14
Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 87 Analisis Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Sea Level Rise (Kenaikan Muka Air Laut) Studi Kasus Kawasan Kota Lama Makassar Arief Hidayat Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Abstrak Riset ini mengenai kenaikan muka air laut atau Sea Level Rise yang terjadi di kawasan pesisir khususnya kajian dipusatkan pada wilayah pesisir Makassar yaitu Kota Lama Makassar. Dengan kajian berada pada ruang lingkup genangan permukaan serta melihat arahan pengembangan kawasan pesisir berbasis kenaikan muka air laut. Kenaikan muka air laut yang kian hari kian makin naik dengan kenaikan 0,8-1 cm/ tahun dari tahun 2000 hingga 2010. Dari hasil analisis peramalan genangan hingga 2100, analisis kenaikan muka air, analisis kerentanan serta analisis keruangan lainnya baik berupa fisik daratan maupun fisik hidro oceanografi, kawasan Kota Lama Makassar tergenang hingga 69,70 ha hingga tahun 2100 dan menggenangi seluruh kawasan pesisir Kota Lama Makassar yang memiliki ketinggian tanah <1,5 m. Sehingga dalam pengembangannya perlu arahan pengembangan ruang kawasan yang berbasis mitigasi kenaikan air laut atau Sea Level Rise. Kata kunci: pesisir, mitigasi, kenaikan muka air laut Pendahuluan Kawasan pesisir merupakan wilayah perairan laut yang terkait dengan kegiatan budidaya dan wilayah daratan yang berada di belakang garis sempadan pesisir yang secara langsung berkaitan dengan kegiatan sosial ekonomi di wilayah sempadan pesisir dan perairan laut. Berdasarkan Undang-Undang No. 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil, bahwa daerah pesisir dihitung ke daerah darat yaitu dari garis pantai sampai batas administrasi, dan ke arah laut dihitung dari garis pantai sepanjang 12 mil ke arah laut. Sehingga kawasan pesisir merupakan daerah atau kawasan yang kaya akan potensi baik dari sisi ekonomi, wisata, sumber daya serta potensi besar bencana. Namun secara batas ekologi, kawasan pesisir ke darat masih dipengaruhi oleh laut dan ke laut masih dipengaruhi darat (Dahuri, 2008; 5-6). Kota Makassar dengan luas 175,77 Km2, dengan potensi sumber daya pesisir yang panjang garis pantai ± 30 Km, dan berada pada Alur Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II) karena berbatasan dengan Selat Makassar sehingga pintu perdagangan melalui laut, kegiatan pariwisata, kegiatan kepelabuhanan, kegiatan industri serta potensi pengembangan kawasan pesisir yang tinggi menjadikan kawasan pesisir Kota Makassar berkembang sejak awal abad ke-16. Dilihat dari aspek ekonomi, wilayah pesisir Kota Makassar juga mempengaruhi perubahan yang sangat cepat pada nilai atau opportunity cost dari lahan pesisir. Kebutuhan pengembangan pelabuhan akibat membengkaknya arus perdagangan,

Analisis Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi ...jlbi.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2012/07/V1N1-p087-p100... · adalah daerah rawan bencana tsunami, serta rawan gempa

Embed Size (px)

Citation preview

Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 87

Analisis Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Sea Level Rise (Kenaikan Muka Air Laut) Studi Kasus Kawasan Kota Lama Makassar

Arief Hidayat

Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Abstrak Riset ini mengenai kenaikan muka air laut atau Sea Level Rise yang terjadi di kawasan pesisir khususnya kajian dipusatkan pada wilayah pesisir Makassar yaitu Kota Lama Makassar. Dengan kajian berada pada ruang lingkup genangan permukaan serta melihat arahan pengembangan kawasan pesisir berbasis kenaikan muka air laut. Kenaikan muka air laut yang kian hari kian makin naik dengan kenaikan 0,8-1 cm/ tahun dari tahun 2000 hingga 2010. Dari hasil analisis peramalan genangan hingga 2100, analisis kenaikan muka air, analisis kerentanan serta analisis keruangan lainnya baik berupa fisik daratan maupun fisik hidro oceanografi, kawasan Kota Lama Makassar tergenang hingga 69,70 ha hingga tahun 2100 dan menggenangi seluruh kawasan pesisir Kota Lama Makassar yang memiliki ketinggian tanah <1,5 m. Sehingga dalam pengembangannya perlu arahan pengembangan ruang kawasan yang berbasis mitigasi kenaikan air laut atau Sea Level Rise. Kata kunci: pesisir, mitigasi, kenaikan muka air laut Pendahuluan

Kawasan pesisir merupakan wilayah perairan laut yang terkait dengan kegiatan budidaya dan wilayah daratan yang berada di belakang garis sempadan pesisir yang secara langsung berkaitan dengan kegiatan sosial ekonomi di wilayah sempadan pesisir dan perairan laut.

Berdasarkan Undang-Undang No. 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, bahwa daerah pesisir dihitung ke daerah darat yaitu dari garis pantai sampai batas administrasi, dan ke arah laut dihitung dari garis pantai sepanjang 12 mil ke arah laut. Sehingga kawasan pesisir merupakan daerah atau kawasan yang kaya akan potensi baik dari sisi ekonomi, wisata, sumber daya serta potensi besar bencana. Namun secara batas ekologi, kawasan pesisir ke darat masih

dipengaruhi oleh laut dan ke laut masih dipengaruhi darat (Dahuri, 2008; 5-6).

