Click here to load reader
Upload
jejeardiyan
View
57
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
210
ANALISIS PENGARUH KOMBINASI LAMPU PIJAR, TL DAN LAMPU HEMAT ENERGI TERHADAP KUALITAS DAYA LISTRIK
DI RUMAH TANGGA
Oleh
Toto Sukisno1 dan Yusuf Nugroho2
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kombinasi beban yang optimal antara lampu TL, LHE dan pijar yang dapat meningkatkan efisiensi energi dan kualitas daya listrik tanpa pemasangan piranti eksternal.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di Lab Mesin dan Sistem Tenaga Listrik FT UNY. Variabel yang diukur antara lain: daya nyata,daya semu, daya reaktif, power factor, displacement power factor, arus, tegangan, THD arus dan THD tegangan. Subyek yang diteliti yaitu: 2 buah lampu TL dengan jenis ballast yang berbeda, 2 lampu hemat energi dengan merk yang berbeda, serta 1 jenis lampu pijar.Pengambilan data dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: 1) pada tahap ini masing-masing lampi diamati secara terpisah serta dikombinasikan secara homogen pada setiap jenis lampu; 2) pada tahap ini dlakukan pengamatan kombinasi lampu TL dan LHE, 3) pada tahap yang terakhir dilakukan penambahan kombinasi yaitu lampu pijar. Ketiga tahap ini diharapkan dapat menggambarkan kombinasi beban lampu yang ada di masyarakat meskipun dengan beberapa asumsi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksankan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Lampu TL yang dikombinasikan dengan lampu hemat energi terbukti mampu mereduksi persentase distorsi harmonik arus yang disebabkan oleh ballast elektronik lampu LHE; 2) Penambahan lampu pijar pada kombinasi lampu TL dengan LHE semakin menurunkan persentase THD arus hingga mendekati standar IEEE. 3) Penambahan lampu pijar pada kombinasi lampu TL dengan LHE semakin meningkatkan nilai power factor, masing-masing kombinasi menghasilkan nilai power factor di atas 0,85. Kata kunci: kombinasi lampu, hemat energi, kualitas daya listrik
1 Staf Pengajar Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNY Yogyakarta
2 Alumni Program Studi Teknik Elekrtro FT UNY
211
I PENDAHULUAN
Lighting (penerangan) merupakan salah satu pengkonsumsi energi listrik terbesar yang
berkisar 20%-25% dari total konsumsi energi listrik terpakai dan terus meningkat setiap
tahunnya. Alternatif penghematan energi di sektor penerangan telah direkomendasikan
oleh pemerintah, salah satunya melalui program substitusi dari penggunaan lampu
pijar ke lampu hemat energi kepada masyarakat. Pemerintah berharap melalui
program substitusi tersebut dapat menghemat BBM sekitar 0,75 juta kilo liter atau
setara Rp 3,8 triliun dalam satu tahun.
Program substitusi lampu hemat energi dilakukan untuk menggantikan
penggunaan lampu pijar dan lampu fluorescent (TL) yang masih digunakan oleh
sebagian besar pelanggan PLN, dimana kedua jenis lampu tersebut dianggap memiliki
beberapa kelemahan diantaranya berpotensi merugikan penggunanya, terutama pada
konsumsi energi kedua lampu tersebut. Lampu pijar menghasilkan cahaya ±10% dari
konsumsi energy dan 90% sisanya hilang menjadi panas, sedangkan pada lampu TL
memiliki nilai power factor yang rendah akibat penggunaan ballast magnetis. Kedua
jenis lampu tersebut menjadi kurang efisien jika ditinjau dalam penggunaan energi
karena rugi daya yang dihasilkan relatif tinggi. Oleh karena, untuk sementara ini
substitusi lampu pijar dan lampu TL ke lampu hemat energi dianggap sebagai salah
satu metode konservasi energi yang cukup efektif karena lampu hemat energi mampu
menghasilkan intensitas cahaya yang lebih tinggi dengan konsumsi energi yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan lampu pijar maupun lampu TL.
Metode konservasi energi pada beban lighting (penerangan) melalui substitusi
lampu pijar dan lampu TL ke lampu hemat energi berpotensi menimbulkan
permasalahan baru dibidang kualitas daya listrik. Menurut Halpin (2001),
semiconductor converter loads yaitu bahan semikonduktor pada lampu hemat energi
merupakan salah satu sumber harmonik yang mempengaruhi kualitas catuan daya
(power quality). Harmonik sebagai salah satu penyebab menurunnya kualitas daya
memiliki pengaruh sangat dominan karena pengaruhnya yang permanen, menyebar ke
sistem suplai energi dan perangkat energi bahkan mengakibatkan pengaruh ke
pembangkit. Dengan demikian dampak aikbat harmonik justru akan menimbulkan
kerugian yang cukup besar bila ditinjau dari aspek teknis.
