75
ANALISIS KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NO 108 TAHUN 2017 TERHADAP PENGEMUDI ANGKUTAN SEWA KHUSUS (TAKSI ONLINE) DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Tesis ) Oleh TRIO GAMA PUTRA PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2019

ANALISIS KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI ...digilib.unila.ac.id/55468/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfANALISIS KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NO 108 TAHUN 2017 TERHADAP PENGEMUDI

  • Upload
    vanphuc

  • View
    228

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NO 108TAHUN 2017 TERHADAP PENGEMUDI ANGKUTAN SEWA KHUSUS

(TAKSI ONLINE) DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(Tesis )

Oleh

TRIO GAMA PUTRA

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHANFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG2019

ABSTRAK

ANALISIS KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NO 108TAHUN 2017 TERHADAP PENGEMUDI ANGKUTAN SEWA KHUSUS

(TAKSI ONLINE) DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

TRIO GAMA PUTRA

Fenomena munculnya transportasi online (Taksi online) di indonesia adalah suatuhal baru dimana disatu sisi mempermudah masyarakat dalam mendapatkantransportasi yang nyaman, dan terjangkau, di sisi lain belum ada kebijakan yangmengatur tentang hal tersebut. Pemerintah mengeluarkan kebijakan PeraturanMenteri Perhubungan No 108 Tahun 2017 untuk memberikan kepastian hukumterhadap angkutan sewa khusus (Taksi online), dimana isi kebijakan tersebutmewajibkan taksi online untuk melakukan pengujian berkala (KIR), PenempelanStiker sebagai tanda khusus angkutan dan memiliki SIM yang sesuai. Maka dariitu tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menganalisa alternatifkebijakan Peraturan Menteri Perhubungan No 108 Tahun 2017 terhadappengemudi taksi online serta untuk mengetahui dampak kebijakan tersebut denganmenggunakan metode penelitian deskriftif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitianbahwa tujuan arah kebijakan yang tercantum dalam aturan tersebut untuk menciptakaniklim persaingan yang sehat antara angkutan online dan angkutan konvensional.Diketahui bahwa pemberian informasi mengenai pelaksanaan Peraturan MenteriPerhubungan No 108 tahun 2017 masih minim hal itu terbukti pada jawabanpengemudi yang tidak tahu mengenai aturan tersebut. Tingkat kepatuhan kelompoksasaran masih rendah terbukti hanya 15 unit kendaraan saja yang melakukan uji KIRdari 2000 unit di persyaratkan. Ketegasan sanksi yang diberikan juga masih sangatlemah dan belum diterapkan secara maksimal sesuai dengan regulasi. Alternatif solusiyang didapat yaitu dengan merevisi ulang aturan mengenai adanya uji KIR digantidengan hanya berupa stiker atau tanda saja. dampak kebijakan terhadap tarif akandisesuaikan dengan batas tarif bawah dan tarif atas. Keselamatan dalam hal ini uji KIRdilakukan untuk tahap awal layak jalan nya sebuah kendaraan. Kenyamanan dalam halini pengguna lebih menyukai taksi online dibandingkan taksi konvensional.

Kata Kunci : Transportasi, Kebijakan, pengemudi taksi

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF THE REGULATION POLICY OF THE MINISTER OFCOMMUNICATION IN NUMBER 108 YEARS 2017 ON SPECIALTRANSPORT DRIVER (ONLINE TAXI) IN BANDAR LAMPUNG

By

TRIO GAMA PUTRA

The phenomenon of the emergence of online transportation (online taxi) inIndonesia was a new thing where it easier for people to get such a comfortable andaffordable transportation but on the other hand there was no policy that regulatesit. The government issued the regulation policy of Minister of Transportation innumber 108 years 2017 to provide a legal certainty for special transportation(online taxi), where the contents of the policy required online taxis to conduct aperiodic testing (KIR), attaching a stickers as a special sign of specialtransportation and having a suitable SIM. Based on those reason, the purpose ofthis study was to describe and analyze the alternative regulation policies of theMinister of Transportation in number 108 years 2017 against online taxi driversand to found out the impact of the policy using a qualitative descriptive researchmethod. The results of this study showed that the objectives of the policy directionslisted in the rules were to create a healthy competitive climate between conventionaltransportation and online transportation. It was known that providing informationtowards the implementation of the Regulation Minister of Transportation in number108 years 2017 was still in the minimum category, it showed from the evident in theanswers of drivers who do not know about the regulation. The level of compliance ofthe target group was still in low category, it showed that only 15 units of the vehiclesthat carried out the KIR test from 2000 units were required. The firmness of sanctionsprovided was also still very weak and had not been implemented maximally accordingto the regulations. The alternative solution was obtained by revising the rules towardsthe existence of the KIR test; it would be replaced only with the using stickers or signs.The impact of the policy on the tariffs would be adjusted to the limitation of lowertariff and the upper tariff. The safety in this case showed that KIR test was carried outfor the early stages of a vehicle. The customers’ comforts in this case were prefer to usethe online transportation than the conventional transportation.

Kata Kunci : Transportation, regulation, taxis’ driver

ANALISIS KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NO 108TAHUN 2017 TERHADAP PENGEMUDI ANGKUTAN SEWA KHUSUS (TAKSI

ONLINE) DI KOTA BANDAR LAMPUNG

OlehTRIO GAMA PUTRA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarMAGISTER ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Program Pascasarjana Magister Ilmu PemerintahanFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHANFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG

2019

RIWAYAT HIDUP

Trio gama putra, dilahirkan di Kotabumi, 24-05-1993, merupakan anak

dari pasangan Bapak Edy Putra dan Ibu Rohaini. Penulis merupakan

anak ketiga dari empat bersaudara.

Menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2005 SDN 2 Rejosari Kotabumi.

Lulus Sekolah Menengah Pertama di SMPN 10 Kotabumi pada tahun 2008. Sekolah

Menengah Atas di SMAN 14 Bandar lampung lulus pada tahun 2011. Melanjutkan ke

jenjang Perguruan Tinggi SI di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu

Pemerintahan lulus pada tahun 2015. Selanjutnya pada tahun 2016 penulis tercatat sebagai

mahasiswa S2 di Perguruan Tinggi Universitas Lampung Program Pasca Sarjana

Magister Ilmu Pemerintahan hingga sekarang.

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati KupersembahkanKarya Kecilku ini sebagai tanda baktiku

Kepada :

Kedua orang tua ku tercinta yang telah senantiasa tulus mendoakankeberhasilan ku, terima kasih banyak atas semua pengorbanan yang telah

papah dan mamah berikan baik moril dan materil yang kalian berikan dari riokecil sampai sekarang ini.

Untuk Kakak-adikku tersayang. Ajo, junjungan, Atu, tuan, ilham terimakasih atas do’a serta semangat yang telah diberikan selama menyelesaikan

karya ini

danAlmamater Tercinta, Universitas Lampung

MOTTO

“HARGA KEBAIKAN MANUSIA ADALAH DIUKUR MENURUT APA YANG TELAH

DILAKSANAKAN/DIPERBUATNYA”

(ALI BIN ABU THALIB)

JANGAN MENYERAH SEBELUM MENCOBANYA, DAN JANGAN PULANG

SEPERTI KAU DATANG

SANWACANA

Alhamdulillah puji syukur kepada ALLAH SWT karena atas limpahan rahmat dan

karuni-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul “Analisis Kebijakan

Peraturan Menteri Perhubungan No 108 Tahun 2017 Terhadap Pengemudi Angkutan

Sewa Khusus (Taksi Online) Di Kota Bandar Lampung” ini tepat pada waktunya.

Dalam menyelesaikan Tesis ini penulis memperoleh banyak bantuan baik dari segi

moril, materil serta dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga Tesis ini

dapat terselesaikan dengan lancar dan baik. Untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin. M.P. selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak Prof. Drs. Mustofa, M.A. Ph.D. selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Lampung;

3. Bapak Dr. Syarief Makhya selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung;

4. Bapak Drs. Hertanto, M.Si., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Pemerintahan Universitas Lampung

5. Bapak Dr. Pitojo Budiono, M.Si sebagai dosen pembimbing Utama, yang telah

banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, masukan serta arahan

dalam menyelesaikan Tesis ini;

6. Ibu Intan Fitria Meutia, Ph.D. selaku pembimbing pembantu, yang telah banyak

memberi bimbingan dan masukan-masukan yang berguna dalam proses

penyusunan Tesis ini;

7. Bapak Dr. Bambang Utoyo, M.Si selaku tim pembahas tesis ini yang sudah banyak

memberikan kritik, saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tesis ini.

8. Seluruh dosen-dosen khususnya dosen Program Studi Magister Ilmu

Pemerintahan Universitas Lampung yang telah banyak memberi ilmu

pengetahuan kepada penulis.

9. Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung yang telah memberikan izin

penelitian, beserta segenap jajarannya yang telah banyak membantu memberikan

data selama pelaksanaan penelitian.

10. Kedua Orang Tua-ku, yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dan doa

yang tidak pernah terbayarkan dengan apapun terimakasih papah,mamah. Serta

kakak-adikku tersayang Ajo, Junjungan, Tuan, Atu, Ilham terima kasih atas doa

dan bantuannya.

11. Teman-teman seperjuangan Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan

Universitas Lampung angkatan 2016, canda tawa dan keceriaan yang lahir dari

kebersamaan kita selama menempuh kuliah semoga menjadi tali ikatan

persaudaraan sampai kapanpun.

12. Untuk Mulia, Ubi, Defi, Yuyun, Winda, Delsen, Cita, Faira, Mba Widya bapak-

bapak dan emak-emak konsentrasi TKP yang turut berkontribusi terimakasih atas

bantuannya.

13. Untuk Diana Novratilova terimakasih selalu menyemangati dalam pembuatan tesis

ini.

14. Dan terakhir terimakasih kepada setiap orang yang selama ini telah berjasa

membantu penulis dan tak mungkin dapat disebutkan satu-persatu karena tak akan

pernah cukup ruang didalam karya sederhana ini untuk mengucapkan rasa

terimakasih dan penghargaan penulis. Akhir kata semoga Allah SWT membalas

amal kebaikan kalian, serta melimpahkan rahmat-nya kepada kita semua. Dan

penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi setiap pembacanya serta berguna

bagi khazanah ilmu pengetahuan kita bersama. Aamiin ya robbal alamin.

Bandar Lampung, Januari 2019

TRIO GAMA PUTRA

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. i

DAFTAR TABEL ..................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian..................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik ........................................... 10

1. Kebijakan Publik .................................................................. 10

1.2. Proses Kebijakan Publik ................................................. 15

1.3. Jenis-jenis Kebijakan Publik ........................................... 20

1.4 Kriteria Kebijakan Publik ............................................... 22

1.5 Perumusan Kebijakan ..................................................... 25

2. Analisis Kebijakan Publik ..................................................... 28

B. Tinjauan Tentang Angkutan Online ........................................... 33

1. Jasa ........................................................................................ 33

2. Pengertian dan Sejarah Jasa Transpotasi Berbasis

Aplikasi Online di Indonesia .............................................. 34

3. Mekanisme Menjalankan Jasa Transportasi Berbasis Online 36

4. Pengertian Pelaksanaan Pengujian Berkala .......................... 38

4.1 Tata cara Pengujian Kendaraan Bermotor ....................... 41

C. Kerangka Pikir ............................................................................ 45

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian............................................................................ 46

B. Fokus Penelitian ......................................................................... 47

C. Lokasi Penelitian ........................................................................ 47

D. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 48

E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 49

F. Teknik Pengolahan Data ............................................................ 50

G. Teknik Analisis Data .................................................................. 52

H. Teknik Keabsahan Data ............................................................. 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum ....................................................................... 54

1. Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung ........................... 54

2. Sejarah dan Gambaran Umum Grab Car ................................ 62

B. Hasil Penelitian ........................................................................... 63

1. Kebijakan Peraturan Menteri Perhubungan No 108 Tahun

2017 Terhadap Pengemudi Angkutan Sewa Khusus (Taksi

Online) di Kota Bandar Lampung ........................................ 64

2. Dampak kebijakan Peraturan Menteri Perhubungan No 108

Tahun 2017 Terhadap, khususnya Pengemudi angkutan

sewa khusus umumnya Taksi Konvensional ......................... 96

C. Pembahasan ............................................................................... 101

1. Kebijakan Peraturan Menteri Perhubungan No 108 Tahun

2017 Terhadap Pengemudi taksi online di Kota Bandar

Lampung ................................................................................ 101

2. Dampak kebijakan Peraturan Menteri Perhubungan No 108

Tahun 2017 Terhadap, khususnya Pengemudi angkutan

sewa khusus umumnya Taksi Konvensional ......................... 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................................ 129

B. Saran ...................................................................................... 130

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

i

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Implementasi Kebijakan Publik ...................................................... 19

Gambar 2. Skema kerangka pikir ..................................................................... 45

Gambar 3. Logo Grab ....................................................................................... 62

Gambar 4. Hasi Tanya Jawab di Group Facebook ........................................... 118

ii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Sumber Informasi .............................................................................. 50

Tabel 1.2. Data kendaraan Bermotor yang terlibat kecelakaan .......................... 120

Tabel 1.3. Data Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Faktor

Kendaraan .......................................................................................... 120

Tabel 1.4 Matrik Analisis Kebijakan Peraturan Menteri Perhubungan No 108

Tahun 2017 Terhadapa Pengemudi Angkutan Sewa Khusus (taksi

onlin) di Kota Bandar Lampung ........................................................ 121

Tabel 1.5 Besarnya santunan kecelakaan lalu lintas ........................................... 125

Tabel 1.6 Kriteria rekomendasi kebijakan .......................................................... 126

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting

dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Menyadari pentingnya peranan transportasi,

maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem transportasi

nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan ketersediaan jasa transportasi yang

sesuai dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib,

nyaman, cepat, lancar dan berbiaya murah. Manusia sebagai mahluk sosial

mempunyai banyak kebutuhan yang harus dipenuh untuk kesejahteraan hidupnya.

