Upload
others
View
42
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL TAUR-TAUR SIBUAT GULOM,
KECAMATAN DOLOK SILAU, KABUPATEN SIMALUNGUN
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O L E H
SEPTI ARSILA SARAGIH
140707004
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2018
ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL TAUR-TAUR SIBUAT GULOM,
KECAMATAN DOLOK SILAU, KABUPATEN SIMALUNGUN
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
SEPTI ARSILA SARAGIH
NIM: 140707004
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D. Drs. Kumalo Tarigan, M.A
NIP:196108291989031003 NIP:195812131986011002
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk
memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana dalam bidang Ilmu Etnomusikologi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2018
i
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk
melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin
Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara,
Medan
Pada tanggal:
Fakultas Ilmu Budaya USU,
Dekan,
Dr. Budi Agustono, M.S
NIP. 19600805 198703 1 001
Panitia Ujian Tanda Tangan
1 Prof. Drs. Mauly Purba, M.A,Ph.D ( )
2 Drs. Kumalo Tarigan, M.A ( )
3 Drs. M. Takari, M.Hum,Ph.D ( )
4 Drs. Frida Deliana, M.Si ( )
ii
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
KETUA,
Arifninetrirosa, SSt. M.A
NIP. 196502191994032002
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu Pergutuan Tiggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2018
SEPTI ARSILA SARAGIH
NIM : 140707004
iv
ABSTRAKSI
Skripsi ini berjudul “ Analisis Musikal dan Tekstual Taur-Taur Sibuat
Gulom di Kecamatan Dolok silau Kabupaten Simalungun”. Dalam skripsi ini,
penulis menganalisis taur-taur sibuat gulom yang disajikan berdasarkan
pengalaman pribadi seseorang dan yang pernah melihat secara langsung. Fokus
utama penelitian ini adalah analisis musikal dan tekstual serta kontinuitasnya
dalam masyarakat Simalungun di kecamatan Dolok Silau kabupaten Simalungun.
Penelitian ini menggunakan teori semiotika untuk menganalisis teks dan metode
Weighted scale untuk menganalisis melodi taur-taur sibuat gulom. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif-komparatif. Dalam melaksanakan penelitian,
penulis telah melakukan beberapa proses kerja, yaitu: studi kepustakaan,
observasi, wawancara, dokumentasi, dan transkripsi. Penelitian ini berpusat pada
para informan dalam konteks studi emik. Namun penulis tetap melakukan
penafsiran-penafsiran sesuai dengan kaidah ilmiah dalam konteks studi etik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa taur-taur sibuat gulom merupakan
komunikasi tradisional terdahulu berbentuk nyanyian yang dilakukan di sungai
saat sedang mengambil air menggunakan assubah (potongan ruas bambu).
Nyanyian ini disajikan oleh laki-laki dan perempuan tanpa batasan usia. Laki-laki
tanpa syair dan perempuan dengan syair. Syair biasanya berisikan pesan, maksud,
tujuan maupun berita. Nyanyian ini dilakukan secara solo baik laki-laki maupun
perempuan. Secara tekstual taur-taur sibuat gulom memiliki teks yang berbeda-
beda tergantung pada konteks kehidupan penyajinya. Secara musikal nyanyian ini
memiliki tangga nada pentatonik dan heptatonik dengan nada modal A dan B serta
perjalanan melodinya yang cenderung statis.
Kata kunci: taur-taur, sibuat, gulom, syair.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ taur . Skripsi ini
dmerupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Seni dari program
studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak lepas dari dorongan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih
kepada Dekan Fakultas Ilmu Budaya Bapak Dr. Budi Agustono, M.S beserta
seluruh jajaran di Dekanat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Selama penulisan skripsi ini penulis diarahkan oleh Bapak Prof. Drs.
Mauly Purba M.A, Ph.D., sebagai pembimbing I dan Bapak Drs. Kumalo Tarigan,
M.A. sebagai pembimbing II. Terimakasih sebesar-besarnya kepada kedua dosen
pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dan masukan sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan tepat waktu. Penulis juga berterimakasih kepada Ketua
Program Studi Etnomusikologi Ibu Arifninetrirosa, SST. M.A. dan Sekretaris
Program Studi Etnomusikologi Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si.
Penulis juga berterimakasih kepada seluruh dosen Program Studi
Etnomusikologi yang memberikan pembelajaran, bimbingan dan arahan selama
masa perkuliahan sehingga dengan ilmu-ilmu yang sudah diajarkan dapat
diterapkan dalam penulisan skripsi ini.
Terimakasih kepada informan penulis, Ompung Rosmina Sipayung,
Ompung Ahuat Saragih, Ompung Jampenti Saragih, Ompung Rainta Sipayung,
vi
dan informan pendukung lainnya yang telah banyak memberikan informasi dan
dukungan dalam penulisan skripsi ini. Kemudian kepada pegawai Program Studi
Etnomusikologi Ibu Wawa yang telah banyak membantu penulis dalam hal
administrasi.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu
dan mendukung penulis. Untuk itu penulis berterimakasih kepada Ongah Jahoma
Saragih, Bapak Juslin Saragih dan Keluarga, abang Ivan Pasaribu, bapak Sahad
Damanik dan Ompung Jabangku Purba yang telah memberikan penulis
penginapan serta membantu penulis dalam menemukan informan-informan inti
selama pelaksanaan penelitian.
Terimakasih juga kepada sahabat penulis Anantha Angriany Sitio, selaku
teman satu kelas penulis di Program Etnomusikologi yang telah banyak
meluangkan waktu membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian, juga Meta
Fonika Girsang yang telah membantu penulis untuk mengerjakan transkripsi serta
seluruh teman-teman penulis yang tidak dapat disebut namanya satu-persatu yang
telah memberi dukungan moral maupun doa.
Terimakasih sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis Bapak
Pengadilan Saragih dan Mamak Hormauli br Purba yang senantiasa membimbing
penulis dan menjadi donatur utama dalam hidup penulis. Penulis juga sangat
berterimakasih kepada mamak yang selalu bersedia direpotkan dalam segala hal.
Penulis juga berterimakasih kepada seluruh masyarakat di wilayah
penelitian yang sudah menerima penulis dengan baik. Akhir kata penulis
vii
memohon maaf bila ada kata-kata dan perbuatan yang kurang berkenan di hati.
Semoga skripsi ini memberikan kontribusi kepada Program Studi Etnomusikologi,
khususnya kepada masyarakat Simalungun.
Medan, Juli 2018
Penulis
Septi Arsila Saragih
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ i
PERNYATAAN ................................................................................................... iv
ABSTRAKSI ........................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................................ xii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... ............. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 7
1.2.1 Batasan Masalah .......................................................................... 8
1.3 Tujuan dan Urgensi Penelitian ............................................................... 8
1.3.1 Tujuan Penelitian .................................................... ..................... 8
1.3.2 Urgensi Penelitian ........................................................................ 9
1.4 Temuan dan Inovasi ............................................................................... 9
1.5 Tinjauan Pustaka .................................................................................... 10
1.5.1 Konsep.......................................................................................... 12
1.5.2 Landasan Teori ............................................................................. 14
1.6 Metode Penelitian .................................................................................. 16
1.6.1 Wawancara ................................................................................... 18
1.6.2 Kerja Laboratorium ...................................................................... 19
1.6.3 Lokasi Penelitian .......................................................................... 19
BAB II ETNOGRAFI UMUM DAN WILAYAH PENELITIAN .................. 20
2.1 Etnografi ................................................................................................. 20
2.1.1 Sistem Bahasa .............................................................................. 20
2.1.2 Sistem Kepercayaan ..................................................................... 22
2.1.3 Sistem Kekerabatan...................................................................... 23
ix
2.1.4 Kesenian Simalungun .................................................................. 25
2.1.4.1 Seni Musik (Gual)......................................................... 26
2.1.4.2 Seni Suara (Doding) ...................................................... 27
2.1.4.3 Seni Tari (Tor-tor) ........................................................ 28
2.2 Kecamatan Dolok Silau ......................................................................... 29
2.2.1 Sejarah Singkat Dolok Silau ......................................................... 29
2.2.2 Gambaran Umum Kecamatan Dolok Silau ................................... 30
2.2.3 Wilayah Penelitiann ..................................................................... 34
BAB III FUNGSI DAN KONTINUITAS TAUR-TAUR SIBUAT
GULOM ............................................................................................................... 41
3.1 Pengertian Taur-Taur.............................................................................. 41
3.2 Taur-Taur Sibuat Gulom ......................................................................... 43
3.2.1 Tempat dan Waktu Penyajian ....................................................... 46
3.3 Fungsi Taur-Taur Sibuat Gulom ............................................................ 47
3.3.1 Fungsi Komunikasi ..................................................................... 47
3.3.1.1 Beberapa Media Komunikasi Tradisional
Masyarakat Simalungun Terdahulu ............................... 50
3.4 Kontinuitas Taur-Taur Sibuat Gulom pada Masyarakat Simalungun .... 53
3.4.1 Sebelum Kemerdekaan (1938-1945)............................................. 55
3.4.2 Setelah Masa Kemerdekaan (1945-1948): Berdampak
Terhadap Kelangsungan Taur-Taur Sibuat Gulom ....................... 57
3.4.2 1948-Sekarang............................................................................... 59
BAB IV KAJIAN TEKSTUAL TAUR-TAUR SIBUAT GULOM ................... 61
4.1 Bentuk Teks Taur-Taur Sibuat Gulom .................................................... 61
4.2 Pantun dan Konteksnya ........................................................................... 62
4.3 Analisis Semiotik Teks Pantun dalam Taur-Taur Sibuat Gulom ........... 63
BAB V TRANSKRIPSI DAN ANALISIS TAUR-TAUR SIBUAT GULOM .. 72
5.1 Simbol-Simbol dalam Notasi .................................................................. 72
5.2 Analisis Melodi Taur-Taur Sibuat Gulom ............................................. 79
5.2.1 Tangga Nada ................................................................................ 80
5.2.2 Nada Dasar (Modal) ..................................................................... 81
x
5.2.3 Jumlah Nada ................................................................................. 81
5.2.4 Jumlah Interval ............................................................................. 82
5.2.5 Formula Melodi ........................................................................... 83
5.2.7 Kontur .......................................................................................... 89
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 93
6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 93
6.2 Saran ....................................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR INFORMAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Luas Wilaya dan Jumlah Dusun Menurut Nagori/Kelurahan di
Kecamatan Dolok Silau ......................................................................................................... 33
Tabel 2.2 Penduduk Menurut Nagori (Desa)/Kelurahan dan Jenis Kelamin
di Kecamatan Dolok Silau .................................................................................................... 34
Tabel 4.1 Teks I Taur-Taur Sibuat Gulom ....................................................................... 67
Tabel 4.2 Teks II Taur-Taur Sibuat Gulom ..................................................................... 69
Tabel 4.3 Teks III Taur-Taur Sibuat Gulom ................................................................... 70
Tabel 4.4 Teks IV Taur-Taur Sibuat Gulom ................................................................... 71
Tabel 4.5 Teks Taur-Taur Sibuat Gulom yang di Kutip dari Jurnal ......................... 73
Tabel 5.1 (A) Jumlah Nada Taur-Taur Sibuat Gulom .................................................. 86
Tabel 5.2 (B) Jumlah Nada Taur-Taur Sibuat Gulom .................................................. 87
Tabel 5.3 (A) Jumlah Interval Taur-Taur Sibuat Gulom ............................................. 87
Tabel 5.4 (B) Jumlah Interval Taur-Taur Sibuat Gulom ............................................. 88
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Taur-taur ............................................................................................................... 44
Bagan 3.2 Rantai Komunikasi ............................................................................................. 51
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Kecamatan Dolok Silau ........................................................................ 32
Gambar 2.2 Peta Wilayah Penelitian ................................................................................. 36
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah
Salah satu cara masyarakat Simalungun dalam menyampaikan isi hatinya
adalah lewat nyanyian dan teks (vokal). Dengan kata lain hampir seluruh peristiwa
diungkapkan lewat nyanyian seperti, nyanyian menidurkan anak (lullaby songs),
nyanyian bermain (game songs), nyanyian bekerja (work songs), nyanyian
percintaan (love songs), nyanyian yang berhubungan dengan kematian (lament),
dan nyanyian yang berhubungan dengan kegembiraan serta hiburan yang dapat
dinyanyiakan oleh siapa saja. Dalam penyajian musik vokal tersebut, memiliki
gaya yang berbeda-beda, ada yang dilakukan secara solo, grup, bersahut-sahutan,
dan seperti gaya orang berbicara. Berdasarkan instrumen pengiring, ada tanpa
iringan alat musik, dan ada yang menggunakan iringan musik, seperti sulim, tulila,
sarune buluh, dan gondrang.
Berdasarkan pengelompokan usia, nyanyian masyarakat Simalungun
terbagi kedalam beberapa bagian, ada yang dinyanyikan oleh anak-anak seperti
nyanyian bermain, remaja/anak muda seperti nyanyian percintaan dan bekerja juga
orang tua seperti nyanyian yang berhubungan dengan kematian atau ratapan.
Namun ada hal yang tidak lazim, bila nyanyian anak-anak dinyanyikan oleh orang
dewasa dan sebaliknya nyanyian orang dewasa dinyanyikan oleh anak-anak.
Walaupun demikian ada juga nyanyian yang dapat dinyanyikan oleh semua
lapisan usia.
1
Salah satu dari berbagai musik vokal yang ada pada masyarakat
Simalungunialah taur-taur. Dalam bahasa Simalungun taur artinya panggil yang
kemudian di ulang menjadi taur-taur yang berarti paggil-panggil atau saling
mememanggil (bersahut-sahutan). Namun pemakaian kata taur-taur bukan berarti
mutlak adalah bersahut-sahutan taur-taur bisa juga dilakukan seorang diri namun
tetap mangandung isi dan makna seperti, menyampaikan pesan, maksud, tujuan,
berita, ataupun pengungkapan isi hati. Biasanya masyarakat simalungun menyebut
partaur-taur (sebutan untuk orang yang melakukan taur-taur)dan martaur
(sebutan untuk diri sendiri atau penyaji saat sedang melakukan taur-taur)
Hal yang dinyanyikanbiasanya mengungkapkan isi hati atau ungkapan
perasaan tentang diri sendiri atau orang lain kepada orang lain yang
mendengarkan seperti perasaan sedih, galau, cinta, latar belakang kehidupan dan
sebagainya. Secara umum penyajian taur-taur disajikan secara spontan, sehingga
kemahiran seseorang dalam mengolah kata-kata dan pengolahannya dengan
melodi merupakan bagian yang penting dalam terciptanya taur-taur.
Nyanyiantaur-taur berkembang dari segi syair dan melodinya hanyalah
pengulangan, sedangkan kemahiran seseorang dalam menyajikan taur-taur lebih
cenderung dalam perasaan atau pengalaman seseorang. Nyanyian taur-taur
biasanya disesuaikan dengan perasaan dan tujuan sipenyajinya, sehingga dapat
dipastikan taur-taur yang disajikan seseorang akan berbeda dari segi rangkaian
syair dengan taur-taur yang disajikan orang lain, bahkan meskipun taur-taur
tersebut disajikan oleh orang yang sama juga akan berbeda dari segi syair dengan
taur-taur yang disajikan dilain waktu. Namun ada suatu kecenderungan beberapa
2
bait pertama dari taur-taur yang disajikan adalah tetap untuk satu jenis taur-
taur,selanjutnya berdasarkan apa yang menjadi maksud, tujuan yang ingin
disampaikan oleh penyaji biasanya syair berikutnya merupakan pantun (umpasa)
yang telah umum dimasyarakat, namun bagi penyajiyang kreatif dapat saja
menciptakan pantun secara spontan pada saat penyajian. Walaupun secara
spontan, tidaklah menggunakan kata-kata yang sembarangan, tetap dalam bentuk
pantun dan menggunakan kata-kata sopan meskipun yang diungkapkan berupa
kesedihan ataupun kekesalan.
Kemahiran seseorang dalam menyajikan taur-taur sangat erat
hubungannya dengan penguasaan bahasa. Seseorang yang menyajikan taur-taur
harus menguasai berbagai pantun-pantun yang umumnya digunakan dalam
berbagai konteks kehidupan pada masyarakat Simalungun. Taur-taur yang
disajikan oleh seorang pemula dengan taur-taur yang disajikan oleh seorang
penyaji yang berpengalaman, akan berbeda dari penggarapan pantun, dimana taur-
taur yang disajikan oleh pemula umumnya memakai pantun-pantun yang biasa
terdapat dimasyarakat atau dihafal dan kemudian dinyanyikan kembali, sedangkan
seorang yang berpengalaman dapat memunculkan pantun hasil kreasinya sendiri.
Penggarapan melodi juga berpengaruh terhadap terciptanya taur-taur.
Seseorang yang menyajikan taur-taur umumnya harus memahami bagaimana
unsur-unsur melodi yang terkandung didalamnya. Taur-taur yang disajikan oleh
seorang pemula dengan taur-taur yang disajikan oleh seorang yang sudah
berpengalaman akan berbeda dari penggarapan melodinya. Orang yang belum
3
berpengalaman cenderung dalam penyajiannya tidak mampu memberi
ornamentasi terhadap melodi, namun jika pemula memiliki bakat dalam bernyanyi
biasanya proses belajar akan lebih singkat. Kemudian seorang yang sudah
berpengalaman biasanya mampu menyajikan taur-taur dengan ornamentasi.
Taur-taur selalu bersifat spontanitas dan inprovisasi tidak ditulis tetapi
mampu keluar dari pikiran secara spontan tanpa disadaribaik dari sisi syair
maupun melodi. Inilah hal yang mebedakan penyajian taur-taur oleh seorang
pemula dengan seorang yang sudah berpengalaman.
Keterkaitan antara syair dengan melodi dalam taur-tauradalah hal yang
tidak dapat dipisahkan ini disebabkan karena hubungan inter-relasi antara unsur
bahasa dan musiknya, baik yang meliputi hubungan tekstual maupun musikal.
Dalam membahas hubungan inter-relasi taur-taur, dijumpai hubungan yang erat
antara bahasa didalam musik dan musik didalam bahasa dengan kata lain, taur-
taur adalah musik, maksudnya syair tidak dapat berdiri sendiri diluar musik, dan
musik tidak dapat berdiri sendiri tanpa syair.
Hubungan antara melodi dengan syair kadang disesuaikan dengan unsur
tekstual atau sebaliknya. Maksudnya ialah panjang pendeknya syair dalam taur-
taur selalu berpengaruh terhadap durasi not atau juga sebaliknya panjang
pendeknya durasi not dalam taur-taur selalu berpengaruh terhadap syair. Dalam
taur-taur, satu suku kata dari syair memperoleh lebih dari satu nada melodi yang
sering disebut gayamelimatis. Hal ini merupakan salah satu ciri khas penyajian
musikal masyrakat Simalungun atau yang sering disebut dengan inggou1.
1Inggou adalah ciri khas, ornamentasi, dan gaya menyajikan musik pada masyarakat Simalungun.
4
Dalam penyajiannya, taur-taurmemiliki gaya yang berbeda-beda ada
berupa solo, berpasangan, berkelompok dengan cara bersahut-sahutan dan seperti
orang yang berbicara. Ada beberapa hal yang menjadi dasar penamaan taur-taur,
yaitu: tempat yang umum untuk penyajian; latar belakang sejarah atau daerah asal
taur-taur; dan aktivitas yang dilakukan saat menyajikan taur-taur. Menurut
ompung Japenti Saragih, berdasarkan isi teks, cara, dan tempat penyajian
mulanyataur-taurterbagi dalam tiga jenis yaitu taur-taur Simbandar2,taur-taur
Sibuat Gulom3,dan taur-taur balog ganjang. Namun seiring dengan
perkembangannya dan rasa ingin memperkaya kesenian munculah taur-taur
lainnya diantaranya, taur-taur Simanggei, taur-taur sitarak galunggung, taur-taur
palopah-lopah urung, dan yang terakhir taur-taur bah tonang.
