Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
ANALISIS KARAKTERISTIK BIOFISIK DAN DEBIT
SUNGAI LOMPO RIAJA ATAS DAN SUNGAI LOMPO
RIAJA BAWAH DI SUB DAS RALLA
OLEH
NUR AENI
M111 13 072
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
iii
ABSTRAK
NUR AENI (M111 13 072) Analisis Karakteristik Biofisik dan Debit Sungai
Lompo Riaja Atas dan Sungai Lompo Riaja Bawah di Sub DAS Ralla Dibawah
Bimbingan Usman Arsyad dan Beta Putranto
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik biofisik dan debit
sungai Lompo Riaja Atas dan sungai Lompo Riaja Bawah di Sub DAS Ralla, DAS
Lisu. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November 2016 sampai Bulan
Agustus 2017. Data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengukuran debit sungai dan curah
hujan selama 34 hari pengamatan sedangkan data sekunder diperoleh dari badan
pemerintah atau instant terkait seperti data geologi dari Puslitbang Geologi Lembar
Ujung Pandang Tahun 1982, data kelerengan dari Aster DEM, data jenis tanah dari
RePPProt 1987, data penutupan lahan dari citra google earth tahun 2015 dan data
yang diperoleh dari hasil perhitungan serta secara visual. Data hasil penelitian
dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik biofisik pada kedua sungai dalam hal ini curah
hujan lebih mempengaruhi perilaku debit sungai dibandingkan dengan karakteristik
biofisik lainnya. Sungai Lompo Riaja Atas dan sungai Lompo Riaja bawah
memiliki variasi fluktuasi debit yang hampir sama, meskipun memiliki nilai yang
berbeda.
Kata kunci: Debit sungai, sungai Lompo Riaja Atas, sungai Lompo Riaja Bawah,
karakteristik biofisik.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirabbil ‘Aalamiin.
Puji dan dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
melimpahkan anugerah, rahmat, karunia dan izin-Nya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian dengan judul “Analisis
Karakteristik Biofisik dan Debit Sungai Lompo Riaja Atas dan Sungai Lompo Riaja
Bawah”. Shalawat dan salam juga penulis panjatkan kepada Baginda Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa Sallam yang selalu menjadi suri tauladan bagi kita semua.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama
kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Usman Arsyad, M.S. dan Bapak Dr. Ir. Beta Putranto, M.Sc.
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan
dan perhatian dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Prof.Dr.Ir. Djamal Sanusi, Prof.Dr.Ir. Daud Malamassam, M.Agr, Dr
Syamsu Rijal, S.Hut.,M.Si,. selaku dosen penguji atas segala masukan dan
saran untuk perbaikan skripsi ini.
3. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Kehutanan Universitas
Hasanuddin Makassar yang telah membantu dalam segenap administrasi.
4. Pemerintah Kabupaten Barru yang telah memberikan ruang dan izin untuk
melakukan penelitian ini.
5. Keluarga Bapak H.A.Muh.Nuhung Azis Rapi yang telah menyediakan tempat
dan fasilitas selama melakukan penelitian ini.
6. Asmawati, Patmawati, Muhammad Agung, Muhammad Fajar Bahari, Fikri
Wijanna Bogang, Kiki Ulya Ningsih, S.Hum, Erviyani, S.Hut dan
Muhammad Rozali Mirzaq, S.Hut atas persaudaraan, semangat dan
bantuannya selama kuliah, penelitian, penyusunan skripsi dan sampai saat ini.
7. Ahyari Rahman, Muhammad Irfan, Muh Syafiq, Salmon Suppu, Gufriadi,
Dian Dirga P, Tarmizi, Sudarmanto Hamzah, Rusmansyah, Zulqadri, Andi
v
Irwan Amrullah, Elmatiana, Arga Setiawan, Haidir S.Hut, Muh Fadli Juanda
S.Hut, Samsul S.Hut, Muhammad Sahid, M.Fadhil Muis S.Hut, Armin Rida
S.Hut yang telah menemani penulis mulai dari awal sampai akhir penelitian
di laboratorium ataupun di lapangan, terkhusus Leprina Sambolangi, Iin
Suraeni dan A.Nurazizah Fatwal S.Hut yang menemani penulis selama proses
penelitian dan sebagai sahabat, serta teman seperjuangan.
8. Teman-teman GEMURUH 13, SEPATU, KKMB, dan Biangkeke Squad atas
persaudaraannya selama ini dan teman-teman serta kakak-kakak di
Laboratorium Pengelolaan Daerah Aliran Sungai atas bantuan serta masukan
selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.
9. Keluarga Mahasiswa Kehutanan Sylva Indonesia (PC.) Universitas
Hasanuddin atas pengetahuan dan kebersamaan selama penulis berada di
Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin.
Ucapan terkhusus penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ayahanda, Ibunda dan nenek tercinta Caking, Rosmiati,
dan Peddi atas doa, kasih sayang, motivasi, kerja keras, semangat dan
bimbingannya dalam mendidik dan membesarkan penulis selama ini, saudara-
saudaraku Sulfawati, AMD.Kep., Andi Muh. Asrwar Akmar AMD.Kep, Nurcahaya
dan keponakanku Andi Zahratunnafisya atas semangat dan doanya.
Meskipun penulis telah berusaha untuk menyempurnakan penulisan skripsi
ini, namun apabila masih ada kekurangan di dalamnya penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap
juga semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
Nur Aeni
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2.Tujuan Dan Kegunaan ....................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS) ............................................................ 3
2.1.1. Pengertian Daerah Aliran Sungai ........................................... 3
2.1.2. Komponen Daerah Aliran Sungai .......................................... 4
2.1.3. Ekosistem Daerah Aliran Sungai............................................ 6
2.1.4. Karakteristik Biofisik DAS .................................................... 7
2.2. DAS Berpasangan (Paired watershed) ............................................. 13
2.3. Debit .................................................................................................. 13
2.3.1. Pengertian Debit ..................................................................... 13
2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Debit ............................... 14
2.3.3. Pengukuran Debit ................................................................... 15
2.4. Hidrograf ........................................................................................... 16
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu Dan Tempat ........................................................................... 20
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................. 20
3.3.Metode Pelaksanaan Penelitian .......................................................... 20
3.4. Pengolahan Data dan Analisis Data .................................................. 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Karakteristik Biodisik ........................................................................ 26
vii
4.2.Analisis Fluktuasi Debit Sungai ......................................................... 32
4.3. Analisis Karakteristik Biofisik dan Debit Sungai pada wilayah
Sungai Lompo Riaja Atas dan Sungai Lompo Riaja Bawah ............. 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan ......................................................................................... 40
5.2.Saran .................................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 41
LAMPIRAN .................................................................................................. 44
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Klasifikasi DAS Berdasarkan Luasannya ............................................... 9
2. Perincian Luas Berdasarkan Geologi di Wilayah Sungai Lompo Riaja
Atas dan Wilayah Sungai Lompo Riaja Bawah ...................................... 26
3. Kemiringan Lereng Di Wilayah Sungai Lompo Riaja Atas dan Wilayah
Sungai Lompo Riaja Bawah ................................................................... 27
4. Perincian Luas Berdasarkan Jenis tanah di wilayah sungai Lompo Riaja
Atas dan wilayah sungai Lompo Riaja Bawah ....................................... 28
5. Hasil Analisis Regresi Antara Curah Hujan dengan Rata-rata Debit Sungai
di Sub DAS Ralla .................................................................................... 30
6. Perincian Jenis dan Luas Penutupan Lahan di Sungai Lompo Riaja Atas
dan Sungai Lompo Riaja Bawah ............................................................ 32
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) ..................................................... 11
2. Komponen Hidrograf .............................................................................. 17
3. Pengaruh Bentuk DAS pada Aliran Permukaan ..................................... 18
4. Pengaruh Kerapatan Parit/Saluran pada Hidrograf Aliran Permukaan ... 19
5. Contoh Bentuk Penampang Melintang Sungai ....................................... 21
6. Pengukuran Kecepatan Aliran ................................................................ 22
7. Grafik Curah Hujan Harian Pada Sub DAS Ralla .................................. 30
8. Grafik Hubungan Regresi Antara Curah Hujan dan Rata-Rata Debit
Sungai Lompo Riaja Atas ....................................................................... 31
9. Grafik Hubungan Regresi Antara Curah Hujan dan Rata-Rata Debit
Sungai Lompo Riaja Bawah ................................................................... 31
10. Grafik pergerakan debit sungai Lompo Riaja Atas setiap pukul 08.00,
12.00, dan 16.00 ...................................................................................... 33
11. Grafik pergerakan debit sungai Lompo Riaja Bawah setiap pukul 8.00,
12.00, dan 16.00 ...................................................................................... 33
12. Grafik Pergerakan Debit Rata-Rata Harian Sungai Lompo Riaja Atas
dan Sungai Lompo Riaja Bawah ............................................................. 35
x
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Rekapitulasi Data Pengukuran Debit Sungai pada Sungai Lompo
Riaja Atas ................................................................................................ 45
2. Rekapitulasi Data Pengukuran Debit Sungai pada Sungai Lompo
Riaja Bawah ............................................................................................ 50
3. Kondisi Cuaca di Sub DAS RAlla .......................................................... 55
4. Hasil Analisis Ragam dan Penduga Parameter regresi Hubungan antara
Curah Hujan dan Debit Sungai Lompo Riaja Atas ................................. 58
5. Hasil Analisis Ragam dan Penduga Parameter regresi Hubungan antara
Curah Hujan dan Debit Sungai Lompo Riaja Bawah ............................. 59
6. Peta Lokasi penelitian ............................................................................. 60
7. Peta Pola Aliran ...................................................................................... 61
8. Peta Jenis Tanah ...................................................................................... 62
9. Peta Penutupan Lahan ............................................................................. 63
10. Peta Kelerengan ...................................................................................... 64
11. Peta Geologi ............................................................................................ 65
12. Dokumentasi Penelitian .......................................................................... 66
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Debit sungai sebagai output atau keluaran dari suatu sistem Daerah Aliran
Sungai (DAS) merupakan salah satu indikator dalam penilaian kualitas DAS,
dengan cara mengamat fluktuasi (perubahan) debitnya. Fluktuasi debit sungai yang
sangat bervariasi menandakan DAS tersebut memiliki kualitas yang kurang baik
sebaliknya jika fluktuasi debitnya rendah berarti kualitas DAS tersebut dalam
keadaan baik. Tinggi rendahnya fluktuasi debit sangat bergantung pada semua
komponen-komponen penyusun DAS.
Arsyad (2010) menyatakan, DAS tersusun atas beberapa komponen utama
yaitu air, vegetasi, tanah dan manusia. Semua komponen tersebut saling berinteraksi
dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Dalam sistem DAS, keempat
komponen tersebut saling mempengaruhi dalam memproses air hujan untuk
menghasilkan output berupa debit. Apabila salah satu dari keempat komponen
tersebut terganggu maka komponen yang lainnya akan terpengaruh, peristiwa ini
dapat mempengaruhi besar kecilnya debit sungai.
Besarnya fluktuasi debit sungai merupakan cerminan dari pola penggunaan
lahan dan kondisi fisik lingkungan yakni besarnya curah hujan, luas DAS, koefisien
bentuk sungai dan sebagainya (Asdak, 2010). Fluktuasi debit sungai sangat
bergantung kepada karakteristik biofisik DASnya. Karakteristik biofisik DAS
meliputi morfometri DAS, morfologi DAS, penutupan lahan dan curah hujan.
DAS Lisu merupakan salah satu DAS yang terdapat di wilayah Kabupaten
Barru. DAS lisu memiliki luas 38.775,14 ha (BPDAS, 2010) dimana ukurannya
meliputi ¾ bagian dari luas Kabupaten Barru (117.472 ha). Berdasarkan
perbandingan luas tersebutmenandakan bahwa DAS Lisu memegang peranan
penting bahkan dapat menjadi salah satu sumber air utama khususnya bagi
masyarakat didalam dan sekitar DAS serta masyarakat Kabupaten Barru secara
umum.
Berdasarkan analisis spasial GIS (2016) Sub DAS Ralla merupakan salah satu
Sub DAS yang berada di DAS Lisu dengan luas 7.388,24 ha. Sub DAS Ralla berada
pada daerah hulu dengan bentuk DAS bulat. Menurut Sosrodarsono dan Takeda
2
(1999) umumnya bentuk DAS yang bulat cenderung memiliki aliran air yang besar
di dekat pertemuan anak-anak sungai. Berdasarkan pada analisis spasial gambaran
penutupan lahan yang ada lebih di dominasi oleh semak belukar dan sawah,
sedangkan tutupan lahan berupa hutan sangat sedikit. Hal tersebut dapat
mempengaruhi kondisi DAS sehingga menimbulkan pengaruh fluktuasi debit yang
aliran yang besar. Menurut Muchtar dan Abdullah (2007), penutupan lahan
merupakan salah satu penentu terjadinya fluktuasi debit.
Sub DAS Ralla memiliki dua anak sungai yaitu Sungai Lompo Riaja Atas dan
Sungai Lompo Riaja Bawah. Kedua anak sungai ini mempunyai daerah tangkapan
yang hampir sama mulai dari arah aliran, curah hujan, jenis tanah, dan luas yang
hampir sama pula dimana luas Sungai Lompo Riaja Atas 3390,69 ha dan luas
Sungai Lompo Riaja Bawah 2973,58 ha, sedangkan kondisi penutupan lahannya
tidak sama. Dalam teori yang dikemukakan Clausen (1993) kondisi daerah
tangkapan kedua sungai tersebut memenuhi syarat sebagai DAS berpasangan.
Kondisi lahan yang tidak sama pada DAS berpasangan tersebut sangat
berpotensi untuk menghasilkan fluktuasi debit pada dua sungai yang terletak pada
DAS berpasangan yang dimaksud. Data dan informasi tentang karakteristik debit
Sungai Lompo Riaja Atas dan Sungai Lompo Riaja Bawah sampai saat ini belum
ada. Padahal informasi tersebut sangat diperlukan karena dapat dijadikan sebagai
landasan pengambilan keputusan dalam pengelolaan kondisi lingkungan yang baik.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian ini yang dilaksanakan Sungai
Lompo Riaja Atas dan Sungai Lompo Riaja Sub DAS Ralla, DAS Lisu.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik biofisik dan debit
sungai Lompo Riaja Atas dan Sungai Lompo Riaja Bawah di Sub DAS Ralla, DAS
Lisu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang debit
air sungai dari dua DAS berpasangan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)
2.1.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Tentang Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Nomor 37 Tahun 2012, mengemukakan bahwa Daerah
Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan
dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Daerah Aliran
Sungai yang sering disingkat dengan DAS adalah suatu daerah atau wilayah dengan
kemiringan lereng bervariasi yang dibatasi oleh punggung bukit-bukit atau gunung,
yang dapat menampung sehingga curah hujan sepanjang tahun dimana air
terkumpul di sungai utama yang dialirkan terus sampai ke laut, sehingga merupakan
suatu ekosistem kesatuan wilayah tata air (Sarief, 1985 dalam Triwanto, 2012).
