35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis subprime mortage yang melanda Amerika Serikat telah membawa dampak yang sangat besar terhadap perekonomian dunia. Negara-negara besar di dunia menghadapi risiko perekonomian yang tinggi, yang pada akhirnya membuat roda perekonomian dunia lesu. Demand terhadap impor produk-produk negara berkembang turun sehingga menurunkan potensi ekspor negara sedang berkembang yang kemudian akan direspon dengan perlambatan GDP. Penurunan permintaan produk-produk NSB ini berdampak pada perampingan pekerja pada perusahaan- perusahaan yang berorientasi ekspor demi mengefisiensikan pengeluaran perusahaannya. Di Indonesia sendiri, banyak pekerja yang terancam PHK akibat resesi dari negara maju. Ini disebabkan oleh besarnya pangsa pasar ekspor utama Indonesia pada negara maju. Meningkatnya PHK di Indonesia, berdampak pada bertambahnya angka pengangguran di Indonesia, yang sebelum krisis pun sudah memiliki angka pengangguran yang tinggi. Kondisi ini, membuat para ekonom kembali melirik sektor UKM sebagai sektor yang mampu bertahan dalam krisis global ini. Kajian atas perkembangan usaha kecil dan menengah 2007/2008, sektor UKM selalu berkembang terlebih setiap kali krisis berlangsung di Indonesia. Untuk itu, harapan perajin dan pengusaha UKM semakin cerah pada 2009 apabila pemda juga lembaga keuangan dan perbankan semakin fokus membidik pengembangan sektor ini. Namun 1

ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krisis subprime mortage yang melanda Amerika Serikat telah membawa dampak yang sangat besar terhadap perekonomian dunia. Negara-negara besar di dunia menghadapi risiko perekonomian yang tinggi, yang pada akhirnya membuat roda perekonomian dunia lesu. Demand terhadap impor produk-produk negara berkembang turun sehingga menurunkan potensi ekspor negara sedang berkembang yang kemudian akan direspon dengan perlambatan GDP. Penurunan permintaan produk-produk NSB ini berdampak pada perampingan pekerja pada perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor demi mengefisiensikan pengeluaran perusahaannya.

Di Indonesia sendiri, banyak pekerja yang terancam PHK akibat resesi dari negara maju. Ini disebabkan oleh besarnya pangsa pasar ekspor utama Indonesia pada negara maju. Meningkatnya PHK di Indonesia, berdampak pada bertambahnya angka pengangguran di Indonesia, yang sebelum krisis pun sudah memiliki angka pengangguran yang tinggi. Kondisi ini, membuat para ekonom kembali melirik sektor UKM sebagai sektor yang mampu bertahan dalam krisis global ini.

Kajian atas perkembangan usaha kecil dan menengah 2007/2008, sektor UKM selalu berkembang terlebih setiap kali krisis berlangsung di Indonesia. Untuk itu, harapan perajin dan pengusaha UKM semakin cerah pada 2009 apabila pemda juga lembaga keuangan dan perbankan semakin fokus membidik pengembangan sektor ini. Namun kendala utama yang dihadapi dari UKM adalah terbatasnya modal yang mereka miliki untuk mengembangkan usahanya.

Untuk menghadapi masalah permodalan UKM ini, Lembaga keuangan Mikro (LKM) khususnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diharapkan dapat menjadi penopang bagi permodalan UKM. Peranan BPR sangat penting untuk pembiayaan bagi kelompok usaha masyarakat kecil. BPR merupakan komponen kunci dalam memajukan usaha kecil dan menengah (UKM) seperti sekarang. Fakta ini tidak dapat dipungkiri. Birokrasi rumit yang biasanya menjadi hambatan utama UKM memperoleh akses pendanaan, banyak didapatkan solusinya melalui layanan BPR. Proses layanan kredit yang sederhana dan mudah, membuat BPR makin dipercaya oleh pelaku UKM. Peran penting yang dilakoni BPR terhadap UKM ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk menjadikan usaha kecil, dan menengah (UKM) sebagai ujung tombak pertumbuhan perekonomian nasional.

1

Page 2: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

Dijadikannya BPR sebagai lembaga keuangan penopang permodalan UKM, maka untuk mengetahui sejauh mana peranan BPR dalam pengembangan UKM tersebut, penulis mengambil judul :

s”ANALISIS PERANAN MICROFINANCE (BPR) SEBUAH SOLUSI

STRATEGIS MEMPERKUAT CAPACITY BUILDING UKM DALAM MENGHADAPI ANCAMAN KRISIS GLOBAL”

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana peranan microfinance (BPR) dalam memperkuat capacity building UKM menghadapi krisis global ?

