Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
ANALISIS KOREKSI FISKAL LAPORAN LABA RUGI KOMERSIL DALAM
PENENTUAN PPH BADAN TERUTANG (STUDI KASUS PADA
PT. ASAM JAWA MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi (S.Ak)
Program Studi Akuntansi
Oleh
Nama : DESY DWI INDRIANI
NPM : 1505170116
Program Studi : AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
i
ABSTRAK
DESY DWI INDRIANI NPM : 1505170116. Analisis Koreksi Fiskal Laporan
Laba Rugi Komersil Dalam Penentuan PPh Badan Terutang (Studi Kasus
Pada PT. Asam Jawa Medan). Skripsi 2019
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan akuntansi
pajak yang sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku dan untuk
mengetahui perhitungan pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan undang-undang
Nomor 36 tahun 2008. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian
ini dilakukan pada PT. Asam Jawa Medan.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan
menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun
rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas,
keterkaitan antar kegiatan. Penelitian ini dilakukan pada PT. Asam Jawa Medan.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dokumentasi dan wawancara. Analisis data dengan metode deskriptif yaitu dengan
menggambarkan keadaan laporan keuangan atas fenomena yang terjadi dengan
melakukan pengumpulan data, melakukan koreksi fiskal sesuai dengan Undang-
undang Nomor 36 Tahun 2008 dan menghitung PPh terhutang. Jenis data yang
digunakan adalah data sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa PT. Asam Jawa telah
menerapkan akuntansi pajak yang sesuai dengan peraturan perpajakan yang
berlaku, akan tetapi dalam perhitungan pajak penghasilan (PPh) PT. Asam Jawa
belum sesuai dengan undang-undang Nomor 36 tahun 2008. Dari hasil penelitian
ini juga diketahui bahwa PT. Asam Jawa dalam Perhitungan Pajak Penghasilan
(PPh) PT. Asam Jawa belum sesuai sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36
tahun 2008.
Kata Kunci: Koreksi Fiskal Laporan Laba Rugi Komersial, Pajak
Penghasilan
ii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam saya sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkat Rahmat-Nya skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai yang diharapkan.
Shalawat seriring salam tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW,
yang telah memberikan cahaya terang dalam segenap unsur kehidupan. Dalam
skripsi ini penulis membahas “Analisis Koreksi Fiskal Laporan Laba Rugi
Komersial Dalam Penentuan PPh Badan Terutang (Studi Kasus Pada PT.
Asam Jawa Medan)”
Dalam proses pembuatan skripsi ini, tentunya penulis mendapatkan
bimbingan, arahan, koreksi dan saran yang telah banyak membantu penulis dalam
proses pembuatan skripsi ini, Semoga segala bantuan yang tidak ternilai harganya
ini mendapatkan imbalan Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin. Dalam
kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada yang
sangat teristimewa kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Abu Thalib dan
Ibunda Suriana dan seluruh keluarga yang senantiasa memberikan perhatian dan
kasih sayang serta dukungannya. Do’a dan dukungan moril maupun material
kepada penulis.
Dan juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyususnan
skripsi ini terutama kepada :
1. Bapak Dr. Agussani, MAP sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara.
iii
2. Bapak H. Januri SE, MM, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
3. Bapak Ade Gunawan SE,.M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Hasrudy Tanjung SE,.M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
5. Ibu Fitriani Saragih SE. M.Si sebagai Ketua Program Studi Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
6. Ibu Zulia Hanum SE. M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara serta sebagai Dosen
Pembimbing Skripsi.
7. Bapak Amiruddin Pulungan, SE, selaku Manajer Keuangan PT. Asam Jawa
8. Seluruh staff dan karyawan PT. Asam Jawa Medan yang telah membantu
menyediakan data dan waktu.
9. Serta kepada seluruh teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan
semangat kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini khususnya Neti
Herawati, Sari Prastika, Dinda Malinda Lubis, Heni Rangga WT, Safriani,
Sarbiah dan teman kelas B Akuntansi Pagi.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat secara khusus bagi penulis, pembaca
dan semua pihak yang membutuhkan.
Medan, Maret 2019
Penulis
DESY DWI INDRIANI
NPM : 1505170116
iv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah .................................................................. 7
1.3. Perumusan Masalah .................................................................. 8
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 8
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 10
2.1. Uraian Teoritis .......................................................................... 10
2.1.1. Koreksi Fiskal ............................................................... 10
1. Pengertian Koreksi Fiskal ...................................... 10
2. Jenis Koreksi Fiskal ............................................... 11
3. Perbedaan Koreksi Fiskal ...................................... 22
2.1.2. Laporan Laba Rugi Komersial ...................................... 24
1. Pengertian Laba Rugi Komersil ............................. 24
2. Cara Membuat Laporan Laba Rugi ....................... 25
2.1.3. Pajak Penghasilan (PPh) Badan .................................... 26
1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Badan ........... 26
2. Komponen Perhitungan PPh Badan ....................... 27
v
3. Pengurang PPh Badan Terhutang .......................... 28
4. Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan ......... 30
2.2. Penelitian Terdahulu ................................................................. 30
2.3. Kerangka Konseptual ................................................................ 32
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 33
3.1. Pendekatan Penelitian ............................................................... 33
3.2. Definisi Operasional Variabel .................................................. 33
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 34
3.4. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 35
3.5. Teknik Pengumpulan Data........................................................ 36
3.6. Teknik Analisis Data ................................................................ 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 38
4.1. Hasil Penelitian ......................................................................... 38
4.2. Pembahasan .............................................................................. 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 49
4.1. Kesimpulan ............................................................................... 49
4.2. Saran ....................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 51
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Laporan Laba Rugi (Fiskal) PT. Asam Jawa Tahun 2017 ..... 5
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu .............................................................. 30
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian ................................................................... 35
Tabel 4.1. Laporan Neraca PT. Asam Jawa Tahun 2017 ........................ 39
Tabel 4.2. Laporan Laba Rugi (Fiskal) PT. Asam Jawa Tahun 2017 ..... 41
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Skema Kerangka Konseptual ............................................ 32
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kemandirian suatu bangsa, dapat diukur dari kemampuan bangsa untuk
melaksanakan dan membiayai pembangunan sendiri. Salah satu sumber
pembiayaan pembangunan berasal dari penerimaan pajak. Pajak merupakan alat
bagi pemerintah di dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik
yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat, guna membiayai
pengeluaran rutin serta pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat. Pajak
secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa
pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk
membiayai berbagai keperluan negara yang berupa pembangunan nasional yang
pelaksanaanya di atur dalam undang-undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan
kesejahteraan bangsa dan negara.
Penghitungan PPh diakhir tahun bagi Wajib Pajak Badan didasarkan atas
laporan laba rugi fiskal. Laba rugi fiskal disusun berdasarkan laba rugi komersial
yang telah disesuaikan dengan peraturan perpajakan (melalui rekonsiliasi).
Rekonsiliasi (penyesuaian) tersebut akan berakibat adanya koreksi fiskal,
sehingga laporan hanya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan.
Saat ini ada 3 sistem yang diaplikasikan dalam pemungutan pajak yaitu
official assesment system, self assesment system, dan withholding tax system.
Untuk sistem pembayaran pajak penghasilan yang berlaku saat ini dilandasi oleh
sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan tanggung jawab
2
kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar, yang disebut dengan self
assesment system (Thomas Sumarsan, 2013:14).
Untuk melaksanakan kewajiban perpajakan berdasarkan self assesment
system maka diperlukan pedoman untuk menghitung besarnya penghasilan kena
pajak, yang salah satu caranya dapat diketahui melalui penyelengaraan catatan
yang sistematis yang disebut dengan pembukuan berupa laporan keuangan yang
terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas,
dan catata atas laporan keuangan (IAI,2007:1.2).
Laporan keuangan disusun dengan tujuan menyediakan informasi yang
menyangkut keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan
yang bermanfaat bagi sejumlah besar penguna dalam pengambilan keputusan
ekonomi. laporan keuangan yang selanjutnya disebut sebagai laporan keuangan
komersial pada dasarnya disusun dengan berpedoman pada Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK).
Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau akuntansi diatur dalam UU
No.16 Tahun 2000 tetang ketentuan umum dan tatacara perpajakan (KUP) pasal
28 disebutkan “Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan wajib pajk badan di Indonesia wajib menyelenggarakan
pembukuan”. Pembukuan tersebut sekurang-kurangnya terdiri dari catatan
mengenai harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya, serta
penjualan dan pembelian serta dapat dihitung besarnya pajak (semua jenis pajak)
yang terutang (Zulia, 2010:1)
3
Berbeda dengan laporan keuangan komersial, laporan keuangan fiskal
adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan perpajakan dan digunakan
untuk keperluan perhitungan pajak (Erly Suandy, 2008:75). Ketentuan perpajakan
mempunyai kriteria tertentu tentang pengukuran dan pengakuan terhadap unsur-
unsur yang umumnya terdapat dalam laporan keuangan. Ukuran itu, dapat saja
kurang sejalan dengan prinsip akuntansi (komersial). Contohnya: perbedaan
dalam konsep penyusutan dapat memilih salah satu, sesuai dengan PSAK No. 16
tahun 2007 yaitu metode garis lurus, metode saldo menurun, dan metode jumlah
unit. Sedangkan dalam keentuan perpajakan, aktiva dikelompokan berdasarkan
jenis harta, masa manfaat, dan tarif yang ketentuanya di atur dengan peraturan
menteri keuangan. Dalam hal metode penyusutan yang digunakan dalam
penyusunan laporan fiskal berdasarkan undang-undang Nomor 36 tahun 2008
pasal 11 tentang pajak penghasilan yaitu berdasarkan metode garis lurus dan
metoe saldo menurun yang dilaksanakan secara konsisten.
Undang-undang pajak tidak mengatur secara khusus bentuk dari pelaporan
keuangan, hanya memberikan pembatasan untuk hal-hal tertentu, baik dalam
pengakuan penghasilan maupun biaya. Perusahaan dapat menyusun laporan
keuangan akuntansi (komersial) dalam laporn keuangan fiskal secara terpisah atau
melakukan koreksi fiskal terhadap laporan keuangan komersial (Suandy,
2008:75).
Terdapat dua macam penyesuaian fiskal, yaitu: Penyesuaian Fiskal Positif
dan Penyesuaian Fiskal Negatif. Penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian
yang akan mengakibatkan meningkatnya penghasilan kena pajak yang pada
akhirnya akan membuat PPh Badan terhutangnya juga akan meningkat.
4
Penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan
menurunnya penghasilan kena pajak. Secara fiskal, penghasilan ada yang
merupakan objek pajak dan bukan objek pajak. Penghasilan yang merupakan
objek pajak ada yang dikenakan PPh bersifat tidak final dan ada juga yang
dikenakan bersifat final. Sementara biaya/pengeluaran, ada yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto atau sering disebut deductible expenses dan
ada yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau sering disebut
nondeductible expenses.
Terdapat beberapa perbedaan metode pembukuan/pencatatan antara
akuntansi dan fiskal, misalnya penyusutan, amortisasi, penilaian persediaan,
pencadangan dan sebagainya. Akibat perbedaan tersebut dapat mengakibatkan
semakin besar atau kecilnya laba fiskal (sering juga disebut Laba Kena Pajak),
agar tidak mengurangi jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan.
Menurut Suandy (2008:75) menyatakan bahwa, “Perusahaan dapat
menyusun laporan keuangan akuntansi (komersial) dan laporan keuanganfiskal
secara terpisah atau melakukan koreksi fiskal terhadap laporan keuangan
komersial”. Undang-undang pajak tidak mengatur secara khusus bentuk dari
pelaporan keuangan, hanya memberikan pembatasan untuk hal-hal tertentu, baik
dalam pengakuan penghasilan maupun biaya.
Perbedaan laporan laba rugi komersial dengan laporan laba rugi
fiskalberdasarkan pembebanannya dapat dibedakan dua macam, yaitu beda tetap
danbeda waktu. Beda tetap, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
yang tidak boleh dikurangkan pada penghasilan kena pajak. Beda waktu, yaitu
perbedaan pembebanan suatu biaya dimana jangka waktu pembebananya berbeda.
5
PT. Asam Jawa Medan yang merupakan perusahaan PMA (Penanaman
Modal Asing) dan bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit. Pada laporan laba
rugi PT. Asam Jawa Medan terdapat komponen-komponen biaya yang
dikecualikan sebagai objek pajak, misalnya biaya yang diberikan kepada
pegawai/karyawan berupa fasilitas kenikmatan yang sering disebut natura
misalnya bantuan perumahan karyawan, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan
karyawan hanya diakui 50% oleh fiskus, kendaraan dinas, sumbangan, biaya
penyusutan, dan lain sebagainya. Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa pengakuan pendapatan dan biaya menurut SAK dan undang-undang pajak
penghasilan yang berlaku memiliki perbedaan satu sama lain.
Tabel 1.1. Laporan Laba Rugi (Fiskal) PT. Asam Jawa
Tahun 2017
L/R Komersil
(Rp)
Koreksi
(Rp)
L/R Fiskal
(Rp)
PENDAPAT USAHA
- Penjualan Bersih
- Harga Pokok Penjualan
436.248.181.364
(291.235.343.273)
-
907.109.014
436.248.181.364
(290.328.234.259)
LABA KOTOR 145.012.838.091 907.109.014 145.919.947.105
BEBAN USAHA
- Gaji dan Upah
- Pengangkutan Karyawan/
Perjalanan Dinas
- Makan dan Minum
- Pelayanan Kesehatan
- Biaya Listrik/Air
- Telepon/Telegraph/Telex/Porto
- Premi Asuransi
- Pajak Bumi Bangunan & Iuran
- Pendidikan & Pengemb. Karyawan
- Administrasi Kantor
- Keamanan
- Kesejahteraan Karyawan
- Lembur
- Tunjangan Hari Raya
- Pengangkutan dan Transport
- Biaya Penyusutan & Amortisasi
- Biaya Bank
- Biaya Gudang
- Koran dan Majalah
23.294.251.549
1.351.214.061
702.030.400
1.798.376.281
572.223.694
128.607.129
133.209.123
2.243.976.855
6.182.774.486
294.418.891
4.086.193.860
3.442.151.960
568.910.912
4.100.812.830
2.497.741.253
6.343.089.896
42.774.324
297.210.797
17.070.000
-
-
(702.030.400)
-
-
-
-
-
-
-
-
(592.050.137)
-
-
-
-
-
(297.210.797)
(17.070.000)
23.294.251.549
1.351.214.061
-
1.798.376.281
572.223.694
128.607.129
133.209.123
2.243.976.855
6.182.774.486
294.418.891
4.086.193.860
2.850.101.891
568.910.912
4.100.812.830
2.497.741.253
6.343.089.896
42.774.324
-
-
6
L/R Komersil
(Rp)
Koreksi
(Rp)
L/R Fiskal
(Rp)
- Jamsostek
- Biaya Perbaikan Aktiva Tetap
- Serba Serbi
- Bantuan Perumahan Karyawan
- Biaya Sewa
- Biaya Pajak/Tebusan Tax Amnesti
- Tenaga Ahli
- Biaya Riset dan Pengembangan
1.917.331.397
7.682.802.296
1.031.646.281
8.457.131
66.100.000
-
102.500.000
69.443.000
-
-
(1.031.646.281)
-
-
-
-
(69.443.000)
1.917.331.397
7.682.802.296
-
8.457.131
66.100.000
-
102.500.000
-
Jumlah Biaya Umum &
Administrasi
68.975.318.407 (2.709.450.615) 66.265.867.791
LABA USAHA 76.037.519.684 3.616.559.629 79.654.079.313
PENDAPATAN/(BEBAN) LAIN-
LAIN
- Pendapatan Lain-lain
- Pendapatan Bunga & Jasa Giro
(PPh Final)
- Beban Lain-Lain
224.032.000
610.415.418
-
-
(610.415.418)
-
224.032.000
-
-
Jumlah Pendapatan diluar Usaha 834.447.418 (610.415.418) 224.032.000
LABA KENAK PAJAK 76.871.967.102 3.006.144.211 79.878.111.313
TAKSIRAN PAJAK
PENGHASILAN
19.969.527.828 - 19.969.527.828
LABA BERSIH USAHA SETELAH
PAJAK
56.902.439.274 3.006.144.211 59.908.583.485
Sumber : PT. Asam Jawa, Medan
Dari tabel tersebut terlihat bahwa adanya biaya yang tidak dikoreksi oleh
pajak. Sepertinya kesejahteraan karyawan yang seharusnya dikoreksi seluruhnya
sesuai dengan UU Nomor 36 tahun 2008 pasal 9 ayat 1 huruf e. yang menyatakan
bahwa imbalan sehubungan dengan perkerjaan yang diberikan dalam bentuk
natura atau kenikmatan tidak diperkenakan sebagai pengurang penghasilan.
Kemudian bantuan perumahan karyawan, dan biaya penyusutan. Di mana biaya
penyusutan harus sesuai dengan kententuan pajak UU Nomor 36 tahun 2008 pasal
2 ayat (6) tentang penerapan tarif penyusutan fiskal.
Koreksi (rekonsiliasi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial
yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk memperoleh penghasilan netto atau
laba yang sesuai dengan ketentuan pajak. Dengan dilakukannya proses
rekonsiliasi fiskal ini, maka Wajib Pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda,
7
melainkan cukup membuat satu pembukuan yang didasari SAK. Setelah itu,
dibuatkan rekonsiliasi fiskal untuk mendapatkan laba fiskal yang akan digunakan
sebagai dasar perhitungan PPh.
Dari laporan keuangan PT. Asam Jawa Medan terlihat bahwa adanya biaya
yang tidak dikoreksi oleh pajak. Sepertinya kesejahteraan karyawan yang
seharusnya dikoreksi seluruhnya sesuai dengan UU Nomor 36 tahun 2008 pasal 9
ayat 1 huruf e. yang menyatakan bahwa imbalan sehubungan dengan perkerjaan
yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan tidak diperkenakan sebagai
pengurang penghasilan. Kemudian bantuan perumahan karyawan, dan biaya
penyusutan. Di mana biaya penyusutan harus sesuai dengan ketentuan pajak UU
Nomor 36 tahun 2008 pasal 2 ayat (6) tentang penerapan tarif penyusutan fiskal.
Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa koreksi fiskal sangat berarti
dalam menghitung besarnya PPh badan terhutang mengingat pentingnya pajak
bagi pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pembangunan nasional. Maka dari itu,
penulis merasa tertarik untuk membahas dan mendalaminya lebih jauh melalui
penulisan proposal yang berjudul “Analisis Koreksi Fiskal Laporan Laba Rugi
Komersial Dalam Penentuan PPh Badan Terhutang (Studi kasus pada PT.
Asam Jawa)”
1.2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat mengindentifikasi
masalah yaitu:
1. Adanya biaya bantuan perumahan karyawan yang seharusnya dikoreksi
fiskal tetapi tidak di koreksi fiskal.
8
2. Adanya kesejahteraan karyawan yang seharusnya dikoreksi fiskal
semuanya tetapi hanya sebagian yang di koreksi fiscal.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah yang menjadi dasar penelitian
dalam penyusunan skripsi ini, yaitu:
1. Apakah PT. Asam Jawa telah menerapkan akuntansi pajak yang sesuai
dengan peraturan perpajakan yang berlaku?
2. Apa yang menyebabkan perhitungan pajak penghasilan (PPh) PT. Asam
Jawa tidak sesuai dengan undang-undang Nomor 36 tahun 2008?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penulis dari penelitian yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis apakah PT. Asam Jawa telah menerapkan akuntansi
pajak yang sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
2. Untuk menganalisis apa yang menyebabkan perhitungan pajak penghasilan
(PPh) PT. Asam Jawa tidak sesuai dengan undang-undang Nomor 36
tahun 2008.
Sedangkan Manfaat dari penelitian ini adalah, yaitu :
1. Bagi penulis, sebagai sarana pembalajaran untuk meningkatkan
kemampuan dibidang penelitian ilmiah dan melatih penulis untuk
mengungkapkan permasalahan tersebut secara sistematis sehingga dapat
meunjang perkembangan ilmu pengetahuan.
9
2. Bagi pihak perusahaan, penelitian ini diharapkan bermanfaat memberikan
pertimbangan atau masukan mengenai pentusunan koreksi fiskal yang
sesuai dengan peraturan perpajakan dalam menghitung besarnya jumlah
PPh terutang.
3. Bagi aparat pajak/fiskus, penelitian ini dapat memberikan gambaran
mengenai kepatuhan wajib pajak dan masukan-masukan guna
meningkatkan pendapatan pajak.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Uraian Teoritis
2.1.1. Koreksi Fiskal
1. Pengertian Koreksi Fiskal
Koreksi (rekonsiliasi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial
yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk memperoleh penghasilan netto atau
laba yang sesuai dengan ketentuan pajak. Dengan dilakukannya proses
rekonsiliasi fiskal ini, maka Wajib Pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda,
melainkan cukup membuat satu pembukuan yang didasari SAK. Setelah itu,
dibuatkan rekonsiliasi fiskal untuk mendapatkan laba fiskal yang akan digunakan
sebagai dasar perhitungan PPh.
Menurut Setiawan dan Musri (2006:421) menyatakan sebagai
“Rekonsiliasi fiskal adalah penyesuaian ketentuan menurut pembukuan secara
komersial atau akuntansi yang harus disesuaikan menurut ketentuan perpajakan”.
Secara keseluruhan tujuan dari suatu akuntansi keuangan adalah melakukan
perbandingan yang tetap antara penghasilan dan pengeluaran yang bersangkutan.
Oleh karena itu, apabila terdapat perbedaan antara jumlah penghasilan yang
dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan
jumlah penghasilan yang dihitung untuk keperluan akuntansi keuangan (finance
accounting), maka menurut ketentuan yang berlaku umum bahwa perhitungan
pajak penghasilan pertama-tama didasarkan pada penghasilan yang dibuat untuk
tujuan akunting tersebut.
11
Koreksi fiskal secara akuntansi tidak memerlukan perlakuan jurnal khusus,
karena pada prinsipnya koreksi fiskal tidak mengubah besarnya saldo pada
rekening nominal atau rekening rill pada neraca ataupun laporan rugi laba.
Ketentuan perpajakan mempunyai kriteria tertentu tentang pengukuran dan
pengakuan terhadap unsur-unsur yang umumnya terdapat dalam laporan
keuangan. Ukuran tersebut dapat saja kurang sejalan dengan prinsip akuntansi
(komersial). Solusi antara penerapan standar akuntansi keuangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan adalah dengan dilakukan
suatu rekonsiliasi.
2. Jenis Koreksi Fiskal
Perbedaan karena adanya koreksi fiskal dapat menimbukan koreksi yang
dapat berupa koreksi positif dan koreksi negatif.
a. Koreksi Positif
Koreksi Fiskal Positif adalah penyesuaian terhadap penghasilan netto
komersial (diluar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak
termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak
berdasarkan Undang-Undang Pajak penghasilan beserta peraturan
pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan dan atau mengurangi biaya-
biaya komersial, yang meliputi:
1) Penyesuaian Bedasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf a UU PPh, pembagian laba
dengan nama dan bentuk apapun seperti dividen yang dibayarkan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi. Apabila pembagian laba tersebut telah diakui sebagai
biaya operasi Wajib Pajak maka harus dilakukan penyesuaian.
12
2) Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf b UU PPh, pengeluaran
perusahaan untuk pembelian/perbaikan rumah atau kendaraan
pribadi/keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk kepentingan pemegang
saham, sekutu, atau anggota, tidak dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan.
3) Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh, pembentukan
atau pemupukan dana cadangan secara fiskal tidak dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan. Namun untuk jenis-jenis usaha tertentu yang
secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk menutup
beban atau kerugian yang akan terjadi dikemudian hari. Secara fiskal di
perkenankan, yang terbatas pada: piutang tak tertagih untuk usaha bank
dan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), cadangan klaim
dan cadangan kerugian untuk usaha asuransi, serta cadangan biaya
reklamasi untuk usaha pertambangan (keputusan Menteri Keuangan
Nomor 80/KMK.04/1995 dan keputusan Menteri Keuangan Nomor
Menteri Keuangan Nomor 204/KMK.04/2000)
4) Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf d, premi asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa bukan
biaya perusahaan (sehingga kalau sudah diperhitungkan sebagai biaya
dalam perhitungan laba komersil maka harus dilakukan penyesuaian
positif). Kecuali premi yang dibayar oleh pemberi kerja sebagai Wajib
Pajak badan dan premi tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan bagi
penerimanya.
13
5) Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, tentang penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan di daerah tertentu dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang dapat di kurangkan dari
penghasilan bruto pemberi kerja (Keputusan Menteri Keuangan Nomor
83/PMK.03/2009).
6) Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf f UU PPh, pembayaran
gaji, honorarium, dan imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diberikan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU
PPh, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang jumlahnya
tidak melebihi kewajaran. Kewajaran diukur berdasarkan standar yang
berlaku umum untuk pekerjaan desngan kualifikasi yang sama yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.
Atas selisih yang melebihi kewajaran tersebut dapat dikateorikan sebagai
pembagian laba. Sehingga harus dilakukan penyesuaian atas penghasilan
komersil (Munawir dalam Fitria, 2017:29).
7) Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh, bantuan atau sumbangan
dan harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, bukan merupakan penghasian sepanjang tidak terdapat
hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-
pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability
and deductibility. Penyesuaian Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, bagi
14
wajib Pajak pemberi bantuan atau sumbangan dan harta hibahan tersebut
tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Zakat atas penghasilan
yang dibayar oleh wajib pajak dalam negari yang dimiliki oleh pemeluk
agama Islam dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak, dengan syarat :
a) Penghasilan yang dikenakan zakat merupakan merupakan Objek Pajak
yang telah dilaporkan di SPT Tahunan;
b) Pembayaran zakat dilakukan kepada Badan Amil zakat (BAZ) atau
lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atau disahkan
pembentukannya oleh pemerintah Pusat/daerah. Dengan demikian
zakat atas harta selain penghasilan dan zakat atas penghasilan yang
tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai
biaya perusahaan (perlakuan pajaknya sama dengan sumbangan).
8) Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh, Pajak
Penghasilan kredit pajak bukan merupakan biaya perusahaan.
9) Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh, bagian laba yang ditetapkan
atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi
bukan merupakan penghasilan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip
taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1)
huruf j UU PPh, bagi perseroan tersebut pembayaran gaji kepada para
anggotanya tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
10) Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh, sanksi
administrasi berupa bunga denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa
15
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang
perpajakan bukan merupakan biaya perusahaan. (Munawir dalam Fitria,
2017:30).
11) Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 tahun
2000, dengan keputusan direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan saat
pengakuan biaya dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu
sesuai dengan kebijakan Pemerintah. (Keputusan Direktur Jederal Pajak
Nomor Kep-SE184/PJ/2002 serta Surat Edaran Direktur Jederal Pajak
Nomor SE-08/PJ.42/2002).
12) Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 6 UU PPh
beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal:
a) Terdapat penghasilan yang tidak diakui secara komersial akan tetapi
termasuk Objek Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat
final;
b) Terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang di akui
secara komersial akan tetapi tidak dapat diakui secara fiskal.
13) Penyesuaian beban penyusutan dan/atau amortisasi yang melebihi atau
tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17/2000 Tentang
Pajak Penghasilan atau Daftar Penyusustan dan Amortisasi Fiskal.
b. Koreksi Negatif
Koreksi Fiskal Negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto
komersial (diluar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak
termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak
16
berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi
penghasilan dan atau menambah biaya-biaya komersial. Yang meliputi:
1) Penyusutan dan Amortisasi Fiskal lebih kecil dari penyusutan dan
amortisasi menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan atau Daftar
Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.
2) Penyesuaian berdasarkan pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun
2000, dengan Keputusan Direktur Jederal Pajak dapat ditetapkan saat
pengakuan dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai
dengan kebijakan pemerintah. (Keputusan Direktur Jenderal pajak Nomor
Kep-184/PJ/2002 dan Surat Ederan Direktur Jederal Pajak Nomor SE-
08/PJ.42/2002).
3) Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 6 UU PPh beserta
peraturan pelaksanaannya, dalam hal terdapat biaya-biaya perusahaan
lainnya atau kerugian yang tidak diakui secara komersial akan tetapi dapat
diakui secara fiskal (Munawir dalam Fitria, 2017:33).
Menurut Undang-undang PPh sebagaimana yang telah diubah terakhir
nomor 36 tahun 2008 Pasal 6, yaitu biaya yang boleh dikurangkan (deductible
expense). Berikut rinciannya :
1) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan perkerjaan dam
bentuk uang, bunga, royalti, biaya penjualan, biaya pengolahan limbah,
premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali PPh.
2) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
17
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh.
3) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menkeu;
4) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan salam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan;
5) Kerugian selisih kurs mata uasang asing;
6) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia;
7) Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan
Bea siswa yang dapat dibiayakan diperluas meliputi pemberian bea siswa
kepada bukan pegawai seperti pelajar dan mahasiswa tetapi tetap
memperhatikan kewajarannya.
8) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
a) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi kemersial;
b) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak;
c) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang Negara, atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan, atau telah
dipublikasian dalam penerbiatan umum dan khusus, atau adanya
pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk
jumlah utang tertentu; dan
18
d) Syarat pada huruf c diatas tidak berlaku untuk penghapusan pituang
tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) k UU
PPh Tahun 2009.
9) Pembentukan dana cadangan seperti penjelasan berikut ini, yaitu:
Sesuai dengan PMK no. 81/PMK.03/2009 tanggal 22 April 2009 diatur
pembentukan dana cadangan berikut ini boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto (deductible expense).
a) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha lain yang menyalaurkan
cana cadangan sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang, yang meliputi :
(i) Cadangan piutang tak tertagih untuk :
- Bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional;
- Bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip Syariah;
- Bank pengkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha
secara Konvensioanal;
- Bank pengkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah; (Munawir dalam Fitria, 2017:36)
(ii) Cadangan khusus penyisihan pembiayaan untuk badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, yaitu cadangan penyisihan pembiayaan
untuk badan usaha selain bank umum dan bank pengkreditan
19
rakyat yang menyalurkan kredit kepada masyarakat, yang
meliputi :
- Koperasi simpan pinjam, dan
- PT. Permodalan Nasional Madani (Persero);
(iii) Cadangan kerugian piutang tak tertagih untuk sewa guna usaha
dengan hak opsi yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk kegitan
pembiayaan dengan menyediakan barang modal untuk digunakan
oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu trtentu
berdasarkan pembayaran secara angsuran dengan hak opsi
(Finance Lease);
(iv) Cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan pembiayaan
konsumen yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk perusahan
yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang
berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara
angsuran;
(v) Cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan anjak piutang
yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang
dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas
piutang tersebut.
b) Cadangan untuk usaha asuransi, yang meliputi :
(i) Cadangan premi tanggungan sendiri dan klaim tanggungan
sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian;
(ii) Cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa;
20
c) Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu
cadangan penjaminan untuk lembaga yang berfungsi menjamin
simpanan nasabah pemnyimpan dan turut aktif dalam memelihara
stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya;
d) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yaitu cadangan
biaya untuk kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata
kegunaan lahan yang tertanggu sebagai akibat kegiatan usaha
pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukannya;
e) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan, yaitu
cadangan biaya penanaman kembali bagi perusahaan yang diwajibkan
melakukan penanam kembali atas hutan yang telah dieksploitasi untuk
usaha yang terkait dengan sistem pengurusan yang bersangkut paut
dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan
secara terpadu; dan
f) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri, yaitu cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan
bagi perusahaan yang mengolah limbah industri yang mencakup
kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
pengolahan limbah industri dan penimbunan hasil pengolahan limbah
industri.
10) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, seperti:
a) Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai;
21
b) Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan
didaerah tertentu; dan
c) Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan (Kep. Menkeu No. 83/PMK.03/2009
tanggal April dan Kep. - 220/PJ/2002).
11) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan yang antara pemberi dan
penerimanya memiliki hubungan usaha, perkerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan.
12) Zakat atas penghasilan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor
36 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Zakat, yaitu:
a) Yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib pajak Badan yang dimiliki
pengusaha muslim;
b) Kepada badan amil zakat atau lembaga yang dibentuk aatau disahkan
oleh Pemerintah.
13) Biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon
seluler yang dimiliki dan diperguanakan perusahaan untuk pegawai
tertentu karena jabatan atau pekerjaannya. Pembebanan sebagai biaya
perusahaan hanya sebesar 50% dari jumlah biaya berlangganan atau
pengisisan ulang pulsa dasn perbaikan daslam tahun pajak yang
bersangkutan (Keputusan Dirjen Pajak No. Kep-220/PJ./2002).
14) Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau sejenis,
termasuk juga pengeluaran rutin untuk pembeliaan/pemakaian bahan
bakar, yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegai tertentu
22
karena jabatan atau pekerjaanya. Pembebanan sebagai biaya perusahaan
hanya sebesar 50% dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin
dalam tahun pajak yang bersangkutan (Keputusan Dirjen Pajak No. Kep-
220/PJ/2002).
15) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP. No. 93. Tahun 2010).
16) Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia (PP No. 93 Tahun 2010).
17) Biaya pembangunan infra struktur social (PP No. 93 tahun 2010).
18) Sumbangan fasilitas pendidikan (PP No. 93 tahun 2010).
19) Sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga (PP No. 93 tahun 2010).
(IAI, 2015:305)
3. Perbedaan Koreksi Fiskal
Terdapat perbedaan dalam perlakuan penetapan pendapatan dan biaya
menurut Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 dengan Standar
Akuntansi Keuangan sebagai akibat dari adanya beda tetap dan beda sementara;
perlakuan akuntansi terhadap perbedaan tersebut perlu dilakukan rekonsiliasi
antara laporan keuangan komersil dengan laporan keuangan fiskal; dan pengaruh
perbedaan tersebut terhadap laporan keuangan yaitu pada besarnya jumlah pajak
terutang dan jumlah laba usaha. Perbedaan tersebut dapat berupa :
a. Beda Tetap / Permanen
Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan terhadap beban dan
pendapatan antara pelaporan komersial dan fiskal. Menurut Muljono dan
Wicaksono (2009:60),
23
“Beda tetap terjadi apabila terdapat transaksi yang diakui
oleh Wajib Pajak sebagai penghasilan atau sebagai biaya
sesuai akuntansi secara komersial, tetapi berdasarkan
ketentuan peraturan perpajakan, transaksi dimaksud bukan
merupakan penghasilan atau bukan merupakan biaya, atau
sebagian merupakan penghasilan atau sebagian merupakan
biaya.”
Pengakuan penghasilan maupun biaya yang menimbulkan adanya beda
tetap tersebut antara lain bahwa dalam akuntansi pajak dikenal istilah-
istilah berikut :
1) Penghasilan sebagai obyek pajak;
2) Penghasilan bukan sebagai obyek pajak;
3) Penghasilan terkena PPh Final;
4) Biaya sebagai pengurang penghasilan bruto;
5) Biaya bukan sebagai pengurang penghasilan bruto.
Hal di atas mengakibatkan laba fiskal berbeda dengan laba komersial.
Koreksi fiskal terkait dengan beda tetap akan berakhir (terminated) pada
tahun buku yang bersangkutan dan tidak membawa dampak pada tahun-
tahun berikutnya. Beda tetap / permanen dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu positif dan negatif.
Beda permanen positif terjadi apabila terdapat labakomersial yang tidak
diakui oleh ketentuan perpajakan. Sementara beda permanen negatif
terjadi apabila terdapat pengeluaran sebagai beban laba komersial yang
tidak diakui oleh ketentuan perpajakan.
b. Beda Waktu / Sementara
Beda waktu merupakan perbedaan yang bersifat sementara karena adanya
ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan
24
perpajakan dengan Standar Akuntansi Keuangan. Definisi beda waktu
menurut Anastasia (2010) sebagai berikut:
“Beda sementara adalah perbedaan antara ketentuan
perpajakan dengan komersial yang menyangkut perbedaan
alokasi pembebanan untuk satu tahun pajak, tetapi jumlahnya
secara total tidak berbeda. Perbedaan ini mengakibatkan
penggeseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu
pajak ke tahun pajak lainya.”
Perbedaan waktu ini mengakibatkan terjadinya pergeseran pengakuan
antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya. Perbedaan waktu dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu positif dan negatif. Perbedaan waktu
positif terjadi apabila pengakuan beban menurut SAKlebih lambat dari
pengakuan beban menurut ketentuan perpajakan, sedangkan perbedaan
waktu negatif terjadi apabila pengakuan beban menurut SAK lebih cepat
dari pengakuan beban menurut ketentuan pajak. Dengan adanya koreksi
fiskal maka besarnya Penghasilan Kena Pajak yang dijadikan dasar
perhitungan secara komersial dan secara fiskal akan dapat berbeda.
2.1.2. Laporan Laba Rugi Komersial
1. Pengertian Laba Rugi Komersial
Dalam Pelaporan Keuangan Perusahaan, Khusunya Laporan Laba Rugi,
mengenal adanya Laporan Laba Rugi Komersial. Menurut Agoes dan Trisnawati
(2009:3) menyatakan sebagai berikut, Laporan laba/rugi adalah laporan yang
menunjukkan pendapatan dan beban selama periode waktu tertentu, misalnya
sebulan atau setahun. Laporan ini didasarkan pada konsep penandingan, yaitu
suatu konsep yang menandingkan beban dengan pendapatan yang dihasilkan
selama periode terjadinya beban tersebut.
25
Dalam akuntansi pajak, Laporan Rugi-Laba, yang disingkat R/L, lebih
banyak disebut sebagai Laporan Laba-Rugi, dengan harapan Wajib Pajak
lebihterbiasa dengan perkataan laba dibanding rugi. Berkaitan dengan istilah laba,
dikenal dua pengertian yang seharusnyatidak perlu dibedakan. Kedua istilah itu
adalah laba komersial dan laba fiskal.
a. Laba Komersial
Laba bersih komersial adalah besarnya laba yang dihitung olehWajib
Pajak sesuai dengan sistem serta prosedur pembukuan yang diakui dalam
Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Laba bersih komersial dihitung oleh
Wajib Pajak, tanpa atau dapatdengan memperhatikan ketentuan perpajakan
yang berkaitan dengansistem atau prosedur terkait. Laba Kena Pajak atau
Penghasilan Kena Pajak adalah laba yangdiperoleh Wajib Pajak setelah
memperhitungkan ketentuan perpajakan berkaitan dengan pengakuan
penghasilan, biaya, metode akuntansi, dan juga ketentuan-ketentuan
khusus berkaitan dengan pengakuan perpajakan maupun akuntansi.
b. Laba Fiskal
Laba fiskal untuk Wajib Pajak badan identik dengan laba kena pajak, tetapi
untuk WP Perseorangan, dari laba fiskal untuk menjadi laba kenapajak
harus dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP).
2. Cara Membuat Laporan Laba Rugi
Wajib Pajak di dalam membuat laporan laba rugi, dapat mempergunakan
berbagai cara seperti berikut:
26
a. Belum mempertimbangkan koreksi fiskal
Apabila laporan laba rugi yang dibuat WP disusun belum
mempertimbangkan koreksi fiskal atau sama dengan laporan laba rugi
komersial, maka besarnya koreksi fiskal dapat dilaporkan sebagai lampiran
perhitungan.
b. Sudah mempertimbangkan koreksi fiskal
Apabila laporan laba rugi yang dibuat WP sudah mempertimbangkan
koreksi fiskal atau sama dengan laporan laba rugi menurut pajak, maka
besarnya laba neto yang diperoleh sudah memperhitungkan koreksif iskal,
sehingga atas laba komersial yang diperoleh tidak memerlukan koreksi
fiskal lagi.
c. Penghasilan sudah terkena PPh Final
Secara akuntansi, Pajak Penghasilan yang sudah terkena PPh Final tidak
perlu lagi dihitung besarnya dalam Penghasilan Kena Pajak, danbesarnya
PPh Final tersebut merupakan pelunasan dari PPh yangterhutang atas
kegiatan usahanya. Laporan laba rugi untuk penghasilan yang sudah
dikenakan PPh Final, tidak perlu lagi memperhatikan koreksi fiskal karena
koreksi fiskal lebih cenderung digunakan dalam perhitungan besarnya PPh
terhutang.
2.1.3. Pajak Penghasilan (PPh) Badan
1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Badan
Selain orang pribadi, subjek pajak lain yang memiliki kewajiban
membayar pajak adalah badan. Menurut ketentuan perpajakan, yang dimaksud
27
dengan badan adalah sekumpulan orang atau modal yang menjadi suatu kesatuan,
dengan tujuan untuk melakukan usaha ataupun tidak melakukan usaha.
Pada pasal 1 UU Pajak Penghasillan, Pajak Penghasilan adalah Pajak yang
dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak. Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah pajak yang
dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Badan seperti yang
dimaksud dalam UU KUP.
Adapun subjek dari PPh Badan yaitu :
a. Wajib Pajak Badan dalam negeri, yaitu badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia.
b. Wajib Pajak Badan luar negeri, yaitu badan yang tidak didirikan atau tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, dan atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha melalui BUT di
Indonesia.
Yang menjadi objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak badan yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
2. Komponen Perhitungan PPh Badan
Dalam menghitung PPh Badan, diperlukan minimal 7 (tujuh) komponen
yang sangat penting, yaitu:
28
a. Penghasilan yang menjadi objek pajak
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh No. 36 Tahun 2008,
yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
b. Penghasilan yang dikecualikan sebagai Objek Pajak. Pengecualian
inidiatur dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang PPh No. 36 Tahun 2008.
c. Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final, yaitu penghasilan yang
pajaknya telah final/selesai sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang
PPh No. 36 Tahun 2008.
d. Biaya yang boleh dikurangi dari penghasilan bruto sesuai dengan Pasal 6
Undang-Undang PPh No. 36 Tahun 2008.
e. Biaya yang tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto sesuai dengan
Pasal 9 Undang-Undang PPh No. 36 Tahun 2008.
f. Biaya yang boleh dibiayakan sebesar 50% berdasarkan Keputusan Dirjen
Pajak Nomor KEP-220/PJ/2002 tanggal 18 April 2002.
g. Biaya yang menggunakan daftar nominatif sesuai dengan surat edaran
Dirjen Pajak No. SE-27/PJ.22/1986.
3. Pengurang PPh Badan Terhutang
Adapun Pengurang PPh Badan terhutang
a. PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah salah satu bentuk pemotongan dan
pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh Bendaharawan
Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
29
lembaga lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang,
dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.
b. PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan
yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan,
selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
c. PPh Pasal 24
Pajak Penghasilan Pasal 24 atau Objek Pajak Luar Negeri yang dapat
dikreditkan adalah penghasilan dari luar negeri, baik sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, kegiatan maupun penghasilan dari modal.
d. PPh Pasal 25
Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak
berjalan.
Konsep Umum: Angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam tahun pajak berjalan.
Besarnya angsuran pajak dihitung dengan rumus:
Pajak penghasilan terhutang menurut SPT tahun lalu dikurangi dengan
pajak penghasilan yang telah dipotong dan atau serta pajak penghasilan
yang dibayar atau terhutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana yangdimaksud dalam pasal 21, 22, 23, dan 24, kemudian
dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak.
30
4. Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
Menurut Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakanbahwa tarif pajak
untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%
(dua puluh delapan persen), berlaku untuk tahun 2008 dan 2009. Sedangkan untuk
tahun 2010 dan selanjutnya tarif yang berlaku ialah25% (dua puluh lima persen).
Dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun 2008 apabila
wajib pajak dalam negeri memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) maka mendapatkan fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal.
2.2. Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti terdahulu yang berhubungan dengan koreksi fiskal dan
pajak penghasilan PPh badan dikutip dari berbagai sumber dapat dilihat dalam
tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti Judul
Rumusan
Masalah
Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Mindo S.
Sianipar
(2008)
Analisis
perhitungan
pajak
penghasilan
badan pasal 25
berdasarkan
laba komersial
dengan laba
fiskal pada PT.
Indograha Nusa
Sarana Medan
Apa penyebab
terjadinya
perbedaan
antara laba
komersial
dengan laba
fiskal?
Bagaimana cara
melakukan
koreksi fiskal
untuk membuat
laporan
keuangan
fiskal?
Bagaimana
Penelitian
Deskriptif
Pengakuan
pendapatan yang
dilakukan telah
sesuai dengan
prinsip akuntansi
maupun undang –
undang pajak
No.17 tahun 2000,
metodi
penyusutan yang
diterapkan
perusahaan sesuai
dengan UU pajak
No.17 tahun 2000,
dan perbedaan
31
menentukan
besarnya pajak
penghasilan
terhutang
sesuai UU
perpajakan
antara laba fiskal
disebabkan oleh
perbedaan tarif
penyusutan
menurut akuntansi
komersial dengan
akuntasi fiskal
serta adanya
perbedaan
pengakuan biaya.
Gindo
Sigalingging
(2010
Rekonsiliasi
Laporan
Keuangan
Untuk
Menghitung
PPH Terhutang
pada PT.
Jamsostek
(persero)
Cabang Medan
Bagaimana
pengaruh
koreksi fiskal
dalam
menghitung
PPH badan
yang terhutang?
Penelitian
Deskriptif
Secara umum
perusahaan telah
melakukan
koreksi fiskal
dengan baik.
pengelompokan
terhadap biaya dan
pendapatan yang
akan dikoreksi
memudahkan
koreksi pada
tahun, sehingga
tidak perlu lagi
dihitung mana
biaya yang dapat
Abda
Darminta
Siregar
Analisis
Koreksi Fiskal
Untuk
Menghitung
Besarnya PPH
Terhutang Pada
PT Perkebunan
Nusantar III
(persero)
Medan
Bagaimana
koreksi fiskal
di PT
Perkebunan
Nusantara III
(persero)
Medan?
Apakah
ketetapan
koreksi fiskal
sudah sesuai
dengan
peraturan pajak
yang berlaku
Penelitian
Deskiptif
Untuk
kepentingan pajak,
perusahaan
membuat koreksi
fiskal atas
perhitungan laba
rugi sesuai dengan
UU perpajakan
untuk
menghasilkan
penghasilan kena
pajak yang
menjadi dasar
dalam perhitungan
besarnya pajak
yang terhutang
perusahaan.
Perusahaan
menemukan
perbedaan tetap
dalam hal
pengakuan
penghasilan dan
beban antara
standar akuntasi
keuangan dan UU
perpajakan.
32
2.3. Kerangka Konseptual
Menurut sugiono (2006:92) mengemukakan bahwa seorang peneliti harus
menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar menyusun kerangka pemikiran
(konseptual) yang membuahkan hipotesis. Kerangka konseptual merupakan
penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan.
Berdasarkan uraian diatas, gambaran meneyeluruh tentang rekonsiliasi
fiskal atas laporan laba rugi komersial dalam menentukan pajak penghasilan
terhutang yang merupakan kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
Gambar 2.1 : Skema Kerangka Konseptual
PT. ASAM JAWA
MEDAN
Pendapatan, Beban dan
Laba
Standar Akuntansi
Keuangan
(SAK)
Laporan Laba Rugi
Komersial
Laporan Laba Rugi
Fiskal
Rekonsiliasi Fiskal Berdasarkan
UU PPh No. 36 Tahun 2008
Tarif PPh
PPh Badan Terhutang
Sesuai UU PPh
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakana dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,
yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya dengan tujuan mengungkapkan fakta serta mencari
keterangan-keterangan sebab terjadinya masalah ini dan bagaimana
pemecahannya.
Menurut Arikunto (2013) “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang
dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain yang sudah
disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian”.
3.2. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah penjelasan variabel yang akan diamati
pemecahan masalah. Dalam penelitian ini terdapat satu variabel yang akan diteliti
yaitu: Koreksi fiskal laporan laba rugi sebagai penentu PPh badan terutang.
Koreksi fiskal laporan laba rugi sebagai penentu PPH badan terutang adalah
proses penyesuaian atas laba yang berbeda antara komersial dengan ketentuan
fiskal untuk memperoleh penghasilan netto atau laba yang sesuai dengan
ketentuan pajak (laba fiskal) yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan
besarnya PPh badan yang terutang oleh perusahaan.
Untuk menghitung PPh badan terutang, diperlukan tujuh komponen yang
merupakan dasar penting untuk menhitung PPh badan yaitu:
34
1. Penghasilan yang menjadi objek pajak
2. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak dalam pasal 4 ayat 3
undang-undang PPh No 36 tahun 2008
3. Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final, sesuai dengan pasal 4
ayat 2 undang-undang PPh No 36 tahun 2008
4. Biaya yang boleh dikurangi dari penghasilan bruto sesuai dengan pasal 6
undang-undang PPh No 36 tahun 2008
5. Biaya yang tidak dikurangi dari penghasilan bruto sesuai dengan pasal 9
undang-undang PPh No 36 tahun 2008
6. Biaya yang boleh dibiayakan sebesar 50% berdasarkan keputusan Dirjen
pajak No KEP-220/PJ/2002
7. Biaya yang mengunakan daftar nominal sesuai dengan surat edaran Dirjen
pajak No SE-27/PJ.22/1986
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada PT. Asam Jawa, yang terletak di kota Medan
Jl. Gajah Mada No. 40 Medan. Dipilihnya lokasi tersebut karena
mengingat topik penelitian yang berkaitan dengan proses produksi. Selain
itu, perusahaan yang dipilih menjadi objek penelitian merupakan
perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang pengolahan CPO dan
Kernel.
2. Waktu Penenlitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2018 sampai Maret 2019.
Berikut rincian waktu penelitian.
35
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Proses
Penelitian
Bulan/Minggu
November
2018
Desember
2018
Januari
2019
Februari
2019
Maret
2019
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengumpulan
data
Pengajuan
Judul
Penyusunan
Proposal
Bimbingan
Proposal
Seminar
Proposal
Pengolahan
Data
Bimbingan
Skripsi
Sidang Meja
Hijau
3.4. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kuantitatif dan Kualitatif. Jenis data penelitian antara lain berupa laporan
keuangan.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelititan ini adalah data Sekunder dan Primer. Data
sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang sudah ada, yaitu
melalui buku-buku yang terkait, literatur yang sesuai dengan judul
penelitian dan hasil penelitian.
36
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dokumentasi dan wawancara Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan
data yang ditujukan langsung kepada subjek penelitian dalam rangka memperoleh
informasi terkait objek penelitian. Dimana informasi tersebut merupakan data
primer yang diperoleh langsung dari perusahaan seperti dokumen mengenai profil
perusahaan, laporan keuangan dan laporan laba rugi fiskal.
3.6. Teknik Analisis Data
Adapun langkah-langkah penulis lakukan dalam menganalisis data yaitu:
1. Mencari dan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan
penelitian.
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan seluruh data-data yang diperlukan
yang bersumber dari buku-buku yang relevan dengan data penelitian dan
juga tentunya dokumen-dokumen yang didapat dari lokasi penelitian.
2. Melakukan analisis terhadap data
Analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan mengkategorikannya
sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau masalah yang
ingin dijawab. Melalui serangkaian aktivitas tersebut, data kualitatif yang
biasanya berserakan dan bertumpuk-tumpuk bisa disederhanakan untuk
akhirnya bisa dipahami dengan mudah.
3. Melakukan interpretasi atas temuan hasil penelitian
Pada langkah ini kemudian dibuatlah perbandingan antara hasil dari
langkah pertama di atas dengan berbagai teori yang disesuaikan dengan
37
tema penelitian, dimana teori dan konsep tersebut mengacu pada buku-
buku atau sumber tertulis lain.
4. Menyimpulkan hasil penelitian secara deskripsi
5. Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Namun bila kesimpulan memang
telah didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (dapat dipercaya).
Kesimpulan diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya
belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu
obyek yang sebelumnya masih belum jelas, sehingga setelah diteliti
menjadi jelas.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum PT Asam Jawa
PT. Asam Jawa merupakan perusahaan perkebunan besar swasta yang
bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan. Kelapa
sawit diolah menjadi CPO dan Kernel dijual kepada para konsumen. PT. Asam
Jawa didirikan dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) No. 6 tahun 1968 dan No. 12 tahun 1970, dan perseroan ini didirikan
berdasarkan akte No. 37 tanggal 16 Januari 1982 dan akte No. 53 tanggal 24
Oktober 1983 dihadapan Barnang Armino Pulungan, SH, notaris di Medan.
Mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat
Keputusan Nomor C2-3259 HT. 01 tahun 1984 tanggal 6 Juni 1984 yang dimuat
dalam Lembaran Tambahan Berita Negara Republik Indonesia No. 62 tanggal 3
Agustus 1984. Sesuai dengan bunyi Surat Keputusan Menteri Pertanian dalam hal
ini Dirjen Perkebunan, Perkebunan PT. Asam Jawa dinyatakan sebagai
perkebunan besar swasta nasional, sedangkan legalitas usaha sebagai perusahaan
PMDN dinyatakan dalam Surat Persetujuan Tetap (SPT) BKPM dalam Negeri
No. 261/1/PMDN/1983 tanggal 13 Desember 1983.
Alasan pemberian nama Asam Jawa pada perkebunan PT. Asam Jawa
adalah karena pada saat perumusan nama perusahaan tersebut rapat diadakan di
desa Asam Jawa, Kecamatan Kota Pinang. Dengan legalitas tersebut diatas
sebenarnya perusahaan PT. Asam Jawa sudah mengerjakan lahan sejak tahun
39
1982, di Imas Tumbang atau yang biasa disebut juga dengan Land Clearing,
karena lahannya sendiri sudah berada diatas lahan yang cukup kering dan relatif
tidak mempunyai hambatan yang berarti dalam pengolahannya. Fasilitas areal
perkebunan yang dikelola oleh PT. Asam Jawa dan telah mendapat persetujuan
dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No.261/1/PMDN/1983.
2. Deskripsi Data Penelitian
Adapun data yang penulis sajikan dalam laporan penelitian agar dapat
diolah dan dianalisis lebih mendalam adalah laporan keuangan berupa laporan
neraca dan laporan laba rugi PT Asam Jawa tahun 2017. Adapun laporan neraca
PT Asam Jawa tahun 2017 sebagai berikut:
Tabel 4.1. Laporan Neraca PT. Asam Jawa
Tahun 2017
AKTIVA LANCAR
- Kas dan setara kas
- Piutang karyawan
- Piutang lain-lain
- Persediaan
- Uang muka
- Pajak dibayar di muka
- Biaya dibayar di muka
Jumlah Aktiva Lancar
30.169.121.980
151.714.875
115.822.405.079
27.989.619.872
163.158.199
305.998.387
15.246.797
174.617.265.190
AKTIVATIDAK LANCAR
- Investasi – Penyertaan Modal
- Aktiva tetap – setelah dikurangi akum. Peny
sebesar Rp. 163.546.017.007,- tahun 2017 dan Rp.
154.092.347.498,- tahun 2016
Jumlah Aktiva Tidak Lancar
96.500.000.000
187.681.478.797
284.181.478.797
AKTIVALAIN-LAIN
- Beban ditangguhkan – setelah dikurangi akum peny
sebesar Rp. 1.718.550.000,- tahun 2017 dan Rp.
1.628.100.000,- tahun 2016
- Proyek dalam penyelesaian
Jumlah Aktiva Lain - Lain
90.450.000
1.833.130.957
1.923.580.957
JUMLAH AKTIVA 460.722.324.944
40
KEWAJIBAN DAN EKUITAS
KEWAJIBAN LANCAR
- Hutang usaha
- Hutang lain-lain
- Hutang pajak
- Biaya yang masih harus dibayar
Kewajiban Jangka Pendek
4.183.910.271
49.906.380.130
330.591.905
618.437.676
55.039.319.981
EKUITAS
- Modal saham – modal dasar, ditempatkan dan
disetorkan penuh 30.000 saham dengan nilai
nominal Rp. 1.000.000,- per saham
- Sisa laba dicadangkan
- Sisa laba belum dicadangkan
Jumlah Ekuitas
30.000.000.000
50.028.562.780
325.654.442.183
405.683.004.963
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS 460.722.324.944
Dari Neraca yang ada ini, dapat kita lihat bahwa PT. Asam Jawa memiliki
total aktiva lancar sebesar Rp 174.617.265.190 yang terdiri dari Kas dan setara
kas, Piutang karyawan, Piutang lain-lain, Persediaan, Uang muka, Pajak dibayar
di muka, Biaya dibayar di muka. Total Aktiva tetap sebesar Rp 284.181.478.797
dari Investasi – Penyertaan Modal, Aktiva tetap – setelah dikurangi akum. Peny
sebesar Rp. 163.546.017.007,- tahun 2017 dan Rp. 154.092.347.498,- tahun 2016.
Sedangan total Jumlah Aktiva Lain – Lain sebesar Rp. 1.923.580.957,
terdiri dari Beban ditangguhkan – setelah dikurangi akum peny sebesar Rp.
1.718.550.000,- tahun 2017 dan Rp. 1.628.100.000,- tahun 2016 serta Proyek
dalam penyelesaian, dengan demikian total jumla aktiva mencapai Rp.
460.722.324.944
Dilihat dari sisi kewajiban, terdapat total hutang sebesar Rp
55.039.319.981, didapat dari Hutang usaha sebesar Rp. 4.183.910.271, Hutang
lain-lain sebesar Rp. 49.906.380.130, Hutang pajak sebesar Rp. 330.591.905,
Biaya yang masih harus dibayar sebesar Rp. 618.437.676.
41
Sedangkan jumlah ekuitas sebesar Rp. 405.683.004.963, yang terdiri dari
Modal saham – modal dasar, ditempatkan dan disetorkan penuh 30.000 saham
dengan nilai nominal Rp. 1.000.000,- per saham sebesar Rp. 30.000.000.000, Sisa
laba dicadangkan sebesar Rp. 50.028.562.780, dan Sisa laba belum dicadangkan
sebesar Rp. 325.654.442.183. Dengan demikian total Jumlah Kewajiban dan
Ekuitas sebesar Rp. 460.722.324.944.
Adapun laporan laba rugi PT Asam Jawa tahun 2017 sebagai berikut:
Tabel 4.2. Laporan Laba Rugi (Fiskal) PT. Asam Jawa
Tahun 2017
L/R Komersil
(Rp)
Koreksi
(Rp)
L/R Fiskal
(Rp)
PENDAPAT USAHA
- Penjualan Bersih
- Harga Pokok Penjualan
436.248.181.364
(291.235.343.273)
-
907.109.014
436.248.181.364
(290.328.234.259)
LABA KOTOR 145.012.838.091 907.109.014 145.919.947.105
BEBAN USAHA
- Gaji dan Upah
- Pengangkutan Karyawan/
Perjalanan Dinas
- Makan dan Minum
- Pelayanan Kesehatan
- Biaya Listrik/Air
- Telepon/Telegraph/Telex/Porto
- Premi Asuransi
- Pajak Bumi Bangunan & Iuran
- Pendidikan & Pengemb. Karyawan
- Administrasi Kantor
- Keamanan
- Kesejahteraan Karyawan
- Lembur
- Tunjangan Hari Raya
- Pengangkutan dan Transport
- Biaya Penyusutan & Amortisasi
- Biaya Bank
- Biaya Gudang
- Koran dan Majalah
- Jamsostek
- Biaya Perbaikan Aktiva Tetap
- Serba Serbi
- Bantuan Perumahan Karyawan
- Biaya Sewa
- Biaya Pajak/Tebusan Tax Amnesti
- Tenaga Ahli
23.294.251.549
1.351.214.061
702.030.400
1.798.376.281
572.223.694
128.607.129
133.209.123
2.243.976.855
6.182.774.486
294.418.891
4.086.193.860
3.442.151.960
568.910.912
4.100.812.830
2.497.741.253
6.343.089.896
42.774.324
297.210.797
17.070.000
1.917.331.397
7.682.802.296
1.031.646.281
8.457.131
66.100.000
-
102.500.000
-
-
(702.030.400)
-
-
-
-
-
-
-
-
(592.050.137)
-
-
-
-
-
(297.210.797)
(17.070.000)
-
-
(1.031.646.281)
-
-
-
-
23.294.251.549
1.351.214.061
-
1.798.376.281
572.223.694
128.607.129
133.209.123
2.243.976.855
6.182.774.486
294.418.891
4.086.193.860
2.850.101.891
568.910.912
4.100.812.830
2.497.741.253
6.343.089.896
42.774.324
-
-
1.917.331.397
7.682.802.296
-
8.457.131
66.100.000
-
102.500.000
42
L/R Komersil
(Rp)
Koreksi
(Rp)
L/R Fiskal
(Rp)
- Biaya Riset dan Pengembangan 69.443.000 (69.443.000) -
Jumlah Biaya Umum &
Administrasi
68.975.318.407 (2.709.450.615) 66.265.867.791
LABA USAHA 76.037.519.684 3.616.559.629 79.654.079.313
PENDAPATAN/(BEBAN) LAIN-
LAIN
- Pendapatan Lain-lain
- Pendapatan Bunga & Jasa Giro
(PPh Final)
- Beban Lain-Lain
224.032.000
610.415.418
-
-
(610.415.418)
-
224.032.000
-
-
Jumlah Pendapatan diluar Usaha 834.447.418 (610.415.418) 224.032.000
LABA KENAK PAJAK 76.871.967.102 3.006.144.211 79.878.111.313
TAKSIRAN PAJAK
PENGHASILAN
19.969.527.828 - 19.969.527.828
LABA BERSIH USAHA SETELAH
PAJAK
56.902.439.274 3.006.144.211 59.908.583.485
Dari laporan laba rugi PT. Asam Jawa dapat dilihat laba yang diperoleh
oleh perusahaan selama satu periode akuntansi. Dengan jumlah laba setelah pajak
sebesar Rp 59.908.583.485,-
4.2. Pembahasan
1. Penerapan Akuntansi Perpajakan pada PT. Asam Jawa
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Bagian Keuangan
PT. Asam Jawa menyatakan bahwa PT. Asam Jawa telah melakukan koreksi
fiskal atas laporan laba rugi terhadap beban biaya. Diantaranya yaitu terhadap
biaya Harga Pokok Penjualan, merupakan komponen vital dalam perhitungan
pajak, karena tinggi rendahnya pajak penghasilan sangat dipengaruhi oleh Harga
Pokok Penjualan (HPP). Untuk nilai penjualan yang sama, jika semakin tinggi
HPP nya, maka semakin rendah labanya, dan tentu pajaknya pun semakin rendah.
Dari data di atas dapat dilihat bahwa Harga Pokok Penjualan terlalu
besar sehingga harga pokok penjualan harus dikoreksi sebesar Rp. 907.109.014.
43
Kemudian atas Biaya makan minum karyawan, merupakan biaya yang
sudah dilakukan perusahaan sebagai biaya yang mengurangi penghasilan yang
termasuk dalam biaya operasional perusahaan, akan tetapi menurut perpajakan
bukan merupakan biaya yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan, dari
biaya konsumsi karyawan sebesar Rp 702.030.400,- akun biaya konsumsi
karyawan dan harus dikoreksi positif sesuai dengan peraturan perpajakan yang
berlaku dan menurut Pasal 9 ayat (1) huruf e, UU Nomor 36 tahun 2008, bahwa
beban penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan
minuman bagi seluruh karyawan serta penggantian atau imbalan dalam bentuk
natura dan kenikmatan didaerah tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
maka untuk biaya konsumsi karyawan tidak dapat diakui sebagai beban yang akan
mengurangi penghasilan (non deductible expense). Jadi, dalam rekonsiliasi fiskal
akun biaya/beban konsumsi karyawan dalam laporan laba-rugi komersial tersebut
harus dikoreksi positif sesuai dengan jumlah biaya konsumsi sebesar Rp
702.030.400
Kemudian PT. Asam Jawa juga melakukan koreksi atas biaya
kesejahteraan karyawan. Dalam perhitungan pajak penghasilan, kesejahteraan
karyawan dibuat sebagai beban material yakni beban jasa produksi sebesar Rp.
592.050.137. Dalam koreksi fiskal kesejahteraan karyawan sebagai pengurang
laba kena pajak. Kesejahteraan karyawan sebagai kompensasi pelengkap yang
sering disebut “Fringe Benefits” adalah untuk mempertahankan karyawan dalam
jangka panjang. Kompensasi pelengkap ini berbentuk penyediaan paket “Benefis”
44
dan penyelenggaraan program-progam pelayanan karyawan, oleh karena itu biaya
yang dikoreksi (dilakukan penyesuaian) hanya sebagian saja.
Lebih lanjut Kepala Bagian Keuangan PT. Asam Jawa menyatakan
melakukan koreksi atas biaya untuk menyewa gedung kantor yang digunakan
untuk kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Untuk biaya tersebut tidak
perlu dikoreksi karena merupakan salah satu komponen biaya pengurang
penghasilan bruto sesuai dengan Undang Undang PPh Pasal 36 Tahun 2008 Pasal
6 ayat 1 huruf a nomor 3 tentang biaya-biaya yang dapat menjadi pengurang
penghasilan bruto. Atas biaya sewa ini, dikoreksi sebesar Rp. 297.210.797.
Untuk biaya Koran dan Majalah, sesuai dengan Undang-Undang Pajak
Penghasilan (PPh) No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat (1) huruf a Perubahan
Keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(PPh), bahwa biaya koran & majalah ini termasuk kedalam biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. Biaya koran & majalah ini
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek PPh atau
pengenaan PPh-nya final. Jadi, biaya/beban Koran dan majalah dalam laporan
laba-rugi komersial tersebut harus dikoreksi sebesar Rp 17.070.000.
Koreksi fiskal juga dilakukan atas biaya beban serba serbi, biaya beban
serba serbi ini harus dikoreksi seluruhnya sebesar Rp 1.1031.646.281, karena
tidak memiliki bukti pendukung atau daftar nominatif atas dikeluarkannya biaya
tersebut. Sehingga biaya tersebut dianggap tidak ada. Dengan kesimpulan bahwa
perusahaan telah benar melakukan koreksi atas biaya serba serbi ini.
45
Lebih lanjut Kepala Bagian Keuangan PT. Asam Jawa juga melakukan
Biaya Riset dan Pengembangan yang dikeluarkan merupakan sumbangan kepada
pihak lain yang tidak tertulis dalam Peraturan Pemerintah, maka biaya sumbangan
harus dikoreksi positif secara keseluruhan sebesar Rp 69.443.000.
Kemudian atas Pendapatan Bunga & Jasa Giro (PPh Final) PT. Asam Jawa
memperoleh pendapatan lain-lain sebesar Rp. 224.032.000,- dan pendapatan
Bunga & jasa Giro sebesar Rp. 610.415.418,-. Bunga Deposito dan Jasa Giro
yang diterima oleh Wajib Pajak tersebut telah dipotong pajak penghasilan yang
bersifat final sehingga tidak boleh ditambahkan pada pendapatan. Hal ini
didasarkan pada ketentuan pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan
No.36 tahun 2008, yang menjelaskan bahwa bunga deposito, tabungan serta
diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diterima baik oleh Wajib Pajak
Badan maupun pribadi dipotong Pajak Penghasilan dan bersifat final. Oleh karena
itu PT. Asam Jawa perlu melakukan koreksi fiscal negatif untuk pendapatan lain-
lain dan pendapatan bunga & jasa giro.
Menurut Agoes dan Estralita Trisnawati (2010, h.218) Koreksi Fiskal
adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan
fiskal untuk menghasilkan penghasilan net/laba yang sesuai dengan ketentuan
perpajakan. Dengan dilakukannya proses rekonsiliasi fiskal ini, maka Wajib Pajak
tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu
pembukuan yang didasari Standar Akuntansi Keuangan. Setelah itu dibuatkan
rekonsiliasi fiskal yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan Pajak
Penghasilan.
46
Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, Wajib Pajak harus mengacu
kepada peraturan perpajakan, sehingga laporan keuangan komersial yang dibuat
berdasarkan SAK harus disesuaikan atau dibuat koreksi fiskalnya terlebih dahulu
sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Perbedaan cara
pengukuran, konsep, dan pengakuan penghasilan dan biaya antara Standar
Akuntansi Keuangan dengan ketentuan perpajakan menyebabkan perlunya
dibuatnya koreksi fiskal. Koreksi fiskal ini dimaksudkan agar laba dari laporan
komersial dengan laporan fiskal dapat disesuaikan untuk menghitung besarnya
Pajak Penghasilan. Koreksi fiskal akibat perbedaan waktu dan tetap terdiri atas
koreksi positif dan negatif. Terdapat jumlah laba yang berbeda setelah
penyesuaian antara laporan keuangan komersial dan fiskal.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut maka dapat disimpulkan bahwa PT.
Asam Jawa telah melakukan penerapan koreksi fiskal berdasarkan pada Undang-
Undang Perpajakan. Hal ini dapat dilihat dari setiap koreksi yang dilakukan
berpedoman kepada undang-undang tersebut.
2. Penyebab Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) PT. Asam Jawa tidak
Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008
Setelah laporan keuangan fiskal disusun dapat dilihat bahwa Penghasilan
Kena Pajak (PKP) adalah sebesar Rp 59.908.583.485,-. Penghitungan PPh
terutang menggunakan tarif PPh Pasal 31E Undang – Undang No. 36 tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan dengan menggunakan tarif berdasarkan peredaran
usaha bruto yang memperoleh fasilitas dan yang tidak ada fasilitas. Hal ini
disebabkan jumlah peredaran usaha bruto melebihi 4,8 milyard s/d 50 milyard.
47
Berikut ini adalah perhitungan PPh terutang PT Asam Jawa untuk tahun
pajak 2017.
- Penghasilan kena pajak yang mendapat fasilitas
4.800.000
436.248.181.364 19.969.527.828 219.723
PPh terutang yang mendapat fasilitas = 25% x 50% x 219.723 = 2.746
- Penghasilan kena pajak yang tidak mendapat fasilitas
19.969.527.828 219.723 19.969.527.608
PPh terutang yang mendapat fasilitas = 25% x 19.969.527.608 =
4.992.381.902
- PPh terutang tahun 2017 = 2.746 + 4.992.381.902 = 13.709.080.702
Dalam menghitung besarnya pajak terutang PT Asam Jawa dengan
melakukan koreksi fiskal, terjadi perbedaan jumlah taksiran pajak penghasilan,
dlmana pada taksiran pajak penghasilan tertera sebesar Rp. 19.969.527.828, akan
tetapi setelah peneliti lakukan penghitungan pajak penghasilan sebesar Rp.
13.709.080.702.
Besarnya jumlah selisih ini terjadi karena perlakuan koreksi yang tidak
sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku juga menjadi penyebab
munculnya selisih antara komersial dan fiskal. Dalam melakukan koreksi fiskal,
setiap penghasilan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan harus ditelusuri
sumber, bukti, dan penggunaanya. Setelah itu penghasilan dan biaya tersebut
disesuaikan dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Selain itu, perusahaan
juga harus selalu mengikuti perubahan peraturan perpajakan terbaru, sehingga
perhitungan Penghasilan Kena Pajak dapat dilakukan secara benar.
48
Hasil ini pun sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sianipar
(2008) dengan judul penelitian “Analisis perhitungan pajak penghasilan badan
pasal 25 berdasarkan laba komersial dengan laba fiskal pada PT. Indograha Nusa
Sarana Medan” dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan antara
laba fiskal disebabkan oleh perbedaan tarif penyusutan menurut akuntansi
komersial dengan akuntasi fiskal serta adanya perbedaan pengakuan biaya.
Hal yang senada juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar
(2011) dengan judul penelitian “Analisis Koreksi Fiskal Untuk Menghitung
Besarnya PPh Terhutang Pada PT Perkebunan Nusantar III (Persero) Medan”
Untuk kepentingan pajak, perusahaan membuat koreksi fiskal atas perhitungan
laba rugi sesuai dengan UU perpajakan untuk menghasilkan penghasilan kena
pajak yang menjadi dasar dalam perhitungan besarnya pajak yang terhutang
perusahaan. Perusahaan menemukan perbedaan tetap dalam hal pengakuan
penghasilan dan beban antara standar akuntasi keuangan dan UU perpajakan.
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. PT. Asam Jawa merupakan perusahaan swasta terbesar yang bergerak
dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil
perkebunan. Kegiatan usaha Perseroan mencakup usaha budidaya dan
pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet. Produk utama Perseroan
adalah Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit (Kernel) dan produk hilir karet.
2. Untuk kepentingan pajak, perusahaan membuat koreksi fiskal atas
perhitungan laba rugi sesuai dengan undang – undang perpajakan untuk
menghasilkan penghasilan kena pajak yang menjadi dasar dalam
menghitung besarnya pajak yang terutang perusahaan.
3. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) PT. Asam Jawa belum sesuai sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, selanjutnya dapat
diberikan saran-saran sebagai bahan masukan bagi pihak perusahaan yaitu :
1. Dalam melakukan koreksi fiskal khususnya biaya yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto untuk mendapatkan penghasilan kena pajak,
perusahaan harus memperhatikan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Dalam hal ini biaya iklan dan promosi yang sebenarnya boleh dikurangkan
50
dalam penghasilan bruto dilakukan koreksi fiskal karena tidak adanya
daftar nominatif yang dibuat perusahaan, juga biaya koran/majalah/
karangan bunga/olahraga yang bukan merupakan pengurang penghasilan
bruto.
2. Perusahaan harus lebih teliti lagi dalam mengoreksi pendapatan dan biaya
sehingga tidak akan mengakibatkan selisih dalam jumlah pajak
penghasilan yang harus dibayarkan oleh PT Asam Jawa.
3. Dalam mengoreksi pendapatan dan biaya, perlu lebih memperhatikan
biaya-biaya yang dapat dikurangkan dalam penghasilan bruto sesuai
ketentuan undang – undang perpajakan No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan dan peraturan pemerintah yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, S., Trisnawati E., 2010, Akuntansi Perpajakan Edisi 2 Revisi, Salemba
Empat, Jakarta
Arifin, Johar, 2009, Akuntansi Pajak dengan Microsoft Excel, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta
Darminta Siregar, Abda, 2011, Analisis Koreksi Fiskal Untuk
MenghitungBesarnya PPh Terutang pada PT. Perkebunan Nusantara III,
Universitas Sumatera Utara, Medan
Direktorat Jenderal Pajak, Seri Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Direktorat Jenderal Pajak, Seri Pajak Penghasilan
Direktorat Jenderal Pajak, Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimanatelah
diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008tentang
Pajak Penghasilan beserta Aturan Pelaksanaannya Ikatan Akuntan
Indonesia, 2009, Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Salemba Empat,
Jakarta
Hery, 2013 Teori Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2015. Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet AB
Terpadu. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia
Mardismo, 2011. Perpajakan, Edisi Revisi. Yogyakarta.
Muljono, Djoko, Wicaksono, Baruni, 2009, Akuntansi Pajak Lanjutan, Andi
Yogyakarta, Yogyakarta
Resmi, Siti, 2009, Perpajakan: Teori dan Kasus, Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta
Rismawani, Teti,Aprilla (2016) “Analisis Koreksi Fiskal Atas Laporan Keuangan
Komersial Dalam Penentuan Pajak Penghasilan Pada PT.Gajahmada
Indrasehati (Hotel IBIS Semarang)”. Jurnal Ilmia UNTAG Semarang,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas 17 Agustus 1945 Semarang.
Vol. 5 No. 1,2016.
Setiawan, Agus, Musri Basri, 2006, Perpajakan Umum, Edisi Revisi,
CetakanKedua, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Sianipar, Mindo S, 2008, Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Pasal25
Berdasarkan Laba Komersial dengan Laba Fiskal pada PT.Indograha
Nusa Sarana Medan, Universitas Sumatra Utara, Medan
Sigalingging, Gindo M, 2010, Rekonsiliasi Laporan Keuangan UntukMenghitung
PPh Terhutang pada PT. Jamsostek (Persero) CabangMedan, Universitas
Sumatera Utara, Medan
Suandy, Erly, 2008, Perencanaan Pajak, Salemba Empat, Jakarta
Sugiyono, 2006, Statistika Untuk Penelitian, Cetakan Sembilan, CV. Alfabeta
Bandung
Waluyo, 2008, Akuntansi Pajak, Salemba Empat, Jakarta
Zain, Mohammad, 2008, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta
Zulia Hanum. 2010. Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan NilaI pada pt.
Perkebunan Nusantara IV (Persero). Jurnal Kultura ISSN: 1411-0229 Vol
11 No1 Juni 2010
Zulia Hanum, 2017. Akuntansi Perpajakan. Medan : Perdana Publishing