Kota Makassar dengan luas 175,77 Km2, dengan potensi sumber daya pesisir yang panjang garis pantai ± 30 Km, dan berada pada Alur Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II) karena berbatasan dengan Selat Makassar sehingga pintu perdagangan melalui laut, kegiatan pariwisata, kegiatan kepelabuhanan, kegiatan industri serta potensi pengembangan kawasan pesisir yang tinggi menjadikan kawasan pesisir Kota Makassar berkembang sejak awal abad ke-16.

Dilihat dari aspek ekonomi, wilayah pesisir Kota Makassar juga mempengaruhi perubahan yang sangat cepat pada nilai atau opportunity cost dari lahan pesisir. Kebutuhan pengembangan pelabuhan akibat membengkaknya arus perdagangan,

Analisis Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Sea Level Rise (Kenaikan Muka Air Laut) Studi Kasus Kawasan Kota Lama Makassar

88 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

kebutuhan lahan untuk pengembangan Water Front City akibat bertambahnya jumlah penduduk yang berpendapatan menengah ke atas yang menuntut adanya lokasi permukiman yang lebih berkualitas.

Namun selain memiliki potensi yang cukup tinggi, wilayah pesisir sangat terkenal dengan potensi akan bencana. Daerah pesisir Indonesia 70% dapat dikatakan seluruhnya adalah daerah rawan bencana tsunami, serta rawan gempa. Hal ini disebabkan pesisir Indonesia diapit oleh 3 lempeng besar yaitu lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Lempeng Pasifik, sehingga ketika salah satu lempeng dengan lempeng bersentuhan atau saling bergeser maka akan terjadi gempa bawah laut yang mengakibatkan terjadinya bencana. Bencana di wilayah pesisir yang pasti terjadi adalah Kenaikan Muka Air laut (Sea Level Rise) akibat laju perubahan iklim yang sangat signifikan tiap tahunnya yaitu sekitar 0,5 OC dalam kurun waktu 70 tahun terakhir, dengan rata-rata kenaikan 1-7 OC dengan kenaikan muka air laut rata-rata dari tahun 1993-2003 yaitu sebesar 3,1 mm/tahun (2,4-3,8 mm/tahun) (Diposaptono, 2009; 5).

Kawasan Kota Lama Makassar merupakan kawasan kota yang beberapa dekade sebelumnya telah berkembang pesat dengan keberadaan kawasan pelabuhan serta Benteng Fort Rotterdam yang menjadi cikal bakal berkembangnya Kota Makassar. Kawasan kota lama yang berdekatan langsung dengan laut, menjadikan kawasan kota lama menjadi kawasan di pesisir Kota Makassar yang sangat potensial dari segi lahan maupun aspek penunjangnya. Kenaikan muka air laut di kawasan Kota Lama Makassar menjadi bahan pertimbangan dalam proses pengembangan kawasan. Dari data Pusat Pengembangan Lingkungan Hidup (PPLH) Sulawesi kenaikan muka air laut di kawasan Kota Lama Makassar meningkat menjadi rata-rata 0.8-0.9 cm/per tahun, hal ini perlu dikendalikan dengan upaya mitigasi.

Dalam proses perkembangannya, kenaikan muka air laut mampu merubah tatanan potensial kawasan pesisir khususnya sekitar wilayah pesisir Kota Makassar. Sea Level Rise menjadi bencana yang harus diwaspadai sehingga perlunya antisipasi dalam hal perkembangan kawasan pesisir Kota Makassar serta aspek pendukung kawasan pesisir dalam menghadapi bencana kenaikan muka air laut. Sehingga dimasa mendatang perlunya arahan pengembangan berbasis mitigasi bencana kenaikan muka air laut yang mampu mengantisipasi bencana SLR.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah :

- Bagaimana pengaruh SLR terhadap perkembangan kawasan pesisir Kota Lama Makassar?

- Bagaimana arahan pemanfaatan ruang kawasan pesisir Kota Lama Makassar berbasis mitigasi SLR?

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

- Mengetahui pengaruh SLR terhadap perkembangan kawasan pesisir Kota Lama Makassar.

- Mengetahui Arahan Pemanfaatan Ruang kawasan pesisir Kota Lama Makassar berbasis mitigasi SLR.

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

- Menjadi bahan masukan bagi pemerintah Kota Makassar sebagai pengambil kebijakan penataan ruang kawasan serta pengembangan kawasan kota lama.

Arief Hidayat

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 89

- Menjadi dasar pertimbangan bagi praktisi dalam merencanakan kawasan Kota Lama Makassar, serta menjadi bahan kajian bagi peneliti lanjutan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini berada pada kawasan Kota Lama Makassar dengan objek penelitian melihat batas administrasi 7 kelurahan dalam 2 kecamatan di Kota Makassar sebagai kawasan Kota Lama Makassar, dengan membatasi kajian pada kenaikan muka air laut pada daerah permukaan dengan melihat serta memproyeksikan perkembangan SLR di kawasan kota lama, dengan melihat kerentanan kawasan, daya dukung kawasan serta arahan pengembangan dengan melihat ambang batas perkembangan kawasan berbasis mitigasi kenaikan muka air laut.

Tinjauan Pustaka

Ruang Pesisir

Wilayah pesisir menurut UU 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil pasal 1 mengatakan bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, serta daerah pertemuan antara darat dan laut. Wilayah pesisir menurut UU ini bahwa dari garis pantai sampai batas administrasi, sedangkan ke laut dihitung dari garis pantai sepanjang 12 mil ke arah pantai.