Penggunaan beban lighting yang bersifat homogen memiliki kelemahan baik
yang terkait dengan inefisiensi energi maupun kelemahan secara teknis yang
menghadirkan ruang persoalan baru. Oleh karena itu, diperlukan metode yang dapat
diterapkan guna mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. Dalam paper ini akan
dipaparkan mengenai hasil penelitian yang membahas tentang kemungkinan
penggunaan metode penggabungan jenis beban (lampu pijar, TL dan hemat energi)
yang diharapkan dapat mengurangi inefisiensi energi serta dapat meningkatkan
kualitas daya listrik. Rumusan yang akan diungkap dalam paper ini antara lain
bagaimana kombinasi beban penerangan yang menghasilkan efisiensi energi dan
kualitas daya listrik yang optimal.
212
II TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Lampu
Lampu pertama kali ditemukan pada tahun 1878 oleh Thomas Alfa Edison dalam
bentuk lampu pijar. Selama lebih dari 130 tahun, lampu telah mengalami banyak
perubahan ditinjau dari jenis material yang digunakan maupun bentuk fisiknya jika
dibdandingkan dengan awal penemuannya. Perubahan tersebut didorong oleh
kebutuhan manusia terhadap sumber pencahayaan buatan yang lebih efektif dan
efisien.
Konsep dasar dari sebuah lampu adalah salah satu bentuk pemanfaatan
radiasi elektromagnetik yang dihasilkan dari transfer energy fisik maupun kimiawi yang
terjadi pada saat lampu menyala. Energi elektromagnetik tidak semuanya dapat terlihat
oleh mata telanjang, hanya gelombang antara 380 nm sampai dengan 750 nm saja
yang dapat dengan mudah diubah menjadi terlihat oleh manusia. Gelombang yang
terlihat oleh manusia itulah yang selanjutnya merupakan cahaya yang dihasilkan
lampu.
1. Lampu Incandescent
Lampu jenis incandescent lebih dikenal dengan ssebutan lampu pijar. Lampu pijar
menghasilkan cahaya ketika arus listrik melewati filamen yang mempunyai resistivitas
tinggi sehingga menyebabkan kerugian tegangan yang selanjutnya menyebabkan
kerugian daya dan mengakibatkan panas pada filamen dan panas inilah yang
menghasilkan cahaya (Muhaimin, 2001). Semakin panas filament tersebut maka
cahaya yang dipancarkan oleh lampu semakin terang.
Daya yang didisipasikan (Pd) oleh filament lampu pijar dipengaruhi tegangan
kerja (V) dan resistansi filament pada kondisi panas (R) yang dirumuskan:
....................................................................................................... (1)
Temperatur kerja filament saat menyala dapat mencapai 2500oC sampai 3000oC dan
kondisi ini mengakibatkan resistansi filamen naik menjadi 15 kali pada kondisi dingin.
2. Lampu Fluorescent (TL)
Lampu fluorescent lebih dikenal masyarakat Indonesia dengan istilah lampu TL. Lampu
ini dikembangkan sejak tahun 1980, bekerja menggunakan media gas fluor untuk
menghasilkan cahaya. Energy listrik akan membangkitkan emisi gas di dalam tabung
lampu sehingga akan timbul sinar ultra violet. Sinar-sinar yang membentur bubuk
fluorescent yang dilapiskan pada bagian dalam tabung mengubah sinar ultraviolet
menjadi radiasi dalam spektrum yang dapat diihat.
Lampu fluorescent sangat peka terhadap temperatur udara di sekitarnya.
Apabila suhu ruangan terlalu dingin dibandingkan dengan suhu lampu, maka ada
kemungkinan lampu jenis ini tidak dapat menyala. Temperatur udara minimum pada
lampu jenis tergantung dari ballast yang digunakan dan biasanya telah tercantum pada
spesifikasi ballast tersebut.
3. Lampu Hemat Energi
Lampu hemat energi (LHE) meruapakan salah satu jenis pengembangan lampu
fluorescent dengan bentuk kompak sehingga sering juga disebut compact fluorescent
213
lamp (CFL). Lampu hemat energy memiliki prinsip kerja yang sama dengan lampu
fluorescent pada umumnya, yaitu memendarkan gas di dalam tabung lampu sehingga
timbul sinar ultra violet akibat energi listrik yang dialirkan. Perbedaan mendasar LHE
dengan lampu fluorescent standar adalah lampu jenis ini didesain dengan bentuk
dasar berupa uliran seperti lampu pijar sehingga dapat dengan mudah dipasang pada
fiting-fiting lampu pijar yang sudah terpasang.
