Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
469
ANALISIS KECEMASAN DAN KESULITAN BELAJAR
MATEMATIKA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
KELAS XI SMA NEGERI 5 CIREBON
Mochammad Subhan Faktafan, Widya Liesdiana Larasati, Reza Fauzi
Baharsyah, Mochammad Rifki Maulana
Program Studi Pendidikan Matematika, UNSWAGATI
Email: [email protected]
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan
mendeskripsikan bagaimana kecemasan dan kesulitan belajar
matematika yang dialami oleh siswa-siswi SMA, kelas XI. Metode
penelitian yang kita gunakan adalah teknik-teknik pengumpulan
dan analisis data kualitatif miles dan huberman, yaitu dengan cara
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Instrumen
penelitian yang digunakan yaitu, dokumen kuisioner, dokumen
wawancara berupa rekaman video dan catatan pengamatan berupa
tes tertulis. Target penelitian adalah siswa-siswi dari SMA Negeri
5 Cirebon dengan teknik pengambilan sampel yang dilakukan
adalah menggunakan teknik Simple Random Sampling. Sehingga
diambil sebanyak 35 siswa dari 209 siswa dari program MIPA.
Kata kunci: Kecemasan, Kesulitan Belajar, Hasil Belajar
Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusianya. Namun, untuk menumbuhkan kualitas manusia yang baik dan
berbakat, Pendidikan menjadi peran penting dan juga sekaligus alat utama
yang dibutuhkan untuk kemajuan suatu bangsa dan negara tersebut.
Pendidikan merupakan suatu alat penting untuk memberdayaan manusia
agar manusia tersebut dapat menjadi manusia yang berakhlak dan bermoral
baik, dan juga menjadi sarana penting dalam menemukan minat dan bakat
diri manusia tersebut yang dapat berguna bagi bangsa dan negara. Oleh sebab
itu, Pendidikan menjadi tolak ukur kualitas suatu bangsa. Semakin baik
Pendidikan yang diberikan, maka akan semakin baik pula kualitas manusia
yang menerima pendidikan tersebut.
470
Berbagai upaya sudah dilakukan oleh tenaga pendidik dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran, seperti pembaharuan kurikulum, pengembangan
model belajar, perubahan system penilaian, dan lain sebagainya, namun
segala upaya yang dilakukan tersebut, kualitas Pendidikan di Indonesia masih
jauh terbilang cukup baik.
Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kualitas Pendidikan, yaitu
eksternal dan internal. Faktor-faktor eksternal ini meliputi, sarana atau
fasilitas belajar yang kurang memadai, kurangnya tenaga pendidik, dan lain
sebagainya, sedangkan faktor-faktor internalnya, ada pada diri siswa sebagai
penerima kendidikan, seperti kurangnya motivasi belajar, sulitnya menerima
pembelajaran dan lain sebagainya.
Dalam pelaksanaan Pendidikan di Indonesia, matematika menjadi mata
pelajaran pokok yang selalu ada dan dipelajari oleh hampir semua siswa dari
berbagai jenjang Pendidikan di Indonesia. Hal ini disebabkan, Matematika
merupakan salah satu ilmu dan juga alat bagi manusia untuk dapat melatih
diri dan membiasakan diri dalam menalar, berfikir kritis, kreatif dan juga
logis sehingga manusia tersebut dapat lebih berani dan lebih percaya diri
dalam menyelesaikan suatu masalah sesulit apapun dengan solusi terbaik
berdasarkan persepsi mereka. Akan tetapi, dalam penerapan nyatanya, justru
tidak seperti yang diharapkan dari tujuan diwajibkannya mata pelajaran
matematika ini, bahkan sebagian besar pelajar di Indonesia tidak menyukai
mata pelajaran ini, padahal matematika adalah ilmu yang sangat penting
dalam melatih kualitas intelek mereka.
