Upload
hadan
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENGARUH SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH
(SBIS), NILAI TUKAR (KURS) DAN INFLASI TERHADAP
PEMBIAYAAN BERMASALAH PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
PERIODE JULI 2010-DESEMBER 2013
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Alfina Martiningsih
109084000015
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1435 H/2014 M
ANALISIS PENGARUH SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH
(SBIS), NILAI TUKAR (KURS) DAN INFLASI TERHADAP
PEMBIAYAAN BERMASALAH PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
PERIODE JULI 2010-DESEMBER 2013
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Alfina Martiningsih
NIM: 109084000015
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM Yoghi Citra Pratama, M.Si
NIDN : 0325067004 NIP: 19830717201101 1 011
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Selasa,10 September 2013 telah dilakukan ujian komprehensif atas
mahasiswa:
1. Nama : Alfina Martiningsih
2. NIM : 109084000015
3. Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
4. Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesi Syariah
(SBIS),Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia
Periode Juli 2010-Desember 2013.
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut diatas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ketahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 September 2013
1. Dr.Lukman M.Si ( ------------------------)
NIP. 195706170617198503 1 002
2. M.Hartana I Putra M.Si ( ------------------------)
NIP.150409504
3. Yoghi Citra Pratama M.Si ( ------------------------)
NIP. 19830717201101 1 011
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Alfina Martiningsih
No. Induk Mahasiswa : 109084000015
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya ;
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa ijin dari pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini.
Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyatan diatas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, September 2014
Alfina Martiningsih
109084000015
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Alfina Martiningsih
2. Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 01 Agustus 1992
3. Alamat : Jalan Amil Mena RT 001/01 No.78
Pondok Jagung Serpong Utara
Kota Tangerang Selatan 15326
4. Agama : Islam
5. No. Telephone/HP : 081362473420
6. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SDN Pondok Jagung IV Tahun 1997 - 2003
2. SMP Negeri 1 Serpong Tahun 2003 - 2006
3. SMA Negeri 1 Serpong Tahun 2006 - 2009
4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009 - 2014
III. PENDIDIKAN INFORMAL
1. Studi Banding Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
(IESP) ke Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas
Gajah Mada, dan Universitas Islam Indonesia, 2010.
2. Insurance Goes To Campus Seminar Nasional “Peran Asuransi
dalam Era Globalisasi“. Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
3. Visit Museum Bank Indonesia dan Bank Mandiri Ikatan Mahasiswa
Ekonomi Syariah Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IMES-
IESP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
4. Peserta Seminar “Manajemen Bank Syariah”. Ikatan Mahasiswa
Ekonomi Syariah (IMES) Dan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan
ii
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (BEMJ - IESP) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011.
5. Peserta Kuliah Kerja Sosial Bebas Terkendali (KKS-BT) / Magang.
Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2012.
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Osis SMA Periode 2006 – 2009
2. Forum Komunikasi Remaja Masjid (FKRM) Tangerang Selatan 2010-
2012
V. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Tomas Margono
2. Ibu : Tini Kartini
3. Alamat : Jalan Amil Mena RT 001/01
No.78 Pondok Jagung Serpong Utara Kota
Tangerang Selatan 15326
4. Anak ke : 1 (satu) / 2 Bersaudara
iii
ABSTRACT
The purpose of this study was to analyze the influence of Bank Indonesia
Certificate Sharia (SBIS), Exchange Rate (Kurs), and Inflation of the Non
Performing Financing (NPF) of Islamic Banking in Indonesia period July 2010-
December 2013. The dependent variable used is the Non Performing Financing
(NPF) of Islamic Banking in Indonesia , while the independent variable is the
influence of Bank Indonesia Certificate Sharia(SBIS), Exchange Rate (Kurs),and
Inflation. The data used are time series data , namely the period July 2010-
December 2013. Sources of research data obtained from Bank Indonesia (BI).To
analyze,the authors use regression analysis method is OLS .
These results indicate that the variable Bank Indonesia Certificate Sharia
(0.0030) and Exchange Rate (0.0000) negative significant effect on the Non
Performing Financing (NPF) of Islamic Banking in Indonesia. While Inflation
variable (0.0000) positive significant effect on the Non Performing Financing
(NPF) of Islamic Banking in Indonesia. With a coefficient of determination ( R2
adj ) 69.89 % .
Keywords : Bank Indonesia Certificate Sharia, Exchange Rate, Inflation and of
the NPF in Indonesia, OLS .
iv
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (Kurs) dan Inflasi terhadap Pembiayaan
Bermasalah pada Perbankan Syariah di Indonesia, Periode Juli 2010- Desember
2013. Variabel terikat yang digunakan adalah Pembiayaan Bermasalah pada
Perbankan Syariah di Indonesia, sedangkan variabel bebasnya adalah pengaruh
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (Kurs) dan Inflasi. Data
yang digunakan adalah data time series yaitu periode Juli 2010 - Desember 2013.
Sumber data penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia (BI). Untuk
menganalisis, penulis menggunakan metode analisis regresi berganda yaitu OLS.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (0.0030) dan Nilai Tukar (0.0000) berpengaruh negatif
signifikan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia.
Sedangkan variabel Inflasi (0.0000) berpengaruh positif signifikan terhadap
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Dengan koefisien
determinasi (adj R2) 69.89 %
Kata Kunci: Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Nilai Tukar, Inflasi dan
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia,OLS
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT
yang telah menurunkan Islam sebagai tuntunan kehidupan yang membawa kepada
kesejahteraan, keadilan, keberkahan, dan kesempurnaan dan juga atas segala
limpahan rahmat-Nya kepada kita semua hingga kita dapat merasakan nikmat
Islam, nikmat Iman, dan nikmat sehat wal’afiat. Shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad Salallahu A’laihi Wassalam, pembawa
risalah, penyampai amanah, dan pemberi nasihat kepada umat manusia, serta para
sahabat, keluarga dan orang-ornag sholeh yang Allah ridhoi.
Hanya karena rahmat, karunia, dan keridhaan-Nya lah penulis memiliki
kekuatan, kemauan, kesempatan, dan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS),
Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah
Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-Desember 2013 ” dengan
tujuan untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Ilmu Ekonomi dan Bisnis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Alhamdulillah, dengan pertolongan dan rahmat Allah Subhanahu Wata’ala,
skripsi ini telah selesai, walupun penulis menyadari masih banyak kekurangan
dalam penyusunan skripsi ini. Namun dari lubuk hati yang paling dalam, penulis
berharap semoga skripsi ini sedikit banyak mudah-mudahan insya Allah dapat
bermanfaat bagi banyak orang, Amin.
Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk
itu penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga
vi
Allah SWT memberikan pahala atas amal kebaikan dari semua pihak yang telah
membantu penyelesaian skripsi ini, diantaranya adalah:
1. Allah SWT Yang Maha Segalanya, Maha Besar, Maha Kuasa, Maha
Pengasih, Maha Penyayang, Maha penolong setiap hamba-Nya. Yang telah
melimpahkan segala karunia-Nya, rahmat-Nya, serta ilmu pengetahuan yang
tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Teristimewa untuk kedua orang tua saya tercinta yaitu Bapak (Thomas
Margono) dan Ibu (Tini Kartini) yang tidak pernah bosan memberikan kasih
sayang, cinta, doa, nasihat dan motivasi untuk putrimu selama ini. Tetesan
keringat, air mata dan helaan nafas kalian merupakan dukungan terbesar saya
untuk memberikan yang terbaik kepada Bapak dan Ibu. Mudah-mudahan atas
izin Allah SWT saya selalu dapat menjadi anak kebanggaan Bapak dan Ibu,
dapat selalu mengukir senyum Bapak dan Ibu. Restu Bapak dan Ibu lah yang
selama ini mengiringi langkah saya dalam beraktifitas.
3. Adikku (Omega Alfandi) yang tidak pernah henti memberikan dukungan dan
motivasi untuk selalu tetap berjuang dan semangat menghadapi kesulitan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Prof.Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
5. Bapak Zuhairan .Y.Yunan, SE., M.Sc selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi
dan Studi Pembangunan (IESP), yang telah memberikan dukungan untuk
IESP dan semua mahasiswanya.
6. Bapak Zainal Mutaqin, MPP selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan yang selalu memberikan informasi akademik kepada
setiap mahasiswa IESP.
vii
7. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM selaku Dosen Pembimbing I
yang dengan sabar dan mau meluangkan waktunya untuk membimbing,
memberi arahan dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi serta
sebagai penggagas @Tujuhqur’an. Selain itu sebagai Dosen Ekonomi Syariah,
Mikro Syariah dan Moneter Syariah. Terima kasih banyak Pak Roy, Semoga
Allah SWT selalu melimpahkan nikmat iman, nikmat Islam, nikmat sehat
wal’afiat dan nikmat panjang umur serta kebahagiaan di dunia dan akhirat
kelak. Amin Ya Allah
8. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi, semangat, saran dengan
meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan juga memberikan ilmu dalam
membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dan juga tak pernah lupa menyarankan penulis agar selalu rajin dalam
beribadah kepada Allah SWT.
9. Bapak M.Hartana.I.Putra, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
selalu memberikan motivasi kepada saya agar cepat lulus.
10. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis terutama jurusan Ilmu Ekonomi
dan Studi Pembangunan (IESP) yang telah memberikan ilmu-ilmu yang
bermanfaat untuk mahasiswa dan kemajuan FEB khususnya, serta Bangsa Dan
Negara pada umumnya.
11. Seluruh Staff Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
12. Terima kasih banyak kepada sahabat setia saya dari pertama masuk kuliah
yaitu Anissa Riska Amalia dan Fatmawati Putri untuk kebersamaannya saling
memotivasi di setiap kondisi, semoga silaturahmi terus terjaga.
viii
13. Terima kasih Kepada para sahabat saya yang baik dan sering membantu :Dila,
Dita,Wida,Yane,Puspita,Kemel,Sandy,Rismawan,Sahrul,Rifki,Wildan,Aziz,
Zona,Romdhon,Kana,Gunawan,Candra,Gerry,Adam dan Andre.
14. Terima kasih kepada seluruh kaka senior angkatan 2007 dan 2008 yaitu Kak
Ihsan,Kak Endang,Kak Veni,Kak Lutfi,Kak Hanna Kristiaji,Kak Riri,Kak
Jom.
15. Terima kasih kepada seluruh teman-teman keluarga besar IESP 2009 yang
tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, namun tidak mengurangi rasa
hormat saya kepada teman-teman.
16. Terima kasih kepada seluruh teman, kerabat dan saudara yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu,semoga kebaikkan kalian dapat dibalas oleh Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi bahasa, isi maupun analisisnya, sehingga penulis
sangat berharap atas kritik dan saran dari berbagai pihak untuk
penyempurnaannya.
Akhirnya kata penulis mengucapkan Alhamdulillahirabil’alamin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Tangerang Selatan, 1 September 2014
(Alfina Martiningsih)
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………….. ........... 10
1. Tujuan Penelitian ...................................................................... 10
2. Manfaat Penelitian .................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 12
A. Landasan Teori ............................................................................. 12
1. PerbankanSyariah ..................................................................... 12
a. Definisi PerbankanSyariah ................................................ 12
b. Tujuan Bank Syariah ......................................................... 13
c. Prinsip Bank Syariah ......................................................... 15
d. Fungsi dan Peranan Bank Syariah ..................................... 15
e. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah ............ 16
2. Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing
(NPF) ......................................................................................... 18
a. Pengertian Pembiayaan Bernasalah................................... 18
b. Perhitungan Pembiayaan Bermasalah atau NPF ............... 22
c. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah ....................... 23
x
3. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ................................ 27
a. Pengertian SBIS ................................................................ 27
b. Hubungan SBIS dengan Pembiayaan Bermasalah ............ 31
4. Nilai Tukar ............................................................................... 33
a. Pengertian Nilai Tukar ...................................................... 33
b. Penentuan Nilai Tukar ....................................................... 33
c. Sistem Kurs Mata Uang .................................................... 34
d. Nilai Tukar dalam Islam .................................................... 36
e. Hubungan Nilai Tukar dengan Pembiayaan
Bermasalah ......................................................................... 37
5. Inflasi ........................................................................................ 38
a. Pengertian Inflasi ............................................................... 38
b. Macam-Macam Inflasi ...................................................... 40
c. Indikator Inflasi ................................................................. 44
d. Inflasi dalam Pandangan Islam ......................................... 45
e. Hubungan Inflasi dengan Pembiayaan Bermasalah .......... 49
B. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 50
C. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 58
D. Hipotesis ........................................................................................ 62
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 63
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 63
B. Metode Penentuan Sampel ............................................................ 63
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 64
D. Metode Analisis Data .................................................................... 65
1. Uji Asumsi Klasik .................................................................... 66
a. Uji Normalitas ................................................................... 66
b. Uji Multikolinearitas ......................................................... 67
c. Uji Heterokedastisitas ....................................................... 69
d. Uji Autokorelasi ................................................................ 70
2. Uji Independensi Variabel ........................................................ 71
xi
a. Uji Parsial (Uji-t) ............................................................... 71
b. Uji F-Statistik .................................................................... 72
c. Uji Koefisien Determinasi (R2) ......................................... 72
3. Model Regresi. ......................................................................... 73
E. Operasional Variabel Penelitian .................................................... 74
1. Variabel Dependen ................................................................... 74
2. Variabel Independen ................................................................. 75
a. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ......................... 75
b. Nilai Tukar ........................................................................ 75
c. Inflasi ................................................................................. 75
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................................... 77
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian .................................. 77
1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Dunia ........................ 77
2. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia ............................... 78
3. Perkembangan Pembiayaan Bermasalah .................................. 80
4. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ....... 82
5. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (Rupiah/US$) ................... 84
6. Perkembangan Inflasi ............................................................... 86
B. Hasil Analisis dan Pembahasan .................................................... 87
1. Uji Asumsi Klasik .................................................................... 88
a. Uji Normalitas ................................................................... 88
b. Uji Multikolinearitas ......................................................... 89
c. Uji Heterokedastisitas ....................................................... 90
d. Uji Autokorelasi ................................................................ 91
2. Uji Statistik ............................................................................... 92
a. Uji Parsial (Uji t) ............................................................... 93
b. Uji F ................................................................................... 96
3. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................................ 97
C. Pembahasan Analisis Ekonomi ..................................................... 97
xii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 100
A. Kesimpulan ................................................................................... 100
B. Saran ........................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 103
LAMPIRAN ........................................................................................................... xvii
xiii
DAFTAR TABEL
No Keterangan Hal
1.1 Komposisi NPF,SBIS,Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi Tahun 2010-2013 ... 5
2.1 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional ......................................... 16
2.2 Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 54
4.1 Uji Normalitas Jarque-Bera ........................................................................... 88
4.2 Hasil Uji Correlaion matrix .......................................................................... 89
4.3 Hasil Uji White Heterokedasticity ................................................................. 90
4.4 Hasil Uji Langrange Multiple Test (LM-Test).............................................. 91
4.5 Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square .............................................. 92
xiv
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Hal
2.1 Demand Pull Inflation .............................................................................. …. 42
2.2 Cost Push Inflation ........................................................................................ 43
2.3 Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 61
4.1 Perkembangan Pembiayaan Bermasalah Tahun 2010-2013 .......................... 81
4.2 Perkembangan SBIS Tahun 2010-2013 ......................................................... 83
4.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Tahun 2010-2013 .................................. 85
4.4 Perkembangan Inflasi Tahun 2010-2013 ....................................................... 86
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Hal
1 Data Penelitian Juli 2010 – Desember 2013 ..................................................... xv
2 Uji Normalitas ................................................................................................... xvii
3 Uji Multikolinearitas ......................................................................................... xvii
4 Uji Heterokedastisitas ....................................................................................... xviii
5 Uji Autokorelasi ................................................................................................ xix
6 Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square ................................................. xx
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor perbankan di Indonesia memegang peranan penting dalam
pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga
intermediasi keuangan yakni sebagai lembaga yang melakukan penghimpunan
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali
kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Pembiayaan yang
diberikan sektor perbankan kepada sektor riil berperan meningkatkan
produktivitas sektor riil tersebut. Meningkatnya produktivitas sektor riil dapat
meningkatkan iklim dunia usaha dan investasi yang kemudian akan
meningkatkan pendapatan nasional (Muntoha,2011:2).
Salah satu faktor yang dapat digunakan untuk mensinyalir adanya
krisis perbankan adalah tingkat pembiayaan maupun kredit macet, oleh karena
itu menganalisis faktor-faktor apa saja yang menentukan tingkat pembiayaan
bermasalah merupakan hal penting dan substansial bagi stabilitas keuangan
dan manajemen bank. Menurut Mankiw (2006), sektor investasi merupakan
sector penting yang berada dalam aliran sirkuler uang dalam perekonomian.
Sektor investasi ini merupakan penghubung langsung antara lembaga
keuangan dan sektor riil, yaitu sektor barang dan jasa. Jika jumlah pembiayaan
bermasalah tinggi maka bank akan mempersulit masyarakat yang
membutuhkan dana karena bank akan lebih berhati hati dalam praktik
penyaluran pembiayaan perbankan. Pertumbuhan ekonomi tentunya juga akan
menurun karena aktivitaspada sektor riil semakin lesu (Diyanti,2012:1).
2
Di Indonesia, bank syariah pertama didirikan pada tahun 1992. Pada
awal pendiriannya, keberadaan bank syariah ini belum mendapat perhatian
dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukumnya hanya
dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”, dan belum ada rincian
landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal ini
tercermin dalam UU No.7 Tahun 1992, dimana pembahasan perbankan
dengan sistem bagi hasil belum diuraikan secara jelas. Baru kemudian pada
18 Juni 2008, DPR mengesahkan Undang- Undang No.21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah (Muttaqiena, 2013:2).
Bank syariah dalam operasionalnya meniadakan sistem bunga. Sebagai
gantinya bank syariah menggunakan beberapa sistem yang didasarkan pada
prinsip syariah, antara lain sistem bagi hasil, sistem jual beli, sistem sewa,
sistem gadai dan lain-lainnya. Bank syariah dengan sistem bagi hasil
dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha
dan berbagi hasil usaha antara: pemilik dana (shohibul mal) yang menyimpan
uangnya di lembaga, lembaga selaku pengelola dana (mudhorib), dan
masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana
atau pengelola usaha (Muhammad, 2009:4).
Sistem bagi hasil yang digunakan oleh bank syariah berimplikasi pada
pemerataan hasil dan risiko antara lembaga keuangan dengan debitur. Proses
penilaian dan kekuatan proposal pengajuan pembiayaan sangat berperan
penting dalam kelancaran usaha tersebut, karena jika tidak, alih-alih bisa
mendapatkan bagi hasil, bank dapat dapat mengalami kerugian karena
3
pokoknya tidak bisa dikembalikan. Alokasi sistem ini cenderung
merefleksikan efisiensi yang lebih besar pada sisi permintaan dan penawaran
(Muntoha, 2010:5).
Bank sangat memperhatikan resiko ini, mengingat sebagian besar bank
melakukan pemberian kredit sebagai bisnis utamanya.Saat ini,sejarah
menunjukkan bahwa resiko kredit merupakan kontributor utama yang
menyebabkan kondisi bank memburuk, karena nilai kerugian yang
ditimbulkannya sangat besar sehingga mengurangi modal bank secara cepat.
Indikator yang menunjukkan kerugian akibat resiko kredit adalah tercermin
dari besarnya Non Performing Financing (NPF). NPF adalah rasio antara
pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh
perbankan syariah. Menurut Dendawijaya (2005:82) pembiayaan bermasalah
adalah pembiayaan-pembiayaan yang kategori kolektabilitasnya masuk dalam
kriteria pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan, dan pembiayaan
macet.
Peningkatan rasio pembiayaan bermasalah atau Non Performing
Financing dapat dilihat dari beberapa indikator yang mempengaruhinya
diantaranya Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS)
dan Inflasi. Peningkatan NPF dipengaruhi dari salah satu instrumen moneter
syariah yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Menurut Arifin
(2009:198) Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah sertifikat yang
diterbitkan Bank Indonesia yang dibuat dalam rangka pengendalian moneter
berdasarkan prinsip syariah dan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi
4
likuiditas pada bank syariah dengan menggunakan sistem bonus. Pada saat
bonus SBIS menurun, bank syariah akan menggunakan dananya untuk
memberikan pembiayaan produktif dibandingkan untuk menyimpan dalam
SBIS. Dengan meningkatnya alokasi untuk pembiayaan produktif maka akan
meningkatkan resiko pembiayaan bermasalah yang dihadapi oleh bank
syariah itu sendiri (Hermawan,2012:40).
Nilai tukar adalah satuan nilai yang digunakan untuk pertukaran satu
mata uang dengan mata uang lain. Nilai tukar memiliki pengaruh negatif dan
positif terhadap pelaku usaha ekspor impor di satu negara. Pada saat terjadi
peningkatan nilai tukar (terdepresiasi) maka akan menguntungkan para
eksportir, sebab para eksportir akan mendapatkan keuntungan yang lebih
besar dari selisih peningkatan kurs mata uang domestik terhadap kurs mata
uang asing tersebut (keuntungan jangka pendek). Begitu juga nilai tukar
mengalami penurunan (apresiasi), maka akan mengakibatkan peningkatan
impor, sebab barang-barang yang diimpor harganya menjadi lebih murah.
Jika nilai rupiah meningkat dibandingkan dengan valuta asing dan jika usaha
tersebut dijalankan menggunakan bahan impor, maka akan memukul usaha
nasabah. Sehingga nasabah akan kesulitan dalam mengembalikan
pembiayaan dan akan meningkatkan pembiayaan bermasalah
(Mutamimah,2011:6).
Kondisi perekonomian dapat dijadikan sebagai salah satu faktor
ekstern yang mampu mempengaruhi kredit bermasalah pada perbankan.
Salah satunya indikator variabel makro adalah inflasi.Inflasi adalah suatu
5
keadaan dimana terjadi kenaikkan harga-harga secara tajam (absolute) yang
berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama
diikuti dengan merosotnya nilai rill (intrinsik) mata uang suatu negara
(Kahalwaty,2000:5).
Pada saat inflasi tinggi maka akan menyebabkan menurunnya
pendapatan rill masyarakat sehingga standar hidup masyarakat juga turun dan
berimbas pada ketidakmampuan masyarakat dalam mengembalikan
pembiayaan kepada bank (Mutamimah,2011:4).
Jika diamati,perkembangan rasio pembiayaan bermasalah atau Non
Performing Financing (NPF) dari tahun ketahun cenderung fluktuatif. Hal ini
dapat dilihat dari beberapa indikator yang mempengaruhinya seperti Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi. Dapat dilihat
pada tabel 1.1 sebagai berikut:
Tabel 1.1
Komposisi NPF, SBIS, Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi Tahun 2010-2013
Tahun NPF
(%)
SBIS
(Miliyar Rp)
Kurs
(Rupiah)
Inflasi
(%)
2010 3,02 5.408 9.084 6,96
2011 2,52 9.244 8.779 4,79
2012 2,26 4.993 9.380 4,30
2013 2,62 6.699 10.451 8,38
Sumber : Bank Indonesia ( Data Diolah )
Dari tabel diatas terlihat bahwa Perkembangan pembiayaan
bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) cenderung mengalami
fluktuatif pada tahun 2010 sebesar 3,02 % yang kemudian menurun pada
6
tahun 2011 menjadi 2,52 %. Pada tahun yang sama pergerakan SBIS berbalik
yaitu mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar Rp 5.480 miliyar
kemudian meningkat tajam hingga mencapai Rp 9.244 miliyar. Tetapi pada
tahun berikutnya NPF menurun menjadi 2,26 % dengan SBIS sebesar Rp
4.993 miliyar. Hal serupa terjadi pula pada tahun 2013 bahwa ketika NPF
naik menjadi 2,62 % diikuti dengan meningkat pula SBIS yaitu sebesar Rp
6.699 miliyar. Hal ini dapat terlihat bahwa baik NPF maupun SBIS
cenderung fluktuatif karena adanya pengaruh dari kondisi perekonomian.
Kemudian dilihat dengan pergerakan variabel nilai tukar atau kurs.
Pada tahun 2011 mengalami penurunan baik NPF maupun nilai kurs
yaitu dari 3,02 % menjadi 2,52 % dengan nilai kurs dari Rp 9.084 menjadi Rp
8.779. Kemudian pada tahun 2012 NPF mengalami penurunan menjadi 2,26
% tetapi pada variabel nilai tukar terjadi peningkatan menjadi Rp 9.380 lalu
pada tahun 2013, NPF kembali meningkat menjadi 2,62 % dengan nilai tukar
melonjak di level Rp 10.451. Terjadinya pergerakan yang tidak bersamaan
antara NPF dan nilai tukar mungkin diakibatkan karena adanya pengaruh
positif dan negatif dari perubahan nilai tukar bagi pelaku ekspor dan impor.
Bagi eksportir peningkatan nilai tukar membawa keuntungan bagi usahanya
dan begitupun sebaliknya bagi importer penurunan nilai tukar akan
menambah pendapatannya.
Jika dilihat bersamaan dengan variabel inflasi maka dapat dilihat
bahwa pada tahun 2010 nilai NPF sebesar 3,02 % kemudian menurun
menjadi 2,52 % bersamaan dengan itu tingkat inflasi sebesar 6,96 %
kemudian menurun menjadi 4,79 %. Tetapi pada tahun 2012, NPF
mengalami penurunan menjadi 2,26 % begitu pula tingkat inflasi yang
7
mengalami penurunan menjadi 4,30 %. Kemudian di tahun 2013 terjadi
peningkatan NPF dan tingkat inflasi. Dimana NPF meningkat menjadi 2,62
% dan inflasi meningkat tajam menjadi 8,38 %. Jika dilihat dari pergerakan
NPF cenderung dibawah 5 % atau masih batas normal dan perbankan syariah
masih mampu untuk mengatasinya. Hal ini tentu sangat berpengaruh kepada
bank syariah itu sendiri karena bank merupakan suatu lembaga kepercayaan
masyarakat, sehingga menjadi kewajiban bagi bank untuk tetap menjaga
kepercayaan masyarakat dari tingkat kesehatan bank tersebut guna untuk
meminimalisir kredit atau pembiayaan bermasalah.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) setiap tahunnya cenderung
mengalami fluktuasi dan nilai Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang
paling besar terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp 9.244 miliyar. Hal ini
didasari oleh adanya kebijakan pemerintah yang baru dalam bidang moneter
yaitu kebijakan BI Rate atau suku bunga yang mencerminkan sikap dari
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia untuk mengontrol
kestabilan nilai rupiah. Pada tahun 2012 nilai SBIS menurun drastis menjadi
Rp 4.993 miliyar. Pada tahun yang sama justru terjadi penurunan nilai
pembiayaan bermasalah pada tahun 2012 yaitu sebesar 2,26 % dari tahun 2011
sebesar 2,52 %. Tetapi pada tahun 2013 SBIS meningkat hingga mencapai Rp
6.699 miliyar.Perkembangan SBIS yang fluktuatif ini sesuai dengan kondisi
perekonomian di Indonesia.
Perkembangan nilai tukar dari tahun 2010 sebesar Rp 9.084 kemudian
mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi sebesar Rp 8.779.Pada rasio
NPF mengalami penurunan dari 3,02 % menjadi 2,52 %. Kemudian pada
8
tahun 2012 nilai tukar kembali meningkat menjadi Rp 9.380 dengan rasio NPF
sebesar 2,26 % dan pada 2013 nilai tukar terus menerus mengalami
peningkatan hingga mencapai level Rp 10.451 dengan rasio NPF yang
meningkat pula menjadi 2,62 %. Peningkatan nilai tukar ini terjadi karena
memburuknya kinerja neraca pembayaran serta kenaikan harga minyak
mentah dunia yang mampu membuat terjadinya peningkatan nilai tukar
sebagai konsekuensi negara pengimpor minyak dari kenaikan harga barang
impor.
Perkembangan Inflasi dapat terlihat pada tahun 2010 sebesar 6,96 %
dan pada tahun 2011 menurun menjadi 4,79 %. Hal ini juga terlihat pada
menurunya rasio NPF yaitu 3,02 % pada tahun 2010 menjadi 2,52 % pada
tahun 2011 kemudian menurun kembali pada tahun 2012 menjadi 2,26 % dan
pada tahun yang sama inflasi juga mengalami penurunan di angka 4,30 %.
Pada tahun 2013 inflasi kembali meningkat tajam menjadi 8,38 % dengan
diikuti oleh meningkatnya rasio NPF menjadi 2,62 %.Peningkatan inflasi
terjadi karena adanya kenaikkan BBM serta kenaikkan harga bahan makanan.
Dengan demikian, penelitian ini penting untuk dilakukan karena
belum banyak penelitian yang mencoba melakukan penelitian mengenai
penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah pada perbankan syariah.
Berdasarkan latar belakang tersebutlah, penulis melakukan penelitian dengan
judul “ANALISIS PENGARUH SERTIFIKAT BANK INDONESIA
SYARIAH (SBIS), NILAI TUKAR (KURS) DAN INFLASI
TERHADAP PEMBIAYAAN BERMASALAH PERBANKAN
SYARIAH DI INDONESIA PERIODE JULI 2010-DESEMBER 2013”.
9
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting karena
langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan.Perumusan
masalah pada dasarnya adalah merumuskan pertanyaan yang jawabannya akan
dicari melalui penelitian berdasarkan seputar keadaan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-
Desember 2013.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang akan
diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) secara
parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia
Periode Juli 2010 - Desember 2013?
2. Bagaimanakah pengaruh Nilai Tukar (KURS) secara parsial terhadap
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010
- Desember 2013?
3. Bagaimanakah pengaruh Inflasi secara parsial terhadap Pembiayaan
Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010 - Desember
2013?
4. Bagaimanakah pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai
Tukar (KURS) dan Inflasi secara simultan terhadap Pembiayaan
Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010 - Desember
2013?
10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah :
a. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS) secara parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah
Perbankan Syariah di Indonesia periode Juli 2010 - Desember 2013.
b. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Nilai Tukar (KURS) secara
parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di
Indonesia periode Juli 2010-Desember 2013.
c. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Inflasi secara parsial terhadap
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia periode Juli
2010 - Desember 2013.
d. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi secara simultan
terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia
periode Juli 2010 - Desember 2013.
2. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang
baik bagi mahasiswa, praktisi, perguruan tinggi, dan pemerintah.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan wawasan atau
pengetahuan mengenai pola hubungan Sertifikat Bank Indonesia
11
Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap Pembiayaan
Bermasalah Periode Juli 2010 - Desember 2013. Serta memperoleh
kesempatan menerapkan pengetahuan teoritis yang di dapat selama di
perkuliahan dalam berbagai bidang dunia kerja dan di kehidupan
sehari-hari.
b. Bagi Praktisi Lembaga Keuangan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
kepada masyarakat khususnya para praktisi lembaga pemberdayaan
umat serta praktisi lembaga - lembaga keuangan khususnya perbankan
syariah atau pihak terkait didalamnya mengenai peranan serta
kebijakan - kebijakan yang dapat dikembangkan di dunia usaha.
c. Bagi Perguruan Tinggi
Penelitian ini dapat menjadi referensi, bahan pembanding
penelitian lain dan memberikan sumbangan pemikiran untuk
konsentrasi Ekonomi Islam Jurusan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
d. Bagi Pemerintah
Penelitian ini dapat dijadikan salah satu acuan pemerintah
untuk menentukan kebijakan mengenai Perbankan Syariah yang dapat
meningkatkan perekonomian nasional.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Perbankan Syariah
a. Definisi Bank Syariah
Menurut Zainul Arifin (2009:2) “istilah bank berasal dari
bahasa Prancis yaitu banque dan dari bahasa Italia banco, yang berarti
peti/lemari atau bangku. Konotasi kedua kata ini menjelaskan dua
fungsi dasar yang ditunjukkan oleh bank konvensional. Kata peti atau
lemari yang merupakan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-
benda berharga, seperti peti emas, peti berlian, peti uang dan
sebagainya. Jadi kesimpulannya, bank adalah menyediakan tempat
untuk menitipkan uang dengan aman (safe keeping function)”.
Definisi bank menurut Rodoni (2006:21) adalah suatu badan
usaha yang tugas utamanya sebagai perantara (financial intermediary)
untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang
ditentukan.
Definisi bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya,
baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran
dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip
syariah. (Rodoni dan Hamid, 2008:14)
Bank Islam atau bank syariah menurut M. Syafi’i Antonio
(2002:13) adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan
13
bunga. Bank syariah atau biasa disebut bank tanpa bunga, adalah
lembaga keuangan/perbankan uang operasional dan produknya
dikembangkan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW.
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.21 tahun 2000
tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan Perbankan Syariah
adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan
Unit Usaha Syariah, yang mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Adapun menurut Karim (2009:7) mengemukakan bahwa bank
syariah merupakan bank yang berdasarkan prinsip syariah yaitu
peraturan dan hukum yang berisi perintah dan larangan yang
dibebankan oleh Allah SWT kepada manusia.
b. Tujuan Bank Syariah
Sudarsono (2008:43) bank syariah memiliki beberapa tujuan
diantaranya sebagai berikut :
1) Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk ber-muamalah secara
Islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan,
agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis
usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan),
dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga
telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi
masyarakat.
14
2) Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi dengan jalan
meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi
kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak
yang membutuhkan dana.
3) Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka
peluang usaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang
diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju
terciptanya kemandirian usaha.
4) Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya
merupakan program utama dari negara-negara yang sedang
berkembang. Upaya bank syariah didalam mengentaskan
kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah seperti : program
pembinaan pengusaha produsen, program pembinaan pedagang
perantara, program pembinaan konsumen, program pembinaan
konsumen, program pengembangan modal kerja dan program
pengembangan usaha bersama.
5) Untuk menjaga stabilitas ekonomi moneter, dengan melalui
aktivitas perbankan syariah akan mampu menghindari pemanasan
ekonomi yang diakibatkan oleh adanya inflasi, menghindari
persaingan usaha yang tidak sehat antara lembaga lembaga
keuangan. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam
terhadap bank non-syariah.
15
c. Prinsip Bank Syariah
Bank syariah memiliki beberapa prinsip yang berbeda dengan
bank konvensional, yaitu sebagai berikut (Sudarsono, 2007:44) :
1) Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian
diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak
kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan tawar-menawar dalam
batas wajar.
2) Penggunaan persentase dalam hal berkewajiban untuk melakukan
pembayaran selalu dihindari, karena persentase bersifat melekat
pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir.
3) Didalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak
menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang
ditetapkan dimuka.
4) Penyerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh
penyimpan dianggap sebagai titipan (Al Wadiah) sedangkan bagi
bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan
dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank.
d. Fungsi dan Peranan Bank Syariah
Sudarsono (2008:43) fungsi dan peranan bank syariah yang
tercantum dalam pembukuan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh
AAOIFI (Accounting and Auditing Organizing for Islamic Financial
Institution), yaitu sebagai berikut :
1) Manajer Investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana
nasabah.
16
2) Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang
dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.
3) Penyedia jasa keuangan dan lalu-lintas pembayaran, bank syariah
dapat melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan
sebagaimana mestinya.
4) Pelaksaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas
keuangan syariah, bank Islam juga memiliki kewajiban untuk
mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan,
mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.
e. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Berikut ini beberapa perbedaan antara bank syariah dengan
bank konvensional seperti ditunjukkan pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
No. Perbedaan Bank Syariah Bank Konvensional
1. Bunga Berbasis revenue/profit loss
sharing (bagi hasil)
Berbasis Bunga
2. Risiko Risk sharing Anti Risk
3. Operasional Beroperasi dengan
menggunakan sektor riil
Beroperasi dengan
pendekatan sektor-
sektor keuangan, tidak
terkait langsung dengan
sektor riil.
17
4. Produk Multi produk (jual beli, bagi
hasil, jasa)
Produk tunggal (kredit)
5. Pendapatan Pendapatan yang diterima
deposan terkait langsung
dengan pendapatan yang
diperoleh bank dari
pembiayaan
Pendapatan yang
diterima deposan tidak
terkait dengan
pendapatan yang
diperoleh bank dari
kredit
6. Tidak mengenal negative
spread
Mengenal negative
spread
7. Dasar hokum Al-Qur’an, Sunnah, Fatwa
ulama, Bank Indonesia dan
Pemerintah
Bank Indonesia dan
Pemerintah
8. Falsafah Tidak berdasarkan bunga
(riba), spekulasi (maisir) dan
ketidak jelasan (gharar)
Berdasarkan atas bunga
(riba)
9. Operasional Dana masyarakat (Dana
Pihak Ketiga/DPK)
berupa titipan (wa’diah)
dan investasi
(mudharabah) yang baru
akan mendapatkan hasil
jika “diusahakan” terlebih
Dana Masyarakat
(Dana Pihak
Ketiga/DPK) berupa
titipan simpanan
yang harus dibayar
bunganya pada saat
jatuh tempo
18
dahulu
Penyaluran dana
(financing) pada usaha
yang halal dan
menguntungkan
Penyaluran dana
pada sektor yang
menguntungkan dan
aspek halal tidak
menjadi prioritas
utama
10. Aspek social Dinyatakan secara eksplisit
dan tegas yang tertuang
dalam misi dan visi
Tidak diketahui secara
tegas
11. Organisasi Memiliki Dewan Pengawas
Syariah (DPS)
Tidak memiliki Dewan
Pengawas Syariah
(DPS)
12. Uang Uang bukan komoditi, tetapi
hanya alat pembayaran
Uang adalah komoditi
selain sebagai alat
pembayaran
Sumber : (Rodoni dan Hamid, 2008:15)
2. Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF)
a. Pengertian Pembiayaan Bermasalah
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor. 9/24/DPbs
tahun 2007 tentang system penilaian kesehatan bank berdasarkan
prinsip syariah, Non Performing Financing adalah “Pembiayaan yang
terjadi ketika pihak debitur (mudharib) karena berbagai sebab, tidak
19
dapat memenuhi kewajiban untuk mengembalikan dana pembiayaan
(pinjaman).
Menurut Wiraatmadja (dalam Mukromah, 2012:18)
pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang tidak dapat atau
berpotensi untuk tidak mampu mengembalikan pembiayaan
berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui dan ditetapkan bersama
secara tiba-tiba tanpa menunjukan tanda-tanda terlebih dahulu.
Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara
pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang
disalurkan oleh Bank Syariah. (Ihsan 2010:22). Menurut Rahmawulan
(2008:24) suatu kredit dinyatakan bermasalah jika bank benar-benar
tidak mampu menghaapi resiko yang ditimbulkan oleh kredit tersebut.
Resiko kredit didefinisikan sebagai resiko kerugian sehubungan
dengan pihak peminjam (counterparty) tidak dapat dan tidak mau
memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang
dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya.
Pembiayaan menurut kualitasnya pada hakikatnya didasarkan
atas risiko kemungkinan terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah
pembiayaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya untuk
membayar bagi hasil, serta melunasi pembiayaannya. Jadi unsur utama
dalam menetukan kualitas tersebut adalah waktu pembayaran bagi
hasil, pembayaran angsuran maupun pelunasan pokok pembiayaan dan
diperinci atas:
20
No Kualitas
Pembiayaan
Kriteria
1 Pembiayaan Lancar a. Pembayaran angsuran pokok
dan/atau bagi hasil tepat waktu
b. Memiliki rekening yang aktif; atau
c. Bagian dari pembiayaan yang
dijamin dengan agunan tunai (cash
colateral).
2 Perhatian Khusus a. Terdapat tunggakan angsuran pokok
dan/atau bagi hasil yang belum
melampui Sembilan puluh hari: atau
b. Kadang-kadang terjadi cerukan; atau
c. Mutasi rekening relative aktif; atau
d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap
kontrak yang diperjanjikan; atau
e. Didukung oleh pinjaman baru
3 Kurang Lancar a. Terdapat tunggakan angsuran pokok
dan/atau bagi hasil; atau
b. Sering terjadi cerukan; atau
c. Frekuensi mutasi rekeningrelatif
rendah
d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak
yang diperjanjikanlebih dari
21
Sembilan puluh hari;atau
e. Terdapat indikasi masalah keuangan
yang dihadapi debitur; atau
f. Dokumentasi pinjaman yang lemah
4 Diragukan a. Terdapat tunggakan angsuran pokok
dan/atau bagi hasil; atau
b. Terdapat cerukan yang bersifat
permanen; atau
c. Terdapat wanprestasi lebih dari 180
hari atau
d. Dokumentasi hukum yang lemah
baik untuk perjanjian pembiayaan
maupun pengikatan jaminan.
5 Macet a. Terdapat tunggakan angsuran pokok
dan/atau bagi hasil; atau
b. Kerugian operasional ditutup dengan
pinjaman baru; atau
c. Dari segi hukummaupun kondisi
pasar, jaminan tidak dapat dicairkan
pada nilai wajar
Sumber : Rivai dan Veithzal, 2008
22
b. Perhitungan Non Performing Financing (NPF)
Besarnya NPF yang diperbolehkan Bank Indonesia adalah
maksimal 5%, jika melebihi 5% akan mempengaruhi penilaian tingkat
kesehatan bank yang bersangkutan yaitu akan mengurangi nilai skor
yang diperoleh. Variabel ini mempunyai bobot nilai 20%, skor nilai
NPF ditentukan sebagai berikut :
Lebih dari 8%, skor nilai = 0
Antara 5% - 8%, skor nilai = 80
Antara 3% - 5%, skor nilai = 90
Kurang dari 3%, skor nilai = 100
Bila resiko pembiayaan meningkat, margin/bunga
kredit akan meningkat pula. Sementara itu, dalam ekonomi Islam
sektor perbankan tidak mengenal instrumen bunga, sistem keuangan
Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian, bukan
kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di
muka.
1) Non Performing Financing (Penyedia Dana Bermasalah) Gross
NPF Gross adalah perbandingan antara jumlah pembiayaan
yang diberikan dengan tingkat kolektabilitas 3 sampai dengan 5
dibandingkan dengan total pembiayaan yang diberikan oleh
bank. Terdapat 5 kategori tingkat kolektabilitas pembiayaan
yaitu: lancar (currrent), dalam perhatian khusus (special
23
mention), kurang lancar (sub-standar), diragukan (doubtful), dan
macet (loss). Berikut ini adalah rumusnya:
Penyediaan Dana Bermasalah
NPF Gross =
Total Penyediaan Dana
Keterangan :
a. Penyediaan/penyaluran dana berupa piutang dan ijarah.
b. Pembiayaan merupakan pembiayaan yang diberikan kepada
pihak ketiga (tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain).
c. Penyediaan dana bermasalah adalah penyediaan dana denga
kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
d. Penyediaan dana bermasalah dihitung secara gross tidak
dikurangi PPAP.
e. Angka dihitung perposisi (tidak disetahunkan).
2) Non Performing Financing (Penyaluran Dana Bermasalah) Net
Penyaluran Dana Bermasalah – PPAP
NPF Net =
Total Penyediaan Dana
Keterangan:
PPAP adalah Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif sesuai
ketentuan tentang PPAP yang berlaku bagi bank syariah.
c. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah
Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah adalah sebagai
berikut (www.shariaeconomic.com) :
24
1) Faktor internal
a. Kelemahan Bank dalam analisis pembiayaan
Analisis pembiayaan tidak berdasarkan data akurat atau
kualitas data
Rendah Informasi, pembiayaan tidak lengkap atau kuantitas
data rendah
Analisis tidak cermat
Kurangnya akuntabilitas putusan pembiayaan
b. Kelemahan Bank dalam dokumen pembiayaan
Data mengenai pembiayaan nasabah tidak didokumentasi
dengan baik
Pengawasan atas fisik dokumen tidak dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
c. Kelemahan Bank dalam supervisi Pembiayaan
Kurang pengawasan dan pemantauan atas performance
nasabah secara kontinyu dan teratur
Terbatasnya data dan informasi yang berkaitan dengan
penyelamatan dan penyelesaian pembiayaan
Tindakan perbaikan tidak diterapkan secara dini dan tepat
waktu
Jumlah nasabah terlalu banyak
Nasabah terpencar
Konsentrasi portofolio pembiayaan yang berlebihan
25
d. Kecerobohan petugas Bank
Bank terlalu bernafsu memperoleh laba
Bank terlalu kompromi
Bank tidak mempunyai kebijakan pembiayaan yang sehat
Bank tidak mampu menyaring risiko bisnis
Pengambilan keputusan yang tidak tepat waktu
Terus memberikan pembiayaan pada bisnis yang siklusnya
menurun
Menetapkan standar risiko yang terlalu rendah
e. Kelemahan bidang agunan
Jaminan tidak dipantau dan diawasi secara baik
Terlalu collateral oriented
Pengikatan agunan lemah
f. Kelemahan kebijakan pembiayaan
Prosedur terlalu berbelit, hingga putusan pembiayaan tidak
tepat waktu
Tidak ada prosedur baku/standar
Tak ada funish dan Reward bagi petugas
g. Kelemahan sumber daya manusia
Terbatasnya tenaga ahli di bidang penyelematan dan
penyelesaian pembiayaan
Pendidikan dan pengalaman pejabat pembiayaan sangat
terbatas
26
Kurangnya tenaga ahli hukum untuk mendukung
pelaksanaan penyelesaian dan penyelamatan pembiayaan
Terbatasnya tenaga ahli untuk recovery pembiayaan yang
potensi
2) Faktor internal nasabah
a) Kelemahan Karakter nasabah
Nasabah tidak mau atau memang beritikad tidak baik
Nasabah menghilang
b) Kecerobohan nasabah
Penyimpangan penggunaan pembiayaan
Perusahaan dikelola oleh keluarga yang tidak professional
c) Kelemahan kemampuan nasabah
Tidak mampu mengembalikan pembiayaan karena
terganggunya kelancaran usaha
Kemampuan manajemen yang kurang
Pengetahuan terbatas atau kurang memadai
Pengalaman terbatas atau kurang memadai
d) Musibah yang dialami nasabah
Ada berbagai musibah yanbisa saja dialami nasabah dan
berdapmpak pada terjadinya pembiayaan macet diantaranya
:Musibah penipuan, Musibah kecelakaan, Musibah tindak
pidana, Musibah rumah tangga ,Musibah penyakit,Musibah
kematian.
27
3) Faktor eksternal
a) Globalisasi ekonomi yang berakibat negatif
b) Perubahan kurs mata uang;
c) Faktor alam yang berakibat negatif
d) Inflasi dalam negeri
3. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
a. Pengertian SBIS
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah sertifikat yang
diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana jangka
pendek.SBIS merupakan piranti moneter yang sesuai prinsip pada
Bank Syariahyang diciptakan dalam rangka pelaksanaan pengendalian
moneter. Bank Indonesia menerbitkan instrumen moneter berdasarkan
prinsip Syariah yang dinamakan Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS) dan dapat dimanfaatkan oleh Bank Syariah untuk mengatasi
bila terjadi kelebihan pada tingkat likuiditas (Arifin,2009: 198).
Pengelolaan likuiditas merupakan suatu fungsi terpenting yang
dilaksanakan oleh lembaga perbankan. Untuk terlaksananya fungsi
pengelolaan likuiditas secara efisien dan menguntungkan diperlukan
adanya instrumen dan pasar keuangan; baik yang bersifat jangka
pendek maupun jangka panjang, untuk keperluan yang sangat
mendasar yaitu penempatan dan pemenuhan kebutuhan jangka pendek
untuk perbankan yang berdasarkan prinsip syariah di Indonesia telah
tersedia instrument Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA)
28
dan aturan-aturan tentang Pasar Keuangan Antarbank dengan Prinsip
Syariah (PUAS), serta Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Dalam keadaan yang sangat mendesak instrumen tersebut
bermanfaat untuk mengatasi kesulitan likuiditas bank syariah jangka
pendek karena arus dana yang masuk ke bank tersebut lebih kecil
dibanding arus dana yang keluar pada saat kliring. Bank Indonesia
telah mengeluarkan ketentuan tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka
Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS). FPJPS ini dimaksudkan untuk
menjalankan fungsi BI sebagai “lender of last resort” jika alternatif
pembiayaan lain tidak dapat diperoleh bank syariah untuk
mempertahankan likuiditasnya. SBIS mempunyai fungsi untuk
membantu bank syariah di Indonesia yang kelebihan likuiditas, untuk
menyimpan dana “menganggurnya” di tempat yang aman dan
menguntungkan. Untuk mendukung kegiatan usaha perbankan yang
terkait dengan SBIS. Dewan Syariah Nasional (DSN) telah
menerbitkan Fatwa No. 36/DSNMUI/ X/2002 tentang Sertifikat
Wadi‟ah Bank Indonesia; sebelum tahun 2008 SBIS dikenal dengan
nama SWBI atau Sertifikat Wadiah Bank Indonesia yang mengatur hal
– hal sebagai berikut: Adrian Sutedi dalam (Sahria,2010:28) :
1) Bank Indonesia selaku bank sentral boleh menerbitkan instrument
moneter berdasarkan prinsip Syariah yang dinamakan SWBI.
2) Akad yang digunakan untuk SWBI adalah akad wadi’ah
sebagaimana yang diatur Fatwa DSN No.02/DSN-MUI/IV/2000
tentang tabungan.
29
3) SWBI tidak boleh ada imbalan yang di syaratkan, kecuali dalam
bentuk pemberian („athaya) yang bersifat sukarela dari pihak Bank
Indonesia.
4) SWBI boleh diperjualbelikan.Bank Indonesia dapat memberikan
bonus atas titipan dana yang diperhitungkan jika pada saat jatuh
tempo. Jumlah dana yang dapat dititipkan ke Bank Indonesia
sekurang-kurangnya Rp 500.000.00,00. Pada titipan dana tersebut
hanya dapat dilakukan dalam kelipatan Rp50.000.000,00. Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI) diatur dalam PBI No. 2/9/2000
tanggal 23 Februari 2000, PBI No. 6/7/PBI/2004 tanggal 16
Februari 2004 tentang Perubahan Atas PBI No. 2/9/2000 tentang
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (Wirdyaningsih (2005) dalam
Yuni (2011)). Selain itu juga terdapat fatwa yang menguatkan
SWBI, yaitu fatwa DSN No. 36/DSN-MUI/X/2002 yang
dikeluarkan tanggal 23Oktober 2002 Masehi atau tanggal 16
Sya’ban 1423 Hijriah.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 2/9/2000, yang
dimaksud dengan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat
yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana
berjangka pendek dengan prinsip wadiah (Pasal 1 Ayat 4).
Sedangkan, yang dimaksud dengan wadiah di sini adalah perjanjian
penitipan dana antara pemilik dana dengan pihak penerima titipan
30
yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut (Pasal 1 Ayat 3). SWBI
memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:
a. merupakan tanda bukti penitipan dana berjangka pendek.
b. diterbitkan oleh Bank Indonesia.
c. merupakan instrumen kebijakan moneter dan sarana penitipan dana
sementara.
d. ada bonus atas transaksi penitipan dana.
Pada tanggal 31 Maret 2008 dikeluarkanlah peraturan Bank
Indonesia No. 10/ 11/ PBI/ 2008 tentang perubahan nama SWBI
menjadi SBIS dengan adanya perubahan nama tersebut akad yang
digunakan dalam transaksi SWBI menjadi lebih luas tidak hanya
berakad wadiah melainkan dapat dilakukan dengan akad
Mudarabah, Musyarakah, Wakalah, Qardh dan Jualah sehingga
bonus yang diberikan dapat mendekati bonus yang diberikan SBI
dengan skim bunga. SBIS merupakan instrumen kebijakan moneter
yang bertujuan untuk mengatasi kelebihan likuiditas pada bank
yang beroperasi dengan prinsip syariah yang diatur oleh Bank
Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Negara. Peraturan Bank
Indonesia No.10/11/PBItanggal 31 Maret 2008, SBIS adalah surat
berharga berdasarkan prinsip Syariah berjangka waktu pendek
dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
denganmenggunakan akad Mudahrabah (Muqaradhah dan
Qiradh), Musyarakah, Ju’alah, Wadiah, Qordh, dan Wakalah.
31
Bank Indonesia dalam operasi moneternya melalui
penerbitan SBIS mengumumkan target penyerapan likuiditas
kepada bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian moneter
dan menjanjikan imbalan tertentu bagi yang turut berpartisipasi
dalam pelaksanaannya. Ketentuan mengenai imbalan SBIS adalah
dengan cara Bank Indonesia menetapkan dan memberikan imbalan
atas SBIS yang diterbitkan kemudian Bank Indonesia membayar
imbalan pada saat jatuh waktu SBIS.
Ketentuan Hukum SBIS adalah sebagai berikut:
1) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrument
pengendalian moneter boleh diterbitkan untuk memenuhi
kebutuhan operasi pasar terbuka (OPT).
2) Bank Indonesia memberikan imbalan kepada pemegang SBIS
sesuai dengan akad yang dipergunakan.
3) Bank Indonesia wajib mengembalikan dana SBIS kepada
pemegangnya pada saat jatuh tempo.
4) Bank Syariah boleh memiliki SBIS untuk memanfaatkan
dananya yang belum dapat disalurkan ke sektor riil.
b. Hubungan SBIS dengan Pembiayaan Bermasalah
Pendekatan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui
saluran kredit didasarkan pada asumsi bahwa tidak semua simpanan
masyarakat dalam bentuk uang (M1 dan M2) disalurkan oleh perbankan
ke masyarakat dalam bentuk kredit. Dalam instrumen dan pasar
32
keuangan syariah terdapat penempatan dan pemenuhan kebutuhan
jangka pendek untuk perbankan yang berdasarkan prinsip syariah di
Indonesia dengan tersedianya instrument moneter syariah yaitu
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan surat
berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka pendek dalam mata
uang rupiah. SBIS merupakan salah satu instrumen pasar uang yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan prinsip syariah dengan
tujuan untuk menyerap kelebihan likuiditas didalam sistem perbankan
syariah, sebagaimana bank konvensional yang menetapkan
cadangannya pada SBI, dengan harapan memperoleh penghasilan
tambahan.
Jika dilihat dari sisi internal bank syariah, turunnya SBIS akan
berakibat pada meningkatnya pembiayaan bermasalah pada bank
syariah sebab dana yang tidak disimpan dalam SBIS akan digunakan
untuk memberikan pembiayaan produktif sehingga akan berdampak
kepada resiko pembiayaan yang harus ditanggung oleh bank syariah itu
sendiri.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harry Andra (2010)
bahwa SBIS berpengaruh negatif signifikan terhadap Pembiayaan
bermasalah.Hal ini bermakna bahwa ketika bonus SBIS tinggi,bank
syariah lebih tertarik mengalokasikan sebagian dananya untuk membeli
SBIS dibandingkan untuk memberikan pembiayaan kepada masyarakat
33
sehingga berdampak pada turunnya rasio pembiayaan bermasalah pada
bank syariah.
4. Nilai Tukar
a. Pengertian Nilai Tukar
Menurut Sadono Sukirno (2004:397) kurs adalah perbandingan
nilai mata uang suatu negara dengan mata uang negara lainnya.
Menurut Kuncoro (2008:42) kurs rupiah adalah nilai tukar
sejumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli satu US$ (US dollar).
Nilai tukar tersebut ditentukan oleh kekuatan dan penawaran pasar
atau istilah lainnya adalah mekanisme pasar.
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:604) nilai tukar
valuta asing adalah harga satuan mata uang dalam satuan mata uang
lain. Nilai tukar valuta asing ditentukan dalam pasar valuta asing
yaitu pasar tempat berbagai mata uang yang berbeda diperdagangkan.
Menurut Miskhin (2008:116) Kurs adalah asset domestic
(deposito bank, Obligasi, saham, dan lain-lain yang didenominasikan
dalam mata uang domestic) dinyatakan dalam asset luat negeri (asset
serupa dengan didenominasi dalam mata uang asing).
b. Penentuan Nilai Tukar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai
tukar, yaitu (Karim, 2008:88) :
34
1) Faktor Fudamental
Faktor yang berkaitan dengan indicator ekonomi seperti
inflasi, suku bunga, perbedaan relative pendapatan antar-negara,
ekspetasi pasar, dan intervensi Bank Sentral
2) Faktor Teknis
Faktor yang berkaitan dengan kondisi penawaran dan
permintaan devisa pada saat tertentu. Apabila ada kelebihan
permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan
naik dan sebaliknya.
3) Sentiment Pasar
Sentiment pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau
berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong
harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek.
Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar
akan kembali normal.
c. Sistem Kurs Mata Uang
Ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di
perekonomian internasional, yaitu (Karim, 2002:88) :
1) Sistem Kurs Mengambang (Floating Exchange Rate)
Sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan
atau tanpa upaya stabilisasi oleh toritas moneter. Di dalam kurs
mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu :
35
1) Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan
sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan
pemerintah.
2) Mengambang terkendali (Managed or dirty floating exchange
rate) dimana toritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan
kurs pada tingkat tertentu.
2) Sistem Kurs Terhambat (Peged Exchange Rate)
Suatu negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu
mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang
merupakan mata uang negara partner dagang yang utama
“menambatkan” ke suatu mata uang. Ini berarti nilai mata uang
tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.
3) Sistem Kurs Terhambat Merangkat (Crawling Pegs)
Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit
perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodic dengan tujuan
untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu.
Keuntungan dari sistem ini adalah suatu Negara dapat mengatur
penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama
dibandingkan sistem kurs terlambat. Hal ini dapat menghindari
jika perekonomian akibat revaluasi atau revaluasi yang tajam.
4) Sistem Sekeranjang Mata Uang (Basket Of Currencies)
Banyak negara terutama negara berkembang yang
meneapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata
36
uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas
mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar
dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang
dimasukkanke dalam “keranjang” umumnya ditentukan oleh
perannya dalam membiayai perdagangan tertentu. Mata uang yang
berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya
terhadap negara tersebut.
5) Sistem Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate)
Suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama
uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual
atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut.
Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas
yang sangat sempit.
d. Nilai Tukar dalam Islam
Ada dua golongan nilai tukar dalam islam, yaitu :
1) Natural (Alamiah)
Natural disebabkan oleh dua hal, yaitu :
a) Fluktuasi nilai tukar akibat terjadinya berbagai perubahan pada
permintaan agregatif (AD)
b) Fluktuasi nilai tukar akibat berbagai perubahan yang terjadi
pada penawaran agregatif (AS)
2) Humam Error (Faktor Kesalahan Manusia)
Humam error disebabkan oleh tiga hal berikut :
37
a) Korupsi dan kebobrokan administrasi (corruption and bad
administration).
b) Penetapan pajak penjualan yang sangat tinggi terhadap barang
dan jasa (excessive tax)
c) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan secara
berlebih (excessive seignorage). (Karim, 2002:89-100).
e. Hubungan Nilai Tukar dengan Pembiayaan Bermasalah
Menurut Kuncoro (2008:42) kurs rupiah adalah nilai tukar
sejumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli satu US$ (US dollar).
Nilai tukar tersebut ditentukan oleh kekuatan dan penawaran pasar
atau istilah lainnya adalah mekanisme pasar.
Tingkat nilai tukar mata uang domestik sangat terkait dengan
kredit bermasalah, mengingat bahwa depresiasi mata uang domestik
dapat menyebabkan meningkatnya pembiayaan impor yang dapat
meningkatkan biaya produksi. Dengan demikian, tingkat nilai tukar
merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap usaha debitur
sehingga harus dikendalikan untuk menghindari terjadinya fluktuasi
dalam kredit bermasalah.
Hubungan nilai tukar dengan pembiayaan bermasalah dapat
dilihat dari kurs mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Jika
nilai rupiah meningkat dibandingkan dengan valuta asing maka akan
memukul usaha nasabah yang menggunakan bahan impor sehingga
38
mempersulit mereka untuk mengembalikan pembiayaan yang telah
diberikan oleh bank dan mendongkrak nilai NPF perbankan syariah.
Penelitian yang dilakukan oleh Zakiah Dwi Poetry (2011)
diperoleh hasil bahwa Nilai tukar atau kurs berpengaruh negative
signifikan dimana ketika terjadi kenaikan tingkat nilai tukar
rupiah(terdepresiasi) terhadap dolar menjadikan produk dalam negeri
menjadi lebih kompetitif karena harga barang dan jasa dalam negeri
menjadi lebih rendah daripada harga barang pada negara lain. Harga
barang dan jasa dalam negeri yang relatif rendah akan meningkatkan
permintaan luar negeri akan barang dan jasa dalam negeri. Penjualan
dalam negeri akan meningkat dan kondisi keuangan masyarakatpun
membaik. Dengan demikian, kenaikan nilai tukar akan membantu
nasabah pada perbankan konvensional dan nasabah perbankan syariah
dalam mengembalikan kredit atau pembiayaannya.
5. Inflasi
a. Pengertian Inflasi
Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara
umum dari barang/komoditas dan jasa selama satu periode waktu
tertentu. Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena
terjadinya penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap suatu
komoditas. Definisi inflasi oleh para ekonom modern adalah kenaikan
yang menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit
penghitung moneter) terhadap barang/komoditas dan jasa. Sebaliknya
39
jika yang terjadi adalah penurunan nilai unit penghitung moneter
terhadap barang/komoditas dan jasa didefinisikan sebagai deflasi
(deflation).
Menurut Case dan Fair (2004:58) inflasi adalah kenaikan
tingkat harga keseluruhan. Itu terjadi ketika harga naik secara
serempak. Inflasi dapat diukur dengan melihat sejumlah besar barang
dan jasa dan menghitung kenaikan harga rata-rata selama beberapa
periode tertentu.
Menurut Boediono (1987:161) inflasi adalah kecendrungan
dari harga-harga untuk menaikkan secara umum dan terus-menerus
dalam jangka waktu yang lama. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas
kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga
barang-barang lain
Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu
tingkat perubahan dan tingkat harga secara umum. Persamaannya
adalah:
Umumnya, otoritas yang bertanggung jawab dalam mencatat
statistik perekonomian suatu Negara menggunakan consumer price
index dan producer price index sebagai pengukur tingkat inflasi
(Karim,2010:136).
Tingkat harga t– tingkat harga t-1
Tingkat harga t-1
x 100 = Rate of Inflation
40
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang
dapat disebabkan oleh berbagai factor antara lain : konsumsi
masyarakat yang meningkat, berlebihanya likuiditas di pasar yang
memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat
adanya ketidaklancaran distribusi barang (www.wikipedia.com)
b. Macam-Macam Inflasi
1) Berdasarkan Tingkat/Laju Inflasi
Menurut Paul A. Samuelson, seperti sebuah penyakit
macam inflasi berdasarkan tingkat keparahannya, inflasi dapat
digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:
a) Moderate inflation, disebut juga “inflasi satu digit”, adalah
inflasi dengan karakteristik terjadinya kenaikan harga secara
lambat. Pada umumnya, pada tingkat inflasi ini, orang masih
mau memegang uang tunai dan menyimpan kekayaannya
dalam bentuk uang daripada dalam bentuk aset riil.
b) Galloping inflation, yaitu inflasi yang terjadi pada tingkatan
20% sampai 200% per tahun. Pada tingkatan inflasi ini, orang
hanya mau memegang uang seperlunya, dan cenderung
menyimpan kekayaan dalam bentuk aset-aset riil. Pasar uang
akan mengalami penyusutan dan dana dialokasikan melalui
cara-cara selain yang berorientasi pada tingkat bunga. Orang
hanya bersedia memberikan pinjaman dengan tingkat bunga
41
yang sangat tinggi. Inflasi jenis ini mengakibatkan terjadinya
gangguan serius pada perekonomian karena masyarakat
cenderung menyalurkan dananya untuk berinvestasi di luar
negeri daripada di dalam negeri (capital outflow).
c) Hyper inflation, yaitu inflasi dengan tingkat sangat tinggi,
berkisar antara jutaan persen per tahun. Jika banyak
pemerintahan masih sanggup bertahan menghadapi galloping
inflation, maka tidak ada yang dapat bertahan menghadapi
inflasi jenis ini. Contohnya adalah Weimar Republic di Jerman
pada tahun 1920-an.
2) Berdasarkan Sumber atau Penyebab Inflasi
Inflasi berdasarkan sumber atau penyebab inflasi,
inflasi dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Natural Inflation dan Human Error Inflation. Sesuai dengan
namanya natural Infaltion adalah inflasi yang terjadi karena
sebab-sebab alamiah yang manusia tidak mempunyai
kekuasaan dalam mencegahnya. Human error Inflation adalah
inflasi yang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang
dilakukan oleh manusia sendiri.
b) Actual /anticipated /expected inflation dan unanticipated
/unexpected inflation. Pada expected inflation tingkat suku
bunga pinjaman riil akan sama dengan suku bunga pinjaman
nominal dikurangi inflasi. Sedangkan pada unexpected
42
inflation tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau
tidak merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi.
c) Demand pull inflation, inflasi ini biasanya terjadi pada masa
perekonomian sedang berkembang pesat. Kesempatan kerja
yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan tinggi, dan
selanjutnya daya beli masyarakat bisa tinggi. Daya beli tinggi
mendorong permintaan melebihi total produk yang tersedia.
Permintaan aggregate meningkat lebih cepat dibandingkan
dengan potensi produktif perekonomian, akibatnya timbul
inflasi. Hal ini dapat ditunjukkan oleh grafik berikut:
Gambar 2.1
Demand Pull Inflation
P AS
P2
P1
AD2
AD1
0 Q1 Q2 Q
Kondisi ini mendatangkan uang yang lebih di dalam negeri,
sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat naik AD
,
atau pada grafik dilukiskan sebagai kurva AD yang bergeser
ke kanan, mengakibatkan naiknya tingkat harga secara
keseluruhan P .
d) Cosh push inflation, inflasi ini terjadi bila biaya produksi
mengalami kenaikan secara terus menerus. Kenaikan biaya
43
produksi dapat berawal dari kenaikan harga input seperti
kenaikan upah minimum, kenaikan BBM, kenaikan bahan
baku dan kenaikan input yang lainnya. Hal ini dapat
digrafikkan sebagai berikut:
Gambar 2.2
Cost Push Inflation
P AS2
P2 AS1
P1
AD
0 Q2 Q1
Q
Dengan adanya kenaikan biaya produksi P , selanjutnya
menurunkan tingkat produksi AS . Sehingga dalam pasar
jumlah quantitas atas produksi tersebut mengalami
penurunan (Q2 ke Q1).
e) Spiralling Inflation. Inflasi jenis ini adalah inflasi yang
diakibatkan oleh inflasi akibat dari inflasi yang terjadi
sebelumnya lagi dan begitu seterusnya.
f) Imported Inflation dan Domestic Inflation. Imported Inflation
bisa dikatakan adalah inflasi di negara lain yang ikut dialami
oleh suatu negara karena harus menjadi price taker dalam
44
pasar perdagangan internasional. Domestic Inflation bisa
dikatakan inflasi yang hanya terjadi di dalam negeri suatu
negara yang tidak begitu mempengaruhi negara lainnya
(Karim,2010:138).
c. Indikator Inflasi
Ada beberapa indikator yang dapat menggambarkan terjadinya
inflasi antara lain Indeks Biaya Hidup (cost of living), Indeks Harga
Konsumen (consumen price index), Indeks Implisit Produk Nsional
(GNP Deflator) atau Indeks Harga Perdagangan Besar (whole sale
prices index).Masing-masing pengukuran tersebut memiliki kelemahan
dan kelebihannya.Jika pengukuran dimaksud untuk menetapkan upah
buruh riil maka lebih tepat digunakan Indeks Biaya Hidup (IBH) atau
Indeks Harga Konsumen (IHK).Sementara GNP Deflator yang
cakupannya lebih luas dibandingkan dengan indeks yang lainnya lebih
mencerminkan perkembangan tingkat harga umum.
a) Indeks Harga Konsumen
Indeks Harga Konsumen adalah indeks yang mengukur
rata-rata perubahan harga antarwaktu dari suatu paket jenis barang
atau jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dengan dasar suatu
periode tertentu
Inflasi = x 100
b) Indeks Harga Perdagangan
Indeks perdagangan besar menitikberatkan pada sejumlah
45
barang pada tingkat perdagangan besar.Termasuk didalamnya
harga bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi.Indeks ini
sejalan atau searah dengan indeks harga konsumen.
Inflasi =
c) GNP Deflator
GNP Deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang
masuk dalam perhitungan GNP dan jumlahnya lebih banyak
dibandingkan dua indeks lainnya.GNP Deflator diperoleh dengan
membagi GNP Nominal (atas dasar harga yang berlaku) dengan
GNP Riil (atas dasar harga konstan) atau :
GNP Deflator = x 100
d. Inflasi dalam Pandangan Islam
Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk
bagi perekonomian karena :
1) Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap
fungsi tabungan, fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi dari
unit perhitungan.
2) Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari
masyarakat.
3) Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk non-
primer dan barang-barang mewah.
4) Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif, yaitu
46
penumpukkan kekayaan seperti : tanah, bangunan, logam mulia,
mata uang asing dengan mengorbankan investasi kearah produktif
seperti : pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan lainnya.
Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364 M –
1441 M), menggolongkan inflasi dalam dua golongan, yaitu :
a) Natural Inflation
Inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah, di
mana orang tidak mempunyai kendali. Ibn al-Maqrizi
mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan
oleh turunnya Penawaran Agregatif (AS) atau naiknya
Permintaan Agregatif (AD).
Jika memakai perangkat analisis konvensional yaitu persamaan :
dimana : M = jumlah uang beredar
V = kecepatan peredaran uang
P = tingkat harga
T = jumlah barang dan jasa
Y = tingkat pendapatan nasional (GDP)
maka Natural Inflation dapat diartikan sebagai :
Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi
dalam suatu perekonomian (T). Misalnya T↓ sedangkan M dan V
tetap, maka konsekuensinya P↑. Maksudnya, jika barang dan jasa
yang dihasilkan sedikit tetapi uang yang ada di masyarakat banyak,
maka untuk memperoleh barang dan jasa tersebut masyarakat harus
membayar dengan harga lebih karena keterbatasan barang dan jasa
47
tersebut.
Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya nilai
ekspor lebih besar dari pada nilai impor, sehingga secara netto
terjadi impor uang yang mengakibatkan M↓ sehingga jika V dan T
tetap maka P↑.
b) Human Error Inflation
Human Error Inflation dikatakan sebagai inflasi yang
diakibatkan oleh kesalahan dari manusia itu sendiri. Human
Error Inflation dapat dikelompokkan menurut penyebab-
penyebabnya sebagai berikut:
1) Korupsi dan administrasi yang buruk (corruption and Bad
Administration)
Jika kita merunjuk pada persamaan MV = PT, maka
korupsi akan mengganggu tingkat harga (P↑) karena para
produsen akan menaikkan harga jual produksinya untuk
menutupi biaya-biaya yang telah mereka keluarkan. Harga yang
terjadi terdistorsi oleh komponen yang seharusnya tidak ada
sehingga akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi (high cost
economy). Pada akhirnya, akan terjadi inefisiensi alokasi sumber
daya yang akan merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Jika merujuk pada persamaan AS-AD maka akan terlihat
bahwa korupsi dan administrasi pemerintahan yang buruk akan
menyebabkan kontraksi pada kurva Penawaran Agregatif (AS↓).
48
2) Pajak yang berlebihan (Excessive Tax);
Efek yang ditimbulkan oleh pajak yang berlebihan pada
perekonomian hampir sama dengan efek yang ditimbulkan oleh
korupsi dan administrasi yang buruk yaitu kontraksi pada kurva
Penawaran Agregatif (AS↓).
3) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang
berlebihan (Excessive Seignorage).
Seignorage arti tradisionalnya adalah keuntungan dari
pencetakan koin yang didapat oleh percetakannya di mana
biasanya percetakan tersebut dimiliki oleh pihak penguasa atau
kerajaan. Para otoritas moneter di negara-negara Barat umumnya
meyakini bahwa pencetakan uang akan menghasilkan
keuntungan bagi pemerintah.
Di lain pihak, ekonom Islam Ibn al-Maqrizi berpendapat
bahwa pencetakan uang yang berlebihan jelas-jelas akan
mengakibatkan naiknya tingkat harga (P↑) secara keseluruhan
(inflasi). Ibn al-Maqrizi berpendapat bahwa uang sebaiknya
dicetak hanya pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk
bertransaksi (jual-beli) dan dalam pecahan yang mempunyai nilai
nominal kecil.
e. Hubungan Inflasi dengan Pembiayaan Bermasalah
Menurut Kamus Bank Indonesia, inflasi adalah keadaan
perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat
49
sehingga berdampak pada menurunnya daya beli, sering pula diikuti
menurunnya tingkat tabungan dan atau investasi karena meningkatnya
konsumsi masyarakat dan hanya sedikit untuk tabungan jangka
panjang.Inflasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain
konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar
yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga
akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.
Inflasi akan mempengaruhi kegiatan ekonomi baik secara
makro maupun mikro termasuk kegiatan investasi. Inflasi juga
menyebabkan penurunan daya beli masyarakat yang berakibat pada
penurunan penjualan.Penurunan penjualan yang terjadi dapat
menurunkan return perusahaan. Penurunan return yang terjadi akan
mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam membayar angsuran
kredit. Pembayaran angsuran yang semakin tidak tepat menimbulkan
kualitas kredit semakin buruk bahkan terjadi kredit macet sehingga
meningkatkan Non-Performing Loan.(Indrawan,2011:71)
Inflasi yang tinggi juga menyebabkan menurunkan
pendapatan rill masyarakat sehingga standar hidup masyarakat juga
turun. Dengan meningkatnya inflasi maka akan mengakibatkan
kemampuan nasabah dalam membayar cicilan kreditnya menjadi
berkurang karena hampir seluruh penghasilan yang dimiliki telah
dipergunakan untuk keperluan konsumsi sehari-hari.
Menurut penelitian Rahmawulan (2008), Inflasi berpengaruh
positif signifikan.Hal ini mengindikasikan bahwa ketika terjadi inflasi
dimana terjadi kenaikkan harga secara terus-menerus, daya beli
50
masyarakat akan menurun karena nilai uang terus tergerus inflasi. Hal
ini menyebabkan turunnya penjualan dan kondisi dunia usaha atau
bisnispun melemah.Kondisim tersebut menyebabkan nasabah
perbankan mengalami kesulitan untuk mengembalikan kreditnya pada
perbankan, sehingga kredit macet akan mengalami peningkatan.
B. Penelitian Terdahulu
Sebelum penulis melakukan penelitian ini telah ada penelitian
terdahulu mengenai variabel Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing
Financig (NPF), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar dan
Inflasi. Diantaranya seperti yang penulis jabarkan pada permasalahan dibawah
ini :
Penelitian pertama dilakukan oleh Risky Indrawan (2013) dengan
judul Analisis Pengaruh LDR,SBI,Bank Size dan Inflasi terhadap Non
Performing Loan (NPL) Kredit Kepemilikan Rumah Bank PERSERO Tahun
2006-2012.Variabel yang diteliti adalah NPL,LDR,SBI,Bank Size dan Inflasi
dengan menggunakan metode regresi linier berganda dengan softwere
SPSS.Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas yang diteliti yaitu
loan to deposit ratio, suku bunga SBI, bank size dan inflasi secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai non performing loan
KPR.Variabel LDR, SBI dan Inflasi berpengaruh terhadap NPL
KreditKepemilikan Rumah sedangkan variabel bank Size tidak berpengaruh
terhadap NPL Kredit Kepemilikan Rumah.
Penelitian kedua dilakukan oleh Muhammad Farhan, Ammara Sattar,
Abrar Hussain Chaudhry dan Fareha Khalil (2012). University of the Pujab
51
Lahore, Pakistan. Dalam penelitian yang berjudul “Economic Determinants of
Non Performing Loans: Perceptin of Pakistan Bankers”. Variabel dalam
penelitian ini adalah Interest Rate, Inflation, Unemployment, Exchange Rate,
Energy Crisis, GDP dan Non Performing Loans (NPL). Tujuan utama
penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh Interest Rate, Inflation,
Unemployment, Exchange Rate, Energy Crisis, GDP terhadap Non Performing
Loans (NPL). Teknik analisis data yang digunakan adalah Regresi Berganda
atau Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel Interest Rate, Inflation, Unemployment, Exchange Rate, dan Energy
Crisis berpengaruh positif signifikan terhadap NPL. Sedangkan variabel
GDP berpengaruh negatif signifikan terhadap NPL.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Kevin Greenidge dan Tiffany
Grosvenor (2010). Research Department, Central Bank of Barbados. Dalam
penelitian yang berjudul “Forecasting Non Performing Loans in Barbados”.
Variabel dalam penelitian ini adalah GDP, Inflasi, Weighted Average Lending
Rate, Bank Size, Total Loan Growth dan Non Performing Loans (NPL).
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh GDP, Inflasi,
Weighted Average Lending Rate, Bank Size, Total Loan Growth terhadap Non
Performing Loans (NPL). Teknik analisis data yang digunakan adalah
Autoregressive Distributive Lag (ARDL). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa variabel GDP, dan variabel Total Loan Growth berpengaruh negatif
signifikan terhadap NPL, Variabel Inflasi, Weighted Average Lending Rate,
dan Bank Size berpengaruh positif signifikan terhadap NPL
52
Penelitian keempat dilakukan oleh Zakiah Dwi Poetry (2011) yang
berjudul “Pengaruh variabel Makro dan Mikro Terhadap NPL Perbankan
Konvensional dan NPF Perbankan Syariah”.Variabel yang diteliti adalah Non
Performing Loan (NPL), Non Performing Financing (NPF) Loan to Deposit
Ratio (LDR), Financing to Deposit Ratio (FDR), dan Capital Adequacy Ratio
(CAR), Sertifikat Bank Indonesia (SBI),Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS),Inflasi ,Nilai Tukar Rupiah dan GDP.Metode yang digunakan adalah
analisa kuantitatif VAR (Vector Auto Regression) atau VECM (Vector Error
Correction Model) dengan hasil bahawa :
1. Hasil analisis menunjukkan bahwa NPL merespon positif terhadap
guncangan variabel inflasi dan SBI dan merespon negatif terhadap
guncangan variabel Nilai Tukar Rupiah,LDR dan CAR.
2. Hasil analisis menunjukkan bahwa NPF merespon positif terhadap
guncangan variabel GDP dan CAR dan merespon negatif terhadap
guncangan variabel Nilai Tukar, inflasi, SBIS, dan FDR
Penelitian kelima dilakukan oleh Harry Andra (2010) dengan judul
“Analisis Pengaruh Instrument Kebijakan Moneter Konvensional dan
Instrumen Kebijakan Moneter Syariah Terhadap Kinerja Bank Konvensional
dan Bank Syariah”.Variabel yang diteliti adalah Non Performing Loan
(NPL),Non Performing Financing (NPF), Return On Asset (ROA), Loan to
Deposit Ratio (LDR), Financing to Deposit Ratio (FDR),Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square (OLS)
dengan hasil bahwa:
53
1. Variabel SBI dan SBIS berpengaruh terhadap NPL Bank Syariah
sedangkan hanya variabel SBIS yang mempengaruhi NPF Bank Syariah
2. Variabel SBI dan SBIS Berpengaruh terhadap ROA Bank Konvensional
sedangan tidak berpengaruh terhadap ROA Bank Syariah
3. Variabel SBI dan SBIS tidak berpengaruh terhadap LDR Bank
Konvensional dan variabel SBI berpengaruh terhadap FDR Bank
Syariah
Penelitian keenam dilakukan oleh Inovasi Amali Husna (2013)
dengan judul “Pengaruh Size,Net Core Operating Margin,Financing to
Deposit Ratio,Risk Weight Asset,Alokasi Piutang Muarabahah dibanding
pembiayaan PLS dan Makroekonomi Terhadap Resiko Pembiayaan Pada
Perbankan Syariah di Indonesia” .Variabel yang diteliti adalah Non
Performing Financing (NPF),Total Aset, Net Core Operating Margin
(NCOM), Financing to Deposit Ratio (FDR), Risk Weight Asset (RWA),
Rasio alokasi pembiayaan Murabahah terhadap alokasi Pembiayaan Profit
Loss Sharing (RF), Jumlah Uang Beredar, Tingkat Kurs dan SBIS.Metode
analisis yang digunakan adalah Metode Analisis Regresi Linier Berganda
Dengan hasil bahwa Variabel Asset dan RWA berpengaruh positif
signifikan terhadap NPF, Variabel Kurs berpengaruh negative signifikan
terhadap NPF serta Variabel NCOM,RF dan SBIS tidak berpengaruh
terhadap NPF.
54
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
Nama
Penulis
Judul Variabel Hasil
Risky
Indrawan
(2013)
Analisis
Pengaruh
LDR,SBI,Bank
Size dan Inflasi
terhadap
NPL(Non
Performing Loan)
Kredit
Kepemilikan
Rumah Bank
PERSERO Tahun
2006-2012.
Variabel dependen
Non
Performing
Loan
Variabel
Independen:
LDR
SBI
Bank Size
Inflasi
Teknik analisis data yang digunakan
adalah Regresi Berganda atau
Ordinary Least Square (OLS).
Hasil penelitian menunjukan bahwa
:
Variabel bebas yang diteliti yaitu
loan to deposit ratio, suku bunga
SBI, bank size dan inflasi secara
simultan berpengaruh signifikan
terhadap perubahan nilai non
performing loan KPR.
Variabel LDR, SBI dan Inflasi
berpengaruh terhadap NPL
KreditKepemilikan Rumah
Variabel bank Size tidak
berpengaruh terhadap NPL
Kredit Kepemilikan Rumah
Muhammad
Farhan,
Ammara
Sattar,
Abrar
Hussain
Chaudhry
dan Fareha
Economic
Determinants of
Non Performing
Loans:
Perceptin of
Pakistan
Bankers.
Variabel dependen
:
Non Performing
Loans (NPL)
Variabel
Independen :
Interest Rate,
Inflation,
Teknik analisis data yang digunakan
adalahRegresi Berganda atau
Ordinary Least Square (OLS).
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa :
Variabel Interest Rate, Inflation,
Unemployment, Exchange Rate,
dan Energy Crisis berpengaruh
55
Khalil
(2012)
Unemployment,
Exchange Rate,
Energy Crisis,
GDP.
positif signifikan terhadap NPL.
Sedangkan variabel GDP
berpengaruh negatif signifikan
terhadap NPL.
Kevin
Greenidge
dan Tiffany
Grosvenor
(2010)
Forecasting
Non Performing
Loans in
Barbados
Variabel dependen
:
Non Performing
Loan (NPL)
Variabel
independen :
GDP, Inflasi,
Weighted
Average
Lending Rate,
Bank Size,
Total Loan
Growth
Teknik analisis data yang digunakan
adalah Autoregressive Distributive
Lag (ARDL).
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa :
Variabel GDP, dan variabel
Total Loan Growth berpengaruh
negatif signifikan terhadap
NPL.
Variabel Inflasi, Weighted
Average Lending Rate, dan
Bank Size berpengaruh positif
signifikan terhadap NPL
Zakiah Dwi
Poetry
( 2011)
Pengaruh
variabel Makro
dan Mikro
Terhadap NPL
Perbankan
Konvensional
dan NPF
Perbankan
Syariah).
Variabel
Dependen
Non
Performing
Loan (NPL)
Non
Performing
Financing
(NPF)
Variabel
Independen
Penelitian ini menggunakan metode
VAR (Vector Auto Regression) atau
VECM (Vector Error Correction
Model)
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa :
1. NPL merespon positif terhadap
guncangan variabel inflasi dan
SBI dan merespon negatif
terhadap guncangan variabel
56
Loan to
Deposit Ratio
(LDR),
Financing to
Deposit Ratio
(FDR), dan
Capital
Adequacy
Ratio (CAR),
Sertifikat Bank
Indonesia
(SBI),
Sertifikat Bank
Indonesia
Syariah
(SBIS),
Inflasi,
GDP
Nilai Tukar
Rupiah
Nilai Tukar Rupiah,LDR dan
CAR.
2. NPF merespon positif terhadap
guncangan variabel GDP dan
CAR dan merespon negatif
terhadap guncangan variabel
Nilai Tukar, inflasi, SBIS, dan
FDR
Harry Andra
( 2010)
Analisis
Pengaruh
Instrumen
Kebijakan
Moneter
Konvensional
dan Instrumen
Kebijakan
Moneter
Syariah
Terhadap
Variabel
Dependen
NPL
NPF
ROA
LDR
FDR
Variabel
Independen
SBI
Penelitian ini menggunakan metode
Ordinary Least Square (OLS).
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa:
Variabel SBI dan SBIS
berpengaruh terhadap NPL
Bank Syariah sedangkan hanya
variabel SBIS yang
mempengaruhi NPF Bank
57
Kinerja Bank
Konvensional
dan Bank
Syariah
SBIS
Syariah
Variabel SBI dan SBIS
Berpengaruh terhadap ROA
Bank Konvensional sedangkan
tidak berpengaruh terhadap
ROA Bank Syariah
Variabel SBI dan SBIS tidak
berpengaruh terhadap LDR
Bank Konvensional
Variabel SBI berpengaruh
terhadap FDR Bank Syariah
Inovasi
Amali
Husna
(2014)
Pengaruh
Size,Net Core
Operating
Margin,
Financing to
Deposit Ratio,
Risk Weight
Asset,Alokasi
Piutang
Muarabahah
dabanding
pembiayaan
PLS dan
Makroekonomi
Terhadap
Resiko
Variabel
Dependen:
Non Performing
Financing (NPF)
Variabel
Dependen:
Total Aset
NCOM
FDR
RWA
Rasio alokasi
pembiayaan
Murabahah
terhadap
alokasi
Teknik Analisis data yang
digunakan adalah:
Metode Regresi Linier Berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa:
Variabel Asset dan RWA
berpengaruh positif signifikan
terhadap NPF
Variabel Kurs berpengaruh
negative signifikan terhadap
NPF
Variabel NCOM,RF dan SBIS
tidak berpengaruh terhadap
NPF
58
Pembiayaan
Pada Perbankan
Syariah di
Indonesia
Pembiayaan
Profit Loss
Sharing (RF)
Jumlah Uang
Beredar
Tingkat Kurs
SBIS
Sumber :diolah dari berbagai refrensi
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang
tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran
sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari
serangkaian masalah yang ditetapkan (Rodoni,2010:15). Berikut penjelasan
dari kerangka pemikiran dalam penelitian yang dilakukan :
Kegiatan utama bank adalah memberikan kredit kepada nasabahnya.
Pemberian kredit yang sehat berimplikasi pada kelancaran pengembalian
pokok atau bagi hasil oleh nasabah secara langsung dapat mempengaruhi
kinerja bank.Bank harus meminimalisir kredit macet atau pembiayaan
bermasalah dalam istilah perbankan syariah Non Performing Financing
(NPF) yang harus dijaga jangan sampai melewati batas sehat 5% (Bank
Indonesia).Oleh karena itu pembiayaan bermasalah atau Non Performing
Financing (NPF) berpengaruh dalam dunia perbankan syariah.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan surat berharga
59
berdasarkan prinsip syariah berjangka pendek dalam mata uang rupiah.SBIS
berguna untuk menjaga likuiditas dari perbankan sehingga dana yang tidak
digunakan untuk membeli SBIS dapat digunakan untuk pembiayaan
produktif.Meningkatnya pembiayaan produktif tentu akan meningkatkan
pulan resiko pembiayaan yang harus dihadapi oleh bank syariah.
Tingkat nilai tukar mata uang domestik sangat terkait dengan kredit
bermasalah, mengingat bahwa depresiasi mata uang domestik dapat
menyebabkan meningkatnya pembiayaan impor yang dapat meningkatkan
biaya produksi.Sehingga bagi importer, akan memberikan pengaruh terhadap
pendapatan mereka yang berimbas pada meningkatnya pembiayaan
bermasalah.
Inflasi adalah keadaan perekonomian dimana terjadi kenaikkan harga
secara cepat sehingga akan menyebabkan penurunan daya beli masyarakat
yang berakibat pada penurunan penjualan. Penurunan penjualan yang terjadi
dapat menurunkan return perusahaan. Penurunan return yang terjadi akan
mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam membayar angsuran kredit.
Oleh karena itu peneliti ingin meneliti Pengaruh Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-
Desember 2013. Data dari masing-masing variabel berasal dari situs resmi
Bank Indonesia yaitu Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan
Laporan Publikasi Bank Indonesia serta Badan Pusat Statistik (BPS).
Metode analisis yang digunakan oleh penulis adalah model Regresi
60
Linier Berganda menggunakan software Eviews 6 dengan metode Ordinary
Least Square (OLS) yang selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik
yaitu, uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji
autokorelasi. Setelah melakukan Melakukan uji asumsi klasik dilanjutkan
dengan melakukan Uji statistik yaitu Uji t, Uji F dan Uji Koefisien
Determinasi agar penelitian dapat diuji dengan baik dan benar sesuai
metodologi penelitian. Selanjutnya peneliti melakukan analisis tersebut untuk
mengambil hasil dan interprestasi data yang akan menghasilkan kesimpulan dari
penelitian ini.
Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas, berikut ini adalah
kerangka pemikiran dari penelitian yang akan dilakukan. Untuk mewujudkan
kerangka pemikiran dalam penelitian ini jika divisualisasikan dalam bentuk
skema atau model sederhana adalah sebagai berikut:
61
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran
Pengaruh SBIS, Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi Terhadap
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode
Juli 2010-Desember 2013
SBIS
(X1)
Nilai Tukar
(X2)
Inflasi
(X3)
Pembiayaan
Bermasalah
Perbankan
Syariah Di
Indonesia (Y)
Model Ekonometrika
Regresi Linier Berganda
Uji t
Uji F
Uji R2
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji Multikolinieritas
Uji Heteroskedastisitas
Uji Autokorelasi
Kesimpulan dan Saran
62
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah
yang diajukan dan jawaban itu masih diuji secara empiris kebenarannya.
Adapun perumusan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
H0 : Diduga SBIS tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pembiayaan
Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-Desember
2013
H1 : Diduga SBIS berpengaruh secara signifikan terhadap Pembiayaan
Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-Desember
2013
H0: Diduga Nilai Tukar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli
2010 - Desember 2013
H1 :Diduga Nilai Tukar berpengaruh secara signifikan terhadap Pembiayaan
Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-Desember
2013
H0 : Diduga Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pembiayaan
Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010 -
Desember 2013
H1 : Diduga Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap Pembiayaan
Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-
Desember 2013
63
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan terhadap variabel
dependen yaitu Pembiayaan Bermasalah dari Bank Syariah di Indonesia.Dan
variabel independennya yaitu difokuskan pada SBIS, Nilai Tukar dan Inflasi
Penelitian ini merupakan penelitian analisis pengaruh karena ingin tujuan
penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dari variabel (SBIS,Nilai Tukar dan
Inflasi) dengan variabel dependen (Pembiayaan Bermasalah Perbankan
Syariah di Indonesia).
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yang menggunakan
data runtun waktu (time series) dari Juli 2010-Desember 2013. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
himpunan statistik dari SEKI (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia), Bank
Indonesia serta BPS yang didapat dari internet. Diambil juga dari berbagai
situs dan website yang merupakan sumber rujukan data untuk relevansi
penelitian.
B. Teknik Penentuan Sampel
Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi yang
diharapkan dapat mewakili populasi penelitian. Sampel yang baik umumnya
memiliki karakteristik sebagai berikut : (Kuncoro, 2009:105)
1) Sampel yang baik memungkinkan peneliti untuk mengambil
64
keputusan yang berhubungan dengan besarnya sampel untuk
memperoleh jawaban yang dikehendaki.
2) Sampel yang baik mengidentifikasikan probabilitas dari setiap unit
analisis untuk menjadi sampel.
3) Sampel yang baik dengan menghitung akurasi dan pengaruh
(misalnya kesalahan) dalam pemilihan sampel.
4) Sampel yang baik dengan menghitung derajat kepercayaan yang
diterapkan dalam estimasi populasi yang disusun dari sampel
statistika.
Sampel dalam penelitian ini adalah Pembiayaan Bermasalah (Non
Performing Financing) pada Perbankan Syariah di Indonesia periode Juli
2010-Desember 2013.Sampel yang dipilih adalah Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk melakukan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Field Research
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yaitu data yang diperoleh melalui hasil pengolahan pihak kedua (data
eksternal) atau data yang sudah dipublikasi untuk menjelaskan gejala dari
suatu fenomena seperti pusat refrensi Bank Indonesia
65
b. Library research
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari membaca literatur, buku, artikel, jurnal dan sejenisnya yang
berhubungan dengan aspek yang diteliti sebagai upaya untuk memperoleh
data yang valid.
c. Internet research
Terkadang buku referensi atau literatur yang kita miliki atau
pinjam di perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau kadaluarsa,
karena ilmu selalu berkembang. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal
tersebut penulis melakukan penelitian dengan teknologi yang juga
berkembang yaitu internet sehingga data yang diperoleh merupakan data
yang sesuai dengan perkembangan zaman
D. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif, yaitu
dimana data yang digunakan dalam penelitian berbentuk angka. Dalam
penelitian ini menggunakan jenis metode kuantitatif dengan format deduktif
yang dimulai dari keadaan umum menuju ke hal-hal yang khusus. Dalam
pengolahan data, digunakan penerapan metode kuadrat terkecil biasa
(Ordinary Least Square/OLS).
Pemilihan alat analisis Ordinary Least Square ini digunakan untuk
mencapai penyimpangan atau error yang minimum dengan menggunakan
analisis regresi berganda (multiple regression) yaitu digunakan lebih dari
sebuah variabel bebas (Nachrowi, 2006:9).
66
Menurut Wing W. Winarno (2009:4.1) OLS bertujuan mengetahui
hubungan antara suatu variabel dependen dan variabel independen, apabila
terdapat beberapa variabel independen. Untuk Analisis data akan dilakukan
dengan bantuan aplikasi komputer yaitu, program Excel 2007 dan program
Eviews 6. Dalam metode OLS ini dapat memberikan koefisien yang baik atau
bersifat BLUE (best linier unbiased estimator) yang dalam hal ini harus bebas
dari uji asumsi klasik.
1. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat
multikolinieritas,heterokedastisitas dan autokorelasi.Uji asumsi klasik
penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias
dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimator =
BLUE),yang berarti model regresi tidak ada masalah.Untuk itu diperlukan
pendeteksian lebih lanjut diantaranya: (Nachrowi,2006)
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau
tidaknya faktor gangguan, t menggunakan Jarque-Bera test.
Menurut (Winarno, 2007: 3.10) Pengujian normalitas pada penelitian
ini menggunakan Jarque-Bera test.
Uji ini menggunakan hasil estimasi residual dan chi square
probability distribution. Jarque-Bera adalah uji statistik untuk
mengetahui apakahdata berdistribusi normal. Uji ini mengukur
perbedaan skewness dan kurtosis data dan dibandingkan dengan data
67
bersifat normal. Mekanisme untuk mendapatkan nilai J-B adalah
Dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
4
3
6
2
2 KS
kNBeraJarque
S adalah skewness, K adalah kurtosis, k menggambarkan
banyaknya koefisien yang digunakan dalam persamaan.
Cara lain untuk mengetahui data tersebut normal atau tidak
dengan menggunakan Uji Jarque-Bera untuk melihat apakah data
yang digunakan berdistribusi normal atau tidak.
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis:
H0: Data berdistribusi Normal
H1: Data tidak berdistribusi Normal
Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → terima H0, tolak H1
Bila probabilitas Obs*R2
< 0.05 → tolak H0, terima H1
Dengan H0 pada data berdistribusi normal, uji Jarque-Bera
didistribusikan dengan X2 dengan derajat bebas (degree of freedom)
sebesar 2. Probability menunjukkan kemungkinan nilai Jarque-Bera
melebihi nilai terobservasi di bawah hipotesis nol, (Wing W.
Winarno, 2009:5.37).
b. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinieritas digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya
hubungan linier antar beberapa atau semua variabel independen dalam
68
model regresi. Multikolinieritas merupakan keadaan di mana satu atau
lebih variabel independen dinyatakan sebagai kondisi linier dengan
variabel lainnya. Artinya jika di antara peubah-ubah bebas yang
digunakan sama sekali tidak berkorelasi satu dengan yang lain maka
bisa dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinieritas.
Menurut Nachrowi (2006:95) Jika tidak ada korelasi antara
kedua variabel tersebut, maka koefisien pada regresi majemuk akan
sama dengan koefisien pada regresi sederhana. Hubungan linier antar
variabel bebas ini yang disebut multikolinieritas.
Pada penelitian ini, pendeteksian adanya multikolinieritas
dengan menggunakan “uji koefisien korelasi” (r). sebagai aturan main
(rule of tumb), menurut Nachrowi (2006:95) jika koefisien korelasi
cukup tinggi, misalnya: diatas 0,8, maka diduga terjadi
multikolinieritas dalam model. Sebaliknya, jika koefisien relatif rendah
maka diduga model tidak terjadi multikolinieritas.
Uji koefisien korelasinya yang mengandung unsur kolinieritas,
misalnya variabel X1 dan X2. Langkah-langkah pegujian sebagai
berikut:
Bila r < 0,8 (tidak ada multikolinieritas)
Bila r > 0,8 (ada multikolinieritas)
Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah adanya
multikolinieritas, antara lain: melihat informasi sejenis yang ada,
mengeluarkan variabel bebas yang kolinier dari model,
mentransformasikan variabel, mencari data tambahan
69
c. Uji Heteroskedastisitas
Heterokedastisitas terjadi apabila variansi Ut tidak konstan
atau sering berubah-ubah seiring dengan berubahnya nilai variabel
independen (Gujarati,2006).Untuk melacak keberadaan
heterokedastisitas dalam penelitian ini digunakan Uji White
Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,maka disebut
Homokedastisitas dan jika variance tidak konstan atau berubah-ubah
disebut dengan Heterokedastisitas.Model regresi yang baik adalah
yang Homokedastisitas atau tidak terjadi Heterokedastisitas
(Nachrowi,2006).
Dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Langkah-langkah pegujian sebagai berikut:
Hipotesis:
H0 : Tidak ada heteroskedastisitas
H1 : Ada Heteroskedastisitas
Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Signifikan, H0 diterima
Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Tidak signifikan, H0 ditolak
Apabila probabilitas Obs*R2 lebih besar dari 0.05 maka
model tersebut tidak terdapat heteroskedastisitas. Apabila
probabilitas Obs*R2 lebih kecil dari 0.05 maka model tersebut
70
dipastikan terdapat heteroskedastisitas. Jika model tersebut harus
ditanggulangi melalui transformasi logaritma natural dengan cara
membagi persamaan regresi dengan variabel independen yang
mengandung heteroskedastisitas. Setelah dilakukan Uji
Heteroskedastisitas dengan menggunakan Uji White, kemudian
dilanjutkan dengan Uji Autokorelasi.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi diantara
anggota observasi yang diurut menurut waktu (seperti deret berkala)
atau ruang (seperti data lintas-sektoral).(Gujarati,2006)
Menurut Nachrowi (2006:196-197) dalam berbagai studi
ekonometrika, data time series sangat banyak digunakan. Namun
dibalik pentingnya data tersebut, ternyata data time series
menyimpan berbagai permasalahan, salah satunya yaitu otokorelasi.
autokorelasi ini merupakan penyebab yang mengakibatkan data
menjadi tidak stasioner, sehingga bila data dapat distasionerkan
maka autokorelasi akan hilang dengan sendirinya, karena metode
transformasi data untuk membuat data yang tidak stasioner sama
dengan transformasi data untuk menghilangkan autokorelasi.
Untuk melihat ada tidaknya penyakit autokorelasi dapat
digunakan uji Langrange Multiplier (LM Test) atau yang disebut Uji
Breusch-Goldfrey dengan membandingkan nilai probabilitas R-
Squared dengan α = 0.05. Langkah-langkah pengujian sebagai
berikut (Gujarati, 2006:147)
71
Hipotesis : H0 : Model tidak terdapat Autokorelasi
H1 : Model terdapat Autokorelasi
Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Signifikan, H0 diterima
Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Tidak Signifikan, H0 ditolak
Apabila probabilitas Obs*R2 lebih besar dari 0.05 maka model
tersebut tidak terdapat autokorelasi. Apabila probabilitas Obs*R2 lebih
kecil dari 0.05 maka model tersebut terdapat autokorelasi.
2. Uji Independensi Variabel
a. Uji Parsial ( t-Statistik )
Uji-t statistik adalah uji parsial (indvidu) dimana uji ini
dilakukan untuk menguji apakah setiap variabel bebas (independen)
secara masing-masing parsial) memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap variabel terikat (dependen) pada tingkat signifikansi 0.05
(5%) dengan menganggap variabel bebas bernilai konstan. Langkah-
langkah yang harus dilakukan untuk uji-t dengan pengujian sebagai
berikut: (Nachrowi, 2006:19)
Hipotesis :
H0: koefisien variabel bebas βi = 0 (Masing-masing variabel bebas
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat)
H1: koefisien variabel bebas βi ≠ 0 (Masing-masing variabel bebas
memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat)
Bila Probabilitas βi > 0.05 → Tidak Signifikan, H0 diterima, Tolak H1
Bila Probabilitas βi < 0.05 → Signifikan, H0 ditolak, Terima H1
72
b. Uji F-Statistik
Uji Fisher (Uji-F) digunakan untuk mengetahui apakah seluruh
variabel bebas (independen) secara bersama-sama berpengaruh
terhadap variabel terikat (dependen) pada tingkat signifikansi 0.05
(5%). Pengujian semua koefisien regresi secara bersama-sama
dilakukan dengan uji-F dengan pengujian, yaitu : (Nachrowi, 2006:17)
Hipotesis :
H0: βi = 0 (secara bersama-sama tidak ada pengaruh yang signifikan
antara variabel bebas dengan variabel terikat).
H1:βi ≠ 0 (secara bersama-sama ada pengaruh yang signifikan antara
variabel bebas dengan variabel terikat.
Bila Probability βi > 0.05 →Tidak Signifikan, H0 diterima, Tolak H1
Bila Probability βi < 0.05 → Signifikan, H0 ditolak, Terima H1
c. Uji Koefisien Determinasi (adjusted R2)
Nilai koefisien determinasi (R2) ini mencerminkan mengukur
seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh
variabel bebas X. Bila nilai koefisien determinasi sama dengan 0 (R2
=
0), artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali.
Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari Y secara kesesluruhan dapat
diterangkan oleh X. dengan kata lain jika Adjusted R2 mendekati 1
(satu) maka variabel independen mampu menjelaskan perubahan
variabel dependen, tetapi jika Adjusted R2 mendekati 0 (nol), maka
variabel independen tidak mampu menjelaskan variabel dependen.
73
Bila R2 = 1, maka semua titik pengamatan berada tepat pada garis
regresi. Dengan demikian baik atau buruknya persamaan regresi
ditentukan oleh R2-nya yang mempunyai nilai antara nol dan satu. R
2
didefinisikan atau dirumuskan dengan: (Nachrowi, 2006:20)
R2
= SSR = 1 - SSE
SST SST
3. Model Regresi
Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda. Model
regresi untuk hubungan antara variable-variabel bebas (SBIS,Nilai Tukar
dan Inflasi) dengan variabel tidak bebas (Pembiayaan Bermasalah atau
Non Performing Financing).Dalam penelitian ini data yang digunakan
adalah data log.Data variabel penelitian di log karena untuk penyertaan
data dari variabel tersebut satuan datanya berbeda dan juga sebagai
pemecahan persamaan yang tidak diketahuinya merupakan perangkat dari
variabel lain. Hubungan variabel Pembiayaan Bermasalah atau Non
Performing Financing (NPF) dengan variabel SBIS, Nilai Tukar dan
Inflasi diformulasikan sebagai berikut :
Y = f (X1, X2, X3, e)
Sedangkan model ekonometrika ditulis :
Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 e
NPF = β0 + β1 SB + β2 KURS + β3 INF e
LN_NPF= β0 + β1 LN_SB+ β2 LN_KURS + β3 LN_INF e
74
Dimana :
β0 = Kostanta
β1, β2, β3 = Koefisien regresi masing-masing variabel
Independen
(LN_NPF) = Log Pembiayaan Bermasalah atau Rasio NPF
(LN_SB) = Log SBIS
(LN_KURS) = Log Nilai Tukar (KURS)
(LN_ INF) = Log Inflasi
et = error terms
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
independen.Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Rasio
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia.Pembiayaan
Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) adalah kredit
bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kurang lancar,
diragukan dan macet.
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
data yang dikeluarkan oleh Statistik Perbankan Syariah Indonesia dan
Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari
bulan Juli 2010-Desember 2013 yang dinyatakan dalam persentase.
75
2. Variabel Independen
Variabel independen (X) pada penelitian ini terdiri dari :
a. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah sertifikat yang
diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana jangka
pendek. SBIS merupakan piranti moneter yang sesuai prinsip pada
Bank Syariah yang diciptakan dalam rangka pelaksanaan pengendalian
moneter. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari Bank Indonesia berdasarkan perhitungan jangka waktu
perbulan yaitu dari Juli 2010-Desember 2013 yang dinyatakan dalam
miliyar rupiah.
b. Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang adalah perbandingan nilai mata uang
suatu Negara dengan mata uang Negara lainnya (Sukirno, 2004:397).
Pada penelitian ini yang digunakan adalah nilai tukar Rupiah
terhadap US$. Nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar tengah
atau kurs tengah. Data operasional yang digunakan dalam penelitian
ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu
Statistik Ekonomi Moneter Indonesia (SEMI) berdasarkan
perhitungan bulanan, yaitu dari Juli 2010-Desember 2013.
c. Inflasi
Inflasi adalah kenaikkan harga barang dan jasa secara umum dan
terus menerus selama periode tertentu.Data operasional yang
76
digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia
berdasarkan perhitungan bulanan yaitu dari Juli 2010-Desember 2013
yang dinyatakan dalam bentuk persentase.
77
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Dunia
Berdasarkan sejarah kemunculannya, bank syariah secara umum
dikenal sebagai dikenal sebagai bank Islam itu mengalami tiga tahapan
perkembangan.Tahap pertama, periode kemunculan bank dan likuiditas
besar di Timur Tengah. Masa ini merupakan puncak kesadaran masyarakat
muslim untuk mengembangkan lembaga keuangan Islam.
Beroperasinya Mit Ghamr Local Saving Bank di Mesir pada tahun
1963 merupakan tonggak sejarah perkembangan sistem perbankan Islam.
Pada Tahun 1967 pengoperasian Mit Ghamr Local Saving Bank diambil
oleh National Bank of Egypt dan Bank Sentral Mesir disebabkan adanya
kekacauan politik. Di Yordania berdiri Bank Islam Yordania dan
kemudian disusul berdirinya Bank Sosial Nasser di Mesir. Pada tahun
1975 berdiri juga IDB (Islamic Development Bank) dan Bank Islam Dubai
di Arab Saudi, berdiri atas prakarsa dari sidang menteri luar negeri yang
mana dalam sidang tersebut diusulkan penghapusan sistem keuangan
berdasarkan bunga dan menggantinya dengan sistem bagi hasil.
Tahapan kedua, periode perkembangan di tahun 1976 sampai awal
1980an, ditandai dengan menyebarnya perbankan dari wilayah Teluk Arab
ke Asia (Timur) dan selanjutnya ke Eropa (Barat). Pada tahapan ketiga,
78
periode dimana perbankan Islam telah mengalami kemajuan yaitu sekitar
tahun 1983 hingga kini. Pada tahun 1983 di Malaysia berdiri Bank Islam
Malaysia Berhad lalu disusul dengan berdirinya Lembaga Keuangan
perseroan perbaikan investasi (al rajhi) di Arab Saudi dan Al-Barakah
Turkish Finance House di Turki pada tahun 1985.
2. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Pendirian Bank Syariah di Indonesia dapat ditelusuri sejak tahun
1998, yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober
(Pakto) yang mengatur deregulasi industri perbankan di Indonesia.Para
Ulama juga telah berusaha mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada
satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali adanya penafsiran
dari peraturan perundang-undangan yang ada bahwa perbankan dapat saja
menetapkan bunga sebesar 0 persen. Setelah adanya lokakarya Ulama
tentang bunga bank dan perbankan di Bogor Agustus 1990, kemudian
diikuti dengan diundangkannya UU No.7/1992 tentang perbankan dimana
perbankan bagi hasil mulai diakomodasi, maka berdirilah Bank Muamalat
Indonesia (BMI), yang merupakan Bank Umum Islam pertama di
Indonesia. (Arifin, 1999:26)
Soemitra (2009:62) Pada tahun 1998 keluar UU No. 10 Tahun 1998
tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 yang mengakui keberadaan Bank
Syariah dan Bank Konvensional serta memperkenalkan Bank
Konvensional membuka kantor cabang syariah. Hingga pada tahun 2008
tentang Perbankan Syariah disahkan yang memberikan landasan hukum
79
industri perbankan syariah nasional dan diharapkan mendorong
perkembangan bank syariah yang selama lima tahun terakhir asetnya
tumbuh 65% per tahun namun pasarnya (market share) secara Nasional
masih dibawah 5%. Undang-undang secara khusus mengenai perbankan
syariah, baik secara kelembagaan maupun kegiatan usaha. Beberapa
lembaga hukum baru diperkenalkan dalam UU No. 21/2008, antara lain
yakni menyangkut pemisahan (spin-off) UUS baik secara sukarela maupun
wajib dan Komite Perbankan Syariah. Terdapat beberapa PBI (Peraturan
Bank Indonesia) yang secara khusus merupakan peraturan pelaksana dari
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan telah
diundangkan hingga saat ini antara lain :
a. PBI No. 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI No.
9/19/PBI/2007 tentang Pelaksaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan
Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank
Syariah.
b. PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
c. PBI No.10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi
Bank Syariah.
d. PBI No. 10/23/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No.
6/21/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum dalm Rupiah dan Valuta
Asing bagi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah.
80
e. PBI No. 10/24/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No.
8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
f. PBI No. 10/32/PBI/2008 tentang Komite Perbankan Syariah.
g. PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah.
Kini Perbankan Syariah telah mengalami perkembangan Perbankan
Syariah Bank Indonesia, pertumbuhan bank syariah saat ini menunjukkan
besarnya permintaan masyarakat terhadap jasa perbankan syariah. Hal ini
tercermin dari pertumbuhan jumlah bank yang signifikan dari jaringan
kantor maupun kinerja keuangan perbankan syariah selama tahun 2011,
jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah mengalami peningkatan.
Kondisi perbankan syariah pada tahun mendatang diperkirakan akan
terus membaik. Ini terbukti dari masih tingginya minat masyarakat
terhadap perbankan syariah. Dalam rangka peningkatan jangkauan
melalui kemudahan untuk membuka kantor pelayanan, diharapkan dapat
memberikan pengaruh pada minat masyarakat. Disisi lain, secara
Internasional peluang memanfaatkan investasi asing, khususnya dari
Timur Tengah ke dalam sistem perekonomian Indonesia masih terbuka
lebar.
3. Perkembangan Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor. 9/24/DPbs tahun
2007 tentang system penilaian kesehatan bank berdasarkan prinsip
81
syariah, Non Performing Financing adalah “Pembiayaan yang terjadi
ketika pihak debitur (mudharib) karena berbagai sebab, tidak dapat
memenuhi kewajiban untuk mengembalikan dana pembiayaan
(pinjaman).
Kredit bermasalah dalam jumlah besar yang dihadapi oleh sebuah
bank akan menurunkan tingkat kesehatan operasi bank.Apabila penurunan
mutu kredit dan profitabilitas bank yang bersangkutan demikian parah
sehingga mempengaruhi likuiditas keuangan dan solvabilitas mereka,
maka akan menurunkan trust (kepercayaan) para deposan.
Perkembangan Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di
Indonesia Tahun 2010-2013 terlihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 4.1
Perkembangan Pembiayaan bermasalah Tahun 2010-2013
Sumber: Bank Indonesia (Data diolah)
82
Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa Pembiayaan
Bermasalah atau disebut Non Performing Financing (NPF) periode tahun
2010 hingga tahun 2013 terlihat fluktuatif.Jika dilihat pada bulan Juli
2010 sebesar 4,14 %.Sepanjang tahun 2010 hingga 2011 nilai rasio NPF
berada dikisaran 3 %. Pada Juli 2011 rasio NPF sebesar 3,75 %. Hal ini
disebabkan karena semakin ketatnya persaingan diantara perbankan
syariah dikarenakan semakin banyak jumlah bank syariah di Indonesia
dan ketidakmampuan bank dalam mengelola keuangan bank dengan baik
dalam menempatkan dana nya pada sektor rill, sehingga mengakibatkan
pengembalian yang tidak lancar atau kredit macet.
Pada tahun 2012 rasio NPF menyentuh 2,68 % di awal tahun dan
pada akhir tahun kembali menurun yaitu sebesar 2,22 %.Angka ini
merupakan rasio terendah NPF sepanjang tahun 2010 hingga tahun 2013
ini.Hal ini terjadi karena perbankan syariah mulai berhati-hati dalam
memberikan pembiayaan sehingga rasio NPF terus dalam keadaan stabil
di kisaran 2 %.Hingga akhir 2013,rasio NPF hanya mencapai 2,62
%.Dapat dilihat bahwa sebenarnya tingkat kesehatan bank syariah itu
masih dibawah 5 % sehingga masih dalam batas yang aman dan dapat
dikendalikan oleh bank syariah.
4. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Sertikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang yang
berjangka pendek. Dengan sistem bonus, SBIS merupakan salah satu
83
mekanisme yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk mengontrol
kestabilan nilai tukar rupiah. Dengan menjual SBIS, maka Bank Indonesia
akan dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Oleh karena itu
nilai SBIS selalu berfluktuasi.Perkembangan SBIS Perbankan Syariah di
Indonesia Tahun 2010-2013 terlihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 4.2
Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Tahun 2010-2013
Sumber: Bank Indonesia (Data diolah)
Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat terlihat bahwa
Perkembangan SBIS mengalami fluktuatif.Pada akhir tahun 2010 nilai
SBIS mencapai Rp 5.408 miliyar kemudian menurun pada bulan Juli 2011
sebesar Rp 2.576 miliyar dan meningkat secara cepat pada awal tahun
2012 yaitu sebesar Rp 10.663 miliyar. Hal ini dikarenakan tingkat
penghimpunan dana pihak ketiga sebagian dialokasiakan pada SBIS. Naik
84
turunnya nilai SBIS sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya proporsi DPK
yang dialokasikan untuk kegiatan sektor riil maupun dialokasikan pada
instrumen SBIS. Pada dasarnya SBIS adalah instrumen moneter yang
diciptakan untuk mengatasi kelebihan likuiditas bank sebagai alat investasi
alternatif agar tidak ada dana yang menganggur.
Pada tahun 2013 nilai SBIS kembali menurun hingga mencapai Rp
4.709 miliyar.Dan kembali meningkat diakhir tahun 2013 menjadi Rp.
6.699 miliyar. Fluktuasi dari pergerakan nilai SBIS disebabkan oleh
penurunan BI Rate yang diikuti dengan menurunnya suku bunga pinjaman
pada bank konvensional, yang ditengerai mendorong terjadinya
perpindahan dana nasabah bank konvensional ke bank syariah karena
tingkat imbalan yang ditawarkan bank syariah lebih menarik.
5. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (Rupiah/US$)
Nilai tukar (kurs) adalah sejumlah besaran uang pada suatu mata
uang yang dapat dipertukarkan kepada sejumlah besaran uang pada
suatu mata uang lainnya, atau harga dari suatu mata uang yang dapat
dipertukarkan kepada sejumlah besaran uang pada mata uang lainnya.
Terdapat lima sistem nilai tukar, yaitu sistem kurs mengambang, sistem
kurs terhambat, sistem kurs terhambat merangkat, sistem kurs
sekeranjang mata uang dan sistem kurs tetap.
Perkembangan nilai tukar Rupiah (Rupiah/US$) periode tahun
2010-2013 dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
85
Gambar 4.3
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Tahun 2010-2013
Sumber : Bank Indonesia (Data Diolah)
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa angka nilai tukar
rupiah (kurs) berfluktuasi.Pada pertengahan tahun 2010 nilai tukar rupiah
sebesar Rp 9.049 kemudian pada akhir tahun 2010 Rp 9.022.Hal ini
mengindikasikan bahwa nilai kurs tahun 2010 cenderung stabil dikisaran
Rp 9.000.Pada Januari 2011 pergerakan nilai tukar Rp 9.037 kemudian
kembali menurun di bulan September 2011 ke level Rp 8.765. Penurunan
nilai tukar rupiah ini seiring dengan keadaan ekonomi yang membaik dan
tingkat inflasi yang terkendali.Tetapi kembali meningkat pada Juli 2012 ke
level Rp 9.456.
Pada awal tahun 2013 pergerakan nilai tukar rupiah sebesar Rp
9.687 kemudian terus mengalami peningkatan menjadi Rp 10.073 pada
bulan Juli dan di akhir tahun terus meningkat menjadi Rp 12.087. Hal ini
terjadi karena tingginya kebutuhan konsumsi BBM menyebabkan impor
migas masih tinggi. Akibatnya defisit transaksi berjalan ikut tertekan.
86
Sementara itu neraca modal dan finansial juga tertekan yang membuat
kinerja neraca pembayaran semakin memburuk.
6. Perkembangan Inflasi
Menurut Boediono (1987:161) inflasi adalah kecendrungan dari
harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus dalam jangka
waktu yang lama. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak
disebut dengan inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada
(atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang
lain.
Perkembangan Inflasi tahun 2010-Desember 2013 dapat terlihat
pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.4
Perkembangan Inflasi Tahun 2010-2013
Sumber:Bank Indonesia (Data Diolah)
Berdasarkan tabel dan grafik diatas, Inflasi mengalami fluktuasi
setiap bulan dan tahunnya.Pada bulan Juli 2010 tingkat inflasi sebesar
6,22 %. Kemudian pada Desember 2010 sebesar 6,96 %.Khusus pada
87
tahun 2010 ini sumbangan terbesar inflasi berasal dari bahan makanan
yaitu sebesar 3,5 %.Komuditi beras menjadi penyumbang inflasi terbanyak
sepanjang Januari 2010 hingga Desember 2010.
Kemudian pada awal tahun 2011 meningkat tajam sebesar 7,02
%.Hal ini dikarenakan harga BBM subsidi mengalami peningkatan
sehingga akan berpengaruh kepada harga kebutuhan pangan.Sepanjang
tahun 2012, tingkat inflasi masih berada di angka 4 %.Pada bulan Oktober
2012 inflasi sebesar 4,61 % kemudian akhir tahun ditutup dengan
menurunnya inflasi menjadi 4,30 %.
Pada tahun 2013 tingkat inflasi mencapai puncaknya di bulan Juli
2013 yaitu sebesar 8,61 %. Hal ini diakibatkan karena pemerintah
Republik Indonesia baru saja melakukan penyesuaian harga baru untuk
Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang akan sangat mempengaruhi
harga barang kebutuhan pokok yang ada dipasaran (Bank Indonesia).
B. Analisis Data dan Pembahasan
Data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret
waktu (time series) yang berbentuk manual mulai Juli tahun 2010 hingga
Desember tahun 2013. Penelitian mengenai Pembiayaan bermasalah atau Non
Performing Financing (NPF) Perbankan Syariah di Indonesia.Sebagai variabel
dependen (variabel tidak bebas) adalah Pembiayaan Bermasalah atau Non
Performing Financing (NPF) Sedangkan variabel independen terdiri dari
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar Rupiah (KURS) dan
Inflasi.Keseluruhan dari data yang digunakan sebagai bahan penelitian
diperoleh dari laporan bulanan Bank Indonesia.
88
Model yang digunakan oleh peneliti sebagai alat analisis regresi
berganda adalah Ordinary Least Square (OLS). Model OLS merupakan
metode estimasi yang sering digunakan untuk mengestimasi fungsi regresi
populasi dari fungsi regresi sampel (Ajija, 2011:23). Alat pengolahan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak (software)
komputer Eviews 6.0 untuk mempercepat perolehan hasil yang dapat
menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti, dengan metode analisis
secara ekonometrik. Adapun hasil dan analisis dari uji yang sudah dilakukan,
yakni :
1. Uji Asumsi klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan teknik Jarque-Bera. Pedoman yang digunakan adalah
apabila nialai jarque-berra lebih besar jika dibanding nilai X2 tabel
(dengan α 5%) atau probabilitas < 0,05 data yang digunakan tidak
berdistribusi normal dan sebaliknya, bila probabilitas > 0,05 maka data
yang digunakan adalah berdistribusi normal (Winarno, 2011:5.37)
Tabel 4.1
Uji Normalitas Jarque-Bera
Jarque-Bera 0.394730
Probability 0.820891
Sumber : Lampiran 2
Berdasarkan tabel 4.1 menggambarkan bahwa data dalam
penelitian ini berdistribusi normal. Terlihat dari nilai probability
89
sebesar 0.820891 yang lebih besar dari derajat kepercayaan 0.05 (5%)
dan nilai Jarque-Bera sebesar 0.394730 kurang dari 2 sehingga dapat
dinyatakan signifikan. Menurut Winarno (23:2009) menyatakan bahwa
jika nilai dari Jarque-Bera benilai lebih kecil dari 2 dan Probability
bernilai lebih dari 0.05 (5%) maka data dapat dikatakan hasil regresi
tersebut sudah berdistribusi normal dan H0 diterima.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan (korelasi) yang signifikan diantara dua atau lebih variabel
independen dalam model regresi.Deteksi adanya multikolinearitas
dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar variabel
independen.Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel
independen dapat diputuskan apakah data terkena multikolinearitas
atau tidak, yaitu dengan menguji koefisien korelasi antar variabel
independen.Jika terjadi korelasi, maka terdapat multikolinearitas,
dimana model regresi yang baik adalah tidak terjadi multikolinearitas
antar variabel independen dengan variabel dependen. Hasil pengujian
multikolinearitas menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat sebagai
berikut :
Tabel 4.2
Hasil Uji Correlation Matrix
LN_SB LN_KURS LN_INF
LN_SB 1 0.176104 - 0.084236
LN_KURS 0.176104 1 0.528047
LN_INF - 0.084236 0.528047 1
Sumber :Lampiran 3
90
Pada tabel diatas dapat dilihat hasil analisis uji
multikolinearitas dengan Correlation Matrix menunjukkan bahwa
korelasi antar variabel independen LN_SB dan LN_KURS maupun
sebaliknya sebesar 0.176104, antara LN_SB dan LN_INF sebesar
maupun sebaliknya sebesar -0.084236 antara LN_KURS dan LN_INF
maupun sebaliknya sebesar 0.528047
Terlihat dari tabel 4.2 diatas nilai korelasi dari masing-masing
variabel independen dibawah atau lebih kecil dari 0.8 sehingga dapat
disimpulkan H0 diterima, bahwa data tersebut terbebas dari
multikolinieritas dan model Ordinary Least Square (OLS) yang
dilakukan dapat dikatakan terbebas dari gejala multikolinieritas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
Homoskedastisitas dan jika variance tidak konstan atau berubah-ubah
disebut Denfan Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah
Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas (Nachrowi,
2008:109).Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya
heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah Uji White.
Tabel 4.3
Hasil Uji White Heteroskedasticity Test
F-Statistic 1.332363 Prob. F 0.2782
Obs*R-Squared 3.997365 Prob. Chi Square
0.2617
Sumber : Lampiran 4
91
Dari tabel 4.3 diatas diketahui bahwa nilai Obs*R2 sebesar
3.997365 dan Probabilitas Chi-Square sebesar 0.2617 yang lebih besar
dari tingkat kepercayaan sebesar 0.05 (5%) sehingga dapat
disimpulkan bahwa data tersebut tidak bersifat heteroskedastisitas atau
H0 diterima.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi untuk mengetahui apakah dalam model regresi
ada korelasi antara kesalahan pada periode waktu yang lain. Untuk
mendeteksi masalah autokorelasi digunakan uji Langrange Multiplier
(LM-Test).Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah
autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga
digunakan pada tingkat derajat.
Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai probabilitas Chi-
Square.Jika probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat signifikan
5% maka tidak terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika probabilitas
Chi-Square lebih kecil dari 5% maka terdapat autokorelasi.
Tabel 4.4
Hasil Uji Langrange Multiple Test
Obs* R-Square 11.94702 Prob.Chi-Square 0.0632
Sumber :Lampiran 5
Dari tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa nilai Obs*R2
sebesar 11.94702 dan nilai Probabilitas Chi-Square sebesar 0.0632
yang lebih besar dari nilai 0.05 maka H0 diterima sehingga dapat
disimpulkan data tersebut tidak terdapat masalah autokorelasi. .
92
2. Uji Statistik
Hasil pengolahan data atau hasil estimasi yang dilakukan dengan
menggunakan program aplikasi komputer Eviews 6 dengan menggunakan
metode regresi linier berganda atau Ordinary Least Square (OLS) yang
ditampilkan pada tabel berikut :
Tabel 4.5
Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS)
Variabel Koefisien t-Statistik Probabilitas
C 18.32267 9.752887 0.0000
LN_SB - 0.132097 - 3.169530 0.0030
LN_KURS - 1.544148 -7.679202 0.0000
LN_INF 0.452265 6.568724 0.0000
F-Statistik 32.73414
Probabilitas (F-stat) 0.000000
Adjusted R-squared 0.698977
Durbin-Watson stat 1.021459
Sumber : output Eviews 6.0 yang diolah
Dari tabel 4.5 diatas, maka dapat disusun persamaan regresi linier
berganda sebagai berikut :
LN_NPF = 18.32267 – 0.132097 LN_SB – 1.544148 LN_KURS +
0.452265 LN_INF
1) Jika segala sesuatu variabel independen dianggap konstan atau
bernilai nol, artinya variabel independen tidak terjadi kenaikan atau
penurunan maka besarnya nilai Pembiayaan Bermasalah sebesar
18.32267 atau 18.32 %.
93
2) Nilai koefisien regresi SBIS sebesar - 0.132097 persen yang berarti
setiap penurunan SBIS sebesar 1 persen maka akan meningkatkan
Pembiayaan Bermasalah sebesar 0.132097 %.
3) Nilai koefisien Nilai Tukar (KURS) sebesar - 1.544148 persen yang
berarti setiap penurunan Nilai Tukar (KURS) sebesar 1 persen maka
akan meningkatkan Pembiayaan Bermasalah sebesar 1.544148 %.
4) Nilai koefisien regresi Inflasi sebesar 0.452265 persen yang berarti
setiap peningkatan Inflasi sebesar 1 persen maka akan meningkatkan
Pembiayaan Bermasalah sebesar 0.452265 %.
a. Uji Parsial (Uji-t)
Uji-t bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial
(individu)variabel-variabel independen (SBIS, Nilai Tukar dan Inflasi)
terhadap variabel dependen yaitu (Pembiayaan Bermasalah). Salah
satu cara untuk melakukan uji-t adalah dengan melihat nilai
probabilitas pada tabel uji statistik t. Apabila nilai probabilitas lebih
kecil dari tingkat signifikan α = 0.05 berarti variabel independen
secara parsial (individu) mempengaruhi variabel dependen.
Dari hasil tabel 4.5 bahwa didapatkan dari uji statistik t yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Pengaruh t-statistik untuk SBIS terhadap Pembiayaan bermasalah
Perbankan Syariah di Indonesia
Berdasarkan pada tabel 4.5 diperoleh hasil t-hitung sebesar
-3.169530 dengan tingkat signifikan 0.0030. Karena tingkat
signifikan lebih kecil dari 0.05 maka secara parsial SBIS memiliki
pengaruh secara signifikan dan negatif terhadap terhadap
94
Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF).
Hal ini berarti bahwa ketika SBIS meningkat maka pembiayaan
bermasalah menjadi menurun.Dimana SBIS dalam mekanisme
yang ditentukan Bank Indonesia berupa bonus atau fee.Jadi ketika
bonus SBIS tinggi maka Bank Syariah akan lebih tertarik
mengalokasikan dananya untuk membeli SBIS dibandingkan
untuk menyalurkan pembiayaan kepada masyarkat sehingga
berdampak kepada menurunnya jumlah pembiayaan bermasalah
pada bank syariah itu sendiri.Hal ini juga diungkapkan dalam
penelitian yang dilakukan oleh Harry Andra (2010)
2) Pengaruh t-statistik untuk Nilai Tukar (KURS) terhadap terhadap
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh t-hitung sebesar -7.679202
dengan tingkat signifikan sebesar 0.0000.Karena tingkat signifikan
lebih kecil dari 0.05 maka secara parsial Nilai Tukar (KURS)
memiliki pengaruh secara signifikan dan negatif terhadap
Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing
(NPF).Hal ini berarti jika semakin tinggi nilai tukar (nilai rupiah
terdepresiasi) maka akan semakin menurun pembiayaan
bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) pada bank
syariah.Hal ini berarti bahwa ketika terjadi kenaikan tingkat nilai
tukar rupiah terhadap dolar menjadikan produk dalam negeri
menjadi lebih kompetitif karena harga barang dan jasa dalam
negeri menjadi lebih rendah daripada harga barang pada negara
95
lain. Harga barang dan jasa dalam negeri yang relatif rendah akan
meningkatkan permintaan luar negeri akan barang dan jasa dalam
negeri. Penjualan dalam negeri akan meningkat dan kondisi
keuangan masyarakatpun membaik. Dengan demikian, kenaikan
nilai tukar akan membantu nasabah pada perbankan konvensional
dan nasabah perbankan syariah dalam mengembalikan kredit atau
pembiayaannya.Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan
Zakiyah Dwi Poetry (2011).
3) Pengaruh t-statistik untuk Inflasi terhadap terhadap Pembiayaan
Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia
Berdasarkan pada tabel 4.5 diperoleh hasil t-hitung sebesar
6.568724 dengan tingkat signifikan 0.0000. Karena tingkat
signifikan lebih kecil dari 0.05 maka secara parsial Inflasi
memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap Pembiayaan
Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF).Hal ini berarti
jika inflasi meningkat maka pembiayaan bermasalah akan
mengalami peningkatan pula.Hal ini mengindikasikan bahwa
ketika terjadi inflasi dimana terjadi kenaikkan harga secara terus-
menerus, daya beli masyarakat akan menurun karena nilai uang
terus tergerus inflasi. Hal ini menyebabkan turunnya penjualan
dan kondisi dunia usaha atau bisnispun melemah. Kondisi tersebut
menyebabkan nasabah perbankan mengalami kesulitan untuk
mengembalikan kreditnya pada perbankan, sehingga kredit macet
96
akan mengalami peningkatan.Hasil ini serupa dengan penelitian
yang dilakukan Rahmawulan (2008)
Penelitian yang dilakukan Wikutama (2010) juga
menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap
Pembiayaan Bermasalah. Inflasi dapat berpengaruh terhadap
kredit bermasalah, inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan
dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
pendapatan riil masyarakat sehingga standar hidup masyarakat
juga turun. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan
ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam
mengambil keputusan. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih
tinggi dibandingkan inflasi dinegara tetangga menjadikan tingkat
suku bunga riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat
memberikan tekanan kepada nilai tukar rupiah. Dengan
meningkatnya inflasi maka akan mengakibatkan kemampuan
nasabah dalam membayar cicilan kreditnya juga akan terganggu.
b. Uji Fisher (Uji-F)
Uji-F bertujuan untuk mengetahui pengaruh semua variabel
independen (SBIS, Nilai Tukar dan Inflasi) secara simultan (bersama-
sama) terhadap variabel dependen yaitu Pembiayaan Bermasalah atau
Non Performing Financing (NPF)
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh hasil F-statistik sebesar
97
32.73414 dengan nilai probabilitas (F-stat) sebesar 0.000000. Karena
probabilitas (F-stat) lebih kecil dari 0.05 maka dapat disimpulkan
bahwa SBIS,Nilai Tukar dan Inflasi secara bersama-sama
berpengaruh terhadap Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing
Financing (NPF) Perbankan Syariah di Indonesia
3. Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi R2 yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi
terbaik. Dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan lebih darisatu
variabel independen.
Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa nilai
Adjusted R-Squared sebesar 0.698977, hal ini menunjukkan bahwa variasi
variabel dependen (Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing
Financing) secara bersama-sama mampu dijelaskan oleh variasi variabel
independen (SBIS, Nilai Tukar dan Inflasi) sebesar 69.89 % Sedangkan
sisanya sebesar 30.11 % dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang
diteliti.
C. Pembahasan Analisis Ekonomi
Besarnya kepercayaan nasabah terhadap bank syariah menyebabkan
dana yang disalurkan bank syariah tidak hanya melalui pembiayaan tetapi juga
sebagian dana digunakan membeli SBIS. SBIS dapat digunakan oleh bank
syariah yang mempunyai kelebihan likuiditas sebagai sarana dalam
menitipkan dana jangka pendek guna menjaga asetnya.Bank Indonesia
98
menjalankan mekanisme SBIS dengan sistem bonus.Besarnya SBIS
merupakan indikator bahwa pembiayaan yang disalurkan bank semakin
kecil.Dengan semakin menurunnya pembiayaan maka akan mengakibatkan
menurunnya pembiayaan bermasalah pada bank syariah.Hasil penelitian ini
juga menunjukkan adanya pengaruh signifikan dan negatif antara SBIS
dengan pembiayaan bermasalah.
Perubahan nilai tukar memberikan pengaruh yang signifikan dan
negatif terhadap pembiayaan bermasalah.Ketika terjadi kenaikan tingkat nilai
tukar rupiah terhadap dolar menjadikan produk dalam negeri menjadi lebih
kompetitif karena harga barang dan jasa dalam negeri menjadi lebih rendah
daripada harga barang pada negara lain. Harga barang dan jasa dalam negeri
yang relatif rendah akan meningkatkan permintaan luar negeri akan barang
dan jasa dalam negeri. Penjualan dalam negeri akan meningkat dan kondisi
keuangan masyarakatpun membaik.Sehingga para nasabah lebih mudah dalam
mengembalikan pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah.
Variabel inflasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap
pembiayaan bermasalah.Hal ini mengartikan bahwa ketika inflasi meningkat
maka akan meningkatkan pula pembiayaan bermasalah yang diterima oleh
bank syariah. Saat ini banyak kalangan menilai perbankan merupakan institusi
yang sangat riskan terkena krisis. Faktor makro yang kerapkali menyebabkan
krisis perbankan diantaranya tingginya inflasi.Dengan meningkatnya inflasi
maka akan berakibat pada turunnya daya beli masyarakat sehingga berakibat
pada menurunnya return yang diterima perusahaan sehingga perusahaan akan
99
kesulitan dalam membayarkan kredit atau pembiayaan yang telah diberikan
oleh perbankan.Kemudian dampak inflasi juga terjadi dengan turunnya tingkat
pendapatan riil masyarakat sehingga masyarakat akan kesulitan membayar
kredit yang diberikan perbankan karena pendapatannya sebagian besar sudah
dialokasikan untuk kebutuhan sehari-hari.
100
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dari penelitian yang berjudul
“Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar
(KURS) dan Inflasi Terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di
Indonesia Periode Juli 2010- Desember 2013”.
1. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) mempunyai pengaruh secara
signifikan dan negatif terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan
Syariah di Indonesia. Nilai koefisien regresi SBIS sebesar – 0.132097
yang berarti bahwa setiap penurunan SBIS sebesar 1 persen maka akan
meningkatkan NPF sebesar 0.132097 dan sebaliknya.
2. Nilai Tukar (KURS) mempunyai pengaruh secara signifikan dan negatif
terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia. Nilai
koefisien regresi Nilai tukar (KURS) sebesar – 1.544148 yang berarti
bahwa setiap penurunan Nilai Tukar (KURS) sebesar 1 persen maka
akan meningkatkan NPF sebesar 1.544148 dan sebaliknya.
3. Inflasi mempunyai pengaruh secara signifikan dan positif terhadap
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia. Nilai koefisien
regresi Inflasi sebesar 0.452265 yang berarti bahwa setiap peningkatan
Inflasi sebesar 1 persen maka akan meningkatkan NPF sebesar 0.452265
101
dan sebaliknya.
4. Secara simultan variabel SBIS, Nilai Tukar dan Inflasi mempunyai
pengaruh secara signifikan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan
Syariah di Indonesia dengan nilai probabilitas sebesar (0.000000).
5. Nilai adjusted R-squared sebesar 0.698977. Hal ini menunjukkan bahwa
variasi variabel dependen (Pembiayaan Bermasalah) secara bersama-
sama mampu dijelaskan oleh variasi variabel independen (SBIS, Nilai
Tukar dan Inflasi) sebesar 69,89 % sedangkan sisanya sebesar 30,11 %
dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang diteliti.
B. Saran
Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan pada penelitian tentang
“Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar
(KURS) dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah
di Indonesia Periode Juli 2010-Desember 2013”, maka dapat ditarik
implikasi teoritis yaitu:
1. Untuk meminimalisir potensi terjadinya kredit bermasalah, bank
syariah harus lebih peka terhadap kondisi makroekonomi terutama
tingkat inflasi sehingga dapat menentukan kebijakkan penyaluran
pembiayaan secara tepat agar dapat mengendalikan terjadinya
pembiayaan bermasalah.
2. Terkait dengan resiko pembiayaan agar meminimalisir potensi
terjadinya kredit bermasalah, bank syariah dapat mengedepankan
102
return yang kompetitif dan meningkatkan monitoring yang lebih
intensif kepada debiturnya. Bank syariah saat ini mempunai tingkat
kredit bermasalah yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan
bank konvensional ataupun BPRS. Oleh karena itu sebaiknya bank
syariah tetap mempertahankan dan meningkatkan kinerja yang telah
dicapai, Antara lain dengan cara: mempertahankan dan meningkatkan
penyaluran pembiayaan secara lebih ekspansif/agresif, meningkatkan
prinsip kehati-hatian dalam meyalurkan dana, lebih inovatif dalam
mengembangkan produk-produknya dengan tetap memperhatikan
prinsip syariah, meningkatkan kualitas pelayanan, memperluas kantor
cabang dengan memperhatikan potensi wilayah yang bersangkutan,
meningkatkan perolehan keuntungan dengan mengembangkan jasa
perbankan/operasional lainnya, melakukan kerjasama dengan mitra
strategis, dan mengembangkan sistem informasi manajemen serta
kualitas sumber daya manusia yang lebih handal.
3. Bagi penelitian berikutnya agar dapat melanjutkan dan
memperpanjang periode waktu penelitian, serta dapat menggunakan
lebih banyak lagi variabel-variabel yang mungkin dapat
mempengaruhi pembiayaan bermasalah perbankan syariah. Sehingga
dapat memberikan hasil penelitian yang lebih akurat dan lebih baik
serta dapat mengetahui penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah
di bank syariah apakah dari kelemahan sistem operasional di bank
syariah atau faktor lain.
103
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Al-Qur’an
Ajija, Shochrul Rohmatul, dkk. “Cara Cerdas Menguasai Eviews”, Salemba
Empat, Jakarta, 2011.
Anton, H. Gunawan. “Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Indonesia”,
Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 1991.
Arifin, Zainul. “Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah”, Azkia Publisher,
Tangerang, 2009.
Arikunto, Suharsimi. “Prosedur Penelitian”, Rineka Cipta, Jakarta, 2002.
Balanchard. “Economics”, Prentice Hall International, inc., New Jersey,
2000.
Boediono. “Teori Pertumbuhan Indonesia”, Penerbit Yogyakarta: BPFE,
Yogyakarta, 1985.
Boediono. “Ekonomi Moneter”, BPFE, Yogyakarta, 1987.
Boediono. “Ekonomi Moneter”, BPFE, Yogyakarta, 1990.
Case dan Fair. “Prinsip-prinsip Ekonomi Makro”, Edisi Kelima, PT. Indeks,
Jakarta, 2004.
Chapra, M. Umer. “Sistem Moneter Islam”, Cet. 1, Gema Insani, Jakarta,
2000.
Firdaus, H Rachmat & Maya Ariyanti. “Manajemen Perkreditan Bank
Umum”. Bandung: Alfabetta, 2009.
Gujarati, Damodar. “Ekonometrika Dasar”, Erlangga, Jakarta, 2006.
Hamid, Abdul. Modul Perbankan Syariah “Landasan Teori dan Praktek”,
FEIS, Jakarta, 2008.
Hamid, Abdul. “Panduan Penulisan Skripsi”, FEB UIN Press, Jakarta, 2012.
Karim, Adiwarman. “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2006.
104
Karim, Adiwarman. “Ekonomi Makro Islami”, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2008.
Khalwaty, Tajul. “Inflasi dan Solusinya”, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Umum,
2000.
Kuncoro, Mudrajat. “Metode Riset untuk Bisnis Ekonomi bagaimana Meneliti
dan Menulis Tesis?”, Erlangga, Jakarta, 2009.
Mankiw, N. Gregory. “Macroeconomics”, Edisi 5, Harvard University, Edisi
Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2003.
Miskhin, Federic S. “Ekonomi Uang dan Perbankan dan Pasar Keuangan”,
Salemba Empat, Jakarta, 2008.
Muhammad. “Manajeman Bank Syariah”, Edisi Revisi, UPP AMP YKPN,
Yogyakarta, 2002.
Nachrowi, Nachrowi D, Hardius Usman. “Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrikal Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”, FEUI,
Jakarta, 2006.
Ponco, Wibowo Hamid. “Pengaruh Variabel Makro Terhadap Kinerja
Perbankan Syariah”, Magister Manajemen Universitas Indonesia,
2006.
Putong, Iskandar dan Nuring Dyah Anjaswati. “Pengantar Ekonomi Makro”,
Edisi 2, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2011.
Riyadi, Selamet. “Banking Assets and Liability Management”. 3rd edition,
Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta, 2006.
Rodoni, Ahmad dan Hamid, Abdul. “Lembaga Keuangan Syariah”, Zikrul
Hakim, Jakarta, 2008.
Samuelson, Paul A dan William D. Nordhaus. “Ilmu Makro Ekonomi Edisi
Tujuh Belas”, Alih Bahasa Gretta, Theresa Tanoto, Bosco Carvallo,
Anna Elly, PT Media Global Edukasi, Jakarta, 2004.
Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan”, Kebijakan Moneter dan
Perbankan Edisi Kelima, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta, 2005.
Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan”, Fakultas Ekonomi UI,
Jakarta, 2005.
105
Sudarsono, Heri. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan
Ilustrasi”, Ekonisia, Yogyakarta, 2007.
Sumitro, Warkum. “Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga
Terkait”, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1996.
Sukirno, Sadono. “Makro Ekonomi Teori Pengantar” Edisi Kedua, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Sukirno, Sadono. “Pengantar Teori Ekonomi Makro”, Rajawali Press,
Jakarta, 2004.Wirdyaningsih, Perwataatmadjaya, Gemala, dan Yeni.
”Bank dan Asuransi Islam di Indonesia”, Kencana dan Fakultas
Hukum UI, 2006.
Surat Edaran BI No. 9/24/DPbs 30 Oktober 2007 Tentang Sistem Penilaian
Kesehatan Berdasarka Prinsip Syariah.
Syafi’i, Muhammad Antonio. “Bank Syariah an Teori ke Praktik”, Gema
Insani, Jakarta, 2001.
Tan, Inggrid. “Bisnis dan Investasi Sistem Syariah”, Universitas Atma Jaya,
Yogyakarta, 2009.
Widarjono, Agus. “Ekonomi: Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis”,
Ekonisia, Yogyakarta, 2005.
Winarmo, W Wahyu. “Ekonometrika dan Statistik dengan Eviews”, Edisi ke
3, Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta, 2009.
B. Penelitian / Jurnal
Ahmad dan Bashir. “Explanatory Power of Macroeconomic Variables as
Determinants of Non Performing Loans: Evidence Form Pakistan”,
Iqra National University, Peshawar and University of Gujrat,
Pakistan, 2013
Andra,Harry. “Analisis Pengaruh Instrumen Kebijakan Moneter Konvensional
dan Instrumen Kebijakan Moneter Syariah Terhadap Kinerja
Bank Konvensional dan Bank Syariah”, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010
Arya, Wikutama. “Faktor-faktor yang mempengaruhi Non performing Loan
Bank Pembangunan Daerah (BPD)”, Tesis, Program Pasca
Sarjana Magister Akutansi Universitas Indonesia, 2010.
106
Diyanti,Anin. “ Analisis Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap
Terjadinya Non Performing Loan”,Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Diponegoro,2012.
Faiz, Ihda A. “Ketahanan Kredit Perbankan Syariah terhadap Krisis Keuangan
Global”, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2010.
Farhan, sattar, Chaudhry dan Khalil. “Economic Determinants of Non
Performing Loans: Perceptin of Pakistan Bankers”, University of the
Pujab Lahore, Pakistan, 2012.
Greenidge, Kevin dan Tiffany Grosvenor. “Forecasting Non Performing
Loans in Barbados” Central Bank of Barbados,2010
Husna,Inovasi Amali. “Pengaruh Size,Net Core Operating Margin,Financing
to Deposit Ratio,Risk Weight Asset,Alokasi Piutang Muarabahah
dibanding pembiayaan PLS dan Makroekonomi Terhadap Resiko
Pembiayaan Pada Perbankan Syariah di Indonesia”, Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2014.
Hermawan, Candra Dedy. “Analisis Pengaruh Jumlah Kantor Bank Syariah,
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Dana Pihak Ketiga
(DPK) terhadap Pembiayaan Murabahah Perbankan Syariah di
Indonesia”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2013.
Ihsan, Muntoha. “Pengaruh Gross Domestic Product, Inflasi, dan Kebijakan
jenis Pembiayaan terhadap Rasio Non Performing Financing Bank
Umum Syariah di Indonesia periode 2005-2010”. Fakultas Ekonomi
Universitas Diponogoro, Semarang, 2010.
Indrawan,Risky. “Analisis Pengaruh LDR,SBI,Bank Size dan Inflasi terhadap
Non Performing Loan (NPL) Kredit Kepemilikan Rumah Bank
PERSERO Tahun 2006-2012.Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Jakarta,2012.
Khemraj, Tarron dan Pasha, Sukrishnalall. “The determinants of non-
performing loans: an econometric case study of Guyana” university
Guyana, 2010.
Mukromah. “Analisis pengaruh Nilai Tukar Rupiah (KURS), Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS), Dana Pihak Ketiga (DPK), Financing
Deposit to Rasio (FDR) terhadap Non Performing Financing (NPF)
Perbankan Syariah di Indonesia”. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012.
107
Mutamimah, dan Chasanah Siti Nur Zaidah. “Analisis Eksternal dan Internal
dalam Menentukan Non Performing Financing Bank Umum Syariah di
Indonesia”, Fakultas Ekonomi Unissula Semarang, 2012.
Muttaqiena, Abida. “Analisis pengaruh PDB, Inflasi, Tingkat Bunga, dan
Nilai Tukar terhadap Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di
Indonesia 2008-2012”, Fakultas Ekonomi Pembangunan
Universitas Negeri Semarang, 2013.
Padmantyo, Sri dan Muqorrobin, Agus. “Analisis Variabel yang Mempengaruhi
Kredit Macet Perbankan di Indonesia”, Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2011.
Poetry,Dwi Zakiah. “Pengaruh Variabel Makro dan Mikro Terhadap NPL
Perbankan Konvensional dan NPF Perbankan Syariah” Islamic
Finance & Business Review,2011
Rahmawulan, Yunis. “Perbandingan Faktor penyebab Timbulnya NPL dan
NPF pada Perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia”, Tesis,
Pasca Sarjana FEUI, Jakarta, 2008.
C. Website
www.bi.go.id
www.bps.go.id
www.google.com
xvii
Lampiran 1
Data Penelitian Periode Juli 2010 – Desember 2013
Bulan NPF SBIS KURS INF
Jul-10 4,14% Rp 2.576.000.000.000 Rp 9.049 6,22%
Aug-10 4,10% Rp 1.882.000.000.000 Rp 8.971 6,44%
Sep-10 3,95% Rp 2.310.000.000.000 Rp 8.975 5,80%
Oct-10 3,95% Rp 2.783.000.000.000 Rp 8.927 5,67%
Nov-10 3,99% Rp 3.287.000.000.000 Rp 8.938 6,33%
Dec-10 3,02% Rp 5.408.000.000.000 Rp 9.022 6,96%
Jan-11 3,28% Rp 3.968.000.000.000 Rp 9.037 7,02%
Feb-11 3,66% Rp 3.659.000.000.000 Rp 8.912 6,84%
Mar-11 3,65% Rp 5.870.000.000.000 Rp 8.761 6,65%
Apr-11 3,79% Rp 4.042.000.000.000 Rp 8.651 6,16%
May-11 3,76% Rp 3.879.000.000.000 Rp 8.555 5,98%
Jun-11 3,55% Rp 5.011.000.000.000 Rp 8.564 5,54%
Jul-11 3,75% Rp 5.214.000.000.000 Rp 8.533 4,61%
Aug-11 3,53% Rp 3.647.000.000.000 Rp 8.532 4,79%
Sep-11 3,50% Rp 5.885.000.000.000 Rp 8.765 4,61%
Oct-11 3,11% Rp 5.656.000.000.000 Rp 8.895 4,42%
Nov-11 2,74% Rp 6.447.000.000.000 Rp 9.015 4,15%
Dec-11 2,52% Rp 9.244.000.000.000 Rp 9.088 4,79%
Jan-12 2,68% Rp 10.663.000.000.000 Rp 9.109 3,65%
Feb-12 2,82% Rp 4.243.000.000.000 Rp 9.025 3,97%
Mar-12 2,76% Rp 6.668.000.000.000 Rp 9.165 4,50%
Apr-12 2,85% Rp 3.825.000.000.000 Rp 9.175 4,50%
May-12 2,93% Rp 3.644.000.000.000 Rp 9.290 4,45%
Jun-12 2,88% Rp 3.936.000.000.000 Rp 9.451 4,53%
Jul-12 2,92% Rp 3.036.000.000.000 Rp 9.456 4,56%
Aug-12 2,78% Rp 2.918.000.000.000 Rp 9.499 4,58%
Sep-12 2,74% Rp 3.412.000.000.000 Rp 9.566 4,31%
Oct-12 2,58% Rp 3.321.000.000.000 Rp 9.597 4,61%
Nov-12 2,50% Rp 3.242.000.000.000 Rp 9.627 4,32%
Dec-12 2,22% Rp 4.993.000.000.000 Rp 9.645 4,30%
Jan-13 2,49% Rp 4.709.000.000.000 Rp 9.687 4,57%
xviii
Feb-13 2,72% Rp 5.103.000.000.000 Rp 9.686 5,31%
Mar-13 2,75% Rp 5.611.000.000.000 Rp 9.709 5,90%
Apr-13 2,85% Rp 5.343.000.000.000 Rp 9.724 5,57%
May-13 2,92% Rp 5.423.000.000.000 Rp 9.760 5,47%
Jun-13 2,64% Rp 5.443.000.000.000 Rp 9.881 5,90%
Jul-13 2,75% Rp 4.640.000.000.000 Rp 10.073 8,61%
Aug-13 3,01% Rp 4.299.000.000.000 Rp 10.572 8,79%
Sep-13 2,80% Rp 4.523.000.000.000 Rp 11.346 8,40%
Oct-13 2,96% Rp 5.213.000.000.000 Rp 11.366 8,32%
Nov-13 3,07% Rp 5.107.000.000.000 Rp 11.613 8,37%
Dec-13 2,62% Rp 6.699.000000.000 Rp 12.087 8,38%
xix
Lampiran 2
Uji Normalitas Jarque-Bera
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-0.2 -0.1 -0.0 0.1
Series: Residuals
Sample 1 42
Observations 42
Mean -7.27e-17
Median 0.001739
Maximum 0.156528
Minimum -0.198683
Std. Dev. 0.085135
Skewness -0.164977
Kurtosis 2.658400
Jarque-Bera 0.394730
Probability 0.820891
Lampiran 3
Uji Multikolinearitas Correlation Matrix
LN_SB LN_KURS LN_INF
LN_SB 1 0.176104 - 0.084236
LN_KURS 0.176104 1 0.528047
LN_INF - 0.084236 0.528047 1
xx
Lampiran 4
Uji Heterokedastisitas
Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey
F-statistic 1.332363 Prob. F(3,38) 0.2782
Obs*R-squared 3.997365 Prob. Chi-Square(3) 0.2617
Scaled explained SS 2.713325 Prob. Chi-Square(3) 0.4380
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 09/01/14 Time: 06:53
Sample: 1 42
Included observations: 42
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.154181 0.193579 -0.796477 0.4307
LN_SB 0.005381 0.004294 1.253119 0.2178
LN_KURS -0.001355 0.020719 -0.065380 0.9482
LN_INF 0.009926 0.007094 1.399197 0.1699
R-squared 0.095175 Mean dependent var 0.007075
Adjusted R-squared 0.023742 S.D. dependent var 0.009222
S.E. of regression 0.009112 Akaike info criterion -6.468069
Sum squared resid 0.003155 Schwarz criterion -6.302576
Log likelihood 139.8294 Hannan-Quinn criter. -6.407409
F-statistic 1.332363 Durbin-Watson stat 1.919706
Prob(F-statistic) 0.278171
xxi
Lampiran 5
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 2.120170 Prob. F 0.0782
Obs*R-squared 11.94702 Prob. Chi-Square 0.0632
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 09/01/14 Time: 06:52
Sample: 1 42
Included observations: 42
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LN_SB 0.011235 0.039250 0.286246 0.7765
LN_KURS -0.022867 0.204286 -0.111938 0.9116
LN_INF 0.005753 0.064086 0.089763 0.9290
C -0.128235 1.857182 -0.069048 0.9454
RESID(-1) 0.538148 0.175261 3.070558 0.0043
RESID(-2) -0.062565 0.202268 -0.309318 0.7591
RESID(-3) -0.118456 0.195016 -0.607418 0.5479
RESID(-4) 0.152880 0.196424 0.778315 0.4421
RESID(-5) -0.307372 0.200849 -1.530361 0.1358
RESID(-6) 0.209992 0.202361 1.037706 0.3072
R-squared 0.284453 Mean dependent var -7.27E-17
Adjusted R-squared 0.083205 S.D. dependent var 0.085135
S.E. of regression 0.081516 Akaike info criterion -1.971771
Sum squared resid 0.212637 Schwarz criterion -1.558040
Log likelihood 51.40719 Hannan-Quinn criter. -1.820122
F-statistic 1.413447 Durbin-Watson stat 1.919184
Prob(F-statistic) 0.223697
xxii
Lampiran 6
Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square
Dependent Variable: LN_NPF
Method: Least Squares
Date: 09/01/14 Time: 06:51
Sample: 1 42
Included observations: 42 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LN_SB -0.132097 0.041677 -3.169530 0.0030
LN_KURS -1.544148 0.201082 -7.679202 0.0000
LN_INF 0.452265 0.068851 6.568724 0.0000
C 18.32267 1.878692 9.752887 0.0000 R-squared 0.721004 Mean dependent var 1.118325
Adjusted R-squared 0.698977 S.D. dependent var 0.161179
S.E. of regression 0.088432 Akaike info criterion -1.922777
Sum squared resid 0.297167 Schwarz criterion -1.757285
Log likelihood 44.37833 Hannan-Quinn criter. -1.862118
F-statistic 32.73414 Durbin-Watson stat 1.021459
Prob(F-statistic) 0.000000