Upload
phungliem
View
235
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
Analisis Kesesuaian Ekosistem Terumbu Karang Untuk Pengembangan
Wisata Snorkeling di Pulau Beralas Pasir Kabupaten Bintan
Putri Ayu Petra, Febrianti Lestari, Dedy Kurniawan
Program studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
PETRA, A. P. Analisis Kesesuaian Ekosistem Terumbu Karang Untuk
Pengembangan Wisata Snorkeling Di Pulau Beralas Pasir Kabupaten
Bintan.Tanjungpinang. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perairan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Pembimbing oleh
Febrianti Lestari dan Dedy Kurniawan.
Penelitian mengenai analisis kesesuaian ekosistem terumbu karang untuk
pengembangan wisata snorkeling di Pulau Beralas Pasir Kabupaten Bintan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan kondisi sumberdaya
terumbu karang di KKPD Bintan di sekitaran Perairan Pulau Beralas Pasir,
mengetahui kesesuaian kawasan dan daya dukung sumberdaya terumbu karang
untuk pengembangan wisata snorkeling di Perairan Pulau Beralas Pasir. Penelitian
ini dilakukan dengan metode survey dengan teknik pengambilan sampel secara
purposive sampling sebanyak 3 titik stasiun. Hasil penelitian Potensi terumbu
karang di Perairan Pulau Beralas Pasir dilihat dari segi kecerahan perairan
memiliki kecerahan 100%, tutupan komunitas karang berkisar 26-45%, jumlah
jenis life form karang sebanyak 5-7 jenis, jenis ikan karang 7 jenis, kecepatan arus
24,16-36,01 cm/detik, kedalaman terumbu karang sekitar 3,83-4,83 meter.
Kesesuaian wisata terumbu karang kategori snorkeling di perairan Pulau Beralas
Pasir memiliki nilai yang sama pada setiap stasiun, yaitu 52,63, Daya Dukung
terumbu karang untuk pengembangan wisata snorkeling di perairan Pulau Beralas
Pasir yaitu pada stasiun I dan II kemampuan alam untuk mentolerir gangguan
akibat aktivitas manusia/ daya dukungnya untuk wisata snorkeling pada stasiun I
maksimum 23 orang dan untuk stasiun II maksimum 22 orang. Sementara daya
dukung untuk stasiun III tidak sesuai untuk dilakukan pengembangan wisata
snorkeling. Hal ini disebabkan karena beberapa parameter tidak mendukung untuk
mendukung kegiatan wisata snorkeling seperti kecepatan arus.
Kata kunci : daya dukung, terumbu karang, wisata snorkeling, pulau beralas pasir,
bintan
2
PENDAHULUAN
Terumbu Karang (coral reefs) merupakan kumpulan binatang karang (reef
coral), yang hidup di dasar perairan dan menghasilkan bahan kapur CaCO3
(Ruswahyuni, 2009). Mereka mendapatkan makanannya melalui dua cara :
pertama, dengan menggunakan tentakel mereka untuk menangkap plankton dan
kedua, melalui alga kecil (disebut zooxanthellae) yang hidup di jaringan karang.
Beberapa jenis zooxanthellae dapat hidup di satu jenis karang, biasanya mereka
ditemukan dalam jumlah besar dalam setiap polip, energi dari fotosintesa dan 90%
kebutuhan karbon polip Zooxanthellae menerima nutrisi-nutrisi penting dari
karang dan memberikan sebanyak 95% dari hasil fotosintesisnya (energi dan
nutrisi) kepada karang. Wisata snorkeling merupakan kegiatan menikmati
pemandangan bawah air, dapat berupa terumbu karang, padang lamun, rumput
laut, ikan hias, dan berbagai biota laut lain. Aktifitas snorkeling dilakukan pada
perairan dangkal yang pemandangannya dapat dinikmati secara jelas, hendaknya
dilakukan pada kawasan tertentu yang dapat dikategorikan indah dan aman bagi
pengunjung, selain itu penjelasan dan pengawasan diberikan kepada pengunjung
secara efektif sehingga kerusakan terhadap komunitas biota dan ekosistem dapat
dicegah semaksimal mungkin. Kegiatan snorkeling dapat dilakukan di sekitar
pinggiran teluk dan pulau kecil sepanjang hamparan datar hingga tubir (Zulfikar et
al, 2011).
Pulau Beralas Pasir merupakan salah satu Pulau dari Kecamatan Gunung
Kijang Kabupaten Bintan yang terletak di Provinsi Kepulauan Riau.Pulau Beralas
Pasir memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata
snorkeling,hal ini didasarkan karena wisata snorkeling memiliki potensi daya tarik
yaitu melihat/menikmati obyek biota bawah air antara lain : hamparan terumbu
karang, lamun, ikan-ikan karang yang berwarna warni, pasir dan bebatuan serta
biayanya lebih murah dibandingkan wisata diving. Dengan potensi terumbu
karang yang ada di perairan Pulau Beralas Pasir, maka perlu dilakukan penelitian
untuk menganalisis dan mengembangkan wisata snorkeling dengan kesesuaian
dan daya dukung sumberdaya terumbu karang di Perairan Pulau Beralas Pasir
Kabupaten Bintan agar dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan konservasi
dan pemanfaatannya berkelanjutan untuk masa mendatang.
