Upload
others
View
22
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGANPRINSIP AL MUSYARAKAH DI BANK MUAMALAT CABANG
MEDAN BALAI KOTA
TESIS
Oleh
SUCI KHARISMA SAABA137011120 /M.Kn
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN2016
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGANPRINSIP AL MUSYARAKAH DI BANK MUAMALAT CABANG
MEDAN BALAI KOTA
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan PadaProgram Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SUCI KHARISMA SAABA137011120 /M.Kn
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN2016
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada :
Tanggal : 26 Agustus 2016
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi, SH, CN, MHum
2. Dr. Utary Maharany Barus, SH, MHum
3. Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum
4. Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : SUCI KHARISMA SAABA
Nim : 137011120
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAANDENGAN PRINSIP AL MUSYARAKAH DI BANKMUAMALAT CABANG MEDAN BALAI KOTA
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,Yang membuat Pernyataan
Nama : SUCI KHARISMA SAABANim : 137011120
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAK
Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusahapemilik dana/modal bekerja sama sebagai mitra usaha, membiayai investasi usahabaru atau yang sudah berjalan. Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunandari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak ataulebih. Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata syaraka-yusyrikusyarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaanatau kelompok/kumpulan.
Penelitian ini memiliki 3 (tiga) permasalahan, yaitu; bagaimana pelaksanaanperjanjian pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah di Bank Muamalat CabangMedan Balai Kota, hambatan apa saja yang dihadapi Bank Muamalat Cabang MedanBalai Kota dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah,bagaimana penyelesaian sengketa di dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaandengan prinsip Al Musyarakah apabila timbul sengketa. Sifat dari metode penelitiantesis ini adalah deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan dalam penelitian iniadalah data sekunder yang dikumpulkan dengan teknik studi pustaka (libraryresearch).
Pelaksanaan pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah di Bank MuamalatCabang Medan Balai Kota sudah sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini dapat dilihatdari teknis dilaksanakannya perjanjian yaitu berdasarkan prinsip-prinsip Islam,digunakan pula dengan sistem bagi hasil terkait dengan isi perjanjian, tidak sepertipada bank konvensional yaitu bunga. Hambatan yang dihadapi Bank MuamalatCabang Medan Balai Kota dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan prinsipAl Musyarakah terbagi atas 2 (dua) jenis, yaitu hambatan internal dan hambataneksternal. Penyelesaian sengketa di dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan denganprinsip Al Musyarakah apabila timbul sengketa adalah melalui jalur musyawarah.Jalur musyawarah ini dapat dilakukan dengan langkah penjadwalan ulang,persyaratan kembali dan penataan kembali. Apabila jalur musyawarah tersebut tidakberhasil, maka langkah yang diambil adalah BASYARNAS sebagai media dalampenyelesaian sengekta. Hal ini sesuai dengan Akad Musyarakah Mutanaqisah Nomor01.
Kata kunci: Musyarakah, Musyarakah mutanaqishah, akad
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRACT
Musharaka is an agreement for the result when two or more employers fund /capital owner work together as business partners, investment finance a new businessor already running. Mutanaqishah Musharaka is a derivative product of Musharakacontract, which is a form of cooperation agreement between two or more parties. Thebasic words of Musharaka is derived from the word syirkah syaraka-yusyrikusyarkan-syarikan-syirkatan (shirkah), which means partnership, corporationor group / bundles.
This study has three (3) issues, namely; how the implementation of thefinancing agreement with the principle of Al Musharaka in Bank Muamalat MedanBranch City Hall, what obstacles faced by Bank Muamalat branch of Medan CityHall in the implementation of the financing agreement with the principle of AlMusharaka, how the settlement of disputes in the implementation of the financingagreement with the principle of Al Musharaka if signage dispute. The nature of thisthesis research method is descriptive. The data used in this research is secondarydata gathered by technical literature study (library research).
Implementation of the principle of Al Musharaka financing with BankMuamalat branch in Medan City Hall are in accordance with Islamic principles. Itcan be seen from the technical implementation of the agreement is based on theprinciples of Islam, is also used by the system for results related to the contents of theagreement, unlike in a conventional bank interest. Barriers faced by Bank Muamalatbranch of Medan City Hall in the implementation of the financing agreement with theprinciple of Al Musharaka is divided into two (2) types, namely internal resistanceand external barriers. Settlement of disputes in the implementation of the financingagreement with the principle of Al Musharaka when disputes arise is throughdeliberation. Hiking can be done with deliberation rescheduling step, back andreordering requirements. If the path is not successful deliberations, the steps takenare BASYARNAS as a medium in the completion sengekta. This is in accordance withthe Agreement Musharaka Mutanaqisah No. 01.
Keyword: Musyarakah, Musyarakah mutanaqishah, akad
Universitas Sumatera Utara
iii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama disampaikan rasa syukur Kehadirat Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Penyayang atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga tesis ini
dapat diselesaikan. Tesis merupakan salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa
yang ingin menyelesaikan studinya di Program Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara. Sehubungan dengan itu, disusun tesis yang
berjudulkan: ANALISIS HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN
PRINSIP AL MUSYARAKAH DI BANK MUAMALAT CABANG MEDAN
BALAI KOTA
Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah secara khusus dengan rasa
hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya diberikan terima kasih kepada
ayahanda dan ibunda: H. Achmad Syaaf Saabadan Hj. Mardiyah Siregaryang
telah mengasuh dan mendidik dengan curahan kasih sayang, juga bantuan materil dan
moril hingga selesainya tesis ini dan juga kepada ayahanda dan ibunda semoga Allah
selalu memberikan rahmat-Nya. Rasa terima kasih terutama diberikan juga kepada
suami tercinta Muhammad Taufik besertaputri tercinta Decita Celine
Marsyafayang telah memberikan banyak dukungan selama ini. Dan juga tidak lupa
rasa terima kasih kepada kakanda tersayang Uis Indah Sari Saaba, SE yang telah
banyak memberikan dukungan, perhatian dan motivasinya kepada penulis agar tesis
ini secepatnya dapat diselesaikan.
Universitas Sumatera Utara
iv
Terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya
disampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Pembimbing I, Dr. Utary
Maharani Barus SH, MHUM selaku Pebimbing II dan Dr. T. Keizerina Devi,
SH, CN, MHUM selaku Pembimbing III yang penuh perhatian telah
memberikan dorongan, bimbingan dan saran sehingga tesis ini selesai.
2. Kepada seluruh staf pengajar Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara
3. Kepada teman-teman tercinta yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
banyak berperan dalam membantu semasa perkuliahan
Begitupun disadari juga bahwa tesis ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
saran dan kritikan yang membangun akan sangat membantu perbaikan tesis
ini.
Medan, Agustus 2016Peneliti,
Suci Kharisma Saaba
Universitas Sumatera Utara
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Suci Kharisma Saaba
Tempat dan tanggal lahir : Medan, 13 Mei 1992
Agama : Islam
Alamat : Komplek Griya Wisata Indah Johor Blok C No. 135
Jenis kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Nama ayah : H. Achmad Syaaf Saaba
Nama ibu : Hj. Mardiyah Siregar
II. PENDIDIKAN
Sekolah dasar : SD Taman Siswa Medan
Sekolah menengah pertama : SMP Kesatria Medan
Sekolah menengah atas : SMA Harapan II Medan
Perguruan tinggi (S1) : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................ i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. v
DAFTAR ISI.......................................................................................................... vi
DAFTAR ISTILAH .............................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Permasalahan................................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 9
E. Keaslian Penelitian........................................................................ 10
F. Kerangka Teori dan Konsepsi....................................................... 12
G. Metode Penelitian.......................................................................... 25
1. Jenis dan Sifat Penelitian ....................................................... 25
2. Sumber Data........................................................................... 26
3. Teknik dan alat Pengumpulan Data ....................................... 27
4. Analisis Data .......................................................................... 28
BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN
PRINSIP AL MUSYARAKAH DI BANK MUAMALAT
CABANG MEDAN BALAI KOTA .................................................. 28
A. Pembiayaan Al-Musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan
Balai Kota...................................................................................... 28
B. Bentuk Perjanjian Al-Musyarakah di Bank Muamalat Cabang
Medan Balai Kota ......................................................................... 47
BAB III HAMBATAN YANG DIHADAPI BANK MUAMALAT
CABANG MEDAN BALAI KOTA DALAM PELAKSANAAN
PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP AL-MUSYARAKAH ......... 60
Universitas Sumatera Utara
vii
A. Hambatan dalam Pelaksanaan Pembiayaan Al-Musyarakah ........ 60
B. Tinjauan Syariah Tentang Pembiayaan Bermasalah yang
Mengakibatkan Hambatan dalam Pelaksanaan Pembiayaan Al-
Musyarakah ................................................................................... 67
C. Upaya yang Dilakukan Bank Muamalat Cabang Medan Balai
Kota dalam Menghadapi Hambatan Pelaksanaan Al-Musyarakah 70
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA DI DALAM PELAKSANAAN
PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP AL-
MUSYARAKAH APABILA TIMBUL SENGKETA..................... 82
A. Konsep Penyelesaian Sengketa Secara Syariah ............................ 82
B. Penyelesaian Sengketa Terhadap Pembiayaan Musyarakah
Bermasalah Yang Dilakukan Bank Muamalat Cabang Medan
Balai Kota...................................................................................... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 112
A. Kesimpulan ................................................................................... 112
B. Saran.............................................................................................. 113
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 115
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR ISTILAH
Al-musyarakah : akad kerja sama antara dua orang atau lebih untuksuatu usaha tertentu dimana masing-masing pihakmemberikan kontribusi dana amal dengankesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akanditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan
Al-musyarakah mutanaqisah : Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset(barang) atau modal salah satu pihak (syarik)berkurang disebabkan pembelian secara bertahapoleh pihak lainnya
Syirkah : kerja sama
Ijarah : sewa
Syarik : modal salah satu pihak
DSN : dewan syariah nasional
Feasible : layak dibiayai atau mampu membayar kewajibanatas pembiayaan yang diterima
Bankable : memenuhi syarat teknis perbankan, yaitu hal-halteknis yang disyaratkan oleh bank seperti adanyalegalitas usaha, usaha yang ada telah berjalan baikminimal 2 (dua) tahun dan adanya aset yang bisadijadikan agunan
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank Islam atau bank syariah, secara teknis mempunyai persamaan
pengertian. Para Pakar perbankan Islam memberikan beberapa defenisi. Menurut
Karnaen A. Perwaatmadja, bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam, yakni bank dengan tata cara dan operasinya
mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam. Salah satu unsur yang harus dijauhi
dalam muama-lah Islam adalah praktik-praktik yang mengandung unsur riba.1
Warkum Sumitro mendefinisikan bahwa bank Islam berarti bank yang tata
cara operasinya didasarkan pada tata cara bermuama-lah secara islami, yakni
mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan hadist. Dalam
operasionalisasinya, bank Islam harus mengikuti berpedoman kepada praktik-
praktik usaha yang dilakukan pada zaman Rasulullah, bentuk-bentuk yang sudah
ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha
baru sebagai hasil ijtihad para ulama atau cendikiawan Muslim yang tidak
menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan hadist.2
Pada tahun 1990 para ulama, cendikiawan muslim dan praktisi perbankan
menyusun suatu program untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan
prinsip syariah (BPR Syariah). Pada akhirnya didirikanlah Bank yang pertama
kali menggunakan prinsip syariah dalam bentuk BPR yakni BPR Dana
1Muhammad Firdaus, Sofiniha Ghufron, dkk, Konsep & Implementasi Bank Syariah,(Jakarta: Renaisan, 2005), hal. 18
2Ibid, hal. 19
1
Universitas Sumatera Utara
2
Mardhatillah, BPR Berkah Amal Sejahtera dan BPR Amanah Rabaniah3. ketiga
BPR tersebut mendapat izin Menteri Keuangan pada tanggal 8 Oktober 1990
namun mulai beroprasi pada tahun 1991. Setahun kemudian tepatnya pada tanggal
2 Mei 1992 Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang merupakan bank umum mulai
beroprasi.4.
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H
atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412
H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan
Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank
Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen
pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta
pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian
tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa
Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar.5
Keunggulan perbankan syariah telah terbukti, kemampuannya bertahan
dalam krisis global pada tahun 2008-2009 menunjukkan bahwa sistem perbankan
syariah memang layak dan pantas dijadikan alternatif sebagai bank yang
membantu perekonomian bangsa. Terbukti penyaluran pembiayaan oleh
perbankan syariah per Februari 2009 secara konsisten terus mengalami
3Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah: di Pengadilan Agama &Mahkamah Syariah, (Jakarta: Prenada Media group, 2009), hal. 32
4Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, cetakan keempatbelas, (Jakarta: Tzkia Cendekia, 2009), hal. 25
5Anonim, “Profil Bank Muamalat”, dalamhttp://www.bankmuamalat.co.id/tentang/profil-muamalat. diakses pada tanggal 1 November 2015
Universitas Sumatera Utara
3
peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 33,3% pada Februari 2008 menjadi
47,3% pada Februari 2009. Sementara itu, nilai pembiayaan yang disalurkan oleh
perbankan syariah mencapai Rp.40,2 triliun6.
Tujuan didirikannya bank syariah adalah:
a. Menyediakan lembaga keuangan perbankan sebagai sarana meningkatkan
kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat banyak.
b. Meningkatkan partisipasi masyarakat luas dalam proses pembangunan,
terutama dalam bidang ekonomi.
c. Menyediakan perbankan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam,
yang pada awalnya enggan berhubungan dengan bank. Karena mereka
menganggap bahwa bank konvensional adalah bank yang berdasarkan bunga
dan itu sama dengan riba yang dilarang.
d. Berkembangnya lembaga dan sistem perbankan yang sehat berdasarkan
efisiensi dan keadilan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan partisipasi
masyarakat, sehingga menggalakkan usaha-usaha ekonomi masyarakat.
e. Untuk mendidik masyarakat agar berpikir secara ekonomis dalam
meningkatkan kualitas hidup mereka.
Nasabah yang menabung di bank syariah tidak akan diberikan keuntungan
bunga melainkan berupa bagi hasil. Bagi hasil tentu saja berbeda dengan bunga.
Pada sistem bunga, nasabah akan mendapatkan hasil yang sudah pasti berupa
persentase tertentu dari saldo yang disimpannya di bank tersebut. Berapapun
6Anonim, “Perbankan Syariah: Lebih tahan krisis global”, dalamwww.bi.go.id/.../Perbankan_Syariah_Lebih_Tahan_Krisis_Global.pdf”. Diakses pada tanggal 1November 2015 .
Universitas Sumatera Utara
4
keuntungan usaha pihak bank, nasabah akan mendapatkan hasil yang sudah pasti.
Sedangkan pada sistem bagi hasil, tidak seperti itu.7
Bagi hasil dihitung dari hasil usaha pihak bank dalam mengelola uang
nasabah. Bank nasabah membuat perjanjian bagi hasil berupa persentase tertentu
untuk nasabah dan untuk bank, perbandingan ini disebut nisbah. Misalnya, 60%
keuntungan untuk nasabah dan 40% keuntungan untuk bank. Dengan sistem ini,
nasabah dan bank memang tidak bisa mengetahui berapa hasil yang pasti akan
mereka terima. Karena bagi hasil baru akan dibagikan kalau hasil usahanya sudah
bisa ditentukan pada akhir periode. Tapi dengan sistem bagi hasil, nasabah dan
bank akan membagi keuntungan secara lebih adil daripada sistem bunga. Karena
dua belah pihak selalu membagi adil sesuai nisbah berapapun hasilnya.8
Terdapat beberapa bentuk pembiayaan yang ada di Bank dengan prinsip
syariah ini yaitu:
a. Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua orang atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana amal
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan . Masing-masing pihak memberikan dana dengan
kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan.
b. AI-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak
pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola.
Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagi berdasarkan rasio yang telah
7Muhammad Firdaus, Sofiniha Ghufron, dkk (ii), Sistem Keuangan & Investasi Syariah,(Jakarta: Renaisan, 2005), hal. 29
8Ibid
Universitas Sumatera Utara
5
disepakati di awal akad9. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal
selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian
diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung
jawab.
c. AI-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan
dengan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si
penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari
hasil panen10. Dalam dunia perbankan kasus ini diaplikasikan untuk
pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.
d. AI-musaqah merupakan bentuk sederhana dari al-muzaara’ah dimana si
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.11
Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam
konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan
penggarap.
Bank yang menjalankan pembiayaan dengan prinsip syariah seperti al-
musyarakah, Al-muzara’ah dan Al-musaqah telah menunjukkan keberhasilan
dengan bertahannya bank-bank syariah hingga saat ini, oleh karenanya dengan
beberapa pertimbangan yang ada pmbiayaan dengan prinsip syariah ini harus
diberikan payung hukum sehingga memiliki kejelasan. Di Indonesia, bank syariah
secara mendasar, terdapat 2(dua) aturan hukum yang digunakan di dalam
mengatur perbankan syariah ini, yaitu:
9Totok Budisantoso dan Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Cetakan keii. (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2006, ) hal, 160.
10Muhammad Antonio Syafi’i. Op.Cit, hal. 9911Ibid, hal. 100.
Universitas Sumatera Utara
6
a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
b. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Selain dari undang-undang tersebut terdapat pula aturan lainnya yang
disebut dengan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) pada tahun 2008
yang kemudian direvisi pada tahun 2010. Melalui Peraturan Mahkamah Agung
(PERMA) Nomor 2 Tahun 2008, KHES ini kemudian mendapatkan payung
hukum untuk dijadikan sebagai hukum terapan dan dinyatakan resmi sebagai
pedoman bagi para hakim di Peradilan Agama dalam memeriksa, mengadili dan
menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan ekonomi syariah.
Terkait dengan itu, terhadap pembiayaan dalam perbankan syariah yang
telah dijelaskan sebelumnya adalah merupakan suatu kegiatan yang sangat banyak
dilakukan dikarenakan dapat membantu beberapa pihak dalam kegiatan usaha.
Pelaksanaan pembiayaan ini juga tidak lepas dari suatu perjanjian antara bank dan
nasabah sehingga memiliki dasar hukum, akan tetapi landasan hukum yang
digunakan dalam pembiayaan ini tidak lepas dari Al-Quran dan Sunnah.
Sejak dibentuknya Bank Muamalat Indonesa (BMI) hingga sekarang, BMI
terus menunjukkan keberhasilannya. Bank Muamalat membiayai berbagai sektor
usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah untuk segmen mikro, kecil,
menengah, dan korporasi. Bank Muamalat mendapatkan keuntungan dari berbagai
penyaluran dana yang dilakukannya antara lain berasal dari marjin pembiayaan
murabahah (jual beli) dan sewa-menyewa, bagi hasil pembiayaan mudharabah
Universitas Sumatera Utara
7
(bank sebagai pemilik seluruh modal) dan musyarakah (bank berkongsi modal),
serta berbagai fee layanan (ujrah).12
Salah satu contoh lain dari pembiayaan yang dilakukan oleh Bank
Muamalat adalah Pembiayaan Modal Kerja Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Syariah yang merupakan produk pembiayaan yang ditujukan untuk LKM Syariah
(BPRS/BMT/Koperasi) yang hendak meningkatkan pendapatan dengan
memperbesar portfolio pembiayaannya kepada Nasabah atau anggotanya (end-
user). Pembiayaan ini dilaksanakan dengan prinsip yang salah satunya
musyarakah.13
Saat ini Bank Muamalat memberikan layanan bagi lebih dari 4,3 (empat
koma tiga) juta nasabah melalui 457 (empat ratus lima puluh tujuh) gerai yang
tersebar di 33 (tiga puluh tiga) provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung pula
oleh aliansi melalui lebih dari 4000 (empat ribu) Kantor Pos Online/SOPP di
seluruh Indonesia, 1996 (seribu sembilan ratus sembilan puluh enam) ATM, serta
95.000 (sembilan puluh lima ribu) merchant debet. BMI saat ini juga merupakan
satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala
Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di Malaysia,
kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System
(MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 (dua ribu) ATM
di Malaysia. Selain itu Bank Muamalat memiliki produk shar-e gold dengan
teknologi chip pertama di Indonesia yang dapat digunakan di 170 (seratus tujuh
12Anonim, “FAQ (Pembiayaan)”, dalam http://www.bankmuamalat.co.id/produk/faq-pembiayaan. diakses pada tanggal 24 November 2015
13Anonim, “Pembiayaan Modal Kerja LKM Syariah (BPRS/BMT?Koperasi)”, dalamhttp://www.bankmuamalat.co.id/produk/pembiayaan-lkm-syariah#.Vlr6QdLhB0s. Diakses padatanggal 24 November 2015
Universitas Sumatera Utara
8
puluh) negara dan bebas biaya diseluruh merchant berlogo visa. Walaupun
demikian, BMI tidak dapat lepas dari masalah terkait dengan pelaksanaan
fungsinya sebagai bank yang menjalankan perannya dalam pembiayaan kepada
masyarakat.14 Keberhasilan BMI yang memberikan sisi positif bank yang
menjalankan prinsip syariah, sangat dipandang perlu untuk melihat lebih jauh
permasalahan yang dialami oleh BMI terkait dengan pelaksanaan pembiayaan al-
musyarakah.
Di dalam penelitian ini yang menjadi salah satu objek yang dianalisis
adalah akad pembiayaan musyarakah mutanaqisah. Adapun akad pembiayaan
musyarakah mutanaqisah ini dilaksanakan oleh masing-masing pihak yang dalam
hal ini adalah bank dan nasabah. Akad yang bernomorkan 01 ini dibuat dengan
tujuan pembiayaan yang diberikan kepada nasabah atas 1 (satu) unit rumah. Bank
dan nasabah bersama-sama berkontribusi untuk pembelian rumah dan kemudian
nasabah berjanji untuk melakukan pembelian pengambilalihan barang yang
menjadi bagian dari kepemilikan bank. Bank juga berjanji untuk menjual bagian
kepemilikan bank secara bertahap sesuai jangka waktu yang telah disepakati.
Akad musyarakah mutanaqisah merupakan akad baru dalam pembiayaan
kredit pemilikan rumah yang didukung dengan adanya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/ 17/ PBI/ 2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Bank Muamalat Indonesia sebagai pelopor bank syariah di Indonesia yang
beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil dengan salah satu produk unggulannya
yaitu pembiayaan hunian syariah.
14Anonim, Op. Cit, “Profil Bank Muamalat”, dalamhttp://www.bankmuamalat.co.id/produk/faq-pembiayaan. diakses pada tanggal 24 November 2015
Universitas Sumatera Utara
9
Pembiayaan hunian syariah Bank Muamalat memiliki kompetitif dengan
jangka waktu pengembalian yang panjang. Nilai angsuran yang tidak fluktuatif,
serta tidak adanya penalti bagi nasabah yang mengajukan muqashah (pelunasan
lebih awal). Selain itu, produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) iB Muamalat
tumbuh mencapai Rp 8,37 triliun atau naik 22,54 persen (year on year) dibanding
Agustus 2014 yang mencapai sekitar Rp 6,83 triliun. Pertumbuhan pembiayaan
rumah BSM juga meningkat sejak awal tahun hingga Agustus tahun 2015 (year to
date). Untuk periode Januari hingga Agustus 2015, pencairan pembiayaan rumah
BSM mencapai Rp 1,85 triliun. Sementara, pencairan pembiayaan pada Januari
sampai dengan Agustus 2014 sebesar Rp 1,32 triliun. “Year to date” pembiayaan
rumah BSM tumbuh 40 persen. Berdasarkan data publikasi yang ada di website
resmi Bank, Muamalat Bank Muamalat memberikan dua jenis akad untuk
pembiayaan hunian syariah, yaitu dengan akad murabahah dan akad musyarakah
mutanaqisah.15
Akad musyarakah mutanaqisah lebih menguntungkan dibandingkan
dengan akad lain dalam pembiayaan kepemilikan rumah karena margin yang
diberikan lebih rendah. Musyarakah mutanaqisah yang diterapkan oleh Bank
Muamalat Cabang Medan Balai Kota adalah musyarakah di mana bank bertindak
sebagai mitra pasif dan nasabah sebagai mitra aktif. Bank bermitra dengan
nasabah dalam memperoleh suatu properti berdasarkan suatu kesepakatan.
