18
ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA, DAN BELANJA LANGSUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI (Studi Kasus Pada 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur) JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Liyasmi Ika Harjana 115020107111007 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK,

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA, DAN

BELANJA LANGSUNG TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI

(Studi Kasus Pada 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur)

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Liyasmi Ika Harjana

115020107111007

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …
Page 3: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan

Belanja Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

(Studi Kasus Pada 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur)

Liyasmi Ika Harjana*

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari jumlah penduduk, tingkat pengangguran

terbuka, dan belanja langsung terhadap pertumbuhan ekonomi pada 38 kabupaten/kota di Jawa

Timur. Metode analisis yang digunakan yakni regresi data panel dengan model fixed effect, serta

pengujian asumsi klasik dan analisis statistik. Hasil penenlitian menunjukkan bahwa jumlah penduduk

dan belanja langsung berpengaruh positif dan signifikan sementara tingkat pengangguran terbuka

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada 38 kabupaten/kota di Jawa

Timur.

Kata kunci: Penduduk, pengangguran, belanja pemerintah, pertumbuhan ekonomi

A. PENDAHULUAN

Pembangunan yang dilakukan disemua wilayah memiliki tujuan yakni, tercapainya kemakmuran

dan kesejahteraan masyarakat. Agar tujuan tersebut tercapai, maka perlu adanya upaya pengembangan

perekonomian yang mampu meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi pengangguran maupun

kemiskinan, serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Keberhasilan suatu negara dalam

membangun perekonomian diukur dari tinggi atau rendahnya pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

Jika pertumbuhan ekonomi tinggi, maka proses pembangunan ekonomi akan berjalan lancar.

Sebaliknya, jika pertumbuhan ekonomi rendah, maka proses pembangunan ekonomi akan terhambat.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan

bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan suatu negara..

Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dalam kurun waktu 5 tahun terakhir cenderung fluktuatif dan

selalu lebih tinggi dibandingkan nasional. Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2012

(7.27%), dan terendah terjadi pada tahun 2009 (5.01%). Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi

mencapai 6.55%, lebih lambat dibandingkan pada tahun 2012 yang sebesar 7.22%, namun tetap lebih

tinggi dari ekonomi nasional yang berada pada level 5.78%.

Tabel 1 : Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Jawa Timur (persen)

Wilayah 2009 2010 2011 2012 2013*

Nasional 4.63 6.22 6.49 6.23 5.78

Jawa Timur 5.01 6.68 7.22 7.27 6.55 Sumber: BPS Jawa Timur, 2014

*) Angka Sementara

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau, wilayah Indonesia dibagi

menjadi 34 provinsi. Jawa Timur yang merupakan salah satu provinsi yang berada di bagian timur

Pulau Jawa, terdiri dari 38 kabupaten/kota yang secara keseluruhan memiliki jumlah penduduk sebesar

38.999.837 jiwa pada tahun 2013. Jumlah ini mengalami penurunan drastis bila dibanding tahun 2012

yang sebesar 42.144.729 jiwa, sehingga LPP (Laju Pertumbuhan Penduduk) sebesar -7.69%. Kondisi

ini disebabkan karena adanya pengaruh faktor-faktor demografi yang mempengaruhi pertambahan

Page 4: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

penduduk, seperti kematian, kelahiran, dan migrasi. Meskipun mengalami penurunan, namun kondisi

ini tetap menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di

Indonesia setelah Jawa Barat.

Sementara itu, rasio penduduk yang menganggur dengan jumlah angkatan kerja yang biasa disebut

dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Timur mengalami peningkatan sebesar 0.21%,

dari 4.12% menjadi 4.33%. Kondisi ini dipicu oleh terjadinya penawaran angkatan kerja dalam kurun

waktu tersebut lebih tinggi daripada penyerapan tenaga kerja, sehingga terjadi peningkatan jumlah

pengangguran. Keadaan seperti ini juga dapat terjadi karena berbagai alasan. Antara lain pola

pertumbuhan ekonomi yang melemah saat ini bisa berdampak pada peningkatan produksi, perluasan

usaha dan kondisi pasar ekspor. Selain itu, kebijakan pemerintah termasuk kebijakan UMK dan

kondisi cuaca berpengaruh besar terhadap aktivitas pekerjaan di semua sektor dan hal ini yang

kemudian mendorong peningkatan pengangguran di Jawa Timur.

Realisasi total pengeluaran pemerintah di Jawa Timur menurut kabupaten/kota pada tahun

2009 sampai pada tahun 2013 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan pengeluaran terbesar

yakni pada tahun 2013 berjumlah Rp. 56.996.593.450, dan terendah pada tahun 2009 berjumlah Rp.

37.523.187.739. Sedangkan realisasi belanja langsung pada tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami

penurunan sebesar Rp. 963.516.681, kemudian mengalami peningkatan kembali pada tahun 2011, dan

seterusnya hingga tahun 2013. Kondisi ini mencerminkan bahwa pemerintah daerah menggunakan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikelolanya sebagai instrumen vital bagi

kebijakan publik di daerahnya. Dengan demikian kondisi fiskal atau keuangan daerah mencerminkan

kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah tersebut dalam mewujudkan visi dan misi

pemerintahannya. APBD yang ditetapkan dengan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPR), menunjukkan sumber-sumber pendapatan daerah, berapa besar alokasi belanja untuk

melaksanakan program/kegiatan, serta pembiayaan yang muncul bila terjadi surplus atau defisit.

Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Provinsi Jawa Timur memang didorong

oleh besarnya pengeluaran pemerintah sebagai upaya tercapainya pembangunan ekonomi. Namun hal

ini tidak sesuai dengan kenyataan bahwa tingkat pengangguran juga masih tinggi. Sebab, jika

pertumbuhan ekonomi suatu daerah tinggi, maka tingkat pengangguran akan semakin berkurang.

Kondisi ini juga disebabkan oleh jumlah penduduk yang terlalu besar, sehingga permintaan tenaga

kerja tidak seimbang dengan jumlah penawarannya. Untuk itu diperlukan peran pemerintah dalam

mengelola pengeluarannya agar dapat tersalurkan dengan tepat dalam mengatasi masalah

pengangguran.

Berdasarkan latar belakang di atas mengenai kondisi ekonomi maupun demografi Jawa

Timur, maka penulis tertarik untuk membahas “Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Tingkat

Pengangguran Terbuka, dan Belanja Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus

Pada 38 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur).”

B. KAJIAN PUSTAKA

Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Putong (2009), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan pendapatan nasional secara

berarti (dengan meningkatnya pendapatan per kapita) dalam suatu periode perhitungan tertentu.

Menurut pandangan teori klasik yakni Adam Smith, memaparkan tentang pertumbuhan ekonomi

dengan memandang kepada adanya hukum alam, Peningkatan produktivitas tenaga kerja; proses

penumpukan (akumulasi) modal; tingkat keuntungan akan semakin menurun manakala tingkat

persaingan semakin tinggi; petani, pengusaha, dan produsen adalah agen pertumbuhan dalam

perekonomian; serta proses pertumbuhan bersifat akumulatif. Sedangkan menurut teori Keynesian dalam Irawan dan Suparmoko (2002) yang memiliki asumsi bahwa jika jumlah penduduk bertambah maka

pendapatan riil per kapita akan berkurang kecuali bila pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila

angkatan kerja berkembang, maka output juga harus bertambah untuk mempertahankan kesempatan kerja

penuh. Dan jika ada investasi maka pendapatan riil harus juga bertambah untuk mencegah adanya

kapasitas yang menganggur. Faktor-faktor inilah yang merupakan pusat dari analisis para ekonom setelah

Keynes salah satunya yakni Harrod-Domar dalam perkembangan ekonomi. Analisis pertumbuhan

Page 5: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

ekonomi menurut Harrod-Domar yang berpusat pada penentuan keadaan yang diibutuhkan untuk

pertumbuhan pendapatan riil yang terus menerus. Mereka menekankan pentingnya peranan akumulasi

modal dalam proses pertumbuhan serta menitikberatkan bahwa akumulasi modal (investasi) mempunyai

peranan ganda. Peranan ganda yang dimaksud yakni investasi menimbulkan adanya pendapatan dan

disamping itu juga menaikkan kapasitas produksi dengan cara memperbesar jumlah modal (capital

stock). Model pertumbuhan Harrod-Domar dalam Todaro (2011) merupakan model hubungan ekonomi

fungsional yang menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan Produk Domestic Bruto (Y) bergantung

langsung pada tingkat tabungan nasional neto (s) dan berbanding terbalik dengan rasio modal output

nasional (c). Sehingga terdapat persamaan seperti berikut:

∆𝑌

𝑌=

𝑠

𝑐

Penduduk

Teori mengenai penduduk menurut model Malthusian yang dikemukakan oleh Mankiw (2006),

menunjukkan bahwa semakin meningkatnya populasi akan semakin terus menerus membebani

kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Malthus juga memperlihatkan bahwa

pertumbuhan populasi akan membebani sumber daya alam yang diperlukan untuk memproduksi

makanan. Jadi intinya, pertumbuhan populasi dianggap sebagai ancaman bagi peningkatan standar hidup.

Lain halnya dengan Malthus, Model Kremerian memberikan pendapat bahwa pertumbuhan populasi

adalah kunci dalam memajukan kesejahteraan ekonomi. Dengan semakin banyaknya penduduk, maka

akan semakin banyak pula ilmuwan, penemu, dan ahli mesin yang akan memberikan kontribusi pada

inovasi dan kemajuan teknologi. Kesimpulannya, populasi yang besar adalah prasyarat bagi kemajuan

teknologi (Kremer dalam Mankiw, 2006).

Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6

bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap

(BPS, 2014). Menurut Dumairy (1996), penduduk berfungsi ganda dalam perekonomian. Dalam konteks

pasar, ia berada baik disisi permintaan maupun disisi penawaran. Disisi permintaan, penduduk adalah

konsumen, sumber permintaan akan barang-barang dan jasa. Disisi penawaran, penduduk adalah

produsen, jika ia pengusaha, pedagang, tenaga kerja, atau pekerja. Dalam konteks pembangunan,

pandangan terhadap penduduk terpecah menjadi dua. Umumnya literatur-literatur kuno yang

menganggap sebagai penghambat dalam pembangunan, sedangkan literatur-literatur modern justru

memandang sebagai pemacu pembangunan.

Pengangguran

Mulyadi (2003) mengungkapkan bahwa Teori Keynes yang termasuk dalam kaum klasik, percaya

perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan mekanisme pasar akan selalu menuju keseimbangan

(equilibrium). Kondisi ini dikenal sebagai suatu “tangan tak terlihat” (invisible hands) yang akan

membawa perekonomian kembali pada posisi keseimbangan. Dalam keseimbangan tersebut, semua

sumber daya, termasuk tenaga kerja, akan digunakan secara penuh (fully-employed). Dengan demikian,

dibawah sistem yang didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada pengangguran. Kalau tidak ada yang

bekerja, daripada tidak memperoleh pendapatan sama sekali, maka mereka bersedia bekerja dengan

tingkat upah yang lebih rendah. Kesediaan untuk bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah ini akan

menarik perusahaan untuk mempekerjakan mereka lebih banyak. Jadi, dalam pasar persaingan sempurna

mereka yang mau bekerja pasti akan memperoleh pekerjaan. Pengecualian, berlaku bagi mereka yang

“pilih-pilih” pekerjaan, atau tidak mau bekerja dengan tingkat upah yang diatur oleh pasar. Tetapi kalau

ada yang tidak bekerja karena kedua alasan yang disebutkan diatas, mereka ini oleh kaum klasik tidak

digolongkan pada penganggur, melainkan pengangguran sukarela (voluntary unemployment).

Pengangguran Terbuka

Pengangguran memiliki beberapa jenis salah satunya yakni pengangguran terbuka. Mulyadi (2003)

mengartikan pengangguran terbuka sebagai bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak bekerja

dan sedang aktif mencari pekerjaan. Sedangkan BPS (2014) menjelaskan bahwa pengangguran terbuka

merupakan mereka yang tidak mempunyai pekerjaan karena sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan

Page 6: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

usaha, atau karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, serta mereka yang sudah punya

pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja. Untuk mengukur besarnya presentase tingkatan pengangguran

suatu wilayah umumnya menggunakan tingkat pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran terbuka

merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.

Hipotesis

1. Diduga jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada

38 kota/kabupaten di Provinsi Jawa Timur

2. Diduga tingkat pengangguran terbuka berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi pada 38 kota/kabupaten di Provinsi Jawa Timur

3. Diduga belanja langsung pemerintah daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi pada 38 kota/kabupaten di Provinsi Jawa Timur

C. METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, yakni penelitian ilmiah yang sistematis

terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Sehubungan dengan

permasalahan yang diangkat, penelitian ini memilki jenis permasalahan deskriptif, yaitu suatu

permasalahan yg berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada

satu variabel atau lebih. Variabel independen dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk (X1),

tingkat pengangguran terbuka (X2), dan belanja langsung (X3), sedangkan variabel dependen adalah

pertumbuhan ekonomi (Y).

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam lingkup 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dengan waktu

penelitian dilakukan mulai Bulan Februari 2015 hingga Bulan Juni 2015.

Definisi Operasional

1. Pertumbuhan Ekonomi (sebagai variabel dependen) (Y)

Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan

barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah. Pertumbuhan ekonomi

merefleksikan kinerja ekonomi dari tahun ke tahun yang dapat diukur dari perkembangan PDRB

Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) suatu tahun dengan tahun sebelumnya serta dinyatakan dalam

satuan persen. Periode waktu yang digunakan adalah tahun 2009 hingga tahun 2013.

2. Jumlah Penduduk (sebagai variabel independen) (X1)

Jumlah penduduk merupakan jumlah penduduk pada tahun tertentu yang dinyatakan dalam satuan

persen, dengan periode waktu yang digunakan yakni tahun 2009 hingga tahun 2013

3. Tingkat Pengangguran Terbuka (sebagai variabel independen) (X2)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan rasio penduduk yang menganggur dengan

jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam satuan persen. Periode waktu yang digunakan yaitu

tahun 2009 hingga tahun 2013

4. Belanja Langsung (sebagai variabel independen) (X3)

Belanja langsung adalah bagian belanja yang dianggarkan terkait langsung dengan pelaksanaan

program untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah dan telah dianggarkan oleh

pemerintah daerah. Periode waktu yang digunakan yaitu tahun 2009 hingga tahun 2013

Populasi Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur,

dengan objek penelitian meliputi 9 kota dan 29 kabupaten.

Page 7: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

Metode Pengumpulan Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang berupa publikasi yang

diterbitkan oleh lembaga/instansi tertentu. Data yang dikumpulkan adalah data kuantitatif, yakni data

yang berbentuk angka atau bilangan dan dapat diolah atau dianalisis menggunakan teknik perhitungan

matematika atau statistika. Data dalam penelitian ini adalah data jumlah penduduk, tingkat

pengangguran terbuka, belanja langsung, dan pertumbuhan ekonomi pada 38 kabupaten/kota di Jawa

Timur tahun 2009-2013. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS)

dan Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Provinsi Jawa Timur,

serta data-data yang dipublikasikan melalui berbagai tulisan ilmiah dan literatur yang ada

keterkaitannya dengan permasalahan penelitian ini. Data yang diperoleh dari BPS yakni data tingkat

pengangguran terbuka, belanja langsung, dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan data jumlah

penduduk diperoleh dari Disnakertransduk. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan metode

dokumentasi dan studi pustaka. Dokumentasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data atau

informasi mengenai beberapa hal yang ada kaitanya dengan penelitian, melalui referensi dari berbagai

sumber pustaka, media cetak dan internet.

Metode Analisa Data

Penelitian ini menggunakan data panel, yakni gabungan dari data time series dan data cross section

yang bertujuan umumnya untuk memperbanyak observasi guna memenuhi keperluan jumlah observasi

minimum (Mulyono, 2000). Sedangkan model analisis yang digunakan dalam penelitian ini yakni

analisis regresi linear berganda. Menurut Nachrowi dan Usman (2002), model ini digunakan untuk

membuat hubungan antara satu variabel terikat dan beberapa variabel bebas. Model estimasi data panel

sebagai berikut:

𝑌𝑖𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋1𝑖𝑡 + 𝛽2𝑋2𝑖𝑡 + 𝛽3𝑋3𝑖𝑡 + 𝛽4𝑋4𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡

dimana :

Y = Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa Timur

X1 = Jumlah penduduk kabupaten/kota di Jawa Timur

X2 = Tingkat pengangguran terbuka kabupaten/kota di Jawa Timur

X3 = Belanja langsung kabupaten/kota di Jawa Timur

β0 = Intersep

β1 β2 β3 β4 = Koefisien regresi variabel bebas

𝜀it = Komponen error di waktu t untuk unit cross section i

i = 1, 2, 3, ..., 38 (data cross-section kabupaten/kota di Jawa Timur)

t = 1, 2, 3 (data time-series, tahun 2009-2013)

Uji Chow

Uji Chow merupakan uji untuk memilih apakah pendekatan model yang digunakan adalah common

effect atau fixed effect. Dalam pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai berikut :

Ho : Model Common Effect (restricted)

H1 : Model Fixed Effect (unrestricted)

Uji Chow menggunakan distribusi F dengan rumus :

FN-1, NT-N-K =

(𝑅𝑅𝑆𝑆−𝑈𝑅𝑆𝑆)

(𝑁−1)𝑈𝑅𝑆𝑆

(𝑁𝑇−𝑁−𝐾)

Dimana : RSSS : Restricted Residual Sum Square

URSS : Unrestricted Residual Sum Square

N : Jumlah data cross section

T : Jumlah data time series

k : Jumlah variabel penjelas

Statistika F menggunakan distribusi F dengan N-1 dan N-K derajat kebebasan. Jikan F hitung lebih

besar dari F tabel atau F signifikan maka pendekatan yang dipakai adalah unrestricted atau pendekatan

fixed effect atau LSDV.

Page 8: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

Uji Hausman

Dalam memilih pendekatan mana yang sesuai dengan model persamaan dan data kita antara fixed

effect atau random effect dapat digunakan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan oleh

Hausman. Uji Hausman ini menggunakan nilai Chi Square sehingga keputusan pemilihan metode data

panel ini dapat ditemukan secara statistik. Dengan asumsi bahwa error secara individual tidak saling

berkorelasi begitu juga error kombinasinya, rumus uji hausman adalah :

H = (βRE – βFE)1 (∑ 𝐹𝐸 − ∑ 𝑅𝐸 )-1 (βRE – βFE)

Dimana : βRE : Random Effect Estimator

βFE : Fixed Effect Estimator

∑ 𝐹𝐸: Matriks Kovarians Fixed Effect

∑ 𝑅𝐸 : Matriks Kovarians Random Effects

Selain itu uji hausman ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut :

Ho : Random Effect Model

H1 : Fixed Effect Model

Statistik hausman menggunakan nilai Chi Square Statistic. Jika hasil uji hausman signifikan maka

metode yang digunakan dalam pengolahan data panel adalah fixed effect model.

Uji Asumsi Klasik

Menurut Gudono (2011), uji asumsi klasik disebut juga dengan analisis residual. Disebut demikian,

karena penelitian mengenai pelanggaran terhadap asumsi klasik biasanya dilakukan dengan mengamati

pola nilai residual. Uji asumsi klasik dilakukan untuk mencegah timbulnya masalah dalam hasil

analisis regresi linear berganda, seperti mengandung multikolinieritas, heteroskedastisitas, atau tidak

terdistribusi secara normal.

