Upload
vuongque
View
257
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KINERJA INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU PONG DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO
JAWA TENGAH
Oleh :
AMBAR SETIANINGSIH
A14102042
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
AMBAR SETIANINGSIH. Analisis Kinerja Industri Rumah Tangga Tahu Pong di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Di bawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI
Konsumsi tahu mengalami peningkatan sehingga akan diikuti permintaan kedelai sebagai bahan baku utama yang mana tidak dapat dipenuhi oleh produksi lokal sehingga harus impor kedelai. Usaha tahu di kabupaten Sukoharjo lebih banyak menggunakan kedelai impor daripada kedelai local. Hal ini akan mengakibatkan ketergantungan kedelai impor yang jumlahnya meningkat dari tahun ketahun. Kondisi ini akan mempersulit usaha tahu karena harga kedelai berfluktuatif mengikuti nilai rupiah yang terjadi.
Keadaan ini diperburuk dengan kebijakan pemerintah mencabut subsidi bahan bakar minyak sehingga harga BBM meningkat. Kenaikan ini berdampak pada harga input- input tahu lainnya seperti upah tenaga kerja dan biaya transportasi sehingga biaya produksi mengalami peningkatan.
Perumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana karakteristik usaha tahu di Kartasura, (2) Bagaimana pengaruh kenaikan harga BBM terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong di Kartasura, (3) Bagaimana kinerja usaha rumah tangga tahu pong di Kartasura.
Penelitian mengambil lokasi di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Pengambilan jumlah responden dengan metode purposive sebanyak 30 usaha rumah tangga tahu di Kecamatan Kartasura. Data diolah dengan 2 metode pengolahan, yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif untuk mengetahui gambaran usaha tahu dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen, sedangkan metode kuantitatif untuk mengetahui dampak kenaikan harga BBM terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong dengan analisis regresi berganda. dan perubahan kinerja usaha tahu pong yang dilihat dari perubahan penerimaan, biaya dan keuntungannya dengan membandingkan keadaannya sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Kedua analisis ini menggunakan alat bantu kalkulator, program komputer Minitab 14, dan Microsoft Excel.
Terdapat tiga sentra industri tahu di Kartasura yang terletak di kelurahan Kartasura, Wirogunan, dan Ngabeyan. Produksi ketiga sentra tersebut masih dalam skala kecil dan rumah tangga Tahu yang diproduksi di Kartasura ada 3 jenis yaitu tahu putih, tahu magel dan tahu pong. Tahu putih lebih banyak diproduksi oleh industri kecil, sedangkan tahu magel dan tahu pong lebih banyak diproduksi oleh industri kecil dan rumah tangga di Wirogunan dan Ngabeyan.
Kenaikan harga BBM mengakibatkan perubahan kinerja usaha rumah tangga Tahu Pong dilihat dari penerimaan, biaya dan keuntungannya. Penerimaan Tahu Pong mengalami peningkatan sebesar 1,43 persen, peningkatan total biaya sebesar 3,73 persen, biaya produksi sebesar 3,10 persen, dan penurunan keuntungan sebesar 8,49 persen. Penerimaan meningkat karena pengusaha melakukan pengurangan ukuran atau peningkatan harga. Biaya input yang mengalami rata-rata peningkatan adalah biaya bahan baku kedelai sebesar 1,76 persen, upah tenaga kerja sebesar 12,32 untuk pekerjaan menggoreng, sedangkan
pekerjaan mengangkut sebesar 5,15 persen, biaya kayu bakar sebesar 6,39 persen, biaya minyak goreng sebesar 5,08 persen, biaya pabrik sebesar 6,07 persen, dan biaya transportasi sebesar 20,53 persen.
Penjualan Tahu Pong ini terbatas pada daerah sekitar yaitu Surakarta, Sukoharjo, Boyolali, dan Klaten. Saluran pemasarannya ada 5 jalur yaitu jalur I dari produsen ke pedagang eceran, yaitu pedagang asongan kemudian diteruskan kepada konsumen, jalur II produsen menjual Tahu Pong kepada pedagang eceran, yaitu pedagang sayur keliling kemudian diteruskan kepada konsumen di daerah penjualannya masing – masing, jalur II produsen Tahu Pong menjual tahu kepada usaha – usaha rumah makan dan warung makan sekitar, jalur IV merupakan jalur terpendek yaitu dari produsen Tahu Pong langsung ke konsumen.
Kenaikan harga BBM mengakibatkan perubahan variabel terikat yang berpengaruh nyata terhadap variasi produksi tahu pong yaitu jumlah kedelai, kayu bakar sebelum kenaikan dan jumlah kedelai, minyak goreng, dan kayu bakar sesudah kenaikan harga BBM. Variabel jumlah kedelai, dan kayu bakar berpengaruh nyata terhadap variasi produksi pada taraf nyata 99 persen sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Variabel minyak goreng berpengaruh nyata terhadap variasi produksi pada taraf nyata 95 persen sebelum kenaikan harga BBM.
ANALISIS KINERJA INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU PONG DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO
JAWA TENGAH
Oleh :
AMBAR SETIANINGSIH
A14102042
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul : Analisis Kinerja Industri Rumah Tangga Tahu Pong di Kecamatan
Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah
Nama : Ambar Setianingsih
NRP : A14102042
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP. 131918659
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131124019
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS KINERJA INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU PONG DI
KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO, JAWA
TENGAH” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI
LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN
MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.
Bogor, Mei 2007
Ambar Setianingsih
A14102042
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1984 di Kabupaten Sukoharjo,
Jawa tengah. Penulis adalah putri terakhir dari 2 bersaudara pasangan Bapak
Hantoro dan Ibu Sri Aminah.
Pendidikan penulis dimulai dengan bersekolah di TK Aisiyah Wirogunan
Kartasura yang diselesaikan pada tahun 1990, SD Negeri 2 Ngabeyan Kartasura
pada tahun 1996, SLTP Negeri 1 Kartasura pada tahun 1999 dan dilanjutkan ke
SMU Negeri 1 Kartasura pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi ke Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI), Program
Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di UKM
KOPMA IPB Departemen Administrasi dan Keuangan periode 2004-2005.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan segala karunianya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Kinerja Industri Rumah Tangga Tahu Pong di Kecamatan
Kartasura Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah”. Skripsi ini ditulis
berdasarkan penelitian yang dilakukan pada industri Tahu Pong di Kecamatan
Kartasura Kabupaten Sukoharjo pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2006.
Skripsi ini mengkaji industri rumah tangga Tahu Pong di Kecamatan
Kartasura dan pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak pada bulan Oktober
2005 terhadap keuntungan usaha, pendapatan usaha dan biaya-biaya usaha.
Analisis yang dipakai adalah before after yaitu dengan membandingkan keadaan
sebelum dan sesudah terjadinya kenaikan harga BBM.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Mei 2007
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur ke hadirat ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis sangat
menyadari dengan sepenuh hati bahwa skripsi yang disusun ini terselesaikan atas
bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan dan meluangkan pikiran, waktu dan tenaga bagi
penulis mulai dari penyusunan proposal sampai skripsi.
2. Bapak Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama dan
Ibu Etriya, SP, MM selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah
banyak memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi.
3. Bapak, Ibu, mas topik, mbak yuni dan dede rara tercinta atas segala kasih
sayang, doa dan dukungan yang tak terhingga kepada penulis.
4. Bapak Sukasno, dan keluarga Ibu Suparti di Kartasura atas segala bantuan
kepada penulis selama penelitian.
5. Keluarga besar penulis di Jakarta, dan Depok yang telah memberikan
dukungan dan bantuan selama penelitian ini.
6. Sahabatku Ayu, Iin, Arty dan Iren yang telah memberikan semangat berjuang
untuk menuntut ilmu di IPB.
7. Teman-teman AGB 39 yang telah memberi banyak warna yang tak terlupakan
bagi penulis.
8. Teman-teman wisma Nurul Fitri, Dian, Emil, Mbak Irma, Sari, Yoli, Widi. Ida
untuk bantuan statistiknya. Adik-adik tersayang Ari, Cici, Eka, Hani, Indi,
Richi, Risti, Sinta, Sutin, Uma, Umi.
9. Teman-teman di IMM mbak nia, mbak rini, kak fikri, mbak Tito, budi, didik,
nissa, cita hafidz dan kakak-kakak, adik-adik di KOPMA IPB atas kesempatan
pembelajaran dan pengalamannya.
10. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................ x DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 4 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 6 1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 6
II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 8 2.1. Industri Kecil dan Rumah Tangga ..................................................... 8 2.2. Kedelai............................................................................................... 9 2.3. Komoditi Tahu................................................................................... 10 2.4. Penelitian Terdahulu.......................................................................... 13
III KERANGKA PEMIKIRAN.................................................................... 18 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis............................................................. 18 3.1.1. Kinerja Usaha ......................................................................... 18 3.1.2. Produksi ................................................................................. 19 3.1.3. Biaya Produksi ....................................................................... 24 3.1.4. Pemasaran .............................................................................. 25 3.1.5. Biaya Pemasaran .................................................................... 28 3.2. Kerangka Operasional ....................................................................... 28
IV METODE PENELITIAN ........................................................................ 31 4.1. Lokasi Penelitian ............................................................................... 31 4.2. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 31 4.3. Metode Pengambilan Sampel ............................................................ 31 4.4. Metode Pengolahan Data................................................................... 32
4.4.1. Analisis Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Tahu Pong ....................................................................................... 34
4.4.2. Dampak Kenaikan harga BBM terhadap Kinerja Usaha Tahu Pong.............................................................................. 37
4.5. Definisi Istilah ................................................................................... 38
V GAMBARAN UMUM INDUSTRI TAHU .............................................. 41 5.1. Industri Tahu di Kartasura ................................................................. 41 5.1.1. Industri Tahu Putih di Kartasura ............................................ 42 5.1.2. Industri Tahu Magel di Kartasura .......................................... 43 5.1.3. Industri Tahu Pong di Kartasura ............................................ 43
5.2. Proses Pembuatan Tahu Kartasura................................................... 44 5.3. Keragaan Usaha Tahu di Kartasura ................................................... 47 5.3.1.Usaha kecil tahu di Kartasura ................................................ 47 5.3.2. Usaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura .............................. 51
VI STRUKTUR PENERIMAAN, BIAYA DAN KEUNTUNGAN USAHA RUMAH TANGGA TAHU PONG .......................................... 55
6.1. Struktur Penerimaan Usaha Tahu Pong............................................. 55 6.2. Struktur Biaya Tahu Pong ................................................................. 56 6.2.1. Struktur Biaya Produksi Tahu Pong ...................................... 60 6.2.1.1. Biaya Bahan Baku ..................................................... 61 6.2.1.2. Biaya Tenaga Kerja ................................................... 62 6.2.1.3. Biaya Bahan Bakar .................................................... 63 6.2.1.4. Biaya Minyak Goreng ............................................... 64 6.2.1.5. Biaya Pabrik .............................................................. 65 6.2.1.6. Biaya Bumbu ............................................................. 65 6.2.2. Pemasaran Tahu Pong ............................................................ 65 6.2.2.1. Biaya Pemasaran ....................................................... 66 6.2.2.2. Saluran Tataniaga Tahu Pong.................................... 67 6.3. Keuntungan Usaha Tahu Pong .......................................................... 69
VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI TAHU PONG ......................................................................................... 72
7.1. Analisis Faktor - faktor yang Mempengaruhi Produksi .................... 72 7.1.1. Kedelai ................................................................................... 72 7.1.2. Minyak Goreng ...................................................................... 74 7.1.3. Kayu Bakar ............................................................................ 75
VIII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 77 8.1. Kesimpulan ....................................................................................... 77 8.2. Saran ................................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 79
LAMPIRAN...................................................................................................... 81
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Nilai Gizi Tahu dan Kedelai (berdasarkan berat kering) ............................. 2
2 Keragaan Produksi dan Kebutuhan Kedelai di Jawa Tengah
Tahun 1998 – 2002 ..................................................................................... 3
3 Jumlah Unit-Unit Jenis Indutri yang ada di Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2000-2004 ........................................................................................ 5
4 Kandungan Satu Kilogram Kedelai ............................................................ 9
5 Komposisi Asam Amino Tahu Dibandingkan Dengan Komposisi
Asam Amino yang Dianjurkan FAO/WHO ............................................... 11
6 Daftar Sentra Industri Kecil Tahu di Kabupaten Sukoharjo....................... 41
7 Modal Awal Usaha Kecil Tahu .................................................................. 48
8 Pendapatan Usaha Kecil Tahu di Purwogondo .......................................... 50
9 Karakteristik Pengusaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura ...................... 51
10 Ukuran dan Harga Tahu Pong dari Usaha Rumah Tangga Tahu di
Kartasura ..................................................................................................... 55
11 Perubahan Penerimaan Produksi Tahu Pong Akibat Kenaikan Harga
BBM ........................................................................................................... 57
12 Perubahan Biaya Total Tahu Pong Akibat Kenaikan Harga BBM ............ 59
13 Persentase Komponen Biaya Usaha Terhadap Total Biaya Usaha
Tahu Pong Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM .......................... 60
14 Perubahan Biaya Produksi Akibat Kenaikan Harga BBM ......................... 61
15 Biaya Bahan Baku Kedelai Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga
BBM ........................................................................................................... 62
16 Tenaga Kerja pada Produksi Tahu Pong .................................................... 63
17 Perubahan Biaya Kayu Bakar Akibat Kenaikan Harga BBM .................... 63
18 Perubahan Biaya Minyak Goreng Akibat Kenaikan Harga BBM .............. 64
19 Biaya transportasi pada penjualan Tahu Pong ............................................ 66
20 Perubahan Keuntungan/ Kerugian Produksi Tahu Pong Akibat
Kenaikan harga BBM ................................................................................. 70
21 Hasil Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Sebelum dan Sesudah
Kenaikan Harga BBM ............................................................................... 72
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1 Kurva Fungsi Produksi Linier..................................................................... 20
2 Kurva Fungsi Produksi Kuadratik .............................................................. 20
3 Kurva Fungsi Produksi Eksponensial ......................................................... 21
4 Hubungan Antara PT, Pr dan PM dalam Proses Produksi .......................... 23
5 Kerangka Operasional Penelitian................................................................ 30
6 Bagan Pembuatan Tahu Kartasura .............................................................. 46
7 Bagan Pembuatan Tahu Bandung dan tahu Sumedang .............................. 47
8 Produksi Tahu oleh Usaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura ................... 52
9 Bagan Saluran Tataniaga Tahu Pong .......................................................... 68
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1 Gambar Proses Pembuatan Tahu Pong ..................................................... 82
2 Penghitungan Keuntungan Pengusaha Tahu di Purwogondo dan
Pengusaha Tahu di Wirogunan dan Ngabeyan ........................................ 83
3 Perbandingan Bahan Baku Kedelai yang Digunakan Sebelum dan
Sesudah Kenaikan Harga BBM Bulan Oktober 2005 .............................. 84
4 Penggunaan Tenaga Kerja pada Produksi Tahu Pong ............................. 85
5 Penghitungan Keuntungan dari Produksi Tahu Pong Sebelum Kenaikan
Harga BBM .............................................................................................. 87
6 Penghitungan Keuntungan Sesudah Kenaikan Harga BBM .................... 88
7 Hasil Regresi Berganda Fungsi Produksi Cobb-Douglas Sebelum
Kenaikan Harga BBM ............................................................................. 89
8 Hasil Regresi Berganda Fungsi Produksi Cobb-Douglas Sesudah
Kenaikan Harga BBM .............................................................................. 90
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan primer manusia ada tiga macam yaitu: pangan, sandang dan
papan. Ketiga kebutuhan tersebut dapat dikelompokan menjadi dua yaitu makanan
dan bukan makanan. Kebutuhan makanan adalah pangan dimana kebutuhan ini
untuk memenuhi energi, protein, vitamin dan mineral yang digunakan dalam
beraktivitas sedangkan kebutuhan bukan makanan adalah sandang dan papan.
Pemenuhan kebutuhan makanan penduduk Indonesia mencapai 53,9 persen
dari total pengeluaran. Jenis pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat semakin
beragam dilihat dari pengeluaran makanan tidak didominasi oleh jenis padi-
padian. Pengeluaran untuk padi-padian mencapai 25.598 rupiah/kapita/bulan atau
18,02 persen dari pengeluaran makanan (BPS, 2006). Hal ini merupakan
keberhasilan pemerintah dalam kampanye penganekaragaman pangan melalui
empat sehat lima sempurna.
Penganekaragaman makanan oleh masyarakat mengalami hambatan karena
krisis ekonomi tahun 1997. Krisis ini mengakibatkan penurunan daya beli
masyarakat terhadap beberapa jenis pangan seperti pangan hewani sehingga
diperlukan pangan yang dapat terjangkau oleh masyarakat. Tahu dapat menjadi
salah satu solusi bagi tidak terjangkaunya pangan hewani.
Tahu berasal dari pangan nabati dengan bahan baku utama kacang kedelai.
Tahu memiliki kandungan gizi tinggi terutama kandungan proteinnya sebesar 0,49
gram lebih tinggi daripada kedelai yang hanya sebesar 0,39 gram. Tabel 1
menjabarkan nilai gizi tahu dan kedelai.
Tabel 1 Nilai Gizi Tahu dan Kedelai (berdasarkan berat kering) Zat gizi Tahu Kedelai
Protein(gram) 0,49 0,39 Lemak (gram) 0,27 0,20 Karbohidrat (gram) 0,14 0,36 Serat (gram) 0,00 0,05 Abu (gram) 0,04 0,06 Kalsium (mg) 9,13 2,53 Natrium (mg) 0,38 0,00 Fosfor (mg) 6,56 6,51 Besi (mg) 0,11 0,09 Vitamin B1 (mg) 0,001 0,01 (sebagai B kompleks) Vitamin B2 (mg) 0,001 Vitamin B3 (mg) 0,03
Sumber: Sarwono dan Saragih (2003)
Mutu protein didalam tahu lebih lengkap asam amino daripada produk
olahan kedelai lainnya (Sarwono dan Saragih, 2003). Tahu juga memiliki
kandungan kalsium, vitamin dan mineral yang lebih baik daripada kedelai.
Berbagai kandungan zat gizi menjadikan tahu sebagai pangan yang menyehatkan.
Hal ini telah disadari oleh masyarakat dilihat dari peningkatan konsumsi tahu di
tahun 2002, 2003, 2004 masing-masing sebesar 0,129 kg/kapita/minggu, 0,143
kg/kapita/minggu, dan 0,148 kg/kapita/minggu (BPS, 2004).
Peningkatan konsumsi tahu tentunya akan diikuti permintaan kedelai
sebagai bahan baku utama yang mencapai 2,24 juta ton setiap tahun1), akan tetapi
produksi kedelai sebesar 723,483 ton tahun 2004 dan 808,353 ton tahun 2005
(BPS, 2006). Hal ini akan mengakibatkan kekurangan kedelai yang diatasi dengan
mengimpor kedelai dari luar negeri. Penggunaan kedelai impor lebih banyak
daripada kedelai lokal karena kualitas produk tahu yang dihasilkan lebih baik
daripada kedelai lokal. Begitupula yang terjadi di Kabupaten Sukoharjo. Usaha
tahu di kabupaten ini lebih mengenal kedelai impor daripada kedelai lokal karena
1) Prospek bisnis. ”Produksi kedelai nasional belum mencukupi”. artikel
http://www.prospek.biz/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=69&Itemid=2. (28 Februari 2006)
produksi kedelai lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan kedelainya. Setiap tahun
kebutuhan kedelai mengalami pertumbuhan sebesar 6,23 persen, sedangkan
produksinya mengalami tingkat pertumbuhan sebesar -3,59 persen. Tabel 2
menjabarkan produksi dan kebutuhan kedelai di Provinsi Jawa Tengah.