Lampu hemat energy terdiri atas 2 bagian yaitu tabung lampu dan ballast
magnetis atau ballast elektronis. Tabung lampu berisi campuran merkuri dan gas inert
Argon (Ar), ballast elektronik terdiri dari komponen semikonduktor berupa penyearah
dan converter DC ke AC. Penggunaan ballast magnetis lebih jarang ditemui sekarang
ini karena flicker yang tinggi pada saat starting serta bentuk lebih besar dan lebih berat
dibandingkan ballast elektronis. Terdapat 2 jenis LHE yang dapat ditemui di pasaran,
yaitu: 1) integral units; dan 2) modular units.
Menurut Edward (1983), beberapa kelebihan yang didapat dari ballast
elektronis dibandingkan ballast magnetis antara lain: 1) meningkatkan efisiensi dari
rangkaian sehingga dapat mengurangi losses yang ditimbulkan dari ballast; 2) Berat
pada ballast dapat dikurangi, sehingga menambah nilai ekonomis dari penginstalasian
pada lampu, khususnya lampu-lampu TL yang ukurannya besar; 3) meningkatkan nilai
luminous efficacy atau perbandingan jumlah lumen yang dihasilkan dengan daya listrik
yang diserap; 4) menghilangkan fenomena lampu berkedip yang terjadi pada
penggunaan ballast konvensional; 5) mengurangi noise suara yang terjadi pada
ballast; 6) mempunyai faktor daya yang lebi bagus jika dibandingkan dengan ballast
magnetis; 7) mampu untuk mengontrol tegangan dan arus yang dikehendaki dengan
lebih akurat; 8) mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk start dan restart pada
lampu; dan 9) mengontrol keadaan start dan operasi dengan lebih baik sehingga
memperpanjang masa kerja aktif lampu.
Terlepas dari keuntungan-keuntungan tersebut, ballast elektronik
menghasilkan distorsi gelombang arus yang nonsinusoidal. Ballast elektronis termasuk
salah satu beban non linier yang menghasilkan harmonik yang disebabkan oleh bahan
semikondutor yang digunakan sebagai konverter. Proses switching pada konverter
mengakibatkan timbulnya distorsi harmonik.
1.2 Kualitas Daya Listrik (Power Quality)
1. Kualitas daya listrik (Power Quality) adalah syarat umum yang
menggambarkan karakteristik parameter catuan seperti arus, tegangan,
frekuensi dan bentuk gelombang yang dibandingkan dengan standar, (Yafet
2007). Permasalahan kualitas daya listrik (Power Quality) merupakan
permasalahan mengenai daya listrik yang mengalami penyimpangan baik
tegangan, arus dan frekuensi sehingga menimbulkan kegagalan atau
kesalahan operasi pada peralatan. Kualitas daya listrik dapat dikatakan
sebagai mutu catuan listrik karena terjadi perubahan di dalam parameter
kelistrikan terhadap power supply akibat penggunaan jenis beban.
2. Suplai daya listrik dari generator pembangkit sampai ke beban dioperasikan
dalam batas toleransi parameter kelistrikannya seperti tegangan, arus,
214
frekuensi dan bentuk gelombang. Perubahan dan deviasi di luar batas
toleransi parameter tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas daya yang
menyebabkan operasi tidak efisien dan dapat merusak perangkat (Dugan,
1996:177).
3. Kualitas daya listrik banyak dipengaruhi antara lain oleh beban-beban induktif,
beban non linier, ketidak seimbangan pembebanan, transient, flicker dan lain-
lain. Penurunan kualitas daya dapat menyebabkan peningkatan rugi-rugi pada
sisi beban, bahkan menyebabkan penurunan kapasitas daya pada sumber
pembangkit (generator). Kualitas daya listrik meliputi beberapa parameter
yaitu:
• Daya
Daya dalam sistem arus bolak-balik dikenal ada tiga macam, yaitu daya aktif (P)
dengan satuan watt, daya reaktif (Q) dengan satuan Var dan daya semu (S) dengan
satuan VA. Daya aktif ditransformasikan untuk menghasilkan kerja berupa panas,
cahaya maupun kerja mekanis, sedangkan daya reaktif diperlukan oleh peralatan-
peralatan yang bekerja dengan sistem elektromagnet. Kedua daya tersebut (daya aktif
dan daya reaktif) membentuk suatu daya total yang disebut dengan daya semu, (Volta
Megawati 2007:6). Hubungan dari ketiga daya tersebut digambarkan dengan sistem
segitiga daya seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Segitiga daya
Hubungan daya pada gambar segitiga daya dijelaskan dengan persamaan seperti
pada Tabel 1.
