172
ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV SKRIPSI oleh: FARIZKY HISYAM 115090713111003 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR

TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

SKRIPSI

oleh:

FARIZKY HISYAM

115090713111003

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV
Page 3: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

i

ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR

TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains dalam bidang Fisika

oleh:

FARIZKY HISYAM

115090713111003

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 4: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

ii

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 5: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR

TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

oleh:

FARIZKY HISYAM

115090713111003

Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji

pada tanggal ...

dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains dalam bidang Fisika

Pembimbing I

Drs. Adi Susilo, M.Si, Ph.D

NIP. 19631227 1991 03 1002

Pembimbing II

Drs. Wasis, M.AB

NIP. 19551109 1984 03 1001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Fisika

Fakultas MIPA Universitas Brawijaya

Prof. Dr. Muhammad Nurhuda, Rer.Nat

NIP. 19640910 1990 02 1001

Page 6: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

iv

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 7: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

v

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Farizky Hisyam

NIM : 115090713111003

Jurusan : Fisika

Penulis Skripsi berjudul : Analisis Kejadian Gempa Bumi di

Jawa Timur Tahun 1960 – 2017 dengan Model Rantai Markov

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Isi skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya

sendiri dan tidak menjiplak karya orang lain. Karya-

karya dari nama-nama yang tercantum dalam Daftar

Pustaka digunakan semata-mata sebagai referensi atau

acuan.

2. Apabila di kemudian hari ternyata Skripsi yang saya

tulis terbukti hasil jiplakan maka saya akan bersedia

menanggung semua risiko yang akan saya terima.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

Malang, Oktober 2017

Yang menyatakan,

(Farizky Hisyam)

NIM. 115090713111003

Page 8: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

vi

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 9: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

vii

ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR

TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

ABSTRAK

Telah dilakukan analisis kejadian gempa bumi di Jawa Timur dengan

menggunakan model rantai Markov. Jawa Timur merupakan wilayah

dengan aktivitas kegempaan tinggi yang berasal dari aktivitas

subduksi dan sesar darat. Dibandingkan dengan model stokastik

lainnya, rantai Markov mampu menganalisis urut-urutan kejadian

gempa bumi di suatu wilayah dengan tingkat kegempaan tinggi. Data

yang digunakan adalah katalog gempa di Jawa Timur dan sekitarnya

tahun 1960 – 2017. Data diklasifikasikan menjadi gempa subduksi

dan gempa sesar darat. Data gempa didekluster dengan algoritma

Reasenberg (1985) untuk menghilangkan gempa susulan. Analisis

secara spasial dilakukan dengan membagi wilayah penelitian ke

dalam 9 region. Matriks probabilitas transisi yang memberikan

informasi probabilitas transisi terbesar kejadian gempa di setiap

regionnya dihitung untuk batas magnitudo yang berbeda.

Selanjutnya, uji Chi Kuadrat dilakukan untuk melakukan uji

independensi antarkejadian gempa. Analisis secara magnitudo

dilakukan dengan menentukan 3 keadaan magnitudo untuk gempa

kecil, moderat, dan besar. Dalam upaya analisis bahaya kegempaan

maka analisis rantai Markov dilakukan secara temporal dengan

menentukan periode aktif (1) dan inaktif (0) di setiap region

berdasarkan kejadian gempa 5 dan kedalaman 70 km di

setiap interval waktu yang telah ditentukan. Dari probabilitas transisi

dua keadaan ini dapat ditentukan durasi rata-rata periode aktif dan

inaktif di setiap region. Secara spasial dan magnitudo, kejadian

gempa subduksi 4 dan 5 serta gempa sesar darat 3 di

wilayah penelitian menunjukkan sifat rantai Markov orde pertama

dengan kuat. Secara temporal durasi rata-rata periode inaktif di

wilayah penelitian bervariasi dari 2,5 – 13,5 tahun. Hasil analisis ini

dapat digunakan dalam melakukan penilaian bahaya kegempaan di

wilayah Jawa Timur.

Kata Kunci: Rantai Markov, Kejadian Gempa, Jawa Timur, 1960 –

2017, Spasial, Magnitudo, Temporal.

Page 10: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

viii

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 11: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

ix

ANALYSIS OF EARTHQUAKE OCCURRENCE IN EAST JAVA

BETWEEN 1960 – 2017 USING MARKOV CHAIN MODEL

ABSTRACT

Earthquake occurrence in East Java has been analyzed using Markov

chain model. East Java is one of region prone to high seismicity

associated with subduction and inland fault activities. Compared

with another stochastic models, Markov chain enables to analyze

earthquake occurrence sequence in a high seismicity region. The

used catalog data comprised of earthquake events from East Java and

its vicinity for the time interval 1960 until 2017. Data were classified

into subduction earthquake and inland fault earthquake. Thereafter,

the data were declustered using Reasenberg (1985) algorithm for

removing the aftershock. Spatial analysis was conducted by dividing

the research area into 9 regions. Transition probability matrixes

which give information about the highest transition probability of

earthquake occurrence in each region were calculated for different

magnitude thresholds. Furthermore, Chi Square test has been applied

in order to examine the independence between earthquakes

occurrence. Magnitude analysis was carried by considering 3 states

of magnitude (small, moderate, and large earthquake). For seismic

hazard analysis purpose, the temporal Markov chain analysis has

been employed by determining the active (1) and inactive (0) period

in each region based on the occurrence of earthquake with 5

and depth 70 km. From the two state probability transition, the

mean duration of active and inactive periods in each region have

been obtained. Both spatial and magnitude analysis results inferred

that subduction earthquake with 4, 5, and inland fault

earthquake with 3 exhibited strong first order Markov property,

i.e. there was a robust dependency between an earthquake occurrence

and the successive occurrence. The mean duration of inactive period

in research area varied from 2.5 until 13.5 years. Thus, these analysis

results were very useful in assessing the seismic hazard in East Java.

Keywords: Markov Chain, East Java, Earthquake Occurrence, 1960

– 2017, Spatial, Magnitude, Temporal.

Page 12: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

x

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 13: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamiin. Puji syukur kehadirat Allah

S.W.T. Penulis panjatkan karena atas limpahan rahmat dan karunia-

Nya, Penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir dengan judul

“Analisis Kejadian Gempa Bumi di Jawa Timur Tahun 1960 –

2017 dengan Model Rantai Markov”. Laporan Tugas Akhir ini

Penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Brawijaya.

Motivasi Penulis untuk melakukan penelitian Tugas Akhir

dengan judul ini beranjak dari sebuah kutipan salah satu surat kabar

nasional bertanggal 30 Oktober 2010 (empat hari pascabencana

erupsi Merapi dan gempa Mentawai 2010) yang Penulis baca di lobi

sebuah penginapan – sekitar 24,5 kilometer sebelah Selatan dari

puncak Merapi:“Bahwa kita hidup di atas bara api, tinggal di

perbatasan tiga lempengan Eropa-Asia, Asia-Pasifik, dan Australia-

Asia yang setiap saat berderak-derak”. Dengan demikian, perlunya

pemahaman yang baik mengenai kondisi seismisitas Indonesia dalam

upaya kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan bencana geologi

yang terjadi adalah sebuah keniscayaan.

Penyelesaian laporan Tugas Akhir ini juga tidak akan tercapai

tanpa adanya bantuan dari sejumlah pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan kali ini Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah S.W.T. atas 86.400 sekon yang telah Dia berikan

setiap harinya. Hva mer trenger du? 2. Keluarga Penulis atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang

selama ini tidak pernah berhenti diberikan: Bapak, ayah

serba bisa (superdad) yang memperkenalkan ketertarikan

Penulis akan sejarah (arkeologi!) dan pengetahuan umum.

Ibu, yang selalu menyisipkan motivasi dan mengingatkan

Penulis untuk tidak boleh berkecil hati karena semua anak

memiliki kesempatan yang sama. Adik, teman bermain dan

bertengkar masa kecil, yang memiliki tujuan sama meskipun

mencapainya dengan cara yang berlainan. 3. Bapak Muhammad Nurhuda, selaku ketua jurusan Fisika

Universitas Brawijaya dan Bapak Alamsyah M. Juwono

Page 14: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xii

selaku ketua program studi Geofisika Universitas Brawijaya

yang telah mengizinkan Penulis untuk melaksanakan

penelitian Tugas Akhir ini.

4. Bapak Adi Susilo, selaku dosen Pembimbing Akademik

Penulis selama menempuh S1 dan Pembimbing I yang telah

memberikan bantuan, bimbingan, saran, dan masukan

kepada Penulis.

5. Bapak Wasis, selaku dosen Pembimbing II, atas kesediaan

waktu, bimbingan, dan perbaikan penulisan yang diberikan

hingga selesainya penulisan laporan ini.

6. Bapak Sugeng Rianto, selaku dosen Penguji, atas masukan

dan perbaikan yang diberikan kepada Penulis dalam

penulisan laporan ini.

7. Teman-teman seperjuangan Geofisika 2011 dan 2012

(dualisme angkatan!) Universitas Brawijaya, atas sambutan

hangatnya selama menjadi bagian dari keluarga besar

Geofisika Universitas Brawijaya dan telah menemani hari-

hari Penulis dalam 5 tahun ini. Ambisi, daya juang, dan

semangat belajar mereka menyadarkan Penulis bahwa di atas

troposfer masih ada stratosfer dan di bawah litosfer masih

ada astenosfer.

8. Teman-teman Teknik Pengairan 2011 Universitas Brawijaya

yang menemani tahun pertama Penulis di Universitas

Brawijaya dengan kegiatan probin maba, tugas (maha)besar,

dan kebetulan atau tidak, pergi ke tempat-tempat yang

berawalan dengan huruf “B”. Satu tahun yang luar biasa

bersama kalian! Vivere pericoloso!

9. Ibu Wahyu Widiastuti dan Mbak Sarah Sausan yang telah

“menjerumuskan” Penulis untuk mempelajari ilmu

Kebumian – ilmu yang telah membesarkan Penulis.

10. Teman-teman dan adik-adik seperjuangan dalam belajar ilmu

Kebumian: Ika, Dean, Irma, Apre, Mila, Fatma, Eta, Nando,

Lisya, Tania, Cindy, Mita, Ana, Uli, Izzah, Jason, Nanda,

Mala, dan lainnya yang tidak bisa ditulis satu per satu di sini.

Dari mereka, Penulis tahu arti perjuangan dan pengorbanan

dalam meraih impian.

11. Tenaga pendidik jurusan Fisika Universitas Brawijaya yang

mengampu sejumlah mata kuliah yang telah ditempuh oleh

Page 15: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xiii

Penulis: Pak Adi, Pak Sukir, Pak Sunaryo, Pak Juwono, Pak

Wasis, Pak Rouf, Pak Gancang, Pak Didik, Pak Johan, Pak

Dayat, Pak Djamil, Pak Mauludi, Pak Nadhir, Pak Nurhuda,

Pak Unggul, Pak Naba, Bu Iswarin, Mas Koko, dan Mas

Irwan. Terima kasih atas ilmunya.

12. Keluarga besar jurusan Fisika Universitas Brawijaya: staff

dan karyawan yang telah membantu Penulis dalam

kelancaran administrasi selama proses studi S1 ini, serta

kakak tingkat dan adik tingkat Penulis atas masukan, materi,

dan pengalaman yang telah dibagikan kepada Penulis.

13. Pemerintah Republik Indonesia yang telah memberi bantuan

finansial kepada Penulis melalui beasiswa OSI tahun

anggaran 2012 – 2014.

14. Semua pihak yang secara sengaja maupun tidak sengaja

memberikan dukungan dan inspirasi bagi Penulis sehingga

membantu dalam kelancaran proses “FEXIT”.

15. Pembaca tulisan ini ^^

Penyusunan laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karenanya, saran dan kritik yang membangun

dari Pembaca sangat diharapkan demi perbaikan penulisan di masa

mendatang dan dapat disampaikan kepada Penulis melalui alamat e-

mail: [email protected]. Penulis berharap laporan Tugas

Akhir ini dapat bermanfaat dan menjadi kontribusi kecil dalam

kemajuan perkembangan ilmu Geofisika, khususnya Seismologi, di

Indonesia. Amin.

Malang, Oktober 2017

Penulis

Page 16: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xiv

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 17: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN ................................................. v

ABSTRAK/ABSTRACT ......................................................... vii

KATA PENGANTAR ............................................................. xi

DAFTAR ISI ............................................................................ xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................... xix

DAFTAR TABEL .................................................................... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................... xxiv

DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN............................... xxvii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................... 5

1.3 Batasan Masalah ........................................................ 5

1.4 Tujuan Penelitian ....................................................... 5

1.5 Manfaat Penelitian ..................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................. 7

2.1 Struktur Interior Bumi................................................ 7

2.2 Teori Tektonik Lempeng ........................................... 8

2.3 Teori Elastisitas .......................................................... 11

2.4 Modulus Elastisitas .................................................... 13

2.5 Teori Bingkas Elastis (Elastic Rebound Theory) ....... 15

2.6 Gelombang Seismik ................................................... 18

2.6.1 Gelombang Badan .............................................. 20

2.6.2 Gelombang Permukaan ...................................... 22

2.7 Parameter Gempa Bumi ............................................. 23

2.7.1 Hiposenter .......................................................... 23

2.7.2 Episenter ............................................................. 24

2.7.3 Magnitudo Gempa Bumi .................................... 25

2.7.4 Intensitas Gempa Bumi ...................................... 28

2.7.5 Waktu Asal (Origin Time) .................................. 29

2.8 Tipe Gempa Bumi ...................................................... 29

2.9 Hipotesis Kesenjangan Gempa (Seismic Gap)........... 31

2.10 Sekuen Gempa Bumi ................................................. 32

2.11 Metode Dekluster ....................................................... 35

2.12 Geologi Regional Jawa Timur ................................... 36

Page 18: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xvi

2.13 Fisiografi Jawa Timur ................................................ 39

2.14 Pola Kegempaan Jawa Timur ..................................... 41

2.14.1 Gempa Subduksi ................................................. 43

2.14.2 Gempa Sesar Darat ............................................. 47

2.14.3 Kala Ulang Gempa di Jawa Timur ..................... 49

2.15 Teori Probabilitas ....................................................... 49

2.16 Teorema Bayes ........................................................... 51

2.17 Hipotesis ..................................................................... 52

2.18 Uji Chi Kuadrat .......................................................... 53

2.19 Proses Stokastik ......................................................... 54

2.20 Matriks ....................................................................... 55

2.21 Proses Markov ............................................................ 56

2.21.1 Definisi dan Sifat Proses Markov ....................... 56

2.21.2 Klasifikasi Proses Markov .................................. 57

2.21.3 Matriks Probabilitas Transisi -Langkah .......... 58

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................. 63

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ............... 63

3.2 Rancangan Penelitian ................................................. 63

3.3 Material Penelitian ..................................................... 64

3.4 Langkah Penelitian ..................................................... 65

3.4.1 Pengumpulan Data .............................................. 65

3.4.2 Dekluster Data .................................................... 66

3.4.3 Pembuatan Peta Seismisitas ............................... 68

3.4.4 Penentuan Keadaan ............................................ 68

3.4.5 Perhitungan Probabilitas Transisi Spasial dan

Magnitudo........................................................... 71

3.4.6 Pengujian Hipotesis ............................................ 74

3.4.7 Perhitungan Probabilitas Transisi Temporal ...... 76

3.4.8 Interpretasi Data ................................................. 77

3.5 Diagram Alir Penelitian ............................................. 78

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................. 79

4.1 Hasil Dekluster ........................................................... 79

4.2 Peta Seismisitas .......................................................... 83

4.3 Analisis Rantai Markov Spasial ................................. 85

4.3.1 Pembahasan Penentuan Region Berdasarkan

Pola Seismisitas dan Geologi ............................. 85

4.3.2 Gempa Sesar Darat ............................................. 89

4.3.3 Gempa Subduksi ................................................. 102

Page 19: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xvii

4.3.4 Korelasi Analisis Rantai Markov Gempa

Subduksi dan Sesar Darat ................................... 116

4.4 Analisis Rantai Markov Magnitudo ........................... 117

4.5 Analisis Rantai Markov Temporal ............................. 119

4.6 Prediksi Kejadian Gempa di Jawa Timur .................. 122

4.6.1 Prediksi Kejadian Gempa Secara Spasial di

Jawa Timur ......................................................... 122

4.6.2 Prediksi Kejadian Gempa Secara Temporal di

Jawa Timur ......................................................... 126

BAB V PENUTUP ................................................................... 129

5.1 Kesimpulan ................................................................ 129

5.2 Saran .......................................................................... 130

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 131

LAMPIRAN ............................................................................. 141

Page 20: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xviii

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 21: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Struktur dan tatanan tektonik wilayah Indonesia

dan Asia Tenggara ............................................... 3

Gambar 2.1 Struktur interior Bumi ......................................... 7

Gambar 2.2 Distribusi lempeng tektonik di Bumi beserta

batas antarlempeng .............................................. 9

Gambar 2.3 Tiga tipe batas lempeng tektonik (a) divergen,

(b) konvergen, dan (c) transform ......................... 10

Gambar 2.4 Evolusi lempeng samudera yang membentuk

siklus melalui tektonik lempeng .......................... 11

Gambar 2.5 Sebuah silinder pejal diberi gaya F pada kedua

ujungnya .............................................................. 12

Gambar 2.6 Hubungan tegangan (stress) dan regangan

(strain) ................................................................. 13

Gambar 2.7 Sebuah bola dalam kasus modulus bulk dan

balok dalam kasus modulus geser ....................... 14

Gambar 2.8 Penjelasan terjadinya gempa menurut teori

bingkas elastis ..................................................... 16

Gambar 2.9 Analogi teori bingkas elastis dengan sebuah

blok kayu yang ditarik oleh sebuah pegas ........... 17

Gambar 2.10 Siklus gempa bumi sebagai suatu perubahan

tegangan terhadap waktu ..................................... 18

Gambar 2.11 Mekanisme terpicunya gelombang seismik dari

sumber gempa (fokus) yang merupakan bidang

sesar ..................................................................... 19

Gambar 2.12 Arah gerak partikel suatu medium apabila

dilalui oleh gelombang P dan SV ........................ 21

Gambar 2.13 Tipe gelombang permukaan Rayleigh dan Love

beserta arah gerak partikel medium yang

dilaluinya ............................................................. 23

Gambar 2.14 Diagram yang menunjukkan episenter, fokus

(hiposenter), dan bidang sesar ............................. 25

Gambar 2.15 Penentuan waktu asal dengan diagram Wadati ... 29

Gambar 2.16 Tipe sekuen gempa bumi..................................... 32

Gambar 2.17 Gempa susulan dan gempa pendahuluan di

sekitar fokus ........................................................ 33

Page 22: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xx

Gambar 2.18 Profil sayatan melintang Pulau Jawa dari arah

Selatan (S) ke Utara (N) ..................................... 37

Gambar 2.19 Arah pola struktur di Jawa Timur ....................... 38

Gambar 2.20 Zonasi fisiografi Jawa Timur. ............................. 41

Gambar 2.21 Model lajur sumber gempa bumi subduksi

berdasarkan sudut kemiringan ............................ 42

Gambar 2.22 Segmentasi zona sumber gempa subduksi dan

sesar dangkal di wilayah Busur Sunda ............... 43

Gambar 2.23 Diagram ilustrasi terjadinya sesar anjak yang

berasosiasi dengan gempa interplate/megathrust

............................................................................ 44

Gambar 2.24 Profil penampang gempa bumi di wilayah Jawa

Timur dari arah Selatan ke Utara ........................ 45

Gambar 2.25 Profil vertikal citra tomografi di sepanjang

busur Sunda. ....................................................... 46

Gambar 2.26 Distribusi sesar dangkal di wilayah Jawa Timur 48

Gambar 2.27 Peta jalur sesar aktif di wilayah Jawa Timur dan

sekitarnya ............................................................ 48

Gambar 2.28 Irisan dan gabungan kejadian dan ............... 50

Gambar 2.29 Dua kejadian yang saling lepas dan tidak saling

bergantung (independen) .................................... 51

Gambar 2.30 Contoh diagram transisi dua keadaan ................. 60

Gambar 2.31 Diagram transisi dan matriks probabilitas

transisi untuk kasus peramalan cuaca ................. 62

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ....................................... 78

Gambar 4.1 Peta seismisitas yang menunjukkan distribusi

episenter gempa bumi sesar darat di wilayah

penelitian setelah dekluster ................................. 79

Gambar 4.2 Peta seismisitas yang menunjukkan distribusi

episenter gempa bumi subduksi di wilayah

penelitian setelah dekluster ................................. 80

Gambar 4.3 Grafik frekuensi kumulatif kejadian gempa

subduksi sebelum dan setelah dekluster ............. 81

Gambar 4.4 Grafik frekuensi kumulatif kejadian gempa

sesar darat sebelum dan setelah dekluster ........ 82

Gambar 4.5 Peta seismisitas yang menunjukkan distribusi

gempa sesar darat di wilayah penelitian ............. 84

Page 23: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xxi

Gambar 4.6 Peta seismisitas yang menunjukkan distribusi

gempa subduksi di wilayah penelitian ................ 85

Gambar 4.7 Pembagian region sebagai keadaan dalam

pemodelan kejadian gempa subduksi secara

spasial .................................................................. 86

Gambar 4.8 Pembagian region sebagai keadaan dalam

pemodelan kejadian gempa sesar darat secara

spasial .................................................................. 88

Gambar 4.9 Diagram transisi di setiap region untuk kasus

gempa sesar darat 3 wilayah penelitian ...... 92

Gambar 4.10 Diagram transisi utama di setiap region untuk

kasus gempa sesar darat 4 wilayah

penelitian ............................................................. 95

Gambar 4.11 Diagram transisi utama di setiap region untuk

kasus gempa sesar darat 5 wilayah

penelitian ......................................................... 98

Gambar 4.12 Peta hasil penampalan laju regangan hasil

pengukuran GPS di wilayah darat Pulau Jawa

dengan diagram transisi ....................................... 101

Gambar 4.13 Diagram transisi utama di setiap region untuk

kasus gempa subduksi 4 wilayah

penelitian ............................................................. 105

Gambar 4.14 Diagram transisi utama di setiap region untuk

kasus gempa subduksi 5 wilayah

penelitian ............................................................. 109

Gambar 4.15 Diagram transisi utama di setiap region untuk

kasus gempa subduksi 6 wilayah

penelitian ............................................................. 112

Gambar 4.16 Profil sayatan vertikal zona Benioff Wadati

berdasarkan distribusi fokus gempa di zona 1, 2,

dan 3 .................................................................... 116

Gambar 4.17 Histogram yang menampilkan durasi rata-rata

(tahun) periode aktif dan inaktif untuk setiap

region................................................................... 121

Gambar 4.18 Transisi kejadian gempa subduksi untuk ≥ 5

di wilayah penelitian pada tahun 2017 ................ 124

Gambar 4.19 Transisi kejadian gempa sesar darat untuk ≥

3 di wilayah penelitian sejak tahun 2016 ............ 125

Page 24: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xxii

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 25: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xxiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi gempa bumi berdasarkan magnitudo ... 28

Tabel 2.2 Klasifikasi gempa tektonik .................................... 30

Tabel 2.3 Klasifikasi proses Markov ..................................... 58

Tabel 3.1 Alokasi waktu pelaksanaan penelitian Tugas

Akhir ...................................................................... 63

Tabel 3.2 Parameter yang digunakan dalam dekluster untuk

kasus gempa sesar darat dan gempa subduksi ....... 67

Tabel 3.3 Batas koordinat masing-masing region di wilayah

penelitian untuk kasus gempa subduksi ................. 69

Tabel 3.4 Batas koordinat masing-masing region di wilayah

penelitian untuk kasus gempa sesar darat .............. 70

Tabel 3.5 Format matriks probabilitas transisi untuk

keadaan region dan elemennya .............................. 72

Tabel 3.6 Format matriks probabilitas transisi untuk

keadaan magnitudo dan elemennya ...................... 73

Tabel 3.7 Format matriks probabilitas transisi untuk

keadaan periode aktif dan inaktif beserta

elemennya .............................................................. 76

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi kejadian gempa sesar darat

≥ 3 di masing-masing region ................................ 89

Tabel 4.2 Matriks frekuensi – probabilitas transisi keadaan

region, vektor probabilitas tetap, dan nilai Chi

Kuadrat kejadian gempa sesar darat ≥ 3 ............ 90

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi kejadian gempa sesar darat

≥ 4 di masing-masing region ............................... 93

Tabel 4.4 Matriks frekuensi – probabilitas transisi keadaan

region, vektor probabilitas tetap, dan nilai Chi

Kuadrat kejadian gempa sesar darat ≥ 4 ............ 94

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi kejadian gempa sesar darat

≥ 5 di masing-masing region ................................. 96

Tabel 4.6 Matriks frekuensi – probabilitas transisi keadaan

region, vektor probabilitas tetap, dan nilai Chi

Kuadrat kejadian gempa sesar darat ≥ 5 ............ 97

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi kejadian gempa subduksi

≥ 4 di masing-masing region ................................. 102

Page 26: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xxiv

Tabel 4.8 Matriks frekuensi – probabilitas transisi keadaan

region, vektor probabilitas tetap, dan nilai Chi

Kuadrat kejadian gempa subduksi ≥ 4 .............. 103

Tabel 4.9 Distribusi frekuensi kejadian gempa subduksi

≥ 5 di masing-masing region ................................. 106

Tabel 4.10 Matriks frekuensi – probabilitas transisi keadaan

region, vektor probabilitas tetap, dan nilai Chi

Kuadrat kejadian gempa subduksi ≥ 5 .............. 106

Tabel 4.11 Distribusi frekuensi kejadian gempa subduksi

≥ 6 di masing-masing region ................................. 109

Tabel 4.12 Matriks frekuensi – probabilitas transisi keadaan

region, vektor probabilitas tetap, dan nilai Chi

Kuadrat kejadian gempa subduksi ≥ 6 .............. 110

Tabel 4.13 Distribusi frekuensi kejadian gempa untuk

masing-masing magnitudo .................................... 117

Tabel 4.14 Matriks frekuensi – probabilitas transisi, vektor

probabilitas tetap, dan nilai Chi Kuadrat untuk

keadaan magnitudo ............................................... 118

Tabel 4.15 Matriks Frekuensi Transisi Keadaan Periode

Aktif (1) dan Periode Inaktif (0) Region A1 ......... 119

Tabel 4.16 Matriks Probabilitas Transisi keadaan Periode

Aktif (1) dan Periode Inaktif (0) Region A1 ......... 119

Tabel 4.17 Matriks frekuensi dan probabilitas transisi

keadaan periode aktif (1) dan periode inaktif (0)

semua region ......................................................... 120

Tabel 4.18 Tahun terakhir aktif dan probabilitas transisi dari

keadaan inaktif menjadi aktif untuk masing-

masing region ........................................................ 126

Page 27: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Tabel nilai Chi Kuadrat .......................................... 141

Lampiran 2 Tabel skala Modified Mercalli Intensity ................ 142

Lampiran 3 Tabel skala waktu geologi ..................................... 144

Lampiran 4 Data gempa sesar darat .............................. 145

Lampiran 5 Perhitungan nilai Chi Kuadrat gempa sesar darat

≥3 ........................................................................ 148

Lampiran 6 Data gempa sesar darat .............................. 150

Lampiran 7 Perhitungan nilai Chi Kuadrat gempa sesar

darat ≥4 ............................................................... 152

Lampiran 8 Data gempa sesar darat .............................. 154

Lampiran 9 Perhitungan nilai Chi Kuadrat gempa sesar darat

≥5 ........................................................................ 155

Lampiran 10 Data gempa subduksi ................................ 157

Lampiran 11 Perhitungan nilai Chi Kuadrat gempa subduksi

≥4 ........................................................................ 189

Lampiran 12 Data gempa subduksi ................................ 191

Lampiran 13 Perhitungan nilai Chi Kuadrat gempa subduksi

≥5 ....................................................................... 199

Lampiran 14 Data gempa subduksi ................................ 201

Lampiran 15 Perhitungan nilai Chi Kuadrat gempa subduksi

≥6 ....................................................................... 202

Page 28: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xxvi

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 29: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xxvii

DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN

Simbol Keterangan

keadaan periode inaktif

1 keadaan periode aktif

elemen matriks

luas, amplitudo, matriks

transpos matriks

komplemen dari kejadian

konstanta

kecepatan gelombang Love

kecepatan gelombang Rayleigh

kedalaman hiposenter/fokus gempa

perpindahan rata-rata

elemen matriks frekuensi transisi harapan

gaya

hipotesis awal

matriks identitas

modulus bulk, kelas frekuensi

konstanta

panjang

baris matriks

magnitudo gelombang badan

magnitudo gempa

magnitudo lokal/Richter

magnitudo gelombang permukaan

magnitudo momen

momen gempa

kolom matriks, jumlah/frekuensi kejadian

elemen matriks frekuensi transisi

orde rantai Markov

elemen matriks frekuensi transisi pengamatan

elemen matriks probabilitas transisi

tekanan

P1 ukuran keyakinan untuk mengamati adanya kejadian

gempa selanjutnya

probabilitas kejadian

Page 30: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xxviii

probabilitas bersyarat (probabilitas terjadinya kejadian

setelah terjadi kejadian )

fungsi koreksi

faktor radius interaksi

himpunan semesta

waktu

waktu tiba gelombang P di stasiun

waktu tiba gelombang S di stasiun

periode

waktu minimum untuk membentuk sebuah kluster

waktu maksimum untuk membentuk sebuah kluster

kelajuan

volume

lebar

jarak, panjang

xk faktor peningkatan magnitudo cutoff bawah

magnitudo cutoff

proses Markov

kecepatan gelombang P, probabilitas transisi keadaan 0

menjadi 1

kecepatan gelombang S, probabilitas transisi keadaan 1

menjadi 0

perubahan, jarak episenter

regangan

sudut

modulus rigiditas

koefisien gesek dinamis

koefisien gesek statis

anggota himpunan

densitas

tegangan

interval waktu

Chi Kuadrat

Chi kuadrat kritis

irisan dua himpunan

gabungan dua himpunan

himpunan kosong

Page 31: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xxix

Singkatan Keterangan

BB

BMKG

BT

C

CSV

DJA

FPV

GCMT

GMT

GPS

HRV

ISCGEM

LU

LS

MMI

MPV

NC

NOAA

P

R

rms

S

SH

SV

US

USGS

VPT

Bujur Barat

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Bujur Timur

Cloudy (berawan)

Comma Separated Value

Lembaga Meteorologi dan Geofisika, Jakarta

Fixed Probability Vector

Global Centroid Moment Tensor

Generic Mapping Tool

Global Positioning System

Harvard University

International Seismological Centre Global

Earthquake Model

Lintang Utara

Lintang Selatan

Modified Mercalli Intensity

Margin Probability Vector

National Earthquake Information Center NEIC

National Oceanic and Atmospheric Administration

Gelombang P/Kompresi/Primer

Rainy (hujan)

Root mean square

Gelombang S/Shear/Sekunder, Sunny (Cerah)

Shear Horizontal

Shear Vertical

National Earthquake Information Center USGS

United States Geological Survey

Vektor Probabilitas Tetap

Page 32: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

xxx

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 33: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peristiwa gempa besar sering menyebabkan kerusakan di

permukaan Bumi, kerugian material, hingga korban jiwa.

Pengalaman menunjukkan bahwa sebagian besar kerugian dan

korban akibat gempa bumi ini disebabkan oleh kerusakan dan

kegagalan infrastruktur (Irsyam dkk., 2010). Permasalahan utama

dari bahaya gempa bumi adalah gempa bumi terjadi secara tiba-tiba

dan tanpa adanya pertanda sebelumnya sehingga waktu, lokasi, serta

magnitudonya sulit untuk diprediksi dengan pasti (Andersson, 2015).

Alasan ini tentunya menjadi dorongan bagi ahli Seismologi selama

beberapa dekade terakhir untuk mempelajari metode yang paling

akurat dalam memprediksi kejadian gempa bumi.

Pendekatan yang dianggap valid dalam memprediksi waktu,

magnitudo, dan lokasi terjadinya suatu gempa bumi adalah

pemodelan statistik (Allen, 1982 dalam Mostafei dan Kordnoori,

2013). Pemodelan statistik gempa bumi semakin penting untuk

dilakukan. Hal ini didukung dengan peningkatan jumlah data

kejadian gempa bumi dalam katalog dan jaringan stasiun perekam

gempa yang tersedia belakangan ini (Bağci, 1996). Pemodelan

statistik kejadian gempa yang dapat digunakan untuk memperkirakan

kejadian gempa adalah pemodelan stokastik (Votsi dkk., 2013).

Pemodelan stokastik kejadian gempa bumi dibagi menjadi dua, yaitu

dengan memori (with-memory) dan tanpa memori (memoryless).

Dalam hal ini yang dimaksud dengan memori adalah memori

kejadian (lokasi, waktu, dan magnitudo) gempa bumi saat ini yang

akan mempengaruhi kejadian gempa bumi yang akan datang.

Model Poisson maupun distribusi Gutenberg-Richter

merupakan model stokastik yang sering digunakan untuk

mendeskripsikan kejadian gempa bumi di suatu wilayah (Stein dan

Wysession, 2003). Dalam model ini diasumsikan bahwa kejadian

gempa bumi tidak bergantung (independent) pada waktu dan lokasi

kejadian gempa yang telah terjadi sebelumnya (memoryless) di

wilayah yang sama. Tentunya hal ini kurang sesuai dengan teori

bingkas elastis yang telah berkembang dalam ilmu Seismologi.

Setelah tegangan yang terakumulasi dalam batuan dilepaskan dalam

Page 34: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

2

kejadian gempa, maka tegangan akan meningkat secara perlahan dan

terakumulasi kembali hingga kejadian gempa berikutnya. Dalam

kasus ini, probabilitas gempa besar di suatu wilayah akan segera

berubah menjadi kecil setelah terjadi gempa dan untuk selanjutnya

akan meningkat dengan bertambahnya waktu (Stein dan Wysession,

2003).

Model Markov merupakan model stokastik yang dapat

digunakan sebagai alternatif dalam pemodelan kejadian gempa bumi.

Model Markov ini bersifat memori satu langkah (one step memory)

(Patwardhan, 1980), yaitu kejadian gempa bumi di suatu wilayah

bergantung (dependent) secara waktu dan lokasi dari kejadian gempa

bumi sebelumnya. Model ini juga memungkinkan untuk dilakukan

perkiraan kejadian gempa bumi di suatu wilayah berdasarkan data

dalam katalog gempa yang tersedia (Cavers dan Vasudevan, 2014).

Hal ini dilakukan dengan menganalisis probabilitas transisi kejadian

gempa bumi, yaitu probabilitas kejadian gempa di suatu lokasi saat

ini akan segera diikuti dengan kejadian gempa di lokasi lainnya.

Oleh sebab itu, pertanyaan yang sering muncul setelah terjadi gempa

besar adalah tentang lokasi dan waktu terjadi gempa besar

selanjutnya.