Kenaikan Muka Air Laut (Sea Level Rise)

Kenaikan muka air laut merupakan parameter yang sangat penting dalam menganalisa kerentanan terhadap kawasan Kota Lama Makassar. Beberapa proses alam yang terjadi yang mempengaruhi kenaikan muka air laut (Triadmodjo, 1999 ; 100 – 112). Proses alam tersebut meliputi ;

- Kenaikan muka air karena tsunami

- Kenaikan muka air karena gelombang (wave set-up)

- Kenaikan muka air karena angin (wind set-up).

- Kenaikan muka air karena pasang surut

Untuk memprediksi kenaikan elevasi muka air karena badai yang sangat penting untuk diperhatikan adalah kecepatan angin. Angin yang bertiup menyebabkan terjadinya tegangan geser pada permukaan air laut, sehingga mengakibatkan kenaikan atau penurunan muka air laut.

Grafik 1. Wave set-up dan set-down

Kenaikan Muka Air karena Pemanasan Global

Peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer menyebabkan kenaikan suhu bumi sehingga mengakibatkan kenaikan muka air laut. Di dalam perencanaan bangunan pantai, kenaikan muka air karena pemanasan global ini harus diperhitungkan. Gambar dibawah memberikan perkiraan besarnya kenaikan muka air laut dari tahun 1990 sampai 2100, yang disertai perkiraan batas atas dan bawah.

Grafik 2. Perkiraan besarnya kenaikan muka air laut dari tahun 1990 sampai 2100

Analisis Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Sea Level Rise (Kenaikan Muka Air Laut) Studi Kasus Kawasan Kota Lama Makassar

90 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

Zonasi Wilayah Pesisir

Tujuan Zonasi wilayah pesisir untuk mengatasi konflik pemanfaatan sumberdaya, serta untuk memandu pemanfaatan jangka panjang, pembangunan dan pengelolaan sumberdaya didalam rencana wilayah rencana

Beberapa Prinsip Zonasi menurut Departemen Kelautan dan Perikanan yaitu:

- Skema zonasi hendaknya mudah dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan ketersediaan dana, aspek teknik, dan sumber daya manusia

- Sesuai dengan tujuan pembangunan daerah

- Semaksimal mungkin mempertahankan existing kegiatan yang sudah ada apabila dianggap sudah rasional dan kompatibel

- Berdasar pada konflik dan prioritas yang akan ditangani

- Perlu adanya kawasan kontigensi untuk kepentingan di masa mendatang

Gambar 1. Kedudukan rencana zonasi pada pengelolaan wilayah pesisir menurut UU No 27 thn 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

Mitigasi Bencana SLR

Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan

kemampuan menghadapi ancaman bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU No. 27 Thn 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil).

Mitigasi SLR di wilayah pesisir dengan memperhatikan beberapa variabel penentu dalam membentuk Mitigasi di wilayah pesisir yaitu

Resiko (Risk)

Resiko dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan yang dapat menyebabkan kerugian baik itu berupa materi, korban nyawa, kerusakan lingkungan, atau secara umum dapat diartikan sebagai kemungkinan yang dapat merusak tatanan sosial, masyarakat dan lingkungan yang disebabkan oleh interaksi antara ancaman dan kerentanan.

Tingkat resiko suatu wilayah bergantung hal-hal berikut ini:

- Alam/geografi/geologi (kemungkinan terjadinya fenomena)

- Kerentanan masyarakat yang terpapar terhadap fenomena (kondisi dan banyaknya)

- Kerentanan fisik daerah (kondisi dan banyaknya bangunan)

- Konteks strategis daerah

- Kesiapan masyarakat setempat untuk tanggap darurat dan membangun kembali.

Faktor Kerentanan (Vulnerability)

Kerentanan dapat artikan sebagai suatu kondisi yang menentukan bilamana bahaya alam (natural hazard) yang terjadi dapat menimbulkan bencana alam (natural disaster). Kerentanan menunjukkan nilai dari potensi kerugian pada suatu wilayah akibat bencana alam, baik itu nilai lingkungan, materi, korban jiwa, tatanan sosial dan lainnya.

Arief Hidayat

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 91

Saat ini ada beberapa metode dalam menentukan tingkat kerentanan bencana di wilayah pesisir. Salah satunya adalah analisa tingkat kerentanan yang dikembangkan oleh United State of Geological Service.

Dalam analisis kerentanan ini, variabel yang digunakan terkait dengan lingkungan fisik adalah geomorfologi. Perubahan elevasi muka air laut, laju erosi pantai, laju akresi pantai kemiringan pantai, tinggi gelombang rata-rata, dan kisaran tinggi pasang surut.

Tingkat kerentanan dari segi lingkungan fisik itu lalu diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan bahaya, yakni sangat kecil, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.

Namun demikian, untuk lebih memudahkan penerapannya di Indonesia, pembobotan itu perlu disederhanakan. Tabel 1 dibawah menunjukkan pembobotan masing-masing variabel yang telah disederhanakan dari UCGS.

Tabel 1. Tingkat kerentanan lingkungan fisik

Rendah Sedang Tinggi Variabel 1 2 3

Geomorfologi Pantai berbatu, pantai

bertebing

Estuaria, Laguna, Pantai

berkerikil

Pantai berpasir, berteluk,

berlumpur, rawa payau,

delta, mangrove,

terumbu karang Erosi/akresi pada garis

pantai (m/thn)

>1 -1.0-1,0 >-1

Kemiringan Pantai %

>1,9 0,6-1,9 <0,6

Perubahan Elevasi Muka

air relatif (mm/thn)

<1,8 1,8-3,4 >3,4

Rata-rata tinggi

gelombang (m)

<1,1 1,1-2,6 >2,6

Rata-rata kisaran

pasang surut (m)

>4,0 2,0-4,0 <2,0

Manajemen Bencana

Ibarat sebuah siklus, pengelolaan bencana gempa dan tsunami itu mulai dari pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi).

Gambar 2. Siklus manajemen bencana

Prinsip Mitigasi Kenaikan Muka Air Laut di Wilayah Pesisir

Menurut Subandono dalam memitigasi wilayah pesisir yaitu dengan cara adaptasi. Adaptasi adalah suatu proses menetukan bagaimana mengambil suatu strategi yang bertujuan menekan, menyesuaikan dan mampu mengambil manfaat dari dampak suatu kejadian iklim diperluas, dikembangkan dan diterapkan. Prinsip dasar adaptasi wilayah pesisir ada 3 yaitu :

Prinsip Adaptasi Akomodatif

Strategi akomodatif dilakukan dengan menyesuaikan diri terhadap kenaikan muka air laut. Strategi pola akomodatif ini perlu orientasi bisnis baru sehubungan dengan kawasan yang tergenang air laut.

Gambar 3. Adaptasi akomodatif

Bencana

Tanggap Darurat

Pemba-ngunan

Pence-gahan

Mitigasi

Kesiap-siagaan

Analisis Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Sea Level Rise (Kenaikan Muka Air Laut) Studi Kasus Kawasan Kota Lama Makassar

92 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

Prinsip Adaptasi Protektif Alami serta Buatan

Pada prinsip ini arahan pertahanan fisik alami dengan penanaman pohon bakau, hutan pantai, pohon nipah, pohon api-api serta tanaman-tanaman yang berakar kuat yang mampu menjadi penahan gelombang. Adapun secara buatan dengan pembuatan breakwater, seawall, sand nutrition, dan lain-lain. Serta sistem peringatan dini dengan Buoy Radar, dan sebagainya.

Gambar 4. Adaptasi protektif

Prinsip Adaptasi Mundur

Strategi adaptasi dengan pola mundur bertujuan menghindari genangan dengan cara merelokasi permukiman, industri, daerah lainnya agar terhindar dari kenaikan muka air laut.

Gambar 5. Adaptasi mundur

Metode Penelitian

Kerangka Penulisan

Gambar 6. Diagram alur penelitian

Hasil dan Pembahasan

Gambaran Umum Kawasan Penelitian

Kawasan penelitian ini berada di Kawasan Kota Lama Makassar yang berada di sebelah barat kawasan pesisir Kota Makassar. Berdasarkan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Kawasan Kota Lama Makassar tahun 2007 (dalam implementasi tata ruang Mamminasata) dan Intrumen Pengendalian Ruang (Zoning Regulation) kawasan Kota Lama Makassar berada dalam 2 Kecamatan yang menjadi dasar hukum penetapan kawasan Kota Lama Makassar yaitu Kecamatan Ujung Pandang dan Kecamatan Wajo dengan fokus penelitian berada di 7 Kelurahan yaitu Kelurahan Maloku, Sawerigading, Baru, Bulogading, Pattunuang,

Arief Hidayat

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 93

Ende, dan Melayu Baru. Dengan luas wilayah keseluruhan yaitu 176.25 Ha.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di kawasan Kota Lama Makassar didominasi oleh bangunan permukiman (22,55%) dan perdagangan dan jasa (40,28). Kawasan kota lama merupakan kawasan yang padat akan aktivitas penggunaan lahan terutama perdagangan, disekitar Kota Lama Makassar sangat padat akan perdagangan dan jasa, seperti beberapa titik pengamatan di lapangan yaitu jalan penghibur, nusantara, somba opu,dan lain-lain. Padatnya aktivitas juga membuat ruang-ruang terbuka sangat sedikit, dengan kepadatan bangunan melewati ambang batas. Dari perhitungan Citra dengan menggunakan GIS dan track GPS dilapangan tahun 2010, lahan yang terbangun di kawasan kota lama yaitu sebesar 94,66 Ha sedangkan ruang terbuka untuk public, privat serta ruang terbuka untuk prasarana jalan dan lain-lain sebesar 81,59 Ha, sehingga kawasan Kota Lama Makassar dapat dikatakan saat ini sangat padat dan sesak akan aktivitas.

Tabel 2. Penggunaan lahan/tanah dirinci jenis bangunan tahun 2010

No Jenis Bangunan

Luas (Ha)

Persen- tase (%)

1 Kesehatan 1.85 1.95

2 Pendidikan 3.23 3.41

3 Perdagangan dan Jasa

38.13 40.28

4 Peribadatan 0.90 0.95

5 Perkantoran 6.90 7.29

6 Perumahan 21.35 22.55

7 Wisata dan Budaya

2.03 2.14

8 Pelabuhan (Pangkalan

Hatta) 19.30 20.38

9 Lainnya 0.99 1.05

Luasan Total

183,63 maka

94.66 : 88,97

Terbangun : Tdk

Terbangun

Total 94.66 100.00

Kenaikan Paras Muka Air Laut

Kenaikan Paras Muka Air Laut untuk Kota Makassar diproyeksikan tahun 2050 dan 2100

kenaikannya 56 cm dan 110 cm. Dengan modifikasi proyeksi kebelakang maka 10 tahun terakhir mulai tahun 2000-2009 mengalami kenaikan cukup signifikan dengan kenaikan air laut rata-rata tiap tahunnya sebesar 15,67%.

