Upload
dangdung
View
247
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI SAYURAN
ORGANIK PADA YAYASAN BINA SARANA BAKTI
KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR
GITTA SESTIKA FERTIANA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan
Usahatani Sayuran Organik pada Yayasan Bina Sarana Bakti Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Gitta Sestika Fertiana
NIM H34090063
ABSTRAK
GITTA SESTIKA FERTIANA. Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik
pada Yayasan Bina Sarana Bakti Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh SUHARNO.
Permintaan sayuran organik yang tinggi serta adanya program pemerintah
mengenai Go Organic menjadikan sayuran organik berpeluang untuk
dikembangkan oleh produsen sayuran di Indonesia dan Yayasan Bina Sarana
Bakti (YBSB) adalah salah satunya. YBSB belum mampu memenuhi permintaan
wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli sehingga berkeinginan
meningkatkan skala usaha dalam rangka meningkatkan produksi. Selama ini
YBSB belum dapat menilai tingkat pendapatan yang diperolehnya dari
mengusahakan kelima komoditi tersebut, padahal hal tersebut diperlukan untuk
menganalisis apakah skala usaha jenis-jenis sayuran tersebut layak ditingkatkan
atau tidak. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
rencana peningkatan skala usaha terhadap kelima komoditi tersebut layak untuk
dijalankan bila dilihat dari analisis pendapatan usahatani dan analisis R-C rasio.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa komoditi wortel, bayam hijau, dan selada
cos layak untuk ditingkatkan skala usahanya karena cukup menguntungkan,
sementara caisin dan brokoli perlu dipertimbangkan kembali untuk ditingkatkan
skala usahanya karena kurang menguntungkan.
Kata Kunci: Pendapatan usahatani, sayuran organik
ABSTRACT
The high demand of organic vegetables and government’s program
concerned in ‘Go Organic’ is an opportunity for the producers to develop organic
vegetables in Indonesia, whereas Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) is one of
them. Until present, YBSB is not able to fulfill the consumer’s demand of certain
organic vegetables, such as carrot, green spinach, caisin, cos lettuce, and broccoli;
therefore YBSB plan to increase its bussiness scale to increase the production.
YBSB has not been able to calculate the income levels of those vegetables, which
is needed to analyze whether the bussiness is feasible to increase or not. Hence the
purpose of this research is to analyze the feasibility of YBSB’s plan to increase its
bussiness scale through farm income and R-C ratio analysis. The results of this
research concluded that the plan to increase the bussiness scale of carrot, green
spinach, and cos lettuce is feasible to run because they are profitable, meanwhile
YBSB has to consider the plan to increase the bussiness scale of caisin and
broccoli because they are less profitable.
Keywords: Farm income, organic vegetables
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI SAYURAN
ORGANIK PADA YAYASAN BINA SARANA BAKTI
KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR
GITTA SESTIKA FERTIANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik pada Yayasan
Bina Sarana Bakti Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor
Nama : Gitta Sestika Fertiana
NIM : H34090063
Disetujui oleh
Dr Ir Suharno, MAdev
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Terima kasih
penulis ucapkan kepada Dr Ir Suharno, MAdev selaku dosen pembimbing, Dr
Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama, dan Ir Narni Farmayanti, MS
selaku dosen penguji Departemen Agribisnis. Terima kasih juga disampaikan
kepada Ir Lukman M. Baga, MAEc selaku wali akademik selama penulis
menjalani masa perkuliahan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. YP.
Sudaryanto selaku Direktur Eksekutif Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB), Bapak
Thomas Wendorise Rakam selaku Manajer Pendidikan dan Latihan YBSB, Bapak
R.M Yoga Purwanto selaku Manajer Pertanian Organis dan Pasar YBSB, Bapak
Andreas selaku Kepala Bidang Pasar YBSB, Bapak Mumuh selaku Koordinator
Wilayah 2 YBSB, dan Ibu Felicitas, AK selaku Penanggung Jawab Asrama
YBSB serta seluruh pihak dari YBSB yang telah membantu selama pengumpulan
data dan penelitian.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua tercinta Sigit
Sukopriyono dan Eka Trimahdalina, adik tercinta Egy Ramadhan Z serta seluruh
keluarga atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya kepada penulis selama
ini. Terima kasih juga kepada seluruh sahabat (Natasha Christdavina, Chairun
Nisa, Intan Mega P, Fadhila A, Faathira Ajeng P, Intan Wiyanti, Khonsa Tsabita,
Susanti, Tursina Andita P, Kukuh Prakoso, Muhammad Yunus, Haris Fathori A,
Riadi Antasa) dan teman-teman, khususnya keluarga besar Agribisnis 46 dan
HIPMA atas segala doa, bantuan, dan dukungannya kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
Gitta Sestika Fertiana
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 5
Ruang Lingkup Penelitian 5
TINJAUAN PUSTAKA 6
Definisi Pertanian Organik 6
Gambaran Umum Sayuran 7
Kajian Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik 15
KERANGKA PEMIKIRAN 15
Kerangka Pemikiran Teoritis 15
Kerangka Pemikiran Operasional 19
METODE PENELITIAN 21
Lokasi dan Waktu Penelitian 21
Jenis dan Sumber Data 22
Metode Pengumpulan Data 22
Metode Pengolahan dan Analisis Data 23
GAMBARAN UMUM YAYASAN BINA SARANA BAKTI 26
Sejarah, Lokasi, Visi dan Misi Yayasan Bina Sarana Bakti 26
Manajemen dan Struktur Organisasi Yayasan Bina Sarana Bakti 27
Deskripsi Sumberdaya Yayasan Bina Sarana Bakti 29
Permodalan dan Fasilitas Produksi Yayasan Bina Sarana Bakti 32
Pola Tanam Usahatani Sayuran Organik Yayasan Bina Sarana Bakti 33
Sistem Pemasaran Sayuran Organik Yayasan Bina Sarana Bakti 36
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI SAYURAN ORGANIK 37
Keragaan Usahatani Sayuran Organik 37
Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik 70
SIMPULAN DAN SARAN 81
Simpulan 81
Saran 82
DAFTAR PUSTAKA 82
RIWAYAT HIDUP 91
DAFTAR TABEL
1 Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku periode tahun
2007-2010 2
2 Permintaan dan Produksi Beberapa Sayuran Organik di Yayasan Bina
Sarana Bakti Tahun 2012 4
3 Kandungan wortel per 100 gram berdasarkan DKBM 9
4 Kandungan bayam per 100 gram berdasarkan DKBM 11
5 Kandungan caisin per 100 gram berdasarkan DKBM 12
6 Kandungan selada per 100 gram berdasarkan DKBM 13
7 Kandungan brokoli per 100 gram 14
8 Komponen analisis pendapatan usahatani 25
9 Jumlah Tenaga Kerja di Yayasan Bina Sarana Bakti Berdasarkan Jenis
Kelamin Tahun 2012 30
10 Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja di Yayasan Bina Sarana Bakti
Tahun 2012 30
11 Jumlah Tenaga Kerja di Yayasan Bina Sarana Bakti Berdasarkan
Golongan Umur Tahun 2012 31
12 Penerimaan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli
per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 71
13 Komponen biaya usahatani wortel per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana
Bakti tahun 2012 72
14 Komponen biaya usahatani bayam hijau per 1000 m2 di Yayasan Bina
Sarana Bakti tahun 2012 74
15 Komponen biaya usahatani caisin per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana
Bakti tahun 2012 75
16 Komponen biaya usahatani selada cos per 1000 m2 di Yayasan Bina
Sarana Bakti tahun 2012 76
17 Komponen biaya usahatani brokoli per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana
Bakti tahun 2012 77
18 Penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C pada wortel, bayam hijau,
caisin, selada cos, dan brokoli per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti
tahun 2012 79
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi produsen sayuran organik di Indonesia tahun 2010 3
2 Kerangka pemikiran operasional 21
3 Bagan struktur organisasi Yayasan Bina Sarana Bakti 28
4 Gambar ukuran bedengan sayuran organik di Yayasan Bina Sarana 34
5 Pola tanam sayuran organik di Yayasan Bina Sarana Bakti 36
6 Benih wortel varietas lokal YBSB 38
7 (a) Rincian gambar bambu (b) foto pemakaian naungan di YBSB 41
8 Benih caisin varietas lokal YBSB 43
9 Benih selada cos varietas lokal YBSB 46
10 (a) Benih brokoli varietas Royal Green tampak depan (b) Benih brokoli
varietas Royal Green tampak belakang 48
11 Gambar beberapa pola jarak tanam wortel 52
12 Proses penaburan benih wortel sepanjang alur 52
13 Wortel grade B 54
14 Proses pencucian wortel menggunakan air jernih yang mengalir 55
15 Wortel grade A yang sudah dikemas 56
16 Gambar beberapa pola jarak tanam bayam hijau 57
17 Bayam hijau grade A yang sudah dikemas 59
18 (a) Alat cetak soil block (b) proses pencetakan media tanam menggunakan
alat cetak soil block 61
19 Gambar beberapa pola tanam caisin 62
20 Gambar beberapa pola tanam selada cos 65
21 Selada cos grade A yang sudah dikemas 67
22 Gambar beberapa pola tanam brokoli 68
23 Brokoli grade A yang sudah dikemas 70
DAFTAR LAMPIRAN
1 Permintaan dan Produksi 25 sayuran organik di Yayasan Bina Sarana
Bakti tahun 2012 84
2 Analisis pendapatan usahatani dan R/C wortel per 1000 m2
diYayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 86
3 Analisis pendapatan usahatani dan R/C bayam hijau per 1000 m2
di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 87
4 Analisis pendapatan usahatani dan R/C caisin per 1000 m2
di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 88
5 Analisis pendapatan usahatani dan R/C selada cos per 1000 m2
di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 89
6 Analisis pendapatan usahatani dan R/C brokoli per 1000 m2
di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012 90
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi trend baru
dalam pola hidup masyarakat. Perkembangan zaman menuntut pola hidup
masyarakat untuk semakin peduli terhadap keamanan dan kesehatan pangan.
Masyarakat mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia
sintetis dalam pertanian, sehingga masyarakat semakin arif dalam memilih bahan
pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan1. Gaya hidup
masyarakat yang mengutamakan kesehatan dan keamanan pangan salah satunya
dibuktikan dengan memilih bahan pangan yang memiliki residu kimia kecil
bahkan produk yang alami. Pertanian organik adalah salah satu jawaban tepat
dalam pangan yang sehat dan aman karena secara prinsip pertanian pertanian
organik merupakan pertanian yang sistem budidayanya tidak menggunakan input
berbahan kimia sintetik seperti pupuk, pestisida, serta zat penumbuh lainnya
(Pracaya 2012). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk
pertanian organik dunia meningkat pesat (Mayrowani 2012).
Studi yang dilakukan Willer (2010) yang diacu dalam Mayrowani (2012)
menyatakan peningkatan yang cukup pesat juga dapat dilihat pada luasan lahan
pertanian organik di dunia selama kurun waktu 10 tahun (1999-2009). Pada tahun
1999, luas lahan pertanian organik hanya 11 juta ha dan meningkat kurang lebih
tiga kali lipat selama kurun waktu 10 tahun yakni menjadi 37.2 juta ha.
Disamping itu, berdasarkan data International Federation of Organic Agriculture
Movement (IFOAM) (2009) yang diacu dalam Mayrowani (2012), diperkirakan
perdagangan produk organik dunia telah mencapai USD $46.1 milyar pada tahun
2007 dan diramalkan akan semakin pesat di masa depan dengan pertumbuhan
rata-rata sekitar 20% per tahun (Deptan 2007).
Peningkatan permintaan akan produk pangan organik dunia tersebut
ditangkap sebagai sebuah peluang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan
pertanian organik. Hal tersebut menjadi dasar diberlakukannya Program Pertanian
Organik dengan visi Go Organic 2010 oleh Departemen Pertanian (Deptan 2007).
Berdasarkan Road Map Pengembangan Pertanian Organik yang disusun oleh
Departemen Pertanian (2007), tujuan dari program Go Organic 2010 adalah selain
untuk menghasilkan pangan aman dan berkualitas baik, meningkatkan pendapatan
petani karena adanya pemanfaatan sumberdaya lokal dan nilai tambah produk,
serta menjaga produktivitas sumberdaya pertanian yang berkelanjutan dan
terhindar dari pencemaran terhadap lingkungan hidup, program Go Organic 2010
juga diberlakukan dengan tujuan menjadikan Indonesia sebagai salah satu
produsen pangan dan pertanian organik di pasar komoditas pertanian organik
dunia karena permintaan dunia yang cenderung meningkat terhadap produk
pertanian organik.
Tren positif kegiatan pertanian organik di tingkat nasional dapat dilihat dari
peningkatan luas areal pertanian organik di Indonesia. Pada tahun 2011, Aliansi
Organis Indonesia (AOI) yang merupakan anggota dari IFOAM menyatakan
1http://www.organicindonesia.org/05infodata-news.php?id=464
2
bahwa luas area pertanian organik Indonesia tahun 2010 adalah 238 872.24 ha.
Luasan tersebut mengalami peningkatan sebesar 10% dari tahun 2009, dimana
pada tahun 2009 luas area pertanian organik Indonesia sebesar 214 985 ha. Selain
itu di Indonesia permintaan akan produk pertanian organik tumbuh sangat pesat.
Pada tahun 2006, pertumbuhan permintaan domestik mencapai 600 persen
dibandingkan tahun sebelumnya. Permintaan ini setara dengan US$5-6 juta atau
sekitar Rp45-46 miliar.
Produk pertanian organik yang dikembangkan di Indonesia diantaranya
adalah sayuran, buah-buahan, beras, dan telur. Hasil survei yang dilakukan AOI
pada tahun 2007 menunjukkan bahwa pasar hasil pertanian organik didominasi
oleh sayuran dan berdasarkan hasil survei yang dilakukan AOI tahun 2010
sayuran merupakan produk utama yang paling banyak dikembangkan dan menjadi
primadona untuk produk organik yang biasa dikonsumsi. Di sisi lain sayuran
merupakan kelompok komoditas hortikultura yang menyumbangkan presentase
PDB kedua terbesar setelah kelompok komoditi buah-buahan. Berikut adalah data
nilai PDB hortikultura tahun 2007-2010 pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai PDBa hortikultura berdasarkan harga berlaku periode tahun 2007-
2010b
Komoditas Nilai PDB
c Rata-rata
Pertumbuhan per
Tahund
2007 2008 2009 2010 2007-2010
Sayuran 25.587 28.205 30.506 31.244 6.94
Buah-buahan 42.362 47.060 48.437 45.482 7.92
Florikultura 4.741 5.085 5.494 6.172 9.21
Biofarmaka 4.105 3.853 3.897 3.665 -10.95 aProduk Domestik Bruto;
bSumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2011);
cNilai PDB (Rp
Miliar); dRata-rata pertumbuhan (persen)
Tabel 1 menunjukkan bahwa sayuran menghasilkan PDB terbesar kedua
setelah buah-buahan, selain itu terjadi peningkatan tiap tahunnya dari tahun 2007
hingga tahun 2010. Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa sayuran
merupakan komoditi yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan 2010 yang diacu dalam Wiyanti
(2013), jumlah konsumsi sayuran pada tahun 2005 sebesar 139.13 gram/kap/hari,
tahun 2006 139.96 gram/kap/hari, tahun 2007 sebesar 158.26 gram/kap/hari,
tahun 2008 sebesar 154.3 gram/kap/hari, dan tahun 2009 sebesar 136.29
gram/kap/hari. Berdasarkan data tersebut, terlihat adanya peningkatan jumlah
konsumsi sayuran (gram/kapita/hari), meskipun pada tahun 2009 mengalami
penurunan dari tahun 2008 namun secara garis besar memiliki kecenderungan
meningkat dengan laju pertumbuhan konsumsi sebesar 0.59 persen dari 2005
sampai dengan 2009.
Sayuran merupakan salah satu komoditi yang menjadi target pemerintah
untuk dikembangkan secara organik (Deptan 2007). Adanya peluang akan
pertumbuhan pertanian organik, pertumbuhan konsumsi sayuran, serta program
3
pemerintah mengenai Go Organic 2010 tersebut menjadikan komoditi sayuran
organik berpeluang untuk dikembangkan oleh produsen sayuran di Indonesia.
Perumusan Masalah
Peluang akan pertumbuhan pertanian organik, pertumbuhan konsumsi
sayuran, serta program pemerintah mengenai Go Organic 2010 dimanfaatkan oleh
produsen sayuran untuk berbisnis sayuran organik, sehingga saat ini semakin
banyak produsen sayuran organik bermunculan.
Gambar 1 Lokasi produsen sayuran organik di Indonesia tahun 2010
a
aSumber: Aliansi Organis Indonesia (2010)
Berdasarkan Gambar 1, produsen sayuran organik di Indonesia tersebar di
beberapa provinsi diantaranya Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera
Barat, dan lainnya. Jawa Barat merupakan provinsi yang paling banyak
mengusahakan sayuran organik dibandingkan dengan provinsi lainnya.
Berdasarkan data Statistik Pertanian Organik Indonesia 2010 (AOI 2010),
produsen sayuran organik di Jawa Barat berjumlah 43 produsen. Kabupaten
Bogor merupakan kabupaten yang paling banyak mengusahan sayuran organik,
yaitu berjumlah 27 produsen (AOI 2010).
Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) merupakan salah satu produsen sayuran
organik yang ada di Kabupaten Bogor dan juga sebagai salah satu pionir
pengembangan pertanian organik di Indonesia. YBSB mengusahakan kurang
lebih sebanyak 60 komoditi sayuran organik pada tahun 2012, namun komoditi
yang diutamakan dan memiliki permintaan yang cukup tinggi berjumlah 25
komoditi (Lampiran 1). Dari 25 komoditi sayuran yang diutamakan tersebut,
terdapat 5 komoditi sayuran yang memiliki permintaan paling tinggi dan
diunggulkan oleh YBSB. Kelima komoditi tersebut yaitu wortel, bayam hijau,
caisin, selada cos, dan brokoli. Permintaan yang tinggi tersebut dapat dilihat dari
tingginya selisih antara pemintaan dengan produksi yang ditawarkan. Permintaan
dan produksi kelima komoditi sayuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
68%
13%
5%
5%
9%
Jawa Barat
Jawa Timur
Jawa Tengah
Sumatera Barat
Lainnya
4
Tabel 2 Permintaan dan produksi wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan
brokoli di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a
Permintaan
Komoditib
Wortel Bayam
Hijau Caisin Selada Cos Brokoli
Januari 2 024.0 510.0 520.0 398.0 558.0
Februari 2 024.0 510.0 520.0 398.0 558.0
Maret 2 530.0 638.0 650.0 497.0 697.0
April 2 024.0 510.0 520.0 398.0 558.0
Mei 2 530.0 638.0 650.0 497.0 697.0
Juni 2 024.0 510.0 520.0 398.0 558.0
Juli 2 024.0 510.0 520.0 398.0 558.0
Agustus 2 530.0 638.0 650.0 497.0 697.0
September 2 024.0 510.0 520.0 398.0 558.0
Oktober 2 024.0 510.0 520.0 398.0 558.0
November 2 530.0 638.0 650.0 497.0 697.0
Desember 2 024.0 510.0 520.0 398.0 558.0
Produksi
Januari 1 055.0 34.0 103.1 128.2 46.7
Februari 807.5 95.5 72.2 138.4 22.5
Maret 696.5 142.8 112.9 182.8 23.7
April 817.0 175.4 122.0 196.9 26.0
Mei 1 000.5 392.2 132.2 118.8 39.3
Juni 933.0 216.7 138.4 200.9 38.9
Juli 1 091.5 68.8 122.8 167.2 43.8
Agustus 1 089.0 69.3 135.6 187.2 8.9
September 839.0 55.1 51.9 156.1 1.0
Oktober 768.5 76.6 41.4 78.6 0.7
November 544.0 90.1 59.0 141.9 14.6
Desember 136.3 49.3 115.6 63.9 17.7 aSumber : Diolah dari data Yayasan Bina Sarana Bakti (2012);
bKomoditi (Kg)
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa permintaan wortel, bayam hijau,
caisin, selada cos, dan brokoli sangat tinggi sementara produksinya sangat rendah.
YBSB belum mampu memenuhi permintaan kelima sayuran organik tersebut
setiap bulannya. Kenyataan tersebut membuat YBSB berkeinginan untuk
meningkatkan produksi dalam rangka memenuhi permintaan yaitu dengan cara
meningkatkan skala usaha atau menambah luasan lahan budidaya. Rencana
penambahan luasan lahan budidaya tersebut dilakukan dengan pertimbangan
bahwa YBSB memiliki lahan tidur yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
skala usahanya.
Selama ini YBSB belum dapat menilai tingkat pendapatan yang
diperolehnya dari mengusahakan wortel, bayam hijau, caisin, selada cos dan
brokoli, sementara nilai pendapatan tersebut dibutuhkan sebagai informasi
mengenai gambaran usahatani dari kelima komoditi tersebut dan sebagai salah
satu bahan pertimbangan YBSB dalam mengambil keputusan peningkatan skala
usaha. Oleh sebab itu penelitian ini melakukan analisis pendapatan usahatani
untuk mengetahui apakah rencana peningkatan skala usaha terhadap kelima
komoditi tersebut layak untuk dijalankan bila dilihat dari besarnya pendapatan
usahatani.
5
Berdasarkan hal tersebut, maka masalah penelitian yang terkait dengan
analisis pendapatan usahatani sayuran organik di Yayasan Bina Sarana Bakti
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana keragaan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos,
dan brokoli di Yayasan Bina Sarana Bakti?
2. Berapa besarnya tingkat pendapatan usahatani wortel, bayam hijau,
caisin, selada cos, dan brokoli di Yayasan Bina Sarana Bakti?
3. Apakah rencana peningkatan skala usaha pada wortel, bayam hijau,
caisin, selada cos, dan brokoli layak untuk dijalankan?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui keragaan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos,
dan brokoli di Yayasan Bina Sarana Bakti
2. Mengetahui besarnya tingkat pendapatan usahatani wortel, bayam hijau,
caisin, selada cos, dan brokoli di Yayasan Bina Sarana Bakti
3. Mengetahui rencana peningkatan skala usaha pada wortel, bayam hijau,
caisin, selada cos, dan brokoli layak atau tidak layak untuk dijalankan
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak. Bagi
Yayasan Bina Sarana Bakti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi
yang bermanfaat tentang kegiatan usahatani yang telah dilakukan sehingga
menghasilkan pertimbangan keputusan yang bijaksana dan tepat dalam rangka
meningkatkan produksi dan keuntungan. Bagi pembaca diharapkan dapat
menambah wawasan tentang sayuran organik serta dapat menjadi referensi untuk
penelitian selanjutnya. Manfaat bagi peneliti yaitu mengetahui perkembangan
pertanian organik, serta sebagai implementasi ilmu usahatani yang telah
didapatkan dibangku kuliah untuk menganalisis permasalahan yang ada.
Ruang Lingkup Penelitian
Sehubungan dengan keterbatasan waktu serta kemampuan dalam melakukan
penelitian, maka ruang lingkup penelitian ini terbatas pada:
1. Komoditi yang dikaji adalah lima jenis sayuran organik yang ditanam oleh
Yayasan Bina Sarana Bakti dan memiliki permintaan tertinggi dibandingkan
jenis sayuran organik lainnya.
2. Lingkup kajian masalah yang diteliti adalah mengenai analisis pendapatan
yang diperoleh Yayasan Bina Sarana Bakti dari kegiatan usahatani wortel,
bayam hijau, caysin, selada cos, dan brokoli.
6
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Pertanian Organik
Pertanian organik memiliki definisi yang dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang. Definisi menurut regulasi pertanian organik adalah proses budidaya
yang tata caranya sesuai dengan prosedur standar produksi organik yang telah
disahkan oleh pihak-pihak yang mendapat otoritas sertifikasi resmi baik di tingkat
nasional ataupun internasional tentang pertanian organik yang tertuang dalam
Codex Alimentarius Guidlines for The Production, Processing, Labelling and
Marketing of Organically Produced Foods (Saragih 2008). Di Indonesia yang
disebut dengan pertanian organik ditetapkan dengan SNI (Standar Nasional
Indonesia) melalui BSN SNI 6729:2010.
BSN SNI 6729-2010 merupakan hasil revisi yang menggantikan SNI
sebelumnya yaitu BSN SNI 01-6729-2002. Menurut BSN (2010) pertanian
organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan
mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus
biologi dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan penerapan
praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input dari
limbah kegiatan budidaya dilahan, dengan mempertimbangkan daya adaptasi
terhadap keadaan atau lokasi setempat. Hal tersebut dapat dicapai dengan
menggunakan (bila memungkinkan) cara-cara kultural, metode biologis dan
mekanis yang merupakan kebalikan dari penggunaan bahan-bahan sintetik untuk
memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem.
Menurut organisasi masyarakat sipil internasional (IFOAM) pertanian
organik adalah pertanian yang memiliki empat prinsip yaitu prinsip kesehatan,
prinsip ekologi, prinsip keadilan, dan prinsip perlindungan. Prinsip kesehatan
yakni pertanian organik harus melestarikan dan menyehatkan tanah, tanaman,
hewan, manusia, dan bumi sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Prinsip ini
menunjukkan bahwa kesehatan individu dan komunitas tidak dapat dipisahkan
dari kesehatan ekosistem. Tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman yang
sehat yang akan mendukung kesehatan hewan dan manusia karena kesehatan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem kehidupan. Prinsip ekologi
menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis.
Pertanian organik dapat mencapai keseimbangan ekologis melalui pola sistem
pertanian, pembangunan habitat, pemeliharaan keragaman genetika dan pertanian.
Pelaku organis yang menghasilkan, memproses, memasarkan atau mengkonsumsi
produk-produk organik harus melindungi dan memberikan keuntungan bagi
lingkungan secara umum, termasuk didalamnya tanah, iklim, habitat, keragaman
hayati, udara dan air. Prinsip keadilan menyatakan bahwa pertanian organik harus
membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan
lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Prinsip ini menekankan bahwa pelaku
organis yang terlibat dalam pertanian organik harus membangun hubungan yang
manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi semua pihak disegala
tingkatan seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen.
Prinsip perlindungan menyatakan bahwa dalam melakukan pertanian organik
pengelolaan harus dilakukan secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk
7
melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta
lingkungan hidup. Para pelaku pertanian organik harus melakukan efisiensi dan
produktifitas tetapi tidak boleh membahayakan kesehatan dan kesejahteraan.
Prinsip-prinsip tersebut mengilhami gerakan organik dengan segala
keberagamannya dan menjadi panduan bagi pengembangan posisi, program, dan
standar-standar IFOAM. Prinsip-prinsip tersebut harus digunakan secara
menyeluruh dan dibuat sebagai prinsip-prinsip etis yang mengilhami tindakan2.
Definisi pertanian organik berdasarkan filosofis bahwa pertanian organik
merupakan jalan harmonisasi. Pertanian organik didefinisikan dari arti kata
“organ” (Inggris), “organo” atau “ergon” (Yunani) yang berarti instrument atau
alat untuk menyelesaikan sesuatu atau “kerja yang menghasilkan kenyataan”.
Dalam pengertian ini, organ-organlah yang memungkinkan organisme bisa hidup
dan organisme yang hidup itulah yang mampu memelihara organ-organnya.
Hubungan antara organ dan organisme inilah yang disebut dengan organis.
Organis diartikan sebagai kerjasama yang saling mendukung, melengkapi, dan
saling menguntungkan sehingga setiap tindakan organis bersifat membangun
bukan merusak3. Dalam bahasa Indonesia organ adalah bagian tubuh yang bekerja
saling berhubungan dalam satu tubuh dan bekerja menghasilkan kerja yang
harmoni. Oleh sebab itu filosofi organik adalah alat untuk mengharmonisasikan
kerja semua komponen ekologis. Pertanian organik juga dapat didefinisikan
sebagai alat perjuangan mengembalikan keseimbangan hayati dengan melawan
sistem pertanian intensif penggunaan kimia sintetik yang merusak keseimbangan
lingkungan (Saragih 2008).
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pertanian organik
merupakan sistem produksi pertanian yang tetap menjaga keseimbangan
lingkungan dengan menjaga siklus lainnya serta menyediakan produk-produk
pertanian yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen dengan
mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari atau membatasi penggunaan
bahan kimia sintetis.
Gambaran Umum Sayuran
Jenis sayuran dapat dikelompokkan menjadi tiga macam berdasarkan bagian
yang dapat dikonsumsi, yaitu sayuran buah, sayuran daun, dan sayuran umbi
(Supriati dan Herliana 2011). Sayuran buah merupakan jenis tanaman yang
memanfaatkan bagian buahnya untuk dikonsumsi. Jenis sayuran ini memiliki
waktu yang lama untuk berbuah karena tanaman ini harus mengalami masa
vegetatif (pertumbuhan daun) terlebih dahulu kemudian masa berbuah. Sayuran
daun merupakan jenis tanaman yang memanfaatkan bagian daunnya untuk
dikonsumsi. Selain daunnya, pada umumnya batang bagian atas dan pucuk daun
ikut serta dikonsumsi. Sayuran umbi merupakan jenis tanaman yang bagian
umbinya dapat dikonsumsi. Bagian yang dapat dikonsumsi pada sayuran umbi
berada di bagian tanah sehingga yang terlihat hanya bagian daunnya saja. Oleh
2http://biocert.or.id/infoguide-info.php?id=76
3http://bsb-agatho.org/web/?page_id=658
8
karena itu sebelum dikonsumsi terlebih dahulu harus dicuci agar terbebas dari
kontaminasi tanah (Supriati dan Herliana 2011).
Berdasarkan tempat tumbuhnya, tanaman sayuran dapat digolongkan
menjadi dua jenis, yaitu tanaman sayuran dataran tinggi dan tanaman sayuran
dataran rendah (Setiawan 1995). Tanaman sayuran dataran tinggi lebih banyak
jumlahnya dibandingkan tanaman sayuran dataran rendah sebab sebagian besar
tanaman sayuran memerlukan daerah yang bersuhu dingin. Tanaman sayuran
dataran tinggi memerlukan suhu lingkungan pertumbuhan yang rendah (dingin)
(Setiawan 1995).
Wortel (Daucus carrota L.)
Wortel merupakan tanaman sayuran yang termasuk ke dalam jenis tanaman
semak, dan dapat tumbuh baik pada musim kemarau maupun musim hujan.
Tanaman ini berupa rumput yang menyimpan cadangan makanan dalam bentuk
umbi didalam tanah. Wortel memiliki batang yang pendek dan berakar tunggang
yang fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan memanjang. Bagian umbi yang
berwarna kemerah-merahan inilah yang dikonsumsi (Setiawan 1995). Tanaman
wortel memiliki daun majemuk bergaris-garis (lanset) dengan empat sampai tujuh
tangkai daun yang berukuran panjang. Tanaman wortel memiliki tangkai daun
yang agak tebal dan kaku namun permukaan daunnya halus. Bagian batang wortel
sangat kecil sehingga kadang hampir tidak terlihat. Batang wortel biasanya
memiliki diameter 1 cm sampai 1,5 cm, memiliki tekstur yang keras dan bulat
serta tidak berkayu. Batang wortel juga tidak bercabang tetapi ditumbuhi tangkai
daun sehingga seolah-olah terlihat mempunyai cabang. Klasifikasi ilmiah wortel
adalah sebagai berikut4 :
Divisi : Spermatophyta (tanaman berbiji)
Sub Divisi : Angiospermae (biji berada dalam buah)
Kelas : Dicotyledon
Ordo : Umbelliferales
Family : Umbelliferae
Genus : Daucus
Species : Daucus carota L
Berdasarkan bentuk umbinya, tanaman wortel terbagi menjadi tiga tipe,
yaitu tipe imperator, tipe chantenay, dan tipe nantes (Supriati dan Herliana 2011).
Wortel tipe imperator memiliki umbi yang berbentuk bulat panjang dengan ujung
runcing seperti kerucut. Wortel dengan tipe ini biasanya pada bagian umbi
tumbuh akar serabut. Wortel tipe chantenay memiliki bentuk yang bulat panjang
dan memiliki ujung yang tumpul. Pada wortel tipe ini biasanya tidak tumbuh akar
serabut pada umbinya. Wortel tipe nantes merupakan peralihan dari kedua tipe
tersebut (Supriati dan Herliana 2011).
Wortel merupakan tanaman subtropis yang memerlukan suhu dingin (22-24o
C), lembab, dan cukup sinar matahari. Di Indonesia, kondisi seperti ini biasanya
terdapat didaerah berketinggian antara 1.200-1.500 m dpl. Wortel dianjurkan
untuk ditanam pada tanah yang subur, gembur, dan kaya humus dengan pH antara
5,5-6,5 (Supriati dan Herliana 2011).
