Upload
bunglon-rengga-echigoya
View
968
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS METODOLOGI PENELITIAN
ANALISIS MODEL CAPM DAN APT UNTUK MEMPREDIKSI
IMBALAN SAHAM PADA BURSA EFEK INDONESIA
I L H A M
A211 07 069
MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu media investasi adalah pasar modal. Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai
instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal
sendiri. Pasar modal memiliki fungsi ekonomi sebagai fasilitas untuk mengalokasikan dana dari pihak-
pihak yang memiliki kelebihan dana (excess liquidity) kepada pihak yang membutuhkan dana (shortage
liquidity). Berbagai instrumen yang diperdagangkan dalam pasar modal mulai dari saham, obligasi,
reksadana, serta berbagai produk derivatif lainnya seperti options, warrant dan sebagainya. Instrumen
yang lebih sering diperdagangkan dalam pasar modal adalah saham, yaitu suatu penyertaan atau
kepemilikan seseorang atau suatu badan dalam suatu perusahaan.
Pergerakan pasar modal menjadi salah satu indikator penting dari pergerakan perekonomian suatu
negara, di samping itu juga menjadi salah satu sumber permodalan yang sangat potensial bagi dunia
usaha. Dalam pergerakan pasar modal ini, perdagangan saham merupakan salah satu elemen yang
terpenting, sehingga memberdayakan masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam pergerakan pasar
modal, khususnya sangatlah penting untuk digalakkan.
Pada pasar modal banyak alternatif investasi pada saham yang dapat dipilih sesuai dengan
preferensi risiko investor. Namun banyak masyarakat yang belum memanfaatkan pasar modal untuk
memaksimalkan pendapatannya dari dana yang menganggur yang ada pada mereka. Hal tersebut
umumnya disebabkan oleh ketidakmengertian masyarakat dalam proses pasar modal serta kurangnya
pemahaman dalam menganalisa tingkat pengembalian (return) dan risiko (risk) dalam pasar modal.
Risiko itu sendiri merupakan ketidakpastian dalam imbalan yang diharapkan yang diukur dengan
varians dari tingkat imbalan yang diharapkan. Dalam berinvestasi pada pasar modal, ada dua hal yang
akan dihadapi oleh investor, yaitu tingkat keuntungan yang diharapkan dan tingkat risiko. Unsur risiko
selalu melekat dalam dunia investasi. Dengan adanya risiko ini, investor akan mengalami atau menerima
keuntungan yang tidak sesuai harapan sehingga mengakibatkan timbulnya penyimpangan –
penyimpangan yang sering disebut
ketidakpastian (uncertainty).
Ada dua macam model yang yang populer yang dapat digunakan dalam dalam memprediksi
imbalan saham yang diharapkan. Kedua model ini populer karena kemudahan dalam aplikasi serta asumsi
yang mendasari kedua model ini. Kedua model
ini adalah capital asset pricing model (CAPM) dan arbitrage pricing theory (APT). Dalam memprediksi
pendapatan saham yang diharapkan, ada dua model yang sering kali digunakan para investor yaitu CAPM
dan APT.
Model pertama adalah capital asset pricing model (CAPM). Model ini diperkenalkan oleh
Treynor, Sharpe, pada tahun 1960an. Model ini mengasumsikan bahwa imbalan saham dipengaruhi oleh
satu faktor, yaitu premi risiko pasar. Model ini didasarkan pada adanya dalil bahwa tingkat pengembalian
yang diharapkan dari suatu saham adalah sama dengan tingkat pengembalian bebas risiko plus premi
risiko yang hanya tinggal mencerminkan risiko yang tersisa setelah dilakukan diversifikasi. CAPM
mempunyai validitas yang tinggi sebagai alat pemrediksi return saham satu tahun ke depan, tetapi tidak
valid jika data yang digunakan pada saat pasar berada dalam gejolak yang tinggi.
Model yang kedua adalah arbitrage pricing theoryl (APT). Model ini dikemukakan oleh Stephen
Ross. Jika CAPM memerlukan banyak asumsi maka sebaliknya APT lebih sedikit asumsi. Asumsi utama
dari APT adalah setiap investor, yang memiliki peluang untuk meningkatkan return portofolionya tanpa
meningkatkan risikonya, akan memanfaatkan peluang tersebut. Pada model APT faktor – faktor makro
ekonomi seperti inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar mata uang turut diperhitungkan dalam
memprediksi return saham. Meningkatnya laju inflasi bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi dapat
meningkatkan pendapatan dan di sisi lain akan meningkatkat biaya yang dikeluarkan perusahaan. Jika
peningkatan biaya lebih besar daripada peningkatan pendapatan maka laba perusahaan akan menurun.