Asdak (2010) menyatakan, Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah
daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang
menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut
melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air
(DTA atau catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur
utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya
manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam. Sedangkan Sub DAS menurut
Peraturan Direktur Jendral Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan
Sosial Nomor P.3 Tahun 2013 adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan
dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama dan setiap DAS terbagi
habis di dalam Sub-sub DAS.
4
2.1.2. Komponen Daerah Aliran Sungai
Soerjono (1987) dalam Rustang (2006) mengemukakan komponen-
komponen DAS terdiri dari vegetasi, tanah dan air/sungai serta manusia dengan
segala aktifitas sehari-harinya.
a. Vegetasi
Styezen dan Morgan (1995) dalam Arsyad (2010) mengemukakan bahwa
vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya terhadap air
hujan yang jatuh dari atmosfer ke permukaan tanah dan batuan dibawahnya.
Oleh karena itu, vegetasi mempengaruhi volume air yang masuk ke sungai dan
danau serta kedalam tanah dan cadangan air dibawah tanah. Bagian vegetasi
yang ada di atas permukaan tanah seperti batang dan daun menyerap energi
perusak hujan sehingga dapat mengurangi dampaknya terhadap tanah.
Sedangkan bagian vegetasi yang ada didalam tanah berupa sistem perakaran
dapat meningkatkan kekuatan mekanik tanah.
b. Tanah
Arsyad (2010) mendefinisikan tanah sebagai suatu benda alami
heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair, dan gas yang
mempunyai sifat dan perilaku yang dinamik. Sumber daya alam tanah
mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai tempat unsur hara bagi tumbuhan,
dan sebagai tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan serta
tempat unsur hara serta air ditambahkan.
Kedua fungsi tersebut dapat habis atau hilang disebabkan oleh kerusakan
tanah. Kehilangan peranan pertama tersebut dapat dipulihkan kembali dengan
pemupukan yang terus-menerus, sedangkan hilangnya peranan yang kedua
tidak mudah diperbaharui karena sangat lama. Selanjutnya dikatakan berbagai
tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yag berbeda-beda. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap erosi adalah laju infiltrasi,
permeabilitas dan kapasitas memegang air.
Suripin (2001) mengemukakan secara fisik, tanah terdiri atas partikel
mineral dan organik dengan berbagai ukuran. Partikel-partikel tersebut
tersusun dalam bentuk matriks yang pori-porinya kurang lebih 50%, sebagian
5
terisi oleh air dan sebagian lagi terisi oleh udara. Secara esensial, semua
penggunaan tanah dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah. Dalam kaitannya
dengan konservasi tanah dan air, sifat fisik tanah yang berpengaruh meliputi:
struktur, tekstur, infiltrasi, dan kandungan bahan organik.
Struktur tanah dalam DAS memegang peranan penting terhadap
pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh
langsung yaitu terhadap pertumbuhan akar tanaman. Bila tanah padat, akar
akan sukar menembus tanah tersebut, tetapi bila struktur tanah remah, maka
akar akan tumbuh dengan baik. Pengaruh yang tidak langsung yaitu terhadap
tata air, tata udara, dan temperatur tanah. Pengaruh struktur tanah terhadap tata
air dan tata udara tanah, terutama terhadap permeabilitas atau kemampuan
tanah untuk mengalirkan air dan udara dalam tanah (Suripin, 2001).
Rahmisari (2014) mengemukakan tekstur tanah juga menentukan tata air
dalam tanah berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan
air oleh tanah. Menurut Soepardi (1979) tekstur tanah yang halus dapat
memperlambat pergerakan udara dan air walaupun dijumpai jumlah pori yang
banyak. Sedangkan tekstur tanah yang kasar akan mempermudah pergerakan
air kedalam tanah. Tanah juga mengandung banyak bahan organik yang
mempunyai lapisan humus yang tebal dan mempunyai sifat fisik yang baik,
yaitu mempunyai kemampuan mengisap air sampai beberapa kali berat
keringnya dan juga memiliki porositas yang tinggi sehingga dapat mengurangi
terjadinya aliran permukaan dan mengurangi perbedaan kandungan air dalam
tanah dan sungai antara musim hujan dan musim kemarau.
c. Air Sungai
Sosrodarsono dan Takeda (1999) mengemukakan bahwa sungai
disamping menerima curah hujan juga berfungsi mengalirkan air ke danau atau
ke laut. Aliran tersebut dapat digunakan sebagai alat pembangkit tenaga listrik,
perikanan dan obyek pariwisata. Sebagai produk hidrologi limpasan yang
akhirnya menuju ke sungai dapat dipengaruhi oleh karakteristik jaringan sungai
dalam hubungannya dengan karakteristik DAS.
Air sungai berasal dari hujan yang masuk ke dalam sungai dalam bentuk
aliran permukaan, aliran air bawah permukaan, air bawah tanah dan butir-butir
6
hujan yang langsung jatuh dipermukaan sungai. Debit aliran sungai akan naik
setelah terjadi hujan yang cukup, kemudian akan turun kembali setelah hujan
selesai. Naik dan turunnya debit sungai menurut waktu disebut hidrograf.
Bentuk hidrograf suatu sungai bergantung pada sifat hujan dan sifat-sifat DAS
yang bersangkutan (Arsyad, 2010).
d. Manusia
DAS merupakan suatu wilayah kesatuan ekosistem dimana manusia
termasuk didalamnya. Manusia mempunyai peran dan fungsi ganda yakni
sebagai bagian dari komponen ekosistem DAS dan berperan pula dalam
pemanfaatan sumberdaya alam. Kerusakan DAS yang selama ini telah terjadi
dapat disebabkan oleh aktivitas manusia dan atau oleh bencana alam (Mawardi,
2012).
2.1.3. Ekosistem Daerah Aliran Sungai
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen
yang saling berinteraksi sehingga membentuk suatu kesatuan. Sistem tersebut
mempunyai sifat tertentu, tergantung pada jumlah dan jenis komponen yang
menyusunnya. Besar kecilnya ukuran ekosistem tergantung pada pandangan dan
batas yang diberikan pada ekosistem tersebut. Daerah aliran sungai dapat dianggap
sebagai ekosistem (Asdak, 2010).
Daerah aliran sungai dibagi menjadi daerah hulu, tengah, dan hilir. Secara
biogeofisik, DAS dicirikan dengan daerah huulu, daerah tengah dan daerah hilir.
Daerah hulu DAS merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase
lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari
15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh
pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan. Ekosistem
DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan
terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain, dari segi fungsi tata air.
Daerah aliran sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua
karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda tersebut di atas. Daerah hilir DAS
merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah
dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil (kurang dari 8%), pada
7
beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian air
ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi di dominasi hutan
bakau/gambut (Asdak, 2010).
2.1.4. Karakteristik Biofisik DAS
a. Morfologi DAS
Menurut Peraturan Direktur Jendral Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Dan Perhutanan Sosial Nomor P.3 Tahun 2013, karakteristik morfologi DAS
dibagi atas bentuk geologi, geomorfologi, topografi dan tanah.
1) Geologi
Variabel geologi merupakan variabel yang sangat penting dalam
pembentukan karakteristik DAS dalam kaitannya dengan air permukaan
maupun air tanah. Sifat-sifat geologi lahan yang tercermin dalam litologi
(jenis batuan), stratigrafi maupun struktur geologi akan sangat
mempengaruhi keberadaan dan potensi air permukaan dalam DAS
tersebut.
Menurut Rahayu, dkk (2009) jenis batuan (geologi) akan
mempengaruhi hidrograf aliran dimana DAS yang jenis batuan kedap air
batu lempung atau granit akan menghasilkan debit puncak yang tinggi dan
waktu konsentrasi relatif singkat. Sebaliknya jenis batuan porus seperti
batu kapur atau gamping akan menghasilkan debit puncak yang yang
rendah dan waktu konsentrasi yang relatif lama.
2) Geomorfologi
Bentuk lahan terbentuk dari proses struktural (lipatan, patahan, dan
pengangkatan), proses pelapukan batuan induk (geologi), erosi,
pengendapan dan vulkanisme yang dapat menghasilkan konfigurasi ragam
bentuk muka bumi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran.
Karakteristik geomorfologi akan mempengaruhi besarnya potensi
limpasan permukaan, erosi, banjir, dan tanah longsor yang terjadi
diwilayah DAS.
8
3) Topografi
Variabel topografi dalam karakteristik DAS ini dibagi ke dalam 4
variabel, yaitu ketinggian (elevasi) DAS, orientasi DAS, kemiringan
lereng DAS dan bentuk lereng DAS. Keempat variabel topografi tersebut
mempunyai peranan yang erat dengan proses terjadinya infiltrasi, limpasan
permukaan dan erosi yang terjadi akibat air hujan yang turun.
Elevasi rata-rata dan variasi ketinggian pada suatu DAS yang
merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap temperatur dan pola
aliran, khususnya pada daerah dengan topografi bergunung. Ketinggian
suatu tempat dapat diketahui dari peta topografi, diukur dilapangan atau
melalui foto udara, jika terdapat salah satu titik kontrol sebagai titik ikat.
Hubungan antara elevasi dengan luas DAS dapat dinyatakan dalam bentuk
hipsometrik (Hypsometric curve).
Transpirasi, evaporasi dan faktor–faktor yang berpengaruh ada
jumlah air yang tersedia untuk aliran sungai, seluruhnya dipengaruhi oleh
orientasi umum atau arah dari DAS. Orientasi DAS secara normal
dinyatakan dalam derajat azimuth atau arah kompas seperti arah utara,
timur laut, timur dan sebagainya. Tanda arah anak panah yang
menunjukkan arah DAS dapat dipakai sebagai muka DAS (faces). Arah
aliran sungai utama dapat juga dipakai sebagai petunjuk umum orientasi
DAS.
Kemiringan rata-rata DAS adalah faktor yang berpengaruh terhadap
limpasan permukaan. Kecepatan dan tenaga erosif dari overland flow
sangat dipengaruhi oleh tingkat kelerengan lapangan. Menurut Rahayu,
dkk (2009) semakin besar kelerengan, maka peresapan air ke dalam tanah
menjadi lebih kecil sehingga limpasan permukaan dan erosi semakin besar.
4) Tanah
Tipe dan distribusi tanah dalam suatu daerah aliran sungai sangat
berpengaruh dalam mengontrol aliran bawah permukaan (Subsurface flow)
melalui infiltrasi. Variasi dalam tipe tanah dengan kedalaman dan luas
tertentu akan mempengaruhi karakteristik infiltrasi dan timbunan
kelembaban tanah (soil moisture storage).
9
b. Morfometri DAS
Soewarno (1991) dalam Rahmisari (2014) morfometri DAS merupakan
istilah yang digunakan untuk menyatakan keadaan jaringan alur sungai secara
kuantitatif. Keadaan yang dimaksud untuk analisa aliran sungai adalah luas dan
bentuk DAS, panjang dan lebar DAS, orde sungai, kemiringan (gradien sungai),
dan kerapatan sungai.
1) Luas DAS
Batas DAS merupakan punggung bukit atau pegunungan yang
memungkinkan presipitasi yang jatuh menjadi aliran air mengalir melalui
saluran sungai didalamnya yang terpisah dari kawasan DAS lainnya. Garis
batas antara DAS adalah punggung permukaan bumi yang dapat
memisahkan dan membagi air hujan ke masing-masing DAS. Setelah
mengetahui batas DAS, maka akan dapat di ukur luas DAS (Purwanto,
2013). Ramdan (2004) menyatakan semakin kecil luas DAS yang diamati
memerlukan peta topografi dengan skala yang semakin besar.
Peraturan Direktur Jendral Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan
Perhutanan Sosial Nomor P.3 Tahun 2013, luas DAS di klasifikasikan
seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi DAS berdasarkan Luasannya.
No. Luas DAS (Ha) Klasifikasi DAS
1. >1.500.000 DAS Sangat Besar
2. 500.000 - ˂ 1.500.000 DAS Besar
3. 100.000 - <500.000 DAS Sedang
4. 10.000 - < 100.000 DAS Kecil
5. <10.000 DAS sangat kecil
2) Bentuk DAS
Rahayu, dkk (2009) menyatakan bahwa bentuk DAS mempengaruhi
waktu konsentrasi air hujan yang mengalir menuju outlet. Semakin bulat
bentuk DAS berarti semakin singkat waktu konsentrasi yang diperlukan,
sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi. Sebaliknya semakin
lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi yang diperlukan semakin lama
10
sehingga fluktuasi banjir semakin rendah. Dalam Sosrodarsono dan
Takeda (1999) bentuk DAS terdiri atas:
a) Daerah aliran sungai berbentuk bulu burung merupakan jalur daerah
di kiri dan kanan sungai utama, dimana anak-anak sungai mengalir ke
sungai utama. Daerah aliran demikian mempunyai debit banjir yang
kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai itu berbeda-
beda. Sebaliknya banjir berlangsung agak lama.
b) Daerah aliran sungai radial merupakan bentuk DAS yang berbentuk
kipas atau lingkaran dan dimana anak-anak sungainya terkonsentrasi
ke suatu titik secara radial. Daerah aliran seperti ini mempunyai banjir
yang besar di dekat titik peremuan anak-anak sungai.
c) Daerah aliran sungai paralel merupakan bentuk DAS dengan corak
dimana dua jalur daerah aliran yang bersatu di bagian aliran yang
bersatu bagian hilir. Banjir itu terjadi di sebelah hilir titik pertemuan
sungai-sungai.
Rahayu, dkk (2009) menyatakan bentuk DAS secara kuantitatif
dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai nisbah kebulatan
(circularity ratio/Rc) melalui persamaan:
Circulation Ratio (Rc) = 4π A/ P2
Dimana : Rc = Faktor bentuk
A = Luas DAS (km2)
P = Keliling (perimeter) DAS (km)
a. DAS Bulat b. DAS Memanjang c. DAS Paralel
Gambar 1. Bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS)
Sumber: Ramdan (2004)
11
Menurut Soewarno dalam Purwanto (2013) :
a. Rc > 0,5 maka DAS berbentuk bulat,
b. Rc < 0,5 DAS berbentuk memanjang,
c. Rc = 0,5 DAS berbentuk peralihan
3) Panjang Sungai
Panjang sungai adalah sama dengan jarak datar dari muara sungai ke
arah hulu sepanjang sungai induk. Sedangkan lebar sungai adalah
perbandingan antara luas DAS dan panjang sungai DAS (Purwanto, 2013).
4) Orde Sungai
Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam
urutannya terhadap induk sungai pada suatu DAS. Semakin banyak jumlah
orde sungai, semakin luas dan semakin panjang pula alur sungainya.
Berdasarkan metode Strahler, alur sungai paling hulu yang tidak
mempunyai cabang disebut dengan orde pertama (orde 1), pertemuan
antara orde pertama disebut orde kedua (orde 2), demikian seterusnya
sampai pada sungai utama ditandai dengan nomor orde yang paling besar
(Rahayu,dkk. 2009).
5) Kemirigan Sungai (Gradien Sungai)
Gradien atau kemiringan sungai merupakan perbandingan beda
tinggi antara hulu dengan hilir panjang sungai induk (Purwanto, 2013).
Rahayu, dkk. (2009) mengemukakan gradien menunjukkan tingkat
kecuraman sungai, semakin besar kecuraman, semakin tinggi kecepatan
aliran airnya. Gradien sungai dapat diperkirakan dengan persamaan:
𝑺𝒖 = 𝒉𝟖𝟓 − 𝒉𝟏𝟎
𝟎, 𝟕𝟓 𝑳𝒃 × 𝟏𝟎𝟎%
Keterangan : Su = Kemiringan sungai utama
h85 = Ketinggian titik yang terletak pada jarak 0,85 Lb
h10 = Ketinggian titik yang terletak pada jarak 0,1 Lb
Lb = Panjang alur sungai utama
Paimin, dkk (2012) menyatakan bahwa klasifikasi gradien sungai
berdasarkan kerentanan banjir suatu DAS adalah sebagai berikut:
a. Su = < 0,5 % = sangat rendah
12
b. Su = 0,5 % – 1,0 % = rendah
c. Su = 1,1 % – 1,5 % = sedang
d. Su = 1,6 % – 2,0 % = tinggi
e. Su = > 2,0 % = sangat tinggi
6) Kerapatan Sungai
Rahayu, dkk, (2009) mengemukakan kerapatan aliran sungai
menggambarkan kapasitas penyimpanan air permukaan dalam cekungan-
cekungan seperti danau, rawa dan badan sungai yang mengalir di suatu
DAS. Kerapatan aliran sungai dapat dihitung dari rasio total panjang
jaringan sungai terhadap luas DAS yang bersangkutan. Semakin tinggi
tingkat kerapatan aliran sungai, berarti semakin banyak air yang dapat
tertampung di badan-badan sungai. Kerapatan aliran sungai adalah suatu
angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu
DAS. Indeks tersebut dapat diperoleh dengan persamaan :
Dd = L/A
Keterangan : Dd = indeks kerapatan aliran sungai (km/km2)
L= Total panjang sungai (km)
A= Luas DAS (km2)
Dari persaman di atas dapat diartikan bahwa semakin besar nilai Dd
semakin baik sistem pengaliran (drainase) di daerah tersebut. Artinya
semakin besar jumlah air larian total (semakin kecil infiltrasi), semakin
kecil air tanah yang tersimpan di daerah tersebut. Dengan demikian, Dd
mempunyai korelasi dengan perilaku lajur air larian, jumlah air larian total
yang terjadi, dan jumlah air tanah yang tersimpan. Indeks kerapatan aliran
sungai diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Dd: < 0,25 km/km2 : rendah
b) Dd: 0,25-10 km/km2 : sedang
c) Dd: 10-25 km/km2 : tinggi
d) Dd: > 25 km/km2 : sangat tinggi
13
2.2. DAS berpasangan (Paired Watershed)
Dalam teorinya Clausen (1993) menyatakan, DAS berpasangan atau Paired
Watershed adalah dua buah DAS yang mempunyai kesamaan antara lain lokasi,
ukuran, kelerengan, arah, jenis tanah dan penutupan lahan. Lyon (2004)
mengatakan bahwa paired watershed atau DAS berpasangan digunakan untuk
memperhitungkan variabilitas iklim. Reinhart (1967); Bishop et al (2005) dalam
Lyon (2004) mengemukakan bahwa sejarah penggunaan DAS berpasangan adalah
untuk mengevaluasi efek dari praktek kehutanan terhadap hasil air, aliran sungai
dan kualitas air yang bervariasi dalam jangka panjang. Spooner et al (1985) dalam
Lyon (2004) menjelaskan bahwa DAS berpasangan juga digunakan untuk
mengevaluasi efek dari praktek penggunaan pertanian. Brown et al (2004)
mengemukakan bahwa beberapa literatur telah membagi DAS berpasangan ke
dalam empat kategori percobaan yaitu percobaan agroforestry, percobaan
deforestasi, percobaan pertumbuhan kembali (regrowth), dan percobaan konversi
hutan.
DAS berpasangan dilakukan pada kurung waktu yang diperlukan untuk
mengetahui variabilitas hidrologi pada daerah aliran sungai atau pada Sub DAS.
Pengamatan biasanya dilakukan pada wilayah atau daerah melalui jaringan sungai
(Davenport, 2003). Menurut Harto (2000) dalam Junaidi dan Tarigan (2011)
analisis dalam menggambarkan kondisi hidrologi DAS dapat dilakukan dengan
menggambarkan kondisi biofisik DAS dalam proses transformasi yang disusun
dalam sebuah model hidrologi. Pemilihan model ini diperlukan untuk menentuka
model yang paling sesuai dengan keadaan DAS.
2.3. Debit
2.3.1. Pengertian Debit
Debit (kecepatan aliran) dan sedimen merupakan komponen penting yang
berhubungan dengan permasalahan DAS seperti erosi, sedimentasi, banjir, dan
longsor. Oleh karena itu, pengukuran debit dan sedimen harus dilakukan dalam
monitoring DAS (Rahayu dkk,2009). Debit aliran adalah laju aliran air (dalam
bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan
waktu. Sistem satuan Satuan Internasional (SI) besarnya debit dinyatakan dalam
14
satuan meter kubik per detik (m3/dt). Debit aliran biasanya ditunjukkan dalam
bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit sebagai respons
adanya perubahan karakteristk biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS
(oleh adanya kegiatann pengelolaan DAS) dan atau adanya perubahan (fluktuasi
musiman atau tahunan) iklim lokal (Asdak, 2010).
Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting bagi
pengelola sumberdaya air. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang
bangunan pengendali banjir. Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk
perencanaan alokasi (pemanfaatan air) untuk berbagai macam keperluan, terutama
pada musim kemarau panjang. Debit aliran rata-rata tahunan dapat memberikan
gambaran potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran
sungai (Asdak, 2010).
2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Debit
Soebarkah (1978) dalam Muchtar dan Abdullah (2007), faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya debit sungai adalah:
a. Hujan, intensitas dan lamanya hujan sangat mempengaruhi besarnya
infiltrasi, aliran air tanah dan aliran permukaan. Lama waktu hujan sangat
penting dalam hubungan dengan lamanya waktu pengaliran air hujan menuju
sungai.
b. Topografi, terutama bentuk dan kemiringan lereng mempengaruhi lama
waktu mengalirnya air hujan melalui permukaan tanah ke sungai dan
intensitas banjirnya. Kelerengan daerah yang miring akan mengakibatkan
aliran permukaan yang deras dan besar bila dibandingkan dengan kelerengan
daerah yang agak datar.
c. Geologi, karakteristik geologi terutama jenis dan struktur tanah sangat
mempengaruhi bentuk dan kepadatan darinase, sedangkan karakteristik tanah
mempengaruhi kapasitas infiltrasi dan perkolasi kepadatan drinase yang
rendah menunjukkan secara relatif pengaliran melalui permukaan tanah yang
panjang menuju sungai, kehilangan air yang besar sehingga peningkatan air
sungai menjadi lambat.
15
d. Keadaan tumbuh-tumbuhan akan mempengaruhi intersepsi, transpirasi,
infiltrasi dan perkolasi. Makin banyak tumbuh-tumbuhan atau pohon-
pohonan akan mengakibatkan makin banyaknya air yang hilang, baik melalui
evapotranspirasi maupun melalui infiltrasi sehingga aliran permukaan
berkurang yang akan mempengaruhi debit sungai.
e. Manusia, dengan pembuatan bangunan-bangunan, pembukaan tanah
pertanian, urbanisasi dapat merubah keadaan dan sifat Daerah Aliran Sungai.
f. Penutupan lahan, perubahan luas vegetasi hutan mempengaruhi debit sungai,
semakin luas vegetasi hutan maka debit sungai juga berkurang, dan semakin
sempit luas vegetasi hutan debit sungai akan meningkat (Muchtar dan
Abdullah, 2007).
g. Pengalihan hutan menjadi lahan pertanian, resiko penebangan hutan untuk
dijadikan lahan pertanian sama besarnya dengan penggundulan hutan.
Penurunan debit air sungai dapat terjadi akibat erosi. Selain akan
meningkatnya kandungan zat padat tersuspensi (suspended solid) dalam air
sungai sebagai akibat dari sedimentasi, juga akan diikuti oleh meningkatnya
kesuburan air dengan meningkatnya kandungan hara dalam air
sungai.Kebanyakan kawasan hutan yang diubah menjadi lahan pertanian
mempunyai kemiringan diatas 25%, sehingga bila tidak memperhatikan
faktor konservasi tanah, seperti pengaturan pola tanam, pembuatan teras dan
lain-lain (Hidayat, 2012).
2.3.3. Pengukuran Debit
Pengukuran debit dengan bantuan alat ukur current meter atau sering dikenal
sebagai pengukuran debit melalui pendekatan velocity-area method (Asdak, 2010).
Alat ukur arus ini merupakan alat pengukur kecepatan yang paling banyak
digunakan karena memberikan ketelitian yang cukup tinggi. Kecepatan aliran yang
diukur adalah kecepatan aliran titik dalam satu penampang aliran tertentu. Prinsip
yang digunakan adalah adanya kaitan antara kecepatan aliran dengan kecepatan
putaran baling-baling current meter. Pengukuran kecepatan pada umumnya
dilakukan tidak hanya untuk memperoleh kecepatan titik dalam satu penampang,
akan tetapi umumnya dilakukan untuk memperoleh kecepatan rata-rata dalam satu
16
vertikal dalam satu penampang aliran tertentu, misalnya pengukuran dengan satu
titik dengan menempatkan current meter pada kedalaman 0,60 H diukur dari muka
air, pengukuran dengan dua titik pada kedalaman 0,2 H dan 0,8 H diukur dari muka
air, dan pengukuran dengan tiga titik yang dilakukan berturut-turut pada kedalaman
0,2 H, 0,6 H, dan 0,8 H. Kemudian dilakukan perhitungan rata-rata pada hasil
pengukuran dengan dua titik atau tiga titik untuk mendapatkan hasil kecepatan rata-
rata dalam satu penampang aliran menggunakan current meter (Harto, 1993).
Perhitungan debit sungai dengan menggunakan alat ukur arus
Improvised Current Meter Mappangaja dapat dirumuskan sebagai berikut
(Mappangaja,1983):
Q =𝐴
𝑎 × 𝑄𝑚
Keterangan: Q = Debit sungai (m3/detik)
A = Luas penampang sungai (m2)
a = Luas penampang alat Improvised Current Meter
Mappangaja (0,000491 m2)
Qm = Debit pada alat Improvised Current meter Mappangaja
(m3/detik)
2.4. Hidrograf
Hidrograf merupakan penyajian grafis antara salah satu unsur aliran yaitu
debit sungai atau tinggi muka air dengan waktu, tetapi hidrograf yang dimaksudkan
pada uraian selanjutnya adalah hidrograf debit. Debit sungai yang diperoleh dari
pengamatan digambarkan sebagai ordinat dan waktu pengamatan sebagai absis.
Bentuk lengkung hidrografnya tergantung pada karakteristik hujan yang
mengakibatkan aliran. Pada umumnya semakin besar intensitas hujannya semakin
tinggi puncak hidrografnya. Daerah Aliran Sungai dengan intensitas hujan tetap,
semakin lama durasi hujannya sehingga melebihi waktu konsentrasi semakin lama
durasi puncak hidrografnya (Sobriyah dan Sudjarwadi (1998) dalam Susilowati,
2007).
Suatu hidrograf dapat dianggap sebagai suatu gambaran dari karakteristik
fisiografis dan klimatis yang mengendalikan hubungan antara curah hujan dan
pengaliran dari suatu DAS tertentu. Komponen yang merupakan sumber penyebab
17
aliran di sungai antara lain; air yang berasal langsung dari hujan (precipitation),
limpasan permukaan (surface runoff), aliran bawah tanah (subsurface flow,
interflow) dan aliran air tanah (groundwater flow), (Chow,1964 dalam Sri Harto
(1993:144) dalam Susilowati, 2007).
Hidrograf aliran terdiri dari tiga komponen, yaitu sisi naik (rising limb),
bagian puncak (crest), sisi resesi (recession limb) sebagai ditunjukkan pada Gambar
2. Sisi naik menandakan masih adanya kontribusi hujan terhadap debit aliran.
Puncak hidrograf adalah debit maksimum yang terjadi dalam suatu aliran dengan
waktu naik yang merupakan selang waktu antara mulai bertambahnya aliran sampai
tercapainya debit puncak. Sisi turun merupakan proses pengatusan daerah
tangkapan. Waktu dasar yaitu waktu mulai bertambahnya debit aliran sampai
kembali ke debit aliran dasar. Hidrograf tersebut adalah hidrograf tunggal yang
dihasilkan oleh hujan periode tunggal, sedang hidrograf kompleks yang mempunyai
puncak ganda atau lebih merupakan aliran dari hujan periode panjang dengan
intensitas yang bervariasi (Susilowati, 2007).
Gambar 2. Komponen Hidrograf (Susilowati, 2007)
Bentuk DAS dan kerapatan sungai mempunyai pengaruh pada pola aliran
dalam sungai yang dapat ditunjukkan dengan memperhatikan hidrograf-hidrograf
yang terjadi pada dua buah DAS yang bentuknya berbeda, namun mempunyai luas
yang sama dan menerima hujan dengan intensitas yang sama.
18
Gambar 3. Pengaruh bentuk DAS pada aliran permukaan (Susilowati,
2007)
Bentuk DAS memanjang dan sempit cenderung menghasilkan laju aliran
permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan DAS yang berbentuk melebar
atau melingkar.Hal ini terjadi karena waktu konsentrasi DAS yang memanjang
lebih lama dibandingkan dengan DAS melebar, sehingga terjadinya konsentrasi air
di titik kontrol lebih lambat yang berpengaruh pada laju dan volume aliran
permukaan.Faktor bentuk juga dapat berpengaruh pada aliran permukaan apabila
hujan yang terjadi tidak serentak di seluruh DAS, tetapi bergerak dari ujung yang
satu ke ujung lainnya, misalnya dari hilir ke hulu DAS. Pada DAS memanjang laju
aliran akan lebih kecil karena aliran permukaan akibat hujan di hulu belum
memberikan kontribusi pada titik kontrol ketika aliran permukaan dari hujan di hilir
telah habis, atau mengecil. Sebaliknya pada DAS melebar, datangnya aliran
permukaan dari semua titik di DAS tidak terpaut banyak, artinya air dari hulu sudah
tiba sebelum aliran dari hilir mengecil/habis (Susilowati, 2007).
19
Gambar 4. Pengaruh Kerapatan parit/Saluranpada Hidrograf Aliran Permukaan
(Susilowati, 2007)
DAS dengan kemiringan curam disertai parit/saluran yang rapat akan
menghasilkan laju dan volume aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan DAS yang landai dengan parit yang jarang dan adanya cekungan-cekungan.
Pengaruh kerapatan parit, yaitu panjang parit per satuan luas DAS pada aliran
permukaan adalah memperpendek waktu konsentrasi, sehingga memperbesar laju
aliran permukaan (Susilowati, 2007).
20
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November 2016 sampai bulan
Agustus 2017 di sungai Lompo Riaja Atas dan sungai Lompo Riaja Bawah Sub
DAS Ralla, DAS Lisu. Secara administratif Sungai Lompo Riaja Atas dan sungai
Lompo Riaja Bawah berada di Desa Lompo Riaja Kecamatan Tanete Riaja,
Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning
System), alat ukur Current Meter Improvised Mappangaja, tongkat ukur (tongkat
berskala), meteran roll, penakar curah hujan tipe observatorium, tali rafia,
stopwatch, kalkulator, kamera, alat tulis menulis, seperangkat komputer yang
dilengkapi dengan software Arc.GIS dan Microsoft Excel. Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Peta batas DAS diperoleh dari Aster DEM, peta
penutupan lahan diperoleh dari Citra Google Earth, peta kelerengan diperoleh dari
Aster DEM, peta jenis tanah diperoleh dari RePPProt 1987, dan data curah hujan
diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan.
3.3. Metode Pelaksanaan Penelitian
a. Penentuan Lokasi Penelitian
Pengukuran debit diawali dengan menentukan lokasi penelitian pada peta
Sub DAS Ralla, DAS Lisu. Mendelinasi batas Sub DAS Ralla. Selanjutnya
melihat peta kelerengan, peta jenis tanah dan peta penutupan lahan/penggunaan
lahan. Kemudian dipilih dua anak sungai yaitu percabangan dari Sub DAS
Ralla yaitu Sungai Lompo Riaja Atas dan sungai Lompo Riaja Bawah untuk
dilakukan pengukuran debit.
b. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang telah dilakukan adalah sebagai berikut
1. Pengambilan data primer berupa data pengamatan langsung di lapangan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
21
a) Pengukuran Penampang Sungai
Penampang sungai dapat diukur dengan cara mengukur
penampang basah sungai, yaitu dengan membentangkan meteran roll
dari tepi sungai yang satu ke tepi sungai yang lainnya yang masih
dilalui oleh air. Selanjutnya mengukur kedalaman muka air
maksimum (hmaks) dengan cara membagi penampang melintang
sungai menjadi beberapa bagian pada setiap jarak satu meter. pada
setiap jarak satu meter dilakukan pengukuran kedalaman dengan
menggunakan tongkat ukur (tongkat berskala). Penampang sungai
yang paling dalam merupakan kedalaman maksimum (hmaks).
hmaks
Gambar 5. Contoh Bentuk Penampang Melintang Sungai
Luas penampang sungai dapat dihitung dengan persamaan :
A= 𝑎1 + 𝑎2 …. + 𝑎𝑛
Keterangan:
A = Luas penampang (m2)
𝑎1 + 𝑎2 …. + 𝑎𝑛 = Luas bentuk penampang sungai pada Jarak ke-i
meter
b) Pengukuran Debit Sungai
Pengkuran debit dilakukan pada beberapa bagian sungai yaitu pada
kedua bagian pinggir dan bagian tengah penampang melintang sungai.
Setiap bagian penampang melintang sungai dilakukan pengukuran
pada kedalama yang berbeda, yaitu:
1) Kedalaman 20%
2) Kedalaman 60%
3) Kedalaman 80%
22
Penampang I Penampang II Penampang III
Kedalaman 0%
Gambar 6. Pengukuran Kecepatan Aliran
Selanjutnya dilakukan pengukuran kecepatan air. Adapun alat yang
digunakan dalam pengukuran kecepatan air adalah Improvised
Current Meter Mappangaja. Pengukuran kecepatan aliran air
dilakukan sebanyak tiga kali sehari,yaitu :
1. Pagi (pukul 08.00)
2. Siang (pukul 12.00)
3. Sore (pukul 16.00)
c) Pengukuran Curah Hujan
Data curah hujan diambil dari hasil pengukuran setiap hari (satu hari
hujan) dengan menggunakan satu penakar curah hujan tipe
observatorium. Penakar curah hujan diletakkan pada tempat yang
memenuhi syarat yaitu permukaan tanah yang landai, hindarkan
punggung gunung yang bergelombang, khususnya daerah miring
yang menentang arus angin (Asdak, 2010). Data curah hujan akan
diamati setiap pukul 08.00 pagi, sebab pada waktu ini diharapkan
belum terjadi penguapan yang bisa mempengaruhi jumlah curah hujan
yang sebenarnya.
2. Pengambilan data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang dapat
menunjang penelitian berupa data yang diperoleh dari badan pemerintah
atau instansi yang terkait dan selanjutnya data yang diperoleh di analisis
melalui Sistem Informasi Geografis (SIG).
Kedalaman 20%
Kedalaman 60%
Kedalaman 80%
23
3.4. Pengolahan Data dan Analisis Data
a. Karakteristik Biofisik DAS
Analisis karakteristik biofisik DAS meliputi morfologi, morfometri,
penutupan lahan dan curah hujan serta waktu konsentrasi.
1. Morfologi DAS terdiri atas geologi, topografi, orientasi DAS, dan jenis
tanah. Data topografi bersumber dari Aster DEM, data geologi diperoleh
dari puslitbang Geologi lembar ujung pandang tahun 1982 dan jenis tanah
diperoleh dari RePProt 1983 kemudian di analisis dengan analisis SIG.
Sedangkan orientasi DAS dideskripsikan dengan mengamati secara visual
dari arah aliran sungai.
2. Morfometri DAS terdiri atas luas DAS, bentuk DAS, jaringan sungai, pola
aliran, kerapatan aliran, dan gradien sungai. Luas DAS diketahui dengan
analisis SIG dan pola aliran dideskripsikan dengan mengamati secara
visual dari peta Rupa Bumi Indonesia. Sedangkan untuk gradien sungai,
bentuk DAS, dan kerapatan pengaliran dilakukan dengan menggunakan
persamaan matematis sebagai berikut :
a) Gradien sungai (Rahayu, dkk, 2009)
𝑆𝑢 = (ℎ85 − ℎ10)
0,75 𝐿𝑏 × 100%
Keterangan: Su = gradien sungai (%),
h85 = Elevasi pada titik sejauh 85% dari outlet DAS
(mdpl),
h10 = Elevasi pada titik sejauh 10% dari outlet DAS
(m dpl),
Lb = Panjang sungai utama (m).
b) Bentuk DAS (Rahayu, dkk, 2009)
Circulation Ratio(Rc) = 4π A/ P2
Keterangan: Rc (Circulation Ratio) = Faktor bentuk,
A = Luas DAS (km2)
P (perimeter) = Keliling DAS (km)
24
Menurut Soewarno dalam Purwanto (2013):
1) jika nilai Rc > 0,5 maka DAS berbentuk bulat,
2) Rc < 0,5 DAS berbentuk memanjang
c) Kerapatan pengaliran (Rahayu, dkk, 2009)
Dd = L/A
Keterangan: Dd = indeks kerapatan aliran sungai (km/km2),
L = jumlahpanjang sungaitermasuk panjang anak-
anak sungai(km),
A= luas DAS (km2)
3. Penutupan lahan diperoleh dari Citra Google Earth 2015 tanggal 31
Desember.
4. Curah hujan
Curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran setiap hari. Data curah
hujan dan debit sungai rata-rata pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 yang
diperoleh kemudian dianalisis menggunakan regresi linear sederhana.
Analisis hubungan antara curah hujan dengan rata-rata debit Sungai
Lompo Riaja Atas dan Sungai Lompo Riaja Bawah menggunakan analisis
regresi linear dengan debit selaku variable dependent dan curah hujan
sebagai variable independent. Persamaan statistik yang digunakan adalah:
Y = a + b X2
Keterangan: Y = Debit sungai yang diprediksi
a = Nilai intercept menunjukkan persediaan air
b = Koefisien regresi menunjukkan kepekaan
DAS terhadap perubahan curah hujan
X = Nilai curah hujan
5. Waktu konsentrasi (Tc)
Waktu konsentrasi aliran (Tc) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan matematik yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) dalam
Asdak (2010):
Tc = 0,0195 L0,77 S-0,385
Kirpich (1940) dalam Chow (1964) memaparkan waktu konsentrasi
dalam satuan jam dengan persamaan matematik sebagai berikut:
Tc = 0,00013 L0,77 S-0,385
25
Keterangan: Tc = Waktu konsentrasi (menit atau jam); L = Panjang
maksimum aliran dari outlet ke hulu DAS, h = Beda ketinggian antara outlet
dengan lokasi terjauh pada DAS, S = Beda ketinggian antara outlet dengan
lokasi terjauh pada DAS dibagi panjang maksimum aliran dari outlet ke hulu
DAS.
b. Analisis Debit Sungai
Besarnya debit sungai (Q) diperoleh dengan rumus (Mappangaja, 1983):
Q =𝐴
𝑎 × 𝑄𝑚
Keterangan: Q = Debit sungai (m3/detik)
A = Luas penampang sungai (m2)
a = Luas penampang alat Improvised Current Meter
Mappangaja (0,000491 m2)
Qm = Debit pada alat Improvised Current meter Mappangaja
(m3/detik)
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Biofisik
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem yang memiliki
komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi. Karakteristik setiap DAS
maupun Sub-sub DAS berbeda-beda satu dengan lainnya yang mencakup morfologi
DAS, morfometri DAS, curah hujan, dan penutupan lahan. Keseluruhan
karakteristik DAS tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi sistem hidrologi.
Hasil analisis Arc GIS tentang karakteristik biofisik Sub DAS Ralla seperti berikut.
1. Karakteristik Morfologi DAS
a. Geologi
Berdasarkan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang)
Geologi Lembar Ujung Pandang Tahun 1982 dapat diketahui formasi
geologi pada lokasi penelitian seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Perincian Luas Berdasarkan Geologi di Wilayah Sungai Lompo Riaja
Atas dan Wilayah Sungai Lompo Riaja Bawah
No Formasi
Penyusun Penyusun
Wilayah Sungai
Lompo Riaja Atas
Wilayah Sungai
Lompo Riaja
Bawah
Luas
(ha) (%)
Luas
(ha) (%)
1
Anggota Batuan
Gunung Api
Camba
Extrusive, Felsic,
Pyroclastic 1699,89 50,13 84,23 2,83
2 Formasi Tonasa
Sediment,
Chemical,
Limestone
5,13 0,15 107,37 3,61
3 Formasi Camba Sediment, Clastic,
Fine 45,74 1,35 215,06 7,23
4 Tefrit Leusit Extrusive,
Intermediate, Lava 1639,93 48,37 2566,93 86,32
Jumlah 3390,69 100,00 2973,59 100,00
Berdasarkan Tabel 2 terlihat kedua wilayah sungai memiliki
perbedaan luas formasi penyusun batuan. Pada wilayah sungai Lompo
Riaja Atas lebih didominasi oleh batuan dengan formasi penyusun anggota
batuan gunung api camba dan tefrit leusit sebesar 98,50%, sedangkan pada
27
wilayah sungai Lompo Riaja Bawah didominasi oleh batuan dengan
formasi penyusun tefrit leusit sebesar 86,32%.
b. Topografi
Keadaan topografi pada wilayah sungai Lompo Riaja Atas dan sungai
Lompo Riaja Bawah berdasarkan analisis peta kelas kemiringan lereng
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kemiringan Lereng Di Wilayah Sungai Lompo Riaja Atas dan Wilayah
Sungai Lompo Riaja Bawah
No. Kelas
Topografi
Kelas
lereng
Sungai Lompo
Riaja Atas
Sungai Lompo Riaja
Bawah
Luas (ha) (%) Luas (ha) (%)
1 Datar 0-8 711,108 20,97 153,457 5,16
2 Landai 8 – 15 843,258 24,87 501,783 16,87
3 Agak Curam 15 – 25 1199,505 35,38 1217,27 40,94
4 Curam 25 – 45 635,085 18,73 1066,50 35,87
5 Sangat
Curam
> 45 1,732 0,05 34,5595 1,16
Total 3390,69 100,00 2973,58 100,00
BerdasarkanTabel 3 dapat dilihat bahwa wilayah sungai Lompo Riaja
Atas mempunyai lereng agak curam sebesar 58,10% dariluasan totalnya,
sedangkan wilayah sungai Lompo Riaja bawah didominasi oleh kelerengan
agak curam dan curam sebesar 76,81% dari luas.
c. Jenis Tanah
Berdasarkan peta land system RePPProt 1987 di wilayah sungai
Lompo Riaja Atas dan wilayah sungai Lompo Riaja Bawah diketahui jenis
tanah yang mendominasi adalah tanah dari sub ordo dystropepts dengan
potensi kerusakan yang tinggi. Perincian luas setiap jenis tanah di wilayah
sungai Lompo Riaja Atas dan wilayah sungai Lompo Riaja Bawah dapat
dilihat pada Tabel 4.
