Upload
nguyenminh
View
227
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN
DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN BATANG
(Pendekatan Location Quotient dan Shift Share Analysis)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian (SP)
Oleh
Sofiyanto
NIM: 1110092000041
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN
DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN BATANG
(Pendekatan Location Quotient dan Shift Share Analysis)
Oleh
Sofiyanto
NIM: 1110092000041
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian (SP)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan guna memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 27 April 2015
Sofiyanto
1110092000041
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA DIRI
1. Nama Lengkap : SOFIYANTO
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Tempat, Tanggal Lahir : Batang, 10 Mei 1989
4. Kewarganegaraan : Indonesia
5. Alamat : Jl. Legoso RT: 005/001, Pisangan –
Ciputat Timur - Tangerang Selatan
6. Agama : Islam
7. Status Perkawinan : Belum Menikah
8. Telepon / Hp. : 08788 4474 181 / 0857 800 55476
9. Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN 1. (1995 – 2002) SD Negeri Keborangan
2. (2002 – 2005) SMP Negeri 3 Subah
3. (2007 – 2010) SMK Islam Ruhama, Prog. Adm. Perkantoran
4. (2010–2015) Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN KERJA 1. Magang di PT PLN (Persero), Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang
Periode : 2 Januari 2009 s.d. 27 Februari 2009
Posisi : Staff Adm. Dalos
2. Bekerja di CV ERA USAHA JAYA
Periode : 1 Agustus 2011 – 1 November 2011
Posisi : Staff Accounting
3. Bekerja di PT SARI BURGER INDONESIA
Periode : 6 Juni – 30 Juli & 3 November 2011 – 25 April 2013
Posisi : Crew Part Time
4. Voulenteer di LEAP Indonesia
Periode : 1 Januari 2012 – 30 Desember 2013
Posisi : Administrasi dan Tutor Computer Class
5. Magang di PT DAPETIN GLOBAL MANDIRI
Periode : 1 Januari 2014 – 30 Maret 2014
Posisi : Adm.
RINGKASAN
SOFIYANTO, Analisis Peran Sub Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Daerah
Di Kabupaten Batang (Pendekatan Location Quotient dan Shift Share Analysis).
Di bawah bimbingan Dr. Iskandar Andi Nuhung, M.Si dan Achmad Tjachja
Nugraha, SP, MP
Pembangunan pertanian dalam era globalisasi dihadapkan kepada tuntutan
peningkatan produktivitas dan efisiensi agar dapat berdaya saing di pasar
domestik dan internasional. Untuk peningkatan daya saing tersebut peningkatan
sumber daya lahan perlu diupayakan secara optimal sesuai dengan keunggulan
komparatifnya sehingga mampu menampilkan produktivitas tinggi dalam
pengembangan suatu komoditi. Mengingat terbatasnya Anggaran Perencanaan
Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Batang, maka strategi pembangunan ekonomi
Kabupaten Batang yang perlu menjadi prioritas adalah pembangunan ekonomi
yang berbasis pada sektor unggulan (basis). Perkembangan sektor unggulan
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), serta dapat
mendukung dan mendorong perkembangan sektor perekonomian lainnya, dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional sehingga dapat
meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
Sektor perekonomian unggulan yang perlu mendapatkan perhatian lebih
oleh pemerintah daerah Kabupaten Batang adalah sektor pertanian. Sektor
tersebut selain memberikan kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) juga menyerap tenaga kerja terbesar di Kabupaten
Batang. Namun, disisi lain sektor pertanian semakin kedepan semakin menurun
pertumbuhan dan kontribusinya dari tahun ke tahun. Dengan demikian perlu
adanya upaya dalam memajukan sektor pertanian, mengingat besarnya peran
sektor tersebut baik dalam perekonomian maupun penyerapan tenaga kerja. Upaya
yang perlu dilakukan adalah dengan mengidentifikasi peran masing-masing sub
sektor pertanian untuk memajukan sektor pertanian.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk
1) menganalisis pertumbuhan dan daya saing sektor pertanian, serta posisi sektor
pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Batang periode 2004-2013,
2) mengetahui sub sektor pertanian apa saja yang menjadi sub sektor unggulan
dan menganalisis pertumbuhan dan daya saing sub sektor pertanian di Kabupaten
Batang periode 2004-2013, 3) menganalisis rumusan prioritas pengembangan sub
sektor pertanian dalam memajukan sektor pertanian di Kabupaten Batang. Metode
analisis yang digunakan adalah pendekatan Location Quotient (LQ) dan analisis
Shift Share (SS).
Hasil penelitian dengan menggunakan Location Quotient (LQ) pada
perekonomian Kabupaten Batang menunjukkan bahwa sektor pertanian di
Kabupaten Batang termasuk sektor unggulan. Berdasarkan analisis Shift Share
(SS) pada perekonomian Kabupaten Batang, sektor pertanian mengalami
pertumbuhan yang lambat (PPij<0). Dilihat dari daya saingnya sektor pertanian
tidak memiliki daya saing yang baik (PPWij<0) dengan sektor yang sama di
daerah lain di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan profil pertumbuhan sektor-
sektor perekonomian Kabupaten Batang, sektor pertanian berada pada posisi
kuadran III, yang artinya sektor pertanian merupakan sektor terbelakang dalam
perekonomian Kabupaten Batang.
Hasil penelitian selanjutnya dengan menggunakan Location Quotient (LQ)
pada sektor pertanian Kabupaten Batang menunjukkan bahwa sub sektor
pertanian yang menjadi sub sektor pertanian unggulan adalah sub sektor tanaman
perkebunan, sub sektor peternakan dan hasilnya, sub sektor kehutanan, dan sub
sektor perikanan. Berdasarkan analisis Shift Share (SS) pada Sektor pertanian di
Kabupaten Batang, sub sektor yang mengalami pertumbuhan cepat (PPij >0) yaitu
sub sektor peternakan dan hasilnya, sub sektor kehutanan, dan sub sektor tanaman
perkebunan, dengan masing-masing nilai pertumbuhan proporsional 44,09 persen;
7,06 persen; dan 3,98 persen. Dilihat dari daya saingnya, sub sektor pertanian
yang memiliki daya saing yang baik (PPWij>0) yaitu sub sektor perikanan dan sub
sektor tanaman bahan makanan, dengan masing-masing nilai pertumbuhan pangsa
wilayah 69,72 persen dan 4,72 persen. Berdasarkan nilai pergeseran bersih (PB)
sub sektor yang memiliki pertumbuhan progressive (PBij>0) yaitu sub sektor
perikanan, sub sektor kehutanan, dan sub sektor peternakan dan hasilnya, dengan
masing-masing nilai PB 61,00 persen; 3,94 persen; dan 1,46 persen.
Dengan melihat perbandingan pergeseran bersih (PB) dan daya saing
(PPW) sub sektor pertanian Kabupaten Batang periode 2004-2013, maka dapat
ditentukan rumusan prioritas dalam pembangunan pertanian di Kabupaten Batang,
yaitu sub sektor perikanan dijadikan prioritas pertama, karena sub sektor ini
memiliki daya saing terbaik dan memiliki pertumbuhan yang progressive, yang
ditunjukkan dengan nilai PPW positif (69,72) dan PB positif (61,00); sub sektor
tanaman bahan makanan dijadikan prioritas ke dua, karena sub sektor ini memiliki
daya saing yang baik walaupun pertumbuhannya kurang progressive, ditunjukkan
dengan nilai PPW positif (4,72) dan PB negatif (-1,76); sub sektor kehutanan
dijadikan prioritas ke tiga, karena sub sektor ini tidak berdaya saing namun masih
memiliki pertumbuhan yang progressive, yang ditunjukkan dengan nilai PPW
negatif (-3,12) dan PB positif (3,94); sub sektor peternakan dan hasilnya dijadikan
prioritas ke empat, karena sub sektor ini tidak berdaya saing dan masih memiliki
pertumbuhan yang progressive, yang ditunjukkan dengan nilai PPW negatif (-
42,62) dan PB positif (1,46); selanjutnya sub sektor tanaman perkebunan
dijadikan prioritas ke lima, mengingat sub sektor ini tidak memiliki daya saing
dan pertumbuhannya tidak progressive, yang di tunjukkan dengan nilai PPW dan
PB sama-sama negatif yang nilainya masing-masing -28,65 dan -24,66.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat, karunia, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat
diselesaikan olah penulis. Shalawat serta salam tidak lupa dipanjatkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. beserta keluarga dan sahabatnya
yang telah membawa umat manusia menuju jalan kebaikan.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar sarjana pertanian. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan
skripsi ini, terutama kepada :
1. Ayah dan Ibu, orangtuaku tercinta yang selama ini tidak pernah berhenti
memberikan kasih sayang, do’a, serta segala upaya dalam memberikan
dukungan kepada penulis.
2. Bapak Dr. Iskandar Andi Nuhung, M.Si dan Bapak Achmad Tjahja
Nugraha, SP, MP selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, dan solusi yang
bermanfaat bagi penulis dalam proses pelaksanaan penelitian dan
penulisan skripsi.
3. Ibu Ir. Siti Rochaeni, M.Si dan Ibu Ir. Armaeni Dwi Humaerah, M.Si
selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran
yang bermanfaat demi kesempurnaan penulisan skripsi.
4. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si. selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi.
5. Ibu Dr. Ir. Elpawati, MP selaku Ketua Program Studi Agribisnis.
6. Bapak Akhmad Mahbubi, SP, MM selaku Sekretaris Program Studi
Agribisnis.
7. Ibu Rizky Adi Puspita Sari, SP, MP selaku Dosen Penasehat Akademik.
8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar pada Program Studi Agribisnis
yang telah memberikan banyak ilmu yang bermanfaat, dan nasehat yang
berharga, serta pengalaman kuliah yang tidak terlupakan.
9. Bapak Kepala BAPEDA Kabupaten Batang beserta karyawan yang telah
memberikan izin penulis melaksanakan penelitian dan terbuka
memberikan informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan penulisan
skripsi.
10. Bapak Kepala BPS Kabupaten Batang beserta karyawan yang telah
terbuka memberikan informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
penulisan skripsi.
11. Thanty yang selalu memberikan support dan berbagi pemikiran bersama
penulis.
12. Teman-teman “Tagor Team” Ichsan, Hendrik, Fahmi, Andhika, Adit,
Ilham, Alam, Adrian, Reza, Tirto Agung AW, Riki Natanegara, dan Ricky
Ade atas semangat, dan informasi selama penelitian hingga penulisan
skripsi serta sebagai teman diskusi.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, 27 April 2015
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 10
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 12
1.4. Kegunaan Penelitian................................................................ 12
1.5. Ruang Lingkup ........................................................................ 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pembangunan Ekonomi ............................................. 14
2.2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi .............................................. 15
2.3. Otonomi Daerah ...................................................................... 20
2.4. Pembangunan Daerah dan Perencanaan Pembangunan
Daerah ..................................................................................... 22
2.5. Pembangunan Pertanian .......................................................... 23
2.6. Peran Sektor Pertanian ............................................................ 25
2.7. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ............................. 27
2.8. Teori Ekonomi Basis ............................................................... 29
2.9. Konsep Sektor Unggulan (Basis) ............................................ 32
2.10. Metode Analisis Sektor Unggulan .......................................... 33
2.10.1. Metode Analisis LQ (Location Quotient) ................... 33
2.10.2. Metode Analisis SS (Shift Share) ................................ 34
2.11. Penelitian Terdahulu ............................................................... 36
2.12. Kerangka Pemikiran ................................................................ 42
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 44
3.2. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 44
ii
3.3. Metode Analisis Data .............................................................. 45
3.3.1. Analisis LQ (Location Quotient) ................................... 45
3.3.2. Analisis SS (Shift Share) ............................................... 47
BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BATANG
4.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Batang ....................................... 54
4.2. Kependudukan dan Ketenagakerjaan ...................................... 57
4.3. Pendidikan ............................................................................... 59
4.4. Kesehatan ................................................................................ 59
4.5. Keadaan Perekonomian Daerah .............................................. 60
4.6. Keadaan Ekonomi Sektoral ..................................................... 61
4.6.1. Sektor Pertanian ............................................................. 61
4.6.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian ........................... 63
4.6.3. Sektor Industri Pengolahan ............................................ 63
4.6.4. Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum .............................. 65
4.6.5. Sektor Bangunan ............................................................ 69
4.6.6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran ..................... 69
4.6.7. Sektor Angkutan dan Komunikasi ................................. 70
4.6.8. Sektor Keuangan, Sewa, dan Jasa Perusahaan .............. 71
4.6.9. Sektor Jasa-Jasa ............................................................. 72
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Sektor-Sektor Unggulan Kabupaten Batang Periode
2004-2013 Berdasarkan Pendekatan Location Quotient ......... 74
5.2. Pertumbuhan dan Daya saing Sektor Pertanian
Berdasarkan Analisis Shift Share (SS) .................................... 79
5.2.1. Pertumbuhan Total PDRB Kabupaten Batang dan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2013 ...................... 79
5.2.2. Rasio PDRB Total dan Sektoral Kabupaten Batang
dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2013 ................ 83
5.2.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah
Kabupaten Batang Tahun 2004-2013 ............................ 86
5.2.4. Pertumbuhan dan Daya Saing Sektor-Sektor
Unggulan........................................................................ 91
iii
5.3. Sub Sektor Pertanian Unggulan Kabupaten Batang
Periode 2004-2013 Berdasarkan Pendekatan Location
Quotient (LQ) .......................................................................... 95
5.4. Pertumbuhan PDRB ADHK Sektor Pertanian Kabupaten
Batang dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2013 ............ 97
5.5. Pertumbuhan dan Daya Saing Masing-masing Sub
Sektor Pertanian Berdasarkan Analisis Shift Share (SS) ...... 100
5.5.1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan ...................... 100
5.5.2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan ............................. 104
5.5.3. Sub Sektor Peternakan dan Hasilnya ........................ 105
5.5.4. Sub Sektor Kehutanan ............................................... 107
5.5.5. Sub Sektor Perikanan ................................................ 108
5.6. Rumusan Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian
Dalam Pembangunan Daerah di Kabupaten Batang ............. 110
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ........................................................................... 113
6.2. Saran .. ................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 117
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Nilai, Distribusi dan Peringkat PDRB ADHB Tanpa Migas
Menurut Kabupaten/Kota Se Jawa Tengah Tahun 2012 ...................... 3
Tabel 2. PDRB Kabupaten Batang Tahun 2012 Atas Dasar Harga
Konstan Tahun 2000 ............................................................................. 6
Tabel 3. Kecamatan dan Desa/Kelurahan Kabupaten Batang .......................... 56
Tabel 4. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Batang Tahun
2004-2013 ........................................................................................... 75
Tabel 5. Perubahan PDRB Kabupaten Batang Menurut Lapangan
Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2004 dan
2013 (juta rupiah) ............................................................................... 81
Tabel 6. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan
Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2004 dan
2013 (juta rupiah) ............................................................................... 83
Tabel 7. Rasio PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah .............. 85
Tabel 8. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten
Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional,
Tahun 2004-2013 ................................................................................ 87
Tabel 9. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten
Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional,
Tahun 2004-2013 ................................................................................ 88
Tabel 10. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten
Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa
Wilayah, Tahun 2004-2013 ................................................................ 90
Tabel 11. Nilai Persentase PP dan PPW di Kabupaten Batang ........................... 92
Tabel 13. Nilai LQ Sub Sektor Pertanian Kabupaten Batang Tahun
2004-2013 ........................................................................................... 95
Tabel 14. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang
Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000,
Tahun 2004 dan 2013 ......................................................................... 98
v
Tabel 15. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah
Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000,
Tahun 2004 dan 2013 ......................................................................... 99
Tabel 16. Perbandingan Pergeseran Bersih dan Daya Saing Sub Sektor
Pertanian di Kabupaten Batang Tahun 2004 dan 2013 .................... 111
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Sektor Pertanian Kabupaten Batang
Tahun 2008-2012 ........................................................................... 7
Gambar 2. Grafik Persentase Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap
PDRB Kabupaten Batang Tahun 2008-2012 ................................. 8
Gambar 3. Model Analisis Shift Share ........................................................... 36
Gambar 4. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 43
Gambar 5. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian ....................... 52
Gambar 6. Grafik Luas Wilayah Kabupaten Batang Menurut
Kecamatan ................................................................................... 55
Gambar 7. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten
Batang .......................................................................................... 57
Gambar 8. Persentase Penduduk Usia >15 Tahun Menurut Jenis
Lapangan Kerja ............................................................................ 58
Gambar 9. Grafik Komposisi Industri Atas Dasar Harga Konstan,
Tahun 2012 .................................................................................. 64
Gambar 10 Grafik Banyaknya Pemakaian Listrik yang Disalurkan .............. 66
Gambar 11. Grafik Jumlah Pelanggan Listrik di Kabupaten Batang
Tahun 2012 .................................................................................. 66
Gambar 12. Grafik Pertumbuhan Pelanggan PT PLN Persero Tahun
2003-2012 .................................................................................... 67
Gambar 13. Grafik Pertumbuhan Jumlah Pelanggan PDAM .......................... 69
Gambar 14. Grafik Kondisi Jalan di Kabupaten Batang Tahun 2012............. 70
Gambar 15. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian
Kabupaten Batang Periode 2004-2013 ........................................ 93
Gambar 16. Grafik Laju Pertumbuhan Sub Sektor Bahan Makanan
Tahun 2008 – 2012 .................................................................... 101
vii
Gambar 17. Grafik Konstribusi Sub Sektor Bahan Makanan Tahun
2008 – 2012 ............................................................................... 101
Gambar 18. Grafik Produksi Padi Tahun 2008 – 2012 .................................. 102
Gambar 19. Grafik Produksi Palawija Tahun 2008 – 2012 ........................... 103
Gambar 20. Grafik Laju Kontribusi Sub Sektor Tanaman Perkebunan
Terhadap PDRB Kabupaten Batang Tahun 2008 – 2012 .......... 104
Gambar 21. Grafik Laju Kontribusi Sub Sektor Tanaman Perkebunan
Terhadap PDRB Kabupaten Batang Tahun 2008 – 2012 .......... 106
Gambar 22. Grafik Laju Kontribusi Sub Kehutanan Terhadap PDRB
Kabupaten Batang Tahun 2008 – 2012 ...................................... 107
Gambar 23. Grafik Laju pertumbuhan Sub Sektor Perikanan Kabupaten
Batang Tahun 2008 – 2012 ........................................................ 109
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1. Luas Wilayah Kecamatan Tahun 2012 ............................................ 120
Lampiran 2. Luas Penggunaan Lahan Menurut Kecamatan Tahun 2012
(Ha) .................................................................................................. 121
Lampiran 3. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Tanaman
Pangan Tahun 2007-2012 ................................................................ 122
Lampiran 4. Banyaknya Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2012 .......................................................... 123
Lampiran 5. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dari Jenis
Kelamin Tahun 2012 ....................................................................... 124
Lampiran 6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten
Batang Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013 ............ 125
Lampiran 7. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa
Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013 ........... 126
Lampiran 8. Hasil Perhitungan Dengan Metode LQ Di Kabupaten
Batang .............................................................................................. 127
Lampiran 9. Perubahan PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa
Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 ............................................... 128
Lampiran 10. Rasio PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 ............... 129
Lampiran 11. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten
Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional,
Proporsional dan Pangsa Wiayah Tahun 2004-2013..................... 130
Lampiran 12. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor
Pertanian Kabupaten Batang Atas Dasar Harga Konstan
2000 Tahun 2004-2013.................................................................. 131
ix
Lampiran 13. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor
Pertanian Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Tahun 2004-2013 ................................................... 132
Lampiran 14. Hasil Perhitungan Dengan Metode LQ di Kabupaten
Batang ............................................................................................ 133
Lampiran 15. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang
dan Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 ............... 134
Lampiran 16. Rasio PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang dan
Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun 2004 dan 2013 .................................................................... 135
Lampiran 17. Analisis Shift Share Sub Sektor Pertanian di Kabupaten
Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional,
Proporsional dan Pangsa Wiayah Tahun 2004-2013..................... 136
Lampiran 18. Nilai Pergeseran Bersih (PB), Perbandingan Pergeseran
Bersih dan Daya Saing Sub Sektor Pertanian di
Kabupaten Batang Tahun 2004-2013 ............................................ 137
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Visi pembangunan daerah adalah suatu gambaran yang menantang
tentang kondisi daerah yang diinginkan pada akhir periode perencanaan
pembangunan daerah yang direpresentasikan dalam sejumlah sasaran hasil
pembangunan yang akan dicapai melalui berbagai strategi, kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan daerah. Penetapan visi pembangunan
daerah sebagai bagian dari perencanaan strategis pembangunan daerah,
merupakan suatu langkah penting dalam perjalanan pembangunan suatu
daerah mencapai kondisi yang diharapkan. Penyusunan visi pembangunan
daerah Kabupaten Batang untuk masa berlaku tahun 2012-2017 dilakukan
dengan memperhatikan visi pembangunan daerah Kabupaten Batang untuk
jangka panjang yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) Kabupaten Batang tahun 2005-2025, yaitu: “Batang yang
sejahtera, maju, mantap, dan mandiri berbasis potensi unggulan”.
Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Batang tahun 2012-2017 mengakomodasikan penekanan pelaksanaan
pembangunan daerah berdasarkan pada pentahapan pembangunan jangka
menengah sebagaimana yang telah ditetapkan dalam RPJPD Kabupaten
Batang tahun 2005-2025 (BAPEDA Kabupaten Batang, 2014).
Berdasarkan implementasi UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pusat dan Daerah, membawa konsekuensi pembangunan
2
tidak lagi dikendalikan secara ketat dari pusat namun sudah diserahkan
kepada daerah kabupaten/kota dalam otonomi daerah yang seluas-luasnya
(Murhaini, 2009). Otonomi daerah yang berkembang saat ini, di satu sisi
memberikan kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah daerah dalam
mengatur dan melaksanakan program-program pembangunan di daerahnya,
namun di sisi lain menuntut kesiapan daerah dalam mempersiapkan dan
melaksanakan berbagai kebijakan yang kini bergeser menjadi tanggung
jawab daerah.
Pembangunan daerah di otonomi daerah perlu dilaksanakan secara
terpadu, selaras, serasi dan seimbang serta sesuai dengan prioritas dan
potensi daerah (Tjiptoherijanto, 1997 dalam Lusminah, 2008). Dengan
demikian, pemerintah daerah perlu mengetahui sektor-sektor yang
mempunyai peranan dominan dalam perekonomian daerahnya, sehingga
akan lebih memudahkan pemerintah daerah dalam menetapkan sasaran
pembangunan dan memajukan daerahnya. Dalam pembangunan daerah
kabupaten/kota harus bersinergi dengan pembangunan daerah di atasnya,
yaitu pembangunan daerah Provinsi. Selama periode tahun 2012, dinamika
dan sinergi perekonomian kabupaten/kota se Jawa Tengah telah
menciptakan total PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) senilai 482,54
triliun rupiah. Angka tersebut termasuk sektor minyak dan gas bumi (migas)
yang nilainya 58,70 triliun rupiah. Tanpa sumbangan dari sektor migas yang
kontribusinya mencapai 12,17 persen tersebut nilai total PDRB se Jawa
Tengah hanya sebesar 423,83 triliun rupiah (BPS Provinsi Jawa Tengah,
2012).
3
Melihat PDRB ADHB tanpa migas tahun 2012 dari masing-masing
kabupaten/kota di Jawa Tengah, nilainya sangat beragam. Besar kecilnya
nilai PDRB mencerminkan jumlah dan kekuatan kegiatan ekonomi di
masing-masing kabupaten/kota. Adapun nilai PDRB masing-masing dapat
dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut :
Tabel 1. Nilai, Distribusi dan Peringkat PDRB ADHB Tanpa Migas Menurut
Kabupaten/Kota Se Jawa Tengah Tahun 2012
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2013
No. Kabupaten/KotaPDRB
(Triliun Rp)Share
Rank
2011-2012
1 Semarang *) 54.385 12.83 1→1
2 Cilacap 49.908 11.78 2→2
3 Kudus 36.959 8.72 3→3
4 Brebes 18.027 4.25 4→4
5 Semarang 13.843 3.27 5→5
6 Klaten 13.532 3.19 6→6
7 Kendal 13.432 3.17 7→7
8 Banyumas 12.769 3.01 8→8
9 Sukoharjo 12.262 2.89 9→9
10 Surakarta *) 12.181 2.87 10→10
11 Pati 11.534 2.72 11→11
12 Karanganyar 11.467 2.71 12→12
13 Jepara 11.218 2.65 13→13
14 Boyolali 9.977 2.35 14→14
15 Tegal 9.802 2.31 16↗15
16 Pemalang 9.772 2.31 15↘16
17 Magelang 9.737 2.30 17→17
18 Pekalongan 8.935 2.11 18→18
19 Sragen 8.562 2.02 19→19
20 Banjarnegara 8.210 1.94 20→20
21 Grobogan 8.045 1.90 24↗21
22 Kebumen 7.905 1.87 21↘22
23 Wonogiri 7.944 1.87 22↘23
24 Purworejo 7.871 1.86 23↘24
25 Purbalingga 7.299 1.72 25→25
26 Demak 7.168 1.69 26→26
27 Batang 6.492 1.53 27→27
28 Temanggung 6.198 1.46 28→28
29 Rembang 5.952 1.40 29→29
30 Blora 5.090 1.20 30→30
31 Wonosobo 4.784 1.13 31→31
32 Pekalongan *) 4.636 1.09 32→32
33 Tegal *) 3.082 0.73 33→33
34 Magelang *) 2.614 0.62 34→34
35 Salatiga *) 2.240 0.53 35→35
423.834 100
12.110
*) Kota
Total 35 Kab/Kota
Rata-rata 35 Kab/Kota
4
Dari data pada Tabel 1 tersebut, besaran PDRB ADHB tanpa migas
kabupaten/kota di Jawa Tengah bervariasi dari 2,240 triliun sampai 45,385
triliun rupiah. Kabupaten/kota dengan PDRB terendah adalah Kota Salatiga
dan yang tertinggi adalah Kota Semarang. Dari sebaran data PDRB ADHB,
tiga kabupaten/kota yaitu Kota Semarang, Kabupaten Cilacap, dan
Kabupaten Kudus nilainya sangat mencolok jauh di atas kabupaten/kota
lainnya. Total nilai PDRB ADHB dari ke tiga kabupaten/kota ini mencapai
141,252 triliun rupiah dengan proporsi 33,33 persen terhadap total PDRB se
Jawa Tengah.
Kabupaten Kudus dengan potensi industri rokok menghasilkan
PDRB sebesar 36,959 triliun rupiah (8,72 persen) menempati posisi ke tiga
terbesar setelah Kota Semarang dan Kabupaten Cilacap dengan nilai PDRB
masing-masing 54,358 triliun rupiah (12,83 persen) dan 49,908 triliun
rupiah (11,78 persen). Pada posisi ke empat dengan jarak yang cukup jauh
ditempati oleh Kabupaten Brebes dengan nilai 18,027 triliun rupiah (4,26
persen). Posisi ke lima dan selanjutnya adalah kabupaten/kota yang
memberikan kontribusi kurang dari 3,30 persen.
