Upload
lamdung
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS FRAMING
BERITA HUKUMAN KEBIRI UNTUK PAEDOFIL
DI KOMPAS.COM DAN REPUBLIKA ONLINE
Skripsi
Diajukan ke Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
SITI AISYAH
NIM : 1111051000068
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2016 M
iv
ABSTRAK
SITI AISYAH
Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri Untuk Paedofil di Kompas.com
dan Republika Online
Maraknya kasus kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak, atau
paedofil di Indonesia nampaknya membawa kegeraman bagi sejumlah pihak.
Salah satunya adalah Komnas Perlindungan Anak yang kemudian mencetuskan
adanya hukuman kebiri sebagai hukuman terberat bagi para pelaku paedofil.
Namun karena belum ada Undang-Undang yang mengatur kebiri sebagai
hukuman, begitupun dalam hukum Islam, peresmian hukuman kebiri ini menuai
polemik. Diantaranya ialah mengenai Hak Asasi Manusia. Media pun ramai
memberitakan isu tersebut dan ikut mengutarakan mengenai pendapat yang
mereka dapat dari narasumber, diantaranya ialah Kompas.com dan Republika
Online. Kedua media yang memiliki sudut pandang yang berbeda ini mengemas
berita hukuman kebiri dengan berbeda pula.
Berdasarkan konteks diatas, maka rumusan masalah penelitiannya adalah
bagaimana Kompas.com dan Republika Online mengemas berita mengenai
hukuman kebiri untuk paedofil? Bagaimana perbandingan pemberitaan pada
Kompas.com dan Republika Online?
Penelitian ini berlandaskan pada paradigma konstruktivis dengan
pendekatan kualitatif. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah Analisis
Framing model Robert N. Entmann. Dengan framing model ini, akan terlihat
dengan mudah permasalahan apa yang ditunjukan oleh media, sumber masalah,
nilai moral yang terkait dengan isu serta penyelesaian yang disarankan oleh media
terkait wacana hukuman kebiri sebagai hukuman bagi paedofil.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Konstruksi Sosial
yang dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Teori ini
mengasumsikan bahwa realitas dilihat secara objektif namun sebenarnya
terbentuk secara subjektif melalui pemikiran-pemikiran setiap individu yang
berbeda. Begitupun dengan seluruh berita yang disajikan oleh media, sebelum
disampaikan kepada khalayak luas berita tersebut telah melalui proses konstruksi.
Kompas.com memandang kebiri tidak dapat dipraktekkan sebagai
hukuman paedofil, karena kebiri bukanlah sesuatu yang bisa dilihat dari satu
aspek saja, sedangkan Republika Online memandang bahwa kebiri boleh saja
diterapkan sebagai hukuman paedofil asal jelas dan selektif dalam
pelaksanaannya.
Frame yang dibentuk oleh Kompas.com menempatkan dirinya sebagai
media yang tidak mendukung pengesahan hukuman kebiri sebagai hukuman. Hal
ini dapat dilihat dari pernyataan Kompas.com yakni bila kebiri ditetapkan maka
ada HAM yang dilanggar oleh pemerintah. Sedangkan Republika Online
menempatkan dirinya sebagai media yang mempersilahkan pemerintah
menjadikan kebiri sebagai sebuah hukuman bagi pelaku paedofil, dengan syarat
hukuman tersebut harus jelas prosedur dan sebagainya, serta selektif.
Keywords: kebiri, paedofil, hukuman, framing, konstruksi
v
Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur selalu kita panjatkan pada Allah SWT, karena
berkat rahmat serta limpahan karunia-Nya penulis dapat menempuh jenjang
pendidikan hingga saat ini dan dapat menyelesaikan karya ilmiah sebagai syarat
mencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos).
Shalawat berserta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan baginda
Nabi Muhammad SAW, insan teladan sepanjang zaman yang senantiasa menjadi
contoh dan inspirasi hebat untuk umatnya. Atas pengorbanannya, umat manusia
dapat membedakan antara yang haq dan bathil.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang penulis susun demi memenuhi
salah satu syarat dalam memperoleh gelar Strata 1 (S1) pada Program Studi
Komunikasi dan Penyiaran Islam di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Bukan hal mudah dalam menyelesaikan karya ilmiah seperti ini dengan
segala keterbatasan yang dimiliki penulis. Penyelesaian skripsi ini pun hakekatnya
adalah berkat pertolongan Allah SWT, namun tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, memberikan dorongan, semangat, do’a serta bimbingan yang
sabar dan tak ternilai. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief Subhan,
M.Ag, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D, Wakil
vi
Dekan II Bidang Administrasi Umum, Ibu Dr. Roudhonah, M.Ag, dan Wakil
Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Dr. Suhaimi, M.Si.
2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bapak Drs. Masran, M.Ag
beserta Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Ibu Fita
Fathurokhmah, M.Si.
3. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si, yang telah rela
menyediakan banyak waktu, membagi ilmunya, memberikan arahan yang sangat
berharga bagi penulis dan sabar dalam membimbing penulis selama ini, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan terarah.
4. Ibu Bintan Humaira, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan dari awal pengajuan judul hingga menjadi sebuah proposal
skripsi yang utuh.
5. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
6. Segenap Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
menyediakan berbagai literasi dan bersedia meminjamkannya kepada penulis,
sehingga penulis tidak kesulitan mendapatkan referensi.
7. Media Kompas.com, khususnya Bapak Ubay dan Mas Heru Margianto serta
media Republika Online, khususnya Ka Imab dan Ka Esthi Maharani yang telah
menyempatkan waktunya untuk membantu penulis dan bersedia menjadi
narasumber di sela kesibukannya.
8. Kedua orangtua tercinta, Bapak Ujang Bobon dan Ibu Apong Yuniarti,
terimakasih telah selalu mengirimkan do’a yang tiada hentinya hingga saat ini,
harapan, tenaga, waktu, pikiran dan biaya sehingga penulis dapat menyelesaikan
vii
skripsi. Semoga Allah selalu menyehatkan Bapak dan Mamah, serta memberikan
Bapak dan Mamah hidup yang barokah. Aamiin.
9. Untuk adik-adik tercinta, Ade Tita Viorentika dan Ridho Rabbani yang selalu
memberikan cerita, semangat dan menjadi teman pelepas jenuh.
10. Kepada Mang Jumri, Mang Udin, Bi Sanah, Ka Dwi Angela dan seluruh keluarga
besar yang telah ikut bantu mendo’akan penulis dan memberikan semangat.
11. Kepada Partner penulis, Wahyudin, yang tidak bosan meluangkan waktunya
untuk menemani, memberikan semangat dan keyakinan, serta mendengarkan
keluh kesah penulis. Dan kepada Sahabat penulis, Resa Sri A. yang tidak bosan
menemani penulis kemanapun dan selalu bersedia mendengarkan cerita penulis.
12. Kepada Dewi Mauly Syahidah, Umamah Nisaul Jannah, Nofia Natasari,
Farihunnisa, Ahmad Maulana Sirojjudin, Ratna Ayu Wulandari, Wina Saputri,
Reza Fansuri, Setya Malik Kevin dan seluruh teman-teman KPI B 2011 lainnya,
terimakasih telah memberikan banyak bantuan, dukungan dan semangat kepada
penulis dari awal penulis merintis skripsi hingga skripsi ini selesai.
13. Kepada teman penulis, Anis Sholihah, Friella, Anetty, Sifha, Dhea, Bismi, Wilda,
Teh Risma, Teh Neng, Mudillah, Remaja Masjid Al-Muttaqin, Alumni Angkatan
ke 14 Tahun 2011 Pon-Pes Al-Amanah Al-Gontory, Keluarga Besar SDN
Keranggan, Keluarga Besar MTs. Rahmania dan Kelompok KKN Ambarawa 18.
14. Serta seluruh pihak dan teman-teman yang telah memberikan do’a dan
bantuannya kepada penulis, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK.............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL...................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................1
B. Batasan dan Rumusan Masalah.................................................6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................................7
D. Metodologi Penelitian...............................................................8
E. Tinjauan Pustaka.....................................................................12
F. Sistematika Penulisan..............................................................14
BAB II KERANGKA TEORI
A. Teori Konstruksi Sosial...........................................................15
B. Analisis Framing.....................................................................21
C. Media Online...........................................................................27
D. Berita.......................................................................................32
E. Kebiri dalam Perspektif Islam.................................................36
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Profil Kompas.com..................................................................41
1. Sejarah Singkat Kompas.com............................................41
2. Visi dan Misi Kompas.com ...............................................43
3. Manajemen dan Editor Kompas.com.................................44
4. Logo dan Tagline Kompas.com.........................................47
B. Profil Republika Online...........................................................48
1. Sejarah Singkat Republika Online......................................48
2. Visi dan Misi Republika Online.........................................49
3. Manajemen dan Redaksi Republika Online.......................50
ix
BAB IV KAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk Paedofil di
Republika Online.....................................................................51
B. Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk Paedofil di
Kompas.com............................................................................65
C. Analisis Perbandingan Framing Republika Online dan
Kompas.com............................................................................80
D. Interpretasi...............................................................................86
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................94
B. Saran........................................................................................95
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Framing Model Robert N. Entman
Tabel 3.1 Kanal-kanal dalam Kompas.com
Tabel 3.2 Struktur Manajemen di Kompas.com
Tabel 3.3 Struktur Editorial di Kompas.com
Tabel 3.4 Struktur Manajemen dan Redaksi Republika Online
Tabel 4.1 Daftar Judul Berita Mengenai Kebiri di Republika Online dari
tanggal 12 Oktober – 26 November 2015
Tabel 4.2 Frame Berita dan Narasumber Berita
Tabel 4.3 Perangkat Framing Entman : Aher Setuju Paedofil Dikebiri, 12
Oktober 2015
Tabel 4.4 Perangkat Framing Entman: Din Syamsudin Setuju Hukum Kebiri
untuk Paedofil, 22 Oktober 2015
Tabel 4.5 Perangkat Framing Entman: Ini Pandangan Islam Soal Hukuman
Kebiri, 22 Oktober 2015
Tabel 4.6 Perangkat Framing Entman: Pengamat: Pengebirian Melanggar
Kodrat, 4 November 2015
Tabel 4.7 Daftar Judul Berita Mengenai Kebiri di Kompas.com dari tanggal 09
Oktober – 12 November 2015
Tabel 4.8 Frame Berita dan Narasumber Berita
Tabel 4.9 Perangkat Framing Entman: Ridwan Kamil: Pelaku Kekerasan Seks
Terhadap Anak Boleh Dikebiri Asal.., 12 Oktober 2015
Tabel 4.10 Perangkat Framing Entman: PBNU Dukung Hukuman Hukuman
Kebiri Bagi Pelaku Paedofil, 21 Oktober 2015
Tabel 4.11 Perangkat Framing Entman: Ketua MUI Lebak Tolak Wacana
Kebiri Bagi Paedofil, 28 Oktober 2015
Tabel 4.12 Perangkat Framing Entman: Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak
Menyelesaikan Masalah, 05 November 2015
Tabel 4.13 Perbandingan Framing Kompas.com dan Republika Online
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media massa merupakan salah satu saluran yang digunakan dalam
proses komunikasi. Namun berbeda dengan pandangan positivis, media
dilihat sebagai agen kontruksi pesan dalam pandangan konstruktivis.
Pernyataan ini tentu bertolak belakang dengan pandangan positivis yang
menggambarkan media seolah-olah hanya sebagai penyampai pesan. Berita
yang kita baca atau kita lihat bukan hanya menggambarkan realitas, tetapi
juga ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan. Contohnya
seperti pemberitaan mengenai demonstrasi yang diberitakan dengan
anarkisme, itu bukan semata-mata realitas yang sebenarnya, tapi ada
konstruksi yang dilakukan oleh media dalam berita tersebut. Karena bisa jadi
hanya peristiwa demostrasi itu saja yang diberitakan sedangkan demonstrasi
yang dilakukan dengan damai tidak diberitakan.1 Konstruksi berita pada
media ini tidak lain adalah untuk membentuk realitas khalayak sesuai dengan
yang dibentuk atau dikonstruksi oleh media.
Kita pernah melihat di televisi, mendengarkan berita di radio dan
membaca berita di koran atau media online, mengapa ada berita yang
ditonjolkan dan ada berita yang tidak ditonjolkan dan ada perbedaan makna di
masing-masing pemberitaan tersebut. Hal ini terjadi karena media tidak
menyaluran berita apa adanya, bukan saluran yang bebas, tidak
menggambarkan realitas yang sebenarnya terjadi. Media massa yang kita lihat
1 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS,
2002) h. 23
2
justru mengkonstruksi sedemikian rupa realitas tersebut. Karena itu tidak
mengherankan jika kita setiap hari secara terus menerus menyaksikan
bagaimana peristiwa yang sama dilakukan secara berbeda oleh media. Ada
yang menganggap penting, ada juga berita yang tidak dianggap penting
sehingga tidak diberitakan. Ada yang memberitakan, ada juga yang tidak
menganggapnya sebagai berita. Ada peristiwa yang dimaknai berbeda dengan
realitasnya, dengan wawancara dan orang yang berbeda pula. Semua itu
dipaparkan untuk memberikan ilustrasi bagaimana berita yang kita baca tiap
hari telah melalui proses konstruksi guna membentuk pemahaman realitas
yang baru.
Dewasa ini, media yang paling banyak diminati adalah media online.
Di samping beritanya yang dengan cepat dapat diperoleh, kemudahan
mengaksesnya menjadi salah satu alasan kuat mengapa media online menjadi
media paling banyak diminati saat ini. Selain dapat diakses melalui website
yang disediakan, kini tidak sedikit lahirnya aplikasi-aplikasi yang lebih
memudahkan para pengguna untuk mengakses informasi dari media online
tersebut.
Kemudahan ini yang kemudian juga melahirkan banyaknya opini
publik setelah mendapatkan konstruksi dari media. Opini publik tersebut
dapat berupa pro atau kontra terhadap pemberitaan yang terjadi. Salah satu
berita yang cukup mendapatkan pro kontra di masyarakat adalah wacana
hukuman kebiri bagi para paedofil yang hingga saat ini masih ramai
dibicarakan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebiri (kastrasi) adalah
mengeluarkan kelenjar testis pada hewan jantan atau memotong ovarium pada
3
hewan betina. Penjelasan selanjutnya, kebiri juga dapat dilakukan pada
manusia, yang kemudian dapat diartikan sebagai memandulkan manusia. Hal
ini berhubungan dengan memberhentikan produksi mani karena kelenjar
testisnya dihilangkan. Kebiri terbagi menjadi dua jenis yakni kebiri fisik dan
kebiri kimia.2 Kebiri fisik merupakan kebiri yang dilakukan dengan
memotong penis secara utuh. Namun di era modern ini, kebiri fisik sudah
tidak lagi dilakukan. Kebiri yang dilakukan adalah kebiri kimia yakni dengan
pemberian pil atau suntikan hormon antiandrogen3 yang akan membuat pria
kekurangan hormon testosteron sehingga tak ada lagi memiliki dorongan
seksual.4 Dan menurut sejarahnya, kebiri telah lama dilakukan sebagai
hukuman bagi seseorang yang melakukan kekerasan seksual, dari sini lah
lahir wacana menjadikan kebiri sebagai hukuman bagi paedofi, yakni orang
yang mempunyai selera seksual terhadap anak kecil.
Berita ini mendapat banyak respon, selain karena banyak diberitakan,
juga karena maraknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan pada anak di
bawah umur atau yang lebih dikenal dengan paedofil di Indonesia. Bahkan
menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2012-2014, Indonesia
dikatakan sebagai surganya para paedofil, karena banyaknya paedofil yang
datang ke Indonesia dengan menggunakan kedok sebagai turis. Selain turis,
paedofil juga dilakukan oleh warga Indonesia itu sendiri. Beberapa kasus
2 Didi Danarkusumo. “Mengenal Kembali Istilah Kebiri” diakses pada 6 Januari 2016
dari http://www.selasar.com 3Antiandrogen adalah senyawa yang bekerja untuk menghalangi efek biologis dari
androgen, yakni hormon seks pada pria, dengan obsturksi atau persaingan untuk pengikat sel. 4 Dian Maharani, “Apa Yang Terjadi Jika Seseorang Dihukum Kebiri?” diakses pada 6
Januari 2016 dari http://www.nationalgeographic.co.id
4
paedofil yang ramai diberitakan oleh media adalah5 peristiwa di sekolah elit
JIS (Jakarta Internasional School) yang kemudian menyeret 3 orang cleaning
service dan 2 orang negara asing yang merupakan guru sekolah tersebut ke
pengadilan, lalu peristiwa di Sukabumi yakni pelecehan seksual pada 47 anak
yang dilakukan oleh Emon, dan yang lebih mengenaskan lagi adalah berita
mengenai pelecehan seksual pada ratusan anak yang dilakukan Samai, buruh
serabutan di Tegal.
Berita ini kemudian membawa kekhawatiran yang cukup besar bagi
masyarakat luas karena ternyata paedofil tidak berada di tempat yang jauh,
tapi ada di sekitar kita. Maraknya kasus ini pun membawa kemurkaan
tersendiri bagi masyarakat dan pemerintah, khususnya Komisi Nasional
Perlindungan Anak (Komnas PA).
Munculah usulan para pelaku paedofil ini dikebiri agar jera dan tidak
melakukan hal tersebut lagi kedepannya, karena hukuman yang diberikan
oleh pemerintah selama ini dianggap belum membuat para paedofil ketakutan
untuk tidak melakukan hal tersebut. Bahkan Ketua Komnas PA, Arist
Merdeka Sirait mengatakan bahwa saat ini sudah diusulkan di Komisi VIII
DPR RI agar hukuman kejahatan seksual yang sebelumnya 15 tahun menjadi
seumur hidup, hukuman 5 tahun menjadi 20 tahun ditambah dengan hukuman
kebiri dengan cairan kimia.6 Usulan ini tentu tidak dapat langsung diterima
dan dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia mengingat belum adanya
Undang-Undang yang mengatur mengenai kebiri sebagai hukuman. Namun
5 Muchlisa Choiriyah, “Menyedihkan, anak-anak ini jadi korban kejahatan paedofil”
diakses pada 5 November 2015 dari http://www.merdeka.com/peristiwa 6 Dewi Divianta, “Komnas Anak Usul Penjahat Asusila Dikebiri” diakses pada 6
November 2015 dari http://www.liputan6.com
5
ternyata hukuman kebiri ini telah diterapkan oleh beberapa negara di dunia,
diantaranya ada Rusia, Inggris, Polandia dan Korea Selatan.
Meski diusulkan oleh Komnas PA, bukan berarti usulan mengenai
kebiri ini lantas kemudian diterima begitu saja oleh khalayak. Seperti yang
dijelaskan sebelumnya, media merupakan alat konstruksi sosial, pemahaman
masyarakat mengenai realitas yang terjadi bergantung pada konstruksi yang
dilakukan oleh media. Karenanya, masih ada yang kontra dengan usul yang
diajukan oleh banyak pihak ini.
Bagi media yang pro atau menyetujui usulan ini, tentu memberitakan
mengenai dukungan-dukungan yang diberikan oleh banyak pihak terhadap
hukuman ini dan terus memancing masyarakat agar mendukung hukuman ini
cepat terealisasikan dengan terus memberitakan kejahatan paedofil. Namun
bagi media yang kontra, maka akan memberitakan bagaimana efek samping
dari kebiri tersebut terhadap pelaku kedepannya, mempertanyakan apakah
kebiri ini mampu membuat pelaku jera atau tidak, mengatakan bahwa kebiri
merupakan pelanggaran HAM dan sebagainya.
Perbedaan pendapat mengenai suatu isu dalam sebuah media dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah persepsi atau latar
belakang pemikiran media tersebut. Seperti Republika Online dan
Kompas.com yang akan peneliti jadikan subjek, kedua media online ini
memiliki pandangan yang berbeda, Kompas.com memiliki pandangan
humanis, sedangkan Republika Online memiliki pandangan Islamis, jadi
sudut pandang mereka pun akan berbeda dalam menyikapi wacana kebiri ini.
Alasan lain mengapa Republika Online dan Kompas.com yang
dijadikan perbandingan media online dalam menanggapi isu ini adalah karena
6
paedofil, bila dipandang dari pandangan agama Islam jelas tidak boleh atau
dilarang, begitupun dalam pandangan humanism yang beranggapan bahwa
paedofil dapat merusak kehidupan seseorang, dalam hal ini adalah anak kecil,
maka dalam pandangan humanism ini paedofil juga dianggap tidak baik.
Maka peneliti ingin melihat bagaimana kedua media ini menanggapi isu yang
secara pandangan mereka, meski pandangan mereka berbeda, itu tidak baik.
Maka berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam mengenai pemberitaan
hukuman kebiri untuk paedofil pada media online Kompas.com dan
Republika Online. Adapun alasan mengapa penelitian ini penting dan pantas
diteliti ialah, pertama maraknya berita mengenai kejahatan seksual terhadap
anak di Indonesia, mengakibatkan Indonesia mendapatkan julukan surganya
paedofil. Kedua baik hukum Negara ataupun hukum Islam, belum ada
penetapan kebiri sebagai sebuah hukuman. Dan ketiga meski belum
ditetapkan, hukuman kebiri dianggap menjadi hukuman yang dapat
memberikan rasa jera bagi para pelaku paedofil
Dengan demikian, untuk membahas masalah di atas, maka penulis
tuangkan dalam judul “Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk
Paedofil di Kompas.com dan Republika Online”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi hanya pada berita mengenai Hukuman Kebiri
untuk Paedofil di Kompas.com dan Republika Online pada bulan Oktober
– November 2015. Berita yang diteliti dari tiap-tiap media ada 4 berita.
7
Untuk Republika Online, berita yang diteliti adalah berita pada tanggal 12
Oktober 2015 dengan judul “Aher Setuju Paedofil Dikebiri”, tanggal 22
Oktober 2015 dengan judul “Din Syamsudin Setuju Hukum Kebiri Untuk
Paedofil”, tanggal 22 Oktober 2015 dengan judul “Ini Pandangan Islam
Soal Hukuman Kebiri”, dan tanggal 4 November 2015 dengan judul
“Pengamat: Pengebirian Melanggar Kodrat”. Sedangkan berita yang
diteliti dari Kompas.com adalah berita pada tanggal 12 Oktober 2015
dengan judul “Ridwan Kamil: Pelaku Kekerasan Seks Terhadap Anak
Boleh Dikebiri Asal..”, tanggal 21 Oktober 2015 dengan judul “PBNU
Dukung Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Paedofil”, tanggal 28 Oktober 2015
dengan judul “Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi Paedofil”,
dan tanggal 5 November 2015 dengan judul “Kriminolog: Hukuman
Kebiri Tidak Menyelesaikan Masalah”.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
a. Bagaimana media Kompas.com dan Republika Online mengemas
berita mengenai hukuman kebiri untuk paedofil?
b. Bagaimana perbandingan pemberitaan pada Kompas.com dan
Republika Online?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
8
a. Untuk mengetahui bagaimana media Kompas.com dan Republika
Online mengemas berita mengenai hukuman kebiri untuk paedofil
b. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan pemberitaan pada
Kompas.com dan Republika Online
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan kelak dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumbangsih dalam
memperkaya ilmu pengetahuan mengenai framing media online
dalam membingkai sebuah berita dan mengenai hukuman kebiri.
Serta diharapkan dapat menjadi salah satu pendoman bagi peneliti
yang hendak meneliti mengenai framing dan hukuman kebiri.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
pengetahuan bagi masyarakat untuk memahami bagaimana media
mengemas atau membingkai sebuah berita, sehingga dapat
diketahui bahwa realitas yang ada bukan hanya dari pemahaman
individu tapi juga dari kontruksi media massa.
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam paradigma konstruktivis. Paradigma
konstruktivis mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media
dan teks berita yang dihasilkannya. Konstruktivis memandang realitas
kehidupan sosial bukanlah realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang
9
natural7, tetapi hasil konstruktivis adalah menemukan bagaimana peristiwa
atau realitas tersebut dikonstruksi dengan cara apa konstruksi itu dibentuk.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada
prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari
gejala-gejala sosial di dalam masyarakat8. Objek analisis dalam
pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya
dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk
memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis framing Robert N. Entman.
Peneliti menganalisis pemberitaan mengenai hukuman kebiri untuk
paedofil pada media massa online Kompas.com dan Republika Online, dan
menyimpulkan hasil temuan dari analisis tersebut. Hasil dari penelitian ini
bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran tentang bagaimana
Kompas.com dan Republika Online mengkonstruksi isu hukuman kebiri
bagi paedofil dalam pemberitaannya dan ideologi yang tercermin dari
berita tersebut.
4. Subjek dan Objek Penelitian
Adapun subjek pada penelitian ini adalah media massa online
Kompas.com dan Republika Online. Sedangkan objek yang diteliti adalah
7 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS,
2002) h. 15 8 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007) h. 302
10
pemberitaan mengenai hukuman kebiri bagi paedofil pada kedua media
massa online tersebut yang terbit pada bulan Oktober – November 2015.
5. Sumber Data
Sumber data terbagi menjadi dua:
a. Data primer: artikel atau berita mengenai hukuman kebiri bagi
paedofil pada media massa online Kompas.com dan Republika
Online
b. Data sekunder: data yang diperoleh dari litelatur yang mendukung
data primer, seperti wawancara, tinjauan pustaka dan data-data dari
internet yang berhubungan dengan penelitian
6. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan-tahapan berikut:
a. Studi dokumentasi. Studi dokumentasi merupakan kegiatan
mempelajari bahan-bahan bacaan atau dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan penelitian. Disini peneliti menjadikan studi
dokumentasi sebagai teknik utama dalam pengumpulan data,
karena penulis melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen
atau arsip-arsip media Kompas.com dan Republika Online
mengenai pemberitaan hukuman kebiri bagi paedofil.
b. Wawancara. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada
Esthi Maharani, yakni salah satu dari Tim Redaksi Republika
Online dan Heru Margianto, Asistan Manager Redaksi
Kompas.com mengenai berita hukuman kebiri untuk paedofil pada
kedua media online tersebut.
11
7. Teknik Analisis Data
Penelitian mengenai hukuman kebiri untuk paedofil pada Kompas.com
dan Republika Online memusatkan pada penelitian kualitatif yang
menggunakan teknik analisis framing model Robert N. Entman. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Kompas.com dan Republika
Online mengemas berita mengenai hukuman kebiri untuk paedofil, serta
bagaimana kecenderungan kedua media ini dalam menyikapi hukuman
tersebut. Adapun data yang yang diperoleh diolah dengan mengacu pada
analisis framing model Robert N. Entman.
Untuk mempermudah pengolahan data, terlebih dahulu peneliti
memilih beberapa berita yang ditabulasikan kedalam tabel, kemudian
berita tersebut peneliti uraikan isi atau inti berita yang juga peneliti
tabulasikan ke dalam tabel.
Setelah ditabulasi sesuai dengan isi atau inti berita barulah peneliti
tabulasikan menggunakan analisis framing, yang menurut Entman
dilakukan dengan empat cara yakni9: pertama, pendefinisian masalah
(define problems) yaitu bagaimana atau sebagai apa suatu isu atau
peristiwa dilihat; kedua memperkirakan masalah atau sumber masalah
(diagnose causes) yaitu apa penyebab peristiwa atau isu tersebut, siapa
yang dianggap menjadi penyebab adanya masalah; membuat keputusan
moral (make moral judgement) yaitu nilai moral apa yang disajikan untuk
menjelaskan sebuah masalah; dan keempat menekankan penyelesaian
(treatment recommendation) yaitu penyelesaian seperti apa yang
ditawarkan untuk mengatasi isu tersebut.
9 Eriyanto, Analisis Framing, h. 188-189
12
8. Pedoman Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku pedoman penulisan
karya ilmiah (skripsi, thesis dan disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk, yang
diterbitkan oleh CEQDA (Center for Quality Development And Assurance)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
E. Tinjauan Pustaka
Telah ada beberapa penelitian terdahulu yang juga membahas
mengenai analisis framing, diantaranya yang kemudian peneliti jadikan acuan
adalah:
1. Analisis Framing Isu Pemberitaan Film Innocence of Muslim Pada
Republika Online dan Detik.com yang ditulis tahun 2013 oleh Suci
Dariah NIM 108051100029, Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti memilih
skripsi tersebut karena ada kesamaan yakni membahas analisis
framing. Hal yang membedakan antara penelitian terdahulu dengan
penelitian yang peneliti akan lakukan adalah penelitian terdahulu
menggunakan Detik.com sebagai salah satu subjeknya, sedangkan
penelitian ini menggunakan Kompas.com sebagai salah satu subjeknya.
Penelitian terdahulu menjadikan film Innocence of Muslim sebagai
objeknya, sedangkan penelitian ini menjadikan Berita Hukuman Kebiri
untuk Paedofil sebagai objek penelitiannya.
2. Konstruksi Realitas Sosial Larangan Khitan Perempuan di Media
Massa: Analisis Framing Berita Pro-Kontra Khitan Perempuan di
Kompas.com yang ditulis pada tahun 2014 oleh Ahmad Mursanih NIM
13
109051000245, Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti memilih skripsi
tersebut karena ada kesamaan yakni membahas analisis framing. Hal
yang membedakan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang
peneliti akan lakukan adalah penelitian terdahulu hanya menggunakan
Kompas.com sebagai subjeknya, sedangkan penelitian ini
menggunakan Kompas.com dan Republika Online sebagai subjeknya.
Penelitian terdahulu menjadikan berita Khitan Perempuan sebagai
objeknya, sedangkan penelitian ini menjadikan Berita Hukuman Kebiri
untuk Paedofil sebagai objek penelitiannya.
3. Framing Media Massa (Republika Online dan Detik.com) Terhadap
Berita Pembubaran FPI yang ditulis pada tahun 2012 oleh Rommy
Rahmandi Lesmana NIM 107051002688, Mahasiswa Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Peneliti memilih skripsi tersebut karena ada kesamaan yakni
membahas analisis framing. Hal yang membedakan antara penelitian
terdahulu dengan penelitian yang peneliti akan lakukan adalah
penelitian terdahulu menggunakan Detik.com sebagai subjeknya,
sedangkan penelitian ini menggunakan Kompas.com sebagai
subjeknya. Penelitian terdahulu menjadikan Berita Pembubaran FPI
sebagai objeknya, sedangkan penelitian ini menjadikan Berita
Hukuman Kebiri untuk Paedofil sebagai objek penelitiannya.
14
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih terarah dalam penulisan skripsi ini, maka peneliti
membuat sistematika penulisan sesuai dengan masing-masing bab, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Membahas Latar Belakang Masalah, Batasan dan Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjuan Pustaka,
Metodologi Penelitian serta Sistematika Penulisan.
BAB II : KERANGKA TEORI
Membahas tentang Teori Konstruksi Sosial, Asumsi Dasar Teori
Konstruksi Sosial, Tahapan Konstruksi Sosial, Pengertian
Berita, Jenis-jenis Berita, Nilai Berita, Kategori Berita, Unsur
Layak Berita, Framing, dan Analisis Framing Entman, serta
Kebiri dalam Perspektif Islam
BAB III : GAMBARAN UMUM
Memaparkan mengenai sejarah, visi, misi serta struktur redaksi
pada Republika Online dan Kompas.com
BAB IV : KAJIAN DAN ANALISIS DATA
Membahas tentang berita terkait Hukuman Kebiri untuk
Paedofil di Kompas.com dan Republika Online pada bulan
Oktober-November 2015, Paparan singkat mengenai objek
penelitian, Analisis framing Entman di Kompas.com dan
Republika Online serta hasil temuan analisis mengenai Berita
Hukuman Kebiri untuk Paedofil.
BAB V : PENUTUP
Bab terakhir yang berisi mengenai kesimpulan dan saran
15
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Teori Konstruksi Sosial
Teori konstruksi sosial media massa tidak akan lepas dari konstruksi
sosial atas realitas yang dikemukakan oleh Peter L. Beger dan Luckmann.
Konstruksi sosial media massa merupakan pengembangan dari konstruksi
sosial atas realitas. Dalam buku “The Social Construction of Reality, a
Treatise in The Sociologist of Knowledge”, Beger dan Luckmann
menjelaskan bahwa proses sosial tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan
melalui tindakan dan interaksi yang dilakukan oleh setiap individu.1 Apabila
realitas tersebut tidak diciptakan secara terus menerus oleh individu dan tidak
dialami langsung, maka proses sosial tidak terjadi. Karena proses sosial
terjadi ketika individu secara terus menerus menciptakan realitas yang
dimilikinya.
Dalam buku Sosiologi Komunikasi karya Burhan Bungin, Beger dan
Luckmann menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman
antara pengetahuan dengan kenyataan.2 Maksud kenyataan ialah segala
sesuatu yang sudah ada atau yang berasal dari Tuhan Sang Pencipta,
sedangkan pengetahuan adalah suatu pengetahuan yang dimiliki individu
untuk menjelaskan apa yang ada dipikirannya. Atau dapat dipahami juga
yakni kenyataan itu memang sudah ada dari sananya, atau sudah tidak
dipungkiri lagi realitasnya, sedangkan pengetahuan adalah suatu yang
1 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) h. 189 2 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 193
16
digunakan seseorang untuk memberinya pemahaman atas apa yang ia
pikirkan.
Realitas tidak hadir dengan sendirinya secara objektif, tapi diketahui
melalui pengalaman yang dipengaruhi oleh bahasa. Selain sebagai alat
penggerak, bahasa juga dapat mewujudkan citra mengenai suatu peristiwa.
Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme, yaitu konstruktivisme radikal,
konstruktivisme hipotesis dan konstruktivisme biasa.
“Konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk
oleh pikiran manusia. Kaum konstruktivisme radikal
mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan
sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak
merefleksikan suatu realitas ontologis objektif, namun sebagai sebuah
realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang.
Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individu yang
mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif.
Karena itu, konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya terhadap
pengetahuan itu, sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya
konstruksi itu.”3
Ketika seorang individu memahami sebuah realitas yang ada,
tergantung dari cara pikir individu tersebut, cara berpikir individu itulah yang
mengkonstruksi pemahaman akan sebuah realitas yang baru (Rene Descartes:
Cogito Ergo Sum; aku berpikir maka aku ada). Pengetahuan merupakan
sesuatu yang dikonstruksi oleh individu yang mengalami dan tidak dapat
ditransfer pada individu lain yang pasif atau yang tidak mengalami hal
tersebut. Karenanya konstruksi harus dilakukan sendiri mengenai
pengetahuan tersebut, dan lingkungan menjadi sarana terbentuknya
konstruksi tersebut.
Konstruktivisme hipotesis memiliki pandangan bahwa pengetahuan
adalah sebuah realitas yang masih berbentuk hipotesis atau prediksi atau
3 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 190
17
sebuah dugaan tapi mengarah kepada realitas yang hakiki.4 Semua realitas
yang terjadi dikaitkan atau didekatkan dengan hipotesis yang ada. Sedangkan
konstruktivisme biasa memahami pengetahuan sebagai sebuah gambaran atas
suatu realitas, apa yang dialami dan dirasakan direfleksikan sebagai sebuah
realitas.
Berger, dalam tesisnya mengatakan bahwa manusia dan masyarakat
adalah produk yang dialektis, dinamis dan plural secara terus menerus.
Manusia juga adalah hasil atau produk dari masyarakat. Seseorang baru
menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap tinggal di dalam
masyarakatnya. Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan yaitu
eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi,5 yang oleh Berger disebut
momen.
Eksternalisasi ialah sebuah usaha ekspresi diri manusia ke dalam
dunia atau ketika menyesuaikan diri ke dalam dunia sosio-kulturalnya sebagai
bagian dari produk manusia, dimana terdapat produk sosial yang diciptakan
di dalam sosio-kultural tersebut.
“Tahap objektivasi produk sosial terjadi dalam dunia intersubyektif
masyarakat yang dilembagakan. Pada tahap ini sebuah produk sosial
berada pada proses institusionalisasi, sedangkan individu oleh Berger
dan Luckmann (1990:49), dikatakan memanifestasikan diri dalam
produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsennya
maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama.......
Objektivasi bisa terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk sosial
yang berkembang di masyarakat melalui diskursus opini masyarakat
tentang produk sosial, dan tanpa harus terjadi tatap muka antar
individu dan pencipta produk sosial tersebut.”6
4 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 190
5 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS,
2002), h. 13-14 6 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 194-195
18
Yang terpenting dalam tahapan objektivasi adalah membuat suatu
signifikasi dengan tanda yang dibuat oleh manusia. Setiap objektivasi
memiliki tanda-tanda yang berbeda karena tujuannya yang eksplisit untuk
digunakan sebagai isyarat atau pemaknaan subyektif. Selain melakukan
signifikasi, pemberian tanda bahasa dan simbolisasi terhadap benda yang
disignifikasi, pemberian tanda verbal maupun simbolisasi yang kompleks
terhadap kegiatan seseorang juga merupakan hal penting dalam tahap
objektivasi.
“....internalisasi; pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu
peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya sebagai
suatu manifestasi dari proses-proses subjektif orang lain, yang dengan
demikian, menjadi bermakna secara subjektif bagi individu sendiri.
Tidak peduli apakah subjektif orang lain itu bersesuaian dengan
subjektif individu tertentu. Karena bisa jadi individu memahami orang
lain secara keliru, karena sebenarnya, subjektivitas orang lain itu
tersedia secara objektif bagi individu dan menjadi bermakna baginya.
Kesesuaian sepenuhnya dari kedua makna subjektif dan pengetahuan
timbal balik mengenai kesesuaian itu, mengandaikan terbentuknya
pengertian bersama.
Dengan demikian, internalisasi dalam arti umum merupakan dasar
bagi pemahaman mengenai “sesama saya”, yaitu pemahaman individu
dan individu orang lain, serta pemahaman mengenai dunia sebagai
sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial.”7
Media massa dengan semua kekuatannya sering kali dijadikan suatu
substansi konstruksi sosial. Proses kelahiran konstruksi sosial media massa
tidak terjadi secara singkat, tetapi melalui tahapan. Adapun tahap-tahap
sebagai berikut:8
7 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 197-198
8 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 202-212
19
1. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi
Tahapan ini menjadi tanggungjawab atau tugas redaksi di setiap
media massa. Masing-masing media massa memiliki redaksi yang
berbeda akan kebutuhan suatu berita yang sesuai dengan visi
media tersebut. Isu-isu penting setiap hari menjadi fokus media
massa, terutama yang berhubungan dengan kedudukan, harta,
perempuan, jabatan, pejabat, kinerja birokrasi serta layanan
publik. Isu yang berhubungan dengan emosional individu juga
menjadi salah satu fokus, seperti isu yang meresahkan masyarakat
atau penganut agama tertentu, atau bahkan isu yang berbau
sensualitas. Tahap penyiapan ini dibagi menjadi tiga, yakni:
a. Keberpihakan media massa pada kapitalisme, media massa
digunakan untuk kekuatan-kekuatan kapital untuk
menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan
pelipat gandaan modal.
b. Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari
keberpihakan ini adalah dalam bentuk empati, simpati dan
berbagai partisipasi kepada masyarakat, namun ujung-
ujungnya adalah juga untuk menjual berita dan menaikkan
rating untuk kepentingan kapitalis.
c. Keberpihakan kepada kepentingan umum.
2. Tahap Sebaran Konstruksi
Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi yang
dimiliki media massa, dengan prinsip real-time agar berita sampai
20
kepada pendengar. Dalam surat kabar real-time bisa dibentuk
harian, mingguan dan bulanan.
3. Pembentukan konstruksi realitas, yang dibagi menjadi dua yaitu:
a. Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas, yaitu terjadi
pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap:
1) Konstruksi realitas pemberitaan, sebagai suatu bentuk
konstruksi media yang terbangun di masyarakat yang
cenderung membenarkan apa saja yang ada di media
massa sebagai suatu realitas kebenaran.
2) Kesediaan dikonstruksi oleh media massa, pilihan
seseorang untuk menjadi pembaca dan pemirsa media
massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-
pikirannya dikonstruksi oleh media massa.
3) Menjadikan konsumsi media massa sebagai pilihan
konsumtif, dimana seseorang secara habit tergantung pada
media massa.
b. Pembentukan Konstruksi Citra. Pembentukan citra ini
merupakan sebuah bangunan yang dibangun oleh media massa,
terbentuk dalam dua model, yakni model good news, yaitu
sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu
pemberitaan sebagai berita yang baik, bahkan lebih baik dari
kebaikan sebenarnya pada objek tersebut, dan model bad news,
yaitu sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksikan
kejelekan dan keburukan sebuah objek agar terkesan buruk
21
bahkan lebih buruk, lebih jahat atau lebih jelek dari kejelekan
sebenarnya pada objek tersebut.
4. Tahap Konfirmasi
Tahapan ini terjadi ketika media massa atau pembaca atau
pemirsa memberikan respon, baik berupa argumentasi atau
keterlibatannya dalam pembentukan sebuah konstruksi.
B. Analisis Framing
Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada
dalam kategori penelitian konstruksionis. Beberapa definisi framing dari para
ahli ialah sebagai berikut:
1. Robert N. Entmann
“Konsep framing, oleh Entmann, digunakan untuk
menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu
dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai
penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas
sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada
isu yang lain.
.... Framing adalah pendekatan untuk mengetahui
bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita...”9
2. William A. Gamson dan Modigliani
“Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai
kemasan (package). Menurut mereka, frame adalah cara bercerita
atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan
menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang
berkaitan dengan objek suatu wacana. Apakah yang dimaksud
dengan kemasan (package)? Kemasan (package) adalah
rangkaian ide-ide yang menunjukkan isu apa yang dibicarakan
dan peristiwa mana yang relevan. Pacckage adalah semacam
skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk
9 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 186-187
22
mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta
untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.”10
3. Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
“Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih
menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain
sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut.”11
Jika ditarik kesimpulan dari pengertian framing menurut para ahli
seperti di atas, maka framing adalah proses pengemasan suatu berita atau isu
yang kemudian ditonjolkan oleh wartawan atau suatu media karena dianggap
isu tersebut penting atau menarik.
“... Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai
analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor,
kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut
tentu saja melalui proses konstruksi. Di sini realitas sosial dimaknai
dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Hasilnya, pemberitaan media
pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang yang
tertentu.”12
“Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk
membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta.
Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan pertautan
fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti
atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesai
perspektifnya.”13
Pembingkaian tersebut melalui proses konstruksi. Di sini realitas
sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Hasilnya,
pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang
tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknik jurnalistik,
tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan.
10
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 224 11
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 252 12
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 3 13
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012) h. 162
23
Praktisnya, ia digunakan untuk melihat bagaimana aspek tertentu ditonjolkan
atau ditekankan oleh media.
Penonjolan atau penekanan aspek tertentu dari realitas tersebut
haruslah dicermati lebih jauh. Karena penonjolan atau penekanan aspek
tertentu dari realitas tersebut akan membuat (hanya) bagian tertentu saja yang
lebih bermakna, lebih mudah diingat dan lebih mengena dalam pikiran
khalayak.
“Dalam analisis framing, yang kita lakukan pertama kali adalah
melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Peristiwa dipahami
bukan sesuatu yang taken for granted. Sebaliknya, wartawan dan
medialah yang secara aktif membentuk realitas. Jadi, kalau ada
realitas berupa koknflik Timur Tengah maka realitas tersebut harusnya
dipahami sebagai hasil konstruksi. Realitas tercipta dalam konsepsi
wartawan. Berbagai hal yang terjadi, fakta, orang, diabstraksikan
menjadi peristiwa yang kemudian hadir di hadapan khalayak. Jadi,
dalam penelitian framing, yang menjadi titik persoalan adalah
bagaimana realitas atau peristiwa dikonstruksi oleh media. Lebih
spesifik, bagaimana media membingkai peristiwa dalam konstruksi
tertentu. Sehingga yang menjadi titik perhatian bukan apakah media
memberikan negatif dan positif, melainkan bagaimana bingkai yang
dikembangkan oleh media.”14
Framing utamanya melihat bagaimana peran atau peristiwa
dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan
menyajikannya kepada khalayak pembaca.
Analisis framing memiliki beberapa model, salah satunya adalah
analisis framing Robert N. Entman. Konsep framing oleh Entman, digunakan
untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari
realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-
informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan
alokasi yang lebih besar dari isu yang lain.
14
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS,
2008) h. 7
24
Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi
ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau dianggap penting oleh
pembuat teks. Kata penonjolan itu sendiri dapat didefinisikan untuk membuat
informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna atau lebih mudah diingat oleh
khalayak.
Robert N. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu
seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas
atau isu. Adapun seleksi isu berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari suatu
peristiwa yang terjadi, pada aspek ini selalu ada pemilihan aspek berita atau
isu mana yang dimasukkan (included), dan aspek isu atau berita mana yang
tidak dimasukkan (excluded) ke dalam suatu pengemasan berita tergantung
dari pilihan wartawan. Isu yang dipilih atau yang dimasukkan merupakan isu
atau berita yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Sedangkan penonjolan
aspek berhubungan dengan penulisan fakta. Penulisan yang dimaksudkan
adalah penggunaan kata, kalimat, gambar dan citra tertentu yang ditunjukkan
kepada khalayak ketika suatu aspek berita atau isu telah dipilih sebelumnya
oleh wartawan.15
Penonjolan ini bisa juga dilakukan dengan cara yang lebih
mecolok seperti menempatkannya menjadi headline di depan ataupun di
belakang, pengulangan, pemakaian grafik, pemakaian label untuk
memperkuat penonjolannya.16
Kata penonjolan sendiri merupakan proses
membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti atau lebih
diingat oleh khalayak.
15
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 187 16
Megawati Agustini, “Analisis Framing Pemberitaan Penyadapan Presiden RI oleh
Australia dan Amerika di Merdeka.com” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015) h. 26
25
Model framing Robert N. Entman memiliki konsep dalam framing,
sebagai berikut:
Tabel 2.1
Framing Model Robert N. Entman17
Define problems
(Pendefinisian masalah)
Bagaimana suatu peristiwa atau isu dilihat
dan didefinisikan? Sebagai apa atau sebagai
masalah apa?
Diagnose causes
(Memperkirakan masalah
atau sumber masalah)
Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa?
Apa yang dianggap sebagai penyebab dari
suatu masalah? Siapa (aktor) yang dianggap
sebagai penyebab masalah?
Make moral judgement
(Membuat keputusan moral)
Nilai moral apa yang disajikan untuk
menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang
dipakai untuk melegitimasi atau
mendelegitimasi suatu tindakan?
Treatment recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk
mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang
ditawarkan dan harus ditempuh untuk
mengatasi masalah?
Konsep model framing Entman tersebut menunjukkan secara luas
bagaimana sebuah peristiwa dimaknai dan ditandai oleh wartawan.18
Pendefinisian masalah (define problem) adalah elemen penting dalam model
framing ini. Ia menekankan bagaimana isu yang diangkat atau yang
ditonjolkan dilihat, dimaknai, dipandang atau dinilai oleh wartawan.
Penilaian tersebut tidak ada yang salah satu benar atau salah satu baik atau
keduanya yang salah, wartawan hanya menggambarkan apa pandangannya,
penilaiannya terhadap isu tersebut. Hal ini disebabkan karena perbedaan
pandangan dari setiap wartawan yang dipengaruhi oleh pengetahuan yang ia
miliki. Pengetahuan yang dimilikinya inilah yang kemudian mempengaruhi
pola pikirnya,
17
Eriyanto, Analisis Framing, h. 188-189 18
Eriyanto, Analisis Framing, h. 189
26
Memperkirakan penyebab masalah (diagnose causes) adalah elemen
dari model framing Entman yang digunakan untuk membingkai siapa yang
dianggap sebagai aktor atau apa yang menjadi penyebab dari suatu
peristiwa.19
Seperti dalam elemen define problems bahwa setiap peristiwa
yang sama dapat dipandang berbeda, karena bedanya pemikiran wartawan
yang meliput, penyebab peristiwa yang sama ini pun dapat juga dipandang
berbeda. Pendefinisian mengenai penyebab terjadinya peristiwa ini kemudian
memunculkan siapa atau apa yang dianggap sebagai pelaku serta siapa dan
apa yang dianggap menjadi korban.
Selanjutnya ialah membuat pilihan moral (made moral judgement).
Elemen ini digunakan untuk memberikan argumentasi atau pembenaran atas
pendefinisian suatu masalah atau isu yang diangkat.20
Ketika masalah sudah
didefinisikan, penyebabnya sudah dipahami siapa atau apa, dibutuhkanlah
argumentasi atau sebuah pembenaran untuk mendukung pemahaman tersebut.
Argumentasi yang dipilih oleh wartawan juga harus sesuai dengan definisi
masalah dan penyebab masalah yang sejak awal sudah ditetapkan oleh
pemikiran wartawan.
Elemen yang terakhir yaitu menekankan penyelesaian (treatment
recommendation) yakni untuk menilai apa maksud yang dikehendaki oleh
wartawan, atau jalan apa yang dikehendaki wartawan untuk menyelesaikan
masalah yang terjadi.21
Penyelesaian ini pun kembali melihat definisi
masalah, siapa atau apa yang menjadi penyebab masalah dan argumentasi
yang digunakan untuk membenarkan pemahaman tersebut.
19
Eriyanto, Analisis Framing, h. 190 20
Eriyanto, Analisis Framing, h. 191 21
Eriyanto, Analisis Framing, H. 191
27
C. Media Online
Media online dapat disamakan dengan pemanfaatan media dengan
menggunakan perangkat internet. Sekalipun kehadirannya belum terlalu lama,
media online sebagai salah satu jenis media massa, tergolong memiliki
pertumbuhan yang spektakuler. Bahkan saat ini, hampir sebagian besar
masyarakat mulai dan sedang menggemari media online. Sekalipun internet
tidak sepenuhnya dimanfaatkan untuk media massa, tetapi keberadaan media
online saat ini sudah diperhitungkan banyak orang sebagai alternatif dalam
memperoleh atau mengakses informasi dan berita.
Hal tersebut dapat diketahui dari data statistik yang peneliti dapatkan
mengenai penggunaan internet, khususnya di Asia.
Gambar 2.1
Statistik penggunaan internet di Asia22
22
Internet World Stats, “Asia Top Internet Countries” diakses pada 11 April 2016 dari
www.internetworldstats.com
28
Media online kini menjadi alternatif media yang paling mudah dalam
mendapat info atau berita. Teknologi internet menjadi basis terpenting dalam
pemanfaatan media online. Media online atau internet pun kini menjadi
sarana paling efektif untuk menerbitkan siaran pers bagi pengirim berita
individu maupun institusi.
Media online memiliki kekhasan tersendiri,23
yaitu keharusan
memiliki jaringan teknologi informasi dan perangkat komputer, disamping
pengetahuan mengenai penggunaan komputer untuk mengakses informasi
atau berita.