4http://akardanumbi.blogspot.com/2013/01/klasifikasi-tanaman-wortel.html
9
Wortel sudah lama dikenal sebagai sayuran yang banyak mengandung
vitamin A. Hal tersebut dikarenakan kandungan karoten (provitamin A) wortel
sebagai bahan pembentuk vitamin A sangat tinggi (Setiawan 1995). Berdasarkan
DKBM5 kandungan wortel dengan bobot 100 gram dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan wortel per 100 gram berdasarkan DKBMa
Kandungan Jumlah Satuan
BDD 88.00 %
Energi 42.00 Kal
Protein 1.20 G
Lemak 0.30 G
Karbohidrat 9.30 G
Kalsium 39.00 Mg
Fosfor 37.00 Mg
Besi 0.80 Mg
Vit A 12.00 IU
Vit B1 0.06 Mg
Vit C 6.00 Mg
Air 88.20 G a
Sumber: diolah dari DKBM5
Wortel segar mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat, abu, nutrisi
antikanker, gula alamiah (fruktosa, sukrosa, dektrosa, laktosa, dan maltosa),
mineral (kalsium, fosfor, besi, kalium, natrium, magnesium, mangan, sulfur,
tembaga, kromium, glutation), vitamin (A, B1, B6, C, E, dan K), pektin, biotin,
asam folat, carotenoids (beta karoten, alpha karoten, lutein, likopen), phytofluene,
umbeliferone, caffeic acid, chlorogenic acid, crallic acid, luteolin-7-glucoside,
pyrrolidine, serta asparagine (Dalimartha dan Adrian 2011).
Sebuah wortel ukuran sedang mengandung sekitar 15 000 IU beta karoten.
Beta karoten merupakan antioksidan yang bermanfaat untuk menjaga kesehatan
jantung, mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker, mencegah
teroksidasinya asam lemak tidak jenuh ganda, menjaga kesehatan kulit,
menghambat proses penuaan, serta memperbaiki ketajaman penglihatan yang
kurang pada malam hari (buta senja) (Dalimartha dan Adrian 2011).
Bayam (Amaranthus hybridus)
Bayam merupakan tanaman annual (semusim) yang berasal dari daerah
Amerika Tropis. Tanaman ini memiliki batang utama yang tegak dengan beberapa
cabang lateral membentuk semak. Tinggi tanaman bayam dapat mencapai 150 cm.
Bayam memiliki batang yang berair dan kurang berkayu serta berwarna hijau dan
ada pula yang berwarna kemerahan. Daun tanaman bayam bertangkai, berbentuk
bulat telur, lemas, berwarna hijau, merah, atau keputihan. Bunga bayam berbentuk
bulir, keluar dari ketiak daun dan ujung percabangan. Biji bayam berukuran kecil
dan berwarna hitam. Bayam yang dijual di pasaran dan biasa dikonsumsi sebagai
5 Direktorat Gizi. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Departemen Kesehatan RI
10
sayuran dikenal dengan bayam cabut dan bayam petik. Bayam petik berdaun lebar
dan tumbuh tegak besar (hingga dua meter), sementara daun bayam cabut
berukuran lebih kecil dan ditanam untuk waktu singkat yaitu paling lama 25 hari.
Bayam petik biasanya berasal dari jenis A. hybridus (bayam kakap) dan bayam
cabut terutama diambil dari A. tricolor. Bayam A. tricolor memiliki batang
berwarna kemerah-merahan atau hijau keputih-putihan, dan memiliki bunga yang
keluar dari ketiak cabang. Jenis-jenis lainnya yang juga dimanfaatkan adalah A.
spinosus (bayam duri) dan A. blitum (bayam kotok) (Supriati dan Herliana 2011).
Klasifikasi ilmiah bayam adalah sebagai berikut6:
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (tanaman berbiji)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida(berkeping dua/dikotil)
Ordo : Caryophyllales
Family : Amaranthaceae(suku bayam-bayaman)
Genus : Amaranthus
Species : Amaranthus hybridus L.
Meskipun tanaman bayam lebih banyak ditanam didataran tinggi, tetapi
bayam mempunyai kemampuan hidup hampir di setiap tempat baik di dataran
rendah maupun tinggi. Bayam menghendaki tanah yang subur dan gembur.
Derajat keasaman (pH) yang diinginkan tanaman ini berkisar antara 6-7. Pada
tanah yang memiliki pH diatas atau dibawah kisaran tersebut, bayam akan tumbuh
kurang baik, tidak subur atau mudah terserang penyakit. Tanaman bayam cocok
ditanam di dataran tinggi dengan curah hujan 1.500 mm per tahun. Tanaman
bayam memerlukan cahaya matahari penuh. Kebutuhan akan sinar matahari untuk
tanaman bayam cukup besar. Pada tempat yang terlindungi (ternaungi),
pertumbuhan bayam menjadi kurus dan meninggi akibat kurang mendapat sinar
matahari penuh. Suhu udara yang sesuai untuk tanaman bayam berkisar antara 16-
20 derajat Celcius. Kelembapan udara yang cocok antara 40-60 persen. Tanaman
bayam menghendaki tanah yang gembur dan subur. Jenis tanah yang sesuai adalah
tanah yang kandungan haranya terpenuhi (Setiawan 1995).
Bayam sudah lama dikenal oleh masyarakat sebagai tanaman sayuran yang
mempunyai rasa enak, lunak, dan dapat memberikan rasa dingin di perut
(Setiawan 1995). Bayam mengandung protein (asam amino lisin dan methionine),
lemak, karbohidrat, serat, mineral (kalsium, kalium, magnesium, mangan, fosfor,
besi, dan zink), vitamin (A, B1, B2, dan C), karoten, niasin, folat, amarantin, rutin,
purin, tanin, dan asam oksalat. Pigmen pada bayam hijau kaya akan klorofil yang
termasuk dalam golongan flavonoid. Klorofil berkhasiat antioksidan yang
berfungsi menetralkan gangguan radikal bebas sehingga mencegah DNA sel
bermutasi menjadi ganas. Klorofil juga berkhasiat mempercepat penyembuhan
luka. Secara umum, bayam dapat meningkatkan kerja ginjal dan fungsi hati serta
baik untuk pencernaan. Kandungan protein bayam yang tinggi dan adanya
kandungan gizi penting lainnya akan memperkuat sistem imun dan merupakan
sumber energi (Dalimartha dan Adrian 2011). Berdasarkan DKBM5 kandungan
bayam dengan bobot 100 gram dapat dilihat pada Tabel 4.
6http://hooobies.blogspot.com/2011/08/bayam.html
11
Tabel 4 Kandungan bayam per 100 gram berdasarkan DKBMa
Kandungan Jumlah Satuan
BDD 71.00 %
Energi 36.00 Kal
Protein 3.50 G
Lemak 0.50 G
Karbohidrat 6.50 G
Kalsium 267.00 Mg
Fosfor 67.00 Mg
Besi 4.00 Mg
Vit A 6.09 IU
Vit B1 0.08 Mg
Vit C 80.0 Mg
Air 86.9 G a
Sumber: diolah dari DKBM5
Caisin (Brassica juncea)
Caisin termasuk ke dalam famili Cruciferae yang merupakan tanaman
semusim berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Batang caisin
pendek, lebih langsing daripada tanaman petsai. Caisin memiliki akar tunggang
dengan banyak akar samping yang dangkal. Bunga caisin mirip dengan petsai,
tetapi rangkaian tandannya lebih pendek. Kuntum bunga caisin berukuran kecil
dengan warna kuning pucat spesifik. Biji caisin berukuran kecil dan berwarna
hitam kecoklatan. Biji terdapat dalam kedua sisi dinding sekat polong yang gemuk
(Supriati dan Herliana 2011). Klasifikasi ilmiah caisin adalah sebagai berikut7:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rhoedales (Brassicales)
Famili : Cruciferae (Brassicaceae)
Genus : Brassica
Spesies : Brassica juncea
Caisin sebenarnya bukan tanaman khas dataran tinggi, hal tersebut karena
caisin dapat ditanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah dengan
ketinggian sekitar 5-1.200 m dpl. Ketinggian tempat yang memberikan
pertumbuhan optimal pada tanaman caisin adalah 100-500 m dpl. Namun
demikian, umumnya caisin diusahakan di dataran rendah yaitu di pekarangan, di
ladang, atau di sawah. Caisin termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap
hujan sehingga dapat ditanam sepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau
disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Keadaan tanah yang dikehendaki
adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, dan memiliki drainase yang
baik. Derajat keasaman (pH) tanah yang dibutuhkan sekitar 6-7 (Supriati dan
Herliana 2011).
7http://zuldesains.wordpress.com/2008/01/11/budidaya-tanaman-sawi/
12
Sayuran ini merupakan salah satu sayuran yang sangat digemari oleh
banyak orang karena mudah diperoleh dan mudah dijadikan bahan untuk
membuat masakan. Berdasarkan DKBM5 kandungan caisin dengan bobot 100
gram dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Kandungan caisin per 100 gram berdasarkan DKBMa
Kandungan Jumlah Satuan
BDD 100.00 %
Energi 20.00 Kal
Protein 1.70 G
Lemak 0.40 G
Karbohidrat 3.40 G
Kalsium 123.00 Mg
Fosfor 40.00 Mg
Besi 1.90 Mg
Vit A 0.00 IU
Vit B1 0.04 Mg
Vit C 3.00 Mg a
Sumber: diolah dari DKBM5
Caisin sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada
penderita batuk. Caisin juga dapat digunakan sebagai penyembuh sakit kepala,
bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan
memperlancar pencernaan7.
Selada (Lactuca sativa)
Selada merupakan salah satu tanaman yang biasa ditanam didaerah dingin
maupun tropis. Selada daun memiliki daun yang berwarna hijau segar, tetapi ada
juga yang berwarna merah. Tepi daun selada bergerigi atau berombak. Daun
selada lebih enak jika dikonsumsi dalam keadaan mentah. Varietas selada daun
yang baik diantaranya yaitu New York, Imperial, Great Lakes, dan Pennlake
(Supriati dan Herliana 2011). Klasifikasi ilmiah selada adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae (Compositae)
Genus : Lactuca
Spesies : Lactuca sativa
Suhu optimal bagi pertumbuhan selada ialah antara 15-25oC. Jenis tanah
yang disukai selada ialah lempung berdebu, lempung berpasir, dan tanah yang
masih mengandung humus. Meskipun demikian, selada masih toleran terhadap
tanah yang miskin hara, asalkan diberikan pengairan dan pupuk organik yang
memadai. Sebaiknya selada ditanam di tanah yang bersifat netral, hal tersebut
dikarenakan apabila tanah asam membuat daun selada menjadi berwarna kuning
(Supriati dan Herliana 2011).
13
Tanaman selada terbagi menjadi tiga jenis yaitu selada mentega, selada
tutup, dan selada potong. Selada mentega atau selada telur (kropsla) memiliki
bentuk krop yang bulat, tetapi keropos (lepas). Seleda mentega memiliki rasa
yang enak dan lunak sehingga paling banyak digemari untuk dikonsumsi.
Keunggulan selada mentega dibandingkan selada jenis lainnya adalah selada
mentega tidak mudah rusak sehingga dapat dikirim ke tempat yang jauh. Selada
tutup (rangu) memiliki bentuk krop yang bulat, agak padat, dan memiliki rasa
yang renyah. Sementara selada potong memiliki krop yang lonjong atau bulat
panjang. Memiliki rasa yang enak namun agak liat (Supriati dan Herliana 2011).
Berdasarkan DKBM5 kandungan selada dengan bobot 100 gram dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6 Kandungan selada per 100 gram berdasarkan DKBMa
Kandungan Jumlah Satuan
BDD 69.00 %
Energi 15.00 Kal
Protein 1.20 G
Lemak 0.20 G
Karbohidrat 2.90 G
Kalsium 22.00 Mg
Fosfor 25.00 Mg
Besi 1.00 Mg
Vit A 0.54 IU
Vit B1 0.04 Mg
Vit C 8.00 Mg a
Sumber: diolah dari DKBM5
Selada merupakan sumber yang baik bagi klorofil dan vitamin K. Selada
kaya akan garam mineral dengan unsur-unsur alkali yang sangat mendominasi.
Selada berdaun kaya akan lutein dan beta karoten serta juga memasok vitamin C
dan K, kalsium, serat, folat, dan zat besi. Vitamin K berfungsi membantu
pembekuan darah. Meskipun semua varietas selada memiliki kalori rendah,
namun memiliki kandungan gizi yang berbeda. Selada Romain (Cos) yang
memiliki nutrisi paling padat dan merupakan sumber vitamin A, B1, B2, dan C,
asam folat, mangan dan kromium. Sedangkan selada merah memiliki warna
merah yang didapatkan dari pigmen yang disebut antosianin. Pigmen ini berfungsi
sebagai antioksidan yang menghilangkan radikal bebas yang merusak sel8.
Brokoli (Brassica oleraceae L. Kelompok Italica)
Brokoli merupakan tanaman yang hidup pada cuaca dingin. Bagian brokoli
yang dimakan adalah kepala bunga berwarna hijau yang tersusun rapat seperti
cabang pohon dengan tangkainya yang berdaging tebal. Sebagian besar kepala
bunga dikelilingi dedaunan. Brokoli mirip dengan kembang kol, namun brokoli
8http://manfaatnyasehat.blogspot.com/2013/07/manfaat-kandungan-khasiat-daun-
selada.html
14
berwarna hijau sedangkan kembang kol berwarna putih (Setiawan, 1995).
Klasifikasi ilmiah brokoli adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Capparales
Famili : Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica oleracea Var Italica
Ketinggian tempat yang sesuai untuk tanaman ini adalah daerah yang
terletak pada ketinggian 1.000-2.000 m dpl. Sedangkan tekstur tanah yang
dikehendaki adalah tanah liat berpasir serta banyak mengandung bahan organik.
Curah hujan yang diinginkan berkisar antara 1.000-1.500 cm per tahun. Curah
hujan ini harus merata sepanjang tahun. Pada umumnya, brokoli menyukai iklim
yang dingin atau sejuk, namun ada beberapa varietas yang tahan pada iklim panas
meskipun kuntum bunganya akan membuka lebih awal dibandingkan varietas
yang ditanam didaerah beriklim sejuk (Setiawan, 1995).
Brokoli merupakan salah satu sayuran yang paling bermanfaat bagi
kesehatan karena mengandung gizi yang lengkap. Sayuran ini menawarkan
berbagai manfaat bagi kesehatan seperti meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit dan mencegah kanker. Kandungan gizi yang yang terdapat pada 100
gram brokoli dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Kandungan brokoli per 100 gram
Kandungan Jumlah Satuan
Energi 34.00 Kkal
Protein 2.82 G
Lemak 0.37 G
Karbohidrat 6.64 G
Kalium 316.00 Mg
Kolesterol 0.00 Mg
Serat 2.60 G
Gula 1.70 G
Sodium 33.00 Mg
Dengan kandungan gizi brokoli tersebut, brokoli mempunyai khasiat anti
kanker, antioksidan, antistres, dan meningkatkan ketersediaan energi. Kandungan
sulforaphane pada brokoli juga efektif membantu tubuh melenyapkan
Helicobacter pylori yaitu kuman penyebab tukak lambung. Brokoli dapat
mempercepat proses penyembuhan setelah sakit berat dengan cara meningkatkan
dan memperkuat energi, mencegah kebutaan akibat degenerasi makula dan
membantu mengeluarkan racun (Dalimartha dan Adrian 2011).
15
Kajian Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik
Tujuan utama dari kegiatan bisnis adalah mendapatkan keuntungan dari
penjualan hasil produksi, hal tersebut juga dilakukan dalam kegiatan bisnis pada
subsektor agribisnis atau usahatani. Salah satu yang menjadi ukuran keberhasilan
suatu usahatani adalah pendapatan usahatani yang pada umumnya digunakan
untuk mempresentasikan kesejahteraan petani dari usaha yang dijalankan.
Penelitaan Wahyuni (2007) menghitung analisis usahatani beberapa sayuran
organik yaitu wortel, bayam hijau, brokoli, dan caisin di Mega Surya Organic
Kecamatan Mega Mendung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa usahatani keempat sayuran organik tersebut menguntungkan
berdasarkan hasil analisis R-C rasio atas biaya tunai maupun R-C rasio atas biaya
total. R-C rasio atas biaya tunai wortel sebesar 3.98, bayam hijau sebesar 3.32,
brokoli sebesar 3.52, dan caisin sebesar 3.28. Sedangkan R-C rasio atas biaya total
wortel sebesar 1.69, caisin sebesar 2.39, brokoli sebesar 1.09, dan bayam hijau
sebesar 1.49.
Penelitian Yanti (2007) dilakukan dengan menganalis usahatani sayuran
bayam dan selada keriting di Matahari Farm Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bogor. Berdasarkan hasil analisis R-C rasio atas biaya tunai maupun R-C rasio
atas biaya total, kedua komoditi tersebut cukup menguntungkan untuk
diusahakan. R-C rasio atas biaya tunai bayam sebesar 1.01 dan selada keriting
sebesar 1.05, sedangkan R-C rasio atas biaya total sebesar bayam sebesar 1.01,
dan selada keriting sebesar 1.04.
Pertiwi (2008) menghitung analisis usahatani sayuran organik terhadap
komoditi brokoli di PT Anugerah Bumi Persada “RR Organic Farm” Kabupaten
Cianjur Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima komoditi
tersebut menguntungkan berdasarkan hasil analisis R-C rasio atas biaya tunai
maupun R-C rasio atas biaya total. R-C rasio atas biaya tunai maupun R-C rasio
atas biaya total brokoli sebesar 4.95 dan 1.30.
Sejumlah penelitian tentang analisis pendapatan yang telah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya memiliki persamaan dan perbedaan dari penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti. Penelitian ini dengan penelitian sebelumnya memiliki
kesamaan yaitu menganalisis sayuran organik pada perusahaan, namun memiliki
perbedaan dalam memilih lokasi penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh
peneliti, Wahyuni (2007), dan Yanti (2007) sama-sama dilakukan di Kabupaten
Bogor namun pada kecamatan yang berbeda, sedangkan penelitian yang dilakukan
Pertiwi (2008) dilakukan di Kabupaten Cianjur.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Pengertian Usahatani
Ilmu usahatani didefinisikan oleh Suratiyah (2006) sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor
produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan
16
manfaat yang sebaik-baiknya. Menurut Hernanto (1996) ilmu ini mempelajari hal
ikhwal intern usahatani yang meliputi organisasi, operasi, pembiayaan, dan
penjualan, perihal usahatani itu sebagai unit atau satuan produksi dalam
keseluruhan organisasi. Soekartawi (1995) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu
yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada
secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu. Menurut Prawirokusumo (1990) dalam Suratiyah (2006) selain untuk
memperoleh keuntungan yang tinggi, ilmu usahatani juga mempelajari bagaimana
membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien. Dapat disimpulkan
bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana mengkoordinir
dan mengkombinasikan semua sumber daya yang memiliki dengan efisien serta
pengambilan keputusan yang tepat agar memperoleh hasil dan keuntungan yang
maksimal pada waktu tertentu.
Soeharjo (1978) dalam Hernanto (1996) mengklasifikasikan usahatani
tanaman pangan berdasarkan lima hal dibawah ini yaitu :
1. Pola Usahatani
Klasifikasi menurut pola usahatani pada dasarnya menggolongkan usahatani
berdasarkan macam lahannya. Pola pokok usahatani tani terdiri dari dua,
yaitu pola usahatani lahan basah atau sawah dan pola usahatani lahan kering.
2. Tipe Usahatani
Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan kepada
macam dan atau cara penyusunan tanaman yang diusahakan. Beberapa tipe
usahatani yang telah dikenal antaranya usahatani padi, usahatani palawija,
usahatani khusus, usahatani tidak khusus, usahatani campuran, dan usahatani
tanaman ganda (multiple cropping).
3. Struktur Usahatani
Struktur usahatani menunjukkan bagaimana suatu komoditi diusahakan yang
dapat dilakukan secara khusus, tidak khusus, dan campuran. Struktur khusus
yaitu ketika pengelola usahatani selalu mengusahakan satu macam komoditi
sebagai pilihan usaha. Struktur usahatani tidak khusus dimaksudkan jika yang
diusahakan tidak tetap, sedangkan struktur usahatani campuran dimaksudkan
kepada pilihan yang lebih dari satu jenis komoditi.
4. Corak Usahatani
Corak usahatani dibagi menjadi dua, yaitu komersial dan subsisten. Usahatani
komersial telah memperhatikan kualitas serta kuantitas produk sehingga lebih
tanggap dan dinamis menerima setiap masukan yang rasional dan dapat
digunakan. Sedangkan subsisten hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
sendiri sehingga cenderung sulit mengikuti masukan dan inovasi baru.
Kelangsungan usahatani sangat bergantung pada faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Suratiyah (2006) mendefinisikan faktor-faktor yang bekerja
dalam usahatani yaitu faktor alam, tenaga kerja, modal dan peralatan, serta
manajemen. Faktor alam merupakan faktor yang penting dan sangat menentukan
usahatani, sehingga dalam batas tertentu petani sebagai pelaku usahatani harus
menyesuaikan kegiatan usahataninya sesuai dengan kondisi alam. Faktor alam
dibedakan menjadi dua, yakni faktor tanah dan faktor lingkungan alam sekitarnya.
Faktor tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga (family
farms), khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Rumah
tangga tani yang umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal,
17
sehingga peranan tenaga kerja keluarga sangatlah menentukan. Faktor modal dan
peralatan membuat faktor produksi tanah dan tenaga kerja dapat memberikan
manfaat yang jauh lebih baik bagi manusia. Faktor manajemen mengatur
penggunaan faktor-faktor produksi tersebut agar dapat bersinergi dengan baik
sehingga mencapai tujuan usahatani. Manajemen sebenarnya melekat pada tenaga
kerja, dan petani merupakan pihak yang berperan sebagai manajer. Untuk meraih
keberhasilan usahatani sangat ditentukan oleh pengambilan keputusan yang
berdasarkan pada tujuan-tujuan usahatani, permasalahan, serta kondisi yang jelas,
fakta dan data yang aktual, serta analisis yang tepat dan akurat. Oleh karena itu,
kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman petani yang memadai
sangat diperlukan dan sangat menentukan keberhasilan usahataninya.
Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat
memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah
tenaga luar serta sarana produksi lain termasuk kewajiban terhadap pihak ketiga
dan dapat menjaga kelestarian usahanya serta mendapatkan keuntungan
(Suratiyah 2009) oleh karena itu perlu diketahui komponen penerimaan, biaya,
serta pendapatan usahatani yang dijalankan. Menurut Soekartawi (1995) analisis
terhadap komponen penerimaan, biaya, dan pendapatan disebut analisis anggaran
arus uang tunai (cash flow analysis). Rumus umum cashflow analysis dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Pendapatan = Penerimaan - Biaya
Struktur Penerimaan Usahatani
Hernanto (1996) menyatakan penerimaan usahatani merupakan penerimaan
dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai
penjualan hasil, dan nilai penggunaan rumah dan yang dikonsumsi. Sedangkan
Soekartawi (1995) mendefinisikan penerimaan usahatani adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penyataan tersebut dapat dituliskan
sebagai berikut:
TRi = Yi . Pyi
Keterangan : TR = Total Penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py = Harga Y
Namun bila macam tanaman yang diusahakan lebih dari satu komoditi
dalam satu lahan, maka perhitungan penerimaan usahatani menjadi berbeda.
Perhitungan penerimaan usahatani menjadi sebagai berikut:
∑
Keterangan : n = jumlah macam tanaman yang diusahakan
Pendapatan = Penerimaan - Biaya
18
Oleh karena itu menurut Soekartawi (1995) dalam menghitung total
penerimaan usahatani perlu dipisahkan antara analisis parsial usahatani dan
analisis keseluruhan usahatani. Dalam menghitung penerimaan usahatani, hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah:
1. Penghitungan produksi pertanian, karena tidak semua produksi pertanian
dapat dipanen secara serentak, terdapat beberapa komoditi yang dapat
dipanen beberapa kali.
2. Penghitungan penerimaan, karena produksi mungkin dijual beberapa kali dan
mungkin dijual dengan harga yang berbeda-beda sehingga diperlukan data
mengenai frekuensi penjualan dan harga jual pada masing-masing penjualan
tersebut.
3. Teknik wawancara harus baik, hal tersebut diperlukan untuk membantu
petani mengingat kembali produksi dan hasil penjualan yang diperolehnya
selama setahun terakhir. Pada umumnya data yang digunakan adalah data
tahun terakhir dengan maksud memudahkan perhitungan yang akan
dilakukan.
Struktur Biaya Usahatani
Biaya usahatani umumnya diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu biaya
tetap (fix cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang
relatif jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang dikeluarkan
banyak atau sedikit, sehingga besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar
atau kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya tidak tetap (variable
cost) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh
(Soekartawi 1995). Cara menghitung biaya tetap adalah sebagai berikut:
∑
Keterangan: FC = biaya tetap
Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap
Pxi = harga input
n = macam input
Rumus tersebut juga dapat digunakan untuk melakukan perhitungan biaya
variabel. Karena total biaya (TC) merupakan penjumlahan dari biaya tetap (FC)
dan biaya tidak tetap (VC) maka perhitungan biaya usahatani dapat dirumuskan
sebagai berikut:
TC = FC + VC
Dalam analisis usahatani, analisis yang biasa dilakukan ada dua cara, yaitu
analisis finansial dan analisis ekonomi. Dalam analisis finansial, data biaya yang
yang dipakai adalah data riil yang sebenarnya dikeluarkan, sedangkan dalam
analisis ekonomi data biaya yang dipakai adalah menurut ukuran harga bayangan
(shadow price).
19
Struktur Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani didefinisikan Soekartawi (1995) sebagai selisih antara
penerimaan dan semua biaya. Pendapatan usahatani didapatkan setelah
mengetahui hasil analisis terhadap komponen penerimaan dan biaya yang
kemudian dikurangkan, sehingga pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Pd = TR – TC
Keterangan: Pd = pendapatan usahatani
TR = total penerimaan
TC = total biaya
Analisis R/C Salah satu ukuran efisiensi pendapatan usahatani adalah nilai rasio
imbangan penerimaan dan biaya (Rasio R-C). Menurut Soekartawi (2002), R/C
adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal dengan perbandingan antara
penerimaan dan biaya. Rasio R-C menunjukkan berapa satuan mata uang
penerimaan yang dihasilkan setiap satu satuan mata uang yang digunakan untuk
biaya produksi dalam usahatani. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio R-C berarti
semakin besar penerimaan yang dihasilkan setiap satu satuan pengeluaran
sehingga semakin efisien. Rasio R-C yang dihitung dalam analisis usahatani
terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. R/C atas biaya tunai
merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya riil yang
dikeluarkan petani, sedangkan R/C atas biaya total adalah perbandingan antara
penerimaan total dengan semua pengeluaran termasuk tenaga kerja dalam
keluarga, sewa lahan, dsb (Soekartawi 2002). Analisis imbangan penerimaan dan
biaya usahatani dirumuskan sebagai berikut (Dillon et al, 1986) :
R/C atas biaya tunai = TR / biaya tunai
R/C atas biaya total = TR / TC
Secara teoritis R/C menunjukkan bahwa setiap satu unit rupiah biaya yang
dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C. Apabila nilai R/C >
1 maka usahatani menghasilkan keuntungan, nilai R/C = 1, maka usahatani
tersebut dikatakan impas, dan nilai R/C < 1, maka usahatani tersebut dikatakan
tidak menguntungkan (Soekartawi 2002).
Kerangka Pemikiran Operasional
Tren pola hidup sehat dan kembali ke alam (back to nature) saat ini banyak
diminati oleh konsumen, terutama konsumen yang mempunyai tingkat peduli
yang tinggi terhadap kesehatan dan lingkungan. Berbagai cara pun dilakukan
dalam memenuhi kebutuhan makanan yang sehat, bersih, dan bebas residu kimia.
Bahan pangan organik menjadi pilihan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
tersebut. Mereka percaya bahwa produk-produk organik memiliki keunggulan
dalam nutrisi dibandingkan dengan produk non organik. Perubahan gaya hidup
20
konsumen yang menjadi semakin peduli terhadap keamanan dan kesehatan
pangan serta lingkungan, membuat permintaan konsumen akan produk pangan
organik semakin meningkat. Salah satu produk pangan organik yang banyak
diinginkan konsumen adalah sayuran organik, sehingga peningkatan permintaan
konsumen akan produk pangan organik juga membuat permintaan sayuran
organik menjadi tinggi.
Adanya peluang akan pertumbuhan pertanian organik, pertumbuhan
konsumsi sayuran, serta program pemerintah mengenai Go Organic 2010 tersebut
menjadikan komoditi sayuran organik berpeluang untuk dikembangkan oleh
produsen sayuran di Indonesia. Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) merupakan
salah satu produsen sayuran organik yang berada di Kabupaten Bogor dan
merupakan pionir pengembangan pertanian organik di Indonesia. Sayuran organik
yang menjadi unggulan di YBSB adalah wortel, bayam hijau, caisin, selada cos,
dan brokoli. Kelima komoditi tersebut menjadi unggulan karena memiliki
permintaan tertinggi di YBSB. Selama ini YBSB belum mampu memenuhi
permintaan akan kelima komoditi sayuran tersebut. Hal ini membuat YBSB
berkeinginan untuk meningkatkan produksi dalam rangka memenuhi permintaan
dengan meningkatkan skala usaha atau menambah luasan lahan budidayanya.
Rencana penambahan luasan lahan budidaya dilakukan dengan pertimbangan
bahwa YBSB memiliki lahan tidur yang dapat dimanfaatkan untuk ditanami
kelima komoditi tersebut untuk dapat meningkatkan produksinya.
Selama ini YBSB belum dapat menilai tingkat pendapatan yang
diperolehnya dari mengusahakan wortel, bayam hijau, caisin, selada cos dan
brokoli, sementara nilai pendapatan tersebut dibutuhkan sebagai informasi
mengenai gambaran usahatani dari kelima komoditi tersebut dan sebagai salah
satu bahan pertimbangan YBSB dalam mengambil keputusan peningkatan skala
usaha. Oleh sebab itu penelitian ini melakukan analisis pendapatan usahatani
untuk mengetahui apakah rencana peningkatan skala usaha terhadap kelima
komoditi tersebut layak untuk dijalankan bila dilihat dari besarnya pendapatan
usahatani, seperti dijelaskan pada Gambar 2.
21
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Bina Sarana Bakti yang berlokasi di
Kampung Sampay, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Biaya Usahatani
Rekomendasi
1. Permintaan konsumen terhadap wortel, bayam hijau, caisin,
selada cos, dan brokoli sangat tinggi dan YBSB belum
mampu memenuhi permintaan.
2. YBSB memiliki keinginan untuk meningkatkan produksi
dengan menambah luas lahan budidaya
1. Seberapa besar tingkat pendapatan wortel, bayam hijau,
caysin, selada cos, dan brokoli
2. Apakah rencana peningkatan skala usaha wortel, bayam
hijau, caysin, selada cos, dan brokoli layak untuk
dijalankan
Analisis Penerimaan Usahatani
Hasil Pendapatan Usahatani
22
bahwa Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) adalah salah satu perusahaan
agribisnis yang menghasilkan komoditi pertanian dengan sistem pertanian organik
di Kabupaten Bogor dan juga sebagai perintis pertanian organik di Indonesia.
Penelitian ini dimulai pada Maret 2013 sampai dengan bulan April 2013.
Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh melalui
pengamatan langsung, pencatatan dan wawancara langsung dengan pimpinan dan
karyawan YBSB untuk mengetahui profil dan perkembangan usaha YBSB,
struktur organisasi dan manajemen perusahaan, sumberdaya perusahaan, dan
kegiatan operasional yang meliputi proses produksi, pola tanam yang diterapkan,
proses pasca panen serta kegiatan pemasaran sayuran.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari YBSB meliputi luas lahan yang
diusahakanpada tahun 2012, jumlah produksi yang diperoleh pada tahun 2012,
jumlah produksi yang dijual pada tahun 2012, harga jual sayuran yang berlaku
pada tahun 2012, permintaan sayuran pada tahun 2012, biaya-biaya yang
dikeluarkan selama proses produksi berlangsung serta data-data lainnya yang
mendukung sehingga dapat diketahui keuntungan usahatani dari masing-masing
komoditi yang diteliti. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari artikel yang
berasal dari media elektronik (internet), Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen
Pertanian, Badan Standardisasi Nasional (BSN), Komite Akreditasi Nasional
(KAN), Badan Ketahanan Pangan (BKP), Perpustakaan LSI Institut Pertanian
Bogor, dan literatur yang relevan.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa cara,
yaitu :
1. Wawancara yang digunakan untuk memperoleh data sesuai dengan kondisi
yang sebenarnya terjadi dan untuk menggali informasi yang lebih mendalam.