Sebagai perbandingan, rata-rata nilai PDRB ADHB dari 35
kabupaten/kota se Jawa Tengah adalah 12,110 triliun rupiah. Hanya 10
kabupaten/kota yang nilai PDRB-nya di atas rata-rata dan 25 kabupaten/kota
lainnya di bawah rata-rata. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi
selama tahun 2012 merubah posisi relatif antara kabupaten/kota di Jawa
Tengah. berdasarkan urutan nilai PDRB ADHB tanpa migas kabupaten/kota
se Jawa Tengah tahun 2012, sebanyak 29 kabupaten/kota tidak mengalami
5
perubahan sementara 6 kabupaten/kota yang lain bergeser posisi. Dua
kabuaten/kota peringkatnya naik dan 4 kabupaten/kota mengalami
penurunan peringkat.
Dilihat dari perekonomian Jawa Tengah pada Tabel 1 tersebut,
Kabupaten Batang hanya menempati posisi peringkat ke 27 dari 35
kabupaten/kota se Jawa Tengah. Dari tahun 2011 sampai 2012 tidak
mengalami perubahan posisi peringkat. Kabupaten Batang hanya
memberikan kontribusi 1,53 persen dari total PDRB ADHB Jawa Tengah
dengan nilai 6,492 triliun rupiah. Sementara itu, jika dilihat dari letak
geografis, Kabupaten Batang merupakan daerah yang terletak di daerah
pesisir dan dilalui oleh jalur Pantai Utara Jawa (Pantura). Hal tersebut
menunjukkan bahwa daerah Kabupaten Batang merupakan daerah strategis
untuk dikembangkan melalui pembangunan ekonomi. Namun, perlu
diketahui sektor-sektor unggulan apa saja yang memiliki potensi untuk
dikembangkan sehingga dapat dijadikan prioritas dalam pembangunan
daerah di Kabupaten Batang.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Batang (2012), perekonomian
Kabupaten Batang ditopang oleh 9 sektor yaitu sektor pertanian; sektor
pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas
dan air; sektor bangunan; sektor perdagangan, perhotelan dan restoran;
sektor angkutan dan komunikasi; sektor keuangan, sewa dan jasa
perusahaan; serta sektor jasa-jasa. Sektor-sektor dominan dalam
pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten
Batang pada tahun 2012 adalah sektor industri pengolahan; sektor pertanian;
6
sektor perdagangan, restoran dan hotel; sektor jasa-jasa; serta sektor
bangunan. Besarnya kontribusi masing masing sektor tersebut terhadap pada
PDRB Kabupaten Batang tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai
berikut :
Tabel 2. PDRB Kabupaten Batang Tahun 2012 Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2000.
Lapangan Usaha PDRB
(Ribuan Rp) (%)
1. Pertanian
a. Tanaman Bahan Pangan
b. Tanaman Perkebunan
c. Peternakan dan Hasilnya
d. Kehutanan
e. Perikanan
648.359.314
361.387.422
119.642.391
88.349.761
17.715.986
61.263.754
24,83
13,84
4,58
3,38
0,68
2,35
2. Pertambangan dan Penggalian 34.087.250 1,31
3. Industri Pengolahan 719.069.352 27,53
4. Listrrik, Gas dan Air Minum 24.466.477 0,94
5. Bangunan 159.246.868 6,10
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 447.527.395 17,14
7. Pengangkutan dan Komunikasi 103.334.591 3,96
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 103.996.234 3,98
9. Jasa-Jasa 371.441.240 14,22
Total PDRB 2.611.528.721 100
Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012
Kontribusi sektor industri pengolahan; sektor pertanian; sektor
perdagangan, restoran dan hotel; sektor jasa-jasa; serta sektor bangunan,
terhadap PDRB Kabupaten Batang pada tahun 2012, masing-masing adalah
27,53 persen; 24,83 persen; 17,14 persen; 14,22 persen; dan 6,10 persen.
Sektor industri pengolahan, memberikan kontribusi yang dominan, yaitu
sebesar Rp 719.069.352.000,- atau 27,53 persen dari total PDRB Kabupaten
Batang. Jika dilihat dari distribusi penduduk 15 tahun ke atas menurut
lapangan usaha tahun 2012, ternyata sektor pertanian menjadi gantungan
hidup lebih dari 37 persen penduduk Kabupaten Batang, dimana 127.636
7
penduduk di Kabupaten Batang bekerja di sektor pertanian, 57.781 orang di
sektor industri, 60.892 orang di sektor perdagangan, 41.359 orang di sektor
jasa, 14.041 orang di sektor angkutan, dan 37.807 di sektor lainnya (BPS
Kabupaten Batang, 2012).
Terkait dengan struktur perekonomiannya dan distribusi tenaga
kerja di Kabupaten Batang, jika melihat pertumbuhan ekonomi sektoral
Kabupaten Batang lima tahun terakhir yaitu tahun 2008 – 2012 sektor
pertanian selalu mengalami penurunan. Berdasarkan data BPS Kabupaten
Batang tahun 2012, pertumbuhan sektor pertanian tersebut 4,56% pada
tahun 2008; 2,78% pada tahun 2009; 2,95% pada tahun 2010; 2,38% pada
tahun 2011; 1,62% pada tahun 2012.
Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Sektor Pertanian Kabupaten Batang
Tahun 2008-2012 (%)
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
Dengan melihat data-data di atas, strategi pembangunan ekonomi
Kabupaten Batang yang perlu menjadi prioritas adalah pembangunan
ekonomi yang berbasis pada sektor pertanian. Mengingat sektor pertanian di
Kabupaten Batang merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar
(%)
8
dan memberikan kontribusi terbesar ke dua terhadap PDRB. Perkembangan
sektor pertanian diharapkan dapat mendukung dan mendorong
perkembangan sektor perekonomian lain termasuk di dalamnya sektor
industri, dan perdagangan. Namun, persentase kontribusi sektor pertanian
terus mengalami penurunan. Berdasarkan data BPS Kabupaten Batang tahun
2012, persentase kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Batang terhadap
PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 lima tahun terakhir dari tahun
2008 hingga tahun 2012 menunjukkan tren semakin menurun.
Gambar 2. Grafik Persentase Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB
Kabupaten Batang Tahun 2008-2012 (%)
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
Tantangan yang dihadapi Kabupaten Batang dalam pelaksanaan
strategi pembangunannya sebagaimana tersebut di atas adalah bagaimana
meningkatkan produktivias dan efisiensi semua sub sektor pertanian dalam
menghasilkan berbagai komoditi pertanian agar dapat memberikan nilai
tambah yang sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan mengoptimalkan
segala potensi yang dimiliki daerahnya. Peningkatan produktivitas dan
efisiensi semua sub sektor pertanian di Kabupaten Batang dapat dilakukan
apabila pemerintah daerah mengetahui potensi daerahnya.
(%)
9
Pembangunan pertanian dalam era globalisasi dihadapkan kepada
tuntutan peningkatan produktivitas dan efisiensi agar dapat berdaya saing di
pasar domestik dan internasional. Untuk peningkatan daya saing tersebut
peningkatan sumber daya lahan perlu diupayakan secara optimal sesuai
dengan keunggulan komparatifnya sehingga mampu menampilkan
produktivitas tinggi dalam pengembangan suatu komoditi (Malik, 2006).
Mengingat terbatasnya Anggaran Perencanaan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Batang, maka strategi pembangunan ekonomi Kabupaten Batang
yang perlu menjadi prioritas adalah pembangunan ekonomi yang berbasis
pada sektor unggulan (basis). Perkembangan sektor unggulan diharapkan
dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), serta dapat mendukung
dan mendorong perkembangan sektor perekonomian lainnya, dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional sehingga
dapat meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat. Pada dasarnya
pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, pemerataan
pembagian pendapatan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sektor
perekonomian yang perlu mendapatkan perhatian lebih oleh pemerintah
daerah Kabupaten Batang adalah sektor pertanian. Sektor tersebut selain
memberikan kontribusi besar terhadap PDRB juga menyerap tenaga kerja
terbesar di Kabupaten Batang. Namun, di sisi lain sektor pertanian semakin
ke depan semakin menurun pertumbuhannya dan kontribusinya dari tahun
ke tahun semakin menurun. Dengan demikian perlu adanya upaya dalam
memajukan sektor pertanian, mengingat besarnya peran sektor tersebut baik
10
dalam perekonomian maupun penyerapan tenaga kerja. Upaya yang perlu
dilakukan adalah dengan mengidentifikasi peran masing-masing sub sektor
pertanian untuk memajukan sektor pertanian.
Dengan analisis peran sektor pertanian dalam pembangunan daerah
di Kabupaten Batang, maka dapat diketahui peran masing-masing sub sektor
pertanian dan potensinya sehingga dapat ditentukan prioritas pengembangan
sub sektor pertanian di Kabupaten Batang. Informasi mengenai peran dan
potensi sub sektor pertanian di Kabupaten Batang dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menentukan rencana dan
kebijakan pembangunan pertanian, sehingga pembangunan daerah di
Kabupaten Batang dapat berjalan lebih efisien dan efektif.
1.2. Rumusan Masalah
Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah,
khususnya kabupaten atau kota dalam melaksanakan program-program
pembangunannya, sehingga pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas.
Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada
kemampuan daerah dalam mengembangkan segenap potensi sektor-sektor
perekonomian yang ada di daerahnya.
Dalam pembangunan daerah, sektor ekonomi yang beragam di
Kabupaten Batang merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
cukup besar perannya dalam pembangunan daerah Kabupaten Batang. Peran
dan fungsi setiap sektornya terus meningkat seiring peningkatan laju
11
pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Di Kabupaten Batang itu sendiri
memiliki potensi yang beraneka ragam.
Jika dilihat dari PDRB dari tahun ke tahunnya semua sektor
ekonomi sangat berpengaruh terhadap kemajuan perekonomian dan
harapannya Pemerintah Daerah Kabupaten Batang memajukan sektor-sektor
ekonomi tersebut. Namun, jika dilihat dari segi Anggaran Perencanaan
Belanja Daerah (APBD) pemerintah tidak mungkin memajukan semua
sektor ekonomi yang ada dengan keterbatasan anggaran yang ada pada
APBD Kabupaten Batang. Maka dari itu, perlu adanya kebijakan untuk
memprioritaskan sektor ekonomi yang termasuk ke dalam sektor ekonomi
ungggulan yang harapannya akan meningkatkan pula sektor ekonomi non
unggulan lainnya.
Hal tersebut yang menyebabkan betapa pentingnya mengetahui
posisi sektor pertanian dalam perekonomian, peran dan potensi semua sub
sektor pertanian serta penentuan prioritas sub sektor pertanian dalam
pembangunan di Kabupaten Batang sehingga pertumbuhan sektor pertanian
yang diharapkan dapat tercapai. Pertumbuhan sektor pertanian dapat
mendorong pertumbuhan sektor perekonomian lainnya sehingga pendapatan
per kapita juga meningkat. Selain itu untuk meningkatkan kemampuan
potensi sub sektor pertanian perlu juga memperhitungkan daya saing dan
pertumbuhan sub sektor pertanian.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan Daerah di
Kabupaten Batang periode 2004-2013 adalah sebagai berikut:
12
1. Bagaimana pertumbuhan dan daya saing sektor pertanian, serta posisi
sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Batang periode
2004-2013?
2. Sub sektor pertanian apa saja yang menjadi sub sektor unggulan dan
bagaimana pertumbuhan dan daya saing sub sektor pertanian di
Kabupaten Batang periode 2004-2013?
3. Bagaimana rumusan prioritas pengembangan sub sektor pertanian dalam
memajukan sektor pertanian di Kabupaten Batang?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pertumbuhan dan daya saing sektor pertanian, serta posisi
sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Batang periode
2004-2013.
2. Mengetahui sub sektor pertanian apa saja yang menjadi sub sektor
unggulan dan menganalisis pertumbuhan dan daya saing sub sektor
pertanian di Kabupaten Batang periode 2004-2013.
3. Menganalisis rumusan prioritas pengembangan sub sektor pertanian
dalam memajukan sektor pertanian di Kabupaten Batang.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan dan wawasan berkaitan
dengan topik penelitian.
13
2. Bagi pemerintah, sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam
mengambil kebijakan, khususnya dalam perencanaan pembangunan
pada sektor pertanian dalam memajukan sektor tersebut di Kabupaten
Batang.
3. Bagi pembaca, sebagai bahan wacana dan kajian untuk menambah
wawasan ilmu pengetahuan terutama dalam hal keterkaitan potensi
wilayah dengan pembangunan daerah serta sebagai bahan referensi bagi
penelitian sejenis.
1.5. Ruang Lingkup
1. Penelitian ini memfokuskan pada analisis kontribusi sektor pertanian
terhadap pertumbuhan ekonomi serta peran sub sektor pertanian
Kabupaten Batang pada periode 2004-2013 dengan pendekatan analisis
LQ (Location Quotient) dan SS (Shift Share).
2. Penggunaan analisis Location Qoutient dimaksudkan untuk melihat
sektor-sektor ekonomi dan sub sektor pertanian apa saja yang menjadi
sektor unggulan di Kabupaten Batang, sedangkan Analisis Shift Share
dimaksudkan untuk melihat gambaran pertumbuhan dan daya saing
sektor-sektor tersebut di Kabupaten Batang.
3. Periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah periode tahun
2004-2013, karena dilihat dari LPE (Laju Pertumbuhan Ekonomi)
Kabupaten Batang menunjukkan bahwa pada periode tersebut LPE
Kabupaten Batang terus meningkat dan lebih baik dari tahun-tahun
sebelumnya.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pembangunan Ekonomi
Menurut Suryana (2000) usaha-usaha yang sedang giat
dilaksanakan oleh negara-negara berkembang (developing countries) di
dunia pada umumnya berorientasi kepada bagaimana memperbaiki atau
mengangkat taraf hidup (Level of living) masyarakat di negara-negara
tersebut agar mereka bisa hidup seperti masyarakat di negara-negara maju.
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu jawaban yang seakan-akan
menjadi semacam kunci keberhasilan suatu negara untuk meningkatkan
taraf hidup warga negaranya.
Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara
seimbang perencanaan yang teliti mengenai sumberdaya-sumberdaya publik
dan sektor swasta. Petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar dan
organisasi-organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses
perencanaan. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu
daerah dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi (Economic
entity) yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu
sama lain (Arsyad, 1999).
Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah dua konsep yang
tidak dapat dipisahkan. Pembangunan dimaksudkan menentukan usaha
pembangunan yang berkelanjutan dan tidak menghilangkan sumber asli,
ketika teori dan model pertumbuhan yang dihasilkan dijadikan panduan dan
dasar negara. Konsep pembangunan dikupas dalam teori pertumbuhan dan
15
pembangunan serta menganalisa dengan melihat kesesuaiannya dalam
konteks negara. Walaupun tidak semua teori atau model dapat digunakan,
namun mengenai peranan faktor pengeluaran termasuk buruh, tanah, modal
dan pengusaha boleh menjelaskan sebab-sebab berlakunya ketiadaan
pembangunan dalam sebuah negara. Pada peringkat awal, pendapatan per
kapita menjadi pengukur utama bagi pembangunan. Walau bagaimanapun,
melalui perubahan waktu, aspek pembangunan manusia dan pembangunan
alam semakin ditekankan. Pembangunan melihat kepada aspek generasi
yang akan datang melalui masa sekarang. Diumpamakan bahwa konsep
pembangunan dan pertumbuhan tidak ditafsirkan dari perspektif ekonomi
semata-mata tetapi juga disimpulkan dari berbagai disiplin seperti
pendidikan, dan perindustrian (Idris, 2000 dalam Dewi, 2008).
2.2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan
alami dari tingkat pertambahan penduduk dan tingkat tabungan. Sedangkan,
menurut Putong (2003) pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan pendapatan
nasional secara berarti (dengan meningkatnya pendapatan per kapita) dalam
suatu periode perhitungan tertentu.
Jika kita membicarakan pertumbuhan ekonomi, pasti berbeda dengan
pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator
keberhasilan pembangunan. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka
semakin tinggi pula kesejahteraan masyarakatnya di luar indikator yang lain.
Manfaat dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri adalah untuk mengukur
16
kemajuan ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional maupun pembangunan
daerahnya (Putong, 2003).
Menurut Tarigan (2005), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah
pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah yang
digambarkan oleh kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah
tersebut. Hal ini juga yang nantinya akan menggambarkan kemakmuran daerah
tersebut. Kemakmuran suatu wilayah ditentukan pula dengan seberapa besar
bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana
dari luar wilayah. Setiap negara akan selalu menargetkan laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi pada setiap daerahnya, karena hal itu menggambarkan
kemakmuran di daerah tersebut (Tarigan, 2005).
W.W Rostow dalam Adisasmita (2008) mengemukakan suatu teori
yang membagi pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahapan, yaitu
masyarakat tradisional (the traditional society), prasyarat untuk lepas landas
(the precondition for take off), lepas landas (the take off), gerakan ke arah
kedewasaan (the drive to maturity) dan massa konsumsi tinggi (the age of high
mass consumption). Penjelasan pertumbuhan Rostow ini dijelaskan dalam
Arsyad (1999), yaitu sebagai berikut :
1. Masyarakat Tradisional (The Traditional Society)
Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang perekonomiannya masih
bertumpu pada sektor pertanian dan memiliki fungsi produksi yang
terbatas dan relatif primitif yang kehidupannya sangat dipengaruhi oleh
nilai-nilai yang turun-menurun dan cenderung kurang rasional.
17
2. Tahap Prasyarat Lepas Landas (The Precondition For Take Off)
Dalam kondisi ini, merupakan transisi untuk mencapai pertumbuhan yang
mempunyai kekuatan untuk berkembang. Segala sesuatunya dipersiapkan
untuk mencapai pertumbuhan dengan kekuatan sendiri termasuk ilmu
pengetahuan yang akan menghasilkan penemuan baru.
3. Tahap Lepas Landas (The Take Off)
Berlakunya perubahan yang sangat besar dalam masyarakat misalnya
tercipta kemajuan yang pesat dalam inovasi, revolusi politik dan
sebagainya.
4. Tahap Menuju Kedewasaan (The Drive To Maturity)
Dalam kondisi ini masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi
modern pada sebagian besar faktor produksi. Munculnya pemimpin baru
yang bercorak lebih kepada perkembangan teknologi, kekayaan alam dan
lain-lain.
5. Tahap Konsumsi Tinggi (The Age Of High Mass Consumption)
Konsumsi masal yang tinggi dimana perhatian masyarakat lebih
menekankan kepada permasalahan yang berkaitan dengan konsumsi dan
kesejahteraan masyarakat.
Selain itu menurut Kuznets dalam bukunya Modern Economic Growth
tahun 1966, definisi pertumbuhan ekonomi itu sendiri ialah suatu kenaikan
yang terus-menerus dalam produk per kapita, seringkali diikuti dengan
kenaikan jumlah penduduk dan biasanya dengan perubahan struktural (Jhingan,
2004). Pakar-pakar ekonomi pembangunan pun berpendapat, menurutnya
pertumbuhan ekonomi tersebut berbeda dengan pembangunan ekonomi.
18
Menurut mereka, pertumbuhan ekonomi merupakan istilah bagi negara yang
telah maju untuk menyebut keberhasilan pembangunannya sedangkan
pembangunan ekonomi itu digunakan untuk negara yang sedang berkembang
(Putong, 2003).
Sebenarnya banyak sekali teori pertumbuhan ekonomi yang berasal
dari pakar-pakar ekonomi terdahulu. Teori klasik yang dikemukakan oleh
Adam Smith melalui bukunya An Inquiry into The Nature and Cause of The
Wealth of Nations yang terbit pada tahun 1917 menyatakan bahwa salah satu
faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan
penduduk. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan
pasar akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Lebih
lanjut, spesialisasi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga
meningkatkan upah dan keuntungan. Dengan demikian, proses pertumbuhan
akan terus berlangsung sampai seluruh sumber daya termanfaatkan (Tarigan,
2005).
Sementara itu, David Ricardo dalam bukunya The Principles of
Political Economy and Taxation yang terbit pada tahun 1917, menyatakan
pandangan yang bertentangan dengan Adam Smith. Menurutnya,
perkembangan penduduk yang berjalan cepat pada akhirnya akan menurunkan
kembali tingkat pertumbuhan ekonomi ke taraf yang rendah. Pola pertumbuhan
ekonomi menurut Ricardo berawal dari jumlah penduduk yang rendah dan
sumber daya alam yang relatif melimpah (Tarigan, 2005).
Menurut Keynes, untuk menjamin pertumbuhan yang stabil
pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal (perpajakan dan belanja
pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar),
19
dan pengawasan langsung. Keynes mengemukakan bahwa pendapatan total
merupakan fungsi dari pekerjaan total dalam suatu negara. Semakin besar
pendapatan nasional, semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkan,
demikian sebaliknya. Volume pekerjaan tergantung pada permintaan efektif.
Permintaan efektif ini ditentukan pada titik saat harga permintaan agregat sama
dengan harga penawaran agregat.
Selain itu Harrod-Domar pun mengemukakkan pandangannya. Dalam
teori ini, Harrod-Domar melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihat
dalam jangka pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Dommar melihat
dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Harrod-Domar menyimpulkan bahwa
pertumbuhan jangka panjang yang mantap, dimana seluruh kenaikan produksi
dapat diserap oleh pasar, hanya dapat dicapai jika memenuhi syarat-syarat
keseimbangan, yaitu g = k = n, dimana g adalah tingkat pertumbuhan output, k
adalah tingkat pertumbuhan modal, dan n adalah tingkat pertumbuhan angkatan
kerja (Priyarsono,et al., 2007).
Proses pertumbuhan menurut pandangan Schumpeter adalah proses
peningkatan dan penurunan kegiatan ekonomi yang berjalan siklikal.
Pembaruan-pembaruan yang dilakukan oleh para pengusaha berperan dalam
peningkatan kegiatan ekonomi. Dalam proses siklikal tersebut, tingkat
keseimbangan yang baru akan selalu berada pada tingkat yang lebih tinggi
daripada tingkat keseimbangan sebelumnya. Pada intinya, dari semua teori
yang ada sama-sama menjelaskan tentang bagaimana kita mengelola
sumberdaya yang ada (manusia, alam dan teknologi) pada suatu wilayah agar
perekonomian dapat berjalan sesuai harapan (Putong, 2003).
20
Menurut Adam Smith dalam Boediono (1982), yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan output (GDP) total dan
pertumbuhan penduduk. Smith melihat sistem produksi suatu negara terdiri dari
3 unsur pokok, yaitu 1) sumber-sumber alam yang tersedia (faktor produksi
tanah), 2) sumber-sumber manusiawi (jumlah penduduk), 3) stok barang kapital
yang ada.
2.3. Otonomi Daerah
Menurut Soenarto (2001), dengan otonomi daerah berarti telah
memindahkan sebagian besar kewenangan yang tadinya berada di
pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah
daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat
daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan
membuat kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom,
maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas.
Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada
kemampuan keuangan daerah, sumber daya manusia yang dimiliki daerah,
serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada
di daerah otonom.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Dengan ditetapkannya UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
21
Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka
daerah mempunyai hak, wewenang dan kewajiban mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
peraturan perundang-undangan. Sejalan dengan adanya Undang-Undang
Otonomi Daerah tersebut maka sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah
untuk menangani potensi wilayah yang berada dalam ruang lingkup
pemerintahannya (Murhaeni, 2009).
Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah,
khususnya kabupaten/kota dalam melaksanakan program-program
pembangunannya. Banyak aspek yang dapat dilakukan secara mandiri di
tingkat pertanggungjawaban suatu program pembangunan. Otonomi daerah
di sisi lain juga menuntut kesiapan daerah dalam mempersiapkan dan
melaksanakan berbagai kebijakan yang kini bergeser menjadi tanggung
jawab daerah. Kesiapan sumber daya manusia dan pemerintah daerah saja
tidak cukup tanpa didukung oleh komponen lain, misalnya kesiapan
masyarakat di daerah dan kondisi sumber daya alam. Daerah dalam konsep
otonomi daerah mempunyai keunikan/karakteristik tersendiri. Karakteristik
tersebut antara lain masing-masing wilayah administratif mempunyai
potensi sumber daya alam, etnis, budaya/tradisi, sumber daya manusia yang
beragam dan khas. Dalam konsep otonomi daerah diharapkan berbagai
potensi yang ada di daerah dapat secara optimal mendukung pelaksanaan
pembangunan (Usman et.al, 2001).
22
2.4. Pembangunan Daerah dan Perencanaan Pembangunan Daerah
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada
penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan
pada kekhasan daerah yang besangkutan (endogenous development) dengan
menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber
daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada
pengambilan inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses
pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang
peningkatan kegiatan ekonomi (Arsyad, 2004).
Pembangunan daerah pada umumnya mencakup berbagai dimensi
pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap. Pada awalnya, kegiatan
pembangunan daerah biasanya ditekankan pada pembangunan fisik untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi, kemudian diikuti dengan pembangunan
sosial politik. Namun demikian, tahapan ini bukanlah merupakan suatu
ketentuan yang berlaku umum, karena setiap daerah mempunyai potensi
pertumbuhan yang berbeda dengan daerah lain. Potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, kondisi sosial, budaya, ekonomi, ketersediaan
infrastruktur, dan lainnya sangat berpengaruh pada penerapan konsep
pembangunan yang dilaksanakan (Adisasmita, 2006).
Perencanaan pembangunan daerah dimaksudkan agar semua daerah
dapat melaksanakan pembangunan secara proporsional dan merata sesuai
dengan potensi yang ada di daerah tersebut. Manfaat perencanaan
pembangunan daerah adalah untuk pemerataan pembangunan atau perluasan
dari pusat ke daerah. Bila perencanaan pembangunan daerah dan
23
pembangunan daerah berkembang dengan baik maka diharapkan bahwa
kemandirian daerah dapat tumbuh dan berkembang sendiri (mandiri) atas
dasar kekuatan sendiri. Dengan demikian maka kenaikan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut tidak terlalu bergantung dari
pusat tetapi relatif cukup didorong dari daerah yang bersangkutan
(Soekartawi, 1990).
2.5. Pembangunan Pertanian
Secara umum dapat dikemukakan bahwa pembangunan pertanian
diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan
nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta mengisi
dan memperluas pasar, baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Ini dilakukan melalui pertanian yang maju, efisien, dan tangguh sehingga
makin mampu meningkatkan dan menganekaragamkan hasil, meningkatkan
mutu dan derajat pengolahan produksi dan menunjang pembangunan
wilayah (Kamaluddin, 1998).
Pembangunan pertanian patut mengedepankan potensi kawasan dan
kemampuan masyarakatnya. Keunggulan komparatif yang berupa sumber
daya alam perlu diiringi dengan peningkatan keunggulan kompetitif yang
diwujudkan melalui penciptaan sumber daya manusia tani yang makin
profesional. Masyarakat tani terutama masyarakat tani tertinggal sebagai
sasaran pemberdayaan masyarakat perlu terus didampingi sebagai manusia
tani yang makin maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan. Sumber daya
24
alam dan manusia patut menjadi dasar bagi pengembangan pertanian masa
depan (Wibowo, 2002).
Rencana pembangunan pertanian di masa yang akan datang,
khususnya di era otonomi daerah, perlu disusun berdasarkan suatu konsep
pembangunan pertanian yang mengedepankan eksistensi petani sebagai
produsen yang memerlukan topangan infrastruktur dan kebijakan agar: (i)
proses untuk menghasilkan produk (massa hayati) dapat berlangsung secara
efektif dan efisien, (ii) produk yang dihasilkan dapat ditingkatkan nilai
ekonominya melalui proses pengolahan yang tepat, (iii) produk yang telah
diolah memiliki ketahanan kualitas terhadap rentang waktu selama proses
pemasaran, (iv) produk memiliki daya saing di pasaran dalam dan luar
negeri (Usman et.al., 2001).
