nabi kepadaku. Hampir saja aku serang dia dalam shalat, namun aku

    berusaha menunggu dengan sabar sampai dia salam. Begitu dia salam, aku tarik

    leher bajunya seraya aku bertanya, Siapa yang mengajari bacaan surat ini?

    Hisyam menjawab, Yang mengajarkan tadi adalah Rasulullah sendiri. Aku

    gertak dia, kau bohong, demi Allah, Rasulullah telah membacakan kepadaku

    surat yang kau baca tadi (tetapi tidak seperti bacaanmu). Maka kuajak dia

    menghadap Rasulullah dan kuceritakan peristiwanya. Lalu Rasulullah menyuruh

    Hisyam membaca surat Al-Furqan sebagaimana yang dibaca tadi. Kemudian

    Rasulullah berkomentar, Demikianlah bacaan surat itu diturunkan. Lalu

    Rasulullah berkata lagi, Sesungguhnya Al-Quran diturunkan dalam tujuh huruf,

    maka bacalah mana yang kalian anggap mudah (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu

    Dawud, An-Nasai, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Jarir).

    Arti Sabatu Aruf (tujuh huruf) dalam hadis di atas mengandung banyak

    penafsiran dan pendapat dari kalangan ulama (Fathoni, 1996: 3). Hal itu

    disebabkan karena kata sabatu itu sendiri dan kata aruf mempunyai banyak

  • 5Universitas Indonesia

    arti. Kata Sabatu dalam Bahasa Arab bisa berarti bilangan tujuh, dan bisa juga

    berarti bilangan tak terbatas. Sedang kata aruf adalah jamak dari arf yang

    mempunyai macam-macam arti, antara lain salah satu huruf hijaiyah, makna,

    saluran air, wajah, kata, bahasa, dan lain-lain.

    Perbedaan pendapat dalam menetapkan arti tujuh huruf ini, tidak

    menimbulkan bahaya sama sekali karena memang terdapat tujuh dialek yang

    terpisah-pisah dalam Al-Quran yang telah dijelaskan oleh Rasulullah secara garis

    besar (Al Ibyariy, 1995:101). Hadis ini tidak memberikan pengertian bahwa setiap

    kata dibaca dengan tujuh dialek, misalnya suku Quraisy membaca dengan dialek

    Quraisy, suku Huayl membaca dengan dialek Huayl, dan suku Hawazin

    membaca dengan dialek Hawazin, dan suku Yaman membaca dengan dialek

    Yaman (Al Ibyariy, 1995:101).

    Kemudian, suatu bacaan Al-Quran baru dianggap sah apabila memenuhi

    tiga kriteria persyaratan, yaitu harus mempunyai transmisi (sanad) yang

    mutawatir, yakni bacaan itu diterima dari guru-guru yang dipercaya, tidak ada

    cacat, dan bersambung sampai kepada Rasulullah SAW; harus cocok dengan

    Rasm Usmani; harus cocok dengan kaidah tata bahasa Arab.

    Dari penelitian dan pengujian yang dilakukan para pakar bacaan Al-Quran

    dengan menggunakan kriteria tersebut, diungkapkan bahwa suatu bacaan bila

    ditinjau dari segi nilai sanadnya akan terbagi menjadi enam tingkatan bacaan Al-

    Quran (Fathoni, 1996: 6), yaitu:

    1. Mutawatir, yaitu bacaan yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi

    (orang yang meriwayatkan) yang cukup banyak pada setiap tingkatan

    dari awal sampai akhir, yang bersambung hingga Rasulullah SAW.

    2. Masyhur, yaitu bacaan yang mempunyai transmitasi (sanad) yang

    sai (baik/sah), tetapi jumlah perawinya tidak sebanyak qiraat

    Mutawatir.

    3. Ahad, yaitu bacaan yang mempunyai transmitasi (sanad) yang sai,

    tetapi tidak cocok dengan Rasm Usmani ataupun kaidah bahasa Arab.

    4. Syaz, yaitu bacaan yang tidak mempunyai transmitasi (sanad) yang

    sai atau bacaan yang tidak memenuhi tiga syarat sah untuk

    diterimanya bacaan.