Kebutuhan tersebut dimungkinkan tidak dapat terpenuhi dalam satu lokasi. Oleh

karena itu manusia memerlukan transportasi untuk melakukan perpindahan orang

dan/atau barang dari satu tempat ketempat yang lain dengan menggunakan kendaraan.

Ditinjau dari karakteristik jenis penggunaan, moda transportasi orang dapat

dibedakan menjadi kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Kendaraan pribadi

adalah kendaraan yang dioperasionalkan hanya untuk orang yang memiliki kendaraan

tersebut. Kendaraan umum adalah kendaraan yang disediakan untuk dipergunakan

oleh umum dengan memungut biaya. Kendaraan umum dapat dikategorikan menjadi

kendaraan yang disewakan dan kendaraan umum biasa. Kemajuan yang sangat pesat

di bidang teknologi informasi memberikan pengaruh yang besar terhadap berbagai

aspek kehidupan manusia. Pengaruh yang paling nyata terlihat pada perubahan

2

mendasar terhadap cara orang melakukan transaksi, terutama dalam dunia bisnis.

Salah satu hasil kemajuan teknologi informasi yang berkontribusi besar terhadap

perubahan ini adalah internet. Internet adalah suatu jaringan yang dipasangkan dengan

alat komunikasi sehingga kita bisa berinteraksi dimanapun dan kapanpun. Dengan

adanya internet, cara perusahaan melakukan transaksi berubah, dari cara lama yang

prosesnya mengorbankan waktu dan biaya yang besar menjadi proses yang lebih

cepat dan lebih mudah. Salah satu transaksi yang menggunakan internet pada saat ini

adalah sarana transportasi.

Di awal tahun 2015 lalu kita dihebohkan dengan hadirnya ojek online, dimana

pemesanannya dengan memanfaatkan teknologi yaitu dapat dilakukan melalui

aplikasi yang tersedia di App Playstore. Pada awalnya kehadiran ojek online ini

mendapat tanggapan yang biasa saja dari masyarakat. Namun seiring berjalannya

waktu serta dengan hadirnya berbagai promo unik dari pihak ojek online, kini ojek

online pun mulai mendapatkan hati masyarakat dan menjadi salah satu alternatif

transportasi cukup populer bagi masyarakat ibukota. Dengan semakin meningkatnya

permintaan pelanggan terhadap ojek online ini, membuat penyedia jasa membuka

lapangan kerja sebanyak 2000 pengendara, dan penerimaan driver ini semakin

meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini tentu membuka peluang bagi para

pengangguran untuk bekerja. Langkah perekrutan secara besar ini juga dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan lain yang juga bergerak di sektor transportasi online. Sebuah

langkah positif bagi bangsa ini untuk mengurangi jumlah pengangguran dan

kemiskinan.

Berawal dari banyaknya jasa transportasi yang bermunculan mengakibatkan semakin

kuat pula persaingan yang dihadapi oleh para pengemudi ojek, taksi konvensional.

3

Hampir disetiap sudut jalan besar dan area kampus banyak ditemui para pengemudi

ini. Apabila dicermati ada banyak hal yang harus dibenahi dalam layanan mereka

yang ada saat ini khususnya masalah keselamatan, kesopanan dan kewajaran harga

layanan. Masalah harga yang paling sering menjadi ganjalan penumpang. Pengemudi

taksi memasang tarif memang menggunakan argometer tetapi tarif tersebut dikota

besar sangatlah merugikan ketika macet terjadi penghitungan tetap berlanjut.

Ada banyak Transportasi online yang sedang meningkat pesat yaitu Gojek, Grab, dua

nama tersebut merupakan perusahaan transportasi berbasis aplikasi. Dalam penelitian

ini penulis memilih Grab, dikarenakan perusaahan Grab sudah sangat akrab didengar

dan merupakan perusahaan transportasi online yang sudah sukses dibidangnya. Grab

didirikan oleh Anthony Than dan Hoi Ling Tan, pada tahun 2012. Perusahaan

yang berasal dari Singapura tersebut, saat ini sudah menyebar di Asia Tenggara, yaitu

Singapura, Malaysia, Indonesia, Thailand, Filipina dan Vietnam. Indonesia salah satu

negara yang dijadikan pasar bagi Grab Tahun 2017 Komisaris Utama di Grab

Indonesia adalah Badrodin Haiti, yang mana kantor Grab Indonesia bertempat di

Jakarta. Grab sendiri telah hadir di Indonesia pada bulan Juni 2012 sebagai

aplikasi pemesanan taksi dan sejak itu telah memberikan beragam pilihan

transportasi seperti mobil dan ojek.

Keberadaan Grab sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan (demand) masyarakat

akan angkutan dengan operasional pelayanan seperti ojek ternyata belum memiliki

payung hukum, oleh karena itu banyak pihak dalam kaitannya dengan transaksi

dan keberadaan Grab ini belum mendapat perlindungan hukum. Grab sendiri

belum secara eksplisit diatur dalam peraturan perundang-undangan, pijakan hukum

terhadap permasalahan yang timbul dilakukan melalui kontruksi hukum. Grab

belum masuk dalam salah satu jenis moda angkutan umum yang diakui

4

keberadaannya dalam klausul Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu

Lintas Angkutan Jalan.

Adapun persoalan hukum yang timbul terkait kehadiran Grab, diantaranya

mengenai keabsahan atau legalitas perihal hubungan hukum yang terjadi antara

driver Grab (pengangkut) dengan penumpang Grab terkait dalam hal transaksi

pemesanan jasa transportasi ojek berbasis aplikasi atau online, yang dapat dikaji

dengan menggunakan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik;

Mengenai kegiatan pengangkutan orang dengan menggunakan sepeda motor sebagai

sarana transportasi angkutan umum, yang dapat dikaji dengan menggunakan

ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan

dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan;

Mengenai status hubungan hukum antara driver Grab dengan PT. Solusi transportasi

Indonesia selaku pelaku usaha yang menjalin kemitraan, yang dapat dikaji dengan

menggunakan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro; Mengenai tanggung

jawab perusahaan terhadap konsumen, yang dapat dikaji dengan menggunakan

ketentuan Undang- Undang No. 08 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

dan Undang- Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas; Mengenai

management atas kemungkinan risiko yang terjadi, yang dapat dikaji dengan

menggunakan ketentuan Undang-Undang No. 47 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.

Menanggapi munculnya Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108

Tahun 2017 Tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor

5

umum tidak dalam trayek. Menurut para sopir taksi online setidaknya ada tiga poin

dalam aturan itu yang dinilai memberatkan, yaitu :

1. Dalam pasal pasal 27 poin d, kendaraan harus dilengkapi dengan tanda khusus berupa

stiker yang ditempatkan di kaca depan kanan atas dan belakang dengan memuat

informasi wilayah operasi, tahun penerbitan kartu pengawasan, nama badan hukum,

dan latar belakang logo Perhubungan;

2. Dalam pasal 42 poin c, surat izin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan

bermotor umum tidak dalam trayek meliputi surat keputusan izin didalamnya memuat

nomor uji berkala kendaraan bermotor serta kartu pengawasan yang didalamnya

memuat nomor uji kendaraan bermotor.

3. Dalam pasal 44 poin d, mempekerjakan pengemudi yang telah memiliki surat izin

mengemudi (SIM) Umum sesuai dengan golongannya.

Pemerintah menetapkan Permenhub 108/2017 untuk memberikan kesetaraan antara

taksi online dan konvensional. Dengan adanya pembatasan kuota diharap kedua jenis

angkutan itu dapat sama-sama bertahan dan tidak saling “mematikan”. Keberhasilan

suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian

tujuan hasil akhir (output), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin

diraih.Hal ini tak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan Grindle dalam Agustino

(2008: 139) bahwa pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari

prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan

yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects

dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.

Pelanggan dapat menentukan tempat penjemputan dan tempat pengantaran, kemudian

tampil tarif yang perlu dibayar untuk layanan ini. Tarif yang ditetapkan juga tidak

6

terlalu berbeda dengan tarif taksi pada umumnya. Dengan ditampilkannya tarif

langsung saat memesan, maka pelanggan akan lebih mudah dan tahu berapa biaya

yang harus disiapkan. Keberadaan angkutan online pun tumbuh pesat di Bandar

Lampung. Berdasar pada data Asosiasi Driver Online, jumlah pengemudi angkutan

online berbasis aplikasi Go-Car di Kota Tapis Berseri saat ini mencapai 3.500, Grab

2.000 unit, dan Uber 2.500 unit. (http://www.lampost.co/berita-angkutan-daring-taat-

aturan diakses tanggal 24-01-2018)

Salah satu sopir taksi online di Bandar Lampung, Fauzi (36), mengatakan aturan ini

seharusnya dibuat demi kepentingan dan kenyamanan semua pihak. "Saya berharap

pemerintah tidak semena-mena dan serta-merta langsung menerapkan peraturan

tersebut tanpa memikirkan dampaknya," kata dia. Menurut dia, pemerintah jangan

alergi perkembangan zaman, harusnya pemerintah mengapresiasi keberadaan taksi

online. "Jutaan penganguran terselamatkan. Ketika dibunuh begini penghasilan kami,

artinya pemerintah tidak mendukung masyarakat kalangan bawah. Untuk bangkit di

tengah impitan ekonomi yang makin hari makin berat. Pemerintah harus paham itu,"

katanya. Ia menilai keberadaan taksi online justru lebih manusiawi daripada

pemerintah. Karena selama Fauzi menganggur, pemerintah tidak peduli namun kini

setelah adanya taksi online yang memberinya harapan, pemerintah justru

mempersulitnya. "Kalau tidak ada taksi online, anak bini saya makan apa, itu harus

dipertimbangkan dong jangan sewenang-wenang. Seluruh harga kebutuhan pokok

terus naik, ketika kami punya angin segar dengan taksi online tiba-tiba dibuat seperti

ini," kata pria beranak dua ini. Ia berharap pemerintah tidak terburu-buru

memberlakukan aturan tersebut. Sehingga para sopir bisa mempersiapkan segala

sesuatu termasuk biaya untuk mengurus segala persyaratan dalam aturan itu. "Paling

tidak beri kami waktu satu tahun untuk mempelajari peraturan, dan mempersiapkan

7

pendanaan. Contohnya kir dan SIM itu kan harus bayar," katanya. (

http://www.lampost.co/berita-jangan-tutup-periuk-kami diakses tanggal 25-01-2018 )

Ketua paguyuban angkutan online, Agung L Aji menilai, terdapat beberapa point

didalam Permenhub tersebut yang dinilai meresahkan angkutan online. “Ada banyak

mas, pasal didalam Permenhub itu yang kami (Driver angkutan online) menilai tidak

berpihak ke kami,” tegas dia, saat dijumpai, Kamis (8/2). Dia menjelaskan terdapat

tiga point Permenhub yang dinilai meresahkan driver angkutan online seperti setiap

angkutan online terlebih dahulu mengikuti Uji Kelayakan Kendaraan (KIR).