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau

residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2009). Untuk menguji normalitas data, penelitian ini

menggunakan analisis grafik. Pengujian normalitas melalui analisis grafik adalah dengan cara

menganalisis grafik normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari

distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data

residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Data dapat dikatakan normal jika data atau titik-

titk terbesar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti garis diagonal. Gudono (2011)

juga menjelaskan bahwa distribusi normal memiliki rincian sebagai berikut:

68% nilai standardized residuals terletak antara -1 dan +1

98% nilai standardized residuals terletak antara -2 dan +2

99% nilai standardized residuals terletak antara -3 dan +3

Analisis regresi multivariat mensyaratkan bahwa populasi residual berdistribusi normal. Bilamana

residual berdistribusi normal, maka (1) sebenarnya akan terlihat acak; dan (2) bilamana digambar

dengan normal probability plot (distribusi error vs. distribusi normal yang memiliki varians dan rata-

rata yang sama) akan terlihat titik-titik grafik plot tersebut relatif berhimpitan dengan sumbu diagonal.

Dengan grafik normal probability plot tersebut, bila pola titik-titik membentuk “bow-shaped”

(menggelembung menjauhi garis diagonal, maka berarti distribusinya skewed (asimetris atau tidak

normal).

Uji Multikolinieritas

Menurut Ghozali (2009), uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya

multikolinieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut:

a. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara

individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel

dependen.

Page 9: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

b. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada

korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya

multikolinieritas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas

dari multikolinieritas. Multikolinieritas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau

lebih variabel independen.

c. Multikolinieritas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Kedua

ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel

independen lainnya. Dalam pengertian sederhana, setiap variabel independen menjadi variabel

dependen (terikat) dan diregresi terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur

variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen

lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF =

1/Tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas

adalah nilai Tolerance<0.10 atau sama dengan nilai VIF>10.

Uji Heteroskedastisitas Gudono (2011) menjelaskan bahwa heteroskedastisitas adalah keadaan dimana varians (varians

residual) tidak stabil (konstan). Heteroskedastisitas dapat terjadi manakala residual semakin membesar

sejalan semakin besarnya nilai variabel independen, atau bisa terjadi bilamana efek variabel

independen pada variabel dependen berbeda pada kedua kelompok sampel yang berbeda.

Menurut Ghozali (2009), uji heteroskedastisitas pada dasarnya bertujuan untuk menguji apakah

dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain atau untuk melihat penyebaran data. Jika variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terdapat heteroskedastisitas. Salah satu

cara untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas yakni dengan melihat grafik plot antara nilai

prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada

tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik

scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X

adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar analisisnya yaitu:

Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur

(bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasi telah terjadi

heteroskedastisitas

Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y,

maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Uji Autokorelasi

Menurut Gudono (2011), autokorelasi artinya adalah berhubungan dengan dirinya sendiri. Istilah

lain yang sering juga digunakan adalah korelasi serial (serial correlation). Autokorelasi bisa bersifat

positif ataupun negatif. Ghozali (2009) menjelaskan bahwa uji autokorelasi bertujuan menguji

apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan

kesalahan penganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang

berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Ada beberapa cara yang dapat digunakan

untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, salah satunya yakni dengan uji Durbin Watson (DW

test). Nilai DW akan berkisar antara 0-4 dan skor DW mendekati 2 menunjukkan tidak ada korelasi

(first order correlation)

Pengujian Statistik Analisis Regresi

Uji signifikansi merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji kebenaran atau kesalahan dari

hasil hipotesis nol dari sampel. Keputusan untuk mengolah H0 dibuat berdasarkan nilai uji statistik

yang diperoleh dari data yang ada.

Page 10: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

Koefisien Determinasi (R-Square)

Suatu model mempunyai kebaikan dan kelemahan jika diterapkan dalam masalah yang

berbeda. Untuk mengukur kebaikan suatu model (goodnes of fit) digunakan koefisien determinasi

(R2). Nilai koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang menunjukkan besar sumbangan

dari variabel independen terhadap variabel dependen, atau dengan kata lain koefisien determinasi

menunjukkan variasi turunnya Y yang diterangkan oleh pengaruh linier X. Bila nilai koefisien

determinasi yang diberi simbol R2 mendekati angka 1, maka variabel independen makin

mendekati hubungan dengan variabel dependen sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan

model tersebut dapat dibenarkan. Adapun kegunaan koefisien determinasi adalah :

Sebagai ukuran ketepatan/kecocokan garis regresi yang dibuat dari hasil estimasi terhadap

sekelompok data hasil observasi. Semakin besar nilai R2, maka semakin bagus garis regresi

yang terbentuk; dan semakin kecil nilai R2, maka semakin tidak tepat garis regresi tersebut

mewakili data hasil observasi.

Untuk mengukur proporsi (presentase) dari jumlah variasi Y yang diterangkan oleh model regresi

atau untuk mengukur besar sumbangan dari variabel X terhadap variabel Y. Koefisien

determinasi merupakan ukuran yang menjelaskan besar variasi regressan akibat perubahan

varisasi regresor. Jumlah kuadrat variasi total atau total sum of squares (TSS) terdiri dari jumlah

kuadrat variasi terjelaskan atau explained sum of squares (ESS) dan jumlah kuadrat variasi

yang tak terjelaskan atau residual sum of square (RSS).

𝑅2 = 𝐸𝑆𝑆 =1

𝑅𝑆𝑆−

∑𝑒𝑖2

∑𝑦𝑖2

Nilai koefisien determinan berada diantara 0 dan 1. Nilai koefisien determinan yang mendekati 0

(nol) berarti kemampuan semua variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat

terbatas. Nilai koefisien determinan yang mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel independen

hampir memberikan informasi yang dijelaskan untuk mempredikasi variasi-variabel dependen.

Kelemahan mendasar penggunaan determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen

yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel pasti meningkat tidak peduli

apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena

itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted (R2) pada saat

mengevaluasi model regresi yang terbaik.

Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen

secara keseluruhan atau bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini dilakukan

hipotesa sebagai berikut:

H0:β1 = β2 = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen.

Ha: β1 ≠ β2 ≠ 0, artinya secara bersama-sama ada pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependen.

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung

lebih besar dari F-tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama sama

mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:

F-hitung = R2/ (k - 1)

(1- R2) / (n – k)

Keterangan:

R2 = Koefisien determinasi

k = Jumlah variabel independen ditambah intercept

n = Jumlah sampel

Kriteria pengambilan keputusan :

1. H0 diterima (F*<F-tabel), artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata

terhadap variabel dependen.

2. Ha diterima(F*>F tabel), artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata

terhadap variabel dependen.

Page 11: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t pada dasarnya untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara

individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dengan hipotesis. Uji ini dapat dilakukan

dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel. Adapun rumus untuk mendapatkan t-hitung adalah

sebagai berikut:

t-hitung = (bi – b)

sbi

Dimana: bi = koefisien variabel independen ke-i

b = nilai hipotesis nol

sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i

Pada tingkat signifikansi 5% dengan kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut :

Jika t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak, yang artinya salah satu variabel bebas

(independen) tidak mempengaruhi variabel terikat (dependen) secara signifikan.

Jika t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya salah satu variabel bebas

(independen) mempengaruhi variabel terikat (dependen) secara signifikan.

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Regresi Data Panel

Pada penelitian ini, pemilihan/penentuan model analisis data panel yang dipakai merujuk pada

beberapa hasil pengujian. Pengujian yang digunakan antara lain (i) Chow Test, untuk menentukan

antara CEM (PLS) atau FEM, (ii) Haussman Test, untuk menentukan antara FEM dan REM.

1. Hasil Uji Chow (Pooled Least Square vs Fixed Effect Model) Hipotesis :

H0 = Pool Least Square (PLS)

H1 = Fixed Effect Model (FEM)

Dengan asumsi :

Fhitung > Ftabel atau Prob. (F-statistic) < α : menolak H0

Fhitung < Ftabel atau Prob. (F-statistic) > α : menerima H0

Tabel 2 : Hasil Uji Chow

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 3.776465 (37,149) 0.0000

Cross-section Chi-square 125.693147 37 0.0000

Sumber: Data diolah, 2015

Berdasarkan Tabel 2, robabilitas F dan Chi-square bernilai 0,0000 yang berarti lebih kecil dari taraf

signifikansi sebesar 5% (α=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menolak hipotesis H0

atau dengan kata lain menggunakan model FEM.

2. Hasil Uji Haussman (Fixed Effect vs Random Effect)

Hipotesis :

H0 = Random Effect Model (REM)

H1 = Fixed Effect Model (FEM)

Dengan asumsi :

Prob. (Chi-square statistic) < α : menolak H0

Prob. (Chi-square statistic) > α : menerima H0

Page 12: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

Tabel 3 : Hasil Uji Haussman

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 33.681859 3 0.0000

Sumber: Data diolah, 2015

Berdasarkan Tabel 3 probabilitas (Chi-square Statistic) sebesar 0.0000 berarti lebih kecil dari taraf

signifikansi sebesar 5% (α=0,05), sehingga kesimpulan yang diambil adalah menolak H0 atau dengan

kata lain menggunakan model FEM. Kesimpulan ini sekaligus merupakan hasil akhir bahwa penelitian

ini menggunakan Fixed Effect Model (FEM).

Tabel 4 : Hasil Uji Fixed Effect Model (FEM)

Variabel Bebas Koefisien Regresi Prob. Keterangan

Kostanta 6.590890 0.0000 Signifikan

X1 0.341805 0.0334 Signifikan

X2 -0.241379 0.0531 Tidak Signifikan

X3 0.089232 0.0388 Signifikan

R-squared = 0.950990

Prob (F-statistic) = 0.000000

Sumber: Data diolah, 2015

Sesuai dengan estimasi yang dilakukan dengan Fixed Effect Model (FEM) mendapatkan hasil

pengaruh jumlah penduduk, tingkat pengangguran terbuka, dan belanja langsung terhadap

pertumbuhan ekonomi dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

Yit = 6.590890 + 0.341805 (X1it) - 0,241379 (X2it) + 0,089232 (X3it) + 𝜀it

Berdasarkan persamaan di atas dapat dilakukan beberapa interpretasi hasil estimasi sebagai berikut:

a. Kostanta sebesar 6.590890 menjelaskan bahwa, apabila jumlah penduduk (X1), tingkat

pengangguran terbuka (X2), dan belanja langsung (X3) sama dengan 0 (nol) pada kondisi cateris

paribus maka nilai elastisitas pertumbuhan ekonomi (Y) sebesar 6.590890 persen.

b. Koefisien regresi X1 sebesar 0.341805 secara parsial merupakan elastisitas pertumbuhan ekonomi

terhadap jumlah penduduk. Secara spesifik menyatakan bahwa pada kondisi cateris paribus, jika

jumlah penduduk naik sebesar 1 persen, makan secara rata-rata pertumbuhan ekonomi akan naik

sebesar 0.341805 persen.

c. Koefisien regresi X2 sebesar -0,241379 secara parsial merupakan elastisitas pertumbuhan ekonomi

terhadap tingkat pengangguran terbuka. Secara spesifik menyatakan bahwa pada kondisi cateris

paribus, jika tingkat pengangguran terbuka naik sebesar 1 persen, makan secara rata-rata

pertumbuhan ekonomi akan turun sebesar 0,241379 persen.

d. Koefisien regresi X3 sebesar 0,089232 secara parsial merupakan elastisitas pertumbuhan ekonomi

terhadap belanja langsung. Secara spesifik menyatakan bahwa pada kondisi cateris paribus, jika

belanja langsung naik sebesar 1 persen, makan secara rata-rata pertumbuhan ekonomi akan naik

sebesar 0,089232 persen.

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Metode yang digunakan dalam menguji normalitas adalah dengan uji Jarque-Bera. Residual model

dikatakan mengikuti distribusi normal apabila nilai signifikansi uji lebih besar dari alpha 5% yang

digunakan. Berdasarkan hasil perhitungan pada uji normalitas diperoleh nilai signifikansi uji Jarque-

Bera sebesar 1.624482 dan probabilitas sebesar 0.443862 > 0.05 sehingga disimpulkan bahwa data

menyebar normal dan asumsi normalitas terpenuhi.

2. Uji Multikolinieritas

Page 13: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

Multikolinieritas dapat dilihat dari korelasi antara variabel bebas. Pada umumnya jika koefisien

korelasi kurang dari 0,80 variabel tersebut tidak mempunyai persoalan multikolinieritas dengan

variabel bebas yang lainnya. Berdasarkan hasil pengujian pada uji multikolinieritas diketahui bahwa

korelasi antar variabel bebas pada model bernilai lebih kecil dari 0,80 sehingga dapat dikatakan bahwa

tidak terdapat hubungan linier antar variabel bebas atau tidak terjadi multikolinieritas.

3. Uji Heterokedastisitas

Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini

adalah dengan melihat nilai probability Obs* R_square jika lebih dari 5% dikatakan tidak terjadi

heterokesdastisitas. Pada hasil perhitungan untuk uji heterokesdastisitas memiliki nilai Obs* R_square

sebesar 0.9337>0.05 (5%) sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat heterokesdastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Pengujian asumsi ini menggunakan statistik uji Breush-Godfrey. Hipotesis untuk asumsi ini yaitu:

H0: Model tidak terdapat autokorelasi

H1: Model terdapat autokorelasi

Hipotesis H0 diterima apabila nilai signifikansi uji Breush-Godfrey lebih besar dari alpha 5%.

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi uji Breush-Godfrey sebesar 0.0000<0.05 (5%)

maka diputuskan merima H1. Dapat disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi dalam model regresi.

Uji Analisis Statistik

1. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Dari hasil estimasi pada uji FEM diperoleh nilai R2 sebesar 0.950990 atau 95.09% sehingga model

persamaan tersebut dapat menjelaskan pengaruh Jumlah Penduduk (X1), Tingkat Pengangguran

Terbuka (X2), dan Belanja Langsung (X3) sebesar 0.950990 atau 95.09% dan sisanya sebesar 4.91%

dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model persamaan tersebut.

2. Uji F

Nilai F hitung yang lebih besar dar F tabel atau probabilitas F hitung yang lebih kecil dari 0,05

(α=5%) maka variabel independen dalam model secara bersama-sama mempengaruhi variabel

dependen. Berdasarkan hasil uji FEM, dapat dilihat bahwa nilai Prob (F-statistic) adalah 0,000000

yang berarti lebih kecil dari alpha 5% (α=0,05). Hal ini berarti variabel independen yaitu X1, X2, dan

X3 berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (Y).

3. Uji t

Uji t dilakukan dengan cara membandingkan nilai statistik hasil perhitungan (t-hitung) dengan nilai

t-tabel pada derajat kepercayaan (α=0,05). Apabila nilai probabilitas dari masing-masing variabel

independen lebiih kecil dari pada nilai derajat kebebasan (α=0,05) maka masing-masing variabel

independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan jika nilai

probabilitas masing-masing variabel independen lebih besar dari nilai derajat kebebasan (α=0,05)

maka masing-masing variabel independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel

dependen.

Berdasarkan hasil uji FEM, terdapat dua variabel yang memiliki nilai probabilitas kurang dari 0,05

yakni variabel jumlah penduduk (X1) dan belanja langsung (X3). Dapat disimpulkan bahwa antara

variabel jumlah penduduk dan belanja langsung memiliki pengaruh yang signifikan dan positif

terhadap variabel pertumbuhan ekonomi. Sedangkan variabel lainnya yakni tingkat pengangguran

terbuka (X2) memiliki nilai probabilitas yang lebih tinggi dari 0,05. Dengan kata lain variabel tingkat

pengangguran terbuka tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap variabel

pertumbuhan ekonomi.

Pembahasan

1. Pengaruh Jumlah Penduduk (X1) terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y)

Nilai koefisien regresi X1 yang diperoleh sebesar 0.341805 artinya apabila elastisitas jumlah

penduduk meningkat sebesar 1 persen, maka nilai pertumbuhan ekonomi akan naik sebesar 0.341805

persen. Ini berarti terjadi korelasi positif antara jumlah penduduk (X1) dan pertumbuhan ekonomi (Y).

Selain itu, nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.0334 yang berarti lebih kecil dari nilai signifikansi α =

0.05 menunjukkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan

Page 14: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

ekonomi pada taraf nyata lima persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis dimana jumlah penduduk

berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Hasil penelitian di atas tidak sejalan dengan penelitian Sandhika dan Sundarto (2012) yang meneliti

pengaruh aglomerasi, tenaga kerja, jumlah penduduk, dan modal terhadap pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Kendal. Hasil penelitian menyatakan bahwa jumlah penduduk memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, namun dengan pembuktian jika jumlah penduduk

meningkat maka pertumbuhan ekonomi akan turun.

Berdasarkan hasil analisa di atas dapat diketahui bahwa ternyata jumlah penduduk dapat

memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pernyataan ini sesuai dengan teori

model Kremerian dalam Mankiw (2006) yang menyatakan bahwa pertumbuhan populasi adalah kunci

dalam memajukan kesejahteraan ekonomi. Dengan semakin banyaknya penduduk, maka akan semakin

banyak pula ilmuwan, penemu, dan ahli mesin yang akan memberikan kontribusi pada inovasi dan

kemajuan teknologi.

Selain itu, Dumairy (1996) juga menjelaskan bahwa penduduk berfungsi ganda dalam perekonomian,

dimana sebagai produsen dan konsumen. Jadi penduduk merupakan faktor yang berpengaruh terhadap

perekonomian, namun dengan catatan mereka memiliki potensi yang mampu menghasilkan tenaga

kerja yang siap kerja (skills labour). Sehingga dengan potensi tersebut, mereka dapat menghasilkan

output yang secara kualitas maupun kuantitas mampu untuk memberikan tambahan pendapatan bagi

mereka sendiri atau pun bagi negara.

Lain halnya dengan model Kremerian, hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan model

Malthusian. Dimana Malthus menunjukkan bahwa semakin meningkatnya populasi akan semakin terus

menerus membebani kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Malthus juga

memperlihatkan bahwa pertumbuhan populasi akan membebani sumber daya alam yang diperlukan

untuk memproduksi makanan. Jadi intinya, pertumbuhan populasi dianggap sebagai ancaman bagi

peningkatan standar hidup.

2. Pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka (X2) terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y)

Nilai koefisien regresi X2 yang diperoleh sebesar -0.241379 artinya apabila elastisitas tingkat

pengangguran terbuka meningkat sebesar 1 persen, maka nilai pertumbuhan ekonomi akan turun

sebesar 0.241379 persen. Ini berarti terjadi korelasi negatif antara tingkat pengangguran terbuka (X2)

dan pertumbuhan ekonomi (Y). Selain itu, nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.0531 yang berarti lebih

besar dari nilai signifikansi α = 0.05 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada taraf nyata lima persen. Hal ini

sesuai dengan hipotesis dimana tingkat pengangguran terbuka berpengaruh secara signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi.

Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian Rusmusi dan Dewi (2012) yang meneliti

pengaruh inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan investasi terhadap pengangguran di Indonesia (periode

2001-2010). Dengan pembuktian bahwa pengangguran tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi. maka tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan hasil analisa di atas dapat diketahui bahwa pengangguran merupakan masalah yang

dapat menghambat jalannya perekonomian. Sebab jika pengangguran tinggi, daya beli masyarakat

akan turun, sehingga konsumsi juga akan menurun. Menurunnya konsumsi ini akan berakibat pada

turunnya produksi, sehingga secara keseluruhan akan berdampak pada turunnya pertumbuhan

ekonomi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dari Keynesian yang menyatakan bahwa perekonomian akan

stabil dan tumbuh dengan baik jika tidak ada pengangguran Kondisi ini dilandaskan pada kekuatan

mekanisme pasar yang akan selalu menuju keseimbangan. Keadaan seperti ini dikenal sebagai suatu

“tangan tak terlihat” yang akan membawa perekonomian kembali pada posisi keseimbangan. Dalam

keseimbangan tersebut, semua sumber daya termasuk tenaga kerja akan digunakan secara penuh. Dengan

demikian, dibawah sistem yang didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada pengangguran.

Fakta lain menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Timur cenderung tinggi, namun ternyata

tidak diikuti oleh adanya pengurangan tingkat pengangguran. Fenomena tersebut dijelaskan oleh Arsyad

(2010) bahwa “kualitas pertumbuhan ekonomi” selama ini masih sangat rendah. Hal ini dapat disebabkan

kurangnya investasi yang bersifat pada tenaga kerja, sehingga menimbulkan terbatasnya lapangan kerja

yang tersedia. Selain itu juga terdapat “ketimpangan” dampak pertumbuhan ekonomi terhadap

Page 15: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

kesejahteraan masyarakat. Ekonomi secara agregat memang meningkat, hal ini salah satunya didorong

oleh kegiatan konsumtif masyarakat yang meningkat juga. Namun kebanyakan hanya sekelompok

masyarakat tertentu saja yang terlibat dalam kegiatan konsumtif tersebut. Sementara yang lain cenderung

tidak mampu melakukannya karena pendapatan yang dimiliki rendah, atau tidak memiliki pekerjaan

(pengangguran).

3. Pengaruh Belanja Langsung (X3) terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y)

Nilai koefisien regresi X3 yang diperoleh sebesar 0.089232 artinya apabila elastisitas belanja

langsung meningkat sebesar 1 persen, maka nilai pertumbuhan ekonomi akan naik sebesar 0.089232

persen. Ini berarti terjadi korelasi positif antara belanja langsung (X3) dan pertumbuhan ekonomi (Y).

Selain itu, nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.0388 yang berarti lebih kecil dari nilai signifikansi α =

0.05 menunjukkan bahwa belanja langsung berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi pada taraf nyata lima persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis dimana belanja langsung

berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian Suindyah (2011) yang meneliti pengaruh

investasi, tenaga kerja, dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa

Timur. Dengan pembuktian bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh secara positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur. Hal ini berarti jika pengeluaran pemerintah

meningkat, maka pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat.

Penelitian lain yang juga sejalan dengan hasil penelitian diatas yaitu Wahyuni, dkk (2014) yang

meneliti pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan

kesenjangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Dengan pembuktian bahwa pengeluaran

pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menujukkan

adanya hubungan searah antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi, sehingga

kenaikan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan hasil analisa di atas dapat diketahui bahwa pengeluaran pemerintah dalam hal ini

belanja langsung, mampu memberikan manfaat yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pernyataan ini sesuai dengan teori dari Rostow dan Musgrave yang menyatakan bahwa peran

pemerintah sangat penting dalam pembangunan ekonomi, khususnya dalam mengelola pengeluaran.

Pengelolaan pengeluaran ini didasarkan pada tiga tahapan. Pada tahap awal, pemerintah harus

menyediakan berbagai sarana dan prasarana, kemudian tahap menengah pengelolaan investasi baik dari

pemerintah itu sendiri, maupun swasta. Tahap akhir, pemerintah melakukan peralihan aktivitas dan

penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran-pengeluaran untuk layanan sosial seperti kesehatan dan

pendidikan. Dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk dikelola dan dialokasikan dengan baik

dalam pembangunan ekonomi, maka akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, hasil penelitian ini juga sejalan dengan Adolph Wagner yang menemukan pengamatan

empiris pengeluaran pemerintah itu selalu meningkat. Hal ini dikarenakan lima penyebab yakni tuntutan

peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan; tingkat keamanan dan pertahanan; kenaikan tingkat

pendapatan masyarakat; urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi; perkembangan demokrasi;

dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintahan. Walaupun memiliki

pendapat lain dalam menerangkan pengeluaran pemerintah, namun intinya teori Peacock dan Wiseman

sama dengan Wagner serta Rostow dan Musgrave, yaitu pengeluaran pemerintah selalu meningkat,

dengan tambahan bahwa dalam Peacock dan Wiseman, pemerintah sendiri yang selalu berusaha

memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan dan pajak.

D. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selama tahun 2009 sampai tahun 2013, dengan pencapaian

tertinggi yaitu 7.22% dan terendah 5.01% telah dikatakan cukup baik dan bahkan mampu melebihi

pertumbuhan ekonomi nasional selama lima tahun tersebut, dimana pencapaian tertinggi untuk

pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6.49%.

2. Variabel jumlah penduduk mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi, sebab koefisien regresi menunjukkan hasil sebesar 0.341805, serta nilai probabilitas

sebesar 0.0334 yang berarti lebih kecil dari nilai signifikansi α = 0.05. Hal ini dapat diartikan

Page 16: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

bahwa jika jumlah penduduk meningkat, maka akan diikuti oleh peningkatan pertumbuhan

ekonomi. Kondisi ini dapat disebabkan karena penduduk berfungsi ganda dalam perekonomian,

dimana sebagai produsen dan konsumen. Jadi penduduk merupakan faktor yang berpengaruh

terhadap perekonomian, namun dengan catatan mereka memiliki potensi yang mampu

menghasilkan tenaga kerja yang siap kerja (skills labour). Sehingga dengan potensi tersebut,

mereka dapat menghasilkan output yang secara kualitas maupun kuantitas mampu untuk

memberikan tambahan pendapatan bagi mereka sendiri atau pun bagi negara.

3. Variabel tingkat pengangguran terbuka mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi, sebab koefisien regresi menunjukkan hasil sebesar -0,241379, serta nilai

probabilitas sebesar 0.0531 yang berarti lebih besar dari nilai signifikansi α = 0.05. Hal ini dapat

diartikan bahwa jika tingkat pengangguran terbuka meningkat, maka akan diikuti oleh penurunan

pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini disebabkan karena pengangguran merupakan masalah yang

dapat menghambat jalannya perekonomian. Sebab jika pengangguran tinggi, daya beli masyarakat

akan turun, sehingga konsumsi juga akan menurun. Menurunnya konsumsi ini akan berakibat pada

turunnya produksi, sehingga secara keseluruhan akan berdampak pada turunnya pertumbuhan

ekonomi.

4. Variabel belanja langsung mempunyai pengaruh positif dan signifikan mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi, sebab koefisien regresi menunjukkan hasil sebesar 0.089232, serta nilai probabilitas

sebesar 0.0388 yang berarti lebih kecil dari nilai signifikansi α = 0.05. Hal ini dapat diartikan

bahwa jika belanja langsung meningkat, maka akan diikuti oleh peningkatan pertumbuhan

ekonomi. Dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk dikelola dan dialokasikan dengan

baik dalam pembangunan ekonomi, khususnya untuk belanja barang dan jasa atau belanja modal,

maka secara langsung atau tidak langsung, akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Saran

1. Penduduk merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perekonomian, jadi penduduk boleh tumbuh

dan meningkat dan tidak perlu adanya pengendalian. Karena dengan jumlah penduduk yang banyak,

maka perekonomian akan berkembang. Namun dengan catatan mereka harus memiliki potensi yang

mampu menghasilkan tenaga kerja yang siap kerja (skills labour).

2. Tingkat pengangguran tinggi yang merupakan masalah lanjutan sebagai akibat dari laju

pertumbuhan penduduk yang semakin besar dan dapat berdampak pada penurunan perekonomian,

harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Memicu banyaknya investasi yang bersifat

padat tenaga kerja, penciptaan lapangan kerja yang cukup, memadai, serta memberikan arahan

khusus agar sesuai dengan bidang dan keterampilan yang dimiliki guna mencegah adanya PHK dan

sebagainya, merupakan beberapa langkah yang dapat diambil oleh pemerintah dalam mengatasi

pengangguran.

3. Pengeluaran pemerintah khususnya dalam bentuk belanja langsung terutama belanja modal, perlu

untuk dialokasikan dengan lebih baik. Seperti misalnya peningkatan sarana dan prasarana publik

khususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga panduan ini

dapat terselesaikan.Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu

Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas

Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, R. 2013. Teori-teori Pembangunan Ekonomi: Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan

Wilayah. Surabaya: Graha Ilmu

Page 17: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

Akhirman. 2012. Pengaruh PDRB, Jumlah Penduduk, Nilai Ekspor, Investasi (PMA dan PMDN), Laju

Inflasi, dan Tenagakerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005-

2010. JEMI, Vol. 3, (No.1)

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan, Edisi Kelima. Yogyakarta: STIM YKPN

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2014. Draft Laporan Akhir: Analisa Angka

Pertumbuhan Ekonomi di Kota Malang. Malang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. 2014. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Kabupaten/Kota di Indonesia. http://www.bps.go.id/index.php/ publikasi diakses pada 20 Februari

2015

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. 2014. Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota.

http://www.bps.go.id/index.php/publikasi diakses pada 21 Maret 2015

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2014. Keadaan Angkatan Kerja di Jawa Timur

2013. http://jatim.bps.go.id/index.php/publikasi diakses pada 21 Maret 2015

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2014. Hasil Proyeksi Penduduk Tahun 2010-2035.

http://jatim.bps.go.id/tabel diakses pada 20 Februari 2015

Bappeprov Jatim dan PKDSP Unibraw. 2011. Ringkasan Eksekutirf Analisa Pengeluaran Publik Jawa

Timur 2011. http://siteresources.worldbank.org/ INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-

1309148084759/Executive-Summary-EJPEA-2011-bh.pdf diakses pada 26 Februari 2015

Case and Fair. 2004. Prinsip-prinsip Ekonomi Makro. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia

Dinas Tenagakerja, Transmigrasi, dan Kependudukan (Disnakertransduk) Provinsi Jawa Timur.

Data Kependudukan. http://disnakertransduk.jatimprov. go.id/ diakses pada 26 Februari 2015

Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Jawa Timur. 2014. Kajian Fiskal Regional Jawa Timur

Semester II 2013. ftp://ftp1.perbendaharaan.go.id/

pengumuman/2014/KFR/KFR_Semester_II_2013/15.%20KFR%20Jawa%20Timur%20Semester%

20II%20TA%202013%20(1).pdf diakses pada 2 Maret 2015

Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori Ekonomi

Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP3ES

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi: Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: BP

Universitas Diponegoro

Gudono. 2011. Analisis Data Multivariat. Yogyakarta: BPFE

IMP Rusmusi, Agustina Susyatna D. 2012. Pengaruh Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Investasi

Terhadap Pengangguran di Indonesia (Periode 2001-2010). Jurnal Ekonomi Regional, Vol. 7, No.

(1)

Irawan, Suparmoko. 2002. Ekonomi Pembangunan, Edisi Keenam. Yogyakarta. BPFE

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV. 2014. Kajian Ekonomi Regional Jawa Timur

Triwulan IV-2013. http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-

Page 18: ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT …

regional/jatim/Documents/KER%20JAWA%20TIMUR%20TW%20IV%202013.pdf diakses pada

28 Februari 2015

Mankiw, N. Gregory. 2006. Makroekonomi, Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga

Mulyono, Sri. 2000. Peramalan Bisnis dan Ekonometrika. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Nachrowi N.D, Usman Hardius. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada

Putong, Iskandar. 2009. Economics: Pengantar Mikro dan Makro, Edisi Ketiga. Jakarta: Mitra Wacana

Media

Reksoprayitno, Soediyono. 1985. Ekonomi Makro: Pengantar Analisa Pendapatan Nasional, Edisi

Keempat. Yogyakarta: Liberty

Sandhika A.W, Mulyo Sundarto. 2012. Analisis Pengaruh Aglomerasi, Tenaga Kerja, Jumlah

Penduduk, dan Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kendal. Jurnal Ekonomi, Vol.

I, No. (1)

Silvia E.D, Yunia Wardi, dan Hasdi Aimon. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, dan

Inflasi di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, Vol. I, (No. 2)

Suindyah D, Sayekti. 2011. Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Ekuitas, Vol. 15, (No. 4)

Subri, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

Todaro, M.P. 1985. Pembangunan Ekonomi Didunia Ketiga, Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga

Todaro M.P, Smith S.C. 2011. Pembangunan Ekonomi, Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga

Wahyuni I Gusti A. P, Made Sukarsa, Nyoman Yuliarmi. 2014. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah

dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Pendapatan Kabupaten Kota di

Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/EEB/article/ download/8216/7299 diakses pada 3 Maret 2015

Wijaya, R.R. Mirma. 2014. Pengaruh Upah Minimum, PDRB, dan Populasi Penduduk Terhadap

Tingkat Pengangguran Terbuka (Studi Kasusu Gerbangkertasusila Tahun 2007-2012). Jurnal

Ilmiah. Malang: Universitas Brawijaya