12
1 ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API INDONESIA DENGAN ADANYA SISTEM VERTICAL SEPARATION UNTUK PENINGKATAN KEUNTUNGAN Farid Askary 1 *, Mohammed Ali Berawi 2 , dan R. Jachrizal Sumabrata 3 1. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 3. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia *e-mail: [email protected] Abstrak Kereta api merupakan moda transportasi yang efisien dengan berbagai kelebihannya. Namun, PT KAI dinilai kurang kompetitif dalam menyediakan pelayanan perkeretaapian Indonesia. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh keuangan Perusahaan yang sering merugi. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan solusi berupa penganalisisan komponen biaya operator kereta api Indonesia dan potensi penaikan keuntungan dengan regulasi sistem vertical separation yang sudah ada. Penelitian dilakukan dengan metode benchmarking pada Inggris, Jerman, dan Jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasukan angkutan penumpang, angkutan barang, PSO, KSO, dan lain-lain berpotensi sedang serta pemasukan sewa-menyewa berpotensi besar untuk dikembangkan. Sementara itu, biaya TAC berpotensi sedang serta gaji petugas dan pegawai berpotensi besar untuk diefisiensikan. Cost Components of Indonesia Railway Operator Analysis on Vertical Separation System for Profit Improvement Abstract Train was an efficient transportation mode with a lot of superiorities. However, some people felt that PT KAI was less competitive in providing rail service. One of the reasons was company financial loss happened in recent years. This research was conducted to provide a solution with cost components of Indonesia railway operator analysis and profit improvement with the vertical separation system set. Reseacher used benchmarking methods with England, Germany, and Japan as benchmark. The results showed that revenues from passenger, freight, PSO, KSO, and others had medium potential and lease has big potential to be increased. Furthermore, TAC had medium potential and staff cost has big potential to be decreased. Key Words: cost; profit; PT KAI; railways; revenue 1. Pendahuluan Kereta api sebagai moda transportasi memiliki berbagai keunggulan di antaranya hemat energi, hemat lahan, rendah polusi, relatif cepat, dan adaptif dengan perkembangan teknologi. Konsumsi energi dari kereta api bahkan lebih efisien 62% dibandingkan dengan truk [1]. Moda ini sangat cocok digunakan untuk transportasi yang bersifat masal, baik penumpang

ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API …

1  

ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API INDONESIA DENGAN ADANYA SISTEM VERTICAL SEPARATION

UNTUK PENINGKATAN KEUNTUNGAN

Farid Askary1*, Mohammed Ali Berawi2, dan R. Jachrizal Sumabrata3

1. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 3. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

*e-mail: [email protected]

Abstrak Kereta api merupakan moda transportasi yang efisien dengan berbagai kelebihannya. Namun, PT KAI dinilai kurang kompetitif dalam menyediakan pelayanan perkeretaapian Indonesia. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh keuangan Perusahaan yang sering merugi. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan solusi berupa penganalisisan komponen biaya operator kereta api Indonesia dan potensi penaikan keuntungan dengan regulasi sistem vertical separation yang sudah ada. Penelitian dilakukan dengan metode benchmarking pada Inggris, Jerman, dan Jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasukan angkutan penumpang, angkutan barang, PSO, KSO, dan lain-lain berpotensi sedang serta pemasukan sewa-menyewa berpotensi besar untuk dikembangkan. Sementara itu, biaya TAC berpotensi sedang serta gaji petugas dan pegawai berpotensi besar untuk diefisiensikan.

Cost Components of Indonesia Railway Operator Analysis on Vertical Separation

System for Profit Improvement

Abstract Train was an efficient transportation mode with a lot of superiorities. However, some people felt that PT KAI was less competitive in providing rail service. One of the reasons was company financial loss happened in recent years. This research was conducted to provide a solution with cost components of Indonesia railway operator analysis and profit improvement with the vertical separation system set. Reseacher used benchmarking methods with England, Germany, and Japan as benchmark. The results showed that revenues from passenger, freight, PSO, KSO, and others had medium potential and lease has big potential to be increased. Furthermore, TAC had medium potential and staff cost has big potential to be decreased. Key Words: cost; profit; PT KAI; railways; revenue

1. Pendahuluan Kereta api sebagai moda transportasi memiliki berbagai keunggulan di antaranya hemat

energi, hemat lahan, rendah polusi, relatif cepat, dan adaptif dengan perkembangan teknologi.

Konsumsi energi dari kereta api bahkan lebih efisien 62% dibandingkan dengan truk [1].

Moda ini sangat cocok digunakan untuk transportasi yang bersifat masal, baik penumpang

Page 2: ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API …

2  

maupun barang. Moda ini sudah banyak digunakan sebagai tulang punggung sistem

transportasi darat seperti Jepang, Cina, India, Singapura, Belanda, dan lainnya [2].

Indonesia memiliki pasar yang potensial untuk kereta api dengan jumlah penduduk melebihi

angka 230 juta jiwa [3] serta infrastruktur perkeretaapian yang sudah berkembang sejak abad

ke-19. Meskipun begitu, industri perkeretaapian Indonesia masih kurang menarik. Tidak

banyak pelaku bisnis yang tertarik untuk menanamkan modalnya. PT Kereta Api Indonesia

(PT KAI) yang memonopoli perkeretaapian Indonesia kesulitan menghadirkan keuntungan

yang signifikan terutama pada periode 2008-2011. Salah satu penyebabnya adalah biaya

perawatan infrastruktur yang besar padahal menurut peraturan beban ini bukan merupakan

tanggung jawab Perusahaan.

Banyak negara maju Eropa mengadopsi sistem vertical separation pada perkeretaapian.

Sistem ini bertujuan untuk memisahkan peran operator dan pengelola infrastruktur kereta api.

Spesialisasi yang dihadirkan pada sistem ini dapat membuat operator kereta api dapat lebih

fokus dalam mengembangkan bisnisnya. Perubahan komponen biaya tentunya akan terjadi

apabila sistem tersebut dilaksanakan pada Indonesia yang tidak menerapkan sistem tersebut

pada perkeretaapian. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis

komponen biaya operator kereta api Indonesia dengan adanya vertical separation untuk

peningkatan keuntungan bagi pihak operator.

2. Tinjauan Teoritis Sistem vertical separation dapat menghadirkan spesialisasi dengan membagi industri

perkeretaapian menjadi tiga: pemerintah, operator, dan pengelola infrastruktur. Penerapan

sistem tersebut pada perkeretaapian Inggris dari periode post-privatization sampai peristiwa

Hatfield menghadirkan penghematan pembiayaan sebesar 13% [4]. Penelitian lain

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sebesar 233% jika membandingkan pemasukan

operator kereta api Inggris pada tahun 2011/2012 dengan 1997/1998 [5].

Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri pada 1999 sudah menggiring perkeretaapian

Indonesia ke arah tersebut. SKB Tiga Menteri tersebut menjelaskan soal kepemilikan aset

perkeretaapian dan pembayaran biaya PSO (Public Service Obligation), IMO (Infrastructure

Maintenance and Operation), dan TAC (Track Access Charge) yang biasa terdapat pada

Page 3: ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API …

3  

sistem vertical separation. Namun, peraturan tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana

mestinya. Beberapa tahun terakhir tidak menunjukkan adanya transaksi biaya IMO dan TAC.

Perusahaan sebenarnya sudah melihat bisnis kereta api tidak hanya pada penyediaan

pelayanan semata. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya enam anak perusahaan yang

bergerak di berbagai sektor usaha. Namun, pemasukan dari bisnis non-inti tersebut masih

sangat kecil. Pendapatan PT KAI tahun 2008 menunjukkan bahwa hanya 7% dari keseluruhan

pemasukan yang berasal dari bisnis ini.Kecilnya angka tersebut cukup menunjukkan

kurangnya kreativitas Perusahaan dalam mengembangkan bisnis tersebut.