Wawancara dilakukan dengan pihak manajemen/karyawan YBSB tentang
gambaran umum dan pola tanam yang digunakan YBSB.
2. Observasi atau pengamatan yang digunakan untuk melihat dan mengamati
objek secara langsung terhadap hal-hal yang berhubungan dengan penelitian.
Observasi dilakukan langsung pada lokasi usaha budidaya sayuran organik
yaitu di YBSB. Hal-hal yang diamati adalah proses pembenihan, pembibitan,
pengomposan, proses budidaya, hingga kegiatan pasca panen yang
dilaksanakan pada saat itu yaitu pada bulan Maret-April 2013.
3. Membaca dan melakukan pencatatan semua data yang dibutuhkan dalam
penelitian, seperti luas lahan masing-masing komoditi pada tahun 2012, hasil
produksi tahun 2012, harga jual yang berlaku pada tahun 2012.
23
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data-data dan informasi yang diperoleh di lapangan selanjutnya
dikumpulkan dan diolah untuk dilakukan analisis lebih lanjut. Data yang telah
terkumpul selanjutnya diolah menggunakan bantuan aplikasi Microsoft Excel dan
alat hitung kalkulator. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini bersifat
kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif digunakan untuk menginterpretasikan dan
mendeskripsikan data yang diperoleh. Analisis kualitatif digunakan pada saat
mengidentifikasi gambaran umum YBSB dan keragaan usahatani berupa input-
input yang digunakan, proses budidaya, output yang dihasilkan serta perlakuan
pasca panen. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis
usahatani mulai dari penghitungan biaya usahatani, penghitungan penerimaan
usahatani, analisis pendapatan usahatani, dan analisis R/C.
Sebelum melakukan analisis terhadap biaya dan penerimaan usahatani,
terlebih dahulu data mengenai luas lahan, produksi, dan input-input variabel
diolah. Pengolahan data dilakukan pada setiap periode penanaman pada tahun
2012, sehingga pada setiap periode penanaman dapat diketahui luas lahan,
produksi dan produktivitas, serta input-input variabel yang digunakan oleh
masing-masing komoditi. Setelah diketahui jumlah penggunaan masing-masing
input selanjutnya dilakukan analisis biaya, penerimaan, serta R/C usahatani
masing-masing komoditi yang diteliti.
Analisis Biaya Usahatani
Analisis biaya usahatani digunakan untuk mengetahui jumlah biaya-biaya
yang dikeluarkan dalam usahatani wortel, bayam hijau, caysin, selada cos, dan
brokoli. Analisis biaya usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu analisis biaya tunai
dan biaya yang diperhitungkan. Biaya-biaya usahatani sayuran organik di YBSB
di identifikasi mulai dari biaya yang dikeluarkan saat budidaya, pasca panen,
hingga produk diterima oleh konsumen. Biaya tunai pada usahatani sayuran
organik di YBSB antara lain benih dan bibit, pupuk kandang, upah tenaga kerja,
plastik kemasan,biaya manajemen, biaya keamanan, pemeliharaan kebun, listrik,
dan biaya transportasi. Sedangkan biaya yang diperhitungkan yaitu biaya
penyusutan peralatan.
Menurut Suratiyah (2002), perhitungan penyusutan alat-alat pertanian pada
dasarnya bertolak pada harga pembelian sampai dengan alat tersebut dapat
memberikan manfaat. Nilai penyusutan pada penelitian ini dihitung berdasarkan
metode garis lurus sebagai berikut :
Biaya penyusutan = Harga pembelian (Rp) – Nilai sisa (Rp)
Umur ekonomis (tahun)
24
Pengeluaran total (biaya total) merupakan jumlah dari biaya tunai dan
biaya variabel biaya diperhitungkan) sehingga dapat diformulasikan sebagai
berikut (Soekartawi 2002) :
TC = TFC + TVC
Keterangan:
TC = Pengeluaran total usahatani (Rp/tahun)
TFC = Biaya tetap usahatani (Rp/tahun)
TVC = Biaya variabel usahatani (Rp/tahun)
Analisis Penerimaan Usahatani
Analisis penerimaan usahatani digunakan untuk mengetahui jumlah
penerimaan yang diperoleh dalam usahatani sayuran organik. Menurut Soekartawi
(2002), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual, atau dapat dituliskan sebagai berikut :
TR = Y x Py
Keterangan:
TR = Penerimaan total usahatani (Rp/tahun)
Y = Total hasil produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (Kg/tahun)
Py = Harga jual produk y per unit (Rp/Kg)
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui besarnya
pendapatan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli yang
dilakukan oleh YBSB. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara semua
penerimaan (revenue) dan biaya total, baik biaya total yang bersifat tunai maupun
tidak tunai, sehingga dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut :
= TR – TC
Keterangan :
Π = Pendapatan atau keuntungan usahatani (Rp/tahun)
TR = Penerimaan total usahatani (Rp/tahun)
TC = Pengeluaran total usahatani (Rp/tahun)
Analisis R/C
Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) digunakan untuk
mengetahui besarnya tingkat pendapatan usahatani wortel, bayam hijau, caisin,
selad cos, dan brokoli. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C)
menunjukkan penerimaan yang diperoleh YBSB dari setiap rupiah pengeluaran
yang dikeluarkan untuk usahatani sayuran organik sebagai manfaat. Menurut
Soekartawi (2002), analisis R/C merupakan selisih perbandingan antara
penerimaan dan biaya. Analisis R/C dalam penelitian ini terdiri dari R/C atas
biaya tunai dan R/C atas biaya total. R/C atas biaya tunai dihitung dengan
membandingkan antara total penerimaan tunai dengan biaya tunai usahatani dalam
25
satu tahun, sedangkan R/C atas biaya total dihitung dengan membandingkan total
penerimaan dengan total pengeluaran usahatani. Rumus yang digunakan dalam
analisis R/C adalah sebagai berikut :
R/C atas biaya tunai =
R/C atas biaya total =
Dalam mengukur tingkat keuntungan usahatani maka terdapat kriteria
penilaian dari hasil perhitungan R/C tersebut, yaitu :
Apabila nilai R/C > 1, maka usahatani menghasilkan keuntungan
Apabila nilai R/C = 1, maka usahatani tersebut dikatakan impas
Apabila nilai R/C < 1, maka usahatani tersebut dikatakan tidak
menguntungkan
Oleh karena itu, nilai R/C > 1 berarti usahatani menguntungkan, karena
setiap biaya sebesar Rp 1.00 yang dikeluarkan untuk usahatani sayuran organik
akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan
(lebih besar dari Rp 1.00). Sebaliknya, jika nilai R/C < 1 berarti usahatani tidak
efisien, karena setiap biaya sebesar Rp 1.00 yang dikeluarkan untuk usahatani
sayuran organik akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari biaya yang
dikeluarkan (lebih kecil dari Rp 1.00). Nilai R/C = 1 menunjukkan usahatani
berada dalam titik impas, karena jumlah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani
sayuran organik akan menghasilkan penerimaan yang sama dengan biaya yang
dikeluarkan.
Tabel 8 Komponen analisis pendapatan usahatani
No. Komponen Perhitungan
A. Penerimaan usahatani Harga x Hasil panen
B. Total penerimaan A
C. Biaya tunai
a. Biaya sarana produksi
b. Biaya tenaga kerja luar keluarga
(TKLK)
c. Biaya Manajemen
d. Biaya Keamanan
e. Biaya Pemeliharaan Kebun
f. Biaya Listrik
g. Biaya Transportasi
h. Plastik Kemasan
D. Biaya yang diperhitungkan a. Penyusutan peralatan
E. Total biaya C+D
F. Pendapatan atas biaya tunai A-C
G. Pendapatan atas biaya total A-E
H. R/C atas biaya tunai A/C
I. R/C atas biaya total A/E
26
Berdasarkan Tabel 8, pendapatan usahatani dan nilai R/C diperoleh dengan
menentukan terlebih dahulu nilai penerimaan (revenue) usahatani dan pengeluaran
(cost) usahatani. Perhitungan pendapatan dibedakan menjadi pendapatan atas
biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh
dari selisih antara total penerimaan usahatani sayuran organik dan pengeluaran
tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari selisih antara total
penerimaan dan total pengeluaran. Total penerimaan diperoleh dari penerimaan
tunai produksi, sedangkan total pengeluaran diperoleh dari penjumlahan antara
pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai (yang diperhitungkan).
GAMBARAN UMUM YAYASAN BINA SARANA BAKTI
Sejarah, Lokasi, Visi dan Misi Yayasan Bina Sarana Bakti
Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) merupakan suatu lembaga berbentuk
yayasan yang didirikan oleh Pater Agatho Elsener, OFMCap pada tanggal 7 Mei
1984. Pada mulanya, yayasan ini diharapkan menjadi pusat informasi
pembangunan karena pada saat itu Pater Agatho berpendapat bahwa
pembangunan yang berjalan di Indonesia arahnya terbalik. Namun karena tema
pembangunan dianggap luas dan kurang jelas, maka dipilih pembangunan
pertanian khususnya pertanian organis (Natural Farming). Pater Agatho sangat
terinspirasi oleh sebuah buku yang dibacanya berjudul “The One Straw
Revolution” karya Masanobu Fukuoka. Pikiran utama buku tersebut menjelaskan
bahwa “alam sudah bekerja sebagaimana mestinya dan manusia hanya
mendukungnya” dan pemikiran tersebut yang mendasari dibuatnya pertanian
organis sebagai sarana pembangunan YBSB.
Mulai tahun 1987 seluruh lahan YBSB dimanfaatkan untuk pertanian
organik, yang artinya pertanian mengikuti hukum alam, dimana segala bentuk
asupan kimia sintetis (pestisida dan pupuk) dihentikan total. Dan sejak saat itu
YBSB dikenal sebagai salah satu pionir pengembangan pertanian organis di
Indonesia. Dalam kurun waktu 16 tahun YBSB telah mengalami banyak
perkembangan, salah satunya yaitu pada bulan September tahun 2000 YBSB
memperoleh sertifikasi dari salah satu lembaga sertifikasi yang telah mendapatkan
akreditasi dari IFOAM (International Federation of Organic Agriculture
Movement) yaitu NASAA (National Association of Sustainable Agriculture
Australia) sebagai salah satu produsen bahan pangan organik dan produknya telah
memperoleh label non pesticides and chemical free. Hal tersebut sangat
menguntungkan bagi YBSB karena dengan sertifikasi tersebut, YBSB dapat lebih
memperluas usaha dan pasar sayuran organik di Indonesia. Selain telah
memperoleh sertifikasi, perkembangan lain yang dialami oleh YBSB yaitu jumlah
komoditi sayuran yang diusahakan semakin beragam dan lahan yang
dimanfaatkan untuk kegiatan produksi semakin luas.
YBSB merupakan salah satu produsen sayuran organik yang berlokasi di di
Jalan Gandamanah, Desa Tugu Selatan, Kampung Sampay, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi kebun YBSB berada di kawasan puncak
lereng Gunung Pangrango pada ketinggian 800-1000 mdpl dengan suhu rata-rata
27
23-25oC dan tekanan udara antara 881.1-913.8 mb. Iklim di wilayah YBSB yaitu
tropis cenderung basah dengan curah hujan rata-rata 250-400 ml/bulan dan
kelembaban antara 83-90%. Alasan pemilihan lokasi ini karena faktor alam yang
sangat mendukung untuk kegiatan budidaya organik yakni struktur tanahnya yang
gembur dan berdekatan dengan sumber mata air pegunungan, sehingga
memudahkan untuk melakukan penyiraman terhadap tanaman. Luas kebun YBSB
yang digunakan untuk memproduksi sayuran organik adalah 4 hektar yang terdiri
dari 9 plot lahan penanaman sayuran, 1 plot lahan percobaan tanaman (digunakan
untuk penelitian dan pengembangan), 1 plot untuk pembenihan, 1 plot persemaian
benih, 1 bangunan untuk proses pematangan pupuk kandang, serta beberapa
bangunan seperti kantor bagian pemasaran dan toko sayuran organis milik YBSB.
Selain lahan dan bangunan yang disebutkan diatas, didalam kebun produksi
YBSB juga terdapat lahan tidur yang belum dimanfaatkan.
Suatu organisasi ataupun perusahaan tentu memiliki visi dan misi yang
hendak dicapai di masa mendatang dan mencerminkan cita-cita yang akan dicapai.
Visi yang dimiliki YBSB adalah hidup harmonis dengan sesama, alam dan Tuhan.
Hal tersebut didasari karena pembangunan yang dilakukan oleh manusia sering
sekali merusak keseimbangan di alam, seharusnya semua unsur di alam harus
saling mendukung, diadakan untuk kepentingan bersama, bahkan memberikan diri
untuk kelangsungan hidup yang lain.
Untuk dapat mewujudkan visi yang telah dirancang, YBSB juga memiliki
misi organisasinya yaitu memberikan informasi akan pentingnya penerapan sikap
organis, penerapan sistem pertanian organik serta mendidik petani baik
perorangan maupun lembaga yang membutuhkan keterampilan dan teknik usaha
pertanian organik. Misi YBSB tersebut dituangkan dalam nama lembaga yaitu
memBINA (menyiapkan, mengembangkan) sebagai SARANA (metode, alat) agar
setiap manusia dapat semakin berBAKTI dan melayani sesama, alam, dan Tuhan.
Dengan demikian YBSB didirikan dengan tujuan untuk mewujudkan dunia
menjadi tempat yang aman damai dan harmonis bagi seluruh makhluk hidup dan
semua ciptaan Tuhan, baik saat ini maupun di masa yang akan datang, bebas dari
ketakutan dan ancaman kehancuran. Manusia dan alam seluruhnya hidup dalam
kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan sejati.
Manajemen dan Struktur Organisasi Yayasan Bina Sarana Bakti
Setiap kegiatan atau aktivitas yang dilakukan dalam suatu usaha
memerlukan suatu pengorganisasian yang baik. Hal tersebut perlu dilakukan agar
setiap orang yang terlibat dalam suatu organisasi dapat bekerja lebih terarah,
terencana, dan bertanggung jawab dengan tugas yang dimilikinya. Begitu pula
dengan Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) dalam menjalankan kegiatan
usahanya harus didukung oleh sumberdaya manusia yang sudah diorganisasikan
dengan baik sesuai dengan jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan.
Oleh karena itu, YBSB membuat struktur organisasi dengan harapan semua
sumber daya manusia yang dimiliki dapat digunakan secara efektif dan efisien
sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya untuk menjalankan dan
mengembangkan yayasan. Secara garis besar struktur organisasi YBSB dapat
dilihat pada Gambar 3.
28
Berdasarkan struktur organisasi tersebut dapat diketahui bahwa pemegang
kekuasan tertinggi yaitu pengurus yayasan. Pengurus yayasan membawahi
direktur eksekutif, dimana direktur eksekutif membahawahi tiap bagian yang lebih
spesifik lagi yaitu Divisi Keuangan, Divisi Pertanian Organis (PO), Divisi
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), HRD serta Bidang Litbang dan PU. Tugas
utama direktur eksekutif adalah memimpin YBSB untuk mewujudkan visi dan
misi dalam aktivitas program sehari-hari. Dalam pelaksanaan tugasnya, direktur
eksekutif dibantu oleh beberapa manajer divisi dan manajer divisi dibantu oleh
kepala-kepala bidang dan unit serta staf pelaksana.
Masing-masing bagian dalam struktur organisasi tersebut memiliki tugas
dan tanggung jawab yang telah ditetapkan sesuai dengan dekripsi pekerjaan.
Divisi PO (Pertanian Organis) merupakan bagian dari yayasan yang bertugas
melaksanakan kegiatan produksi sayuran organik, menjual serta memasarkan
sayuran organik YBSB. Divisi ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu Bagian Benih,
Bagian Produksi, dan Bagian Pasar. Bagian benih memiliki tugas dalam
menyediakan serta menjamin kualitas dan kuantitas benih lokal yang akan
ditanam di kebun produksi YBSB ataupun yang akan dijual. Bagian produksi
memiliki tugas melakukan persemaian benih (pembibitan), merencanakan
produksi sayuran serta melaksanakan budidaya sayuran organik mulai dari proses
persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan. Tugas lain divisi
PO adalah mengoptimalkan lahan untuk peningkatan hasil produksi. Sedangkan
Bagian Pasar memiliki tugas dalam memperoleh informasi permintaan sayuran
organik YBSB, melakukan kegiatan pasca panen, menjual serta memasarkan
sayuran organik.
Divisi keuangan bertugas menangani administrasi yayasan, melakukan audit
internal terhadap setiap divisi, serta membuat laporan keuangan yayasan termasuk
Pengurus Yayasan
Direktur Eksekutif
Konsultan
Div. Keuangan Bid. Litbang Div. Diklat Div. HRD
Div. PO Bid. PU
Bid. Pasar Bid. Produksi Bid. Benih
Gambar 3 Bagan struktur organisasi Yayasan Bina Sarana Baktia
aSumber : Yayasan Bina Sarana Bakti (2012)
29
laporan laba rugi serta laporan pemasukan dan pengeluaran uang. Divisi diklat
melakukan kegiatan yang berfokus pada pelatihan dan pendidikan organik bagi
pelajar, lembaga, ataupun masyarakat umum yang ingin mengenal lebih dalam
mengenai pertanian organik. Adapun kegiatan yang dilaksanakan berupa magang,
Live in, kursus, PKL, dan kunjungan lapang. Sedangkan Divisi HRD memiliki
tugas manajerial terhadap SDM di YBSB dan termasuk juga perekruitan pegawai.
Selain divisi-divisi yang telah disebutkan diatas, YBSB memiliki dua
bidang mandiri dalam mendukung kegiatan produksi sayuran organik yaitu
Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) dan Bidang Pekerjaan Umum
(PU). Bidang Litbang memiliki prioritas dalam meneliti dan mengembangkan
produksi sayuran benih lokal, produk olahan, termasuk proses pemasaran YBSB.
Bidang Litbang memfokuskan pada aspek perumusan pedoman standar (teknis
budidaya mutu sayur dan benih lokal) maupun analisis usahatani yang
dipraktekkan di kebun organik YBSB. Bidang litbang akan terus memacu
pertumbuhan “organik” dengan merumuskan pedoman standar agar visi hidup
organik terus bertumbuh dan berkembang. Sedangkan Bidang Pekerjaan Umum
(PU) memiliki tujuan mewujudkan kebun yang memadai dengan infrastruktur
yang baik dan sesuai. Bidang PU memiliki tugas utama yaitu memfasilitasi
kepentingan pertanian organik dan pelatihan agar lebih efektif dan efesien,
menciptakan kebun yang lebih multiguna dengan mempertimbangkan aspek
kepentingan agroekologi agar pengelolaan lahan lebih optimal serta keseimbangan
populasi sekaligus menghentikan energi yang hilang (erosi). Selain itu, bidang ini
memberi sarana agar lebih nyaman bagi pekerja dan pengunjung.
Deskripsi Sumberdaya Yayasan Bina Sarana Bakti
Sumberdaya yang dimiliki Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) meliputi
sumberdaya keuangan (modal) dan sumberdaya fisik. Sumberdaya keuangan
merupakan kemampuan yang dimiliki YBSB untuk mengelola segala hal yang
terkait dengan keuangan yayasan dalam menjalankan setiap kegiatan yayasan.
Sumberdaya fisik meliputi lahan, peralatan, dan kualitas sumberdaya manusia
yang dimiliki yayasan.
Aspek sumberdaya manusia sangat penting bagi setiap perusahaan dalam
menjalankan usahanya agar tujuan perusahaan dalam mencapai keberhasilan dapat
diraih, begitu pula dengan YBSB. YBSB memiliki total tenaga kerja berjumlah 79
orang yang terdiri dari satu orang pada Divisi Keuangan, 48 orang pada Divisi
PO, tujuh orang pada Divisi Diklat, satu orang pada Divisi HRD, 10 orang pada
Bidang PU, dan 12 orang pada Bidang Litbang. Divisi PO merupakan bagian dari
yayasan yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan produksi sayuran organik di
YBSB serta menjual dan memasarkannya. Total tenaga kerja yang ada pada divisi
ini yaitu 48 orang yang terbagi ke dalam masing-masing bidang yakni dari empat
orang pada Bidang Benih, 31 orang pada Bidang Produksi, dan 12 orang pada
Bidang Pasar. Lebih rinci lagi, pada Bidang Benih terdiri dari satu orang kepala
bidang benih dan tiga orang tenaga pelaksana, pada Bidang Produksi terdiri dari
satu orang kepala bidang produksi, empat orang kepala unit, dan 26 tenaga
pelaksana atau buruh tani. Sedangkan pada Bidang Pasar terdiri dari satu orang
kepala bidang pasar, empat orang kepala unit, dan tujuh orang tenaga pelaksana.
30
Karyawan atau tenaga kerja yang ada di YBSB terdiri dari tenaga kerja laki-
laki dan perempuan. Status karyawan di YBSB juga beragam yakni mulai dari
tenaga kerja tetap serta tenaga kerja harian. Data tenaga kerja yang melakukan
kegiatan produksi sayuran organik di YBSB berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Jumlah Tenaga Kerja di Yayasan Bina Sarana Bakti Berdasarkan Jenis
Kelamin Tahun 2012a
Jenis Kelamin Tenaga Kerja (orang) Persentase (%)
Laki-laki 25 52.08
Perempuan 23 47.92
Jumlah 48 100.00 aSumber : Diolah dari data Yayasan Bina Sarana Bakti (2012)
Berdasarkan Tabel 9, dapat dijelaskan bahwa jumlah karyawan atau tenaga
kerja dalam memproduksi sayuran organik di YBSB merata atau tidak jauh
berbeda antara tenaga kerja laki-laki dan perempuan. Tenaga kerja laki-laki
memiliki proporsi 52.08 persen dari jumlah tenaga kerja, sedangkan tenaga kerja
perempuan memiliki proporsi 47.92 persen dari jumlah tenaga kerja.
Setiap tenaga kerja dalam memproduksi sayuran organik di YBSB memiliki
tingkat pendidikan yang beragam mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi.
Tingkat pendidikan tenaga kerja sebagian besar adalah SD dan SMP yaitu
sebanyak 39.58 persen dan 41.67 persen dari jumlah tenaga kerja. Sedangkan
tingkat pendidikan tenaga kerja yang paling sedikit adalah tenaga kerja dengan
tingkat pendidikan perguruan tinggi yaitu hanya 8.33 persen dari jumlah tenaga
kerja. Karyawan yang memiliki tingkat pendidikan SMA dan perguruan tinggi
adalah karyawan setingkat manajer, kepala bidang, dan kepala unit. Sedangkan
karyawan ditingkat pelaksana atau buruh tani, kebanyakan dari mereka tingkat
pendidikannya adalah SD dan SMP. Data mengenai tingkat pendidikan tenaga
kerja yang melakukan kegiatan produksi sayuran organik di YBSB dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10 Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja di Yayasan Bina Sarana Bakti Tahun
2012a
Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja (orang) Persentase (%)
SD 19 39.58
SMP 20 41.67
SMA 5 10.42
Perguruan Tinggi 4 8.33
Jumlah 48 100.00 aSumber : Diolah dari data Yayasan Bina Sarana Bakti (2012)
31
Berdasarkan Tabel 10, tenaga kerja di YBSB umumnya telah mengikuti
pendidikan formal. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh tenaga kerja di YBSB
minimal dapat membaca dan menghitung. Kondisi tersebut cukup menguntungkan
bagi yayasan karena dengan dasar pendidikan yang telah dimiliki tenaga kerja
tersebut akan memudahkan mereka dalam menyerap teknologi dan informasi yang
diberikan berkaitan dengan usaha budidaya sayuran organik.
Umur tenaga kerja yang melakukan kegiatan produksi sayuran organik di
YBSB bervariasi dan digolongkan ke dalam empat golongan. Jumlah tenaga kerja
yang melakukan kegiatan produksi di YBSB berdasarkan golongan umur dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Jumlah Tenaga Kerja di Yayasan Bina Sarana Bakti Berdasarkan
Golongan Umur Tahun 2012a
Golongan Umur (tahun) Tenaga Kerja (orang) Persentase (%)
21-30 6 12.50
31-40 17 35.42
41-50 23 47.92
51-60 2 4.17
Jumlah 48 100.00 aSumber : Diolah dari data Yayasan Bina Sarana Bakti (2012)
Struktur umur penduduk terdiri dari anak-anak (tidak produktif) pada umur
0-14 tahun, usia subur atau dewasa (produktif) pada umur 15-64 tahun, dan
penduduk usia tua pada umur 65 tahun ke atas (BPS 2010). Berdasarkan batasan
usia tersebut, maka Tabel 12 menunjukkan bahwa seluruh tenaga kerja di YBSB
berada pada umur yang produktif.
YBSB memiliki seorang manajer pertanian organis yang memiliki tanggung
jawab terhadap operasional kebun secara keseluruhan, mulai perencanaan
produksi benih, perencanaan produksi sayuran, pendataan berbagai laporan
tentang operasional kebun, pengendalian biaya produksi, proses produksi sayuran,
pengiriman produk, serta pemantauan perkembangan dan pemeliharaan kebun.
Manajer pertanian organis juga melakukan jalinan kerjasama atau kemitraan
dengan petani sebagai pihak pemasok sayuran organik. Hal tersebut dilakukan
karena yayasan belum mampu memenuhi permintaan konsumen yang tinggi
dengan produksi sayuran organik yang dihasilkannya, sehingga dengan
dilakukannya kemitraan dengan petani tersebut diharapkan mampu mengurangi
gap antara sayuran organik yang ditawarkan YBSB dengan permintaannya.
Manajer PO membawahi Bidang Benih, Bidang Produksi, dan Bidang
Pasar, dimana masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh seorang kepala
bidang yang bertindak sebagai penanggung jawab. Kepala Bidang Benih
bertanggung jawab dalam menyediakan dan menyiapkan benih yang berkualitas
untuk ditanam, melakukan perencanaan dan pendataan jumlah benih yang akan
digunakan pada setiap plot, serta memastikan persediaan benih. Kepala Bidang
Produksi bertanggung jawab dalam kegiatan budidaya sayuran organik berupa
pengawasan di lapangan, memastikan ketersediaan input-input produksi seperti
32
benih, bibit, pupuk, dan pestisida nabati serta menentukan berapa jumlah bedeng
yang akan ditanami masing-masing komoditi setiap minggunya. Bidang Produksi
juga melakukan pendataan dan pemantauan pola tanam disetiap bedeng dan plot
serta membuat perencanaan tanam dan prediksi panen setiap minggu. Sedangkan
manajer pasar bertanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Bidang
Pasar yaitu memperoleh informasi mengenai permintaan konsumen,
menyampaikan informasi permintaan tersebut kepada Bagian Produksi,
melakukan pencatatan produksi atau panen setiap minggu, melakukan kegiatan
pasca panen yaitu membersihkan dan menyortir hasil panen, memisahkan hasil
panen berdasarkan grade yang ditentukan, melakukan pengemasan pada sayuran,
serta mendistribusikan produk kepada konsumen.
Sistem perekrutan tenaga kerja yang dilakukan YBSB tidak mengutamakan
pendidikan utamanya pada karyawan ditingkat pelaksana atau buruh tani, akan
tetapi yang paling diutamakan adalah keahlian, kedisplinan, serta pengalaman
mereka terkait budidaya sayuran. Sebelum resmi menjadi karyawan, para calon
karyawan harus terlebih dahulu melalui masa percobaan dan pelatihan budidaya
sayuran organik selama dua bulan. Hal tersebut dilakukan YBSB agar mengetahui
sejauh mana calon tenaga kerja tersebut memiliki keahlian dalam melakukan
budidaya sayuran, serta mengetahui sejauh mana calon karyawan tersebut mampu
mengikuti dan mematuhi tata cara budidaya sayuran organik yang berbeda dengan
budidaya sayuran konvensional. Apabila calon karyawan tersebut dianggap
memenuhi kriteria yang diharapkan YBSB, maka selanjutnya dapat diresmikan
menjadi karyawan. Hari kerja yang ditetapkan YBSB kepada seluruh
karyawannya baik di tingkat pelaksana atau buruh tani maupun kepala unit, kepala
bidang, dan manajer adalah sama yaitu dimulai dari hari Senin hingga Sabtu,
sedangkan Minggu libur. Pada hari Senin hingga Jumat, jam kerja yang ditetapkan
YBSB yaitu mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB, sedangkan hari
Sabtu jam kerja dimulai pukul 07.00 WIB hingga 12.00 WIB. Adapun waktu
istirahat yang diberikan sebanyak dua kali pada hari Senin hingga Kamis, yaitu
pukul 09.45-10.00 WIB dan pukul 12.00-13.00 WIB. Pada hari Jumat istirahat
yang diberikan hanya satu kali yaitu pukul 11.00-13.00 WIB, sedangkan hari
Sabtu tidak terdapat waktu istirahat.
Karyawan atau tenaga kerja yang ada di YBSB statusnya terbagi menjadi
tenaga kerja tetap dan tenaga kerja harian. Karyawan tetap terdiri dari karyawan
setingkat kepala unit, kepala bidang, dan manajer, sedangkan tenaga kerja harian
terdiri dari karyawan setingkat pelaksana atau buruh tani. Pemberian gaji kepada
karyawan tetap dilakukan setiap awal bulan, sedangkan upah tenaga kerja harian
diberikan setiap minggu sekali yakni pada hari Sabtu.
Pembagian jam kerja antara tenaga kerja laki-laki dan perempuan tidak
berbeda, yaitu delapan jam kerja perharinya. Namun terdapat perbedaan upah
antara keduanya, dimana tenaga kerja laki-laki sebesar Rp 25 000/hari sedangkan
tenaga kerja perempuan sebesar Rp 20 000/hari.
Permodalan dan Fasilitas Produksi Yayasan Bina Sarana Bakti
Sumberdaya keuangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting
untuk diperhatikan dan dikelola secara baik dan benar agar seluruh kegiatan
33
yayasan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan visi misi Yayasan Bina
Sarana Bakti (YBSB). Sumberdaya keuangan yang dimiliki yayasan dialokasikan
sesuai dengan kebutuhan masing-masing bagian dalam yayasan sehingga seluruh
kegiatan yang dilakukan yayasan baik dalam memproduksi sayuran organik
maupun kegiatan yayasan diluar kegiatan produksi sayuran organik dapat berjalan
dengan baik. Besarnya uang yang dianggarkan YBSB untuk kegiatan produksi
sayuran organik kurang lebih sebesar Rp 30 000 000/bulan. Uang tersebut
digunakan untuk seluruh kegiatan produksi sayuran organik mulai dari pengadaan
benih, persemaian, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pasca
panen, hingga pendistribusian produk.
Modal yang dimiliki YBSB untuk menjalankan seluruh aktivitas yayasan
berasal dari modal sendiri tanpa dibantu oleh modal pinjaman dari bank maupun
lembaga keuangan lainnya. Permodalan yang dimiliki yayasan berupa lahan
seluas 15 hektar yang didalamnya terdapat bangunan kantor YBSB yang
digunakan pula sebagai asrama, bangunan operasional kebun produksi, toko
sayuran organik YBSB, villa, peralatan, dan kendaraan. Sedangkan modal yang
digunakan untuk kegiatan produksi sayuran organik adalah lahan seluas empat
hektar yang didalamnya terdiri dari bangunan operasional kebun produksi,
bangunan untuk proses pematangan pupuk kandang, peralatan produksi, serta
kendaraan yang digunakan untuk mendistribusikan produk kepada konsumen.
Peralatan produksi yang dimiliki oleh YBSB digunakan untuk melakukan
berbagai kegiatan produksi antara lain untuk kegiatan pembenihan, persemaian,
penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pasca panen. Peralatan yang
digunakan dalam kegiatan pembenihan antara lain timbangan benih, tampah, dan
kotak penjemur benih. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan persemaian
benih (pembibitan) diantaranya polybag mini, alat cetak soil block, dan meja
persemaian.
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan penanaman dan pemeliharaan
terdiri dari garpu besar dan kecil, lorry, gembor, semprotan, tebasan, sabit,
cangkul, dan ember, dan plastik ultra violet. Selain itu, peralatan yang digunakan
untuk kegiatan panen dan pasca panen antara lain gunting, pisau, container,
timbangan, mesin wrapping, mesin sealer, meja untuk melakukan pengemasan,
plastik, styrofoam, mobil box dan mini truk.
