Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PERAN PENDIDIKAN DAN KETENAGAKERJAAN
TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN INDONESIA
(Studi Kasus 34 Provinsi di Indonesia tahun 2013-2017)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun oleh :
Rara Min Arsyillah
NIM: 11150850000068
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
ANALISIS PERAN PENDIDIKAN DAN KETENAGAKERJAAN
TERHADAP KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN INDONESIA
(Studi Kasus 34 Provinsi di Indonesia tahun 2013-2017)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh:
Rara Min Arsyillah
11150840000068
Di bawah bimbingan:
Pembimbing I
Fahmi Wibawa, S.E., MBA
NIDN. 031107702
Pembimbing II
Najwa Khairina, S.E., M.A
NIP. 19871113201812001
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF
Hari ini, Senin 08 April 2019 telah dilakukan uji komprehensif atas
mahasiswa:
Nama : Rara Min Arsyillah
NIM : 11150840000068
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Judul Skripsi : Analisis Peran Pendidikan dan Ketenagakerjaan terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan Indonesia (Studi Kasus
34 Provinsi di Indonesia Tahun 2013-2017)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan
ke tahap ujian skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 8 April 2019
1. Muhammad Irfan, SE., M.Si (. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .)
NIP. Penguji I
2. Dr. M. Hartana I.P, M.Si (. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .)
NIP. 150 409 504 Penguji II
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rara Min Arsyillah
NIM : 11150840000068
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebut sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas
karya ini.
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, Mei 2018
Yang Menyatakan,
(Rara Min Arsyillah)
v
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Rara Min Arsyillah
Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 8 Februari 1996
Alamat : Jl Empu Panuluh II No 10 Perumnas II
Kec. Kelapa Dua, Tangerang
Telepon : 085715716296
Email : [email protected]
II. LATAR BELAKANG KELUARGA
Ayah : Ahmad Noviarsyah
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 30 November 1966
Ibu : Bena Sakinah
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Agustus 1972
Anak ke- : 1 dari 3 bersaudara
III. PENDIDIKAN
1. TK Al-Muawannah
2. SDN Karawaci 13 Tangerang
3. SMPN 6 Tangerang
4. SMAN 5 Tangerang
5. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
IV. Prestasi dan Penghargaan
1. Juara Harapan II Lomba Karya Tulis Ilmiah UIN Jakarta (2017)
2. Participant Lomba Karya Tulis Ilmiah Universitas Riau (2017)
3. Participant International Conference Selcuk Muncipality Turkey (2018)
V. Pengalaman Profesional
1. Data input untuk World Bank dalam Penelitian Daerah Irigasi (2017)
vii
2. Data input untuk Bappenas dalam analisis RKPD dan RPJM Provinsi Bali
(2018)
3. Junior Researcher untuk CSEAS dalam penelitian Kesadaran PMI di
Hongkong terhadap Jaminan Sosial (2018)
VI. Pengalaman Organisasi
1. Bendahara OSIS SMAN 5 Tangerang (2013)
2. Anggota HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)
3. Anggota HMJ Ekonomi Pembangunan Divisi Ekonomi Kreatif (2016)
4. Bendahara Ecofusion (2017)
viii
ABSTRACT
Income inequality in Indonesia is a core problem because it shows the
distance between high income society and low income society. This can occur
because of low education and lack of absorption in labor. Then this study aims to
analyze the effect of education represented by the Average School Length, School
Participation Rates, Literacy and Employment represented by the Labor Force
Participation Rate on Inequality of Income Distribution in all provinces in
Indonesia for the period 2013-2017. This study uses panel data analysis with the
approach of Fixed Effect Model (FEM). The results shows that the inequality of
income distribution can be explained by education and employment 90.90% (value
R2). Simultaneously the variables Average School Length and School Participation
Rates have a negative and significant influence on Income Distribution Inequality.
Then the Literacy Rate and Labor Force Participation Rate have a positive and
significant influence on Income Distribution Inequality.
Keywords: Income Distribution Inequality, Average School Length, School
Participation Rates, Literacy, Labor Force Participation Rate, and Fixed Effect
Model (FEM).
ix
ABSTRAK
Ketimpangan pendapatan di Indonesia menjadi satu permasalahan inti
karena memperlihatkan jarak antara masyarakat berpenghasilan tinggi dan rendah.
Hal ini dapat terjadi karena pendidikan yang rendah dan kurang terserapnya tenaga
kerja. Maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan yang
diwakili oleh Rata-rata Lama Sekolah, Angka Partisipasi Sekolah, Angka Melek
Huruf dan ketenagakerjaan yang diwakili oleh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di seluruh provinsi di Indonesia
periode 2013-2017. Penelitian ini menggunakan analisis data panel dengan
pendekatan Fixed Effect Model (FEM). Hasil menunjukkan bahwa ketimpangan
distribusi pendapatan dapat dijelaskan oleh pendidikan dan ketenagakerjaan
90,90% (nilai R2). Secara simultan variabel Rata-rata Lama Sekolah dan Angka
Partisipasi Sekolah memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan. Kemudian Angka Melek Huruf dan Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan.
Kata Kunci: Ketimpangan Pendapatan, Rata-rata Lama Sekolah, Angka Partisipasi
Sekolah, Angka Melek Huruf, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, dan Fixed Effect
Model (FEM).
x
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang karena izin-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pendidikan dan
Ketengakerjaan terhadap Ketimpangan Pendapatan di Indonesia (Studi
Kasus 34 Provinsi di Indonesia Tahun 2013-2017)” dengan baik dan lancar.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wassalam berserta keluarga dan para sahabatnya.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi
ini dapat terselesaikan tentu atas bimbingan, bantuan dan semangat dari orang-
orang yang ada di sekeliling penulis. Tanpa orang-orang di sekeliling yang
mendukung, penulis mungkin tidak dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat
waktu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Ahmad Noviarsyah dan Mama Bena
Sakinah yang selalu memberikan dukungan dan kasih sayang yang tiada
habisnya, serta selalu memberikan semangat selama proses pengerjaan
skripsi ini hingga selesai. Terima kasih atas segala kebaikan yang tidak akan
pernah bisa penulis balas.
2. Kedua adikku tersayang Ferra Novinah dan Muhammad Royan Firdaus
yang selalu membantu, memberikan kebahagiaan serta canda dan tawa saat
penulis sedang merasa lelah. Terima kasih untuk selalu mau direpotkan dan
selalu mendengarkan keluh kesah penulis.
3. Bapak Fahmi Wibawa, S.E., MBA dan Ibu Najwa Khairina, S.E., M.A
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis serta memberikan motivasi dan saran jika penulis
melakukan kesalahan dalam proses penyusunan skripsi.
xi
4. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bapak Amilin, Prof.,Dr.,M.Si.,Ak.,C.A.,QIA.,BKP.,CRMP beserta seluruh
jajarannya.
5. Bapak Arief Fitrijanto, M.Si selaku Kepala dan Sekretaris Program Studi
Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan bimbingan dan
mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak Zaenal Mutaqqin, MPP selaku Dosen Pembimbing Akademik
penulis sejak awal perkuliahan yang telah membimbing penulis dan
melibatkan penulis dalam beberapa penelitian.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta beserta jajarannya.
8. Teman-teman terbaik “Minceu Lovers” (Andini, Asih, Ayu, Azalia, Diyah,
Eca, Icha, Maul, Priska, Octa, Sofi, Tenti) yang telah memberikan warna
semasa perkuliahan penulis dengan selalu berbagi cerita dan kebersamaan.
9. Teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2015 yang telah menjadi
kawan baik selama empat tahun kita berjumpa dan berjuang bersama di
jurusan ini. Sampai jumpa lagi.
10. Teman-teman semasa sekolah menengah penulis Hera, Apsari, Imam, serta
Fita yang senantiasa laptopnya dipakai karena laptop penulis rusak. Terima
kasih atas waktu hampir 12 tahun pertemanan kita.
11. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih
atas kebaikan kalian semua, see you when I see you!
Semoga semua pihak yang telah berbaik hati kepada penulis mendapatkan
pahala dan kebaikan. Skripsi ini pun tidak luput dari kesalahan dan masih terdapat
berbagai kekurangan. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat
diterima oleh penulis.
Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, Mei 2019
Rara Min Arsyillah
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ...................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ........................... iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiv
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi
BAB I ...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 11
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 13
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 14
BAB II .................................................................................................................. 15
A. Teori Terkait dengan Variabel Penelitian .................................................. 15
1. Ketimpangan Pendapatan ....................................................................... 15
2. Peran Pendidikan .................................................................................... 18
3. Ketenagakerjaan ..................................................................................... 22
B. Penelitian Terdahulu .................................................................................. 25
C. Hubungan Antar Variabel .......................................................................... 31
D. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 34
E. Hipotesis Penelitian .................................................................................... 35
BAB III ................................................................................................................. 36
A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 36
B. Metode Penentuan Sampel ......................................................................... 36
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 37
D. Metode Analisis Data ................................................................................. 38
E. Operasional Variabel Penelitian ................................................................. 46
xiii
BAB IV ................................................................................................................. 47
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................................... 47
1. Ketimpangan Distribusi Pendapatan ...................................................... 47
2. Rata-rata Lama Sekolah ......................................................................... 49
3. Angka Partisipasi Sekolah ...................................................................... 51
4. Angka Melek Huruf ................................................................................ 52
5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja........................................................ 54
B. Temuan Hasil Penelitian ............................................................................ 56
1. Uji Chow ................................................................................................ 56
2. Uji Hausman ........................................................................................... 56
3. Fixed Effect Model ................................................................................. 57
4. Uji Asumsi Klasik .................................................................................. 66
5. Analisis Ekonomi ................................................................................... 69
BAB V ................................................................................................................... 72
A. Kesimpulan ................................................................................................ 72
B. Saran ........................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 76
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 80
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Rata-rata Pendapatan Pekerja Per-bulan Menurut Pendidikan (Rupiah)
Tahun 2014-2016 .................................................................................................... 8
Tabel 2. 1 Penelitian-penelitian Terdahulu ……………………………………………………….. 25
Tabel 3. 1 Definisi Operasional Variabel ………………………………………………………….. 46
Tabel 4. 1 Uji Chow (Redundant Fixed Effects Tests) ………………………………………. 56
Tabel 4. 2 Uji Hausman (Correlated Random Effects - Hausman test) ................ 57
Tabel 4. 3 Tabel Estimasi Hasil Regresi Data Panel ............................................. 57
Tabel 4. 4 Uji t-statistik ......................................................................................... 59
Tabel 4. 5 Uji F-statistik........................................................................................ 59
Tabel 4. 6 Uji Koefisien Determinansi ................................................................. 60
Tabel 4. 7 Tabel Interpretasi Fixed Effect Model .................................................. 61
Tabel 4. 8 Hasil Uji Autokorelasi ......................................................................... 66
Tabel 4. 9 Hasil Uji Multikolinearitas................................................................... 68
Tabel 4. 10 Hasil Uji Heteroskedastisitas (Uji Glejser) ........................................ 68
Tabel 5. 1 Matriks Kesimpulan ………………………………………………………………………… 72
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. 1 Distribusi Pendapatan Penduduk di Indonesia tahun 2013-2017 ......... 4
Grafik 1. 2 Indeks Gini Indonesia tahun 2008-2018 ............................................... 5
Grafik 1. 3 Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah di Indonesia
Tahun 2012 - 2017 .................................................................................................. 6
Grafik 1. 4 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja di Indonesia Tahun 2010-2017 ...................................................................... 9
Grafik 4. 1 Perkembangan Indeks Gini Provinsi-Provinsi di Indonesia ….. 48
Grafik 4. 2 Rata-rata Lama Sekolah Provinsi-provinsi Indonesia ........................ 50
Grafik 4. 3 Angka Partisipasi Sekolah Provinsi-provinsi Indonesia ..................... 51
Grafik 4. 4 Angka Melek Huruf Provinsi-provinsi Indonesia............................... 53
Grafik 4. 5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Provinsi-provinsi Indonesia ...... 54
Grafik 4. 6 Hasil Uji Normalitas ........................................................................... 67
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Kurva Lorenz.................................................................................... 17
Gambar 2.2 Gambar Kerangka Berpikir ............................................................... 34
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan paling mengakar yang dihadapi Indonesia dan menjadi
penghambat keberhasilan pembangunan ekonomi adalah kemiskinan. Kemiskinan
menjadi sangat membahayakan karena membuat seseorang atau sekelompok
masyarakat yang mengalaminya tidak mendapatkan hak-hak kehidupan yang layak
seperti pendidikan, kesehatan, kebutuhan pangan, pekerjaan, tempat tinggal yang
bersih dan lainnya. Masyarakat yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan biasanya
juga akan terjerumus pada satu permasalahan penting lainnya yaitu pengangguran.
Hidup dalam zona kemiskinan membuat seseorang atau sekelompok masyarakat
sulit mendapatkan fasilitas pendidikan hingga ke jenjang yang tinggi. Kebanyakan
masyarakat miskin mempunyai tingkat pendidikan yang rendah sehingga
kesempatan kerja pun sulit untuk dicapai. Bahkan tidak jarang yang berakhir
menjadi pengangguran. Pengangguran menyebabkan kemiskinan, kemiskinan
menyebabkan pengangguran, merupakan lingkaran setan yang tidak dapat
dihindari. Pengangguran juga berkontribusi kepada ketimpangan pendapatan,
keberadaan pengangguran yang tidak memiliki penghasilan tetap dapat
mempengaruhi distribusi pendapatan. Dimana orang-orang yang menganggur
masuk ke dalam kategori penduduk berpenghasilan rendah atau tidak
berpenghasilan, yang jika semakin banyak jumlahnya maka akan meningkatkan
ketimpangan distribusi pendapatan.
Ketimpangan ekonomi merupakan salah satu dari berbagai masalah
ekonomi yang kompleks dan rumit untuk diatasi karena dipengaruhi oleh berbagai
aspek (World Bank, 2016). Tidak hanya aspek yang berasal dari sumber daya
manusia saja, namun juga dari aspek sumber daya alam seperti perbedaan
karakteristik geografis dan potensi alam. Ketimpangan pembangunan yang terjadi
di antara daerah di Indonesia menyebabkan ketimpangan ekonomi antara satu
daerah dengan daerah yang lain (Angelia, 2010).
2
Salah satu indikator utama dalam mengukur keberhasilan pembangunan
ekonomi suatu negara ialah laju pertumbuhan ekonomi. Ekonomi dikatakan
bertumbuh jika produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya dan
terjadi peningkatan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat dalam suatu periode
waktu tertentu. Di beberapa negara berkembang tak terkecuali di Indonesia,
pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi sasaran utama pembangunan. Namun
yang menjadi masalah adalah sasaran pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum
cukup untuk menjadi jaminan bahwa kesejahteraan masyarakat akan meningkat
pula secara merata. Oleh karena itu, laju pertumbuhan ekonomi seyogyanya harus
diiringi dengan pemerataan distribusi pendapatan agar hasil-hasil pertumbuhan
tersebut dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan kata lain, sasaran
pembangunan tidak hanya berhenti sampai dengan laju pertumbuhan ekonomi yang
tinggi saja. Melainkan dengan diiringi oleh pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
dengan memperhitungkan pemerataan pendapatan serta dapat mengentaskan
kemiskinan dan pengangguran. (Prasetyo, 2008)
Ketimpangan pendapatan bukan merupakan hal yang baru bagi Indonesia,
ketimpangan juga terjadi di berbagai belahan negara berkembang lainnya bahkan
negara maju. Namun yang membedakan ketimpangan pendapatan antara negara
maju dan negara berkembang terletak pada proporsinya, seberapa besar atau
kecilnya tingkat ketimpangan di negara tersebut dan bagaimana kesulitan negara
tersebut mengatasinya. Menurut Todaro (2006) masalah ketimpangan pendapatan
seyogyanya mendapatkan perhatian khusus karena ketimpangan wilayah yang
ekstrim menyebabkan inefisiensi ekonomi, alokasi aset yang tidak efisien,
melemahnya stabilitas sosial, menambah jumlah penduduk miskin dan kekuatan
politis golongan kaya menjadi lebih kuat sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi
kesejahteraan masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketimpangan
menjadi penghambat bagi suatu negara untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi
yang inklusif dan berkelanjutan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbilang cukup stabil dan jumlah
masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan pun berkurang setiap tahunnya,
namun hal ini belum dapat membuktikan bahwa pendistribusian pendapatan di
Indonesia sudah merata. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi masih belum
3
dapat mengimbangi pembagian pendapatan yang lebih merata. Menurut kajian
OECD (2011), meningkatnya kesenjangan antara penduduk yang masuk dalam
kategori kaya dan miskin terjadi karena pendapatan para pekerja yang sebelumnya
telah kaya (memiliki gaji tinggi) meningkat jauh lebih cepat daripada pendapatan
pekerja yang sebelumnya tidak kaya (memiliki gaji rendah). Fenomena ini sangat
jelas terlihat di Indonesia, dimana pegawai biasa sulit mendapat kesempatan untuk
meningkatkan pendapatannya sedangkan petinggi perusahaan atau instansi
mendapat kemudahan untuk meningkatkan pendapatannya. Selain itu, di Indonesia
juga banyak terdapat perumahan dan apartemen elit yang letaknya berdampingan
dengan perkampungan yang kumuh. Bahkan sangat mudah untuk membedakan
status sosial suatu masyarakat, terdapat jarak yang nyata antara si kaya dan si
miskin. Untuk mengatasi ketimpangan dalam distribusi pendapatan dibutuhkan
solusi-solusi berupa kebijakan yang tepat.
Pendapatan merupakan hal paling dasar yang dapat digunakan untuk
mengukur taraf kehidupan individu atau suatu rumah tangga. Pendapatan yang
diterima oleh golongan masyarakat atau kelompok rumah tangga ditentukan oleh
kemampuan atau keahlian masing-masing golongan tersebut, sedangkan
kemampuan antara suatu individu atau kelompok dengan yang lainnya tentu tidak
sama. Kemampuan yang berbeda membuat pendapatan antar golongan masyarakat
juga berbeda, beberapa faktor mempengaruhi perbedaan pendapatan masyarakat
antara lain tingkat pendidikan, kesempatan kerja, keterampilan, umur, kesehatan,
daerah asal, potensi daerah tempat tinggal, kebudayaan, lingkungan bahkan sistem
pemerintahan dan politik yang sedang berlaku. Jika dilihat dari faktor-faktor
tersebut, maka yang menjadi perhatian adalah bagaimana cara mengoptimalkan
pengelolaan faktor-faktor tersebut sehingga dapat mengurangi ketimpangan
distribusi pendapatan.
4
Grafik 1. 1 Distribusi Pendapatan Penduduk di Indonesia tahun 2013-2017
Sumber: BPS (2017)
Bank Dunia merilis kriteria ketimpangan pendapatan menjadi tiga
kelompok yaitu 40% terbawah, 40% menengah, dan 20% teratas. Jika dilihat
berdasarkan kriteria Bank Dunia maka dapat dikatakan bahwa ketimpangan di
Indonesia masuk ke dalam golongan ketimpangan sedang. Namun hal yang menarik
perhatian adalah persentase kelompok penduduk 20% teratas dalam lima tahun
terakhir lebih besar dari kelompok penduduk 40% menengah. Kelompok penduduk
teratas yang jumlahnya hanya 20% mendapatkan pendapatan hampir 50% dari
jumlah seluruh pendapatan yang ada di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa
ketimpangan pendapatan di Indonesia terletak pada penduduk yang memiliki
penghasilan teratas. Tentunya tidak adil bagi masyarakat kelompok menengah yang
jumlahnya lebih banyak.
Selain distribusi ketimpangan pendapatan menurut World Bank yang telah
dipaparkan di atas, Indonesia juga memiliki standar tersendiri dalam mengukur
ketimpangan distribusi pendapatan yaitu biasa disebut koefisien gini. Nilai
koefisien gini nol menunjukkan kesetaraan yang sempurna di suatu wilayah,
sedangkan nilai koefisien gini satu menunjukkan ketimpangan yang sempurna.
Berikut adalah koefisien gini Indonesia sepuluh tahun terakhir.
2013 2014 2015 2016 2017
40% Terendah 16,87 17,12 17,1 17,02 17,12
40% Menengah 34,09 34,6 34,65 36,09 36,47
20% Teratas 49,04 48,28 48,25 46,89 46,41
0
10
20
30
40
50
60
40% Terendah 40% Menengah 20% Teratas
5
Grafik 1. 2 Indeks Gini Indonesia tahun 2008-2018
Sumber : BPS (2017)
Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa tahun 2008 mengawali indeks gini
dengan nilai yang lebih rendah dari tahun-tahun berikutnya. Kemudian
ketimpangan yang cukup tinggi di Indonesia dengan nilai indeks di atas 0,4 terjadi
pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Namun pada lima tahun terakhir yaitu
sejak tahun 2014, ketimpangan berangsur menurun. Sayangnya penurunan yang
terjadi masih belum menyentuh nilai indeks seperti pada tahun 2008. Tingkat
ketimpangan yang cukup tinggi dalam masyarakat merupakan ancaman karena
tidak hanya membahayakan keberlangsungan sosial antar masyarakat namun juga
dapat membahayakan stabilitas politik dan ekonomi. Ketimpangan yang tinggi juga
menandakan bahwa masih belum setaranya pendapatan tenaga kerja di Indonesia.