Perubahan kurs mata uang akan mempengaruhi iklim investasi karena perubahan kurs mata uang akan
mempengaruhi perdagangan antar negara. Tingkat suku bunga dijadikan patokan dalam perbandingan
imbalan investasi bila diinvestasikan pada sektor lain. Jika tingkat pengembalian investasi lebih tinggi
dari pada tingkat suku bunga maka investasi tersebut layak diterima.
Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk menarik judul
“Analisis Metode CPAM dan Model APT dalam Memprediksi Return Perusahaan Di
bursa Efek Indonesia”.
1.2 Identifikasi Masalah
Dalam berinvestasi, baik dalam aset keuangan maupun aset riil seseorang atau perusahaan pasti
akan mengharapkan pengembalian atas investasinya. Dalam investasi pada aset keuangan
khususnya saham ada dua model untuk memrediksi tingkat pengembalian investasi. Model yang
pertama yaitu model CAPM, model ini mengasumsikan bahwa tingkat pengembalian saham
dipengaruhi satu faktor yaitu premi risiko pasar. Model yang kedua yaitu model APT, model ini
mengasumsikan jika investor memiliki peluang untuk meningkatkan tingkat pengembalian tanpa
meningkatkan risiko maka investor tersebut akan memanfaatkan peluang tersebut. Sehingga
dalam model APT ini faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian saham lebih
banyak dari pada model CAPM. Kedua model tersebut pada dasarnya dapat memprediksi tingkat
pengembalian yang diharapkan investor, namun berbeda dalam variabel yang digunakan.
I.3 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh faktor premi risiko pasar terhadap imbalan saham pada model CAPM?
2. Apakah ada pengaruh faktor makroekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga SBI, nilai
tukar) terhadap imbalan saham pada model APT?
3. Apakah ada perbedaan rata – rata antara faktor premi risiko pasar dalam model CAPM dengan
faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar) dalam model APT
terhadap imbalan saham?
I.4 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh faktor premi pasar terhadap yang imbalan saham pada model CAPM.
2. Mengetahui pengaruh faktor-faktor makroekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga)
terhadap imbalan saham pada model APT
3. Mengetahui perbedaan rata – rata antara faktor premi risiko pasar dalam model CAPM dengan
faktor makro ekonomi (perubahan inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar) dalam model APT
terhadap imnbalan saham.
I.5 Manfaat
1. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu bahan pertimbangan seorang investor dalam
pengambilan keputusan untuk melakukan investasi khususnya investasi saham pada sektor
pertambangan.
2. Bagi Perusahaan
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perusahaan untuk dapat
meningkatkan kinerja sehingga dapat meningkatkan harga saham ataupun imbalan sahamnya di
pasar modal.
3. Bagi Penulis dan Pihak Lain
Penelitian ini merupakan penerapan dari ilmu ekonomi khususnya manajemen keuangan yang
telah didapat dari proses belajar penulis sehingga menambah wawasan penulis mengenai
bagaimana penerapan teori dengan praktek yang sebenarnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi masukan dan digunakan sebagai acuan penelitian lebih lanjut ataupun peneliti sejenis
nantinya
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pasar Modal
Definisi Pasar Modal
Banyak para pakar yang mendefinisikan pasar modal, dari definisi – definisi tersebut sebenarnya
mempunyai makna yang tidak berbeda walaupun dituangkan kedalam tata bahasa yang berbeda.
Pengertian pasar modal menurut Menteri Keuangan RI No. 1548/KMK/90, tentang peraturan pasar
modal, adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank-bank dan
semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar.
Menurut David L. Scott pasar modal adalah pasar untuk dana jangka panjang di mana saham biasa, saham
preferen dan obligasi diperdagangkan. Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2004:150), adalah
pasar untuk saham – saham jangka panjang dan jangka menengah perusahaan.
Dari definisi – definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pasar modal merupakan pasar
dimana dana jangka panjang diperjualbelikan. Adanya pasar modal disebabkan oleh adanya pihak yang
kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Pihak yang kekurangan dana dapat menerbitkan surat
berharga yang berupa saham maupun obligasi yang bersifat jangka panjang. Sehingga pasar modal itu
sendiri merupakan media yang mempertemukan pihak yang kekurangan dan kelebihan dana.
Pasar modal mempunyai peranan penting dalam suatu negara. Hampir semua negara mempunyai
pasar modal. Menurut Sunariyah (2000:7), seberapa besar peranan
pasar modal pada suatu negara dapat di lihat dari 5 (lima) aspek berikut ini:
1. sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dan penjual untuk menetukan harga saham atau
surat berharga yang diperjualbelikan.
2. pasar modal memberikan kesempatan kepada para investor untuk memperoleh hasil (return) yang
diharapkan.
3. pasar modal memberi kesempatan kepada investor untuk menjual kembali saham yang dimilikinya atau
surat berharga lainnya.
4. pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam perkembangan
suatu perekonomian.
5. pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga.
B. Investasi
Definisi Investasi
Banyak pakar mendefinisikan investasi, dari definisi tersebut mempunyai makna yang sama
tetapi dengan kata – kata yang berbeda. Menurut Sharpe yang diterjemahkan investasi dalam arti luas,
berarti mengorbankan dolar sekarang untuk dolar pada masa depan. Sedangkan menurut Halim investasi
pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini untuk memperoleh keuntungan di
masa datang.
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa dengan berinvestasi, seorang individu ataupun
perusahaan akan membelanjakan uangnya saat ini dengan berharap akan mendapatkan keuntungan yang
lebih besar di masa mendatang. Investasi dapat dilakukan pada aset riil (real assets) seperti tanah,
bangunan, emas atau pada asset keuangan (financial assets) seperti saham dan obligasi. Aset riil itu
sendiri digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Sedangkan asset
keuangan merupakan klaim atas laba yang dihasilkan oleh aset riil.
C. Analisis Portofolio
Portofolio merupakan kombinasi atau gabungan atau sekumpulan assets, baik berupa real assets
maupun financial assets yang dimiliki oleh investor. Tujuan dari pembentukan portofolio adalah untuk
mengurangi risiko dengan cara diversifikasi, yaitu menyebarkan sejumlah dana pada berbagai alternatif
investasi tentunya investasi tersebut berkorelasi negatif. Portofolio diperlukan guna memaksimalkan
keuntungan dan meminimalkan risiko dengan cara mengombinasikan investasinya pada beberapa assets.
D.Portofolio yang Efisien
Investor dapat menentukan kombinasi dari efek-efek untuk membentuk portofolio, baik yang
efisien maupun yang tidak efisien. Dalam hal ini yang terpenting bagi investor adalah bagaimana
menentukan portofolio yang dapat memberikan tingkat keuntungan yang sama dengan risiko yang lebih
rendah, atau dengan risiko yang sama memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi.
E. Risiko Investasi Pada Pasar Modal
Dalam konteks manajemen investasi, risiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat
pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat pengembalian yang dicapai secara nyata
(actual return). Semakin besar penyimpangannya berarti semakin besar tingkat risikonya.
Apabila risiko dinyatakan sebagai seberapa jauh hasil yang diperoleh bisa menyimpang dari hasil
yang diharapkan, maka digunakan ukuran penyebaran. Alat statistik yang digunakan sebagai ukuran
penyebaran tersebut adalah varians atau deviasi standar. Apabila dikaitkan dengan preferensi investor ,
maka investor dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. investor yang suka terhadap risiko (risk seeker)
Investor yang suka terhadap risiko (risk seeker) merupakan investor yang apabila dihadapkan
pada dua pilihan investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang sama dengan risiko yang
berbeda, maka ia lebih suka mengambil investasi dengan risiko yang lebih besar. Biasanya investor jenis
ini bersikap agresif dan spekulatif dalam mengambil keputusan investasi.
2. Investor yang netral terhadap risiko (risk neutrality)
Investor yang netral terhadap risiko (risk neutrality) menilai prospek berisiko hanya dari imbal
hasil yang diharapkannya. Tingkat risiko tidak relevan bagi investor yang netral terhadap risikoyang
berarti tidak ada tuntutan imbalan dari risiko yang ditanggung. Bagi investor ini, tingkat ekuivalen
kepastian suatu portofolio sama saja dengan tingkat imbal hasil yang diharapkan.
3. Investor yang tidak suka terhadap risiko (risk averter)
Investor yang tidak suka terhadap risiko (risk averter) merupakan investor yang apabila
dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan imbalan yang sama dengan risiko yang berbeda,
maka ia akan lebih suka mengambil investasi dengan risiko yang lebih kecil. Biasanya investor jenis ini
cenderung selalu mempertimbangkan secara matang dan terencana atas keputusan investasinya.
F. Jenis – jenis Risiko Investasi
Bila seorang individu maupun perusahaan melakukan investasi maka akan dihadapkan pada
risiko. Dalam konteks portofolio risiko dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. risiko sistematis (systematic risk)
2. risiko tidak sistematis (unsystematic risk)
Risiko sistematis (systematic risk) merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor – faktor makro yang dapat
mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Misalnya adanya perubahan tingkat suku bunga, kurs valas,
kebijakan pemerintah. Sehingga sifatnya umum dan berlaku bagi semua saham dalam bursa saham yang
bersangkutan.
Risiko tidak sistematis (unsystematic risk) merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu perusahaan atau industri tertentu. Fluktusi
risiko ini besarnya berbeda – beda antara satu saham dengan saham lainnya. Karena perbedaan itulah
maka masing – masing saham memiliki tingkat sensitifitas yang berbeda terhadap setiap perubahan pasar.
Misalnya struktur modal, struktur assets, tingkat likuiditas, tingkat keuntungan.
G. Return Saham Dan Pengukurannya
Dalam melakukan investasi seorang investor mengharapkan tingkat pengembalian tertentu
sebagai imbalan dan mengambil risiko tertentu. Dalam konteks manajemen investasi, return merupakan
imbalan yang diperoleh dari investasi. Return ini dibedakan menjadi dua, pertama return yang telah
terjadi (actual return) yang dihitung berdasarkan data histories, kedua return yang diharapkan (expected
return) akan diperoleh investor di masa yang akan datang.
Komponen return meliputi:
a. capital gain (loss) merupaka keuntungan (kerugian) bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga
jual (harga beli) diatas harga beli (harga jual) yang keduanya terjadi di pasar sekunder.
b. Yield merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor yang diterima investor secara
periodik, misalnya berupa dividen atau bunga. Yield dinyatakan dari persentase dari modal yang
ditanamkan.
Dari kedua komponen imbalan tersebut, selanjutnya dapat dihitung Return Total dan Rate of Return
sebagai berikut:
Return Total = capital gain (Loss) + dividend yield
Sehingga Rate of Return saham adalah sebagai berikut:
H. Model Penilaian Aset Modal (Capital Asset Pricing Model - CAPM)
Model Penilaian harga aset modal merupakan sebuah alat untuk memprediksi keseimbangan
imbal hasil dari suatu aset berisiko.
Model Penilaian Aset Modal (CAPM) merupakan model untuk menentukan harga suatu aset.
Model ini mendasarkan diri pada kondisi ekuilibrium. Dalam keadaan ekuilibrium tingkat keuntungan
yang disyaratkan (required return) oleh investor untuk suatu saham akan dipengaruhi oleh risiko saham
tersebut. Dalam hal ini risiko yang diperhitungkan hanyalah risiko sistematis (systematic risk) atau risiko
pasar yang diukur dengan beta (β). Sedangkan risiko yang tidak sistematis (unsystematic risk) tidak
relevan, karena risiko ini dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi.
Model ini didasarkan pada adanya dalil bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan dari suatu
saham adalah sama dengan tingkat pengembalian bebas risiko plus premi risiko yang hanya tinggal
mencerminkan risiko yang tersisa setelah dilakukan diversifikasi.
Model CPAM :
Di mana:
Ri-Rf : imbalan saham pada perusahaan i
Rf : imbalan aset bebas risiko
Rm : imbalan pasar
α : konstanta
βi : slope (kepekaan saham i terhadap premium)
℮ : error
Dari formula tersebut menyatakan bahwa tingkat keuntungan yang diharapkan dari suatu saham
adalah tingkat keuntungan bebas risiko ditambah dengan premi risiko. Semakin besar risiko saham
tersebut, semakin tinggi premi risiko yang diharapkan dari saham tersebut. Dengan demikian semakin
tinggi pula tingkat keuntungan yang diharapkan dari saham tersebut.
Ada beberapa asumsi – asumsi pada model capital asset pricing model (CAPM).