Tabel 2 Keragaan produksi dan kebutuhan kedelai Propinsi Jawa Tengah tahun 1998-2002
Tahun Produksi (ton)
Kebutuhan (ton)
Selisih produksi dengan kebutuhan (ton)
1998 176.075 299.528 -123.453 1999 215.809 320.775 -104.966 2000 212.891 324.738 -112.047 2001 178.874 325.796 -146.922 2002 143.791 378.788 -234.997 Rata-rata 185.488 329.965 -144.477 Tk pertumbuhan (%) -3,59 6,23
Sumber: Badan Bimas Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Tengah2)
Ketergantungan kedelai impor akan semakin besar dari tahun ketahun. Hal
ini akan mengakibatkan kesulitan bagi usaha tahu karena harga kedelai
berfluktuatif mengikuti nilai rupiah yang terjadi. Kabupaten Sukoharjo dengan
usaha tahu berskala kecil dan rumah tangga akan mengalami kesulitan akibat
harga kedelai ini karena modal yang digunakan sehari-haripun terbatas
Keadaan ini diperburuk dengan kebijakan pemerintah mencabut subsidi
bahan bakar minyak sehingga harga BBM meningkat. Peningkatan harga BBM
dimulai pada tahun 2000 dan terakhir bulan Oktober 2005 dengan peningkatan
mencapai 100 persen (Dartanto, 20053). Kenaikan ini berdampak pada harga
input- input tahu lainnya seperti upah tenaga kerja dan biaya transportasi sehingga
2 ) lembaga bbkp jawa tengah. ”Statistik Pangan” http://www.bbkpjateng.go.id/index.php?act=subcontent&subpage=4d. (22 Februari 2006)
biaya produksi mengalami peningkatan. Lebih lanjut Dartanto3) menyatakan
bahwa Kenaikan harga minyak secara langsung akan meningkatkan biaya
produksi barang dan jasa dan beban hidup masyarakat. Penyesuaian pada produksi
harus dilakukan agar dapat melangsungkan usahanya. Hal ini menarik penulis
untuk mengadakan penelitian mengenai usaha kecil dan rumah tangga tahu di
Kartasura terutama usaha rumah tangga yang bermodal kecil.
1.2 Permasalahan
Selama ini harga Bahan Bakar Minyak dalam negeri disubsidi pemerintah.
Subsidi ini telah menjadi beban pemerintah yang mencapai 26,4 persen (2000)
dari anggaran pemerintah (tim sosialisasi BBM dalam Sahara, 2003). Pemerintah
mulai membuat langkah baru dengan mengurangi subsidi terhadap harga BBM
sehingga harga BBM meningkat. Peningkatan ini untuk pertama kali dilakukan
pada tahun 2000 sebesar 12 persen. Pada bulan Oktober 2005 terjadi peningkatan
harga BBM lebih dari 100 persen (Dartanto, 20053).
Sahara (2003) menyatakan bahwa kenaikan harga BBM akan berdampak
langsung terhadap perekonomian yaitu terjadinya kenaikan biaya produksi dan
penurunan daya beli masyarakat. Usaha-usaha kecil menengah bermodal kecil
akan mengalami kesulitan bila produknya harus bersaing dengan usaha besar
apabila terjadi kenaikan biaya produksi. Salah satu daerah yang memiliki usaha
kecil menengah adalah Jawa Tengah. Tabel 3 menjabarkan jumlah unit-unit jenis
industri di propinsi Jawa Tengah.
3 ) Dartanto, Teguh. BBM, kebijakan energi, subsidi dan kemiskinan di Indonesia.Inovasi
Bisnis. Vol. 5/VII/November 2005. Artikel. http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=102.(12 Mei 2007)
Daerah Jawa tengah mengalami peningkatan jumlah unit usaha untuk jenis
industri kecil dan menengah setiap tahun kecuali tahun 2001 terjadi penurunan
jumlah unit usaha dari tahun 2003 sebesar 643.659 menjadi 643.712 tahun 2004.
Tabel 3 Jumlah unit-unit jenis industri yang ada di propinsi Jawa Tengah tahun 2000-2004
Jenis Industri 2000 2001 2002 2003 2004 Agro Industri 323.652 324.622 324.619 324.709 324.778 - Besar 222 223 220 225 254 - Kecil dan menengah 323.430 324.399 324.399 324.484 324.524 Industri 318.619 319.574 319.599 319.645 319.660 - Besar 468 469 469 470 472 - Kecil dan menengah 318.151 319.105 319.130 319.175 319.188 Industri Besar 690 692 689 695 726 Industri Kecil dan Menengah
641.581 643.504 643.529 643.659 643.712
Total 642.271 644.196 644.218 644.354 644.438 Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah4)
Industri kecil dan menengah memiliki jumlah yang lebih besar daripada
industri besar. Jumlah industri kecil menengah sebesar 643.712 dan industri besar
hanya sebesar 726 pada tahun 2004. Melihat jumlah unit usaha yang lebih besar
ini dapat disimpulkan penduduk Jawa Tengah banyak yang bekerja pada unit
usaha kecil dan menengah dan menggantungkan hidupnya pada usaha tersebut.
Usaha tahu merupakan usaha yang dapat dikerjakan dengan tradisional dan
umumnya di Jawa tengah masih dilakukan secara tradisional dengan skala
produksi kecil terutama di Kartasura. Usaha tahu Kartasura dibagi menjadi dua
menurut skala produksinya yaitu usaha kecil dan rumah tangga.
Kenaikan harga BBM yang mengakibatkan kenaikan biaya produksi yang
akan menyulitkan usaha rumah tangga tahu pong karena penggunaan jumlah
modal yang terbatas. Bagaimanakah pengaruh peningkatan harga BBM terhadap
4) pemerintah daerah jawa tengah. ”data industri”
http://www.jawatengah.go.id/instansi.php?DIR=disperindag&DATA=adds/Data%20Uk%20Konsumsi%20Umum. (19 Februari 2006)
produksi dan biaya produksi usaha ini? Perubahan pada biaya produksi akan
mengakibatkan perubahan keuntungan yang didapatkan pengusaha.
Bagaimanakah perubahan yang terjadi pada keuntungan? Maka sesuai latar
belakang tersebut dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah karakteristik usaha tahu di Kartasura?
2. Bagaimanakah pengaruh kenaikan harga BBM terhadap faktor – faktor
yang mempengaruhi produksi tahu pong di Kartasura?
3. Bagaimanakah kinerja usaha rumah tangga tahu pong di Kartasura?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui karakteristik usaha Tahu di Kartasura.
2. Mengetahui pengaruh kenaikan harga BBM bulan Oktober terhadap
faktor – faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong oleh usaha rumah
tangga tahu di Kartasura.
3. Menganalisis kinerja usaha rumah tangga tahu pong di Kartasura.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. Pemerintah atau pengambil kebijakan sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan yang menyangkut usaha kecil dan rumah tangga tahu
di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.
2. Pihak pengusaha sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan usahanya
jika menghadapi kondisi usaha yang tidak menguntungkan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terbatas pada usaha rumah tangga tahu di Kecamatan yang
memproduksi tahu pong. Data-data yang diperlukan adalah data kuantitatif dan
kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dengan menghitung keuntungan, penerimaan,
dan biaya-biaya dari produksi Tahu Pong setiap bulan sebelum dan sesudah
kenaikan harga BBM bulan Oktber 2005. Data kualitatif untuk mengetahui profil
wilayah dan karakteristik usaha tahu di Kartasura.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri Kecil dan Rumah Tangga
Pengertian industri kecil berbeda-beda diantara lembaga pemerintah dan non
pemerintah. BPS (2004) membagi industri pengolahan menjadi empat golongan
berdasarkan jumlah tenaga kerjanya tanpa melihat mesin produksi atau modal
yang ditanamkan. Industri besar mempekerjakan 100 orang atau lebih, industri
sedang memperkerjakan 20-99 orang, industri kecil memperkerjakan 5-19 orang,
industri rumah tangga memperkerjakan 1-4 orang.
Departemen Pertindustrian dan Perdagangan mendefinisikan industri kecil
berdasarkan modal yang ditanamkan. Berdasarkan keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan RI No. 256/MPP/Kep/1997, industri kecil
dibedakan menjadi tiga, yaitu : (1) semua jenis industri dalam kelompok industri
kecil dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya di bawah 5 juta rupiah tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak wajib memperoleh daftar
industri usaha kecil (2) semua jenis dalam kelompok industri kecil dengan nilai
investasi perusahaan seluruhnya sebesar 50 juta rupiah sampai 200 juta rupiah
tidak termasuk tanah dan bangunan dan wajib memperoleh ijin industri, (3) semua
jenis industri dengan nilai investasi diatas 200 juta rupiah tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha dan wajib memperoleh ijin usaha industri.
Murhardjani (2004) mendefinisikan usaha kecil yaitu unit usaha berskala
kecil dengan akses terbatas, modal dan nilai investasinya kecil dibawah
5 juta rupiah sampai dengan 25 juta rupiah, penggunaan tenaga kerja lebih banyak
melibatkan anggota keluarga antara 1-5 orang dan orientasi pasarnya masih
terbatas. Hasilnya banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
daripada diinvestasikan untuk pengembangan usaha.
Terlepas dari beberapa pendefinisian usaha kecil dan rumah tangga, usaha
ini memegang peranan sangat penting dalam perekonomian Indonesia baik
ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Hal
ini didukung oleh pernyataan Toha (2001) bahwa pentingnya peranan IKRT
dalam membantu memecahkan masalah pengangguran, pengentasan kemiskinan
dan pemerataan distribusi pendapatan. Akan tetapi produkstivitas usaha kecil dan
rumah tangga sangat rendah. Peranan IKRT dalam perekonomian karena
keunggulan-keunggulannya yaitu padat karya (ketrampilan sedang), sumber daya
lokal (hemat devisa), teknologi tepat guna, dan fleksibel (Tambunan, 2002).
2.2 Kedelai
Kacang kedelai biasa dijuluki dengan sebutan gold from soil karena bahan
pangan yang bergizi serta sumber utama protein nabati dan minyak nabati bagi
manusia. Satu kilogram kedelai terkandung 40 persen protein, 35 persen
karbohidrat, 20 persen minyak dan lemak. Kandungan gizi tinggi telah
menjadikan kedelai sebagai komoditas pangan yang dapat memperbaiki gizi
masyarakat. Tabel 4 menguraikan kandungan yang terdapat pada satu kilogram
kedelai.
Tabel 4 Kandungan satu kilogram kedelai Kandungan Besar kandungan (gram) Besar Kandungan (%)
Zat putih telur (protein) 300 - 400 40 Zat tepung (karbohidrat) 200 - 350 35 Minyak atau lemak 150 - 200 20 Sumber : Kastyanto (1994)
Kedelai dapat diolah menjadi beberapa jenis pangan yang telah dikenal luas
oleh masyarakat. Menurut Suharno dan Mulyana (1996) olahan kedelai dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu: (1) kedelai yang diolah melalui proses
fermentasi seperti tempe, oncom, tauco, dan kecap, (2) kedelai yang diolah tanpa
melalui proses fermentasi seperti tahu, tauge, dan kedelai rebus.
Tanaman kedelai termasuk salah satu anggota famili polong-polongan
(leguminase) yang memiliki dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang
bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai
hitam, berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik
seperti Cina dan Jepang Selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia
tropik di Asia Tenggara5). Walaupun berasal dari daerah Asia namun
dibudidayakan pula oleh masyarakat diluar Asia setelah tahun 1910.
Sejarah budidaya kedelai di Indonesia untuk pertama kali tidak dapat
diketahui secara pasti. Namun kemungkinan dibawa oleh pedagang Cina pada
abad ke-13. Pada tahun 1750 Rumphius melaporkan bahwa kedelai telah banyak
ditanam di Jawa dan Bali dan sedikit pulau lainnya. Menurut Manwan dan
Sumarno dalam Puspasari (2003) menyatakan bahwa kedelai telah menjadi
tanaman penting selain jagung, ubi kayu, serta ubi jalar dan merupakan usaha
pertanian yang mantap di Pulau Jawa pada penghujung abad ke-19.
2.3 Komoditi Tahu
Tahu merupakan salah satu produk yang berbahan baku kacang kedelai.
Kata Tahu berasal dari bahasa Cina yaitu tao- hu, teu- hu atau tokwa. Kata tao
5) Wikipedia. “Kedelai” http://id.wikipedia.org/wiki/Kedelai (19 Februari 2006)
atau teu itu berarti kacang sedangkan kata hu atau kwa adalah rusak, lumat, hancur
menjadi bubur. Jika kedua kata ini (tao dan hu) digabung akan membentuk kata
tahu yang memberi pengertian makanan yang terbuat dari kedelai yang
dilumatkan, dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto, 1994). Sejarah Tahu pertama
kali diperkenalkan oleh Liu An tahun 164 SM zaman pemerintahan Dinasti Han
kepada para biksu yang kemudian menyebarkannya keseluruh dunia sambil
menyebarkan agama Budha (Sarwono dan Saragih, 2005)
Tahu mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian
Indonesia ditinjau dari segi pemenuhan kalori, protein dan perbaikan status gizi
masyarakat, penyerapan tenaga kerja dan pemerataan kesempatan berusaha
(Suharno dan Mulyana, 1996). Peningkatan kualitas konsumsi protein terutama
asam amino yang ideal, dapat dipenuhi dengan konsumsi tahu. Tabel 5
menjabarkan komposisi asam amino yang dimiliki oleh Tahu.
Tabel 5 Komposisi asam amino tahu dibandingkan dengan komposisi Asam amino yang dianjurkan FAO/WHO
No Jenis Asam Amino
Anjuran FAO/WHO
(mg/g)
Komposisi Asam
Amino Tahu (mg/g N)
Asam Amino Tahu
Dibandingkan FAO/WHO (%)
1 2 3 4 5 6 7 8
Methionine-cystine Threonin Valine Lysine Leucine Isoleucine Phenylalanine, Tyrosine Tryptophan
220 250 310 340 440 250 380 60
156 178 264 333 448 261 490 96
71 71 85 98
102 104 129 160
Sumber : Sarwono dan Saragih, 2005
Tahu banyak mengandung asam amino yang telah dianjurkan oleh
FAO/WHO sehingga baik untuk kesehatan. Asam amino lysine merupakan asam
amino esencial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh manusia dan harus dipasok
dari luar tubuh. Asam amino ini bisa didapatkan dari tahu yang besar
kandungannya 333 mg/g N. Walaupun anjuran FAO/WHO sebesar 340 mg/g,
akan tetapi semua jenis asam amino yang dianjurkan oleh lembaga ini ada di
dalam tahu.
Sarwono dan Saragih (2005) meyatakan ada beberapa macam jenis tahu
komersil dilihat dari variasi bentuk, ukuran, dan nama, misalnya: tahu sumedang,
tahu bandung, tahu cina, tahu kuning, tahu takwa, dan tahu sutera.
1. Tahu sumedang
Tahu ini disebut juga tahu pong atau tahu kulit. Tahu ini merupakan
lembaran-lembaran tahu putih setebal 3 cm dengan tekstur lunak dan kenyal. Tahu
putih ini disimpan dalam wadah yang berisi air dan dipotong kecil-kecil bila akan
diolah lebih lanjut. Tahu gorengnya berupa tahu kulit yang lunak dan kenyal.
Isinya kosong sehingga disebut tahu pong.
2. Tahu bandung
Tahu bandung berbentuk persegi (kotak), tekstur agak keras dan kenyal,
wananya kuning karena sebelumnya telah direndam air kunyit. Tahu ini digoreng
dengan mengoleskan sedikit minyak di wajan.
3. Tahu cina
Tahu cina berupa tahu putih, teksturnya lebih padat, halus, dan kenyal
dibandingkan tahu biasa. Ukurannya sekitar 12 cm x 12 cm x 8 cm. Dalam
pembuatannya digunakan sioko (kalsium sulfat) sebagai bahan penggumpal
protein sari kedelainya.
4. Tahu kuning
Tahu Kuning mirip tahu cina. Bentuknya tipis dan lebar. Warna kuning
dikarenakan sepuhan atau larutan sari kunyit. Tahu ini banyak digunakan dalam
masakan cina.
5. Tahu takwa
Tahu Takwa merupakan tahu khas Kediri, Jawa Timur. Jika dipijit, maka
tahunya terasa padat. Proses pengolahan tahu takwa pada prinsipnya sama dengan
tahu biasa, hanya terdapat perbedaan dalam perlakuan, terutama pada perendaman
kedelai dan pengerasan tahu. Bahan bakunya dipilih kedelai lokal yang berbiji
kecil-kecil. Penggumpalan sari kedelai menggunakan asam cuka.
6. Tahu sutera
Tahu sutera atau tahu Jepang atau Tofu merupakan tahu yang yang sangat
lembut dan lunak. Umumnya tahu ini dikonsumsi sebagai makanan penutup
(dessert) dan disajikan bersama sirup jahe agar cita rasanya lebih lezat.
2.4 Penelitian terdahulu
Penelitian industri kecil tahu dijumpai pada penelitian Suhendar (2002)
tentang industri kecil Tahu Sumedang. Penelitian ini untuk mengetahui
produktivitas dan strategi pengembangannya dengan analisis nilai tambah.
Hasilnya adalah pengusaha yang menggunakan kedelai lokal memiliki nilai
tambah yang lebih besar jika dibandingkan menggunakan kedelai impor. Usaha
ini memiliki kekuatan internal yaitu dari kualitas produk yang dihasilkan baik dari
segi mutu dan harga jual serta promosi yang efektif dan efisien, sedangkan
peluang eksternalnya adalah jumlah penduduk yang cukup besar dan citra baik
produk tahu Sumedang di masyarakat. Ancaman datang dari kenaikan dan
fluktuasi harga bahan bakar serta ketersediaan dan kontinuitas bahan baku yang
berkualitas di pasaran. Umumnya bahan baku tahu menggunakan kedelai impor,
sehingga fluktuasi rupiah terhadap dollar menentukan harga dari input ini.
Sidaruk (2005) meneliti tentang efektivitas biaya dan kelayakan finansial
industri tahu antara Tahu Bandung ”Sulaeman” dan Tahu Sumedang ”Kelana
Jaya” di kota Bogor. Hasil perbandingan efektivitas biayanya menunjukkan
bahwa Tahu Bandung memiliki nilai efektivitas biaya yang tinggi pada: produk
utama terhadap biaya investasi dan biaya total, produk sampingan terhadap biaya
investasi dan biaya total, serta penerimaan total terhadap biaya investasi dan biaya
total. Tahu Sumedang ’Kelana Jaya” memiliki keunggulan efektivitas biaya pada:
produk utama terhadap biaya tetap dan biaya variabel, penerimaan total terhadap
biya tetap dan biaya variabel, serta penerimaan total terhadap biaya tetap dan
biaya variabel. Hasil analisis sensitivitas pada industri kecil tahu Bandung
”Sulaeman” dan tahu Sumedang ”Kelana Jaya”menunjukkan bahwa kedua usaha
tersebut tidak peka terhadap perubahan peningkatan harga input sebesar 10,5
persen dan penurunan produksi sebesar 20 persen. Artinya apabila terjadi
penurunan harga input sebesar 10,5 persen dan penurunan produksi sebesar 20
persen kedua usaha tersebut tetap layak untuk dilakukan dengan tingkat diskonto
14,67 persen dan 17,48 persen. Penelitian Sidauruk (2005) mengenai sensitivitas
kedua usaha, terlihat bahwa jika terjadi kenaikan harga input maka usaha tersebut
masih layak untuk diusahakan. Akan tetapi penelitian ini dilakukan sebelum
kenaikan BBM pada bulan Oktober 2005.
Penelitian tentang pengaruh kenaikan harga BBM terhadap usaha kecil tahu
dilakukan Pangastuti (2006) di Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan
analisis dampak terhadap keragaan industri, pendapatan, margin keuntungan yang
diterima pengrajin dan elastisitas penggunaan input. Hasil yang didapatkan adalah
terjadi perubahan volume produksi, pola pengunaan kedelai, alokasi penguluaran
input dan margin keuntungan yang diterima pengrajin. Namun tidak berpengaruh
nyata terhadap penggunaan input produksi selain kedelai, alokasi pengeluaran
untuk bahan baku pembantu dan pendapatan kotor yang diterima pengrajin. Hasil
dari perbandingan elastisitas penggunaan input didapatkan bahwa terjadi
perubahan elastisitas penggunaan input dalam proses produksi tahu. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah peningkatan harga BBM tidak begitu mempengaruhi
industri tahu dikarenakan pemakaian BBM tidak terlalu besar, dan terdapat
perubahan pola penggunaan bahan bakar dari minyak tanah menjadi kayu bakar.
Penelitian dampak kenaikan BBM secara umum juga dijumpai pada
penelitian yang dilakukan Sahara (2003). Selain pengaruh kenaikan harga BBM
juga pengaruh kenaikan harga BBM, TDL, tarif telepon dan penyaluran dana
kompensasi terhadap ekonomi makro dan sektoral di Indonesia. Kesimpulan yang
didapat adalah kenaikan harga BBM sebesar 88,31 persen, TDL sebesar 41,47
persen, dan tarif telepon sebesar 36,67 persen secara bersama-sama maupun
serentak akan berdampak negatif terhadap kinerja ekonomi makro dan sektoral
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jika dilihat dari keseluruhan
kebijakan peningkatan harga, maka peningkatan harga BBM sebesar 88,31%
memberikan dampak terburuk. Kebijakan kenaikan tersebut akan lebih dirasakan
dalam jangka panjang karena akan menyebabkan terjadinya penurunan investasi
yang besar, sehingga menghambat perkembangan sektor riil.
Analisis dampak dari keadaan lingkungan yang berubah secara tiba-tiba
juga dijumpai pada penelitian Astuti (2000). Penelitian ini mengenai dampak
krisis ekonomi terhadap kinerja dan respon pengusaha industri kecil-menengah
pakaian jadi di sentra industri pakaian jadi di kelurahan Sukabumi Selatan, Kebon
Jeruk, Jakarta Barat. Dalam penelitiannya, Astuti meneliti dampak krisis
berdasarkan skala usaha, orientasi pasar, dan hubungan subkontrak. Indikator
yang digunakan adalah harga input- input, harga produk, nilai penjualan, dan
keuntungan. Hasil yang didapatkan adalah krisis ekonomi meningkatkan rata-rata
volume produksi dan harga produk. Peningkatan tersebut mendorong tingginya
nilai produksi sehingga rata-rata keuntungan seluruh responden meningkat. Krisis
ekonomi juga mendorong tingginya volume ekspor komoditas pakaian jadi
sehingga krisis berdampak positif bagi pengusaha yang berorientasi pasar ekspor.
Selain pengusaha yang berorientasi ekspor juga pengusaha yang berorientasi
lokal, terutama bagi usaha yang terlibat dalam hubungan subkontrak, bahkan
dapat meningkatkan kinerjanya. Dampak terkecil yang dianalisis terjadi pada
industri menengah-ekspor-non subkontrak dimana industri tersebut mampu untuk
meningkatkan volume produksi dan keuntungannya, sedangkan dampak krisis
terbesar terjadi pada industri menengah subkontrak lokal serta kecil- lokal-
nonsubkontrak.
Penelitian mengenai usaha tahu terfokus populasi usaha tahu dengan
produksi yang besar dan dapat mengolah sendiri pada pabrik yang dimiliki. Usaha
ini jika dilihat dari jumlah tenaga kerja, termasuk usaha kecil. Penelitian Suhendar
mengambil penelitian pada usaha kecil tahu sumedang di Bandung, Sidaruk
meneliti usaha kecil di kota Bogor dan Pangastuti di Kabupaten Bogor. Penelitian
yang mengambil sampel khusus industri rumah tangga belum dilakukan sehingga
penelitian ini terfokus pada industri rumah tangga tahu di Kecamatan Kartasura.
Penelitian Suhendar dan Sidaruk menganalisis usaha pada strategi
pengembangan, produkstivitas dengan analisis nilai tambah dan efektivitas biaya
serta kelayakan finansial sebelum bulan Oktober 2005. Pada bulan tersebut terjadi
kenaikan harga BBM hampir 100 persen sehingga mempengaruhi usaha kecil
tahu. Penelitian mengenai dampak kenaikan BBM secara makro dijumpai pada
penelitian Sahara (2003), penelitian ini terfokus pada kinerja perekonomian makro
dan sektoral di Indonesia. Sedangkan penelitina Pangantuti telah terfokus pada
kenaikan harga BBM tersebut terhadap usaha-usaha kecil tahu dan belum pada
usaha rumah tangga tahu, sehingga penelitian ini terfokus pada usaha rumah
tangga tahu karena telah diketahui bahwa usaha rumah tangga memiliki modal
yang terbatas.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Kinerja Usaha
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) mendefinisikan kinerja sebagai kata
benda yang artinya: 1. sesuatu yang dicapai, 2. prestasi yang diperlihatkan,
3. kemampuan kerja (peralatan). Sesuatu yang dicapai oleh suatu usaha erat
kaitannya dengan tujuan dari usaha tersebut. Nicholson (2002), menyatakan
bahwa tujuan setiap perusahaan adalah mengubah input menjadi output. Penilaian
kinerja suatu usaha erat hubungannya dengan input dan output.
Bagi pengusaha Usaha Kecil dan Rumah Tangga (UKRT) dengan omset 50
juta rupiah pengubahan input menjadi output ini hanya terbatas untuk
kelangsungan usaha tersebut 6), sehingga jika terjadi kenaikan harga input akan
mempersulit usaha ini karena akan berpengaruh pada biaya produksi, output dan
keuntungannya. Pada bulan Oktober 2005 terjadi kenaikan harga BBM. Oktaviani
(2005) menyatakan bahwa pada sisi penawaran, kenaikan harga BBM akan
mengakibatkan biaya produksi sehingga harga-harga meningkat (inflasi) dan
output menjadi turun.
Dampak tersebut tentunya akan mengakibatkan perubahan pada input dan
output UKRT, sehingga produktivitasnya akan berubah. Produktivitas merupakan
sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil (jumlah barang yang
diproduksi) dan sumber atau input yang dipakai untuk menghasilkan hasil tertentu
(Lipsey, Courant, Purvis, dan Steiner, 1995). Hubungan fisik antara hasil atau
6) Kuncoro, Mudrajat. “Usaha Kecil di Indonesia: profil, masalah dan strategi pemberdayaannya”..
Jurnal. http://www.mudrajat.com/upload/journal_usaha-kecil-indonesia.pdf. (27 Maret 2007).
output dengan input ini dapat dinyatakan dalam suatu fungsi produksi
(Soekartawi, 2003).
3.1.2 Produksi
Produksi (production) adalah pengubahan bahan-bahan dari sumber-sumber
menjadi hasil yang didinginkan oleh konsumen. Hasil itu dapat berupa barang
atau jasa (Swastha dan Sukotjo 1998). Bahan-bahan atau input juga dapat disebut
sebagai faktor produksi. Hubungan antara faktor produksi dan hasil atau output
dapat dinyatakan dalam fungsi produksi. Soekartawi (2003) mendefiniskan fungsi
produksi sebagai hubungan timbal balik antara variable yang dijelaskan (Y)
berupa output dan variabel yang menjelaskan (X) berupa input.
Soekartawi (2003) menjabarkan 3 macam fungsi produksi yang sering
dipakai dalam analisis produksi yaitu linier, kuadratik dan eksponensial.
1. Fungsi Produksi Linier
Soekartawi (2003) merumuskan secara matematik fungsi produksi ini
sebagai berikut:
Y = X1, X2, …, Xn atau
Y = a + b1X1 + b2X2 + …+biXi + … + bnXn
dimana:
Y = variable yang dijelaskan
X = variable yang menjelaskan
Fungsi ini memiliki garis produksi linier. Gambar 1 menjabarkan garis fungsi
produksi linier.
Y
Y = a + bX
0 X
Gambar 1 Kurva Fungsi Produksi Linier
Kemiringan garis menunjukkan merupakan produk marginal yang dinyatakan
sebagai intersep b.
2. Fungsi Produksi Kuadratik
Soekartawi (2003) merumuskan rumus matematik dari fungsi ini yaitu:
Y = f (Xi) atau Y = a + bX + cX2
Dimana:
Y = variabel yang dijelaskan
X = variabel yang menjelaskan
a, b, c = parameter yang diduga
Fungsi ini berlaku ketetapan hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang,
dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = a + bX – cX2
Berikut merupakan gambar kurva fungsi produksi kuadratik
Y
Y = a + bX – cX
0 X
Gambar 2 Kurva Fungsi Produksi Kuadratik
3. Fungsi Produksi eksponensial
Fungsi ini dapat disebut pula sebagai fungsi Cobb-Douglas. Soekartawi
(2003) merumuskan fungsi ini sebagai berikut:
Penyelesaian dari fungsi ini memerlukan bantuan logaritma yang dapat dituliskan
sebagai berikut:
LogY = log a + b1 log X1 + b2 log X2+ u
Dimana:
Y = variabel yang dijelaskan
X = variabel yang menjelaskan
a, b = parameter yang diduga
u = kesalahan (dissturbance term)
e = logaritma natural, e = 2,718
Fungsi ini dapat digambarkan melalui kurva berikut ini:
Y
X
Gambar 3 Kurva Fungsi Produksi Eksponensial
Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi Cobb-Douglas lebih sering
dipakai dari pada fungsi yang lain dengan alasan sebagai berikut:
1. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah diband ingkan dengan
fungsi yang lain.
u
eXaXY bb 22
11=
atau
2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan
koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.
3. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat return to scale.
Return to scale perlu diketahui apakah kegiatan dari suatu usaha yang
diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant, atau decresing retuns to
scale. Berdasarkan fungsi Cobb-Douglas diatas dapat dituliskan sebagai
persamaan, yaitu:
1 < b1 + b2 <1
Sehingga kemungkinan hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2) < 1, dapat diartikan bahwa proporsi
penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.
2. Constant return to scale, bila (b1 + b2) = 1, dapat diartikan bahwa
penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi
yang diperoleh.
3. Increasing return to scale, bila (b1 + b2) > 1, dapat diartikan bahwa proporsi
penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang
proporsinya lebih besar.
Persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan
input disebut sebagai Elastisitas Produksi (Ep) yang dapat dirumuskan sebagai
berikut (Soekartawi, 2003):
YX
xXY
Ep
XX
YY
Ep
∆∆
=
∆∆= /
D
C
B
A
E X I II
II
PM
I III
Keterangan: Y = output
X = faktor produksi
Daniel (2004) merumuskan elastisitas produksi sebagai berikut:
Keterangan: Ep = elastisitas produksi
PM = produk marginal
PR = produk rata-rata
Hubungan antara produk masrginal dan rata-rata dapat digambarkan dalam suatu
grafik. Gambar 4 menggambarkan hubungan antara produk marginal, produk rata-
rata dan produk
Y PT
PR
Sumber: Daniel (2004)
Keterangan: PT = produk rata-rata I = daerah dengan Ep > 1 dan produksi tidak efisien II = daerah dengan 1 > Ep > 0 dan produksi efisien III = daerah dengan Ep < 1 dan produksi tidak efisien
Gambar 4 Hubungan Antara PT, PR, dan PM Dalam Proses Produksi
PRPM
Ep =
Soekartawi (2003) menyatakan hubungan antara PT, PM, PR dan elastisitas
produksi sesuai dengan Gambar 4 sebagai berikut:
1. Ep = 1, jika produk rata-rata mencapai maksimum atau bila produk rata-rata
sama dengan produk marginal.
2. Sebaliknya, bila PM = 0 dalam situasi PR sedang menurun, maka Ep = 0.
3. Ep > 1 bila PT menaik pada tahapan increasing rate dan PR juga menaik.
Pada tahap ini terjadi di daerah I, produsen masih mampu memperoleh
sejumlah produksi yang cukup menguntungkan manakala sejumlah input
masih ditambahkan.
4. Nilai Ep lebih kecil dari nol tetapi lebih kecil dari satu atau 1 < Ep < 0.
5. Dalam keadaan demikian, maka tambahan sejumlah input tidak diimbangi
secara proposional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa ini terjadi
di daerah II, dimana pada sejumlah input yang diberikan maka PT tetap
menaik pada tahapan decreasing rate.
6. Ep < 0, yang berada di daerah III, pada situasi demikian PT dalam keadaan
menurun, nilai PM menjadi negatif dan PR dalam keadaan menurun.
7. Dalam situasi Ep < 0 ini maka setiap upaya untuk menambah sejumlah input
tetap akan merugikan produsen yang bersangkutan.
3.1.3 Biaya Produksi
Biaya dalam arti luas merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang
diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi
untuk tujuan tertentu, sedangkan dalam arti sempit biaya adalah pengorbanan
sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva. Biaya dibagi menjadi tiga menurut
fungsi pokok dalam perusahaan, yaitu: biaya produksi, biaya pemasaran, biaya
administrasi dan umum. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh
fungsi produksi untuk mengolah bahan baku menjadi produksi jadi (Mulayadi
2000). Lebih lanjut biaya produksi ini dibagi menjadi tiga yaitu biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
Menurut Swastha dan Sukotjo (1998) terdapat beberapa biaya, yaitu: biaya
variabel, biaya tetap dan biaya total. Biaya variabel merupakan biaya yang
berubah-ubah disebabkan oleh adanya perubahan jumlah hasil. Biaya tetap adalah
biaya-biaya yang tidak berubah-ubah (konstan) untuk setiap tingkatan/sejumlah
hasil yang diproduksi. Contoh dari biaya ini adalah gaji pimpinan, sewa gedung
dan pajak kekayaan. Biaya total merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan atau dengan kata lain adalah jumlah dari biaya variabel dan biaya
tetap.
3.1.4 Pemasaran
Kotler (2000) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial yang
didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran dalam pertanian (tataniaga)
mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak
milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian
dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan-
kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan
untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih
tinggi kepada konsumennya (Limbong dan Sitorus 1987).
Sudiyono (2002) menyatakan bahwa pendekatan untuk mempelajari
tataniaga ada lima yaitu pendekatan komoditi, pendekatan lembaga, pendekatan
fungsi, pendekatan teori ilmu ekonomi dan pendekatan sistem. Menurut Limbong
dan Sitorus (1987), analisis tataniaga ada 4 pendekatan yaitu pendekatan serba
fungsi, pendekatan serba lembaga, pendekatan serba barang, dan pendekatan serba
sistem. Selain keempat pendekatan tersebut ada juga yang menambahkan dengan
pendekatan serba manajemen, dan pendekatan dari segi ekonomi.
1. Pendekatan serba fungsi
Pendekatan ini menelaah tataniaga dari sudut pandang fungsi yang
dilakukan. Fungsi adalah jasa-jasa, aktivitas, dan tindakan yang diperlukan dalam
proses pengaliran barang dan jasa dari titik produsen hingga titik konsumen dalam
keadaan baik, lancar dan teratur. Fungsi tataniaga terdiri dari tiga fungsi pokok
yaitu: fungsi pertukaran, fungsi penjualan, dan fungsi fasilitas.
2. Pendekatan serba lembaga
Pendekatan serba lembaga mempelajari tataniaga dari segi organisasi
lembaga- lembaga yang turut serta atau terkait dalam proses penyampaian barang
dan jasa dari titik produsen sampai titik konsumen. Lembaga- lembaga yang
terlibat adalah produsen, pedagang besar, pengecer,agen-agen penunjang seperti
perusahaan pengangkutan, perusahaan penyimpanan, pengolahan, biro-biro
periklanan, lembaga keuangan, dan lain sebagainya.
3. Pendekatan serba barang
Pendekatan serba barang menekankan pada kegiatan atau tindakan-tindakan
yang diperlakukan terhadap barang/jasa selama proses penyampaiannya mulai
dari titik produsen sampai titik konsumen. Pendekatan ini hanya menekankan
kepada komoditi / jasa.
4. Pendekatan serba sistem
Pendekatan serba sistem memperhatikan 3 aspek yaitu:
a. Proses ekonomi yang sedang berjalan dan mengkaji bagaimana
kesinambungannya. Dilihat arus komoditi serta arus informasi dari
komoditi tersebut.
b. Pengidentifikasian pusat-pusat pengawasan dan aktivitas-aktivitas yang
sedang berjalan, artinya dipusat mana atau ditingkat mana keputusan
tersebut diambil.
c. Pengidentifikasian suatu mekanisme yang mengintegrasikan aktivitas-
aktivitas dalam suatu proses sistem yang sedang berjalan.
5. Pendekatan serba manajemen
Pendekatan serba manajemen difokuskan kepada pendapatan dan keputusan
yang diambil oleh manager tentang beberapa variabel yang dapat dikontrol
maupun yang tidak dapat dikontrol seperti produksi perusahaan, saluran distribusi,
harga, keuangan, administrasi, ketenaga kerjaan, dll. Sedangkan variabel yang
tidak dapat dikontrol adalah persaingan, permintaan, masyrakat, dll.
6. Pendekatan dari teori ekonomi.
Pendekatan dari teori ekonomi dihubungkan dengan azas-azas dan hukum-
hukum ekonomi atau dilihat dai segi teori ekonomi. Penekanannya pada masalah-
masalah supplai demand, harga, elastisitas, keseimbangan pasar,
kompetisi/persaingan, dan lain sebagainya.
3.1.5 Biaya Pemasaran
Biaya pemasaran adalah semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-
lembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga suatu komoditi dalam proses
penyampaian barang atau komoditi mulai dari titik produsen sampai ke titik
konsumen (Limbong dan Sitorus 1987). Pembiayaan merupakan fungsi yang
mutlak perlu dalam menangani sistem pemasaran, karena adanya perbedaan waktu
yang kadang-kadang cukup lama untuk menyampaikan barang niaga dari
produsen ke konsumen.
Tingginya biaya pemasaran akan berpengaruh terhadap harga eceran (harga
konsumen) dan harga pada tingkat produsen. Selain itu juga mempengaruhi
tingkat margin keuntungan masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat
dalam proses pemasaran komoditi tertentu.
3.2 Kerangka Operasional
Kenaikan harga BBM yang terjadi pada bulan Oktober 2005 telah banyak
merugikan para pengusaha. Harga bahan baku meningkat sedangkan daya beli
masyarakat menurun karena kenaikan harga barang-barang. Keadaan ini akan
menyulitkan pengusaha yang bermodal kecil terutama usaha kecil dan rumah
tangga. Pengusaha akan terpaksa meningkatkan harga produksinya untuk
menutupi kenaikan biaya produksi. Salah satu usaha dalam skala kecil dan rumah
tangga di Kartasura adalah tahu.
Usaha rumah tangga tahu di Kartasura mengandalkan produksi Tahu Pong
yang merupakan produk lanjutan dari Tahu Putih. Tahu ini memiliki input- input
produksi seperti kedelai, minyak goreng, kayu bakar, bumbu yang harganya
dimungkinkan naik akibat kenaikan harga BBM. Naiknya harga ini akan
mengakibatkan peningkatan pada biaya produksi. Berapakah peningkatan biaya
produksinya?
