7
ANALISIS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK DI PULAU JAWA Analysis of Sustainability of Electricity Supply in Java Island *) *) *) Saleh Abdurrahman , Bambang Pramudya , Surjono H. Sutjahjo , **) Armansyah H. Tambunan *) Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan, Pascasarjana IPB, Bogor **) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor E_mail: [email protected] Program Abstract Sustainability of electricity supply in Java island is analysed using Multi Dimensional Scaling (MDS) method. MDS is used as it can provide rapid and reliable statistical analysis on complex dimension and attributes of sustainability developed. The analysis is based on the score provided by experts on each attributes of six dimensions of sustainability.The dimensions analysed are socio-cultural, ecology, policy, institutional, economy and technology. The result of analysis shows that only socio-cultural dimension meet the sustainability index. To enhance the sustainability of electricity in Java, some measures are necessary including the use of cleaner technology, consistency on implementing regulation related to energy development, enhancing the availability of qualified human resources, improving the selling price of renewable energy and enhancing energy efficiency. Key words: multi dimensional scaling (MDS), sustainability index, electricity, Java Island Abstrak Tingkat keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa dianalisis menggunakan metode MDS (multi dimensional scaling). Metode MDS dapat memberikan hasil yang cepat dan handal dalam analisis berbagai dimensi dan atribut keberlanjutan yang komplek. Penilaian keberlanjutan didasarkan atas pemberian skor oleh para pakar untuk masing-masing atribut dalam setiap dimensi penilaian keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa. Dimensi keberlanjutan yang dinilai terdiri dari dimensi sosial-budaya, ekologi, kebijakan, kelembagaan, ekonomi, dan teknologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari enam dimensi keberlanjutan, hanya dimensi sosial-budaya yang melewati batas nilai indeks keberlanjutan. Untuk meningkatkan keberlanjutan penyediaan energi listrik, direkomendasikan untuk meningkatkan penggunaan teknologi bersih dengan mengutamakan kemampuan dalam negeri, pengurangan pemanfaatan energi fosil dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca, perlunya konsistensi kebijakan dalam pengembangan energi terbarukan, meningkatkan ketersediaan sumber daya manusia untuk mendukung pengelolaan listrik Pulau Jawa, mengurangi fluktuasi harga bahan bakar fosil serta meningkatkan harga jual energi terbarukan untuk pembangkit listrik dan peningkatan efisiensi penggunaan energi listrik. Kata kunci: multi dimensional scaling (MDS), indeks keberlanjutan, tenaga listrik, Pulau Jawa Analisis Keberlanjutan ................(Saleh Abdurrahman, dkk) 37 1. PENDAHULUAN Kebutuhan energi listrik Pulau Jawa dipengaruhi oleh perkembangan pertumbuhan kegiatan perekonomian serta pertambahan penduduk. Perkembangan ekonomi antar pulau menunjukkan dominasi Pulau Jawa sebagai penggerak PDB nasional. Pada tahun 2012, dari total 2.618,1 triliun PDB nasional (harga konstan 2000), Pulau Jawa menyumbang sekitar 57% (BPS, 2013). Hal ini menyebabkan konsumsi energi listrik Pulau Jawa merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan Pulau lainnya. Pada tahun 2011, penjualan tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) mencapai 157.992 GWh, sebagian besar diserap oleh Pulau Jawa yang mencapai 75% dari total penjualan nasional PT PLN (PLN, 2011). Untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat diperlukan pasokan bahan bakar pembangkit yang juga akan semakin besar. Pada saat ini, sebagian besar (di atas 90%) bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar fosil yaitu batubara, gas bumi dan minyak bumi. Kondisi ketergantungan terhadap energi fosil ini diperkirakan masih terjadi pada tahun 2021 sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN Persero (PLN, 2012). Pada tahun 2021, kebutuhan listrik PLN untuk wilayah Jawa- Madura-Bali diperkirakan mencapai 296,4 TWh atau rata-rata naik sekitar 7,9% per tahun dari produksi pada tahun 2012 yang mencapai 151,5 TWh dengan produksi sebagian besar berasal dari pembangkit berbahan bakar fosil (Tabel 1). Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik ini, Pulau Jawa harus terus mengembangkan Diterima: 24 April 2013; Revisi: 7 Mei 2013; Disetujui: 27 Mei 2013

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK DI …

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK DI …

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK DI PULAU JAWA

Analysis of Sustainability of Electricity Supply in Java Island

*) *) *)Saleh Abdurrahman , Bambang Pramudya , Surjono H. Sutjahjo , **)Armansyah H. Tambunan

*) Studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan, Pascasarjana IPB, Bogor**) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor

E_mail: [email protected]

Program

AbstractSustainability of electricity supply in Java island is analysed using Multi Dimensional Scaling (MDS) method. MDS is used as it can provide rapid and reliable statistical analysis on complex dimension and attributes of sustainability developed. The analysis is based on the score provided by experts on each attributes of six dimensions of sustainability.The dimensions analysed are socio-cultural, ecology, policy, institutional, economy and technology. The result of analysis shows that only socio-cultural dimension meet the sustainability index. To enhance the sustainability of electricity in Java, some measures are necessary including the use of cleaner technology, consistency on implementing regulation related to energy development, enhancing the availability of qualified human resources, improving the selling price of renewable energy and enhancing energy efficiency.

Key words: multi dimensional scaling (MDS), sustainability index, electricity, Java Island

AbstrakTingkat keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa dianalisis menggunakan metode MDS (multi dimensional scaling). Metode MDS dapat memberikan hasil yang cepat dan handal dalam analisis berbagai dimensi dan atribut keberlanjutan yang komplek. Penilaian keberlanjutan didasarkan atas pemberian skor oleh para pakar untuk masing-masing atribut dalam setiap dimensi penilaian keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa. Dimensi keberlanjutan yang dinilai terdiri dari dimensi sosial-budaya, ekologi, kebijakan, kelembagaan, ekonomi, dan teknologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari enam dimensi keberlanjutan, hanya dimensi sosial-budaya yang melewati batas nilai indeks keberlanjutan. Untuk meningkatkan keberlanjutan penyediaan energi listrik, direkomendasikan untuk meningkatkan penggunaan teknologi bersih dengan mengutamakan kemampuan dalam negeri, pengurangan pemanfaatan energi fosil dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca, perlunya konsistensi kebijakan dalam pengembangan energi terbarukan, meningkatkan ketersediaan sumber daya manusia untuk mendukung pengelolaan listrik Pulau Jawa, mengurangi fluktuasi harga bahan bakar fosil serta meningkatkan harga jual energi terbarukan untuk pembangkit listrik dan peningkatan efisiensi penggunaan energi listrik.

Kata kunci: multi dimensional scaling (MDS), indeks keberlanjutan, tenaga listrik, Pulau Jawa

Analisis Keberlanjutan ................(Saleh Abdurrahman, dkk) 37

1. PENDAHULUANKebutuhan energi listrik Pulau Jawa dipengaruhi oleh perkembangan pertumbuhan kegiatan perekonomian serta pertambahan penduduk. Perkembangan ekonomi antar pulau menunjukkan dominasi Pulau Jawa sebagai penggerak PDB nasional. Pada tahun 2012, dari total 2.618,1 triliun PDB nasional (harga konstan 2000), Pulau Jawa menyumbang sekitar 57% (BPS, 2013). Hal ini menyebabkan konsumsi energi listrik Pulau Jawa merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan Pulau lainnya. Pada tahun 2011, penjualan tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) mencapai 157.992 GWh, sebagian besar diserap oleh Pulau Jawa yang mencapai 75% dari total penjualan nasional PT PLN (PLN, 2011).

Untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus

meningkat diperlukan pasokan bahan bakar pembangkit yang juga akan semakin besar. Pada saat ini, sebagian besar (di atas 90%) bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar fosil yaitu batubara, gas bumi dan minyak bumi. Kondisi ketergantungan terhadap energi fosil ini diperkirakan masih terjadi pada tahun 2021 sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN Persero (PLN, 2012). Pada tahun 2021, kebutuhan listrik PLN untuk wilayah Jawa-Madura-Bali diperkirakan mencapai 296,4 TWh atau rata-rata naik sekitar 7,9% per tahun dari produksi pada tahun 2012 yang mencapai 151,5 TWh dengan produksi sebagian besar berasal dari pembangkit berbahan bakar fosil (Tabel 1).

Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik ini, Pulau Jawa harus terus mengembangkan

Diterima: 24 April 2013; Revisi: 7 Mei 2013; Disetujui: 27 Mei 2013

Page 2: ANALISIS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK DI …

38 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 9, No. 1, Juni 2013 Hlm. 37-44

penyediaan energi listrik melalui pembangunan berbagai pembangkit listrik maupun mengalirkan listrik dari luar Pulau Jawa. Pengembangan penyediaan energi listrik ini akan berimplikasi terhadap berbagai dimensi kehidupan di Pulau Jawa. Berbagai dimensi yang terpengaruh tersebut dapat menjadi indikator keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa.

Tabel 1. Proyeksi produksi listrik PT PLN (PLN, 2012)

Analisis MDS (Multi Dimensional Scaling) dilakukan untuk mengetahui tingkat keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa. Dimensi keberlanjutan yang dinilai terdiri dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, kebijakan dan kelembagaan. Dengan mengetahui indeks keberlanjutan penyediaan energi listrik Pulau Jawa dari berbagai dimensi yang dianalisis maka langkah-langkah perbaikan dapat dilakukan secaar lebih fokus dan terintegrasi.

2. BAHAN DAN METODEPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekspansi pembangunan industri energi listrik berbahan bakar energi fosil di Pulau Jawa sudah dilakukan secara berkelanjutan atau dapat menurunkan daya dukung lingkungan dan keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan Pulau Jawa dalam jangka panjang.

Tingkat keberlanjutan penyediaan energi listrik di pulau Jawa dilakukan dengan pendekatan preferensi pakar (knowledge base). Penilaian keberlanjutan didasarkan atas pemberian skor oleh para pakar untuk masing-masing atribut dalam setiap dimensi penilaian keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa. Rentang skor berkisar antara 0-3 yang menunjukkan kondisi baik atau buruk yang bergantung kondisi masing-masing atribut menurut analisis atau pemahaman pakar. Penentuan pakar dan penyerapan preferensi pakar dilakukan dengan pendekatan FGD (Focus Group Discussion).

Pada pelaksanaan FGD diperoleh data-data primer dan sekunder dari sumber yang terkait dengan obyek penelitian. Pengumpulan data

primer dilakukan pada pembangkit listrik di Pulau Jawa khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Banten. Dari hasil FGD kemudian disusun kuesioner dan dikirimkan kepada 10 orang pakar dari berbagai bidang/institusi dan keahlian yaitu dari unsur penyedia listrik (PLN), universitas, LSM, pengamat energi, lembaga penelitian energi dan asosiasi tenaga listrik.

Dimensi maupun atribut yang dipilih dise-suaikan dengan tujuan untuk mengetahui status keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa. Dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, kelembagaan dan kebijakan meru-pakan dimensi-dimensi yang disepakati memiliki pengaruh kuat dalam menentukan status keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa.

Analisis MDS yang digunakan dalam penelitian ini terintegrasi dalam paket perangkat lunak RapListrik (Rapid Appraisal Listrik) yang meng-adopsi teknik Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of British Columbia (Kavanagh, P.

dan Pitcher, T.J., 2004). Dalam modifikasi teknik RapListrik ini, dimensi dan atribut yang digunakan disesuaikan dengan dimensi dan atribut yang diperlukan dalam menganalisis keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa. Teknik analisis keberlanjutan dengan Rapfish telah banyak digunakan untuk analisis keberlanjutan di luar perikanan antara lain pengembangan kawasan pantai utara Jawa (Supono, S., 2009), pengembangan wilayah pesisir Makassar (Bohari,

R., 2010) dan pengembangan biofuel di DKI Jakarta (Poetriyono,D., 2012).