Tabel 1 Persamaan Segitiga Daya
No. Nama Rumus Satuan
1. 4. Daya aktif (P) P = V . I . cos φ 5. Watt
2. 6. Daya reaktif (Q) 7. Q = V . I
. sin φ
8. VAR
3. 9. Daya semu (S) 10. S = V .
I = P + j Q
11. VA
• Faktor Daya
Faktor daya adalah perbandingan antara daya aktif dengan daya semu. Daya aktif
digunakan untuk mengoperasikan beban-beban pada pelanggan listrik. Daya semu di
hasilkan oleh generator pembangkit yang ditransmisikan ke pelanggan listrik.
215
Bertambahnya daya reaktif berarti menyebabkan turunnya faktor daya listrik. Cara
yang mudah dalam mengantisipasi turunnya faktor daya dapat dilakukan dengan
memilih beban-beban yang mempunyai faktor daya besar juga dapat dilakukan dengan
memasang kapasitor. Pemasangan kapasitor dapat memperbaiki faktor daya, jika
faktor daya diperbaiki maka daya reaktif dapat berkurang dan mendekati daya aktif.
Suatu beban dengan faktor daya (Cos φ) 1.0 merupakan beban yang hanya
mengandung nilai resistansi murni dan merupakan pembebanan yang paling efisiensi.
Beban dengan faktor daya yang rendah (0.5) merupakan beban yang mengandung
nilai induktansi yang menyebabkan kerugian yang lebih tinggi di dalam sistem suplai
tenaga listrik. Faktor daya yang rendah berhubungan dengan beda fasa antara arus
dan tegangan pada terminal beban dan berkaitan dengan kualitas harmonik atau
bentuk gelombang arus yang menyimpang bentuknya. Sudut fasa arus beban yang
rendah biasanya diakibatkan oleh beban induktif seperti motor induksi, transformator
daya, balast lampu, peralatan las ataupun beban elektronik lainya.
Rendahnya faktor daya pada sistem tenaga listrik dapat mengakibatkan
kerugian seperti meningkatnya arus yang menyebabkan pemanasan pada kabel. Rugi-
rugi pada rangkaian sistem tenaga, meningkatnya kebutuhan daya nyata (KW),
menimbulkan drop tegangan yang mengakibatkan beda tegangan antara sisi kirim
dengan sisi terima menjadi lebih besar sehingga akan memperburuk persentase
pengaturan tegangan yang sesuai dengan persamaan dapat ditulis:
%Regulasi = %100xVt
VtVk − ...................................................................... (2)
Dengan:
Vk = Tegangan sisi kirim
Vt = Tegangan sisi terima.
• Perbaikan Faktor Daya
Perbaikan faktor daya yang murah dan perawatan yang cukup mudah dilakukan
dengan cara menghubungkan kapasitor ke jaringan beban. Perbaikan faktor daya yang
kaitanya dengan cacat gelombang (harmonik) akibat pemakaian beban tertentu
memerlukan suatu desain peralatan untuk mengurangi atau menyaring harmonik.
Dalam tugas akhir ini penulis mencoba mengembangkan suatu aplikasi perbaikan
faktor daya yang kaitanya dengan harmonik yang di timbulkan oleh beban non linier
(PC).
Perbaikan faktor daya berarti menekan daya reaktif, sehingga daya aktifnya
dapat digunakan dengan maksimal. Telah diketahui bahwa pemasangan kapasitor
untuk perbaikan faktor daya akan efektif untuk mengompensasi penurunan faktor daya
pada beban induktif jika bebannya berupa lampu TL dan motor listrik. Jika bebannya
berupa catu daya switching seperti komputer, perbaikan faktor daya dengan
pemasangan kapasitor tidak dapat dilakukan. Untuk itu dalam tugas akhir ini perbaikan
faktor daya tidak menjadi tujuan.