.
3
BAHAN DAN METODE
2.1. Waktu dan tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan selama tiga bulan mulai bulan Februari
sampai dengan April 2018 di Perairan Pulau Beralas Pasir Kabupaten Bintan.
Untuk lebih lanjut lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 1. Lokasi Penelitian di Pulau Beralas Pasir
2.2. Alat dan bahan
Alat yang digunakan adalah Peralatan selam scuba, gps untuk menentukan
posisi koordinat stasiun penelitian, kamera digital bawah air untuk dokumentasi,
roll meter sebagai garis bantu transek, frame dibuat dari besi diameter 6 mm dan
dilas sesuai ukuran 58 x 44 cm dan diberi warna mencolok untuk mempermudah
melihat foto, kertas tahan air untuk menulis di bawah air, beserta papan dan
pensil, harddisk eksternal untuk menyimpan foto-foto bawah air, komputer laptop
untuk menganalisis foto, peranti lunak cpce untuk identifikasi data karang, peta
lokasi monitoring, kapal motor ukuran sedang untuk transportasi, buku
identifikasi ikan karang
2.3. Prosedur penelitian
Pada penelitian ini ditentukan tiga titik stasiun pengamatan yang mana
sebelumnya dilakukan survey awal dengan metode observasi dengan cara
snorkeling terlebih dahulu untuk memperoleh gambaran umum kondisi fisik
wilayah pengamatan. Setiap stasiun pengamatan ditentukan dengan purposive
Sampling, yakni menetapkan stasiun berdasarkan karakter tutupan terumbu karang
yang baik sehingga diharapkan mewakili karakter lingkungan yang ada dan
kemudian ditandai dengan Global Positioning System (GPS).
4
2.4 Teknik Pengumpulan Data
2.4.1 Data terumbu karang
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer melalui pengamatan langsung
dilapanganuntuk melihat kondisi terumbu karang di lapangan dilakukan dengan
penyelaman menggunakan peralatan snorkeling dengan mengunakan metode
transek kuadrat. Secara umum diletakkan pada kedalaman sekitar 3 metar untuk
mewakili perairan dangkal.Roll meter ditarik sepanjang 50 meter di letakkan di
dasar perairan sebagai garis bantu transek kemudian diletakkan frame yang
terbuat dari besi diameter 6 mm dengan ukuran 58 x 44 cm dan diberi warna yang
mencolok untuk mempermudah melihat photo. Pemotretan dimulai dari meter ke-
1 sampai meter ke-50 dengan jarak antar pemotretan sepanjang 1 meter.
Pemotretan pada meter ke-1, meter ke-3 dan berikutnya dengan nomor ganjil
dilakukan disebelah kiri garis transek, sedangkan untuk pemotretan nomor genap
2, 4 dan seterusnya dilakukan disebelah kanan garis transek. Metoda pencacahan
terumbu karang pada metoda Underwater Photo Transect (UPT) (Giyanto et al.,
2010a; Giyanto, 2012b), dilakukan pemotretan bawah air menggunakan kamera
digital bawah air.Teknik ini untuk mengestimasi persentasetutupan komunitas
karang dan jumlah jenis (life-form) karang mengacu pada (English et al, 1997).
Teknik pemotretan dilakukan mulai dari tubir laut sampai ke bibir
pantai.Pengambilan photo dilakukan pada jarak sekitar 60 cm tegak lurus terhadap
dasar substrat dengan luas bidang pemotretan 2.552 cm2 atau (58 x 44 cm) untuk
setiap framenya. Identifikasi biota didasarkan pada bentuk pertumbuhan (life-
form) degan kode-kode identifikasi mengacu pada (Veron, 2000).
2.4.2 Data ikan karang
Ikan karang adalah ikan yang hidup berasosiasi dengan terumbu
karang.Terumbu karang sebagai habitat ikan karang untuk mencari makan,
berlindung, memijah dan tempat asuhan (Giyanto et al, 2014).Metode yang
digunakan dalam melakukan pemantauan ikan karang adalah metode Underwater
Visual Census (UVC) (English Iet al, 1997). Pemantauan dilakukan digaris
transek yang sama dengan penelitian karang , agar sekaligus mendapatkan data
bentik yang menggambarkan habitatnya. Sensus dilakukan pada garis transek
sepanjang 70 m dengan lebar pengamatan 5 m, terdiri dari sebelah kiri transek 2,5
m dan sebelah kanan transek 2,5 m sehingga total luas daerah pengamatan pada
tiap stasiun adalah 350 m2.
Pengamatan ikan karang dibagi dalam 2 kategori yakni ikan indicator dan ikan
target. Jenis ikan indicator yakni : Ikan Kepe-Kepe, Ikan Kakatua, Ikan Brajanata,
Ikan Beronang. Dan ikan target yakni: Ikan Kerapu, Ikan Kakap, Ikan Lencam,
Ikan Bibir Tebal (Giyanto et al, 2014). Pencatatan data meliputi jumlah dan jenis
ikan karang yang disajikan dalam table dan deskripsikan secara kualitatif dan
kuantitatif.
5
2.4.3 Data parameter lingkungan
a. Kecerahan
Kecerahan perairan diukur dari jarak tampak sama dengan kedalaman perairan.
Cara pengukuranya adalah dengan melihat kedalaman perairan sama dengan jarak
tampak sampai ke dasar perairan.
b. Kedalaman
Kedalaman perairan diukur dengan tujuan untuk melihat kedalaman perairan
karang.Kedalaman perairan diukur menggunakan tonggak kayu yang diberi
skala.Cara pengukurannya adalah dengan memasukkan tonggak kedalam perairan
yang ingin diteliti hingga mencapai kedalaman dasar, kemudian lihat skala yang
tampak pada dasar perairan, catat skala yang telah didapat.
c. Kecepatan Arus
Kecepatan Arus diukur dengan menggunakan pelampung yang diikat tali
sepanjang 4 meter dan stopwatch.Kemudian pelampung diletakkan pada
permukaan perairan pada titik yang telah ditentukan dan dibiarkan tali menegang
kemudian diukur jarak tempuh pelampung tersebut dalam satuan waktu yaitu
meter per detik (m/det) dari jarak awal diletakan.Pengukuaran kecepatan arus
dilakukan tiga kali pengulangan di setiap titik titik.Waktu pengukuran kecepatan
arus ini dilakukan ketika pasang dan surut.
2.5 Analisis data
2.5.1 Analisis Kesesuaian Ekowisata Snorkeling
Analisis Kesesuaian ekowisata snorkeling mengacu pada Yulianda
(2007).Berdasarkan matrik analisis kesesuaian ekowisata snorkeling.Pada matriks
analisis kesesuaian ekowisata snorkeling terdapat beberapa kriteria yang harus
diukur yaitu kecerahan, tutupan karang, jenis life form, jenis ikan karang,
kecepatan arus, kedalaman, dan luas hamparan datar karang. Kriteria ini diberi
bobot dan kemudian setelah pengukuran dikategorikan kedalam kategori S1
merupakan Sangat sesuai, S2 merupakan Cukup Sesuai, S3 merupakan Sesuai
bersyarat,dan N merupakan Tidak sesuai.
Perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata berdasarkan Yulianda (2007). Rumus yang
digunakan untuk menghitung indeks kesesuaian wisata adalah sebagai berikut :
IKW = (Σ Ni / N max) x 100%
IKW merupakan indeks kesesuaian wisata, Ni merupakan nilai parameter ke-i
(bobot x skor), N maks merupakan nilai maksimum dari suatu kategori wisata,
Jumlah merupakan Skor x Bobot, N max merupakan 57 (Nilai Maksimum), S1
merupakan Sangat sesuai, dengan nilai 75 – 100 %, merupakan Cukup Sesuai,
dengan nilai 50 - < 75 %, S3 merupakan Sesuai bersyarat, dengan nilai 25 - < 50
% dan N merupakan Tidak sesuai, dengan nilai < 25 %.
6
2.5.2 Analisis Daya Dukung Wisata
Menurut Yulianda (2007), analisis daya dukung ditujukan
padapengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya
pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Mengingat pengembangan
wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk
pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya dukung kawasan.Metode
yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata
alam dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK) dan data yang
diambil dari penelitian sebelumnya (Lumbantoruan, 2017). DDK adalah jumlah
maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang
disediakan pada waktu tertentu tanpa menmbulkan gangguan pada alam dan
manusia. Perhitungan DDK dalam bentuk rumus:
DDK = K x Lp/Lt x Wt/Wp
DDK merupakan Daya dukung kawasan, K merupakan Potensi ekologis
pengunjung per satuan unit area, Lp merupakan Luas area atau panjang area yang
dapat dimanfaatkan, Lt merupakan Unit area untuk kategori tertentu, Wt
merupakan Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata perhari,
Wp merupakan Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan
tertentu, Pada perhitungan DDK terdapat angka yang telah ditentukan untuk tiap
kategori wisata seperti K merupakan 1, Wp merupakan 3 jam, Wt merupakan 6
jam, dan Lt merupakan 500 m². Sedangkan Lp dihitung luas area atau panjang
area yang dapat dimanfaatkan untuk ekowisata snorkling pada suatu kawasan.