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa metode Rapfish dapat memberikan hasil yang cepat dan cost-effective melalui penilaian skor yang sederhana dan mudah dilakukan dalam menganalisis status keberlanjutan dari berbagai dimensi dan atribut yang komplek (Pitcher, T.J. dan

Preikshot, D., 2001). Hasil analisis dapat meng-gambarkan sensitivitas berbagai atribut keber-lanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa.

Dari analisis ini diperoleh status keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa pada setiap dimensi yang ditentukan. Hal ini diperlukan untuk menyusun kebijakan dalam memperbaiki tingkat keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa dari berbagai dimensi yang dianalisis. Selain itu, dapat dihasilkan skor keberlanjutan dari setiap dimensi yang dapat menunjukkan prioritas perbaikan kebijakan pada berbagai dimensi yang memiliki tingkat keberlanjutan yang masih rendah.

3. HASIL DAN PEMBAHASANAnalisis MDS dilakukan terhadap 6 (enam) dimensi keberlanjutan yang memiliki berbagai atribut keberlanjutan. Dimensi keberlanjutan yang dinilai terdiri dari dimensi sosial-budaya (12 atribut), dimensi ekologi (12 atribut), dimensi kebijakan (12 atribut), dimensi kelembagaan (9

2012 2021

HSD 7.655 650

MFO 1.864 0

Gas 33.537 31.901

LNG 5.636 30.442

Batubara 89.601 193.795

Air 5.273 9.162

Surya/Bayu/Hybrid 0 88

Panasbumi 7.953 30.371

Total 151.519 296.409

Pangsa energi fosil 91% 86%

Jenis EnergiProduksi (GWh)

Page 3: ANALISIS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK DI …

atribut), dimensi ekonomi (12 atribut), dan dimensi teknologi (7 atribut). Setiap atribut menjadi elemen yang mendukung keberlanjutan masing-masing dimensinya. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui atribut yang memberikan kontribusi paling tinggi terhadap nilai indeks keberlanjutan.

3.1. Dimensi Sosial BudayaHasil analisis sensitivitas pada dimensi sosial-budaya (Gambar 1) menunjukkan atribut efisiensi penggunaan energi listrik oleh masyarakat merupakan atribut yang paling sensitif yang ditunjukkan oleh nilai root mean square yang paling tinggi (2,02). Hal ini mengindikasikan bahwa efisiensi penggunaan energi listrik oleh mas-yarakat sangat mempengaruhi keberhasilan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa. Kondisi ini cukup relevan dengan kenyataan bahwa intensitas energi di Indonesia saat ini masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara lainnya termasuk dalam pemanfaatan energi listrik.

Intensitas energi terhadap GDP pada tahun 2010 adalah 0,55 toe/ribu 2005 USD, masih diatas Filipina 0,31 toe/ribu 2005 USD dan Jepang 0,11 toe/ribu 2005 USD (IEA, 2012). Kondisi ini tentu saja patut menjadi perhatian mengingat masih besarnya potensi penghematan energi listrik khususnya di sektor rumah tangga dan industri. Potensi penghematan pemakaian listrik di sektor rumah tangga mencapai sekitar 30% baik pada lampu, AC ataupun produk rumah tangga lainnya, sementara pada sektor komesial dan industri masing-masing sebesar 25% (Ayuni, M., 2012). Melalui perbaikan efisiensi penerangan di sektor rumah tangga, kebutuhan listrik di Jawa-Madura-Bali dapat ditekan hingga 5,2% dari skenario BaU (Wijaya, M.E. dan Limmeechokchai, B., 2010). Sementara di China, dengan berbagai program insentif dan pemberlakuan mandatory standar efisiensi mini-mum pada sektor rumah tangga dan komersial, pertumbuhan konsumsi energi termasuk listrik bisa ditekan dari sekitar 20,1% di awal tahun 2006 menjadi sekitar 14,5% di tahun 2007 (Zhou, N., et. al.,

2010). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 70/2009 tentang Konservasi Energi, maka pengguna energi (diatas 6000 toe/tahun) dan produsen peralatan hemat energi dalam negeri berhak atas insentif yang disediakan oleh

pemerintah maupun pemerintah daerah. Hal ini merupakan salah satu insentif yang perlu disosialisasikan secara terus menerus dan diimplementasikan secara konsisten untuk mencapai target penurunan elastisitas energi dibawah 1 pada tahun 2025 sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

3.2. Dimensi EkologiHasil analisis sensitivitas pada dimensi ekologi (Gambar 2) menunjukkan atribut kontribusi penyediaan listrik terhadap emisi gas rumah kaca saat ini merupakan atribut yang paling sensitif dengan nilai root mean square sebesar 1,70. Kondisi ini disebabkan oleh tingginya penggunaan energi fosil dalam bauran energi primer pembangkit listrik PLN.

