Upload
naztitidianerlitaputri
View
5
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas
Citation preview
I. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN:
1. PENYIAPAN EKSTRAK METANOL RIMPANG TEMULAWAK
Pada percobaan pertama, yaitu menyiapkan ekstrak metanol
rimpang temulawak. Pada tahap ini, langkah awal menimbang serbuk
rimpang temulawak yang telah dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan saja, tidak dijemur langsung di bawah terik matahari.
Setelah kering kemudian dihaluskan dengan diblender maupun
ditumbuk sampai halus. Sehingga diperoleh serbuk rimpang
temulawak berwarna kuning dalam bentuk serbuk.
Serbuk rimpang temulawak tersebut berwarna kuning yang
kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 ml kemudian
ditimbang sebanyak 5 gram diatas timbangan. Setelah ditimbang, 5
gram serbuk rimpang temulawak tersebut direndakm dalam 15 ml
metanol 60-80%. Metanol 60-80% merupakan larutan tidak
berwarna. Proses ini disebut maserasi yaitu proses perendaman
sampel menggunakan pelarut organik pada suhu ruang. Adanya
penambahan 15 ml metanol 60-80% ini menguntungkan dalam
senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan
akan terjadi perpecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan
tekanan di luar dan di dalam sel sehingga metabolit sekunder yang
ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik. Pemilihan
pelarut untuk proses maserasi akan memberi efektifitas yang tinggi dengan
memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam karena pelarut tersebut .
Saat 5 gram serbuk rimpang temulawak ini dicampur dengan
metanol terbentuk dua lapisan, terdapat endapan kuning pada lapisan
bawah dan larutan berwarna jingga pada lapisan atas. Kemudian
larutan tersebut dipanaskan secukupnya diatas kompor listrik
sehingga larutan menjadi tercampur. Adanya pemanasan ini untuk
mempercepat proses ekstraksi. Setelah itu disaring dengan
menggunakan corong buchner. Setelah larutan tersebut disaring dan
terdapat residu serta filtrat. Dimana residu berbentuk gumpalan
kuning dari serbuk-serbuk rimpang temulawak yang tidak digunakan
lagi, sedangkan filtrat yang dihasilkan berwarna kuning segera
dipekatkan dengan cara diuapkan dalam penangas air. Gunanya untuk
menguapkan senyawa selain rimpang temulawak sehingga diperoleh
filtrat yang lebih kental. Setelah filtrat dipekatkan, hasilnya sampel
tersebut tetap berwarna kuning namun menjadi lebih kental.
2. IDENTIFIKASI ALKALOID DENGAN METODE CULVENOR
FITZGERALD
Pada percobaan kedua, yaitu mengidentifikasi adanya alkaloid
dengan metode culvenor fitzgerald. Pada tahap pertama, ekstrak atau
sampel pada percobaan pertama diambil 1 ml dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 ml kloroform yang
merupakan larutan tidak berwarna. Saat 1 ml sampel ditambahkan
dengan 1 ml klorofom terbentuk dua lapisan, dimana lapisan atas
berwarna kuning tua dan lapisan bawah berwarna kuning. Dengan
adanya penambahan 1 ml kloroform ini berfungsi untuk memutuskan
ikatan yang terjadi antara asam tanin dan alkaloid yang terikat secara
ionik. Dimana atom N dari alkaloid berikatan stabil dengan gugus
hidroksil genolik dari asam tanin. Dengan terputusnya ikatan ini
alkaloid akan bebas, sedangkan asam tanin akan terikat oleh
kloroform.
Kemudian ditambahkan 1 ml amoniak, dimana amoniak
merupakan larutan tidak berwarna dan memiliki bau yang sangat
menyengat. Setelah ditambahkan amoniak 1 ml terdapat tiga lapisan
secara berurutan dimulai dari yang paling atas hingga ke lapisan
paling bawah yaitu merah-merah tua-kuning. Kemudian larutan
tersebut dikocok dengan baik sehingga warna larutan berubah
menjadi merah pekat-merah-kekuningan. Kemudian campuran
larutan disaring dengan menggunakan kertas saring sehingga
didapatkan filtrat yang berwarna merah pekat.
Filtrat yang dihasilkan dibagi ke dalam tiga tabung reaksi, yaitu
tabung 1, 2 dan 3. Setelah filtrat dimasukkan ke dalam masing-masing
tabung kemudian ditambahkan 3 tetes H2SO4 2N encer. Larutan H2SO4
2N encer tidak berwarna. Dengan ditambahkan H2SO4 terbentuk 2
lapisan yaitu merah tua-kuning di ketiga tabung reaksi. Adanya
penambahan larutan H2SO4 2N encer berfungsi untuk mengikat
kembali alkaloid menjadi garam alkaloid agar dapat bereaksi dengan
pereaksi-pereaksi logam berat. Untuk alkaloid yang menghasilkan
kompleks garam anorganik yang tidak larut sehingga terpisah dengan
metabolik sekundernya. Kemudian larutan dikocok dengan kuat
untuk melarutkan senyawa-senyawa pada tiap-tiap lapisan secara
tepat dan sempurna sehingga bercampur merata. Kemudian
didiamkan beberapa menit hingga larutan terpisah menjadi 2 lapisan.
Setelah larutan terpisah, pada setiap tabung diambil bagian
atas pada lapisan tersebut dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
lain dengan menggunakan pipet sehingga diperoleh larutan bagian
atas di dalam 3 tabung reaksi yang berbeda. Ketiga tabung reaksi yang
berbeda tersebut diberi perlakuan yang berbeda pula.
Tabung reaksi 1 ditambahkan pereaksi meyer, dimana pereaksi
meyer merupakan larutan tidak berwarna. Pada tabung 1 ini
terbentuk endapan jingga. Fungsi dari penambahan pereaksi meyer
pada tabung 1 untuk mendeteksi adanya alkaloid, dimana pereaksi
meyer berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi antara
atom N alkaloid dan Hg pereaksi Meyer sehingga menghasilkan
senyawa kompleks merkuri yang nonpolar mengendap berwarna
putih.
Berikut ini adalah reaksi pada uji alkaloid dengan pereaksi
Meyer adalah :
+ +
Pada tabung reaksi 2 ditambahkan larutan yang berbeda yaitu
pereaksi wayner berwarna tidak berwarna, sehingga didapatkan
endapan berwarna coklat.
Berikut ini adalah reaksi pada uji penambahan pereaksi
wayner:
+ KI + I2 + I3-
Tabung reaksi 3 ditambahkan pereaksi dragendorf. Pereaksi
dragendorf diketahui tidak berwarna. Sehingga dengan penambahan
pereaksi dragendorf maka terbentuk endapan putih.
Berikut ini adalah reaksi dari penambahan pereaksi
dragendorf:
+ K[BiI4] + K[BiI4]-
Dari hasil yang didapatkan pada ketiga tabung reaksi, yaitu
pada tabung reaksi 1 terbentuk endapan jingga, pada tabung reaksi
terbentuk endapan coklat dan pada tabung reaksi 3 terbentuk
endapan putih. Maka ketiga tabung reaksi tersebut membuktikan
bahwa sampel temulawak positif mengandung alkaloid yang ditandai
dengan adanya endapan jingga pada pereaksi meyer, endapan coklat
pada pereaksi wayner dan endapan putih pada pereaksi dragendorf.
3. IDENTIFIKASI FLAVONOID
Pada percobaan ketiga ini bertujuan untuk mengidentifikasi
adanya flavonoid atau tidak pada sampel temulawak. Pertama-tama
diambil 1 ml sampel temulawak yag berwarna kuning tersebut ke
dalam tabung reaksi. Kemudian dicampur dengan 2 ml etanol 70%
dimana larutan etanol 70% tidak berwarna sehingga campuran
larutan menjadi berwarna jingga.
Campuran larutan berwarna jingga tersebut pada tabung
reaksi kemudian dipanaskan dalam penangas sehingga larutan
menjadi larut. Setelah larutan menjadi larut kemudian dikocok
kembali dan disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat yang
dihasilkan setelah disaring itu berwarna jingga. Yang kemudian
ditambah 0,1 gram Mg sehingga terbentuk endapan di bagian dasar
tabung.
Setelah itu campuran tersebut ditambahkan 2 tetes HCl pekat.
HCl pekat merupakan larutan asam yang tidak berwarna. Sehingga
dengan penambahan HCl pekat didapatkan endapan menjadi larut dan
berwarna merah.
Fungsi dari penambahan Mg dan HCl pekat adalah untuk
Penambahan logam Mg dan HCl untuk mendeteksi adanya senyawa
flavanoid dimana flavanoid akan bereaksi dengan Mg setelah
penambahan asam klorida pekat dengan terjadinya perubahan warna
merah kecoklatan sebab flavanoid mengalami perubahan serapan
cahaya ke arah panjang gelombang yang lebih besar akibat adanya
reaksi reduksi oleh HCl.
Dari percobaan ketiga yang telah dilakukan, terbukti bahwa
sampel temulawak positif mngandung flavonoid dibuktikan dengan
adanya perubahan warna merah setelah ditambahkan Mg dan HCl
pekat.
4. IDENTIFIKASI SAPONIN
Percobaan keempat bertujuan untuk mengidentifikasi adanya
saponin pada sampel temulawak. Pertama 10 ml air dimasukkan ke
dalam gelas kimia dan dipanaskan hingga mendidih. Setelah
mendidih, air panas 10 ml tersebut dituangkan ke dalam tabung
reaksi yang telah berisi 1 ml sampel berwarna kuning.
Saat penambahan air panas ke dalam sampel terlihat ada busa
pada tabung reaksi dan setelah didiamkan masih terdapat busa. Hal
ini membuktikan bahwa sampel temulawak mengandung saponin.
Hal ini dapat terjadi karena saponin merupakan komponen
lipida polar yang bersifat ampifilik (memiliki gugus hidrofilik dan
gugus hidrofobik). Di dalam sistem cair, lipida cair secara spontan
terdispersi membentuk misel dengan ekor filik yang bersinggungan
dengan medium cair. Misel tersebut dapat mengandung ribuan
molekul lipida. Lipida cair membentuk suatu lapisan dengan
ketebalan satu molekul yaitu lapisan tunggal. Pada sistem tersebut,
ekor hidrokarbon terbuka sehingga terhindar dari air dan lapisan
hidrofilik memanjang ke air yang bersifat polar, sistem inilah yang
disebut dengan busa. Sehingga terbukti adanya saponin pada sampel
temulawak.
5. IDENTIFIKASI STEROID
Pada percobaan kelima ini, yaitu mengidentifikasi adanya
steroid pada sampel temulawak. Maka langkah pertama yang
dilakukan adalah 1 ml sampel temulawak berwarna kuning diambil
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian dicampur dengan
3 ml etanol 7%. Larutan etanol 7% ini merupakan larutan tidak
berwarna. Penambahan etanol 7% ini menjadikan sampel berwarna
jingga.
Setelah larutan tercampur, kemudian ditambahkan 2 ml H2SO4
2N encer sehingga terbentuk endapan berwarna jingga. Adanya
penambahan H2SO4 2N encer yang merupakan larutan tidak berwarna
ini adalah berfungsi untuk untuk mengikat steroid.
Setelah itu campuran larutan ditambahkan 2 ml asam asetat
anhidrat tidak berwarna yang merupakan reagen Lieberman-
Burchard, sehingga terbentuk adanya endapan jingga dan larutan
berwarna merah kecoklatan. Fungsi adanya penambahan asam asetat
anhidrat adalah untuk mengikat air sehingga tidak mengandung air.
Dengan adanya endapan jingga dan larutan berwarna merah
kecoklatan ini menandakan bahwa sampel temulawak negatif tidak
mengandung steroid. Jika sampel yang dihasilkan berwarna ungu
kebiruan atau kehijauan, maka sampel positif. Namun, pada
percobaan yang kami lakukan sampel negatif dengan reagen
Lieberman-Burchard.
6. IDENTIFIKASI TRITERPENOID
Pada percobaan keenam untuk mengidentifikasi adanya
triterpenoid pada sampel temulawak. Pertama-tama 1 ml sampel
temulawak yang berwarna kuning diambil dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 2 ml kloroform yang
merupakan larutan tidak berwarna. Penambahan 2 ml kloroform ini
menjadikan larutan berwarna jingga. Fungsi dari penambahan
kloroform ini untuk melarutkan triterpenoid yang mudah larut dalam
pelarut organik.
Setelah itu ditambahkan 2 ml H2SO4 2N encer yang merupakan
larutan tidak berwarna. Dengan adanya penamabahan H2SO4 2N encer
ini terbentuk larutan merah kecoklatan antar permukaan.
Penambahan H2SO4 2N encer ini berfungsi untuk mereduksi tripenoid.
Pada percobaan keenam yang telah dilakukan diperoleh
larutan merah kecoklatan antar permukaan. Hal ini membuktikan
bahwa sampel temulawak tersebut positif mengandung triterpenoid.
7. IDENTIFIKASI TANIN
Pada percobaan ketujuh adalah untuk mengidentifikasi adanya
saponin pada sampel temulawak. Pertama sampel temulawak diambil
1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian dididihkan
dengan 20 ml air di dalam penangas.
Setelah itu disaring, dan filtrat yang dihasilkan diuji dengan 2-3
tetes pereaksi FeCl3 1%. Dimana FeCl3 1% merupakan larutan tidak
berwarna. Dengan penambahan 2-3 tetes pereaksi FeCl3 1% ini
terbentuk larutan berwarna coklat kehijauan.
Timbulnya warna larutan coklat kehijauan ataupun biru
kehitaman ini menunujukkan bahwa percobaan sampel temulawak
kelompok kami positif mengandung tanin.
J. KESIMPULAN :
Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan
diantaranya:
1. Sampel temulawak teridentifikasi positif mengandung alkaloid yang
ditandai dengan adanya endapan jingga pada pereaksi meyer,
endapan coklat pada pereaksi wayner dan endapan putih pada
pereaksi dragendorf.
2. Sampel temulawak teridentifikasi positif mengandung flavonoid
dibuktikan dengan adanya perubahan warna merah setelah
ditambahkan Mg dan HCl pekat.
3. Sampel temulawak teridentifikasi mengandung saponin. Hal ini
terlihat ada busa pada tabung reaksi dan setelah didiamkan masih
terdapat busa.
4. Sampel temulawak tidak teridentifikasi adaya steroid. Atau tidak
mengandung steroid ditandai dengan adanya endapan jingga dan
larutan berwarna merah kecoklatan.
5. Sampel temulawak teridentifikasi positif mengandung triterpenoid
ditandai dengan larutan merah kecoklatan antar permukaan.
6. Sampel temulawak teridentifikasi positif mengandung tanin. Terbukti
timbulnya warna larutan coklat kehijauan ataupun biru kehitaman
saat percobaan.