28
Tabel 4. Perincian Luas Berdasarkan Jenis tanah di wilayah sungai Lompo Riaja
Atas dan wilayah sungai Lompo Riaja Bawah
No. Ordo Sub Ordo
Potensi
Kerusakan
Tanah
Wilayah sungai
Lompo Riaja Atas
Wilayah sungai
Lompo Riaja
Bawah
Luas
(ha) %
Luas
(ha) %
1 Inseptisol Dystropepts Tinggi 3386,98 99,89 2831,49 95,22
2 Mollisols Rendolls Sedang 0,31 0,01 142,09 4,78
3 Inseptisol Eutropepts Tinggi 3,4 0,1 - -
Jumlah 3390,69 100,00 2973,58 100,00
d. Orientasi DAS
Berdasarkan hasil pengamatan secara visual, sub DAS Ralla
menghadap ke Barat laut. Penentuan ini didasarkan pada arah aliran sungai
utama yang dapat dipakai sebagai petunjuk umum orientasi DAS. Orientasi
DAS secara normal dinyatakan dalam derajat Azimuth atau arah kompas
seperti arah utara, timur laut, timur dan sebagainya.
2. Karakteristik Morfometri DAS
a. Luas DAS
Luas Sub DAS Ralla yaitu 7.388,24 ha sedangkan untuk luasan
wilayah sungai Lompo Riaja Atas sebesar 3390,69 ha danwilayah sungai
Lompo RiajaBawah sebesar 2.973,58 ha. hasil luasan tersebut diperoleh
dengan membuat batas Sub DAS Ralla terlebih dahulu. Berdasarkan
Peraturan Dirjen BDPDAS dan Perhutanan Sosial (2013), Luasan DAS
tersebut masuk dalam klasifikasi DAS sangat kecil yaitu kurang dari 10.000
ha. Semakin kecil luasan suatu DAS maka semakin kecil pula tempat
pengumpulan presipitasi pada DAS tersebut begitupun sebaliknya.
b. Bentuk DAS
Berdasarkan hasil perhitungan dengan persamaan Circulation Ratio
untuk wilayah sungai Lompo Riaja Atas memiliki nilai indeks sebesar 0.25,
sedangkan untuk wilayah Sungai Lompo Raija Bawah Sebesar 0.33. Dari
hasil tersebut menunjukkan kedua wilayah sungai memiliki bentuk bulu
burung (memanjang). Bentuk DAS mempengaruhi kecepatan aliran air.
29
Apabila bentuk das memanjang, maka kecepatan aliran lebih lambat
daripada bentuk DAS lebar/bulat.
c. Panjang Sungai dan Ordo Sungai
Sungai Lompo Riaja Atas memiliki jaringan sungai 3 tingkat ordo
dengan total panjang sungai sebesar 17,39 km, sedangkan Sungai Lompo
Riaja Bawah memiliki jaringan sungai 2 tingkat ordo dengan total panjang
sungai sebesar 12,39 km. Menurut Rahayu, dkk (2009) orde sungai adalah
posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai
pada suatu DAS. Semakin banyak jumlah orde sungai, semakin luas dan
semakin panjang pula alur sungainya.
d. Gradien Sungai
Gradien sungai atau kemiringan sungai merupakan perbandingan beda
tinggi antara hulu dengan hilir panjang sungai induk (Purwanto, 2013).
Besarnya gradien sungai pada sungai Lompo Riaja Atas diperoleh sebesar
11,26%, sedangkan sungai Lompo Riaja Bawah sebesar 11,91%. Menurut
Paimin, dkk (2013) gradien sungai yang termasuk dalam kategori sangat
tinggi karena memiliki nilai >2,0%.
e. Pola Aliran
Berdasarkan hasil pengamatan secara visual wilayah sungai Lompo
Riaja Atas memiliki pola aliran dendritik, sedangkan sungai Lompo Riaja
Bawah memiliki pola aliran parallel.
f. Kerapatan Aliran
Kerapatan aliran sungai diperoleh dengan cara menghitung dari rasio
total panjang jaringan sungai di bagi luas DAS. Berdasarkan hasil
perhitungan tersebut diperoleh pada wilayah sungai Lompo Riaja Atas
memiliki kerapatan sebesar 0.51 km/km2, sedangkan untuk wilayah sungai
Lompo Riaja Bawah memiliki kerapatan sebesar 0.41 km/km2. Rahayu, dkk
(2009) mengklasifikasikan indeks kerapatan aliran kedua sungai temasuk
dalam kerapatan aliran sedang dengan kisaran 0.25-10 km/km2.
30
3. Curah Hujan
Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran setiap hari (satu hari
hujan) yang disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik Curah Hujan Harian Pada Sub DAS Ralla
Hasil analisis regresi antara curah hujan dan debit sungai di wilayah sungai
Lompo Riaja Atas dan sungai Lompo Riaja Bawah dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Analisis Regresi Antara Curah Hujan dengan Rata-rata Debit Sungai di
Sub DAS Ralla
No. Nama Sungai Persamaan Regresi Koefisien
Determinasi (R2)
1. Sungai Lompo Riaja Atas Y = 1,057 + 0,002 X2 0,621
3. Sungai Lompo Riaja Bawah Y = 0,378 + 0,001 X2
0,616
Berdasarkan analisis regresi pada Tabel 5 diperoleh grafik hubungan
regresi antara curah hujan dan rata-rata debit Sungai Lompo Riaja Atas dan
Sungai Lompo Riaja Bawah yang dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
0
5
10
15
20
25
30
35
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33
Cura
h H
uja
n (
mm
)
Hari pengukuran
31
Gambar 8. Grafik Hubungan Regresi Antara Curah Hujan dan Rata-rata Debit
Sungai Lompo Riaja Atas
Gambar 9. Grafik Hubungan Regresi Antara Curah Hujan dan Rata-rata Debit
Sungai Lompo Riaja Bawah
4. Penutupan Lahan
Penutupan lahan tahun 2015 pada wilayah Sungai Lompo Riaja Atas dan
Sungai Lompo Riaja Bawah berdasarkan hasil interpretasi citra, diperoleh hasil
32
klasifikasi penutupan lahan tahun 2015 dengan rincian luas dan persentase
penutupan lahan 2015 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perincian Jenis dan Luas Penutupan Laha Tahun 2015 di Wilayah Sungai
Lompo Riaja Atas dan Sungai Lompo Riaja Bawah
No. Penutupan lahan
Sungai Lompo Riaja
Atas
Sungai Lompo
Riaja Bawah
Luas (ha) (%) Luas (ha) (%)
1. Hutan Lahan Kering
Kerapatan Rendah 325,34 9,60 651,24 21,90
2. Hutan Tanaman 190,12 5,61
3. Padang Rumput - 77,13 2,59
4. Permukiman 6,25 0,18 26,58 0,89
5. Pertanian Lahan Kering 680,93 20,08 643,25 21,63
6. Sawah 1449,38 42,75 1195,38 40,20
7. Semak Belukar 719,17 21,21 380,00 12,78
8. Tubuh Air 19,50 0,58
Total 3390,69 100,00 2973,58 100,00
5. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi aliran (Tc) dihitung dengan menggunakan persamaan
matematik oleh Kirpich (1940) dalam Arsyad (2010). Berdasarkan hasil
perhitungan dengan persamaan tersebut di peroleh nilai Tc pada sungai Lompo
Riaja Atas sebesar 65,36 menit, sedangkan sungai Lompo Riaja Bawah sebesar
45,10 menit. Waktu konsentrasi tersebut menjelaskan bahwa dibutuhkan waktu
65 menit 36 detik curah hujan yang jatuh di daerah hulu untuk sampai ke outlet
(titik pengukuran debit sungai) pada sungai Lompo Riaja Atas, sedangkan
sungai Lompo Riaja Bawah membutuhkan waktu 45 menit 10 detik curah hujan
yang jatuh di daerah hulu untuk sampai ke outlet (titik pengukuran debit
sungai).
4.2 Analisis Fluktuasi Debit Sungai
Pergerakan debit dua anak sungai Ralla (Sub-sub DAS) yaitu Sungai Lompo
Riaja Atas dan Sungai Lompo Riaja Bawah diperoleh melalui data pengukuran dan
dianalisis dengan menggunakan grafik. Hasil analisis memperlihatkan pergerakan
33
debit sungai pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00. Grafik pergerakan debit Sungai
Lompo Riaja Atas dan Sungai Lompo Riaja Bawah dapat dilihat pada Gambar 10
dan Gambar 11.
Gambar 10. Grafik pergerakan debit sungai Lompo Riaja Atas setiap pukul
08.00,12.00, dan 16.00
Gambar 11. Grafik pergerakan debit sungai Lompo Riaja Bawah setiap pukul
08.00,12.00 dan 16.00
Berdasarkan analisis yang ditunjukkan grafik pergerakan debit sungai pada
Gambar 10 dan Gambar 11, terlihat bahwa debit sungai lompo riaja atas dan sungai
lompo riaja bawah pada pukul 08.00,12.00 dan 16.00 memiliki pergerakan yang
bervariasi. Pada beberapa hari tertentu terlihat adanya kecenderungan debit yang
menurun dari pukul 08.00 ke pukul 12.00 sedangkan dari pukul 12.00 ke pukul
0
5
10
15
20
25
30
35
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33
Cu
rah
Hu
jan
(m
m)
Deb
it S
un
gai
(m
3/d
etik
)
Hari Pengukuran
Pukul 08.00 Pukul 12.00 Pukul 16.00 Curah Hujan
0
5
10
15
20
25
30
35
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33
Cura
h H
uja
n (
mm
)
Deb
it S
ungai
(m
3/d
etik
)
Hari Pengukuran
Pukul 08.00 Pukul 12.00 Pukul 16.00 Curah Hujan
34
16.00 meningkat. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah curah hujan dan lamanya
penyinaran yang terjadi dalam satu hari. Kejadian hujan yang kadang terjadi
menjelang sore, malam, pagi dan siang hari, sedangkan lamanya penyinaran
matahari yang cukup tinggi dimulai dari pagai hari sampai sore hari. Gambaran
kondisi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2.
Grafik pergerakan debit sungai pada Gambar 10 menunjukkan debit tertinggi
sungai Lompo Riaja Atas selama 34 hari terjadi pada hari ke-23 pukul 16.00 sebesar
2,89 m3/detik dan debit terendah terjadi pada hari ke-1 pukul 16.00 sebesar 0,56
m3/detik. Sedangkan untuk Sungai Lompo Riaja Bawah berdasarkan Gambar 2
menunjukkan debit tertinggi terjadi pada hari ke-23 pukul 16.00 sebesar 1,27
m3/detik dan debit terendah terjadi pada hari ke-20 pukul 12.00 sebesar 0,25
m3/detik. Perbedaan debit sungai tersebut disebabkan oleh perbedaan kondisi cuaca.
Pada hari ke-23 terjadi hujan hampir sepanjang hari sehingga proses untuk
terjadinya evapotranspirasi sangat kecil. Hujan yang cukup lama pada hari tersebut
menyebabkan tanah menjadi jenuh terhadap air. Hal tersebut dapat menyebabkan
kemampuan tanah dalam melakukan infiltrasi kecil sehingga terjadi aliran
permukaan dan debit sungai pun meningkat. Seperti yang dijelaskan Marwadi
(2012), hujan yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan kondisi tanah
dalam keadaan jenuh, sehingga laju infiltrasi melambat dan peluang
meningkatkannya aliran permukaan meningkat dan menambah debit. Debit
terendah pada Sungai Lompo Riaja Atas terjadi pada hari ke-1 pukul 16.00
yangdiduga terjadi karena pengaruh faktor curah hujan sebelum pengamatan
dimulai. Curah hujan yang terjadi tersebutdirespon lebih cepat oleh sungai Lompo
Riaja Bawah sehingga debitnya lebih tinggi dari debit sungai Lompo Riaja Atas
yang memiliki bentuk memanjang. Sedangkan debit terendah untuk sungai Lompo
Riaja Bawah terjadi pada hari ke-20 pukul 12.00 terjadi karena penyinaran yang
terjadi mulai dari pagi hari sampai pada saat pengukuran dilakukan. Hal tersebut
juga disebabkan karena pada hari sebelumnya tidak terjadi hujan selama delapan
hari.
Variasi debit sungai yang diperlihatkan oleh grafik pergerakan debit pada
kedua sungai pada Gambar 10 dan Gambar 11, menghasilkan pola pergerakan debit
sungai pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 yang berbeda-beda. Pergerakan debit
35
sungai tersebut menggambarkan adanya perbedaan debit sungai menurut waktu
yaitu pagi hari, siang hari dan sore hari yang dipengaruhi oleh kejadian hujan
maupun tanpa hujan sehingga menghasilkan penurunan dan penambahan debit
sungai.
Pola pergerakan debit sungai yang mengalami penurunan dari pukul 08.00,
12.00 sampai pukul 16.00 umumnya terjadi pada saat tidak terjadi hujan yang
disebabkan karena adanya evapotranspirasi. Harto (1993) menyatakan bahwa
kurang lebih 95% evapotranspirasi terjadi pada siang hari sehingga memungkinkan
terjadinya penguapan air. Evapotranspirasi tersebit disebut dengan evapotranspirasi
potensial yaitu evapotranspirasi yang dipengaruhi oleh radiasi matahari dan suhu.
Pada hari ke-16 terjadi peningkatan debit dari pukul 08.00 kepukul 12.00.
Peningkatan debit terjadi karena pada hari tersebut penyinaran matahari dari pagi
ke siang hari rendah dan ditambah kondisi cuaca yang mengindikasikan proses
penguapan terjadi pada siang hingga sore hari.
Pola pergerakan debit sungai yang mengalami peningkatan dari pukul 08.00
ke pukul 12.00 dan terus meningkat pada pukul 16.00 umumnya terjadi hujan
menjelang siang sampai sore hari. Debit sungai yang mengalami peningkatan
tersebut disebabkan oleh terjadinya hujan yang cukup lama sehingga kemampuan
tanah untuk melakukan infiltrasi kecil, menyebabkan limpasan permukaan sehingga
debit sungai menjadi meningkat. Seperti yang diuangkapkan (Handayani, 2011)
kejadian hujan yang tinggi menyebabkan debit sungai juga menjadi tinggi karena
material erosi terangkut dalam limpasan permukaan ke sungai.
Pergerakan debit sungai harian (pukul 08.00, 12.00 dan 16.00) juga dianalisis
menggunakan grafik untuk melihat pergerakan rata-rata debit harian dikedua
sungai. Hasil analisis memperlihatkan variasi debit dikedua sungai yang hampir
sama meskipun nilainya berbeda. Grafik pergerakan debit rata-rata harian di kedua
sungai dapat dilihat pada Gambar 12.