“Sebelum kami resmi menjadi anggota driver angkutan online, terlebih dahulu

kendaraan kami harus diikut restakan kedalam KIR,” tentunya, jika kendaraan

tersebut telah mengikuti KIR, maka harga kendaraan akan jatuh. Dengan alasan, jika

telah di KIR, maka status mobil pribadi menjadi angkutan umum. “Ini kalau mobil

saya, saya jual maka harga mobil saya akan jatuh mas, bagaimana tidak, sebab mobil

kami ini statusnya bukan pribadi lagi, tapi sudah menjadi angkutan umum,” tuturnya.

Selain KIR, keharusan driver angkutan online untuk membuat SIM A Umum pun

dinilai telah meresahkan. (https://www.kupastuntas.co/2018/02/08/ratusan-sopir-

online-unjuk-rasa-di-kantor-gubernur-lampung diakses tanggal 25-01-2018 )

Grab telah dipercaya beragam pelanggan dalam membantu aktifitas. Transportasi

online ini dianggap sangat pas untuk saat ini, dalam hal kenyamanan sudah pasti jauh

berbeda dengan transportasi konvensional. Taksi online banyak diminati masyarakat

,baik dari kenyamanan atau pun harga sangatlah terjangkau. Grab sedang

meningkatkan pelayanan dengan cara memberikan promosi harga yang terjangkau.

Untuk mengatur hal tersebut pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri No 108

tahun 2017 peraturan ini dibuat untuk mengatasi dan memberikan keamanan bagi

8

masyarakat yang menggunkan transportasi online. Maka dari itu penulis tertarik

melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kebijakan Peraturan Menteri

Perhubungan No 108 Tahun 2017 Terhadap Pengemudi Taksi Daring (Online) Di

Kota Bandar Lampung”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Alternatf kebijakan peraturan menteri perhubungan no 108 tahun 2017

terhadap pengemudi Angkutan Sewa Khusus (online) di kota bandar lampung.?

2. Dampak kebijakan Peraturan Menteri Perhubungan No 108 Tahun 2017 Terhadap,

Khususnya Pengemudi Angkutan Sewa Khusus (online) Umumnya Taksi

Konvensional di Kota Bandar lampung.?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan dan menganalisa Alternatif kebijakan Peraturan Menteri

Perhubungan No 108 Tahun 2017 terhadap Pengemudi taksi daring (Online) di

Kota Bandar lampung.

2. Untuk mengetahui dampak kebijakan Permenhub No 108 Tahun 2017 terhadap,

Khususnya Pengemudi taksi daring (online) Umumnya Taksi Konvensional di

Kota Bandar Lampung.

D. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam

memperkaya khazanah kajian ilmu-ilmu sosial pada umumnya dan pengembangan

disiplin ilmu pemerintahan pada khususnya.

9

2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pemerintah Kota

Bandar Lampung Khususnya Dinas Perhubungan dalam Analisis Kebijakan Peraturan

Menteri Perhubungan No 108 Tahun 2017 di Kota Bandar lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik

1. Kebijakan Publik

Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument pemerintahan, bukan saja dalam

arti Government yang hanya menyangkut aparatur Negara, melainkan pula

governance yang menyentuh pengelolahan sumberdaya publik. Kebijakan pada

intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang

secara langsung mengatur pengelolahan dan pendistribusian sumberdaya alam,

finansial dan manusia demi kepentingan publik. Banyak sekali definisi

mengenai kebijakn publik. Sebagian besar ahli memberi pengertian kebijakan

publik dalam kaitannya dengan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk

melakukan suatu tindakan yang dianggap akan membawa dampak baik baik

kehidupan warganya. Seperti kata Thomas R. Dye (1992), “public policy is

whatever governments choose to do or not to do”(kebijakan publik adalah

apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu).

Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang

tidak dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah

ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik.

Sementara itu James Anderson (1970) “Public policy are those policies

devoleped by governmental bodies and officials” (Kebijakan Publik adalah

kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah). Sedangkan

11

menurut Chiff J.O Udaji, seorang pakar dari Nigeria (1981), telah

mendefinisikan kebijakan publik sebagai “An sanctioned course of action

addressed to particular problem or group of related problems that affect society

at large” (Suatu tindakan bersangsi yang mengarah pada suatu masalah atau

sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan mempengaruhi sebagian

besar masyarakat).

Sedangkan menurut David Easton, “Public policy is the authoritative allocation

of values for the whole society” (kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-

nilai secara sah kepada seluruh anggota masyarakat). William N. Dunn

mengatakan bahwa kebijakan publik (public policy) adalah pola ketergantungan

yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk

keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor

pemerintah.

Implikasi dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas adalah:

a. Bahwa kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan

tindakan yang berorientasi pada tujuan.

b. Bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-

pejabat pemerintah.

c. Bahwa kebijakan itu adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah.

d. Bahwa kebijakan publik itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa

bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat

negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan

sesuatu.

12

e. Bahwa kebijakan pemerintah selalu dilandaskan pada peraturan perundang-

undangan yang bersifat memaksa (otoritatif).

Pada hakikatnya kebijakan publik di buat oleh pemerintah berupa tindakan-

tindakan pemerintah. Kebijakan publik, baik untuk melakukan maupun tidak

melakukan sesuatu mempunyai tujuan tertentu. Kebijakan publik ditujukan

untuk kepentingan masyarakat. Pendapat Anderson dalam Wahab (2012:8)

menyatakan bahwa kebijakan itu adalah langkah tindakan yang secara

sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan

adanya masalah atau persoalan yang dihadapi.

Konsep kebijakan dari Carl Freidrich dalam Wahab (2012: 9) bahwa kebijakan

adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh

seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu seraya

mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan sasaran yang diinginkan.

Pendapat yang dikemukakan oleh Friederich di atas akan semakin jelas

dipertegas lagi dengan pendapat Knoephel dan kawan-kawan dalam Wahab

(2012: 10) dengan mengartikan

”Kebijakan sebagai serangkaian keputusan dan tindakan-

tindakan sebagai akibat dari interaksi terstruktur dan berulang di

antara berbagai aktor, baik publik/pemerintah maupun

privat/swasta yang terlibat berbagai cara dalam merespon,

mengidentifikasikan, dan memecahkan suatu masalah yang

secara politis didefinisikan sebagai masalah publik”.

Berdasarkan definisi di atas, kebijakan mengandung suatu unsur tindakan-

tindakan untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh

seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai

hambatan-hambatan pada pelaksanaannya tetapi harus mencari peluang -

13

peluang untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Dari beberapa pengertian

tentang kebijakan yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya studi tentang policy

(kebijakan) menyangkut tentang masalah yang dihadapi lembaga-lembaga yang

mengambil keputusan yang menyangkut isi, cara atau prosedur yang

ditentukan, strategi, waktu keputusan itu diambil dan dilaksanakan.

Sedangkan pemahaman mengenai kebijakan publik sendiri masih terjadi adanya

silang pendapat dari para ahli. Namun dari beberapa pendapat mengenai

kebijakan publik terdapat beberapa persamaan, diantaranya yang disampaikan

oleh Dye dalam Subarsono (2012:2) yang mendefinisikan kebijakan publik

sebagai “is what ever government chose to do or not to do” (apapun yang

dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan). Apabila

pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka harus ada tujuannya

(obyektifnya) dan kebijakan negara itu harus meliputi semua “tindakan”

pemerintah, jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan

pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Disamping itu, “sesuatu yang tidak

dilaksanakan” oleh pemerintah pun termasuk kebijakan negara. Hal ini

disebabkan karena “ sesuatu yang tidak dilakukan” oleh pemerintah akan

mempunyai pengaruh (dampak) yang sama besarnya dengan sesuatu yang

dilakukan oleh pemerintah.

Jenskins dalam Wahab (2012:15) merumuskan definisi mengenai kebijakan

publik yaitu

”A set of interrelated decisions taken by a political actor or group of

actors concerning the selection of goals and the means of achieving

them within a specified situation where these decisions should, in

principle, be within the power of these actors to achieve”

14

(serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh

seorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan

tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam

situasi keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam

batas- batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut).

Dalam hubungan ini dapat dinyatakan bahwa kebijakan publik adalah

serentetan instruksi/perintah dari para pembuat kebijakan yang menjelaskan

tujuan-tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Pandangan

mengenai kebijakan publik tersebut, dapat dikatakan bahwa kebijakan

merupakan serangkaian tindakan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan atau

tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang memiliki tujuan dan berorientasi pada

tujuan yang telah ditentukan untuk kepentingan seluruh rakyat.

Wahab (2012:20-22), mengemukakan bahwa ciri-ciri kebijakan publik

adalah:

1. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang sengaja dilakukan

dan mengarah pada tujuan tertentu, daripada sekedar sebagai bentuk

perilaku atau tindakan menyimpang yang serba acak, asal-asalan, dan

serba kebetulan. Kebijakan-kebijakan publik, semisal kebijakan

pembangunan atau kebijakan sosial dalam sistem politik modern,

bukan merupakan tindakan yang serba kebetulan, melainkan

tindakan yang direncanakan.

2. Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang

saling terkait dan berpola, mengarah pada tujuan tertentu yang

dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah, dan bukan keputusan-

keputusan yang berdiri sendiri.

3. Kebijakan itu ialah apa yang nyatanya dilakukan pemerintah

dalam bidang-bidang tertentu.

4. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin pula

negatif. Dalam bentuknya yang positif, kebijakan publik mungkin

akan mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang

dimaksudkan untuk mempengaruhi penyelesaian atas masalah

tertentu. Sementara dalam bentuk negatif, ia kemungkinan

meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak

bertindak, atau tidak melakukan tindakan apa pun dalam masalah-

15

masalah di mana campur tangan pemerintah itu sebenarnya sangat

diperlukan.

Oleh karenanya dalam terminologi ini, kebijakan publik yang dilakukan oleh

pemerintah untuk mengatasi persoalan-persoalan riil yang muncul ditengah-

tengah masyarakat untuk dicarikan jalan keluar baik melalui peraturan

perundang-undangan, peraturan pemerintah, keputusan pejabat birokrasi dan

keputusan lainnya termasuk peraturan daerah, keputusan pejabat politik dan

sebagainya. Dari berbagai pendapat para pakar tersebut, peneliti

menyimpulkan bahwa kebijakan publik adalah suatu pilihan tindakan

pemerintah, biasanya bersifat mengatur, baik dilakukan sendiri oleh

pemerintah atau melibatkan masyarakat, yang dilakukan dalam rangka

merespon permasalahan yang dihadapi masyarakat untuk mencapai

tujuan tertentu.

1.2 Proses Kebijakan Publik

Dunn dalam Subarsono (2012:8) mengungkapkan bahwa proses kebijakan

publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses

kegiatan yang bersifat politis. Dunn (2000:25-29) menyatakan prosedur analisis

kebijakan dengan tipe-tipe pembuatan kebijakan aktivitas politis tersebut

nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda,

formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian

kebijakan. Sedangkan aktivitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi

kebjakan, monitoring dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih

bersifat intelektual.

16

a. Tahap pertama, Penyusunan Agenda

Yaitu perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan

dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari

definisi masalah dan memasuki proses pembuatan kebijakan melalui

penyusunan agenda. Perumusan masalah dapat membantu menemukan

asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya,

memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan pandangan-

pandangan yang bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan

yang baru.

Wahab (2007: 40) menyatakan bahwa isu yang masuk dalam agenda

kebijakan biasanya memiliki latar belakang yang kuat berhubungan dengan

analisis kebijakan dan terkait dengan enam pertimbangan sebagai berikut:

1. Isu tersebut telah mencapai suatu titik kritis tertentu, sehingga ia

praktis tidak bisa lagi diabaikan begitu saja; atau ia telah

dipersepsikan sebagai suatu ancaman serius yang jika tak segera

diatasi justru akan menimbulkan luapan krisis baru yang jauh

lebih hebat di masa datang.

2. Isu tersebut telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang dapat

menimbulkan dampak (impact) yang bersifat dramatik.

3. Isu tersebut telah menyangkut emosi tertentu dilihat dari sudut

kepentingan orang banyak, bahkan umat manusia pada umumnya,

dan mendapat dukungan berupa liputan media massa yang luas.

4. Isu tersebut menjangkau dampak yang amat luas.

5. Isu tersebut mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan

(legitimation) dalam masyarakat.

6. Isu tersebut telah menyangkut suatu persoalan yang fashionable, di

mana posisinya sulit untuk dijelaskan tapi mudah dirasakan

kehadirannya.

Oleh karena itu, seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh kebijakan

17

publik dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam masyarakat

menjadi pertanyaan yang menarik dalam evaluasi kebijakan publik.