1.3 Tujuan Penulisan

Mengetahui peranan microfinance (BPR) dalam memperkuat capacity building UKM menghadapi ancaman krisis.

1.4 Manfaat

1. Bagi penulis Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai analisis peranan lembaga microfinance BPR terhadap pengemabangan sector Usaha kecil dan menengah, selain itu untuk mengimplementasikan ilmu ekonomi dalam menganalisis kegiatan-kegiatan usaha kecil dan menengah yang ada di massyarakat.

2. Bagi lembaga keuangan.Sebagai masukan bagi lembaga keuangan mikro, khusunya BPR dalam rangka peningkatan dan pengembangan UKM sehingga mencapai tingkat keberhasilan yang optimal.

3. Bagi pelaku Usaha Kecil dan menengah.Sebagai media informasi dalam mengembangkan usahanya.

4. Bagi mahasiswa dan Masyarakat Umum lainnya.Sebagai sumber informasi dan menambah pengetahuan bagi semua pihak yang hendak mengadakan penulisan lebih lanjut terhadap hal-hal yang belum terungkap dalam penulisan ini.

2

Page 3: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian, Landasan Hukum, Lingkup kegiatan, dan Posisi strategis Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

2.1.1 Pengertian

BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2.1.2 Landasan Hukum

Landasan Hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR sebagai satu jenis bank yang kegiatan usahanya terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Dalam pelaksanaan kegiatan usahanya BPR dapat menjalankan usahanya secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah.

2. 1. 3 Lingkup Kegiatan BPR

Kegiatan usaha yang diperkenankan dilakukan oleh BPR sangat terbatas dibandingkan dengan Bank Umum, yaitu hanya meliputi penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, memberikan kredit serta menempatkan dana dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/ atau tabungan pada bank lain. BPR tidak diperkenankan menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran serta melakukan kegiatan usaha selain yang diperkenankan. Selain itu, BPR tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pedagang valuta asing (dengan izin Bank Indonesia), melakukan penyertaan modal, dan melakukan usaha perasuransian. Adapun wilayah kantor operasionalnya dibatasi dalam 1 (satu) propinsi.

3

Page 4: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

2. 1. 4 Posisi Strategis BPR

Disadari bahwa selama ini sebagian besar pengusaha mikro dan kecil, serta masyarakat di daerah pedesaan belum mendapatkan pelayanan jasa keuangan perbankan baik dari aspek pembiayaan maupun penyimpanan dana. Adapun lembaga keuangan yang tepat dan strategis untuk melayani kebutuhan masyarakat tersebut adalah BPR dengan pertimbangan:

BPR merupakan lembaga intermediasi sesuai dengan UU Perbankan.

BPR merupakan lembaga keuangan yang diatur dan diawasi secara ketat oleh Bank Indonesia.

Adanya penjaminan oleh LPS atas dana masyarakat yang disimpan di BPR.

BPR berlokasi di sekitar UMK dan masyarakat pedesaan, serta memfokuskan pelayanannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut.

BPR memiliki karakteristik operasional yang spesifik yang memungkinkan BPR dapat menjangkau dan melayani UMK dan masyarakat pedesaan.

Posisi BPR yang strategis tersebut perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar keberadaan BPR memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan mendorong perekonomian daerah.

2.2 Kriteria UKM

2.2.1 Kriteria UKM menurut Bank.

Pengelompokan usaha kecil dan menengah (UKM) didasarkan pada jumlah plafond kredit UKM yang disetujui bank.  Kelompok usaha kelompok kecil antara Rp. 50 juta sampai Rp. 500 ujuta, sedangka kelompok menengah antara Rp. 500 juta sampai dengan RP. 5 milyar.   Sehingga jumlah kredit sampai Rp. 5 milyar inilah yang masuk kelompok atau kategori UKM. Sedangkan jumlah kredit di atas Rp. 5 milyar termasuk kelompok Usaha Besar.

4

Page 5: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

2.2.2 Kriteria UKM menurut UU No. 20 Tahun 2008

Tidak mudah memang memberikan batasan pengusaha kecil dan menengah yang dapat diterima oleh semua pihak. Tapi untunglah saat ini sudah ada Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil dan Menengah.   Didalam UU No. 20/2008 tersebut pengertian UKM tergambar dari kriteria UKM, yang dibedakan berdasarkan, pertama: kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan), kedua: hasil penjualan tahunan. Secara ringkas kriteria usaha kecil dan menengah adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Kriteria Usaha Kecil, dan Menengah

Kriteria UKM Kecil Menengah

Kekayaan Bersih (tidak termasuk tanah & bangunan)

Lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta

Lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan paling banyak Rp. 10 Milyar

Hasil Penjualan Tahunan (Omset/tahun)

Lebih dari Rp.300 juta sampai dengan paling banyak Rp. 2, 5 Milyar

Lebih dari Rp.2,5 Milyar sampai dengan paling banyak Rp. 50 Milyar

Sumber : UU No. 20 Tahun 2008

Menurut data Departemen Koperasi tahun 2005, jumlah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia saat ini sebanyak 42,4 juta unit usaha, menyerap 79 juta tenaga kerja, dan menyumbang hampir 57% PDB nasional (BPS 2003). Dari jumlah tersebut 99,9 % merupakan usaha kecil. Jadi hanya 0,1 % yang merupakan usaha menengah. Ini menunjukkan betapa banyaknya pengusaha mikro dan kecil yang harus diberdayakan. Apabila setiap unit usaha kecil mampu difasilitasi dan diberdayakan untuk menciptakan 1 (satu) orang kesempatan kerja atau kesempatan usaha tambahan baru, maka akan tercipta 40 juta kesempatan kerja baru. Ini artinya, jika kita mampu memberdayakan UKM tersebut, berarti upaya pemberantasan kemiskinan akan berhasil secara signifikan.

5

Page 6: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

BAB III

METODE PENULISAN

3.1. Jenis Penulisan

Karya tulis ini memfokuskan pembahasan pada analisis peranan BPR (Bank Pengkreditan Rakyat) sebagai solusi strategis memperkuat capacity building UKM dalam menghadapi krisis. Sesuai dengan rumusan masalah, penulisan karya tulis ini menggunakan metode Analisis regresi dan analisis SWOT.

Dalam metode Analisis Regresi dilakukan pengujian hubungan langsung antara jumlah UKM dan total kredit yang salurkan BPR dan BU, hal ini untuk mengetahui sejauh mana peranan BPR dalam meningkatkan UKM itu sendiri. Sedangkan penilaian analisis SWOT dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dari BPR sebagai capacity building UKM dalam menghadapi krisis.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam karya tulis ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari berbagai sumber antara lain Website BI, Website depkop, UU RI NO 20 Tahun 2008, Keputusan Menteri Keuangan No 40/KMK.06/2003, UU No.10/1998, Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI selain itu juga bersumber dari studi kepustakaan.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Kepustakaan, metode kepustakaan dilakukan dengan jalan membaca literatur yang berkaitan serta menunjang penulisan ini, baik berupa pustaka cetak maupun pustaka elektronik.

2. Intuitif Subjektif, menurut Simogaki dalam Ghofar (1999) intuitif subjektif merupakan perlibatan pendapat penulis atas masalah yang sedang dibahas.

3. Diskusi, merupakan perolehan data yang dilakukan dengan cara membicarakan masalah tertentu yang ingin diketahui oleh seseorang atau kelompok orang kemudian membahas masalah tersebut.

6

Page 7: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

3.4. Metode Analisis Data

3.4.1 Metode Analisis Regresi

Metode yang digunakan berupa metode regresi sederhana Ordinary Least Square Estimation(OLSE).

3.4.2 Metode Analisis SWOT

Dengan menggunakan metode Analisis SWOT, faktor-faktor eksternal dan internal yang di peroleh kemudian diidentifikasi secara sistematis untuk melihat kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) yang ditimbulkan sehingga mempermudah dalam pembahasan. Karena titik fokus penulisan ini adalah penulisan berbasis literatur.

Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa Analisis SWOT merupakan suatu metode bagaimana suatu institusi ini melihat kekuatan dan kelemahan faktor internal yang mempunyai akibat pengaruh dari dalam (internal capability) dan bagaimana organisasi di maksud melihat ancaman dari lingkungan luar yang perlu diketahui untuk menyusun strategi yang efektif yaitu:

1. Kekuatan (Strength), adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan relatif dan keinginan pasar yang di layani, kekuatan muncul dalam bentuk sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya keuangan.