Keunggulan dari media online adalah informasinya yang bersifat up to
date, real dan praktis. Up to date disini berarti informasi yang disajikan selalu
baru, karena berita yang ada di media online yang disajikan secara sederhana
dan lebih mudah, dapat diupgrade atau diperbaharui dari waktu ke waktu.
Real time karena media online langsung dapat memberitakan suatu kejadian
tepat ketika peristiwa itu berlangsung, kapan saja dan dimana saja.24
Praktis
karena dapat diakses kapan saja dan dimana saja, asalkan didukung adanya
internet. Keunggulan lain dari media online adalah adanya fasilitas
hyperlink,25
yakni sistem yang mengkoneksikan antara satu website dengan
website lain.
Sudah sangat banyak penggunaan website sebagai media penyampai
informasi. Word wide web atau www hadir sebagai sebuah fenomena besar
dalam teknologi internet dan menjadi sarana paling mudah dalam mengakses
informasi atau berita. Dari sini pula, media online hadir dan makin luas
23
Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010) h. 32 24 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, h. 32 25
Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, h. 33
29
pengaruhnya. Kini, hampir semua media cetak dan media elektronik memiliki
media online sebagai penunjang dan basis dokumentasi penyajian informasi
dan berita yang disampaikannya. Setiap berita yang disampaikan baik melalui
media cetak ataupun media elektronik, kini dapat diakses melalui media
online atau melalui website masing-masing media.
Satu catatan dari media online bahwa pemanfaatan media berbasis
internet ini akan semakin berkembang pesat di masa yang akan datang.
Internet terbukti telah mampu menjadi sarana komunikasi yang paling muda
dan praktis. Oleh karena itu, media massa harus lebih jeli dalam menyikapi
keadaan media online untuk tetap mempertahankan eksistensinya di
masyarakat. Setiap wartawan dituntut untuk dapat menguasai materi
mengenai penggunaan komputer atau internet. Tidak hanya untuk
memperoleh informasi ataupun berita, internet pun dapat menjadi sarana
untuk mendokumentasikan tulisan atau artikel sebagai bahan kepustakaan,
disamping kapasitas akses informasinya yang mampu menjangkau jutaan
pembaca di seluruh dunia.26
Jika dilihat memang sangat besar perubahan yang terjadi pada media
massa saat ini. Media massa awal atau media massa tradisional seperti surat
kabar, majalah, film dan radio berkembang pesat hingga berubah bentuknya
menjadi yang kita ketahui sekarang, dengan perubahan utama pada skala dan
diverifikasi, ditambah dengan munculnya televisi di abad 20.27
Berbagai
media massa tersebut memiliki kemampuan untuk menjangkau seluruh
26
Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, h. 34 27
Fitri Hadiyani, “Media Online dan Ruang Publik Virtual (Studi Terhadap Kolom
Komentar di Kompas.com)” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Komunikasi dan Ilmu Dakwah, Universitas
Islam Negeri Jakarta, 2013) h. 20
30
populasi dengan cepat melalui informasi, opini, dan hiburan yang sama dan
telah membawa perubahan dalam aspek komunikasi sampai pada saat ini.
Perubahan tersebut tidak lagi hanya dimiliki oleh media massa
tradisional. Namun media-media tersebut perlahan bergeser oleh media baru
yang juga dibawa pada saat yang bersamaan. Istilah „media baru‟ (new
media) telah digunakan sejak tahun 1960-an dan telah mencakup seperangkat
teknologi komunikasi terapan yang semakin berkembang dan beragam.28
Sebutan „media baru‟ saat ini sering digunakan untuk menyebut media online
atau jurnalisme online. Perubahan yang terjadi terlihat pada perbedaan
karakter media baru yang lebih luas jangkauannya, kurang terstruktur dan
lebih bersifat interaktif.
Lima perbedaan karakter yang terjadi antara media baru atau
jurnalisme online dan media tradisional, menurut Rafaeli dan Newhagen
adalah sebagai berikut:29
1. Mengandalkan kemampuan internet untuk mengombinasikan
sejumlah media
2. Kurangnya tirani penulis atas pembaca
3. Tidak ada yang bisa mengendalikan perhatian khalayak
4. Internet dapat membuat proses komunikasi berlangsung
sinambung
5. Kecepatan media baru atau jurnalisme online secara menyeluruh
28
Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail, Edisi Keenam. Penerjemah Putri
Iva Izzati(Jakarta: Salemba Humanika, 2011) h. 42 29
Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005) h. 137
31
Rice berpendapat bahwa keragaman kategori „media baru‟ dan sifat
mereka yang terus berubah memberikan batasan yang jelas bagi pembentukan
teori mengenai „dampak‟. Bentuk-bentuk teknologi berlipat ganda, tetapi
sering kali sifatnya sementara. Ciri-ciri media yang unik dari media baru atau
yang dapat berlaku untuk semua kategori. Fortunati menekankan karakteristik
kunci untuk membedakan media lama dan media baru dari perspektif
pengguna:30
1. Interaktivitas
2. Kehadiran sosial dialami pengguna
3. Kekayaan media
4. Otonomi
5. Unsur bermain-main
6. Privasi
Dalam kaitannya dengan nilai tambahan bagi suatu situs berita,
sangatlah penting untuk menekankan pada kapabilitas-kapabilitas internet,
dan bagaimana semua ini mengubah cara kerja jurnalisme. Ini akan sesuai
dengan perubahan menuju jurnalisme yang baru. Namun bagaimanapun,
perubahan ini tidak menghubungkan bahwa sifat alamiah jurnalisme sebagai
sebuah pembuatan kisah, penyuntingan, reportase dan lain-lain menjadi
kurang penting, namun cenderung kurang penting.
“Jelas, kemampuan untuk mengobservasi dan menulis secara
meyakinkan berdasarkan pengalaman, untuk menawarkan analisis dan
penggunaan keterampilan-keterampilan pemikiran kritis, untuk secara
jujur dan logis mengenali sudut pandang – sudut pandang berlawanan
mungkin menjadi lebih berharga. Dalam setiap peristiwa, salah satu
elemen esensial jurnalisme–untuk mencari dan mengutarakan
kebenaran–tidak akan berubah. Jurnalisme terbaik akan selalu
30
Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail, h. 157
32
diparafrasekan Fuller, yaitu menghubungkan “disiplin kebenaran
dalam jurnalisme dengan standar-standar tertinggi dalam perdebatan
ilmiah dan akademis...menghasilkan karya integritas intelektual asli”31
Sejarah media massa memperlihatkan bahwa teknologi yang baru
tidak akan menghilangkan teknologi lama, namun mensubtitusinya. Oleh
karena itu, media online atau jurnalisme online mungkin tidak akan bisa
menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media lama. Melainkan tampaknya
menciptakan suatu cara yang unik untuk memproduksi berita dan
mendapatkan konsumen berita. Jurnalisme online tidak akan menghapuskan
jurnalisme tradisional, namun meningkatkan intensitasnya.
Dalam web atau jurnalisme online, pendekatan piramida terbalik
menjadi sangat penting. Para pengguna media online kerap hanya membaca
bagian atas dari sebuah tulisan, mereka tidak meneruskan bacaannya atau
yang oleh Nielsen‟s dalam Inverted Pyramids in Cyberspace Frames disebut
mereka tidak menggulung layar.32
Gulungan layar adalah istilah dari proses
internet meneruskan jaringan informasinya. Menghubungkan pengguna web
dengan situs-situs yang berkaitan melalui hyperlink.
D. Berita
Secara etimologis dalam bahasa Inggris, berita (news) berasal dari
kata new yang artinya baru.
“Paul De Massenner dalam buku Here’s The News: Unesco Associate
menyatakan, news atau berita adalah sebuah informasi yang penting
dan menarik perhatian serta minat khalayak pendengar. Charnley dan
James M. Neal menuturkan, berita adalah laporan tentang suatu
peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi yang
31
Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 138 32
Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 138
33
penting, menarik, masih baru dan harus secepatnya disampaikan
kepada khalayak (Errol Jonathans dalam Mirza, 2000:68-69)
Doug Newsom dan James A. Wollert dalam Media Writing: News for
The Mass Media (1985:11) mengemukakan, dalam definisi sederhana,
berita adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih
luas lagi oleh masyarakat. Dengan melaporkan berita, media massa
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa yang mereka
butuhkan.”33
Berdasarkan beberapa definisi dari beberapa pakar, maka berita atau
news adalah sebuah penyampaian informasi untuk menarik minat,
memberikan dampak, atau penting kepada masyarakat.
Berita memiliki beberapa klasifikasi. Berdasarkan kategori, berita
terbagi menjadi berita berat (hard news) yakni berita yang mengguncang
seperti berita tentang gempa bumi, kebakaran atau kerusuhan, dan berita
ringan (soft news) yakni berita yang cenderung menunjuk pada ketertarikan
manusiawi seperti pesta pernikahan bintang film. Lalu berdasarkan tempat
juga terbagi dua yakni di tempat terbuka dan di tempat tertutup. Berdasarkan
sifatnya, berita terbagi menjadi berita diduga atau berita tidak diduga.34
Berita
diduga adalah berita mengenai hal yang memang sudah diketahui sebelumnya
seperti pemilihan umum, pelantikan presiden, peringatan hari kemerdekaan.
Sedangkan berita tidak diduga adalah berita yang menginformasikan kejadian
atau peristiwa yang tidak diduga seperti bencana alam, terjadinya teror atau
ledakan bom di tengah Kota Jakarta, kasus bunuh diri yang dilakukan oleh
polisi.
Selain memiliki klasifikasi, berita juga memiliki jenis-jenisnya. Jenis-
jenis berita ialah sebagai berikut:
33
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011) h.
64 34
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, h. 65-66
34
1. Straight news report adalah berita langsung yang melaporkan
suatu kejadian atau peristiwa. Berita jenis ini biasanya langsung
dilaporkan karena mengandung unsur penting dan menarik, tanpa
mengandung pemikiran subjektif. Berita yang dilaporkan harus
ringkas karena dilaporkan dalam waktu yang singkat, namun
tidak mengabaikan fakta yang objektif dan tetap sesuai dengan
kaidah 5W+1H.
2. Depth news report adalah laporan beserta fakta-fakta yang telah
dikumpulkan oleh wartawan untuk menjadi berita tambahan
mengenai kejadian atau peristiwa tersebut.
3. Comprehensive news merupakan laporan menyeluruh mengenai
suatu kejadian yang ditinjau dari berbagai aspek. Berita jenis ini,
merupakan berita menyeluruh yang kemudian menjawab setiap
kritik dan kelemahan yang ada pada straight news report, dan
menggabungkan setiap fakta yang ada hingga terciptalah
pemahaman yang utuh mengenai suatu kejadian.
4. Interpretative report merupakan laporan yang biasanya terfokus
pada isu atau masalah yang kontroversial. Namun berita jenis ini
sering kali dianggap opini bukan fakta karena pada jenis ini
menjawab pertanyaan why atau kenapa yang terdapat dalam
5W+1H. Jawaban terhadap why atau kenapa bergantung pada
siapa yang menjawab atau siapa yang menjadi narasumber, yang
kemudian menjadikan berita jenis ini dianggap sebagai laporan
opini, bukan fakta.
35
5. Feature story adalah jenis berita yang wartawan atau penulis
mencari fakta yang menarik minat pembaca, kemudian
menulisnya sesuai dengan style atau gaya menulis dan humor
daripada pentingnya informasi.
6. Depth reporting adalah laporan jurnalistik secara mendalam,
tajam, lengkap dan utuh mengenai suatu peristiwa yang aktual
sehingga orang akan mengetahui dan memahami lebih dalam
mengenai perkara yang sedang terjadi. Berita jenis ini
membutuhkan kerja tim yang disiapkan dengan matang,
membutuhkan biaya peliputan yang cukup besar dan memerlukan
beberapa hari atau minggu.
7. Investigative reporting, tidak berbeda jauh dengan interpretative
report yang berfokus pada isu atau peristiwa yang kontroversial.
Namun berita jenis ini melaporkan hasil penyelidikan fakta yang
tersembunyi demi suatu tujuan, biasanya laporan jenis ini sering
dilaksanakan secara tidak etis atau ilegal.
8. Editorial writing adalah berita yang disajikan dengan fakta dan
opini yang menafsirkan kejadian-kejadian penting dan
mempengaruhi pendapat umum. Sama halnya seperti petugas
yang menyampaikan informasi, penulis editorial mungkin akan
diberikan intruksi sebelum menulis.35
Tidak hanya memiliki klasifikasi ataupun jenis, berita juga memiliki
nilai. Nilai berita, menurut Brian S. Brooks, George Kennedy, Darly R. Moen
dan Don Ranly dalam News Reporting and Editing, ada sembilan hal. Namun
35
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, h. 69-71
36
beberapa pakar lain menambahkan seks (sex) dan ketertarikan manusiawi
(humanity/ human interest). Haris Sumadiria dalam bukunya Jurnalistik
Indonesia, menyatukannya menjadi 11 nilai berita, sebagai berikut:
1. Keluarbiasaan (unusualness)
2. Kebaruan (newness)
3. Akibat (impact)
4. Aktual (timeliness)
Aktualitas berita terbagi dalam tiga kategori:
a. Aktualitas kalender.
b. Aktualitas waktu.
c. Aktualitas masalah.
5. Kedekatan (proximity)
Kedekatan ini mengandung dua arti, yaitu
a. Kedekatan geografis
b. Kedekatan psikologis
6. Informasi (information)
7. Konflik (conflict)
8. Orang penting (prominence)
9. Ketertarikan manusiawi (human interest)
10. Kejutan (suprising)
11. Seks (sex)
E. Kebiri dalam Perspektif Islam
Kebiri telah dikenal umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Seperti
pada umumnya, kebiri pada hewan juga dikaji dalam Islam. Hukum untuk
37
pengebirian hewan dalam Islam pun masih banyak perbedaan pendapat.
Sebagian ulama membolehkan seseorang berkurban dengan hewan yang
dikebiri, bahkan kebiri dianjurkan bila hewan tersebut lebih gemuk daripada
hewan lainnya. Meski demikian, gemuk secara alami dengan makan
dedaunan atau rerumputan lebih baik daripada gemuk karena dikebiri atau
disuntik. Kebolehan mengebiri hewan didasarkan pada firman Allah yang
berbunyi:
و م ني ع ظمش ع آئر اهللف ان ه امنت قو ىالقلوباذ {٢٣}لك
“Demikianlah (perintah Allah) dan barang siapa mengagungkan
syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”
(QS. Al-Hajj: 32)
Ayat tersebut kemudian ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dalam Tafsir Ibnu
Katsir:
“Yaitu menggemukan hewan kurban, memperindah dan
membesarkannya”36
Hal demikian dikuatkan dengan perkataan Imam Qurtubi dalam
tafsirnya tentang Surat An-Nisa ayat 119 yaitu:
“Adapun mengebiri binatang ternak, sebagian ulama
membolehkannya, selama itu membawa manfaat, seperti bertambah
gemuk atau manfaat lainnya. Mayoritas ulama juga membolehkan
seseorang berkurban dengan hewan yang dikebiri, bahkan sebagian
dari mereka mengatakan hal itu baik jika memang menjadi lebih
gemuk dari hewan lainnya yang tidak dikebiri. Umar bin Abdul Aziz
juga membolehkan pengebirian kuda, Urwah bin Zubair pernah
mengebiri bighal (kuda atau keledai)nya, imam Malik membolehkan
pengebirian kambing jantan.
Semua itu dibolehkan karena tujuan dari pengebirian hewan itu
bukanlah untuk dipersembahkan kepada berhala yang disembah, dan
bukan pula kepada Rabb yang diesakan. Tetapi pengebirian itu
dimaksudkan agar daging yang akan dimakan itu lebih baik dan
36
Ismail Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim: Tafsir Ibnu Katsir (Kairo: Dar al-
Ma‟rifah, 1978) h. 1273
38
pengebirian itu sendiri bisa menguatkan hewan jantan, karena ia
tidak pernah menghampiri hewan betina”37
Berbeda dengan kebiri terhadap hewan, para ulama klasik
mengharamkan adanya kebiri pada manusia. Para ulama tersebut adalah
Imam Ibnu Ahdil Bar dalam Al-Istidzkar, Imam Ibnu Hajar Al-Asyqalani
dalam Fathul Bari, Imam Badrufin Al-Aini dalam Umdatul Qari, Imam Al-
Qurtubi dalam al-Jami‟li al-Ahkam Al-Qur‟an, Imam Shan‟ani dalam
Subulus Salam. Adapun alasan kuat mengapa para ulama ini mengharamkan
adanya kebiri pada manusia ialah hadits dari Ibnu Mas‟ud RA yang
mengatakan :
“Dahulu kami berperang dengan Rasulullah sedangkan kami tidak
bersama istri-istri. Lalu kami bertanya kepada Rasulullah “Bolehkah
kami melalukan pengebirian?” maka Rasulullah melarangnya” (HR.
Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibnu Hibban).
Bukan hanya para ulama klasik yang melarang pengebirian terhadap
manusia, beberapa ulama modern juga melarangnya seperti Majelis Tajrih
dan Tajdid PP Muhammadiyah, Asosiasi Pondok Pesantren Jawa Timur,
Hizbut Tahrir dan sebagainya.38
Mereka berdalil kebiri berarti mengubah fisik
manusia, melanggar HAM dan melahirkan jenis hukum baru yang tidak
pernah dikenal dalam konsep jinayah islamiyah.
Meski pada hakikatnya kitab-kitab klasik Islam mayoritas melarang
kebiri, masih terdapat beberapa ulama yang setuju dengan hukuman jenis ini.
Karena mereka mengedepankan aspek mashlahat ketika hukuman kebiri
ditetapkan. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI,
37
Abu Abd Allah Al-Qurtubi, Al-Jami’li Al-Ahkam Al-Qur’an (Beirut: Mu‟assisah Ar-
Risalah, 2006) bab 14 h. 138 38
Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i”
diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id
39
Cholil Nafis berwacana bahwa pemberian hukuman kebiri pada terpidana
paedofil dapat memberikan efek jera.39
Seorang ulama klasik Imam Abu
Umar Ibnu Abdul Barr mengatakan:
“Para ulama tidak berselisih pendapat bahwa mengebiri manusia
tidak halal dan tidak boleh, karena merupakan bentuk penyiksaan dan
merubah ciptaan Allah. Begitu juga tidak boleh memotong anggota
badan yang lainnya, jika itu bukan karena hukuman had atau
qishas.”40
Adapun had, menurut syar’i, adalah hukuman-hukuman kejahatan
yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya
seseorang kepada kejahatan yang sama.41
Hukum had ini merupakan
hukuman yang maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu bagi setiap hukum,
seperti dipotongnya tangan seseorang pencuri yang telah memenuhi syarat
pencurian. Had juga diartikan sebagai hukuman atas dilanggarnya hak Allah
SWT. Sedangkan qishas adalah merupakan hukuman atas dilanggarnya hak
manusia atau hak orang lain, seperti dipotongnya tangan pelaku kejahatan
akibat dia telah memotong tangan orang lain.
Hal ini menjelaskan bahwa jika hukuman kebiri untuk terpidana
paedofil boleh dilakukan bila beralasan hukuman had. Karena paedofil
cenderung melanggar hukum Allah. Ia melakukan hal yang jelas-jelas
dilarang oleh Allah yakni melakukan zina. Parahnya ia melakukannya pada
anak kecil yang kemudian menjadikan anak kecil itu mengalami trauma dan
bisa saja ketika dewasa ia memiliki dendam dan kemudian melakukan
39
Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i”
dari www.khazanah.republika.co.id 40
Abu Abd Allah Al-Qurtubi Al-Jami’li Al-Ahkam Al-Qur’an, h. 140 41
Rika Rahmawati, “Antara Qishash dan Hudud” diakses pada 15 Januari 2016 dari
www.islampos.com
40
paedofil juga, seperti pengakuan para pelaku paedofil yang melakukan hal
tersebut karena pengalaman saat kecil.
Ketua Majelis Intektual dan Ulama Muda Indonesia, Hamid Fahmy
Zarkasyi mengatakan pemerintah boleh-boleh saja menjadikan kebiri sebagai
salah satu pilihan hukuman bagi terpidana paedofil. Ijtihad seorang hakimlah
yang sangat menentukan dalam penjatuhan hukuman ini. Tidak seluruh kasus
paedofil akan mendapatkan hukuman kebiri. Hakim bisa berijtihad dengan
kaidah fiqh “Ad-Dhoruratu Tubihu Al-Mahdhurat” atau keadaan mendesak
dapat membolehkan hukuman yang sebenarnya terlarang.42
Maksudnya ialah
bila kondisinya sudah pada tahap mengancam jiwa, pelaku melakukan
tindakan pembunuhan atau penyiksaan secara sadis pada korban, atau ketika
bila hasratnya tidak terpenuhi maka ia bisa menghilangkan nyawa korban.
42 Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i”
diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id
41
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Kompas.com
1. Sejarah Singkat Kompas.com
Kompas adalah suatu media massa yang sudah mapan di Indonesia.
Kompas muncul tahun 1965 yang berasal dari ide Letjen Ahmad Yani.
Nama Kompas sendiri adalah nama pemberian dari Presiden RI pertama
yaitu Ir. Soekarno.1 Sedangkan Kompas.com dimulai pada tahun 1995
dengan nama Kompas Online. Kompas Online awalnya hanya berperan
sebagai edisi internet dari Harian Kompas. Kemudian tahun 1998,
Kompas Online bertransformasi menjadi Kompas.com dengan berfokus
pada pengembangan isi, desain, dan strategi pemasaran yang baru.
Kompas.com pun memulai langkahnya sebagai portal berita terpercaya di
Indonesia.
Sepuluh tahun kemudian, di tahun 2008, Kompas.com tampil dengan
perubahan penampilan yang signifikan. Mengusung ide “Reborn”,
Kompas.com membawa logo, tata letak, hingga konsep baru di
dalamnya. Menjadi lebih kaya, lebih segar, lebih elegan dan tentunya
tetap mengedepankan unsur user-friendly dan advertiser-friendly. Sinergi
ini menjadikan Kompas.com sebagai sumber informasi yang lengkap,
yang tidak hanya menghadirkan berita dalam bentuk teks, namun juga
gambar, video, hingga live streaming.
1Ahmad Mursanih, “Konstruksi Realitas Sosial Larangan Khitan Perempuan di Media
Massa: Analisis Framing Berita Pro-Kontra Khitan Perempuan di Kompas.com” (Skripsi S1
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2014) h. 44
42
Perubahan ini pun mendorong bertambahnya pengunjung aktif
Kompas.com di awal tahun 2008 yang mencapai 20 juta pembaca aktif
per bulan, dan total 40 juta page views atau impression per bulan. Saat
ini, Kompas.com telah mencapai 120 juta page views per bulan.
Pada tahun tersebut juga mulai ditampilkan channel-channel atau
kanal-kanal di halaman depan Kompas.com. Kanal-kanal ini didesain
sesuai dengan tema berita dan membuat setiap pengelompokan berita
memiliki karakter. Kanal-kanal tersebut antara lain:
Tabel 3.1
Kanal-kanal dalam Kompas.com
Kompas Female Memuat informasi seputar dunia wanita, baik
itu info mengenai karir, kehamilan, trik
mengatur keuangan atau informasi belanja
Kompas Bola Memuat informasi yang akurat mengenai
update skor, berita seputar tim dan
pertandingan sepak bola
Kompas Health Memuat tips-tips dan artikel tentang
kesehatan, informasi medis terbaru dan fitur
informasi kesehatan secara interaktif
Kompas Tekno Memuat ulasan mengenai gadget-gadget
terbaru di pasaran, menampilkan review
produk dan beragam info teknologi
Kompas Entertaiment Memuat berita-berita mengenai selebriti,
ulasan film, musik dan hiburan baik di dalam
atau luar negeri
Kompas Otomotif Menampilkan berita-berita seputar kendaraan,
trend mobil dan motor terkini, serta tips
merawat kendaraan
Kompas Properti Memuat direktori lengkap tentang properti,
artikel tentang rumah, apartemen serta tempat
tinggal lainnya
Kompas Images Memuat foto-foto berita berkualitas dalam
resolusi yang tinggi hasil pilihan editor
Kompas.com
Kompas Karier Memuat direktori lowongan kerja dan sebagai
one-stop carier solution bagi para pencari
kerja maupun karyawan
43
Selain menyediakan kanal-kanal seperti di atas, Kompas.com juga
menyediakan Kompasiana, yakni komunitas yang disiapkan dengan
konsep citizen journalism. Setiap anggota dapat mewartakan peristiwa,
menyampaikan pendapat dan gagasan, serta dapat menyalurkan aspirasi
baik dalam bentuk tulisan, gambar, video maupun audio.2
2. Visi dan Misi Kompas.com
Dalam kiprahnya di industri pers, visi Kompas ialah berpartisipasi
membangun masyarakat Indonesia baru berdasarkan Pancasila melalui
prinsio humanisme dan masyarakat yang adil dan makmur. Secara lebih
spesifik dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Kompas adalah lembaga pers yang bersifat umum dan terbuka
b. Kompas tidak melibatkan diri dalam kelompok-kelompok tertentu
baik politik, agama, sosial, golongan ataupun ekonomi
c. Kompas secara aktif membuka dialog dan interaktif positif dengan
segala kelompok
d. Kompas bersifat luas dan bebas dalam pandangan yang
dikembangkan tetapi selalu memperhatikan struktur pemerintahan
dan kemasyarakatan yang menjadi lingkungan
Sedangkan misi dari Kompas adalah ikut berperan serta dalam
mencerdaskan bangsa, menjadi nomor satu dalam semua usaha diantara
usaha-usaha lain yang sejenis dalam kelas yang sama. Hal tersebut
dicapai melalui etika usaha bersih dengan melakukan kerja sama dengan
perusahaan-perusahaan lain. Hal ini dijabarkan dalam lima sasaran
operasional:
2 “Profil Kompas.com” diakses pada 25 April 2016 dari www.kompas.com
44
a. Kompas memberikan informasi yang berkualitas dengan ciri:
cepat, cermat, utuh, dan selalu mengandung makna
b. Kompas memiliki bobot jurnalistik yang tinggi dan terus
dikembangkan untuk mewujudkan aspirasi dan selera terhormat
yang dicerminkan dalam gaya kompak, komunikatif dan kaya
nuansa kehidupan dan kemanusiaan
c. Kualitas informasi dan bobot jurnalistik dicapai melalui intelektual
yang penuh empati dengan pendekatan rasional, memahami jalan
pikiran dan argumentasi pihak lain, selalu berusaha mendudukan
persoalan dengan penuh pertimbangan tetapi tetap kritis dan teguh
pada prinsip
d. Berusaha menyebarkan informasi seluas-luasnya dengan
meningkatkan tiras
e. Untuk dapat merealisasikan visi dan misi, Kompas harus
memperoleh keuntungan dan usaha. Namun keuntungan yang
dicaari bukan sekedar demi keuntungan itu sendiri, tetapi
menunjang kehidupan yang layak pada karyawan dan
pengembangan usaha sehingga mampu melaksanakan tanggung
jawab sosialnya sebagai perusahaan.3
3. Manajemen dan Editor Kompas.com
Berikut ini adalah struktur manajemen dan editor di Kompas.com.
3 Ahmad Mursanih, “Analisis Framing Berita Pro-Kontra Khitan Perempuan di
Kompas.com” h. 46-47
45
Tabel 3.2
Struktur Manajemen di Kompas.com4
Director Andy Budiman
Deputy Director Dhanang Radityo
GM HR & GA M. Trinovita
Editorial Editor in Chief Wisnu Nugroho
News Managing Editor Tri Wahono
News Assistant
Managing Editor Agustinus Wisnubrata
J. Heru Margianto
Amir Sodikin
Assistant Managing
Editor Moh. Latip
Video Manager Jerry Eddie Nurcahyo
Hadiprojo
Nextren.com Assistant
Managing Editor Wicaksono Surya Hidayat
Otomania.com
Assistant Managing
Editor
Aris Fertonny Harvenda
Juara.net Editor in
Chief Weshley Hutagalung
Juara.net Assistant
Managing Editor Firzie A. Idris
Jalu Wisnu Wirajati
Digital
Advertising
Division
Sales Manager Devie Emza
Sales Asst Manager Andrew H. Sinaga
Marketing
Communication Asst
Manager
Amalia Nuraini
Business
Development
Departement
Business Development
Asst Manager Tommy Nugroho
Kompas Karier
Departement
Kompas Karier
Manager
Naomi Octiva Corthyna
Naibaho
Finance
Departement Finance Asst Manager Holly Emaria
Technology
Division Technology Manager Ihwan Santoso
Technology Asst
Manager Murfi Abbas Hatumena
Yohanes Kartiko
Pambudi
MH Prio Agung
Wibowo
4 “Management” diakses pada 25 April 2016 dari www.kompas.com
46
Director's Staff Digital Media Business
Advisor Eberhard Nove Ojong
Product Management
Specialist Romi Dandiawan
Secretary to Director &
GM Anastasia Angeline K
Kompasiana Kompasiana Manager Pepih Nugraha
Kompasiana Sales
Manager V. Roro Sekar Wening
Kompasiana Asst
Manager Iskandar Zulkarnaen
Dan berikut ini adalah struktur editorial di Kompas.com.
Tabel 3.3
Struktur Editorial di Kompas.com5
Editor in Chief Wisnu Nugroho
News Managing Editor Tri Wahono
News Assistant Managing Editor Agustinus Wisnubrata
J. Heru Margianto
Amir Sodikin
Assistant Managing Editor Moh. Latip
Video Manager Jerry Eddie Nurcahyo Hadiprojo
Nextren.com Assistant Managing
Editor Wicaksono Surya Hidayat
Otomania.com Assistant Managing
Editor Aris Fertonny Harvenda
Juara.net Editor in Chief Weshley Hutagalung
Juara.net Assistant Managing
Editor Firzie A. Idris
Jalu Wisnu Wirajati
Photo Editor & Photographer Dino Oktaviano Sami Putra
Heribertus Kristianto Purnomo
Roderick Adrian Mozes
Ari Prasetyo
Language Editing Officer Erwin Kusuma Oloan Hutapea
Dimas Wahyu Trihardjanto
Eris Eka Jaya
Administrative & Secretary Tania Frederika Titaley
Ira Fauziah
Adinda Dwi Putri
5 “Editorial” diakses pada 25 April 2016 dari www.kompas.com
47
4. Logo dan Tagline Kompas.com
Logo yang saat ini digunakan oleh Kompas.com adalah logo yang
telah melalui proses perubahan pada tahun 2013.
Gambar 3.1
Logo dan Tagline Kompas.com
Konsep dari logo Kompas.com ini ialah:
a. Logo Mark. Kompas.com menggunakan simbol 2 segitiga yang
saling bertindihan sebagai bentuk representasi panah penunjuk arah
yang sejalan dengan nilai-nilai Kompas.com sebagai pedoman
berita bagi pembacanya. Adapun perbedaan sudut rotasi pada
kedua segitiga memiliki arti sebagai kebebasan dalam memilih
pandangan dan pendapat para pembacanya. Sementara 3 warna
dasar dan masing-masing turunannya menggambarkan beragamnya
individu pembaca Kompas.com
b. Logo type Kompas.com merupakan perpaduan dari “Kompas” dan
“.com”, yang dimana “Kompas” adalah simbol historis dan
merupakan bagian dari grup Kompas Gramedia, sedangkan “.com”
yang merupakan identitas bisnis perusahaan sekaligus alamat URL
dari portal berita tersebut.
48
c. Tagline “Rayakan Perbedaan” memiliki arti sebagai wujud
semangat menghargai perbedaan dan keberagaman dalam
memenuhi berita berbagai pembacanya.6
B. Profil Republika Online
1. Sejarah Singkat Republika Online
Republika yang terbit perdana pada tanggal 4 Januari 1993 adalah
koran nasional yang dilahirkan oleh kalangan komunitas Muslim bagi
publik di Indonesia. Kehadiran media inii mampu memberikan manfaat
bagi berkembangnya media informasi di masyarakat. Penerbitan
Republika menjadi pelopor dan wadah umat muslim dan yang lainnya.
Di tahun 1995, Republika menyajikan layanan berita di situs web
internet, yang kemudian dianggap sebagai koran pertama di Indonesia
yang tampil di dunia internet, kemudian situs tersebut diberi nama
Republika Online atau disingkat ROL. Sebagai situs berita, saat itu
Republika Online berisikan muatan berupa duplikasi materi berita-berita
koran Republika secara lengkap. Tujuan utama penerbitan Republika
versi internet adalah untuk melayani pembaca yang tidak terjangkau
distribusi koran cetak dan untuk pembaca yang berada di luar negeri.
Pada fase berikutnya, Republika Online secara bertahap mulai
berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi, khususnya teknologi
informasi. Desain dan berbagai layanan web dan materi beritanya pun
lebih diperbanyak. Sejak pertengahan 2008, Republika Online
mengalami perubahan besar, dari sekedar situs berita sederhana menjadi
6 “Logo & Guideliness” diakses pada 26 April 2016 dari www.kompas.com
49
web portal multimedia. Perubahan tersebut terjadi sebagai penyesuaian
atas munculnya tantangan industri media yang mulai memasuki era
konvergensi media. Republika sebagai institusi industri media, bertugas
untuk memiliki dan mendistribusikan konten medianya dalam format
cetak, online dan mobile.
Sesuai dengan falsafah dasar Republika, muatan Republika Online
tetap mengedepankan komunitas Muslim sebagai basis pengunjungnya.
Tampilan Republika Online terbaru saat ini yang diluncurkan kembali
pada 6 Februari 2008 dengan tema Reload.7
Dengan kemajuan informasi dan perkembangan sosial media,
Repunlika Online kini hadir dengan berbagai fitur baru yang merupakan
percampuran komunikasi media digital. Informasi yang disampaikan
diperbarui secara berkelanjutan yang terangkum dalam sejumlah kanal,
menjadikannya sebuah portal berita yang bisa dipercaya. Selain
menyajikan informasi, Republika Online juga menjadi rumah bagi
komunitas. Republika Online juga kini hadir dalam versi English.8
2. Visi dan Misi Republika Online
Adapun visi dari Republika Online adalah menjadikan Republika
sebagai koran umat yang terpercaya dan mengedepankan nilai-nilai
universal yang sejuk, toleran, damai, cerdas, dan profesional, namun
mempunyai prinsip dalam keterlibatannya menjaga persatuan Bangsa dan
7 Suci Dariah, “Analisis Framing Isu Pemberitaan Film Innocence of Muslim pada
Republika Online dan Detik.com” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013) h. 32-33 8 “Profil” diakses pada 26 April 2016 dari www.republika.co.id
50
kepentingan umat Islam yang berdasarkan pemahaman Rahmatan Lil
Alamin.
Sedangkan misi dari Republika Online adalah menciptakan dan
menghidupkan sistem manajemen yang efisien dan efektif, serta mampu
dipertanggungjawabkan secara profesional.9
3. Manajemen dan Redaksi Republika Online
Berikut ini adalah struktur manajemen dan redaksi di Republika
Online.
Tabel 3.4
Struktur Manajemen dan Redaksi Republika Online10
Pemimpin Redaksi Nasihin Masha
Wakil Pemimpin Redaksi Irfan Junaidi
Redaktur Pelaksana ROL Maman Sudiaman
Wakil Redaktur Pelaksana Roll Joko Sadewo
Asisten Redaktur Pelaksana Roll Didi Purwadi
Djibril Muhammad
Muhammad Subarkah
Kepala Support dan GA Slamet Riyanto
Tim Support Firmansyah
Sekred Erna Indriyanti
Rolshop Riky Romadon
9 Suci Dariah “Analisis Framing Isu Pemberitaan Film Innocence of Muslim pada
Republika Online dan Detik.com” h. 34 10
“Manajemen & Redaksi” diakses pada 26 April 2016 dari www.republika.co.id
51
BAB IV
KAJIAN DAN ANALISIS DATA
Kasus paedofil atau pelecehan seksual pada anak di bawah umur di
Indonesia menjadi isu yang tidak henti-hentinya diberitakan oleh media. Akibat
ramainya pemberitaan mengenai paedofil ini, pemerintah dan masyarakat pun
geram, karenanya munculah wacana memberlakukan hukuman kebiri bagi para
pelaku paedofil agar memberikan efek jera.
Munculnya wacana hukuman kebiri yang diusulkan oleh pemerintah untuk
para pelaku paedofil mendapatkan tempat tersendiri dalam media. Secara
berkelanjutan, media memaparkan bagaimana perkembangan mengenai wacana
hukuman kebiri tersebut berserta informasi-informasi yang berkaitan.
Kebiri telah dijadikan hukuman bagi paedofil di beberapa negara, seperti
Rusia, Inggris, Polandia dan Korea Selatan. Namun bukan berarti lantas bisa
dipraktekan di Negara seperti Indonesia. Sebelumnya, belum pernah ada Undang-
Undang yang mengatur bahwa kebiri boleh dijadikan sebagai hukuman di
Indonesia. Selain itu, dalam Islam pun belum ada pembahasan mengenai kebiri
sebagai hukuman.
A. Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk Paedofil di Republika
Online
1. Republika Online menjadi salah satu media yang memberitakan
mengenai hukuman kebiri bagi paedofil. Jumlah berita yang disajikan
oleh media ini berjumlah 36 berita, terhitung dari tanggal 12 Oktober –
26 November 2015. Berita tersebut antara lain:
52
Tabel 4.1
Daftar judul berita mengenai kebiri di Republika Online dari tanggal
12 Oktober – 26 November 2015.
Tanggal Judul Narasumber
12/10/2015 Aher Setuju Paedofil Dikebiri Gubernur Jawa Barat,
Ahmad Heryawan atau
Aher
13/10/2015 Kompolnas Dukung Usulan
Hukuman Kebiri Untuk
Pelaku Pelecehan Seksual
Komisioner Komisi
Kepolisian Nasional,
Edi Saputra Hasibuan
13/10/2015 Pro Kontra Kebiri Kimia di
Dunia Kutipan dari NLCATP
13/10/2015 Begini Cara Rusia Terapkan
Kebiri Kimia untuk Paedofil Kutipan dari NLCATP
13/10/2015 Kebiri Kimia di Mata Ahli
Korea
Joo Young Lee dan
Kang Su Cho dalam
Journal of Korean
Medical Science
13/10/2015 Kebiri Kimia, Sebuah Pilihan
Terakhir
Adjunct Lecturer di
University Of New
South Wales, Magie
Hall
20/10/2015 Mensos: Presiden Setuju
Pelaku Paedofil Dikebiri
Menteri Sosial,
Khofifah Indar
21/10/2015 Presiden Jokowi Setuju
Pelaku Kejahatan Seksual
Anak Dikebiri
Komisi Perlindungan
Anak Indonesia,
Asrorun Niam
21/10/2015 Kapolri: Hukum Kebiri bagi
Paedofil Sedang Dibahas
Kapolri Jenderal
Badrodi Haiti
21/10/2015 Pemerintah Siap Kebiri
Pelaku Kekerasan Seksual
Pada Anak
Menteri Sosial,
Khofifah Indar
22/10/2015 Din Syamsudin Setuju Hukum
Kebiri Untuk Paedofil
Din Syamsudin,
Mantan Ketua PP
Muhammadiyah
22/10/2015 HNW: Kebiri atau Hukum
Mati untuk Pelaku Kekerasan
Terhadap Anak
Wakil MPR, Hidayat
Nur Wahid
22/10/2015 Mensos: Kebiri Syaraf Libido
untuk Lindungi Hak Anak
Menteri Sosial,
Khofifah Indar
22/10/2015 Hukuman Kebiri Paedofil
Sudah Diterapkan Banyak
Negara
Menteri Sosial,
Khofifah Indar
22/10/2015 Ini Pandangan Islam soal
Kebiri
Ketua Komisi Dakwah
dan Pengembangan
Masyarakat MUI, K.H.
Cholil Nafis
53
22/10/2015 Kebiri Dilakukan Berdasarkan
Putusan Pengadilan dan
Dokter
Ketua Umum Komnas
PA, Arist Merdeka
Sirait
22/10/2015 Eksekusi Hukuman Kebiri
dikhawatirkan Sulit
Diterapkan
Ketua Komisi VIII
DPR dari Fraksi PAN,
Saleh Partaonan
Daulay
22/10/2015 Hukuman Kebiri Dianggap
Tidak Memutus Organ
Seksual, Hanya Kendalikan
Libido
Ketua Komnas PA,
Arist Merdeka Sirait
23/10/2015 Ini Tanggapan Setya Novanto
Soal Hukuman Kebiri
Ketua DPR, Setya
Novanto
23/10/2015 KPAI: Hukuman Kebiri
Bukan yang Utama Ketua KPAI, Susanto
23/10/2015 Kowani Dukung Jokowi
Kebiri Pelaku Kejahatan
Seksual
Ketua Umum Kowani,
Giwo Rubianto
Wiyogo
23/10/2015 Suntik Kebiri Keluarkan
Biaya Tak Murah
Spesialis Urologi dari
Asriulogi Center, dr.
Arry Rodjani, SpU
23/10/2015 JK Nilai Perppu Kebiri Perlu
Dikaji
Wakil Presiden Jusuf
Kalla, Menteri Sosial
Khofifah Indar dan
Ketua Komnas PA
Arist Merdeka Sirait
24/10/2015 Selain Dikebiri, Foto Predatir
Anak Harus Dipublikasikan
Ketua Komnas PA,
Arist Merdeka Sirait
dan Ketua Kowani,
Giwo Rubianto
Wiyogo
24/10/2015 Mensos: Jangan Bicara HAM
Untuk Paedofil
Menteri Sosial,
Khofifah Indar
25/10/2015 Dikebiri pun Pelaku Paedofil
Bisa Menyalurkan Lewat Non
Persetubuhan
Ahli Psikologi
Forensik, Reza
Indragiri Amriel
27/10/2015 Segera Keluarkan Perppu
Kebiri'
Ketua Komite III DPR
RI, Fahira Idris
27/10/2015 Menkumham Targetkan
Hukum Kebiri Masuk
Prolegnas
Menkumham, Yasonna
H Laoly
27/10/2015 Perppu Kebiri Bukti
Keseriusan Pemerintah
Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak,
Yohana Yembise
54
28/10/2015 Fatwa Hukuman Kebiri
Dalam Tinjauan Syar'i
Ketua Majelis
Intelektual dan Ulama
Muda Indonesia,
Hamid Fahmi Zarkasyi
28/10/2015 Peradi: Pemberlakuan
Hukuman Kebiri Harus Miliki
Pijakan Konstitusi
Wakil Ketua Umum
Perhimpunan Advokat
Indonesia, Achiel
Suyanto
02/11/2015 Efektifkah kebiri untuk
menekan Pelecehan Seksual?
Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak,
Yohana Yembise
04/11/2015 Pengamat: Pengebirian
Melanggar Kodrat
Praktisi Hukum dan
Lembaga Bantuan
Hukum Banda Aceh
Pos Meulaboh, Kab.
Aceh Barat, Candra
Darusman, S.H, M.H
11/11/2015 Hukuman Kebiri masuk
dalam revisi KHUP?
Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak,
Yohana Yembise
26/11/2015 Perppu Kebiri akan
dilaunching awal Desember
Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak,
Yohana Yembise
2. Objek penelitian di Republika Online terkait pemberitaan mengenai
hukuman kebiri bagi paedofil
Seperti yang telah disebutkan di Bab I, penulis memilih 4 berita yang
menjadi objek penelitian. Berita-berita tersebut adalah berita pada
tanggal 12 Oktober 2015 dengan judul “Aher Setuju Paedofil Dikebiri”,
tanggal 22 Oktober 2015 dengan judul “Din Syamsudin Setuju Hukum
Kebiri Untuk Paedofil”, tanggal 22 Oktober 2015 dengan judul “Ini
Pandangan Islam Soal Hukuman Kebiri”, dan tanggal 4 November 2015
dengan judul “Pengamat: Pengebirian Melanggar Kodrat”. Berikut
penulis paparkan dalam tabel dibawah ini.
55
Tabel 4.2
Frame Berita dan Narasumber Berita
Tanggal Judul Isi Berita Narasumber
12/10/15 Aher Setuju
Paedofil
Dikebiri
Pelaku kejahatan dan
kekerasan terhadap
anak harus dihukum
berat seperti libidonya
dikebiri
Gubernur Jawa
Barat, Ahmad
Heryawan
22/10/15
Din
Syamsudin
Setuju
Hukum
Kebiri untuk
Paedofil
Menurutnya, hukum
kebiri untuk paedofil
bagus untuk diterapkan,
meski harus selektif
Mantan Ketua
PP
Muhammadiyah,
Din Syamsudin
22/10/15 Ini
Pandangan
Islam Soal
Hukuman
Kebiri
Kebiri dimasukkan
kedalam kategori
hukuman yang
digunakan untuk
membuat efek jera atau
yang disebut Zawajir,
dan sebagai hukuman
agar memberikan rasa
takut bagi pelaku lain
untuk melakukan
kejahatan yang sama
atau yang disebut
Mawani’
Ketua Komisi
Dakwah dan
Pengembangan
Masyarakat
MUI, KH.
Cholil Nafis
04/11/15 Pengamat:
Pengebirian
Melanggar
Kodrat
Hukuman pengebirian
syaraf libido merupakan
salah satu praktek
mengekangi kodrat
alamiah yang melekat
pada manusia
Praktisi Hukum
dari Lembaga
Bantuan Hukum
Banda Aceh Pos
Meulaboh, Kab.
Aceh Barat,
Candra
Darusman, S.H,
M.H
56
3. Framing Robert N. Entmann terkait pemberitaan hukuman kebiri untuk
paedofil di Republika Online
a. Republika Online : Senin, 12 Oktober 2015
Judul : Aher Setuju Paedofil dikebiri
Tabel 4.3
Perangkat Framing Entman
Problem Identification Pelaku kejahatan dan kekerasan
terhadap anak harus dihukum berat
seperti libidonya dikebiri
Causal Interpretation Maraknya kembali kasus kekerasan
seksual terhadap anak
Moral Evaluation Hukuman yang dibebankan kepada si
pelaku hendaklah membuatnya jera
Treatment Recomendation Mempersilahkan pemerintah
meresmikan kebiri sebagai hukuman
dan membentuk Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perlindungan
dan Anak (P2TP2A).
Problem Identification. Frame yang dikembangkan oleh
Republika Online dalam judul ini ialah Aher menyatakan bahwa
pelaku kejahatan dan kekerasan terhadap anak harus dihukum berat
seperti libidonya dikebiri. Sebagaimana dalam berita:
“Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan atau Aher setuju
dengan usulan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa
yang menyatakan pelaku kejahatan dan kekerasan terhadap
anak harus dihukum berat seperti saraf libidonya dikebiri.
“Kalau memang hukuman untuk membuat jera bagi pelaku
kejahatan anak itu dirumuskan dalam bentuk dikebiri,
mangga wae (silahkan saja),” kata Ahmad Heryawan, usai
upacara Pelantikan Sekda Provinsi Jawa Barat di Gedung
Sate Bandung, Senin (12/10).”
Dalam berita tersebut diungkapkan bahwa Gubernur Jawa
Barat, Ahmad Heryawan atau yang lebih akrab dipanggil Aher,
menyatakan persetujuannya terhadap usulan kebiri untuk paedofil
57
yang diajukan oleh Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa,
dimana kebiri untuk paedofil dianggap sebagai sebuah hukuman
yang berat. Namun Aher mempersilahkan bila hukuman tersebut
dirumuskan dapat membuat jera pelaku.
Causal Interpretation. Dalam berita ini, Republika Online
menilai maraknya kembali kasus kekerasan terhadap anak sebagai
penyebab masalah. Kondisi ini dinilai sangat membuat khawatir dan
prihatin. Oleh karena itu, pemerintah mencari upaya sebuah
hukuman yang kelak akan membuat pelaku jera.
Moral Evaluation. Maraknya kembali kasus paedofil atau
kekerasan seksual terhadap anak dianggap sebagai penyebab
masalah oleh Republika Online dalam berita ini, maka penilaian
moral yang diambil adalah rumusan hukuman untuk pelaku paedofil
atau pelaku kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak. Kebiri
dianggap sebagai hukuman yang mampu memberikan efek jera
untuk pelaku paedofil dan memberikan rasa takut bagi orang yang
hendak berbuat. Dan Aher selaku narasumber dalam berita ini
mempersilahkan pemerintah meresmikan kebiri sebagai hukuman
bila memang dirumuskan demikian.
Treatment Recomendation. Selain mempersilahkan
pemerintah meresmikan kebiri sebagai hukuman bagi paedofil, Aher
selaku narasumber mengatakan langkah lebih lanjut adalah
membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan
Perempuan dan Anak (P2TP2A). Pusat pelayanan ini diwujudkan
58
dengan maksud untuk mencegah terjadinya kejahatan dan kekerasan
seksual. P2TP2A yang telah didirikan di Jawa Barat ini merupakan
salah satu bentuk keseriusan pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam
menanggapi masalah kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak
atau paedofil.
b. Republika Online : Rabu, 21 Oktober 2015
Judul : Din Syamsuddin Setuju Hukum Kebiri
Untuk Paedofil
Tabel 4.4
Perangkat Framing Entmann
Problem Identification Kebiri adalah hukuman yang bagus,
tapi harus selektif dalam
pelaksanaannya
Causal Interpretation Bila paedofil tidak dikebiri maka akan
tercipta kerusakan-kerusakan yang
lebih parah lagi
Moral Evaluation Penegakan hukum harus tegas dan
berat bagi pelaku paedofil, karena
paedofil juga merupakan kejahatan
kemanusiaan
Treatment Recomendation Kalangan agamawan dan pendidik
harus tak bosan untuk menyadarkan
perilaku seks menyimpang itu dan
negara, dalam hal ini pemerintah,
harus memberikan hukuman yang
membuat jera, misalnya kebiri
Problem Identification. Dalam berita ini, Republika Online
mengembangkan frame bahwa Din Syamsuddin beranggapan kebiri
adalah hukuman yang bagus, tapi harus diterapkan secara selektif,
artinya tidak semua pelaku paedofil diberikan hukuman kebiri.
Seperti yang disebutkan dalam berita:
“Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin
mengatakan hukum kebiri untuk paedofil bagus. Tapi, harus
59
diterapkan secara selektif dengan melihat pelaku yang punya
hasrat seksual yang kuat terhadap anak-anak.
“Kebiri paedofil, saya belum mendalami, tapi secara common
sense agaknya bagus ya diterapkan walaupun harus secara
selektif,” ujarnya usai menjadi pembicara pada Seminar
Nasional Penelitian Pengabdian (SnaPP) kepada masyarakat
yang digelar Unisba, Kamis (22/10).”
Kutipan di atas menyebutkan, meski Din Syamsuddin belum
mendalami permasalahan mengenai hukuman kebiri yang diusulkan
Mensos bagi pelaku paedofil, ia memandang hukuman tersebut
bagus untuk dilakukan berdasarkan pemikiran dasar dari kebiri itu
sendiri. Tapi tidak semua pelaku akan dikebiri, hanya yang
mempunyai hasrat tinggi terhadap anak-anak saja.