Kondisi sumber daya manusia sebagai tenaga kerja sangat berpengaruh
terhadap pendapatan yang akan diterima. Kondisi yang dimaksud adalah tingkat
pendidikan, produktivitas, kualitas, kesempatan kerja dan upah minimum yang
berlaku di daerah tempat tenaga kerja menetap. Tidak semua tenaga kerja dengan
tingkat pendidikan yang sama memiliki kesempatan yang sama pula untuk
mendapatkan standar pendapatan tertentu. Bahkan beberapa tenaga kerja yang
memiliki pendidikan lebih rendah justru memiliki pendapatan lebih tinggi. Namun
jumlah tenaga kerja yang terserap biasanya menentukan kondisi kemerataan
pendapatan, karena saat ada tenaga kerja yang tidak terserap atau menganggur maka
tidak akan berkontribusi terhadap pendapatan. Menurut (Rose & Sovita, 2016)
adanya tingkat pengangguran di suatu wilayah mengindikasikan bagaimana kondisi
ketenagakerjaan di wilayah tersebut. Tingginya pengangguran di suatu wilayah
mengindikasikan adanya faktor produksi yang tidak digunakan secara agregat dan
0,34
0,35
0,36
0,37
0,38
0,39
0,4
0,41
0,42
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
6
merata untuk menunjang pembangunan di wilayah tersebut. Rendahnya tingkat
partisipasi angkatan kerja dan PDRB per-kapita dalam suatu wilayah akan
menyebabkan kesejahteraan antar masyarakat semakin rendah dan juga
pembangunan di suatu wilayah pun akan terhambat yang kemudian akan
menyebabkan ketimpangan pendapatan menjadi semakin tinggi.
Berdasarkan data dari BPS (2017), persentase rumah tangga miskin menurut
pendidikan kepala rumah tangga didominasi oleh lulusan SD yaitu 40,85% dan
tidak tamat SD yaitu 34,84%. Sedangkan jika mengacu pada kebijakan wajib
belajar 9 tahun atau pada jenjang SMP, persentase rumah tangga miskin hanya
sebesar 13,45%. Dapat dilihat bahwa mayoritas rumah tangga miskin disebabkan
oleh rendahnya pendidikan kepala rumah tangga. Jika dilihat berdasarkan upah atau
gaji atau pendapatan bersih yang diterima tenaga kerja per bulan, tenaga kerja
lulusan perguruan tinggi diperkirakan memiliki pendapatan rata-rata tertinggi, yaitu
3,6 juta rupiah pada Februari 2016. Sebaliknya, tenaga kerja yang tidak sekolah,
belum tamat SD, dan tamat SD memiliki pendapatan rata-rata terendah, yaitu
kurang dari 1,3 juta rupiah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja dengan
pendidikan yang rendah akan mendapatkan gaji yang rendah pula. Penelitian ILO
(2013) juga mendukung data tersebut bahwa selain rata-rata pendapatan yang
rendah, situasi yang lebih sulit biasanya akan dihadapi oleh tenaga kerja dengan
tingkat pendidikan rendah karena pertumbuhan pendapatannya relatif lebih lambat
jika dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan tenaga kerja yang memiliki
pendidikan lebih tinggi.
Data di atas juga sejalan dengan penelitian sebelumnya (Martins dan
Pereira, 2004) yang menyimpulkan bahwa pendidikan memiliki dampak yang
untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Sullivan dan Smeeding
(1997) juga menyatakan bahwa perbedaan ketimpangan pendapatan di negara-
negara maju yaitu lebih banyak dipengaruhi oleh perbedaan tingkat pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu bagian dari modal sumber daya manusia yang
sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006),
pendidikan menjadi hal pokok yang diperlukan setiap individu untuk mendapat
masa depan yang lebih baik.
7
Grafik 1. 3 Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah di
Indonesia Tahun 2012 - 2017
Sumber : BPS (2017)
Grafik 1.2 memperlihatkan dua indikator yaitu rata-rata lama sekolah dan
harapan lama sekolah yang dapat merefleksikan tingkat pendidikan di Indonesia
pada tahun 2012-2017. Harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah di
Indonesia menunjukkan tren yang meningkat setiap tahunnya meskipun
peningkatannya tidak terlalu tinggi. Namun hal yang menjadi perhatian adalah rata-
rata lama sekolah di Indonesia tahun 2017 hanya 12,85 tahun. Jika menurut jenjang
waktu sekolah yang normal, 12 tahun lama sekolah setara dengan lulusan Sekolah
Menengah Atas (SMA).
Untuk memperkuat alasan mengapa pendidikan bepengaruh terhadap
ketimpangan distibusi pendapatan, disertakan juga tabel rata-rata pendapatan
pekerja per-bulan menurut pendidikan menurut data BPS. Pada tabel 1.1 di bawah,
dijelaskan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan seorang tenaga kerja maka
rata-rata pendapatan yang diterima juga semakin tinggi. Jika rata-rata tenaga kerja
di Indonesia adalah tenaga kerja yang lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA),
maka rata-rata pekerja tidak menerima pendapatan lebih dari dua juta rupiah per-
bulannya. Ketika rata-rata tingkat pendidikan antar tenaga kerja tidak berbeda jauh,
maka rata-rata pendapatan yang diterima juga tidak akan berbeda jauh. Sangat
penting bagi generasi selanjutnya untuk memiliki pendidikan minimal sampai ke
bangku perkuliahan untuk mendapatkan pendapatan yang tidak terlalu rendah.
11,68 12,1 12,39 12,55 12,72 12,85
7,59 7,61 7,73 7,84 7,95 8,1
2012 2013 2014 2015 2016 2017
RLS HLS
8
Tabel 1. 1 Rata-rata Pendapatan Pekerja Per-bulan Menurut Pendidikan
(Rupiah) Tahun 2014-2016
Pendidikan Tertinggi
Yang Ditamatkan
2014 2015 2016
Tidak/belum pernah sekolah 766.358 749.298 762.276
Tidak/belum tamat SD 924.235 977.849 1.092.595
SD 1.052.024 1.091.222 1.291.150
SMP 1.254.744 1.305.243 1.504.890
SMA 1.850.635 1.860.869 2.054.534
SMK 1.873.028 1.920.984 2.017.923
Diploma I/II/III 2.611.264 2.929.321 2.754.185
Diploma IV/Universitas 3.624.726 3.862.761 3.623.725
Sumber : BPS (2016)
Meskipun tidak memiliki pendidikan yang tinggi, hal yang harus
dipertahankan oleh penduduk yang telah memasuki usia angkatan kerja untuk terus
mencukupi kebutuhan hidup adalah dengan tidak menganggur. Pengangguran
sendiri dapat diartikan kondisi dari sejumlah angkatan kerja baik yang sedang
mencari pekerjaan, yang tidak sedang mencari pekerjaan, yang sedang
mempersiapkan usaha maupun yang sudah bekerja namun pekerjaannya belum
dimulai. Banyaknya jumlah pengangguran tidak hanya karena rendahnya tingkat
pendidikan, namun juga karena rendahnya peluang untuk mendapatkan pekerjaan.
Saat ini jumlah lapangan pekerjaan yang dapat menyerap tenaga kerja tidak
sebanyak angkatan kerja yang sedang membutuhkan pekerjaan. Permasalahan
mengenai pengangguran merupakan isu serius yang jika dibiarkan dapat membuat
tingkat pendapatan nasional dan kesejahteraan masyarakat tidak menyentuh titik
yang maksimalnya.
Sebagai negara yang tengah mengalami bonus demografi yang artinya lebih
banyak jumlah angkatan kerjanya dibanding jumlah bukan angkatan kerja, negara
Indonesia dapat dikatakan beruntung namun juga dapat dikatakan dalam kondisi
yang berbahaya. Tenaga kerja yang tidak dapat berpartisipasi akan menjadi
pengangguran dan tidak dapat berkontribusi terhadap pendapatan nasional.
9
Kemudian tenaga kerja yang tidak dapat berkontribusi akan menyebabkan
pendapatan antara kelompok penduduk penghasilan tinggi dan kelompok penduduk
penghasilan rendah semakin mengalami ketimpangan. Ketika mulanya pekerja bisa
berkontribusi dalam kelompok penduduk penghasilan rendah, namun saat menjadi
pengangguran maka akan meningkatkan ketimpangan pendapatan.
Grafik 1. 4 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja di Indonesia Tahun 2010-2017
Sumber : BPS (2018)
Pada grafik 1.3 di atas, disajikan data Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Untuk jumlah pengangguran
terbuka cenderung mengalami penurunan meskipun sempat meningkat di tahun
2014 dan 2016. Kemudian untuk jumlah tenaga kerja yang terserap sempat
mengalami peningkatan sampai tahun 2013, namun di tahun 2014 sampai 2017
cenderung mengalami penurunan. Walaupun ini merupakan suatu keberhasilan,
namun pengangguran terbuka masih merupakan persoalan bagi kelompok tertentu.
Sebagai contoh, di Indonesia pengangguran terbuka menjadi persoalan bagi
kalangan muda. Rasio pekerjaan penduduk yang secara komparatif rendah di
kalangan muda ini dikarenakan partisipasi kaum muda di bidang pendidikan dan
balai latihan, tren yang seharusnya dapat membantu memperkuat daya saing dan
produktivitas angkatan kerja pada tahun-tahun mendatang.
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
TPT 8,39 7,87 7,41 7,48 6,13 6,17 5,94 6,18 5,61 5,5
TPAK 67,18 67,23 67,72 66,78 67,76 66,77 66,6 65,76 66,34 66,67
TPT TPAK
10
Menurut World Bank (2016), sebagian besar tenaga kerja di Indonesia
bekerja di sektor informal yang mana pendapatan yang diterima pun rendah.
Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya pemerataan pendapatan masyarakat,
namun pemerataan tersebut hanya pada kelas perekonomian yang rendah. Mengacu
pada pernyataan tersebut, jika dilihat dari segi pemerataan ekonomi masyarakat
maka dengan tingginya tingkat pengangguran di mana yang bekerja hanya yang
berpenghasilan menengah ke atas maka akan berdampak pada penurunan
ketimpangan ekonomi, akan tetapi jika dilihat dari segi kesejahteraan masyarakat
hal tersebut sangat bertolak belakang dengan tujuan pembangunan di Indonesia
karena banyak tenaga kerja yang tidak terserap.
Harapan setiap individu adalah mudah mendapatkan pekerjaan layak, sesuai
dengan keahlian yang dimiliki dan sesuai dengan tingkat pendidikan yang
ditamatkan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan berdampak pada
makin tinggi harapan dan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai
dengan pendidikannya. Namun karena keterbatasan lapangan pekerjaan yang
tersedia bagi mereka yang mempunyai ijazah tinggi menyebabkan mereka tidak
terserap pada lapangan usaha tersebut. Tidak sedikit juga dari mereka yang
merupakan lulusan pendidikan tinggi enggan menerima pekerjaan yang tidak sesuai
dengan keahlian dan jenjang pendidikan yang telah ditamatkan, sehingga sebagian
dari mereka banyak yang menjadi pengangguran.
Pendidikan dan ketenagakerjaan merupakan dua faktor yang dirasa cukup
penting dalam mempengaruhi bagaimana pergerakan pendapatan tenaga kerja di
Indonesia. Meskipun dengan berpendidikan tinggi tidak selalu menentukan tinggi
atau rendahnya pendapatan seseorang, namun pendidikan menjadi hal yang paling
mendasar untuk mendapatkan pekerjaan dan gaji yang sesuai sehingga dapat
terhindar dari lingkaran kemiskinan. Selain itu, jumlah tenaga kerja yang terserap
masih menjadi tolak ukur produktivitas suatu negara sehingga tingginya jumlah
tenaga kerja yang terserap juga mempengaruhi besar kecilnya tingkat ketimpangan
distribusi pendapatan.
11
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana pengaruh sektor
pendidikan dan kondisi ketenagakerjaan dalam mengatasi ketimpangan distribusi
pendapatan. Pendidikan merupakan salah satu investasi yang dimiliki oleh sumber
daya manusia untuk meningkatkan kesejahteraan serta mengurangi tingkat
kemiskinan dan pengangguran. Sedangkan kondisi ketenagakerjaan dapat
menggambarkan pendapatan dan penghasilan masyarakat. Menurut Workd Bank
(2015) dalam Indonesia’s Rising Devide, salah satu faktor pendorong utama
ketimpangan di Indonesia yaitu ketimpangan peluang. Anak-anak dari keluarga
yang miskin sering kali tidak memiliki kesempatan awal yang adil dalam
kehidupannya, sehingga mengurangi kesempatan mereka untuk sukses di masa
depan. Setidaknya sepertiga ketimpangan disebabkan faktor-faktor di luar kendali
individu itu sendiri. Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin tidak memiliki
kesempatan yang lebih besar jika dibandingkan dari anak-anak yang berasal dari
keluarga yang berkecukupan. Tentunya pendidikan yang didapat juga akan berbeda
dan peluang untuk menjadi sukses pun mengalami kesenjangan.
Pendidikan sejak dahulu telah dijadikan investasi bagi sumber daya
manusia, saat orang tua mengupayakan pendidikan yang baik bagi seorang anak
maka dimungkinkan akan mendapatkan hasil yang lebih pula terutama dalam hal
pendapatan. Card dalam Wahyuni (2016) mengatakan bahwa pengaruh pendidikan
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan telah banyak dianalisis oleh peneliti
dalam berbagai literatur ekonomi. Analisis tersebut erat kaitannya dengan
pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh orang tua dengan pendapatan yang
nanti akan diterima saat anaknya telah memiliki penghasilan. Hal ini berarti bahwa
pendidikan yang dicapai bisa menentukan pendapatan yang akan diteriman di masa
mendatang. Oleh karena itu, studi mengenai pendidikan dan pendapatan merupakan
informasi yang penting bagi pengambil kebijakan, baik pemerintah maupun swasta
untuk menentukan berapa banyak investasi dalam sektor pendidikan yang sekiranya
dapat membantu menambah pendapatan penduduk secara agregat.
Tidak sedikit pemerintah yang mengeluarkan program maupun kebijakan
terkait pendidikan untuk menstimulus peningkatan pada sektor pendidikan. Namun
meskipun pemerintah telah melaksanakan berbagai program-program yang dapat
12
menunjang tingkat pendidikan pelajar di Indonesia seperti dengan diadakannya
program wajib belajar 9 tahun, program Kartu Indonesia Pintar (KIP), maupun
program beasiswa Bidikmisi bagi mahasiswa yang kurang mampu. Program-
program tersebut belum terealisasi secara merata ke seluruh penjuru negara.
Pemerataan fasilitas pendidikan dapat menjadi solusi untuk mengurangi
ketimpangan distribusi pendapatan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Ashenfelter dan Rouse (2000) yang menyatakan bahwa pembuat kebijakan
menganggap sekolah merupakan media paling baik yang berpotensi mengurangi
ketimpangan pendapatan. Sekolah merupakan tempat yang memberikan harapan
bagi pelajar untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan maupun pendapatan
saat pelajar tersebut memasuki dunia kerja. Beberapa indikator yang dapat
menggambarkan tingkat pendidikan yang akan dibahas dalam penelitian ini antara
lain: Rata-rata Lama Sekolah, Angka Putus Sekolah, dan Angka Melek Huruf.
Ketenagakerjaan juga merupakan faktor penting dalam mengurangi
ketimpangan distribusi pendapatan, di mana semakin banyak jumlah tenaga kerja
yang turut berpartisipasi menjadi angkatan kerja maka akan semakin mengurangi
ketidakmerataan distribusi pendapatan. Pengangguran merupakan hal yang harus
dihindari untuk mencapai keseimbangan pendapatan, dengan sedikitnya jumlah
pengangguran maka yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah bagaimana
membuat tenaga kerja yang terserap memiliki penghasilan yang tidak berbeda jauh
atau timpang satu sama lain. Indikator yang dapat menggambarkan kondisi
ketenagakerjaan yaitu: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja.
Perbedaan kualitas sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada
di setiap wilayah atau provinsi, membuat tingkat ketimpangan antar daerah juga
menjadi berbeda. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat
ketimpangan distribusi pendapatan di masing-masing provinsi di Indonesia yang
dipengaruhi oleh peran pendidikan serta ketenagakerjaan. Maka dari itu, penulis
akan melakukan penelitian tentang ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi
di 34 provinsi di Indonesia.
13
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:
1. Sejauh mana pengaruh rata-rata lama sekolah terhadap ketimpangan
distribusi pendapatan di Indonesia?
2. Sejauh mana pengaruh angka partisipasi sekolah terhadap ketimpangan
distribusi pendapatan di Indonesia?
3. Sejauh mana pengaruh angka melek huruf terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan di Indonesia?
4. Sejauh mana pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia?
5. Sejauh mana pengaruh semua variabel bebas secara simultan terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah penulis
jelaskan, maka berikut adalah tujuan dilakukannya penelitian ini :
1. Didapatkan hasil dari rata-rata lama sekolah terhadap ketimpangan
distribusi pendapatan di Indonesia.
2. Didapatkan hasil dari angka partisipasi sekolah terhadap ketimpangan
distribusi pendapatan di Indonesia.
3. Didapatkan hasil dari angka melek huruf terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan di Indonesia.
4. Didapatkan hasil dari tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia.
5. Untuk mendapatkan hasil dari pengaruh seluruh variabel bebas secara
simultan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia.
14
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah penulis
jelaskan, maka berikut adalah manfaat dari penelitian ini :
1. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan akan menambah pengetahuan
maupun wawasan bagi akademisi yang membaca dan memahaminya. Selain itu
penelitian ini diharapkan juga dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya
yang ingin menelaah kembali tentang faktor yang mempengaruhi ketimpangan
pendapataan.
2. Bagi Instansi/Lembaga Pemerintahan
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan akan memberikan pertimbangan
bagi pembuat kebijakan baik instansi pemerintahan atau pun swasta dalam
menentukan solusi atau kebijakan yang dirasa tepat untuk mengatasi ketimpangan
pendapatan.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Terkait dengan Variabel Penelitian
1. Ketimpangan Pendapatan
Definisi dari ketimpangan distribusi pendapatan adalah keadaan di mana
hasil dari pembangunan suatu negara belum dapat dinikmati oleh rakyatnya secara
merata atau keseluruhan (Setiawan Ahmad, 2011), sedangkan dikutip dari Todaro
(2000) ketimpangan distribusi pendapatan adalah ketidakmerataan pendapatan di
seluruh kalangan masyarakat baik itu dalam bentuk kepemilikan masyarakat secara
individu maupun dalam bentuk kepemilikan faktor-faktor produksi.
Dumairy (1996) mengatakan bahwa distribusi pendapatan menggambarkan
bagaimana pembagian hasil pembangunan agregat suatu negara di lingkungan
masyarakat dapat didistribusikan secara merata sehingga tidak terjadi ketimpangan.
Saat bekerja, seorang tenaga kerja menerima penghasilannya secara individu.
Tingkat pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja merefleksikan produktivitas
mereka, yang mana semakin produktif dalam bekerja maka akan kesempatan untuk
memperoleh pendapatan yang lebih tinggi pun menjadi semakin besar. Terdapat
dua kelompok besar dalam membedakan ukuran distribusi pendapatan yaitu
distribusi pendapatan individu dan distribusi pendapatan fungsional (Todaro dan
Smith, 2006). Distribusi pendapatan individu atau perorangan merupakan ukuran
yang paling umum digunakan oleh para pengamat ekonomi karena menggambarkan
dengan jelas bagaimana pendapatan secara individu dan terjadinya ketimpangan
antar individu. Masalah ketimpangan dalam distribusi pendapatan dapat ditinjau
dari tiga segi seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1. Distribusi pendapatan di antara golongan pendapatan (Size Distribution of
Income) atau ketimpangan relatif.
2. Distribusi pendapatan di antara daerah (Regional Income Disparities).
Ketimpangan antar daerah terjadi karena adanya perbedaan sumber daya
alam dan masih belum meratanya penyebaran sumber daya alam tersebut ke
seluruh daerah yang membutuhkan.
16
3. Distribusi pendapatan di antara daerah perkotaan dan pedesaan (Urban-
Rural Income Disparities). Menurut Gupta dari World Bank, pembangunan
ekonomi di Indonesia memperlihatkan suatu urban bias yaitu pembangunan
tercermin dari pembangunan daerah perkotaan yang mana telah
mentransformasi sektor-sektor pertanian ke sektor industri tanpa melakukan
penyesuaian terlebih dahulu sehingga berisiko menyebabkan ketimpangan
semakin meningkat.
Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu
diperhatikan karena pada dasarnya menjadi tolak ukur kemiskinan relatif. Oleh
karena itu, data pendapatan sulit diperoleh dan cara dalam mengukur distribusi
pendapatan selama ini diolah dengan menggunakan data pengeluaran. Ukuran yang
biasa digunakan untuk merefleksikan ketimpangan pendapatan antara lain Indeks
Gini (Gini Rasio), Ukuran Bank Dunia, Indeks Theil dan Indeks-L. Namun dalam
penelitian ini penulis menggunakan koefisien atau indeks gini (gini rasio) sebagai
sebagai refleksi dari ketimpangan distribusi pendapatan.