Sebagian besar siswa justru merasa kesulitan dalam mengikuti pelajaran
matematika dan hal ini dapat dilihat langsung dari hasil belajar matematika
mereka yang dapat dikatakan kurang memuaskan, terutama pada hasil tes
yang biasa dilakukan di setiap sekolah.
Terkait dengan hal tersebut, peneliti mencoba untuk melakukan suatu
penelitian secara kualitatif deskriptif dan ekspoloratif untuk mengetahui
gambaran secara garis besar pengaruhnya kecemasan dan kesulitan belajar
terhadap hasil belajar siswa. Adapun alasan peneliti dalam memilih siswa-
471
siswi SMA sebagai target subjek yang akan diteliti, yaitu sebab siswa-siswi
SMA merupakan tingkatan di mana siswa-siswi sudah mulai diperkenalkan
matematika yang bersifat abstrak, sehingga tingkat kesulitan matematikanya
lebih tinggi dibandingkan tingkat-tingkat SMP atau bahkan SD yang
matematikanya lebih cenderung konkret atau semi-konkret.
KECEMASAN
Kecemasan atau anxiety adalah kondisi kejiwaan yang penuh dengan
kekhawatiran dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan
dengan permasalahan yang terbatas maupun hal-hal yang aneh. Deskripsi
umum akan kecemasan, yaitu perasaan tertekan dan tidak tenang, serta
berpikiran kacau dengan disertai banyak penyesalan. Hal ini sangat
berpengaruh pada tubuh, hingga tubuh dirasa menggigil, menimbulkan
banyak keringat, jantung berdegup cepat, lambung terasa mual, tubuh terasa
lemas, kemampuan produktivitas berkurang, hingga banyak manusia yang
melarikan diri ke alam imajinasi sebagai bentuk terapi sementara. (Musfir,
2005: 512).
Menurut Peplau, ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu
manusia, yakni sebagai berikut.
a. Tingkat kecemasan pertama, adalah tingkat kecemasan ringan. Tingkat
kecemasan ringan, yaitu tingkat kecemasan yang paling rendah, di mana
keadaan tegang yang dirasa oleh individu sering dijumpai dan biasa
dialami dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat kecemasan ini dapat
memotivasi individu tersebut untuk belajar dan mampu memecahkan
masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
b. Tingkat kecemasan yang kedua, adalah tingkat kecemasan sedang, yaitu
tingkat kecemasan di mana Individu manusia tersebut merasakan
ketegangan yang tidak biasa dialami seperti biasanya. Individu di tingkat
kecemasan ini akan mengalami penyempitan persepsi, perhatiannya
menjadi lebih terpusat pada satu masalah dan biasanya mudah
terpengaruh oleh suatu arahan dari orang lain hanya demi
menyelesaikan satu permasalahan yang menjadi fokusnya tersebut.
c. Tingkat kecemasan yang ketiga, adalah tingkat kecemasan tinggi, yaitu
tingkat kecemasan dimana individu yang merasakannya, perhatiannya
menjadi sangat sempit hingga pada detail yang kecil (spesifik) dan
lapangan persepsi individu menjadi sangat sempit dan tidak dapat
472
berfikir tentang hal-hal lain. Pada tingkat kecemasan ini, individu sangat
memerlukan arahan atau perintah dari orang lain agar bisa focus
terhadap hal-hal yang lain.
d. Tingkat kecemasan yang keempat, adalah panik. Panik merupakan
tingkat kecemasan yang paling tinggi di mana individu yang
merasakannya menjadi hilang kendali dan detail perhatiannya hilang.
Individu tersebut juga mengalami aktifitas motorik, berkurangnya
kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi
dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Hal
ini biasanya terjadi dengan disorganisasi kepribadian. Contoh individu
yang mengalami ini adalah pecahnya keperibadian atau despersonalisasi
(Suliswati, 2005: 48).