2. Kelemahan (Weaknesses), Adalah keterbatasan atau kekurangan yang secara berarti mengurangi kinerja institusi. Sumber dari kekurangan ini berupa sumber daya keuangan (operasional), kemampuan manajemen, keterampilan pengelolah keuangan.

3. Peluang (Opportunities), Adalah suatu yang paling menguntungkan dalam suatu lingkungan. Identifikasi peluang dapat di lihat dari segmen program kebijakan pemerintah, keuangan, pembangunan, teknologi dan peningkatan hubungan kerjasama.

7

Page 8: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

4. Ancaman (Threats), Adalah situasi yang tidak menguntungkan bagi organisasi.

Sebagaimana yang dituangkan di atas, terdapat empat kriteria lewat Analisis SWOT yang dapat dilihat pada diagram SWOT di bawah ini:

TABEL 2KRITERIA ANALISIS SWAOT

Kuadran III

Mendukung Strategi

Turn around

Kuadran I

Mendukung Strategi Agresif

Kuadran IV

Mendukung Strategi Defensif

Kuadran II

Mendukung Strategi Diversifikasi

Gambar 1Diagram Analisis SWOT

8

Page 9: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

Berbagai Peluang

III I Kelemahan Internal Kekuatan Internal

IV II

Berbagai Ancaman

a. Kuadran I, merupakan kondisi yang paling menguntungkan organisasi, karena berhadapan dengan peluang yang ada di lingkungan dan mempunyai kekuatan untuk memanfaatkan peluang tersebut. Pada kondisi ini strategi yang di pilih adalah strategi pertumbuhan.

b. Kuadran II, organisasi dengan sejumlah kekuatan menghadapi lingkungan yang tidak menyenangkan/mendukung. Pada saat ini, strategi banyak menggunakan kekuatan untuk membangun peluang jangka panjang (diversifikasi).

c. Kuadran III, organisasi menemukan sejumlah peluang yang menarik tetapi di batasi oleh kelemahan internal. Sasaran strategi adalah mengeleminisasi kelemahan internal dan mencari solusi secara efektif.

d. Kuadran IV, merupakan kondisi yang paling jelek dan tidak menyenangkan. Ancaman dari lingkungan besar sedangkan kondisi internal perusahaan lemah.

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah Matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis

3.5. Kerangka Pikir

9

Page 10: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

Lembaga keuangan adalah lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat (pihak surplus) dan kembali disalurkan kepada masyarakat (pihak defisit) dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lembaga keuangan terbagi atas dua, yaitu Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Non-Bank. Salah satu yang termasuk ke dalam Lembaga Keuangan Bank adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sasaran utama dari BPR adalah memenuhi kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan dalam bentuk pemberian kredit. Sebab sasaran ini, belum dapat terjangkau oleh bank umum. Salah satu jenis usaha yang menjadi pembiayaan utama BPR adalah sektor UKM. Di Indonesia, UKM merupakan sektor penopang perekonomian dalam kondisi krisis. Oleh sebab itu, diharapkan melalui peranan BPR, capacity building dari UKM dapat berkembang dan siap untuk menghadapi ancaman krisis.

Gambar 2.

10

Page 11: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

Kerangka Pikir

BAB IV

11

CAPACITY BUILDING

(UKM)0

MENGHADAPIKRISIS

FAKTORINTERNAL

BPR (BANK PENGKKREDIT

AN RAKYAT)