2.5.3 Analisis persepsi masyarakat
Analisis persepsi masyarakat dilakukan dengan cara metode survey dan
wawancara kepada masyarakat setempat dan kepada wisatawan yang berkunjung
ke pulau beralas pasir, dengan menggunakan alat bantu kuisioner. Analisis
pemanfatan yang digunakan untuk pengembangan wisata Snorkeling.Adapun
pembagian kosioner yang akan dibagikan kepada masyarakat setempat dan
wisatawan adalah masyarakat yang berusia 17- 50 Tahun dan merupakan
penduduk asli Desa Teluk Bakau yang dekat dengan Pulau Beralas Pasir dan
wisatawan yang berkunjung. Dari hasil wawancara tersebut akan dianalisis secara
deskriptif kualitatif dan disajikan dalam bentuk grafik. Setiap pernyataan masing-
masing memiliki nilai: sangat tidak penting (diberi nilai = 1), tidak penting (diberi
nilai = 2), tidak berpendapat ( diberi nilai = 3), penting (diberi nilai = 4), sangat
penting (diberi nilai = 5).
7
HASIL
3.1 Kecerah perairan
Gambar 2.
Gambar 2 memperlihatkan hasil pengukuran kecerahan perairan di Pulau
Beralas Pasir pada stasiun bernilai 100%, pada stasiun 2 kecerahan 100%, dan
stasiun 3 kecerahan bernilai 100%, yang berarti kondisi perairan di Pulau Beralas
Pasir sangat jernih dan masih dapat ditembus cahaya matahari hingga kedasar
perairan. kecerahan perairan 100% dengan kedalaman hingga 4,83 meter ini dapat
dikatakan cukup sesuai untuk memenuhi salah satu kategori wisata snorkeling.
3.2 Kedalaman perairan
Gambar 3
Gambar 3 menunjukkan hasil pengukuran kedalaman perairan di sekitar
Pulau Beralas Pasir pada stasiun 1 dengan nilai 4,17 meter. Stasiun kedalaman 4,5
meter, dan pada stasiun 3 nilai kedalaman berkisar antara 4,83 meter, dengan
rata-rata kedalaman berkisar antara 4,5 - 4,83 meter. pada stasiun 1 rata-rata
kedalaman adalah 4,17 meter dengan kecerahan 100%. pada stasiun 2 rata-rata
kedalaman adalah 4,5 meter dengan kecerahan 100%, dan pada stasiun 3 rata-rata
kedalaman adalah 4,83 meter dengan kecerahan 100%. Hasil pengukuran
kedalaman dikatakan cukup sesuai dihitung dari analisis keseuaian ekowisata
snorkeling(Yulianda, 2007).
8
3.3 Kecepatan arus
Gambar 3
Gambar 3 memperlihatkan hasil pengukuran kecepatan arus pada stasiun 1
dengan nilai 24,65 meter/detik. Stasiun 2 nilai kecepatan arus 24,16 meter/detik.
dan Stasiun 3 kecepatan arus 36,01 meter/detik. Hasil pengukuran kecepatan arus
termasuk kedalam kategori sesuai bersyarat (Yulianda, 2007). Kecepatan arus
diukur menggunakan pelampung yang diikatkan dengan tali sepanjang 4 meter
(400 cm) lalu diletakkan diperairan hingga tali menegang dan waktu
menegangnya tali dihitung dengan menggunakan stopwatch.
3.4 Tutupan komunitas karang
Gambar 4
Gambar 4 memperlihatkan tutupan komunitas karang di pulau beralas
pasir terkategorikan sedang dengan persentase tutupan karang hidup berkisar
antara 26 - 45% (Gambar 8).Tutupan karang hidup yang rendah berada pada
stasiun 2 mencapai 45% dan merupakan persentase paling tinggi.Pada stasiun 1
persentase tutupan karang hidup mencapai 32%.Persentase tutupan karang yang
paling rendah yaitu pada stasiun 3 mencapai 26%. Jenis terumbu karang yang
hidup di setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 10.Ditemukan 2 jenis karang
kategori Acropora yang terdapat di stasiun 1 sebanyak 2 jenis karang yaitu
Acropora digitate1% dan Acropora submassive 2,6%, pada stasiun 2 ditemukan 1
jenis karang yaitu Acropora digitate0,4%. Sedangkan pada stasiun 3 tidak
ditemukan jenis karang kategori Acropora.
9
Pada Stasiun 1 ditemukan 5 jenis karang kategori Non Acropora yaitu
Coral encrusting 0,2%, Coral foliose 9,8%, Coral massive 15,6%, Coral
mushroom 2,4%, Coral submassive 0,4%. Pada stasiun 2 ditemukan 5 jenis
karang kategori Non Acropora yaitu Coral branching 4,6%, Coral foliose 18,4%,
Coral massive 13,4%, Coral mushroom 2,2%, Coral submassive 5,6%. Pada
stasiun 3 juga ditemukan 5 jenis karang kategori Non Acropora yaitu Coral
branching 0,2%, Coral encrusting 2%, Coral foliose 4,4%, Coral massive 18,6%,
Coral submassive 0,8%.
Tabel 1.Persentase Jenis Terumbu Karang Hidup, Biotik dan Abiotik di Pulau
Beralas Pasir
Kategori Jenis Karang % per Stasiun
1 2 3
Acropora Acropora digitate (ACD) 1 0,4 -
Acropora submassive
(ACS)
2,6 - -
Non Acropora Coral branching (CB) - 4,6 0,2
Coral encrusting (CE) 0,2 - 2
Coral foliose (CF) 9,8 18,4 4,4
Coral massive (CM) 15,6
13,4
18,6
Coral mushroom (CMR) 2,4 2,2 -
Coral submassive (CS) 0,4 5,6 0,8
Karang Hidup 32 45 26
Fleshy Seaweed Algae assemblage (AA) 9,6 3 2,4
Coralline algae (CA) 10 0,4 0,6
Halimeda (HA) 13
10,8
2
Macroalgae (MA) 5,6 5,6 1,8
Other Anemone (ANM) 3 1,6 -
Bulu babi (BB) 0,2 - 10
Sand Sand (SN) - 1 -
Rubble Rubble (RB) 10,8
10,8
26,2
10
Silt Silt (SIL) 3,8 6,4 4
Rock Rock (RCK) - 0,6 -
Dead Coral Deadcoral (DEC) 2,2 4,6 7,8
Dead Coral With
Algae
Deadcoralwithalgae
(DCWA)
9,8
10,6
19,2
Sumber: Data Primer, 2018
Biota-biota yang ada di stasiun pengamatan terdiri dari beberapa jenis disetiap
stasiun. Pada stasiun 1 terdapat Algae assemblage 9,6%, Coralline algae 10%,
Halimeda 13%, Macroalgae 5,6%, Anemone 3%, Bulu babi 0,2%. Pada stasiun 2
terdapat Algae assemblage 3%, Coralline algae 0,4%, Halimeda 10,8%,
Macroalgae 5,6%, Anemone1,6%. Pada stasiun 3 terdapat Algae assemblage
2,4%, Coralline algae 0,6%, Halimeda 2%, Macroalgae 1,8%, Bulu babi 10%.
Unsur abiotik pada stasiun pengamatan didominasi Rubble atau pecahan karang di
setiap stasiun, pasir dan batuan hanya ditemui di stasiun 2. Pada stasiun 1 terdapat
Rubble 10,8% dan Silt 3,8%. Pada stasiun 2 terdapat Sand 1%, Rubble 10,8%, Silt
6,4%, Rock 0,6%. Sedangkan pada stasiun 3 terdapat Rubble 26,2% dan Silt 4%.
Karang mati di stasiun 1 terdiri dari Dead coral 2,2% dan Dead coral with algae
9,8%. Pada stasiun 2 terdiri dari Dead coral 4,6% dan Dead coral with algae
10,6%. Sedangkan pada stasiun 3 terdiri dari Dead coral 7,8% dan Dead coral
with algae 19,2 %. Berdasarkan tingginya persentase jenis terumbu karang yang
ada di tabel 8 dapat dikatakan bahwa potensi tutupan komunitas karang yang ada
di pulau beralas pasir berada pada kategori yang hampir baik dan cocok untuk
dikembangkan dalam kegiatan snorkeling.
3.5 lifeform karang
Tabel 2. Identifikasi Lifeform karang di Pulau Beralas Pasir
Kategori Jenis Karang Stasiun
1 2 3
Acropora Acropora digitate (ACD) √ √ -
Acropora submassive
(ACS)
√ - -
Non Acropora Coral branching (CB) - √ √
Coral encrusting (CE) √ - √
Coral foliose (CF) √ √ √
Coral massive (CM) √ √ √
Coral mushroom (CMR) √ √ -
11
Coral submassive (CS) √ √ √
Persentase Jumlah Karang Hidup 7 6 5
Sumber : Data Primer
Pada stasiun 1 ditemukan 2 jenis karang kategori Acropora yaitu Acropora
digitate1% dan Acropora submassive 2,6%, pada stasiun 2 ditemukan 1 jenis
karang yaitu Acropora digitate0,4%. Sedangkan pada stasiun 3 tidak ditemukan
jenis karang kategori Acropora. Pada Stasiun 1 ditemukan 7 jenis karang kategori
Non Acropora yaitu Coral encrusting 0,2%, Coral foliose 9,8%, Coral massive
15,6%, Coral mushroom 2,4%, Coral submassive 0,4%. Pada stasiun 2 ditemukan
6 jenis karang kategori Non Acropora yaitu Coral branching 4,6%, Coral foliose
18,4%, Coral massive 13,4%, Coral mushroom 2,2%, Coral submassive 5,6%.
Pada stasiun 3 juga ditemukan 5 jenis karang kategori Non Acropora yaitu Coral
branching 0,2%, Coral encrusting 2%, Coral foliose 4,4%, Coral massive 18,6%,
Coral submassive 0,8%.
3.6 jumlah jenis ikan karang
Tabel 3.Jenis Ikan Karang
No Jenis Ikan Karang Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Scaridae
1 Scarus ghobban √ √ √
2 Scarus longiceps √ √ √
3 Scarus schlegeli - √ -
4 Clhororus longiceps √ - -
Serranidae
5 Aethaloperca rogaa √ - -
Lutjanidae
6 Lutjanus carponotatus √ - √
Siganidae
7 Siganus magnificus √ - √
Acanthuridae
8 Ctenochaetus striatus √ √ √
9 Acanthurusgrammoptilus - √ -
Chaetodontidae
12
10 Heniochus acuminatus - √ -
11 Chaetodonoctofasciatus - √ -
12 Chaetodon decussatus - - √
13 Coradion chrysozonus - - √
TOTAL 7 7 7
Sumber : Data Primer (2018)
Menurut Lumbantoruan (2017), Jumlah jenis ikan karang di Perairan Pulau
Beralas Pasir sebanyak 26 jenis ikan karang, dalam penelitian yang dilakukan
pada bulan Maret 2017. Penelitian dilakukan pada 3 Stasiun .Stasiun I ditemukan
17 jenis ikan karang.Stasiun II ditemukan 17 jenis ikan karang dan Stasiun III
ditemukan 7 jenis ikan karang. Disimpulkan bahwa hasil penelitian jenis ikan
karang yang dilakukan memiliki jumlah bobot 3 dengan skor 1 yaitu termasuk
dalam kategori Sesuai Bersyarat berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada
bulan maret 2018 jumlah jenis ikan karang termasuk dalam kategori Tidak sesuai
dikarenakan adanya perubahan Ekologi perairan.
3.7 Tingkat Kesesuaian Ekosistem Terumbu Karang Untuk Pengembangan
Wisata Snorkeling di Pulau beralas pasir
Stasiun 1.
No Parameter Nilai Bobot Skor N
1 Kecerahan (%) 100 5 3 15
2 Kedalaman (m) 4,17 1 2 2
3 Kec. Arus (cm/dtk) 24,65 1 2 2
4 Tutupan Karang (%) 32 5 1 5
5 Bentuk Pertumbuhan
Karang (Life-form) 7 3 1 3
6 Jenis Ikan Karang 7 3 1 3
ƩNi 30
Nmax 57
IKW 52,63%
Sumber : Data Primer
Tabel 13 menunjukkan pada stasiun 1 dapat dilihat bahwa nilai Indeks
Kesesuaian Wisata cukup sesuai dengan nilai 52,63%. Hasil ini dapat dikatakan
buruk dalam pengembangan terumbu karang.Nilai ini sangat dipengaruhi
13
rendahnya nilai skor pada parameter bentuk pertumbuhan karang dengan skor 1,
dan jenis ikan karang dengan skor 1.Sementara skor pada parameter kecerahan
sangat tinggi dengan skor 3, kedalaman dengan skor 2, kecepatan arus dengan
skor 2, dan tutupan karang dengan skor 2.
Stasiun 2
No Parameter Nilai Bobot Skor N
1 Kecerahan (%) 100 5 3 15
2 Kedalaman (m) 4,5 1 2 2
3 Kec. Arus (cm/dtk) 2416 1 2 2
4 Tutupan Karang (%) 45 5 1 5
5 Bentuk Pertumbuhan
Karang (Life-form) 6 3 1 3
6 Jenis Ikan Karang 7 3 1 3
ƩNi 30
Nmax 57
IKW
52,63
%
Sumber : Data Primer
Tabel 14 menunjukkan nilai yang sama seperti pada stasiun 1 dengan nilai
Indeks Kesesuaian Wisata sebesar 52,63%. Nilai ini dikatakan buruk dipengaruhi
rendahnya nilai skor pada parameter bentuk pertumbuhan karang dengan skor 1,
dan jenis ikan karang dengan skor 1.Sementara nilai skor parameter lainnya
seperti kecerahan dengan skor 3, kedalaman dengan skor 2, kecepatan arus dengan
skor 2, dan tutupan karang dengan skor 2.
Stasiun 3.
No Parameter Nilai
Bobot
Skor N
1 Kecerahan (%) 100 5 3 15
2 Kedalaman (m) 4.83 1 2 2
3 Kec. Arus (cm/dtk) 36,01 1 2 2
4 Tutupan Karang (%) 26 5 1 5
14
5 Bentuk Pertumbuhan
Karang (Life-form) 5 3 1 3
6 Jenis Ikan Karang 7 3 1 3
Ʃni 30
Nmax 57
IKW 52,63%
Sumber : Data Primer
Pada Tabel 15 dapat dilihat nilai yang sama seperti pada stasiun 1 dan
stasiun 2 dengan nilai indeks kesesuaian wisata sebesar 52,63%. Nilai ini
dikatakan buruk dipengaruhi rendahnya nilai skor pada parameter bentuk
pertumbuhan karang dengan skor 1, dan jenis ikan karang dengan skor
1.Sementara nilai skor parameter lainnya seperti kecerahan dengan skor 3,
kedalaman dengan skor 2, kecepatan arus dengan skor 2, dan tutupan karang
dengan skor 2. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesesuaian ekosistem
terumbu karang untuk pengembangan wisata snorkeling di pulau beralas pasir
cukup sesuai untuk dilakukan pengembangan wisata yang mana pada nilai
parameter bentuk pertumbuhan karang dan jenis ikan karang masing-masing
dengan skor 1. Sementara nilai skor pada keempat parameter lainnya yaitu
kecerahan dengan skor 3, kedalaman dengan skor 2, kecepatan arus dengan skor
2, dan tutupan karang dengan skor 2.Dengan demikian nilai indeks kesesuaian
wisata pada setiap stasiun di Pulau Beralas Pasir cukup sesuai untuk dilakukan
pengembangan wisata snorkeling berdasarkan komponen ekosistem terumbu
karang yang telah diukur.
3.8 Daya Dukung Perairan Pulau Beralas Pasir Untuk Wisata Snorkeling
Konsep daya dukung ekowisata mempertimbangkan 2 hal yaitu kemampuan alam
untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia dan standar keaslian
sumberdaya alam (Indarjo, 2015).Analisis daya dukung digunakan untuk
menunjukkan pengembangan wisata snorkeling dengan memanfaatkan ekosistem
terumbu karang yang ada di Pulau Beralas Pasir. Hasil penelitian menunjukkan
daya dukung kawasan wisata snorkeling di Pulau Beralas Pasir maksimum 20
orang/hari dengan area pemanfaatan seluas 5.029 m2 pada stasiun 1, maksimum
21 orang/hari dengan area pemanfaatan seluas 5.141 m2 pada stasiun 2, dan
maksimum 20 orang/hari dengan area pemanfaatan 5.025 m2 pada stasiun 3.
15
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Potensi yang ada di perairan Pulau Beralas Pasir cukup sesuai untuk
dijadikan tempat wisata snorkeling dengan kondisi kualitas perairan yaitu
kedalaman,keserahan perairan, kecepatan arus berada pada nilai yang baik
dan sesuai dengan habitat ekosistem terumbu karang sedangkan kondisi
terumbu karang yang ada di Pulau Beralas Pasir perlu untuk diperhatikan
terutama tutupan komunitas karang yang berada pada kategori sedang yaitu
berkisar 26-45%.
2. Berdasarkan tingkat kesesuaian ekosistem terumbu karang Pulau beralas
Pasir berpotensi menjadi kawasan pengembangan ekosistem terumbu karang
untuk kawasan wisata snorkeling dengan nilai indeks kesesuaian kawasan
setiap stasiun adalah 61,40%. Nilai indeks kesesuaian kawasan yang
didapatkan menunjukkan bahwa ekosistem terumbu karang memerlukan
pengembangan, sedangkan daya dukung kawasan maksimum 21 orang/hari
dengan area pemanfaatan 5,141 m2 dan mendapatkan respon yang baik dari
presepsi masyarakat, pengunjung, dan pemerintah. Sehingga bisa dijadikan
lokasi wisata snorkeling.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Febrianti Lestari, S.Si,
M.Si.selaku pembimbing utama. Dedy Kurniawan, S.Pi., M.Si. selaku
pembimbing pendamping. Winny Retna Melani, SP, M.Sc. selaku kutua penguji
dan Chandra Joei Koenawan, S.Pi., M.Si. selaku anggota penguji.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, D. 2016. Pengembangan Wisata Bahari di Pesisir Pantai Teluk
Lampung.DestinasiKepariwisataan Indonesia. 1 (1) : 21-65
Badan Informasi Geospasial. 2015. Data dan Informasi Geospasial untuk
Mendukung Industri Bahari. Bogor
COREMAP, LIPI, CRITIC. 2006.Manual Monitoring Kesehatan Karang (Reef
Health Monitoring). Tim Riset – Monitoring, Jakarta.
CRITC-COREMAP II-LIPI. 2009. Monitoring Terumbu Karang Bintan (Bintan
Timur dan Pulau-Pulau Numbing). CRITC-COREMAP II Kabupaten Bintan.
16
Fachrurrozie, A., Patria, P. M., Widiarti, R. 2012. Pengaruh Perbedaan Intensitas
Cahaya Terhadap Kelimpahan Zooxanthella pada Karang Bercabang (Marga:
Acropora) di PerairanPulau Pari Kepulauan Seribu. Akuatika. 3(2) : 115-124
Febrizal., Damar, A., Zamani, P. N. 2009. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di
PerairanKabupaten Bintan dan Alternatif Pengelolaanya.Ilmu-Ilmu Perairan
dan Perikanan Indonesia.16(2) : 167-175
Ilyas, S. I., Astuty, S., Harahap, A. S., Purba, P. N. 2017. Keanekaragaman Ikan
Karang Target Kaitannya dengan Keanekaragaman Bentuk Pertumbuhan
Karang Pada Zona Inti di Taman Wisata Perairan Kepulauan Anambas.
Perikanan dan Kelautan . 8( 2) : 103-111
Ikhsan., Syahrival, B. 2014. Willingness to Pay Masyarakat Untuk Melindungi
Terumbu Karang di Pulau Weh.Kebangsaan. 3(5) : 10-47
Indarjo, A. 2015.Kesesuaian Ekowisata Snorkeling di Perairan Pulau Panjang
Jepara Jawa Tengah. Harpodon Borneo. 8(1) : 1-6
Irawan, B. A. 2013. Valuasi Daya Dukung Fungsi Lindungdi Pulau Bintan
Propinsi Kepulauan Riau.Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan. 5(1) : 48-
65
Kubelaborbir, M. T. 2015. Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di
Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua.Fisheries Development. 2(3) :
39- 44
17
Lumbantoruan, H. L . 2017.Kesesuaian dan Daya Dukung Sumberdaya Terumbu
Karang untukPengembangan Wisata Terumbu Karang di Pulau Beralas Pasir
Desa Teluk Bakau KabupatenBintan.Skripsi.Universitas Maritim Raja Ali
Haji.Tanjungpinang.
Muhlis. 2011. Ekosistem Terumbu Karang dan Kondisi Oseanografi Perairan
Kawasan WisataBahari Lombok.Hayati. 16(1) : 111-118
Muqsit,A., Purnama, D., Taalidin, Z. 2016. Struktur Komunitas Terumbu Karang
di Pulau Dua Kecamatan Enggano Kabupaten Bengkulu Utara.Enggano. 1(1) :
75-87
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa.
Jakarta.
Prameliasari, A, T. Rr., Munasik., Wijayanti, P. D. 2012. Pengaruh Perbedaan
Ukuran Fragmendan Metode Transplantasi Terhadap Pertumbuhan Karang
Pocillopora damicornis di Teluk Awur Jepara.Marine Research. 1(1) :159-168
Rembet, N.U. 2012.Simbiosis Zooxanthellae dan Karang Sebagai Indikator
Kualitas Ekosistem Terumbu Karang. Ilmiah Platax. 1(1) : 8-44
Rondonuwu, B. A. 2014. Ikan Karang di Wilayah Terumbu Karang Kecamatan
Maba KabupatenHalmahera Timur Provinsi Maluku Utara. Ilmiah Platax. 2(1)
: 1-7
18
Ruswahyuni., Purnomo, W. P. 2009. Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan
Seribu dalamKaitan dengan Gradasi Kualitas Perairan.Ilmiah Perikanan dan
Kelautan. 1(1) : 9-101
Salsabiela, M., Anggoro, S., Purnaweni, H. 2014.Kajian Keefektifan Pengelolaan
Terumbu Karang di Pulau Biawak Kabupaten Indramayu. Saintek Perikanan.
10(1) : 13-18
Suharti, S.2005. Ekologi Ikan Karang. Gramedia Pustaka. Jakarta
Thovyan, I. A., Sabariah, V., Parenden, D. 2017.Persentase Tutupan Terumbu
Karang di Perairan Pasir Putih Kabupaten Manokwari.Sumberdaya Akuatik
Indopasifik. 1(1) : 14-79
Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya
Pesisir Berbasis Konservasi.Makalah Seminar Sains.Manajemen Sumberdaya
Perairan Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.
Yuliani, W., S, Ali. M. Saputri, M. 2016. Pengelolaan Ekosistem Terumbu
Karang OlehMasyarakat di Kawasan Lhokseudu Kecamatan Leupung
Kabupaten Aceh Besar.IlmiahMahasiswa Pendidikan Biologi. 1(1) : 1-9
Zulfikar., Wardiatno, Y., Setyobudiandi, I. 2011. Kesesuaian dan Daya Dukung
Ekosistem TerumbuKarang Sebagai Kawasan Wisata Selam dan Snorkelingdi
Tuapejat KabupatenKepulauan Mentawai. Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia. 17(1) : 195-203
19
Profil Singkat (Optional)
Profil singkat penulis dilengkapi dengan nomor dan URL ID-orcid, ID-scopus,
dan atau research-ID, URL Google Scholer dan maupun identitas lainnya.