Pada tahun 2000 emisi gas rumah kaca dari pembangkit listrik di Indonesia mencapai sekitar 60 juta ton dan meningkat menjadi sekitar 101 juta ton pada tahun 2010 (KESDM, 2012). Pada sistem Jawa-Madura-Bali, emisi CO pada tahun 2012 2

mencapai 113 juta ton dan diproyeksikan menjadi 214 juta ton pada tahun 2021 (PLN, 2012).

Kondisi ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah mengingat sesuai Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, emisi gas rumah kaca ditargetkan turun sebesar 26% dari kondisi Business as Usual (BaU) pada tahun 2020 dimana sektor energi ditargetkan menurunkan emisi sekitar 36 juta ton CO2

ekuivalen. Kondisi ini dapat dicapai antara lain melalui diversifikasi bauran energi primer yang berorientasi energi terbarukan serta penurunan elastisitas energi secara konsisten.

3.3. Dimensi KebijakanHasil analisis sensitivitas pada dimensi kebijakan (Gambar 3) menunjukkan atribut konsistensi pelaksanaan kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah serta korporat merupakan atribut yang paling sensitif (root mean square=1). Tumpang tindih peraturan baik di tingkat pusat maupun daerah, perubahan kebijakan, pem-bebasan lahan, perijinan yang komplek dan pemberian insentif energi terbarukan yang belum

Gambar 1. Hasil analisis sensitivitas atribut pada dimensi sosial budaya

Analisis Keberlanjutan ................(Saleh Abdurrahman, dkk) 39

Page 4: ANALISIS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK DI …

optimal menjadi kendala dalam menjamin pemenuhan pasokan listrik. Kondisi ini menye-babkan keterlambatan proyek pem-bangunan infrstruktur listrik dan turunnya daya tarik investasi untuk infrastruktur listrik di Indonesia. Untuk menjamin penyediaan energi listrik yang berke-lanjutan di Pulau Jawa berbagai regulasi terkait dengan pengembangan industri kelistrikan perlu melibatkan berbagai fihak baik pusat maupun daerah sehingga menjadi sinergis dan produktif.

3.4. Dimensi KelembagaanHasil analisis sensitivitas pada dimensi ke-lembagaan (Gambar 4) menunjukkan atribut ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang mendukung pengelolaan listrik Pulau Jawa merupakan atribut yang paling sensitif (root mean square=1,28). Hal ini terutama terkait dengan berbagai perkembangan teknologi pembangkitan listrik dari berbagai sumber baik fosil maupun terbarukan yang membutuhkan ketersediaan sumber daya manusia yang andal dan tersebar di berbagai wilayah di Pulau Jawa.

Dalam dimensi kelembagaan, beberapa hal lain yang perlu mendapat perhatian untuk ditingkatkan adalah dukungan atau bantuan keuangan maupun teknis kepada pengusaha lokal dalam membangun infrastruktur listrik terutama yang berbasis energi terbarukan dalam rangka meningkatkan partisipasi daerah dalam turut meningkatkan keberlanjutan penyediaan listrik yang berkelanjutan di Pulau Jawa.

3.5. Dimensi EkonomiHasil analisis sensitivitas pada dimensi ekonomi (Gambar 5) menunjukkan atribut pengaruh harga energi merupakan atribut yang paling sensitif (root mean square=2,65). Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh harga energi sangat mem-pengaruhi keberhasilan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa.