Penulis akan mengkaji salah satu dari taur-taur tersebut, yaitu taur-taur
sibuatgulom. Ompung4 Ahuat Saragih mengatakantaur-taur sibuat gulom ialah
taur-taur yang dinyanyikan saat mengambil gulom ditapian (pinggiran) sungai,
sibuat berarti mengambil, sedangkan gulom ialah tutup yang dibuat dari daun-
daun dan posisinya berada ditapian sungai. Jaditaur-taur sibuat gulom ialah
nyanyian mengambil daun yang fungsinya sebagai penutup tempat air5. Ompung
Rainta br Sipayung mengatakan taur-taur sibuat gulom merupakan nyanyian
2Bandar adalah sebutan untuk daerah Simalungun yang setelah masa kemerdekaan disebut
bagian Simalungun Bawah, pada masa sebelum kemerdekaan wilayah ini adalah bagian dari kerajaan Siantar. 3Gulom ialah tutup assubah yang terbuat dari dedaunan digunakan untuk penutup tempat air
yang terbuat dari bambu yang disebut assubah. 4Ompung ialah sebutan untuk ayah atau ibu dari orang tua yang biasanya di sebeut kakek.
5Wawancara dengan ompung Ahuat Saragih di Huta Saing, tanggal 19 januari 2018
5
percintaan muda-mudi yang didalamnya berisi tentang keluh kesah saat sedang
mengambil air dipancuran/sungai6.
Pada era sebelum kemerdekaan masyarakat Simalungun menggunakan
bambu (asubah) sebagai tempat untuk mengambil air minum. Asubah ialah
potongan bambu yang diatasnya diberi lubang sebagai tempat penampungan air.
Asubah memiliki ukuran yang berbeda-beda ada yang dua ruas, tiga, dan empat
tergantung kebutuhan seseorang dalam pengelolaan air minum. Namun seiring
dengan perkembangan zaman, posisi asubah digantikan dengan kaleng, ember dan
kemudian djregen.
Taur-taur sibuat gulom dulunya disajikan tanpa iringan musik. Ompung
Ahuat Saragih mengatakan, taur-taur sibuat gulom juga tidak memiliki batasan
baik dari segi jenis kelamin maupun usia, tergantung sejauh mana seseorang
memahami taur-taur sibuat gulom.Namun pada umumnya taur-taur ini dilakukan
oleh muda-mudi yaitu garama (pemuda) dan anak boru (pemudi) saat sedang
mengambil gulom di tapian sungai. Syair dari taur-taur sibuat gulom saat ini
sudah memiliki banyak variasi baik dari segi teks maupun melodi7. Hal ini
disebakan karena dua kemungkinan;
1) Banyaknya informasi yang kurang falid sehingga banyak menimbulkan
kemungkinan-kemungkinan.
2) Masyarakat Simalungun (seniman Simalungun) memberi beberapa
tambahan baik dari segi teks maupun melodi untuk menarik minat
masyarakat agar taur-taur sibuat gulom laku dipasar.
6 Wawancara dengan ompung Rainta br Sipayung salah satu seniman di Simalungun, pada tanggal 16 Januari 2018.
7 Wawancara dengan ompung Japenti Saragih di Huta Saing, tanggal 19 Januari 2018.
6
Ompung Ahuat SaragihmengatakanTaur-taur ini sudah tidak begitu
dikenal oleh para pemuda/pemudi maupun orang tua hal inidisebabkan oleh
beberapa faktor
1) Kurangnya informasi dari orang-orang terdahulu yang mengetahui struktur
taur-taur sibuat gulom.
2) Kurangnya minat masyarakat dalam mempelajari warisan kebudayaan
mereka sendiri.
3) Banyaknya musik populer sekarang yang sangat cepat berkembang dan
diterima maksyarakat Simalungun dengan baik.
4) Lebih menikmati kesenian dari budaya lain daripada milik sendiri.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, mengenai taur-taur sibuat
gulom,maka penulis tertarik untuk menyusun serta menuliskannya dalam bentuk
skripsi dengan judul: ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL TAUR-TAUR
SIBUAT GULOM DIKECAMATAN DOLOK SILAU KABUPATEN
SIMALUNGUN.
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang penulis merumuskan beberapa
pemasalahan diantaranya:
1. Bagaimana struktur melodi taur-taur sibuat gulom di kecamatan Dolok
Silau?
2. Bagaiman struktur tekstual taur-taur sibuat gulomdi kecamatan Dolok
Silau?
7
3. Bagaimana kontinuitas taur-taur sibuat gulom pada masyarakat
Simalungun di kecamatan Dolok Silau?
4. Apa fungsi taur-taur sibuat gulom bagi masyarakat Simalungun di
kecamatan Dolok Silau?
1.2.1 Batasan Masalah
Masyarakat Simalungun memiliki kekayaan akan musik vokal yang
digunakan sebagai media komunikasi. Dalam penelitian ini penulis akan
membahas taur-taur sibuat gulomsebagai media komunikasi dimana taur-
taursibuat gulom memiliki versi dan variasi yang berbeda disetiap daerah baik
dari segi teks maupun melodi. Dalam hal ini penulis hanya akan membahas taur-
taur sibuat gulomspesifik khusus di kecamatan Dolok Silau saja, namun tetap
memanfaatkan sampel dari daerah lain sebagai referensi tambahan bagi penulis.
1.3 Tujuan dan Urgensi Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui struktur tekstual dari taur- taur sibuat gulom.
2. Untuk mengetahui struktur melodi dari taur-taur sibuat gulom.
3. Untuk mengetahui bagaimana proses taur-taur sibuat gulom tidak lagi
digunakan menjadi media komunikasi bagi masyarakat Simalungun.
4. Untuk mengetahui kontinuitas dari taur-taur sibuat gulom.
8
1.3.2 Urgensi penelitian
1. Salah satu upaya pemeliharaan lagu rakyat Simalungun sebagai bagian
dari kekayaan budaya nasional.
2. Sebagai pendokumentasian karena taur-taur sibuat gulom sudah hampir
dilupakan dan kemungkinan akan mengalami kepunahan.
3. Sebagai pembelajaran taur-taur sibuat gulom kepada generasi muda.
4. Sebagai proses pengaplikasian ataupun pengembangan ilmu yang
diperoleh penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Studi
Etnomusikologi.
5. Sebagai referensi untuk peneliti lainnya yang mempunyai keterkaitan
dengan topik penelitian.
6. Untuk menambah dokumentasi mengenai Simalungun di Program Studi
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
1.4 Temuan dan Inovasi
Diharapkan data-data yang ada didalam tulisan ini menjadi data ilmiah
yang dapat digunakan sebagai referensi pembelajajaran tentang musik vokal
Simalungun, tentang tradisi lisan Simalungun yang terkandung di dalam taur-taur
sibuat gulom.
Dalam hal ini penulis ingin menuliskan apa yang ditemukan dari hasil
penelitian agar tulisan ini nantinya menjadi pengayaan tulisan imilah yang sudah
ada sebelumnya terkait topik yang sama.
9
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian terhadap taur-taur sibuat gulomsudah pernah dilakukan oleh
beberapa peneliti. Yang pertama dilakukan oleh Jasahdin Saragih (seorang
pendidik di salah satu institusi Papua) yang kedua oleh Rosenta Girsang ( seorang
dosen di Universitas Negeri Medan), dan yang ketiga oleh Edy HT Manurung (
alumni dari Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara.)
Jasahdin Saragih menulis tentang “Aspek Komunikasi dalam Taur-
Taur:musik vokal masyarakat Simalungun” yang dimuat di dalam jurnal
Etnomusikologi: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Seni Universitas Sumatera Utara.
Jasahdin mengatakan taur-taur sibuat gulom merupakan media komunikasi antar
pemuda dan pemudi di sungai/pancuran dan dapat berkembang sesuai dengan
kebutuhan antara kedua belah pihak. Taur-taur sibuat gulom juga mengikut
sertakan permainan sulim yang dimainkan oleh garama saat sedang menunggu
anak boru selesai mandi. Penggunaan kata boah dalam tulisan Jasahdin Saragih
juga bisa dilakukan beberapa kali dalam satu kali pertemuan taur-taur tergantung
dari tingkat kebutuhan garama (Saragih, 2005:213-215).
Rosenta Girsang menulis judul tentang “Tinjauan Bentuk dan Makna
Taur-Taur Sibuat Gulom di Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten
Simalungun” yang dimuat kedalam Generek Musik Journal. Rosenta Girsang
mengatakan taur-taur sibuat gulom merupakan salah satu lagu rakyat yang
dimiliki masyarakat Simalungun yang didalamnya ungkapan keluh kesah tentang
percintaan muda-mudi yang dinyanyiakan disekitaran pancuran. Taur-taur sibuat
gulom dilakukan oleh sepasang muda-mudi yaitu garama (pemuda) dan anak
10
boru (pemudi) yang pada waktu itu ingin berkenalan atau ingin menjalin
hubungan, karenna pada zaman dulu muda-mudi yang ingin menjalin kasih tidak
sebebas sekarang untuk bertemu. Sehingga muda-mudi tersebut saling tidak tahu
perasaan mereka (Girsang, 2013: 46).
Menurut penulis kedua pendapat ini sangat membantu penulis dalam
memahami taur-taur sibuat gulom. Kendati demikian penelitian yang dilakukan
Jasahdin Saragih dan Rosenta Girsang menurut penulis belum dilakukan secara
mendalam ke lapisan-lapisan masyarakat yang pernah mengalami atau pun
mendengar secara langsung. Maka dari itu penulis ingin mengkaji taur-taur sibuat
gulom baik dari aspek musikal maupun tekstual.
Selanjutnya Edy Ht Manurung menulis karya ilmiah dalam bentuk skripsi
dengan judul “ Analisis Musikal dan Tekstual Taur-Taur Sibuat Gulom di Desa
Huta Raja Kecamatan Pematang Purba Kabupaten Simalungun”. Karya ini sangat
membahas secara mendalam mengenai taur-taur sibuat gulom.
Edy Manurung mengatakan taur-taur sibuat gulom ialah taur-taur
bersahutan dengan maksud untuk mengutarakan isi hati penyanyi kepada orang
yang ingin disampaikan yang secara umum disajikan garama (pemuda) dan anak
boru (pemudi) secara berbalasan di sore hari tepatnya disungai saat anak boru dan
masyarakat simalungun membersihkan diri. Taur taur sibuat gulom juga mengikut
sertakan permainan sulim, ini dilakukan oleh garama saat sedang menunggu anak
boru.
Lebih jauh, Edy mengatakan taur-taur sibuat gulom bisa saja dilakukan
secara sepihak jika: (1) garama bermain sulim hanya sendiri, dan tidak direspon
11
oleh anak boru, (2) saat anak boru sedang mencuci atau melakukan aktivitas
disungai dan kemudian martaur mengungkapkanperasaanya secara sepihak.
Tulisan dari Edy Manurung sangat membantu penulis dalam pengayaan
refesensi penulisan karya ilmiah. Namun ada hal yang belum dibahas didalam
karya ilmiah Edy yaitu, kontinuitas taur-taur sibuat gulom, yang akan menjadi
salah satu fokus penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
1.5.1 Konsep
Untuk memberikan pemahaman yang sama dalam tulisan ini, perlu
diuraikan kerangka konsep yang digunakan sebagai landasan dalam penulisan
yaitu;Taur-taur sibuat gulom ialah taur-taur yang dilakukan secara solo. Dalam
hal ini yang dinyanyika kan adalah isi hati atau ungkapan perasaan untuk diri
sendiri.
Dalam hal ini, pemahaman setiap orang mengenai taur-taur sibuat golom
memiliki perbedaan tersendiri di tiap daerah tertentu terkushus di kabupaten
Simalungun, namun penulis lebih memusatkan penelitian di kecamatan Dolok
Silau Kabupaten Simalungun. Dalam penelitian seperti inipenulis mempelajarinya
sebagai suatu kasus, agar nantinya pokok permasalahan dapat terselesaikan
dengan baik.
Taur-taur sibuat gulom merupakan sebuah lagu yang penulis nyatakan
sebagai objek kajian Etnomusikologi, karena ada atau terbentuk dari struktur,
bentuk, bunyi-bunyian, unsur musikal yang dapat digolongkan atau dikategorikan
sebagai nyanyian. Kemudian, taur-taur sibuat gulom juga mengandung unsur
12
nada, ryhtem dan harmoni. Sesuai dengan pengertian diatas, maka penulis akan
membahas tertuju pada melodi.
Dalam penulisan ini, penulis menyatakan taur-taur sibuat gulom
merupakan unsur ataupun bagian dari komunikasi. Komunikasi yang dimaksud
dalam tulisan ini ialah komunikasi internal yang dilakukan oleh penyaji. Nantinya
penulis akan membuat bagan untuk menjelaskan komunikasi yang dimaksud
secara rinci.
Kontinuitas juga menjadi salah satu objek dalam penelitian penulis yang
akan dijelaskan secara bertahap tentang apa-apa saja yang berpengaruh dan terjadi
di dalam taur-taur sibuat gulom dari dulu hingga sekarang.
Kontinuitas sangat erat hubungannya dengan syair. Syair taur-taur sibuat
gulom terdahulu dengan yang sekarang memiliki perbedaan. Namun, perbedaan
bukan menjadikan penulis membandingkan kebenaran maupun kesalahan dalam
kesenian tradisional ini melainkan sebuah variasi terhadap kesenian musik vokal
Simalungun. Sesuai dengan judul tulisan ini, penulis akan menganalisa makna
dari teks lagu taur-taur sibuat gulom.
Unsur-unsur melodi selalu berkaitan dengan syair, untuk itu penulis akan
menganalisis bentuk melodi taur-taur sibuat gulom. Dalam menganalisis taur-taur
sibuat gulom penulis sudah menentukan metode yang digunakan agar nantinya
analisis melodi dapat terselesaikan dengan baik.
13
1.5.2 Landasan Teori
Dalam penelitian ini digunakan teori semiotika. Istilah kata semiotka ini
berasal dari kata Yunani, semeioni. Panuti Sudjiman dan Van Zoest (bakar
2006:45-52) menyatakan bahwa semiotika berarti tanda atau isyarat dalam suatu
sistem lambang yang lebih besar. Teori semiotika adalah teori mengenai lambang
yang dikomunikasikan. Teori ini digunakan untuk memahami bagaimana makna
diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang membangun sebuah
peristiwa seni baik dari segi syair maupun melodi.
Simbolitas dalam teks-teks sastra itu sendiri, kadang-kadang juga berbeda
satu sama lain. Bukan dalam hal kode, tetapi dalam cara menunjuk sesuatu secara
tradisional (Zoest 1978: 74). Selanjutnya Zoest mengatakan dalam buku semiotika
pengirim tanda musik, komponis, harus mencapai penerimanya. Tidak ada
semiotika tanpa semantik. Jadi tidak ada semiotika musik tanpa semantik musik
(Zoest 1978: 121).
Berkaitan dengan tekstual taur-taur sibuat gulom, Curt Sach (1962: 66)
menulis tentang logogenic dan melogenic. Logogenic adalah nyanyian yang
mengutamakan teks daripada melodinya, karena melodinya merupakan
perulangan saja. Sedangkan melogenic merupakan nyanyian yang mengutamakan
melodi karena teksnya hanyalah pengulangan saja. Berdasarkan landasan teori ini
penulis dapat melihat apakah taur-taur sibuat gulom lebih mengutamakan teks
dari pada melodinya maupun sebaliknya.
Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan
hubungan antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik, serta
14
sangatmembantu melihat rekasi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting
dan pewarnaan kata-kata dalam puisi (Malm 1995:17).
Mentranskripsi musik kedalam bentuk notasi adalah satu-satunya cara
yang digunakan peneliti, untuk dapat menganalisis suatu musik lebih jauh, dengan
mentranskripsi dan menganalisis melodi-melodi tersebut merupakan tahapan bagi
peneliti untuk dapat mengetahui apa yang terjadi di dalam melodi-melodi tersebut
(Nettl 1973: 35). Oleh karena kerangka fikir ini, penulis berpedoman bahwa
dengan melakukan pentranskripsian terhadap bentuk musik yang diteliti dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan taur-taur sibuat gulom.
Setiap kebudayaan musik dunia memiliki sistem-sistem musik yang
berbeda, karena kebudayaan musik dikerjakan dengan cara yang tidak sama oleh
setiap pendukung kebudayaan (Netll 1997:3). Sistem-sistem musik tersebut dapat
berupa teori, penciptaan, pertunjukan, pendokumenrasian, penggunaan, fungsi,
pengajaran, estetika, kesejarahan, dan lain-lain.
Salah satu sistem yang terlihat jelas dalam suatu kebudayaan musik dunia
adalah pengajarannya yang diwariskan dari mulut ke mulut (oral tradition) (Nettl
1973:3). Dengan demikian, pewarisan kebudayaan melalui mulut ke mulut dapat
menciptakan hasil kebudayaan musik yang berbeda dari setiap generasi. Hal ini
tentu dapat dijadikan sebagai hal yang menarik untuk di teliti dan harus diketahui
tentang materi-materi lisan dan variasi ragam musik yang menggunakan istilah-
istilah ideal dari suatu kebudayaan musik itu sendiri.
15
Dalam musik vocal, hal yang sangat penting untuk diperhatikan ialah
hubungan antara melodi dengan syairnya. Apabila nada dipakai untuk setiap
silabel atau suku kata, gaya ini disebut syllabic. Sebaliknya, bila suku kata
dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatic.
1.6 Metode Penelitian
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif-komparatif. Disebut deskriptif karena di dalam penelitian ini akan
dipetakan dan dipelajari berbagai hal termasuk masalah-masalah dalam suatu
masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu,
termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-
pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan berpengaruh dari
suatu fenomena (Nazir 1999: 63-64), dan disebut komparatif karena melalui
penelitian akan dicari jawaban yang bersifat mendasar tentang sebab akibat; ini
akan dicapai dengan melakun penganalisaan faktor-faktor penyebab terjadinya
atau munculnya suatu fenomena tertentu (Nazir 1999: 68).
Kecamatan Dolok Silau adalah wilayah yang penulis tentukan sebagai
lokasi penelitian. Selain kecamatan Dolok Silau, penulis juga melakukan
penelitian di beberapa daerah lainya seperti, desa Saribu Dolok, Bosi Sinombah,
Dalig Raya, Siantar, Bagot Raja, dan Purba Tongah untuk menambah informasi
dalam menambah perbendaharaan penulis terkait objek yang dikaji.
Dalam menganalisi melodi ada tiga dasar yang utama yaitu (1) melakukan
analisis yang berhubungan dengan aspek organisasi melodi, (2) analisis terhadap
16
aspek yang berhubungan dengan waktu, dan (3) analisis yang berhubungan
dengan aspek tekstual. Dalam melakukan analisis yang berhubungan dengan aspek
organisasi melodi yang akan dibahas ialah tangga nada, nada dasar, wilayah nada,
jumlah nada, interval, pola kadensa, dan kantur. Untuk menganalisis aspek yang
berhubungan dengan waktu adalah tempo, birama, meter, dan ritem. Selanjutnya
untuk menganalisis aspek tekstual, penulis melakukan penggalian makna dari
taur-taur sibuat gulom sehingga dapat mengetahui arti dan makna yang
disampaikan pada taur-taur sibuat gulom.