FAKTOREKSTERNAL

LEMBAGA KEUANGAN

LEMBAGA KEUANGAN NON BANK

LEMBAGA KEUANGAN

BANK

STRENGTHOPPORTUNITIES

WEAKNESSES

THREATS

Page 12: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

PEMBAHASAN

3.1 Perkembangan BPR di Indonesia

Perkembangan BPR dari tahun ke tahun telah menunjukkan peningkatan yang signifikan, baik dari sisi kelembagaan maupun kinerja. Momentum utama perkembangan jumlah BPR terjadi dengan dikeluarkannya PAKTO 1988 yang memberikan peluang pendirian BPR yang menetapkan modal disetor minimum Rp50 juta. Jumlah BPR sebelum PAKTO (akhir September 1988) sebanyak 423 BPR, dan meningkat hingga mencapai 1.512 per akhir tahun 1992, 2.262 per akhirtahun 1998, dan 2.355 per akhir tahun 2001. Namun sejak akhir tahun 2002 jumlah BPR mengalami penurunan menjadi 2.141, dan menjadi 1.935 per akhir bulan Juli 2006 Penurunan ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia untuk melakukan penyehatan industri BPR. Melalui kebijakan tersebut, BPR-BPR yang mempunyai permasalahan struktural dan tidak dapat diselamatkan lagi, dicabut izin usahanya, sedangkan yang sehat namun memiliki keterbatasan permodalan didorong untuk melakukan merger guna meningkatkan efisiensi dan permodalannya. Sejak tahun 2001 sampai dengan Juli 2006 telah dilakukan pencabutan izin usaha terhadap 249 BPR. Pencabutan izin usaha terbanyak dilakukan pada tahun 2001 dan 2002 masing-masing sebanyak 62 dan 151 BPR. Selain itu sejak tahun 2001 sampai dengan 2006 sebanyak 306 BPR telah melakukan merger sehingga menjadi 26 BPR. Dari jumlah BPR yang melakukan merger tersebut lebih dari 95% merupakan BPR milik Pemerintah Daerah. (Bank Indonesia, 2006)

Berdasarkan Tabel 2, terjadi penurunan pada jumlah BPR dari tahun ke tahun, namun terjadi peningkatan pada jumlah kantornya hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan jumlah BPR tidak mengurangi jangkauan pelayanan BPR kepada masyarakat, meskipun terjadi penurunan jumlah kantor pada tahun 2007, tetapi kembali meningkat hingga tahun 2009. Meskipun terjadi penurunan dari tahun ke tahun pada jumlah BPR yang ada di Indonesia, tetapi jumlah DPK BPR mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Tabel 3.

12

Page 13: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

Perkembangan Jumlah dan Kantor BPR dari Tahun 2005-2009

(Sumber : Bank Indonesia, Data diolah )

Berdasarkan tabel 3, terlihat kondisi keuangan BPR saat ini cenderung mengalami peningkatan dibandingkan keuangan tahun 2008, yang terlihat dari indikator-indikator keuangan BPR menunjukkan total asset BPR mencapai Rp 32,681 miliar meningkat dibandingkan tahun lalu yaitu Rp 32,449 miliar, jumlah DPK yang berhasil dihimpun mencapai Rp 21,790 miliar meningkat sebesar 2,4% dengan jumlah rekening sebanyak 7,379 ribu rekening terdiri dari tabungan sebesar Rp 7,031 miliar (6,978 ribu rekening) turun 1,15% dan deposito sebesar Rp 14,759 miliar (400 ribu rekening) meningkat 4.19%. Dan jumlah kredit yang disalurkan sebesar Rp 25,336 miliar (2,739 ribu rekening) turun 0,31%. Penurunan jumlah kredit yang disalurkan ini masih merupakan dampak dari krisis global yang terjadi.

Tabel 4Kegiatan Usaha BPR Konvensional skala Nasional

Periode : Oktober 2008 - Maret 2009

Indikator2008 2009

Oktober November Desember Januari Februari Maret

Jumlah BPR 1,769 1,770 1,771 1,767 1,768 1,768

Sumber Dana (Rp. Ribu)

25,693,756,732 25,743,352,124 26,035,895,347 26,165,747,651 26,534,109,633 26,192,910,557

- Tabungan 6,803,498,389 6,922,810,090 7,113,264,929 7,106,318,007 7,110,709,182 7,031,253,415

- Deposito 13,992,952,795 14,038,167,619 14,165,912,347 14,422,486,793 14,806,071,586 14,759,209,710

- Antarbank Pasiva 4,357,824,317 4,235,545,151 4,221,573,943 4,112,121,842 4,104,576,503 3,888,931,351

- Pinj. Diterima 539,481,231 546,829,264 535,144,128 524,821,009 512,752,362 513,516,081

Penanaman Dana (Rp. Ribu) 30,699,619,979 30,902,730,777 31,281,583,149 31,392,713,225 31,847,546,886 31,381,756,827

13

Tahun Jumlah BPR Kantor

2005 2,009 3,106

2006 1,935 3,157

2007 1,817 2,458

2008 1,771 2,574

2009 1,768 2,605

Page 14: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

- Kredit yg diberikan

25,635,646,517 25,746,130,637 25,415,259,877 25,403,567,426 25,887,537,910 25,336,066,167

- Antarbank Aktiva 5,018,414,245 5,111,600,140 5,821,323,272 5,919,145,799 5,868,008,976 5,945,690,660