• Harmonik
Tidak semua tegangan dan bentuk gelombang arus pada sistem tenaga adalah
sinusoidal sebanding dengan suatu frekuensi, untuk frekuensi yang beroperasi pada
sistem tersebut. Tegangan yang mempunyai suatu frekuensi sebanding atau sama
216
dengan frekuensi sistem tenaga merupakan bentuk gelombang frekuensi dasar
(fundamental). Gelombang lain dengan frekuensi berbagai bilangan bulat pada
frekuensi dasar (Seperti 100Hz, 150Hz, 200Hz, dll, pada suatu sistem 50Hz)
merupakan bentuk gelombang harmonik dan pengali bilangan bulat menggambarkan
order pada harmonik.
Penambahan harmonik pada frekuensi dasar mengakibatkan bentuk
gelombang sinusoidal menjadi terdistorsi. Tingkatan penyimpangan dapat berubah-
ubah. Gambar 2 menunjukan gelombang sinusoidal yang merupakan orde harmonik
ke-3 dengan suatu amplitudo 10 persen dari gelombang fundamental. Dengan
menambahkan amplitudo yang sebanding yaitu harmonik ke-5, ke-7, ke-9, ke-11, dan
harmonik ke-13 pada bentuk gelombang maka akan menunjukan peningkatan tingkat
penyimpangan seperti halnya digambarkan pada Gambar 3.
Gambar 2 Gelombang Sinus dengan 10% dalam Phase H-3
Gambar 3 Gelombang Sinus H-3, 5, 7, 9, 11 dan 13
Prinsip dasar harmonik adalah gangguan akibat terjadinya distorsi gelombang
arus dan tegangan. Pada dasarnya harmonik adalah gejala pembentukan gelombang-
gelombang dengan frekuensi berbeda yang merupakan perkalian bilangan bulat
dengan frekuensi dasarnya. Hal ini disebut frekuensi harmonik yang timbul pada
bentuk gelombang aslinya sedangkan bilangan bulat pengali frekuensi dasar disebut
angka urutan harmonik. Kerugian akibat harmonisa mencakup aspek teknis, biaya dan
keandalan. Dalam Yafet 2007, beberapa pengertian tentang harmonisa dapat
dikemukakan sebagai berikut: 1) Secara matematis: suatu komponen yang ber-orde
lebih dari satu fungsi periodik dengan analisa deret Fourier; 2) Secara listrik: suatu
karakteristik komponen yang mengakibatkan perubahan bentuk gelombang arus atau
tegangan dari yang serharusnya (membuat cacat gelombang) atau sesuai teori bahwa
non sinusoidal AC sama dengan jumlah sinusoidal dasar dengan komponen
harmonisanya (perkalian dengan frekuensi dasarnya); 3) Menurut Kamus Teknik listrik,
K.G. Jackson (1994:166-167): Harmonisa adalah Salah satu komponen sinus pada
sebuah gelombang periodik komplek yang mempunyai frekuensi sebesar perkalian
integral dari frekuensi dasar gelombang tersebut; 4) Cacat harmonisa adalah
perubahan bentuk gelombang akibat adanya komponen frekuensi tambahan; 5)
Menurut FTP-2000 Telkom (hal XV-10) bahwa harmonisa pada beban non linear akan
timbul cacat gelombang yang akan merusak bentuk gelombang sumber dan
217
menimbulkan harmonisa perkalian bilangan bulat dari frekuensi dasar yang akan
mengganggu sumber; dan 6) Menurut IEC 55-1 dan 55-2: Harmonic (component) “A
component of order greather than 1 of the Fourier series of a periodic quantity”
Ilustrasi penguraian gelombang terdistorsi atas gelombang-gelombang
penyusunnya ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Gelombang Terdistorsi atas Gelombang-Gelombang Penyusunnya
Harmonik biasanya digunakan untuk mendefinisikan distorsi gelombang sinus
arus dan tegangan pada amplitudo dan frekuensi yang berbeda. Beberapa harmonik
dengan amplitudo dan frekuensi yang berbeda dapat membentuk satu gelombang
terdistorsi. Tingkat dari besarnya gangguan akibat adanya harmonik pada tegangan
atau arus adalah faktor distorsi, yaitu 100 kali harga (RMS) dari semua harmonik dibagi
dengan harga RMS dari gelombang dasar. Besaran ini disebut Total Harmonic
Distortion (THD) dan digunakan dalam satuan persen (%). Gelombang arus yang
mengandung komponen harmonik disebut arus yang terdistorsi. Sumbangan masing-
masing komponen harmonik terhadap distorsi arus maupun tegangan dinyatakan
dalam Individual Harmonic Distortion (IHD), sedangkan sumbangan semua komponen
harmonik terhadap distorsi arus ataupun tegangan dinyatakan dalam THD.
1.3 Standard IEEE
Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) merupakan lembaga atau
organisasi internasional yang menangani masalah listrik dan elektronika. IEEE
melakukan penelitian dan analisis untuk menetapkan standar sebagai aturan yang
menjadi referensi kelistrikan dan elektronika beberapa negara di dunia. Distorsi untuk
tegangan didasarkan pada nilai nominal tegangan yang bekerja, sedangkan untuk
distorsi arus dibatasi berdasarkan nilai perbandingan antara arus hubung singkat dan
arus beban (SCA/IL). Standarisasi distorsi tegangan juga dibatasi berdasarkan distorsi
yang disebabkan oleh tiap-tiap frekuensi harmonik, sedangkan untuk standarisasi
distorsi arus dibatasi berdasarkan distorsi yang disebabkan oleh frekuensi harmonik
khusus, yang menjadi dasar frekuensi harmonik lainnya. Tabel 2 dan 3 adalah tabel
besarnya batas distorsi tegangan dan arus berdasarkan standar IEEE 519 dalam S. M.
Halpin (2001: 20-21).
218
Tabel 2 Batas Distorsi Tegangan Sistem Transmisi dan Distribusi Listrik
Nominal voltage Individual Harmonic Orde THD
V ≤ 69 kV 3,0 % 5,0 %
69 kV < V < 161 kV 1,5 % 2,5 %
V ≥ 161 kV 1,0 % 1,5 %
Tabel 3 Batas Distorsi Arus
SCA/IL Individual Harmonic Order (H) Current Distortion Limit THD
H < 11 11≤ h < 17 17≤h < 23 23≤h< 35 H ≥ 35
Vsupplay ≤ 69 kV
< 20 4,0 % 2,0 % 1,5 % 0,6 % 0,3 % 5,0 %
20 – 50 7,0 % 3,5 % 2,5 % 1,0 % 0,5 % 8,0 %
50 – 100 10,0 % 4,5 % 4,0 % 1,5 % 0,7 % 12,0 %
100 – 1000 12,0 % 5,5 % 5,0 % 2,0 % 1,0 % 15,0 %
> 1000 15,0 % 7,0 % 6,0 % 2,5 % 1,4 % 20,0 %
69 kV < Vsupplay < 161 kV
< 20 2,0 % 1,0 % 0,75 % 0,3 % 0,15 % 2,5 %
20 – 50 3,5 % 1,75 % 1,25 % 0,5 % 0,25 % 4,0 %
50 – 100 5,0 % 2,25 % 2,0 % 1,25 % 0,35 % 6,0 %
100 – 1000 6,0 % 2,75 % 2,5 % 2,0 % 0,5 % 7,5 %
> 1000 7,5 % 3,5 % 3,0 % 2,5 % 0,7 % 10,0 %
V ≥ 161 kV
< 50 2,0 % 1,0 % 0,75 % 0,3 % 0,15 % 2,5 %
≥ 50 3,5 % 1,75 % 1,25 % 0,5 % 0,25 % 4,0 %
III METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Pengambilan data dilakukan
dengan cara mengukur besaran-besaran kelistrikan menggunakan alat ukur listrik yaitu
fluke 43 B. Variabel yang diukur antara lain: daya nyata,daya semu, daya reaktif,
power factor, displacement power factor, arus, tegangan, THD arus dan THD
tegangan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mesin dan Sistem Tenaga Listrik FT
UNY. Subyek yang diteliti yaitu: 2 buah lampu TL dengan jenis ballast yang berbeda, 2
lampu hemat energy dengan merk yang berbeda, serta 1 jenis lampu pijar.
Pengambilan data dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: 1) pada tahap ini masing-
masing lampi diamati secara terpisah serta dikombinasikan secara homogen pada
setiap jenis lampu; 2) pada tahap ini dlakukan pengamatan kombinasi lampu TL dan
LHE, 3) pada tahap yang terakhir dilakukan penambahan kombinasi yaitu lampu pijar.
Ketiga tahap ini diharapkan dapat menggambarkan kombinasi beban lampu yang ada
di masyarakat meskipun dengan beberapa asumsi.
219
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
1. Lampu TL
Hasil pengukuran pada lampu TL serta kombinasi lampu TL dengan jenis yang
berbeda ditunjukkan pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4 Hasil Pengukuran pada Lampu TL
Jenis
Lampu
Rating
Daya
(watt)
Hasil Pengukuran
V A Daya
PF THD (%)
P S Q I V
TL Balas
Sinar
10 220,29 0,13 20 30 20 0,60 16,36 4,94
20 216,92 0,16 30 31.67 20 0,73 17,55 5,27
40 212,40 0,22 40 50 30 0,73 19,58 5,50
TL Balas
Racer
10 218,10 0,13 20 40 20 0,58 15,06 5,30
20 218,10 0,20 30 50 40 0,62 10,25 5,40
40 212,40 0,19 30 40 30 0,73 13,59 5,50
Tabel 5 Hasil Pengukuran Kombinasi Homogen Lampu TL
Jenis
Lampu
Rating
Daya
(watt)
Hasil Pengukuran
V A Daya
PF THD (%)
P S Q I V
TL Balas
Sinar
10 + 20 220 0,35 38,46 80 70 0,54 13,96 4,94
10 + 40 218,41 0,44 50,48 100 80 0,55 11,00 5,03
20 + 40 219,20 0,49 70,00 110 90 0,61 12,26 4,92
TL Balas
Racer
10 + 20 217,80 0,38 38,62 90 64,62 0,52 9,71 5,30
10 + 40 217,10 0,37 50,00 80 60 0,60 11,72 5,10
20 + 40 218,10 0,44 59,15 80 74,47 0,62 10,32 5,20
2. Lampu Hemat Energi
Hasil pengukuran pada lampu hemat energi serta kombinasi lampu hemat energi
ditunjukkan pada Tabel 6 dan 7.
Tabel 6 Hasil Pengukuran pada Lampu Hemat Energi
Jenis Lampu
Rating Daya (watt)
Hasil Pengukuran
V A Daya
PF THD (%)
P S Q I V
LHE merk philips
8 218,11 0,03 n/a n/a n/a 1,00 72,25 5,00
18 211,21 0,06 10 10 0 0,94 62,61 6,30
23 220,06 0,10 20 20 10 0,79 67,27 4,21
LHE merk Hannochs
8 216,40 0,03 n/a n/a n/a 0,99 81,97 4,76
18 220,05 0,08 10 17,82 10 0,75 72,67 4,72
23 219,51 0,10 18,74 20 20 0,64 74,67 4,83
220
Tabel 7 Hasil Pengukuran pada Kombinasi Lampu Hemat Energi
Jenis Lampu
Rating Daya (watt)
Hasil Pengukuran
V A Daya
PF THD (%)
P S Q I V
LHE merk philips
8 + 18 219,02 0,11 20 20,22 20 0,74 66,73 4,61
8 + 23 217,05 0,14 20 30 20 0,69 67,60 4,48
18 + 23 220,30 0,20 30 46,99 34,41 0,63 69,99 4,48
LHE merk Hannochs
8 + 18 223,04 0,13 20 30 22,95 0,62 73,91 4,90
8 + 23 221,77 0,15 20 40 30 0,63 74,09 4,99
18 + 23 219,94 0,21 30 50 40 0,61 74,91 5,03
3. Lampu Pijar
Hasil pengukuran pada lampu pijar dengan daya 25 watt ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil Pengukuran pada Lampu Pijar
Jenis Lampu
Rating Daya (watt)
Hasil Pengukuran
V A Daya
PF THD (%)
P S Q I V
Philips 25 217,36 0,07 10 10 0,13 1 25,33 4,92
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengukuran pada masing-masing jenis lampu serta kombinasi
lampu yang bersifat homogen, maka dicari kombinasi yang paling optimal berdasarkan
karakteristik bentuk gelombang dari masing-masing jenis beban lampu tersebut.
Kombinasi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas daya listrik dari sistem
kelistrikan yang digunakan tanpa menggunakan peralatan eksternal (piranti tambahan),
sehingga dengan melakukan kombinasi yang optimal kualitas daya listrik semakin
meningkat yang juga berpengaruh terhadap peningkatan efisiensi penggunaan energi.
Kombinasi beban lampu yang menghasilkan kriteria sesuai dengan yang diharapkan
(kualitas daya dan efisiens semakin meningkat) dari 72 kombinasi yang dapat dipilih
diperoleh 14 kombinasi sebagai berikut: 1) kombinasi lampu TL ballast merk sinar 10
watt dengan LHE Philips 8 watt dan lampu pijar, diperoleh hasil pengukuran PF sama
dengan 0,93 dan THD arus 15,47%; 2) kombinasi lampu TL ballast merk sinar 20 watt
denga LHE Philips 8 watt dan lampu pijar, diperoleh hasil pengukuran PF sama
dengan 0,93 dan THD arus 14,23%; 3) kombinasi lampu TL ballast merk sinar 40 watt
denga LHE Philips 18 watt dan lampu pijar, diperoleh hasil pengukuran PF sama
dengan 0,86 dan THD arus 17,42%; 4) kombinasi lampu TL ballast merk sinar 10 watt
denga LHE Hanocs 8 watt dan lampu pijar, diperoleh hasil pengukuran PF sama
dengan 0,90 dan THD arus 16,45%; 5) kombinasi lampu TL ballast merk sinar 20 watt
denga LHE Hanocs 8 watt dan lampu pijar, diperoleh hasil pengukuran PF sama
dengan 0,93 dan THD arus 13,59%; 6) kombinasi lampu TL ballast merk Racer 10 watt
denga LHE Philips 8 watt dan lampu pijar, diperoleh hasil pengukuran PF sama
221
dengan 0,92 dan THD arus 13,89%; 7) kombinasi lampu TL ballast merk Racer 20 watt
denga LHE Philips 8 watt dan lampu pijar, diperoleh hasil pengukuran PF sama
dengan 0,86 dan THD arus 11,29%; 8) kombinasi lampu TL ballast merk Racer 40 watt
denga LHE Philips 8 watt dan lampu pijar, diperoleh hasil pengukuran PF sama
dengan 0,92 dan THD arus 10,86%; 9) kombinasi lampu TL ballast merk Racer 40 watt
denga LHE Philips 18 watt dan lampu pijar, diperoleh hasil pengukuran PF sama
dengan 0,94 dan THD arus 17,08%; 10) kombinasi lampu TL ballast merk Racer 40
watt denga LHE Philips 23 watt dan lampu pijar, diperoleh hasil pengukuran PF sama
dengan 0,94 dan THD arus 18,29%; 11) kombinasi lampu TL ballast merk Racer 10
watt denga LHE Hannochs 8 watt dan lampu pijar, diperoleh hasil pengukuran PF
sama dengan 0,91 dan THD arus 14,17%; 12) kombinasi lampu TL ballast merk Racer
20 watt denga LHE Hannochs 8 watt dan lampu pijar, diperoleh hasil pengukuran PF
sama dengan 0,85 dan THD arus 11,96%; 13) kombinasi lampu TL ballast merk Racer
40 watt denga LHE Hannochs 8 watt dan lampu pijar, diperoleh hasil pengukuran PF
sama dengan 0,89 dan THD arus 11,51%; 14) kombinasi lampu TL ballast merk Racer
40 watt denga LHE Hannochs 18 watt dan lampu pijar, diperoleh hasil pengukuran PF
sama dengan 0,92dan THD arus 19,62%;
V KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Lampu TL yang dikombinasikan dengan lampu hemat energy terbukti mampu
mereduksi persentase distorsi harmonic arus yang disebabkan oleh ballast
elektronik lampu LHE.
2. Penambahan lampu pijar pada kombinasi lampu TL dengan LHE semakin
menurunkan persentase THD arus hingga mendekati standar IEEE.
3. Penambahan lampu pijar pada kombinasi lampu TL dengan LHE semakin
meningkatkan nilai power factor, masing-masing kombinasi menghasilkan nilai
power factor di atas 0,85.
VI DAFTAR PUSTAKA
1. Dugan, R.C., Mc Granaghan, M.F dan Beaty, H.W. 1996. Electrical Power
System Quality. New York: Mc Graw-Hill
2. Edward, A. 1983. Lamps and Lighting. Great Britain: The Pitman Press
3. Energy Savers. 2009. Compact Fluorescent Lamps. Available online at:
http://www.energysavers.gov/your_home/lighting_daylighting/index.cfm/mytopi
c=12050. Diakses: 19 Mei 2009
4. Guntoro, H. 2009. Keandalan dan Kualitas Listrik. Available online at:
http://www.dunia-listrik.blogspot.com. Diakses: 19 Mei 2009.
5. Halpin, S.M. 2001. The Electronic Power Engineering Handbook. Mississipi:
CRC Press LLC.
6. Heydt G.T. 1991. Electric Power Quality. Avarua: Stars in a Circle Publication.
222
7. Martin WU Kwok-tin, Ir. 2003. Standars of Power Quality with reference to the
code of Practice for energy Efficiency of Electrical Installations. Energy
Efficiency Office, Electrical and Mechanical Services Departement
8. Merriem Webstar Online. 2008. Incandescent Lamp. Available online at:
http://visual.merriam-webster.com/house/electricity/lighting/incandescent-
lamp.php. Diakses: 19 Mei 2009.
9. Muhaimin. 2001. Teknologi Pencahayaan. Bandung: PT Refika Aditama
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Yogyakarta, 14 Juli 2011
223