Pola Tanam Usahatani Sayuran Organik Yayasan Bina Sarana Bakti
Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) dalam kegiatan usahataninya
melakukan budidaya berbagai jenis sayuran organik antara lain sayuran daun-
daunan, sayuran umbi-umbian, sayuran kacang-kacangan, dan sayuran buah.
YBSB pada tahun 2012 membudidayakan 25 jenis sayuran organik yaitu bayam
hijau, bawang daun, bit, brokoli, cabe keriting, caisin, kacang kapri, kailan,
kangkung, kol bulat putih, lobak, okra, oyong, pakcoy, petsai, selada cos, seledri,
timun jepang, tomat, wortel, zucchini, dan lain-lain. Jenis sayuran yang menjadi
unggulan di YBSB antara lain wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli
karena tingginya permintaan konsumen terhadap komoditi tersebut.
Kegiatan budidaya sayuran organik YBSB dilakukan pada lahan seluas
empat hektar yang dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut plot. Plot yang
34
dibuat memiliki luas lahan yang berbeda-beda. Setiap plot dibagi menjadi
bedengan-bedengan yang disebut bed. Jumlah bedengan yang terdapat di kebun
adalah 1 315 bed, dengan luas satu buah bed yaitu 10 m2. Berikut ini adalah lokasi
dan jumlah bedengan yang ada pada masing-masing plot :
a. Plot A memiliki jumlah bedengan 144 bed.
b. Plot B memiliki jumlah bedengan 80 bed.
c. Plot C memiliki jumlah bedengan 133 bed.
d. Plot D memiliki jumlah bedengan 87 bed.
e. Plot E memiliki jumlah bedengan 131 bed.
f. Plot F/G memiliki jumlah bedengan 132 bed.
g. Plot H memiliki jumlah bedengan 159 bed.
h. Plot I1 memiliki jumlah bedengan 129 bed.
i. Plot I2 memiliki jumlah bedengan 120 bed.
j. Plot J memiliki jumlah bedengan 127 bed.
k. Plot Pembenihan memiliki jumlah bedengan 200 bed.
Bedengan yang ada di kebun YBSB memiliki lebar 1 meter dan panjang 10
m, sehingga luas bedengan yaitu 1 m x 10 m. Bedengan dibuat dengan tinggi
bedengan sekitar 15-20 cm. Kemudian jarak antar bedengan berupa parit kecil
kurang lebih seluas 40 cm. Parit tersebut berfungsi untuk memudahkan
pelaksanaan proses penanaman, pemupukan, penyiraman, pengendalian hama dan
penyakit, serta panen. Berikut ini merupakan gambar ukuran bedengan sayuran
organik di YBSB yang dapat dilihat pada Gambar 4.
YBSB dalam membudidayakan sayuran organik melakukan pengaturan
terhadap lahan dengan sistem pola tanam. Pengaturan lahan dilakukan pada setiap
bedengan, hal tersebut dilakukan agar lahan yang ada dapat digunakan dengan
efektif dan yayasan dapat berproduksi dalam periode waktu tertentu, dengan
15-20 cm
cm 40 cm
cm
1 m
cm
10 m
cm
Gambar 4 Gambar ukuran bedengan sayuran organik di Yayasan Bina Sarana
35
kualitas dan kuantitas sayur organik yang diinginkan. Pengaturan pola tanam
dilakukan berdasarkan pertimbangan kontinuitas produk, karena kemampuan
yayasan untuk menjaga kontinuitas dalam kegiatan produksi merupakan hal yang
sangat penting. Penanaman sayuran organik di YBSB dilakukan setiap minggu,
hal tersebut dikarenakan permintaan konsumen yang ingin sayuran yang
dipesannya didistribusikan setiap minggu. Penanaman setiap minggu tersebut juga
bertujuan agar sayuran masih dalam keadaan segar saat didistribusikan kepada
konsumen.
Selain berdasarkan pertimbangan kontinuitas produk, pengaturan pola
tanam juga dilakukan dengan mempertimbangkan kesuburan tanah, seperti
ketersediaan unsur hara dalam tanah. Hal lain yang juga dipertimbangkan adalah
hama dan penyakit. Dengan dilakukan pengaturan pola tanam yang sesuai
diharapkan serangan hama dan penyakit dapat dicegah dan dikendalikan.
Salah satu pengaturan lahan yang dilakukan pada saat penanaman sayuran
organik yaitu pergiliran tanaman atau rotasi tanaman. Penerapan rotasi tanaman
contohnya yaitu, apabila lahan sebelumnya ditanami brokoli maka pada musim
berikutnya sebaiknya lahan tersebut tidak ditanami kembali dengan brokoli atau
dengan komoditi yang termasuk dalam satu famili. Perlakuan tersebut dilakukan
karena komoditi yang termasuk dalam satu famili memiliki hama dan penyakit
yang sama, maka apabila lahan ditanami kembali dengan komoditi yang sama
secara berturut-turut, siklus hidup hama dan penyakit tidak akan terputus. Selain
bertujuan untuk memutus siklus hama dan penyakit, penerapan rotasi tanaman
dengan tidak menanam kembali komoditi sejenis atau dalam famili yang sama
juga bertujuan untuk mengembalikan unsur hara yang telah diambil oleh tanaman
sayuran sebelumnya.
Penanaman sayuran organik di YBSB dapat dilakukan dengan pola tanam
monokultur dan tumpang sari. Monokuktur adalah sistem penanaman satu
komoditi saja, sedangkan tumpang sari adalah sistem penanaman lebih dari dua
komoditi. Pola tanam tumpang sari yang dilakukan YBSB bertujuan agar
penggunaan tiap bedengan lahan menjadi lebih efektif, untuk memutuskan siklus
hama, dan menghindari terjadinya kompetisi hara. Sayuran di YBSB digolongkan
menjadi legume (kacang-kacangan), leaf (daun-daunan), fruit (buah-buahan), dan
root (umbi-umbian). Penggolongan sayuran tersebut didasarkan pada klasifikasi
bagian tubuh sayuran yang dimanfaatkan. Pola tanam tumpang sari yang biasa
dilakukan YBSB diantaranya jenis sayuran kacang-kacangan ditumpang sarikan
dengan sayuran daun-daunan, sayuran daun-daunan ditumpang sarikan dengan
sayuran daun-daunan, buah-buahan, dan kacang-kacangan, sedangkan sayuran
buah-buahan ditumpang sarikan dengan daun-daunan dan umbi-umbian. Selain
berdasarkan golongan sayuran, pola tanam sayuran organik yang dilakukan
ditentukan berdasarkan umur tanaman yaitu tanaman sayuran yang berumur
panjang (10-12 minggu) ditumpang sarikan dengan tanaman sayuran berumur
pendek (4-6 minggu).
Penanaman sayuran organik setiap komoditi dilakukan pada lahan yang
sama tetapi ditanam pada plot yang berbeda-beda. YBSB pada setiap periode
produksinya mengusahakan lebih dari satu jenis tanaman sayuran, hal tersebut
dilakukan agar mampu memenuhi permintaan sayuran yang beragam setiap
minggunya. Secara umum pola tanam yang dominan dilakukan oleh YBSB
disajikan pada Gambar 5.
36
Pola Tanam
I LL
Pola
Tanam
II
Pola Tanam
III
Pola
Tanam
IV
Pola
Tanam
V
Pola
Tanam
VI
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des
Keterangan :
Legume = kacang kapri
Leaf = petsai, pakcoy, caisin, kailan, spinach, seledri, kangkung, daun
bawang, bayam hijau, selada cos, selada keriting, selada merah,
selada head
Fruit = bit, cabai keriting, oyong, okra, timun jepang, zucchini, kol bulat
putih, brokoli, tomat
Root = wortel, lobak
Sistem Pemasaran Sayuran Organik Yayasan Bina Sarana Bakti
Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB) memasarkan sayuran organik yang
diproduksinya kepada agen, supermarket, restaurant dan konsumen akhir. Agen
dapat dikatakan sebagai pedagang perantara, karena agen tersebut membeli
sayuran organik kepada YBSB kemudian menjualnya lagi kepada konsumen
akhir. Sedangkan yang dimaksud dengan konsumen akhir YBSB yaitu warga di
lingkungan sekitar YBSB yang membeli sayuran organik di toko sayuran milik
YBSB. Sayuran organik yang dijual kepada agen, supermarket, dan restaurant
adalah sayuran dengan grade A, hal tersebut sesuai dengan permintaan agen yaitu
e
a
f
Legume + Leaf Leaf Fruit + Leaf Root
Leaf + Leaf Fruit + Leaf Root + Fruit Legume
Leaf Fruit + Leaf Root + Leaf Legume
Fruit + Leaf Root Legume + Leaf Leaf+Leaf
Fruit + Leaf Root Leaf + Leaf Legume
Root + Fruit Leaf Legume+Leaf Leaf Fruit
Gambar 5 Pola tanam sayuran organik di Yayasan Bina Sarana Bakti
37
menginginkan sayuran dengan kualitas yang paling baik, sedangkan yang dijual di
toko sayuran organis YBSB adalah sayuran dengan grade B.
Agen membeli sayuran organik di YBSB dengan cara melakukan
pemesanan yang jumlahnya tetap setiap minggu. Pesanan tiap minggu tersebut
telah disepakati oleh pihak agen dan YBSB yang kemudian Bagian Pasar YBSB
berusaha untuk memenuhi pesanan tersebut. Selain kesepakatan mengenai jumlah
sayuran yang dipesan setiap minggu, kesepakatan lain antara agen dan YBSB
yaitu mengenai harga jual sayuran organik. Harga jual sayuran organik yang
berlaku di YBSB adalah harga flat yang berarti tidak mengikuti atau tidak
dipengaruhi oleh permintaan pasar, sehingga banyak atau sedikitnya permintaan
pasar dan banyak atau sedikitnya jumlah produksi tidak mempengaruhi harga jual,
baik harga jual untuk sayuran grade A dan grade B. YBSB menentukan sendiri
harga jual sayuran organiknya dan harga tersebut telah disepakati oleh pihak agen.
Jumlah agen YBSB pada tahun 2012 sebanyak 28, yang terdiri dari 24
pelanggan perorangan, satu supermarket, satu restaurant, dan dua toko sayuran
organik. Semua agen tersebut berlokasi di daerah Jakarta dan Bogor. Kegiatan
pendistribusian sayuran organik kepada agen dilakukan rutin empat kali setiap
minggunya, yaitu pada hari Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat dengan
menggunakan mobil box dan mini truk.
Selain memasarkan sayuran organik yang diproduksinya kepada agen,
YBSB juga memasarkan sayuran organiknya langsung kepada konsumen akhir.
YBSB memiliki toko sayuran organis milik sendiri yang berada didepan kebun
produksi, sehingga yang dimaksud dengan konsumen akhir YBSB adalah warga
di lingkungan sekitar YBSB dan pengunjung yang datang berkunjung ke kebun
produksi YBSB. YBSB membuka toko sayuran organik sendiri selain bertujuan
untuk menjual sayuran yang tidak dapat diterima agen, tetapi juga bertujuan agar
seluruh lapisan masyarakat dapat mengkonsumsi sayuran organik. Selama ini
sayuran organik identik dengan harga yang sangat mahal dan hanya dapat
dikonsumsi oleh masyarakat tertentu yaitu masyarakat kalangan menengah ke
atas. Dengan menjual sayuran organik di toko sayuran sendiri yang berada
didepan kebun produksi YBSB serta dengan harga yang tidak terlalu tinggi,
YBSB berharap masyarakat dengan kalangan menengah ke bawah juga dapat
mengkonsumsi sayuran organik.
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI SAYURAN
ORGANIK
Keragaan Usahatani Sayuran Organik
Keragaan usahatani sayuran organik di Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB)
dilihat dari penggunaan input-input produksi yang digunakan serta proses
kegiatan usahatani yang dilakukan. Pada proses kegiatan usahatani wortel, bayam
hijau, caisin, selada cos, dan brokoli memiliki tahapan yang sama, namun terdapat
perlakuan yang berbeda pada beberapa tahapannya.
38
Penggunaan Input Produksi
Pada kegiatan budidaya wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli
organik di YBSB input produksi yang pada umumnya digunakan terdiri dari benih
atau bibit, pupuk, naungan atau atap, kemasan, alat-alat pertanian dan
pengemasan, serta tenaga kerja. Adapun penggunaan input produksi tersebut pada
masing-masing komoditi dijabarkan sebagai berikut:
1. Wortel
Benih yang digunakan pada budidaya wortel organik menggunakan benih
produksi YBSB sendiri. YBSB menggunakan benih lokal untuk
membudidayakan wortel organik dikarenakan benih varietas tersebut dapat
tumbuh optimal karena sudah sesuai dengan tanah, iklim, dan lingkungan di
YBSB. Benih yang digunakan YBSB dalam membudidayakan wortel organik
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Benih wortel varietas lokal YBSB
Penggunaan benih yang digunakan banyaknya disesuaikan dengan luas
lahan dan pola tanam yang digunakan. Jumlah pemakaian benih wortel untuk
lahan seluas 1000 m2 pada tahun 2012 yaitu sebanyak satu kilogram. Benih
yang digunakan merupakan benih yang dihasilkan sendiri oleh YBSB sehingga
untuk mengetahui harga benih, digunakan harga benih wortel YBSB yang
berlaku di pasar yaitu sebesar Rp300 000.00 per kilogram.
Pada budidaya wortel organik, pupuk yang digunakan oleh YBSB hanya
pupuk progresif yang berasal dari hasil panen yang tersedia di bedengan,
serasah daun dan rumput hasil tebasan yang kemudian bahan-bahan tersebut
ditumpuk dan diamkan selama kurang lebih enam bulan. Pupuk progresif
tersebut digunakan sebagai pupuk dasar. YBSB tidak menggunakan pupuk
organik yang berupa pupuk kandang ayam dan pupuk kandang kambing
kandang pada saat pengolahan lahan maupun pupuk cair pada saat pemupukan
susulan. Hal tersebut karena pada pola pergiliran tanaman wortel ditanam
setelah sayuran jenis daun atau buah yang menggunakan pupuk organik saat
budidayanya, sehingga masih terdapat residu kandungan pupuk organik dari
penanaman sayuran jenis daun atau buah sebelumnya. Berdasarkan hasil
wawancara, pemberian kembali pupuk organik pada tanaman wortel akan
menyebabkan umbi wortel menjadi kecil dan berbulu. Hal tersebut dikarenakan
pemberian pupuk-pupuk tersebut bukan memicu pertumbuhan pada umbi
melainkan memicu pertumbuhan pada daun.
39
Sama halnya dengan pupuk, YBSB tidak menggunakan pestisida nabati
atau pestisida organik pada proses budidaya wortel organik. Hal tersebut
dikarenakan wortel jarang sekali terkena hama, sedangkan penyakit yang
menyerang wortel dapat dikendalikan melalui kegiatan pemeliharaan seperti
penjarangan, penyiraman, dan juga pergiliran tanaman.
Tenaga kerja manusia digunakan untuk setiap proses kegiatan budidaya
mulai dari pengolahan tanah sampai panen dan pasca panen. Tenaga kerja
manusia yang digunakan seluruhnya berasal dari tenaga kerja luar keluarga
(TKLK). TKLK merupakan tenaga kerja yang diberi upah untuk tenaga yang
dikeluarkan sesuai dengan jumlah hari kerja yang dikontribusikan. Tenaga
kerja dalam budidaya wortel organik terdiri dari tenaga kerja pria dan tenaga
kerja wanita. Satuan tenaga kerja untuk pria disebut dengan HKP, sedangkan
satuan tenaga kerja untuk wanita disebut dengan HKW. Jam kerja buruh tani di
YBSB dimulai pukul 07.00 hingga pukul 12.00, lalu dimulai kembali pukul
13.00 hingga pukul 16.00 atau selama 8 jam yang setara dengan 1 HOK
standar. Meskipun jumlah jam kerja antara pria dan wanita sama, namun
terdapat perbedaan upah antara keduanya. Upah tenaga kerja pria sebesar Rp25
000.00 per HOK, sedangkan upah tenaga kerja wanita sebesar Rp20 000 per
HOK. Perbedaan upah tersebut dilakukan karena hasil pekerjaan yang
dilakukan oleh tenaga kerja pria dan wanita dalam 1 HKP dan 1 HKW berbeda.
Untuk menyetarakan antara HKP dan HKW maka perhitungan dilakukan
dengan mengkonversikan HKW menjadi HKP dengan mengacu pada standar
pada umumnya bahwa 1 HKP setara dengan 0,8 HKW. Perhitungan HOK
tersebut berlaku sama terhadap empat sayuran yang diteliti lainnya.
Penggunaan tenaga kerja pada budidaya wortel organik dimulai dari
penanaman hingga kegiatan pasca panen sebesar 168.52 HOK/1000 m2
pada
tahun 2012. Pada budidaya wortel organik tenaga kerja pria pada umumnya
berperan pada tahap penyiapan lahan, penanaman, dan penyiraman, sedangkan
tenaga kerja wanita lebih banyak berperan pada tahap pemeliharaan seperti
penjarangan dan pembersihan gulma, tahap pemanenan, dan tahap pasca panen
dikarenakan pada tahap-tahap budidaya tersebut membutuhkan keuletan dan
termasuk pekerjaan yang lebih ringan dibandingkan dengan pekerjaan pada
tahapan budidaya lainnya.
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya wortel diantaranya
adalah garpu besar, garpu kecil, pisau, gembor, tebasan, cangkul, lori, karung,
serta alat-alat yang digunakan pada tahap pasca panen yaitu kontainer,
timbangan 5 kilogram, timbangan 150 kilogram, cut bag sealer, dan plastik
kemasan. Garpu besar, garpu kecil, dan cangkul digunakan untuk menggali dan
membalikkan tanah pada saat penyiapan lahan. Gembor berfungsi untuk
menyiram air pada tahap penyiraman. Tebasan digunakan untuk meratakan
rumput di sekeliling bedengan yang dilakukan pada tahap penyiapan lahan.
Karung digunakan untuk menaruh wortel yang dipanen dan juga untuk
mencuci wortel agar bersih dari tanah sebelum dilakukan proses pengemasan.
Lori digunakan untuk membawa hasil panen ke tempat pencucian wortel dan
ke bagian pemasaran untuk dilakukan proses pengemasan. Pada tahap pasca
panen, kontainer digunakan untuk meletakkan wortel yang telah dikemas,
timbangan 150 kilogram untuk menimbang hasil panen dari kebun sebelum
dilakukan pengemasan, sedangkan timbangan 5 kilogram digunakan pada saat
40
wortel dikemas, dimana setiap kemasan wortel ditimbang sampai memiliki
berat bersih sebesar 500 gram atau 0.5 kilogram. Cut bag sealer berfungsi
untuk mengikat wortel yang sudah dikemas. Plastik kemasan untuk mengemas
wortel berupa plastik bening berukuran 20 cm x 25 cm dan sticker. Jumlah
plastik kemasan yang digunakan untuk mengemas wortel yaitu 2 161.00
lembar/1000 m2.
Besarnya nilai penyusutan peralatan untuk wortel per tahun sebesar Rp470
777.00. Pada perhitungan tersebut, peralatan yang dihitung nilai penyusutannya
adalah garpu besar, garpu kecil, gembor, tebasan, cangkul, lori, kontainer,
timbangan 5 kilogram, timbangan 150 kilogram, dan cut bag sealer.
Sedangkan karung tidak dihitung sebagai biaya penyusutan karena karung
hanya dapat digunakan selama kurang lebih 6 bulan, sementara plastik
kemasan termasuk ke dalam biaya tunai dengan biaya Rp450.00 per lembar.
Biaya kemasan tersebut terdiri dari biaya plastik bening dan sticker. Pada
perhitungan usahatani, biaya penyusutan termasuk ke dalam biaya
diperhitungkan.
2. Bayam Hijau
Sama halnya dengan wortel, benih bayam hijau yang digunakan untuk
budidaya bayam hijau organik menggunakan benih lokal produksi YBSB
sendiri. Hal tersebut disebabkan benih lokal YBSB kualitasnya sudah baik dan
sudah sesuai dengan tanah, iklim, dan lingkungan di YBSB. Penggunaan benih
yang digunakan banyaknya disesuaikan dengan luas lahan dan pola tanam yang
digunakan. Jumlah pemakaian benih bayam hijau untuk lahan seluas 1000
m2pada tahun 2012 yaitu sebanyak satu kilogram. Benih yang digunakan
merupakan benih yang dihasilkan sendiri oleh YBSB, sehingga harga benih
yang digunakan merupakan harga benih bayam hijau YBSB yang berlaku di
pasar yaitu sebesar Rp150 000.00 per kilogram.
Berbeda dengan budidaya wortel, bayam hijau menggunakan pupuk pada
tahapan budidayanya. Pupuk yang digunakan dalam budidaya bayam hijau
organik adalah pupuk organik yang dapat berasal dari pupuk kandang, pupuk
kompos dedaunan, dan pupuk cair. Pupuk kandang yang digunakan merupakan
kombinasi dari pupuk kandang ayam, pupuk kandang kambing, sekam padi,
dan jerami atau rumput. Alasan YBSB menggunakan lebih dari satu jenis
pupuk kandang adalah untuk memperkaya unsur hara di dalam tanah sehingga
diharapkan kandungan-kandungan hara yang ada didalam tanah dapat
terpenuhi. Pupuk kompos dedaunan diperoleh dari sisa-sisa sayuran atau
dedaunan sisa panen yang kemudian dikumpulkan dan didiamkan selama
kurang lebih dua bulan. Sedangkan pupuk cair yang digunakan YBSB
merupakan air hasil rembesan saat proses pematangan pupuk kandang. Jumlah
pemakaian pupuk kandang pada budidaya bayam hijau untuk lahan seluas 1000
m2 pada tahun 2012 yaitu sebanyak 3 000 kilogram, sedangkan pupuk cair
yang digunakan setiap 1000 m2 pada tahun 2012 sebanyak 300.00 liter.
YBSB memperoleh pupuk kandang ayam dan pupuk kambing dengan
membeli kepada peternak ayam dan kambing, sedangkan jerami atau rumput
diperoleh dengan menebas rumput yang ada di kebun YBSB. Pupuk kandang
ayam dibeli dengan harga Rp8 000.00 per karung sudah termasuk biaya
angkut, sedangkan pupuk kambing dibeli dengan harga Rp5 000.00 per karung
41
sudah termasuk biaya angkut. Setiap karung pupuk kandang tersebut memiliki
isi kurang lebih 30 kilogram. Pupuk kandang yang dibeli YBSB masih dalam
keadaan segar, sehingga sebelum digunakan harus terlebih dimatangkan
melalui proses pematangan pupuk kandang. Proses pematangan pupuk kandang
dilakukan dengan cara menumpuk pupuk kandang, pupuk kambing, dan jerami
atau rumput selama kurang lebih 3 bulan, dan kemudian dilakukan penyiraman
rutin. Dengan demikian, biaya pupuk kandang yang dikeluarkan YBSB sebesar
Rp350.00 per kilogram. Biaya tersebut didalamnya telah memperhitungkan
biaya membeli pupuk kandang ayam, pupuk kandang kambing, serta upah
tenaga kerja yang dikeluarkan selama proses pematangan pupuk kandang.
Pupuk cair yang digunakan YBSB merupakan air hasil rembesan dalam proses
pematangan pupuk kandang, sehingga yang diperhitungkan adalah upah tenaga
kerja pada saat pemberian pupuk susulan saat budidaya berlangsung. Sama
halnya dengan pupuk cair, YBSB tidak mengeluarkan biaya untuk membeli
pupuk kompos dedaunan dikarenakan pupuk tersebut diperoleh di kebun
YBSB sendiri dan merupakan sisa-sisa tanaman hasil panen yang berada di
lahan, sehingga yang diperhitungkan hanya upah tenaga kerja pada saat
pemupukan dasar dilakukan.
Sama halnya dengan wortel, YBSB tidak menggunakan pestisida nabati
atau pestisida organik pada proses budidaya bayam hijau organik. Hal tersebut
dikarenakan bayam hijau jarang terkena hama, sedangkan penyakit yang
menyerang bayam hijau dapat dikendalikan melalui kegiatan pemeliharaan
seperti penjarangan, penyiraman, dan juga pergiliran tanaman.
Pada budidaya bayam hijau, YBSB menggunakan naungan pada saat
musim hujan. Naungan tersebut berfungsi sebagai penahan air hujan agar tidak
langsung jatuh mengenai daun. Hal tersebut dikarenakan bayam hijau memiliki
daun dan batang yang sangat lembut dan mudah rusak sehingga apabila tidak
menggunakan naungan saat curah hujan tinggi, maka bayam hijau dapat rusak
dan tidak layak untuk dipanen. Setiap bedengan bayam hijau membutuhkan
satu naungan, dimana naungan tersebut terbuat dari bambu, plastik ultraviolet,
serta pengikat antar bambu dan plastik ultraviolet berupa kawat.
(a) (b)
Gambar 7 menunjukkan pemakaian naungan pada sayuran organik di
2 m
3 cm
Gambar 7 (a) Rincian gambar bambu (b) foto pemakaian naungan di YBSB
42
YBSB dan rincian gambar bambu. Pada satu buah naungan, bambu yang
digunakan adalah bambu yang sudah di belah terlebih dahulu yakni sebanyak 7
batang dengan ukuran 3 cm x 200 cm setiap batangnya dan 3 batang bambu
dengan ukuran kurang lebih 3 cm x 300 cm setiap batangnya. Plastik
ultraviolet yang digunakan untuk satu naungan berukuran kurang lebih 1,5 m x
10 m, sedangkan kawat yang digunakan untuk satu buah naungan sepanjang 3
m.
YBSB memperoleh bambu, plastik, dan kawat yang digunakan untuk
membuat naungan dengan cara membeli. Bambu kecil yang dibutuhkan untuk
membuat naungan sebanyak 97.00 batang pada tahun 2012. Biaya yang
dikeluarkan untuk membeli satu batang bambu utuh sebesar Rp7 500.00. Satu
batang bambu utuh dapat dibelah menjadi 20 batang bambu kecil sehingga
harga bambu kecil sebesar Rp375.00/batang. Plastik ultraviolet yang
dibutuhkan untuk membuat naungan sebanyak kurang lebih 97.10 m pada
tahun 2012 dan biaya yang dikeluarkan untuk membeli plastik ultraviolet
sebesar Rp1 500.00/meter. Sedangkan kawat yang dibutuhkan untuk membuat
naungan sebanyak 29.13 m pada tahun 2012 dan biaya untuk membeli kawat
sebesar Rp1 000.00/meter. Harga tersebut seluruhnya sudah termasuk biaya
angkut. Bambu, plastik ultraviolet, dan kawat dapat digunakan hingga tiga kali
menanam sehingga biaya penggunaan bambu, plastik ultraviolet, dan kawat
dibagi tiga untuk setiap kali menanam bayam hijau.
Tenaga kerja yang digunakan pada budidaya bayam hijau organik dimulai
dari penanaman hingga kegiatan pasca panen sebesar 85.08 HOK/1000 m2
pada
tahun 2012. Pada budidaya bayam hijau organik tenaga kerja pria pada
umumnya tidak jauh berbeda dengan wortel, dimana tenaga kerja pria berperan
pada tahap penyiapan lahan, pembuatan dan pemasangan naungan, penanaman,
penyiraman, dan pemupukan susulan, sedangkan tenaga kerja wanita lebih
banyak berperan pada tahap pemeliharaan seperti pembersihan gulma,
pemanenan, dan tahap pasca panen dikarenakan pada tahap-tahap budidaya
tersebut membutuhkan keuletan dan termasuk pekerjaan yang lebih ringan
dibandingkan dengan pekerjaan pada tahapan budidaya lainnya.
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya bayam hijau pada
umunya sama dengan wortel yakni garpu besar, garpu kecil, gembor, tebasan,
cangkul dan lori, namun pada budidaya bayam hijau tidak membutuhkan
karung, karena hasil panen langsung dimasukkan ke dalam kontainer. Alat-alat
yang digunakan pada tahap pasca panen diantaranya kontainer, timbangan 5
kilogram, timbangan 15 kilogram, impulse sealer, dan plastik kemasan. Garpu
besar, garpu kecil, dan cangkul digunakan untuk menggali dan membalikkan
tanah pada saat penyiapan lahan. Gembor berfungsi untuk menyiram air pada
tahap penyiraman. Tebasan digunakan untuk meratakan rumput di sekeliling
bedengan yang dilakukan pada tahap penyiapan lahan. Lori digunakan untuk
membawa hasil panen ke bagian pemasaran untuk dilakukan proses
pengemasan. Pada tahap pasca panen, kontainer digunakan untuk meletakkan
bayam hijau yang telah dikemas, timbangan 15 kilogram untuk menimbang
hasil panen dari kebun sebelum dilakukan pengemasan, sedangkan timbangan
5 kilogram digunakan pada saat bayam hijau dikemas, dimana setiap kemasan
bayam hijau ditimbang sampai memiliki berat bersih sebesar 200 gram atau 0.2
kilogram. Impulse sealer berfungsi untuk menutup kemasan. Plastik kemasan
43
untuk mengemas bayam hijau berupa plastik bening berukuran 25 cm x 50 cm
dan sticker. Jumlah plastik kemasan yang digunakan untuk mengemas bayam
hijau sebanyak 2 803.00 lembar/1000 m2.
Besarnya nilai penyusutan peralatan untuk bayam hijau per tahun sebesar
Rp146 554.00. Pada perhitungan tersebut, peralatan yang dihitung nilai
penyusutannya adalah garpu besar, garpu kecil, gembor, tebasan, cangkul, lori,
kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 15 kilogram, dan impulse sealer.
Plastik kemasan termasuk ke dalam biaya tunai dengan biaya Rp450.00 per
lembar. Biaya kemasan tersebut terdiri dari biaya plastik bening dan sticker.
Pada perhitungan usahatani, biaya penyusutan termasuk ke dalam biaya
diperhitungkan.
3. Caisin
Benih caisin yang digunakan untuk budidaya caisin organik menggunakan
benih lokal hasil produksi YBSB sendiri, sama halnya dengan wortel dan
bayam hijau. YBSB sudah mampu memenuhi kebutuhan benih untuk caisin,
sehingga benih yang digunakan adalah benih lokal YBSB karena kualitasnya
sudah baik dan sudah sesuai dengan tanah, iklim, dan lingkungan di YBSB.
Penggunaan benih yang digunakan banyaknya disesuaikan dengan luas lahan
dan pola tanam yang digunakan. Jumlah pemakaian benih caisin untuk lahan
seluas 1000 m2 yaitu kurang lebih sebanyak 0.08 kilogram. Berbeda dengan
wortel dan bayam hijau yang benihnya dapat langsung disebar atau ditanam di
lahan, benih caisin harus terlebih dahulu disemai. Hal tersebut dikarenakan
benih caisin belum tahan terhadap suhu, kelembapan tanah, cuaca, dan lain-lain
apabila langsung disebar dilahan, sehingga harus disemai terlebih dahulu
sampai menjadi bibit agar dapat tumbuh dengan optimal. Benih caisin yang
digunakan YBSB dalam membudidayakan caisin organik dapat dilihat pada
Gambar 8.
Gambar 8 Benih caisin varietas lokal YBSB
Bibit caisin yang digunakan untuk lahan seluas 1000 m2 yaitu sebanyak 25
000 tanaman. Harga bibit per tanaman caisin sebesar Rp60.00, dimana harga
bibit tersebut didalamnya sudah termasuk biaya membeli benih caisin dengan
harga Rp350 000.00 per kilogram dan upah tenaga kerja yang dikeluarkan
selama proses persemaian sampai bibit siap dipindah ke lahan.
44
Caisin menggunakan pupuk pada tahapan budidayanya, sama halnya
dengan bayam hijau. Jumlah pemakaian pupuk kandang pada budidaya caisin
untuk lahan seluas 1000 m2 pada tahun 2012 yaitu sebanyak 5 000 kilogram,
sedangkan pupuk cair yang digunakan setiap 1000 m2 pada tahun 2012
sebanyak 300.00 liter. Biaya untuk membeli pupuk kandang yang dikeluarkan
YBSB sebesar Rp350.00 per kilogram, sedangkan biaya pupuk cair yang
diperhitungkan adalah upah tenaga kerja pada saat pemberian pupuk susulan
saat budidaya berlangsung saja. Hal tersebut dikarenakan pupuk cair yang
digunakan YBSB merupakan air hasil rembesan dalam proses pematangan
pupuk kandang. Sama halnya dengan pupuk cair, YBSB tidak mengeluarkan
biaya untuk membeli pupuk kompos dedaunan dikarenakan pupuk tersebut
diperoleh di kebun YBSB sendiri dan merupakan sisa-sisa tanaman hasil panen
yang berada di lahan, sehingga yang diperhitungkan hanya upah tenaga kerja
pada saat pemupukan dasar dilakukan.