- SBI 45,559,217 45,000,000 45,000,000 70,000,000 92,000,000 100,000,000

Jumlah Nasabah (Rekening) 9,989,176 10,857,635 37,507,029 10,549,073 10,076,727 10,119,116

- Tabungan 6,898,608 7,752,675 34,435,171 7,469,274 6,948,732 6,978,555

- Deposito 386,390 387,444 390,094 395,135 401,098 400,979

- Debitur 2,704,178 2,717,516 2,681,764 2,684,664 2,726,897 2,739,582

Total Asset (Rp. Ribu)

31,963,476,730 32,085,516,142 32,449,431,096 32,239,012,000 32,703,356,594 32,681,128,574

(Sumber : Bank Indonesia)

Fungsi intermediasi BPR juga relatif sudah mendekati optimal, terlihat pada tabel 4, LDR secara nasional mencapai 80,91% pada tahun 2009. Terjadi penurunan jika dibandingkan LDR 2008 yaitu sebesar 82,91%. Meskipun terjadi penurunan pada LDR nya, tetapi NPL dari BPR mengalami penurunan sebesar 2%, artinya resiko kredit macet dari BPR menjadi semakin berkurang.

Tabel 5Kinerja BPR Nasional

(Dalam Persen)

Tahun CAR LDR NPL

2007 24,08 77,65 7,952008 23,33 82,58 9,882009 25,10 80,91 7,50

(Sumber : BI, data diolah)

3.2 Perkembangan UKM di Indonesia

14

Page 15: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

Perkembangan sektor UKM selama ini sungguh menggembirakan. Peningkatan peran dan kegiatan usaha sektor UKM semakin nampak khususnya sejak krisis tahun 1997. Di tengah-tengah proses restrukturisasi sektor korporat dan BUMN yang berlangsung lamban, sektor UKM telah menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dan bahkan mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, kemajuan yang dicapai dalam restrukturisasi di sektor keuangan, khususnya industri perbankan, telah pula mampu menyediakan kebutuhan pembiayaan dengan tingkat pertumbuhan dan porsi yang lebih besar untuk UKM. Perkembangan inilah yang menjadi pendorong bagi peningkatan pertumbuhan dan peran sektor UKM dalam perekonomian nasional.

Sektor ekonomi UKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah sector (1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (3) Industri Pengolahan; (4) Pengangkutan dan Komunikasi; serta (5) Jasa-jasa dengan perkembangan masing-masing sector tercatat sebesar 52,48 persen, 28,12 persen, 6,49 persen, 5,54 persen dan 4,60 persen.

Gambar 3. Proporsi Sektor Ekonomi UKM Berdasarkan

Jumlah Unit Usaha Tahun 2007

15

Page 16: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

Dari tahun ke tahun, jumlah UKM di Indonesia terus meningkat. Dari tabel 3, tampak bahwa sejak tahun 1999 hingga 2007 terjadi peningkatan jumlah unit UKM, meskipun pada tahun 2007 terjadi penurunan jumlah unit Usaha Kecil sebesar 2% dan untuk Usaha Menengah terjadi penurunan sebesar 6,23% pada tahun 2001. Rata-rata pertumbuhan tahunan untuk Usaha Kecil lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan Usaha Menengah yaitu sebesar 3%, sedangkan Usaha Menengah tumbuh sebesar 11,8%. Meningkatnya jumlah unit UKM dari tahun ke tahun dapat dijadikan sebagai peluang yang dapat mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ditambah lagi, UKM selalu dapat bertahan ditengah kondisi krisis. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu 1) Bahan baku yang digunakan oleh UKM berasal dari dalam negeri, 2) Pangsa pasar UKM besar di pasar domestik.

Tabel 6.

JUMLAH UNIT USAHA KECIL DAN MENENGAH

TAHUN KECIL MENENGAH UKMGROWTH

(%)

1999 37,859,509 52,214 37,911,723 2000 38,669,355 54,632 38,723,987 2,142001 38,853,741 51,227 38,904,968 0,472002 40,705,676 58,992 40,764,668 4,782003 42,326,519 61,986 42,388,505 3,982004 43,641,094 66,318 43,707,412 3,112005 47,006,889 95,855 47,102,744 7,772006 48,822,925 106,711 48,929,636 3,882007 47,702,310 120,253 49,840,489 1,86

(Sumber : Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI, Data Diolah)

4.3 Peranan BPR Terhadap UKMBerdasarkan UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah

dengan UU No.10/1998, BPR merupakan lembaga microfinance yang bertujuan untuk menyalurkan kredit kepada UKM. Berdasarkan tabel 5, terlihat bahwa terjadi peningkatan dari tahun ke tahun pada jumlah penyaluran kredit BPR. Namun, pada tahun 2008 terjadi penurunan jumlah penyaluran kredit secara signifikan yaitu sebesar 68,45%. Hal ini disebabkan oleh krisis global yang terjadi. Krisis ini membuat BPR lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya, sebagai antisipasi meningkatnya tingkat NPL yang akan terjadi.