Gambar 1. Bobot Pemasukan Operator Kereta Api Inggris

(Sumber : Civity, 2012)

Gambar 1 menyajikan besaran pemasukan rata-rata dari sembilan operator kereta api Inggris

[6]. Operator tersebut dibagi berdasarkan wilayah operasinya dikarenakan oleh kemiripan

data. Pemasukan dari penjualan tiket menjadi pilar utama penyokong industri perkeretaapian

Inggris. Jumlah penumpang, kecepatan sirkulasi, dan kenyamanan menjadi fokusan untuk

menyokong pemasukan dari sektor ini. Pemasukan lain-lain berasal dari penjualan tiket,

periklanan, makanan, dan sebagainya. Subsidi tetap ada pada komponen pemasukan sebagai

moda transportasi publik.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

100%

Commuter Regional Jarak Jauh

Lain-lain

Subsidi

Penjualan Tiket

Page 4: ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API …

4  

Gambar 2. Pemasukan Rata-rata Perusahaan Kereata Api Big Private dan Tokyo Metro Jepang Tahun 2001-2008

(Sumber: Qian, 2009)

Dibandingkan dengan pemasukan bisnis non-inti perusahaan kereta api Jepang, PT KAI

masih kalah jauh. Banyak dari perusahaan Jepang tersebut merupakan gabungan perusahaan-

perusahaan yang berinvestasi pada berbagai sektor usaha terutama yang terkait dengan

pengembangan lahan. Gambar 2 menunjukkan komposisi pemasukan rata-rata dari beberapa

perusahaan kereta api Jepang yang dikumpulkan pada periode 2001-2008 [7].

3. Metode Penelitian Studi Literatur. Studi literatur dilakukan dengan meninjau ulang kondisi perkeretaapian

Indonesia dan sistem vertical separation yang akan disimulasikan. Studi literatur ini juga

dilakukan dengan mengaji kondisi perkeretaapian Inggris, Jerman, dan Jepang terutama

menyangkut pemasukan dan pengeluaran operator kereta api untuk memeroleh bahan

benchmark demi kepentingan analisis.

Wawancara Mendalam. Tahapan wawancara mendalam dilakukan setelah analisis awal

terhadap komponen pemasukan selesai dilakukan. Wawancara dilakukan dengan narasumber-

narasumber yang memiliki pengetahuan yang cukup mendalam terkait bahasan yang diajukan

0  

200  

400  

600  

800  

1000  

1200  

1400  

1600  

1800  

Keikyu  

Keio  

Keise

i  

Odakyu  

Seibu  

Sotetsu  

Tobu

 

Tokyu  

Hankyu  

Hanshin  

Keihan  

Kintetsu  

Nankai  

Meitetsu  

Nish

itetsu  

Tokyo  Metro  

Pemasukan

 (Milyar  Yen

)  

Perusahaan  Kereta  Api  

Tiket   Real  Estate   Wisata   Retail   Hotel   Konstruksi   Travel   Lain-­‐lain  

Page 5: ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API …

5  

untuk melihat pandangan Perusahaan dan sejauh mana model yang diusulkan mampu untuk

diterapkan.Wawancara ini dilakukan pada tiga narasumber yang berkecimpung lebih dari lima

belas tahun dalam perkeretaapian Indonesia.

4. Hasil Penelitian Data penelitian menggunakan data laporan keuangan Perusahaan tahun 2013. Data tersebut

sudah mencakup keuangan PT KAI beserta keenam anak perusahaannya yang disajikan pada

Gambar 2. Data pemasukan dan pengeluaran Perusahaan akan dikategorikan sedemikian

rupa sehingga lebih mudah untuk melakukan perbandingan dengan data negara benchmark.

Gambar 3. Visualisasi Besaran Pemasukan dan Pengeluaran Perusahaan Tahun 2013

(Sumber: PT KAI, 2014)

Berdasarkan data keuangan tersebut, diperoleh bahwa pemasukan Perusahaan tahun tersebut

berasal dari pemasukan angkutan penumpang (45,7%), angkutan barang (38,0%), PSO

(8,0%), dan pemasukan bisnis non-inti (8,3%). Untuk pemasukan bisnis non-inti terdiri dari

pemasukan sewa-menyewa (2,2%), KSO (2,25), KSU (0,8%), jasa teknis (1,0%) dan

pemasukan lain-lain (2,0%). Sementara itu untuk pengeluaran Perusahaan berasal dari biaya

petugas & pegawai (34,9%), sarana & pendukungnya (25,3%), IMO (16,8%), energi (12,3%),

depresiasi (4,3%), dan biaya lain-lain (6,4%).