Pembangunan pertanian harus mampu memanfaatkan secara
maksimal keunggulan sumber daya wilayah dan dapat berkelanjutan, maka
kebijaksanaan pembangunan pertanian harus dirancang dalam perspektif
ekonomi wilayah. Pembanguan pertanian dalam konteks wilayah semakin
relevan dengan berlakunya UU RI Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999,
yang kemudian dijabarkan dalam PP Nomor 2 tahun 2000. Dalam
kebijaksanaan pembangunan pertanian saat ini secara implisit dirancang
dalam perspektif ekonomi wilayah. Hal ini terlihat jelas dari peran daerah
dalam merencanakan dan mengimplementasikan program-program.
Pemerintah Pusat dalam hal ini hanya merancang pelaksanaan yang bersifat
makro, sedangkan Pemerintah Daerah merancang pelaksanaan pencapaian
target sesuai dengan kondisi wilayah. Dalam perspektif kebijakan yang
25
demikian, maka Pemerintah Daerah benar-benar dituntut agar mampu
melaksanakan kebijakan tersebut secara maksimal, untuk mengelola sumber
daya spesifik lokasi. Sebagai bahan perencanaan diperlukan analisis potensi
wilayah baik dalam aspek biofisik maupun sosial ekonomi. Dalam rangka
memanfaatkan potensi tersebut, peran serta masyarakat secara partisipatif
perlu didorong dan dikembangkan.
2.6. Peran Sektor Pertanian
Peranan sektor pertanian dirasa masih penting walaupun kemajuan
sektor industri berkembang begitu cepat dalam perekonomian suatu daerah.
Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian dapat dilihat dari berbagai
hal, antara lain dilihat dari masih relatif besarnya pangsa sektor pertanian
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sektor pertanian juga merupakan
pemasok bahan baku bagi industri, mampunya sektor ini menyediakan
pangan dan gizi, dapat menyerap banyak tenaga kerja dan semakin
signifikannya kontribusi sektor pertanian dalam meningkatkan ekspor
nonmigas (Soekartawi, 1996).
Peranan sektor pertanian dalam pembangunan yang utama
diantaranya adalah sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan berikut:
1. Sebagian besar penduduk di negara-negara berkembang memiliki usaha
yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.
2. Sektor pertanian di negara berkembang merupakan sumber utama untuk
pemenuhan kebutuhan pokok terutama pangan.
26
3. Sektor pertanian merupakan sumber atau penyedia input tenaga kerja
yang sangat besar untuk menunjang pembangunan sektor-sektor lainnya,
terutama industri.
4. Sektor pertanian dapat juga berperan sebagai sumber dana dan daya yang
utama dalam menggerakkan dan memacu pertumbuhan ekonomi di
sebagian besar negara berkembang.
5. Sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi hasil output sektor
modern di perkotaan yang ditumbuhkembangkan.
Pengalaman pembangunan nasional sampai dengan munculnya
krisis ekonomi pada tahun 1997 menunjukkan betapa pentingnya posisi
pembangunan pertanian dalam mendukung perekonomian nasional.
Ketahanan pangan nasional menurun secara drastis, dimana impor beras
nasional mencapai puncaknya pada tahun 1998 dan munculnya krisis
pangan (kelaparan) karena lemahnya akses pangan (daya beli) di beberapa
wilayah di tanah air. Krisis ekonomi dan pangan tersebut merefleksikan
bahwa pembangunan nasional yang tidak didasarkan atas kondisi riil
struktur perekonomian nasional akan rentan terhadap gejolak faktor
eksternal dan tidak berkelanjutan. Kondisi riil perekonomian nasional
tersebut dicirikan oleh dominasi sektor pertanian dan pedesaan dalam GDP
dan kesempatan kerja nasional. Karena itu pembangunan nasional perlu
diarahkan kepada pemanfaatan potensi sumber daya alam, peningkatan
produktivitas tenaga kerja pedesaan, dan pengembangan potensi pasar
dalam negeri yang sangat besar.
27
2.7. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu
indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tertentu. Menurut BPS
Kabupaten Batang (2012), Produk Domestik Regional Bruto yaitu data
statistik yang disajikan secara series untuk memberikan gambaran kinerja
ekonomi makro dari waktu ke waktu. Sehingga arah perekonomian
regional akan lebih jelas, serta dapat memberikan manfaat untuk berbagai
kepentingan seperti untuk perencanaan, evaluasi, maupun kajian
pembangunan ekonomi.
Pada dasarnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan
pekerjaan, pemerataan pembagian pendapatan, meningkatkan hubungan
ekonomi antar daerah/wilayah dan mengupayakan terjadinya pergeseran
kegiatan ekonomi yang semula dari sektor primer, yaitu sektor yang
bergantung pada jenis lapangan usaha pertanian serta pertambangan dan
penggalian kepada sektor sekunder (lapangan usaha industri pengolahan,
listrik, gas,dan air minum, konstruksi/bangunan) serta sektor tersier
(lapangan usaha perdagangan, hotel, dan restoran, angkutan dan
komunikasi, bank/lembaga keuangan, perusahaan persewaan, jasa
pemerintahan dan jasa swasta (BPS Kabupaten Batang, 2012).
Perhitungan PDRB menggunakan dua macam harga yaitu PDRB
atas dasar harga berlaku yaitu menggambarkan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung dengan menggunakan harga setiap tahunnya. Selain itu
ada PDRB atas harga konstan yaitu menggambarkan nilai tambah barang
28
dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu
sebagai tahun dasar perhitungannya. PDRB yang akan dianalisis adalah
PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah atas dasar harga
konstan 2000 menurut lapangan usaha periode 2004-2013 (BPS Kabupaten
Batang, 2012).
Ketersediaan data dan penyusunan PDRB ini secara berkala,
bermanfaat untuk memperoleh informasi antara lain (BPS Kabupaten
Batang, 2012):
1. Tingkat pertumbuhan ekonomi
Apabila angka-angka statistik PDRB disajikan atas dasar harga konstan
akan menunjukkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah baik
keseluruhan maupun per sektor.
2. Tingkat kemakmuran suatu daerah
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu menjamin kemakmuran
yang tinggi bagi masyarakat kalau perkembangan penduduk juga tinggi.
Tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita lebih menunjukan
perkembangan kemakmuran sebab bila dilihat dari sudut konsumsi,
berarti masyarakat akan mempunyai kesempatan untuk menikmati
barang dan jasa yang lebih banyak atau lebih tinggi kualitasnya. Untuk
mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah harus tersedia angka
pembanding dari daerah lainnya dan untuk mengetahui
perkembangannya perlu diketahui angka perkembangan pendapatan
secara berkala. Adanya angka pembanding dari pendapatan per kapita
29
dapat disimpulkan bahwa tingkat kemakmuran suatu daerah lebih baik
dari daerah lainnya. Selain itu dapat dilihat peningkatan kemakmuran
daerah tersebut dari tahun ke tahun.
3. Tingkat inflasi dan deflasi
Penyajian atas harga konstan dan atas harga berlaku dapat dipakai
sebagai indikator untuk melihat tingkat inflasi ataupun deflasi yang
terjadi.
4. Gambaran struktur perekonomian
Angka-angka yang disajikan secara sektoral memperlihatkan tentang
struktur perekonomian suatu daerah, apakah menunjukkan ke arah
daerah yang agraris atau industri. Berdasarkan data dari masing-masing
sektor dapat dilihat peranan atau sumbangan tiap sektor terhadap
jumlah pendapatan secara keseluruhan. Dengan adanya gambaran
perekonomian suatu daerah, merupakan bahan bagi para perencana
ekonomi, baik dikalangan pemerintahan maupun swasta, untuk
menentukan ke arah mana daerah tersebut akan dikembangkan.
2.8. Teori Ekonomi Basis
Teori ekonomi basis menyatakan bahwa faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan
permintaan barang dan jasa dari suatu daerah. Proses produksi di sektor
industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya produksi (SDP)
lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku, dan output-nya diekspor akan
30
menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita,
dan penciptaan peluang kerja di daerah tersebut. Pertanyaan yang muncul
dari teori ekonomi basis adalah sanggupkah setiap provinsi memanfaatkan
peluang ekspor yang ada, terutama dalam era otonomi daerah dan era
perdagangan bebas (Tambunan, 2001).
Teori ekonomi basis digunakan untuk mengetahui apakah suatu
sektor merupakan sektor basis atau non-basis. Ada beberapa metode
pengukuran dalam teori ekonomi basis, yaitu metode pengukuran langsung
dan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat
dengan survei langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang
merupakan sektor basis. Metode ini menentukan sektor basis dengan tepat.
Akan tetapi metode ini memerlukan biaya, waktu, dan tenaga kerja yang
banyak. Mengingat hal tersebut di atas, maka sebagian besar pakar ekonomi
wilayah menggunakan metode pengukuran tidak langsung. Beberapa
metode pengukuran tidak langsung, yaitu: (1) metode melalui pendekatan
asumsi; (2) metode Location Quotient; (3) metode kombinasi 1 dan 2; (4)
metode kebutuhan minimum (Budiharsono, 2001).
Menurut Arsyad (2004), Location Quotient merupakan suatu teknik
yang digunakan untuk memperluas analisis shift share. Teknik ini
membantu kita untuk menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah
dan derajad self sufficiency suatu sektor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi
suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan:
31
1. Kegiatan industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di
luar daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan industry
basic.
2. Kegiatan ekonomi atau industri yang hanya melayani pasar di daerah
tersebut. Jenis ini dinamakan industry non basic atau industri lokal.
LQ adalah suatu metode untuk menghitung perbandingan relatif
sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu daerah (Kabupaten/Kota)
terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam skala
provinsi atau nasional. Dengan kata lain, LQ dapat menghitung
perbandingan antara share output sektor i di kota dan share output sektor i
di provinsi (Bappenas, 2003) :
⁄
⁄
Keterangan:
= PDRB sektor i regional
= total PDRB regional
= PDRB sektor i nasional
= total PDRB nasional
LQi > 1 mengindikasikan ada kegiatan ekspor di sektor tersebut atau sektor
basis (B), sedangkan LQi < 1 disebut sektor nonbasis (NB). Ada beberapa
keunggulan dari metode LQ, sebagai berikut:
32
1. Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak
langsung.
2. Metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data
historis untuk mengetahui trend.
Beberapa kelemahan Metode LQ adalah:
1. Berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola
permintaan bangsa dan bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor
regional sama dengan produktivitas tiap pekerja dalam industri-industri
nasional.
2. Berasumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi.
2.9. Konsep Sektor Unggulan (Basis)
Sektor unggulan adalah sektor yang dimana keberadaannya
diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan suatu wilayah. Kriteria sektor
unggulan pun sangat bervariasi. Tergantung seberapa besar peranan sektor
tersebut dalam pembangunan wilayah. Salah satu yang dapat memengaruhi
sektor unggulan yaitu faktor anugerah (endowment factors). Dengan adanya
keberadaan sektor unggulan ini sangat membantu dan memudahkan
pemerintah dalam mengalokasikan dana yang tepat sehingga kemajuan
perekonomian akan tercapai.
Sektor basis atau sektor unggulan ini dapat mengalami kemajuan
maupun kemunduran. Hal ini tergantung pada usaha-usaha suatu wilayah
guna meningkatkan sektor unggulan tersebut. Adapun beberapa sebab
33
kemajuan sektor basis yaitu : 1) perkembangan jaringan transportasi dan
komunikasi, 2) perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah, 3)
perkembangan teknologi dan 4) adanya pengembangan prasarana ekonomi
dan sosial. Sedangkan penyebab terjadinya kemunduran pada sektor
unggulan yaitu perubahan permintaan di luar daerah dan kehabisan
cadangan sumberdaya.
Sektor unggulan sangat berperan penting pada suatu pembangunan
wilayah. Hal ini dapat dilihat pada besar kecilnya pengaruh serta
peranannya terhadap pembangunan tersebut, diantaranya (Tarigan, 2005) :
1. Sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi
2. Sektor unggulan tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang
relatif besar
3. Sektor unggulan tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi
baik ke depan maupun ke belakang.
4. Sektor unggulan tersebut mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi
2.10. Metode Analisis Sektor Unggulan
2.10.1. Metode Analisis LQ (Location Quotient)
Metode ini dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara
pendapatan di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan total semua
sektor di daerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas
terhadap pendapatan semua sektor di daerah atasnya. Ketentuan dalam
metode ini adalah jika nilai LQ > 1 maka sektor i dikategorikan sebagai
sektor basis atau sektor unggulan. Sedangkan jika nilai LQ < 1 maka sektor
34
i dikategorikan sebagai sektor non-basis atau sektor nonunggulan
(Priyarsono,et al., 2007).
Tambunan (2001), LQ adalah suatu teknik atau metode yang
digunakan untuk lebih memperluas dan memperjelas analisis Shift Share.
Dasar pemikiran metode ini atau dasar teori metode ini adalah teori basis
ekonomi.
Menurut Tarigan (2005), Metode LQ ini yaitu metode yang
membandingkan besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap
besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Analisis ini merupakan
analisis yang sederhana dan sangat menarik bila dilakukan dalam kurun
waktu tertentu.
2.10.2. Metode Analisis SS (Shift Share)
Analisis Shift Share ini pertama kali diperkenalkan oleh Perloff, et
al. pada tahun 1960. Analisis Shift Share ini merupakan metode yang
digunakan untuk menganalisis struktur perekonomian di suatu wilayah.
Selain itu dapat juga digunakan untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor
perekonomian suatu wilayah selama dua periode.
Keunggulan utama dari analisis Shift Share yaitu analisis ini
mengenai perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi
dan kesempatan kerja pada dua titik waktu di suatu wilayah. Kegunaan
Analisis SS ini yaitu melihat perkembangan dari sektor perekonomian suatu
wilayah terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas, juga
melihat perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan
35
secara relatif dengan sektor lain. Analisis ini pun dapat melihat
perkembangan dalam membandingkan besar aktivitas suatu sektor pada
wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah (Priyarsono,et al., 2007).
Menurut Budiharsono (2001), secara umum terdapat tiga
komponen pertumbuhan wilayah dalam analisis Shift Share, yaitu :
1. Komponen Pertumbuhan Nasional/PN (National Growth
Component)
Yaitu perubahan produksi atau kesempatan suatu wilayah yang
disebabkan oleh perubahan produksi atau kesempatan kerja nasional
secara umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan
dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan
wilayah misalnya devaluasi, kecenderungan inflasi, pengangguran dan
kebijakan perpajakan.
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional/PP (Proportional Mix
Growth Component)
Komponen ini tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan
produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan
dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan, subsidi, dan
price support) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.
3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah/PPW (Regional Share
Growth Component)
Komponen ini timbul karena peningkatan atau penurunan produksi atau
kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah
lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan
dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses
36
pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta
kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.
Berdasarkan ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut dapat
ditentukan dan diidentifikasikan perkembangan suatu sektor ekonomi pada
suatu wilayah. Apabila PP + PPW > 0 maka dapat dikatakan bahwa
pertumbuhan sektor ke-i di wilayah ke-j termasuk ke dalam kelompok
progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa
pertumbuhan sektor ke-i pada wilayah ke-j termasuk pertumbuhannya
lambat.
Gambar 3. Model Analisis Shift Share
Sumber: Budiharsono, 2001
2.11. Penelitian Terdahulu
Penelitian dengan pendekatan Location Quotient (LQ) dan Analisis
Shift Share (SS) sudah dilakukan sebelumnya, seperti penelitian yang telah
dilakukan oleh Ayu Sri Utami Hendriyani (2012) dengan judul “Analisis
Sektor-Sektor Unggulan Pada Perekonomian Kabupaten Cirebon (Periode
2005-2010)”. Penelitian tersebut menganalisis sektor-sektor ekonomi di
37
Kabupaten Cirebon yang termasuk sektor unggulan dalam periode 2005-
2010. Data yang digunakan yaitu PDRB Provinsi Jawa Barat tahun 2005-
2010 dan PDRB Kabupaten Cirebon dalam periode 2005-2010 atas dasar
harga konstan tahun 2000. Metode analisis penelitian ini menggunakan
metode Location Quotient (LQ) dan metode analisis Shift Share (SS) dan
alat analisis yang digunakan adalah Microsoft Excel 2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis
metode LQ, sektor-sektor perekonomian Kabupaten Cirebon yang termasuk
kedalam sektor unggulan adalah sektor pertanian, sektor
bangunan/konstruksi, sektor jasa-jasa, sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor perdagangan
hotel dan restoran. Sedangkan berdasarkan analisis Shift Share, sektor
unggulan yang mengalami pertumbuhan yang cepat yaitu terdapat pada
sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor
pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan. Sedangkan sektor yang memiliki dayasaing yang baik yaitu
sektor jasa-jasa.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka kebijakan yang
bisa diambil oleh pemerintah Kabupaten Cirebon sebagai bahan
pertimbangan adalah meningkatkan sektor jasa-jasa yang memiliki
dayasaing yang baik juga pertumbuhan yang progressive. Pemerintah
Kabupaten Cirebon pun dalam memajukan sektor jasa-jasa khususnya jasa
hiburan dan rekreasi yaitu dengan cara mengadakan pameran dan peta
wisata. Hal lain yang dapat dijadikan pertimbangan Pemerintah Kabupaten
38
Cirebon yaitu memberikan anggaran kepada sektor yang tepat yaitu sektor
jasa-jasa agar sektor-sektor tersebut dapat memberikan kontribusi yang
besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon.
Jelita Septina Jamalia (2011) dalam penelitiannya yang berjudul
“Studi Pengembangan Wilayah Kota Tangerang Selatan Melalui Pendekatan
Sektor-Sektor Unggulan”. Penelitian tersebut bertujuan untuk 1) mengetahui
sektor-sektor potensi untuk mengembangkan wilayah Kota Tangerang
Selatan. 2) mengidentifikasi sektor yang menjadi sektor unggulan dalam
pengembangan wilayah Kota Tangerang Selatan. 3) menganalisis
pertumbuhan dan dayasaing sektor-sektor unggulan wilayah Kota
Tangerang Selatan. 4) mengidentifikasi potensi dan prospek sektor pertanian
di Kota Tangerang Selatan. Data yang digunakan adalah data PDRB Kota
Tangerang Selatan periode 2007-2008 dan data PDRB Provinsi Banten
Periode 2007-2008 menurut sektor-sektor ekonomi. Metode analisis yang
digunakan adalah pendekatan Location Quotient (LQ) dan Analisis Shift
Share (SS).
Hasil penelitian dengan menggunakan Location Quotient (LQ)
menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan
di Kota Tangerang Selatan berdasarkan yang terunggul adalah Sektor
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; Sektor Jasa-Jasa; Sektor
Bangunan; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Perdagangan,
Hotel dan Restoran; Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih. Berdasarkan
Analisis Shift Share (SS) sektor unggulan yang mengalami pertumbuhan
yang cepat yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran (PPij>0). Walaupun
39
demikian, sektor perdagangan, hotel dan restoran bukan menjadi sektor
unggulan utama. Sektor dengan unggulan pertama dan memiliki
pertumbuhan yang cepat yaitu sektor keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan dan njasa-jasa. Dilihat dari dayasaingnya, bahwa sektor
perdagangan, hotel dan restoran secara ekonomi dapat bersaing dengan baik
(PPWij>0) dengan sektor ekonomi yang sama di Kabupaten/Kotamadya lain
di Provinsi Banten. Sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai laju
pertumbuhan pangsa wilayahnya terbilang baik sebesar 4 persen
dibandingkan dengan sektor-sektor unggulan maupun sektor non unggulan
yang lainnya bernilai negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor-sektor
yang nilai PPWij<0 memiliki dayasaing kurang baik pada wilayah
pembandingnya yaitu Provinsi Banten yang lebih luas.
Dari seluruh sektor-sektor unggulan Kota Tangerang Selatan, tidak
semua sektor unggulan mempunyai penyerapan tenaga kerja yang tinggi.
Sektor-sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja yang tinggi adalah
sektor unggulan perdagangan, hotel dan restoran, sektor unggulan industri
dan jasa-jasa. Oleh karena itu untuk meningkatkan perekonomian Kota
Tangerang Selatan, pemerintah hendaknya memprioritaskan dan
mengembangkan sektor-sektor unggulan dan pertumbuhan yang cepat serta
dayasaing tinggi, sektor tersebut menyerap tenaga kerja yang cukup besar.
Akan tetapi pemerintah juga tidak lupa dengan sektor yang harus
dikembangkan yaitu sektor non ungulan pertanian, sektor industri karena
melihat prospek yang bagus untuk pertumbuhan Kota serta menyerap tenaga
kerja yang besar.
40
Noeke Korsiska Dewi (2008) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pembangunan Wilayah Kecamatan Berbasis Komoditi Pertanian di
Kabupaten Ponorogo”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk
mengidentifikasi komoditi pertanian basis di Kabupaten Ponorogo,
mengidentifikasi komponen pertumbuhan pangsa wilayah komoditi
pertanian basis di Kabupaten Ponorogo dan mengidentifikasi komoditi
pertanian yang menjadi komoditi pertanian unggulan di Kabupaten
Ponorogo.
Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah deskriptif
dengan analisis data yang digunakan yaitu analisis Location Quotient (LQ),
Shift Share serta penggabungan LQ dan Shift Share. Data yang digunakan
adalah data yang berupa nilai produksi komoditi pertanian di Kabupaten
Ponorogo tahun 2004-2005, nilai produksi komoditi pertanian setiap
kecamatan di Kabupaten Ponorogo tahun 2004-2005, Ponorogo dalam
angka tahun 2004-2005 dan harga komoditi pertanian di tingkat produsen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditi pertanian di
Kabupaten Ponorogo yang menjadi komoditi pertanian basis adalah Ubi
jalar, manggis, nangka, pepaya, salak, jeruk keprok, sawo, alpukat,
belimbing, jambu air, jambu biji, durian, sirsak, melon, mangga, pisang,
rambutan, bawang putih, bawang merah, buncis, sawi, tomat, bayam, cabai
rawit, terong, kangkung, cabai besar, ketimun, labu, kacang panjang,
cengkeh, tebu, panili, lada, kakao, jahe, kopi, jambu mete, tembakau kerbau,
kuda, kambing, domba, ayam kampung, itik, mentok, sapi, kelinci tawes,
mujaer, lele, udang, katak, jati, mahoni, sono dan pinus. Kecamatan yang
41
memiliki komoditi pertanian basis terbanyak adalah Kecamatan Ngebel
yaitu sebanyak 25 komoditi sedangkan Kecamatan Ponorogo dan Jetis
memiliki jumlah komoditi pertanian basis terkecil yaitu 1 Komoditi.
Komoditi basis yang memiliki dayasaing wilayah baik di
Kabupaten Ponorogo adalah labu, buncis, bayam, kangkung, cabai rawit,
ketimun, salak, rambutan, mangga, pepaya, jambu biji, jambu air, melon,
manggis, jeruk keprok, pisang, sirsak, belimbing, nangka, cabai besar,
tomat, kopi, jambu mete, tembakau, kakao, lada, panili, tebu, ayam
kampung, kelinci, ayam ras, domba, itik, mentok, kuda, kerbau, mujaer,
katak, tawes, udang, pinus, jati, mahoni dan sono. Kecamatan Ngebel
memiliki jumlah komoditi pertanian yang mampu bersaing terbanyak yaitu
14 komoditi dan Kecamatan Ponorogo memiliki memiliki jumlah komoditi
pertanian yang mampu bersaing terkecil yaitu 1 komoditi. Komoditi
pertanian yang menjadi unggulan di Kabupaten Ponorogo adalah pepaya,
salak, jambu biji, mangga, pisang, rambutan, tomat, cabai besar, jeruk
keprok, jambu air, melon, manggis, buncis, bayam, belimbing, sirsak, tebu,
panili, kakao, kopi, jambu mete, tembakau, lada, kuda, kambing, domba,
ayam kampung, itik, mentok, kelinci, ayam ras, sapi, kerbau, tawes, mujaer,
udang, lele, katak, jati, mahoni, sono, pinus. Kecamatan Ngebel memiliki
komoditi pertanian unggulan terbanyak yaitu 12 komoditi dan Kecamatan
Ponorogo memiliki komoditi pertanian unggulan terkecil yaitu 1 komoditi.
42
2.12. Kerangka Pemikiran
Kabupaten Batang merupakan daerah yang memiliki berbagai
potensi dan letak daerah yang strategis yaitu di jalur Pantura (Pantai Utara
Jawa). Seharusnya sembilan sektor ekonomi yang dimiliki Kabupaten
Batang dapat lebih ditingkatkan agar pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Batang pun dapat meningkat yang berdampak positif terhadap kesejahteraan
masyarakat. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Batang tidak
terlepas dari adanya sektor-sektor unggulan yang dimiliki Kabupaten
Batang. Sektor pertanian di Kabupaten Batang merupakan sektor yang
mempunyai peranan dominan dalam perekonomian daerah Kabupaten
Batang. Sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian bagi
sebagian besar penduduk Kabupaten Batang dan penyumbang kontribusi
terbesar ke dua terhadap PDRB. Sektor pertanian yang terdiri dari 5 sub
sektor yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman
perkebunan, sub sektor kehutanan, sub sektor peternakan dan sub sektor
perikanan mampu menghasilkan berbagai jenis komoditi pertanian.
Disisi lain sektor pertanian dari tahun ke tahun mengalami
penurunan pertumbuhan dan kontribusinya. Maka dari itu, sektor tersebut
perlu mendapatkan perhatian lebih dalam pembangunan daerah Kabupaten
Batang mengingat terbatasnya APBD Kabupaten Batang. Upaya yang perlu
dilakukan adalah dengan menganalisis peran dan potensi semua sub sektor
pertanian untuk mendukung pertumbuhan sektor pertanian yang nantinya
dapat mendorong pertumbuhan pada sektor lainnya. Analisis ini dilakukan
dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) dan Analisis Shift
43
Share (SS). Metode LQ digunakan untuk menentukan sektor-sektor
unggulan apa sajakah yang ada di Kabupaten Batang dalam periode 2003-
2013, sedangkan metode analisis Shift Share digunakan untuk mengetahui
gambaran pertumbuhan dan daya saing sektor-sektor unggulan tersebut.
Secara skematis, kerangka pemikiran dapat dijelaskan pada
Gambar 4 sebagai berikut :
Analisis Peran Sektor Pertanian
Dalam Pembangunan Daerah di Kabupaten Batang
Sektor Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan
1. Sektor Pertanian
1) Sub Sektor Tanaman
Bahan Makanan
2) Sub Sektor Tanaman
Perkebunan
3) Sub Sektor Peteranakan
dan Hasilnya
4) Sub Sektor Kehutanan
5) Sub Sektor Perikanan
2. Sektor Pertambangan dan
Penggalian
3. Sektor Industri Pengolahan
4. Sektor Listrik, Gas, dan Air
5. Sektor Bangunan
6. Sektor Perdagangan, Hotel,
dan Restoran
7. Sektor Angkutan dan
Komunikasi
8. Sektor Keuangan, Sewa, dan
Jasa Perusahaan
9. Sektor Jasa-Jasa
Posisi Sektor Pertanian dalam Perekonomian
Kabupaten Batang
Analisis Shift
Share (SS)
Analisis Location
Quotient (LQ)
Sektor-Sektor
Unggulan
Pertumbuhan dan
Daya Saing Sektor-
Sektor Unggulan
Gambar 4. Kerangka Pemikiran
Rumusan Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian
dalam Pembangunan Pertanian di Kabupaten Batang
44
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder, yaitu data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten
Batang dan Provinsi Jawa Tengah berdasarkan harga konstan tahun 2000
pada periode tahun 2004-2013, serta data-data lain yang mendukung. Data
ini diperoleh dari BPS Pusat, BPS Provinsi Jawa Tengah, BPS Kabupaten
Batang, dan instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini,
berbagai literatur, internet dan sumber-sumber lainnya.