Tabel 7,Perkembangan Kredit BPR

16

Page 17: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

TAHUNTOTAL KREDIT BPR TOTAL KREDIT

(dalam juta Rp) BANK UMUM2000 4,562,817 1,665.232001 4,860,315 2,100.692002 6,682,856 2,771.772003 8,984,845 3,634.282004 12,149,079 4,569.752005 55,878,548 6,048.702006 70,539,407 7,096.692007 80,554,242 6,036.152008 25,415,260 7,679.00

(Sumber : Bank Indonesia, Kementrian Negara Koperasi dan UKM, data diolah)

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kredit BPR terhadap pengembangan UKM, penulis menggunakan metode regresi dengan program eviews, Variabel-variabel yang digunakan adalah total kredit BPR dan Bank Umum yang disalurkan kepada UKM.

4.3.1 Hasil Pengujian Regresi

Dependent Variable: UKMMethod: Least SquaresDate: 05/14/09 Time: 14:16Sample: 2000 2008Included observations: 9

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 16.09422 0.234277 68.69736 0.0000BPR 0.019887 0.028646 0.694253 0.5135BU 0.138234 0.060089 2.300486 0.0611

R-squared 0.870035 Mean dependent var 17.57513Adjusted R-squared 0.826714 S.D. dependent var 0.104243S.E. of regression 0.043394 Akaike info criterion -3.175790Sum squared resid 0.011298 Schwarz criterion -3.110048Log likelihood 17.29105 F-statistic 20.08318Durbin-Watson stat 0.792879 Prob(F-statistic) 0.002195

(Hasil pengolahan dengan E-Views 3.0, diolah)

Berdasarkan perhitungan diatas, terlihat bahwa kredit yang disalurkan oleh BPR dan bank umum ternyata memiliki hubungan yang positif terhadap perkembangan UKM, maksudnya bertambahnya jumlah kredit yang disalurkan

17

Page 18: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

oleh BPR dan BU dari tahun ke tahun, berdampak pada peningkatan jumlah unit UKM dari tahun ke tahun. Kredit yang disalurkan BPR memang berpengaruh positif terhadap perkembangan UKM, tetapi pengaruhnya tidak signifikan dibandingkan dengan penyaluran kredit BU.

Dari hasil pengolahan data diatas diperoleh R-square sebesar 0, 870035 sehingga dapat dikatakan bahwa pemilihan variable independen secara simultan memenuhi persamaan sebesar 87 persen sedangkan sisanya 13 persen merupakan pengaruh lain, yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan UKM. Dalam hal ini lembaga keuangan diluar BPR dan BU.

Dengan melihat kesamaan tanda koefisien dan probabilitas maka dapat disimpulkan bahwa variable kredit BPR berpengaruh positif (koefisiennya 0,019887) dan tidak berpengaruh signifikan terhadap perkembangan UKM ( 0,5135).

Sedangkan variable kredit BU berpengaruh positif (0,138234) dan signifikan terhadap perkembangan dangkan variable kredit BU berpengaruh positif (0,138234) dan signifikan terhadap perkembangan UKM pada taraf 10 persen (0,00611).

Secara teori jumlah kredit berpengaruh positif terhadap perkembangan UKM. Dari hasil pengolahan data, ditemukan bahwa variable kredit BU lebih signifikan daripada variable kredit BPR dalam mempengaruhi perkembangan UKM. karena fokus penelitian ini ditujukan pada lembaga keuangan mikro, dalam hal ini BPR . kemudian untuk mengetahui faktor-faktor penyebab tidak signifikannya pengaruh kredit BPR terhadap perkembangan UKM, maka penulis menggunakan metode analisis SWOT.