Namun demikian, apakah pemecahan masalah tersebut memuaskan

atau tidak bergantung pada ketepatan masalah-masalah publik tersebut

dirumuskan. Namun merumuskan masalah publik yang benar dan tepat

tidaklah mudah karena sifat masalah publik yang sangat kompleks.

Karena itu perlu diketahui karakteristik dari masalah publik yaitu:

1. Saling ketergantungan antara berbagai masalah. Suatu masalah

publik bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tetapi saling terkait

antara satu masalah dengan masalah yang lain.

2. Subjektifitas dari masalah kebijakan. Masalah kebijakan adalah hasil

pemikiran dalam konteks lingkungan tertentu. Oleh karena itu, suatu

fenomena yang dianggap masalah dalam lingkungan tertentu,

bisa jadi bukan masalah untuk lingkungan yang lain.

3. Artificiality masalah. yakni suatu fenomena dianggap sebagai masalah

karena adanya keinginan manusia unuk mengubah situasi.

4. Dinamika masalah kebijakan.yaitu solusi terhadap masalah selalu

berubah, masalah yang sama belum tentu dapat dipecahkan dengan

kebijakan yang sama kalau konteks lingkungannya berbeda.

Demikian juga masalah yang sama belum tentu dapat

dipecahkan dengan kebijakan yang sama kalau waktunya berbeda.

b) Tahap Kedua, Formulasi Kebijakan

Yaitu tahap peramalan yang dapat menyediakan pengetahuan yang relevan

dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa mendatang

18

sebagai akibat dari diambilnya alternatif, termasuk tidak melakukan sesuatu. Ini

dilakukan dalam tahap formulasi kebijakan. Peramalan dapat menguji masa

depan yang potensial, dan secara normatif bernilai, mengestimasi akibat dari

kebijakan yang ada atau yang diusulkan, mengenali kendala-kendala yang

mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan, dan mengestimasi kelayakan

politik (dukungan dan oposisi) dari berbagai pilihan.

Tujuan dari forecasting adalah memberikan informasi mengenai kebijakan

dimasa depan dan konsekuensinya, melalui kontrol dan intervensi kebijakan

guna mempengaruhi perubahan, sehingga akan mengurangi resiko yang lebih

besar. Pada tahap ini juga dilakukan pengembangan terhadap alternatif-

alternatif kebijakan dan menentukan kriteria seleksi terhadap berbagai

alternatif yang ditawarkan untuk kemudian dipilih dan ditetapkan sebagai

kebijakan yang selanjutnya akan dilaksanakan untuk tujuan memecahkan

masalah yang sedang dihadapi.

c. Tahap Ketiga, Adopsi Kebijakan

Yaitu tahap rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan

kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya di

masa mendatang telah diestimasikan melalui peramalan. Ini membantu

pengambil kebijakan pada tahap adopsi kebijakan. Rekomendasi membantu

mengestimasi tingkat resiko dan ketidakpastian, mengenali eksternalitas dan

akibat ganda, menentukan pertanggung jawaban administratif bagi

implementasi kebijakan.

d. Tahap Keempat, Implementasi Kebijakan

Yaitu tahap pemantauan yang menyediakan pengetahuan yang relevan dengan

kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya. Ini

19

membantu pengambil kebijakan pada tahap implementasi kebijakan. Banyak

badan secara teratur memantau hasil dan dampak kebijakan dengan

mempergunakan berbaga indikator kebijakan di bidang kesehatan, pendidikan,

perumahan, kesejahteraan, kriminalitas, dan ilmu teknologi. Pemantauan

membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang tidak

diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan dan

rintangan implementasi, dan menemukan letak pihak-pihak yang bertanggung

jawab pada setiap tahap kebijakan.

Ada tiga langkah dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik menurut

Mazmanian dan Sabatier dalam dalam Nugroho (2004:162), yaitu:

1. Identifikasi masalah yang harus diintervensi.

2. Menegaskan tujuan yang hendak dicapai.

3. Merancang struktur proses pelaksanaan.

Gambar 1 : Implementasi Kebijakan Publik Menurut Mazmanian

dan Sabatier

Identifikasi masalah yang harus diintervensi

Menegaskan tujuan yang hendak dicapai

Merancang struktur proses pelaksanaan

Sumber : Nugroho (2004:162)

Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan monitoring agar kesalahan- kesalahan

awal dapat segera diketahui dan dapat dilakukan tindakan perbaikan sehingga

mengurangi resiko yang lebih besar. Adapun tujuan dari monitoring adalah

20

menjaga agar kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan tujuan

dan sasaran, menemukan kesalahan sedini mungkin sehingga mengurangi

resiko yang lebih besar dan melakukan tindakan modifikasi terhadap kebijakan

apabila hasil monitoring mengharuskan untuk itu.

e. Tahap Kelima, Penilaian Kebijakan

Tahap terakhir dari proses kebijakan publik adalah penilaian kebijakan atau

evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu

kebijakan, sejauh mana kebijakan tersebut mencapai sasaran dan tujuannya,

juga berguna untuk memberikan input bagi kebijakan yang akan datang

supaya lebih baik. Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan

kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan

dengan benar-benar dihasilkan. Jadi ini membantu pengambilan kebijakan pada

tahap penilaian kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan. Evaluasi tidak

hanya menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah

terselesaikan, tetapi juga menyumbang pada klarifikasi dan kritik terhadap

nilai-nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan

perumusan kembali masalah. Contoh bagus dari evaluasi adalah tipe analisis

yang membantu memperjelas, mengkritik, dan mendebat nilai-nilai dengan

mempersoalkan dominasi penalaran teknis yang mendasari kebijakan.

1.3 Jenis-Jenis Kebijakan Publik

Secara tradisional, pakar ilmu politik mengkategorikan kebijakan publik ke

dalam kategori: 1) kebijakan substantif seperti kebijakan perburuhan,

kesejahteraan sosial, hak-hak sipil, masalah luar negeri, 2) kelembagaan seperti

kebijakan legislatif, judikatif, departemen, 3) kebijakan menurut kurun waktu

21

tertentu seperti kebijakan masa Orde Baru, Reformasi dan Orde Lama.

Sedangkan Anderson dalam Subarsono (2012:19-21) mengelompokkan

kebijakan publik sebagai berikut:

1. Kebijakan substantif vs kebijakan prosedural

Kebijakan substantif yaitu kebijakan yang menyangkut apa yang dilakukan

oleh pemerintah, seperti kebijakan subsidi BBM, kebijakan raskin.

Sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif

tersebut dapat dijalankan, misalnya kebijakan yang berisi kriteria orang

disebut miskin dan bagaimana prosedur untuk memperoleh raskin.

2. Kebijakan distributif vs kebijakan regulatori vs kebijakan re-distributif

Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan

pada masyarakat atau segmen masyarakat tertentu atau individu, seperti

kebijakan subsidi BBM dan kebijakan obat generik. Kebijakan regulatori

adalah kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap

perilaku individu atau kelompok masyarakat, seperti kebijakan Ijin

Mendirikan Bangunan, kebijakan pemakaian helm bagi pengendara motor.

Sedangkan kebijakan re-distributif adalah kebijakan yang mengatur alokasi

kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak di antara berbagai

kelompok dalam masyarakat, seperti kebijakan pajak progresif, kebijakan

asuransi kesehatan gratis bagi orang miskin.

3. Kebijakan material vs kebijakan simbolis

Kebijakan material adalah kebijakan yang memberikan keuntungan

sumber daya konkrit pada kelompok sasaran, misalnya kebijakan raskin.

Sedangkan kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat

simbolis pada kelompok sasaran, misalnya kebijakan libur hari besar

agama.

4. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum dan barang privat.

Kebijakan barang umum (Public Good Policy) adalah kebijakan yang

bertujuan mengatur pemberian barang atau pelayanan publik misalnya

kebijakan membangun jalan, kebijakan pertahanan dan keamanan.

Kebijakan barang privat adalah kebijakan yang mengatur penyediaan

barang atau pelayanan untuk pasar bebas, misalnya pelayanan pos, parkir

umum dan perumahan.

Dari jenis-jenis kebijakan publik yang dikemukakan oleh Anderson tersebut,

maka kebijakan yang dipakai adalah kebijakan yang berhubungan dengan

barang umum dan barang privat. Karena kebijakan tersebut membahas

tentang pelayanan publik khususnya public good dari pemerintah kepada

22

masyarakat.

1.4 Kriteria Kebijakan Publik

Abidin (2012:32) menyatakan kriteria yang dipakai dalam kebijakan berbeda

pada setiap tahap, mulai tahap penyaringan dari isu mana yang akan masuk dan

diproses dalam agenda kebijakan hingga ke tahap penilaian dari suatu strategi

kebijakan dan rekomendasi. Dengan demikian, ada kriteria kebijakan

penyaringan isu, ada kriteria pemilihan strategi, ada kriteria evaluasi, dan ada

kriteria rekomendasi.

a. Proses penyaringan isu

Isu-isu yang masuk dalam agenda kebijakan, pertama adalah isu yang

telah dianggap telah mecapai tingkat kritis, sehingga tidak dapat

diabaikan. Kedua, isu yang sensitif yang cepat menarik perhatian

masyarakat. Ketiga, isu yang menyangkut aspek tertentu dalam masyarakat.

Keempat, isu yang menyangkut banyak pihak sehingga mempunyai dampak

yang luas dalam masyarakat apabila diabaikan. Kelima, yang berkenaan

dengan kekuasaan dan legitimasi. Keenam, isu yang berkenaan dengan tren

yang sedang berkembang dalam masyarakat.

b. Pemilihan strategi kebijakan

Pada tingkat ini, pertama-tama berbagai alternatif strategi kebijakan

diidentifikasikan. Kemudian, dilakukan penyaringan mana yang paling

memenuhi syarat. Adapun kriteria-kriteria yang biasa dipakai dalam

menentukan salah satu di antara berbagai alternatif kebijakan yaitu:

1. Efektivitas yang mengukur apakah suatu alternatif sasaran yang

dicapai dengan suatu alternatif kebijakan dapat menghasilkan tujuan

23

akhir yang diinginkan.

2. Efisiensi yang mengukur besarnya pengorbanan atau ongkos

yang harus dikeluarkan untuk pencapaian tujuan atau efektivitas

tertentu.

3. Cukup. Hal yang diukur disini apakah suatu kebijakan

dapat mencapai hasil yang diharapkan dengan sumber daya yang

ada.

4. Adil. Kriteria ini mengukur suatu strategi kebijakan dalam

hubungannya dengan penyebaran atau pembagian hasil dan ongkos

atau pengorbanan di antara berbagai pihak dalam masyarakat.

5. Terjawab. Dimaksudkan bahwa strategi kebijakan tersebut dapat

memenuhi kebutuhan suatu golongan atau suatu masalah tertentu

dalam masyarakat.

6. Tepat. Ukuran ini merupakan ukuran kombinasi di antara kriteria-

kriteria terdahulu. Kriteria ini menjadi pengimbang terhadap

penggunaan sesuatu atau beberapa kriteria tanpa memedulikan atau

mengabaikan kriteria tertentu.

c. Kriteria rekomendasi

Beberapa kriteria yang biasa dipakai dalam mengukur ketepatan suatu

strategi kebijakan politik:

1. Kelayakan politik

Kemampuan untuk merealisasikan atau mewujudkan kebijakan itu

berkat dukungan politik yang ada.

2. Kelayakan ekonomi

Berkaitan dengan dampak dari kebijakan dilihat dari segi ekonomi.

24

Bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi, perluasan

kesempatan kerja, tingkat inflasi, pemerataan pendapatan

antarpenduduk.

3. Kelayakan keuangan/biaya

Yang diperhatikan di sini adalah kelayakan dari segi biaya dan

keuntungan. Persoalannya adalah apakah kebijakan itu mudah

memeperoleh dukungan keuangan? Adakah sumber pembiayaannya,

menguntungkan dilihat dari segi laba rugi pembiayaan? Apakah

kebijakan itu dapat menurunkan ongkos produksi.

4. Kelayakan administrasi

Pada faktor pendukung administrasi biasanya dikenal istilah sumber

daya manusia, keuangan, logistik, informasi, legitimasi, dan

partisipasi.

5. Kelayakan teknologi

Ketersediaan dan dukungan teknologi yang sesuai.

6. Kelayakan sosial-budaya

Mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat, apalagi jika

kebijakan itu berhubungan besar dengan hal-hal yang dipandang

sakral oleh masyarakat.

7. Kelayakan-kelayakan lain sesuai dengan kriteria apa yang dibuat

secara khusus. Ini dimaksudkan sebagai kriteria tambahan yang

khusus berkenaan dengan keadaan, tempat, dan tujuan tertentu.