Terjadi kemitraan karena nasabah tidak mempunyai modal yang cukup untuk
memiliki suatu properti. Masing-masing pihak, yaitu bank dan nasabah
15Bank Muamalat, “Produk dan Layanan” dalamhttp://www.bankmuamalat.co.id/pembiayaan-consumer/kpr-ib-muamalat. diakses pada tanggal 13Agustus 2016
Universitas Sumatera Utara
10
mengeluarkan dana sebagai porsi pembiayaan. Porsi yang dikeluarkan oleh Bank
Muamalat Cabang Medan Balai Kota lebih besar dibandingkan dengan porsi
yang dikeluarkan oleh nasabah. Oleh karena itu, kepemilikan bank atas properti
lebih besar daripada kepemilikan nasabah.16
Dilihat dari perkembangan yang ada apalagi musyarakah mutanaqisah
merupakan produk baru, maka sangat penting apakah akad yang dilaksanakan
dalam musyarakah mutanaqisah sudah sesuai dengan prinsip syariah atau tidak.
Selain itu pula, hambatan-hambatan yang ada dalam pelaksanaan akad
musyarakah mutanaqisah apakah sama dengan akad lainnya sehingga sangat
perlu ditinjau lebih jauh.
Berdasarkan uraian singkat di atas dan bermacamnya jenis dari akad
pembiayaan di perbankan syariah ini menjadikan variatifnya manfaat dari bank
syariah dibentuk dalam memberikan manfaat kepada masyarakat banyak.
Kemudian terhadap akad pembiayaan musyarakah mutanaqisah menjadi suatu hal
yang menarik untuk dianalisis dalam hal pelaksanaan akadnya, hambatan yang
dihadapi dan pelaksanaan penyelesaian sengketa atas akad yang bermasalah.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini dapat
dirumuskan 3 permasalahan yang akan di teliti, yaitu :
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah
di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota?
16Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
11
2. Hambatan apa saja yang dihadapi Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota
dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah?
3. Bagaimana penyelesaian sengketa di dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan
dengan prinsip Al Musyarakah apabila timbul sengketa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan permasalahan di atas, maka yang menjadi
tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan prinsip Al
Musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota
2. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi Bank Muamalat Cabang Medan
Balai Kota dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan prinsip Al
Musyarakah
3. Untuk mengetahui penyelesaian masalah di dalam pelaksanaan perjanjian
pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah apabila timbul sengketa
D. Manfaat Penelitian
Adapun dilakukan penelitian untuk memberikan manfaat kepada semua,
berikut manfaatnya:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini memberikan sejumlah manfaat terhadap para akademisi maupun
masyarakat umumnya serta dapat menambah khasanah ilmu hukum dalam segi
perjanjian pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah di Indonesia yang
pengaturannya di atur di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah
Universitas Sumatera Utara
12
2. Manfaat praktis
Penelitian ini memberikan informasi dan pengetahuan kepada lembaga
perbankan, Otoritas Jasa Keuangan, mahasiswa, dosen maupun praktisi hukum.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan data yang ada dan melalui penelusuran yang telah dilakukan
di kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan kepustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara maka penelitian yang berkenaan dengan judul
Analisis Hukum Perjanjian Pembiayaan Dengan Prinsip Al Musyarakah Di Bank
Muamalat Cabang Medan Balai Kota. Namun data yang ditemukan berkaitan
dengan penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Muhammad Nuh (067011057) dengan judul tesis; Pelaksanaan Pemberian
Pembiayaan Mudharabah Kepada Koperasi Studi Bank Muamalaat Cabang
Medan. Adapun permasalahan yang diangkat adalah bagaimana tata cara
pemberian pembiayaan mudharabah kepada koperasi pada Bank Muamalat
Cabang Medan? Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam
pelaksanaan pemberiaan pembiayaan secara mudharabah kepada koperasi?
Bagaimana penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi dalam pemberian
pembiayaan secara mudharabah kepada koperasi pada bank Muamalat Cabang
Medan?
2. Netti Sumiati (097011126) dengan judul tesis Analisis Yuridis Terhadap
Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Perbankan Syariah (Mudharabah,
Musyrarakah dan Mudharabah. Adapun permasalahan yang diangkat adalah
bagaimana aspek hukum perjanjian pembiayaan dalam Hukum Islam untuk
Universitas Sumatera Utara
13
menjalankan kegiatan perbankan syariah? Apakah pelaksanaan perjanjian
pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah sudah sesuai dengan
prinsip syariah? Bagaimana prosedur akad pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah dalam sistem perbankan syariah?
3. Imelda (077011029) dengan judul tesis Analisis Yuridis kekuatan Pembuktian
Akta Perjanjian Musyarakah Yang Dibuat Notaris (Studi Bank Sumut Syariah
Medan) Adapun permasalahan yang diangkat adalah bagaimana kekuatan
pembuktian perjanjian pembiayaan msuyarakah yang dibuat notaris?
Bagaimana perbedaan antara perjanjian musyarakah yang ada di bank syariah
dengan perjanjian perkongsian di bank konvensional? Bagaimana bentuk
jaminan dalam perjanjian musyarakah?
4. Fachruddin (067005030) dengan judul tesis Analisis Pelaksanaan Perjanjian
Pembiayaan Dengan Prinsip Mudharabah pada PT. Bank Syariah Mandiri
Cabang Medan. Adapun permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah
pelaksanaan perjanjian pembiayaan mudharabah yang bermasalah pada Bank
Syariah Mandiri Cabang Medan? Bagaimanakah pihak Bank menyelesaikan
pembiayaan mudharabh yang bermasalah pada Bank Syariah Mandiri Cabang
Medan? Sanksi apakah yang diberlakukan kepada mudharib bila melanggar
perjanjian dalam akad pembiayaan mudharabah?
Berdasarkan beberapa tulisan yang pernah ditulis tersebut diatas, secara
umum pembahasan yang akan ditulis dalam penelitian ini tidaklah memiliki
kesamaan baik itu judul maupun permasalahan yang diangkat. Namun kesamaan
bisa saja timbul akibat sumber kutipan atau buku-buku yang menjadi sumber
Universitas Sumatera Utara
14
metode penulisan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang
membangun dan apabila dikemudian hari ternyata penelitian ini melanggar asas-
asas keilmuan tersebut maka peneliti bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
F. Kerangka Teori & Konsep
1. Kerangka Teori
Teori sangat penting dalam proses penelitian karena teori digunakan
sebagai dasar penelitian dalam pencarian kebenaran suatu hukum. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori perjanjian dan dalam hal ini
teori perjanjian yang digunakan adalah perjanjian yang istilahnya digunakan
dalam Syariah Islam yang disebut dengan akad. Secara etimologi, aqad berarti:17
1. Ikatan, yaitu: ikatan antara ujung sesuatu (dua perkara), baik ikatan secara
nyata maupun ikatan secara abstrak, dari satu sisi atau dari dua sisi. Sedangkan
menurut M. Hasbi Ash-Shiddieqy dan Hendi Suhendi, aqad secara bahasa
adalah mengikat, yaitu mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah
satunya dengan yang lain, sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi
satu benda.
2. Sambungan, yaitu sambungan yang memegang kedua tepi itu dan
mengikatnya.
3. Janji sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Maidah [5]:1: “Hai orang-orang
yang beriman, penuhilah janji-janjimu.”
17Muhammad Firdaus, Sofiniha Ghufron, dkk (iii), Cara Mudah Memahami Akad-AkadSyariah, (Jakarta: Renaisan, 2005), hal. 14
Universitas Sumatera Utara
15
Di dalam akad juga dikenal dengan rukun akad. Terdapat perbedaan
pendapat dikalangan ulama terhadap rukun akad. Ulama Hanafiyah berpendapat
bahwa rukun aqad adalah ijab dan qabul. Sedangkan ulama lainnya berpendapat
bahwa aqad memiliki tiga rukun, yaitu:18
1. Aqid (orang yang berakad) terkadang masing-masing pihak terdiri dari seorang
saja, dan kadang kala dari beberapa orang.
2. Ma’qud Alaih (sesuatu yang diaqadkan) ma’qud’alaih atau mahallul aqdi
adalah benda yang menjadi objek akad, seperti benda-benda yang dijual dalam
akad bai’ (jual beli) yang dihibahkan dalam akad hibah, yang digadai dalam
akad rahn, dan lain-lain.
3. Shighat al-aqd, yaitu ijab dan qabul ucapan yang menunjukkan kehendak
kedua belah pihak.
Selain itu pula, terdapat pula unsur-unsur akad. Unsur-unsur akad adalah
sesuatu yang merupakan pembentukan adanya akad, yaitu:19
1. Shighat al-aqd, yaitu sesuatu yang disandarkan dari dua belah pihak yang
berakad yang menunjukkan atas apa yang ada di hati keduanya tentang
terjadinya suatu akad. Hal ini dapat diketahui dengan ucapan, perbuatan,
isyarat dan tulisan. Shighat tersebut disebut ijab dan qabul. Metode shighat
atau ijab qabul dalam akad dapat dilakukan dengan beberapa cara:
a. Akad dengan lafad (ucapan): akad dengan lafad yang dipakai untuk ijab dan
qabul harus jelas pengertiannya, harus bersesuaian antara ijab dan qabul,
dan shighat ijab dan qabul harus sungguh-sungguh atau tidak diucapkan
18Ibid, hal. 1519Ibid
Universitas Sumatera Utara
16
secara ragu-ragu. Karenanya, apabila shighat al-‘aqad tidak menunjukkan
kesungguhan akad, maka menjadi tidak sah. Atas dasar inilah para fuqaha
berpendapat bahwa berjanji menjual belum merupakan akad penjualan, dan
orang yang berjanji itu tidak dapat dipaksa menjualnya.
b. Akad dengan tulisan; dibolehkan akad dengan tulisan, baik bagi mereka
yang mampu berbicara maupun tidak, dengan syarat tulisan tersebut harus
jelas, tampak dan dapat dipahami oleh kedua belah pihak. Sebab tulisan
sebagaimana dalam qaidah fiqhiyah, “tulisan bagai ucapan”. Ulama
Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa akad dengan tulisan adalah
sah jika kedua belah pihak yang berakad tidak hadir, namun jika yang akad
hadir, diperkenankan menggunakan tulisan, sebab tulisan tidak dibutuhkan.
c. Akad dengan perbuatan. Dalam akad terkadang tidak digunakan ucapan,
tetapi cukup dengan perbuatan yang menunjukkan saling meridhai. Hal ini
sangat umum terjadi pada zaman sekarang. Dalam menanggapi persoalan
ini, para ulama berbeda pendapat.
1) Ulama Hanafiyah dan Hanabillah membolehkan akad dengan perbuatan
terhadap barang-barang yang sudah sangat diketahui secara umum oleh
manusia. Jika belum diketahui secara umum, akad seprti itu dianggap
batal.
2) Mazhab Maliki membolehkan akad dengan perbuatan jika jelas
menunjukkan kerelaan, baik barang tersebut diketahui secara umum
maupun tidak, kecuali dalam pernikahan.
Universitas Sumatera Utara
17
3) Ulama Syafi’iyah, Syiah, dan Dzahiriyah berpendapat bahwa akad
dengan perbuatan tidak dibenarkan karena tidak ada petunjuk yang kuat
terhadap akad tersebut. Selain itu, keridhaan adalah sesuatu yang samar,
yang tidak dapat diketahui kecuali dengan ucapan.
Namun para ulama sepakat bahwa akad dalam pernikahan hanya dibolehkan
menggunakan ucapan. Begitu pula dalam talak dan ruju diutamakan dengan
tulisan dibandingkan dengan isyarat apabila tidak mampu berbicara.
d. Akad dengan isyarat. Bagi orang yang mampu berbicara tidak dibenarkan
akad dengan isyarat, melainkan harus dengan menggunakan lisan, tulisan
atau perbuatan. Adapun bagi mereka yang tidak dapat berbicara, boleh
menggunakan isyarat, tetapi jika mampu menulis dan bagus maka
dianjurkan atau lebih baik dengan tulisan.
2. Al-‘Aqid (pelaku), yaitu orang yang melakukan akad. Keberadaannya adalah
sangat penting sebab tidak dapat dikatakan akad jika tidak ada ‘aqid. Begitu
pula tidak akan terjadi ijab dan qabul tanpa adanya ‘aqid. Secara umum ‘aqid
disyaratkan harus ahli dan memiliki kemampuan untuk melakukan akad atau
mampu menjadi pengganti orang lain jika ia menjadi wakil. Ulama malikiyah
dan Hanafiyah mensyaratkan ‘aqid harus berakal, yakni sudah mumayyiz, anak
yang agak besar yang membicarakannya dan jawaban yang dilontarkan dapat
dipahami, serta berumur minimal 7 tahun. Oleh karena itu, dipandang tidak sah
suatu akad yang dilakukan oleh anak kecil yang belum mumayyiz, orang gila,
dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
18
3. Al-ma’qud alaih (mahal al-aqad) yaitu objek akad atau benda-benda yang
dijadikan akad, bentuknya tampak dan membekas. Barang tersebut dapat
berbentuk harta benda, seperti barang dagangan, benda bukan harta seperti
akad pernikahan dan dapat pula dalam bentuk suatu kemanfaatan seperti dalam
masalah upah mengupah dan lain-lain
Selain itu, terdapat beberapa syarat-syarat akad di dalam Islam, yaitu
syarat terjadinya akad (syuruth al-in`iqad), syarat sah akad (syuruth al-shihhah),
syarat pelaksanaan akad (syuruth an-nafidz), dan syarat kepastian hukum (syuruth
al-iltizam):20
1. Syarat terjadinya akad
Syarat terjadinya akad (kontrak), yaitu terbagi kepada syarat umum dan syarat
khusus. Yang termasuk syarat umum yaitu rukun-rukun yang harus ada pada
setiap akad, seperti orang yang berakad, objek akad, objek tersebut bermanfaat,
dan tidak dilarang oleh syara`. Yang dimaksud syarat khusus ialah syarat-
syarat yang harus ada pada sebagian akad dan tidak disyaratkan pada bagian
lainnya, seperti syarat harus adanya saksi pada akad nikah (`aqd al-jawaz) dan
keharusan penyerahan barang/objek akad pada al-`uqud al-`ainiyyah.21
2. Syarat sahnya akad
Al-Jahalah (Ketidakjelasan tentang harga, jenis dan spesifikasinya, waktu
pembayaran, atau lamanya opsi, dan penanggung atau penanggung jawab); Al-
Ikrah (Keterpaksaan); Attauqit (Pembatasan Waktu); Al-Gharar (Ada unsur
kemudharatan); dan Al-Syartu al-fasid (Syarat-syaratnya rusak, seperti
20Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012),hal. 40
21Ibid, hal. 41
Universitas Sumatera Utara
19
pemberian syarat terhadap pembeli untuk menjual kembali barang yang
dibelinya tersebut kepada penjual dengan harga yang lebih murah).22
3. Syarat pelaksanaan akad
Syarat ini bermaksud berlangsungnya akad tidak tergantung pada izin orang
lain. Syarat berlakunya sebuah akad yaitu (1) adanya kepemilikan terhadap
barang atau adanya otoritas (al-wilayah) untuk mengadakan akad, baik secara
langsung ataupun perwakilan. (2) Pada barang atau jasa tersebut tidak terdapat
hak orang lain.23
4. Syarat kepastian hukum atau kekuatan hukum
Suatu akad baru mempunyai kekuatan mengikat apabila ia terbebas dari segala
macam hak khiyar. Khiyar adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk
melanjutkan atau membetalkan akad jual beli yang dilakukan.24
Teori lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kemaslahatan.
Teori kemaslahatan atau al-mashlahah dibagi tiga jenis; pertama, mashlahah
dharuriyah, yaitu kemaslahatan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan
manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan ini berkaitan dengan lima
kebutuhan pokok, yang disebut dengan al-mashalih al-khamsah, yaitu (1)
memelihara agama, (2) memelihara jiwa, (3) memelihara akal, (4) memelihara
keturunan, dan (5) memelihara harta.25
22Ibid23Hirsanuddin, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Press, 2008),
hal. 9.24Ibid25Abu Ishaq al-Syathibi, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, (Beirut: Dar al-Ma’rifah,
1973),hal. . 8-12
Universitas Sumatera Utara
20
Kedua yaitu; mashlahah hajiyah merupakan segala sesuatu yang sangat
dihajatkan oleh manusia untuk menghilangkan kesulitan dan menolak segala
halangan. Artinya, ketiadaan ancam eksis aspek hajiyat ini tidak akan sampai
menjadikan kehidupan manusia rusak melainkan hanya sekedar menimbulkan
kesulitan dan kesukaran saja. Prinsip utama aspek hajiyat ini adalah untuk
menghilangkan kesulitan, meringankan beban taklif dan memudahkan urusan
mereka. Maksudnya Islam menetapkan sejumlah ketentuan dalam beberapa
bidang mu’amalat dan uqubat (pidana).26
Ketiga, mashlahah hajiyah, yaitu kemaslahatan yang keberadaannya
dibutuhkan dalam menyempurnakan lima kemaslahatan pokok tersebut yang
berupa keringanan demi untuk mempertahankan dan memelihara kebutuhan dasar
(basic need) manusia. Misalnya, rukhshah berupa kebolehan berbuka puasa bagi
orang yang sedang musafir, kebutuhan terhadap makan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup, menuntut ilmu untuk mengasah otak dan akal, berniaga
untuk mendapatkan harta. Semua ini disyari’atkan untuk mendukung pelaksanaan
kebutuhan lima pokok tersebut.27
Menurut Muhammad as-Said Ali Abd Rabuh, jika terjadi benturan dua
kemaslahatan seperti, antara mashlahah dharuriyah dengan hajiyah maka
daruriyah harus didahulukan. Sebab mashlahah dharuriyah menyangkut sektor
penting yang paling asasi dalam kehidupan yang tidak bisa ditawar-tawar.
Sangatlah memang penting dan dibutuhkan dan harus dipelihara tetapi jika tidak
dapat mewujudkan dalam kehidupan maka hanya menimbulkan kesulitan bagi
26Alaiddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal.123
27Ibid, hal. 164
Universitas Sumatera Utara
21
manusia dan sampai pada rusaknya kehidupan, demikian juga halnya antara
mashlahah hajiyah dan tahsiniyah maka yang didahulukan adalah mashlahah
hajiyah. Sebab, mashlahah hajiyah menempati posisi yang paling tinggi dari pada
tahsiniyah, mashlahah tahsiniyah sifatnya untuk kesempurnaan dan pelengkap
saja serta tidak sampai merusak kehidupan jika ia tidak dapat diwujudkan,
menurut Ali al-Said Rabuh, dasar pertimbangan seperti ini tidak terdapat
perbedaan dikalangan ulama usut.28
Apabila teori kemaslahatan dihubungkan dengan tujuan penulisan maka
yang dapat dipahami adalah bagaiaman akad pembiayaan yang dilakukan antara
calon nasabah dengan pihak Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota dapat
memberikan suatu kemanfaatan baik secara dunia dan akhirat bagi para
pelaksananya.
Terpeliharanya prinsip agama dalam pelaksanaan akad pembiayaan adalah
salah satu tujuan setiap muslim dan tidak dapat ditinggalkan oleh siapa pun. Oleh
karenanya kemudahan dalam setiap pelaksanaan akad pembiayaan juga dapat
dilakukan tanpa memberatkan-beratkan calon nasabah khususnya di Bank
Muamalat Cabang Medan Balai Kota.
2. Kerangka Konsep
Kerangka konsep berfungsi menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
konsep yang digunakan dalam penelitian ini agar secara operasional diperoleh
hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan berdasarkan
judul penelitian Analisis Hukum Perjanjian Pembiayaan Dengan Prinsip Al
28 Romli,SA,Muqaranah Mazahib Fil Usul (Jakarta:Gaya Media Pratama, 1999), hal. 161
Universitas Sumatera Utara
22
Musyarakah Di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota, berikut penjelasan
konsepsional tersebut:
a. Akad atau perjanjian adalah kontrak yang mengikat antara dua belah pihak
dimana masing-masing pihak sepakat untuk melaksanakan kewajibannya
sesuai syariah Islam.29 Akad dibagi menjadi dua, yaitu akad tabarru’ dan akad
tijarah. Akad tabarru’ adalah akad yang semata-mata dilakukan untuk tolong-
menolong dan tidak memiliki orientasi keuntungan finansial (non-profit
oriented) sedangkan akat tijarah adalah transaksi murni yang berorientasi pada
keuntungan finansial (profit oriented)30
b. Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi modal
dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan
sendangkan kerugian berdasarkan kontribusi modal.31
c. Al-musyarakah mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang
kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang
disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya
d. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan
dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
29Taufik Hidayat, Buku Pintar Investasi Syariah, (Jakarta: PT. Transmedia, 2011) , hal.37
30Ibid31Siti Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2013, hal.
158
Universitas Sumatera Utara
23
e. Bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah
Islam, yaitu mengedepankan keadilan, kemitraan, keterbukaan, dan
universalitas bagi seluruh kalangan.
f. Pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit
g. Bank Muamalat Indonesia adalah bank umum pertama di Indonesia yang
menerapkan prinsip Syariah Islam dalam menjalankan operasionalnya.
Didirikan pada tahun 1991, yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan Pemerintah Indonesia.
G. Metode Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisisnya kecuali itu maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam
terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan
atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan.32
Suatu penelitian tidak dapat dikatakan penelitian apabila tidak memiliki
metode penelitian karena tujuan dari penelitian adalah untuk mengungkapkan
suatu kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten33 sebagaimana
penelitian hukum yang merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
32Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, cetakan ketigabelas, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 39
33Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum cetakan ke-3, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika,2011), hal. 17
Universitas Sumatera Utara
24
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum yang berguna untuk
menjawab isu hukum.34
1. Jenis dan Sifat Metode Penelitian
Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah
penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif atau disebut juga
penelitian kepustakaan adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.35 Sedangkan menurut Mukti
Fajar ND dan Yulianto Ahmad, penelitian hukum normatif memiliki arti sebagai
penelitian yang meletakkan hukum sebagai norma. Sistem norma yang dimaksud
adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari perundang-undangan, putusan
pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).36
Berdasarkan kegunaannya, jenis metode penelitian yuridis normatif berguna
untuk mengetahui atau mengenal apakah dan bagaimanakah hukum positifnya
mengenai suatu masalah tertentu dan juga dapat menjelaskan atau menerangkan
kepada orang lain apakah dan bagaimanakah hukumnya mengenai peristiwa atau
masalah yang tertentu.37
Sifat dari metode penelitian tesis ini adalah deskriptif analitis yaitu
penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu
34Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum cetakan ke-2, (Jakarta: Kencana, 2006), hal.35
35Seorjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), hal. 13-14
36Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif danHukum Empiris, (Yogyakarta: Pusta Pelajar, 2010), hal. 34
37C. F. G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20,(Bandung: Penerbit Alumni, 1994), hal.140
Universitas Sumatera Utara
25
peraturan hukum38 terkait dengan Analisis Hukum Perjanjian Pembiayaan
Dengan Prinsip Al Musyarakah Di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah data sekunder
(secondary data). Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari
penelitian kepustakaan dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan
pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau
dokumen yang biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi.39
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi
atau risalah dalam pembuatan perudang-undangan dan putusan-putusan
hakim.40 Dalam penelitian ini yang menjadi data primer tersebut adalah Al-
Quran, Sunnah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2008 tentang Transaksi Syariah, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, KUH
Perdata
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti; buku, skripsi, tesis, disertasi, hasil penelitian
lain yang relevan dengan penelitian, naskah akademik, pidato pengukuhan guru
besar
38Soerjono Seokanto. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: UI Press, 1986), hal 63.39Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,
(Bandung: Mandar Maju, 1995), hal. 6540Peter Mahmud Marzuki. Op.Cit, hal. 141
Universitas Sumatera Utara
26
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti; kamus hukum,
encyclopedia dan lain-lain.41
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data sekunder pada penelitian tesis ini menggunakan
studi lapangan yang memiliki arti bahwa data yang diperoleh melalui wawancara
ke beberapa informan yaitu staff legal Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota.
Keseluruhan data ini kemudian digunakan untuk mendapatkan landasan teoritis
berupa bahan hukum positif, pendapat-pendapat atau tulisan para ahli atau pihak
lain berupa informasi baik dalam bentuk formal maupun melalui naskah resmi.
4. Analisis Data
Pengolahan sumber bahan hukum hakikatnya kegiatan untuk mengadakan
sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat
klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan
pekerjaan penafsiran dan konstruksi.42
Analisis data diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi informasi,
sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami
dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan
kegiatan penelitian. Dengan demikian, teknik analisis data dapat diartikan sebagai
cara melaksanakan analisis terhadap data, dengan tujuan mengolah data tersebut
41Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jawa Timur:Bayumedia Publishing, 2008), hal.296.
42Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2003), hal. 195.
Universitas Sumatera Utara
27
menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat datanya dapat dengan
mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang
berkaitan dengan kegiatan penelitian, baik berkaitan dengan deskripsi data
maupun untuk membuat induksi, atau menarik kesimpulan berdasarkan data yang
diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
28
BAB II
PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN
PRINSIP AL MUSYARAKAH DI BANK MUAMALAT
CABANG MEDAN BALAI KOTA
A. Pembiayaan Al-Musyarakah dan bentuknya di Bank Muamalat Cabang
Medan Balai Kota
1. Al-musyarakah mutanaqisah
Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha
pemilik dana/modal bekerja sama sebagai mitra usaha, membiayai investasi usaha
baru atau yang sudah berjalan. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam
manajemen perusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan. Para pihak dapat
membagi pekerjaan mengelola usaha sesuai kesepakatan dan mereka juga dapat
meminta gaji/upah untuk tenaga dan keahlian yang mereka curahkan untuk usaha
tersebut.43
Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad
musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih.
Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata syaraka-
yusyrikusyarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaan
atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama
antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah berasal dari kata
yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara
bertahap.44
43Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), hal.51
44M. Nadratuzzaman Hosen, “al-musyarakah mutanaqishah“ dalamhttp://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/Makalah%20Musyarakah%20Mutanaqishah_Nadratuzzaman.pdf. Diakses pada tanggal 25 Februari 2016
28
Universitas Sumatera Utara
29
Di dalam musyarakah mutanaqishah terdapat unsur kerjasama (syirkah)
dan unsur sewa (ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau
dana dan kerjasama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang
diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat
dalam musyarakah mutanaqishah merupakan ketentuan pokok kedua unsur
tersebut.45
Musyarakah mutanaqisah merupakan produk baru bank syariah dalam
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan ketentuan masing-masing pihak (nasabah
dan bank) mengeluarkan dana sebagai modal untuk membeli aset, kemudian
bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya
sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain
tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut. Musyarakah mutanaqisah
diatur di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 73/ DSN-MUI/ XI/ 2008
tentang Musyarakah Mutanaqisah.
Di dalam musyarakah mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana diatur
dalam Fatwa DSN Nomor 08/ DSN-MUI/ IV/ 2000 tentang pembiayaan
musyarakah yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, yaitu masing-
masing mitra memberikan modal berdasarkan kesepakatan Apabila memperoleh
keuntungan, maka keuntungan tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati
pada saat akad. Apabila mengalami kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung
oleh masing-masing pihak sesuai proporsi modal.
45M. Nadratuzzaman Hosen, “al-musyarakah mutanaqishah“ dalamhttp://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/Makalah%20Musyarakah%20Mutanaqishah_Nadratuzzaman.pdf. Diakses pada tanggal 25 Februari 2016
Universitas Sumatera Utara
30
Musyarakah mutanaqishah (diminishing partnership) adalah bentuk
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset.
Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak
sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan
kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain.
Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada
pihak lain.
Adapun jenis dari Al-musyarakah ini dapat berbagai jenis dan salah
satunya adalah Al-musyarakah mutanaqisah. Secara khusus objek penelitian
dalam tesis ini adalah akad pembiayaan Al-musyarakah mutanaqisah, oleh karena
itu sebelum membahas lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembiayaan Al-
musyarakah mutanaqhisah ada baiknya untuk mengetahui Al-musyarakah
mutanaqisah terlebih dahulu.
Al-musyaraka/musyarakah mutanaqhisah adalah musyarakah atau syirkah
yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang
disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.46 Secara pelaksanaan
perjanjian atau akad, musyarakah mutanaqishah memiliki arti akad antara 2 (dua)
pihak atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang dimana
salah satu pihak kemudian membeli bagian pihak lainnya secara bertahap. Akad
musyarakah mutanaqishah diterapkan pada pembiayaan proyek yang dibiayai
oleh lembaga keuangan dengan nasabah atau lembaga keuangan lainnya dimana
46Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 73/DSN-MUI/XI/200 tentang MusyarakahMutanaqisah
Universitas Sumatera Utara
31
bagian lembaga keuangan secara bertahap dibeli oleh pihak lainnya dengan cara
mencicil. 47
Rukun dari akad musyarakah mutanaqishah yang harus dipenuhi dalam
transaksi ada beberapa, yaitu:48
a. Pelaku akad, yaitu para mitra usaha
b. Ojek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh)
c. Shighah, yaitu ijab dan qabul
Beberapa syarat pokok musyarakah mutanaqishah menurut M. Taqi
Usmani antara lain:49
a. Syarat akad. Karena musyarakah merupakan hubungan yang dibentuk olehpara mitra melalui kontrak/akad yang disepakati bersama, maka otomatis 4(empat) syarat akad yaitu:1) Syarat berlakunya akad (in’qod)2) Syarat sahnya akad (shihah)3) Syarat terealisasikannya akad (nafadz)4) Syarat lazim juga harus dipenuhi. Misalnya para mitra usaha harus
memenuhi syarat pelaku akad (ahliyah dan wilayah), akad harusdilaksanakan atas persetujuan para pihak tanpa adanya tekanan, penipuan,atau penggambaran yang keliru da sebagainya
b. Pembagian proporsi keuntungan. Dalam pembagian proporsi keuntungan harusdipenuhi hal-hal sebagai berikut:1) Proporsi keuntungan yang dibagikan kepada mitra usaha harus disepakati di
awal kontrak/akad. Jika proporsi belum ditetapkan, akad tidak sah menurutsyariah
2) Rasio/nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus ditetapkansesuai dengan keuntungan nyata yang diperoleh dari usaha dan tidakditetapkan berdasarkan modal yang disertakan. Tidak diperolehkan untukmenetapkan lumsum untuk mitra tertentu atau tingkat keuntungan tertentuyang dikaitkan dengan modal investasinya.
c. Penentuan proporsi keuntungan. Dalam menentukan proporsi keuntunganterdapat beberapa pendapat dari para ahli hukum Islam sebagai berikut:
47Bank Indonesia, Direktori SKIM Kredit Perbankan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun2013, (Kalimantan Tengah: Unit Pemberdayaan Sektor Riil dan UMKM-KpwBI Prov. Kalteng,2013) , hal. 203
48Ibid, hal. 5249M. Taqi Usmani, An Introduction to Islamic Finance, (Karachi: Idaratul Ma’arif, 1999),
hal. 34-37
Universitas Sumatera Utara
32
1) Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa proporsi keuntungandibagi antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnyadalam akad sesuai dengan proporsi modal yang disertakan
2) Imam Ahmad berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat pula berbedadari proporsi modal yang mereka sertakan
3) Imam Abu Hanifah yang dapat dikatakan sebagai pendapat tengah-tengah,berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari proporsi modalpada kondisi normal. Namun demikian, mitra yang memutuskan menjadisleeping partner, proporsi keuntungannya tidak boleh melebihi proporsimodalnya.
d. Pembagian kerugian. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa setiap mitramenanggung kerugian sesuai dengan porsi investasinya. Oleh karena itu, jikaseseorang mitra menyertakan 40 (empat puluh) persen kerugian , tidak lebih,tidak kurang. Apabila tidak demikian, akad musyarakah tidak sah
e. Sifat modal. Sebagian besar ahli hukum Islam berpendapat bahwa modal yangdiinvestasikann oleh setiap mitra harus dalam bentuk likuid. Hal ini berartibahwa setiap akad musyarakah hanya dapat dengan uang dan tidak dapatdengan komoditas. Dengan kata lain , bagian modal dari suatu perusahaanpatungan harus dalam bentuk moneter (uang). Tidak ada bagian modal yangberbentuk natura.
f. Manajemen musyarakah. Prinsip normal dari musyarakah bahwa setiap mitramempunyai hak untuk ikut serta dalam manajemen dan bekerja untuk usahapatungan ini. Namun demikian, para mitra dapat pula sepakat bahwamanajemen perusahaan akan dilakukan oleh salah satu dari mereka, dan mitralain tidak akan dilakukan oleh salah satu dari mereka dan mitra lain tidak akanmenjadi bagian manajemen dari musyarakah. Dalam kasus seperti ini sleepingpartners akan memperoleh bagian keuntungan sebatas investasinya, danproporsi keuntungannya hanya sebatas proporsi penyertaan modalnya.
g. Penghentian musyarakah. Musyarakah akan berakhir jika salah satu dariperistiwa berikut terjadi:1) Setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musyarakah kapan saja setelah
menyampaikan pemberitahuan kepada mitra lain mengenai hal ini2) Jika salah seorang mitra meninggal pada saat musyarakah masih berjalan,
kontrak dengan almarhum tetap berakhir/dihentikan. Ahli warisnyamemiliki pilihan untuk menarik bagian modalnya atau meneruskan kontrakmusyarakah
3) Jika salah seorang mitra menjadi hilang ingatan atau menjadi tidak mampumelakukan transaksi komersial, maka kontrak musyarakah berakhir
h. Penghentian musyarakah tanpa menutup usaha. Jika salah seorang mitra inginmengakhiri musyarakah sedangkan mitra lain ingin tetap meneruskan usaha,maka hal ini dapat dilakukan dengan kesepakatan bersama.
2. Bentuk perjanjian pembiayaan Al-Musyarakah mutanaqisah
Perjanjian merupakan dokumen penting dalam suatu pembiayaan. Dalam
perjanjian tersebut diatur segala hak dan kewajiban dari masing-masing pihak,
Universitas Sumatera Utara
33
baik pihak penyedia dana maupun penerima dana. Apabila terjadi perbedaan
pendapat atau sengketa di antara para pihak di kemudian hari, maka perjanjian
akan dijadikan dasar dan rujukan bagi para pihak untuk menyelesaikan perbedaan
pendapat atau sengketa di antara mereka.
Akad musyarakah mutanaqisah merupakan akad baru dalam pembiayaan
kredit pemilikan rumah yang didukung dengan adanya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/ 17/ PBI/ 2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Bank Muamalat Indonesia sebagai pelopor bank syariah di Indonesia yang
beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil dengan salah satu produk unggulannya
yaitu pembiayaan hunian syariah.
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah penyediaan uang
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang
Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran
Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah dalam penjelasan Pasal 3, musyarakah
adalah transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan atau untuk
menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara
kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian
kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
34
PSAK 106 tentang musyarakah menyebutkan bahwa modal yang
ditanamkan tidak boleh ada jaminan. Namun, untuk mencegah mitra melakukan
kelalaian, maka diperbolehkan meminta jaminan dari mitra lain atau pihak ketiga.
Jaminan ini baru dapat dicairkan apabila terbukti salah satu mitra yang
bersangkutan melakukan suatu kesalahan. PSAK 106 paragraf 7 memberikan
beberapa contoh kesalahan yang disengaja yaitu: (a) pelanggaran terhadap akad;
antara lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan
operasional, atau (b) pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Di dalam musyarakah mutanaqisah terdapat unsur kerjasama ( syirkah)
dan unsur sewa (ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau
dana yang diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Berkaitan dengan syirkah,
keberadaan pihak yang bekerjasama dan pokok modal, sebagai obyek akad
syirkah, dan shighat (ucapan perjanjian atau kesepakatan) merupakan ketentuan
yang harus terpenuhi. Sebagai syarat dari pelaksanaan akad syirkah: (1) masing-
masing pihak harus menunjukkan kesepakatan dan kerelaan untuk saling
bekerjasama, (2) antar pihak harus saling memberikan rasa percaya dengan yang
lain, dan (3) dalam pencampuran pokok modal merupakan pencampuran hak
masing-masing dalam kepemilikan obyek akad tersebut. Sementara sewa
merupakan kompensasi yang diberikan salah satu pihak kepada pihak lain yang
berkaitan dengan unsur sewa ketentuan pokoknya meliputi: penyewa (musta’jir)
dan yang menyewakan (mu’jir), shighat (ucapan kesepakatan), ujrah (fee), dan
barang/benda yang disewakan yang menjadi obyek akad sewa. Besaran sewa
harus jelas dan dapat diketahui kedua pihak. Ketentuan pokok yang terdapat
Universitas Sumatera Utara
35
dalam musyarakah mutanaqisah merupakan ketentuan pokok kedua unsur
tersebut.50
Di dalam praktik perbankan di Indonesia, perjanjian pembiayaan yang
dibuat baik dengan akta notaris maupun akta di bawah tangan, pada umumnya
dibuat dengan bentuk perjanjian baku yaitu dengan cara kedua belah pihak (pihak
bank dan pihak nasabah) menandatangani suatu perjanjian yang sebelumnya telah
dipersiapkan isi atau klausula-klausulanya oleh bank dalam suatu formulir
tercetak. Perjanjian pembiayaan Al-musyarakah di Bank Muamalat Cabang
Medan Balai Kota pada prinsipnya adalah perjanjian baku yang sudah
dipersiapkan untuk nasabah. Perjanjian baku yang sudah dipersiapkan tersebut
adalah berbentuk akta karena melalui legalisasi dari seorang notaris atau sering
disebut dengan akta otentik. Tidak semua perjanjian pembiayaan Al-Musyarakah
di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota berbentuk akta karena bisa saja
perjanjian di bawah tangan tanpa harus ada legaisasi seorang notaris apabila
perjanjian tersebut tidak melebih nilai objek perjanjian sebesar Rp. 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah).51
Perjanjian baku yang melalui legalisasi seorang notaris ataupun perjanjian
baku di bawah tangan terkait dengan perjanjian pembiayaan Al-musyarakah di
Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota adalah sama dengan melaksanakan
konsep perjanjian yang disusun tanpa membicarakan isinya kepada nasabah.
Perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk
50Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
51Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
36
memenuhi permintaan nasabah dengan tujuan mempersingkat waktu sehingga
perjanjian dapat terjadi dalam waktu yang singkat tanpa harus ada negosiasi
terlalu panjang antara pihak nasabah dengan bank.52
Selanjutnya, perjanjian pembiayaan Al-musyarakah Mutanaqisah di Bank
Muamalat Cabang Medan Balai Kota sudah sesuai dengan prinsip Islam.
Perjanjian merupakan kerjasama kongsi antara dua pihak dengan ketentuan bagian
dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya
sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain
tersebut akan menjadi pemilik penuh akad tersebut merupakan kerjasama kongsi
antara dua pihak dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan
secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan
pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh akad
tersebut. Kebenaran ini sesuai dengan pendapat ulama yang tertuang di dalam
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang
Musyarakah Mutanaqisah yang menyebutkan bahwa “Apabila salah satu dari dua
yang bermitra (syarik) membeli porsi (bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka
hukumnya boleh, karena sebenarnya ia membeli milik pihak lain”.
Selain itu akad pembiayaan hunia syariah (Musyarakah Mutanaqisah)
Nomor 01 tersebut juga sudah sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah dimana
terdapat:
52Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
37
1. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah/Syirkah dan Bai’
(jual-beli).
2. Dalam Musyarakah Mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana yang diatur
dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Musyarakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya:
a. Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad.
b. Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat
akad.
c. Menanggung kerugian sesuai proporsi modal
3. Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama (syarik) wajib berjanji
untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik)
wajib membelinya.
4. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaksanakan sesuai
kesepakatan.
5. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS beralih kepada
syarik lainnya (nasabah).
Secara normatif dalam hukum Islam, perjanjian dibuat dengan secara
tertulis didasarkan pada Al-quran dan Hadist Nabi SAW. Hal ini sebagaimana
dijelaskan dalam Al-quran surah Al-baqarah Ayat 282 dan 283.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secaratunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Danhendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Danjanganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itumengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepadaAllah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau
Universitas Sumatera Utara
38
dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkandengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki(di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan duaorang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupamaka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberiketerangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutangitu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikianitu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekatkepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecualijika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, makatidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlahapabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulitmenyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), maka Sesungguhnya hal ituadalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allahmengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”(QS Al-baqarah Ayat282).
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu`amalah tidak secara tunai)sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barangtanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagiankamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itumenunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada AllahTuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Danbarangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yangberdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” ”(QS Al-baqarah Ayat 283).
Sedangkan hadist Rasulullah SAW antara lain sebagai berikut:
Dari Ubadah Ibnu Shamit ra, bahwasannya Nabi Muhammad SAWbersabda: “sesungguhnya pertama kali yang diciptakan oleh Allah adalah al-Kalam dan atau pena. Allah memerintahkan kepada pena “tulislah”. Pena itubertanya: Ya Tuhan, apakah yang harus saya tuliskan? Allah menjawab:“tulislah segala sesuatu yang ada sampai datang hari kiamat” (H.R. Al-Baihaqi,Turmudzi dan Abu Dawud).
Berdasarkan ayat dan hadist di atas dapat dipahami bahwa setiap transaksi
yang dilakukan (tidak secara tunai) dianjurkan untuk ditulis. Anjuran penulisan
tersebut dimaksudkan untuk dijadikan sebagai alat buki pada suatu ketika terjadi
perselisihan yang diakibatkan oleh sifat lupa manusia akan isi perjanjian atau
karena kesengajaan satu pihak untuk berbuat curang kepada pihak lain. Perjanjian
pembiayaan Al-musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota
Universitas Sumatera Utara
39
diharuskan dibuat secara tertulis dan dilarang dengan tidak tertulis. Tujuan
dibuatnya perjanjian pembiayaan Al-musyarakah di Bank Muamalat Cabang
Medan Balai Kota adalah agar tidak tidak terjadinya kesalah pahaman atas jumlah
pinjaman yang dilakukan dan juga memberikan kepastian hukum bahwa memang
ada dilakukannya perjanjian pembiayaan.53
Selain dibuat secara tertulis, hal lain yang membuat perjanjian pembiayaan
Al-musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota sudah sesuai
dengan prinsip Islam adalah sudah sesuai dengan rukun aqad selain dari ijab
qabul. Selain dari teknis yan sudah sesuai dengan prinsip Islam, mengenai isi
perjanjiannya juga tetap menjunjung tinggi atas adanya bagi hasil. Hal inilah salah
satu prinsip pembiayaan yang ada dengan menggunakan konsep Islam dengan
mengenyampingkan sistem bunga.54
Telah disebutkan sebelumnya bahwa tidak semua perjanjian pembiayaan
Al-musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota dilakukan dengan
menggunakan akta notaris tergantung dari nilai objek perjanjian. Namun apabila
perjanjian tersebut menggunakan akta notaris maka notaris atau melalui
perwakilan dari notaris mendatangi Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota
untuk melakukan pembacaan isi akta kepada kedua belah pihak (bank dan
nasabah). Apabila kedua belah pihak sepakat dengan isi perjanjian, maka kedua
53Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
54Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
40
belah pihak langsung menandatangani perjanjian sesuai kolom yang telah
dipersiapkan.55
Berikut susunan akta perjanjian yang ada di Bank Muamalat Cabang
Medan Balai Kota dengan Nomor Akta 1 yang dibuat pada tanggal 2 Desember
2015, antara lain sebagai berikut:
a. Judul (heading)
Judul suatu akta diberi nama sesuai dengan isinya. Dalam judul dapat
ditambahkan nomor perjanjian. Beberapa pihak berpendapat bahwa judul
tidaklah penting, hanya menunjukkan mengenai apa akta perjanjian tersebut
dibuat. Judul harus mencerminkan jenis fasilitas pembiayaan yang diberikan
oleh bank ke nasabahnya secara singkat dan jelas, misalnya perjanjian
pembiayaan bagi hasil, perjanjian jual beli dan sebagainya. Di dalam bagian
ini, judul atau heading dimulai dengan tulisan basmallah
“BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM” kemudian disambung di bawahnya
arti dari basmallah tersebut “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan
Penyayang”. Setelah itu dilanjutkan dengan tulisan di bawahnya “AKAD
PEMBIAYAAN HUNIAN SYARIAH” dan selanjutnya di bawahnya lagi
dengan tulisan “(MUSYARAKAH MUTANAQISAH)” setelah itu nomor akta
“Nomor: 01”.
b. Pembukaan (opening)
Setelah judul, kemudian diawali dengan pembukaan yang merupakan kalimat
permulaan dari suatu akta atau disebut juga dengan istilah kepala akta. Dalam
55Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
41
hal suatu perjanjian pembiayaan dibuat secara notaril, kepala akta ini biasanya
berbumyi “pada hari ini...hadir dihadapan saya...”. Di dalam bagian ini,
diawali dengan arti ayat suci Al-quran, Surat Al-maidah: 27 “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang
dipercayakan kepada kamu sedang kamu mengetahui”. Selanjutnya dijelaskan
mengenai hari beserta tanggal bahkan jam dibuatnya akad tersebut. Setelah itu
di bawahnya dituliskan dengan “Berhadapan dengan saya..”.Bunyi tersebut
menjelaskan kedudukan si notaris sendiri.
c. Komparisi para pihak
Komparisi merupakan bagian dari suatu akta yang menyebutkan identitas,yaitu
nama lengkap, pekerjaan atau jabatan dan tempat tinggal para pihak yang
membuat perjanjian. Di dalam ini disebutkan dasar kewenangan para pihak
sehingga yang bersangkutan berhak melakukan perbuatan hukum sebagaimana
dinyatakan dalam akta. Di dalam bagian ini, komparisi para pihak diletakkan
untuk mejelasakan para pihak yang akan membuat akad pembiayaan tersebut.
Indetitas badan hukum, Bank Mumalat Cabang Medan Balai Kota dalam hal
ini sebagai pihak Bank, dan selanjutnya pengguna dana yang dalam hal ini
disebut sebagai nasabah.
d. Prameisse (recitals)
Prameisse adalah keterangan atau pernyataan pendahuluan yang merupakan
dasar atau pokok masalah yang akan diatur dalam suatu perjanjian guna
memudahkan pengertian apa yang dimaksud dengan dibuatnya akta perjanjian
Universitas Sumatera Utara
42
tersebut. Disebut juga sebagai suatu pernyataan yang merupakan pertimbangan,
latar belakang, dasar-dasar mengapa sampai lahir suatu perikatan.
e. Isi perjanjian berupa ketentuan dan persyaratan (terms and conditions)
Pada bagian ini, para pihak mencantumkan segala hal atau isi pokok-pokok
klausul yang dianggap perlu yang merupakan kehendak mereka. Dalam
klausul-klausul ini dicantumkan secara detail mengenai objek perjanjian, hak
dan kewajiban para pihak, serta uraian secara lengkap mengenai prestasi
f. Penutup
Bagian penutup ini merupakan bagian dari perjanjian pembiayaan yang
memuat hal-hal di luar perjanjian, antara lain mengenai pilihan domisili;
tempat dan tanggal perjanjian ditandatangani tanggal mulai berlakunya
perjanjian, jumlah atau rangkap yang diperlukan dan bermeterai cukup
g. Penandatanganan
Pada bagian ini dibubuhkan tanda tangan para pihak atau yang mewakili serta
tanda tangan para saksi. Biasanya terdiri dari 2 (dua) orang.
Di dalam menuangkan materi atau substansi yang dikehendaki oleh para
pihak dalam akta perjanjian, ada beberapa hal yang lazimnya ditambahkan dalam
bagian isi perjanjian, demi kepentingan hukum dan mencegah timbulnya keragu-
raguan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. Berikut akan dijelaskan mengenai
beberapa klausul penting yang dimuat dalam suatu perjanjian pembiayaan.
Berikut isi akad pembiayaan hunian syariah (musyarakah mutanaqisah) Nomor 1
tertanggal 2 Desember 2015:
a. Jumlah pembiayaan dan self financing
Universitas Sumatera Utara
43
Jumlah pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada penerima pembiayaan
pada dasarnya tidak terbatas. Berapa jumlah yang akan diberikan oleh bank
tergantung pada kebutuhan dan kelayakan dari usaha yang akan dibiayai serta
kemampun bank itu sendiri. Di samping itu, penentuan jumlah pembiayaan
juga biasanya didasarkan pada jumlah dana yang disediakan sendiri (self
financing) oleh penerima pembiayaan.
b. Jangka waktu pembiayaan
Sebagaimana lazimnya setiap perjanjian pembiayaan selalu ditentukan batas
waktu bagi yang berutang atau penerima pembiayaan kapan harus
mengembalikan pembiayaan/modal yang diterima tersebut. Di dalam
perjanjian pembiayaan selalu ada klausul yang membatasi jangka waktu
pembiayaan yang harus dilunasi. Apabila sampai waktu tersebut, ternyata
penerima pembiayaan tidak dapat melunasi pembiayaannya maka menerima
pembiayaan berada dalan kategori khianat atau wanprestasi/ingkar janji (in
default).
c. Tujuan penggunaan pembiayaan
Suatu lazim untuk mencantumkan suatu klausul di dalam perjanjian
pembiayaan yang menentukan untuk tujuan apa pembiayaan itu diberikan. Di
dalam fiqh ditegaskan bahwa pembiayaan dapat dianggap tidak sah apabila
tujuan penggunaan pembiayaan berbeda. Sebab hal ini berkaitan dengan
maksud diadakannya suatu akad. Bahkan tujuan akad merupakan satu bagian
yang harus dipenuhi menurut sebagian ulama.
d. Mata uang pembiayaan dan angsurannya
Universitas Sumatera Utara
44
Penyediaan dana ditentukan dalam suatu mata uang atau sejumlah mata
uang. Apabila dana tersebut harus disediakan dalam lebih dari satu mata
uang, maka mata uang tersebut harus ditentukan secara spesifik. Harus dibuat
klausul yang jelas untuk memastikan bahwa mata uang pelunasan atau
pembiayaan itu sama dengan mata uang yang diberikan/disalurkan.
e. Keuntungan (margin) dan bagi hasil
Sesuai dengan karakteristik produknya, transaksi yang didasarkan kepada jual
beli dan sewa, bank melakukan penetapan margin/keuntungan dari harga jual
sejumlah tertentu dengan mempertimbangkan keuntungan yang akan diambil,
biaya-biaya yang ditanggung termasuk antisipasi timbulnya kemacetan dan
jangka waktu pengembalian. Pada penentuan margin pada dasarnya bersifat
pasti sesuai dengan jangka waktu pembayaran. Hal ini harus dapat diprediksi
oleh analisis perbankan syariah.
f. Asuransi barang agunan dengan syarat banking clause
Klausul ini memuat pernyataan bahwa barang agunan yang insurable wajib
ditutup asuransi dengan syarat banker’s clause oleh nasabah debitur pada
asuransi yang disetujui oleh bank dan biaya premi asuransi atas beban
nasabah debitur. Dengan adanya syarat banker’s clause, maka apabila terjadi
resiko maka bank berhak menerima hasil klaim untuk diperhitungkan dengan
saldo pembiayaan nasabah debitur.
g. Event of default atau trigger clause
Klausul ini menentukan suatu peristiwa yang apabila terjadi memberikan hak
kepada bank untuk secara sepihak mengakhiri perjanjian pembiayaan dan
Universitas Sumatera Utara
45
untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh outstanding pembiayaan.
Klausul ini juga disebut sebagai klausul percepatan (acceleration clause).
Walaupun demikian, penerapan klausul ini agar diperhatikan jangan sampai
terjadi ketidakadilan bagi nasabah.
h. Pemberian kuasa kepada bank
Klausul ini memberikan hak kepada bank untuk mendebet rekening giro dan
atau rekening pembiayaan nasabah debitur berkenaan dengan kewajiban
nasabah debitur , misalnya menyangkut tentang margin, imbalan atau bagi
hasil, denda, biaya asuransi dan ongkos-ongkos lainnya berkenaan dengan
pembiayaan yang diberikan.
i. Conditions precedent atau predisbursment
Conditions precedent adalah syarat-syarat tangguh yaitu syarat yang harus
dipenuhi terlebih dahulu oleh penerima pembiayaan sebelum penerima
pembiayaan dapat mencairkan/menarik atau menggunakan dana dari bank
tersebut. Conditions precedent ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa
perjanjian pembiayaan adalah suatu perjanjian hukum yang sah dan dapat
dipastikan bila terjadi sengketa dan penerima pembiayaan mempunyai
kekuasaan dan otoritas untuk mengadakan pembiayaan dimaksud.
j. Representation and warranties
Representation and warranties adalah merupakan klausul yang berisi
pernyataan-pernyataan nasabah debitur mengenai fakta-fakta yang
menyangkut status hukum, keadaan keuangan, dan harta kekayaan nasabah
debitur pada waktu pembiayaan diberikan yang akan menjadi asumsi-asumsi
Universitas Sumatera Utara
46
bagi bank dalam mengambil keputusan untuk memberikan pembiayaan
tersebut.
k. Convenant
Convenant adalah suatu persetujuan atau janji oleh penerima pembiayaan
dalam suatu pembiayaan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan-
tindakan tertentu. Suatu convenant yang menentukan tindakan-tindakan yang
harus dilakukan disebut positive atau affirmative convenant, sedangkan
convenant yang menentukan tindakan-tindakan yang tidak boleh dilakukan
disebut negative convenant.
l. Penyelesaian perselisihan
Klausul ini lazimnya dinyatakan bahwa apabila terdapat perselisihan dalam
pelaksanaan perjanjian akan diselesaikan terlebih dahulu secara musyawarah
dan mufakat. Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam musyawarah tersebut
maka sengketa diselesaikan elalui arbitrase atau badan peradilan.
m. Pilihan hukum dan kewenangan
Untuk memperoleh kepastian bagi para pihak dari perjanjian yang dibuat,
para pihak dapat menentukan pilihan sistem hukum yang akan digunakan.
Apabila tidak dicantumkan sistem hukum terutama ketika perjanjian dibuat
dengan orang atau pihak luar negeri, maka bila terjadi sengketa yang
berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian pembiayaan tersebut, ada
kemungkinan dapat diterapkan sejumlah sistem hukum.
Bentuk perjanjian yang dibentuk dalam suatu akta notaris merupakan salah
satu cara dalam memberikan keabsahan suatu perikatan yang dibuat antara
Universitas Sumatera Utara
47
kreditur dan debitur. Contoh perjanjian di atas merupakan bentuk formal yang
dibuat oleh beberapa notaris terhadap perikatan antara debitur dengan kreditur
secara umum dalam perbankan syariah.
Tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh apabila dibandingkan dengan
akta notaris yang dilakukan perbankan konvensional dimana perjanjian tetap
meletakkan para pihak yang melakukan perjanjian, jumlah biaya yang dipinjam,
jangka waktu pengembalian pinjaman, penyelesaian perselisihan dan pilihan
hukum dalam menyelesaikan perselisihan.
B. Pelaksanaan Pembiayaan dengan Prinsip Al Musyarakah di Bank
Muamalat Cabang Medan Balai Kota
Setiap bank tentu saja tidak akan gegabah untuk memberikan fasilitas
pembiayaan, karena dana yang digunakan untuk pembiayaan adalah dana
masyarakat juga. Ada beberapa persyaratan dan prosedur yang harus dipenuhi
oleh pemohon. Belum lagi hal-hal teknis lainnya terkait persetujuan pembiayaan,
seperti analisis kelayakan usaha yang bisa dibuktikan melalui laporan keuangan,
dan adanya jaminan aset yang nilainya bisa menutup nilai pembiayaan yang
diberikan. Kondisi demikian bagi kebanyakan masyarakat awam dirasakan cukup
menyulitkan.56
Pada dasarnya ketentuan dan syarat yang berlaku di bank adalah sama,
baik bank syariah maupun bank konvensional. Ketentuan umum yang berlaku di
bank untuk dapat diberikan pembiayaan adalah feasible dan bankable. Feasible
artinya layak dibiayai atau mampu membayar kewajiban atas pembiayaan yang
56Yusak Laksaman, Tanya Jawab: Cara Mudah Mendapatkan Pembiayaan di BankSyariah, (Jakarta: PT. Elex Media Kompurindo, 2009), hal. 5
Universitas Sumatera Utara
48
diterima. Bankable artiya memenuhi syarat teknis perbankan, yaitu hal-hal teknis
yang disyaratkan oleh bank seperti adanya legalitas usaha, usaha yang ada telah
berjalan baik minimal 2 (dua) tahun dan adanya aset yang bisa dijadikan agunan.
Oleh karenanya ketentuan feasible dan bankable menjadi penting untuk
dipahami.57
Tahap pertama yang dapat dilakukan oleh calon nasabah adalah dengan
mengajukan permohonan pembiayaan ke marketing financing Bank Muamalat
Cabang Medan Balai Kota. Pegawai Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota
akan menanyakan kembali pilihan produk yang diinginkan calon nasabah tersebut
dan dalam hal ini salah satu contoh produk yang dipilih adalah pembiayaan
dengan prinsip Al-musyarakah mutanaqishah. Adapun bentuk permohonan
tersebut adalah:58
a. Surat permohonan pembiayaan dari manajemen/pengurus
b. NPWP institusi yang masih berlaku
c. Legalitas pendirian dan perubahannya (jika ada) dan pengesahannya
d. Izin-izin usaha : SIUP, TDP, SKD, SITU, dan lainnya (jika dibutuhkan) yang
masih berlaku
e. Fotocopy pengurus/manajemen
f. Fotocopy dokumen bangunan yang akan dibeli: SHM/SHGB, IMB dan denah
bangunan
g. Fotocopy dokumen-dokumen perizinan properti atau pembangunan properti
57Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
58Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
49
Permohonan tersebut di atas juga harus disertai dengan syarat administratif
lainnya yang secara detail akan dijelaskan di bawah ini:59
a. Dokumen keuangan
1) Perorangan karyawan: slip gaji dan kopi rekening bank. Dokumen ini juga
dapat berbentuk dokumen standing instruction yaitu surat kuasa karyawan
kepada perusahaan untuk melakukan pembayaran gaji
2) Badan usaha dan perorangan swasta: laporan keuangan 2 (dua) tahun
terakhir atau bukti pembukuan pendapatan usaha dan kopi rekening bank
b. Dokumen agunan
1) Agunan berupa rumah: copy sertifikat, IMB (Izin Mendirikan Bangunan)
dan PBB (Pajak Bumi & Bangunan) terbaru.
2) Agunan berupa kendaraan bermotor: copy BPKB, STNK, faktur kendaraan,
gesekan nomor mesin dan rangka dan kuitansi kosong 3 (tiga) lembar (1
bermeterai) yang ditandatangani oleh nama yang tercantum dalam BPKB.
Pegawai Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota juga akan
menjelaskan status subjek hukum di dalam perikatan kepada nasabah, karena
status subjek hukum akan menentukan aspek legal yang harus dipenuhi ketika
mengajukan pembiayaan di bank. Status subjek hukum pembiayaan tersebut
dibagi 2 (dua), yaitu:60
a. Perorangan
59Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
60Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
50
Yakni individu/pribadi yang mampu dan cakap untuk melakukan tindakan
hukum yang telah ditentukan undang-undang dan/atau peraturan yang berlaku.
Umumnya bank mensyaratkan pemohon berusia 21-55
b. Badan usaha
Yakni badan-badan, perkumpulan atau persekutuan di dalam hukum yang
dapat memiliki hak dan kewajiban. Badan usaha tersebut dapat berbentuk suatu
badan hukum atau bukan badan hukum. Untuk dapat dikatakan berbadan
hukum maka suatu lembaga terlebih dahulu harus memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan undang-undang seperti PT (Perseroan Terbatas), Koperasi,
Yayasan, dan Perusahaan Daerah.
Setelah permohonan diajukan, pegawai di marketing financing tersebut
akan menyesuaikan dengan prinsip 5 C terhadap calon nasabah tersebut, yaitu:61
a. Character, yakni karakter atau watak pemohon. Merupakan penilaian terhadap
individu-individu sejauh mana dapat mengemban amanah pembiayaan dari
bank
b. Capacity, yakni penilaian mengenai kemampuan pemohon dalam menjalankan
usaha dan menghasilkan keuntungan dan pada akhirnya mampu membayar
kewajiban kepada bank
c. Capital, yakni penilaian terhadap permodalan usaha yang dijalankan, termasuk
juga penilaian atas aspek keuangan pemohon
61Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
51
d. Condition, yakni penilaian terhadap kondisi umum yang mempengaruhi
kegiatan usaha seperti kondisi pasar, persaingan dagang, peraturan pemerintah,
peraturan negara lain terkait eskpor-impor dan sebagainya
e. Collateral, yakni penilaian atas aspek jaminan yang diperlukan untuk meng-
cover pembiayaan yang diberikan bank
Bank Muamalat tidak membatasi pemohon pembiayaan, siapa saja dapat
mengajukan permohonan pembiayaan sepanjang memenuhi persyaratan dan
ketentuan yang ada. Bank Muamalat beroperasi berdasarkan prinsip keadilan,
keterbukaan dan universalitas untuk semua kalangan, tanpa membeda-bedakan
latar belakang pribadi seseorang dan keyakinan. Akan tetapi terkait dengan
plafond yang dapat diberikan kepada calon nasabah, Bank Muamalat Cabang
Medan Balai Kota memberikan batasa plafond sebesar Rp. 50 Miliar (lima puluh
miliar rupiah).62
Adapun pembiayaan Al-musyarakah mutanaqishah ini dapat dilakukan
dengan jangka waktu 10 (sepuluh tahun). Terdapat pula pilihan angsuran tetap
hingga lunas atau kesempatan angsuran yang lebih ringan. Pembiayaan Al-
musyarakah mutanaqishah juga dapat digunakan untuk:63
a. Pembelian dan pembangunan properti untuk bisnis seperti rumah, ruko, rukan,
kios, gedung baru maupun bekas
b. Take over KPR, pembiayaan sejenis dari bank lain
62Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
63Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
52
Di saat yang bersamaan pula, pegawai tersebut juga akan melakukan
verfikasi nasabah dan jaminan. Verfikasi tersebut dilakukan dalam bentuk BI
checking yang mana bagian dari karakteristik calon nasabah. Verifikasi juga
dilakukan terhadap jaminan yang diajukan oleh calon nasabah, hal ini bertujuan
untuk melihat apakah jaminan dapat meng-cover plafond pembiayaan yang
diajukan oleh si calon nasabah.
Berikut ini adalah tabel ikhtisar dokumen umum dipersyaratkan oleh Bank
Muamalat Cabang Medan Balai Kota:64
Legalitas Usaha
1 KTP (Perorangan: KTP suamu dan Istri, Badan Usaha: KTP Pengurus)
2 Surat nikah (perorangan)
3 Kartu keluarga (perorangan)
4 Curricuum vitae pengurus perusahaan (badan usaha)
5 Berita acara susunan pengurus (badan usaha)
6 Surat keterangan bekerja (perorangan)
7 Surat izin praktik (perorangan profesional, sperti dokter, notaris,
pengacara)
8 Akta pendirian dan perubahan (badan usaha)
9 Pengesahan akta pendirian ( PT: pengesahan oleh Depkumahm, CV:
pengesahan oleh pengadilan negeri setempat, koperasi: pengesahan oleh
dinas koperasi setempat
10 NPWP-Nomor Pokok Waji Pajak (perorangan dan Badan Usaha)
64Hasil wawancara dengan Legal Staf, Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Tabel IPersyaratan Dokumen
Universitas Sumatera Utara
53
11 SIUP – Surat Izin Usaha Perdagangan (Perorangan dan Badan Usaha)
12 TDP – Tanda Daftar Perusahaan (Perorangan dan Badan Usaha)
13 SITU – (Surat Izin Tempat Usaha) (Perorangan dan Badan Usaha)
14 SIUI (surat izin usaha industri ) (perorangan dan Badan Usaha)
15 TDI (Tanda Daftar Industri) (Perorangan dan Badan Usaha)
16 Surat Izin Gangguan – HO (Perorangan dan Badan Usaha)
17 RAT (Rapat Anggota Tahunan) (Badan Hukum Koperasi)
18 Penilaian Kesehatan Koperasi (Badan Hukum Koperasi)
19 Surat Keterangan Domisili (Perorangan dan Badan Usaha)
20 Izin Prinsip (Perorangan dan Badan Usaha)
Persyaratan dokumen di atas merupakan dasar utama dari Bank Muamalat
Cabang Medan Balai Kota untuk melihat kelengkapan identitas calon nasabah
yang akan mengajukan pembiayaan. Baik perorangan maupun badan usaha
sangatlah penting untuk mengetahui identitas lebih jauh dan detail identitas calon
nasabah seperti dimana calon nasabah bertempat tinggal, tanggal berapa
dilahirkan, kartu keluarga sebagai pengetahuan silsilah calon nasabah ataupun
buku nikah apabila si calon nasabah sudah menikah. Atau bagi badan usaha untuk
melihat apakah badan usaha tersebut memiliki izin pendirian, izin usaha dan
lainnya terkait dengan legalitas pendirian badan usaha. Bank Muamalat Cabang
Medan Balai Kota tidaklah mungkin memberikan pembiayaan kepada badan
usaha yang tidak memiliki izin usaha atau memang sama sekali tidak pernah
Sumber: Bank Muamalat
Universitas Sumatera Utara
54
didirikan, oleh karena itu sangatlah penting untuk melihat dokumen sesuai dengan
tabel di atas.
Data Keuangan Pemohon
1 Slip gaji (perorangan karyawan)
2 Copy rekening bank 3 (tiga) bulan terkahir
3 Laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir
4 SSP/SPPT
5 Nota/kuitansi/faktur lainnya
Setelah melengkapi dokumen seperti tabel II, maka selanjutnya calon
nasabah diharuskan melengkapi dokumen data keuangan. Pembiayaan tidaklah
mungkin mengindahkan mengenai keterangan data keuangan pemohon. Data ini
bertujuan untuk melihat kesanggupan pemohon dalam mengembalikan pinjaman
dari bank, hal ini berkaitan dengan besar kecilnya pinjaman yang akan diberikan
kepada pemohon
Dokumen Pendukung Lainnya
1 Company profile
2 Daftar nama, alamat, telepon supplier
3 Daftar nama, alamat, telepon pelanggan
4 Hak paten cap/merek dagang
5 Pola usaha/produksi
6 Spesifikasi barang dan jasa yang dihasilkan
Sumber: Bank Muamalat
Tabel IIData Keuangan Pemohon
Sumber: Bank Muamalat
Tabel IIIDokumen Pendukung
Sumber: Bank Muamalat
Universitas Sumatera Utara
55
Pada tabel III di atas adalah data pendukung yang diberikan pemohon
kepada bank. Walaupun data pendukung, namun data ini tetap harus dilengkapi
dan tidak dapat diindahkan. Data ini hanya dilakukan oleh pemohon dalam bentuk
badan usaha bukan untuk perseorangan.
Dokumen-dokumen di atas merupakan bagian kelengkapan yang harus
dilakukan calon nasabah demi mendapatkan kemudahan dalam pembiayaan dari
bank. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai salah satu dari bentuk syarat
utama yang tidak dapat ditinggalkan karena salah satu dari kehati-hatian bank
dalam melihat data profil calon nasabah dalam melakukan peminjaman.
Setelah permohonan calon nasabah disetujui, maka tahap selanjutnya
adalah penandatanganan akad. Adapun akad tersebut adalah berbentuk notaril dan
ini merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh Bank Muamalat. Setiap
pembiayaan Al-musyarakah selalu dilakukan di depan pejabat notaris. Akad yang
dibuat dengan akta notaris tersebut sebelumnya dilakukan dengan beberapa
langkah tertentu, yaitu:65
a. Notaris membacakan akta tersebut di depan para pihak-pihak dan para saksi
b. Notaris menjelaskan hal-hal yang mana para pihak tidak mengerti mengenai isi
substansi minuta
c. Setelah kedua langkah tersebut di atas dilakukan, maka para pihak
menandatangani akta tersebut
Terkait dengan tahapan-tahapan di atas, hal tersebut sesuai dengan apa
yang telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan
65Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
56
Notaris, yaitu yang salah satunya menyebutkan bahwa membacakan Akta di
hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pelaksanaan
perjanjian pembiyaan Al-Musyarakah Mutanaqishah di Bank Muamalat Cabang
Medan Balai Kota sudah sesuai dengan prinsip syariah Islam. Hal ini juga sejalan
dengan penjelasan dari M. Nadratuzzaman Hosen berdasarkan ilustrasi
pelaksanaan pembiayaan al-musyarakah mutanaqishah di perbankan syari’ah:
a. Negosiasi Angsuran dan Sewa
b. Akad/kontrak Kerjasama
c. Beli barang (Bank/nasabah)
d. Mendapat Berkas dan Dokumen
e. Nasabah Membayar Angsuran dan Sewa
f. Bank Syariah Menyerahkan Hak Kepemilikannya
Skema I
Alur Pembiayaan Al-
Musyarakah Mutanaqishah
Sumber: www.ekonomisyariah.org
Universitas Sumatera Utara
57
Tahapan dalam pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah untuk pengadaan
suatu barang, adalah:66
a. Nasabah mengajukan permohonan kepada bank untuk menjadi mitra dalampembiayaan/pembelian suatu barang yang dibutuhkan nasabah denganmenjelaskan data nasabah, diantaranya berkaitan dengan pendapatan per bulannasabah, sumber pengembalian dana untuk pelunasan kewajiban nasabah, sertamanfaat dan tingkat kebutuhan nasabah atas barang tersebut. Pengajuanpermohonan dilengkapi dengan persyaratan administratif pengajuanpembiayaan yang berlaku pada masing-masing bank dan yang telah ditentukandalam pembiayaan syariah.
b. Petugas bank akan menganalisa kelayakan nasabah untuk mendapatkan barangtersebut secara kualitatif maupun kuantitatif.
c. Apabila permohonan nasabah layak disetujui oleh komite pembiayaan, makabank menerbitkan surat persetujuan pembiayaan (offering letter) yangdidalamnya antara lain:1) Spesifikasi barang yang disepakati;2) Harga barang;3) Jumlah dana bank dan dana nasabah yang disertakan;4) Jangka waktu pelunasan pembiayaan;5) Cara pelunasan (model angsuran);6) Besarnya angsuran dan biaya sewa yang dibebankan nasabah.
d. Apabila nasabah menyetujui persyaratan yang dicantumkan dalam offeringletter tersebut, maka pihak bank dan/atau nasabah dapat menghubungidistributor/agen untuk ketersediaan barang tersebut sesuai denganspesifikasinya.
e. Dilakukan akad musyarakah mutanaqishah antara bank dan nasabah yangmemuat persyaratan penyertaan modal (kemitraan), persyaratan sewa menyewadan sekaligus pengikatan jaminan berupa barang yang diperjualbelikan tersebutserta jaminan tambahan lainnya.
Pelaksanaan al-musyarakah mutanaqishah ini dapat dilihat pada hubungan
antara bank dengan nasabahnya. Hubungan antara bank syariah dengan
nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan
kemitraan antara penyandang dana (shahib al-mal) dengan pengelola dana
(mudharib). Sedangkan pada bank konvensional, para pemilik dana tertarik untuk
menyimpan dana di bank berdasarkan tingkat bunga yang dijanjikan. Demikian
66M. Nadratuzzaman Hosen, “al-musyarakah mutanaqishah“ dalamhttp://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/Makalah%20Musyarakah%20Mutanaqishah_Nadratuzzaman.pdf. Diakses pada tanggal 25 Februari 2016
Universitas Sumatera Utara
58
pula bank memberikan pinjaman kepada pihak-pihak yang memerlukan dana
berdasarkan kemampuan mereka membayar tingkat bunga tertentu.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa:
1. Bank syariah melakukan investasi-investasi yang halal saja (sesuai syariat
agama)
2. Berorientasi pada keuntungan (profit oriented) dan kemakmuran dan
kebahagiaan dunia akhirat
3. Berdasarkan prinsip bagi hasil yang telah disepakati kedua belah pihak,
dimana:
a. Besarnya disepakati pada waktu akad dengan berpedoman kepada
kemungkinan untung rugi
b. Besar rasio didasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
c. Rasio tidak berubah selama akad masih berlaku
d. Kerugian ditanggung bersama
e. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.
5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan
Pengawas Syariah
Sedangkan di dalam bank konvensional:
1. Investasi ke semua bidang usaha sesuai dengan persyaratan yang sudah
ditetapkan
2. Profit oriented (berorientasi pada keuntungan)
3. Memakai prosedur bunga pinjaman, sesuai kesepakatan yang diantaranya:
Universitas Sumatera Utara
59
a. Besarnya disepakati pada waktu akad dengan asumsi akan selalu untung
b. Besarnya persentase didasarkan pada jumlah modal yang dipinjamkan
c. Bunga dapat mengambang dan besarnya naik turun
d. Pembayaran bunga besarnya tetap tanpa pertimbangan untung rugi
e. Jumlah bunga tidak meningkat sekalipun keuntungan meningkat
f. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur.
g. Tidak terdapat dewan sejenis Dewan Pengawas Syariah
Selain itu ada beberapa perbedaan dasar seperti; dalam bank syariah, bisnis
dan usaha yang dibiayai tidak terlepas dari saringan syariah agama, yakni usaha
yang di dalam menajalankan usahanya sesuai dengan syariah agama dan
perbedaan lainnya secara organisasi, bank syariah dan bank konvensional secara
umum itu sama. Perbedaannya hanya satu, bank syariah memiliki Dewan
Pengawas Syariah, sedangkan bank konvensional tidak.
Universitas Sumatera Utara
60
BAB III
HAMBATAN YANG DIHADAPI BANK MUAMALAT
CABANG MEDAN BALAI KOTA DALAM PELAKSANAAN
PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP AL-MUSYARAKAH
A. Hambatan dalam Pelaksanaan Pembiayaan Al-musyarakah
1. Hambatan internal
a. Bank melakukan analisis pembiayaan yang tidak lengkap
Rendahnya kecermatan serta analisis perbankan saat pengajuan
permohonan pembiayaan, mengakibatkan rendahnya mutu analisis. Analisis
pembiayaan dilakukan berdasarkan laporan keuangan yang meliputi neraca rugi
laba, sumber dan pengguanaan dana. Laporan keuangan biasanya diminta oleh
bank dalam beberapa periode terakhir untuk melihat perkembangan dan kemajuan
usaha nasabah. Berdasarkan laporan keuangan tersebut akan dianalisis
pembiayaan dapat menentukan rasio-rasio yang sangat prinsip harus dihitung
demi perhitungan kemampuan nasabah. Rasio-rasio yang telah disebutkan di atas
antara lain:67
1) Liquidity ratio, untuk mengukur kemampuan memenuhi kewajiban jangka
pendek yang terdiri dari:
a) Current ratio, untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban atau hutang jangka pendeknya. Semakin tinggi, maka semakin
likid perusahaan tersebut
67Hasil wawancara dengan Legal Staf, Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
60
Universitas Sumatera Utara
61
b) Quick ratio, untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek dari quick asset-nya dan untuk melihat kualitas
dari aktiva lancarnya. Semakin tinggi persentasenya semakin likid
c) Net working capital ratio, untuk mengukur peranan sumber jangka panjang
yang terikat pada aktiva. Semakin tinggi prosentasenya semakin banyak
sumber jangka panjang yang tertanam pada aktiva lancar dan perusahaan
tersebut semakin likid.
2) Leverage ratio, untuk mengukur peranan dan pengaruh modal luar yang terdiri
dari:
a) Debt to total asset ratio, untuk mengetahui berapa besarnya peranan modal
luar dalam membiayai total pinjaman dengan aktiva. Semakin tinggi hasil
prosentasenya semakin besar financial risk bagi kreditur atau pemegang
saham
b) Time interest earned ratio, untuk mengukur pengaruh adanya modal luar
bagi perusahaan, menunjukkan kemampuan dalam menanggung beban
bunga
c) Fixed changed coverage ratio, untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam menanggung beban tetap. Semakin tinggi semakin baik
d) Cash flow covered, untuk mengukur kemampuan kas yang dihasilkan dalam
menanggung seluruh beban tetap. Semakin tinggi semakin mampu
menanggung beban tetap
3) Activity ratio, untuk mengukur efisiensi penggunaan dana yang tertanam pada
aktiva yang terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara
62
a) Inventory turn over, untuk mengukur effektivitas penggunaan dana yang
tertanam dalam persediaan. Semakin tinggi perputarannya semakin efisien
penggunaan dana pada persediaan
b) Average collection periode, untuk mengukur rata-rata penerimaan dari
tagihan. Semakin lama waktu penerimaannya, semakin tidak efisien
penggunaan dana pada tagihan
c) Fixed assets turn over, untuk mengukur efektivitas penggunaan dana pada
aktiva dalam rangka mencapai omzet. Kalau perputaran lambat
menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan
kemampuan untuk menjual. Perlu diteliti pemasaran dan jenis aktiva
d) Total assets turn over, untuk mengukur efektivitas penggunaan dana pada
aktiva dalam rangka mencapai target omzet
e) Sales tocurrent assets, untuk menunjukkan efisiensi dan efektivitas
penggunaan dana pada aktiva lancar. Semakin tinggi perputaran semakin
efektif penggunaan dana yang tertanam pada aktiva lancar dalam menunjang
penjualan
f) Sales to net wokring capital, untuk melihat apakah perusahaan over trading
atau tidak. Perputaran terlalu cepat menunjukkan over trading
4) Profitability ratio, untuk mengukur kemampuan dalam menghasilkan laba,
yang terdiri dari
a) Profit margin, untuk mengukur laba yang dicapai dibandingkan dengan
omzet. Semakin tinggi semakin baik. Kalau profit margin turun, dianalisis
dengan menggunakan vertikal atau horizontal atas rugi/laba.
Universitas Sumatera Utara
63
b) Return on investment untuk mengukur laba yang dicapai dibandingkan
sedangkan omzet, semakin tinggi semakin baik
c) Return on equity untuk mengukur return atas modal sendiri. Semakin tinggi
semakin baik.
5) Growth ratio, untuk mengukur tingkat pertumbuhan usaha yang terdiri dari:
a) Sales of growth, untuk mengukur tingkat perkembangan penjualan.
Bandingkan dengan perkembangan penjualan pada industri yang
bersangkutan (lebih rendah atau lebih tinggi)
b) Sustaining rate of growth, untuk mengukur perkembangan dari sumber
intern dalam membiayai pertumbuhan usaha. Bandingkan dengan rate of
growth penjualan
c) Net income, untuk mengukur perkembangan net income
d) Earning per share, untuk mengukur perkembangan earning per share
e) Devidend/share, untuk mengukur perkembangan dividen
Semua rasio tersebut di atas diperoleh jika laporan keuangan nasabah
lengkap dan benar, sehingga dapat diketahui secara lebih mendekati kepastian
kebutuhan akan pembiayaan bagi nasabah.
b. Bank lemah dalam melakukan pengawasan
Selesainya pemberian pembiayaan kepada nasabah bukanlah berarti
selesainya sebuah masalah. Bank seharusnya melakukan pengawasan yang
intensif terhadap pelaksanaan pembiayaan yang diterima oleh nasabah. Bank
seharusnya menerima laporan keuangan nasabah secara rutin tiap bulan atau tiap
periode tertentu yang harus dilanjutkan dengan pemeriksaan on the spot secara
Universitas Sumatera Utara
64
mendadak untuk memastikan kebenaran laporan tertulisnya. Namun dikarenakan
lemahnya pengawasan yang tersebut diatas, bahkan untuk meneliti kebenaran
angka-angka dalam laporan keuangan, maka terjadilah hambatan dalam
pelaksanaan pembiayaan Al-musyarakah tersebut dan pada akhirnya terjadilah
hambatan dalam pengembalian modal bank.68
c. Bank kurang lengkap dalam memperoleh informasi
Pembuatan suatu analisis akan menjadi sempurna jika masukkan atau
informasi yang diperoleh lengkap. Informasi yang setengah-setengah akan
membuat hasil analisis tidak baik dan benar. Jika pembiayaan sudah dicairkan,
baru diketahui nasabah terlibat dalam beberapa masalah dan pihak bank pun akan
menghadapi persoalan yang serius terkait nasabahnya.
Permasalahan yang dimiliki nasabah seperti terlibat hutang dengan pihak
lain secara otomatis akan memberikan efek buruk dalam pelaksanaan pembiayaan
Al-musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota. Dengan kata lain,
keterlambatan ataupun macetnya dalam mengembalikan modal bank akan
terlambat karena nasabah harus membayarkan hutangnya pada pihak lain terlebih
dahulu.
2. Hambatan eksternal
a. Nasabah menjalankan bisnis baru
Bukan merupakan suatu kesalahan apabila nasabah menajalankan suatu
kegiatan usaha baru disamping dari kegiatan bisnis sebelumnya, akan tetapi di
saat menerima pembiayaan dari bank, nasabah menajalankan kegiatan bisnis baru
68Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
65
yang mana tidak diinformasikan sebelumnya kepada pihak bank. Di dalam
pelaksanaan kegiatan baru tersebut ternyata nasabah mengalami kerugian
sehingga berdampak pada kualitas pengembalian modal bank dan pada akhirnya
nasabah sulit untuk melakukan pembayaran kepada bank.69
b. Nasabah menyimpangkan dana pembiayaan ke konsumsi
Nasabah melakukan kesalahan dalam penggunaan dana pembiayaan Al-
musyarakah dari Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota. Nasabah
menggunakan dana pembiayaan Al-musyarakah tersebut untuk kepentingan
konsumtif seperti memperbaiki rumah atau membeli mobil. Hal ini dilakukan oleh
nasabah dikarenakan telah memperoleh sejumlah dana yang cukup menarik,
sehingga tergiur untuk membeli barang-barang tertentu di luar dari tujuan
penggunaan dana seharusnya.70
Tidaklah salah apabila memang penggunaan dana tersebut ditujukan untuk
keperluan konsumtif nasabah asalkan tidak mengganggu modal kerjanya akan
tetapi kebanyakan ini pasti mengganggu modal kerja si nasabah. Pada akhirnya ini
akan berdampak pada kualitas pengembalian modal milik bank.
c. Nasabah memiliki perencanaan yang lemah
Planning salah satu unsur utama dalam manajemen. Jika sebuah
perusahaan nasabah secara rutin berjalan dan secara rutin menghasilkan produk
yang diperlukan oleh pelanggan yang selalu tersedia secara rutin, maka
perusahaan tersebut tetap berjalan normal. Tetapi bagi perusahaan yang
69Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
70Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
66
membutuhkan pengembangan, sedangkan di pihak lain para pelanggan harus
dicari dan direbut, maka perusahaan tersebut membutuhkan perencanaan diatur
dan dirancang dengan baik. Baik rencana jangka panjang, maupun rencana jangka
pendek.71
d. Nasabah mengalami gagal usaha
Gagal usaha merupakan resiko bisnis, dan secara umum gagal usaha dapat
terjadi pada sektor apa saja, seperti:72
1) Gagal usaha perdagangan, karena jatuhnya harga barang dan sepinya pembeli
2) Gagal usaha konstruksi, karena salah perhitungan biaya
e. Perusahaan memiliki aktiva tetap yang berlebihan
Pemilikan aktiva tetap memiliki arti bahwa barang yang sama sekali tidak
berproduksi seperti kepemilikan tanah, kepemilikan rumah yang dimiliki nasabah
dengan berbagai tujuan seperti spekulasi, prestige atau dengan tujuan menabung.
Tetapi hal ini sangat menggangu modal kerja. Banyaknya aktiva tetap yang
berlebihan sehingga tidak dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya akan
mengakibatkan lambannya keuntungan bagi nasabah sehingga akan menggangu
terhadap pengembalian modal bank.73
71Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
72Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
73Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
67
B. Tinjauan Syariah Tentang Pembiayaan Bermasalah yang Mengakibatkan
Hambatan dalam Pelaksaanaan Pembiayaan Al-musyarakah
Ajaran Islam yang bersandarkan kepada Al-quran dan Hadist Nabi
Muhammad SAW mengakui adanya hutang-piutang dalam berusaha (mu’amalah)
atau karena kebutuhan mendesak memenuhi kebutuhannya. Hal ini sebagaimana
dijelaskan di dalam Al-quran surah Al-baqarah Ayat 282-283. Ajaran Islam juga
mengajarkan beberapa etika ketika melakukan hutang-piutang di antara sesama
manusia. Beberapa pinsip etika berutang-piutang tersebut antara lain:
1. Menepati janji
Apabila telah diikat perjanjian hutang/pembiayaan untuk jangka waktu
tertentu, maka wajib ditepati janji tersebut dan pihak yang berutang/penerima
pembiayaan membayar hutang/kewajibannya sesuai perjanjian yang dibuatnya.
Menepati janji adalah wajib dan setiap orang bertanggung jawab terhadap janji-
janjinya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-quran dalam surat Al-maidah
Ayat 1 dan Surah Al-isra Ayat 34. Bunyi dari masing-masing ayat tersebut adalah,
“Wahai orang-orang beriman! Penuhilah akad-akad itu...” (QS Al-maidah Ayat
1). Dan selanjutnya “....penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta
pertanggungjawabannya” (QS Al-isra Ayat 34).
2. Menyegerakan pembayaran hutang
Orang yang memikul beban hutang wajib terus berusaha membereskan
sangkutan-sangkutan hutangnya hingga tuntas. Apabila dia mengalami
kesempitan sehingga merasa lemah membayar hutangnya, maka adalah suatu
keutamaan untuk terus bersungguh-sungguh membayar hutangya. Rasulullah
bersabda “Barang siapa menerima harta orang lain (sebagai hutang) dengan niat
Universitas Sumatera Utara
68
akan membayarnya, maka Allah membayarkan hutangnya. Dan barang siapa
menerima harta orang lain (sebagai hutangnya) dengan maksud hendak
meniadakannya (tidak mau membayarnya), maka Allah pun akan
membinasakannya” (HR. Bukhari).74
Pemberesan hutang itu tentunya dengan berusaha sekuat tenaga. Di
samping itu, jika merasa ditimpa hutang yang sulit untuk dibayar, hendaknya
memohon pertolongan Allah SWT sebagaimana bimbingan dari Rasulullah SAW,
“Ya Allah, saya mohon perlindungan-Mu dari pada duka dan kesedihan, saya
mohon perlindungan-Mu dari pada kelemahan dan kemalasan, saya mohon
perlindungan-Mu dari pada kekikiran dan sikap pengecut, saya mohon
perlindungan-Mu dari pada tumpukan hutang dan tekanan orang” (HR. Abu
Dawud).75
3. Dilarang menunda-nunda pembayaran hutang
Perbuatan menunda-nunda pembayaran hutang padahal dia mampu
termasuk perbuatan tidak terpuji, dianggap perbuatan zalim, dan bahkan bisa
dianggap sikap orang yang mengingkari janji. Hal ini sebagaimana dijelaskan
Rasulullah SAW, bahwa:
“Menunda-nunda pembayaran hutang bagi orang yang mampu adalah
suatu kezaliman..’ (HR. Jamaah). “Menunda-nunda pembayaran yang dilakukan
oleh orang yang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi
74Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta:Sinar Grafika, 2012), hal. 76,
75Ibid
Universitas Sumatera Utara
69
kepadanya” (HR Nasa’i, Abu Dawud, Ibn Majah, dan Ahmad). “Tanda-tanda
orang munafiq adalah...bila berjanji mengingkari janji..” (HR Bukhari Muslim).76
4. Lapang dada ketika membayar hutang
Salah satu akhlak yang mulia adalah berlaku tasamuh (toleransi) atau
lapang dada dalam pembayarang hutang. Sikap ini merupakan kebalikan dari pada
sikap menunda-nunda, mempersulit dan menahan hak orang. Rasulullah bersabda
bahwa semulia-mulia mu’min adalah orang yang mudah dalam penjualan, mudah
dalam pembelian, mudah dalam pembayaran (hutang ), dan dalam penagihan
(piutang) (HR. Thabrani). Sabda lain menyebutkan bahwa Allah mengasihi orang
yang bermurah hati sewaktu menjual, sewaktu membeli dan sewaktu menagih
(piutang) (HR Bukhari).
5. Tolong-menolong dan memberi kemudahan
Sikap tolong-menolong dan membantu melepaskan kesusahan dan
kesulitannya yang diterima oleh orang lain, Islam menilai termasuk akhlak
mulia/terpuji. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang melepaskan
kesusahan seorang Mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah akan
melepaskan kesusahannya di hari kiamat...” (HR. Muslim).77
Berdasarkan keterangan di atas, Islam mengakui dan membolehkan
hutang-piutang, walaupun kebolehan tersebut ditekankan karena kebutuhan yang
mendesak dan berupaya sesegera mungkin untuk membayarnya. Menunda-nunda
76Ibid, hal. 7777Ibid, hal. 78
Universitas Sumatera Utara
70
pembayaran hutang-piutang sebagai suatu perbuatan tercela, apalagi dalam
keadaan mampu.78
C. Upaya yang Dilakukan Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota dalam
Menghadapi Hambatan Pelaksanaan Pembiayaan Al-musyarakah
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa hambatan dalam pelaksanaan
pembiayaan Al-musyarakah akan mengakibatkan pembiayaan bermasalah atau
macet, oleh karena itu dalam sub-bab ini akan dijelaskan mengenai upaya ataupun
langkah yang diambil Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota dalam
menyelesaikan hambatan-hambatan tersebut.
Permasalahan pembiayaan yang bermasalah atau macet dapat diatasi
sesuai dengan aturan yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Bank
Muamalat Cabang Medan Balai Kota tidak dapat melakukan tindakan lain sesuai
dengan aturan yang telah dibuat oleh Bank Indonesia tersebut. Di dalam aturan
tersebut, Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota dapat melakukan langkah-
langkah tertentu untuk menuntaskan segala permasalahan walaupun kesulitan
tetap akan dihadapi.79 Ketentuan Bank Indonesia tersebut diatur di dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi
Pembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah. Adapun beberapa hal yang
diatur di dalam peraturan tersebut, yaitu:
1. Salah satu upaya untuk menjaga kualitas pembiayaan, Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah dapat melakukan restrukturisasi pembiayaan atas nasabah yang
memiliki prospek usaha dan/atau kemampuan membayar;
78Ibid79Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota pada
tanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
71
2. Dalam melaksanakan restrukturisasi pembiayaan, Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah;
3. Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka
membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain
melalui penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali
(reconditioning) dan penataan kembali (restructuring).
4. Bank dilarang melakukan Restrukturisasi Pembiayaan dengan tujuan untuk
menghindari:
a. Penurunan penggolongan kualitas Pembiayaan;
b. Pembentukan penyisihan penghapusan aktiva (PPA) yang lebih besar; atau
c. Penghentian pengakuan pendapatan margin atau ujrah secara akrual.
5. Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan
secara tertulis dari nasabah.
6. Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk Pembiayaan dengan
kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet yang wajib didukung dengan
analisis dan bukti-bukti yang memadai serta terdokumentasi dengan baik.
7. Restrukturisasi Pembiayaan dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali dalam
jangka waktu akad Pembiayaan awal. Restrukturisasi Pembiayaan kedua dan
ketiga dapat dilakukan paling cepat 6 (enam) bulan setelah Restrukturisasi
Pembiayaan sebelumnya.
8. Pembiayaan yang direstrukturisasi lebih dari 3 (tiga) kali digolongkan Macet
sampai dengan Pembiayaan lunas.
Universitas Sumatera Utara
72
9. Bank wajib memiliki kebijakan dan Standard Operating Procedure tertulis
mengenai Restrukturisasi Pembiayaan.