  • 6Universitas Indonesia

    5. Muadraj, yaitu bacaan yang disisipkan ke dalam ayat Al-Quran.

    6. Maudu, yaitu bacaan buatan, yakni disandarkan kepada seseorang

    tanpa sadar, serta tidak memiliki transmitasi (sanad) ataupun rawi.

    Setelah melalui penelitian dan pengujian terhadap bacaan Al-Quran yang

    banyak beredar, ternyata yang memenuhi syarat mutawatir menurut kesepakatan

    para ulama Al-Quran ada tujuh bacaan yang dikuasai dan dipopulerkan oleh tujuh

    imam. Inilah kemudian dikenal dengan Qira:?atu Al-Sabati (Fathoni, 1996: 6).

    Dalam rangka memberi penghargaan kepada tujuh imam bacaan tersebut,

    dan untuk memudahkan ingatan, maka nama-nama mereka diabadikan pada

    bacaan mereka. Akan tetapi hal ini bukan berarti bahwa mereka sendiri yang

    menciptakan bacaan tersebut. Bacaan yang mereka gunakan itu tetap bersumber

    dari Rasulullah SAW, melalui talaqqi (penerimaan langsung) dari generasi-

    generasi sebelumnya.

    Para imam tujuh bacaan (biasa disebut Imam Tujuh) tersebut tentu

    mempunyai murid banyak yang meriwayatkan dan meneruskan bacaan guru-

    gurunya hingga sampai kepada kita sekarang ini. Namun, dalam dunia bacaan Al-

    Quran hanya diambil dua orang perawi saja dari masing-masing imam bacaan.

    Adapun ketujuh imam tersebut diterangkan dalam buku dari masjid

    Syaairullah yang berjudul Mengenal Tujuh Qurro, Perowi Mereka dan Manhaj

    Masing-masing Qiraat Mereka. Di dalam buku ini disebutkan imam-imam

    Qira:?atu al-sabati yaitu Nafi, Ibnu Kair, Abu Amr, Ibnu Amir, Aim,

    Hamzah, dan Kisa:?i. Masing-masing mereka memiliki dua orang murid yang

    semakin menambah beragamnya bacaan Al-Quran.

    Nafi memiliki dua orang murid yang bernama Qalun dan Warsy. Mereka

    berasal dari Madinah dan Mesir. Ibnu Kair memiliki dua orang murid yang

    bernama Al-Bazzi dan Qunbul. Mereka berasal dari Makkah. Abu Amr memiliki

    dua orang murid yang bernama Al-Durri dan Susi. Mereka berasal dari Barah.

    Ibnu Amr memiliki dua orang murid yang bernama Hisyam dan Ibnu Zakwan.

    Mereka berasal dari Syam. Aim memiliki dua orang murid yaitu Syubah dan

    Hafsh. Mereka berasal dari Kufah. Hamzah memiliki dua orang murid yaitu

    Khalaf dan Khallad. Mereka berasal dari Kufah. Kisa:?i memiliki dua orang murid

    yaitu Abu Al-Hari dan Duri Ali. Mereka berasal dari Kufah.

  • 7Universitas Indonesia

    Kemudian di dalam buku Panduan Membaca Qira:?atu al-sabati dari

    Masjid Syaairullah juga terdapat kaidah bacaan Qira:?atu al-sabati yang

    dijadikan sebagai cara membaca Qira:?atu al-sabati seperti imalah yang artinya

    miring besar, naql yang artinya menyambung, qar yang artinya pendek,

    tawassu yang artinya sedang, ul yang artinya panjang, tashil yang artinya

    condong ke konsonan ha, taqli:l yang artinya miring kecil, taqi:q yang

    artinya tetap, tafkhim yang artinya tebal, isymam yang artinya mencucu dengan

    tidak bersuara, rum yang artinya mencucu dengan bersuara sedikit, ilah yang

    artinya menyambung, mim jama yang artinya mim yang bermakna jamak,

    tarkul gunnah yang artinya meninggalkan dengung atau tidak berdengung, waqf

    yang artinya berhenti, mad yang artinya panjang, tarqi:q yang artinya tipis,

    tagli: yang artinya tebal, idga:m artinya masuk, dan ihar artinya jelas.