Tabel 3. Kenaikan paras air laut di Kota Makassar 10 tahun terakhir tahun 2000-2009

No Tahun Kenaikan (cm)

1 2000 2

2 2001 3.08

3 2002 4.16

4 2003 5.24

5 2004 6.32

6 2005 7.4

7 2006 8.48

8 2007 9.56

9 2008 10.64

10 2009 11.72

Analisis Proyeksi Genangan Muka Air Laut

Dari hasil kenaikan muka air laut di atas, maka kenaikan air laut akibat pemanasan global angin, dan pasang surut dengan persentase masukan 11,56% diambil dan diambil rata-rata genangan hingga 100 tahun ke depan. Dengan memakai analisis yaitu proyeksi metode post censal (sesudah kenaikan) Diprediksikan pada tahun 2025 kenaikan muka air laut naik hingga 32,34 cm atau 0,32 meter hingga pada tahun 2100 kenaikan muka air laut yaitu 122,67 cm atau sekitar 1,22 meter dari level muka air saat ini. Sebagaimana terlihat pada tabel 4 di bawah.

Tabel 4. Prediksi kenaikan muka air tahun 2025-2100

No Tahun Proyeksi Proyeksi Genangan

(Cm)

1 2025 32.34

2 2050 62.45

3 2075 92.56

4 2100 122.67

Analisis Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Sea Level Rise (Kenaikan Muka Air Laut) Studi Kasus Kawasan Kota Lama Makassar

94 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

Hasil prediksi di atas menjadi patokan pemodelan genangan kenaikan muka air atau SLR, hal ini menjadi dasar dalam menilai pengembangan kawasan pesisir berbasis mitigasi bencana kenaikan muka air laut atau SLR.

Simulasi Genangan Muka Air Laut dan Prediksi Penggenangan

Skenario genangan ini di bagi atas 4 tahun prediksi genangan SLR, yaitu tahun 2025, 2050, 2075, dan 2100.

Tabel 5. Luasan penggenangan SLR sesuai tahun prediksi tahun 2025-2100

No Tahun

Proyeksi Luasan Genangan

(Ha) 1 2025 4.41 2 2050 21.45 3 2075 23.19 4 2100 20.65

Total 69,70

Gambar 6. Prediksi penggenaan SLR

Gambar 7. Prediksi genangan di penggunaan lahan

Penggenangan di kawasan Kota lama berimbas menggenangi 7 kelurahan yang ada dalam kawasan Kota Lama Makassar. Prediksi hingga tahun 2100 Kelurahan Baru akan terendam 3,29 Ha, Kelurahan Bulogading 30,11 Ha, Kelurahan Ende 1,44 Ha, Kelurahan Maloku 20,5 Ha, Kelurahan Melayu Baru 1,14 Ha, Pattunuang 13,02 Ha dan Sawerigading 0,21 Ha. Penggenangan SLR juga tidak hanya merendam kelurahan namun juga pengggunaan lahan yang ada di dalamnya, penggunaan lahan yang terkena dampak paling besar yaitu perdagangan dan jasa.

Untuk prasarana yang sangat rentan genangan yaitu jaringan jalan di sekitar kawasan kota lama di sekitar pelabuhan dan sekitar losari. Adapun luasan penggenangan dan panjang jalan yaitu pada tahun 2025 sebesar 0,39 Ha dengan panjang jalan 966 meter, tahun 2050 sebesar 3,56 Ha Panjang 7430 meter, tahun 2075 sebesar 2,46 Ha dengan panjang 6785 dan tahun 2100 sebesar 2,53 Ha dengan panjang jalan 6874 meter.

Arief Hidayat

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 95

Analisis Kerentanan Kenaikan Paras Muka Air Laut

Dengan melihat data-data kawasan penelitian, untuk wilayah kawasan Kota Lama Makassar masuk dalam kelas kerentanan sedang dengan nilai 2, sehingga kawasan kota lama dalam posisi rentan terhadap kenaikan muka air laut/SLR.

Tabel 6. Analisis penilaian kerentanan kawasan Kota Lama Makassar tahun 2010-2100

Rendah Sedang Tinggi

Variabel

1 2 3

Nilai Kerenta-nan Kota

Lama Makassar

Geomorfologi

Pantai berbatu, pantai

bertebing

Estuaria, Laguna, Pantai

berkerikil

Pantai berpasir, berteluk,

berlumpur, rawa

payau, delta,

mangrove, terumbu karang

1

Erosi/ akresi pada garis pantai

(m/thn)

>1 -1.0-1,0 >-1 2

Kemiringan Pantai % >1,9 0,6-1,9 <0,6 3

Perubahan Elevasi Muka

air relatif (mm/thn)

<1,8 1,8-3,4 >3,4 3

Rata-rata kisaran

pasang surut (m)

>4,0 2,0-4,0 <2,0 1

Total Skor 10

Kelas Kerentanan (Skor Total/Banyaknya Variabel) 2

Kerentanan kawasan pesisir di kawasan Kota Lama Makassar berdampak pada nilai lahan di kawasan Kota Lama Makassar, luasan penggenangan SLR mencapai 69,70 Ha dengan merendam 3 kawasan yang memiliki nilai lahan yang sangat tinggi. Sebagaimana terlihat pada tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Analisis penilaian kerugian dari segi nilai lahan akibat SLR di kawasan Kota Lama Makassar hingga tahun 2100