36
Gambar 12. Grafik Pergerakan Debit Rata-Rata Harian Sungai Lompo Riaja
Atas dan Sungai Lompo Riaja Bawah
4.3 Analisis Karakteristik Biofisik dan Debit Sungai pada Wilayah
Sungai Lompo Riaja Atas dan Sungai Lompo Riaja Bawah di Sub
DAS Ralla
Karakteristik Biofisik DAS merupakan faktor yang mempengaruhi output
dari proses terjadinya siklus hidrologi dalam suatu DAS. Salah satu output yang
dipengaruhi oleh karakteristik biofisik tersebut adalah perilaku besar kecilnya debit
sungai yang dihasilkan sebagai bentuk respon terhadap curah hujan yang jatuh
dalam DAS tersebut.
Grafik Debit sungai pada Gambar 12 menunjukkan nilai rata-rata debit sungai
Lompo Riaja Atas dan sungai Lompo Riaja Bawah yang sangat berbeda meskipun
fluktuasi debit sungainya hampir sama. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti faktor fisik sungai dan karakteristik biofisiknya. Sungai
Lompo Riaja Atas memiliki luas penampang sungai yang lebih besar dibandingkan
dengan sungai Lompo Riaja Bawah sehingga memungkinkan debit sungai Lompo
Riaja Atas lebih besar.
Berdasarkan hasil analisis bentuk DAS pada wilayah tangkapan sungai
Lompo Riaja Bawah dikategorikan kedalam bentuk bulu burung (memanjang)
sehingga menyebabkan waktu konsentrasi atau waktu perjalanan air dari hulu ke
tempat pengukuran debit sungai lebih lama dibandingkan sungai Lompo Riaja Atas.
Akan tetapi nilai debit sungai Lompo Riaja Atas tetap tinggi karena kerapatan aliran
0
5
10
15
20
25
30
35
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33
Cu
rah
Hu
jan
(m
m)
Deb
it S
un
gai (
m3
/det
ik)
Hari Pengukuran
Sungai Lompo Riaja Atas Sungai Lompo Riaja Bawah
Curah Hujan
37
pada sungai Lompo Riaja Atas lebih tinggi sebesar 0,51 km/km2 daripada sungai
Lompo Riaja Bawah sebesar 0,41 km/km2. Hal ini didukung oleh Asdak (2010)
bahwa semakin tinggi nilai kerapatan aliran, maka debit akan semakin tinggi juga.
Aspek DAS lainnya yang dapat memperbesar debit sungai adalah pola aliran.
Sungai Lompo Riaja Atas memiliki pola aliran dendritik, sedangkan sungai Lompo
Riaja Bawah memiliki pola aliran parallel. Menurut Soewarno (1991) dalam Juanda
(2016) salah satu karakteristik pola aliran paralel adalah memiliki tingkat
kelerengan yang curam dan sangat curam. Tingkat kemiringan curam dan sangat
curam pada sungai Lompo Riaja Bawah sebesar 37,03 %, sedangkan pada sungai
Lompo Riaja Atas sebesar 18,78%. Black dalam Asdak (2010) menyatakanpola
aliran mempunyai peranan yanglebih menentukan dalam mempengaruhi besarnya
debit dan lama waktu berlangsungnya debit tersebut.
Tinggi dan rendahnya debit sungai yang dihasilkan juga dapat dipengaruhi
dari aspek kemiringan sungai (gradien sungai) yang menunjukkan kecuraman suatu
sungai. Gradien sungai Lompo Riaja Atas sebesar 11,26%, sedangkan gradien
sungai Lompo Riaja Bawah sebesar 11,91%, yang keduanya menurut Paimin, dkk
(2013) termasuk dalam kategori gradien sungai sangat tinggi. Menurut Rahayu, dkk
(2009) gradien sungai menunjukkan tingkat kecuraman sungai yang apabila
semakin besar kecuraman maka semakin tinggi pula kecepatan aliran airnya.
Namun, cepat atau lambatnya debit aliran yang terjadi dapat dipengaruhi pula dari
aspek penutupan lahan.
Penutupan lahan yang diperoleh menunjukkan bahwa pada wilayah sungai
Lompo Riaja Bawah memiliki penutupan lahan berhutan sebesar 21,90%
dibandingkan dengan sungai Lompo Riaja Atas sebesar 9,60% sehingga dapat
mengurangi limpasan permukaan yang terjadi. Wibowo (2005), menjelaskan lebih
lanjut rendah atau tingginya debit dipengaruhi oleh pola penggunaan lahan dimana
dengan semakin banyaknya penutupan lahan yang relatif kedap air (bangunan) dan
berubahnya hutan menjadi penggunaan lain akan mengurangi kapasitas penyerapan
air hujan ke dalam tanah sehingga meningkatnya limpasan permukaan dan
memperbesar peluang terjadinya banjir. Wahyuni (2012) menyatakan bahwa air
hujan yang jatuh pada lahan berhutan akan mengalami intersepsi, infiltrasi,
38
perkolasi yang besar sehingga debit tidak terlalu besar ketika hujan dan tetap
mengalir ketika tidak terjadi hujan.
Selain aspek penutupan lahan, aspek lain yang juga berpengaruh adalah aspek
jenis tanah. Berdasarkan RePPProt 1987 untuk jenis tanah yang mendominasi pada
kedua wilayah sungai dalah jenis tanah Dystropepts dari ordo Inseptisol masing-
masing sebesar 99,27% pada sungai Lompo Riaja Atas dan sungai Lompo Riaja
Bawah sebesar 95,22% (Tabel 4). Sebaran ordo Inseptisol tersebut berada hampir
diseluruh wilayah kedua sungai seperti ditunjukkan pada Lampiran 6. Jenis tanah
dari ordo inseptisol memiliki potensi kerusakan tanah yang tinggi. Menurut Rahayu
(2009) karakteristik tanah dan sebarannya dalam suatu DAS, sangat menentukan
besar kecilnya infiltrasi, limpasan, dan aliran bawah permukaan. Munir (1996)
menjelaskan bahwa kerusakan tanah yang tinggi menandakan tanah tersebut peka
terhadap erosi. Apabila tanah tersebut peka terhadap erosi maka berpotensi terjadi
erosi setiap kali terjadi limpasan permukaan. Hasil limpasan permukaan yang besar
menyebabkan debit sungai pun ikut menjadi besar pada musim hujan.
Debit sungai Lompo Riaja Atas dan Sungai Lompo Riaja Bawah juga sangat
dipengaruhi oleh faktor curah hujan yang bervariasi. Kadang terjadi hujan pada
siang, sore dan malam hari setelah itu tidak terjadi hujan selama sehari bahkan lebih.
Berdasarkan Gambar 7 curah hujan tertinggi terjadi pada hari ke-23 dengan jumlah
curah hujan sebesar 28,9 mm dan curah hujan terendah terjadi pada hari ke-21
sebesar 6,7 mm dengan rata-rata curah hujan sebesar 13,68 mm. Sementara hari
tidak terjadi hujan pada hari ke-1, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 24, 25, 26, 27, 31,
32, 33, dan 34. Menurut Dirjen BPDAS dan Perhutanan Sosial (2013) intensitas
hujan pada lokasi pengamatan termasuk pada kategori rendah dengan kisaran 13,61-
20,70 mm/hari.
Curah hujan yang tinggi pada hari ke-23 tersebut menyebabkan debitsungai
menjadi meningkat. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Muchtar (2007)
semakin tinggi curah hujan maka semakin tinggi pula debit sungai cenderung
mengikuti dinamika curah hujan, dan semakin rendah curah hujan maka debit
sungai mengalami penurunan.
Hasil analisis hubungan antara curah hujan dengan debit rata-rata harian
sungai Lompo Riaja Atas diperoleh nilai R2 sebesar 0,621. Nilai ini menunjukkan
39
bahwa debit rata-rata harian dipengaruhi oleh curah hujan sebesar 62,1% dan 37,9%
oleh faktor lain selain curah hujan. Sedangkan sungai Lompo Riaja Bawah memiliki
R2 sebesar 0,616 yang berarti 38,4% dipengaruhi oleh faktor lain selain curah hujan.
Faktor lain tersebut yang berkaitan dengan karakteristik biofisik suatu DAS seperti
yang telah dibahas sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan Wahyuni (2012), bahwa
berdasarkan nilai penjelas yang di simbolkan dengan R2 (koefisien determinasi)
maka secara statistika dapat dikaitkan dengan kondisi dan keadaan biofisik DAS.
Jika suatu DAS memiliki nilai R2 yang tinggi, maka kondisi biofisik DAS tersebut
kurang bekerja dengan baik sebagai faktor penghambat curah hujan, dan sebaliknya
jika R2 suatu DAS rendah maka kondisi biofisik DAS tersebut bekerja dengan baik
sebagai faktor penghambat curah hujan.
Menurut Amaliah (2016) aspek yang lain yang berpengaruh dalam tinggi dan
rendahnya debit sungai yaitu dari segi orientasi DAS. Orientasi DAS ditentukan
berdasarkan dari arah aliran sungai utamanya. Berdasarkan pengamatan secara
visual, orientasi sungai utama sungai Lompo Riaja Atas dan Sungai Lompo Riaja
Bawah menghadap ke barat laut. Arah DAS yang menghadap ke e laut seperti pada
kedua sungai tersebut cenderung kurang mendapatkan sinar matahari tetapi hujan
yang sering terjadi. Menurut Rahmisari (2014), arah DAS yang menghadap ke Barat
cenderung mendapatkan sinar matahari langsung yang kurang intensif tetapi curah
hujan yang terjadi lebih intensif sehingga mempengaruhi besarnya debit, sebaliknya
pada arah DAS yang menghadap timur cenderung mendapatkan sinar matahari yang
kurang intensif sehingga berlangsung evapotranspirasi maksimal tetapi curah hujan
yang terjadi kurang intensif.
40
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Karakteristik Biofisik pada kedua wilayah sungai dalam hal topografi,
panjang sungai, pola aliran, waktu konsentrasi, penutupan lahan dan
curah hujan berpotensi mempengaruhi debit sungai.
b. Sungai Lompo Riaja Atas dan sungai Lompo Riaja bawah memiliki
variasi fluktuasi debit yang hampir sama, meskipun memiliki nilai yang
berbeda.
5.2. Saran
Untuk menyempurnakan hasil dalam penelitian ini, maka disarankan untuk
mengukur debit pada saat hujan berlangsung dan sesudah hujan agar diketahui
perbedaan debit yang terjadi dan juga menambah waktu pengamatan dengan
interval waktu yang lebih pendek dalam satu hari.
xli
41
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Amaliah, R. 2016. Deskripsi Karakteristik Biofisik dan Kaitannya Dengan Debit
Air Daerah Tangkapan Air Je’ne Rakikang. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. 2010. Statistik Pembangunan Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jeneberang Walanae Tahun 2010.
Departemen Kehutanan. Makassar.
Brown, A.E. Zhang, L. McMahon, T.A. Western, A.W. Vertessy, R.A. 2004. A
Review Of Paired Catchment Studies For Determining Changes In Water
Yield Resulting From Alterations In Vegetation. Melbourne University.
Australia.
Clausen, J.C. 1993. Paired Watershed Study Design. United States Environmental
Protection Agency. Washington, D.C
Davenport, T.E. 2003. The Watershed Project Management Guide. Lewis
Publishers. A CRC Press Company Boca Raton London New York
Washington, D.C.
Dirjen BPDAS dan Perhutanan Sosial. 2013.Peraturan Direktur JendralBina
PengelolaanDASdanPerhutananSosialNo.P.3/V-Set/2013tentang Pedoman
IdentifikasiKarakteristik DAS.Kementerian Kehutanan RI. Jakarta.
Handayani, W, dan Indrajaya, Y. 2011. Analisis Hubungan Curah Hujan dan Debit
Sub-Sub DAS Ngatabaru, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam Vol. 8 No. 2.
Junaidi, E. Tarigan, S.D. 2011. Penggunaan Model Hidrologi SWAT (Soil And
Water Assessment Tool) Dalam Pengelolaan DAS Cisadane. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Juanda, D.S. 2016. Deskripsi Karakteristik Biofisik dan Kaitannya dengan Debit
Air Sungai Sapaya, Sub DAS Jenelata. Universitas Hasanuddin. Makassar.
42
Lyon, A.S. 2004. Paired Watershed Analysis To Evaluate Phosphorus In Spavinaw
And Beaty Creeks, Oklahoma. Kansas State University. Manhattan: Kansas.
Mappangaja, B. 1983. The Improvised Current Meter for Stream Discharge
Measurement. Submitted to The Faculty of The Graduate School, University
of The Philipppines at Los Banos.
Mawardi, M. 2012. Rekayasa Konservasi Tanah dan Air. Bursa Ilmiah.
Yogyakarta.
Muchtar, A dan Abdullah, N. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Debit Sungai Mamasa. Jurnal Hutan dan Masyarakat, 2 (1); 174-187.
Makassar.
Munir, M. 1996. Tanah-tanah Utama Indonesia.DuniaPustakaJaya. Jakarta
Paimin, Pramono, I., Purwanto, dan Indrawati, D. 2012. Sistem Perencanaan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor: 37 Tahun 2012.
TentangPengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jakarta.
Peraturan Direktur Jendral Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan
Sosial Nomor P.3 Tahun 2013. Tentang Pedoman Identifikasi Karakteristik
Daerah Aliran Sungai. Jakarta.
Purwanto, T, H.2013. Ekstraksi Morfometri Daerah Aliran Sungai dari Data
Digital Surface Model (Studi Kasus DAS Opak). Jurnal Staf Pengajar Prodi
D3 PJSIG SV UGM.
Rahayu, S., Widodo, R, H., Noordwijk van M., Suryadi, I., dan Verbist, B. 2009.
Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. Bogor. Indonesia. World
Agroforestry Centre-Southeast Asia Regional Office 104 p.
Rahmisari, S, N. 2014. Fluktuasi Debit Harian di Sungai Balang Malino, Sub DAS
Malino, DAS Je’neberang. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar.
Ramdan, H. 2004. Prinsip Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Univeritas Winaya Mukti.
Bandung.
Soepardi. 1979. Sifat Dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian. Institit Pertanian Bogor. Bogor.
43
Sosrodarsono, S dan Takeda, K. 1999. Hidrologi Untuk Pengairan. PT Pradnya
Paramita. Jakarta.
