Upload
satriya-permana-a
View
149
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hukum asuransi
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Peran serta aparat penegak hukum dalam usaha memberikan keamanan yang dibantu oleh
sektor keamanan lain tidaklah cukup. Peran swasta seperti asuransi sangatlah penting dan
memiliki peran serta dalam mewujudkan keamanan tersebut. Asuransi merupakan salah satu
kegiatan di bidang jasa yang memberikan perlindungan kepada para pengguna atau customer jasa
asuransi.
Asuransi merupakan salah satu buah peradaban manusia dan merupakan suatu hasil
evaluasi kebutuhan manusia yang sangat hakiki ialah kebutuhan akan rasa aman dan terlindungi,
terhadap kemungkinan menderita kerugian. Salah satu masalah yang ditakuti manusia adalah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan kehilangan terhadap barang yang akan dikirim salah
satunya denga melalui jalur laut. Terlebih dengan meningkatnya frekuensi pengangkutan barang-
barang di dalam dan dari/ ke luar negeri, maka pertanggungan atas barang-barang yang diangkut
tersebut merupakan suatu kebutuhan yang semakin diperlukan. Dengan adanya kemungkinan
terjadinya kecelakaan atau kehilangan barang maka dengan mengalihkan atau melimpahkan
risiko tersebut kepada pihak lain atau badan usaha lain yaitu dengan asuransi.
Perkembangan atas permasalahan yang ada dan bermunculan sekarang ini, maka banyak
perusahaan asuransi yang menawarkan berbagai macam produk keuntungan yang bermacam-
macam, keuntungan yang diperoleh dari produk asuransi tersebut menimbulkan pertanggungan
resiko yang berbeda pula.
Perusahaan asuransi yang bersedia menanggung barang-barang selama dalam
pengangkutan dari pelabuhan hingga sampai ke tempat tujuan, sangat meringankan beban
pemilik barang dalam persoalan tuntutan ganti rugi terhadap pengangkut. Misalnya jika tuntutan
ganti rugi yang diajukan pemilik barang ternyata ditolak oleh pengangkut, maka tuntutan ganti
rugi tersebut dapat dialihkan kepada perusahaan asuransi yang menanggung barang-barangnya.
Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak di Indonesia terdapat bermacam-macam
pertanggungan resiko dilihat berdasarkan jenis pertanggungan. Pada umumnya asuransi
dibedakan menjadi :
1. Pertanggungan kerugian
Pertanggungan kerugian adalah perjanjian pertanggungan yang didalam pengertian yang murni
harus mengandung tujuan bahwa kerugian yang sungguh-sungguh diderita oleh pihak
tertanggung akan diganti oleh pihak penanggung, oleh karena didalamnya terdapat suatu
penggantian kerugian.
2. Pertanggungan sejumlah uang.
Pertanggungan sejumlah uang adalah merupakan pertanggungan dimana penggantian kerugian
yang diberikan oleh penanggung sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai suatu ganti rugi, oleh
karena orang yang menerima ganti rugi itu tidak menerima ganti rugi yang sungguh-sungguh
sesuai dengan kerugian yang dideritanya. Ganti rugi yang diterima itu sebenarnya adalah hasil
penentuan sejumlah uang tertentu yang telah disepakati oleh pihak-pihak (Emmy Pangaribuan
Simanjuntak, 1980 : 8-9).
Berdasarkan pertanggungan di atas maka munculah perjanjian timbal balik antara pihak-
pihak tersebut, diantaranya :
1. Pihak penanggung, ialah pihak terhadap siapa diperalihkan resiko yang seharusnya dipikul
sendiri oleh tertanggung karena menderita kerugian sebagai akibat dari suatu peristiwa yang
tidak tertentu.
2. Pihak tertanggung, ialah pihak lawan dari penanggung yang mengadakan perjanjian
pertanggungan itu. Biasanya ini juga adalah orang yang berkepentinagan.
Pengertian di atas kemudian membuat perusahaan asuransi mulai mengembangan usaha
dengan berusaha menarik masyarakat dengan menawarkan kemudahan-kemudahan serta produk-
produk asuransi lain. Hakekatnya, lembaga asuransi atau pertanggungan selain sebagai lembaga
peralihan melalui pembayaran premi yang diberikan oleh masyarakat tertanggung kepada para
penanggung, pembayaran premi serta dana dari masyarakat tersebut didasarkan pada adanya
resiko (Sri Rejeki Hartono, 1991 : 17).
Menurut Hasymi Ali dalam bukunya Pengantar Asuransi, risiko dapat
bersumber dari :
1. Risiko Sosial adalah sumber utama risiko yang berasal dari masyarakat,artinya tindakan
orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan penyimpangan yang merugikan dari
harapan kita.
2. Risiko Fisik adalah risiko yang sebagian berasal dari fenomena alam,sedangkan lainnya
disebabkan kesalahan manusia.
3. Risiko Ekonomi adalah risiko yang murni ditimbulkan dari faktor ekonomi seperti inflasi,
fluktuasi local, dan ketidakstabilan perusahaan individual (Hasymi Ali, 2002 : 161).
Risiko dalam asuransi pada umumnya dipakai dalam arti kemungkinan dideritanya suatu
kerugian yang disebabkan suatu peristiwa yang pada saat asuransi ditutup tidak diketahui apakah
atau bila manakah akan terjadi. Peristiwa tidak wajib tersebut dapat berupa force majeur
(peristiwa yang terjadi diluar kuasa manusia, seperti gempa bumi, tsunami dan lain-lain),
kesalahan sendiri atau perbuatan orang lain (Gunanto, 2003 : 2).
Gambaran di atas menunjukan bahwa perusahaan asuransi menjadi sangat vital atau
penting keberadaanya bagi masyarakat maupun perusahaan yang butuh perlindungan baik jiwa
maupun harta benda mereka. Banyak perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT)
bergerak dibidang asuransi. Dasar hukum perseroan terbatas (PT) ini ada pada Undang-undang
No. 40 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah No.
73 Tahun 1992 tentang perlunya peningkatan industri perasuransian. Salah satu perusahaan
asuransi yang menangani masalah perasuransian di Indonesia adalah PT. ASURANSI
RECAPITAL.
Produk yang dimiliki PT.ASURANSI RECAPITAL, yaitu salah satunya produk asuransi
pengangkutan barang melalui laut. PT. ASURANSI RECAPITAL yang dipercaya oleh
perusahaan-perusahaan besar. Salah satu nasabah yang menggunakan jasa PT. ASURANSI
RECAPITAL ini adalah Bapak Zainuddin Anshori yang menggunakan jasa asuransi untuk
mengamankan barang yang akan dikirim melalui kapal laut akan tetapi, kapal yang digunakan
untuk mengangkut barang tersebut mengalami kecelakaan dan tenggelam yang mengakibatkan
hilangnya barang milik bapak Zainuddin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Asuransi
2.1.1 Pengertian Perjanjian Asuransi
Asuransi sebagai suatu perjanjian
Di dalam perumusan Pasal 246 KUHD tentang arti asuransi atau pertanggungan itu ada unsur
suatu perjanjian , maka dapatlah dikatakan asuransi itu juga mengikuti ketentuan-ketentuan yang
terdapat di dalam hukum perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata). Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa setiap
perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik (te goeder trouw good faith). Hal ini dapat
dilihat dalam Pasal 1338 KUHPerdata.
Asuransi sebagai perjanjian ganti rugi (contract of indemnity)
Di dalam perjanjian pertanggungan pihak penanggung terikat untuk memberikan ganti rugi
kepada tertanggung sehingga sebenarnya asuransi itu merupakan perjanjian ganti rugi (contract
of indemnity).
Di dalam asuransi juga dikenal adanya asas kepentingan (insurable interest)
Salah satu syarat di dalam perjanjian pertanggungan adalah bahwa pihak tertanggung diharuskan
mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan. Dalam hal ini penanggung akan
memberikan ganti rugi kepada tertanggung sebagai akibat suatu kerugian yang mungkin
dideritanya, karena suatu kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.
Dari rumusan ini dapat disimpulkan,bahwa penggantian kerugian harus dibayar oleh
penanggung kepada tertanggung yang menderita kerugian. Hal ini dengan sendirinya akan
terlaksana, apabila tertanggung benar-benar mempunyai kepentingan terhadap kerugian yang
diderita tersebut; jadi harus ada hubungan hukum tertentu antara tertanggung dengan benda yang
diasuransikan/ dipertanggungkan. Asas kepentingan seperti yang dimaksud tersebut dapat di
jumpai dalam Pasal 250 KUHD:
“Bilamana seseorang yang mempertanggungkan untuk diri sendiri atau seseorang, untuk tanggungan siapa diadakan pertanggungan oleh seorang lain, pada waktu pertanggungan tidak mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan, maka penanggung tidak berkewajiban mengganti kerugian”.
Adanya unsur pembayaran premi
Di dalam perjanjian pertanggungan juga diharuskan adanya pembayaran premi oleh tertanggung.
Pada umumnya besarnya pembayaran premi yang dibebankan kepada tertanggung jauh lebih
kecil dari jumlah yang dipertanggungkan dan yang merupakan maksimum tanggung jawab
penanggung untuk membayar ganti rugi bila terjadi kerusakan atau kerugian secara keseluruhan
(totally lost).
Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, asuransi atau pertanggungan
merupakan suatu perjanjian dimana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi
mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian, karena
kehilangan, kerusakan, ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dideritanya karena
kejadian yang tidak pasti. Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 2 Tahun 1992 menyebutkan
bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung, kerena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan
suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidup seseorang yang
dipertanggungkan.
Berdasarkan rumusan diatas baik yang terdapat dalam Pasal 246 Kitab Undang-undang
Hukum Dagang maupun Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 2 Tahun 1992 terdapat suatu
perbedaan dalam pengertian asuransi, di mana Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang
hanya mencakup pengertian asuransi kerugian saja, sedangkan pengertian asuransi yang
tercantum Pasal 1 Undang-undang No. 2 Tahun 1992, mencakup pengertian asuransi jiwa dan
asuransi kerugian yang termasuk asuransi jiwa dan asuransi tanggung jawab. Pengertian yang
diberikan dalam Pasal 1 Undang-undang No. 2 tahun 1992 lebih luas, dapat mengikuti
perkembangan. Pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 2 tahun 1992, menentukan objek asuransi
dapat berupa benda dan jasa, jiwa, raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua
kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak dan atau berkurang nilainya.
Menurut Elisa Kartika Sari dan Edvendi Simangunsong adapun manfaat yang diberikan
oleh asuransi bagi tertanggung atau insured antara lain:
a. Memberikan rasa aman dan perlindungan.
b. Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan lain.
c. Merupakan alat penyebaran resiko, apabila peristiwa tidak tertentu terjadi.
d. Sebagai pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil (Elisa Kartika Sari dan
Edvendi Simangunsong, 2005 : 87-88).
Definisi Suparman Sastrawidjaja yang dikutip oleh Emmy Pangaribuan Simanjuntak
dalam bukunya Sri Rejeki Hartono, perjanjian asuransi atau pertanggungan mempunyai sifat-
sifat sebagai berikut :
a. Perjanjian Asuransi atau pertanggungan pada asasnya adalah suatu perjanjian penggantian
kerugian (shcadeverzekering atau indemniteits contract). Penanggung mengikatkan diri untuk
menggantikan kerugian karena pihak tertangung menderita kerugian dan yang diganti itu adalah
seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita (prinsip
indemnitias).
b. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat. Kewajiban mengganti rugi
dari penanggung hanya dilaksanakan kalau peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan
pcrtangguugan itu terjadi.
c. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbal balik. Kewajiban penanggung
mengganti rugi diharapkan dengan kewajiban tertanggung membayar premi.
d. Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas mana
diadakan pertanggungan (Sri Rejeki Hartono, 1991 : 84).
Menurut Sri Rejeki Hartono yang mengutip dari bukunya P. L. Weiy yang berjudul
Hoofzaken van Hetverzekeringsrecht, menyatakan bahwa tiga sifat pokok dari perjanjian
asuransi adalah :
a. Asuransi pada dasarnya merupakan kontrak atau perjanjian ganti kerugian atau kontrak
identitas pihak yang satu (penanggung) mengingat dirinya terhadap pihak yang lain (pengambil
asuransi atau tertanggung) untuk mengganti kerugian yang mungkin diderita olehnya.
b. Asuransi merupakan perjanjian bersyarat, dalam arti bahwa penanggung mengganti
kerugian pihak tertanggung ditentukan atau tertanggung pada peristiwa yang tidak dapat
dipastikan lebih dulu.
c. Asuransi merupakan perjanjian timbal balik dan penanggung terdapat ikatan bersyarat
terhadap tertanggung untuk membayar ganti rugi, tetapi sebaliknya dari sisi tergantung terdapat
ikatan tidak bersyarat untuk membayar premi (Sri Rejeki Hartono. 1991 : 84).
2.1.2 Dasar Hukum Asuransi
a. Pasal 246 sampai dengan Pasal 308 Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
b. Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
c. Pasal 1774 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
d. Peraturan perundang-undangan di luar Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu Undang-undang No. 2 Tahun 1992, tentang Usaha
Perasuransian.
2.1.3 Prinsip-prinsip Asuransi
Prinsip-prinsip yang terdapat dalam system hukum asuransi, antara lain dengan prinsip
sebagai berikut :
a. Insurable interest (kepentingan yang dapat diasuransikan), yaitu setiap pihak yang bermaksud
mengadakan perjanjian asuransi harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, artinya
tertanggung harus mempunyai keterlibatan sedemikian rupa, dengan akibat dari suatu peristiwa
yang belum pasti terjadi dan yang bersangkutan menderita kerugian akibat dari peristiwa itu.
Pasal 250 Kitab Undang-undang Hukum Dagang dinyatakan bahwa kepentingan yang
diasuransikan tersebut harus ada pada saat ditutupnya perjanjian asuransi. Syarat tersebut tidak
dipenuhi maka penanggung akan bebas dari kewajibannya untuk membayar kerugian. Pasal 268
Kitab Undang-undang Hukum Dagang mensyaratkan kepentingan yang dapat diasuransikan itu
harus dapat dinilai dengan sejumlah uang.
b. Indemnity (indemnitas), berdasarkan perjanjian asuransi penanggung memberikan suatu
proteksi kemungkinan kerugian ekonomi yang akan diderita tertanggung, dengan demikian pada
dasrnya perjanjian asuransi mempunyai tujuan utama untuk mengganti kerugian kepada pihak
tertanggung oleh penanggung. Asuransi hanya menempatkan kembali seorang tertanggung yang
telah mengalami kerugian sama dengan keadaan sebelum terjadinya kerugian.
c. Utmost good faith (asas kejujuran sempurna / itikad baik), yaitu prinsip adanya itikad baik atas
dasar percaya mempercayai, antara piahak penanggung dengan pihak tertanggung dalam
perjanjian asuransi, artinya :
1) Penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang
luasnya syarat / kondisi dari asuransi yang bersangkutan dan menyelesaikan tuntutan ganti rugi
sesuai dengan syarat dan kondisi pertanggungan.
2) Tertanggung harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas objek atau
kepentingan yang dipertanggungkan, artinya tertanggung tidak boleh menyembunyikan
keterangan yang diketahui dan harus memberikan keterangan yang benar tentang sebab musabab
terjadinya kerugian. Sesuai yang tercermin dalam Pasal 251 Kitab Undang-undang Hukum
Dagang.
d. Subrogation (subrogasi bagi penanggung), dalam Pasal 284 Kitab Undang-undang Hukum
Dagang menentukan bahwa tertanggung yang telah membayar kerugian, dari suatu benda yang
dipertanggungkan mendapat semua hak-hak yang ada pada si tertanggung terhadap orang ketiga
mengenai kerugian itu, tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang mungkin
dapat merugikan hak dari penanggung terhadap orang ketiga. Subrogasi menurut Undang-
undang hanya dapat berlaku apabila terdapat dua faktor yaitu :
1) Tertanggung disamping mempunyai hak terhadap penanggung juga mempunyai hak terhadap
pihak ketiga.
2) Hak-hak itu timbul karena kerugian. Hak subrogasi timbul dengan sendirinya (ipso facto)
sehingga tidak perlu ditentukan dalam polis sebagai klausula subrogasi.
2.1.4 Unsur-unsur Penggolongan Asuransi
Berdasarkan Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang maka dalam asuransi
terkandung empat unsur yaitu :
a. Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak
penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur.
b. Pihak penanggung (insurer) yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan)
kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu
yang mengandung unsur tidak tentu.
c. Suatu peristiwa (accident) yang tak tertentu (tidak diketahui sebelumnya).
d. Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang
tidak tentu (Elisa Kartika Sari dan Edvendi Simangunsong, 2005 : 86-87).
Pasal 1774 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, asuransi dapat digolongkan sebagai bunga
selama hidup seseorang atau bunga cagak hidup dan perjudian dalam perjanjian untung-untungan
(konsovereenskomst). Asuransi dapat dikatakan sebagai perjanjian untung-untungan dikarenakan
asuransi mengandung unsur “kemungkinan”, di mana kewajiban penanggung untuk
menggantikan kerugian yang diderita oleh tertanggung tersebut digantungkan pada ada atau
tidaknya suatu peristiwa yang tidak tentu atau tidak pasti (peristiwa belum tentu terjadi).
Menurut Elisa Kartika dan Edvendi Simangunsong berdasarkan atas perjanjian asuransi
dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
a. Asuransi kerugian (schade verzekering), yang memberikan penggantian kerugian yang
mungkin timbul pada harta kekayaan tertanggung. Di dalam Masyarakat Ekonomi Eropa
(MEE) penggolongan asuransi terdiri dari :
1) Asuransi kecelakaan.
2) Asuransi kesehatan.
3) Asuransi alat angkut darat kecuali kereta api.
4) Asuransi kereta api.
5) Asuransi kapal terbang.
6) Asuransi kapal.
7) Asuransi pengangkutan barang.
8) Asuransi kebakaran dan musibah alamiah.
9) Asuransi kerusakan lain pada barang, akibat turunnya salju atau lain.
10) Asuransi tanggung gugat kendaraan bermotor.
11) Asuransi tanggung gugat pesawatudara.
12) Asuransi tanggung gugat kapal.
13) Asuransi tanggung gugat umum.
14) Asuransi kredit, termasuk asuransi kebangkrutan, kredit ekspor, kredit cicilan, hipotek, kredit
usaha tani.
15) Asuransi jaminan.
16) Asuransi aneka kerugian keuangan, yakni asuransi tanggung gugat kecelakaan perburuhan,
tidak cukupnya penghasilan, cuaca buruk, hilangnya keuntungan, pengeluaran umum yang terus
menerus, pengeluaran niaga yang tak terduga, merosotnya harga pasaran, hilangnya sewa atau
pemasukan, kerugian niaga tak langsung.
b. Asuransi jumlah (sommen verzekering), merupakan pembayaran sejumlah uang tertentu,
tidak tertanggung pada persoalan apakah evenement menimbulkan kerugian atau tidak
(Elisa Kartika Sari dan Edvendi Simangunsong, 2005 : 88).
Terjadi perkembangan penggolongan asuransi yang disebut dengan Asuransi Varia, asuransi
yang mengandung unsur-unsur asuransi kerugian maupun asuransi jumlah, seperti asuransi
kecelakaan dan asuransi kesehatan.
Menurut sifat pelaksanaanya asuransi dapat digolongkan menjadi tiga yaitu
sebagai berikut :
Asuransi sukarela, merupakan pertanggungan yang dilakukan dengan cara sukarela, yang
semata-mata dilakukan atas suatu keadaan ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya
resiko kerugian atas suatu yang dipertanggungkan, misalnya asuransi kebakaran, asuransi
kendaraan bermotor, asuransi pendidikan, asuransi kematian, dan sebagainya.
Asuransi wajib, merupakan asuransi yang bersifat wajib yang dilakukan oleh pihak-
pihak yang terkait, di mana pelaksanaanya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya jaminan social tenaga kerja
(Jamsostek), asuransi kesehatan, dan sebagainya.
Asuransi kredit, asuransi ini selalu berkaitan dengan dunia perbankan yang menitik
beratkan pada asuransi jaminan kredit berupa benda bergerak maupun benda tidak
bergerak yang sewaktu-waktu dapat tertimpa resiko yang dapat mengakibatkan kerugian
bagi pemilik barang maupun pemberi kredit khususnya bank yang meliputi : asuransi
pengangkutan laut, asuransi kendaraan bermotor, dan sebagainya.
Adapun fungsi daripada asuransi kredit ialah :
1) Melindungi pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang
diberikan kepada para nasabahnya
2) Membantu kegiatan keamanan perkreditan baik kredit perbankan maupun kredit lainya diluar
perbankan (Elisa Kartika Sari dan Edvendi Simangunsong, 2005 : 88-89).
Berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. Usaha asuransi
1) Asuransi kerugian (non life insurance) merupakan usaha memberikan jasa dalam
penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
2) Asuransi jiwa (life insurance) merupakan suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan
asuransi dalam penanggungan resiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan.
3) Reasuransi (reinsurance) merupakan suatu system penyebaran resiko dimana
penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya
kepada penanggung yang lain.
b. Usaha penunjang
1) Pialang asuransi, merupakan usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penutupan asuransi dan penanganan penyelesaiaan ganti kerugian asuransi dengan
bertindak untuk kepentingan tertanggung.
2) Pialang reasuransi, memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan
penangganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan
perusahaan asuransi.
3) Penilai kerugian asuransi, memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek
asuransi yang dipertanggungkan.
4) Konsultan aktuaria, merupakan usaha memberikan jasa konsultan aktuaria.
5) Agen asuransi, merupakan pihak yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka
pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
2.1.5 Polis Asuransi
Setiap perjanjian perlu dibuat bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang
mengdakan perjanjian. Sebagai bukti tertulis telah terjadi perjanjian asuransi maka dikeluarkan
surat yang disebut dengan Polis sesuai dengan Pasal 255 Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Fungsi secara umum dari polis yaitu :
a. Bukti perjanjian pertanggungan.
b. Bukti jaminan dari penanggung kepada tertanggung untuk menggantikan kerugian yang
mungkin dialami oleh tertanggung akibat peristiwa yang tidak terduga sebelumnya, dengan
prinsip sebagai berikut :
1) Mengembalikan tertanggung kepada kedudukannya semula sebelum mengalami kerugian.
2) Menghindarkan tertanggung dari kebangkrutan.
Pengaturan lebih lanjut pada Pasal 256 Kitab Undang-undang Hukum Dagang mengenai
isi dari polis adalah :
Hari ditutupnya pertanggungan.
Nama orang yang menutup pertanggungan atas tanggungan sendiri atau atas tanggungan
seorang ketiga.
Suatu uraian yang cukup jelas mengenai baiang yang dipertanggungkan.
Jumlah uang untuk berapa diadakan pertanggungan.
Bahaya yang ditanggung oleh si penanggung.
Saat pada mana bahaya mulai berlaku untuk tanggungan si penanggung dan saat
berakhirnya itu.
Premi pertanggungan tersebut.
Pada umumnya semua kcadaan yang kiranya penting bagi si penanggung untuk
diketahuinya dan segala syarat yang diperjanjikan antara para pihak.
2.2 Tinjauan tentang Asuransi Pengangkutan Laut
2.2.1 Pengaturan Asuransi Pengangkutan Laut
Asuransi pengangkutan adalah untuk mempertanggungkan resiko yang mungkin diderita
berhubung dengan pengangkutan. Tidak semua resiko pengangkutan masuk dalam lingkungan
asuransi ini. Risiko molest (kerugian barang karena perang, perampokan laut dan sebagainya)
dikeluarkan dari asuransi itu. Macam asuransi pengangkutan menurut jenisnya, ialah :
a. Asuransi pengangkutan darat, ialah untuk pengangkutan yang dilakukan misalnya dengan
kereta api.
b. Asuransi pengangkutan udara, untuk pengankutan yang dilakukan misalnya dengan
kapal terbang : Garuda, SAS dan sebagainya.
c. Asuransi pengangkutan laut terbagi atas :
1) Asuransi cargo (muatan).
2) Asuransi casco (kapal).
3) Asuransi ongkos pengangkutan (Mashudi, 1998 : 214).
Menurut R.P. Suyono, di dalam dunia pelayaran dikenal dengan adanya dua jenis
asuransi yaitu :
Asuransi kerangka kapal (hull and machinery insurance) Jenis asuransi ini untuk
menutup kemungkinan kerugian atas kerangka kapal dan mesin kapal disebabkan oleh
kejadian bahaya di laut (perils of the sea) seperti pelanggaran atau tabrakan, kerusakan
mesin, cuaca buruk, dan lain-lain.
Asuransi muatan (cargo insurance). Asuransi muatan ini dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Cargo marine insurance, asuransi yang ditutup oleh pemilik barang atas kemungkinan
kerugian yang disebabkan oleh kerusakan atau kehilangan barang selama dalam pelayaran.
2) Cargo liability insurance, asuransi yang ditutup oleh pengangkut atas kemungkinan kerugian
yang disebabkan oleh adanya tuntutan dari pemilik barang karena terjadi kerusakan atau
kehilangan barang (R. P. Suyono, 2005 : 192).
Asuransi pengangkuatan laut disebut juga dengan asuransi laut, merupakan satu asuransi
kerugian yang diatur secara lengkap dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Berkembangnya asuransi laut karena pelaksanaan pengangkutan atau pelayaran melalui laut yang
penuh dengan ancaman bahaya laut. Asuransi laut diatur dalam :
Buku I Bab IX Pasal 246 – Pasal 286 Kitab Undang-undang Hukum Dagang tentang
Asuransi pada umumnya sejauh tidak diatur dengan ketentuan khusus.
Buku II Bab IX Pasal 592 – Pasal 685 tentang Asuransi Bahaya Laut, dan
Bab X Pasal 686 – Pasal 695 Kitab Undang-undang Hukum Dagang tentang Asuransi
Bahaya Sungai dan Perairan Pedalaman.
Buku II Bab XI Pasal 709 – Pasal 721 Kitab Undang-undang Hukum Dagang tentang
Avarai.
Buku II Bab XII Pasal 744 KUH Dagang tentang Berakhirnya Perikatan dalam
Perdagangan Laut.
Pengertian asuransi laut tidak terbatas pada lingkungan laut saja, tetapi meliputi juga
lingkungan darat dan perairan darat (sungai dan danau). Bahaya-bahaya yang ditanggung tidak
hanya terbatas pada bahaya yang terjadi di laut, tetapi juga mengenai bahaya-bahaya terusan
yang dapat terjadi selama berlangsungnya pengangkutan misalnya bahaya kebakaran di
pelabuhan. Menurut Abdulkadir Muhammad asuransi laut pada dasarnya meliputi unsure-unsur
sebagai berikut :
a. Objek asuransi yang diancam bahaya, selalu terdiri dari kapal dan barang muatan.
b. Jenis bahaya yang mengancam benda asuransi, yang bersumber dari alam (badai,
gelombang besar, hujan angin, kabut tebal, batu karang, gunung es dan sebagainya) dan
yang bersumber dari manusia (nakhoda, awak kapal, dan pihak ketiga), seperti
perompakan bajak laut, pemberontakan awak kapal, penahanan atau perampasan oleh
penguasa negara dan sebagainya.
c. Bermacam jenis benda asuransi, yaitu tubuh kapal, muatan kapal, alat perlengkapan
kapal, bahan keperluan hidup dan biaya angkutan (Abdulkadir Muhammad, 2002 : 168).
2.2.2 Polis Asuransi Laut
Polis asuransi laut merupakan akta yang harus ditandatangani oleh penanggung, dengan
demikian berfungsi sebagai bukti telah terjadi perjanjian asuransi laut antara tertanggung dan
penanggung. Asuransi laut di negaranegara maju pada umumnya dibuat di bursa dengan
perantaraan pialang, karena itu polis yang digunakan adalah polis bursa. Menurut praktik
asuransi laut di Indonesia, asuransi laut umumnya dibuat di perusahaan dengan menggunakan
polis perusahaan yang mempunyai bentuk sendiri-sendiri menurut kehendak perusahaan yang
membuatnya (Abdulkadir Muhammad, 2002 : 169).
Menurut Pasal 256 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, polis asuransi laut harus
memuat beberapa hal sebagai berikut :
a. Hari ditutupnya pertanggungan.
b. Nama orang yang menutup pertanggungan atas tanggungan sendiri atau atas tanggungan
seorang ketiga.
c. Suatu uraian yang cukup jelas mengenai barang yang dipertanggungkan.
d. Jumlah uang untuk berapa diadakan pertanggungan.
e. Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh si penanggung.
f. Saat pada mana bahaya mulai berlaku untuk tanggungan si penanggung dan saat berakhirnya
itu.
g. Premi pertanggungan tersebut.
h. Pada umumnya semua keadaan yang kiranya penting bagi si penanggung untuk diketahuinya,
dan segala syarat yang diperjanjikan antara para pihak.
Polis asuransi laut selain harus memuat syarat-syarat umum Pasal 256 Kitab Undang-undang
Hukum Dagang, harus memuat juga syarat-syarat khusus yang hanya berlaku bagi asuransi laut
seperti ditentukan dalam Pasal 592 Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Menurut ketentuan
Pasal 592 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, selain syarat-syarat umum yang diatur dalam
Pasal 256 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, polis asuransi laut harus memuat : a. Nama
nakhoda dan nama kapal dengan menyebutkan jenisnya.
b. Tempat pemuatan barang ke dalam kapal.
c. Pelabuhan pemberangkatan kapal.
d. Pelabuhan pemuatan dan pembongkaran.
e. Pelabuhan mana saja yang akan disinggahi kapal.
f. Tempat bahaya mulai berjalan atas tanggungan penangguug.
g. Nilai kapal yang diasuransikan.
Menurut pendapat Radiks Purba, fungsi umum dari polis adalah sebagai berikut :
1. Merupakan perjanjian pertanggungan (a contarct of indeminity).
2. Bukti jaminan dari penanggung kepada tertanggung untuk mengganti kerugian yang
mungkin dialami oleh tertanggung akibat peristiwa yang tidak diduga sebelumnya,
dengan prinsip :
Mengembalikan tertanggung kepada kedudukannya semula sebelum mengalami
kerugian.
Menghindarkan tertanggung dari kebangkrutan (total cpllapse).
3. Bukti pembayaran premi asuransi oleh tertanggung kepada penanggung sebagai balas
jasa atas jaminan penanggung (Radiks Purba, 1995 : 170).
2.2.3 Objek Asuransi Laut
Menurut ketentuan Pasal 593 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, yang dapat menjadi
objek asuransi laut adalah benda-benda sebagai berikut :
a. Tubuh kapal (casco) kosong atau dengan muatannya, dipersenjatai atau tidak
dipersenjatai, berlayar sendirian atau bersama-sam dengan kapal lainya.
b. Segala alat perlengkapan sebuah kapal.
c. Alat perlengkapan perangnya.
d. Segala bahan keperluan hidupnya dan pada umumnya segala apa yang dikeluarkan oleh
kapal tersebut, hingga kapal itu dapat berlayar.
e. Semua barang yang dalam muatan.
f. Segala upah pengangkutan yang akan diperolehnya.
g. Segala bahaya pembajakan.
Asuransi atas kapal tanpa penjelasan lebih lanjut, harus diartikan sebagai asuransi kapal
kosong (casco), alat perlengkapan kapal dan alat perlengkapan perang. Kapal kosong (casco)
adalah kapal tanpa alat perlengkapan, tanpa muatan dan lain-lain isi kapal. Menurut Pasal 594
Kitab Undang-undang Hukum Dagang menyebutkan, pertanggungan dapat dibedakan sebagai
berikut :
a. Terhadap seluruh atau sebagaian dari barang-barang yang bersangkutan, bersama-sama atau
masing-masing tersendiri.
b. Pada situasi damai atau saat perang.
c. Sebelum atau selama dalam pelayaran kapal tersebut.
d. Untuk perjalanan berangkatnya saja atau pulangnya saja, atau untuk perjalanan pulang pergi,
atau juga hanya untuk sesuatu tertentu.
e. Untuk semua bahaya laut.
f. Untuk perkabaran yang baik dan yang buruk (Djoko Prakoso, 2000 : 229- 230).
Menurut Abdulkadir Muhammad undang-undang ini tidak mengatur tentang asuransi
keselamatan perjalanan kapal, yang bukan mengenai casco. Asuransi ini diadakan berdasarkan
perjanjian antara tertanggung dan penanggung, dan terhadapnya berlaku ketentuan-ketentuan
umum asuransi dan tidak berlaku ketentuan-ketentuan asuransi kapl pada khususnya. Asuransi
laut dapat juga dibedakan atas barang muatan, tetapi kapal yang mengangkutnya tidak jelas,
sedangkan penjelasan lebih lanjutnya tidak ada dan asuransi ini disebut asuransi in quovis.
Berdasarkan ketentuan Pasal 595 Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang mengatur
asuransi in quovis, barang muatan yang diasuransikan dapat memenuhi syarat yang dicantumkan
dalam polis apabila :
a. Tertanggung benar-benar tidak mengetahui kapal yang memuat barangbarangnya.
b. Tanggal dan nama penanda tangan surat pengantar yang terakhir.
c. Kepentingan tertanggung hanya dapat diasuransikan untuk suatu waktu tertentu.
Pasal 599 Kitab Undang-undang Hukum Dagang mengatur tentang barang-barang yang
dilarang untuk diasuransikan, dengan ancaman batal. Menurut ketentuan Pasal ini, asuransi
menjadi batal apabila :
a. Barang-barang yang oleh peraturan perundang-undangan dilarang untuk diperdagangkan,
misalnya barang hasil kejahatan perompakan bajak laut, sapi yang terkena penyakit hewan
menular, jenis obat bius, morfin dan narkotik.
b. Kapal Indonesia atau kapal asing yang digunakan untuk mengangkut barang-barang yang
oleh peraturan perundang-undangan dilarang untuk diperdagangkan.
Asuransi laut dapat juga diadakan atas casco (kapal kosong). Menurut Pasal 602 Kitab
Undang-undang Hukum Dagang, asuransi atas casco dapat dibedakan dengan nilai penuh,
beserta alat perlengkapannya ditambah segala biaya yang telah dikeluarkan, sehingga kapal itu
sampai dilaut. Asuransi laut dapat juga dibedakan atas kapal dan barang-barang yang sudah
dalam perjalanan.
Menurut ketentuan Pasal 603 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, asuransi dapat
diadakan atas kapal dan barang-barang yang sudah berangkat dari tempat mana bahaya
seharusnya sudah mulai menjadi beban penanggung, asalkan dalam polis dinyatakan :
a. Saat keberangkatan kapal yang bersangkutan.
b. Saat diangkutnya barang-barang dari pelabuhan pemberangkatan.
c. Saat-saat tersebut tidak diketahui oleh tertanggung.
d. Berita terakhir yang diterima oleh tertanggung tentang kapal dan brangbarang tersebut, dengan
ancaman batal.
e. Jika asuransi itu dilakukan untuk kepentingan pihak ketiga, harus jelas tanggal surat kuasanya.
f. Pernyataan yang jelas, asuransi diadakan tanpa surat kuasa yang bersangkutan.
Biaya angkutan dapat juga diasuransikan oleh pengirim atau oleh pengangkut. Menurut
Pasal 617 Kitab Undang-undang Hukum Dagang biaya angkutan dapat diasuransikan dengan
nilai penuh apabila :
a. Mempunyai resiko berkewajiban membayar biaya angkutan tanpa ada kemungkinan
restitusi dari hasil penjualan barang yang diangkut.
b. Mempunyai resiko tidak menerima uang angkutan karena barang tidak selamat tiba
ditempat tujuan.
Menurut Pasal 617 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, apabila kapal itu karam atau
kandas, maka nilai penuh asuransi akan dikurangi. Jumlah pengurangan diperoleh dari jumlah
pengeluaran seluruhnya apabila kapal besrta muatannya tiba dengan selamat di tempat tujuan
dikurangi dengan pengeluaran untuk kapal dan muatannya sampai pada saat kapal itu
karam atau kandas (Abdulkadir Muhammad, 2002 : 170-172).
2.2.4 Evenemen dan Ganti Kerugian
Bahaya-bahaya laut yang digolongkan sebagai evenemen terdiri dari dua golongan,
yaitu :
a. Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari alam, misalnya badai, gelombang besar, hujan
angina, kabut tebal, batu karang, gunung es, sisa kapal karam dan sebagainya.
b. Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari manusia, baik dari awak kapal maupun dari
pihak ketiga, misalnya pemberontakan awak kapal, perompakan bajak laut, penahanan
dan perampasan oleh penguasa Negara.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang tentang bahaya-bahaya laut seperti diatas ditentukan
dalam Pasal 637. Tidak semua bencana yang datang dari luar itu menjadi tanggungan
penanggung karena Pasal 637 Kitab Undangundang Hukum Dagang memberikan pengecualian
sebagai berikut :
a. Apabila dalam undang-undang ditegaskan bahwa bencana tertentu tidak menjadi beban
penanggung.
b. Apabila suatu janji dalam polis menentukan bahwa bencana-bencana tertentu tidak
menjadi beban penanggung.
Semua kerugian dan kerusakan atas barang-barang asuransi karena bahaya-bahaya laut yang
menjadi beban penanggung menurut Pasal 637 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, yaitu :
Bahaya badai, guruh, karam, kandas, melanggar kapal lain, menyenggol kapal, menabrak
kapal, terdampar kapal, terpaksa mengubah jurusan, perjalanan, atau kapal.
Bahaya pelemparan barang-barang ke laut.
Bahaya kebakaran, kekerasan, banjir, perampasan, bajak laut, penyamun, penahanan atas
perintah penguasa, pernyataan perang, tindakan pembalasan.
Bahaya karena kurang hati-hati, kealpaan atau kecurangan pihak nahkoda atau anak buah
kapal.
Pada umumnya karena segala bahaya yang datang dari luar apa pun namanya, kecuali
oleh ketentuan undang-undang atau janji-janji dalam polis penanggung dibebaskan dari
bahaya-bahaya tersebut.
Perubahan jurusan atau arah kapal perlu dibedakan antara perubahan karena terpaksa dan
perubahan karena kehendak sendiri, apabila terjadi perubahan jurusan karena terpaksa sehingga
menimbulkan kerugian maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab penanggung (Pasal 637
Kitab Undang-undang Hukum Dagang), tetapi apabila terjadi perubahan jurusan itu karena
kehendak bebas nahkoda, pengusaha kapal atau tertanggung sendiri, maka kerugian yang timbul
karenanya bukan menjadi beban penanggung. Hal ini diatur dalam Pasal 638 Kitab Undang-
undang Hukum Dagang yang menyebutkan dalam asuransi atas kapal (casco), barang-barang,
atau biaya angkutan, apabila terjadi perubahan jurusan atau perjalanan atau pertukaran kapal
dengan sewenang-wenang atas kemauan sendiri dari nakhoda, kapal atau tertanggung, maka
perubahan tersebut bukan menjadi beban penanggung.
Asuransi kapal menurut perjalanan, bahaya mulai menjadi beban penanggung sejak saat
nakhoda mulai memuat barang-barang, atau apabila dia harus berangkat hanya dengan membawa
bahan pemberat, sejak saat dimuatnyabahan pemberat itu (Pasal 624 Kitab Undang-undang
Hukum Dagang). Dalam asuransi tersebut, bahaya bagi penanggung berakhir dua puluh hari
sesudah kapal yang diasuransikan itu tiba di tempat tujuan atau sekian hari lebih dahulu apabila
barang-barang muatan yang terakhir sudah selesai dibongkar (Pasal 625 Kitab Undang-undang
Hukum Dagang).
Apabila kapal itu diasuransikan untuk perjalanan pergi pulang atau untuk lebih dari satu
perjalanan, maka bahaya atas beban penanggung berlangsung terusmenerus sampai yang ke dua
puluh satu sesudah kapal itu menyelesaikan perjalanannya, atau sekian hari lebih awal apabila
barang-barang muatan terakhir telah selesai dibongkar (Pasal 626 Kitab Undang-undang Hukum
Dagang). Asuransi barang-barang muatan, bahaya mulai menjadi beban penanggung sejak saat
barang-barang muatan itu ditumpuk di dermaga untuk dimuat ke dalam kapal, dan hanya itu
berakhir lima belas hari setelah kapal tiba ditempat tujuan, atau sekian hari lebih dahulu apabila
barang-barang itu selesai dibongkar dan ditumpuk di dermaga (Pasal 627 Kitab Undang-undang
Hukum Dagang). Bahaya itu tetap menjadi beban penanggung meskipun nakhoda terpaksa
berlabuh di pelabuhan darurat, membongkar barang-barang, dan memperbaiki kapal disitu,
sampai perjalanan kapal berhenti secara sah, atau tertanggung memerintahkan untuk tidak
memuat lagi barang-barang ke dalam kapal, atau perjalanan kapal sama sekali sudah selesai
dilakukan (Pasal 628 Kitab Undang-undang Hukum Dagang).
Nakhoda atau tertanggung karena alasan yang sah terhalang untuk melakukan pembongkaran
barang-barang muatan dalam waktu yang telah ditentukan, sehingga tanpa kesalahan
memperlambat pembongkaran tersebut, maka biaya tetap menjadi beban penanggung sampai
barang-barang muatan itu sudah selesai dibongkar (Pasal 629 Kitab Undang-undang Hukum
Dagang). Asuransi biaya angkutan yang akan diterima, bahaya mulai menjadi beban penanggung
sejak saat barang-barang muatan yang harus dibayar biayanya itu sudah dimuat didalam kapal,
berakhir lima belas hari setelah kapal itu tiba di tempat tujuan, atau sekian hari lebih dahulu
apabila barangbarang muatan itu sudah selesai dibongkar (Pasal 630 Kitab Undang-undang
Hukum Dagang).
Alasan yang sah terhalang melakukan pembongkaran, maka ketentuan Pasal 629 Kitab
Undang-undang Hukum Dagang juga diberlakukan untuk itu (Pasal 630 Kitab Undang-undang
Hukum Dagang). Asuransi kapal dan barang-barang muatan telah diatur saat mulai dan
berakhirnya asuransi laut, Pasal 634 Kitab Undang-undang Hukum Dagang memberikan
kebebasan kepada tertanggung dan penanggung untuk menyimpang dari ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan itu. Menurut Pasal 634 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, tertanggung
dan penanggung bebas memperjanjikan lain dalam polis tentang saat mulai dan berakhirnya
bahaya yang menjadi beban penaggung (Abdulkadir Muhammad, 2002 : 172-175).
2.2.5 Janji-Janji Khusus
Janji-jani khusus (warranty) merupakan janji atau syarat khusus yang wajib dipenuhi oleh
tertanggung, baik dicantumkan pada polis maupun tidak dicantumkan pada polis. Tujuannya
adalah untuk melindungi penanggung dari keharusan membayar ganti rugi tertentu yang tidak
sepantasnya dibebankan kepadanya, misalnya :
a. Implied warranty, merupakan janji tertentu atau syarat khusus yang tidak perlu
dicantumkan pada polis tetapi wajib dipenuhi oleh tertanggung.
b. Express warranty, murupakan syarat khusus yang dicantumkan pada polis yang wajib
dipenuhi oleh tertanggung. Dapat juga ditulis pada lembaran kertas lain, lalu diletakan
pada polis (Radiks Purba, 1995 : 93).
Pasal 643 Kitab Undang-undang Hukum Dagang mengatur tentang asuransi barang-barang
cair yang dapat meleleh, seperti minyak, anggur dan sirup. Kebocoran pada tempat
penyimpanannya atau karena goncangangoncangan, sehingga benda cair itu meleleh atau
mengalir ke luar, maka benda cair itu berkurang dan menimbulkan kerugian bagi pemiliknya
(tertanggung). Kerugian ini bukan menjadi beban penanggung apabila diadakan janji khusus
dengan klausula “bebas dari kebocoran dan meleleh” yang dicantumkan dalam polis, jika
kebocoran itu terjadi karena tabrakan, pecah atau terdamparnya kapal, kerugian ini menjadi
beban penanggung.
Pasal 646 Kitab Undang-undang Hukum Dagang mengatur tentang asuransi barang-barang
yang dapat rusak atau busuk. Asuransi dibuat dengan klausula “bebas dari kerusakan”, maka
penanggung tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan barang-barang apabila barang-barang
tersebut sampai ketempat tujuan dalam keadaan ruasak atau busuk. Penanggung juga bebas dari
tanggung jawab apabila selama dalam perjalanan atau setelah sampai dipelabuhan darurat
barang-barang tersebut dijual karena rusak atau dikhawatirkan menjadi busuk dan akan menulari
barang-barang lainya.
Tetapi, kerugian yang ditimbulkan oleh avarai umum, misalnya karena barang-barang
terpaksa dibuang ke laut, perampasan, ataupun kapal tenggelam, menjadi beban penanggung
walaupun asuransi dibuat dengan klausula “bebas dari kerusakan”.
Menurut ketentuan Pasal 647 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, dalam suatu asuransi
dengan janji (klausula) ”bebas dari molest”, penaggung dibebaskan dari kewajiban mengganti
kerugian jika barang-barang yang diasuransikan musanah atau busuk karena kekerasan,
perampasan, perampokan, pembajakan di laut, penahanan atas perintah penguasa, pernyataan
barang dan tindakan pembalasan. Asuransi gugur segera setelah barang-barang yang
diasuransikan karena molest tertahan atau menyimpang dari jurusannya. Meskipun demikian,
semua kerugian yang diderita sebelum terjadi molest menjadi tanggungan penanggung.
Menurut ketentuan Pasal 649 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, apabila sebuah kapal
yang sudah diasuransikan dengan klausula ”bebas dari molest”, sebelum keluar pelabuhan kapal
itu diduduki musuh atau ditahan, maka peristiwa tersebut disamakan dengan molest yang
mengakibatkan asuransi berhenti dan penanggung dibebaskan dari kewajiban mengganti
kerugian. Purwosutjipto menyatakan bahwa molest secara sempit diartika segala macam tindakan
paksaan dalam oleh alat-alat perlengkapan Negara yang sedang berperang. Sekarang sudah
menjadi pendapat umum jika dalam polis ada klausula ”bebas dari molest”, maka molest disini
harus diartikan luas, yakni termasuk juga tindakan paksaan dari alat perlengkapan pemerintah
pada waktu damai, misalnya penyitaan. Tindakan bajak laut juga termasuk dalam pengertian
molest (Abdulkadir Muhammad, 2002 : 175-176).
2.3 Tinjauan tentang Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Asuransi
2.3.1 Tanggung Jawab Hukum
Menurut kamus bahasa Indonesia, tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala
sesuatu kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya
(Novianto HP, 501). Definisi tentang hukum sangat sulit untuk dibuat, karena tidak mungkin
untuk mengadakan yang sesuai dengan kenyataan. Hampir semua Sarjana Hukum memberikan
pembatasan hukum yang berlainan, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. E.M. Meyers mengemukakan hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan
kesusilaan, ditunjukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi
pedoman bagi penguasapenguasa negara dalam melakukan tugasnya.
b. Leon Duguit mengemukakan hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat,
aturan yang daya penggunaanya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat
sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi
bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
c. Immanuel Kant mengemukakan hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini
kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas
dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan (C.S.T. Kansil,
1989 : 36).
Menurut kamus bahasa Indonesia, hukum adalah peraturan yang dibuat dan disepakati baik
secara tertulis maupun tidak tertulis, peraturan, undangundang yang mengikat prilaku setiap
masyarakat tertentu (Novianto HP, 221). Tanggung jawab hukum dapat disimpulkan sebagai
keadaan wajib menanggung segala sesuatu hal berdasarkan peraturan yang dibuat dan
disepakati baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
2.3.2 Perusahaan Asuransi
Perusahaan adalah istilah ekonomi yang dipakai dalam KUHD dan perundang-undangan
di luar Kitab Undang-undang Hukum Dagang, tetapi dalam Kitab Undang-undang Hukum
Dagang sendiri tidak dijelaskan pengertian resmi istilah perusahaan itu. Rumusan pengertian
prusahaan terdapat dalam Pasal 1 Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan (UWPD), yang berbunyi sebagai berikut: perusahaan adalah setiap bentuk usaha
yang menjalankan setiap jenis usaha yang besifat tetap dan terus-menerus dan didirikan, bekerja,
serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan
atau laba. Pengertian asuransi dalam kamus bahasa Indonesia adalah pertanggungan jiwa
maupun benda (Novianto HP, 51).
Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang menentukan bahwa asuransi adalah suatu
persetujuan atau perjanjian dimana pihak yang menjamin (penanggung) berjanji terhadap pihak
yang dinjamin (tertanggung) untuk dengan menerima sejumlah uang premi pengganti kerugian,
yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin (tertanggung) akibat dari suatu peristiwa yang
belum terang akan terjadinya. Perusahaan asuransi diatur dalam Undang-undang No. 2 Tahun
1992, yang dimaksud perusahaan asuransi adalah perusahaan asuransi kerugian, perusahaan
asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang
reasuransi, agen asuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi dan purusahaan konsultan
akturia. Undang-undang No. 2 Tahun 1992, perusahaan asuransi ada dua, yaitu:
a. Perusahaan asuransi kerugian, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam
penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
b. Perusahaan asuransi jiwa, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam
pertanggungan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Kesimpulannya bahwa perusahaan asuransi adalah suatu badan usaha yang memberikan
jaminan pertanggungan jiwa maupun benda atas peristiwa yang tidak. Pengertian diatas antara
definisi tanggung jawab hukum dan perusahan asuransi, maka tanggung jawab hukum
perusahaan asuransi adalah kewajiban yang harus ditanggung sesuai dengan peraturan atau
kesepakatan yang telah disepakati bersama oleh suatu badan usaha yang memberikan jaminan
pertanggungan jiwa maupun benda atas peristiwa yang tidak pasti.
BAB III
RESUME KASUS
PT. ASURANSI RECAPITAL, atau dikenal dengan nama “Reguard” adalah salah satu
perusahaan asuransi umum nasional yang bernaung di bawah Recapital Group. Perusahaan
asuransi ini memiliki berbagai macam produk asuransi, salah satunya adalah produk pengamanan
barang – barang berharga. PT. Asuransi Recapital (pihak tergugat) sendiri memiliki
perjanjian dengan salah satu nasbahnya yang bernama Zainuddin Anshori ( pihak penggugat)
dengan nomor polis SMG/ CC-6/ 2008/00121 dengan objek pertanggungan berupa 117 ( seratus
tujuh belas) ton konstruksi beton besi tower pemancar dengan nilai pertanggungan yang telah
disepakati antara kedua belah pihak yakni Rp. 936.000.000 ( Sembilan ratus tiga puluh enam juta
rupiah). Obejk pertanggungan berupa konstruksi yang akan diangkut dari pelabuhan searang
dengan tujuan pelabuhan Jambi Kalimantan Barat yang diangkut oleh KLM Sinar Bunga
Perdana dengan tanggal keberangkatan 24 Juni 2013.
Pihak asuransi sendiri adalah pihak yang bertanggung jawab antara lain menyiapkan
logistic, mengasuransikan barang angkutan, dan mengirimkan ke lokasi proyek di Jambi
Kalimantan Barat untuk PT. Citra Aditama Indonesia. Objek pertanggungan asuransi dalam
perkara a quo merupakan sebagian dari barang-barang proyek yang menjadi tanggung jawab
penggungat untuk dikiri m sampai dengan selaat di lokasi proyek.
Pada tanggal 29 Juni 2008, KLM Sinar Bunga Perdana tenggelam di perairan utara
Karimun Jawa sebagaimana laporan kecelakaan No GM.761/01/12 / Ad. Tg 2007 yang
dikeluarkan oleh Kepala Kantor Administrator Pelabuhan Tegal. Ajkibat dari tenggelamnya
KLM Sinar Bunga perdana tersebut, pihak penggugat yakni pihak Bpk. Anshori mengajukan
klaim asuransi sebesar nilai pertanggungan yang telah disepakati sebelumnyaa yakni Rp.
936.000.000,00 sebagaimana surat yang telah diajukan Pak Anshori selaku pihak tergugat
tertanggal 12 Agustus 2008 kepada tergugat.
Berdasarkan surat tersebut , pihak tergugat meninta agar penggugat melengkapi dokumen-
dokumen sebagai berikut :
a. Invoice baarang
b. Packing list
c. Kontrak kerja dengan pihak Excelmindo
d. Kontrak kerja pengiriman barang dengan EMKL
e. Dokumen-dokumen lainnya yang berhubungan dengaan pengiriman barang tersebut.
Lalu, setelah itu, pihak penggugat menanggpi surat tergugat dengan mengirimkan
dokumen-dokumen berupa :
a. Invoice barang
b. Packing list
c. Kontrak kerja dengan pihak Excelmindo
d. Kontrak pengiriman barang dengan EMKL
Namun ternyata, berdasarkan surat No 062/ ARC-HDO/ LM / X/08 pihak Tergugat menolak
klaim yang diajukan penggugat dengan alasan yaitu telah terjadi perbedaan mengenai waktu
keberangkatan yang menurut dalil Tergugat disebutkan kapal tersebut berangkat pada tanggal
19 Juni 2008 sedangkan penandatanganan polis pada tanggal 23 Juni 2008. Kemudian, pihak
penggugat menanggapi surat Tergugat sebagaimana bukti penandatanganan polis tanggal 23
Juni 2008 dengan mengirimkan surat tertanggal 3 November 2008 yang menyampaikan
bahwa tidak mungkin kapal tersebut bisa berangkat pada tanggal 19 Juni 2008, fakta ini
sesuai degan bukti-bukti lainnya sehingga adalah tidak mungkin kapal berlayar dengan
mengangkut barang milik Penggugat pada tanggal 19 Juni 2008 sedangkan pembayaran
dilakukan tanggal 20 Juni 2008.
Pihak tergugat sendiri mengetahui persis bahwa kapal tidak berangkat tanggal 19 Juni
2008 sebagaimana bukti-bukti yang telah diajukan penggugat sebelumnya ditambah dengan
keterangan dari Kepala Kantor Administrator Pelabuhan Tegal yang secara jelas
menyebutkan bahwa kapal berangkat dari pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada hari
Selasa tanggal 24 Juni 2008 jam 04.00 LT sehingga dalil tergugat yang menyaatakan
menolak klaim karena keberangkatan kapal sebelum waktu penandatanganan polis asuransi
adalah alasan yang tidak dapat diterima:
“ Tergugat telah melakukan wanprestasi ingkar janji karena tidak membayar klaim
Penggugat padahal semua Syarat dan Ketentuan Telah dipenuhi oleh Penggugat”,
Hal ini diperkuat dengan landasan hukum yang digunakan sebagai berikut :
a. Pasal 1239 KUHPerdata yang menyebutkan : “ Tiap-tiap perikatan untuk berbuat
sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya mendapatkan
penyelesaiannnya dalam kewajiban memberikan penggantian, biaya , rugi, dan
bunga “.
b. Pasal 1234 KUHPerdata yang menyebutkan :” Penggantian biaya, rugi, bunga karena
tak dipenuhinya suatu perikatan , barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang,
setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, hanya dapat diberikan atau dibuat
dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.
Tindakan wanprestasi yang dilakukan tergugat merupakan tindakan yang menimbulkan
kerugian bagi peggugat , berupa :
a. Materiil : Hilangnya penggantian klaim atas objek asuransi seharga Rp.
936.000.000 ( Sembilan ratus tiga puluh enam juta rupiah) sebagai hak penggugat.
b. Immateriil : Terganggunya roda usaha penggugat serta reputasi dan kreadibilitas
penggugat di mata dunia usaha dapat dinilai sebesar Rp. 10.000.000.000,00 ( sepuluh
ilyar rupiah).
Atas kerugian tersebut, dihitung pula bunga sebesar 10 % dari nilai penggantian
klaim atas objek asuransi dengan memperhatikan aspek inflasi/ kenaikan harga
barang. Untuk memberikan kepastian pembayaran gati rugi oleh Tergugat kepada
Penggugat, maka dilakukan sita jainan atas seluruh harta benda milik Terugat
Berdasarkan bukti-bukti yang tidak terbantahkan lagi kebenarannya, maka sangat
beralasan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memerika perkara a
quo, untuk menjatuhkan putusan, putusan yang dijatuhkan adalah sebagai berikut :
a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
b. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji/ wanprestasi
c. Menghukum tergugat untuk membayar klaim asuransi kepada Penggugat beserta
kerugan dengan rincian sebagai berikut:
- Materiil : penggantian klaim atas objek asuransi seharga Rp. 936.000.000
( Sembilan ratus tiga puluh enam juta rupiah) yang menjadi hak penggugat
sebagai pemegang polis.
- Immateriil : Terganggunya roda usaha penggugat serta reputasi dan
kreadibilitas penggugat di mata dunia usaha dapat dinilai sebesar Rp.
10.000.000.000,00 ( sepuluh ilyar rupiah).
d. Menghukum tergugat untuk membayar buga sebesar 10 % per tahun dari nilai
pertanggungan Rp. 936.000.000,00 atau sama dengan Rp. 93.600.000,-
e. Menyatkan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan.
f. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada bantahan
banding dan kasasi (Uitvoerbaar bji voorraad).
g. Menghukum turut Tergugat untuk tubduk dan patuh terhadap putusan dalam
perkara ini.
h. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara
Namun, pihak tergugat yakni pihak asuransi sendiri tidak dapat menerima putusan hukum
yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Oleh karena itu, pihak
tergugat mengajukan banding dimana telah megajukan eksepsi pada pokoknya atas dalil-
dalil sebagai berikut :
1. Bahwa gugatan Penggugat memiliki cacat formil error in persona dalam bentuk plurium
litis consortium, dimana gugatan Penggugat tidak lengkap (kurang pihak) dalam
menarik dan menempatkan Tergugat sebagai subyek gugatan dalam gugatan
Penggugat;
2. Bahwa Tergugat tidak pernah berhubungan dan menerima pengajuan permohonan
/permintaan penutupan pertanggungan/asuransi secara langsung dari Penggugat yang
biasanya dikategorikan sebagai direct business dalam industri asuransi;
3. Bahwa Penggugat melakukan pengajuan permohonan/permintaan penutupan
pertanggungan/asuransi kepada PT. Ghanie Akbarindo Distributory yang bergerak
di bidang Insurance & Claims Consultans danberkedudukan hukum di Jalan Sindoro
II No.32 Ungaran. Semarang 51507 melalui saudara Pramudita yang bekerja sebagai
Operational & Marketing Manager di Perusahaan tersebut;
4. Bahwa selanjutnya, Tergugat tidak pernah menerima pembayaran premi
pertanggungan /asuransi secara langsung dari Penggugat, tetapi Penggugat membayar
presmi pertanggungan tersebut kepada PT. Ghanie Akbarindi Distributory sebagai
perusahaan perantara asuransi independent melalui PT. Cahaya Kalimantan Raya
sebagai turut Tergugat setelah permohonan/permintaan penuntupan pertanggungan
/asuransi Penggugat diterima oleh PT.Ghanie Akbarindo Distributory;
5. Bahwa PT. Ghanie Akbarindo merupakan jasa perantara asuransi independent
dan tidak mempunyai hubungan hukum mengikat atau perjanjian agen asuransi dengan
Tergugat sebagai penanggung;
6. Bahwa PT. Ghanie Akbarindo Distributory sebagai badan hukum perseroan
mempunyai tanggung jawab hukum atas perbuatan hukum dan hubungan hukum yang
telah dilakukannya untuk kepentingan hukum Penggugat, terkait dengan fakta-fakta
hukum yang dicantumkan dalam pengajuan permohonan/permintaan penutupan
pertanggungan/asuransi tersebut;
7. Bahwa Tergugat berpendapat pihak yang ditarik dan ditempatkan sebagai Tergugat
tidak lengkap (kurang pihak/ plurium litis consortium) karena masih terdapat pihak
lain yang harus ikut ditarik dan ditempatkan sebagai Tergugat lain berdasarkan semua
uraian dan dalil yang Tergugat kemukakan di atas. Oleh karena itu, gugatan Penggugat
memiliki cacat formil error in persona dalam bentuk plurium litis consortium yang
berarti bahwa gugatan yang diajukan oleh Penggugat kurang pihak, sehingga Penggugat
seharusnya menarik dan menempatkan Direksi PT. Ghanie Akbarindo Distributory
sebagai Tergugat I (pertama) sebagai subyek gugatan dalam gugatan Penggugat ;
Berdasarkan dalil-dalil yang telah diajukan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
telah mengambil putusan yakni putusan No 1301/ pdt.G/2009/ PN. Jkt.Sel tanggal 3
Februari 2010 yaitu menolak eksepsi banding yang diajukan pihak tergugat. Akibat
hukum dari ditolaknya banding tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji ( wanprestasi);
3. Menghukum Tergugat dengan membayar klaim asuransi kepada Penggugat sebesar
Rp. 936.000.000,- ( Sembilan ratus tiga puluh enam juta rupiah) yang menjadi hak
penggugat sebagai pemegang polis No SMG/ CC-06/2008/00121 tanggal 23 Juni
2008;
4. Menghukum tergugat untuk membayar ongkos perkara dalam kedua tingkat
pengadilan yang dalam tingkat banding berjumlah Rp. 150.000,- (Seratus lima puluh
ribu rupiah);
5. Menolak gugatan untuk selebihnya;
Setelah dikeluarkan putusan banding pun, pihak tergugat merasa belum puas dan
mengajukan kasasi dengan diajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 28
Mret 2011 sebagaimana ternyata dari akte permohonan kasasi No 1301/
PDT.G/2009/PN.JKT.SEL yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan. Permohonan tersebut disertai dengan memori kasasi yang memuat alasan –
alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 7 April
2911. Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menimbang bahwa
permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima berdasarkan alasan-alasan
yang telah diberitahukan dan diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang
ditetukan dalam undang-undang. Alasan- alasan yang diajukan oleh pemohon Kasasi/
Tergugat dalam memori kasasinya pada pokoknya adalah:
1. BAHWA PERTIMBANGAN HUKUM PUTUSAN JUDEX FACTI TIDAK
DILAKUKAN SECARA SEKSAMA (ONVOLDOENDE GEMOTIVEERD);
Bahwa Pemohon Kasasi I (Terbanding I) berpendapat putusan judex
facti tersebut tidak secara seksama telah mempertimbangkan semua hal yang
relevan dengan pokok perkara yang bersangkutan, sehingga putusan demikian
harus dikategorikan sebagai putusan yang mengandung kesalahan penerapan
hukum atau bertentangan dengan hukum. Dalam hal putusan judex facti
dikategorikan sebagai putusan judex facti onvoldoende gemotiveerd adalah
apabila pertimbangan hukum putusan judex facti tersebut dilakukan secara
singkat, kabur, dan tidak konkrit, dimana melalui pertimbangan hukum yang
singkat dan kabur dimaksud diambil suatu kesimpulan untuk mengabulkan
dalil-dalil Termohon Kasasi (Pembanding) tanpa didasari dan didukung
oleh alat-alat bukti yang memenuhi batas minimal pembuktian. Pada
umumnya putusan yang dikategorikan sebagai onvoldoende gemotiveerd sering
bertitik singgung dengan kesalahan penerapan hukum pembuktian. Fakta-fakta
yang ditemukan dalam persidangan tidak dipertimbangkan secara menyeluruh
dan komprehensif, dimana yang dipertimbangkan hanya sebagian saja
2. BAHWA PUTUSAN JUDEX FACTI TELAH SALAH DALAM
MENERAPKAN HUKUM PEMBUKTIAN :
Bahwa Pemohon Kasasi I (Terbanding I) berpendapat kesalahan penerapan
hukum pembuktian dapat terjadi apabila putusan judex facti hanya menilai
dan mempertimbangkan sebagian alat bukti yang diajukan dalam
persidangan, sebagaimana dimuat dalam semua pertimbangan hukum
putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor : 290/PDT/2010/PT.DKI.
Pertimbangan-pertimbangan hukum judex facti tersebut tidak dibuat dan
dilakukan secara menyeluruh, serta komprehensif dengan adanya penilaian dan
pertimbangan alat-alat bukti relevan lainnya. Dalam hal ini pembuktian
secara tertulis dan keterangan para saksi yang diajukan oleh Pemohon
Kasasi I secara tegas menyatakan sebagai berikut :
A. PEMBANDING TELAH MEMANIPULASI TANGGAL KEBERANGKATAN
KAPAL LAUT MOTOR (KLM) SINAR BUNGA PERDANA;
1. Bahwa Pemohon Kasasi I (Terbanding I) berpendapat per
timbangan hukum judex facti tidak memperhatikan secara seksama bahwa
Termohon Kasasi (Pembanding) telah memberi keterangan atau fakta material
berbeda di dalam formulir permintaan penutupan pertanggungan/asuransi yagn
dibuat oleh PT. Ghanie Akbarindo Distributory, di mana obyek pertanggungan
diangkut oleh KLM Sinar Bunga Perdana yang berangkat dari Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang pada tanggal 24 Juni 2008, sedangkan bukti-bukti
tertulis yang dimiliki oleh Pemohon Kasasi I (Terbanding I) termasuk
pengakuan Termohon Kasasi (Pembanding) menerangkan secara jelas bahwa
obyek pertanggungan diangkut oleh KLM Sinar Bunga Perdana yang
berangkat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada tanggal 19 Juni 2008;
Bahwa di dalam pertimbangan hukum putusan Pengadian Negeri Jakarta
Selatan atas perkara perdata Nomor : 1301/PDT.G/2010 / PN.Jkt.Sel. secara
tegas menyatakan sebagai berikut :
a. Bahwa berdasarkan bukti T.7 sampai dengan bukti T.42 dan keterangan saksi
Ivandi Yudho Negoro,SE.MM. Direktur PT. ADJUSTERINDO PRATAMA
serta keterangan ahli Captain Otto K.M. Caloh, Penggugat telah melakukan
misrepresentasi mengenai tanggal keberangkatan KLM Sinar Bunga Perdana
kepada Tergugat (Penanggung), di mana Captain Otto K.M. Caloh sebagai ahli
menerangkan bahwa surat-surat atau dokumen-dokumen KLM Sinar Bunga
Perdana tidak dibuat dan diperoleh berdasarkan prosedur hukum yang
benar dan berlaku. Surat atau “dokumen manifest barang-barang yang
akan dimuat” tidak pernah dikenal dan atau tidak pernah diakui dalam prosedur
kelengkapan pemuatan barang-barang di kapal laut atau kargo laut,
sebagaimana Penggugat mengajukan bukti mengenai “ MANIFEST
BARANG-BARANG YANG AKAN DIMUAT” (P-12) yang dikeluarkan oleh
PT. Cahaya Kalimantan Raya pada tanggal 24 Juni 2008, karena pengertian
Manifest adalah suatu dokumen yang menjelaskan tentang daftar barang-
barang yang telah dimuat di dalam kapal dan bukan merupakan daftar barang-
barang yang akan dimuat di dalam kapal;
b. Bahwa ternyata pula surat atau dokumen berupa Surat Ijin Berlayar
(SIB)/Port Clearence No.11.1/KM.17/165/VI/2008 yang dibuat oleh
Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kantor
Administrator Pelabuhan Tanjung Emas Semarang yang menetapkan bahwa
tanggal keberangkatan KLM Sinar Bunga Perdana adalah tanggal 19 Juni 2008
(vide bukti T.15 dan bukti T.7), artinya KLM Sinar Bunga Perdana
seharusnya berangkat pada tanggal 19 Juni 2008 dari dermaga Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam
setelah Surat Ijin Berlayar diberikan dan ditandatangani oleh Syahbandar
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang;
c. Bahwa dalam hal ini berdasarkan dalil-dalil dan bukti-bukti Penggugat
sebagaimana telah diutarakan di atas, disebutkan bahwa KLM Sinar Bunga
Perdana tidak dapat berangkat pada tanggal 19 Juni 2008 dari dermaga
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang karena alasan cuaca buruk dan baru
dapat berangkat pada tanggal 24 Juni 2008, dimana hal tersebut pula dalam surat
Penggugat kepada Tergugat dalam Menanggapi Surat Ref :
042/ARC-HDO/CLM/W/08 tanggal 16 Oktober 2008 (bukti T.14). Oleh
karena itu Nahkoda KLM Sinar Bunga Perdana harus melaporkan alasan
penundaan keberangkatan tersebut kepada Syahbandar Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang dan selanjutnya Pemilik atau Agen KLM Sinar Bunga Perdana
harus mengajukan permohonan pembuatan Surat Ijin Berlayar untuk tanggal
keberangkatan 24 Juni 2008, tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh Termohon
Kasasi (Pembanding) maupun Pemohon Kasasi II (Terbanding II);
3. SURAT-SURAT DAN DOKUMEN KLM SINAR BUNGA PERDANA
YANG DIKELUARKAN BERTENTANGAN DENGAN KETENTUAN
HUKUM YANG BERLAKU DAN TELAH HABIS BERLAKUNYA;
1. Bahwa Pemohon Kasasi I (Terbanding I) berpendapat, pertimbangan hukum
judex facti tidak memperhatikan secara saksama keterangan ahli saudara
Captain Otto K.M. Caloh yang menyatakan bahwa semua surat atau dokumen
KLM Sinar Bunga Perdana tidak dibuat dan diperoleh berdasarkan prosedur
hukum yang benar dan berlaku, seperti:
a. Surat atau dokumen MANIFEST BARANG2 YANG AKAN DIMUAT tidak
pernah dikenal dan atau tidak pernah diakui dalam prosedur kelengkapan
pemuatan barang-barang di kapal laut atau kargo laut, sebagaimana
Termohon Kasasi (Pembanding) mengajukan bukti P-12 mengenai “MANIFES
BARANG2 YANG AKAN DIMUAT” yang dikeluarkan oleh Pemohon Kasasi II
(Terbanding II) PT. Cahaya Kalimantan Raya pada tanggal 24 Juni 2008, karena
pengertian Manifest menurut saudara Captain Otto K.M. Caloh adalah suatu
dokumen yang menjelaskan tentang daftar barang- barang yang telah dimuat di
dalam kapal dan bukan merupakan daftar barang-barang yang akan dimuat di
dalam kapal;
b. Surat atau dokumen Memorandum Surat-surat Kapal seharusnya memuat
keterangan mengenai jenis surat-surat atau dokumen- dokumen kapal yang masih
baik dan layak laut, serta berlaku ( sea worthiness) atau bukti T-41, tetapi beberapa
surat dalam memorandum tersebut, seperti Sertifikat Keselamatan telah habis masa
berlakunya pada tanggal 19 Juni 2008 sedangkan Sertifikat Radio akan berakhir
masa berlakunya pada tanggal 28 Juni 2008. Oleh karena itu saudara Captain Otto
K.M. Caloh berpendapat seharusnya KLM Sinar Bunga Perdana tidak diijinkan
berlayar menuju Pelabuhan Sukamara Kalimantan Tengah karena Departemen
Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kantor Administrasi Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang harus memeriksa ulang terhadap semua perlengkapan dan
konstruksi KLM Sinar Bunga Perdana saat pemilik atau agen KLM Sinar Bunga
Perdana memperbaharui kedua jenis surat tersebut di atas; c. Surat atau dokumen
Daftar Pemeriksaan (Check List) dalam rangka penerbitan SIB (bukti T.42)
seharusnya ditandatangani sebelum pemberian Surat Ijin Berlayar (SIB) (bukti P-15
dan bukti T-7), tetapi daftar pemeriksaan (Check List) dalam rangka
Penerbitan SIB ditandatangani oleh Perwira Jaga/Pemeriksa dari Departemen
Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kantor Administrator
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada tanggal 20 Juni 2008, sedangkan Surat
Ijin Berlayar (SIB) (bukti P-15 dan bukti T-7) ditandatangani oleh Syahbandar
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada tanggal 19 Juni 2008;
c. Surat atau dokumen SURAT IJIN BERLAYAR/PORT CLEARANCE
No.11.1/KM.17/165/VI/2008 yang dibuat oleh Departemen Perhubungan Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut Kantor Administratir Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang yang menetapkan bahwa tanggal keberangkatan KLM Sinar Bunga
Perdana adalah tanggal 19 Juni 2008 (bukti P-15 dan bukti P.T-7). Hal itu berarti
bahwa KLM Sinar Bunga Perdana harus berangkat pada tanggal 19 Juni 2008
dari dermaga Pelabuhan Tanjung Emas Semarang dalam jangka waktu 24 (dua
puluh empat) jam setelah Surat Ijin Berlayar diberikan dan ditandatangani oleh
Syahbandar Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, sedangkan Termohon Kasasi
(Pembanding) mendalilkan bahwa KLM Sinar Bunga Perdana tidak dapat berangkat
pada tanggal 19 Juni 2008 dari dermaga Pelabuhan Tanjung Emas Semarang karena
alasan cuaca buruk dan baru dapat berangkat pada tanggal 24 Juni 2008
sebagaimana pengakuan Termohon Kasasi (Pembanding) dalam Surat Termohon
Kasasi (Pembanding) kepada Pemohon Kasasi I (Terbanding I) perihal Menanggapi
Surat Ref : 02/ARC-HDO/CLM/ IX/08 tanggal 16 Oktober 2008 (bukti T.14).
Oleh karena itu Nahkoda KLM Sinar Bunga Perdana harus melaporkan alasan
penundaan keberangkatan tersebut kepada Syahbandar Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang dan selanjutnya pemilik atau Agen KLM Sinar Bunga Perdana harus
mengajukan permohonan pembuatan Surat Ijin Berlayar untuk tanggal
keberangkatan 24 Juni 2008;
d. Bahwa KLM Sinar Bunga Perdana seharusnya tidak diijinkan untuk berlayar dari
dermaga Pelabuhan Tanjung Emas Semarang menuju Pelabuhan Sukamara
Kalimantan Tengah karena pembuatan dan perolehan surat-surat atau dokumen-
dokumen KLM Sinar Bunga Perdana tersebut di atas tidak dilakukan berdasarkan
prosedur hukum yang benar dan berlaku atau tidak laik dan layak laut (sea
worthiness), sehingga Pemilik dan atau Agen KLM Sinar Bunga Perdana, yaitu
PT. Cahaya Kalimantan Raya sebagai Pemohon Kasasi II (Terbanding II)
mempunyai tanggung jawab hukum atas kerugian materiil yang dialami oleh
Termohon Kasasi (Pembanding);
2. Bahwa di dalam pertimbangan hukum putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan atas perkara perdata Nomor : 1301/Pdt.G/2009/ PN.Jkt.Sel. secara tegas
menyatakan bahwa surat-surat kelengkapan kapal (KLM Sinar Bunga Perdana)
telah habis masa berlakunya, seperti :
a. Bukti T.41 berupa surat atau dokumen Memorandum Surat-surat
Kapal seharusnya memuat keterangan mengenai jenis surat- surat atau dokumen-
dokumen kapal yang masih laik dan layak laut, serta berlaku (sea worthiness)
dihubungkan dengan bukti T.42, bukti T.7 dan bukti T.15, di mana ternyata bahwa
beberapa surat dalam memorandum tersebut antara lain :
- Sertifikat Keselamatan telah habis masa berlakunya pada tanggal 19 Juni
2008;
- Seritifikat Radio akan berakhir masa berlakunya pada tanggal 28 Juni 2008;
Oleh karena itu seharusnya KLM Sinar Bunga Perdana tidak diijinkan berlayar
menuju Pelabuhan Sukamara Kalimantan Tengah karena Departemen
Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kantor Administrator
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang harus memeriksa ulang terhadap semua
perlengkapan dan konstruksi KLM Sinar Bunga Perdana saat pemilik atau
agen KLM Sinar Bunga Perdana mem- perbaharuinya;
Di samping itu, ternyata pula bahwa surat atau dokumen daftar pemeriksaan
(Check List) dalam rangka Penerbitan SIB seharusnya ditandatangani
sebelum pemberian Surat Ijin Berlayar (SIB), tetapi Daftar Pemeriksaan (
Check List) dalam rangka penerbitan SIB ditandatangani oleh Perwira Jaga/
Pemeriksaan dari Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Kantor Administrator Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada tanggal 20 Juni
2008, sedangkan Surat Ijin Berlayar (SIB) ditandatangani oleh Syahbandar
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada tanggal 19 Juni 2008;
C. BAHWA KLM SINAR BUNGA PERDANA TIDAK MEMILIKI IZIN
UNTUK BERLAYAR KARENA SURAT IZIN BERLAYAR (SIB) TELAH HABIS
MASA BERLAKUNYA PADA TANGGAL 19 JUNI 2008;
1. Bahwa Pemohon Kasasi I (Terbanding I) berpendapat, pertimbangan hukum
judex facti tidak memperhatikan secara saksama bahwa tanggal keberangkatan KLM
Sinar Bunga Perdana adalah tanggal 19 Juni 2008 berdasarkan bukti T.7 berupa
Surat Ijin Berlayar (Port Clearance) yang dibuat oleh Departemen Perhubungan
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kantor Administrator Pelabuhan Tanjung
Emas Semarang yang menetapkan bahwa tanggal keberangkatan KLM Sinar Bunga
Perdana adalah tanggal 19 Juni 2008;
Bahwa didalam ketentuan Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor.21 tahun 1992
Tentang Pelayaran ditetapkan sebagai berikut :
“Setiap kapal yang akan berlayar wajib memiliki Surat Ijin Berlayar yang
dikeluarkan oleh Syahbandar setelah memenuhi persyaratan kelautan kapal”;
Bahwa Surat Ijin Berlaya r KLM Sinar Bunga Perdana dibuat oleh Departemen
Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kantor Administrator
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang yang menerangkan bahwa Surat Ijin Berlayar
tersebut diberikan di Semarang pada tanggal 19 Juni 2008. Selanjutnya di dalam
Surat Ijin Berlayar dimaksud terdapat ketentuan yang menetapkan sebagai berikut :
“Jika terdapat perubahan-perubahan atau coretan-coretan atau apabila dalam jangka
waktu 24 jam (Peraturan Bandar 1925 Pasal 8 ayat 3) setelah ditandatangani kapal
tidak berlayar, maka surat izin berlayar ini tidak berlaku”;
2. Bahwa ketentuan ini secara tegas menetapkan KLM Sinar Bunga
Perdana harus berangkat pada tanggal 19 Juni 2008 dalam jangka waktu 24 (dua
puluh empat) jam setelah Surat Ijin Berlayar ditandatangani oleh Departemen
Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kantor Administrator Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang karena tidak ada perubahan sama sekali yang telah
dilakukan oleh Termohon Kasasi (Pembanding) dan atau Pemohon Kasasi II
(Terbanding II) atas Surat Ijin Berlayar tersebut sampai saat ini atau di dalam fakta
persidangan;
3. Bahwa di dalam pertimbangan hukum putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
atas perkara perdata Nomor : 1301/Pdt.G/2009/ PN.Jkt.Sel secara tegas
menyatakan sebagai berikut :
a. Bahwa ternyata pula surat atau dokumen berupa Surat Ijin Berlayar
(SIB)/Port Clearence No.11.1/KM.17/165/VI/2008 yang dibuat oleh Departemen
Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kantor Administrator Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang yang menetapkan bahwa tanggal keberangkatan KLM
Sinar Bunga Perdana adalah tanggal 19 Juni 2008 (vide bukti T.15 dan bukti T.7),
artinya KLM Sinar Bunga Perdana seharusnya berangkat pada tanggal 19 Juni
2008 dari dermaga Pelabuhan Tanjung Emas Semarang dalam jangka waktu 24
(dua puluh empat) jam setelah Surat Ijin Berlayar diberikan dan
ditandatangani oleh Syahbandar Pelabuhan Tanjung Emas Semarang;
3.b Bahwa dalam hal ini berdasarkan dalil-dalil dan bukti-bukti Penggugat
sebagaimana telah diutarakan di atas, disebutkan bahwa KLM sinar Bunga
Perdana tidak dapat berangkat pada tanggal 19 Juni 2008 dari dermaga Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang karena alasan cuaca buruk dan baru dapat berangkat pada
tanggal 24 Juni 2008, di mana hal ini tersebut pula dalam surat Penggugat
kepada Tergugat dalam Menanggapi surat Ref :042/ARC/HDO/CLM/08 tanggal
16 Oktober 2008 (bukti T.14). Oleh karena itu Nahkoda KLM Sinar Bunga
Perdana harus melaporkan alasan penundaan keberangkatan tersebut kepada
Syahbandar Pelabuhan Tanjung Emas Semarang dan selanjutnya pemilik atau Agen
KLM Sinar Bunga Perdana harus mengajukan permohonan pembuatan surat Ijin
Berlayar untuk tanggal keberangkatan 24 Juni 2008;
c. Bahwa fakta tersebut ditegaskan pula oleh saksi Ivandi Yudo Negoro,SE,MM.,
Direktur PT. Adjusterindo Pratama selaku adjuster yang melakukan
investigasi di lapangan dengan mencermati segala dokumen yang berkaitan dengan
kapal, pelayaran, asuransi, serta fakta kecelakaan kapal, dimana ternyata didapat
perbedaan tanggal keberangkatan kapal tanggal 19 Juni2008 dan tanggal 24 Juni
2008 dengan alasan tidak mendapat ijin berlayar dari Syahbandar, namun
kenyataannya dokumen yang ada tertera tanggal keberangkatan kapal pada
tanggal 19 Juni 2008 sedangkan untuk perubahannya ke tanggal 24 Juni 2008
tidak ditemukan adanya pelaporan lengkap berkenaan dengan dokumen kapal, muatan
dan lain-lain yang berkaitan dengan itu kepada Penanggung. Hal tersebut dalam
hukum asuransi disebut Misrepresentasi dan merupakan perwujudan dari adanya
pelanggaran terhadap prinsip iktikad baik (principle of utmost good faith);
Berdasarkan dalil-dalil alasan kasasi di atas, maka dapat disimpulkan memori
kasasinya sebagai berikut :
1. Bahwa Termohon Kasasi (Pembanding) telah memberikan
keterangan atau fakta material yang berbeda di dalam formulir permintaan penutupan
pertanggungan/asuransi yang dibuat oleh PT. Ghanie Akbarindo Distributory,
dimana obyek pertanggungan diangkut oleh KLM Sinar Bunga Perdana yang
berangkat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada tanggal 24 Juni 2008,
sedangkan bukti-bukti tertulis yang dimiliki oleh Pemohon Kasasi I (Terbanding I)
termasuk pengakuan Termohon Kasasi (Pembanding) menerangkan secara jelas
bahwa obyek pertanggungan diangkut oleh KLM Sinar Bunga Perdana yang
berangkat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada tanggal 19 Juni 2008;
2. Bahwa semua dalil Pemohon Kasai I (Terbanding I) dalam pokok perkara
baik yang terdapat di dalam jawaban, Duplik, dan Kesimpulan Pemohon Kasasi
I/dahulu Tergugat, serta kontra memori banding Terbanding I telah didukung dan
dikuatkan oleh alat-alat bukti berupa Bukti-bukti tertulis atau Surat dan Bukti saksi
atau keterangan saksi- saksi Pemohon Kasasi I/dahulu Tergugat, sehingga Pemohon
Kasasi I (Terbanding I) tetap berpendapat bahwa Termohon Kasasi
(Pembanding/Tertanggung) telah terbukti secara sah dan meyakinkan memberikan
keterangan yang tidak benar dan tidak jujur dengan cara memanipulasi data atau
Termohon Kasasi (Pembanding) telah melakukan misrepresentasi mengenai
tanggal keberangkatan KLM Sinar Bunga Perdata kepada Pemohon Kasasi I
(Terbanding I/ Penanggung) berdasarkan pengajuan dan pemeriksaan bukti-bukti
tertulis yang dimiliki oleh Pemohon Kasasi I/Terbanding I maupun keterangan saksi-
saksi Pemohon Kasasi I/Terbanding I yang telah diperdengarkan dalam acara
persidangan keterangan saksi Pemohon Kasasi I/Terbanding I pada hari, Rabu
tanggal 25 Nopember 2009 dan hari Rabu, tanggal 16 Desember 2009;
3. Bahwa surat-surat yang dimiliki oleh KLM Sinar Bunga Perdana telah habis
masa berlakunya dan diragukan keabsahannya, serta tidak memenuhi persyaratan
Kelaiklautan Kapal sebagimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 35, Pasal 36,
Pasal 37, dan Pasal 38 Undang- Undang Nomor.21 tahun 1992 Tentang Pelayaran,
seperti Sertifikat Keselamatan telah habis masa berlakunya pada tanggal 19 Juni 2008
dan Sertifikat Radio yang akan berakhir masa berlakunya pada tanggal 28
Juni 2008. Di samping itu, ternyata pula surat atau dokumen daftar
Pemeriksaan (Check List) dalam rangka penerbitan SIB seharusnya ditandatangani
sebelum pemberian Surat Ijin Berlayar (SIB), tetapi daftar pemeriksaan (Check List)
dalam rangka Penerbitan SIB telah ditandatangani oleh Perwira Jaga/Pemeriksa
dari Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kantor
Administrator Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada tanggal 20 Juni 2008,
sedangkan Surat Ijin Berlayar (SIB) ditandatangani oleh Syahbandar Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang pada tanggal 19 Juni 2008;
4. Bahwa berdasarkan bukti-bukti dan fakta-fakta hukum di persidangan dalam
perkara a quo, Termohon Kasasi (Pembanding) terbukti secara sah dan meyakinkan
telah melanggar ketentuan Pasal 251 Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD), di mana ketentuan Pasal 251 KUHD menganut prinsip iktikad baik
(principle of utmost good faith) ;
Bahwa selanjutnya di dalam pertimbangan hukum putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan atas perkara perdata Nomor : 1301/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel.
secara tegas menyatakan sebagai berikut:
a Bahwa karena Penggugat telah melakukan Misrepresentasi yang merupakan
pelanggaran terhadap prinsip iktikad baik (principle of utmost good faith)
dalam hukum asuransi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 251 KUHD
yang selanjutnya berdampak pada pembatalan polis pertanggungan secara otomatis
dan Tergugat tidak mempunyai kewajiban hukum berkenaan dengan klaim
asuransi yang diajukan oleh Penggugat;
b Bahwa oleh karena telah ternyata bahwa Penggugat tidak memenuhi
kewajiban hukum dalam pelaksanaan pertanggungan cq pemenuhan persyaratan
formil dan materil dalam Polis Asuransi No.SMG/CC-06/2008/00121 tanggal 23
Juni 2008, sehingga oleh karenanya gugatan Penggugat berkenaan dengan tidak
dipenuhinya klaim asuransi a quo adalah tidak berdasar hukum;
.c Bahwa oleh karena tidak berdasar hukum, maka gugatan Penggugat
sepatutnya ditolak seluruhnya;
5. Bahwa Pemohon Kasasi I (Terbanding I) tetap menolak dengan tegas semua
dalil di dalam gugatan, dan replik Pembanding/dahulu Penggugat, serta
memori banding Pembanding khususnya mengenai kerugian yang timbul karena
semua bukti yang mendukung tuntutan kerugian yang diajukan oleh Termohon
Kasasi/Pembanding tersebut tetap tidak berdasarkan hukum;
6. Bahwa Yurisprudensi Mahkamah Agung RI dalam putusan Mahkama Agung RI
Nomor : 588 K/Sip/1983 tanggal 28 Mei 1984 menetapkan “Tuntutan Penggugat
mengenai ganti rugi karena tidak disertai dengan bukti-bukti harus ditolak”.
Oleh karena itu, berdasarkan yurisprudensi tersebut di atas, Pemohon Kasasi
I/Terbanding I berpendapat bahwa tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Termohon
Kasasi (Pembanding) tidak berdasarkan hukum dan terbukti bertentangan dengan
putusan Mahkamah Agung RI sehingga tuntutan ganti rugi tersebut sepatutnya
tidak dapat diterima dan ditolak;
7. Bahwa di dalam jawaban, duplik, dan kesimpulan Pemohon Kasasi I/ dahulu
Tergugat, kontrak memori banding Terbanding I termasuk yang diuraikan dalam
bagian-bagian yang tidak terpisahkan dalam memori kasasi Pemohon Kasasi I ini,
Pemohon Kasasi I (Terbanding I) tetap berpendapat bahwa perbuatan atau
misrepresentasi yang dilakukan oleh Termohon Kasasi (Pembanding) merupakan
pelanggaran terhadap prinsip iktikad baik (principle of utmost good faith) dalam
hukum asuransi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 251 KUHD yang
selanjutnya berdampak pada pembatalan polis pertanggungan secara otomatis dan
Pemohon Kasasi I/Terbanding I tidak mempunyai kewajiban hukum, serta menolak
untuk membayar klaim pertanggungan yang dituntut oleh Termohon Kasasi
/ Pembanding;
8. Bahwa Termohon Kasasi/Pembanding seharusnya mengajukan gugatan
klaim ganti kerugian tersebut kepada pemilik dan atau agen KLM Sinar Bunga
Perdana, yaitu PT. Cahaya Kalimantan Raya sebagai Pemohon Kasasi
II/Terbanding II, terkait dengan tidak adanya kewajiban hukum Pemohon Kasasi
I/Terbanding I membayar klaim pertanggungan yang dituntut oleh Termohon Kasasi
/Pembanding;
9. Bahwa di dalam memori kasasi ini, Pemohon Kasasi I (Terbanding I)
berpendapat bahwa putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor :
290/Pdt/2010/PT.DKI telah nyata dan terbukti salah dalam menerapkan hukum
atau merupakan putusan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum
yang mengakibatkan putusan itu dianggap tidak menurut hukum
(wederrecthelijk) karena pertimbangan hukum putusan judex facti tidak
dilakukan secara saksama (onvoldoende gemotiveerd), pertimbangan hukum
putusan judex facti telah salah dalam menerapkan hukum pembuktian, dan
pertimbangan hukum putusan judex facti telah menerapkan ketentuan peraturan
perundangan-undangan secara sempit atau melakukan kesalahan penafsiran hukum
Berdasarkan kajian hukum dan dalil-dalil alasan diajukannya kasasi serta memori
kasasi yang telah disimpulkan bahwa Mahkamah agung telah mengambil keputusan
atas kasasi sebagai berikut :
1. Mengabulkan Permohonan kasasi PT. Asuransi Recapital;
2. Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No 2990/ Pdt/2010/PT.DKI
tanggal 13 Desember 2010 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan No 1301/Pdt.G/2009/PN.Jkt. Sel tanggal 3 Februari 2010
3. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
4. Menghukum termohon Kasasi/ Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah)
Alasan – alasan Mahkamah Agug menjatuhkan putusan atas kasasi tersebut
berdasarkan sebagai berikut :
a. Bahwa didasarkan bukti-bukti KLM Sinar Bunga Perdana (T.7,T.15)
seharusnya berlayar pada tanggal 19 Juni 2008 namun faktanya baru berangkat
pada tanggal 24 Juni 2008;
b. Bahwa ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang No.21 tahun 1992
Tentang Pelayaran menyebutkan tentang “kewajiban emiliki Surat Ijin Berlayar
(SIB)” dengan ketentuan bila ada perubahan (P eraturan Bandar 1925 Pasal 8
ayat 3) dan kapal tidak berlayar, maka surat ijin berlayar (SIB) tidak berlaku
lagi, sedangkan Polis asuransi ditandatangani pada tanggal 23 Juni 2008 (bukti P-
1,P-1A);
c. Bahwa dengan demikian berdasarkan Pasal 251 KUHD maka pertanggungan
menjadi batal sebab melanggar prinsip iktikad baik (principle of utmost good
faith) dan Penggugat/Termohon Kasasi telah melakukan wanprestasi dan
Tergugat/Pemohon Kasasi tidak mempunyai kewajiban hukum terkait klaim
asuransi Penggugat/Termohon Kasai dan dala gugatan a quo pertimbangan
hukum judex facti/Pengadilan Negeri sudah tepat dan benar;
d. Bahwa alasan tersebut cenderung merupakan alasan yang dicari-cari
hanya untuk melepaskan diri dari tanggung jawab memberikan klaim asuransi
yang di tanggung oleh Tergugat, karena bukan merupakan “persyaratan yang
mutlak” harus dipenuhi Tertanggung misalnya : tidak membayar premi dan
sebagainya. Kelihatan memang urgen, kalau tentang selisih waktu
keberangkatan kapal, ini sudah masalah tehnisnya si Nakhoda Kapal. Yang
dalam keterangan saksi ahli menyebutkan “adalah hak” Nakhoda dan Adpel
untuk memberangkatkan atau tidak memberangkatkan kapal bila misalnya ada
cuaca buruk ;
e. Menurut Pendapat Pembaca II : Prof. Dr. Takdir Rahmadi,SH.LLM :
Bahwa hubungan hukum para pihak dalam hal ini antara Pemohon
Kasasi/Tergugat dan Termohon Kasasi/Penggugat harus didasarkan pada
perjanjian asuransi/polis asuransi No.SMG/CC-06/2008/00121. Lampiran
Perjanjian asuransi/polis asuransi tegas menyebutkan bahwa keberangkatan
kapal pada tanggal 24 Juni 2008 (P.1) dan dikuatkan oleh Laporan Kecelakaan
yang dikeluarkan oleh Kepala Administrasi Pelabuhan Tegal yang menyatakan
pula kapal berangkat hari Selasa tanggal 24 Juni 2008 jam 04.00 dan
kecelakaan terjadi tanggal 29 Juni 2008 jam 06.00 (P.3, T.4A). Oleh sebab itu
sudah terdapat konsistensi/kesesuaian antara dokumen hukum dan fakta
keberangkatan, serta kecelakaan terjadi dalam rentang waktu setelah perjanjian
dibuat bukan sebelum perjanjian dibuat.
f. Bahwa di dalam polis asuransi tidak ada klausula yang tegas menyatakan bahwa
tanggal keberangkatan sebagai syarat esensial yang dapat dijadikan alasan
batalnya klaim asuransi dari pihak Penggugat/Termohon Kasasi. Lagi pula
kecelakaan terjadi setelah para pihak mengadakan/menanda tangani perjanjian,
yaitu tanggal 23 Juni 2008 dan kecelakaan laut terjadi pada tanggal 29 Juni
2008. Informasi keberangkatan kapal tanggal 19 Juni 2008 diperoleh Pemohon
Kasasi/Tergugat/pihak asuransi dari Termohon Kasasi secara lisan (P.8). Tetapi
dokumen-dokumen menyebutkan bahwa kapal berangkat tanggal 24 Juni 2008
dan dibenarkan oleh Kepala Administrasi Pelabuhan Tegal, sehingga
tidak terdapat perbedaan fa ktual antara dokumen hukum dan fakta
keberangkatan. Oleh sebab itu secara hukum tidak dapat dibenarkan jika
setelah kecelakaan terjadi tiba-tiba Pemohon Kasasi/Tergugat menggunakan
Pasal 251 KUHD yang intinya memuat norma bahwa perjanjian dilaksanakan
dengan iktikad baik;
Bahwa Pembaca II berpendapat justru Pemohon Kasasi yang beriktikad tidak
baik melaksanakan perjanjian asuransi ini karena setelah kecelakaan terjadi tiba-tiba
mempersoalkan tanggak keberangkatan kapal padahal tidak ada satu pasal pun
dalam perjanjian asuransi yang menyatakan bahwa kebenaran tanggal
keberangkatan kapal adalah syarat esensial yang manakala terjadi ketidak sesuaian
dapat berakibat batalnya perjanjian, sehingga mengusulkan agar permohonan kasasi
yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/ Tergugat ditolak;
Bahwa tergugat mengetahui persis bahwa kapal tidak berangkat pada tanggal 19 juni
2008 ditambah pula dari keterangan Kepala Kantor Administrasi Tegal yang jelas jelas
menyebutkan bahwa kapal berangkat dari pelabuhan tanjung emas tanggal 24 juni 2008.
Sehingga dalil tergugat menyabakan menolak klaim sebelum penandatanganan polis asuransi
adalah alasan yang tidak dapat diterima;
“Tergugat telah melakukan wanprestasi ingkar janji karena tidak membayar klaim penggugat
padahal semua syarat dan ketentuan telah dipenuhi oleh penggugat”
Bahwa tindakan Tergugat melakukan tindakan wanprestasi merupakan tindakan yang
menimbulkan kerugian bagi Penggugat, yaitu :
Materiil : hilangnya penggantian klaim atas objek asuransi seharga Rp.936.000.000.00
(Sembilan ratus tiga puluh enam juta Rupiah) yang menjadi hak Penggugat ;
Immateriil : Terganggunya roda usaha Penggugat, karena seharusnya uang klaim
pertanggungan Penggugat dapat digunakan untuk membeli kembali objek
pertanggungan yang hilang, namun karena Penggugat tidak dapat memenuhi kewajiban
tersebut reputasi
dan kredibilitas Penggugat dimata dunia usaha menjadi rusak yang semuanya tidak dapat
dinilai harganya. Tetapi apabila kerugian immaterial tersebut hendak dinilai dengan uang
adalah patut dan beralasan dinilai sebesar Rp.10.000.000.000 (Sepuluh Miliar Rupiah)
Bahwa atas kerugian materiil yang diderita oleh Penggugat adalah wajar dan patut jika
atas kerugian tersebut juga dihitung bunga sebesar 10% (sepuluh persen) mengingat karena
klaim asuransi belum juga diterima oleh Pengguga maka Penggugat dirugikan oleh kenaikan
harga-harga barang termasuk harga objek pertanggungan asuransi tersebut yang setiap tahunnya
naik minimal sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga semula senilai Rp.936.000.000,-
(Sembilan ratus tiga puluh enam juta Rupiah), hal ini juga sesuai dengan Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI No.3374 K/Pdt/1986 dan Yurisprudensi No.212 K/Sip/1958;
Sebagaimana telah disebutkan diatas, Bahwa pasal 1239 KUHPerdata menyebutkan :
“Tiap tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang
tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memaberikan
penggantian biaya, rugi dan bunga”
Demikian pula dalam pasal 1243 KUHPerdata menyebutkan :
“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai
diwajibkan, apabila si berutang, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah
dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus
diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya”.
Jadi menurut kelompok kami, pihak penggugat telah melakukan wanprestasi terbukti
benar. Karena menurut pasal 1239 KUHPerdata dan pasal 1243 KUHPerdata yang intinya ialah
si terhutang harus mengganti biaya dan kerugian atas wanprestasi yang telah dilakukan.
Tergugat sendiri telah melakukan wanprestasi karena tidak memenuhi klaim penggugat padahal
semua persyaratan telah dipenuhi oleh penggugat.
A. Analisis pada Banding
4.1.2 Alasan Banding :
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat telah mengajukan Eksepsi pada
pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut :
1. Bahwa gugatan Penggugat memiliki cacat formil error in persona dalambentuk plurium
litis consortium, dimana gugatan Penggugat tidak lengkap(kurang pihak) dalam menarik
dan menempatkan Tergugat sebagaisubyek gugatan dalam gugatan Penggugat;
2. Bahwa Tergugat tidak pernah berhubungan dan menerima
pengajuanpermohonan/permintaan penutupan pertanggungan/asuransi secaralangsung
dari Penggugat yang biasanya dikategorikan sebagai directbusiness dalam industri
asuransi;
3. Bahwa Penggugat melakukan pengajuan permohonan/permintaanpenutupan
pertanggungan/asuransi kepada PT. Ghanie AkbarindoDistributory yang bergerak di
bidang Insurance & Claims Consultans dan berkedudukan hukum di Jalan Sindoro II
No.32 Ungaran. Semarang51507 melalui saudara Pramudita yang bekerja sebagai
Operational &Marketing Manager di Perusahaan tersebut;
4. Bahwa selanjutnya, Tergugat tidak pernah menerima pembayaran
premipertanggungan/asuransi secara langsung dari Penggugat, tetapiPenggugat
membayar presmi pertanggungan tersebut kepada PT.Ghanie Akbarindi Distributory
sebagai perusahaan perantara asuransiindependent melalui PT. Cahaya Kalimantan Raya
sebagai turut Tergugatsetelah permohonan/permintaan penuntupan pertanggungan
/asuransiPenggugat diterima oleh PT.Ghanie Akbarindo Distributory;
5. Bahwa PT. Ghanie Akbarindo merupakan jasa perantara asuransiindependent dan tidak
mempunyai hubungan hukum mengikat atauperjanjian agen asuransi dengan Tergugat
sebagai penanggung;
6. Bahwa PT. Ghanie Akbarindo Distributory sebagai badan hukumperseroan mempunyai
tanggung jawab hukum atas perbuatan hukum danhubungan hukum yang telah
dilakukannya untuk kepentingan hukumPenggugat, terkait dengan fakta-fakta hukum
yang dicantumkan dalampengajuan permohonan/permintaan penutupan
pertanggungan/asuransitersebut
7. Bahwa Tergugat berpendapat pihak yang ditarik dan ditempatkan sebagaiTergugat tidak
lengkap (kurang pihak/plurium litis consortium) karenamasih terdapat pihak lain yang
harus ikut ditarik dan ditempatkan sebagaiTergugat lain berdasarkan semua uraian dan
dalil yang Tergugatkemukakan di atas. Oleh karena itu, gugatan Penggugat memiliki
cacatformil error in persona dalam bentuk plurium litis consortium yang berartibahwa
gugatan yang diajukan oleh Penggugat kurang pihak, sehinggaPenggugat seharusnya
menarik dan menempatkan Direksi PT. GhanieAkbarindo Distributory sebagai Tergugat I
(pertama) sebagai subyekgugatan dalam gugatan PenggugatBahwa terhadap gugatan
tersebut Pengadilan Negeri JakartaSelatan telah mengambil putusan, yaitu putusannya
No. 1301/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel. tanggal 03 Pebruari 2010 yang amarnya sebagai berikut
Putusan Pengadilan :
DALAM EKSEPSI :
Menolak eksepsi Tergugat tersebut;
DALAM POKOK PERKARA :
Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.281.000,- (dua ratus
delapan puluh satu ribu rupiah);Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas
permohonanPenggugat putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dibatalkan
olehPengadilan Tinggi Jakarta dengan putusannya No. 290/Pdt/2010/PT.DKI.tanggal 13
Desember 2010 yang amarnya sebagai berikut :
Menerima permohonan banding dari Pembanding semula PenggugatZAINUDIN
ANSHORI;
Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor :
1301/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel. tanggal 03 Pebruari 2010 yang dimohonkanbanding
tersebut;
MENGADILI SENDIRI
DALAM EKSEPSI :
Menyatakan eksepsi Tergugat tidak dapat diterima;
DALAM POKOK PERKARA :
Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji(wanprestasi) ;
Menghukum Tergugat membayar klaim asuransi kepada Penggugatsebesar
Rp.936.000.000,- (sembilan ratus tiga puluh enam juta rupiah)yang menjadi hak
Penggugat sebagai pemegang Polis Nomor : SMG/CC-06/2008/00121 tanggal 23 Juni
2008;
Menghukum Tergugat untuk membayar ongkos perkara dalam keduatingkat Pengadilan,
yang dalam tingkat banding berjumlah Rp.150.000,-(seratus lima puluh ribu rupiah);
Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada Tergugat/Terbanding I
pada tanggal 15 Maret 2011 kemudian terhadapnya oleh Tergugat/Terbanding I dengan
perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 15 Maret 2011 diajukan
permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 28 Maret 2011 sebagaimana ternyata dari akte
permohonan kasasi No.1301/PDT.G/2009/PN.JKT.SEL. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, permohonan tersebut disertai dengan/diikuti oleh memori kasasi yang
memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 07
April 2011 ;
Bahwa setelah itu oleh Penggugat/Pembanding yang pada tanggal 3 Mei 2011 telah diberitahu
tentang memori kasasi dari Tergugat/Terbanding I diajukan jawaban memori kasasi yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri di Jakarta Selatan pada tanggal 05 Mei 2011;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan
kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang
ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat
diterima ;
4.1.3 Analisis pada Kasasi
Putusan kasasi :
Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No.290/Pdt /2010/ PT.DKI tanggal
13 Desember 2010 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
No.1301/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel. tanggal 03 Februari 2010; dan Mengabulkan permohonan
kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. ASURANSI RECAPITAL.
Yang mengakibatkan bahwa oleh karena permohonan kasasi (PT ASURANSI
RECAPITAL) di kabulkan, dan Termohon Kasasi/Penggugat (Bp.ZAINUDDIN ANSHORI)
berada di pihak yang kalah, maka harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam semua
tingkat peradilan.
Alasan dan dasar hukum mengapa mengajukan kasasi :
Didasarkan bukti-bukti KLM Sinar Bunga Perdana (T.7,T.15) seharusnya berlayar pada
tanggal 19 Juni 2008 namun faktanya baru menyatakn bahwa kapal berangkat pada tanggal 24
Juni 2008.
Bahwa dalam ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang No.21 tahun 1992 Tentang Pelayaran
menyebutkan tentang “kewajiban memiliki Surat Ijin Berlayar (SIB)” dengan ketentuan bila ada
perubahan (Peraturan Bandar 1925 Pasal 8 ayat 3) dan kapal tidak berlayar, maka surat ijin
berlayar (SIB) tidak berlaku lagi, sedangkan Polis asuransi ditandatangani pada tanggal 23 Juni
2008 (bukti P-1, P-1A). Sehingga surat izin yang telah ditentukan.berlayar yang dikeluarkan oleh
departemen perhubungan pada tanggal 19 juni 2008 sudah tidak berlaku lagi, dikarenakan batas
waktu surat izin berlayar adalah 24jam setelah surat dikeluarkan. Seharusnya pihak KLM Sinar
Bunga Perdana memperbaharui Surat Izin Berlayar dikarenakan kapal berlayar melewati batas
waktu
Dan didasarkan pada pasal 604 KUHD yaitu “ jika dalam hal ini ternyata terdapat
kerugian yang harus diganti, maka pihak tertanggung harus disumpah, bahwa ia betul-betul tidak
mengetahui tentang keberangkatan kapal tersebut”. Hal ini didasarkan pada surat izin berlayar
yang dikeluarkan oleh direktorat perhubungan yang menyatakan bahwa kapal berangkat pada
tanggal 19 juni dan bukan pada tanggal 24 juni sebagaimana fakta yang menyatakan kapal
tersebut berangkat dari pelabuhan. Sehingga pihak Termohon tidak mengetahui adanya
perubahan jadwal keberangkatan kapal.
Bahwa dengan demikian berdasarkan Pasal 251 KUHD yaitu “setiap keterangan yang
keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahuioleh
sitertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga,
seandainyasi penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan
ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syaratyang sama, mengakibatkan batalnya
pertanggungan.” Oleh karena itu atas dasar Pasal 251 KUHD maka pertanggungan menjadi batal
sebab melanggar prinsip iktikad baik (principle of utmost good faith) dan Penggugat/Termohon
Kasasi (Bp.ZAINUDDIN ANSHORI) telah melakukan wanprestasi dan Tergugat/Pemohon
Kasasi (PT ASURANSI RECAPITAL) tidak mempunyai kewajiban hukum terkait klaim
asuransi Penggugat/Termohon Kasasi dan dalam gugatan a quo pertimbangan hukum judex
facti/Pengadilan Negeri sudah tepat dan benar.
Bahwa alasan atas klaim tersebut cenderung merupakan alasan yang dicari-cari hanya
untuk melepaskan diri dari tanggung jawab memberikan klaim asuransi yang di tanggung oleh
Tergugat kepada Penggugat, karena bukan merupakan “persyaratan yang mutlak” harus dipenuhi
Tertanggung. Untuk selisih waktu keberangkatan kapal, ini sudah masalah tehnisnya si Nakhoda
Kapal. Yang dalam keterangan saksi ahli menyebutkan “adalah hak” Nakhoda dan Adpel untuk
memberangkatkan atau tidak memberangkatkan kapal bila misalnya ada cuaca buruk .
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan dan analisis hukum yang telah kami lakukan maka dapat
dismpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pada analisis di pengadilan
Pada analisis di pengadilan yaitu pada saat Bp. ZAINUDDIN ANSHORI mengajukan
perkara pedata terhadap PT ASURANSI RECAPITAL yaitu bahwa tergugat mengetahui
persis bahwa kapal tidak berangkat pada tanggal 19 juni 2008 ditambah pula dari
keterangan Kepala Kantor Administrasi Tegal yang jelas jelas menyebutkan bahwa kapal
berangkat dari pelabuhan tanjung emas tanggal 24 juni 2008. Sehingga dalil tergugat
menyabakan menolak klaim sebelum penandatanganan polis asuransi adalah alasan yang
tidak dapat diterima
Bahwa tindakan Tergugat melakukan tindakan wanprestasi merupakan tindakan yang
menimbulkan kerugian bagi Penggugat, yaitu :
Materiil : hilangnya penggantian klaim atas objek asuransi seharga Rp.936.000.000.00
(Sembilan ratus tiga puluh enam juta Rupiah) yang menjadi hak Penggugat ;
Immateriil : Terganggunya roda usaha Penggugat, karena seharusnya uang klaim
pertanggungan Penggugat dapat digunakan untuk membeli kembali objek
pertanggungan yang hilang, namun karena Penggugat tidak dapat memenuhi kewajiban
tersebut reputasi
dan kredibilitas Penggugat dimata dunia usaha menjadi rusak yang semuanya tidak dapat
dinilai harganya. Tetapi apabila kerugian immaterial tersebut hendak dinilai dengan uang
adalah patut dan beralasan dinilai sebesar Rp.10.000.000.000 (Sepuluh Miliar Rupiah)
Pihak penggugat telah melakukan wanprestasi terbukti benar. Karena menurut
pasal 1239 KUHPerdata dan pasal 1243 KUHPerdata yang intinya ialah si terhutang
harus mengganti biaya dan kerugian atas wanprestasi yang telah dilakukan. Tergugat
sendiri telah melakukan wanprestasi karena tidak memenuhi klaim penggugat padahal
semua persyaratan telah dipenuhi oleh penggugat.
2. Analisis pada Banding
Bahwa gugatan Penggugat memiliki cacat formil error in persona dalambentuk
plurium litis consortium, dimana gugatan Penggugat tidak lengkap(kurang pihak) dalam
menarik dan menempatkan Tergugat sebagaisubyek gugatan dalam gugatan Penggugat;
Bahwa Tergugat tidak pernah berhubungan dan menerima
pengajuanpermohonan/permintaan penutupan pertanggungan/asuransi secaralangsung
dari Penggugat yang biasanya dikategorikan sebagai directbusiness dalam industri
asuransi;
Bahwa Penggugat melakukan pengajuan permohonan/permintaanpenutupan
pertanggungan/asuransi kepada PT. Ghanie AkbarindoDistributory yang bergerak di
bidang Insurance & Claims Consultans dan berkedudukan hukum di Jalan Sindoro II
No.32 Ungaran. Semarang51507 melalui saudara Pramudita yang bekerja sebagai
Operational &Marketing Manager di Perusahaan tersebut;
Bahwa selanjutnya, Tergugat tidak pernah menerima pembayaran
premipertanggungan/asuransi secara langsung dari Penggugat, tetapiPenggugat
membayar presmi pertanggungan tersebut kepada PT.Ghanie Akbarindi Distributory
sebagai perusahaan perantara asuransiindependent melalui PT. Cahaya Kalimantan Raya
sebagai turut Tergugatsetelah permohonan/permintaan penuntupan pertanggungan
/asuransiPenggugat diterima oleh PT.Ghanie Akbarindo Distributory;
Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.281.000,- (dua
ratus delapan puluh satu ribu rupiah);Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas
permohonanPenggugat putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dibatalkan
olehPengadilan Tinggi Jakarta dengan putusannya No. 290/Pdt/2010/PT.DKI.tanggal 13
Desember 2010
Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada
Tergugat/Terbanding I pada tanggal 15 Maret 2011 kemudian terhadapnya oleh
Tergugat/Terbanding I dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa khusus
tanggal 15 Maret 2011 diajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 28 Maret
2011 sebagaimana ternyata dari akte permohonan kasasi
No.1301/PDT.G/2009/PN.JKT.SEL. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, permohonan tersebut disertai dengan/diikuti oleh memori kasasi yang memuat
alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 07
April 2011
3. Analisis pada kasasi
Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No.290/Pdt /2010/ PT.DKI
tanggal 13 Desember 2010 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
No.1301/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel. tanggal 03 Februari 2010; dan Mengabulkan
permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. ASURANSI RECAPITAL
Didasarkan bukti-bukti KLM Sinar Bunga Perdana (T.7,T.15) seharusnya
berlayar pada tanggal 19 Juni 2008 namun faktanya baru menyatakn bahwa kapal
berangkat pada tanggal 24 Juni 2008.
Bahwa dalam ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang No.21 tahun 1992
Tentang Pelayaran menyebutkan tentang “kewajiban memiliki Surat Ijin Berlayar (SIB)”
dengan ketentuan bila ada perubahan (Peraturan Bandar 1925 Pasal 8 ayat 3) dan kapal
tidak berlayar, maka surat ijin berlayar (SIB) tidak berlaku lagi, sedangkan Polis asuransi
ditandatangani pada tanggal 23 Juni 2008 (bukti P-1, P-1A). Sehingga surat izin yang
telah ditentukan.berlayar yang dikeluarkan oleh departemen perhubungan pada tanggal
19 juni 2008 sudah tidak berlaku lagi, dikarenakan batas waktu surat izin berlayar adalah
24jam setelah surat dikeluarkan. Seharusnya pihak KLM Sinar Bunga Perdana
memperbaharui Surat Izin Berlayar dikarenakan kapal berlayar melewati batas waktu.
Dan didasarkan pada pasal 604 KUHD yaitu “ jika dalam hal ini ternyata terdapat
kerugian yang harus diganti, maka pihak tertanggung harus disumpah, bahwa ia betul-
betul tidak mengetahui tentang keberangkatan kapal tersebut”
Bahwa alasan atas klaim tersebut cenderung merupakan alasan yang dicari-cari
hanya untuk melepaskan diri dari tanggung jawab memberikan klaim asuransi yang di
tanggung oleh Tergugat kepada Penggugat, karena bukan merupakan “persyaratan yang
mutlak” harus dipenuhi Tertanggung. Untuk selisih waktu keberangkatan kapal, ini sudah
masalah tehnisnya si Nakhoda Kapal. Yang dalam keterangan saksi ahli menyebutkan
“adalah hak” Nakhoda dan Adpel untuk memberangkatkan atau tidak memberangkatkan
kapal bila misalnya ada cuaca buruk .
5.2 Saran
1. Bagi pihak penggugat yaitu bapak Anshori lebih terbuka dan komunikatif mengenai
kasus klaim asuransi yang sedang dihadapi terhadap PT. Asuransi Recapital, sehingga
meminimalisir kesalahpahaman.
2. Bagi pihak ketiga yakni PT.Cahaya Kalimantan raya selaku perusahaan yang bergerak
dibidang pelayaran agar dapat mengikuti prosedur Surat Izin Berlayar agar tidak ada
pihak yang dirugikan.
3. Bagi pihak PT. Asuransi Recapital diharapkan untuk memperjelas clausul degan
pemegang polis.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad. 2002. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
A. Hasymi Ali. 1995. Pengantar Asuransi. Jakarta : Bumi Aksara
C.S.T. Kansil. 1996. Hukum Perusahaan Indonesia. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Djoko Prakoso. 2000. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Elisa Kartika Sari. 2005. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Emmy Pangaribuan Simanjuntak. 1980. Hukum Pertanggungan. Yogyakarta : Seri Hukum
Dagang Fakultas Hukum UGM.
Gunanto. 2003. Asuransi Kebakaran di Indonesia. Jakarta : Logos Wacana Ilmu.
Hasymi Ali. 2002. Pengantar Asuransi. Jakarta: Sinar Grafika.
Mashudi. 1998. Hukum Asuransi. Bandung : Mandar Maju.
Novianto HP. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surakarta: Beringin 55.
Radiks Purba. 1995. Memahami Asuransi di Indonesia. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo
R. P. Suyono. 2005. Shipping Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut. Jakarta:
PPM.