Sama halnya dengan wortel dan bayam hijau, YBSB tidak menggunakan
pestisida nabati atau pestisida organik pada proses budidaya caisin organik. Hal
tersebut dikarenakan hama yang terdapat pada caisin masih dapat dikendalikan
melalui kegiatan pemeliharaan, pola tumpang sari, dan juga rotasi tanaman.
YBSB pada dasarnya sangat jarang untuk menggunakan pestisida nabati
hampir pada semua jenis sayuran yang dibudidayakannya, hal tersebut
dikarenakan apabila menggunakan pestisida nabati sayuran menjadi pahit.
Pada budidaya caisin, YBSB juga menggunakan naungan pada saat musim
hujan. Hal tersebut dikarenakan caisin memiliki daun dan batang yang sangat
lembut dan mudah rusak sehingga apabila tidak menggunakan naungan saat
curah hujan tinggi caisin dapat rusak dan tidak layak untuk dipanen, sama
halnya dengan bayam hijau. Bahan-bahan untuk membuat naungan pada caisin
pada dasarnya sama dengan bayam hijau, yaitu terdiri dari bambu, plastik
ultraviolet, serta pengikat antar bambu dan plastik ultraviolet berupa kawat.
Bambu kecil yang dibutuhkan untuk membuat naungan sebanyak 184.00
batang. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli satu batang bambu utuh
sebesar Rp7 500.00. Satu batang bambu utuh dapat dibelah menjadi 20 batang
bambu kecil sehingga harga bambu kecil sebesar Rp375.00/batang. Plastik
ultraviolet yang dibutuhkan untuk membuat naungan sebanyak kurang lebih
184.00 m dan biaya yang dikeluarkan untuk membeli plastik ultraviolet sebesar
Rp1 500.00/meter. Sedangkan kawat yang dibutuhkan untuk membuat naungan
sebanyak 55.17 m dan biaya untuk membeli kawat sebesar Rp1 000.00/meter.
Harga tersebut seluruhnya sudah termasuk biaya angkut. Bambu, plastik
ultraviolet, dan kawat dapat digunakan hingga tiga kali menanam sehingga
biaya penggunaan bambu, plastik ultraviolet, dan kawat dibagi tiga untuk
setiap kali menanam caisin.
Tenaga kerja yang digunakan pada budidaya caisin dimulai dari
penanaman hingga kegiatan pasca panen sebesar 100.24 HOK/1000 m2
pada
tahun 2012. Pada budidaya caisin tenaga kerja pria pada umumnya sama
dengan bayam hijau, dimana tenaga kerja pria berperan pada tahap penyiapan
lahan, pembuatan dan pemasangan naungan, penanaman, penyiraman, dan
pemupukan susulan, sedangkan tenaga kerja wanita lebih banyak berperan
pada tahap pemeliharaan seperti pembersihan gulma, pemanenan, dan tahap
pasca panen dikarenakan pada tahap-tahap budidaya tersebut membutuhkan
45
keuletan dan termasuk pekerjaan yang lebih ringan dibandingkan dengan
pekerjaan pada tahapan budidaya lainnya.
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya caisin pada umumnya
sama dengan bayam yakni alat cetak soil block, garpu besar, garpu kecil, pisau,
gembor, tebasan, cangkul dan lori. Alat-alat yang digunakan pada tahap pasca
panen diantaranya kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 15 kilogram,
impulse sealer, dan plastik kemasan. Alat cetak soil block berfungsi sebagai
pencetak media persemaian benih yang berupa tanah. Pada satu buah alat
tersebut terdiri dari 4 block dengan ukuran 5 cm x 5 cm untuk masing-masing
block. YBSB menggunakan alat cetak soil block agar memudahkan dan
mempercepat proses persemaian benih. Garpu besar, garpu kecil, dan cangkul
digunakan untuk menggali dan membalikkan tanah pada saat penyiapan lahan.
Gembor berfungsi untuk menyiram air pada tahap penyiraman. Tebasan
digunakan untuk meratakan rumput di sekeliling bedengan yang dilakukan
pada tahap penyiapan lahan. Lori digunakan untuk membawa hasil panen ke
bagian pemasaran untuk dilakukan proses pengemasan. Pada tahap pasca
panen, kontainer digunakan untuk meletakkan caisin yang telah dikemas,
timbangan 15 kilogram untuk menimbang hasil panen dari kebun sebelum
dilakukan pengemasan, sedangkan timbangan 5 kilogram digunakan pada saat
caisin dikemas, dimana setiap kemasan caisin ditimbang sampai memiliki berat
bersih sebesar 200 gram atau 0.2 kilogram. Impulse sealer berfungsi untuk
menutup kemasan. Plastik kemasan untuk mengemas caisin berupa plastik
bening berukuran 20 cm x 50 cm dan sticker. Jumlah plastik kemasan yang
digunakan untuk mengemas caisin sebanyak 3 525.00 lembar/1000 m2.
Besarnya nilai penyusutan peralatan untuk caisin per tahun sebesar Rp.207
478.00. Pada perhitungan tersebut, peralatan yang dihitung nilai penyusutannya
adalah alat cetak soil block, garpu besar, garpu kecil, gembor, tebasan, cangkul,
lori, kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 15 kilogram, dan impulse
sealer. Plastik kemasan termasuk ke dalam biaya tunai dengan biaya Rp450.00
per lembar. Biaya kemasan tersebut terdiri dari biaya plastik bening dan
sticker. Pada perhitungan usahatani, biaya penyusutan termasuk ke dalam biaya
diperhitungkan.
4. Selada Cos
Benih selada cos yang digunakan untuk budidaya selada cos organik
menggunakan benih lokal hasil produksi YBSB sendiri, sama halnya dengan
wortel, bayam hijau, dan caisin. YBSB sudah mampu memenuhi kebutuhan
benih untuk selada cos, sehingga benih yang digunakan adalah benih lokal
YBSB karena kualitasnya sudah baik dan sudah sesuai dengan tanah, iklim,
dan lingkungan di YBSB. Penggunaan benih yang digunakan banyaknya
disesuaikan dengan luas lahan dan pola tanam yang digunakan. Jumlah
pemakaian benih selada cos untuk lahan seluas 1000 m2 yaitu kurang lebih
sebanyak 0.02 kilogram. Sama halnya dengan benih caisin, benih selada cos
harus terlebih dahulu disemai. Hal tersebut dikarenakan benih selada cos belum
tahan terhadap suhu, kelembapan tanah, cuaca, dan lain-lain apabila langsung
disebar dilahan, sehingga harus disemai terlebih dahulu sampai menjadi bibit
agar dapat tumbuh dengan optimal. Benih selada cos yang digunakan YBSB
dalam membudidayakan selada cosdapat dilihat pada Gambar 9.
46
Gambar 9 Benih selada cos varietas lokal YBSB
Bibit selada cos yang digunakan untuk lahan seluas 1000 m2 yaitu
sebanyak 25 000 tanaman pada tahun 2012. Harga bibit per tanaman selada cos
sebesar Rp60.00, dimana harga bibit tersebut didalamnya sudah termasuk biaya
membeli benih selada cos dengan harga Rp3 000 000.00 per kilogram dan upah
tenaga kerja yang dikeluarkan selama proses persemaian sampai bibit siap
dipindah ke lahan.
Selada cos menggunakan pupuk pada tahapan budidayanya, sama halnya
dengan bayam hijau dan caisin. Jumlah pemakaian pupuk kandang pada
budidaya selada cos untuk lahan seluas 1000 m2 pada tahun 2012 yaitu
sebanyak 5 000 kilogram, sedangkan pupuk cair yang digunakan setiap 1000
m2 pada tahun 2012 sebanyak 300.00 liter. Biaya untuk membeli pupuk
kandang yang dikeluarkan YBSB sebesar Rp350.00 per kilogram, sedangkan
biaya pupuk cair yang diperhitungkan adalah upah tenaga kerja pada saat
pemberian pupuk susulan saat budidaya berlangsung saja. Hal tersebut
dikarenakan pupuk cair yang digunakan YBSB merupakan air hasil rembesan
dalam proses pematangan pupuk kandang. Sama halnya dengan pupuk cair,
YBSB tidak mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk kompos dedaunan
dikarenakan pupuk tersebut diperoleh di kebun YBSB sendiri dan merupakan
sisa-sisa tanaman hasil panen yang berada di lahan, sehingga yang
diperhitungkan hanya upah tenaga kerja pada saat pemupukan dasar dilakukan.
Sama halnya dengan wortel, bayam hijau, dan caisin, YBSB tidak
menggunakan pestisida nabati atau pestisida organik pada proses budidaya
selada cos organik. Hal tersebut dikarenakan hama yang terdapat pada selada
cos masih dapat dikendalikan melalui kegiatan pemeliharaan, pola tumpang
sari, dan juga rotasi tanaman. YBSB pada dasarnya sangat jarang untuk
menggunakan pestisida nabati hampir pada semua jenis sayuran yang
dibudidayakannya, hal tersebut dikarenakan apabila menggunakan pestisida
nabati sayuran menjadi pahit.
Pada budidaya selada cos, YBSB juga menggunakan naungan pada saat
musim hujan. Hal tersebut dikarenakan selada cos memiliki daun dan batang
yang mudah rusak sehingga apabila tidak menggunakan naungan saat curah
hujan tinggi selada cos dapat rusak dan tidak layak untuk dipanen. Selain itu
penggunaan atap bertujuan untuk menghindari selada cos tumbuh kerdil, warna
daun menjadi kuning dan memiliki bercak hitam. Bahan-bahan untuk membuat
47
naungan pada selada cos pada dasarnya sama dengan bayam hijau dan caisin,
yaitu terdiri dari bambu, plastik ultraviolet, serta pengikat antar bambu dan
plastik ultraviolet berupa kawat. Bambu kecil yang dibutuhkan untuk membuat
naungan sebanyak 151.00 batang. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli satu
batang bambu utuh sebesar Rp7 500.00. Satu batang bambu utuh dapat dibelah
menjadi 20 batang bambu kecil sehingga harga bambu kecil sebesar
Rp375.00/batang. Plastik ultraviolet yang dibutuhkan untuk membuat naungan
sebanyak kurang lebih 150.97 m dan biaya yang dikeluarkan untuk membeli
plastik ultraviolet sebesar Rp1 500.00/meter. Sedangkan kawat yang
dibutuhkan untuk membuat naungan sebanyak 45.29 m dan biaya untuk
membeli kawat sebesar Rp1 000.00/meter. Harga tersebut seluruhnya sudah
termasuk biaya angkut. Bambu, plastik ultraviolet, dan kawat dapat digunakan
hingga tiga kali menanam sehingga biaya penggunaan bambu, plastik
ultraviolet, dan kawat dibagi tiga untuk setiap kali menanam selada cos.
Tenaga kerja yang digunakan pada budidaya selada cos dimulai dari
penanaman hingga kegiatan pasca panen sebesar 122.34 HOK/1000 m2
pada
tahun 2012. Pada budidaya selada cos tenaga kerja pria pada umumnya sama
dengan bayam hijau dan caisin, dimana tenaga kerja pria berperan pada tahap
penyiapan lahan, pembuatan dan pemasangan naungan, penanaman,
penyiraman, dan pemupukan susulan, sedangkan tenaga kerja wanita lebih
banyak berperan pada tahap pemeliharaan seperti pembersihan gulma,
pemanenan, dan tahap pasca panen dikarenakan pada tahap-tahap budidaya
tersebut membutuhkan keuletan dan termasuk pekerjaan yang lebih ringan
dibandingkan dengan pekerjaan pada tahapan budidaya lainnya.
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya selada cos pada
umumnya sama dengan caisin yakni alat cetak soil block, garpu besar, garpu
kecil, pisau, gembor, tebasan, cangkul dan lori. Alat-alat yang digunakan pada
tahap pasca panen diantaranya kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 15
kilogram, impulse sealer, dan plastik kemasan. Alat cetak soil block berfungsi
sebagai pencetak media persemaian benih yang berupa tanah. Pada satu buah
alat tersebut terdiri dari 4 block dengan ukuran 5 cm x 5 cm untuk masing-
masing block. YBSB menggunakan alat cetak soil block agar memudahkan dan
mempercepat proses persemaian benih. Garpu besar, garpu kecil, dan cangkul
digunakan untuk menggali dan membalikkan tanah pada saat penyiapan lahan.
Gembor berfungsi untuk menyiram air pada tahap penyiraman. Tebasan
digunakan untuk meratakan rumput di sekeliling bedengan yang dilakukan
pada tahap penyiapan lahan. Lori digunakan untuk membawa hasil panen ke
bagian pemasaran untuk dilakukan proses pengemasan. Pada tahap pasca
panen, kontainer digunakan untuk meletakkan selada cos yang telah dikemas,
timbangan 15 kilogram untuk menimbang hasil panen dari kebun sebelum
dilakukan pengemasan, sedangkan timbangan 5 kilogram digunakan pada saat
selada cos dikemas, dimana setiap kemasan selada cos ditimbang sampai
memiliki berat bersih sebesar 200 gram atau 0.2 kilogram. Impulse sealer
berfungsi untuk menutup kemasan. Plastik kemasan untuk mengemas caisin
berupa plastik bening berukuran 20 cm x 25 cm dan sticker. Jumlah plastik
kemasan yang digunakan untuk mengemas selada cos sebanyak 5 869.00
lembar/1000 m2.
48
Besarnya nilai penyusutan peralatan untuk selada cos per tahun sebesar
Rp325 557.00. Pada perhitungan tersebut, peralatan yang dihitung nilai
penyusutannya adalah alat cetak soil block, garpu besar, garpu kecil, gembor,
tebasan, cangkul, lori, kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 15
kilogram, dan impulse sealer. Plastik kemasan termasuk ke dalam biaya tunai
dengan biaya Rp450.00 per lembar. Biaya kemasan tersebut terdiri dari biaya
plastik bening dan sticker. Pada perhitungan usahatani, biaya penyusutan
termasuk ke dalam biaya diperhitungkan.
5. Brokoli
Benih brokoli yang digunakan untuk budidaya brokoli organik
menggunakan benih hibrida varietas Royal Green, berbeda dengan wortel,
bayam hijau, caisin, dan selada cos yang menggunakan benih lokal YBSB.
Menurut hasil wawancara dengan pihak YBSB tidak bisa memproduksi benih
brokoli sendiri dikarenakan biaya yang sangat mahal dalam proses
pembenihannya. Selain itu proses pembenihan brokoli harus menggunakan
pestisida kimia, sementara YBSB sama sekali tidak menggunakan pestisida
kimia. Oleh sebab itu benih yang digunakan untuk budidaya brokoli di YBSB
menggunakan benih yang dibeli dari luar. Benih brokoli yang dijual di
Indonesia merupakan benih yang diimpor yang kemudian dikemas di
Indonesia. Benih brokoli yang digunakan YBSB adalah benih produksi Chia
Tai Seed dari negara Thailand. Gambar 10 menunjukkan benih brokoli varietas
Royal Green yang digunakan oleh YBSB.
(a) (b)
Gambar 10 (a) Benih brokoli varietas Royal Green tampak depan (b) Benih
brokoli varietas Royal Green tampak belakang
Penggunaan benih yang digunakan banyaknya disesuaikan dengan luas
lahan dan pola tanam yang digunakan. Jumlah pemakaian benih brokoli untuk
lahan seluas 1000 m2 yaitu kurang lebih sebanyak 0.03 kilogram. Sama halnya
dengan benih caisin dan selada cos, benih brokoli harus terlebih dahulu
disemai. Hal tersebut dikarenakan benih brokoli belum tahan terhadap suhu,
kelembapan tanah, cuaca, dan lain-lain apabila langsung disebar dilahan,
sehingga harus disemai terlebih dahulu sampai menjadi bibit agar dapat
tumbuh dengan optimal. Bibit brokoli yang digunakan untuk lahan seluas 1000
49
m2 yaitu sebanyak 5 000 tanaman pada tahun 2012. Harga bibit per tanaman
brokoli sebesar Rp116.00, dimana harga bibit tersebut didalamnya sudah
termasuk biaya membeli benih brokoli dengan harga Rp7 500 000.00 per
kilogram dan upah tenaga kerja yang dikeluarkan selama proses persemaian
sampai bibit siap dipindah ke lahan.
Brokoli menggunakan pupuk pada tahapan budidayanya, sama halnya
dengan bayam hijau, caisin, dan selada cos. Jumlah pemakaian pupuk kandang
pada budidaya brokoli untuk lahan seluas 1000 m2 pada tahun 2012 yaitu
sebanyak 5 000 kilogram, sedangkan pupuk cair yang digunakan setiap 1000
m2 pada tahun 2012 sebanyak 1 000.00 liter. Biaya untuk membeli pupuk
kandang yang dikeluarkan YBSB sebesar Rp350.00 per kilogram, sedangkan
biaya pupuk cair yang diperhitungkan adalah upah tenaga kerja pada saat
pemberian pupuk susulan saat budidaya berlangsung saja. Hal tersebut
dikarenakan pupuk cair yang digunakan YBSB merupakan air hasil rembesan
dalam proses pematangan pupuk kandang. Sama halnya dengan pupuk cair,
YBSB tidak mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk kompos dedaunan
dikarenakan pupuk tersebut diperoleh di kebun YBSB sendiri dan merupakan
sisa-sisa tanaman hasil panen yang berada di lahan, sehingga yang
diperhitungkan hanya upah tenaga kerja pada saat pemupukan dasar dilakukan.
YBSB tidak menggunakan pestisida nabati atau pestisida organik pada
proses budidaya brokoli organik. Hal tersebut dikarenakan hama yang terdapat
pada organik masih dapat dikendalikan melalui kegiatan pemeliharaan, pola
tumpang sari, dan juga rotasi tanaman. YBSB pada dasarnya sangat jarang
untuk menggunakan pestisida nabati hampir pada semua jenis sayuran yang
dibudidayakannya, hal tersebut dikarenakan apabila menggunakan pestisida
nabati sayuran menjadi pahit.
Berbeda dengan bayam hijau, caisin, dan selada cos, pada proses budidaya
brokoli tidak menggunakan naungan saat musim hujan. Menurut hasil
wawancara dengan YBSB, daun dan buah brokoli kuat dan tahan terhadap air
hujan, berbeda dan bayam hijau, caisin, dan selada cos yang daunnya mudah
rusak jika terkena air hujan. Oleh sebab itu pada proses budidaya brokoli,
YBSB tidak menggunakan naungan pada saat musim hujan.
Tenaga kerja yang digunakan pada budidaya brokoli dimulai dari
penanaman hingga kegiatan pasca panen sebesar 105.58 HOK/1000 m2
pada
tahun 2012. Pada budidaya brokoli tenaga kerja pria pada umumnya sama
dengan bayam hijau dan caisin, dimana tenaga kerja pria berperan pada tahap
penyiapan lahan, penanaman, penyiraman, dan pemupukan susulan, sedangkan
tenaga kerja wanita lebih banyak berperan pada tahap pemeliharaan seperti
pembersihan gulma, pemanenan, dan tahap pasca panen dikarenakan pada
tahap-tahap budidaya tersebut membutuhkan keuletan dan termasuk pekerjaan
yang lebih ringan dibandingkan dengan pekerjaan pada tahapan budidaya
lainnya.
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya brokoli pada umumnya
sama dengan caisin dan selada cos yakni alat cetak soil block, garpu besar,
garpu kecil, pisau, gembor, tebasan, cangkul dan lori. Alat-alat yang digunakan
pada tahap pasca panen diantaranya kontainer, timbangan 5 kilogram,
timbangan 15 kilogram, mesin wrapping, dan plastik wrapping. Alat cetak soil
block berfungsi sebagai pencetak media persemaian benih yang berupa tanah.
50
Pada satu buah alat tersebut terdiri dari 4 block dengan ukuran 5 cm x 5 cm
untuk masing-masing block. YBSB menggunakan alat cetak soil block agar
memudahkan dan mempercepat proses persemaian benih. Garpu besar, garpu
kecil, dan cangkul digunakan untuk menggali dan membalikkan tanah pada
saat penyiapan lahan. Gembor berfungsi untuk menyiram air pada tahap
penyiraman. Tebasan digunakan untuk meratakan rumput di sekeliling
bedengan yang dilakukan pada tahap penyiapan lahan. Lori digunakan untuk
membawa hasil panen ke bagian pemasaran untuk dilakukan proses
pengemasan. Pada tahap pasca panen, kontainer digunakan untuk meletakkan
brokoli yang telah dikemas, timbangan 15 kilogram untuk menimbang hasil
panen dari kebun sebelum dilakukan pengemasan, sedangkan timbangan 5
kilogram digunakan pada saat brokoli dikemas. Plastik kemasan untuk
mengemas brokoli berupa plastik wrapping dengan panjang 500 m per roll dan
sticker. Jumlah kemasan yang digunakan untuk mengemas brokoli sebanyak
710.00 buah/1000 m2.
Besarnya nilai penyusutan peralatan untuk brokoli per tahun sebesar
Rp114 550.00. Pada perhitungan tersebut, peralatan yang dihitung nilai
penyusutannya adalah alat cetak soil block, garpu besar, garpu kecil, gembor,
tebasan, cangkul, lori, kontainer, timbangan 5 kilogram, timbangan 15
kilogram, dan mesin wrapping. Plastik kemasan termasuk ke dalam biaya tunai
dengan biaya Rp375.00 per buah. Biaya kemasan tersebut terdiri dari biaya
plastik wrapping dan sticker. Pada perhitungan usahatani, biaya penyusutan
termasuk ke dalam biaya diperhitungkan.
Proses Budidaya
Budidaya sayuran organik di YBSB mengikuti pola pergiliran tanaman atau
rotasi tanaman, dimana menurut Pracaya (2012) pergiliran tanaman adalah
menanam jenis-jenis tanaman dalam famili yang berbeda secara bergantian.
Begitu pula dengan sayuran wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli
yang pada budidayanya mengikuti pola rotasi tanaman. Rotasi tanaman yang
dilakukan YBSB bertujuan untuk mengembalikan unsur hara tanah,
mengendalikan hama penyakit, serta untuk memenuhi permintaan.
Secara keseluruhan tahapan budidaya wortel, bayam hijau, caisin, selada
cos, dan brokoli tidak jauh berbeda. Namun terdapat beberapa perbedaan
diantaranya pada tahapan penyiapan lahan, wortel tidak dilakukan pemupukan
dasar, berbeda dengan budidaya bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli yang
melakukan pemupukan dasar pada tahap penyiapan lahan. Selain itu, perbedaan
tahapan budidaya juga terlihat pada bayam hijau, caisin, dan selada cos yang pada
saat musim hujan menggunakan naungan, sementara pada budidaya wortel dan
brokoli tidak menggunakan naungan. Proses budidaya masing-masing komoditi
tersebut secara lebih rinci dijabarkan sebagai berikut :
1. Wortel
Tahapan pertama pada budidaya wortel organik di YBSB dimulai dari
persiapan lahan. Tahapan penyiapan lahan bertujuan untuk menciptakan
kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman wortel. Keadaan
lahan sudah terbentuk berupa bedengan berukuran 1 m x 10 m. Setiap
51
bedengan memiliki tinggi sebesar 15-20 cm dan jarak antar bedengan kurang
lebih 40 cm. Jarak tersebut telah dipertimbangkan untuk mempermudah saat
dilakukan penanaman, perawatan, dan pemanenan. Tahapan ini dimulai dengan
membersihkan rumput-rumput dan tanaman sisa panen sebelumnya. Setelah
lahan bersih dari rumput atau tanaman sisa panen tanaman sebelumnya, lahan
yang sebelumnya telah memadat dan keras harus diolah kembali agar tanah
menjadi lebih halus serta gembur. Pada tahap ini dilakukan proses
penggemburan dan pembalikkan tanah yaitu dengan menggali tanah hingga
kedalaman kurang lebih 25-30 cm dan kemudian membalikannya ke
permukaan atas. Pembalikkan tanah tersebut dilakukan agar terjadi pertukaran
udara (aerasi) didalam tanah, air mudah meresap, akar tanaman mudah
menembus tanah untuk mencapai air dan menyerap unsur hara, dan
mengurangi penguapan air tanah saat musim kemarau. Penggalian tanah
dilakukan dengan menggunakan alat yang sederhana yaitu garpu besar atau
cangkul, dan dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak membunuh
organisme yang ada di dalam tanah seperti cacing tanah. Setelah tanah dibalik,
tanah digali kembali untuk memasukkan atau menguburkan pupuk progresif
dan kemudian tanah ditutup kembali untuk dapat langsung ditanami atau
didiamkan terlebih dahulu selama satu atau dua hari. Lahan yang telah siap
untuk ditanami tersebut tidak boleh terlalu lama didiamkan, karena apabila
terlalu lama didiamkan maka tanah akan kembali mengeras.
Setelah tahapan penyiapan lahan selesai dilakukan, tahapan selanjutnya
adalah tahap penanaman. Penanaman wortel diawali dengan membuat alur atau
garis memanjang menggunakan bambu sebagai tempat untuk menabur benih
wortel. Setiap alur memiliki kedalaman kurang lebih 2 cm dengan jarak antar
baris alur sebesar 20 cm. Pada lahan wortel yang ditanam secara monokultur,
pada setiap bedengan terdapat 5 baris alur untuk ditanami wortel. Sedangkan
pada lahan yang ditanam secara tumpang sari, jumlah alur untuk wortel pada
satu bedeng berjumlah 4 baris alur. Gambar 11 merupakan gambar jarak tanam
wortel yang ditanam secara monokultur dan salah satu pola tanam wortel yang
ditanam secara tumpang sari, yakni wortel yang ditumpang sarikan dengan
daun bawang.
(a) (b)
20 cm
100 cm
10 cm
10 cm
25 cm
20 cm
52
Keterangan :
(a) = Tanaman wortel yang ditanam secara monokultur
(b) = Tanaman wortel yang ditanam secara tumpang sari dengan daun bawang
Pada budidaya wortel, penanaman wortel dilakukan dengan cara ditabur
sepanjang alur secara merata sehingga wortel dapat tumbuh dengan rapi dan
teratur dalam setiap bedengan. Benih wortel tidak perlu disemai terlebih dahulu
sebelum ditanam. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terbentuknya
cabang pada umbi wortel. Untuk satu baris alur sepanjang 10 m, dibutuhkan
benih wortel sebanyak 2 gram. Gambar 12 menunjukkan proses penaburan
benih wortel.
Gambar 12 Proses penaburan benih wortel sepanjang alur
Setelah benih selesai ditabur, maka selanjutnya benih ditutup dengan tanah
yang halus atau remah setebal kurang lebih 1 cm dan setelah itu dilakukan
penyiraman secara merata hingga tanah basah. Kegiatan penanaman biasanya
dilakukan YBSB pada sore hari saat cuaca teduh, dimana pada saat tersebut
tanah berada dalam kondisi yang baik untuk dilakukan penanaman. Benih
wortel akan mulai berkecambah sekitar satu minggu kemudian.
Selama masa pertumbuhan, tanaman wortel disiram setiap dua hari sekali
pada musim kemarau. Penyiraman tidak dilakukan setiap hari dikarenakan
YBSB berada di lokasi yang memiliki intensitas hujan yang cukup tinggi,
sehingga pada musim kemarau hujan tetap terjadi meskipun dalam intensitas
dan curah hujan yang tidak terlalu tinggi. Dalam satu kali penyiraman
membutuhkan 60 liter air atau sama dengan 6 gembor. Sedangkan pada musim
hujan tanaman wortel tidak disiram karena intensitas dan curah hujan tinggi,
sehingga apabila dilakukan penyiraman kembali tanah menjadi terlalu lembap
dan membuat umbi wortel tidak dapat tumbuh dengan baik, bahkan menjadi
busuk.
Gambar 11 Gambar beberapa pola jarak tanam wortel
53
Tahapan selanjutnya setelah wortel ditanam yaitu tahap pemeliharaan atau
perawatan. Pemeliharaan dilakukan untuk mendukung pertumbuhan wortel
sehingga dihasilkan wortel dengan kualitas baik. Pada budidaya wortel tahap
pemeliharaan yang dilakukan yaitu penjarangan, pembersihan gulma, dan
pembumbunan. Penjarangan dilakukan untuk mengatur jarak antar tanaman
agar tidak terlalu rapat dengan cara mencabut tanaman wortel yang terlalu
rapat atau terlihat menumpuk dengan hati-hati agar tanaman wortel yang lain
tidak ikut tercabut. Pada saat penjarangan, antar tanaman wortel diatur hingga
memiliki jarak sekitar 5 cm. Penjarangan dilakukan agar antar umbi tidak
saling berebut unsur hara dan agar umbi wortel memiliki ruang yang luas untuk
tumbuh besar. Kegiatan penjarangan dilakukan sekali selama umur tanamnya
yaitu pada saat umur tanaman wortel sekitar 1-1,5 bulan. Sama halnya dengan
kegiatan penjarangan, pembersihan gulma juga dilakukan agar gulma tidak
menghambat jalan pertumbuhan wortel. Gulma juga dapat menjadi pesaing
tanaman wortel dalam menyerap unsur hara dalam tanah, oleh karena itu gulma
perlu dicabut agar wortel dapat menyerap unsur hara dengan baik. Pencabutan
gulma dilakukan saat umur tanaman wortel 1 bulan dan dilakukan sebanyak
dua kali sampai waktu panen. Sedangkan pembumbunan dilakukan apabila
pangkal umbi terlihat di atas tanah. Jika terjadi hal tersebut maka harus segera
dilakukan pembumbunan karena apabila terkena sinar matahari, umbi wortel
warnanya akan menjadi hijau sehingga wortel yang dihasilkan kualitasnya
menjadi rendah. Kegiatan pemeliharaan tanaman biasanya dilakukan oleh
tenaga kerja wanita karena membutuhkan keuletan dan tergolong dalam
kegiatan yang lebih ringan dibandingkan kegiatan lainnya.
Dalam kegiatan pengendalian hama dan penyakit, YBSB melakukan cara
preventif dan kuratif. Cara preventif atau pencegahan dilakukan dengan cara
memilih lokasi tanam yang tepat, menanam pada waktu yang tepat, menanam
beberapa jenis sayuran dalam satu bedengan (polikultur), dan melakukan pola
pergiliran tanaman. Sedangkan cara kuratif adalah pengendalian hama dengan
menggunakan pestisida nabati yang dapat terbuat dari bahan-bahan yang
berasal dari tumbuhan, seperti daun tembakau, daun awar-awar, daun nimba,
bawang putih, daun mint, daun tephrosia, dan lain-lain. Dalam aplikasinya,
YBSB sangat jarang menggunakan pestisida nabati untuk mengendalikan hama
dan penyakit pada sayuran organik yang dibudidayakannya, hal tersebut karena
pestisida nabati dapat membuat sayuran menjadi terasa pahit dan tidak boleh
terlalu sering dilakukan karena dapat membunuh hama dan memutus siklus
hidup beberapa binatang dan juga tumbuhan. Oleh karena itu, dalam
mengendalikan hama dan penyakit YBSB lebih menerapkan cara pencegahan
melalui cara-cara yang telah disebutkan diatas. Begitu pula dengan cara
pengendalian hama dan penyakit pada tanaman wortel yaitu dengan tidak
menanam tanaman wortel kembali pada bedengan yang ditanami wortel
sebelumnya, mengkombinasikan wortel dengan daun bawang pada bedengan
karena aroma bawang daun dapat mengusir hama pada tanaman wortel, serta
dengan menanam pada waktu yang tepat.
Pemanenan wortel di YBSB dilakukan setelah umur wortel kurang lebih
85 HST hingga 90 HST dan dilakukan sebanyak satu kali atau serentak. Panen
dilakukan ketika daun wortel telah menguning dan umbi wortel sudah terlihat
menonjol diatas permukaan tanah. Umbi wortel yang sudah terlihat diatas
54
permukaan tanah harus segera dipanen, karena apabila panen terlambat
dilakukan maka wortel akan mengeras dan kualitasnya menjadi rendah.
Pemanenan wortel dilakukan dengan cara menggali tanah dengan hati-hati
menggunakan garpu kecil agar umbi tidak rusak atau cacat, kemudian wortel
dicabut dari tanah. Bagian daun dan akar wortel dipotong dengan
menggunakan pisau lalu selanjutnya wortel dimasukkan ke dalam karung. Pada
saat panen, petani di YBSB sudah terlebih dahulu melakukan penyortiran
terhadap hasil wortel yang dipanen dengan mengelompokkan wortel ke dalam
grade A dan grade B atau afkir. Wortel grade A panjangnya telah mencapai
kurang lebih 14-20 cm dan berdiameter sekitar 2,5-3,5 cm, berwarna orange
cerah, lurus, tidak bercabang, tidak busuk, tidak berakar, dan tidak berkayu
atau keras. Sementara wortel yang tidak lurus, bercabang, yang memiliki
sedikit warna hijau tetapi masih layak untuk dijual dikelompokkan ke dalam
grade B atau afkir. Sedangkan wortel yang memiliki banyak cabang, sangat
kerdil, dan busuk adalah wortel yang tidak layak dipanen sehingga dibiarkan
berada di bedengan. Gambar 13 menunjukkan wortel grade B atau afkir.
Gambar 13 Wortel grade B
Hasil panen wortel yang diperoleh YBSB pada tahun 2012 sebanyak 1
533.14 kg/1000 m2. Setelah wortel grade A dan grade B dimasukkan ke dalam
karung, maka selanjutnya dilakukan pencucian wortel untuk membersihkan
wortel dari tanah. Pencucian wortel dilakukan melalui dua tahap, yaitu pertama
karung yang didalamnya berisi wortel hasil panen dimasukkan air jernih
kemudian digoyangkan selama kurang lebih 15 menit untuk meluruhkan tanah
yang menempel pada wortel, kemudian wortel dicuci kembali dengan
menggunakan air jernih yang mengalir untuk membersihkan wortel dari tanah
sampai benar-benar bersih. Gambar 14 menunjukkan proses pencucian wortel
menggunakan air jernih yang mengalir.
55
Gambar 14 Proses pencucian wortel menggunakan air jernih yang mengalir
Gambar 14 menunjukkan proses pencucian wortel menggunakan air jernih
yang berasal dari sumber mata air. Air yang digunakan untuk mencuci wortel
dan juga sayuran lainnya harus air yang jernih dan berasal dari sumber mata
air. Wortel harus dicuci sampai benar-benar bersih dari tanah sebelum dibawa
ke bidang pasar untuk dilakukan tahapan pasca panen.
Wortel yang telah bersih dari tanah kemudian dibawa ke bidang pasar
menggunakan lori untuk diberikan perlakuan pasca panen. Perlakuan pasca
panen yang dilakukan dengan tujuan agar wortel dapat memenuhi standar
perdagangan atau standar yang diingikan oleh konsumen, agar terlihat menjadi
lebih menarik, dan juga agar lebih awet dan tidak mudah rusak saat
didistribusikan kepada konsumen.Hal yang dilakukan YBSB agar semua tujuan
tersebut tercapai yaitu dengan melakukan pembersihan, sortasi, grading, dan
pengemasan. Pembersihan merupakan salah satu tindakan penting sebelum
wortel diproses lebih lanjut. Dalam proses pembersihan, wortel dibersihkan
dengan cara menggosok wortel menggunakan kain lap sampai warna wortel
menjadi orange cerah dan terlihat mengkilat. Setelah wortel dibersihkan, proses
selanjutnya yaitu sortasi yaitu dengan memilah wortel sesuai dengan ukuran
permintaan yang diinginkan konsumen. Pemilahan tersebut dilakukan agar
sayuran yang akan dipasarkan benar-benar memiliki kualitas yang baik. Setelah
sortasi dilakukan, selanjutnya dilakukan grading. Grading merupakan suatu
kegiatan untuk menyatukan atau mengelompokkan wortel berdasarkan
ukurannya yaitu wortel grade A dan grade B. Grade wortel tersebut ditentukan
berdasarkan keinginan dan permintaan dari konsumen. Wortel sebelumnya
sudah terlebih dahulu disortir pada saat pemanenan, sehingga pada saat
perlakuan pasca panen hanya dilakukan pengecekan kesesuaian wortel hasil
grading yang dilakukan pada saat di lahan dengan standar yang ditentukan.
Setelah proses grading selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan proses
pengemasan (packaging). Pengemasan wortel dilakukan pada wortel grade A,
sedangkan pada wortel grade B tidak dilakukan pengemasan. Gambar 15
menunjukkan wortel grade A yang telah dikemas.
56
Gambar 15 Wortel grade A yang sudah dikemas
Wortel grade A dikemas menggunakan plastik bening dengan ukuran 20 x
25 cm dengan berat per kemasan wortel sebesar 500 gram. Setelah wortel
dimasukkan ke dalam plastik kemasan dan timbang, selanjutnya kemasan
ditutup menggunakan cut bag sealer. Wortel yang telah dikemas selanjutnya
siap untuk dipasarkan.
2. Bayam Hijau
Tahapan pertama pada budidaya bayam hijau organik di YBSB dimulai
dari persiapan lahan. Tahap persiapan lahan pada budidaya bayam hijau tidak
jauh berbeda dengan tahap persiapan lahan wortel, yakni dimulai dengan
membersihkan rumput-rumput dan tanaman sisa panen sebelumnya, kemudian
melakukan proses penggemburan dan pembalikkan tanah yaitu dengan
menggali tanah hingga kedalaman kurang lebih 25-30 cm dan kemudian
membalikannya ke permukaan atas. Perbedaan terdapat pada pemberian pupuk
dasar, dimana tanaman bayam hijau menggunakan pupuk organik yang berupa
pupuk kandang sebagai pupuk dasar, sedangkan tanaman wortel menggunakan
pupuk progresif sebagai pupuk dasar. Pupuk organik yang digunakan terdiri
dari campuran pupuk kandang ayam, pupuk kandang kambing, dan sekam
padi. Pemupukan dasar dilakukan dengan cara disebar merata sepanjang
bedeng lalu dicampurkan dengan tanah. Setelah dilakukan pemupukan dasar
maka lahan dapat langsung ditanami atau didiamkan terlebih dahulu selama
satu atau dua hari. Lahan yang telah siap untuk ditanami tersebut tidak boleh
terlalu lama didiamkan, karena apabila terlalu lama didiamkan maka tanah
akan kembali mengeras.
Setelah tahapan penyiapan lahan selesai dilakukan, tahapan selanjutnya
adalah tahap penanaman. Penanaman bayam hijau sama dengan wortel yaitu
diawali dengan membuat alur atau garis memanjang menggunakan bambu
sebagai tempat untuk menabur benih bayam hijau. Setiap alur memiliki
kedalaman kurang lebih 2 cm dengan jarak antar baris alur sebesar 20 cm. Pada
lahan bayam hijau yang ditanam secara monokultur, pada setiap bedengan
terdapat lima baris alur untuk ditanami bayam hijau. Sedangkan pada lahan
yang ditanam secara tumpang sari, jumlah alur untuk ditanami bayam hijau
pada satu bedeng dapat berjumlah tiga atau empat baris alur. Gambar 16
merupakan gambar jarak tanam bayam hijau yang ditanam secara monokultur
dan pola tanam bayam hijau yang ditanam secara tumpang sari, yakni bayam
hijau yang ditumpang sarikan dengan jagung dan kol bunga.
57
(a) (b) (c)
Keterangan :
(a) = Tanaman bayam hijau yang ditanam secara monokultur
(b) = Tanaman bayam hijau yang ditumpang sarikan dengan jagung
(c) = Tanaman bayam hijau yang ditumpang sarikan dengan kol bunga
Pada budidaya bayam hijau, penanaman bayam hijau dilakukan dengan
cara ditabur sepanjang alur secara merata sehingga bayam hijau dapat tumbuh
dengan rapi dan teratur dalam setiap bedengan. Benih bayam hijau tidak perlu
disemai terlebih dahulu sebelum ditanam. Untuk satu baris alur sepanjang 10
m, dibutuhkan benih bayam hijau sebanyak 2 gram. Setelah benih selesai
ditabur, maka selanjutnya benih ditutup dengan tanah yang halus atau remah
setebal kurang lebih 1 cm dan setelah itu dilakukan penyiraman secara merata
hingga tanah basah. Kegiatan penanaman biasanya dilakukan YBSB pada sore
hari saat cuaca teduh, dimana pada saat tersebut tanah berada dalam kondisi
yang baik untuk dilakukan penanaman.
Pada musim hujan tanaman bayam hijau menggunakan naungan yang
berfungsi sebagai penahan air hujan agar tidak langsung jatuh mengenai daun.
Bayam hijau memiliki daun dan batang yang sangat lembut dan mudah rusak
sehingga apabila tidak menggunakan naungan saat curah hujan tinggi, maka
bayam hijau dapat rusak dan tidak layak untuk dipanen. Cara pembuatan
naungan yaitu pertama dengan membelah bambu yang masih dalam bentuk
batang menjadi bambu dengan ukuran lebih kecil yaitu kurang lebih 3 cm x
200 cm. Setelah bambu siap dipakai maka langkah selanjutnya adalah
membuat tiang lengkung dari sebanyak 7 buah untuk tiap bedeng, kemudian
memasang bambu atap secara memanjang di atas tiang lengkung dengan
panjang kurang lebih 10 m. Pada pertemuan antara tiang lengkung dengan
bambu atap diikat dengan kawat hingga kencang. Setelah pertemuan antar
20 cm
100 cm
10 cm
10 cm
25-30 cm
20 cm
36 cm
20 cm
Gambar 16 Gambar beberapa pola jarak tanam bayam hijau
58
bambu diikat, plastik ultraviolet dipasangkan dengan mengikat setiap ujungnya
pada bambu. Pemasangan naungan biasanya dilakukan setelah tahap penyiapan
lahan dan sebelum dilakukan tahap penanaman.
Selama masa pertumbuhan, tanaman bayam hijau disiram setiap dua hari
sekali pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan tanaman bayam
hijau tidak disiram karena intensitas dan curah hujan yang turun sudah
mencukupi kebutuhan air yang dibutuhkan tanaman. Namun apabila
menggunakan naungan, maka penyiraman tetap dilakukan setiap tiga hari
sekali. Dalam satu kali penyiraman membutuhkan 60 liter air atau sama dengan
6 gembor.
Tahapan selanjutnya setelah bayam hijau ditanam yaitu tahap
pemeliharaan atau perawatan. Pada budidaya bayam hijau tahap pemeliharaan
yang dilakukan yaitu pembersihan gulma, pemupukan susulan, serta
pengendalian hama dan OPT. Pembersihan gulma dilakukan agar gulma tidak
menghambat jalan pertumbuhan bayam hijau. Gulma juga dapat menjadi
pesaing tanaman bayam hijau dalam menyerap unsur hara dalam tanah, oleh
karena itu gulma perlu dicabut agar bayam hijau dapat menyerap unsur hara
dengan baik. Pencabutan gulma dilakukan saat umur tanaman bayam hijau dua
minggu dan dilakukan sebanyak satu kali sampai waktu panen. Pembersihan
gulma pada budidaya bayam hijau jarang dilakukan karena jarak tanam bayam
hijau yang rapat, sehingga jarang ada gulma yang tumbuh. Pemupukan susulan
diberikan dua kali yaitu pada saat bayam hijau berumur dua minggu dan tiga
minggu. Pupuk yang diberikan pada saat pemupukan susulan adalah pupuk cair
yang terbuat dari rembesan proses pematangan pupuk kandang yang telah
dicampur dengan air dengan perbandingan 1:10, yaitu 1 liter air rembesan
pupuk kandang dicampur dengan 10 liter air. Campuran tersebut dimasukkan
ke dalam gembor kemudian disiramkan secara merata. Setiap kali penyiraman
pupuk susulan menghabiskan 2 gembor campuran air rembesan pupuk kandang
dengan air.
Bayam hijau termasuk jenis tanaman yang tidak terlalu sulit untuk
pengendalian hama atau penyakitnya, karena tanaman bayam hijau tidak
mempunyai musuh hama atau penyakit terlalu banyak dan jarang terserang
oleh hama penyakit tersebut. Oleh sebab itu dalam mengendalikan hama dan
penyakit pada bayam hijau tidak menggunakan pestisida nabati, melainkan
dengan tindakan preventif yaitu dengan tidak menanam tanaman bayam hijau
kembali pada bedengan yang ditanami bayam hijau sebelumnya,
mengkombinasikan bayam hijau dengan tanaman lainyang berbeda hama dan
penyakitnya pada setiap bedengan, serta dengan menanam bayam hijau pada
waktu yang tepat.
Pemanenan bayam hijau dilakukan secara bertahap yakni dengan
mencabut tanaman yang sudah besar terlebih dahulu mendahului yang lainnya
dan dilakukan seterusnya sampai semua tanaman selesai dipanen. Pemanenan
bayam hijau biasanya dilakukan pada umur bayam hijau kurang lebih 25 HST
hingga 35 HST, dan dilakukan kurang lebih 3-5 kali. Hasil panen bayam hijau
yang diperoleh YBSB pada tahun 2012 sebanyak 583.67 kg/1000 m2. Bayam
hijau dipanen ketika tingginya sudah mencapai 40-45 cm dan dilakukan dengan
cara dicabut. Pada saat mencabut harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar
batang dan daun bayam hijau tidak patah, setelah itu bayam hijau diikat dan
59
dilakukan pencucian dengan membersihkan batang dan akar dari tanah sampai
bersih. Pada saat mencuci jangan sampai bagian daun bayam hijau ikut terkena
air, karena apabila daun ikut terkena air dapat menyebabkan daun menjadi
cepat busuk. Pada saat panen, petani di YBSB sudah terlebih dahulu
melakukan penyortiran terhadap hasil bayam hijau yang dipanen sesuai dengan
kriteria yang ditentukan Bidang Pasar yaitu dengan mengelompokkan bayam
hijau ke dalam grade A dan grade B atau afkir. Bayam hijau grade A
panjangnya telah mencapai kurang lebih 40-45 cm dan panjang akar sekitar 1-2
cm, berwarna hijau muda, tampilannya segar tidak berwarna kuning, sedikit
lubang, dan tidak terdapat bercak coklat. Sementara bayam hijau yang
tampilannya kurang segar, banyak lubang dan terdapat sedikit bercak coklat
tetapi masih layak untuk dijual dikelompokkan ke dalam grade B atau afkir.
Sedangkan bayam hijau yang memiliki lubang yang sangat banyak, terdapat
banyak bercak coklat, layu atau busuk termasuk bayam hijau yang tidak layak
dipanen sehingga dibiarkan berada di bedengan.
Bayam hijau yang telah bersih dari tanah kemudian dimasukkan ke dalam
kontainer, kemudian dibawa ke Bidang Pasar menggunakan lori untuk
diberikan perlakuan pasca panen. Perlakuan pasca panen yang dilakukan
berupa pembersihan, sortasi, grading, dan pengemasan. Dalam proses
pembersihan, bagian sayuran yang tidak penting, kotoran dan sayuran lain yang
ikut terbawa saat panen disingkirkan sehingga bayam hijau menjadi bersih dan
siap untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu sortasi. Sortasi yaitu dengan
memilah bayam hijau sesuai dengan ukuran permintaan yang diinginkan
konsumen. Pemilahan tersebut dilakukan agar bayam hijau yang akan
dipasarkan benar-benar memiliki kualitas yang baik. Setelah sortasi dilakukan,
selanjutnya dilakukan grading. Bayam hijau sebelumnya sudah terlebih dahulu
disortir pada saat pemanenan, sehingga pada saat perlakuan pasca panen hanya
dilakukan pengecekan kesesuaian sayuran hasil grading yang dilakukan pada
saat di lahan dengan standar yang ditentukan. Setelah proses grading selesai
dilakukan, selanjutnya dilakukan proses pengemasan (packaging). Pengemasan
bayam hijau dilakukan pada bayam hijau grade A, sedangkan pada bayam hijau
grade B tidak dilakukan pengemasan. Gambar 17 menunjukkan bayam hijau
grade A yang telah dikemas.
Gambar 17 Bayam hijau grade A yang sudah dikemas
60
Bayam hijau grade A dikemas menggunakan plastik bening dengan ukuran
20 x 50 cm dengan berat per kemasan bayam hijau sebesar 200 gram. Setelah
bayam hijau dimasukkan ke dalam plastik kemasan dan timbang, selanjutnya
kemasan ditutup menggunakan impulse sealer. Bayam hijau yang telah
dikemas selanjutnya siap untuk dipasarkan.
3. Caisin
Tahapan pertama pada budidaya caisin organik di YBSB juga dimulai dari
persiapan lahan. Tahap persiapan lahan pada budidaya seluruh sayuranpada
dasarnya tidak berbeda, yaitu dimulai dengan membersihkan rumput-rumput
dan tanaman sisa panen sebelumnya, kemudian melakukan proses
penggemburan dan pembalikkan tanah yaitu dengan menggali tanah hingga
kedalaman kurang lebih 25-30 cm dan kemudian membalikannya ke
permukaan atas, pemberian pupuk dasar berupa pupuk kandang, dan setelah itu
lahan siap untuk ditanam.
Setelah tahapan penyiapan lahan selesai dilakukan, tahapan selanjutnya
adalah tahap penanaman. Pada budidaya caisin, benih terlebih dahulu disemai
sebelum ditanam. Hal tersebut dikarenakan benih caisin belum tahan terhadap
suhu, kelembapan tanah, cuaca, dan lain-lain apabila langsung disebar dilahan,
sehingga harus disemai terlebih dahulu sampai menjadi bibit agar dapat
tumbuh dengan optimal. Langkah-langkah dalam melakukan persemaian benih
yaitu dengan menyiapkan media tanamnya terlebih dahulu yaitu berupa
campuran tanah dengan pupuk organik yang berupa pupuk kandang dan pupuk
kompos. Dalam membuat media tanam, tanah dicampur dengan pupuk
kandang dan pupuk kompos selama kurang lebih satu bulan dan dilakukan
penyiraman setiap 3 hari sekali. Setelah didiamkan selama 1 bulan maka tanah
siap untuk dicetak menggunakan alat cetak soil block. Persemaian benih caisin
di YBSB tidak menggunakan polybag, melainkan menggunakan soil block.
Penggunaan soil block dilakukan agar mempermudah dan mempercepat proses
persemaian berbagai macam sayuran yang diusahakan YBSB. Pada satu buah
alat cetak soil block terdapat 4 cetakan soil block yang masing-masing
berukuran 5 cm x 5 cm. Setelah tanah siap untuk digunakan, maka selanjutnya
tanah dicetak menggunakan alat cetakan soil block dan kemudian diletakkan
diatas wadah persemaian berupa meja yang terbuat dari bambu. Gambar 18
menunjukkan alat cetak soil block dan proses pencetakan media tanam
menggunakan alat cetak soil block.
61
(a) (b)
Gambar 18 (a) Alat cetak soil block (b) proses pencetakan media tanam
menggunakan alat cetak soil block
Setelah media tanam selesai dicetak, selanjutnya benih diletakkan pada
lubang yang ada pada soil block. Setiap satu soil block terdapat satu lubang dan
masing-masing lubang diisi dengan 1-2 biji caisin. Setelah biji caisin
diletakkan didalam lubang, soil block ditutup dengan tanah halus sampai
tertutup seluruhnya kemudian dilakukan penyiraman. Biji caisin akan mulai
berkecambah saat berumur 5 hari, kemudian setelah 4 minggu bibit caisin
sudah siap untuk dipindah ke lahan untuk ditanam.
Penanaman caisin berbeda dengan bayam hijau dan wortel, dimana pada
tanaman caisin yang ditanam di lahan sudah berupa bibit tanaman sehingga
tidak perlu membuat alur terlebih dahulu seperti yang dilakukan pada
penanaman wortel dan bayam hijau. Pada lahan caisin yang ditanam secara
monokultur, pada setiap bedengan terdapat lima baris tanaman caisin.
Sedangkan pada lahan yang ditanam secara tumpang sari, jumlah barisyang
ditanami caisin pada satu bedeng dapat berjumlah tiga atau empat baris.
Gambar 19 merupakan gambar jarak tanam caisin yang ditanam secara
monokultur dan salah satu alternatif pola tanam caisin yang ditanam secara
tumpang sari, yakni caisin yang ditumpang sarikan dengan tomat dan seledri.
(a) (b) (c)
Keterangan :
35 cm
100 cm
10 cm
10 cm
35 cm
15 cm
35 cm
15 cm
62
(a) = Caisin yang ditanam secara monokultur
(b) = Caisin yang ditumpang sarikan dengan tomat
(c) = Caisin yang ditumpang sarikan dengan seledri
Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa jarak tanam antar tanaman caisin
yaitu 15 cm x 15 cm dan ditanam secara selang-seling hingga terlihat
membentuk model zig-zag. Tujuan penanaman caisin membentuk model zig-
zag yaitu agar antar tanaman caisin mendapatkan sinar matahari dan unsur hara
yang sama. Pada satu baris tanaman caisin sepanjang 10 m terdapat 50 bibit
tanaman caisin. Penanaman tanaman caisin dilakukan dengan melubangi tanah
menggunakan tangan hingga memiliki kedalaman kurang lebih 5 cm dan
selanjutnya bibit caisin dimasukkan ke dalam lubang tanam. Setelah bibit
caisin selesai dimasukkan ke dalam lubang dan ditutup kembali dengan tanah,
maka selanjutnya dilakukan penyiraman hingga tanah basah.
Pada musim hujan tanaman caisin juga menggunakan naungan sama
halnya dengan tanaman bayam hijau. Bentuk naungan yang digunakan pada
budidaya caisin sama dengan bayam hijau sehingga cara pembuatan dan
pemasangannya pun sama. Pemasangan naungan pada caisin biasanya
dilakukan setelah tahap penyiapan lahan dan sebelum dilakukan tahap
penanaman.
Selama masa pertumbuhan, tanaman caisin disiram setiap dua hari sekali
pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan tanaman caisin tidak
disiram karena intensitas dan curah hujan yang turun sudah mencukupi
kebutuhan air yang dibutuhkan tanaman caisin. Namun apabila menggunakan
naungan, maka penyiraman tetap dilakukan setiap tiga hari sekali. Dalam satu
kali penyiraman membutuhkan 60 liter air atau sama dengan 6 gembor.
Tahapan selanjutnya setelah caisin ditanam yaitu tahap pemeliharaan atau
perawatan. Pada budidaya caisin tahap pemeliharaan yang dilakukan yaitu
pembersihan gulma, pemupukan susulan, serta pengendalian hama dan OPT.
Pembersihan gulma dilakukan agar gulma tidak menghambat jalan
pertumbuhan caisin. Gulma juga dapat menjadi pesaing tanaman caisin dalam
menyerap unsur hara dalam tanah, oleh karena itu gulma perlu dicabut agar
caisin dapat menyerap unsur hara dengan baik. Pencabutan gulma dilakukan
saat umur tanaman caisin dua minggu dan dilakukan sebanyak satu kali sampai
waktu panen. Pemupukan susulan diberikan dua kali yaitu pada saat caisin
berumur dua minggu dan tiga minggu. Pupuk yang diberikan pada saat
pemupukan susulan adalah pupuk cair yang merupakan campuran air rembesan
pupuk kandang dengan air. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam gembor
kemudian disiramkan secara merata. Setiap kali penyiraman pupuk susulan
menghabiskan 2 gembor campuran air rembesan pupuk kandang dengan air.
Pengendalian hama dan penyakit pada caisin juga tidak menggunakan
pestisida nabati, melainkan dengan tindakan preventif yaitu dengan tidak
menanam tanaman caisin kembali pada bedengan yang ditanami caisin
sebelumnya, mengkombinasikan caisin dengan tanaman lainyang berbeda
Gambar 19 Gambar beberapa pola tanam caisin
63
hama dan penyakitnya pada setiap bedengan, serta dengan menanam caisin
pada waktu yang tepat.
Pemanenan caisin dilakukan secara serentak yakni saat caisin biasanya
dilakukan pada umur caisin kurang lebih 25 HST hingga 30 HST. Hasil panen
caisin yang diperoleh YBSB pada tahun 2012 sebanyak 765.64 kg/1000 m2.
Kriteria caisin yang sudah siap untuk dipanen yaitu saat daun caisin sudah
berwarna hijau tua, tinggi tanaman caisin telah mencapai 40-45 cm, serta daun
caisin sudah rindang hingga menutupi bedengan. Caisin dipanen dengan cara
memotong bagian pangkal batang menggunakan pisau lalu membuang daun
yang tua, biasanya daun yang tua adalah daun pertama kali tumbuh. Setelah itu
caisin dapat langsung dimasukkan ke dalam kontainer tanpa perlu dilakukan
pencucian karena panen dilakukan dengan cara dipotong pangkal batangnya
sehingga tidak terdapat tanah. Pada saat panen, petani di YBSB sudah terlebih
dahulu melakukan penyortiran terhadap hasil caisin yang dipanen sesuai
dengan kriteria yang ditentukan Bidang Pasar yaitu dengan mengelompokkan
caisin ke dalam grade A dan grade B atau afkir. Caisin grade A panjangnya
telah mencapai kurang lebih 40-45 cm, tangkai caisin berwarna putih dan tidak
busuk, warna daun caisin hijau muda sampai hijau segar, daun tidak berwarna
kuning dan sedikit lubang, dan tidak berbunga. Sementara caisin yang
tampilannya kurang segar, banyak lubang dan terdapat sedikit daun berwarna
kuning tetapi masih layak untuk dijual dikelompokkan ke dalam grade B atau
afkir. Sedangkan caisin yang memiliki lubang yang sangat banyak, terdapat
banyak daun berwarna kuning, layu atau busuk termasuk dalam caisin yang
tidak layak dipanen sehingga dibiarkan berada di bedengan.
Caisin yang telah dipanen kemudian dibawa ke Bidang Pasar
menggunakan lori untuk diberikan perlakuan pasca panen. Perlakuan pasca
panen yang dilakukan berupa pembersihan, sortasi, grading, dan pengemasan.
Dalam proses pembersihan, bagian sayuran yang tidak penting, kotoran dan
sayuran lain yang ikut terbawa saat panen disingkirkan sehingga caisin menjadi
bersih dan siap untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu sortasi. Sortasi yaitu
dengan memilah caisin sesuai dengan ukuran permintaan yang diinginkan
konsumen. Pemilahan tersebut dilakukan agar caisin yang akan dipasarkan
benar-benar memiliki kualitas yang baik. Setelah sortasi dilakukan, selanjutnya
dilakukan grading. Caisin sebelumnya sudah terlebih dahulu disortir pada saat
pemanenan, sehingga pada saat perlakuan pasca panen hanya dilakukan
pengecekan kesesuaian sayuran hasil grading yang dilakukan pada saat di
lahan dengan standar yang ditentukan. Setelah proses grading selesai
dilakukan, selanjutnya dilakukan proses pengemasan (packaging). Pengemasan
caisin dilakukan pada caisin grade A, sedangkan pada caisin grade B tidak
dilakukan pengemasan. Caisin grade A dikemas menggunakan plastik bening
dengan ukuran 20 x 50 cm dengan berat per kemasan caisin sebesar 200 gram.
Setelah caisin dimasukkan ke dalam plastik kemasan dan timbang, selanjutnya
kemasan ditutup menggunakan impulse sealer. Caisin yang telah dikemas
selanjutnya siap untuk dipasarkan.
4. Selada Cos
Tahap persiapan lahan pada budidaya seluruh sayuran pada dasarnya tidak
berbeda, yaitu dimulai dengan membersihkan rumput-rumput dan tanaman sisa
64
panen sebelumnya, kemudian melakukan proses penggemburan dan
pembalikkan tanah yaitu dengan menggali tanah hingga kedalaman kurang
lebih 25-30 cm dan kemudian membalikannya ke permukaan atas, pemberian
pupuk dasar berupa pupuk kandang, dan setelah itu lahan siap untuk ditanam.
Setelah tahapan penyiapan lahan selesai dilakukan, tahapan selanjutnya
adalah tahap penanaman. Pada budidaya selada cos, benih terlebih dahulu
disemai sebelum ditanam. Hal tersebut dikarenakan benih selada cos belum
tahan terhadap suhu, kelembapan tanah, cuaca, dan lain-lain apabila langsung
disebar dilahan, sehingga harus disemai terlebih dahulu sampai menjadi bibit
agar dapat tumbuh dengan optimal. Langkah-langkah dalam melakukan
persemaian benih selada cos sama dengan caisin, yaitu dengan menyiapkan
media tanamnya terlebih dahulu, mencetak tanah menggunakan alat cetak soil
block, meletakkan benih pada lubang yang ada pada soil block sebanyak
kurang lebih 1-2 biji selada cos, kemudian soil block ditutup dengan tanah
halus sampai tertutup seluruhnya kemudian dilakukan penyiraman. Biji selada
cos akan mulai berkecambah saat berumur 5 hari, kemudian setelah 4 minggu
bibit selada cos sudah siap untuk dipindah ke lahan untuk ditanam.
Penanaman selada cos dapat dilakukan secara monokultur dan tumpang
sari. Pada lahan selada cos yang ditanam secara monokultur, pada setiap
bedengan terdapat lima baris tanaman selada cos. Sedangkan pada lahan yang
ditanam secara tumpang sari, jumlah barisyang ditanami selada cos pada satu
bedeng dapat berjumlah dua, tiga, atau empat baris. Gambar 20 merupakan
gambar jarak tanam selada cos yang ditanam secara monokultur dan salah satu
alternatif pola tanam selada cos yang ditanam secara tumpang sari, yakni
selada cos yang ditumpang sarikan dengan kol bunga dan cabai rawit.
(a) (b) (c)
Keterangan :
(a) = Selada cos yang ditanam secara monokultur
35 cm
100 cm
10 cm
10 cm
17-20 cm
15 cm
35 cm
15 cm
65
(b) = Selada cos yang ditumpang sarikan dengan kol bunga
(c) = Selada cos yang ditumpang sarikan dengan cabai rawit
Pada Gambar 20 dapat dilihat bahwa jarak tanam antar tanaman selada cos
yaitu 15 cm x 15 cm dan ditanam secara selang-seling hingga terlihat
membentuk model zig-zag. Tujuan penanaman selada cos membentuk model
zig-zag yaitu agar antar tanaman selada cos mendapatkan sinar matahari dan
unsur hara yang sama. Pada satu baris tanaman selada cos sepanjang 10 m
terdapat 50 bibit tanaman selada cos. Penanaman tanaman selada cos dilakukan
dengan melubangi tanah menggunakan tangan hingga memiliki kedalaman
kurang lebih 5 cm dan selanjutnya bibit selada cos dimasukkan ke dalam
lubang tanam. Setelah bibit selada cos selesai dimasukkan ke dalam lubang dan
ditutup kembali dengan tanah, maka selanjutnya dilakukan penyiraman hingga
tanah basah.
Pada musim hujan tanaman selada cos juga menggunakan naungan sama
halnya dengan tanaman bayam hijau dan caisin. Bentuk naungan yang
digunakan pada budidaya selada cos sama dengan kedua tanaman tersebut
sehingga cara pembuatan dan pemasangannya pun sama. Pemasangan naungan
pada selada cos biasanya dilakukan setelah tahap penyiapan lahan dan sebelum
dilakukan tahap penanaman.
Selama masa pertumbuhan, tanaman selada cos disiram setiap dua hari
sekali pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan tanaman selada cos
tidak disiram karena intensitas dan curah hujan yang turun sudah mencukupi
kebutuhan air yang dibutuhkan tanaman selada cos. Namun apabila
menggunakan naungan, maka penyiraman tetap dilakukan setiap tiga hari
sekali. Dalam satu kali penyiraman membutuhkan 60 liter air atau sama dengan
6 gembor.
Tahapan selanjutnya setelah selada cos ditanam yaitu tahap pemeliharaan
atau perawatan. Pada budidaya selada cos tahap pemeliharaan yang dilakukan
yaitu pembersihan gulma, pemupukan susulan, serta pengendalian hama dan
OPT. Pembersihan gulma dilakukan agar gulma tidak menghambat jalan
pertumbuhan selada cos. Gulma juga dapat menjadi pesaing tanaman selada
cos dalam menyerap unsur hara dalam tanah, oleh karena itu gulma perlu
dicabut agar selada cos dapat menyerap unsur hara dengan baik. Pencabutan
gulma dilakukan saat umur tanaman selada cos dua minggu dan dilakukan
sebanyak satu kali sampai waktu panen. Pemupukan susulan diberikan dua kali
yaitu pada saat selada cos berumur dua minggu dan tiga minggu. Pupuk yang
diberikan pada saat pemupukan susulan adalah pupuk cair yang merupakan
campuran air rembesan pupuk kandang dengan air. Campuran tersebut
dimasukkan ke dalam gembor kemudian disiramkan secara merata. Setiap kali
penyiraman pupuk susulan menghabiskan 2 gembor campuran air rembesan
pupuk kandang dengan air.
Pengendalian hama dan penyakit pada selada cos juga tidak menggunakan
pestisida nabati, melainkan dengan tindakan preventif yaitu dengan tidak
menanam tanaman selada cos kembali pada bedengan yang ditanami selada cos
Gambar 20 Gambar beberapa pola tanam selada cos
66
sebelumnya, mengkombinasikan selada cos dengan tanaman lainyang berbeda
hama dan penyakitnya pada setiap bedengan, serta dengan menanam selada cos
pada waktu yang tepat.