Indeks gini adalah suatu koefisien yang berkisar antara nol (kemerataan
sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna), di mana semakin besar
koefisiennya atau mendekati satu maka dapat dinyatakan distribusi pendapatan
semakin timpang begitu pula sebaliknya apabila koefisien semakin kecil atau
mendekati nol maka dapat dinyatakan distribusi pendapatan semakin merata.
Indeks gini adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur
tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Indeks gini dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
IG = 1 - ∑ 𝑓𝑝𝑖 ∗ (𝐹𝑐𝑖 + 𝐹𝑐𝑖−1)𝑛𝑖=1
IG: Indeks Gini (Gini Ratio)
fpi : Frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i
Fci : Frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-i
Fci-1 : Frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke (i-1)
17
Indeks gini merupakan ukuran statistik yang secara ilmiah dengan
variabilitas dan ukuran normatif untuk mengukur ketimpangan pendapatan. Wodon
dan Yitzhaki (2002) mengungkapkan kelebihan utama indeks gini, yaitu:
1. Sebagai ukuran statistik untuk variabilitas, indeks gini bisa digunakan untuk
menghitung pendapatan negatif, ini adalah salah satu sifat yang tidak
dimiliki oleh sebagian ukuran ketimpangan lainnya.
2. Indeks gini juga bisa digambarkan secara geometris sehingga lebih mudah
untuk diamati dan dianalisis.
3. Indeks gini memiliki dasar teori yang kuat. Sebagai indeks normatif, indeks
gini bisa merepresentasikan teori kemiskinan relatif. Indeks gini juga bisa
diturunkan sebagai ukuran ketimpangan berdasarkan aksioma keadilan
sosial.
Indeks Gini dapat dilihat secara langsung pengaplikasiannya melalui kurva
Lorenz. Kurva Lorenz yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang
membandingkan distribusi dari suatu variabel tertentu yang pada umumnya
digunakan adalah variabel pendapatan dengan distribusi yang mewakili persentase
kumulatif penduduk. Untuk membentuk indeks gini, grafik persentase kumulatif
penduduk dari yang pendapatan terendah hingga tertinggi digambar pada sumbu
horizontal dan persentase kumulatif pengeluaran (pendapatan) digambar pada
sumbu vertikal. Berikut Kurva Lorenz yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.
Gambar 2. 1 Kurva Lorenz
Sumber : Learn CBSE Forum (2017)
0; 032; 5
60; 15
80; 35
92; 60
100; 100
0
20
40
60
80
100
120
0 20 40 60 80 100 120
Kum
ula
tif
Pen
dap
atan
(%)
Kumulatif Penduduk (%)
18
Tujuan dari dibuatnya distribusi pendapatan pada suatu daerah adalah agar
dapat menentukan bagaimana pendapatan daerah yang tinggi mampu menciptakan
perubahan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya, seperti mengurangi kemiskinan,
pengangguran dan kesulitan-kesulitan lainnya pada masyarakat dengan pendapatan
yang rendah. Ketika distribusi pendapatan tidak merata maka tidak akan
menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara agregat, justru hanya akan
menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu.
Antara pertumbuhan ekonomi yang tumbuh pesat dengan pemerataan
distribusi pendapatan terdapat suatu trade off yang memberikan dampak bahwa
pemerataan dalam pembagian pendapatan hanya akan dicapai justru jika laju
pertumbuhan ekonomi diturunkan. Hal ini dapat terjadi karena pemerataan
distribusi pendapatan tidak terlaksana ke seluruh lapisan masyarakat. Maka dari itu,
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pesat biasanya akan selalu disertai dengan
memburuknya kondisi distribusi pendapatan atau terjadi kenaikan ketimpangan
distibusi pendapatan secara relatif.
2. Peran Pendidikan
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang menjelaskan tentang sistem
pendidikan Nasional pasal 1 ayat (1) memberikan pengertian bahwa pendidikan
merupakan usaha sadar yang direncanakan oleh diri sendiri dalam rangka
mewujudkan suasana dan proses pembelajaran dengan tujuan agar peserta didik
secara aktif mengetahui potensi diri yang dimiliki seperti kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan. Sehingga di kemudian hari potensi yang dimiliki dapat dikembangan
serta bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat sekitar, bangsa, dan negara.
Bentuk keadilan dan pemerataan hasil pembangunan dapat dibuktikan oleh
pemerintah dengan memberikan hak sepenuhnya bagi warga negara untuk
mendapatkan pendidikan yang bermutu serta dapat dirasakan oleh masyarakat dari
berbagai kalangan. Hal tersebut yang menjadi investasi sumber daya manusia
karena diperlukan untuk mendukung keberlangsungan pembangunan ekonomi
secara merata dan berkelanjutan. Akses dan peningkatan mutu pendidikan akan
membuat warga negara Indonesia memiliki kemampuan, keterampilan dan
19
pengetahuan serta wawasan yang luas dalam rangka meningkatkan kualitas sumber
daya manusia.
Dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan pembangunan pendidikan
nasional masih dihadapkan pada berbagai tantangan serius yang harus dihadapi.
Khususnya dalam upaya untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja yang terserap dan
produktivitas tenaga kerja tersebut, yang kemudian mencakup hal-hal sebagai
berikut:
1. Pemerataan dan perluasan akses,
2. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,
3. Penataan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik,
4. Peningkatan pembiayaan.
Danim (2003) mengatakan bahwa memperoleh pendidikan direferensikan
sebagai fungsi dari memperoleh pendapatan di masa yang akan datang. Keuntungan
pendidikan dapat diukur dalam beberapa bentuk yaitu sebagai berikut:
1. Pendapatan yang diperoleh SDM dikaitkan dengan keterampilan dan
pengetahuan yang dimilikinya sebagai hasil dari pendidikan dan pelatihan.
2. Pemahaman yang baik mengenai pola hidup sehat berdampak pada baiknya
tingkat kesehatan.
3. Akses dalam kehidupan biasanya lebih dinikmati oleh orang-orang yang
berpendidikan.
4. Kemampuan daya saing pada bidang-bidang lainnya yang umumnya tidak
dimiliki oleh orang-orang yang tidak berpendidikan secara memadai.
Menurut The Human Capital (Ghazali, 2000) telah dinyatakan bahwa
pendidikan, pelatihan, atau berbagai macam bentuk investasi sumber daya manusia
lainnya dalam hal menanamkan ilmu pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan yang
berguna pada manusia sehingga manusia tersebut dapat meningkatkan kapasitas
maupun produktifitasnya. Di mana hal ini nanti akan memungkinkannya untuk
mengejar tingkat pendidikan atau pelatihan yang lebih tinggi lagi serta untuk
meningkatkan pendapatan masa mendatang mereka dengan meningkatkan
penghasilan seumur hidup.
20
Sumber daya manusia dengan tingkat pendidikan yang tinggi tentunya
memiliki kualitas yang juga baik. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi,
akan lebih mudah mendapatkan banyak ilmu pengetahun yang membuat mereka
menjadi lebih kritis dan rasional dalam mengambil keputusan. Seseorang yang
memiliki pendidikan tinggi akan terus beradaptasi seiring dengan perubahan jaman
dan kemajuan teknologi di era globalisasi seperti saat ini. Melalui penguasaan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang dimiliki oleh tenaga kerja, kemampuan
suatu negara untuk menjadi lebih berkembang dan maju pun meningkat sehingga
meningkatkan pula daya saing antar wilayah provinsi maupun antar negara. Dengan
memiliki pendidikan yang tinggi, seseorang juga mendapatkan penawaran kerja
yang lebih bervariasi. Berbeda dengan orang dengan tingkat pendidikan yang
rendah, pastinya terbatas pada pekerjaan-pekerjaan tertentu saja.
Beberapa permasalahan yang menghambat pemerataan pendidikan pada
pelajar adalah kesempatan yang berbeda di setiap daerah khususnya antara daerah
pedesaan dan perkotaan, produktivitas tenaga pengajar yang terbilang rendah, tidak
tersedianya fasilitas yang cukup memadai di setiap sekolah-sekolah terutama di
daerah pedesaan serta kurangnya motivasi bagi para orang tua pelajar untuk dapat
menyekolahkan anaknya setinggi mungkin hingga menjadi penduduk yang siap
bersaing dalam memasuki pasar tenaga kerja. Sehingga fokus pemerintah dalam
mengatasi buruknya tingkat penduduk pun mengakar ke banyak permasalahan yang
tentu sulit diselesaikan secara bersamaan, terutama perbedaan pendidikan antara
pelajar desa dan kota.
Perbedaan mencolok antara masyarakat yang tinggal di desa dan kota adalah
kesempatan para pelajarnya untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pelajar dari
desa cenderung menerima pembaharuan (update) bahan ajar cenderung terlambat.
Hal ini juga didukung oleh rendahnya kualitas guru yang mengajar di daerah
pedesaan. Ternyata selain ketimpangan pendapatan, ketimpangan pendidikan juga
menjadi masalah yang sampai saat ini masih belum ditemukan dengan solusi yang
tepat. Mengingat Indonesia juga bukan merupakan negara yang kecil, untuk
mendistribusikan sesuatu baik itu pendidikan atau kesehatan secara merata
dibutuhkan waktu yang cukup lama dan upaya yang besar.
21
- Rata-rata Lama Sekolah
Rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah merupakan indikator yang
menggambarkan pengetahuan atau tingkat pendidikan seseorang dalam
penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Cakupan dalam menghitung
harapan lama sekolah adalah pendidikan penduduk dari usia 7 tahun ke atas,
sementara cakupan penduduk untuk menghitung rata-rata lama sekolah yaitu dari
usia 25 tahun ke atas (diasumsikan telah menyelesaikan pendidikannya). Kedua
indikator menjadi indeks pendidikan dalam penghitungan IPM. Namun dalam
penelitian ini penulis hanya menggunakan variabel rata-rata lama sekolah. Indikator
rata-rata lama sekolah merupakan indikator proses pembangunan manusia yang
mengukur keberhasilan program pendidikan dalam jangka pendek. Rata-rata lama
sekolah merupakan variabel yang dinilai dapat memberi gambaran tentang
pencapaian dan penambahan jumlah sumber daya manusia yang berkualitas di suatu
wilayah. Variabel rata-rata lama sekolah dipertimbangkan lebih tepat karena
merupakan hal yang telah terjadi dan fakta yang ada di masyarakat, sedangkan
harapan lama sekolah merupakan indikator yang masih menjadi motivasi dan belum
terbukti secara nyata.
- Angka Partisipasi Sekolah
Angka Partisipasi Sekolah merupakan rasio anak yang sekolah pada
kelompok umur tertentu terhadap jumlah penduduk pada kelompok umur yang
sama. Pada penelitian ini angka partisipasi sekolah yang digunakan adalah pada
kelompok umur 16-18 tahun. Salah satu tujuan dari Millenium Development Goals
(MDG) adalah menjamin bahwa sampai dengan tahun 2015 semua anak, baik laki-
laki maupun perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Salah satu
indikator yang dapat digunakan adalah angka partisipasi sekolah untuk menilai
pencapaian MDG yaitu melihat akses pendidikan pada penduduk usia sekolah.
Semakin tinggi angka partisipasi sekolah maka akan semakin besar jumlah
penduduk yang mempunyai kesempatan untuk mengenyam pendidikan, namun
bukan berarti juga dapat meningkatkan pemerataan kesempatan masyarakat untuk
mengenyam pendidikan. Maka variabel angka partisipasi sekolah juga merupakan
variabel yang dapat menggambarkan peran pendidikan.
22
- Angka Melek Huruf
Kegiatan membaca merupakan proses awal memasuki dunia pengetahuan
yang begitu luas menuju masyarakat maju. Membaca akan mempermudah
seseorang untuk memahami informasi terkait bidang kerja dan berbagai aspek yang
menyangkut peningkatan kualitas hidup. Kemampuan baca-tulis dianggap penting
karena melibatkan pembelajaran berkelanjutan oleh seseorang untuk dapat
mencapai tujuan hidupnya. Hal ini berkaitan langsung dengan bagaimana seseorang
mendapatkan pengetahuan, menggali potensinya dan berpartisipasi dalam
pembangunan. Salah satu indikator mendasar yang digunakan untuk melihat tingkat
kemampuan membaca dan menulis adalah angka melek huruf (literacy rate). Kata
“melek huruf” dapat diartikan sebagai kemampuan untuk dapat membaca dan
menulis huruf latin atau lainnya pada tingkat yang baik untuk berkomunikasi
dengan orang lain atau dapat menyampaikan idenya dalam masyarakat yang
mampu baca tulis. Angka melek huruf merupakan salah satu indikator penting
untuk mengukur keberhasilan implementasi kebijakan bidang pendidikan, dan
kualitas sumber daya manusia suatu daerah.
3. Ketenagakerjaan
Pekerja atau tenaga kerja adalah semua orang yang bekerja, baik itu di
perusahaan maupun lembaga atau instansi pemerintahan. Tenaga kerja yang bekerja
di perusahaan merupakan bagian penting dalam kelangsungan proses produksi
suatu perusahaan. Sedangkan tenaga kerja yang bekerja di lembaga pemerintahan
juga menjadi bagian penting sebagai sumber daya manusia yang dapat
berkontribusi dalam keberlangsungan kinerja lembaga tersebut. Menurut Sukirno
(2004) angkatan kerja dapat didefinisikan sebagai jumlah angkatan kerja yang ada
dalam ruang lingkup perekonomian dalam kurung waktu tertentu yang digolongkan
menjadi kelompok yang sedang bekerja dan kelompok yang sedang menganggur
namun sedang mencari pekerjaan. Angkatan kerja biasanya dapat digambarkan
dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK sendiri
membandingkan jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja yaitu
15-64 tahun yang dianggap mampu menghasilkan barang dan jasa.
23
Menurut UU No. 13 tahun 2013 tentang ketenagakerjaan, tenaga kerja
adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
atau jasa. Tenaga kerja melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan sendiri
ataupun untuk masyarakat, yang mana nantinya menjadi modal bagi bergeraknya
roda perekonomian negara. Kemudian menurut UU No. 20 tahun 1999 pasal 2 ayat
2, yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja (15 tahun ke
atas). Sedangkan menurut Bank Dunia, angkatan kerja adalah penduduk dalam
rentang usia 15-64 tahun.
Tenaga kerja dapat dikelompokkan menurut lapangan pekerjaan, jenis
pekerjaan dan status pekerjaan. Namun jika dilihat dari segi keahlian dan
pendidikannya, tenaga kerja dibedakan menjadi tiga golongan yaitu tenaga kerja
kasar, tenaga kerja terampil dan tenaga kerja terdidik. Dengan penjelasan sebagai
berikut:
a. Tenaga kerja kasar adalah tenaga kerja yang tidak berpendidikan atau
berpendidikan rendah dan tidak memiliki keahlian tertentu dalam suatu
bidang pekerjaan.
b. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dari
pelatihan atau pengalaman kerja tertentu.
c. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki pendidikan yang
cukup tinggi dan ahli dalam suatu bidang tertentu.
Isu ketenagakerjaan merupakan salah satu masalah terbesar yang masih
menjadi perhatian pemerintah, di mana masalah ketenagakerjaan ini merupakan
masalah yang sangat sensitif yang harus diselesaikan dengan berbagai pendekatan
yang tepat agar masalah tersebut tidak meluas karena akan berdampak pada
penurunan kesejahteraan dan keamanan masyarakat. Berbagai masalah bidang
ketenagakerjaan yang dihadapi pemerintah salah satunya adalah tingginya tingkat
pengangguran, rendahnya perluasan kesempatan kerja yang terbuka, rendahnya
kompetensi kerja dan produktivitas tenaga kerja, serta permasalahan banyaknya
pekerja anak. Jumlah angkatan kerja yang terserap sangat berpengaruh terhadap
pembangunan ekonomi suatu negara karena ketika seluruh angkatan kerja terserap
(full employment) maka akan menambah pula pendapatan nasional.
24
Menurut BPS (2009), situasi ketenagakerjaan merupakan salah satu hal
umum yang menggambarkan kondisi perekonomian, sosial, bahkan tingkat
kesejahteraan penduduk di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Isu penting
yang masih menjadi perhatian dalam bidang ketenagakerjaan di samping kondisi
angkatan kerja dan struktur ketenagakerjaan adalah pengangguran. Pengangguran
dapat dikatakan sebagai kegagalan pasar untuk menyerap seluruh angkatan kerja.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk setiap tahunnya, pasar tenaga kerja
tidak dengan senantiasa menyediakan lapangan kerja yang dibutuhkan.
Pengangguran kerap menjadi fokus pemerintah untuk diatasi, namun hingga saat
ini belum ada kebijakan yang terlihat mampu menangani isi ketenagakerjaan ini.
Selain menimbulkan masalah ekonomi, pengangguran juga memunculkan berbagai
permasalahan dalam bidang sosial seperti kemiskinan dan kriminalitas.
- Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
TPAK merupakan indikator ketenagakerjaan yang digunakan untuk
menganalisis serta mengukur capaian hasil pembangunan ekonomi, khususnya
dalam mengukur tingkat pendapatan penduduk. Partisipasi angkatan kerja juga
dapat diukur dengan TPAK yang berguna untuk mengetahui besarnya persentase
penduduk usia kerja (dalam hal ini usia 15-64 tahun) yang berpotensi untuk aktif
menjadi tenaga kerja di suatu negara. Nilai TPAK yang tinggi menggambarkan
tingginya kontribusi penduduk usia kerja yang bekerja atau tidak menganggur. Saat
nilai TPAK turun, hal tersebut menandakan bahwa ketersediaan penduduk usia
kerja yang dapat terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi (labour supply) semakin
sedikit.
25
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2. 1 Penelitian-penelitian Terdahulu
No Penulis dan
Tahun
Judul Variabel dan Alat
Analisis
Hasil Penelitian Perbedaan
1 Annisa Ganis
Damarjati
(2010)
Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi
Kesenjangan
Pendapatan Di Propinsi
Jawa Tengah
Variabel : Kesenjangan
Pendapatan,
Pertumbuhan Ekonomi,
TPAK dan Aglomerasi.
Alat Analisis : Panel
Least Square (PLS)
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa seluruh variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap
kesenjangan pendapatan di Jawa
Tengah. Kesimpulannya adalah bahwa
Hipotesis Kuznets berlaku dalam
penelitian ini dimana terdapat
hubungan positif antara pertumbuhan
ekonomi dan kesenjangan pendapatan.
Variabel independen:
Pertumbuhan
ekonomi dan
aglomerasi
Metode: Panel Least
Square (PLS)
Periode: 2004-2008
Objek penelitian:
Jawa Tengah
2 Ellza Alfya
Rahma (2018)
Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi
Ketimpangan
Pendapatan Antar
Provinsi Di Pulau Jawa
Tahun 2010-2016
Variabel : ketimpangan
pendapatan, PDRB Per
kapita, Indeks
Pembangunan Manusia
(IPM), TPT dan TPAK.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa variabel PDRB per kapita,
PDRB per-kapita, IPM, TPT
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap ketimpangan pendapatan
antar Provinsi. Kemudian variabel
TPAK berpengaruh positif dan tidak
Variabel independen:
PDRB, IPM, dan
TPT
Metode: sama
Periode: 2010-2016
Objek: Pulau Jawa
26
Alat Analisis : Fixed
Effect Model (FEM)
signifikan terhadap ketimpangan
pendapatan antar Provinsi.
3 Emi Nuraini
(2017)
Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi Dan Tingkat
Pendidikan Terhadap
Disparitas Pendapatan
di Wilayah Gerbang
kertosusila
Variabel : Disparitas
Pendapatan,
pertumbuhan ekonomi
dan tingkat pendidikan.
Alat Analisis : Fixed
Effect Model (FEM)
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa variabel pertumbuhan ekonomi
tidak berpengaruh signifikan terhadap
ketimpangan pendapatan Gerbang
Kertosusila. Kemudian tingkat
pendidikan berpengaruh signifikan
terhadap ketimpangan pendapatan
Gerbang kertosusila. Sedangkan secara
simultan pertumbuhan ekonomi dan
tingkat pendidikan berpengaruh
signifikan terhadap ketimpangan
pendapatan Gerbang Kertosusila.
Variabel independen:
pertumbuhan
ekonomi dan tingkat
pendidikan
Metode: sama
Periode: 2003-2012
Objek: Wilayah
Gerbang kertosusila
4 Galaxi
Chrisamba &
Birgitta Dian
Saraswati
(2016)
Analisis Ketimpangan
Distribusi Pendapatan
33 Provinsi Di
Indonesia
Variabel : ketimpangan
pendapatan, inflasi,
pendidikan dan
pengeluaran.
Alat Analisis : Fixed
Effect Model (FEM)
Inflasi berpengaruh negatif signifikan
terhadap ketimpangan pendapatan,
angka partisipasi sekolah dan
pengeluaran pemerintah berpengaruh
positif signifikan terhadap
ketimpangan pendapatan.