Kriteria-kriteria ini, seperti keadilan, terjangkau, baik dari segi

harga, maupun dari jarak dan alat transportasi yang ada,

meningkatkan kemampuan masyarakat.

25

d. Kriteria evaluasi

1. Efisiensi, yakni perbandingan antara hasil dengan biaya

2. Keuntungan, yakni selisih antara hasil dengan biaya

3. Efektif, yakni penilaian pada hasil, tanpa memperhitungkan biaya

4. Keadilan, keseimbangan dalam pembagian hasil (manfaat)

dan/atau biaya (pengorbanan).

5. detriments, yaitu indikator negatif dalam bidang sosial,

seperti kriminalitas.

6. Manfaat tambahan, yaitu tambahan hasil banding biaya

atau pengorbanan.

1.5 Perumusan Kebijakan

Nugroho (2014: 391) Mendefinisikan Perumusan kebijakan publik adalah inti

dari kebijakan publik karena disini dirumuskan batas – batas kebijakan itu

sendiri. Untuk itu, pertama kali harus disadari beberapa hal hakiki dari

kebijakan publik. Pertama, kebijakan publik senantiasa ditujukan untuk

melakukan intervensi terhadap kehidupan publik untuk meningkatkan

kehidupan publik itu sendiri. Jadi, core kebijakan publik adalah “ intervensi ”.

kenapa demikian ? sederhana saja. Meskipun kebijakan publik adalah “ apa

yang dipilih untuk dikerjakan dan tidak dikerjakan pemerintah” , sebenarnya

yang menjadi fokus adalah apa yang dikerjakan pemerintah karena bersifat

aktif.

Keterbatasan kedua adalah keterbatasan kemampuan sumber daya manusia.

Teramat banyak kebijakan publik yang baik, akhirnya tidak dapat dilaksanakan

26

karena tidak didukung oleh ketersediaan SDM yang memadai. Kekeliruan fatal

bagi para pejabat publik adalah membuat keputusan yang ideal namun tidak

melihat kesiapan kelembagaan ditempatnya berada. Tidak usah terlalu jauh,

keputusan itu sering kali mengabaikan kesiapan SDM pemerintah sendiri.

Misalnya , kebijakan komputerisasi pelayanan publik akan sia-sia jika SDM

dalam lembaga itu sendiri tidak cukup menguasai teknologi tersebut.

Keterbatasan ketiga adalah keterbatasan kelembagaan. Yang dimaksudkan

sebagai keterbatasan kelembagaan adalah sejauh mana kualitas praktil

manajemen profesional dalam lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat,

baik yang bergerak di bidang profit maupun non for profit. Selanjutnya

keterbatasan keempat adalah keterbatasan yang klasik tetapi tidak kalah

penting, yakni keterbatasan dana atau anggaran. Kebijakan tidak dapat

dilakukan jika tidak ada dana. Keterbatasan kelima adalah keterbatasan yang

bersifat teknik, yakni berkenaan dengan kemampuan teknis menyusun

kebijakan itu sendiri.

A. Proses Ideal Perumusan Kebijakan

Analisis kebijakan tidak hanya bekerja menyiapkan rekomendasi kebijakan

untuk disiapkan menjadi rumusan kebijakan, namun dapat juga dilibatkan lebih

lanjut dalam perumusan kebijakan. Oleh karena itu, analis kebijakan dapat

berperan untuk ikut dalam tim yang merumuskan atau merancang kebijakan

publik, baik dalam bentuk draf akademis hingga pasal-pasal perundangan. Pada

saat ini pemerintah Indonesia mencoba mengembangkan model perumusan

kebijakan yang ideal sebagai berikut :

27

Proses perumusan kebijakan secara umum dapat digambarkan secara sederhana

dalam urutan proses sebagai berikut :

1. Munculnya isu kebijakan. Isu kebijakan dapat berupa masalah dan/atau

kebutuhan masyarakat dan/atau negara, yang bersifat mendasar,

mempunyai lingkup cakupan yang besar, dan memerlukan pengaturan

pemerintah. Disini, masalah ketanggapan diperlukan, dalam arti pemerintah

harus tanggap menangkap isu kebijakan. Waktu untuk menangkap isu

kebijakan secara ideal adalah kurang dari 7 hari.

2. Setelah pemerintah menangkap isu tersebut, perlu dibentuk tim perumusan

kebijakan, yang terdiri atas pejabat birokrasi terkait dan ahli kebijakan

publik. Waktu untuk pembentukan tim ini paling lama 7 hari. Tim ini

kemudian secara pararel merumuskan (2a). naskah akademik atau langsung

(2b) merumuskan draf nol kebijakan.

3. Setelah terbentuk, rumusan draf nol kebijakanm didiskusikan bersama

forum publik, dalam jenjang sebagai berikut :

1) Forum publik yang pertama, yaitu para pakar kebijakan dan pakar yang

berkenaan dengan masalah terkait. Apabila dimungkinkan, perlu

diikutsertakan anggota legisatif yang membidangi bidang terkait.

Diskusi dengan forum ini paling banyak dilakukan sebanyak 3 kali

dalam waktu paling lama 1 bulan. Tujuan diskusi ini adalah melakukan

verifikasi secara akademis kebenaran-kebenaran ilmiah.

2) Setelah itu, dilakukan diskusi dengan forum publik yang kedua, yaitu

dengan instansi pemerintah diluar lembaga pemerintahan yang

merumuskan kebijakan tersebut.

3) Diskusi forum publik yang ketiga adalah dengan para pihak yang terkait

28

langsung dengan kebijakan atau terkena impak langsung , atau yang

disebut juga beneficiaries. Misalnya, kebijakan perburuhan

menghadirkan perwakilan organisasi buruh; kebijakan tarif penerbangan

menghadirka pelaku bisnis penerbangan, dan sebagainya.

4) Diskusi forum publik yang keempat adalah dengan seluruh pihak terkait

secara luas, dnegan menghadirkan tokoh-tokoh masyarakat, termasuk di

dalamnya lembaga swadaya masyarakat yang mengurusi isu terkait,

asosiasi usaha terkait.

Hasil diskusi publik ini kemudian dijadikan materi penyusunan pasal-

pasal kebijakan yang dikerjakan oleh tim perumus. Draf ini disebut

Draf 1. Perumusan draf 1 maksimal 1 minggu kerja (5 hari). Draf -1

didiskusikan dan diverifikasi dalam focused group discusion yang

melibatkan dinas/instansi terkait, pakar kebijakan, dan pakar dari

permasalahan yang aka diatur. Diskus FGD dilaksanakan paling banyak

2 kali dalam jangka waktu maksimal 2 minggu kerja (10 hari).

5) Tim perumus merumuskan draf -2, yang merupakan draf final dari

kebijakan. Proses perumusan maksimal 1 minggu kerja (5 hari).

6) Draf final ini kemudian disahkan oleh pejabat berwenang, atau untuk

kebijakan undang-undang, dibawa keproses legislasi, yang secara

perundang-undangan telah diatur dalam UU No. 10/2004, khususnya

pasal 27 dan seterusnya.

2. Analisis Kebijakan Publik

A. Definisi Analisis Kebijakan

Pengertian analisis kebijakan dikemukakan oleh Dunn (2000:44), yang

29

menyatakan bahwa secara umum analisis kebijakan dapat dikatakan sebagai

suatu aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, secara

kritis menilai dan mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan di dalam

proses kebijakan. Analisis kebijakan adalah awal, bukan akhir, dari upaya

meperbaiki proses pembuatan kebijakan. Selain itu analisis kebijakan

dikemukakan oleh Suharto (2010:85) yaitu sebagai usaha yang terencana

dan sistematis dalam membuat analisis atau asesmen akurat mengenai

konsekuensi-konsekuensi kebijakan, baik sebelum maupun sesudah kebijakan

tersebut diimplementasikan.

Selanjutnya Suharto (2005:102-118) terdapat enam tahapan dalam analisis

kebijakan antara lain :

1. Mendefinisikan masalah kebijakan

Mendefinisikan masalah kebijakan pada intinya merujuk pada kegiatan

untuk mengeksplorasi berbagai isu-isu atau masalah sosial, dan kemudian

menetapkan suatu masalah sosial yang akan menjadi fokus analisis

kebijakan. Pemilihan masalah sosial didasari beberapa pertimbangan,

antara lain masalah tersebut bersifat aktual, penting dan mendesak, relevan

dengan kebutuhan, dan aspirasi publik, berdampak luas dan positif,

dan sesuai dengan visi dan agenda perubahan sosial.

2. Mengumpulkan bukti masalah

Pernyataan masalah kebijakan harus didukung oleh bukti atau fakta

yang relevan, terbaru, akurat dan memadai. Pernyataan masalah tanpa

bukti tidak akan meyakinkan pihak-pihak yang akan menjadi target

naskah kebijakan kita. Bukti yang disertakan bisa berdasarkan hasil

penelitian kita (data primer), khususnya naskah kebijakan yang berbentuk

policy study. Data bisa pula berasal data sekunder, yakni hasil temuan

orang lain yang dipublikasikan di buku, koran, internet, dokumen

pemerintah. Naskah kebijakan yang berbentuk policy brief dan policy

memo jarang menyertakan bukti berdasarkan hasil penelitian primer.

3. Mengkaji penyebab masalah

Para analisis dan pembuat kebijakan dapat mengidentifikasi penyebab atau

faktor yang memberi kontribusi terhadap masalah sosial. Mereka dapat

mengembangkan kebijakan publik untuk mengeliminasi atau mengurangi

penyebab atau faktor tersebut.

30

4. Mengevaluasi kebijakan yang ada Mengevaluasi kebijakan atau produk yang ada pada saat ini dapat

mengarah pada perbaikan-perbaikan, namun demikian evaluasi juga sering

menghasilkan keputusan-keputusan untuk mengganti secara total model

yang ada.

3 Mengembangkan alternatif atau opsi-opsi kebijakan

Mengembangkan solusi kebijakan publik untuk mengatasi masalah sosial

juga perlu mempertimbangkan beberapa alternatif. Dua langkah utama

akan sangat bermanfaat bagi pengembangan alternatif kebijakan publik

adalah mengembangkan alternatif kebijakan untuk memecahkan masalah

sosial adalah mengeliminasi atau mengurangi sebab-sebab atau faktor-

faktor penyumbang terhadap masalah dan menelisik kebijakan yang ada

saat ini.

5 Menyeleksi alternatif terbaik

Pada langkah ini telah terdapat alternatif kebijakan yang dianggap terbaik

dan merupakan penyeleksian awal dalam mengatasi masalah. Dua kriteria

yang dapat membantu menentukan alternatif yang paling baik adalah

fisibilitas dan efektivitas. Kebijakan yang terbaik harus memenuhi dua

kriteria tersebut (memiliki nilai tinggi), jika memungkinkan. Dan juga

pada tahapan ini dilakukan pemantauan terhadap dampak dan tujuan

keadaan yang hendak dicapai dari suatu kebijakan yang diusulkan.

Pengertian lain mengenai analisis kebijakan publik dikemukakan Anderson

dalam Winarno (2008:16), yang menyatakan bahwa secara umum analisis

kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut upaya

menganalisis, mengestimasi atau melakukan penilaian terhadap kebijakan yang

mencakup substansi, implementasi dan dampak. Analisis biasanya ditujukan

untuk menilai sejauh mana keefektivan kebijakan publik guna

dipertanggungjawabkan kepada konstituen. Sejauh mana tujuan dicapai serta

untuk melihat sejauh mana kesenjangan antara harapan dengan kenyataan.

Dror dalam Wahab (2012:40) mendefinisikan analisis kebijakan sebagai:

”An approach and methodology for design and identification

ofpreceable alternatives in respect to complex policy issues”

(suatu pendekatan dan metodologi untuk mendesain dan menemukan

alternatif-alternatif yang dikehendaki berkenaan dengan sejumlah isu

yang kompleks).

31

Sedangkan Kent dalam Wahab (2012:41) mendefinisikan analisis kebijakan,

“That kind of systematic, analytical, scholarly, creative study whose

primary motivation is to produce well-supported recommendation for

action dealing with concrete problems” (sejenis studi yang

sistematis, berdisiplin, analitis, cerdas, dan kreatif yang dilakukan

dengan maksud untuk menghasilkan rekomendasi yang andal

berupa tindakan-tindakan dalam memecah masalah yang kongkret).

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa analisis kebijakan harus bersifat

empirik dalam arti penilaian yang dilakukan tidak boleh hanya bersifat

spekulatif hipotetif, melainkan mesti diuji atau dikeluarkan dengan data atau

setidaknya hasil penelitian yang pernah dilakukan. Dari keenam tahapan diatas

penulis menggunakan lima saja yang dipakai sebagai indikator untuk

menganalisis kebijakan Permenhub No 108 tahun 2017 Yaitu, 1.

Mendefinisikan masalah kebijakan, 2. Mengumpulkan bukti masalah, 3.

Mengkaji penyebab masalah, 4. Mengembangkan alternatif atau opsi-opsi

kebijakan, 5. Menyeleksi alternatif terbaik, sedangkan tahap mengevaluasi

kebijakan tidak penulis pakai karena Permenhub No 108 tahun 2017 baru saja

digulirkan dan belum diterapkan dengan baik sehingga untuk evaluasi belum

bisa dilakukan.

a. Menurut William N. Dunn dalam LAN (2008: 42), analisis kebijakan publik

adalah suatu disiplin ilmu sosial, terapan, yang menggunakan berbagai macam

metodologi penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan

mentransformasikan informasi yang relevan dengan kebijakan. Kebijakan

tersebut digunakan dalam lingkungan politik tertentu untuk memecahkan

masalah-masalah kebijakan.

32

b. Menurut E. S. Quade dalam LAN (2008: 42), analisis kebijakan publik dalam

arti luas adalah suatu bentuk penelitian terapan untuk memahami secara

mendalam berbagai permasalahan sosaial guna mendapatkan pemecahan yang

lebih baik.

c. Menurut Stuart S. Nagel, kebijakan publik adalah penentuan dalam rangka

hubungan antara berbagai alternatif kebijakan dan tujuan-tujuan kebijakan,

manakah di antara berbagai alternatif kebijakan, keputusan, dan cara-cara

lainnya yang terbaik untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan tertentu.

Adapun berdasarkan pendapat-pendapat para ahli mengenai pengertian analisis

kebijakan publik di atas, maka dapat disimpulkan bahwa analisis kebijakan

publik adalah:

a. penelitian untuk mendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan

permasalahan yang dihadapi,

b. mencari dan mengkaji berbagai alternatif pemecahan masalah atau

pencapaian tujuan,

c. tambahan dari William N. Dunn, keduanya dilakukan secara multidisiplin.

Apa sesungguhnya yang menjadi tujuan dari analisis kebijakan publik ini tidak

lain adalah untuk memperbaiki kualitas dan efektivitas tindakan-tindakan

kebijakan. “....the purpose of policy analysis is to improve the quality and

effectiveness of policy measures,” (UN, 1979: 3; dalam Makhya, 2006: 85).

Setiap argumen kebijakan mempunyai 6 (enam) elemen: informasi yang relevan

dengan kebijakan, klaim kebijakan, pembenaran, dukungan, bantahan, dan

penguat. Analisis kebijakan umumnya bersifat kognitif, sedangkan pembuat

kebijakan bersifat politis. Sistem kebijakan bersifat dialektis, merupakan kreasi

33

subjektif dari pelaku kebijakan, merupakan realitas objektif, dan para pelaku

kebijakan merupakan produk dari sistem kebijakan (Ritonga, 2010: 2).

Hal-hal yang menjadi latar belakang perlunya menganalisis kebijakan antara

lain karena adanya masalah dalam merumuskan kebijakan, pelaksanaan

kebijakan (policy implementation), dan memprediksikan akibat dari

kebijakan.Menurut Makhya (2006: 89) analisis mengenai pelaksanaan kebijakan

(policy implementation) mencoba mempelajari sebab-sebab keberhasilan atau

kegagalan kebijakasanaan publik melalui pembahasan mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan seperti masalah kepemimpinan dan

interaksi politik di antara pelaksana kebijaksanaan. Aspek ini berkembang

sebagai akibat kesadaran di kalangan ilmuwan kebijaksanaan bahwa

implementasi suatu program tidak hanya bersifat teknis dan administratif.

Implementasi kebijakan ternyata melibatkan masalah-masalah politik yang

sering menjadi faktor yang mempengaruhi pelaksanaan suatu program.

B. Tinjauan Tentang Angkutan Online

1. Jasa

Menurut (Lovelock, Wirtz, & Mussry, 2010) Jasa adalah suatu aktivitas

ekonomi yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak yang lain. Sedangkan

menurut (K. Douglass Hoffman& Bateson, 2011) jasa adalah perbuatan, usaha

dan kinerja. Dapat disimpulkan bahwa jasa adalah suatu usaha, perbuatan,

kinerja atau aktifitas ekonomi yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak

lain. Dengan adanya jasa, maka akan terjadinya suatu aktivitas ekonomi

dimanakedua pihak dapat saling bertukar nilai satu sama lainnya.Menurut

(Lovelock et al., 2010) konsumsi jasa dapat dibagi menjadi tiga tahap utama

34

:Pra-pembelian, transaksi interaksi jasa (service encounter) dan pasca interaksi

jasa. Menurut(Fandi Tjiptono, 2006) ada empat karakteristik pokok pada service

yang membedakannyadengan produk barang, yaitu:

a. Intangibility Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium atau didengar

sebelum dibeli. Jasa berbeda dengan barang, jika barang menggunakan objek,

alat atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja atau usaha.

b. Inseparability Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi.

Sedangkan jasa biasanya dijual terlebih dahulu baru kemudian diproduksi dan

dikonsumsi secara bersamaan.

c. Variability Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandarized

output, artinya banyak bentuk variasi, kualitas dan jenis yang tergantung pada

siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.

d. Perishability Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat

disimpan, dengan demikian bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa

tersebutakan berlalu begitu saja. Service atau jasa merupakan layanan yang

diberikan oleh pihak tertentu kepada pihaklain yang bersifat intangible, untuk

melakukan evaluasinya konsumen harus merasakan terlebihdahulu manfaat dari

jasa tersebut. Tetapi dengan adanya jasa dapat membuat konsumen

dapatmenyewa orang lain / pihak lain untuk melakukan pekerjaan yang tidak

ingin mereka lakukansendiri atau pekerjaan yang tidak dapat mereka kerjakan

sendiri. (Lovelock et al., 2010).

2. Pengertian dan Sejarah Jasa Transpotasi Berbasis Aplikasi Online di

Indonesia

Transportasi merupakan salah satu sarana perhubungan yang sangat penting

dalam segala hal aktivitas manusia. Semakin berkembang sarana transportasi

35

semakin mudah terjalin hubungan antar manusia. Sejak jaman-jaman purba

mobilitas masyarakat manusia telah terjadi. Perpindahan penduduk dari satu

tempat ke tempat yang lain telah terjadi. Mobilitas penduduk ini diikuti juga

oleh mobilitas barang yang dibawa oleh mereka. Oleh karena itu sarana

transportasi sejak masa lampau telah dibutuhkan oleh manusia.

Pada masa sekarang dimana mobilitas manusia dan barang sangat tinggi, dan

terjadi bukan hanya didalam satu wilayah tetapi juga antar pulau dan bahkan

antar Negara, maka sarana transportasi sangat memegang peranan yang penting.

Sejarah transportasi dimulai sejak roda ditemukan sekitar 3500 tahun yang lalu,

transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat

yang lain yang digerakan oleh manusia. Transportasi sangatlah penting untuk

kehidupan semua sosial manusia. Bentuk paling sederhana dari transportasi

secara teoritis adalah semua hal dipengaruhi penggunaan oleh manusia.

Memasuki abad ke-20 seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan

industri, transportasi berubah menjadi salah satu aspek yang paling dibutuhkan

manusia.

Beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami transformasi dalam hal

transportasi. Perkembangan teknologi yang semakin modern telah merambah

dunia transportasi di Indonesia. Hal ini terlihat dari bermunculannya model

transportasi berbasis online pada kota-kota besar di Indonesia. Pada saat ini,

masyarakat Indonesia sangatlah kecewa pada masalah transportasi yang sangat

padat dan tidak karuan. Tingginya tingkat kemacetan dan polusi udara menjadi

alasan utama masyarakat enggan keluar rumah atau kantor. Padahal di sisi lain,

mereka harus gesit untuk memenuhi kebutuhan, misalnya untuk makan,

36

mengirim barang, atau membeli barang tertentu. Akibatnya, mereka mencari

cara praktis untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan tanpa haruskeluar

rumah atau kantor, salah satunya dengan menggunakan jasa transportasi online.

Jasa transportasi berbasis online ini disebut juga dengan aplikasi ridesharing

yang kemunculannya di Indonesia mulai marak pada tahun 2014. Pada awal

kemunculannya dimulai oleh aplikasi Uber yang mengusung UberTaxi sebagai

bisnis layanan transportasi berbasis aplikasi online. Kemudian diikuti dengan

kemunculan Gojek, GrabBike, GrabTaxi, dan aplikasi berbasis online lainnya.

Terkait fenomena aplikasi berbasis online, dapat ketahui sebelum kemunculan

dan maraknya aplikasi seperti Gojek, GrabBike, GrabTaxi, maupun aplikasi

lainnya, kita telah mengenal terlebih dahulu Uber. Perusahaan aplikasi berbasis

online ini dilahirkan oleh Garret Camp dan Travis kalanick di kota San

Fransisco, Amerika Serikat sekitar pada tahun 2009. Di San Fransisco pun yang

beroperasi tidak hanya Uber tetapi ada pesaing terbesarnya yaitu, Lyft dan

SideCar. Di lain negara seperti halnya di Asia, aplikasi trasnportasi berbasis

online pun sudah ada seperti EasyTaxi serta Ola di India. Fenomena jasa

transportasi berbasis aplikasionline sebenarnya merupakan jawaban atas

kebutuhan masyarakat akan transportasi yang mudah di dapatkan, nyaman,

cepat, dan murah. Banyak faktor yang membuat aplikasi berbasis online ini

dibutuhkan oleh banyak masyarakat khususnya di kota-kota besar seperti

Jakarta.

3. Mekanisme Menjalankan Jasa Transportasi Berbasis Online

Jasa transportasi berbasis aplikasi online ini memiliki 3 bagian penting yaitu:

A. Penyedia Aplikasi ( Penyelengara Sistem Elektronik )

37

Menurut pasal 1 Ayat 6 Undang-undang informasi dan transaksi elektronik

bahwa penyelenggaraan sistem elektronik adalah pemamfaatan sistem

elektronik oleh penyelenggara negara, orang, badan usaha, dan/atau

masyarakat.aplikasi jasa transportasi berbasis aplikasi online merupakan

penyelenggara sistem elektronik sebagai penghubung driver kendaraan dengan

para pengguna jasa, yang merupakan bagian inti dari lahirnya jasa transportasi

berbasis aplikasi online ini, sebagai penyedia aplikasi memiliki peranan kunci

dalam keberhasilan dalam sistem jasa transportasi berbasis aplikasi online,

dikarenakan penyedia layanan aplikasi merupakan pernhubung antara supply

and demand (permintaan dan penawaran) yakni penyedia aplikasi atau

perusahaan aplikasi, driver, dan pengguna jasa transportasi berbasis aplikasi

online.

Penyedia jasa transportasi berbasis aplikasi online selaku penyelenggara sistem

elektronik memiliki tanggung jawab yang diatur dalam pasal 15 UU ITE, yang

berbunyi:

1) Setiap penyelenggara sistem elektronik secara andal dan aman serta

bertanggung jawab terhadap beroperasinyasistem elektronik sebagaimana

mestinya.

2) Penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap

penyelenggaraan sistem elektroniknya.

3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal

dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian

pihak pengguna sistem elektronik.

Memperhatikan uraian sebagaimana tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa

penyedia jasa transportasi berbasis aplikasi online bertanggung jawab terhadap

38

kesalahan yang diakibatkan oleh perusahaan sehingga merugikan pengguna

jasa.

B. Pengemudi (driver)

Kedudukan pengemudi ( driver ) adalah perseorangan yang berdiri sendiri

selaku pemilik kendaraan atau penanggung jawab terhadap kendaraan yang

digunakan. Driver memanfaatkan aplikasi yang telah disediakan perusahaan

penyedia aplikasi online untuk mendapatkan pesanan ( pesanan yang diterima

akan tercantum alamat yang dituju, nama, nomor handphone dan foto pengguna

layanan). Setelah driver mendapatkan semua data-data pengguna jasa dalam

aplikasi yang dapat dilihat dari telepon pintar si driver, maka pengendara akan

menuju tempat dimana pemesan jasa transportasi tersebut berada.

Driver memiliki kewajiban dalam memberikan pelayanan berupa keamanan,

keselamatan dan kenyamanan. Mengingat keselamatan lalu lintas jalan

melibatkan banyak instansi dan banyak pemangku kepentingan (stakeholder),

maka untuk itu diperlukan suatu kordinasi seluruh stakeholder, sehingga

penanganannya dapat dilaksanakan secara terpadu ,efektif, efesien dan tepat

sasaran, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 203 ayat (1), UU LLAJ yang

berbunyi: Pemerintah bertanggung jawab atas terjaminnya keselamatan lalu

lintas dan angkutan jalan.

4. Pengertian Pelaksanaan Pengujian Berkala Kendaran Bermotor

Pengujian berkala kendaraan bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji dan

atau memeriksa bagian – bagian kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta

tempelan, dan kendaraan khusus dalam rangka pemenuhan terhadap

39

persyaratan teknis dan laik jalan yang dilakukan secara berkala.

Sebagaimana dinyatakan pada Pasal 49 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor

22 Tahun 2009 tentang Kendaraan dan Pengemudi, bahwa setiap kendaraan

bermotor jenis mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan,

dan kereta tempelan yang di impor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negri dan

kereta umum yang akan diopersikan di jalan wajib dilakukan uji berkala dengan

masa uji berkala yang berlaku selama 6 (enam) bulan.

Pelaksanaan pengujian berkala dimaksudkan untuk :

1. Memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan

kendaraan bermotor di jalan.

2. Melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang diakibatkan

oleh pengguna kendaraan bermotor di jalan.

3. Memberikan pelayanan umum kepada masyarakat.

Persyaratan teknis adalah persyaratan tentang susunan peralatan,

perlengkapan, ukuran, bentuk, karoseri, pembuatan, rancangan teknis

kendaraan sesuai dengan peruntukannya, emisi gas buang, penggandengan dan

penempelan kendaraan.

Persyaratan teknis kendaraan bermotor meliputi :

1. Persyaratan rangka dan landasan

2. Persyaratan motor penggerak

3. Persyaratan system pembuangan

4. Sistem roda

5. Sistem suspensi

6. Persyaratan Alat Kemudi

7. Sistem rem

40

8. Lampu – lampu dan alat pantul cahaya

9. Persyaratan komponen pendukung

10. Persyaratan badan kendaraan bermotor

11. Peralatan dan perlengkapan kendaran

( Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2004 Tentang Kendaraan dan

Pengemudi ).

Persyaratan laik jalan adalah persyaratan minimum kondisi suatu kendaraan

yang harus dipenuhi agar terjaminnya keselamatan dan mencegah terjadinya

pencemaran udara dan kebisingan lingkungan pada waktu operasi di jalan.

Persyaratan laik jalan kendaraan bermotor meliputi :

1. Emisi gas buang kendaran bermotor

2. Kebisingan suara kendaran bermotor

3. Efisiensi sistem rem utama

4. Efisiensi sistem rem parker

5. Kincup roda depan

6. Tingkat suara klakson

7. Kemampuan pancar dan arah sinar lampu

8. Radius putar

9. Alat penunjuk kecepatan

10. Kekuatan, unjuk kerja dan ketahanan ban luar untuk masing – masing jenis,

ukuran dan lapisan

11. Kedalaman alur ban luar.

( Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2004 Tentang Kendaraan dan

Pengemudi).

41

4.1 Tata Cara Pengujian Kendaraan Bermotor

Tata cara Pengujian berkala kendaraan bermotor dilakukan melalui proses

administrasi dan proses pemeriksaan teknis.

A. Persyaratan Administrasi

Persyaratan administrasi yang harus dipenuhi oleh pemilik kendaraan

sebelum dilakukan pemeriksaan teknis pada unit pengujian kendaraan

bermotor adalah sebagai berikut :

1. Pemilik kendaraan bermotor mengajukan permohonan uji kendaraan bermotor

dengan melampirkan Buku Uji dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)

dan membayar biaya berupa Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor.

2. Setelah persyaratan dipenuhi, kepada pemilik kendaraan bermotor diberikan

formulir pemeriksaan pengujian dan selanjutnya pemilik menyerahkan blangko

tersebut kepada petugas pemeriksaan teknis untuk nantinya sebagai pengisian

penilaian

3. Setelah selesai pemeriksaan teknis dan melewati beberapa peralatan uji,

petugas pemeriksa mencatat hasilnya ke blangko pemeriksaan dan apabila

dinyatakan lulus kemudian dicatat pada Kartu Induk Pemeriksaan (KIP) dan

dinyatakan lulus dianjurkan untuk perbaikan.

4. Bagi yang dinyatakan lulus uji pada buku uji ditulis masa berlaku uji

yang ditanda tangani oleh Kepala Bagian Sarana dan Prasarana, dan

kepadanya diberikan plat uji yang telah diketok masa berlakunya untuk

dipasang pada alat nomor kendaraan. (Keputusan Menteri Perhubungan

Nomor 48 tahun 2004)

42

B. Pemeriksaan Teknis Kendaraan Bermotor

Proses pemeriksaan teknis adalah pelaksanaan pemeriksaan teknis kendaraan

saat memasuki gedung pengujian sampai dengan kendaraan keluar dari

gedung pengujian untuk dilakukan pemeriksaan kondisi teknis kendaraan

bermotor.

Tahapan – tahapan pemeriksaan teknis kendaraan bermotor sebagai berikut :

1. Pengemudi / pemilik kendaran membawa serta kendaraannya masuk

ke gedung pengujian sebelum melewati beberapa peralatan uji terlebih dahulu

diadakan pemeriksaan pra uji meliputi :

a. Kondisi bodi

b. Pemakaian kaca film

c. System penerangan

d. Kondisi dan fungsi pembersih kaca (wiper)

2. Pemeriksaan pada alat uji Car lift, pada alat uji yang berfungsi untuk

mengangkat kendaraan ini, dilakukan pemeriksaan pada bagian bawah

kendaraan bermotor.

3. Pemeriksaan pada alat uji Head Light Tester meliputi :

a. Lampu Utama, Lampu dekat dan intensitasnya

b. Penyimpangan arah lampu utama.

4. Pemeriksaan pada alat uji Side Slip Tester, disini kendaraan diperiksa slip

samping roda depan.

5. Pemeriksaan pada alat uji Speedometer Tester, pada alat uji ini

kendaraan diperiksa apakah kecepatannya sesuai dengan Speedometer yang

ada pada kendaraan tersebut.

6. Pemeriksaan pada alat uji Brake Tester, pada alat ini kendaraan yang

43

diperiksa adalah efisiensi rem utama baik sumbu depan maupun sumbu

belakang.

7. Setelah melalui tahapan-tahapan di atas oleh penguji dilakukan penilaian

apakah kendaraan bermotor yang diperiksa dinyatakan lulus uji atau tidak

lulus uji. (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 48 tahun 2004 ).

C. Kerangka Pikir

Kerangka penelitian ini dimulai dari fenomena muncul nya Moda Transportasi

online yang semakin hari semakin banyak untuk mengatasi hal tersebut

pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengatur hal tersebut yaitu

Peraturan Menteri Perhubungan No 108, dimana kebijakan tersebut mewajibkan

Transportasi online yang dalam hal ini Taksi online untuk melakukan Uji KIR

sama seperti taksi Konvensional pada umumnya. Setidaknya ada tiga pasal yang

menjadi penolakan dari pada supir taksi online yaitu :

1. Dalam pasal 27 poin d, kendaraan harus dilengkapi dengan tanda khusus berupa

stiker yang ditempatkan di kaca depan kanan atas dan belakang dengan memuat

informasi wilayah operasi, tahun penerbitan kartu pengawasan, nama badan

hukum, dan latar belakang logo Perhubungan;

2. Dalam pasal 42 poin c, surat izin penyelenggaraan angkutan orang dengan

kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek meliputi surat keputusan izin

didalamnya memuat nomor uji berkala kendaraan bermotor serta kartu

pengawasan yang didalamnya memuat nomor uji kendaraan bermotor.

3. Dalam pasal 44 poin d, mempekerjakan pengemudi yang telah memiliki surat

izin mengemudi (SIM) Umum sesuai dengan golongannya.

44

Kebijakan tersebut dirasa memberatkan para pengemudi dimana bila itu benar

dilakukan apa bedanya dengan taksi konvensional, yang nantinya akan

menimbulkan dampak, tanggapan/reaksi dari kedua pihak baik itu taksi online

maupun taksi konvensional, sehinggga diharapkan dengan adanya hasil

penelitian ini pemerintah bisa menerka kebijakan apa yang akan diambil

selanjutnya.

Dalam hal ini penulis akan menganalisis dengan lima tahapan yang menjadi

indikator untuk menganalisis 1. Mendefinisikan masalah kebijakan, 2.

Mengumpulkan bukti masalah, 3. Mengkaji penyebab masalah, 4.

Mengembangkan alternatif atau opsi-opsi kebijakan, 5. Menyeleksi alternatif

terbaik. Dengan demikian, dari kerangka teori yang telah diuraikan diatas,

secara skematis yang akan dilakukan di dalam Menganalisis Permenhub No 108

Tahun 2017 terhadap Driver Angkutan Online Di Kota Bandar Lampung

apabila di tuliskan dalam sebuah kerangka pikir maka dapat digambarkan

sebagai berikut :

45

Gambar 2. Skema Kerangka Pikir

Analisis Kebijakan Permenhub No 108

1. pasal 27 poin d

2. pasal 42 poin c

3. pasal 44 poin d

Konsep Analisis

Kebijakan

Suharto (2005:102-

118)

1. Mendefinisikan

masalah kebijakan,

2. Mengumpulkan bukti

masalah,

3. Mengkaji penyebab

masalah,

4. Mengembangkan

alternatif atau opsi-opsi

kebijakan,

5. Menyeleksi alternatif

terbaik

1. Fenomena Moda Transportasi Online

2. Kebijakan pemerintah melakukan

Uji KIR pada taksi online, sama

halnya dengan angkutan umum

Taksi Online Taksi Konvensional/

Taksi konvensional

Online

Syarat dan

administrasi Pemilik kendaraan

Pribadi

Pemilik Kendaraan

Perusahaan

UJI KIR

1. Pengecekan dengan Uji KIR

2. Pengecekan melalui Service Berkala

Dampak

1. Tarif

2. Keselamatan

3. Kenyamanan

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu memberikan gambaran

tentang masalah yang diteliti, menyangkut Kebijakan Permenhub N0 108

Tahun 2017 Terhadap Driver Angkutan Online (Grab) Di Kota Bandar

lampung. Penggunaan penelitian kualitatif dipandang jauh lebih subyektif

karena menggunakan metode yang berbeda dari mengumpulkan informasi,

individu dalam menggunakan wawancara. pelaku ditujukan langsung kepada

Driver Grab sehingga dengan menggunakan penelitian kualitatif dengan

metode wawancara langsung kepada Driver Grab akan mendapat jawaban

yang tepat.

Menurut Nawawi (2001: 63), metode deskriptif merupakan suatu jenis

penelitian yang berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan

gambaran suatu gejala sosial atau keadaan subyek atau obyek penelitian

berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Sedangkan

penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor ( Nawawi, 2001: 66), adalah

salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.

47

B. Fokus Penelitian

Penulis akan memfokuskan tentang Analisis Kebijakan Permenhub N0 108

Tahun 2017 Terhadap Driver Angkutan Online (Grab) Di Kota Bandar lampung.

A. Variabel analisis kebijakan menggunakan Teori Suharto (2005: 102-108) yaitu :

1. Mendefinisikan masalah kebijakan

2. Mengumpulkan Bukti Masalah

3. Mengkaji Penyebab Masalah

4. Mengembangkan alternatif atau opsi-opsi kebijakan

5. Menyeleksi Alternatif Terbaik

Sedangkan untuk melihat dampak kebijakan tersebut penulis mengacu pada tiga

point yang menjadi masalah dalam Peraturan Menteri Perhubungan

Perhubungan No 108 Tahun 2017 yaitu :

1. Pasal 27 poin d kendaraan dilengkapi dengan tanda Khusus berupa Stiker dari

dinas Perhubungan

2. Pasal 42 poin c Kendaraan Melakukan Uji KIR

3. Pasal 44 poin d Pengemudi Memiliki SIM UMUM

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dalam penelitian ini dilakukan di Dinas Perhubungan dan

Kantor Grab (Driver Grab) Kota Bandar Lampung.

48

D. Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan oleh penulis adalah data hasil penelitian

didapatkan melalui dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder.

Menurut Lofland dalam Burhan (2011: 47) sumber data utama dalam

penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen dan lain-lain, dimana data hasil penelitian

didapatkan melalui dua sumber data, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara

yang diperoleh dari narasumber atau informan yang dianggap berpotensi

dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya di lapangan.

