Upload
siti
View
37
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS LERENG(Laporan Praktikum Teknik Konservasi Tanah Dan Air)
Oleh
Rahajeng Minanti 1214121172Sidarlin 1214121205Yongki Lavia Voda 1214121234Laverius Estu Wuri P 1314121102Lazuardi Muhammad 1314121103Rio Aji Sindapati 1314121152Rizkia Muetia Putri 1314121156Sang Aji Wirojati 1314121164Siti Nur Rohmah 1314121171Tartila Fajar Masrifah 1314121178
JURUSAN AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG2016
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu tahapan penting dalam pelaksanaan evaluasi fisik lahan untuk menilai
potensinya adalah menentukan dan memperoleh informasi tentang karakteristik/
kualitas lahannya. Karakteristik lahan dapat didefinisikan semua faktor/
komponen/ sifat/ ciri lahan yang dapat diukur atau ditaksir (diestimasi) seperti
tekstur tanah, kedalaman efektif tanah, lereng permukaan dan sebagainya.
Kualitas lahan berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung
dari sifat-sifatnya. Setiap kualitas lahan pengaruhnya tidak selalu terbatas hanya
pada satu macam penggunaan. Sebagai contoh: kualitas lahan yang sama bisa
berpengaruh terhadap lebih dari satu macam penggunaan. Demikian pula
sebaliknya satu macam penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai
kualitas lahan. Contoh: bahaya erosi sangat dipengaruhi oleh tingkat kemiringan
lereng, iklim (curah hujan) dan keadaan sifat tanah (Mega, et. all 2010).
Kemiringan lereng sangat mempengaruhi erosi tanah. Semakin curam lereng
maka semakin mudah tanah tererosi. Jika diatas lereng tersebut tidak ada vegetasi
maka tanah akan semakin mudah tererosi bahkan yang lebih parah lagi dapat
mengakibatkan tanah longsor. Oleh sebab itu, perlunya pengukuran tingkat
kemiringan lereng agar dapat melakukan tindakan yang meminimalisir terjadinya
erosi apabila lereng tersebut terlalu curam. Tindakan yang dapat mengurangi
tingkat erosi yaitu pembuatan terasering ataupun menanam tanaman penutup
tanah (LCC). Pada praktikum kali ini akan dilakukan analisis kemiringan lereng
di laboratorium lapang terpadu menggunakan 3 alat yang berbeda yaitu abney
level sederhana, klinometer dan selang air.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum analisis lereng yaitu :
1. Membandingkan hasil pengukuran kemiringan lereng dari 3 alat yang
digunakan
2. Kriteria kelas lereng hasil pengukuran menurut USDA
3. Evaluasi lahan berdasarkan hasil pengukuran lereng
II. METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah meteran, clinometer, abnilevel
sederhana, selang air, dan alat tulis.
Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini adalah air.
2.2 Prosedur Praktikum
a) Pengukuran kemiringan lereng dengan selang air
1) Diisi selang air yang panjang dengan air secukupnya
2) Ditentukan bidang tanah atau titik pengukuran yang akan diukur kemiringan
lerengnya
3) Dibentangkan selang air sepanjang 2 m pada bidang yang akan diukur
kemiringannya, sehingga tampak seperti membentuk huruf U.
4) Diukur ketinggian permukaan air dikedua ujung selang, dengan ketinggian air
yang lebih rendah sebagai Adan ketinggian air yang lebih tinggi sebagai B dan
yang vertikal sebagai C.
5) Diukur jarak antar ujung selang sebagai tinggi
6) Dihitung % kemiringan lahan dengan rumus :B−A
C x 100%
7) Lakukan pengukuran pada dua bidang tanah lain atau dua titik pengukuran lain
yang berjarak masing-masing 5 m dari kanan dan kiri titik pengukuran
pertama.
b) Pengukuran kemiringan lereng dengan Clinometer
1) Ditentukan bidang tanah yang akan diukur kemiringan lerengnya dengan
ukuran
2) Diukur jarak bidang tanah atau titik pengukuran yang akan diukur kemiringan
lerengnya, sepanjang 10 m
3) Diukur kemiringan lahannya dengan menggunakan clinometer
4) Dilihat % dan 0 kemiringan lahan yang diukur
5) Lakukan pengukuran pada dua bidang tanah lain atau dua titik pengukuran lain
yang berjarak masing-masing 5 m dari kanan dan kiri titik pengukuran pertama
c) Pengukuran kemiringan lereng dengan menggunakan abnilevel sederhana
1) Ditentukan bidang tanah yang akan diukur kemiringan lerengnya dengan
ukuran
2) Diukur jarak bidang tanahatau titik pengukuran yang akan diukur kemiringan
lerengnya, sepanjang 10 m
3) Diukur kemiringan lahannya dengan menggunakan abnilevel sederhana dengan
melihan angka yang sejajar dengan benang pada busur.
4) Lihat 0 kemiringan lahan yang diukur
5) Lakukan pengukuran pada dua bidang tanah lain atau dua titik pengukuran lain
yang berjarak masing-masing 5 m dari kanan dan kiri titik pengukuran pertama
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Pengamatan
Hasil yang diperoleh pada pengukuran kemiringan lereng adalah
No UlanganClinometer
Abnilevel
SederhanaSelang Air
% 0 % 0 % 0
1 Ulangan 1 17,5 10 17,6 10 15
2 Ulangan 2 15 8,5 14,9 8,5 14
3 Ulangan 3 16 9 16,7 9,5 11,5
3.2. Pembahasan
Pada praktikum analisis lereng telah dilakukan pengukuran kemiringan lereng
dengan menggunakan tiga alat yaitu clinometer, abnilevel sederhana, dan selang
air. Pengukuran kemiringan lereng dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu
tepatnya dijalan turunan dekat pohon kelapa sawit. Pengukuran kemiringan
lereng dilakukan di tiga titik. Pengukuran kemiringan lereng dengan clinometer
dan abnilevel memiliki jarak 10 meter, sedangkan pengukuran kemiringan lereng
dengan selang air memiliki jarak 2 meter. Dari titik pengukuran pertama ke titik
pengukuran kedua dan ketiga berjarak masing-masing 5 meter. Di setiap titik
pengukuran dilakukan 3 kali pengukuran dengan 3 alat yang berbeda. Hasil
pengukuran dibuat dalam bentuk persen dan derajat. Hasil pengukuran dengan
menggunakan clinometer sudah dalam bentuk persen dan derajat. Hasil
pengukuran dengan abnilevel sederhana dalam bentuk derajat dan hasil
pengukuran dengan selang air dalam bentuk persen.
Hasil pengukuran kemiringan lereng dengan menggunakan clinometer dan
abnilevel sederhana tidak menunjukan perbedaan yang signifikan bahkan dari tiga
titik pengukuran hanya satu yang berbeda. Perbedaan hasil pengukuran ini terjadi
pada titik pengukuran ketiga, dimana hasil pengukuran yang diperoleh dengan alat
clinometer menunjukan hasil 9 0 sedangkan hasil pengukuran dengan abnilevel
sederhana adalah 9,5 0. Hasil pengukuran titik pertama dan kedua sama yaitu 10 0
dan 8,5 0. Sedangkan hasil pengukuran dalam persen tidak terlalu berbeda jauh
hanya berbeda angka dibelakang koma. Hasil pengukuran kemiringan lereng
dengan menggunakan selang air memiliki perbedaaan dengan hasil pengukuran
dengan menggunakan clinometer dan abnilevel sederhana. Hasil pengukuran titik
pertama adalah 15 %, titik kedua 14 % dan titik ketiga 11,5 %. Dari ketiga alat
yang digunakan untuk mengukur kemiringan lereng ini clinometer adalah alat
yang hasil pengukurannya paling akurat dibanding 2 alat pengukuran lereng yang
lain. Sedangkan hasil pengukuran dengan abnilevel sederhana juga cukup akurat
karena hasil pengukuran dengan clinometer dan abnilevel tidak jauh berbeda
bahkan ada yang sama. Sedangkan hasil pengukuran dengan selang air tidak
terlalu akurat. Pengukuran kemiringan lereng dengan selang air baik digunakan
untuk lahan atau bidang dengan permukaan yang datar, sedangkan bidang
pengukuran pada praktikum ini tidak datar dan mengakibatkan selang air tidak
lurus dan bergelombang sehingga hasil pengukuran dengan selang air berbeda
dengan hasil pengukuran menggunakan clinometer dan abnilevel sederhana dan
tirbilang tidak terlalu akurat.
Menurut USDA kriteria kelas lereng dikelompokan menjadi
Kelas Lereng Kriteria Deskripsi
I0 Datar 0-3 %
I1 Landai/Berombak 3-8 %
I2 Agak Miring/Bergelombang 8-15 %
I3 Miring Berbukit 15-30 %
I4 Agak Curam 30-45 %
I5 Curam 45-60 %
I6 Sangat Curam >60 %
(Widianto, 2010).
Menurut kriteria kelas lereng USDA, hasil pengukuran lereng yang sudah
dilakukan pada praktikum analisis lereng dengan menggunakan clinometer pada
titik pertama yaitu 17,5 % masuk dalam kriteria kelas lereng miring berbukit, titik
pengukuran kedua 15 % masuk kriteria kelas lereng agak miring/bergelombang
dan miring berbukit, dan titik pengukuran ketiga 16 % masuk kriteria kelas lereng
miring berbukit. Hasil pengukuran dengan alat abnilevel sederhana pada titik
pengukuran pertama yaitu 17,6 % yang masuk dalam kriteria kelas lereng miring
berbukit, titik pengukuran kedua 14,9 % masuk kriteria kelas lereng agak
miring/bergelombang, dan titik pengukuran ketiga 16,7% masuk kriteria kelas
lereng miring berbukit. Sedangkan hasil pengukuran kemiringan lereng dengan
menggunakan selang air pada titik pengukuran pertama 15 % masuk kriteria kelas
lereng agak miring/bergelombang dan miring berbukit, titik pengukuran kedua 14
% masuk kriteria kelas lereng agak miring/bergelombang, dan titik prngukuran
ketiga 11, 5 % masuk kriteria kelas lereng agak miring/bergelombang. Jadi,
berdasarkan pengukuran dengan clinometer ketiga titik pengukuran masuk kelas
lereng miring berbukit, tapi pada titik pengukuran kedua juga dapat masuk kriteria
kelas agak miring/bergelombang. Berdasarkan pengukuran dengan abnilevel
sederhana titik pengukuran pertama dan ketiga masuk kriteria kelas lereng miring
berbukit dan titik pengukuran kedua masuk kriteria kelas lereng agak
miring/bergelombang. Sedangkan berdasarkan pengukuran dengan selang air
ketiga titik pengukuran masuk kriteria kelas lereng agak miring/bergelombang,
tapi pada titik pengukuran pertama dapat juga masuk kriteria kelas lereng miring
berbukit.
Berdasarkan hasil pengukuran kemiringan lereng yang telah dilakukan dapat
dilakukan evaluasi lahan. Menurut Sistem klasifikasi kemampuan lahan USDA
dalam Widianto (2010), kemampuan lahan dalam tingkat kelas hasil pengukuran
dengan clinometer ketiga titik pengukuran masuk kelas IV tetapi titik pengukuran
kedua dapat masuk kelas III. Hasil pengukuran dengan abnilevel sederhana, titik
pengukuran pertama dan ketiga masuk kelas IV dan titik pengukuran kedua
masuk kelas kemampuan lahan kelas III. Sedangkan hasil pengukuran
menggunakan selang air ketiga titik pengukuran masuk kelas kemampuan lahan
kelas III, tapi titik pengukuran pertama juga dapat masuk kleas kemampuan lahan
kelas IV. Kelas IV memiliki kemiringan atau terletak pada lereng miring atau
berbukit dengan kemiringan lereng 15-30 %. Sedangkan kelas III terletak pada
lereng agak miring atau bergelombang dengan kemiringan lereng 8-15 %. Lahan
yang masuk kemampuan kelas III dapat dipergunakan untuk tanaman semusim
dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput, padang
rumput, hutan produksi, hutan lindung, dan suaka margasatwa. Lahan
kemampuan lahan kelas IV dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman
pertanian pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang
pengembalaan dan suaka alam (Murtianto, 2009).
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat pada praktikum analisis lereng adalah
1. Hasil pengukuran dengan menggunakan clinometer dan abnilevel sederhana
tidak terlalu berbeda jauh bahkan ada yang sama. Sedangkan hasil pengukuran
dengan menggunakan selang air sedikit berbeda dengan hasil pengukuran
dengan menggunakan clinometer dan abnilevel sederhana.
2. Hasil pengukuran kemiringan lereng dengan clinometer ketiga titik pengukuran
masuk kriteria kelas lereng miring berbukit, tapi titik pengukuran kedua juga
dapat masuk kriteria kelas lereng agak miring/bergelombang. Hasil
pengukuran dengan abnilevel sederhana titik pengukuran pertama dan ketiga
masuk kriteria kelas lereng miring berbukit dan titik pengukuran kedua masuk
kriteria kelas lereng agak miring/bergelombang. Hasil pengukuran dengan
selang air ketiga titik masuk kriteria kelas lereng agak miring/bergelombang,
tapi titik pengukuran pertama dapat masuk kriteria kelas lereng miring
berbukit.
3. Hasil pengukuran kemiringan lereng dengan clinometer ketiga titik pengukuran
masuk kemampuan lahan kelas IV, tapi titik pengukuran kedua masuk
kemampuan lahan kelas III. Hasil pengukuran dengan abnilevel sederhana,
titik pengukuran pertama dan ketiga masuk kemampuan lahan kelas IV dan
titik pengukuran kedua masuk kemampuan lahan kelas III. Hasil pengukuran
menggunakan selang air, ketiga titik pengukuran masuk kemampuan lahan
kelas III, tapi titik pengukuran pertama dapat masuk kemampuan lahan kelas
IV.
4. Lahan dengan kelas III dapat dipergunakan untuk tanaman semusim dan
tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput, padang
rumput, hutan produksi, hutan lindung, dan suaka margasatwa. Lahan kelas IV
dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian pada
umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang
pengembalaan dan suaka alam.
DAFTAR PUSTAKA
Mega, I.M. I N. Dibia, I G P Ratna Adi. T B. Kusmiyarti. 2010. Klasifikasi Tanah Dan Kesesuaian Lahan. Universitas Udayana. Denpasar
Murtianto, Hendro. 2009. Evaluasi Kemampuan Lahan untuk Arahan Penggunaan Lahan dengan Foto Udara. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
Widianto. 2010. Survey Tanah dan Evaluasi Lahan –M10 : Klasifikasi Kemampuan Lahan.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
Hasil perhitungan dengan selang air dalam %
1). Titik pengamatan pertama
A = 51 cm
B = 81 cm
C = 200 cm
%=B−AC x 100 %
=81 cm−51 cm
200cm x 100 %
= 15 %
2). Titik pengamatan kedua
A = 45 cm
B = 73 cm
C = 200 cm
%=B−AC x 100 %
=73 cm−45 cm
200cm x 100 %
= 14 %
3). Titik pengamatan ketiga
A = 47 cm
B = 70 cm
C = 200 cm
%=B−AC x 100 %
=70 cm−47 cm
200cm x 100 %
= 11,5 %
Penggunaan klinometer tampak depan oleh salah satu praktikan
Penggunaan klinometer tampak samping oleh salah satu praktikan
Penggunaan abnilevel sederhana oleh salah satu praktikan
Praktikan sedang mengukur jarak kemiringan menggunakan meteran
Praktikan mengukur ketinggian air pada selang sebagai metode sederhana pengukuran kemiringan
Pengukuran kemiringan menggunakan metode selang air