Model Markov telah digunakan dalam analisis bahaya

kegempaan sejak tahun 1980 (Votsi dkk., 2013). Beberapa peneliti

telah menggunakan model Markov dan pengembangannya untuk

memodelkan kejadian gempa di beberapa wilayah dengan tingkat

kegempaan tinggi. Patwardhan dkk. (1980) telah memodelkan

perulangan kejadian gempa besar di Sirkum Pasifik (Ring of Fire)

dengan model Markov. Selain itu, model Markov dapat

mendeksripsikan kejadian gempa bumi yang berasosiasi dengan

sistem sesar besar, seperti Sesar Anatolia di Turki (Bağci, 1996;

Doğaner dan Çalik, 2013; Altinok dan Kolcak, 1999; Ünal dan

Çelebioğlu, 2011), maupun gempa di zona subduksi di Yunani

(Polimenakos, 1995; Votsi dkk., 2013), Iran (Mostafei dan

Kordnoori, 2013; Sadeghian, 2012), Sumatera bagian Utara

(Orfanogiannaki dkk., 2014), serta Kepulauan Azores (Rodriguez

dan Oliveira, 2016). Pemodelan Markov juga dapat menunjukkan

adanya migrasi kejadian gempa di wilayah Alaska Selatan dan

Kepulauan Aleutian (Tsapanos dan Papadopoulou, 1999). Lebih

lanjut, Nava dkk. (2005) telah menerapkan pemodelan Markov untuk

Page 35: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

3

melakukan evaluasi bahaya gempa bumi di wilayah Jepang. Dengan

demikian, pemodelan kejadian gempa bumi dengan model Markov

dapat diterapkan pada wilayah dengan aktivitas kegempaan yang

tinggi.

Sementara itu, wilayah dengan tingkat kegempaan paling

tinggi di dunia adalah Indonesia (Yozo, 2005). Kondisi kegempaan

di wilayah Indonesia ini tidak terlepas dari lokasinya yang berada

pada zona konvergensi empat lempeng sekaligus (Gambar 1.1), yaitu

lempeng Indo-Australia yang bergerak dengan arah Utara-Timur

Laut (7 cm/tahun), lempeng Filipina yang bergerak dengan arah

Utara-Barat Daya (8 cm/tahun), lempeng Caroline yang bergerak

dengan arah Barat-Barat Laut (10,2 cm/tahun), dan lempeng Eurasia

yang bergerak lebih lambat, yakni 0,4 cm/tahun (Simandjuntak dan

Barber, 1996).

Gambar 1.1 Struktur dan tatanan tektonik wilayah Indonesia dan

Asia Tenggara (Simandjuntak dan Barber, 1996)

Berdasarkan aspek tenaga tektonik, Indonesia bagian Timur

memiliki potensi ancaman bencana gempa bumi dua kali lipat

dibandingkan dengan Indonesia bagian Barat. Hal ini diperkuat

dengan beberapa bukti tumbukan maupun papasan lempeng yang

teramati dengan baik di kawasan Indonesia Timur. Namun,

berdasarkan aspek kerentanan, Indonesia bagian Barat, khususnya

Page 36: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

4

Pulau Jawa dan Sumatera, dinilai lebih rentan terhadap bencana

gempa bumi karena populasi penduduk yang lebih padat dan

infrastruktur yang lebih berkembang (Natawidjaja dan Triyoso, 2007

dalam Pakpahan dkk., 2015). Dengan proyeksi populasi penduduk

mencapai 145.143.600 jiwa, Pulau Jawa merupakan pulau dengan

populasi penduduk terbesar di Indonesia atau bahkan di dunia.

Sekitar 38.847.600 jiwa dari populasi tersebut tersebar di Provinsi

Jawa Timur (Badan Pusat Statistik, 2015).

Wilayah Jawa Timur sering mengalami gempa berintensitas

moderat hingga besar yang tercatat secara historis maupun

instrumen. Potensi gempa merusak di Jawa Timur bersumber pada

aktivitas subduksi maupun sesar di darat. Gempa terbesar di wilayah

Jawa Timur yang pernah tercatat oleh instrumen adalah gempa bumi

yang terjadi pada tanggal 3 Juni 1994 dengan 7,8. Pada

prinsipnya, apabila pada suatu wilayah pernah terjadi kejadian

gempa besar yang merusak, maka dapat dipastikan bahwa wilayah

tersebut rawan terhadap bahaya gempa bumi dengan magnitudo

paling tidak sama dengan yang pernah terjadi. Wilayah tersebut

harus siap menghadapi kejadian gempa bumi serupa atau lebih besar

di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan, proses gempa bumi

mempunyai siklus dan berulang dengan kisaran periode ulang

tertentu (Wijaya dkk., 2014). Dengan demikian, penelitian mengenai

karakteristik kejadian gempa bumi di wilayah Jawa Timur perlu

dilakukan dalam upaya mitigasi bencana gempa bumi.

Penelitian mengenai kegempaan di wilayah Jawa Timur telah

dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Amalia (2016) telah

menganalisis variasi spasial maupun temporal nilai-b dan diperoleh

periode ulang kejadian gempa di Jawa Timur berdasarkan relasi

Gutenberg-Richter. Analisis tersebut dilakukan dengan model yang

bersifat tanpa memori. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan

model Markov untuk melakukan analisis kejadian gempa bumi di

wilayah Jawa Timur secara spasial, magnitudo, dan temporal. Hal ini

mencakup penentuan probabilitas transisi suatu kejadian gempa dari

suatu region ke region lainnya (spasial) maupun magnitudo ke

magnitudo berikutnya. Selanjutnya, untuk penilaian bahaya

kegempaan dilakukan perhitungan durasi rata-rata periode aktif

maupun inaktif terjadinya gempa bermagnitudo moderat kedalaman

dangkal di masing-masing region (temporal).

Page 37: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

5

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang mendasari penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana transisi kejadian gempa bumi dari region ke

region di Jawa Timur berdasarkan model rantai Markov?

2. Bagaimana transisi kejadian gempa bumi dari magnitudo ke

magnitudo di Jawa Timur berdasarkan model rantai Markov?

3. Bagaimana durasi rata-rata periode aktif dan inaktif kejadian

gempa moderat dengan kedalaman dangkal di masing-

masing region di Jawa Timur?

4. Bagaimana prediksi kejadian gempa bumi selanjutnya di

Jawa Timur berdasarkan analisis spasial dan temporal rantai

Markov?

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini dilakukan sejumlah batasan, di antaranya:

1. Wilayah penelitian berada pada koordinat 05o29’24” LS –

11o54’07” LS dan 111

o00’00” BT – 114

o56’32” BT.

2. Gempa bumi yang dianalisis adalah gempa bumi tektonik

dan merupakan gempa utama (mainshock) dengan

magnitudo 4 untuk gempa subduksi dan 3 untuk

gempa akibat sesar darat.

3. Data yang dianalisis merupakan data sekunder yang

diperoleh dari United States Geological Survey (USGS) pada

tanggal 1 Januari 1960 – 27 April 2017.

4. Pemodelan stokastik yang digunakan adalah model rantai

Markov waktu diskrit orde pertama (one step memory).

5. Analisis durasi rata-rata periode aktif dan inaktif hanya

dilakukan untuk gempa bermagnitudo moderat ( 5) dan

berkedalaman dangkal ( 70 km).

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini di antaranya untuk:

1. menganalisis transisi kejadian gempa dari region ke region di

Jawa Timur dengan rantai Markov;

2. menganalisis transisi kejadian gempa dari magnitudo ke

magnitudo di Jawa Timur dengan rantai Markov;

Page 38: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

6

3. menganalisis durasi rata-rata periode aktif dan inaktif untuk

gempa dangkal bermagnitudo moderat di masing-masing

region di Jawa Timur;

4. memprediksi kejadian gempa bumi di Jawa Timur

berdasarkan analisis spasial dan temporal rantai Markov.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

referensi tambahan dalam melakukan evaluasi dan penilaian bahaya

kegempaan di wilayah Jawa Timur yang merupakan langkah awal

dalam upaya pengurangan risiko bahaya gempa bumi.

Page 39: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Interior Bumi

Bentuk Bumi mendekati sebuah bola yang pepat (oblate

spheroid). Radius rata-rata Bumi adalah 6.371 km. Bila diukur di

kutub dan ekuator akan memiliki nilai yang berbeda, yaitu secara

berurutan 6.357 km dan 6.378 km (Kennet dan Bunge, 2008).

Berdasarkan komposisi kimianya, struktur inferior Bumi dapat

dibagi ke dalam tiga lapisan, yaitu kerak (crust), mantel (mantle),

dan inti (core) (Lutgens dkk., 2012) seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.1. Lapisan kerak merupakan lapisan paling luar dan relatif

tipis. Ada dua tipe kerak berdasarkan komposisi dominan yang

menyusunnya, yaitu kerak samudera dan kerak benua. Kerak

samudera memiliki ketebalan sekitar 7 km dan tersusun dari batuan

basalt. Kerak benua memiliki ketebalan hingga mencapai 70 km dan

tersusun dari batuan granodiorit. Kerak samudera berumur lebih

muda dan bersifat lebih berat daripada kerak benua.

Gambar 2.1 Struktur interior Bumi (Carlson dkk., 2008)

Page 40: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

8

Di bawah lapisan kerak yang tipis terdapat lapisan mantel

yang bersifat padat dengan ketebalan 2.900 km. Batuan dominan

yang dijumpai di lapisan mantel adalah peridotit. Lapisan atas mantel

beserta kerak membentuk sebuah lapisan bersifat kaku yang disebut

sebagai litosfer (Yunani, lithos, “batuan”). Lapisan litosfer berada di

atas lapisan astenosfer (Yunani, asthenia, “lemah”) yang lebih

“lunak”. Lapisan mantel bawah dijumpai pada kedalaman 660 km

hingga 2.900 km. Adanya peningkatan tekanan terhadap kedalaman

menyebabkan lapisan ini bersifat lebih kuat daripada astenosfer. Lapisan paling dalam adalah inti yang tersusun dari campuran

logam besi dan nikel. Lapisan inti berdasarkan sifat fisisnya dibagi

menjadi dua. Lapisan pertama dikenal sebagai inti luar dengan

ketebalan 2.270 km yang bersifat cair. Gerak dari lapisan ini

menghasilkan medan magnet Bumi. Lapisan paling dalam adalah inti

dalam dengan radius 1.216 km. Tekanan yang sangat tinggi di pusat

Bumi mengakibatkan inti dalam berwujud lapisan yang bersifat

padat.

2.2 Teori Tektonik Lempeng

Teori mengenai tektonik lempeng (plate tectonic) pertama kali

diusulkan sebagai suatu hipotesis pada awal tahun 1960-an. Teori ini

didahului oleh hipotesis apungan benua (continental drift) yang

dikemukakan Alfred Wegener pada tahun 1912. Menurut hipotesis

tersebut, benua-benua yang ada di Bumi mengapung serta relatif

bergerak hingga akhirnya berada di posisinya seperti saat ini

(Takeuchi dkk., 1969). Teori tektonik lempeng menjelaskan bahwa

bagian paling luar dari Bumi (litosfer) dibagi ke dalam sejumlah

fragmen tipis dan kaku yang disebut sebagai lempeng (Fowler,

2005). Secara umum terdapat tujuh lempeng mayor di Bumi yang

menyusun sekitar 94% dari luas permukaan Bumi (Lutgens dkk.,

2012). Ketujuh lempeng mayor tersebut adalah lempeng Amerika

Utara, Amerika Selatan, Pasifik, Afrika, Eurasia, Indo-Australia, dan

Antartika. Sementara itu, terdapat sejumlah lempeng berukuran

sedang yang meliputi lempeng Karibia, Nazca, Filipina, Arabia,

Cocos, Scotia, dan Juan de Fuca. Selain itu juga terdapat beberapa

lempeng berukuran lebih kecil yang dikenal sebagai lempeng mikro

(microplates). Distribusi lempeng-lempeng tersebut dapat dilihat

Page 41: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

9

pada Gambar 2.2. Lempeng-lempeng ini saling bergerak relatif satu

dengan lainnya dengan kecepatan relatif mencapai puluhan milimeter

per tahun (Turcotte dan Schubert, 2002).

Gambar 2.2 Distribusi lempeng tektonik di Bumi beserta batas

antarlempeng. Simbol merupakan batas lempeng divergen,

simbol untuk batas lempeng konvergen, dan simbol untuk batas

lempeng transform (Carlson dkk., 2008).

Terdapat tiga macam batas lempeng berdasarkan tipe

pergerakannya (Lutgens dkk., 2012) (Gambar 2.3), di antaranya: 1. Batas lempeng divergen (tepi konstruktif), ketika dua

lempeng bergerak saling menjauh sehingga mengakibatkan

material panas dari mantel bergerak ke permukaan dan

membentuk lempeng samudera baru. Hal ini ditandai dengan

terbentuknya rangkaian pegunungan di bawah laut yang

dikenal sebagai pematang tengah samudera (mid oceanic

ridge) (Gambar 2.3 a).

2. Batas lempeng konvergen (tepi destruktif), ketika dua

lempeng saling bergerak mendekat yang mengakibatkan

lempeng samudera menunjam (subduksi) di bawah lempeng

lainnya atau tumbukan (kolisi) antara dua lempeng benua

yang membentuk sistem rangkaian pegunungan (Gambar 2.3

b).

Page 42: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

10

3. Batas lempeng transform (tepi konservatif), ketika dua

lempeng saling berpapasan tanpa terbentuknya lempeng baru

maupun hancurnya lempeng lainnya (Gambar 2.3 c).

a) b)

c) Gambar 2.3 Tiga tipe batas lempeng tektonik (a) divergen, (b)

konvergen, dan (c) transform (Thompson dan Turk, 1998)

Pergerakan lempeng tektonik ini akibat adanya transfer panas

secara konveksi di lapisan astenosfer. Selain itu lempeng-lempeng

secara kontinyu terbentuk dan terhancurkan. Pada pematang tengah

samudera, lempeng saling menjauh sehingga batuan panas astenosfer

bergerak ke atas untuk mengisi celah yang terbentuk melalui proses

yang dikenal sebagai pemekaran lantai samudera (oceanic seafloor

spreading). Di sisi lain dari pematang tengah samudera, lempeng

akan terdesak, melengkung dan menunjam ke dalam Bumi melalui

proses subduksi. Peristiwa ini terjadi di palung samudera (Turcotte

dan Schubert, 2002). Seiring dengan bertambahnya kedalaman, maka

terjadi peningkatan temperatur dan tekanan. Sebagian lempeng yang

telah menunjam secara bertahap akan mengalami peleburan

(reworking) hingga akhirnya bercampur dengan material yang ada di

dalam astenosfer (Bolt, 1978). Hal ini menyebabkan peristiwa

magmatisme dan gempa bumi di sepanjang batas lempeng

konvergen. Proses ini terjadi terus-menerus dan membentuk siklus

Page 43: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

11

seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.4. Siklus ini dikenal

sebagai pabrik subduksi (subduction factory) yang telah berlangsung

sejak tektonik lempeng terbentuk di Bumi (Tatsumi, 2005).

Gambar 2.4 Evolusi lempeng samudera yang membentuk siklus

melalui tektonik lempeng (modifikasi Tatsumi, 2005)

2.3 Teori Elastisitas

Untuk memahami sifat fisis suatu gempa bumi, maka

pemahaman akan parameter tegangan sebelum, saat, dan setelah

terjadinya gempa bumi sangat diperlukan (Kanamori, 1994).

Tegangan (stress) selain berkaitan dengan gaya juga berkaitan

dengan luas penampang benda yang dikenainya. Dengan demikian,

tegangan adalah gaya yang bekerja pada suatu luas penampang

benda atau:

(2.1)

Page 44: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

12

Satuan internasional dari tegangan adalah pascal (Pa). Satu pascal

didefinisikan sebagai gaya satu newton yang bekerja pada suatu area

dengan luas satu meter persegi (1 N/m2 = 1 Pa) (Davis dan Reynolds,

1996). Umumnya, dalam ilmu Geologi tegangan dinyatakan dalam

satuan bar (1 bar = 105 Pa) (Ragan, 2009).

Ketika suatu benda diberikan tegangan, maka benda akan

mengalami perubahan bentuk dan dimensi. Perubahan relatif dari

suatu dimensi atau bentuk suatu benda akibat tegangan ini dikenal

sebagai regangan (strain) (Sheriff dan Geldart, 1995). Sebagai

ilustrasi, ditinjau sebuah silinder pejal dengan panjang awal yang

diberi tegangan sebesar . Akibatnya, silinder mengalami perubahan

panjang. Panjang silinder setelah diberi tegangan berubah menjadi . Dalam hal ini, regangan ekstensional didefinisikan sebagai

perubahan panjang suatu material terhadap panjang awal material

tersebut (Shearer, 2009):

(2.2)

Dari persamaan (2.2) dapat disimpulkan bahwa regangan merupakan

besaran yang tidak memiliki dimensi. Sebagai ilustrasi tentang

tegangan dan regangan dapat ditunjukkan pada Gambar 2.5.

a) b)

Gambar 2.5 (a) Sebuah silinder pejal diberi gaya F pada kedua

ujungnya. (b) Gaya ini bekerja secara merata pada area dengan luas

penampang A. Gaya per satuan luas ini disebut sebagai tegangan

(Tipler dan Mosca, 2008).

Adanya perpindahan partikel material dari posisi semula

ketika suatu material diberi tegangan merupakan tanda terjadinya

suatu deformasi. Jika tegangan tersebut besarnya tidak melebihi

suatu nilai kritis, perpindahan partikel yang terjadi bersifat

reversibel. Artinya, partikel tersebut akan kembali ke posisi semula

jika tegangan tersebut dihilangkan. Benda yang memiliki sifat seperti

ini disebut sebagai elastis. Untuk benda yang memiliki sifat elastis,

Page 45: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

13

maka regangan yang dihasilkan akan sebanding dengan tegangan

yang diberikan. Hubungan linier antara regangan dan tegangan ini

disebut sebagai hukum Hooke yang merupakan dasar dari teori

elastisitas (Lowrie, 2007). Hubungan tegangan dan regangan ini

dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Hubungan tegangan (stress) dan regangan (strain)

(Lowrie, 2007)

Jika tegangan yang diberikan melebihi batas kesebandingan

(proportionality limit), hukum Hooke tidak berlaku lagi. Walaupun

benda tersebut masih bersifat elastis, hubungan regangan-tegangan

bersifat tidak linier. Selanjutnya, jika benda tersebut terdeformasi

dengan diberikan tegangan yang nilainya melebihi batas elastis

(elastic limit), benda tidak dapat kembali ke bentuk semula ketika

tegangan dihilangkan. Dengan demikian, benda dikatakan telah

berubah sifatnya menjadi plastis. Seandainya tegangan yang

diberikan melebihi kekuatan material, akan terjadi keruntuhan

(failure). Material yang menunjukkan sifat seperti ini disebut rapuh

(brittle).

2.4 Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas didefinisikan sebagai rasio antara tegangan

terhadap regangan atau deformasi yang dihasilkannya (Mussett dan

Khan, 2000):

(2.3)

Page 46: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

14

Semakin besar nilai modulus suatu material, maka material tersebut

semakin kuat dan regangan yang dihasilkan akibat suatu tegangan

bernilai semakin kecil.

Modulus kompresibilitas atau modulus bulk, , adalah ukuran

kemudahan untuk mengubah volume suatu material tanpa mengubah

bentuk benda tersebut (Mussett dan Khan, 2000). Sebagai ilustrasi

ditinjau suatu benda berbentuk bola (Gambar 2.7 (a)). Peningkatan

tekanan pada benda menyebabkan benda tersebut menyusut.

Tegangan yang bekerja sebanding dengan tekanan yang diberikan

sedangkan regangan yang dihasilkan sebanding dengan perubahan

volume . Modulus kompresibilitas dinyatakan dalam persamaan:

(2.4)

Penambahan tanda negatif pada persamaan bertujuan supaya nilai

tetap positif.

Gambar 2.7 (a) Sebuah bola dalam kasus modulus bulk dan (b) balok

dalam kasus modulus geser (modifikasi Mussett dan Khan, 2000)

Modulus geser atau modulus rigiditas, , adalah ukuran

kemudahan suatu benda untuk mempertahankan bentuknya tanpa

mengubah volumenya ketika diberi tegangan (Mussett dan Khan,

2000). Ditinjau sebuah benda berbentuk balok (Gambar 2.7 (b)).

Gaya dengan besar sama tetapi berlawanan arah, , diberikan pada

permukaan atas dan bawah benda dengan luas , sehingga mengubah

bentuk penampang vertikal benda dari persegi panjang menjadi jajar

Page 47: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

15

genjang. Regangan yang dihasilkan adalah yang sebanding

dengan sudut . Modulus rigiditas dinyatakan dengan persamaan:

(2.5)

Ketika fluida diberi tegangan, maka fluida tersebut dengan mudah

akan berubah bentuk. Oleh karena itu, pada kasus fluida, modulus

gesernya sama dengan nol (Mussett dan Khan, 2000).

2.5 Teori Bingkas Elastis (Elastic Rebound Theory)

Pasca terjadinya gempa bumi San Fransisco 1906, Henry

Fielding Reid pada tahun 1910 mengemukakan sebuah teori yang

menjelaskan perulangan gempa bumi pada suatu sesar aktif yang

dikenal sebagai teori bingkas elastis (elastic rebound theory)

(Grotzinger dan Jordan, 2014). Teori bingkas elastis ini merupakan

sebuah terobosan terbaru dalam dunia Seismologi. Selama ini sesar

yang tersingkap di permukaan lebih dianggap sebagai efek samping

atau dampak yang ditimbulkan dari gempa bumi dibandingkan

dengan penyebab terjadinya gempa. Teori ini dianggap mampu

menjelaskan mekanisme terjadinya gempa bumi dengan baik

(Afnimar, 2009). Berdasarkan teori bingkas elastis (Gambar 2.8),

peristiwa gempa bumi merupakan sebuah siklus yang terdiri dari tiga

fase, yaitu fase interseismic, coseismic, dan postseismic (Hanifa,

2014).

Terjadinya gempa bumi melibatkan rekahnya kerak atau

mantel Bumi secara tiba-tiba akibat gaya tektonik (Kanamori, 1994).

Pergerakan lempeng tektonik menghasilkan gaya besar yang

terakumulasi di batas lempeng. Gaya ini mampu menyebabkan

batuan kerak yang rapuh mengalami deformasi. Batuan tersebut akan

runtuh (failure). Artinya, batuan tersebut kehilangan kohesi dan

rekah menjadi dua bagian terpisah. Hal ini terjadi ketika batuan

tersebut diberi gaya hingga melebihi nilai kritisnya (Grotzinger dan

Jordan, 2014). Gempa bumi akan terjadi ketika batuan yang dikenai

tegangan secara tiba-tiba patah di sepanjang sesar geologi (fase

coseismic).

Page 48: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

16

Gambar 2.8 Penjelasan terjadinya gempa menurut teori bingkas

elastis. Grafik menunjukkan fungsi tegangan terhadap waktu

berdasarkan teori bingkas elastis mulai dari terakumulasinya

tegangan yang menyebabkan deformasi batuan (A – C), hingga

pelepasan tegangan (D) yang menyebabkan terjadinya pergeseran

blok batuan dan memicu terjadinya gempa (modifikasi Grotzinger

dan Jordan, 2014).

Sebagian besar gempa bumi disebabkan oleh proses rekahan

pada sesar yang sebelumnya telah ada. Gempa bumi yang telah

terjadi sebelumnya telah melemahkan tegangan pada batuan di

bidang sesar. Dua blok batuan yang saling berseberangan di

Page 49: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

17

sepanjang bidang sesar akan bergeser secara tiba-tiba. Akibatnya,

energi akan dilepaskan dalam bentuk gelombang seismik yang

dirasakan sebagai getaran ketika terjadi gempa bumi. Setelah batuan

bergeser, maka tegangan pada batuan akan berkurang (fase

postseismic). Setelah terjadi gempa, tegangan akan meningkat

kembali (fase interseismic) dan dapat memicu gempa berikutnya.

Sesar yang melibatkan perulangan siklus gempa ini disebut sebagai

sesar aktif (Grotzinger dan Jordan, 2014). Sesar seperti ini banyak

dijumpai pada batas lempeng. Teori bingkas elastis dapat dianalogikan dengan sebuah model

sederhana, yaitu sebuah blok kayu yang ditarik dengan sebuah pegas

seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.9. Dalam model ini,

koefisien gesek statis bernilai lebih besar daripada koefisien gesek

dinamik . Pegas ditarik dengan laju . Selanjutnya, blok akan

menunjukkan perilaku stick-slip, yaitu ketika gaya yang dikerjakan

oleh pegas mencapai gesekan statis, maka blok akan bergeser hingga

gesekan dinamis mengimbangi penurunan tingkat tegangan. Jika

parameter , , dan konstan, gempa bumi akan terjadi secara

berulang dengan interval yang teratur (recurrence interval) sehingga

gempa bumi dapat diprediksi dengan mudah. Kenyataannya,

parameter-parameter tersebut tidak konstan sehingga siklus gempa

yang terjadi menjadi lebih kompleks (Shearer, 2009).

Gambar 2.9 Analogi teori bingkas elastis dengan sebuah blok kayu

yang ditarik oleh sebuah pegas dengan laju (Shearer, 2009)

Untuk kasus gesekan dinamis yang bervariasi secara acak,

maka ukuran (magnitudo) dari gempa tidak dapat diprediksi tetapi

waktu kejadian gempa masih dapat diprediksi (time predictable).

Waktu untuk terjadinya kejadian berikutnya sebanding dengan

jumlah pergeseran yang terjadi pada kejadian sebelumnya.

Sementara itu, jika gesekan statis yang bervariasi, waktu kejadian

Page 50: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

18

gempa tidak dapat diprediksi. Akan tetapi, jumlah pergeseran untuk

suatu kejadian gempa dapat diprediksi (slip predictable). Kenyataan

di lapang, baik gesekan statis maupun dinamis bervariasi secara acak

sehingga baik waktu maupun jumlah pergeseran tidak dapat

diprediksi dengan mudah. Perbandingan siklus gempa untuk kejadian

gempa yang dapat diprediksi dan tidak dapat diprediksi dapat dilihat

pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Siklus gempa bumi sebagai suatu perubahan tegangan

terhadap waktu. (a) Tegangan tektonik terakumulasi di sepanjang

sesar hingga mencapai kekuatan lokal (tegangan kritis yang

diperlukan untuk menghasilkan failure ditunjukkan garis putus-putus

merah) dan memicu terjadinya gempa sehingga terjadi penurunan

tegangan secara tiba-tiba. (b) Gambaran siklus gempa bumi yang

lebih realistis dengan lebih kompleksnya variasi kekuatan, laju

pembebanan, dan penurunan tegangan (Kanamori dan Brodsky,

2001).

2.6 Gelombang Seismik

Gelombang merupakan fenomena alam yang terjadi akibat

perambatan usikan atau energi dari suatu sumber ke titik-titik lain

(Afnimar, 2009). Ketika gempa bumi atau ledakan di bawah tanah

terjadi, sebagian energi akan dilepaskan dalam bentuk gelombang

elastis yang merambat di dalam Bumi. Gelombang elastis ini dikenal

sebagai gelombang seismik dan termasuk ke dalam gelombang

mekanik. Artinya, gelombang ini membutuhkan medium dalam

perambatannya dan medium tersebut akan berosilasi ketika

Page 51: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

19

gelombang melewatinya (Afnimar, 2009). Gelombang ini dapat

dideteksi oleh sebuah instrumen yang disebut sebagai seismograf.

Instrumen ini terdiri dari sebuah seismometer yang mengukur dan

memperkuat gerak tanah yang timbul pada sebuah rekaman yang

relatif diam dan menyalurkan data ke dalam kertas, pita magnetik,

atau disket (Fowler, 2005). Selanjutnya, gelombang seismik tercatat

sebagai seismogram yang merepresentasikan osilasi partikel di titik

stasiun seismik tersebut (Afnimar, 2009). Karakteristik amplitudo, temporal, dan spektral dari gerak

tanah yang ditimbulkan gempa bumi di suatu tempat merupakan

fungsi dari mekanisme sumber gempa, jarak episenter, maupun sifat

fisis dan geometri dari struktur geologi yang dilewati oleh

gelombang seismik dari sumber ke tempat tersebut (Gambar 2.11).

Kecepatan gelombang seismik merambat di dalam Bumi bergantung

pada densitas dan modulus elastisitas dari batuan yang dilaluinya

(Lillie, 1999). Ada dua macam gelombang seismik, yaitu gelombang

badan (P dan S) dan gelombang permukaan (Love dan Rayleigh).

Gambar 2.11 Mekanisme terpicunya gelombang seismik dari sumber

gempa (fokus) yang merupakan bidang sesar. Selanjutnya,

gelombang seismik direkam oleh instrumen seismograf dan

ditampilkan dalam bentuk seismogram (Hays, 1980).

Penjelasan dari masing-masing gelombang seismik adalah

sebagai berikut.

Page 52: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

20

2.6.1 Gelombang Badan

Gelombang badan merupakan gelombang seismik yang

menjalar melalui suatu tubuh batuan di dalam Bumi. Ada dua macam

gelombang badan berdasarkan gerak partikel dari medium yang

dilaluinya.

Tipe pertama adalah gelombang dilatasi, kompresional,

longitudinal, primer, atau P. Gelombang ini disebut gelombang P

karena gelombang ini memiliki kecepatan rambat paling tinggi (Bolt,

1978) sehingga tercatat pertama kali (primer) dalam perekam

gelombang seismik (Sheriff dan Geldart, 1995). Gelombang P

memiliki gerak seperti gelombang suara, yakni ketika gelombang ini

menyebar dari sumber dan merambat di medium, maka medium yang

dilaluinya secara berurutan akan terdorong (kompresi) dan tertarik

(dilatasi). Dengan kata lain, partikel yang dilaluinya akan bergerak

sejajar dengan arah perambatan gelombang (Sheriff dan Geldart,

1995). Gelombang P mampu melalui material padat (batuan), cair

(magma hingga air di samudera) dan bahkan gas (atmosfer). Tipe kedua adalah gelombang shear, transversal, sekunder,

atau S. Gelombang ini memiliki kecepatan rambat lebih rendah

daripada gelombang P sehingga gelombang S terekam dalam

perekam gempa sebagai gelombang kedua yang datang (Sheriff dan

Geldart, 1995). Gelombang S akan menggeser partikel medium yang

dilaluinya ke arah samping tegak lurus terhadap arah rambat

gelombang (Kearey dan Brooks, 1984). Arah gerak partikel ketika

dilalui oleh gelombang S tak hingga banyaknya sehingga arah tegak

lurus terhadap arah rambat gelombang jumlahnya juga tak hingga.

Karena itu, didefinisikan dua tipe gelombang S, yaitu gelombang SV

(shear vertical) dan SH (shear horizontal) (Afnimar, 2009).

Pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa jika cairan digeser

ke arah samping, cairan tidak akan kembali ke bentuk semula. Oleh

sebab itu, gelombang S tidak mampu menjalar melalui medium

cairan maupun fluida lainnya (Bolt, 1978). Ilustrasi gerak partikel

material ketika dilalui gelombang badan dan arah rambatannya dapat

dilihat pada Gambar 2.12.

Kecepatan rambat gelombang P dan S hanya bergantung pada

densitas dan sifat elastisitas medium yang dilaluinya. Dalam kasus

medium elastis homogen isotropi, gelombang P akan merambat

dalam medium dengan kecepatan:

Page 53: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

21

(2.6)

Sementara itu, untuk kecepatan gelombang S dapat diperoleh melalui

persamaan:

(2.7)

Dengan adalah kecepatan gelombang P, adalah kecepatan

gelombang S, adalah modulus bulk, adalah modulus rigiditas,

dan adalah densitas material (Bolt, 1978).

Gambar 2.12 Arah gerak partikel suatu medium (a) apabila dilalui

oleh gelombang (b) P dan (c) SV. Urutan keadaan medium ketika

dilalui gelombang ditunjukkan dari atas ke bawah. Gelombang

menjalar dari arah kiri ke kanan. Tanda panah kecil di setiap gembar

menunjukkan posisi rapatan dan puncak. Untuk gelombang P baik

volume dan bentuk partikel medium yang diarsir dengan warna

hitam berubah ketika gelombang melaluinya. Untuk gelombang S

volume partikel medium tidak berubah dan hanya mengalami rotasi.

Gerak partikel gelombang SH sama dengan gelombang SV hanya

saja terjadi pada bidang horisontal (Fowler, 2005).

Page 54: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

22

2.6.2 Gelombang Permukaan

Gelombang permukaan merupakan gelombang seismik yang

menjalar di sepanjang permukaan Bumi. Sebagian besar gerak

partikel medium yang terjadi akibat gelombang ini akan diamati di

permukaan Bumi. Semakin bertambah kedalaman, maka gerak

partikelnya akan semakin berkurang dan tidak teramati (Bolt, 1978).

Gelombang permukaan terbentuk dari interferensi gelombang-

gelombang badan. Ada dua macam gelombang permukaan. Gelombang pertama adalah gelombang Love. Gelombang ini

diberi nama sesuai dengan penemunya, Augustus Edward Hough

Love pada tahun 1911 (Fowler, 2005). Gelombang ini terbentuk

akibat adanya interferensi gelombang-gelombang pantul SH (Shear

Horizontal) pada suatu lapisan dekat permukaan Bumi (Afnimar,

2009). Gerak partikel yang dilaluinya menyerupai gerak partikel

gelombang S tetapi tanpa adanya pergerakan secara vertikal.

Gelombang ini akan menjalar di permukaan tanah dari satu sisi ke

sisi lainnya sejajar dengan permukaan Bumi. Arah gerak partikelnya

tegak lurus dengan arah rambatnya (Kearey dan Brooks, 1984). Gelombang kedua adalah gelombang Rayleigh. Gelombang ini

diberi nama berdasarkan tokoh yang memprediksi keberadaan

gelombang tersebut pada tahun 1887, yakni Lord Rayleigh (Fowler,

2005). Istilah ground roll merupakan nama lain yang umum

diberikan untuk gelombang ini (Sheriff dan Geldart, 1995).

Gelombang Rayleigh terbentuk akibat interferensi gelombang-

gelombang pantul P dan SV (Shear Vertical). Gerak partikel medium

yang dilaluinya akan berbentuk elips yang merupakan perpaduan

antara gerak partikel gelombang P dan SV (Afnimar, 2009). Gerak

orbital partikelnya akan berlawanan dengan arah gerak melingkarnya

yang sering disebut sebagai retrograde (Kearey dan Brooks, 1984). Gelombang permukaan bersifat dispersif. Artinya, kecepatan

gelombangnya akan bergantung pada frekuensi. Semakin besar

frekuensinya, maka semakin kecil kecepatannya dan semakin

dangkal penetrasi kedalamannya (Afnimar, 2009). Umumnya,

gelombang Love merambat lebih cepat daripada gelombang

Rayleigh. Kecepatan gelombang Rayleigh dinyatakan dengan

persamaan:

(2.8)

Page 55: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

23

Sementara itu, untuk kasus gelombang Love pada medium berlapis,

berlaku:

(2.9)

Dengan adalah kecepatan gelombang Rayleigh, adalah

kecepatan gelombang Love, adalah kecepatan gelombang S,

dan adalah kecepatan gelombang S di permukaan dan di lapisan

yang lebih dalam (Bolt, 1978). Ilustrasi gerak partikel material ketika

dilalui gelombang permukaan dan arah rambatannya dapat dilihat

pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Tipe gelombang permukaan a) Rayleigh dan b) Love

beserta arah gerak partikel medium yang dilaluinya. Tanda panah

menunjukkan arah rambat gelombang (Mussett dan Khan, 2000).