Pengembangan energi terbarukan dalam bauran energi pembangkit listrik di Indonesia termasuk di Pulau Jawa masih terkendala oleh harga jual listrik yang lebih tinggi dari energi fosil sehingga menyebabkan pemanfaatan pem-

bangkit listrik dari sumber energi terbarukan belum optimal. Kondisi ini perlu diperbaiki dengan penerapan feed in tariff (FIT) yang lebih kondusif sesuai dengan keekonomian pengembangan listrik dari sumber energi terbarukan.

Pada saat ini melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 tahun 2012 dan Nomor 22 tahun 2012, telah ditetapkan harga FIT yaitu panas bumi (US$ 10-18,5 sen/KWh) dan biomasa, biogas dan sampah kota hingga kapasitas 10 MW (Rp. 975-1.398/KWh). Diharapkan dengan keluarnya FIT ini dapat segera meningkatkan daya tarik swasta dalam pengembangan pembangkit listrik panas bumi dan biomasa. Mengingat potensinya yang besar maka harga FIT untuk tenaga surya dan tenaga angin perlu segera diterbitkan sehingga kegiatan industri ini bisa berkembang lebih cepat untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dalam bauran energi pembangkit listrik.

Pemerintah juga perlu memperkuat pendanaan energi terbarukan melalui alokasi antara 10-20% dari total APBN sebagaimana alokasi untuk anggaran pendidikan untuk membiayai pem-bangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan sehingga terdapat kepastian peningkatan pemanfaatan energi terbarukan di Pulau Jawa dalam rangka menjamin ketahanan dan kemandirian energi nasional. Alokasi ini perlu segera disiapkan untuk mengejar target bauran energi nasional sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menargetkan pangsa energi terbarukan sebesar 17% dalam bauran energi nasional pada tahun 2025.

3.6. Dimensi TeknologiHasil analisis sensitivitas pada dimensi teknologi (Gambar 6) menunjukkan atribut ketergantungan impor teknologi dalam penyediaan listrik (root mean square=4,45) merupakan atribut yang paling sensitif. Hal ini mengindikasikan bahwa ketergantungan impor teknologi dalam pen-yediaan listrik sangat mempengaruhi keber-hasilan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa. Kondisi ini sangat relevan teritama terkait dengan

Gambar 2. Hasil analisis sensitivitas atribut pada dimensi ekologi

40 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 9, No. 1, Juni 2013 Hlm. 35-41

Page 5: ANALISIS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK DI …

pengembangan energi terbarukan. Terbatasnya kemampuan industri dalam negeri

dalam mengembangkan teknologi pemanfaatan energi terbarukan seperti tenaga matahari, tenaga angin dan tenaga air laut menjadikan Indonesia masih mengimpor berbagai teknologi energi terbarukan. Apabila hal ini tidak segera diatasi maka Indonesia akan terus menjadi pasar bagi berbagai teknologi pemanfaatan energi terbarukan yang akan berkembang pesat pada tahun-tahun mendatang. Ketergantungan terhadap produk impor ini akan mengurangi nilai tambah industri energi terbarukan dalam negeri. Selain itu, penerapan teknologi bersih juga menjadi faktor yang sensitif dalam meningkatkan keberlanjutan

penyediaan energi listrik di Pulau Jawa termasuk antara lain teknologi batubara bersih ataupun teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage).

Dalam konteks ini perlu ada dorongan dan dukungan fiskal dan non fiskal dari Pemerintah untuk meningkatkan kemampuan industri energi dalam negeri sehingga mampu bersaing dalam kompetisi global yang makin ketat. Demikian pula perlu ada kewajiban untuk menggunakan teknologi bersih dalam penyediaan energi listrik. Hasil analisis ordinasi menunjukkan nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi penyediaan energi listrik di Pulau Jawa pada skala keberlanjutan 0 – 100. Skor dan nilai rata-rata berbagai dimensi

Gambar 3. Hasil analisis sensitivitas atribut pada dimensi kebijakan

Gambar 4. Hasil analisis sensitivitas atribut pada dimensi kelembagaan

Analisis Keberlanjutan ................(Saleh Abdurrahman, dkk) 41

kecuali dimensi sosial-budaya. Dimensi teknologi merupakan dimensi dengan indeks keberlanjutan paling rendah yang disebabkan oleh keter-gantungan yang masih tinggi terhadap impor teknologi dan belum diterapkannya teknologi bersih secara optimal dalam pembangkitan tenaga listrik.

keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa disajikan dalam Tabel 2.