Causal Interpretation. Dalam berita ini, yang dijadikan
penyebab masalah adalah akibat yang ditimbulkan bila kebiri tidak
diterapkan kepada paedofil. Din Syamsuddin menilai bila paedofil
tidak dikebiri maka akan tercipta kerusakan-kerusakan yang lebih
parah lagi, apalagi jika hal itu menular kepada yang lain, maka akan
menjadi sebuah kebiasaan. Dan dari kebiasaan ini, mereka akan
bersekongkol dan memiliki kelompok tersendiri yang kemudian
kondisi ini akan menjadi ancaman yang sangat berbahaya bagi
masyarakat dan kemanusiaan.
Moral Evaluation. Penilaian moral yang dapat diambil dari
berita ini adalah penegakan hukum harus tegas dan berat bagi pelaku
paedofil, karena paedofil juga merupakan kejahatan kemanusiaan.
Din Syamsuddin menyayangkan, mengapa kasus seperti ini banyak
terjadi di Indonesia, karena kasus ini akan menciptakan masa depan
60
yang suram khususnya bagi korban yang kemudian akan
menimbulkan trauma.
Treatment Recomendation. Din Syamsuddin menyarankan
dua hal yang harus dilakukan sebagai pencegah maraknya kembali
kasus paedofil, yaitu pertama kalangan agamawan dan pendidik
harus tak bosan untuk menyadarkan perilaku seks menyimpang itu.
Meskipun mengaku tidak mengetahui darimana penyebab utama
adanya paedofil, tapi Din Syamsuddin mengatakan ada nafsu
syahwat yang biasanya ke lawan jenis ini justru hanya tertarik pada
anak-anak yang biasanya terjadi karena faktor lingkungan. Oleh
karena itu pentingnya terus mengingatkan bahwa perilaku seks
tersebut adalah menyimpang. Ditambah dengan kurangnya
pengawasan orang tua terhadap anak-anak yang kemudian
menimbulkan banyak korban. Kedua, dalam hal ini adalah tugas
pemerintah, yaitu harus melakukan tindakan hukum. Tinjauan
hukumnya harus yang membuat jera karena bila tidak jera maka
akan terulang lagi. Dan seperti yang tercantum di paragraf
sebelumnya, Din Syamsudin menilai kebiri cukup bagus
dilaksanakan meski harus selektif.
c. Republika Online : Kamis, 22 Oktober 2015
Judul : Ini Pandangan Islam Soal Hukuman Kebiri
Tabel 4.5
Perangkat Framing Entmann
Problem Identification Pandangan Islam mengenai hukuman
kebiri yang dilakukan kepada paedofil
61
Causal Interpretation Tidak semua kejahatan langsung
dapat ditentukan hukum Islamnya
selain pembunuhan dan perzinaan
Moral Evaluation Mengembalikan kepada kebijakan
hakim dan pemerintah untuk
berijtihad tentang hukuman yang pas
untuk paedofil
Treatment Recomendation Pemerintah perlu menggiatkan lebih
lanjut tentang pendidikan agama dan
pendidikan seksualitas, serta
memberikan pendamping psikologis
agar korban tidak menjadi pelaku
ketika sudah dewasa
Problem Identification. Pada berita ini, Republika Online
menilai masalahnya adalah bagaimana pandangan Islam mengenai
hukuman kebiri yang dilakukan kepada paedofil. Seperti yang
tertulis dalam berita sebagai beirkut:
“Hukuman kebiri atau kastrasi bagi pelaku kejahatan dan
kekerasan seksual pada anak atau paedofilia dianggap solusi
untuk menghentikan efek jangka panjang. Bagaimana dalam
pandangan Islam hukuman bagi pelaku paedoiflia atau
predatof anak ini?
Menurut Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat
Cholil Nafis dasar pemberlakuan kebiri atau kastrasi bagi
paedofilia bisa merujuk pada aspek pemberian efek jera bagi
pelaku atau Zawajir dan memberikan rasa takut untuk
melakukannya bagi pelaku lain atau Mawani‟.”
Berdasarkan berita diatas, dijelaskan bahwa hukuman kebiri
dasarnya belum ada peraturan dalam Islam yang menjelaskan
bagaimana hukumnya. Namun Ketua Komisi Dakwah dan
Pengembangan Masyarakat MUI, Cholil Nafis mengatakan bahwa
kebiri dapat dimasukkan kedalam kategori hukuman yang digunakan
untuk membuat efek jera atau yang disebut Zawajir, dan sebagai
62
hukuman agar memberikan rasa takut bagi pelaku lain untuk
melakukan kejahatan yang sama atau yang disebut Mawani’.
Causal Interpretation. Penyebab kenapa kebiri dikategorikan
sebagai hukum Zawajir atau Mawani’, menurut Cholil Nafis, tidak
semua kejahatan langsung dapat ditentukan hukumannya dalam
Islam, kecuali pembunuhan dan perzinaan.
“”Dalam Islam sendiri, setahu saya belum ada pemerintahan
Islam yang melakukan kebiri atau kastrasi. Namun, itu bukan
berarti sesuatu yang dilarang,” ujarnya kepada Republika,
Kamis (22/10).”
Moral Evaluation. Penilaian moral yang dapat diambil ialah,
melakukan hal lain dalam penentuan hukum Islam tentang hukuman
kebiri ini yaitu dengan mengembalikan keputusan hukuman kepada
kebijakan hakim dan pemerintah untuk berijtihad tentang hukuman
yang pas atas kejahatan tersebut. Sedangkan bila dilihat dari
pendekatan Zawajir dan Mawani’, hukuman kebiri bisa menjadi
alternatif untuk memberi aspek jera dan mengantisipasi perbuatan
tersebut menimpa orang lain.
Treatment Recomendation. Menurut Cholil Nafis, paedofil
bukan soal penyakit kelamin atau karena dorongan seksual belaka,
tetapi juga berkaitan dengan pikiran dan penyakit kejiwaan, karena
bisa saja meski sudah dikebiri pikiran jahat untuk melakukan hal
tersebut menggunakan organ lain masih ada. Maka penyelesaian
yang juga disarankan oleh Cholil Nafis adalah pemerintah perlu
menggiatkan lebih lanjut tentang pendidikan agama, memberikan
lebih baik pendidikan seksualitas dan pendampingan secara
63
psikologis bagi korban. Hal ini dianggap penting agar korban tidak
menjadi pelaku paedofil setelah ia dewasa.
d. Republika Online : Rabu, 4 November 2015
Judul : Pengamat: Pengebirian Melanggar Kodrat
Tabel 4.6
Perangkat Framing Entmann
Problem Identification Hukuman kebiri adalah salah satu
praktek pengekangan kodrat
Causal Interpretation Naluri syahwat adalah hal yang
alamiah
Moral Evaluation Setiap pelaku kejahatan harus
dihukum, namun apapun kejahatan
yang dilakukan, penghukuman yang
dilakukan tidak boleh merendahkan
martabat, tidak boleh merendahkan
nilai-nilai kemanusiaan dan tidak
boleh bertentangan dengan kodrat
serta prinsip-prinsip kemanusiaan
Treatment Recomendation Perbaikan sistem hukum yang ada,
karena tidak jarang ditemukan kasus
seperti ini diselesaikan secara damai
atau kekeluargaan dengan bantuan
pihak lain
Problem Identification. Menurut praktisi hukum dari
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Meulaboh,
Kabupaten Aceh Barat, Candra Darusman, hukuman pengebirian
syaraf libido bagi pelaku paedofil adalah salah satu praktek
mengekangi kodrat alamiah yang melekat pada setiap manusia. Hal
inilah yang kemudian diangkat oleh Republika Online dan dijadikan
masalah dalam framing berita ini.
Causal Interpretation. Penyebab mengapa kebiri dianggap
sebagai salah satu praktek mengekangi kodrat alamiah adalah karena
naluri syahwat adalah hal yang alamiah. Candra Darusman
64
menambahkan, orang-orang yang melakukan tindakan yang salah
dalam menyalurkan naluri alamiahnya itu memang harus dihukum,
tapi bukan dihukum dengan hukuman yang melanggar kodrat seperti
mengebiri syaraf libido.
Moral Evaluation. Candra Darusman melihat dalam konteks
Hak Asasi Manusia (HAM) setiap pelaku kejahatan harus dihukum,
namun apapun kejahatan yang dilakukan, penghukuman yang
dilakukan tidak boleh merendahkan martabat, tidak boleh
merendahkan nilai-nilai kemanusiaan dan tidak boleh bertentangan
dengan kodrat serta prinsip-prinsip kemanusiaan. Disatu sisi, selain
karena dianggap melanggar kodrat, pengebirian terhadap pelaku
paedofil akan mengakibatkan efek secara psikologis. Pelaku akan
mendapatkan guncangan yang hebat yang mengakibatkan trauma,
dendam bahkan ada kemungkinan untuk melampiaskan kejahatan
tersebut dengan cara lain.
“Perilaku orang-orang di suntik kebiri syaraf libido tidak
akan menghilangkan sifat alami pada dirinya secara utuh,
malahan potensi untuk melakukan kekejaman dan kejahatan
kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur dan sejenis
itu masih dapat dilakukan.”
Treatment Recomendation. Penyelesaian yang disarankan
oleh Candra Darusman adalah perbaikan sistem hukuman untuk
paedofil yang telah ada selama ini.
“”Tawaran kita adalah perberat hukumannya tapi tidak dalam
kontek pengebirian, karena setelah menerima hukuman
demikian tidak tertutup kemungkinan akan ada pelampiasan
dengan cara lain dengan alat umpamanya, kepada pihak yang
sudah menjadi korban ataupun pihak-pihak lain,” imbuhnya.”
65
Dari kutipan diatas dapat dikatakan bahwa bukan kebirilah
hukuman yang harus dilakukan untuk para pelaku paedofil, tapi
dengan memperberat hukuman yang ada. Narasumber pun
mengatakan hendaknya sistem hukum yang ada di negara ini yang
harus diperbaiki, karena tidak jarang ditemukan kasus paedofil
seperti ini diselesaikan secara damai atau kekeluargaan dengan ikut
campur pihak lain, seperti yang pernah ditangani oleh LBH Banda
Aceh Pos Meulaboh. Karena itulah kasus ini masih terus terjadi.
B. Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk Paedofil di Kompas.com
1. Berita dan artikel terkait mengenai hukuman kebiri untuk paedofil pada
Kompas.com terdapat 57 berita terhitung mulai Oktober hingga
November 2015. Adapun judul berita tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7
Daftar judul berita mengenai kebiri di Kompas.com dari tanggal 09
Oktober – 12 November 2015.
Tanggal Judul Narasumber
09/10/2015 Hukuman Kebiri Dinilai
Perlu Diterapkan Terhadap
Pelaku Kejahatan Seks Pada
Anak
Perwakilan Ikatan
Pelajar
Muhammadiyah, M.
Khoirul Huda
09/10/2015 Akan Diajukan, Hukuman
Kebiri Dan Mati Untuk
Pelaku Kejahatan Seks Pada
Anak
Ketua KPAI, Asrorun
Niam
11/10/2015 Ahok: Paedofil Sebaiknya
Dikebiri
Gubernur DKI Jakarta,
Basuki Tjahaja
Purnama atau Ahok
12/10/2015 Mensos Setuju Paedofil
Dikebiri Dan Fotonya
Disebar Di Tempat Umum
Menteri Sosial,
Khofifah Indar
66
12/10/2015 Ridwan Kamil: Pelaku
Kekerasan Seks Terhadap
Anak Boleh Dikebiri Asal..
Walikota Bandung,
Ridwan Kamil
20/10/2015 KPAI Sebut Presiden Dukung
Hukuman Kebiri
Ketua KPAI, Asrorun
Niam
20/10/2015 Setuju Kebiri Untuk Paedofil,
Presiden Jokowi Akan
Terbitkan Perppu
Menteri Sosial,
Khofifah Indar dan
Jaksa Agung, HM
Prasetyo
21/10/2015 Hukuman Kebiri Bagi
Paedofil Disarankan Diatur
KUHP
Guru Besar Hukum
Pidana Universitas
Jenderal Soedirman,
Hibnu Nugroho
21/10/2015 PBNU Dukung Hukuman
Kebiri Bagi Pelaku Paedofil
Sekretaris Jenderal
PBNU, Helmy Faishal
Zaini
21/10/2015 Kapolda: Hukuman Kebiri
Perlu Regulasi Baru
Kapolda Metro Jaya,
Inspektur Tito
Karravian
21/10/2015 Kata Pemerhati Anak Soal
Hukuman Kebiri Pelaku
Kejahatan Seksual
Pemerhati Anak, Seto
Mulyadi
21/10/2015 Pimpinan Komisi VIII
Dukung Rencana Hukuman
Kebiri Untuk Paedofil
Wakil Ketua Komisi
VIII DPR, Sodik
Mudjahid
21/10/2015 Nasdem: Kalau Tak Dikebiri,
Pelaku Akan Ulangi
Perbuatan
Ketua Fraksi Nasdem
Viktor Laiskodat
21/10/2015 Ahok: Kebiri Oke Oke Saja,
Potong Saja
Gubernur DKI Jakarta,
Basuki Tjahaja
Purnama atau Ahok
22/10/2015 Menkumham Kaji Hukuman
Kebiri Bagi Paedofil
Menkumham, Yassona
Laoly
22/10/2015 Yang Terjadi Bila Seseorang
Dihukum Kebiri
Ketua Bagian
Andrologi dan
Seksologi Fakultas
Kedokteran Universitas
Udayana Denpasar,
Wimpie Pangkahila
22/10/2015 Mensos: Banyak Negara
Terapkan Kebiri Bagi
Paedofil
Menteri Sosial,
Khofifah Indar
22/10/2015 Risma Setuju Hukuman
Kebiri Untuk Para Paedofil
Walikota Surabaya, Tri
Rismaharini
67
22/10/2015 Mensos Sebut Hukuman
Kebiri Untuk Lindungi Anak
Dari Kejahatan Seksual
Menteri Sosial,
Khofifah Indar
22/10/2015 Jika Diminta Pemerintah,
MUI Siap Lakukan Kajian
Fatwa Soal Hukuman Kebiri
Ketua MUI, Ma'aruf
Amin
22/10/2015 Selain Kebiri, Hidayat Nur
Wahid Usul Hukuman Mati
Bagi Paedofil
Wakil MPR, Hidayat
Nur Wahid
22/10/2015 Sanksi Kebiri Akan Menyulut
Dendam Terhadap Pelaku
Dewan Pembina
Komnas Anak, Seto
Mulyadi
22/10/2015 Seskab Pastikan Perppu
Kebiri Terbit Tahun Ini
Sekretaris Kabinet,
Pramono Agung
22/10/2015 Peggy Melati Sukma Setuju
Jika Pelaku Kekerasan
Seksual Terhadap Anak Atau
Paedofil Dihukum Kebiri
Artis Peggy Melati
Sukma
22/10/2015 Kebiri Tak Jamin Pelaku
Kejahatan Seksual Jera
Kriminolog UI, Yogo
Tri Hendiarto
23/10/2015 Soal Wacana Kebiri Paedofil,
Ini Komentar Ketua DPR
Ketua DPR, Setya
Novanto
23/10/2015 Ini Kata Menkes Soal
Hukuman Kebiri Untuk
Paedofil
Menteri Kesehatan,
Nila F Moeloek
23/10/2015 Pimpinan Baleg DPR Tertawa
Sikapi Wacana Penerbitan
Perppu Soal Kebiri Paedofil
Wakil Ketua Badan
Legislasi DPR RI,
Firman Soebagyo
23/10/2015 Apakah Kebiri Hilangkan
Dorongan Seks Permanen?
Ketua Bagian
Andrologi dan
Seksologi Fakultas
Kedokteran Universitas
Udayana Denpasar,
Wimpie Pangkahila
23/10/2015 Politisi Hanura Nilai Paedofil
Perlu Dikebiri Dengan Suntik
Kimiawi
Sekretaris Fraksi
Hanura, Dadang
Rusdiana
23/10/2015 Daftar Negara Yang Memiliki
Hukuman Kebiri
Dikutip dari Strait
Time
23/10/2015 Suntik Kebiri Bisa Mengubah
Wujud Pria Ketua Bagian
Andrologi & Seksologi
Fak. Kedokteran Univ
Udayana Denpasar,
Wimpie Pangkahila
23/10/2015 Kebiri Pelaku Kejahatan
Seksual, Ini Pandangan
Wapres
Wakil Presiden, Jusuf
Kalla
25/10/2015 Sejumlah Pertanyaan Terkait Ketua Komisi VIII
68
Hukuman Kebiri DPR, Saleh Daulay
27/10/2015 Menkumham Bicara Soal
Hukuman Berat Dan Kebiri
Untuk Pelaku Paedofil
Menkumham, Yassona
Laoly
27/10/2015 Menkumham: Hukuman
Kebiri Akan Masuk Prolegnas
Menkumham, Yassona
Laoly
28/10/2015 Ketua MUI Lebak Tolak
Wacana Kebiri Bagi Paedofil
Ketua Komisi Fatwa
MUI Kabupaten Lebak,
K.H. Baidjuri
29/10/2015 Komnas PA Sangat Dukung
Paedofil Dikebiri
Ketua Komnas PA,
Arist Merdeka Sirait
30/10/2015 Hukum Kebiri, Paedofil
Dunia Akan Takut Ke
Indonesia
Ketua Komite III DPD,
Fahira Idris
30/10/2015 Hukuman Kebiri Diragukan
Mampu Kurangi Kasus
Kekerasan Seksual Pada Anak
Peneliti Institute for
Criminal Justice
Reform (ICJR),
Anggara
31/10/2015 Anggota DPR RI Asal Aceh
Setuju Hukuman Kebiri Bagi
Paedofil
Anggota DPR RI asal
Aceh, Sudirman
02/11/2015 Diberitahu Soal Hukuman
Kebiri, Begini Reaksi
Pencabul Anak
Tersangka Pencabulan
Anak, Maskur
02/11/2015 Meski Telah Disetujui,
Penetapan Hukuman Kebiri
Perlu Melalui Kajian Ilmiah
Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak,
Yohana Yembise
02/11/2015 Menteri Yohana Siap Buat
Daftar Pencabul Untuk
Dihukum Kebiri
Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak,
Yohana Yembise
02/11/2015 Kementerian Dan Lembaga
Terkait Akan Gelar Seminar
Soal Hukuman Kebiri Bagi
Paedofil
Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak,
Yohana Yembise
02/11/2015 Ini Dia Penyebab Kejahatan
Seksual Terhadap Anak Versi
Menteri Yohana
Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak,
Yohana Yembise
02/11/2015 Masih Dikaji, Hukuman
Kebiri Dengan Cara Disuntik
Atau Operasi
Pengarusutamaan
Deputi Gender Bidang
Politik, Sosial dan
Hukum, Kementerian
Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak,
Heru Prasetyo
69
03/11/2015 Ancaman Bagi Pemerkosa
Anak
Dosen Pascasarjana
FISIP Universitas
Airlangga, Bagong
Suyanto
05/11/2015 Kriminolog: Hukuman Kebiri
Tidak Menyelesaikan
Masalah
Kriminolog UI, Prof.
Muhammad Mustofa
05/11/2015 Dikaji, Pendampingan Mental
Bagi Pelaku Kejahatan Yang
Terancam Dikebiri
Asisten Deputi
Penanganan Kekerasan
Terhadap Anak,
Kementerian
Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak,
Agustina Erni
05/11/2015 Apakah Hukuman Kebiri
Melanggar HAM, Ini
Penjelasan KPAI
Wakil KPAI, Susanto
11/11/2015 Hukuman Kebiri, Aspek
Moral Dan Etika Kedokteran
Ketua Komite Etik dan
Hukum RS
Ciptomangunkusumo,
Dosen Etika, Logika
dan Filsafat
Kedokteran
Pascasarjana UI,
Daldiyono
12/11/2015 Hukuman Kebiri Bukan Satu-
Satunya Upaya Penghapusan
Kekerasan Seksual Anak
Deputi Bidang
Perlindungan Anak,
Kementerian
Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak,
Pribudiarta Nur Sitepu
12/11/2015 Psikolog UI Sebut Kebiri Bisa
Salah Arah
Psikolog Klinis
Fakultas Psikologi UI,
Kristi Poerwandari
12/11/2015 Psikolog UI: Wacana
Hukuman Kebiri Sangat
Emosional
Psikolog Klinis
Fakultas Psikologi UI,
Kristi Poerwandari
12/11/2015 Alasan Kebiri Kimiawi
Dianggap Efektif Kendalikan
Angka Kekerasan Seksual
Guru Besar Fakultas
Kedokteran UI, Agus
Purwadianto
12/11/2015 Hukuman Kebiri
Dikhawatirkan Salah Sasaran
Dan Jadi Bumerang
Guru Besar Hukum
Pidana Fakultas
Hukum UI, Harkristuti
Harkrisnowo
70
2. Objek penelitian di Kompas.com terkait pemberitaan mengenai hukuman
kebiri bagi paedofil
Seperti yang telah disebutkan di Bab I, penulis memilih 4 berita yang
menjadi objek penelitian. Berita-berita tersebut adalah berita pada
tanggal 12 Oktober 2015 dengan judul “Ridwan Kamil: Pelaku
Kekerasan Seks Terhadap Anak Boleh Dikebiri Asal..”, tanggal 21
Oktober 2015 dengan judul “PBNU Dukung Hukuman Kebiri Bagi
Pelaku Paedofil”, tanggal 28 Oktober 2015 dengan judul “Ketua MUI
Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi Paedofil”, dan tanggal 5 November
2015 dengan judul “Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak Menyelesaikan
Masalah”. Berikut penulis paparkan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 4.8
Frame Berita dan Narasumber Berita
Tanggal Judul Isi Berita Narasumber
12/10/15 Ridwan Kamil:
Pelaku
Kekerasan
Terhadap
Anak Boleh
Dikebiri Asal..
Hukuman kebiri bisa
dilakukan bila punya
dasar hukum yang
kuat dan perlu ada
pembuktian bila
hukum yang sudah
ada memang tidak
membuat jera
Walikota
Bandung,
Ridwan Kamil
21/10/15
PBNU Dukung
Hukuman
Kebiri Bagi
Pelaku
Paedofil
PBNU mendukung
rencana pemerintah
untuk menghukum
kebiri pelaku paedofil,
karena harus ada
hukum yang berat
bagi pelaku kejahatan
seksual terhadap anak
Sekretaris
Jenderal
PBNU, Helmy
Faishal Zainy
28/10/15 Ketua MUI
Lebak Tolak
Wacana Kebiri
Bagi Paedofil
Ketua MUI Lebak
mengatakan hukuman
kebiri melalui obat
antiandrogen bagi
paedofil adalah tidak
tepat, karena hukuman
tersebut tidak bisa
Ketua Komisi
Fatwa MUI
Kabupaten
Lebak, KH.
Baidjuri
71
memutus mata rantai
kejahatan seksual dan
akan merusak salah
satu organ manusia
05/11/15 Kriminolog:
Hukuman
Kebiri Tidak
Menyelesaikan
Masalah
Hukuman kebiri tidak
menyelesaikan
masalah kejahatan
seksual karena
kejahatan itu berkaitan
dengan tingkah laku
seksual biologis yang
alamiah. Dan secara
empiris belum ada
hukuman yang benar-
benar membuat pelaku
jera
Kriminolog
UI, Prof.
Muhammad
Mustofa
3. Framing Robert N. Entmann terkait pemberitaan hukuman kebiri untuk
paedofil di Kompas.com
a. Kompas.com : Senin, 12 Oktober 2015
Judul : Ridwan Kamil: Pelaku Kekerasan Seks Terhadap
Anak Boleh Dikebiri Asal...
Tabel 4.9
Perangkat Framing Entman
Problem Identification Dasar hukum atau regulasi yang kuat
untuk menjadikan kebiri sebagai
hukuman bagi pelaku paedofil
Causal Interpretation Belum adanya bukti secara statistik
mengenai hasil dari hukum formal yag
sudah ada
Moral Evaluation Hukuman kebiri bukan masalah setuju
atau tidak setuju, tapi perlu ada kajian
mendalam mengenai HAM, karena
secara kelelakian kebiri sulit
dibayangkan
Treatment Recomendation Melihat terlebih dahulu hasil atau
pengaruh dari hukum formal yang
ada, bila statistiknya menunjukkan
berhasil maka kebiri dirasa tidak
perlu, namun bila tidak ada perubahan
maka upaya lain dapat
dipertimbangkan, misalnya kebiri
72
Problem Identification. Pada berita ini, Kompas.com menilai
yang menjadi masalah adalah ada atau tidaknya dasar hukum yang
kuat untuk menjadikan kebiri sebagai hukuman bagi pelaku paedofil.
Kebiri sebelum dijadikan sebuah hukum mestilah memiliki regulasi
yang jelas, bila regulasinya ada tentu tidak masalah bila kemudian
hukuman kebiri dijadikan hukuman untuk pelaku paedofil.
Causal Interpretation. Perlunya regulasi atau dasar yang kuat
untuk penetapan kebiri sebagai hukuman untuk para pelaku paedofil
adalah karena belum adanya bukti statistik mengenai hukuman formal
yang telah ada berhasil atau tidak dalam menekan angka kasus
paedofil, menimbulkan efek jera atau menimbulkan dampak. Bila
hasil statistik mengenai hukum formal yang ada tidak menimbulkan
dampak yang diharapkan atau kasus yang sama terulang kembali,
barulah kemudian upaya lain dilakukan seperti gagasan hukuman
kebiri untuk para pelaku paedofil.
Moral Evaluation. Sebagai narasumber, Ridwan Kamil atau
yang akrab dipanggil Emil mengatakan hukuman kebiri bisa saja
diterapkan bila ada bukti statistik hasil penerapan hukuman formal
yang telah ada sebelumnya. Bila hasil menunjukkan bahwa hukuman
yang ada tidak menghasilkan efek jera, maka upaya lain seperti
hukuman kebiri bisa dipraktekan meski secara pemikiran kelelakian
kebiri sulit untuk dibayangkan. Ridwal Kamil pun menambahkan
persoalan pemberatan hukuman kebiri untuk paedofil bukan masalah
73
setuju atau tidak setuju, tapi perlu dikaji lebih lanjut khususnya
masalah hak asasi manusia (HAM). Ridwan Kamil mengatakan
demikian karena ia memiliki asumsi bagaimana jika pelaku kemudian
bertaubat atau insaf dalam suatu waktu hidupnya dan sudah
melaksanakan hukuman formal yang ada, artinya hukuman kebiri
tidak perlu diterapkan.
Treatment Recomendation. Seperti yang dijelaskan diatas,
Ridwan Kamil menegaskan bahwa hendaknya membuktikan secara
statistik terlebih dahulu hasil dari hukuman formal yang telah ada,
baru menentukan kemudian hukuman kebiri ini pantas untuk
diterapkan atau tidak.
“”Kalau tiba-tiba suatu waktu manusia itu insaf dalam suatu
waktu hidupnya dan sudah menjalani hukuman-hukuman
gimana? Dilihat dulu pengaruh hukum formalnya. Kalau
berhasil membuat jera, saya kira tidak perlu. Kalau statistik
menyatakan tidak ada perubahan, wacana lain perlu
dipertimbangkan, jadi bukan setuju nggak setuju,” Emil
menegaskan.”
Kutipan diatas kembali menjelaskan penegasan dari Ridwan
Kamil terkait pembuktian statistik mengenai hukum formal yang ada,
sekaligus menyatakan bahwa wacana hukuman kebiri yang sedang
ramai diperdebatkan bukan mengenai setuju atau tidak setuju, tapi
apakah hukuman formal yang telah ada memberikan efek atau dampak
yang diharapkan atau tidak, baru kemudian hukuman lain
dipertimbangkan, salah satunya hukuman kebiri.
b. Kompas.com : Rabu, 21 Oktober 2015
74
Judul : PBNU Dukung Hukuman Kebiri Bagi Pelaku
Paedofil
Tabel 4.10
Perangkat Framing Entman
Problem Identification PBNU mendukung rencana
pemerintah untuk memberlakukan
kebiri sebagai hukuman bagi paedofil
Causal Interpretation PBNU menilai harus ada hukuman
yang berat untuk pelaku kejahatan
seksual terhadap anak, serta berasumsi
bahwa UU harus memiliki hukuman
yang dapat membuat jera pelaku
Moral Evaluation Agar setiap orang menyadari bahwa
paedofil termasuk dalam kategori
kejahatan yang luar biasa dan
pelakunya terancam mendapatkan
hukuman yang luar biasa juga
Treatment Recomendation Selain dikebiri, pelaku juga harus
diberi sanksi sosial yakni stigma
negatif di masyarakat agar masyarakat
dapat mewaspadai pelaku
Problem Identification. Dalam berita ini, yang dinilai menjadi
masalah adalah PBNU mendukung rencana pemerintah mengenai
hukuman kebiri. Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini
selaku narasumber mengatakan bahwa PBNU mendukung rencana
pemerintah untuk memberlakukan kebiri sebagai hukuman bagi para
pelaku kejahatan seksual terhadap anak atau paedofil.
Causal Interpretation. Dukungan yang diberikan PBNU
terhadap wacana hukuman kebiri ini bukan hanya beralasan karena
rencana ini adalah usulan dari pemerintah, melainkan PBNU menilai
harus ada hukuman berat untuk kejahatan seksual terhadap anak ini.
“”Harus ada hukuman. Prinsipnya, undang-undang harus
bisa memberikan efek jera terhadap pelakunya,” ujar Sekretaris
Jenderal Helmy Faishal Zaini saat dihubungi, Rabu
(21/10/2015).”
75
Dapat ditarik kesimpulan bahwa PBNU mendukung wacana
hukuman kebiri untuk paedofil, selain karena menilai pelaku
kejahatan seksual anak harus mendapatkan hukuman yang berat,
PBNU juga menilai hendaknya Undang-Undang yang mengatur
hukum-hukum di negara ini menyediakan hukuman yang dapat
memberikan efek jera bagi pelaku. Kebiri disini dianggap mampu
memberikan efek jera.
Moral Evaluation. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
bahwa PBNU menilai Undang-Undang harusnya memiliki hukum
yang dapat membuat pelaku jera. Bahkan Helmy menambahkan
kejahatan seksual terhadap anak harus dihukum dengan hukuman
berat baik dengan hukum pidana ataupun hukum agama. Hal ini
bertujuan agar setiap orang menyadari bahwa paedofil atau kejahatan
seksual terhadap anak bukanlah kejahatan biasa, tapi termasuk dalam
kategori kejahatan yang luar biasa dan pelakunya terancam
mendapatkan hukuman yang luar biasa juga. Sehingga diharapkan
adanya efek jera bagi pelaku agar tidak melakukannya lagi dan
memberikan efek takut bagi pelaku yang memiliki niat untuk
melakukan kejahatan tersebut.
Treatment Recomendation. Selain mendukung langkah
pemerintah untuk memberlakukan hukuman kebiri sebagai hukuman
bagi pelaku paedofil, Helmy Faishal Zaini juga menyarankan agar
pelaku kejahatan seksual terhadap anak atau paedofil diberikan juga
sanksi sosial. Adapun sanksi sosial yang dimaksud adalah pelaku
76
diberikan stigma negatif di masyarakat atau lingkungannya. Hal ini
bertujuan agar orang-orang disekelilingnya mengetahui bahwa ada di
sekitarnya pelaku paedofil dan bisa mewaspadai orang tersebut.
c. Kompas.com : Rabu, 28 Oktober 2015
Judul : Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi
Paedofil
Tabel 4.11
Perangkat Framing Entman
Problem Identification Hukuman kebiri melalui suntik
antiandrogen untuk pelaku paedofil
adalah hal yang tidak tepat
Causal Interpretation Hukuman berat lainnya, seperti
hukuman mati atau dihukum seumur
hidup masih bisa diterapkan. Kebiri
juga tidak dapat memutuskan mata
rantai paedofil, serta praktek kebiri
dapat merusak salah satu organ tubuh
manusia
Moral Evaluation Kebutuhan biologis dari organ tubuh
yang rusak tersebut merupakan
kepentingan dasar manusia. Hukuman
suntik kebiri juga melanggar hak asasi
manusia (HAM)
Treatment Recomendation Ketua MUI Lebak mendukung
hukuman berat lain seperti hukuman
mati atau dihukum seumur hidup,
selain itu pelaku juga hendaknya
diberikan pembinaan mengenai
keagamaan dan kultural masyarakat
Problem Identification. Pada berita ini, yang dinilai menjadi
masalah adalah hukuman kebiri tidak tepat untuk pelaku paedofil.
Ketua Komisi Fatwa MUI Kabupaten Lebak, KH. Baidjuri, selaku
narasumber, mengatakan hukuman kebiri yang dipraktekan dengan
suntik obat antiandrogen untuk paedofil adalah tidak tepat. KH.
77
Baidjuri pun mengutarakan ketidaksetujuannya terhadap wacana
hukuman kebiri ini.
Causal Interpretation. Alasan mengapa MUI Lebak tidak
menyetujui wacana hukuman kebiri ini adalah karena hukuman berat
dengan cara lain masih bisa diterapkan, seperti hukuman mati atau
hukuman seumur hidup. Selain itu kebiri dianggap tidak bisa memutus
mata rantai kejahatan seksual terhadap anak. Dan KH. Baidjuri
menambahkan pemberlakuan kebiri melalui suntikan antiandrogen
dapat merusak salah satu organ tubuh sehingga tidak dapat berfungsi.
Moral Evaluation. Menurut KH. Baidjuri, dengan
diterapkannya kebiri sebagai sebuah hukuman melalui suntikan, maka
itu akan merusak salah satu organ tubuh. Sementara menurutnya,
kebutuhan biologis dari organ tubuh yang rusak tersebut merupakan
kepentingan dasar manusia. Dan ia menambahkan, hukuman suntik
kebiri melanggar hak asasi manusia (HAM) karena hukuman tersebut
memaksa seorang manusia untuk kehilangan hasrat seksualnya.
Treatment Recomendation. Ketua MUI Lebak mengatakan
mendukung hukuman berat untuk pelaku paedofil, tapi bukan
hukuman kebiri melainkan hukuman berat lainnya seperti hukuman
mati atau dihukum seumur hidup. Selain hukuman berat, semestinya
para pelaku juga mendapat pembinaan secara berkelanjutan, yakni
pendekatan agama atau kultural masyarakat. Karena penyebab adanya
kasus paedofil ini menurutnya disebabkan oleh dua hal, pertama hasrat
libido yang tidak tersampaikan karena tidak memiliki istri atau
78
pasangan, kedua faktor ekonomi juga bisa menjadi penyebab karena
korban diiming-imingi mendapatkan uang.
“Semestinya, selain hukuman berat, kata dia, pelaku mendapat
pembinaan secara berkelanjutan, termasuk pendekatan agama
atau kultural masyarakat.
Sebab, pelaku kekerasan seksual pada anak dilatarbelakangi
dua penyebab. Pertama, hasrat syaraf libidonya tidak
tersalurkan karena tak memiliki istri atau pasangan.
Kedua, kata dia, faktor ekonomi juga bisa menyumbangkan
perbuatan kejahatan seksial karena korban diiming-imingi
mendapatkan uang.
“Kami mendukung hukuman berat bagi pelaku kejahatan
seksual terhadap anak agar memberi efek jera. Bila perlu,
(pelaku) dihukum seumur hidup atau hukuman mati,” kata
Baidjuri.”
d. Kompas.com : Kamis, 05 November 2015
Judul : Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak Menyelesaikan
Masalah
Tabel 4.12
Perangkat Framing Entman
Problem Identification Hukuman kebiri tidak menyelesaikan
masalah kejahatan seksual
Causal Interpretation Belum ada bukti secara empiris
penghukuman dalam bentuk apapun
menimbulkan efek jera dan rasa takut
atau gentar bagi orang lain
Moral Evaluation Pemahaman atau norma yang ada di
masyarakat bahwa hasrat seksual
adalah alamiah, tapi bila membiarkan
tersalur dengan cara yang salah maka
yang terjadi adalah ketidakteraturan
Treatment Recomendation Masyarakat baik secara komunitas
ataupun suku bangsa, dari generasi ke
ke generasi, perlu membangun nilai
dan norma mengenai tingkah laku
seksual yang baik
Problem Identification. Dalam berita ini, dapat dinilai yang
menjadi sebuah masalah adalah hukuman kebiri tidak menyelesaikan
79
masalah kejahatan seksual. Hal ini dikatakan oleh Kriminolog
Universitas Indonesia, Profesor Muhammad Mustofa.
Causal Interpretation. Alasan mengapa kebiri dianggap tidak
menyelesaikan masalah kejahatan seksual adalah karena kebiri
merupakan suatu kebijakan paradoksal, karena kekerasan dilawan
kekerasan. Paedofil atau kejahatan seksual terhadap anak adalah
kekerasan yang dilakukan pelaku kepada korban, dilawan dengan
kebiri yang merupakan kekerasan pemerintah terhadap pelaku. Selain
itu, Kriminolog UI ini juga mengatakan bahwa tidak pernah ada bukti
secara empiris penghukuman dalam bentuk apapun dapat
menghasilkan efek jera dan rasa takut atau gentar bagi orang lain yang
ingin melakukan kejahatan yang serupa.
Moral Evaluation. Menurut Muhammad Mustofa, paedofil
atau kejahatan seksual ini berkaitan dengan tingkah laku seksual
biologis yang bersifat alamiah.
“”Tingkah laku seksual adalah gejala biologis yang normal
dari seseorang yang dilahirkan norma, bahwa unbiologis yang
tidak bisa dihindari. Tapi masyarakat menyadari ketika
dorongan biologis atau tingkah laku seksual itu dibiarkan
adalah hasilnya ketidakteraturan,” kata Mustofa.”
Dari kutipan diatas dapat diambil keterangan, bahwa norma
yang ada di masyarakat saat ini adalah hasrat seksual adalah hal
alamiah atau wajar, yang tidak wajar justru yang tidak memiliki
hasarat tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan biologis yang
ada atau tidak alamiah. Namun, masyarakat juga menyadari ketika
hasrat seksual tersebut dibiarkan tersalur dengan cara yang salah,
maka yang terjadi adalah ketidakteraturan dan kekacauan.
80
Treatment Recomendation. Setelah menarik keputusan moral
diatas, yakni pemahaman masyarakat bahwa hasrat seksual adalah
alamiah, tapi bila membiarkan tersalur dengan cara yang salah maka
yang terjadi adalah ketidakteraturan, Muhammad Mustofa
menyarankan agar setiap komunitas yang ada atau suku bangsa di
Indonesia perlu membangun nilai-nilai dan norma-norma mengenai
hasrat seksual. Norma dan nilai yang dimaksud adalah mengenai
bagaimana mengatasi tingkah laku seksual, apa yang boleh dilakukan
dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dan hal ini, menurut Mustofa,
hendaknya disosialisasikan dari generasi tua ke generasi muda.
C. Analisis Perbandingan Framing Republika Online dan Kompas.com
Dari hasil temuan penulis menggunakan perangkat framing Robert N.
Entmann, penulis menemukan adanya sudut pandang yang sedikit berbeda
diantara Republika Online dan Kompas.com terkait isu pemberitaan wacana
hukuman kebiri untuk paedofil.
Mengenai isu ini, Republika Online memandang bahwa bila hukuman
kebiri memang bisa menjadikan pelaku jera, maka boleh saja diterapkan
sebagai hukuman berat bagi para pelaku paedofil. Seperti yang Republika
Online kutip dari penilaian Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan atau
Aher:
“Ia menilai jika rumusan hukum bagi paedofilia (pelaku kejahatan dan
kekerasan seksual terhadap anak) yang membuat jera pelaku dan
orang yang hendak berbuat adalah kebiri, maka hal tersebut adalah hal
yang tepat”
81
Namun, pemberlakuan hukuman kebiri ini juga tidak semata-mata
langsung diberlakukan kepada seluruh pelaku paedofil yang telah ditetapkan
sebagai tersangka. Ada penyelektifan tertentu yang mesti dilakukan oleh
aparat yang melakukan pengebirian. Penyelektifan bagi pelaku yang akan
dikebiri ini dikutip dari pernyataan Din Syamsudin sebagai salah satu
narasumber yang dipilih Republika Online.
“Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengatakan,
hukum kebiri untuk paedofil bagus. Tapi, harus diterapkan secara
selektif dengan melihat pelaku yang punya hasrat seksual yang kuat
terhadap anak-anak.”
Pernyataan mengenai penyelektifan pelaku paedofil untuk dikebiri ini
juga dipertegas oleh Redaktur Republika Online, Esthi Maharani:
“Menurutku sih sah saja kebiri diterapkan. Dengan catatan harus
benar-benar diperhitungkan dengan matang. Mulai dari kriteria orang
yang „pantas‟ dikebiri, apakah jumlah korbannya lebih dari 10, usia
korbannya, diberlakukan wajib lapor, sampai ekses hukuman kebiri
bagi pelaku.”1
Penyeleksian ini dilakukan salah satunya adalah karena masih
banyaknya individu atau bahkan kelompok yang menentang pemberlakuan
hukuman kebiri dengan alasan Hak Asasi Manusia (HAM). Seperti yang
dikutip oleh Republika Online dari praktisi hukum Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Banda Aceh Pos Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Candra
Darusman. Menurutnya, memang pelaku paedofil harus dihukum, tapi bukan
dengan hukuman yang merendahkan martabat, merendahkan nilai-nilai
kemanusiaan, serta tidak boleh bertentangan dengan kodrat dan prinsip
kemanusiaan.
1 Wawancara Pribadi dengan salah satu Tim Redaksi Republika Online, Esthi Maharani,
Jakarta Selatan, 29 September 2016
82
Meski demikian, Republika Online kemudian mengambil kutipan
dari Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat, Cholil Nafis, yang
mengatakan bahwa hukuman kebiri dikembalikan kepada kebijakan dan
ijtihad pemerintah dalam mempertegas sebuah hukuman kejahatan. Hal ini
mengingat bahwa dalam Islam belum pernah menjadikan kebiri sebagai suatu
hukuman, tapi bukan artinya kebiri itu merupakan sesuatu yang dilarang.
Jadi diresmikannya hukuman kebiri dan diterapkannya hukuman
tersebut ataupun tidak, menjadi ijtihad dan keputusan pemerintah. Adapun
bila kemudian diresmikan dan akan diterapkan, maka penerapannya harus
dengan selektif.
Sedikit berbeda dengan Republika Online, Kompas.com menilai
bahwa hukuman kebiri tersebut akan sulit diterapkan bagi pelaku paedofil di
Indonesia. Seperti yang dikutip dari pernyataan Kriminolog Universitas
Indonesia, Profesor Muhammad Mustofa, kebiri tidak akan menyelesaikan
permasalah paedofil yang ada di Indonesia. Karena menurutnya, kekerasan
dilawan dengan kekerasan adalah suatu kebijakan paradoksal. Selain itu
kejahatan seksual berkaitan dengan tingkah laku seksual biologis yang
bersifat alamiah.
Pernyataan ini kemudian diperkuat dengan pernyataan dari Asisten
Manager Redaksi Kompas.com, Heru Margianto:
“Konteks permasalahan paedofil sebenarnya adalah pemerkosaan.
Lalu apakah dengan dikebiri pemerkosaan itu selesai? Pemerkosaan
(paedofil) bukan sekedar persoalan hasrat yang tidak terkelola dengan
baik, tapi di dalamnya ada persoalan pendidikan, persoalan karakter,
persoalan perspektif gender. Jadi persoalannya kompleks, ada sosial,
budaya dan kultur masyarakat.”2
2 Wawancara Pribadi dengan Asistan Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru Margianto,
Jakarta Barat, 20 September 2016
83
Kutipan diatas menjelaskan bahwa nyatanya kebiri tidak dapat
dipandang dari satu sisi saja, ada aspek lain yang mesti diperhatikan untuk
menerapkan kebiri sebagai suatu hukuman. Diantaranya ada kultur
masyarakat yang menjadikan kebiri ini bila dipikir secara kelelakian sulit
untuk membayangkan, seperti yang dikutip oleh Kompas.com dari Wali Kota
Bandung, Ridwan Kamil.
Selain karena tidak bisa dipandang dari satu sisi saja, kebiri juga
dianggap akan melanggar Hak Asasi Manusia bila diterapkan. Seperti yang
dikutip dari pernyataan ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Kabupaten Lebak, K.H. Baidjuri3, bahwa kebiri akan melanggar HAM karena
dapat merusak salah satu organ tubuh sehingga tidak berfungsi dan memaksa
seseorang manusia untuk kehilangan hasrat seksualnya.
Heru Margianto pun menambahkan, selain HAM, hukuman kebiri
ini juga menjadikan adanya unsur kodrati yang diintervensi, yang sebenarnya
tidak pas dilakukan oleh pemerintah karena tidak menyelesaikan masalah4,
dalam hal ini menyelesaikan permasalahan paedofil.
Meski demikian, Kompas.com tidak memungkiri adanya individu atau
kelompok yang mendukung hukuman kebiri ini menjadi solusi dari maraknya
kejahatan seksual terhadap anak atau paedofil. Seperti yang dikutip dari
pernyataan dari Sekretaris Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Helmy
Faishal Zaini:
3 Sandro Gatra, “Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi Paedofil” diakses pada 29
September 2016 dari http://www.kompas.com 4 Wawancara Pribadi dengan Asistan Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru Margianto,
Jakarta Barat, 20 September 2016
84
“Menurut Helmy, baik secara hukum pidana maupun hukum agama,
pelaku kejahatan seksual terhadap anak perlu mendapat hukuman
berat.
Tujuannya, agar setiap orang menyadari bahwa paedofil merupakan
kejahatan luar biasa yang pelakunya terancam dengan hukuman yang
berat.”
Kompas.com pun ikut memberikan saran penyelesaian mengenai
masalah paedofil ini. Seperti yang dikutip dari Ketua MUI Kabupaten Lebak,
K.H. Baidjuri, selain hukuman berat, hendaknya para pelaku paedofil
mendapatkan binaan secara berkelanjutan, baik dari segi agama maupun
kultural masyarakat.5 Begitupun Kriminolog UI yang memberikan saran,
hendaknya setiap komunitas atau suku bangsa yang ada di Indonesia perlu
membangun lebih lanjut tentang nilai dan norma bagaimana tingkah laku
seksual yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Selanjutnya nilai
dan norma ini disosialisasikan dari generasi ke generasi.6
Heru Margianto pun memberikan saran yang cukup selaras, yakni
memberikan pendidikan karakter, pendidikan moral, pendidikan nilai yang
selama ini tidak pernah tersentuh sama sekali di bangku pendidikan.
“Hukum harus ditegakkan, langkah pendeknya ketika ada masalah
maka langsung diselesaikan. Tapi ada masalah yang membutuhkan
jangka waktu yang lebih lama, yaitu masalah mindset, masalah cara
pandang, masalah kesetaraan gender yang harus diinternalisasikan
lewat proses pendidikan kita.”7
5 Sandro Gatra, “Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi Paedofil” diakses pada 29
September 2016 dari http://www.kompas.com 6 Kahfi Dirga Cahya dan Fidel Ali, “Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak Menyelesaikan
Masalah” diakses pada 23 September 2016 dari http://www.kompas.com 7 Wawancara Pribadi dengan Asistan Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru Margianto,
Jakarta Barat, 20 September 2016
85
Tabel 4.13
Perbandingan Framing Kompas.com dan Republika Online
Elemen Framing Kompas.com Republika Online
Problem
Identification
Kebiri bukan masalah
yang bisa dipandang dari
satu sisi saja, ada banyak
aspek yang mesti
diperhatian baik dari sisi
sosial, budaya dan kultur
masyarakat
Kebiri bisa menjadi hukuman
berat yang dapat membuat
pelaku jera, tapi
pelaksanaannya harus selektif
Causal
Interpretation
Paedofil dasarnya adalah
perkosaan, dan perkosaan
tidak bisa langsung
diselesaikan dengan
kebiri. Kebiri pun secara
kultur masyarakat,
khususnya secara
kelelakian, sulit untuk
dibayangkan
Masih adanya individu atau
kelompok yang kurang setuju
dan berasumsi hukuman tidak
boleh merendahkan martabat,
merendahkan nilai-nilai
kemanusiaan, serta tidak
boleh bertentangan dengan
kodrat dan prinsip
kemanusiaan, namun
pemerintah harus tegas
menghadapi masalah paedofil
Moral Evaluation Kebiri dapat melanggar
HAM, yakni dapat
merusak salah satu organ
tubuh hingga tidak
berfungsi dan memaksa
seseorang kehilangan
hasrat seksual, melawan
kodrat alamiah yang
memang bersifat biologis
Paedofil bila dibiarkan akan
menciptakan kerusakan yang
lebih besar, apalagi bila
menular dan menjadi
kebiasaan, bahkan adanya
kemungkinan mereka
membuat kelompok tersendiri
yang kemudian malah
menjadi ancaman bagi
masyarakat
Treatment
Recommendation
Pelaku paedofil
mendapatkan binaan
secara berkelanjutan,
baik dari segi agama
maupun kultural
masyarakat, setiap
komunitas atau suku
bangsa yang ada di
Indonesia perlu
membangun lebih lanjut
tentang nilai dan norma
bagaimana tingkah laku
seksual yang boleh
dilakukan dan tidak
boleh dilakukan dan
disosialisasikan dari
generasi ke generasi
Diresmikannya hukuman
kebiri dan diterapkannya
hukuman tersebut ataupun
tidak, menjadi ijtihad dan
keputusan pemerintah.
Adapun bila kemudian
diresmikan dan akan
diterapkan, maka
penerapannya harus dengan
selektif.
86
D. Interpretasi
Berita hukuman kebiri memang masih menjadi perdebatan yang
panjang hingga saat ini. Terbukti meski wacana hukuman berita ini sudah
lebih dari setahun diberitakan, hingga saat ini masih cukup banyak media
yang menyajikan info terkait isu tersebut.
Kekhawatiran akan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan efek
samping lainnya dari praktek kebirilah yang masih menjadikan hukum ini
seakan menimbulkan banyak pro-kontra. Pernyataan serupa pun dinyatakan
oleh Heru Margianto selaku perwakilan dari Kompas.com. Ia mengatakan
hukuman kebiri ini tidak bisa dipandang dari satu sisi saja, banyak aspek
yang mesti diperhatikan. Diantaranya ada aspek sosial, budaya dan kultur
masyarakat. Menurutnya, bukan kebirilah solusi tepat bagi kejahatan seksual
terhadap anak ini, tetapi mindset masyarakat itu sendiri8. Pendidikan
mengenai karakter, moral, gender dan seksual tidak diajarkan pada
masyarakat secara resmi di bangku pendidikan, yang kemudian menimbulkan
persepsi yang salah mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan dalam menyalurkan hasrat seksual.
Kompas.com memberitakan, setelah penandatanganan Presiden Joko
Widodo mengenai hukuman kebiri pada 25 Mei 2016, DPR belum bisa
langsung mengesahkan keputusan tersebut. Disebutlah ada 3 Fraksi Partai
Politik yang menolak keras Perppu kebiri ini, yakni Fraksi Partai Keadilan
Sosial, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Gerindra.9 Masih banyaknya
8 Wawancara pribadi dengan Asisten Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru Margianto,
Jakarta Barat, 20 September 2016 9 Nabilla Tashandra dan Sandro Gatra, “DPR Tunda Pengesahan Perppu Kebiri Jadi UU”
diakses pada 3 September 2016 dari http://www.kompas.com
87
pertanyaan mengenai praktek hukuman kebiri inilah yang kemudian membuat
DPR menunda pengesahan Perppu kebiri menjadi Undang-Undang,
diantaranya ialah bagaimana kelanjutan pelaku paedofil yang dikebiri setelah
keluar lapas? Apakah ia akan berkeliaran di masyarakat atau di tempat
rehabilitas? Berapa biaya yang akan dikeluarkan untuk setiap dosis kebiri
kimia yang diberikan? Bagaimana pemerintah menjamin chip yang
ditanamkan untuk memantau pelaku tidak dikeluarkan secara paksa oleh
pelaku itu sendiri?
Meski demikian, pada tanggal 12 Oktober 2016, DPR telah
mengesahkan Perppu kebiri menjadi Undang-Undang. Pengesahan ini tidak
semata-mata tanpa adanya kesepakatan dari Fraksi Partai Politik di DPR.10
Kesempakatan yang terjadi ialah adanya catatan dari Fraksi Partai Keadilan
Sosial. Adapun catatan yang dimaksud diantaranya adalah data yang menjadi
landasan penetapan Perppu kebiri dari pemerintah belum jelas. Ketua Fraksi
Partai Keadilan Sosial, Jazuli Juwaini, menambahkan bahwa bila memang
seluruh elemen harus setuju dengan pengesahan Perppu kebiri menjadi
Undang-Undang, maka hal yang terpenting adalah Perppu ini akan direvisi,
kemudian membuat Undang-Undang yang lebih komprehensif dan bisa
menjawab persoalan bangsa khususnya persoalan perempuan dan anak, dalam
hal ini pemerkosaan dan paedofil.
Perbedaan pendapat yang terjadi di kursi DPR juga terjadi dalam
bentuk pemberitaan media. Salah satunya adalah pemberitaan yang dilakukan
oleh Republika Online dan Kompas.com. Perbedaan yang terjadi ini dianggap
10
Nabilla Tashandra dan Sandro Gatra, “Perppu Kebiri Disahkan DPR, Ini Aturan
Barunya” diakses pada 13 Oktober 2016 dari http://www.kompas.com
88
hal yang biasa karena dapat dilihat kedua media tersebut memiliki prinsip
yang berbeda. Republika Online yang merupakan „anak‟ dari Republika
Penerbit dianggap memiliki pandangan yang sama, yakni setiap isu dan
pemberitaan diberitakan dengan berbasis agama Islam. Berbeda dengan
Kompas.com yang memiliki prinsip media berbasis Nasionalis Kebangsaan
dan Netral. Keduanya memberikan pemberitaan sesuai dengan prinsip yang
melekat pada mereka, namun tetap berusaha menetralkan diri.
Perbedaan prinsip ini mempengaruhi bagaimana media mengemas dan
memberitakan isu tersebut sehingga dapat mengkonstruksi khalayak
khususnya pembaca media tersebut. Dalam teori konstruksi sosial,11
konstruksi atas realitas terjadi secara simultan melalui proses dialektika, dan
bangunan realitas yang tercipta dari proses ini ialah objektif, subjektif dan
simbolis.
Konstruksi yang terjadi pada media massa menggunakan bahasa,
simbol dan subjektifitas.12
Bahasa yang digunakan media bukan hanya
sebagai alat untuk menggambarkan sebuah realitas saja, tapi juga untuk
menentukan makna citra dari suatu realitas yang akan muncul di benak
masyarakat.
Hal ini kemudian ditampilkan oleh Republika Online dan
Kompas.com dalam penggunaan bahasa yang mengguatkan bingkai berita
masing-masing media. Republika Online membingkai berita wacana
hukuman kebiri untuk paedofil ini dengan mengacu kepada pendapat atau
11
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007) h. 85 12
Arfian Fahri,”Analisis Framing Isu Tentang Kondisi Partai Islam pada Surat Kabar
Nasional Media Indonesia dan Republika”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h. 96
89
gagasan narasumber terkait isu tersebut, yakni mengatakan bahwa hukuman
kebiri bisa saja dilakukan asal selektif, karena dalam Islam sendiri hukuman
ini belum pernah dipraktekan sebagai sebuah hukuman.
Disatu sisi Republika Online menegaskan bahwa paedofil kini
semakin marak dan paedofil adalah kejahatan yang bila tidak diselesaikan
maka akan menciptakan kerusakan-kerusakan lainnya. Hal ini menunjukkan
bahwa Republika Online, yang diketahui oleh masyarakat sebagai media
berbasis Islam, ketika dalam Islam hukuman tersebut belum pernah dilakukan
maka keputusannya ada pada tangan pemerintah, tapi ia pun memaparkan bila
pemerintah tidak menjadikan kebiri sebuah hukuman maka hal-hal yang
dikhawatirkan tadi akan terjadi. Selain itu, Republika Online, melalui Esthi
Maharani, juga meminta pemerintah untuk memikirkan nasib korban
kejahatan paedofil.
“Kita harus mikirin korbannya, gimana hidup orang yang sudah
dijadikan korban kejahatan seksual. Oke misalkan pelakunya
dihukum, terus korban ini kehidupannya piye? Kehidupan kedepannya
gimana? Udah hancur, malu, takut, trauma dan akan berakibat juga ke
lingkungan pekerjaannya nanti. Ini ekses-ekses yang sebenarnya
enggak kepikiran tapi kita tidak boleh tinggalin dan harus dikasih
perhatian lebih”.13
Disisi lain, Kompas.com membingkai berita wacana hukuman kebiri
untuk paedofil dengan mengacu kepada pendapat atau gagasan dari
narasumber, mengatakan bahwa kebiri paedofil dianggap tidak
menyelesaikan masalah. Hal ini dikarenakan bila kebiri diterapkan maka yang
terjadi adalah kebijakan paradoksal, kekerasan dilawan dengan kekerasan.
Selain itu, kebiri dianggap melanggar kodrat alamiah biologis seseorang
13
Wawancara pribadi dengan Tim Redaksi Republika Online, Esthi Maharani, Jakarta
Selatan, 29 September 2016
90
dengan merusak salah satu organ tubuhnya hingga tidak berfungsi. Disini
terlihat bahwa secara bahasa dan simbol, Republika Online dan Kompas.com
menonjolkan pemilihan realitas yang berbeda.
Selain penggunaan bahasa dan simbol, proses konstruksi media massa
ini juga terjadi karena adanya prinsip-prinsip yang dipegang oleh masing-
masing media. Republika Online dan Kompas.com merupakan media yang
sama-sama berpandangan nasionalis. Namun sebagaimana yang sudah
disebutkan sebelumnya, Republika Online merupakan satu kesatuan dengan
Republika cetak yang beraliran Islami, karena Republika adalah koran Islam
yang berasosiasi dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Maka opini publik yang terbentuk adalah Republika Online merupakan media
online yang beraliran Islami. Dan ini terlihat jelas perbedaan antara kedua
media tersebut, dimana Kompas.com merupakan media yang masih konsisten
dengan pandangannya yakni berbasis nasionalis.14
Perbedaan prinsip baik
kedua media online inilah, secara subjektif atau kelompok, yang kemudian
menghadirkan konstruksi yang berbeda.
Seperti asumsi pada teori hirarki pengaruh, salah satu yang
mempengaruhi pengemasan sebuah media adalah faktor subjektifitas atau
atasan atau struktur level yang lebih tinggi di dalam susunan struktur
organisasi media tersebut. Jadi pemberitaaan media bukanlah hasil kerja yang
bersifat perseorang, melainkan kerjasama tim dan pengaruh dari level
tertinggi untuk memproduksi konten yang berkualitas, melayani publik,
14
Setya Malik Kevin Turangga, “Analisis Framing Instruksi Gubernur DKI Jakarta
Tentang Pelarangan Penyembelihan Hewan Kurban di Sembarang Tempat oleh Kompas.com dan
Republika Online” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam
Negeri Jakarta, 2016) h. 113
91
sesuai dengan human interest, mendapat pengakuan profesional yang
kemudian untuk mencari keuntungan bagi media itu sendiri.
Dalam Islam, para ulama klasik mengharamkan adanya kebiri pada
manusia. Para ulama tersebut adalah Imam Ibnu Ahdil Bar dalam Al-
Istidzkar, Imam Ibnu Hajar Al-Asyqalani dalam Fathul Bari, Imam Badrufin
Al-Aini dalam Umdatul Qari, Imam Al-Qurtubi dalam al-Jami‟li al-Ahkam
Al-Qur‟an, Imam Shan‟ani dalam Subulus Salam. Adapun alasan kuat
mengapa para ulama ini mengharamkan adanya kebiri pada manusia ialah
hadits dari Ibnu Mas‟ud RA yang mengatakan :
“Dahulu kami berperang dengan Rasulullah sedangkan kami tidak
bersama istri-istri. Lalu kami bertanya kepada Rasulullah “Bolehkah
kami melalukan pengebirian?” maka Rasulullah melarangnya” (HR.
Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibnu Hibban).
Bukan hanya para ulama klasik yang melarang pengebirian terhadap
manusia, beberapa ulama modern juga melarangnya seperti Majelis Tajrih
dan Tajdid PP Muhammadiyah, Asosiasi Pondok Pesantren Jawa Timur,
Hizbut Tahrir dan sebagainya.15
Mereka berdalil kebiri berarti mengubah fisik
manusia, melanggar HAM dan melahirkan jenis hukum baru yang tidak
pernah dikenal dalam konsep jinayah islamiyah.
Meski pada hakikatnya kitab-kitab dan para ulama klasik Islam
mayoritas melarang kebiri, masih terdapat beberapa ulama yang setuju
dengan hukuman jenis ini. Karena mereka mengedepankan aspek mashlahat
ketika hukuman kebiri ditetapkan. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan
Masyarakat MUI, Cholil Nafis berwacana bahwa pemberian hukuman kebiri
15
Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i”
diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id
92
pada terpidana paedofil dapat memberikan efek jera.16
Seorang ulama klasik
Imam Abu Umar Ibnu Abdul Barr mengatakan:
“Para ulama tidak berselisih pendapat bahwa mengebiri manusia
tidak halal dan tidak boleh, karena merupakan bentuk penyiksaan dan
merubah ciptaan Allah. Begitu juga tidak boleh memotong anggota
badan yang lainnya, jika itu bukan karena hukuman had atau
qishas.”17
Adapun had, menurut syar’i,18
adalah hukuman-hukuman kejahatan
yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya
seseorang kepada kejahatan yang sama. Hukum had ini merupakan hukuman
yang maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu bagi setiap hukum, seperti
dipotongnya tangan seseorang pencuri yang telah memenuhi syarat pencurian.
Had juga diartikan sebagai hukuman atas dilanggarnya hak Allah SWT.
Sedangkan qishas adalah merupakan hukuman atas dilanggarnya hak manusia
atau hak orang lain, seperti dipotongnya tangan pelaku kejahatan akibat dia
telah memotong tangan orang lain.
Hal ini menjelaskan bahwa jika hukuman kebiri untuk terpidana
paedofil boleh dilakukan bila beralasan hukuman had. Karena paedofil
cenderung melanggar hukum Allah. Ia melakukan hal yang jelas-jelas
dilarang oleh Allah yakni melakukan zina. Parahnya ia melakukannya pada
anak kecil yang kemudian menjadikan anak kecil itu mengalami trauma dan
bisa saja ketika dewasa ia memiliki dendam dan kemudian melakukan
paedofil juga, seperti pengakuan para pelaku paedofil yang melakukan hal
tersebut karena pengalaman saat kecil.
16
Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i”
diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id 17
Abu Abd Allah Al-Qurtubi Al-Jami’li Al-Ahkam Al-Qur’an, h. 251 18
Rika Rahmawati, “Antara Qishash dan Hudud” diakses pada 15 Januari 2016 dari
www.islampos.com
93
Ketua Majelis Intektual dan Ulama Muda Indonesia, Hamid Fahmy
Zarkasyi mengatakan pemerintah boleh-boleh saja menjadikan kebiri sebagai
salah satu pilihan hukuman bagi terpidana paedofil. Ijtihad seorang hakimlah
yang sangat menentukan dalam penjatuhan hukuman ini. Tidak seluruh kasus
paedofil akan mendapatkan hukuman kebiri. Hakim bisa berijtihad dengan
kaidah fiqh “Ad-Dhoruratu Tubihu Al-Mahdhurat” atau keadaan mendesak
dapat membolehkan hukuman yang sebenarnya terlarang.19
Maksudnya ialah
bila kondisinya sudah pada tahap mengancam jiwa, pelaku melakukan
tindakan pembunuhan atau penyiksaan secara sadis pada korban, atau ketika
bila hasratnya tidak terpenuhi maka ia bisa menghilangkan nyawa korban.
19
Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i”
diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id
94
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengemasan berita mengenai hukuman kebiri untuk paedofil pada
Kompas.com dan Republika Online cukup berbeda. Kompas.com
memandang kebiri tidak dapat dipraktekkan sebagai hukuman paedofil,
karena masalah kebiri bukanlah sesuatu yang bisa dilihat dari satu aspek
saja, ada banyak aspek yang mesti diperhatikan diantaranya budaya,
kultur masyarakat dan kehidupan sosial. Sedangkan Republika Online
beranggapan kebiri bisa dijadikan hukuman berat bagi pelaku paedofil
meski pelaksanaannya harus jelas dan selektif.
2. Adapun perbandingan pemberitaan dari kedua media tersebut bisa dilihat
dari argumen masing-masing media yang diwakili oleh salah satu Tim
Redaksi. Kompas.com yang diwakili oleh J. Heru Margianto, Asistan
Manager Redaksi, mengatakan bahwa paedofil dasarnya adalah
perkosaan, dan perkosaan tidak bisa langsung diselesaikan dengan kebiri.
Kebiri pun secara kultur masyarakat, khususnya secara kelelakian, sulit
untuk dibayangkan. Oleh karena itu Kompas.com mengatakan bahwa
kebiri dapat melanggar HAM dengan merusak salah satu organ tubuh
serta melawan kodrat alamiah yang bersifat biologis. Dari argumen
tersebut, Kompas.com kemudian memberikan saran sebaiknya pelaku
paedofil mendapatkan binaan berkelanjutan baik dari segi agama, atau
kultural masyarakat, dan membangun kembali norma-norma tentang
95
bagaimana tingkah laku seksual yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan, yang kemudian disosialisasikan kembali ke masyarakat.
Sedangkan Republika Online yang diwakili oleh Esthi Maharani,
salah satu Redaktur dari Tim Redaksi Republika Online, mengatakan
bahwa kebiri bisa menjadi hukuman berat yang akan membuat jera
pelaku, tapi pelaksanaanya harus selektif. Selektifitas ini bukan lain
karena masih adanya pihak yang kurang setuju dengan diberlakukannya
hukum kebiri. Namun bila paedofil dibiarkan, maka akan tercipta
kerusakan yang lebih besar, apalagi bila menular dan menjadi kebiasaan.
Dari argumen tersebut, Republika Online mempersilahkan pemerintah
untuk berijtihad dalam mengesahkan hukuman kebiri sebagai hukuman
paedofil. Jikalau ternyata hukuman kebiri jadi disahkan, maka
penerapannya harus selektif dan prosedurnya harus jelas.
B. Saran
Dalam penelitian ini, penulis ingin memberikan saran kepada:
1. Kepada media Republika Online dan Kompas.com agar lebih objektif
dalam memberitakan sebuah berita. Hendaknya kedua media ini tetap
memegang teguh pedoman jurnalistik, dan tidak menjadi provokasi atas
suatu permasalahan, karena media massa khususnya media online saat ini
sudah menjadi salah satu konsumsi pengetahuan masyarakat sebagai
sebuah sumber informasi aktual yang disajikan setiap harinya.
2. Kepada masyarakat secara umum agar lebih berhati-hati dalam mengikuti
pemberitaan, lebih bijaksana dan berpikir kritis terhadap setiap berita
yang dikeluarkan oleh media massa. Dan terkait isu yang diangkat,
96
diharapkan seluruh elemen masyarakat ikut turut andil dalam mengurangi
tingkat kejahatan paedofil yang ada di Indonesia ini, dengan lebih
menjaga anak-anak dan kaum perempuan. Karena permasalahan ini
bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tugas kita sebagai masyarakat
sosial yang saling hidup berdampingan untuk saling menjaga satu sama
lain.
3. Kepada akademisi agar dapat lebih kritis dan jeli melihat berbagai
permasalahan yang sedang menjadi perbincangan publik akibat dari
konstruksi yang dilakukan media.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Al-Qurtubi, Abu Abd Allah. Al-Jami’li al-Ahkam al-Quran. Beirut: Dar Ihya al-
Turath al-A’rabi. 1965.
Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana, 2011.
_____________. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana, 2007.
Eriyanto. Analisis Framing: Kosntruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta:
LkiS, 2002.
Ibn Katsir, Ismail. Tafsir al-Quran al-Adzim: Tafsir Ibnu Katsir. Kairo: Dar al-
Ma’rifah. 1978.
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2006.
Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. Jurnalistik: Teori dan
Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
McQuail, Dennis. Teori Komunikasi Massa McQuail: Edisi Keenam. Jakarta:
Salemba Humanika, 2011.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000
Morissan, dkk. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Santana K, Septiawan. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005.
Sumadiria, Haris. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, Panduan
Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009
Yunus, Syarifudin. Jurnalistik Terapan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Karya Ilmiah:
Agustini, Megawati. “Analisis Framing Pemberitaan Penyadapan Presiden RI oleh
Australia dan Amerika di Merdeka.com”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2015.
Dariah, Suci. “Analisis Framing Isu Pemberitaan Film Innocence of Muslim pada
Republika Online dan Detik.com”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2013.
Fahri, Arfian. “Analisis Framing Isu Tentang Kondisi Partai Islam pada Surat
Kabar Nasional Media Indonesia dan Republika”. Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2013.
Hadiyani, Fitri. “Media Online dan Ruang Publik Virtual: Studi Terhadap Kolom
Komentar di Kompas.com”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013.
Mursanih, Ahmad. “Konstruksi Realitas Sosial Larangan Khitan Perempuan di
Media Massa: Analisis Framing Berita Pro-Kontra Khitan Perempuan di
Kompas.com”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014.
Turangga, Setya Malik Kevin. “Analisis Framing Instruksi Gubernur DKI Jakarta
Tentang Larangan Penyembelihan Hewan Kurban di Sembarang Tempat
oleh Kompas.com dan Republika Online”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2016.
Sumber lain:
Cahya, Kahfi Dirga dan Fidel Ali. “Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak
Menyelesaikan Masalah” diakses dari www.kompas.com
Choiriyah, Muchlisa. “Menyedihkan, Anak-anak Ini Jadi Korban Kejahatan
Paedofil” diakses dari www.merdeka.com
Danarkusumo, Didi. “Mengenal Kembali Istilah Kebiri” diakses dari
www.selasar.com
Divianta, Dewi. “Komnas Anak Usul Penjahat Asusila Dikebiri” diakses dari
www.liputan6.com
Gatra, Sandro. “Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Hukuman Kebiri bagi Paedofil”
diakses dari www.kompas.com
Internet World Stats. “Asia Top Internet Countries” diakses dari
www.internetworldstats.com
Maharani, Dian. “Apa Yang Terjadi Jika Seseorang Dihukum Kebiri” diakses dari
www.nationalgeographic.com
Rahmawati, Rika. “Antara Qishah dan Hudud” diakses dari www.islampos.com
Ramadhan, Bilal dan Hanan Putra. “Fatwa Hukuman Kebiri dalam Tinjauan
Syar’i” diakses dari www.khazanah.republika.co.id
Tashandra, Nabila dan Sandro Gatra. “DPR Tunda Pengesahan Perppu Kebiri Jadi
UU” diakses dari www.kompas.com
Tashandra, Nabila dan Sandro Gatra. “Perppu Kebiri Disahkan DPR, Ini Aturan
Barunya” diakses dari www.kompas.com
Wawancara Pribadi dengan Asisten Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru
Margianto. Jakarta Barat, 20 September 2016.
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Republika Online, Esthi Maharani. Jakarta
Selatan, 29 September 2016.
LAMPIRAN
KOMPAS.COM
Ridwan Kamil: Pelaku Kekerasan Seks terhadap
Anak Boleh Dikebiri asal...
Senin, 12 Oktober 2015 | 16:17 WIB
BANDUNG, KOMPAS.com — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
mengajukan usulan pemberatan hukuman untuk pelaku kejahatan seksual terhadap
anak ke Mahkamah Agung. Pemberatan hukuman itu mulai dari kebiri hingga
hukuman mati.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil angkat bicara soal wacana tersebut. Dia
menilai, pemberatan hukuman, seperti kebiri, bisa dilakukan jika punya dasar
hukum yang kuat. "Ada regulasinya tidak, kalau ada regulasinya, tentunya tidak
ada masalah juga kalau hukum formal tidak bikin kapok," ucap Ridwan Kamil di
Balai Kota Bandung, Senin (12/10/2015).
Meski begitu, pria yang akrab disapa Emil ini menjelaskan, perlu ada pembuktian
jika hukuman formal bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak memang tak
membuat efek jera.
"Jadi, menurut saya, perlu ada pembuktian kalau hukum formal untuk tipe
kriminal seperti itu berhasil atau tidak. Kalau statistik menyatakan hukum formal
tidak berdampak, berulang, ya upaya lain bisa saja, termasuk gagasan itu,
walaupun secara kelelakian sulit membayangkan," tuturnya.
Dia menambahkan, persoalan pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual
terhadap anak bukan masalah setuju atau tidak. Namun, perlu ada kajian
mendalam, terutama soal hak asasi manusia.
"Kalau tiba-tiba suatu waktu manusia itu insaf dalam suatu waktu hidupnya dan
sudah menjalani hukuman hukuman gimana? Dilihat dulu pengaruh hukum
formalnya. Kalau berhasil membuat jera, saya kira tidak perlu. Kalau statistik
menyatakan tidak ada perubahan, wacana lain perlu dipertimbangkan, jadi bukan
setuju nggak setuju," Emil menegaskan.
Penulis : Kontributor Bandung, Dendi Ramdhani
Editor : Ervan Hardoko
PBNU Dukung Hukuman Kebiri bagi Pelaku
Paedofil
Rabu, 21 Oktober 2015 | 15:16 WIB
SHUTTERSTOCK ILUSTRASI
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
mendukung rencana pemerintah untuk memberlakukan hukuman kebiri bagi
pelaku paedofil. PBNU menilai harus ada hukuman berat bagi pelaku kejahatan
seksual terhadap anak.
"Harus ada hukuman. Prinsipnya, undang-undang harus bisa memberikan efek
jera terhadap pelakunya," ujar Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini saat
dihubungi, Rabu (21/10/2015).
Menurut Helmy, baik secara hukum pidana maupun hukum agama, pelaku
kejahatan seksual terhadap anak perlu mendapat hukuman berat. (baca: Hukuman
Kebiri bagi Paedofil Disarankan Diatur dalam KUHP)
Tujuannya, agar setiap orang menyadari bahwa paedofil merupakan kejahatan luar
biasa yang pelakunya terancam dengan hukuman yang berat.
Selain itu, ia juga menyarankan agar pelaku paedofil diberikan sanksi sosial.
Menurut dia, pelaku harus diberikan stigma negatif di masyarakat.
"Biar orang di sekelilingnya tahu dan bisa mewaspadai pelaku paedofil," kata
Helmy.
Pelaku kekerasan seksual terhadap anak akan mendapat tambahan hukuman yang
berat. Selain ancaman hukuman penjara, pelaku kekerasan seksual itu juga akan
disuntik sebagai proses kebiri.
Pemerintah kini tengah menyusun draf peraturan pemerintah pengganti undang-
undang untuk merealisasikan aturan itu. (Baca: Setuju Kebiri untuk Paedofil,
Presiden Jokowi Akan Terbitkan Perppu)
Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya mengatakan bahwa kekerasan terhadap
anak telah menimbulkan efek yang luar biasa dalam diri si anak. Karena itu,
hukuman berat harus diberikan kepada para pelakunya.
Prasetyo berharap, hukuman itu akan membuat paedofil jera dan berpikir 1.000
kali jika ingin menyakiti anak-anak. Aturan pemberlakuan hukuman kebiri itu
juga mendapat dukungan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Penulis : Abba Gabrillin
Editor : Sandro Gatra
Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri bagi
Paedofil
Rabu, 28 Oktober 2015 | 11:08 WIB
SHUTTERSTOCK ILUSTRASI
LEBAK, KOMPAS.com — Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Kabupaten Lebak KH Baidjuri menyatakan, hukuman suntik kebiri melalui
obat antiandrogen bagi paedofil pelaku kejahatan seksual terhadap anak tidak
tepat.
"Kami tidak setuju penerapan hukuman suntik kebiri itu," kata Baidjuri di Lebak,
Rabu (28/10/2015), seperti dikutip Antara.
Baidjuri mengatakan, hukuman dengan cara lain bisa diterapkan, seperti hukuman
berat, hukuman seumur hidup, atau hukuman mati.
Penerapan hukuman suntik kebiri, kata dia, tidak bisa memutus mata rantai
kejahatan seksual terhadap anak. (Baca: Apakah Kebiri Hilangkan Dorongan Seks
Permanen?)
Karena itu, MUI Lebak tidak setuju dengan penerapan hukuman suntik kebiri bagi
pelaku kejahatan seks terhadap anak.
"Kami mendukung hukuman berat bagi kejahatan seksual pada anak sehingga
dapat memberikan efek jera bagi pelaku lainnya," katanya.
Ia menambahkan, penyuntikan kebiri merusak salah satu organ tubuh sehingga
tidak berfungsi. Sementara itu, kebutuhan biologis merupakan kepentingan dasar
manusia. (Baca: Daftar Negara yang Memiliki Hukuman Kebiri)
Semestinya, selain hukuman berat, kata dia, pelaku mendapat pembinaan secara
berkelanjutan, termasuk pendekatan agama ataupun kultural masyarakat.
Sebab, pelaku kekerasan seksual pada anak dilatarbelakangi dua penyebab.
Pertama, hasrat saraf libidonya tidak tersalurkan karena tak memiliki istri atau
pasangan. (Baca: Kebiri Tak Jamin Pelaku Kejahatan Seksual Jera)
Kedua, kata dia, faktor ekonomi juga bisa menyumbangkan perbuatan kejahatan
seksual karena korban diiming-imingi mendapatkan uang.
"Kami mendukung hukuman berat bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak
agar memberi efek jera. Bila perlu, (pelaku) dihukum seumur hidup atau hukuman
mati," kata Baidjuri.
"Saya kira hukuman suntik kebiri melanggar HAM karena memaksa seorang
manusia kehilangan hasrat seksualnya," tambah Baidjuri. (Baca: Seskab Pastikan
Perppu Kebiri Terbit Tahun Ini)
Pemerintah tengah menyusun draf perppu untuk merealisasikan aturan yang
memberikan hukuman berat kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Selain ancaman hukuman penjara, pelaku kejahatan seksual juga akan disuntik
kebiri.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sebelumnya mengatakan,
pihaknya tengah lakukan kajian bersama instansi terkait lainnya mengenai wacana
pemberian hukuman kebiri bagi paedofil. (Baca: Menkumham Kaji Hukuman
Kebiri bagi Paedofil)
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, sudah banyak negara
menerapkan hukuman kebiri saraf libido kepada pelaku kekerasan seksual
terhadap anak. Langkah itu dinilai memberi efek jera. (Baca: Mensos: Banyak
Negara Terapkan Kebiri bagi Paedofil)
Editor : Sandro Gatra
Sumber : Antara
Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak
Menyelesaikan Masalah
Kamis, 5 November 2015 | 15:31 WIB
Kompas Ilustrasi kejahatan seksual terhadap anak-anak
DEPOK, KOMPAS.com - Kriminolog Universitas Indonesia Profesor
Muhammad Mustofa mengatakan hukuman kebiri tidak menyelesaikan masalah
kejahatan seksual. Hukuman kebiri diwacanakan oleh pemerintah kepada para
pelaku kejahatan seksual.
"Kebiri bahkan suatu kebijakan paradoksal. Kekerasan dilawan dengan
kekerasan," kata Guru Besar Kriminologi Univesitas Indonesia di Depok, Jawa
Barat, Kamis (5/11/2015).
Secara empiris, kata Mustofa, tidak pernah ditemukan bukti penghukuman dalam
bentuk apa pun dapat membuat pelaku jera. Termasuk membuat orang yang
belum melakukan kejahatan menjadi gentar untuk melakukan.
Kejahatan seksual sendiri berkaitan dengan tingkah laku seksual biologis yang
bersifat alamiah.
"Tingkah laku seksual adalah gejala biologis yang normal dari seseorang yang
dilahirkan norma, bahwa unbiologis yang tidak bisa dihindari. Tapi masyarakat
menyadari ketika dorongan biologis atau tingkah laku seksual itu dibiarkan adalah
hasilnya ketidakteraturan," kata Mustofa.
Mustofa menambahkan setiap komunitas atau suku bangsa perlu membangun nilai
dan norma bagaimana tingkah laku seksual. Norma tersebut berkaitan dengan apa
yang boleh dilakukan atau tidak dilakukan.
"Itu disosialisaikan dari generasi tua ke generasi muda," kata Mustofa.
Penulis : Kahfi Dirga Cahya
Editor : Fidel Ali
REPUBLIKA ONLINE
Senin, 12 Oktober 2015, 12:31 WIB
Aher Setuju Pedofil Dikebiri
Red: Esthi Maharani
blogspot.com
pedofilia - ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan
atau Aher setuju dengan usulan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa yang
menyatakan pelaku kejahatan dan kekerasan terhadap anak harus dihukum berat
seperti saraf libidonya dikebiri.
"Kalau memang hukuman untuk membuat jera bagi pelaku kejahatan anak itu
dirumuskan dalam bentuk dikebiri, mangga wae (silakan saja)," kata Ahmad
Heryawan, usai upacara Pelantikan Sekda Provinsi Jawa Barat di Gedung Sate
Bandung, Senin (12/10).
Ia mengaku prihatin dengan maraknya kembali kasus kekerasan seksual yang
menimpa anak-anak saat ini.
"Tentunya prihatin sekali ya, jadi hukumannya memang harus yang benar-benar
membuat jera si pelaku," kata dia.
Ia menilai jika rumusan hukum bagi pedofilia (pelaku kejahatan dan kekerasan
seksual terhadap anak) yang membuat jera pelaku dan orang yang hendak berbuat
adalah kebiri, maka hal tersebut adalah langkah yang tepat.
Lebih lanjut ia mengatakan bentuk keseriusan Provinsi Jawa Barat dalam
mencegah kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak diwujudkan dengan
dibentuknya Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan Perempuan
dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat.
"Di Jawa Barat sudah ada satgas perlindungan anak kemudian P2TP2A. Sudah
banyak yang hal yang kita lakukan, yang asalnya jabar sebagai pusat trafficking,
sekarang sudah tidak lagi," kata dia.
Selain itu, kata Aher, saat ini Jawa Barat juga telah memiliki perjanjian dengan
seluruh Kepolisian Daerah (Polda) di Indonesia untuk pencegahan perdagangan
manusia.
"Dan alhamdulillah, sekarang banyak daerah belajar ke Jabar mengenai hal ini
(trafficking), walaupun masih ada lagi. Tapi kita terus optimalkan," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyatakan prihatin
terkait maraknya kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
Mensos menyatakan pelaku kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak harus
dihukum berat seperti dengan mengebiri syaraf libido pelaku.
Sumber : antara
Thursday, 22 October 2015, 15:31 WIB
Din Syamsudin Setuju Hukum Kebiri untuk
Pedofil
Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bayu Hermawan
ROL/Fian Firatmaja
Din Syamsuddin (kiri)
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wacana pemberlakuan hukum kebiri untuk
pedofil disambut baik oleh banyak pihak. Sebab, saat ini jumlah anak-anak yang
menjadi korban semakin banyak.
Mantan ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, hukum kebiri
untuk pedofil bagus. Tapi, harus diterapkan secara selektif dengan melihat pelaku
yang punya hasrat seksual yang kuat terhadap anak-anak.
"Kebiri pedofil, saya belum mendalami, tapi secara common sense agaknya bagus
ya diterapkan walaupun harus secara selektif," ujarnya usai menjadi Pembicara
pada Seminar Nasional Penelitian Pengabdian (SNaPP) Kepada Masyarakat yang
digelar Unisba, Kamis (22/10).
Din menilai, kalau pedofil tak dikebiri akan menciptakan kerusakan-kerusakan
yang lebih parah lagi. Apalagi, jika itu menular ke yang lain akan menjadi sebuah
kebiasaan. Akhirnya, mereka bersekongkol punya kelompok sendiri. Kondisi itu
menjadi ancaman bagi masyarakat dan kemanusiaan.
"Jika ada pedekatan lain sebelum pengebirian ya bisa dilakukan. Penegakan
hukum harus tegas dan berat karena itu kejahatan kemanusiaan," jelasnya.
Ia prihatin dengan jumlah kasus kekerasan seksual anak yang menjadi wabah
dunia dan mengapa di negara Indonesia juga terjadi. Kasus yang jumlahnya
banyak itu akan menciptakan masa depan yang suram bagi anak-anak terutama
korban.
"Saya kira, trauma healing itu tak mudah dilakukan," ucapnya.
Din melanjutkan, Ia tidak tahu persis penyebab utama adanya pedofil. Tapi, dalam
diri manusia ada nafsu syahwat yang biasanya ke lawan jenis ini mereka hanya
tertarik ke anak-anak. Ini terjadi karena faktor lingkungan.
"Pelaku juga sebagian orang asing karena ada ketersediaan lingkungan yang
kondusif untuk itu," katanya.
Selain itu, kata dia, pengawasan orang tua terhadap anak-anak juga kurang,
sehingga menimbulkan banyak korban. Din menilai, ada dua hal yang harus
dilakukan.
Pertama, kalangan agamawan dan pendidik harus tak bosan untuk menyadarkan
perilaku seks menyimpang itu. Kedua, negara, dalam hal ini pemerintah, harus
melakukan tindakan hukum.
Din mengaku, tak tahu persis ada pasal hukum yang bisa menjerat dalam pelaku
pedofil tersebut dalam KUHP atau tidak. Kalau ada, harus ditinjau hukumnya
lebih berat. Masalah penegakan hukum itu, harus menimbulkan efek jera.
"Sering korupsi, pembunuhan, mengulangi lagi karena tak ada efek jera,"
ucapnya.
Kamis, 22 Oktober 2015, 16:30 WIB
Ini Pandangan Islam Soal Hukuman Kebiri
Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Torange
Hukuman kebiri kimia ini sudah diadopsi beberapa negara di dunia, seperti Korea
Selatan, Rusia, dan Polandia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hukuman kebiri atau kastrasi bagi pelaku
kejahatan dan kekerasan seksual pada anak atau pedofilia dianggap solusi untuk
menghentikan efek jangka panjang. Bagaimana dalam pandangan Islam hukuman
bagi pelaku pedofilia atau predator anak ini?
Menurut Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Cholil Nafis dasar
perlakuan hukuman kebiri atau kastrasi bagi pedofilia bisa merujuk pada aspek
pemberian efek jera bagi pelaku atau Zawajir dan memberi rasa takut untuk
melakukannya bagi pelaku lain atau Mawani'.
Karena, terang dia, tidak semua kejahatan yang langsung ditentukan hukumannya
dalam Islam, kecuali pembunuhan dan perzinaan. Maka, hal yang lainnya bisa
dikembalikan pada kebijakan hakim atau pemerintah untuk berijtihad tentang
hukuman yang pas atas kejahatan itu.
"Dalam Islam sendiri, setahu saya belum ada pemerintahan Islam yang melakukan
kebiri atau kastrasi. Namun, itu bukan berarti sesuatu yang dilarang," ujarnya
kepada Republika, Kamis (22/10).
Dari pendekatan Zawajir dan Mawani' itu, menurut dia, hukuman kebiri bisa
sebagai alternatif untuk memberi aspek jera dan mengantisipasi perbuatan tersebut
menimpa kepada orang lain. Namun, ia mengakui, tentunya Kebiri bukan menjadi
penyelesaian masalah secara utuh karena tetap membutuhkan pendekatan
keagamaan bagi pelaku dan korban.
Hal ini dikarenakan pedofilia itu bukan soal penyakit kelamin atau karna
dorongan seksual belaka, tetapi juga berkaitan dengan pikiran dan penyakit
kejiwaan. Bisa jadi, organ seksualnya tidak berfungsi, tetapi pikiran kejahatannya
tetap ada dan bisa melakukan kejahatan seksual lain dengan organ tubuh lain.
Karena itu, solusi lain adalah pemerintah perlu menggiatkan lebih lanjut tentang
pendidikan agama, memberikan lebih baik pendidikan seksualitas dan
pendampingan secara psikologis. Ini penting, khususnya bagi korban dari pelaku
pedofilia agar ia tidak menjadi predator setelah dewasa.
Rabu, 04 November 2015, 13:25 WIB
Pengamat: Pengebirian Melanggar Kodrat
Red: Bilal Ramadhan
al arabiya
Kebiri kimia (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, MEULABOH -- Praktisi hukum dari Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) Banda Aceh Pos Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Candra
Darusman, SH, MH mengatakan, hukuman pengebirian syaraf libido merupakan
salah satu praktek mengekangi kodrat alamiah yang melekat pada setiap manusia.
"Naluri syahwat adalah alamiah dan orang-orang melakukan tindakan yang salah
dalam menyalurkan naluri alamiahnya itu harus dihukum juga dengan hukuman
tidak melanggar kodrat," katanya di Meulaboh, Rabu (4/11).
Candra mengatakan, dalam konteks Hak Asazi Manusia (HAM), setiap pelaku
kejahatan harus dihukum, namun apapun kejahatan dilakukan penghukuman tidak
boleh yang merendahkan martabat, tidak boleh merendahkan nilai-nilai
kemanusiaan, tidak boleh bertentangan dengan kodrat serta prinsip-prinsip
kemanusiaan.
Perilaku orang-orang di suntik kebiri syaraf libido tidak akan menghilangkan sifat
alami pada dirinya secara utuh, malahan potensi untuk melakukan kekejaman dan
kejahatan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur dan sejenis itu masih
dapat dilakukan.
Menurut Candra, orang-orang yang mendapat perlakuan hukuman kebiri secara
sikologis akan mengalami guncangan yang hebat sehingga dia akan trauma,
dendam dan akan ada kemungkinan melampiaskan kejahatan demikian dengan
cara-cara lain.
"Tawaran kita adalah perberat hukumannya tapi tidak dalam kontek pengkibrian,
karena setelah menerima hukuman demikian tidak tertutup kemungkinan akan ada
pelampiasan dengan cara lain dengan alat umpamanya, kepada pihak yang sudah
menjadi korban ataupun pihak-pihak lain," imbuhnya.
Lebih lanjut dikatakan, apabila memang hukuman selama ini diterapkan
pemerintah terhadap pelaku tindak asusila terhadap anak dibawah umur belum
mampu menimbulkan efek jera, maka sistem tersebut yang harus diperbaiki.
Kasus kekerasan seksual terhadap anak masih terus terjadi karena tidak jarang
ditemukan diselesaikan secara damai/kekeluargaan dengan ikut campur pihak lain,
sebagaimana terjadi di Kabupaten Aceh Barat dalam kasus kekerasan seksual
terhadap anak yang pernah ditangani LBH Banda Aceh Pos Meulaboh.
Sumber : Antara
DOKUMEN WAWANCARA
Gambar 1.1. Peneliti sedang
melakukan wawancara dengan
narasumber dari Kompas.com, J.
Heru Margianto. Jakarta barat, 20
September 2016.
Gambar 1.2. Peneliti dan
Narasumber, J. Heru Margianto,
di ruang Matrix Kompas.com
sesuai wawancara. Jakarta Barat,
20 September 2016.
Gambar 2.1. Peneliti sedang
menyimak penjelasan dari
narasumber Republika Online,
Esthi Maharani. Jakarta
Selatan, 29 September 2016.
Gambar 2.2 Peneliti dan
Narasumber, Esthi Maharani seusai
wawancara di Kantor Republika.
Jakarta Selatan, 29 September
2016.
REKAPITULASI WAWANCARA DENGAN KOMPAS.COM
1. Bagaimana tanggapan Kompas.com mengenai hukuman kebiri untuk paedofil?
Kita memberitakan berbagai macam sudut pandang kebiri. Ada dari
kriminolog, ada dari PBNU, ada dari MUI. Ya dari berbagai macam
perspektif, kenapa begitu? Supaya persoalan kebiri dapat terlihat secara utuh,
secara objektif dari berbagai macam pandangan itu sehingga kita sama sekali
tidak menggiring, arah pemberitaan untuk setuju atau tidak setuju tapi kita
sediakan ruang bagi seluruh komponen masyarakat untuk berbicara soal kebiri
itu. Dan secara umum kita berpandangan sebenernya kebiri enggak
menyelesaikan persoalan.
Konteks masalahnya kan pemerkosaan, apakah dengan dikebiri pemerkosaan
selesai. Nah itu mungkin yang tadinya memperkosa tidak memperkosa lagi
karena dikebiri. Tapi kan persoalannya apakah kemudian masyarakat yang lain
yang tidak dikebiri tidak akan memperkosa? Itu kan pertanyaannya, dan kita
melihat enggak sesederhana itu. Maslaah perkosaan itu bukan sekedar
perasaan hasrat yang tidak terkelola dengan baik, tapi di dalamnya ada
persoalan pendidikan, persoalan karakter, persoalan perspektf gender. Jadi
persoalannya kompleks, sosial, budaya, culture masyarakat gitu. sepanjang
masyarakat ini memandang wanita sebagai objek, perkosaan akan selalu
terjadi.
Lalu kenapa masyarakat memandang wanita sebagai objek? Persoalan culture.
Itu lalu menyangkut dimana tuh problematikanya? di pendidikan. Jadi gak
sesederhana orang perkosa lalu dikebiri masalah selesai.
2. Menurut Kompas.com, apa yang dianggap menjadi penyebab masalah dalam
pemberitaan hukuman kebiri untuk paedofil ini?
Kalau dibilang karena hukuman yang ada itu tidak membuat jera sih kayaknya
engga, penegakan hukum sih selama ini, jalan yah kayaknya, artinya setiap
ada kasus tuh selalu terjadi menurutku masalah utama, masalah perspektif
masyarakat terhadap persoalan-persoalan itu. Meskipun juga dinegara-negara
maju yang apa yang dibilang baik perspektifnya, itu juga kejadian juga yang
kayak-kayak gitu. Tapi apakah dengan kebiri lalu masalah selesai? Enggak
juga gitu, PRnya juga panjang karena masalahnya memang ada banyak
aspeknya.
3. Menurut Kompas.com ada atau tidak nilai moral yang dilanggar bila hukuman kebiri
jadi diterapkan sebagai hukuman untuk paedofil?
Nilai moral apa yah? Ya ada unsur kodrati yang lalu diintervensi di sana ya,
yang kita lihat kurang pas dilakukan oleh negara karena pokok
permasalahannya tidak terselesaikan
4. Apa solusi atau saran yang ditawarkan Kompas.com terkait isu ini?
Hukum harus ditegakan lalu kedua yaitu kan langkah yang paling pendek yah
karena berbagai masalah harus segera diselesaikan tapi ada masalah jangka
panjang yang membutuhkan waktu lebih lama, itu, masalah mindset, masalah
cara pandang, masalah kesetaraan gender yang harus diinternalisasikan lewat
proses pendidikan kita. Pendidikan kita itu kan selalu berbicara soal angka
sehingga mahasiswa, pelajar dan semuanya itu kalo kuliah-sekolah tujuannya
itu dapat angka yang baik. Itu enggak esensial banget gitu. Yang enggak
tersentuh adalah pendidikan karakter, pendidikan nilai, pendidikan moral, itu
sama sekali enggak kesentuh. Bagaimana menjadi pribadi yang baik?
Bagaimana menjadi pribadi yang dewasa? Bagaimana menjadi pribadi yang
punya pandangan yang luas? Bagaimana menjadi pribadi pandangan yang
matang? Beretika? sama sekali enggak kesentuh.
Nah pokok permasalahannya menurut saya, ada di situ. Ada sistem pendidikan
yang perlu diubah secara lengkap. Kalo orang sekolah, kuliah, atau apapun
mengejar nilai yang terjadi adalah kesuksesan semata-mata diukur dari
seberapa banyak dapat ijasah. Padahal kalau orientasinya itu, orang bisa
malsuin skripsi, orang bisa nyontek, orang bisa bikin ijazah palsu, kan gitu.
Mindset cara berpikir kita tentang pendidikan itu yang harus diubah.
Indikasinya ada pada proses pendidikan dari SD, SMP, SMA, itu yang
sistemnya harus diubah. Di sana harus dimasukin misalnya mata kuliah atau
mata pelajaran soal gender, soal kesetaraan manusia, soal hak asasi manusia.
Bagian-bagian itu kan enggak ada kan kayaknya. Sehingga persoalannya
panjang, masalahnya kompleks menyangkut di situ dasarnya.
REKAPITULASI WAWANCARA DENGAN REPUBLIKA ONLINE
1. Bagaimana tanggapan Republika Online mengenai hukuman kebiri untuk paedofil?
Kebiri ya, mungkin karena dulu di penjara tapi ga jera, jadilah dicari hukuman
yang bisa bikin korban ga semakin banyak. Kalau dari segi setuju atau engga
setuju ini masih perdebatan, karena kan kebiri ini belum secara rinci diatur
oleh pemerintah, siapa yang mengebiri, terus kebiri kimia itu kayak gimana,
ya kayak semacam teknisnya lah ya. Karena dengan jumlah manusia sebanyak
ini, memangnya kita tau siapa yang paedofil atau bukan? Pelaku memang
harus dihukum, tapi persoalannya adalah jenis hukuman yang layak diterapkan
ke penjahat kelamin kayak mereka. Misalnya, bisa saja ada opsi kebiri sampai
hukuman mati. Atau apakah kebiri itu hukuman yang paling tinggi kastanya
untuk kasus seperti paedofil atau ada hukuman lain. Menurutku sih sah saja
kebiri diterapkan, dengan catatan harus benar-benar diperhitungkan dengan
matang. Mulai dari kriteria orang yang ‘pantas’ dikebiri, apakah harus yang
jumlah korbannya lebih dari 10? Atau berdasarkan usia korban? Lalu nantinya
diberlakukan wajib lapor, sampai ekses hukuman kebiri bagi pelaku.
Semua narasumber harus ditanyain, mulai dari pelaku, korban, aparat
hukumnya, sama pembuat kebijakan yaitu pemerintah. Dan ada segi yang
dilihat juga dilihat yakni dari segi agama gimana? Karena masih banyak yang
belum paham kebiri itu prosedurnya gimana. Kita juga sebagai redaktur,
redaksi, teman-teman di lapangan juga sambil belajar, ini baiknya gimana, kita
fokus ke pelaku yang mau dikebiri atau kita mikirin korbannya nih yang harus
diperhatikan.
2. Menurut Republika Online, apa yang dianggap menjadi penyebab masalah dalam
pemberitaan hukuman kebiri untuk paedofil ini?
Jadi dulu tuh kan memang awalnya banyak kasus, mulai dari hal hal sepele
yang terjadi di daerah-daerah. Tindakan kriminal yang engga tau harus diapain
hukumannya, dan ternyata itu jadi semacam puncak gunung es, yang ternyata
korbannya tuh rata-rata anak-anak dan bukan Cuma satu atau dua, dan ini
harus ada tindakan dari aspek hukum, dan sebagai media juga punya peran nih
untuk mendorong pemerintah ini melakukan sesuatu terhadap kejahatan
kriminal seperti ini. Dan harus bisa nangkap kalau masyarakat itu
berkembang, kejahatan juga berkembang, mereka harus sigap lah ya,
menangkap ini tuh harus diapain, dan harus diselesaikan
3. Bagaimana sudut pandang Repubika Online melihat isu ini secara keseluruhan?
Kalau aku pribadi sih lebih ke kita harus mikirin korban. Gimana sih orang
yang udah dilecehkan secara seksual? Oke misalkan pelakunya dikebiri, terus
korban nih hidupnya piye? Hidupnya gimana? Pelaku mau dikebiri, kebiri deh,
tapi korbannya jangan ditinggalin, diurus juga.
4. Menurut Republika Online ada atau tidak nilai moral yang dilanggar bila hukuman
kebiri jadi diterapkan sebagai hukuman untuk paedofil?
Nilai moral ya? Sebenarnya masih bingung sih karena hukuman ini juga masih
belum gol di DPR, masih ada beberapa Fraksi yang belum setuju karena
belum ada kejelasan tentang hukuman kebiri tersebut, karena katakanlah kebiri
itu bisa menghilangkan separuh hidup. Karena hukuman juga jangan sampai
bias, jangann sampai disalah artikan, jangan sampai hak si pelaku yaitu hak
dia hidup, hak dia buat punya asas praduga tak bersalah dan tetap harus
dihormati
5. Apa solusi atau saran lain yang ditawarkan Republika Online terkait isu ini?
Pertama harus dikasih tau kalau kejahatan paedofil atau kejahatan seksual itu
memang ada, dan trendnya cenderung meningkat, dan itu orang-orang yang
sama sekali tidak kita duga, kayak orang-orang dekat, tetangga, terus
lingkungan terdekat si korban, dan mereka harus lebih waspada dan protektif
terhadap keluarga, terhadap dirinya sendiri. Jangan mudah percaya sama
orang. Kedua, yang dari segi pelaku, pelaku ini kan ternyata sebelum adanya
usulan kebiri banyak sekali muncul pelaku yang korbannya puluhan, itu kan
gila, itu yang ketauan, yang lapor, yang enggak ketauan apa kabar? Dan yang
terakhir itu memang kewaspadaan, kepedulian orang lain juga sama
lingkungan sekitarnya. Misal ada orang mencurigakan, ya jangan diam aja.
Ada saran juga sih dari psikolog kalau korban jangan ditinggallin karena
mereka tau korban dan pelaku sama-sama harus disadarkan, kalau sebagai
korban jangan sampai dia melakukan yang sama kepada orang lain, siklus
kekerasan ini engga akan berhenti. Maka dari itu sering ada yang mengarahan
ini penyelesaiannya bukan hanya dipenjara atau dikebiri, tapi juga dari segi
psikologis jadi biar mereka sadar.