Adapun pengertian dari kecemasan matematika, yaitu perasaan tegang,
ketidakberdayan, disorganisasi mental dan takut seseorang yang muncul
ketika dihadapkan dengan persoalan memanipulasi angka dan bentuk dan
pemecahan masalah matematika (Zakaria, 2008: 27-30). Gejala-gejala tersebut
dapat muncul pada situasi atau kegiatan yang berkaitan dengan pelajaran
matematika. Oleh sebab itu Kirkland membuat suatu kesimpulan mengenai
hubungan antara tes, kecemasan, dan prestasi belajar atau hasil belajar sebagai
berikut.
a. Tingkat kecemasan sedang biasanya mendorong untuk belajar,
sedangkan kecemasan yang tinggi mengganggu belajar.
b. Siswa-siswi dengan tingkat kecemasan yang rendah lebih merasa
cemas dalam menghadapi tes, dari pada siswa-siswi yang pandai.
c. Bila siswa cukup mengenal jenis tes yang akan dihadapi, maka
kecemasan akan berkurang.
d. Pada tes-tes yang mengukur daya ingat, siswa-siswi yang sangat
cemas memberikan hasil yang lebih baik dari pada hasil yang diberikan
siswa- siswi yang kurang cemas. Pada tes-tes yang membutuhkan cara
berfikir yang fleksibel, siswa-siswi yang sangat cemas mendapatkan
hasil yang lebih buruk.
e. Kecemasan terhadap tes bertambah, bila hasil tes dipakai untuk
menentukan tingkat-tingkat kemampuan siswa (Slameto, 2010:186)
473
KESULITAN BELAJAR
Kesulitan belajar adalah suatu keadaan yang menyebabkan siswa tidak dapat
belajar sebagaimana mestinya (Dalyono, 1997: 229). Menurut Sabri (dalam
bukunya, 1995: 88), kesulitan belajar adalah suatu keadaan di mana siswa
mengalami kesukaran dalam menerima atau menyerap pembelajaran di
sekolah. Jadi, berdasarkan pengertian kesulitan belajar yang sudah diutarakan
oleh para pakar, peneliti mengambil kesimpulan, bahwa kesulitan belajar
adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi atau mencapai
kriteria yang diharapkan oleh individu tersebut setelah melalui proses belajar
baik dalam sekali proses, atau bahkan dalam berulang kali proses belajar.
Kesulitan belajar dapat menyebabkan suatu keadaan belajar yang sulit
sehingga dapat memberikan dampak resiko yang tinggi akan timbulnya suatu
keputusasaan yang bisa memaksakan siswa agar berhenti untuk belajar.
Adanya kesulitan belajar pada siswa, dapat dideteksi dengan kesalahan-
kesalahan siswa dalam mengerjakan tugas, soal-soal tes, dan lain sebagainya.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar, biasanya ditandai dengan adanya
gejala-gejala seperti:
a. Prestasi belajar yang rendah, atau di bawah rata-rata yang dicapai oleh
kelompok kelas
b. Hasil yang dicapai tidak sesuai atau tidak seimbang dengan usaha yang
dilakukan
c. Lambat dalam melakukan tugas belajar dan selalu tertinggal dari kawan-
kawannya
d. Menunjukan prilaku yang tidak wajar seperti membolos, menentang,
bersikap acuh tak acuh, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, tidak teratur
dalam kegiatan belajar dan lain sebagainya
e. Menunjukan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung,
mudah tersinggung, pemarah, atau kurang bahagia dalam menghadapi
situasi tertentu.
f. Adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar
g. Tidak berhasil dalam penguasaan materi yang diperlukan sebagai
prasyarat bagi kelanjutan tingkat belajar berikutnya
474
h. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat
berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang
dimiliinya
i. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran
tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi minimal dalam
pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (Yudhawati dan
Haryanto, 2011: 143-146).
Menurut Drs. Omar Hamalik (dalam bukunya, 2005: 117) menjelaskan, bahwa
faktor-faktor penyebab terjadinya kesulitan belajar dapat digolongkan
menjadi 4 (empat), yaitu:
a. Faktor-faktor dalam diri siswa, atau bisa disebut sebagai faktor internal.