Variabel independen:
inflasi pengangguran
Metode: sama
Periode: 2007-2012
Objek: 33 Provinsi di
Indonesia
27
5 Muhammad
Anshari, Zul
Azhar dan
Ariusni (2018)
Analisis Pengaruh
Pendidikan, Upah
Minimum Provinsi dan
Belanja Modal
Terhadap Ketimpangan
Pendapatan di Seluruh
Provinsi di Indonesia
Variabel: indeks gini,
rata-rata lama sekolah,
upah minimum provinsi
dan belanja modal
pemerintah
Alat Analisis: Random
Effect Model (REM)
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pendidikan memiliki pengaruh
yang negatif dan tidak signifikan,
kemudian upah minimum provinsi
memiliki pengaruh yang juga negatif
namun signifikan sedangkan belanja
modal memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap ketimpangan
pendapatan.
Variabel independen:
upah minimum
provinsi dan belanja
modal pemerintah
Metode: Random
Effect Model (REM)
Periode: 2012-2017
Objek: sama
6 Nadya Astrid
Puspitanigrum
(2014)
Analisis Peran
Pendidikan dalam
Mengatasi
Ketimpangan
Distribusi Pendapatan
Indonesia
Variabel : indeks gini,
rata-rata lama sekolah,
angka putus sekolah,
PDRB per-kapita, RAB
sektor pendidikan, serta
produktivitas tenaga
kerja.
Alat Analisis : Panel
Data menggunakan
Fixed Effect Model
(FEM)
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa rata-rata lama sekolah, angka
putus sekolah tingkat SMP dan SMA
serta PDRB per kapita berpengaruh
positif sedangkan variabel lainnya
berpengaruh negatif terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan.
Variabel independen:
angka putus sekolah,
PDRB per-kapita,
RAB pendidikan,
dan produktivitas
tenaga kerja.
Metode: Fixed Effect
Model (FEM)
Periode: 2006-2011
Objek: 33 Provinsi di
Indonesia
28
7 Ribut Nurul
Tri Wahyuni
dan Anugerah
Karta Monika
(2016)
Pengaruh Pendidikan
Terhadap Ketimpangan
Pendapatan Tenaga
Kerja di Indonesia
Variabel: pendapatan
tenaga kerja per jam,
pendidikan,
pengalaman, dummy
gender dan interaksi
antara pendidikan dan
gender.
Alat analisis: Ordinary
Least Square (OLS)
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pendidikan terhadap
ketimpangan pendapatan semakin
meningkat seiring meningkatnya
distribusi pendapatan. Maka
penambahan pendapatan karena
pendidikan, lebih tinggi pada distribusi
pendapatan teratas. Akibatnya, terjadi
ketimpangan pendapatan.
Variabel independen:
pendapatan,
pengalaman, dummy
gender dan interaksi
antara pendidikan
dan gender
Metode: Ordinary
Least Square (OLS)
Periode: 2013
Objek: Indonesia
8 Juan Yang dan
Muyuan Qiu
(2016)
The Impact of
Education on Income
Inequality and
Intergenerational
Mobility
Variabel: ketimpangan,
subsidi pemerintah
pada Sekolah
Menengah dan
Perguruan Tinggi,
Biaya Pendidikan
Sekolah Menengah dan
Perguruan Tinggi, Rate
of Return Sekolah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan bawaan dan investasi
keluarga dalam pendidikan awal
memainkan peran penting dalam
menjelaskan ketidaksetaraan
pendapatan dan mobilitas pendapatan
antar generasi. Salah satu alasan
penting untuk peningkatan ini adalah
bahwa keluarga miskin berinvestasi
Variabel independen:
Subsidi Pemerintah
pada Sekolah
Menengah dan
Perguruan Tinggi,
Biaya Pendidikan
Sekolah Menengah
dan Perguruan
Tinggi, Rate of
29
Menengah dan
Perguruan Tinggi.
Alat Analisis : Modified
Newton Method
relatif lebih sedikit dalam pendidikan
awal anak-anak daripada keluarga
kaya; oleh karena itu, anak-anak
mereka menghadiri sekolah dengan
kualitas yang lebih rendah, yang
menyebabkan mereka jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk berpartisipasi
dalam pendidikan tinggi.
Return Sekolah
Menengah dan
Perguruan Tinggi
Metode: Modified
Newton Method
Periode: 2015
Objek: China
9 John Jerrim
dan Lindsey
Macmillan
(2015)
Income Inequality,
Intergenerational
Mobility, and the Great
Gatsby Curve: Is
Education the Key?
Variabel : Ketimpangan
pendapatan, Belanja
pendidikan, Persentase
siswa sekolah
menengah yang
terdaftar di sekolah
swasta, Persentase
siswa yang menerima
bimbingan belajar di
luar sekolah, Perbedaan
pendidikan orang tua
Kami menemukan bahwa ketimpangan
pendapatan dikaitkan dengan beberapa
komponen kunci dari proses transmisi
antar generasi termasuk akses ke
pendidikan tinggi, laba finansial untuk
pendidikan, dan dampak residual dari
pendidikan orang tua atas pendapatan
pasar tenaga kerja. Dengan demikian,
konsisten dengan model teoritis, kami
menemukan bahwa pencapaian
pendidikan merupakan pendorong
penting dari hubungan antara mobilitas
Variabel independen:
Belanja pendidikan,
Persentase siswa
sekolah menengah
yang terdaftar di
sekolah swasta,
Persentase siswa
yang menerima
bimbingan belajar di
luar sekolah,
Perbedaan
pendidikan orang tua
30
dan Biaya kuliah
universitas.
Data Analisis:
Programme for
International
Assessment of Adult
Competencies (PIAAC)
antar generasi dan ketimpangan
pendapatan
dan Biaya kuliah
universitas.
Metode: (PIAAC)
Periode: -
Objek: 23 Negara
Maju
10 Kang H Park
(2013)
Effects of Education
and Globalisation on
Income Distribution
Variabel : indeks gini,
GDP per kapita,
pendidikan,
ketimpangan
pendidikan, kebebasan
ekonomi dan tingkat
globalisasi.
Alat Analisis: Model
hipotesis Kuznets
inverted-U (Gini = a0 +
a1 lnY + a2 (lnY) + u)
Hasil empiris menunjukkan bahwa
variabel pendidikan memainkan peran
penting dalam menentukan distribusi
pendapatan. Temuan kami
menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan yang lebih tinggi dari
populasi telah berkontribusi pada
peningkatan distribusi pendapatan,
sementara ketidakadilan pendidikan
menyebabkan ketimpangan
pendapatan.
Variabel independen:
GDP per kapita,
ketimpangan
pendidikan,
kebebasan ekonomi
dan globalisasi.
Metode: Model
hipotesis Kuznets
inverted-U
Periode: 1970-2012
Objek: 208 Negara-
negara di Dunia
31
C. Hubungan Antar Variabel
1. Pengaruh Rata-rata Lama Sekolah terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan
Pada indeks rata-rata lama sekolah diasumsikan lama sekolah yang
ditempuh sesuai dengan masa sekolah dalam waktu yang normal. Dimana lama
sekolah 6 tahun setara dengan lulus Sekolah Dasar (SD), lama sekolah 9 tahun
setara dengan lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP), lama sekolah 12 tahun
setara dengan lulus Sekolah Menengah Atas (SMA), kemudian lama sekolah 16
tahun setara dengan lulus jenjang perkuliahan atau S1 dan seterusnya. Lama
sekolah yang dimaksud merupakan masa sekolah yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pendidikan sesuai dengan asumsi masa sekolah yang telah
disebutkan. Saat seorang penduduk telah menyelesaikan pendidikannya maka ia
akan memasuki pasar tenaga kerja, pendidikan tearkhir dan lama sekolah yang
ditempuh pun akan mempengaruhi pendapatan yang kemudian akan dihasilkan.
Untuk mendapatkan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup dan
terdistribusi secara merata pada seluruh tenaga kerja, maka dibutuhkan
produktivitas. Tenaga kerja yang produktif serta memiliki kualitas yang mumpuni
akan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi
yang kemudian dalam jangka panjang akan mengurangi ketidakmerataan
penyebaran pendapatan. Maka pada penelitian ini diasumsikan bahwa rata-rata
lama sekolah seorang penduduk akan dapat mengurangi ketimpangan distribusi
pendapatan jika diiringi dengan produktivitas yang sesuai pada jenjang pendidikan
yang telah ditempuh.
2. Pengaruh Angka Partisipasi Sekolah terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan
Penelitian ini menggunakan angka partisipasi sekolah pada tingkatan umur
16-18 tahun yang mana pada tingkatan umur 16-18 tahun, pelajar setara dengan
tingkat SMA. Menurut BPS (2017) dalam Potret Pendidikan Indonesia, sebanyak
25,10% penduduk umur 15 tahun ke atas menamatkan jenjang pendidikan
tertingginya pada tingkat SMA. Hal ini dapat diartikan bahwa satu dari empat
tenaga kerja yang bersaing untuk mendapatkan pekerjaan adalah lulusan SMA.
32
Pada penelitian ini diasumsikan bahwa penduduk yang telah berpartisipasi
pada tingkatan SMA, setelah lulus tidak lagi melanjutkan pendidikan ke jenjang S1
melainkan menjadi pekerja yang kemudian dalam jangka waktu satu sampai dua
tahun mendapatkan pekerjaan. Hal yang dapat melancarkan penduduk lulusan SMA
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak adalah tersedianya kesempatan atau
peluang kerja yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kemudian dapat
diasumsikan pula supply dan demand tenaga kerja berada pada titik keseimbangan,
sehingga seluruh penduduk lulusan SMA mendapatkan kesempatan yang sama
untuk memperoleh pekerjaan dan mendapatkan penghasilan. Maka dapat
disimpulkan bahwa saat seluruh penduduk lulusan SMA yang tidak lagi
melanjutkan pendidikan mendapatkan kesempatan kerja sesuai dengan lapangan
tenaga kerja yang tersedia akan dapat menurunkan tingkat ketimpangan distribusi
pendapatan.
3. Pengaruh Angka Melek Huruf terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan
Angka melek huruf merupakan indeks yang mengukur tingkat kemampuan
dalam hal membaca maupun menulis. Meskipun jumlah penduduk di Indonesia
yang dapat membaca dan menulis jumlahnya lebih dari 90%, namun tidak semua
penduduk mengaplikasikannya dalam kegiatan sehari-hari baik itu dalam pekerjaan
maupun kehidupan sosial lainnya. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa penduduk
yang dapat membaca dan menulis paham akan bacaan yang dibaca dan
mendapatkan ilmu, kemudian mempraktikannya dalam pekerjaan. Saat seseorang
benar-benar paham akan suatu hal atau suatu bidang, maka ia akan dengan mudah
menyesuaikan dirinya dalam ruang lingkup pekerjaan serta melakukan
pekerjaannya dengan baik. Ilmu dan wawasan yang dimiliki oleh seorang tenaga
kerja akan menjadi hal yang baik saat diterapkan dan dapat memberikan
keuntungan yang pada penelitian ini adalah pendapatan. Maka ketika seorang
tenaga kerja dapat melakukan praktik secara baik dan sesuai tentu akan lebih mudah
untuk memperoleh pendapatan yang mana nantinya pendapatan yang diperoleh
diharapkan dapat mengurangi ketimpangan pendapatan.
33
4. Pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja terhadap Ketimpangan
Pendapatan
Tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara
pengangguran, kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan. Semakin
banyaknya jumlah pengangguran akan menyebabkan semakin banyak masyarakat
yang terjebak dalam zona kemiskinan yang berdampak pada timpangnya distribusi
pendapatan. Hal yang juga menjadi masalah adalah timbulnya tenaga kerja part
time (paruh waktu) dan pengangguran sukarela. Tenaga kerja part time dapat
dikatakan tidak mempunyai pendapatan sebesar tenaga kerja yang bekerja secara
normal, bahkan sering tidak dianggap sebagai pekerja karena jam kerja yang
rendah. Kemudian pengangguran sukarela di mana menurut M. Todaro (1994)
seorang tenaga kerja akan menolak jenis pekerjaan yang tidak disukai dan hal ini
dilakukan karena saat mereka memiliki cukup sumber keuangan sehingga mereka
menjadi pengangguran secara sukarela. Definisi ini digolongkan sebagai
pengangguran tetapi tidak miskin. Di sisi lain, terdapat banyak pekerja yang bekerja
penuh jika dilihat dari jam kerja per-hari namun memdapatkan pendapatan yang
sangat kecil. Seperti pedagang pasar, pedagang kaki lima dan lainnya yang dapat
dikategorikan sebagai pekerja penuh, namun juga masuk kategori masyarakat
miskin.
Semakin banyak jumlah penduduk yang ada di suatu negara maka juga akan
menambah jumlah angkatan kerja di negara tersebut, namun lapangan pekerjaan
yang siap menerima para angkatan kerja tidak selalu tersedia. Dapat dikatakan
bahwa inti dari permasalahan pada ketenagakerjaan adalah gagal terciptanya
lapangan kerja baru pada tingkat yang sebanding dengan laju pertumbuhan output
industri. Sehingga banyak tenaga kerja yang tidak terserap dan akhirnya menjadi
pengangguran. Seseorang yang menganggur selain tidak berkontribusi terhadap
pendapatan nasional, juga tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan
tidak berkontribusi terhadap pendapatan, pengangguran juga akan mengganggu dan
mempengaruhi keseimbangan distribusi pendapatan. Sebelum dilakukannya
pemerataan, maka hal yang lebih penting untuk diatasi oleh pemerintah adalah
dengan memperhatikan semua angkatan kerja agar dapat menjadi tenaga kerja.
34
D. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Gambar Kerangka Berpikir
Analisis Peran Pendidikan dan Ketenagakerjaan Terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia
Variabel Independen
Rata-rata Lama Sekolah (X1)
Angka Partisipsi Sekolah (X2)
Angka Melek Huruf (X3)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (X4)
Produktivitas
Kesempatan
Praktik
Ketimpangan Distribusi
Pendapatan (Y)
Alat Analisis : Panel Data
Pemilihan Model :
- Uji Chow
- Uji Hausman
Fixed Effect Model (FEM)
Uji Hipotesis :
- Uji t
- Uji F
- Uji Adj R2
Kesimpulan dan Saran
Variabel Dependen
35
E. Hipotesis Penelitian
Terdapat hipotesis atau dugaan sementara yang akan menjadi acuan dari
hasil regresi pada model penelitian ini. Berdasarkan acuan pada dasar pemikiran
teoritis dan studi empiris yang pernah dilakukan dengan penelitian di bidang ini,
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Variabel pendidikan dan ketenagakerjaan secara bersama-sama memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan 34
provinsi di Indonesia.
2. Variabel Rata-Rata Lama Sekolah diduga memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan 34 provinsi di
Indonesia.
3. Variabel Angka Partisipasi Sekolah diduga memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan 34 provinsi di
Indonesia.
4. Variabel Angka Melek Huruf diduga memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan 34 provinsi di
Indonesia.
5. Variabel Tingkat Partisipasi Angkatan kerja diduga memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan 34
provinsi di Indonesia.
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen (terikat) dan empat
variabel independen (bebas). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Indeks Gini. Sementara variabel independen yang digunakan dalam
kelompok pendidikan direpresentasikan oleh Rata-rata Lama Sekolah, Angka
Partisipasi Sekolah dan Angka Melek Huruf, sedangkan dalam kelompok
ketenagakerjaan direpresentasikan oleh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK).
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang mana data tersebut
diperoleh berdasarkan informasi berupa fakta yang telah disusun dan
dipublikasikan oleh lembaga dan instansi tertentu. Penelitian ini mendapatkan data
penelitian dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud). Penelitian ini bersifat kuantitatif
dengan menggunakan metode data panel yang mencakup data cross section
merupakan provinsi-provinsi di negara Indonesia, serta mengambil data time series
dengan periode waktu dari tahun 2013 hingga tahun 2017.
Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari instansi pemerintahan
sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif. Pendekatan kuantitatif sendiri merupakan pendekatan yang analisisnya
ditekankan kepada angka-angka dan olah data statistik. Yang kemudian dari hasil
regresi akan didapatkan hasil untuk dianalisis secara ekonomi.
B. Metode Penentuan Sampel
Metode penentuan sampel akan sangat membantu dalam penelitian yang
dihadapkan pada sampel yang beragam dari suatu populasi. Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh provinsi yang ada di Negara
Indonesia yang berjumlah 34 provinsi. Adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan purposive sampling.
37
Purposive sampling sendiri dapat dideskripsikan sebagai teknik yang
digunakan dalam memilih sampel suatu penelitian, dimana terdapat keterkaitan
yang erat antara kriteria yang ditentukan dan tujuan penelitian yang ingin dihasilkan
(Sugiyono, 2012). Pada teknik purposive sampling, terdapat teori yang
dikembangankan oleh Roscoe dalam Sugiyono (2012) salah satu syaratnya
mengatakan bahwa jika peneliti menggunakan analisis dengan variasi yang banyak
(korelasi antar variabel atau regresi ganda), maka jumlah anggota sampel yang
harus dianalisis minimal 10 dikalikan dengan jumlah variabel yang digunakan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa penelitian ini
menggunakan analisis regresi ganda dan jumlah anggota sampel ditentukan dengan
cara jumlah variabel dikali 10 maka didapatkan hasil minimal sampel yang dapat
digunakan dalam penelitian tersebut. Terdapat lima variabel dalam penelitian ini
yaitu satu variabel dependen (ketimpangan pendapatan) dan empat variabel
independen (rata-rata lama sekolah, angka partisipasi sekolah, angka melek huruf,
dan tingkat partisipasi angkatan kerja) maka 5 variabel dikalikan 10 sama dengan
50 yang artinya minimal sampel dalam penelitian ini adalah 50. Penelitian ini
kemudian memilih observasi sebanyak 34 provinsi dengan rentang waktu lima
tahun yaitu tahun 2013-2017 dan didapatkan jumlah sampel dalam penilitian ini
bejumlah 170.
C. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, penulis mengambil data dari beberapa instansi
pemerintahan seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud). Data diambil dari tahun 2013 hingga tahun 2017.
Keberhasilan suatu penelitian jika dinilai dari lama penyelesaiannya dapat
ditentukan dan lama peneliti mengumpulkan data-data yang dibutuhkan. Siregar
(2013) mengatakan bahwa data merupakan bentuk informasi atau keterangan
berdasarkan fakta yang benar-benar terjadi, data tersebut diolah baik secara
kualitatif maupun kuantitatif dari masih berbentuk data mentah hingga menjadi data
yang bisa dianalisi dan disimpulkan.
38
Saat melakukan penelitian sangat perlu dilakukan pengumpulan data guna
mencapai hasil penelitian. Adapun berikut penjelasan mengenai metode
pengumpulan data pada penelitian ini:
1. Data Sekunder
Pada umumnya data sekunder diperoleh dari suatu lembaga atau instansi
atau organisasi baik pemerintahan maupun swasta terkait yang tidak
mempublikasikan atau yang mempublikasikan data secara umum melalui buku,
literatur, situs, dokumen, arsip, ataupun sumber-sumber lainnya. Kelebihan dari
data sekunder sendiri adalah cenderung membutuhkan waktu yang singkat untuk
memperoleh data yang dibutuhkan dan biayanya pun relatif kecil. Namun karena
data sekunder bukan merupakan data yang bersumber dari sumber asli yang
mengolah maka tingkat keakuratan data yang diterbitkan terbilang lebih rendah
dan kadang rendahnya keakuratan data tersebut dapat pula mempengaruhi hasil
penelitian dan analisisnya.
2. Studi Kepustakaan
Sebelum dilakukannya penelitian, penulis terlebih dahulu menentukan
metode dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian. Karena data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder maka metode
pengumpulan data yang cocok digunakan ada dua metode yaitu metode studi
pustaka. Metode studi pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi
melalui buku, situs, jurnal maupun berbagai literatur terkait serta penelitian-
penelitian terdahulu.
D. Metode Analisis Data
1. Model Data Panel
Winarno (2015) dikutip dari bukunya mengatakan bahwa data panel
merupakan analisis data yang terdiri dari data seksi silang (terdapat beberapa objek)
yang biasa sering disebut cross section digabung dengan data runtutan waktu
(berdasarkan waktu) yang biasa sering disebut time series. Data panel merupakan
analisis yang mengkombinasikan data cross section dengan sejumlah observasi
yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu atau data time series yang juga
telah ditentukan.
39
Saat menggabungkan data time series dan cross section kita mampu
menambahkan jumlah observasi secara signifikan tanpa melakukan treatment
apapun pada data seperti menlakukan logaritma natural. Sehingga analisis data
panel memungkinkan memberikan hasil yang memuaskan dan mendapatkan hasil
yang rinci. Sedangkan model analisis yang digunakan dalam penelitian ini yakni
analisis regresi linear berganda. Model persamaan yang akan diestimasi dalam
model regresi penelitian ini adalah sebagai berikut:
IGit = β0 + β1RRLSit + β2APSit + β3AMHit + β4 TPAKit + eit … (1)
Keterangan:
IGit = Indeks Gini di provinsi i pada periode t
RRLSit = Rata-rata Lama Sekolah di provinsi i pada periode t
APSit = Angka Partisipasi Sekolah di provinsi i pada periode t
AMHit = Angka Melek Huruf di provinsi i pada periode t
TPAKit = Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di provinsi i pada periode t
β0 = Intercept/Konstanta
β1,........,βn = Koefisien Regresi
eit = error term
2. Model Estimasi
Dalam menganalisis model regresi dengan menggunakan data panel dapat
dilakukan dengan macam pendekatan yaitu:
1. Pendekatan Pooled Least Square (PLS)
Model Pooled Least Square (PLS) termasuk model regresi yang paling
sederhana jika dibandingkan dua model regresi yang lain. Sederhananya model ini
hanya menggabungkan data time series dan cross-section tanpa melihat koefisien
lainnya yang mungkin dapat mempengaruhi model (Widarjono, 2009). Pada model
PLS, perilaku individu biasanya diasumsikan sama dalam berbagai kurun waktu.
Hal itu terjadi karena dimensi waktu ataupun individu tidak terlalu diperhatikan
dalam analisis model ini.
40
2. Pendekatan Fixed Effect Model (FEM)
Fixed Effect Model (FEM) merupakan model yang menjelaskan bahwa
individu-individu secara cross-section dalam model ini memiliki intersepnya
masing-masing. Intersep yang dihasilkan tersebut akan memberikan pengaruh yang
berbeda dari masing-masing individu. Model ini juga sering disebut sebagai teknik
Least Squares Dummy Variable (LSDV). Untuk mengestimasi data panel, model
ini terkadang menggunakan teknik variable dummy, yang mana variable dummy
dapat melihat perbedaan intersep pada masing-masing individu (Gujarati, 2012).
3. Pendekatan Random Effect Model (REM)
Random Effect Model (REM) merupakan model yang dikenal sebagai model
regresi yang mengestimasi data panel dengan memperhitungkan error dari model
regresi yang dianalisis dengan metode Generalized Least Square (GLS). Perbedaan
model ini dengan Fixed Effect Model (FEM) terletak pada error-nya. Apabila pada
model FEM perbedaan antar individu atau waktu digambarkan melalui intersep,
lalu pada model REM perbedaan tersebut diakomodir melalui error yang
dihasilkan. Keuntungan menggunakan REM yaitu dapat menghilangkan
heterokedastisitas. Model REM membuktikan bahwa error dapat diperhitungkan
karena berkorelasi dengan time series dan cross section (Suliyanto, 2011).
3. Uji Spesifikasi Model
Tahap pertama yang dilakukan dalam analisis regresi data panel melakukan
percobaan regresi dengan FEM, kemudian melakukan uji Chow untuk
membuktikan yang mana di antara FEM dan PLS yang merupakan model yang
tepat dilihat dari nilai probabilitasnya. Jika FEM merupakan model yang tepat,
maka dilakukan kembali uji Hausman untuk membuktikan yang mana di antara
FEM dan REM yang merupakan model terbaik dari penelitian tersebut. Kemudian
tahap terakhir, jika REM merupakan model yang tepat maka dilakukan LM-test
untuk memastikan bahwa REM merupakan model terbaik. Pada analisis data panel
singkatnya terdapat tiga jenis pendekatan untuk mengestimasi model yaitu melalui
uji Chow, uji Hausman dan LM-test.
41
Setelah melakukan berbagai pengujian untuk estimasi model terbaik, maka
penelitian ini hanya menggunakan uji Chow dan uji Hausman. Berikut adalah
penjelasan dari uji spesifikasi model antara lain sebagai berikut:
1. Uji Chow
Uji ini dilakukan untuk mengetahui Pooled Least Square (PLS) Model atau
Fixed Effect Model (FEM) yang akan digunakan dalam estimasi. Hipotesisnya
adalah sebagai berikut:
H0: Pooled Least Square Model
H1: Fixed Effect Model
Jika nilai probabilitasnya lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%
(tingkat kepercayaan 95%) maka H0 ditolak, artinya model panel yang baik untuk
digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM). Sebaliknya jika H0 diterima, berarti
Pooled Least Square (PLS) merupakan model yang harus digunakan dan dianalisis.
Namun ketika H0 ditolak, untuk lebih memastikan apakah Fixed Effect Model
(FEM) merupakan model yang terbaik maka harus diuji kembali menggunakan uji
Hausman. Pada uji Hausman akan memilih dan memberikan spesifikasi apakah
Fixed Effect Model (FEM) atau Random Effect Model (REM) model yang tepat,
setelah itu baru dilakukan dianalisis.
2. Uji Hausman
Setelah melakukan uji Chow dan didapatkan hasil H0 ditolak, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan uji Hausman. Pada tahap ini, pilihan model hanya
tinggal memilih antara Fixed Effect Model (FEM) atau Random Effect Model
(REM). Uji spesifikasi ini akan memberikan penilaian yang diperhitungan dengan
menggunakan Chi-Square Statistic, sehingga keputusan pemilihan model akan
dapat ditentukan. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
H0: Random Effect Model
H1: Fixed Effect Model
42
Jika nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5% maka H0
ditolak, yang artinya model data panel yang baik untuk digunakan adalah Fixed
Effect Model (FEM). Namun sebaliknya jika H0 diterima, maka Random Effect
Model (REM) merupakan model yang tepat untuk digunakan dan dianalisis.
4. Uji Hipotesis Model
Setelah melakukan uji spesifikasi dan diketahui model terbaik untuk
penelitian tersebut maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis ini
dilakukan untuk mengidentifikasi apakah koefisien regresi yang didapat pada
penelitian ini signifikan (memiliki efek antar satu variabel dengan variabel lainnya).
Maksud dari signifikan adalah nilai koefesien regresi yang dihasilkan secara
statistik tidak sama dengan nol. Jika slope koefisiennya sama dengan nol, maka
dapat dikatakan bahwa tidak cukup bukti untuk menyatakan variabel independen
dalam penelitian mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Terdapat dua
jenis uji hipotesis terhadap koefisien regresi yang harus dilakukan antara lain:
1. Uji Signifikansi Parsial (Uji t-statistik)
Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara
parsial (masing-masing variabel) terhadap variabel dependen. Uji t dilakukan
dengan membandingkan t hitung setiap variabel terhadap t tabel dengan ketentuan
sebagai berikut:
H0 : β = 0, maka tidak ada pengaruh positif dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu).
H1 : β > 0, maka ada pengaruh positif dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu).
Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam uji t adalah 95% atau taraf
signifikan 5% (α = 0,05) dan 90% atau taraf signifikan 10% (α = 0,1) dapat
disimpulkan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jika t hitung > t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak berarti terdapat
pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen.
43
2) Jika t hitung < t tabel maka H1 diterima dan H0 ditolak berarti tidak terdapat
pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen.
2. Uji Signifikansi Simultan (Uji F-statistik)
Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen
secara simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap variabel dependen. Cara
yang digunakan adalah dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel
dengan ketentuan sebagai berikut:
H0 : β = 0, maka tidak ada pengaruh signifikan dari variabel independen
terhadap variabel dependen secara simultan (bersama- sama).
H1 : β > 0, maka ada hubungan yang signifikan dari variabel independen
terhadap variabel dependen secara simultan (bersama- sama).
Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf signifikan 5%
(α = 0,05) dapat disimpulkan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jika F hitung > F tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak berarti variabel
independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
2) Jika F hitung < F tabel maka H1 diterima dan H0 ditolak berarti variabel
independen secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen.
3. Koefisien Determinasi R2
Koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang penting dan harus
dipertimbangkan dalam melakukan analisis regresi, karena nilai koefisien
determinansi dapat menginformasikan baik tidaknya model regresi yang
terestimasi. Dengan kata lain, koefisien determinansi dapat mengukur seberapa
dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sesungguhnya.
Nilai koefisien determinasi (Goodness of fit) mencerminkan seberapa besar
variasi dari variabel dependen (Y) dapat diterangkan oleh variabel independen (X).
Koefisien determinansi dapat dilambangkan dengan R2. Jika R2 = 0, maka variasi
44
dari variabel dependen tidak dapat diterangkan oleh variabel independen sama
sekali. Sementara jika R2 = 1, maka variasi variabel dependen secara keseluruhan
dapat diterangkan oleh variabel independen. Bila R2 = 1, maka semua titik
pengamatan berbeda pada garis regresi atau garis yang diestimasi letaknya sama
dengan garis menurut data yang sesungguhnya. Semakin besar nilai R2 maka
semakin besar pengaruh yang diberikan variasi variabel independen terhadap
variabel independen. Nilai R2 berkisar di antara nol sampai dengan satu. (Nachrowi
dan Usman, 2008).
5. Uji Asumsi Klasik
Berdasarkan hasil uji regresi data panel pada penelitian ini, jika terbukti
harus menggunakan Fixed Effect Model maka terdapat uji asumsi klasik yang harus
dipenuhi, terdapat empat uji asumsi klasik yang harus dipenuhi di antaranya adalah
sebagai berikut:
1. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi merupakan uji korelasi pada tempat yang berdekatan
datanya yaitu cross section. Uji autokorelasi menjelaskan korelasi yang terjadi
antara time series, apakah terdapat hubungan yang membentuk suatu pola tertentu
antara data penelitian tahun ini dengan tahun sebelumnya. Uji autokorelasi lebih
menekankan kepada dua data penelitian berdasarkan rentetan waktu yang
digunakan. Cara yang digunakan untuk mendeteksi apakah terdapat autokorelasi
dalam suatu penelitian adalah dengan melihat nilai DW (Durbin-Watson),
kriterianya adalah ketika nilai DW > dU maka penelitian bebas dari autokorelasi
negatif dan ketika nilai DW < dU maka penelitian bebas dari autokorelasi positif.
Nilai dU sendiri dapat dilihat pada tabel Durbin-Watson.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
apakah variabel pengganggu (ui) didistribusikan secara normal atau tidak (Ghozali,
2012). Hasil dari uji normalitas dapat dilihat melalui grafik distribusi dan analisis
statistiknya apakah data terdistribusi normal melalui nilai probabilitas yang tertera.
45
Penggunaan grafik distribusi ini merupakan cara yang paling sederhana untuk
melakukan uji normalitas. Cara ini dilakukan karena bentuk data yang terdistribusi
secara normal akan mengikuti pola distribusi normal di mana bentuk grafiknya
mengikuti bentuk lonceng. Kemudian untuk analisis statistik dapat menggunakan
analisis tingkat kemiringan kurva dibandingkan dengan indikatornya.
3. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas merupakan pengujian yang melihat apakah dalam
model regresi terdapat hubungan atau korelasi antar variabel bebas (independen).
Ketika ada hubungan di antara variabel independen dalam penelitian maka model
regresi yang digunakan tidak baik, hubungan antar variabel harus dihindari
(Ghozali, 2012). Cara untuk mendeteksi apakah terdapat korelasi di antara variabel
independen dapat dilihat dari nilai tolerance pada Variance Inflation Factor (VIF).
Nilai tolerance yang rendah mengartikan nilai VIF yang tinggi (karena VIF =
1/tolerance). Jika nilai tolerance > 0,8 maka terjadi multikolinearitas pada variabel
independen dalam penelitian.
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas merupakan pengujian untuk melihat apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain (Ghozali, 2012). Cara untuk mendeteksi apakah terdapat
heteroskedastisitas atau tidak yaitu dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi
variabel terikat (dependen). Selain itu, cara untuk mendeteksi multikolinearitas
dapat dilakukan dengan uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresi nilai
absolut residual terhadap variabel independen. Jika variabel independen signifikan
secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi
heteroskedastisitas dan berlaku juga kondisi sebaliknya.
46
E. Operasional Variabel Penelitian
Tabel 3. 1 Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Satuan
Ketimpangan
Pendapatan
Koefisien untuk mengukur ketimpangan
distribusi pendapatan yang angkanya
berkisar antara nol (pemerataan
sempurna) hingga satu (ketimpangan
sempurna), semakin besar koefisiennya
(mendekati satu) maka dapat dinyatakan
pendapatan semakin timpang begitu pula
sebaliknya apabila koefisien semakin
kecil (mendekati nol) maka dapat
dinyatakan semakin tidak timpang.
Indeks
Rata-rata Lama
Sekolah
Koefisien untuk menghitung lama
pendidikan penduduk pada usia 25 tahun
ke atas, yang mana indeks ini menjadi
indikator perhitungan pembangunan
manusia pada bidang pendidikan.
Tahun
Angka Partisipasi
Sekolah
Koefisien untuk menghitung rasio
perbandingan anak yang sekolah pada
kelompok umur tertentu terhadap jumlah
penduduk pada kelompok umur yang
sama.
Persentase
Angka Melek Huruf Koefisien untuk menghitung jumlah
penduduk yang secara mendasar
memiliki kemampuan dalam membaca
dan menulis.
Persentase
Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja
Koefisien untuk menghitung proporsi
jumlah angkatan kerja yang terserap atau
yang berkontribusi sebagai tenaga kerja
pada usia angkatan kerja yaitu 15-64
tahun.
Persentase
47
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan permasalahan yang
berdampingan dengan kemiskinan di suatu negara. Munculnya masyarakat yang
hidup di bawah garis kemiskinan biasanya dikarenakan tidak tersebarnya
pendapatan secara merata. Ketimpangan berpengaruh terhadap kualitas kehidupan
manusia, dimana kualitas hidup masyarakat menjadi salah satu tanda kesejahterasan
dan berhasilnya pembangunan. Distribusi pendapatan di suatu daerah dapat
menentukan bagaimana kesempatan suatu daerah dalam mengoptimalkan peran dan
fungsi masyarakat serta pemerintah dalam menangani berbagai permasalahan
pokok. Pendapatan yang tinggi biasanya akan memunculkan perubahan-perubahan
dan peningkatan-peningkatan pada standar hidup masyarakat. Saat pendapatan
tidak terdistribusi secara merata maka tidak akan tercipta kemakmuran dan
kesejahteraan yang dapat disrasakan secara menyeluruh karena hanya menyentuh
golongan tertentu.
Tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia mengalami
fluktuasi yang cenderung meningkat. Ketimpangan distribusi pendapatan Indoneisa
yang biasa diwakili dengan Indeks Gini mengalami ketimpangan pendapatan yang
cukup tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2014 dengan
indeks sebesar 0,414. Ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia selama 10
tahun terakhir terus berputar pada kisaran angka 0,35 sampai dengan 0,41. Todaro
(2006) menyatakan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan rendah ketika
koefisien gini berada antara 0,20 sampai 0,35. Kemudian ketika koefisien gini
berada antara 0,36 sampai dengan 0,50 maka ketimpangan sedang. Lalu
ketimpangan dinyatakan tinggi saat koefisien gini berada di antara 0,51 sampai
dengan 0,70. Indeks gini Indonesia terakhir yaitu pada tahun 2018 adalah sebesar
0,389 yang berarti bahwa secara agregat, ketimpangan distribusi pendapatan
Indonesia berada pada tingkat sedang.
48
Grafik 4. 1 Perkembangan Indeks Gini Provinsi-Provinsi di Indonesia
Sumber: BPS (2018)
Ketimpangan distribusi pendapatan di berbagai provinsi-provinsi di
Indonesia cenderung bervariasi dalam tiga tahun terakhir. Jika dilihat, setiap
tahunnya Provinsi Bangka Belitung memiliki indeks gini yang paling rendah yaitu
0,275 pada 2015, kemudian 0,288 pada 2016 dan 0,276 pada 2017. Dengan kisaran
angka di bawah 0,30 setiap tahunnya maka dapat dikatakan bahwa Provinsi Bangka
Belitung memiliki tingkat ketimpangan distribusi pendapatan yang rendah jika
dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Kemudian provinsi Papua Barat
memiliki tingkat ketimpangan distribusi pendapatan yang paling tinggi tahun 2015
yaitu sebesar 0,428 namun berhasil turun menjadi 0,401 dan 0,387 di tahun 2016
dan 2017. Selain Papua Barat, provinsi yang juga memiliki tingkat ketimpangan
distribusi pendapatan yang tinggi adalah Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Timur,
DI Yogyakarta, Jawa Barat dan DKI Jakarta. Mayoritas provinsi yang memiliki
tingkat ketimpangan pendapatan yang tinggi adalah provinsi yang berada di Pulau
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
2015 2016 2017
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
2015 2016 2017
49
Jawa. Seperti yang telah diketahui bahwa Pulau Jawa memang dijadikan pusat
pembangunan ekonomi, industri dan banyak penduduk dari luar Pulau Jawa yang
melakukan migrasi ke Pulau Jawa untuk mendapat pendapatan yang lebih baik.
2. Rata-rata Lama Sekolah
Rata-rata lama sekolah merupakan jumlah waktu yang dihabiskan oleh rata-
rata penduduk dengan usia 25 tahun ke atas pada seluruh jenjang pendidikan formal
yang telah ditempuh. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah di suatu negara maka
semakin tinggi pula jenjang pendidikan yang ditempuh. Jenjang pendidikan yang
ditempuh oleh seseorang menjadi modal manusia yang dapat bermanfaat dalam
dunia kerja. Saat seseorang memiliki pendidikan yang tinggi, maka akan semakin
tinggi pula kesempatannya untuk memilih jenis pekerjaan yang sesuai dan semakin
besar kesempatan mendapatkan pendapatan yang bervariasi, bisa kecil maupun
besar. Pada tahun 2018, rata-rata lama sekolah di Indonesia untuk perempuan dan
laki-laki adalah 8,17 tahun. Hal ini mengartikan bahwa penduduk dengan usia 25
tahun ke atas di Indonesia telah menempuh lama pendidikan selama 8,17 tahun atau
hanya setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Pendidikan menjadi investasi penting bagi kehidupan manusia, pendidikan
kerap dijadikan modal utama bagi manusia untuk layak diperhitungkan dalam dunia
kerja. Maka ketika seseorang dapat meningkatkan produktivitas yang ada pada
dirinya maka ia akan mendapatkan penghasilan yang lebih namun hal ini tetap harus
didukung dengan peningkatan pendidikan. Dengan pendidikan maka kemampuan
yang dimiliki manusia menjadi bertambah dan berkembang. Yang pada akhirnya
dengan didukung pendidikan, kualitas manusia menjadi lebih unggul dan memiliki
daya saing yang lebih tinggi (BPS, 2016). Berapa lama seorang manusia menempuh
pendidikan juga akan mempengaruhi besaran pendapatan yang akan diterima.
Semakin seseorang memiliki pendidikan yang tinggi maka akan semakin besar
variasi pendapatan yang mungkin akan ia terima, berbeda dengan seseorang yang
tidak memiliki pendidikan yang tinggi dimana variasi pendapatan yang akan
diterima akan terbatas.
50
Grafik 4. 2 Rata-rata Lama Sekolah Provinsi-provinsi Indonesia
Sumber: BPS (2018)
Jika dilihat dari data rata-rata lama sekolah di atas, provinsi dengan nilai
rata-rata lama sekolah tertinggi adalah DKI Jakarta selama tiga tahun berturut-turut
dan pada peringkat kedua disusul oleh Kepulauan Riau. Kepulauan Riau sudah
menginjak angka 9,78 dan DKI Jakarta menginjak angka 11,02 pada tahun 2017.
Wajar bagi DKI Jakarta jika memiliki tingkat pendidikan yang beberapa tingkat
lebih dibanding provinsi-provinsi lain di Indonesia, karena DKI Jakarta
memberikan fasilitas pendidikan yang baik dan merata. Provinsi dengan rata-rata
lama sekolah yang paling rendah adalah Provinsi Papua. Pada tiga tahun terakhir,
hanya mencapai angka 5,94, 6,11, dan 6,23 yang berarti bahwa rata-rata penduduk
di Provinsi Papua hanya mampu bersekolah sampai jenjang Sekolah Dasar (SD)
saja.
0
2
4
6
8
10
12
2015 2016 2017
0
2
4
6
8
10
2015 2016 2017
51
3. Angka Partisipasi Sekolah
Angka partisipasi sekolah merupakan jumlah persentase penduduk pada
suatu golongan usia tertentu yang terdaftar sebagai pelajar sekolah dibandingkan
dengan seluruh penduduk pada golongan usia tersebut. Angka partisipasi sekolah
terbagi dalam empat kategori usia yaitu usia 7-12 tahun mewakili sekolah dasar,
usia 13-15 tahun mewakili sekolah menengah pertama, usia 16-18 tahun mewakili
sekolah menengah atas dan usia 19-24 tahun mewakili sekolah lanjut atau
perguruan tinggi. Semakin tinggi jenjang kategori angka partisipasi sekolah,
persentasinya akan semakin menurun yang artinya bahwa pada kategori usia 7-12
tahun persentase akan tinggi, kemudian pada kategori usia 13-15 tahun persentase
akan menurun dan pada kategori terakhir yaitu 19-24 tahun maka didapati
persentase yang paling kecil.
Pada penelitian ini diambil data angka partisipasi sekolah pada usia 16-18
tahun dimana pada usia tersebut biasanya pelajar akan lulus Sekolah Menengah
Atas (SMA). Jenjang SMA terlihat sebagai jenjang paling minimal untuk seorang
tenaga kerja bersaing di dunia kerja, dengan memiliki pendidikan sampai di jenjang
SMA, tenaga kerja akan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan Upah
Minimum Regional (UMR). Jika seorang tenaga kerja hanya menempuh
pendidikan hingga jenjang SMP, maka akan sulit baginya untuk mendapatkan gaji
setara UMR dan juga akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.
Grafik 4. 3 Angka Partisipasi Sekolah Provinsi-provinsi Indonesia
0
20
40
60
80
100
2015 2016 2017
52
Sumber: BPS (2018)
Jika dilihat dari grafik di atas, provinsi dengan angka partisipasi tertinggi
pada tahun tiga tahun berturut-turut adalah provinsi DI Yogyakarta dengan
persentase sebesar 86,78, 87,2, dan 87,61. Provinsi DI Yogyakarta berhasil
menyerap hampir 90% pelajar usia 16-18 tahun untuk bersekolah. Provinsi
selanjutnya dengan persentase angka partisipasi sekolah tertinggi adalah provinsi
Kalimantan Timur. Kemudian untuk provinsi dengan angka partisipasi sekolah
paling rendah adalah Provinsi Papua, sama dengan tingkat rata-rata lama sekolah
yang juga paling rendah. Tahun ke tahun, angka partisipasi sekolah selalu
mengalami peningkatan, menurut Risti (2009), walaupun angka partisipasi sekolah
mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun sangat disayangkan angkatan kerja
yang terserap masih didominasi oleh pekerja dengan pendidikan rendah.
4. Angka Melek Huruf
Angka melek huruf merupakan jumlah presentase penduduk usia 15 tahun
ke atas yang memiliki kemampuan membaca dan menulis kalimat sederhana
dibandingkan dengan seluruh penduduk usia 15 tahun ke atas. Membaca dan
menulis merupakan kemampuan dasar yang wajib dimiliki oleh masyarakat di suatu
negara. Meskipun sebagai manusia, tidak semua orang bekerja, sebagian orang
hanya menjadi ibu rumah tangga, namun kemampuan membaca dan menulis sangat
diperlukan dalam berbagai kegiatan ekonomi dan sosial. Saat seseorang tidak
memiliki kemampuan membaca dan menulis maka hal tersebut akan
menyulitkannya dimana pun ia berada, karena akan sulit mendapatkan informasi
0102030405060708090
2015 2016 2017
53
yang benar dan seringkali mendapatkan kemungkinan ditipu oleh orang yang
memiliki niat jahat. Indonesia memang tidak memiliki angka melek huruf yang
rendah, pada tahun 2018 angka melek huruf Indonesia berada pada angka 96,19%
dimana hanya sekitar 4% dari penduduk Indonesia yang buta huruf atau tidak bisa
membaca dan menulis. Hal ini sebenarnya bisa menjadi konsentrasi pemerintah
bagi seluruh masyarakat Indonesia memiliki kewajiban untuk bisa membaca dan
menulis.
Grafik 4. 4 Angka Melek Huruf Provinsi-provinsi Indonesia
Sumber: BPS (2018)
86,0088,0090,0092,0094,0096,0098,00
100,00102,00
2015 2016 2017
0
20
40
60
80
100
120
2015 2016 2017
54
Jika dilihat dari grafik di atas, mayoritas provinsi di Indonesia memiliki
persentase angka melek huruf di atas 95%. Namun masih terdapat beberapa
provinsi dengan angka melek huruf yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
provinsi lainnya. Provinsi tersebut adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, DI
Yogyakarta dan Bali yang mana provinsi tersebut memiliki angka melek huruf pada
kisaran 90-92%. Kemudian provinsi dengan angka melek huruf terrendah adalah
Papua dengan angka melek huruf tiga tahun terakhir sebesar 70,83, 71,02, dan 75,8.
5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan jumlah presentase penduduk
yang masuk ke dalam angkatan kerja dibandingkan jumlah penduduk dengan usia
15 tahun ke atas. Keberadaan tingkat partisipasi angkatan kerja akan berpengaruh
terhadap output yang dihasilkan dalam berbagai kegiatan ekonomi. Semakin
banyak jumlah angkatan kerja yang terserap atau berpartisipasi maka akan semakin
produktif dan menghasilkan output yang lebih banyak. Hal ini juga akan diikuti
dengan meningkatnya PDB per kapita dan konsumsi secara agregat yang pada
akhirnya juga akan berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi. Namun
peningkatan angkatan kerja yang berpengaruh terhadap pendapatan dapat terjadi
jika diasumsikan produktivitas angkatan kerja juga meningkat. Penyerapan tenaga
kerja sangat erat kaitannya dengan ketersediaan lapangan kerja yang merata di
setiap daerah, sehingga memberi kemudahan bagi masyarakat.
Grafik 4. 5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Provinsi-provinsi Indonesia
0102030405060708090
2015 2016 2017
55
Sumber: BPS (2018)
Jika dilihat dari grafik di atas, tingkat partisipasi angkatan kerja di setiap
provinsi tidak berbeda jauh. Hampir semua provinsi memiliki persentase di atas
60%. Provinsi yang memiliki persentase tingkat partisipasi angkatan kerja paling
tinggi tiga tahun terakhir adalah Provinsi Papua dan Bali yang mengartikan bahwa
sebagian besar penduduk usia kerja di Provinsi Papua dan Bali terserap sebagai
tenaga kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja pada provinsi Papua dan Bali
dengan persentase di atas 75%. Provinsi dengan persentase paling tinggi pada tahun
2015, 2016 dan 2017 semua diduduki oleh Provinsi Papua yaitu sebesar 79,57,
76,7%, dan 76,94%. Adapun provinsi yang persentasenya paling rendah adalah
Provinsi Sulawesi Selatan.
0102030405060708090
2015 2016 2017
56
B. Temuan Hasil Penelitian
1. Uji Chow
Uji Chow dilakukan untuk dapat mengetahui model regresi data panel yang
akan digunakan dalam penelitian ini, maka dilakukan uji F-Restricted dengan cara
melihat nilai probanilitas pada F-statistik. Pada uji chow dapat terpilih estimasi
metode yang terbaik antara common effect atau fixed effect. Setelah keluar hasilnya
akan dilihat apakah lebih kecil atau lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5%.
Untuk mengetahui hasilnya maka dibuat terlebih dahulu hipotesisnya, hipotesisnya
adalah sebagai berikut:
H0: Pooled Least Square Model
H1: Fixed Effect Model
Di bawah ini merupakan tampilan hasil uji Chow dengan menggunakan
Redundant Fixed Effects - Likelihood Ratio adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 1 Uji Chow (Redundant Fixed Effects Tests)
Effect Test Statistic d.f Prob.
Cross-section F 32.642987 (33,132) 0.0000
Sumber: Hasil Pengolahan Data Dengan Eviews 10.0
Jika dilihat dari hasil uji chow, nilai probabilitasnya adalah sebesar 0,00000
yang artinya lebih kecil dari nilai tingkat signifikansi α = 5% (0,0000 < 0,05). Maka
dapat disimpulkan melalui uji chow bahwa H0 ditolak, jadi model panel yang dapat
digunakan dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Model.
2. Uji Hausman
Setelah melakukan uji Chow dan didapatkan hasil bahwa model yang tepat
untuk penelitian ini adalah Fixed Effect Model, maka hal selanjutnya yang harus
dilakukan adalah uji Hausman untuk mengetahui mana di antara Fixed Effect Model
dan Random Effect Model yang lebih tepat. Untuk mengetahui hasilnya maka dibuat
terlebih dahulu hipotesisnya, hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
57
Di bawah ini merupakan tampilan hasil uji Hausman dengan menggunakan
tes Correlated Random Effects - Hausman test adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 2 Uji Hausman (Correlated Random Effects - Hausman test)
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-Section random 13.530498 4 0.0090
Sumber: Hasil Pengolahan Data Dengan Eviews 10.0
Jika dilihat dari hasil uji Hausman, nilai probabilitasnya adalah sebesar
0,009 yang artinya lebih kecil dari nilai tingkat signifikansi α = 5% (0,009 < 0,05).
Maka dapat disimpulkan melalui uji Hausman bahwa H0 ditolak, maka model panel
yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Model.
3. Fixed Effect Model
Setelah dilakukan uji Chow dan uji Hausman maka dapat disimpulkan
model terbaik yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah Fixed Effect
Model. Persamaan yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
IG = 23.73261 – 2.364064 RRLS – 0.161321 APS + 0.379332 AMH +
0.110780 TPAK + e …. (2)
Tabel 4. 3 Tabel Estimasi Hasil Regresi Data Panel
Variable Coefficient Prob.
C 23.73261 0.1922
RRLS? -2.364064 0.0001
APS? -0.161321 0.0067
AMH? 0.379332 0.0711
TPAK? 0.110780 0.0648
F-stat 35.65924 0.00000
R2 0.909053
Adj R2 0.883560
Sumber: Hasil Pengelolaan Data Dengan Menggunakan Eviews 10.0
*Signifikan pada α = 10% atau 0,1
**Signifikan pada α = 5% atau 0,05
58
a. Uji Signifikan Parsial (Uji t-statistik)
Uji t dilakukan untuk menguji apakah variabel independen (Rata-rata Lama
Sekolah, Angka Partisipasi Sekolah, Angka Melek Huruf dan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja) berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependennya
(Ketimpangan Distribusi Pendapatan). Uji t-statistik dilakukan dengan cara
membandingkan nilai probabilitas t-statistik terhadap tingkat signifikan α = 5%
melihat apakah hipotesisnya diterima atau ditolak. Adapun hipotesis dalam
penilitian ini adalah sebagai berikut:
1) H0 : Tidak ada pengaruh Rata-rata Lama Sekolah secara parsial terhadap
Ketimpangan Pendapatan di 34 provinsi Indonesia tahun 2013-2017
H1 : Ada pengaruh Rata-rata Lama Sekolah secara parsial terhadap
Ketimpangan Pendapatan di 34 provinsi Indonesia tahun 2013-2017
2) H0 : Tidak ada pengaruh Angka Partisipasi Sekolah secara parsial terhadap
Ketimpangan Pendapatan di 34 provinsi Indonesia tahun 2013-2017
H1 : Ada pengaruh Angka Partisipasi Sekolah secara parsial terhadap
Ketimpangan Pendapatan di 34 provinsi Indonesia tahun 2013-2017
3) H0 : Tidak ada pengaruh Angka Melek Huruf secara parsial terhadap
Ketimpangan Pendapatan di 34 provinsi Indonesia tahun 2013-2017
H1 : Ada pengaruh Angka Melek Huruf secara parsial terhadap
Ketimpangan Pendapatan di 34 provinsi Indonesia tahun 2013-2017
4) H0 : Tidak ada pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja secara parsial
terhadap Ketimpangan Pendapatan di 34 provinsi Indonesia tahun 2013-
2017
H1 : Ada pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja secara parsial
terhadap Ketimpangan Pendapatan di 34 provinsi Indonesia tahun 2013-
2017
59
Tabel 4. 4 Uji t-statistik
Variable Coefficient Prob.
C 23.73261 0.1922
RRLS? -2.364064 0.0001
APS? -0.161321 0.0067
AMH? 0.379332 0.0711
TPAK? 0.110780 0.0648
Sumber: Hasil Pengelolaan Data Dengan Menggunakan Eviews 10.0
Berdasarkan hipotesis di atas, maka pembuktian dari penelitian ini
didapatkan hasilnya sebagai berikut:
a) Nilai probabilitas t-statistik pada variabel Rata-rata Lama Sekolah (RRLS)
adalah 0,0001 < 0,05 (α = 5%) yang artinya H1 diterima dan H0 ditolak.
b) Nilai probabilitas t-statistik pada variabel Angka Partisipasi Sekolah (APS)
adalah 0,0067 < 0,05 (α = 5%) yang artinya H1 diterima dan H0 ditolak.
c) Nilai probabilitas t-statistik pada variabel Angka Melek Huruf (AMH)
adalah 0,0711 < 0,1 (α = 10%) yang artinya H1 diterima dan H0 ditolak.
d) Nilai probabilitas t-statistik pada variabel Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) adalah 0,0648 < 0,1 (α = 10%) yang artinya H1 diterima dan
H0 ditolak.
Dapat disimpulkan bahwa semua variabel yaitu rata-rata lama sekolah,
angka partisipasi sekolah, angka melek huruf, tingkat partisipasi angkatan kerja
masing-masing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan dibuktikan dengan uji t-statistik dan dilihat dari nilai probabilitasnya.
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji F-statistik)
Tabel 4. 5 Uji F-statistik
Variable Coefficient Prob.
F-stat 35.65924 0.00000
Sumber: Hasil Pengelolaan Data Dengan Menggunakan Eviews 10.0
60
Uji F dilakukan untuk menguji apakah variabel independen dalam penelitian
ini memiliki pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap variabel
dependennya. Uji F dilakukan dengan cara melihat nilai probabilitas dari F-statistik
apakah lebih kecil dari α = 5% atau 0,05. Jika nilai probabilitas F-statistik > 0,05
maka dapat diartikan bahwa semua variabel independen dalam penelitian ini secara
bersama-sama tidak memiliki pengaruh terhadap variabel dependennya. Namun
sebaliknya jika nilai probabilitas F-statistik < 0,05 maka dapat diartikan bahwa
semua variabel independen dalam penelitian ini secara bersama-sama memiliki
pengaruh terhadap variabel dependennya.
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, hasil regresi menggunakan Fixed Effect Model
diperoleh nilai F-statistik sebesar 35,65 dengan probabilitas sebesar 0,00000 pada
tingkat signifikan α = 5%, k =4, n = 170, sehingga diperoleh F tabel dengan nilai df
yaitu (2,42). Jika dilihat bahwa nilai F-statistik > F-tabel (35,65 > 2,42), kemudian
nilai probabilitas F-statistik < tingkat signifikansi α = 5% (0,00000 < 0,005), maka
H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh signifikan pada tingkat α = 5% terhadap variabel dependen.
c. Uji Koefisien Determinansi (R2)
Tabel 4. 6 Uji Koefisien Determinansi
R-squared 0.909053
Adjusted R-squared 0.883560
Sumber: Hasil Pengelolaan Data Dengan Menggunakan Eviews 10.0
Koefisien determinansi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan model dalam penelitian ini menjelasan variasi variabel dependennya.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 4.2 didapatkan
hasil bahwa nilai koefisien determinansi adalah sebesar 0.909. Hal ini berarti bahwa
90,9% dari variasi ketimpangan distribusi pendapatan di 34 provinsi di Indonesia
pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 mampu dijelaskan oleh variabel
pendidikan dan ketenagakerjaan, sedangkan 9,10 persen dijelaskan oleh variabel
lain di luar model penelitian ini.
61
Tabel 4. 7 Tabel Interpretasi Fixed Effect Model
Variable Coefficient Ind. Effect Prob.
C 23.73261 0.1922
RRLS? -2.364064 0.0001**
APS? -0.161321 0.0067**
AMH? 0.379332 0.0711*
TPAK? 0.110780 0.0648*
Fixed Effect (Cross)
_ACEH--C -0.590559 23.142051
SUMUT--C -3.072318 20.660292
_SUMBAR--C -2.783417 20.949193
_RIAU--C 0.014192 23.746802
JAMBI--C -3.727992 20.004618
_SUMSEL--C -3.212792 20.519818
_BENGKULU--C -0.531562 23.201048
_LAMPUNG--C -4.412537 19.320073
KEPBABEL--C -10.99711 12.7355
_KEPRIAU--C 4.608392 28.341002
_DKIJAKARTA--C 9.106322 32.838932
JAWABARAT--C 1.717770 25.45038
_JAWATENGAH--C -1.657242 22.075368
_DIYOGYAKARTA--C 10.53156 34.26417
_JAWATIMUR--C 1.841777 25.574387
BANTEN--C 1.796415 25.529025
_BALI--C 5.898580 29.63119
_NTB--C 0.499434 24.232044
NTT--C -2.744648 20.987962
_KALBAR--C -4.174126 19.558484
_KALTENG--C -5.694071 18.038539
KALSEL--C -5.438805 18.293805
_KALTIM--C 0.128067 23.860677
_KALTARA--C -2.988335 20.744275
_SULUT--C 4.568091 28.300701
SUTENG--C -1.484465 22.248145
SULSEL--C 6.239868 29.972478
_SULTENG--C 3.164450 26.89706
_GORONTALO--C 1.755669 25.488279
SULBAR--C -3.712583 20.020027
_MALUKU--C -0.608299 23.124311
_MALUKUUTARA--C -5.075884 18.656726
PAPUABARAT--C 4.888207 28.620817
_PAPUA--C 6.147948 29.880558
Sumber: Hasil Pengelolaan Data Dengan Menggunakan Eviews 10.0
62
*Signifikansi pada a = 10% atau 0,1
**Signifikansi pada a = 5% atau 0,05
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Aceh akan mendapat pengaruh individu
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.231 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Sumatera Utara akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.206 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Sumatera Barat akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.209 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Riau akan mendapat pengaruh individu
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.237 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Jambi akan mendapat pengaruh individu
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.2 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Sumatera Selatan akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.205 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Bengkulu akan mendapat pengaruh individu
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.232 satuan.
63
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Lampung akan mendapat pengaruh individu
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.193 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Bangka Belitung akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.127 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Riau akan mendapat pengaruh individu
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.283 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi DKI Jakarta akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.328 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Jawa Barat akan mendapat pengaruh individu
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.254 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Jawa Tengah akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.22 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi DI Yogyakarta akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.342 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Jawa Timur akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.255 satuan.
64
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Banten akan mendapat pengaruh individu
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.255 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Bali akan mendapat pengaruh individu
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.296 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi NTB akan mendapat pengaruh individu
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.242 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi NTT akan mendapat pengaruh individu
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.209 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Kalimantan Barat akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.195 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Kalimantan Tengah akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.18 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Kalimantan Selatan akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.183 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Kalimantan Timur akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.238 satuan.
65
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Kalimantan Utara akan mendapat pengaruh
individu terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan sebesar 0.207 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Sulawesi Utara akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.283 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Sulawesi Tengah akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.222 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Sulawesi Selatan akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.299 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Sulawesi Tenggara akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.269 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Gorontalo akan mendapat pengaruh individu
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.255 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Sulawesi Barat akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.2 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Maluku akan mendapat pengaruh individu
terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan sebesar 0.231 satuan.
66
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Maluku Utara akan mendapat pengaruh
individu terhadap ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.186 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Papua Barat akan mendapat pengaruh
individu terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan sebesar 0.286 satuan.
• Bila terjadi perubahan sebesar 1 tahun pada rata-rata lama sekolah dan 1%
pada angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan tingkat partisipasi
angkatan kerja, maka provinsi Papua akan mendapat pengaruh individu
terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan sebesar 0.298
4. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi merupakan uji korelasi pada tempat yang berdekatan
datanya yaitu cross section. Uji autokorelasi menjelaskan korelasi yang terjadi
antara time series, apakah terdapat hubungan yang membentuk suatu pola tertentu
antara data penelitian tahun ini dengan tahun sebelumnya.
Uji Autokorelasi pada uji regresi data panel dapat dilakukan dengan
melakukan uji Durbin-Watson (DW). Jika nilai DW > dU maka akan bebas
autokorelasi negatif dan jika nilai (4-dW) > dU maka akan bebas autokorelasi
positif. Nilai dU dapat dilihat di tabel Durbin-Watson. Pada regresi yang telah
dilakukan menggunakan model regresi Fixed Effect Model. Didapatkan hasil
sebagai berikut:
Tabel 4. 8 Hasil Uji Autokorelasi
Durbin-Watson stat 2.257687
Sumber: Hasil Pengelolaan Data Dengan Menggunakan Eviews 10.0
Berdasarkan tabel di atas. hasil Durbin-Watson stat adalah sebesar 2.257
yang kemudian akan dibandingkan dengan dL dan dU yang dapat dilihat pada tabel
Durbin-Watson. Penelitian ini menggunakan 5 variabel maka nilai (k) = 5 dan
menggunakan 34 observasi penelitian maka (T) = 34. Nilai dU untuk (k) = 5 dan
67
(T) = 34 saat dillihat pada tabel Durbin-Watson adalah sebesar 1.65189. Maka
didapatkan hasil:
- DW > dU artinya 2.257 > 1.651 maka bebas autokorelasi positif
- (4-DW) > dU artinya 1.742 > 1.651 maka bebas autokorelasi negatif
Setelah dilakukan pengujian autokorelasi maka didapatkan hasil yang
memenuhi persayaratan uji tersebut dan dapat dinyatakan bahwa model yang
digunakan dalam penelitian ini terbebas dari adanya autokorelasi.
b. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah data
pada penelitian ini berdistribusi normal atau tidak, karena model regresi yang baik
adalah yang memiliki data yang berdistribusi normal. Terdapat dua cara untuk
melakukan uji normalitas yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik, namun dalam
penelitian ini penulis menggunakan analisis grafik dengan membandingkan nilai
probabilitas Jarque-Bera.
Grafik 4. 6 Hasil Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
28
32
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6
Series: Standardized Residuals
Sample 2013 2017
Observations 170
Mean 4.70e-17
Median -0.048928
Maximum 6.011426
Minimum -4.448421
Std. Dev. 1.652365
Skewness 0.111202
Kurtosis 3.542253
Jarque-Bera 2.433138
Probability 0.296245
Sumber: Hasil Pengelolaan Data Dengan Menggunakan Eviews 10.0
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat hasil uji normalitas menunjukan
bahwa nilai probabilitas Jarque-Bera yaitu sebesar 0.296. Nilai tersebut lebih tinggi
dari α = 5% atau 0,05 (0,296 > 0,05) yang berarti data dalam penelitian ini
berdistribusi normal, maka model regresi dapat digunakan untuk pengujian
berikutnya.
68
c. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas merupakan uji yang dilakukan untuk melihat apakah
terjadi korelasi antara variabel independen satu sama lainnya dalam penelitian ini.
Jika nilai tolerance > 0,8, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinearitas antar
variabel independen dalam penelitian ini.
Tabel 4. 9 Hasil Uji Multikolinearitas
RRLS APS AMH TPAK
RRLS 1 0.56963 0.66540 -0.35989
APS 0.56963 1 0.32571 0.00392
AMH 0.66540 0.32571 1 -0.51114
TPAK -0.35989 0.00392 -0.51114 1
Sumber: Hasil Pengelolaan Data Dengan Menggunakan Eviews 10.0
Hasil uji multikolinearitas pada tabel di atas menunjukan bahwa nilai
koefisien masing-masing variabel dependen dalam penelitian ini berada di bawah
0,8 yang artinya bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini bebas
multikolinearitas.
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas merupakan uji yang dilakukan untuk menilai apakah
terdapat ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model
regresi linear. Uji heteroskedastisitas merupakan salah satu uji asumsi klasik yang
harus dilakukan pada model regresi linear. Untuk membuktikan penelitian ini bebas
dari heteroskedastisitas, maka dapat dilakukan uji Glejser dan membandingkan
nilai probaibilitasnya apakah lebih besar dari α = 5%.
Tabel 4. 10 Hasil Uji Heteroskedastisitas (Uji Glejser)
Variable Coefficient Prob.
RRLS -0.008582 0.0425
APS -0.000200 0.8632
AMH 0.001308 0.5051
TPAK 0.000340 0.3812
C -0.051135 0.9985
Sumber: Hasil Pengelolaan Data Dengan Menggunakan Eviews 10.0
69
Setelah melakukan uji glejser didapatkan hasil seperti tabel di atas yang
dapat dijelaskan bahwa variabel-variabel independen dalam penelitian ini memiliki
nilai probabilitas di atas α = 5% atau secara signifikan tidak mempengaruhi residual
absolute (resabs). Maka data dalam penelitian ini tidak terindikasi adanya
heteroskedastisitas.
5. Analisis Ekonomi
a. Rata-rata Lama Sekolah terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa rata-rata lama sekolah berhubungan
negatif dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan pada 34 provinsi
di Indonesia. Hal ini mengartikan bahwa setiap terjadi peningkatan RRLS maka
akan menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan. Saat seseorang memiliki
pendidikan yang lebih tinggi yang dibarengi dengan produktivitas yang juga tinggi
maka akan mengurangi pula tingkat ketimpangan pendapatan. Pendidikan yang
cukup dan memadai akan mempengaruhi tingkatan pendapatan seseorang dan
membuat distribusi pendapatan menjadi semakin merata. Pada penelitian ini
dinyatakan bahwa setiap terjadi peningkatan 1 tahun pada RRLS maka akan
menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.023 satuan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni
dan Monika (2016) yang menyatakan bahwa RRLS memiliki pengaruh positif
terhadap ketimpangan pendapatan. Pendidikan dapat mengurangi ketimpangan
pendapatan. Ketimpangan pendapatan terjadi karena adanya perbedaan
produktivitas tenaga kerja dan perbedaan kualitas pendidikan. Ketika tenaga kerja
memiliki produktivitas yang tinggi, maka lama sekolah akan berjalan beriringan
dengan besaran pendapatan yang akan diterima. Karena ketika tenaga kerja
berpendidikan tinggi namun tidak produktif saat bekerja, sangat mungkin memiliki
pendapatan yang lebih rendah. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Anshari, dkk (2018) bahwa RRLS berpengaruh negatif terhadap ketimpangan
pendapatan yang dapat diindikasikan bahwa pendidikan tidak selalu mempengaruhi
ketimpangan pendapatan.
70
b. Angka Partisipasi Sekolah terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa APS berhubungan negatif dan
signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan pada 34 provinsi di
Indonesia. Hal ini mengartikan bahwa setiap terjadi peningkatan APS yang
dibarengi dengan terbukanya kesempatan kerja maka akan menurunkan
ketimpangan distribusi pendapatan. Pada penelitian ini dinyatakan bahwa setiap
terjadi peningkatan 1% pada APS maka akan menurunkan ketimpangan distribusi
pendapatan sebesar 0.002.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Achmad (2008)
yang menyatakan bahwa angka partisipasi sekolah pada kelompok 16-18 tahun
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan. Hal ini
mencerminkan ketimpangan distribusi pendapatan akan terjadi saat tenaga kerja
yang telah berpartisipasi menjadi pelajar semasa sekolahnya, saat lulus tidak
mendapatkan kesempatan kerja yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Pendidikan bisa berpengaruh negatif dan signifikan apabila lapangan pekerjaan
tinggi serta menunjang peluang dan kesempatan bagi para pencari kerja dengan
tingkat pendidikan tinggi maka baru akan berpengaruh terhadap ketimpangan
pendapatan yang terjadi.
c. Angka Melek Huruf terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa AMH berhubungan positif namun
tidak signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan pada 34 provinsi di
Indonesia. Pada penelitian ini dinyatakan bahwa setiap terjadi peningkatan 1% pada
AMH jika dibarengi dengan peningkatan dalam hal praktik kerja atau
pengaplikasiannya maka akan meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan
sebesar 0.004.
Hasil penelitian ini berpendapat bahwa AMH berpengaruh positif dan
signifikan terhadap ketimpangan pendapatan. Hal ini dapat dijelaskan melalui
hipotesis Kuznets. Pada awalnya, AMH penduduk dan ketimpangan distribusi
pendapatan rendah kemudian ketimpangan distribusi pendapatan semakin lama
semakin meningkat seiring dengan meningkatnya AMH. Ketika AMH meningkat
maka tenaga kerja akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik sesuai dengan
71
praktik yang dilakukan atas apa yang telah dibaca. Saat upah yang dihasilkan
menjadi lebih tinggi sedangkan masih terdapat golongan menengah ke bawah yang
tidak mampu membaca dan menulis mengakibatkan ketimpangan semakin besar.
Pada akhirnya akan ada titik balik dimana akan terjadi perbaikan ketimpangan
distribusi pendapatan di masa mendatang.
d. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja
berhubungan positif dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan
pada 34 provinsi di Indonesia. Pada penelitian ini dinyatakan bahwa setiap terjadi
peningkatan 1% pada tingkat partisipasi angkatan kerja maka akan meningkatkan
ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.001%.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Danawati dkk (2016) yang
menyatakan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap ketimpangan pendapatan. Semakin meningkatnya jumlah
penduduk usia kerja maka membuat jumlah angkatan kerja semakin meningkat.
Tingkat partisipasi angkatan kerja yang meningkat diprediksi akan mampu
meningkatkan hasil output yang dihasilkan dengan asumsi bahwa jumlah tenaga
kerja yang meningkat disertai dengan tingkat produktivitas yang mengalami juga
peningkatan. Apabila output yang dihasilkan semakin meningkat seiring
peningkatan produktivitas maka akan mampu meningkatkan pendapatan dan
mengurangi ketimpangan pendapatan.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat hubungan antara pendidikan dan
ketenagakerjaan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan dengan studi kasus 34
provinsi di Indonesia pada tahun 2013-2017. Untuk pendidikan, penulis
memproksikannya dengan variabel rata-rata lama sekolah, angka partisipasi
sekolah dan angka melek huruf. Sedangkan untuk ketenagakerjaan, penulis
memproksikannya dengan variabel tingkat partisipasi angkatan kerja.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dibahas, untuk pengujian terhadap
data-data ketimpangan distribusi pendapatan, pendidikan dan ketenagakerjaan
dengan menggunakan model regresi data panel yaitu Fixed Effect Model (FEM)
serta setelah melakukan berbagai uji asumsi klasik maka dihasilkan kesimpulan
yang akan dijelaskan dalam bentuk matriks pada tabel di bawah ini:
Tabel 5. 1 Matriks Kesimpulan
Hubungan Antar Variabel Hasil Interpretasi
1. Pendidikan
a. Rata-rata lama sekolah
terhadap ketimpangan
distribusi pendapatan
b. Angka partisipasi
sekolah terhadap
ketimpangan distribusi
pendapatan
Negatif (-)
dan
Signifikan
Negatif (-)
dan
Signifikan
Jika terdapat kenaikan 1 tahun
pada rata-rata lama sekolah
yang diiringi dengan
peningkatan produktivitas
tenaga kerja akan menurunkan
ketimpangan distribusi
pendapatan sebesar 0.024
satuan.
Jika terdapat kenaikan 1% pada
angka partisipasi sekolah yang
diiringi dengan peningkatan
kesempatan kerja akan
menurunkan ketimpangan
distribusi pendapatan sebesar
0.002 satuan.
73
c. Angka melek huruf
terhadap ketimpangan
distribusi pendapatan
Positif (+)
dan
Signifikan
Jika terdapat kenaikan 1% pada
angka melek huruf diiringi
dengan peningkatan praktik
kerja akan menaikkan
ketimpangan distribusi
pendapatan sebesar 0.004
satuan.
2. Ketenagakerjaan
d. Tingkat partisipasi
angkatan kerja terhadap
ketimpangan distribusi
pendapatan
Positif (+)
dan
Signifikan
Jika terdapat kenaikan 1% pada
tingkat partisipasi angkatan
kerja akan menaikkan
ketimpangan distribusi
pendapatan sebesar 0.001
satuan.
3. Simultan (Secara bersamaan) Signifikan Semua variabel independen
dalam penelitian ini secara
simultan (bersama-sama)
berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen
sebesar 90,90%.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
mencoba untuk memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah / Pengambil Kebijakan
a. Rata-rata lama sekolah memberikan pengaruh negatif dimana kenaikannya
dapat menurunkan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan, maka rata-
rata lama sekolah harus terus diperbaiki dan diperlukan program pendidikan
yang efektif dan para pekerja harus terus mengasah kemampuan agar
produktivitas meningkat sehingga kemerataan dapat diwujudkan.
b. Angka partisipasi sekolah memberikan pengaruh negatif dimana
kenaikannya dapat menurunkan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan,
maka pemerintah harus memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh
kelompok masyarakat untuk dapat menempuh jenjang pendidikan sehingga
kalangan menengah ke bawah pun dapat mengisi angka partisipasi sekolah
dan akan memiliki taraf kehidupan yang layak.
74
c. Angka melek huruf memberikan pengaruh positif dan tidak signifikan
namun pemerintah tetap harus mempunyai target untuk membuat seluruh
masyarakat di Indonesia dapat membaca dan menulis karena keahlian
tersebut merupakan keahlian yang sangat dasar sehingga nantinya akan
memiliki kesempatan yang sama dengan masyarakat lainnya. Masyarakat
yang memiliki kemampuan membaca dan menulis pun tidak dapat hanya
berdiam diri tanpa mempraktikan apa yang telah dibaca dan dipahami,
mempraktikan hal-hal yang telah diketahui maupun dipelajari merupakan
cara agar kemampuan membaca menjadi tidak sia-sia.
d. Tingkat partisipasi angkatan kerja memberikan pengaruh positif dimana
kenaikannya juga akan ikut menaikkan tingkat ketimpangan distribusi
pendapatan, hal ini terjadi karena peningkatannya tidak diikuti dengan
peningkatan kualitas SDM dan produktivitas yang lebih tinggi. Maka sudah
seharusnya pemerintah dapat memberikan pelatihan-pelatihan yang berarti
sehingga angkatan kerja di Indonesia memiliki kemampuan yang baik dan
dapat bersaing untuk mendapat penghasilan yang lebih tinggi.
2. Bagi Masyarakat
a. Penting bagi masyarakat untuk lebih menyadari pentingnya pendidikan.
Masyarakat dengan penghasilan yang rendah cenderung acuh terhadap
pendidikan bagi anak-anaknya serta belum paham bahwa dengan
pendidikan yang baik maka akan menunjang pendapatan. Perlu adanya
kesadaran yang tinggi bagi masyarakat untuk mendapatkan taraf kehidupan
yang lebih baik dari sebelumnya.
b. Penting bagi masyarakat untuk lebih menyadari dan pentingnya menjadi
tenaga kerja yang produktif. Untuk sekedar menjadi tenaga kerja tidaklah
cukup untuk mengurangi ketidakmerataan distribusi pendapatan. Maka
perlu adanya kesadaran bagi masyarakat untuk terus mengasah kemampuan
dan keahlian agar menjadi tenaga kerja yang produktif dan bernilai tinggi.
75
3. Bagi Civitas Akademika
a. Menambah variabel-variabel independen lain yang mungkin mempengaruhi
ketimpangan distribusi pendapatan agar mendapatkan hasil penelitian yang
lebih signifikan secara menyeluruh dan koefisien determinansi yang lebih
mewakili penelitian.
b. Menggunakan alat analisis lainnya seperti uji kausalitas sehingga dapat
mengetahui hubungan sebab akibat di antara variabel independen pada
penelitian yang sedang dilakukan.
76
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Zainal. 2008. Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah.
Jakarta: Kementerian Agama.
Anshari, Muhammad dkk. 2018. Analisis Pengaruh Pendidikan, Upah Minimum
Provinsi dan Belanja Modal terhadap Ketimpangan Pendapatan di Seluruh
Provinsi di Indonesia. Jurnal. Padang: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Padang.
Angelia. Yuki (2010). Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah di Provinsi
DKI Jakarta Tahun 1995-2008. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro.
BPS. 2009. Analisis Kemiskinan. Ketenagakerjaan Dan Distribusi Pendapatan.
Jakarta: BPS.
BPS. 2016. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
BPS. 2017. Perhitungan Dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia Tahun 2017.
Jakarta : BPS.
BPS. 2017. Potret Pendidikan Indonesia Statistika Pendidikan 2017. Jakarta : BPS.
Crisamba. Galaxi dan Brigitta Dian Saraswati. 2016. Analisis Ketimpangan
Distribusi Pendapatan 33 Provinsi Di Indonesia. Jurnal. Universitas Kristen
Satya Wacana.
Damarjati. Annisa Ganis. 2010. Analisis Faktor - faktor Yang Mempengaruhi
Kesenjangan Pendapatan di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal. Semarang:
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Danawati, Sri dkk. 2016. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi terhadap
Kesempatan Kerja, Pertumbuhan Ekonomi serta Ketimpangan Pendapatan
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Bali:
Universitas Udayana.
Danim, Sudarwan. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Bandung: CV Pustaka
Setia
Darzal. (2016). Analisis Disparitas Pendapatan dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya di Provinsi Jambi. Jurnal Perspektif Pembiayaan dan
Pembangunan Daerah. Vol 4.
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.
77
Ghozali. 2000. Pendidikan: Antara Investasi Manusia dan Alat Diskriminasi. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Edisi Mei 2000. Badan Penelitian dan
Pengembangan. Departemen Pendidikan Nasional.
Ghozali, Imam. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS.
Yogyakarta. Universitas Diponegoro.
Gujarati. Damodar N. 2003. Basic Econometrics (4th Edition). New York:
McGraw-Hill.
Gujarati. Damodar N. 2012. Dasar-dasar Ekonometrika (Terjemahan) Buku ke-2.
Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
ILO. 2013. Trend Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia 2013. Jakarta:
International Labour Organization.
ILO. (2015). Trend Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia 2014-2015. Jakarta:
ILO.
Jerrim. John & Lindsey Macmillan. 2015. Income Inequality. Intergenerational
Mobility. And the Great Gatsby Curve: Is Education the Key?. Oxford
University Press: University of Carolina at Chapel Hill.
Learn CBSE Forum. Draw a Lorenz Curve from the Data Given Below.
https://ask.learncbse.in/t/draw-a-lorenz-curve-from-the-data-given-
below/15199. Diakses pada 14 Maret 2019
Martins. P. S.. Pereira. P.T. (2004). Does Education Reduce Wage Inequality?
Quantile Regression Evidence from 16 Countries. Labour Economics. 11.
355-371.
Nachrowi. D Mphil & Hardius Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Nuraini. Emi. 2013. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Dan Tingkat Pendidikan
Terhadap Disparitas Pendapatan Di Wilayah Gerbangkertosusila. Jurnal
Ekonomi Pendidikan dan Kewirausahaan Vol. 5 No 1 Hal 52-57.
Pascasarjana UNESA.
OECD. 2011. Divided We Stand: Why Inequality Keeps Rising.
www.oecd.org/els/social/inequality.
78
Park. Kang H. 2013. Effects of Education and Globalization on Income
Distribution. Journal Business and Globalization. Inderscience Enterpsrise
Ltd.
Prasetyo. Eko. 2008. The Quality of Growth : Peran Teknologi dan Investasi
Human Capital Sebagai Pemacu Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas.
JEJAK. Volume 1. Nomor 1. September. 2008.
Puspitaningrum. Nadya Astrid. 2013. Analisis Peran Pendidikan Dalam Mengatasi
Ketimpangan Distribusi Pendapatan Indonesia. Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Rahma. Ellza Alfya. 2018. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Ketimpangan Pendapatan Antar Provinsi Di Pulau Jawa. Jurnal.
Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
Rose. Y. D.. & Sovita. I. (2016). Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Pulau Jawa. Jurnal Menara
Ekonomi. Vol II.
Siregar. Sofyan. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Fajar Interpratama
Mandiri.
Sukirno, Sadono. 2004. Penganter Teori Makroekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS.
Yogyakarta: ANDI.
Sullivan, D., Smeeding, T. 1997. Educational Attainment and Earnings Inequality
in Eight Nations. International Journal of Educational Research. 27, 513-
525.
Todaro. Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Bahasa
Indonesia.
Todaro. Michael P. & Smith. Stephen C. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi ke 9.
Jakarta: Erlangga
Undang-undang No. 20 Tahun 2003. Pasal 1 Ayat 1. Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Undang-undang No. 13 Tahun 2013. Tentang Ketenagakerjaan.
79
Wahyuni. Ribut Nurul Tri & Anugerah Karta Monika. 2016. Pengaruh Pendidikan
Terhadap Ketimpangan Pendapatan Tenaga Kerja Di Indonesia. Jurnal
Kependudukan Indonesia Vol. 11 No 1 Juni 2016 Hlm 15-28. Jakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.
Widarjono. Agus. 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Edisi Ketiga.
Yogyakarta: EKONISKA.
Winarno. Wing Wahyu. 2015. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews
Edisi 4. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Wodon. QT dan Yitzhaki. S. 2002. Inequality and Social Welfare. Di dalam
Klugman J. editor. A Sourcebook for Poverty Reduction Strategies.
Washington: World Bank.
World Bank. 2016. Ketimpangan yang Semakin Lebar. Jakarta: World Bank.
World Bank. 2015. Indonesia’s Rising Devide Executive Summary. Jakarta: World
Bank.
Yang. Juan & Muyuan Qiu. 2016. The Impact of Education On Income Inequality
And Intergenerational Mobility. China Economic Review. Elsevier Inc.
80
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran I (Uji Regresi Data Panel)
1. Common Effect Model
Dependent Variable: IG?
Method: Pooled Least Squares
Date: 05/10/19 Time: 17:31
Sample: 2013 2017
Included observations: 5
Cross-sections included: 34
Total pool (balanced) observations: 170
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
RRLS? 0.804675 0.536270 1.500503 0.1354
APS? -0.049619 0.061456 -0.807401 0.4206
AMH? 0.041480 0.058346 0.710931 0.4781
TPAK? 0.439780 0.056581 7.772590 0.0000
R-squared -0.096885 Mean dependent var 36.72412
Adjusted R-squared -0.116708 S.D. dependent var 4.032964
S.E. of regression 4.261811 Akaike info criterion 5.760513
Sum squared resid 3015.063 Schwarz criterion 5.834297
Log likelihood -485.6436 Hannan-Quinn criter. 5.790454
Durbin-Watson stat 0.374154
81
2. Fixed Effect Model (FEM)
Dependent Variable: IG?