Ada dua pendekatan yang dilakukan dalam mendeskripsikan musik (1)
kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, (2)
kita dapat menuliskan musik tersebut diatas kertas dan mendeskripsikan apa yang
kita lihat dengan berbagai cara (Nettl 1964: 96). Dalam hal ini penulis akan
menggunakan beberapa tahap dalam mentranskripsikan melodi diantaranya:
1. Memilih melodi
2. Mendengar melodi secara berulang-ulang
3. Memahami melodi.
4. Menuliskannya kedalam kertas dalam bentuk notasi.
Transkripsi merupakan proses penotasian bunyi yang didengar dan dilihat.
Dalam mengerjakan transkripsi penulis menggunakan notasi yang dinyatakan
Seeger (1958a) yaitu notasi preskriptif dan deskriptif. Notasi preskriptif adalah
notasi yang dimaksudkan sebagai alat pembantu untuk penyaji supaya dapat
menyajikan komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.
17
Untuk mendukung tulisan ini, penulis menggunakan beberapa sumber
bacaan yang diperoleh dari buku, jurnal, skripsi, paper, catatan-catatan dan
internet yang berkaitan dengan topik permasalahan.
1.6.1 Wawancara
Dalam penelitian ini,wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data-data
yang dibutuhkan oleh penulis.
Koentjaraningrat (1993:138-139) menyatakan pada umumnya ada beberpa
macam wawancara yang dikenal oleh para peneliti.Beberapa macam wawancara
dibagi ke dalam dua golongan besar: (1) wawancara berencana dan (2) wawancara
tak berencana. Wawancara berencana selalu terdiri dari suatu daftar pertanyaan
yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Sebaliknya, wawancara tak
berencana tak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar
pertanyaan dengan susunan kata dan tata urut tetap harus dipatuhi oleh peneliti
secara kuat. Jenis-jenis metode wawancara tak berencana secara lebih khusus
ialah: (a) metode wawancara berstruktur (structured interview) dan (b) metode
wawancara tak berstruktur (unstructured interview). Wawancar tak berstruktur
juga dapat dubedakan secara lebih khusu lagi ialah: (1) wawancara berfokus
(focused interview) dan (2) wawancara bebas (free interview).
Wawancara adalah teknik mengumpulkan data yang digunakan peneliti
untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalu bercakap-cakap dan
berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada
sipeneliti. (Mardalis:2006:64).
18
Dalam wawancara, penulis menetapkan delapan narasumber, yaitu
ompung Japenti Saragih,ompung Ahuat Saragih, ompung Rainta br Sipayung, Ivan
Pasaribu, bapak Sahat Damanik, ompungMarden Purba Tambak, ompung Rohana
Rohmalemna Simarmata, dan ompung Banu Purba. Selain itu, penulis juga
mewawancarai beberapa tokoh masyarakat lainnya yang berkaitan untuk
mengembangkan penulisan skripsi ini.
1.6.2 Kerja Laboratorium
Dalam kerja laboratorium, penulis akan mengumpulkan data, mulai dari
wawancara, dokumentasi, dan perekaman diuraikan secara rinci, detail dan
ditafsirkan dengan pendekatan emik dan etik. Data perekaman audio menjadi
objek yang diteliti oleh penulis dengan cara ditranskripsikan melalui pendengaran
dan menuliskannya kedalam notasi balok.
Selanjutnya, data tersebut diklasifikasi dan dibentuk sebagai data. Data
tersebut diperbaiki dan diperbaharui agar tidak rancu sesuai objek penelitian
dalam menulis skripsi. Pengolahan data ini dilakukan bertahap data-data tidak
didapat atau diperoleh sekaligus. Data-data tersebut juga merupakan data yang d
iperlukan sesuai dengan kriteria displin ilmu Etnomusikologi.
1.6.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian penulis tempatkan di kecamatan Dolok Silau kabupaten
Simalungun karena kasus dan informan pangkal yang penulis dapatkan ialah di
kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun.
19
BAB II
ETNOGRAFI UMUM DAN KECAMATAN DOLOK SILAU
Dalam bab II ini akan dijelaskan mengenai etnografi secara umum terkait
lokasi penelitian juga wilayah-wilayah yang penulis kunjungi yang tujuannya
untuk menambah perbendaharaan tulisan.
2.1 Etnografi
Dalam Bab II ini penulis akan menjelaskan etnografi secara umum di
dalam ruang lingkup kecamatan Dolok Silau. Etnografi merupakan upaya
memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin
kita pahami (James 1997:5). Di kecamatan Dolok Silau banyak berbagai
fenomena yang terjadi di masyarakat, baik dari segi bahasa, kesenian, adat istiadat
dan lain sebagainya akan dijelaskan pada Bab ini.
2.1.1 Sistem Bahasa
Sistem kemasyarakatan dalam suatu daerah tentu didasari oleh bahasa
sehari-hari yang digunakan masyarakatnya. Menurut informasi yang disampaikan
oleh informan-informandi lokasi penelitian dan kegiatan berkomunikasi dalam
pelaksanaan penelitian bahwa bahasa yang digunakan sehari-hari ialah bahasa
Simalungun. Namun ada juga beberapa masyarakat yang menggunakan bahasa
Indonesia, dan bahasa daerah lain. Tetapi, ini biasanya hanya dilakukan oleh
mereka yang merantau dari luar kebudayaan lain ke kecamatan Dolok Silau.
20
Sejak berabad-abad yang lampau suku-suku bangsa yang tinggal di
berbagai kepulauan di Nusantara memiliki bahasa masing-masing yang
dipergunakan dalam pergaulan dan komunikasi antar sesama suku tersebut.
Bahasa ini dinamakan sebagai “bahasa daerah” yang disebutkan sesuai dengan
suku bangsa yang memiliki bahsa tersebut. Misalnya bahasa Batak Toba
dipergunakan oleh Batak Toba. Demikian dengan bahasa Simalungun juga di
pergunakan oleh masyarakat Simalungun. Namun di beberapa wilayah yang
penulis jumapi banyak masyarakat yang bukan orang asli Simalungun mahir
dalam berbahasa Simalungun. Hal ini biasanya terjadi dikarenakan mereka lahir
dan menetap di daerah Simalungun, sehingga mereka menyebutkan mereka adalah
masyarakat atau bagian dari Simalungun.
Disamping itu masyarakat Simalungun juga memiliki aksara yang sangat
tua usianya. Menurut seorang peneliti bahasa Dr.P.Voorhoeve, yang menjadi
pejabat Taalambtenaar di Simalungun 1937, mengatakan bahwa bahasa
Simalungun juga bahsa rumpun autstronesia yang lebih dekat dengan bahasa
sansekerta yang banyak sekali mempengaruhi bahasa-bahasa di Nusantara.
Voorhoeve mengatakan kedekatan bahasa Simalungun dengan bahasa
Sansekerta ditunjukan dengan huruf penutup suku kata mati yaitu, uy dalam kata
apuy dan babuy, huruf g dalam kata dolog, huruf b dalam kata arbab, huruf d
dalam kata bagod, huruf ah dalam kata babah dan sabah, juga ei dalam kata
simbei dan ou dalam kata sapou dan lapou. Salah satu ciri masyarakat Simalungun
adalah memiliki tingkatan bahasa yang disebut dengan ratting ni hata (tingkatan
kata). Adapun tingkatan tersebut adalah:
21
1. Lampung ni hata, merupakan bahasa sehari-hari yang dipakai oleh
masyarakat biasa atau bahasa yang dipakai sehari-hari.
2. Gur ni hata, yaitu bahasa yang dipakai untuk mengucapkan sesuatu dan
dianggap lebih halus. Guru ni hata merupakan bahasa tertinggi yang
digunakan oleh kalangan keturunan raja-raja. Dimana bahasa tersebut
adalah bahasa yang sopan hormat, dan berisi nasihat yang sering
disampaikan melalui perumpamaan. Misalnya Simakidup artinya mata,
Jambulan artinya rambut, Simakulsop artinya mulut.
3. Sait ni hata yaitu bahasa yang dipakai ketika seseorang marah atau
menghina seseorang, karena tersinggung atas sesuatu. Sait ni hata
merupakan bahasa yang kasar, berisi kata-kata yang pedas, berisikan
sindiran sehingga dapat menyakiti hati ornag lain. Misalnya, panjamah
(tangan) bahasa kasarnya tiput.
2.1.2 Sistem Kepercayaan
Secara keseluruhan, masyarakat di kecamatan Dolok Silau menganut
agama kristen. Namun bukan berarti seluruh masyarakat di kecamatan Dolok
Silau menganut agama kristen. Ada juga beberapa masyarakat yang menganut
agama islam, namun jumlahnya hanya sedikit dibandingkan dengan yang
beragama kristen. Hal ini dapat dilihat dari jumlah rumah ibadah yang ada di
kecamatan Dolok Silau. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS (badan pusat
statistik) kecamatan Dolok Silau 2017, jumlah gereja sebanyak 59 sedangkan
jumlah masjid hanya ada 3.
22
Hal ini membuktikan, bahwa mayoritas masyarakat di kecamatan Dolok
Silau menganut agama kristen.
2.1.3 Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan selalu dimiliki oleh setiap suku. Berbeda suka, berbeda
pula struktur kekerabatannya. Simalungun, memiliki sistem kekerabatan yang
cukup besar.
Menurut M.D Purba dalam bukunya yang berjudul Adat Perkawinan
Simalungun (1985), ada dua cara umum yang dipakai untuk menarik garis
keturunan, yaitu: (1) menarik garis keturunan hanya dari satu pihak laki-laki dan
mungkin pula dari pihak perempuan. Masyarakat demikian dinamakannya
masyarakat Unilateral. Jika masyarakat tersebut menarik garis keturunan dari
pihak laki-laki atau ayah saja, maka keturunan tersebut disebut masyarakat
Patrineal dan jika menarik gais keturunan dari perempuan (ibu) maka disebut
Matrinial. (2) menarik garis keturunan dari kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu,
masyarakat demikian disebut bilateral atau masyarakat parental.
Dari kedua cara diatas, masyarakat Simalungun termaksut masyarakat
yang menarik garis keturunan dari salah satu pihak saja, yaitu dari pihak laki-laki
atau ayah. Dengan demikian masyarakat Simalungun adalah masyarakat
unilateralpatrineal, yang artinya bahwa setiap anak-anak yang lahir baik laki-laki
maupu perempuan dengan sendirinya akan mengikuti klan atau marga dari
ayahnya (1985:108).
23
Bukti bahwa garis keturunan diambil dari pihak laki-laki adalah dengan
adanya marga dalam masyarakat Simalungun. Setiap anak yang lahir dalam satu
keluarga di etnis Simalungun, secara otomatis akan memiliki marga yang
samadenga marga si ayah. Susunan masyarakat Simalungun didukung oleh
berbagai marga yang mempunyai hubungan tertentu, yang disebabkan oleh
hubungan perkawinan. Hubungan perkainan antar marga-marga mengakibatkan
adanya pergolongan antar tiap-tiap marga. Marga yang satu akan mempunyai
kedudukan tertentu terhadap marga lain. Perkerabatan dalam masyarakat
Simalungun disebut sebagai Partuturan. Partuturan ini menentukan dekat atau
jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon) dan dibagi kedalam beberapa
kategori sebagai berikut:
1) Tutur Manorus/Langsung
Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri. Misalnya, Botou
artinya saudara perempuan lebih tua atau lebih muda. Mangkela
(baca:makkela) artinya suami dari saudara perempuan dari ayah. Sima-
sima artinya anak dari Nono/Nini.
2) Tutur Holmuan/Kelompok
Melalui tutur Holmuan ini bisa terlihat bagaimana jalannya adat
Simalungun. Misalnya: Bapa Tongah artinya saudara lelaki ayah yang
lahir dipertengahan (bukan paling muda, bukan paling tua). Tondong
Bolon artinya pambuatan ( orang tua atau saudara dari istri/suami).
Panogolan artinya kemenakan, anak laki-laki/perempuan dari saudara
perempua
24
3) Tutur Natipak/Kehormatan
Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak
berbicara sebagai tanda hormat. Misalnya: Kaha digunakan pada istri dari
saudara laki-laki yang lebih tua. Bagi wanita, kaha digunakan untuk
memanggil suami dari kakak ibu. Ambia, pangilan seorang laki terhadap
laki lain yang seumuran atau bawahan.
Ikatan kekerabatan diklasifikasikan dala suatu sistem yang dalam bahasa
Simalungun dikenal Tolu Sahundulan yaitu:
1) Tondong (Pemberi Istri)
2) Anak Boru/Boru (Penerima Istri)Sanina/Sapanganonkon (Sanak saudara,
individu semarga pembawa garis keturunan)
Dalam masyarakat Simalungunseorang pria belum dianggap sebagai orang
dewasa dan belum dapat berperan serta fungsi-fungsi adat bila yang bersangkutan
belum menikah atau sudah menikah tapi belum mempunyai keturunan.
2.1.4 Kesenian Simalungun
Kesenian adalah ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan, dalam
kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif
(Koentjaraningrat, 1980:395-397). Kesenian pada masyarakat Simalungun sangat
banyak dan beragam. Di kecamatan Dolok Silau kesenian Simalungun juga selalu
ditampilkan di acara-acara baik sekolah, pagelaran, hiburan dan lain-lain.
Taralamsyah Saragih dalam seminar Kebudayaan Simalungun 1964 mengatakan
25
bahwa kesenian yang ada di Simalungun dapat dibagi atas Seni Musik (Gual),
Seni Suara ( Doding), Seni Tari (Tortor).
2.1.4.1 Seni Musik (Gual)
Seni musik digunakan untuk upacara-upacara hiburan dan upacara-upacara
adat lainnya, misalnya upacara dukacita (pusok ni uhur) dan sukacita (malas ni
uhur). Alat-alat pada masyarakat Simalungun dapat dimainkan secara ensambel
dan secara tunggal. Alat musik yang dimainkan secara ensambel adalah Gonrang
Sidua-dua dan Gonrang Sipitu-pitu sangat penting diantaranya:
1) Manombah, yaitu suatu upacara untuk mendekatkan diri kepada
sembahan.
2) Maranggir, yaitu upacara untuk membersihkan badan dari perbuatan-
perbuatan yang tidak baik, dan juga membersihakn diri dari gangguan roh-
roh jahat.
3) Ondos Hosah, yaitu upacara khusus yang dilakukan sudatu desa atau
keluarga agar terhindar dari mara bahaya.
4) Rondang Bintang, yaitu acara tahunan ang diadakan suatu desa karena
mendapatkan panen yang baik. Muda-mudi menggunakan kesempatan
tersebut untuk mencari jodoh.
Adapun alat musik yang dimainkan secara tunggal diantaranya
jatjaulu/Tengtung, Husapi, Hodong-hodong, Tulila, Ole-ole, Saligung, Sordam
dan lain-lain. Alat-alat musik tersebut dimainkan untuk hiburan pribadi ketika
lelah bekerja di ladang, Maupun setelah pulang dari bekerja.
26
2.1.4.2 Seni Suara (Doding)
Musik vokal Simalungun dikenal dengan istilah doding dan ilah. Doding
dipakai untuk nyanyian solo sedangkan ilah dipakai segabai nyanyiann kelompok.
(Sihotang 1993:31). Nyanyian dalam masyarakat Simalungun memiliki teknik
bernyanyi yang disebut Inggou. Adapun nyanyian tersebut diantaranya adalah:
1) Taur-taur, yaitu nyanyian yang digunakan oleh sepasang muda-mudi
secara bergantian untuk mengungkapkan perasaan satu sama lain.
2) Ilah, yaitu nyanyian yang dinyanyikan sekelompok pemuda dan pemusi
sambil menepuk tangan sambil mempentuk lingkaran.
3) Doding-doding, yaitu nyanyian yang dinyanyikan oleh sekelompok
pemuda dan pemusi atau orang tua untuk menyampaikan pujian atau
sindiran, nyanyian ini juga dapat dilagukan untuk mengungkapkan
kesedihan dan kesepian.
4) Urdo-urdo, yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan oleh seorang ibu
kepada anaknya atau seorang anak perempuan kepada adiknya. Urdo-rudo
untuk menidurkan sementara Tihta untuk bermain.
5) Tangis-tangis, yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan seorang gadis
karena putus asa atau pun kareba berpisah dengan keluarga karena aka
menikah.
6) Manalunda/mangmang, yaitu mantera yang dinyanikan oleh seorang datu
untuk meneyembuhkan suatu penyakit ataupun menobatkan seorang raja
pada waktu dulu (Setia Dermawan Purba, 2009).
27
2.1.4.3 Seni Tari (Tor-tor)
Seni tari dalam masyarakat Simalungun banyak mengalami penurunan dari
segi pertunjukan dimana pada saat ini sudah jarang dijumpai Tor-tor yang sering
dilakukan pada zaman dahulu. Tor-tor yang dapat bertahan sampai saat ini adalah
Tor-tor Sombah. Adapun Tor-tor yang sering dipertunjukan pada zaman dahulu
antara lain:
1) Tor-tor Huda-huda atau Toping-toping yaitu tarian yang dilakukan untuk
menghibur orng yang meninggal sayur matua yaitu orang yang telah
berlanjut usia. Tarian ini merupakan tarian yang meniru gerakan kuda dan
sebagian permainanya memakai topeng. Pada waktu dulu tarian ini
digunakan untuk menghibur keluarga raja yang bersedih karena anaknya
meninggal. Tarian ini bertujuan untuk menyambut kelompok adat
(tondong, boru dan sanina) serta menghibur para tamu undangan, namun
mereka juga bertugas mengumpulakan oleh-oleh dari tamu undangan.
Zaman dulu kegiatan tersebut biasa dilakukan dalam pemakaman Raja.
2) Tor-torTurahan yaitu tor-tor yang dilakukan untuk menarik kayu
membangun istana atau rumah besar. Seorang mandor bergerak melompati
barang kayu yang ditarik sambil mengibaskan daun-daun yang dipegang
ke batang kayu dan ke badan orang yang menarik untuk member
semangat.
28
2.2 Kecamatan Dolok Silau
Wilayah penelitian yang sudah penulis tentukan adalah kecamatan Dolok
Silau. Dolok Silau merupakan sebuah wilayah kerajaan yang berevolusi menjadi
sebuah kecamatan setelah masa kemerdekaan.
2.2.1 Sejarah Singkat Dolok Silau
Dolog Silau merupakan salah satu kerajaan tertua di Simalungun setelah
runtuhnya kerajaan pertama Simalungun yaitu kerajaan Nagur dikarenakan Raja
pertama di Dolok Silau menikahi Putri Raja Nagur yang bernama Ruttingan Omas
yang dijadikan permaisyurinya.
Kerajaan Dolok Silau diperkirakan berdiri pada tahun 1450 dan yang
menjadi daerah kekuasaannya yang pertama yaitu daerah Tambak Bawang,
lambang dari kerajaan Dolok Silau yaitu “Ultop dan Bubu” alat penangkap burung
dan ikan.
Status yang dimiliki oleh raja-raja di kerajaan Dolok Silau adalah status
yang diperoleh karena kelahiran atau Ascribed status. Sedangkan yang menjadi
putra mahkota adalah putra kandung Puang Bolon (permaisuri).
Setelah masuknya Kolonial Belanda ke Simalungun banyak perubahan
yang terjadi, Kolonial Belanda memecah kerajaan yang ada di Simalungun
menjadi tujuh kerajaan yang dahulunya hanya empat kerajaan, sehingga wilayah
kekuasaan kerajaan Dolok Silau semakin sempit.
Tanah-tanah yang ada di kerajaan Dolok Silau menjadi sasaran pemerintah
Belanda untuk dijadikan perkebunan. Agar lebih mudah megatur rakyat yang
29
berdiam di daerah itu maka raja diberikan hak otonomi untuk mengatur daerahnya
masing-masing.
Setelah masa kolonial Belanda berakhir di Indonesia yang kemudian
disusul datangnya Jepang menggantikan penjajahan Belanda maka keadaan
masyarakat khususnya di kerajaan Dolok Silau semakin menderita dimana rakyat
diperintahkan untuk kerja paksa untuk membangun jalan-jalan. Banyak
masyarakat yang terpaksa mengungsi kearah Gunung Barubei yang berjarak 10
Km (sepuluh kilo meter) dari ibu kota kerajaan.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia maka pemerintah pusat
memutuskan untuk memusatkan pemerintahan pada satu pusat dan meniadakan
kerajaan-kerajaan. Pada tahun 1946 dilakukan revolusi sosial.
Revolusi sosial telah menimbulkan keadaan yang kacau-balau, dimana
banyak terjadi pembunuhan atas raja-raja Simalungun. Untuk menyelamatkan
nyawa Raja Dolok Silau yang saat itu dijabat oleh Tuan Bandar Alam Purba
Tambak, maka pembesar kerajaan melakukan musyawarah, maka diputuskan agar
raja diungsikan dahulu ke Huta Lama sampai keadaan aman.
Setelah melalui perkembangan demi perkembangan, sistem perintahan
jenis kerajaan tidak digunkan lagi dimasyarakat. Kini kerajaan Dolok Silau telah
menjadi sebuah Kecamatan.
2.2.2 Gambaran Umum Kecamatan Dolok Silau
Kecamatan Dolok Silau, berada dalam wilayah kabupaten Simalungun,
Sumatera Utara dengan luas 354 Km2. Terletak antara Lintang Utara dan Bujur
30
Timur dan berada pada ketinggian 751-1.200 Meter di atas permukaan laut,
Berbatasan dengan sebelah Utara ( Kabupaten Deli Serdang), sebelah Selatan
(Kecamatan Silimakuta), sebelah Barat (Kabupaten Karo), dan sebelah Timur
(Kecamatan Silou Kahean).
Gambar 2.1 Peta Kecamatan Dolok Silau
Kecamatan Dolok Silau terdiri dari empat belas kelurahan yakni; (1)
Bawang,(2) Nagori Bosi, (3) Cingkes, (4) Dolok Mariah, (5) Huta Saing, (6)
Mariah Dolok, (7) Marubun Lokung (8) Paribuan, (9) Perasmian, (10) Saran
Padang, (11) Silau Marawan, (12) Togur, (13) Tanjung Purba, dan (14) Ujung
Bawang. Etnis mayoritas yang mendiami kecamatan Dolok Silau adalah Batak
Simalungun.
31
Tabel 3.1 Luas Wilayah dan Jumlah Dusun Menurut Nagori/
Kelurahan di Kecamatan Dolok Silau Tahun 2017
No. Nagori/Kelurahan Luas (Km2) Jumlah
Dusun
1 Cingkes 12,50 4
2 Panribuan 38,00 5
3 Saran Padang 27, 00 8
4 Mariah Dolok 27,50 4
5 Dolok Mariah 66,00 4
6 Marubun Lokung 28,50 5
7 Bawang 48.00 5
8 Huta Saing 11,00 5
9 Togur 28,50 3
10 Perasmian 11,00 4
11 Bosi Sinombah 8,64 4
12 Silau Marawan 7,86 3
13 Ujung Bawang 33,00 3
14 Tanjung Purba 6,50 3
Jumlah 354,00 60
Namun di beberapa nagori (kelurahan) seperti Cingkes, Bawang, Saran
Padang, dan Panribuan, lebih didominasi etnis Batak Karo.
32
Kecamatan Dolok Silau merupakan daerah yang tidak padat penduduk, hal
tersebut dapat dilihat dari jumlah penduduk yang ada di setiap desanya.
Tabel 2.2 Penduduk Menurut Nagori (Desa)/ Kelurahan dan Jenis
Kelamin di Kecamatan Dolok Silau Tahun 2017
No Nagori ( Desa)/ Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Cingkes 860 857 1.717
2 Panribuan 1.039 1.013 2.052
3 Saran Padang 1.149 1.164 2.313
4 Mariah Dolok 354 351 705
5 Dolog Mariah 214 206 420
6 Marubun Lokkung 573 531 1.104
7 Bawang 760 779 1.539
8 Huta Saing 257 199 456
9 Togur 207 210 417
10 Perasmian 552 605 1.157
11 Tanjung Purba 394 303 697
12 Ujung Bawang 183 178 361
13 Silau Marawan 424 345 769
14 Bosi Sinombah 311 393 704
Total 7.277 7.134 14. 411
33
2.2.3 Wilayah Penelitian
Gambar 2.2 Peta Wilayah Penelitian
Lokasi penelitian yang udah di kunjungi.
Lokasi penelitian yang sudah di kunjungi ( di luar wilayah penelitian)
34
Pertama sekali melakukan penelitian, penulis pergi ke kecamatan Raya,
tepatnya di desa Bahapal, untuk menemui salah satu seorang penyanyi tradisional
Simalungun yang bernama Lina damanik, berusia 74 tahun. Dalam penelelitian
pertama, informan yang penulis pilih tidak begitu paham mengenai topik
penelitian yang penulis maksudkan. Lina Damanik hanya tau menyanyikannya
saja tanpa mengetahui latar belakang yang sebenarnya karena beliau sama sekali
belum pernah mengalami hal tersebut dalam kehidupan nyantanya.
Di karenakan data dari informan pertama kurang falid, penulis kemudian
pergi ke kecamatan Silimakuta, di desa Seribu Dolok. Disana penulis menjumpai
salah seorang pengetua adat yang bernama Juslin Saragih berusia 54 tahun dan
minginap selama satu minggu di rumah beliau. Selama satu minggu berada di
sana, beliau membawa penulis kepada orang-orang yang terdahulu yang
menurutnya tau mengenai hal-hal yang penulis maksudkan terkait dengan topik
penelitian. Pertama penulis di bawa kerumah seorang pemain sarunei pertama di
desa itu yaitu bapak Marden Purba Tambak yang berusia 80 tahun, dikarenakan
keadaannya yang sudah pikun, bapak marden kurang jelas dalam menuturkan apa
yang beliau ketahui. Karena penulis merasa data yang diperoleh masih sangat
kurang jelas, bapak Juslin kemudian membawa penulis kepada seorang penyanyi
Simalungun bernama Rainta br Sipayung berusia 78 tahun, beliau juga berkata dia
kurang mengingat secara rinci bagaiman teks, dan melodi taur-taur sibuat gulom
yang penulis maksud. Tetapi beliau sedikit menuturkan hal-hal yang terkait
dengan taur-taur sibuat gulom meski tidak secara utuh. Selanjutnya, karena data
yang di peroleh masih sangat kurang, akhirnya bapak Juslin menyarankan penulis
35
agar pergi ke kecamatan Purba dan desa Huta Saing, dikarenakan menurutnya,
kemungkinan taur-taur sibuat gulom masih ada disana.
Hari berikutnya penulis memulai pencarian dengan pergi ke kecamatan
Purba, tepatnya di desa Hinalang dan Bagot Raja. Penulis mengetahui lokasi ini
dari sebuah jurnal yang pernah melakukan penelitian disana yang judul
penelitiannya hampir sama dengan judul yang sudah penulis tentukan. Dari
penelusuran penulis, penulis tidak mendapatinya, dikarenakan salah satu dari
mereka pergi ke luar kota dan satunya lagi sedang berada di rumah sakit dan tidak
dapat diajak berkomunikasi.
Setelah beberapa hari penulis melanjudkan penelitian dengan pergi ke
kecamatan Raya lagi, dengan lokasi yang berbeda yaitu desa Dalig Raya. Disana,
penulis pergi ke sebuah sanggar Simalungun bernama elak-elak, yang didirikan
oleh bapak Sahad Damanik salah satu seniman Simalungun. Setelah bertemu dan
panjang lebar berbicara terkait dengan topik penelitian, bapak Sahad Damanik dan
istrinya tidak terlalu banyak berbicara mengenai taur-taur sibuat gulom. Menurut
mereka taur-taur ini tidak banyak dan hanya sedikit saja yang mengetahuinya.
namun dari pembicaraan yang dilakukan banyak hal yang penulis dapat dari apa
yang dipaparkan oleh beliau dan istrinya. Setelah itu, penulis bercerita tentang
desa Huta Saing dan ingin pergi kesana untuk melakukan penelitian selanjutnya.
Di karenakan bapak Sahad Damanik memiliki kenalan disana, beliau memberi no.
telepon untuk mempermudah akses penulis masuk ke lokasi penelitian.
Setelah beberapa kali berkomunikasi lewat telepon, akhirnya penulis
pergi ke desa Huta Saing. Huta Saing berada kira-kira 25 Km (kilo meter) dari
36
desa Saribu Dolok, kediaman bapak Juslin. Tidak ada akses seperti bus, gojek,
maupun becak menuju Huta Saing. dikarenakan tidak adanya akses, penulis
memilih menggunakan sepeda motor untuk pergi ke desa tersebut bersama dengan
salah seorang teman. Waktu yang ditemuh selama perjalanan adalah 2,5 jam
dengan kondisi jalan terjal dengan batu berlepasan di jalan. Setelah sampai di
lokasi penelitian penulis pergi kesebuah warung untuk menayakan alamat orang
yang di kenalkan leh bapak Sahad Damanik yang bernama Ivan Pasaribu yang
berusia 28 tahun. Beliau adalah seorang seniman Simalungun, yang mengakukan
dirinya berdarah Simalungun meski tidak ber-marga Simalungun. Beliau mahir
memainkan semua alat musik Simalungun, dan mampu membuat alat musik
Simalungun. Setiap hari banyak pemuda dan anak-anak yang datang kerumah
beliau untuk belajar bermain alat musik. Beliau juga membagi-bagikan alat musik
kepada anak-anak yang ingin belajar secara geratis. Selama penelitian di desa
tersebutpenulis menginap dirumah beliau selama satu malam. Dari beliau penulis
mendapat rekaman yang menurut masyarakat adalah partaur-taur pada kala itu.
Dari beliau juga penulis di bawa kepada orang-orang yang menurutnya paham
terkait dengan topik yang dimaksud. Pertama penulis dibawa ke rumah ompung
Jampenti Saragih yang berusia 78 tahun. Selama masa wawancara penulis
memasang rekaman yang penulis dapat untuk memacu ingatan beliau. Beliau
mengatakan bahwa ini memang benar-benar ada, sewaktu dia masih kana-kanak.
Namun dia tidak mampu menyajikannya dikarenakan di hanya mendengar saja.
Kemudian penulis di bawa lagi ke rumah ompung Ahuat Saragih berusia 92 tahun.
Sembari melakukan wawancara penulis memutar melodi tersebut berulang-ulang.
37
Beliau berkata, hal ini memang benar ada sewaktu dia masih kanak-kanak. Beliau
tidak mengetahui hal tersebut secara rinci dikarenakan hal ini tidak lagi dilakukan
laki-laki sebayanya. Menurutnya yang paling berperan dalam taur-taur sibuat
gulom adalah perempuan sehingga pengetahuannya mengenai hal tersebut hanya
terbatas. Di karenakan yang penulis dapatkan dari Huta Saing hanya melodi saja,
tanpa adanya teks penulis merasa hal tersebut tidak cukup untuk dijadikan sebuah
skripsi.
Beberapa minggu kemudian penulis kembali melakukan penelitian dan
memutuskan membatasi wilayah dalam satu kecamatan saja.Penulis memulai
penelitian mulai dari desa Marubun Lokkung. Menurut orang-orang yang penulis
jumapi di sebuah warung tidak ada yang tau mengenai hal tersebut. Penulis
memilih warung sebagai tempat bertanya, dikarenakan warung adalah pusat
pertukaran informasi dimana pada pagi dan sore hari warung selalu ramai
dikunjungi masyarakat.
Setelah itu penulis pergi ke desa Togur tidak jauh dari desa Marubun
Lokkung. Tidak ada satupun dari mereka yang penulis jumpai tau mengenai taur-
taur sibuat gulom.
Dari Togur, penulis melanjutkan penelitian ke desa Saran Padang. Disana
penulis tinggal di rumah salah satu kerabat penulis selama beberapa hari. Disana
penulis dibawa ke salah satu rumah penyanyi Simalungun legendaris yang sudah
meninggal. Disana penulis melakukan penelitian dengan menjumpai suami dari
penyanyi tersebut. Dikarenakan saat sedang melakukan wawancara bapak tersebut
38
menangis karena merasa sedih mengigat isterinya, penulis menghentikan
pembicaraan dan menghentikan penelitian agar tidak mengganggu bapak tersebut.
Selanjutnya penulis dibawa ke desa Dolok Mariah, disana penulis
menjumpai salah seorang pengetua adat bernam Nurdin Saragi yang berusia 54
tahun anak dari salah seorang penyanyi Simalungun yang pernah membawakan
taur-taur sibuat gulom ke negara Eropa. Dari beliau penulis mendapat banyak
informasi mengenai taur-taur sibuat gulom berdasarkan penuturan ibunya dahulu.
Namun dari beliau penulis tidak mendapatkan penggalan-penggalan teks taur-taur
sibuat gulom. Menurutnya teks taur-taur sibuat gulom tidak bisa dihafal karena
sifatnya yang selalu berubah dan tidak memiliki ketetapan. Dikarenakan teks tak
kunjung dapat, penulis dibawa lagi ke desa yang tidak jauh dari sana. Disana
penulis dibawa kesebuah warung. Di warung penulis memaparkan apa yang
penulis ingin cari kepada mereka. Dari mereka, penulis dibawa kerumah seorang
seniman Simalungun yang penulis lupa namanya. Disana penulis memutarkan
melodi taur-taur sibuat gulom. Menurut isteri beliau yang juga salah satu penyanyi
Simalungun hal tersebut adalah salah satu versi dari taur-taur sibuat gulom.
Setelah panjang lebar berbicara penulis kemudian diarahkan untuk pergi ke Desa
Bosi Sinombah olehnya.
Setelah pergi ke desa Bosi Sinombah yang jaraknya cukup jauh dari desa
Saran Padang, penulis pergi kewarung bertanya mengenai taur-taur Sibuat
Gulom, disana penulis mendapati orang yang benar-benar pernah mengalami dan
melakukan taur-taur sibuat gulom di dalam kehidupannya. Dari beliau banyak
informasi baru yang didapat. Menurut penulis ini sudah sangat cukup untuk
39
dijadikan sebuah skripsi. Untuk menambah referensi penulis kemudian
melanjudkan penelitian ke Silau Marawan, tidak terlalu jauh dari desa tersebut
namun, disana penulis tidak mendapati hal-hal terkait topik penilitan.
Untuk menambah kekayaan referensi penulis, penulis pergi ke Siantar
menjumpai seorang seniaman Simalungun yang Bernama Badu Purba beusia
sekitar 70 tahunan disana penulis menjelaskan hal-hal yang terkait dengan topik
penelitian sembari memutarkan hasil dari penelitian sebelumnya. Menurut beliau
melodi tersebut adalah benar-benar melodi taur-taur sibuat gulom. Untuk teksnya,
beliau berkata hanya mengetahui satu versi saja yang umum diketahui masyarakat.
Selama melaksanakan penelitian banyak hal baru yang penulis dapatkan.
Yang sebelumnya tidak fasih berbahasa Simalungun menjadi fasih dikarenakan
kondisi yang mengharuskan. Melalui penelitian ini penulis juga banyak
mengunjungi daerah-daerah yang sama sekali tidak penulis ketahui. Dari
penelitian ini juga penulis banyak mendapatkan informasi-informasi dan
pengetahuan mengenai taur-taur sibuat gulom serta kegiatan-kegiatan Simalungun
lainnya yang terkait dengan ritual, upacara, kesenian dan sebagainya. Melalu
penelitian ini juga penulis menyadari interaksi yang baik sangat dibutuhkan untuk
membangun sebuah komunikasi yang harmonis didalam tempat yang baru.
40
BAB III
FUNGSI DAN KONTINUITAS TAUR-TAUR SIBUAT GULOM
Pada bab III ini, akan dijelaskan hal-hal mengenai taur-taur sibuat gulom
meliputi pengertian , fungsi dan kontinutasnya secara rinci yang penulis dapatkan
melalui penelitian lapangan di kecamatan Dolok Silau dan wilayah pendukungnya.
Sebelum samapi kepada penjelasan mengenai taur-taur sibuat gulom terlebih
dahulu akan dijelaskan pengertian dasar dari taur-taur.
3. 1 Pengertian Taur-Taur
Masyarakat Simalungun memiliki berbagai kekayaan kesenian tradisional
salah satunya adalah musik vocal (nyanyian). Hampir semua aktivitas kehidupan
masyarakat Simalungun terdahulu dilakukan dengan nyanyian, mulai dari kegiatan
sehari-hari, sampai kepada upacara adat dan ritual bahkan seni pertunjukan
(Jasahdin 2005:204). Salah satu nyanyian yang ada di simalungun adalah taur-
taur. Taur-taur berasal dari kata”taur” yang artinya panggil kemudian diulang
menjadi taur-taur yang berarti panggil-panggil (bersahut-sahutan). Namun kata
taur dalam bahasa Simalungun juga bisa diartikan sebagai penyampaian pesan,
maksud, tujuan, maupun berita.
Taur-taur adalah salah satu nyanyian sebagai media komunikasi yang
dilakukan masyarakat Simalungun terdahulu baik secara solomaupun call and
raspons atau berbalas-balasan antara dua orang. Taur-taur dalam masyarakat
Simalungun juga memiliki turunan yang disebut sinanggei/marsinanggei, sebutan
ini berlaku untuk perempuan dan taur-taur untuk laki-laki. Walaupun
41
dikatakansinanggei masih tetap satu konteks dalam taur-taur. Taur-taur di
masyarakat Simalungun memiliki jenis yang beragam mulai dari penamaan,
struktur, penggarapan teks yang semuanya memiliki perbedaan. Berikut adalah
skema taur-taur yang ada pada masyarakat Simalungun.
Bagan 3.1 Taur-taur
Taur-taur
Simbandar Sibuat Balog Simanggei Sitarak Palopah- Bah
Gulom Ganjang Galunggung lopah Urung Tonang
Berbalas Berbalas
- Berbalas solo Berbalas -balasan balasan -balasan -balasan
Laki-laki/ Laki-laki/ Laki-laki
perempuan
perempuan
Berbalas
-balasan
solo
Berbalas
-balasan
Laki-laki/ perempuan
Laki-laki perempuan
Tanpa teks Dengan teks
Hal-hal yang biasanya diungkapkan melalui taur-taur ialah perasaan sedih
seperti rasa kehilangan seorang ayah maupun orang-orang yang dicintai, perasaan
sayang kepada orang tua maupun pasangan, uangkapan rindu terhadap kampung
halaman maupun orang-orang terdekat, identitas diri, keinginan memiliki sesuatu,
42
dan latar belakang kehidupan. Dengan kata lain cukup banyak hal yang dapat
dikomunikasikan melalui taur-taur, terutama yang berhubungan dengan aspek
kehidupan.
Salah satu dari sekian banyak taur-taur di Simalungun yang terkait dengan
aspek kehidupan ialah taur-taur sibuat gulom. Taur-taur sibuat gulom merupakan
salah satu sarana komunikasi masalalu oleh masyarakat Simalungunyang
disajikan di sungai. Lebih jauh lagi taur-taur sibuat gulom akan dibahas pada poin
berikutnya.
3.2 Taur-Taur Sibuat Gulom
Taur-taur sibuat gulom adalah nyanyian di Simalungun yang bersifat
folklor.Sibuat berarti mengambil dan gulom adalah tutup. Dahulu orang
Simalungun mengambil air menggunakan assubah(potongan ruas bambu) dan
gulom (penutup) yang digunakan adalah dedaunan yang diambil disekitar
pinggiran sungai yang disebut tapian. Ompung Ahuat Saragih mengatakan bahwa
taur-taur sibuat gulom ialah nyanyian saat mengambil daun di sungai sebagai
penutup tempat air yang terbuat dari bambu (asubah). Hal ini di perkuat lagi oleh
pernyataan Ompumg Rosmina Sipayung, yang mengatakan taur-taur sibuat gulom
merupakan nyanyian yang dilakukan di sungai saat sedang mengambil daun
sebagai penutup air dan biasanya dinyanyikan dengan berisikan pesan, maksud,
tujuan, maupun berita. Ompung Rosmina mengatakan hal demikian karena semasa
hidupnya dia selalu memakai taur-taur dalam aktivitas sehari-hari untuk
berkomunikasi maupun menghibur dirinya. Hal ini juga dilakukannya saat sedang
43
mengambil air disungai dengan menyajikan taur-taur sibuat gulom sembari
mengambil daun sebagai penutup assubah.
Lebih jauh Ompung Rosmina mengatakan taur-taur sibuat gulom
merupakan nyanyian yang kaya akan variasi dan keberadaanya sangat diterima
oleh masyarakat pada zamannya. Hampir semua orang pada waktu itu tau taur-
taur sibuat gulommeski tidak dalam penyajiannya. Ompung Rosmina sendiri,
belajar nyanyian tersebut saat masih remaja sekitar tahun 1939 oleh seorang
perempuan dari desa Huta Saing bernama Likkit br Saragih yang menikah dengan
seorang laki-laki di Nagori Bosi. Ompung Rosmina menuturkan Likkit br Saragih
sangat mahir dalam penyajian taur-taur sibuat gulom. Dari pengajaran yang
diajarkan secara lisan oleh Likkit, Ompung Rosmina mampu menyajikan taur-taur
sibuat gulom dan mengaplikasikannya kedalam kehidupan sehari-harinya sampai
sekarang. Ompung Rosmina mengatakan selama masa hidupnya taur-taur sibuat
gulom yang pernah dia lihat hanya dilakukan secara tunggal tanpa adanya iringan
musik.
Hal ini diperkuat lagi oleh pernyataan masyarakat di desa tersebut yang
mengatakan bahwa ketika mereka masih kecil taur-taur sibuat gulom yang
mereka dengar secara langsung hanya dilakukan secara tunggal saja. Namun ada
juga beberapa orang yang menyajiakan taur-taur sibuat gulom tersebut dengan
siulan-siulan saja, dan biasanya dilakukan oleh laki-laki. Selain dengan siulan
biasanya laki-laki terdahulu menyajikannya dengan alat musik tiup tradisional
Simalungun yang dinamakan sarunei.
44
Namun ada juga yang mengatakan hal yang sedikit berbeda mengenai
taur-taur sibuat gulom seperti yang di kemukakan oleh ompung Rainta br
Sipayung salah satu seniman Simalungun di desa Seribu Dolok, menurutnyataur-
taur sibuat gulom, merupakan nyanyian percintaan muda-mudi yang didalamnya
berisi tentang keluh kesah saat sedang mengambil air di pancuran/sungai, dengan
menggunakan istrumen sulim yang dimainkan oleh laki-laki.
Dikecamatan Dolok Silau sendiri,taur-taur sibuat gulom dilakukan secara
tunggal. Salah satu informan Tua Nurdin Saragih mengatakan biasanya taur-taur
sibuat gulom dilakukan secara tunggal, namun tidak menutup kemungkinan taur-
taur sibuat gulom juga dilakukan lebih dari satu orang. Hal tersebut dikarenakan
kondisi sungai yang selalu ramai di kunjungi masyarakat. Lebih jauh Tua Nurdin
Saragih mengatakan, taur-taur sibuat gulom seyogianya dilakukan oleh
perempuan. Hal ini dikarenakan dalam tradisi masyarakat Simalungun
perempuanlah yang bertugas untuk mengolah kebutuhan makan dan minum untuk
sehari-hari. Namun laki-laki juga dapat menyajikan taur-taur sibuat gulom, sebab
laki-laki juga bertugas membantu perempuan termasuk ketika mengambil air ke
sungai sebagai tanda kepedulian laki-laki Simalungun terhadap perempuan.
Namun ada yang membedakan taur-taur sibuat gulom yang disajikan laki-
laki dengan perempuan. Menurut informasi yang diperoleh dari hasil penelitian
taur-taur yang dinyanyikan laki-laki biasanya dilakukan dengan menggunakan
alat musik sembari berjalan kesungai, dan tidak berisikan teks, untuk mereka yang
tidak tahu memainkan alat musik biasanya cukup dengan bersiul-bersiul saja. Hal
ini juga di benarkan oleh beberapa masyarakat yang ada di lokasi
45
penelitian. Beberapa dari mereka mengaku pernah mendengar taur-taur sibuat
gulom yang disajikan oleh laki-laki dengan cara bersiul. Namun yang mereka
dengar konteksnya bukan berada disungai lagi melainkan di aktivitas lain, seperti
saat menjalang lembu dan menjaga padi. Untuk taur-taur sibuat gulom yang
disajikan oleh perempuan dinyanyikan dengan vokal saja tanpa musik pengiring.
Taur-taur sibuat gulom juga tidak terpaku kepada satu atau dua konteks
syair saja. Taur-taur sibuat gulom kaya akan variasi syair karena penyajiannya
yang spontan. Biasanya mereka yang menyajikan, lebih mengutamakan apa yang
ada didalam perasaanya dan diutarakan melalui syair.Untuk laki-laki biasnya
permainan melodi menjadi prioritas utama, hal ini dikarenakan tidak adanya syair.
Sehingga tanpa ada melodi tidak ada taur-taur sibuat gulom.
Menurut penulis ini merupakan kekayaan terhadap kesenian Simalungun
terkhusus pada taur-taur sibuat gulom yang tidak hanya terpaku kepada satu versi
saja, tapi memiliki banyak varian yang menjadikan taur-taur sibuat gulomkaya
akan ragam dan menarik untuk digali kembali.
3.2.1 Tempat dan Waktu Tenyajian
Taur-taur sibuat gulom disajikan di sungai saat mengambil daun. selain
saat mengambil gulom, taur-taur sibuat gulom juga bisa disajikan saat sedang
melakukan kegiatan disungai seperti mencuci dan mandi.Menyajikan taur-tar
sibuat gulom, biasanya disertai dengan inggou (ornamentasi) pada setiap bait
syair. Untuk waktu penyajian biasanya dilakukan antara pagi ke sore hari kecuali
pukul 12.00 siang.
46
3.3 Fungsi Taur-Taur Sibuat Gulom
Taur-taur sibuat gulom tidak hanya sekedar nyanyian untuk mengisi
kekosongan atau sarana hiburan saja. Taur-taur sibuat gulom merupakan salah
satu sarana komunikasi yang representatif pada masa lalu yang dapat dilakukan
oleh semua kalangandan merupakan bagian dari salah satu bentuk komunikasi
tradisional. Selain sebagai fungsi komunikasi taur-taur sibuat gulom juga
merupakan bagian pengungkapan emosional.seperti yang dikemukakan oleh Alan
P.Merriam musik terdiri dari sepuluh fungsi, diantaranya; pengungkapan
emosional, penghayatan estetis, hiburan, komunikasi, perlambangan, norma
sosial, kesinambungan budaya, dan pengintergrasian masyarakat.
3.3.1 Fungsi Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide,
gagasan) yang dilakukan secara lisan atau tulisan dalam bentuk verbal maupun
noverbal. Komunikasi bisa dilakukan dalam berbagai bentuk. Seperti yang di
kemukakan oleh Berelson dan Steiner dalam Jasahdin (1986:10) defenisi
komunikasi adalah sebagai berikut: “penyampaian informasi, ide, emosi,
keterampilan, dan lain sebagainya, melalui penggunaan simbol kata, gambar,
angka, grafik, dan lain-lain.
Nyanyian merupakan salah satu bentuk dari komunikasi yang sifatnya
verbal. Banyak jenis-jenis nyanyian yang digunakan sebagai media komunikasi
pada masyarakat Simalungun terdahulu. Salah satunya adalahtaur-taur sibuat
gulom. Komunikasi yang dimaksud didalam taur-taur sibuat gulombukanlah
47
komunikasi antara A dengan B, atau komunikator dengan komunikan, seperti
taur-taur kebanyakan umumnya,melainkan komunikasi yang dilakukan kepada
sesuatu yang tidak terlihat/berwujud. Meski pesan, maksud, dan tujuan diutarakan
kepada yang tidak terlihat wujudnya namun berdasarkan pengalaman pribadi
mereka merasa bahwa sesuatu yang disampaikan telah sampaipada tujuannya
melalui nyanyian tersebut.
Komunikasi memang memiliki pengertian yang cukup luas, pengertian
komunikasi secara umum ialah proses pertukaran informasi antara dua orang atau
lebih. Namun komunikasi yang dimaksud di dalam taur-taur sibuat gulom adalah
komunikasi yang dilakukan untuk diri sendiri secara intens, yang ditujukan kepada
seseorang atau sesuatu, tanpa adanya pertukaran informasi.
Ilmu komunikasi pun menyelidiki gejala komunikasi, tidak hanya dengan
pendekatan secara ontologis (apa itu komunikasi), tetapi juga secara aksiologis
(bagaimana berlangsungnya komunikasi yang efektif) dan, secara epistomologis
(untuk apa komunikasi itu dilaksanakan), Jasahdin (2005:211).
Ada banyakjenis dalam komunikasi seperti yang tergambar dalam bagan di
bawah ini;
48
Bagan 3.2 Rantai Komunikasi
1) Bentuk spesialisa
Komunikasi 2) Media
3) Efek
1) komunikasi antar personal
2) Komunikasi dgn diri sendiri
3) Komunikasi dgn isyarat
1) komunikasi 4) Komunikasi Kerohanian
personal
1) Kuliah
2) ceramah
2) Komunikasi
Kelompok
3) dsb
1)Jurnalistik
3) Komunikasi
2) Pameran
Massa
3) dsb
1) Surat
1) Media umum 2) telepon
3) dsb
2) media massa
1) pers
2) Radio
3) filim
1) personal opinion
2) publik opinion
3) majority opinion
4) general opinion
Ompung Rosmina Sipayung mengatakan lewat taur-taur dia dapat
mengungkapkan perasaannya dan seolah-olah pesan tersebut sudah sampai kepada
sesuatu yang ia tuju. Sebagai contoh; Ompung Rosmina menyajikan taur-
49
tauryang berisikan pesan keriduannya kepada ayahnya, betapa sakitnya hidup tapa
seorang ayah. Dia mengatakan , melalui nyanyian yang disenandungkannya pesan
dan seruannya telah sampai kepada ayahnya.
Dari pernyataan Ompung Rosmina dapat disimpullkan bahwa taur-
taursibuat gulom merupakan bagian dari komunikasi dan masuk kedalam kategori
komunikasi spesialisasi- komunikasi personal- komunikasi dengan diri sendiri.
Ini membuktikan bahwa komunikasi tidak hanyainteraksi dalampertukaran
informasi antara dua orang atau lebih, melainkan semua hal yang lebih dan
mencakup susuatu-sesuatu yang terlihat maupun tidak terlihat bentuk dan
wujudnya.
3.3.1.1 Beberapa Media Komunikasi Tradisional Masyarakat Simalungun
Terdahulu
Komunikasi tradisional adalah proses penyampaian pesan dari satu pihak
kepihak lain, dengan menggunakan media tradisional yang sudah lama digunakan
disuatu tempat sebelum kebudayaannya tersentuh oleh teknologi modren.
Pada masyarakat Simalungun, komunikasi tradisional dilakukan dengan
cara sederhana. Komunikasi tradisional sangat penting dalam suatu masyarakat
karena dapat mempererat persaudaraan. Ada beberapa media komunikasi di
masyarakat Simalungun terdahulu di antaranya;
1) Nyanyian
Nyanyian merupakan salah satu media komunikasi di masyarakat
Simalungun. Nyanyian ini biasanya berisikan pernyataan, berita,
50
pesan, maksud, tujuan, ungkapan perasaan dan nasihat-nasihat.
Ada beberapa jenis nyanyian yang dijadikan sebagai media
komunikasi di masyarakat Simalungun diantaranya; Taur-taur,
urdo-urdo, tangis-tangis, ilah, dan deideng.
2) Poldung
Poldung merupakan salah satu media komunikasi yang terbilang
unik di masyarakat Simalungun. Poldung adalah perantara antara
dua belah pihak atau lebih yang bertugas sebagai penghantar pesan.
Biasanya poldung paling sering terjadi antara dua belah pihak yang
ingin menjalin kasih. Hal ini dikarenakan dulu hal yang tabu, bila
laki-laki dan perempuan bersama tanpa adanya ikatan, maka dari
itu poldung dibutuhkan sebagai penghantar pesan. Biasanya
poldung hanya bertugas menghantar sebuah benda dari pihak A ke
pihak B yang mereka namakan tanda. Pesan atau tanda yang
dibawa oleh poldung sama sekali tidak diketahuinya. Sebagai
contoh; A (laki-laki) memberi selembar daun sirih kepada poldung
untuk dihantarkan ke pada B (perempuan). Yang mengerti maksud
dari selembar daun sirih hanya si A dan B. Ternyata setelah
beberapa hari mereka memutuskan untuk menikah. Hanya mereka
yang mengerti apa maksud dan tujuan dari selembar daun sirih dan
poldung hanya bertugas sebagai penghantar tanpa tau tujuan dan
makna sebenarnya. Dari sejarah komunikasi inilah kemudian
muncul lagu Poldung si Rotap Padan.
51
3) Horja Raja
Horja raja merupakan salah satu komunikasi berbentuk
pengabdian. Pengabdian ini biasanya dilakukan oleh seorang
garama (pemuda) kepada orang tua atau desa tempat tinggal anak
boru (gadis) yang di sukainya. Horja raja merupakan salah satu
bentuk dari ketulusan dan kesungguhan seorang garama kepada
anak boru dengan cara mengabdikan dirinya kepada orang tua dan
masyarakat. Untuk durasi pengabdian tidak ditentukan. Ada yang
singkat dan ada yang panjang bahkan sampai bertahun-tahun. Dari
pengabdian yang dilakukan garama,anak boru wajib menyatakan
keinginanya menerima atau tidak. Jika tidak, garama harus
berlapang dada menerima kenyataan dan tidak mendapatkan
imbalan apa-apa kerja kerasnya.
4) Hodong-Hodong
Hodong-hodong merupakan media komunikasi menggunakan alat
musik yang dimainkan dengan bibir. Hodong-hodong dimaikan
oleh garama kepada anak boru yang dicintainya untuk penyatakan
perasaannya.
3.3.2 Fungsi Pengungkapan Emosional
Syair-syair yang terkandung dalam taur-taur sibuat gulom merupakan
bagian pengungkapan emosional karena lewat nyanyian ini, seseorang dapat
menghibur dirinya ketika emosi, sedih maupun senang. Dengan kata lain taur-
52
taur sibuat gulom merupakan sebuah media yang digunakan untuk
mengungkapkan seluruh isi hatinya.
3.4 Kontinuitas Taur-Taur Sibuat Gulom pada Masyarakat Simalungun
Kontinuitas merupakan rangkaian cerita, kisah, kebudayaan yang
mengalami perkembang secara bertahap. Seperti yang terjadi pada salah satu
nyanyian di Simalungun. Pada masa kini taur-taur sibuat gulomdisajikan dalam
bentuk seni pertunjukan yang sebelumnya adalah salah satu media komunikasi
masyarakat Simalungun untuk diri sendiri. Keberadaannya dalam masyarakat
masih diterima dengan baik sebagai salah satu kekayaan dari kesenian tradisional
di Simalungun hingga sekarang. Taur-taur sibuat gulom ini juga sudah pernah di
pertunjukkan ke Negara Eropa oleh seorang perempuan yang kesehariannya
menggunakan taur-taur sebagai media komunikasinya. Ini membuktikan bahwa,
taur-taur sibuat gulom tidak hanya di terima di daerah dan negara sendiri, negara
lain pun ikut menerima dan mengapresiasi bukti dari kesenian tradisional.
Secara teoritis, kehadiran taur-taur sibuat gulom tidak diketahui secara
pasti. Hal ini disebabkan tidak adanya publikasi yang merata kala itu. Nyanyian
ini merupakan sebuah kesenian tradisional yang diwariskan nenek moyang
masyarakat Simalungun secara turun-temurun dari mulut ke mulut (oral
traditional). Hal inilah yang menjadikan taur-taur sibuat gulom memiliki
perbedaan disetiap masing-masingdaerah, karena penyebarannya yang tidak
merata.
53
Berdasarkan hasil penelitian, dulunya taur-taur ini terpublikasi lewat
perpindahan penduduk dari satu desa ke desa lain namun masih tetap dalam ruang
lingkup Simalungun. Perpindahan penduduk terjadi karena beberapa faktor
diantaranya
1) Pernikahan
Pada masyarakat simalungun perempuan yang sudah menikah ( i
lahohon) harus ikut bersama dengan suaminya memulai hidup
dengan keluarga barunya.
2) Lahan Pertanian
Tidak sedikit dari masyarakat Simalungun memiliki lahan
pertanian jauh dari tempat tinggal mereka yang harus di tempuh
brejam-jam bahkan berhari-hari untuk sampai ketempat tujuan. Hal
ini menjadikan sebahagian dari mereka harus tinggal dan menetap
dekat dengan lahan pertanian. Hal ini di karenakan tidak adanya
akses/kendaraan yang bisa digunakan untuk jarak yang jauh setiap
harinya.
Melalui perpindahan penduduk, terjadi pertukaran informasi, apa yang
sebelumnya tidak diketahui menjadi diketahui dikarenakan interaksi yang terjadi
dalam masyarakat. Hal ini juga dialami oleh taur-taur sibuat gulom. Publikasinya
didasari melalui perpindahan penduduk, kemudian diajarkan kembali ke generasi
berikutnya.
54
Keberadaan taur-taur sibuat gulom masih diterima masyarakat hingga
sekarang, meski konteksnya sudah jauh berbeda, hal tersebut tidak menjadikan
masyarakat menyisihkan salah satu kesenian tradisional ini.
Taur-taur sibuat gulom memiliki fase-fase yang berkesinambungan dalam
perjalanan dan perkembangannya. Melalui fase-fase tersebut taur-taur sibuat
gulomkemudian diangkat menjadi salah satu bentuk seni pertunjukan dan dikemas
sebaik mungkin untuk ditampilkan pada acara-acara besar di Simalungun.
3.4.1 Sebelum Kemerdekaan (1938-1945 )
Pada masa sebelum kemerdekaan, masyarakat Simalungun masih
menerapkan taur-taur sibuat gulom di dalam kehidupannya sebagai salah satu
media komunikasi untuk diri sendiri.
Sekitar tahun 1938 taur-taur sibuat gulom masih cukup dikenal
keberadaannya di desa Nagori bosi, kecamatan Dolok Sillau. Masih ada beberapa
di antara masyarakat yang menyajikan taur-taur sibuat gulom saat sedang
mengambil air disungai/tapian.
Berdasarkan penuturan Ompung Rosmina Sipayung, yang sekarang
berusia sekitar 90 tahun, dia mempelajari taur-taur sibuat gulom ini saat remaja
jika di perkirakan kejadian ini terjadi antara tahun 1938-1943. Ompung Rosmina
mengatakan pada masa itu, sekitar 1938-1943 taur-taur sibuat gulom sangat di
terima dengan baik keberadaannya di masyarakat meski tidak semua masyarakat
tau menyanyikan taur-taur sibuat gulom.
55
Dulunya, beberapa perempuan dewasa yang mengambil air kesungai selalu
menyajikan taur-taur sibuat gulom sembari mengambil daun. Karena sering
terdengar oleh anak remaja pada masa itu, mereka pun ikut menyanyikan taur-taur
ini, walau dengan kalimat-kalimat atau kata-kata yang tidak yang tidak jelas (tidak
memiliki makna). Salah satu dari remaja tersebut adalah Ompung Rosmina
Sipayung. Karena ketertarikannya terhadap nyanyian, dia mempelajari taur-taur
sibuat gulom ini kepada seorang perempuan lansia yang mahir, dalam penyajian
taur-taur sibuat gulom.
Proses belajar yang dialami oleh Ompung Rosmina tidak berlangsung
lama, berkat keseriusan dalam belajar, ditambah lagi dengan bakat dalam berkata-
kata yang dimilikinya menjadikan proses belajar terbilang singkat.
Setelah mampu menyanyikan taur-taur sibuat gulom, Ompung rosmina,
dan rekan sebayanya mengaplikasikan taur-taur ini di dalam aktivitas mereka.
Hampir setiap hari mereka mengambil air kesungai menggunakan asubah, dan
menjadikan taur-taur sibuat gulomdijadikan nyanyian untuk menghibur diri,
sekaligus mengkomunikasikan perasaannya.
Taur-taur sibuat gulom menurut mereka adalah nyanyian yang keren di
zamannya, sehingga nyanyian ini cukup digemari masyarakat desa terkhusus
untuk pemudi di Nagori Bosi kala itu.
Kegembiraan, serta kebanggaan akan kekayaan kesenian tradisional
menjadikan Ompung Rosmina menganggap taur-taur adalah suatu hal yang
berharga dan bernilai tinggi, sehingga tidak jarang dia selalu menyajikan taur-taur
di sela-sela waktu dan aktivitas hari-harinya terlebih saat mengambil air di sungai.
56
Taur-taur adalah salah satu caranya dalam berkomunikasi. Hampir semua nasihat
atau keluhan juga kegembiraannya di sampaikannya melalui taur-taur.
Beberapa tahun setelah tahun 1938 taur-taur ini tidak lagi laris dikonsumsi
masyarakat di desa itu. Hal ini dikarenkan banyak gadis desa yang mahir
menyajikan taur-taursibuat gulom, menikah dengan pemuda dari desa lain,
sehingga hanya dua dari mereka yang tinggal di desa. Hal ini menjadikan taur-
taursibuat gulom tidak begitu dikenal lagi dimasa itu, namun masih tetap disajikan
oleh beberapa orang di desa tersebut.
3.4.2 Setelah Masa Kemerdekaan (1945-1948): Berdampak Terhadap
Kelangsungan Taur-Taur Sibuat Gulom
Setelah masa kemerdekaan taur-taur sibuat gulom sudah mulai jarang
dijumpai dimasyarakat. Nyanyian ini biasanya hanya dijumpai di daerah-daerah
pelosok yang berada di dekat-dekat sungai/pancuran saja.
Kemerdekaan membawa dampak baik terhadap kehidupan masyarakat.
Tidak ada lagi paksaan untuk melakukan suatu pekerjaan (rodi), seperti yang
dirasakan masyarakat sebelumnya, terkhusus di Kecamatan Dolok Silau, yang
pada waktu itu masih dalam bentuk kerajaan.
Kemerdekaan juga sangat membantu masyarakat dalam mempermudah
pekerjaan. Beberapa dari masyarakat Simalungun, satu-persatu mulai beralih
menggunakan kaleng sebagai tempat mengambil air. Di satu sisi ini merupakan
suatu keuntungan bagi masyarakat. Kaleng tentunya lebih efesien dan lebih
praktis untuk digunakan sebagai tempat mengambil air dibandingkan asubbah
57
(bambu), yang muatan airnya tidak cukup banyak, sehingga dalam satu hari,
mengambil air bisa dilakukan berkali-kali agar kebutuhan dapat terpenuhi.
Proses peralihan dari assubah (bambu) ke kaleng tidak terjadi secara
menyeluruh. Rainta Sipayung mengatakan proses peralihan dari assubah ke
kaleng, memakan waktu yang cukup lama antara dua sampai tiga tahun. Hal ini
dikarenakan ada beberapa masyarakat yang masih bertahan dengan
kebudayaannya dengan beberapa alasan. Salah satu alasan yang membuat mereka
bertahan ialah, karena menganggap kualitas, dan cita rasa air dari dalam bambu
berbeda dengan kaleng. Kemudian ada juga yang beralasan bahwa peninggalan
nenek moyang harus tetap dilestarikan dan dijaga keutuhannya.
Setelah melalui beberapa proses, assubah tidak lagi digunakan masyarakat
untuk mengambil air. Seluruh masyarakat di tahun 1948 sudah menggunakan
kaleng sebagai tempat mengambil air8.
Peralihan yang terjadi dalam masyarakat Simalungun, sangat memberi
keuntungan dalam mempermudah pekerjaan mereka. Namun keuntungan yang di
dapat dari masa peralihan, membawa dampak yang kurang baik, bagi
kelangsungan asubbah. Pasalnya assubah tidak digunakan lagi untuk mengambil
air kesungai.
Tidak hanya berdampak terhadap penggunaan assubah, peralihan juga
membawa pengaruh buruk terhadap kelangsungan taur-taur sibuat gulom.
Pasalnya taur-taur sibuat gulom yang disajikan saat mengambil air di sungai
menggunakan asubbah sabagai tempat mengambil air, dan dinyanyikan saat
8Wawancara dengan ompung Rainta Sipayung di Saribu Dolok, tanggal 10 Januari 2018.
58
sedang mengambil gulom di tapian sungai tidak digunakan lagi. Jika asubbah
tidak digunakan masyarakat sebagi media untuk mengambil air, secara otomatis
gulom juga tidak berfungsi lagi sebagai penutup assubah. Hal ini menjadikan
penurunan yang sangat drastis pada nyanyian taur-taur sibuat gulom kala itu.
Pasalnya, tidak ada ruang kosong untuk menyertakan taur-taur sibuat gulom saat
mengambil air menggunakan kaleng. Tidak seperti saat menggunakan assubah,
yang harus mencari gulom di pingiran-pinggiran sungai, kemudian dilipat-lipat
membentuk segitiga yang memakan waktu yang cukup lama, sehingga taur-taur
di nyanyanyikan sembari melakukan kegiatan tersebut.
Meski demikian, taur-taursibuat gulom tidak langsung menghilang
keberadaannya di dalam masyarakat sebagai salah satu media komunikasi. Masih
ada beberapa diantara masyarakat yang menyajikan taur-taur sibuat gulom ini
dalam kegiatannya, meski tidak sesuai lagi dengan konteks dasarnya. Menurut
Ompung Rosmina Sipayung saat assubah digantikan dengan kaleng, dia masih
menyajikan taur-taur sibuat gulom di kegiatannya yang lain, seperti mencuci dan
mandi. Tetapi ini hanya ia sajikan, ketika posisi sungai sedang sepi sehingga ia
lebih leluasa dalam mengungkapkan semua yang ada dalam hatinya.
3.4.3 1948- Sekarang
Keberadaan taur-taur sibuat gulom setelah mengalami peralihan memang
sangat memprihatinkan keadaannya di dalam masyarakat Simalungun, terkhusus
di kecamatan Dolok Silau. Tidak banyak diantara mereka yang mampu
menyajikan taur-taur sibuat gulom lagi. Meski taur-taur tidak menghilang
59
dimasyarakat secara menyeluruh namun, hal ini menjadikan taur-taur sibuat
gulom perlahan-lahan dilupakan oleh masyarakat kala itu. Tidak ada generasi
penerus taur-taur lagi setelah masa peralihan selesai.
Keberadaan taur-taur sibuat gulom semakin dilupakan lagi oleh
masyarakat dikarenakan kedatangan musik populer Simalungun pada tahun 1979.
Menurut beberapa masyarakat di lokasi penelitian mereka lebih menggemari
musik populer dikarenakan melodi nya lebih sederhana dibandingkan taur-taur
yang notabennya sulit untuk dinyanyikan serta penggarapan teksnya yang tidak
pasti (berubah-ubah).
Meski demikian masih tetap ada beberapa orang yang menyajikan taur-
taur sibuat gulom hingga sekarang walaupun keberadaannya dapat di hitung
dengan jari.
Taur-taur sibuat gulom yang ada sekarang ini, tidak lagi disajikan
masyarakat dengan konteks yang sebenarnya. Ada yang menyajikan taur-taur ini
dirumah, ladang dan sebagainya.
Pada era sekarang ini, taur-taur sibuat gulom sudah jarang dikenali
masyarakat, terlebih generasi muda. Dan untuk memperkenalkan salah satu
kekayaan kesenian tradisional ini, taur-taur sibuat gulom, kini diangkat menjadi
salah satu seni pertunjukan yang sering ditampilkan di acara-acara besar
Simalungun.
60
BAB IV
KAJIAN TEKSTUAL TAUR-TAUR SIBUAT GULOM
4.1 Bentuk Teks Taur-Taur Sibuat Gulom
Taur-taur sibuat gulom sebagai salah satu nyanyian kesenian tradisional
Simalungun mengandung teks yang menjadikannya fungsional dalam kehidupan
masyarakat Simalungun. Teks taur-taur sibuat gulom memiliki perananan yang
sangat penting dalam terciptanya taur-taur sibuat gulom. Penyampaian teks taur-
taur sibuat gulom membentuk sebuah komunikasi dalam menyatakan atau
menyampaikan sesuatu untuk kepuasan diri sendiri. Berbagai komunikasi dalam
taur-taur sibuat gulom tercipta sesuai dengan konsep penyajinya sendiri. Berbeda
penyaji, tentu berbeda pula teks nya.
Teks taur-taur sibuat gulom berbentuk pantun secara keseluruhan dengan
dua bagian utama, yaitu sampiran dan isi. Sampiran dalam teks taur-taur sibuat
gulom disampaikan dengan menggunakan kata-kata berupa kiasan dan
perumpamaan. Meski kata-kata yang digunakan berupa kiasan dan perumpamaan
teks taur-taur sibuat gulom memiliki makna yang berarti didalamnya. Isi teks
taur-taur sibuat gulom disampaikan dengan menggunakan kata-kata ungkapan
yang memiliki makna. Selain berbentuk pantun (umpasa), teks taur-taur sibuat
gulom juga memiliki bentuk lain, yaitu chorus. Chorus adalah bagian
pengulangan satu bagian lagu secara teratur. Bagian chorus selalu dinyanyikan
untuk mengakhiri bagian utama teks taur-taur sibuat gulom.
Teks taur-taur sibuat gulom digolongkan sebagai teks yang bersifat
logogenik, dimana teks merupakan bagian yang paling penting dalam terciptanya
61
taur-taur sibuat gulom. Teks taur-taur sibuat gulom diciptakan oleh
penyaji/penyanyi sesuai dengan kondisi, suasana, maupun perasaannya. Teks taur-
taur sibuat gulomjuga digolongkan sebagai teks yang bersifat melismatik.
Melismatik berarti satu suku kata dapat dinyanyikan dengan beberapa nada.
Dalam teks taur-taur sibuat gulom ditemukan berbagai suku kata yang diciptakan
penyaji dan dinyanyikan dengan beberapa nada.
Dalam bab IV ini, penulis mengkaji teks taur-taur sibuat gulom yang
disajikan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengalaman pribadi dari
informan yang sudah ditetapkan. Kajian ini menggunakan teori semiotik yang
meletakkan lambang sebagai bagian dari komunikasi. Komunikasi yang dimaksud
ialah mengandung makna-makna tertentu dan digunakan untuk menyampaikan
suatu pesan.
4.2 Pantun dan Konteksnya
Salah satu kesenian tradisional sastra pada masyarakat Simalungun ialah
pantun. Dalam masyarakat Simalungun, pantun merupakan bagian yang sangat
penting dalam setiap kegiatan upacara adat, komunikasi, maupun yang bersifat
hiburan. Pantun dalam bahasa Simalungun ialah umpasa. Pantunbiasanya
berisikan nasihat-nasihat maupun uangkapan perasaan yang dilakukan oleh
seseorang yang mahir dalam merangkai kata-kata. Umumnya pantun dilakukan
secara spontatis yang disesuaikan dengan kebutuhan.
62
Pantun bagi masyarakat Simalungun tidak hanya dilakukan dalam bentuk
karya sastra. Pantun juga disajikan kedalam bentuk nyanyian, salah satunya
adalah nyanyian taur-taur sibuat gulom.
4.3 Analisis Semiotik Teks Pantun dalam Taur-Taur Sibuat Gulom
Tekstaur-taur sibuat gulom merupakan sastra tradisional Simalungun yang
diwariskan dari satu generasi kegenarasi lain secara lisan. Isi teks dari taur-taur
sibuat gulom secara khusus merupakan pesan-pesan, ungkapan perasaan,
pernyataan-pernyatan yang disajikan dalam bentuk pantun.
Menganalisis teks taur-taur sibuat gulom berarti mencari tahu dan
menemukan makna-makna yang muncul dalam nyanyian tersebut. Sehubungan
dengan penemuan makna-makna tersebut, Alan P. Merriam mengemukakan
bahwa musik juga mempengaruhi bahasa dimana keperluan musikal meminta
perubahan bentuk-bentuk percakapan normal.
Pantun adalah karya sastra yang terdiri dari dua penggal, dengan struktur
penggal pertama adalah sampiran dan penggal kedua adalah isi. Satu bait pantun
dapat terdiri dari dua bari, empat baris, enam baris, dan lainnya. Yang umum
digunakan adalah pantun empat baris. Pantun ini mengutamakan aspek rima yaitu
persamaan bunyi di ujung setiap barisnya. Pantun ini juga digunakan dalam teks
taur-taur sibuat gulom.
Sebelum sampai kepada penyajian pantun biasanya mereka yang ingin
mengambil air terlebih dahulu mengucapkan kata boah=permisi, jika di respon
dengan kata lagi dokah=masih lama disitulah biasanya taur-taur sibuat
63
gulomdisajikan sembari mengambil daun dan membentuk gulom. Jika dikatakan
laos=lewat/selesai berarti sudah bisa mengambil air. Namun, jika yang berkata
boah dan lagi dokah adalah laki-laik sesama laki-laki dan perempuan sesama
perempuan, tidak jadi masalah kalau kita langsung datang menuju pancur atau
sungai. Tetapi jika yang berkata boah adalah laki-laki dan yang berkata lagi dokah
adalah perempuan atau sebaliknya tidak diperkenankan lewat maupun datang
karena dianggap hal yang tabu bagi masyarakat Simalungun.
Berikut ini adalah pantun-pantun yang disajikan dalam taur-taur sibuat
gulom di kecamatan Dolok Silau.
Tabel 4.1 Teks ITaur-Taur Sibuat Gulom
No Teks Taur-taur Terjemahan dalam Bahasa
Sibuat Gulom Indonesia
1 Buei pe na Banyak pun yang membungkuk
madung-dung tidak tuba (semacam tanaman
lang tuba songon berduri) seperti aku
ahu
2 Habang ale Terbang hei wallet (burung)
kapilis sogop hinggap didaunnya rumput
bulungni papaga (sejenis rumput yang pahit)
3 Buei pe na Banyakpun yang kesepian tidak
malungun lang dua seperti aku
dua songon au
4 Haganup halak Semua orang membenci karena
64
magigi halani au aku tidak punya ayah
lang mar bapa
Keterangan:
1) Papaga/ membungkuk: membungkuk melambangkan penderitaan.
2) Tuba/sejenis tanaman berduri: duri, melambangkan dirinya seperti
duri, dimana tak ada satu orang pun yang mau mendekat dengan
duri.
3) Papaga/ sejenis rumput pahit: rumput pahit, melambangkan
kepahitan hidup yang sedang dijalani.
Berdasarkan teks yang terdapat pada dalam tabel III, menyatakan perasaan
seorang putri atas kepahitan yang dia alami setelah kehilangan seorang ayah. Teks
ini tercipta berdasarkan pengalaman pribadi sipenyaji.
Saat ayahnya meninggal dunia, ia merasakan kepahitan yang luar biasa.
Dia merasa banyak orang yang menajuhinya karena dia tidak memiliki ayah lagi.
Dia merasa tak ada tempat untuknya bersandar sehingga kemanapun ia berlari dia
selalu dihantui rasa ketakutan dan kegelisahan dari cibiran masyarakat yang di
dengarnya.
Teks ini terus ia lantunkan bertahun-tahun sampai dia mampu menerima
kenyataan yang terjadi padanya.
Tabel 4.2 Teks IItaur-taur sibuat gulom
No Teks Taur-taur Sibuat Terjemahan dalam Bahasa
Gulom Indonesia
65
1 Seka-seka sambilan oh Sapu tangan sambilan oh wahai
tenei botou abang (kasih)
2 Sambilan roga-roga oh Sambilan fitnah oh kakak
kaka
3 Nikku pe ulang sirang oh Ku bilang pun jangan berpisah
botou wahai kasih
4 Tapi sirang nini tondui Tapi berpisah kata roh kakak
oh kaka
Keterangan:
1) Seka-seka/ sapu tangan: melambangkan tanda perpisahan.
2) Nini tondi/ kata roh: melambangkan takdir yang tidak bisa di gubah.
Teks diatas menyatakan kesedihan penyaji kepada kekasihnya karena
harus berpisah. Perpisan dilandasi karena masalah kepercayaan. Dia merasakan
kekecewaan yang cukup medalam, dimana permasalahan yang mereka hadapi
hanyalah sebuah kesalah pahaman. Dia merasa sangat sakit hati, ketika
kekasihnya lebih percaya kepada orang lain daripada dirinya. Sehingga pada
akhirnya mereka berpisah. Teks ini juga dinyanyikan berdasarkan pengalaman
pribadi sipenyaji.
Tabel 4.3 Teks IIITaur-Taur Sibuat Gulom
No Teks Taur-taur Sibuat Terjemahan dalam Bahasa
Gulom Indonesia
1 Gejer-gejer ma passur oh Cepat-cepat lah dipancur oh
66
tene botou eda wahai abang, kakak
2 Da, passur ma paridian Ya, pancur lah pemandian oh
oh botou hu abang ku
3 Ise ma na lang targejer Siapa lah yang tidak cepat oh
oh tene botou eda wahai abang kakak
4 Da, i ayak panarian oh Ya, di kejar siang oh abang ku
botou hu
Keterangan:
1) I ayak panarian/ di kejar siang: melambangkan hari sudah siang, terik
matahari.
Maksud dari teks diatas ialah ungkapan seruan kepada orang yang berada
disungai agar bergegas untuk mandi di pancur supaya bisa bergantian, karena dia
juga ingin mandi dikarenakan hari sudah siang.
Nyanyian ini memang untuk mereka yang sedang mandi disungai. Namun
pada hakekatnya, naynyian ini tidak di dengar oleh mereka yang sedang mandi
dikarenakan martaur-taur sealu disajikan dengan suara yang lembut, sehingga
tidak memungkinkan untuk mereka yang jaraknya agak jauh dapat mendengar.
Tabel 4.4 Teks IVTaur-Taur Sibuat Gulom
No Teks Taur-taur Terjemahan dalam Bahasa
Sibuat Gulom Indonesia
1 Ambasang ambalugur Embcang asam gelugur oh wahai
67
oh tene kaka eda kakak, adik/kakak
2 Lang dong tarbolah Tidak ada terbelah sejenis
bamban oh botou hu tumbuhan untuk membuat atap
3 Marpasang do namin Berpasangnya ke inginanku oh
uhur hu oh marga abang (antar kelompok
purba kekerabatan yang eksogam dan
unilinier secara patrilineal)
purba
4 Lang dong tarbuang Tidak ada terbuang janji oh
padan oh sayang hu sayang ku
Keterangan:
1) Ambasang ambalugur/embacang asam gelugur: melambangkan manis
asamnya kehidupan. Dalam kehidupan itu selalu ada suka dan duka.
2) Tarbolah banban: terbelah (sejenis tumbuhan untuk membuat atap):
melambangkan tidak ada hati yang sakit, jika ada penghianatan.
3) Marga purba/abang purba: sebutan untuk kekasih
4) Tarbuang padan/terbuang janji: melambangkan janji yang tidak ditepati.
Hidup selalu dipenuhi suka dan duka. Hidup tidak pernah lurus ke atas,
selalu ada lika-liku yang selalu menghampiri. Hati pasti sakit bila mana ada
penghianatan dalam suatu hubungan. Aku ingin kita bersatu menjadi sepasang
kekasih, seperti janji kita dahulu. Jangan pernah disia-siakan.
68
Taur-taur sibuat gulom, umumnya memang selalu memiliki perbedaan
dari segi teks. Di kecamatan Dolok Silau bentuk teks yang penulis dapatkan
selama melakukan penelitian hanya berkisar empat bait saja. Menurut informan
itu dapat saja berkembang sesuai dengan kebutuhan si penyaji. Taur-taur sibuat
gulom tidak memiliki ketetapan teks, sehingga informan tidak mengingat secara
rinci apa-apa saja teks yang pernah disajikannya. Menurutnya perkembangan teks
selalu berkesinambungan antara bait pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.
Sebagai contoh dalam pengembangan teks, penulis mengambil salah satu
bentuktaur-taur sibuat gulom yang di tulis oleh Rosenta Girsang kedalam sebuah
jurnal Grenek Music yang melakukan penelitian di desa Hinalang, kecamatan
Purba, kabupaten Simalungun oleh Rosdiana Damanik, berprofesi sebagai guru
SD (sekolah dasar) di desa Hinalang, berusia 56 tahun9.
Tabel 4.5 Teks Taur-Taur Sibuat Gulom di Kutip dari jurnal.
No Penyaji Teks Taur-taur Sibuat Terjemahan dalam
Gulom Bahasa Indonesia
1 Garama/ Boah Kata permisi yang
pemuda diserukan orang
Simalungun sebelum
sampai kepemandian.
2 Anak Lagi dokah Masih lama
boru/pemudi
3 Garama Aiindarattingni Ranting bambu duri
9Wawancara dengan adik Rosdiana Damanik pada tanggal 25 januari 2018 di Simpang Hinalang.
69
buluh duri tene botou. wahai botou. Berderap
Inda ketika kupijak.
mardorophudogeihon. Cepatkanlah mandi wahai
Inda podas hamma botou. Sudah gerah
maridi tenei kurasakan.
botou.inda mahodok
ma hubogeihon.
4 Anak boru Marbunga sampilulut Berbunga sampilulut
tene botou. manitik wahai botou. Berbintik
bari-bari. Lape au bari-bari. Belum
marusah dungut tene membersihkan kotoran
botou. Paima hamma tubuh wahai botou.
tokkin nari. Tunggulah sebentar lagi.
5 Garama Inda itoruh ni gambiri Di bawah pohon kemiri
tene botou. Marhata wahai botou. Bersuara
golong ari. I papodas cacing. Lebih cepatlah
hamma maridi tene mandi wahai botou.
botou. Ida barahma Sebentar lagi malam tiba
golab ari tene boto. wahai botou
6 Anak boru Ia buahni pogei tene Kalau buahnya jahe
botou. Pogei na tap di wahai botou. Jahe yang
iris. Domma au sudah diiris. Sudah
salosei tene botou. selesai aku wahai botou.
70
Inda ulangku ham Jangan ulangi lagi
maringis. memohon.
7 Garama Gugur buahni dulang Jatuh buahnya dulang
tene botou. Dulang- wahai botou. Dulang-
dulang arirang. dulang enau. Cocoklah
Paema ham morga marga ibu wahai botou.
inang tene botou. Pas Biar bisa jadi menantu.
ma ai boru tulang.
8 Anak boru I huta sidamanik tene Di kampung sidamanik
botou. Juma tolun wahai botu. Ladang tolun
kahombu. Ai anggo kahombu. Kalau aku boru
au boru damanik tene damanik wahai
botou. Ai boru ahado botou.boru apanya
amboru. namboru.
Begitulah taur-taur sibuat gulom yang dilakukan oleh pemuda dan pemudi
disungai. Teks diatas tidak hanya ada dalam tulisan Rosenta Girsang saja, banyak
tulisan-tulisan peneliti lainnya yang teksnya sama persis seperti diatas. Salah
satunya adalah tulisan dari Jasahdin Saragih dan Edy Manurung.
71
BAB V
TRANSKRIPSI DAN ANALISIS TAUR-TAUR SIBUAT GULOM
Dalam ilmu Etnomusikologi, transkripsi merupakan proses penulisan
bunyi-bunyian sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu musik
kedalam bentuk simbol-simbol yang disebut notasi. Untuk melakukan transkripsi
melodi taur-taur sibuat gulom, penulis memilih notasi deskriptif yang
dikemukakan oleh Charles Seeger. Notasi deskriptif adalah notasi yang ditujukan
untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri atau detail-detail komposisi
musik yang belum diketahui oleh pembaca.
Dalam bab ini, penulis memilih untuk mentranskripsikan dan menganalisis
melodi taur-taur sibuat gulom. Hasil transkripsi dan analisis dikerjakan dengan
menggunakan notasi Barat. Penulis memilih notasi barat agar dapat
menggambarkan pergerakan melodi tau-taur sibuat gulom secara grafis. Hal
transkripsi yang dibuat oleh penulis merupakan hasil penelitian dari orang yang
pernah melakukan taur-taur sibuat gulom dikehidupan nyatanya.
Dalam proses pentranskripsian dan menganalisis melodi penulis dibantu
oleh seorang mahasiswi dari Universitas Negeri Medan menggunakan aplikasi
Sibelius.
5.1 Simbol-Simbol dalam Notasi
Simbol-simbol yang digunakan dalam notasi transkripsi taur-taur sibuat
gulom merupakan simbol-simbol dalam notasi Barat. Simbol-simbol yang penulis
jabarkan di bawah ini, merupakan simbol-simbol yang terdapat dalam lampiran
72
partitur agar pembaca dapat mengerti dan memahami artinya. Hal ini bertujuan
untuk menjelaskan tentang hal-hal yang dimaksudkan dari notasi tersebut.
Berikut ini, beberapa simbol yang digunakan dalam hasil transkripsi taur-
taur sibuat gulom yang dinyanyikan oleh Rosmina Sipayung dan Soky Sipayung.
Keterangan: 1) (A): Rosmina Sipayung
2) (B): Soky Sipayung
(A) SimbolTaur Sibuat Gulom
1) Merupakan garis paranada yang memiliki 5 buah garis dan 4 spasi
dengan tanda kunci G.
2) Merupakan birama 2/4 dalam kunci G.`
3) Merupakan 2 buah not 1/16 dengan tanda slur dan 1 buah not 1/8 yang
digabung menjadi 1 not yang bernilai 1 ketuk.
4) Merupakan 1 buah not 1/8 dengan titik bernilai ½ dan 1buah not
1/16 yang bernilai 1 ketuk
73
5) Merupakan satu buah not 1/8 dengan titik bernilai ½ dan satu buah
not 1/16 yang bernilai 1 ketuk dengan tanda pugar di depannya,
yang berarti kembali ½ laras naik/turun, sesuai dengan nada
sebelumnya.
6) Merupakan 1 buah not 1/8 yang bernilai ½ ketuk
7) Merupakan 2 buah not 1/8 yang digabung menjadi not yang
bernilai satu ketuk
8) Merupakan dua buah not 1/8, digabung menjadi not yang bernilai 1
ketuk dengan tanda pugar di depannya, berarti kembali ½ laras
naik turun, sesuai dengan nada sebelumnya
9) Merupakan 1 buah tanda istirahat bernilai ½ ketuk.
10) Merupakan dua buah not 1/16 dengan tanda slur dan satu buah not
1/8 digabung menjadi not yang bernilai 1 ketuk dengan tanda pugar
74
didepannya, yang berarti kembali ½ laras naik turun, sesuai dengan
nada sebelumnya.
11) Merupakan simbol tanda mula 3# atau A mayor
. Simbol-simbol yang penulis jabarkan diatas, merupakan simbol-simbol
dari dalam lampiran partitur agar pembaca dapat mengerti dan memahami artinya.
Hal ini bertujuan untuk menjelaskan tentang hal-hal yang dimaksudkan dari notasi
tersebut.
(B) Soky Sipayung
1) Merupakan 1 buah not 1/16 yang bernilai ¼ ketuk
75
2) Merupakan 1 buah not ¼ yang bernilai 1 ketuk.
3) Merupakan 3 buah not 1/8 yang merupakan nada triol bernilai 1
ketuk.
4) Merupakan dua buah not 1/16 dengan tanda slur dan 1 buah not 1/8
yang digabung menjadi not yang bernilai 1 ketuk.
5) Merupakan 1 buah not 1/8 dengan titik yang digabungkan
berjumlah satu ketuk.
6) Merupakan 1 buah not 1/8 dengan titik bernilai ½ dan 1 buah not
1/16 yang bernilai 1 ketuk
7) Merupakan 4 buah not 1/16 yang digabungkan menjadi 1 not
bernilai 1 ketuk
76
8) Merupakan satu buah not ¼ bernilai 1 ketuk dengan tanda kres di
depannya yang berarti nada dinaikkan ½ laras dari nada
sebelumnya
9) Merupakan 1 buah not ½ dan bernilai 2 ketuk dengan tanda kres di
depannya yang berarti nada dinaikkan ½ laras dari nada
sebelumnya
10) Merupakan birama 2/4 dalam kunci G
11) Merupakan 1 buah tanda istirahat yang bernilai satu ketuk
12) Merupakan 1 buah tanda istirahat bernilai ½
13) Merupakan 1 buah tanda istirahat bernilai 1/16 ketuk.
14) Merupakan 1 buah not ½ yang bernilai 2 ketuk
77
15) Merupakn 1 buah not 1/8 yang bernilai ½ ketuk
16) Merupakan 2 buah not 1/16 dengan tanda slur yang menjadi 1 not
bernilai ½ ketuk
17) Merupakan satu buah not ¼ dengan titik yang bernilai 1. Nilai dari
titik tersebut adalah ½ dari nilai yang di depannya.
18) Merupakan garis paranada yang memiliki 5 buah garis dan 4 spasi
dengan tanda kunci G.
19) Merupakan 2 buah not 1/8 digabung menjadi 1 not yang bernilai 1
ketuk
Simbol-simbol yang penulis jabarkan diatas, merupakan simbol-simbol
dari dalam lampiran partitur agar pembaca dapat mengerti dan memahami
78
artinya.Hal ini bertujuan untuk menjelaskan tentang hal-hal yang dimaksudkan
dari notasi tersebut.
5.2 Analisis Melodi Taur-Taur Sibuat Gulom
Untuk menganalisis taur-taur sibuat gulom pada taur-taur sibuat gulom,
penulis menggunakan pendekatan transkripsi dengan metode weighted scale, yang
dikemukakan oleh William P. Malm (1977:8) menyatakan beberapa karakter yang
harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) tangga nada, (2)
nada dasar, (3) wilayah nada, (4) jumlah nada , (5) interval, (6) pola kadens, (7),
formula melodik, dan (8) kantur. Namun penulis tidak sepenuhnya menggunakan
ke delapan metode dalam pentranskripsian yang dilakukan. Penulis hanya
79
memakai apa yang dibutuhkan, untuk membantu menjelaskan analisis yang
penulis maksud.
5.2.1 Tangga Nada
Dalam analisis ini yang dimaksud dengan tangga nada ialah susunan nada-
nada yang dipakai dalam taur-taur sibuat gulom. Menurut Netll tangga nada
digolongka kedalam beberapa klasifikasi berdasarkan jumlah nadanya antara lain;
diatonic= nada, tritonic= 3 nada, teratonic= 4 nada, pentatonic= 5 nada,
hexatonic= 6 nada, heptatonic= 7 nada. Dalam mendeskripsikan tangga nada,
penulis mengurutkan nada-nada yang terdapat dalam taur-taur sibuat gulom dari
nada terendah hingga nada tertinggi.
(A)Taur-taur sibuat gulom (pentatonic)
E F A B C
Dari lima nada yang diperoleh, nada terendah adalah A sedangkan nada
tertinggi adalah C.
(B)Taur-taur sibuat gulom(heptatonic)
A B E F Fis Cis Dis
80
Dari tujuh nada yang diperoleh, nada terendah adalah E sedangkan nada
tertinggi adalah E‟. Dalam' notasi dituliskan Dis adalah nada tertinggi
dikarenakan nada E‟ adalah satu oktaf lebih tinggi dari nada E.
5.2.2 Nada Dasar (Modal)
Dalam menentukan nada dasar taur-taur sibuat gulom, penulis berpatokan
pada lagu yang sudah ditranskripsikan terlebih dahulu. Hasil yang penulis
dapatkan dalam transkripsi taur-taur sibuat gulomjenis (A) adalah bernada dasar
A hal ini dikarenakan nada A muncul sabyak 21 kali dalam perjalanan melodi
yang menjadi modal utama dalam nyanyian ini. Taur-taur sibuat gulom jenis (B)
adalah bernada dasar B hal ini dikarenakan nada B muncul sabyak 27 kali dalam
perjalanan melodi yang menjadi modal utama dalam nyanyian ini.
5.2.3 Jumlah Nada
Jumlah nada adalah banyaknya nada-nada yang dipakai secara keseluruhan
dalam suatu musik baik instrunmental maupun vokal.
Tabel 5.1 (A) Jumlah Nada Taur-Taur Sibuat Gulom
No Nada Jumlah Nada
1 E 8
2 F 9
3 A 22
4 B 6
5 C 12
81
Tabel 5.2(B) Jumlah Nada Taur-Taur Sibuat Gulom
No Nada Jumlah Nada
1 A 25
2 B 27
3 Cis 19
4 Dis 1
5 E 23
6 F 6
7 Fis 4
5.2.4 Jumlah Interval
Interval adalah jarak antara nada satu dengan nada yang lain baik naik maupun
turun. Adapun jumlah interval yang terdapat dalam taur-taur sibuat gulom antara
lain.
Tabel 5.3 (A) Jumlah Interval Taur-Taur Sibuat Gulom
Interval Jumlah Laras Jumlah Nada
1P 0 8
2M 1 4
2m 0,5 13
3M 2 11
3m 1,5 6
4P 2,5 1
82
5P 3,5 0
6M 4,5 0
7M 5,5 0
Jumlah 43
Tabel 5.4 (B) Jumlah Interval Taur-Taur Sibuat Gulom
Interval Jumlah Laras Jumlah Nada
1P 0 14
2M 1 44
2m 0,5 8
3M 2 10
3m 1,5 2
4P 2,5 11
5P 3,5 3
6M 4,5 0
7M 5,5 0
8P 6 0
Jumlah 92
5.2.7 Formula Melodi
Formula melodi yang akan dibahas tulisan ini meliputi bentuk frasa.
Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola
83
melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. William P. Malm
mengemukakan bahwa ada beberapa istilah dalam menganalisis bentuk, yaitu:
1) Repetitive: bentuk nyanyian dengan melodi pendek yang di ulang-
ulang
2) Iterative: bentuk nyanyian yang memakai formula melodi kecil
dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam
keseluruhan nyanyian.
3) Strophic: bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks
nyanyian yang baru atau berbeda.
4) Reverting: bentuk nyanyian apabila dalam nyanyian terjadi
pengulangan pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-
penyimpangan melodi.
5) Progressive: bentuk yangnyian yang terus berubah dengan
menggunakan materi melodi yang selalu baru.
Frasa yang terdapat pada taur-taur sibuat gulom adalah seperti yang
dibawah ini:
(A) Formula Melodi Taur-Taur Sibuat Gulom
Frasa 1
Frasa 2
84
Frasa 3
Frasa 1‟
(B) Formula Melodi Taur-Taur Sibuat Gulom
Frasa 1
Frasa 2
Frasa 3
Frasa 4
Frasa 5
85
5.2.6 Pola Taur-Taur Sibuat Gulom
Pola yang penulis maksud dalam taur-taur sibuat gulom ialah serangkaian
nada yang dipakai dalam satu frasa melodi yang menggunakan pengulangan
secara keseluruhan maupun tidak secara keseluruhan. Penulis memberi tanda
kurung sebagai pembatas untuk menjelaskan bagian-bagian pada setiap bar yang
mengalami pengulangan dan menambahkan keterangan sebagai penjelasan lebih
rinci.
(A) Pola Taur-Taur Sibuat Gulom
Bar 1-4
Bar 10-13
Keterangan: Pada bar 1 dan bar 10 pada kolom pertama terjadi pengulangan
dengan jumlah ketukan yang sama namun sedikit berbeda dari segi rytem dan
melodi. Untuk bar selanjutnya pada kolom kedua terjadi pengulangan yang persis
sama.
86
Bar 5-6
Bar 14-15
Keterangan: Pada bar 5-6 dan bar 14-15 di dalam kolom, terjadi pengulangan
melodi yang persis sama.
Bar 7-9
Bar 16-18
Keterangan: Pada bar 7-9 dan bar 16-18di dalam kolom, terjadi pengulangan
melodi yang persis sama.
(B) PolaTaur-Taur Sibuat Gulom
Bar 13-17
87
Bar 28-33
Keterangan:Pada bar 13-14 dan 28-29 kolom pertama, terjadi pengulangan yang
persis sama. Pada bar 15-17 dan bar 30-33 terjadi pengulangan dengan melodi dan
ritem yang berbeda, namun jumlah ketukan sama.
Bar 21
Bar 36
Keterangan:Pada bar 21 dan bar 36 di dalam kolom terdapat nada yang sama
dengan ritem dan jumlah ketukan berbeda dalam satu bar.
Bar 19
Bar 33
88
Keterangan:Pada bar 19 dan bar 33 di dalam kolom terdapat nada yang sama
dengan ritem yang sama di awal melodi.
Bar 38-40
Bar 42-44
Keterangan:Pada bar 38 dan bar 40 kolom pertama, tidak ada persamaan melodi
namun jumlah ketukan sama. Pada bar berikutnya kolom kedua, terjadi
pengulangan yang persis sama.
5.2.8 Kontur
Kontur adalah garis melodi dalam sebuah nyanyian. Malm membedakan
kontur ke dalam beberapa jenis, sebagai berikut:
1) Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik,
dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinnggi.
2) Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun
dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.
3) Pendulousyaitu garis melodi yang dengan bentuk turun dari nada
yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali
lagi ke nada yang lebih tinggi atau sebaliknya.
89
4) Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari
satu nada ke nada yang lain baik naik maupun turun.
5) Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari
nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari
nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.
6) Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada
ke nada yang lainnya, dan biasanya memiliki interval di atas
sekonde baik mayor maupun minor.
7) Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap dan jaraknya
memiliki batasan.
Garis kontur yang terdapat pada melodi taur-taur sibuat gulom adalah
ascending, descending, conjuct, static dan, disjuct.
(A) KonturTaur-Taur Sibuat Gulom
Kontur ascending dan descending
Kontur conjuct
Kontur disjuct
90
Kontur static
(B) Kontur Taur-Taur Sibuat Gulom
Kontur ascending
Kontur descending
Kontur conjuct
Kontur disjuct
91
Kontur disjuct
92
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Taur-taur sibuat gulom adalah salah satu kesenian tradisional masyarakat
Simalungun berbentuk nyanyian. Taur-taur sibuat gulom dilakukan saat sedang
mengambil air di sungai. Salah satu kesenian rakyat ini merupakan salah satu
media komunikasi masyarakat Simalungun terdahulu yang isinya mengungkapkan
maupun menyampaikan sesuatu berupa pesan, maksud, maupun tujuan.
Taur-taur sibuat gulom dilakukan secara tunggal dengan mengutamakan
penggarapan teks untuk wanita, dan melodi untuk pria. Biasanya perempuan yang
menyajikan taur-taur selalu mengikut sertakan syair tentang pengalaman maupun
kisah yang sedang dialami. Sedangan laki-laki biasanya melakukan ini sembari
berjalan ke sungai sambil memainkan alat musik tiup maupun siulan-siulan saja.
Pada era sekarang ini, taur-taur sibuat gulom tidak digunakan lagi sebagai
sarana komunikasi. Hal tersebut disebabkan karena masa peralihan setelah
kemerdekaan dari assubah (tempat pengambilan air minum dari bambu) menuju
ke kaleng yang kemudian diperburuk lagi kedatangannya setelah munculnya
musik populer pada masyarakat Simalungun di kecamatan Dolok Silau.
Kini taur-taur sibuat gulom hanya bisa dijumpai di acara-acara
pertunjukan Simalungun.
Pada lagu taur-taur sibuat gulom, penulis memperoleh nada dasar A untuk
jenis taur-taur sibuat gulam jenis (A) oleh Rosmina Sipayung, dan tidak memiliki
nada dasar untuk taur-taur sibuat gulom jenis (B) oleh Soky Sipayung.
93
Selanjutnya pada taur-taur sibuat gulom jenis (A) di peroleh lima jenis nada yang
berbeda, dengan E sebagai nada terendah dan C sebagai nada tertinggi dan pada
taur-taur sibuat gulom jenis (B) diperoleh tujuh nada dengan A sebagai nada
terendah dan Dis sebagai nada tertinggi.
6.2 Saran
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam proses penyusunan tulisan
mengenai taur-taur sibuat gulom ini. Salah satunya adalah kurangnya sumber-
sumber referensi mengenai taur-taur sibuat gulom yang dapat mendukung tulisan
ini. Penulis berharap dilain waktu, peneliti-peneliti berikutnya dapat
menyempurnakan tulisan ini. Bagi para peneliti berikutnya, penulis menyarankan
beberapa hal untuk dipersiapkan dalam penyusunan tulisan. Pertama, harus
memiliki pengetahuan umum tentang kebudayaan Simalungun. Sehingga pada
saat menerapkan teknik-teknik penelitian lapangan kita dapat mengetahui dan
menyusun konsep pengerjaan selanjutnya secara bertahap juga sistematis.
Selanjutnya kita juga harus mempunyai kemampuan menjadi insider. Dengan kata
lain, pengetahuan tentang bahasa Simalungun dapat mendukung proses penelitian
nantinya. Terakhir, penulis menyarankan agar peneliti berikutnya dapat mengkaji
taur-taur Simalungun yang lainnya. Karena dalam ilmu Etnomusikologi tulisan-
tulisan yang membahas tentang nyanyian tradisi Simalungun masih terbilang
sedikit jumlahnya. Bagi pemilik kebudayaan Simalungun penulis berharap agar
bersedia memberikan pengetahuan tentang seluruh kebudayaan musikal yang
terdapat dalam etnik Simalungun. Dengan demikian, seluruh kebudayaan tersebut
94
akan terdokumentasi nantinya. Penulis juga berharap kepada masyarakat
Simalungun sebagai pendukung dan pemilik kebudayaan etnik Simalungun dapat
menggenerasikan kebudayaannya sesuai dengan adat-istiadat yang terdapat dalam
tradisi masyarakat Simalungun.
Demikian tulisan ini diselesaikan, semoga dapat memberikan manfaat
kepada budaya dan pendidikan secara umum dan ilmu Etnomusikologi secara
khusus.
95
DAFTAR PUSTAKA
Berger, Asa Arthur. 1984. Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dala
Kebudayaan Kontemporer (Diterjemahkan oleh M. Dwi Satrianto).
Yogyakarta. Tiara Wacana.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa
Depdikbud, 2005.Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta Balaipustaka.
Girsang, Rosenta. 2013. “Tinjauan Bentuk dan Makna Taur-Taur Sibuat Gulom di
Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun”. Grenek Music
Journal.
Koentjaraningrat. 1983. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Rineka
Cipta.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Manurung, Edy. 2001. “ Analisis Musikal dan Tekstual Taur-Taur Sibuat
Gulom di Desa Huta Raja Kecamatan Pematang Purba Kabupaten
Simalungun” (Skripsi). Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU.
Mardalis. 2006. Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi
Aksara.
Malm, William P. 1977. Music Culture of the Pasific, the Near East, and Asia
(Diterjemahankan oleh Takari). Medan. Departemen Etnomusikologi
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
M. Nazir. 1999. Metode Penelitan. Cetakan Ketiga. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nettl, Bruno. 1964. Teori dan Metode dalam Etnomusikologi (Diterjemahkan oleh
Nathalian H.P.D. Putra). Jayapura. Jayapura Center of Music.
Purba, M.D. 1985. Adat Perkawinan Simalungun. Medan: Partua Maujana
Simalungun.
Saragih, Amrin, Amrin Saragu, dan Amran Purba. 2015. Bahasa Simalungun-
Indonesia. Medan: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
96
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Japenti Saragih
Umur : 76 Tahun
Pekerjaan : Bertani
Alamat : Huta Saing
2. Nama : Ahuat Saragih
Umur : 92 Tahun
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Huta Saing
3. Nama : Rosmina Sipayung
Umur : 92 Tahun
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Nagori Bosi
4. Nama : Jabangku purba
Umur : 62 Tahun
Pekerjaan : Bertani
Alamat : Bosi Sinombah
5. Nama : Nurdin Saragih
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Bertani/ Tatang Atur (Protokol Adat)
Alamat : Dolok Maraja
6. Nama : Juslin Saragih
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Bertani/ Tatang Atur (Protokol Adat)
97
Alamat : Saribudolok
7. Nama : Rainta br Sipayung
Umur : 78 Tahun
Pekerjaan : Bertani
Alamat : Seribu Dolok
8. Nama : Ivan Pasaribu
Umur : 29 Tahun
Pekerjaan : Parsarunei Simalungun
Alamat : Huta Saing
9. Nama : Sahad Damanik
Umur : 56 Tahun
Pekerjaan : Seniman Simalungun (Memiliki Sanggar Budaya)
Alamat : Dalig Raya
10. Nama : Marden Purba Tambak
Umur : 80 Tahun
Pekerjaan : Bertani (Parsulim Pertama di desa Saribu Dolok)
Alamat : Saribu Dolok
11. Nama : Rohana Rohmalemna Simarmata
Umur : 68 Tahun
Pekerjaan : Bertani
Alamat : Bagot Raja
12. Nama : Badu Purba
Umur : 76 Tahun
Pekerjaan : Penjaga Museum
Alamat : Siantar
98
LAMPIRAN
(A) Taur-Taur Sibuat Gulom
Transkrip: Meta Fonika Girsang dan Septi Arsila Saragih
Keterangan: b = bar
A= pola
B= pola
C= pola
D= pola
E= pola
F= pola
„ = pola kedua menyerupai bentuk awal
“ = pola ketiga menyerupai bentuk awal
99
b.1 (A) b.2 (B) b.3 (C) b.4 (D) b.5 (B‟)
b.6 (E) b.7 (C‟) b.8 (E‟) b.9 (F) b.10 (A‟)
b.11 (B) b.12 (C) b.13 (D) b.14 (B‟) b.15 (E)
b.16 (B”) b.17 (E‟) b.18 (F)
Penjelasan:
Dalam taur-taur sibuat gulom ada beberapa pola melodi yang mengalami
pengulangan dan tidak berdasarkan pola pada setiap barnya. Berikut
penjelasannya:
Pola A
b.1 (A) dan b.10 (A‟)
Kesimpulan: Pada pola (A), terdiri dari
2 jenis pola yang tidak persis sama yang
terdapat pada b.1 dan b.10 sehingga
diberi tanda („). Yang membedakan
adalah ritem dan jumlah melodi. Pada
b.1 (A) terdapat 4 melodi dalam satu b,
sedangkan pada b.10 (A) terdapat 5
melodi dalam 1 b.
100
Pola B
b.2 (B), b.5 (B‟), b.11 (B), b.14 (B‟), dan b.16 (B”)
Kesimpulan: Pola B terdiri dari 5 jenis,
dengan kategori b.2 dan b.11 adalah sama. b.5
dan b.14 adalah sama. b.16 berbeda. Secara
keseluruhan melodi dari kelima bar hampir
sama yang membedakan hanya melodi di awal
dan di akhir saja.
Pola C
b.3 (C), b.7 (C‟), dan b.12 (C)
Kesimpulan: Pola C terdiri dari 3
bagian. Secara keseluruhan ke-3 b ini
adalah sama. Namun ada sedikit
perbedaan pada b.7 yang pada ketukan
kedua, satu melodi terakhir adalah
berbeda.
101
Pola D
b.4 (D) dan b.13 (D)
Kesimpulan: Pola C terdiri dari 2 bagian yang
sama.
Pola E
b.6 (E), b.8 (E‟), b.15 (E), dan b.17 (E‟)
Kesimpulan: Pola E terdiri dari 4 bagian.
Dengan kategori b.6 dan b.15 adalah sama. b.8
dan b.17 adalah sama. Secara keseluruhan
melodi hampir sama, hanya saja ada sedikit
perbedaan pada awal dan akhir diantara bar.
Pola F
b. 9 (F) dan b.18 (E)
Kesimpulan: Pola F terdiri dari 2 bagian yang
sama.
102
Perjalanan Melodi:
Keterangan: 0 = Laras
½ = Laras
1= Laras
1 ½= Laras
2 ½= Laras
= Laras tertinggi/ melodi yang melompat
# # # = A -- B – Cis – D – E – Fis – Gis – A
1 I 1/2 1 1 1 1/2
= E – A – Fis – A –B – Cis – A –A – B – Cis – C – Cis – A – E - Fis – A
2 ½ 1 ½ 1 ½ 1 1 2 ½ 0 1 1 0 0 2 ½ 2 ½ 1 1 ½
– A – A – B – Cis – A
0 1 1 2 ½
= E – Fis – A – A – Fis – E – E – Fis – A – Fis – A – B – Cis – A – A – B
1 1 ½ 0 1 ½ 1 0 1 1 ½ 1 ½ 1 ½ 1 1 2 ½ 0 1
– Cis - Cis
1 0
103
= Cis – Cis – A – E – Fis – A – A – A – B – Cis – A – E – Fis – A – A –
0 2 ½ 2 ½ 1 1 ½ 0 0 1 1 2 ½ 2 ½ 1 1 ½ 0
Fis – E
1 ½ 1
Hasil akhir: Taur-taur sibuat gulom yang dinyanyikan oleh Ompung Rosmina
Sipayung terdiri dari 6 pola dengan tanda („), (“) adalah hampir
menyerupai melodi sebelumnya. Melodi yang digunakan dalam
satu periode taur-taur rata-rata adalah pengulangan. Ada
pengulangan yang persis sama dan ada pengulangan yang hampir
sama. Tidak ada melodi tunggal pada taur-taur ini. Siklus
perjalanan melodi dalam taur-taur ini lebih banyak melangkah dari
pada melompat. Hal ini dapat dilihat dari perjalanan melodi,
dimana melodi selalu berjalan dengan stabil.
104
(B) Taur-Taur Sibuat Gulom
Transkrip: Meta Fonika Girsang dan Septi Arsila Saragih
Keterangan:
b = bar
A= pola
B= pola
C= pola
D= pola
E= pola
F= pola
G= pola
H= pola
L= pola
M= pola
N= pola
O= pola
P= pola
Q= pola
R= pola
S= pola
„ = pola kedua menyerupai bentuk awal
105
I = pola
J = pola
K= pola
“ = pola ketiga menyerupai bentuk awal „“ =
pola keempat menyerupai bentuk awal
b.1 (A)
b.2 (B)
b.3 (C)
b.4 (D)
b.5 (E)
b.6 (F) b.7 (G) b.8 (H) b.9 (G) b.10 (H) b.11 (G)
b.12 (I) b.13 (J) b.14 (K) b.15 (K‟) b.16 (K”)
b.17 (L) b.18 (M) b.19 (N) b.20 (I) b.21 (O)
b.22 (K”‟) b.23 (P) b.24 (Q) b.25 (R) b.26 (Q) b.27 (I)
106
b.28 (J) b.29 (K) b.30 (K”) b.31 (L) b.32 (D‟)
b.33 (N‟) b.34 (D‟) b.35 (I) b.36 (O‟) b.37 (D)
b.38 (S) b.39 (S‟) b.40 (Q) b.41 (Q) b.42 (S‟‟)
b.43 (S‟) b.44 (Q)
Pola A
b.1 (A)
Kesimpulan:Pola A terdiri dari 1 bagian
(tunggal).
Pola B
b.2 (B)
107
Kesimpulan:Pola B terdiri dari 1 bagian
(tunggal).
Pola C
b.3 (C)
Kesimpulan:Pola C terdiri dari 1 bagian (tunggal).
Pola D
b.4 (D), b.32 (D‟), b.34 (D‟), b.37 (D)
Kesimpulan: Pola D terdiri dari 4 bagian,
dimana b.4 dan b.37 adalah sama kemudian
b.32 dan b.34 adalah sama. Melodi ke-4 b ini
adalah sama hanya berbeda pada nilai ketukan
saja. Dimana b.4 dan b.37 bernilai 2 ketuk
sedangkan b.32 dan 34 bernilai 1 ketuk.
Pola E
b.5 (E)
Kesimpulan:Pola E terdiri dari 1 bagian
(tunggal).
Pola F
b.6 (F)
108
Kesimpulan:Pola F terdiri dari 1 bagian
(tunggal).
Pola G
b.7 (G), b.9 (G), dan b.11 (G)
Kesimpulan: Pola G terdiri dari 3 bagian yang
sama.
Pola H
b.8 (H) dan b.10 (H)
Kesimpulan: Pola H terdiri dari 2 bagian yang
sama
109
Pola I
b.12 (I), b.20, b.27 (I), dan b.35 (I)
Kesimpulan: Pola I terdiri dari 4 bagian yang
sama.
Pola J
b.13 (J) dan b.28 (J)
Kesimpulan: Pola J terdiri dari 2 bagian yang
sama.
Pola K
b.14 (K), b.15 (K‟), b.16 (K”), b.22 (K‟”), b.29 (K), dan b.30 (K”)
110
Kesimpulan: Pola K terdiri dari 6
bagian dengan b.14 dan b.29 adalah
sama. b.16 dan b.30 adalah sama.
b.15 dan b.22 sama namun berbeda
melodi pada ketukan pertama.
Secara keseluruhan melodi adalah
sama, hanya ada sedikit perbedaan
antara awalan dan akhiran melodi
pada bar yang berbeda.
Pola L
b.17 (L) dan b.31 (L)
Kesimpulan: Pola L terdiri dari 2 bagian yang
sama.
Pola M
b.18 (M)
111
Kesimpulan:Pola M terdiri dari 1 bagian
(tunggal).
Pola N
b.19 (N) dan b.33 (N‟)
Kesimpulan: Pola N terdiri dari 2 bagian
dengan melodi dari ketukan pertama
adalah sama.
Pola O
b.21 (O) dan b.36 (O‟)
Kesimpulan: Pola O terdiri dari 2 bagian
dengan melodi dari ketukan pertama adalah
sama.
Pola P
b.23 (P)
Kesimpulan:Pola P terdiri dari 1 bagian
(tunggal).
Pola Q
b.24 (Q), b.26 (Q), b.40 (Q), b.41 (Q) dan b.44 (Q)
112
Kesimpulan: Pola Q terdiri dari 5 bagian
yang sama.
Pola R
b.25 (R)
Kesimpulan:Pola P terdiri dari 1 bagian (tunggal).
113
Pola S
b.38 (S), b.39 (S‟), b.42 (S”), dan b.43 (“)
Kesimpulan: Pola S terdiri dari 4 bagian
dengan b.42 dan b.43 adalah sama. b.38 dan
39 memiliki melodi yang sama pada ketukan
kedua di b.38 dan pada ketukan pertama di
b.39. secara keseluruhan terdapat melodi
yang sama pada setiap b.
Perjalanan Melodi:
Keterangan: 0 = Laras
½ = Laras
1= Laras
1 ½= Laras
2 ½= Laras
= Laras tertinggi/ melodi yang melompat
„ = 1 oktaf lebih rendah dari nada yang sama
= C – D – E – F – G – A – B – C
1 1 1/2 1 1 1 1/2
114
= E – E – Dis – E – B – A – E‟ – E‟ – E‟ – F – A – F – A – B – B – Cis –
0 1/2 1/2 2 ½ 1 2 ½ 0 0 1/2 2 2 2 1 0 1 1/2
C – B – Cis – Cis – B – C - Cis
1/2 1 0 1 1/2 1/2
= Cis – B – C – Cis – A – B- Cis – C – Cis – Cis – B – C – B – A – B – A
1 ½11/22 ½11 ½1/2 1/2 0 1 ½ 1 11 1 1
– B – Cis – C – B – Cis – B – A – B – A – E‟ – E‟ – F – E‟
11 ½1/211 ½1 ½ 1 113 ½0 1 1
= A – F – E‟ – A – A‟ – B‟ – E‟ – E‟ – B – A – Cis – B – A – Cis – B – B
1 ½ 1 2 ½ 0 1 2 ½ 0 2 ½ 1 2 ½ 1 ½ 1 2 ½ 1 ½ 0
– B – B – A – B – B
0 0 1 1 0
115
= A – B – Cis – C – Cis – Cis – B – C – B – A – Cis – B – A – B – A – E‟
1 1 ½ 1/2 1/2 0 1 ½ 1 1 1 2 ½ 1 ½ 1 1 1 2 ½
– E‟ – E‟ – A – E‟ – F – A – A – F – E‟
0 0 2 ½ 2 ½ 1 1 ½ 0 1 ½ 1
= A‟ – B‟ – E‟ – E‟ – E‟ – A – E – A – Fis – E – A – Fis – E – B – B – B –
1 2 ½ 0 0 2 ½ 2 ½ 2 ½ 1 1 ½ 2 ½ 1 1 ½ 2 ½ 0 0
B – B – A – Fis – E‟ – A – Fis – E – B – B – B
0 1 1 1 ½ 2 ½ 1 1 ½ 2 ½ 0 0
Hasil akhir: Taur-taur sibuat gulom yang di sarunei-kan oleh Ompung Soky
Sipayung terdiri dari 19 pola dengan tanda („), (“) dan (“„)
menyerupai melodi sebelumnya. Melodi yang digunakan dalam 1
periode taur-taur ada yang pengulangan, dan ada yang tidak
pengulangan. Ada pengulangan yang persis sama dan ada
pengulangan yang hampir sama . Melodi dalam taur-taur sibuat
116
gulom ini cenderung melangkah dari pada melompat, hal ini dapat
dilihat dari perjalanan melodi yang terjad cenderung stabil.
117