1. Terdapat banyak investor,masing-masing dengan jumlah kekayaan yang sangat kecil dibandingkan
total kekayaan seluruh investor. Para investor adalah penerimaan harga, yang berarti mereka akan
bertindak sekalipun harga pasar tidak akan dipengaruhi oleh perdagangan yang mereka lakukan. Ini
merupakan asumsi yang biasa digunakan dalam pasar persaingan sempurna pada ilmu ekonomi mikro.
2. Seluruh investor merencanakan untuk satu periode investasi yang identik. Perilaku ini merupakan
pandangan jangka pendek karena mengabaikan apa yang akan terjadi setelah akhir periode horizon waktu
tunggal tersebut. Perilaku dari pandangan jangka pendek ini jelas tidak optimal.
3. Investasi dibatasi hanya pada aset keuangan yang diperdagangkan secara umum seperti saham dan
obligasi,dan pada kesepakatan pinjaman dan pemberian pinjaman yang bebas risiko. Asumsi ini
mengeluarkan investasi pada aset yang tidak diperdagangkan seperti pendidikan, perusahaan
perseorangan, dan aset- aset yang didanai pemerintah seperti lapangan udara. Juga diasumsikan bahwa
investor dapat meminjam dan meminjamkan dalam jumlah berapa pun pada tingkat bunga yang tetap dan
bebas risiko.
4. Investor tidak membayar pajak atas imbal hasil dan juga tidak terdapat biaya transaksi( komisi atau
beban lainnya) atas perdagangan sekuritas. Kenyataannya, kita tahu bahwa investor menghadapi tarif
pajak yang berbeda dan ini dapat mengarahkan jenis sekuritas dimana ia berinvestasi. Contohnya,
implikasi pajak mungkin berbeda tergantung pada apakah pendapatan itu berasal dari bunga, dividen, atau
keuntungan modal. Selain itu, tentu saja perdagangan yang sesungguhnya menimbulkan biaya transaksi,
dimana komisi atau biaya jasa yang dikeluarkan tergantung pada besarnya perdagangan dan posisi
investor individu masing-masing.
5. Seluruh investor berusaha mengoptimalkan imbal hasil risiko yang rasional, yang berarti mereka semua
akan menggunakan model pemilihan portofolio Markowitz.
6. Seluruh investor menganalisis sekuritas dengan cara yang sama dan mempunyai pandangan ekonomi
yang sama tentang dunia yang dihadapi. Hasilnya adalah estimasi distribusi probabilitas arus kas yang
sama dimasa yang akan datang atas investasi pada suatu sekuritas. Dengan kata lain, untik setiap
perangkat harga sekuritas, mereka mendapatkan daftar masukan yang sama untuk menggunakan model
Markowitz (1952). Dengan harga sekuritas dan tingkat bunga bebas risiko tertentu, seluruh investor akan
menggunakan matriks imbal hasil yang diharapkan dan kovarians yang sama dari imbal hasil sekuritas
untuk menghasilkan batasan yang efisien serta portofolio aset berisiko yang optimal. Asumsi ini sering
kali disebut sebagai keyakinan atau ekspektasi homogen (homogenous expectation).
I.Teori Pembentukan Harga Arbitrase (Arbitrage Pricing Theory – APT)
Model APT dapat menggunakan faktor – faktor lebih dari satu. APT tidak menjelaskan berapa
faktor yang mempengaruhi atau seharusnya mempengaruhi tingkat keuntungan.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keuntungan, yaitu:
1. perubahan inflasi yang tidak diantisipasi
Pengertian inflasi sering didefinisikan dengan kalimat yang berbeda – beda tetapi semuanya
mempunyai makan sama yaitu membicarakan mengenai barang kebutuhan masyarakat yang harganya
naik secara terus menerus. Dengan kata lain inflasi diartikan sebagai suatu kecenderungan terjadinya
kenaikan harga – harga umum
secara terus menerus. Dari segi penyebab awal inflasi, inflasi dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Inflasi semacam
ini disebut demand pull inflation.
2. inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi secara terus – menerus. Inflasi ini disebut
dorongan ongkos atau cost push inflation.
3. inflasi permintaan dan penawaran, inflasi ini disebabkan kenaikan permintaan di satu sisi dan
penurunan penawaran di sisi lain. Kejadian ini akan menjadi penyebab timbulnya karena orang yang
menginginkan barang bertambah sedangkan orang yang mau menjual barang berkurang.
Meningkatnya pertumbuhan inflasi merupakan suatu ancaman atau peluang bagi
perusahaan. Jika inflasi ditimbulkan oleh permintaan masyarakat yang terlalu kuat (demand pull inflation)
maka pendapatan perusahaan akan meningkat dan akhirnya akan meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Jika inflasi ditimbulkan oleh kenaikan ongkos produksi secara terus – menerus (cost push inflation) maka
biaya yang dikeluarkan perusahaan akan meningkat.
Investor akan mengharapakan return yang relatif tinggi pada saat tingkat inflasi sedang tinggi.
Dan sebaliknya investor akan mengharpakan return relatif rendah jika
inflasi rendah.
2. Perubahan Tingkat Suku Bunga BI Rate
Para investor biasanya melihat BI rate sebagai patokan dalam berinvestasi pada pasar modal.
Karena BI rate merupakan imbalan bebas risiko sehingga menjadi tolak ukur dalam pengembalian
investasi. Nilai BI rate mempunyai hubungan yang terbalik dengan return saham yang diharapkan . Jika
suku bunga ini lebih tinggi daripada return yang diarapkan maka investor akan memilih deposito sebagai
pilihan investasinya.
3. Perubahan Nilai Tukar Atau Kurs
Fluktuasi kurs akan berpengaruh terhadap perusahaan yang bisnisnya menggunakan mata uang asing.
Perubahan nilai tukar akhirnya akan mempengaruhi arus kas yang diterima oleh perusahaan.
Model Penilaian Aset Modal (CAPM)
Model CAPM yang akan digunakan adalah :
Ri - Rf = α + βi (Rm – Rf) + ℮
Ri-Rf : imbalan saham pada perusahaan i
Rf : imbalan aset bebas risiko
Rm : imbalan pasar
α : konstanta
βi : slope (kepekaan saham i terhadap premium)
℮ : error
Teori Arbitrase Harga (APT)
Berdasarkan konsep APT pada penelitian Ario yang berkesimpulan bahwa
pertumbuhan inflasi, pertumbuhan suku bunga BI rate, dan pertumbuhan nilai tukar
berpengaruh signifikan terhadap imbalan saham maka pada penelitian ini untuk konsep
APT, maka pada penelitian ini spesifikasi modelnya adalah:
Ri – Rf = α + β pInflasi + β pBI Rate + β pkurs + ℮
Ri-Rf : imbalan saham pada perusahaan i
α : konstanta
β : koefisien korelasi
pInflasi : perubahan inflasi
pBI Rate : perubahan tingkat suku bunga SBI
pkurs : perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar
℮ : error
Kerangka Pemikiran
Menghubungkan pengaruh antara model penilaian aset modal (CAPM) dan teori arbitrase harga
(APT) dalam memprediksi imbalan saham perusahaan. Komponen dari metode CAPM adalah premi
pasar (Rm-Rf) yang terdiri dari imbalan pasar (Rm) dan premi bebas risiko (Rf). Berdasarkan konsep
APT bahwa perubahan inflasi, perubahan suku bunga BI rate, dan perubahan nilai tukar berpengaruh
signifikan terhadap imbalan saham maka pada penelitian ini untuk konsep APT terdiri dari factor - faktor
makro, yaitu perubahan inflasi, perubahan tingkat suku binga BI rate, perubahan nilai tukar atau kurs.
Hipotesis
Berdasarkan spesifikasi model CAPM dengan model APT, hipotesis yang ingin
Dibuktikan adalah :
Hipotesis 1 : Faktor premi risiko pasar (Rm-Rf) pada model CAPM berpengaruh secara signifikan
terhadap imbalan saham
Hipotesis 2. : Faktor perubahan inflasi, perubahan tingkat suku bunga BI rate, dan perubahan nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika berpengaruh secara signifikan terhadap imbalan saham
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Yang Digunakan
Jenis penelitan yang digunakan adalah penelitian uji hipotesis. Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu
anggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan/pemecahan
persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Suatu pengujian hipotesis ialah prosedur yang
memungkinkan keputusan dapat dibuat, yaitu keputusan menolak atau tidak menolak hipotesis yang
dipersoalkan/diuji. Penolakan suatu hipotesis berarti menyimpulkan bahwa hipotesis itu salah, sedangkan
menerima hipotesis semata – mata mengimplikasikan bahwa kita tidak mempunyai bukti untuk
mempercayai sebaliknya (Supranto: 124).
Unit analisis pada penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di bursa efek Indonesia.
Unit analisis merujuk pada tingkat kesatuan data yang dikumpulkan selama tahap analisis data (Sekaran:
173). Time horizone pada penelitian adalah menggunakan basis bulanan selama 3 tahun dari tahun 2005
sampai dengan tahun 2007. Jenis time horizone ini adalah longitudinal study, yaitu penelitian dimana data
diperoleh pada beberapa batas waktu untuk menjawab sebuah pertanyaan penelitian (Sekaran: 238).
Variabel merupakan apa pun yang dapat membedakan atau mengubah nilai (Sekaran: 249). Penelitian ini
menggunakan variabel imbalan saham sebagai variable dependen (terikat) dan variabel premi risiko pasar,
inflasi, tingkat suku bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap dolar sebagai variabel independen (bebas).
Operasionalisasi Variabel
Variabel Definisi Operasional Formula skala
1 Imbalan saham (Ri) Imbalan saham adalah capital gain ditambah dengan dividen yield.
Ri = (Pt – Pt-1) + DPS / Pt-1 menggunakan Skala Rasio
2 Imbalan asset bebas risiko (Rf) Imbalan bebas risiko adalah tingkat suku bunga SBI bulanan
Rf = SBI t-12 / 12 menggunakan skala Rasio
3 Perubahan tingkat inflasi adalah pergerakan inflasi bulanan dari 1 bulan sebelumnya.
pInflasi =Inflasi t – Inflasi t-1/ Inflasi t-1 menggunakan skala Rasio
4 Perubahan tingkat suku bunga SBI Perubahan tingkat suku bunga SBI adalah pergerakan suku
bunga SBI bulanan dari 1 bulan sebelumnya.
pSBI = SBI t – SBI t-1 / SBIt-1 menggunakan Skala Rasio
5 Perubahan nilai tukar Perubahan nilai tukar adalah pergerakan kurs bulanan dari 1 bulan sebelumnya.
pKurs = Kurs t – Kurs t-1 / Kurs t-1 menggunakan skala Rasio
6 Imbalan pasar (Rm) Imbalan pasar adalah pergerakan IHSG bulanan dari 1 bulan sebelumnya.
Rm = L t – L t-1 / Lt-1 menggunakan Skala Rasio
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi atau
kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian (Kuncoro: 103).
Sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi (Wibisono: 41). Pada penelitian ini, populasi yang
diambil adalah saham – saham industri pertambangan yang terdaftar di bursa efek indonesia. Jumlah
populasi sebanyak 5 perusahaan.
Sampling adalah proses pemilihan sejumlah elemen dari populasi, sehingga dengan mempelajari sampel
dan memahami sifat atau karakteristik dari sampel, kita dapat memperkirakan sifat atau karakteristik dari
populasi (Wibisono: 42). S. Nasution (2003), membagi sampling menjadi dua, yaitu yang memberi
kemungkinan sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih yang disebut probability sampling dan yang
tidak memberi kemungkinan sama bagi tiap unsur populasi untuk dipilih yang disebut nonprobability
sampling.
Pada penelitian ini, pengambilan sampel disesuaikan dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.
Adapun kriterianya :
1. perusahaan yang telah menyertakan laporan keuangannya selama 3 tahun berturut-turut, yaitu tahun
2005-2007 dimana perusahaan-perusahaan tersebut telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang
mempunyai data keuangan yang lengkap dan dapat diandalkan kebenarannya pada tahun 2005-2007.
2. saham – saham perusahan yang masuk dalam industri pertambangan selama periode waktu pada
periode Januari 2005 samai dengan Desember 2007 secara berturut-turut dan konsisten.
Data Perusahaan yang Digunakan Sebagai Sampel
No Nama Perusahaan Kode
1 Tambang Batubara Bukit Asam Tbk. PTBA
2 Bumi Resources Tbk. BUMI
3 Medco Energi Internasional Tbk. MEDC
4 Aneka Tambang Tbk. ANTM
5 Intenational Nickel Indonesia Tbk. INCO
6 Apexindo Pratama Duta Tbk. APEX
7 Energi Mega Persada Tbk. ENRG
8 Citatah Industri Marmer Tbk. CTTH
Sumber : www.idx.org.id
Pengujian Hipotesis
Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu data – data penelitian diuji menggunakan uji
asumsi klasik. Pengujian dalam penelitian ini menggunakan software SPSS (Statistical Package for
Social Science) Uji asumsi kasik yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Setelah data diperoleh dan untuk selanjutnya dianalisis, terlebih dahulu data diuji dengan menggunakan
uji normalitas. Uji normalitas bertujuan agar diperoleh data yang berdistribusi normal. Alat uji normalitas
yang digunakan dalam penelitian adalah One Sample Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan berdistribusi
normal jika nilai signifikansi yang diperoleh untuk variabel analisis lebih besar dari nilai signifikansi
yang ditetapkan (α=5%).
b. Multikolinearitas
Adalah kondisi dimana terdapat korelasi yang signifikan antara dua variable atau lebih pada variabel
independen di dalam regresi. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variable bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-
variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama
variabel bebas sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolineritas dalam model
regresi adalah dengan melihat pada kolom koefisien output SPSS. Deteksi multikolinearitas pada suatu
model dapat dilihat jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak
kurang dari 0.1, maka model dapat dikatakan bebas dari multikolinearitas.
c. Autokorelasi
Didefinisikan sebagai korelasi linier antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan berdasarkan
waktu atau ruang. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).
Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Untuk mengetahui ada atau tidaknya
autokorelasi dapat dilihat pada nilai Durbin-Watson (DW) pada hasil regresi. Angka DW di bawah -2
berarti ada autokorelasi positif, angka DW -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, angka DW diatas
+2 berarti ada autokorelasi negatif.
d. Heteroskedastisitas
Adalah kondisi dalam error antara waktu tidak memiliki varians yang sama. Uji heteroskedastisitas
bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Cara memprediksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu
model dapat dilihat dari pola gambar scatter plot model tersebut. Analisis pada gambar scatter plot yang
menyatakan model regresi linier berganda tidak terdapat heteroskedastisitas jika:
1. titik data menyebar diatas dan dibawah atau disekitar angka 0
2. titik-titik data tidak mengumpul hanya diatas atau dibawah saja
3. penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar
kemudian menyempit dan melebar kembali.
4. penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola
Setelah uji asumsi klasik dilakukan, pengujian dilanjutkan dengan melakukan uji statistik. Uji statistik
yang dilakukan sebagai berikut:
a. Kekuatan Model Regresi (Adjusted R2)
Adjusted R2 adalah koefisien determinasi, yaitu koefisien yang menjelaskan berapa besar proporsi variasi
dalam dependen yang dapat dijelaskan oleh variabelvariabel independen secara bersama-sama.
Adjusted R2 dapat memberikan penalti atau hukuman terhadap penambahan varibel bebas yang tidak
mampu menambah daya prediksi suatu model. Nilai Adjusted R2 tidak akan pernah melebihi R2, bahkan
dapat turun jika kita memasukkan suatu variabel yang tidak perlu ke dalam model. Adjusted R2 Semakin
mendekati 1, maka model tersebut semakin baik karena hal ini berarti bahwa variabel yang digunakan
mampu menjelaskan hampir 100% dari variasi dalam variabel dependen.
b. Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen secara Bersama sama (F-Test)
Uji model regresi (F-test) dilakukan untuk melihat pengaruh variabelvariabel independen secara
keseluruhan terhadap variabel dependen, sehingga dapat diketahui apakah model penelitian yang telah
dirumuskan dapat diterapkan dalam penelitian ini.
Uji model regresi dilakukan dengan menggunakan statistik F (F-statistic), di mana hasil signifikansi dari
F harus dibawah tingkat signifikansi (α) yang ditetapkan yaitu 5%. Untuk mengetahui apakah variabel-
variabel independen secara bersamasama mempengaruhi secara signifikan terhadap variabel dependen
maka perlu dilakukan F-Statistik.
Pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah :
terima Ho, jika probabilitas < tingkat signifikansi (5%)
tolak Ho, jika probabilitas > tingkat signifikansi (5%)
c. Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen (t-test)
Uji hipotesis dilakukan untuk melihat pengaruh masing-masing variable independen terhadap variabel
dependen. Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan melihat nilai t-statistik dari setiap variabel
independen. Hipotesis untuk pengujian
Pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah:
terima Ho, jika probabilitas < tingkat signifikansi (5%)
tolak Ho, jika probabilitas > tingkat signifikansi (5%)