    Sebagai contoh kaidah bacaan Qira:?atu al-sabati yaitu: dalam bacaan

    Haf: ditransliterasikan /alaykum/, sedangkan dalam bacaan Qalun, Ibnu

    Kair, dan Warsy dibaca mim jama: ditransliterasikan /alaykumu:/. Dalam

    bacaan Haf: Ta Marbuah yang sebelumnya bukan huruf Alif seperti

    ditransliterasikan /qiy:amah/, sedangkan dalam Kisa:?i dibaca imalah dan

    ditransliterasikan /qiya:mh/.

    Kaidah bacaan Qira:?atu al-sabati tersebut akan peneliti analisis secara

    fonologi. Peneliti akan menganalisis kaidah yang ada dalam setiap bacaan Qira:?

    atu al-sabati sehingga akan diketahui apakah kaidah tersebut bersifat fungsional

    atau hanya berupa perbedaan bunyi saja karena perbedaan dialek. Selain itu,

    peneliti juga akan menganalisis apakah kaidah tersebut mengalami asimilasi yang

    membedakan makna atau tidak. Adapun teori mengenai fonetik artikulatoris

    hanya sebagai pelengkap dalam analisis fonologi ini. Analisis fonologi ini

    menggunakan ayat-ayat Al-Quran sebagai korpus data. Namun, ayat-ayat Al-

    Quran yang digunakan tidak semuanya. Dari sekian ayat-ayat Al-Quran akan

    diambil beberapa ayat Al-Quran yang terdapat bacaan-bacaan Qira:?atu al-

    sabati. Hal ini dikarenakan dalam satu ayat belum tentu terdapat semua bacaan

    Qira:?atu al-sabati.

    Oleh karena itu, penelitian ini lebih menekankan kepada fonologi untuk

    mengetahui apakah fungsional (membedakan makna) atau tidak, sedangkan

  • 8Universitas Indonesia

    fonetik artikulatoris merupakan bagian dari penelitian untuk mengetahui dari

    mana bunyi tersebut dihasilkan.

    1.2 Rumusan Masalah

    Permasalahan dalam penelitian ini lebih ditekankan pada analisis fonologi

    setiap bacaan Qira:?atu al-sabati yang mencakup pada:

    1. Apakah perbedaan tanda baca dan fonem dalam Qira:?atu al-sabati

    menyebabkan perbedaan makna.

    2. Apakah durasi, tekanan, dan jeda dalam Qira:?atu al-sabati

    menyebabkan perbedaan makna.

    3. Apakah dalam Qira:?atu al-sabati terdapat pasangan minimal dan

    asimilasi yang menyebabkan perbedaan makna.

    1.3 Tujuan dan Cakupan Penelitian

    Tujuan dan cakupan penelitian ini adalah:

    1. Untuk mengetahui perbedaan tanda baca dan fonem dalam Qira:?atu al-

    sabati menyebabkan perbedaan makna atau tidak.

    2. Untuk mengetahui durasi, tekanan, dan jeda dalam Qira:?atu al-sabati

    menyebabkan perbedaan makna.

    3. Untuk mengetahui dalam Qira:?atu al-sabati terdapat pasangan minimal

    dan asimilasi yang menyebabkan perbedaan makna atau tidak

    1.4 Metodelogi

    Penelitian ini menggunakan metodelogi penelitian kepustakaan dan

    observasi langsung untuk menambah kelengkapan penelitian. Selain itu, jenis

    penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif yang digunakan

    untuk menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian skripsi ini.

    1.4.1 Korpus Data

    Korpus data dalam penelitian ini diambil dari Al-Quran dan buku Panduan

    Belajar Qira:?atu al-sabati (Mulyasar) dari Masjid Syaairullah. Sampel data-

    data tersebut seperti:

  • 9Universitas Indonesia

    Dalam Al-Quran surat Hud ayat 41 terdapat tulisan () ditransliterasikan

    /majra:ha/, tetapi dibaca imalah menjadi /majre:ha/.