Penulis menggunakan data tahun 2004 sampai tahun 2013 karena
laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Batang dalam kurun waktu
tersebut mengalami peningkatan daripada tahun sebelumnya. Kabupaten
Batang pun mencapai pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 5,26 persen
walaupun mengalami penurunan kembali pada tahun 2012. Selama kurun
waktu tersebut, PDRB Kabupaten Batang juga menunjukkan tren yang
meningkat setiap tahunnya walaupun pada tahun 2012 mengalami
penurunan.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang penulis gunakan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian adalah dengan data sekunder. Data
tersebut terdiri dari PDRB sektor-sektor ekonomi menurut lapangan usaha
di Kabupaten Batang periode tahun 2004-2013 dan data PDRB sektor-sektor
45
ekonomi menurut lapangan usaha Provinsi Jawa Tengah periode tahun
2004-2013, serta data Batang Dalam Angka dan Jawa Tengah Dalam Angka
periode tahun 2004-2013. Data tersebut diperoleh dari BPS (Badan Pusat
Statistik) Kabupaten Batang, BPS Provinsi Jawa Tengah, BPS Pusat, dan
BAPEDA Kabupaten Batang. Selanjutnya, pengolahan datanya penulis
menggunakan program Microsoft Excel 2010.
3.3. Metode Analisis Data
3.3.1. Analisis LQ (Location Quotient)
Metode ini digunakan untuk melihat sektor-sektor yang termasuk
ke dalam kategori sektor unggulan. Selain itu analisis ini merupakan salah
satu indikator yang mampu menunjukkan besar kecilnya peranan suatu
sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan daerah atasnya. Dalam hal
ini dilakukan perbandingan antara pendapatan di sektor i pada daerah bawah
terhadap pendapatan total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan
di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan semua sektor di daerah
atasnya. Secara matematis, rumus LQ dapat dituliskan (Budiharsono, 2001):
Keterangan :
Sib = Pendapatan sektor i pada daerah bawah (Kabupaten Batang)
Sb = Pendapatan total semua sektor daerah bawah (Kabupaten Batang)
Sia = Pendapatan sektor i pada daerah atas (Provinsi Jawa Tengah)
Sa = Pendapatan total semua sektor daerah atas (Provinsi Jawa Tengah)
46
Ketentuan dalam metode ini adalah jika nilai LQ > 1 maka sektor i
dikategorikan sebagai sektor basis atau sektor unggulan. Nilai LQ yang
lebih dari satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa pendapatan pada sektor
i di daerah bawah lebih besar dibanding daerah atasnya dan output pada
sektor i lebih berorientasi ekspor. Artinya, peranan suatu sektor dalam
perekonomian Kabupaten Batang lebih besar daripada peranan sektor
tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah.
Sebaliknya, apabila nilai LQ < 1 maka sektor i dikategorikan
sebagai sektor non-basis atau sektor nonunggulan. Nilai LQ yang kurang
dari satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa pendapatan pada sektor i di
daerah bawah lebih kecil dibanding daerah atasnya. Artinya, peranan suatu
sektor dalam perekonomian Kabupaten Batang lebih kecil daripada peranan
sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah.
Adapun asumsi yang digunakan dalam analisis LQ yaitu :
1. Pola konsumsi rumahtangga di daerah bawah (Kabupaten Batang)
identik sama dengan pola konsumsi rumahtangga di daerah atasnya
(Provinsi Jawa Tengah)
2. Selera dan pola pengeluaran di suatu daerah dengan daerah lain di
seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah sama besarnya.
3. Setiap penduduk di Kabupaten Batang mempunyai pola permintaan
terhadap suatu barang dan jasa yang sama terhadap pola permintaan
barang dan jasa pada tingkat provinsi Jawa Tengah.
47
3.3.2. Analisis SS (Shift Share)
Pada umumnya analisis Shift Share (SS) ini dapat digunakan untuk
melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah selama
periode waktu tertentu. Selain itu, dapat juga melihat dalam daerah bawah
(Kabupaten Batang) sektor-sektor ekonomi mana saja yang memberikan
kontribusi pertumbuhan paling besar terhadap perekonomian daerah atasnya
(Provinsi Jawa Tengah) dan juga untuk mengetahui sektor mana saja yang
mengalami pertumbuhan yang paling cepat di masing-masing wilayah
bawahnya. Kegunaan lainnya, yaitu dapat melihat perkembangan suatu
wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya dan melihat perbandingan
laju sektor-sektor perekonomian disuatu wilayah dengan laju pertumbuhan
nasional serta sektor-sektornya (Budiharsono, 2001).
Adapun langkah-langkah utama dalam analisis Shift Share (SS),
yaitu sebagai berikut :
1. Menentukan wilayah yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini, wilayah
yang akan dianalisis adalah wilayah Kabupaten Batang.
2. Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis. Indikator
kegiatan ekonomi yang digunakan disini adalah pendapatan yang
dicerminkan dari nilai PDRB Kabupaten Batang dan PDRB Provinsi
Jawa Tengah. Sedangkan periode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2013.
3. Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis. Sektor ekonomi yang
akan dianalisis dalam penelitian ini adalah terfokus pada semua sektor
ekonomi berdasarkan lapangan usahanya yang terdiri dari 9 sektor,
48
yaitu: sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri
pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan/konstruksi;
perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi;
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa yang ada di
Kabupaten Batang untuk melihat peranan, pertumbuhan dan dayasaing,
serta posisi sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Batang.
Selanjutnya menganalisis peranan, pertumbuhan dan daya saing sub
sektor pertanian untuk melihat peranan dan potensi sub sektor pertanian
dalam mendukung petumbuhan sektor pertanian.
4. Menghitung perubahan indikator ekonomi (Budiharsono, 2001).
a) PDRB Provinsi Jawa Tengah dari sektor i pada tahun dasar analisis.
Yi = ∑
Keterangan :
Yi = PDRB Provinsi Jawa Tengah dari sektor i pada tahun dasar
analisis
Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun akhir
analisis
b) PDRB Provinsi Jawa Tengah dari sektor i pada tahun akhir analisis.
Y’i = ∑
Keterangan:
Y’i = PDRB Provinsi Jawa Tengah dari sektor i pada tahun akhir
analisis
Y’ij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun akhir
analisis
c) Perubahan indikator kegiatan ekonomi dirumuskan sebagai berikut:
∆ Yij = Y’ij - Yij
49
d) Presentase perubahan PDRB
persen ∆ Yij = [(Y’ij – Yij)/Yij]*100 persen
Keterangan:
∆Yij = perubahan PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Batang
Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun dasar
analisis
Y’ij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun akhir
analisis
5. Menghitung rasio indikator kegiatan ekonomi (Budiharsono, 2001).
Rasio ini digunakan untuk melihat perbandingan PDRB sektor
perekonomian di suatu daerah tertentu. Rasio tersebut terdiri dari ri, Ri,
dan Ra.
a) ri (Rasio PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Batang)
ri = (Y’ij – Yij)/Yij
Keterangan:
Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun dasar
analisis
Y’ij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun akhir
analisis
b) Ri (Rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi Jawa Tengah)
Ri = (Y’i – Yi)/Yi
Keterangan:
Yi = PDRB sektor i wilayah Provinsi Jawa Tengah pada tahun dasar
analisis
Y’i = PDRB sektor i wilayah Provinsi Jawa Tengah pada tahun akhir
analisis
50
c) Ra (Rasio PDRB pada wilayah Provinsi Jawa Tengah)
Ra = (Y’… - Y…)/Y…
Keterangan:
Y… = PDRB wilayah Provinsi Jawa Tengah pada tahun dasar
analisis
Y’…= PDRB wilayah Provinsi Jawa Tengah pada tahun akhir
analisis
6. Menghitung komponen pertumbuhan wilayah (Budiharsono, 2001).
a) Komponen Pertumbuhan Regional (PR)
PRij = (Ra) Yij
Keterangan:
PRij = komponen pertumbuhan regional sektor i untuk wilayah
Kabupaten Batang
Ra = rasio PDRB pada wilayah Provinsi Jawa Tengah
Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun dasar
analisis
b) Komponen Pertumbuhan Proposional (PP)
PPij = (Ri-Ra) Yij
Keterangan:
PPij = komponen pertumbuhan proposional sektor i untuk wilayah
Kabupaten Batang
Ri = rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi Jawa Tengah
Ra = rasio PDRB pada wilayah Provinsi Jawa Tengah
Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun dasar
analisis
Ketentuan setelah menghitung komponen PP, yaitu sebagai berikut:
a. Jika, PPij < 0 maka menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah
Kabupaten Batang laju pertumbuhannya lambat.
b. Jika, PPij > 0 maka menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah
Kabupaten Batang laju pertumbuhannya cepat.
51
c) Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
PPWij = (ri-Ri) Yij
Keterangan:
PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk
wilayah Kabupaten Batang
ri = rasio PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Batang
Ri = rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi Jawa Tengah
Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun dasar
analisis
Jika :
PPWij > 0, maka sektor i pada wilayah Kabupaten Batang
mempunyai daya saing yang tinggi dibandingkan dengan
wilayah lainnya.
PPWij < 0, maka sektor i pada wilayah Kabupaten Batang
mempunyai daya saing yang rendah dibandingkan
dengan wilayah lainnya.
7. Rumus-rumus lainnya yaitu sebagai berikut (Budiharsono, 2001):
a) Perubahan PDRB sektor i pada wilayah j (Kabupaten Batang),
dirumuskan sebagai berikut:
∆Yij = PRij + PPij + PPWij
∆Yij = Y’ij + Yij
b) Dalam bentuk persamaan matematik menjadi:
∆Yij = PRij + PPij + PPWij
Y’ij + Yij = Yij(Ra) + Yij(Ri-Ra) + Yij(ri-Ri)
52
c) Persentase ketiga pertumbuhan wilayah dirumuskan sebagai berikut:
persen PR = Ra
persen PP = Ri-Ra
persen PPW = ri-Ri
atau
persen PR = (PRij)/Yij * 100 persen
persen PP = (PPij)/Yij * 100 persen
persen PPW = (PPWij)/Yij * 100 persen
8. Menentukan kelompok sektor ekonomi yang ditentukan berdasarkan
pergeseran bersih (Budiharsono, 2001).
PBij = PPij + PPWij
Jika :
PBij > 0, menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya
progressive (maju).
PBij < 0, menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya
tidak progressive.
9. Menganalisis profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian
Untuk menganalisis profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomiannya
dapat dilakukan dengan cara menggunakan bantuan empat kuadran yang
terdapat pada garis bilangan yaitu :
Gambar 5. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian
Sumber : Priyarsono,et al. (2007)
53
Pada gambar di atas, terdapat garis yang memotong Kuadran II dan
Kuadran IV yang membentuk 45°. Garis tersebut merupakan garis yang
menunjukkan nilai pergeseran bersih.
Dalam gambar tersebut tedapat Kuadran I, II, III dan IV, maka
penjelasannya sebagai berikut :
1. Kuadran I, merupakan kuadran dimana PP dan PPW sama-sama bernilai
positif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor di wilayah yang
bersangkutan memiliki petumbuhan yang cepat (dilihat dari nilai PP-nya)
dan memiliki daya saing yang lebih baik apabila dibandingkan dengan
wilayah-wilayah lainnya (dilihat dari nilai PPW-nya).
2. Kuadran II, menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang ada di
wilayah yang bersangkutan pertumbuhannya cepat (PP-nya bernilai
positif), tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut
dibandingkan dengan wilayah lainnya kurang baik (dilihat dari PPW
yang bernilai negatif).
3. Kuadran III, merupakan kuadran dimana PP dan PPW nya bernilai
negatif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah
yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat dengan daya
saing yang kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain.
4. Kuadran IV, menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah
yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat (dilihat dari PP
yang bernilai negatif), tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor
tersebut baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya (dilihat dari
PPW yang bernilai positif).
54
BAB IV
KONDISI UMUM KABUPATEN BATANG
4.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Batang
Kabupaten Batang adalah salah satu kabupaten yang termasuk
wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Batang terletak pada koordinat
antara 6° 51’ 46” dan 7
° 11’ 47” LS dan antara 109
° 40’ 19” dan 110
° 03’
06” BT. Kabupaten Batang terletak pada jalur utama pantura Pulau Jawa
yang menghubungkan Jakarta-Surabaya yaitu terletak 100 km ke arah Barat
dari Kota Semarang. Secara geografis sebagian wilayah Kabupaten Batang
berada di wilayah pesisir, di mana salah satu batas geografis wilayah
Kabupaten Batang bagian Utara adalah Laut Jawa.
Berikut ini adalah batas-batas wilayah geografis Kabupaten
Batang :
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kabupaten kendal
Sebelah Selatan : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten
Banjarnegara
Sebelah Barat : Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan.
Luas wilayah Kabupaten Batang tercatat sebesar 78.864,17 ha atau
788,65 km2 (BPS Kab. Batang, 2012). Luas wilayah ini merupakan luas
wilayah daratan yang dimiliki oleh Kabupaten Batang. Sedangkan luas
wilayah perairan laut sebesar 24.955 ha atau 249,55 km2. Luas wilayah
perairan laut ini diperoleh berdasarkan panjang garis pantai Kabupaten
55
Batang sebesar 38,75 km dikalikan dengan luas wilayah pengelolaan laut
sebesar 4 mil atau 6,44 km.
Dari total luas wilayah yang telah disebutkan tadi, Kabupaten
Batang terbagi menjadi 15 wilayah kecamatan dengan luas masing-masing
wilayah dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut.
Gambar 6. Grafik Luas Wilayah Kabupaten Batang Menurut Kecamatan
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
Dari gambar grafik diatas, terlihat jelas kecamatan yang memiliki
wilayah terluas adalah Kecamatan Subah dengan luas wilayah 8.352,17 Ha
dan kecamatan yang memiliki wilayah terkecil adalah Kecamatan
Warungasem dengan luas 2.355,38 Ha.
Secara administratif Kabupaten Batang terdiri dari 15 (lima belas)
wilayah kecamatan. Di dalam wilayah-wilayah kecamatan tersebut terdapat
239 desa dan 9 kelurahan. Wilayah kecamatan tersebut yaitu sebagai
berikut :
56
Tabel 3. Kecamatan dan Desa/Kelurahan Kabupaten Batang
No Kecamatan Desa/Kelurahan
1. Batang Rowobelang, Cepokokuning, Pasekaran, Kalisalak, Kecepak, Klidang
Wetan, Klidang Lor, Kalipucang Wetan, Kalipucang Kulon,
Karanganyar, Denasri Wetan, Denasri Kulon, Watesalit, Proyonanggan
Tengah, Kauman, Karangasem Utara, Karangasem Selatan, Kasepuhan,
Sambong, Proyonanggan Utara, Proyonanggan Selatan.
2. Tulis Wringingintung, Sembojo, Posong, Kaliboyo, Beji, Tulis Simbangdesa,
Simbangjati, Kedungsegog, Kenconorejo, Ponowareng, Siberuk,
Kebumen, Cluwuk, Manggis, Jrakahpayung, Jolosekti.
3. Warungasem Pandansari, Kaliwareng, Pejambon, Sariglagah, Pesaren, Sidorejo,
Cepagan, Masin, Banjiran, Warungasem, Gapuro, Kalibeluk,
Sawahjoho, Candiareng, Lebo, Terban, Menguneng, Sijono.
4. Bandar Tombo, Wonomerto, Wonodadi, Pesalakan, Binangun, Sidayu, Toso,
Kluwih, Wonokerto, Bandar, Tumbrep, Tambahrejo, Pucanggading,
Candi, Wonosegoro, Simpar, Batiombo.
5. Blado Gerlang, Kalitengah, Kembanglangit, Gondang, Bismo, Keteleng,
Kalisari, Besani, Wonobodro, Bawang, Pesantren, Kambangan,
Keputon, Blado, Cokro, Selopajang Barat, Kalipancur, Selopajang
Timur.
6. Wonotunggal Silurah, Sodong, Gringgingsari, Kedungmalang, Sendang,
Wonotunggal, Brokoh, Wates, Brayo, Kemlingi, Sigayam, Kreyo,
Siwatu, Dringo, Penangkan.
7. Subah Menjangan, Karangtengah, Mangunharjo, Tenggulangharjo,
Kalimanggis, Keborangan, Jatisari, Subah, Kumejing, Durenombo,
Clapar, Adinuso, Sengon, Gondang, Kuripan, Kemiri Barat, Kemiri
Timur.
8. Gringsing Surodadi, Sentul, Plelen, Kutosari, Mentosari, Gringsing, Yosorejo,
Krengseng, Sawangan, Ketanggan, Lebo, Kebondalem, Sidorejo,
Tedunan, Madugowongjati.
9. Limpung Ngaliyan, Sukorejo, Tembok, Donorejo, Sidomulyo, Kalisalak,
Limpung, Kepuh, Sempu, Babadan, Plumbon, Amongrogo, Dlisen,
Rowosari, Pungangan, Lobang, Wonokerso.
10. Bawang Pranten, Deles, Gunungsari, Jambangan, Kebaturan, Kalirejo,
Sangubanyu, Wonosari, Jlamprang, Bawang, Candigugur, Pangempon,
Sidoharjo, Surjo, Soka, Sibebek, Getas, Pasusukan, Candirejo, Purbo.
11. Reban Pacet, Mojotengah, Cablikan, Ngroto, Ngadirejo, Reban, Tambakboyo,
Adinuso, Kumesu, Kepundung, Padomasan, Semampir, Wonosobo,
Sojomerto, Karanganyar, Polodoro, Kalisari, Sukomangli, Wonorojo.
12. Tersono Sendang, Banteng, Sumurbanger, Margosono, Sidalang, Plosowangi,
Wanar, Gondo, Rejosari Barat, Boja, Pujut, Tersono, Tanjungsari,
Kebumen, Harjowinangun Barat, Tegalombo, Kranggan, Satriyan,
Harjowinangun Timur, Rejosari Timur.
13. Kandeman Tegalsari, Kandeman, Bakalan, Lawangaji, Depok, Tragung,
Cempereng, Karanganom, Wonokerso, Ujungnegoro, Karanggeneng,
Juragan, Botolambat.
14. Pecalungan Pecalungan, Bandung, Gombong, Randu, Siguci, Pretek, Selokarto,
Gemuh, Gumawang, Keniten.
15. Banyuputih Banyuputih, Kalibalik, Sembung, Kedawung, Dlimas, Luwung,
Kalangsono, Penundan, Banaran, Timbang, Bulu.
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
57
4.2. Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Pada tahun 2013, jumlah penduduk Kabupaten Batang tercatat
sebanyak 758.735 jiwa, dengan komposisi laki-laki sebanyak 384.063 jiwa
dan perempuan sebanyak 374.672 jiwa. Selama 10 (sepuluh) tahun terakhir
yaitu dalam rentang tahun 2004-2013, tercatat bahwa jumlah penduduk di
Kabupaten Batang telah mengalami peningkatan sebesar 10,89 persen. Data
kependudukan sebagaimana disajikan pada Gambar 7 sebagai berikut :
Gambar 7. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten Batang
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2013
Pada Gambar 7 tersebut, terlihat jelas pada tahun 2013 penduduk
Kabupaten Batang mengalami peningkatan yang signifikan jika
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 penduduk
Kabupaten Batang berjumlah sebanyak 715.115 jiwa dan pada tahun 2013
mengalami peningkatan sebesar 6,10 persen menjadi 758.735 jiwa.
Sementara ditahun-tahun sebelumnya peningkatan jumlah penduduk
Kabupaten Batang rata-rata dibawah satu persen.
58
Jika dilihat dari persentase penduduk usia di atas 15 tahun menurut
jenis lapangan kerja, sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian
utama dari penduduk Kabupaten Batang. Kondisi ini terlihat dari sebanyak
37.59 persen penduduknya bekerja pada sektor ini (pertanian tanaman
pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan pertanian lainnya). Sektor
pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga tertinggi di Kabupaten
Batang. Sementara itu sektor yang menyerap tenaga kerja terendah adalah
sektor angkutan yang hanya menyerap 4,14 persen. Persentase sektor lainya
seperti sektor perdagangan, sektor industri, sektor jasa, dan sektor lainya
masing-masing menyerap tenaga kerja 17,93 persen, 17,02 persen, 12,18
persen, dan 11,14 persen. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8
sebagai berikut :
Gambar 8. Persentase Penduduk Usia >15 Tahun Menurut Jenis Lapangan Kerja
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2013
Selanjutnya persentase pencari kerja yang ada di Kabupaten Batang
81.31 persen adalah lulusan SLTA, kemudian SMP 10.25 persen, lulusan
SD 3.87 persen, sarjana muda sebesar 2.79 persen, dan lulusan sarjana
59
sebesar 1.77 persen. Dari seluruh jumlah tenaga kerja yang terdaftar di
Kantor Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Batang tercatat 60.93
persen berumur 20-44 tahun, sedangkan sisanya 29.07 persen berumur 10-
19 tahun (BPS Kabupaten Batang, 2012).
4.3. Pendidikan
Persentase penduduk berumur 5 tahun keatas dilihat dari tingkat
pendidikan yang ditamatkan terdapat 30,50 persen penduduk yang
tidak/belum tamat SD, tamat SD 41,65 persen, 16,06 tamat SMP dan 8,86
persen tamat SMA serta 2,93 persen tamat Diploma (I,II,III & IV), Akademi
dan Perguruan Tinggi.
Banyaknya sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan adalah sebagai
berikut : Taman Kanak-kanak (TK) = 242 buah, Sekolah Dasar = 458 buah,
SMP = 77 Buah, SMA/SMK = 31 buah, sedangkan di lingkungan
Departeman Agama terdapat RA/BA sebanyak 117 buah, Madrasah
Ibtidaiyah (MI) sebanyak 118 buah, Madrasah Tsanawiyah (MTs) = 32
buah, Madrasah Aliyah (MA) = 12 buah dan Madrasah Diniyah 531 buah.
4.4. Kesehatan
Sarana kesehatan merupakan bagian yang sangat penting dalam
peningkatan kesehatan masyarakat. Pada tahun 2012 sarana kesehatan yang
ada di Kabupaten Batang adalah Puskesmas 21 buah, Puskesmas Pembantu
44 buah, Balai Pengobatan Umum 11 buah. Jumlah tenaga kesehatan yang
ada pada RSUD Kabupaten Batang sebanyak 559 orang yang terdiri dari 13
dokter spesialis, 17 orang dokter umum, 2 orang dokter gigi, 250 orang
60
perawat dan selebihnya adalah tenaga apoteker, analis, non kesehatan dan
lain-lain.
4.5. Keadaan Perekonomian Daerah
Tahun 2012 pertumbuhan ekonomi nasional relatif lebih rendah
dibandingkan tahun 2011, yaitu 6,1 persen, sedangkan tahun sebelumnya
6,5 persen. Untuk Jawa Tengah, pertumbuhan ekonomi tahun 2012 relatif
lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yaitu 6.3 persen sementara tahun
2011 sebesar 6,0 persen. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Batang pada
tahun 2012 sebesar 5,02 persen, relatif lebih rendah dari tahun 2011 sebesar
5,26 persen. Laju inflasi 3,83 persen lebih tinggi dari inflasi tahun
sebelumnya sebesar 3,01 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun 2012 ini
menyebabkan rata-rata pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir
(2008-2012) mencapai 4,53 persen.
Hasil pengolahan PDRB tahun 2012 menunjukkan pertumbuhan
positif di semua sektor, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor keuangan,
persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 7,79 persen. Sektor pertanian atas
dasar harga berlaku masih tetap memberikan sumbungan terbesar yaitu
27,46 persen. Sektor industri atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan
kontribusi dari 25,61 persen pada tahun 2011 menjadi 26,02 persen pada
tahun 2012.
61
4.6. Keadaan Ekonomi Sektoral
4.6.1. Sektor Pertanian
1. Pertanian Tanaman Pangan
Produktivitas padi di Kabupaten Batang sebesar 40,24Kw/Ha.
Produksi padi pada tahun 2012 yang sebesar 1.552.854 kwintal sebagian
besar adalah padi sawah. Untuk luas panen dan produksi jagung masing-
masing sebesar 6.781 Ha dan 429.730 Kw, luas panen tanaman ketela
pohon adalah 1.151 Ha dengan produksi sebesar 218.008 Kw,
sedangkan luas panen ketela rambat 468 Ha dengan produksi sebesar
72.986 Kw.
Produksi beberapa jenis sayuran selama beberapa tahun terakhir
mengalami fluktuasi. Produksi bawang merah, bawang putih, kubis, dan
bawang daun masing-masing yaitu 2.776 Kw, 1.461 Kw, 32.614 Kw,
dan 47.174 Kw. Sedangkan produksi petai dan melinjo masing-masing
sebesar 10.493 Kw dan 23.097 Kw (Batang Dalam Angka, 2012).
2. Perkebunan
Luas tanam dan produksi perkebunan besar pada tahun 2012
mengalami sedikit penurunan untuk beberapa komoditas, diantaranya
karet dan kapok. Sedangkan luas tanaman dan produksi perkebunan
rakyat yang pada tahun ini mengalami penurunan antara lain tanaman
kelapa dengan luas 2.670,90 Ha dan produksi 3.918,835 butir, tanaman
kapok randu dengan luas tanam 805,70 Ha dan produksi 156 Kw.
62
3. Peternakan
Jenis ternak yang diusahakan di Kabupaten Batang adalah
ternak besar yang terdiri dari sapi (potong/perah), kerbau dan kuda,
sedangkan untuk jenis ternak kecil yang terdiri dari kambing, domba
dan babi serta unggas seperti ayam, itik dan angsa. Populasi ternak
besar pada tahun 2012, yaitu sapi, kerbau dan kuda masing-masing
25.945 ekor, 2.270 ekor dan 91 ekor. Kemudian populasi ternak kecil
terdiri dari kambing 67.659 ekor, domba 23.102 ekor dan babi 5.700
ekor. Sedangkan populasi unggas terdiri atas ayam 4.490.393 ekor, itik
144.549 ekor dan angsa 3.307 ekor.
Ternak yang dipotong di RPH selama tahun 2012 terdiri dari
sapi 3.415 ekor, kerbau 26 ekor, kambing 842 ekor dan domba 454
ekor. Produksi telur ayam (ayam ras dan buras) tercatat sebesar
59.478.006 butir, telur itik 8.001.714 butir dan produksi susu sapi
selama tahun ini sebanyak 105.500 liter.
4. Perikanan
Sub sektor perikanan meliputi kegiatan usaha perikanan laut dan
perikanan darat terdiri dari usaha budidaya (tambak, sawah, kolam) dan
perairan umum. Produksi perikanan jenis perikanan laut 25.860.276 Kw;
perikanan darat terdiri, ikan tambak 8.670,4 Kw; udang tambak 333,10
Kw.
5. Kehutanan
Sub sektor kehutanan mencakup dua jenis kegiatan yaitu
penebangan kayu dan pengambilan hasil hutan lainnya. Kegiatan
63
penebangan kayu menghasilkan kayu glondongan, kayu bakar, arang
dan abu, sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya
berupa kulit kayu, kopal, akar-akaran dan sebagainya.