Pemanenan selada cos dilakukan secara serentak yakni saat selada cos
biasanya dilakukan pada umur selada cos kurang lebih 30 HST hingga 35 HST.
Hasil panen selada cos yang diperoleh YBSB pada tahun 2012 sebanyak
1218.33 kg/1000 m2. Kriteria selada cos yang sudah siap untuk dipanen yaitu
saat daun selada cos sudah mengkrop sempurna, daun pertama selada cos
sudah menguning, panjang daun sudah mencapai kira-kira 20 cm, dan daun
selada cos sudah menutupi seluruh bedeng. Selada cos dipanen dengan cara
memotong bagian pangkal batang menggunakan pisau lalu membuang daun
yang tua kurang lebih berjumlah 3-4 daun, biasanya daun yang tua adalah daun
pertama kali tumbuh. Setelah itu selada cos dapat langsung dimasukkan ke
dalam kontainer dan disusun rapi agar tidak rusak. Tanaman selada cos tidak
perlu dilakukan pencucian karena panen dilakukan dengan cara dipotong
pangkal batangnya sehingga tidak terdapat tanah, dan daun selada cos tidak
boleh basah atau terkena air setelah dipanen karena daun menjadi cepat busuk.
Pada saat panen, petani di YBSB sudah terlebih dahulu melakukan
penyortiran terhadap hasil selada cos ke dalam grade A dan grade B atau afkir.
Selada cos grade A panjangnya telah mencapai kurang lebih 20 cm, warna
daun selada cos hijau muda sampai hijau segar, daun tidak berwarna kuning
dan sedikit lubang. Sementara selada cos yang tampilannya kurang segar,
banyak lubang dan terdapat sedikit daun berwarna kuning tetapi masih layak
untuk dijual dikelompokkan ke dalam grade B atau afkir. Sedangkan selada cos
yang memiliki lubang yang sangat banyak, terdapat banyak daun berwarna
kuning, layu atau busuk termasuk dalam selada cos yang tidak layak dipanen
sehingga dibiarkan berada di bedengan.
Selada cos yang telah dipanen kemudian dibawa ke Bidang Pasar
menggunakan lori untuk diberikan perlakuan pasca panen. Perlakuan pasca
panen yang dilakukan berupa pembersihan, sortasi, grading, dan pengemasan.
Dalam proses pembersihan, bagian sayuran yang tidak penting, kotoran dan
sayuran lain yang ikut terbawa saat panen disingkirkan sehingga selada cos
menjadi bersih dan siap untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu sortasi.
Sortasi yaitu dengan memilah selada cos sesuai dengan ukuran permintaan
yang diinginkan konsumen. Pemilahan tersebut dilakukan agar selada cos yang
akan dipasarkan benar-benar memiliki kualitas yang baik. Setelah sortasi
dilakukan, selanjutnya dilakukan grading. Selada cos sebelumnya sudah
terlebih dahulu disortir pada saat pemanenan, sehingga pada saat perlakuan
pasca panen hanya dilakukan pengecekan kesesuaian sayuran hasil grading
yang dilakukan pada saat di lahan dengan standar yang ditentukan. Setelah
proses grading selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan proses pengemasan
(packaging). Gambar 21 merupakan selada cos grade A yang telah dikemas.
67
Gambar 21 Selada cos grade A yang sudah dikemas
Pengemasan selada cos dilakukan pada selada cos grade A, sedangkan
pada selada cos grade B tidak dilakukan pengemasan. Selada cos grade A
dikemas menggunakan plastik bening dengan ukuran 20 x 35 cm dengan berat
per kemasan selada cos sebesar 200 gram. Setelah selada cos dimasukkan ke
dalam plastik kemasan dan timbang, selanjutnya kemasan ditutup
menggunakan impulse sealer. Selada cos yang telah dikemas selanjutnya siap
untuk dipasarkan.
5. Brokoli
Tahapan pertama pada budidaya brokoli organik di YBSB juga dimulai
dari persiapan lahan. Tahap persiapan lahan pada budidaya seluruh sayuran
pada dasarnya tidak berbeda, yaitu dimulai dengan membersihkan rumput-
rumput dan tanaman sisa panen sebelumnya, kemudian melakukan proses
penggemburan dan pembalikkan tanah yaitu dengan menggali tanah hingga
kedalaman kurang lebih 25-30 cm dan kemudian membalikannya ke
permukaan atas.
Setelah tahapan penyiapan lahan selesai dilakukan, tahapan selanjutnya
adalah tahap penanaman. Pada budidaya brokoli, benih terlebih dahulu disemai
sebelum ditanam. Hal tersebut dikarenakan benih brokoli belum tahan terhadap
suhu, kelembapan tanah, cuaca, dan lain-lain apabila langsung disebar dilahan,
sehingga harus disemai terlebih dahulu sampai menjadi bibit agar dapat
tumbuh dengan optimal. Langkah-langkah dalam melakukan persemaian benih
brokoli yaitu dengan menyiapkan media tanamnya terlebih dahulu berupa
tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang dan pupuk kompos, lalu
mencetak tanah menggunakan alat cetak soil block. Benih brokoli sebelum
disemai harus terlebih dahulu direndam dalam air bersuhu kurang lebih 50o
selama 15 menit dan kemudian diangin-anginkan. Selanjutnya biji brokoli
diletakkan pada lubang yang ada pada soil block sebanyak kurang lebih 1-2 biji
brokoli, kemudian soil block ditutup dengan tanah halus sampai tertutup
seluruhnya kemudian dilakukan penyiraman. Biji brokoli akan mulai
berkecambah saat berumur 5 hari, kemudian setelah 4 minggu bibit brokoli
sudah siap untuk dipindah ke lahan untuk ditanam.
68
Penanaman brokoli dapat dilakukan secara monokultur dan tumpang sari.
Pada lahan brokoli yang ditanam baik secara monokultur ataupun tumpang
sari, pada setiap bedengan terdapat dua baris tanaman brokoli. Gambar 22
merupakan gambar jarak tanam brokoli yang ditanam secara monokultur dan
salah satu alternatif pola tanam brokoli yang ditanam secara tumpang sari,
yakni brokoli yang ditumpang sarikan dengan tomat.
(a) (b)
Keterangan :
(a) = Brokoli yang ditanam secara monokultur
(b) = Brokoli yang ditumpang sarikan dengan tomat
Pada Gambar 22 dapat dilihat bahwa jarak tanam antar tanaman brokoli
yaitu 35-40 cm x 40 cm. Brokoli tidak ditanam membentuk model zig-zag
seperti yang dilakukan pada caisin dan selada cos karena jarak antar tanaman
brokoli sudah besar sehingga penyerapan sinar matahari dan unsur hara tanah
merata. Pada satu baris tanaman brokoli sepanjang 10 m terdapat 25 bibit
tanaman brokoli. Penanaman tanaman brokoli dilakukan dengan melubangi
tanah menggunakan tangan hingga memiliki kedalaman kurang lebih 10 cm
dan berdiameter kurang lebih 20 cm. Selanjutnya pupuk dasar diberikan pada
masing-masing lubang sebanyak 1 kg untuk masing-masing lubang, setelah itu
bibit brokoli dimasukkan ke dalam lubang sambil sedikit ditekan, kemudian
ditutup kembali dengan tanah dan dilakukan penyiraman hingga tanah basah.
Pada musim hujan tanaman brokoli tidak menggunakan naungan, berbeda
dengan tanaman bayam hijau dan caisin. Tanaman brokoli tidak menggunakan
naungan pada musim hujan karena tanaman brokoli tidak mudah rusak jika
terkena hujan. Selama masa pertumbuhan, tanaman brokoli disiram setiap dua
hari sekali pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan tanaman
40 cm
100 cm
10 cm
10 cm
40 cm
35-40 cm
Gambar 22 Gambar beberapa pola tanam brokoli
69
brokoli tidak disiram karena intensitas dan curah hujan yang turun sudah
mencukupi kebutuhan air yang dibutuhkan tanaman brokoli.
Tahapan selanjutnya setelah brokoli ditanam yaitu tahap pemeliharaan atau
perawatan. Pada budidaya brokoli tahap pemeliharaan yang dilakukan yaitu
pembersihan gulma, pemupukan susulan, serta pengendalian hama dan OPT.
Pembersihan gulma dilakukan agar gulma tidak menghambat jalan
pertumbuhan brokoli. Gulma juga dapat menjadi pesaing tanaman brokoli
dalam menyerap unsur hara dalam tanah, oleh karena itu gulma perlu dicabut
agar brokoli dapat menyerap unsur hara dengan baik. Pencabutan gulma
dilakukan saat umur tanaman brokoli dua minggu dan dilakukan sebanyak satu
kali sampai waktu panen. Pada brokoli berumur 1,5 bulan dilakukan
pemotongan tunas air yang ada pada tanaman brokoli, hal tersebut dilakukan
agar unsur hara yang diserap tanaman brokoli diserap oleh bunga, bukan oleh
tunas air. Pemupukan susulan diberikan sebanyak 10 kali sampai panen dan
dilakukan setiap minggu sekali dimulai sejak umur tanaman brokoli 2 minggu.
Pupuk yang diberikan pada saat pemupukan susulan adalah pupuk cair yang
merupakan campuran air rembesan pupuk kandang dengan air. Campuran
tersebut dimasukkan ke dalam gembor kemudian disiramkan secara merata.
Setiap kali penyiraman pupuk susulan menghabiskan 2 gembor campuran air
rembesan pupuk kandang dengan air.
Pengendalian hama dan penyakit pada brokoli juga tidak menggunakan
pestisida nabati, melainkan dengan tindakan preventif yaitu dengan tidak
menanam tanaman brokoli kembali pada bedengan yang ditanami brokoli
sebelumnya, mengkombinasikan brokoli dengan tanaman lainyang berbeda
hama dan penyakitnya pada setiap bedengan, serta dengan menanam brokoli
pada waktu yang tepat.
Pemanenan brokoli dilakukan secara serentak yakni saat brokoli biasanya
dilakukan pada umur brokoli kurang lebih 84 HST hingga 90 HST. Hasil panen
brokoli yang diperoleh YBSB pada tahun 2012 sebanyak 202.70 kg/1000 m2.
Kriteria brokoli yang sudah siap untuk dipanen yaitu saat bunga brokoli sudah
terlihat besar dengan diameter kurang lebih 10-13 cm dan berwarna hijau tua.
Panen harus dilakukan tepat waktu, karena apabila terlambat maka kuntum
bunga brokoli menjadi berwarna kuning dan kepala bunga akan longgar
sehingga akan menurunkan kualitas brokoli yang dihasilkan. Brokoli dipanen
dengan cara memotong bagian pangkal batang dan daun brokoli menggunakan
pisau, setelah itu brokoli dapat langsung dimasukkan ke dalam kontainer.
Tanaman brokoli tidak perlu dilakukan pencucian karena panen dilakukan
dengan cara dipotong pangkal batangnya sehingga tidak terdapat tanah.
Pada saat panen, petani di YBSB sudah terlebih dahulu melakukan
penyortiran terhadap hasil brokoli ke dalam grade A dan grade B atau afkir.
Brokoli grade A panjang batangnya maksimal 8 cm dari bunga, memiliki
diameter sekitar 10-13 cm, bunga berwarna hijau tua, tampilannya segar, tidak
berulat atau busuk, bentuknya utuh dan bulat, tidak berwarna kuning atau
mekar, dan tidak berbintil. Sementara brokoli yang berdiameter kurang dari 10
cm dan bunganya sedikit menguning dan mekar tetapi masih layak untuk dijual
dikelompokkan ke dalam grade B atau afkir. Sedangkan brokoliyang seluruh
bunganya menguning dan batangnya banyak yang busuk termasuk dalam
brokoli yang tidak layak dipanen sehingga dibiarkan berada di bedengan.
70
Brokoli yang telah dipanen kemudian dibawa ke Bidang Pasar
menggunakan lori untuk diberikan perlakuan pasca panen. Perlakuan pasca
panen yang dilakukan berupa sortasi, grading, dan pengemasan. Sortasi yaitu
dengan memilah brokoli sesuai dengan ukuran permintaan yang diinginkan
konsumen. Pemilahan tersebut dilakukan agar brokoli yang akan dipasarkan
benar-benar memiliki kualitas yang baik. Setelah sortasi dilakukan, selanjutnya
dilakukan grading. Brokoli sebelumnya sudah terlebih dahulu disortir pada saat
pemanenan, sehingga pada saat perlakuan pasca panen hanya dilakukan
pengecekan kesesuaian sayuran hasil grading yang dilakukan pada saat di
lahan dengan standar yang ditentukan. Setelah proses sortir dan grading selesai
dilakukan, selanjutnya dilakukan proses pengemasan (packaging). Gambar 23
merupakan brokoli grade A yang telah dikemas.
Gambar 23 Brokoli grade A yang sudah dikemas
Pengemasan brokoli dilakukan pada brokoli grade A, sedangkan pada
brokoli grade B tidak dilakukan pengemasan. Brokoli grade A dikemas
denganwrapping film menggunakan mesin wrapping dan dikemas per satuan
brokoli. Brokoli yang telah dikemas selanjutnya siap untuk dipasarkan.
Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Organik
Keberhasilan sebuah usahatani yang dilakukan biasanya diukur dengan
menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar
pendapatan sebuah usahatani yang diperoleh maka dikatakan usahatani tersebut
sukses dijalankan. Pendapatan usahatani diukur dengan cara menghitung total
penerimaan usahatani dikurangi dengan total biaya usahatani yang dikeluarkan.
Penerimaan usahatani berasal dari hasil produksi dikali dengan harga jual
produksi tersebut, sedangkan pengeluaran usahatani diperoleh dari besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk membeli input usahatani baik input tetap maupun input
variabel. Pendapatan usahatani terdiri dari dua, yaitu pendapatan usahatani atas
biaya tunai dan pendapatan usahatani atas biaya total. Pendapatan usahatani atas
71
biaya tunai merupakan pendapatan usahatani yang diperoleh dari total penerimaan
yang diterima dikurangi dengan total seluruh biaya yang benar-benar dikeluarkan
secara tunai oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari total
penerimaan dikurangi dengan seluruh biaya baik biaya tunai maupun biaya yang
diperhitungkan.
Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli
dihitung berdasarkan luasan lahan masing-masing komoditi yang dikonversi
dalam 1000 m2 pada tahun 2012. Penerimaan usahatani berasal dari hasil produksi
masing-masing komoditi per satuan luas tersebut dikalikan dengan harga jual
yang berlaku pada tahun 2012. Penerimaan usahahatani wortel, bayam hijau,
caisin, selada cos, dan brokoli dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Penerimaan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan
brokoli per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012
a
Komponen
Penerimaan Wortel
Bayam
Hijau Caisin Selada Cos Brokoli
Hasil Panenb
1 533.15 583.67 765.64 1 218.33 202.70
Penjualan
grade Ac
1 080.66 560.61 704.98 1 173.76 177.58
Penjualan
grade Bc 452.49 23.06 60.66 44.57 25.12
Harga
grade Ad 16 500 17 600 17 500 27 500 36 500
Harga
grade Bd 8 500 8 800 8 800 13 800 18 500
Penerimaan
grade Ae 17 830 890 9 866 736 12 337 150 32 278 400 6 481 670
Penerimaan
grade Be 3 846 165 202 928 533 808 615 066 464 720
Total Penerimaan 21 677 055 10 069 664 12 870 958 32 893 466 6 946 390 aSumber: Diolah dari data primer;
bdalam kg/1000 m
2;
cdalam Kg;
ddalam Rupiah/kg;
edalam
Rupiah
Penerimaan usahatani masing-masing sayuran diperoleh dari penjualan
sayuran grade A dan penjualan sayuran grade B atau afkir. Sayuran grade B atau
afkir merupakan sayuran yang tidak masuk dalam kriteria atau standar yang
diinginkan konsumen tetap YBSB, namun karena sayuran afkir tersebut masih
dalam kondisi yang layak untuk dikonsumsi atau dijual maka YBSB melakukan
penjualan sayuran grade B. Harga jual untuk sayuran dengan grade A tentu lebih
tinggi jika dibandingkan dengan sayuran grade B, hal tersebut karena sayuran
grade A memiliki kualitas yang paling baik dan pada sayuran grade A dilakukan
aktivitas pengemasan sehingga membuat harga menjadi lebih tinggi.
Pengeluaran/Biaya Usahatani
Pengeluaran usahatani merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan
petani atau yang dimaksud dalam penelitian ini adalah YBSB selama menjalankan
72
kegiatan usahatani. Biaya ini dimulai dari biaya awal kegiatan usahatani seperti
persiapan lahan dan penyediaan benih hingga biaya pendistribusian hasil produksi
sampai ke konsumen. Komponen biaya usahatani terbagi menjadi dua bagian
yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya
yang dikeluarkan secara tunai untuk membeli input produksi dan juga biaya tetap
yang dikeluarkan secara tunai. Biaya usahatani masing-masing komoditi secara
lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :
1. Wortel
Komponen biaya usahatani wortel terbagi menjadi dua bagian yaitu biaya
tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya yang
dikeluarkan secara tunai untuk membeli input produksi seperti biaya pembelian
benih, upah tenaga kerja, kemasan, karung, biaya manajemen, biaya keamanan,
biaya pemeliharaan kebun, biaya listrik, dan biaya transportasi. Sedangkan
biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya yang tidak secara tunai
dikeluarkan oleh YBSB yaitu sewa lahan dan penyusutan peralatan. Besarnya
biaya yang dikeluarkan pada usahatani wortel per 1000 m2 tahun 2012 sebesar
Rp16 100 262.
Biaya yang paling besar dikeluarkan oleh YBSB dalam mengusahakan
wortel adalah biaya tunai yakni sebesar Rp15 284 218. Biaya tunai mengambil
proporsi terbesar terhadap total biaya yaitu sebesar 94.99 persen. Pada analisis
biaya usahatani wortel di YBSB, rincian biaya tunai selain terdapat biaya
input-input produksi, terdapat juga biaya tetap yang dikeluarkan secara tunai
oleh YBSB diantaranya biaya manajemen, biaya keamanan, biaya
pemeliharaan kebun, dan biaya listrik. Hal tersebut berbeda dengan penelitian
Wahyuni (2007) yang didalam analisis biaya usahatani wortel tidak terdapat
biaya-biaya tersebut.
Sementara itu, besarnya biaya yang diperhitungkan pada usahatani wortel
yaitu Rp806 044. Biaya yang diperhitungkan proporsinya hanya sebesar 5.01
persen terhadap total biaya. Total biaya yang diperhitungkan jumlahnya tidak
begitu besar dikarenakan pada analisis usahatani umumnya terdapat upah
tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan dan jumlahnya paling besar
diantara komponen biaya diperhitungkan lainnya, sementara di YBSB seluruh
tenaga kerja yang ada merupakan tenaga kerja luar keluarga, sehingga pada
biaya yang diperhitungkan tidak terdapat komponen upah tenaga kerja dalam
keluarga. Biaya yang diperhitungkan pada usahatani wortel terdiri dari biaya
sewa lahan dan penyusutan alat, sama halnya dengan komponen biaya yang
diperhitungkan pada usahatani wortel yang dilakukan oleh Wahyuni (2007).
Rincian biaya pada kegiatan usahatani wortel dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Komponen biaya usahatani wortel per 1000 m2 di Yayasan Bina
Sarana Bakti tahun 2012a
Uraian Satuan Jumlah Hargab Total
c
Biaya Tunai :
Benih Kg 1.00 300 000 300 000
73
Upah Tenaga Kerja HOK 168.52 25 000 4 213 000
Plastik Kemasan Lembar 2 161.00 450 972 450
Karung Buah 24.00 500 12 000
Biaya Manajemen Rp 5 012 911 5 012 911
Biaya Keamanan Rp 375 499 375 499
Biaya Pemeliharaan kebun Rp 214 571 214 571
Biaya Listrik Rp 107 285 107 285
Biaya Transportasi Rp 4 086 502 4 086 502
Total Biaya Tunai 15 284 218
Biaya yang diperhitungkan :
Sewa lahan Rp 335 267 335 267
Penyusutan alat Rp 470 777 470 777
Total Biaya yang
Diperhitungkan 806 044
Total Biaya Usahatani 16 100 262 aSumber : Diolah dari data primer;
bHarga (Rp/satuan);
cTotal (Rp)
2. Bayam Hijau
Komponen biaya usahatani bayam hijau terbagi menjadi dua bagian sama
halnya dengan wortel, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya
tunai terdiri dari biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk membeli input
produksi seperti biaya benih, pupuk kandang, bambu, plastik UV, kawat, upah
tenaga kerja, kemasan, biaya manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan
kebun, biaya listrik, dan biaya transportasi. Sedangkan biaya yang
diperhitungkan terdiri dari biaya yang tidak secara tunai dikeluarkan oleh
YBSB yaitu biaya sewa lahan dan penyusutan peralatan. Besarnya biaya yang
dikeluarkan pada usahatani bayam hijau per 1000 m2 tahun 2012 sebesar Rp7
774 936.
Biaya yang paling besar dikeluarkan oleh YBSB dalam mengusahakan
bayam hijau adalah biaya tunai yakni sebesar Rp7 530 108. Biaya tunai
mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya yaitu sebesar 96.85 persen.
Pada analisis biaya usahatani bayam hijau di YBSB, rincian biaya tunai selain
terdapat biaya input-input produksi, terdapat juga biaya tetap yang dikeluarkan
secara tunai oleh YBSB diantaranya biaya manajemen, biaya keamanan, biaya
pemeliharaan kebun, dan biaya listrik. Hal tersebut berbeda dengan penelitian
Wahyuni (2007) dan Yanti (2007) yang didalam analisis biaya usahatani
bayam hijau tidak terdapat biaya-biaya tersebut.
Sementara itu, besarnya biaya yang diperhitungkan pada usahatani bayam
hijau yaitu Rp244 828. Biaya yang diperhitungkan proporsinya hanya sebesar
3.15 persen terhadap total biaya. Total biaya yang diperhitungkan jumlahnya
tidak begitu besar dikarenakan pada analisis usahatani umumnya terdapat upah
tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan dan jumlahnya paling besar
diantara komponen biaya diperhitungkan lainnya, sementara di YBSB seluruh
tenaga kerja yang ada merupakan tenaga kerja luar keluarga, sehingga pada
biaya yang diperhitungkan tidak terdapat komponen upah tenaga kerja dalam
keluarga. Biaya yang diperhitungkan pada usahatani bayam hijau terdiri dari
74
biaya sewa lahan dan penyusutan alat, sama halnya dengan komponen biaya
yang diperhitungkan pada usahatani bayam hijau yang dilakukan oleh Wahyuni
(2007). Biaya yang diperhitungkan terdiri Rincian biaya pada kegiatan
usahatani bayam hijau dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Komponen biaya usahatani bayam hijau per 1000 m2 di Yayasan
Bina Sarana Bakti tahun 2012a
Uraian Satuan Jumlah Hargab Total
c
Biaya Tunai :
Benih Kg 1.00 150 000 150 000
Pupuk Kandang Kg 3 000.00 350 1 050 000
Upah Tenaga Kerja HOK 85.07 25 000 2 126 750
Bambu Batang 97.00 375 12 125
Plastik UV Meter 97.10 1 500 48 550
Kawat Meter 29.13 1 000 9 710
Plastik Kemasan Lembar 2 803.00 450 1 261 350
Biaya Manajemen Rp 1 469 382 1 469 382
Biaya Keamanan Rp 110 066 110 066
Biaya Pemeliharaan kebun Rp 62 895 62 895
Biaya Listrik Rp 31 447 31 447
Biaya Transportasi Rp 1 197 833 1 197 833
Total Biaya Tunai 7 530 108
Biaya yang diperhitungkan :
Sewa lahan Rp 98 273 98 273
Penyusutan alat Rp 146 554 146 554
Total Biaya yang Diperhitungkan 244 828
Total Biaya Usahatani 7 774 936 aSumber : Diolah dari data primer;
bHarga (Rp/satuan);
cTotal (Rp)
3. Caisin
Komponen biaya pada usahatani caisin terbagi menjadi dua bagian, yaitu
biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya yang
dikeluarkan secara tunai untuk membeli input produksi seperti biaya
penyediaan bibit, pupuk kandang, bambu, plastik UV, kawat, upah tenaga
kerja, kemasan, biaya manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan kebun,
biaya listrik, dan biaya transportasi. Sedangkan biaya yang diperhitungkan
terdiri dari biaya yang tidak secara tunai dikeluarkan oleh YBSB yaitu biaya
sewa lahan dan penyusutan peralatan. Besarnya biaya yang dikeluarkan pada
usahatani caisin per 1000 m2 tahun 2012 sebesar Rp11 842 783.
Biaya yang paling besar dikeluarkan oleh YBSB dalam mengusahakan
caisin adalah biaya tunai yakni sebesar Rp11 842 783. Biaya tunai mengambil
75
proporsi terbesar terhadap total biaya yaitu sebesar 97.09 persen. Pada analisis
biaya usahatani caisin di YBSB, rincian biaya tunai selain terdapat biaya input-
input produksi, terdapat juga biaya tetap yang dikeluarkan secara tunai oleh
YBSB diantaranya biaya manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan
kebun, dan biaya listrik. Hal tersebut berbeda dengan penelitian Wahyuni
(2007) yang didalam analisis biaya usahatani caisin tidak terdapat biaya-biaya
tersebut.
Tabel 15 Komponen biaya usahatani caisin per 1000 m2 di Yayasan Bina
Sarana Bakti tahun 2012a
Uraian Satuan Jumlah Hargab Total
c
Biaya Tunai :
Bibit Tanaman 25 000.00 60 1 500 000
Pupuk Kg 5 000.00 350 1 750 000
Upah Tenaga Kerja HOK 100.24 25 000 2 506 000
Bambu Batang 184.00 375 23 000
Plastik ultraviolet Meter 183.91 1 500 92 000
Kawat Meter 55.17 1 000 18 390
Plastik Kemasan Lembar 3 525.00 450 1 586 250
Biaya Manajemen Rp 2 058 030 2 058 030
Biaya Keamanan Rp 154 160 154 160
Biaya Pemeliharaan kebun Rp 88 091 88 091
Biaya Listrik Rp 44 046 44 046
Biaya Transportasi Rp 1 677 696 1 677 696
Total Biaya Tunai 11 497 663
Biaya yang diperhitungkan :
Sewa lahan Rp 137 642 137 642
Penyusutan alat Rp 207 478 207 478
Total Biaya yang
Diperhitungkan 345 120
Total Biaya 11 842 783 aSumber : Diolah dari data primer;
bHarga (Rp/satuan);
cTotal (Rp)
Tabel 15 merupakan rincian biaya pada kegiatan usahatani caisin.
Besarnya biaya yang diperhitungkan pada usahatani caisin yaitu Rp345 120.
Biaya yang diperhitungkan proporsinya hanya sebesar 2.91 persen terhadap
total biaya. Total biaya yang diperhitungkan jumlahnya tidak begitu besar
dikarenakan pada analisis usahatani umumnya terdapat upah tenaga kerja
dalam keluarga yang diperhitungkan dan jumlahnya paling besar diantara
komponen biaya diperhitungkan lainnya, sementara di YBSB seluruh tenaga
kerja yang ada merupakan tenaga kerja luar keluarga, sehingga pada biaya
yang diperhitungkan tidak terdapat komponen upah tenaga kerja dalam
keluarga. Biaya yang diperhitungkan pada usahatani caisin terdiri dari biaya
76
sewa lahan dan penyusutan alat, sama halnya dengan komponen biaya yang
diperhitungkan pada usahatani caisin yang dilakukan oleh Wahyuni (2007).
4. Selada Cos
Komponen biaya pada usahatani selada cos terbagi menjadi dua bagian,
yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya
yang dikeluarkan secara tunai untuk membeli input produksi seperti biaya
penyediaan bibit, pupuk kandang, bambu, plastik UV, kawat, upah tenaga
kerja, kemasan, biaya manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan kebun,
biaya listrik, dan biaya transportasi. Sedangkan biaya yang diperhitungkan
terdiri dari biaya yang tidak secara tunai dikeluarkan oleh YBSB yaitu biaya
sewa lahan dan penyusutan peralatan. Besarnya biaya yang dikeluarkan pada
usahatani selada cos per 1000 m2 tahun 2012 sebesar Rp15 911 812. Adapun
rincian biaya pada kegiatan usahatani selada cos dapat dilihat pada Tabel 16.
Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa biaya yang paling besar dikeluarkan
oleh YBSB dalam mengusahakan selada cos adalah biaya tunai yakni sebesar
Rp15 370 278. Biaya tunai mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya
yaitu sebesar 96.60 persen. Pada analisis biaya usahatani selada cos di YBSB,
rincian biaya tunai selain terdapat biaya input-input produksi, terdapat juga
biaya tetap yang dikeluarkan secara tunai oleh YBSB diantaranya biaya
manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan kebun, dan biaya listrik. Hal
tersebut sama dengan penelitian Yanti (2007) yang didalam analisis biaya
usahatani selada cos terdapat biaya-biaya tersebut.
Besarnya biaya yang diperhitungkan pada usahatani selada cos yaitu
Rp541 534. Biaya yang diperhitungkan proporsinya hanya sebesar 3.40 persen
terhadap total biaya. Total biaya yang diperhitungkan jumlahnya tidak begitu
besar dikarenakan pada analisis usahatani umumnya terdapat upah tenaga kerja
dalam keluarga yang diperhitungkan dan jumlahnya paling besar diantara
komponen biaya diperhitungkan lainnya, sementara di YBSB seluruh tenaga
kerja yang ada merupakan tenaga kerja luar keluarga, sehingga pada biaya
yang diperhitungkan tidak terdapat komponen upah tenaga kerja dalam
keluarga. Biaya yang diperhitungkan pada usahatani selada cos terdiri dari
biaya sewa lahan dan penyusutan alat, berbeda halnya dengan komponen biaya
yang diperhitungkan pada usahatani selada yang dilakukan oleh Yanti (2007)
dimana biaya sewa lahan termasuk ke dalam biaya tunai.
Tabel 16 Komponen biaya usahatani selada cos per 1000 m2 di Yayasan Bina
Sarana Bakti tahun 2012a
Uraian Satuan Jumlah Hargab Total
c
Biaya Tunai :
Bibit Tanaman 25 000.00 60 1 500 000
Pupuk Kg 5 000.00 350 1 750 000
Upah Tenaga Kerja HOK 122.35 25 000 3 058 750
Bambu Batang 151.00 375 18 875
Plastik UV Meter 150.97 1 500 75 485
77
Kawat Meter 45.29 1 000 15 097
Plastik Kemasan Lembar 5 869.00 450 2 641 050
Biaya Manajemen Rp 3 229 289 3 229 289
Biaya Keamanan Rp 241 894 241 894
Biaya Pemeliharaan kebun Rp 138 225 138 225
Biaya Listrik Rp 69 113 69 113
Biaya Transportasi Rp 2 632 501 2 632 501
Total Biaya Tunai 15 370 278
Biaya yang diperhitungkan :
Sewa lahan Rp 215 977 215 977
Penyusutan alat Rp 325 557 325 557
Total Biaya yang
Diperhitungkan 541 534
Total Biaya 15 911 812 aSumber : Diolah dari data primer;
bHarga (Rp/satuan);
cTotal (Rp)
5. Brokoli
Komponen biaya pada usahatani brokoli terbagi menjadi dua bagian, yaitu
biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya yang
dikeluarkan secara tunai untuk membeli input produksi seperti biaya
penyediaan bibit, pupuk kandang, upah tenaga kerja, kemasan, biaya
manajemen, biaya keamanan, biaya pemeliharaan kebun, biaya listrik, dan
biaya transportasi. Sedangkan biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya
yang tidak secara tunai dikeluarkan oleh YBSB yaitu biaya penyusutan
peralatan. Besarnya biaya yang dikeluarkan pada usahatani brokoli per 1000
m2 tahun 2012 sebesar Rp6 858 250. Adapun rincian biaya pada kegiatan
usahatani brokoli dapat dilihat pada Tabel 17.
Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa biaya yang paling besar dikeluarkan
oleh YBSB dalam mengusahakan brokoli adalah biaya tunai yakni sebesar Rp6
693 803. Biaya tunai mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya yaitu
sebesar 97.60 persen. Pada analisis biaya usahatani brokoli di YBSB, rincian
biaya tunai selain terdapat biaya input-input produksi, terdapat juga biaya tetap
yang dikeluarkan secara tunai oleh YBSB diantaranya biaya manajemen, biaya
keamanan, biaya pemeliharaan kebun, dan biaya listrik. Hal tersebut sama
dengan penelitian Wahyuni (2007) dan Pertiwi (2008) yang didalam analisis
biaya usahatani brokoli terdapat biaya-biaya tersebut.