    Kemudian dalam buku Panduan Belajar Qira:?atu al-sabati (Mulyasar)

    dari Masjid Syaairullah terdapat beberapa contoh seperti:

    Dalam Bacaan Haf: ditransliterasikan /alaykum/, sedangkan dalam bacaan

    Qalun, Ibnu Kair, dan Warsy dibaca mim jama: ditransliterasikan

    /alaykumu:/. Dalam bacaan Haf: , nun mati atau tanwin bertemu dengan

    ditransliterasikan masuk dengan berdengung/idgha:m bigunah /mayyaa:/,

    sedangkan dalam Khalaf dibaca tarkul gunnah dan ditranliterasikan dengan

    idgham bilagunnah /man yaa:/. Dalam bacaan Haf: Ta Marbuah yang

    sebelumnya bukan Alif seperti ditransliterasikan /qiya:mah/, sedangkan

    dalam Kisa:?i dibaca imalah dan ditransliterasikan /qiya:mh/. Catatan: bila

    sebelumnya adalah Alif seperti: /ala:h/, maka tidak boleh dibaca imalah.

    Berdasarkan sampel data tersebut, penulis akan menganalisis berdasarkan

    teori fonologi untuk mengetahui apakah perbedaan penyebutan bunyi tersebut

    membedakan makna atau tidak.

    1.4.2 Metode dan Teknik Pemerolehan Data

    Teknik pemerolehan data berdasarkan data kualitatif dari korpus data.

    Selain itu, data juga diperoleh dari Al-Quran, buku-buku dan majalah-majalah

    yang berkaitan dengan penelitian kemudian dijadikan acuan dalam penelitian.

    Observasi langsung ke masjid Syaairullah juga dilakukan untuk melihat kegiatan

    pengajaran secara langsung. Kemudian dilakukan wawancara kepada para

    pengajar dan para murid masjid Syaairullah untuk menjawab berbagai pertanyaan

    dalam penelitian dan untuk memperjelas data-data dalam penelitian. Setelah itu

    dilakukan anlisis dan dibuat kesimpulan.

    1.4.3 Prosedur analisis

    Prosedur analisis yang dilakukan oleh peneliti dilakukkan secara bertahap

    mulai bulan September 2008. Prosedur tersebut terdiri dari:

    1. Penulis menemukan cara membaca yang berbeda dengan penulisan kata

    dalam bacaan Al-Quran.

  • 10

    Universitas Indonesia

    2. Penulis ikut serta dalam pengajian Qira:?atu al-sabati yang

    menyebabkan semakin tertarik untuk meneliti bacaan dalam Al-Quran.

    3. Wawancara dengan narasumber dan bimbingan dengan dosen.

    4. Pencarian data-data pustaka dan referensi mengenai fonetik dan fonologi,

    bahasa, Al-Quran, dan Qira:?atu al-sabati. Pencarian di lakukan di

    Perpustakaan Pusat UI, Perpustakaan FIB, UNJ, UIN, dan toko buku.

    5. Penyusunan BAB I berupa pendahuluan yang terdiri dari latar belakang,

    rumusan masalah, tujuan penulisan, metodelogi, dan sistematika

    penulisan.

    6. Penyusunan BAB II berupa tinjauan pustaka

    7. Penyusunan BAB III berupa kerangka teori

    8. Penyusunan BAB IV berupa analisis. Dalam bab ini peneliti menganalisis

    setiap bacaan Qira:?atu al-sabati dengan pendekatan dan analisis

    Fonologi. Peneliti melakukan analisis dengan observasi langsung.

    9. Penyusunan BAB V berupa kesimpulan.

    10. Kemudian yang terakhir adalah penyusunan pelengkap skripsi yang terdiri

    dari cover, lembar pengesahan, kata pengantar, daftar isi, daftar pustaka,

    dan lampiran.

    11. Setelah penyusunan skripsi selesai, kemudian dilakukan revisi atau

    perbaikan-perbaikan agar penyusunan skripsi menjadi sempurna.

    1.5 Sistematika Penelitian

    Sistematika penelitian ini terdiri dari lima bab yaitu Bab I Pendahuluan

    terdiri dari latar belakang, masalah, tujuan dan cakupan, metodologi, dan

    sistematika penelitian. Bab II Tinjauan Pustaka berisi tentang penjelasan

    mengenai Fonologi dan Qira:?atu al-sabati. Bab III adalah Kerangka Teori berisi

    tentang teori fonologi dan kaidah atau ciri-ciri Qira:?atu al-sabati. Bab IV

    Analisis berisi tentang analisis fonologis Qira:?atu al-sabati. Bab V adalah

    Kesimpulan dan saran.