3.7. PembahasanSecara keseluruhan nilai rata-rata keberlanjutan penyediaan listrik di Pulau Jawa belum memenuhi indeks keberlanjutan yang disyaratkan (50,00)

Page 6: ANALISIS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK DI …

Untuk melakukan penilaian terhadap kese-suaian atribut yang digunakan dalam analisis keberlanjutan pada setiap dimensi dilakukan perhitungan nilai stress dan koefisien determinasi

2(r ). Hasil perhitungan menunjukkan nilai stress pada setiap dimensi berada dibawah <0,25 atau

2 sudah cukup memadai sementara nilai r berada diatas 90% atau atribut yang dipilih mendekati kondisi yang ada (Kavanagh, P. dan Pitcher, T.J., 2004).

Analisis Monte Carlo dalam software Rapfish digunakan untuk menganalisis pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut antara lain akibat pemahaman yang berbeda terhadap atribut ataupun kesalahan memasukkan data. Hasil analisis Monte Carlo menunjukkan nilai indeks keberlanjutan, pada selang kepercayaan 95% tidak banyak berbeda dengan hasil analisis MDS sehingga hasil analisis status keberlanjutan dengan metode MDS ini memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Sebagai contoh untuk dimensi sosial-budaya, ekologi dan ekonomi nilai indeks MDS masing-masing 51,12; 45,46; 49,36 sementara nilai indeks Monte Carlo masing-masing 50,97;45,1; 49,31 yang berarti bahwa kesalahan dalam penentuan skor pada setiap atribut dan variasi dalam pemberian skor oleh para pakar relatif kecil.

Hasil analisis status keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa jugamenunjukkan kesesuaian dengan hasil analisis status keberlanjutan Pulau Jawa secara keseluruhan. Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia, Pulau Jawa saat ini juga menghadapi persoalan penurunan daya dukung lingkungan akibat perubahan tata guna lahan, eksploitasi hutan serta limbah berbagai kegiatan industri termasuk emisi dari pembangkit listrik.

Hasil perhitungan daya dukung lingkungan yang dilakukan dengan membandingkan kemampuan penyediaan dengan kebutuhan lahan dan air menunjukkan Pulau Jawa berada pada status daya dukung lingkungan overshoot atau terlampaui (KLH, 2009). Tentu saja kondisi ini perlu diantisipasi dan ditanggulangi secara komprehensif dengan sinergi berbagai sektor pembangunan.

Dalam konteks ini maka penyediaan energi listrik juga harus diarahkan untuk mendukung perbaikan daya dukung Pulau Jawa karena penyediaan listrik juga berkaitan dengan kebutuhan terhadap lahan dan air serta menghasilkan emisi dari pembakaran bahan bakar fosil. Dalam upaya meningkatkan indeks keberlanjutan setiap dimensi, diperlukan upaya

Gambar 5. Hasil analisis sensitivitas atribut pada dimensi ekonomi

Gambar 6. Hasil analisis sensitivitas atribut pada dimensi teknologi

42 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 9, No. 1, Juni 2013 Hlm. 35-41

Page 7: ANALISIS KEBERLANJUTAN PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK DI …

Analisis Keberlanjutan ................(Saleh Abdurrahman, dkk) 43

No Dimensi Skor

1 Sosial Budaya 51,12

2 Ekologi 45,46

3 Kebijakan 48,46

4 Kelembagaan 47,92

5 Ekonomi 49,36

6 Teknologi 35,93

46,38Rata2

memperbaiki kinerja berbagai atribut yang berpengaruh dalam setiap dimensi. Langkah perbaikan yang dinilai paling efektif adalah dengan memperbaiki atribut yang memiliki sensitivitas tertinggi dalam setiap dimensi. Hal ini diharapkan akan mendorong perbaikan kinerja atribut lainnya dalam setiap dimensi, yang pada gilirannya akan mendorong perbaikan keber-lanjutan seluruh dimensi. Perbaikan ini diha-rapkan dapat mendorong pemanfaatan energi listrik di Pulau Jawa menjadi berkelanjutan di masa mendatang.