4.6.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Di wilayah Kabupaten Batang sektor penggalian pada umumnya
adalah penggalian yang dilakukan pengusaha golongan C seluruhnya.
Komoditi yang digali antara lain: pasir, batu kali, batu kapur, dan tanah liat.
4.6.3. Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan berdasarkan jenis barang yang
dihasilkan dirinci menjadi Sembilan sub sektor yaitu: industri makanan,
minuman dan tembakau; industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki;
industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang
cetakan; industri pupuk, kimia dan barang dari karet; industri semen dan
barang lain bukan logam; industri logam dasar besi dan baja; industri alat
angkutan, mesin dan peralatan serta industri barang lainnya yang belum
tercakup di sub-sub sektor di atas.
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor ini, sektor
industri pengolahan dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu:
1. Industri Besar : jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang.
2. Industri Sedang : jumlah tenaga kerja 20 – 99 orang.
3. Industri Kecil : jumlah tenaga kerja 5 – 19 orang.
4. Kerajinan Rumah Tangga : jumlah tenaga kerja 1 – 4 orang.
64
Separuh lebih industri di Kabupaten Batang adalah industri
makanan, baik dari industri besar/sedang maupun industri kecil dan dan
kerajinan rumah tangga. Industri tersebut sebagian besar menggunakan hasil
pertanian, diantaranya: industri emping, krupuk/kripik, pengolahan hasil
laut, ricemill, tahu/tempe, dan lainnya.
Industri tekstil, kulit dan barang kulit juga merupakan andalan
sektor industri di Batang, dan pada umumnya merupakan industri
besar/sedang. Selain menyerap banyak tenaga kerja juga merupakan
komoditi ekspor.
Industri lainnya yang cukup berperan adalah industri pengolahan
kayu dan hasil hutan lainnya, seperti penggergajian kayu, komponen bahan
bangunan dari kayu, meubel, bak truk, peralatan rumah tangga dari kayu
dan sebagainya. Industri semen dan barang non mineral di Batang terdiri
dari industri batu bata, pemecah batu, paving dan barang sejenisnya. Untuk
melihat komposisi industri yang terdapat di Kabupaten Batang dapat dilihat
pada Gambar 9 sebagai berikut :
Gambar 9. Grafik Komposisi Industri Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2012
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
65
Gambar 9 tersebut memberikan gambaran komposisi jenis industri
yang terdapat di Kabupaten Batang. Adapun komposisinya adalah industri
makanan 57,32 persen; industri tekstil 23,47 persen; industri kayu 9,01
persen; non mineral 10,09 persen dan industri lainnya 0,11 persen.
Komposisi tertinggi adalah industri makanan, karena di Kabupaten Batang
memiliki berbagai macam kuliner yang tampak di sepanjang jalur Pantura.
4.6.4. Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum
Sektor ini meliputi tiga sub sektor, yaitu: sub sektor listrik, sub
sektor gas, sub sektor air minum. Dari ketiga sub sektor tersebut, di
Kabupaten Batang hanya dua sub sektor yaitu sub sektor listrik dan sub
sektor air minum. Pada sub sektor listrik, aktifitas yang dicakup meliputi
usaha listrik yang diusahakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Sedangkan sub sektor air minum meliputi kegiatan penjernihan air minum
yang dikelola oleh perusahaan air minum yang merupakan public service.
Kebutuhan energi listrik terus meningkat sejalan dengan roda
perekonomian daerah. Jumlah energi listrik yang terjual selama tahun 2012
sebesar 292.577.027 Kwh. Energi listrik tersebut sebagian besar
dimanfaatkan oleh rumah tangga. Dari tahun 2003 hingga 2012 banyaknya
pemakaian listrik yang disalurkan terus mengalami peningkatan tiap
tahunnya. Namun, pada tahun 2007 sempat mengalami penurunan sebesar
3,93 persen dari tahun sebelumnya dan pada tahun selanjutnya terus
mengalami peningkatan, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 10
sebagai berikut:
66
Gambar 10. Grafik Banyaknya Pemakaian Listrik yang Disalurkan
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2003-2012 (diolah)
Jumlah pelanggan listrik di Kabupaten Batang adalah pelanggan
rumah tangga yang mencapai 94,32 persen; industri 0,004 persen; dan
pelanggan lainnya (kantor, sarana social dan lain-lain) 5,64 persen. Adapun
grafiknya dapat dilihat pada Gambar 11 sebagai berikut :
Gambar 11. Grafik Jumlah Pelanggan Listrik di Kabupaten Batang
Tahun 2012
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
67
Dari gambar 11 tersebut, terlihat pelanggan listrik tertinggi adalah
pelanggan rumah tangga yang berjumlah 143.702 rumah tangga dan
pelanggan listrik terendah adalah pelanggan industri yang berjumlah 60
industri. Sementara itu, pelanggan lainnya yang berjumlah 8.591 pemakai
listrik meliputi sarana sosial dan fasilitas umum.
Jumlah pelanggan tersebut dari tahun 2003 hingga tahun 2012 terus
mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan setiap tahunnya
sebesar 7,29 persen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 12
sebagai berikut :
Gambar 12. Grafik Pertumbuhan Pelanggan PT PLN Persero Tahun 2003-2012
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2003-2012 (diolah)
68
Dari grafik tersebut, terlihat jelas pelanggan listrik mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan tertinggi terlihat pada tahun 2011
yang berjumlah 137.472 pelanggan jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, yaitu tahun 2010 yang berjumlah 120.900 pelanggan.
Sementara peningkatan jumlah pelanggan listrik terendah terjadi pada tahun
2009 yang berjumlah 114.901 pelanggan jika dibandingkan tahun
sebelumnya tahun 2008 yang berjumlah 110.475 pelanggan.
Sedangkan kebutuhan air bersih dari tahun ke tahun juga
mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 air bersih yang disalurkan oleh
PDAM Kabupaten Batang sebanyak 5.999.427 m3, dari jumlah tersebut
sebagian besar disalurkan pada rumah/tempat tinggal 84,00 persen, umum
7,86 persen, sisanya disalurkan pada badan sosial/rumah sakit/tempat ibadah
fasilitas umum, instansi pemerintah dan perusahaan/toko. Dari tahun 2003
hingga 2012 jumlah pelanggan PDAM terus mengalami peningkatan tiap
tahunnya, dengan rata-rata peningkatan tiap tahun sebesar 7,96 persen,
selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 13 sebagai berikut :
69
Gambar 13. Grafik Pertumbuhan Jumlah Pelanggan PDAM
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2003-2012 (diolah)
4.6.5. Sektor Bangunan
Sektor bangunan mencakup kegiatan kontruksi di wilayah
Kabupaten Batang yang dilakukan oleh kontraktor umum, yaitu perusahaan
yang melakukan pekerjaan kontruksi untuk pihak lain, maupun oleh
kontraktor khusus, yaitu unit usaha atau individu yang melakukan kegiatan
kontruksi.
4.6.6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Sektor ini terdiri dari tiga sub sektor yaitu sub sektor perdagangan
besar dan eceran, hotel, dan sub sektor restoran/rumah makan. Pada
dasarnya kegiatan yang dicakup meliputi kegiatan perdagangan, penyediaan
akomodasi/hotel serta penjualan makanan dan minuman (seperti restoran,
warung kedai, pedagang keliling dan sejenisnya).
70
4.6.7. Sektor Angkutan dan Komunikasi
Jalan sebagai sarana penunjuang transportasi memiliki peran
penting khususnya transportasi darat. Panjang jalan di Kabupaten Batang
tahun 2012 mencapai 579,53 Km dari panjang jalan tersebut 39,10 persen
dalam kondisi baik, 27,72 persen sedang, dan 33,18 persen rusak.
Gambar 14. Grafik Kondisi Jalan di Kabupaten Batang tahun 2012
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
Sub sektor pengangkutan secara umum digolongkan menjadi
kegiatan pengangkutan darat (yang terdiri dari kegiatan angkutan kereta api
dan angkutan jalan raya), angkutan sungai dan danau, angkutan laut serta
angkutan udara. Jasa penunjang angkutan adalah suatu jenis kegiatan yang
menunjang kegiatan pengangkutan seperti terminal/pelabuhan, keagenan,
ekspedisi, bongkar muat, pergudangan dan jalan tol.
Sub sektor komunikasi meliputi kegiatan pengiriman berita/warta,
telepon, telegram, teleks dan sejenisnya. Sebagian besar jasa pelayanan
pengangkutan dan komunikasi ini ditujukan untuk kepentingan umum dan
dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditujuk seperti
PT Telkom, PT Pos Indonesia, PT Kereta Api Indonesia dan lain-lain.
71
4.6.8. Sektor Keuangan, Sewa, dan Jasa Perusahaan
1. Sub Sektor Perbankan
Perbankan adalah suatu kegiatan pemberian pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan kegiatan operasional bank yang antara lain
meliputi: simpanan dalam bentuk giro dan tabungan, pemberian kredit,
pembuatan rekening koran, pengiriman uang, menjual dan membeli
surat-surat berharga, memberikan jaminan bank, menyewakan tempat
menyimpan barang-barang berharga, melaksanakan kliring dan
sebagainya.
2. Sub Sektor Lembaga Keuangan Bukan Perbankan
Yang termasuk lembaga keuangan bukan bank meliputi
perusahaan asuransi, perusahaan pegadaian dan koperasi.
3. Sub Sektor Sewa Bangunan
Sub sektor ini mencakup semua kegiatan jasa atas penggunaan
bangunan baik sebagai tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal.
4. Sub Sektor Jasa Perusahaan
Cakupan dari sub sektor jasa perusahaan meliputi kegiatan
pemberian jasa hukum dan notaris, jasa angkutan dan pembukuan, jasa
pengolahan dan penyajian data, jassa teknik dan arsitektur, jasa
periklanan, jasa riset dan jasa perusahaan lainnya. Semua jasa ini
biasanya diberikan berdasarkan sejumlah bayaran atau kontrak.
72
4.6.9. Sektor Jasa-Jasa
Sektor ini mencakup empat sub sektor yaitu sub sektor jasa
pemerintah dan hankam, sub sektor jasa sosial dan kemasyarakatan, jasa
hiburan serta jasa perorangan dan rumah tangga.
1. Sub Sektor Jasa Pemerintah dan Hankam
Cakupan sub sektor jasa pemerintah dan hankam adalah seluruh
pegawai negeri sipil, TNI dan kepolisian yang benar-benar bekerja di
wilayah Kabupaten Batang.
2. Sub Sektor Jasa Sosial Kemasyarakatan
Sub sektor ini mencakup kegiatan jasa pendidikan, jasa
kesehatan dan jasa sosial kemasyarakatan lainnya seperti palang merah
Indonesia, panti asuhan, panti wreda, yayasan pemeliharaan anak cacat,
rumah ibadah dan sejenisnya, terbatas yang dikelola oleh swasta saja.
3. Sub Sektor Jasa hiburan dan Rekreasi
Kegiatan yang dicakup dalam sub sektor ini adalah seluruh
kegiatan perusahaan/lembaga swasta yang bergerak dalam jasa hiburan,
rekreasi dan kebudayaan, seperti pembuatan dan distribusi film,
penyiaran radio dan televisi, produksi dan pertujukan sandiwara, tari,
musik, serta jasa rekreasi lainnya seperti gelanggang pacuan, sirkus,
taman hiburan dan klub malam. Juga termasuk disini penggubah lagu,
penulis buku, pembuatan lukisan dan sebagainya.
73
4. Sub Sektor Jasa Perorangan dan Rumah Tangga
Sub sektor ini mencakup segala jenis kegiatan jasa yang pada
umumnya melayani perorangan dan rumah tangga, yang terdiri atas:
a. Jasa perbengkelan/reparasi kendaraan bermotor meliputi perbaikan
kecil-kecilan dari kendaraan roda dua, tiga, dan empat seperti mobil
pribadi, mobil umum, bemo, sepeda montor dan sebagainya.
b. Jasa reparasi lainnya seperti perbaikan/reparasi jam, TV, kulkas,
mesin jahit, sepeda, dan barang-barang rumah tangga lainya.
c. Jasa pembantu rumah tangga termasuk koki, tukang kebun, penjaga
malam, pengasuh bayi dan anak, dan sebagainya.
d. Jasa perorangan lainnya seperti tukang binatu, pemangkas rambut,
tukang jahit, tukang semir sepatu dan sandal, dan lain sebagainya.
74
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Sektor-sektor Unggulan Kabupaten Batang Periode 2004-2013
Berdasarkan Pendekatan Location Quotient (LQ)
Untuk mengetahui sektor unggulan, pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Location Quotient (LQ).
Pada umumnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah indikator
pendekatan LQ, sehingga dapat lebih menspesifikasi antara sektor unggulan
dan sektor nonunggulan yang perannya berkaitan dengan pendapatan dan
pertumbuhan wilayah Kabupaten Batang.
Penelitian ini menggunakan data PDRB Atas Dasar Harga Konstan
2000 baik PDRB Kabupaten Batang maupun PDRB Provinsi Jawa Tengah.
Periode yang digunakan dari tahun 2004 hingga 2013. Penelitian ini
menggunakan periode tersebut dikarenakan laju pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Batang pada tahun 2004 hingga tahun 2013 lebih besar daripada
tahun-tahun sebelumnya dan mengalami peningkatan setiap tahunnya,
walaupun mengalami perlambatan pada tahun 2006 dan 2012.
Nilai LQ merupakan indikator untuk menyatakan sektor unggulan
dan nonunggulan. Ketika suatu sektor memiliki nilai LQ lebih besar dari
satu maka sektor tersebut termasuk kedalam sektor unggulan, yang artinya
peranan suatu sektor dalam perekonomian Kabupaten Batang lebih besar
daripada peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa
Tengah. Hasil perhitungan analisis LQ menurut pendekatan pendapatan
untuk seluruh sektor yang ada di Kabupaten Batang, yaitu sebagai berikut :
75
Tabel 4. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Batang Tahun 2004-
2013
* Angka sementara
Sumber : BPS Kabupaten Batang & BPS Jawa Tengah Tahun 2003-2012 (diolah)
Berdasarkan nilai rata-rata LQ pada tabel di atas, sektor ekonomi
yang termasuk pada sektor unggulan di Kabupaten Batang yaitu:
1. Sektor Pertanian
Selama periode 2004–2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya
kontribusi sektor pertanian dalam perekoniman Kabupaten Batang lebih
besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi
Jawa Tengah. Pesatnya pertumbuhan sektor ini juga dikarenakan
ketersediaan kekayaan alam yang melimpah di Kabupaten Batang.
Kabupaten Batang merupakan salah satu daerah produsen beras yang
terletak di jalur pantura. Selain itu, kontribusi sektor pertanian terhadap
PDRB Kabupaten Batang memberikan andil terbesar ke dua setelah
sektor industri pengolahan. Sektor ini pun menyerap tenaga kerja
terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya.
Rata-rata Keterangan
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013*) LQ
1. Pertanian 1,28 1,28 1,30 1,34 1,39 1,39 1,41 1,44 1,43 1,45 1,37 Unggulan
2. Pertambangan dan Penggalian 1,44 1,34 1,22 1,20 1,20 1,20 1,18 1,18 1,17 1,16 1,23 Unggulan
3. Industri Pengolahan 0,91 0,91 0,90 0,89 0,85 0,85 0,84 0,84 0,84 0,84 0,87 Nonunggulan
4. Listrik, Gas dan Air Minum 0,88 0,94 1,12 1,12 1,13 1,12 1,10 1,08 1,09 1,07 1,06 Unggulan
5. Bangunan 1,05 1,05 1,07 1,07 1,07 1,06 1,04 1,02 1,02 1,02 1,05 Unggulan
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 0,80 0,80 0,79 0,78 0,79 0,78 0,78 0,77 0,77 0,78 0,78 Nonunggulan
7. Pengangkutan dan Komunikasi 0,79 0,77 0,76 0,73 0,72 0,73 0,73 0,73 0,73 0,72 0,74 Nonunggulan
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,99 1,00 1,01 1,02 1,03 1,00 1,02 1,03 1,02 1,01 1,01 Unggulan
9. Jasa-jasa 1,16 1,18 1,18 1,19 1,25 1,29 1,31 1,34 1,37 1,38 1,26 Unggulan
Lapangan UsahaTahun
76
2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Pada periode 2004-2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya
kontribusi sektor pertambangan dan penggalian dalam perekonomian
Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam
perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sektor ini merupakan sektor
unggulan peringkat kedua setelah sektor pertanian.
Di wilayah Kabupaten Batang sektor penggalian pada umumnya
adalah penggalian yang dilakukan pengusaha golongan C seluruhnya.
Komoditi yang digali antara lain: pasir, batu kali, batu kapur, dan tanah
liat.
3. Sektor Jasa-jasa
Pada periode 2004-2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya
kontribusi sektor jasa-jasa dalam perekonomian Kabupaten Batang lebih
besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi
Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan terjadinya pertumbuhan yang cepat
akibat banyaknya penambahan jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan,
rekreasi, jasa perorangan dan rumah tangga. Jasa sosial kemasyarakatan
seperti dibukanya rumah sakit swasta, klinik swasta, sekolah-sekolah
swasta, lembaga kursus, riset atau penelitian, palang merah, panti
asuhan, panti wedra, Yayasan Pemeliharaan Anak Cacat (YPAC), rumah
ibadah dan sejenisnya, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun
swasta yang ada di Kabupaten Batang.
Jasa rekreasi di Kabupaten Batang juga terus berkembang yang
diantaranya pengadaan bioskop, klub malam, taman hiburan, kolam
77
renang dan kegiatan hiburan lainnya. Sedangkan jasa perseorangan dan
rumah tangga juga mengalami peningkatan seperti jasa-jasa reparasi
alat-alat rumah tangga, pemangkas rambut dan salon kecantikan,
elektronik, foto studio, tukang jahit, pembantu rumah tangga dan lain
sebagainya.
4. Sektor Bangunan
Pada periode 2004-2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya
kontribusi sektor bangunan dalam perekonomian Kabupaten Batang
lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian
Provinsi Jawa Tengah. Sektor ini berkembang pesat karena didukung
kondisi kurangnya bangunan-bangunan fasilitas umum dan kebutuhan
perumahan warga di daerah Kabupaten Batang. Mengingat pertumbuhan
jumlah penduduk setiap tahunnya mengalami peningkatan, maka
kebutuhan akan bangunan berupa rumah juga meningkat.
Sektor bangunan ini mencakup kegiatan pembangunan fisik ,
baik yang digunakan sebagai tempat tinggal atau sarana lainnya yang
dilakukan oleh perusahaan kontruksi maupun yang dilakukan oleh
perorangan. Misalnya kondisi terkini Kabupaten Batang membangun
berbagai infrastruktur seperti jalan desa, sarana irigasi dan sebagainya.
Bangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Batang dengan tujuan agar
fasilitas-fasilitas umum untuk masyarakat Kabupaten Batang dapat
menjadi jauh lebih berkembang dan lengkap.
78
5. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum
Jika dilihat dari hasil analisis LQ diatas, sektor ini sempat bukan
merupakan sektor unggulan yaitu pada tahun 2004 dan 2005, namun
pada tahun selanjutnya dimulai dari tahun 2006 ke atas masuk ke dalam
golongan sektor unggulan. Pada periode 2004-2013 berdasarkan nilai
rata-rata koefisien LQ > 1, maka artinya kontribusi sektor listrik, gas,
dan air minum dalam perekonomian Kabupaten Batang lebih besar
daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa
Tengah.
Sektor listrik, gas dan air minum mengalami pertumbuhan yang
pesat karena didorong oleh kebutuhan listrik dan air minum oleh rumah
tangga dan industri di Kabupaten Batang. Selain itu, sektor ini memiliki
peran yang sangat penting karena sebagai sumber utama energi
penggerak mesin-mesin produksi pada industri pengolahan. Untuk itu
perlu adanya dorongan yang kuat oleh pemerintah Kabupaten Batang.
6. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Pada periode 2003-2012, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya
kontribusi sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dalam
perekonomian Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sektor
tersebut dalam perekonomian provinsi Jawa Tengah. Di Kabupaten
Batang kegiatan asuransi, dana pensiun, pegadaian, koperasi simpan
pinjam, dan lembaga pembiayaan mengalami peningkatan setiap
tahunnya.
79
Hal ini didukung oleh meningkatnya sektor pertanian, jasa-jasa
dan sektor unggulan lainnya yang menyebabkan sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan pun meningkat. Sedangkan sektor
persewaan di Kabupaten Batang mencakup kegiatan usaha persewaan
bangunan dan tanah, baik yang menyangkut bangunan tempat tinggal
maupun sarana fasilitas umum. Sedangkan sektor jasa perusahaan di
Kabupaten Batang mencakup kegiatan pemberian jasa hukum, jasa
pengolahan dan penyajian data, jasa bangunan atau arsitek dan teknik,
jasa periklanan dan riset pemasaran, serta jasa persewaan mesin,
peralatan, dan lain sebagainya.
Berdasarkan analisis LQ pada Tabel 4, adapun sektor-sektor
perekonomian Kabupaten Batang yang termasuk ke dalam sektor
nonunggulan yaitu : sektor industri pengolahan; sektor perdagangan,
restoran dan hotel; dan sektor pengangkutan dan komunikasi.
5.2. Pertumbuhan dan Dayasaing Sektor Pertanian Berdasarkan Analisis
Shift Share (SS)
5.2.1. Pertumbuhan Total PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2004-2013
Berdasarkan nilai riil PDRB Kabupaten Batang pada tahun 2004
atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah sebesar Rp 1,92 triliun dan
meningkat pada tahun 2013 menjadi Rp 2,75 triliun, sehingga pada
periode 2004-2013 terjadi peningkatan dengan pertumbuhan sekitar Rp
0,83 triliun. Persentase pertumbuhan PDRB Kabupaten Batang pada
periode 2004 hingga 2013 menunjukkan peningkatan sebesar 43,12 persen
(Tabel 5).
80
Pada Tabel 5 terlihat jelas bahwa persentase pertumbuhan sektor
perekonomian tertinggi adalah sektor listrik, gas dan air minum yaitu
sebesar 95,19 persen. Sektor tersebut mengalami pertumbuhan yang pesat,
karena didukung oleh meningkatnya pendapatan masyarakat yang
tercermin dari pertumbuhan PDRB tiap tahunnya meningkat. Peningkatan
rata-rata dari tahun 2004 hingga 2013 sebesar 3,87 persen. Di sisi lain
pertumbuhan sektor industri pengolahan dan sektor bangunan juga sangat
mempengaruhi kebutuhan listrik, karena pada sektor indusri listrik
merupakan sumber energi yang sangat mendukung proses produksi seperti
pengerak mesin-mesin industri dan peralatan pendukung lainnya.
Sementara pada sektor bangunan, dengan meningkatnya industri
perumahan maka jumlah kebutuhan listrik pun meningkat. Pada tahun
2004 kontribusi sektor listrik, gas dan air minum terhadap PDRB
Kabupaten Batang adalah sebesar Rp 13,27 miliar dan meningkat pada
tahun 2013 menjadi sebesar Rp 25,91 miliar, terjadi peningkatan sebesar
Rp 12,64 miliar dengan persentase pertumbuhan 95,19 persen. Adapun
tabel pertumbuhan pertumbuhan PDRB Kabupaten Batang, yaitu sebagai
berikut :
81
Tabel 5. Perubahan PDRB Kabupaten Batang Menurut Lapangan Usaha
Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2004 dan 2013 (juta
rupiah)
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Persentase pertumbuhan sektor perekonomian terendah terjadi
pada sektor pertanian yang tumbuh sebesar 22,32 persen. Pada tahu 2004
kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Batang adalah
sebesar Rp 518,43 miliar dan meningkat pada tahun 2013 menjadi sebesar
Rp 668,02 miliar. Selama periode 2004 hingga 2013 sektor ini meningkat
sebesar Rp 149,59 miliar. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya
pertumbuhan sektor pertanian diantaranya faktor iklim yang tidak menentu
yang mengakibatkan gagal panen, kekeringan pada musim kemarau
panjang akibat pendangkalan sungai-sungai yang digunakan sebagai
irigasi pada lahan pertanian, mahalnya harga pupuk dan obat-obatan serta
maraknya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian sehingga
mempengaruhi produktivitas hasil pertanian. Berdasarkan data yang
bersumber dari BPS Jawa Tengah tahun 2012, pada tahun 2008 hingga
2012 konversi lahan sawah menjadi lahan non sawah yaitu seluas 88
Persen
2004 2013 % ∆ PDRB
1. Pertanian 518.432,69 668.023,87 149.591,18 28,85
2. Pertambangan dan Penggalian 27.027,50 35.794,26 8.766,77 32,44
3. Industri Pengolahan 565.348,09 754.637,61 189.289,52 33,48
4. Listrik, Gas dan Air Minum 13.274,51 25.910,15 12.635,64 95,19
5. Bangunan 110.361,49 168.596,88 58.235,39 52,77
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 321.473,64 481.033,63 159.559,99 49,63
7. Pengangkutan dan Komunikasi 72.575,58 109.106,18 36.530,61 50,33
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 67.336,02 113.245,35 45.909,33 68,18
9. Jasa-jasa 223.150,63 390.132,30 166.981,68 74,83
Jumlah Total PDRB 1.918.980,13 2.746.480,23 827.500,10 43,12
TahunLapangan Usaha ∆ PDRB
82
hektar. Pada tahun 2008 lahan sawah seluas 22.568 hektar menjadi 22.480
hektar pada tahun 2012.
Sementara itu, hal yang sama terjadi pada Provinsi Jawa Tengah,
pada tahun 2004 nilai riil PDRB Provinsi Jawa Tengah atas dasar harga
konstan 2000 adalah sebesar Rp 135,79 triliun dan meningkat pada tahun
2013 menjadi Rp 223,10 triliun (Tabel 6). Sedangkan pertumbuhan PDRB
Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan sebesar Rp 87,31 triliun
(64,30 persen).
Pada Tabel 6 terlihat jelas bahwa persentase pertumbuhan sektor
ekonomi tertinggi adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar
88,24 persen. Sektor ini pada tahun 2004 memberikan kontribusi terhadap
PDRB Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 1,33 triliun dan pada tahun 2013
meningkat menjadi Rp 2,50 triliun. Sedangkan persentase laju
pertumbuhan sektor ekonomi terendah terjadi pada sektor pertanian, yaitu
sebesar 331,14 persen. Pada tahun 2004 kontribusi sektor pertanian
terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar Rp 28,60 triliun dan
meningkat pada tahun 2013 menjadi Rp 37,51 triliun. Selama periode
2004 hingga 2013 sektor ini mengalami peningkatan sebesar Rp 8,90
triliun.
Sektor yang memiliki nilai perubahan PDRB terbesar dan
terendah. Sektor yang memiliki perubahan nilai PDRB terbesar yaitu
sektor industri pengolahan sebesar Rp 29,10 triliun. Nilai ini diperoleh dari
selisih antara PDRB sektor industri pengolahan tahun 2013 sebesar Rp
44,00 triliun dengan PDRB sektor industri pengolahan tahun 2004 sebesar
83
Rp 73,10 triliun. Adapun selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6 di
bawah ini :
Tabel 6. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan
Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2004 dan 2013
(juta rupiah)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Sektor yang mengalami perubahan PDRB terendah yaitu sektor
listrik, gas dan air minum yaitu sebesar Rp 908,08 miliar. Nilai ini
diperoleh dari selisih antara PDRB sektor listrik, gas dan air minum tahun
2013 sebesar Rp 1,97 triliun dengan PDRB sektor listrik, gas dan air
minum tahun 2004 sebesar Rp 1,06 miliar.
5.2.2. Rasio PDRB Total dan Sektoral Kabupaten Batang dan Provinsi
Jawa Tengah tahun 2004-2013
Semua sektor perekonomian Kabupaten Batang dan Provinsi
Jawa Tengah pada umumnya mengalami peningkatan. Di setiap sektor
perekonomian mempunyai rasio yang berbeda-beda baik pada PDRB
Kabupaten Batang maupun Provinsi Jawa Tengah. Rasio yang dimiliki
setiap sektor pada umumnya terlihat terlihat dari nilai Ra, Ri dan ri. Nilai
Persen
2004 2013 % ∆ PDRB
1. Pertanian 28.606.237,28 37.513.957,62 8.907.720,34 31,14
2. Pertambangan dan Penggalian 1.330.759,58 2.504.980,10 1.174.220,52 88,24
3. Industri Pengolahan 43.995.611,83 73.092.337,30 29.096.725,47 66,14
4. Listrik, Gas dan Air Minum 1.065.114,58 1.973.195,73 908.081,15 85,26
5. Bangunan 7.448.715,40 13.449.631,46 6.000.916,06 80,56
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 28.343.045,24 50.209.544,03 21.866.498,79 77,15
7. Pengangkutan dan Komunikasi 6.510.447,43 12.238.463,10 5.728.015,67 87,98
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4.826.541,38 9.073.225,04 4.246.683,66 87,99
9. Jasa-jasa 13.663.399,59 23.044.405,96 9.381.006,37 68,66
Jumlah Total PDRB 135.789.872,31 223.099.740,34 87.309.868,03 64,30
∆ PDRBLapangan UsahaTahun
84
Ra diperoleh dari perhitungan selisih antara jumlah PDRB Provinsi Jawa
Tengah tahun 2013 dengan Jumlah PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun
2004 dibagi dengan jumlah PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun 2004.
Antara tahun 2004-2013 nilai Ra adalah sebesar 0,64 (Tabel 6) Hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah
meningkat sebesar 0,64.
Nilai Ri diperoleh dari perhitungan selisih antara PDRB Provinsi
Jawa Tengah sektor i pada tahun 2013 dengan PDRB Provinsi Jawa
Tengah sektor i pada tahun 2004 dibagi dengan PDRB Provinsi Jawa
Tengah sektor i tahun 2004. Kontribusi pada setiap sektor perekonomian
mengalami peningkatan, sehingga seluruh sektor perekonomian memiliki
nilai Ri yang positif.
Nilai Ri terbesar terdapat pada sektor pertambangan dan
penggalian; sektor pengangkutan dan komunikasi; dan sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, ketiga sektor tersebut memiliki nilai yang
sama yaitu sebesar 0,88. Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan sektor
tersebut adalah terbesar dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah.
Sedangkan nilai Ri terkecil terdapat pada sektor pertanian, yaitu sebesar
0,31. Hal ini terjadi karena sektor pertanian mengalami laju pertumbuhan
yang rendah. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7, sebagai berikut:
85
Tabel 7. Rasio PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah
Sumber : BPS Kabupaten Batang & Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Selanjutnya nilai ri diperoleh dari perhitungan selisih antara
PDRB sektor i di Kabupaten Batang tahun 2013 dengan PDRB sektor i
Kabupaten Batang tahun tahun 2004 dibagi dengan PDRB Kabupaten
Batang sektor i tahun 2004. Nilai ri terbesar terdapat pada sektor listrik,
gas dan air minum, yaitu sebesar 0,95 karena sektor ini didukung oleh
peningkatan kebutuhan listrik dan peningkatan jumlah pelanggan listrik
maupun pelanggan PDAM yang setiap tahunnya meningkat.
Sedangkan nilai ri terkecil terdapat pada sektor pertanian yaitu
sebesar 0,29. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yang diantaranya
faktor kekeringan, cuaca yang tidak menentu yang mengakibatkan gagal
panen, mahalnya sarana produksi pertanian, maraknya konversi lahan
pertanian menjadi nonpertanian sehingga sektor pertanian mengalami laju
pertumbuhan yang menurun dan kecil.
1. Pertanian 0,64 0,31 0,29
2. Pertambangan dan Penggalian 0,64 0,88 0,32
3. Industri Pengolahan 0,64 0,66 0,33
4. Listrik, Gas dan Air Minum 0,64 0,85 0,95
5. Bangunan 0,64 0,81 0,53
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 0,64 0,77 0,50
7. Pengangkutan dan Komunikasi 0,64 0,88 0,50
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,64 0,88 0,68
9. Jasa-jasa 0,64 0,69 0,75
riRiLapangan Usaha Ra
86
5.2.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Batang Tahun
2004-2013
Suatu pembangunan wilayah dipengaruhi oleh faktor-faktor
komponen pertumbuhan wilayah. Komponen pertumbuhan wilayah
tersebut terdiri dari komponen pertumbuhan regional (PR), komponen
pertumbuhan proporsional (PP), dan komponen pertumbuhan pangsa
wilayah (PPW).
Komponen pertumbuhan regional diperoleh dari hasil perhitungan
antara rasio PDRB Provinsi Jawa Tengah (Ra) dikali dengan PDRB
Kabupaten Batang sektor i tahun tahun dasar analisis (2004). Ketiga
komponen pertumbuhan wilayah tersebut terjadi disebabkan oleh adanya
perubahan kebijakan ekonomi di tingkat provinsi dan adanya perubahan
dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian pada sektor-sektor
perekonomian Kabupaten Batang. Jika dilihat secara keseluruhan,
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2004 hingga
2013 telah mempengaruhi peningkatan PDRB Kabupaten Batang sebesar
Rp 1,23 triliun (64,30 persen).
Berdasarkan Tabel 8, sektor-sektor perekonomian yang ada di
Kabupaten Batang mengalami peningkatan kontribusi. Sektor
perekonomian yang memiliki peningkatan kontribusi terbesar yaitu
terdapat pada sektor industri pengolahan sebesar Rp 363,50 miliar. Hal ini
didorong dengan adanya peningkatan jumlah unit usaha industri yang
terdapat di Kabupaten Batang. Peningkatan rata-rata jumlah usaha industri
dari tahun 2005 hingga 2012 sebanyak 77 unit usaha industri (BPS
87
Kabupaten Batang, 2012). Sedangkan sektor yang memiliki kontribusi
terendah yaitu sektor listrik, gas dan air minum sebesar Rp 70,96 miliar.
Sementara itu, sektor pertanian mengalami peningkatan kontribusi terbesar
kedua yaitu Rp 333,34 miliar. Adapun selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel di bawah ini :
Tabel 8. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten
Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Tahun
2004-2013
Sumber : BPS Kabupaten Batang & Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa sektor industri
pengolahan dan sektor pertanian merupakan sektor yang sangat
dipengaruhi oleh perubahan kebijakan pemerintah di tingkat Provinsi Jawa
Tengah. Jika terjadi perubahan kebijakan pemerintah, maka kontribusi
sektor tersebut beserta subsektornya akan mengalami perubahan.
Selanjutnya pertumbuhan proporsional, diperoleh dari hasil kali
antara PDRB Kabupaten Batang sektor i tahun dasar analisis (2004)
dengan selisih antara Ri dan Ra. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada
Tabel 9 sebagai berikut:
Juta Rupiah % PRij
1. Pertanian 333.340,69 64,30
2. Pertambangan dan Penggalian 17.378,08 64,30
3. Industri Pengolahan 363.506,25 64,30
4. Listrik, Gas dan Air Minum 8.535,21 64,30
5. Bangunan 70.959,98 64,30
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 206.700,40 64,30
7. Pengangkutan dan Komunikasi 46.664,48 64,30
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 43.295,56 64,30
9. Jasa-jasa 143.480,89 64,30
Total 1.233.861,54
Lapangan UsahaPertumbuhan Regional (PRij)
88
Tabel 9. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten
Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional,
Tahun 2004-2013
Sumber : BPS Kabupaten Batang & Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Semua sektor ekonomi pada tabel tersebut memiliki nilai PP
positif (PPij > 0), kecuali sektor pertanian. Sektor yang memiliki nilai PP
positif artinya sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang cepat dalam
perekonomian. Sektor ekonomi yang memiliki persentase PP tertinggi
adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 23,94 persen. Sektor
ini memiliki pertumbuhan tercepat di Kabupaten Batang. Pada periode
2004-2013 industri perumahan di Kabupaten Batang mengalami
peningkatan, sehingga permintaan terhadap bahan bangunan hasil dari
sektor pertambangan dan penggalian meningkat. Selanjutnya sektor
perekonomian yang memiliki nilai persentase PP negatif (PPij < 0) adalah
sektor pertanian. Sektor ini memiliki nilai presentase PP terendah yaitu
-33,16 persen. Itu menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki
pertumbuhan yang lamban dalam perekonomian di Kabupaten Batang. Hal
tersebut dikarenakan beberapa faktor yang diantaranya faktor iklim yang
tidak menentu yang mengakibatkan gagal panen, kekeringan pada musim
Juta Rupiah % PPij
1. Pertanian (171.905,50) (33,16)
2. Pertambangan dan Penggalian 6.470,14 23,94
3. Industri Pengolahan 10.389,63 1,84
4. Listrik, Gas dan Air Minum 2.782,19 20,96
5. Bangunan 17.950,65 16,27
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 41.314,69 12,85
7. Pengangkutan dan Komunikasi 17.188,89 23,68
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 15.950,75 23,69
9. Jasa-jasa 9.729,70 4,36
Total (50.128,86)
Lapangan UsahaPertumbuhan Proporsional (PPij)
89
kemarau panjang akibat pendangkalan sungai-sungai yang digunakan
sebagai irigasi pada lahan pertanian, mahalnya harga pupuk dan obat-
obatan serta maraknya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian
sehingga mempengaruhi produktivitas hasil pertanian beberapa daerah
Provinsi Jawa Tengah yang mempengaruhi produktivitas pertanian di
seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah termasuk Kabupaten Batang.
Selanjutnya pada Tabel 10 dapat dilihat tentang komponen
pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) dengan ketentuan yaitu sektor yang
memiliki nilai PPWij > 0 atau positif maka sektor tersebut termasuk
kedalam sektor yang memiliki daya saing yang baik. Sedangkan sektor
yang memiliki nilai PPWij < 0 atau negatif maka sektor tersebut termasuk
dalam sektor yang memiliki daya saing yang kurang baik.
Pada Tabel 10, sektor unggulan yang memiliki nilai PPW positif
(PPWij > 0) adalah sektor listrik, gas dan air minum dan sektor jasa-jasa.
Sektor listrik, gas dan air minum memiliki nilai PPW sebesar Rp 1,32
miliar (9,93 persen), sedangkan sektor jasa-jasa memiliki nilai PPW
sebesar Rp 13,77 miliar (6,17 persen). Sektor-sektor tersebut termasuk
kedalam sektor unggulan yang memiliki daya saing yang baik. Sektor
unggulan lainnya yang memiliki nilai PPW negatif (PPWij < 0) adalah
sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor bangunan;
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Adapun selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut:
90
Tabel 10. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten
Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah,
Tahun 2004-2013
Sumber : BPS Kabupaten Batang & Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Nilai PPW sektor pertanian yaitu sebesar Rp -11,84 miliar (-2,28
persen); sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar Rp -15,08
miliar (-55,80 persen); sektor bangunan yaitu sebesar Rp -30,67 miliar (-
27,80 persen); dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu
sebesar Rp -13,34 miliar (-19,81 persen). Sektor-sektor tersebut termasuk
kedalam sektor unggulan yang memiliki daya saing yang kurang baik.
Pada Tabel 10 terlihat bahwa sektor nonunggulan semuanya memiliki nilai
PPW negatif (PPWij < 0) adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar
Rp -184,61 miliar (-32,65 persen); sektor perdagangan, restoran dan hotel
yaitu sebesar Rp -88,45 miliar (-27,52 persen); dan sektor pengangkutan
dan komunikasi yaitu sebesar Rp -27,32 miliar (37,65 persen). Sektor-
sektor tersebut termasuk kedalam sektor nonunggulan yang memiliki daya
saing yang kurang baik.
Sektor unggulan yang memiliki laju pertumbuhan pangsa wilayah
terbesar adalah sektor listrik, gas dan air minum yaitu sebesar 9,93 persen,
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPWij)
Juta Rupiah % PPWij
1. Pertanian (11.844,01) (2,28)
2. Pertambangan dan Penggalian (15.081,45) (55,80)
3. Industri Pengolahan (184.606,37) (32,65)
4. Listrik, Gas dan Air Minum 1.318,24 9,93
5. Bangunan (30.675,24) (27,80)
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel (88.455,09) (27,52)
7. Pengangkutan dan Komunikasi (27.322,77) (37,65)
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan (13.336,98) (19,81)
9. Jasa-jasa 13.771,09 6,17
Total (356.232,58)
Lapangan Usaha
91
hal ini dikarenakan daya saing sektor tersebut lebih tinggi dibandingkan
sektor yang sama di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan sektor
yang memiliki laju PPW terkecil adalah sektor pertambangan dan
penggalian yaitu sebesar -55,80 persen, hal ini dikarenakan di daerah
Kabupaten Batang sektor penggalian masih berupa usaha bersekala kecil.
Komoditi yang digali antara lain: pasir, batu kali, batu kapur, dan tanah
liat yang jumlahnya terbatas. Hal ini mengakibatkan daya saing sektor
pertambangan dan penggalian menjadi rendah dan kurang baik.
Pada Tabel 10 sektor pertanian memiliki nilai PPW Rp 11,84
miliar dengan nilai persentase PPW -2,28. Hal tersebut menunjukkan
bahwa sektor tersebut daya saingnya tidak terlalu rendah, karena di
Kabupaten Batang sebagian besar wilayahnya adalah lahan pertanian dan
secara geografis terletak di daerah pesisir sehingga komoditi perikanan
sangat potensial di sana.
5.2.4. Pertumbuhan dan Dayasaing Sektor-sektor Unggulan
Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa penelitian ini
akan melihat daya saing dan pertumbuhan dari sektor pertanian di
Kabupaten Batang. Untuk melihat profil pertumbuhan sektor pertanian di
Kabupaten Batang dapat dilakukan dengan bantuan empat kuadran yang
terdapat pada garis bilangan.
Nilai-nilai yang terdapat pada empat kuadran tersebut diperoleh
dari nilai persentase pertumbuhan proporsional (PP) dan nilai persentase
pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Berdasarkan nilai-nilai tersebut
92
nantinya dapat terlihat masing-masing sektor pada setiap kuadran. Adapun
nilai persentase pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan pangsa
wilayah, yaitu sebagai berikut :
Tabel 11. Nilai Persentase PP dan PPW di Kabupaten Batang
Sumber : BPS Kabupaten Batang & Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Jika dilihat secara keseluruhan, nilai persentase pertumbuhan
proporsional dan pertumbuhan pangsa wilayah hanya terdapat dua sektor
yang ke dua nilainya bersifat positif. Sektor-sektor tersebut yaitu sektor
listrik, gas dan air minum dan sektor jasa-jasa. Selanjutnya, sektor yang
memiliki nilai PP dan PPW keduanya negatif dan nilai persentase
keduanya terendah adalah sektor pertanian. Hal tersebut menunjukkan
bahwa sektor pertanian memiliki pertumbuhan yang lambat dan semakin
menurun serta memiliki daya saing yang rendah dibandingkan daerah lain
di Provinsi Jawa Tengah. Mengingat besarnya peran sektor pertanian
dalam perekonomian di Kabupaten Batang terutama pada besarnya
kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Batang dan besarnya penyerapan
tenaga kerja, maka perlu adanya analisis lebih lanjut mengenai peran sub
sektor pertanian dalam pembangunan daerah di Kabupaten Batang.
1. Pertanian (33,16) (2,28)
2. Pertambangan dan Penggalian 23,94 (55,80)
3. Industri Pengolahan 1,84 (32,65)
4. Listrik, Gas dan Air Minum 20,96 9,93
5. Bangunan 16,27 (27,80)
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 12,85 (27,52)
7. Pengangkutan dan Komunikasi 23,68 (37,65)
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 23,69 (19,81)
9. Jasa-jasa 4,36 6,17
Lapangan Usaha % PP % PPW
93
Analisis tersebut untuk menganalisis sub sektor pertanian apa saja yang
menjadi sub sektor unggulan dan bagaimana pertumbuhan dan daya saing
sub sektor pertanian di Kabupaten Batang. Sehingga dapat diketahui
bagaimana rumusan prioritas pengembangan sub sektor pertanian dalam
memajukan sektor pertanian secara keseluruhan.
Untuk mengetahui posisi sektor pertanian dalam perekonomian di
Kabupten Batang, berikut adalah profil pertumbuhan sektor-sektor
ekonomi yang dapat diihat secara keseluruhan dalam ke empat kuadran,
yaitu sebagai berikut :
Gambar 12. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian
Kabupaten Batang Periode 2004-2013
70.00 PPW
60.00
I50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-20.00
-30.00
-40.00
III -50.00 II
-60.00
-70.00
-10.00
PP
IV
10 20 30 40 50-50 -40 -30 -20 -10
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Minum
Bangunan
Perdagangan, Restoran dan Hotel
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Jasa-Jasa
94
Berdasarkan Gambar 12, terlihat bahwa profil pertumbuhan
sektor-sektor perekonomian Kabupaten Batang periode 2004 hingga 2013
terlihat pada setiap kuadrannya yaitu kuadran I, II, III, dan IV sebagai
berikut :
1. Berdasarkan hasil analisis, pada kuadran I terdapat sektor listrik, gas
dan air minum dan sektor jasa-jasa. Hal ini artinya, sektor-sektor
tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan memiliki daya
saing yang tinggi untuk wilayah tersebut jika dibandingkan dengan
wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah.
2. Pada kuadran II terdapat sektor pertambangan dan penggalian; sektor
industri pengolahan; sektor bangunan; sektor perdagangan, restoran
dan hotel; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan. Artinya sektor-sektor tersebut
memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi memiliki daya saing
yang rendah untuk wilayah tersebut dibandingkan dengan wilayah lain
di Provinsi Jawa Tengah.
3. Pada kuadran III terdapat sektor pertanian, yang artinya bahwa sektor
ini memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan memiliki daya saing
yang rendah jika dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Jawa
Tengah.
4. Sedangkan pada kuadran IV tidak terdapat sektor apapun yang artinya
tidak ada sektor perekonomian di Kabupaten Batang yang memiliki
laju pertumbuhan yang lambat, tetapi memiliki daya saing yang tinggi
dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah.
95
5.3. Sub Sektor Pertanian Unggulan Kabupaten Batang Periode 2004-2013
Berdasarkan Pendekatan Location Quotient (LQ)
Nilai LQ merupakan indikator untuk menyatakan sektor unggulan
dan nonunggulan. Ketika suatu sektor memiliki nilai LQ lebih besar dari
satu maka sektor tersebut termasuk ke dalam sektor unggulan, yang artinya
peranan suatu sektor dalam perekonomian Kabupaten Batang lebih besar
daripada peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa
Tengah. Hasil perhitungan analisis LQ menurut pendekatan pendapatan
untuk seluruh sub sektor pertanian yang ada di Kabupaten Batang, yaitu
sebagai berikut :
Tabel 13. Nilai LQ Sub Sektor Pertanian Kabupaten Batang Tahun 2004-2013
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Berdasarkan nilai rata-rata LQ pada tabel di atas, sub sektor
pertanian yang tidak termasuk sub sektor pertanian unggulan adalah sub
sektor tanaman bahan makanan. Sub sektor tersebut memiliki nilai koefisien
LQ < 1 (0,81), yang artinya kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan
dalam perekoniman Kabupaten Batang lebih kecil daripada kontribusi sub
sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya,
Rata-rata Keterangan
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 LQ
1. Tanaman Bahan Makanan 0,76 0,78 0,80 0,82 0,83 0,83 0,83 0,82 0,80 0,80 0,81 Nonunggulan
2. Tanaman Perkebunan 2,44 2,29 2,02 1,92 1,89 1,88 1,96 1,96 1,99 1,96 2,03 Unggulan
3. Peternakan dan Hasilnya 1,25 1,20 1,14 1,01 0,98 0,97 0,95 0,95 0,98 0,96 1,04 Unggulan
4. Kehutanan 1,57 1,33 1,47 1,55 1,62 1,57 1,50 1,49 1,55 1,56 1,52 Unggulan
5. Perikanan 1,05 1,15 1,42 1,48 1,47 1,48 1,59 1,60 1,64 1,69 1,46 Unggulan
Lapangan UsahaTahun
96
sub sektor pertanian yang termasuk pada sub sektor unggulan di Kabupaten
Batang yaitu:
1. Sub Sektor Perkebunan
Selama periode 2004–2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya
kontribusi sub sektor perkebunan dalam sektor pertanian Kabupaten
Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam sektor
pertanian Provinsi Jawa Tengah.
2. Sub Sektor Peternakan dan Hasilnya
Selama periode 2004–2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya
kontribusi sub sektor peternakan dan hasilnya dalam sektor pertanian
Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut
dalam sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah.
3. Sub Sektor Kehutanan
Selama periode 2004–2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya
kontribusi sub sektor kehutanan dalam sektor pertanian Kabupaten
Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam sektor
pertanian Provinsi Jawa Tengah.
4. Sub Sektor Perikanan
Selama periode 2004–2013, nilai koefisien LQ > 1, yang artinya
kontribusi sub sektor perikanan dalam sektor pertanian Kabupaten
Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam sektor
pertanian Provinsi Jawa Tengah.
97
5.4. Pertumbuhan PDRB ADHK Sektor Pertanian Kabupaten Batang dan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2013
Berdasarkan nilai riil PDRB sektor pertanian Kabupaten Batang
pada tahun 2004 atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah sebesar Rp
518,43 miliar dan meningkat pada tahun 2013 menjadi Rp 668,02 miliar,
sehingga pada periode 2004-2013 terjadi peningkatan sekitar Rp 149,59
miliar. Persentase pertumbuhan PDRB sektor pertanian Kabupaten Batang
pada periode 2004 hingga 2013 menunjukkan peningkatan sebesar 28,85
persen (Tabel 14). Dari tabel tersebut terlihat jelas bahwa persentase
pertumbuhan sub sektor pertanian tertinggi adalah pada sub sektor
perikanan yaitu sebesar 92,14 persen, dengan nilai peningkaan sebesar Rp
30,77 miliar. Sub sektor perikanan memiliki pertumbuhan tertinggi karena
didukung oleh faktor geografis yaitu terletak di daerah pesisir dan dilalui
oleh jalur pantura, serta semakin meningkatnya jumlah budidaya
perikanan oleh masyarakat. Daerah pesisir merupakan daerah yang sangat
potensial dalam memproduksi komoditi perikanan. Sementara persentase
petumbuhan terendah terjadi pada sub sektor tanaman perkebunan, yaitu
6,48 persen dengan peningkatan nilai sebesar Rp 7,54 miliar.
Semua sub sektor pertanian dari tahun 2004 – 2013 mengalami
peningkatan nilai dan mengalami pertumbuhan. Adapun tabel
pertumbuhan PDRB sektor pertanian Kabupaten Batang, yaitu sebagai
berikut :
98
Tabel 14. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang Menurut
Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2004
dan 2013 (juta rupiah)
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Dari data pada Tabel di atas terlihat sub sektor yang mengalami
peningkatan nilai tertinggi adalah sub sektor tanaman bahan makanan,
yaitu sebesar Rp 83.847,52 miliar. Hal tersebut dikarenakan nilai output
yang dihasilkan pada sektor ini sangat besar jika dibandingkan dengan sub
sektor pertanian lainnya. Selanjutnya, sub sektor yang memiliki
peningkatan nilai terendah adalah sub sektor kehutanan, yaitu sebesar Rp
4.666,28 miliar. Hal ini dikarenakan nilai output yang dihasilkan pada sub
sektor ini lebih kecil jika dibandingkan dengan sub sektor pertanian
lainnya. Peningkatan sub sektor lainnya, yaitu sub sektor tanaman
perkebunan; sub sektor peternakan dan hasilnya; dan sub sektor perikanan
masing-masing sebesar Rp 7.541,66 miliar; Rp 22.763,95 miliar; dan
30.771,77 miliar
Sementara itu, hal yang sama juga terjadi pada Provinsi Jawa
Tengah, pada tahun 2004 nilai riil PDRB sektor pertanian Provinsi Jawa
Tengah atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar Rp 28,61 triliun dan
meningkat pada tahun 2013 menjadi Rp 37,51 triliun, dengan peningkatan
Persen
2004 2013 % ∆ PDRB
1. Tanaman Bahan Makanan 285.439,23 369.286,75 83.847,52 29,37
2. Tanaman Perkebunan 116.472,63 124.014,29 7.541,66 6,48
3. Peternakan dan Hasilnya 69.820,27 92.584,22 22.763,95 32,60
4. Kehutanan 13.302,86 17.969,14 4.666,28 35,08
5. Perikanan 33.397,69 64.169,46 30.771,77 92,14
Jumlah Total PDRB 518.432,68 668.023,86 149.591,18 28,85
Lapangan UsahaTahun
∆ PDRB
99
nilai sebesar Rp 8,90 triliun. Pada Tabel 15 terlihat bahwa persentase
pertumbuhan sub sektor pertanian tertinggi adalah pada sub sektor
peternakan dan hasilnya, yaitu sebesar 75,23 persen. Hal tersebut
dikarenakan pemerintah telah mengupayakan pembinaan dan pelatihan
peternakan, serta pemberian fasilitas pendukung. Sementara itu, sub sektor
pertanian yang memiliki persentase pertumbuhan terendah adalah sub
sektor perikanan. Hal tersebut dikarenakan sub sektor ini hanya
berkembang pesat dan berpotensi pada wilayah pesisir. Karena tidak
semua daerah di Provinsi Jawa Tengah memiliki wilayah pesisir.
Persentase pertumbuhan sub sektor lainnya selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 15 sebagai berikut :
Tabel 15. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah
Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000,
Tahun 2004 dan 2013 (juta rupiah)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Dari data pada Tabel di atas, sub sektor yang memiliki perubahan
nilai tertinggi dan terendah adalah sub sektor tanaman bahan makanan dan
sub sektor kehutanan dengan masing-masing nilai sebesar Rp 5,10 triliun
dan Rp 178,93 miliar. Sub sektor tanaman bahan makanan memiliki
perubahan nilai tertinggi karena sebagian besar pertanian di jawa tengah
Persen
2004 2013 % ∆ PDRB
1. Tanaman Bahan Makanan 20.679.734,58 25.777.283,67 5.097.549,09 24,65
2. Tanaman Perkebunan 2.634.349,91 3.559.549,75 925.199,84 35,12
3. Peternakan dan Hasilnya 3.076.706,09 5.391.172,08 2.314.465,99 75,23
4. Kehutanan 468.457,78 647.386,14 178.928,36 38,20
5. Perikanan 1.746.988,92 2.138.565,98 391.577,06 22,41
Jumlah Total PDRB 28.606.237,28 37.513.957,62 8.907.720,34 31,14
∆ PDRBLapangan UsahaTahun
100
mengupayakan komoditi dari sub sektor tersebut, seperti padi, palawija,
buah-buahan dan sayur-sayuran, serta sebagian besar petani di Jawa
Tengah mengupayakan komoditi tersebut, sehingga nilai output yang
dihasilkan pada sektor ini menjadi besar. Besarnya perubahan nilai sub
sektor lainnya seperti sub sektor tanaman perkebunan; sub sektor
peternakan dan hasilnya; dan sub sektor kehutanan, masing-masing
sebesar Rp 925,20 miliar; Rp 2,31 triliun; dan Rp 178,93 miliar.
5.5. Pertumbuhan dan Dayasaing Masing-Masing Sub Sektor Pertanian
Berdasarkan Analisis Shift Share (SS)
5.5.1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan
Di Kabupaten Batang sub sektor tanaman bahan makanan
merupakan bukan sub sektor unggulan yang ditunjukkan dengan nilai
koefisien LQ < 0 (0,81), yang artinya kontribusi sub sektor tanaman bahan
makanan dalam perekoniman Kabupaten Batang lebih kecil daripada
kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah.
Sedangkan berdasarkan analisis Shift Share sub sektor ini memiliki nilai
pertumbuhan proporsional (PP) negatif (-6,49 persen), yang artinya sub
sektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Batang memiliki
pertumbuhan yang lambat. Hal tersebut ditunjukkan dengan laju
pertumbuhan sub sektor ini lima tahun terakhir yaitu tahun 2008 – 2012
semakin menurun, dapat dilihat pada Gambar 15 sebagai berikut:
101
Gambar 16. Grafik Laju Pertumbuhan Sub Sektor Bahan Makanan
Tahun 2008 – 2012.
Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
Dari grafik di atas terlihat jelas sub sektor tanaman bahan
makanan mengalami penurunan setiap tahunnya. Sementara itu jika dilihat
dari konstribusinya sub sektor ini juga mengalami penurunan setiap
tahunnya.
Gambar 17. Grafik Konstribusi Sub Sektor Bahan Makanan
Tahun 2008 – 2012.
Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
Dari grafik di atas terlihat jelas konstribusi sub sektor ini setiap
tahunnya mengalami penurunan kontribusi. Hal ini terjadi karena produksi
komoditi-komoditi sub sektor ini mengalami penurunan jumlah produksi.
Komoditi utama sub sektor ini adalah padi yang lima tahun terakhir (2008-
(%)
(%)
102
2012) cenderung mengalami penurunan jumlah produksi yang dapat
dilihat pada grafik sebagai berikut :
Gambar 18. Grafik Produksi Padi Tahun 2008 – 2012 (Kw).
Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
Pada gambar 17 tersebut terlihat jelas pada tahun 2008 jumlah
produksi padi sebesar 2.113.990 Kw dan pada tahun 2009 sebesar
2.028.842 Kw sehingga mengalami penurunan sebesar 85.147 Kw di tahun
2009. Di tahun 2010 jumah produksi meningkat 126.566 Kw menjadi
2.155.408 Kw. Pada tahun selanjutnya tahun 2011 dan 2012 kembali
mengalami penurunan jumlah produksi. Kemudian hal yang sama juga
terjadi pada komodi palawija yang hampir setiap tahunnya pengalami
penurunan jumlah produksi, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 18
sebagai berikut :
103
Gambar 19. Grafik Produksi Palawija Tahun 2008 – 2012.
Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
Dari gambar di atas, produksi komoditi palawija yang terdiri dari
jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kedelai, kacang hijau,
dan kentang setiap tahunnya cenderung mengalami penurunan. Hal
tersebut tentunya perlu adanya perhatian dari pemerintah untuk
meningkatkan jumlah produksi komoditi-komoditi tersebut, mengingat
besarnya kontribusi sub sektor ini terhadap PDRB di Kabupaten Batang.
Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) sub
sektor tanaman bahan makanan memiliki nilai PPW positif (4,72 persen),
yang artinya sub sektor ini memiliki daya saing yang baik. Hal ini
ditunjukkan bahwa Kabupaten Batang merupakan produsen padi. Sebesar
28,44 persen (22.433,13 Ha) dari total luas wilayah Kabupaten Batang
dimanfaatkan untuk lahan sawah (BPS Kabupaten Batang, 2012). Selain
itu, Secara geografis kondisi wilayah Kabupaten Batang merupakan
104
kombinasi antara daerah pantai, dataran rendah dan pegunungan sehingga
komoditi yang dihasilkan beragam. Jika, dilihat dari nilai pergeseran
bersih (PB), sub sektor ini memiliki nilai PB negatif (-1,76) yang artinya
sub sektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Batang memiliki
pertumbuhan yang tidak progressive.
5.5.2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan
Di Kabupaten Batang sub sektor tanaman perkebunan merupakan
sub sektor unggulan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien LQ > 0
(2,03), yang artinya kontribusi sub sektor tanaman perkebunan dalam
perekoniman Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor
tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan
berdasarkan analisis Shift Share sub sektor ini memiliki nilai pertumbuhan
proporsional (PP) positif (3,98 persen), yang artinya sub sektor tanaman
perkebunan di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan cepat. Hal
tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya kontribusi sub sektor ini
terhadap PDRB Kabupaten Batang pada lima tahun terakhir yaitu tahun
2008-2012, selengkapnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 20. Grafik Laju Kontribusi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Terhadap
PDRB Kabupaten Batang Tahun 2008 – 2012.
Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
(%)
105
Pada Gambar 19 tersebut, terlihat jelas kontribusi sub sektor ini
setiap tahunnya cenderung meningkat. Pada tahun 2008 sub sektor ini
memiliki kontribusi terhadap PDRB ADHK sebesar 17,57 persen; pada
tahun 2009 mengalami peningkatan kontribusi menjadi 17,95 persen.
Namun, pada tahun 2010 mengalami penurunan kontribusi menjadi 17,63
persen. Di tahun selanjutnya, tahun 2011 dan 2012 kembali mengalami
peningkatan kontribusi terhadap PDRB ADHK masing-masing menjadi
18,18 persen dan 18,45 persen.
Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah sub sektor
tanaman perkebunan memiliki nilai PPW negatif (-28,65 persen), yang
artinya sub sektor ini tidak memiliki daya saing dibandingkan daerah lain
di Provinsi Jawa tengah. Hal tersebut dikarenakan komoditi yang
dihasilkan dari sub sektor ini kurang memiliki keunggulan komparatif,
yang di antaranya sebagian besar komoditi ini merupakan usaha skala
kecil yang lokasinya tersebar, pemanfaatan lahan untuk komoditi-komoditi
sub sektor ini masih kecil sehingga komoditi yang dihasilkan relatif
rendah. Jika, dilihat dari nilai pergeseran bersih (PB), sub sektor ini
memiliki nilai PB negatif (-24,66) yang artinya sub sektor tanaman
perkebunan di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan yang tidak
progressive.
5.5.3. Sub Sektor Peternakan dan Hasilnya
Di Kabupaten Batang sub sektor peternakan dan hasilnya
merupakan sub sektor unggulan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien
106
LQ > 0 (1,04), yang artinya kontribusi sub sektor peternakan dan hasilnya
dalam perekoniman Kabupaten Batang lebih besar daripada kontribusi sub
sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan
berdasarkan analisis Shift Share sub sektor ini memiliki nilai pertumbuhan
proporsional (PP) positif (44,09 persen), yang artinya sub sektor
peternakan dan hasilnya di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan
cepat. Hal tersebut tercermin dari laju kontribusi sub sektor ini terhadap
PDRB Kabupaten Batang lima tahun terakhir (2008-2012) semakin
meningkat setiap tahunnya.
Gambar 21. Grafik Laju Kontribusi Sub Sektor Tanaman Perkebunan
Terhadap PDRB Kabupaten Batang Tahun 2008 – 2012.
Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
Dari grafik di atas terlihat jelas dari tahun 2008–2012 setiap
tahunnya sub sektor ini mengalami peningkatan kontribusi terhadap PDRB
Kabupaten Batang. Kontribusi rata-rata setiap tahunnya yaitu sebesar
12,89 persen. Sedangkan laju pertumbuhan rata-rata pada tahun 2008 –
2012, yaitu sebesar 4,19 persen (BPS Kabupaten, 2012).
Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah sub sektor
peternakan dan hasilnya memiliki nilai PPW negatif (-42,62 persen), yang
artinya sub sektor ini tidak memiliki daya saing dibandingkan daerah lain
(%)
107
di Provinsi Jawa tengah. Hal tersebut dikarenakan komoditi yang
dihasilkan dari sub sektor ini kurang memiliki keunggulan komparatif.
Usaha peternakan di Kabupaten Batang pada umumnya masih berskala
kecil dan wilayahnya tersebar. Jika, dilihat dari nilai pergeseran bersih
(PB), sub sektor ini memiliki nilai PB positif (1,46) yang artinya sub
sektor peternakan dan hasilnya di Kabupaten Batang memiliki
pertumbuhan yang progressive.
5.5.4. Sub Sektor Kehutanan
Di Kabupaten Batang sub sektor kehutanan merupakan sub sektor
unggulan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien LQ > 0 (1,52), yang
artinya kontribusi sub sektor kehutanan dalam perekoniman Kabupaten
Batang lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam
perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan berdasarkan analisis
Shift Share sub sektor ini memiliki nilai pertumbuhan proporsional (PP)
positif (7,06 persen), yang artinya sub sektor Kehutanan di Kabupaten
Batang memiliki pertumbuhan cepat. Hal tersebut tercermin dari laju
kontribusi sub sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Batang lima tahun
terakhir (2008-2012) yang dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini :
Gambar 22. Grafik Laju Kontribusi Sub Kehutanan Terhadap PDRB Kabupaten
Batang Tahun 2008 – 2012.
Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
(%)
108
Dari Gambar 21 tersebut, terlihat kontribusi sub sektor kehutanan
terhadap PDRB Kabupaten Batang dari tahun 2008 – 2012 masing-masing
yaitu 2,74 persen pada tahun 2008; 2,66 persen pada tahun 2009; 2,71
persen pada tahun 2010; 2,76 persen pada tahun 2011; dan 2,73 persen
pada tahun 2012. Sedangkan laju pertumbuhan rata-rata dari tahun 2008 –
2012 adalah sebesar 2,14 persen.
Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah sub sektor
peternakan dan hasilnya memiliki nilai PPW negatif (-3,12 persen), yang
artinya sub sektor ini kurang memiliki daya saing dibandingkan daerah
lain di Provinsi Jawa tengah. Hal ini terkait jumlah luas lahan hutan di
Kabupaten Batang lebih kecil jika di bandingkan daerah lain di Provinsi
Jawa Tengah dan tingginya ilegal loging yang tercermin dari banyaknya
kerusakan hutan di sana. Jika, dilihat dari nilai pergeseran bersih (PB), sub
sektor ini memiliki nilai PB positif (3,94) yang artinya sub sektor
kehutanan di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan yang progressive.
5.5.5. Sub Sektor Perikanan
Di Kabupaten Batang sub sektor perikanan merupakan sub sektor
unggulan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien LQ > 0 (1,46), yang
artinya kontribusi sub perikanan dalam perekoniman Kabupaten Batang
lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian
Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan berdasarkan analisis Shift Share sub
sektor ini memiliki nilai pertumbuhan proporsional (PP) negatif (8,72
persen), yang artinya sub sektor perikanan di Kabupaten Batang memiliki
pertumbuhan lambat. Hal tersebut tercermin dari laju pertumbuhan sub
109
sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Batang lima tahun terakhir (2008-
2012) cenderung menurun, selengkapnya dapat dilihat pada gambar grafik
sebagai berikut :
Gambar 23. Grafik Laju pertumbuhan Sub Sektor Perikanan Kabupaten Batang
Tahun 2008 – 2012.
Sumber: BPS Kabupaten Batang, 2012 (diolah)
Pada gambar grafik di atas terlihat pada tahun 2008 sub sektor
perikanan mengalami pertumbuhan sebesar 5,01 persen kemudian pada
tahun 2009 sub sektor ini mengalami penurunan tajam sebesar -0,18
persen di bandingkan tahun sebelumnya. Selanjutnya pada tahun 2010
mengalami pertumbuhan kembali sebesar 6,53 persen. Pada tahun
selanjutnya, kembali mengalami penurunan 6,05 persen pada tahun 2011
dan 5,70 persen pada tahun 2012.
Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah sub sektor
perikanan memiliki nilai PPW positif (69,72 persen), yang artinya sub
sektor ini memiliki daya saing yang baik dibandingkan daerah lain di
Provinsi Jawa tengah. Secara geografis Kabupaten memiliki keunggulan
komparatif jika dibandingkan daerah lain dilihat dari sub sektor perikanan.
Kabupaten Batang merupakan daerah yang memiliki wilayah pesisir dan
dilalui jalur pantura yang tentunya komoditi perikanan sangat potensial
(%)
110
dan strategis untuk dikembangkan. Daerah pesisir merupakan daerah yang
memiliki kekayaan laut yang melimpah. Jika, dilihat dari nilai pergeseran
bersih (PB), sub sektor ini memiliki nilai PB positif (61,00) yang artinya
sub sektor kehutanan di Kabupaten Batang memiliki pertumbuhan yang
progressive.
5.6. Rumusan Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian Dalam
Pembangunan Daerah Di Kabupaten Batang.
Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ) hampir semua
sub sektor pertanian termasuk sub sektor unggulan, terkecuali sub sektor
tanaman bahan makanan, yang artinya kontribusi masing-masing sub sektor
unggulan tersebut dalam perekoniman Kabupaten Batang lebih besar
daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa
Tengah. Dalam upaya meningkatkan peran sub sektor pertanian terhadap
pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten Batang, Pemerintah Kabupaten
Batang perlu memprioritaskan sub sektor unggulan. Sub sektor unggulan
yang perlu diprioritaskan Pemerintah dalam pembangunan daerah
Kabupaten Batang dapat dilihat dalam analisis lebih lanjut, yaitu
perbandingan pergeseran bersih dan daya saingnya. Adapun analisisnya
dapat dilihat pada Tabel 16 sebagai berikut :
111
Tabel 16. Perbandingan Pergeseran Bersih dan Dayasaing Sub Sektor
Pertanian di Kabupaten Batang Tahun 2004 dan 2013 (juta
rupiah)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2009 dan 2013 (diolah)
Berdasarkan hasil analisis di atas, sub sektor pertanian yang
memiliki daya saing adalah sub sektor tanaman bahan makanan dengan nilai
PPW 4,72 dan sub sektor perikanan dengan nilai PPW 69,72, yang di
tunjukkan dengan nilai PPW positif. Sementara sub sektor lainnya tidak
memiliki daya saing karena memiliki nilai PPW negatif. Selanjutnya sub
sektor pertanian yang meiliki pertumbuhan progressive adalah sub sektor
peternakan dan hasilnya dengan nilai PB 1,46; sub sektor kehutanan dengan
nilai PB 3,94; dan sub sektor perikanan dengan nilai PB 61,00. Ketiga sub
sektor tersebut memiliki nilai PB yang positif. Selebihnya sub sektor
tanaman bahan makanan dan sub sektor perkebunan memiliki nilai PB
negatif. Sub sektor pertanian yang memiliki dayasaing yang baik dan
pertumbuhan progressive adalah sub sektor perikanan.
Berdasarkan Tabel 16, maka dalam pembangunan daerah di
Kabupaten Batang pemerintah perlu merumuskan prioritas pembangunan
karena mengingat keterbatasan APBD. Dengan penentuan prioritas tersebut
diharapkan pembangunan daerah dapat terlaksanan dengan efektif, sehingga
Peringkat Sektor Dayasaing Pergeseran
Unggulan (LQ) (PPW) % Bersih (PB) %
1. Tanaman Bahan Makanan Nonunggulan 4,72 (1,76)
2. Tanaman Perkebunan Unggulan (28,65) (24,66)
3. Peternakan dan Hasilnya Unggulan (42,62) 1,46
4. Kehutanan Unggulan (3,12) 3,94
5. Perikanan Unggulan 69,72 61,00
Sektor Ekonomi
112
dapat mendorong pertumbuhan sektor pertanian dan sektor perekonomian
lainnya. Sektor pertanian di Kabupaten Batang memiliki peranan yang
sangat besar dalam perekonomian disana. Selain memberi kontribusi yang
sangat besar terhadap PDRB, sektor ini juga merupakan matapencaharian
utama sebagian besar penduduk di Kabupaten Batang. Adapun yang perlu
dijadikan prioritas pertama dalam pembangunan pertanian di Kabupaten
Batang adalah sub sektor perikanan, karena sektor ini selain memilki daya
saing terbaik juga memiliki pertumbuhan yang sangat progressive.
Selanjutnya prioritas ke dua adalah sub sektor tanaman bahan makanan,
karena walaupun pertumbuhannya kurang progressive, namun sektor ini
memiliki daya saing yang baik. Prioritas ke tiga adalah sub sektor
kehutanan, karena sub sektor ini memiliki pertumbuhan yang progressive
dan daya saingnya tidak terlalu rendah. Prioritas ke empat adalah sub sektor
peternakan dan hasilnya, karena sub sektor ini walaupun memiliki daya
saing kurang baik namun memiliki pertumbuhan yang progressive.
Kemudian yang perlu dijadikan prioritass ke lima adalah sub sektor tanaman
perkebunan, karena sub sektor ini memiliki daya saing terendah dan tidak
memiliki pertumbuhan progressive.
113
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ), sektor pertanian
termasuk kedalam sektor unggulan di Kabupaten Batang dengan nilai
koefisien LQ 1,37. Sedangkan dengan pendekatan analisis shift share
sektor pertanian memiliki pertumbuhan yang lambat dengan nilai PP
negatif (-33,16). Jika dilihat dari daya saingnnya, sektor pertanian tidak
memiliki daya saing yang baik, dengan nilai PPW negatif (-2.28).
Selanjutnya berdasarkan profil pertumbuhan sektor-sektor ekonomi
Kabupaten Batang, sektor pertanian berada pada posisi kuadran III atau
sektor terbelakang dalam perekonomian di Kabupaten Batang.
2. Sub sektor pertanian yang termasuk kedalam sub sektor pertanian
unggulan di Kabupaten Batang pada periode 2004-2013 adalah sub
sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasilnya, sub
sektor kehutanan, dan sub sektor perikanan. Berdasarkan pendekatan
analisis sihft share masing-masing sub sektor pertanian di Kabupaten
Batang memiliki pertumbuhan dan daya saing yang berbeda-beda.
Adapun pertumbuhan dan daya saing masing-masing sub sektor
pertanian, yaitu :
1) Sub sektor tanaman bahan makanan, memiliki pertumbuhan yang
lambat dengan nilai PP negatif (-6,49). Sektor ini memiliki daya saing
114
yang baik dengan nilai PPW positif (4,72). Jika dilihat dari nilai
pergeseran bersih (PB) sektor ini memiliki pertumbuhan yang tidak
progressive, dengan nilai PB < 0 (-1,73).
2) Sub sektor tanaman perkebunan memiliki pertumbuhan yang cepat
dengan nilai PP positif (3,98). Sektor ini tidak memiliki daya saing
yang baik dengan nilai PPW negatif (-28,65). Jika dilihat dari nilai
pergeseran bersih (PB) sektor ini memiliki pertumbuhan yang tidak
progressive, ditunjukkan dengan nilai PB < 0 (-24,66).
3) Sub sektor peternakan dan hasilnya memiliki pertumbuhan yang cepat
dengan nilai PP positif (44,09). Sektor ini tidak memiliki daya saing
yang baik dengan nilai PPW negatif (-42,62). Jika dilihat dari nilai
pergeseran bersih (PB) sektor ini memiliki pertumbuhan yang
progressive, ditunjukkan dengan nilai PB > 0 (1,46).
4) Sub sektor kehutanan memiliki pertumbuhan yang cepat dengan nilai
PP positif (7,06). Sektor ini tidak memiliki daya saing yang baik
dengan nilai PPW negatif (-3,12). Jika dilihat dari nilai pergeseran
bersih (PB) sektor ini memiliki pertumbuhan yang progressive,
ditunjukkan dengan nilai PB > 0 (3,94).
5) Sub sektor perikanan memiliki pertumbuhan yang lambat dengan nilai
PP negatif (-8,72). Sektor ini memiliki daya saing yang baik dengan
nilai PPW positif (69,72). Jika dilihat dari nilai pergeseran bersih (PB)
sektor ini memiliki pertumbuhan yang progressive, yang ditunjukkan
dengan nilai PB > 0 (61,00).
115
3. Dengan menggunakan perbandingan pergeseran bersih dan daya saing
serta mempertimbangkan terbatasnya APBD, maka pembangunan
pertanian di Kabupaten Batang dapat dirumuskan berdasarkan
prioritasnya. Adapun rumusan prioritasnya yaitu: sub sektor perikanan
dijadikan prioritas pertama, sub sektor tanaman bahan makanan dijadikan
prioritas ke dua, sub sektor kehutanan dijadikan prioritas ke tiga, sub
sektor peternakan dan hasilnya dijadikan prioritas ke empat, selanjutnya
sub sektor tanaman perkebunan dijadikan prioritas ke lima,
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diberikan saran sebagai berikut:
1. Dalam upaya peningkatan peran sektor pertanian dalam pembangunan
daerah di Kabupaten Batang, hendaknya pemerintah Kabupaten Batang
memprioritaskan sub sektor pertanian yang memiliki daya saing yang
baik dan memiliki pertumbuhan progressive (sub sektor perikanan dan
sub sektor tanaman bahan makanan) karena sangat potensial untuk
dikembangkan, dengan cara mengalokasikan dana yang tepat kepada sub
sektor tersebut, sehingga akan dapat meningkatkan kontribusi terhadap
PDRB Kabupaten Batang.
2. Pemerintah Kabupaten Batang diharapkan dapat lebih memperhatikan
sektor pertanian. Mengingat sektor pertanian dalam profil pertumbuhan
sektor-sektor perekonomian Kabupaten Batang menempati posisi
terbelakang, upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah dengan
mendorong pertumbuhan sektor ini, sehingga kedepannya selain laju
116
pertumbuhannya semakin progressive juga akan meningkatkan daya
saing sektor ini. Dengan majunya sektor pertanian tentunya dapat
mendorong pertumbuhan sektor lain.
3. Pemerintah juga perlu memperhatikan sub sektor pertanian yang
pertumbuhannya lambat dan daya sainnya rendah dengan melakukan
upaya yang dapat mendorong pertumbuhan dan daya saing sub sektor
tersebut agar kedepannya dapat tumbuh optimal dan daya saingnya
meningkat. Upaya yang perlu dilakukan antara lain dengan
meningkatkan infrastruktur masing-masing sub sektor pertanian,
mengoptimalkan penyuluhan pertanian untuk mendorong peningkatan
produksi dan produktifitas hasil pertanian di masing-masing sub sektor,
membenahi kelembagaan pertanian. Upaya tersebut dilakukan agar nilai
output sektor pertanian dapat meningkat sehingga kontribusi terhadap
PDRB Kabupaten Batang juga meningkat.
117
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, R. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Adisasmita, R. 2008. Pengembangan Wilayah: Konsep dan Teori. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. STIE. Yayasan Keluarga Pahlawan.
Yogyakarta.
Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.
BPFE – UGM. Yogyakarta.
Arsyad, L., 2004. Ekonomi Pembangunan. Bagian Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN. Yogyakarta.
BAPEDA., 2014. Evaluasi Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah
(RPJMD) Kabupaten Batang Tahun 2013. BAPEDA Kabupaten Batang.
Bappenas, 2003. Modul Isian Daerah untuk Simrenas.
http://www.bappenas.go.id/files/3813/5230/1299/modul-isian-
simrenas__20081122231253__947__0.pdf. Diakses pada tanggal 10
September 2014.
Boediono. 1982. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta.
BPS., 2005. Batang dalam Angka 2005. BPS Kabupaten Batang.
BPS., 2005. Produk Domestik Regional Bruto Jawa Tengah 2005. BPS Provinsi
Jawa Tengah.
BPS., 2007. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Batang 2007. BPS
Kabupaten Batang.
BPS., 2008. Batang dalam Angka 2008. BPS Kabupaten Batang.
BPS., 2009. Produk Domestik Regional Bruto Jawa Tengah 2009. BPS Provinsi
Jawa Tengah.
BPS., 2012. Batang dalam Angka 2012. BPS Kabupaten Batang.
BPS., 2012. Produk Domestik Regional Bruto Jawa Tengah 2012. BPS Provinsi
Jawa Tengah.
118
BPS., 2012. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Batang 2012. BPS
Kabupaten Batang.
BPS., 2012. Tinjauan PDRB Kabupaten/Kota Se Jawa Tengah 2012. BPS
Provinsi Jawa Tengah.
BPS., 2013. Jawa Tengah dalam Angka 2013. BPS Provinsi Jawa Tengah.
Budiharsono, Sugeng. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan
Lautan. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Dewi, Noeke Korsiska. 2008. Pembangunan Wilayah Kecamatan Berbasis
Komoditi Pertanian di Kabupaten Ponorogo. Skripsi pada Prodi Sosial
Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas Pertanian USM Surakarta: tidak
diterbitkan.
Hendriyani, Ayu Sri Utami. 2012. Analisis Sektor-Sektor Unggulan Pada
Perekonomian Kabupaten Cirebon (Periode 2005-2010). Skripsi pada
Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB
Bogor: tidak diterbitkan.
Jamallia, Jelita Septina. 2011. Studi Pengembangan Wilayah Kota Tangerang
Selatan Melalui Sektor-Sektor Unggulan. Skripsi pada Prodi Agribisnis
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: tidak
diterbitkan.
Jhingan, M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan Wilayah. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Kamaluddin, R., 1998. Pengantar Ekonomi Pembangunan: Dilengkapi dengan
Analisis Beberapa Aspek Pembangunan Ekonomi Nasional. Lembaga
Penelitian Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.
Lusminah., 2008. Analisis Potensi Wilayah Kecamatan Berbasis Komoditi
Pertanian Dalam Pembangunan Daerah di Kabupaten Cilacap. Skripsi
pada Prodi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas Pertanian USM
Surakarta: tidak diterbitkan.
Murhaini, H. Suriansyah. 2009. Kewenangan Pemerintah Daerah Mengurus
Bidang Pertanahan. LaksBang Justitia. Surabaya.
Priyarsono, D.S, Sahara, dan Muhammad, F. 2007. Ekonomi Regional.
Universitas Terbuka. Jakarta.
Putong, I. 2003. Pengantar Ekonomi Micro dan Macro. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Soekartawi, 1990. Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan. CV Rajawali.
Jakarta.
119
Soekartawi. 1996. Pembangunan Pertanian untuk Mengentaskan Kemiskinan. UI
Press. Jakarta.
Soenarto, 2001. Otonomi Daerah dan Pelayanan Publik.
http://www.pu.go.id/itjen/buletin/3031otoda.htm. Diakses pada tanggal 5
Agustus 2014.
Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan: Problematika dan Pendekatan. Salemba
Empat. Jakarta.
Tambunan, T.T.H., 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris.
Ghalia Indonesia. Jakarta.
Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. PT
Bumi Aksara. Jakarta.
Usman, W., Isnan F.N., dan Bayu M., 2001. Pembangunan Pertanian di Era
Globalisasi. LP2KP Pustaka Karya. Yogyakarta.
Wibowo, R., 2002. Pertanian dan Pangan: Bunga Rampai Prmikiran Menuju
Ketahanan Pangan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
120
Lampiran 1 : Luas Wilayah Kecamatan Tahun 2012
Luas Wilayah Kecamatan Tahun 2012
No. Kecamatan Luas Persentase
1 Wonotunggal 5.235,27 6,64
2 Bandar 7.332,80 9,30
3 Blado 7.838,92 9,94
4 Reban 4.633,38 5,88
5 Bawang 7.384,51 9,36
6 Tersono 4.932,98 6,26
7 Gringsing 7.276,64 9,23
8 Limpung 3.341,66 4,24
9 Banyuputih 4.442,50 5,63
10 Subah 8.352,17 10,59
11 Pecalungan 3.618,97 4,59
12 Tulis 4.508,78 5,72
13 Kandeman 4.175,67 5,29
14 Batang 3.434,54 4,36
15 Warungasem 2.355,38 2,99
Jumlah 78.864,17 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
121
Lampiran 2 : Luas Penggunaan Lahan Menurut Kecamatan Tahun 2012 (Ha)
1 Wonotunggal 1.726,43 868,08 954,37 - 1,50 1.487,58 - 197,31 5.235,27
2 Bandar 2.412,74 1.413,30 1.846,28 - 0,02 632,58 797,87 230,01 7.332,80
3 Blado 1.139,98 410,18 2.009,12 - - 2.709,58 690,78 879,28 7.838,92
4 Reban 1.461,25 516,64 1.842,39 - 1,64 368,84 307,00 135,62 4.633,38
5 Bawang 1.691,41 399,51 2.431,58 - 1,21 2.617,35 218,00 25,45 7.384,51
6 Tersono 1.908,71 540,08 1.569,50 - - 619,64 195,75 99,30 4.932,98
7 Gringsing 1.921,86 799,69 1.543,20 - 67,36 850,70 1.903,76 190,07 7.276,64
8 Limpung 1.878,87 597,73 565,89 - 0,08 204,63 - 94,46 3.341,66
9 Banyuputih 622,36 467,06 1.582,83 - - 425,66 1.184,55 160,03 4.442,49
10 Subah 1.168,68 676,36 2.175,43 - 31,39 1.894,26 1.664,02 742,03 8.352,17
11 Pecalungan 1.031,64 875,21 1.378,81 - - 201,83 - 131,48 3.618,97
12 Tulis 1.334,12 650,44 1.359,74 - 2,00 181,00 210,00 771,48 4.508,78
13 Kandeman 1.591,65 1.082,20 1.284,61 - 19,04 - - 198,17 4.175,67
14 Batang 1.396,20 1.357,22 335,17 - 12,20 - - 333,75 3.434,54
15 Warungasem 1.147,23 847,36 285,52 - 3,70 - - 71,57 2.355,38
2012 22.433,13 11.501,06 21.164,44 - 140,14 12.193,65 7.171,73 4.260,01 78.864,16
2011 22.462,41 11.472,28 21.164,44 - 140,14 12.193,65 7.171,73 4.259,51 78.864,16
2010 22.479,12 11.456,58 21.164,44 - 139,14 12.193,65 7.171,73 4.259,50 78.864,16
2009 22.479,12 11.456,58 21.164,44 - 139,14 12.193,65 7.171,73 4.259,50 78.864,16
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
Tegal/
Huma
Bangunan
Pekarangan
Lahan
sawah
Luas Penggunaan Lahan Menurut Kecamatan Tahun 2012 (Ha)
Jumlah
No. Kecamatan JumlahLainnyaPerkebunan
Hutan
Rakyat/
Negara
TambakPadang
Rumput
122
Lampiran 3 : Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Tanaman Pangan Tahun 2007-2012
Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata Luas Produksi Rata-rata
Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha) Panen (Kw) (Kw/Ha)
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
1 2007 40.110 2.201.931 54,90 115 4.142 36,02 6.491 394.683 60,80 2.246 507.008 225,74 1.392 183.270 131,66 1.934 21.574 11,16 2 20 10,00 16 112 7,00 1.951 389.150 199,46
2 2008 41.201 2.108.290 51,17 222 5.700 25,68 8.306 641.185 77,20 1.732 521.822 301,28 667 94.864 142,22 1.264 22.608 17,89 12 102 8,50 25 184 7,36 1.570 301.316 191,92
3 2009 42.178 2.014.567 47,76 544 14.275 26,24 8.873 542.096 61,10 1.826 468.208 256,41 542 75.185 138,72 1.240 19.209 15,49 24 250 10,42 6 48 8,00 1.432 279.207 194,98
4 2010 44.883 2.152.279 47,95 119 3.129 26,29 7.451 500.430 67,16 1.733 448.060 258,55 565 74.140 131,22 614 6.880 11,21 8 73 9,13 - - - 1.274 217.729 170,90
5 2011 43.547 1.875.569 43,07 5 132 26,30 8.261 515.239 62,37 1.401 367.706 262,46 375 49.500 132,00 443 4.652 10,50 77 860 11,17 4 42 10,50 1.272 247.050 194,22
6 2012 38.590 1.552.854 40,24 195 5.850 30,00 6.781 429.730 63,37 1.151 218.008 189,41 463 72.986 157,64 370 4.180 11,30 1 13 13,00 8 82 10,24 1.215 226.118 186,11
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2010, 2012 & 2014
Kedelai Kacang Hijau Kentang
Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Tanaman PanganTahun 2007 - 2012
No Tahun
Padi Sawah Padi Gogo Jagung Ketela Pohon Ketela Rambat Kacang Tanah
123
Lampiran 4 : Banyaknya Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012
1 Wonotunggal 6.202 278 62 278 271 1.860 2.380 1.647 464 1.769 15.211
2 Bandar 9.337 601 138 295 667 1.971 5.381 3.431 1.498 3.298 26.617
3 Blado 6.416 1.014 22 191 2.143 1.766 2.637 2.202 801 1.987 19.179
4 Reban 8.158 2.249 15 122 187 3.551 2.286 1.308 503 1.128 19.507
5 Bawang 9.309 661 27 1.023 1.994 7.054 3.649 2.471 637 1.643 28.468
6 Tersono 8.409 64 25 464 168 3.467 2.252 2.018 492 1.811 19.170
7 Gringsing 8.287 687 415 416 275 1.719 4.429 2.453 1.388 3.734 23.803
8 Limpung 5.982 72 41 264 245 3.638 4.433 2.561 1.007 2.061 20.304
9 Banyuputih 3.386 516 185 204 154 2.584 3.676 1.998 864 1.812 15.379
10 Subah 8.243 950 239 221 285 3.191 3.392 2.757 1.389 2.301 22.968
11 Pecalungan 7.144 329 39 180 179 2.512 1.779 1.071 407 1.366 15.006
12 Tulis 4.704 405 309 322 149 1.612 2.859 1.971 1.174 2.179 15.684
13 Kandeman 4.815 3.009 1.925 268 161 3.514 3.306 1.618 525 2.375 21.516
14 Batang 2.679 427 5.484 293 215 11.669 13.106 10.852 2.006 8.225 54.956
15 Warungasem 2.431 20 74 190 28 7.673 5.327 3.001 886 2.118 21.748
95.502 11.282 9.000 4.731 7.121 57.781 60.892 41.359 14.041 37.807 339.516
28,13 3,32 2,65 1,39 2,10 17,02 17,93 12,18 4,14 11,14 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
Banyaknya Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012
Persentase
Jumlah
JumlahLainnyaAngkutan
TransportasiJasaPerdagangan
Industri
PengolahanNo. Kecamatan Perkebunan
Pertanian
LainnyaPeternakanPerikanan
Pertanian
Tanaman
Pangan
124
Lampiran 5 : Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dari Jenis Kelamin
Tahun 2012
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dari Jenis Kelamin Tahun 2012
Kelompok Umur
Laki-Laki Perempuan Jumlah
00 - 04
34.715
33.573
68.288
05 - 09
38.808
36.613
75.421
10 - 14
39.475
37.824
77.299
15 - 19
37.004
35.581
72.585
20 - 24
29.492
31.069
60.561
25 - 29
28.829
30.465
59.294
30 - 34
27.674
29.244
56.918
35 - 39
28.200
28.402
56.602
40 - 44
23.510
22.063
45.573
45 - 49
18.649
17.425
36.074
50 - 54
14.257
14.028
28.285
55 - 59
11.401
11.680
23.081
60 - 64
10.534
12.146
22.680
65 - 69
6.612
7.828
14.440
70 +
8.041
9.973
18.014
Jumlah
357.201
357.914
715.115
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2012
125
Lampiran 6 : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Batang Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013*)
1. Pertanian 518.432,69 528.506,92 541.316,98 563.280,61 588.955,82 605.312,85 623.190,59 638.035,76 648.359,31 668.023,87
2. Pertambangan dan Penggalian 27.027,50 26.901,39 27.435,50 28.090,35 28.673,08 29.960,04 31.279,58 32.376,86 34.087,25 35.794,26
3. Industri Pengolahan 565.348,09 580.360,54 583.043,70 593.024,84 606.302,42 619.606,51 649.546,80 686.721,17 719.069,35 754.637,61
4. Listrik, Gas dan Air Minum 13.274,51 15.230,25 18.857,38 19.720,09 20.503,23 21.258,49 22.506,74 23.172,00 24.466,48 25.910,15
5. Bangunan 110.361,49 115.423,25 120.804,10 127.569,41 133.589,68 139.410,30 145.049,22 150.738,15 159.246,87 168.596,88
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 321.473,64 329.633,50 337.360,56 348.461,67 357.797,43 373.744,88 393.674,64 416.847,08 447.527,40 481.033,63
7. Pengangkutan dan Komunikasi 72.575,58 73.929,39 75.669,98 77.696,67 79.935,44 84.963,22 91.043,73 97.640,88 103.334,59 109.106,18
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 67.336,02 69.827,98 73.400,62 77.715,76 82.337,54 85.668,57 90.431,71 96.484,21 103.996,23 113.245,35
9. Jasa-jasa 223.150,63 232.963,63 244.412,62 257.414,57 271.759,91 290.691,98 315.786,38 344.749,50 371.441,24 390.132,30
Jumlah Total PDRB 1.918.980,13 1.972.776,84 2.022.301,43 2.092.973,97 2.169.854,55 2.250.616,83 2.362.509,41 2.486.765,62 2.611.528,72 2.746.480,23
Pertumbuhan 2,07 2,80 2,51 3,49 3,67 3,72 4,97 5,26 5,02 5,17
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2005, 2010, 2012 & 2014
*) Angka sementara
Tahun
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Batang
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013 (Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha
126
Lampiran 7 : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 r) 2012 *) 2013**)
1. Pertanian 28.606.237,28 29.924.642,25 31.002.199,11 31.862.697,60 32.880.707,86 34.101.148,13 34.956.425,39 35.399.800,56 36.712.340,43 37.513.957,62
2. Pertambangan dan Penggalian 1.330.759,58 1.454.230,59 1.678.299,61 1.782.886,65 1.851.189,43 1.952.866,70 2.091.257,42 2.193.964,23 2.355.848,88 2.504.980,10
3. Industri Pengolahan 43.995.611,83 46.105.706,52 48.189.134,86 50.870.785,69 55.348.962,88 57.444.185,45 61.387.556,40 65.439.443,00 69.012.495,82 73.092.337,30
4. Listrik, Gas dan Air Minum 1.065.114,58 1.179.891,98 1.256.430,34 1.340.845,17 1.408.666,12 1.489.552,65 1.614.857,68 1.711.200,96 1.820.436,99 1.973.195,73
5. Bangunan 7.448.715,40 7.960.948,49 8.446.566,35 9.055.728,78 9.647.593,00 10.300.647,63 11.014.598,60 11.753.387,92 12.573.964,87 13.449.631,46
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 28.343.045,24 30.056.962,75 31.816.441,85 33.898.013,93 35.226.196,01 37.766.356,61 40.054.938,34 43.159.132,59 46.719.025,28 50.209.544,03
7. Pengangkutan dan Komunikasi 6.510.447,43 6.988.425,75 7.451.506,22 8.052.597,04 8.581.544,49 9.192.949,90 9.805.500,11 10.645.260,49 11.486.122,63 12.238.463,10
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4.826.541,38 5.067.665,70 5.399.608,70 5.767.341,21 6.218.053,96 6.701.533,13 7.038.128,91 7.503.725,18 8.206.252,08 9.073.225,04
9. Jasa-jasa 13.663.399,59 14.312.739,86 15.442.467,70 16.479.357,72 16.871.569,54 17.724.216,37 19.029.722,65 20.464.202,99 21.961.937,06 23.044.405,96
Jumlah Total PDRB 135.789.872,31 143.051.213,89 150.682.654,74 159.110.253,79 168.034.483,29 176.673.456,57 186.992.985,50 198.270.117,92 210.848.424,04 223.099.740,34
Pertumbuhan 5,13 5,35 5,33 5,59 5,61 5,14 5,84 6,03 6,34 5,81
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2010, 2012 & 2014
r) Angka revisi
*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
Lapangan UsahaTahun
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013 (Jutaan Rupiah)
127
Lampiran 8 : Hasil Perhitungan Dengan Metode LQ Di Kabupaten Batang
Rata-rata Keterangan
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013*) LQ
1. Pertanian 1,28 1,28 1,30 1,34 1,39 1,39 1,41 1,44 1,43 1,45 1,37 Unggulan
2. Pertambangan dan Penggalian 1,44 1,34 1,22 1,20 1,20 1,20 1,18 1,18 1,17 1,16 1,23 Unggulan
3. Industri Pengolahan 0,91 0,91 0,90 0,89 0,85 0,85 0,84 0,84 0,84 0,84 0,87 Nonunggulan
4. Listrik, Gas dan Air Minum 0,88 0,94 1,12 1,12 1,13 1,12 1,10 1,08 1,09 1,07 1,06 Unggulan
5. Bangunan 1,05 1,05 1,07 1,07 1,07 1,06 1,04 1,02 1,02 1,02 1,05 Unggulan
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 0,80 0,80 0,79 0,78 0,79 0,78 0,78 0,77 0,77 0,78 0,78 Nonunggulan
7. Pengangkutan dan Komunikasi 0,79 0,77 0,76 0,73 0,72 0,73 0,73 0,73 0,73 0,72 0,74 Nonunggulan
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,99 1,00 1,01 1,02 1,03 1,00 1,02 1,03 1,02 1,01 1,01 Unggulan
9. Jasa-jasa 1,16 1,18 1,18 1,19 1,25 1,29 1,31 1,34 1,37 1,38 1,26 Unggulan
Lapangan UsahaTahun
HASIL PERHITUNGAN DENGAN METODE LQ DI KABUPATEN BATANG TAHUN 2004-2013
128
Lampiran 9 : Perubahan PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah
Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun
2004 dan 2013
Persen
2004 2013 % ∆ PDRB
1. Pertanian 518.432,69 668.023,87 149.591,18 28,85
2. Pertambangan dan Penggalian 27.027,50 35.794,26 8.766,77 32,44
3. Industri Pengolahan 565.348,09 754.637,61 189.289,52 33,48
4. Listrik, Gas dan Air Minum 13.274,51 25.910,15 12.635,64 95,19
5. Bangunan 110.361,49 168.596,88 58.235,39 52,77
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 321.473,64 481.033,63 159.559,99 49,63
7. Pengangkutan dan Komunikasi 72.575,58 109.106,18 36.530,61 50,33
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 67.336,02 113.245,35 45.909,33 68,18
9. Jasa-jasa 223.150,63 390.132,30 166.981,68 74,83
Jumlah Total PDRB 1.918.980,13 2.746.480,23 827.500,10 43,12
Persen
2004 2013 % ∆ PDRB
1. Pertanian 28.606.237,28 37.513.957,62 8.907.720,34 31,14
2. Pertambangan dan Penggalian 1.330.759,58 2.504.980,10 1.174.220,52 88,24
3. Industri Pengolahan 43.995.611,83 73.092.337,30 29.096.725,47 66,14
4. Listrik, Gas dan Air Minum 1.065.114,58 1.973.195,73 908.081,15 85,26
5. Bangunan 7.448.715,40 13.449.631,46 6.000.916,06 80,56
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 28.343.045,24 50.209.544,03 21.866.498,79 77,15
7. Pengangkutan dan Komunikasi 6.510.447,43 12.238.463,10 5.728.015,67 87,98
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4.826.541,38 9.073.225,04 4.246.683,66 87,99
9. Jasa-jasa 13.663.399,59 23.044.405,96 9.381.006,37 68,66
Jumlah Total PDRB 135.789.872,31 223.099.740,34 87.309.868,03 64,30
Perubahan PDRB Kabupaten Batang Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 (Jutaan Rupiah)
∆ PDRB
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 (Jutaan Rupiah)
Perubahan PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha
Lapangan UsahaTahun
Lapangan Usaha ∆ PDRBTahun
129
Lampiran 10 : Rasio PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013
1. Pertanian 0,64 0,31 0,29
2. Pertambangan dan Penggalian 0,64 0,88 0,32
3. Industri Pengolahan 0,64 0,66 0,33
4. Listrik, Gas dan Air Minum 0,64 0,85 0,95
5. Bangunan 0,64 0,81 0,53
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 0,64 0,77 0,50
7. Pengangkutan dan Komunikasi 0,64 0,88 0,50
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,64 0,88 0,68
9. Jasa-jasa 0,64 0,69 0,75
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013
Rasio PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengan
riRiLapangan Usaha Ra
130
Lampiran 11 : Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten
Batang Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional,
Proporsional dan Pangsa Wiayah Tahun 2004-2013
Juta Rupiah % PRij
1. Pertanian 333.340,69 64,30
2. Pertambangan dan Penggalian 17.378,08 64,30
3. Industri Pengolahan 363.506,25 64,30
4. Listrik, Gas dan Air Minum 8.535,21 64,30
5. Bangunan 70.959,98 64,30
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 206.700,40 64,30
7. Pengangkutan dan Komunikasi 46.664,48 64,30
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 43.295,56 64,30
9. Jasa-jasa 143.480,89 64,30
Total 1.233.861,54
Juta Rupiah % PPij
1. Pertanian (171.905,50) (33,16)
2. Pertambangan dan Penggalian 6.470,14 23,94
3. Industri Pengolahan 10.389,63 1,84
4. Listrik, Gas dan Air Minum 2.782,19 20,96
5. Bangunan 17.950,65 16,27
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 41.314,69 12,85
7. Pengangkutan dan Komunikasi 17.188,89 23,68
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 15.950,75 23,69
9. Jasa-jasa 9.729,70 4,36
Total (50.128,86)
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPWij)
Juta Rupiah % PPWij
1. Pertanian (11.844,01) (2,28)
2. Pertambangan dan Penggalian (15.081,45) (55,80)
3. Industri Pengolahan (184.606,37) (32,65)
4. Listrik, Gas dan Air Minum 1.318,24 9,93
5. Bangunan (30.675,24) (27,80)
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel (88.455,09) (27,52)
7. Pengangkutan dan Komunikasi (27.322,77) (37,65)
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan (13.336,98) (19,81)
9. Jasa-jasa 13.771,09 6,17
Total (356.232,58)
Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional Tahun 2004-2013
Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang
Pertumbuhan Regional (PRij)
Lapangan Usaha
Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Tahun 2004-2013
Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang
Lapangan UsahaPertumbuhan Proporsional (PPij)
Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional Tahun 2004-2013
Lapangan Usaha
Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang
131
Lampiran 12 : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Kabupaten Batang Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun
2004-2013
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013*)
1. Tanaman Bahan Makanan 285.439,23 296.836,18 308.458,30 323.295,97 345.173,28 353.249,73 362.509,29 362.413,57 361.387,42 369.286,75
2. Tanaman Perkebunan 116.472,63 111.296,85 100.797,99 103.088,91 103.475,91 108.681,78 109.872,49 115.986,13 119.642,39 124.014,29
3. Peternakan dan Hasilnya 69.820,27 69.828,81 71.541,20 71.998,79 72.791,37 75.985,81 79.253,03 84.090,63 88.349,76 92.584,22
4. Kehutanan 13.302,86 16.251,15 14.927,02 15.952,47 16.120,61 16.093,87 16.903,00 17.586,52 17.715,99 17.969,14
5. Perikanan 33.397,69 34.293,92 45.592,45 48.944,46 51.394,64 51.301,65 54.652,77 57.958,91 61.263,75 64.169,46
Jumlah Total PDRB Sektor Pertanian 518.432,68 528.506,91 541.316,96 563.280,60 588.955,81 605.312,84 623.190,58 638.035,76 648.359,31 668.023,86
Pertumbuhan (2,19) 1,94 2,42 4,06 4,56 2,78 2,95 2,38 1,62 3,03
Sumber : BPS Kabupaten Batang, 2005, 2010, 2012 & 2014
*) Angka sementara
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Kabupaten Batang
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013 (Jutaan Rupiah)
Sub Sektor PertanianTahun
132
Lampiran 13 : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun
2004-2013
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 r) 2012*) 2013**)
1. Tanaman Bahan Makanan 20.679.734,58 21.507.487,27 22.120.970,77 22.335.544,19 23.150.206,55 23.912.094,91 24.587.491,51 24.559.128,85 25.427.512,90 25.777.283,67
2. Tanaman Perkebunan 2.634.349,91 2.747.119,29 2.854.270,38 3.041.564,58 3.061.080,00 3.251.610,00 3.147.265,37 3.276.056,48 3.411.458,95 3.559.549,75
3. Peternakan dan Hasilnya 3.076.706,09 3.292.244,97 3.603.302,51 4.033.969,27 4.155.830,07 4.408.535,28 4.665.006,67 4.905.554,99 5.107.200,13 5.391.172,08
4. Kehutanan 468.457,78 693.825,67 580.320,98 582.294,07 555.656,45 579.230,53 630.780,66 652.913,15 645.799,07 647.386,14
5. Perikanan 1.746.988,92 1.683.965,05 1.843.334,47 1.869.325,49 1.957.934,78 1.949.677,41 1.925.881,19 2.006.147,09 2.120.369,38 2.138.565,98
Jumlah Total PDRB Sektor Pertanian 28.606.237,28 29.924.642,25 31.002.199,11 31.862.697,60 32.880.707,85 34.101.148,13 34.956.425,40 35.399.800,56 36.712.340,43 37.513.957,62
Pertumbuhan (15,40) 4,61 3,60 2,78 3,19 3,71 2,51 1,27 3,71 2,18
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2005, 2010, 2012 & 2014
r) Angka revisi
*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
Sub Sektor PertanianTahun
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2013 (Jutaan Rupiah)
133
Lampiran 14 : Hasil Perhitungan Dengan Metode LQ di Kabupaten Batang
Rata-rata Keterangan
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013*) LQ
1. Tanaman Bahan Makanan 0,76 0,78 0,80 0,82 0,83 0,83 0,83 0,82 0,80 0,80 0,81 Nonunggulan
2. Tanaman Perkebunan 2,44 2,29 2,02 1,92 1,89 1,88 1,96 1,96 1,99 1,96 2,03 Unggulan
3. Peternakan dan Hasilnya 1,25 1,20 1,14 1,01 0,98 0,97 0,95 0,95 0,98 0,96 1,04 Unggulan
4. Kehutanan 1,57 1,33 1,47 1,55 1,62 1,57 1,50 1,49 1,55 1,56 1,52 Unggulan
5. Perikanan 1,05 1,15 1,42 1,48 1,47 1,48 1,59 1,60 1,64 1,69 1,46 Unggulan
TahunLapangan Usaha
HASIL PERHITUNGAN DENGAN METODE LQ DI KABUPATEN BATANG
134
Lampiran 15 : Perubahan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang dan Provinsi
Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan
2000 Tahun 2004 dan 2013
Persen
2004 2013 % ∆ PDRB
1. Tanaman Bahan Makanan 285.439,23 369.286,75 83.847,52 29,37
2. Tanaman Perkebunan 116.472,63 124.014,29 7.541,66 6,48
3. Peternakan dan Hasilnya 69.820,27 92.584,22 22.763,95 32,60
4. Kehutanan 13.302,86 17.969,14 4.666,28 35,08
5. Perikanan 33.397,69 64.169,46 30.771,77 92,14
Jumlah Total PDRB 518.432,68 668.023,86 149.591,18 28,85
Persen
2004 2013 % ∆ PDRB
1. Tanaman Bahan Makanan 20.679.734,58 25.777.283,67 5.097.549,09 24,65
2. Tanaman Perkebunan 2.634.349,91 3.559.549,75 925.199,84 35,12
3. Peternakan dan Hasilnya 3.076.706,09 5.391.172,08 2.314.465,99 75,23
4. Kehutanan 468.457,78 647.386,14 178.928,36 38,20
5. Perikanan 1.746.988,92 2.138.565,98 391.577,06 22,41
Jumlah Total PDRB 28.606.237,28 37.513.957,62 8.907.720,34 31,14
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 (Jutaan Rupiah)
Perubahan PDRB Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha
Lapangan UsahaTahun
∆ PDRB
Perubahan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013 (Jutaan Rupiah)
Lapangan UsahaTahun
∆ PDRB
135
Lampiran 16 : Rasio PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa
Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013
Rasio PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengan
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 dan 2013
Lapangan Usaha
Ra Ri ri
1. Tanaman Bahan Makanan
0,31
0,25
0,29
2. Tanaman Perkebunan
0,31
0,35
0,06
3. Peternakan dan Hasilnya
0,31
0,75
0,33
4. Kehutanan
0,31
0,38
0,35
5. Perikanan
0,31
0,22
0,92
136
Lampiran 17 : Analisis Shift Share Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Batang
Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Proporsional
dan Pangsa Wiayah Tahun 2004-2013.
Juta Rupiah % PRij
1. Tanaman Bahan Makanan 88.883,16 31,14
2. Tanaman Perkebunan 36.268,51 31,14
3. Peternakan dan Hasilnya 21.741,39 31,14
4. Kehutanan 4.142,39 31,14
5. Perikanan 10.399,73 31,14
Total 161.435,19
Juta Rupiah % PPij
1. Tanaman Bahan Makanan (18.522,47) (6,49)
2. Tanaman Perkebunan 4.637,39 3,98
3. Peternakan dan Hasilnya 30.781,22 44,09
4. Kehutanan 938,66 7,06
5. Perikanan (2.913,84) (8,72)
Total 14.920,96
Juta Rupiah % PPWij
1. Tanaman Bahan Makanan 13.486,83 4,72
2. Tanaman Perkebunan (33.364,24) (28,65)
3. Peternakan dan Hasilnya (29.758,66) (42,62)
4. Kehutanan (414,77) (3,12)
5. Perikanan 23.285,88 69,72
Total (26.764,97)
Lapangan UsahaPertumbuhan Pangsa Wilayah (PPWij)
Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang
Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang
Lapangan UsahaPertumbuhan Regional (PRij)
Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional Tahun 2004-2013
Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional Tahun 2004-2013
Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Batang
Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Tahun 2004-2013
Lapangan UsahaPertumbuhan Proporsional (PPij)
137
Lampiran 18 : Nilai Pergeseran Bersih (PB), Perbandingan Pergeseran Bersih dan
Dayasaing Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Batang Tahun
2004-2013
Juta Rupiah % PB
1. Tanaman Bahan Makanan (5.035,64) (1,76)
2. Tanaman Perkebunan (28.726,85) (24,66)
3. Peternakan dan Hasilnya 1.022,56 1,46
4. Kehutanan 523,89 3,94
5. Perikanan 20.372,04 61,00
Total (11.844,01)
Peringkat Sektor Dayasaing Pergeseran
Unggulan (LQ) (PPW) % Bersih (PB) %
1. Tanaman Bahan Makanan Nonunggulan 4,72 (1,76)
2. Tanaman Perkebunan Unggulan (28,65) (24,66)
3. Peternakan dan Hasilnya Unggulan (42,62) 1,46
4. Kehutanan Unggulan (3,12) 3,94
5. Perikanan Unggulan 69,72 61,00
Sektor Ekonomi
Perbandingan Pergeseran Bersih dan Daya Saing Sub Sektor Pertanian
Nilai Pergeseran Bersih (PB) Sub Sektor Pertaniandi Kabupaten Batang Tahun 2004 - 2013
di Kabupaten Batang Tahun 2004 - 2013
Lapangan UsahaPergeseran Bersih (PB)