2.7 Parameter Gempa Bumi

2.7.1 Hiposenter

Titik di dalam Bumi yang merupakan sumber dari gelombang

seismik disebut sebagai fokus atau hiposenter gempa bumi. Titik

fokus merupakan pusat dari gempa bumi yang merupakan titik awal

rekahnya batuan sehingga menghasilkan pergeseran pada suatu

bidang sesar. Rekahan bersumber dari fokus dan menyebar secara

cepat di bidang patahan (Carlson dkk., 2008). Lokasi hiposenter

dinyatakan dalam koordinat berupa lintang, bujur, dan kedalaman di

bawah permukaan Bumi. Faktanya, gempa bumi tidak bersumber

pada sebuah titik, tetapi berasal dari suatu volume kecil atau

sepanjang bidang sesar yang melepaskan energi (Fowler, 2005).

Page 56: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

24

Berdasarkan kedalaman fokus atau hiposenter, gempa bumi dapat

diklasifikasikan menjadi (Lay dan Wallace, 1995): 1. Gempa Dalam

Jika kedalaman hiposenter di antara 300 hingga 700 km.

2. Gempa Intermediet

Jika kedalaman hiposenter di antara 70 hingga 300 km.

3. Gempa Dangkal

Jika kedalaman hiposenter kurang dari 70 km.

2.7.2 Episenter

Titik di permukaan Bumi yang secara vertikal berada tepat di

atas fokus disebut sebagai episenter. Lokasi episenter hanya

dinyatakan dalam lintang dan bujur. Untuk kasus gempa yang terjadi

pada koordinat 37o LU, 122

o BB, dan kedalaman 10 km, maka

episenter gempa tersebut adalah 37o LU, 122

o BB. Jarak antara

episenter gempa dengan seismometer perekam gempa tersebut

disebut jarak episenter (Fowler, 2005). Gempa bumi dapat

diklasifikasikan berdasarkan jarak episenter (Kayal, 2008), di

antaranya: 1. Gempa Teleseismik

Gempa bumi yang direkam oleh stasiun dengan jarak yang

sangat besar disebut sebagai gempa teleseismik atau

teleseismo. Konvensi internasional mendefinisikan gempa

teleseismik sebagai gempa yang jarak episenternya lebih dari

1.000 km. Ada juga yang mendefinisikan gempa teleseismik

sebagai gempa dengan jarak ≥ 300. Amplitudo gempa ini

memiliki rentang sangat besar. 2. Gempa Regional

Gempa bumi yang terjadi dengan jarak episenter antara 500

km hingga 1.000 km disebut sebagai gempa regional. Gempa

bumi ini juga memiliki amplitudo dengan rentang besar

seperti gempa teleseismik tetapi dengan periode yang lebih

kecil daripada gempa teleseismik.

3. Gempa Lokal Gempa bumi yang terjadi pada jarak beberapa ratus

kilometer dari stasiun disebut sebagai gempa lokal. Gempa

ini dicirikan dengan onset impulsif dan memiliki frekuensi

yang tinggi.

Page 57: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

25

Perbandingan antara hiposenter dan episenter dapat dilihat

pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Diagram yang menunjukkan episenter, fokus

(hiposenter), dan bidang sesar (modifikasi Bolt, 1999 dalam Kayal,

2008)

2.7.3 Magnitudo Gempa Bumi

Magnitudo merupakan parameter penting yang menjelaskan

ukuran kekuatan dari gempa bumi (Kayal, 2008). Sejumlah skala

magnitudo telah didefinisikan berdasarkan tipe gelombang seismik,

rentang frekuensi, maupun instrumen yang digunakan (McCalpin,

2009).

2.7.3.1 Magnitudo Lokal/Richter ( )

Magnitudo Richter pertama kali digunakan secara luas di

Amerika Serikat. Skala ini dibuat berdasarkan amplitudo (mm)

terbesar dari tras gelombang di seismogram pada sebuah seismograf

Wood-Anderson dan dinormalisasi terhadap suatu jarak episenter

standar 100 km. Richter mendefinisikan gempa bumi bermagnitudo 0

yang menghasilkan amplitudo maksimum sebesar 0,001 mm pada

jarak 100 km. Setiap peningkatan magnitudo yang lebih besar

merupakan peningkatan sepuluh kali lipat pada amplitudo. Dengan

kata lain, amplitudo maksimum seismogram pada jarak 100 km

sebesar 0,01 mm mewakili 1; 0,1 mm setara dengan 2,0 dan

seterusnya. Skala magnitudo Richter dapat mewakili energi yang

dilepaskan oleh gempa dengan akurat hingga 6,5. Lebih dari

magnitudo tersebut, skala Richter akan menunjukkan nilai energi

yang lebih rendah dari nilai energi sebenarnya. Dengan kata lain,

skala Richter mengalami saturasi di atas 6,5 (McCalpin, 2009).

Page 58: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

26

Secara matematis, magnitudo Richter dapat diperoleh dari

persamaan:

(2.10)

dengan adalah amplitudo maksimum tanah (mm) dan

adalah jarak episenter (km).

2.7.3.2 Magnitudo Gelombang Permukaan ( )

Permasalahan saturasi pada magnitudo Richter di atas 6,5

dapat diselesaikan dengan dikembangkannya skala magnitudo

gelombang permukaan. Prosedur pengukurannya sama dengan

magnitudo Richter. Hanya saja puncak amplitudo gelombang diukur

untuk gelombang permukaan dengan periode 20 s dari seismograf

periode panjang pada jarak teleseismik. Karena perhitungan

magnitudo gelombang permukaan tidak membutuhkan rekaman

seismogram pada jarak 100 km dari episenter, maka rekaman

teleseismik gempa moderat hingga besar dapat dinyatakan dalam

skala ini. Skala ini juga dapat digunakan sebagai perbandingan

empiris antara magnitudo terhadap panjang rekahan atau

perpindahan akibat gempa bumi. Namun, skala magnitudo

gelombang permukaan juga menunjukkan saturasi untuk > 8

(McCalpin, 2009). Skala magnitudo gelombang permukaan

dinyatakan dengan persamaan:

(2.11)

Secara berurutan, , , , dan adalah amplitudo (mm), periode

(s), jarak episenter (km), dan koreksi kedalaman hiposenter (Mussett

dan Khan, 2000).

2.7.3.3 Magnitudo Gelombang Badan ( )

Magnitudo gelombang badan merupakan magnitudo yang

sering digunakan di wilayah yang secara tektonik stabil, misalnya di

wilayah Amerika Utara. Magnitudo ini diukur dari puncak

gelombang yang terekam pada jarak hingga 1.000 km pada

instrumen dengan rentang frekuensi 1 – 10 Hz. Saturasi akan terjadi

pada skala yang lebih rendah daripada . Namun, konversi ke

skala magnitudo lainnya maupun sebaliknya masih memungkinkan

Page 59: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

27

untuk dilakukan. Skala magnitudo gelombang badan diperoleh

melalui persamaan:

(2.12)

dengan adalah amplitudo (mm) dan adalah periodenya (s).

Sementara itu, adalah koreksi jarak episenter dan kedalaman

hiposenter (Mussett dan Khan, 2000).

2.7.3.4 Magnitudo Momen ( )

Semakin besar suatu gempa bumi, maka semakin kecil

frekuensi gelombang dengan amplitudo terbesar. Namun, sebagian

besar seismometer kehilangan sensitivitas pada frekuensi terendah

suatu gelombang gempa bumi sehingga skala magnitudo gelombang

badan dan permukaan akan mengukur magnitudo gempa besar

dengan nilai lebih kecil daripada seharusnya. Oleh karena itu,

dikembangkan skala magnitudo momen (Mussett dan Khan, 2000).

Magnitudo momen tidak bergantung pada puncak gelombang yang

terekam seismogram, tetapi berdasarkan pada momen seismik ( ).

Momen seismik didefinisikan sebagai:

(2.13)

dengan adalah rata-rata perpindahan pada bidang sesar,

merupakan luas dari bidang sesar, dan merupakan modulus

rigiditas rata-rata dari batuan yang mengalami pergeseran. Dalam hal

ini bidang sesar diasumsikan memiliki geometri segiempat. Dengan

demikian, momen seismik lebih mencerminkan jumlah energi yang

dilepaskan di sumber gempa. Selanjutnya, magnitudo momen dihitung menggunakan

hubungan:

(2.14)

dengan merupakan magnitudo momen dan merupakan

momen seismik. Skala momen seismik dikembangkan untuk

mengatasi masalah saturasi pada skala magnitudo lainnya dan

umumnya digunakan untuk mendeskripsikan suatu gempa besar.

Page 60: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

28

Pada mulanya, ahli seismologi hanya mengklasifikasikan

gempa bumi berdasarkan ukurannya menjadi gempa kecil, gempa

sedang, maupun gempa besar. Namun, dengan ditemukannya skala

magnitudo Richter, klasifikasi gempa berdasarkan magnitudonya

lebih jelas untuk didefinisikan (Kayal, 2008) seperti pada Tabel 2.1.

Semakin kecil magnitudo suatu gempa, maka semakin banyak

frekuensi gempa itu terjadi (Kayal, 2008). Jumlah kejadian gempa

bumi meningkat sepuluh kali lipat setiap penurunan satu satuan

magnitudo. Sebagai gambaran, jika suatu area menghasilkan satu

gempa bumi dengan magnitudo 4 dalam satu bulan, akan dihasilkan

10 kali gempa bumi dengan magnitudo 3, 100 gempa bumi dengan

magnitudo 2, dan 1.000 gempa bumi dengan magnitudo 1 dalam

waktu satu bulan.

Tabel 2.1 Klasifikasi gempa bumi berdasarkan magnitudo

(Hagiwara, 1964 dalam Kayal, 2008)

Magnitudo ( ) Klasifikasi

≥ 8 Great earthquake

7 ≤ ≤ 8 Major / Large earthquake

5 ≤ ≤ 7 Moderate earthquake

3 ≤ ≤ 5 Small earthquake

1 ≤ ≤ 3 Microearthquake

< 1 Ultra-microearthquake

2.7.4 Intensitas Gempa Bumi

Intensitas merupakan ukuran dari dampak yang ditimbulkan

akibat suatu gempa bumi di suatu tempat tertentu. Salah satu skala

yang sering digunakan dalam penentuan intensitas gempa adalah

Mercalli Modification Intensity (MMI) yang dikembangkan oleh ahli

seismologi Italia, Giuseppe Mercalli, pada tahun 1902 (McCalpin,

2009). Skala Mercalli dibagi ke dalam 12 tingkat. Skala intensitas

Mercalli bersifat subjektif dan dibuat berdasarkan efek getaran dan

kerusakan pada bangunan (Fowler, 2005). Skala Mercalli dapat

dilihat pada Lampiran 2.

Page 61: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

29

2.7.5 Waktu Asal (Origin Time)

Waktu asal adalah waktu saat terjadi gempa bumi di suatu

hiposenter. Sementara itu, arrival time (waktu tiba) atau transit time

adalah waktu ketika suatu gelombang seismik tiba atau direkam pada

suatu stasiun seismograf. Waktu asal suatu gempa bumi dapat

ditentukan dengan menggunakan teknik grafis, yaitu plot Wadati

seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.15. Berdasarkan diagram

ini, selisih antara waktu tiba gelombang P dan S ( diplot

terhadap waktu tiba gelombang P ( ). Di hiposenter ,

sehingga . Oleh karena itu, perpotongan antara kurva

dengan sumbu waktu tiba gelombang P merupakan waktu asal

gempa bumi tersebut.

Gambar 2.15 Penentuan waktu asal dengan diagram Wadati. Waktu

asal diperoleh dari perpotongan kurva dengan sumbu waktu tiba

gelombang P (tp). Waktu asal gempa adalah pukul 20:13:40,5 (Kayal,

2008).

2.8 Tipe Gempa Bumi

Berdasarkan sumber penyebabnya, gempa bumi dapat dibagi

ke dalam tiga kategori (Kayal, 2008), di antaranya: 1. Gempa Bumi Tektonik

Gempa bumi tektonik merupakan gempa yang paling umum

terjadi. Gempa ini terjadi akibat adanya pelepasan tegangan

pada batuan yang terakumulasi akibat gaya tektonik, yaitu

gaya yang berasal dari pergerakan lempeng-lempeng. Gempa

bumi tektonik sangat penting untuk digunakan dalam

mempelajari struktur interior Bumi. Gempa tektonik juga

mendapat perhatian karena sering menimbulkan kerusakan

parah. Lebih dari 90 persen gempa bumi tektonik terjadi di

Page 62: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

30

batas lempeng (Trueit, 2003). Gempa bumi yang terjadi

karena berasosiasi dengan batas lempeng ini dikenal sebagai

gempa bumi interplate. Namun, di beberapa tempat gempa

juga terjadi di area yang jauh dari batas lempeng (di tengah-

tengah lempeng). Gempa bumi intraplate ini umumnya

disebabkan gaya yang bersifat lokal yang timbul akibat

adanya variasi temperatur, kedalaman, dan kekuatan dari

batuan di permukaan (Bolt, 1978). Salah satu cara untuk

membedakan antara gempa bumi interplate dan intraplate

adalah dengan meninjau laju pergeseran dari sesar dan kala

ulangnya (recurrence time) seperti pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Klasifikasi gempa tektonik (modifikasi Scholz, 2002)

Tipe Laju Pergeseran

(mm per tahun)

Kala Ulang

(tahun)

I. Interplate > 10 ~100

II. Intraplate,

tepi lempeng 0,1 ≤ ≤ 10 10

2 – 10

4

III. Intraplate,

tengah

lempeng < 0,1 > 10

4

2. Gempa Bumi Vulkanik

Gempa bumi vulkanik didefinisikan sebagai gempa bumi

yang terjadi atau berkaitan dengan aktivitas vulkanik. Gempa

vulkanik terjadi melalui dua cara (Kayal, 2008). Pertama,

gempa vulkanik yang terjadi sebelum terjadinya erupsi

gunung api. Gempa ini berukuran kecil dan akan terus

meningkat kejadiannya sebelum erupsi. Di dalam pipa

gunung api maupun di dapur magma, magma yang sangat

panas dan kental bergerak perlahan dengan tekanan uap yang

sangat tinggi. Akibat gerak ini, sejumlah batuan terpanaskan

dan mengalami tegangan. Selanjutnya, batuan tersebut akan

mengalami rekahan dan terjadi gempa berukuran kecil

maupun sedang. Kedua, gempa yang terjadi akibat

pergeseran batuan sehingga memicu terjadinya pergerakan

magma dan erupsi. Gelombang seismik yang dilepaskan

akan menggetarkan magma yang berada di dapur magma.

Akibatnya, material gas yang terkandung di dalam magma

Page 63: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

31

akan mempercepat terjadinya erupsi maupun memicu

terjadinya gempa bumi vulkanik. 3. Gempa Bumi Terimbas

Gempa bumi tipe ini terjadi akibat aktivitas manusia. Gempa

bumi ini meliputi gempa yang dipicu ledakan nuklir, ledakan

di bawah permukaan tanah, pengisian bendungan, maupun

injeksi fluida ke dalam suatu lapisan reservoar di bawah

tanah.

2.9 Hipotesis Kesenjangan Gempa (Seismic Gap)

Hipotesis kesenjangan gempa menyatakan bahwa bahaya

gempa di suatu wilayah akan segera berubah menjadi kecil setelah

terjadinya gempa dan akan meningkat terhadap waktu sejak

terjadinya gempa tersebut (Sykes dan Nishenko, 1984 dalam Kagan

dan Jackson, 1991). Kesenjangan gempa sendiri merupakan wilayah

yang aktivitas kegempaannya relatif sedikit apabila dibandingkan

dengan wilayah lain yang juga berada di sepanjang sesar atau batas

lempeng (Mohita, 2016). Kemungkinan besar kejadian gempa besar

pernah terjadi di wilayah kesenjangan gempa. Akan tetapi, saat ini

dalam keadaan tanpa adanya aktivitas seismik. Bahkan, untuk

beberapa kasus, pada wilayah kesenjangan gempa tidak pernah

tercatat aktivitas kegempaan secara historis. Namun, wilayah ini

diyakini mampu untuk menghasilkan gempa besar (USGS, 2016).

Hipotesis ini semakin berkembang sejak dikemukakannya

teori bingkas elastis dan tektonik lempeng. Hipotesis ini juga telah

digunakan untuk memperkirakan terjadinya gempa bumi di

sepanjang tepi Samudera Pasifik (Kagan dan Jackson, 1991).

Hipotesis kesenjangan gempa ini berdasarkan beberapa asumsi, di

antaranya: (1) batas lempeng dan sesar besar dibagi ke dalam

beberapa segmen; (2) tegangan tektonik dalam sebuah segmen harus

dikurangi dengan terjadinya suatu gempa di sepanjang segmen

tersebut; (3) kejadian gempa tersebut akan mengurangi tegangan di

bawah titik kritis sehingga memungkinkan untuk memicu terjadinya

gempa besar di segmen lain; (4) setelah tegangan berkurang,

tegangan akan terakumulasi perlahan dan membutuhkan waktu

hingga beberapa dekade sebelum terjadi gempa besar lainnya (Kagan

dan Jackson, 1991).

Page 64: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

32

2.10 Sekuen Gempa Bumi

Pengamatan di lapangan sering kali menunjukkan bahwa

gempa bumi bukanlah kejadian yang bersifat terisolasi, melainkan

merupakan bagian dari suatu rangkaian (sekuen) yang

karakteristiknya dapat didefinisikan dengan baik. Mogi pada tahun

1963 membagi sekuen ini menjadi tiga tipe: gempa utama-gempa

susulan (Gambar 2.16 (a)), gempa pendahuluan-gempa utama-gempa

susulan (Gambar 2.16 (b)), dan swarm. Kadang, terdapat dua atau

lebih gempa utama yang terjadi dalam waktu dan ruang yang

berdekatan. Peristiwa ini dikenal sebagai doublet dan multiplet

(Scholz, 2002).

Gambar 2.16 Tipe sekuen gempa bumi, a) tanpa gempa pendahuluan,

b) dengan gempa pendahuluan (Lee dkk., 2002)

Gempa pendahuluan (foreshock) (Gambar 2.17 (a)) umumnya

lebih jarang terjadi jika dibandingkan dengan gempa susulan. Gempa

pendahuluan adalah gempa bumi berukuran kecil yang terjadi sesaat

sebelum terjadinya sebuah gempa utama di sekitar fokus gempa

utama. Ahli seismologi telah mencoba menggunakan gempa

pendahuluan untuk memperkirakan terjadinya gempa utama. Namun,

aktivitas gempa pendahuluan umumnya sangat bervariasi baik secara

temporal maupun spasial sehingga penentuan gempa utama dengan

metode ini sering kali tidak berhasil. Mogi pada tahun 1985

membagi dua macam gempa pendahuluan, yaitu tipe C dan D. Tipe

C menunjukkan peningkatan frekuensi gempa susulan sebelum

terjadinya gempa utama. Sebaliknya, tipe D menunjukkan adanya

Page 65: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

33

penurunan frekuensi gempa susulan sebelum terjadinya gempa utama

(Lee dkk., 2002).

Gambar 2.17 (a) Gempa pendahuluan terjadi sesaat sebelum terjadi

gempa utama, di sekitar fokus. (b) Gempa utama. (c) Gempa susulan

(c) merupakan gempa kecil yang terjadi setelah gempa utama

(modifikasi Grotzinger dan Jordan, 2014).

Page 66: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

34

Hampir semua gempa bumi berukuran sedang hingga besar

akan memicu sejumlah gempa bumi bermagnitudo lebih kecil di

sekitar area utama gempa yang berlangsung beberapa jam hingga

beberapa bulan berikutnya (Bolt, 1978, Grotzinger dan Jordan,

2014). Fenomena ini dikenal sebagai gempa susulan atau aftershock

(dependent earthquake, triggered earthquake, offspring). Sementara

itu, gempa yang memicu terjadinya gempa susulan disebut sebagai

gempa utama atau mainshock (independent earthquake, background

earthquake, parent earthquake).

Peristiwa gempa susulan ini menunjukkan bahwa kejadian

gempa tidak bisa dijelaskan dengan teori bingkas elastis secara

sederhana. Gempa susulan berlangsung selama periode penyesuaian

setelah terjadinya gempa utama, yaitu ketika tegangan kecil yang

terlokalisasi akan dilepas (Fowler, 2005). Setelah terjadinya gempa

utama, maka tegangan di sepanjang bidang sesar akan menurun.

Namun, tegangan ini akan meningkatkan tegangan di area lain di

sekitar sesar yang sebelumnya belum mengalami pergeseran. Gempa

susulan (Gambar 2.17 (c)) terjadi ketika area tersebut tidak mampu

lagi menahan tegangan yang diberikan (Grotzinger dan Jordan,

2014). Secara temporal, frekuensi kejadian gempa susulan akan

berkurang dengan bertambahnya waktu sejak terjadinya gempa

utama (Fowler, 2005). Frekuensi kejadian gempa susulan bergantung

pada magnitudo gempa utama. Semakin besar gempa utama, maka

semakin lama durasi terjadinya gempa susulan (Grotzinger dan

Jordan, 2014). Pada tahun 1894, Omori mencatat bahwa frekuensi

kejadian gempa susulan akan meluruh dengan laju (Parsons,

2002). Berdasarkan pengamatannya terhadap frekuensi gempa

susulan per harinya untuk kasus gempa Nobi 1891, Jepang

( 8,0), frekuensi kejadian gempa akan berkurang terhadap waktu

sesuai dengan persamaan:

(2.15)

dengan dan adalah konstanta dan merupakan durasi waktu

yang diukur sejak terjadinya gempa utama (Lee dkk., 2002). Secara

spasial, umumnya gempa susulan terjadi di dalam area yang jaraknya

sekitar setengah dari panjang rekahan bidang sesar (Fowler, 2005).

Page 67: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

35

2.11 Metode Dekluster

Telah disebutkan sebelumnya dalam subbab 2.10 bahwa

terdapat dua macam gempa, yaitu gempa bumi yang bebas (gempa

utama) dan gempa bumi yang bergantung pada gempa bumi lainnya

(gempa susulan). Untuk mengisolasi gempa utama dari gempa

susulan yang ada di sekitarnya, maka dilakukan dekluster. Gempa-

gempa ini akan membentuk sebuah kluster. Oleh karena itu, proses

pemisahan gempa ini dikenal sebagai “dekluster”. Tahap dekluster

ini penting dalam melakukan penilaian bahaya kegempaan maupun

penelitian mengenai prediksi gempa bumi (Van Stiphout dkk., 2012).

Untuk dapat dilakukan dekluster, maka katalog gempa

setidaknya harus memiliki informasi mengenai waktu kejadian

gempa, lokasi episenter dan hiposenter, serta magnitudonya. Pada

prinsipnya, dekluster memisahkan gempa utama dengan gempa

susulan melalui pendekatan secara spasio-temporal, yakni

menganalisis gempa yang terjadi pada jarak tertentu dari fokus suatu

gempa dan pada durasi tertentu setelah terjadinya gempa. Umumnya,

ada dua metode dekluster yang sering digunakan, yaitu metode

jendela (window method) dan kluster (cluster method) (Van Stiphout

dkk., 2012).

Dalam metode jendela, pada prinsipnya, untuk setiap gempa

bumi dengan magnitudo dalam katalog, maka serangkaian gempa

yang terjadi selanjutnya diidentifikasi sebagai gempa susulan jika

gempa tersebut terjadi dalam interval waktu tertentu setelah

kejadian gempa dan dalam radius jarak tertentu dari episenter

gempa tersebut. Hal ini juga berlaku untuk gempa pendahuluan.

Tentunya, dalam sebuah rangkaian kejadian gempa, maka gempa

bermagnitudo paling besar diidentifikasi sebagai gempa utama.

Pada metode jendela, gempa susulan sekunder maupun gempa

susulan orde tinggi lainnya (yaitu gempa susulan dari gempa

susulan) diabaikan. Sebagai contoh, seandainya terjadi gempa C pada

rentang jendela gempa A dan B (keduanya berpotensi sebagai gempa

utama dari gempa C), maka gempa utama dari gempa C adalah

gempa dengan magnitudo tertinggi meskipun kemungkinan gempa C

justru dipicu oleh gempa dengan magnitudo yang lebih kecil. Hal ini

tentunya menjadi kelemahan dari metode jendela dalam melakukan

dekluster. Selain itu, metode jendela tidak mempertimbangkan efek

sesar untuk gempa dengan magnitudo besar.

Page 68: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

36

Oleh karenanya, Reasenberg pada tahun 1985 menyusun

algoritma yang memungkinkan menghubungkan gempa-gempa

susulan ke dalam sebuah kluster. Sebagai contoh, jika A adalah

gempa utama dari B dan B adalah gempa utama dari C, maka baik

gempa A, B, dan C dianggap sebagai satu kluster. Dalam kluster

tersebut, gempa utama adalah gempa yang memiliki nilai magnitudo

terbesar. Gempa dengan magnitudo lebih kecil dikategorikan sebagai

gempa pendahuluan maupun gempa susulan. Metode ini

mempertimbangkan distribusi tegangan dan pergeseran di sekitar

gempa utama dalam menentukan interaksi spasial melalui

persamaan:

(2.16)

Variabel adalah jarak dari pusat gempa utama dalam satuan km

sedangkan adalah konstanta yang bernilai 1 untuk gempa terbesar.

Sementara, interaksi secara spasial ditentukan berdasarkan hukum

Omori.

Parameter-parameter yang diperlukan dalam metode ini adalah

dan yang merupakan waktu minimum dan maksimum

setelah terjadi gempa utama dengan probabilitas . Hal ini sesuai

dengan persamaan:

(2.17)

Pangkat laju peluruhan Omori diasumsikan bernilai 1. Sementara itu:

(2.18)

dengan merupakan magnitudo cutoff dari katalog gempa.

2.12 Geologi Regional Jawa Timur

Sejarah geologi Jawa Timur tidak terlepas dari sejarah geologi

wilayah Indonesia bagian barat lainnya maupun wilayah Asia

Tenggara. Wilayah Jawa Timur terletak di sebelah ujung tenggara

kraton Sunda dengan batuan dasar berupa batuan bancuh (melange)

berumur Kapur hingga Tersier (Darman dan Sidi, 2000). Pulau Jawa

merupakan bagian dari sistem subduksi busur Sunda yang

membentang 5.000 km dari Burma hingga Flores dan Sumba

(Shulgin dkk., 2011). Di sebelah Selatan Pulau Jawa, tepatnya di

Palung Jawa, terdapat zona subduksi lempeng Indo-Australia yang

Page 69: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

37

menunjam di bawah lempeng Eurasia. Proses subduksi ini

berlangsung sejak kala Eosen Awal hingga sekarang. Tegangan yang

disebabkan oleh pergerakan lempeng Indo-Australia ke arah Utara

ini merupakan pengontrol utama pembentukan struktur di Jawa

Timur dan sekitarnya (Susilohadi, 1995). Segmen subduksi di sebelah Selatan Pulau Jawa memiliki

keunikan tersendiri yang tidak dijumpai di segmen lain Busur Sunda.

Jika di wilayah Sumatera dijumpai adanya sistem sesar memanjang

yang berasosiasi dengan arah subduksi miring, di Pulau Jawa

struktur yang dijumpai berbeda (Handayani, 2010). Jawa merupakan

contoh busur kepulauan yang dihasilkan dari proses subduksi yang

berarah tegak lurus (ortogonal). Arah pergerakan lempeng Indo-

Australia berarah Utara sehingga busur vulkanik dan struktur geologi

yang mendominasi wilayah Pulau Jawa akan memanjang dengan

orientasi Timur-Barat (Hall dkk., 2007). Di samping itu juga terdapat

sesar dengan orientasi Utara-Selatan yang berperan penting dalam

mempengaruhi pola geomorfologi di Pulau Jawa (Verstappen, 2010).

Apabila dibuat penampang melintang yang memotong Pulau

Jawa, maka dari arah Selatan hingga Utara (Gambar 2.18) akan

dijumpai unsur-unsur struktur sebagai berikut (Darman dan Sidi,

2000): 1) Palung Jawa (Java Trench)

2) Busur kepulauan luar yang bersifat nonvulkanik

(Nonvolcanic outer island arc)

3) Cekungan busur depan (Fore-arc Basin)

4) Busur magmatik/vulkanik (Magmatic/Volcanic Arc)

5) Cekungan busur belakang (Back-arc Basin)

6) Kraton kontinen Sunda (Sundaland Continental Craton)

Gambar 2.18 Profil sayatan melintang Pulau Jawa dari arah Selatan

(S) ke Utara (N) (modifikasi Simandjuntak dan Barber, 1996 dalam

Koulali dkk., 2016)

Page 70: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

38

Arah penunjaman lempeng ini selalu berubah di sepanjang

waktu geologi (Hamilton 1979 dalam Putra, 2007). Posisi jalur

subduksi ini akan searah dengan jalur magmatik yang dihasilkan dan

membentuk orientasi struktur yang juga searah. Secara umum ada

dua pola orientasi struktur geologi di wilayah Jawa Timur (Gambar

2.19), yaitu Timur Laut-Barat Daya dan Timur-Barat (Putra, 2007).

Gambar 2.19 Arah pola struktur di Jawa Timur (modifikasi

Sribudiyani dalam Yulianto dkk., 2011)

Adanya dua pola orientasi ini tidak terlepas dari perubahan

posisi dan arah dari jalur subduksi tersebut. 1. Pola Timur Laut-Barat Daya dapat ditemukan dengan jelas

di sebelah Timur Laut Jawa (Susilohadi, 1995). Sistem sesar

dengan orientasi ini diduga merupakan sisa dari sistem

subduksi yang lebih tua. Sistem sesar ini menerus hingga

wilayah Kalimantan Selatan dengan ditemukannya

singkapan batuan ultrabasa dengan baturijang yang

mengindikasikan keberadaan sistem subduksi (Susilohadi,

1995). Menurut Martodjojo (1990) dalam Putra (2007) pola

struktur Timur Laut-Barat Daya diperkirakan merupakan

hasil subduksi pada zaman Kapur yang menghasilkan jalur

magmatik di daerah Pegunungan Meratus (Kalimantan

Selatan), Karangsambung (Jawa Tengah), dan Ciletuh (Jawa

Barat). Subduksi Jawa-Meratus ini terjadi antara mikrobenua

Page 71: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

39

Australia (dalam Husein dan Nukman (2015) disebut sebagai

mikro benua Jawa Timur) dengan Eurasia. 2. Pola Timur-Barat searah dengan busur magmatik tua yang

berasosiasi dengan Formasi Andesit Tua dijumpai di daerah

Kulon Progo hingga Pantai Selatan Jawa Timur. Busur

magmatik ini membentuk Pegunungan Selatan di Pulau Jawa

(Helen dkk., 2005). Pola ini terbentuk pada kala Oligosen-

Miosen Awal. Dengan demikian, pada saat itu sistem

subduksi Jawa-Meratus telah berhenti dan lempeng Indo-

Australia mulai bergerak ke arah Utara hingga kala Miosen

Tengah. Dengan adanya keberadaan busur magmatik modern

(resen) yang berada sekitar 50 km di sebelah Utara dari

busur magmatik Oligo-Miosen (Husein dan Nukman, 2015),

maka pola orientasi Timur-Barat ini semakin dominan. Pada

Miosen Tengah hingga Plio-Pleistosen berlangsung fase

tektonik inversi yang dicirikan dengan terbentuknya lipatan-

lipatan dan sesar naik dengan orientasi Timur-Barat

(Lemigas, 2003 dalam Putra, 2007).

2.13 Fisiografi Jawa Timur

Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Jawa berdasarkan

fisiografi dan struktural ke dalam empat bagian, yaitu Jawa Barat

(sebelah barat Cirebon), Jawa Tengah (antara Cirebon dan

Semarang), Jawa Timur (antara Semarang dan Surabaya) dan ujung

timur Pulau Jawa (Oosthoek) beserta Selat Madura dan Kepulauan

Madura.

Di sepanjang wilayah Jawa Timur secara berurutan, dari Utara

hingga Selatan, Van Bemmelen mendeskripsikan adanya beberapa

zona seperti yang diilustrasikan pada Gambar (2.20):

1. Zona Rembang dikenal sebagai zona yang kaya akan

kandungan hidrokarbon di Jawa Timur (Susilohadi, 1995).

Zona ini berupa daerah berbukit-bukit dengan antiklinorium

yang memanjang berarah Barat-Timur dan diselingi

sejumlah dataran aluvial. Zona ini memiliki lebar sekitar 50

km dengan puncak tertinggi mencapai 500 m di atas muka

air laut (Van Bemmelen, 1949). Secara umum, zona ini

tersusun dari sekuen Eosen-Pliosen yang diendapkan di

lingkungan pengendapan tepi paparan (sedimen klastik laut

Page 72: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

40

dangkal dan karbonat). Struktur yang dijumpai di zona ini

berupa sesar berorientasi Timur Timur Laut-Barat Barat

Daya dan lipatan berorientasi Barat-Timur (Smyth dkk.,

2005). Di area Tuban-Paciran, lipatan tersebut menunjam ke

arah barat (Susilohadi, 1995). 2. Zona Kendeng merupakan zona yang mengandung sedimen

vulkanogenik dan pelagis tebal berumur Eosen-Miosen. Hal

ini ditandai dengan keberadaan anomali Bouguer bernilai

negatif di sepanjang zona ini (Ben-Avraham dan Emery,

1973 dalam Susilohadi, 1995). Struktur yang dijumpai

berupa sabuk lipatan anjak dengan orientasi Barat-Timur.

Zona ini merupakan antiklinorium dengan panjang 250 km

dan lebar 40 km hingga 20 km. Ketinggiannya tidak

melebihi 500 m di atas muka laut dan lipatan yang ditemui

semakin menghilang di arah timur dengan tertutupi endapan

aluvial (Delta Brantas) di Mojokerto (Susilohadi, 1995, Van

Bemmelen, 1949). Zona Kendeng dan Zona Rembang

dipisahkan oleh suatu sinklin yang disebut sebagai Zona

Randublatung. Zona ini memanjang dari Semarang,

Purwodadi, Randublatung, Ngimbang, hingga Wonokromo

(Van Bemmelen, 1949). 3. Zona Solo tersusun dari rangkaian gunung api Kuarter yang

diselingi dengan dataran intramontane (intramontane plain)

(Van Bemmelen, 1949). Zona Solo merupakan busur

vulkanik yang aktif sejak Miosen Akhir hingga saat ini

(Smyth dkk., 2005). Puncak tertinggi adalah Mahameru

dengan elevasi 3.676 m di atas muka laut dan merupakan

puncak tertinggi di Pulau Jawa. Puncak lainnya adalah Lawu

(3.265 m), Wilis (2.563 m), Kelud (1.731 m), Kawi (2.651

m), Butak (2.868 m), Anjasmoro (2.282 m), Welirang (3.156

m), Arjuno (3.339 m), Lamongan (1.671 m), Argopuro

(3.088 m), dan Raung (3.332 m). Dataran intramontane yang

dijumpai di antara puncak-puncak tersebut adalah dataran

Madiun, Kediri, Malang, Klakah, Jember-Bondowoso, dan

Banyuwangi. 4. Zona Pegunungan Selatan merupakan busur vulkanik

berumur Eosen-Miosen yang terbentuk di atas batuan dasar

berumur Mesozoikum. Zona Pegunungan Selatan memiliki

Page 73: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

41

lebar 55 km hingga 25 km (Van Bemmelen, 1949). Zona ini

tersusun dari sekuen batuan vulkanik maupun vulkaniklastik

yang disisipi dan selanjutnya ditumpangi dengan

batugamping terumbu Miosen. Karenanya, zona ini

didominasi oleh topografi karst yang berumur relatif muda

(Kalan dkk., 1996). Material sedimen yang dijumpai

(sedimen silisiklastik, vulkaniklastik, vulkanik, dan

karbonat) umumnya miring ke arah Selatan akibat proses

pengangkatan yang diikuti dengan erosi (Smyth dkk., 2005).

Di beberapa wilayah di bagian Timur dari Jawa Timur,

pegunungan ini terisolasi dan tidak menerus.

Gambar 2.20 Zonasi fisiografi Jawa Timur berdasarkan Van

Bemmelen yang disederhanakan (Smyth dkk., 2003)

2.14 Pola Kegempaan Jawa Timur

Menurut Kertapati (2006) terdapat tiga lajur sumber gempa

bumi di wilayah Indonesia (Gambar 2.21), tidak terkecuali di Jawa

Timur: 1. Zona subduksi, yaitu lajur terjadinya gempa yang

diakibatkan pertemuan antara dua lempeng, yaitu lempeng

samudera dan lempeng benua atau lempeng samudera

dengan lempeng samudera. Crouse (1992) dalam Kertapati

(2006) membagi lajur gempa di zona subduksi menjadi dua

dalam upaya menganalisis bahaya goncangan gempa bumi.

Lajur pertama dikenal sebagai lajur “interplate” atau yang

sering dikenal dengan “megathrust”. Lajur ini merupakan

Page 74: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

42

gempa di zona subduksi yang berada pada kedalaman 0 – 50

km. Lajur kedua dikenal sebagai lajur “intraplate” atau juga

dikenal sebagai “Benioff” yang ditandai dengan kedalaman

sumber gempa mulai dari 70 – 250 km atau bahkan lebih

dalam. 2. Zona sesar kerak bumi dangkal (shallow crustal fault zone),

yaitu zona yang berasosiasi dengan sumber gempa yang

berkaitan dengan aktivitas sesar di kerak bumi dengan

kedalaman dangkal, yakni kurang dari 30 km (Soehaimi,

2008). 3. Zona menyebar (diffuse), yaitu lajur sumber gempa yang

diasumsikan sebagai daerah dengan potensi kegempaan yang

sama, misalnya kejadian gempa bumi yang berhubungan

dengan aktivitas tektonik di busur belakang maupun

fragmen-fragmen benua.

Gambar 2.21 Model lajur sumber gempa bumi subduksi berdasarkan

sudut kemiringan (modifikasi Kertapati, 2006)

Sementara untuk wilayah Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur,

berdasarkan distribusi sumber gempa ini dapat dibuat segmentasi

Page 75: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

43

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.22. Zona dengan kode yang

diawali 0 dan 1 secara berurutan menunjukkan zona sumber gempa

subduksi dan sesar dangkal.

Gambar 2.22 Segmentasi zona sumber gempa subduksi dan sesar

dangkal di wilayah Busur Sunda (Kertapati, 2006)

2.14.1 Gempa Subduksi

Menurut Soehaimi (2008) disebutkan bahwa wilayah Jawa

Timur bersama dengan Jawa Barat dan Jawa Tengah tergolong ke

dalam daerah satuan seismotektonik busur aktif Sunda. Di daerah ini

gempa bumi > 8,5 pernah terjadi, gempa bumi > 7 sering

terjadi, dan gempa 5 ≤ ≤ 6 umum terjadi. Potensi kegempaan di

Pulau Jawa berasosiasi dengan keberadaan zona subduksi Jawa yang

membentang dari Selat Sunda hingga sebelah Selatan Pulau Bali

(Puspita dkk., 2014). Zona subduksi ini ditandai dengan penunjaman

lempeng Indo-Australia di bawah lempeng Eurasia. Akibat subduksi

ini, dihasilkan bidang kontak yang luas antara lempeng samudera

yang menunjam dengan lempeng benua di atasnya. Laju penunjaman

yang relatif konstan ditambah dengan adanya bidang kuncian pada

zona seismogenik menyebabkan terakumulasinya tegangan di zona

Page 76: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

44

tersebut. Gempa interplate akan terjadi jika tegangan yang

terakumulasi dilepaskan. Pada bidang kontak ini terjadi gesekan

yang akan menghasilkan gempa bumi interplate (Hanifa, 2014).

Bidang kontak ini merupakan zona seismogenik (Gambar 2.23) yaitu

zona terjadinya sesar naik.

Gambar 2.23 Diagram ilustrasi terjadinya sesar anjak yang

berasosiasi dengan gempa interplate/megathrust pada zona subduksi

(modifikasi Lay dan Bilek, 2007)

Gempa bumi lajur subduksi ini menunjukkan mekanisme

gempa bumi dengan sesar naik. Gempa dengan mekanisme sesar

normal juga ditemukan pada lajur subduksi pada kedalaman > 300

km di sebelah Utara Jawa. Gempa dengan mekanisme normal ini

berasosiasi dengan proses peregangan pada zona di bawah

kesenjangan gempa (seismic gap). Kesenjangan gempa di wilayah

Jawa Timur berada pada kedalaman antara 250 – 350 km (Soehaimi,

2008), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.24. Di wilayah Jawa

Timur, kedalaman gempa bumi terdalam yang berasosiasi dengan

zona Benioff Wadati dapat mencapai 670 km (Handayani, 2010).

Page 77: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

45

Gambar 2.24 Profil penampang gempa bumi di wilayah Jawa Timur

dari arah Selatan ke Utara. Warna merah menunjukkan gempa

kedalaman dangkal, kuning untuk gempa kedalaman sedang, dan

hijau untuk gempa kedalaman dalam. Terlihat adanya zona

kesenjangan gempa (seismic gap) pada kedalaman 300 – 450 km

(Soehaimi, 2008).

Widiyantoro dan Van der Hilst (1996) telah memodelkan

lempeng yang menunjam di bawah busur Sunda dan Banda

berdasarkan pencitraan tomografi seismik (Gambar 2.25).

Berdasarkan citra tomografi tersebut, teridentifikasi adanya

kesenjangan gempa pada kedalaman 300 – 500 km yang dideteksi

memiliki nilai kecepatan rata-rata seismik lebih tinggi dengan

amplitudo kecil. Inversi yang dilakukan terhadap model yang telah

dibuat menunjukkan bahwa zona ini merupakan penipisan dari

lempeng samudera yang menunjam di bawah Pulau Jawa.

Dengan keberadaan lempeng samudera yang tua di Selatan

Pulau Jawa, maka lempeng akan menunjam lebih dalam. Di Pulau

Jawa sudut penunjaman menjadi sekitar 60o dengan arah penunjaman

Page 78: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

46

ke Utara (Widiyantoro dan Van der Hilst, 1996). Selanjutnya akan

dihasilkan gempa dengan kedalaman > 600 km dengan episenter

berada di wilayah busur belakang melalui mekanisme kompresi

downdip. Sementara itu gempa terdangkal (0 – 20 km) di dekat

palung umumnya berasosiasi dengan pelepasan tegangan yang terjadi

pada lempeng yang tersubduksi (Ghose dan Oike, 1988).

Gambar 2.25 Profil vertikal citra tomografi di sepanjang busur Sunda

(A) Sunda Timur (antara Flores dan Jawa) (B) Sunda Tengah (Jawa).

Profil vertikal diambil dari sisi busur belakang di Utara (kiri) hingga

busur depan (kanan). Dari profil terlihat adanya penipisan lempeng

yang menunjam di antara kesenjangan gempa (hiposenter ditandai

lingkaran putih) (modifikasi Widiyantoro dan Van der Hilst, 1996).

Berdasarkan pemodelan yang telah dilakukan menunjukkan

bahwa wilayah subduksi di Selatan Jawa berpotensi menimbulkan

gempa besar dengan magnitudo antara 8,3 – 9,5 (Horspool dkk.,

2014). Sementara itu, menurut plot hubungan magnitudo gempa,

umur lempeng samudera yang menunjam, dan rata-rata laju benturan

lempeng yang dimodelkan oleh Heaton dan Kanamori tahun 1984

menunjukkan magnitudo gempa yang lebih kecil. Dengan umur

lempeng samudera di sepanjang busur Jawa dari Barat ke Timur

meningkat dari 80 juta tahun menjadi 140 juta tahun dan laju

A

B

Page 79: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

47

penunjaman sekitar 6,7 cm per tahun, akan dihasilkan gempa dengan

kekuatan maksimum 7,1 (Stern, 2002). Irsyam dkk. (2010)

memodelkan magnitudo maksimum dari gempa megathrust yang

berada di zona subduksi Jawa, yaitu mencapai 8,1.

2.14.2 Gempa Sesar Darat

Selain terbentuknya sumber zona gempa subduksi,

konvergensi lempeng di sebelah Selatan Jawa Timur juga

menyebabkan terbentuknya zona sesar anjak busur belakang (back-

arc thrusting zone) Flores maupun sesar-sesar darat lainnya (Prasetya

dkk., 2001). Umumnya lajur sesar aktif dangkal ini menunjukkan

mekanisme sesar naik maupun normal yang sejajar dengan Pulau

Jawa. Beberapa lajur sesar aktif yang ditemukan di wilayah Jawa

Timur antara lain Sesar Pacitan, Sesar Pasuruan, dan Sesar Jember

(Soehaimi, 2008). Sesar anjak busur belakang Flores membentang

dari Timur sebelah Utara Flores dan kemudian menerus ke daratan

bagian Utara Jawa. Menurut pemodelan yang dibuat Irsyam dkk.

(2010) berdasarkan data parameter sumber gempa, sesar busur

belakang Flores dapat menghasilkan magnitudo maksimum hingga

7,8. Wijaya dkk. (2014) telah melakukan penilaian sesar aktif di

Jawa Timur dengan menggabungkan data gempa selama 50 tahun

terakhir dan peta struktur yang telah ada. Hasilnya diperoleh peta

distribusi sesar aktif di Jawa Timur seperti pada Gambar 2.26. Sesar

berwarna putih menunjukkan sesar aktif di permukaan. Sesar dengan

warna kuning menunjukkan sesar tidak aktif di permukaan. Sesar

aktif di bawah permukaan ditunjukkan dengan warna hitam

sedangkan sesar tidak aktif di bawah permukaan ditunjukkan dengan

warna merah. Dari 448 struktur sesar, 418 sesar di antaranya berada

di permukaan dan 30 sesar lainnya berada di bawah permukaan.

Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, sekitar 44 sesar di

permukaan dan 4 sesar di bawah permukaan teridentifikasi sebagai

sesar aktif. Penelitian terbaru mengenai keberadaan sesar darat aktif di

Jawa Timur yang dilakukan oleh tim revisi peta gempa bumi

nasional tahun 2016 menunjukkan bahwa beberapa kota di Jawa

Timur dilalui oleh sesar aktif yang dapat menghasilkan gempa

hingga 6,8 (Gambar 2.27).

Page 80: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

48

Gambar 2.26 Distribusi sesar dangkal di wilayah Jawa Timur

(modifikasi Wijaya dkk., 2014)

Gambar 2.27 Peta yang menunjukkan jalur sesar aktif di wilayah

Jawa Timur dan sekitarnya (modifikasi Ismawadi, 2017)

Page 81: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

49

2.14.3 Kala Ulang Gempa di Jawa Timur

Amalia (2016) telah melakukan perhitungan kala ulang

kejadian gempa bumi moderat di Jawa Timur berdasarkan distribusi

Gutenberg-Richter. Gempa bumi dengan magnitudo 5 di Jawa Timur

memiliki kala ulang berkisar 0,3 hingga 1,4 tahun. Untuk wilayah

Jawa Timur bagian Selatan, kala ulang gempa = 5 sekitar 5 hingga

7 bulan. Kala ulang kejadian gempa yang lebih lama ditemukan di

wilayah Jawa Timur bagian Utara dengan kala ulang di atas 1,4

tahun. Sementara itu, untuk kejadian gempa bumi yang lebih besar

( = 6) kala ulangnya berkisar 2 hingga 5 tahun. Kala ulang di atas 5

tahun adalah kejadian gempa bumi yang terjadi di wilayah Jawa

Timur bagian Utara.

2.15 Teori Probabilitas

Teori probabilitas merupakan cabang dari ilmu matematika

yang mempelajari tentang ketidakpastian (Benjamin dan Cornell,

1970). Teori ini mempelajari rata-rata gejala yang terjadi secara

berurutan atau bersama-sama. Rata-rata tersebut akan mendekati

suatu harga konstan jika jumlah pengamatan bertambah besar. Nilai-

nilai tersebut tetap sama bila dihitung pada suatu barisan bagian yang

ditentukan sebelum dilakukan percobaan. Gambaran dan taksiran

rata-rata tersebut dalam bentuk probabilitas kejadian merupakan

tujuan dari teori probabilitas.

Probabilitas kejadian , , didefinisikan sebagai suatu

percobaan yang dilakukan sebanyak kali dan kejadian terjadi

kali. Frekuensi relatif

mendekati adalah (Papoulis, 1992):

(2.19)

dengan syarat bernilai cukup besar.

Suatu himpunan merupakan kumpulan objek yang disebut

sebagai elemen atau anggota. Himpunan bagian dari himpunan

adalah himpunan yang elemen-elemennya juga anggota .

Himpunan-himpunan tersebut merupakan himpunan bagian dari

himpunan yang disebut semesta. Umumnya, anggota himpunan

dilambangkan dengan huruf Yunani . Jadi, himpunan dengan

anggota-anggotanya dapat dinyatakan:

(2.20)

Page 82: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

50

Sementara itu, himpunan kosong atau hampa adalah himpunan yang

tidak mempunyai anggota dan dilambangkan dengan . Probabilitas kejadian adalah bilangan positif yang

ditetapkan:

(2.21)

Probabilitas kejadian pasti adalah satu:

(2.22)

Probabilitas kejadian mustahil adalah nol:

(2.23)

Untuk sebarang kejadian , maka:

(2.24)

(2.25)

Simbol merupakan komplemen dari kejadian .

Gambar 2.28 Irisan kejadian A dan B merupakan kejadian yang

merupakan bagian dari anggota himpunan kejadian A dan kejadian B.

Sementara itu, gabungan kejadian A dan kejadian B adalah gabungan

kejadian A maupun B adalah kumpulan anggota-anggota kejadian A

dan kejadian B yang terjadi paling sedikit satu kali (modifikasi

Benjamin dan Cornell, 1970).

Untuk sebarang kejadian dan maka probabilitas baik

kejadian maupun terjadi, berlaku:

Page 83: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

51

(2.26)

Simbol menunjukkan gabungan (union) dari dua atau lebih

kejadian. Dalam kasus kejadian dan , maka gabungan kejadian

maupun adalah kumpulan anggota-anggota kejadian dan

kejadian yang terjadi paling sedikit satu kali. Simbol berarti

irisan dari dua kejadian. Perbedaan dari gabungan dan irisan dari

kejadian A dan B dapat dilihat pada gambar (2.28)

Bila kejadian dan saling asing (mutually exclusive), yakni

seperti yang diilustrasikan pada Gambar (2.29), maka:

(2.27)

Gambar 2.29 Kejadian A dan kejadian B sebagai dua kejadian yang

saling lepas dan tidak saling bergantung (independen) (modifikasi

Benjamin dan Cornell, 1970).

2.16 Teorema Bayes

Terjadinya dua kejadian bisa saling mempengaruhi sehingga

pada kasus kejadian dan , terjadinya kejadian bergantung pada

kejadian . Hal ini disebut sebagai kejadian bersyarat. Probabilitas

terjadi kejadian setelah terjadinya kejadian didefinisikan sebagai

rasio probabilitas irisan kejadian dan terhadap probabilitas

kejadian sebagai berikut.

(2.28)

Persamaan (2.28) merupakan persamaan dasar dari teorema Bayes,

yang diberi nama sesuai dengan tokoh yang pertama kali

mempelajarinya, Thomas Bayes, pada abad kesembilanbelas (Davis,

Page 84: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

52

1986). Sebaliknya, probabilitas terjadi kejadian setelah terjadinya

kejadian didefinisikan:

(2.29)

Substitusi persamaan (2.28) ke persamaan (2.29) dan

menyederhanakannya, akan diperoleh persamaan:

(2.30)

Persamaan ini sangat penting karena dengan mengetahui probabilitas

bersyarat suatu kejadian, probabilitas bersyarat kejadian lainnya

dapat dengan mudah diketahui (Davis, 1986). Dua kejadian dan disebut bebas (tidak saling bergantung)

jika dan hanya jika:

(2.31)

Berdasarkan definisi tersebut dan substitusi persamaan (2.31) dengan

persamaan (2.28) diperoleh bahwa (Benjamin dan Cornell, 1970):

(2.32)

(2.33)

Oleh sebab itu, untuk dua kejadian yang saling bebas, probabilitas

terjadinya kejadian setelah terjadi kejadian adalah probabilitas

terjadinya kejadian itu sendiri (Davis, 1986).

2.17 Hipotesis

Secara etimologi, hipotesis berasal dari kata “hypo” yang

artinya “di bawah” dan “tesa” yang berarti “pernyataan yang diakui

kebenarannya”. Secara harfiah, hipotesis berarti pernyataan yang

belum diakui kebenarannya dan merupakan jawaban sementara atas

rumusan masalah penelitian. Oleh sebab itu, hipotesis masih harus

dibuktikan kebenarannya (Rozak, 2012). Hipotesis dalam statistik

berarti hipotesis yang digunakan dalam analisis statistik. Hipotesis

Page 85: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

53

nol (null hypotesis) adalah hipotesis dalam statistika yang perlu

diuji kebenarannya.

Dalam pengujian hipotesis, keyakinan untuk mengambil

kesalahan ragam disebut sebagai taraf signifikansi (significance

level). Biasanya taraf ini dinyatakan dalam satuan persen. Semakin

tinggi nilai taraf signifikansi, maka semakin jelek kualitas datanya.

Sebagai contoh, untuk taraf signifikansi 5% dalam kasus 100 kali

percobaan, maka akan ada 5 kali kasus menolak hipotesis yang benar

dan 95 kali kasus yang menerima hipotesis yang benar.

2.18 Uji Chi Kuadrat

Uji Chi Kuadrat merupakan uji hipotesis yang hanya

dilakukan untuk data diskrit. Uji ini disebut juga sebagai uji

independensi. Artinya, uji untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh

atau hubungan suatu variabel dengan variabel lain. Selain itu, uji

tersebut berfungsi untuk menduga barangkali ada beberapa faktor

selain faktor eror yang mampu mempengaruhi adanya hubungan

antarvariabel. Hipotesis nol dari uji Chi Kuadrat selalu menyatakan

bahwa tidak ada hubungan antarvariabel (Djarwanto, 2011).

Misalkan dari suatu populasi data terdapat kelas frekuensi,

maka persamaan Chi Kuadrat adalah:

(2.34)

dengan adalah frekuensi pengamatan kelas , adalah frekuensi

teoritis kelas dan adalah banyaknya kelas frekuensi (Limantara

dan Soetopo, 2009). Nilai Chi Kuadrat selalu positif. Terlihat bahwa

persamaan Chi Kuadrat tersebut mengukur tingkat kesesuaian antara

data dengan hipotesis nol (McClave dan Sincich, 2000). Dalam uji

Chi Kuadrat apabila dilakukan kesesuaian distribusi (goodness of fit)

maka hipotesisnya adalah:

: sampel memenuhi syarat distribusi yang diuji;

: sampel tidak memenuhi syarat distribusi yang diuji.

Harga Chi Kuadrat Kritis, , diperoleh dari tabel distribusi

Chi Kuadrat. Untuk memperoleh nilai Chi Kuadrat Kritis dari tabel

distribusi tersebut harus diketahui derajat kebebasan (degree of

freedom) dan taraf signifikansi (significance level). Biasanya untuk

Page 86: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

54

taraf signifikansi digunakan 5%. Sementara itu, derajat kebebasan

didefinisikan sebagai jumlah pengamatan dalam sampel dikurangi

dengan jumlah parameter yang diperkirakan dari sampel (Davis,

1986). Selanjutnya, apabila , maka ditolak dan jika

sebaliknya, , maka diterima (Limantara dan Soetopo,

2009).

2.19 Proses Stokastik

Kata “stokastik” berasal dari bahasa Yunani (στοχάζεσθαι

yang berarti “bertujuan, menebak”) yang secara harfiah berarti

“acak” atau “kesempatan”. Lawan dari stokastik adalah “pasti”,

“deterministik”, atau “tentu”. Model deterministik memprediksi

suatu keluaran tunggal dari beberapa kemungkinan keadaan yang

ada. Sebaliknya, model stokastik memprediksi beberapa

kemungkinan keluaran yang kejadiannya dipengaruhi oleh

probabilitasnya (Taylor dan Karlin, 1998). Dengan demikian, proses

stokastik merupakan suatu model probabilistik untuk sebuah sistem

yang berkembang terhadap waktu secara acak (Kulkarni, 2017). Terdapat dua macam proses stokastik (Kulkarni, 2017).

Apabila suatu sistem diamati pada suatu titik diskrit waktu, yaitu

dan jika adalah keadaan sistem pada waktu , maka

disebut sebagai proses atau rantai stokastik waktu diskrit. Dalam

kasus ini, sistem hanya diamati dalam waktu yang bersifat diskrit

(pengamatan tidak harus dilakukan dengan interval waktu yang sama

di sepanjang waktu). Contoh dari kasus proses stokastik waktu

diskrit adalah jumlah pengunjung museum pada minggu ke- ,

jumlah bakteri pada jam ke- , maupun intensitas gempa bumi ke-

yang terjadi di wilayah Amerika Serikat pada abad ini. Sementara

itu, untuk sistem yang diamati secara kontinyu sepanjang waktu,

merupakan fungsi keadaan pada waktu . Sebagai contoh

proses stokastik waktu kontinyu adalah jumlah uang di suatu akun

bank pada waktu , jumlah komponen yang rusak pada suatu sistem

kompleks pada saat , atau posisi siklon pada waktu ke- . Proses stokastik kadang disebut sebagai fungsi acak (random

function) karena keluaran dalam suatu proses stokastik mengikuti

salah satu jalur dengan acak. Salah satu tujuan utama mempelajari

proses stokastik adalah untuk memahami perilaku jalur sampel acak

yang diikuti oleh sistem. Lebih jauh, tujuan akhir mempelajari proses

Page 87: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

55

stokastik yakni memprediksi dan mengendalikan yang akan terjadi

pada sebuah sistem ke depannya (Limnios dan Oprisan, 2001).

2.20 Matriks

Sebuah matriks adalah susunan angka-angka dalam

bentuk segiempat dengan jumlah baris dan kolom (Blum dan

Lototsky, 2006). Umumnya matriks dinotasikan dengan huruf

Romawi, misalnya yang berarti bahwa adalah elemen

matriks di baris dan kolom . Definisi dari transpos matriks

dinyatakan . Matriks persegi memiliki jumlah baris dan

kolom yang sama. Matriks disebut simetri jika . Matriks

diagonal adalah matriks persegi dengan nilai nol di setiap

elemennya, kecuali pada diagonal utama matriks, yaitu

untuk . Untuk matriks dengan ukuran maka:

(2.35)

(2.36)

Matriks identitas adalah sebuah matriks persegi yang memiliki

diagonal utama bernilai 1 dan selain itu bernilai nol.

(2.37)

Sebuah vektor baris adalah matriks berukuran . Sebaliknya,

sebuah vektor kolom adalah matriks berukuran .

Operasi penjumlahan dua buah matriks dengan

ukuran yang sama didefinisikan oleh persamaan:

(2.38)

Perkalian dua buah matriks didefinisikan oleh persamaan:

(2.39)

Page 88: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

56

Secara umum, perkalian dua buah matriks bersifat tidak komutatif,

. Sifat perkalian matriks lainnya adalah asosiatif dan distributif .

2.21 Proses Markov

2.21.1 Definisi dan Sifat Proses Markov

Teori mengenai proses stokastik yang merupakan

pengembangan dari teori probabilitas telah memasuki babak baru dan

semakin berkembang sejak dikembangkannya mengenai konsep sifat

Markov. Teori proses Markov modern berawal dari studi mengenai

urutan peristiwa yang dihubungkan dengan sebuah “rantai” (Barbu

dan Limnios, 2008). Studi pertama dilakukan oleh matematikawan

Rusia, Andrei Andreyevich Markov (1856 – 1922). Penemuan teori

proses Markov bermula dari ketertarikan Markov dalam mempelajari

pola huruf vokal dan konsonan pada puisi Eugene Onegin dalam

novel Alexander Pushkin (Hayes, 2013). Penerapan proses Markov

dalam dunia sains telah berkembang luas, mulai dari identifikasi gen

dalam DNA, analisis gerak Brown, hingga algoritma pengenalan

suara dan mesin pencari jejaring. Proses Markov juga sering

diaplikasikan dalam suatu pengambilan keputusan.

Proses Markov memberikan ide baru dalam teori probabilitas

yang telah lama berkembang. Berbeda dengan teori lama yang

menekankan pada probabilitas suatu kejadian yang bersifat tidak

saling bergantung satu sama lain, maka dalam proses Markov

penekanan dilakukan pada probabilitas beberapa kejadian yang

saling terhubungkan (keadaan sistem selanjutnya bergantung pada

keadaan sistem saat ini) (Hayes, 2013). Dengan kata lain, proses

Markov lebih berfokus pada probabilitas terjadinya transisi dari satu

keadaan ke keadaan lainnya (kecenderungan suatu keadaan akan

diikuti dengan keadaan lainnya) daripada probabilitas terjadinya

suatu keadaan dalam sekuen kejadian tersebut (Davis, 1986). Dengan

demikian, seperti halnya proses stokastik lainnya, pemodelan suatu

sistem dengan proses Markov bertujuan meramal keadaan sistem

tersebut di masa yang akan datang.

Papoulis (1992) mendefinisikan proses Markov sebagai proses

stokastik dengan masa lalu tidak mempunyai pengaruh pada masa

yang akan datang bila masa sekarang diketahui. Sementara itu, Ibe

(2009) menyebutkan bahwa proses Markov sebagai proses stokastik

Page 89: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

57

yang apabila diketahui keadaan (state) dalam proses saat ini, keadaan

di masa mendatang tidak bergantung pada keadaan di masa lampau.

Dengan demikian, proses Markov merupakan proses stokastik yang

memiliki sifat Markov, yaitu keadaan yang terjadi selanjutnya pada

sebuah sistem hanya bergantung pada keadaan sekarang dan tidak

bergantung pada keadaan-keadaan yang sebelumnya telah terjadi.

Secara matematis, dapat dinyatakan bahwa untuk suatu proses

Markov waktu kontinyu dengan dan diketahui nilai dari

, maka probabilitas

hanya bergantung pada sehingga:

(2.40)

Untuk kasus proses stokastik waktu diskrit dengan maka:

(2.41)

Dalam proses Markov diasumsikan bahwa sistem harus

bersifat stasioner atau homogen, yaitu perilaku sistem (probabilitas

transisi sistem dari satu keadaan ke keadaan lain) selalu sama di

sepanjang waktu dan memiliki keadaan yang teridentifikasi dengan

jelas. Misalnya, sistem dengan dua atau tiga keadaan (Nawangsari

dkk., 2014). Syarat lainnya yang berlaku dalam menyelesaikan suatu

sistem atau permasalahan dengan menggunakan proses Markov,

yaitu jumlah probabilitas transisi untuk suatu keadaan awal dari

sistem adalah 1, probabilitas transisi berlaku untuk semua anggota

dalam sistem dan bersifat konstan sepanjang waktu, serta kondisi

sistem yang bersifat saling tidak bergantung terhadap waktu

(Kusumobroto, 2010).

2.21.2 Klasifikasi Proses Markov

Proses Markov dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk

parameter waktu (time) maupun keadaan (state) (Ibe, 2009).

Berdasarkan keadaan, proses Markov dibagi menjadi proses Markov

keadaan diskrit dan proses Markov keadaan kontinyu. Proses

Markov keadaan diskrit ini disebut juga sebagai rantai Markov (Ibe,

2009). Berdasarkan waktu, proses Markov dapat diklasifikasikan

Page 90: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

58

menjadi proses Markov waktu diskrit dan proses Markov waktu

kontinyu. Oleh sebab itu, terdapat empat tipe dasar proses Markov

(Tabel 2.3): 1. Rantai Markov waktu diskrit (proses Markov waktu diskrit

keadaan diskrit)

2. Rantai Markov waktu kontinyu (proses Markov waktu

kontinyu keadaan diskrit)

3. Proses Markov waktu diskrit (proses Markov waktu diskrit

keadaan kontinyu)

4. Proses Markov waktu kontinyu (proses Markov waktu

kontinyu keadaan kontinyu)

Tabel 2.3 Klasifikasi proses Markov (modifikasi Ibe, 2009)

Keadaan

Diskrit Kontinyu

Waktu

Diskrit Rantai Markov

waktu diskrit

Proses Markov

waktu diskrit

Kontinyu Rantai Markov

waktu kontinyu

Proses Markov

waktu kontinyu

Rantai Markov waktu diskrit merupakan urutan-urutan

(sekuen) variabel diskrit dengan keadaan bersifat

diskrit, yaitu dengan ruang keadaan . Dalam

rantai Markov, nilai probabilitas hanya bergantung pada .

Hal ini dapat dinyatakan bahwa untuk sekuen variabel diskrit acak

( ) maka:

(2.42)

Dengan kata lain, rantai Markov merupakan proses Markov dengan

keadaan bersifat finit dan dapat dihitung (Taylor dan Karlin, 1998).

Nilai disebut sebagai probabilitas transisi keadaan, yaitu

probabilitas bersyarat bahwa proses akan berada dalam keadaan pada waktu sesaat setelah transisi selanjutnya, apabila keadaan saat

ini adalah pada waktu . Untuk kasus rantai Markov homogen,

maka (Ibe, 2009).

Page 91: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

59

2.21.3 Matriks Probabilitas Transisi -Langkah

Probabilitas transisi keadaan dalam persamaan (2.42)

dinyatakan ke dalam sebuah matriks . Dengan adalah

nilai elemen matriks pada baris ke- dan kolom ke- :

(2.43)

yang nilainya diperoleh dari persamaan:

(2.44)

Dengan adalah jumlah transisi dari keadaan ke keadaan dan

adalah jumlah transisi dari keadaan ke keadaan lainnya (Tsapanos

dan Papadopoulou, 1999). Nilai berkisar antara 0 hingga 1 karena

nilai tersebut merupakan probabilitas. Cara pembacaan matriks

tersebut adalah dari “baris ke kolom” (Davis, 1986). Oleh karena itu,

pada proses Markov berlaku bahwa (Tsapanos dan

Papadopoulou, 1999).

Matriks disebut sebagai matriks probabilitas transisi.

Matriks tersebut merupakan sebuah matriks stokastik karena untuk

setiap baris ,

, yakni jumlah nilai komponen matriks

untuk setiap barisnya, adalah 1 (Ibe, 2009). Nilai elemen di setiap

baris matriks merupakan probabilitas perubahan dari keadaan ke

keadaan . Matriks probabilitas transisi dapat disederhanakan dengan

menampilkannya dalam bentuk diagram transisi keadaan. Diagram

ini diwakili oleh lingkaran-lingkaran yang menunjukkan keadaan,

tanda panah yang menunjukkan transisi dari suatu keadaan ke

keadaan lainnya, dan angka yang menunjukkan probabilitas transisi

keadaan. Sebagai contoh, untuk matriks probabilitas transisi:

Page 92: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

60

maka dapat ditampilkan dalam sebuah diagram probabilitas transisi

seperti yang diilustrasikan pada Gambar (2.30) berikut.

Gambar 2.30 Contoh diagram transisi dua keadaan (keadaan 1 dan

keadaan 2) (Ibe, 2009)

Probabilitas transisi untuk langkah ke- dari sebuah proses

Markov diskrit memenuhi:

(2.45)

dengan merupakan delta Kronecker:

(2.46)

dan:

(2.47)

Persamaan (2.45) merupakan rumus perkalian matriks, sehingga:

(2.48)

Jadi, probabilitas transisi ke- , , adalah elemen matriks , yaitu

pangkat ke- . Secara umum, persamaan (2.45) dikenal sebagai

persamaan Chapman-Kolmogorov (Taylor dan Karlin, 1998).

Kasus matriks probabilitas transisi yang diagram transisinya

ditunjukkan Gambar 2.30 dikenal sebagai rantai Markov dua

keadaan (two-state Markov process). Rantai Markov dua keadaan

merupakan bentuk paling sederhana (Cox dan Miller, 1994) dari

model rantai Markov. Misalkan, untuk keadaan “berhasil” akan

dinyatakan dengan “1” sedangkan keadaan “gagal” dinyatakan

dengan “0”. Dalam kasus tersebut hanya ada dua keadaan, yakni

“berhasil” dan “gagal”. Pada kasus rantai Markov dua keadaan

berlaku (Cox dan Miller, 1994):

Page 93: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

61

(2.49)

Dengan dan masing-masing adalah probabilitas transisi dari

keadaan 0 ke keadaan 1 dan dari keadaan 1 ke keadaan 0. Untuk rantai Markov dengan keadaan yang lebih tinggi dapat

ditinjau tiga kemungkinan keadaan cuaca di sebuah kota:

cerah/sunny (S), berawan/cloudy (C), dan hujan/rainy (R). Transisi

keadaan ini dapat dinyatakan dalam sebuah matriks probabilitas

transisi . Dengan tiga keadaan, maka terdapat sembilan

transisi yang mungkin terjadi, termasuk transisi identitas, yaitu

transisi ke keadaan yang sama dengan keadaan sebelumnya. Sebagai

contoh matriks probabilitas transisi keadaan beserta diagram transisi

keadaannya dapat dilihat pada Gambar 2.31.

Dari diagram transisi juga dapat dihitung probabilitas keadaan

suatu sistem setelah mengalami lebih dari satu kali transisi (transisi

-langkah). Sebagai contoh kasus, ditanyakan probabilitas dua hari

berikutnya akan terjadi hujan apabila diketahui cuaca hari ini

berawan. Karena yang ditanyakan adalah keadaan cuaca dua hari

lagi, probabilitas yang diperoleh merupakan perkalian atau .

Hal ini juga disebut sebagai rantai Markov orde dua. Dalam rantai

Markov orde dua, keadaan sistem yang terjadi berikutnya bergantung

pada keadaan yang terjadi saat ini dan keadaan yang terjadi sesaat

sebelum saat ini. Hal yang sama juga berlaku untuk rantai Markov

dengan orde yang lebih tinggi (Ibe, 2009). Selanjutnya, dengan cara

yang sama, probabilitas untuk tujuh hari ke depan adalah .

Dari hasil perpangkatan matriks dapat diamati bahwa semakin

besar orde pangkat matriks, maka nilai elemen matriks dalam setiap

kolomnya bernilai identik atau dengan kata lain mengalami

konvergensi. Hal ini menunjukkan bahwa untuk kasus -langkah,

maka model rantai Markov telah “kehilangan memori” dan

membuktikan bahwa berdasarkan model ini kejadian di masa

mendatang hanya bergantung pada keadaan saat ini dan tidak

bergantung pada kejadian-kejadian sebelumnya. Tentunya hal ini

dapat dengan mudah dijelaskan dalam kasus perkiraan cuaca.

Misalkan, apabila cuaca saat ini berawan, perkiraan cuaca besok atau

lusa masih memungkinkan untuk diprediksi. Namun, dengan hanya

Page 94: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

62

menggunakan informasi cuaca hari ini, akan sulit untuk

memperkirakan cuaca pada 3 minggu yang akan datang.

Gambar 2.31 (a) Diagram transisi dan matriks probabilitas transisi

untuk kasus peramalan cuaca dengan keadaan Cerah (Sunny),

Berawan (Cloudy), dan Hujan (Rainy) (b) Untuk meramal cuaca

keesokan harinya, dua hari ke depan, hingga sepekan ke depan dapat

dilakukan dengan mempangkatkan matriks probabilitas transisi

dengan N (langkah transisi atau orde rantai Markov). Jika hari ini

cuaca berawan, probabilitas dua hari berikutnya akan hujan adalah

dengan melihat elemen matriks orde 2 (P2) untuk transisi dari

keadaan Berawan ke Hujan, yakni 0,420. Terlihat dengan semakin

besar orde rantai Markov, maka elemen matriks mengalami

konvergensi, yakni nilai semua baris identik. Oleh karena itu, dalam

penelitian ini hanya dilakukan analisis rantai Markov dengan satu

langkah (modifikasi Hayes, 2013).

(a)

(b)

Page 95: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

63

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan pada tanggal 1 Maret

– 30 Juni 2017 di Perpustakaan Pusat Universitas Brawijaya.

Penelitian tersebut terbagi ke dalam beberapa tahap. Tahap studi

literatur dilaksanakan pada tanggal 1 Maret – 31 Maret 2017. Tahap

pengambilan data katalog gempa sebagai data sekunder dilaksanakan

pada tanggal 13 Maret 2017 dan 27 April 2017. Tahap pengolahan

data dilaksanakan pada tanggal 25 April – 28 Mei 2017. Sementara

itu, penulisan laporan Tugas Akhir dilaksanakan pada tanggal 1 April

– 30 Juni 2017. Secara umum, pelaksanaan Tugas Akhir ini

ditampilkan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Alokasi waktu pelaksanaan penelitian Tugas Akhir

Kegiatan

Waktu Pengerjaan (Minggu ke-)

Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Studi

Literatur

Pengambilan

Data

Pengolahan

Data

Interpretasi

Data

Penulisan

Laporan

3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan model rantai Markov untuk

menganalisis kejadian gempa bumi di Jawa Timur secara spasial,

magnitudo, maupun temporal. Kejadian gempa dipisahkan antara

gempa yang berasosiasi dengan sesar darat berkedalaman dangkal

(selanjutnya disebut sebagai gempa sesar darat) dengan gempa yang

berasosiasi dengan aktivitas subduksi (selanjutnya disebut sebagai

gempa subduksi). Sebelum dianalisis, data gempa perlu didekluster

Page 96: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

64

untuk memperoleh data gempa utama. Dalam melakukan analisis

gempa secara spasial, wilayah penelitian dibagi ke dalam 9 region.

Matriks probabilitas transisi satu langkah kejadian gempa dibuat

dengan masing-masing region sebagai keadaan. Setelah diperoleh

matriks probabilitas transisi, dibuat diagram transisi untuk

mengetahui transisi kejadian gempa dominan di wilayah penelitian.

Untuk mengetahui adanya keterkaitan antarkejadian gempa di

wilayah penelitian secara spasial, dilakukan uji hipotesis dengan Chi

Kuadrat. Analisis rantai Markov secara spasial ini dilakukan untuk

magnitudo batas yang berbeda-beda. Sementara itu, untuk

melakukan analisis secara magnitudo, magnitudo gempa

dikategorikan ke dalam 3 keadaan, yaitu gempa kecil, gempa

moderat, dan gempa besar. Selanjutnya, dalam upaya analisis bahaya

kegempaan di wilayah penelitian dilakukan analisis rantai Markov

secara temporal. Setiap region ditentukan keadaannya, yaitu aktif (1)

dan inaktif (0), di setiap interval waktu yang ditentukan (1 tahun).

Penentuan keadaan ini berdasarkan kejadian gempa bermagnitudo

moderat dengan kedalaman dangkal di masing-masing region. Dari

matriks probabilitas transisi periode aktif maupun inaktif diperoleh

durasi rata-rata periode aktif dan inaktif di masing-masing region.

3.3 Material Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir ini diperlukan

sejumlah materi, yaitu terdiri dari alat dan bahan sebagai berikut:

1. Laptop Acer Aspire 4652 32-bit Operating System dengan

kapasitas memori 2 GB sebagai perangkat keras yang

digunakan dalam penelitian ini dan telah terpasang sejumlah

perangkat lunak, di antaranya:

a) Microsoft Excel 2007, merupakan program pengolah

angka yang digunakan dalam tahap pemilahan dan

pengolahan awal data gempa. Selain itu juga digunakan

dalam melakukan analisis rantai Markov (perhitungan

matriks frekuensi dan probabilitas transisi) serta uji Chi

Kuadrat.

b) Notepad yang digunakan untuk menyimpan data yang

telah diolah Microsoft Excel dalam format “.dat”.

c) Notepad++ yang digunakan untuk mengolah data dalam

format “.dat”.

Page 97: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

65

d) Matlab versi 7.10.0.499 (R2010a) yang digunakan untuk

menjalankan kode program ZMAP versi 6.

e) ZMAP versi 6, merupakan kumpulan kode program yang

dikembangkan oleh Wyss dan Wiemer (2003) untuk

melakukan tahap dekluster.

f) Generic Mapping Tool (GMT) merupakan kumpulan

paket yang digunakan untuk membuat peta seismisitas

wilayah penelitian.

2. Data sekunder berupa data kejadian gempa bumi yang

diperoleh dari katalog gempa USGS mulai tanggal 1 Januari

1960 hingga 27 April 2017 dengan ≥ 3 untuk gempa sesar

darat dan ≥ 4 untuk gempa subduksi. Data gempa

mencakup kejadian gempa di wilayah penelitian dengan

batas koordinat 05o29’24” LS – 11

o54’07” LS dan

111o00’00” BT – 114

o56’32” BT.

3.4 Langkah Penelitian

3.4.1 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data

sekunder yang diperoleh dari katalog gempa bumi USGS. Katalog ini

merupakan gabungan dari data gempa yang dikeluarkan oleh Global

Centroid Moment Tensor (GCMT), Harvard University (HRV),

National Earthquake Information Center USGS (US), Lembaga

Meteorologi dan Geofisika, Jakarta, Indonesia (DJA), National

Earthquake Information Center NEIC (NC), dan International

Seismological Centre Global Earthquake Model (ISCGEM). Data

tersebut dapat diunduh melalui laman:

https://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/.

Dalam pengunduhan data gempa digunakan sejumlah kriteria.

Kriteria tersebut meliputi rentang tanggal kejadian gempa,

magnitudo minimum gempa, kedalaman minimum, dan batas

koordinat. Data diperoleh dalam format comma separated value

(CSV). Data tersebut memberikan informasi mengenai waktu

kejadian gempa (origin time) dalam format YYYY-MM-

DDTHH:MM:SS.SZ, lintang dan bujur (derajat desimal) sumber

gempa, kedalaman (km) sumber gempa, letak geografis gempa (jarak

dalam km dari sebuah kota kabupaten atau kecamatan terdekat), root

mean square (rms), magnitudo dan tipenya, maupun tingkat eror

Page 98: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

66

posisi horisontal, vertikal, dan magnitudo. Selanjutnya, data dalam

format CSV dibuka melalui lembar kerja Microsoft Excel 2007.

Informasi yang diperlukan dalam penelitian ini adalah waktu asal

gempa, lintang, bujur, kedalaman sumber gempa, dan magnitudonya.

Informasi mengenai eror horisontal dan kedalaman sumber gempa

digunakan dalam tahap dekluster.

3.4.2 Dekluster Data

Data yang diperoleh dari pengunduhan sebelumnya masih

mencakup semua data gempa bumi, yakni gempa utama dan gempa

ikutan (gempa pendahuluan dan susulan). Dalam penelitian ini hanya

digunakan data gempa utama. Oleh karena itu, gempa pendahuluan

dan gempa susulan perlu dipisahkan dari data gempa utama melalui

tahap dekluster. Tahap dekluster dilakukan dengan bantuan

perangkat lunak ZMAP versi 6 yang dioperasikan melalui Matlab.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk dekluster adalah

metode cluster yang algoritmanya dikembangkan oleh Reasenberg

(1985). Pemilihan metode dekluster dengan algoritma Reasenberg

dikarenakan metode ini merupakan metode yang sering digunakan

dalam tahap dekluster (Van Stiphout dkk., 2012). Selain

mempertimbangkan kepraktisan penerapannya, penggunaan

algoritma Reasenberg juga berdasarkan kenyataan pembentukan

kluster gempa susulan di sekitar gempa utama.

Dalam tahap dekluster dengan algoritma Reasenberg

diperlukan informasi awal sejumlah parameter, yaitu taumin yang

merupakan waktu minimum untuk membentuk sebuah kluster jika

gempa pertama tidak diklusterkan, taumax yang merupakan waktu

maksimum untuk membentuk sebuah kluster, P1 merupakan tingkat

keyakinan untuk mengamati adanya kejadian gempa selanjutnya

dalam sekuen tersebut, xk merupakan faktor peningkatan magnitudo

cutoff bawah dalam kluster (xmeff), rfact merupakan faktor dalam

menentukan radius interaksi dari sebuah gempa susulan, epicenter-

error yakni besar eror dalam penentuan lokasi horisontal, dan depth-

error yakni besar eror dalam penentuan lokasi hiposenter. Informasi

lebih lengkap mengenai parameter yang digunakan dalam tahap

dekluster dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Page 99: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

67

Tabel 3.2 Parameter yang digunakan dalam dekluster untuk kasus

gempa sesar darat dan gempa subduksi

Parameter Gempa Sesar

Darat

Gempa

Subduksi

taumin (hari) 1 1

taumax (hari) 790 970

P1 0,95 0,95

Xk 0,5 0,5

Xmeff 4,3 4,8

Rfact 10 10

epicenter-error (km) 6 7

depth-error (km) 7 10

Dalam penelitian ini, taumin bernilai 1 hari sedangkan taumax

bernilai 780 hari untuk kasus gempa sesar darat dan 970 hari untuk

kasus gempa subduksi. Penentuan nilai taumax ini mengadopsi

metode dekluster jendela waktu Gardner dan Knopoff (1974).

Magnitudo terbesar yang terdapat dalam katalog gempa, yaitu

6,6 untuk gempa sesar darat dan 7,8 untuk gempa subduksi.

Menurut algoritma Gardner dan Knopoff, kasus gempa 7,8

memiliki nilai jendela waktu sebesar 970 hari. Artinya, untuk gempa

7,8 diperlukan waktu hingga 970 hari untuk membentuk sebuah

kluster di sekitar sumber gempa. Kluster ini terdiri dari kumpulan

gempa susulan dan gempa utama. Tentunya sebagai gempa utama

dalam kluster adalah gempa dengan magnitudo terbesar.

Nilai xmeff diperoleh dengan mengeplot kejadian gempa pada

grafik hubungan logaritma frekuensi kejadian dan magnitudo. Nilai

xmeff merupakan magnitudo gempa yang sudah tidak lagi mengikuti

kelinieran kurva pada grafik tersebut. Nilai rfact menggunakan nilai

standar, yaitu 10. Nilai epicenter-error dan depth-error dalam

penelitian ini menggunakan nilai eror rata-rata. Penentuan nilai eror

ini sangat penting untuk kasus wilayah dengan jumlah data gempa

yang relatif sedikit (Van Stiphout dkk., 2012). Selanjutnya, grafik

frekuensi kumulatif kejadian gempa sebelum dan setelah didekluster

dibandingkan untuk mengevaluasi tahap dekluster gempa yang telah

dilakukan.

Page 100: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

68

3.4.3 Pembuatan Peta Seismisitas

Peta seismisitas memberikan informasi mengenai lokasi

(lintang dan bujur) episenter, kedalaman sumber gempa, dan

magnitudo gempa. Pemetaan dilakukan dengan perangkat lunak

GMT. Data gempa utama yang diperoleh dari proses dekluster

ditampilkan dalam peta dengan menggunakan simbol yang berbeda.

Episenter gempa disimbolkan dengan lingkaran. Radius lingkaran

mewakili magnitudonya. Semakin besar radius lingkaran, semakin

besar magnitudo gempa tersebut. Warna lingkaran menunjukkan

kedalaman dari episenter. Dalam pembuatan peta seismisitas ini

terdapat tiga macam warna yang mewakili jenis gempa berdasarkan

kedalaman, yakni gempa dangkal, gempa menengah, dan gempa

dalam. Peta seismisitas ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan

dalam menentukan batas dari region-region di wilayah penelitian.

3.4.4 Penentuan Keadaan

Tahap ini merupakan salah satu tahap penting dalam analisis

rantai Markov. Dalam penelitian ini dilakukan analisis rantai Markov

secara spasial (dari region ke region), magnitudo (dari magnitudo ke

magnitudo), dan temporal (dari periode aktif ke periode inaktif atau

sebaliknya) dengan keadaan yang digunakan bersifat diskrit.

Seperti yang telah diketahui bahwa terdapat dua macam

gempa tektonik yang terjadi di wilayah Jawa Timur, yaitu gempa

yang berkaitan dengan peristiwa subduksi di Samudera Hindia

maupun gempa akibat sesar lokal di darat yang umumnya memiliki

kedalaman relatif dangkal. Untuk menghindari adanya kerancuan

dalam interpretasi hasil analisis, maka analisis rantai Markov secara

spasial pada kasus gempa subduksi dan gempa sesar darat dibedakan.

Hal ini disebabkan kedua gempa tersebut terjadi melalui mekanisme

yang berbeda. Selain itu, frekuensi kejadian gempa subduksi di

wilayah penelitian jauh lebih tinggi daripada gempa sesar darat.

Apabila dua kejadian gempa tersebut tidak dibedakan, kejadian

gempa subduksi akan lebih mendominasi daripada kejadian gempa

sesar darat.

Gempa subduksi di wilayah penelitian adalah gempa yang

terjadi di wilayah dengan batas koordinat 111o00’00” BT –

114o56’32” BT dan 08

o25’52” LS – 11

o54’07” LS serta gempa

dengan kedalaman hiposenter > 70 km di wilayah dengan batas

Page 101: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

69

koordinat 111o00’00” BT – 114

o56’32” BT dan 05

o29’24” LS –

08o25’52” LS.

Untuk menganalisis kejadian gempa subduksi secara spasial,

wilayah penelitian dibagi ke dalam sembilan region. Region-region

tersebut diwakili dengan grid-grid yang tidak seragam ukurannya.

Penentuan masing-masing grid wilayah berdasarkan kluster gempa

yang diketahui dari peta seismisitas maupun pembagian kejadian

gempa di zona subduksi Jawa menurut Kertapati (2006). Pembagian

region ini juga mempertimbangkan hasil beberapa penelitian

sebelumnya, yaitu Puspita (2015), Amalia (2016), dan Handayani

(2010). Kesembilan region tersebut dibatasi oleh koordinat seperti

yang diperlihatkan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Batas koordinat masing-masing region di wilayah

penelitian untuk kasus gempa subduksi

Region Bujur Lintang

A1 111o00’00” – 112

o19’36” -05

o29’24” – -08

o25’52”

A2 112o19’36” – 113

o40’23” -05

o29’24” – -08

o25’52”

A3 113o40’23” – 114

o56’32” -05

o29’24” – -08

o25’52”

B1 111o00’00” – 112

o19’36” -08

o25’52” – -10

o03’31”

B2 112o19’36” – 113

o40’23” -08

o25’52” – -10

o03’31”

B3 113o40’23” – 114

o56’32” -08

o25’52” – -10

o03’31”

C1 111o00’00” – 112

o19’36” -10

o03’31” – -11

o54’07”

C2 112o19’36” – 113

o40’23” -10

o03’31” – -11

o54’07”

C3 113o40’23” – 114

o56’32” -10

o03’31” – -11

o54’07”

Berdasarkan pembagian region ini, maka suatu kejadian

gempa dapat diidentifikasi keadaan regionnya dengan meninjau

koordinat episenter gempa tersebut. Sebagai contoh, gempa yang

terjadi pada tanggal 28 September 1998 ( 6,6) dengan koordinat

episenternya 112,413o BT dan 8,194

o LS serta kedalaman fokus

151,60 km. Berdasarkan informasi parameter gempa tersebut, gempa

ini terjadi di region A2.

Sementara itu, gempa sesar darat adalah gempa yang terjadi di

wilayah dengan batas koordinat 111o00’00” BT – 114

o56’32” BT

dan 08o25’52” LS – 11

o54’07” LS (region dengan kode A pada kasus

gempa subduksi) dan kedalaman fokus < 70 km. Penentuan

kedalaman sesar darat ini sesuai dengan definisi gempa dangkal

menurut Lay dan Wallace (1995) yang menyebutkan bahwa gempa

Page 102: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

70

dangkal adalah gempa dengan kedalaman hiposenter kurang dari 70

km. Untuk menganalisis secara spasial kasus gempa sesar darat,

wilayah penelitian dibagi ke dalam sembilan region. Pembagian

tersebut mempertimbangkan fisiografi wilayah penelitian menurut

Van Bemmelen (1949). Kesembilan region tersebut dibatasi oleh

koordinat seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Batas koordinat masing-masing region di wilayah

penelitian untuk kasus gempa sesar darat

Region Bujur Lintang

1a 111o00’00” – 112

o19’36” -05

o29’24” – -06

o35’50”

1b 111o00’00” – 112

o19’36” -06

o35’50” – -07

o31’36”

1c 111o00’00” – 112

o19’36” -07

o31’36” – -08

o25’52”

2a 112o19’36” – 113

o40’23” -05

o29’24” – -06

o35’50”

2b 112o19’36” – 113

o40’23” -06

o35’50” – -07

o31’36”

2c 112o19’36” – 113

o40’23” -07

o31’36” – -08

o25’52”

3a 113o40’23” – 114

o56’32” -05

o29’24” – -06

o35’50”

3b 113o40’23” – 114

o56’32” -06

o35’50” – -07

o31’36”

3c 113o40’23” – 114

o56’32” -07

o31’36” – -08

o25’52”

Selanjutnya, juga dilakukan pembagian keadaan berdasarkan

magnitudonya. Dalam katalog gempa yang digunakan pada

penelitian ini, magnitudo gempa terkecil adalah 4 dan magnitudo

terbesar adalah 7,8. Berdasarkan informasi ini, kejadian gempa di

wilayah penelitian dapat dikategorikan ke dalam tiga keadaan:

1. M1 adalah gempa dengan magnitudo

2. M2 adalah gempa dengan magnitudo

3. M3 adalah gempa dengan magnitudo

Pada kasus gempa 28 September 1998 sebelumnya, karena

magnitudo gempa ini 6,5, gempa tersebut diklasifikasikan ke

dalam gempa bermagnitudo M3. Di wilayah penelitian pernah terjadi

gempa dengan magnitudo ≥ 7. Namun, jumlah kejadian gempa

dengan magnitudo ≥ 7 di wilayah penelitian sangat terbatas

sehingga dapat diasumsikan bahwa hasil analisis untuk gempa 6

valid untuk kejadian gempa terbesar ( ≥ 7) di wilayah penelitian

(Tsapanos dan Papadopoulou, 1999).

Dalam melakukan analisis kejadian gempa dengan rantai

Markov ada hal yang perlu diperhatikan terkait dengan kelengkapan

data dalam katalog. Meskipun katalog telah menyediakan data

Page 103: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

71

gempa mulai dari tahun 1960, gempa dengan ≥ 4 baru tersedia

mulai tahun 1973. Oleh karena itu, dalam analisis secara spasial dan

magnitudo untuk kasus gempa ≥ 3 dan ≥ 4, data yang dianalisis

adalah data setelah tahun 1973. Sementara untuk kasus gempa ≥

5, data sudah tersedia sejak tahun 1960 sehingga analisis dapat

dilakukan mulai dari tahun 1960.

Dalam upaya analisis bahaya kegempaan di wilayah

penelitian, dilakukan analisis temporal untuk kejadian gempa bumi

moderat berkedalaman dangkal, yakni gempa dengan dan

kedalaman km, di setiap region yang telah ditentukan

sebelumnya. Pemilihan kriteria ini berdasarkan pengamatan bahwa

gempa yang sering menimbulkan kerusakan adalah gempa

bermagnitudo moderat hingga besar dengan kedalaman fokus relatif

dangkal.

Untuk melakukan analisis temporal, data gempa moderat

dengan kedalaman dangkal dikelompokkan menurut region

terjadinya. Selanjutnya, di setiap region dilakukan analisis mulai dari

tahun 1960 hingga 2017. Periode tersebut dibagi ke dalam satuan

waktu diskrit dengan interval 1 tahun. Alasannya, karakteristik

kejadian gempa moderat di setiap region di wilayah penelitian

umumnya terjadi sekitar satu tahun sekali. Interval waktu yang

ditandai dengan terjadinya gempa moderat berkedalaman dangkal

menunjukkan periode aktif dari suatu region. Periode aktif ini diberi

nilai dengan angka “1” yang diadaptasi dari sistem bilangan biner.

Sebaliknya, interval waktu yang tidak ditemukan kejadian gempa

serupa diberi nilai “0” yang menunjukkan periode tidak aktif

(inaktif) suatu region.

3.4.5 Perhitungan Probabilitas Transisi Spasial dan Magnitudo

Setelah semua kejadian gempa ditentukan keadaannya

berdasarkan region, maka dilakukan perhitungan frekuensi (jumlah

kejadian) transisi dari satu region ke region berikutnya. Jumlah

keseluruhan transisi adalah , dengan adalah jumlah kejadian

gempa bumi di wilayah penelitian. Untuk kejadian gempa yang

terjadi pada region yang selanjutnya disusul dengan kejadian

gempa di region , maka transisi kejadian gempa tersebut dihitung

sebagai bagian dari elemen matriks , yaitu matriks frekuensi

Page 104: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

72

transisi. Jadi, cara memperoleh informasi frekuensi transisi kejadian

gempa dari suatu matriks adalah dari “baris” ke “kolom”.

Probabilitas transisi merupakan probabilitas proses Markov

berada pada keadaan jika selanjutnya akan memasuki keadaan . Dalam kasus dua kejadian bersyarat, probabilitas transisi dapat

dinyatakan dalam bentuk . Probabilitas transisi ini dinyatakan

dengan sebuah matriks yang berukuran . Dengan

merupakan jumlah keadaan dalam sistem tersebut. Probabilitas

transisi diperoleh dengan cara membagi frekuensi transisi dengan

jumlah dari frekuensi di setiap barisnya .

(3.1)

Dalam kasus ini, dapat ditinjau sebagai kejadian gempa bumi.

Perhitungan probabilitas transisi merupakan metode paling penting

dalam analisis rantai Markov karena dapat memberikan informasi

mengenai jumlah transisi, migrasi, atau kunjungan kejadian gempa di

setiap keadaannya. Transisi yang terjadi dapat diasumsikan sebagai

suatu fenomena fisis (Tsapanos dan Papadopoulou, 1999).

Dalam penelitian ini akan dilakukan perhitungan probabilitas

transisi untuk keadaan region dan magnitudo. Untuk keadaan region,

matriks probabilitas transisi yang diperoleh adalah matriks

karena wilayah penelitian dibagi menjadi 9 region seperti pada Tabel

3.5.

Tabel 3.5 Format matriks probabilitas transisi untuk keadaan region

dan elemennya

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3

A1

A2

A3

B1

B2

B3

C1

C2

C3

Page 105: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

73

Dengan demikian, jumlah probabilitas transisi untuk setiap

barisnya adalah 1. Probabilitas transisi bernilai atau jika

dinyatakan dalam satuan persen akan bernilai .

Untuk kasus gempa sesar darat, analisis dilakukan pada kasus

gempa dengan batas magnitudo yang berbeda, yaitu ≥ 3, ≥ 4,

dan ≥ 5, sebab umumnya gempa tersebut memiliki karakteristik

magnitudo relatif kecil. Sementara itu, untuk kasus gempa subduksi

analisis dilakukan dengan batas magnitudo ≥ 4, ≥ 5, dan ≥ 6

karena umumnya magnitudo gempa yang dihasilkan relatif lebih

besar.

Selanjutnya, untuk keadaan magnitudo akan diperoleh matriks

probabilitas transisi berupa matriks (Tabel 3.6) karena

terdapat 3 keadaan magnitudo yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3.6 Format matriks probabilitas transisi untuk keadaan

magnitudo dan elemennya

M1 M2 M3

M1

M2

M3

Jika setiap elemen dari matriks frekuensi transisi dijumlahkan

setiap barisnya, lalu dibagi dengan jumlah keseluruhan transisi yang

terjadi, akan diperoleh vektor probabilitas marginal (Margin

Probability Vector/MPV) atau vektor probabilitas tetap (Fixed

Probability Vector/FPV). Vektor ini merupakan matriks berukuran

. Berdasarkan persamaan (2.33) yang diturunkan dari teorema

Bayes tentang kejadian bersyarat dan dua buah kejadian yang saling

lepas, maka probabilitas terjadinya keadaan setelah terjadi keadaan

adalah probabilitas terjadinya keadaan tersebut. Sebagai contoh,

probabilitas terjadinya gempa di zona A1 setelah terjadinya gempa di

zona B1 adalah probabilitas terjadinya gempa di zona A1 tersebut.

Hal ini berlaku dengan asumsi bahwa terjadinya keadaan tidak

dipengaruhi oleh keadaan dan sebaliknya.

Untuk memudahkan dalam penyajian informasi tentang

transisi kejadian gempa paling dominan dari satu region ke region

berikutnya, maka dibuat diagram transisi. Diagram transisi ini terdiri

dari lingkaran-lingkaran berkode setiap keadaan, yaitu masing-

Page 106: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

74

masing region. Selanjutnya, antarlingkaran dihubungkan dengan

tanda panah yang menunjukkan arah transisi dari region satu ke

region lainnya. Dalam penelitian ini transisi yang ditampilkan dalam

diagram transisi hanya 2 transisi, yakni dua transisi dengan

probabilitas terbesar di masing-masing region. Hal ini bertujuan

mengurangi jumlah transisi yang ditampilkan sehingga tidak

membuat tampilan diagram menjadi rumit. Dengan 9 region, maka

terdapat 9 kemungkinan transisi yang terjadi di setiap region dan 81

kemungkinan keseluruhan transisi yang terjadi.

3.4.6 Pengujian Hipotesis

Untuk mengetahui transisi kejadian gempa di wilayah

penelitian merupakan sebuah proses Markov atau bukan, maka

digunakan pengujian hipotesis dengan metode uji Chi Kuadrat.

Pemilihan uji Chi Kuadrat dalam penelitian ini karena uji ini mampu

diterapkan untuk keadaan yang bersifat diskrit seperti dalam kasus

rantai Markov. Dalam penelitian ini, uji Chi Kuadrat tidak dilakukan

pada analisis temporal dan hanya dilakukan pada analisis spasial

serta magnitudo. Hal ini disebabkan analisis rantai Markov secara

temporal hanya melibatkan dua keadaan, yaitu aktif dan tidak aktif.

Dalam melakukan uji Chi Kuadrat, tahap pertama yang

dilakukan adalah perhitungan matriks probabilitas transisi harapan

maupun matriks frekuensi transisi harapan. Matriks probabilitas

transisi harapan (seperti halnya matriks probabilitas pengamatan)

merupakan matriks berukuran untuk analisis spasial dan

untuk analisis magnitudo. Karena probabilitas transisi kejadian ke

kejadian adalah probabilitas terjadinya kejadian tersebut, semua

nilai elemen matriks probabilitas transisi harapan pada baris yang

sama akan memiliki nilai yang sama, yakni elemen dari masing-

masing baris dalam vektor probabilitas tetap.

Sebagai contoh, probabilitas harapan terjadinya transisi

kejadian gempa dari region B1 ke B2 adalah sama dengan

probabilitas terjadinya gempa di region B2. Hal yang sama juga

berlaku untuk menentukan probabilitas harapan terjadinya transisi

gempa dari region A1, A2, A3, B2, B3, C1, C2, maupun C3 ke

region B2, yaitu probabilitas terjadinya gempa di region B2 itu

sendiri. Hal ini sesuai dengan sifat matriks probabilitas transisi dalam

Page 107: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

75

rantai Markov dan teorema Bayes yang telah dibuktikan sebelumnya,

yaitu:

(3.2)

Selanjutnya, setiap elemen matriks probabilitas transisi

harapan dikalikan dengan jumlah elemen matriks frekuensi transisi

pengamatan di setiap barisnya sehingga diperoleh matriks frekuensi

transisi harapan. Matriks frekuensi transisi harapan memberikan

gambaran tentang frekuensi transisi yang diharapkan terjadi jika

seandainya kejadian gempa saat ini tidak dipengaruhi kejadian

gempa sebelumnya dan kejadian gempa berikutnya tidak dipengaruhi

kejadian gempa saat ini.

Matriks frekuensi transisi harapan dapat dibandingkan dengan

matriks frekuensi transisi pengamatan untuk menguji hipotesis nol

bahwa kejadian gempa di wilayah penelitian bersifat acak dan tidak

saling mempengaruhi. Hal ini dilakukan dengan menghitung nilai

Chi Kuadrat. Nilai Chi Kuadrat diperoleh dengan persamaan berikut:

(3.3)

dengan adalah elemen matriks frekuensi transisi pengamatan dan

adalah elemen matriks frekuensi transisi harapan.

Kemudian, nilai Chi Kuadrat hasil perhitungan ini

dibandingkan dengan nilai Chi Kuadrat kritis yang dapat dilihat pada

Lampiran 1. Untuk mengetahui nilai Chi Kuadrat kritis, diperlukan

informasi tentang derajat kebebasan (degree of freedom) dan taraf

signifikansi (level of significant) yang digunakan. Dalam penelitian

ini digunakan taraf signifikansi 5%. Sementara itu, dalam rantai

Markov jumlah derajat kebebasannya sebesar . Dengan

merupakan jumlah keadaan dalam rantai Markov tersebut. Dalam

perhitungan derajat kebebasan, jumlah keadaan dikurangi dengan 1

sebelum dikuadratkan karena dalam setiap barisnya akan kehilangan

satu derajat kebebasan. Hal ini disebabkan jumlah probabilitas di

setiap barisnya sama dengan 1 (Polimenakos, 1995, Davis, 1986).

Dalam analisis secara spasial penelitian ini terdapat 9 keadaan

sehingga diperoleh nilai derajat kebebasan sebesar (9 1)2 64

sedangkan untuk analisis secara magnitudo diperoleh (3 1)2 4

derajat kebebasan.

Page 108: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

76

Apabila nilai Chi Kuadrat hasil perhitungan lebih kecil

daripada nilai Chi Kuadrat kritis, hipotesis nol diterima. Hal ini

berarti bahwa kejadian gempa yang terjadi di wilayah penelitian

bersifat acak. Artinya, tidak ada keterkaitan antara kejadian gempa di

suatu region dengan region lainnya. Sebaliknya, jika nilai Chi

Kuadrat hasil perhitungan lebih besar daripada nilai Chi Kuadrat

kritis, hipotesis nol ditolak. Dengan kata lain, terdapat korelasi secara

spasial maupun magnitudo antara kejadian gempa saat ini dengan

kejadian gempa selanjutnya (Polimenakos, 1995).

3.4.7 Perhitungan Probabilitas Transisi Temporal

Dalam analisis rantai Markov kejadian gempa bumi secara

temporal, matriks frekuensi transisi yang digunakan adalah matriks

dua keadaan, yakni keadaan 0 (periode inaktif) dan keadaan 1

(periode inaktif). Oleh karena itu, baik matriks frekuensi transisi dan

probabilitas transisi dalam analisis temporal ini merupakan matriks

berukuran 2 2. Dengan cara yang sama seperti dalam analisis

secara spasial dan magnitudo, matriks probabilitas transisi dalam

kasus temporal diperoleh dengan cara membagi setiap elemen

matriks frekuensi transisi dengan jumlah elemen matriks pada setiap

barisnya.

Analisis temporal dengan sistem dua keadaan ini

memungkinkan dilakukannya perhitungan probabilitas transisi dari

keadaan periode aktif menjadi inaktif maupun sebaliknya (Tsapanos

dan Papadopoulou, 1999). Berdasarkan hal ini, akan terdapat empat

kemungkinan transisi keadaan yang terjadi, yaitu dari keadaan 0

menjadi 0 ( yaitu transisi dari periode inaktif menjadi inaktif,

dari keadaan 0 menjadi 1 ( ) yaitu transisi dari periode inaktif

menjadi aktif, dari keadaan 1 menjadi 0 ( ) yaitu transisi dari

periode aktif menjadi inaktif, dan dari keadaan 1 menjadi 1 ( )

yaitu periode aktif yang diikuti dengan periode aktif.

Bentuk umum dari matriks probabilitas transisi dua keadaan

ini dapat dilihat pada Tabel 3.7. Dengan menggunakan sifat dari

matriks probabilitas transisi tersebut diperoleh bahwa:

(3.4)

Page 109: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

77

Tabel 3.7 Format matriks probabilitas transisi untuk keadaan periode

aktif dan inaktif beserta elemennya

0 1

0

1

Selanjutnya, dengan menghitung kebalikan probabilitas

transisi dari keadaan 1 menjadi 0

akan diperoleh durasi rata-

rata periode aktif di suatu region. Dengan cara yang sama, kebalikan

probabilitas transisi dari keadaan 0 menjadi 1

akan didapatkan

durasi rata-rata periode inaktif di suatu region. Durasi rata-rata

periode aktif maupun inaktif yang diperoleh ini dinyatakan dalam

satuan tahun.

3.4.8 Interpretasi Data

Setelah menganalisis kejadian gempa bumi dengan rantai

Markov, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah interpretasi.

Interpretasi khususnya ditujukan pada matriks probabilitas transisi

dan kemungkinan adanya migrasi kejadian gempa di wilayah

penelitian. Dalam tahap interpretasi perlu ditinjau kembali hasil uji

hipotesis dengan metode Chi Kuadrat. Apabila hipotesis ditolak,

kemungkinan besar terdapat keterkaitan kejadian gempa di wilayah

penelitian.

Untuk memahami keterkaitan transisi kejadian gempa secara

spasial dan magnitudo dengan keadaan fisis di wilayah penelitian,

maka frekuensi kejadian gempa di setiap region dianalisis.

Berdasarkan informasi frekuensi kejadian gempa di setiap region,

dilakukan korelasi dengan keberadaan struktur geologi aktif di region

tersebut maupun kondisi seismotektoniknya. Hal ini mampu

menjelaskan alasan tentang adanya suatu region yang kemungkinan

sering “dikunjungi” atau menjadi tujuan transisi setelah terjadi

gempa di region lainnya.

Penjelasan fisis transisi kejadian gempa secara spasial maupun

magnitudo juga dapat dikorelasikan dengan teori bingkas elastis

maupun hipotesis kesenjangan gempa yang telah berkembang luas.

Korelasi hasil analisis dengan studi sebelumnya mengenai tomografi

seismik, pemodelan gravitasi, pengukuran kecepatan pergeseran

Page 110: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

78

dengan GPS, maupun kala ulang kejadian gempa di wilayah

penelitian diharapkan mampu menjelaskan hasil penelitian ini.

3.5 Diagram Alir Penelitian

Secara umum, tahap-tahap dalam penelitian ini dapat

ditampilkan dalam diagram alir yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Page 111: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

79

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Dekluster

Jumlah awal data gempa sesar darat yang diperoleh dari

periode 1970 hingga 2017 adalah 73 kejadian. Magnitudo minimum

gempa yang terjadi adalah 3,4 sedangkan magnitudo maksimum

sebesar 6,6. Rentang kedalaman hiposenter bervariasi dari yang

paling dangkal 9,77 km hingga paling dalam 68 km. Dari tahap

dekluster yang telah dilakukan ditemukan adanya sebuah kluster

gempa yang terdiri dari dua kejadian gempa. Salah satu dari dua

gempa dalam kluster tersebut merupakan gempa susulan. Dalam hal

ini sebagai gempa utama adalah gempa dengan magnitudo terbesar di

dalam kluster. Data gempa yang diperoleh setelah dekluster adalah

72 kejadian. Data gempa hasil dekluster dan kluster yang

teridentifikasi dapat dilihat pada peta seismisitas berikut (Gambar

4.1).

Gambar 4.1 Peta seismisitas yang menunjukkan distribusi episenter

gempa bumi sesar darat di wilayah penelitian setelah didekluster.

Kluster gempa yang terbentuk ditunjukkan dengan warna magenta.

Lokasi gempa terbesar ditunjukkan dengan tanda bintang.

Page 112: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

80

Jumlah data gempa subduksi yang diperoleh dari katalog

gempa dalam periode 1960 – 2017 adalah 1.338 kejadian. Dalam

penelitian ini, magnitudo terkecil gempa yang dianalisis adalah 4.

Magnitudo gempa terbesar yang tercatat dalam katalog adalah 7,8.

Kedalaman gempa subduksi bervariasi dari sangat dangkal (1 km)

hingga kedalaman mencapai lebih dari 600 km. Dari proses dekluster

ditemukan adanya 34 kluster di wilayah penelitian. Dari keseluruhan

kluster tersebut terdapat 384 kejadian gempa yang merupakan

gabungan dari gempa utama maupun gempa ikutan. Dari katalog

yang telah didekluster didapatkan 988 kejadian gempa yang

merupakan gempa independen. Data gempa hasil dekluster beserta

kluster yang teridentifikasi dapat dilihat pada peta seismisitas berikut

(Gambar 4.2).

Gambar 4.2 Peta seismisitas yang menunjukkan distribusi episenter

gempa bumi subduksi di wilayah penelitian setelah didekluster.

Kluster gempa yang terbentuk ditunjukkan dengan warna magenta.

Lokasi gempa terbesar ditunjukkan dengan tanda bintang.

Page 113: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

81

Evaluasi terhadap tahap dekluster dapat dilakukan dengan

membandingkan grafik frekuensi kumulatif kejadian gempa sebelum

dan setelah dilakukan dekluster. Pada Gambar 4.3 terlihat bahwa

untuk gempa yang belum didekluster (kurva biru), ditemukan adanya

peningkatan frekuensi kumulatif kejadian gempa secara signifikan

sesaat setelah terjadinya gempa bermagnitudo besar. Peningkatan

signifikan frekuensi kumulatif kejadian gempa ini merupakan

kontribusi dari gempa susulan yang tercatat setelah terjadi gempa

besar. Setelah dilakukan dekluster (gempa susulan telah dipisah dan

dihilangkan), peningkatan frekuensi kumulatif kejadian gempa

terlihat relatif konstan.

Gambar 4.3 Grafik frekuensi kumulatif kejadian gempa subduksi

(1960 – 2017) sebelum (kurva biru) dan setelah (kurva merah)

dilakukan dekluster. Tanda elips merah putus-putus menunjukkan

peningkatan frekuensi kumulatif secara signifikan akibat adanya

gempa susulan.

Hal ini teramati dengan jelas pada kasus gempa subduksi yang

umumnya magnitudo gempa utama yang dihasilkan relatif besar

Page 114: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

82

sehingga frekuensi kejadian gempa susulan yang dihasilkan juga

tinggi. Sebaliknya, perbedaan hasil dekluster pada gempa sesar darat

tidak terlihat dengan jelas (Gambar 4.4) karena magnitudo gempa ini

relatif kecil. Akibatnya, gempa susulan yang dihasilkan juga

bermagnitudo kecil dan frekuensi kejadiannya tidak sebanyak untuk

kasus gempa subduksi.

Gambar 4.4 Grafik frekuensi kumulatif kejadian gempa sesar darat

(1970 – 2017) sebelum (kurva biru) dan setelah (kurva merah)

dilakukan dekluster

Dari grafik frekuensi kumulatif terhadap waktu tersebut juga

terlihat bahwa peningkatan frekuensi kejadian gempa sebelum tahun

1973 cenderung landai. Hal ini disebabkan tidak tersedianya data

untuk gempa < 5 sebelum tahun 1973. Oleh karena itu, dalam

penelitian ini analisis rantai Markov untuk gempa berkisar 3

5 hanya dilakukan setelah tahun 1973.

Page 115: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

83

4.2 Peta Seismisitas

Informasi mengenai distribusi episenter gempa di wilayah

penelitian beserta kedalaman hiposenter dan magnitudonya dapat

diperoleh dari peta seismisitas. Sumber gempa yang berada pada

kedalaman dangkal ( 70 km) disimbolkan dengan lingkaran

merah. Untuk gempa intermediet (70 300 km) dan gempa

dalam ( 300 km) masing-masing disimbolkan dengan lingkaran

kuning dan hijau. Magnitudo dari gempa yang menunjukkan

kekuatan gempa diketahui dari ukuran lingkaran dari simbol

episenter gempa. Semakin besar radius lingkaran maka semakin

besar magnitudo gempa.

Dalam penelitian ini kejadian gempa yang berasosiasi dengan

aktivitas subduksi dan sesar darat dibedakan sehingga didapatkan

dua peta seismisitas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 untuk

peta seismisitas gempa sesar darat dan Gambar 4.6 untuk peta

seismisitas gempa subduksi. Informasi distribusi episenter gempa

dari peta seismisitas ini menjadi pertimbangan dalam pembagian

region di wilayah penelitian. Region tersebut berperan sebagai

keadaan dalam analisis rantai Markov secara spasial.

Dari peta seismisitas gempa sesar darat dapat dilihat bahwa

distribusi episenter gempa tipe ini relatif acak. Umumnya, gempa ini

berasosiasi dengan sesar-sesar lokal aktif di wilayah penelitian.

Beberapa gempa ini terpusat di sesar aktif dan membentuk sebuah

kluster. Hal ini bisa dilihat pada kasus sesar aktif di Bali bagian

Barat yang merupakan kemenerusan dari sesar anjak busur belakang

Flores.

Berdasarkan peta seismisitas gempa subduksi, zona Benioff

Wadati teridentifikasi melalui distribusi episenter gempa yang ada.

Gempa dengan kedalaman fokus dangkal tersebar di Selatan wilayah

penelitian, khususnya di daerah dekat zona penunjaman hingga di

daerah cekungan busur depan. Selanjutnya, semakin menjauhi zona

penunjaman, distribusi gempa yang ditemukan di wilayah daratan

memiliki kedalaman intermediet. Bahkan, pada daerah cekungan

busur belakang gempa yang ditemukan memiliki kedalaman fokus

hingga lebih dari 600 km yang merupakan daerah mantel. Di antara

gempa intermediet dan gempa dalam di cekungan busur belakang

terdapat daerah yang tidak ditemukan adanya episenter gempa

subduksi baik untuk gempa intermediet maupun gempa dalam. Hal

Page 116: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

84

ini mencirikan keberadaan zona kesenjangan gempa di dalam zona

Benioff Wadati di wilayah Jawa Timur.

Gambar 4.5 Peta seismisitas yang menunjukkan distribusi gempa

sesar darat di wilayah penelitian

Page 117: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

85

Gambar 4.6 Peta seismisitas yang menunjukkan distribusi gempa

subduksi di wilayah penelitian

4.3 Analisis Rantai Markov Spasial

4.3.1 Pembahasan Penentuan Region Berdasarkan Pola

Seismisitas dan Geologi

Penentuan keadaan merupakan hal yang penting dalam analisis

rantai Markov. Dalam analisis spasial, keadaan yang dimaksud

adalah region-region di wilayah penelitian. Dalam penelitian ini

pembagian wilayah ke dalam region-region beserta batasnya

mempertimbangkan hasil beberapa penelitian sebelumnya, yakni

penelitian Puspita (2015) tentang relokasi sumber gempa di wilayah

Page 118: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

86

Jawa Timur, Amalia (2016) tentang pemetaan nilai di wilayah

Jawa Timur dan sekitarnya, serta Handayani (2010) tentang model

kedalaman zona Benioff Wadati dan kaitannya dengan distribusi

gunung api di wilayah Jawa Timur. Selain itu, penentuan batas

region juga mempertimbangkan tatanan tektonik dan fisiografi di

wilayah penelitian menurut Kertapati (2006) dan Van Bemmelen

(1949).

Region-region di wilayah penelitian untuk kasus gempa

subduksi yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada

Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Pembagian region berdasarkan peta seismisitas yang

telah dibuat dalam analisis kejadian gempa subduksi secara spasial

dengan rantai Markov di wilayah penelitian

Page 119: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

87

Wilayah penelitian dibagi ke dalam 9 region. Region-region

ini diberi label yang terdiri dari dua digit kode. Digit pertama

merupakan alfabet kapital, yakni A, B, dan C. Pembagian ketiga

region ini berdasarkan pola kegempaan di wilayah Jawa Timur yang

dilakukan oleh Kertapati (2006). Digit kedua merupakan nomor,

yaitu 1, 2, dan 3.

Region berkode “A” merupakan region yang dicirikan dengan

adanya episenter gempa Benioff dan gempa akibat sesar dangkal di

darat. Region-region ini meliputi daerah daratan Jawa Timur dengan

konfigurasi cekungan busur belakang. Region berkode “B”

merupakan region yang berasosiasi dengan gempa bumi intraplate

tepi lempeng. Kedalaman pusat gempa di region ini mulai dari

dangkal hingga intermediet. Region-region ini mencakup daerah

cekungan busur depan. Region paling selatan adalah region berkode

“C” yang berasosiasi dengan gempa bumi interplate atau megathrust

berkedalaman dangkal serta daerah yang disebut sebagai Roo Rise.

Region-region ini berada di sekitar zona subduksi (Palung Jawa).

Region dengan kode “1” merupakan region paling barat dan

mencakup wilayah di antara Gunung Kelud hingga sebelah barat

Gunung Lawu. Region dengan kode “2” kedua mencakup wilayah

yang berada di antara Gunung Kelud hingga Gunung Lamongan.

Region dengan kode “3” adalah wilayah yang membentang dari

Gunung Lamongan hingga Pulau Bali bagian Barat. Pemilihan batas

region 2, yaitu garis yang melintasi Gunung Kelud dan Gunung

Lamongan, mengacu pada penelitian Amalia (2016) tentang adanya

pola kegempaan tinggi di wilayah ini dibanding region lainnya.

Handayani (2010) juga menemukan pola bahwa gunung api yang

berada di antara Gunung Kelud dan Gunung Lamongan memiliki

jarak vertikal relatif lebih dekat terhadap zona Benioff Wadati

dibandingkan dengan Gunung Lawu maupun Gunung Raung.

Puspita (2014) juga melakukan pemodelan zona Benioff Wadati di

Jawa Timur dengan membuat sayatan vertikal gempa Benioff yang

melintasi Gunung Kelud dan Gunung Lamongan dari arah Selatan ke

Utara.

Dengan pembagian wilayah penelitian menjadi 3 region

berorientasi Timur-Barat (kode A, B, dan C) serta 3 region

berorientasi Utara-Selatan (kode 1, 2, dan 3), maka secara

keseluruhan untuk kasus gempa subduksi didapatkan 9 region di

Page 120: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

88

wilayah yang diteliti, di antaranya A1, A2, A3, B1, B2, B3, C1, C2,

dan C3.

Tipe gempa berikutnya yang dianalisis adalah gempa sesar

darat. Distribusi gempa ini mencakup wilayah daratan di daerah

penelitian yang merupakan region A pada pembagian region kasus

gempa subduksi. Terdapat 9 region yang digunakan dalam analisis

kasus gempa sesar darat, yaitu region 1a, 2a, 3a, 1b, 2b, 3b, 1c, 2c,

dan 3c. Region-region ini dapat dilihat pada peta seismisitas pada

Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Pembagian region berdasarkan peta seismisitas yang

telah dibuat dalam analisis kejadian gempa sesar darat secara spasial

dengan rantai Markov di wilayah penelitian

Page 121: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

89

Sistem penamaan region tersebut hampir sama dengan kasus

gempa subduksi. Dalam kasus gempa sesar darat ini, wilayah darat

Jawa Timur dapat dibagi ke dalam 3 region dengan orientasi Utara-

Selatan, yaitu region dengan kode 1, 2, dan 3. Batas region dengan

orientasi Utara-Selatan ini sama dengan kasus gempa subduksi.

Selanjutnya, juga dilakukan pembagian wilayah penelitian dengan

orientasi Barat-Timur. Terdapat tiga region dengan kode berupa

alfabet kecil. Region dengan kode “c” adalah region yang mencakup

fisiografi Pegunungan Selatan dan busur vulkanik aktif. Region

dengan kode “b” adalah daerah cekungan busur belakang yang

meliputi fisiografi Zona Kendeng dan Zona Rembang. Region

dengan kode “a” merupakan daerah cekungan busur belakang yang

berada di wilayah Laut Jawa. Region “a” merupakan bagian dari

kraton Sunda yang relatif stabil. Meskipun demikian, beberapa

episenter gempa dangkal ditemukan di wilayah perairan Laut Jawa.

4.3.2 Gempa Sesar Darat

Analisis rantai Markov secara spasial dalam kasus gempa

sesar darat dilakukan untuk gempa dengan ≥ 3, ≥ 4, dan ≥ 5.

4.3.2.1 Analisis Rantai Markov Gempa Sesar Darat ≥ 3

Pada kasus gempa sesar darat ≥ 3 terdapat 72 kejadian (71

transisi). Distribusi frekuensi kejadian gempa ini di setiap regionnya

dapat dilihat pada Tabel 4.1 Sebagian besar episenter gempa tersebar

di region dengan kode c. Region dengan jumlah kejadian lebih kecil

adalah region dengan kode a dan b.

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi kejadian gempa sesar darat M ≥ 3 di

masing-masing region

1a 2a 3a 1b 2b 3b 1c 2c 3c Total

1 8 1 7 6 2 15 11 21 71

Hasil analisis rantai Markov berupa matriks frekuensi dan

probabilitas transisi yang disajikan dalam Tabel 4.2. Setiap baris

dalam matriks terdiri dari dua subbaris. Subbaris pertama

menunjukkan frekuensi transisi sedangkan subbaris kedua

menunjukkan probabilitas transisi. Nilai probabilitas transisi

dinyatakan dalam satuan persen. Jumlah elemen matriks probabilitas

Page 122: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

90

transisi dalam setiap barisnya adalah 100. Sebagai tambahan, dalam

tabel tersebut ditampilkan nilai vektor probabilitas tetap (VPT) yang

memberikan informasi tentang region dengan frekuensi kejadian

gempa tertinggi. Secara tidak langsung, VPT digunakan untuk

memperkirakan nilai probabilitas transisi seandainya kejadian gempa

bersifat saling tidak bergantung (acak). Pada tabel juga ditampilkan

nilai Chi Kuadrat hasil perhitungan, nilai Chi Kuadrat kritis, taraf

signifikansi yang digunakan, dan jumlah derajat kebebasan. Proses

perhitungan Chi Kuadrat dapat dilihat pada Lampiran 5 – 15.

Tabel 4.2 Matriks frekuensi – probabilitas transisi keadaan region,

vektor probabilitas tetap, dan nilai Chi Kuadrat kejadian gempa sesar

darat M ≥ 3

1a 2a 3a 1b 2b 3b 1c 2c 3c VPT

1a 0 0 0 0 0 0 0 0 1

1,4 0 0 0 0 0 0 0 0 100

2a 0 4 0 0 1 1 0 0 2

11,3 0 50,0 0 0 12,5 12,5 0 0 25,0

3a 0 0 0 0 0 1 0 0 0

1,4 0 0 0 0 0 100 0 0 0

1b 0 1 0 0 0 0 2 2 2

9,9 0 14,3 0 0 0 0 28,6 28,6 28,6

2b 0 1 0 0 2 0 1 1 1

8,5 0 16,7 0 0 33,3 0 16,7 16,7 16,7

3b 0 0 0 0 0 0 2 0 0

2,8 0 0 0 0 0 0 100 0 0

1c 0 0 1 2 1 0 5 3 3

21,1 0 0 6,7 13,3 6,7 0 33,3 20,0 20,0

2c 0 0 0 0 1 0 1 2 6

14,1 0 0 0 0 10,0 0 10,0 20,0 60,0

3c 1 2 0 5 1 0 3 3 6

29,6 4,8 9,5 0 23,8 4,8 0 14,3 14,3 28,6

Page 123: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

91

χ2 92,220

χ2

cr(0,05;64) 83,700

Kesimpulan ditolak

Hasil kesimpulan diperoleh dengan membandingkan nilai Chi

Kuadrat hasil perhitungan dengan nilai Chi Kuadrat kritis. Secara

sederhana hal ini merupakan “uji independensi” antarvariabel.

Dengan nilai Chi Kuadrat 92,220 dan nilai Chi Kuadrat kritis pada

taraf signifikansi 5% (0,05) dan derajat kebebasan 64 adalah 83,700,

maka diperoleh kesimpulan bahwa hipotesis model ini ditolak.

Dengan kata lain, gempa sesar darat ≥ 3 di wilayah penelitian

tidak terjadi secara acak, tetapi terdapat keterkaitan antara kejadian

gempa saat ini dengan kejadian gempa berikutnya secara spasial.

Davis (1986) menyebutkan bahwa secara statistik, hal ini

menunjukkan adanya kecenderungan terjadi gempa di suatu region

yang akan diikuti dengan kejadian gempa di region tertentu. Dalam

hal ini, kejadian gempa sesar darat ≥ 3 di wilayah penelitian

menunjukkan sifat Markov orde pertama dengan kuat (strong first

order Markov), yakni adanya keterkaitan spasial secara kuat antara

kejadian gempa di suatu region saat ini dengan kejadian gempa

berikutnya.

Gambar 4.9 (b) menampilkan diagram transisi yang

menunjukkan transisi kejadian gempa dari region satu ke region

lainnya untuk dua probabilitas transisi tertinggi di masing-masing

region. Transisi region tertinggi disimbolkan dengan tanda panah

berupa garis menerus sedangkan transisi region tertinggi kedua

disimbolkan dengan tanda panah dengan garis putus-putus. Arah

transisi kejadian gempa juga ditampilkan dalam peta seismisitas yang

telah dibuat. Akan tetapi, hanya ditampilkan arah transisi dengan

probabilitas yang tertinggi.

Dari diagram transisi untuk kasus gempa sesar darat pada

Gambar 4.9 dapat diperoleh informasi bahwa region 3c merupakan

region yang paling sering “dikunjungi”. Artinya, kecuali di region 3a

dan 3b, gempa yang terjadi di region lain akan memiliki

kecenderungan untuk disusul dengan kejadian gempa di region 3c.

Region lain yang juga memiliki probabilitas tertinggi untuk

dikunjungi adalah region 1c dan 2c.

Page 124: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

92

(a)

(b)

Gambar 4.9 (a) Diagram transisi utama di setiap region untuk kasus

gempa sesar darat M 3 dengan latar peta seismisitas wilayah

penelitian. (b) Diagram transisi untuk transisi tertinggi pertama

(tanda panah menerus) dan transisi tertinggi kedua (tanda panah

putus-putus) di setiap region.

Page 125: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

93

Dalam kejadian gempa di region 2a, 2b, 1c, dan 3c,

probabilitas terbesar kejadian gempa berikutnya akan terjadi lagi di

region tersebut. Karena data gempa sudah didekluster, kejadian

gempa di suatu region yang disusul dengan kejadian gempa di region

yang sama ini bukan merupakan sebuah gempa susulan. Polimenakos

(1995) menyebut peristiwa ini sebagai “reaktivasi” sebuah region,

yakni aktifnya kembali suatu region setelah sebelumnya terjadi

gempa di region tersebut. Hal ini mungkin sekali terjadi karena

menurut teori bingkas elastis, gempa terjadi sebagai bagian dari

sebuah siklus pelepasan dan pengakumulasian energi. Oleh karena

itu, kejadian gempa di tempat yang sama dengan magnitudo yang

sama memungkinkan untuk terjadi kembali di masa yang akan

datang.

4.3.2.2 Analisis Rantai Markov Gempa Sesar Darat ≥ 4

Dalam kasus gempa sesar darat dengan ≥ 4 diperoleh 59

kejadian gempa (58 transisi) di wilayah penelitian. Secara berurutan,

region yang memiliki frekuensi kejadian paling tinggi hingga paling

rendah adalah region dengan kode c, b, dan a seperti yang dapat

dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi kejadian gempa sesar darat M ≥ 4 di

masing-masing region

1a 2a 3a 1b 2b 3b 1c 2c 3c Total

1 8 1 7 4 2 13 6 17 59

Berdasarkan Tabel 4.4 nilai Chi Kuadrat hasil perhitungan

sebesar 81,968 sedangkan Chi Kuadrat kritis sebesar 83,700. Nilai

Chi Kuadrat ini lebih kecil daripada nilai kritisnya sehingga

disimpulkan bahwa hipotesis dalam model ini diterima. Hal ini

berimplikasi bahwa tidak ada keterkaitan antara kejadian gempa

sesar darat ≥ 4 di suatu region dengan region lain (kejadian gempa

bersifat acak). Hasil perhitungan matriks probabilitas dan frekuensi

transisi serta nilai Chi Kuadrat dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut.

Page 126: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

94

Tabel 4.4 Matriks frekuensi – probabilitas transisi keadaan region,

vektor probabilitas tetap, dan nilai Chi Kuadrat kejadian gempa sesar

darat M ≥ 4

1a 2a 3a 1b 2b 3b 1c 2c 3c VPT

1a 0 0 0 0 0 0 0 0 1

1,7 0 0 0 0 0 0 0 0 100

2a 0 4 0 0 1 1 0 0 2

13,8 0 50,0 0 0 12,5 12,5 0 0 25,0

3a 0 0 0 0 0 1 0 0 0

1,7 0 0 0 0 0 100 0 0 0

1b 0 1 0 1 0 0 2 2 1

12,1 0 14,3 0 14,3 0 0 28,6 28,6 14,3

2b 0 1 0 0 1 0 1 0 1

6,9 0 25,0 0 0 25,0 0 25,0 0 25,0

3b 0 0 0 0 0 0 1 1 0

3,4 0 0 0 0 0 0 50,0 50,0 0

1c 0 0 1 2 1 0 5 0 3

20,7 0 0 8,3 16,7 8,3 0 41,7 0 25,0

2c 1 1 0 0 0 0 0 1 3

10,3 16,7 16,7 0 0 0 0 0 16,7 50,0

3c 0 1 0 4 1 0 3 2 6

29,3 0 5,9 0 23,5 5,9 0 17,6 11,8 35,3

χ2 81,968

χ2cr(0,05;64) 83,700

Kesimpulan diterima

Berdasarkan diagram transisi pada Gambar 4.10, region 3c

masih menjadi region yang paling sering dikunjungi jika sebelumnya

terjadi gempa di region 1a, 2b, 1c, 2c, dan 3c. Peristiwa reaktivasi

untuk gempa dengan ≥ 4 juga masih terjadi di region 2a, 2b, 1c

dan 3c.

Page 127: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

95

(a)

(b)

Gambar 4.10 (a) Diagram transisi utama di setiap region untuk kasus

gempa sesar darat M 4 dengan latar peta seismisitas wilayah

penelitian. (b) Diagram transisi untuk transisi tertinggi pertama dan

kedua di setiap region.

Page 128: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

96

4.3.2.3 Analisis Rantai Markov Gempa Sesar Darat ≥ 5

Selanjutnya, untuk kasus gempa sesar darat ≥ 5 didapatkan

adanya 15 kejadian (14 transisi) di wilayah penelitian. Berdasarkan

informasi dari Tabel 4.5, sebagian besar kejadian gempa tersebut

terjadi di region dengan kode c, khususnya region 1c dan 3c. Namun,

region 2a memiliki jumlah kejadian gempa ≥ 5 paling besar, yaitu

5 kejadian gempa.

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi kejadian gempa sesar darat M ≥ 5 di

masing-masing region

1a 2a 3a 1b 2b 3b 1c 2c 3c Total

0 5 0 1 1 1 4 0 3 15

Matriks frekuensi dan probabilitas transisi untuk gempa sesar

darat ≥ 5 ditampilkan pada Tabel 4.6. Berdasarkan Tabel 4.6 nilai

Chi Kuadrat hasil perhitungan adalah 21,292. Nilai ini jauh lebih

kecil dibandingkan dengan nilai Chi Kuadrat kritis. Oleh karena itu,

untuk kasus gempa sesar darat ≥ 5 kejadian di region satu dengan

kejadian di region lainnya bersifat acak. Berdasarkan diagram

transisi yang ditunjukkan pada Gambar 4.11, peristiwa reaktivasi

sudah tidak terjadi di setiap regionnya, kecuali untuk region 2a. Hal

ini dikarenakan bahwa dengan bertambah besar magnitudo gempa,

waktu yang diperlukan untuk reaktivasi semakin lama.

Page 129: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

97

Tabel 4.6 Matriks frekuensi – probabilitas transisi keadaan region,

vektor probabilitas tetap, dan nilai Chi Kuadrat kejadian gempa sesar

darat M ≥ 5

1a 2a 3a 1b 2b 3b 1c 2c 3c VPT

1a 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2a 0 1 0 0 1 1 0 0 1

28,6 0 25,0 0 0 25,0 25,0 0 0 25,0

3a 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1b 0 1 0 0 0 0 0 0 0

7,1 0 100 0 0 0 0 0 0 0

2b 0 1 0 0 0 0 0 0 0

7,1 0 100 0 0 0 0 0 0 0

3b 0 1 0 0 0 0 0 0 0

7,1 0 100 0 0 0 0 0 0 0

1c 0 1 0 0 0 0 1 0 2

28,6 0 25,0 0 0 0 0 25,0 0 50,0

2c 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3c 0 0 0 1 0 0 2 0 0

21,4 0 0 0 33,3 0 0 66,7 0 0

χ2 21,292

χ2

cr(0,05;64) 83,700

Kesimpulan diterima

Page 130: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

98

(a)

(b)

Gambar 4.11 (a) Diagram transisi utama di setiap region untuk kasus

gempa sesar darat M 5 dengan latar peta seismisitas wilayah

penelitian. (b) Diagram transisi untuk transisi tertinggi pertama dan

kedua di setiap region.

Page 131: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

99

4.3.2.4 Pembahasan Analisis Rantai Markov Gempa Sesar Darat

Pada kasus gempa sesar darat ≥ 4 dan ≥ 5 disimpulkan

bahwa antarkejadiannya bersifat acak. Namun, sebenarnya kejadian

gempa tersebut tidak acak. Menurut Davis (1986) dalam

Polimenakos (1995) bahwa analisis dengan rantai Markov relatif

sensitif terhadap jumlah data yang tersedia. Jumlah data kejadian

gempa sesar darat ≥ 4 dan ≥ 5 di wilayah penelitian memang

sedikit. Sesar darat di wilayah Jawa Timur umumnya bersifat lokal.

Artinya, sesar ini memiliki bidang rekahan yang relatif pendek

dengan laju pergeseran yang relatif kecil (hanya beberapa mm per

tahun). Diperlukan waktu cukup lama untuk mengumpulkan

tegangan sehingga mampu dilepaskan dalam bentuk gempa yang

bermagnitudo besar. Tegangan yang terakumulasi merupakan fungsi

dari kala ulang kejadian suatu gempa (Scholz, 2002).

Kala ulang adalah waktu yang diperlukan untuk terjadi gempa

dengan magnitudo yang sama atau lebih besar di wilayah tersebut. Di

sisi lain, data yang digunakan dalam penelitian ini hanya dalam

periode 1960 – 2017 sehingga diperlukan data dalam periode yang

lebih panjang untuk membuktikan hal ini. Sebagai gambaran, dari

hasil perkiraan kala ulang kejadian gempa Sesar Baribis 1780 dengan

7 dan panjang rekahan 41 km serta diasumsikan laju pergeseran

sesar 5 mm/tahun, maka kala ulang yang didapatkan sekitar 600

tahun (Nguyen dkk., 2015). Peta yang dikeluarkan oleh Tim Revisi

Gempa Bumi Nasional 2017 (Ismawadi, 2017) memberikan

informasi bahwa sesar aktif di Jawa Timur memiliki laju pergeseran

0,1 mm/tahun hingga 0,5 mm/tahun. Oleh karenanya, diperlukan

waktu yang lebih lama untuk mengakumulasikan tegangan sehingga

mampu dilepaskan menjadi gempa besar. Tentunya waktu tersebut

tidak tercakup dalam rentang periode penelitian ini.

Sebagai tambahan, menurut Scholz (2012) bahwa gempa

akibat sesar darat yang berasosiasi dengan zona subduksi atau batas

lempeng diklasifikasikan sebagai gempa tektonik tipe II, yaitu gempa

intraplate tepi lempeng. Gempa seperti ini juga sering terjadi di

wilayah daratan Jepang akibat proses konvergensi antara lempeng

Pasifik dan Eurasia. Gempa ini memiliki laju pergeseran sekitar 0,1

hingga 10 mm per tahun dengan kala ulang 100 hingga 10.000 tahun.

Gempa sesar darat di wilayah Jawa Timur juga dikategorikan sebagai

Page 132: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

100

gempa tektonik tipe II yang merupakan akibat dari gaya kompresi

yang ditimbulkan antara lempeng Eurasia dan Indo-Australia.

Salah satu faktor penyebab tingginya frekuensi transisi

kejadian gempa sesar darat ke region 1c, 2c, maupun 3c

dibandingkan dengan region lainnya adalah lokasi ketiga region

tersebut relatif dekat dengan zona subduksi dan berada di busur

vulkanik aktif. Aktivitas gempa subduksi dan vulkanik yang terjadi

dapat memicu aktifnya sesar di region ini yang ditandai dengan

terjadinya gempa sesar darat (Wijaya dkk., 2014). Faktor lain adalah

keadaan geologi di wilayah penelitian. Region 1c, 2c, dan 3c berada

di fisiografi Zona Solo dan Pegunungan Selatan yang litologinya

didominasi oleh batuan vulkanik Kuarter maupun Tersier dengan

kekuatan sedang hingga tinggi. Batuan tersebut mengalami

deformasi secara brittle. Batuan seperti ini disebut sebagai batuan

yang bersifat kompeten. Sementara itu, region 1b, 2b, dan 3b berada

di fisiografi Zona Kendeng dan Rembang yang litologinya lebih

kompleks dengan didominasi oleh batuan sedimen yang tebal

maupun endapan aluvial. Litologi berupa endapan sedimen ini

bersifat ductile jika diberi tegangan. Batuan seperti ini dikenal

sebagai batuan yang bersifat inkompeten.

Penjelasan region 3c sebagai region yang paling sering

dikunjungi gempa sesar darat dapat diketahui setelah

menggabungkan diagram transisi setiap region dengan peta yang

menunjukkan kecepatan regangan blok lempeng di wilayah

penelitian berdasarkan hasil pengukuran GPS yang dilakukan

Koulali dkk. (2016). Berdasarkan Gambar 4.12 terlihat bahwa arah

pergeseran yang dominan konsisten dengan arah konvergensi

lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia yang berlawanan

dengan arah jarum jam. Besar kecepatan ini bervariasi dari 3

mm/tahun di Jawa bagian Barat hingga 7 mm/tahun di Jawa bagian

Timur.

Page 133: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

101

Gambar 4.12 Peta hasil penampalan kecepatan regangan dari

pengukuran GPS (tanda panah merah) di wilayah darat Pulau Jawa

(Koulali dkk., 2016) dengan pembagian region dan diagram transisi

(tanda panah biru) yang diperoleh dari penelitian ini.

Blok lempeng di region 3c memiliki nilai kecepatan regangan

yang lebih besar dibandingkan dengan blok di region lain. Hal ini

mengakibatkan frekuensi kejadian gempa di region 3c lebih tinggi

dibandingkan region lainnya. Gempa sesar darat dengan magnitudo

terbesar di wilayah penelitian juga terjadi di region 3c, yaitu pada

tanggal 14 Juli 1976 ( 6,6). Secara geografis, region 3c meliputi

wilayah Bali bagian Barat. Menurut Widiyantoro dan Fauzi (2005)

dalam Nguyen dkk. (2015), sejak tahun 1991 semua gempa dangkal

yang berada di Bali dan Bali Utara merupakan gempa yang

berasosiasi dengan sesar anjak busur belakang.

Selain sesar-sesar lokal, sesar darat lain di wilayah Jawa

Timur yang teridentifikasi masih aktif, yaitu Sesar Kendeng. Sesar

ini merupakan perpanjangan ke arah barat dari Sesar anjak busur

belakang Flores. Namun, ujung dari sesar ini masih belum diketahui.

Kemungkinan Sesar Kendeng menerus lebih jauh ke arah barat dan

menyambung dengan Sesar Baribis di Jawa Barat (Koulali dkk.,

2016). Aktifnya Sesar Kendeng ini, selain dari pantauan GPS, juga

diindikasikan dengan kehadiran gunung api lumpur (mud volcano) di

bagian timur Cekungan Kendeng akibat overpressure hasil

konvergensi yang masih aktif di wilayah ini (Istadi dkk., 2009 dalam

U

Page 134: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

102

Koulali dkk., 2016). Catatan pada abad kesembilanbelas

menunjukkan adanya kejadian gempa signifikan yang kemungkinan

besar terjadi di wilayah Sesar Kendeng (Simanjuntak dan Barber,

1996 dalam Koulali dkk., 2016). Namun, tidak teramatinya gempa

signifikan saat ini memunculkan adanya dua dugaan, yaitu sesar ini

bergeser secara aseismik atau saat ini sesar dalam keadaan terkunci

penuh.

4.3.3 Gempa Subduksi

Untuk kasus gempa yang berasosiasi dengan aktivitas

subduksi di wilayah penelitian maka dilakukan analisis rantai

Markov secara spasial dengan ≥ 4, ≥ 5, dan ≥ 6.

4.3.3.1 Analisis Rantai Markov Gempa Subduksi ≥ 4

Dalam periode 1973 – 2017 di wilayah penelitian telah terjadi

973 kejadian (972 transisi) gempa subduksi dengan ≥ 4.

Berdasarkan informasi Tabel 4.7, sebagian besar gempa terjadi di

region dengan kode B, yaitu daerah cekungan busur depan yang

merupakan gempa intraplate. Selain itu, region dengan kode 2

cenderung memiliki jumlah kejadian gempa yang lebih tinggi

dibandingkan dengan region 1 dan 3. Sebaliknya, region dengan

kode 3 cenderung memiliki jumlah kejadian gempa paling sedikit

dibandingkan dengan region 1 dan 2.

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi kejadian gempa subduksi M ≥ 4 di

masing-masing region

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 Total

68 76 20 203 238 142 70 82 74 973

Hasil analisis rantai Markov berupa matriks frekuensi dan

probabilitas transisi untuk gempa subduksi dengan ≥ 4 dapat

dilihat pada Tabel 4.8. Nilai Chi Kuadrat yang diperoleh dari proses

perhitungan adalah 104,594. Karena nilainya lebih besar daripada

nilai Chi Kuadrat kritis, hipotesis pemodelan ditolak. Dengan

demikian, kejadian gempa subduksi dengan ≥ 4 di wilayah

penelitian saling berkaitan secara spasial.

Page 135: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

103

Tabel 4.8 Matriks frekuensi – probabilitas transisi keadaan region,

vektor probabilitas tetap, dan nilai Chi Kuadrat kejadian gempa

subduksi M ≥ 4

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 VPT

A1 3 7 1 22 11 12 5 6 1

7,0 4,4 10,3 1,5 32,4 16,2 17,6 7,4 8,8 1,5

A2 5 6 2 19 21 10 3 6 4

7,8 6,6 7,9 2,6 25,0 27,6 13,2 3,9 7,9 5,3

A3 3 2 1 3 3 3 3 2 0

2,1 15,0 10,0 5,0 15,0 15,0 15,0 15,0 10,0 0

B1 16 13 5 56 54 27 10 13 9

20,9 7,9 6,4 2,5 27,6 26,6 13,3 4,9 6,4 4,4

B2 20 17 3 38 74 28 14 22 21

24,4 8,4 7,2 1,3 16,0 31,2 11,8 5,9 9,3 8,9

B3 8 14 2 30 29 32 7 8 12

14,6 5,6 9,9 1,4 21,1 20,4 22,5 4,9 5,6 8,5

C1 5 6 2 13 9 8 13 6 8

7,2 7,1 8,6 2,9 18,6 12,9 11,4 18,6 8,6 11,4

C2 5 4 1 12 24 13 9 10 4

8,4 6,1 4,9 1,2 14,6 29,3 15,9 11,0 12,2 4,9

C3 3 7 3 9 13 9 6 9 15

7,6 4,1 9,5 4,1 12,2 17,6 12,2 8,1 12,2 20,3

χ2 104,594

χ2cr(0,05;64) 83,700

Kesimpulan ditolak

Page 136: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

104

(a)

Page 137: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

105

Gambar 4.13 (a) Diagram transisi utama di setiap region untuk kasus

gempa subduksi M 4 dengan latar peta seismisitas wilayah

penelitian. (b) Diagram transisi untuk transisi tertinggi pertama dan

kedua di setiap region.

Dari diagram transisi pada Gambar 4.13 didapatkan informasi

bahwa kejadian gempa di seluruh region di wilayah penelitian

(kecuali region B3 dan C3) akan cenderung diikuti dengan kejadian

gempa di region B1 dan B2. Hal ini disebabkan berdasarkan

distribusi frekuensi kejadian di setiap regionnya, region B1 dan B2

merupakan region dengan frekuensi kejadian tertinggi di wilayah

penelitian. Untuk region C3, kejadian gempa di region tersebut akan

disusul dengan kejadian gempa di region C3 lagi yang merupakan

reaktivasi region tersebut. Namun, dari matriks probabilitas transisi

tersebut juga diketahui bahwa setelah terjadi gempa di region C3,

probabilitas tertinggi berikutnya akan terjadi gempa di region B2.

4.3.3.2 Analisis Rantai Markov Gempa Subduksi ≥ 5

Dalam periode 1960 – 2017 telah terjadi 224 kejadian gempa

(223 transisi) subduksi dengan ≥ 5 di wilayah penelitian. Pola

kejadian gempa subduksi dengan ≥ 5 tidak berbeda jauh dengan

gempa subduksi ≥ 4. Berdasarkan Tabel 4.9, region dengan kode

B masih memiliki jumlah kejadian gempa terbanyak.

(b)

Page 138: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

106

Tabel 4.9 Distribusi frekuensi kejadian gempa subduksi M ≥ 5 di

masing-masing region

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 Total

20 27 2 48 49 29 13 14 22 224

Tabel 4.10 Matriks frekuensi – probabilitas transisi keadaan region,

vektor probabilitas tetap, dan nilai Chi Kuadrat kejadian gempa

subduksi M ≥ 5

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 VPT

A1 1 1 0 7 4 5 2 0 0

9,0 5,0 5,0 0 35,0 20,0 25,0 10,0 0 0

A2 1 5 0 3 7 4 1 3 3

12,1 3,7 18,5 0 11,1 25,9 14,8 3,7 11,1 11,1

A3 2 0 0 0 0 0 0 0 0

0,9 100 0 0 0 0 0 0 0 0

B1 2 4 0 14 11 8 2 2 5

21,5 4,2 8,3 0 29,2 22,9 16,7 4,2 4,2 10,4

B2 6 6 0 14 13 1 2 3 4

22,0 12,2 12,2 0 28,6 26,5 2,0 4,1 6,1 8,2

B3 1 4 1 3 9 4 3 2 2

13,0 3,4 13,8 3,4 10,3 31,0 13,8 10,3 6,9 6,9

C1 2 4 0 1 1 2 1 1 1

5,8 15,4 30,8 0 7,7 7,7 15,4 7,7 7,7 7,7

C2 2 2 1 2 1 3 0 2 1

6,3 14,3 14,3 7,1 14,3 7,1 21,4 0 14,3 7,1

C3 3 1 0 4 2 2 2 1 6

9,4 14,3 4,8 0 19,0 9,5 9,5 9,5 4,8 28,6

χ2 84,288

χ2cr(0,05;64) 83,700

Kesimpulan ditolak

Page 139: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

107

Hasil analisis rantai Markov secara spasial yang telah

dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.10. Kejadian gempa subduksi

dengan ≥ 5 di hampir semua region akan diikuti dengan kejadian

gempa di region B1, B2, dan B3. Beberapa di antaranya memiliki

probabilitas transisi lebih dari 20%. Nilai Chi Kuadrat hasil

perhitungan yang didapat sebesar 84,288 atau bernilai lebih besar

dibandingkan dengan nilai kritisnya. Dengan demikian, seperti

halnya pada kasus gempa subduksi dengan ≥ 4, kejadian gempa

subduksi untuk ≥ 5 di wilayah penelitian menunjukkan saling

berkaitan secara spasial.

Berdasarkan diagram transisi pada Gambar 4.14, untuk

kejadian gempa di region B3 cenderung akan disusul dengan

kejadian gempa di region B2 (probabilitas transisi 31 %). Kemudian,

untuk kejadian gempa di region B2 cenderung akan disusul dengan

kejadian gempa di region B1 (probabilitas transisi 28,6 %).

Sebelumnya, untuk kasus gempa dengan ≥ 4 pola ini tidak terlalu

dominan dan hanya memiliki probabilitas transisi tertinggi kedua.

Pola seperti ini mengingatkan akan pola migrasi kejadian gempa

besar dari Timur ke Barat di wilayah Alaska Selatan dan Kepulauan

Aleutian (Tsapanos dan Papadopoulou, 1999) yang mengindikasikan

adanya zona rekahan yang sangat panjang. Dalam kasus ini kejadian

suatu gempa dapat memicu terjadinya gempa lainnya di sepanjang

zona rekahan tersebut.

Namun, untuk wilayah Jawa Timur yang skalanya lebih kecil,

hal ini masih harus dibuktikan dengan dilakukan analisis lebih lanjut

mengenai pola kegempaan yang terjadi di region B1, B2, dan B3.

Selain itu, juga harus dilakukan analisis rantai Markov untuk wilayah

penelitian yang lebih luas. Kemungkinan penjelasan lain, yaitu

adanya perbedaan waktu pelepasan dan pengakumulasian tegangan

di region-region tersebut. Ketika terjadi gempa di region B2, yang

merupakan pelepasan tegangan di region tersebut, maka di region B1

tegangan sedang diakumulasikan. Sebaliknya, ketika tegangan di

region B1 sudah mencapai batasnya dan segera dilepaskan dalam

bentuk gempa di region B1, maka region B2 sedang

mengakumulasikan tegangan untuk menghasilkan kejadian gempa

berikutnya. Kemungkinan adanya interaksi (transfer) tegangan di

antara ketiga region tersebut perlu diselidiki lebih lanjut terkait

dengan pola transisi kejadian gempa secara spasial ini.

Page 140: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

108

(a)

Page 141: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

109

(b)

Gambar 4.14 (a) Diagram transisi utama di setiap region untuk kasus

gempa subduksi M 5 dengan latar peta seismisitas wilayah

penelitian. (b) Diagram transisi untuk transisi tertinggi pertama dan

kedua di setiap region.

4.3.3.3 Analisis Rantai Markov Gempa Subduksi ≥ 6

Berdasarkan Tabel 4.11, kejadian gempa subduksi dengan ≥

6 di wilayah penelitian sejak tahun 1960 – 2017 tercatat telah terjadi

sebanyak 19 kali (18 transisi). Distribusi kejadian gempa subduksi

dengan ≥ 6 di setiap lajur region lebih merata. Untuk kejadian

gempa di region A, umumnya berasosiasi dengan gempa di zona

Benioff Wadati yang terjadi pada kedalaman > 600 km. Kejadian

gempa subduksi dengan ≥ 6 lebih merata di setiap region dengan

kode B. Gempa terbesar yang pernah tercatat secara instrumen di

wilayah penelitian terjadi di region C2.

Tabel 4.11 Distribusi frekuensi kejadian gempa subduksi M ≥ 6 di

masing-masing region

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 Total

4 5 0 2 3 3 0 1 1 19

Matriks probabilitas dan frekuensi transisi hasil analisis dapat

dilihat pada Tabel 4.12. Nilai Chi Kuadrat yang diperoleh dari proses

perhitungan adalah 25,195. Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan

Page 142: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

110

dengan nilai kritisnya. Hal ini menunjukkan keacakan kejadian

gempa subduksi dengan ≥ 6 di wilayah penelitian.

Tabel 4.12 Matriks frekuensi – probabilitas transisi keadaan region,

vektor probabilitas tetap, dan nilai Chi Kuadrat kejadian gempa

subduksi M ≥ 6

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 VPT

A1 1 3 0 0 0 0 0 0 0

22,2 25,0 75,0 0 0 0 0 0 0 0

A2 1 1 0 0 1 2 0 0 0

27,8 20,0 20,0 0 0 20,0 40,0 0 0 0

A3 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

B1 1 0 0 0 1 0 0 0 0

11,1 50,0 0 0 0 50,0 0 0 0 0

B2 1 0 0 1 0 0 0 1 0

16,7 33,3 0 0 33,3 0 0 0 33,3 0

B3 0 0 0 1 0 1 0 0 1

16,7 0 0 0 33,3 0 33,3 0 0 33,3

C1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

C2 0 1 0 0 0 0 0 0 0

5,6 0 100 0 0 0 0 0 0 0

C3 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

χ2 25,195

χ2cr(0,05;64) 83,700

Kesimpulan diterima

Page 143: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

111

(a)

Page 144: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

112

(b)

Gambar 4.15 (a) Diagram transisi utama di setiap region untuk kasus

gempa subduksi M 6 dengan latar peta seismisitas wilayah

penelitian. (b) Diagram transisi untuk transisi tertinggi pertama dan

kedua di setiap region.

Berdasarkan diagram transisi yang ditampilkan pada Gambar

4.15, diperoleh informasi bahwa kejadian gempa ini cenderung acak.

Arah transisi dari region B3 ke B2 dan dari B2 ke B1 yang cukup

dominan seperti pada kasus gempa subduksi dengan ≥ 4 dan ≥

5 tidak ditemukan untuk gempa ≥ 6. Dari diagram transisi juga

terlihat belum ada kejadian gempa besar di region A3 maupun C1.

Setelah terjadi gempa di C3 tidak diketahui transisi yang terjadi

selanjutnya karena kejadian gempa besar di region ini baru terjadi

satu kali dalam catatan instrumen maupun historis. Dengan

demikian, kemungkinan besar diterimanya hipotesis bahwa kejadian

gempa subduksi dengan ≥ 6 di wilayah ini yang cenderung acak

secara spasial lebih dipengaruhi oleh ketersediaan data.

4.3.3.4 Pembahasan Analisis Rantai Markov Gempa Subduksi

Dari analisis rantai Markov spasial gempa subduksi yang telah

dilakukan, umumnya kejadian gempa di suatu region di wilayah

penelitian akan disusul dengan kejadian gempa di zona intraplate

(region dengan kode B), terutama untuk kasus gempa subduksi ≥

4 dan ≥ 5. Berdasarkan tabel frekuensi kejadian di masing-masing

region, region ini merupakan daerah dengan aktivitas kegempaan

Page 145: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

113

tertinggi di wilayah penelitian. Rendahnya frekuensi kejadian gempa

subduksi dengan ≥ 6 di region dengan kode C, yang merupakan

gempa interplate atau megathrust, juga diamati di sepanjang busur

Sunda di segmen Pulau Jawa. Region C1 perlu diwaspadai terkait

dengan hipotesis kesenjangan gempa karena region tersebut belum

melepaskan energi yang terakumulasi sehingga berpotensi terjadi

gempa besar di masa mendatang. Sementara itu, region C2 dan C3

pernah terjadi gempa dengan ≥ 6 di wilayah tersebut.

Menurut Newcomb dan McCan (1987), gempa besar tercatat

beberapa kali terjadi di wilayah Jawa sejak abad ke-19. Namun, dari

semua gempa besar tersebut tidak ada yang merupakan gempa

megathrust atau interplate. Sebagian besar gempa besar tersebut

terjadi di cekungan busur depan. Dalam penelitian ini cekungan

busur depan meliputi region B1, B2, dan B3. Salah satunya adalah

gempa yang terjadi pada tahun 1937 ( 7,2). Berdasarkan hasil

relokasi yang telah dilakukan pada tiga gempa besar (1921, 1937,

dan 1943) dalam catatan sejarah di Selatan Jawa, Okal (2012) juga

menyimpulkan bahwa ketiga gempa besar tersebut bukan merupakan

gempa lajur interplate atau megathrust.

Lebih lanjut, Newcomb dan McCann (1987) mengemukakan

bahwa untuk wilayah Jawa Timur kemungkinan tegangan yang

terakumulasi bersifat aseismik (tegangan tidak dilepaskan dalam

bentuk aktivitas kegempaan yang signifikan). Hal ini berbeda dengan

pola kegempaan di wilayah Sumatera yang memiliki magnitudo

besar dan merupakan gempa megathrust. Gempa terbesar di Selatan

Jawa yang bersumber di zona interplate dan tercatat oleh instrumen

adalah gempa 1994 ( 7,8) dan 2006 ( 7,7). Koulali dkk.

(2016) juga menegaskan bahwa aktivitas kegempaan megathrust di

Jawa umumnya bersifat aseismik. Kemungkinan hal ini disebabkan

akumulasi tegangan yang tidak cukup untuk menghasilkan gempa

megathrust yang signifikan atau gempa yang terjadi di wilayah ini

memiliki kala ulang di luar jangkauan dari periode pengamatan

secara instrumen.

Dalam penelitian yang dilakukan Sabrina (2016) tentang irisan

vertikal maupun lateral, gempa region ini diidentifikasi sebagai

daerah kesenjangan gempa. Kesenjangan gempa ini diduga terjadi

akibat efek topografi dari lempeng samudera yang menunjam di

bawah lempeng Eurasia. Di Samudera Hindia sebelah Selatan Pulau

Page 146: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

114

Jawa tersebar seamount (gunung bawah laut), yakni gunung yang

memiliki kaki di dasar laut dan tumbuh secara vertikal. Beberapa

seamount di Samudera Hindia mampu tumbuh hingga di atas

permukaan laut, yakni Pulau Christmas dan Pulau Cocos. Selain

seamount juga ditemukan plato samudera Roo Rise yang merupakan

wilayah di bawah laut dengan ketinggian beberapa ratus meter dari

lantai samudera. Plato ini dijumpai di perairan Samudera Hindia

wilayah Jawa Timur (Shulgin dkk., 2011). Plato ini tersusun dari

batuan vulkanik. Keberadaan seamount dan plato ini kemungkinan

besar berpengaruh pada aktivitas kegempaan subduksi di wilayah

penelitian.

Lempeng samudera dengan batimetri yang kasar (misalnya

akibat keberadaan seamount atau struktur horst-graben) akan

menghasilkan proses subduksi yang berbeda dan lebih kompleks.

Peristiwa ini juga ditemukan di Kostarika, Jawa, dan Alaska (Bilek,

2007). Menurut Bilek (2007) bahwa keberadaan topografi yang tidak

rata pada lempeng samudera meningkatkan asperitas (kekasaran).

Akibatnya, lempeng yang menunjam akan terkunci. Energi yang

diakumulasikan harus besar dan diperlukan waktu lama sehingga

mampu menggerakkan lempeng ini. Akan tetapi, sekali energi yang

terakumulasi ini lepas maka akan memicu gempa besar di region

tersebut. Dengan demikian, keberadaan seamount yang tersubduksi

memungkinkan menjadi lokasi sumber gempa besar. Berdasarkan

pemodelan dan interpretasi fokal mekanisme yang dilakukan oleh

Abercrombie dkk. (2001) menunjukkan bahwa gempa 3 Juni 1994

( 7,8) di region C2 terjadi pada seamount yang tersubduksi.

Grevemeyer dan Tiwari (2006) meneliti pengaruh geometri

lempeng yang tersubduksi terhadap distribusi spasial gempa

megathrust di zona subduksi Sunda-Andaman dan Jawa dengan

pemodelan gravitasi. Berdasarkan hasil pemodelan gravitasi

ditemukan adanya anomali Bouguer yang cukup tinggi di sepanjang

perairan Selatan Jawa. Anomali positif ini diinterpretasikan sebagai

adanya pembajian mantel pada kedalaman yang dangkal (~10 km)

atau yang dikenal sebagai shallow mantle wedge. Jika mantel ini

bersifat lemah untuk menghasilkan gesekan kuat, maka batas zona

seismogenik di wilayah daratan Jawa bergeser sekitar 80 kilometer

ke arah Selatan atau mendekati palung.

Page 147: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

115

Jika pemodelan ini benar, hal ini dapat menjelaskan alasan

region B1, B2, dan B3 pada penelitian ini sebagai region yang paling

sering dikunjungi (jumlah VPT dari ketiga region ini mencapai

59,9% untuk gempa subduksi ≥ 4). Sebab, zona seismogenik atau

zona coupling, yang merupakan region dengan aktivitas kegempaan

tertinggi di wilayah penelitian, bergeser ke arah cekungan busur

depan, yakni ke region B1, B2, dan B3. Dengan sempitnya zona

seismogenik di Selatan Jawa Timur (sekitar 30 – 40 km) ini, maka

gempa yang dihasilkan pada zona seismogenik akan bermagnitudo

kecil hingga sedang. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa energi yang

dilepaskan suatu gempa sebanding dengan ukuran dari zona rekahan.

Karenanya, gempa dengan ≥ 7 di wilayah Jawa Timur jarang

terjadi. Hal ini juga berpengaruh pada analisis rantai Markov untuk

kejadian gempa subduksi ≥ 6 secara spasial.

Penjelasan tentang kecenderungan akan terjadi gempa di

region 1 dan 2 daripada region 3 disebabkan aktivitas kegempaan

yang tinggi di kedua region tersebut. Hal ini dapat dijelaskan melalui

konsep pengaruh sudut penunjaman lempeng dengan aktivitas

kegempaan subduksi di suatu wilayah. Semakin landai sudut

penunjaman lempeng samudera, maka semakin besar kemungkinkan

lempeng samudera yang menunjam untuk berinteraksi dengan

lempeng benua di atasnya sehingga menghasilkan efek gesekan yang

besar di antara keduanya. Hal ini berakibat terakumulasinya

tegangan dan akan dilepaskan dalam bentuk gempa besar.

Sebaliknya, dengan semakin curam sudut penunjaman, maka efek

gesekan ini semakin kecil. Gempa yang dihasilkan juga tidak terlalu

besar magnitudonya.

Informasi mengenai umur lempeng samudera yang menunjam

pada busur Sunda menunjukkan bahwa semakin ke timur, maka

umur lempeng samudera yang dijumpai semakin tua. Akibatnya,

densitas lempeng samudera yang tua ini lebih besar daripada

lempeng samudera yang lebih muda. Densitas ini akan berpengaruh

pada efek apungan pada lempeng samudera yang tersubduksi.

Lempeng samudera yang lebih tua dan densitas lebih besar akan

menunjam dengan sudut penunjaman lebih besar daripada lempeng

samudera yang lebih muda dengan densitas lebih kecil.

Gambar 4.16 menunjukkan profil sayatan secara melintang

gempa subduksi di wilayah penelitian untuk region 1, 2, dan 3. Dari

Page 148: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

116

gambar tersebut terlihat jelas keberadaan zona Benioff Wadati yang

menunjukkan profil lempeng yang mengalami subduksi. Zona pada

kedalaman antara 250 hingga 500 km yang tidak dijumpai adanya

gempa yang dalam penelitian terdahulu dianggap sebagai daerah

kesenjangan gempa (Soehaimi, 2008) dan berasosiasi dengan

penipisan lempeng samudera yang menunjam (Widiyantoro dan Van

der Hilst, 1996) juga dapat diamati pada profil tersebut. Dapat dilihat

bahwa sudut penunjaman lempeng Indo-Australia di sepanjang

region 1 dan 2 lebih landai dibandingkan dengan region 3.

Karenanya, frekuensi kejadian gempa di region 1 dan 2 lebih tinggi

dibandingkan dengan region 3.

Gambar 4.16 Profil sayatan vertikal zona Benioff Wadati

berdasarkan distribusi fokus gempa di zona 1 (biru), 2 (merah), dan 3

(hijau)

4.3.4 Korelasi Analisis Rantai Markov Gempa Subduksi dan

Sesar Darat

Secara keseluruhan, untuk kasus gempa subduksi, transisi

yang terjadi antarregion di wilayah penelitian sangat dipengaruhi

oleh aktivitas kegempaan di lajur intraplate/cekungan busur depan,

khususnya di wilayah barat penelitian (region B1 dan B2). Region ini

0

100

200

300

400

500

600

700

800

-12 -10 -8 -6

Ked

ala

ma

n (

km

)

Lintang (o)

1

2

3

Page 149: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

117

merupakan region dengan aktivitas kegempaan tertinggi akibat

pelepasan tegangan yang telah terakumulasi melalui mekanisme

penunjaman lempeng. Sementara untuk kasus gempa sesar darat,

transisi yang terjadi di wilayah penelitian cenderung dipengaruhi

oleh aktivitas gempa di region c, khususnya di wilayah timur

penelitian (region 3c) yang memiliki laju regangan terbesar.

Hal ini sesuai dengan pemodelan kinematik hasil pengukuran

GPS yang dilakukan Koulali dkk. (2016) yang menunjukkan bahwa

pergerakan relatif lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia

semakin kecil ke arah Timur. Sebaliknya, gerak relatif di sepanjang

busur belakang meningkat dari Barat ke Timur. Analisis rantai

Markov secara spasial untuk wilayah Jawa Timur hingga Timor

dapat dilakukan untuk membuktikan hal ini.

4.4 Analisis Rantai Markov Magnitudo

Dalam melakukan analisis kejadian gempa bumi di wilayah

penelitian secara magnitudo dengan model rantai Markov, maka

digunakan seluruh data gempa bumi di wilayah Jawa Timur sejak

tahun 1973 – 2017 dengan batas minimum 4. Tercatat dalam

periode yang dianalisis terdapat 1.119 kejadian (1.118 transisi)

gempa bumi utama. Dalam analisis rantai Markov ini digunakan tiga

keadaan magnitudo, yaitu gempa dengan (M1),

(M2), dan ≥ 6 (M3).

Berdasarkan informasi dari Tabel 4.13, jumlah kejadian gempa

di wilayah penelitian di setiap rentang magnitudonya dari tertinggi

ke terendah secara berurutan adalah gempa dengan magnitudo M1,

M2, dan M3. Hal ini sesuai dengan relasi Gutenberg-Richter bahwa

jumlah kejadian gempa akan menurun secara logaritmik setiap

peningkatan magnitudo gempa.

Tabel 4.13 Distribusi frekuensi kejadian gempa untuk masing-

masing magnitudo

M1 M2 M3 Total

900 209 10 1.119

Matriks probabilitas dan frekuensi transisi yang merupakan

hasil analisis rantai Markov dapat dilihat pada Tabel 4.14.

Page 150: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

118

Tabel 4.14 Matriks frekuensi – probabilitas transisi, vektor

probabilitas tetap, dan nilai Chi Kuadrat untuk keadaan magnitudo

χ2 11,134

χ2cr(0,05;4) 9,490

Kesimpulan ditolak

Nilai Chi Kuadrat yang diperoleh dari proses perhitungan

sebesar 11,134. Nilai ini lebih besar daripada nilai Chi Kuadrat kritis

dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan 4. Karenanya,

untuk kejadian gempa dengan magnitudo tertentu di wilayah

penelitian juga akan disusul dengan gempa bermagnitudo tertentu

(bersifat tidak acak). Jika terjadi gempa dengan magnitudo M1, maka

82,4% gempa berikutnya yang terjadi akan memiliki magnitudo M1.

Hanya 10% kejadian berikutnya yang merupakan gempa dengan

dengan magnitudo M3. Sementara itu, untuk gempa yang

bermagnitudo M3, 70% gempa yang terjadi berikutnya adalah gempa

dengan magnitudo yang lebih kecil, yaitu M1. Dengan nilai

probabilitas transisi 0%, maka tidak ada gempa dengan M3 yang

terjadi setelah berikutnya terjadi gempa dengan M3.

Hal ini sesuai dengan konsep teori bingkas elastis. Semakin

besar magnitudo suatu gempa, maka semakin besar tegangan yang

perlu diakumulasikan sehingga mampu dilepaskan dalam bentuk

gempa. Dengan meninjau kembali siklus gempa, diperlukan waktu

yang lama untuk mengakumulasikan tegangan tersebut. Sebaliknya,

untuk gempa dengan magnitudo kecil hanya diperlukan tegangan

yang kecil untuk dilepas menjadi gempa. Akibatnya, gempa dengan

magnitudo kecil lebih sering terjadi dibandingkan dengan gempa

M1 M2 M3 VPT

M1 741 149 9

80,4 82,4 16,6 1,0

M2 152 56 1

18,7 72,7 26,8 0,5

M3 7 3 0

0,9 70,0 30,0 0,0

Page 151: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

119

dengan magnitudo besar. Dampak lebih jauh, setelah terjadi gempa

dengan magnitudo lebih besar, maka gempa berikutnya yang terjadi

adalah gempa dengan magnitudo yang lebih kecil.

Seperti yang disebutkan Patwardhan (1980) bahwa peluang

kejadian gempa besar di lokasi yang sama akan kecil sesaat setelah

terjadi gempa dengan ukuran (magnitudo) yang sama. Sebaliknya,

untuk wilayah yang sebelumnya belum pernah terjadi gempa besar,

maka peluang terjadi gempa besar di wilayah tersebut juga besar. Hal

ini disebabkan magnitudo gempa yang terjadi selanjutnya

dipengaruhi oleh jumlah tegangan yang diakumulasikan dan waktu

yang diperlukan untuk mengakumulasikan energi tersebut. Hal ini

berimplikasi bahwa dengan bertambahnya waktu, maka probabilitas

terjadinya gempa besar di wilayah yang sebelumnya belum

mengalami gempa besar juga semakin besar.

4.5 Analisis Rantai Markov Temporal

Matriks frekuensi dan probabilitas transisi dua keadaan (aktif

dan inaktif) untuk region A1 dapat dilihat pada Tabel 4.15 dan Tabel

4.16. Probabilitas transisi dinyatakan dalam satuan persen.

Tabel 4.15 Matriks frekuensi transisi keadaan periode aktif (1) dan

periode inaktif (0) region A1

0 1 Total

0 48 4 52

1 4 2 6

Tabel 4.16 Matriks probabilitas transisi keadaan periode aktif (1) dan

periode inaktif (0) region A1

0 1 Total

0 92,3 7,7 100

1 66,7 33,3 100

Nilai elemen matriks probabilitas transisi dari keadaan 0

menjadi 1 sebesar 0,077. Dari informasi ini maka dapat diperoleh

durasi rata-rata periode inaktif di region A1, yaitu 1/0,077 = 13

tahun. Sementara itu, nilai elemen matriks probabilitas transisi dari

keadaan 1 menjadi 0 sebesar 0,667 sehingga durasi rata-rata periode

Page 152: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

120

aktif di region A1 adalah 1/0,667 = 1,5 tahun. Dengan cara yang

sama, diperoleh matriks frekuensi dan probabilitas transisi dua

keadaan (aktif dan inaktif) untuk region lainnya yang dapat dilihat

pada Tabel 4.17 berikut.

Tabel 4.17 Matriks frekuensi dan probabilitas transisi keadaan

periode aktif (1) dan periode inaktif (0) region (a) A1, A2, A3; (b)

B1, B2, B3; (c) C1, C2, C3

(a)

A1 0 1 A2 0 1 A3 0 1

0 48 4

0 49 4

0 50 4

92,3 7,7 92,5 7,5 92,6 7,4

1 4 2

1 4 1

1 4 0

66,7 33,3 80,0 20,0 100 0

(b)

B1 0 1 B2 0 1 B3 0 1

0 24 16

0 28 12

0 35 10

60,0 40,0 70,0 30,0 77,8 22,2

1 16 2

1 12 6

1 10 3

88,9 11,1 66,7 33,3 76,9 23,1

(c)

C1 0 1 C2 0 1 C3 0 1

0 45 6

0 39 8

0 30 14

88,2 11,8 83,0 17,0 68,2 31,8

1 6 1

1 8 3

1 12 2

85,7 14,3 72,7 27,3 85,7 14,3

Durasi periode aktif maupun tidak aktif dari seluruh region di

wilayah penelitian dapat dikompilasikan dalam histogram yang

disajikan pada Gambar 4.17. Durasi rata-rata masing-masing periode

dinyatakan dalam satuan tahun.

Page 153: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

121

Gambar 4.17 Histogram yang menampilkan durasi rata-rata (tahun)

periode aktif dan inaktif untuk setiap region

Dapat disimpulkan bahwa region A1, A2, dan A3 memiliki

durasi rata-rata periode aktif yang relatif pendek sedangkan durasi

rata-rata periode inaktifnya cukup panjang, yakni mencapai lebih

dari 13 tahun. Region B1, B2, dan B3 memiliki durasi rata-rata

periode aktif yang lebih panjang (mencapai 1,5 tahun). Sementara

itu, durasi rata-rata inaktif dari region-region tersebut hanya berkisar

2,5 hingga 4,5 tahun. Region C1, C2, dan C3 memiliki durasi rata-

rata aktif dan inaktif yang bervariasi. Untuk region C1, yang dalam

analisis rantai Markov secara spasial dan penelitian lain disebut

sebagai daerah kesenjangan gempa, terlihat memiliki nilai durasi

rata-rata periode aktif yang singkat, yaitu 1,17 tahun dan durasi rata-

rata periode inaktif cukup lama, sekitar 8,5 tahun.

Hasil analisis rantai Markov secara temporal untuk

mengetahui durasi rata-rata periode inaktif dan aktif ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2016) sebelumnya

tentang kala ulang gempa 5 di wilayah Jawa Timur dengan

menggunakan distribusi Gutenberg-Richter dan model Poisson.

Menurut penelitian tersebut disebutkan bahwa daerah di sebelah

Utara Jawa memiliki rata-rata kala ulang gempa M ≥ 5 sekitar 1,4

tahun. Daerah tersebut dalam penelitian ini mencakup region A1, A2,

dan A3 yang memiliki durasi rata-rata periode inaktif yang lama,

yaitu berkisar 13 hingga 13,25 tahun. Periode inaktif suatu region

0

2

4

6

8

10

12

14

16

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3

Du

rasi

(ta

hu

n)

Aktif

Inaktif

Page 154: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

122

dapat diasumsikan sebagai keadaan suatu region sedang

mengakumulasikan tegangan untuk dilepaskan saat memasuki

periode aktif dalam bentuk gempa.

Lebih lanjut, dari penelitian Amalia (2016) juga dihasilkan

kala ulang yang relatif singkat untuk kejadian gempa ≥ 5 di

wilayah Selatan Jawa Timur, yakni 0,3 tahun. Wilayah Selatan Jawa

Timur dalam penelitian ini meliputi region B dan C yang durasi rata-

rata periode inaktifnya berkisar antara 2,5 tahun hingga 8,5 tahun.

Selain disebabkan perbedaan pemodelan yang digunakan, adanya

perbedaan perolehan angka kala ulang ini disebabkan gempa yang

dianalisis dalam penelitian ini adalah gempa dengan batasan ≥ 5

dan kedalaman kurang dari 70 km. Namun, secara umum penelitian

ini juga menunjukkan pola yang serupa bahwa daerah Selatan Jawa

Timur memiliki durasi rata-rata periode inaktif yang lebih singkat

daripada Jawa Timur bagian Utara. Hal ini disebabkan tingginya

aktivitas kegempaan di wilayah Selatan Jawa Timur akibat

keberadaan zona subduksi.

4.6 Prediksi Kejadian Gempa di Jawa Timur

4.6.1 Prediksi Kejadian Gempa Secara Spasial di Jawa Timur

Setelah gempa bumi terjadi di suatu wilayah, permasalahan

utama yang umum muncul dalam melakukan analisis kejadian gempa

bumi adalah mengenai lokasi kejadian gempa bumi berikutnya. Hal

ini dapat diperkirakan dengan menggunakan analisis rantai Markov

secara spasial. Sebagai contoh menarik adalah kejadian gempa

subduksi dengan ≥ 5 di wilayah Jawa Timur. Umumnya, gempa

subduksi dengan magnitudo ini dapat dirasakan getarannya apabila

kedalaman lokasi fokusnya relatif dangkal. Selain itu, dari uji

hipotesis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat

keterkaitan secara spasial antara kejadian gempa subduksi ≥ 5

dengan kejadian gempa serupa selanjutnya.

Data katalog yang digunakan dalam analisis rantai Markov

untuk gempa subduksi ≥ 5 merupakan data gempa subduksi di

wilayah Jawa Timur dalam rentang tanggal 1 Januari 1960 hingga 27

April 2017. Gempa subduksi dengan ≥ 5 yang terakhir terdapat

dalam katalog tersebut adalah gempa pada tanggal 16 Maret 2017

( 5,5) di region C3. Berdasarkan diagram transisi yang telah

Page 155: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

123

dibuat, maka region yang memiliki probabilitas terbesar akan terjadi

gempa berikutnya (jika sebelumnya terjadi gempa di region C3)

adalah region C3 itu sendiri dengan probabilitas transisi sebesar

28,57%. Artinya, akan terjadi proses reaktivasi di region C3. Namun,

kenyataannya gempa berikutnya terjadi di region B1, yakni pada

tanggal 29 April 2017 ( 5,7) (lihat Gambar 4.18).

Apabila ditinjau ulang, region B1 adalah region dengan

probabilitas transisi terbesar kedua (19,05%) jika sebelumnya terjadi

gempa di region C3. Hal ini memunculkan kemungkinan bahwa

reaktivasi masih berlangsung tetapi dalam tahap reaktivasi tersebut

disela oleh kejadian gempa di region B1. Setelah terjadi gempa di

region B1, maka probabilitas terbesar akan terjadi gempa di region

B1 kembali, yakni sebesar 29,17%. Hal ini dikonfirmasi dengan

terjadinya gempa pada tanggal 24 Mei 2017 ( 5,4) dengan pusat

gempa pada 8,946o LS dan 111,977

o BT serta kedalaman fokus 73,79

km. Berdasarkan batas region yang telah disepakati, gempa pada

tanggal 24 Mei 2017 ini terjadi pada region B1.

Dengan informasi bahwa telah terjadi gempa di B1, maka

probabilitas terbesar gempa berikutnya akan terjadi di region B1.

Akan tetapi, peluang lebih besar akan terjadi gempa di region lain

karena kejadian gempa tidak akan terjadi secara berulang dalam

waktu yang relatif singkat di region yang sama. Karenanya, kejadian

gempa berikutnya akan terjadi di region B2 dengan probabilitas

terbesar kedua, yaitu sebesar 22,92%. Terlebih berdasarkan analisis

rantai Markov secara temporal yang telah dibuat menunjukkan

bahwa probabilitas transisi keadaan dari periode inaktif menjadi aktif

di region B2 cukup besar, yaitu 30%.

Terakhir kali region B2 tercatat dalam keadaan aktif adalah

tahun 2015. Sementara itu, untuk kejadian gempa dengan ≥ 5

(tanpa memasukkan syarat batas kedalaman) di region B2 terakhir

kali terjadi pada tanggal 16 November 2016 ( 5,7) dengan

kedalaman 85 km. Artinya, sejak November 2016 hingga Mei 2017

masih belum terjadi gempa dengan ≥ 5 di region ini. Hal ini

didukung dengan hasil penelitian Amalia (2016) bahwa region ini

memiliki kala ulang gempa ≥ 5 sekitar 5 hingga 7 bulan.

Page 156: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

124

Gambar 4.18 Transisi kejadian gempa subduksi untuk M ≥ 5 di

wilayah penelitian pada tahun 2017. Tanda panah merah putus-putus

merupakan perkiraan transisi kejadian gempa yang akan terjadi

berikutnya. Tanda lingkaran merupakan lokasi episenter gempa.

Warna merah pada lingkaran menunjukkan kedalaman fokus dangkal

dan warna kuning menunjukkan kedalaman fokus intermediet.

Kasus gempa sesar darat dengan ≥ 3 terakhir kali terjadi

pada tanggal 8 April 2017 ( 3,9) di region 2c. Dengan asumsi

probabilitas transisi yang konstan di sepanjang waktu, maka

kemungkinan besar gempa sesar darat berikutnya terjadi di region 3c

dengan probabilitas sebesar 60%. Hal ini kemungkinan besar terjadi

karena dari pantauan GPS (Koulali dkk., 2016) menunjukkan bahwa

arah peregangan dan deformasi terbesar di wilayah darat penelitian

16/3/2017

29/4/2017

24/5/2017

A1 A2 A3

B1

a

B2 B3

C1 C2

C3

Page 157: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

125

adalah di wilayah Bali bagian Barat (region 3c). Gempa akibat sesar

aktif sering terjadi di wilayah ini sehingga mempengaruhi transisi

kejadian gempa secara spasial di wilayah penelitian. Terakhir kali

terjadi gempa di region ini pada tanggal 27 Juli 2016.

Gambar 4.19 Transisi kejadian gempa sesar darat untuk M ≥ 3 di

wilayah penelitian sejak tahun 2016. Tanda panah merah putus-putus

merupakan perkiraan transisi kejadian gempa yang akan terjadi

berikutnya. Tanda lingkaran merupakan lokasi episenter gempa.

Berdasarkan peta yang terdapat pada Gambar 4.19, sejak

terjadi gempa di region 3c pada tanggal 27 Juli 2016, kejadian gempa

secara berurutan bertransisi ke region 1b (4 November 2016), 1c (10

Desember 2016), 2b (20 Februari 2017), sebelum akhirnya ke region

2c (8 April 2017). Apabila dibandingkan dengan probabilitas transisi

3b 2b 1b

1c 2c 3c

10/12/2016

1a 2a 3a

4/11/2016

27/7/2016

8/4/2017

20/2/2017

Page 158: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

126

untuk gempa sesar darat ≥ 3, transisi kejadian gempa dari region

3c ke 1b mencapai 23,81% (transisi tertinggi kedua dari region 3c),

dari region 1b ke 1c mencapai 28,57% (transisi tertinggi dari region

1b selain transisi ke region 2c dan 3c), dan dari 1c ke 2b sebesar

6,67% (transisi tertinggi keempat dari region 1c). Sementara itu,

transisi dari region 2b ke 2c mencapai 16,70% yang merupakan

transisi tertinggi kedua dari region 2b.

4.6.2 Prediksi Kejadian Gempa Secara Temporal di Jawa

Timur

Selanjutnya, berdasarkan nilai matriks probabilitas transisi

dalam rantai Markov secara temporal dilakukan prediksi setiap

region di wilayah penelitian akan memasuki periode aktif pada tahun

2017. Dari katalog gempa tercatat bahwa di sepanjang tahun 2016

hanya region B1 yang berada dalam periode aktif. Region lain di

wilayah penelitian selama tahun 2016 berada dalam periode inaktif.

Data mengenai tahun terakhir berada dalam periode aktif dan

probabilitas transisi dari keadaan 0 menjadi 1 ( ) di setiap region

dapat diringkas dalam Tabel 4.18.

Tabel 4.18 Tahun terakhir aktif dan probabilitas transisi dari keadaan

inaktif menjadi aktif untuk masing-masing region

Region Tahun Terakhir

Aktif (%)

A1 1992 7,69

A2 2004 7,55

A3 2003 7,41

B1 2016 40,00

B2 2015 30,00

B3 2014 22,22

C1 2015 11,76

C2 2014 17,02

C3 2013 31,82

Dengan asumsi bahwa seluruh region berada dalam keadaan

inaktif pada tahun 2016 dan probabilitas transisi bersifat konstan,

maka region dengan probabilitas terbesar hingga terkecil akan

memasuki periode aktif pada tahun 2017 adalah region B1, C3, B2,

Page 159: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

127

B3, C2, C1, A1, A2, dan A3. Sebagai catatan, berhubung region B1

sudah dalam keadaan aktif pada tahun 2016, maka probabilitas

region B1 akan kembali aktif pada tahun 2017 ( ) adalah 88,89%.

Dalam periode Januari – Mei 2017 diketahui bahwa gempa dengan

≥ 5 dan kedalaman dangkal kurang dari 70 km telah terjadi dua

kali di wilayah penelitian. Gempa pertama adalah gempa pada

tanggal 16 Maret 2017 dengan 5,5 dan kedalaman 10 km yang

episenternya berada pada 11,539o LS, 114,574

o BT. Gempa ini

terjadi di region C3. Gempa kedua terjadi pada tanggal 29 April 2017

dengan 5,6, kedalaman 10 km, dan koordinat episenter 9,662o

LS, 111,845o BT. Gempa ini terjadi di region B1.

Dari korelasi antara hasil analisis ini dengan data gempa

selama tahun 2017 disimpulkan bahwa region yang telah memasuki

periode aktif pada tahun 2017 adalah region dengan probabilitas

transisi dari keadaan inaktif menjadi aktif lebih besar daripada 30%.

Region yang berpeluang besar akan memasuki periode aktif di tahun

2017 selanjutnya adalah region B2 dengan probabilitas 30%. Region

ini masih dalam keadaan inaktif sejak tahun 2015.

Prediksi kejadian gempa di suatu wilayah dengan tingkat

kegempaan tinggi memang menarik. Namun, ada beberapa tantangan

yang dihadapi dalam melakukan prediksi ini. Menurut Keilis-Borok

dkk. (2001) bahwa litosfer merupakan suatu sistem yang bersifat

nonlinier dengan ketidakstabilan dan chaos. Oleh sebab itu,

sebagaimana halnya dengan analisis perkiraan kejadian gempa

dengan model lainnya, perlu dilakukan penyelidikan dalam skala

yang lebih luas, baik dari segi luas wilayah maupun rentang waktu

penelitian untuk memahami karakter kejadian gempa bumi di

wilayah Jawa Timur dengan lebih baik. Penelitian ini masih

merupakan tahap pendahuluan dan masih terbuka untuk dilakukan

analisis dengan pendekatan lain.

Page 160: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

128

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 161: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

129

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis kejadian gempa bumi di wilayah Jawa

Timur dalam periode 1960 – 2017 dengan model rantai Markov

diperoleh kesimpulan:

1. Secara spasial, kejadian gempa subduksi 4 dan 5

dan gempa sesar darat 3 di wilayah penelitian bersifat

tidak acak, tetapi menunjukkan adanya kecenderungan

terjadi gempa di suatu region yang akan diikuti dengan

kejadian gempa di region tertentu (strong first order

Markov). Gempa subduksi 4 dan 5 yang terjadi di

region yang diteliti akan disusul dengan kejadian gempa

serupa di region B1 dan B2 sedangkan gempa sesar darat di

wilayah penelitian akan disusul dengan kejadian gempa

serupa di region 3c. Kejadian gempa subduksi dengan 6

dan gempa sesar darat dengan 4 dan 5 secara

spasial terlihat acak. Hal ini lebih disebabkan gempa-gempa

tersebut jarang terjadi di wilayah penelitian dan rantai

Markov relatif sensitif terhadap jumlah data yang tersedia.

2. Secara magnitudo, probabilitas terbesar kejadian gempa

dengan magnitudo M1 akan disusul dengan kejadian dengan

magnitudo M1 (82,4%). Untuk gempa dengan magnitudo

M3, maka akan disusul dengan kejadian gempa magnitudo

M1 sebanyak 70% dan tidak ada yang disusul dengan

kejadian dengan gempa magnitudo M3.

3. Secara temporal, durasi rata-rata periode aktif di wilayah

penelitian bervariasi dari 1 – 1,5 tahun sedangkan durasi

rata-rata periode inaktif berkisar 2,5 – 13,5 tahun. Region

dengan durasi rata-rata periode inaktif terbesar adalah A1,

A2, dan A3 (13 – 13,5 tahun) sedangkan region dengan

durasi rata-rata periode inaktif terkecil adalah region B1, B2,

dan B3 (2,5 – 4,5 tahun).

4. Secara spasial, untuk kejadian gempa sesar darat 3,

probabilitas terbesar akan terjadi pada region 3c (60%)

sedangkan untuk kejadian gempa subduksi ,

probabilitas terbesar akan terjadi pada region B1 (29,17%)

Page 162: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

130

dan B2 (22,92%). Secara temporal, region yang memiliki

probabilitas terbesar akan memasuki periode aktif di tahun

2017 adalah region B1 (40,00%), C3 (31,82%), dan B2

(30,00%).

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dalam

penelitian selanjutnya disarankan untuk dilakukan:

1. Penambahan data gempa 5 dan 6 di wilayah

penelitian dalam periode yang lebih lama (hingga awal tahun

1900-an) dari katalog gempa lain, misalnya katalog gempa

Engdahl, BMKG, NOAA, dan lain-lain.

2. Pembagian region di wilayah penelitian berdasarkan

informasi geologi maupun parameter kegempaan lainnya.

3. Relokasi episenter dan hiposenter gempa di wilayah

penelitian. Berdasarkan data lokasi gempa yang didapatkan,

masih menunjukkan nilai eror horisontal dan kedalaman

yang relatif besar.

4. Perluasan wilayah penelitian untuk mendapatkan

kemungkinan adanya interaksi dengan wilayah lain yang

mempengaruhi kejadian gempa di wilayah penelitian saat ini.

Page 163: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

131

DAFTAR PUSTAKA

Abercrombie, R.E., M. Antolik, K. Felzer, dan G. Ekström. 2001.

The 1994 Java Tsunami Earthquake: Slip Over a Subducting

Seamount. Journal of Geophysical Research, 106(B4):6595-

6607.

Afnimar. 2009. Seismologi. Bandung: Penerbit ITB.

Altinok, Y. dan D. Kolcak. 1999. An Application of the Semi-

Markov Model for Earthquake Occurrences in North Anatolia,

Turkey. Journal of the Balkan Geophysical Society, 2(4):90-

99.

Amalia, R. 2016. Studi Variasi Spasial dan Temporal Seismotektonik

Jawa Timur, Malang: Skripsi Jurusan Fisika, FMIPA,

Universitas Brawijaya.

Andersson, S. 2015. b-Value Variations Preceding the Devastating,

1999 Earthquake, near Izmit, Turkey, Uppsala: Dissertation

Uppsala Universitet.

Badan Pusat Statistik. 2015. Badan Pusat Statistik.

https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1274

Tanggal akses: 27 Maret 2017.

Bağci, G. 1996. Earthquake Occurrence in Western Anatolia by

Markov Model. Jeofizik, Volume 10:67-75.

Barbu, V.S. dan N. Limnios. 2008. Semi-Markov Chains and Hidden

Semi-Markov Models Toward Applications Their Use in

Reliability and DNA Analysis. 9th ed. New York: Springer.

Benjamin, J.R. dan C.A. Cornell. 1970. Probability, Statistics, and

Decision for Civil Engineers. 1st ed. New York: McGraw-Hill

Book Company.

Bilek, S.L. 2007. Influence of subducting topography on earthquake

rupture. The Seismogenic Zone of Subduction Thrust

Faults:123-146.

Blum, E.K. dan S.V. Lototsky. 2006. Mathematics of Physics and

Engineering. Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte.

Ltd.

Bolt, B.A. 1978. Earthquakes A Primer. San Fransisco: W. H.

Freeman & Company.

Carlson, D.H., C.C. Plummer dan T.L.D. McGeary. 2008. Physical

Geology: Earth Revealed. 7th ed. New York: Mc Graw Hill.

Page 164: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

132

Cavers, M. dan K. Vasudevan. 2014. Spatio-Temporal Complex

Markov Chain (SCMC) Model Using Directed Graphs:

Earthquake Sequencing. Pure Applied Geophysics, Volume

172:225-241.

Cox, D.R. dan H.D. Miller. 1994. The Theory of Stochastic

Processes. 1st ed. London: Chapman & Hall.

Darman, H. dan F.H. Sidi. 2000. An Outline of The Geology of

Indonesia. Jakarta: Ikatan Ahli Geologi Indonesia.

Davis, G.H. dan S.J. Reynolds. 1996. Structural Geology of Rocks

and Regions. 2nd ed. New York: John Wiley & Sons.

Davis, J.C. 1986. Statistics and Data Analysis in Geology. 2nd ed.

Toronto: John Wiley & Sons.

Djarwanto. 2011. Statistik Nonparametrik. 4th ed. Yogyakarta:

BPFE Yogyakarta.

Doğaner, A. dan S. Çalik. 2013. Estimates of Earthquake with

Markov Models in East Anatolian Fault Zone. Turkish Journal

of Science dan Technology, 8(1):55-61.

Fowler, C.M.R. 2005. The Solid Earth An Introduction to Global

Geophysics. 2nd ed. Cambridge: Cambridge University Press.

Gardner, J.K. dan L. Knopoff. 1974. Is the Sequence of Earthquakes

in Southern California, with Aftershocks Removed,

Poissonian?. Bulletin of the Seismological Society of America,

64(5):1363-1367.

Ghose, R. dan K. Oike. 1988. Characteristics of Seismicity

Distribution along the Sunda Arc: Some New Observations.

Bulletin Disaster Kyoto University, 38(332):29-48.

Grevemeyer, I. dan V.M. Tiwari. 2006. Overriding Plate Controls

Spatial Distribution of Megathrust Earthquakes in the Sunda-

Andaman Subduction Zone. Earth and Planetary Science

Letters Elsevier, Volume 251:199-208.

Grotzinger, J.P. dan T.H. Jordan. 2014. Understanding Earth. 7th ed.

New York: W. H. Freeman & Company.

Hall, R., B. Clements, H.R. Smyth, dan M.A. Cottam. 2007. A New

Interpretation of Java's Structure. Jakarta, Indonesian

Petroleum Association.

Handayani, L. 2010. Thermal Structure of Subducting Slab along the

Java Arc and Its Significance to the Volcanoes Distribution.

ITB Journal Science, 42(2):127-134.

Page 165: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

133

Hanifa, N.R. 2014. Interplate Earthquake Potential off Western

Java, Indonesia, based on GPS data, Nagoya: Dissertation

Doctor of Science Graduate School of Environment Studies

Nagoya University.

Hayes, B. 2013. First Links in the Markov Chain. American

Scientist, March-April, Volume 101:92-97.

Hays, W.W. 1980. Procedures for Estimating Earthquake Ground

Motions. Washington: United States Government Printing

Office.

Helen, S., R. Hall, J. Hamilton dan P. Kinny. 2005. East Java:

Cenozoic Basins, Volcanoes and Ancient Basement. Jakarta,

Indonesian Petroleum Association.

Horspool, N., I. Pranantyo, J. Griffin, H. Latief, D.H. Natawidjaja,

W. Kongko, A. Cipta, B. Bustaman, S.D. Anugrah dan H.K.

Thio. 2014. A Probabilistic Tsunami Hazard Assessment for

Indonesia. National Hazard Earth System Science, Volume

14:3105-3122.

Husein, S. dan M. Nukman. 2015. Rekonstruksi Tektonik

Mikrokontinen Pegunungan Selatan Jawa Timur: Sebuah

Hipotesis Berdasarkan Analisis Kemagnetan Purba.

Yogyakarta, Seminar Nasional Kebumian Ke-8 Academian-

Industry Linkage.

IAGI. 2010. Sandi Stratigrafi Indonesia Edisi 1996. Jakarta: IAGI.

Ibe, O. C. 2009. Markov Processes for Stochastic Modeling. 1st ed.

London: Elsevier Inc..

Irsyam, M., I W. Sengara, F. Aldiamar, S. Widiyantoro, W. Triyoso,

D.H. Natawidjaja, E. Kertapati, I. Meilano, Suhardjono, M.

Asrurifak dan M. Ridwan. 2010. Ringkasan Hasil Studi Tim

Revisi Peta Gempa Indonesia 2010, Bandung: Tim Revisi Peta

Gempa Indonesia 2010.

Ismawadi. 2017. Kota-kota Besar Dilintasi Sesar Besar. Kompas, 26

Mei:14.

Kagan, Y.Y. dan D.D. Jackson. 1991. Seismic Gap Hypothesis: Ten

Years After. Journal of Geophysical Research, 96(B13):419-

431.

Kalan, T., P. Lunt. dan D. Schiller. 1996. IPA Field Trip to Eastern

Java, Jakarta: Indonesian Petroleum Association.

Page 166: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

134

Kanamori, H. 1994. Mechanics of Earthquakes. Annual Revision

Earth Planet Science, Volume 22:207-237.

Kanamori, H. dan E.E. Brodsky. 2001. The Physics of Earthquakes.

American Institutes of Physics, June:34-40.

Kayal, J.R. 2008. Microearthquake Seismology and Seismotectonics

of South Asia. New Delhi: Springer.

Kearey, P. dan M. Brooks. 1984. An Introduction to Geophysical

Exploration. 1st ed. Oxford: Blackwell Scientific Publication.

Keilis-Borok, V., A. Ismail-Zadeh, V. Kossobokov dan P. Shebalin.

2001. Non-linear Dynamics of the Lithosphere and

Intermediate-term Earthquake Prediction. Tectonophysics

Elsevier, Volume 338:247-260.

Kennet, B. dan H.P. Bunge. 2008. Geophysical Continua. 1st ed.

New York: Cambridge University Press.

Kertapati, E.K. 2006. Aktivitas Gempabumi di Indonesia: Perspektif

Regional pada Karakteristik Gempabumi Merusak. Bandung:

Pusat Survei Geologi.

Koulali, A., S. McClusky, S. Susilo, Y. Leonard, P. Cummins, P.

Tregoning, I. Meilano, J. Efendi dan A.B. Wijanarto. 2016.

The Kinematics of Crustal Deformation in Java from GPS

Observations: Implications for Fault Slip Partitioning.

Elsevier, Issue http://dx.doi.org/10.1016/j.epsl.2016.10.039:1-

11.

Koulali, A., S. Susilo, S. McClusky, I. Meilano, P. Cummins, P.

Tregoning, G. Lister, J. Efendi dan M.A. Syafi’i. 2016. Crustal

Strain Partitioning and the Associated Earthquake Hazard in

the Eastern Sunda-Banda Arc. Geophysical Letter, Volume

10.1002/2016GL067941: 1943-1949.

Kulkarni, V.G. 2017. Modeling and Analysis of Stochastic System.

3rd ed. Boca Raton: CRC Press.

Kusumobroto, B.P. 2010. Rantai Markov dan Aplikasinya Sebagai

Bagian dari Ilmu Probabilitas. Bandung, Sekolah Teknik

Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung.

Lay, T. dan T.C. Wallace. 1995. Modern Global Seismology. San

Diego: Academic Press.

Lay, T. dan S. Bilek. 2007. Anomalous earthquake ruptures at

shallow depths on subduction megathrust. The Seismogenic

Zone of Subduction Thrust Faults:476-511.

Page 167: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

135

Lee, W.H.K., H. Kanamori, P.J. Jennings, dan C. Kisslinger. 2002.

International Handbook of Earthquake and Engineering. 1st

ed. s.l.:AP.

Lillie, R. J. 1999. Whole Earth Geophysics: An Introductory

Textbook for Geologists and Geophysicists. New Jersey:

Prentice - Hall Inc..

Limantara, L.M. dan W. Soetopo. 2009. Statistika Terapan untuk

Teknik Pengairan. 1st ed. Malang: CV Citra Malang.

Limnios, N. dan G. Oprisan. 2001. Semi-Markov Processes and

Reliability. 1st ed. Boston: Springer Science & Business

Media.

Lowrie, W. 2007. Fundamental of Geophysics. 2nd ed. New York:

Cambridge University Press.

Lutgens, F.K., E.J. Tarbuck dan D. Tasa. 2012. Essentials of

Geology. 1th ed. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

McCalpin, J.P. 2009. Paleoseismology. 2nd ed. San Diego:

Academic Press.

McClave, J.T. dan T. Sincich. 2000. Statistics. 8th ed. New Jersey:

Prentice dan Hall.

Mohita, N. 2016. Your Article Library, Earthquakes Prediction: 9

Methods to Predict Earthquake.

http://www.yourarticlelibrary.com/earthquake/earthquakes-

prediction-9-methods-to-predict-earthquake/13915/ Tanggal

akses: 5 April 2017.

Mostafei, H. dan S. Kordnoori. 2013. The Application of the semi-

Markov Model in Predicting the Earthquake Occurrence in

Alborz Fault Region, Northern Iran. Earth Science India,

6(4):147-159.

Mussett, A.E. dan M.A. Khan. 2000. Looking Into the Earth:

Introduction to Geological Geophysics. Cambridge:

Cambridge University Press.

Nava, F.A., H. Claudia, J. Frez dan E. Glowacka. 2005. Seismic

Hazard Evaluation Using Markov Chains: Application to the

Japan Area. Pure and Applied Geophysics, Volume 162:1347-

1366.

Nawangsari, S., F.M. Iklima dan E.P. Wibowo. 2014. Konsep

Markov Chains untuk Menyelesaikan Prediksi Bencana Alam

di Wilayah Indonesia dengan Studi Kasus Kotamadya Jakarta

Page 168: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

136

Utara, Depok: Jurusan Teknik Informatika Universitas

Gunadarma.

Newcomb, K.R. dan W.R. McCann. 1987. Seismic History and

Seismotectonics of the Sunda Arc. Journal of Geophysical

Research, 92(B1):421-439.

Nguyen, N., J. Griffin, A. Cipta dan P.R. Cummins. 2015.

Indonesia's Historical Earthquakes: Modelled examples for

improving the national hazard map. Canberra: Geoscience

Australia.

Okal, E.A. 2012. The South of Java Earthquake of 1921 September

11: a Negative Search for a Large Interplate Thrust Event at

the Java Trench. Geophysics Journal International, Issue

190:1657-1672.

Orfanogiannaki, K., D. Karlis dan G.A. Papadopoulos. 2014.

Identification of Temporal Pattern in the Seismicity of

Sumatra Using Poisson Hidden Markov Models. Research in

Geophysics, 4(4969):1-6.

Pakpahan, S., D. Ngadmanto, Masturyono, S. Rohadi, Rasmid, H.S.

Widodo dan P. Susilanto. 2015. Analisis Kegempaan di Zona

Sesar Palu Koro, Sulawesi Tengah. Jurnal Lingkungan dan

Bencana Geologi, 6(3):253-264.

Papoulis, A. 1992. Probabilitas, Variabel Random, dan Proses

Stokastik. 2nd ed. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Parsons, T. 2002. Global Omori Law Decay of Triggered

Earthquakes: Large Aftershocks Outside the Classical

Aftershock Zone. Journal of Geophysical Research, Volume

107:900-920.

Patwardhan, A.S. 1980. A Semi-Markov Model for Characterizing

Recurrence of Great Earthquakes. Bulletin of Seismological

Society of America, 70(1):323-347.

Polimenakos, I.C. 1995. Shallow Seismicity in the Area of Greece:

Its Character as Seen by Means of A Stochastic Model.

Nonlinear Processes in Geophysics, Volume 2:136-146.

Prasetya, G.S., W.P. De Lange dan T.R. Healy. 2001. The Makassar

Strait Tsunamigenic Region, Indonesia. Natural Hazards,

Volume 24:295-307.

Page 169: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

137

Puspita, A., A.D. Nugraha dan T.N. Puspito. 2014. Earthquake

Hypocenter Relocation Using Double Difference Method in

East Java and Surrounding Areas. Bandung, AIP Publishing.

Putra, S.P. 2007. Sekuen Pengendapan Sedimen Miosen Tengah

Kawasan Selat Madura. Jurnal Riset Geologi dan

Pertambangan, 17(1):20 - 36.

Ragan, D.M. 2009. Structural Geology An Introduction to

Geometrical Techniques. 4th ed. Cambridge: Cambridge

University Press.

Reasenberg, P. 1985. Second-order moment of central California

seismicity, 1969-1982. Journal of Geophysical research,

90(87):5479-5495.

Rodriguez, M.C. dan C.S. Oliveira. 2016. Using Spatial Markovian

Chain for the Statistical Analysis of Seismic Occurrences in

the Azores Region. Vienna, Natural Hazards and Earth System

Sciences.

Rozak, A. 2012. Pengantar Statistika. Malang: Intimedia.

Sabrina, U.E. 2016. Pola Subduksi Daerah Jawa Timur dengan

Metode Segmen Irisan Vertikal dan Seismisitas Lateral,

Malang: Skripsi Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas

Brawijaya.

Sadeghian, R., G.R. Jalali-Naini, J. Sadjadi dan N.H. Fard. 2008.

Applying Semi-Markov Models for Forecasting the Triple

Dimension of Next Earthquakes Occurrences: with Case Study

in Iran Area. International Journal of Industrial Engineering

dan Production Research, 19(4):57-67.

Scholz, C.H. 2002. The Mechanics of Earthquakes and Faulting. 2nd

ed. Cambridge: Cambridge University Press.

Shearer, P.M. 2009. Introduction to Seismology. 2nd ed. New York:

Cambridge University Press.

Sheriff, R.E. dan L.P. Geldart. 1995. Exploration Seismology. 2nd

ed. New York: Cambridge University Press.

Shulgin, A., H. Kopp, C. Mueller, L. Planert, E. Lueschen, E.R.

Flueh dan Y. Djajadihardja. 2011. Structural Architecture of

Oceanic Plateau Subduction Offshore Eastern Java and The

Potential Implications for Geohazards. Geophysics Journal

International, Volume 184:12-28.

Page 170: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

138

Simandjuntak, T.O. dan A.J. Barber. 1996. Contrasting Tectonic

Styles in the Neogene Orogenic Belt of Indonesia. Tectonic

Evolution of Southeast Asia, Issue 106:185-201.

Smyth, H., R. Hall, J. Hamilton dan P. Kinny. 2003. Volcanic Origin

of Quartz-Rich Sediments in East Java. Jakarta, Indonesian

Petroleum Association.

Smyth, H., R. Hall, J. Hamilton dan P. Kinny. 2005. East Java:

Cenozoic Basins, Volcanoes and Ancient Basement. Jakarta,

Indonesian Petroleum Association.

Soehaimi, A. 2008. Seismotektonik dan Potensi Kegempaan Wilayah

Jawa. Jurnal Geologi Indonesia, 3(4):227-240.

STATEXT. 2016. Statistical Table.

http://www.statext.com/table.php#ChiSqValueFromRight

Tanggal akses: 20 April 2017.

Stein, S. dan M. Wysession. 2003. An Introduction to Seismology,

Earthquakes, and Earth Structure. 1st ed. Oxford: Blackwell

Publishing.

Stern, R. J. 2002. Subduction Zones. American Geophysical Union,

40(2):1012-1054.

Sulaeman, C. dan A. Cipta. 2012. Model Intensitas Gempa Bumi di

Maluku Utara. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi,

3(2):79-88.

Susilohadi. 1995. Late Tertiary and Quarternary Geology of the East

Java Basin, Indonesia., Wollongong: Doctor of Phylosophy

Thesis, School of Geosciences, University Wollongong.

Takeuchi, H., S. Uyeda dan H. Kanamori. 1969. Debate About the

Earth: Approach to Geophysics through Analysis of

Continental Drift. San Fransisco: Freeman, Cooper &

Company.

Tatsumi, Y. 2005. The subduction factory: How it operates in the

evolving Earth. GSA Today, 15(7):4-10.

Taylor, H.M. dan S. Karlin. 1998. An Introduction to Stochastic

Modeling. 3rd ed. San Diego: Academic Press.

Thompson, G.T. dan J. Turk. 1998. Introduction to Physical

Geology. Massachusetts: Broooks Cole.

Tipler, P.A. dan G. Mosca. 2008. Physics For Scientists and

Engineers. 6th ed. New York: W. H. Freeman and Company.

Trueit, T.S. 2003. Earthquake. Toronto: Watt's Library.

Page 171: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

139

Tsapanos, T.M. dan A.A. Papadopoulou. 1999. A Discrete Markov

Model for Earthquake Occurrences in Southern Alaska and

Aleutian Islands. Journal of the Balkan Geophysical Society,

2(3):75-83.

Turcotte, D.L. dan G. Schubert. 2002. Geodynamics. 2nd ed.

Cambridge: Cambridge University Press.

Ünal, S. dan S. Çelebioğlu. 2011. A Markov Chain Modelling of the

Earthquakes Occuring in Turkey. Gazi University Journal of

Science, 24(2):263-274.

USGS. 2016. USGS Glossary.

https://earthquake.usgs.gov/learn/glossary/?term=seismic%20

gap

Tanggal akses: 5 April 2017.

USGS. 2017. USGS: Search Earthquake Catalog.

https://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/

Tanggal akses: 27 April 2017.

Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia Vol IA:

General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelago.

Hague: Geovernment Printing Office.

Van Stiphout, T., J. Zhuang dan D. Marsan. 2012. Seismicity

Declustering, Community Online Resource for Statistical

Seismicity Analyisis.

http://www.corssa.org/export/sites/corssa/.galleries/articles-

pdf/vanStiphout_et_al.pdf

Tanggal akses: 3 April 2017.

Verstappen, H.T. 2010. Indonesian Landforms and Plate Tectonics.

Jurnal Geologi Indonesia, 5(3):197-207.

Votsi, I., G. Tsaklidis, N. Limnios, E. Papadimitriou dan F.

Vallianatos. 2013. A Markov Model for Seismic Hazard

Analysis Along the Hellenic Subduction Zone (Greece).

Bulletin of the Geological Society of Greece, Volume

XLVII:1376-1385.

Widiyantoro, S. dan R. Van der Hilst. 1996. Structure and Evolution

of Lithospheric Slab Beneath the Sunda Arc, Indonesia.

Science, 15 March:1566-1570.

Wyss M., S. Wiemer dan R. Zuniga. 2011. ZMAP – A Tool for

Analyses of Seismicity Patterns, Version 6,0. ETH Zürich.

Page 172: ANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR 2017 ...repository.ub.ac.id/8705/1/Farizky Hisyam.pdfANALISIS KEJADIAN GEMPA BUMI DI JAWA TIMUR TAHUN 1960 – 2017 DENGAN MODEL RANTAI MARKOV

140

Yozo, G. 2005. The Damage Induced by Sumatra Earthquake and

Associated Tsunami of December 26, 2004, Kyoto: Japan

Society of Civil Engineers.

Yulianto, M.N., R. Galena dan C. Prasetyadi. 2011. Karakteristik

Sesar Anjak dan Pemodelan Struktur Geologi Menggunakan

Metode Balanced Cross Section Daerah Kedungjati, Jawa

Tengah (Kendeng Barat) dan Daerah Ngawi, Jawa Timur

(Kendeng Timur). Makassar, HAGI dan IAGI.