Tabel 2. Skor keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa

4. KESIMPULANHasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai rata-rata keberlanjutan penyediaan energi listrik di Pulau Jawa (46,38) belum memenuhi indeks keberlanjutan yang disyaratkan (50,00). Langkah-langkah perbaikan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penyediaan listrik yang berkelanjutan di Pulau Jawa adalah: (1) peningkatan penguasaan teknologi di bidang ketenagalistrikan khususnya dalam mengembangkan pemanfaatan energi terbarukan; (2) peningkatan pemanfaatan energi terbarukan berskala besar; (3) perlunya konsistensi pelaksanaan kebijakan energi baik di tingkat pusat maupun daerah serta korporat; (4) meningkatkan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang mendukung pengelolaan listrik Pulau Jawa; (5) menerapkan skema feed in tariff secara menyeluruh untuk seluruh jenis energi terbarukan yang potensial untuk dikembangkan; dan (6) peningkatan konservasi dan efisiensi produksi dan penggunaan energi listrik oleh dunia usaha dan masyarakat; (7) membatasi secara bertahap investasi baru yang bersifat padat energi di Pulau Jawa dan mengalihkannya ke luar Pulau Jawa; dan (8) pengalokasian anggaran negara (APBN) untuk pengembangan energi terbarukan sekitar 10-20% setiap tahun untuk memastikan kesinambungan pengembangan energi terbaru-kan dalam rangka menjamin ketahanan energi nasional.

DAFTAR PUSTAKAAyuni, M, 2012. Kerangka Kebijakan dan Instrumen Regulasi

Konservasi dan Efisiensi Energi. http://www.iesr.or.id/wp-content/uploads/EBTKE.pdf. Diakses tanggal 5 April 2013.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Berita Resmi Statistik No. 14/02/Th.XVI,5 Februari 2013.

Bohari, Ridwan, 2010. Model Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu dan Berkelanjutan di Pantai Makassar, Sulawesi Selatan. [Disertasi] Sekolah Pascasarjana, IPB Bogor.

[IEA] International Energy Agency, 2012. Key World Energy Statistics. Paris.

Kavanagh, P and Pitcher, Tony J., 2004. Implementing Microsoft Excel Software for Rapfish: A Technique For The Rapid Appraisal of Fisheries Status. Fisheries Center Research Report 2004. Volume 12 Number 2. University of British Columbia.

[KESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012. Handbook of Energy Economic Statistics 2012. Jakarta.

[KLH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2008. Daya Dukung Lingkungan dalam Penataan Ruang. Jakarta.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 04 Tahun 2012 tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) Dari Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil Dan Menengah Atau Kelebihan Tenaga Listrik.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 22 Tahun 2012 tentang Penugasan Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Untuk Melakukan Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi.

Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.

Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Pitcher, Tony J. and David Preikshot, 2001. The Rapid Appraisal Technique to Evaluate the Sustainability Status of Fisheries. Fisheries Research, 49(3): 255-270.

Poetriyono, Djati, 2012. Model Pengelolaan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Biodiesel Kelapa Sawit di Jakarta dan Sekitarnya. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, IPB Bogor.

PT. PLN (Persero). 2012. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PLN 2012-2021. Jakarta.

PT. PLN (Persero), 2011. Statistik PLN 2011. Jakarta

Supono, Sapto, 2009. Model Kebijakan Pengembangan Kawasan Pantai Utara Jakarta secara Berkelanjutan. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, IPB Bogor.

Wijaya, M,E and B. Limmeechokchai, 2010. Demand Side Management Options in Household Sector through Lighting Efficiency Improvement for Java-Madura-Bali Islands in Indonesia. Journal of Sustainable Energy and Environment 1 (2010), 111-115.

Zhou, Nan, Levine, M.D., and Price, Lynn, 2010 Overview of Current Energy Efficiency Policies in China. Energy Policy. Volume 38:issue 11, November 2010.