Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, SUKU BUNGA DAN
INFLASI TERHADAP JUMLAH UANG BEREDAR
(PENDEKATAN VAR)
OLEH
AHMAD RAFIKO
100501163
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
ABSTRAK
Jumlah uang beredar memegang peranan penting dalam perekonomian.
Setiap perubahan jumlah uang beredar akan berpengaruh terhadap tingkat harga
sehingga mempengaruhi laju pertumbuhan suatu perekonomian. Oleh karena itu
pengelolaan terhadap jumlah uang beredar harus dilakukan dengan sangat hati-
hati dan mempertimbangkan pengaruh yang akan terjadi. Atas pemikiran tersebut
maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh nilai tukar, suku
bunga, dan inflasi terhadap jumlah uang beredar.
Penelitian ini menggunakan data runtut waktu yaitu dari triwulan I 2006-
triwulan IV 2015. Model analisis yang diguanakan adalah analisi ekonometrika
model Vector Auto Regression (VAR) dan menggunakan alat analisis untuk
mengolah data yaitu dengan menggunakan eviews 7.
Hasil estimasi menunjukan bahwa nilai tukar dan inflasi mempunyai
pengaruh positif terhadap jumlah uang beredar. Sedangkan Suku bunga
mempunyai pengaruh negatif terhadap jumlah uang beredar.
Kata kunci: Jumlah uang beredar, Nilai tukar, Suku bunga, dan Inflasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
ABSTRACT
The money supply is an important role in the economy. Every change in
money supply will affect the price level that will give an affect to the rate of
growth of an economy. Therefore, the management of the money supply must be
done very carefully and consider the influences that will be happen. On these
ideas, this study aims to analyze the effect of exchange rates, interest rates, and
inflation on the money supply.
This study uses time series data are from the first quarter 2006 to the
fourth quarter of 2015. The analysis model is the analysis of econometric models.
Vector Auto Regression (VAR and using analytical tools to process data by using
eviews 7.
The estimation results show that the exchange rate and inflation have a
positive effect on the money supply. While interest rates have a negative impact on
the money supply.
Keywords: money supply, exchange rate, interest rates, and inflation.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan Karunia-Nya sehingga panulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga dan
Inflasi Terhadap Jumlah Uang Beredar (pendekatan VAR)”. Berkat karunia-
Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat yang harus di tempuh untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE) dari
Prodi S-1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik
berupa dukungan moril mapun materil, sumbangan pemikiran dan doa dalam
penyusunan skripsi ini. Usaha dan kerja yang telah dilakukan penulis tidak akan
berjalan sukses tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak.
Skripsi ini teristimewa dipersembahkan kepada Ayahanda dan Ibunda
tercinta Bapak ELFIARDI dan Ibu RISNAWATI yang merupakan motivasi
terbesar bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan Universitas Sumatra Utara
ini. Sekaligus penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan
sebesar-besarnya yang selama ini telah banyak memberikan doa, semangat,
kekuatan dan kesabaran serta materi, dan hal-hal lain yang dibutuhkan penulis
dalam setiap langkah. Dan juga kepada keluarga besar yang banyak memberikan
dorongan dan bantuan yang tidak ternilai, baik keluarga yang ada di kampung
maupun keluarga yang ada di Medan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
Ucapan terima kasih terkhusus kepada semua pihak yang mendukung
dalam penyelesaian skripsi ini terutama kepada :
1. Bapak prof. Dr. Ramli, SE, M.S selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec sebagai Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan
Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
Utara.
3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.soc, Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S-1
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universutas Sumatera
Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE. M,Si selaku Sekretaris Program Studi S-1
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
Utara.
4. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ecselaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, memberi bimbingan dan masukan dari awal
pengerjaan sampai dengan selesainya skripsi ini.
5. Bapak Paidi Hidayat, SE. M,Si dan Bapak Haroni Doli H. Ritonga, SE, M.Si
selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan petunjuk dan masukan
untuk penyempurnaan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Ekonomi dan Bisnis Sumatera Utara khususnya Departemen
Ekonomi Pembangunan yang telah memberikakn ilmu dan perhatiannya
kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
7. Seluruh staf pegawai Ekonomi dan Bisnis Sumatera Utara khususnya
Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah memperlancar segala
keperluan penulis dalam hal administrasi selama perkuliahan.
8. Beserta seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima
kasih atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan kepada saya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi
ini bermanfaat bagi pihak yang membacanya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
........................................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jumlah Uang Beredar ............................................................... 9
2.1.1 Uang ............................................................................. 9
2.1.2 Fungsi Uang ................................................................ 9
2.1.3 Pengertian Jumlah Uang Bereda ................................... 10
2.1.4 Teori Permintaan Uang ................................................. 11
2.1.5 Teori Penawaran Uang ................................................. 15
2.2 Nilai Tukar................................................................................ 15
2.2.1 Definisi Nilai Tukar ...................................................... 15
2.2.2 Bentuk dan Sistem Nilai Tukar .................................... 16
2.2.3 Konsep Keseimbangan Nilai Tukar .............................. 19
2.3 Inflasi ...................................................................................... 21
2.4 Suku Bunga .............................................................................. 23
2.5 Hubungan Nilai Tukar dan Jumlah Uang Beredar ................... 25
2.6 Hubungan Inflasi dan Jumlah Uang Beredar ............................ 26
2.7 Hubungan Suku Bungan dan Jumlah Uang Beredar ................ 27
2.8 Penelitian Terdahulu ................................................................. 28
2.9 Kerangka Pemikiran ................................................................. 31
2.10 Hipotesis ................................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Dan Sumber Data ........................................................... 33
3.2 Batasan Operasional ................................................................. 33
3.3 Definisi Operasional ................................................................. 33
3.4 Model Analisis Data ................................................................. 34
3.5 Uji akar Unit ............................................................................. 35
3.6 Metode Analisis Data ............................................................... 36
3.6.1 Vecktor Auto Regresion ............................................... 36
3.6.2 Penentuan Lag Optimum............................................... 38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
3.6.3 Impulse Respone ........................................................... 38
3.6.4 Variance Decomposition .............................................. 39
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Uji Akar Unit ............................................................................ 40
4.2 Uji Penentuan Lag Optimum .................................................... 42
4.3 Estimasi VAR ........................................................................... 43
4.4 Uji Stabiitas VAR ..................................................................... 44
4.5 Impulse Respons ....................................................................... 46
4.6 Variance Decomposition .......................................................... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 55
5.2 Saran ...................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 57
LAMPIRAN .................................................................................................. 59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Jumlah Uang Beredar dan Faktor-Faktor Yang Mempe-
ngaruhinya ........................................................................ 3
4.1 Uji Akar Unit Tingkat Level ............................................ 41
4.2 Log Optimum ................................................................... 42
4.3 Uji Stabilitas ..................................................................... 45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kurva Kenaikan Kurs ........................................................ 20
2.2 Kurva Perubahan Penawaran Kurs ................................... 21
2.3 Kerangka Konseptual ....................................................... 31
3.1 Proses Pembentukan VAR ............................................... 37
4.1 Uji Stabilitas ..................................................................... 46
4.2 Impulse Respons Nilai Tukar, Inflasi, dan SBI Terhadap
JUB ................................................................................... 47
4.3 Impulse Respons JUB, Nilai Tukar dan SBI Terhadap
Inflasi ................................................................................. 48
4.4 Impulse Respons JUB, Nilai Tukar dan Inflasi Terhadap
SBI ..................................................................................... 49
4.5 Impulse Respons JUB, Inflasi dan SBI Terhadap Nilai
Tukar.................................................................................. 50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1. Data ................................................................................... 59
2. Uji Akar Unit ................................................................... 61
3. Uji Stabilitas .................................................................... 69
4. Estimasi VAR .................................................................. 70
5. Impulse Respons ............................................................... 72
6. Variance Decompisition ................................................... 73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasca krisis moneter tahun 1997-1998 perekonomian Indonesia perlahan-
lahan mulai tumbuh. Untuk itu diperlukan persediaan uang yang cukup untuk
mengimbangi pertumbuhan produksi. Perekonomian telah menjadi sorotan
penting dalam dunia pendidikan karena perekonomian merupakan indikator yang
sangat penting dan juga menjadi tolak ukur tingkat kesejahteraan disuatu negara
atau wilayah tertentu.
Pada tahun 2008, Indonesia kembali dilanda krisis moneter. Dampak krisis
terasa menjelang akhir tahun 2008 dimana perekonomian indonesia mendapat
tekanan berat pada triwulan IV. Perlambatan ekonomi terjadi secara signifikan
karena anjloknya kinerja ekspor dan melemahnya nilai tukar Rupiah sehingga
neraca pembayaran Indonesia mengalami peningkatan defisit. Secara umum,
Indonesia bukanlah yang terburuk di antara negara-negara lain. Perekonomian
Indonesia masih dapat tumbuh 6,1% pada 2008(Bank Indonesia).
Perekonomian memang menjadi sangat penting dalam memenuhi
kesejahteraan masyarakat, dan salah satu alat yang vital dalam mencapai tujuan
ekonomi tersebut adalah uang. Uang merupakan alat yang sangat vital dari
bekerjanya suatu perekonomian disuatu daerah atau negara (Carl E case dan Ray
C Fair, 2004: 124). Uang telah memberikan manfaat bagi masyarakat dalam
mengatasi kesulitan untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti perdagangan,
investasi, konsumsi, dan menabung.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
Uang adalah barang yang memiliki fungsi sebagai alat pertukaran, unit
penghitung, penyimpan nilai, dan standar untuk melakukan pembayaran
tertangguhkan. Beberapa definisi yang lain dilihat dari tingkat likuiditasnya.
Biasanya uang didefinisikan : M1 adalah uang kertas ditambah uang logam
ditambah simpanan dalam bentuk rekening koran (dalam arti sempit), M2 adalah
M1 ditambah tabungan ditambah deposito berjangka (time deposite) pada bank-
bank umum, dan M3 adalah M2 ditambah tabungan ditambah deposito berjangka
pada lembaga-lembaga nonbank (Nopirin, 1992:3).
Peranan uang tidak dapat diragukan lagi karena uang dapat memperlancar
kegiatan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, permintaan akan uang menjadi
tinggi seiring petingnya fungsi uang tersebut. Masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari membutuhkan uang dalam memenuhi kebutuhan- kebutuhannya.
Bahkan negara juga memerlukan uang dalam menjalankan roda perekonomian.
Permintaan masyaraka akan uang dilatarbelakangi oleh motif yang berbeda-beda,
antara lain motif berjaga-jaga, motif transaksi dan motif spekulasi (aulia pohan,
2008:1).
Permintaan uang untuk tujuan spekulasi hanya dikenal oleh pengikut
Keynes sedang kaum klasik tidak sependapat tentang hal tersebut. Dalam
permintaan uang untuk spekulasi ini tergantung pada tingkat bunga. Semakin
tinggi tingkat suku bunga semakin rendah permintaan uang tunai oleh seseorang
atau masyarakat. Alasannya adalah semakin tinggi tingkat suku bunga, maka
semakin besar ongkos memegang uang tunai sehingga seseorang atau masyarakat
lebih baik membeli obligasi. Sebaliknya semakin rendah tingkat suku bunga maka
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
semakin rendah ongkos memegang uang tunai dan semakin besar seseorang atau
masyarakat menyimpan uang tunai (Sidiq, 2005).
Di Indonesia, jumlah uang beredar uang tiap tahunnya selalu mengalami
perubahan. Terutama pada jumlah uang kuasi, yang meliputi tabungan, giro dan
deposito baik yang dalam bentuk rupiah maupun dalam bentuk valuta asing.
Dengan adanya kenaikan dan penurunan jumlah uang kuasi tersebut,
mengakibatkan terjadinya fluktuasi terhadap kondisi likuiditas perekonomian
Indonesia. Perubahan jumlah uang beredar tersebut dapat kita lihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 1.1
Jumlah Uang Beredar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Uang Beredar Luas(M2) 1.895.839 2.141.384 2.471.206
2.877.220
3.307.508
3.730.197
Uang Beredar Sempit (M1) 456.787 515.824 605.411
722.991
841.652
887.081
Uang Kuasi 1.435.772 1.622.055 1.856.720
2.139.840
2.455.435
2.820.311
Surat Berharga Selain Saham
3.279 3.504 9.075
14.388
10.420
22.805
Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Uang
beredar
1.895.839 2.141.384 2.471.206
2.877.220
3.307.508
3.730.197
Aktiva Luar negeri Bersih 593.137 679.448 865.121
912.174
965.442
1.011.361
Aktiva Dalam Negeri Bersih 1.302.702 1.461.936 1.606.084
1.965.045
2.342.066
2.718.836
Tagihan Bersih kepada
Pemerintah Pusat 387.248 429.406 368.717
351.177
389.827
406.615
Tagihan Kepada sektor lainnya
1.413.247 1.538.918 1.910.022
2.383.823
2.917.452
3.526.531
Saham dan Modal lainnya -374.986 -354.660 -418.454 -
525.849
-
706.644
-
920.759
Lainnya Bersih 1) -98.144 -119.293 -121.460 -
29.895
17.778
33.977
Sumber: Bank indonesia
Pada tahun 2008, M2 meningkat 14,9% dari tahun sebelumnya. Uang kuasi
memberikan kontribusi terhadap peningkatan M2 sebesar 239,5triliun rupiah dari
tahun sebelumnya, lebih besar dari peningkatan M1 sebesar 14,2 triliun rupiah dari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 M2 mencapai angka 1.895,8 triliun rupiah
pada akhir tahun, hal ini berasal dari meningkatnya uang kartal dan uang kuasi
yang masing-masing sebesar 59,03 triliun rupiah dan 186,3 triliun rupiah dari
tahun sebelumnya.
Pada akhir tahun 2012 M2 mengalami periode kenaikan tertinggi yaitu
430.3 triliun rupiah atau 14,9% . Uang kuasi mengalami kenaikan sebesar 315,6
triliun rupiah yang berasal dari peningkatan tabungan 18.8%. uang kartal
meningkat 16,4% (118,7 triliun). Hal ini menandakan meningkatnya transaksi
masyarakat yang mengindikasikan membaiknya perekonomian. Tahun 2013 M2
mencapai 3.730,2 triliun, tercatat meningkat 422,7 triliun rupiah dari periode
sebelumnya. Peningkatan terutama disumbang oleh kondisi domestik seiring
dengan terus diberikannya kredit kepada bisnis dan rumah tangga. Adapun
kondisi eksternal perkembangan aktiva bersih luar negeri mengalami peningkatan
cukup tinggi dari tahun sebelumnya.
Dalam perkembangannya, keberadaan jumlah uang di masyarakat ternyata
dapat menimbulkan masalah baru dalam perekonomian. Pertumbuhan uang yang
terlalu cepat dapat memberikan dampak kurang baik dan mempengaruhi
kestabilan harga. Pertumbuhan jumlah uang beredar yang terlalu cepat tanpa
diimbangi pertambahan produksi dapat menyebabkan inflasi. Berlimpahnya
jumlah beredar yang melebihi kebutuhan untuk transaksi akan mendorong
masyarakat untuk melakukan spekulasi terhadap valuta asing yang akan dapat
menimbulkan pelemahan nilai rupiah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong
kenaikan harga-harga barang secara keseluruhan (inflasi) melebihi tingkat harga
yang diharapkan, sehingga dalam jangka panjang dapat mengganggu
pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, apabila peningkatan jumlah uang beredar
rendah maka kelesuan ekonomi akan terjadi. Apabila hal ini berlangsung terus
menerus, kemakmuran masyarakat secara keseluruhan akan mengalami
penurunan. Kondisi tersebut antara lain melatar belakangi upaya-upaya yang
dilakukan oleh pemerintah atau otoritas-otoritas moneter dalam mengendalikan
jumlah uang beredar dalam perekonomian. Kegiatan mengendalikan jumlah uang
beredar tersebut lazimnya disebut Kebijakan moneter, yang pada dasarnya
merupakan salah satu bagian integral dari Kebijakan ekonomi makro yang
ditempuh oleh otoritas moneter (Bank Indonesia, 2003).
Berdasarkan teori kuantitas uang menggambarkan bahwa inflasi dan
jumlah uang beredar juga memiliki hubungan. Inflasi menyebabkan masyarakat
membutuhkan uang yang lebih banyak karena harga barang-barang membumbung
tinggi, sehingga masyarakat membutuhkan uang yang lebih banyak untuk
melakukan transaksi. Inflasi merupakan kenaikan harga yang secara kontinue dan
secara umum(Nopirin, 1990:25). Artinya jika harga suatu barang meningkat maka
permintaan akan uang oleh masyarakat akan semakin tinggi, sehingga inflasi yang
tinggi akan mempengaruhi jumlah uang beredar(M2).
Jumlah uang beredar memegang peranan penting dalam perilaku kebijakan
moneter di setiap perekonomian. Banyak literatur yang telah memuat aspek
teoritis maupun empiris tentang jumlah uang beredar di negara-negara yang sudah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
maju maupun negara-negara yang sedang berkembang. Tidak dapat dipungkiri
bahwa kebijakan moneter telah banyak mencapai tujuan-tujuan ekonomi.
Friedman berpendapat bahwa kebijakan moneter dapat memberikan kontribusi
dalam mencapai stabilitas ekonomi dengan mengendalikan besaran-besaran
moneter dalam perekonomian (Sugiyanto, 1995)
Analisis jumlah uang beredar merupakan suatu analisis besaran-besaran
ekonomi yang dibutuhkan untuk mendukung suatu kebijakan yang diambil oleh
pemerintah dibidang moneter. Pemerintah, dalam hal ini adalah Bank Indonesia
dapat menempuh suatu kebijakan moneter yang bertujuan untuk mencapai
stabilitas moneter. Tujuan tersebut tercantum dalam pasal 7 Undang-undang
Republik Indonesia No. 23 tahun 1999 yang sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 3 tahun 2004 tentang tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah.
Berangkat dari kondisi ekonomi yang sangat fluktuatif tersebut, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang jumlah uang beredar, jumlah uang
beredar yang penulis pilih adalah jumlah uang beredar M2, karena memiliki skala
yang lebih luas dari M1. Jadi judul penelitian yang penulis pilih adalah
“ ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, SUKU BUNGA dan INFLASI
TERHADAP JUMLAH UANG BEREDAR (PENDEKATAN VAR) “.
Penelitian ini menggunakan data runtun waktu dari tahun 2006 - 2015. Adapun
variabel yang penulis pakai pada penelitian ini antara lain jumlah uang beredar
M2, nilai tukar, suku bunga dan inflasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang akan
diangkat dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimana pengaruh nilai tukar, suku bunga, inflasi terhadap jumlah uang
beredar?
b. Bagaimana pengaruh Jumlah uang beredar, nilai tukar, suku bunga
terhadap inflasi?
c. Bagaimana pengaruh suku bunga, inflasi, Jumlah uang beredar terhadap
nilai tukar?
d. Bagaimana pengaruh Jumlah uang beredar, inflasi, nilai tukar terhadap
suku bunga?
1.3 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis pengaruh nilai tukar, suku bunga, inflasi terhadap
jumlah uang beredar
b. Untuk menganalisis pengaruh Jumlah uang beredar, nilai tukar, suku
bunga terhadap inflasi
c. Untuk menganalisis pengaruh suku bunga, inflasi, Jumlah uang beredar
terhadap nilai tukar
d. Untuk menganalisis pengaruh Jumlah uang beredar, inflasi, nilai tukar
terhadap suku bunga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
1.4 Manfaat
a. Memberikan kajian teoritis mengenai pengaruh krisis nilai tukar
bersamaan dengan krisis perbankan terhadap stabilitas permintaan uang
dan stabilitas harga di Indonesia
b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan
investasi pada masa mendatang. Selain itu penelitian ini juga dapat
dijadikan sebagai sumber informasi bagi investor guna menentukan
investasi
c. Penelitiaan ini merupakan bukti empiris sehingga dapat mengembangkan
kemampuan penulis dalam mengaplikasikan teori-teori yang sudah
diperoleh sebelumnya, terutama dalam menganalisis kebijakan investasi
yang tepat
d. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi penelitian yang ada
sebagai informasi untuk memungkinkan penelitian selanjutnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
2.1 Jumlah Uang Beredar
2.1.1 Uang
Dalam ilmu ekonomi uang biasanya didefinisikan sebagai sesuatu yang
diterima secara umum sebagai alat pembayaran yang sah dan sebagai alat tukar
menukar. Menurut Sadono sukirno (2006:267), uang adalah benda yang disetujui
oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar menukar atau
perdagangan. Menurut Samuelson (2001), uang adalah segala sesuatu yang
bersifat sebagai alat pertukaran atau pembayaran yang diterima secara umum.
2.1.2 Fungsi Uang
Menurut Sadono Sukirno fungsi uang dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:
Sebagai alat tukar menukar
Uang dapat mempermudah pertukaran barang dan jasa, serta
memperlancar perekonomian.
Sebagai satuan nilai
Yaitu suatu ukuran yang dapat menentukan besarnya nilai suatu barang
atau jasa dengan uang.
Sebagai pembayaran tertunda
Dengan adanya uang akan mempermudah pembayaran dimasa depan
secara tunai ataupun angsuran.
Sebagai penyimpan nilai
Maksudnya adalah menyimpan kekayaan dalam bentuk uang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
2.1.3 Pengertian Jumlah Uang Beredar
Uang Beredar adalah kewajiban sistem moneter (Bank Sentral, Bank
Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat/BPR) terhadap sektor swasta domestik
(tidak termasuk pemerintah pusat dan bukan penduduk). Kewajiban yang menjadi
komponen Uang Beredar terdiri dari uang kartal yang dipegang masyarakat (di
luar Bank Umum dan BPR), uang giral, uang kuasi yang dimiliki oleh sektor
swasta domestik, dan surat berharga selain saham yang diterbitkan oleh sistem
moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai
dengan satu tahun.
Uang Beredar dapat didefinisikan dalam arti sempit (M1) dan dalam arti
luas (M2). M1 meliputi uang kartal yang dipegang masyarakat dan uang giral (giro
berdenominasi Rupiah), sedangkan M2 meliputi M1, uang kuasi (mencakup
tabungan, simpanan berjangka dalam rupiah dan valas, serta giro dalam valuta
asing), dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki
sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun.
Faktor yang mempengaruhi Uang Beredar adalah Aktiva Luar Negeri
Bersih (Net Foreign Assets / NFA) dan Aktiva Dalam Negeri Bersih (Net
Domestic Assets / NDA). Aktiva Dalam Negeri Bersih antara lain terdiri dari
Tagihan Bersih Kepada Pemerintah Pusat (Net Claims on Central Government /
NCG) dan Tagihan kepada sektor lainnya (sektor swasta, pemeritah daerah,
lembaga keuangan dan perusahaan bukan keuangan) terutama dalam bentuk
Pinjaman yang diberikan(bank indonesia).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
2.1.4 Teori Permintaan Uang
Teori Permintaan Uang Klasik
Teori ini lebih dikenal dengan teori kuantitas uang. Teori kuantitas uang
merupakan salah satu teori ekonomi yang sangat tua yang masih dapat bertahan
sampai saat ini. Teori ini menyatakan bahwa, perubahan nilai uang atau tingkat
harga terutama merupakan akibat dari adanya perubahan jumlah uang beedar.
Teori ini beranggapan bahwa harapan akan perubahan harga-harga di masa depan
(expectation of price changes) merupakan faktor yang sangat menentukan
besarnya permintaan akan uang. Selain itu, mekanisme penyesuaian ,misalnya
kelebihan saldo kas yang tidak dikehendaki adalah dengan membelanjakan
kelebihan kas tadi untuk membeli barang-barang. Dengan kata lain, kelebihan
saldo kas akan menyebabkan kenaikan pengelaran untuk barang-barang.
Dengan demikian, ada hubungan langsung antara kelebihan uang tunai
yang ada di dalam masyarakat dan kecenderungan harga-harga umum untuk naik
(inflasi). Teori kwantitas uang, mempunyai beberapa versi, antara lain:
a. Persamaan Kwantitas Uang Klasik (Classical Quantity Of Money)
Menurut Fisher, permintaan uang akan timbul dari penggunaan uang
dalam proses transaksi karena menurut pandangan ekonom klasik, fungsi uang
hanyalah sebagai alat tukar, maka uang bersifat netral, dalam arti uang hanya
mempengaruhi tingkat harga dimana bentuk persamaannya:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
MV=PT
Dimana:
M : jumlah uang beredar dalam perekonomian (money supply)
V : kecepatan perputaran uang (velocity circulation of money)
P : tingkat harga (price level)
T : banyaknya transaksi (per satuan waktu)
b. Persamaan Cambridge
Menurut teori ini, kegunaan dari pemegang kekayaan dalam bentuk uang
adalah karena uang mempunyai sifat likuid sehingga dengan mudah dapat
ditukarkan dengan barang lain. Uang dipegang atau diminta oleh seseorang karena
sangat mempermudah transaksi atau kegiatan-kegiatan ekonomi lain dari orang
tersebut. Cambrige mengatakan bahwa permintaan uang selain dipengaruhi oleh
volume transaksi dan factor-faktor kelembagaan, juga dipengaruhi oleh tingkat
bunga, besar kekayaan masyarakat dan ramalan masyarakat di masa yang akan
dating. Jika tingkat bunga naik, ada kecenderungan masyarakat mengurangi uang
yang ingin mereka pegang meskipun volume transaksi yang mereka rencanakan
tetap.
Persamaan Cambridge versi saldo kas
M = kPT
Persamaan Cambridge versi pendapatan
M = kPQ = k
Dimana :
Q = output nasional
Y = pendapatan nasional = PQ
k = bagian dari PT (nilai transaksi penjualan pertahun) atau bagian dari PQ ada Y
yang ingin dipegang oleh masyarakat atau disimpan dalam bentuk uang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
Teori Permintaan Uang Keynes
Permintaan uang menurut keynes adalah jumlah uang yang diminta
masyarakat untuk keperluan transaksi, berjaga-jaga dan untuk spekulasi dalam
sebuah perekonomian. Menurut John Maynard Keynes ada 3 motif yang
mempengaruhi permintaan uang tunai oleh masyarakat. Ketiga motif tersebut
yaitu:
Motif Transaksi
Merupakan motif memegang uang untuk melakukan transaksi dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya,hal ini dilakukan setiap hari oleh setiap individu.
Terkait dengan fungsi uang sebagai alat tukar, kita menggunakan uang untuk
membeli barang dan jasa atau untuk membayar tagihan. Permintaan uang untuk
transaksi memiliki hubungan positif dengan pendapatan. Jadi seberapa besar atau
kecilnya orang memegang uang tergantung dari pendapatannya.
Mdt = f(Y)
Dimana :
Mdt = motif transaksi
Y = Pendapatan
Motif berjaga-jaga
Merupakan motif yang akan digunakan untuk menghadapi ketidakpastian
masa yang akan datang,motif ini juga tergantung dengan seberapa banyak uang
yang dihasilkan oleh setiap individu jika semakin besar maka uang yang
digunakan untuk berjaga-juga juga relatif lebih besar.jadi motif ini juga
dipengaruhi oleh pendapatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
M1 = Mdt+Mdp
M1 = f(Y)
Dimana :
Mdt = Motif transaksi
Mdp= Motif jaga-jaga
Y= Pendapatan
Motif spekulasi
Merupakan motif yang menyatakan bahwa uang merupakan salah satu
alternatif bentuk asset selain bentu asset lainnya,misal , kita memegang uang
untuk berjaga-jaga dan mengantisipasi jika kalau nanti nya ada surat berharga
yang kita rasakan sesuai dengan yang diharapkan, sehingga dapat memperoleh
keuntungan ataupun pendapatan dari kepimilikan surat berharga tersebut
m2 = g (i)
Dimana :
m2 = permintaan uang untuk spekulasi
i = suku bunga
Teori Permintaan Uang Friedman
Menurut pandangan Friedman permintaan uang ditentukan oleh faktor-
faktor berikut: tingkat harga, suku bunga obligasi, suku bunga ‘equities’, modal
fisik dan kekayaan (Sukirno, 2000, hal. 418). Mengenai peranan harga dalam
mementukan permintaan uang, Friedman berpendapat dikarenakan memegang
uang adalah salah satu cara untuk menyimpan kekayaan. Cara-cara yang lain
adalah menyimpan dalam bentuk harta keuangan (financial asset) seperti obligasi,
deposito dan saham, menyimpan dalam harta tetap (tanah dan rumah) dan
kekayaan manusiawi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
2.1.5 Teori Penawaran Uang
Penawaran uang (money suplly) merupakan jumlah uang yang tersedia
dalam kegiatan ekonomi suatu negara atau disebut juga jumlah uang beredar.
Jumlah uang beredar terdiri dari:
a. Penawaran uang (M1)
Penawaran uang (M1) merupakan jumlah uang beredar yang sering
digunakan untuk keperluan transaksi yang terdiri dari uang kartal dan uang giral.
b. Penawaran uang (M2)
Merupakan jumlah uang beredar dalam arti luas. M2 juga disebut broad
money yang terdiri M1 ditambah near money. Near money adalah rekening
tabungan dan kekayaan lain yang ditukarkan dalam waktu dekat.
2.2 Nilai Tukar
2.2.1 Definisi Nilai Tukar
Menurut Samuelson (1995:668) definisi nilai tukar adalah “The price of
one unit foreign is currency in term of domestic currency is determined, and the
price is called the foreign exchange rates.”. Menurut Kuncoro (1996), pertukaran
suatu mata uang dengan mata uang lainnya disebut transaksi valas (foreign
exchange transaction). Sedangkan Salvarote (1997), menyebutkan bahwa harga
suatu mata uang terhadap mata uang lainnya disebut kurs atau nilai tukar mata
uang (exchange rate). Sementara itu, menurut Nopirin, Kurs atau nilai tukar
merupakan pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, sehingga memiliki
perbandingan nilai atau harga kedua mata uang tersebut. Lebih jauh Winardi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
(1987:168) memberikan pengertian kurs yaitu harga persatuan sebuah valuta asing
yang dinyatakan dalam satuan valuta domestik.
Lebih lanjut, Sadono Sukirno (1999:358) menyebutkan bahwa kurs (nilai
tukar) adalah suatu nilai yang menunjukkan jumlah mata uang dalam negeri yang
diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing. Sedangkan menurut
Sawaldjo Puspopranoto (2004:212) definisi kurs adalah: “Harga dimana mata
uang suatu negara dipertukarkan dengan mata uang negara lain disebut nilai tukar
(kurs).
Berdasarkan pendapat di atas maka nilai berbagai mata uang asing berbeda
dalam suatu waktu tertentu dan suatu mata uang asing nilainya akan mengalami
perubahan dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi yang sedang terjadi saat itu.
Jika mata uang suatu negara mengalami penurunan dibanding dengan mata uang
negara lain disebut depresiasi, sedang jika mengalami kenaikan dibanding dengan
uang negara lain disebut apresiasi.
Dapat disimpulkan dari beberapa definisi diatas bahwa nilai tukar adalah
sejumlah uang dari suatu mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan
satu unit mata uang negara lain.
2.2.2 Bentuk dan sistem nilai tukar
Bentuk sistem nilai tukar dapat dibagi dalam dua bentuk (Berlianta, 2004),
yaitu :
1) Fixed Exchange Rate System
Merupakan suatu sistem nilai tukar dimana nilai suatu mata uang yang
dipertahankan pada tingkat tertentu terhadap mata uang asing. Dan bila tingkat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
nilai tukar tersebut bergerak terlalu besar maka pemerintah melakukan intervensi
untuk mengembalikannya. Sistem ini mulai diterapkan pada pasca perang dunia
kedua yang ditandai dengan digelarnya konferensi mengenai sistem nilai tukar
yang diadakan di Bretton Woods, New Hampshire pada tahun 1944.
2) Floating Exchange Rate System
Setelah runtuhnya Fixed Exchange Rate System maka timbul konsep baru
yaitu Floating Exchange Rate System. Dalam konsep ini nilai tukar valuta
dibiarkan bergerak bebas. Nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan permintaan
dan penawaran valuta tersebut di pasar uang. Fakta yang terjadi di banyak negara
di dunia menganut varians dari kedua sistem pokok nilai tukar diatas.
Menurut Gilis (1996), terdapat enam sistem nilai tukar berdasarkan pada
besarnya intervensi dan candangan devisa yang dimiliki bank sentral suatu negara
yang dipakai oleh banyak negara di dunia antara lain:
a) Sistem Nilai Tukar Tetap (fixed exchange rate)
Dalam sistem ini otoritas moneter selalu mengintervensi pasar untuk
mempertahankan nilai tukar mata uang sendiri terhadap satu mata uang asing
tertentu. Intervensi tersebut memerlukan cadangan devisa yang relatif besar.
Tekanan terhadap nilai tukar valuta asing, yang biasanya bersumber dari defisit
neraca perdagangan, cenderung menghasilkan kebijakan devaluasi.
b) Sistem Nilai Mengambang Bebas (free floating exchange rate)
Sistem ini berada pada kutub yang bertentangan dengan sistem fixed.
Dalam sistem ini, otoritas moneter secara teoritis tidak perlu mengintervensi pasar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
sehingga sistem ini tidak memerlukan cadangan devisa yang besar. Sistem ini
berlaku di Indonesia saat ini
c) Sistem Wider Band
Pada sistem tersebut nilai tukar dibiarkan mengambang atau berfluktuasi
diantara dua titik, tertinggi dan terendah. Apabila keadaan perekonomian
mengakibatkan nilai tukar bergerak melampaui batas tertinggi dan terendah
tersebut, maka otoritas moneter akan melaksanakan intervensi dengan cara
membeli atau menjual rupiah sehingga nilai tukar rupiah berada diantara kedua
titik yang telah ditentukan.
d) Sistem Mengambang Terkendali (Managed Float)
Dalam sistem ini, otoritas moneter tidak menentukan untuk
mempertahankan satu nilai tukar tertentu. Namun, otoritas moneter secara
kontinyu melaksanakan intervensi berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya
cadangan devisa yang menipis. Untuk mendorong ekspor, otoritas moneter akan
melakukan intervensi agar nilai mata uang menguat.
e) Sistem Crawling Peg
Otoritas moneter dalam sistem ini mengaitkan mata uang domestik dengan
beberapa mata uang asing. Nilai tukar tersebut secara periodik dirubah secara
berangsur-angsur dalam persentase yang kecil. Sistem ini dipakai di Indonesia
pada periode 1988-1995.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
f) Sistem Adjustable Peg
Dalam sistem ini, otoritas moneter selain berkomitmen untuk
mempertahankan nilai tukar juga berhak untuk merubah nilai tukar apabila terjadi
perubahan dalam kebijakan ekonomi.
Sistem nilai tukar mengambang ditetapkan dalam Undang Undang Nomor
23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan Undang Undang Nomor 24 tahun 1999
tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. Sesuai dengan Undang-
Undang tersebut, sistem nilai tukar di Indonesia ditetapkan oleh pemerintah
setelah mempertimbangkan rekomendasi yang disampaikan oleh Bank Indonesia.
Hal ini mengingat perubahan sistem nilai tukar akan berdampak sangat luas, tidak
saja terhadap kegiatan di bidang moneter dan sektor keuangan, tetapi juga
kegiatan ekonomi riil, baik konsumsi, investasi maupun perdagangan luar negeri.
Kebijakan moneter dalam sistem nilai tukar rupiah yang fleksibel, secara
teori memerlukan sensitivitas yang tinggi antara suku bunga domestik terhadap
aliran modal internasional dan keeratan hubungan negatif antara nilai tukar rupiah
dengan suku bunga serta elastisitas yang tinggi antara perubahan nilai tukar rupiah
dengan penawaran uang dan permintaan uang. Selain itu, nilai tukar rupiah yang
fleksibel dan stabil juga harus tetap dijaga agar tidak memberikan tekanan pada
harga-harga domestik.
2.2.3 Konsep Keseimbangan Nilai Tukar
Kurs yang ditentukan oleh pasar bebas dapat mengalami dua bentuk
perubahan(Gregori menkiew, 2000:400-401), yaitu:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
1. Perubahan kurs atas efek kenaikan permintaan
D1
D S
2000
1500
Q1 Q2
Gambar 2.1
Kurva Kenaikan kurs
Dalam gambar 2.1 dapat dimisalkan bahwa pada mulanya permintaan
keatas dollar adalah D dan penawaran keatas dollar adalah S. Maka kurs
pertukaran adalah satu dolar sama dengan 1500 rupiah dan kualitas jual beli dolar
adalah Q1. Dari akibat suatu kenaikan dalam permintaan atas dolar, kurva
permintaan bergerak dari D ke D1. Kurva yang baru menaikkan harga dolar dari
1500 rupiah menjadi 2000 rupiah dan menambah juantitas valuta dolar yang
dijualbelikan dalam valuta asing dari Q1 menjadi Q2.
2. Perubahan kura atas efek kenaikan penawaran
Dari gambar 2.2 yang dintunjukan bahwa perubahan penawaran kurva S
dan D menggambarkan penawaran dan permintaan uang dolar. Penawaran
bertambah dari S menjadi S1 sebagai akibat kurs pertukaran untuk setiap dolar
turun dari 2000 menjadi 1500 rupiah, dan kuantitas mata uang dolar yang
diperjuabelikan bertambah dari Q1 menjadi Q.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
S
D S1
2000
1500
Q1 Q2
Gambar 2.2
Kurva Perubahaan Penawaran Kurs
Berdasarkan pendekatan hukum permintaan dan penawaran, maka harga
dari valuta asing akan menjadi lebih mahal dari nilai nominalnya apabila
permintaan melebihi jumlah yang ditawarkan, atau jumlah permintaan tetap
sementara penawaran berkurang. Sebaliknya harga valuta asing akan menjadi
lebih murah dari harga nominal atau harga berlakunya bila permintaan sedikit
sementara penawaran banyak, atau permintaan semakin menurun meskipun
jumlah penawaran tetap. Pada mekanisme pasar, nilai tukar terjadi pada saat
tercapainya titik keseimbangan yaitu pada saat permintan sama dengan
penawaran.
2.3 Inflasi
Inflasi merupakan kenaikan harga yang secara kontinue dan secara umum
(Nopirin, 1990:25). Secara umum, inflasi berarti kenaikan harga
barang/komoditas dan jasa dalam periode waktu tertentu. Inflasi dapat dianggap
sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit penghitungan
moneter terhadap suatu komoditas. Menurut Boediono (1991:155) , inflasi sebagai
kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali
bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian
besar dari barang-barang lain.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah:
Indek harga konsumen (IHK)
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari
paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
Indeks harga perdagangan besar (IHPB)
Harga perdagangan besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang
terjadi antara pedagang (penjual) besar pertama dengan pedagang
(pembeli) besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas
suatu komoditas.
Deflator produk domestik bruto (PDB)
Menggambarkan pengukuran level harga barang akhir dan jasa yang
diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan
dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas harga
konstan.(www.bi.go.id)
Inflasi dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika
kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu
disebut dengan inflasi tertutup (closed inflation). Namun, ketika kenaikan harga
terjadi pada semua barang secara umum, maka disebut dengan inflasi terbuka
(open inflation). Sedangkan apabila harga-harga terus berubah dan meningkat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
sehingga masyarakat tidap dapat menahan uang lebih lama disebakan uang yang
terus merosot disebut inflasi tak terkendali (hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi dibedakan atas :
Inflasi ringan (kurang dari 10% pertahun)
Inflasi sedang (antara 10% - 30% pertahun)
Inflasi berat ( 30% -100% pertahun)
Hiperinflasi (di atas 100% pertahun)
2.4 Suku bunga
Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan dana investasi
(loanable funds). Tingkat suku bunga merupakan salah satu indikator dalam
menentukan apakah seseorang akan melakukan invesatasi atau menabung
(Boediono, 1994 :76). Suku Bunga Menurut Karl dan Fair (2001:635) adalah
pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari
pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi
dengan jumlah pinjaman.
Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari
pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu.
Pengertian lain tentang suku bunga adalah sebagai harga dari penggunaan uang
untuk jangka waktu tertentu.
Ada berbagai jenis suku bunga yang dapat dikelompokkan menjadi empat
jenis yaitu:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
Suku Bunga Dasar (Bank Rate)
Suku bunga dasar adalah tingkat suku bunga yang ditentukan oleh bank
sentral atas kredit yang diberikan oleh perbankan, dan tingkat suku bunga yang
ditetapkan bank sentral untuk mendiskonto surat-surat berharga yang ditarik atau
diambil oleh bank sentral. Pasar perhitungan tingkat suku bunga ini juga dipakai
oleh bank komersial untuk menghitung suku bunga kredit yang dikenakan kepada
nasabahnya.
Suku Bunga Efektif (Effective Rate)
Suku bunga efektif adalah tingkat suku bunga yang dibayar atas harga beli
suatu obligasi (bond). Semakin rendah harga pembelian obligasi dengan tingkat
bunga nominal tertentu, maka semakin tinggi tingkat bunga efektifnya, dan
sebaliknya. Jadi ada hubungan terbalik antara harga yang dibayarkan untuk
obligasi dengan tingkat bunga efektifnya.
Suku Bunga Nominal (Nominal Rate)
Suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga yang dibayarkan tanpa
dilakukan penyesuaian terhadap akibat-akibat inflasi.
Suku Bunga Padanan (Equivalent Rate)
Suku bunga padanan adalah suku bunga yang besarnya dihitung setiap hari
(bunga harian), setiap bulan (bunga bulanan), dan setiap tahun (bunga tahunan)
untuk sejumlah pembayaran atau investasi selama jangka waktu tertentu, yang
apabila secara anuitas akan memberikan penghasilan bunga dalam jumlah yang
sama.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
Berdasarkan kegiatan bank dalam menghimpun dan menyalurkan dana
dari masyarakat maka suku bunga dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu:
Bunga Simpanan adalah bunga yang diberikan sebagai rangsangan atas
balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank yang
merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya.
Contohnya: giro, bunga tabungan, bunga deposito.
Suku Bunga Pinjaman Bunga pinjaman adalah biaya atau harga yang harus
dibayar oleh nasabah (peminjam) kepada bank atas dana yang diberikan
kepadanya. Contoh: bunga kredit.
2.5 Hubungan Nilai tukar dan Jumlah uang beredar
Masyarakat telah dibebaskan untuk memegang valuta asing dengan sistem
kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate) sejak awal tahun
1980-an dan sekarang sistem kurs mengambang penuh (free floating exchange
rate). Kebijakan ini memungkinkan masyarakat di dalam negeri untuk
merelokasikan kekayaannya dengan memasukkan mata uang asing sebagai salah
satu bentuk kekayaan yang dipegang sehingga memungkinkan maksimisasi return
dari asset yang mereka pegang.
Nilai tukar mempengaruhi terhadap permintaan uang, perubahan nilai
tukar juga akan menyebabkan permintaan uang di masyarakat juga akan berubah,
Fluktuasi nilai tukar mempengaruhi harga-harga barang domestik dan barang
impor, pendapatan dari perusahaan dalam negeri, dan kekayaan semua investor
dalam negeri. Sebagai akibatnya bank sentral memliki sejumlah tanggung jawab
untuk mempertahan stabilitas nilai tukar rupiah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
Aliran dana masuk dan keluar negeri akan mempengaruhi jumlah modal
atau uang didalam negeri akibat perubahan kurs (Aulia Pohan, 2008:22). Disaat
neraca pembayaran surflus akibat bertambahnya cadangan valuta asing yang
bersumber dari peningkatanekspor dan modal asing yang mengalir dalam negeri
akan memuat peningkatan penawaran uang (Sadono Sukirno,2000:208)
Apabila mata uang domestik terhadap mata uang asing terjadi apresiasi
dapat menyebabakan semakin meningkatnya permintaan masyarakat akan barang
dan jasa. Dengan demikian permintaan akan uang akan meningkat karena
masyarakat akan lebih banyak menggunakan uang untuk mengkonsumsi barang
dan jasa. Sehingga jumlah uang yang beredar juga akan meningkat.
Sedangkan apabila mata uang uang domestik mengalami depresiasi
terhadap mata uang asing, maka yang hal tersebut dapat mengakibatkan
masyarakat akan terus memburu mata uang asing. Kondisi ini dikarenakan
masyarakat akan menyimpan sebagian kekayaan dalam bentuk mata uang asing,
sehingga jumlah uang beredar akan berkurang..
2.6 Hubungan Inflasi dan Jumlah uang beredar
Masyarakat ingin memegang uang untuk tujuan transaksi barang dan jasa.
Jika harga barang dan jasa naik, kecenderungan yang terjadi adalah masyarakat
akan lebih senang untuk memegang uang.
Saat inflasi terjadi berarti jumlah uang beredar dalam masyarakat
melimpah sehingga mengakibatkan nilai mata uang akan turun. Hubungan antara
inflasi dan jumlah uang beredar adalah bersifat positif atau berbanding lurus, jika
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
inflasi naik maka jumlah uang beredar akan naik. Begitu juga sebaliknya jika
inflasi turun maka jumlah uang yang beredar dalam masyarakat juga turun.
Pada saat krisis terjadi peningkatan jumlah uang yang cukup pesat,
peningkatan keinginan masyarakat untuk memegang uang tunai disebabkan
karena hilangnya kepercayaan terhadap system perbankan yang ada dengan
terjadinya rush atau pengambilan uang secara serentak yang dilakukan oleh
masyarakat pada bank-bank di seluruh Indonesia, adanya inflasi menyebabkan
masyarakat membutuhkan uang yang lebih banyak karena harga barang-barang
membumbung tinggi, sehingga masyarakat membutuhkan uang yang lebih banyak
untuk melakukan transaksi.
2.7 Hubungan Suku Bunga dan Jumlah uang beredar
Menurut Sarwono dan Warjiyo (1997), suku bunga menentukan keputusan
mengenai alternatif investasi di masyarakat. Kenaikan suku bunga, misalnya, akan
menyebabkan investasi dan konsumsi di sektor riil menjadi kurang menarik.
Masyarakat akan lebih tertarik untuk menanamkan dananya pada tabungan,
deposito maupun obligasi.
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa jika tingkat suku bunga deposito
tinggi, maka masyarakat akan mendepositokan atau menyimpan modal mereka
bukan dalam bentuk uang tunai sehingga terjadi pertambahan terhadap jumlah
uang kuasi dan jika tingkat bunga deposito rendah masyarakat akan lebih memilih
memegang uang tunai dibandingkan dalam bentuk tabungan, deposito ataupun
surat berharga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
Menurut Dornbusch (2008:356), menyatakan bahwa permintaan
keseimbangan uang riil berespon negatif terhadap tingkat suku bunga. Kenaikan
suku bunga akan menurunkan permintaan uang. apabila suku bunga dinaikan atau
mengalami peningkatan, maka jumlah uang beredar akan mengalami penurunan.
Sebaliknya apabila suku bunga diturunkan atau mengalami penurunan, maka
jumlah uang beredar akan mengalami peningkatan.
Dalam permintaan uang untuk spekulasi tergantung pada tingkat bunga.
Semakin tinggi tingkat suku bunga semakin rendah permintaan uang tunai oleh
seseorang atau masyarakat. Alasannya adalah semakin tinggi tingkat suku bunga,
maka semakin besar ongkos memegang uang tunai sehingga seseorang atau
masyarakat lebih baik membeli obligasi. Sebaliknya semakin rendah tingkat suku
bunga maka semakin rendah ongkos memegang uang tunai dan semakin besar
seseorang atau masyarakat menyimpan uang tunai (Sidiq, 2005).
2.8 Penelitian Terdahulu
Lily Prayitno dan Heni Sandjaya (2002)
Penelitian ini menggunakan analisi regresi denga model log untuk
menganalisa pengeluaran pemerintan, cadangan devisa, angka pengganda
uang(money multiplayer) terhadap jumlah uang beredar di indonesia untuk
periode sebelum krisis (1990-1997), periode setelah krisis (1990-1999) dan
keseluruhan (1990-1999).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum krisis pengeluaran
pemerintah secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah uang beredar
(M2), angka pengganda uang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
uang beredar M2 di Indonesia. Cadangan devisa tidak signifikan terhadap jumlah
uang beredar M2.
Sesudah krisis, pengeluaran pemerintah secara signifikan berpengaruh
positif terhadap jumlah uang beredar M2. Sedangkan devisa dan pengganda uang
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah uang beredar M2 di
Indonesia. Untuk seluruh waktu analisa pengeluaran pemerintah dan devisa
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah uang beredar M2 di Indonesia,
sedangkan angka pengganda uang tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap jumlah uang beredar M2 di Indonesia.
Imam Murtono Soehandji (2003)
Penelitian ini menganalisis jumlah uang beredar dan faktor-faktor yang
mempengaruhnya (tinjauan money supply (M2) periode 1990-2002). Model yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan model log. Peneliti ini
menggunakan variabel pengeluaran pemerintah, cadangan devisa, pengganda
uang. Pada penelitian ini pengeluaran pemerintah dan cadangan devisa
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah uang beredar (M2).
Sedangkan pengganda uang tidak berpangaruh terhadap jumlah uang beredar
(M2).
Sahabudin Sidiq (2005)
Sahabudin Sidiq (2005) dalam judul penelitiannya “Stabilitas permintaan
uang di Indonesia sebelum dan sesudah perubahan sistem nilai tukar” yang mana
hasil nya, pengaruh nilai tukar sangat siginifikan terhadap permintaan uang riil di
Indonesia, dan perekonomian Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
perekonomian dunia, oleh karena itu perlunya pemerintah menjaga stabilitas nilai
tukar.
Etty Puji Lestari (2006)
Penelitian ini tentang permintaan uang di Indonesia tahun 1997- 2002 :
estimasi dan stasioner. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
ADL ECM. Variabel independent dalam penelitian ini adalah pendapatan nasional
rill, nilai tukar rupiah terhadap dollar (kurs),tingkat suku bunga dan tingkat inflasi.
Penelitian ini menemukan masing-masing variable menunjukan kecepatan
penyesuain menuju keseimbangan jangkapanjang lebih tinggi dari kecepatan
penyesuaian pendapatan nasional rill, suku bunga dan tingkat inflasi. Tingkat
inflasi alamiah memiliki koefisien positif yang dampaknya akan menambah
tingkat keseimbangan permintaan uang M1 di Indonesia jika terjadi peningkatan
inflasi. Hasil estimasi model ADL ECM koefisien kurs tidak signifikan
mempengaruhi jumlah uang beredar.
Oluwole Owoye dan Olugbenga (2007)
Penelitian ini mengkaji tentang M2 targetting, money demand, and real
GDP growth in nigeria: do rules apply?. Penelitian ini menggunakan variabel
independent pendapatan rill, tingkat bunga domestik, tingkat inflasi dan tingkat
penyusutan nilai uang. Berdasarkan penelitian ini menunjukan ada hubungan
jangka panjang antar uang dalam arti luas M2, pendapatan rill, tingkat bunga
domestik, tingkat inflasi, tingkat suku bunga asing dan tungkat penyusutan yang
diharapkan dari dalam negeri mata uang. Kesimpulan penelitian ini adalah tingkat
suku bunga internasional, suku bunga domestik, nilai tukar memiliki hubungan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
negatif dan secara statistik signifikan dalam mempengaruhi jumlah uang beredar
di Nigeria. Sedangkan pendapatan rill, tiungkat inflasi memiliki pengaruh positif
dan signifikan mempengaruhi jumlah uang beredar di Nigeria.
2.9 Kerangka pemikiran
Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis
besar alur logika berjalannya sebuah penelitian. Kerangka pemikiran dibuat
berdasarkan pertanyaan penelitian (research question), dan merepresentasikan
suatu himpunan dari beberapa konsep serta hubungan diantara konsep-konsep
tersebut (Polancik, 2009).
Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah:
Gambar 2.3
Kerangka Konseptual
2.10 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori dan penelitian
sebelumnya penulis menyusun suatu hipotesis yang menjadi jawaban sementara
dari permasalahan penelitian ini yaitu:
a. Diduga ada hubungan positif antara nilai tukar terhadap Jumlah uang
beredar. Kenaikan kurs (nilai tukar) akan mempengaruhi ekspor dan
Nilai tukar (X1)
(X1)
Jumlah uang
beredar (Y)
Suku bunga (X3)
Inflasi (X2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
impor. Ekspor akan naik dan impor menjadi berkurang sehingga cadangan
valuta asing bertambah, dengan demikian penawaran atau permintaan uang
akan naik. Hal ini sesuai dengan asumsi klasik, pasar uang dalam kondisi
keseimbangan dimana penawaran sama dengan permintaan uang.
b. Diduga inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap jumlah uang beredar.
apabila inflasi naik, harga barang- brang juga akan ikut naik, sehingga
permintaan uang akan naik, karena masyarakat akan membutuhkan lebih
banyak uang untuk membeli suatu barang.
c. Diduga ada hubungan negatif antara suku bunga terhadap jumlah uang
beredar. Hal ini sesuai dengan teori Keynes dan Friedman bahwa tingkat
bunga yang tinggi akan mendorong orang membeli lebih banyak obligasi,
sehingga akan mengurangi jumlah orang yang memegang uang kas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan
dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan masalah dan
menguji hipotesa penelitian. Metode penelitian adalah tatacara bagaimana suatu
penelitian dilaksanakan (M. Iqbal Hasan, 2002).
3.1 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan
Pusat Statistik, Statistik dan Keuangan Indonesia, Bank Indonesia, World Bank
dan beberapa sumber literatur lainnya. Data berbentuk data berkala (time series)
pada kurun waktu tahun 2006-2015. Data yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah data nilai tukar, inflasi, suku bunga, dan JUB.
3.2 Batasan Operasional
Dalam penelitian ada beberapa batasan kerena cakupan penelitian ini tidak
terlalu luas. Dalam penenlitian ini penulis akan menganalisi pengaruh nilai tukar,
suku bunga, dan inflasi terhadap jumlah uang beredar dengan menggunakan
pendekatan VAR selama periode triwulan I 2006 – triwulan IV 2015.
3.3 Defenisi Operasional
Jumlah uang beredar adalah jumlah uang yang ada di tangan masyarakat
umum yang terdiri dari M1 (uang kartal dan uang giral) dan uang kuasi.
Data yang digunakan adalah data dari triwulan I 2006 – triwulan IV 2015.
Nilai tukar adalah perbandingan nilai dua mata uang suatu negara dengan
negara lainnya. Dalam penelitian ini digunakan nilai tukar mata uang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
indonesia(rupiah) terhadap mata uanga AS (dolar). Data yang digunakan
adalah data dari triwulan I 2006 – triwulan IV 2015.
Inflasi adalah tingkat kenaikan harga-harga umum barang-barang secara
terus menerus selama periode tertentu, data yang digunakan adalah data
dari triwulan I 2006 – triwulan IV 2015.
Suku bunga adalah sebagai harga dari penggunaan uang untuk jangka
waktu tertentu. data yang digunakan adalah data dari triwulan I 2006 –
triwulan IV 2015.
3.4 Model Analisis Data
Model Analisis yang akan digunakan oleh peneliti adalah model
ekonometrika yaitu Analisis Vector Auto Regression (VAR). Model Analisis yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan Persamaan sebagai berikut:
Y1t = β01 + ∑ip
=1 βi1 Y1t-i + ∑ip
=1 αi1 Y2t-1 + ∑ip
=1 πi1 Y3t-1 +e1t
Y2t = β01 + ∑ip
=1 βi2 Y1t-i + ∑ip
=1 αi2 Y2t-1 + ∑ip
=1 πi2 Y3t-1 +e2t
Y3t = β01 + ∑ip
=1 βi3 Y1t-i + ∑ip
=1 αi3 Y2t-1 + ∑ip
=1 πi3 Y3t-1 1 +e1t
Dimana :
Y1t = nilai tukar
Y2t = suku bunga
Y3t = Inflasi
Keempat persamaan tersebut diatas dapat dinyatakan dalam bentuk yang
lebih ringkas dengan mengunakan notasi matrik sebagai berikut :
Yt = Ao + A1Yt-1 + A2Yt-2 + A3Yt-3 + et
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
Dimana :
Yt = Vektor yang berisi n variabel di dalam system SVAR (n x 1)
Ao = Vektor intersep (n x1)
A1 = Matriks koefisien (n x n)
et = Vektor ganguan (n x 1)
3.5 Uji Akar Unit
Uji akar unit digunakan untuk mengetahui ada tidaknya stasioneritas data.
Pengertian stasioneritas terkait erat dengan konsistensi pergerakan data time
series. Suatu data dikatakan stasioner
apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu jika nilai rata-rata dan varians
konstan sepanjang waktu dan kovarians antara dua runtut waktu/periode waktu
hanya tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu tersebut. Estimasi
model ekonometrik time series akan menghasilkan kesimpulan yang tidak berarti,
ketika data yang digunakan mengandung akar unit (tidak stasioner). (Gujarati,
2004).
Uji yang biasa digunakan adalah uji augmented Dickey–Fuller. Uji lain
yang serupa yaitu Uji Phillips–Perron. Keduanya mengindikasikan keberadaan
akar unit sebagai hipotesis null. Perlu diketahui bahwa data yang dikatakan
stasioner adalah data yang bersifat flat, tidak mengandung komponen trend,
dengan keragaman yang konstan, serta tidak terdapat fluktuasi periodik.
Untuk diketahui adanya akar unit, maka dilakukan pengujian Dickey-
Fuller (DF-test) sebagai berikut: Jika variabel Yt sebagai variabel dependen, maka
akan diubah menjadi :
Yt = ρ Yt-1 + Ut ……………………(1)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
Jika koefisien Yt-1 (ρ) adalah = 1 dalam arti hipotesis diterima, maka
variabel mengandung unit root dan bersifat non-stasioner. Untuk mengubah trend
yang bersifat non-stasioner menjadi stasioner dilakukan uji orde pertama (first
difference)
ΔYt = (ρ-1) (Yt – Yt-1 ) ……………..(2)
Koefisien ρ akan bernilai 0, dan hipotesis akan ditolak sehingga model
menjadi stasioner. Hipotesis yang digunakan pada pengujian augmented dickey
fuller adalah:
H0 : ρ = 0 (Terdapat unit roots, variabel Y tidak stasioner)
H1 : ρ ≠ 0 (Tidak terdapat unit roots, variabel Y stasioner)
Kesimpulan hasil root test diperoleh dengan membandingkan nilai t-hitung
dengan t-tabel pada tabel Dickey-Fuller.
3.6 Metode Analisis Data
3.6.1 Vector Auto Regression
VAR adalah model persamaan yang menggunakan data time series.
Persoalan yang muncul dalam data time series berkaitan dengan stasioneritas data
time series dan kointegrasi. Pembentukan model VAR erat kaitannya dengan
masalah stasioner data dan kointegrasi antar variabel di dalamnya. Proses
pembentukan VAR dapat dilihat dibawah ini :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
Gambar 3.1
Proses Pembentukan VAR
Langkah pertama pembentukan model VAR adalah melakukan uji
stasionaritas data. Jika data adalah stasioner pada tingkat level maka kita
mempunyai VAR biasa (unrestricted VAR). Sebaliknya jika data tidak stasioner
pada tingkat level tetapi stasioner pada proses diferensiasi data, maka kita harus
menguji apakah data mempunyai hubungan dalam jangka panjang atau tidak
dengan melakukan kointegrasi.
Data Time series
Uji Stasionaritas Data
Stasioner
VAR Bentuk
Level
Tidak Stasioner
Stasioner diferensi Data
Terjadi
kointegrasi
VECM VAR Bentuk
Diferensi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Apabila terdapat kointegrasi maka model Vector Error Corection Model (
VECM ). Model VECM ini merupakan model yang terestriksi (restrictic VAR)
karena adanya kointegrasi yang menunjukkan adanya hubungan jangka panjang
antar variabel di dalam system VAR. Apabila terjadi tidak ada kointegrasi antar
variabel endogen tetapi data stasioner dalam proses diferensiasi disebut VAR
dengan data diferensiasi. Namun pada penelitian ini tidak dilakukan uji
kointegrasi, bila nantinya dalam pengujian di misalkan dilakukan uji akar unit
tingkat diferensiasi itu dilakukan hanya untuk menghindari regresi lancung.
3.6.2 Penentuan Lag Optimum
Salah satu tahapan yang krusial di dalam estimasi VAR adalah masalah
penentuan kelambanan atau penentuan lag optimum. Dalam penentuan lag
optimum terdapat beberapa kriteria yang sering kali digunakan, namun dalam
penelitian ini akan digunakan Akaike Information Criterion (AIC), Schwartz
Information Criterion (SIC), LR (squential modified LR test statistisc), FPE
(Final Prediction Error), dan HQ (Hannan-Quinn information criterion), dengan
tetap mempertimbangkan adjusted R2 sistem VAR. Panjang kelambanan optimal
terjadi jika nilai Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwartz Information
Criterion (SIC) LR (squential modified LR test statistisc), FPE (Final Prediction
Error), dan HQ (Hannan-Quinn information criterion) bernilai absolut paling
kecil dan nilai adjusted R2 paling tinggi.
3.6.3 Impulse Response
Analisis impulse response ini melacak respon dari variabel endogen di
dalam system VAR karena adanya goncangan (shocks) atau perubahan di dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
variabel gangguan pada saat sekarang atau yang akan datang. Dengan kata lain,
uji Impulse Response berguna untuk melacak respon saat ini dan masa depan
setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel dengan memanfaatkan
seluruh informasi masa lalu variabel. Impulse response merupakan salah satu
analisis yang penting didalam VAR, karena secara individual koefisien di dalam
VAR sulit di interprestasikan.
3.6.4 Variance Decompositon
Variance Decompositon ini memberikan metode yang berbeda di dalam
system dinamis VAR dibandingkan impulse response. Analisis variance
decomposition ini menggambarkan relative pentingnya setiap variabel di dalam
system VAR karena adanya shock. Variance decomposition berguna untuk
memprediksi kontribusi presentase varian setiap variabel karena adanya
perubahan variabel tertentu di dalam system VAR.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Uji Akar Unit
Stasioneritas merupakan salah satu prasyarat penting dalam ekonometrika
untuk data time series. Salah satu konsep formal yang dipakai untuk mengetahui
stasioneritas data adalah melalau uji akar unit (unit root test). Uji ini merupakan
pengujian yang populer, dikembangkan oleh david dickey dan wayne fuller
dengan sebutan augmented dickey-fuller (ADF) test.
Uji stasioneritas yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
uji akar unit (unit root test) dengan metode augmented dickey-fuller (ADF) test.
Data dinyatakan stasioner apabila nilai ADF nya lebih besar dari nilai kritis
mackinnon disemua level. Namun bisa juga dilihat dari nilai probabilitas nya,
dimana nilai probabiltas nya harus lebih kecil dari 0,05.
Berdasarkan hasil pengujian akar unit pada tingkat Jumlah uang beredar
tidak stasioner pada level. Karena nilai ADF nya 3.3837 lebih kecil dari nilai
kritis mackinnon pada level 1%, tetapi stasioner pada level 5% dan 10%. Nilai
probabilitas pada tingkat level adalah 1 dimana lebih besar dari 0,05 (tidak
stasioner). Berdasarkan hasil diatas maka harus dilakukan uji pada tingkat first
difference. Dalam uji yg dilakukan pada tingkat first difference, data jumlah uang
beredar stasioner dengan nilai ADF nya adalah 4,6708 lebih besar nilai kritis
mackinnon di semua level dan probabilitas nya 0,0006.
Dalam pengujian data inflasi, data tidak stasioner pada tingkat level.
Dimana nilai t-statistik (ADF) nya 1,3038 tidak stationer pada tingkat level 1%,
5% maupun 10%. Pengujian dilanjutkan pada tingkat first difference, dimana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
data inflasi stasioner pada semua level dengan nilai probabilitas 0,0014 (<0,05).
Hasil yang sama juga diperoleh pada data nilai tukar, yaitu tidak stasioner pada uji
tingkat level. Nilai t-statistik nya lebih kecil dari nilai kritis mackinnon disemua
level. Baru dinyatakan stasioner pada tingkat first difference dengan probabilitas
0,0004.
Tabel 4.1
Uji Akar Unit Tingkat Level
Variabel ADF Level t-Statictic
(Level)
probabilitas Keterangan
Jumlah Uang
Beredar
3,383665 1 % -3.610453 1.0000 Tidak stasioner
5 % -2.938987 Stasioner
10 % -2.607932 Stasioner
Inflasi 1.303825 1 % -3.653730 0.6156 Tidak stasioner
5 % -2.957110 Tidak stasioner
10 % -2.617434 Tidak stasioner
Nilai Tukar 0.232397 1 % -3.610453 0.9713 Tidak stasioner
5 % -2.938987 Tidak stasioner
10 % -2.607932 Tidak stasioner
Suku Bunga 4.042114 1 % -3.615588 0.0032 Stasioner
5 % -2.941145 Stasioner
10 % -2.609066 Stasioner
Berbeda dengan ketiga data diatas, data suku bunga dinyatakan stasioner
pada uji tingkat level. Nilai ADF nya 4,0421 lebih besar dari nilai kritis
mackinnon baik pada level 1%, 5% maupun 10%. Begitu juga dengan
probabilitasnya 0,0032 (<0,05).
Pada tingkat level ada beberapa variabel yang tidak stasioner sehingga
perlu dilihat variabeli tersebut di tingkat first difference. Hasil nya seluruh
variabel stasioner pada tingkat first difference.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
4.2 Uji Penetuan Lag Optimum
Sebelum melakukan pengujian Var, maka perlu dilakukan pengujian lag
sehingga dapat ditentukan berapa lag yang sesuia dengan model. Metode yang
digunakan untuk menentukan panjang lag optimal adalah : LR (squential modified
LR test statistisc), FPE (Final Prediction Error), AIC (Akaike Information
Criterian), SC (Schwarz information criterion), HQ (Hannan-Quinn information
criterion).
Tabel 4.2
Lag Optimum
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -885.3894 NA 6.18e+17 52.31702 52.49659 52.37826
1 -701.1720 314.2532 3.14e+13 42.42188 43.31974* 42.72808
2 -681.6424 28.72004* 2.67e+13* 42.21426 43.83040 42.76541
3 -668.6121 16.09620 3.55e+13 42.38895 44.72338 43.18506
4 -651.1183 17.49378 4.10e+13 42.30108 45.35380 43.34214
5 -632.2166 14.45426 5.33e+13 42.13039 45.90140 43.41641
6 -598.9513 17.61103 4.34e+13 41.11478* 45.60408 42.64576*
Berdasarkan hasil pengujian diatas, dapat kita lihat perbedaan dari hasil
beberapa metode pengujian. Pada hasil R (squential modified LR test statistisc)
dan FPE (Final Prediction Error) hasil lag yang sesuai adalah lag ke 2, yaitu
28,72 dan 2,67. Menurut SC (Schwarz information criterion) panjang lag yang
cocok untuk model adalah lag 1 yaitu 43,319. Sedangkan menurut AIC (Akaike
Information Criterian) dan HQ (Hannan-Quinn information criterion) panjang lag
yang sesuai adalah lag 6 yaitu sebesar 41,11 dan 42,64. Dengan demikian enam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
hasil pengujian kelambanan diatas, terdapat dua pengujian yang mempunyai hasil
seimbang yaitu dua hasil pada lag 2 dan dua hasil pada lag 6.
4.3 Estimasi VAR
Tahap selanjutnya setelah menentukan panjang lag adalah membentuk
model VAR. Model VAR yang dibentuk merupakan VAR difference bukan
ditujukan untuk menguji apakaj terdapat kointegrasi maupun koreksi kesalahan
atau tidak, melainkan untuk menghindari terjadinya spurious regresion akibat data
yang tidak stasioner.
Berdasarkan pada hasil uji stasioner, dimana seluruh variabel stasioner
pada tingkat first difference maka permodelan VAR dilakukan dengan
menggunakan data first difference. Panjang lag yang digunakan dalam estimasi
VAR ini adalah 2 lag sesuai dengan penentuan lag yang optimal. Model VAR
yang di peroleh adalah:
DINFLASI =C(1,1)*DINFLASI(-1) + C(1,2)*DINFLASI(-2) + C(1,3)*DJUB(-1) +
C(1,4)*DJUB(-2) + C(1,5)*DNILAI_TUKAR(-1) +
C(1,6)*DNILAI_TUKAR(-2) + C(1,7)*DSBI(-1) + C(1,8)*DSBI(-2) +
C(1,9)
DJUB = C(2,1)*DINFLASI(-1) + C(2,2)*DINFLASI(-2) + C(2,3)*DJUB(-1) +
C(2,4)*DJUB(-2) + C(2,5)*DNILAI_TUKAR(-1) +
C(2,6)*DNILAI_TUKAR(-2) + C(2,7)*DSBI(-1) + C(2,8)*DSBI(-2) +
C(2,9)
DNILAI TUKAR =C(3,1)*DINFLASI(-1) + C(3,2)*DINFLASI(-2) +
C(3,3)*DJUB(-1) + C(3,4)*DJUB(-2) + C(3,5)*DNILAI_TUKAR(-1) +
C(3,6)*DNILAI_TUKAR(-2) + C(3,7)*DSBI(-1) + C(3,8)*DSBI(-2) +
C(3,9)
DSBI = C(4,1)*DINFLASI(-1) + C(4,2)*DINFLASI(-2) + C(4,3)*DJUB(-1) +
C(4,4)*DJUB(-2) + C(4,5)*DNILAI_TUKAR(-1) +
C(4,6)*DNILAI_TUKAR(-2) + C(4,7)*DSBI(-1) + C(4,8)*DSBI(-2) +
C(4,9)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
Maka hasilnya adalah:
DINFLASI =0.313569203793*DINFLASI(-1) - 0.0691108468025*DINFLASI(-2) -
4.67121022632e-06*DJUB(-1) + 4.69912377433e-06*DJUB(-2) -
0.000100732064515*DNILAI_TUKAR(-1) - 2.64569500921e-
05*DNILAI_TUKAR(-2) + 3.06389144237*DSBI(-1) -
2.31457566279*DSBI(-2) + 1.15103669301
DJUB = 3477.6048772*DINFLASI(-1) - 2223.36830167*DINFLASI(-2) +
1.04359717063*DJUB(-1) + 0.00325081663205*DJUB(-2) -
28.8896877059*DNILAI_TUKAR(-1) +
12.5724686262*DNILAI_TUKAR(-2) + 2041.50530638*DSBI(-1) +
2144.46284262*DSBI(-2) + 92635.7014136
DNILAI_TUKAR = - 12.3954462504*DINFLASI(-1) -
28.4199031725*DINFLASI(-2) + 0.00262257684012*DJUB(-1) -
0.00232153010619*DJUB(-2) + 0.752971661324*DNILAI_TUKAR(-1)
+ 0.0974414566909*DNILAI_TUKAR(-2) + 803.333873622*DSBI(-1) -
557.867165779*DSBI(-2) - 807.702611072
DSBI = 0.014892782311*DINFLASI(-1) - 0.0440859031537*DINFLASI(-2) -
7.81536582525e-07*DJUB(-1) + 8.56695591878e-07*DJUB(-2) -
0.000280023718948*DNILAI_TUKAR(-1) +
0.000274498998921*DNILAI_TUKAR(-2) + 1.48798676117*DSBI(-1)
- 0.546404282175*DSBI(-2) + 0.55480507349
4.4 Uji Stabilitas VAR
Sebelum analisis berupa proses IFR dan FEVD dilaksanakan, pada model
VAR yang diperoleh perlu dilakukan pengujian stabilitas model. Hal ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh model dinamik seperti VAR
dikarenakan apabila didapatkan model VAR yang tidak stabil maka analisis IFR
dan FEVD menjadi tidak valid. Untuk menguji stabil tidaknya estimasi VAR yang
telah dibentuk maka dilakukan VAR Stability Condition Check berupa Roots of
Charateristic Polynomial. Berikut hasil pengujian stabilitas model berdasarkan
hasil AR Root Table.
Tabel 4.3
Uji Stabilitas
Root Modulus
0.994374 0.994374
0.966234 0.966234
0.692916 0.692916
0.452769 - 0.430772i 0.624952
0.452769 + 0.430772i 0.624952
-0.070571 - 0.210165i 0.221697
-0.070571 + 0.210165i 0.221697
0.180204 0.180204
Nilai akar karakteristik atau modulus untuk model dengan lag 2 yang
digunakan menunjukkan bahwa nilai akar karakteristik atau modulus berada di
bawah 1 dan titik Inverse Roots of AR Characteritic Polynomial berada di dalam
unit circle. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa model VAR yang akan
digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis bersifat stabil. Dikarenakan
semakin sedikit inverse akar nya di atas satu atau semakin sedikit inverse akar nya
di luar lingkaran, maka data tersebut di anggap stabil.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
Gambar 4.1
Uji Stabilitas
4.5 Impulse Respons
Uji Impulse Response berguna untuk melacak respon saat ini dan masa
depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel dengan
memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel. IRF melacak efek dari salah
satu shock ke shock lainnya pada saat sekarang dan yang akan datang dari variabel
endogenous. Suatu shock pada variabel endogen ke-i secara langsung akan
mempengaruhi variabel itu sendiri dan akan menjalar ke variabel-variabel
endogen yang lain melalui struktur dinamis VAR. IRF memberikan arah
hubungan besarnya pengaruh antar variabel endogen. Dengan demikian shock atas
suatu variabel dengan adanya informasi baru akan mempengaruhi variabel itu
sendiri dan variabel-variabel lain dalam sistem VAR.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
a. Shock Terhadap JUB
Gambar 4.2
Impulse Respons nilai tukar, inflasi dan SBI terhadap JUB
Pada tabel diatas, respon variabel nilai tukar jika atau saat terjadi shock
pada jumlah uang beredar. Pada awal periode nilai tukar merespon positif sejak
terjadinya shock terhadap variabel JUB. Memasuki periode ke-2 nilai tukar mulai
menurun dan semakin mendekati titik kesimbangan. Setelah periode ke-5 barulah
nilai tukar kembali naik sedikit demi sedikit. Dalam variabel SBI, respon yang
diberikan saat awal periode terjadinya shock terhadap variabel JUB negatif. Ini
bisa kita lihat pada abel di atas, penurunan paling signifikan terjadi saat memasuki
periode ke-3. Seterusnya, respon SBI semakin baik dan saat periode ke-6 sudah
mulai merespon positif. Jadi dapat kita katakan bahwa saat terjadi shock terhadap
-10,000
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DJUB to DJUB
-200
-100
0
100
200
300
400
500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DNILAI_TUKAR to DJUB
-.4
-.3
-.2
-.1
.0
.1
.2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DSBI to DJUB
-1.2
-0.8
-0.4
0.0
0.4
0.8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DINFLASI to DJUB
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
JUB, maka butuh waktu yang cukup lama bagi SBI untuk kembali mencapai titik
keseimbangan.
Sedangkan variabel inflasi juga tidak jauh berbeda dengan SBI. Saat
terjadi shock JUB juga memberikan respon negatif di awal periode sampai
periode ke-5. Memasuki peiode ke-6 barulah inflasi merespon positif terhadap
perubahan JUB.
b. Shock Terhadap Inflasi
Gambar 4.3
Impulse Respons JUB, nilai tukar dan SBI terhadap Inflasi
Pada gambar diatas, respon JUB terhadap shock inflasi negatif. Memasuki
periode ke-2 Jub semakin jauh dari titik keseimbangan atau ekuilibrium dan
perlahan lahan semakin negatif dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk
mengendalikan JUB agar mencapai titik keseimbangan. Untuk respon nilai tukar
-1
0
1
2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DINFLASI to DINFLASI
-60,000
-40,000
-20,000
0
20,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DJUB to DINFLASI
-200
0
200
400
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DNILAI_TUKAR to DINFLASI
-.2
.0
.2
.4
.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DSBI to DINFLASI
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
terhadap goncangan yang terjadi pada inflasi memberikan respon positif dan
meningkat secara signifikan dari periode awal sampai memasuki periode ke-3.
Periode ke-4 nilai tukar secara perlahan mulai turun mendekati titik
keseimbangan, dan mulai stabil pada periode ke-7.
Variabel SBI terhadap shock inflasi merespon posotif di awal periode dan
naik secara signifikan sampai periode ke-2. Selanjutnya SBI mulai turun secara
perlahan, dan mulai stabil pada saat memasuki periode k-6.
c. Shock Terhadap SBI
Gambar 4.4
Impulse Respons JUB, nilai tukar dan Inflasi terhadap SBI
Pada gambar diatas, dapat kita lihat hanya JUB yang merespon negatif
terhadap perubahan SBI. JUB secara siginifikan terus menjauhi titik
keseimbangan.periode pertama JUB cukup stabil di titik keseimbangan dan tidak
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DINFLASI to DSBI
-50,000
-40,000
-30,000
-20,000
-10,000
0
10,000
20,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DJUB to DSBI
-200
-100
0
100
200
300
400
500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DNILAI_TUKAR to DSBI
-.2
.0
.2
.4
.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DSBI to DSBI
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
menunjukan dampak yang signifikan sampai periode kedua. Pada variabel inflasi,
merespon positif secara signifikan dari awal sampai periode ke-2. Dan pada
periode ke-3 barulah secara perlahan mulai turun walaupun masih merespon
positif. Memasuki periode ke-6 inflasi merspon negatif terhadp perubahan SBI
sampai periode k-7. Dan ekulibrium inflasi baru bisa dicapai pada periode k-8.
Variabel nilai tukar pada awal periode terjadi shock SBI memberikan
repon positif. Nilai tukar secara siginifikan terus naik dan situasi ini berlangsung
cukup lama yaitu sampai memasuki periode ke-4. Setelah itu barulah perlahan
lahan mengalami penurunan dan makin mendekati titik keseimbangan.
d. Shock Terhadap Nilai tukar
Gambar 4.5
Impulse Respons JUB, Inflasi dan SBI terhadap Nilai tukar
-1.2
-0.8
-0.4
0.0
0.4
0.8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DINFLASI to DNILAI_TUKAR
-200
0
200
400
600
800
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DNILAI_TUKAR to DNILAI_TUKAR
-80,000
-60,000
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DJUB to DNILAI_TUKAR
-.4
-.2
.0
.2
.4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DSBI to DNILAI_TUKAR
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
Shock atau goncangan yang terjadi terhadap nilai tukar berdampak sangat
signifikan terhadap JUB. Dapat kita lihat dari periode awal terjadi goncangan,
JUB terus mengalami penurunan. Pada periode ke-3 mulai merespon negatif
terhadap perubahan nilai tukar. Variabel inflasi awal nya merespon positif
terhadap perubahan nilai tukar. Memasuki periodel kedua mulai merespon negatif,
dan hal ini berlangsung cukup lama. Pada periode ke-5 inflasi kembali ke titik
ekuilibrium dan mulai cukup stabil merespon shock nilai tukar.
Variabel SBI juga tidak jauh berbeda dengan inflasi dalam merespon
perubahan nilai tukar. Dari awal periode SBI terus mengalami penurunan sampai
periode ke-3 saat terjadi shock nilai tukar. Periode ke-5 SBI kembali ke titik
kesimbangan dan mulai merespon positif terhadap shock atau goncangan variabel
nilai tukar.
4.6 Variance Decomposition
Analisi variance decomposition dapat menggambarkan pentingnya peran
dari setiap variabel di dalam sistem VAR karena adanya shock. Variance
decomposition erguna untuk meprediksi kontribusi persentase varian setiap
variabel karena adanya perubahan variabel tertentu dalam sistem VAR.
Variance decomposition memisahkan variasi perubahan shock dari setiap
variabel terhadap variabel lain dalam model. Setiap variable perubahan dalam
model diasumsikan tidak berkorelasi. Variance decomposition akan memberikan
keterangan tentang besarnya dan sampai berapa lama proporsi shock sebuah
variabel terhadap variabel itu sendiri dan selanjutnya melihat besaran proporsi
shock variabel lain terhadap variabel tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
a. Variance Decomposition of Inflasi
Hasil analisis variance decomposotion of inflasi menyatakan bahwa,
variabel inflasi pada periode pertama sangat dipengaruhi oleh shock inflasi itu
sendiri (100%), sementara variabel lain belum memberikan pengaruh. Selanjutnya
mulai dari periode 1 sampai periode 10, proporsi shock inflasi terhadap inflasi itu
sendiri masih besar yaitu dengan kontribusi 79,3%. Akan tetapi shock inflasi
memberikan pengaruh yang sedikit demi sedikit menurun terhadap inflasi itu
sendiri.
Selanjutnya pengaruh terbesar kedua diberikan oleh variabel SBI. Dimana
mulai periode 2 sampai periode 10 SBI terus mengalami peningkatan dan di akhir
periode mencapai 15,7%. Peningkatan terbesar terjadi dari periode 2 ke periode 3
(8,76% meningkat menjadi 14,3%).Sedangkan pengaruh variabel JUB dan nilai
tukar dari periode 2 juga mengalami peningkatan sampai akhir periode, namun
tidak sebesar pengaruh SBI. Di akhir periode pengaruh JUB sebesar 3,5% dan
nilai tukar sebesar 1,4%.
b. Variance Decomposition of JUB
Pada periode pertama hanya shock inflasi dan shock JUB yang
berpengaruh terhadap variabel JUB itu sendiri. Shock JUB awal nya mempunyai
pengarh sebesar 98,1% dan terus mengalami penurun sampai akhir periode
(47,5%). Sedangkan shock inflasi memiliki kontibusi yang turun naik di awal
periode (1-3). Setelah periode 3 pengaruh shock inflasi mulai meningkat, sampai
di akhir periode mencapai 12,2%.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
Shock SBI mulai memiliki kontribusi pada periode 2 (0,007%) dan terus
meningkat sampai akhir periode yaitu mecapai 7,2%. Sedangkan shock nilai tukar
yang sama sama mulai berpengaruh pada periode 2 juga mengalami peningkatan
sampai akhir periode. Dimana kontribusi pada periode 2 sebesar 4,2% terus
meningkat sampai periode akhir sebesar 33%. Bisa kita lihat, dimana pengaruh
terbesar terhadap variabel JUB di berikan oleh shock nilai tukar dan shock JUB
itu sendiri.
c. Variance Decomposition of Nilai Tukar
Pada periode pertama, hanya shock SBI yang belum memberikan
pengaruh terhadap variabel nilai tukar. Pengaruh shock SBI mulai terasa pada
periode 2 sebesar 6,34% dan proporsinya terus meningkat sampai akhir periode.
Shock nilai tukar sangat mempengaruhi nilai tukar itu sendiri, dimana pada
periode pertama sebesar 70,9%. Meskipun semakin menurun sampai periode
terakhir, namun shock nilai tukar tetap mempunyai pengaruh terbesar terhadap
nilai tukar itu sendiri yaitu sebesar 32,7% di akhir periode.
Kondisi yang berbeda terjadi pada pengaruh Shock inflasi dan shock JUB
terhadap vaiabel nilai tukar. Dimana pengaruh shock inflasi dan shock JUB
mengalami turun naik terhadap variabel nilai tukar. Shock inflasi mula-mula
mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dari 4,4% pada periode 1
meningkat menjadi 24,2% pada periode 5. Namun mulai periode 6 proporsi shock
inflasi mulai turun secara perlahan dan pada akhir periode sebesar 22,3%.
Sedangkan proporsi pengaruh shock JUB pada periode 1 sebesar 24,6 dan
meningkat menjadi 26,9% pada periode berikutnya. Selanjutnya kontribusi shock
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
JUB terhadap variabel nilai tukar mulai menurun sampai periode 7, dan kemudian
meningkat sedikit demi sedikit sampai periode akhir.
d. Variance Decomposition of SBI
Untuk variabel SBI, shock inflasi dan shock SBI itu sendiri mempunyai
pengaruh lebih besar dari shock JUB dan shock nilai tukar. Proporsi pengaruh
shock SBI pada periode awal sebesar 40,6% dan terus meningkat sampai 46,8% di
akhir periode. Sedangkan shock inflasi mempunyai pengaruh paling besar pada
periode awal yaitu sebesar 55,2%. Kontribusi shock inflasi hanya meningkat pada
periode 2 saja, dan selanjut nya mengalami penurunan sampai periode 10.
Selanjutnya, shock JUB pada awal periode mempunyai pengaruh sebesar
0,3% dan terus mengalami peningkatan. Pada periode akhir proporsi pengaruh
shock JUB terhadap variabel SBI yaitu sebesar 4%. Situasi yang berbeda
ditunjukan oleh pengaruh shock nilai tukar terhadap variabel SBI. Pengaruh shock
nilai tukar berfluktuasi dari awal sampai akhir periode. Pada periode awal
kontribusi shock nilai tukar sebesar 3,8% dan terus menurun sampai 0,72% pada
periode 5. Setelah itu kontribusi shock nilai tukar terhadap variabel SBI
meningkat sedikit demi sedikit sampai di akhir periode sebesar 2,6%.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Perubahan Jumlah uang beredar pada awalnya direspon positif oleh nilai
tukar, namun seiring waktu respon dari nilai tukar mengalami penurunan.
Sementara variabel inflasi mula-mula memberi respon yang fluktuatif dan
terus meningkat seiring perkembangannya. Respon SBI terhadap JUB juga
tidak jauh berbeda dengan inflasi. Pada awalnya respon negatif ditunjukan
oleh variabel SBI terhadap JUB. Akan tetapi, secara perlahan respon SBI
meningkat dan positif, tetapi butuh waktu yang cukup lama untuk sampai
posisi tersebut. Dengan kata lain, kebijakan moneter yang dilakukan
pemerintah terhadap jumlah uang beredar dapat mepengaruhi nilai tukar
dalam jangka pendek. Sedangkan variabel inflasi dan SBI akan
membutuhkan waktu (jangka panjang) untuk mendapatkan respon yang
positif.
2. Jumlah uang beredar memiliki respon yang negatif terhadap perubahan
variabel inflasi. Variabel inflasi sangat dipengaruhi oleh SBI dan jumlah
uang beredar. Perubahan terhadap inflasi cukup cepat mempengaruhi
kondisi nilai tukar, sama halnya dengan SBI. Variabel nilai tukar dan SBI
mempunyai dampak jangka pendek dan jangka panjang terhadap
perubahan inflasi.
3. Variabel nilai tukar mempunyai hubungan yang positif dengan inflasi.
Dimana perubahan kenaikan terhadap inflasi dapat memicu kenaikan nilai
tukar. Variabel SBI mempengaruhi nilai tukar dalam jangka panjang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
Variabel SBI dan nilai tukar mempunyai hubungan yang negatif.
Kebijakan untuk meningkatkan SBI dapat menurunkan nilai tukar dalam
jangka panjang. Nilai tukar mempunyai hubungan yang positif dengan
JUB dalam jangka pendek. Untuk jangka panjang JUB tidak terlalu
mempengaruhi nilai tukar.
4. SBI sangat dipengaruhi oleh inflasidan memiliki hubungan yang negatif.
Kondisi inflasi sangat mempengaruhi dalam mengambil kebijakan
terhadap SBI. JUB yang tinggi dapat memicu kenaikan SBI. Sedangkat
peningkatan SBI dapat memberikan dampak negatif buat JUB. Perubahan
nilai tukar tidak memiliki kontribusi yang besar terhadap SBI. Namum
perubahan nilai tukar memiliki hubungan jangka panjang terhadap SBI.
5.2. Saran
1. Pengambilan kebijakan terhadap SBI sebaiknya dilakukan secara bijak.
Karena akan memberikan dampak terhadap pertumbuhan jumlah uang
beredar dan nilai tukar.
2. Otoritas moneter harus menjaga jumlah uang yang beredar. Karena JUB
yang tinggi dapat meningkatkan inflasi. Sehingga harga-harga barang akan
tinggi.
3. Pentingnya koordinasi pemerintah dan otoritas moneter dalam menjaga
kestabilan nilai tukar rupian terhadap mata uang asing. Kebijakan
kebijakan yang diterapkan pemerintah akan mempengaruhi otoritas
moneter dalam mengambil keputusan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Dinnul Alfian(2012). “Kausalitas Inflasi, Tingkat Suku Bunga,
dan Jumlah Uang Beredar: A Case of Indonesia Economy” Forum Bisnis
Dan Kewirausahaan Jurnal Ilmiah STIE MDP, Vol.2, no.1, september
Anwar Sanusi, Analisis Pengaruh Faktor- faktor Ekonomi Terhadap Fluktuasi
Kurs Rupiah 2000- 2002, Program Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara.
Boediono. 1989. Ekonomi Moneter edisi ke 3. BPFE: Yogyakarta
Boediono. 1991. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi, BPFE, Yogyakarta
Boediono. 2000. Ekonomi mikro. Yogyakarta. BPFE UGM
Dornbusch R dan S Fisher, 1980, Exchange Rate and The Current Account,
American Economic Review.
Frank J. Fabozzi dan Modigliani, Franco, Capital Markets, Prentice Hall, New
Jersey, 1995 dalam The Fei Ming, Day Trading Valuta Asing, Gramedia,
Jakarta, 2002.
Gujarati, Damodar. 1999. “ekonometrika dasar”. Jakarta : erlangga
Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-dasar ekonometrika, ed3. Jakarta : erlangga
Kuncoro, Mudrajat. 2003.”metode riset untuk bisnis dan ekonomi”, Jakarta:
Erlangga.
Lestari, Etty Puji. 2008. “Dampak ketidakstabilan nilai tukar rupiah terhadap
permintaan uang M2 di indonesia” Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9,
No. 2, Desember 2008, hal. 121 – 136
Manurung, Mandala & Rahardja, pratama. 2002. “uang, bank dan ekonomi
moneter”. Jakarta : Fakutas Ekonomi UI.
Menkew, N. Gregory. Teori Makro Ekonomi, Edisi Ke Empat, Erlangga, Jakarta
2000.
Monika, Teqla. 2012. “ Analisis Permintaan Uang Giral di Indonesia Metode
Vector Auto Regression (VAR)”. skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
Nopirin. 1997, ekonomi moneter, bukuI, edisi ke4, BPFE yogyakarta.
Nopirin. 1992. Ekonomi Moneter Buku 2. Yogyakarta : BPFE.
Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia, Jakrta: PT. Raja
Grafindo Persada.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
Prayitno, Lily & Heny Sandjaya (2002). “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia Sebelum dan Sesudah
Krisis: Sebuah Analisis Ekonometrika” Jurnal Manajemen &
Kewirausahaan Vol. 4, No. 1, Maret 2002: 46 – 55.
Salvatore, Ekonomi Internasional, Jakarta: Erlangga, 1997.
Samuelson, Paul dan William D. Nordhaus. 1985. Economics. 12 th Edition. Mc
Graw- Hill.
Sandra, Nofriadi. 2006. “ analisis pengaruh selisih tingkat bunga the fed dengan
BI rate dan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar rupiah”. Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara.
Setiadi, Inung Oni.2013. “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
uang di indonesia 1999-2010, dengan pendekatan ECM”. Economics
Development Analysis Journal 2 (1).
Sidiq, Sahabudin (2005) “Stabilitas permintaan uang di Indonesia sebelum dan
sesudah perubahan sistem nilai tukar”.
Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar, Raja Grafindi
Persada,Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2006. Makro Ekonomi Teori Pengantar, Raja Grafindi
Persada,Jakarta.
Sunariyah. 2004. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal,UPP AMP YKPN :
Yogyakarta.
Umar,Husein. 2004. Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis, Rajawali Press.
Jakarta
Widarjono, Agus.2013.Ekonometrika pengantar dan aplikasinya disertai panduan
Eviews. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Widarjono, agus. 2009. “ekonometrika: teori dan aplikasi untuk ekonomi dan
bisnis”. Yogyakarta, ekonosia FE UII.
www.investopedia.com : 6 Factors That Influence Exchange Rates, by Jason Van
Bergen.
www.bps.go.id
www.bi.go id
www.Worlbank.org
www.statistics.gov.my/
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
LAMPIRAN 1
DATA
Tahun JUB Nilai Tukar SBI Inflasi
2006 I 1197153,00 9233,33 12,75 16,90
II 1232257,33 9098,33 12,58 15,51
III 1273881,33 9135,00 11,75 14,87
IV 1351286,00 9098,33 10,25 6,05
2007 I 1372145,67 9122,67 9,25 6,36
II 1412119,67 8988,33 8,75 6,02
III 1494901,00 9244,33 8,25 6,51
IV 1581026,00 9299,33 8,17 6,73
2008 I 1598235,00 9186,33 8,00 7,64
II 1652268,33 9259,00 8,25 10,12
III 1715666,67 9216,33 9,00 11,96
IV 1853117,33 11365,33 9,42 11,50
2009 I 1897035,31 11636,67 8,25 8,56
II 1939074,98 10426,00 7,25 5,67
III 1991584,85 9887,00 6,58 2,76
IV 2075035,76 9475,00 6,50 2,59
2010 I 2084141,15 9271,67 6,50 3,65
II 2163467,31 9091,67 6,50 4,37
III 2243000,94 8972,33 6,50 6,15
IV 2375952,87 8977,33 6,50 6,32
2011 I 2436075,67 8863,00 6,67 6,84
II 2477516,06 8569,33 6,75 5,89
III 2609744,44 8636,33 6,75 4,67
IV 2761514,92 9024,33 6,17 4,12
2012 I 2874442,11 9088,33 5,83 3,73
II 2992290,29 9411,67 5,75 4,49
III 3092361,17 9544,33 5,75 4,48
IV 3226619,66 9630,00 5,75 4,41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
Sumber : BPS dan World Bank
2013 I 3290579,45 9694,67 5,75 5,26
II 3400203,88 9817,67 5,83 5,65
III 3531024,65 10938,33 6,92 8,60
IV 3641109,30 11800,00 7,42 8,36
2014 I 3646646,74 11754,67 7,50 7,76
II 3786933,14 11704,00 7,50 7,09
III 3928024,70 11840,00 7,50 4,35
IV 4091495,08 12239,33 7,67 6,47
2015 I 4213103,29 12857,33 7,58 6,54
II 4307627,29 13160,00 7,50 7,07
III 4428632,10 14055,00 7,50 7,09
IV 4481401,00 13758,00 7,50 4,83
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
LAMPIRAN 2
Uji Akar Unit
1. Uji Akar Unit Jumlah Uang Beredar
Level
Null Hypothesis: JUB has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic 3.383665 1.0000
Test critical values: 1% level -3.610453
5% level -2.938987
10% level -2.607932
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(JUB)
Method: Least Squares
Date: 12/20/16 Time: 12:30
Sample (adjusted): 2006Q2 2015Q4
Included observations: 39 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
JUB(-1) 0.021434 0.006334 3.383665 0.0017
C 29671.40 17259.82 1.719103 0.0940
R-squared 0.236313 Mean dependent var 84211.49
Adjusted R-squared 0.215673 S.D. dependent var 43520.50
S.E. of regression 38542.72 Akaike info criterion 24.00684
Sum squared resid 5.50E+10 Schwarz criterion 24.09215
Log likelihood -466.1334 Hannan-Quinn criter. 24.03745
F-statistic 11.44919 Durbin-Watson stat 1.938122
Prob(F-statistic) 0.001704
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
First
Null Hypothesis: D(JUB) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.670859 0.0006
Test critical values: 1% level -3.615588
5% level -2.941145
10% level -2.609066
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(JUB,2)
Method: Least Squares
Date: 12/20/16 Time: 12:31
Sample (adjusted): 2006Q3 2015Q4
Included observations: 38 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(JUB(-1)) -0.744256 0.159340 -4.670859 0.0000
C 63755.56 15199.21 4.194662 0.0002
R-squared 0.377345 Mean dependent var 464.8570
Adjusted R-squared 0.360049 S.D. dependent var 53058.46
S.E. of regression 42445.14 Akaike info criterion 24.20101
Sum squared resid 6.49E+10 Schwarz criterion 24.28720
Log likelihood -457.8192 Hannan-Quinn criter. 24.23167
F-statistic 21.81692 Durbin-Watson stat 2.028275
Prob(F-statistic) 0.000041
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
2. Uji Akar Unit Inflasi
Level
Null Hypothesis: INFLASI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 7 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.303825 0.6156
Test critical values: 1% level -3.653730
5% level -2.957110
10% level -2.617434
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(INFLASI)
Method: Least Squares
Date: 12/20/16 Time: 12:29
Sample (adjusted): 2008Q1 2015Q4
Included observations: 32 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
INFLASI(-1) -0.182166 0.139717 -1.303825 0.2052
D(INFLASI(-1)) 0.118724 0.187651 0.632686 0.5332
D(INFLASI(-2)) 0.219650 0.175031 1.254921 0.2221
D(INFLASI(-3)) -0.301472 0.176656 -1.706548 0.1014
D(INFLASI(-4)) -0.504711 0.176084 -2.866309 0.0087
D(INFLASI(-5)) 0.140576 0.101078 1.390769 0.1776
D(INFLASI(-6)) -0.210610 0.105197 -2.002054 0.0572
D(INFLASI(-7)) -0.272760 0.114325 -2.385832 0.0257
C 0.996426 0.902329 1.104282 0.2809
R-squared 0.672957 Mean dependent var -0.059271
Adjusted R-squared 0.559204 S.D. dependent var 1.528106
S.E. of regression 1.014548 Akaike info criterion 3.099022
Sum squared resid 23.67407 Schwarz criterion 3.511260
Log likelihood -40.58435 Hannan-Quinn criter. 3.235667
F-statistic 5.915906 Durbin-Watson stat 1.406620
Prob(F-statistic) 0.000366
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
First
Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 5 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.416735 0.0014
Test critical values: 1% level -3.646342
5% level -2.954021
10% level -2.615817
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(INFLASI,2)
Method: Least Squares
Date: 12/20/16 Time: 12:30
Sample (adjusted): 2007Q4 2015Q4
Included observations: 33 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(INFLASI(-1)) -1.461243 0.330842 -4.416735 0.0002
D(INFLASI(-1),2) 0.768943 0.279670 2.749468 0.0107
D(INFLASI(-2),2) 0.803013 0.221874 3.619239 0.0013
D(INFLASI(-3),2) 0.373636 0.174917 2.136080 0.0423
D(INFLASI(-4),2) 0.199421 0.157449 1.266577 0.2165
D(INFLASI(-5),2) 0.294511 0.120599 2.442060 0.0217
C -0.154781 0.215347 -0.718753 0.4787
S.E. of regression 1.202596 Akaike info criterion 3.392674
Sum squared resid 37.60219 Schwarz criterion 3.710115
Log likelihood -48.97912 Hannan-Quinn criter. 3.499483
Durbin-Watson stat 2.369358
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
3. Uji Akar Unit SBI
Level
Null Hypothesis: SBI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.042114 0.0032
Test critical values: 1% level -3.615588
5% level -2.941145
10% level -2.609066
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(SBI)
Method: Least Squares
Date: 12/20/16 Time: 12:33
Sample (adjusted): 2006Q3 2015Q4
Included observations: 38 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
SBI(-1) -0.148607 0.036765 -4.042114 0.0003
D(SBI(-1)) 0.478931 0.115254 4.155419 0.0002
C 1.052162 0.278249 3.781372 0.0006
R-squared 0.575320 Mean dependent var -0.133772
Adjusted R-squared 0.551052 S.D. dependent var 0.503568
S.E. of regression 0.337409 Akaike info criterion 0.740613
Sum squared resid 3.984561 Schwarz criterion 0.869896
Log likelihood -11.07164 Hannan-Quinn criter. 0.786611
F-statistic 23.70746 Durbin-Watson stat 1.621957
Prob(F-statistic) 0.000000
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
First
Null Hypothesis: D(SBI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.862449 0.0054
Test critical values: 1% level -3.621023
5% level -2.943427
10% level -2.610263 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(SBI,2)
Method: Least Squares
Date: 01/06/17 Time: 11:03
Sample (adjusted): 2006Q4 2015Q4
Included observations: 37 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(SBI(-1)) -0.521216 0.134944 -3.862449 0.0005
D(SBI(-1),2) 0.345227 0.153518 2.248777 0.0311
C -0.050641 0.063791 -0.793859 0.4328 R-squared 0.310199 Mean dependent var 0.022523
Adjusted R-squared 0.269622 S.D. dependent var 0.433747
S.E. of regression 0.370689 Akaike info criterion 0.930699
Sum squared resid 4.671955 Schwarz criterion 1.061314
Log likelihood -14.21793 Hannan-Quinn criter. 0.976747
F-statistic 7.644772 Durbin-Watson stat 2.060219
Prob(F-statistic) 0.001813
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
4. Uji Akar Unit Nilai Tukar
Level
Null Hypothesis: NILAI_TUKAR has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic 0.232397 0.9713
Test critical values: 1% level -3.610453
5% level -2.938987
10% level -2.607932
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(NILAI_TUKAR)
Method: Least Squares
Date: 12/20/16 Time: 12:32
Sample (adjusted): 2006Q2 2015Q4
Included observations: 39 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
NILAI_TUKAR(-1) 0.013951 0.060031 0.232397 0.8175
C -24.42874 610.1804 -0.040035 0.9683
R-squared 0.001458 Mean dependent var 116.0171
Adjusted R-squared -0.025530 S.D. dependent var 519.6103
S.E. of regression 526.2013 Akaike info criterion 15.41917
Sum squared resid 10244850 Schwarz criterion 15.50448
Log likelihood -298.6737 Hannan-Quinn criter. 15.44977
F-statistic 0.054009 Durbin-Watson stat 1.562949
Prob(F-statistic) 0.817510
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
First
Null Hypothesis: D(NILAI_TUKAR) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9) t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.757107 0.0004
Test critical values: 1% level -3.615588
5% level -2.941145
10% level -2.609066
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(NILAI_TUKAR,2)
Method: Least Squares
Date: 12/20/16 Time: 12:32
Sample (adjusted): 2006Q3 2015Q4
Included observations: 38 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(NILAI_TUKAR(-1)) -0.777397 0.163418 -4.757107 0.0000
C 94.37757 86.70208 1.088527 0.2836
S.E. of regression 518.9577 Akaike info criterion 15.39272
Sum squared resid 9695416. Schwarz criterion 15.47891
Log likelihood -290.4616 Hannan-Quinn criter. 15.42338
Durbin-Watson stat 1.865712
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
LAMPIRAN 3
Uji Stabilitas
Root Modulus
0.994374 0.994374
0.966234 0.966234
0.692916 0.692916
0.452769 - 0.430772i 0.624952
0.452769 + 0.430772i 0.624952
-0.070571 - 0.210165i 0.221697
-0.070571 + 0.210165i 0.221697
0.180204 0.180204
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
LAMPIRAN 4
Estimasi VAR
Vector Autoregression Estimates
Date: 01/04/17 Time: 23:42
Sample (adjusted): 2006Q4 2015Q4
Included observations: 37 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] DINFLASI DJUB DNILAI_TUKAR DSBI
DINFLASI(-1) 0.313569 3477.605 -12.39545 0.014893
(0.26523) (6104.52) (70.3903) (0.05378)
[ 1.18225] [ 0.56968] [-0.17610] [ 0.27691]
DINFLASI(-2) -0.069111 -2223.368 -28.41990 -0.044086
(0.20932) (4817.76) (55.5529) (0.04245)
[-0.33016] [-0.46149] [-0.51158] [-1.03863]
DJUB(-1) -4.67E-06 1.043597 0.002623 -7.82E-07
(9.2E-06) (0.21192) (0.00244) (1.9E-06)
[-0.50731] [ 4.92437] [ 1.07321] [-0.41858]
DJUB(-2) 4.70E-06 0.003251 -0.002322 8.57E-07
(9.5E-06) (0.21868) (0.00252) (1.9E-06)
[ 0.49459] [ 0.01487] [-0.92068] [ 0.44466]
DNILAI_TUKAR(-1) -0.000101 -28.88969 0.752972 -0.000280
(0.00075) (17.1737) (0.19803) (0.00015)
[-0.13500] [-1.68220] [ 3.80235] [-1.85070]
DNILAI_TUKAR(-2) -2.65E-05 12.57247 0.097441 0.000274
(0.00080) (18.4079) (0.21226) (0.00016)
[-0.03308] [ 0.68299] [ 0.45907] [ 1.69256]
DSBI(-1) 3.063891 2041.505 803.3339 1.487987
(1.16189) (26741.8) (308.356) (0.23560)
[ 2.63700] [ 0.07634] [ 2.60522] [ 6.31561]
DSBI(-2) -2.314576 2144.463 -557.8672 -0.546404
(0.96229) (22148.0) (255.385) (0.19513)
[-2.40528] [ 0.09682] [-2.18442] [-2.80019]
C 1.151037 92635.70 -807.7026 0.554805
(3.32241) (76468.1) (881.742) (0.67371)
[ 0.34645] [ 1.21143] [-0.91603] [ 0.82351]
R-squared 0.675902 0.998794 0.928936 0.952687
Adj. R-squared 0.583302 0.998450 0.908632 0.939169
Sum sq. Resids 75.78431 4.01E+10 5337734. 3.116168
S.E. equation 1.645169 37865.01 436.6158 0.333604
F-statistic 7.299195 2899.140 45.75160 70.47562
Log likelihood -65.76473 -437.3905 -272.2695 -6.725920
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
Akaike AIC 4.041337 24.12922 15.20376 0.850050
Schwarz SC 4.433182 24.52106 15.59560 1.241895
Mean dependent 6.506036 2616483. 10115.70 7.398649
S.D. dependent 2.548590 961675.0 1444.453 1.352600
Determinant resid covariance (dof adj.) 2.33E+13
Determinant resid covariance 7.64E+12
Log likelihood -758.7930
Akaike information criterion 42.96178
Schwarz criterion 44.52916
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
LAMPIRAN 5
Impulse Respons
-1
0
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DINFLASI to DINFLASI
-1
0
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DINFLASI to DJUB
-1
0
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DINFLASI to DNILAI_TUKAR
-1
0
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DINFLASI to DSBI
-80,000
-40,000
0
40,000
80,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DJUB to DINFLASI
-80,000
-40,000
0
40,000
80,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DJUB to DJUB
-80,000
-40,000
0
40,000
80,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DJUB to DNILAI_TUKAR
-80,000
-40,000
0
40,000
80,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DJUB to DSBI
-200
0
200
400
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DNILAI_TUKAR to DINFLASI
-200
0
200
400
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DNILAI_TUKAR to DJUB
-200
0
200
400
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DNILAI_TUKAR to DNILAI_TUKAR
-200
0
200
400
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DNILAI_TUKAR to DSBI
-.4
-.2
.0
.2
.4
.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DSBI to DINFLASI
-.4
-.2
.0
.2
.4
.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DSBI to DJUB
-.4
-.2
.0
.2
.4
.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DSBI to DNILAI_TUKAR
-.4
-.2
.0
.2
.4
.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DSBI to DSBI
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
LAMPIRAN 6
Variance Decompisition
DINFLASI:
Period S.E. DINFLASI DJUB DNILAI_TUKAR DSBI
1 1.645169 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000
2 2.200306 90.28691 0.396509 0.553191 8.763388
3 2.457228 83.37641 1.686909 0.648259 14.28843
4 2.520702 80.38095 2.985269 0.834578 15.79920
5 2.526938 80.05293 3.229054 0.830905 15.88711
6 2.532846 80.01516 3.222760 0.931683 15.83040
7 2.538962 79.75061 3.331305 1.127488 15.79060
8 2.542633 79.52069 3.439809 1.293484 15.74602
9 2.545296 79.39314 3.484132 1.391047 15.73168
10 2.547657 79.31199 3.491650 1.443237 15.75312
DJUB:
Period S.E. DINFLASI DJUB DNILAI_TUKAR DSBI
1 37865.01 1.847386 98.15261 0.000000 0.000000
2 51297.46 1.127491 94.68095 4.184400 0.007158
3 60921.69 1.576811 89.23386 9.150812 0.038515
4 70195.21 3.070528 82.55602 13.97514 0.398313
5 79727.52 5.019311 75.55640 18.20277 1.221519
6 89523.90 6.907800 68.91239 21.83688 2.342929
7 99502.90 8.537831 62.81917 25.07186 3.571145
8 109649.8 9.927284 57.25133 28.01369 4.807699
9 120008.2 11.14863 52.16065 30.66806 6.022665
10 130625.3 12.25471 47.52531 33.00980 7.210177
DNILAI_TUKAR:
Period S.E. DINFLASI DJUB DNILAI_TUKAR DSBI
1 436.6158 4.381114 24.63821 70.98068 0.000000
2 678.1563 13.72703 26.88607 53.04493 6.341970
3 827.5229 21.50228 22.30010 42.27972 13.91789
4 917.3069 24.05792 19.40587 37.35479 19.18143
5 969.8495 24.23842 18.29162 35.40253 22.06743
6 1004.725 23.76330 18.17091 34.63122 23.43458
7 1032.240 23.21739 18.55309 34.18187 24.04765
8 1055.662 22.78213 19.11178 33.73133 24.37476
9 1075.518 22.48255 19.67105 33.22152 24.62488
10 1091.840 22.27086 20.18802 32.69310 24.84802
DSBI:
Period S.E. DINFLASI DJUB DNILAI_TUKAR DSBI
1 0.333604 55.20690 0.327724 3.855770 40.60960
2 0.594466 56.49525 1.176560 1.222945 41.10525
3 0.755200 53.06831 3.079780 0.864837 42.98708
4 0.832010 50.42459 4.061496 0.724416 44.78950
5 0.864232 48.99788 4.250626 0.721174 46.03032
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
6 0.879619 48.22064 4.145145 0.953567 46.68065
7 0.890477 47.66234 4.057854 1.373283 46.90652
8 0.900352 47.20035 4.037730 1.843144 46.91878
9 0.909592 46.81836 4.047041 2.268610 46.86599
10 0.917820 46.49800 4.065194 2.623919 46.81288
Cholesky Ordering: DINFLASI DJUB DNILAI_TUKAR DSBI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA