118
88 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG SKRIPSI SYAHRA ZULFAH H34050039 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Analisis Kelayakan Usaha Pupuk Organik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Analisis Usaha Pupuk Organik

Citation preview

  • 88

    ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK

    KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG,

    KABUPATEN SUBANG

    SKRIPSI

    SYAHRA ZULFAH

    H34050039

    DEPARTEMEN AGRIBISNIS

    FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2010

  • 89

    RINGKASAN

    SYAHRA ZULFAH. Analisis Kelayakan Usaha Pupuk Organik Kelompok

    Tani Bhineka I, Desa Blendung, Kabupaten Subang. Skripsi. Departemen

    Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di

    bawah bimbingan POPONG NURHAYATI).

    Industri pupuk organik di Indonesia sangat prospektif untuk

    dikembangkan. Hal ini dikarenakan berkembanganya pertanian organik yang ikut

    meningkatkan penggunaan input-input pertanian organik dimana salah satunya

    adalah pupuk organik. Berdasarkan data Departemen Pertanian tahun 2008,

    kebutuhan pupuk organik baru dapat dipenuhi 2 persen dari total kebutuhan

    sebesar 17 juta ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa peluang pasar pupuk

    organik di Indonesia sangat besar.

    Kelompok tani (Poktan Bhineka I) adalah salah satu UKM pupuk organik

    di Kabupaten Subang. Usaha ini berdiri sejak tahun 2008 dengan dukungan dana

    dari Pemerintah Kabupaten Subang. Sejak berdiri pada tahun 2008 hingga

    September 2009, Poktan Bhineka I menghadapi permintaan yang meningkat

    hingga 90 persen. Akan tetapi permintaan tersebut belum terpenuhi semuanya

    karena keterbatasan kapasitas produksi. Oleh karena itu, Poktan Bhineka I

    berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi pupuk organiknya menjadi dua

    kali lipat pada tahun 2010 .

    Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis aspek kelayakan non finansial

    dan finansial usaha pupuk organik Poktan Bhineka I yang telah berjalan selama

    ini dan (2)Menganalisis kelayakan usaha pupuk organik jika kapasitas produksi

    ditingkatkan. Manfaat dari penelitian ini yaitu : (1) Bagi penulis, penelitian ini

    dapat menambah pengalaman dan latihan dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah

    diperoleh selama kuliah, (2) Bagi perusahaan, penelitian ini dapat menjadi

    referensi dan membantu perusahaan dalam mengambil keputusan pelaksanaan dan

    pengembangan usaha pupuk organik oleh Poktan Bhineka I, dan (3) Bagi

    pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi penelitian

    dan pengembangan lebih lanjut mengenai bisnis pupuk organik.

    Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung pada bulan Mei hingga

    September 2009. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Metode

    yang digunakan dalam mengolah dan menganalisis data pada penelitian ini adalah

    metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis kelayakan non finansial dilakukan

    secara deskriptif dengan mengkaji lima aspek yaitu (1) Teknis dan teknologi, (2)

    Pasar, (3) Manajemen, (4) Hukum dan (5) Sosial Lingkungan. Analisis kelayakan

    finansial dilakukan dengan mengkaji arus kas menggunakan program Microsoft

    Excel. Kriteria-kriteria kelayakan finansial diukur dari nilai NPV, IRR, Net B/C

    dan Payback Period.

    Analisis kelayakan non finansial usaha pupuk organik Poktan Bhineka I

    dikatakan layak jika ditinjau dari aspek : (1) Teknis dan teknologi, (2) Pasar, (3)

    Manajemen, dan (4) Sosial dan lingkungan. Aspek teknis usaha dikatakan layak

    karena : (a) Pemilihan teknologi yang tepat, (b) Ketersediaan bahan baku terjamin

    dan (c)Lokasi usaha yang strategis. Aspek pasar dikatakan layak karena

    permintaannya yang meningkat dan kondisi pasar yang kompetitif dan teratur

    dengan adanya APPOS. Aspek manajemen dikatakan layak karena adanya

  • 90

    struktur organisai usaha, pembagian tugas dan pembagian wewenang yang

    sederhana dan jelas. Aspek sosial dan lingkungan dikatakan layak karena usaha

    ini berdampak positif terhadap lingkungan dan memberikan manfaat ekonomi

    kepada masyarakat peternak, pengusaha budidaya jamur dan UKM kerupuk di

    lingkungan sekitar usaha.

    Analisis kelayakan finansial usaha Poktan Bhineka I dilakukan pada kondisi

    yang sudah berjalan (Skenario I) dan bila kapasitas produksi ditingkatkan dua kali

    lipat (Skenario II). Hasil analisis menunjukkan usaha layak pada kedua kondisi

    tersebut. Peningkatan kapasitas produksi (Skenario II) menghasilkan laba per

    tahun dan NPV lebih besar daripada Skenario I. Analisis sensitivitas usaha ini

    menggunakan nilai pengganti (switching value, SV) yaitu kenaikan harga bahan

    baku, kenaikan upah dan penurunan harga jual. Hasil analisis sensitivitas pada

    skenario I usaha menunjukkan bahwa batas kenaikan harga bahan baku, kenaikan

    upah kerja dan penurunan harga jual yang masih membuat usaha ini layak adalah

    4,41 persen, 19,2 persen, dan 14,4 persen. Sedangkan Hasil analisis sensitivitas

    pada skenario II menunjukkan bahwa batas kenaikan harga bahan baku,

    kenaikan upah kerja dan penurunan harga jual yang membuat usaha ini tetap

    layak adalah 4,16 persen, 17,85 persen, dan 11,25 persen. Hasil tersebut

    menunjukkan bahwa usaha ini sangat sensitif terhadap kenaikan biaya bahan baku

    karena biaya bahan baku memiliki proporsi terbesar dalam anggaran usaha.

    Penetapan harga jual sebesar Rp 500 pada skenario I ataupun skenario II

    menyebabkan usaha ini tidak layak karena pada skenario I, harga pasar minimal

    adalah Rp 556,4 sedangkan pada skenario II adalah Rp 576,8.

  • 91

    ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK

    KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG,

    KABUPATEN SUBANG

    SYAHRA ZULFAH

    H34050039

    Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

    Departemen Agribisnis

    DEPARTEMEN AGRIBISNIS

    FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2010

  • 92

    PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis

    Kelayakan Usaha Pupuk Organik Kelompok Tani Bhineka I, Desa Blendung,

    Kabupaten Subang adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk

    apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

    dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

    telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka

    dibagian akhir skripsi ini.

    Bogor, Maret 2010

    Syahra Zulfah

    H34050039

  • 93

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 8 September 1987 dari pasangan

    Bapak Muhammad Zulfan dan Ibu Rahmawati. Penulis menyelesaikan pendidikan

    di SDN 060900 Medan pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis diterima

    di SLTPN 2 Medan dan lulus pada tahun 2002. Kemudian pada tahun 2005,

    penulis menyelesaikan pendidikan di SMUN 2 Medan. Pada tahun 2005, penulis

    diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

    Departemen Agribinis melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

    (SPMB).

    Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi dan kepanitian di

    lingkungan kampus. Penulis aktif dalam anggota Bina UKM FEM. Penulis juga

    aktif di kegiatan luar kampus sebagai pengajar Ekonomi di bimbingan belajar di

    Bogor.

  • 94

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

    memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat

    menyelesaikan penelitian dalam rangka penulisan skripsi untuk mendapatkan

    gelar sarjana. Skripsi ini berjudul Analisis Kelayakan Usaha Pupuk Organik

    Kelompok Tani Bhineka I, Desa Blendung, Kabupaten Subang yang secara

    umum bertujuan untuk menentukan kelayakan usaha pupuk organik yang

    dijalankan oleh kelompok tani. Hasil analisis penelitian ini diharapkan dapat

    menjadi bahan masukan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan investasi.

    Selain itu, hasil analisis penelitian ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan

    bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam pengembangan industri pupuk

    organik khususnya di Subang.

    Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak termasuk

    penulis, pembaca, pemerintah dan terutama untuk perusahaan tempat penulis

    melakukan penelitian. Penulis juga mengharapkan masukan yang bersifat

    membangun untuk perbaikan di masa mendatang.

    Bogor, Maret 2010

    Penulis

  • 95

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

    berkat, rahmat dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau

    tunjukkan kepada penulis.

    Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang

    telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam

    kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Ir. Popong Nurhayati, MM. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

    memberikan motivasi, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan

    skripsi ini.

    2. Ibu Eva Yolynda, SP, MM. selaku dosen penguji utama yang telah

    meluangkan waktunya serta memberikan saran demi perbaikan skripsi ini.

    3. Bapak Rahmat Yuniar, SP, MM. selaku dosen penguji dari wakil komisi

    pendidikan Departemen Agribisnis atas segala saran yang telah diberikan.

    4. Ibu dan Ayah, atas segala doa dan dukungan baik moral maupun material.

    5. Bapak Haji Dedi Sobandi dan keluarga, terima kasih atas segala kebaikan dan

    bimbingan yang diterima penulis selama penelitian, kesempatan untuk

    melakukan penelitian, dan pengalaman-pengalaman yang berharga.

    6. Kepada para stakeholder (pemasok input, pembeli pupuk dan lain-lain) usaha

    Potan Bhineka I atas informasi dan data yang telah diberikan.

    7. Bapak Suta Suntana (Ketua APPOS) yang telah memberikan informasi dan

    bimbingan selama penelitian

    8. Penyuluh pertanian Kecamatan Purwadadi atas informasi yang diberikan

    9. Teman-teman Agribisnis 42 dan FEM yang telah memberikan inspirasi,

    semangat dan dukungan yang besar kepada penulis.

    10. Keluarga besar Arafah, Lorong 10, PPH, Pondok Bu Haji dan Nurul Fikri

    yang telah memberi dukungan yang besar kepada penulis dalam

    menyelesaikan skripsi.

    11. Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak

    dapat penulis sebutkan satu persatu.

  • 96

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR ISI .......................................................................................... x

    DAFTAR TABEL .................................................................................. xii

    DAFTAR GAMBAR.............................................................................. xiii

    DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiv

    I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang ....................................................................... 4

    1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 4

    1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 6

    1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................... 6

    1.5. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 7

    II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 8

    2.1. Karakteristik Pupuk Organik ................................................... 8

    2.1.1 Bahan-Bahan Penyusun Pupuk Organik .......................... 9

    2.1.2 Standar Kualitas Pupuk Organik ..................................... 11

    2.2 Metode Pengomposan ............................................................. 12

    2.3 Program Go Organik 2010 ....................................................... 13

    2.4 Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah ............................. 14

    2.5 Penelitian Terdahulu ................................................................ 14

    III. KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................... 16

    3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................... 16

    3.1.1. Studi Kelayakan Proyek ................................................. 18

    3.1.2. Teori Biaya dan Manfaat ................................................ 19

    3.1.3. Analisis Kelayakan Investasi......................................... 20

    3.1.4. Analisis Finansial .......................................................... 20

    3.1.4.1 Laporan Laba Rugi ............................................ 20

    3.1.4.2 Net Present Value (NPV) .................................... 20

    3.1.4.3 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) ........................ 21

    3.1.4.3 Internal Rate of Return (IRR) .............................. 21

    3.1.6 Analisis Sensitivitas ....................................................... 21

    3.2 Kerangka Pemikiran Operasional............................................. 22

    IV. METODE PENELITIAN .............................................................. 25

    4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 25

    4.2. Data dan Sumber Data ............................................................. 25

    4.3. Metode Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data .............. 25

    4.4. Analisis Kelayakan Investasi ................................................... 26

    4.4.1. Analisis Kelayakan Non Finansial.................................. 26

    4.4.2. Analisis Kelayakan Finanisial......................................... 27

  • 97

    4.5 Asumsi Dasar yang digunakan .................................................. 30

    V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ........................................ 34

    5.1. Karakteristik Wilayah Penelitian ............................................. 34

    5.2. Asosiasi Produsen Pupuk Organik Subang (APPOS) ............... 35

    5.3. Kelompok Tani Bhineka I ....................................................... 36

    5.4. Profil Usaha Pembuatan Pupuk Organik Bhineka I .................. 37

    VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 39

    6.1 Analisis Aspek Kelayakan Non Finansial ................................. 39

    6.1.1 Aspek Teknis dan Teknologi ........................................... 39

    6.1.2 Hasil Analalisis Aspek Teknis dan Teknologi ............... 49

    6.1.3 Aspek Pasar .................................................................... 51

    6.1.4 Hasil Analisis Aspek Pasar ............................................. 55

    6.1.5 Aspek Manajemen .......................................................... 57

    6.1.6 Hasil Analisis Aspek Manajemen.................................... 59

    6.1.7 Aspek Hukum ................................................................. 60

    6.1.8 Hasil Analisis Aspek Hukum .......................................... 60

    6.1.9 Aspek Sosial Lingkungan .............................................. 60

    6.1.10 Hasil Analisis Aspek Sosial Lingkungan ....................... 61

    6.2 Analisis Aspek Kelayakan Finansial ........................................ 62

    6.2.1 Analisis Kelayakan Finansial Skenario I ......................... 62

    6.2.1.1 Arus Manfaat (Inflow)........................................ 63

    6.2.1.2 Arus Biaya (Outflow) ......................................... 64

    6.2.1.3 Laporan Laba Rugi ............................................ 67

    6.2.1.4 Hasil Analisis Kelayakan Finansial .................... 68

    6.2.1.5 Analisis Sensitivitas ........................................... 69

    6.2.1 Analisis Kelayakan Finansial Skenario II

    (Peningkatan Kapasitas Produksi) .................................. 70

    6.2.1.1 Arus Manfaat (Inflow)........................................ 70

    6.2.1.2 Arus Biaya (Outflow) ......................................... 71

    6.2.1.3 Laporan Laba Rugi ............................................ 73

    6.2.1.4 Hasil Analisis Kelayakan Finansial .................... 74

    6.2.1.5 Analisis Sensitivitas ........................................... 75

    6.3 Perbandingan Hasil Analisis Finansial

    Skenario I dan Skenario II ....................................................... 76

    KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 78

    7.1. Kesimpulan .............................................................................. 78

    7.2. Saran ........................................................................................ 79

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 80

    LAMPIRAN ............................................................................................ 82

  • 98

    DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman

    1. Kebutuhan dan Ketersediaan Berbagai Jenis Pupuk Di Indonesia Tahun 2008 ........................................................ 3

    2. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik di Indonesia ........ 11

    3. Data Kepemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan .............. 34

    4. Komposisi Bahan Baku Produksi 10 Ton Pupuk Organik

    Bhineka I ................................................................................ 39

    5. Ketersediaan Kotoran Hewan di Kecamatan Purwadadi .......... 40

    6. Rincian Peralatan dan Fungsinya dalam Pembuatan Pupuk

    Bhineka I ................................................................................ 42

    7. Penjualan Pupuk Organik Tahun 2008 hingga September 2009 52

    8. Penerimaan Usaha Pupuk Organik Bhineka I .......................... 63

    9. Nilai Sisa Invetasi (Skenario I) ................................................ 64

    10. Rincian Investasi Usaha Pupuk Organik Bhineka I (Skenario I) 65

    11. Rincian Biaya Variabel Produksi 10 Ton Pupuk Organik

    Tahun 2008 ............................................................................ 67

    12. Rincian Biaya Variabel Produksi 10 Ton Pupuk Organik

    Tahun 2009 ............................................................................. 67

    13. Rincian Biaya Tetap Usaha Pupuk Organik Bhineka I ............. 67

    14. Proyeksi Laporan Laba Rugi Usaha Usaha Bhineka I .............. 68

    15. Hasil Analisis Kelayakan Finansial (Skenario I) ..................... 68

    16. Hasil Analisis Sensitivitas (Skenario I) .................................... 70

    17. Penerimaan Pupuk Organik (Skenario II) ................................ 71

    18. Rincian Penambahan Biaya Investasi (Skenario II) .................. 71

    19. Rincian Biaya Variabel per Tahun (Skenario II) ...................... 72

    20. Rincian Biaya Tetap (Skenario II) .......................................... 73

    21. Rincian Laba Rugi Usaha Bhineka I pada (Skenario II) .......... 74

    22. Hasil Analisis Kelayakan Finansial (Skenario II) ..................... 74

    23. Hasil Analisis Sensitivitas (Skenario II) .................................. 75

    24. Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial

    Skenario I dan II ...................................................................... 74

  • 99

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Halaman

    1. Grafik Peningkatan Konsumsi Urea di Indonesia ................... 1

    2. Kerangka Pemikiran ................................................................ 24

    3. Struktur Organisasi Kelompok Tani Bhineka I ........................ 36

    4. Skema Pembuatan Pupuk Organik Poktan Bhineka I ............... 43

    5. Susunan Tumpukan Kompos .................................................. 45

    6. Bagan Pola Distribusi Langsung Pupuk Organik Bhineka I ..... 55

    7. Bagan Pola Distribusi Tidak Langsung Pupuk Organik Bhineka I 55

    8. Bagan Organisasi Usaha Pupuk Organik Poktan Bhineka I ...... 57

    9. Grafik Arus Manfaat Skenario I dan Skenario II ...................... 76

  • 100

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Halaman

    1. Komposisi Unsur Hara Kotoran ternak dari Beberapa Jenis Ternak di Indonesia ............................................................... 82

    2. Komposisi dan Aplikasi Bahan Aditif untuk Memperbaiki Kondisi Proses Dekomposisi dan Kualitas Kompos ................. 83

    3. Alokasi penggunaan Lahan Desa Blendung Tahun 2007 ........ 84

    4. Gambar Bahan Baku Pupuk Organik ....................................... 85

    5. Gambar Proses Produksi Pupuk Organik ................................. 86

    6. Diagram Grant Siklus Produksi ............................................... 87

    7. Layout Usaha Pupuk Organik Bhineka I .................................. 89

    8. Rincian Biaya Investasi dan Reinvestasi Skenario I ................. 91

    9. Rincian Biaya Penyusutan Skenario I ...................................... 92

    10. Cashflow Usaha pupuk Organik Bhineka I Skenario I ............. 93

    11. Analisis Sensitivitas terhadap Penurunan Harga Jual Skenario I ............................................................................... 95

    12. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Harga Bahan Baku Skenario I....................................................................... 96

    13. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Harga Upah Skenario I ................................................................................ 97

    14. Rincian Biaya Investasi, Reinvestasi dan Nilai Sisa Usaha Skenario II .............................................................................. 98

    15. Rincian Biaya Penyusutan Skenario II ..................................... 99

    16. Cashflow Usaha Pupuk Organik Skenario II ............................ 100

    17. Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Jual Skenario II .............................................................................. 102

    18. Analisis Sensitivitas Terhadap Kenaikan Harga Bahan Baku Skenario II ............................................................................. 103

    19. Analisis Sensitivitas Terhadap Kenaikan Upah Skenario II ...... 104

  • 101

    I PENDAHULUAN

    1. 1 Latar Belakang

    Semenjak dimulainya revolusi hijau (1970-an), kondisi lahan pertanian

    khususnya lahan pertanian intensif di Indonesia semakin kritis. Sebagian besar

    lahan pertanian Indonesia mengalami degradasi yang menggerus kandungan

    bahan organik tanah sehingga menurunkan produktifitas lahan. Hasil penelitian

    Balai Penelitian Tanah (Balitan) 2005 menunjukkan bahwa sebagian besar lahan

    pertanian di Indonesia, baik lahan kering maupun lahan sawah, mempunyai

    kandungan bahan organik (BO) sangat rendah yaitu kurang dari dua persen

    (

  • 102

    tahun 2009, anggaran subsidi urea mencapai Rp 7 Triliun untuk 5,5 ton urea dan

    pada tahun 2010 mencapai Rp 11 Triliun untuk 6 ton urea1. Salah satu alternatif

    dalam penyelesaian masalah penurunan produktifitas lahan dan kelangkaan pupuk

    adalah sistem pemupukan terpadu dimana penggunaan pupuk anorganik dikurangi

    dengan penambahan pupuk organik dalam komposisi pemupukan. Pupuk organik

    adalah pupuk yang bahan bakunya berasal dari sisa makhluk hidup yang telah

    mengalami proses pembusukan oleh mikroorganisme pengurai. Pupuk organik

    biasanya berasal dari pengomposan kotoran ternak,sisa panen seperti jerami dan

    sampah kota. Hasil penelitian pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak

    (Crops Livestock System, CLS) pada lahan percobaan di Jawa Tengah dan Jawa

    Timur, pemanfaatan limbah kotoran ternak sebagai pupuk organik dapat

    mengurangi pemakaian pupuk anorganik 25-35 persen dan meningkatkan

    produktivitas 20-29 persen. Mengacu pada hasil penelitian tersebut, pengurangan

    pemakaian pupuk anorganik dapat meningkatkan pendapatan usaha tani sebesar

    20-29 persen dan menghemat anggaran subsidi pemerintah sekitar 30 persen atau

    sekitar Rp 3,3 Triliun pada tahun 2010.

    Pengembangan industri pupuk organik tidak hanya berdasarkan atas

    faktor kerusakan lahan tetapi juga nilai bisnis dan ekonominya. Pertanian organik

    mengalami perkembangan yang pesat sehingga permintaan pupuk organik ikut

    meningkat. International Federation for Organic Agriculture Movement

    (IFOAM), sebuah organisasi internasional yang menjadi payung gerakan organik

    seluruh dunia, memprediksi bahwa pertumbuhan pasar organik berada di kisaran

    20-30 persen setiap tahun.

    Pengembangan pertanian organik mendapat dukungan besar dari

    pemerintah melalui program Go Organik yang dicanangkan sejak tahun 2005.

    Pada tahun anggaran 2007, Departemen Pertanian (Deptan) mengalokasikan dana

    Rp 30 Milyar untuk pengembangan pertanian organik dan lingkungan hidup.

    Anggaran dialokasikan ke semua Direktorat jendral (Ditjen) teknis di bawah

    Deptan yang memiliki program-program teknis pengembangan pertanian organik.

    Program-program yang mendapatkan dukungan ini berupa pengembangan pilot

    1 Koran Republika. Harga Eceran Pupuk Urea 2010 Naik . Jumat, 11 September 2009

  • 103

    proyek organik, seperti sosialisasi pertanian organik, studi kelayakan,

    pengembangan saprodi organik, pengenalan budidaya, panen dan sertifikasi

    organik. Selain itu, Deptan juga akan memberikan dukungan bagi kelompok tani

    berupa pemberian kredit usaha 2.

    Pemerintah mulai menggalakkan pengembangan

    pertanian organik beberapa tahun terakhir. Pengembangan pertanian organik di

    Indonesia mengacu pada sasaran Revitalisasi Pertanian Perikanan dan Kehutanan

    (RPPK) 2005 yang antara lain berkaitan dengan aspek produktifitas dan efisiensi,

    khususnya pada tanaman yang membutuhkan produksi besar dan menyangkut

    hajat hidup orang banyak seperti tanaman pangan.

    Industri pupuk di Indonesia pada umumnya terdiri dari usaha kecil

    menengah dan bersifat parsial. Hal ini mengakibatkan kebutuhan pupuk organik

    di Indonesia masih belum terpenuhi karena ketersediaan pupuk organik masih

    relatif kecil dan akses untuk memperolehnya relatif sulit. Menurut data dari

    Deptan pada tahun 2008 bahwa kebutuhan pupuk organik baru dapat dipenuhi

    sebesar 2 persen dari total kebutuhan sebesar 17.000.000 ton. Hal tersebut

    menunjukkan bahwa potensi pasar industri pupuk organik di Indonesia sangat

    besar.

    Tabel 1. Kebutuhan dan Ketersediaan Berbagai Jenis Pupuk di

    Indonesia Tahun 2008 Jenis Pupuk Kebutuhan

    (Ton)

    Ketersediaan

    Pupuk (Ton)

    Selisih (Ton)

    Urea 5.817.974 4.300.000 1.517.917

    Sp-36 2.443.169 800.000 1.643.169

    ZA 1.164.744 700.000 467.744

    NPK 1.269.406 900.000 369.406

    Organik 17.000.000 345.000 16.655.000

    Sumber : www.deptan.go.id

    Kabupaten Subang adalah salah satu kabupaten yang berperan besar dalam

    ketahanan pangan nasional sebagai salah satu lumbung padi nasional yang

    menyumbangkan produksi padi mencapai 1.020.606 ton terhadap stok padi

    2 www.biocert.or.id/.../edition_87fdaf7e36e714da66073a3ce1a2741cc39f86ad.pdf Rp 30 milyar

    Untuk Pengembangan Pertanian Organik.2007. Diakses pada tanggal 6 juli 2009

  • 104

    nasional. Subang mengarahkan pengembangan ekonomi daerah berbasis pertanian

    yang tertuang dalam visi Pemerintah Kabupaten (Pemkab Subang). Subang

    sebagai salah satu kabupaten yang mengembangkan program Go organik 2010.

    Langkah awal kebijakan Go Organik 2010 yang dilakukan Pemkab Subang yaitu

    melakukan pengalihan secara bertahap pemakaian input-input pertanian anorganik

    menjadi organik. Salah satunya adalah mengurangi pemakaian pupuk anorganik

    dan mensubstitusikannya dengan pupuk organik. Tujuan utama dari

    pensubstitusian penggunaan pupuk anorganik menjadi organik adalah

    menyehatkan lahan pertanian di Kabupaten Subang. Untuk mendukung kebijakan

    tersebut, langkah yang diambil adalah menumbuh-kembangkan industri kecil

    pupuk organik. Pada tahun 2007, Pemkab Subang memberikan bantuan dana

    sekitar Rp 1 Milyar kepada 32 pelaku usaha yang ingin mendirikan usaha pupuk

    organik dan mengembangkannya. Sebagian besar pelaku usaha tersebut adalah

    kelompok tani yang tersebar di beberapa desa di Kabupaten Subang. Pelaku-

    pelaku usaha tersebut kemudian membentuk APPOS (Asosiasi Produsen Pupuk

    Organik Subang). Kelompok Tani (Poktan) Bhineka I adalah salah satu UKM

    yang tergabung dalam APPOS yang menjalani usaha pupuk organik sejak awal

    tahun 2008.

    1.2 Perumusan Masalah

    Salah satu alasan penting pengembangan pertanian organik adalah

    kerusakan lahan pertanian yang semakin buruk. Penggunaan pupuk kimia yang

    terus-menerus menjadi penyebab menurunnya kesuburan lahan bila tidak

    diimbangi dengan penggunaan pupuk organik. Hasil penelitian Lembaga

    Penelitian Tanah (LPT) menunjukkan bahwa 79 persen tanah sawah di Indonesia

    memiliki bahan organik (BO) yang sangat rendah 3. Kondisi ini berarti bahwa

    sawah di Indonesia sudah sangat miskin hara bahkan dapat dikatakan sakit

    sehingga tidak hanya membutuhkan makanan (pupuk kimia), namun juga

    memerlukan penyembuhan. Cara penyembuhannya adalah dengan menambahkan

    3 http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=60687. Falik Rusdayanto.

    Potensi pasarproduk pertanian organik. 2007. Diakses pada tanggal 13 Juni 2009.

  • 105

    BO yang telah diolah menjadi pupuk organik sehingga tanah dapat menjadi lebih

    sehat. Untuk meningkatkan kandungan BO, dibutuhkan tambahan bahan-bahan

    organik (pupuk organik) berkisar 5-10 ton/ha.

    Faktor penting dari pengembangan pertanian organik adalah ketersediaan

    input-input yang menunjang sistem pertanian organik, dimana salah satunya

    adalah ketersediaan pupuk organik. Dari data Departemen Pertanian tahun 2008,

    kebutuhan pupuk organik baru dapat dipenuhi 2 persen dari total kebutuhan

    sebesar 17 juta ton. Kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi karena jumlah

    industri pupuk organik yang berkembang di Indonesia sangat lambat. Pupuk

    organik hanya diproduksi secara parsial dengan skala industri rumah tangga

    (home industry) sehingga jumlah produksi yang dihasilkan relatif kecil dan tidak

    kontinu. Oleh karena itu, industri pupuk organik di Indonesia sangat penting dan

    prospektif untuk dikembangkan. Kebutuhan pupuk organik yang tinggi sedangkan

    ketersediaannya tidak mencukupi menunjukkan suatu peluang bisnis yang

    prospektif. Gap yang besar antara kebutuhan dan ketersediaan pupuk organik

    menunjukkan market potential pupuk organik cukup besar. Market potential yang

    besar tersebut menjadi peluang pasar bagi para produsen untuk mengembangkan

    usaha pupuk organik.

    Kabupaten Subang memiliki luas areal pertanian sebesar 63 persen

    (129.975 Ha) dari total luas lahan (205.176 Ha). Berdasarkan anjuran pemakaian

    bahan organik (Balitan 2005) dimana setiap hektar lahan memerlukan minimal 2

    ton pupuk organik per tahun, maka kebutuhan pupuk organik Subang sekitar

    259.950 ton per tahun. Akan tetapi, menurut ketua APPOS, Bapak Suta Suntana,

    produksi pupuk organik di Subang hanya mencapai 200 ton per bulan atau 2200

    ton per tahun pada tahun 2009. Hal ini dikarenakan usaha pembuatan pupuk

    organik baru berkembang sejak tahun 2007 dan rata-rata skala usahanya masih

    tergolong dalam usaha kecil. Poktan Bhineka I adalah salah satu pelaku usaha

    pembuatan pupuk organik di Subang yang tergabung dalam APPOS. Poktan ini

    baru menjalankan usaha pembuatan organik sejak awal tahun 2008. Pendirian

    usaha ini mendapat bantuan Pemkab Subang senilai Rp 32.000.000. Penjualan

    pupuk organik Poktan Bhineka I meningkat 90 persen dari 120 ton pada tahun

    2008 menjadi 230 ton pada September 2009. Menurut pengelola permintaan

  • 106

    pupuk organik sangat tinggi sehingga terkadang tidak dapat dipenuhi. Pada bulan

    Juli 2009 terjadi penolakan permintaan sebesar 20 ton. Alasan penolakan

    permintaan karena usaha ini memiliki kapasitas produksi yang terbatas. Usaha

    Poktan Bhineka I hanya mampu menghasilkan 25 ton pupuk per bulan. Oleh

    karena itu, pengelola Poktan Bhineka I berencana meningkatkan kapasitas usaha

    menjadi dua kali lipat untuk memenuhi permintaan pasar.

    Penelitian ini mengkaji kelayakan usaha pupuk organik Poktan Bhineka I

    dalam jangka waktu sepuluh tahun. Analisa kelayakan usaha ditinjau dari aspek

    finansial dan non finansial untuk menentukan keputusan mengenai layak atau

    tidaknya suatu usaha dijalankan hingga kemudian ditingkatkan kapasitas

    produksi. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa perumusan

    masalah dalam penelitian ini diantaranya :

    1. Bagaimana kelayakan usaha pupuk organik yang telah dijalankan oleh

    Poktan Bhineka I selama ini bila ditinjau dari aspek non finansial dan

    finansial?

    2. Bagaimana kelayakan usaha pupuk organik Poktan Bhineka I bila dilakukan

    peningkatan kapasitas produksi?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah, maka

    penelitian ini bertujuan untuk :

    1. Menganalisis kelayakan finansial dan non finasial usaha pupuk organik

    Poktan Bhineka I yang telah berjalan

    2. Menganalisis kelayakan usaha pupuk organik Poktan Bhineka I bila

    kapasitas produksi ditingkatkan

    1.4 Kegunaan Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi

    berbagai pihak yaitu:

    1. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengalaman dan latihan dalam

    menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah.

  • 107

    2. Bagi Perusahaan, penelitian ini dapat menjadi referensi dan membantu

    perusahaan dalam mengambil keputusan pelaksanaan dan pengembangan

    usaha pupuk organik oleh Kelompok Tani Bhineka I

    3. Bagi pembaca diharapkan dapat memberikan informasi bagi penelitian dan

    pengembangan lebih lanjut mengenai bisnis pupuk organik.

    1.5 Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini menganalisis kelayakan usaha pupuk organik yang

    dijalankan oleh Kelompok Tani Bhineka I di Desa Blendung, Kabupaten Subang

    dalam jangka waktu 10 tahun, dimulai dari berjalannya usaha pupuk organik

    Poktan Bhineka I (tahun 2008). Analisis kelayakan usaha dilakukan dengan

    menganalisis aspek non finansial dan finansial. Aspek non finansial dijelaskan

    secara deskriptif dan aspek finansial ditentukan berdasarkan proyeksi arus kas

    usaha.

  • 108

    II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Karakteristik Pupuk Organik

    Berdasarkan komponen utama penyusunnya, pupuk dibedakan atas pupuk

    organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik yaitu pupuk yang bahan bakunya

    berasal dari sisa makhluk hidup yang telah mengalami proses pembusukan oleh

    mikroorganisme pengurai sehingga warna, rupa, tekstur, dan kadar airnya tidak

    serupa lagi dengan aslinya. Pupuk anorganik yaitu pupuk yang bahan bakunya

    berasal dari bahan mineral, senyawa kimia yang telah diubah menjadi proses

    produksi sehingga menjadi bentuk senyawa kimia yang dapat diserap tanaman.

    Dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.2/Pert/Hk.060/2/2006

    tentang pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri

    atas bahan organik, berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui

    proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair dan digunakan untuk

    memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Definisi tersebut menunjukkan

    bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan

    organik daripada kadar haranya. Nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda

    dengan pupuk anorganik.

    Karakteristik umum yang dimiliki pupuk organik adalah sebagai berikut :

    1. Kandungan hara rendah

    Kandungan hara pupuk organik pada umumnya rendah tapi bervariasi

    tergantung pada jenis bahan dasarnya.

    2. Ketersediaan unsur hara lambat

    Hara yang berasal dari bahan organik diperlukan untuk kegiatan mikrobia

    tanah kemudian dialihrupakan dari bentuk ikatan kompleks organik yang tidak

    dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik

    sederhana yang dapat diserap oleh tanaman.

    3. Menyediakan hara dalam jumlah terbatas

    Penyediaan hara yang berasal dari pupuk organik biasanya terbatas dan

    tidak dapat memenuhi asupan hara yang dibutuhkan tanaman.

    Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang,

    sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa),

    limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah

  • 109

    kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan

    hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah. Pupuk hijau

    merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti

    sisa batang dan tunggul akar misalnya sisasisa tanaman, kacang-kacangan, dan

    tanaman paku air Azolla. Pupuk kandang merupakan hasil pengomposan kotoran

    ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa tulang-tulang,

    darah, dan sebagainya. Limbah industri yang menggunakan bahan pertanian

    contohnya seperti limbah pabrik gula, limbah pengolahan kelapa sawit,

    penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya. Limbah kota yang

    dapat menjadi kompos berupa sampah kota yang berasal dari tanaman, setelah

    dipisah dari bahan-bahan yang tidak dapat dirombak misalnya plastik, kertas,

    botol, dan kertas. Dalam penelitian ini, pupuk organik yang dimaksud adalah

    pupuk organik yang sumber organiknya berasal dari pengomposan kotoran hewan,

    jerami dan bahan lainnya.

    2.1.1 Bahan-Bahan Penyusun Pupuk organik

    Menurut Isroi (2009), bahan-bahan yang umumnya digunakan dalam

    pembuatan pupuk organik adalah sebagai berikut :

    1. Bahan Organik

    a. Kompos

    Kompos sebagai bahan baku utama dalam pembuatan pupuk

    organik. Kompos adalah bahan organik padat yang telah mengalami

    dekomposisi parsial. Bahan baku kompos adalah bahan organik padat,

    seperti sampah organik, serasah, sisa daun, jerami dan lain-lain. Bahan

    organik yang telah matang dalam proses pengomposan mempunyai rasio

    C/N yang cukup rendah atau kurang dari 25.

    b. Pupuk kandang

    Pupuk kandang juga termasuk jenis kompos, tetapi berbahan baku

    kotoran hewan. Pupuk kandang bisa dibuat dari kotoran ternak (sapi,

    kambing, kerbau, unggas atau kotoran manusia). Kotoran ternak ayam,

    sapi, kerbau, dan kambing mempunyai komposisi hara yang bervariasi

    (Lampiran 1). Secara umum, kandungan hara kotoran ternak lebih rendah

    daripada pupuk kimia sehingga takaran aplikasinya lebih besar.

  • 110

    c. Gambut

    Gambut mirip dengan kompos, namun proses dekomposisinya

    belum sempurna. Gambut tidak dijadikan sebagai bahan baku utama pupuk

    organik. Umumnya gambut digunakan sebagai bahan baku organik

    tambahan untuk pupuk organik

    2. Perekat

    Perekat berfungsi untuk merekatkan pupuk organik agar pencampuran

    bahan sempurna dan menghasilkan tekstur pupuk yang padat. Beberapa bahan

    yang biasa digunakan sebagai perekat antara lain adalah molase, tepung tapioka,

    kalsium, bentonit, kaoline dan lain sebagainya. Perekat ditambahkan dalam

    jumlah sedikit (kurang dari 10 %).

    3. Bahan Aditif (Bahan Tambahan)

    Bahan aditif adalah semua bahan yang dapat ditambahkan saat

    melaksanakan proses pengomposan dengan tujuan memperbaiki struktur kompos

    dalam timbunan. Bahan-bahan aditif yang umumnya digunakan

    a. Fosfat alam

    Fosfat Alam ditambahkan untuk meningkatkan P didalam pupuk

    organik.

    b. Dolomit

    Penambahan dolomit digunakan untuk meningkatkan kandungan

    Magnesium (Mg) dalam pupuk organik.

    c. Kapur Pertanian (kaptan)

    Kaptan adalah kapur yang biasa digunakan dalam budidaya

    pertanian untuk meningkatkan pH tanah, khususnya di tanah-tanah yang

    bereaksi masam. Dalam pembuatan pupuk organik, kaptan juga berfungsi

    untuk meningkatkan pH pupuk karena bahan-bahan dalam pupuk organik

    bereaksi masam.

    d. Zeolit

    Zeolit memiliki pengaruh yang baik untuk tanah, yaitu dapat

    meningkatkan kapasitas tukar kation tanah. Peningkatan kapasitas tukar

    kation tanah akan meningkatkan efiensi penyerapan hara oleh tanaman.

  • 111

    e. Abu atau arang sekam

    Abu atau arang sekam memiliki kandungan K2O yang cukup tinggi yaitu

    kurang lebih 30 persen. Penambahan abu atau arang sekam digunakan

    untuk meningkatkan kandungan hara K.

    Menurut Sutanto (2002), keberhasilan proses pengomposan dalam

    pembuatan pupuk organik sangat tergantung pada kesesuaian komposisi bahan.

    Perlakuan yang paling tepat terhadap bahan dasar untuk berlangsungnya proses

    dekomposisi sangat tergantung pada karakteristik limbah organik yang digunakan

    (Lampiran 2).

    2.1.2 Standar Kualitas Pupuk organik

    Mutu atau kualitas adalah segala hal yang menunjukkan keistimewaan atau

    derajad keunggulan suatu produk. Menurut Sutanto (2002) spesifikasi dari pupuk

    organik yang berkualitas baik adalah :

    1. Kandungan total bahan organik minimal 20 persen

    2. Kandungan lengas tidak boleh melampaui 15 persen hingga 25 persen.

    Pada kenyataannya makin rendah kandungan air, maka kualitas pupuk

    organik menjadi lebih baik.

    3. Nisbah C/N dari bahan organik antara 10/1 sampai 15/1

    4. Memiliki pH 6,5 hingga 7,5

    Sedangkan standarisasi atas pupuk organik yang telah ditetapkan oleh Deptan

    diuraikan pada Tabel 2.

    Tabel 2. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik di Indonesia

    No Parameter Kandungan

    Padat Cair

    1 C-organik (%) Min 16 > 6

    2 C/N ratio 12 25 -

    3 Kadar Air (%) < 2 -

    4

    Kadar logam berat

    - As (ppm) < 10 < 10

    - Hg (ppm) < 1 < 1

    - Pb (ppm) < 50

  • 112

    No Parameter Kandungan

    Padat Cair

    6 Kadar total (N + P2O5 + K2O) (%) Dicantumkan Dicantumkan

    7 Mikroba patogen (E, coli, salmonella) Dicantumkan Dicantumkan

    8 Kadar unsur mikro (Zn, Cu, Co, Fe) (ppm) Dicantumkan Dicantumkan

    2.2 Metode Pengomposan

    Terdapat bermacam-macam metode pengomposan yang telah

    dikembangkan di Indonesia, baik yang bersifat sederhana maupun modern sesuai

    dengan skala industri. Masing-masing metode tersebut merupakan usaha untuk

    memanipulasi agar mampu mempercepat laju proses pengomposan. Pemilihan

    teknologi dan modifikasinya tergantung kepada jenis bahan yang akan

    dikomposkan dan ketersediaan peralatan dan bahan pendukungnya.

    a. Metode Indore

    Metode pengomposan Indore biasa digunakan di Asia Selatan dan Asia

    Tenggara. Prinsip dasar pengomposan metode Indore ada dua yaitu; (1)

    menggunakan lubang galian (Indore Pit Method) dan (2) menggunakan timbunan

    (Indore Heap Method). Metode Indore sesuai diterapkan di daerah yang bercurah

    hujan tinggi dengan lama proses pengomposan kurang lebih tiga bulan.

    b. Metode Bangalore

    Metode pengomposan ini dikembangkan di Bangalore India pada tahun

    1939. Timbunan bahan disusun sama seperti metode Indore tetapi lubang

    dipersempit 60 cm dan dilapisi limbah cair. Proses dekomposisi yang berlangsung

    akan mempertahankan hara yang dikandung dan bahan kompos lebih kaya

    nitrogen dibandingkan metode Indore. Metode ini cocok untuk wilayah yang

    memiliki curah hujan yang rendah.

    c. Metode Berkeley

    Pada metode ini, bahan yang dikomposkan merupakan campuran bahan

    organik kaya selulosa dan bahan organik kaya nitrogen. Proses pengomposannya

    terjadi dengan cepat dan dalam waktu yang relatif singkat

    d. Metode Vermikompos

    Vermikompos merupakan bahan campuran hasil proses pengomposan

    bahan organik yang memanfaatkan kegiatan cacing tanah.

  • 113

    e. Metode Jepang

    Dalam metode ini, lubang galian diganti dengan bak penampung yang

    terbuat dari anyaman bambu. Dengan metode ini, kehilangan nitrat dapat

    dihindarkan.

    2.3 Program Go Organik 2010

    Program pengembangan pertanian organik (Go Organik 2010) adalah salah

    satu pilihan program untuk mempercepat terwujudnya pembangunan agribisnis

    berwawasan lingkungan (eco-agribisnis) guna meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat, khususnya petani. Program ini dicanangkan pemerintah mulai tahun

    2005. Misi yang diemban dalam program Go Organik 2010 adalah meningkatkan

    kualitas hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan alam Indonesia, dengan

    mendorong berkembangnya pertanian organik yang berdaya saing dan

    berkelanjutan. Tujuan yang ingin dicapai dalam program Go Organik 2010 adalah

    mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen dan pengekspor pangan

    organik utama di dunia pada tahun 2010. Sesuai dengan fungsinya sebagai

    fasilitator dan katalis pembangunan, maka serangkaian strategi yang dilakukan

    pemerintah dalam hal ini departemen pertanian untuk mewujudkan Go organik

    2010 antara lain:

    1. Memasyarakatkan pertanian organik kepada konsumen

    2. Memfasilitasi percepatan, penguasaan, penerapan, pengembangan, dan

    penyebarluasan teknologi pertanian organik

    3. Memfasilitasi kerjasama terpadu antar masyarakat agribisnis untuk

    mengembangkan sentra-sentra pertumbuhan pertanian organik

    4. Memberdayakan potensi dan kekuatan masyarakat untuk mengembangkan

    infrastruktur fisik dan kelembagaan pendukung pertanian organik

    5. Merumuskan kebijakan, norma, standar teknis, sistem dan prosedur yang

    kondusif untuk pengembangan pertanian organik.

    2.4 Definisi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

    Definisi usaha mikro Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.

    40/KMK.06/2003, tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil, adalah

  • 114

    usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia (WNI)

    dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000 per tahun.

    Definisi usaha kecil Menurut UU No. 9/1995, adalah: (1) Usaha produktif

    milik WNI, yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha yang

    tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi, (2)

    Bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

    dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha

    Menengah atau Besar (UMB), dan (3) Memiliki kekayaan bersih paling banyak

    Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki

    hasil penjualan paling banyak Rp. 100.000.000 per tahun. Berdasarkan Keputusan

    Menteri Keuangan (Kepmenkeu) 571/KMK 03/2003 maka pengusaha kecil adalah

    pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan barang kena pajak

    dan atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan

    brutto tak lebih dari Rp 600.000.000.

    Definisi usaha menengah menurut Instruksi Presiden (Inpres) No. 10/1999,

    tentang Pemberdayaan Usaha Menengah adalah ; (1) Usaha produktif milik WNI,

    yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan

    hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi; (2) Berdiri sendiri,

    dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

    dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan usaha

    besar, (3) Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000, sampai

    denganb Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,

    atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000 per tahun.

    2.5 Penelitian Terdahulu

    Mujiati (2004) menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis kelayakan

    finansial pada tingkat diskonto 12 persen, 16 persen dan 18 persen, usaha

    pengomposan layak untuk diusahakan. Namun usaha pengomposan ini sensitif

    terhadap perubahan harga input variabel, harga output dan kapasitas produksi.

    Pada kenaikan harga input variabel, penurunana harga output dan penurunan

    kapasitas produksi masing-masing 1 persen, usaha ini layak pada tingkat diskonto

    12 persen, akan tetapi tidak layak pada tingkat 18 persen.

  • 115

    Manalu (2006) dalam penelitiannya mengenai kelayakan finansial usaha

    kompos limbah ternak sapi perah di CV Cisarua Integrated Farming 2006

    menyimpulkan bahwa usaha tersebut dikatakan layak untuk dijalankan dengan

    pertimbangan NPV positif dalam keadaan normal dengan DR (14 % 20 %) dan

    BCR (Benefit Cost Ratio) lebih besar dari satu. Dalam usaha ini, komposisi

    limbah ternak sebesar 60 persen dari total bahan baku, harga limbah ternak Rp

    2500 per karung dan harga jual pupuk sebesar Rp 750 per kilogram dalam skala

    kecil dan Rp 400 per kilogram dalam skala besar.

    Widiastuti (2008) dalam penelitiannya mengenai studi kelayakan usaha

    pupuk organik cair di PT Mulyo Tani Tani, menyimpulkan bahwa usaha tersebut

    layak dijalankan dengan pertimbangan NPV bernilai positif (Rp 2.159.141) dan

    IRR 15 persen dengan tingkat DR sebesar 12 persen. Berdasarkan analisis

    sensitifitas yang dilakukan dalam penelitian tersebut, usaha pupuk organik cair

    sangat sensitif terhadap perubahan harga bahan baku, dan jika terjadi kenaikan

    bahan baku 10 persen menyebabkan usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan.

    Khaddafy (2009) dalam penelitiannya mengenai kelayakan usaha pupuk

    organik di CV Saung Wira di Kabupaten Bogor didapat kesimpulan bahwa usaha

    tersebut layak dijalankan pada kondisi normal dengan nilai NPV > 0

    (121.292.526), Net B/C >1 (3,22), IRR 47,88 persen dan PP 2,28. Dalam usaha

    tersebut, asumsi yang digunakan adalah harga jual Rp 2000 per kilogram.

    Dalam penelitian ini, usaha pupuk organik yang diteliti merupakan usaha

    kecil yang dikelola oleh kelompok tani di Kabupaten Subang. Usaha ini didirikan

    dengan bantuan pemerintah Kabupaten Subang. Analisis yang dilakukan meliputi

    analisis aspek finansial dan non finansial. Analisis aspek non finansial dijelaskan

    secara deskriptif mengenai: (1) Aspek Teknis dan teknologi, (2) Aspek

    Pemasaran, (3) Aspek Manajemen, (5) Aspek Hukum, dan (4) Aspek Sosial dan

    Lingkungan. Analisis aspek finansial dalam penelitian ini menggunakan laporan

    laba rugi dan arus kas dalam menentukan NPV, IRR, Net B/C dan PP. Dalam

    aspek finansial juga dilakukan analisis sensitivitas menggunakan switching value.

  • 116

    III KERANGKA PEMIKIRAN

    3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

    3.1.1 Studi Kelayakan Proyek

    Menurut Gray et al (1985), proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat

    direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan

    mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit. Menurut Gittinger

    (1986) proyek yang bergerak dalam bidang pertanian adalah suatu kegiatan

    investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang modal

    yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode

    waktu. Sumber-sumber yang dimaksud dapat berupa barang-barang modal, tanah,

    bahan setengah jadi, bahan mentah, tenaga kerja dan waktu.

    Menurut Subagyo (2007), Objek studi kelayakan terbagi dalam 3 jenis

    yang berbeda, yaitu :

    1. Pendirian, berarti objek yang dipelajari dan diteliti merupakan usaha baru

    yang akan didirikan

    2. Pengembangan, berarti objek yang dikaji usahanya sudah berdiri dan

    mempunyai rencana untuk dikembangkan terutama pada aspek-aspek

    tertentu, misalnya pembelian teknologi baru karena adanya permintaan

    pasar yang meningkat.

    3. Merger atau akuisisi, berarti objek merupakan usaha yang sudah berdiri

    kemudian digabungkan dan diambil alih oleh perusahaan lain.

    Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang kemampuan suatu

    proyek dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono, 2000). Suatu

    proyek dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria manfaat investasi

    sebagai berikut :

    1. Manfaat ekonomis proyek terhadap proyek itu sendiri (umumnya disebut

    sebagai manfaat finansial).

    2. Manfaat proyek bagi negara tempat proyek itu dilaksanakan (disebut juga

    manfaat ekonomi nasional).

    3. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat di sekitar proyek.

    Tujuan dilakukan analisis proyek adalah (1) untuk mengetahui tingkat keuntungan

    yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, (2) menghindari pemborosan

  • 117

    sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak

    menguntungkan, (3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada

    sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan, dan

    (4) menentukan prioritas investasi (Gray, et al, 1992).

    Dalam penelitian ini, ada enam aspek yang dipertimbangkan dalam

    mengambil keputusan yaitu :

    1. Aspek Pasar

    Untuk mencapai hasil pemasaran yang diinginkan, suatu perusahaan harus

    menggunakan alat-alat pemasaran yang membentuk suatu bauran pemasaran.

    Adapun yang dimaksud dengan bauran pemasaran menurut Kottler (2002) yaitu

    seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan terus menerus untuk

    mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Analisis aspek pasar mencakup

    permintaan, penawaran, harga, program pemasaran yang akan digunakan, serta

    perkiraan penjualan.

    2. Aspek Teknis

    Aspek teknis mencakup masalah penyediaan sumber-sumber dan

    pemasaran hasil-hasil produksi, seperti lokasi proyek, besaran skala operasional

    untuk mencapai kondisi yang ekonomis, kriteria pemilihan mesin dan equipment,

    layout, proses produksi, serta ketepatan penggunaan teknologi.

    3. Aspek Manajemen

    Tujuan analisis kelayakan usaha dari aspek manajemen adalah untuk

    mengetahui apakah pembangunan dan implementasi usaha dapat direncanakan,

    dilaksanakan dan dikendalikan, sehingga pada akhirnya rencana usaha dapat

    dikatakan layak atau tidak layak. Aspek-aspek yang diperhatikan pada studi

    kelayakan terdiri dari manajemen pada masa pembangunan yaitu pelaksana

    proyek, jadwal penyelesaian proyek, dan pelaksana studi masing-masing aspek,

    dan manajemen pada saat operasi yaitu bentuk organisasi, struktur organisasi,

    deskripsi jabatan, personil kunci, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan

    4. Aspek Hukum

    Aspek hukum terdiri dari bentuk usaha yang akan digunakan, jaminan-

    jaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam dana seperti akta,

    sertifikat dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha.

  • 118

    5. Aspek Sosial Lingkungan

    Aspek sosial lingkungan terdiri dari pengaruh proyek terhadap

    peningkatan kesejahteraan masyarakat, peluang kerja, dan pengembangan wilayah

    dimana proyek dilaksanakan.

    6. Aspek Finansial

    Aspek finansial terdiri dari uraian mengenai modal kerja, modal investasi,

    menganalisis laporan keuangan dan arus kas usaha dan memutuskan apakah usaha

    ini layak berdasarkan indikator-indikator finansial.

    3.1.2 Teori Biaya dan Manfaat

    Dalam menganalisa suatu proyek tujuan analisa harus disertai dengan

    definisi biaya dan manfaat. Biaya diartikan sebagai salah satu yang mengurangi

    suatu tujuan, sedangkan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu

    terlaksananya suatu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga didefinisikan

    sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan

    terhadap manfaat yang diterima. Biaya dapat dibedakan sebagai berikut :

    1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya

    bersifat jangka panjang, seperti tanah , bangunan, pabrik, dan mesin.

    2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang

    diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti biaya bahan baku

    dan biaya tenaga kerja.

    3. Biaya lainnya, seperti pajak, bunga, dan pinjaman.

    Manfaat dapat diartikan sebagai suatu yang dapat menimbulkan kontribusi

    terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi :

    1. Manfaat langsung yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan

    dirasakan sebagai akibat dari investasi seperti peningkatan pendapatan dan

    kesempatan kerja.

    2. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan

    tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek.

    Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan

    suatu proyek yang dilaksanakan adalah kriteria investasi. Dasar penilaian investasi

    adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari

    investasi tersebut dengan manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya

  • 119

    adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan

    adanya proyek (Gittinger, 1986).

    3.1.3 Analisis Kelayakan Investasi

    Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan

    biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek. Dalam mengukur manfaat suatu proyek

    dapat digunakan dua cara. Pertama, menggunakan perhitungan berdiskonto, yaitu

    suatu teknik yang dapat menurunkan manfaat yang diperoleh pada masa yang

    akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang. Kedua,

    menggunakan perhitungan tidak berdiskonto. Perbedaan dua cara ini terletak pada

    konsep Time Value of Money yang digunakan pada model perhitungan

    berdiskonto. Model perhitungan tidak berdiskonto memiliki kelemahan umum

    dibandingkan perhitungan berdiskonto yaitu ukuran tersebut belum

    mempertimbangkan secara lengkap mengenai lamanya arus manfaat yang

    diterima (Gittinger, 1986).

    Konsep Time Value of Money menyatakan bahwa nilai sekarang (present

    value) adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang

    (future value) yang disebabkan dua hal, yaitu: (1) time preference (sejumlah

    sumber yang tersedia untuk dinikmati pada saat ini lebih disenangi dibandingkan

    jumlah yang sama yang tersedia di masa yang akan datang), (2) Produktifitas atau

    efisiensi modal (modal yang dimiliki saat ini memiliki peluang untuk

    mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang melalui kegiatan yang

    produktif) yang berlaku baik secara perorangan maupun bagi masyarakat secara

    keseluruhan (Kadariah, 2001).

    Kedua unsur tersebut berhubungan secara timbal balik di dalam pasar

    modal untuk menentukan tingkat harga modal yaitu tingkat suku bunga, sehingga

    dengan tingkat suku bunga dapat dimungkinkan untuk membandingkan arus

    biaya dan manfaat yang penyebarannya dalam waktu yang tidak merata. Untuk

    tujuan itu, tingkat suku bunga ditentukan melalui proses discounting

    (Kadariah,2001).

  • 120

    3.1.4 Analisis Finansial

    Analisis finansial adalah analisis yang digunakan untuk membandingkan

    antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan

    menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000). Analisis

    Finansial terdiri dari:

    3.1.4.1 Laporan Laba Rugi

    Laporan laba rugi melaporkan pendapatan dan beban selama periode

    waktu tertentu berdasarkan konsep penandingan atau pengaitan. Menurut Warren,

    et al (2005) laporan laba rugi melaporkan kelebihan pendapatan yang dihasilkan

    selama periode terjadinya beban tersebut. Kelebihan ini disebut laba bersih atau

    keuntungan bersih. Jika beban melebihi pendapatan, maka disebut kerugian.

    Adanya laporan laba rugi akan memudahkan untuk menentukan besarnya aliran

    kas tahunan yang diperoleh suatu perusahan (Nurmalina, Sarianti dan Karyadi,

    2009).

    3.1.4.2 Net Present Value (NPV)

    Net Present Value (NPV) dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus

    kas yang ditimbulkan oleh investasi. Menurut Keown (2004), NPV diartikan

    sebagai nilai bersih sekarang dari arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan

    pengeluaran awal. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga

    yang relevan. Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:

    a. NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu memberikan tingkat

    pengembalian sebesar modal sosial Opportunity Cost faktor produksi

    normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung maupun rugi.

    b. NPV > 0, artinya suatu proyek dinyatakan menguntungkan dan dapat

    dilaksanakan.

    c. NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang

    dipergunakan, atau dengan kata lain proyek tersebut merugikan dan

    sebaiknya tidak dilaksanakan.

    3.1.4.3 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio)

    Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) merupakan angka

    perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present

  • 121

    value dari net benefit yang negatif. Kriteria investasi berdasarkan Net B/C Rasio

    adalah:

    a. Net B/C = 1, maka NPV = 0, artinya proyek tidak untung ataupun rugi

    b. Net B/C > 0, maka NPV > 0, artinya proyek tersebut menguntungkan

    c. Net B/C < 0, maka NPV < 0, proyek tersebut merugikan

    3.1.4.4 Internal Rate Return (IRR)

    Internal Rate Return adalah tingkat bunga yang menyebabkan present

    value kas keluar yang diharapkan dengan present value aliran kas masuk yang

    diharapkan, atau didefinisikan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan Net

    Present value (NPV) sama dengan nol.

    Menurut Gittinger (1986) IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern

    tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan

    persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga yang dapat dibayar oleh

    proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila

    memiliki nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan suatu

    investasi dianggap tidak layak apabila memiliki nilai IRR yang lebih kecil dari

    tingkat suku bunga yang berlaku.

    3.1.4.5 Payback Period (PP)

    Payback Period atau tingkat pengembalian investasi merupakan suatu

    metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur

    periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal kembali, maka

    akan semakin baik suatu proyek untuk diusahakan karena modal yang kembali

    dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono,

    1999).

    3.1.5 Analisis Sensitivitas

    Analisis senstivitas dilakukan untuk meneliti kembali analisa kelayakan

    proyek yang telah dilakukan. Tujuannya yaitu untuk melihat pengaruh yang akan

    terjadi apabila keadaan berubah. Hal ini merupakan suatu cara untuk menarik

    perhatian pada masalah utama proyek yaitu proyek selalu menghadapi

    ketidakpastian yang dapat terjadi pada suatu keadaan yang telah diramalkan

    (Gittinger, 1986).

  • 122

    Pada proyek di bidang pertanian terdapat empat masalah utama yang

    mengakibatkan proyek sensitif terhadap perubahan, yaitu:

    a. Perubahan harga jual

    b. Keterlambatan pelaksanaan proyek

    c. Kenaikan biaya

    d. Perubahan volume produksi

    Untuk menentukan ukuran sensitivitas, digunakan formula switching value.

    Menurut Gittinger (1986), analisis switching value adalah suatu analisa untuk

    dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-

    ubah. Pendekatan switching value (nilai ganti), mencari beberapa perubahan

    maksimum yang dapat ditolerir agar proyek masih bisa dilaksanakan. Perubahan-

    perubahan yang terjadi misalnya perubahan pada tingkat produksi, harga jual

    output maupun kenaikan harga input. Analisis ini dilakukan dengan teknik trial-

    error terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat diketahui tingkat kenaikan

    dan penurunan maksimum yang boleh terjadi dalam suatu usaha. Switching value

    menggambarkan tingkat perubahan tertentu yang menyebabkan NPV mendekati

    atau sama dengan nol, IRR sama dengan tingkat suku bunga dan Net B/C sama

    dengan satu. Parameter yang diambil adalah perubahan yang sangat

    mempengaruhi kelayakan usaha. Dalam penelitian ini, parameter yang diambil

    yaitu perubahan harga, harga bahan baku dan upah tenaga kerja.

    3. 2 Kerangka Pemikiran Operasional

    Program pengembangan pertanian organik (Go Organik 2010) adalah salah

    satu pilihan program untuk mempercepat terwujudnya pembangunan agribisnis

    berwawasan lingkungan (eco-agribisnis) guna meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat, khususnya petani. Langkah awal Go Organik 2010 yang dilakukan

    Pemkab Subang yaitu menumbuh-kembangkan industri kecil pupuk organik.

    Tujuannya yaitu meningkatkan ketersediaan pupuk organik sehingga petani

    beralih dari pupuk kimia ke organik secara bertahap. Untuk mensukseskan

    program tersebut, maka pada tahun 2007 Pemkab Subang memberikan bantuan

    dana dengan total sekitar satu milyar rupiah kepada 32 kelompok tani yang

    mengembangkan usaha pembuatan pupuk organik yang tersebar di beberapa desa

  • 123

    di Kabupaten Subang. Kelompok tani tersebut kemudian tergabung dalam APPOS

    (Asosiasi Produsen Pupuk Organik Subang).

    Kelompok tani Bineka I adalah salah satu produsen pupuk organik yang

    ada di Subang. Usaha ini berdiri sejak awal tahun 2008. Poktan Bhineka I dapat

    menghasilkan 25 ton pupuk organik per bulannya atau 300 ton per bulannya.

    Akan tetapi permintaan tersebut diperkirakan akan meningkat mengingat

    terjadinya peningkatan permintaan 54 persen dari tahun 2008 ke tahun 2009.

    Bahkan menurut pengelola, pernah terjadinya penolakan permintaan pupuk

    sebesar 20 ton karena tidak mampu dipenuhi. Menurut Ketua APPOS, potensi

    pasar pupuk organik yang baru terserap baru sekitar satu persen sehingga

    diharapkan UKM pupuk organik memanfaatkannya dengan meningkatkan skala

    produksi. Oleh karena itu, pengelola berencana meningkatkan kapasitas produksi

    dengan meningkatkan luas bangunan pengomposan.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha

    pupuk organik Poktan Bhineka I. Analisis kelayakan dilakukan dengan

    menganalisis aspek non finansial dan finansial. Aspek non finansial yang menjadi

    kriteria kelayakan suatu investasi, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek

    manajemen, aspek hukum dan aspek sosial. Analisis finansial mancakup kajian

    mengenai NPV, IRR, Net B/C Rasio, Payback Period dan kemudian dilakukan

    analisis sensitivitas usaha dengan switching value. Adapun kerangka operasional

    penelitian ini adalah sebagai berikut.

  • 124

    Gambar 2: Kerangka Pemikiran

    Analisis

    Sensitivitas

    Studi Kelayakan

    Tidak Layak

    1. Relokasi sumberdaya 2. Reevaluasi aspek-aspek

    Layak

    Usaha Pupuk organik

    dikembangkan

    Aspek Non Finansial

    1. Aspek Teknis 2. Aspek Pasar 3. Aspek Manajemen 4. Aspek Hukum 5. Aspek Sosial

    Lingkungan

    Aspek Finansial

    1. Laba Rugi 2. NPV 3. Net B/C 4. Payback Period

    Program Go Organik 2010

    Pemkab Subang

    Usaha Pupuk Organik Poktan Bhineka I didirikan pada tahun 2008

    Permintaan meningkat Kapasitas terbatas

    Peningkatan Kapasitas Produksi :

    25 ton per bulan 50 ton per bulan

  • 125

    IV METODE PENELITIAN

    4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di usaha pembuatan pupuk organik oleh kelompok

    tani Bhineka I, di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang.

    Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei hingga September 2009.

    4.2 Jenis Data dan Sumber Data

    Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data

    sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara, pemberian kuesioner maupun

    survey langsung ke pemasok bahan baku pupuk, Poktan Bhineka I dan konsumen

    pupuk. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS),

    internet, pustaka, dan literatur-literatur lainnya yang mendukung pelaksanaan

    penelitian ini.

    4.3 Metode Pengambilan, Pengolahan dan Analisis Data

    Metode pengambilan responden (sampling) yang digunakan dalam

    penelitian ini merupakan teknik non probabality sampling yang terdiri dari dua

    cara yaitu purpossive sampling dan snowball sampling. Pemilihan Poktan Bhineka

    I dilakukan secara sengaja purposive sampling yaitu menentukan dengan sengaja

    objek yang akan diteliti untuk menggambarkan beberapa sifat di populasi tersebut

    dengan pertimbangan bahwa objek yang dipilih memiliki potensi untuk

    pengembangan industri pupuk organik. Penentuan stakeholder sebagai sumber

    informasi dilakukan secara snowball sampling atas rekomendasi pengelola usaha

    Poktan Bhineka I (Bapak Haji Dedi Sobandy). Menurut Siagian dan Sugiarto

    (2008), teknik snowball sampling sangat tepat dilakukan bila populasinya kecil

    dan sangat spesiifk. Metode yang digunakan dalam mengolah dan menganalisis

    data pada penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif

    digunakan untuk mengetahui keragaan usaha pupuk organik, sedangkan metode

    kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha pupuk organik

    secara finansial berdasarkan analisis kelayakan usaha. Pengolahan data dilakukan

    dengan bantuan software Microsoft Excel untuk membuat proyeksi cash flow dari

    total biaya dan manfaat yang dihasilkan oleh usaha ini beberapa tahun ke depan.

  • 126

    Data dan informasi kuantitatif yang telah diolah disajikan dalam bentuk

    tabulasi yang bertujuan untuk mengklasifikasikan serta memudahkan dalam

    menganalisis data. Sedangkan untuk data yang bersifat kualitatif yaitu aspek

    pasar, aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek

    sosial ekonomi dan lingkungan selanjutnya akan disajikan dalam bentuk analisis

    deskriptif.

    4.4 Analisis Kelayakan Investasi

    Analisis kelayakan investasi dalam penelitian ini mengakaji aspek non

    finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial yang dikaji adalah (1) Aspek

    teknis, (2) Aspek Pasar, (3) Aspek Manajemen, (4) Aspek Hukum, (5) Aspek

    Sosial Lingkungan. Aspek finansial yag dikaji dalam penelitian ini yaitu arus kas

    usaha yang menghasilkan kriteria-kriteria investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C dan

    Payback period.

    4.4.1 Analisis Kelayakan Non Finansial

    Dalam penelitian ini, aspek kelayakan non finansial dikaji secara deskriptif

    dan kualitatif

    a. Aspek Teknis

    Aspek teknis mencakup lokasi dimana suatu proyek akan didirikan, skala

    operasi yang ditetapkan untuk mencapai skala ekonomis, kriteria pemilihan

    peralatan, proses produksi dan layout pabrik, serta ketepatan penggunaan

    teknologi. Dalam penelitian ini, aspek teknis dikaji secara deskriptif dan kualitatif.

    b. Aspek Pasar

    Aspek pasar mengkaji permintaan dan market potential serta proyeksi

    permintaan, harga, program pemasaran, serta perkiraan penjualan yang bisa

    dicapai perusahaan.

    c. Aspek Manajemen

    Aspek manajemen yang dikaji dalam penelitian ini adalah struktur

    organisasi yang dijalankan, jumlah tenaga kerja yang diperlukan dan pembagian

    kerja.

    d. Aspek Hukum

    Aspek hukum yang dikaji dalam usaha ini yaitu bentuk badan usaha yang

    digunakan dan perizinan usaha dalam menjalankan usaha.

  • 127

    e. Aspek Sosial Lingkungan

    Aspek sosial merupakan manfaat dan pengorbanan sosial yang mungkin

    dialami oleh masyarakat yang biasa disepakati secara bersama. Aspek sosial yang

    dikaji dalam penelitian ini adalah manfaat ekonomi dan sosial yang diterima

    masyarakat seperti pengurangan pengangguran, peningkatan pendapatan

    masyarakat dan dampak usaha terhadap lingkungan.

    4.4.2 Analisis Kelayakan Finansial

    Kriteria kelayakan finansial yang digunakan dalam penelitian meliputi Net

    Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return, serta

    Payback Periode.

    a. Laba Rugi

    Laba rugi adalah ikhtisar pendapatan dan beban selama periode waktu

    tertentu. Dalam penelitian ini, laba rugi dianalisis dalam periode satu tahun pada

    kondisi kapasitas maksimum. Pendapatan dari usaha ini adalah penjualan pupuk

    organik. Beban usaha terdiri dari beban adiministrasi, listrik dan penyusutan.

    Beban penyusutan dalam penelitian ini dihitung dengan metode garis lurus

    (linear) dengan rumus :

    Beban penyusutan per tahun = Harga pembelian Aktiva Nilai Akhir

    Umur Ekonomis

    Kondisi dimana pendapatan lebih besar dari beban usaha disebut laba atau

    sebaliknya. Laba bersih setalah dikurangi beban bunga tetapi sebelum pajak

    disebut EBT (Earning Before Tax) dan laba setelah dikurangi nilai pajak disebut

    EAT (Earning After Tax). Beban bunga yang ditetapkan dalam penelitian ini

    adalah sebesar 16 persen. Bunga dalam perhitungan merupakan bunga sederhana

    (simple interest) yaitu bunga yang dihitung secara linear dan tidak ditambahkan

    ke dana pokok untuk menghitung perolehan berikutnya (Soeharto,2002).

    Beban bunga per tahun = Total pinjaman X 16 %

    Umur tahun

  • 128

    b. Net Present Value (NPV)

    Net Present Value (NPV) suatu proyek menunjukkan manfaat bersih yang

    diterima proyek selama umur proyek pada tingkat suku bunga tertentu. NPV juga

    dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh

    investasi. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang

    relevan. Rumus perhitungan sebagai berikut:

    NPV =

    (1+)=1

    Dimana:

    Bt : Manfaat proyek pada tahun ke-t (Rp)

    Ct : Biaya proyek pada tahun ke-t (Rp)

    i : Tingkat suku bunga (%)

    t : Umur proyek ke- (per tahun)

    n : Jumlah umur ekonomis

    Adapun kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:

    a. NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan

    dan dapat dilaksanakan.

    b. NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya

    yang dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan

    dan sebaliknya.

    c. NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis

    sebesar modal sosial Opportunities Cost faktor produksi normal.

    Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi.

    c. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

    Net Benefit and Cost Ratio menyatakan besarnya pengembalian terhadap

    setiap satu satuan biaya yang telah dikeluarkan selama umur proyek. Net B/C

    merupakan angka perbandingan antara present value dari net benefit yang positif

    dengan present value dari net benefit yang negatif.

    Rumus perhitungan Net B/C:

    Net B/C =

    Bt Ct

    (1i)tnt=1

    Bt Ct

    (1i)tnt=1

    Dimana 0

    0

    tt

    tt

    CB

    CB

  • 129

    Keterangan:

    Bt = manfaat yang diperoleh setiap tahun

    Ct = biaya yang dikeluarkan setiap tahun

    t = umur proyek

    n = jumlah tahun atau jumlah umur ekonomis

    i = tingkat bunga (diskonto)

    Adapun kriteria investasi berdasarkan Net B/C ratio adalah sebagai berikut:

    a. Net B/C > 0, maka NPV>0, proyek menguntungkan

    b. Net B/C < 0, maka NPV

  • 130

    periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu dapat

    kembali, semakin baik suatu proyek untuk diusahakan karena modal yang kembali

    dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono, 2000).

    Adapun perhitungan Payback Periode adalah sebagai berikut:

    Payback Period =

    Keterangan:

    I = Besarnya investasi yang dibutuhkan

    Ab = Benefit bersih yang dapat diperoleh setiap tahunnya

    f. Analisis Sensitivitas

    Analisis Sensitivitas adalah teknik untuk mengantisipasi perubahan yang

    mungkin terjadi pada parameter-parameter yang diperkirakan dalam perencanaan.

    Melalui analisis sensitivitas akan diketahui faktor-faktor apa saja yang paling

    sensitif. Untuk mengukur tingkat sensitivitas digunakan formula Switching Value

    (SV) yang menggambarkan tingkat perubahan paremater tertentu yang

    menyebabkan NPV=0

    V = i+ + (NPV+)

    (NPV+ NPV) (i i+)

    Keterangan :

    i+ =Tingkat diskon yag membuat nilai NPV positif

    i- = Tingkat diskon yag membuat nilai NPV negatif

    NPV+ = Nilai NPV positif

    NPV- = NIlai NPV negatif

    4.5 Asumsi Dasar yang Digunakan

    Asumsi dasar yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain:

    1. Analisis aspek finansial dan non finansial dalam penelitian ini dilakukan

    dalam jangka waktu umur proyek. Umur proyek adalah 10 tahun,

    didasarkan pada umur investasi yang paling berpengaruh signifikan

    terhadap proses produksi dan paling lama, yaitu bangunan.

    2. Dilakukan dua skenario dalam usaha ini yaitu :

    bA

    I

  • 131

    a. Skenario I yaitu kondisi usaha dengan perolehan bahan baku yang telah

    dilaksanakan saat ini dan tanpa penambahan kapasitas produksi 25 ton per

    bulan selama umur proyek. Kapasitas produksi sesuai dengan luas

    bangunan pengomposan. Pada skeanrio I modal yang digunakan adalah

    modal sendiri ditambah bantuan pemerintah senilai Rp 32.000.000. Akan

    tetapi bantuan pemerintah tidak dimasukkan dalam perhitungan dalam

    nalisis arus kas penelitian ini karena arus kas yang dianalisis adalah arus

    kas incremental yaitu arus kas yang mempengaruhi kondisi kelayakan

    finanisial secara langsung selama proyek berlangsung.

    b. Skenario II yaitu kondisi usaha dengan peningkatan kapasitas produksi

    menjadi dua kali lipat dari 25 ton menjadi 50 ton per bulan. Pada seknario

    II dilakukan penambahan luas bangunan pengomposan dan alat produksi.

    Peningkatan kapasitas akan dilakukan pada tahun ke-3 (Tahun 2010)

    menyebabkan peningaktan investasi. Modal untuk peningkatan investasi

    pada skenario II diperoleh dari pinjaman.

    3. Pada skenario I, tingkat diskon yang digunakan dalam analisis arus kas

    merupakan tingkat suku bunga deposito Bank Rakyat Indonesia (BRI)

    pada tanggal 1 September 2009 sebesar 7 persen. Hal ini dikarenakan

    modal yang digunakan adalah modal sendiri sehingga oppourtunity cost

    dalam investasi adalah bunga deposito. Pada skenario II, tingkat bunga

    yang digunakan dalam analisis arus kas adalah bunga pinjaman Kredit

    usaha Rakyat (KUR) dengan tingkat bunga 16 persen. Hal ini dikarenakan

    pada skenario II, usaha ini memperoleh pinjaman KUR untuk peningkatan

    investasi. Bank BRI menjadi acuan dalam penentuan tingkat bunga karena

    BRI adalah bank mitra dari pengelola usaha pupuk organik Poktan

    Bhineka I.

    4. Inflow dan Outflow pada tahun 2010 hingga akhir umur proyek merupakan

    proyeksi berdasarkan pada penelitian dan informasi yang didapatkan pada

    tahun 2008 dan tahun 2009.

    5. Harga input produksi pupuk organik Bhineka I adalah harga perolehan

    ditempat produksi (farm gate price) dimana marjin pemasaran tidak

    termasuk dalam harga. Harga input yang digunakan pada tahun ke-3

  • 132

    hingga selanjutnya merupakan harga pada tahun 2009 dan tidak berubah

    sepanjang umur proyek.

    6. Semua bahan baku habis di produksi sehingga tidak ada persediaan bahan

    baku di awal dan akhir tahun.

    7. Harga pupuk Bhineka I yang digunakan mulai tahun ke-3 hingga tahun ke-

    10 adalah harga yang berlaku pada tahun 2009 yaitu Rp 650 per kilogram.

    Tingkat harga yang digunakan adalah tingkat harga ditempat produksi

    (farm gate price)

    8. Produk yang dihasilkan habis terjual sehingga tidak ada persediaan di

    akhir dan di awal tahun.

    9. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun ke-1 dan biaya reinvestasi

    dikeluarkan untuk peralatan-peralatan yang telah habis umur

    ekonomisnya. Nilai dari investasi dan reinvestasi merupakan nilai

    perolehan barang modal (investasi) pada tahun 2008.

    10. Pajak yang digunakan dalam usaha ini adalah pajak penghasilan untuk

    orang pribadi karena usaha ini belum memiliki bentuk badan usaha.

    Besarnya pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Republik

    Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan:

    a. Tidak dikenakan pajak apabila perusahaan menderita kerugian

    b. Tarif 5 % untuk nilai penghasilan kena pajak per tahun

    Rp 50.000.000

    c. Tarif 10 % untuk nilai penghasilan kena pajak per tahun

    Rp 50.000.000 Rp 250.000.000

    d. Tarif 15 % untuk nilai penghasilan kena pajak per tahun

    Rp 250.000.000 Rp 500.000.000

    e. Tarif 5 % untuk nilai penghasilan kena pajak per tahun

    Rp 500.000.000 hingga lebih.

    11. Analisis sensitivitas yang dilakukan dengan switching value yaitu:

    a. Kenaikan harga bahan baku

    Asumsi ini didasarkan pada kenaikan harga bahan baku mencapai

    14,25 persen dari tahun 2008 hingga tahun 2009. Hal ini sangat

  • 133

    berpengaruh terhadap arus kas karena biaya bahan baku

    mempunyai proporsi 80,17 persen terhadap anggaran

    b. Kenaikan harga tenaga kerja per HOK

    Asumsi ini didasarkan pada peningkatan upah 20 persen dari tahun

    2008 hingga tahun 2009. Biaya upah mempunya proporsi terhadap

    anggaran biaya sebesar 13,9 persen.

    c. Perubahan harga jual

    Asumsi ini didasarkan karena adanya perkiraan penurunan harga

    jual pupuk organik kedepannya. Perkiraan ini didasarkan atas

    kebijakan pemerintah dalam pemasaran pupuk organik. Untuk

    mendukung pertanian organik, pemerintah membuat kebijakan

    yang menunjuk perusahaan pupuk nasional menawarkan ke pasar

    pupuk organik bersubsidi dengan harga eceran tertinggi Rp 500.

    Kebijakan ini akan diterapkan di Kabupaten Subang pada tahun

    2010. Secara tidak langsung, kondisi ini memicu penurunan harga

    pupuk organik.

  • 134

    V GAMBARAN UMUM

    5.1 Karakteristrik Wilayah Penelitian

    Desa Blendung merupakan salah satu desa dari 11 desa di Kecamatan

    Purwadadi, Kabupaten Subang. Desa Blendung merupakan dataran rendah yang

    memiliki luas 567.318 hektar dan termasuk kawasan yang bebas banjir. Dari total

    luas lahan di Desa Blendung, 80 persen adalah lahan pertanian dan 59 persen

    adalah lahan perkebunan milik perorangan (Lampiran 3). Karakter iklim dari Desa

    Blendung yaitu :

    1. Curah hujan 1.721 mm dengan jumlah bulan hujan yaitu 6 bulan hujan

    2. Suhu rata-rata harian 29 derajat celcius

    3. Ketinggian tempat 35 mdl

    Jumlah penduduk Desa Blendung yaitu 3354 jiwa. Sebagian besar

    masyarakat Desa Blendung bermata pencaharian sebagai petani dengan status

    pemilik lahan rata-rata kurang dari satu hektar.

    Tabel 3. Data Kepemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Desa

    Blendung

    Sumber : Profil Desa Blendung, 2007

    Desa Blendung memiliki empat Poktan dan dan satu gabungan kelompok

    tani (gapoktan). Kelompok tani tersebut tersebar di empat dusun yaitu;

    Dusun I : Kelompok Tani Bhineka III (Ketua : Bapak Ubay Jasana)

    Dusun II : Kelompok Tani Bhineka II (Ketua : Bapak Adang Jaya Kusumah)

    Dusun III : Kelompok Tani Bhineka IV (Ketua : Bapak H. Jumadi)

    Dusun IV : Kelompok Tani Bhineka I (Ketua : Bapak Ust. Sukarya)

    Keempat Poktan tersebut kemudian tergabung dalam Gapoktan Bina

    Usaha yang diketuai oleh Bapak Dedi Sobandi. Keberadaan empat kelompok tani

    dan Gapoktan di Desa Blendung diharapkan dapat menjadi sarana utama bagi

    Karakteristik Jumlah (keluarga)

    Memiliki lahan pertanian 1.014

    Tidak memiliki lahan pertanian 15

    Memiliki lahan < 1 ha 870

    Memiliki lahan 1,0-5,0 ha 108

    Memiliki lahan 5,0-10 ha 21

    Memiliki >10 ha 15

    Jumlah total keluarga petani 1.014

  • 135

    petani dalam penyerapan informasi dan teknologi baru. Dengan adanya kelompok

    tani dapat menunjang pembangunan desa dalam pengembangan agribisnis

    pedesaan.

    Kelompok tani Bhineka II, III, dan IV termasuk Poktan pemula yang

    dibentuk pada tahun 2007. Poktan Bhineka I merupakan Poktan yang sudah

    berdiri lama yang menjadi pelopor pembentukan Poktan di Desa. Aktifitas Poktan

    Bhineka I yaitu usaha pembuatan emping dan kripik nangka, pembibitan dan

    pembuatan pupuk organik.

    Pendirian Poktan Bhineka II, III, IV di Desa Blendung dirancang

    sedemikian rupa oleh hasil musyawarah dengan aparat desa dan masyarakat

    dimana setiap Poktan mengelola jenis usaha yang spesifik. Poktan Bhineka I

    difokuskan dalam pengolahan dan penyediaan input, Bhineka II dalam usaha

    peternakan, Poktan Bhineka III dalam usaha perikanan dan Bhineka IV dalam

    usaha padi.

    5.2 Asosiasi Produsen Pupuk Organik Subang (APPOS)

    APPOS didirikan sejak tahun 2006 atas dasar inisiatif oleh anggota dan

    dukungan dari Pemkab Subang. Tujuan didirikan APPOS adalah mengembangkan

    usaha pupuk organik Subang untuk mendukung berkembangnya pertanian organik

    di Subang. APPOS teridiri dari 32 produsen pupuk organik yang ada di

    Kabupaten