Susilowati, 2007. Analisis Hidrograf Aliran Sungai Dengan Adanya Beberapa
Bendung Kaitannya Dengan Konservasi Air. Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret. Surakarta
Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah Dan Air. Andi. Yogyakarta.
Triwanto, J. 2012. Konservasi Lahan Hutan dan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai. Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang.
Wahyuni. 2012. Analisis Karakteristik Debit Sungai pada DAS Tallo Hulu (Sub
DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa. Tesis. Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
Wibowo, M. 2005. Analisis Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap
Debit Sungai. Jurnal Tek.Lingkungan P3TL-BPPT 6 (1): 283-290.
44
LAMPIRAN
41
Lampiran 1. Rekapitulasi Data Pengukuran Debit Sungai pada Sungai Lompo Riaja Atas
No. Tanggal Waktu Lebar Sungai
(m) h max (m) A (m2) a (m2) Qm (m3/detik) V (m/s) Q (m3/detik)
1 26/01/2017
08:00 14 133 11.47 0.000491 3.17778E-05 0.0647 0.742
12:00 14 130 11.08 0.000491 2.71111E-05 0.0552 0.612
16:00 14 126 10.56 0.000491 2.62222E-05 0.0534 0.564
2 27/01/2017
08:00 14 127 10.69 0.000491 3.83333E-05 0.0781 0.835
12:00 14 125 10.43 0.000491 3.72222E-05 0.0758 0.791
16:00 14 129 10.95 0.000491 3.73333E-05 0.0760 0.833
3 28/01/2017
08:00 14 137 12.06 0.000491 4.03333E-05 0.0821 0.991
12:00 14 135 11.8 0.000491 3.91111E-05 0.0797 0.940
16:00 14 140 12.45 0.000491 3.97778E-05 0.0810 1.009
4 29/01/2017
08:00 14 145 13.1 0.000491 3.96667E-05 0.0808 1.058
12:00 14 158 14.73 0.000491 3.66667E-05 0.0747 1.100
16:00 14 162 15.25 0.000491 3.87778E-05 0.0790 1.204
5 30/01/2017
08:00 14 163 15.38 0.000491 3.64444E-05 0.0742 1.142
12:00 14 160 14.99 0.000491 3.30000E-05 0.0672 1.007
16:00 14 162 15.26 0.000491 3.26667E-05 0.0665 1.015
6 31/01/2017
08:00 14 167 15.91 0.000491 3.95556E-05 0.0806 1.282
12:00 14 166 15.78 0.000491 3.82222E-05 0.0778 1.228
16:00 14 171 16.43 0.000491 3.81111E-05 0.0776 1.275
7 01/02/2017 08:00 16 181 18.13 0.000491 4.42222E-05 0.0901 1.633
12:00 16 184 18.58 0.000491
4.06667E-05 0.0828 1.539
42
No. Tanggal Waktu Lebar Sungai
(m) h max (m) A (m2) a (m2) Qm (m3/detik) V (m/s) Q (m3/detik)
16:00 16 194 20.08 0.000491
4.21111E-05 0.0858 1.722
8 02/02/2017
08:00 19 199 22.05 0.000491 3.94444E-05 0.0803 1.771
12:00 19 198 21.85 0.000491 3.72222E-05 0.0758 1.656
16:00 19 202 22.59 0.000491 3.96667E-05 0.0808 1.825
9 03/02/2017
08:00 19 206 23.29 0.000491 3.87778E-05 0.0790 1.839
12:00 19 205 23.1 0.000491 3.65556E-05 0.0745 1.720
16:00 19 209 23.8 0.000491 3.71111E-05 0.0756 1.799
10 04/02/2017
08:00 19 212 24.35 0.000491 3.81111E-05 0.0776 1.890
12:00 19 210 24 0.000491 3.22222E-05 0.0656 1.575
16:00 19 206 23.27 0.000491 3.13333E-05 0.0638 1.485
11 05/02/2017
08:00 19 208 23.62 0.000491 3.82222E-05 0.0778 1.839
12:00 19 205 23.1 0.000491 3.40000E-05 0.0692 1.600
16:00 19 207 23.42 0.000491 3.54444E-05 0.0722 1.691
12 06/02/2017
08:00 19 202 22.49 0.000491 3.33333E-05 0.0679 1.527
12:00 16 192 19.78 0.000491 3.11111E-05 0.0634 1.253
16:00 16 180 17.99 0.000491 3.01111E-05 0.0613 1.103
13 07/02/2017
08:00 16 176 17.39 0.000491 3.25556E-05 0.0663 1.153
12:00 16 174 17.09 0.000491 3.15556E-05 0.0643 1.098
16:00 14 171 16.3 0.000491 3.34444E-05 0.0681 1.110
14 08/02/2017 08:00 14 172 16.43 0.000491 3.40000E-05 0.0692 1.138
12:00 14 171 16.3 0.000491 3.02222E-05 0.0616 1.003
43
No. Tanggal Waktu Lebar Sungai
(m) h max (m) A (m2) a (m2) Qm (m3/detik) V (m/s) Q (m3/detik)
16:00 14 170 16.17 0.000491 2.95556E-05 0.0602 0.973
15 09/02/2017
08:00 14 171 16.3 0.000491 3.31111E-05 0.0674 1.099
12:00 14 169 16.04 0.000491 2.95556E-05 0.0602 0.966
16:00 14 166 15.65 0.000491 2.95556E-05 0.0602 0.942
16 10/02/2017
08:00 14 168 15.91 0.000491 4.02222E-05 0.0819 1.303
12:00 14 169 16.04 0.000491 4.24444E-05 0.0864 1.387
16:00 14 166 15.65 0.000491 3.41111E-05 0.0695 1.087
17 11/02/2017
08:00 14 165 15.52 0.000491 3.68889E-05 0.0751 1.166
12:00 14 162 15.13 0.000491 3.18889E-05 0.0649 0.983
16:00 14 157 14.48 0.000491 2.96667E-05 0.0604 0.875
18 12/02/2017
08:00 14 158 14.61 0.000491 3.18889E-05 0.0649 0.949
12:00 14 148 13.31 0.000491 2.73333E-05 0.0557 0.741
16:00 14 143 12.66 0.000491 2.47778E-05 0.0505 0.639
19 13/02/2017
08:00 14 144 12.79 0.000491 3.18889E-05 0.0649 0.831
12:00 14 142 12.56 0.000491 3.10000E-05 0.0631 0.793
16:00 14 140 12.3 0.000491 2.42222E-05 0.0493 0.607
20 14/02/2017
08:00 14 141 12.44 0.000491 3.53333E-05 0.0720 0.895
12:00 14 138 12.07 0.000491 2.93333E-05 0.0597 0.721
16:00 14 148 13.37 0.000491 3.15556E-05 0.0643 0.859
21 15/02/2017
08:00 14 151 13.76 0.000491 3.54444E-05 0.0722 0.993
12:00 14 150 13.63 0.000491 3.15556E-05 0.0643 0.876
16:00 14 159 14.9 0.000491 3.14444E-05 0.0640 0.954
22 16/02/2017 08:00 16 198 20.63 0.000491 4.12222E-05 0.0840 1.732
44
No. Tanggal Waktu Lebar Sungai
(m) h max (m) A (m2) a (m2) Qm (m3/detik) V (m/s) Q (m3/detik)
12:00 16 197 20.48 0.000491 3.80000E-05 0.0774 1.585
16:00 19 207 23.1 0.000491 3.72222E-05 0.0758 1.751
23 17/02/2017
08:00 19 217 24.89 0.000491 5.37778E-05 0.1095 2.726
12:00 19 216 24.71 0.000491 5.22222E-05 0.1064 2.628
16:00 19 224 26.03 0.000491 5.44444E-05 0.1109 2.886
24 18/02/2017
08:00 19 221 25.48 0.000491 3.97778E-05 0.0810 2.064
12:00 19 211 23.59 0.000491 3.36667E-05 0.0686 1.618
16:00 16 202 21.04 0.000491 3.41111E-05 0.0695 1.462
25 19/02/2017
08:00 16 203 21.19 0.000491 3.86667E-05 0.0788 1.669
12:00 16 201 20.89 0.000491 3.11111E-05 0.0634 1.324
16:00 16 192 19.54 0.000491 2.94444E-05 0.0600 1.172
26 20/02/2017
08:00 16 189 19.09 0.000491 3.40000E-05 0.0692 1.322
12:00 16 186 18.64 0.000491 2.85556E-05 0.0582 1.084
16:00 16 182 18.04 0.000491 2.64444E-05 0.0539 0.972
27 21/02/2017
08:00 14 175 16.88 0.000491 3.37778E-05 0.0688 1.161
12:00 14 172 16.49 0.000491 3.14444E-05 0.0640 1.056
16:00 14 169 16.1 0.000491 3.02222E-05 0.0616 0.991
28 22/02/2017
08:00 14 168 15.97 0.000491 3.30000E-05 0.0672 1.073
12:00 14 165 15.58 0.000491 3.05556E-05 0.0622 0.970
16:00 14 170 16.23 0.000491 3.57778E-05 0.0729 1.183
29 23/02/2017
08:00 14 177 17.16 0.000491 3.87778E-05 0.0790 1.355
12:00 14 176 17.03 0.000491 3.66667E-05 0.0747 1.272
16:00 16 181 17.92 0.000491 3.97778E-05 0.0810 1.452
45
No. Tanggal Waktu Lebar Sungai
(m) h max (m) A (m2) a (m2) Qm (m3/detik) V (m/s) Q (m3/detik)
30 24/02/2017
08:00 16 186 18.67 0.000491 3.81111E-05 0.0776 1.449
12:00 16 185 18.52 0.000491 3.47778E-05 0.0708 1.312
16:00 16 187 18.82 0.000491 3.78889E-05 0.0772 1.452
31 25/02/2017
08:00 16 190 19.28 0.000491 3.80000E-05 0.0774 1.492
12:00 16 188 18.97 0.000491 3.03333E-05 0.0618 1.172
16:00 16 185 18.51 0.000491 2.88889E-05 0.0588 1.089
32 26/02/2017
08:00 14 179 17.42 0.000491 3.82222E-05 0.0778 1.356
12:00 14 178 17.29 0.000491 3.32222E-05 0.0677 1.170
16:00 14 176 17.03 0.000491 3.02222E-05 0.0616 1.048
33 27/02/2017
08:00 14 175 16.9 0.000491 3.75556E-05 0.0765 1.293
12:00 14 172 16.51 0.000491 2.52222E-05 0.0514 0.848
16:00 14 163 15.34 0.000491 2.82222E-05 0.0575 0.882
34 28/02/2017
08:00 14 165 15.6 0.000491 3.72222E-05 0.0758 1.183
12:00 14 172 16.51 0.000491 3.34444E-05 0.0681 1.125
16:00 14 170 16.25 0.000491 3.07778E-05 0.0627 1.019
46
Lampiran 2. Rekapitulasi Data Pengukuran Debit Sungai pada Sungai Lompo Riaja Bawah
No. Tanggal Waktu Lebar Sungai
(m) h max (m) A (m2) a (m2) Qm (m3/detik) V (m/s) Q (m3/detik)
1 26/01/2017
08:00 12 83 6.15 0.00049 2.500E-05 0.051 0.313
12:00 12 82 6.05 0.00049 2.467E-05 0.050 0.304
16:00 12 79 5.77 0.00049 2.400E-05 0.049 0.282
2 27/01/2017
08:00 12 81 5.95 0.00049 2.589E-05 0.053 0.314
12:00 12 80 5.84 0.00049 2.456E-05 0.050 0.292
16:00 12 84 6.28 0.00049 2.900E-05 0.059 0.371
3 28/01/2017
08:00 12 87 6.61 0.00049 3.178E-05 0.065 0.428
12:00 12 86 6.5 0.00049 2.900E-05 0.059 0.384
16:00 12 89 6.82 0.00049 3.233E-05 0.066 0.449
4 29/01/2017
08:00 12 89 7.13 0.00049 3.100E-05 0.063 0.450
12:00 12 88 7.02 0.00049 2.867E-05 0.058 0.410
16:00 12 92 7.45 0.00049 3.056E-05 0.062 0.464
5 30/01/2017
08:00 12 92 7.41 0.00049 2.556E-05 0.052 0.386
12:00 12 91 7.3 0.00049 2.844E-05 0.058 0.423
16:00 12 92 7.38 0.00049 2.689E-05 0.055 0.404
6 31/01/2017
08:00 12 93 7.49 0.00049 2.689E-05 0.055 0.410
12:00 12 91 7.27 0.00049 2.444E-05 0.050 0.362
16:00 12.5 96 7.82 0.00049 2.711E-05 0.055 0.432
47
No. Tanggal Waktu Lebar Sungai
(m) h max (m) A (m2) a (m2) Qm (m3/detik) V (m/s) Q (m3/detik)
7 01/02/2017
08:00 13 110 9.55 0.00049 3.322E-05 0.068 0.646
12:00 13 110 9.54 0.00049 3.222E-05 0.066 0.626
16:00 13.7 128 11.92 0.00049 3.433E-05 0.070 0.834
8 02/02/2017
08:00 15 137 13.15 0.00049 3.211E-05 0.065 0.860
12:00 15 136 13.01 0.00049 3.111E-05 0.063 0.824
16:00 15 138 13.27 0.00049 3.056E-05 0.062 0.826
9 03/02/2017
08:00 15 138 13.33 0.00049 3.178E-05 0.065 0.863
12:00 15 137 13.19 0.00049 2.922E-05 0.060 0.785
16:00 15 140 13.61 0.00049 3.211E-05 0.065 0.890
10 04/02/2017
08:00 15 141 13.75 0.00049 2.944E-05 0.060 0.825
12:00 15 138 13.32 0.00049 2.822E-05 0.057 0.766
16:00 15 138 13.27 0.00049 3.011E-05 0.061 0.814
11 05/02/2017
08:00 15 139 13.41 0.00049 2.989E-05 0.061 0.816
12:00 15 138 13.28 0.00049 2.889E-05 0.059 0.781
16:00 15 141 13.67 0.00049 3.167E-05 0.064 0.882
12 06/02/2017
08:00 14 134 12.66 0.00049 2.356E-05 0.048 0.607
12:00 13.4 110 10.12 0.00049 2.311E-05 0.047 0.476
16:00 13 108 9.65 0.00049 2.233E-05 0.045 0.439
13 07/02/2017
08:00 12 105 9.15 0.00049 2.333E-05 0.048 0.435
12:00 12 102 8.83 0.00049 2.289E-05 0.047 0.412
16:00 12 97 8.28 0.00049 2.122E-05 0.043 0.358
14 08/02/2017 08:00 12 96 8.17 0.00049 2.111E-05 0.043 0.351
48
No. Tanggal Waktu Lebar Sungai
(m) h max (m) A (m2) a (m2) Qm (m3/detik) V (m/s) Q (m3/detik)
12:00 12 95 8.06 0.00049 2.156E-05 0.044 0.354
16:00 12 94 7.97 0.00049 1.989E-05 0.041 0.323
15 09/02/2017
08:00 12 95 8.08 0.00049 2.178E-05 0.044 0.358
12:00 12 92 7.75 0.00049 2.100E-05 0.043 0.331
16:00 12 87 7.2 0.00049 1.933E-05 0.039 0.284
16 10/02/2017
08:00 12 85 6.98 0.00049 2.289E-05 0.047 0.325
12:00 12 83 6.76 0.00049 2.156E-05 0.044 0.297
16:00 12 84 6.87 0.00049 2.089E-05 0.043 0.292
17 11/02/2017
08:00 12 87 7.19 0.00049 2.622E-05 0.053 0.384
12:00 12 86 7.08 0.00049 2.411E-05 0.049 0.348
16:00 12 85 6.97 0.00049 2.011E-05 0.041 0.285
18 12/02/2017
08:00 12 83 6.75 0.00049 2.322E-05 0.047 0.319
12:00 12 82 6.64 0.00049 2.000E-05 0.041 0.270
16:00 12 83 6.73 0.00049 1.867E-05 0.038 0.256
19 13/02/2017
08:00 12 82 6.62 0.00049 2.356E-05 0.048 0.318
12:00 12 83 6.72 0.00049 2.556E-05 0.052 0.350
16:00 12 84 6.84 0.00049 1.989E-05 0.041 0.277
20 14/02/2017
08:00 12 85 6.95 0.00049 1.956E-05 0.040 0.277
12:00 12 84 6.82 0.00049 1.811E-05 0.037 0.252
16:00 12 87 7.2 0.00049 1.878E-05 0.038 0.275
21 15/02/2017 08:00 12 92 7.75 0.00049 2.567E-05 0.052 0.405
12:00 12 94 7.85 0.00049 2.489E-05 0.051 0.398
49
No. Tanggal Waktu Lebar Sungai
(m) h max (m) A (m2) a (m2) Qm (m3/detik) V (m/s) Q (m3/detik)
16:00 12 98 8.29 0.00049 1.933E-05 0.039 0.326
22 16/02/2017
08:00 12 103 8.84 0.00049 3.311E-05 0.067 0.596
12:00 12 104 8.95 0.00049 3.256E-05 0.066 0.593
16:00 13.8 132 12.818 0.00049 0.000033 0.067 0.861
23 17/02/2017
08:00 15 149 14.89 0.00049 3.644E-05 0.074 1.105
12:00 15 153 15.45 0.00049 3.678E-05 0.075 1.157
16:00 15 160 16.43 0.00049 0.000038 0.077 1.272
24 18/02/2017
08:00 15 157 16.01 0.00049 0.000031 0.063 1.011
12:00 13.7 128 12.084 0.00049 2.956E-05 0.060 0.727
16:00 13 100 8.58 0.00049 2.656E-05 0.054 0.464
25 19/02/2017
08:00 13 93 7.74 0.00049 2.411E-05 0.049 0.380
12:00 12 88 6.99 0.00049 2.244E-05 0.046 0.320
16:00 12 87 6.88 0.00049 2.211E-05 0.045 0.310
26 20/02/2017
08:00 12 89 7.1 0.00049 2.578E-05 0.053 0.373
12:00 12 88 7 0.00049 2.289E-05 0.047 0.326
16:00 12 86 6.78 0.00049 2.133E-05 0.043 0.295
27 21/02/2017
08:00 12 87 6.89 0.00049 2.544E-05 0.052 0.357
12:00 12 85 6.67 0.00049 2.322E-05 0.047 0.315
16:00 12 82 6.34 0.00049 2.167E-05 0.044 0.280
28 22/02/2017
08:00 12 84 6.56 0.00049 2.633E-05 0.054 0.352
12:00 12 84 6.58 0.00049 2.478E-05 0.050 0.332
16:00 12 86 6.8 0.00049 2.856E-05 0.058 0.395
50
No. Tanggal Waktu Lebar Sungai
(m) h max (m) A (m2) a (m2) Qm (m3/detik) V (m/s) Q (m3/detik)
29 23/02/2017
08:00 12 94 7.67 0.00049 2.989E-05 0.061 0.467
12:00 12 93 7.56 0.00049 2.956E-05 0.060 0.455
16:00 12 101 8.44 0.00049 2.767E-05 0.056 0.476
30 24/02/2017
08:00 12 106 8.99 0.00049 3.189E-05 0.065 0.584
12:00 12 105 8.88 0.00049 2.967E-05 0.060 0.537
16:00 12 109 9.31 0.00049 2.778E-05 0.057 0.527
31 25/02/2017
08:00 12 111 9.54 0.00049 2.933E-05 0.060 0.570
12:00 12 106 8.99 0.00049 2.656E-05 0.054 0.486
16:00 12 103 8.66 0.00049 2.211E-05 0.045 0.390
32 26/02/2017
08:00 12 101 8.44 0.00049 2.611E-05 0.053 0.449
12:00 12 99 8.22 0.00049 2.522E-05 0.051 0.422
16:00 12 100 8.33 0.00049 2.278E-05 0.046 0.386
33 27/02/2017
08:00 12 95 7.79 0.00049 2.644E-05 0.054 0.420
12:00 12 92 7.46 0.00049 2.444E-05 0.050 0.371
16:00 12 89 7.13 0.00049 2.333E-05 0.048 0.339
34 28/02/2017
08:00 12 87 6.91 0.00049 2.489E-05 0.051 0.350
12:00 12 88 7.01 0.00049 2.689E-05 0.055 0.384
16:00 12 87 6.92 0.00049 2.256E-05 0.046 0.318
51
Lampiran 3. Kondisi Cuaca di Sub DAS RAlla
No. Tanggal Kondisi Cuaca
1 26/01/2017 Cerah jam 8.00-11.20, cerah dan cerah berawan silih berganti sampai pukul 17.25.
2 27/01/2017 Cerah jam 08.00-10.30, cerah berawan sampai jam 13.28. Kemudian mendung sampai jam 14.00 tejadi hujan
sampai pukul 15.10, kembali mendung sampai jam 17.30
3 28/01/2017
Cerah jam 08.00-11.25, cerah berawan sampai jam 12.57, kemudian cerah berawan silih berganti dengan
mendung dan terjadi hujan jam 13.34 sampai jam 15.30, kembali mendung sampai jam 16.30, kemudian
terjadi hujan jam 17.50-18.20
4 29/01/2017 Cerah jam 08.00-10.40, cerah berawan silih berganti sampai pukul 14.00, terjadi hujan sampai pukul 16.30,
kembali cerah sampai pukul 17.30
5 30/01/2017 Cerah jam 8.00-12.30, cerah berawan silih berganti mendung sampai pukul 15.57, terjadi hujan pukul 16.50-
17.25
6 31/01/2017 Cerah berawan 08.00-09.30, cerah sampai pukul 12.20, cerah berawan sampai pukul 13.32, mendung jam
13.50, dan terjadi hujan pukul 14.00 - 16.20
7 01/02/2017 Cerah jam 08.00-09.50, cerah dan cerah berawan silih berganti sampai pukul 13.10, mendung sampai jam
13.57, terjadi hujan sampai jam 16.50, mendung sampai 17.30, terjadi hujan malam pukul 19.30-22.00
8 02/02/2017
Cerah berawan 08.00-10.21, cerah sampai jam 11.52, cerah berawan silih berganti mendung sampai pukul
14.23, terjadi hujan sampai pukul 16.20, cerah berawan sampai pukul 17.30. Terjadi hujan malam pukul
20.13-20-49.
9 03/02/2017 Cerah jam 08.00-12,20, cerah berawan berganti mendung sampai jam 13.30, terjadi hujan sampai pukul
15.50, kembali cerah berawan sampai pukul 16.20, mendung sampai jam 17.30
52
No. Tanggal Kondisi Cuaca
10 04/02/2017 Cerah jam 08.00-14.20, mendung sampai jam 14.54, terjadi hujan pukul 16.50-17.30
11 05/02/2017 Cerah jam 08.00-11.40, cerah berawan sampai jam 14.10, terjadi hujan 14.15-15.00, kembali cerah sampai
jam 16.50, cerah berawan sampai pukul 17.30
12 06/02/2017 Cerah jam 08.00-13.00, cerah berawan silih berganti sampai jam 15.00, cerah sampai 15.50, cerah berawan
sampai 17.45
13 07/02/2017 Cerah berawan 08.00-10.10, cerah sampai 15.49, cerah berawan sampai 17.45
14 08/02/2017 Cerah jam 08.00-15.00, cerah berawan sampai 17.45
15 09/02/2017 Cerah berawan 08.00-09.07, cerah berawan silih berganti sampai jam 16.30, cerah sampai 17.00 cerah
berawan sampai 17.45
16 10/02/2017 Cerah berawan berganti mendung pukul 08.00-16.58, cerah berawan sampai 17.10, cerah sampai 17.30
17 11/02/2017 Cerah 08.00-11.40, cerah berawan sampai 14.00, kembali cerah sampai pukul 16.43, cerah berawan sampai
17.30
18 12/02/2017 Cerah berawan 08.00-10.14, cerah sampai 13.20, cerah berawan sampai 14.15, kembali cerah sampai 17.45
19 13/02/2017 Cerah berawan 08.00-09.13, cerah sampai 12.40, cerah berawan sampai 14.50, cerah sampai 16.58, cerah
berawan sampai 17.45
20 14/02/2017 Cerah 08.00-13.12, mendung jam 13.50 dan terjadi hujan sampai 14.56, mendung sampai pukul 16.40,
kembali cerah berawan sampai 17.00
21 15/02/2017 Cerah 08.00-14.00, cerah berawan sampai 14.30 mendung sampai 15.00 terjadi hujan sampai 15.37, kembali
cerah sampai 15.50, cerah berawan sampai 17.30
22 16/02/2017 Cerah 08.00-10.13, cerah berawan sampai jam 14.10, mendung jam 14.15, kembali cerah berawan sampai
14.31 mendung dan terjadi hujan sampai 17.10, mendung dan terjadi hujan malam hari jam 19.13-22.40
53
No. Tanggal Kondisi Cuaca
23 17/02/2017
Cerah berawan 08.00-11.16, cerah sampai 12.20, cerah berawan sampai 13.40, mendung dan terjadi hujan
sampai 16.50, mendung sampai 17.09, dan terjadi hujan sampai 19.10, terjadu hujan malam pukul 20.14-
22.00
24 18/02/2017 Cerah berawan 08.00-09.50, cerah sampai 14.30, cerah berawan sampai 15.27, cerah sampai 16.50, mendung
sampai 17.04, kembali cerah sampai pukul 17.30
25 19/02/2017 Cerah 08.00-15.43, cerah berawan sampai sampai 17.45
26 20/02/2017 Cerah 08.00-11.50, cerah berawan sampai 12.48, cerah sampai 15.00, cerah berawan sampai 16.20, cerah
sampai 17.30
27 21/02/2017 Cerah jam 08.00-12.30, cerah berawan sampai 14.15, cerah sampai 16.00 cerah berawan sampai 17.30
28 22/02/2017 Cerah jam 08.00-13.20, cerah berawan sampai jam 14.27 mendung dan terjadi hujan sampai 15.03, mendung
sampai 15.40, kembali cerah berawan sampai 17.30
29 23/02/2017 Cerah jam 08.00-09.26, cerah berawan sampai 11.00, kembali cerah sampai 14.10, mendung dan terjadi
hujan sampai 15.50 kembali cerah sampai 17.30 terjadi hujan malam 18.30-18.55
30 24/02/2017
Cerah jam 08.00-10.29, cerah berawan sampai jam 11.50, kembali cerah sampai 13.20, mendung dan terjadi
hujan jam 13.43-14.28, cerah berawan sampai 15.00, mendung jam 15.13 dan terjadi hujan sampai 15.30,
kembali cerah sampai 17.30
31 25/02/2017 Cerah jam 08.00-11.46, cerah berawan sampai 15.00, kembali cerah sampai 16.50, cerah berawan sampai
17.45
32 26/02/2017 Cerah 08.00-15.20, cerah berawan sampai 16.40, kembali cerah sampai 17.30
33 27/02/2017 Cerah berawan 08.00-10.25, cerah sampai 16.50, cerah berawan sampai 17.45
34 28/02/2017 Cerah 08.00-09.21, cerah berawan sampai 11.40, cerah sampai 14.30, mendung sampai 14.41, kembali cerah
dan cerah berawan silih berganti sampai 17.30
41
Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam dan Penduga Parameter regresi Hubungan
antara Curah Hujan dan Debit Sungai Lompo Riaja Atas
Tabel Analisis Ragam
Sumber
Keragaman
Jumlah
Kuadrat
Derajat
Bebas
Kuadrat
Tengah F Sig.
Regresi 3.442 1 3.442 52.332 .000b
Galat 2.105 32 .066
Total 5.547 33
Tabel Penduga Parameter
Penduga Parameter
t Sig.
Nilai Penduga Galat
Konstanta 1.057 .052 20.485 .000
X2 .002 .000 7.234 .000
X = Curah Hujan
42
Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam dan Penduga Parameter regresi Hubungan
antara Curah Hujan dan Debit Sungai Lompo Riaja Bawah
Tabel Analisis Ragam
Sumber
Keragaman
Jumlah
Kuadrat
Derajat
Bebas
Kuadrat
Tengah F Sig.
Regresi .955 1 .955 51.352 .000b
Galat .595 32 .019
Total 1.550 33
Tabel Penduga Parameter
Penduga Parameter
t Sig.
Nilai Penduga Galat
Konstanta .378 .027 13.789 .000
X2 .001 .000 7.166 .000
X = Curah Hujan
43
Lampiran 6. Peta Lokasi Penelitian
44
Lampiran 7. Peta Pola Aliran
45
Lampiran 8. Peta Jenis Tanah
46
Lampiran 9. Peta Penutupan Lahan
47
Lampiran 10. Peta Kelerengan
48
Lampiran 11. Peta Geologi
49
Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian
Gambar Penempatan Penakar Curah Hujan
Gambar Pembuatan profil Sungau
Gambar Pengukuran Kecepatan ALiran