Page 6: ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API …

6  

Tabel 1. Skema Komponen Biaya Operator Kereta Api Indonesia dengan Adanya Sistem Vertical Separation

No. Kategori Vertical

Separation Ya Tidak

Pemasukan 1 Angkutan Penumpang X 2 Angkutan Barang X 3 PSO X 4 Sewa-Menyewa X 5 KSO X 6 Lain-lain X 7 Jasa Teknis X 8 KSU X

Pengeluaran 1 Petugas dan Pegawai X

2 Saranan dan Pendukungnya X

3 IMO X 4 Energi X 5 Depresiasi X 6 Lain-lain X

(Sumber: Hasil Olahan Sendiri)

Sebagian besar komponen sebelum tetap ada pada komponen biaya dengan penerapan sistem

yang baru. Dari hasil simulasi hanya IMO dan jasa teknis yang tidak terdapat pada komponen

biaya vertical separation. Komponen biaya IMO tidak terdapat karena pada sistem vertical

separation Perusahaan hanya bertanggung jawab pada pengoperasian kereta api dan sektor

bisnis Perusahaan lainnya. Pengganti dari komponen biaya tersebut adalah TAC yang

dibayarkan pada Pemerintah. Besaran pengeluatan untuk TAC divariasikan dengan volume

pemakaian prasarana dan faktor-faktor yang memengaruhi fungsi perhitungan. Adapun

kategori jasa teknis hanya merupakan transaksi pemakaian tenaga teknis PT KAI oleh PT

KCJ. Oleh karenanya pemasukan sektor tersebut dihilangkan dari komponen.

Dari komponen-komponen biaya tersebut ditelaah lebih lanjut mengenai potensi

pengembangan atau pengefisiensiannya. Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai

narasumber yang terlah ditentukan. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh potensi

komponen seperti pada Tabel 2.

Page 7: ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API …

7  

Tabel 2. Potensi Pengembangan/pengefisiensian Komponen Biaya Operator Kereta Api

No. Kategori Komponen Kemungkinan untuk

Dikembangkan/diefisiensikan Kata Kunci Alasan Pemilihan

Kecil Sedang Besar

Pemasukan

1 Angkutan Penumpang

Kelas Ekonomi, Kelas Bisnis, Kelas Eksekutif,

Commuter, Wisata, Bandara X

Jalur ganda, tingginya permintaan, dukungan

pemerintah

2 Angkutan Barang

Batubara, BBM, Peti Kemas, Semen,

Perkebunan, Parcel, Besi/baja, Lain-lain

X Jalur ganda, dukungan

pemerintah

3 PSO Kelas Ekonomi, Commuter X Dukungan pemerintah

4 Sewa-Menyewa

Lahan Parkir, Gudang, Rumah, dsb X

Kebutuhan lahan usaha, volume

pengguna moda

5 KSO Penggunaan Lahan untuk Toko, Ruko, Gedung, dsb X Kebutuhan lahan usaha

6 Lain-lain Advertising, Wisata, Percetakan, Pendidikan, dsb X

Volume pengguna moda

7 KSU Penyewaan lahan untuk kepentingan usaha X Ketersediaan lahan

Pengeluaran

1 Petugas dan Pegawai

Petugas Kereta, Pegawai Perusahaan, dsb X Kondisi SDM, UU No.

23

2 Saranan dan Pendukung-

nya

Perawatan Sarana Perkeretaapian, Pendukung

Operasional, dsb X

Tidak terdapat banyak pengefisiensian

3 TAC Perawatan Bangunan

Stasiun, Rel, Jembatan, Sintel, LAA, dsb X

Pelaksanaan perundangan,

dukungan pemerintah

4 Energi BBM, Listrik X Penggunaan listrik, Peremajaan kereta

5 Depresiasi Bangunan, Kereta,

Lokomotif, Instalasi, Mesin dan Peralatan, dsb

X Tidak terdapat banyak

pengefisiensian

6 Lain-lain Asuransi, PBB, Beban non-operasi, PPh, dsb X

Tidak terdapat banyak pengefisiensian

(Sumber: Hasil Olahan Sendiri)

5. Pembahasan Peningkatan Pemasukan.

Sebagian besar pemasukan pada 2013 didominasi oleh pemasukan bisnis inti Perusahaan.

Pemasukan yang berasal dari penyediaan pengangkutan penumpang dan barang tersebut

menyumbang 83,7% dari keseluruhan pemasukan. Melirik pada perusahaan kereta Jepang,

angka 8,3 % dari pemasukan bisnis non- inti masih sangat kecil.

Page 8: ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API …

8  

Potensi pengembangan pemasukan masih sangat besar pada sektor angkutan penumpang. Hal

ini dapat terlihat pada tingginya permintaan akan tiket kereta untuk semua kelas. Cara-cara

tersebut di antaranya dengaan mempercepat sirkulasi keluar-masuk stasiun, menyediakan

pelayanan yang baik di dalam kereta api, dan menyediakan promosi untuk menarik perhatian.

Tingkat kepuasan pelanggan selalu menjadi perhatian penting demi menjaga dan

meningkatkan pemasukan dari sektor ini.

Persentase pemasukan dari pengangkutan barang memang cukup tinggi dan terus mengalami

peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Akan tetapi, lebih dari 60% pemasukan pengangkutan

barang disumbangkan oleh pengangkutan batu bara yang berada di Divre III Sumsel.

Pemasukan dari pengangkutan komoditas lainnya juga tidak ada yang melebihi angka 10%.

Pada perencanaannya, Perusahaan ingin mengembalikan sebagian besar fungsi kereta api

kepada “fitrahnya” yaitu sebagai pengangkutan barang. Perbandingan pemasukan angkutan

penumpang dan barang yang saat ini masih 60:40 ingin dibalik menjadi 40:60. Simulai

tersebut akan mampu menaikan pemasukan dari pelayanan angkutan barang sebesar 45%.

Kepraktisan dalam menggunakan jasa angkutan barang menggunakan kereta api menjadi

faktor penting. Perusahaan kereta api Jerman menjadi benchmark yang bagus dalam hal

kepraktisan dengan menghadirkan pelayanan door-to-door dengan penambahan jasa delivery

dapat meningkatkan ketertarikan pengguna untuk beralih ke kereta api. Dukungan Pemerintah

terkait kebijakan pada moda transportasi darat juga penting untuk memajukan sektor ini [8].

Pada publikasi OECD menjelaskan bahwa pengembangan pengangkutan barang harus

dilakukan dengan dua pendekatan yaitu jangka pendek-menengah dan jangka panjang. Untuk

jangka pendek-menengah, peningkatan volume pada jaringan yang ada dapat dicapai dengan

perbaikan infrastruktur serta peningkatan hubungan dengan fasilitas pelabuhan khususnya di

Jakarta. Untuk jangka panjang, peningkatan volume dapat dilakukan dengan penghubungan

tiga Divre di Sumatera untuk membentuk satu kesatuan jaringan trans-Sumatera [9].

Pariwisata sudah menjadi salah satu bisnis yang ditekuni Perusahaan terlebih sejak

didirikannya anak perusahaan bernama PT KA Pariwisata pada 2010. Namun jika berbicara

soal angka, sampai pada tahun 2013 masih sangat sedikit pemasukan yang diperoleh

Perusahaan dari sektor ini. Persentase tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan Jepang

yang mampu meraup pemasukan hingga setengah besaran pemasukan pelayanan

Page 9: ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API …

9  

pengangkutan untuk sektor pariwisatanya. Pengintegrasian sektor ini dengan hotel dan

restoran pada kawasan sekitar stasiun dapat menjadi kunci peningkatan pemasukan.

Penambahan kereta api wisata juga menjadi langkah lain yang dapat dipertimbangkan.

Peningkatan pemasukan bisnis non-inti dapat dicapai dengan perluasan dan penguatan

jaringan dengan mitra kerjasama untuk memeroleh kesepakatan usaha yang saling

munguntungkan. Berdasarkan penelitian OECD pada 2013 disebutkan bahwa salah satu hal

terpenting dalam pengefisiensian bisnis perkeretaapian adalah pemanfaatan aset [10].

Kemampuan perusahaan kereta api Jepang untuk bisa meraup pemasukan besar dari sektor-

sektor tersebut disebabkan oleh kebijakan pembangunan infrastruktur perusahaan. Strategi

tersebut berhasil dikarenakan kepadatan penduduk di kota-kota besar Jepang yang tinggi

seperti Tokyo dengan 5800-an jiwa per km2. Perusahaan dapat mengadopsi strategi tersebut

setidaknya pada Daop 1 dengan kepadatan lebih dari 6.000 jiwa per km2 untuk area

Jabodetabek [3]. Pembangunan stasiun termasuk pembangunan department store, gedung

perkantoran, pembangunan area pertokoan, dan bisnis lain yang terkait [11].

Pada 31 Desember 2013 tercatat investasi properti yang dimiliki Perusahaan untuk tanah

adalah seluas 1.204.128 m2. Tanah tersebut tersebar dari Daop 1 sampai dengan Daop 9.

Untuk jangka pendek, pengelolaan lahan parkir merupakan langkah yang realistis. Beberapa

penelitian menjelaskan bahwa kebutuhan terhadap lahan parkir masih cukup tinggi terlebih

untuk wilayah Jabodetabek. Dengan simulasi penambahan sepuluh lahan parkir dengan

pemasukan serupa, setidaknya Perusahaan bias menambah 144 milyar per tahun atau sebesar

1,67% pemasukan. Simulasi pembangunan gedung 8 lantai untuk disewakan sebagai kantor

pada 100.000 m2 lahan tanah milik Perusahaan di area Jakarta juga mampu menghadirkan

pemasukan tambahan sebesar 12%. Penyewaan lahan dan bangunan untuk pergudangan juga

dinilai menguntungkan. Strategi ini juga dapat membantu menghadirkan kepraktisan jika

diintegrasikan dengan pelayanan pengangkutan barang.

Pengefisiensian Pengeluaran. Dengan adanya penerapan sistem vertical separation maka

Perusahaan akan memiliki TAC tersebut sebagai komponen biaya pengeluaran menggantikan

biaya IMO yang sudah ada. Penggantian komponen biaya ini dirasa lebih adil karena biaya

yang dibebankan akan sesuai dengan penggunaan infrastruktur milik Pemerintah oleh

Perusahaan. Lebih lanjut lagi, kejelasan terhadap pembiayaan TAC akan lebih memperjelas

untung-rugi usaha industri perkeretaapian ini. Hal tersebut diharapkan dapat memacu investor

Page 10: ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API …

10  

untuk terlibat dalam industri ini. Keterlibatan tersebut tentunya akan menghadirkan

persaingan yang dapat memengaruhi bahkan meningkatkan pelayanan pada perkeretaapian

Indonesia.

Komponen pengeluaran lainnya yang terpengaruh dampak penerapan sistem ini adalah biaya

pengeluaran untuk petugas dan pegawai. Kondisi tersebut disebabkan karena seharusnya

tanggung jawab penjagaan perlintasan sebidang teruatama yang padat kendaraan merupakan

tanggung jawab Pemerintah Daerah [12]. Dengan dikembalikannya tanggung jawab ini

kepada yang berwenang maka pengeluaran untuk gaji petugas perlintasan dapat dipangkas.

Gambar 4. Komposisi Pegawai PT KAI Berdasarkan Tingkat Pendidikan

(Sumber: PT KAI, 2011)

OECD juga menekankan bahwa salah satu kunci untuk pengefisiensian industri

perkeretaapian adalah dengan pengefisiensian pekerja [10]. Gambar 4 menunjukkan

tingkatan pendidikan pegawai Perusahaan. Pengefisiensian ini dapat dilakukan dengan

berbagai pendekatan seperti dengan pemberian pendidikan, peningkatan produktivitas

pekerja, pengurangan jumlah pegawai, penggunaan teknologi, dan sistem manajerial yang

lebih baik.

6. Kesimpulan

Page 11: ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API …

11  

Berdasarkan pengategorian dan analisis terhadap komponen biaya yang sudah dilakukan

ditemui beberapa komponen yang potensial untuk ditingkatkan atau diefisiensikan.

Komponen yang potensial untuk ditingkatkan yaitu pemasukan angkutan penumpang,

angkutan barang, PSO, KSO, dan lain-lain dengan potensi berkategori sedang serta

pemasukan sewa-menyewa dengan potensi berkategori besar untuk dikembangkan. Sementara

itu, komponen yang potensial untuk diefisiensikan yaitu biaya TAC dengan potensi

berkategori sedang serta gaji petugas dan pegawai dengan potensi berkategori besar untuk

diefisiensikan. Penyimulasian terhadap beberapa komponen pemasukan Perusahaan

menghasilkan peningkatan pemasukan sebesar 45%, 11,7%, dan 1,67% untuk angkutan

barang, sewa-menyewa perkantoran, dan sewa-menyewa lahan parkir.

7. Saran Penelitian ini masih terlalu umum oleh karena membahas seluruh aspek komponen biaya

operator kereta api Indonesia. Untuk penelitian berikutnya diperlukan pengecilan lingkup

penelitian agar lebih aplikatif. Penelitian mengenai bisnis non-inti juga dirasa perlu untuk

dilakukan dengan Jepang sebagai benchmark. Selain itu, penelitian tentang pengembangan

kereta api Indonesia dari sudut pandang Pemerintah sebagai pemilik prasarana terutama pada

saat sekarang juga menjadi bahasan yang menarik karena kemajuan kereta api Indonesia tidak

akan tercapai tanpa adanya peran serta dari Pemerintah.

8. Daftar Referensi [1] U.S. Department of Transportation. National Transportation Statistics. Transportation

Energy Intensity and Efficiency. http://www.rita.dot.gov/bts/sites/rita.dot.gov.bts/

files/publications/national_transportation_statistics/index.html#chapter_1.

[2] Samuel, Hatane, & Nadya Wijaya. (2009). Service Quality. Perceive Value, Satisfaction,

Trust, dan Loyality pada PT Kereta Api Indonesia Menurut Penilaian Pelanggan

Surabaya. Surabaya: Universitas Kristen Petra.

[3] Badan Pusat Statistik. (2012). Penduduk Indonesia Menurut Provinsi 1971, 1980, 1990,

1995, 2000 dan 2001.  http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=

12.

[4] Pollitt, Michael G. & Andrew S. J. Smith. (2001). The Restructuring and Privatisation

of British Railway: Was It Really that Bad?. University of Cambridge.

Page 12: ANALISIS KOMPONEN BIAYA OPERATOR KERETA API …

12  

[5] Office of Rail Regulation. (2012). Costs and Revenues of Franchised Passenger Train

Operators in the UK.

[6] Civity Management Consultants. (2012). European Benchmarking of the Costs, Performance

and Revenues of GB TOCs. [7] Qian, J. Y. (2009). The Making of Japan’s Railway Systems —with a Comparison with

Britain. Association for Europe Transport and Controbutiors.

[8] Fikri. (2014, February 20). Personal Interview.

[9] OECD. (2012). Indonesia Regulatory and Competition Issue in Ports, Rail and

Shipping.

[10] OECD. (2013). Policy Roundtables: Recent Developments in Rail Transportation

Services.

[11] Shoji, Kenichi. (2005). Japanese Experiences with Public and Private Sectors in Urban

Railways. 9th Conference on Competition and Ownership in Land Transport.

[12] Anonim. (2007). Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 tentang

Perkeretaapian. Jakarta.