10.Bank wajib melaporkan Restrukturisasi Pembiayaan kepada Bank Indonesia.
Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam
rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain
melalui:80
1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayarankewajiban nasabah atau jangka waktunya
2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruhpersyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlahangsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidakmenambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank;
3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan Pembiayaantidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi:a. penambahan dana fasilitas Pembiayaan Bank;b. konversi akad Pembiayaan;c. konversi Pembiayaan menjadi surat berharga syariahd. berjangka waktu menengahe. konversi Pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan
nasabah
Pasal 2 Ayat 4 huruf g Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006
tanggal 10 Juli 2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum dijelaskan bahwa
restrukturisasi pembiayaan adalah upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam
kegiatan pembiayaan, piutang dan atau ijarah terhadap debitur yang mengalami
kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.
Pasal 1 butir 31 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5
Oktober 2006 tentang Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha berdasarkan Prinsip Syariah disebutkan bahwa restrukturisasi pembiayaan
80Pasal 1angka 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentangRestrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah.
Universitas Sumatera Utara
73
adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan penyediaan dana
terhadap nasabah yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya
dengan mengikuti ketentuan yang berlaku yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional
dan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku baik bank syariah.
Pelaksanaan restrukturisasi tentu saja harus berdasarkan ketentuan yang
tidak dapat diindahkan oleh bank, karena pelaksanaan restrukturisasi oleh bank
dilarang untuk penurunan penggolongan kualitas pembiayaan, pembentukan
penyisihan penghapusan aktiva (PPA) yang lebih besar; atau, penghentian
pengakuan pendapatan margin atau ujrah secara akrual.81 Restrukturisasi
Pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan secara tertulis dari
nasabah.82
Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk nasabah yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:83
1. Nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran; dan
2. Nasabah memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban
setelah restrukturisasi.
Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk Pembiayaan
dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Restrukturisasi
81Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang RestrukturisasiPembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah
82Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang RestrukturisasiPembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah
83Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang RestrukturisasiPembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah
Universitas Sumatera Utara
74
Pembiayaan wajib didukung dengan analisis dan bukti-bukti yang memadai serta
terdokumentasi dengan baik.84
Restrukturisasi Pembiayaan dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali
dalam jangka waktu akad Pembiayaan awal. Restrukturisasi Pembiayaan kedua
dan ketiga dapat dilakukan paling cepat 6 (enam) bulan setelah Restrukturisasi
Pembiayaan sebelumnya.85 Restrukturisasi Pembiayaan terhadap nasabah yang
memiliki beberapa fasilitas Pembiayaan dari Bank, dapat dilakukan terhadap
masing-masing Pembiayaan.86
Selanjutnya pada tanggal 28 Oktober 2008, Bank Indonesia mengeluarkan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbs 2008 tentang Restrukturisasi
Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Adapun secara
umum yang diatur di dalam surat edaran tersebut adalah:
1. Restrukturisasi Pembiayaan oleh Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling)
b. Persyaratan kembali (reconditioning)
c. Penataan kembali (restructuring), antara lain meliputi:
1) Penambahan dana
2) Konversi akad pembiayaan
84Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang RestrukturisasiPembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah
85 Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang RestrukturisasiPembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah
86 Pasal 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang RestrukturisasiPembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah
Universitas Sumatera Utara
75
3) Konversi pembiayaan menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu
Menengah
4) Konversi Pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara
2. Dalam rangka melaksanakan restrukturisasi pembiayaan, BUS dan UUS wajib
memiliki kebijakan dan prosedur, yang sekurangnya meliputi:
a. Penetapan satuan kerja khusus untuk menangani Restrukturisasi
Pembiayaan;
b. Penetapan limit wewenang memutus pembiayaan yang direstrukturisasi;
c. Kriteria Pembiayaan yang dapat direstrukturisasi;
d. Sistem dam Standard Operating Procedure Restrukturisasi Pembiayaan;
e. Sistem informasi manajemen Pembiayaan yang direstrukturisasi.
3. BUS dan UUS wajib membentuk satuan kerja khusus untuk menangani
Restrukturisasi Pembiayaan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-
masing BUS dan UUS.
4. BUS dan UUS dapat mengenakan ganti rugi (ta’widh) kepada nasabah dalam
rangka Restrukturisasi Pembiayaan sebesar biaya riil yang dikeluarkan dalam
rangka penagihan hak yang seharusnya dibayarkan oleh nasabah dan bukan
potensi kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya
peluang yang hilang (opportunity loss/al-furshah al-dha-i’ah).
5. Perubahan-perubahan yang disepakati antara BUS atau UUS dengan nasabah
dalam Restrukturisasi Pembiayaan harus dituangkan dalam addendum akad
Pembiayaan atau akad pembiayaan baru.
Universitas Sumatera Utara
76
6. Cara restrukturisasi yang dapat dilakukan untuk masing-masing bentuk
Pembiayaan adalah sebagai berikut:
a. Piutang Murabahah dan Piutang Istishna’
1) Penjadwalan kembali (rescheduling)
2) Persyaratan kembali (reconditioning)
3) Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi akad
pembiayaan menjadi ijarah muntahiyyah bittamlik atau mudharabah atau
musyarakah
4) Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi
Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah
5) Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi
Penyertaan Modal Sementara
b. Piutang Salam
1) Penjadwalan kembali (rescheduling)
2) Persyaratan kembali (reconditioning)
3) Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana
c. Piutang Qardh
1) Penjadwalan kembali (rescheduling)
2) Persyaratan kembali (reconditioning)
d. Mudharabah dan Musyarakah
1) Penjadwalan kembali (rescheduling)
2) Persyaratan kembali (reconditioning)
3) Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana
Universitas Sumatera Utara
77
4) Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi
Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah
5) Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi
Penyertaan Modal Sementara
e. Ijarah dan Ijarah Muntahiyyah Bittamlik
1) Penjadwalan kembali (rescheduling)
2) Persyaratan kembali (reconditioning)
3) Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi akad
pembiayaan menjadi mudharabah atau musyarakah
4) Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi
Penyertaan Modal Sementara
f. Ijarah Multijasa
1) Penjadwalan kembali (rescheduling)
2) Persyaratan kembali (reconditioning)
7. Kewajiban pelaporan Restrukturisasi Pembiayaan mengacu pada ketentuan
Laporan Berkala Bank Umum Syariah.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbs 2008
tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah tersebut di atas, restrukturisasi pada pembiayaan Al-musyarakah dapat
dilakukan sebagai berikut:87
1. Penjadwalan ulang (rescheduling)
87Poin IV angka 4 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbs tentangRestrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Universitas Sumatera Utara
78
Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuhtempo pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harusdibayarkan kepada BankUmum Syariah atau Unit Usaha Syariah
2. Persyaratan kembali (reconditioning)Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syaratpembiayaan antara lain nisbah bagi hasil, jumlah angsuran, jangka waktudan/atau pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajibannasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS
3. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana. Restrukturisasiyang dilakukan dengan penambahan dana oleh BUS atau UUS kepada nasabahagar kegiatan usaha nasabah dapat kembali berjalan dengan baik.
4. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi SuratBerharga Syariah Berjangka Waktu Menengah. Penempatan dalam bentukSurat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah dalam rangkarestrukturisasi dilakukan sebagai berikut:a. BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk mudharabah
atau musyarakah.b. BUS atau UUS membuat akad mudharabah atau musyarakah dengan
nasabah untuk Surat Berharga Berjangka Waktu Menengah yang diterbitkanoleh nasabah atas dasar proyek yang dibiayai.
c. BUS atau UUS memiliki Surat Berharga Syariah Berjangka WaktuMenengah paling tinggi sebesar sisa kewajiban nasabah.
5. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadiPenyertaan Modal Sementara. Penyertaan Modal Sementara dalam rangkarestrukturisasi dilakukan sebagai berikut:a. Penyertaan Modal Sementara hanya dapat dilakukan pada nasabah yang
merupakan badan usaha berbentuk hukum Perseroan Terbatas.b. BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk mudharabah
atau musyarakah.c. BUS atau UUS membuat akad musyarakah dengan nasabah untuk
Penyertaan Modal Sementara sesuai kesepakatan dengan nasabah atas usahayang dilakukan.
d. BUS atau UUS melakukan Penyertaan Modal Sementara sebesar sisakewajiban nasabah.
Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi akad Pembiayaan dalam bentukmudharabah atau musyarakah sebagaimana dimaksud dalam butir 1-5 merupakanjumlah pokok yang belum dibayar oleh nasabah pada saat dilakukanrestrukturisasi.
Pada tanggal 8 Februari 2011, Bank Indonesia kembali mengeluarkan
peraturan tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/18/PBI/2008 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah. Adapun secara umum yang diatur di dalam peraturan ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
79
1. Dalam rangka menjaga kelangsungan usaha dan kualitas pembiayaan serta
meminimalisasi risiko kerugian, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah
berkewajiban menjaga kualitas pembiayaannya, dimana salah satu upayanya
dapat dengan melakukan Restrukturisasi Pembiayaan atas nasabah yang
memiliki prospek usaha dan/atau kemampuan membayar.
2. Ketentuan ini mengatur hal-hal berupa:
a. Kualitas pembiayaan yang dapat dilakukan restrukturisasi.
b. Intensitas berapa kali restrukturisasi pembiayaan dapat dilakukan dan
penetapan kualitas pembiayaan apabila melebih jumlah maksimal
pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan sesuai ketentuan.
c. Bank wajib menetapkan jumlah maksimal pelaksanaan restrukturisasi
pembiayaan untuk pembiayaan dengan kualitas Kurang Lancar,
Diragukan, dan Macet.
d. Laporan restrukturisasi pembiayaan bagi BPRS.
3. Pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan, hendaknya menganut prinsip
universal yang berlaku di perbankan dengan tetap memperhatikan prinsip
kehati-hatian dan prinsip syariah.
4. Restrukturisasi Pembiayaan dapat dilakukan untuk Pembiayaan dengan
kualitas Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, dan
Macet.
5. Restrukturisasi Pembiayaan dengan kualitas Lancar dan Dalam Perhatian
Khusus dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali, dan apabila dilakukan
lebih dari 1 (satu) kali digolongkan paling tinggi Kurang Lancar.
Universitas Sumatera Utara
80
6. Bank wajib memiliki kebijakan dan Standard Operating Procedure tertulis
mengenai Restrukturisasi Pembiayaan, termasuk didalamnya penetapan jumlah
maksimal pelaksanaan restrukturisasi untuk Pembiayaan dengan kualitas
Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet.
7. Restrukturisasi Pembiayaan dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan
Macet, dapat dilakukan paling banyak sesuai ketentuan bank yang mengatur
mengenai jumlah maksimal Restrukturisasi Pembiayaan, dan apabila dilakukan
lebih dari jumlah maksimal tersebut digolongkan Macet sampai dengan
Pembiayaan lunas.
8. Bank Indonesia berwenang menetapkan kualitas Pembiayaan yang berbeda
dengan Bank, apabila Bank melakukan Restrukturisasi Pembiayaan tidak
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai Restrukturisasi
Pembiayaan.
9. BPRS wajib melaporkan Restrukturisasi Pembiayaan secara on-line kepada
Bank Indonesia, sejak pelaporan bulan Mei 2011 yang disampaikan bulan Juni
2011 dan pada masa transisi menyampaikan laporan Restrukturisasi
Pembiayaan secara off-line dan on-line.
Berdasarkan penjelasan di atas, Bank Muamalat Cabang Medan Balai
Kota pada prinsipnya memberikan keleluasaan kepada nasabah untuk mengambil
langkah dalam menghadapi hambatan pembiayaan bermasalah tersebut. Upaya
tersebut dapat melalui penjadwalan ulang (rescheduling), persyaratan kembali
(reconditioning) ataupun penataan kembali (restructuring). Di dalam memilih
langkah-langkah tersebut tetap harus melalui persetujuan Bank Muamalat Cabang
Universitas Sumatera Utara
81
Medan Balai Kota yang mengacu kepada profil kemampuan nasabah khususnya
dalam segi ekonomi.88
Tidak ada paksaan atau keharusan dalam mengambil langkah untuk upaya
penyelamatan atas pembiayaan bermasalah. Karena seperti yang telah disebutkan
di atas bahwa, semua tetap mengacu kepada kondisi kemampuan si nasabah
walaupun pada awalnya nasabah dapat memilih langkah apa yang dapat diambil.
Namun yang pasti, Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota tidak dapat
langsung melakukan eksekusi atas agunan milik nasabah karena pembiayaan
macet. Karena telah dijelaskan sebelumnya bahwa bank harus melakukan
penyelamatan dalam bentuk penjadwalan ulang (rescheduling), persyaratan
kembali (reconditioning) ataupun penataan kembali (restructuring).89
88Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
89Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
82
BAB IV
PENYELESAIAN SENGKETA DI DALAMPELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN
DENGAN PRINSIP AL-MUSYARAKAHAPABILA TIMBUL SENGKETA
A. Konsep Penyelesaian Sengketa
Pembiayaan menjadi sumber pendapatan dan keuntungan bank yang
terbesar. Disamping itu pembiayaan juga merupakan jenis kegiatan menanamkan
dana yang sering menjadi penyebab utama bank mengahadapi masalah besar.
Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa stabilitas usaha bank
sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam mengelola dana yang diterima. Usaha
bank yang berhasil mengelola dana pembiayaannya akan berkembang, sedangkan
usaha bank yang selalu dirongrong pembiayaan bermasalah akan mundur.90
Kegiatan usaha yang lazim dilakukan oleh bank dalam menanamkan dana
adalah pemberian pembiayaan, baik untuk perdagangan internasional, penempatan
dana pada bank lain dan penyertaan modal saham. Semua kegiatan di atas tidak
terlepas dari resiko tidak terbayar kembali, baik sebagian maupun seluruhnya.91
Proses penyelesaian pembiayaan yang bermasalah, tentunya harus dimiliki
oleh setiap bank dan mungkin saja proses penyelesaiannya sama atau berbeda
tergantung dari kebijakan masing-masing bank. Namun demikian, untuk
menyelamatkan visi dan misi bank syari’ah, maka sangat perlu adanya
penyeragaman pandangan tentang bersifat global. Penyamaan visi yang sama
90Bank Muamalat, Bank Syariah: Teori dan Praktek, (Jakarta: Muamalat Institute, 2010),hal. 140
91Ibid, hal. 140-141
82
Universitas Sumatera Utara
83
salah satu di antaranya adalah setiap bank syari’ah harus dalam kondisi sehat
diukur dari segi hukum atau peraturan intern maupun dari pemerintah maupun
dikur dari syari’ah.92
Selama ini teknik penyelesaian pembiayaan yang bermasalah tersebut
dikaitkan dengan pembayaran kewajiban yang tertunda, dan dapat dilihat dari
kacamata usaha dan keinginan atau itikad baik dari nasabah itu sendiri. Apabila
dilihat dari segi usaha dan ini sesuai dengan ayat Al-quran bahwa seseorang itu
bisa fluktuasi pendapatannya “......dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui
dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok” (QS.. Luqman (31):34.
Bahkan perkembangan usahanya menjadi rugi secara keseluruhan atau karena
dampak dari kebijakan-kebijakan pemerintah atau aturan baru ditetapkan sehingga
usaha tersebut bisa saja bertambah maju atau sebaliknya.
Di dalam perbankan syari’ah terdapat beberapa teknik untuk mengatasi
permasalahan dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan, yang diataranya yaitu:
1. Shulh
Secara bahasa, kata al- shulhu berarti memutus pertengkaran/perselisihan.
Secara istilah (Syara’) ulama mendefinisikan shulhu sebagai berikut:
a. Menurut Taqiy al- Din Abu Bakar Ibnu Muhammad al- Husaini shulhu adalah
akad yang memutuskan perselisihan dua pihak yang bertengkar (berselisih).93
b. Hasby Ash- Siddiqie berpendapat bahwa yang dimaksud al- Shulh adalah
suatu akad yang disepakati dua orang yang bertengkar dalam hak untuk
melaksanakan sesuatu, dengan akad itu dapat hilang perselisihan.94
92Ibid, hal. 14193Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad al- Husaini, Kifayah al- Akhyar,
(Bandung: PT al- Marif, 2007), hal. 271.
Universitas Sumatera Utara
84
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat di simpulkan bahwa
shulhu adalah suatu usaha untuk mendamaikan dua pihak yang berselisihan,
bertengkar, saling dendam, dan bermusuhan dalam mempertahankan hak, dengan
usaha tersebut dapat di harapkan akan berakhir perselisihan. Dengan kata lain,
sebagai mana yang diungkapkan oleh Wahbah Zulhaily shulhu adalah akad untuk
mengakhiri semua bentuk pertengkaran atau perselisihan.95
Adapun dasar hukum perdamaian (al- shulh) disyari’atkan oleh Allah
SWT yang tertuang dalam Al- Qur’an “Sesungguhnya orang mukmin itu
bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah
kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Qs. Al Hujurat : 10).
Selanjutnya, shulh memiliki beberapa rukun yang harus dilakukan dalam
pelaksanaannya, yaitu:96
a. Mhusalih yaitu dua belah pihak yang melakukan akad sulhu untuk mengakhiri
pertengkaran atau perselisihan.
b. Mushalih ‘anhu yaitu persoalan yang diperselisihkan
c. Mushalih bih yaitu sesuatu yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap
lawannya untuk memutuskan perselisihan. Hal ini disebut dengan istilah badal
al-Shulh
d. Shigat ijab kabul yang masing-masing dilakukan oleh dua pihak yang
berdamai. Seperti ucapan “aku bayar utangku kepadamu yang berjumlah lima
94Hasbi Ash Siddiqi, Pengantar Fiqih Muamalat,(Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 9295Wahbah Zuhaily, al- Fiqih al – Islami wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al- Fikr al- Muashir,
2005), hal. 43096Ghazaly Abdul Rahman, Ihsan Ghufron, dkk, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup. 2010), hal. 197
Universitas Sumatera Utara
85
puluh ribu dengan seratus ribu (ucapan pihak pertama)”. Kemudian, pihak
kedua menjawab “saya terima”.
Jika telah di ikrarkan maka konsekuensinya kedua belah pihak harus
melaksanakannya. Masing – masing pihak tidak dibenarkan untuk mengundurkan
diri dengan jalan memfasaknya kecuali di sepakati oleh kedua belah pihak.
Selain rukun, terdapat pula syarat- syarat shulhu, yaitu:97
a. Syarat yang berhubungan dengan Musahlih (orang yang berdamai) yaitu
disyaratkan mereka adalah orang yang tindakannya di nyatakan sah secara
hukum. Jika tidak seperti anak kecil dan orang gila maka tidak sah.
b. Syarat yang berhubungan dengan Musahlih bih.
1) Berbentuk harta yang dapat di nilai, diserah- terimakan, dan berguna.
2) Di ketahui secara jelas sehingga tidak ada kesamaran yang dapat
menimbulkan perselisihan.
c. Syarat yang berhubungan dengan Mushalih anhu yaitu sesuatu yang di
perkirakan termasuk hak manusia yang boleh diiwadkan (diganti). Jika
berkaitan dengan hak- hak Allah maka tidak dapat ber-shulhu.
Di dalam prakteknya, shulhu memiliki ketentuan sebagai berikut:98
a. Jika akad perdamaian dibuat dengan materi yang berupa pengakuan atas harta
yang di sengketakan, perdamain itu diakui sebagai kepemilikan.
b. Jika seluruh atau sebagian dari penggantian objek perdamaian diambil dari
seseorang yang berhak atas penggantian itu, penggantian objek perdamaian
97Ibid98Ifham Sholihin Ahmad, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2010), hal.408.
Universitas Sumatera Utara
86
berupa barang yang di gugat dari perdamaian itu, yakni bisa seluruhnya atau
sebagiannya, dinyatakan sah.
c. Jika akad perdamaian dibuat dengan pengakuan tentang mamfaat suatu harta,
hukum akad perdamaian itu adalah sama dengan hukum akad ijarah.
d. Suatu perdamaian dengan cara penolakan atau bersikap diam saja, dengan
demikian penggugat berhak atas harta penggantinya, sedangkan tergugat
berhak untuk tidak melakukan sumpah dan selesainya sengketa.
e. Hak syuf’ah (hak untuk didahulukan/preference) yang melekat pada suatu
benda tidak bergerak berlaku sebagai pengganti objek perdamaian.
f. Jika seseorang yang berhak atas harta itu lalu mengambil sebagian atau seluruh
benda tidak bergerak itu, penggugat harus mengembalikan sejumlah pengganti
perdamaian itu kepada tergugat seluruhnya atau sebagian, dan penggugat itu
berhak mengajukan gugatan itu kepada orang yang menuntut dan yang punya
hak tersebut.
g. Jika seluruah atau sebagian dari pengganti kerugian itu di ambil oleh
penggugat, penggugat berhak mengajukan gugatan atas penggantian
perdamaian.
h. Jika pihak penggugat berkeinginan memperoleh kembali hartanya, dan
menyetujui suatu perdamaian untuk mendapat sebagian daripadanya, serta
membebaskan tergugat dari sisa perkara yang diajukan, penggugat dianggap
telah menerima pembayaran sebagian dari tuntutannya dan membebaskan
sisanya.
Universitas Sumatera Utara
87
i. Jika seseorang melaksanakan suatu perdamaian dengan orang lain tentang
sebagian dari tuntutannya kepada orang itu, orang yang melaksanakan
perdamaian itu dianggap telah menerima pembayaran sebagian dari
tuntutannya dan telah melepaskan haknya terhadap sisanya.
j. Jika seseorang melakukan suatu perdamaian dengan suatu utang yang segera
harus dibayar, diubah menjadi utang yang dapat dibayarkan kembali pada
kemudian hari, ia dianggap telah melepaskan hak nya pembayaran segera.
2. Ibra’
Ibra’ adalah salah satu cara dalam menyelesaikan pembayaran bermasalah,
sebab ahli waris nasabah bisa saja meminta dihapuskan utang nya (write off).
Dengan adanya penghapusan piutang itu, maka tanggung jawab ahli waris juga
hilang. Proses penghapusan piutang ini dalam syari’ah dinamakan ibra’. Ibra’
adalah melepaskan atau mengikhlaskan atau menghapuskan utang seseorang oleh
pemberi utang. Menurut jumhur ulama, ibra’ diterima dalam keadaan sebagai
berikut:99
a. Apabila ibra’ tersebut diberlakukan dalam keadaan masalah pengalihan utang
b. Apabila orang yang berutang meminta utangnya digugurkan, lalu dikabulkan
oleh pemberi utang
c. Apabila sebelumnya orang yang berutang telah menerima pernyataan ibra’ dari
pemberi utang.
99Muamalat Institute, Perbankan Syariah: Perspektif Praktisi, (Jakarta: MuamalatInstitute, 1999), hal. 143
Universitas Sumatera Utara
88
3. Hajr
Ada cara lain untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah dalam
syari’ah, yaitu dengan menggunakan prinsip hajr. Hajr adalah menunda seseorang
untuk menggunakan dan memanfaatkan sendiri hartanya. Rasulullah telah
menahan harta Muadz ketika ia dibebani utang. Lalu beliau menjualkannya dan
membereskan utang-utangnya sehingga tidak sedikitpun untuk Mudaz tersebut.100
Di dalam penjelasan terhadap Pasal 49 Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Peradilan Agama ditegaskan bahwa penyelesaian sengketa tidak hanya di
bidang perbankan syaria’ah, melainkan juga di bidang ekonomi syaria’ah lainnya.
Yang dimaksud dengan antara orang-orang yang beragama Islam adalah
termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri
dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi
kewenangan peradilan agama sesuai dengan ketentuan pasal ini.
Setiap orang atau badan hukum yang melakukan transaksi dengan
menggunakan akad syariah, berarti dia menundukkan diri secara sukarela. Dengan
sebutan “perbuatan atau kegiatan usaha” maka yang menjadi kewenangan
pengadilan agama adalah transaksi yang menggunakan akad syari’ah, walau
pelakunya bukan muslim. Ukuran Personalitas ke Islaman dalam sengketa
ekonomi syari’ah adalah akad yang mendasari sebuah transaksi, apabila
menggunakan akad syari’ah, maka menjadi kewenangan peradilan agama. Dalam
konteks ini pelaku non muslim yang menggunakan akad syari’ah berarti
menundukkan diri kepada hukum Islam, sehingga oleh karenanya Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama menentukan bahwa
100Ibid, hal. 144
Universitas Sumatera Utara
89
sengketanya harus diselesaikan di pangadilan agama. Sejalan dengan itu maka
yang disebutkan pada penjelasan pasal demi pasal Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 tentang Peradilan Agama pasal 49 huruf i Yang dimaksud dengan
”ekonomi syari’ah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan
menurut prinsip syari’ah, harus dimaknai bahwa kewenangan Pengadilan Agama
menjangkau kalangan non muslim yang bertransaksi (menggunakan akad)
syari’ah. Tindakan non muslim yang melibatkan dirinya dalam kegiatan ekonomi
syari’ah dipandangang sebuah penundukan diri secara terbatas terhadap hukum
Islam.
Penerapan shulh, ibra’ dan hajr di lembaga keuangan sebenarnya sudah
diatur di dalam beberapa peraturan Bank Indonesia. Setiap terjadinya adanya
masalah dalam pelaksanaan pengembalian dana bank, tahapan musyawarah adalah
jalan pertama yang harus diambil dan dilaksanakan walaupun pada kenyataannya
tergantung para pihak dalam perjanjian yang dibuat.
B. Penyelesaian Sengketa Terhadap Pembiayaan Musyarakah Bermasalah
Yang Dilakukan Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota
Berdasarkan Pasal 19 dalam Akad Musyarakah Mutanaqisah Nomor 01,
penyelesaian sengketa atau perselisihan dilakukan dengan cara musyawarah atau
mufakat. Berikut isi klausula Pasal 19 di dalam akad tersebut:
1. Apabila dikemudian hari terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum di dalam akad ini atau terjadi perselisihan atau sengketadalam pelaksanaan akad ini, para pihak sepakat untuk menyelesaikan secaramusyawarah untuk mufakat
2. Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud ayat 1 (satu)pasal ini tidak tercapai, maka para pihak bersepakat dan dengan ini tercapaimaka para pihak bersepakat dan dengan ini berjaji serta mengikatkan diri atauterhadap yang lain untuk menyelesaikannya melalui Badan Abitrase Syariah
Universitas Sumatera Utara
90
Nasional (BASYARNAS) menurut peraturan dan prosedur arbitrase yangberlaku di dalam arbitrase tersebut
3. Para pihak sepakat, dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lainbahwa putusan yang ditetapkan oleh BASYARNAS tersebut merupakankeputusan tingkat pertama dan terakhir serta mengikat para pihak
4. Mengenai pelaksanaan (eksekusi) putusan BASYARNAS sesuai denganketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase danAlternatif Penyelesaian Sengketa, para pihak sepakat bahwa para pihak dapatmeminta pelaksanaan (eksekusi) putusan BASYARNAS tersebut padaPengadilan Agama Medan
Berikut penjelasan terhadap langkah-langkah yang dapat diambil dalam
penyelesaian sengketa ekonomi syariah:
1. Musyawarah
Musyawarah merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa
di luar peradilan. Secara bahasa, musyawarah memiliki arti rapat yang sifatnya
mencari mufakat atau kata sepakat. Yang lebih ditekankan dalam musyawarah
adalah unsur perundingan untuk menghasilkan putusan dengan suara bulat.101
Kata musyawarah dapat disamakan dengan proses negosiasi. Kata “negotiatiaon”
dalam bahasa inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia yaitu
memiliki arti “berunding” atau “bermusyawarah”.102 Menurut Joni Emiron, secara
umum negosiasi dapat diartikan sebagai suatu upaya penyelesaian sengketa para
pihak tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan
bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif103.
Garry Goodpaster berpendapat negosiasi adalah proses bekerja untuk
mencapai suatu perjanjian dengan pihak lain, suatu proses interaksi dan
101Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa: Pengorganisasian Karangan Pragmatik dalamBahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi Bisnis, (Jakarta: PT. Gramedia Putaka Utama,2003) , hal. 39
102Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,cetakan keempat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hal. 171.
103Ibid
Universitas Sumatera Utara
91
komunikasi yang dinamis dan bervariasi serta bernuansa sebagaimana keadaan
atau yang dapat dicapai orang. Maka dapat dipahami bahwa musyawarah
merupakan negosiasi yang mana lebih dikenal oleh banyak pihak104.
Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk
mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai
kepentingan yang sama maupun yang berbeda.105 Negosiasi merupakan sarana
bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa
keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah, baik yang tidak berwenang
mengambil keputusan maupun yang berwenang mengambil keputusan.
Di dalam melakukan musyawarah atau negosiasi, Bank Muamalat Medan
Cabang Balai Kota memiliki teknik dalam menghadapi nasabah yang memiliki
permasalahan dalam pelaksanaan pembiayaan musyarakah. Teknik yang
dilakukan oleh Bank Muamalat Medan Cabang Balai Kota memposisikan dirinya
sebagai mitra kerja dengan nasabah yang bermasalah tersebut, sehingga dengan
kedudukan tersebut, nasabah akan lebih merasa nyaman bukannya merasa
diintimidasi. Sesuai dengan keterangan di atas, tindakan negosiasi yang diambil
oleh Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota tidak jauh berbeda dengan
pendapat Jimmy Sihombing yang disebut dengan negosiasi interest based.
Adapun yang dimaksud dengan negosiasi interest based tersebut adalah:106
104Ibid105Sayud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase: Proses
Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal. Hal. 49106Jimmy Joses Sembiring., Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan:
Negosiasi, Mediasi,Kkonsiliasi & Arbitrase, (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2011), hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
92
1) Sebagai jalan tengah atas pertentangan teknik keras dan lunak, karena teknikkeras berpotensi menemui kebuntuan (dead lock), sedangkan teknik lunakberpotensi citra pecundang bagi pihak yang minor
2) Mempunyai empat komponen dasar yaitu people, interest, option/solution dancriteria (pioc)(a)Komponen people dibagi menjadi tiga landasan
(1)Pisahkan antara orang dan masalah(2)Konsentrasi serangan pada masalah bukan orangya(3)Para pihak menempatkan diri sebagai mitra kerja
(b)Komponen interest memfokuskan pada kepentingan mempertahankan posisi(c)Komponen option, bermaksud:
(1)Memperbesar bagian sebelum dibagi dengan memperbanyak pilihan-pilihan kesepakatan
(2)Jangan terpaku pada satu jawaban(3)Menghindari pola pikir bahwa pemecahan masalah mereka adalah urusan
mereka(d)Komponen kriteria mencakup:
(1)Kesepakatan kriteria, standar objektif, indepedensi(2)Bernilai pasar(3)Preseden(4)Scientific judgement atau penilaian ilmiah(5)Standar profesi(6)Bersandar pada hukum(7)Kebiasaan dalam masyarakat
2. Mediasi
Mediasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui jalur
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh
mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses
perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa
menggunakan cara memutus suatu putusan. Unsur-unsur esensial yang dapat
dipahami didalam mediasi, yaitu107:
a. Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan
berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus para pihak
107Takdir Rahmadi, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), hal 13.
Universitas Sumatera Utara
93
b. Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yang
disebut mediator
c. Mediator tidak memiliki kewenangan memutus, tetapi hanya membantu para
pihak yang bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat diterima para
pihak.
Terkait dengan penyelesaian sengketa perbankan syariah, Bank Indonesia
pada tahun 2006 mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006
tentang Mediasi Perbankan yang kemudian diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia No. 10/1/PBI/2008. Proses penyelesaian mediasi perbankan ini berlaku
bagi bank umum konvensional dan bank umum syariah. Menurut Pasal 1 angka 5
PBI No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan yang kemudian diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008, Mediasi adalah proses penyelesaian
sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa
guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap
sebahagian ataupun seluruh permasalah yang disengketakan.
Melalui mediasi perbankan, Bank Indonesia, yang berfungsi sebagai
mediator, mencoba untuk memediasi penyelesaian sengketa antara nasabah dan
bank secara cepat, sederhana, dan murah. Penyelesaian sengketa melalui mediasi
perbankan tidak dipungut biaya, dilakukan secara informal dan dijangkakan
selesai dalam waktu 60 hari hari kerja. Adapun nilai sengketa yang bisa
diselesaikan melalui mediasi perbankan maksimal Rp.500 juta. Dalam prosesnya,
Bank Indonesia bersifat netral dan memotivasi para pihak yang bersengketa untuk
menyelesaikan sengketanya. Bank Indonesia tidak memberi rekomendasi atau
Universitas Sumatera Utara
94
putusan, jadi putusan mediasi memang murni dari kesepakatan pihak yang
bersengketa. Apabila disepakati, maka pihak yang bersengketa menandatangani
akta kesepakatan yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak.108
Peran Bank Indonesia dalam menjalankan mediasi perbankan cukup
efektif, terlihat dari banyak sengketa yang dilaporkan diselesaikan secara damai.
Namun, dikarenakan minimnya informasi, banyak nasabah yang tidak mengetahui
keberadaan mediasi perbankan, akibatnya sebagian nasabah berhenti pada
pengaduan saja, tanpa melanjutkan ke proses mediasi, meskipun mereka merasa
tidak puas dengan proses penyelesaian konfliknya. Di samping itu,
tersentralisasinya pelaksanaan mediasi di BI Jakarta menyebabkan nasabah
enggan menyelesaikan sengketanya melalui mediasi. Kemudian, pembentukan
Lembaga Mediasi Perbankan oleh Asosiasi Perbankan mesti segera
diwujudkan.109
Perjanjian mediasi memuat pernyataan kesepakatan nasabah dan bank
untuk menggunakan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dan
persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi. Aturan mediasi memuat
kondisi-kondisi yang terkait dengan proses mediasi, yang paling kurang dari hal-
hal sebagai berikut110:
1) Nasabah dan bank wajib menyampaikan dan mengungkapkan seluruhinformasi penitng yang terkait dengan pokok-pokok sengketa dalampelaksanaan mediasi.
108Khotibul Imam, Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan, (Yogyakarta: PT. PustakaYustisia., 2010), hal. 101.
109Herliana, “Peran Bank Indonesia Sebagai Pelaksana Mediasi Dalam PenyelesaianSengketa Perbankan”, dalam Jurnal Mimbar Hukum, Vol.22, No.1, Februari 2010 140-156.
110Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, (Yogyakarta: PenerbitPustaka Yustisia, 2010), hal.132.
Universitas Sumatera Utara
95
2) Seluruh informasi dari para pihak yang berkaitan dengan proses mediasimerupakan informasi yang bersifat rahasia dan tidak dapat disebarluaskanuntuk kepentingan pihak lain diluar pihak-pihak yang terlibat dalam prosesmediasi yaitu pihak-pihak selain nasabah, bank, dan meditor
3) Mediator bersikap netral, tidak memihak dan berupaya membantu para pihakuntuk menghasilkan kesepakatan
4) Kesepakatan yang dihasilkan dari proses mediasi adalah kesepakatan secarasukarela antara nasabah dengan bank dan bukan merupakan rekomendasi danatau keputusan mediator
5) Nasabah dan bank tidak dapat meminta pendapat hukum maupun jasakonsultasi hukum kepada mediator
6) Nasabah dan bank dengan alasan apa pun tidak akan mengajukan tuntutanhukum terhadap mediator, pegawai maupun Bank Indonesia sebagai pelaksanafungsi mediasi perbankan, baik atas kerugian yang mungkin timbul karenapelaksanaan atau eksekusi akta kesepakatan, maupun oleh sebab-sebab lainyang terkait dengan pelaksanaan mediasi
7) Nasabah dan bank yang mengikuti proses mediasi berkehendak untukmenyelesaikan sengketa. Dengan demikian, nasabah dan bank bersedia:a) Melakukan proses mediasi dengan itikad baikb) Bersikap koperatif kepada mediator selama proses mediasi berlangsungc) Menghadiri pertemuan mediasi sesuai dengan tanggal dan tempat yang telah
disepakati8) Dalam hal proses mediasi mengalami kebuntuan dalam upaya mencapai
kesepakatan, baik untuk sebagian maupun keseluruhan pokok kesepakatan,maka nasabah dan bank menyetujui tindakan-tindakan yang dilakukanmediator, antara lain:a) Menghadirkan pihak lain sebagai narasumber atau sebagai tenaga ahli untuk
mendukung kelancaran mediasi ataub) Menangguhkan proses mediasi sementara dengan tidak melampaui batas
waktu proses mediasi atauc) Menghentikan proses mediasi
9) Dalam hal nasabah dan atau bank melakukan upaya lanjutan penyelesaiansengketa melalui proses arbitrase atau peradilan, nasabah dan bank sepakatuntuk:a) Tidak melibatkan mediator maupun Bank Indonesia sebagai pelaksana
fungsi mediasi perbankan untuk memberi kesaksian dalam pelaksanaanarbitrase ataupun peradilan dimaksud
b) Tidak meminta mediator maupun Bank Indonesia menyerahkan sebagiandan keseluruhan dokumen mediasi yang ditatausahakan Bank Indonesia,baik berupa catatan, laporan, risalah, laporan proses mediasi dan atau berkaslainnya yang terkait dengan proses mediasi.
Dalam hal nasabah dan bank berinisiatif untuk menghadirkan narasumber atautenaga ahli tertentu, maka nasabah dan bank sepakat untuk menanggung biayanarasumber atau tenaga ahli dimaksud
10) Proses mediasi berakhir dalam hal:a) tercapainya kesepakatan
Universitas Sumatera Utara
96
b) berakhirnya jangka waktu mediasic) terjadi kebuntuan yang mengakibatkan dihentikannya proses mediasid) nasabah menyatakan mengundurkan diri dari proses mediasie) salah saru pihak tidak mentaati perjanjian mediasi
Beralihnya fungsi, tugas dan wewenang pengawasan perbankan dari Bank
Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berdasarkan UU No. 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka fungsi mediasi perbankan oleh Bank
Indonesia dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan. Berkaitan dengan hal ini, OJK
mengeluarkan Peraturan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Sektor Keuangan. POJK ini mengatur mekanisme
penyelesaian sengketa antara lembaga jasa keuangan, termasuk perbankan dengan
konsumen, baik oleh internal lembaga jasa keuangan (internal dispute resolution),
maupun lembaga alternatif penyelesaian sengketa di luar lembaga jasa keuangan
(external dispute resolution). Dengan ini, diharapkan terciptanya lembaga jasa
keuangan yang tumbuh secara mantap dan berkesinambungan, serta tercapainya
perlindungan konsumen.
Pelaksanaan mediasi perbankan yang dilakukan Bank Indonesia adalah
berdasarkan:
1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian
Pengaduan Konsumen sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/10/PBI/2008
2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan
sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008
Universitas Sumatera Utara
97
3) Surat Edaran bank Indonesia Nomor 7/24/DPNP tanggal 18 Juli 2005 tentang
Penyelesaian Pengaduan Konsumen sebagaimana diubah dengan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 10/13/DPNP tanggal 6 Maret 2008, dan
4) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006 tentang
Mediasi Perbankan
Namun dengan berdirinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan efektif sejak
Januari 2014, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan
mediasi perbankan dialihkan ke OJK. Dimana OJK lalu menerbitkan
1) Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan
2) Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa, dan
3) Surat Edaran OJK Nomor 2/SEOJK.07/2014 tanggal 14 Februari 2014 tentang
Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa
Keuangan
Berdasarkan SEBI No. 8/2006 jo. POJK No.1/POJK.7/2013 sengketa yang
dapat diajukan penyelesaiannya melalui OJK adalah sengketa keperdataan dengan
nilai sengketa yang diajukan maksimum sebesar Rp.500.000.000. Jumlah
maksimum nilai sengketa sebagaimana dimaksud sebelumnya dapat berupa nilai
kumulatif dari kerugian finansial yang telah terjadi pada Konsumen, potensi
kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan
Konsumen dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan
Konsumen untuk mendapatkan penyelesaian permasalahan terkait.
Universitas Sumatera Utara
98
Selain itu, sengketa yang diajukan untuk penyelesaian melalui OJK juga
harus (i) tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga
arbitrase atau peradilan atau lembaga mediasi; (ii) belum pernah difasilitasi oleh
OJK; dan (iii) diajukan paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal
surat hasil penyelesaian pengaduan disampaikan oleh Bank kepada Konsumen.111
Di dalam melaksanakan fasilitas penyelesaian sengketa, OJK menunjuk
fasilitator yang merupakan petugas OJK di bidang Edukasi dan Perlindungan
Konsumen, Direktorat Pelayanan Konsumen OJK. Setelah itu Konsumen dan
Bank wajib menandatangani perjanjian fasilitasi yang pada pokoknya menyatakan
Konsumen dan Bank telah sepakat untuk memilih penyelesaian sengketa
difasilitasi oleh OJK dan akan tunduk dan patuh pada aturan fasilitasi yang
ditetapkan oleh OJK.112
Proses pelaksanaan fasilitasi oleh OJK paling lama 30 hari kerja sejak
penandatanganan perjanjian fasilitasi, dan dapat diperpanjang sampai dengan 30
hari kerja berikutnya berdasarkan kesepakatan Konsumen dan Bank. Kesepakatan
hasil dari proses fasilitasi oleh OJK dituangkan dalam akta kesepakatan yang
ditandatangani Konsumen dan Bank. Menurut SEBI No. 8/2006 akta kesepakatan
bersifat final dan mengikat, artinya sengketa yang telah diselesaikan tidak dapat
diajukan untuk proses fasilitasi ulang di OJK dan berlaku sebagai undang-undang
bagi Konsumen dan Bank. Pelanggaran atas pelaksanaan ketentuan dalam akta
kesepakatan merupakan wanprestasi dan dapat dituntut melalui gugatan perdata.
111Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang PerlindunganKonsumen Sektor Jasa Keuangan
112Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang PerlindunganKonsumen Sektor Jasa Keuangan
Universitas Sumatera Utara
99
Jika tidak ada kesepakatan maka Konsumen dan Bank menandatangani berita
acara hasil fasilitasi OJK dan Konsumen dapat mengajukan gugatan perdata ke
pengadilan.113
3. Arbitrase
Apabila usaha perdamaian tidak dapat dicapai, maka para pihak
berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaian
melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad hoc. Secara teori, pelaksanaan sistem
arbitrase dapat dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu:
a. Arbitrase dalam bentuk ad hoc yang tugasnya hanya untuk menyelesaikan
perkara yang dipercayakan kepadanya saja. Apabila tugasnya dalam
memeriksa, mendamaikan, dan memutus sengketa telah selesai, maka selesai
dan bubarlah lembaga arbitrase tersebut.
b. Arbitrase dalam bentuk permanent yaitu berbentuk suatu lembaga atau badan
yang keberadaannya tidak tergantung pada ada atau tidak adanya perkara yang
harus diselesaikan.
Di Indonesia terdapat 2 (dua) badan arbitrase nasional yang permanen
yaitu:
a. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang didirikan oleh Kadin pada
tahun 1977;
b. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) berdiri tanggal 24
desember 2003, yang semula bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia
113Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang PerlindunganKonsumen Sektor Jasa Keuangan
Universitas Sumatera Utara
100
(BAMUI) didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 21 Oktober
1993.
Dasar hukum pemberlakuan arbitrase dalam penyelesaian sengketa di
bidang bisnis atau perdagangan dan keuangan adalah Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penyelesaian
sengketa dengan sistem arbitrase atau melalui suatu badan arbitrase harus menjadi
kesepakatan tertulis oleh para pihak dan umumnya terdapat dalam klausul ketika
membuat perjanjian, namun dapat juga dibuat tertulis setelah terjadi sengketa dan
tidak bisa diselesaikan secara damai. Dengan adanya perjanjian tertulis tersebut
berarti para pihak telah secara sadar meniadakan haknya untuk mengajukan
penyelesaian perkaranya melalui Pengadilan. Atas dasar klausul arbitrase itu,
maka Pengadilan menjadi tidak berwenang mengadili sengketa para pihak yang
telah terikat dengan perjanjian arbitrase.114
Kaitannya dengan perbankan syariah, maka Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS), adalah lembaga hukum (arbitrase syariah) satu-satunya
di Indonesia yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa muamalah yang
timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain,
khususnya yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah.115
Putusan yang dijatuhkan oleh badan arbitrase termasuk didalamnya
BASYARNAS bersifat final, berkekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.
114Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Pasal 1, 3 dan 11115Dalam semua fatwa Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
perihal hubungan muamalah (perdata) selalu diakhiri dengan ketentuan : jika salah satu pihak tidakmenunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, makapenyelesaiannya dilakukan melalui BASYARNAS setelah tidak tercapai kesepakatan melaluimusyawarah. Perhatikan Ps.20 ayat (2) PBI No.7/46/PBI/2005
Universitas Sumatera Utara
101
Artinya bahwa putusan badan arbitrase mulai berlaku pada saat dijatuhkan
putusan oleh arbiter dan tidak ada upaya hukum seperti banding, kasasi, ataupun
peninjauan kembali sebagaimana yang berlaku di lembaga peradilan. Dengan
demikian putusan arbitrase bersifat final dan binding.116
Arbitrase syariah memiliki kewenangan untuk memberikan suatu
rekomendasi atau pendapat hukum, yaitu pendapat hukum yang mengikat tanpa
adanya suatu persoalan tertentu yang berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian
yang sudah barang tentu atas permintaan para pihak yang mengadakan perjanjian
untuk diselesaikan117.
Proses beracara dalam proses pemeriksaan sengketa di BASYARNAS ini
telah ditetapkan oleh institusi tersebut yang pada hakikatnya tidak jauh berbeda
dengan mekanisme beracara di Pengadilan Umum ataupun di Pengadilan Agama.
Sebagaimana diatur dalam HIR/RBg atau dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006. Prosedur beracara BASYARNAS juga hampir sama
dengan ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Terdapat beberapa hal penting yang telah diatur dalam BASYARNAS
sebagai prosedur beracara, diantaranya tentang yuridiksi atau kewenangan,
yaitu:118
116Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Pasal 60.117Rachmad Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, (Bandung: PT.
Citra Aditya, 2002.), hal. 105.118Khotibul Umam, Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, (Jakarta: PT. Suka Buku,
2010), hal. 82
Universitas Sumatera Utara
102
a. Penyelesaian sengketa yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri,
keuangan, jasa dan lain-lain. Para pihak sepakat secara tertulis untuk
menyerahkan penyelesaian sengketa kepada BASYARNAS sesuai peraturan
prosesur yang berlaku
b. Memberikan perndapat yang mengikat tanpa adanya suatu sengketa mengenai
suatu persoalan yang berkenaan dengan perjanjian permintaan para pihak.
Kesepakatan klausula seperti itu dicantumkan dalam perjanjian atau dalam
suatu akta tersendiri setelah sengketa timbul.
Prosedur pemeriksaan yang berlaku di BASYARNAS juga berlaku
demikian. Arbiter akan mengusahakan perdamaian di antara kedua belah pihak
yang bersengketa. Apabila upaya itu berhasil maka akan dibuat akta perdamaian.
Namun jika tidak berhasil, arbiter akan melanjutkan proses pemeriksaan atas
sengketa tersebut.
Pencabutan permohonan dan gugat balik (rekovensi) juga diatur dalam
proses pemeriksaan sengketa di BASYARNAS. Demikian juga proses
pembuktian, baik saksi-saksi maupun ahli. Namun perbedaan yang ada dalam
BASYARNAS adalah pembuktiannya bersifat tertutup berbeda dengan di
pengadilan yang bersifat terbuka. Proses pemeriksaan dalam hal pembuktian, di
BASYARNAS lebih ditekankan pada saksi dan ahli saja. Hira-hira dalam
BASYARNAS juga berbeda dengan pengadilan umum atau abiter, yaitu dengan
menggunakan kalimat “BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM”.119
Berikut prosedur beracara dalam BASYARNAS:120
119Ibid, hal. 83120Ibid, hal. 85
Universitas Sumatera Utara
103
a. Pendaftaran1) Sebelum sengketa, dengan mencantumkan “Arbitrase Clause” atau
perjanjian arbitrase yang terpisah dari perjanjian pokok2) Setelah sengketa
b. Prosedur penyelesaian1) Pendaftaran surat permohonan arbitrase yang memuat nama lengkap dan
tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak, uraian singkat tentangsengketa dan tuntutan
2) Dengan melampirkan perjanjian khusus yang menyerahkan penyelesaiansengketa kepada basyarnas atau perjanjian pokok yang memuat arbitrationclause
3) Penetapa/penunjukan arbiter (tunggal/majelis)4) Penawaran perdamaian yang apabila diterima maka arbiter membuat akta
perdamaian dan apabila tidak diterima maka dilanjutkan denganpemeriksaan
5) Pemeriksaan sengketa6) Putusan arbitrase
c. Eksekusi putusan arbitrase1) Putusan yang sudah ditandatangani arbiter bersifat final2) Salinan otentik putusan diserahkan dan didaftarkan di kepaniteraan
pengadilan tingkat pertama3) Bilamana putusan tidak dilaksanakan secara sukarela maka dilaksanakan
berdasarkan perintah ketua pengadilan tingkat pertama
4. Pengadilan
Di dalam sistem penegakan hukum melalui pengadilan di Indonesia, pada
mulanya sengketa yang menyangkut keperdataan pada umumnya diselesaikan
melalui lembaga peradilan umum (Pengadilan Negeri), akan tetapi sejak
berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 1
Tahun 1998 dan kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1998 dan telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka sengketa
niaga mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU)
serta sengketa mengenai Hak-Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) seperti hak merk,
hak cipta, desain industri, tata letak sirkuit terpadu, untuk penyelesaian sengketa
Universitas Sumatera Utara
104
keperdataannya menjadi kompetensi absolut (kewenangan mutlak) Pengadilan
Niaga (peradilan khusus di Peradilan Umum). Sengketa perbankan dan asuransi
sekarang ini masih menjadi kompetensi absolut Pengadilan Negeri, namun untuk
jangka panjang akan menjadi kewenangan Pengadilan Niaga.121
Di dalam konteks perbankan syariah, lembaga Peradilan Agama melalui
Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang merupakan amandemen
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, telah
menetapkan antara lain bahwa Pengadilan Agama berwenang menyelesaikan
sengketa ekonomi syariah, diantaranya adalah perbankan syariah.
Proses penyelesaian sengketa perdata melalui lembaga peradilan dikenal
dengan litigasi artinya proses berperkara dengan cara mengajukan gugatan kepada
Pengadilan yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan
sengketa yang terjadi diantara para pihak. Pengadilan dalam menyelenggarakan
proses persidangan sesuai dengan ketentuan hukum acara, sehingga tata cara
pemaksaan penegakan hukum yang dilakukan Pengadilan mesti sesuai dengan tata
cara beracara (due to process).
Penggunaan sistem litigasi mempunyai keuntungan dan kelebihan jika
dibanding dengan sistem arbitrase ataupun alternatif penyelesaian sengketa
lainnya seperti perdamaian, mediasi, dan sebagainya. Adapun kelebihan sistem
litigasi antara lain:122
121Yusuf Bachri, “Titik Singgung Wewenang Mengadili”, dalam http://www.pa-kendal.go.id/beranda-mainmenu-1-1/artikel/artikel/titik-singgung-kewenangan-mengadili. diaksespada tanggal 18 Januari 2016.
122Salim HS, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: SinarGrafika, 2003), hal.141.
Universitas Sumatera Utara
105
a. Dalam mengambil alih keputusan dari para pihak, litigasi sekurang-kurangnya
dalam batas tertentu menjamin bahwa kekuasaan tidak dapat mempengaruhi
hasil dan dapat menjamin ketentraman sosial
b. Litigasi sangat baik sekali untuk menemukan berbagai kesalahan dan masalah
dalam posisi pihak lawan
c. Litigasi memberikan suatu standar bagi prosedur yang adil dan memberikan
peluang yang luas kepada para pihak untuk didengar keterangannya sebelum
mengambilkeputusan
d. Litigasi membawa nilai-nilai masyarakat untuk penyelesaian sengketa pribadi;
e. Dalam sistem litigasi para hakim menerapkan nilai-nilai masyarakat yang
terkandung dalam hukum untuk menyelesaikan sengketa
Berlandaskan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Peradilan
Agama telah memiliki suatu kompetensi baru khususnya dalam menangani
sengketa ekonomi syariah. Pasal 49 huruf (i) Revisi UUPA menyatakan bahwa
Pengadilan Agama berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara
dalam bidang ekonomi syariah. Penjelasan huruf (i) pasal ini menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha
yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi:
a. Bank syariah
b. Lembaga keuangan makro syariah
c. Asuransi syariah
d. Reasuransi syariah
Universitas Sumatera Utara
106
e. Obligasi syariah dan surat berharga berjangkka menengah syariah
f. Sekuritas syariah
g. Pembiayaan syariah
h. Pegadaian syariah
i. Dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan
j. Bisnis syariah
Peradilan Agama sesuai dengan peraturan yang baru, memiliki
kewenangan absolut di lingkungan peradilan di bidang hukum perdata saja.
Cakupan kewenangan absolut lingkungan peradilan agama juga mampu
menjangkau dengan pihak yang non-Islam. Transaksi yang menjadi mitra usaha di
perbankan syariah tidak hanya pihak yang beragama Islam saja, melainkan juga
yang non-Islam. Salah satu kelebihan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama adalah adanya satu asas penting yang baru diberlakukan. Asas
ini terdapat dalam Pasal 49 undang-undang tersebut yang dalam penjelasannya
yang dimaksud dengan antara orang-orang yang beragama Islam adalah termasuk
orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan
sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan
peradilan agama sesuai dengan ketentuan pasal ini.
Ada 3 (tiga) bentuk kewenangan peradilan agama, pertama; perkara-
perkara perdata di luar dibidang ekonomi syariah, yang tunduk pada ketentuan-
ketentuan hukum acara perdata sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan
umum, kedua; perkara-perkara di bidang perkawinan yang tunduk pada ketentuan-
Universitas Sumatera Utara
107
ketentuan hukum acara khusus sebagaimana dalam Undang-Undang Peradilan
Agama itu sendiri, dan ketiga; perkara-perkara dalam bidang jinayah (pidana),
yang tunduk pada ketentuan hukum acara pidana yang tidak lain adalah Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).123
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa Pengadilan Agama
berwenang menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Kewenangan tersebut
tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syariah saja, tapi juga di bidang
ekonomi syariah lainnya. Kemudian, kewenangan Pengadilan Agama diperkuat
kembali dalam Pasal 55 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa perbankan
syariah dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Namun,
Pasal 55 Ayat 2 Undang-Undang Nomor memberi peluang kepada para pihak
yang bersengketa untuk menyelesaikan perkara mereka di luar Pengadilan Agama
apabila disepakati bersama dalam isi akad. Sengketa tersebut bisa diselesaikan
melalui musyawarah, mediasi perbankan, Badan Arbitrase Syariah Nasional
(Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain dan/atau melalui pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Negeri yang diberikan kewenangan
yang sama dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah memberikan
dualisme penyelesaian sengketa dan ketidakpastian hukum serta tumpang tindih
kewenangan dalam menyelesaikan suatu perkara yang sama oleh dua lembaga
peradilan yang berbeda. Padahal, kewenangan ini jelas merupakan kewenangan
123Cik Basir, Op,Cit, hal.89
Universitas Sumatera Utara
108
Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam Pasal 49 huruf i Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.
Ketidakpastian hukum atas terkait adanya dualisme lembaga peradilan
dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah, maka dilakukanlah judicial review
ke Mahkamah Konstitusi dengan memohon pembatalan Pasal 55 Ayat 2 dan 3
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan syariah dengan alasan
bertentangan dengan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Pada tanggal 29
Agustus 2013, Majelis Mahkamah Konstitusi membuat putusan atas perkara
Nomor 93/PUU-X/2012, mengabulkan sebagian permohonan pemohon dengan
menyatakan bahwa penjelasan Pasal 55 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota pada faktanya lebih sering
mengambil langkah musyawarah dalam menyelesaikan sengketa dengan nasabah
sebelum mengambil langkah penyelesaian di lembaga BASYARNAS. Langkah
musyawarah adalah sebagai langkah yang lebih cepat dan mudah untuk
mengembalikan modal bank yang telah dipinjamkan ke nasabah.124 Adapun
langkah musyawarah ini tidak jauh berbeda dengan langkah dalam mengatasi
hambatan yang dihadapi oleh bank seperti yang dijelaskan dalam BAB III.
Langkah musyawarah ini dilakukan dalam bentuk:
1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayarankewajiban nasabah atau jangka waktunya
124 Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
109
2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruhpersyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlahangsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidakmenambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank;
3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan Pembiayaantidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi:a. penambahan dana fasilitas Pembiayaan Bank;b. konversi akad Pembiayaan;c. konversi Pembiayaan menjadi surat berharga syariahd. berjangka waktu menengahe. konversi Pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan
nasabah
Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota memberikan kebebasan kepada
nasabah untuk memilih langkah apa yang diambil, apakah penjadwalan kembali,
persyaratan kembali atau penataan kembali. Namun apabila nasabah tidak dapat
memilih dan menyerahkan pilihan tersebut maka Bank Muamalat Cabang Medan
Balai Kota yang memilih langkah apa yang lebih sesuai untuk nasabah.125
Terdapat beberapa perbedaan dalam penyelesaian sengketa antara bank
syariah dengan bank konvensional. Di dalam penyelesaian melalui arbitrase, bank
syariah tidaklah melalui badan arbitrase pada umumnya dan juga yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional)
adalah media yang dipilih apabila jalur arbitrase yang akan diambil.
Lembaga ini didirikan atas kerjasama antara Kejaksaan Agung Republik
Indonesia dan Majlis Ulama Indonesia (MUI). Karena itu, BASYARNAS dalam
menyelesaikan sengketa yang menyangkut perbankan syariah mengacu kepada
hukum materi syari’ah. Penyelesaian sengeketa melalui BASYARNAS sesuai
dengan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
125Hasil wawancara dengan Legal Staff Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota padatanggal 4 Januari 2016
Universitas Sumatera Utara
110
Perbankan syariah yang berbunyi: “Dalam hal para pihak telah memperjanjikan
penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesain
sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad”. Maka jika dalam akad dituangkan
bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase, hal ini dimungkinkan terjadi
sesuai dengan kesepakatan para pihak yaitu bank dan nasabah.
Selain itu dengan amandemen Undang-Undang Peradilan Agama, maka
penyelesaian sengketa dapat diselesaikan di Pengadilan Agama. Hal ini
dimungkinkan karena undang-undang tersebut secara eksplisit dalam Pasal 49
menyebutkan bahwa Pengadilan Agama dapat menyelesaikan sengketa ekonomi
Islam. Hal ini juga dituangkan dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan syariah yang berbunyi: “Penyelesaian sengketa
Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama”.
Sedangkan dalam bank konvensional, badan arbitrase yang biasa ditunjuk
dan diberikan wewenang untuk menyelesaikan sengketa dikenal dengan sebutan
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Dimana tugas dari BANI ialah
untuk memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa
perdata yang timbul mengenai soal-soal perdagangan, industri, dan keuangan,
baik yang bersifat nasional maupun yang bersifat internasional. Dalam melakukan
tugasnya tersebut BANI adalah bebas (otonom) dan tidak boleh dicampuri oleh
sesuatu kekuasaan lain.126
126Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2003), hal.11-14.
Universitas Sumatera Utara
111
Perbedaan lainnya adalah penyelesaian melalui lembaga peradilan. Tidak
sama dengan bank syariah yang mana penyelesaiannya melalui Pengadilan
Agama, penyelesaian sengketa yang ada bank konvensional akan mengambil jalur
di Pengadilan Negeri. Hal ini dikarenakan Undang-Undang Nomor 49 Tahun
2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
Tentang Peradilan Umum yang mengatur kewenangan Pengadilan Umum atas
penyelesaian sengketa antara orang yang berpekara.
Universitas Sumatera Utara
112
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah di Bank Muamalat
Cabang Medan Balai Kota sudah sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini dapat
dilihat dari teknis dilaksanakannya perjanjian yaitu berdasarkan prinsip-prinsip
Islam, digunakan pula dengan sistem bagi hasil, menempatkan pihak pertama
wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak
kedua (syarik) wajib membelinya, jual beli tersebut dilaksanakan sesuai
kesepakatan terkait dengan isi perjanjian, setelah selesai pelunasan penjualan,
seluruh hishshah LKS beralih kepada syarik lainnya (nasabah). Hal ini sesuai
yang diatur di dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 73/DSN-
MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah. Di dalam pembiayaan Al
Musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota juga menempatkan
nasabah sebagai mitra sebagai penyandang dana dalam pengelolaan dana.
2. Hambatan yang dihadapi Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota dalam
pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan prinsip Al Musyarakah terbagi atas
2 (dua) jenis, yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal. Adapun
hambatan internal disebabkan oleh Bank melakukan analisis pembiayaan yang
tidak lengkap, Bank lemah dalam melakukan pengawasan, Bank kurang
lengkap dalam memperoleh informasi. Sedangkan hambatan eksternal
112
Universitas Sumatera Utara
113
disebabkan oleh Nasabah menjalankan bisnis baru, Nasabah menyimpangkan
dana pembiayaan ke konsumsi, Nasabah memiliki perencanaan yang lemah,
Nasabah mengalami gagal usaha perusahaan memiliki aktiva tetap yang
berlebihan. Dengan kata lain bank lemah dalam melaksanakan prinsip kehati-
hatian
3. Penyelesaian sengketa di dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan
prinsip Al Musyarakah di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota
dilaksanakan melalui jalur musyawarah. Jalur musyawarah ini dapat dilakukan
dengan langkah penjadwalan ulang, persyaratan kembali dan penataan kembali.
Apabila jalur musyawarah tersebut tidak berhasil, maka langkah yang diambil
adalah BASYARNAS sebagai media dalam penyelesaian sengekta. Hal ini
sesuai dengan Pasal 19 Akad Musyarakah Mutanaqisah Nomor 01.
B. Saran
1. Pelaksanaan perjanjian pembiayaan di perbankan syariah merupakan salah satu
bentuk dari kebebasan yang dapat dilakukan siapa saja dalam melakukan
kontrak termasuk yang ada di Bank Muamalat Cabang Medan Balai Kota.
Namun ada sebaiknya setiap permohonan yang diajukan oleh nasabah adalah
permohonan yang formulirnya berasal dari bank sendiri sebagai panduan yang
benar dan bertujuan menghindari nasabah berulang kali untuk membuat surat
permohonan apabila salah dalam pembuatan permohonan
2. Hambatan dalam pelaksanaan akad pembiayaan musyarakah mutanaqisah
adalah merupakan hal biasa dan memang sering terjadi di beberapa lembaga
keuangan lainnya akan tetapi apabila ini terus dibiarkan akan mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
114
kerugian bagi pihak bank sendiri. Oleh karena itu sebaiknya kesalahan internal
dan eksternal diperketat dengan aturan seperti; apabila kesalahan pada
karyawan bank maka karyawan dapat dihukum sesuai dengan kesalahannya.
Apabila terbukti nasabah yang melakukan kesalahan karena mempergunakan
dana yang tidak semestinya maka bank dapat memberikan peringatan keras
3. Penyelesaian sengketa perbankan syariah memang seharusnya dilakukan
dengan cara musyawarah apalagi perdamaian akan tetapi ada kalanya
musyawarah atau negosiasi tidak dapat berlaku ketika nasabah tidak mengikuti
aturan dari bank. Oleh karena itu penggunaan lembaga di luar litigasi memang
sudah seharusnya dipilih ketika jalur musyawarah tidak mencapai kata sepakat.
Apabila jalur litigasi diambil, maka akan memakan biaya dan waktu yang lebih
lama dibanding dengan penyelesaian secara arbitrase.
Universitas Sumatera Utara
115
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ahmad, Ifham Sholihin . Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: GramediaPustaka
Utama. 2010
al- Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad. Kifayah al- Akhyar.Bandung: PT al- Marif. 2007
Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum cetakan ke-3. Jakarta: Penerbit SinarGrafika. 2011
Alif, M. Rizal. Analisis Kepemilikan Hak atas Tanah Satuan Rumah Susun diDalam Kerangka Hukum Benda. Bandung:Nuansa Aulia. 2009
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, cetakankeempat belas, Jakarta: Tzkia Cendekia, 2009.
Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2012
Bank Indonesia. Direktori SKIM Kredit Perbankan Provinsi Kalimantan TengahTahun 2013. Kalimantan Tengah: Unit Pemberdayaan Sektor Riil danUMKM-KpwBI Prov. Kalteng. 2013
Firdaus, Muhammad, Sofiniha Ghufron, dkk, Konsep & Implementasi BankSyariah, Jakarta: Renaisan, 2005
Hadikusuma, Hilman. Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum.Bandung: Mandar Maju. 1995
Harahap, M. Yahya. Pembahasan. Permasalahan. dan Penerapan KUHAP.Jakarta: Sinar Grafika. 2006
____________________. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana PranadaMedia Group. 2008
Hariyani, Iswi. R. Serfianto Dibyo. dkk. Kitab Hukum Bisnis Properti: PanduanLengkap Bisnis Properti Ditinjau dari Aspek Hukum Bisnis. Jakarta: BukuSeru. 2011
Hartono, C. F. G. Sunaryati. Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir AbadKe-20. Bandung: Penerbit Alumni. 1994
Universitas Sumatera Utara
116
Harun, Badriyah. Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah. Yogyakarta:Penerbit
Pustaka Yustisia. 2010
Khadduri, Majid. alih bahasa H. Mochtar Zoeni dan Joko. S Khahar. TeologiKeadilan Perspektif Islam. Surabaya: Risalah Gusti. 1999Laksaman, Yusak. Tanya Jawab: Cara Mudah Mendapatkan Pembiayaan
di
Bank Syariah. Jakarta: PT. Elex Media Kompurindo. 2009
Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan PeradilanAgama.
cetakan keempat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2006
Margono, Sayud. ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase: ProsesPelembagaan dan Aspek Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia. 2004
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum cetakan ke-2. Jakarta: Kencana. 2006
Moelino, Anton M.. dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.2008
Muh. Erwin. Filsafat Hukum ; Refleksi Kritis Terhadap Hukum. Jakarta : Rajawali
ND, Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum Normatifdan Hukum Empiris. Yogyakarta: Pusta Pelajar. 2010
Prawirohamidjodo, R. Soetojo dan Marthalena Poha. Hukum Orang dan Keluarga(Perseroan en Familie-Recht). Surabaya: Airlangga University Press.1991
Rahmadi, Takdir. Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat.Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2010
Rahman, Ghazaly Abdul. Ihsan Ghufron. dkk. Fiqih Muamalat. Jakarta: KencanaPrenada Media Grup. 2010
Rasyidi, Lilik. Filsafat Hukum. Jakarta : Sinar Grafika. 2010
Rhiti, Hyronimus. Filsafat Hukum ; Edisi lengkap (Dari Klasik sampaiPostmoderenisme). Jogyakarta : Penerbit Universitas Atma JayaYogyakarta. 2011
Salim HS. Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: SinarGrafika. 2003.
Universitas Sumatera Utara
117
Santoso, Urip. Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah. cetakan kedua.Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2011
Seokanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. 1986
Siahaan, Marihot Pahala. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan: Teoridan Praktek. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2003
Siddiqi, Hasbi Ash. Pengantar Fiqih Muamalat.Jakarta: Bulan Bintang. 1984
Siregar, Tampil Anshari. Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria.Medan:Pustaka Bangsa Press. 2008
Soehino. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty. 1998
Soekanto, Seorjono dan Sri Mamuji. Penelitian Hukum Normatif Suatu TinjauanSingkat. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2010
Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.1999
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada. 2003.
Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. cetakan ketigabelas. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. 2013
Syahdeini, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang SeimbangBagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta:Institut Bankir Indonesia. 1993
Usman, Rachmad.. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia. Bandung:PT. Citra Aditya.
Usmani M. Taqi. An Introduction to Islamic Finance. Karachi: Idaratul Ma’arif.1999
Wibowo, Wahyu. Manajemen Bahasa: Pengorganisasian Karangan Pragmatikdalam Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi Bisnis. Jakarta:
PT.Gramedia Putaka Utama. 2003
Zuhaily, Wahbah. al- Fiqih al – Islami wa Adillatuhu. Beirut: Dar al- Fikr al-Muashir. 2005
Internet:
Universitas Sumatera Utara
118
Mahfud MD. “Penegakkan Hukum dan Tata Kelola Pemerintahan Yang baik.”dalamhttp://www.mahfudmd.com/public/makalah/PENEGAKAN%20HUKUM%20DAN%20TATA%20KELOLA%20PEMERINTAHAN%20HANURA.rtf. hal. 3. Diakses pada tanggal 1 Maret 2015
Yusuf Bachri. “Titik Singgung Wewenang Mengadili”. dalam http://www.pa-kendal.go.id/beranda-mainmenu-1-1/artikel/artikel/titik-singgung-kewenangan-mengadili. diakses pada tanggal 18 Januari 2016.
Jurnal:
Herliana. “Peran Bank Indonesia Sebagai Pelaksana Mediasi DalamPenyelesaian
Sengketa Perbankan”. dalam Jurnal Mimbar Hukum. Vol.22. No.1.Februari
2010
Peraturan:
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Transaksi Syariah
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 28 tentang Perbankan Syariah
KUHPerdata
Fatwa Dewan Syari;ah Nasional Nomor 73/DSN-MUI/XI/200 tentangMusyarakah
Mutanaqisah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang RestrukturisasiPembiayaan bagi Bank Syariah Unit Usaha Syariah.
Universitas Sumatera Utara