Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM),
PDRB DAN UPAH MINIMUM TERHADAP KEMISKINAN STUDI KASUS
KABUPATEN/KOTA DI PULAU JAWA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh:
Muhammad Iksan Syuhada
11140840000040
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2019
i
ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
1. Nama Lengkap : Muhammad Iksan Syuhada
2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 01 Oktober 1996
3. Alamat : Jl. Lapangan Bola Rt 003 / Rw 011 NO.36
Kranji – Bekasi barat
4. Telepon 085697353347
5. Email : [email protected]
II.
1.
Pendidikan Formal
TK Islam Wahdatul Islam
tahun 2001-2002
2. SDN Kranji 1 Bekasi tahun 2002-2008
3. SMPN 14 Bekasi Barat tahun 2008-2011
4. SMA Perguruan Rakyat 2 Jakarta tahun 2011-2014
III. Pengalaman Organisasi
1. Pasar Modal FEB 2016-2017
v
ABSTRACT
As a developing country, poverty is still a major problem in Indonesia. The
study aims to see how the influence of economic indicators including human
development index, GRDP per capita, and minimum wages on poverty levels in
districts / cities in Java from 2015-2017. This study uses secondary data and panel
data regression analysis using the Fixed Effect Model (FEM) approach. The results
of this study indicate that the variables of human development index, GRDP per
capita, and minimum wages have a significant and negative effect on poverty levels
in districts / cities in Java.
Keywords: Poverty Rate of Human Development Index (HDI), Gross
Regional Domestic Product (GRDP) Per Capita, Minimum Wage
vi
ABSTRAK
Sebagai negara berkembang, kemiskinan masih menjadi permasalahan utama
di Indonensia. Penelitian bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh indikator-indikator
ekonomi diantaranya indeks pembangunan manusia, PDRB per kapita, dan upah minimum
terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di pulau Jawa dari tahun 2015-2017.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan analisis regresui data panel dengan
pendekatan Fixed Effect Model (FEM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel indeks pembangunan manusia, PDRB per kapita, dan upah minimum
berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat kemiskinan yang ada di
kabupaten/kota di pulau Jawa.
Kata Kunci : Tingkat Kemiskinan Indeks Pembangunan Manusia(IPM), Produk
Domestik Regional Bruto(PDRB) Per Kapita, Upah Minimum
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT. telah memberikan segala nikmat yang tidak
terhitung, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis
Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB Per Kapita, dan Upah
Minimum Terhadap Kemiskinan Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Pulau
Jawa” dengan baik. Sholawat serta salam tak lupa saya hanturkan kepada Baginda
Nabi Muhammad SAW yang membawa seluruh umatnya dari zaman kebodohan ke
zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Segala proses
dari mulai perencanaan latar belakang hingga selesainya skripsi ini tentu banyak
pihak yang mendukung saya. Oleh karena itu izinkan saya untuk menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Terima Kasih kepada keuda orangtua saya ayahanda Gunadi Budhayana dan
ibunda Wuryaningsih yang selalu memberikan doa serta dukungan secara moril
dan material sehingga saya bisa sampai pada tahap ini. Segala pengorbanan
yang tidak pernah henti untuk saya, dan motivasi untuk selalu rendah hati.
2. Terima Kasih untuk Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Bapak Dr. Arief
Mufraini, Lc., M.Si yang selama ini telah memberikan banyak ilmu kepada
saya.
3. Terima Kasih kepada Bapak M. Hartana, M. Si selaku Kepala Jurusan Program
Studi Ekonomi Pembangunan dan Bapak Deni Pandu Nugraha SE., M.Sc
selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan yang selalu sabar
menghadapi saya.
4. Terima Kasih kepada Ibu Najwa Khairina, S.E., M.A. selaku dosen
pembimbing skripsi satu. Terima Kasih atas segala ilmu yang diberikan untuk
menyelesaikan skripsi saya. Semoga ilmu yang diberikan selalu bermanfaat
dan selalu dalam Lindungan Allah SWT.
viii
5. Seluruh jajaran Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan
ilmu yang sangat bermanfaat selama perkuliahan.
6. Terima Kasih kepada sahabat-sahabat saya yaitu Wide Warman, Muhammad
Fadil dan Tedy Hermawanto yang selalu mendengar keluh kesah dan
memberikan solusi untuk saya.
7. Terima Kasih untuk NANINU Family: Tedy Hermawanto, Wide Warman,
Fikri Hadi, Lutfi, Nizar, Dewo, Candra, Mamet, Rakmen, Mahadir, yang telah
menjadi tempat sebagai keluarga kedua.
8. Terima Kasih kepada penghuni KOTHOR atas bantuan nya selama masa
perkuliahan, Toriq, Gembal, Jody, Riko, Raha, Adi, Gilang, Rian, Ucup
Kumis, Asef, faikar, Hanif, dan Tanu.
9. Terima Kasih kepada rekan-rekan kerja di PT. Massindo yang telah
memberikan saya kemudahan dalam mengatur waktu kerja, sehingga saya
berhasil menyelesaikan skripsi ini, Mba Wiwid, Sri Lembang, Mba Ita, dan Ko
Charles.
10. Terima Kasih kepada teman-teman konsentrasi Otonomi Keuangan Daerah
telah memberikan pembelajaran yang sangat berarti dalam kelas. Semangat
kalian yang selalu membara, sehingga saya selalu terpacu untuk berkembang.
11. Terima Kasih juga kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per
satu.
Saya menyadari bahwa skripsi saya masih jauh dari kata sempurna karena
saya mengharapkan kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa
mendatang. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah selalu melindungi dan
memberikan yang terbaik bagi umat-Nya.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bekasi, 29 September 2019
Penulis
Muhammad Iksan Syuhada
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................... iii
LEMBAR PERNYATAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .......................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... v
ABSTRACT ....................................................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1-12
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 11
C. Tujuan Peneltian ................................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 13-35
A. Landasan Teori ...................................................................................... 13
1. Kemiskinan ..................................................................................... 13
2. Indeks Pembangunan Manusia ........................................................ 17
3. PDRB Per Kapita ............................................................................ 22
4. Upah Minimum ............................................................................... 25
B. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 27
C. Kerangka Penelitian .............................................................................. 33
D. Hipotesis Penelitian ............................................................................... 35
BAB III METODOLOGI PENELTIAN .................................................. 36-48
A. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 36
B. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 37
x
C. Metode Pengolahan Data ...................................................................... 37
D. Definisi Operasional Variabel ............................................................... 48
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................... 49-65
A. Analisis Deskriptif ................................................................................ 49
B. Penentuan Model ................................................................................... 59
C. Interpetasi Data ..................................................................................... 60
D. Analisis Ekonomi .................................................................................. 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 66-67
A. Kesimpulan ........................................................................................... 66
B. Saran ...................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 68
LAMPIRAN ..................................................................................................... 72
1
A. Latar Belakang
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai negara berkembang Indonesia masih menghadapi banyak persoalan
yang belum selesai, seperti tingginya tingkat kemiskinan, banyaknya jumlah
pengangguran dan ketimpangan ekonomi di lapisan masyarakat. Sebagai negara
kepulauan Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk terbesar di
wilayah Asia Tenggara dan urutan ke-4 di dunia yaitu mencapai sebesar 261 juta
jiwa pada tahun 2017. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol
merupakan karakteristik yang terjadi di negara- negara berkembang yang dapat
menyebabkan lambatnya pertumbuhan ekonomi.
Menurut teori pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh David Ricardo
faktor pertumbuhan penduduk yang semakin besar hingga menjadi 2 kali lipat pada
suatu saat akan menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah, pendapat ini sejalan
dengan teori yang dikemukakan oleh T.R Malthus, yang menyatakan bahwa
makanan (hasil produksi) akan bertambah menurut deret hitung (1,2,3 dan
seterusnya). Tenaga kerja yang melimpah menyebabkan upah yang diterima
menurun, di mana upah tersebut hanya bisa untuk membiayai tingkat hidup
minimum, kemudian produksi bahan makanan tidak cukup untuk menghidupi
penduduk, sehingga masyarakat hidup pada tingkat subsistensi dan perekonomian
mengalami kemandegan.
2
Kemiskinan bukan hanya menjadi perhatian utama negara berkembang, tetapi
juga menjadi perhatian negara-negara maju di dunia. Salah satu bentuk kepedulian
dari negara-negara maju adalah diadakannya Deklarasi Milenium pada Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Milenium PBB bulan September 2000, yang salah
produknya Millenium Development Goals (MDGs). MDGs merupakan komitmen
189 negara anggota PBB yang diwakili kepada pemerintahan untuk melaksanakan
8 tujuan pembangunan manusia. Definisi kemiskinan yang dipakai MDGs adalah
definisi menurut World Bank (2007), yang mendefinisikan miskin secara ekonomi
berdasarkan penghasilan kurang dari atau sama dengan US$1 per hari. MDGs
menempatkam pembangunan manusia sebagai fokus utama pembangunan,
memiliki jarak waktu dan kemajuan yang terukur.
Secara sederhana kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar hidup
yang rendah, yaitu ditandai dengan suatu tingkat kekurangan materi pada sebagian
orang yang dibandingkan dengan standar hidup orang lain yang umum berlaku
dalam masyarakat pada umumnya. Permasalahan kemiskinan menjadi
permasalahan yang sangat kompleks dan bersifat multidimensional sehingga dapat
menghambat laju pembangunan ekonomi suatu negara maupun daerah. Kemiskinan
merupakan aspek yang menjadi perhatian serius bagi pemerintah Indonesia.
Berbagai program dan kegiatan pembangunan telah diarahkan terutama pada
pembangunan daerah, khususnya daerah yang memiliki tingkat kemiskinan yang
masih tinggi. Pembangunan daerah tentunya harus dilakukan secara terpadu dan
berkesinambungan sesuai prioritas kebutuhan masing-masing daerah. Sasaran
pembangunan nasional telah ditetapkan melalui pembangunan jangka panjang dan
3
jangka pendek. Salah satu indikator utama dalam keberhasilan pembangunan
nasional adalah laju penurunan jumlah penduduk miskin (Dermoredjo, 2003).
Pertumbuhan ekonomi atau peningkatan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) merupakan salah satu ukuran dan indikasi penting untuk menilai
keberhasilan dari pembangunan ekonomi suatu daerah ditinjau dari sisi
ekonominya. Membaiknya indikator pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat
memberikan dampak positif terhadap masalah kemiskinan yang menjadi isu
penting. PDRB sering digunakan sebagai indikator pembangunan. Semakin tinggi
PDRB suatu daerah, maka semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah
tersebut. Dalam realitanya, PDRB mempunyai pengaruh terhadap jumlah angkatan
kerja yang bekerja dengan asumsi apabila nilai PDRB meningkat, maka jumlah nilai
tambah output dalam seluruh unit ekonomi disuatu wilayah akan meningkat. Output
yang jumlahnya meningkat tersebut akan menyebabkan terjadinya peningkatan
terhadap jumlah penyerapan tenaga kerja yang diminta (pengangguran menurun)
serta dapat mengurangi angka kemiskinan (Parwata et all, 2016).
Namun demikian tingginya tingkat pertumbuhan PDRB tidak menjamin bahwa
seluruh penduduk disuatu wilayah telah menikmati kemakmuran. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi belum dapat menggambarkan terjadinya penurunan
kemiskinan secara signifikan. Hal ini dikarenakan pembangunan ekonomi tidak
semata-mata diukur berdasarkan pertumbuhan produk domestik regional bruto
(PDRB) secara keseluruhan, tetapi harus memperhatikan sejauh mana distribusi
pendapatan telah menyebar secara merata ke lapisan masyarakat serta siapa yang
telah menikmati hasil-hasilnya (Sukirno, 2000:14).
4
Pertumbuhan ekonomi diyakini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
penurunan jumlah kemiskinan. Namun demikian pengaruh tersebut dapat saja
berbeda antara negara yang satu dengan negara lainnya. Keadaan distribusi
pendapatan, jumlah penduduk, urbanisasi memiliki kaitan penting dalam
menentukan pengaruh yang terjadi antara pertumbuhan ekonomi dengan penurunan
jumlah kemiskinan (Hasan dan Quibria, 2002).
PDRB per kapita adalah nilai tambah yang diciptakan oleh masing-masing
penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Pertumbuhan PDRB tanpa
dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan
dalam pembagian dari penambahan pendapatan (cateris paribus), yang selanjutnya
akan menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan
kemiskinan (Tambunan, 2001). Oleh karena selain dilihat dari sisi pertumbuhan
PDRB, nilai PDRB per kapita dapat digunakan sebagai faktor yang dapat
mengurangi angka kemiskinan.
Menurut Seth W. Northon (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan PDRB
yang tinggi dan PDRB per kapita tinggi berarti terdapat lebih banyak pekerjaan
yang lebih baik dan tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Hal ini kemudian akan
meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat, sehingga standar hidup layak
masyarakat dapat meninggkat atau dengan kata lain angka kemiskinan akan
berkurang. Semakin besar PDRB per kapita suatu negara atau daerah, semakin
makmur masyarakatnyaa. Oleh karena itu, PDRB per kapita juga seringkali
digunakan untuk membandingkan pertumbuhan ekonomi antarnegara.
5
PDRB yang selama ini digunakan untuk mengukur kemajuan ekonomi suatu
wilayah, tidak secara langsung berkaitan dengan pembangunan manusia. Subjek
dari pembangunan itu sendiri adalah sumber daya manusia. Secara teori sederhana,
jika manusia tidak memiliki keterampilan maka ia tidak akan memiliki pendapatan
yang menyebabkan daya belinya berkurang sehingga masuk ke dalam lingkar
kemiskinan.
Dalam menentukan kualitas manusia, UNDP menggunakan Human
Development Index (HDI) atau IPM. Pengertian pembangunan manusia sangatlah
luas, mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia, dari kebebasan
mengungkapkan pendapat, kesetaraan gender, lapangan pekerjaan, gizi anak,
sampai melek huruf orang dewasa. Sedangkan, indeks pembangunan manusia
mempunyai lingkup yang lebih sempit. Indeks ini hanya dapat mengukur sebagian
saja dari keadaan pembangunan manusia, terutama karena banyak aspek dari
kehidupan manusia, seperti kebahagian atau hubungan di dalam masyarakat tak
dapat diukur dengan angka.
Menurut BPS di dalam IPM terdapat 3 bidang dimensi yang digunakan sebagai
dasar perhitungan, yakni; umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar
hidup layak. Dari waktu ke waktu pemerintah telah menjalankan berbagai progam
dengan tujuan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas
SDM salah satunya adalah melalui program pendidikan yang dapat menjangkau
seluruh lapisan masyarakat. Pendidikan merupakan sebuah pionir dalam
berkembangnya pembangunan suatu bangsa sehingga menjadi permasalahan yang
tidak bisa dipandang sebelah mata. Jika dunia pendidikan belum mampu didapatkan
6
oleh semua lapisan masyrakat, maka pembangunan bangsa tersebut tidak akan
berjalan dengan cepat. Karena aktor dari pembangunan itu sendiri adalah masyrakat
yang berkualitas sehingga mampu dan bijak dalam mengelola sumber-sumber daya
modal/alam yang ada di wilayahnya. Dalam program kesehatan pemerintah secara
bertahap memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat, dan program yang telah
berkembang hingga saat ini salah satunya adalah BPJS. Tujuan dari peningkatan
IPM tersebut adalah tentu nya untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan
masyarakatnya.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar,
ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Keseriusan pemerintah
dalam program pendidikan telah diwujudkan dalam program wajib belajar 12 tahun.
Semakin tinggi tingkat sekolah yang diterima oleh masyarakat, keuntungan yang
diperoleh adalah peningkatan kualitas SDM serta pembangunan karakter
masyarakat itu sendiri. Todaro menyebutkan bahwa peningkatan kemampuan tidak
langsung akan berpengaruh terhadap meningkatnya utilitas sehingga meningkatkan
pendapatan (Todaro, 2000).
Menurut Nazara, Suahasil (2007) bahwa; Pertama, kemiskinan dikaitkan
dengan ketidakmampuan dalam mencapai pendidikan yang tinggi, hal ini berkaitan
dengan mahalnya biaya pendidikan, walaupun pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan kebijakan untuk membebaskan uang bayaran di tingkat Sekolah
Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), namun komponen biaya
pendidikan lain yang harus dikeluarkan masih cukup tinggi, seperti uang buku dan
seragam sekolah. Biaya yang harus di-keluarkan orang miskin untuk
menyekolahkan anaknya juga harus termasuk biaya kehilangan dari pendapatan
7
(apportunity cost) jika anak mereka bekerja. Kedua, kemiskinan juga selalu
dihubungkan dengan jenis pekerjaan tertentu.
Secara nasional, jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan
yang signifikan dari tahun 1999-2017. Berikut data jumlah penduduk miskin dan
persentase penduduk miskin di Indonesia :
Gambar 1.1
Jumlah dan Presentasi Penduduk Miskin 1999-2017
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) 2017
Secara umum, pada periode 1999–September 2017 tingkat kemiskinan di
Indonesia mengalami penurunan baik dari sisi jumlah maupun persentase dimana
pada tahun 2017 tingkat persentase penduduk miskin di Indonesia adalah sebesar
10,12% dengan jumlah penduduk sekitar 26,58 juta jiwa. Tingkat kemiskinan dan
jumlah penduduk miskin yang terus menurun dari tahun 2007 hingga 2012
mengindikasikan adanya keberhasilan dari beberapa program pengentasan
kemiskinan yang dijalankan oleh pemerintah.
8
Di Indonesia kemiskinan selalu terkait dengan sektor pekerjaan di bidang
pertanian untuk daerah pedesaan dan sektor informal di daerah perkotaan. Pada
tahun 2004 terdapat 68,7 persen dari 36,10 juta orang miskin tinggal di daerah
pedesaan dan 60 persen diantaranya memiliki kegiatan utama di sektor pertanian
yang merupakan penyebab utama kemiskinan. Dalam studi tersebut juga ditemukan
bahwa sektor pertanian menyumbang lebih dari 50 persen terhadap total kemiskinan
di Indonesia dan ini sangat kontras jika dibandingkan dengan sektor jasa dan
industri (Sudaryanto dan Rusastra, 2006).
Gambar 1.2
Persebaran Jumlah Penduduk Miskin Menurut Pulau (2017)
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) 2017
Pada tabel tersebut terlihat bahwa persentase penduduk miskin terbesar berada
di wilayah Pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 21,23 persen, sementara
persentase penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan, yaitu sebesar
6,18 persen. Dari sisi jumlah, sebagian besar penduduk miskin masih berada di
pulau Jawa yakni 13,94 juta orang, sedangkan jumlah penduduk miskin terendah
berada di pulau Kalimantan 0,98 juta orang. Berdasarkan data di atas dapat dilihat
bahwa hampir 50% jumlah penduduk miskin di Indonesia berada di pulau Jawa.
9
Tingkat kemisikinan yang tinggi ini salah satunya disebabkan kepadatan populasi
penduduk di pulau Jawa sangat tinggi. Kepadatan penduduk ini memiliki dampak
terhadap kualitas hidup masyarkat, diantaranya; persaingan pekerjaan, persaingan
pemukiman, meningkatnya angka kriminalitas dan, biaya hidup yang semkin tinggi
(Charis Christiani, Pratiwi Tedjo, Bambang Martono: 2012).
Menurut BPS kemiskinan dapat diukur menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan ini memandang
kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Salah satu
kebijakan yang berpengaruh terhadap daya beli masyarakat adalah kebijakan upah
minimum. Kebijakan upah minimum regional yang kewenangannya dimiliki oleh
pemerintah provinsi dan kabupaten merupakan kebijakan yang tujuannya adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja/buruh.
Kebijakan upah minimum dinilai meringankan pemerintah karena pemerintah
tidak perlu menyiapkan anggaran yang besar untuk membuat kebijakan tersebut.
Upah minimum regional umumnya selalu mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Upah minimum dianggap mampu mengurangi tingkat kemiskinan jika nilai
upah minimum riil nya lebih besar dari tingkat inflasi yang berlaku saat itu dan
produktivitas dari para pekerjanya juga tinggi sehingga daya beli riil masyarakat
tidak mengalami penurunan.
Upah minimum ditetapkan dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup layak
dimaksudkan untuk melindungi kesejahteraan pekerja. Menurut Kuncoro (2003)
semua ukuran kemiskinan didasarkan pada konsumsi terdiri dari dua elemen yaitu,
10
(1) pengeluaran yang diperlukan untuk membeli standar gizi minimum dan
kebutuhan mendasar lainnya; dan (2) jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi,
yang mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Kebijakan penetapan upah minimum adalah suatu upaya yang dilakukan untuk
memenuhi standar hidup minimum masyarakat. Upah minimum diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan pekerja dengan upah rendah. Jika efektif, upah
minimum dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mengurangi kemiskinan
karena dapat membantu penduduk miskin untuk keluar dari kemiskinan.
Setiap wilayah di negara Indonesia mempunyai tingkat UMR yang berbeda-
beda. Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum. Upah minimum di
Indonesia sejak Januari 2001, otoritas penetapannya didesentralisasikan kepada
Gubernur. Regulasi terkait dengan upah minimum masih menjadi tanggung jawab
Kementerian Ketenagakerjaan, termasuk menerbitkan pedoman komponen
kebutuhan hidup layak yang nantinya akan digunakan sebagai salah satu dasar
untuk menetapkan upah minimum.
Dengan latar belakang demikian, studi ini bertujuan untuk melihat bagaimana
pengaruh faktor-faktor diantaranya: Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB
per kapita dan Upah Minimum tehadap Tingkat Kemiskinan di wilayah
kabupaten/kota di pulau Jawa.
11
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Bagaimana pengaruh indeks pembangunan manusia terhadap tingkat
kemiskinan kabupaten/kota di pulau Jawa?
2. Bagaimana pengaruh PDRB per kapita terhadap tingkat kemiskinan
kabupaten/kota di pulau Jawa?
3. Bagaimana pengaruh upah minimum terhadap tingkat kemiskinan
kabupaten/kota di pulau Jawa?
4. Bagaimana pengaruh indeks pembangunan manusia, PDRB per kapita,
dan upah minimum secara simultan terhadap tingkat kemiskinan
kabupaten/kota di pulau Jawa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka dapat disimpulkan tujuan dari
penelitian ini sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pengaruh nilai indeks
pembangunan manusia terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di pulau
Jawa.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimaa pengaruh PDRB per kapita
terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di pulau Jawa.
c. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh upah minimum terhadap tingkat
kemiskinan kabupaten/kota di pulau Jawa.
12
d. Untuk mengetahui pengaruh indeks pembangunan manusia, PDRB per
kapita, dan upah minimum secara simultan terhadap tingkat kemiskinan
kabupaten/kota di pulau Jawa.
D. Manfaat Penelitan
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi kepada pihak-pihak berikut ini :
a. Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau rujukan
pada penelitian sejenis atau untuk mengembangkan penelitian ekonomi
lainnya.
b. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi
sumber data dan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan kebijakan
ekonomi dan penentuan program-progam pembangunan yang tepat untuk
suatu daerah.
13
A. Landasan Teori
1. Kemiskinan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Pengertian Kemiskinan
Ada banyak definisi dan konsep mengenai kemiskinan. Menurut world
bank (2007), yang mendefinisikan miskin secara ekonomi berdasarkan
penghasilan kurang dari atau sama dengan US$1 per hari. Sementara
definisi menurut UNDP (2007), kemiskinan adalah suatu situasi dimana
seseorang atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan dasar, sementara lingkungan pendukungnya kurang memberikan
peluang untuk meningkatkan kesejahteraan secara berkesinambungan atau
untuk keluar dari kerentanan. Dapat disimpulkan kemiskinan adalah kondisi
dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan.
Menurut Todaro, Michael P. dan Smith (2008), terdapat 2 jenis
kemiskinan menurut sifatnya, yaitu kemiskinan abolut dan kemiskinan
relatif. Kemiskinan yang diukur dengan mengacu pada garis kemiskinan
disebut kemiskinan absolut, sedangkan kemiskinan yang pengukurannya
tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif.
14
1. Kemiskinan Absolut
Kemisknan absoult merupakan kemiskinan yang dikaitkan dengan
perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada
kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan
seseorang untuk hidup secara layak. Nilai minimum tersebut digunakan
sebagai batas garis kemiskinan. Garis kemiskinan pada tingkat yang
selalu konstan secara riil, sehingga dapat ditelusuri kemajuan yang
diperoleh dalam menanggulangi kemiskinan pada level absolut
sepanjang waktu.
World bank menggunakan tingkat kemiskinan absolut ini untuk
mengetahui jumlah penduduk miskin. Menurut World Bank (2007)
penduduk miskin adalah mereka yang hidup kurang dari US$1 per hari
dalam PPP (Purchasing Power Parity), dan kemiskinan menengah
adalah penduduk yang hidup dengan pendapatan di bawah US$ 2 per
hari. Namun pengukuran standar minimum ini tidak menjadi acuan bagi
semua negara.
Untuk menentukan kemiskinan absolut diukur dengan menghitung
jumlah penduduk yang memiliki pendapatan per kapita yang tidak
mencukupi untuk mengkonsumsi barang dan jasa yang nilainya
ekuivalen dengan 20 kg beras per kapita per bulan untuk daerah
pedesaan, dan 30 kg beras untuk daerah perkotaan atau dengan standar
kecukupan pangan individu untuk mencukupi kebutuhan pokok
minimum energi kalori (2100 kilo kalori per kapita per hari).
Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat
pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk
15
memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan
agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya.
2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif adalah keadaan perbandingan antara kelompok
pendapatan dalam masyarakat, yaitu antara kelompok yang mungkin
tidak miskin karena mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi
dari garis kemiskinan, dan kelompok masyarakat yang relatif lebih kaya.
Kemiskinan ini dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang
yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih
jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya. Ketimpangan ini
digunakan untuk mengukur distibrusi pendapatan.
b. Penyebab Kemiskinan
Menurut Todaro (2000) menyatakan bahwa variasi kemiskinan di
negara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) perbedaan
geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan, (2) perbedaan sejarah,
sebagian dijajah oleh negara yang berlainan, (3) perbedaan kekayaan
sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya, (4) perbedaan
peranan sektor swasta dan negara, (5) perbedaan struktur industri, (6)
perbedaan derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik
negara lain dan, (7) perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan
kelembagaan dalam negeri.
Menurut Nazara, Suahasil (2007), kemiskinan selalu dikaitkan dengan
ketidakmampuan dalam mencapai pendidikan tinggi, hal ini berkaitan
dengan mahalnya biaya pendidikan. Kebijakan pemerintan dalam program
bebas biaya sekolah belum sepenuhnya mengatasi permasalahan didalam
16
upaya pencapaian pendidikan. Komponen biaya pendidikan lain yang harus
dikeluarkan masih cukup tinggi, seperti uang buku dan seragam sekolah.
Kemiskinan juga selalu dihubungkan dengan jenis pekerjaan tertentu.
Di Indonesia kemiskinan selalu terkait dengan sektor pekerjaan di bidang
pertanian untuk daerah pedesaan dan sektor informal di daerah perkotaan.
Menurut Suryahadi, Suryadarma dan Sumarto (2006), yang menemukan
bahwa selama periode 1984 dan 2002, baik di wilayah pedesaan maupun
perkotaan, sektor pertanian merupakan penyebab utama kemiskinan. Dalam
studi tersebut juga ditemukan bahwa sektor pertanian
menyumbPengembangan sumber daya alam pada suatu negara tergantung
pada kemampuan produktif manusianya. Jika penduduk negara tersebut
terbelakang dan buta huruf, langka akan keterampilan teknik, pengetahuan
dan aktivitas kewiraswastaan, maka sumber daya alam yang ada akan tetap
terbengkalai, kurang atau bahkan salah guna. Di lain pihak, keterbelakangan
sumber daya alam ini menyebabkan keterbelakangan manusia.
Keterbelakangan sumber daya alam merupakan sebab sekaligus akibat
keterbelakangan manusia.
Berdasarkan uarain di atas, dapat dikatakan bahwa faktor penyebab
kemiskinan sangat komplek dan saling mempengaruhi, artinya kemiskinan
terjadi bukan disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi multi faktor. Namun
demikian secara garis besar faktor dominan yang mempengaruhi timbulnya
kemiskinan diantaranya; pendidikan, pendapatan, lokasi, keterbatasan akses
diantaranya akses ke kesehatan, keuangan dan pelayanan publik lainnya.
17
2. Indeks Pembangunan Manusia
a. Pengertian Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah suatu indeks yang
merupakan indikator yang dapat menggambarkan perkembangan
pembangunan manusia secara representatif dan terukur. IPM pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1990 oleh UNDP. Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan
secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang
merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga komponen tersebut 21
adalah peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan hidup
layak (living standards). Peluang hidup dihitung berdasarkan angka harapan
hidup ketika lahir, pengetahuan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah
dan angka melek huruf penduduk berusia 15 tahun ke atas, dan hidup layak
diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada paritas daya
beli (purchasing power parity). Proses pembangunan sumber daya manusia
adalah suatu proses yang berjangka panjang yang membutuhkan interaksi
dari semua sektor yang akan terjadi dengan bertahap (UNDP, 2008).
IPM menurut BPS merupakan ukuran pencapaian pembangunan
manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dihitung
berdasarkan data yang dapat menggambarkan keempat komponen, yaitu
angka harapan hidup yang mengukur keberhasilan dalam bidang kesehatan,
angka melek huruf dan rata-rata lamanya bersekolah yang mengukur
keberhasilan dalam bidang pendidikan, dan kemampuan daya beli
masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata
18
besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang
mengukur keberhasilan dalam bidang pembangunan hidup yang layak. IPM
mengukur dimensi pokok pambangunan manusia yang dinilai
mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk.
b. Komponen Indeks Pembangunan Manusia
Menurut UNDP (1995), indeks pembangunan manusia digunakan
sebagai tolak ukur pembangunan sumber daya manusia yang yang
dirumuskan secara konstan, dianggap tidak akan pernah memberikan
gambaran pembangunan secara menyeluruh. IPM terdiri dari 3 (tiga)
komponen yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pembangunan manusia
yakni:
a. Komponen Kesehatan
Indeks harapan hidup atau dsebut juga lamanya hidup diartikan
bahwa bertahan lebih lama dapat diukur dengan indeks harapan hidup
saat lahir dan angka kematian bayi per seribu penduduk. Dengan
menyertakan informasi tentang angka kelahiran dan kematian per
tahunnya, dimana variabel tersebut diharapkan mampu
mempresentasikan rata-rata lama hidup beserta hidup sehat masyarakat.
Dikarenakan sulitnya untuk mendapatkan informasi orang yang
meninggal pada periode waktu tertentu, maka digunakan metode tidak
langsung. Untuk perhitungan secara tidak langsung dilakukan
berdasarkan dua data dasar yaitu rata-rata jumlah lahir hidup dan rata-
rata anak yang masih hidup dari wanita yang pernah kawin untuk
19
mendapatkan indeks harapan hidup dengan menetapkan standar angka
harapan hidup berdasarkan nilai maksimum dan minimumnya.
Sementara itu untuk menghitung indeks harapan hidup digunakan
nilai maksimum harapan hidup sesuai standar UNDP, dimana angka
tertinggi sebagai batas atas untuk penghitungan indeks dipakai 85 tahun
dan terendah 25 tahun.
b. Komponen Pendidikan
Dalam indeks pembangunan manusia komponen pendidikan
diwakili oleh Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah.
Angka Melek Huruf adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia
15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dengan jumlah
penduduk usia 15 tahun ke atas. Batas maksimum untuk angka melek
huruf adalah 100 sedangkan batas minimum adalah 0 (standar UNDP).
Hal ini menggambarkan kondisi 100 persen atau semua masyarakat
mampu membaca dan menulis, dan nilai nol mencerminkan kondisi
sebaliknya. Sedangkan Rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah
tahun yang dihabiskan oleh penduduk yang berusia 15 tahun ke atas
untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani.
Batas maksimum untuk rata-rata lama sekolah adalah 15 tahun dan batas
minimum sebesar 0 tahun (standar UNDP).\
c. Komponen Daya Beli
Untuk mengukur dimensi standar hidup layak (daya beli), UNDP
mengunakan indikator yang dikenal dengan real per kapita. Untuk
perhitungan IPM sub nasional (provinsi atau kabupaten/kota) tidak
20
memakai PDRB per kapita karena PDRB per kapita hanya mengukur
produksi suatu wilayah dan tidak mencerminkan daya beli riil
masyarakat yang merupakan konsentrasi IPM. Untuk mengukur daya
beli penduduk antar provinsi di Indonesia, BPS menggunakan data rata-
rata konsumsi 27 komoditi terpilih dari Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) yang dianggap paling dominan dikonsumsi oleh oleh
masyarakat Indonesia dan telah distandarkan agar bisa dibandingkan
antar daerah dan antar waktu yang disesuaikan dengan indeks PPP
(Purchasing Power Parity). Dalam indeks pembangunan manusia
komponen daya beli diwakili oleh pendapatan perkapita riil yang
Disesuaikan yaitu rata-rata pengeluaran perkapita penduduk yang sudah
distandarkan dengan mendeflasikan melalui indeks harga konsumen.
c. Tujuan dan Manfaat Indeks Pembangunan Manusia
a). Tujuan Indeks Pembangunan Manusia
Menurut UNDP (1995), tercapainya tujuan pembangunan manusia,
ada empat hal penting yang harus diperhatikan adalah produktivitas,
pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan. Empat hal pokok
tersebut memuat pijakan- pijakan yang dijelaskan secara singkat
sebagai berikut:
1. Produktivitas
Kemampuan masyarakat dalam meningkatkan produktifitas
dan berperan penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan
memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga pembangunan ekonomi
juga dapat digolongkan dalam bagian pembangunan manusia.
21
2. Pemerataan
Dalam hal mendapatkan kesempatan dan akses terhadap
semua sumber daya ekonomi dan sosial, penduduk memiliki
kesempatan yang sama dalam hal tersebut. Oleh karena itu kegiatan
yang dapat meminimalisir kesempatan untuk mendapatkan akses
tersebut harus diperhatikan, sehingga mereka dapat memperoleh
manfaat dan kesempatan yang ada dan ikut berperan dalam
kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup.
3. Kesinambungan
Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial dipastikan
tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga disiapkan untuk
disiapkan untuk generasi yang akan datang.
4. Pemberdayaan
Pemberdayaan dalam hal keputusan dan proses yang akan
menentukan arah kehidupan masyarakat ataupun menerima
manfaat dari pembangunan yang ada.
b). Manfaat Indeks Pembangunan Manusia
Adapun Manfaat dari IPM menurut BPS :
1. Mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup
manusia (masyarakat/penduduk),
2. Menentukan peringkat atau level pembangunan suatu
wilayah/negara
22
3. Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain
sebagai ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai
salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).
3. PDRB Per Kapita
Menurut Mankiw (2006) PDB adalah nilai pasar barang dan jasa akhir
yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. PDB
sering di anggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian.
Menurut BPS (2017) PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah
yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau
merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa,
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai barang
dan jasa akhir yang dihasilkan oleh total seluruh unit ekonomi yang
dijadikan salah satu indikator ekonomi suatu daerah. Disebut total karena
merupakan hasil jumlah dari setiap aktifitas ekonomi dari berbagai sektor
seperti pertanian, perikanan, perhotelan, hiburan, wisata, konstruksi,
industri kreatif dan sektor lainnya dalam wilayah regional yang dicatat
dalam PDRB.
PDRB per kapita merupakan indikator kesejahteraan penduduk suatu
daerah yang lebih baik, PDRB per kapita juga menggambarkan tingkat
kemakmuran (wealth), daya beli (purchasing power parity), dan
kemampuan pembangunan suatu daerah. Angka pendapatan perkapita
23
didapatkan melalui pembagian pendapatan suatu daerah dengan jumlah
penduduk di daerah tersebut.
Satuan PDRB per kapita adalah rupiah kemudian di transformasikan ke
dalam logaritma natural. Rumus perhitungan PDRB per kapita sebagai
berikut: PDRB / Kapita = PDRB / Jumlah penduduk
Terdapat dua perhitungan PDRB, yaitu atas dasar harga berlaku
(ADHB), dan atas dasar harga konstan (ADHK). PDRB atas dasar harga
berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan PDRB atas dasar harga
konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun
dasar. Pergeseran struktur ekonomi dapat dilihat dengan mengukur PDRB
atas dasar harga berlaku sedangkan untuk mengetahui pertumbuhan
ekonomi dari tahun ke tahun digunakan PDRB atas dasar harga konstan.
Menurut Case and Fair (2010), terdapat 3 pendekatan yang digunakan
untuk menghitung angka-angka PDB dan PDRB dalam statistik BPS yaitu
pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran.
a. Pendekatan Produksi
Pada pendeketan produksi PDB dan PDRB, unit-unit produksi
dalam penyajian ini dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha (sektor),
yaitu: (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2)
pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas
dan air bersih, (5) konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7)
24
pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, real estate dan jasa
perusahaan, (9) jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah).
Dengan rumus: Y=(Q1 x P1)+(Q2 x P2)+(Q3 x P3)+...+(Qn x Pn).\
Keterangan :
Y= Pendapatan nasional
P1= harga barang ke-1 Pn= harga barang ke-n
Q1= jenis barang ke-1 Qn= jenis barang ke-n
b. Pendekatan Pengeluaran
Untuk pendekatan pengeluaran PDB dan PDRB adalah semua
komponen permintaan akhir yang terdiri dari : (1) Pengeluaran
konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi
pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4)
perubahan inventori dan (5) ekspor neto (merupakan ekspor dikurangi
impor). Dengan rumus : Y = C + I + G + (EX – IM), dimana Y adalah
total PDB, C adaklah konsumsi, I adalah investasi, G adalah
pengeluaran pemerintah, EX adalah ekspor, IM adalah impor.
c. Pendekatan Pendapatan
PDB dan PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh
faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu
negara atau daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga
modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan
dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga
penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi
subsidi). Dengan rumus : Y = r + w + i + p, dimana Y adalah total PDB,
25
r adalah pendapatan dari sewa, w adalah pendapatan dari gaji atau upah,
i adalah pendapatan dari bunga, p adalah pendapatan dari keuntungan
perusahaan.
PDRB dengan ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka
yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan
jasa akhir yang akan dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah
pendapatan untuk faktor-faktor produksi.
26
4. Upah Minimum
a. Pengertian Upah Minimum
Menurut UU No. 13 Tahun 2003, upah minimum adalah suatu
standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku
industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan
usaha atau kerjanya. Menurut Keputusan Menteri No.1 Tahun 1999
Pasal 1 ayat 1, upah minimum adalah upah bulanan terendah yang
terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah ini berlaku bagi
mereka yang lajang dan memiliki pengalaman kerja 0-1 tahun,
berfungsi sebagai jaring pengaman, ditetapkan melalui Keputusan
Gubernur berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan dan
berlaku selama 1 tahun berjalan.
b. Tujuan Upah Minimum
Menurut Rachman (2005) tujuan penetapan upah minimum
dibedakan secara makro dan mikro. Secara makro penetapan upah
minimum bertujuan untuk (a) pemerataan pendapatan, (b) peningkatan
daya beli pekerja dan perluasan kesempatan kerja, (c) perubahan
struktur biaya industri sektoral, (d) peningkatan produktivitas kerja
nasional, peningkatan etos dan disiplin kerja. Sementara secara mikro
tujuan upah minimum yakni (a) sebagai jaring pengaman agar upah
tidak merosot, (b) mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan
tertinggi di perusahaan, dan (c) meningkatkan penghasilan pekerja pada
tingkat paling bawah.
27
Sedangkan menurut Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum, upah
minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok
termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring
pengaman. Upah minimum terdiri atas :
1. Upah Minimum Provinsi yang selanjutnya disingkat UMP, yaitu
upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di satu
provinsi.
2. Upah Minimum Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat UMK
adalah upah minimum yang berlaku di wilayah kabupaten/kota.
3. Upah Minimum Sektoral Provinsi yang selanjutnya disingkat
UMSP adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral di satu
provinsi.
4. Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota yang selanjutnya
disingkat UMSK adalah upah minimum yang berlaku secara
sektoral di wilayah kabupaten/kota.
Tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi
standar hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan
kesejahteraan pekerja. Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat
derajat penduduk berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin.
Semakin meningkat tingkat upah minimum akan meningkatkan
pendapatan masyarakat sehingga kesejahteraan meningkat dan terbebas
dari kemiskinan. (Kaufman, 2000).
28
B. Penlitian Terdahulu
Sebelum penulis melakukan penelitian ini, berbagai penelitian telah
banyak dilakukan yang berkaitan dengan pengaruh indek pembangunan
manusia, PDRB per kapita, dan upah minimum terhadap tingkat
kemiskinan. Pada bagian ini ditampilkan beberapa penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya sebeagai berikut:
29
Tabel 2.1
Peneltian Terdahulu
Peneliti
(Tahun) Judul Metode Hasil
Perbedaaan
Penelitian
Ari Kristin
Prasetyoningrum
(2018)
“Analisis
Pengaruh Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM),
Pertumbuhan
Ekonomi dan
Pengagguran
Terhadap
Kemiskinan di
Indonesia”
Metode
analisis jalur
menggunaka
n software
WarpPLS
5.0.
IPM berpengaruh
secara langsung
dan negatif
terhadap tingkat
kemiskinan.
Variabel yang
digunakan
adalah Indeks
Pembangunan
Manusia, PDRB
Per Kapita Dan
Upah Minimum
Terhadap
Kemiskinan.
Cassandra
(2016)
“Analisis faktor-
faktor yang
memengaruhi
tingkat
kemiskinan di
Indonesia”.
Analisis
regresi data
panel dan
fixed effect
model (FEM)
Variabel UMP
memengaruhi
tingkat kemiskinan
di Indonesia secara
positif, sedangkan
variabel
TPT, PDRB dan
IPM secara negatif.
Variabel yang
digunakan
adalah Indeks
Pembangunan
Manusia, PDRB
Per Kapita Dan
Upah Minimum
Terhadap
Kemiskinan.
Ardhian
Kurniawati,
Beni Teguh
Gunawan,
Disty Putri
ratna
Indrasari
(2017)
“Dampak upah
minimum
terhadap
kemiskinan di
Indonesia tahun
2006-2014”
Analisis
regresi data
panel dengan
model
random effect
model (REM)
Upah minimum
memiliki pengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
kemiskinan.
Variabel x nya
adalah Indeks
Pembangunan
Manusia, PDRB
Per Kapita Dan
Upah Minimum
30
Peneliti
(Tahun)
Judul
Metode
Hasil
Perbedaaan
Penelitian
Putu Seruni
Pratiwi Sudiharta,
Ketut Sutrisna
(2012)
“Pengaruh
PDRB per
kapita,
pendidikan,
dan
produktivitas
tenaga kerja
terhadap
kemiskinan di
Provinsi Bali”
Analisis uji
regresi linier
berganda dan
untuk
melengkapin
ya juga
dilakukan uji
Vector Auto
regressi
(VAR)
Hasil penelitian
analisis VAR
diketahui bahwa
PDRB per kapita,
pendidikan
berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
kemiskinan,
sedangkan
produktivitas
tenaga kerja tidak
signifikan.
Variabel yang
digunakan
adalah Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM),
PDRB Per
kapita Dan Upah
Minimum
Terhadap
Kemiskinan.
Iqbal Bayu
Sunarya,
Dini Indrawati
(2018)
“Analisis
pengaruh
PDRB per
Kapita,
pendidikan,
kesehatan,
pengangguran
dan upah
minimum
terhadap tingkat
kemiskinan di
Jawa Tengah
(2010-2015”
Analisis
regresi data
panel dengan
metode
random effect
model (REM)
Variabel PDRB per
kapita, kesehatan,
dan upah minimum
masing-masing
berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
tingkat kemiskinan
sedangkan variabel
pendidikan dan
pengangguran tidak
signifikan.
Variabel yang
digunakan
adalah Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM),
PDRB Per
Kapita Dan
Upah Minimum
Terhadap
Kemiskinan.
31
Peneliti
(Tahun)
Judul
Metode
Hasil
Perbedaaan
Penelitian
Edy Widodo,
Eli Surianib,
Intan Putri
Ristyaningruma,
Gita Evi
Kusumandari
(2019)
Analisis Regresi
Panel pada
Kasus
Kemiskinan di
Indonesia
Analisis
regresi data
panel dan
fixed effect
model (FEM)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
persentase
penduduk miskin
di Indonesia tahun
2014-2016 adalah
Indeks
Pembangunan
Manusia, Gini
Rasio, dan Angka
Partisipasi Kasar
SMA
Variabel yang
digunakan
adalah Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM),
PDRB Per
Kapita Dan
Upah Minimum
Terhadap
Kemiskinan.
Sussy Susanti
(2013)
Pengaruh
PDRB,
Pengangguran
dan IPM
terhadap
Kemiskinan di
Jawa Barat
dengan
Menggunakan
Analisis Data
Panel
Analisis
regresi data
panel dan
fixed effect
model (FEM)
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa PDRB,
Pengangguran dan
IPM berpengaruh
signifikan terhadap
tingkat kemiskinan
di Jawa Barat pada
tahun 2009-2011.
Variabel yang
digunakan
adalah Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM),
PDRB Per
Kapita Dan
Upah Minimum
Terhadap
Kemiskinan.
32
Peneliti
(Tahun)
Judul
Metode
Hasil
Perbedaaan
Penelitian
Safuridar,
Natasya Ika Putri
(2019)
Pengaruh IPM,
Pengangguran
Dan Jumlah
Penduduk
Terhadap Tingkat
Kemiskinan Di
Aceh Bagian
Timur
Analisis
regresi data
panel
Secara simultan
pengaruh IPM,
pengangguran dan
jumlah penduduk di
Kota/Kabupaten
Aceh
Bagian Timur
berpengaruh
signifikan
terhadap tingkat
kemiskinan.
Variabel yang
digunakan
adalah Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM),
PDRB Per
Kapita Dan
Upah Minimum
Terhadap
Kemiskinan.
Lia Yulianti
(2019)
Analisis pengaruh
upah minimum
kabupaten/kota
terhadap tingkat
kemiskinan di
jawa tengah tahun
2012-2017
Analisis
regresi data
panel dan fixed
effect model
(FEM)
UMK dan PDRB
memiliki pengaruh
negatif dan signifikan
terhadap tingkat
kemiskinan. IPM
tidak berpengaruh
signifikan pada
kemiskinan.
Variabel yang
digunakan
adalah Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM),
PDRB Per
Kapita Dan
Upah Minimum
Terhadap
Kemiskinan.
33
Peneliti
(Tahun)
Judul
Metode
Hasil
Perbedaaan
Penelitian
Prima Sukmaraga
(2011)
Analisis pengaruh
IPM, pdrb per
kapita, dan jumlah
pengangguran
terhadap jumlah
penduduk miskin
di provinsi jawa
tengah.
Analisis regresi
data panel
dengan regresi
linear berganda
dengan metode
Ordinary Least
Square (OLS)
Variabel indeks
Pembangunan
Manusia dan PDRB
per kapita
berpengaruh negatif
dan signifikan
terhadap jumlah
penduduk miskin di
Provinsi Jawa
Tengah, jumlah
pengangguran
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap jumlah
penduduk miskin di
Provinsi Jawa
Tengah.
Variabel yang
digunakan
adalah Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM),
PDRB Per
Kapita Dan
Upah Minimum
Terhadap
Kemiskinan.
34
Peneliti
(Tahun)
Judul
Metode
Hasil
Perbedaaan
Penelitian
Anna Marinda,
Nasikh,
Imam Mukhlis,
Mit Witjaksono
(2017)
The analysis of the
economic growth,
minimum wage,
and
unemployment
rate to the poverty
level in East Java
Metode yang
digunakan
dalam
penelitian ini
adalah analisis
regresi dengan
menggunakan
data panel dan
fixed effect
model (FEM)
Penelitian
menunjukkan bahwa
pertumbuhan
ekonomi dan upah
minimum
mempengaruhi secara
negatif tingkat
kemiskinan, namun
pengangguran secara
positif mempengaruhi
tingkat kemiskinan.
Secara bersamaan,
pertumbuhan
ekonomi, upah
minimum, dan
tingkat pengangguran
mempengaruhi
tingkat kemiskinan di
Jawa Timur
.
Variabel yang
digunakan
adalah Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM),
PDRB Per
Kapita Dan
Upah Minimum
Terhadap
Kemiskinan
35
Peneliti
(Tahun)
Judul
Metode
Hasil
Perbedaaan
Penelitian
Lonnie K. Stevans
(2002)
The Relationship
Between Poverty
and Economic
Growth Revisited
Metode yang
digunakan
dalam
penelitian ini
adalah analisis
regresi dengan
menggunakan
error-corection
model (ECM)
Hasil penelitian
menunjukkan
peningkatan
pertumbuhan
ekonomi secara
signifikan terkait
dengan pengurangan
tingkat kemiskinan
Variabel yang
digunakan
adalah Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM),
PDRB Per
Kapita Dan
Upah Minimum
Terhadap
Kemiskinan
Sumber : Jurnal-jurnal ilmiah, (diolah)
1. Peneltian yang dilakukan oleh Ari Kristin Prasetyoningrum (2018)
dengan judul “Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
Pertumbuhan Ekonomi dan Pengagguran Terhadap Kemiskinan di
Indonesia”. Variabel indipenden yang digunakan indeks pembanguna
manusia, laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran,
kemudian variabel dependen nya adalah tingkat kemiskinan. Studi kasus
wilayah yang diambil adalah 33 propinsi di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian
yaitu sekunder yang merupakan data panel yang terdiri data time series dan
data cross section. Analisis data menggunakan path analysis untuk
mengetahui pengaruh variabel independen terhadap dependen secara direct
effect dan indirect effect. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa IPM
berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemiskinan
Berkurangnya tingkat kemiskinan karena IPM yang meningkat
36
mengindikasikan bahwa IPM dapat meningkatkan produktivitas kerja
manusia, yang akan meningkatkan pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan hidup layak. Sedangakan pertumbuhan ekonomi tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap dalam menurunkan tingkat
Kemudian variabel pengangguran berpengaruh positif terhadap tingkat
kemiskinan
2. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Cassandra dengan judul “analisis
faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di indonesia”.
Variabel indipenden yang digunakan adalah upah minimum,
pengangguran, pdrb, dan indeks pembangunan manusia. Variabel dependennya
adalah tingkat kemiskinan. Metode analisis data yang digunakan adalah metode
deskriptif dan metode kuantitatif dengan model yang terpilih untuk penelitian ini
adalah FEM. Hasil dari penelitian tersebut adalah UMP memengaruhi tingkat
kemiskinan secara signifikan. Hal ini terjadi karena kenaikan tingkat upah
minimum mempunyai efek negatif, yakni mengakibatkan berkurangnya
kesempatan kerja. Variabel TPT memengaruhi tingkat kemiskinan secara
signifikan Perubahan PDRB memengaruhi tingkat kemiskinan secara signifikan
3. Penelitian lain dilakukan oleh Ardhian Kurniawati, Beni Teguh
Gunawan, Disty Putri ratna Indrasari dengan judul “Dampak upah
minimum terhadap kemiskinan di Indonesia tahun 2006-2014”. Variabel
indipenden yang digunakan adalah upah minimum, Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) perkapita, pengangguran dan angka partisipasi
kasar. Sedangkan variabel dependennya adalah tingkat kemiskinan. Hasil
penelitian menunjukkan dampak upah minimum, GDRP perkapita,
pengangguran dan angka partisipasi kasar nyata terhadap kemiskinan.
Keempat variable tersebut berdampak negatif terhadap kemiskinan.
37
4. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Putu Seruni Pratiwi Sudiharta dan
Ketut Sutrisna dengan judul “Pengaruh PDRB per kapita, pendidikan,
dan produktivitas tenaga kerja terhadap kemiskinan di Provinsi Bali”.
Variabel independen nya adalah PDRB per kapita, pendidikan, dan
produktivitas tenaga kerja. Variabel dependennya adalah kemiskinan.
Berdasarkan hasil uji kausalitas granger pada analisis VAR diketahui
bahwa PDRB per kapita mengurangi angka kemiskinan di Provinsi Bali.
Hal ini ditunjukkan dengan probabilita pada uji kausalitas granger
sebesar 0,03887 < α (5%). Pendidikan secara parsial berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Bali. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai probabilita variabel pendidikan yang signifikan pada α 10%
dan nilai koefisien β LnX2 sebesar -2,505. Ini berarti jika rata-rata lama
sekolah naik sebesar 1 persen, maka jumlah penduduk miskin akan turun
sebesar 2,505 persen. Produktivitas tenaga kerja secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Bali. Hal ini
ditunjukkan dengan probabilita variabel produktivitas tenaga kerja yang
tidak signifikan pada α 1%, 5%, maupun 10%.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Iqbal Bayu Sunarya dan Dini Indrawati
(2018) dengan judul “Analisis pengaruh PDRB per kapita, pendidikan,
kesehatan, pengangguran, dan upah minimum terhadap tingkat
kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2015. Variabel
indipenden yang digunakan adalah PDRB perkapita, pendidikan,
kesehatan, pengangguran dan upah minimum. Sedangkan variabel
dependennya adalah tingkat kemiskinan. Berdasarkan hasil estimasi,
variabel PDRB per kapita berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
38
Variabel pendidikan yang diukur dengan rata-rata lama sekolah tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel tingkat kemiskinan. Variabel
kesehatan dan upah minimum memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah. Variabel pengangguran
tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel tingkat kemiskinan.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Edy Widodo, Eli Surianib, Intan Putri
Ristyaningrum, Gita Evi Kusumandari (2019), dengan judul “Analisis
Regresi Panel pada Kasus Kemiskinan di Indonesia”. Variabel
independen nya adalah Indeks Pembangunan Manusia (X1), Gini Rasio
(X3) dan Angka Partisipasi Kasar SMA (X4). Variabel dependennya
adalah Kemiskinan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kenaikan 1
satuan pada variabel X1 maka akan meningkatkan persentase kemiskinan
sebesar 0.662141 persen, dalam setiap kenaikan 1 satuan variabel X3
maka akan meningkatkan persentase kemiskinan sebesar 8.872340
persen, dan dalam setiap kenaikan 1 satuan pada variabel X4 maka akan
meningkatkan persentase kemiskinan sebesar 0.081147 persen.
7. Penelitian yang dilakukan oleh Sussy Susanti (2013), dengan judul
“Pengaruh PDRB, Pengangguran dan IPM terhadap Kemiskinan di Jawa
Barat dengan Menggunakan Analisis Data Panel”. Variabel
independennya adalah PDRB, IPM dan pengangguran. Variabel
dependennya adalah kemiskinan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa secara parsial variabel PDRB mempunyai pengaruh positif yang
signifikan terhadap kemiskinan, variabel pengangguran mempunyai
pengaruh positif yang signifikan terhadap kemiskinan, dan IPM
mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap kemiskinan.
39
8. Penelitian yang dilakukan oleh Safuridar, Natasya Ika Putri (2019),
dengan judul “Pengaruh IPM, Pengangguran Dan Jumlah Penduduk
Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Aceh Bagian Timur” Variabel
independennya adalah Indek Pembangunan Manusia (IPM),
Pengangguran, dan Jumlah Penduduk. Variabel dependennya adalah
Kemiskinan. Secara simultan variabel indeks pembangunan manusia,
pengangguran dan jumlah penduduk berpengaruh signifikan (nilai Prob
= 0,000019 < α toleransi = 0,05) terhadap tingkat kemiskinan dengan
tingkat kepercayaan 95%. Nilai koefisien IPM di Kabupaten Aceh
Tamiang sebesar 0,308 dan bertanda positif,yang menyatakan bahwa
bentuk hubungan antara ipm dan tingkat kemiskinan di Kabupaten Aceh
Tamiang adalah positif. Hal tersebut berarti jika kenaikan ipm sebesar 1
(satu) satuan dan nilai koefisien penganggurandan jumlah penduduk
tetap, maka akan menaikkan tingkat kemiskinan sebesar 0,308 satuan.
nilai koefisien pengangguran sebesar 0,071 dan bertanda negatif (-0,071),
yang menyatakan bahwa bentuk hubungan antara pengangguran dan
tingkat kemiskinan di Kabupaten Aceh Tamiang adalah negatif. Hal
tersebut berarti jika kenaikan pengangguran sebesar 1 (satu) satuan dan
nilai koefisien IPM dan jumlah penduduk adalah konstan, maka
kemiskinan akan turun sebesar 0,071 satuan. Nilai koefisien jumlah
penduduk sebesar -0,140690 di Kabupaten Aceh Tamiang dan signifikan.
Hal tersebut memberikan makna bahwa jumlah penduduk dapat
menjelaskan kemiskinan. Secara parsial pengaruh jumlah penduduk
terhadap kemiskinan adalah negatif yang artinya jika jumlah penduduk
naik sebesar 1 (satu) satuan dan apabila nilai koefisien IPM dan
40
pengangguran adalah konstan, maka tingkat pengangguran akan turun
sebesar 0,140 satuan.
9. Penelitian yang dilakukan oleh Lia Yulianti (2019) Analisis pengaruh
upah minimum kabupaten/kota terhadap tingkat kemiskinan di jawa
tengah tahun 2012-2017. Variabel independennya Upah Minimum
Kabupaten (UMK), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan variabel dependennya adalah
kemiskinan. Hasilnya penelitian ini menunjukkan UMK dan PDRB
memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Sedangkan IPM tidak berpengaruh signifikan pada kemiskinan.
Sehingga, upah minimum dapat digunakan sebagai salah satu kebijakan
dalam mangurangi kemiskinan di Jawa Tengah.
10. Penelitian yang dilakukan oleh Prima Sukmaraga (2011) dengan judul
“Analisis pengaruh IPM, PDRB Per Kapita, dan jumlah pengangguran
terhadap jumlah penduduk miskin di provinsi jawa tengah”. Vartiabel
independennya adalah IPM, PDRB Per Kapita dan Jumlah
Pengangguran. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, PDRB per
kapita berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk
miskin di Provinsi Jawa Tengah, dan jumlah pengangguran berpengaruh
positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa
Tengah.
41
11. Penelitian yang dilakukan oleh Anna Marinda, Nasikh, Imam Mukhlis,
Mit Witjaksono (2017) dengan judul “The analysis of the economic
growth, minimum wage, and unemployment rate to the poverty level in
East Java. Penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan
upah minimum memengaruhi tingkat kemiskinan secara negatif
pengangguran secara positif mempengaruhi tingkat kemiskinan. Secara
bersamaan, pertumbuhan ekonomi, upah minimum, dan tingkat
pengangguran mempengaruhi tingkat kemiskinan di Jawa Timur.
12. Penelitian yang dilakukan oleh Lonnie K. Stevans (2002) dengan judul
“The analysis of the economic growth, minimum wage, and
unemployment rate to the poverty level in East Java. The Relationship
Between Poverty and Economic Growth Revisited”. Kesimpulannya
adalah bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang meningkat memiliki
pengaruh yang lebih besar pada pengurangan kemiskinan. Implikasinya
di sini adalah beberapa pekerja mungkin tidak dipekerjakan di bawah
kondisi pertumbuhan normal, tetapi mungkin menemukan peningkatan
peluang kerja selama periode pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan.
42
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
IPM
Kemiskinan
Metode Analisis :
Regresi Linear
Berganda
Hasil Pembahasan
Pulau Jawa merupakan wilayah di Indonesia dengan junmlah penduduk
terbanyak di Indonesia. Tingkat kemiskinan di pulau Jawa dipengaruhi oleh
berbagai faktor diantaranya indek pembangunan manusia, PDRB per kapita,
upah minimum, dan faktor-faktor lainnya.
PDRB PERKAPITA
IPM
Kesimpulan
43
Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang
tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran
dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari
masalah yang ditetapkan (Hamid, 2010).
Penelitian ini menganalisis pengaruh indeks pembangunan manusia,
PDRB per kapita, dan upah minimum terhadap tingkat kemiskinan di
kabupaten/kota di Pulau Jawa. Variabel independen yang terdiri dari indeks
pembangunan manusia, PDRB per kapita dan upah minimum berpengaruh
terhadap tingkat kemiskinan sebagai variabel terikatnya. Kemiskinan
merupakan ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup
sesuai standar kebutuhan layak hidup atau standar minimum. Banyak faktor
yang menjadi penyebab kurang mampu nya daya beli masyarakat, misalnya
minimnya pendapatan, kalahnya persaingan tenaga kerja karena rendahnya
tingkat pendidikan masyarakat, pendidikan yang belum merata, dan
mahalnya biaya pendidikan. Pada tahap awal pembangunan tingkat
kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mencapai tahap akhir
pembangunan, jumlah penduduk miskin akan berukurang secara berangsur-
angsur. (Tambunan, 2001).
44
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan sementara, dimana dengan ini masih harus diuji
kembali kebenarannya. Untuk mengetahui signifikansi dari pengaruh variabel
independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen maka dilakukan uji
F-statistik, yaitu dengan membandingkan probability value F-statistik < α = 5%.
Jika probability value t-statistik < α = 5% maka variabel independen secara
individual mampu mempengaruhi variabel dependen secara signifikan, dan
sebaliknya.
Berdasarkan tinjauan kajian pustaka yang ada maka peneliti mencoba untuk
merumuskan hipotesis yang akan diuji kebenarannya. Hipotesis dari penelitian ini
adalah:
1. Variabel indeks pembangunan manusia (IPM) memiliki pengaruh negatif
dan signifikan terhadap kemiskinan di kabupaten/kota di pulau Jawa.
2. Variabel PDRB per kapita memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap
kemiskinan di kabupaten/kota di pulau Jawa.
3. Variabel upah minimum memiliki pengaruh negatif dan signifikan
terhadap kemiskinan di kabupaten/kota di pulau Jawa.
4. Variabel indeks pembangunan manusia (IPM), PDRB per kapita, dan
upah minimum secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan
terhadap kemiskinan di kabupaten/kota di pulau Jawa.
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam sebuah penelirian diperlukan suatu batasan ruang lingkup
dengan tujuan agar subjek, objek dan waktu dari periode tidak melebihi dari
tujuan yang ingin dicapai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pengaruh indeks pembangunan manusia, pertumbuhan pdrb dan
upah minimum terhadap kemiskinan. Metode penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif, pendekatan kuantitatif dimaksudkan agar penelitian
yang dilakukan lebih bersifat objektif berdasarkan angka yang dihasilkan
kemudian dikaitkan dengan teori yang ada dan terbebas dari pengaruh
penilaian subjektif pribadi peneliti. Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah regresi data panel, data panel merupakan analisis yang
menggabungkan data cross section dengan data time series.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel
tidak bebas (Dependent Variabel) dan tiga variabel bebas (Independent
Variabel). Dependent variabel adalah tingkat kemiskinan (Y). Independent
variabel terdiri dari : Indeks pembangunan manusia (X1), PDRB per kapita
(X2), dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (X3).
Penelitan ini menggunakan wilayah sampel kabupaten/kota yang ada di
pulau Jawa dengan jangka waktu 2015-2017.
46
B. Metode Pengumpulan Data
Data kepustakaan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
sekunder yang telah diolah dan dipublikasikan didalam berita resmi statistik
oleh lembaga Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan adalah
gabungan dari data time series dan cross section yang terdiri 105
kabupaten/kota dan runtutan waktu dari tahun 2015-2017. Data dibagi
menjadi dua garis besar yaitu time-series dan cross-section. Gabungan
antara dua itu adalah data panel. Atau dapat dikatakan, data panel
merupakan data yang memiliki cross-sectional unit yang sama dan
dilakukan setiap waktu. (Gujarati, 2006) Manfaat dari penggunaan data
panel antara lain:
1. Estimasi data panel dapat mengambil heterogenitas dalam individu secara
eksplisit ke dalam model atau persamaan
2. Memberikan data yang lebih informatif, variabilitas, serta collinearity
yang lemah antar variabel.
3. Sesuai untuk mempelajari dinamika perubahan (dynamics of change)
kebebasan lebih banyak dan efisien.
4. Dapat memperkaya analisis empiris dengan cara-cara yang tidak mungkin
menggunakan data timeseries atau cross-section.
C. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif.
Analisis deskriptif bertujuan untuk menjelaskan atau menggambarkan
masalah yang tekah terjadi pada masa lalu maupun masa sekarang atau saat
47
penelitian ini berlangsung. Terdapat ciri-ciri penelitian deskriptif yaitu
terdapat hubungan dengan keadaan yang terjadi pada saat itu, dapat
menguraikan satu variabel atau beberapa variabel yang diuraikan satu
persatu, tidak memanipulasi variabel atau tidak ada perlakuan (Ronny
Kountur, 2013). Pemilihan analisis pada penelitian ini didasarkan untuk
melihat kondisi yang terjadi pada beberapa tahun yang lalu serta
menjelaskan sebab dan fakta yang terjadi terhadap variabel yang diteliti.
1. Penentuan Model Analisis
Penelitian ini menggunakan data panel untuk mengolah data,
karena dengan menggunakan data panel terdapat beberapa kelebihan.
Menurut (Gujarati, 2013), keuntungan menggunakan data panel sebagai
erikut:
1. Dengan menggabungkan informasi dari data time series dan cross
section dapat mengatasi masalah yang timbul karena ada masalah
penghilangan variabel (omitted variable).
2. Dengan data panel yang menggabungkan antara time series dan
cross section, maka hasil yang didapatkan lebih akurat serta nilai
degrr of freedom akan lebih tinggi dan menghasilkan estimasi yang
lebih efisien.
3. Data panel lebih memberikan peluang observasi yang lebih banyak
dibandingkan metode lain, karena akan meminimalisasikan bias dan
mampu mengurangi kolinearitas antar variabel.
Penelitian ini menggunakan model analisis regresi linear
berganda.(multiple regression). Regresi dalam pengertian menurut
48
Gujarati (2013) ialah sebagai kajian terhadap ketergantungan satu
variabel, yaitu variabel tergantung terhadap satu atau lebih variabel
lainnya atau yang disebut sebagai variabel – variabel eksplanatori
dengan tujuan untuk membuat estimasi atau memprediksi rata – rata
populasi atau nilai rata-rata variabel tergantung dalam kaitannya dengan
nilai – nilai yang sudah diketahui dari variabel ekslanatorinya.
Selanjutnya, meski analisis regresi berkaitan dengan ketergantungan
atau dependensi satu variabel terhadap variabel-variabel lainnya hal
tersebut tidak harus menyiratkan sebab-akibat (causation).
Dalam regresi data panel terdapat model yang dapat digunakan.
Model tersebut antara lain: Pooled Least Square (PLS), Fixed Effects
Model (FEM), Random Effect Model (REM) (Gujarati, 2013):
a. Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pool Least Squares)/PLS
Yaitu teknik yang paling mudah dan sederhana dengan cara
mengasumsikan data gabungan yang ada. Model ini hanya
menggabungkan seluruh data time series dan cross section,
kemudian estimasi model dengan menggunakan metode Ordinary
Least Square (OLS). Hasil dari regresi ini dianggap berlaku untuk
semua objek pada semua waktu. Keuntungan penaksiran
menggunakan OLS yaitu data lebih banyak dan bervariasi,
heterogenitas individu atau kelompok secara eksplisit seperti model
lainnya tidak di eksploitasi (Effendi, 2014). Pada metode OLS
(Ordinary Least Square) memiliki kekurangan, yaitu terletak pada
ketidaksesuaian model dengan keadan yang sesungguhnya. Kondisi
49
tiap objek saling berbeda, bahkan satu objek pada suatu waktu akan
sangat berbeda pada kondisi objek pada waktu yang lain. (Winarno,
2009)
b. Pendekatan Effek Tetap (Fixed Effect Model)
Model yang dapat menunjukkan perbedaan konstan antar objek
meskipun dengan koefisien regresi yang sama. Model ini juga
memperhitungkan kemungkinan bahwa peneliti menghadapi
masalah omitted variables yang mungkin membawa perubahan pada
intercept time series atau cross section. Menurut Winarno (2009),
model FEM dengan efek tetap maksudnya adalah bahwa satu objek,
memiliki konstan yang tetap besarnya untuk berbagai periode waktu.
Pendekatan Effek Acak (Random Effect Model)
Dengan menggunakan model ini, kita tidak dapat melihat
pengaruh dari berbagai karakteristik yang bersifat konstan dalam
waktu atau konstan di antara individual. Model ini mengestimasi
data panel dimana melibatkan hubungan eror term. Perbedaan
intersep diakomodasi oleh eror term masing-masing. Keuntungan
dari model ini yaitu menghilangkan heterokedasitas.
Rumusan model penelitian ini adalah sebagai berikut :
KM𝑖j = β0+β1IPM𝑖j+β2PDRB𝑖j+ β3UMK+𝜀𝑖j
Dimana :
KMij = Kemiskinan di kab/kota i pada periode j
IPMij = Indeks pembangunan manusia di kab/kota i pada periode j
PDRBij = PDRB per kapita di kab/kota i pada periode j
50
UMKij = Upah minimum kab/kota i pada periode j
β0 = Intercept/Konstanta
β1, β2, β3 = Koefisien regresi
𝜀 = error term
Untuk mengetahui model mana yang terbaik dalam penelitian
ini maka digunakan pengujian yang dinamakan Uji Chow dan Uji
Hausman.
a. Uji Chow
Untuk melihat model yang digunakan Pooled Least Square atau
Fixed Effect Model, dilihat dari nilai probabilitas yang dihasilkan
pada Uji Chow dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : Pooled Least Square Model
H1 : Fixed Effect Model
Kriteria:
Jika nilai Prob. > α=5%, maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika nilai Prob. < α=5%, maka H0 ditolak dan H1 diterima
b. Uji Hausman
Keputusan penggunaan Fixed Effect Model (FEM) atau Random
Effect Model (REM) dapat ditentukan dengan menggunakan
spesifikasi yang dikembangkan oleh Hausman. Spesifikasi ini
akan memberikan penilaian dengan menggunakan Chi-Square
Statistic sehingga keputusan pemilihan model akan dapat
51
ditentukan secara statistik. Pengujian ini dilakukan dengan
hipotesis sebagai berikut :
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Kriteria:
Jika nilai Prob. > α=5%, maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika nilai Prob. < α=5%, maka H0 ditolak dan H1 diterima
Setelah model penelitian diestimasi maka akan diperoleh nilai
dan besaran dari masing-masing parameter dalam model persamaan
di atas. Nilai parameter positif atau negatif selanjutnya akan
digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
2. Estimasi Parameter
Estimasi adalah proses yang menggunakan sampel statistik untuk
menduga atau menaksir hubungan parameter populasi yang tidak
diketahui. Estimasi merupakan suatu pernyataan mengenai parameter
populasi yang diketahui berdasarkan populasi dari sampel, dalam hal
ini sampel random yang diambil dari populasi yang bersangkutan. Jadi
dengan estimasi ini, keadaan parameter populasi dapat diketahui. Ciri-
ciri penduga yang baik adalah tidak bias (unbiased), efisien dan
konsisten (Hasan, 2017). Tedapat dua estimasi parameter dalam data
panel, yakni:
52
a. Ordinary Least Square (OLS)
Kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square) merupakan salah
satu metode bagian dari kuadrat terkecil dan sering hanya disebut
kuadrat terkecil saja. Metode ini sering digunakan oleh para ilmuwan
atau peneliti dalam proses penghitungan suatu persamaan regresi
sederhana. Dalam penggunaan regresi, terdapat beberapa asumsi
dasar yang dapat menghasilkan estimator linier tidak bias yang
terbaik dari model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat
terkecil biasa atau biasa dikenal dengan regresi OLS agar taksiran
koefisien regresi itu bersifat BLUE (Best Linier Unbiased
Estimator).
Misalkan:
𝑌𝑖 = 𝛽0 + 𝛽1𝑋1𝑖 + 𝛽2𝑋2𝑖 + ⋯ + 𝛽𝑘𝑋𝑘𝑖 + 𝜀𝑖
Yang dapat secara ringkas ditulis dalam notasi matrik sebagai
berikut: Y = Xβ + ε
Dengan β adalah suatu vektor kolom k-unsur dari penaksir
parameter kuadratterkecil biasa dan ε adalah suatu vektor kolom n x
1 dari n. Variabel ε sangat memegang peran dalam model
ekonometrika, tetapi variabel ini tidak dapat diteliti dan tidak pula
tersedia informasi tentang bentuk distribusi kemungkinannya. Di
samping asumsi mengenai dstribusi probabilitasnya, beberapa
asumsi lainnya khususnya tentang sifat statistiknya perlu dibuat
dalam menerapkan metode OLS (Rizki, 2011).
53
b. Generalized Least Square (GLS)
Menurut Greene (1997), penanggulangan kasus
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan estimasi melalui
pembobotan (weighted) yang dapat pula dikatakan sebagai kuadrat
terkecil yang diberlakukan secara umum atau disebut Generalized
Least Squares (GLS). Kasus heteroskedastisitas ini sering muncul
apabila data yang digunakan adalah cross-section. Gujarati (2006)
mengatakan bahwa untuk data panel, estimasi dengan Generalized
Least Squares (GLS) ini lebih baik dan konsisten dibandingkan
dengan metode OLS. Metode estimasi GLS mampus
memperhitungkan informasi secara explisit dan karenanya mampu
menghasilkan estimator yang BLUE. Penggunaan estimasi GLS
sudah memenuhi asumsi klasik, sehingga tidak diperlukan lagi uji
asumsi klasik pada estimasi GLS.
3. Pengujian Asumsi Klasik
Untuk melakukan analisis data maka data diuji sesuai asumsi klasik,
jika terjadi penyimpangan akan asumsi klasik digunakan pengujian statistik
nonparametrik sebaliknya asumsi klasik terpenuhi apabila digunakan statistik
parametrik untuk mendapatkan model regresi yang baik, model regresi
tersebut harus terbebas dari multikolinearitas, autokorelasi, dan
heteroskedastisitas serta data yang dihasilkan harus berdistribusi normal.
Maka digunakan untuk menguji penyimpangan asumsi klasik adalah sebagai
berikut :
54
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal. Model
regresi yang terbaik adalah yang terdistribusi secara normal atau
mendekati normal. Dalam penelitian ini pengujian normalitas yang
digunakan uji Jarque-Bera (JB). Jika nilai probabilitas pada JB test >0,05
maka variabel-variabel tersebut berdistribusi normal, begitu pula
sebaliknya. Apabila probabilitas JB test <0,05 maka variabel-variabel
tersebut tidak berdistribusi normal. (Ghazali dan Ratmono, 2013).
b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi adalah sebuah uji yang berjuan untuk mengetahui
apakah ada tidaknya korelasi antar variabel. Uji autokorelasi bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antar
kesalahan penganggu (residual) pada periode t dengan kesalahan pada
periode sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terjadi
masalah autokorelasi (Ghazali dan Ratmono, 2013).
Cara mendeteksi ada tidaknya masalah autokorelasi adalah dengan
uji Durbin-Watson. Keunggulan dari uji D-W dalam mendeteksi masalah
autokorelasi adalah karena uji ini didasarkan pada residual yang ditaksir.
Kriteria dari uji DW sebagai berikut:
55
Tabel 3.1 Kriteria Uji Durbin Watson
Hipotesis Nol Keputusan Kriteria
Ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada keputusan
dl < d < du
Ada autokorelasi negatif Tolak 4-dl < d < 4
Tidak ada autokorelasi negatif
Tidak ada keputusan 4-du < d < 4-dl
Tidak ada autokorelasi Jangan tolak du < d < 4-du
Sumber : Gujarati, 2006
c. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen. Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independen. Menurut Gujarati (2006), jika koefisien korelasi antarvariabel
bebas lebih dari 0,8 maka dapat disimpulkan bahwa model mengalami
masalah multikolinearitas. Sebaliknya, koefisien korelasi kurang dari 0,8
maka model bebas dari multikolinearitas.
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain.. Jika varian berbeda disebut heteroskedastisitas.
Uji ini menggunakan metode uji Glejser dimana jika nilai probability <
0.05 maka terjadi heteroskedastisitas dan sebaliknya jika nilai probability
>0.05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas. (Gujarati, 2006).
56
4. Pengujian Hipotesis
a. Pengujian Signifikansi Parsial (Uji t)
Uji ini digunakan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel
independen secara individu terhadap variabel dependen dengan
variabel yang lain konstan. Untuk menguji pengaruh setiap variabel
independen tersebut, maka nilai t hitung harus dibandingkan dengan
t tabel. Untuk nilai t tabel dapat dieproleh dengan melihat tabel
distribusi untuk α = 0,05 dan derajat n – k. Maka dalam pengujian
ini dilakukan hipotesis sebagai berikut :
H1 : βi ≠ 0 (Variabel independen berpengaruh terhadap variabel
dependen).
Selain dengan menggunakan cara diatas, uji-t juga dapat dilakukan
dengan cara Quick Look , yaitu dengan melihat probability < 0,05
atau α = 5% dan jika nilai t-hitung lebih tinggi dari t-tabel yang
berarti menolak Ho dan menerima Ha dan sebaliknya. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel independen secara individual
mempengaruhi variabel dependennya dan sebaliknya (Kuncoro,
2003).
b. Pengujian Signifikansi Simultan (Uji F-Statistik)
Pengujian ini akan memperlihatkan hubungan atau pengaruh
variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel
dependen. Maka dalam pengajuan ini dilakukan hipotesis sebagai
berikut :
1) Jika F-hitung < F tabel, maka H0 diterima yang berarti secara
bersama-sama variabel independen secara signifikan tidak
57
dipengaruhi variabel dependen.
2) Jika F-hitung > F tabel, maka H1 ditolak yang berarti secara
bersama-sama variabel independen secara signifikan
mempengaruhi variabel dependen.
Selain dengan cara diatas, uji-F juga dapat dilakukan dengan cara
Quick Look, yaitu dengan melihat nilai probability dan derajat
kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai F-
tabel dengan F-hitungnya. Jika nilai probabilty < 0,05 atau α = 5%
yang berarti menolak H0 dan menerima H1 dan sebaliknya. Hal ini
menunjukkanbahwa variabel independen secara bersama-sama
mempengaruhi variabel dependennya dan sebaliknya (Kuncoro,
2003). Statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua
variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat
secara simultan. Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai F
menurut tabel.
H0 : β = 0, artinya tidak terdapat pengaruh signifikan antara
variabel indeks pembangunan manusia, PDRB per kapita, dan upah
minimum (X1, X2 dan X3) terhadap kemiskinan (Y) di
kabupaten/kota di pulau Jawa
H1 : β ≠ 0, artinya terdapat pengaruh signifikan antara variabel
indeks pembangunan manusia, PDRB per kapita, dan upah minimum
(X1, X2 dan X3) terhadap kemiskinan (Y) di kabupaten/kota di pulau
Jawa
Kriteria Uji F:
Jika nilai F hitung < nilai F tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak
58
Jika nilai F hitung > nilai F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima
c. Pengujian Goodness of Fit ( R2 )
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur seberapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu (0
<R2 <1). Nilai R2 yang kecil menandakan bahwa kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variable dependen
sangat terbatas, sedangkan nilai yang mendekati satu memberikan
arti bahwa variabel independen secara menyeluruh telah
menjelaskan dan memberikan informasi pada variabel dependen.
(Kuncoro 2003).
59
D. Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Satuan
Kemiskinan Kemiskinan secara ekonomi adalah kondisi
pendapatan seseorang dimana bernilai
kurang dari atau sama dengan US$1 per hari.
Data yang digunakan adalah tingkat
kemiskinan kabupaten/kota di pulau Jawa
periode tahun 2015-2017.
Persen (%)
IPM Suatu indeks yang merupakan indikator yang
dapat menggambarkan perkembangan
pembangunan manusia secara representatif
dan terukur. Data yang digunakan adalah
tingkat kemiskinan kabupaten/kota di pulau
Jawa periode tahun 2015-2017.
Persen (%)
PDRB Per
Kapita
PDRB per kapita adalah angka yang
didapatkan melalui pembagian pendapatan
suatu daerah dengan jumlah penduduk di
daerah tersebut.
Rupiah
UMK Upah minimum adalah suatu standar
minimum yang digunakan oleh para
pengusaha atau pelaku industri untuk
memberikan upah kepada pekerja di dalam
lingkungan usaha atau kerjanya dalam
wilayah kabupaten/kota. Data yang
digunakan adalah tingkat kemiskinan
kabupaten/kota di pulau Jawa periode tahun
2015-2017.
Rupiah
60
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif
Penelitian ini menganalisis pengaruh indeks pembangunan manusia (IPM),
produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita, dan upah minimum
kabupaten/kota (UMK) terhadap kemiskinan di wilayah kabupaten/kota di
pulau Jawa dalam periode 2015 sampai dengan 2017. Alat pengolah data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak (software) komputer
Eviews 9 dengan metode analisis regresi berganda. Maka dari itu perlu dilihat
bagaimana gambaran perkembangan secara umum dari indeks pembangunan
manusia, PDRB per kapita, upah minimum, dan tingkat kemiskinan.
1. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang paling umum dan
menjadi fokus utama untuk diselesaikan oleh negara-negara berkembang.
Tingkat kemiskinan yang tinggi menggambarkan kondisi kesejahteraan
penduduknya masih jauh dari taraf standar hidup yang layak.
Permasalahan standar hidup layak berkaitan dengan pendapatan
masyarakat yang rendah, tingkat pendidikan dan kesehatan yang rendah,
tempat tinggal yang layak, dan minimnya kualitas sumber daya manusia
sehingga terjadinya banyak pengangguran.
Pengentasan kemiskinan merupakan sumber utama dari terciptanya
kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan tujuan dari MDGs yang
merupakan hasil dari Deklarasi Milenium pada Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) Milenium PBB sebagai bentuk kepedulian dari negara-negara maju
61
yang menempatkam pembangunan manusia sebagai fokus utama
pembangunan yakni dengan terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat.
Menurut data Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
dalam (Buku Informasi Statistik, 2017) sebaran penduduk Indonesia masih
terkonsentrasi di Pulau Jawa, yakni sebesar 56,82% dari total jumlah
penduduk Indonesia, dengan jumlah penduduk mencapai 145.143.600
jiwa menjadikan Pulau Jawa sebagai pulau terpadat di Indonesia.
Gambar 4.1
Persentase Persebaran Penduduk Miskin Menurut Pulau Tahun 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) 2017
Menurut data BPS tingkat penduduk miskin di Indonesia pada tahun
2017 secara nasional yaitu sebesar 26,58 juta jiwa, dimana masih
dikategorikan tergolong cukup tinggi. Sedangkan berdasarkan penyebaran
penduduk miskin, wilayah di pulau jawa merupakan pulau dengan jumlah
penduduk miskin terbanyak dengan jumlah penduduk miskin sebesar
13,94 juta jiwa yakni mencapai 50% dari total penduduk miskin di
Kalimantan
Maluku dan Papua Nusa Tenggara Dan Bali Sulawesi
Jawa Sumtera
52,44
7,75
3,68
22,46 7,93
Persentase Persebaran Penduduk Miskin Menurut Pulau Tahun 2017
5,71
62
Indonesia, hal ini disebabkan jumlah penduduk Indonesia terkonsentrasi
di pulau Jawa.
Angka kemiskinan di pulau Jawa masih terbilang cukup tinggi dan
bervariasi. Berikut adalah jumlah data populasi penduduk miskin provinsi-
provinsi di pulau Jawa:
Gambar 4.2
Jumlah Populasi Penduduk Miskin Tahun 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) 2017
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2017 jumlah
populasi penduduk miskin terbanyak terdapat pada provinsi Jawa Barat
yakni dengan total 47.379.400 jiwa. Sementara provinsi dengan jumlah
penduduk miskin yang paling sedikit adalah provinsi Yogyakarta. Kriteria
yang digunakan oleh BPS untuk menghitung angka kemiskinan tersebut
adalah diantaranya :
63
Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah / bambu / kayu murahan.
Sumber penerangan rumah tidak menggunakan listrik.
Hanya sanggup makan sebanyak satu / dua kali dalam sehari.
Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas / klinik.
Tidak memiliki tabungan dengan minimal Rp 500.000,- baik dalam
bentuk uang atau asset.
Jenis dinding tempat tinggal dari bambu / rumbia / kayu berkualitas
rendah.
2. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah suatu indeks yang
merupakan indikator yang dapat menggambarkan perkembangan
pembangunan manusia secara representatif dan terukur. Pengukuran
indeks pembangunan manusia memiliki tujuan penting yaitu untuk melihat
perkembangan potensi, keterampilan dan kualitas sumber daya manusia
untuk mencapai produktivitas yang tinggi. IPM dihitung berdasarkan data
yang dapat menggambarkan keempat komponen, yaitu angka harapan
hidup yang mengukur keberhasilan dalam bidang kesehatan, angka melek
huruf dan rata-rata lamanya bersekolah yang mengukur keberhasilan
dalam bidang pendidikan, dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap
sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya
pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mengukur
keberhasilan dalam bidang pembangunan hidup yang layak.
64
BPS mengelompokkan status pembangunan manusia bedasarkan IPM
menjadi 4 kelompok dengan kriteria sebagai berikut:
• Sangat Tinggi : IPM ≥ 80.
• Tinggi : 70 ≤ IPM < 80.
• Sedang : 60 ≤ IPM < 70.
• Rendah : IPM < 60.
Berikut adalah perkembangan IPM indonesia pada tahun 2012-2017:
Gambar 4.3
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Dari
Tahun 2010-2017
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa indeks pembangunan manusia
Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke
tahun. Badan Pusat Statistik mencatat IPM 2015 di Indonesia mencapai
68,9 dan masih berstatus pembangunan manusia “sedang”. Kemudian IPM
Indonesia pada tahun 2016 telah mencapai 70,18, meningkat sebesar
2017 2016 2015 2014 2013 2012 2011 2010
66
65
64
66,53 67
67,09
67,7 68
68,31 69 68,9
69,55 70
70,18 71
70,81
72
Indeks Pembangunan Manusia
65
0,63 dari tahun sebelumnya. Capaian pada tahun 2016 menempatkan
Indonesia pada status pembangunan manusia “tinggi”. Selanjutnya pada
tahun 2017 IPM Indonesia kembali meningkat menjadi 70,81.
Gambar 4.4
Peta IPM di Indonesia tahun 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) 2016
Secara garis besar, Indonesia terbagi menjadi lima gugusan pulau
besar, yaitu Pulau Sumatera, Gugusan Pulau Jawa Bali Nusa Tenggara,
Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, dan Gugusan Kepulauan Maluku dan
Papua. Hampir di seluruh gugusan pulau besar di Indonesia telah terdapat
provinsi yang telah mencapai level kategori “tinggi”. Namun, belum ada
satu pun provinsi di Kepulauan Maluku dan Papua yang masuk kedalam
kategori “tinggi”. Pada tingkat kabupaten/kota, capaian tertinggi berada di
Kota Yogyakarta dengan IPM sebesar 85,32 sementara capaian terendah
berada di Kabupaten Nduga dengan IPM hanya sebesar 26,56. Berbeda
66
dengan status pembangunan manusia di tingkat provinsi, terdapat
kabupaten/kota yang sudah berada pada kategori pembangunan manusia
“sangat tinggi” pada tahun 2016. Tercatat sebanyak 19 kabupaten/kota
telah mencapai status “sangat tinggi”. Jumlah ini meningkat dari tahun
sebelumya yang hanya 12 kabupaten/kota saja. Sebagian besar dari
kabupaten/kota yang berstatus “sangat tinggi” pada umumnya berada di
pulau Jawa (BPS, 2016).
3. PDRB Per Kapita
PDRB per kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di
suatu daerah dibagi jumlah penduduk. Suatu daerah yang memiliki PDRB
per kapita yang tinggi umumnya memiliki standard of living yang juga
tinggi
PDRB merupakan salah satu indikator penting yang digunakan untuk
mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam masa periode tertentu,
baik atas dasar harga berlaku ataupun atasa dasar harga konstan. PDRB
menggambarkan kondisi suatu wilayah dalam menghasilkan total output
pada suatu waktu tertentu. Sedangkan laju pertumbuhan PDRB merupakan
nilai tambah yang dihasilkan pada total output dalam periode tertentu..
Berikut merupakan data kontribusi PDRB per pulau dalam
pembentukan PDB nasional:
67
Gambar 4.5
Peranan Pulau Dalam Pembentukan PDB Nasional Tahun 2017
(Persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) 2017
Tabel 4.2 menunjukkan kontribusi PDRB setiap propinsi yang
diklasifikasikan berdasarkan pulau terhadap Produk Domestik Bruto di
Indonesia pada tahun 2017. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui
bahwa struktur perekonomian Indonesia secara spasial pada tahun 2017
masih didominasi oleh kelompok propinsi di pulau Jawa yang memberi
kontribusi terhadap PDB sebesar 58,49 persen, lalu diikuti oleh pulau
Sumatera dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 21,66 persen, pulau
Kalimantan sebesar 8,2 persen, dan pulau Sulawesi sebesar 6,11 persen,
dan pulau-pulau lainnya sebesar 5,54 persen.
Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua
Nusa Tenggara dan Bali Jawa Sumatra
58,49
3,11
21,66 8,2
Peranan Pulau Dalam Pembentukan PDB Nasional Tahun 2017
6,11 2,43
68
Gambar 4.6
PDRB Per Kapita 6 Provinsi Di Pulau Jawa Tahun 2015-2017
(Rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Tabel 4.3 menunjukkan total PDRB per kapita setiap propinsi yang
ada di pulau Jawa. Berdasarkan data di atas dapat dilihat provinsi DKI
Jakarta merupakan provinsi dengan PDRB tertinggi sejak tahun 2014
yakni mencapai Rp 174,9 juta per kapita dan terus meningkat hingga tahun
2017 mencapai angka Rp 228 juta per kapita. Hal yang dapat disimpulkan
dari data diatas adalah ketimpangan yang cukup jauh antara provinsi Dki
Jakarta dengan 5 provinsi lain yang ada di pulau Jawa.
4. Upah Minimum
Menurut UU No. 13 Tahun 2003, upah minimum adalah suatu standar
minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk
memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau
kerjanya. Menurut Kaufman (2000), tujuan utama ditetapkannya upah
DKI Jakarta Banten Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur
2017 2016 2015 2014
250
200
150
100
50
0
PDRB Per Kapita (Dalam Juta Rupiah)
69
minimum adalah memenuhi standar hidup minimum seperti untuk
kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja. Upah minimum adalah
usaha untuk mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah,
terutama pekerja miskin.
Upah minimum kabupaten kota di wilayah pulau Jawa memiliki nilai
yang cukup berbeda antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Hal ini
disebabkan karena dalam penentuan nilai upah minimum tersebut
didasarkan atas produktivitas suatu wilayah. Selain itu dalam menentukan
upah minimum, pemerintah daerah selalu melibatkan berbagai pihak,
termasuk perwakilan pekerja, perwakilan pengusaha, dan pihak netral
yang terdiri dari para ahli.
Dalam rangka mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja,
perlu ditetapkan upah minimum dengan mempertimbangkan peningkatan
kesejahteraan pekerja tanpa mengabaikan peningkatan produktivitas dan
kemajuan perusahaan serta perkembangan perekonomian pada umumnya.
Upah minimum merupakan upah terendah yang diterima
karyawan/pekerja yang masa kerjanya dibawah satu tahun. Bagi yang
bekerja lebih dari satu tahun, maka upah yang diterima diatur oleh
peraturan perusahaan dengan sistem pengupahan yang telah disepakati
antara pengusaha dan serikat pekerja perusahaan. Penetapan upah
minimum kabupaten/kota harus tetap berdasarkan kesepakatan tripartit
antara buruh, pengusaha, dan pemerintah. Fungsi upah minimum pada
dasarnya sebagai jarring pengaman terhadap pekerja atau buruh agar tidak
70
diekspolitasi dalam bekerja ehingga penentuannya tetap melibatkan
pemerintah (Prastyo, 2010).
B. Penentuan Model
Dalam regresi data panel terdapat model yang dapat digunakan. Model
tersebut antara lain: Pooled Least Square (PLS), Fixed Effects Model
(FEM), Random Effect Model (REM) (Gujarati, 2013).
Pada bagian ini akan ditentukan model yang terbaik antara model
Pooled Least Square (PLS) dan Fixed Effects Model (FEM).
1. Hasil Model Pooled Least Square (PLS)
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
71
2. Hasil Model Fixed Effects Model (FEM)
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
Uji Chow
Untuk melihat model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed
Effect Model, dilihat dari nilai probabilitas yang dihasilkan pada Uji
Chow dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : Pooled Least Square Model
H1 : Fixed Effect Model
Kriteria:
Jika nilai Prob. > α=5%, maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika nilai Prob. < α=5%, maka H0 ditolak dan H1 diterima
72
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
Hasil uji chow pada penelitian ini menunjukkan, bahwa nilai
probabilitas cross-section F nya sebesar 0,0000 yang nilainya kurang dari
0,05 sehingga dalam penelitian ini model estimasi fixed effect yang tepat.
3. Hasil Model Random Effect Model (REM)
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
73
Uji Hausman
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan model yang terbaik antara
Random Effect Model (REM) dan Fixed Effect Model (FEM) dengan
hipotesis sebagai berikut :
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Kriteria:
Jika nilai Prob. > α=5%, maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika nilai Prob. < α=5%, maka H0 ditolak dan H1 diterima
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
Hasil uji hausman pada penelitian ini menunjukkan, bahwa nilai
probabilitas cross- section randomnya sebesar 0,0000 yang nilainya kurang
dari 0,05 sehingga dalam penelitian ini model estimasi Fixed Effect Model
yang tepat untuk digunakan.
74
4. Hasil Model Digunakan
Berdasarkan hasil uji chow dan uji hausman disimpulkan bahwa model
yang terbaik untuk digunakan adalah Fixed Effect Model. Dengan Model
Sebagai Berikut:
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
Dalam penggunaan regresi, terdapat beberapa asumsi dasar yang dapat
menghasilkan estimator linier tidak bias yang terbaik dari model regresi yang
diperoleh dari metode kuadrat terkecil biasa atau biasa dikenal dengan regresi
OLS agar taksiran koefisien regresi itu bersifat BLUE (Best Linier Unbiased
Estimator).
C. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang dimiliki
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan dengan
melihat hasil probability J-B. Jika nilai probability J-B < dari taraf
signifikansi yaitu 0.05 maka data tersebut disimpulkan tidak normal,
75
sebaliknya jika probability J-B > 0.05 maka data yang dimiliki berdistribusi
normal.
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
Berdasarkan hasil uji normalitas di atas, diperoleh probability J-B
sebesar 0,000000 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05. Maka dapat
disimpulkan data tersebut berdistribusi tidak normal.
2. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terdapat
korelasi antar variabel independent. Jika tidak terjadi masalah pada
multikolineritas yaitu jika nilai korelasi kurang dari 0.8. Namun apabila
koefisien antar variabel independent lebih dari 0,8 maka dapat disimpulkan
bahwa model mengalami masalah multikolinearitas. Berikut adalah tabel
hasil uji multikolinearitas :
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
76
Berdasarkan hasil uji multikolinearitas yang telah dilakukan di atas,
seluruh koefisien korelasi kurang dari 0,8. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas dalam penelitian ini.
3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengatahui ada tidaknya korelasi
antar variabel. Uji autokorelasi bertujuan untuk mengguji apakah dalam
model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode
t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk mendeteksi ada
tidaknya masalah tersebut maka apat dilihat melalui uji Durbin Watson
(DW). Berikut nilai Durbin-Watson dari hasil dari regresi :
R-squared 0.998171 Mean dependent var 2.285417
Adjusted R-squared 0.997229 S.D. dependent var 0.501023
S.E. of regression 0.026376 Akaike info criterion -4.167387
Sum squared resid 0.163490 Schwarz criterion -2.842222
Log likelihood 865.8785 Hannan-Quinn criter. -3.640311
F-statistic 1059.645 Durbin-Watson stat 2.263219
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
Berdasarkan hasil tabel di atas menunjukan bahwa nilai Durbin-
Watson adalah 2.263219. Untuk melihat ada tidaknya masalah autokorelasi
diketahui dengan cara membandingkan nilai Durbin Watson dengan tabel
Durbin Watson. Dalam penelitian ini n=119 serta k= 3, dL=1.66687 dan
dU=1.73515. Oleh karena nilai du (1.73515) < d (2.263219) < 4-du (2.26485)
sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi masalah autokorelasi.
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi
ketidaksamaan varian residual satu dari pengamatan ke pengamatan lain. Uji
heteroskesdasitas ini menggunakan metode uji park. Jika nilai probability
77
lebih kecil 0.05 maka terjadi heteroskedastisitas dan sebaliknya jika nilai
probability lebih besar dari 0.05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa semua variabel
independen yaitu tenaga kerja, pengangguran dan indeks pembangunan
manusia memiliki nilai probabilitas lebih dari 0.05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model.
D. Hasil Regresi GLS
Gujarati (2006) mengatakan bahwa untuk data panel, estimasi dengan
Generalized Least Squares (GLS) ini lebih baik dan konsisten dibandingkan
dengan metode OLS. Metode estimasi GLS mampus memperhitungkan
informasi secara explisit dan karenanya mampu menghasilkan estimator yang
BLUE. Penggunaan estimasi GLS sudah memenuhi asumsi klasik, sehingga
tidak diperlukan lagi uji asumsi klasik pada estimasi GLS.
78
1. Hasil Regresi PLS GLS:
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
2. Hasil Regresi FEM GLS:
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
79
Uji Chow
Untuk melihat model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed
Effect Model, dilihat dari nilai probabilitas yang dihasilkan pada Uji
Chow dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : Pooled Least Square Model
H1 : Fixed Effect Model
Kriteria:
Jika nilai Prob. > α=5%, maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika nilai Prob. < α=5%, maka H0 ditolak dan H1 diterima
Hasil Uji Chow:
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
Hasil uji chow pada penelitian ini menunjukkan, bahwa nilai
probabilitas cross-section F nya sebesar 0,0000 yang nilainya kurang dari
0,05 sehingga dalam penelitian ini model estimasi Fixed Effect Model pada
GLS yang terbaik untuk digunakan.
80
E. Uji Asumsi Klasik Metode GLS
1. Uji Normalitas
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
Berdasarkan hasil uji normalitas di atas, diperoleh probability J-B
sebesar 0.711060 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0.05. Maka dapat
disimpulkan data tersebut berdistribusi normal.
2. Uji Multikolinearitas
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
Berdasarkan hasil uji multikolinearitas yang telah dilakukan di atas,
seluruh koefisien korelasi kurang dari 0,8. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas dalam penelitian ini.
81
3. Uji Autokorelasi
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
Berdasarkan hasil tabel di atas menunjukan bahwa nilai Durbin-
Watson adalah 2.263219. Untuk melihat ada tidaknya masalah autokorelasi
diketahui dengan cara membandingkan nilai Durbin Watson dengan tabel
Durbin Watson. Dalam penelitian ini n=119 serta k= 3, dL=1.33326 dan
dU=1.45622. Oleh karena nilai du (1.45622) < 2.536964 < 4-du (2.54378)
sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi masalah autokorelasi.
4. Uji Heteroskedastisitas
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa semua variabel
independen yaitu tenaga kerja, pengangguran dan indeks pembangunan
82
manusia memiliki nilai probabilitas lebih dari 0.05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model.
F. Analisis Teknis dan Interpretasi Data
1. Uji Statistik
Pengujian statistik dilakukan untuk mengetahui apakah model
penelitian sudah bagus atau belum secara statisitk. Terdapat beberapa
pengujian dalam uji hipotesis ini, diantaranya adalah uji koefisien
determinasi (R2), uji F statistik, serta uji t statistik. Model yang
digunakan dalam estimasi penelitian ini adalah Fixed Effect. Uji statistik
dalam penelitian ini menggunakan software eviews, maka hasilnya
sebagai berikut:
Tabel 4.5
Hasil Perhitungan Estimasi Data Panel
Variabel Koefisien Prob.
C 7.422427 0.0000
(LN) IPM -0.444096 0.0039
(LN) PDRB Perkapita -0.132429 0.0000
(LN) Upah Minimum -0.129638 0.0000
R-squared 0.999484
Adjusted R-squared 0. 999219
F-statistic 3764.164
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Hasil Olah Data Eviews 9
83
a. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan model dalam menjelasakan variabel-variabel
dependennya. Berdasarkan hasil pengolahan data yang ditampilakn
dalam tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi sebesar
0.999484. Hal ini menunjukkan bahwa 99,94 persen dari variasi
kemiskinan 119 kabupaten dan kota di Indonesia mampu dijelaskan
oleh indeks pembangunan manusia, PDRB per kapita, dan upah
minimum, sedangkan 0,06 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar
penelitian ini.
b. Uji Signifikansi Bersama-sama (Uji F Statistik)
Uji F statistik dilakukan untuk melihat apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model regresi memiliki pengaruh
yang signifikan secara bersama-sama dengan variabel dependen.
Dalam penelitian ini, pengujian secara bersama-sama dilakukan untuk
mengetahui apakah variabel indeks pembangunan manusia, PDRB per
kapita, dan upah minimum memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kemiskinan di kabupaten dan kota di pulau Jawa. Untuk
mengetahui apakah pengujian variabel independen secara bersama-
sama terhadap variabel dependen dapat dilihat dari nilai
probabilitasnya. Jika nilai probabilitas dari F-statistik < 0,05 maka
dapat diartikan bahwa semua variabel independen secara bersama-
sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
Sebaliknya, jika nilai probabilitas dari F statistik > 0,05 maka dapat
84
diartikan bahwa semua variael independen secara bersam-sama tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas F statistik
sebesar 0,000000. Nilai tersebut lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel indeks pembangunan manusia, laju
pertumbuhan pdrb, dan upah minmum secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu kemiskinan.
c. Uji Signifikansi Parsial (Uji t Statistik)
Uji t statistik bertujuan untuk mengetahui apakah variabel
independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen secara parsial. Untuk uji t statistik dapat dilakukan dengan
cara Quick Look, yang ditentukan alam penelitian ini. Bila Nilai
probabilitas < derajat kepercayaan yang ditentukan maka suatu
variabel dapat dikatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependennya, dan sebaliknya apabila nilai probabilitas >
derajat kepercayaan yang ditentukan maka suatu variabel dapat
dikatakan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependennya. Dalam penelitian ini digunakan derajat kepercayaan
sebesar 95 persen ( α = 5% ).
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas indeks
pembangunan manusia sebesar 0.0039 < 0,05 dan nilai koefisien
sebesar -0.444096. Hal ini menunjukkan indeks pembangunan
manusia memiliki pengaruh terhadap kemiskina dengan kesimpulan
setiap kenaikan indeks pembangunan manusia sebesar 1 persen akan
85
mengurangi kemiskinan sebesar 0.444096 persen dengan asumsi
ceteris paribus.
Nilai probabilitas variabel PDRB per kapita sebesar 0.0000 < 0,05
dan nilai koefisien sebesar -0.132429. Hal ini menunjukkan laju
pertumbuhan pdrb memiliki pengaruh terhadap kemiskina dengan
kesimpulan setiap kenaikan indeks pembangunan manusia sebesar 1
persen akan mengurangi kemiskinan sebesar 0.132429 persen dengan
asumsi ceteris paribus.
Nilai probabilitas variabel upah minimum sebesar 0.0000 < 0,05
dan nilai koefisien sebesar -0.129638. Hal ini menunjukkan upah
minimum memiliki pengaruh terhadap kemiskinan dengan
kesimpulan setiap kenaikan upah minimum sebesar 1 persen akan
mengurangi kemiskinan sebesar 0.129638 persen dengan asumsi
ceteris paribus.
G. Analisis ekonomi
1. Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Kemiskinan
Hasil penelitian menunjukkan IPM berpengaruh negatif signifikan
terhadap tingkat kemiskinan. Hasil pengujian model fixed effect ini
menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel indeks pembangunan manusia
sebesar -0.444096, artinya bahwa setiap indeks pembangunan (IPM)
mengalami peningkatan 1 persen maka akan menurunkan angka kemiskinan
sebesar 0.444096 persen. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa indeks
pembangunan manusia (IPM) memiliki pengaruh negatif dan signifikan
terhadap angka kemiskinan.
86
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ari
Kristin Prasetyoningrum (2018) yang menunjukkan menurunnya angka
kemiskinan, saat IPM naik akan meningkatkan kualtias dan produktivias
SDM. Kualitas SDM yang baik tentu akan memiliki nilai untuk memperoleh
gaji yang tinggi. Dengan demikian kemampuan daya beli masyarakat itu
sendiri akan meningkat, sehingga terciptanya kesejahteraan masyarakat dan
berkurangnya kemiskinan.
IPM terdiri dari 3 dimensi (kesehatan, pendidikan, dan hidup layak)
yang sangat menentukan kualitas manusia. Pendidikan memainkan peranan
penting dalam meningkatkan kemampuan dalam menyerap teknologi
modern dan mengembangkan kapasitas dalam mewujudkan pertumbuhan
dan pembangunan. Dalam upaya mencapai pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan, sektor pendidikan memainkan peranan sangat strategis dalam
mendukung proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya. Semakin tinggi
pendidikan seseorang maka akan meningkatkan produktivitas orang
tersebut, karena ilmu dan pengetahuan diperoleh lebih banyak.
Selain itu, kesehatan merupakan syarat dalam meningkatkan
produktivitas, karena dengan kesehatan, pendidikan mudah di capai. Dalam
hal ini, kesehatan dan pendidikan merupakan komponen penting
pembangunan ekonomi dalam membantu mengurangi kemiskinan. Dengan
pendidikan dan kesehatan maka pendapatan tinggi akan mudah di dapat.
Begitu sebaliknya dengan pendapatan tinggi maka akan mudah
mengeluarkan dana untuk kesehatan dan pendidikan. Menurut Todaro
(2000), mengatakan bahwa pembangunan manusia merupakan tujuan
pembangunan itu sendiri. Yang mana pembangunan manusia memainkan
87
peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam
menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitasnya agar
tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa IPM memiliki pengaruh yang
negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, maka salah satu upaya
pemerintah yang dapa dilakukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan
adalah dengan melakukan pembangunan manusia atau peningkatan kualitias
SDM. Karena SDM adalah kunci dari pembangunan ekonomi itu sendiri.
2. Pengaruh PDRB Per Kapita Terhadap Kemiskinan
Hasil penelitian menunjukkan laju pertumbuhan PDRB berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Hasil pengujian model
fixed effect ini menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel indeks
pembangunan manusia sebesar -0.132429, artinya bahwa setiap PDRB per
kapita mengalami peningkatan 1 persen maka akan menurunkan angka
kemiskinan sebesar 0.132429 persen.
Pendapatan perkapita atau Produk Domestik Regional Bruto perkapita
digunakan sebagai salah satu indikator tingkat kemajuan atau tingkat
kesejahteraan penduduk suatu wilayah. Produk Domestik Regional Bruto
perkapita diperoleh dengan cara nilai Produk Domestik Regional Bruto
dibagi dengan jumlah penduduk.
Berdasarkan hasil estimasi, kesimpulan penelitian ini sesuai dengan
hipotesis bahwa PDRB per kapita memiliki pengaruh negatif dan signifikan
terhadap angka kemiskinan. Semakin tinggi PDRB per kapita
menggambarkan bahwa kabupaten/kota di pulau Jawa memiliki kinerja
88
perekonomian yang baik sehingga mampu berdampak pada pengurangan
angka kemiskinan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Putu Seruni Pratiwi Sudiharta, Ketut Sutrisna (2012) yang menyebutkan
bahwa kenaikan PDRB per kapita akan mengurangi angka kemiskinan.
. Pembangunan ekonomi dapat dipandang sebagai kenaikan dalam
pendapatan perkapita Pendapatan per kapita merupakan salah satu ukuran
kemakmuran suatu daerah. Semakin tinggi pendapatan per kapita tersebut
maka semakin tinggi daya beli masyarakat, sehingga meningkatnya standar
hidup masyarakat dan mampu berada melebihi dari standar hidup layak.
Kualitas hidup yang lebih baik tentunya akan menciptakan kesejahteraan
masyarakat dan berkurangnya kemiskinan di masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa variabel PDRB per kapita memiliki
pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, oleh karena itu perlu
dilakukan upaya peningkatan produktifitas output ekonomi di masing-
masing wilayah kabupaten/kota yang ada di pulau Jawa. Dengan tinginya
produktifitas output ekonomi maka akan semakin tinggi pula pendapatan
masyarakat. Pendapatan masyarakat yang tinggi akan menciptakan
kemampuan masyarkat dalam memenuhi kebutuhan hidup layak.
89
3. Pengaruh upah minimum terhadap kemiskinan
Hasil penelitian menunjukkan upah minimum berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Hasil pengujian model fixed effect
ini menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel indeks pembangunan
manusia sebesar -0.129638, artinya bahwa setiap upah minimum mengalami
peningkatan 1 persen maka akan mengurangi angka kemiskinan sebesar
0.129638 persen. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa upah
minimum memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap angka
kemiskinan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kurniawati,
Gunawan, Ratna (2017) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan upah
minimum memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat
kemiskinan.
Diberlakukannya Keputusan Menteri No.1 Tahun 1999 tentang Upah
Minimum merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melindungi
pekerja untuk mendapatkan upah yang wajar dan hidup layak, serta menjadi
acuan bagi pengusaha dalam memenuhi kewajiban mereka membayar upah
bagi uruh atau pekerja.
Dengan demikian, dengan adanya penetapan upah minimum tersebut,
para pekerja menjadi terlindungi dan mampu memenuhu kebutuhan dengan
standar minimum hidup layak. Upah minimum adalah usaha untuk
mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah, terutama pekerja
miskin. Semakin meningkat tingkat upah minimum akan meningkatkan
pendapatan masyarakat sehingga kesejahteraan juga meningkat sehingga
terbebas dari kemiskinan.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, upah minimum memiliki pengaruh
90
dapat mengurangi angka kemiskinan. Karena pada dasarnya kemiskinan
adalah suatu kondisi atau situasi yang dialami oleh seseorang atau
kelompok yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup yang yang layak
atau tercukupi baik dari segi sandang, pangan dan papan. Oleh karena itu
tingkat pendapatan masayarakat memilik peranan penting dalam upaya
mengurangi angka kemiskinan. Selain itu upah yang layak mampu
meningkatkan kualitas masyarakat baik dari segi kesehatan yang akan
mempengaruhi produktifitas tenaga kerja .
91
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan regresi pada tingkat kepercayaan 95%,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel independen dalam penelitian ini, yakni indeks pembangunan
manusia (IPM), laju pertumbuhan PDRB, dan upah minimum memiliki
pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di
kabupaten/kota di Pulau Jawa.
2. Variabel indeks pembangunan manusia memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Pulau
Jawa.
3. Variabel PDRB per kapita memiliki pengaruh negatif dan signifikan
terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Pulau Jawa.
4. Variabel upah minimum memiliki pengaruh negatif dan signifikan
terhadap kemiskinan di kabupaten/kota di Pulau Jawa.
B. Saran
Berdasasrkan kesimpulan yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti
mencoba untuk memberi beberapa saran, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau
rujukan pada penelitian sejenis atau untuk mengembangkan penelitian
ekonomi lainnya. Selama melakukan penelitian yang sejenis, maka
alangkah baiknya data penelitian ditambah guna mendapatkan hasil
penelitian yang lebih baik.
92
2. Bagi Pemerintah, semoga penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam
pengambilan keputusan kebijakan publik. Berdasarkan pembahasan
hasil diatas yang menunjukkan bahwa variabel IPM, PDRB per kapita,
dan upah minimum memiliki pengaruh signifikan terhadap kemiskinan
di kabupaten/kota di Pulau Jawa, maka pemerintah perlu meningkatkan
kualitas sumber daya manusia (SDM) yang merupakan aktor utama
dalam kegiatan pembangunan, serta sasaran dari pengentasan kemiskinan
itu sendiri. Disamping itu, hendaknya laju pertumbuhan PDRB lebih
dimaksimalkan terhadap pertumbuhan PDRB per kapita, karena
pertumbuhan ekonomi yang tinggi baru akan bermanfaat apabila diimbangi
dengan pemerataan distribusi pendapatan ke semua lapisan masyarakat.
Kemudian upah minimum merupakan salah faktor untuk menjaga agar
kemampuan daya beli masyarakat masih sesuai dengan standar hidup yang
layak, sehingga pemerintah harus menjaga upah minimum agar tetap sesuai
standar.
93
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2017). Berita Resmi Statistik “Profil Kemiskinan Di
Indonesia September 2017. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Case Karl E, R. C. (2010). Prinsip-prinsip Ekonomi Makro Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga.
Cassandra. (2016). “Analisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan
di Indonesia”. Bogor : IPB.
Christiani, C. Pratiwi T. dan Bambang M. (2012). Analisis Dampak Kepadatan
Penduduk Terhadap Kualitas Hidup Masyarakat Provinsi Jawa Tengah.
Semarang: UNTAG.
Dermoredjo, P. S. (2003). Produksi Domestik Bruto, Harga, dan Kemiskinan.
LPEM: Media Ekonomi dan Keuangan Indonesia (Vol. 51).
Efendi, Nury dan Marman S. (2014). Ekonomertrika Pendekatan Teori dan Terapa.
Jakarta : Salemba Empat.
Edy, W., Eli S., dan Intan P.R. (2019). Analisis Regresi Panel pada Kasus Kemiskinan di
Indonesia. Yogyakarta: UII.
Greene, W.H. (1997). Economic Analysis. Pretence-Hall Internasional, Lnc. USA
Gujarati, D. (2006). Dasar-dasar Ekonometrika. Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga.
Gujarati, D. (2013). Dasar-dasar Ekonometrika. Edisi Kelima. Mangunsong, R.,
C. , penerjemah. Jakarta: Salemba Empat.
Hamid, A. (2010). Panduan Penulisan Skripsi. Cetakan kesatu. Jakarta : FEIS UIN
Press.
Hasan, R., dan Quibria, M.G. (2002). Poverty and Patterns of Growth. ERD
Working Paper No.18.
Hasanuddin, Rachman. (2005). Pengaruh Pengupahan Sebagai langkah Strategis
Stabilitas Dalam Hubungan Industrial. Jakarta.
Hasan, I. M. (2017). Pokok-pokok Materi Statistik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kaufman, Bruce. (2000). The Economics of Labor Markets, Fifth Edition, The
Dryden Press. New York.
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2017). Buku Informasi
Statistik 2017. Jakarta: Kementrian PUPR.
94
Kountur, Ronny. (2003). Metode Penelitian Untuk Pendidikan Skripsi dan Tesis.
Jakarta: PPM.
Kuncoro, M. (2003). “Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi”. Jakarta: Erlangga.
Kuncoro, M. (2003). Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Kurniawati, A., Beni, T. G., Disty P. Indrasari. (2017). “Dampak upah minimum
terhadap kemiskinan di Indonesia tahun 2006-2014”. Journal Of
Research In Economics And Management : Volume 17, No. 2.
Lia, Y. (2019). Analisis pengaruh upah minimum kabupaten/kota terhadap tingkat
kemiskinan di jawa tengah tahun 2012-2017. Yogyakarta: UGM.
Mankiw, Gregory N. 2005. Teori Makroekonomi. Jakarta : Erlangga.
Mankiw, N. Gregory, (2006). Makroekonomi. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Marinda, Anna Et All. (2017). The analysis of the economic growth, minimum wage, and
unemployment rate to the poverty level in East Java. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Nazara, Suahasil. (2007). ”Pengentasan Kemiskinan : Pilihan Kebijakan dan
program yang Realistis”. Dalam Warta Demografi tahun ke 37. No 4
tahun 2007. Jakarta. Lembaga Demografi Universitas Indonesia.
Nazara, Suahasil. (2007). ”Pengentasan Kemiskinan : Pilihan Kebijakan dan
program yang Realistis”. Dalam Warta Demografi tahun ke 37. No 4
tahun 2007. Jakarta. Lembaga Demografi Universitas Indonesia.
Norton, Seth W. (2002). Economic Growth and Poverty: In Search of Trickle
Down. Cato Journal, No.22.
Parwata, I Made. I Wayan S. dan Fridayana Y, (2016). Pengaruh Produk Domestik
Regional Bruto (Pdrb) Dan Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap
Tingkat Kemiskinan. Singaraja: e-Journal Bisma Universitas
Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Vol.4).
Prastyo, Agus A. (2010). “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Kemiskinan”. Semarang: UNDIP.
95
Prasetyoningrum, A. Kristin. (2018). “Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), Pertumbuhan Ekonomi dan Pengagguran Terhadap
Kemiskinan di Indonesia”. Semarang : UIN Walisanga Semarang.
Prima, S. (2011). Analisis pengaruh IPM, pdrb per kapita, dan jumlah
pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di provinsi jawa
tengah. Semarang: UNDIP.
Rizki, N. A. (2011). Estimasi parameter Model Regresi Data Panel Random Effect
dengan Metode Generalized Least Square (GLS). Malang: UIN
Maulana Malik Ibrahim.
Stevans, Lonnie. K. (2002). The Relationship Between Poverty and Economic
Growth Revisited. Department Of BCIS/QM: Hofstra University.
Safuridar, Natasya I.P. (2019). Pengaruh IPM, Pengangguran Dan Jumlah
Penduduk Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Aceh Bagian Timur. Aceh:
Universitas Samudra.
Sudaryanto, T. dan Rusastra, I.W. (2006). ”Kebijakan Strategis Usaha Pertanian
dalam Rangka Peningkatan produksi dan Pengentasan Kemiskinan”.
Dalam Jurnal Litbang Pertanian. Bogor: Pusat Analis Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian.
Sudiharta, Putu S.P. dan Ketut Sutrisna (2012). “Pengaruh PDRB per kapita,
pendidikan, dan produktivitas tenaga kerja terhadap kemiskinan di
Provinsi Bali”. Bali : E-Jurnal EP Unud Vol. 3 (10).
Sukirno, Sadono. (2006). Makro ekonomi. Teori Pengantar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Sunarya, Iqbal B. dan Dini Indrawati (2018). “Analisis pengaruh PDRB per Kapita,
pendidikan, kesehatan, pengangguran dan upah minimum terhadap
tingkat kemiskinan di Jawa Tengah (2010-2015)”.
Suryahadi, A., Suryadarma, D., dan Sumarto, S. 2006. Economic Growth and
Poverty Reduction in Indonesia: The Effects of Location and Sectoral
Components of Growth. Working paper. Jakarta. Lembaga Penelitian
SMERU.
Sussy, S. (2013). Pengaruh PDRB, Pengangguran dan IPM terhadap Kemiskinan
di Jawa Barat dengan Menggunakan Analisis Data Panel. Bandung:
STIE Ekuitas.
96
Tambunan, Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris.
Jakarta: Ghalia.
Todaro, P. M. (2000). Pembangunan ekonomi di dunia ketiga. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Todaro, Michael. P. 1997. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid 1 & 2.
Jakarta : Erlangga.
Todaro, Michael P., dan Stephen C. Smith (2008). Pembangunan Ekonomi. Edisi
Kesembilan. Jakarta : Erlangga.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun (2003). tentang Ketenagakerjaan. Republik
Indonesia.
UNDP, (2007). Human Development Report. Washington D.C.: UNDP (United
Development Program).
UNDP. (2008). The Economics Democracy: Financing Human Development in
Indonesia. Published Jointly by BPS-Statistic Indonesia.
Winarno, Wing Wahyu. (2009). Analisis Ekonometrika dengan Statis dengan
Eviews. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
World Bank, (2007). Making the New Indonesia Work
for the Poor. Washington, D.C: The World Bank.
World Bank. (2007). Understanding Poverty. Washington, D.C: The World Bank.
97
LAMPIRAN I
DATA
Tahun Kabupaten/Kota LNKM LNIPM LNPDRBPercap LNUMK
2015 Kabupaten Bandung 2,079442 4,249209 10,09522299 14,52895
2016 Kabupaten Bandung 2,029463 4,258304 10,17705802 14,63749
2017 Kabupaten Bandung 1,99606 4,262962 10,24920266 14,71708
2015 Kabupaten Bandung Barat 2,539237 4,177919 9,945636666 14,53091
2016 Kabupaten Bandung Barat 2,460443 4,186772 10,02006987 14,63976
2017 Kabupaten Bandung Barat 2,441477 4,199155 10,09145978 14,71904
2015 Kabupaten Bekasi 1,66203 4,265352 11,23566886 14,88881
2016 Kabupaten Bekasi 1,593309 4,274302 11,261871 14,99766
2017 Kabupaten Bekasi 1,553925 4,285378 11,29855581 15,07693
2015 Kabupaten Bogor 2,19277 4,21612 10,33481532 14,79196
2016 Kabupaten Bogor 2,178155 4,224203 10,40544396 14,90081
2017 Kabupaten Bogor 2,148268 4,235989 10,49786357 14,98008
2015 Kabupaten Ciamis 2,195 4,219802 9,869310101 13,97848
2016 Kabupaten Ciamis 2,13061 4,226104 9,945828393 14,12543
2017 Kabupaten Ciamis 2,104134 4,232221 10,01940218 14,20471
2015 Kabupaten Cianjur 2,502255 4,133886 9,576163345 14,31507
2016 Kabupaten Cianjur 2,452728 4,141864 9,662625451 14,42393
2017 Kabupaten Cianjur 2,43449 4,154185 9,745839096 14,5032
2015 Kabupaten Cirebon 2,692598 4,190715 9,729550745 14,17179
2016 Kabupaten Cirebon 2,601949 4,200205 9,805157818 14,28064
2017 Kabupaten Cirebon 2,562639 4,210497 9,874264694 14,35991
2015 Kabupaten Garut 2,550226 4,146463 9,677527539 14,05846
2016 Kabupaten Garut 2,454447 4,153242 9,75846178 14,16731
2017 Kabupaten Garut 2,422144 4,166975 9,827577958 14,24658
2015 Kabupaten Indramayu 2,706716 4,164492 10,56237967 14,21697
2016 Kabupaten Indramayu 2,63548 4,170997 10,5729822 14,32582
2017 Kabupaten Indramayu 2,615204 4,183271 10,61724586 14,4051
2015 Kabupaten Karawang 2,338917 4,214495 11,20509511 14,90978
2016 Kabupaten Karawang 2,309561 4,222298 11,28344941 15,01863
2017 Kabupaten Karawang 2,327278 4,236567 11,35119446 15,09791
2015 Kabupaten Kuningan 2,636912 4,207524 9,686263944 14,01763
2016 Kabupaten Kuningan 2,609334 4,212276 9,768869856 14,12649
2017 Kabupaten Kuningan 2,585506 4,216267 9,859640153 14,20576
2015 Kabupaten Majalengka 2,652537 4,170534 9,798793481 14,04979
2016 Kabupaten Majalengka 2,553344 4,178226 9,879911816 14,15865
2017 Kabupaten Majalengka 2,533697 4,188442 9,966180622 14,23792
2015 Kabupaten Pangandaran 2,375836 4,183881 9,92964251 13,98778
2016 Kabupaten Pangandaran 2,325325 4,186468 10,00364958 14,09664
2017 Kabupaten Pangandaran 2,302585 4,198705 10,07718873 14,17591
98
Tahun Kabupaten/Kota LNKM LNIPM LNPDRBPercap LNUMK
2015 Kabupaten Purwakarta 2,21266 4,217152 10,90375172 14,78097
2016 Kabupaten Purwakarta 2,195 4,227709 10,97702132 14,88983
2017 Kabupaten Purwakarta 2,203869 4,238156 11,03548626 14,9691
2015 Kabupaten Subang 2,507157 4,197503 9,860736615 14,47199
2016 Kabupaten Subang 2,40243 4,20678 9,921720321 14,58085
2017 Kabupaten Subang 2,376764 4,215529 9,99273393 14,66012
2015 Kabupaten Sukabumi 2,19277 4,165735 9,866979158 14,49304
2016 Kabupaten Sukabumi 2,095561 4,176385 9,948317504 14,60189
2017 Kabupaten Sukabumi 2,084429 4,181897 10,0226918 14,68116
2015 Kabupaten Sumedang 2,430098 4,238301 9,991269466 14,52895
2016 Kabupaten Sumedang 2,35802 4,240607 10,07103382 14,6378
2017 Kabupaten Sumedang 2,354228 4,249495 10,16018193 14,71708
2015 Kabupaten Tasikmalaya 2,484073 4,14583 9,601368432 14,19668
2016 Kabupaten Tasikmalaya 2,419479 4,152142 9,684647229 14,30554
2017 Kabupaten Tasikmalaya 2,383243 4,161068 9,76915584 14,38481
2015 Kota Bandung 1,528228 4,377893 11,27587313 14,67248
2016 Kota Bandung 1,463255 4,38365 11,37449064 14,78133
2017 Kota Bandung 1,427916 4,385894 11,4733839 14,8606
2015 Kota Banjar 2,00283 4,238589 9,817602813 13,9903
2016 Kota Banjar 1,947338 4,24978 9,895455381 14,09916
2017 Kota Banjar 1,954445 4,259718 9,972640411 14,17843
2015 Kota Bekasi 1,697449 4,377391 10,16838706 14,90878
2016 Kota Bekasi 1,621366 4,381401 10,22535364 15,01763
2017 Kota Bekasi 1,56653 4,38577 10,27983276 15,0969
2015 Kota Bogor 2,028148 4,299324 10,33802591 14,81283
2016 Kota Bogor 1,986504 4,310799 10,41181005 14,92168
2017 Kota Bogor 1,961502 4,319619 10,48069063 15,00096
2015 Kota Cimahi 1,764731 4,336244 10,56121479 14,52895
2016 Kota Cimahi 1,778336 4,339771 10,62985188 14,6378
2017 Kota Cimahi 1,750937 4,343156 10,69516699 14,71708
2015 Kota Cirebon 2,337952 4,295106 10,90270299 14,18223
2016 Kota Cirebon 2,275214 4,300003 10,97457447 14,29109
2017 Kota Cirebon 2,267994 4,304065 11,05090588 14,37036
2015 Kota Depok 0,875469 4,370839 10,04516071 14,82054
2016 Kota Depok 0,850151 4,377014 10,10503968 14,9294
2017 Kota Depok 0,850151 4,379899 10,16118711 15,00867
2015 Kota Sukabumi 2,173615 4,274441 10,24711272 14,31325
2016 Kota Sukabumi 2,150599 4,281239 10,31784633 14,42211
2017 Kota Sukabumi 2,13771 4,29087 10,39209824 14,50138
2015 Kota Tasikmalaya 2,789937 4,248352 10,05082939 14,20213
2016 Kota Tasikmalaya 2,747271 4,256747 10,14234696 14,31099
2017 Kota Tasikmalaya 2,694627 4,269837 10,22904328 14,39026
2015 Jakarta Timur 1,175573 4,39111 11,71101374 14,80876
99
Tahun Kabupaten/Kota LNKM LNIPM LNPDRBPercap LNUMK
2016 Jakarta Timur 1,160021 4,3979 11,79983974 14,80876
2017 Jakarta Timur 1,196948 4,401952 11,89051908 14,80876
2015 Jakarta Barat 1,291984 4,37852 11,80184927 14,80876
2016 Jakarta Barat 1,217876 4,386268 11,87838075 14,80876
2017 Jakarta Barat 1,238374 4,387884 11,97232305 14,80876
2015 Jakarta Selatan 1,229641 4,423289 12,22013333 14,80876
2016 Jakarta Selatan 1,18479 4,430102 12,30191905 14,80876
2017 Jakarta Selatan 1,144223 4,432363 12,398724 14,80876
2015 Jakarta Utara 1,776646 4,360548 12,28444935 14,80876
2016 Jakarta Utara 1,717395 4,366659 12,35960885 14,80876
2017 Jakarta Utara 1,720979 4,37538 12,4495481 14,80876
2015 Jakarta Pusat 1,425515 4,378144 13,18357888 14,80876
2016 Jakarta Pusat 1,363537 4,384773 13,271807 14,80876
2017 Jakarta Pusat 1,329724 4,388133 13,37090953 14,80876
2015 Kep Seribu 2,433613 4,231785 12,4993391 14,80876
2016 Kep Seribu 2,532108 4,241614 12,52981057 14,80876
2017 Kep Seribu 2,56341 4,250065 12,62182136 14,80876
2015 Cilacap 2,666534 4,21612 10,9741118 14,06782
2016 Cilacap 2,647592 4,228293 10,54689287 14,2905
2017 Cilacap 2,634762 4,232656 11,03063871 14,34242
2015 Banyumas 2,863343 4,246923 10,07394737 13,91082
2016 Banyumas 2,846652 4,255471 10,14466747 14,11562
2017 Banyumas 2,83615 4,259153 10,21753158 14,19491
2015 Purbalingga 2,980619 4,20514 9,928716607 13,91227
2016 Purbalingga 2,943386 4,211831 9,998797732 14,13578
2017 Purbalingga 2,933857 4,215382 10,06155911 14,23586
2015 Banjarnegara 2,910719 4,170225 9,774346508 13,92212
2016 Banjarnegara 2,859913 4,182355 9,851878419 14,05058
2017 Banjarnegara 2,845491 4,187531 9,94116862 14,13032
2015 Kebumen 3,017494 4,20275 9,772068214 13,96177
2016 Kebumen 2,988708 4,210793 9,840228213 14,09662
2017 Kebumen 2,97553 4,223763 9,908873025 14,17591
2015 Purworejo 2,658159 4,253767 9,879092396 13,96823
2016 Purworejo 2,632608 4,25788 9,952277717 14,07787
2017 Purworejo 2,625393 4,267037 10,02286931 14,18362
2015 Wonosobo 3,065725 4,185099 9,808682245 13,96909
2016 Wonosobo 3,021887 4,192529 9,886239659 14,09768
2017 Wonosobo 3,011606 4,203049 9,941120467 14,19196
2015 Magelang 2,57032 4,206631 9,872461174 14,04265
2016 Magelang 2,531313 4,217299 9,941216769 14,1591
2017 Magelang 2,519308 4,225227 10,0038305 14,26659
2015 Boyolali 2,521721 4,273048 10,10463086 13,996
100
Tahun Kabupaten/Kota LNKM LNIPM LNPDRBPercap LNUMK
2017 Boyolali 2,481568 4,285516 10,2834297 14,23375
2015 Klaten 2,70069 4,301494 10,1272709 13,97251
2016 Klaten 2,671386 4,30366 10,20839541 14,15198
2017 Klaten 2,649715 4,307438 10,28493315 14,2398
2015 Sukoharjo 2,225704 4,311202 10,338382 14,01682
2016 Sukoharjo 2,204972 4,318288 10,41682003 14,14912
2017 Sukoharjo 2,169054 4,324927 10,49424203 14,2296
2015 Wonogiri 2,56341 4,215972 10,03210062 13,91173
2016 Wonogiri 2,574138 4,222884 10,10528489 14,07248
2017 Wonogiri 2,557227 4,229167 10,17701999 14,1527
2015 Karanganyar 2,522524 4,307572 10,35529539 14,01927
2016 Karanganyar 2,524928 4,316154 10,43226114 14,16617
2017 Karanganyar 2,507972 4,320417 10,47621698 14,2602
2015 Sragen 2,698673 4,264087 10,34412674 13,91536
2016 Sragen 2,665838 4,268718 10,42186459 14,07787
2017 Sragen 2,640485 4,282206 10,50369674 14,16799
2015 Grobogan 2,615935 4,220243 9,611395772 13,96393
2016 Grobogan 2,590017 4,227126 9,680468993 14,08171
2017 Grobogan 2,568022 4,232221 9,756146965 14,16799
2015 Blora 2,60417 4,192983 9,863134198 13,98102
2016 Blora 2,590017 4,198855 10,05916564 14,09956
2017 Blora 2,568022 4,212424 10,14167734 14,19264
2015 Rembang 2,959068 4,222151 10,0188677 13,92884
2016 Rembang 2,919931 4,228293 10,0783648 14,07787
2017 Rembang 2,90963 4,233382 10,15739307 14,15768
2015 Pati 2,480731 4,22698 10,14084954 13,97805
2016 Pati 2,455306 4,234541 10,21401908 14,08554
2017 Pati 2,431857 4,250208 10,28738848 14,16652
2015 Kudus 2,045109 4,286616 11,52484415 14,13759
2016 Kudus 2,034706 4,289637 11,57937778 14,29063
2017 Kudus 2,026832 4,301901 11,64853969 14,36991
2015 Jepara 2,140066 4,248781 9,830648006 13,95527
2016 Jepara 2,122262 4,25206 9,895707365 14,11562
2017 Jepara 2,09433 4,259718 9,959206041 14,28551
2015 Demak 2,670002 4,244917 9,758172721 14,24404
2016 Demak 2,646175 4,249923 9,82384893 14,37227
2017 Demak 2,596001 4,254335 9,89379069 14,45736
2015 Semarang 2,098018 4,275137 10,50083944 14,16546
2016 Semarang 2,078191 4,282206 10,57635549 14,29174
2017 Semarang 2,051556 4,293195 10,64141688 14,37227
2015 Temanggung 2,464704 4,205737 9,982298733 13,97933
2016 Temanggung 2,451005 4,213608 10,05800959 14,08783
2017 Temanggung 2,438863 4,224495 10,11896177 14,17423
101
Tahun Kabupaten/Kota LNKM LNIPM LNPDRBPercap LNUMK
2015 Kendal 2,452728 4,242333 10,39964614 14,14009
2016 Kendal 2,430978 4,250065 10,47970758 14,30996
2017 Kendal 2,406945 4,257313 10,54739197 14,38924
2015 Batang 2,422144 4,181439 9,971566673 14,05453
2016 Batang 2,401525 4,195396 10,04076816 14,19907
2017 Batang 2,379546 4,209903 10,11585323 14,28739
2015 Pekalongan 2,552565 4,210645 9,864018809 14,05531
2016 Pekalongan 2,557227 4,215234 9,937840669 14,196
2017 Pekalongan 2,53449 4,225373 10,0123868 14,27527
2015 Pemalang 2,906901 4,154185 9,571505221 13,99232
2016 Pemalang 2,866762 4,161536 9,648659817 14,09692
2017 Pemalang 2,854745 4,175002 9,73127473 14,19395
2015 Tegal 2,311545 4,175002 9,79657027 13,95961
2016 Tegal 2,312535 4,187228 9,883641924 14,13251
2017 Tegal 2,292535 4,196299 9,961520584 14,21227
2015 Brebes 2,985177 4,145988 9,869723922 13,96956
2016 Brebes 2,968875 4,158571 9,947695807 14,08554
2017 Brebes 2,95178 4,172231 10,01314881 14,16483
2015 Kota Magelang 2,202765 4,335852 10,89025539 14,00696
2016 Kota Magelang 2,173615 4,345881 10,96690435 14,10893
2017 Kota Magelang 2,169054 4,354655 11,04903114 14,18914
2015 Kota Surakarta 2,387845 4,383775 11,13124036 14,01633
2016 Kota Surakarta 2,386926 4,391482 11,20502708 14,16476
2017 Kota Surakarta 2,36556 4,392596 11,28439242 14,24403
2015 Kota Salatiga 1,757858 4,393955 10,87523191 14,06782
2016 Kota Salatiga 1,656321 4,396176 10,94266826 14,18773
2017 Kota Salatiga 1,623341 4,402809 11,01279247 14,28354
2015 Kota Semarang 1,60342 4,384898 11,27584778 14,33728
2016 Kota Semarang 1,578979 4,396792 11,34838096 14,46209
2017 Kota Semarang 1,530395 4,406841 11,42669197 14,56928
2015 Kota Pekalongan 2,090629 4,286204 10,17511646 14,07093
2016 Kota Pekalongan 2,069391 4,294833 10,25527055 14,22098
2017 Kota Pekalongan 2,010895 4,300952 10,33423047 14,30025
2015 Kota Tegal 2,111425 4,289911 10,69561997 14,00282
2016 Kota Tegal 2,104134 4,297965 10,78336323 14,14121
2017 Kota Tegal 2,093098 4,303389 10,86727237 14,22064
2015 Kulonprogo 3,063391 4,269977 9,831508083 13,94478
2016 Kulonprogo 3,010621 4,28193 9,900934296 14,05364
2017 Kulonprogo 3,010621 4,293605 9,976412683 14,13295
2015 Bantul 2,793004 4,356581 9,89807292 13,9672
2016 Bantul 2,677591 4,362079 9,965522943 14,06837
2017 Bantul 2,644045 4,365262 10,03192474 14,15538
2015 Gn Kidul 3,078694 4,210793 9,867393945 13,91829
102
Tahun Kabupaten/Kota LNKM LNIPM LNPDRBPercap LNUMK
2016 Gn Kidul 2,962175 4,216857 9,939674823 14,02715
2017 Gn Kidul 2,925846 4,230186 10,00879307 14,10642
2015 Sleman 2,247072 4,396915 10,27415416 13,9672
2016 Sleman 2,105353 4,408547 10,35111775 14,10669
2017 Sleman 2,095561 4,417032 10,42192414 14,18596
2015 Kota Yogya 2,169054 4,437461 11,08088021 14,0798
2016 Kota Yogya 2,04122 4,446409 11,14433698 14,18873
2017 Kota Yogya 2,033398 4,448399 11,21267136 14,26799
2015 Pacitan 2,81421 4,173156 9,953990535 13,95527
2016 Pacitan 2,740195 4,185708 10,0482803 14,06471
2017 Pacitan 2,735665 4,182203 10,12486955 14,14399
2015 Ponorogo 2,477378 4,221858 9,752432078 13,95527
2016 Ponorogo 2,463853 4,233091 9,846811375 14,06471
2017 Ponorogo 2,432736 4,237868 9,924123166 14,14399
2015 Trenggalek 2,594508 4,208417 9,892578262 13,95527
2016 Trenggalek 2,583243 4,216267 9,979383212 14,06471
2017 Trenggalek 2,561868 4,220977 10,05418943 14,14399
2015 Tulungagung 2,148268 4,249495 10,23372611 14,05693
2016 Tulungagung 2,107786 4,260141 10,32002447 14,16617
2017 Tulungagung 2,084429 4,266054 10,39610847 14,24544
2015 Blitar 2,299581 4,221418 10,05963624 14,04662
2016 Blitar 2,270062 4,232366 10,14706099 14,15555
2017 Blitar 2,282382 4,238878 10,21957485 14,23483
2015 Kediri 2,558002 4,232801 9,889135046 14,08191
2016 Kediri 2,543176 4,246636 9,969602955 14,1912
2017 Kediri 2,505526 4,255187 10,04207489 14,27048
2015 Malang 2,444952 4,199155 10,27580944 14,48947
2016 Malang 2,441477 4,212276 10,37158311 14,5985
2017 Malang 2,401525 4,226396 10,45195572 14,67777
2015 Lumajang 2,444085 4,143452 10,07327252 14,0686
2016 Lumajang 2,417698 4,154812 10,15750942 14,17807
2017 Lumajang 2,386007 4,16247 10,22860991 14,25735
2015 Jember 2,417698 4,143769 10,06138833 14,19429
2016 Jember 2,395164 4,159039 10,15979505 14,30348
2017 Jember 2,397895 4,173772 10,23156753 14,38275
2015 Banyuwangi 2,215937 4,220683 10,53879373 14,17038
2016 Banyuwangi 2,173615 4,234107 10,63279789 14,28489
2017 Banyuwangi 2,144761 4,243339 10,71477326 14,36416
2015 Bodowoso 2,70538 4,158102 9,85377196 14,05512
2016 Bodowoso 2,70805 4,166975 9,939481913 14,16405
2017 Bodowoso 2,676903 4,170534 10,01292475 14,24333
2015 Situbondo 2,612273 4,16713 10,0030161 14,00605
2016 Situbondo 2,590767 4,175617 10,09332248 14,13324
103
Tahun Kabupaten/Kota LNKM LNIPM LNPDRBPercap LNUMK
2017 Situbondo 2,568788 4,184794 10,16304018 14,21251
2015 Probolinggo 3,035914 4,156223 10,02233669 14,25814
2016 Probolinggo 3,04357 4,160756 10,10438549 14,36709
2017 Probolinggo 3,0214 4,163249 10,16446624 14,44637
2015 Pasuruan 2,372111 4,175002 11,10105489 14,80876
2016 Pasuruan 2,35802 4,185251 11,18561513 14,92638
2017 Pasuruan 2,33602 4,200055 11,26259056 15,00582
2015 Sidoarjo 1,862529 4,349374 11,14178932 14,81061
2016 Sidoarjo 1,854734 4,358886 11,2173725 14,92737
2017 Sidoarjo 1,829376 4,365643 11,28740409 15,00664
2015 Mojokerto 2,35802 4,260565 10,9110987 14,80691
2016 Mojokerto 2,361797 4,266616 10,99767339 14,92407
2017 Mojokerto 2,321407 4,281654 11,07364501 15,00335
2015 Jombang 2,37862 4,242621 10,06424493 14,36074
2016 Jombang 2,370244 4,248924 10,15198691 14,46992
2017 Jombang 2,349469 4,260988 10,23577246 14,54919
2015 Nganjuk 2,540814 4,247066 9,817711776 14,05058
2016 Nganjuk 2,505526 4,255613 9,913289358 14,15981
2017 Nganjuk 2,483239 4,258304 9,990903015 14,23908
2015 Madiun 2,528924 4,247066 9,931199991 13,99449
2016 Madiun 2,540814 4,24377 10,0194467 14,10818
2017 Madiun 2,507972 4,252345 10,09195684 14,18745
2015 Magetan 2,429218 4,268158 10,00437307 13,95527
2016 Magetan 2,400619 4,275832 10,09406659 14,06471
2017 Magetan 2,349469 4,284965 10,16581335 14,14399
2015 Ngawi 2,747912 4,224203 9,803225131 13,95527
2016 Ngawi 2,72589 4,233527 9,899881057 14,10369
2017 Ngawi 2,702032 4,238012 9,973992613 14,18297
2015 Bojonegoro 2,754297 4,192227 10,57913246 14,0863
2016 Bojonegoro 2,681022 4,200655 10,71018661 14,19532
2017 Bojonegoro 2,663053 4,208863 10,86212871 14,27459
2015 Tuban 2,837908 4,182355 10,63952658 14,26977
2016 Tuban 2,841415 4,192529 10,71787844 14,37912
2017 Tuban 2,825537 4,201254 10,79049364 14,4584
2015 Lamongan 2,733068 4,246207 10,09414923 14,1591
2016 Lamongan 2,70069 4,253341 10,19185689 14,2685
2017 Lamongan 2,668616 4,264228 10,27228868 14,34777
2015 Gresik 2,612273 4,298237 11,29195455 14,81154
2016 Gresik 2,579459 4,310262 11,34917048 14,92803
2017 Gresik 2,549445 4,315353 11,43294026 15,00746
2015 Bangkalan 3,116622 4,118875 9,909370216 14,0524
2016 Bangkalan 3,063858 4,128102 9,948126254 14,16193
2017 Bangkalan 3,059646 4,131961 10,01341761 14,24121
104
Tahun Kabupaten/Kota LNKM LNIPM LNPDRBPercap LNUMK
2015 Sampang 3,244544 4,063542 9,660715109 14,02387
2016 Sampang 3,182627 4,079062 9,749345206 14,14265
2017 Sampang 3,15955 4,092677 9,824552564 14,22193
2015 Pamekasan 2,857045 4,144721 9,592195614 13,99929
2016 Pamekasan 2,815409 4,158571 9,670104253 14,11562
2017 Pamekasan 2,772589 4,17331 9,738907677 14,19489
2015 Sumenep 3,005683 4,133245 10,13974474 14,04145
2016 Sumenep 3,000222 4,149779 10,20006742 14,15055
2017 Sumenep 2,976549 4,163249 10,24998084 14,22983
2015 Kota Kediri 2,141242 4,326382 12,74365022 14,10799
2016 Kota Kediri 2,128232 4,335066 12,84085421 14,21697
2017 Kota Kediri 2,138889 4,345492 12,9206339 14,29624
2015 Kota Blitar 1,986504 4,330733 10,46153068 14,04662
2016 Kota Blitar 1,971299 4,340032 10,55377942 14,15555
2017 Kota Blitar 2,083185 4,345103 10,63217078 14,22696
2015 Kota Malang 1,526056 4,382651 11,01661071 14,48947
2016 Kota Malang 1,465568 4,38776 11,10879946 14,55697
2017 Kota Malang 1,427916 4,390119 11,18985108 14,63625
2015 Kota Probolinggo 2,100469 4,262821 10,4701357 14,17842
2016 Kota Probolinggo 2,075684 4,269697 10,55732202 14,28739
2017 Kota Probolinggo 2,059239 4,277915 10,63400277 14,36666
2015 Kota Pasuruan 2,010895 4,301088 10,32675983 14,26977
2016 Kota Pasuruan 2,030776 4,30555 10,41720898 14,37912
2017 Kota Pasuruan 2,032088 4,309322 10,49241246 14,44637
2015 Kota Mojokerto 1,818077 4,324662 10,56702568 14,17842
2016 Kota Mojokerto 1,745716 4,335721 10,65692989 14,28739
2017 Kota Mojokerto 1,745716 4,340814 10,7352656 14,36666
2015 Kota Madiun 1,587192 4,375505 10,97236202 14,03865
2016 Kota Madiun 1,640937 4,382152 11,06175144 14,14769
2017 Kota Madiun 1,597365 4,38365 11,14099184 14,22696
2015 Surabaya 1,7613 4,37538 11,86783385 14,81246
2016 Surabaya 1,728109 4,386765 11,96841173 14,92901
2017 Surabaya 1,684545 4,395313 12,05645252 15,00829
2015 Kota Batu 1,549688 4,28524 10,95802604 14,44519
2016 Kota Batu 1,499623 4,298237 11,06302246 14,52157
2017 Kota Batu 1,460938 4,307572 11,16125228 14,60085
2015 Kabupaten Lebak 2,299581 4,127618 9,69769264 14,36248
2016 Kabupaten Lebak 2,164472 4,139637 9,780019639 14,491
2017 Kabupaten Lebak 2,156403 4,142341 9,863446503 14,57028
2015 Kabupaten Pandegelang 2,344686 4,13868 9,742614327 14,36767
2016 Kabupaten Pandegelang 2,269028 4,149464 9,824498456 14,50865
2017 Kabupaten Pandegelang 2,276241 4,156067 9,914724184 14,58792
2015 Kabupaten Tangerang 1,742219 4,249209 10,31430498 14,81246
105
Tahun Kabupaten/Kota LNKM LNIPM LNPDRBPercap LNUMK
2016 Kabupaten Tangerang 1,665818 4,254761 10,35593166 14,92131
2017 Kabupaten Tangerang 1,667707 4,262257 10,4126518 15,00059
2015 Kabupaten Serang 1,627278 4,168369 10,54859928 14,80876
2016 Kabupaten Serang 1,597365 4,176232 10,62183941 14,91762
2017 Kabupaten Serang 1,599388 4,183576 10,69697768 14,99689
2015 Kota Tangerang 1,617406 4,331785 11,01684066 14,81981
2016 Kota Tangerang 1,597365 4,341335 11,08217332 14,92867
2017 Kota Tangerang 1,599388 4,343935 11,15376171 15,00794
2015 Kota Cilegon 1,410987 4,274024 12,13878903 14,83095
2016 Kota Cilegon 1,272566 4,277222 12,18574748 14,93981
2017 Kota Cilegon 1,258461 4,280686 12,25341414 15,01908
2015 Kota Serang 1,83737 4,168369 10,43582023 14,68051
2016 Kota Serang 1,719189 4,176232 10,51028677 14,78936
2017 Kota Serang 1,717395 4,267037 10,58981151 14,86864
2015 Kota Tangerang Selatan 0,524729 4,374246 10,50347723 14,81246
2016 Kota Tangerang Selatan 0,512824 4,383401 10,55851741 14,92131
2017 Kota Tangerang Selatan 0,565314 4,392472 10,63424357 15,00059
106
LAMPIRAN II
A. Pooled least Square (PLS) Model :
B. Fixed Effect Model (FEM)
107
C. Uji Chow :
D. Random Effect Model :
E. Uji Hausman
108
F. Model Regresi Terbaik Adalah Fixed Effect Model (FEM)
Uji Asumsi Klasik Model FEM
1. Uji Normalitas
2. Uji Multikolinearitas
109
3. Uji Heteroskedastisitas
4. Uji Autokorelasi
R-squared 0.998171 Mean dependent var 2.285417
Adjusted R-squared 0.997229 S.D. dependent var 0.501023
S.E. of regression 0.026376 Akaike info criterion -4.167387
Sum squared resid 0.163490 Schwarz criterion -2.842222
Log likelihood 865.8785 Hannan-Quinn criter. -3.640311
F-statistic 1059.645 Durbin-Watson stat 2.263219
Prob(F-statistic) 0.000000
Autokorelasi Ragu- Bebas Ragu- Autokorelasi Positif Ragu Autokorelasi Ragu Negatif
0 1.66687 1.73535 2.263219 2.26485 2.33313 4
dL dU 4-dU 4-dL
110
G. Hasil Regresi GLS :
a. Pooled Least Square (PLS):
b. Fixed Effect Model (FEM):
111
Uji Chow Menentukan Model PLS atau FEM:
Model yang terbaik adalah FEM dengan Metode GLS:
112
Uji Asumsi Klasik Metode GLS:
1. Uji Normalitas
2. Uji Multikolinearitas
3. Uji Autokorelasi
Autokorelasi Ragu- Bebas Ragu- Autokorelasi
Positif Ragu Autokorelasi Ragu Negatif
0 1.33326 1.45622 2.536964 2.54378 2.66674 4
dL dU 4-dU 4-dL
113
4. Uji Heteroskedastisitas