Nilai Tanah dan Tahun Rendaman

Luas (M2) Luas (Ha) Nilai Kerugian

Kelas I (10-20Juta/M2) 361300 36.13 Rp.5,419,500,000,000.00

Tahun 2025 44100 4.41 Rp. 661,500,000,000.00

Tahun 2050 194700 19.47 Rp.2,920,500,000,000.00

Tahun 2075 78400 7.84 Rp.1,176,000,000,000.00

Tahun 2100 44100 4.41 Rp. 661,500,000,000.00

Kelas II (5-10 Juta/ M2) 253200 25.32 Rp.1,266,000,000,000.00

Tahun 2050 19800 1.98 Rp. 99,000,000,000.00

Tahun 2075 142400 14.24 Rp. 712,000,000,000.00

Tahun 2100 91000 9.1 Rp. 455,000,000,000.00

Kelas III (2-5 Juta/ M2) 82500 8.25 Rp. 330,000,000,000.00

Tahun 2075 11100 1.11 Rp. 44,400,000,000.00

Tahun 2100 71400 7.14 Rp. 285,600,000,000.00

697000 69.7 Rp.7,015,500,000,000.00

Beberapa titik atau lokasi yang direndam di kawasan Kota Lama Makassar yang tidak seperti Fort Rotterdam hingga tahun 2100 akan terendam oleh kenaikan muka air laut/SLR. Fort Rotterdam merupakan harta serta warisan budaya, sejarah serta kebanggaan Kota Makassar, hal ini menyebabkan Fort Rotterdam tidak ternilai harganya.

Analisis Ambang Batas Pengembangan

Ambang batas pengembangan (Treshold Analyst) untuk menganalisis kemampuan suatu kawasan berkembang, sedangkan prinsip dari analisis ini adalah efisiensi dan efektifitas pengembangan lahan dengan melihat data perkembangan fisik kawasan atau wilayah. Variabel penentu batas pengembangan berbasis mitigasi SLR suatu kawasan yaitu penggunaan lahan, serta

Analisis Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Sea Level Rise (Kenaikan Muka Air Laut) Studi Kasus Kawasan Kota Lama Makassar

96 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

kenaikan muka air laut yang terjadi yang diprediksi 100 tahun kemudian.

Limitasi Fisiografis

Kondisi fisik daratan kawasan seperti kemiringan lereng, jenis tanah, serta keaadaan batuan kawasan Kota Lama Makassar, tidak menjadi kendala pengembangan kawasan. Pengembangan kawasan secara fisik perairan tidak terlalu menjadi kendala, baik itu perencanaan untuk reklamasi, namun batas ambang pengembangan untuk variabel lain akan menjadi pertimbangan penting.

Kemungkinan Mengubah Penggunaan Lahan dan Fungsi Bangunan

Kondisi penggunaan lahan yang sekarang pada tahun 2010 sangat padat dengan berbagai aktivitas di dalamnya, sehingga pengembangan guna lahan baru sangat tidak mungkin. Kemungkinan mengubah fungsi bangunan sangat dimungkinkan, hal ini fungsi bangunan kawasan Kota Lama Makassar sangat menentukan besaran aktivitas dalam kawasan Kota Lama Makassar. Fungsi bangunan di kawasan kota lama dimungkinkan dapat berubah sesuai untuk menghadapi keadaan muka air laut yang diprediksi tahun 2100 akan naik, sehingga fungsi bangunan yang masih memiliki ruang-ruang terbuka serta resapan air maka tetap dipertahankan, serta bangunan-bangunan yang dianggap telah menyalahi aturan bangunan dapat dibebaskan, hal ini melihat kawasan kota lama sangat sedikit ruang terbuka untuk resapan air.

Kemungkinan Revitalisasi Prasarana Perkotaan

Prasarana perkotaaan di kawasan Kota Lama Makassar diharapkan dapat direvitalisasi dalam menghadapi kenaikan muka air laut hingga 100 tahun kedepan, hal ini untuk lebih dini mempersiapkan kawasan kota lama yang makin hari makin tumbuh seiring tumbuhnya Kota Makassar.

Arahan Pengembangan Kawasan Kota Lama Makassar Berbasis Kenaikan Muka Air Laut

Arahan pengembangan kawasan berbasis mitigasi dari SLR merupakan peralihan paradigma dalam penataan ruang kawasan dengan mengutamakan pertimbangan pada kondisi fisik dasar kawasan tersebut.

Kawasan Kota Lama Makassar merupakan kawasan pesisir dengan kerentanan sedang terhadap kenaikan muka air laut dari tahun proyeksi yaitu tahun 2025-2100. Arahan pengembangan kawasan Kota Lama Makassar dibagi atas 2 zona kawasan yaitu Zona A dengan kategori kawasan rentan terhadap SLR (Tidak Aman) dan Zona B kawasan yang aman atau tidak rentan terhadap SLR.

Zona A (Zona Rentan/Tidak Aman dari SLR)

Arahan Penggunaan Lahan serta Tata Bangunan Kawasan.

Zona A merupakan zona yang rentan terhadap kenaikan muka air laut seluas 81,63 Ha yang meliputi kelurahan Pattunuang, Bulogading, Ende, Melayu Baru, Sawerigading dan Maloku, dengan kenaikan muka air laut mencapai 1,22 meter pada tahun 2100. Zona A dalam proses pengembangannya perlu dikendalikan khususnya penggunaan lahan dan tata bangunan. Untuk kawasan zona A, penggunaan lahan di zona ini diarahkan untuk tidak membangun tutupan lahan yang baru, hal ini untuk memberi ruang sebagai rongga-rongga untuk ruang terbuka. Untuk tata bangunan kawasan Zona A, sebaiknya pada sekitar pantai permukiman yang berkepadatan rendah seperti pada Kelurahan Ende, Maloku dan Sawerigading untuk Kelurahan Melayu Baru hingga Pattunuang yang memiliki kepadatan tinggi, diharapkan sesuai arahan pemanfaatan ruang dapat dibatasi tersebarnya distribusi permukiman. Mengendalikan fungsi ruang khususnya permukiman. Perkantoran, retail maupun perdagangan dan jasa dikendalikan pemanfaatannya agar tidak tumbuh kembali perdagangan dan

Arief Hidayat

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 97

pemanfaatan lain di luar rencana kawasan. Pentingnya mempertahankan ruang terbuka yang telah ada hal ini untuk menjaga titik atau lokasi resapan air.

Kawasan losari dan sekitarnya diharapkan dibuatkan penahan atau dinding pantai yang lebih tinggi daripada sekarang, hal ini penting sebagai upaya proteksi terhadap kenaikan muka air laut. Akibat penggunaan lahan kawasan sekitar tidak diubah secara besar-besaran, sistem proteksi dengan membangun dinding pantai lebih tinggi maupun menimbun kawasann sekitar pantai.

Di depan kawasan bersejarah Fort Rotterdam sebisa mungkin diubah fungsi menjadi ruang terbuka dengan pembangunan reklamasi kawasan dengan tinggi maksimum mencapai 2 meter dari tinggi normal. Upaya proteksi disekitar pelabuhan terutama kolam pelabuhan, breakwater, atau pemecah ombak diharapkan mampu diperbaiki atau ditambah ketinggiannya. Namun rencana Pelabuhan Soekarno Hatta akan melakukan reklamasi untuk menambak luasan kawasan pelabuhan, sehingga rencana ini perlui direalisasikan segera dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun dimulai dari tahun sekarang (2010).

Arahan Revitalisasi Prasarana Kawasan

Prasarana kawasan seperti jalan, air bersih, dan drainase secara terpadu direncanakan serta di kembangkan dalam lingkup mitigasi SLR Air. Pembangunan jaringan jalan, drainase serta prasarana lainnya diharapkan mampu menghadapi gempuran serta hantaman kenaikan muka air laut.

Zona B (Zona Aman dari SLR)

Luas zona B yaitu 94,62 Ha, dengan Pemanfaatan lahan zona B tidak terlalu jauh berbeda dengan zona A hal ini untuk mengantisipasi kawasan Kota Lama Makassar dari kenaikan muka air laut yang berlebihan. Untuk zona B akan diarahkan sesuai dengan arahan pemanfaatan kawasan Kota Lama Makassar, hal ini sudah sesuai dengan peruntukannya, namun fungsi-fungsi

bangunan harus dikendalikan hal ini untuk mengawasi bangunan yang seharusnya berada dalam kawasan dan diharapkan berubah fungsi sesuai dengan arahan pemanfaatan lahan kawasan.

Gambar 8. Peta zonasi

Gambar 9. Peta zona kerentanan

Analisis Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Sea Level Rise (Kenaikan Muka Air Laut) Studi Kasus Kawasan Kota Lama Makassar

98 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan data dan hasil analisis yang dilakukan, maka dihasilkan kesimpulan berdasarkan tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu sebagai berikut;

Pesisir Kota Lama Makassar merupakan kawasan yang sangat padat dan sangat sibuk akan aktivitas ruang yang terdiri permukiman, pariwisata, perhotelan, pelabuhan, perkantoran, perdagangan, dan lain-lain.

Dari data dan analisis Kenaikan Muka Air laut pada tahun 2100 mengalami kenaikan hingga 122 cm sehingga sangat berpengaruh terhadap kawasan yang berada di sekitar pesisir Kota Lama Makassar.

Kenaikan muka air laut di kawasan kota mempengaruhi 65 Ha penggunaan lahan yang berada di kawasan kota lama. Seperti Pelabuhan, perkantoran, rekreasi, permukiman, dan lain-lain.

Kenaikan muka air laut di kawasan kota lama menelan kerugian dari segi lahan mencapai 7,5 triliun hingga tahun 2100, serta menjadikan lokasi yang tidak ternilai harganya seperti pelabuhan serta Fort Rotterdam menjadi tergenang.