Informan dalam penelitian ini adalah dari pihak grab yaitu 3 orang

pengemudi Taksi Online (Grab), 3 orang pengemudi taksi konvensional

dan 2 Pegawai Dinas Perhubungan yang mengerti masalah kebijakan

Permenhub No 108 Tahun 2017, serta dari pihak perusahaan Grab 2

Karyawan dan 3 orang pengguna aplikasi.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data sebagai data pendukung data primer dari

literatur dan dokumen serta data yang isinya menyangkut tentang masalah

yang bersangkutan dengan penelitian yang dikaji oleh penulis, dapat

berupa bahan bacaan, bahan pustaka, dan laporan-laporan penelitian yang

terdapat pada lokasi penelitian berupa. Data-data tersebut bersumber dari

dokumentasi berupa foto-foto kegiatan, arsip, situs, dan sumber-sumber

lain yang bisa diterima.

49

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

proses penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Untuk mengumpulkan data dengan seakurat mungkin mengenai variabel

yang akan dikaji, penulis menggunakan tiga teknik pengumpulan data yaitu:

1. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab antara penulis dengan

beberapa narasumber yang dianggap telah memenuhi syarat atau relevan

dengan penelitian ini. Wawancara ini dilakukan secara tak berencana dan

terbuka dimana narasumber atau informan diberikan kesempatan untuk

menjawab pertanyaan secara bebas dengan harapan agar memeroleh

kejelasan dari sumber-sumber data yang belum dipahami oleh penulis,

serta untuk memeroleh realita objek yang diteliti. Wawancara merupakan

instrumen kunci pada penelitian ini.

Wawancara dilakukan terhadap Pihak Gojek (Pengemudi Taksi),

Pengemudi Taksi Konvensional dan pihak Dinas Perhubungan. Hasil

wawancara ini selanjutnya diolah sehingga mampu disajikan

dipembahasan nanti. Kendala yang dilakukan penulis selama wawancara

ialah informan menjawab pertanyaan yang tidak sesuai sehingga

menyulitkan penulis untuk mengolah dan menemukan informasi yang

sebenarnya. Menurut Stewan dan Cash ( Burhan, 2011: 64), wawancara

adalah suatu proses komunikasi interaksional antara dua orang, setidaknya

satu diantaranya memiliki tujuan tertentu yang telah ditetapkan

50

sebelumnya, dan biasanya melibatkan pemberian dan menjawab

pertanyaan.

Tabel 1.1 Sumber Informasi

Responden Jumlah

Pegawai Dinas Perhubungan 2 Orang

Pengemudi Taksi Online 3 Orang

Pengemudi Taksi Konvensional 2 Orang

Karyawan Perusahaan Gojek 2 Orang

Pengguna Aplikasi 3 orang

Total Responden 12 Orang

2. Observasi

Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan indra

sehingga tidak hanya dengan pengamatan menggunakan mata, mendengar,

mencium, mengecap, dan meraba termasuk bentuk observasi. Pengumpulan

data dengan cara mengadakan pengamatan langsung terhadap objek

penelitian.

3. Dokumentasi

Pengambilan data yang diperoleh berdasarkan informasi-informasi dan

dokumen-dokumen yang digunakan untuk mendukung keterangan maupun

fakta yang berhubungan dengan obyek penelitian.

F. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan proses memeriksa data (editting) yang terkumpul

guna memastikan kesempurnaan pengisian dari setiap instrumen

51

pengumpulan data. Faisal (2010: 149) setelah data-data hasil penelitian

dikumpulkan, maka tahap selanjutnya adalah berupa pengolahan data.

Menurut Miles dan Huberman dalam Emzir (2011: 129-135) teknik

pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap,

yaitu:

1. Reduksi Data

Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemfokusan,

penyederhanaan, abstraksi dan pentransformasian data mentah yang

terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis. Reduksi data adalah suatu

bentuk analisis yang mempertajam, memilih, memokuskan, membuang

dan menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat

digambarkan dan diverifikasikan. Reduksi data dilakukan pada data

primer maupun sekunder dan dilakukan terus-menerus selama penelitian

berlangsung. Peneliti dengan itu melakukan reduksi data dari informan

yang telah diwawancarai kemudian dirangkum dan difokuskan pada hal-

hal yang penting untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.

2. Penyajian data (Data Display)

Penyajian data berguna untuk memudahkan peneliti melihat gambaran

secara keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian. Batasan yang

diberikan dalam penyajian data adalah sekumpulan informasi yang

tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Pada penelitian ini penyajian data diwujudkan

dalam bentuk uraian, dan foto atau gambar sejenisnya. Akan tetapi,

paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian ini

adalah dengan teks naratif.

52

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan bagian satu kegiatan dari konfigurasi

yang utuh. Makna-makna yang muncul dari data harus dapat diuji

kebenarannya, memelihara kejujuran dan kecurigaannya atau teruji

kepercayaan dan kekuatannya yang merupakan validitasnya. Setelah

data-data tersebut diuji kebenarannya peneliti kemudian menarik

kesimpulan berdasarkan data tersebut. Proses analisis yang peneliti

lakukan adalah dengan mengacu pada kerangka pikir yang telah

dirumuskan. Dalam penelitian ini penarikan kesimpulan dilakukan

dengan pengambilan intisari berdasarkan observasi, wawancara, dan

dokumentasi hasil penelitian.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data bertujuan menyederhanakan ke dalam bentuk yang

lebih mudah dipahami dan diinterpretasikan. Analisis data dalam penelitian

ini dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif untuk menganalisis data

dengan cara memaparkan, mengelola, menggambarkan dan menafsirkan

hasil penelitian dengan susunan kata-kata dan kalimat sebagai jawaban atas

permasalahan yang diteliti. Menurut Moleong (2001: 263), analisis data

adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah

dibaca dan diinterpretasikan.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif, dengan

memasukkan data dari informan atau wawancara yang kemudian dianalisis

dan ditarik sebuah kesimpulan. Sehingga dalam penelitian ini penulis akan

memasukkan data yang telah didapat, berupa wawancara kepada pihak grab

53

(Driver Grab) dan Pegawai Dinas Perhubungan Terkait Kebijakan

Permenhub No 108 Tahun 2017.

H. Teknik Keabsahan Data

Lexy J Moleong (2010: 324) menyatakan bahwa untuk menetapkan keabsahan

(trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Teknik pemeriksaan

atas sejumlah kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan adalah derajat

kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan

(dependability), dan kepastian (confirmability). Temuan atau data yang

diperoleh dari penelitian kualitatif dinyatakan valid apabila tidak ada

perbedaannya antara yang dilaporkan peneliti dengan yang sesungguhnya

terjadi pada objek yang diteliti. Lexy J Moleong (2010: 330), triangulasi

merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu

lain dari luar untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data-data tersebut.

Penelitian ini menggunakan data triangulasi sumber dan teknik. Triangulasi

sumber untuk menguji keabsahan data dilakukan dengan mengecek dan

membandingkan data yang diperoleh dari satu informan dengan informan lain.

Triangulasi teknik dilakukan dengan membandingkan data dari hasil

wawancara dengan observasi dan dokumentasi. Hal ini bertujuan untuk

mendapatkan data yang reliabel yang didasarkan pada fakta yang ada di

lapangan.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai kebijakan

penyelenggaraan taksi online (angkutan sewa khusus) di Kota Bandar

Lampung dapat disimpulkan bahwa:

1. kebijakan Peraturan Menteri Perhubungan No 108 Tahun 2017 terhadap

pengemudi taksi daring (online) di Kota Bandar Lampung tidak

dilaksanakan oleh para pengemudi karena pengujian kendaraan uji KIR

dianggap tidak sesuai dilakukan pada mobil pribadi mereka.

2. Kebijakan Peraturan Menteri Perhubungan No 108 Tahun 2017 belum

mempunyai daya paksa dimana sanksi-sanksi yang ada belum membuat

pengemudi taksi online mematuhi peraturan tersebut.

3. Kebijakan tersebut masih pada tahap sosialisasi karena sejak dikeluarkan

pada 1 November 2017 sampai saat ini baik pengemudi taksi online

ataupun taksi konvensional, masyarakat (pengguna taksi online), tidak

mengetahui adanya peraturan tersebut.

4. Dampak kebijakan Peraturan Menteri Perhubungan No 108 Tahun 2017

Terhadap, Khususnya Pengemudi taksi daring (online) Umumnya Taksi

Konvensional di Kota Bandar Lampung, secara rinci dijelaskan sebagai

berikut:

130

a. Tarif

Berdasarkan Kebijakan Peraturan Menteri Perhubungan No 108 Tahun

2017 Penetapan tarif angkutan sewa online dilakukan berdasarkan

kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa transportasi melalui

aplikasi berbasis teknologi informasi dengan berpedoman pada tarif batas

bawah dan atas dengan tujuan mengurangi persaingan tarif murah yang

tidak sehat.

b. Keselamatan

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 108 Tahun 2017,

Kemenhub mencantumkan sejumlah persyaratan guna menjaga

keselamatan, Peraturan itu antara lain setiap kendaraan mitra dari

aplikator (Go-Jek, Grab dan lain sebagainya) harus melalui proses Uji

KIR. Pengemudi pun juga harus memiliki SIM A Umum, dan

memperhatikan waktu kerja serta jam istirahat.

c. Kenyamanan

Seluruh pengguna taksi online menyatakan lebih nyaman memakai taksi

online untuk segi harga dan mobil dibandingkan dengan angkutan umum

lainnya yang dalam hal ini taksi konvensional.

B. Saran

Berdasarkan temuan di lapangan, peneliti memberikan beberapa saran

agar kebijakan tersebut dapat efektif antara lain:

1. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia perlu melakukan

pemetaan ulang instrumen kebijakan yaitu berupa reward dan

131

Punishment penyelenggaraan taksi online karena Peraturan Menteri

Perhubungan No 108 Tahun 2017 belum memiliki daya paksa sehingga

tidak dapat mencapai tujuan kebijakan.

2. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia perlu memberikan

regulasi khusus mengenai pengemudi taksi online yang menjadikan Grab

sebagai pekerjaan sambilan (freelance), karena melihat banyaknya para

pengemudi belum mematuhi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108

Tahun 2017, regulasi itu berupa membedakan sistem pengujian

kendaraan. Jika taksi konvensional nomor uji diketok pada rangka

kendaraan, taksi online cukup di berikan stiker uji lulus (uji KIR).

3. Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung perlu memberikan sosialisasi

terhadap angkutan online/angkutan sewa khusus mengenai Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 agar terjalin komunikasi

dan informasi yang baik antara Pemerintah Kota Bandar Lampung

dengan pihak angkutan online sehingga dapat berjalan dengan baik.

4. Meningkatkan terkait dalam hal bidang pengawasan, baik dari

Kementerian perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informatika

(Kemkominfo), Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), serta

seluruh dinas komunikasi dan informatika Dinas Perhubungan Kota

Bandar Lampung, dan Polrestabes Kota Bandar Lampung. Dinas

Perhubungan Kota Bandar Lampung perlu meningkatkan pengawasan

penyelenggaraan taksi online (angkutan sewa khusus) di Kota Bandar

Lampung.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Agustino Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik.Alfabeta. Bandung.

AG, Subarsono. 2012. Analisis Kebijakan Publik (Konsep, teori, dan Aplikasi).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Edisi Kedua).

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Islamy, Irfan. 2001. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:

Bumi Aksara.

Nugroho, Riant. 2014. Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Moeloeng, Lexy. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya.

Bandung.

Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. 2010.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji

Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung: Alfabeta

Tjiptono Fandy. 2000. Prinsip- Prinsip Total Quality Service. Yogyakarta : Andi

Jurnal :

Nadyasari. 2015.Implementasi Kebijakan Terhadap Angkutan Antar Jemput

Dalam Provinsi (Travel) Di Kota Pekanbaru ( diakses tanggal 25 januari

2018)

Rifaldi, Kadunci dan Sulistyowati. 2016. Pengaruh Kualitas Pelayanan

Transportasi Online Gojek Terhadap Kepuasaan Pelanggan pada

Mahasiswa/I Administrasi Niaga Politeknik Negeri Jakarta ( diakses

Tanggal 25 Januari 2018)

Referensi Peraturan :

Permenhub No 108 Tahun 2017 penyelenggaraan angkutan orang dengan

kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek

Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 63. Tahun 2003 Tentang

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Referensi Website:

(https://aprikurnita.wordpress.com)

(http://www.lampost.com)

(http://www.academia.edu)

(http://www.lampost.com)

(https://www.kupastuntas.co )