Tabel 17 Komponen biaya usahatani brokoli per 1000 m2 di Yayasan Bina
Sarana Bakti tahun 2012a
Uraian Satuan Jumlah Hargab Total
c
Biaya Tunai :
Bibit Tanaman 5 000.00 116 580 000
Pupuk Kg 5 000.00 350 1 750 000
Upah Tenaga Kerja HOK 105.58 25 000 2 639 500
78
Plastik Kemasan Lembar 710.00 375 266 250
Biaya Manajemen Rp 746 071 746 071
Biaya Keamanan Rp 55 885 55 885
Biaya Pemeliharaan kebun Rp 31 935 31 935
Biaya Listrik Rp 15 967 15 967
Biaya Transportasi Rp 608 194 608 194
Total Biaya Tunai 6 693 803
Biaya yang diperhitungkan :
Sewa lahan Rp 49 898 49 898
Penyusutan alat Rp 114 550 114 550
Total Biaya yang Diperhitungkan 164 448
Total Biaya 6 858 250 aSumber : Diolah dari data primer;
bHarga (Rp/satuan);
cTotal (Rp)
Besarnya biaya yang diperhitungkan pada usahatani brokoli yaitu Rp164
448. Biaya yang diperhitungkan proporsinya hanya sebesar 2.40 persen
terhadap total biaya. Total biaya yang diperhitungkan jumlahnya tidak begitu
besar dikarenakan pada analisis usahatani umumnya terdapat upah tenaga kerja
dalam keluarga yang diperhitungkan dan jumlahnya paling besar diantara
komponen biaya diperhitungkan lainnya, sementara di YBSB seluruh tenaga
kerja yang ada merupakan tenaga kerja luar keluarga, sehingga pada biaya
yang diperhitungkan tidak terdapat komponen upah tenaga kerja dalam
keluarga. Biaya yang diperhitungkan pada usahatani brokoli terdiri dari biaya
sewa lahan dan penyusutan alat, sama halnya dengan komponen biaya yang
diperhitungkan pada usahatani brokoli yang dilakukan oleh Wahyuni (2007),
namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2008) dimana
tidak terdapat biaya sewa lahan melainkan pajak lahan.
Pendapatan Usahatani dan R/C
Pendapatan usahatani mengukur seberapa menguntungkan kegiatan
usahatani yang dilakukan dengan membandingkan total penerimaan dengan biaya-
biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usahatani berlangsung. Pendapatan
usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.
Pendapatan atas biaya tunai didapatkan dari total penerimaan dikurangi dengan
biaya tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total didapatkan dari total
penerimaan dikurangi dengan biaya total. Pada penelitian ini pendapatan
usahatani yang dilihat adalah pendapatan usahatani per 1000 m2 selama tahun
2012. Besarnya pendapatan usahatani yang diperoleh YBSB dari mengusahakan
wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli dapat dilihat pada Tabel 18.
Pendapatan merupakan pengurangan dari total penerimaan dengan biaya
tunai yang dikeluarkan oleh YBSB selama melakukan kegiatan usahatani sayuran
organik selama satu tahun. Perhitungan dilakukan untuk pendapatan YBSB per
1000 m2 pada tahun 2012. Berdasarkan perhitungan pada Tabel 18, diketahui
bahwa baik pendapatan tunai maupun pendapatan total usahatani pada kelima
komoditi yang dianalisis menunjukkan nilai yang positif.
79
Tabel 18 Penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C pada wortel, bayam hijau,
caisin, selada cos, dan brokoli per 1000 m2 di Yayasan Bina Sarana
Bakti tahun 2012a
Uraian Wortel Bayam
Hijau Caisin Selada Cos Brokoli
A. Penerimaanb
21 677 055 10 069 664 12 870 958 32 893 466 6 946 390
B. Biaya Tunaib 15 294 218 7 530 108 11 497 663 15 370 278 6 693 803
C. Biaya
Diperhitungkanb 806 044 244 828 345 120 541 534 164 448
D. Total Biaya
Usahatani (B+C)b 16 100 262 7 774 936 11 842 783 15 911 812 6 858 250
E. Pendapatan atas
Biaya Tunai (A-B)b 6 382 837 2 539 556 1 373 295 17 523 188 252 587
F. Pendapatan atas
Biaya Total (A-D)b 5 576 793 2 294 728 1 028 175 16 981 654 88 140
G. R/C atas Biaya
Tunai (A/B) 1.42 1.34 1.12 2.14 1.04
H. R/C atas Biaya
Total (A/D) 1.35 1.30 1.09 2.07 1.01 aSumber : Diolah dari data primer,
bdalam rupiah.
Berdasarkan nilai pada Tabel 18, pendapatan tunai maupun pendapatan total
usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli bernilai positif. Hal
tersebut menunjukkan bahwa usahatani kelima sayuran organik yang diusahakan
YBSB tersebut mampu menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan dan
menghasilkan keuntungan bagi YBSB. Pada tabel tersebut terlihat bahwa
pendapatan tunai yang paling besar diperoleh oleh usahatani selada cos yaitu
sebesar Rp17 523 188, dikuti oleh wortel sebesar Rp6 382 837, bayam hijau
sebesar Rp2 539 556, caisin sebesar 1 373 295, dan terakhir adalah brokoli
sebesar Rp252 587. Sama halnya dengan pendapatan tunai, pendapatan atas biaya
total yang paling besar juga diperoleh oleh usahatani selada cos yaitu sebesar
Rp16 981 654, diikuti oleh wortel sebesar Rp5 576 793, bayam hijau sebesar Rp2
294 728, caisin sebesar Rp1 028 175, dan terakhir adalah brokoli sebesar Rp88
140.
Selain menghasilkan pendapatan usahatani yang bernilai positif, dalam
melaksanakan kegiatan usahatani harus didapatkan rasio atau imbangan antara
total penerimaan dan total biaya lebih dari satu. Jika nilai R/C kurang dari satu
maka YBSB akan mengalami kerugian, karena hal tersebut menunjukkan biaya
yang dikeluarkan YBSB lebih besar daripada penerimaan yang diterimanya. Nilai
R/C juga digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan yang diperoleh YBSB
yaitu dengan mengukur besarnya Rupiah pengembalian dari setiap satu Rupiah
yang dikeluarkan oleh YBSB.
Nilai R/C pada usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan
brokoli dapat dilihat pada Tabel 18. Berdasarkan data pada Tabel 18, diketahui
bahwa nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total kelima sayuran tersebut
bernilai lebih dari satu. Nilai R/C atas biaya tunai selada cos yaitu sebesar 2.14,
wortel sebesar 1.42, bayam hijau sebesar 1.34, caisin sebesar 1.12, dan brokoli
80
sebesar 1.04. Sedangkan nilai R/C atas biaya total selada cos sebesar 2.07, wortel
sebesar 1.35, bayam hijau sebesar 1.30, caisin sebesar 1.09, dan brokoli sebesar
1.01. Berdasarkan nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total yang diperoleh
pada masing-masing komoditi, selada cos memiliki nilai R/C paling tinggi, diikuti
oleh wortel, bayam hijau, caisin, dan terakhir yaitu brokoli.
Berdasarkan hasil analisis R/C tersebut, komoditi wortel, bayam hijau, dan
selada cos cukup menguntungkan untuk diusahakan karena nilai R/C atas biaya
tunai dan R/C atas biaya total yang bernilai lebih dari satu, sedangkan komoditi
caisin dan brokoli kurang menguntungkan untuk diusahakan. Hal tersebut
disebabkan nilai R/C yang diperoleh kedua komoditi tersebut mendekati nilai 1
dan dapat diartikan bahwa keuntungan yang diperoleh sangat kecil atau hampir
bernilai impas terhadap biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usahatani.
Jika dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya, R/C yang
diperoleh wortel, bayam hijau, caisin dan brokoli lebih kecil dibandingkan R/C
yang diperoleh pada penelitian sebelumnya. Nilai R/C atas biaya tunai dan atas
biaya total dari usahatani wortel yang diteliti oleh Wahyuni (2007) menunjukkan
nilai yang lebih besar yakni sebesar 3.98 dan 1.69, sedangkan nilai R/C atas biaya
tunai dan atas biaya total dari usahatani wortel di YBSB hanya bernilai 1.42 dan
1.35. Nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani bayam hijau
yang diteliti oleh Wahyuni (2007) juga menunjukkan nilai yang lebih besar yakni
sebesar 3.32 dan 1.49, sedangkan nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total
dari usahatani bayam hijau di YBSB hanya bernilai 1.34 dan 1.30. Nilai R/C atas
biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani caisin yang diteliti oleh Wahyuni
(2007) juga menunjukkan nilai yang lebih besar yakni sebesar 3.28 dan 2.39,
sedangkan nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani caisin di
YBSB hanya bernilai 1.12 dan 1.09. Sama halnya dengan brokoli, dimana Nilai
R/C atas biaya tunai dan atas biaya total dari usahatani brokoli yang diteliti oleh
Wahyuni (2007) dan Pertiwi (2008) juga menunjukkan nilai yang lebih besar
yakni 3.52, 1.09, 4.95, dan 1.30, sedangkan nilai R/C atas biaya tunai dan atas
biaya total dari usahatani brokoli di YBSB hanya bernilai 1.04 dan 1.01. Namun
berbeda halnya dengan nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total dari
usahatani selada cos, dimana nilai R/C selada yang diusahakan YBSB lebih besar
dibandingkan dengan nilai R/C yang diperoleh Yanti (2007). Nilai R/C atas biaya
tunai dan atas biaya total yang diperoleh dari usahatani selada yang diteliti oleh
Yanti (2007) hanya sebesar 1.05 dan 1.04, sedangkan nilai R/C atas biaya tunai
dan atas biaya total yang diperoleh dari usahatani selada cos di YBSB sebesar
2.14 dan 2.07.
Beberapa hal yang menyebabkan nilai R/C pada wortel, bayam hijau, caisin,
dan selada cos di YBSB lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya yang sama-sama menganalisis sayuran-sayuran organik tersebut yaitu
pada analisis R/C di YBSB terdapat biaya manajemen, keamanan, pemeliharaan
kebun, dan listrik. Sementara pada penelitian sebelumnya tidak terdapat biaya-
biaya tersebut, sehingga total biaya yang dikeluarkan YBSB dalam mengusahakan
sayuran tersebut lebih besar. Selain itu, harga jual sayuran organik di YBSB lebih
rendah jika dibandingkan dengan harga jual sayuran organik di perusahaan
penghasil sayuran organik lainnya pada tahun yang sama. Hal tersebut
menyebabkan penerimaan yang diterima YBSB menjadi lebih kecil jika
dibandingkan perusahaan sayuran organik sejenis. Kedua hal tersebut diduga
81
sebagai alasan mengapa nilai R/C yang diperoleh dari kegiatan usahatani wortel,
bayam hijau, caisin, dan brokoli lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil
penelitian terdahulu mengenai keempat sayuran organik tersebut di lokasi yang
berbeda.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mengandung beberapa keterbatasan yang diketahui yaitu:
1. Penelitian ini belum dapat mengidentifikasi posisi YBSB di dalam kurva
biaya rata-rata jangka panjang (long-run average cost curve) terkait
dengan keputusan jangka panjang perusahaan untuk meningkatkan skala
usahanya, sehingga belum dapat diketahui apakah keputusan YBSB dalam
meningkatkan skala usahanya tepat atau tidak untuk dilakukan.
2. Penelitian ini juga belum dapat menghasilkan informasi berupa efisiensi
teknis dan efisiensi ekonomi terkait dengan keputusan jangka panjang
perusahaan untuk meningkatkan skala usahanya. Sehingga tujuan dari
penelitian ini yakni untuk mengetahui apakah peningkatan skala usaha
pada komoditi wortel, bayam hijau, caisin, selada cos, dan brokoli layak
untuk dijalankan atau tidak belum dapat sepenuhnya terjawab, karena
peneliti hanya melihat atau menganalisis berdasarkan keuntungan
usahatani yang telah diperolehnya saja.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan yang didapat dari penelitian mengenai analisis pendapatan
usahatani sayuran organik pada Yayasan Bina Sarana Bakti (YBSB), yaitu:
1. Hasil analisis pendapatan usahatani wortel, bayam hijau, caisin, selada cos,
dan brokoli di YBSB menunjukkan nilai yang positif, baik pendapatan atas
biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Sayuran yang memiliki
nilai pendapatan tertinggi yaitu selada cos, sedangkan sayuran yang nilai
pendapatannya terendah yaitu brokoli.
2. Berdasarkan hasil analisis R/C, usahatani wortel, bayam hijau, dan selada
cos di YBSB sudah cukup menguntungkan karena nilai R/C atas biaya
tunai dan R/C atas biaya total yang diperoleh bernilai di atas 1. Namun
komoditi caisin dan brokoli kurang menguntungkan karena nilai R/C yang
diperoleh baik R/C atas biaya tunai maupun R/C atas biaya total keduanya
memiliki nilai R/C yang mendekati 1 atau hampir sama dengan 1. Sayuran
yang memiliki nilai R/C tertinggi yaitu selada cos, sedangkan sayuran
yang nilai R/C terendah yaitu brokoli.
3. Rencana YBSB untuk meningkatkan skala usaha selada cos, wortel, dan
bayam hijau dinilai layak untuk dijalankan, namun komoditi caisin dan
brokoli sebaiknya dipertimbangkan kembali untuk ditingkatkan skala
usahanya jika dilihat dari hasil analisis pendapatan usahatani serta analisis
R/C. Namun tujuan dari penelitian ini belum dapat sepenuhnya terjawab
82
karena masih membutuhkan informasi-informasi lebih lanjut mengenai
hubungan peningkatan skala usaha YBSB dengan efisiensi teknis dan
ekonomi.
Saran
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Yayasan Bina Sarana Bakti sebaiknya meningkatkan skala usaha selada cos,
wortel, dan bayam hijau karena ketiga komoditi tersebut memberikan
keuntungan yang cukup besar serta memiliki permintaan yang sangat tinggi.
2. Sebaiknya Yayasan Bina Sarana Bakti perlu mempertimbangkan kembali
rencana untuk meningkatkan skala usaha brokoli dan caisin karena kedua
komoditi tersebut kurang menguntungkan jika dilihat dari nilai R/C rasio
keduanya.
3. Penelitian selanjutnya sebaiknya mengidentifikasi posisi YBSB dalam kurva
biaya rata-rata jangka panjang (long-run average cost curve) dan
menganalisis efisiensi teknis serta efisiensi ekonomi terkait dengan keputusan
jangka panjang perusahaan untuk meningkatkan skala usahanya. Dengan
demikian diharapkan informasi-informasi tersebut dapat melengkapi dan
semakin bermanfaat bagi YBSB dalam menentukan keputusan peningkatan
skala usaha sayuran organiknya.
DAFTAR PUSTAKA
AOI. 2011. Statistik Pertanian Organik Indonesia 2010. Bogor (ID): AOI
[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2010. Perkembangan Konsumsi Beberapa Jenis
Pangan (Gram/kap/hari) Tahun 2005-2009. Jakarta (ID): BKP
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. SNI 6729-2010 Sistem Pangan
Organik [Internet]. [diunduh 2013 September 12]. Tersedia pada:
http://dl.dropboxusercontent.com/u/65458726/SNI%20Pertanian/Standar%2
0Non%20Komoditi/SNI%206729-
2010%20Sistem%20Pangan%20Organik.pdf
Dalimartha S, Adrian F. 2011. Khasiat Buah dan Sayur. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya
[Deptan] Departemen Pertanian. 2007. Road Map Pengembangan Pertanian
Organik 2008-2015 [Internet]. [diunduh 2013 September 16]. Tersedia
pada: http://pphp.deptan.go.id/xplore/view.php?file=PENGOLAHAN-
HASIL/08roadmappanganorganik.pdf
Dillon JL. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil.
Soekartawi, Soeharjo, penerjemah. Jakarta (ID): UI-Press
Hernanto F. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
[KAN] Komite Akreditasi Nasional. 2006. Pedoman KAN 901-2006 Persyaratan
Umum Lembaga Sertifikasi Pangan Organik [Internet]. [diunduh 2013
83
September 18]. Tersedia pada: http://www.kan.or.id/wp-
content/uploads/downloads/2010/03/Ped.-KAN-901-2006.pdf
Mayrowani H. 2012. Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia [Internet].
[diunduh 2013 September 17]. Tersedia pada:
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE30-2b.pdf
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): LP3ES
Pertiwi DM. 2008. Analisis Usahatani Sayuran Organik di PT. Anugerah Bumi
Persada “RR Organic Farm”, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [skripsi].
Departemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pracaya. 2012. Bertanam Sayur Organik. Depok (ID) : Penebar Swadaya
Saragih SE. 2008. Pertanian Organik. Depok (ID): Penebar Swadaya
Setiawan AI. 1995. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Tinggi.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): UI-Press
Supriati Y, Herliana E. 2011. Bertanam 15 Sayuran Organik Dalam Pot. Jakarta
(ID): Penebar Swadaya
Suratiyah K. 2006. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
Wahyuni YT. 2007. Analisis Cabang Usahatani Sayuran Organik di Mega Surya
Organic Kecamatan Mega Mendung Kabupaten Bogor [skripsi]. Ekstensi
Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Wiyanti I. 2013. Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Buncis Organik
dan Buncis Non Organik di Desa Cisondari Kecamatan Pasirjambu
Kabupaten Bandung [skripsi]. Departemen Agribisnis, Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Yanti I. 2007. Analisis Usahatani Sayuran Organik di Perusahaan Matahari Farm
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor [skripsi]. Departemen Agribisnis,
Institut Pertanian Bogor. Bogor
[YBSB] Yayasan Bina Sarana Bakti. 2012. Kebutuhan pasar untuk produk sayur
(kg) per minggu tahun 2012. Bogor (ID): Yayasan Bina Sarana Bakti
[YBSB] Yayasan Bina Sarana Bakti. 2012. Laporan produksi untuk masing-
masing wilayah tahun 2012 dan 2013. Bogor (ID): Yayasan Bina Sarana
Bakti
84
Lampiran 1 Permintaan dan Produksi 25 sayuran organik di Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a
Komoditi Permintaanb Produksic
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des
Bayam Hijau 510 510 638 510 638 510 510 638 510 510 638 510 34 95.5 142.8 175.4 392.2 216.7 68.8 69.3 55.1 76.6 90.1 49.3
Bawang Daun 303 303 378 303 378 303 303 378 303 303 378 303 55.7 75.4 43 33.3 51.8 41.3 50.95 16 26.7 29.1 25.9 35.5
Bayam Merah 207 207 259 207 259 207 207 259 207 207 259 207 64.5 42.4 18.7 6.4 17.9 13 19.9 4.7 7.8 23.5 60.9 14.5
Bit 245 245 306 245 306 245 245 306 245 245 306 245 15.9 44.2 80.5 74 56.9 39.8 44.8 81.1 56 85.2 37 31.3
Brokoli 558 558 697 558 697 558 558 697 558 558 697 558 46.7 22.55 23.7 26 39.3 38.9 43.8 8.9 1 0.7 14.6 17.7
Cabai Rawit 41 41 51 41 51 41 41 51 41 41 51 41 2.9 4.7 12.5 7.1 8.1 13.7 11.6 5 5.5 18.5 32.9 18.95
Caysin 520 520 650 520 650 520 520 650 520 520 650 520 103.1 72.2 112.9 122 132.2 138.4 122.8 135.6 51.9 41.4 59 115.6
Kailan 197 197 247 197 247 197 197 247 197 197 247 197 73.1 30 43.4 52.5 74.9 52.1 61 34.5 11.5 25.3 38 26
Kangkung 296 296 370 296 370 296 296 370 296 296 370 296 23.4 24.5 27 29.3 33.9 28.3 54.1 22.4 36.6 52.8 50.6 40.5
Kol Bulat Putih 309 309 387 309 387 309 309 387 309 309 387 309 111.6 150.6 77.4 57.1 118.2 67.2 138.9 81.7 33 5.9 33.2 42.2
Lobak 173 173 217 173 217 173 173 217 173 173 217 173 170.4 159.5 84 100.3 128.5 125.3 132 69 119 174 131.2 153.9
Pakcoy Hijau 354 354 442 354 442 354 354 442 354 354 442 354 232.4 228.8 228.5 167.3 279.3 260.8 336.7 152.5 186.8 68.8 105.8 157.7
Pakcoy Putih 218 218 272 218 272 218 218 272 218 218 272 218 162.3 130 140.9 236.1 133.3 145.1 283 88.5 15.7 64.6 169.5 108.5
Petsai 381 381 476 381 476 381 381 476 381 381 476 381 155.5 111.8 205.6 159.6 181.6 154.5 136.5 52.5 51.5 3.2 46.9 42.5
Selada Cos 398 398 497 398 497 398 398 497 398 398 497 398 128.2 138.4 182.8 196.9 118.8 200.9 167.2 187.2 156.1 78.6 141.9 63.9
Selada Head 92 92 115 92 115 92 92 115 92 92 115 92 32.2 12.3 13.6 22.4 20 0.8 46.2 65.9 38.3 45.5 5.8 23
Selada Keriting 204 204 255 204 255 204 204 255 204 204 255 204 31.3 69 66,8 41.9 90 84.9 80.8 80 64 103.6 68.5 37.6
Selada Merah 99 99 123 99 123 99 99 123 99 99 123 99 39.6 14 20.8 48.5 79.9 74.7 14.6 62.8 54.3 78.5 77.5 54.8
Selada Siomak 163 163 204 163 204 163 163 204 163 163 204 163 61.6 50.4 86.6 61 70 74.7 40.7 163 66.9 128 81.6 50.5
Seledri 146 146 183 146 183 146 146 183 146 146 183 146 3 19.2 27.9 17.1 10.6 58.7 7.9 7.2 13.5 22.6 16.7 14.8
Spinact 340 340 425 340 425 340 340 425 340 340 425 340 172.2 300.5 191 199.7 220.5 122.5 231.1 171.2 229.4 296 152.5 89.9
Timun Jepang 276 276 345 276 345 276 276 345 276 276 345 276 16.1 11.1 5.3 21.8 1.7 7.6 7.9 4 6.9 12 26.4 7.8
Tomat Cherry 52 52 65 52 65 52 52 65 52 52 65 52 0.3 3.4 12.4 33.4 34.1 37.1 43.4 49.1 73.1 75.9 2.3 5.9
83
85
aSumber : Diolah dari data primer;
bPermintaan (Kg);
cProduksi (Kg)
Ubi Jalar 372 372 465 372 465 372 372 465 372 372 465 372 364.5 463 157 179.5 125.2 139.7 48 58 83 93.5 68 84
Wortel 2024 2024 2530 2024 2530 2024 2024 2530 2024 2024 2530 2024 1055 807.5 696.5 817 1000.5 933 1092 1089 839 768.5 544 136.3
84
86
Lampiran 2 Analisis pendapatan usahatani dan R/C wortel per 1000 m2
diYayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a
aSumber : Diolah dari data primer;
bHarga (Rp/satuan);
cTotal (Rp)
Uraian Satuan Jumlah Hargab
Totalc (%)
Penerimaan
Penjualan Grade A Kg 1 080.66 16 500 17 830 890 82.26
Penjualan Grade B (afkir) Kg 452.49 8 500 3 846 165 17.74
Total Penerimaan 21 677 055 100.00
Pengeluaran
Biaya Tunai :
Benih Kg 1.00 300 000 300 000 1.86
Upah Tenaga Kerja HOK 168.52 25 000 4 213 000 26.17
Kemasan Lembar 2 161.00 450 972 450 6.04
Karung Buah 4.00 500 2 000 0.07
Manajemen Rp 5 012 911 5 012 911 31.14
Keamanan Rp 375 499 375 499 2.33
Pemeliharaan kebun Rp 214 571 214 571 1.33
Listrik Rp 107 285 107 285 0.67
Transportasi Rp 4 086 502 4 086 502 25.38
Total Biaya Tunai 15 284 218 94.99
Biaya yang diperhitungkan :
Sewa lahan Rp 335 267 335 267 2.08
Penyusutan alat Rp 470 777 470 777 2.92
Total Biaya yang Diperhitungkan 806 044 5.01
Total Biaya Usahatani 16 100 262 100.00
Pendapatan atas biaya tunai
usahatani 6 382 837
Pendapatan atas biaya total
usahatani 5 576 793
R/C atas biaya tunai 1.42
R/C atas biaya total 1.35
87
Lampiran 3 Analisis pendapatan usahatani dan R/C bayam hijau per 1000 m2 di
Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a
Uraian Satuan Jumlah Hargab
Totalc (%)
Penerimaan
Penjualan Grade A Kg 560.61 17 600 9 866 736 97.98
Penjualan Grade B (afkir) Kg 23.06 8 800 202 928 2.02
Total Penerimaan 100.00
Pengeluaran
Biaya Tunai :
Benih Kg 1.00 150 000 150 000 1.93
Pupuk Kg 3 000.00 350 1 050 000 13.50
Upah Tenaga Kerja HOK 85.07 25 000 2 126 750 27.35
Bambu Batang 97.00 375 12 125 0.16
Plastik ultraviolet Meter 97.10 1 500 48 550 0.62
Kawat Meter 29.13 1 000 9 710 0.12
Kemasan Lembar 2 803.00 450 1 261 350 16.22
Manajemen Rp 1 469 382 1 469 382 18.90
Keamanan Rp 110 066 110 066 1.42
Pemeliharaan kebun Rp 62 895 62 895 0.81
Listrik Rp 31 447 31 447 0.40
Transportasi Rp 1 197 833 1 197 833 15.41
Total Biaya Tunai 7 530 108 96.85
Biaya yang diperhitungkan :
Sewa lahan Rp 98 273 98 273 1.26
Penyusutan alat Rp 146 554 146 554 1.88
Total Biaya yang Diperhitungkan 244 828 3.15
Total Biaya Usahatani 7 774 936 100.00
Pendapatan atas biaya tunai
usahatani 2 539 556
Pendapatan atas biaya total
usahatani 2 294 728
R/C atas biaya tunai 1.34
R/C atas biaya total 1.30 aSumber : Diolah dari data primer;
bHarga (Rp/satuan);
cTotal (Rp)
88
Lampiran 4 Analisis pendapatan usahatani dan R/C caisin per 1000 m2 di
Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a
Uraian Satuan Jumlah Hargab
Totalc (%)
Penerimaan
Penjualan Grade A Kg 704.98 17 500 12 337 150 95.85
Penjualan Grade B (afkir) Kg 60.66 8 800 533 808 4.15
Total Penerimaan 12 870 958 100.00
Pengeluaran
Biaya Tunai :
Bibit Tanaman 25 000.00 60 1 500 000 12.67
Pupuk Kg 5 000.00 350 1 750 000 14.78
Upah Tenaga Kerja HOK 100.24 25 000 2 506 000 21.16
Bambu Batang 184.00 375 23 000 0.19
Plastik ultraviolet Meter 183.91 1 500 92 000 0.78
Kawat Meter 55.17 1 000 18 390 0.16
Plastik Kemasan Lembar 3 525.00 450 1 586 250 13.39
Biaya Manajemen Rp 2 058 030 2 058 030 17.38
Biaya Keamanan Rp 154 160 154 160 1.30
Biaya Pemeliharaan kebun Rp 88 091 88 091 0.74
Biaya Listrik Rp 44 046 44 046 0.37
Biaya Transportasi Rp 1 677 696 1 677 696 14.17
Total Biaya Tunai 11 497 663 97.09
Biaya yang diperhitungkan :
Sewa lahan Rp 137 642 137 642 1.16
Penyusutan alat Rp 207 478 207 478 1.75
Total Biaya yang
Diperhitungkan 345 120 2.91
Total Biaya 11 842 783 100.00
Pendapatan atas biaya tunai
usahatani 1 373 295
Pendapatan atas biaya total
usahatani 1 028 175
R/C atas biaya tunai 1.12
R/C atas biaya total 1.09 aSumber : Diolah dari data primer;
bHarga (Rp/satuan);
cTotal (Rp)
89
Lampiran 5 Analisis pendapatan usahatani dan R/C selada cos per 1000 m2 di
Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a
Uraian Satuan Jumlah Hargab
Totalc (%)
Penerimaan
Penjualan Grade A Kg 1 173.76 27 500 32 278 400 98.13
Penjualan Grade B (afkir) Kg 44.57 13 800 615 066 1.87
Total Penerimaan 32 893 466 100.00
Pengeluaran
Biaya Tunai :
Bibit Tanaman 25 000.00 60 1 500 000 9.43
Pupuk Kg 5 000.00 350 1 750 000 11.00
Upah Tenaga Kerja HOK 122.35 25 000 3 058 750 19.22
Bambu Batang 151.00 375 18 875 0.12
Plastik UV meter 150.97 1 500 75 485 0.47
Kawat meter 45.29 1 000 15 097 0.09
Plastik Kemasan Lembar 5 869 450 2 641 050 16.60
Biaya Manajemen Rp 3 229 289 3 229 289 20.29
Biaya Keamanan Rp 241 894 241 894 1.52
Biaya Pemeliharaan kebun Rp 138 225 138 225 0.87
Biaya Listrik Rp 69 113 69 113 0.43
Biaya Transportasi Rp 2 632 501 2 632 501 16.54
Total Biaya Tunai 15 370 278 96.60
Biaya yang diperhitungkan :
Sewa lahan Rp 215 977 215 977 1.36
Penyusutan alat Rp 325 557 325 557 2.05
Total Biaya yang Diperhitungkan 541 534 3.40
Total Biaya 15 911 812 100.00
Pendapatan atas biaya tunai
usahatani 17 523 188
Pendapatan atas biaya total
usahatani 16 981 654
R/C atas biaya tunai 2.14
R/C atas biaya total 2.07 aSumber : Diolah dari data primer;
bHarga (Rp/satuan);
cTotal (Rp)
90
Lampiran 6 Analisis pendapatan usahatani dan R/C brokoli per 1000 m2 di
Yayasan Bina Sarana Bakti tahun 2012a
Uraian Satuan Jumlah Hargab
Totalc (%)
Penerimaan
Penjualan Grade A Kg 177.58 36 500 6 481 670 93.31
Penjualan Grade B (afkir) Kg 25.12 18 500 464 720 6.69
Total Penerimaan 6 946 390 100.00
Pengeluaran
Biaya Tunai :
Bibit Tanaman 5 000.00 116 580 000 8.46
Pupuk Kg 5 000.00 350 1 750 000 25.52
Upah Tenaga Kerja HOK 105.58 25 000 2 639 500 38.49
Plastik Kemasan Lembar 710.00 375 266 250 3.88
Biaya Manajemen Rp 746 071 746 071 10.88
Biaya Keamanan Rp 55 885 55 885 0.81
Biaya Pemeliharaan kebun Rp 31 935 31 935 0.47
Biaya Listrik Rp 15 967 15 967 0.23
Biaya Transportasi Rp 608 194 608 194 8.87
Total Biaya Tunai
6 693 803 97.60
Biaya yang diperhitungkan :
Sewa lahan Rp 49 898 49 898 0.73
Penyusutan alat Rp 114 550 114 550 1.67
Total Biaya yang
Diperhitungkan
164 448 2.40
Total Biaya 6 858 250 100.00
Pendapatan atas biaya tunai
usahatani 252 587
Pendapatan atas biaya total
usahatani 88 140
R/C atas biaya tunai 1.04
R/C atas biaya total 1.01 aSumber : Diolah dari data primer;
bHarga (Rp/satuan);
cTotal (Rp)
91
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Mei 1992 dari pasangan Sigit
Sukopriyono dan Eka Trimahdalina. Penulis merupakan anak pertama dari 2
bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 12
Pamulang pada tahun 2003 dan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1
Pamulang pada tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1
Ciputat dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di
Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi
kampus dan berbagai kepanitiaan. Pada tahun 2009-2010, penulis menjadi
anggota UKM Music Agricultural Xpression!! (MAX!!). Pada tahun 2010-2011,
penulis menjabat sebagai bendahara Departemen Sumberdaya Manusia Himpunan
Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) Fakultas Ekonomi dan
Manajemen IPB. Dilanjutkan pada tahun 2011-2012, penulis menjabat sebagai
bendahara Departemen Sosial dan Lingkungan HIPMA Fakultas Ekonomi dan
Manajemen IPB dan sekretaris Divisi Musik UKM MAX!!. Selain itu penulis juga
aktif dalam mengikuti beberapa kepanitiaan baik pada masa sekolah maupun masa
perkuliahan. Prestasi yang pernah diraih penulis pada masa perkuliahan yaitu
menjadi 5 besar pasangan finalis FEM Ambassador pada tahun 2010 dan pernah
meraih gelar juara pertama pada Olympiade Mahasiswa IPB cabang Basket Putri
pada tahun 2012.