Method: Pooled EGLS (Cross-section weights)
Date: 05/10/19 Time: 15:08
Sample: 2013 2017
Included observations: 5
Cross-sections included: 34
Total pool (balanced) observations: 170
Linear estimation after one-step weighting matrix
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 23.73261 18.10424 1.310887 0.1922
RRLS? -2.364064 0.579278 -4.081051 0.0001
APS? -0.161321 0.058521 -2.756643 0.0067
AMH? 0.379332 0.208495 1.819385 0.0711
TPAK? 0.110780 0.059492 1.862104 0.0648
Fixed Effects (Cross)
_ACEH--C -0.590559
_SUMUT--C -3.072318
_SUMBAR--C -2.783417
_RIAU--C 0.014192
_JAMBI--C -3.727992
_SUMSEL--C -3.212792
_BENGKULU--C -0.531562
_LAMPUNG--C -4.412537
_KEPBABEL--C -10.99711
_KEPRIAU--C 4.608392
_DKIJAKARTA--C 9.106322
_JAWABARAT--C 1.717770
_JAWATENGAH--C -1.657242
_DIYOGYA--C 10.53156
_JAWATIMUR--C 1.841777
_BANTEN--C 1.796415
_BALI--C 5.898580
_NTB--C 0.499434
_NTT--C -2.744648
_KALBAR--C -4.174126
_KALTENG--C -5.694071
_KALSEL--C -5.438805
_KALTIM--C 0.128067
_KALTARA--C -2.988335
_SULUT--C 4.568091
_SUTENG--C -1.484465
_SULSEL--C 6.239868
_SULTENG--C 3.164450
82
_GORONTALO--C 1.755669
_SULBAR--C -3.712583
_MALUKU--C -0.608299
_MALUTARA—C -5.075884
_PAPUABARAT--C 4.888207
_PAPUA--C 6.147948
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.909053 Mean dependent var 46.79762
Adjusted R-squared 0.883560 S.D. dependent var 19.61772
S.E. of regression 1.844576 Sum squared resid 449.1246
F-statistic 35.65924 Durbin-Watson stat 2.257687
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.830128 Mean dependent var 36.72412
Sum squared resid 466.9368 Durbin-Watson stat 2.146246
83
3. Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: PROVINSI
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 32.642987 (33,132) 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: IG?
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 05/10/19 Time: 15:09
Sample: 2013 2017
Included observations: 5
Cross-sections included: 34
Total pool (balanced) observations: 170
Use pre-specified GLS weights
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 61.79452 11.55263 5.348958 0.0000
RRLS? 0.925930 0.532703 1.738174 0.0840
APS? 0.002856 0.054131 0.052759 0.9580
AMH? -0.467002 0.099354 -4.700405 0.0000
TPAK? 0.158779 0.091063 1.743620 0.0831
Weighted Statistics
R-squared 0.166856 Mean dependent var 46.79762
Adjusted R-squared 0.146659 S.D. dependent var 19.61772
S.E. of regression 4.993521 Sum squared resid 4114.316
F-statistic 8.261249 Durbin-Watson stat 0.294734
Prob(F-statistic) 0.000004
Unweighted Statistics
R-squared -0.026651 Mean dependent var 36.72412
Sum squared resid 2822.008 Durbin-Watson stat 0.369295
84
4. Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: PROVINSI
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Stat Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 13.530498 4 0.0090
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
RRLS? -3.128919 -0.259056 0.932843 0.0030
APS? -0.119303 -0.120342 0.004619 0.9878
AMH? 0.214828 -0.113193 0.068446 0.2099
TPAK? 0.144490 0.157532 0.001591 0.7437
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: IG?
Method: Panel Least Squares
Date: 05/10/19 Time: 15:10
Sample: 2013 2017
Included observations: 5
Cross-sections included: 34
Total pool (balanced) observations: 170
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 40.31453 24.70289 1.631976 0.1051
RRLS? -3.128919 1.224431 -2.555405 0.0117
APS? -0.119303 0.090361 -1.320289 0.1890
AMH? 0.214828 0.292910 0.733429 0.4646
TPAK? 0.144490 0.087612 1.649203 0.1015
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.832134 Mean dependent var 36.72412
Adjusted R-squared 0.785081 S.D. dependent var 4.032964
S.E. of regression 1.869658 Akaike info criterion 4.283451
Sum squared resid 461.4221 Schwarz criterion 4.984394
Log likelihood -326.0933 Hannan-Quinn criter. 4.567885
F-statistic 17.68489 Durbin-Watson stat 2.143602
Prob(F-statistic) 0.000000
85
5. Random Effect Model (REM)
Dependent Variable: IG?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 05/10/19 Time: 17:42
Sample: 2013 2017
Included observations: 5
Cross-sections included: 34
Total pool (balanced) observations: 170
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 47.60732 11.71590 4.063480 0.0001
RRLS? -0.259056 0.752589 -0.344220 0.7311
APS? -0.120342 0.059552 -2.020787 0.0449
AMH? -0.113193 0.131721 -0.859334 0.3914
TPAK? 0.157532 0.078006 2.019476 0.0451
Random Effects
(Cross)
_ACEH--C -1.088494
_SUMUT--C -3.516770
_SUMBAR--C -2.326244
_RIAU--C 0.704999
_JAMBI--C -2.460034
_SUMSEL--C -1.002262
_BENGKULU--C -0.292690
_LAMPUNG--C -2.412853
_KEPBABEL--C -8.108340
_KEPRIAU--C 2.494471
_DKIJAKARTA--C 5.405452
_JAWABARAT--C 3.746139
_JAWATENGAH--C -0.508212
_DIYOGYA--C 6.931512
_JAWATIMUR--C 1.798082
_BANTEN--C 2.557187
_BALI--C 3.130297
_NTB--C -0.986767
_NTT--C -2.281684
_KALBAR--C -2.836039
_KALTENG--C -3.489871
_KALSEL--C -3.193861
_KALTIM--C -0.707612
_KALTARA--C -3.556870
_SULUT--C 4.826751
_SUTENG--C -0.540175
_SULSEL--C 5.226777
86
_SULTENG--C 1.942756
_GORONTALO--C 5.162531
_SULBAR--C -2.693159
_MALUKU--C -1.200652
_MALUTARA--C -4.095964
_PAPUABARAT--C 4.605536
_PAPUA--C -1.233937
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 3.432025 0.7711
Idiosyncratic random 1.869658 0.2289
Weighted Statistics
R-squared 0.091992 Mean dependent var 8.692757
Adjusted R-squared 0.069980 S.D. dependent var 1.993929
S.E. of regression 1.922897 Sum squared resid 610.0927
F-statistic 4.179114 Durbin-Watson stat 1.688342
Prob(F-statistic) 0.002995
Unweighted Statistics
R-squared 0.017250 Mean dependent var 36.72412
Sum squared resid 2701.336 Durbin-Watson stat 0.381310
87
6. Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
Series: Standardized Residuals
Sample 2013 2017
Observations 170
Mean -4.86e-16
Median -0.123152
Maximum 5.118716
Minimum -5.809670
Std. Dev. 1.934423
Skewness 0.055125
Kurtosis 2.609227
Jarque-Bera 1.167746
Probability 0.557734
88
7. Uji Multikolinearitas
RRLS APS AMH TPAK TPT
RRLS 1.000000 0.569637 0.665401 -0.359895 0.477121
APS 0.569637 1.000000 0.325718 0.003922 0.116873
AMH 0.665401 0.325718 1.000000 -0.511142 0.383481
TPAK -0.359895 0.003922 -0.511142 1.000000 -0.613075
TPT 0.477121 0.116873 0.383481 -0.613075 1.000000
89
8. Uji Glejser (Uji Heteroskedastisitas)
Dependent Variable: RESABS
Method: Panel Least Squares
Date: 05/10/19 Time: 15:18
Sample: 2013 2017
Periods included: 5
Cross-sections included: 34
Total panel (balanced) observations: 170
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.000234 0.125237 0.001869 0.9985
RRLS -0.012716 0.006208 -2.048479 0.0425
APS -7.91E-05 0.000458 -0.172647 0.8632
AMH 0.000992 0.001485 0.668309 0.5051
TPAK 0.000390 0.000444 0.878567 0.3812
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.360119 Mean dependent var 0.012864
Adjusted R-squared 0.180758 S.D. dependent var 0.010472
S.E. of regression 0.009479 Akaike info criterion -6.285485
Sum squared resid 0.011860 Schwarz criterion -5.584542
Log likelihood 572.2663 Hannan-Quinn criter. -6.001051
F-statistic 2.007791 Durbin-Watson stat 2.457169
Prob(F-statistic) 0.002181
90
LAMPIRAN 2 (Data Penelitian)
Provinsi Tahun IG RRLS APS AMH TPAK
Aceh 2013 0.331 8.45 74.7 96.66 62.07
Aceh 2014 0.337 8.73 80.89 97.41 65.32
Aceh 2015 0.339 8.78 81.43 97.62 63.44
Aceh 2016 0.341 8.87 81.82 97.74 64.26
Aceh 2017 0.329 8.99 82.15 98.14 63.74
Sumatera Utara 2013 0.328 8.8 71.24 97.81 70.67
Sumatera Utara 2014 0.31 8.94 75.78 98.57 73.04
Sumatera Utara 2015 0.326 9.04 76.23 98.68 67.28
Sumatera Utara 2016 0.312 9.13 76.43 98.88 65.99
Sumatera Utara 2017 0.335 9.25 76.76 98.96 68.88
Sumatera Barat 2013 0.351 8.31 74.1 97.38 62.94
Sumatera Barat 2014 0.332 8.34 81.97 98.44 70.58
Sumatera Barat 2015 0.319 8.47 82.53 98.56 64.56
Sumatera Barat 2016 0.312 8.60 82.62 98.81 67.08
Sumatera Barat 2017 0.312 8.73 82.86 98.93 66.29
Riau 2013 0.393 8.36 69.79 97.88 63.62
Riau 2014 0.379 8.46 75.3 98.75 66.88
Riau 2015 0.366 8.48 75.57 98.87 63.22
Riau 2016 0.347 8.58 75.68 99.07 66.25
Riau 2017 0.325 8.75 76.52 99.21 64
Jambi 2013 0.327 8.79 63.97 96.72 62.66
Jambi 2014 0.342 7.9 70.41 97.76 66.51
Jambi 2015 0.344 7.95 70.75 97.84 66.14
Jambi 2016 0.346 8.06 71.2 98.01 67.54
Jambi 2017 0.334 8.14 71.54 98.28 67.52
Sumatera Selatan 2013 0.375 7.52 60.74 97.24 66.5
Sumatera Selatan 2014 0.381 7.65 67.84 98.14 71.96
Sumatera Selatan 2015 0.334 7.77 68.4 98.22 68.53
Sumatera Selatan 2016 0.362 7.83 68.67 98.46 71.59
Sumatera Selatan 2017 0.365 7.98 69.05 98.65 69.5
Bengkulu 2013 0.372 8.07 71.21 96.48 67.32
Bengkulu 2014 0.355 8.27 77.92 97.52 74.38
Bengkulu 2015 0.371 8.29 78.16 97.63 70.67
Bengkulu 2016 0.354 8.36 78.37 97.75 72.69
Bengkulu 2017 0.349 8.46 79.07 98.04 69.3
91
Lampung 2013 0.356 7.31 64.41 95.81 64.7
Lampung 2014 0.331 7.46 68.75 96.54 70.55
Lampung 2015 0.352 7.55 69.04 96.66 65.6
Lampung 2016 0.358 7.63 69.31 96.78 69.61
Lampung 2017 0.333 7.78 70.03 97.21 67.83
Kep. Bangka Belitung 2013 0.307 7.43 56.42 96.41 65.32
Kep. Bangka Belitung 2014 0.295 7.46 65.78 97.6 66.84
Kep. Bangka Belitung 2015 0.275 7.56 66.17 97.63 66.71
Kep. Bangka Belitung 2016 0.288 7.65 66.35 97.66 68.93
Kep. Bangka Belitung 2017 0.276 7.79 66.99 97.97 66.72
Kep. Riau 2013 0.38 9.56 73.66 97.91 65.58
Kep. Riau 2014 0.437 9.56 81.57 98.71 67.83
Kep. Riau 2015 0.339 9.61 81.84 98.79 65.07
Kep. Riau 2016 0.352 9.66 82.04 98.84 65.93
Kep. Riau 2017 0.359 9.78 82.8 98.88 66.41
DKI Jakarta 2013 0.404 10.43 66.09 99.13 68.09
DKI Jakarta 2014 0.436 10.54 70.23 99.54 68.49
DKI Jakarta 2015 0.421 10.7 70.73 99.59 66.39
DKI Jakarta 2016 0.397 10.88 70.83 99.64 66.91
DKI Jakarta 2017 0.409 11.02 71.5 99.68 61.97
Jawa Barat 2013 0.406 7.57 59.98 96.7 63.01
Jawa Barat 2014 0.398 7.7 65.48 97.96 64.36
Jawa Barat 2015 0.426 7.85 65.72 98.01 60.34
Jawa Barat 2016 0.402 7.94 65.82 98.22 60.65
Jawa Barat 2017 0.393 8.14 66.62 98.38 63.34
Jawa Tengah 2013 0.39 6.81 59.88 91.27 70.72
Jawa Tengah 2014 0.388 6.93 67.54 92.98 70.93
Jawa Tengah 2015 0.382 7.04 67.66 93.12 67.86
Jawa Tengah 2016 0.357 7.16 67.95 93.3 67.15
Jawa Tengah 2017 0.365 7.28 68.48 93.99 69.11
DI Yogyakarta 2013 0.416 8.75 81.41 92.82 68.89
DI Yogyakarta 2014 0.435 8.85 86.44 94.44 71.84
DI Yogyakarta 2015 0.42 9.02 86.78 94.5 68.38
DI Yogyakarta 2016 0.425 9.13 87.2 94.59 71.96
DI Yogyakarta 2017 0.440 9.23 87.61 95.09 71.52
Jawa Timur 2013 0.368 6.92 62.32 90.14 69.92
Jawa Timur 2014 0.403 7.07 70.25 91.36 70.52
92
Jawa Timur 2015 0.403 7.16 70.44 91.47 67.84
Jawa Timur 2016 0.402 7.25 70.54 91.59 66.14
Jawa Timur 2017 0.415 7.35 71.51 92.53 68.78
Banten 2013 0.38 8.15 62.89 96.64 63.53
Banten 2014 0.424 8.18 66.25 97.24 66.47
Banten 2015 0.386 8.26 66.73 97.37 62.24
Banten 2016 0.392 8.36 67 97.55 63.66
Banten 2017 0.379 8.52 67.77 97.79 62.32
Bali 2013 0.44 8.08 74.03 90.84 75.35
Bali 2014 0.442 8.12 81.59 92.56 78.61
Bali 2015 0.399 8.25 81.69 92.77 75.51
Bali 2016 0.374 8.36 81.98 92.82 77.24
Bali 2017 0.379 8.55 82.16 93.59 75.24
Nusa Tenggara Barat 2013 0.349 6.46 66.4 84.67 65.44
Nusa Tenggara Barat 2014 0.391 6.72 75.68 86.96 70.71
Nusa Tenggara Barat 2015 0.36 6.76 75.86 86.97 66.54
Nusa Tenggara Barat 2016 0.365 6.83 76.24 87.06 71.57
Nusa Tenggara Barat 2017 0.378 6.95 76.61 88.53 68.49
Nusa Tenggara Timur 2013 0.344 6.68 64.81 90.36 68.72
Nusa Tenggara Timur 2014 0.355 6.86 73.96 91.18 74.04
Nusa Tenggara Timur 2015 0.348 6.94 74.25 91.45 69.25
Nusa Tenggara Timur 2016 0.362 7.03 74.56 91.52 69.18
Nusa Tenggara Timur 2017 0.359 7.16 74.65 92.75 69.09
Kalimantan Barat 2013 0.384 6.65 58.8 91.34 69.75
Kalimantan Barat 2014 0.402 6.82 66.48 92.3 72.21
Kalimantan Barat 2015 0.33 6.92 66.83 92.32 69.68
Kalimantan Barat 2016 0.331 6.96 67.16 92.39 69.32
Kalimantan Barat 2017 0.329 7.04 67.53 93.25 68.63
Kalimantan Tengah 2013 0.358 7.77 59.18 97.93 68.21
Kalimantan Tengah 2014 0.365 7.8 65.84 98.82 72.93
Kalimantan Tengah 2015 0.3 8.01 66 98.88 71.11
Kalimantan Tengah 2016 0.347 8.11 66.12 98.97 71.3
Kalimantan Tengah 2017 0.327 8.26 66.62 99.07 67.74
Kalimantan Selatan 2013 0.356 7.59 60.19 97.04 69.08
Kalimantan Selatan 2014 0.326 7.6 67.18 98.19 72.95
Kalimantan Selatan 2015 0.334 7.76 67.49 98.21 69.73
Kalimantan Selatan 2016 0.351 7.89 67.91 98.28 71.57
93
Kalimantan Selatan 2017 0.347 7.98 68.3 98.52 70.06
Kalimantan Timur 2013 0.366 8.97 73.92 97.51 63.79
Kalimantan Timur 2014 0.361 9.01 80.5 98.59 69.23
Kalimantan Timur 2015 0.315 9.12 80.68 98.69 62.39
Kalimantan Timur 2016 0.328 9.21 80.81 98.82 67.79
Kalimantan Timur 2017 0.333 9.34 81.32 99.04 63.75
Kalimantan Utara 2013 0.329 8.31 73.1 97.71 65.3
Kalimantan Utara 2014 0.334 8.67 80.5 98.59 67.81
Kalimantan Utara 2015 0.314 8.68 74.41 94.99 63.45
Kalimantan Utara 2016 0.305 8.78 74.72 95.05 62.4
Kalimantan Utara 2017 0.313 8.85 75.12 95.63 68.24
Sulawesi Utara 2013 0.446 8.75 66.88 99.13 59.76
Sulawesi Utara 2014 0.436 8.86 71.98 99.6 66.14
Sulawesi Utara 2015 0.366 8.88 72.22 99.63 61.28
Sulawesi Utara 2016 0.379 8.96 72.57 99.79 65.11
Sulawesi Utara 2017 0.394 9.14 73.04 99.73 60.85
Sulawesi Tengah 2013 0.391 7.82 66.12 95.95 65.92
Sulawesi Tengah 2014 0.352 7.89 73.64 97.08 71.79
Sulawesi Tengah 2015 0.37 7.96 73.8 97.34 67.51
Sulawesi Tengah 2016 0.347 8.11 73.96 97.51 72.28
Sulawesi Tengah 2017 0.345 8.28 74.87 97.83 67.14
Sulawesi Selatan 2013 0.432 7.45 62.67 90.16 60.49
Sulawesi Selatan 2014 0.448 7.5 69.38 91.26 62.02
Sulawesi Selatan 2015 0.404 7.65 69.66 91.29 60.94
Sulawesi Selatan 2016 0.4 7.77 70.09 91.52 62.92
Sulawesi Selatan 2017 0.429 7.97 70.6 92.53 60.98
Sulawesi Tenggara 2013 0.391 7.94 65.84 92.61 65.79
Sulawesi Tenggara 2014 0.399 8.24 72.25 94.03 71.05
Sulawesi Tenggara 2015 0.381 8.25 72.42 94.1 68.35
Sulawesi Tenggara 2016 0.388 8.35 72.67 94.25 73.47
Sulawesi Tenggara 2017 0.404 8.47 72.94 95.05 68.7
Gorontalo 2013 0.445 6.93 59.91 96.83 62
Gorontalo 2014 0.453 6.96 68.69 97.9 66.25
Gorontalo 2015 0.401 7.05 69.03 98.24 63.65
Gorontalo 2016 0.41 7.12 69.12 98.44 67.89
Gorontalo 2017 0.405 7.27 69.86 98.47 64.78
Sulawesi Barat 2013 0.324 6.88 59.62 90.8 66.82
94
Sulawesi Barat 2014 0.378 6.89 66.97 92.27 71.18
Sulawesi Barat 2015 0.362 7.02 67.14 92.64 70.27
Sulawesi Barat 2016 0.371 7.16 67.34 92.75 71.9
Sulawesi Barat 2017 0.339 7.32 68.03 93.71 66.96
Maluku 2013 0.347 8.82 70.28 97.83 62.31
Maluku 2014 0.33 9.16 77.48 98.77 66.84
Maluku 2015 0.338 9.17 77.87 98.85 64.47
Maluku 2016 0.344 9.28 78.19 98.94 64.51
Maluku 2017 0.321 9.4 79.08 99.19 60.18
Maluku Utara 2013 0.32 8.27 69.04 97.37 64.38
Maluku Utara 2014 0.322 8.33 74.83 98.36 66.43
Maluku Utara 2015 0.286 8.36 75.16 98.49 66.43
Maluku Utara 2016 0.309 8.53 75.58 98.67 66.19
Maluku Utara 2017 0.33 8.61 76.06 98.78 63.65
Papua Barat 2013 0.418 8.05 71.89 95.59 66.41
Papua Barat 2014 0.405 8.19 79.87 96.75 71.05
Papua Barat 2015 0.428 8.25 79.99 96.88 68.68
Papua Barat 2016 0.401 8.31 80.28 97.05 70.05
Papua Barat 2017 0.387 8.4 80.6 97.38 67.47
Papua 2013 0.441 5.64 53.19 67.31 78.01
Papua 2014 0.459 5.73 61.63 70.78 80.54
Papua 2015 0.392 5.94 61.96 70.83 79.57
Papua 2016 0.399 6.11 62.07 71.02 76.7
Papua 2017 0.398 6.23 63.35 75.8 76.94