Faktor internal, antara lain tidak mempunyai tujuan belajar yang jelas,
kurangnya minat belajar, kesehatan yang sering terganggu, kurangnya
penguasaan Bahasa dan lain sebagainya.
b. Faktor-faktor dari lingkungan sekolah, yaitu faktor-faktor yang berasal
dari dalam sekolah, seperti kurangnya bahan-bahan bacaan, kurangnya
penyediaan fasilitas sekolah, kurangnya tenaga pendidik atau kurangnya
kualitas para pendidik, penyelenggaraan pembelajaran yang terlalu padat
dan lain sebagainya.
c. Faktor-faktor dari lingkungan keluarga, yaitu faktor-faktor yang berasal
dari dalam keluarga siswa, seperti kemampuan perekonomian keluarga
yang kurang, adanya masalah dalam keluarga, kurangnya perhatian dari
keluarga, dan lain sebagainya.
d. Faktor-faktor dari lingkungan masyarakat, seperti pergaulan lingkungan
yang kurang baik, mendapat kesibukan lain diluar sekolah seperti
pekerjaan, organisasi masyarakat (ormas) dan lain sebagainya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan observasi lapangan ke sekolah
SMA Negeri 5 Cirebon dengan target penelitian, yaitu siswa siswi kelas XI
program MIPA. Adapun instrumen penelitian, yaitu berupa angket,
wawancara, tes tertulis dan laporan hasil belajar yang mereka dapat selama
belajar di sekolah.
475
Dari instrumen yang telah disiapkan, diharapkan penelitian yang dilakukan
dapat mengungkapkan hasil gambaran gejala-gejala yang muncul dari subjek
penelitian dan hal ini diharapkan dapat ditelusuri dari 4 instrumen penelitian
yang telah di siapkan. Oleh karena itu, penelitian ini bersifat Kualitatif
Eksploratif dan Deskriptif yang mana datanya berupa kata-kata tertulis
dan/atau lisan dan juga sajian data statistik sederhana yang menggambarkan
situasi kecemasan dan kesulitan belajar matematika siswa yang diteliti.
Menurut Arikunto, apabila populasi dalam penelitian subjeknya kurang dari
100, penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi jika populasinya
lebih dari 100, maka dapat diambil 10% sampai 15%, atau 20% sampai 25%
atau lebih. (Arikunto, 2006:134). Merujuk pada penjelasan Arikunto dalam
bukunya, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik Simple
Random Sampling dengan mengambil sampel sebanyak 35 siswa yang mana 35
siswa tersebut adalah seluruh siswa satu kelas dari XI MIPA 1 dari 209
siswa.untuk seluruh siswa program MIPA kelas XI.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Terkait dengan parameter untuk mengukur seberapa besar tingkat kecemasan
belajar matematika dan juga tingkat kesulitan belajar yang dialami siswa
berdasarkan hasil jawaban kuisioner, data yang disajikan sebagai hasil
penelitian ini akan dibuat dalam bentuk persentase, sehingga dari rentangan
0% hingga 100%, semakin besar nilai persentase untuk skor tingkat kecemasan
belajar matematika siswa dan mendekati nilai 100%, maka siswa tersebut
semakin cenderung terindikasi memiliki tingkat kecemasan belajar
matematika yang tinggi. Begitu juga untuk tingkat kesulitan belajar.
Tabel 1. Deskriptif Statistik Tingkat Kesulitan Belajar Matematika siswa
kelas XI MIPA 1
Statistik Skor Statistik dalam
persentase Sampel 34 orang
Skor Terendah ≈ 6,9% Skor Tertinggi ≈ 66,67%
Standar Deviasi ≈ 15,41% Rata-rata ≈ 35,08%
476
Dari tabel 1, Deskriptif Statistik di atas, menunjukan bahwa kesulitan belajar
matematika pada siswa kelas XI MIPA 1, SMA Negeri 5 Cirebon, dari 34 siswa
yang diteliti, skor terendah yang diperoleh yaitu sebesar 6,9% yang berarti s
iswa tersebut cenderung memiliki tingkat kesulitan belajar yang terendah di
antara siswa lainnya dan adapun skor tertinggi yang diperoleh yaitu 66,67%
yang berarti siswa tersebut cenderung memiliki tingkat kesulitan belajar yang
tertinggi di antara siswa lainnya. Sehingga jangkauan data yang diperoleh
adalah sebesar 59,77%. Adapun rata-rata besarnya tingkat kesulitan belajar
siswa di kelas tersebut adalah sebesar 35,08% dengan standar deviasi 15,41%.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Kesulitan Belajar Matematika
Siswa Kelas XI MIPA 1
Kategori kesulitan belajar
Skor Statistik dalam
persentase, besarnya
ada di kisaran
Jumlah
siswa
(frekuensi) Kategori Rendah 0% ≤ 𝑋 < 22% 5
Kategori Sedang 22% ≤ 𝑋 < 53% 25
Kategori Tinggi 53% ≤ 𝑋 < 100% 4
Dari tabel 2, menunjukan bahwa data tingkat kesulitan belajar matematika
pada siswa kelas XI MIPA 1, SMA Negeri 5 Cirebon yang diperoleh dari
instrumen penelitian yaitu dokumen quisioner, bahwa terdapat 5 siswa yang
tingkat kesulitan belajarnya dikategorikan rendah dengan skor statistik ada
pada kisaran 0% sampai dengan kurang dari 22% dari seluruh siswa di kelas,
25 siswa yang tingkat kesulitan belajarnya dikategorikan sedang dengan skor
statistik ada pada kisaran 22% sampai dengan kurang dari 53% dari seluruh
siswa di kelas, 4 siswa yang tingkat kesulitan belajarnya dikategorikan tinggi
dengan skor statistik ada pada kisaran 53% sampai dengan kurang dari 100%
dari seluruh siswa di kelas.
Tabel 3. Deskriptif Statistik Tingkat Kecemasan Matematika siswa
kelas XI MIPA 1
Statistik Skor Statistik dalam
persentase Sampel 34 orang
477
Skor Terendah ≈ 14,29% Skor Tertinggi ≈ 84,62%
Standar Deviasi ≈ 21,38% Rata-rata ≈ 49,02%
Dari tabel 3, Deskriptif Statistik di atas, menunjukan bahwa kecemasan
belajar matematika pada siswa kelas XI MIPA 1, SMA Negeri 5 Cirebon, dari
34 siswa yang diteliti, skor terendah yang diperoleh yaitu sebesar ≈14,29%
yang berarti siswa tersebut cenderung memiliki tingkat kecemasan belajar
matematika yang terendah di antara siswa lainnya dan adapun skor
tertinggi yang diperoleh yaitu ≈ 84,62% yang berarti siswa tersebut
cenderung memiliki tingkat kecemasan belajar matematika yang tertinggi di
antara siswa lainnya. Sehingga jangkauan data yang diperoleh adalah sebesar
≈70,33%. Adapun rata-rata besarnya tingkat kecemasan belajar matematika
siswa di kelas tersebut adalah sebesar ≈49,02% dengan standar deviasi
21,38%.
Tabel 4. Deskriptif Statistik Tingkat Kecemasan Belajar Matematika siswa
kelas XI MIPA 1
Kategori kecemasan
matematika
Skor Statistik dalam
persentase, besarnya
ada di kisaran
Jumlah siswa
(frekuensi)
Kategori Rendah 0% ≤ 𝑋 < 23% 6
Kategori Sedang 23% ≤ 𝑋 < 60% 17
Kategori Tinggi 60% ≤ 𝑋 < 100% 11
Dari tabel 4, menunjukan bahwa data tingkat kecemasan matematika pada
siswa kelas XI MIPA 1, SMA Negeri 5 Cirebon yang diperoleh dari instrumen
penelitian yaitu dokumen quisioner, terindikasi bahwa terdapat 6 siswa yang
tingkat kecemasan belajar matematikanya dikategorikan rendah dengan skor
statistik ada pada kisaran 0% sampai dengan kurang dari 23% atau sebanyak
≈ 17,65% dari seluruh siswa di kelas, 17 siswa yang tingkat kesulitan
belajarnya dikategorikan sedang dengan skor statistik ada pada kisaran 23%
sampai dengan kurang dari 60% atau sebanyak ≈ 50% dari seluruh siswa di
kelas, 11 siswa yang tingkat kesulitan belajarnya dikategorikan tinggi dengan
skor statistik ada pada kisaran 53% sampai dengan kurang dari 100% atau
sebanyak ≈ 32,35% dari seluruh siswa di kelas.
478
Tabel. 5 Deskripsi Statistika Grafik Prestasi Belajar Siswa Kelas XI
MIPA 1
Grafik Prestasi Belajar
Jumlah siswa
(frekuensi)
Jumlah siswa
dalam
persentase Naik 19 ≈ 55,88%
Cenderung Naik 3 ≈ 8,83%
Konsisten/Stabil 0 0%
Inkonsisten/Labil 12 ≈ 35,29%
Cenderung Turun ) 0 0%
Turun 0 0%
Tabel. 6 Deskriptif Statistik Tingkat Kecemasan dan Kesulitan Belajar
yang Dikategorikan Berdasarkan Grafik Prestasi Belajar Matematika
Siswa Kelas XI MIPA 1 Selama di Sekolah SMA Negeri 5 Cirebon
Grafik
Belajar
Tingkat
Kesulitan Belajar
Matematika
Tingkat
Kecemasan
Matematika
Jumlah
Siswa H M L H M L
Naik
V V 1
V V 0
V V 0
V V 4
V V 8
V V 2
V V 0
V V 2
V V 1
479
Cenderung Naik
V V 0
V V 0
V V 0
V V 0
V V 2
V V 1
V V 0
V V 0
V V 0
Labil
V V 2
V V 0
V V 0
V V 3
V V 4
V V 1
V V 3
V V 0
V V 1
Keterangan: H = Tinggi, M = Sedang dan L = Rendah
Berdasarkan data tabel 5, diketahui bahwa ada 19 siswa yang grafik prestasi
belajar matematikanya naik, 3 siswa yang grafik prestasi belajar
matematikanya cenderung naik (artinya, prestasi belajarnya meningkat dari
480
semester ke-1 ke semester ke-2, namun di semester 3 nilainya sama dengan
semester 2) dan 12 siswa yang grafik prestasi belajarnya Labil (tidak
konsisten).
Di antara siswa-siswa tersebut, diperoleh data berdasarkan tabel 6 yaitu,
bahwa ada 19 siswa yang prestasi belajarnya semakin membaik namun dari
19 siswa tersebut ada 1 orang yang memiliki tingkat kesulitan belajar dan
kecemasan belajar matematika yang tinggi, 4 siswa yang memiliki tingkat
kesulitan belajar sedang namun tingkat kecemasannya tinggi, 8 siswa yang
memiliki tingkat kesulitan belajar maupun tingkat kecemasan belajarnya
sedang, 2 siswa yang tingkat kesulitan belajarnya sedang namun tingkat
kecemasannya rendah, 2 siswa yang tingkat kesulitan belajarnya rendah
namun tingkat kecemasannya sedang, 1 siswa yang tingkat kesulitan belajar
maupun tingkat kecemasan belajarnya rendah. Ada juga 3 siswa yang grafik
prestasi belajarnya cenderung naik. Dengan kata lain, 3 siswa tersebut grafik
belajarnya naik dari semester 1 ke semester 2, sedangkan nilai belajar di
semester 3 tidak berbeda dengan nilai semester 2. 3 siswa tersebut di
antaranya, 2 siswa dengan tingkat kesulitan belajar maupun kecemasan
belajar rendah dan 1 siswa dengan tingkat kesulitan belajar rendah namun
tingkat kecemasannya rendah. Ada juga 12 siswa yang grafik belajarnya tidak
konsisten atau labil, 12 siswa tersebut di antaranya, 2 siswa dengan tingkat
kesulitan belajar maupun tingkat kecemasan belajarnya naik, 3 siswa dengan
tingkat kesulitan belajar sedang namun tingkat kecemasan belajarnya tinggi,
4 orang dengan tingkat kesulitan belajar maupun tingkat kecemasan
belajarnya sedang, 1 siswa dengan tingkat kesulitan belajar sedang namun
tingkat kecemasannya rendah, 3 siswa dengan tingkat kesulitan belajar
rendah namun tingkat kecemasan belajarnya tinggi.
Dari 34 siswa yang diteliti, dipilih 9 siswa yang diuji dengan tes wawancara
dan tes tertulis dengan materi tes yaitu tentang fungsi komposisi dan fungsi
invers. Dari 9 siswa tersebut diperoleh data statistik secara lengkap sebagai
berikut.
Tabel 7. Deskriptif statistik untuk siswa yang diseleksi untuk tes
tertulis dan tes wawancara.
481
Nama Siswa
Tingkat
Kesulitan
Belajar
Tingkat
Kecemasan
Belajar
Grafik Belajar
dengan rataan
nilai
H M L H M L
Fahmi Ardiansyah
V
V Naik
(Rataan: 87,67)
Whilda Fauziah
V
V
Naik
(Rataan: 82,67)
Liviana Nandawati
V
V
Naik
(Rataan: 84)
Abdul Ridwan
V
V
Naik
(Rataan: 83)
Kezia Yulianly Velda
Nababan
V
V
Naik
(Rataan: 82,33)
Firda Salsabila
V
V
Naik
(Rataan: 80,33)
Giansya Marsya Qonita
V
V Labil
(Rataan: 79,69)
Ahmad Fhaqih
V
V
Labil
(Rataan: 80,33)
Ahmad Al-Ghiffari
V
V
Naik
(Rataan: 82)
Keterangan: H = Tinggi, M = Sedang dan L = Rendah
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, (1) siswa yang bernama Fahmi
Ardiansyah adalah siswa yang memiliki prestasi belajar tertinggi dikelasnya.
Dalam pengamatan kami, siswa ini mengerjakan tes tertulis dengan sangat
santai, bahkan ketika diwawancarai, siswa ini tidak telihat cemas ataupun
482
gugup serta jawaban yang diberikan pun cukup baik dan beralasan namun
masih ditemukan banyaknya miskonsepsi dalam memahami definisi fungsi,
kurva fungsi, fungsi komposisi dan juga fungsi invers. (2) Siswa yang bernama
Whilda Fauziyah. Dalam mengerjakan tes tertulis, siswa ini terlihat cemas
serta kebingungan namun saat diwawancarai terlihat santai menjawab dan
mengerti selain itu dalam hal pemahaman definisi dan hitung berhitung
cukup baik namun kurang cermat. (3) Siswa yang bernama Liviana
Nandawati. Dalam mengerjakan tes tertulis terlihat tenang dan santai, namun
Saat diwawancarai, siswa ini terlihat sangat gugup, tegang, dan kurang
tenang. Ketika sedang diwawancarai terkait tentang hasil jawaban yang siswa
ini kerjakan, konsepsi yang siswa ini miliki khususnya materi yang diujikan
dapat dikatakan sangat baik dan beralasan (4) Siswa yang bernama Abdul
Ridwan. Saat tes tertulis, siswa ini terlihat tidak cemas dan bahkan tidak
gugup. Ketika diwawancarai tentang kesiapan siswa ini dalam menghadapi
ujian mendadak, siswa ini menjawab siap menghadapinya selama materi itu
dikuasainya. Namun, hasil dari tes tertulis yang diperoleh siswa ini masih
belum cukup baik. (5) Siswa yang bernama Kezia .Y.V Nababan. Ketika
sedang melaksanakan tes tertulis, siswa ini terlihat gugup dan gelisah. Saat
diwawancarai siswa ini mengatakan bahwa ia kurang percaya dengan
kebenaran dari jawabannya sendiri, sebab siswa ini merasa kurang siap untuk
menghadapi tes tertulis dan Hasil dari tes tertulis yang diberikan juga kurang
baik. (6) Siswi yang bernama Firda Salsabila. Ketika sedang mengerjakan tes
tertulis, siswi ini terlihat tenang dan tidak gelisah. Hasil tes tertulis yang
diperoleh siswa ini dapat dikatakan cukup baik dalam hitung berhitung
namun kurang dalam memahami konsep dasar yang diberikan tes tertulis.
Saat diwawancara, siswa ini terlihat tenang dan tidak gugup. (5) Siswi yang
bernama Giansya Marsya Qonita. Hasil tes tertulis siswi ini sangat kurang
baik. Ketika diwawancara, siswi ini terlihat kurang tenang dan ketika
memaparkan hasil jawaban yang diperolehnya dari tes tertulis, siswi ini masih
dikategorikan kurang baik dalam hal konsepsi dasar definisi fungsi dan
proses perhitungan matematikanya, (7) Siswa yang bernama Ahmad Fhaqih.
Ketika sedang mengerjakan tes tertulis, siswa ini terlihat tenang dan santai.
saat diwawancarai juga terlihat santai akan tetapi hasil jawaban tes tertulisnya
sangat kurang baik. (8) Siswa yang bernama Ahmad Al-Ghiffari. Saat
diwawancarai, siswa ini terlihat gugup namun ketika ditanya “apakah siap
jika menghadapi ujian mendadak?” siswa ini menjawab “siap”. Siswa ini juga
483
sempat belajar terlebih dahulu sebelum dilaksanakannya tes tertulis dikelas,
namun hasil tes tertulisnya kurang baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan dari hasil penelitian ini adalah, siswa yang memiliki tingkat
kecemasan matematika rendah mendorong siswa menjadi malas untuk
berusaha, namun hal ini biasanya terjadi pada siswa yang memiliki prestasi
belajar yang sangat baik atau sangat buruk. Hal ini menyebabkan prestasi
belajar siswa terhambat untuk terus meningkat. Siswa yang memiliki
kesulitan belajar matematika yang rendah lebih banyak dialami oleh siswa
yang memiliki tingkat kecemasan matematika yang relatif sedang atau rendah
dan memiliki prestasi belajar yang baik. Siswa yang berminat dalam belajar
matematika, tingkat kesulitan belajarnya relatif rendah dan prestasinya
cenderung naik. Siswa yang cenderung memiliki tingkat kecemasan di atas
rata-rata lebih banyak dialami oleh siswa yang memiliki tingkat kesulitan
belajar menengah ke atas dibandingkan siswa yang memiliki tingkat kesulitan
belajar yang rendah.
Untuk menyelesaikan problema ini, maka saran peneliti adalah dengan
memberikan suatu motivasi belajar, menanamkan minat dan kegemaran
dalam belajar matematika dan penanaman rasa percaya diri serta lingkungan
dan suasana belajar yang menyenangkan kepada siswa. Untuk mencapai
semua hal tersebut, maka guru adalah tokoh utama yang memiliki tugas
tersebut, di sisi lain dari tugas guru yang merupakan sebagai fasilitator dan
pembimbing.
DAFTAR PUSTAKA
Ariesto Hadi Sutopo dan Adrianus Arief, 2010. Judul : Terampil Mengolah
Data Kualitatif Dengan NVIVO. Penerbit Prenada Media Group :
Jakarta.
Hamid Darmadi (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Suryabrata, Sumardi. 2012. Psikologi Kepribadian. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Feist, Jess and Gregory J. Feist. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba
Koswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.