Modal menjalankan usaha rumah tangga sangat kecil dan terbatas, sehingga
sulit bagi usaha ini menjalankan produksinya karena kenaikan biaya produksi.
Sumber daya input yang dimilikipun semakin terbatas karena semakin tidak
terjangkau harganya oleh pengusaha. Hal ini akan memaksa pengusaha
melakukan perubahan terhadap produksinya. Kondisi tersebut melatar belakangi
pengaruh kenaikan harga BBM terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi setiap hari dan kinerja usaha.
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi Tahu Pong adalah
jumlah kedelai setiap bulan, jumlah minyak goreng setiap bulan, dan jumlah kayu
bakar setiap bulan dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas.
Pengaruh kenaikan harga BBM terhadap kinerja usaha dilihat dari perubahannya
pada penerimaan, struktur biaya dan keuntungan usaha. Biaya terdiri dari biaya
produksi dan biaya pemasaran. Biaya-biaya produksi yang dihitung adalah biaya
yang dikeluarkan setiap bulan seperti bahan baku dan tenaga kerja. Biaya
pemasaran dianalisis dengan menambahkan analisis lembaga- lembaga yang
terlibat dalam pemasaran Tahu Pong tersebut.
Industri rumah tangga tahu Pong di Kartasura
Gambar 5 Kerangka Operasional Penelitian
Kenaikan harga BBM
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi : • Jumlah kedelai • Jumlah minyak goreng • Jumlah kayu bakar
Penurunan daya beli
masyarakat
Kenaikan Biaya produksi
Perubahan permintaan Tahu Pong
Perubahan kinerja usaha rumah tangga Tahu Pong di Kartasura
Rekomendasi
- Biaya pemasaran - Saluran tataniaga
Struktur Biaya
Keuntungan usaha
Biaya produksi
Penerimaanusaha
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian
Penelitian mengambil lokasi di Kecamatan Kartasura, Kabupaten
Sukoharjo. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) karena
kecamatan ini merupakan salah satu penghasil Tahu Pong di Sukoharjo. Tahu
Pong merupakan salah satu jenis tahu yang dapat dijadikan produk andalan daerah
ini, akan tetapi pengelolaan dari segi produksi, pemasaran dan kelembagaan masih
sederhana.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
berasal dari wawancara para pemilik usaha rumah tangga tahu di daerah
Kartasura. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur seperti buku
potensi kelurahan, kecamatan, kabupaten setempat, departemen terkait, dan BPS.
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling
(sengaja) sebanyak 30 responden pengusaha rumah tangga tahu Pong di
Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Pengambilan responden terjadi di
dua kelurahan yaitu Kelurahan Wirogunan dan Kelurahan Ngabeyan. Responden
yang terpilih harus memproduksi Tahu Pong dan tidak memiliki pabrik
pengolahan tahu putih.
4.4 Metode Pengolahan Data
Data diolah dengan dua metode pengolahan, yaitu metode kuantitatif dan
kualitatif. Metode kualitatif dilakukan secara deskritif untuk mengetahui
gambaran usaha tahu dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajeman,
sedangkan metode kuantitatif untuk mengetahui dampak kenaikan harga BBM
terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong dan perubahan
kinerja usaha Tahu Pong.
Analisis dampak kenaikan harga BBM ini menggunakan metode before and
after, sehingga dapat melihat perubahan faktor – faktor yang mempengaruhi
produksi dan kinerja usahanya. Produksi dihitung dalam satuan papan/bulan
karena terdapat perbedaan bentuk potongan dan ukurannya. Pengolahan faktor-
faktor yang mempengaruhi produksi ini menggunakan fungsi produksi Cobb-
Douglas yang dianalisis dengan regresi berganda yang dibantu program komputer
Minitab 14.
Perubahan kinerja dilihat dari penerimaan, biaya dan keuntungan usaha.
Penerimaan dianalisis dari hasil perkalian antara harga dengan jumlah
produksinya. Data yang dibutuhkan adalah jumlah produksi dan harga tahu setiap
potongnya. Biaya dianalisis dari segi biaya produksi dan pemasarannya. Biaya
produksi merupakan biaya yang dikeluarkan setiap bulan. Data yang dibutuhkan
adalah harga dan jumlah input yang terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku
penolong serta biaya transportasi. Kedua analisis ini menggunakan program
komputer Microsoft Excel. Analisis biaya pemasaran ditambah analisis struktur
tata niaga Tahu Pong.
u
eXaXY bb 22
11=
Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan
yang melibattkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut
variabel bebas (Y) dan yang lain disebut sebagai variabel menjelaskan (X)
(Soekartawi, 2003). Lebih lanjut Soekartawi menjelaskan fungsi ini umumnya
diselesaikan dengan cara regresi karena sesuai fungsi analisis regresi. Gujarati
(1978) menyatakan bahwa analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan
satu variabel, variabel tak bebas pada satu atau lebih variabel lain, variabel yang
menjelaskan dengan makasud menaksir dan atau meramalkan nilai rata-rata hitung
(mean) atau rata-rata (populasi) variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang
diketahuhi atau tetap (dalam pengambilan sampel berulang) variabel yang
menjelaskan (yang belakangan). Soekartawi (2003) menrumuskan secara
matematik fungsi ini, yaitu:
Persamaan tersebut kemudian diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara
melogaritmakan persamaan tersebut, yaitu:
logY = log a + b1 log X1 + b2 log X2+ u
Dimana:
Y = variabel yang dijelaskan
X = variabel yang menjelaskan
a, b = parameter yang diduga
u = kesalahan (dissturbance term)
e = logaritma natural, e = 2,718
Persyaratan dari fungsi Cobb-Douglas ini adalah:
1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol
adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui.
2. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi
pada setiap pengamatan.
3. Tiap variabel X adalah perfect competition.
4. Perbedaan lokasi seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan, u.
Analisis Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Tahu Pong
Analisis pengaruh ini dengan membandingkan hasil analisis regresi
berganda faktor- faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong setiap bulan
sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Model regresi berganda yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
εββββ ++++= 3322110 logloglogloglog XXXY
Dimana :
1Y = Produksi tahu pong setiap hari (papan/bulan)
0β = Intersep
81−β = Koefisien regresi
X1 = Jumlah penggunaan kedelai setiap bulan (kg/bulan)
X2 = Jumlah penggunaan minyak goreng setiap bulan (kg/bulan)
X3 = Jumlah penggunaan kayu bakar setiap bulan (Rp/bulan)
e = error term
Model tersebut kemudian di uji dengan uji statistik F untuk mengetahui
pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat, dengan
cara:
Hipotesis :
H0 : bi = 0; artinya variabel amatan (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata
terhadap produksi tahu pong (Yi)
H1 : bi ? 0; artinya variabel amatan (Xi) secara serentak berpengaruh nyata
terhadap produksi tahu pong (Yi)
Gujarati (1978) merumuskan statistik ujinya sebagai berikut:
−
−=
kNRSSkESS
Fhit1
Derajat bebas N – k , dimana :
ESS = Jumlah kuadrat yang dijelaskan
RSS = Jumlah kuadrat residual
N = Jumlah pengamatan
k = Jumlah koefisien
Kriteria Uji:
Jika : F-hit < F-tabel, maka terima H0, artinya variabel amatan (Xi) secara
serentak tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi).
Jika : F-hit > F-tabel, maka tolak H0, artinya variabel amatan (Xi) secara
serentak berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi).
Pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan
dengan menggunakan uji statistik t, yaitu dengan cara pengujian hipotesis:
Hipotesis :
H0 : bi = 0; artinya variabel amatan (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap
produksi tahu pong (Yi)
H1 : bi ? 0; artinya variabel amatan (Xi) berpengaruh nyata terhadap
produksi tahu pong (Yi)
Gujarati (1978) merumuskan statistik ujinya dengan derajat bebas N – k, yaitu:
t-hit(N-k) = )ˆ(
ˆ
i
ii
se β
ββ −
Kriteria Uji :
Jika : t-hit(N-k) < t-tabel, maka terima H0, artinya variabel amatan (Xi) tidak
berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi).
Jika : t-hit(N-k) > t-tabel, maka tolak H0, artinya variabel amatan (Xi)
berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi).
Perbandingan ukuran kebaikan-suai (goodness of fit) dari dua garis regresi
yang sama jenis dan jumlah variabelnya dapat menggunakan koefisien
determinasi (R2). Koefisien determinasi adalah proporsi (bagian) atau prosentase
total variasi dalam variabel produksi tahu pong (Y) yang dapat dijelaskan oleh
model. Gujarati (1978) koefisien ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
R2 =
TSSESS
Dimana:
ESS = jumlah kuadrat yang dijelaskan
TSS = jumlah kuadrat total
Semakin besar nilai R2 maka makin besar variasi variabel produksi tahu pong (Y)
dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang terpilih.
Model regresi linier majemuk mensyaratkan tidak adanya multikolinearitas
atau hubungan linier di antara variabel bebas. Gujarati (1978) mengkondisikan
multikolinearitas sebagai berikut:
?1X1 + ?2X2 + .... + ?kXk = 0
dimana:
X1, X2, ..., Xk = variabel besar
?1, ?2, ...., ?k = konstanta
Mulitikolinearitas ini dapat dideteksi dengan melihat nilai Variance Inflation
Factors (VIF). Jika nilai VIF lebih dari 10 maka terdapat multikolinearitas dalam
model regresi tersebut dan jika nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terdapat
multikolinearitas dalam model regresi.
4.4.2 Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Kinerja Usaha Tahu Pong
Analisis dampak kenaikan harga BBM terhadap kinerja dilihat dari
perubahan penerimaan, struktur biaya dan keuntungan usaha sebelum dan sesudah
kenaikan harga BBM bulan Oktober 2005. Analisis penerimaan diperoleh dengan
cara mengalikan jumlah Tahu Pong yang diproduksi dan harganya. Analisis biaya
dibagi menjadi 2 yaitu biaya produksi dan biaya pemasaran. Biaya produksi
menggunakan biaya yang termasuk biaya variabel. Biaya variabel merupakan
biaya yang berpengaruh secara langsung jumlah yang diproduksi. Biaya ini terdiri
dari biaya bahan baku kedelai, biaya tenaga kerja, biaya pabrik dan bahan
penolong seperti bumbu - bumbu, minyak goreng, bahan bakar. Biaya pemasaran
merupakan biaya distribusi yang dikeluarkan produsen untuk mengangkut Tahu
Pong ketempat jual beli dengan pelanggannya. Analisis lembaga pemasaran Tahu
Pong juga ditambahkan dalam analisis ini.
Analisis keuntungan usaha dengan cara membandingkan keuntungan pada
saat sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Analisis keuntungan usaha
menggunakan rumus matematis yang dirumuskan oleh Soekartawi (1978), sebagai
berikut:
K = PrT – B
Keterangan:
K = Keuntungan usaha setiap bulan (Rp/bulan)
PrT = Penerimaan total usaha setiap bulan (Rp/bulan)
B = Biaya total yang dikeluarkan setiap bulan (Rp/bulan)
Sedangkan penerimaan total dihitung dengan rumus matematis yang dirumuskan
oleh Soekartawi (1978) sebagai berikut :
PrT = P x Q
Keterangan:
PrT = Penerimaan usaha setiap bulan (Rp/bulan)
P = Harga tahu (Rp/potong)
Q = Jumlah tahu yang diproduksi setiap bulan (potong/bulan)
4.5 Definisi Istilah
Definisi operasional digunakan untuk menyamakan pengertian mengenai
istilah- istilah yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Biaya adalah pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen. Biaya produksi
adalah pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam penciptaan
barang/ jasa.
2. Biaya pemasaran adalah pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam
menyampaikan barang/ jasa kepada konsumen.
3. Biaya tetap merupakan penjumlahan biaya penyusutan peralatan yang terdiri
dari ember, papan, wajan, serok, susuk, dan tampah yang dihitung dengan
metode garis lurus, sebagai berikut:
nilai pembelian – nilai penjualan Biaya tetap = waktu pemakaian
4. Papan adalah alas dasar dari kayu untuk mencetak Tahu Putih. Papan
digunakan sebagai satuan produksi Tahu Putih.
5. Masakan merupakan sebutan untuk mengubah kedelai menjadi Tahu Putih.
Masakan juga menjadi satuan untuk upah yang diberikan untuk mengubah
kedelai menjadi Tahu Putih.
6. Biaya pabrik adalah biaya yang dikeluarkan pengusaha rumah tangga kepada
pemilik pabrik karena mengolah kedelainya menjadi Tahu Putih.
7. Pemasaran adalah segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan
perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan
kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen,
termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan
perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah
penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada
konsumennya
8. Produksi adalah pengubahan bahan-bahan dari sumber-sumber menjadi
barang atau jasa.
9. Tampah adalah tempat berbentuk lingkaran terbuat dari anyaman bambu,
digunakan sebagai wadah penampungan Tahu Pong dan Magel yang selesai
digoreng dan siap dijual ke pasar – pasar.
10. Wajan adalah tempat menggoreng Tahu Putih menjadi Tahu Pong atau Magel.
V GAMBARAN UMUM INDUSTRI TAHU
5.1 Industri Tahu di Kartasura
Kartasura merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Sukoharjo.
Kecamatan ini terletak di daratan tinggi dengan luas 1.923 Ha yang terbagi
menjadi 10 desa dan dua kelurahan. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten
Karanganyar di sebelah utara, Kota Surakarta di sebelah timur, Kecamatan Gatak
di sebelah selatan dan Kabupaten Boyolali di sebelah barat. Jumlah penduduk
mencapai 87.283 jiwa pada tahun 2004. Perekonomian daerah ini didominasi oleh
industri pengolahan yang disusul usaha perdagangan, hotel dan restoran
(BPS Sukoharjo, 2004)
Salah satu jenis industri pengolahan di Kartasura adalah industri Tahu
dengan dua sentra industri, yaitu Kelurahan Kartasura dan Wirogunan. Kelurahan
Kartasura memiliki 25 usaha kecil tahu dan 22 unit usaha kecil
di Wirogunan. Tabel 6 menjabarkan sentra industri kecil tahu di Kabupaten
Sukoharjo.
Tabel 6 Daftar sentra industri kecil tahu di Kabupaten Sukoharjo
Kelurahan Kecamatan Unit Usaha
2005 2004 2003 2002 Karanganyar Weru 54 54 54 54 Bulu Bulu 24 24 24 24 Wirogunan Kartasura 22 22 22 22 Kartasura Kartasura 25 25 25 25 Plesan Nguter 30 30 30 30 Celep Nguter 44 44 44 44 Parang joro Grogol 32 32 30 30 Magendo Grogol 32 27 25 25 Mancasan Baki 22 22 20 20 Jumlah 285 280 269 269
Sumber : Dinas Perindagkop dan Penanaman Modal Kabupaten Sukoharjo (2005)
Usaha tahu skala rumah tangga juga terdapat di Wirogunan walaupun
jumlahnya belum diketahui secara pasti. Jumlah ini tidak mengalami peningkatan
atau penurunan dari tahun 2002 - 2005. Sentra industri kecil tahu di Kelurahan
Kartasura berpusat di dukuh Purwogondo. Daerah ini merupakan cikal bakal
usaha tahu pertama kali di Kecamatan Kartasura yang didirikan oleh Bapak
Teguh. Akan tetapi, usaha ini tidak dapat bertahan sampai sekarang. Karyawannya
yang umumnya berasal dari Purwogondo mendirikan usaha tahu sendiri di
Purwogondo. Dalam perkembangannya, usaha ini menyebar ke daerah sekitarnya
yaitu di kelurahan Ngabeyan dan Wirogunan dengan jumlah masing-masing
sembilan dan 13 unit usaha kecil tahu.
Produksi tahu Kartasura ada tiga jenis yaitu Tahu Putih, Tahu Magel dan
Tahu Pong. Umumnya usaha di Purwogondo memproduksi Tahu Putih,
sedangkan usaha tahu di Wirogunan dan Ngabeyan memproduksi ketiga tahu
tersebut.
5.1.1 Industri Tahu Putih di Kartasura
Tahu Putih merupakan produk olahan langsung dari kedelai yang memiliki
potongan kotak. Tahu ini harus diolah lagi agar dapat dikonsumsi langsung. Tahu
Putih Kartasura di produksi di tiga wilayah yaitu Purwogondo, Ngabeyan dan
Wirogunan. Perbedaan tahu di tiga wilayah ini adalah jumlah produksi dan sistem
penyaluran produk kepada konsumen.
Usaha tahu di Purwogondo dapat memproduksi Tahu Putih sebanyak 50-60
masakan/hari. Penjualannya langsung kepada pedagang perantara. Pedagang ini
yang nantinya menjual tahu kepada konsumen akhir dalam bentuk bungkusan
plastik. Setiap bungkus berisi 10-13 potong tahu dengan harga 1.000 rupiah
sampai dengan 1.200 rupiah. Usaha tahu di Wirogunan dan Ngabeyan sama
jumlah produksinya mencapai sepuluh masakan setiap hari. Penjualannya
langsung ditangani pemilik usaha kepada konsumen akhir atau pedagang
perantara dipasar tradisional.
5.1.2 Industri Tahu Magel di Kartasura
Tahu Magel merupakan produk lanjutan dari Tahu Putih. Persamaannya
dengan Tahu Pong adalah cara pembuatannya yaitu Tahu Putih digoreng dalam
minyak goreng, sedangkan perbedaannya terletak pada lama penggorengan dan
konsumsinya. Jika Tahu Pong digoreng sampai kosong tengahnya atau
menggelembung ukurannya, maka Tahu Magel tidak sampai menggelembung dan
waktu dibutuhkan lebih singkat daripada Tahu Pong. Tahu Magel tidak dibumbui
dan dikonsumsi langsung seperti Tahu Pong karena kegunaannya sebagai bahan
masakan.
Produksi tahu ini hanya dijumpai di Ngabeyan dan Wirogunan denga n
jumlah usaha lebih sedikit daripada usaha tahu yang memproduksi Tahu Pong.
Daerah penjualan Tahu Magel terbatas di daerah Kartasura dan Boyolali.
5.1.3 Industri Tahu Pong di Kartasura
Tahu Pong merupakan produk lanjutan Tahu Putih yang dapat dikonsumsi
langsung. Ciri tahu ini mirip tahu Sumedang yaitu ompong atau kosong di
dalamnya, akan tetapi kulit Tahu Pong lebih tipis daripada Tahu Sumedang.
Bentuk tahunya ada dua yaitu kencong atau segitiga dan kotak.
Tahu Pong banyak dipoduksi oleh usaha rumah tangga yang berada di
daerah Wirogunan dan Ngabeyan. Jumlah produksi di kedua daerah ini berkisar
antara antara satu sampai dengan sepuluh masakan setiap harinya.Daerah
penjualannya telah tersebar pada daerah sekitar Kartasura seperti Boyolali, Klaten,
Sukoharjo dan Surakarta.
5.2 Proses Pembuatan Tahu Kartasura
Cara pembuatan Tahu Putih Kartasura sama dengan tahu di daerah lain,
sedangkan pembuatan tahu Pong dan Magel dengan cara digoreng dan dibumbui.
Tahapan dalam membuat Tahu Putih, Magel dan Pong di Kartasura akan
dijabarkan sebagai berikut :
1) Pemilihan kedelai dan Perendaman Kedelai
Bahan baku utama Tahu adalah kedelai. Terdapat dua jenis kedelai yang
digunakan, yaitu kedelai impor yang disebut dengan kedelai Amerika dan kedelai
lokal. Perbandingan yang digunakan antara kedelai Amerika dan lokal adalah 2:1
atau 1:1 dengan jumlah campuran kedelai sebanyak enam sampai dengan sepuluh
kilogram. Kedelai ini kemudian direndam dengan air selama + dua jam.
2) Penggilingan kedelai
Kedelai rendaman dibuang airnya untuk dicuci dengan air bersih secara
berulang-ulang. Setelah itu kedelai digiling dengan mesin giling yang digerakan
dinamo atau diesel. Dinamo menggunakan bahan bakar listrik sedangkan diesel
menggunakan bahan bakar solar. Penggilingan ini ditambahkan air sedikit demi
sedikit.
3) Pemasakan dan pengendapan bubur Kedelai
Kedelai yang telah menjadi bubur dimasukkan bak pemasakan. Pemasakan
menggunakan uap air dari pemanasan drum air menggunakan bahan bakar
brambut atau grajen. Brambut adalah bekas kulit paling luar dari biji padi,
sedangkan grajen adalah sisa penggergajian kayu. Uap kemudian dialirkan
melalui pipa ke dalam bak berisi bubur kedelai dengan memberikan air agar
menjadi encer. Pemasakan ini memakan waktu kurang lebih 30 menit. Setelah itu
bubur dipindahkan kedalam bak berukuran lebih besar daripada bak pemasakan
sambil menyaring bubur untuk memisahkan ampas dan air perasannya.
Air perasan merupakan sari (pati) kedelai. Pati tahu diaduk pelan-pelan
sambil ditambahkan cairan atau air kecut. Hasil pencampuran antara pati tahu dan
air kecut ini dinamakan bit tahu. Bit tahu kemudian diendapkan setelah itu lapisan
air paling atas diambil untuk ditampung pada ember yang nantinya digunakan
kembali sebagai campuran dengan pati tahu. Pada pendirian pabrik tahu pertama
kali, air kecut didapatkan dengan mencampur cuka 100 ml dengan air sebanyak
satu gentong.
4) Pencetakan dan pengepresan
Bit tahu yang telah diendapkan dalam bak kemudian ditampung di papan
pencetakan kayu yang telah dilapisi kain tipis. Umumnya ukuran cetakan adalah
70x70 cm. Kedelai sebanyak lima sapai dengan tujuh kilogram dapat dijadikan
dua buah cetakan, sedangkan sepuluh kilogram menjadi tiga buah cetakan dan 20
kilogram menjadi sepuluh cetakan. Setelah bit tahu dimasukkan ke dalam cetakan
kemudian ditutup dengan kayu dan dipres dengan membebankan batu besar di
atasnya.
5) Penggorengan
Satu cetakan tahu dipotong-potong menjadi 9x9, 10x10, 12x12, 14x14 atau
17x17 sesuai permintaan pelanggan. Setelah pemotongan tahu mengalami dua kali
penggorengan untuk mendapatkan Tahu Pong dan Tahu Magel. Tahu Pong
digoreng selama kurang lebih 30 menit, sedangkan tahu Magel hanya berlangsung
kurang lebih lima menit. Gambar 6 memuat bagan pembuatan Tahu Pong
Kartasura.
Gambar 6 Bagan Pembuatan Tahu Kartasura
Perbedaan pembuatan Tahu Pong dan Tahu Bandung atau Tahu Sumedang.
Terletak pada proses lanjutan pada Tahu Putih untuk menghasilkan ketiga tahu
tersebut. Tahu Putih pada Tahu Bandung direbus dengan air yang telah di campur
dengan kunyit, sedangkan Tahu Putih pada Tahu Sumedang terlebih dahulu
kedelai
Air Bubur kedelai
penggilingan
Penyaringan
Pemasakan
Tahu Pong Bumbu
Air kecut
Pati kedelai
Ampas
Pencetakan
Pemotongan dan penggorengan
Pengendapan
Tahu Putih
Tahu Magel
Uap Air
direbus dengan air campuran garam kemudian dilanjutkan proses penggorengan
Potongan-potongan Tahu Putih Kartasura tidak mengalami perebusan akan tetapi
langsung digoreng yang disusul pemberian bumbu-bumbu. Proses pembuatan
Tahu Sumedang dan Tahu Bandung terdapat pada Gambar 7 (Sidauruk, 2005).
Gambar 7 Bagan Pembuatan Tahu Bandung dan Tahu Sumedang
5.3 Keragaan Usaha Tahu di Kartasura
5.3.1 Usaha Kecil Tahu di Kartasura
Usaha kecil tahu Kartasura telah memiliki pabrik pengolahan tahu yang
berpusat di Kelurahan Kartasura sebanyak 22 unit, Wirogunan sebanyak 13 unit
kedelai
Susu kedelai
Penggumpal (asam nabati)
ampas
penggilingan perebusan
penggumpalan
penyaringan
Pencetakan
Perebusan dengan air campuran kunyit
Perebusan dengan air campuran garam
penggorengan
Tahu Sumedang
Tahu bandung
dan Ngabeyan sebanyak 12 unit (Deperindagkop dan Penanaman Modal
Kabupaten Sukoharjo 2005). Jenis tahu yang dijual di Kelurahan Kartasura adalah
Tahu Putih, sedangkan tahu di Wirogunan dan Ngabeyan adalah Tahu Putih, Tahu
Pong dan Tahu Magel.
1) Modal
Modal awal usaha ini untuk pembangunan pabrik dan pembelian peralatan.
Pembangunan pabrik digabung atau terpisah dengan tempat tinggal. Umumnya
pabrik di Purwogondo dibangun terpisah dari tempat tinggal, sedangkan usaha di
Wirogunan dan Ngabeyan digabung dengan tempat tinggal. Tabel 7 menjabarkan
modal awal bagi usaha tahu.
Tabel 7 Modal Awal Usaha Kecil Tahu Keterangan Total biaya (Rp)
Lahan 17.500.000 Bangunan 10.000.000 Dinamo 2.000.000 Penggilingan 4.000.000 Drum 1.000.000 Pipa – pipa 1.000.000 Pompa air 400.000 Cetakan (blabak) 2.500.000 Saringan + gayung 500.000 Ember – ember 200.000 Listrik 1.000.000 Total 40.100.000
Lahan pendirian pabrik berkisar antara 300 sampai dengan 400 ribu setiap
meter persegi. Mesin penggiling digerakkan dengan dinamo atau diesel. Semua
usaha tahu di Purwogondo telah menggunakan dinamo, sedangkan di Wirogunan
dan Ngabeyan menggunakan mesin dinamo dan diesel. Drum-drum digunakan
sebagai tempat memanaskan air yang uapnya untuk memasak bubur Tahu.
Cetakan-cetakan Tahu berukuran 70 x 70 cm yang disebut papan. Satu kali
proses pembuatan Tahu Putih menghasilkan dua cetakan tahu. Air yang digunakan
dalam produksi tahu berasal dari air sumur dan tidak menggunakan air PAM
karena air yang dibutuhkan dalam jumlah besar.
2) Bahan Baku
Bahan baku utama tahu adalah kedelai dari jenis lokal dan impor (kedelai
Amerika). Campuran kedelai lokal dan impor berbeda-beda, diantaranya adalah
1 : 1 dan 1 : 2 dengan jumlah total untuk satu proses pembuatan tahu sebanyak
enam sampai dengan tujuh kilogram. Satu hari membutuhkan kedelai 2,5 sampai
dengan tiga kwintal/hari sehingga pembelian kedelai langsung kepada pedagang
grosir kedelai di kota Surakarta. Pembelian langsung kepada petani dari Boyolali
dan Klaten juga dilakukan jika terjadi panen kedelai.
3) Tenaga kerja
Rata-rata tenaga kerja yang digunakan di Purwogondo sebanyak tiga sampai
dengan lima orang dari daerah sekitar. Sistem upah berdasarkan borongan sebesar
2.000 rupiah/masakan. Tenaga kerja yang berkerja di Wirogunan dan Ngabeyan
sebanyak satu sampai dengan empat orang/unit usaha dengan dibantu anggota
keluarga atau pemilik usaha. Penentuan upah berdasarkan jumlah masakan dengan
bayaran setiap tenaga kerja antara 1.000 rupiah/masakan sampai dengan 1.500
rupiah/masakan.
Tenaga kerja pembuatan Tahu Putih ini adalah laki- laki karena harus
mengerahkan tenaga besar dalam pembuatannya sehingga di Purwogondo tidak
dijumpai tenaga kerja wanita. Wirogunan dan Ngabeyan dijumpai tenaga kerja
wanita dengan tugas mengolah Tahu Putih menjadi Tahu Pong atau Tahu Magel.
Besar upah dalam satu hari antara 10.000 rupiah/orang sampai dengan
15.000 rupiah/orang.
4) Penjualan
Tahu putih dijual oleh pengusaha tahu di Purwogondo seharga 27.000
rupiah/masakan hingga 30.000 rupiah/masakan, sedangkan pengusaha di
Wirogunan dan Ngabeyan menjualnya dalam berbagai potongan kotak atau
kencong (segitiga) dan harga. Jenis tahu yang dijual ada tiga jenis yaitu Tahu
Putih, Tahu Magel dan Tahu Pong.
5) Pendapatan usaha
Pendapatan usaha tahu Purwogondo didapatkan dari penjualan tahu dan
ampasnya. Ampas tahu dijual dengan harga 2.500 rupiah hingga 3.000 rupiah
untuk satu masakan. Pengusaha tahu di Purwogondo dapat memproduksi hingga
50 masakan setiap hari, akan tetapi jumlah tersebut di Wirogunan dan Ngabeyan
merupakan gabungan olahan bahan baku kedelai milik pribadi dan pengusaha
rumah tangga. Pendapatan di Wirogunan dan Ngabeyan didapatkan dari penjualan
tahu, ampas tahu dan jasa pengolahan kedelai milik usaha rumah tangga tahu di
daerah sekitarnya. Tabel 8 menjabarkan pendapatan yang diperoleh oleh
pengusaha tahu di Kartasura.
Tabel 8 Pendapatan Usaha Kecil Tahu di Purwogondo No Keterangan Pengusaha
Purwogondo Pengusaha Wirogunan
dan Ngabeyan 1 Produksi (masakan/ bulan) 1.500 360 2 Penjualan (rupiah/ bulan) 48.750.000 16.192.800 3 Biaya – biaya (rupiah/ bulan) 30.673.350 13.889.583 4 Total pendapatan (rupiah/ bulan) 18.076.650 2.303.217
5.3.2. Usaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura
Usaha rumah tangga tahu di Kartasura tersebar di Kelurahan Ngabeyan dan
Wirogunan. Karakteristik pengusaha rumah tangga tahu di Kartasura pada usia
pemilik usaha didominasi usia 51-60 tahun sebesar 36.67 persen dengan jumlah
anggota keluarga didominasi sebanyak empat sampai dengan lima orang sebesar
43.33 persen, sehingga umumnya tenaga kerja diperoleh dari anggota keluarga.
Jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh pengusaha ini didominasi sekolah
lanjutan tingkat pertama sebesar 33.33 persen, sedangkan umur usaha didominasi
satu hingga sepuluh tahun sebesar 53.33 persen. Usia usaha yang didominasi satu
hingga sepuluh tahun menjelaskan bahwa pendirian usaha untuk meningkatkan
pendapatan yang turun akibat goncangan ekonomi yaitu krisis ekonomi tahun
1997 dan kenaikan harga BBM. Tabel 9 menjabarkan karakteristik pengusaha
rumah tangga di Kartasura.
Tabel 9 Karakteristik Pengusaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura Keterangan Jumlah pengusaha rumah tangga tahu (%)
Umur (tahun): • 21-30 • 31-40 • 41-50 • 51-60 • > 60
6,67 30 20
36,67 6.67
Jumlah anggota keluarga (orang): • 2-3 • 4-5 • > 5
40
43,33 16,67
Pendidikan: • tidak tamat SD • SD • SLTP • SLTA
23,33
30 33,33 13,33
Usia usaha (tahun): • 1-10 • 11-20 • > 20
53,33
30 16,67
Umumnya usaha ini tidak memiliki pabrik pengolahan tahu sehingga
terdapat kerjasama dengan pemilik pabrik untuk mengolah kedelainya menjadi
Tahu Putih dengan upah jasa 3.500 rupiah/masakan hingga 4.000 rupiah/masakan.
Tahu yang diproduksi adalah Tahu Putih, Tahu Magel dan Tahu Pong dengan
porsi Tahu Pong lebih banyak. Gambar 8 menjelaskan produksi yang dilakukan
oleh usaha rumah tangga di Kartasura.
Tahu Putih Kedelai
Gambar 8 Produksi Tahu Skala Rumah Tangga di Kartasura
1) Modal awal
Modal awal usaha ini lebih sedikit dari pada usaha kecil tahu karena usaha
ini tidak memiliki pabrik pengolahan tahu. Modal awal digunakan untuk
pembelian peralatan yaitu yaitu wajan pengorengan, serok, susuk, tampah.
2) Bahan baku
Jumlah bahan baku kedelai untuk satu cetakan berbeda-beda antar
pengusaha yaitu antara tiga kilogram/masakan sampai dengan tujuh
kilogram/masakan. Jenis kedelai yang digunakan adalah kedelai impor atau lebih
dikenal dengan jenis Amerika. Umumnya kedelai dibeli dari pedagang-pedagang
eceran yang ada di daerah sekitar.
Pabrik Tahu Usaha rumah tangga
Penggorengan Tahu putih
Tahu Magel Tahu Pong
Bahan tambahan lain yang dijumpai pada Tahu Pong adalah
bumbu yang terdiri dari bawang putih, garam dan penyedap rasa. Kepekatan rasa
dalam bumbu ini disesuaikan dengan selera konsumen masing – masing.
3) Tenaga kerja
Umumnya tenaga kerja adalah wanita yang berasal dari anggota keluarga.
Tenaga kerja laki – laki digunakan untuk mengangkut kedelai ke pabrik dan Tahu
Putih dari pabrik. Pengangkutan juga dilakukan pada tahu yang telah diolah ke
pasar atau tempat jual beli dengan konsumennya. Umumnya waktu membuat
Tahu Pong adalah siang hari dan berakhir pada malam hari, sedangkan penjualan
dilakukan waktu pagi hari.
4) Penjualan
Tahu yang dijual mempunyai dua bentuk yaitu kotak dan kencong (segitiga).
Tahu Putih hanya dijual dalam bentuk kotak, sedangkan Tahu Pong dan Magel
dijual dalam bentuk kotak dan kencong. Tahu ini memiliki potongan berbeda-beda
dalam satu blabak dengan harga yang beragam, misalnya 200 rupiah, 100 rupiah
dan 50 rupiah. Tahu Pong yang berukuran besar, yaitu dengan potongan 10 x 10
dalam satu blabak dijual pada rumah makan-rumah makan, sedangkan tahu
potongan 14 x 14 dijual kepada pedagang eceran dan konsumen di pasar – pasar
tradisional. Tahu yang dijual kepada pedagang asongan dipotong menjadi 400
potongan dengan harga jual 50 rupiah/ potongan.
5) Pendapatan usaha
Besarnya pendapatan usaha rumah tangga tahu di Kartasura didasarkan
pada jumlah dan jenis produksinya. Umumnya tahu yang dihasilkan adalah Tahu
Pong, sehingga biaya operasionalnya adalah biaya bahan baku kedelai, biaya upah
atau balas jasa kepada pabrik tahu, biaya upah mengangkut tahu dari pabrik, biaya
tenaga kerja untuk membantu menggoreng tahu, biaya minyak goreng, biaya kayu
bakar, biaya bumbu dan biaya transportasi. Biaya upah angkut muncul karena
tidak memiliki tenaga kerja pria dalam keluarga untuk pengangkutan tahu putih
dari pabrik.
VI STRUKTUR PENERIMAAN, BIAYA DAN KEUNTUNGAN USAHA
RUMAH TANGGA TAHU PONG
6.1 Struktur Penerimaan Usaha Tahu Pong
Tahu pong termasuk salah satu jenis tahu goreng yang diproduksi di
Kartasura. Produksinya ada dua jenis jika dilihat dari bentuknya yaitu kotak dan
kencong (segitiga). Harga yang ditetapkan berbeda-beda sesuai jenis dan ukuran
potongannya. Harga yang ditetapkan pengusaha ada 24 tingkatan antara 15
rupiah/potong sampai dengan 250 rupiah/potong, sedangkan ukuran tahunya ada
30 macam potongan. Tabel 10 menjabarkan tingkatan harga Tahu Pong.
Tabel 10 Ukuran dan Harga Tahu Pong dari Usaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura
Harga Tahu Pong (Rp)
Banyaknya potongan dalam satu papan untuk jenis tahu kotak
Banyaknya potongan dalam satu papan untuk jenis tahu kencong
250/potong 100 - 200/potong 98,100,110 - 2000/11 potong 100 - 2000/12 potong 100 - 150/potong 140,144,192 - 125/potong 120, 165 - 120/potong - 200 1000/9 potong 144 - 100/potong 125, 144, 196 162, 196, 200, 280, 288 1000/11 potong 169, 289 200 90/potong 196 288 800/9 potong - 288 1000/12 potong 144, 169, 289, 300 200 80/potong 256, 289 196, 288, 450 1000/13 potong 196, 225, 289 288 75/potong - 384 70/potong 400 - 60/potong - 288 50/potong 400, 450, 462, 484 392 1000/24 potong - 392 40/potong 400, 578 - 25/potong 1152 - 20/potong 1000 - 15/potong 1000 -
Tahu jenis kotak memiliki 19 tingkatan harga dengan harga tertinggi 250
rupiah/potong dan harga terendah 15 rupiah/potong, sedangkan ukuran tahu ada
23 macam. Tahu jenis kencong memiliki 12 tingkatan harga dengan harga
tertinggi 120 rupiah/potong dan harga terendah 1000 rupiah/24 potong, sedangkan
ukurannya ada tujuh macam.
Kenaikan harga BBM berpengaruh berbeda-beda pada penetapan harga dan
ukuran tahu pong oleh pengusaha. Terdapat empat macam tindakan yang diambil
oleh pengusaha tahu pong dalam menetapkan ukuran dan harganya, yaitu sebagai
berikut:
1. Ukuran dan harga tahu yang ditetapkan sama antara sebelum dan sesudah
kenaikan harga BBM.
Pengusaha tidak melakukan peningkatan harga atau pengurangan ukuran
karena khawatir jika melakukan tindakan tersebut akan berakibat pada penuruan
jumlah pembelian produknya. Tindakan ini paling banyak yang dilakukan oleh
para pengusaha sebesar 43,33 persen. Persentase pengusaha yang menjual tahu di
Kartasura sebesar 71,43 persen lebih besar dari pada pengusaha yang menjual
tahu di luar Kartasura yaitu sebesar 34,778 persen. Hal ini mengindikasikan
bahwa persaingan di pasar Kartasura lebih ketat dari pada di luar Kartasura,
sehingga pengusaha sulit untuk menaikan harga atau mengurangi ukuran tahu.
2. Harga tahu pong dinaikan oleh produsen dengan ukuran tetap.
Peningkatan harga tahu pong oleh produsen dengan alasan pengusaha tidak
dapat menanggung resiko kerugian akibat kenaikan harga BBM. Umumnya tahu
yang dinaikan harganya adalah tahu yang langsung dijual kepada konsumen akhir
dan bukan tahu yang dijual kepada pedagang perantara. Sebesar 40 persen
pengusaha melakukan tindakan ini. Pengaruh tempat penjualan juga
mempengaruhi pengambilan langkah ini oleh pengusaha. Hal ini dapat dilihat dari
persentase pengusaha yang menjual tahunya diluar Kartasura lebih besar dari pada
di Kartasura. Sebesar 43,48 persen pengusaha dengan daerah penjualan di luar
Kartasura berani mengambil langkah ini sedangkan pengusaha dengan daerah
penjualan di Kartasura sebesar 28,57 persen. Keadaan ini terjadi karena
pengusaha tahu dengan penjualan di luar Kartasura memiliki keyakinan bahwa
tahu pong kartasura lebih disukai dari pada tahu dari daerah lain, sehingga
pengusaha tidak mengkhawatirkan onsumen akan berpindah ke pedagang lain
karena harga tahu dinaikan.
3. Produsen memperkecil ukuran tahu pong dengan harga tetap.
Umumnya tindakan ini dilakukan oleh pengusaha pada tahu yang dijual
kepada pedagang perantara. Pedagang perantara ini tidak mau menerima kenaikan
harga tahu sehingga produsen harus mengurangi ukuran tahu. Sebesar 21,74
persen pengusaha melakukan tindakan ini yang mana daerah penjualannya di luar
Kartasura.
Perubahan harga dan ukuran tahu mengakibatkan peningkatan penerimaan
secara rata-rata sebesar 1.43 persen dari 7.561.785 rupiah/bulan menjadi
7.781.830 rupiah/bulan. Tabel 11 menjabarkan perbedaan penerimaan sebelum
dan sesudah kenaikan harga BBM dari produksi Tahu Pong di Kartasura.
Tabel 11 Perubahan Penerimaan Produksi Tahu Pong Akibat Kenaikan Harga BBM
Perubahan penerimaan Banyak Usaha (unit) (%)
Tetap 11 36,67 Meningkat 16 53,33 Menurun 3 10 Total 30 100
Peningkatan penerimaan secara rata-rata sangat kecil karena jumlah usaha
yang meningkatkan penerimaannya sebanyak 53.33 persen, sedangkan 10 persen
mengalami penurunan penerimaan dan 36.67 persen pengusaha tidak mengalami
perubahan penerimaan. Penurunan penerimaan oleh 10 persen pengusaha karena
terjadi penurunan produksi Tahu Pong sebanyak 60-240 papan/bulan .
6.2 Struktur Biaya Usaha Tahu Pong
Biaya usaha Tahu Pong terdiri dari dua jenis dilihat dari pengaruhnya
terhadap jumlah produksi yaitu biaya operasional dan biaya tetap. Biaya
operasional merupakan biaya yang dikeluarkan sehari-hari, terdiri dari biaya
bahan baku kedelai, biaya pabrik, biaya minyak goreng, biaya bahan bakar, biaya
tenaga kerja, biaya bumbu dan biaya transportasi. Biaya tetap terdiri dari
penyusutan peratan yaitu wajan pengorengan, papan, tong plastik, serok, susuk,
dan tampah.
Biaya usaha Tahu Pong jika dilihat dari jenis produksinya terdiri dari biaya
produksi dan biaya pemasaran. Biaya produksi terdiri dari biaya bahan baku
kedelai, biaya bahan baku penolong, biaya tenaga kerja dan biaya penyusutan
peralatan, sedangkan biaya pemasaran terdiri dari biaya transportasi. Tabel 12
menjabarkan perubahan biaya total Tahu Pong setelah terjadi kenaikan harga
BBM.
Kenaikan harga BBM mengakibatkan peningkatan rata-rata total biaya
sebesar 3,73 persen dari Rp. 5.997.005 rupiah/bulan menjadi 6.462.205,76
rupiah/bulan. Jumlah usaha paling banyak mengalami peningkatan total biaya
pada kisaran 6,01 persen sampai dengan 8,00 persen sebesar 33,33 persen,
sedangkan peningkatan total biaya 2.01 persen sampai dengan 4,00 persen hanya
sebesar 10 persen dari total usaha. Peningkatan total biaya 0,00 persen sampai
dengan 2,00 persen dan lebih dari 8 persen dialami oleh 3,33 persen dari jumlah
pengusaha. Penurunan total biaya dialami 10 persen.
Tabel 12 Perubahan Biaya Total Tahu Pong Akibat Kenaikan Harga BBM
Perubahan biaya total (%) Jumlah usa unit %
Meningkat: • 0,00 – 2,00 • 2,01 – 4,00 • 4,01 – 6,00 • 6,01 – 8,00 • >8,00
1 3 12 10 1
3,33 10 40
33,33 3,33
Menurun 3 10 Total usaha 30 100 Rata-rata peningkatan total biaya 3,73%
Presentase komponen biaya total usaha terhadap biaya total mengalami
peningkatan dan penurunan akibat kenaikan harga BBM. Biaya kedelai, biaya
bahan bakar brambut dan penyusutan peralatan mengalami penurunan presentase
terhadap biaya total usaha, sedangkan biaya pabrik, tenaga kerja, pabrik, bahan
bakar, brambut, bumbu dan transportasi mengalami peningkatan presentase
terhadap biaya total. Tabel 13 menjabarkan persentse komponen biaya usaha tahu
pong terhadap total biaya.
Presentase terhadap biaya usaha terbesar sebelum dan sesudah kenaikan
harga BBM adalah biaya bahan baku kedelai sebesar kurang lebih 60 persen,
diikuti oleh biaya minyak goreng dan biaya pabrik. Persentase terendah sebelum
dan sesudah kenaikan harga BBM adalah biaya penyusutan peralatan. Biaya
bahan baku kedelai mengalami penurunan persentase terbesar terhadap biaya
usaha akibat kenaikan harga BBM sebesar 2,48 persen, sedangkan biaya
transportasi mengalami kenaikan persentase tersebesar sebesar 1,22 persen.
Tabel 13 Persentase Komponen Biaya Usaha Terhadap Total Biaya Usaha Tahu Pong Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM
Komponen biaya usaha Persentase terhadap
total biaya (%) Kenaikan atau penurunan
persentase komponen biaya terhadap biaya usaha (%) sebelum sesudah
Biaya bahan baku kedelai 63,02 60,57 -2,48 Biaya pabrik 9,37 9,82 0,45 Biaya tenaga kerja • Tenaga kerja angkut • Tenaga kerja menggoreng
0,38 0,74
0,39 0,88
0,01 0,14
Biaya minyak goreng 17,79 18,29 0,50 Biaya bahan bakar • Kayu bakar • Brambut
4,35 0,39
4,59 0,36
0,24 -0,03
Biaya bumbu 0,79 0,74 -0,05 Biaya penyusutan peralatan 0,18 0,16 0,02 Biaya transportasi 2,99 4,21 1,22
6.2.1 Struktur Biaya Produksi tahu Pong
Tahu pong merupakan produk lanjutan dari tahu putih. Tahu ini banyak
diproduksi oleh usaha rumah tangga sehingga umumnya tenaga kerja berasal dari
anggota keluarga. Pemilik memiliki tugas rangkap pada pengolahan dan
penjualan. Biaya produksi yang dibahas disini adalah biaya yang mempengaruhi
jumlah produksinya, yaitu biaya bahan baku kedelai, biaya pabrik dan biaya bahan
lainnya seperti minyak goreng, kayu bakar, dan bumbu.
Kenaikan harga BBM telah mengakibatkan kenaikan biaya produksi pada
biaya bahan baku kedelai, biaya pabrik, biaya minyak goreng, dan biaya kayu
bakar, sedangkan biaya bumbu tidak mengalami perubahan, sehingga total biaya
produksi meningkat sebesar 3,10 persen. Tabel 14 menjabarkan perubahan biaya
produksi akibat kenaikan harga BBM.
Tabel 14 Perubahan Biaya Produksi Akibat Kenaikan Harga BBM
Perubahan biaya produksi (%) Banyaknya usaha
Unit %
Meningkat: • 0,00 - 2,00 • 2,01 - 4,00 • 4,01 - 6,00 • 6,01 - 8,00 • >8,00
1 3 14 8 1
3,33 10
46,67 26,67 3,33
Menurun 3 10 Total usaha 30 100 Rata-rata peningkatan biaya produksi 3,10%
Peningkatan rata-rata biaya produksi sebesar 3,10 persen dari
5.817.695,76 rupiah/bulan menjadi 6.190.228,76 rupiah/bulan. Pada tabel dapat
diketahui bahwa usaha ini paling banyak mengalami kenaikan pada kisaran 4,01
persen sampai dengan 6,00 persen sebesar 14 unit usaha atau 46,67 persen dari
total usaha. Penurunan biaya produksi dialami oleh 10 persen dari total usaha
dengan besar penurunan 18,31 persen, 19,65 persen, dan 22,19 persen.. Penurunan
terjadi karena usaha tersebut mengalami penurunan produksi.
6.2.1.1 Biaya Bahan Baku
Bahan baku utama membuat tahu pong adalah kedelai. Jenis kedelai yang
digunakan adalah jenis Amerika (kedelai impor). Harga bahan baku meningkat
secara rata-rata sebesar 4,32 persen dari 3.451,67 rupiah/kg menjadi 3.763,33
rupiah/kg akibat kenaikan harga BBM. Kenaikan harga kedelai diikuti oleh
penurunan penggunaan kedelai sebesar 1,94 persen dari 1.086,8 kg/bulan menjadi
1.045,3 kg/bulan karena terjadi penurunan produksi oleh beberapa pengusaha.
Penurunan penggunaan kedelai belum dapat menyeimbangkan peningkatan harga
kedelai sehingga rata-rata total biaya kedelai meningkat sebesar 1,76 persen dari
3.779.050 rupiah/bulan menjadi 3.914.100/bulan. Tabel 15 menjabarkan biaya
bahan baku yang dikeluarkan usaha rumah tangga tahu di Kartasura.
Tabel 15 Biaya Bahan Baku Kedelai Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM
Ket Sebelum kenaikan harga BBM Sesudah kenaikan harga BBM Kenaikan dan penurunan
(%) Qk Pk TBk Qk Pk TBk Qk Pk TBk
Total 1.086,8 103.550 113.371.500 1.045,3 112.900 117.423.000 -1,94 4,32 1,76 Rata-rata 36,23 3.451,67 3.779.050 34,84 3.763,33 3.914.100
Keterangan: Qk = kebutuhan kedelai Tahu Pong setiap bulan (kg/bulan) Pk = harga kedelai (Rp/kg) TBk = total biaya bahan baku kedelai Tahu Pong setiap bulan (Rp/bulan)
6.2.1.2 Biaya Tenaga Kerja
Umumnya usaha rumah tangga (URT) di Kartasura menggunakan tenaga
kerja keluarga sebanyak satu sampai dengan tiga orang. Akan tetapi beberapa
pengusaha menggunakan tenaga kerja diluar keluarga. Hal ini dilakukan karena
produksinya lebih dari 10 papan/hari dan tidak terdapat anggota keluarga yang
dapat membantu. Tenaga kerja wanita dan pria memiliki tugas yang berbeda.
Pekerja wanita bertugas memotong Tahu Putih sesuai dengan bentuk dan ukuran
yang diinginkan untuk kemudian menggorengnya menjadi Tahu Pong, sedangkan
pekerja pria bertugas mengangkut tahu Putih dari pabrik. Tabel 16 menjabarkan
tenaga kerja yang digunakan oleh URT tahu di Kartasura.
Tabel 16 Tenaga Kerja pada Produksi tahu Pong Jenis Tenaga
kerja Banyaknya Usaha (unit)
Upah rata-rata (RP/bulan) Kenaikan/ penurunan (%) Sebelum Sesudah
Keluarga • Menggoreng • Mengangkut
30 27
- -
- -
Bukan Keluarga • Menggoreng • Mengangkut
5 3
22.900 23.000
57.000 25.500
12,32 5,15
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah pengusaha yang menggunakan
bantuan tenaga kerja bukan keluarga lebih sedikit sedikit daripada penggunaan
tenaga kerja keluarga, yaitu enam usaha menggunakan tenaga kerja bukan
keluarga untuk tugas menggoreng dan tiga usaha menggunakan tenaga kerja ini
untuk tugas mengangkut. Upah yang diberikan untuk tugas menggoreng antara
75.000 rupiah/bulan sampai dengan 450.000 rupiah/bulan dengan kenaikan
sebesar 11,32 persen sedangkan upah pekerjaan mengangkut tahu mengalami
peningkatan sebesar 5,15 persen akibat kenaikan harga BBM
6.2.1.3 Biaya Bahan Bakar
Bahan bakar dalam proses produksi tahu pong digunakan untuk
memanaskan wajan penggorengan. Bahan bakar yang digunakan ada dua jenis
yaitu kayu dan brambut. Kayu lebih banyak digunakan oleh URT di kartasura
karena harganya yang murah dan awet untuk menciptakan panas api yang
diinginkan. Kayu diperoleh dari perusahaan pengolahan kayu yang berada di
wilayah Kartasura, Sukoharjo dan Surakarta tetapi ada juga yang diperoleh dari
pedagang-pedangang eceran kayu sekitar tempat tinggal. Brambut bukan sebagai
bahan bakar utama tetapi sebagai pelengkapnya karena cepat menciptakan api.
Sebanyak dua pengusaha masih menggunakan brambut.
Kenaikan harga BBM mengakibatkan peningkatan biaya kayu bakar sebesar
6,39 persen dari 260.815 rupiah/bulan menjadi 296.396 rupiah/bulan, sedangkan
brambut tidak mengalami peningkatan biaya yang besarnya 22.900,00/bulan.
Rincian mengenai biaya kayu bakar dapat dilihat pada tabel 17
Tabel 17 Perubahan Biaya Kayu Bakar Akibat Kenaikan Harga BBM
Perubahan biaya kayu bakar (%) Banyaknya usaha Unit %
Tetap 3 10 Meningkat: • 0,01- 5,00 • 5,01-10,00 • > 10,00
3 14 8
10
46,67 26,67
Sumber: olahan data primer
Peningkatan biaya kayu bakar antara 5,01 persen sampai dengan 10 persen
sebanyak 14 usaha atau 46,67 persen, sedangkan peningkatan pada kisaran 0,01
persen 5 persen sebanyak tiga usaha atau 10 persen dan peningkatan diatas 10
persen sebanyak delapan unit atau 26,67 persen. Sebanyak tiga unit usaha atau 10
persen pengusaha tidak mengalami perubahan biaya ini.
6.2.1.4 Biaya Minyak Goreng
Minyak goreng sangat diperlukan untuk menggoreng tahu putih menjadi
tahu pong, sehingga produksi ini sangat bergantung pada minyak goreng.
Kenaikan harga BBM bulan Oktober meningkatkan rata-rata biaya ini sebesar
5,08 persen 1.067.425 rupiah/bulan menjadi 1.181.699 rupiah/bulan. Tabel 18
menjabarkan perubahan biaya minyak goreng akibat dari kenaikan harga BBM.
Tabel 18 Perubahan Biaya Minyak Goreng Akibat Kenaikan Harga BBM
Perubahan biaya kayu bakar (%) Banyaknya usaha
unit % Meningkat: • 0,01-5,00 • 5,01-10,00 • > 10,00
7 17 3
23,33 56,67
10 Menurun 3 10
Peningkatan biaya terbesar adalah 12.46 persen dan terendah 4,00 persen.
Jumlah usaha paling banyak mengalami peningkatan biaya pada kisaran 5,01
persen sampai dengan 10,00 persen sebesar 56,67 persen dari total URT,
sedangkan peningkatan antara 0,01 persen sampai dengan 5,00 persen sebesar
23,33 persen dan lebih dari 10,00 persen sebanyak 10 persen dari total URT.
Penurunan biaya dialami oleh 10 persen dari total usaha karena terjadi penurunan
produksi, sehingga penggunaan minyak goreng dikurangi jumlahnya dengan rata-
rata pengurangan sebesar 1,85 persen.
6.2.1.5 Biaya Pabrik
Biaya pabrik adalah biaya balas jasa kepada pabrik pengolahan tahu. Biaya
ini dihitung dalam satuan masakan yang besarnya Rp. 3000,00/masakan sebelum
kenaikan dan Rp. 3500,00/masakan sesudah kenaikan harga BBM bulan Oktober
2005. Bulan Maret 2006 biaya ini mengalami peningkatan sebesar
Rp. 4000,00/masakan.
Rata-rata peningkatan biaya ini sebesar 6,07 persen dari
561.900 rupiah/bulan menjadi 634.550 rupiah/bulan. Peningkatan ini lebih rendah
daripada peningkatan biaya setiap masakannya sebesar 7.69% karena terjadi
penurunan jumlah produksi.
6.2.1.6 Biaya Bumbu
Penggunaan bumbu untuk membuat rasa tahu Pong lebih gurih yang terdiri
dari garam, bawang putih dan penyedap rasa. Komposisi campurannya tergantung
dari selera konsumen. Kenaikan harga BBM tidak mempengaruhi biaya ini yang
besarnya 15.000 rupiah/bulan sampai dengan 135.000 rupiah/bulan. Rata-rata
pengusaha mengeluarkan biaya ini sebesar 47.500 rupiah/bulan.
6.2.2 Pemasaran Tahu Pong
Tahu Pong merupakan barang konsumsi yang murah harganya. Produk ini
dijual di pasar-pasar tradisional sehingga tidak memerlukan perlakuan khusus
dalam pemasarannya seperti pelabelan, periklanan, sehingga biaya pemasarannya
adalah biaya transportasi menuju pasar tempat bertemu dengan para pembeli yang
berada di wilayah Kartasura, Boyolali, Klaten, dan Surakarta.
6.2.2.1 Biaya Pemasaran
Biaya pemasaran merupakan biaya transportasi menuju pasar tradisional di
daerah sekitarnya. Pasar-pasar tersebut ada 13 tempat, yaitu: pasar kartasura,
kleco, delanggu, kembang, sunggingan, boyolali, jongke, ampel, sangkah,
ndaleman, colomadu, klewer, dan galgondo. Selain pasar tradisional, pengusaha
menjual tahu ini kepada asongan yang akan dijual di terminal- terminal bus di
Kartasura dan sekitarnya. Tabel 19 menjabarkan biaya transportasi yang
dikeluarkan oleh pengusaha tahu pong di Kartasura.
Tabel 19 Biaya Transportasi pada Penjualan Tahu Pong
No Kendaraan yang dipakai Pasar Biaya Transportasi Kenaikan/
penurunan (%) Sebelum Sesudah 1 KU Kleco 150.000 210.000 16,67 2 KU Kartasura 60.000 84.000 16,67 3 KU Delanggu 330.000 540.000 24,14 4 KU Delanggu 330.000 540.000 24,14 5 - Asongan 0 0 0 6 KU Kartasura 50.010 50.010 0 7 - Asongan 0 0 0 8 KP+KU Kembang 39.990 60.000 20,01 9 KU Kartasura 180.000 300.000 25 10 KU Sunggingan 112.500 225.000 33,33 11 KU Boyolali 135.000 165.000 10 12 KU Sunggingan 180.000 230.010 12,19 13 KU Jongke 180.000 225.000 11,11 14 KU Ampel 330.000 480.000 18,52 15 KP Kleco 150.000 300.000 33,33 16 KP Sangkah 144.000 324.000 38,46 17 KU Kartasura 300.000 360.000 9,09 18 KP+KU Ndaleman 75.000 137.490 29,41 19 KU Boyolali 450.000 600.000 14,29 20 KU Kartasura 180.000 300.000 25 21 KU Boyolali 300.000 450.000 20 22 KP Kartasura 0 0 0 23 KP+KU Kartasura 300.000 450.000 20 24 KP Colomadu 150.000 300.000 33,33 25 KP Klewer 90.000 150.000 25 26 KU Galgondo 300.000 360.000 9,09 27 KP Sunggingan 300.000 450.000 20 28 KU Sunggingan 240.000 240.000 0 29 KP Kartasura 172.800 388.800 38,46 30 KU Sunggingan 150.000 240.000 23,08
Total 5.379.300 8.159.310 Rata-rata 179.310 271.977 20,53
Keterangan: KU = kendaraan umum KP = kendaraan pribadi
Alat transportasi yang digunakan ada dua jenis yaitu kendaraan umum dan
kendaraan pribadi. Pengusaha yang menggunakan kendaraan umum sebanyak 15
pengusaha sedangkan penggunaan kendaraan pribadi sebanyak tujuh pengusaha
dan gabungan kendaraan umum dan pribadi sebanyak tiga pengusaha. Terdapat
pengusaha yang tidak menggunakan alat transportasi karena penjualannya kepada
para asongan dimana tempat penjualan berada di tempat produksi tahu pong
tersebut.
Kenaikan harga BBM mengakibatkan rata-rata peningkatan biaya ini
sebesar 20,53 persen dari 179.310 rupiah/bulan menjadi 271.977 rupiah/bulan.
Peningkatan biaya transportasi berkisar antara 0 persen sampai dengan 38.46
persen. Peningkatan 0 persen karena alat transportasi yang digunakan adalah
kendaraan pribadi (becak) yang tidak menggunakan bahan bakar. Peningkatan
biaya transportasi kendaraan pribadi lebih besar daripada kendaraan umum
dengan peningkatan tertinggi pada kendaraan pribadi sebesar 38.46 persen dan 25
persen pada kendaraan umum. Kenaikan harga BBM telah mengakibatkan
kenaikan biaya transportasi lebih besar pada kendaraan pribadi dari pada
kendaraan umum dilihat dari peningkatan tertinggi. Penurunan biaya tidak ada
walaupun terjadi penurunan produksi tahu pong. Hal ini membuktikan bahwa
biaya transportasi tidak dipengaruhi oleh jumlah tahu pong yang diangkut tetapi
oleh jarak yang ditempuh ke tempat jual beli.
6.2.2.2 Saluran Tataniaga Tahu Pong
Penjualan tahu pong berada di daerah sekitarnya dan barang konsumsi tidak
tahan lama mengakibatkan singkatnya saluran tataniaga tahu pong. Terdapat lima
jalur yang ditempuh tahu pong agar sampai ketangan konsumen akhir. Jalur
pertama dari produsen ke pedagang pengecer (asongan) kemudian kepada
konsumen. Produsen pada jalur ini tidak mengeluarkan biaya transportasi sebab
pedagang asongan membeli langsung di tempat produksi. Tahu yang dijual kepada
pedagang asongan seharga 400 rupiah/ 10 potong yang terjadi peningkatan
menjadi 500 rupiah/ 10 potong setelah kenaikan harga BBM. Fungsi tambahan
yaitu pembungkusan dilakukan oleh pedagang asongan setiap 10 potong dengan
harga 1.000 rupiah/bungkus. Gambar 9 menggambarkan jalur pemasaran tahu
pong di Kartasura.
kedelai tahu putih
tahu pong
Gambar 9 Bagan Saluran Tataniaga Tahu Pong
Jalur kedua produsen menjual tahu pong kepada pedagang eceran (pedagang
sayur keliling). Produsen pada jalur ini mengeluarkan biaya transportasi karena
tempat transaksi dengan pedagang pengecer berada di pasar-pasar tradisional.
Konsumen
pabrik
Pengusaha RT tahu pong
Pedagang eceran rumah dan warung makan
asongan Pedagang sayur keliling
Jalur ketiga produsen menjual tahu pong kepada usaha-usaha rumah makan dan
warung makan sekitar. tahu pong ini digunakan sebagai makanan pelengkap di
meja makan. Jenis tahu yang dijual adalah kotak dengan potongan 100/papan.
Harga yang ditetapkan oleh produsen adalah 200 rupiah/potong dan dijual oleh
pengusaha rumah atau warung makan dengan harga 500 rupiah/potong. Jalur
keempat merupakan jalur paling pendek diantara jalur yang lain karena tahu pong
langsung dijual kepada konsumen. Umumnya tempat penjualan berada di pasar-
pasar tradisional.
6.3 Keuntungan Produksi Tahu Pong
Keuntungan produksi tahu pong didapatkan dengan cara mengurangi nilai
penjualan atau penerimaan tahu pong dan biaya-biayanya. Penerimaan dan biaya
secara rata-rata mengalami peningkatan akibat kenaikan harga BBM sehingga
keuntungan yang didapatkan terjadi perubahan. Tabel 20 menjabarkan perubahan
keuntungan yang dialami oleh pengusaha tahu pong sebelum dan sesudah
kenaikan harga BBM.
Rata-rata penurunan keuntungan sebesar 8,49 persen dari
1.564.779,20 rupiah/bulan menjadi 1.319.624,20 rupiah/bulan. Penurunan
keuntungan ini menggambarkan peningkatan penerimaan belum dapat mengatasi
peningkatan biayanya. Pengusaha yang mendapatkan keuntungan dari produksi
Tahu Pong sebanyak 29 pengusaha sebelum dan sesudah kenaikan, sedangkan
pengusaha yang mendapatkan kerugian sebanyak satu usaha sebelum dan sesudah
kenaikan harga BBM.
Tabel 20 Perubahan Keuntungan/ Kerugian Produksi Tahu Pong Akibat Kenaikan Harga BBM
No
Langkah-langkah
penetapan harga dan
ukuran tahu *
Pasar yang
dituju**
Keuntungan/ kerugian sebelum kenaikan
(Rp/ bulan)
Keuntungan/ kerugian sesudah kenaikan
(Rp/ bulan)
Kenaikan/ penurunan
Keuntungan dan kerugian
(%) 1 1 LK 1.107.540,00 249.540,00 -63,22 2 1 K 259.653,80 280.653,80 3,89 3 1 LK 5.593.430,00 3.830.930,00 -18,70 4 2 LK 2.623.176,00 2.094.306,00 -11,21 5 1 Asongan 1.250.217,00 888.717,00 -16,90 6 1 K 1.032.489,20 537.519,18 -31,53 7 2 Asongan 1.001.274,00 1.031.274,00 1,48 8 1 LK 757.089,67 587.079,67 -12,65 9 1 K 3.826.883,00 2.575.883,00 -19,54 10 2 LK 1.829.866,00 2.315.566,00 11,72 11 2 LK 330.341,50 372.611,50 6,01 12 1 LK 1.597.868,70 1.103.858,70 -18,29 13 2 LK 630.524,50 1.601.534,50 43,50 14 1 LK 1.701.708,00 1.083.708,00 -22,19 15 2 LK 855.067,00 632.857,00 -14,93 16 3 LK 739.841,00 943.841,00 12,11 17 2 K 622.967,00 1.420.967,00 39,04 18 3 LK -336.529,00 -324.409,00 -1,83 19 2 LK 1.025.750,00 880.550,00 -7,62 20 2 K 1.275.917,00 1.042.367,00 -10,07 21 2 LK 746.091,00 488.091,00 -20,90 22 1 K 3.671.841,00 4.046.841,00 4,86 23 1 K 6.081.883,00 4.671.883,00 -13,11 24 3 LK 1.440.966,00 233.976,00 -72,06 25 1 LK 1.425.127,00 586.117,00 -41,72 26 3 LK 770.098,00 1.100.608,00 17,67 27 3 LK 689.091,00 482.091,00 -17,67 28 2 LK 2.200.924,00 3.328.924,00 20,39 29 1 K 1.779.292,00 897.292,00 -32,95 30 2 LK 412.990,00 603550,00 18,75
Total 46.943.377,00 39588.727,00 Rata – rata 1.564.779,20 1319.624,20 -8,49
Keterangan: * langkah yang diambil dalam harga dan ukuran tahu: 1 = harga dan ukuran tahu tetap setelah terjadi kenaikan harga BBM 2 = harga naik dan ukuran tetap setelah terjadi kenaikan harga BBM 3 = harga tetap dan ukuran diperkecil setelah terjadi kenaikan harga BBM ** K = pengusaha menjual tahu di Kartasura LK= pengusaha menjual tahu di luar Kartasura
Keuntungan yang didapatkan oleh pengusaha mengalami dua pengaruh
karena kenaikan harga BBM yaitu meningkat dan menurun. Jumlah pengusaha
yang mengalami peningkatan keuntungan sebanyak 11 pengusaha dengan
peningkatan sebesar 1,48 persen sampai dengan 45,50 persen. Penurunan
keuntungan dialami oleh 18 pengusaha dengan besar penurunan antara 7,62
persen sampai dengan 72,06 persen. Penurunan kerugian yang dialami satu usaha
sebesar 1,83 persen.
Pengusaha yang menjual tahu di kecamatan Kartasura sebanyak delapan
atau 26,67 persen pegusaha yang mana kenaikan harga BBM ini mengakibatkan
tiga pengusaha mengalami peningkatan keuntungan dan lima pengusaha
mengalami penurunan keuntungan. Pengusaha yang menjual tahu diluar
Kecamatan Kartasura paling banyak sebesar 20 pengusaha atau 66,67 persen.
Kenaikan harga BBM mengakibatkan penurunan keuntungan sebanyak 12
pengusaha dari pengusaha yang menjual di luar wilayah Kartasura, sedangkan
delapan pengusaha mengalami peningkatan keuntungan. Pengusaha yang menjual
kepada pedagang asongan mengalami peningkatan dan penurunan keuntungan.
VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI TAHU
PONG
7.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong terdiri dari jumlah
kedelai, jumlah minyak goreng, dan jumlah kayu bakar yang digunakan setiap
bulannya sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Permodelan yang digunakan
adalah fungsi produksi Cobb-Douglas yang dianalisis dengan regresi berganda.
Variabel produksi tahu pong sebagai variabel terikat dan variabel jumlah kedelai,
minyak goreng dan kayu bakar sebagai variabel bebas. Hasil regresi dari model
fungsi Cobb-Douglas sebelum kenaikan harga BBM ditunjukkan pada tabel 21
dibawah ini.
Tabel 21 Hasil Regresi Fungsi Produksi Cobb Douglas Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM
Variabel Koefisien Peluang T VIF
sebelum sesudah sebelum sesudah sebelum Sesudah Intersep -3,0189 -2,7159 0,000 0,001 Jumlah kedelai 0,67483 0,59778 0,000* 0,000* 6,4 7,8 Jumlah minyak goreng 0,15423 0,2969 0,132 0,020** 5,1 7,8 Jumlah kayu bakar 0,27096 0,22391 0,001* 0,008* 2,5 2,9 F hit sebelum = 230,88 R2 sebelum = 96,4 F hit sebelum = 251,97 R2 sesudah = 96,7 Peluang F sebelum = 0,000 R2 (adj) sebelum = 96,0 Peluang F sebelum = 0,000 R2 (adj) sebelum = 96,3
Keterangan: * Nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen ** Nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen
Berdasarkan hasil regresi sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM
didapatkan nilai peluang F sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari pada taraf nyata
lima persen sehingga variabel bebas yang terpilih secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadap variabel terikat yaitu produksi tahu pong pada taraf
nyata 95 persen. Nilai R2 yang didapatkan sebesar 96,4 persen sebelum kenaikan
dan 96,7 persen setelah kenaikan harga BBM, yang berarti variasi produksi tahu
pong sebelum kenaikan harga BBM dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas
yang terpilih sebesar 96,4 persen, sedangkan 3,6 persen dijelaskan oleh variabel
lain diluar model. Setelah terjadi kenikan harga BBM, variasi produksi tahu pong
dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang terpilih sebesar 96,7 persen,
sedangkan 3,3 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
Hasil uji t untuk masing-masing variabel menghasilkan variabel yang
berpengaruh nyata terhadap produksi sebelum kenaikan harga BBM adalah
variabel jumlah kedelai setiap bulan dan jumlah kayu bakar setiap bulan pada
taraf nyata 99 persen. Variabel yang berpengaruh terhadap produksi setelah terjadi
kenaikan harga BBM adalah jumlah kedelai, kayu bakar pada taraf nyata 99
persen dan jumlah minyak goreng pada taraf nyata 95 persen.
Multikolinearitas tidak ditemukan pada hasil regresi tersebut baik sebelum
dan sesudah kenaikan harga BBM. Multikolinearitas dapat dilihat pada nilai VIF.
Jika nilai VIF diatas 10 maka regresi tersebut terdapat multikolinearitas. Nilai VIF
untuk setiap variabel berada dibawah 10 sehingga tidak terdapat multikolinearitas.
7.1.1 Kedelai
Variabel kedelai memiliki nilai positif sebesar 0,67483 sebelum kenaikan
dan 0,59778 sesudah kenaikan. Nilai ini menjelaskan bahwa kenaikan jumlah
kedelai yang digunakan akan berpengaruh positif terhadap produksi tahu pong
baik sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Nilai ini berpengaruh nyata
terhadap produksi tahu pong pada taraf nyata 99 persen, sehingga jika terjadi
kenaikan jumlah kedelai sebelum kenaikan harga BBM sebesar 1 kilogram setiap
bulan maka produksi tahu pong akan meningkat dengan kenaikan sebesar 0,67483
papan setiap bulan. Setelah kenaikan harga BBM terjadi kenaikan penggunaan
jumlah kedelai sebesar 1 kilogram setiap bulan maka produksi tahu pong akan
meningkat dengan peningkatan sebesar 0,59778 papan setiap bulan.
Nilai koefisien regresi lebih besar pada saat sebelum kenaikan harga BBM
sehingga dapat disimpulakan bahwa kenaikan harga BBM mengakibatkan
penurunan jumlah produksi untuk setiap penambahan input kedelai. Penambahan
input kedelai ini akan lebih menguntungkan bagi produsen dalam meningkatkan
produksinya sebelum kenaikan harga BBM. Koefisien regresi variabel ini lebih
besar dari pada variabel bebas lainnya karena persentase penggunaan kedelai
sebesar 63,02 sebelum dan 60,57 persen sesudah kenaikan harga BBM dari total
biaya tahu pong.
7.1.2 Minyak Goreng
Variabel minyak goreng memiliki nilai positif sebesar 0,15423 sebelum
kenaikan dan 0,2969 sesudah kenaikan. Nilai ini menjelaskan bahwa kenaikan
minyak goreng yang digunakan akan berpengaruh positif terhadap produksi tahu
pong baik sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Nilai ini tidak berpengaruh
nyata terhadap produksi tahu pong sebelum kenaikan harga BBM pada taraf nyata
95 persen. Akan tetapi setelah kenaikan harga BBM, nilai ini berpengaruh nyata
terhadap produksi pada taraf nyata 95 persen. Setelah terjadi kenaikan harga
BBM, jika terjadi kenaikan penggunaan minyak goreng sebesar 1 kilogram setiap
bulan maka produksi tahu pong akan meningkat dengan kenaikan sebesar 0,2969
papan setiap bulan.
Variabel ini menjadi berpengaruh nyata terhadap produksi setelah kenaikan
harga BBM menjelaskan bahwa terjadi pengurangan penggunaan minyak goreng
sebesar 1,85 persen setipa bulan karena adanya penurunan harga minyak goreng
sebesar 6,14 persen setipa kilogram. Sebelum kenaikan harga BBM terjadi
penggunaan jumlah minyak goreng yang kurang sesuai dengan produksi tahu
pong sehingga variabel ini tidak nyata terhadap produksi. Setelah kenaikan harga
BBM, pengusaha terpaksa menyesuaikan penggunaan minyak terhadap produksi
tahu pongnya.
7.1.3 Kayu Bakar
Variabel ini dihitung dalam satuan rupiah setipa bulan karena sulitnya
mengetahui penggunaan kayu bakar dalam satuan berat per bulan pada umumnya
pengusaha tahu pong yang ada. Hasil regresi menunjukan nilai koefisien yang
positif untuk variabel ini sebesar 0,27096 sebelum kenaikan dan 0,22391 setelah
kenaikan harga BBM. Nilai ini menjelaskan bahwa kenaikan penggunaan kayu
bakar akan berpengaruh positif terhadap produksi tahu pong baik sebelum dan
sesudah kenaikan harga BBM.
Variabel ini berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong pada taraf nyata
99 persen baik sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Jika terjadi kenaikan
kayu bakar sebesar 1 rupiah setiap bulan sebelum kenaikan harga BBM maka
akan meningkatkan produksi tahu pong sebesar 0,27096 papan setiap bulan. Jika
terjadi kenaikan kayu bakar sebesar 1 rupiah setiap bulan sesudah kenaikan harga
BBM maka akan meningkatkan produksi tahu pong sebesar 0,22391 papan setiap
bulan.
Nilai koefisien regresi lebih besar pada saat sebelum kenaikan harga BBM
sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga BBM mengakibatkan
penurunan jumlah produksi untuk setiap penambahan satu satuan input kayu
bakar, hal ini juga diakibatkan oleh peningkatan biaya kayu bakar sebesar 6,39
persen. Hasil regresi untuk variabel ini berpengaruh nyata baik sebelum dan
sesudah kenaikan harga BBM menjelaskan bahwa penggunaan variabel ini telah
disesuaikan dengan produksinya sehingga jika variabel ini meningkat maka
produksi juga meningkat.
Penjumlahan koefisien-koefisien variabel-variabel bebas dari fungsi
produksi Cobb-Douglas menunjukan return to scale suatu produksi. Sebelum
kenaikan harga BBM, hasil penjumlahan koefisien variabel yang berpengaruh
nyata terhadap produksi tahu pong adalah sebesar 0,94579 yang berarti produksi
tahu pong berada pada skala kenaikan hasil yang berkurang (decreasing return to
scale). Nilai ini menunjukan bahwa penambahan satu persen dari masing-masing
variabel kedelai dan kayu bakar akan meningkatkan produksi sebesar 0,94579
persen. Hal ini menunjukan bahwa tingkat produksi telah optimum bahkan terjadi
kelebihan penggunaan kedua input tersebut.
Setelah terjadi kenaikan harga BBM, hasil penjumlahan koefisien variabel
yang berpengaruh nyata terhadap produksi adalah sebesar 1,11859 yang berarti
produksi tahu pong berada pada skala kenaikan hasil yang meningkat (increasing
return to scale). Nilai ini menunjukan bahwa penambahan satu persen dari
masing-masing variabel akan meningkatkan produksi sebesar 1,11859. Hal ini
menunjukan bahwa kenaikan harga BBM mengakibatkan pengusaha mengurangi
penggunaan inputnya sehingga penambahan produksi diperlukan dengan cara
meningkatkan penggunaan input tersebut.
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
1. Sentra industri Tahu di Kartasura terletak di Kelurahan Kartasura, Wirogunan,
dan Ngabeyan yang masih dalam skala kecil dan rumah tangga. Tahu yang
diproduksi ada 3 jenis yaitu Tahu Putih, Tahu Magel dan Tahu Pong. Tahu
Putih lebih banyak diproduksi oleh industri kecil, sedangkan Tahu Magel dan
Tahu Pong lebih banyak diproduksi industri kecil dan rumah tangga di
Wirogunan dan Ngabeyan.
2. Kinerja usaha tahu pong mengalami perubahan setelah terjadi kenaikan harga
BBM. Kenaikan harga BBM mengakibatkan perubahan perubahan
penerimaan, biaya dan keuntungannya. Penerimaan Tahu Pong mengalami
peningkatan sebesar 1,43 persen sehingga tidak dapat menutupi peningkatan
total biaya sebesar 3,73 persen. Keuntungan mengalami penurunan sebesar
8,49 persen.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sebelum kenaikan harga BBM
adalah jumlah kedelai setiap bulan dan kayu bakar, sedangkan faktor- faktor
yang mempengaruhi produksi setelah kenaikan harga BBM adalah jumlah
kedelai, minyak goreng dan kayu bakar.
8.2 Saran
1. Terdapat beberapa pengusaha tahu pong yang menjual di pasar yang sama,
akan tetapi mereka memakai alat transportasi yang berbeda dan sendiri-
sendiri. Kepada pengusaha-pengusaha seperti ini sebaiknya menggunakan alat
transportasi yang sama secara bersama-sama sehingga dapat memperingan
biaya transportasi yang ditanggung oleh setiap pengusaha tersebut.
2. Pengusaha yang mengalami penurunan keuntungan sebaiknya lebih
memperbanyak produksi tahu putih. Tahu tersebut memiliki struktur biaya
yang lebih sedikit dari pada tahu pong sehingga dapat memperkecil total
biayanya.
3. Penelitian ini terfokus pada tahu pong sehingga perlunya penelitian pada tahu
yang lain seperti tahu putih dan magel untuk dibandingkan secara bersama-
sama keuntungan yang diperoleh dari ketiga produksi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Nina Raditya. 2000. Dampak Krisis Ekonomi terhadap Kinerja dan Respon Pengusaha Kecil Industri Kecil-Menengah Pakaian Jadi (Kasus pada Sentra Industri Pakaian Jadi di Kelurahan Sukabumi, Kebon Jeruk, Jakarta Barat). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2000. Statistik of Indonesia 2000. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2004. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia
2004. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga
Indonesia 2004. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Beberapa Indikator Penting Sosial Ekonomi
Indonesia Edisi Juli 2006. Jakarta. Daniel, Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi pertama. Jakarta:
Bumi Aksara. Gujarati, Damoar. 1978. Ekonometrika Dasar. Edisi terjemahan. Jakarta: Erlangga Hadaini, Hasni. 2005. Analisis Pendapatan dan Industri kecil Aci Kirai (Studi
kasus di Kelurahan Tanah Baru Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Husnan, Suad dan Suwarsono Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek, Edisi
keempat. Yogyakarta: Unit Percetakan dan Percetakan AMP YKPN. Kamus Bahasa Indonesia. 1997. Jakarta: Balai Pustaka. Krisnamukti, Bayu. 2001. Agribisnis. Jakarta: Yayasan Pengembangan Sinar
Tani. Limbong, Wilson H. Dan Panggabean Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga, Edisi
kedua. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Lipsey, Richard G dkk.1995. Pengantar Mikro Ekonomi, Edisi kesepuluh. Jakarta:
Binarupa Aksara. Mulyadi. 2000. Akuntansi Biaya, Edisi kelima. Yogyakarta: Aditya Media
Murhardjani. 2004. Pemberdayaan Pengrajin Tahu Tempe (Kajian Pengrajin Tahu Tempe di kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta). Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
Pangastuti, Anggi Santika. 2006. Analisis Dampak Penurunan Subsidi BBM
Terhadap Industri Tahu Skala Kecil di Kabupaten Bogor (Studi Kasus: Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Parung, kabupaten Bogor). Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Puspasari, Reni. 2003. Analisis Kinerja Sistem Pemasaran pada Industri Kecil
Tahu Cibuntu. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Sarwono, B. Dan Yan Pieter Saragih. 2003. Membuat Aneka Tahu. Jakarta:
Penebar Swadaya. Sidauruk, Rimpun Nesrain Surya. 2005. Perbandingan Efektivitas Biaya dan
Kelayakan Finansial Industri Kecil Tahu (Studi Kasus Bandung ”Sulaeman” dan Tahu Sumedang ”Kelana Jaya” di Kota Bogor). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Simatupang, Pantjar dkk. 1990. Agro Industri Faktor Penunjang Pembangunan
pertanian di Indonesia. Bogor : Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Cobb-Douglas. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Sudiyono, Armand. 2002. Pemasaran Pertanian, Edisi kedua. Malang: Penerbitan
Universitas Muhammadiyah Malang. Suharno, P. dan Wisnu Mulyana. 1996. Ekonomi Kedelai di Indonesia: Industri
Tahu dan tempe, Bogor: IPB Press. Swastha, Basu dan Ibnu Sukotjo. 1995. Pengantar Bisnis Modern (Pengantar
Ekonomi Perusahaan Modern), Edisi ketiga. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Tambunan, Mangara. 2002. Strategi Industri Berbasis Usaha Kecil dan
Menengah. Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Tambunan, Tulus T.H. 2003. Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah
Penting, Edisi pertama. Jakartas: Penerbit Ghalia Indonesia.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar Proses Pembuatan Tahu Pong
1 2 3
4 5 6
7 8 9
10 11 12
Lampiran 2 Penghitungaan Keuntungan Pengusaha Tahu Purwogondo dan Pengusaha Tahu di Wirogunana dan Ngabeyan
No Pengusaha Purwogondo Pengusaha Wirogunan dan Ngabeyan
Keterangan Jumlah (Rp/bulan) Keterangan Jumlah (Rp/bulan)
1 Penjualan Produksi = 50 msk x Rp. 30000,00 Ampas = 50 x Rp. 2500,00
45000000
3750000
Penjualan Produksi :
Tahu Putih = 6 msk x (10 x 10) x Rp. 200,00 Tahu Pong = 6 msk x (16 x 16) x 2 x Rp. 80,00 Ampas = 36 msk x Rp. 2500,00 Upah jasa = 24 msk x Rp. 3500,00
3600000 7372800 2700000 2520000
Total penjualan 48750000 Total penjualan 16192800 2 Biaya – biaya
Kedelai = 2,5 kw x Rp. 350000,00 TK = 50 msk x Rp 2000,00 Brambut Listrik = Rp. 400000,00/ 30 hari Pajak = Rp. 20000,00/ 30 hari Penyusutan peralatan
26250000
3000000 600000 400000 200000 223350
Biaya – biaya Kedelai = ((6 msk x 7 kg)+(6 msk x 8 kg)) x Rp. 3400,00 TK = 36 msk x Rp. 2000,00 Brambut = 6 sak x Rp. 3000,00 Kayu bakar = Rp. 300000,00/ 30 hari Minyak Goreng = 9 kg x Rp. 4700,00 Bumbu Transport Penyusutan peralatan
9180000 2160000 540000 300000
1269000 60000
150000 230583
Total Biaya 30673350 Total Biaya 13889583 3. Pendapatan usaha 18076650 Pendapatan usaha 2303217
Lampiran 3 Perbandingan Bahan Baku Kedelai yang Digunakan Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM
No
Sebelum kenaikan harga BBM bulan Oktober 2005
Setelah kenaikan harga BBM bulan Oktober 2005
Jumlah (kg/bulan)
Harga (Rp/ kg)
Total biaya (Rp)
Jumlah (kg/bulan)
Harga (Rp/ kg)
Total biaya (Rp)
1 1.350 3.200 4.320.000 1.350 3.300 4.455.000 2 144 3.500 504.000 144 4.000 576.000 3 2.475 3.250 8.040.000 2.475 3.500 8.662.500 4 2.475 3.800 9.405.000 2.475 4.000 9.900.000 5 405 3.200 1.296.000 405 3.700 1.498.500 6 900 3.500 3.150.000 900 3.800 3.420.000 7 1.350 3.500 4.725.000 750 3.800 2.850.000 8 240 3.500 840.000 240 3.800 912.000 9 2.700 3.300 8.910.000 2.700 3.500 9.450.000 10 1.050 3.800 3.990.000 1.050 4.200 4.410.000 11 210 3.300 693.000 210 3.500 735.000 12 975 3.800 3.705.000 975 4.000 3.900.000 13 1.050 3.500 3.675.000 1.050 3.800 3.990.000 14 900 3.500 3.150.000 900 3.800 3.420.000 15 1.080 3.500 3.780.000 1.080 4.000 4.320.000 16 720 3.600 2.592.000 720 3.800 2.736.000 17 1.800 3.800 6840.000 1.800 3.800 6.840.000 18 450 3.500 1.575.000 450 3.800 1.710.000 19 1.050 3.500 3.675.000 1.050 3.900 4.095.000 20 600 3.000 1.800.000 600 3.800 2.280.000 21 585 3.600 2.106.000 585 4.000 2.340.000 22 1.950 3.800 7.410.000 1.950 3.800 7.410.000 23 1.890 3.500 6.615.000 1.890 3.800 7.182.000 24 975 3.500 3.412.500 540 3.800 2.052.000 25 1.260 3.000 3.780.000 1.260 3.400 4.284.000 26 900 3.000 2.700.000 900 3.400 3.060.000 27 600 3.000 1.800.000 600 3.400 2.040.000 28 720 3.500 2.520.000 720 3.800 2.736.000 29 1.170 3.500 4.095.000 1.170 3.900 4.563.000 30 630 3.600 2.268.000 420 3.800 1.596.000
Total 32604 103550 113.371.500 31359 112900 117.423.000 Rata-rata 1.086,8 3.451,67 3.779.050 1.045,3 3.763,33 3.914.100
Lampiran 4 Penggunaan tenaga kerja pada produksi Tahu Pong
No Penggunaan tenaga kerja
Tenaga kerja Sebelum Sesudah Kenaikan/ penurunan
(%) K BK Tahu Pong yang
diproduksi (papan/ bulan)
Total upah yang diberikan (Rp/ bulan/
orang)
Tahu Pong yang diproduksi
(papan/ bulan)
Total upah yang diberikan
(Rp/bulan/ orang) 1 Penggorengan 1 540 540
pengangkutan 1 270.000 405000 20 2 Penggorengan 1 48 48 3 Penggorengan 1 1 900 360.000 900 450.000 11,11 4 Penggorengan 2 1 900 300.000 900 300.000 0
pengangkutan 1 150.000 210.000 16,67 5 Penggorengan 2 180 180 6 Penggorengan 1 300 300 7 Penggorengan 2 540 300
Pengangkutan 1 270.000 150.000 -28,57 8 Penggorengan 1 120 120 9 Penggorengan 2 900 900 10 Penggorengan 1 1 300 75.000 300 150.000 33,33 11 Penggorengan 1 60 60 12 Penggorengan 2 300 300 13 Penggorengan 2 300 300 14 Penggorengan 1 300 300 15 Penggorengan 1 360 360 16 Penggorengan 2 240 240 17 Penggorengan 2 600 600 18 Penggorengan 1 150 150 19 Penggorengan 2 300 300 20 Penggorengan 1 1 240 300.000 240 450.000 20 21 Penggorengan 1 180 180 22 Penggorengan 1 780 780
23 Penggorengan 1 540 540 24 Penggorengan 1 1 300 300.000 180 360.000 9,09 25 Penggorengan 2 360 360 26 Penggorengan 1 300 300 27 Penggorengan 2 300 300 28 Penggorengan 1 360 360 29 Penggorengan 1 360 360 30 Penggorengan 1 180 120 TK penggorengan 41 5 687.000 1.710.000 Rata – rata 22.900 57.000 12,32 TK pengangkutan 27 3 690.000 765.000 Rata – rata 23.000 25.500 5,15 Total produksi Tahu Pong sebelum kenaikan = 11.238 papan Total produksi Tahu Pong sesudah kenaikan = 10.818 papan Rata – rata produksi Tahu Pong sebelum kenaikan = 374,6 papan Rata – rata produksi Tahu Pong sesudah kenaikan = 360,6 papan
Lampiran 5 Penghitungan Keuntungan dari Produksi Tahu Pong Sebelum Kenaikan Harga BBM No responden
Penerimaan Biaya operasional Tahu Pong Penyusutan peralatan
Transportasi Total biaya Keuntungan/ kerugian
Kedelai Pabrik Upah angkut
Minyak goreng
Kayu Bakar
Tenaga kerja Brambut Bumbu
1 8550000 4320000 810000 270000 1620000 200010 0 0 60000 12450 150000 7442460 1107540 2 1268400 504000 72000 0 255000 84000 0 0 30000 3746.2 60000 1008746.2 259653.8 3 18450000 8040000 1350000 0 1890000 600000 210000 360000 60000 16570 330000 12856570 5593430 4 16722000 9405000 1350000 150000 2016000 471420 0 300000 60000 16404 330000 14098824 2623176 5 3600000 1296000 270000 0 414000 300000 0 0 60000 9783 0 2349783 1250217 6 6000000 3150000 450000 0 900000 350010 0 0 60000 7490.82 50010 4967510.82 1032489.2 7 8400000 4725000 810000 270000 846000 600000 0 0 135000 12726 0 7398726 1001274 8 2400000 840000 180000 0 414000 132000 0 0 30000 6920.33 39990 1642910.33 757089.67 9 16950000 8910000 1350000 0 2142000 480000 0 0 45000 16117 180000 13123117 3826883 10 7996800 3990000 450000 0 1173000 300000 0 75000 60000 6434 112500 6166934 1829866 11 1622400 693000 90000 0 270000 69000 0 0 30000 5058.5 135000 1292058.5 330341.5 12 6936000 3705000 450000 0 690000 228000 45000 0 30000 10131.33 180000 5338131.33 1597868.7 13 5769000 3675000 450000 0 675000 120000 0 0 30000 8475.5 180000 5138475.5 630524.5 14 6931200 3150000 450000 0 1032000 225000 0 0 30000 12492 330000 5229492 1701708 15 6753600 3780000 540000 0 1173000 198000 0 0 45000 12533 150000 5898533 855067 16 4704000 2592000 360000 0 720000 108000 0 0 30000 10159 144000 3964159 739841 17 10680000 6840000 900000 0 1548000 426000 0 0 30000 13033 300000 10057033 622967 18 2261550 1575000 225000 0 562500 125010 0 0 30000 5569 75000 2598079 -336529 19 7036200 3675000 450000 0 1215000 180000 0 0 30000 10450 450000 6010450 1025750 20 4665600 1800000 360000 0 573750 138000 0 300000 30000 7933 180000 3389683 1275917 21 4271400 2106000 270000 0 675000 138000 0 0 30000 6309 300000 3525309 746091 22 15510000 7410000 1170000 0 2250000 501000 432000 0 60000 15159 0 11838159 3671841 23 15552000 6615000 810000 0 1401000 270000 0 0 60000 14117 300000 9470117 6081883 24 7092000 3412500 450000 0 1147500 150000 0 300000 30000 11034 150000 5651034 1440966 25 7372800 3780000 540000 0 1215000 249990 0 0 60000 12683 90000 5947673 1425127 26 5250000 2700000 450000 0 774000 200010 0 0 45000 10892 300000 4479902 770098 27 4860000 1800000 450000 0 1260000 288000 0 0 60000 12909 300000 4170909 689091 28 6780000 2520000 540000 0 966000 240000 0 0 60000 13076 240000 4579076 2200924 29 7803000 4095000 540000 0 828000 315000 0 0 60000 12908 172800 6023708 1779292 30 4665600 2268000 270000 0 1377000 138000 0 0 45000 4610 150000 4252610 412990
Lampiran 6 Penghitungan Keuntungan Sesudah Kenaikan Harga BBM No responden
Penerimaan Biaya operasional Tahu Pong Penyusutan peralatan
Transportasi Total biaya
Keuntungan/ kerugian
Kedelai Pabrik Upah angkut
Minyak goreng
Kayu Bakar
Tenaga kerja Brambut Bumbu
1 8550000 4455000 1050000 405000 1908000 200010 0 0 60000 12450 210000 8300460 249540 2 1358400 576000 84000 0 216000 84000 0 0 30000 3746.2 84000 1077746.2 280653.8 3 18450000 8662500 1575000 0 2385000 720000 210000 450000 60000 16570 540000 14619070 3830930 4 17562000 9900000 1575000 210000 2352000 514290 0 300000 60000 16404 540000 15467694 2094306 5 3600000 1498500 315000 0 468000 360000 0 0 60000 9783 0 2711283 888717 6 6000000 3420000 525000 0 999990 399990 0 0 60000 7490.82 50010 5462480.82 537519.18 7 6000000 2850000 525000 150000 936000 360000 0 0 135000 12726 0 4968726 1031274 8 2400000 912000 210000 0 450000 144000 0 0 30000 6920.33 60000 1812920.33 587079.67 9 16950000 9450000 1575000 0 2448000 540000 0 0 45000 16117 300000 14374117 2575883 10 9408000 4410000 525000 0 1326000 390000 0 150000 60000 6434 225000 7092434 2315566 11 1802670 735000 105000 0 294000 96000 0 0 30000 5058.5 165000 1430058.5 372611.5 12 6936000 3900000 525000 0 780000 312000 45000 0 30000 10131.33 230010 5832141.33 1103858.7 13 7260000 3990000 525000 0 750000 129990 0 0 30000 8475.5 225000 5658465.5 1601534.5 14 6931200 3420000 525000 0 1128000 252000 0 0 30000 12492 480000 5847492 1083708 15 7503990 4320000 630000 0 1326000 237600 0 0 45000 12533 300000 6871133 632857 16 5400000 2736000 420000 0 780000 156000 0 0 30000 10159 324000 4456159 943841 17 11880000 6840000 1050000 0 1692000 474000 0 0 30000 13033 360000 10459033 1420967 18 2596140 1710000 262500 0 624990 150000 0 0 30000 5569 137490 2920549 -324409 19 7761000 4095000 525000 0 1404000 216000 0 0 30000 10450 600000 6880450 880550 20 5356800 2280000 420000 0 637500 189000 0 450000 30000 7933 300000 4314433 1042367 21 4535400 2340000 315000 0 750000 156000 0 0 30000 6309 450000 4047309 488091 22 16710000 7410000 1365000 0 2880000 501000 432000 0 60000 15159 0 12663159 4046841 23 15552000 7182000 945000 0 1800000 429000 0 0 60000 14117 450000 10880117 4671883 24 4332000 2052000 315000 0 849990 180000 0 360000 30000 11034 300000 4098024 233976 25 7372800 4284000 630000 0 1350000 300000 0 0 60000 12683 150000 6786683 586117 26 6187500 3060000 525000 0 846000 240000 0 0 45000 10892 360000 5086892 1100608 27 5400000 2040000 525000 0 1440000 390000 0 0 60000 12909 450000 4917909 482091 28 8400000 2736000 630000 0 1092000 300000 0 0 60000 13076 240000 5071076 3328924 29 7803000 4563000 630000 0 900000 351000 0 0 60000 12908 388800 6905708 897292 30 3456000 1596000 210000 0 637500 120000 0 0 45000 3950 240000 2852450 603550
Lampiran 7 Hasil Regresi Berganda Fungsi Cobb-Douglas Sebelum Kenaikan Harga BBM
Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3 The regression equation is Y = - 3.02 + 0.675 X1 + 0.154 X2 + 0.271 X3 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -3.0189 0.6325 -4.77 0.000 X1 0.67483 0.09342 7.22 0.000 6.4 X2 0.15423 0.09931 1.55 0.132 5.1 X3 0.27096 0.07198 3.76 0.001 2.5 S = 0.141209 R-Sq = 96.4% R-Sq(adj) = 96.0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 3 13.8109 4.6036 230.88 0.000 Residual Error 26 0.5184 0.0199 Total 29 14.3293 Source DF Seq SS X1 1 13.4692 X2 1 0.0591 X3 1 0.2825
Unusual Observations Obs X1 Y Fit SE Fit Residual St Resid 28 6.58 5.8861 5.6025 0.0345 0.2836 2.07R R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1.87272
Lampiran 8 Hasil Regresi Berganda Fungsi Cobb-Douglas Setelah Kenaikan Harga BBM
Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3 The regression equation is Y = - 2.72 + 0.598 X1 + 0.297 X2 + 0.224 X3 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -2.7159 0.6969 -3.90 0.001 X1 0.59778 0.09941 6.01 0.000 7.8 X2 0.2969 0.1195 2.48 0.020 7.8 X3 0.22391 0.07860 2.85 0.008 2.9 S = 0.137528 R-Sq = 96.7% R-Sq(adj) = 96.3% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 3 14.2971 4.7657 251.97 0.000 Residual Error 26 0.4918 0.0189 Total 29 14.7888 Source DF Seq SS X1 1 13.9385 X2 1 0.2050 X3 1 0.1535 Unusual Observations Obs X1 Y Fit SE Fit Residual St Resid 10 6.96 5.7038 5.9706 0.0339 -0.2668 -2.00R 27 6.40 5.7038 5.6843 0.0874 0.0195 0.18 X R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1.88205