Arahan kebijakan penataan kawasan Kota Lama Makassar harus menjadi pedoman pelaksanaan hal ini dikarenakan beberapa arahan rencana pemanfaatan lahan di kawasan kota lama berbasis mitigasi SLR. Arahan pengembangan dari hasil penelitian yaitu mengarahakan kotalama Makassar pada 2 zona, yaitu Zona Rawan SLR dan Zona Aman SLR. Zona A merupakan zona yang rentan terhadap kenaikan muka air laut seluas 81,63 Ha dengan kenaikan muka air laut mencapai 1,22 meter pada tahun 2100. Arahan pada Zona A yaitu penggunaan lahan di zona ini diarahkan untuk tidak membangun tutupan lahan yang baru, hal ini untuk memberi ruang

sebagai rongga-rongga untuk ruang terbuka Sarana vital yang berada di zona A seperti sarana kesehatan, perkantoran serta pendidikan sebagai sarana-sarana sosial, dikendalikan sesuai arahan pemanfaatan ruang. Pembangunan breakwater serta reklamasi pantai dengan strutkur yang baik akan memitigasi SLR secara buatan atau teknologi. Prasarana kawasan seperti jalan, air bersih dan drainase secara terpadu direncanakan serta di kembangkan dalam lingkup mitigasi SLR. Pada Zona B Luas zona B yaitu 94,62 Ha, dengan Pemanfaatan lahan zona B tidak terlalu jauh berbeda dengan zona A dan fungsi-fungsi bangunan harus dikendalikan hal ini untuk mengawasi bangunan yang seharusnya berada dalam kawasan dan diharapkan berubah fungsi sesuai dengan arahan pemanfaatan lahan kawasan.

Saran

Diharapkan hasil penelitian menjadi dasar dari Pemerintah untuk mampu menetapkan hasil rencana dan membatasi pertumbuahan kawasan tidak berada pada Zona Rawan SLR. Baik berupa rencana penataan kawasan serta perda kawasan yang mampu di taati oleh masyarakat sekitar.

Pemerintah memberikan sosialisasi tanggap bencana serta bagaimana beradaptasi dengan perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap masyarakat sekitar serta sosialisasi hasil rencana yang berbasis mitigasi SLR yang mampu diterima oleh masyarakat.

Diharapkan masyarakat di sekitar kawasan kota lama mampu beradaptasi dengan keadaan SLR yang makin hari dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sehingga pendidikan tanggap bencana serta kesadaran masyarakat terhadap perda tata ruang atau penataan ruang sangat penting demi di masa yang akan datang.

Masukan bagi peneliti selanjutnya, karena dalam penelitian banyak variabel yang tidak

Arief Hidayat

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 99

dikaji karena penelitian ini hanya mengkaji sebatas genangan permukaan belum memasukkan amblesan tanah, perubahan tanah akibat intrusi air laut serta banyak hal yang peneliti tidak kaji sehingga kedepannya penelitian yang bersifat sama akan memberikan pemahaman yang beragam.

Ucapan Terima Kasih

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada lembaga yang telah memberikan data dan informasi yang Pemerintah Kota Makassar, BPN, LANTAMAL IV, BMKG, dan lainnya. Terima kasih juga kepada Pak Jamaluddin Jahid sebagai Ketua Jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah UIN Alauddin Makassar, Bapak Agus Salim dan Bapak Nursyam telah membantu membimbing para penulis dalam makalah ini, Profesor Amran yang telah bersedia untuk berdiskusi dan teman-teman dan keluarga yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Daftar Pustaka

Al Quranul Karim. 1989. Al-Quran dan Terjemahannya. Departemen Agama

Adisasmita, Rahardjo. 2008. Kawasan

Pembangunan Semeja. Graha Ilmu : Yogyakarta

_________, Rahardjo. 2008. Pembangunan

Kelautan dan Kewilyahan. Graha Ilmu : Yogyakarta

Budiharsono, Sugeng. 2005. Teknik Analisis

Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita : Jakarta

Dahuri, Rokhmin dkk. 2008. Pengelolaan

Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita : Jakarta

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2002.

Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil: Jakarta

_________. 2006. Pedoman Penataan Kota Pesisir: Jakarta

_________. 2008. 12 Buku Petunjuk Teknis

Perencanaan Wilayah Pesisir dan Laut : Jakarta

Diposaptono, Subandono dkk. 2007. Hidup

Akrab dengan Gempa dan Tsunami. DKP : Jakarta

_________. 2008. Renzon Berbasis Mitigasi

(Bahan Presentase Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil). DKP: Jakarta

Hamka. 1988. Tafsir Al Quran Al-Azhar. PT.

Pustaka Panjimas: Jakarta Katsir, Ibnu. 1988. Terjemah Singkat Tafsir

Ibnu Katsir. PT. Bina Ilmu: Surabaya Latief, Hamzah dkk. 2008. Zonasi Wilayah

Pesisir Berbasis Mitigasi (Bahan Presentase Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil). Jakarta

Modul Sosialisasi Tata Ruang Laut P3K. 2004. Nasution, S. 2009. Metode Research. Bumi

Aksara: Jakarta Permen 16 Tahun 2008 Tentang Konservasi di

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Permen 17 Tahun 2008 Tentang Perencanaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pradadimara, Dias. 2004. (Draft Pertama: The

1st International Conference on Urban History) Penduduk Kota, Warga Kota, Sejarah Kota: Kisah Makassar. Surabaya

Rais, Jacub dkk. 2004. Menata Ruang Laut

Terpadu. Pradnya Paramita: Jakarta Strauss, Anselm & Corbin, Juliet. 2009. Dasar-

dasar Penelitian Kualitatif. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Analisis Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Sea Level Rise (Kenaikan Muka Air Laut) Studi Kasus Kawasan Kota Lama Makassar

100 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

Sudjana, Nana. 1991. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Sinar Baru: Bandung

Taufiq, Tuhana. 2007. Mitigasi Bencana

Gempa dan Tsunami. Global Pustaka Utama: Yogyakarta

Teuween. D & Doorn. H. 2006. The Conquest

Of The Dutch 1956-1800. Holland Triatmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai.

Beta Offset: Yogyakarta UU 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan

Bencana UU 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil