Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENGAWASAN DAN PENGENDALIANPEMUNGUTAN RETRIBUSI BAHAN GALIAN
GOLONGAN C UNTUK MENDUKUNGPENCAPAIAN OPTIMALISASI PAD
KABUPATEN GOWA
MUH. ARKAM
10573 01647 10
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR2015
i
ANALISIS PENGAWASAN DAN PENGENDALIANPEMUNGUTAN RETRIBUSI BAHAN GALIAN
GOLONGAN C UNTUK MENDUKUNGPENCAPAIAN OPTIMALISASI PAD
KABUPATEN GOWA
MUH. ARKAM10573 01647 10
Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR2015
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Rasa Syukur yang teramat dalam atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini, shalawat dan salam tetap terpanjatkan kepangkuan baginda Rasulullah
Muhammad SAW. Proposal ini disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti
seminar Proposal dalam rangka penyelesaian studi pada Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekononi Universitas Muhammadiyah Makassar. Dengan Judul “Analisis
Pengawasan dan Pengendalian Pemungutan Retribusi Bahan Galian Golongan C
Untuk Mendukung Pencapaian Optimalisasi PAD Kabupaten Gowa”.
Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini telah menyita banyak waktu,
tenaga, curahan pikiran serta materi dan penulis menyadari bahwa tanpa bantuan
tersebut Proposal ini tidak akan tersusun sebagaimana mestinya. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan hormat dan penghargaan
serta terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Drs. Irwan Akib, M.Pd, Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Dr. H. Mahmud Nuhung, M.A, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Makassar, Serta Para Pembantu Dekan yang telah
memberikan kemudahan dalam rangka penyusunan Proposal ini.
3. Bapak Faidhul Adziem, SE., M.Si selaku Penasehat Akademik, yang telah
memberikan kelancaran selama proses Perkuliahan.
v
4. Bapak Ismail Badollahi, SE, M.Si, Ak Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah
membantu penulis selama menempuh perkuliahan.
5. Bapak Muh. Amir. SE., M.Si, Ak, CA sebagai pembimbing I yang dengan
tulus memberikan nasehat, bimbingan, saran, serta petunjuk selama penulis
melakukan penyusunan dan penulisan Proposal ini.
6. Bapak Faidhul Adziem. SE., M.Si sebagai pembimbing II yang dengan tulus
dan sabar bersedia meluangkan waktunya serta petunjuk dan bimbingannya
selama penulis menempuh perkuliahan di Universitas Muhammadiyah
Makassar sampai pada penyusunan dan penulisan Proposal ini.
7. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh pegawai/Staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
yang selalu memberikan bimbingan dalam kelancaran kegiatan perkuliahan
dan akademik.
8. Seluruh teman-temanku di AK. 2 10 yang tidak dapat disebutkan satu per satu
yang senantiasa memberikan Do’a, dukungan, dan semangat selama ini.
Semoga Allah memberikan kita kesempatan untuk bertemu dan berkumpul
kembali, serta memberikan kesuksesan bagi kita semua. Semoga tali
persaudaraan itu tak pernah putus, walau tangan tak bergandengan namun
selalu ada di hati.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan.
Oleh karena itu, penulis harapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kesempurnaan Skripsi ini. Dan akhirnya, penulis berharap semoga proposal ini
dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
vi
Billahi Fii Sabilil Haq…. Fastabiqul Khaerat….
Wassalamu’Alaikum Wr. Wb.
Makassar, Mei 2014
Penulis
vii
ABSTRAK
Muh. Arkam, Analisis Pengawasan dan Pengendalian Pemungutan Retribusi Bahan Galian Golongan C Untuk Mendukung Pencapaian Optimalisasi PADKabupaten Gowa (Studi Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Gowa)
Penelitian ini dilakasanakan di Kabupaten Gowa, Tepatnya Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Gowa serta tempat yang terkait denganpembahasan penulis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui system pengawasan dan pengendalian pemungutan retribusi bahan galian golongan Cuntuk mendukung pencapaian optimalisasi PAD kabupaten gowa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa realisasi penerimaan pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C merupakan yang terbesar kedua setelah pajak rumah sakit di kabupaten gowa dan Kontribusi Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Gowa pada tahun 2011-2013 cukup besar dengan prosentase rata-rata sebesar 2,55% dan kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2011 dan 2012. Namun ada beberapa kelemahan dimana kurangnya kesadaranmasyarakat terutama Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga menghambat kelancaran pemungutan pajak dan kurangnya jumlah SDM di DPKD dan minimnya pengetahuan teknologi informatika yang membuat proses pemungutan pajak tidak berjalan secara maksimal. Dari kelemahan itu, maka penulis menyarankan solusi duntuk memperbaiki sistem manajemen PAD sektor pertambangan yang saat ini belum memadai yaitu kordinasi antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (Dinas Pertambangan dan Dinas Pengelola keuangan Daerah) harus di tata dengan baik. Dua dinas tersebut merupakan instansi pelaksana teknis dari kebijakan yang di tetapkan. Perencanaan penganggaran dari awal pada pembahasan APBD tentang target PAD sektor pertambangan harus di hitung secara realistis dan rasional. Ada pedoman dan uji petik yang dilakukan dilapangan sehingga target PAD yang di bebankan rasional dan realistis. Dinas Pertambangan dan Dinas Pengelola Keuangan Daerah memperbaiki dan meningkatkan sumberdaya manusia di bawah lingkup instansinya yang terlibat dalam pengelolaan PAD, baik kualitas, kapabilitas dan integritas atau kejujuran dari pegawainya. Ketidaktahuan dan ketidakmampuan pegawai dalam menghitung dan menetapkan besar tarif pajak dan retribusi, daya kreativitas yang kurang dalam melihat potensi PAD sektor pertambangan yang memungkinkan untuk dioptimalkan, serta kejujuran pegawai dalam mengumpulkan hasil PAD yang di indikasikan terjadi kebocoran sehingga mengurangi jumlah PAD. Permasalahantersebut diatas yang harus diatasi oleh pemerintah kabupaten Gowa agar memperbaiki sistem manajemen PAD nya.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................vi
DAFTAR ISI.........................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................
A. Latar Belakang ........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................3
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................4
D. Manfaat Penelitian...................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI ...............................................................................
A. Tinjauan Umum Tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD) .....................6
B. Tinjauan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah.....................................8
C. Tinjauan Umum Tentang Pajak...............................................................9
D. Tinjauan Umum Tentang Pajak Daerah ..................................................20
E. Retribusi Daerah ......................................................................................33
F. Penetapan dan Pembayaran Retribusi...................................................... 38
G. Kerangka Pemikiran ................................................................................39
H. Hipotesis ..................................................................................................40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................
E. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................42
F. Populasi dan Sampel Penelitian ..............................................................42
G. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................42
H. Jenis dan Sumber Data ............................................................................43
I. Metode Analisis Data ..............................................................................43
ix
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN .....................................
A. Sejarah Singkat .......................................................................................44
B. Visi dan Misi...........................................................................................44
C. Tugas dan Fungsi Dinas Pertambangan dan Energi Kab. Gowa ............45
D. Struktur Organisasi .................................................................................52
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
A. Pengendalian dan Pengawasan Retribusi Pajak Bahan Galian Gol. C......53
B. Analisis Data .............................................................................................58
C. Hambatan dan Upaya Pemungutan Pajak Pengambilan dan
Pengelolahan Bahan Galian Golongan C..................................................64
D. Kelebihan Pemungutan Pajak Pengambilan dan Pengelohan Bahan
Galian Golongan C....................................................................................65
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
A. Kesimpulan ...............................................................................................67
B. Saran..........................................................................................................68
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik. Selain
itu Indonesia juga merupakan welfare state atau Negara kesejahteraan yang
bertujuan mensejahterakan rakyatnya. Karena adanya tujuan tersebut, maka
Indonesia memiliki urusan yang tidak terhingga sehingga bisa mengatur apa saja
sampai-sampai urusan privat rakyatnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, pada awalnya pemerintah Indonesia
dalam menjalankan pemerintahannya menganut atau memakai sistem
pemerintahan sentralistik, dimana segala urusan dan wewenang untuk mengatur
jalannya pemerintahan diselenggarakan dan dikuasai oleh Pemerintah Pusat. Sejak
bergulirnya reformasi, paradigma pemerintahan juga mulai berubah dari sistem
yang sentralistik menjadi sistem desentralisasi karena sistem yang sentralistrik
memiliki ketidak efektifan manajemen pemerintahan. Sistem ini tidak dapat
memenuhi dan mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan tiap-tiap daerah yang
bermacam-macam dan berbeda-beda antar daerah satu dengan yang lain.
Sejalan dengan hal tersebut, maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 22
tentang Pemerintah Daerah. Kebijakan politik ini dianggap sebagai tiang pancang
dari proses demokrasi di Indonesia. Pemerintah pusat yang kental dengan manusia
sentralisasi selama ini mau berbagi kewenangan dengan daerah, tentunya dengan
maksud dan tujuan agar terciptanya kemandirian daerah secara demokratis dan
selalu didukung partisipasi rakyat yang cukup tinggi. Undang-Undang No.32
2
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mejadikan sistem pemerintahan
Indonesia menjadi desentralistik. Sistem ini telah memperluas wewenang
pelaksanaan otonomi daerah dengan menyerahkan sepenuhnya segala urusan
pemerintah di daerah menjadi wewenang dan otoritas Pemerintah Daerah kecuali
bidang-bidang tertentu seperti politik luar negeri, peradilan, pertahanan, kebijakan
moneter dan agama.
Setelah memasuki masa otonomi daerah, masalah pengelolaan keuangan
daerah semakin memiliki aktualitas baru dan relevan menjadi objek kajian
keilmuan. Dewasa ini sering terjadi kerancuan pemahaman bahwa pelaksanaan
otonomi identik dengan “kewenangan” dan “keuangan” semata. Bahkan suatu
pemikiran akan keliru bilamana otonomi daerah hanya dihayati dan ditekankan
pada upaya memperoleh dan memperbesar sumber-sumber keuangan dan tanpa
memperhatikan kemampuan riil sumber daya yang tersedia di daerah. Dan pada
dasarnya semua daerah memang memiliki kualitas sumber daya yang berbeda-
beda, akan tetapi perbedaan tersebut bukanlah suatu alasan pembenaran bahwa
daerah otonom dapat tertinggal jauh dari daerah otonom yang lain. Masalahnya
adalah bagaimana cara Pemerintah Daerah (PEMDA) dalam mengoptimalisasi
sumber daya riil yang ada di daerahnya.
Permasalahan tersebut di atas pasti dihadapi oleh setiap daerah otonom
yang ada di Indonesia, seperti Gowa. Gowa memiliki sumber daya riil yang
melimpah. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gowa berasal dari
pajak dan retribusi daerah.
3
Sehubungan dengan hal tersebut, maka sumber-sumber PAD Gowa
khususnya pajak sebagai salah satu sumber PAD andalan harus dapat
dioptimalkan penarikan dan penerimaannya agar target kenaikan penerimaan 10
persen PAD dapat terealisasi. Mengingat perkembangan dunia usaha dan
perdagangan serta pertambangan yang pesat sekarang ini mengakibatkan bidang
penyelenggaraan pajak menjadi semakin penting di Gowa sebagai sarana
meningkatkan PAD. Dinas Pertambangan sebagai badan yang bertugas melakukan
penarikan pajak daerah harus dapat mengoptimalisasikan kinerjanya dengan
banyak melakukan pembenahan dengan berdasarkan pengalaman kerja tahun
sebelumnya beserta kendala-kendala telah yang dihadapi dan segera menemukan
solusinya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdsarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat ditarik
permasalahan anatara lain:
1. Bagaimana pengawasan dan pengendalian pemungutan retribusi daerah
Gowa pada periode tahun 2011-2013.
2. Apa kendala yang dihadapi oleh Dinas Pertambangan dalam melakukan
optimalisasi PAD Kabupaten Gowa serta bagaimana solusinya agar
pemungutan Pajak Daerah tersebut bisa optimal sehingga dapat meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
4
C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengawasan dan pengendalian retribusibahan galian
golongan C di Kabupaten Gowa pada periode tahun 2011-2013.
2. Untuk mendeskripsikan kendala-kendala yang dihadapi Dinas Pertambangan
serta solusinya agar pemungutan tersebut bisa optimal sehingga dapat
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten Gowa.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
a. Mengembangkan teori-teori keilmuan yang berkaitan dengan Hukum
Administrasi Negara terutama tentang Administrasi Daerah.
b. Untuk mengimplementasikan ilmu yang telah dipelajari oleh penulis
dalam setiap perkuliahan di Fakultas Ekonomi dan Bisni Universitas
Muhammadiyah Makassar terutama mata kuliah konsentrasi Perpajakan
serta mengetahui realita di lapangan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah Daerah Gowa
Diharapkan dapat dijadikan masukan bagi Dinas Pertambangan dalam
mengatur dan membentuk kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan
Retribusi Bahan Galian Golongan C Daerah Gowa agar dapat
mengoptimalisasikan fungsi dan perannya.
5
b. Bagi Dinas Pertambangan
Diharapkan dapat dijadikan masukan bagi Dinas Pertambangan dalam
mealakukan pemungutan Pajak Daerah agar dapat meminimalisir kendala
serta menemukan solusinya.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dalam Buku Manajemen Keuangan Daerah (Mahmudi, 2010:18), salah
satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah untuk
meningkatkan kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungkan fiskal
terhadap pemerintah pusat. Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya
dengan kemampuan daerah dalam menegelola Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Semakin tinggi kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD, maka semakin
besar pula deskresi daerah untuk menggunakan PAD tersebut sesuai dengan
aspirasi, kebutuhan, dan prioritas dan pembangunan daerah.
Meskipun pelaksanaan otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak 1 Januari
2001, namun hingga tahun 2009 baru sedikit pemerintah daerah yang mengalami
peningkatan kemandirian keuangan daerah secara signifikan. Memang
berdasarkan data yang dikeluarkan depertemen keuangan, secara umum
penerimaan PAD pada era otonomi daerah mengalami peningkatan yang cukup
signifikan dibandingkan era sebelumnya.
Total PAD 1999 tercatat sebesar Rp.3.100,93 miliar dan pada tahun 2002
naik menjadi Rp.14.231,51 miliar. Pada tahun 2004 penerimaan PAD Provinsi
mengalami penurunan menjadi Rp.12.279,79 miliar. Sementara itu untuk tingkat
kabupaten dan kota penerimaan PAD 2001 sebesar Rp.3.844,88 miliar, tahun
2002 naik menjadi Rp.7.228, 73 miliar, tahun 2003 sebesar Rp.8.602.621.392,
7
tahun 2004 menjadi Rp.9.463.688.507 miliar (sumber: Departemen Keuangan dan
BPS).
Dilihat Dana Perimbangan untuk kabupaten dan kota seluruh Indonesia
pada tahun 2003 sebesar Rp.93.754.631.813,- yang merupakan 75% dari total
penerimaan daerah. Sementara itu, pada tahun 2004 dana perimbangan untuk
kabupaten dan kota naik menjadi Rp.104.580.758.157 dan proporsinya juga naik
menjadi 79,90% dari total penerimaan daerah (BPS, 2005 & 2006).
Dilihat dari kontribusi PAD terhadap total penerimaan, untuk pemerintah
provinsi sebelum otonomi daerah, PAD memiliki kontribusi sebesar 7,89 persen.
Pada tahun 2002 kontribusi ini naik menjadi 36,21 persen dan pada tahun 2004
kembali turun menjadi 31,24%. Sementara itu untuk kabupaten dan kota pada
tahun 1999, PAD miliki kontribusi terhadap total penerimaan sebesar 2,32 persen
dan pada tahun 2002-2004 secara berturut-turut meningkat menjadi 7,46 persen
dan 8,10 persen. Berdasarkan data dari Departemen Keuangan dan BPS diperoleh
fakta bahwa bagian terbesar pendapatan daerah didominasi oleh dana
perimbangan yang mencapai 75-94 persen dari total pendapatan daerah.
Berdasarkan kenyataan tersebut, penting bagi pemerintah daerah untuk
menaruh perhatian yang lebih besar terhadap manajemen Pendapatan Asli Daerah.
Manajemen PAD tidak berarti diekplotasi PAD, tetapi bagaimana pemerintah
daerah mampu mengoptimalkan penerimaan PAD sesuai dengan potensi yang
dimiliki. Bahakan lebih dari itu bagaimana pemerintah daerah mampu
meningkatakan potensi PAD di masa datang.
8
B. Tinjauan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
Penggunaan sistem penganggaran kinerja di pemerintah daerah telah
membawa perubahan yang radikal terkait dengan perubahan dalam Perencanaan
anggaran, pengisian anggaran, dan pelaporan anggaran. Kalsifikasi belanja
mengalami perubahan signifikan dari sistem lama. Dalam anggaran kinerja
dikenal pos pembiayaan yang sebelumnya tidak dikenal pada anggaran
tradisional. Jika satuan kerja pemerintah daerah secara keseluruhan dapat
menyerap anggaran, maka hal itu dinilai berhasil.
Pengaturan keuangan daerah yang efektif dan efisien membutuhkan
pengaturan hukum yang dituangkan dalam perangkat peraturan perundang-
undangan. Pengaturan hukum pengelolaan keuangan daerah dilakukan sesuai
dengan maksud diadakannya suatu pengaturan hukum. Dengan demikian
keberadaan hukum menjadi suatu yang sangat substansial secara teoritik dan
paradigmatik bagi jalinan pengelolaan keuangan daerah dalam seluruh segmen
penyelenggaraan pemerintah negara.
Tujuan utama dari langkah kebijaksanaan otonomi daerah (desentralisasi)
adalah untuk membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu
dalam menangani urusan-urusan domestik, sehingga ia berkesempatan
mempelajari, memahami, merespon berbagai kecendrungan global dan mengambil
manfaat darinya. Pada saat yang sama pemerintah pusat mampu berkonsentrasi
merumuskan kebijakan makronasional yang bersifat strategis.
Pengaturan hukum pengelolaan keuangan daerah tentu masih sangat
tergantung pada ketiga asas penyelenggaraan pemerintah daerah: desentralisasi,
9
dekonsentrasi, dan tugas pembantuan sebagaimana telah diatur dalam UU No. 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
(revisi UU No.25 Tahun 1999) (Mahmudi, 2010:3)
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP
No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah: Desentralisasi
merupakan penyerahan wewenang oleh pemerintah (pusat) kepada daerah
otonom. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah. Tugas
pembantuan dikonsepkan sebagai penugasan dari pemerintah kepada daerah untuk
melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta
sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
mempertanggung-jawabkannya kepada yang menugaskan. Ketiga asas itu harus
tercermin dalam setiap perangkat peraturan hukum tentang aktivitas pengelolaan
keuangan daerah.
C. Tinjauan Umum Tentang Pajak
1. Pengertian Pajak
Secara umum dapat dikatakan bahwa pajak adalah pungutan dari
masyarakat kepada Negara (pemerintah) berdasarkan Undang-Undang dan
bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan
tidak mendapatkan prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung
yaitu hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
10
Pajak berasal dari bahasa asing yaitu tax yang berarti beban, membebani,
dan membebankan. Dalam pemakaian selanjutnya, pajak dianggap sebagai beban
negara yang didistribusikan kepada rakyatnya.
Definisi pajak menurut para ahli dalam Buku Konsep Dasar Perpajakan
(Diana Sari, 2013:34):
1. P.J.A. Andriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya meurut peraturan-peraturan umum
(undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung
dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.
2. Rochmat Soemitro
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi)
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
3. Djajadiningrat
Pajak adalah suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara
karena suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan
tertentu. Pungutan tersebut bukan sebagai hukuman, tetapi menurut
peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan.
11
Untuk itu, tidak ada jasa balik dari Negara secara langsung, misalnya untuk
memelihara kesejahteraan umum.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan beberapa pokok pikiran
yang menunjukkan ciri-ciri pajak sebagai berikut:
a. Pajak merupakan iuran wajib
Pengeluaran pajak ditetapkan untuk semua orang dalam suatu negara tanpa
pengecualian. Apabila suatu ketetapan (peraturan perundang-undangan)
pajak telah ditetapkan maka penduduk suatu negara yang terkena suatu
peraturan sebagai wajib pajak (yang berkewajiban membayar pajak) suka
atau tidak suka harus membayar.
b. Pemungutan pajak dapat dipaksakan
Pemerintah (negara) dengan kewenangan yang melekat padanya (karena
undang-undang) berhak mengadakan pemungutan pajak kepada
masyarakat yang berkewajiban (wajib pajak). Sifat memaksa tersebut
hakikatnya merupakan sifat umum dari semua undang-undang dan dalam
pelaksanannya harus tetap menjunjung prinsip-prinsip keadilan.
c. Tidak memberi kontraprestasi secara langsung
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjuk balas jasa secara individual
yang langsung dapat dinikmati dari negara (pemerintah).
d. Untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah
Kebutuhan dana pemerintah sebagian dipenuhi dari hasil pembayaran
pajak. Penggunaan hasil dari pemungutan pajak diutamakan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum pemerintah, dan bila ada
12
kelebihan, sisanya digunakan sebagai public saving yang merupakan
sumber utama public investment (fungsi budgetair).
2. Arti Pajak Bagi Negara dan Daerah
Dalam menjalankan roda pemerintahan, sebagaimana diamanatkan dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu
membentuk masyarakat yang adil dan makmur, maka pemerintah (negara)
berusaha untuk menyediakan/memenuhi segala kebutuhan rakyatnya. Negara
diibaratkan sebagai organisasi besar dengan rakyatnya sebagai anggotanya. Dalam
mencapai tujuan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi (negara) diperlukan
sarana dan prasarana, yang tentunya memerlukan pembiayaan. Organisasi dalam
menjalankan kegiatan operasionalnya membutuhkan biaya yang dipenuhi dari
iuran anggotanya. Dana dikumpulkan dari rakyat sebagai iuran yang dipaksakan
(karena undang-undang) disebut pajak.
Negara mempunyai kewajiban mengantarkan seluruh rakyatnya untuk
mencapai keadilan dan kemakmuran. Sudah sepantasnya negara juga menuntut
haknya untuk memungut pajak guna menyediakan dana bagi pengeluaran dalam
melaksanakan kewajiban tersebut. Dengan demikian, negara mempunyai tugas
yang harus dilaksanakan baik yang bersifat administratif maupun pelayanan.
Penyelenggaraan tugas dan kewajiban negara tersebut, tentunya sumber dana
yang tidak kecil jumlahnya. Sumber dana tersebut dapat digali dari berbagai
sektor antara lain penjualan barang dan jasa milik negara, pinjaman, pencetakan
uang kertas, bantuan/pemberian negara lain, dan pajak. Dalam hal ini, sektor pajak
merupakan sektor yang diandalkan untuk mengisi kas negara sebab disamping
13
mempunyai sifat yang rutin juga tidak terlampau sulit memprediksinya. Sebagai
negara yang menuju ke tingkat kemandirian, sektor pajak mutlak diperlukan.
Sedangkan arti pajak bagi Daerah juga hampir sama dengan arti pajak bagi
negara, yaitu membiayai segala penyelenggaraan tugas dan kewajiban Pemerintah
Daerah dalam menjalankan roda pemerintahan di Daerah. Diakau atau tidak,
kemampuan Pemerintah Daerah untuk menghimpun Pendapatan Asli Daerah
(PAD) memang masih relatif rendah, padahal senantiasa didengung-dengungkan
bahwa titik berat otonomi daerah berada pada Pemerintah Daerah.
3. Fungsi Pajak
Dalam Buku Konsep Dasar Perpajakan (Diana Sari, 2013:37) terlihat
adanya dua fungsi pajak yaitu:
a. Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Yaitu sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya
dalam Kas Negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran negara yaitu
pengeluaran rutin dan pembangunan. Sebagai sumber pendapatan negara, pajak
berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Dewasa ini pajak
digunakan untuk pembiayaan rutin seperti pegawai, belanja barang, pemeliharaan,
dan lain sebagainya.
b. Fungsi Mengatur (Reguler)
Yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di bidang keuangan
(umpamanya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan, misalnya:
mengadakan perubahan tarif, memberikan pengecualian-pengecualian,
keringanan-keringanan atau sebaliknya pemberatan-pemberatan yang khusus
14
ditujukan kepada masalah tertentu. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan.
4. Pemungutan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang
pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan
dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang
mengaturnya. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan,
diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara
untuk mengenakan pajak.
Menurut Diana Sari (2013:63) terdapat tiga asas yang dapat dipakai oleh
negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak,
khsusnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering
digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
a. Azas Domisili
Apabila pemerintah hendak melaksanakan pemungutan pajak berdasarkan
azas ini, maka menjadi dasar pemugutannya adalah tempat tinggal si wajib pajak
(domisili) dengan tidak memandang di mana pendapatan ini berasal, apakah dari
dalam atau luar negeri. Dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya
akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan
pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan
yang diperoleh di luar negeri.
15
b. Azas Sumber
Menurut azas sumber cara pemungutan pajaknya adalah dengan melihat
objek pajak tersebut bersumber dari mana, jadi apabila di suatu negara terdapat
sumber-sumber penghasilan, maka negara tersebutlah yang berhak memungut
pajaknya dengan tidak menghiraukan tempat dimana wajib pajak itu berada.
Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari
orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi
landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara
itu.
c. Azas Kebangsaan
Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas
kewarganegaraan. Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah
status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan.
Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan
dikenakan pajak berasal.
5. Dasar Pemungutan Pajak
Dasar pemungutan pajak ini merupakan bentuk operasional dari
pengakuan dan pengukuran keadaan objek pajak atau stelsel. Berikut ini dasar
pemungutan pajak yang dikenal dalam berbagai literatur perpajakan yaitu:
a. Stelsel Nyata (Stelsel Riil)
Banyak pajak yang dipungut berdasarkan penghasilan nyata yang
diperoleh oleh wajib pajak untuk masa yang bersangkutnya. Jadi pemungutan
pajak baru dapat dilaksanakan setelah akhir tahun takwim (periode) setelah
16
mengetahui penghasilan yang sesungguhnya yang diperoleh dalam masa pajak
yang bersangkutan.
b. Stelsel Fiktif (Fictive Stelsel)
Besarnya pajak yang dipungut berdasarkan perkiraan besarnya pajak yang
terutang untuk dikenakan kepada wajib pajak. Jadi pemungutan dapat dilakukan
pada awal tahun pajak. Perkiraan ini dapat menggunakan perbandingan data
antara penerimaan/pendapatan Wajib Pajak pada tahun sebelumnya yang
dianggap sama dengan pendapatan yang akan diperoleh pada tahun sekarang.
c. Stelsel Campuran
Besarnya pajak yang dipungut pada awal tahun berdasarkan surat
ketetapan pajak sementara yang dikeluarkan pada awal tahun yang berhitungan
awalnya berdasarkan stelsel fiktif (perkiraan). Untuk mengetahui besarnya pajak
yang sesungguhnya maka pada akhir tahun diterapkan perhitungan berdasarkan
stelsel riil (nyata), sehingga ketetapan jumlah pajak yang terutang dapat dikoreksi
dengan stelsel ini atau disesuaikan dengan pajak yang sebenarnya.
6. Azas-azas Pemungutan Pajak
Dalam Buku Konsep Dasar Perpajakan (Diana Sari, 2013:60) secara lebih
rinci keempat asas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Azas Equity/Equality (keadilan/kesamaan)
Azas ini menyangkut keadilan pendistribusian pajak dari berbagai
kalangan yang mengandung arti bahwa setiap orang yang berada dalam keadaan
yang sama harus dikenakan pajak yang sama.
17
b. Azas Certainly (kepastian hukum)
Azas ini mengenai tidak terdapatnya kesewenangan dan ketidakpastian
berkenaan dengan utang pajak, yang mengandung pengertian bahwa pajak yang
harus dibayar oleh masing-masing wajib pajak harus bersifat pasti, jelas dan tidak
bisa bersifat sewenang-wenang.
c. Azas Convenience of Payment (Saat paling tepat)
Azas ini menyangkut cara pembayaran pajak yang mengandung pengertian
bahwa pajak harus dipungut pada saat yang tepat, yaitu saat yang paling
memudahkan dan menyenangkan bagi wajib pajak untuk membayarnya, tentu saat
yang paling tepat tersebut adalah pada saat wajib pajak mempunyai uang, dan
sebaiknya dihubungkan dengan jumlah yang tepat yaitu dengan menyebabkan
kemampuan rakyat membayar pajak, dimana tarifnya harus mencerminkan
potensial pembayaran rakyat yang bersangkutan.
d. Azas Economic of Collection/Efficiency (azas hemat)
Dalam penyusunan undang-undang pajak sebaiknya dipertimbangkan
biaya pungutan pajaknya yang harus relatif lebih kecil dibandingkan dengan
penerimaan uang pajak yang masuk. Karena tidak ada gunanya memungut pajak
kalau ternyata hasilnya sebagian habis kembali untuk membiayai pemungutannya
(saldo ke kas negara kecil). Biaya pemungutan yang kecil dibandingkan secara
proporsional dengan peningkatan penerimaan dan menghindarkan efek distorsi
perilaku wajib pajak.
18
7. Sistem Pemungutan Pajak
Pada dasarnya, sistem perpajakan suatu negara merupakan refleksi dari
kehidupan sosial, ekonomi dan kebijakan publik (public policy) yang telah
ditetapkan pemerintah yang pada umumnya dalam bentuk perundang-undangan
yang menentukan course of action yang harus dilaksanakan yang tercemin dalam
berbagai keputusan yang diterbitkan oleh instansi yang bersangkutan. perluasan
atau berubahnya sasaran ekonomi pemerintah, berkembangnya industri, terjadinya
diversifikasi dan bergesernya secara geographis sentra ekonomi, akan
menyebabkan perubahan kebijakan publik dan seterusnya akan mengubah pula
kebijakan perpajakan (tax policyi).
Sistem perpajakan dapat disebut sebagai metoda atau cara bagaimana
mengelola utang pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dapat mengalir ke kas
negara. Ada 2 macam sistem pemungutan pajak (Diana Sari, 2013:78) yaitu:
a. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan (menghitung dan menetapkan besarnya
pajak yang terhutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak.
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan (menghitung dan menetapkan) sendiri besarnya
pajak yang terutang dan dan membayarnya sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam peraturan yang berlaku.
19
8. Macam-Macam Pajak
Berdasarkan golongannya, pajak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu
Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung. Pajak Langsung adalah pajak yang
harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya pajak penghasilan. Adapun pajak tidak
langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain. Contohnya pajak pertambahan nilai (PPn).
Sedangkan macam pajak berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi 2
(dua) yaitu Pajak Subjektif dan Ojektif. Pajak subjektif adalah pajak yang
berpangkal pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak,
contohnya pajak penghasilan. Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau
berdasar pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contohnya pajak pertambahan nilai (PPn) dan pajak penjualan barang mewah.
Berdasarkan lembaga yang memiliki wewenang untuk melakukan
pemungutan (lembaga yang berhak menariknya), pajak dibedakan menjadi 2 (dua)
yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah.
a. Pajak Pusat
Pajak pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui
Undang-Undang yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat, dan
hasilnya digunakan untuk memenuhi pengeluaran pemerintah pusat dan
pembangunan. Yang termasuk pajak pusat di Indonesia saat ini adalah:
1) Pajak Penghasilan (PPn)
2) Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa (PPN)
20
3) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
4) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
5) Bea Materai
6) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
7) Bea Masuk, Bea Keluar (Pajak Ekspor, dan Cukai.
b. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang individu atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
pembangunan daerah.
D. Tinjauan Umum Tentang Pajak Daerah
1. Pengertian
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dikeluarkan yang dikeluarkan oelh
orang individu atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
pembangunan daerah.
a. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
21
b. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah.
c. Subyek Pajak, adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak
daerah.
d. Wajib Pajak, adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan
pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungutan atau pemotongan
pajak tertentu.
2. Dasar Hukum Pajak Daerah
Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2000, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001
tentang Pajak Daerah.
3. Istilah-Istilah yang Berhubungan dengan Pajak Daerah
a. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas Daerah tertentu berwenang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
22
b. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah
Otonom yang lain sebagai badan eksekutif Daerah.
c. Kepala Daerah adalah Gubernur bagi Daerah Propinsi atau Bupati bagi
Daerah Kabupaten atau Walikota bagi Daerah Kota.
d. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan
Daerah dan/atau Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
e. Peraturan Daerah adalah peraturan yang diterapkan oleh Kepala Daerah
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
f. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah.
g. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesamaan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi yang sejenis, lembaga bentuk usaha tetap dan bentuk badan
lainnya.
23
h. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak
Daerah.
i. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menuntu ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan untuk
melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungutan atau
pemotong pajak tertentu.
j. Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan
takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah.
k. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwin
kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama
dengan tahun takwim.
l. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam bagian Tahun Pajak
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.
m. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan
data objek dan subjek pajak atau Retribusi, penentuan besarnya pajak atau
Retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau Retribusi
kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan
penyetorannya.
n. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SPTPD, adalah
surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, Objek Pajak dan/atau bukan Objek Pajak,
24
dan/atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan Daerah.
o. Surat Setoran Pajak Daerah, yang dapat disingkat SSPD, adalah surat yang
oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau
penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran
lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
p. Surat Keterangan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SKPD, adalah suarat
ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak.
q. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang dapat disingkat
SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah
pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
r. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat
SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas
jumlah pajak yang telah ditetapkan.
s. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat
SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari
pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
t. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang dapat disingkat SKPDN, adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak.
25
u. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang dapat disingkat STPD, adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga
dan/atau denda.
v. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan
kesalahan tertulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan
ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan
Daerah yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau Surat Tagihan Pajak Daerah.
w. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap
Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar. Surat Ketetapan Pajak Daerah
Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau terhadap
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib
Pajak.
x. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding
terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
y. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan
dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
26
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak
berakhir.
4. Jenis Pajak dan Objek Pajak Daerah
Pajak Daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak
Kabupaten/Kota.
a. Pajak Provinsi, terdiri dari:
1) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air,
2) Bila balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air,
3) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor,
4) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
b. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari:
1) Pajak Hotel
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah
bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat
menginap/beristirahat, memperoleh pelayanan dan/atau fasilitas lainnya
dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lain yang menyatu, dikelola
oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. Dasar
pengenaannya adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel.
Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai
imbalan atas penyerahan barang/jasa sebagai pembayaran kepada pemilik
hotel. Adapun subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang
dapat dikenakan pajak daerah. Dalam hal ini, subjek pajak hotel adalah
orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel.
27
Sedangkan yang dimaksud dengan wajib pajak hotel adalah orang pribadi
atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang
terutang, termasuk pemungutan atau pemotongan pajak tertentu. Namun
dalam PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang dimaksud
sebagai wajib pajak hotel hanya pengusaha hotel. Padahal secara logika
kedua-duanya merupakan wajib pajak. Bagi pembayar hotel merupakan
wajib pajak (WAPA) langsung, sedangkan bagi pengusaha merupakan
wajib pajak pungut (WAPU), pengusaha hotel itu berkewajiban
menyetorkan pajak hotel ini ke Kas Daerah.
2) Pajak Restoran
Pajak restoran adalah pajak atas pembayaran restoran. Restoran
adalah tempat menyantap makanan dan/atau minuman yang disediakan
dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa atau catering. Dasar
pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan
kepada restoran. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya
diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang/jasa sebagai pembayaran
kepada pemilik restoran. Adapun subjek pajak restoran adalah orang
pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang
terutang, termasuk pemungutan atau pemotongan pajak tertentu. Dengan
demikian yang dimaksud wajib pajak restoran adalah orang atau badan
yang membayar atas pelayanan restoran dan pengusaha restoran. Namun
28
dalam PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang dimaksud
sebagai wajib pajak restoran hanya pengusaha hotel. Padahal secara logika
kedua-duanya merupakan wajib pajak. Bagi pembayar restoran merupakan
wajib pajak (WAPA) langsung, sedangkan bagi pengusaha merupakan
wajib pajak pungut (WAPU), pengusaha restoran itu berkewajiban
menyetorkan pajak hotel ini ke Kas Daerah.
3) Pajak Hiburan
Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan
adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan,
dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton dan
dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk
penggunaan fasilitas untuk berolahraga. Dasar pengenaan pajak hiburan
adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton
dan/atau menikmati hiburan. Adapun subjek pajak hiburan adalah orang
pribadi atau badan yang menonton dan/atau menikmati hiburan. Namun
dalam PP No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang dimaksud sebagai
wajib pajak hiburan hanya orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan hiburan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa wajib
pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan
dan orang atau badan penyelenggaraan hiburan.
4) Pajak Reklame
Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, media yang menurut corak dan
29
ragamnya memiliki tujuan komersial, digunakan untuk memperkenalkan,
menganjurkan, atau memujikan suatu barang, jasa, atau orang ataupun
untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang, yang
ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu
tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. Adapun
subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan atau melakukan pemasaran reklame. Dasar pengenaan
pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Nilai sewa reklame
diperhitungkan dengan memperhatikan lokasi penempatan, jenis, jangka
waktu penyelenggaraan, dan ukuran media reklame. Cara perhitungan
sewa reklame ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Hasil perhitungan nilai
sewa reklame ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah.
5) Pajak Penerangan Jalan
Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik
dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan
jalan yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Penerangan jalan
adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang
rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Dalam hal tenaga listrik
disediakan oleh PLN maka pemungutan Pajak Penerangan Jalan dilakukan
oleh PLN. Ketentuan lebih lanjut tentang pemungutan pajak penerangan
jalan tersebut diatur dengan keputusan Mentri Dalam Negeri dengan
pertimbangan Mentri Keuangan. Subjek pajak penerangan jalan ini adalah
orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Wajib pajak
30
penerangan jalan adalah orang pribadi yang menjadi pelanggan listrik
dan/atau pengguna tenaga listrik. Adapun objek pajak ini adalah pengguna
tenaga listrik di wilayah daerah yang tersedia penerangan jalan, yang
rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah.
Dasar pengenaan pajak penerangan jalan adalah nilai jual tenaga
listrik. Nilai jual tenaga listrik tersebut ditetapkan sebagai berikut:
a) Dalam hal tenaga listrik berasal dari PLN dengan pembayaran nilai
jual tenaga listrik adalah jumlah tagihan biaya beban ditambah dengan
biaya pemakaian kwh yang ditetapkan dalam rekening listrik.
b) Dalam hal tenaga listrik berasal bukan dari PLN dengan tidak dipungut
bayaran, nilai jual tenaga listrik dihitung berdasarkan kapasitas yang
tersedia, penggunaan listrik atau taksiran pengguna listrik, dan harga
satuan listrik yang berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.
Pajak penerangan jalan yang terutang dipungut di wilayah daerah
tempat pengguna tenaga listrik. Besarnya pokok pajak penerangan
jalan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
penerangan jalan paling tinggi sebesar 10% dengan nilai jual tenaga
listrik. Dalam hal pajak penerangan jalan dipungut oleh PLN maka
besarnya pokok pajak terutang dihitung berdasarkan jumlah rekening
listrik yang dibayarkan oleh pelanggan PLN.
6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
Pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas
pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-
31
undangan yang berlaku. Objek pajak pengambilan bahan galian golongan
C adalah bahan galian yang terdiri asbes, batu tulis, batu setengah permata,
batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomite, feldspar, garam
batu, grafi, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit: magnesit, mika,
marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan krikil, pasir kuarsa, perlit,
phospat, talk, tanah serap, tanah diatome, tanah liat, tawas (alum) , tras,
yarosif, zeolit, basal dan trakkit. Adapun subjek pajak pengambilan bahan
galian golongan C adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan
galian golongan C. Sedangkan wajib pajak bahan galian golongan C
adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan
bahan galian golongan C tersebut dan tidak dimanfaatkan secara
ekonomis.
a) Kegiatan pengambilan bahan galian golongan C yang nyata-nyata
tidak dimaksudkan untuk mengambil bahan galian golongan C tersebut
dan tidak dimanfaatkan secara ekonomis.
b) Pengambilan bahan galian golongan C lainnya yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah.
7) Pajak Parkir
Pajak parkir adalah pajak yang dikenakan atas tempat parkir yang
disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan
atas pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk
penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan grasi kendaraan
bermotor yang memungut bayaran. Adapun subjek pajak parkir adalah
32
adalah orang atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir.
Namun dalam PP No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang dimaksud
sebagai wajib pajak parkir hanya pengusaha hotel. Padahal secara logika
kedua-duanya merupakan wajib pajak. Bagi pembayar parkir merupakan
wajib pajak (WAPA) langsung, sedangkan bagi pengusaha merupakan
wajib pajak pungut (WAPU). Pengusaha parkir itu berkewajiban
menyetorkan pajak hotel ini ke Kas Daerah.
5. Tarif Pajak Daerah
Tarif jenis pajak Kabupaten/Kota sebagaimana disebutkan di atas
ditetapkan dengan peraturan Daerah paling tinggi sebesar:
a. Pajak hotel sebesar 10% (sepuluh persen)
b. Pajak restoran sebesar 10% (sepuluh persen)
c. Pajak hiburan 35% (tiga puluh lima persen)
d. Pajak reklame sebesar 25% (dua puluh lima persen)
e. Pajak penerangan jalan sebesar 10% (sepuluh persen)
f. Pajak pengambilan bahan galian golongan C sebesar 20% (dua puluh persen)
g. Pajak parkir sebesar 20% (dua puluh persen)
E. Retribusi Daerah
1. Pengertian Retribusi
Menurut Erly Suandy (2005:242), Retribusi adalah pemungutan yang
dilakukan oleh negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa yang disediakan
oleh negara. Retribusi yang dipungt oleh pemerintah Indonesia sekarang diatur
33
dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan retribusi
daerah adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah dengan objek sebagai berikut:
a. Jasa umum, yaitu jasa untuk kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
b. Jasa usaha, yaitu jasa yang menganut prinsip komersial karena pada dasarnya
dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
c. Perizinan tertentu, yaitu kegiatan pemda dalam rangka pembinaan,
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas
tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan.
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus dan diberikan oleh pemerintah daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Ada beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini
dipungut di Indonesia adalah sebagai beikut:
a. Retribusi merupakan pungutan yang di pungut berdasarkan undang-undang
dan peraturan daerah yang berlaku.
b. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.
34
c. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontraprestasi (balas jasa)
secara langsung dari pemerintah atas pembayaran yang dilakukannya.
d. Retribusi terutang apabila ada jasa yang di selenggarakan oleh pemerintah
daerah yang di nikmati oleh orang atau badan.
e. Sanksi yang dikenakan pada retribusi daerah adalah sanksi secara ekonomi,
yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Retribusi daerah merupakan bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan
pemerintah dan meratakan kesejahteraan masyarakat. Daerah kabupaten/kota
diberi kewenangan dalam menggali potensi sumber-sumber keuntungannya
dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.
2. Objek Retribusi Daerah
Objek retribusi daerah terdiri dari:
a. Jasa umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
b. Jasa usaha, yaitu berupa pelayanan yang di sediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan menganut prinsip komersil.
c. Perizinan tertentu, yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka
pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan
35
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana,
sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan.
3. Subjek Retribusi Daerah
Subjek retribusi daerah sebagai berikut:
a. Retribusi jasa dan umum adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan.
b. Retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.
c. Retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah.
4. Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Daerah
Terdapat beberapa pertimbangan untuk menyusun petunjuk teknis
pemungutan retribusi daerah, sebagai berikut:
a. Adanya perbedaan karakteristik pelayanan yang ada pada masing-masing unit
SKPD pemungut retribusi, yang salah satunya berakibat adanya perbedaan
sarana pemungutan retribusi daerah, dimana ada SKPD yang memakai Surat
Ketetapan Retribusi Daerah (SKPD) dan yang memakai karcis.
b. Diperlukannya kepastian hukum atas kewenangan petugas pelaksana
pemungutan retribusi daerah untuk menghindari adanya pelanggaran
administrasi.
36
5. Sistem dan Tata Cara Pemungutan Retribusi
a. Sistem Pemungutan Retribusi
Menurut Erly Suandy (2005: 246), sistem pemungutan retribusi daerah
adalah system offical assesment, yaitu pemungutan retribusi berdasarkan
penetapan Kepala daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah
(SKRD) atau dokummen lainnya yang dipersamakan. Wajib retribusi etelah
menerima SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan
pembayaran menggunakan Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD) pada kantor
pos atau bank persepsi. Jika wajib retribusi tidak atau kurang membayar akan
ditagih menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD).
b. Tata Cara Pemungutan Retribusi
Tidak terdapat perbedaan dalam tata cara pemungutan dalam Undang-
udang 18 Tahun 1997 maupun Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000,
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah Pasal 12 menyebutkan bahwa tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi
ditetapkan Kepala Daerah. Pemungutan retribusi daerah tidak dapat diborongkan.
Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
6. Cara Perhitungan Retribusi Terhutang
Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak dengan tingkat penggunaan jasa. Dengan demikian, besarnya retribusi yang
37
terutang dihitung berdaarkan tarif retribusi dan tingkat penggunaan jasa dengan
rumus berikut ini:
a. Tingkat Penggunaan Jasa
Tingkat penggunaan jasa dinyatakan sebagai kuantitas penggunaan jasa
sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk penyelenggaraan
jasa yang bersangkutan.
b. Tarif Retribusi
Tarif retribusi bahan galian golongan c adalah sebesar 10 % (sepuluh persen).
Retribusi Terutang = Tarif Retribusi x Tingkat Penggunaan jasa
38
F. Mekanisme Penetapan dan Pembayaran Retribusi
Mekanisme penetapan pembayaran retribusi daerah sebagai berikut:
7 Pelayanan
SKRD Asli
1 Permohonan
Penetapan dan
Pembayaran
2 SKRD
Laporan Penetapan
Lembar 1,2,3,4 & Pembayaran
3 Pembayaran 6 SKRD Tembusan
Dengan Menggunakan SKRD
4 SKRD Asli 5 SKRD Tembusan
Gambar 2.1Mekanisme Penetapan dan Pembayaran Retribusi Daerah
Keterangan:
SKRD : Surat Ketetapan Retribusi Daerah
KPKD : Koordinator Pengelola Keuangan Daerah
Mekanisme Penetapan dan Pembayaran
Retribusi Daerah
Wajib Retribusi
Unit/Pemungutan Retribusi (BKP)
Gubernur Prov. SULSELBiro Keuangan
DISPENDA
KPKD
39
G. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini merupakan suatu kajian dari berbagai konsep teori dan
kajian penelitian yang mendahuluinya. Dengan diberlakukannya Otonomi daerah,
Pemerintah Daerah diberi kewenangan dalam menggali sumber keuangannya
dalam membiayai sendiri segala kegiatan daerahnya. Pembiayaan tersebut
diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah. PAD merupakan sumber penerimaan yang
signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom.
Jika jumlah PAD cukup besar maka diharapkan akan dapat menurunkan
atau bahkan menutupi jumlah Dana yang diperoleh dari pemerintah pusat. Jika hal
tersebut tercapai, maka daerah dapat dikatakan mandiri. Pertumbuhan
perekonomian daerah akan berdampak positif terhadap peningkat PAD,
khususnya penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah. Kelompok PAD yang
diteliti dalam penelitian ini, yaitu Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pajak daerah dan Retribusi Daerah merupakan sumber utama PAD yang
merupakan bagian dari Kemandirian Keuangan Daerah.
40
Dari uraian diatas dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.2Kerangka Pemikiran
H. Hipotesisi
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas penulis merumuskan bahwa
variabel tentang yang ada saling berkaitan dan penulis berhipotesis, yaitu:
a. Pelaksanaan pemungutan pajak retribusi daerah Gowa diduga belum
berjalan dengan baik dan konsisten.
b. Sistem pengendalian dan pengawasan sangat diharapkan konsisten dengan
aturan yang berlaku agar dapat dioptimalisasikan pemungutannya demi
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pajak retribusi sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kabupaten Gowa. jadi pengendalian dan pengawasan harus diterapkan
dengan baik dan konsisten, untuk mengoptimalkan pemungutan pajak retribusi
yang berfokus pada retbusi bahan galian golongan C.
DINAS PERTAMBANGAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK RETRIBUSI
SISTEM PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
HASIL ANALISIS
41
BAB III
METDODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Berdasarkan dengan judul yang dipilih, penulis melakukan penelitian
pada Dinas Pertambangan Jl. Beringin, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi
Selatan.Waktu penelitian direncanakan selama 2 (dua) bulan.
B. Populasi danSampel Penelitian
Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling dengan sample yang diambil dari Dinas Pertambangan yang mengelola
penerimaan retribusi tambang galian golongan C di Kabupaten Gowa.
C. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang digunkan dalam penelitian dan pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah:
1. Studi Lapangan
Yaitu peninjauan yang dilaksanakan dengan mengadakan peninjauan
langsung ke tempat terdapatnya masalah, hal ini dilakukan untuk mendapatkan
data yang akurat dan relevan.
2. Studi Kepustakaan
Yaitu teknik berdasarkan literatur guna memperoleh dasar teoritis dalam
pemecahan masalah yang diteliti. Data dari literatur berguna sebagai bahan
pertimbangan atas data yang diperoleh dari penelitian. Dilakukan untuk
memperoleh data sekunder yang diperoleh dari penelitian. Dilakukan untuk
42
memperoleh data sekunder yang diperoleh dari buku-buku referensi dan sumber-
sumber lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti untuk dijadikan dasar
melakukan analisis terhadap operasi perusahaan.
D. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya,
diamati, dan dicatat. Data primer dalam penelitian ini adalah observasi dan
kuesioner.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri
pengumpulannya oleh peneliti. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian
ini berasal dari berbagai penerbitan pemerintah daerah.
E. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan penulis dalam penelitian ini
menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
1. Pendekatan Kualitatif
Penelitian kualitatif ini menekankan pada bagaimana pengaruh retribusi
dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Gowa.
2. Pendekatan Kuantitaif
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menekankan pada
pemahaman mengenai sebarapa besar kontribusi dan optimalisasi retribusi pada
43
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Gowa. Untuk mengtahui kontribusi
dan optimalisasi retribusi tambang galian golongan C maka dapat digunakan
rumus sebagai berikut:
=∑ ( )∑
Keterangan:
K = Kontribusi
∑ = Retribusi Tambang Galian Golongan C
∑ = Pendapatan Asli Daerah
44
BAB IV
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Sejarah Singkat
Pengelolaan sumber daya alam, berdasarkan pasal 33 UUD 1945, beserta
turunan peraturan perundang-undangan lainnya, mengamanahkannya kepada
Pemerintah untuk kemudian hasilnya dikembalikan kepada Rakyat Indonesua
demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Atas dasar inilah kemudian pengelolaan sumber daya alam di Kabupaten
Gowa dikelola oleh Pemerintah Daerah Tingkat I, Provinsi Sulawesi Selatan,
melalui Kantor Wilayah IV Pertambangan dan Energi, yang sekarang telah
berubah nama menjadi Dinas Energi dan Sumber Daya mineral Provinsi Sulawesi
Selatan. Pengelolaaan SDA oleh Kanwil Pertambangan dan Energi berlangsung
antara tahun 1994 ke bawah.
Kemudian seiring perjalanan waktu dan kesiapan perangkat Pemerintah
Daerah Tingkat II, kabupaten Gowa, maka pada tahun 1995, tugas pengelolaan
sumber daya alam tersebut kemudian diambil alih dengan pembentukan SKPD
tersendiri, yaitu Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Gowa.
B. Visi dan Misi
Visi Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Gowa adalah “
terwujudnya pertambangan berwawasan lingkungan dan memberikan nilai tambah
untuk kesejahteraan masyarakat”. Untuk mewujudkan visi tersebut, ditetapkan
rumusan misi Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Gowa adalah :
45
1. Menggembangkan pengelolaan potensi geologi dan sumber daya mineral
sesuai pola konservasi yang mempertahankan kelestarian dan menjaga
kesinambungannya.
2. Mendoronga pemanfaatan potensi tambang dengan kelembagaan usaha yang
professional, memenuhi syarat teknis dan kontribusi yang signifikan bagi
daerah.
3. Mengaktalisasi pembangunan potensi energy dan listrik daerah yang
memenuhi kebutuhan local secara efisien dan efektif.
4. Melayani kebutuuhan pelayanan umym pertambangan, administrasi
kepegawaian dinas, serta administrasi keuangan untuk pencapaian kinerja
organisasi
C. Tugas dan Fungsi Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Gowa
1. Kepala Dinas
Tugas pokok Kepala Dinas adalah merumuskan konsep sasaran,
mengkoordinasikan, menyelenggarankan, pelaksanaan urusan pemerintah
daerah dibidang pertambangan dan energy berdasarkan azas otonomi dan
tugas pembantuan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Tugas Kepala Dinas sebagai berikut:
a. Merumuskan rencana strategic dan program kerja dinas sesuai dengan
visi daerah.
b. Mengkoordinasikan perumusan dan penyusunan program kerja dinas
sesuai bidang tugasnya.
46
c. Mengevaluasi hasil pelaksanaan program kerja di lingkungan Dinas.
d. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Bupati.
e. Membina pelaksanaan program waskat di lingkungan Dinas.
2. Sub bagian Kepegawaian
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas pokok
melaksanakan urusan umum dan pengelolaan administrasi kepegawaian.
Rincian tugas Sub Bagian Umum dan Kepegawaian adalah sebagai
berikut:
a. Melaksanakan urusan keprotokolan, hubungan masyarakat, penyiapan
rapat-rapat dinas dan pendokumentasian kegiatan dinas;
b. Melaksanakan pengelolaan kearsipan dan perpustakaan dinas;
c. Melaksanakan urusan rumah tangga, ketertiban, keamanan dan
kebersihan di lingkungan kerja;
d. Melaksanakan pemeliharaan dan perawatan kendaraan dinas, peralatan
dan perlengkapan kantor dan asset lainnya;
e. Melaksanakan penyiapan rencana kebutuhan pengadaan sarana dan
prasarana di lingkungan dinas;
f. Melaksanakan pengurusan pengadaan, penyimpanan, pendistribusian
dan inventarisasi barang-barang inventaris;
g. Melaksanakan pengelolaan administrasi perkantoran ;
h. Melaksanakan pengumpulan, pengelolaan, penyimpanan dan
pemeliharaan data dan kartu kepegawaian dilingkungan dinas;
47
i. Melaksanakan penyiapan dan pengusulan pegawai yang akan pensiun,
serta pemberian penghargaan;
j. Melaksanakan penyiapan bahan kenaikan pangkat, daftar penilaian
pekerjaan, daftar urut kepangkatan, sumpah/janji pegawai, gaji berkala
dan peningkatan kesejahteraan pegawai;
k. Melaksanakan penyiapan pegawai untuk mengikuti
pendidikan/pelatihan kepemimpinan, teknis dan fungsional;
l. Melaksanakan penyiapan rencana pegawai yang akan mengikuti ujian
dinas;
m. Melaksanakan penyiapan bahan pembinaan kepegawaian dan disiplin
pegawai;
n. Melaksanakan penyiapan bahan standar kompetensi pegawai, tenaga
teknis dan fungsional;
o. Melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanan kegiatan sub bagian
umum dan kepegawaian ;
p. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
3. Sub Bagian Perencanaan dan pelaporan
Sub Bagian Perencanaan dan pelaporan mempunyai tugas merencanakan
kegiatan, meberi petunjuk, member tugas, membimbing, memeriksa,
menyelia, mengatur, mengevaluasi dan melaporkan tugas sub bagian
perencanaan dan pelaporan.
48
Rincian tugas sub bagian perencanaan dan pelaporan:
a. Menyusun rencana operasional kegiatan kerja.
b. Mendistribusikan tugas dan member petunjuk operasional kegiatan
kepada staf
c. Menyusun rencana perjalanan dinas
d. Mengkoordinir penyiapan bahan dan penyusunan RKA/DPA Dinas
e. Mengevaluasi hasil program kerja dan membuat laporan hasil kegiatan
f. Melaksanakan penyusunan bahan rencana strategis Dinas
4. Sub Bagian Keuangan
Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan
administrasi keuangan.
Tugas sub Bagian Keuangan
a. Melaksanakan kegiatan perbendaharaan, verifikasi dan pembukuan
keuangan anggaran belanja langsung dan belanja tidak langsung;
b. Melaksanakan penyusunan laporan prognosis realisasi keuangan ;
c. Melaksanakan penyusunan laporan keuangan semesteran ;
d. Melaksanakan penyusunan laporan keuangan akhir tahun;
e. Melaksanakan pengawasan, evaluasi dan pelaporan dalam pengelolaan
keuangan.
f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
49
5. Bidang Listrik dan Energi
Bidang Listrik dan Energi mempunyai tugas pokok merumuskan dan
melaksanakan pengembangan usaha migas, kelistrikan dan sumber energi
alternatif.
Rincian tugas Bidang Listrik dan Energi adalah:
a. penyusunan program dan kegiatan bidang pengembangan energi dan
kelistrikan ;
b. perumusan kebijakan teknis pengembangan usaha migas, kelistrikan
dan sumber energi alternatif;
c. pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan penertiban terhadap usaha
migas;
d. pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan penertiban terhadap usaha
kelistrikan;
e. pemenuhan kebutuhan energi listrik bagi wilayah yang tidak terlayani
dan tidak termasuk dalam rencana perluasan jaringan PLN;
f. pengembangan sumber energi alternatif;
g. pengendalian dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengembangan energi
dan kelistrikan;
h. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
50
6. Bidang Geologi dan Sumber daya Mineral
Bidang Geologi dan Sumber daya Mineral mempunyai tugas pokok
merumuskan dan melaksanakan kegiatan pengelolaan air tanah, geologi
tata lingkungan, dan survey dan informasi bahan galian.
Rincian tugas Bidang Geologi dan Sumber daya Mineral adalah :
a. Penyusunan program dan kegiatan bidang geologi dan sumberdaya
mineral;
b. Perumusan kebijakan teknis dalam pengelolaan air tanah, geologi tata
lingkungan, dan survey dan informasi bahan galian;
c. Pembinaan, koordinasi dan fasilitasi dalam pengelolaan air tanah,
geologi tata lingkungan, dan survey dan informasi bahan galian;
d. Pelaksanaan pengelolaan air tanah dan mata air yang meliputi aspek
pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian;
e. Pelaksananaan mitigasi bencana geologi dan pemetaan daerah rawan
bencana;
f. Pelaksanaan survey dan pemetaan potensi bahan galian golongan b dan
golongan c;
g. Pengendalian dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengelolaan air tanah,
geologi tata lingkungan, dan survey dan informasi bahan galian;
h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
51
7. Bagian Pertambangan Umum
Bagian Pertambangan Umum mempunyai tugas pokok merencanakan
operasionalisasi, member tugas, member petunjuk, menyelia, mengatur,
mengevaluasi dan melaporkan penyelenggaraan tugas Bagian
Pertambangan Umum
Rincian tugas Bagian Pertambangan Umum adalah:
a. Merencanakan opersionalisasi rencana kerja sesuai tugas pokok dan
fungsinya
b. Menyelenggaran rencana kerja sesuai tugas pokok dan fungsinya.
c. Menyelenggarakan kegiatan administrasi lingkup bidang
pertambangan umum
d. Menyelenggaraan pengelolaan data hasil survey
e. Mengevaluasi pelaksanakan tugas
f. Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada atasan.
g. Merencanakan bahan kebijaksanaan perizinan pertambangan.
D. Struktur Organisasi
44
STRUKTUR ORGANISASI
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KABUPATEN GOWA
KEPALA DINAS
BIDANG GEOLOGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
SEKSI GEOLOGI UMUM DAN SUMBER DAYA MINERAL
SEKSI INFORMASI PENCADANGAN WILAYAH, PENGKAJIAN ENERGI DAN SDM
SEKSI PENGAWASAN GEOLOGI LINGKUNGAN DAN PENGUSAHAAN ABT
SUB BAG. PERENCANAAN DAN PELAPORAN
SUB BAGIAN KEUANGAN
SUB BAG. UMUM DAN KEPEGAWAIAN
BIDANG UMUM PERTAMBANGAN
SEKSI PENGAWASAN PENGUSAHAAN DAN BIMBINGAN TEKNIS PERTAMBANGAN
SEKSI PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN
SEKSI KOSERVASI LINGKUNGAN PERTAMBANGAN
SEKRETARIAT
UPTD
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SEKSI PENGAWASAN DAN BIMBINGAN KETENAGALISTRIKAN
DAN ENERGI
SEKSI PENGUSAHAAN KETENAGALISTRIKAN DAN ENERGI
BIDANG LISTRIK DAN ENERGI
52
53
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengendalian dan Pengawasan Retribusi Pajak Bahan Galian
Golongan C
1. Pengawasan dan pengendalian melalui aturan perundang-undangan
Pajak bahan galian golongan C diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Gowa Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Bahan-Bahan Galian Golongan
C yang meliputi:
Asbes Grafit Oker
Batu tulis Granit Pasir
Batu Setengah permata Gips Pasir kuarsa
Batu kapur Kalsit Perlit
Batu apung Kaolin Propat
Batu permata Nitrait Talk
Garam batu
Pasir uruq
Tanah Timbung
Opsidien
Batu Kali
Batu Gunung
Tawas
Kerikil
Sirtu
Dari pengelolaan bahan diatas atau lebih dikenal dengan istilah eksploitasi
bahan galian golongan C yang merupakan pengambilan bahan galian golongan C
dais umber alam didalam atau diluar permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Dari
hasil pengelolaan tersebut maka Pengelolah dikenakan pajak bahan galian
golongan C.
54
Dalam hal ini objek pajak merupakan kegiatan eksploitasi dan pengelolaan
bahan galian golongan C. sedangkan subjek pajaknya adalah orang pribadi atau
badan yang mengeksploitasi atau mengelolah bahan galian golongan C.
2. Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak
Dasar pengenaan pajak merupakan nilai jual hasil eksploitasi atau
pengelolaan bahan galian golongan C. Berikut ini tarif pengenaan pajak atas
pengelolaan bahan galian golongan C:
TabelTarif Pajak Bahan Galian Golongan C
Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Gowa
NO Jenis MaterialHarga Standar
(Rp)Pajak(Rp)
1. Pasir 10.000 / M3 2.500 / M3
2. Pasir Uruq 10.000 / M3 2.500 / M3
3. Batu Kali 15.000 / M3 3.750 / M3
4. Batu Pecah 20.000 / M3 5.000 / M3
5. Kerikil 11.000 / M3 2.750 / M3
6. Sirtu 10.000 / M3 2.500 / M3
7. Batu Gunung 15.000 / M3 3.750 / M3
8. Tanah Timbung 7.500 / M3 1.875 / M3
Sumber : Dinas Pertamabangan Dan Energi Kabupaten Gowa, Data diolah
3. Tata cara penetapan dan pembayaan pajak
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) Bupati Kepala
Daerah menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD. Dengan sanksi
sebesar 2% sebulan setelah lewat dari 30 hari sejak SKPD diterima. Wajib pajak
membayar sendiri dengan lunas, pembayaran dilakukan di Kas Daerah atau
tempat yang lain yang ditunjuk oleh Bupati Kepala Daerah sesuai waktu yang
ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD dengan
55
menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SPPD). Setiap pelunasan pajak
terutang diberikan tanda bukti pembayaran yang sah dan dicatat dalam buku
penerimaan.
4. Prosedur Pengajuan Izin Pertambangan
a. Wajib Pajak mengajukan perijinan ke Kantor Perijinan
b. Kantor Perijinan mengirimkan surat kepada Bupati sebagai permohonan
rekomendasi atas pengajuan ijin tersebut.
c. Ditindak lanjuti untuk disurvei kelayakannya oleh tim survey antara lain:
BAPPEDA, Kantor Perijinan, DPPKAD, BLH (badan lingkungan hidup),
Bagian Hukum, Bagian Perekonomian, DPU PPK (dinas pekerjaan umum
perhubungan, pertambangan, dan kebersihan), KPPM (kantor pelayanan
dan penanaman modal).
d. Jika hasil survei menyatakan pngajuan tersebut layak, maka Bupati
membuatkan surat rekomendasi untuk ditindaklanjuti ke Kantor
Pertambangan Propinsi Sulawesi Selatan.
e. Pihak yang berwenang mengeluarkan Surat Ijin Pertambangan Daerah
(SIPD) :
Kurang dari 1 hektar : Gubernur.
Lebih dari 1 hektar : Rekomendasi dari Bupati
5. Alur Prosedur Pemungutan Pajak
Dari hasil pengelolaan bahan galian golongan C maka WP membayar pajak
kepada pemerintah. Untuk mengefektifkan penerimaan pajak maka perlu prosedur
penungutan pajak dimana alirnya dapat dilihat pada gambar berikut:
56
Gambar
Bagan Alur Prosedur Pemungutan Pajak di DPKD Kab. Gowa
Prosedur Pendaftaran Prosedur Penghitungan dan
Penetapan Pajak
MUL
Menerima Surat Permohonan
Surat Permohonan Diperiksa
Melaksanakan Pemdataan
NPWP
Membuat
SPTPD
Memasukka
Kartu Data
1
1
Kartu Data
Melaksanakan Pendataan
Kartu DataKartu DataKartu DataSKPD
Dikirim ke:
WP, Arsip P3
WP
N
WP
SSPD Tunggakan
2 3
57
Bendahara Kas Penerimaan Prosedur Penagihan
Keterangan:
*SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
*SSPD : Surat Setoran Pajak Daerah
*NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak
*WP : Wajib Pajak
*STPD : Surat Tagihan Pajak Daerah
*SPTPD : Surat Pembeitahuan Pajak Daerah
2 2
SSPD
WP
Tunggakan
Mencatat
Kas Daerah
Mencatat
Kas STPD
Melakukan Penagihan
SELESAI
N
SELESAI
58
B. ANALISIS DATA
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C merupakan
sumber penerimaan pajak daerah terbesar kedua setelah pajak reklame yang
dikelola oleh DPKD Gowa. Dalam kurun waktu tahun 2011-2013 Pajak
Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C mampu memenuhi target
yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah data target dan realisasi Pajak
Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C tahun 2011-2013:
Tabel II.2Target dan Realisasi Pajak Golongan C
DPKD Kabupaten GowaTahun 2011-2013
Tahun Target Realisasi Selisih Keterangan2011 3.290.000.000 2.244.133.500 -1.045.866.500 Turun2012 2.275.000.000 2.241.522.250 -33.477.750 Turun2013 2.225.000.000 2.309.409.301 84.409.301 Naik
Sumber : DPKD Kabupaten Gowa, Data diolah
Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa pada tahun 2011-2012 realisasi
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C tidak memenuhi
target dan pada tahun 2013 realisasi Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan
Galian Golongan C melebihi target dengan nominal yang cukup besar. Hal ini
dapat terjadi atas kerjasama semua pihak yang terkait baik itu Wajib Pajak
maupun pemungut Pajak yaitu Bidang Pendapatan Daerah DPKD. Faktor utama
kesuksesan dalam pemungutan pajak ini adalah adanya metode jemput bola,
penyuluhan kepada Wajib Pajak, penagihan secara intensif, tindakan persuasif
berupa pembebasan denda bagi Wajib Pajak yang menunggak atas dasar
pertimbangan khusus sesuai kriteria yang ditetapkan, kerjasama dengan rekanan
pemerintah (CV pertambangan dan kontraktor proyek).
59
Adapun sumber-sumber penerimaan Pajak Pengambilan dan Pengolahan
Bahan Galian Golongan C tahun anggaran 2011-2013 yang penulis sajikan dalam
tabel berikut ini:
Tabel II.3Rincian Realisasi Pajak Golongan C
DPKD Kab. GowaTahun 2011-2013
Rincian Jenis Pajak Gol C
Realisasi Pajak Golongan CTahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013
Pasir 554.656.000 337.846.500 449.424.096Sirtu 88.145.000 107.458.500 204.946.814Batu Kali 6.905.000 26.875.500 121.231.287Batu Pecah 719.007.000 551.821.000 616.732.204Batu Gunung 703.000 202.646.500 84.975.000Tanah Timbunan 874.717.500 1.014.877.250 832.099.900Jumlah 2.244.133.500 2.241.522.250 2.309.409.301
Sumber : DPKD Kabupaten Gowa, Data diolah
1. Analisis Efektifitas
Analisis efektifitas yaitu perbandingan antara hasil realisasi penerimaan
pajak golongan C dengan target realisasi penerimaan tahun berjalan.
Rumus Analisis Efektifitas:
Tingkat Efektifitas penerimaan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan
Galian Golongan C Kabupaten Gowa tahun anggaran 2011-2013 dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
Kontribusi= %
60
TabelEfektifitas Penerimaan Pajak Golongan C
DPKD Kab GowaTahun 2011-2013
Tahun Target Realisasi Selisih Efektifitas2011 3.290.000.000 2.244.133.500 -1.045.866.500 68,21%2012 2.275.000.000 2.241.522.250 -33.477.750 98,52%2013 2.225.000.000 2.309.409.301 84.409.301 103,79%
Sumber : DPKD Kabupaten Gowa, Data diolah
Berdasarkan data tersebut, penerimaan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan
Galian Golongan C di Kabupaten Gowa antara tahun 2011 sampai dengan tahun
2012 belum cukup efektif dikarenakan tidak tercapainya target. Pada tahun 2011
target ditentukan sebesar Rp 3.290.000.000 dengan realisasi sebesar Rp.
2.244.133.500 sehingga terdapat selisih sebesar Rp. -1.045.866.500 maka
didapatkan prosentase efektifitas sebesar 68,21%.
Pada tahun 2012 target ditentukan jauh dibawah tahun 2011 atas dasar
pertimbangan pada tahun 2011 di wilayah Kabupaten Gowa sedang terjadi
penurunan pembangunan, target sebesar Rp. 2.275.000.000 dengan realisasi
sebesar Rp. 2.241.522.250 sehingga terdapat selisih sebesar Rp. -33.477.750 maka
didapatkan prosentase efektifitas sebesar 98,52%. Prosentase ini cenderung
meningkat dari pada prosentase 2011, hal ini disebabkan target yang ditetapkan
tidak terlalu besar sehingga terlihat terjadi perkembangan secara signifikan.
Pada tahun 2013 target yang ditetapkan sebesar Rp. 2.225.000.000 dengan
realisasi sebesar Rp. 2.309.409.301 sehingga terdapat selisih sebesar Rp.
84.409.301 maka diperoleh prosentase efektifitas sebesar 103,79%. Kondisi justru
menurun karena target yang ditetapkan jauh dari target dua tahun anggaran
61
sebelumnya, dan realisasinya lebih besar dibandingkan dengan dua tahun
sebelumnya serta tingkat efektifitasnya cukup tinggi. Hal ini dapat terjadi karena
adanya peningkatan pembangunan di wilayah Kabupaten Gowa.
Beberapa sebab yang mengakibatkan terjadinya penurunan pencapaian
target diantaranya adanya peraturan dari BLH (Badan Linkungan Hidup) yang
berisi pembatasan eksploitasi bahan tambang karena dinilai telah melanggar
ketentuan dan mengancam keselamatan lingkungan terutama di daerah potensial.
Diproyeksikan hal ini akan sangat berpengaruh untuk penerimaan Pajak
Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C periode selanjutnya
karena berdampak cukup besar bagi keaktifan Wajib Pajak. Sebagai
penggambaran secara lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Grafik Tingkat Efektifitas Realisasi Pajak Golongan C
DPKD Kab. Gowa Tahun 2011-2013
2. Analisis Kontribusi
Analisis kontribusi yaitu perbandingan antara hasil realisasi penerimaan
tahun berjalan atas pajak golongan C dengan jumlah realisasi pendapatan asli
daerah.
0500.000.000
1.000.000.0001.500.000.0002.000.000.0002.500.000.0003.000.000.0003.500.000.000
2011 2012 2013
62
Besarnya kontribusi Pajak Golongan C terhadap PAD dapat dicari dengan
rumus Analisis Kontribusi berikut ini:
Rumus Analisis Kontribusi:
Berdasarkan hasil pengolahan data oleh penulis yang bersumber dari
DPKD Gowa, diperoleh besarnya tingkat kontribusi Pajak Pengambilan dan
Pengolahan Bahan Galian Golongan C terhadap Pendapatan Asli Daerah yang
dapat dilihatdalam tabel berikut ini:
Tabel Kontribusi Pajak Golongan C Terhadap PAD
DPKD Kabupaten GowaTahun 2011-2013
Tahun Realisasi Realisasi PAD Kontribusi2011 2.244.133.500 83.265.676.477,90 2,69%2012 2.241.522.250 78.489.524.645,40 2,85%2013 2.309.409.301 108.745.838.574,36 2,12%
Rata-rata 2,55%Sumber : DPKD Kabupaten Gowa, Data diolah
Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, dapat kita ketahui bahwa
kontribusi Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Gowa cukup besar dengan
prosentase rata-rata 2,55%. Kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2012 dan 2011,
sedangkan yang terendah adalah tahun 2013 dengan penjabaran data sebagai
berikut:
Kontribusi=
�
63
Pada tahun 2011 diperoleh tingkat kontribusi sebesar 2,69% dengan
perbandingan realisasi Pajak Gol C sebesar Rp. 2.244.133.500 dan realisasi
Pendapatan Pajak Daerah sebesar Rp. 83.265.676.477,90. Pada tahun 2012
diperoleh tingkat kontribusi yang sama dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar
2,85 % dengan perbandingan realisasi Pajak Gol C sebesar Rp. 2.241.522.250 dan
realisasi Pendapatan Pajak Daerah sebesar Rp. 78.489.524.645,40. Pada tahun
2013 diperoleh tingkat kontribusi terendah jika dibandingkan dengan 2 tahun
sebelumnya yaitu sebesar 2,12% dengan perbandingan realisasi Pajak Gol C
sebesar Rp. 2.309.409.301 dan realisasi Pendapatan Pajak Daerah sebesar Rp.
108.745.838.574,36. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor yang telah
dikemukakan sebelumnya sehingga menyebabkan adanya penurunan dari realisasi
penerimaan Pajak Gol C, besarnya kontribusi Pajak Pengambilan dan Pengolahan
Bahan Galian Golongan C terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Gowa
penulis gambarkan dalam grafik berikut ini:
2011 2012 2013
2,69 2,85 2,12
Tingkat Kontribusi Pajak Gol C Terhadap PAD
Tingkat Kontribusi Pajak Gol C Terhadap PAD
64
C. Hambatan dan Upaya Pemungutan Pajak Pengambilan dan Pengolahan
Bahan Galian Golongan C
a. Hambatan
1. Kurangnya kesadaran masyarakat (pengusaha tambang dan rekanan)
selaku Wajib Pajak yang membuat tersendatnya pemenuhan kewajiban
perpajakan.
2. Minimnya jumlah Sumber Daya Manusia di DPKD
3. Letak geografis wilayah Gowa yang menyulitkan dalam pemungutan pajak
karena cecnderung luas dan terpencil.
4. Sistem yang digunakan masih konvensional sehingga diperlukan adanya
modernisasi serta pembekalan teknologi informatika yang lebih kepada
Sumber Daya Manusia di DPKD.
b. Upaya
1. Melaksanakan sosialisasi kepada Wajib pajak dan masyarakat
2. pada umumnya secara lebih persuasif dan intensif.
3. Adanya metode jemput bola (mendatangi WP secara langsung) yang
diterapkan oleh pemungut.
4. Bekerjasama dengan BLH melaksanakan pengawasan
5. pengeksploitasian bahan galian golongan C yang dilakukan oleh Wajib
Pajak sebagai dasar pertimbangan dalam pemberian perijinan tambang dan
penentuan target penerimaan pajak pada periode selanjutnya.
65
6. Melaksanakn pemeriksaan rutin terhadap Wajib Pajak untuk menguji
kepatuhannya.
7. Penambahan SDM di DPKD dengan pengangkatan PNS baru atau PTT
(pegawai tidak tetap) yang sudah ada.
8. Penyediaan fasilitas teknologi informatika yang memadai.
D. Kelebihan dan Kelemahan Pemungutan Pajak Pengambilan dan
Pengolahan Bahan Galian Golongan C
1. Kelebihan Pemungutan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian
Golongan C
a. Realisasi Penerimaan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian
Golongan C di Kabupaten Gowa tahun 2013 sudah mencapai target
dengan selisih lebih yang cukup besar.
b. Realisasi Penerimaan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian
Golongan C merupakan yang terbesar kedua setelah Pajak Rumah Sakit di
Kabupaten Gowa.
c. Kontribusi Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Gowa pada tahun 2011-
2013 cukup besar dengan prosentase rata-rata sebesar 2,55% dan
kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2011 dan 2012.
d. Tingkat efektifitas tertinggi dicapai pada tahun 2013 dengan prosentase
sebesar 103,79% meski dengan target dan realisasi yang jauh lebih kecil
dari pada dua tahun sebelumnya.
66
e. Pihak fiskus (DPKD) telah melaksanakan berbagai upaya untuk
menyelesaikan hambatan-hambatan yang terjadi agar penerimaan pajak
dapat maksimal seperti metode jemput bola, penyuluhan intensif,
pengembangan diri dan lain-lain.
2. Kelemahan Pemungutan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian
Golongan C
a. Kurangnya kesadaran masyarakat terutama Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya sehingga menghambat kelancaran pemungutan
pajak.
b. Kurangnya jumlah SDM di DPKD dan minimnya pengetahuan teknologi
informatika yang membuat proses pemungutan pajak tidak berjalan secara
maksimal.
c. Penerapan sistem yang digunakan masih tergolong konvensional.
d. Letak geografis Kabupaten Gowa yang dataran tinggi dan terpencil
menyulitkan proses pemungutan pajak.
e. Sarana dan prasarananya kurang memadai.
67
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Identifikasi kendala dan permasalahan yang mempengaruhi penerimaan daerah di
sektor pertambangan sesuai urutan prioritasnya sebagai berikut:
a. Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai.
b. Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah,
sehingga kurang potensial terhadap Peningkatan PAD.
c. Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan
retribusi daerah.
d. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum
berjalan dengan baik.
2. Kebijakan yang diprioritaskan untuk meningkatkan penerimaan PAD sektor
pertambangan adalah:
a. Memperbaiki sistem manajemen pendapatan asli daerah.
b. Memperluas jenis pajak dan retribusi daerah.
c. Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dalam
membayar pajak dan reribusi daerah.
d. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek pajak dengan.
4. Rekomendasi kebijakan yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan PAD
sektor pertambangan.
a. Usaha yang intensif untuk memperbaiki sistem manajemen PAD sektor
pertambangan saat ini belum memadai. Kordinasi antar satuan kerja perangkat
68
daerah (Dinas Pertambangan dan Dinas Pengelola keuangan Daerah) harus
diperbaiki.
b. Usaha ekstensifikasi penerimaan PAD sektor pertambangan dengan cara
memperluas jenis pajak dan retribusi daerah sektor pertambangan, melalui
pembuatan peraturan daerah yang baru.
c. Melakukan sosialisasi yang terencana dan berkesinambungan dari regulasi atau
peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang ada, kepada berbagai
stakeholder yang terlibat khususnya pengusaha sektor pertambangan.
d. Upaya meningkatkan pengawasan dan pembinaan pegawai pengelola PAD
untuk menghindari kebocoran penerimaan daerah. Pengawasan dan pemberian
sanksi juga diberikan pada subjek pajak atau pengusaha sektor pertambangan
yang sengaja melakukan penghindaran, penolakan maupun pengelapan pajak
dan retribusi sektor pertambangan.
B. Saran
Saran dan kebijakan yang direkomendasikan dalam upaya mengatasi kendala dan
meningkatkan penerimaan PAD sektor pertambangan yang dapat dilaksanakan oleh
pemerintah kabupaten Gowa yaitu:
1. Upaya memperbaiki sistem manajemen PAD sektor pertambangan yang saat ini
belum memadai yaitu kordinasi antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (Dinas
Pertambangan dan Dinas Pengelola keuangan Daerah) harus di tata dengan baik. Dua
dinas tersebut merupakan instansi pelaksana teknis dari kebijakan yang di tetapkan.
Perencanaan penganggaran dari awal pada pembahasan APBD tentang target PAD
sektor pertambangan harus di hitung secara realistis dan rasional. Ada pedoman dan
uji petik yang dilakukan dilapangan sehingga target PAD yang di bebankan rasional
dan realistis. Dinas Pertambangan dan Dinas Pengelola Keuangan Daerah
69
memperbaiki dan meningkatkan sumberdaya manusia di bawah lingkup instansinya
yang terlibat dalam pengelolaan PAD, baik kualitas, kapabilitas dan integritas atau
kejujuran dari pegawainya. Ketidaktahuan dan ketidakmampuan pegawai dalam
menghitung dan menetapkan besar tarif pajak dan retribusi, daya kreativitas yang
kurang dalam melihat potensi PAD sektor pertambangan yang memungkinkan untuk
dioptimalkan, serta kejujuran pegawai dalam mengumpulkan hasil PAD yang di
indikasikan terjadi kebocoran sehingga mengurangi jumlah PAD. Permasalahan
tersebut diatas yang harus diatasi oleh pemerintah kabupaten Gowa agar memperbaiki
sistem manajemen PAD nya.
2. Mengupayakan perluasan objek pajak dan retribusi daerah sektor pertambangan.
Pemerintah Kabupaten Gowa di Sekretariat Daerah pada Asisten Satu, bagian hukum
agar membuat perencanaan memasukkan kedalam program legislasi daerah untuk
membuat peraturan daerah yang baru tentang pajak dan retribusi daerah sektor
pertambangan. Pemerintah daerah menyiapkan rancangan peraturan daerahnya dan
menyerahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk segera dibahas dan
disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Upaya ini penting
dilakukan agar semakin bervariasi dan bertambahnya objek pajak dan retribusi yang
dapat dipungut oleh daerah untuk meningkatkan PAD tanpa adanya payung hukum
berupa perda, pemungutan objek baru pendapatan daerah tersebut belum bisa
dilaksanakan. Hal ini juga didasarkan pada perda yang berlaku saat ini yaitu masih
minimnya kewenangan pemerintah kabupaten Gowa untuk memungut objek pajak
dan retribusi sektor pertambangan sehingga perlu dibuatkan perda baru atau
memperbaharui perda yang lama.
3. Upaya penyederhanaan administrasi dan birokrasi terhadap pemungutan pajak dan
retribusi daerah sektor pertambangan, dari pendataan, pemungutan, pencatatan dan
70
pelaporan sehingga tidak mempersulit wajib pajak atau pengusaha sektor
pertambangan untuk membayar wajib pajak dan retribusinya. Hal ini penting
dilakukan untuk memotivasi pengusaha tambang dengan mempermudah
administrasinya dan dapat menekan biaya yang ditimbulkan dari pemungutan objek
pendapatan daerah tersebut.
4. Melakukan sosialisasi yang terencana dan berkesinambungan dari regulasi atau
peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang ada pada semua
stakeholder yang terlibat khususnya pengusaha sektor pertambangan. Hal ini
diharapkan adanya pemahaman bersama antara pemerintah daerah, DPRD,
masyarakat dan pengusaha, tentang keberadaan aktivitas pertambangan di kabupaten
Gowa yang menghasilkan Pendapatan Asli Daerah sebagaimana yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang selanjutnya digunakan
untuk menjaga keberlangsungan dan penyelengaran pemerintahan daerah, memacu
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah.
5. Upaya meningkatkan pengawasan dan pembinaan pegawai pengelola PAD untuk
menghindari kebocoran penerimaan daerah dan pemberian sanksi terhadap pegawai
yang sengaja melakukan kebocoran, karena kebocoran penerimaan daerah dapat
mengurangi penerimaan daerah yang cukup signifikan. Selain itu pengawasan dan
pemberian sanksi juga diberikan pada subjek pajak atau pengusaha sektor
pertambangan yang sengaja melakukan penghindaran, penolakan maupun
penggelapan pajak dan retribusi sektor pertambangan di kabupaten Gowa.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani Dalam Bukunya Waluyo. 2009. Akuntansi Pajak. Salemba Empat. Jakarta.
Hadi Irmawan. 2006. Pengantar Perpajakan. Bayumedia. Malang.
Kesit Bambang Prakosa. 2003. Pajak dan Retbusi Daerah. UII Press, Purwomartini.
Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit Erlangga. PT. Gelora Aksara Pratama.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Bahan-Bahan Galian Golongan C.
Sari, Diana. 2013. Konsep Dasar Perpajakan. Cetakan Kesatu. Oleh PT. Refika Aditama, Bandung.
Setu Setyawan. 2006. Perpajakan. Bayu Media. Malang.
Soekarwo. 2004. Hukum Pengelolaan keuangan Daerah. Air Langga University Pres. Surabaya.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
BIODATA
Identitas Diri
Nama : MUH. ARKAM
Tempat, Tanggal Lahir : Batangkaluku, 01 November 1990
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat Rumah : Jl. Malino KM 8
Telpon Rumah dan HP : -
Alamat E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan
SD Inpres Pattallikang 1996-2002
SMP Negeri 1 Manuju 2002-2005
SMA Negeri 1 Parangloe 2005-2008
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi 2010-2014
Universitas Muhammadiyah Makassar
Demikian biodata ini dibuat dengan sebenarnya.