14
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir Ketchum (1972) in Kay and Alder (1999) mendefinisikan pesisir sebagai batas wilayah antara daratan dan laut dimana proses dan lahan di daratan ~ne~npengaruhi proses di laut dan sebaliknya. Hildebrand and Norrena (1992) menjelaskan wilayah pesisir meliputi wilayah sekitar pertemuan daratan dan lautan sepanjang ratusan meter sampai beberapa hlometer. Wilayah pesisir rnelipuli perairan pesisir dan semua daratan yang secara fisik, ekologis atau proses-proses alami atau aktivitas manusia baik langsung maupun tidak langsung berpotensi me~npengaruhi sumberdaya pesisir. Menurut Soegiarto (1976), pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian darat, baik kering lnaupun basah yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi d~ darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, lnaupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Menurut Dahuri dkk. (1996), penentuan batas pesisir untuk kepentingan pengelolaan didasarkan atas faktor-faktor yang me~npengaruhi pembangunan (pemanfaatan) dan pengelolaan ekosistem pesisir dan lautan beserta segenap sumberdaya yang ada di dalamnya, serta tujuan dari pengelolaan itu sendiri.

Analisis Indeks Kepekaan Lingkungan Pesisir Selat Malaka ... · Salah satu faktor penting yang membatasi terumbu karang adalah cahaya ... terhadap faktor luar yang bersifat peka

Embed Size (px)

Citation preview

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir

Ketchum (1972) in Kay and Alder (1999) mendefinisikan pesisir sebagai

batas wilayah antara daratan dan laut dimana proses dan lahan di daratan

~ne~npengaruhi proses di laut dan sebaliknya. Hildebrand and Norrena (1992)

menjelaskan wilayah pesisir meliputi wilayah sekitar pertemuan daratan dan

lautan sepanjang ratusan meter sampai beberapa hlometer. Wilayah pesisir

rnelipuli perairan pesisir dan semua daratan yang secara fisik, ekologis atau

proses-proses alami atau aktivitas manusia baik langsung maupun tidak langsung

berpotensi me~npengaruhi sumberdaya pesisir.

Menurut Soegiarto (1976), pesisir merupakan daerah pertemuan antara

darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian darat, baik kering lnaupun basah yang

masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan

air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh

proses-proses alami yang terjadi d~ darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar,

lnaupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan

hutan dan pencemaran. Menurut Dahuri dkk. (1996), penentuan batas pesisir

untuk kepentingan pengelolaan didasarkan atas faktor-faktor yang me~npengaruhi

pembangunan (pemanfaatan) dan pengelolaan ekosistem pesisir dan lautan beserta

segenap sumberdaya yang ada di dalamnya, serta tujuan dari pengelolaan itu

sendiri.

Ekosistern pesisir dapat bersifat ala~ni ataupun buatan. Ekosistern alami

yang terdapat di wilayah pesisir antara lain: terumbu karang, hutan mangrove,

padang lamun, pantai berpasir, for~nasi pes-caprae, fonnasi baringtonia, estuaria,

laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa: tambak, sawah

pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri dan

pemukiman (Dahuri dkk., 1996).

Sumberdaya di wilayah pesisir terdiri dari sumberdaya alam yang dapat

pulih dan sumberdaya alam yang tidak dapat pulih. Sumberdaya yang dapat pulih

antara lain meliputi: sumberdaya perikanan (plankton, benthos, ikan, moluska,

krustasea, marnalia laut), m p u t laut, padang lamun, hutan mangrove dan

temmbu karang. Sedangkan sumberdaya tidak dapat pulih mencakup: minyak

dan gas, bijih besi, pasir, tirnah, bauksit, dan mineral serta bahan tarnbang

lainnya(Dahuri dkk., 1996).

Kay and Alder (1999) menjelaskan bahwa pennasalahan pesisir timbul

akibat aktivitas manusia di daratan dan lautan. Aktivitas di daratan antara lain

bempa: pelabuhan, pembangkit energi, bangunan-bangunan. Aktivitas di laut

meliputi pembuangan sampah, penangkapan ikan, olah raga air, produksi minyak

dan gas, pembangkit energi pasang surut dan budidaya pantai.

2.2 Bahaya Pencemaran Minyak di Wilayah Pesisir

2.2.1 Mangrove

Mangrove lnempakan habitat pesisir yang paling rawan apabila

terkena tumpahan minyak. Minyak akan terjebak di mangrove sehingga

upaya membersihkannya sangat sulit (Taylor, 1991).

Darnpak pencemaran minyak terhadap komunitas mangrove lebih

mengarah ke gangguan fisik. Dalam pencemaran ~ninyak yang akut, lapisan

~ninyak menutupi seluruh siste~n perakaran mangrove, sehingga terjadi

penyumbatan total lentisel pada akar napas, akibatnya pertukaran gas C02 di

mulut-tnulut lentisel terputus. Jika ha1 itu terjadi maka tu~nbuhan mangrove

yang bersangkutan akhirnya mati (Soemodihardjo dan Soeroyo, 1994).

Anakan mangrove tennasuk rentan terhadap ceinaran minyak. Hasil

pengamatan pada anakan mangrove yang ditumbuhkan dalam kotak-kotak

plastik dan diberi perlakuan ~ninyak diesel dan air laut dengan konsentrasi

100 ppm, 1.000 ppm, 10.000 ppm dan 100.000 pprn, diketahui anakan

mangrove mengalami kematian pada konsentrasi 1.000 ppm ke atas (Mathias

(1977) dalum Soemodihardjo dan Soeroyo (1994)).

Duke and Pinzon (1986) dan Garrity et. al. (1994) melaporkan,

dampak tumpahan minyak dari kilang minyak Panama, yang terjadi pada

bulan April 1986 adalah sekitar 75 hektar mangrove dewasa mengalami

kematian, setelah terlebih dahulu mengalami rontok daun. Tiga tahun

kemudian daerah tersebut belum memperlihatkan tanda-tanda adanya

regenarasi, dan pada substrat masih ditemukan banyak sisa-sisa minyak.

Menurut Hardjosoewarno (1989), Hasil penelitian efek limbah kilang

minyak terhadap tumbuhan mangrove di Cilacap, Rhizophoru lebih rentan

terhadap cemaran minyak dari pada Avice~zniu dan Sonneraliu. Jenis-jenis

tumbuhan bawah seperti Surcolnzobus glohosus, Derris heteropizylla dan

Achantizus ilic~folius menghilang dari sekitar kilang ininyak ini.

Michel (1991) dalam Soemodihardjo dan Soeroyo (1994)

menjelaskan ttunpahnya minyak sebanyak 3-7 juta barel pada saat perang

teluk lelah mencemari pantai kuwait dan Saudi Arabia sepanjang 500 km

dengan lebar kurang lebih 1 km. Di daerah pasang surut, tutupan ininyak

rnencapai 100 %. Proses pemulihan di daerah mangrove dan rawa payau

berjalan lambat. Minyak terperangkap di antara akar-akar mangrove dalan

waktu lama serta meresap ke substrat sedalam lebih dari 15 cm.

2.2.2 Terumbu Karang

Salah satu faktor penting yang membatasi terumbu karang adalah

cahaya . Cahaya yang cukup hams tersedia agar fotosintesis oleh

zooxanthellae simbiotik dalam jaringan karang dapat terlaksana. Tanpa

cahaya yang cukup , laju fotosintesis akan akan berkurang dan bersalna

dengan itu kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan

membentuk terumbu akan berkurang pula. Titik kompensasi untuk karang

merupakan kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang sampai 15-20 %

dari intensitas di pennukaan (Nybakken, 1988).

Penutupan pennukaan air oleh minyak akan menurunkan laju

fotosintesis, dan penutupan dalam jumlah besar akan menyebabkan kerusakan

karang. Minyak menutupi polip dan mematikan karang (Taylor, 199 1).

2.2.3 Pantai Berpasir

Menurut Nybakken (1988), partikel-partikel pasir atau kerlkil tidak

cukup kuat untuk letap stabil jika ada ombak. Akibatnya, setiap ombak

memukul, partikel-partikel substrat akan terangkut, teraduk dan terdeposit

kembali. Hasil penelitian Michel (1991) dalurn Soemodihardjo dan Soeroyo

(1994) menunjukkan bahwa proses pemulihan pencemaran minyak di daerah

pasang surut yang berpantai pasir dan terbuka berlangsung cepal.

Sloan (1993) mengkiasifikasi panfai berpasir menjadi tiga kelas

berdasarkan kerentanannnya terhadap pencemaran minyak, yaitu:

a. Pantai berpasir dan berkerikil.

Minyak akan mengalami penetralan cepat dan terkubur oleh keadaan

energi ombak yang sedang sampai rendah dan dapat bertahan lama.

b. Pantai berpasir kasar

Minyak akan rnengendap dan terkubur dengan cepat. Pada kondisi

energi gelombang sedang sampai besar, minyak akan menghilang

secara alami dalam beberapa bulan.

c. Pantai berpasir halus

Minyak biasanya tidak menembus jauh ke dalain endapan dan dapat

bertahan selama beberapa bulan

2.2.4 Padang Lainun

Lapisan minyak pada daun lamun menghalangi cahaya untuk sampai

ke pennukaan daun dan menernbusnya, dan dengan demikian lamun tidak

dapat berfotosintesis yang mengakibatkan kematiannya (Dahuri dkk., 1996).

Pencemaran minyak akan mematikan rumput laut akibat tertutupnya

daun dan batang. Kemsakan nunput laut juga dapat terjadi akibat

penumpukan minyak pada sedimen. Selanjutnya gelombang dapat mencabut

rumput laut dari sedimen (Taylor, 1991)

2.2.5 Sumberdaya Perikanan

2.2.5.1 Plankton

Dampak minyak terhadap fitoplankton dapat mematikan atau

mengurangi fotosintesis dan pertumbuhan fitoplankton, akan tetapi pada

konsentrasi rendah dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton, pengaruh

tersebut bergantung kepada jumlah dan jenis minyak (Dahl et.ul, 1983).

Menurut Johanson et.al (1980), Kelimpahan zooplankton di dekat

tumpahan minyak menurun secara nyata, tetapi biomassanya pulih kernbali

dalam lima hari. Capuvo ( I 987) menyatakan Zooplankton dapat berperan

penting dalam mengendapkan minyak, misalnya Copepoda akan rnencema

butiran minyak (tetapi tidak memetabolismenya), kemudian melepaskan

minyak tersebut bersama kotoran dan akhirllya mengendap di dasar laut.

2.2.5.2 Benthos

Biota penghuni dasar seperti lobster, kerang, bintang laut dapat mati

akibat terkena minyak. Pasir pantai dapat mengabsorbsi ininyak sehingga

biota yang hidup di dalamnya mati akibat terkena minyak atau kehabisan

udara (US Fish and Wild life Science, 1998).

Habitat mempengaruhi lamanya dampak pencemaran minyak

terhadap benthos. Pengaruh minyak terlama terjadi pada sedimen halus di

daerah yang terlindung, sedang spesies di tepi laut terbuka berbatu karang

akan pulih kembali dalam waktu jauh lebih cepat . Kecepatan pulih

tergantung pada keterbukaan terhadap ombak, ukuran butiran substrat,

jumlah dan jenis minyak, musirn, komunitas spesies dan sifat biologis

pantai (Baker, 1991).

Menurut Levings and Garrity (1994), Setelah lima tahun kejadian

tumpahan minyak di pantai Karibia (Panama), Kelimpahan organisma

yang hidup di dalam liang (seperti isopoda) relatif sama antara daerah yang

tercemar dan tidak terceinar. Adapun hewan yang tidak membuat liang

(seperti juwenil Panulirus argus) menurun populasinya sekitar 40 - 50 %.

Minyak berpengaruh kronis terhadap Mytilus edul~s (Berg, 1999).

Biota lain, Nematoda memiliki kemampuan pulih yang baik. Tumpahan

minyak menurunkan diversitas koinunitas nematoda, akan tetapi dalam

satu bulan pola diversitasnya sama dengan sebelum terjadi pencemaran

(Danovaro et.al., 1995).

2.2.5.3 Ikan

Dampak langsung minyak terhadap ikan dapat berupa pengaruh

racun secara langsung (jangka Pendek), pengaruh fisik (mekanis) dan

kontaminasi kronis (jangka Panjang). Pengaruh akut secara langsung

mencakup kernatian, menjadi lemah karena adanya gangguan sistem syaraf

pusat, pengaturan tekanan osmosis tidak berfungsi, metabolisme terganggu

atau kerusakan jaringan secara (histologis). Gangyan pada sistem syaraf

pusat dapat menyebabkan kematian secara langsung atau mematikan

secara tidak langsung melalui perubahan tingkah laku yang lnenyebabkan

ikan tidak marnpu lagi menghindar dari predator (Tim Fak. Perikanan IPB,

1995).

Komponen minyak yang besifat volatile dapat membakar kulit,

iritasi pada hidung, mata dan mulut. Benzine, toluena dan hidrokarbon lain

yang masuk ke dalam tubuh dapat merusak sel darah merah, sistem

kekebalan, ginjal, hati dan sistem reproduksi (AMSA, 1998). Minyak dapat

mempengaruhi kehidupan ikan; misalnya memperlambat pertumbuhan,

menyebabkan penetasan lebih dini, perubahan pada proses pertmbuhan

dan genetis ( Carls and Rice, 1990).

Secara m u m telur dan larva lebih peka terhadap pencemaran

minyak dari pada anak ikan dan anak ikan lebih peka daripada ikan dewasa

( Carls and Rice, 1990). Sekelompok ikan finfish dewasa masih dapat

menghindari pencemaran minyak (Goldberg, 1991).

2.3 Indeks Kepekaan L i ~ i g k ~ ~ n g a n

Kepekaan adalah tidak tolerannya suatu habitat, komunitas atau spesies

terhadap faktor luar, sehingga mudah rusak atau bahkan mati (Mc Leod, 1996).

S L I ~ ~ L I habitat, komunitas atau spesies inenjadi rawan ketika terkena pengaruh dari

luar (lingkungan). Kepekaan disebabkan oleh kerentanan ketika berhubungan

dengan dainpak fisik atau kondisi lingkungan yang sangat ekstriin (Tyler-Walter

el. CI/. , 200 1 ).

Tingkat kerawanan merupakan gainbaran keinungkinan suatu habitat

terhadap faktor luar yang bersifat peka (Tyler-Walter el. ul., 2001). Tingkat

kerawanan (vulnerubilily ruling) suatu ekosistem terhadap dainpak kegiatan

pembangunan bergantung pada respons ekosistein tersebut terhadap suatu dampak

dan peluang terjadinya dampak atas ekosistem. Respon ekosistem pesisir

terhadap suatu dampak ada yang sangat peka sainpai yang tidak peka, bergantung

pada karakteristik biologi dan ekologi dari ekosistein yang bersangkutan. Peka

dalain ha1 ini artinya jika ekosiste~n tersebut terkena suatu dampak, maka

ekosistem ini akan inudah rusak tetapi sukar pulih untuk menjadi baik (Tim

Fakultas Perikanan IPB, 1995).

Indeks Kepekaan lingkungan (IKL) ~nerupakan pendekatan secara

sisternatis rnengkompilasi informasi inengenai kepekaan pantai, sumberdaya

biologi dan sumberdaya yang dimanfaatkan manusia. Peta IKL berguna untuk

mengidentifikasi sensitivitas sumberdaya sebelum terjadi tumpahan ininyak untuk

memperkirakan prioritas proteksi dan mendesain strategi meinbersihkan minyak

(NOAA, 200 1).

Sistem perangkingan kepekaan lingkungan digunakan dalain atlas untuk

membatasi dan menggainbarkan kepekaan relatif di daerah pantai dan perairan

terhadap dainpak tumpahan minyak. Rangking kepekaan menggunakan nilai

bertingkat mulai dari sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah. Elemen pang

dijadikan katagori adalah sulnberdaya alain yang digunakan manusia, keberadaan

biologis dan residensi ininyak. Peta kepekaan lingkungan terhadap tuinpahan

ininyak berguna untuk perencanaan respon terhadap turnpahan ininyak dan alat

uiituk mengidentifikasi suinberdaya alam yang beresiko; n~enentukan prioritas

proteksi lingkungan dan strategi mengatasinya (Mosbech el. ul., 2000).

Peta indeks kepekaan lingkungan (IKL) meliputi tiga tipe infonnasi, yaitu

klasifikasi garis pantai, sumberdaya alain dan habitat, serta pemanfaatan lahan

(aspek sosial) (NOAA, 1997 dan RPI, 1994). Hayes et.al (1999) liienyusun IKL

berdasarkan tingkat penutupan permukaan air, tingkatan percainpuran minyak di

kolom air, potensi retensi minyak, keinudahan membersihkan, kepekaan dan

kerawanan asosiasi rawa, pemanfaatan lahan, kepekaan dan nilai penting biota.

Nilai sosial merupakan pola penggunaan lahan pada prinsipnya dapat

dibagi dalam 4 komponen utama, yaitu: (1) rekreasi dan pemanfaatan pantai, (2)

manajeinen wilayah, (3) pemanfaatan sumberdaya alam, dan (4) arkheologi, situs

sejarah dan budaya (NOAA, 1997).

Menurut RPI (1994) tingkat kepekaan habitat di wilayah pesisir terhadap

tu~npahan Ininyak akan dipengaruhi oleh faktor-faktor: (1) tipe garis pantai

(substrat, ukuran partikel, elevasi), (2) tingkat keterbukaan pantai terhadap pasang

dan gelombang, (3) produktivitas dan kepekaan secara biologi, dan (4)

ke~i~udahan ~nembersihkan minyak.

Tabel 1. Tingkatan kepekaan habitat terhadap tumpahan rninyak (RPI, 1999)

Rangking

1 A

1B

2A

2B

3A

3B

3C

4

5

6A

6B

7

8A

8B

8C

8D

8E

9A 9B

10A

10B

10C

1 OD

10E

Habitat

Pantai berbatu terbuka

Pantai dengan bangunan terbuka

Pantai berbatu, lu~npur atau liat dengan pemecah gelombang

Pantai curam dengan substrat tanah liat

Pantai berpasir sedang - halus

Pantai berpasir curam

Pantai berupa tebing

Panta~ pasir-koarsa

Pantai calnpuran pasir dan kerikil

Pantai kerikil

Pantai dengan penghalang gelo~nbang

Pantai landai terbuka

Pantai berbatu terlindung

Pantai dengan bangunan terlindung

Pantai dengan penghalang gelombang terllndung

Pantai curam bervegetasi

Pantai Gambut

Pantai landai terlindung

Pinggiran rendah bervegetasl

Rawa asin dan payau

Rawa air tawar

Rawa-rawa

Lahan basar bersemak

Tundra rawan banjir

RPI (1999) rnenibuat tingkatan kepekaan lingkungan pesisir terhadap

t~~mpahan minyak didasarkan pada faktor-faktor berikut: (1) besarnya gelombang

dan pasang, (2) ke~niringan pantai, (3) tipe substrat, dan (4) produktivitas dan

kepekaan biologi. Penentuan perangkingan merupakan hubungan antara proses-

proses fisik, tipe substrat, asosiasi biota yang ~nelnbentuk geornorfik atau ekologi

habitat pesisir dan dugaan pergerakan tumpahan tninyak, pola transport sedimen

serla dalnpak biologi yang timbul. U.S. Fish and Wild Live Service (1998)

~nengemukakan ada 4 faktor penting yang harus diperhatikan pada saat terjadi

tu~npahan minyak, yaitu ( I ) gelombang dan pasang, (2) tipe pantai, (3) inusirn dan

cuaca, (4) kelimpahan dan kepekaan biota dan habitatnya.

Kunci perangkingan kepekaan lingkungan didasarkan pada hubungan

antara proses-proses fisik, substrat, tipe pantai, tipe produk, dan pola transport

sedimen. lntensitas energi yang berasal dari gelombang, pasang dan arus sungai

~ne~npengaruhi secara langsung darnpak pencemaran niinyak (NOAA dan CDFG,

1998).

Indeks kepekaan lingkungan (IKL) dapat dipergunakan untuk

pengendalian pencemaran minyak. Mekanis~ne yang dapat dilakukan adalah

melalui pendeteksian wilayah yang akan terkena pengaruh buruk tumpahan

minyak dan wilayah yang dapat diproteksi dari pencemaran minyak (NOOA,

200 1).

Tabel 2. Tingkatan kepekaan lingkungan pesisir terhadap tu~npahan tninyak (NOAA, 1997)

Pantai berbatu, lumpur atau liat dengan pemecah gelombang

Pantai curaln dengan substrat tanah liat

Pantai berpasir sedang - halus

Pantai berpasir curaln

Pantai pasir-koarsa

Pantai calnpuran pasir dan kerikil

Pantai kerikil

Pantai dengan penghalang gelombang

Pantai landai terbuka

Pantai berbatu terlindung

Pantai dengan bangunan terlindung

Pantai dengan penghalang gelombang terlindung

Pantai curam bervegetasi

Pantai landai terlindung

Pinggiran rendah bervegetasi

Rawa asin dan payau

Rawa air tawar

Rawa

Lahan basar berselnak

Rangking

1A

1 B

Menurut Sloan (1993), tingkat kerentanan ekosiste~n pesisir terhadap

Habitat

Pantai berbatu terbuka

Pantai dengan bangunan terbuka

pencemaran lninyak di Indonesia dapat dikelompokan menjadi lima katagori,

yaitu rendah, kurang, sedang tinggi dan sangat tinggi. Secara terperinci tingkat

kerentanan tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. lndeks kerentanan jenis-jenis ekosistern di pesisir

Tingkat Kerentanan

5

4

3

2

1

I Keterangan I Tipe Ekosiste~n I Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Kurang

Rendah

!

-Mangrove -Rawa Payau -Daerah pasang surut berbatu terlindung -Dataran banjir terlindung -Penggunaan khusus (rnisalnya jenis langka)

-Terurnbu karang -Padang larnun

-Perairan semi terbuka (teluk, der~naga) I -Pantai berbatu -Pantai berpasir

-Daerah pasang surut berbatu terbuka -1-Iutan Kelp -Perairan terbuka (lepas pantai) -Subtidal berbatu (karang-karang kerasldasar

berbatu) -Subtidal berbatu lunak