4.3.2 Analisis SWOT BPR

Berbagai Peluang

18

Page 19: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

1. Sebarannya yang 1. Jumlah UKM yang tidak merata terus bertambah

2. Tingkat suku bunga 2. Lingkage program yang tinggi 3. LPS 3. Teknologi yang belum berkembang Kelemahan Kekuatan 1. Banyaknya saingan 1. Legalitas 2. Perubahan 2. Lebih mudah dijangkau

teknologi yg cepat oleh masyarakat 3. Proses administrasi

yang mudah

Berbagai Ancaman

Kuadran I (Peluang) :

Jumlah UKM yang terus bertambahTerus bertambahnya jumlah UKM dari tahun ke tahun menjadi peluang bagi BPR. Semakin banyak jumlah UKM maka semakin banyak sektor yang menjadi subyek pembiayaan BPR, dan meningkatkan penghasilan BPR yang pada akhirnya meningkatkan modal yang dimilki oleh BPR.

Lingkage programDengan adanya lingkage program yaitu program bantuan pendanaan kredit dari BU ke BPR, membantu BPR dalam memenuhi kebutuhan kredit masyarakat. BPR tetap bisa memenuhi permintaan kredit dari masyarakat, meskipun sewaktu-waktu kekeurangan cadangan kredit.

Adanya penjaminan dari LPSAdanya jaminan dari LPS terhadap nasabah BPR, menciptakan peluang bagi BPR untuk menarik kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya di BPR, menyebabkan BPR memiliki lebih banyak nasabah sehingga dapat meningkatkan DPK BPR, yang pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah cadangan kredit yang akan disalurkan.

Kuadran II ( Kekuatan ) :

Legalitas

19

Page 20: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

Landasan Hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR sebagai satu jenis bank yang kegiatan usahanya terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Dalam pelaksanaan kegiatan usahanya BPR dapat menjalankan usahanya secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah.

Lebih Mudah Dijangkau oleh MasyarakatSalah satu kekuatan dari BPR adalah mudah dijangkau oleh masyarakat, sebab lokasi BPR yang umumnya berada di tingkat kecamatan. Contohnya BPR Suliki Gunung Mas yang berlokasi di Kecamatan Suliki ( Sumatera Barat ), BPR Harau yang berlokasi di Kecamatan Harau (Sumatera Barat).

Proses administrasi yang mudah

Untuk BPR, proses administrasi yang dimiliki, lebih sederhana dibandingkan dengan bank umum, sebab kredit yang disalurkan BPR adalah kredit skala kecil yang diperuntukkan untuk usaha rakyat kecil dan menengah, oleh karena itu tidak terlalu mempersulit administrasi dalam pengambilan kreditnya, beda halnya dengan bank umum yang banyak mengucurkan kredit pinjaman skala besar misalnya untuk proyek-proyek pembangunan, sehingga itu memerlukan administrasi yang rumit.

Kuadran III (Kelemahan) :

Sebarannya yang tidak MerataBerdasarkan data di bawah ini, terlihat bahwa sebaran dari BPR yang ada di Indonesia tidak merata dan hanya terpusat pada kawasan Indonesia bagian barat.

Tabel 8SEBARAN BPR NASIONAL

20

Page 21: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

No Provinsi PT PD KOPJumlah BPR

1 Provinsi NAD 3 1 1 5

2 Provinsi Sumatera Utara 51 0 1 52

3 Provinsi Sumatera Barat 74 30 2 106

4 Provinsi Riau 20 5 0 25

5 Provinsi Jambi 7 1 0 8

6 Provinsi Sumatera Selatan 16 0 0 16

7 Provinsi Bengkulu 3 0 0 3

8 Provinsi Lampung 22 1 0 23

9 Provinsi Kep. Bangka Belitung 1 0 0 1

10 Provinsi Kep. Riau 19 3 0 22

11 Provinsi DKI Jaya 27 0 0 27

12 Provinsi Jawa Barat 244 160 2 406

13 Provinsi Jawa Tengah 207 64 3 274

14 Provinsi D.I Yogyakarta 49 5 0 54

15 Provinsi Jawa Timur 298 13 28 339

16 Provinsi Banten 67 6 0 73

17 Provinsi Bali 138 3 0 141

18 Provinsi Nusa Tenggara Barat 19 46 0 65

19 Provinsi Nusa Tenggara Timur 8 0 0 8

20 Provinsi Kalimantan Barat 15 1 0 16

21 Provinsi Kalimantan Tengah 2 0 0 2

22 Provinsi Kalimantan Selatan 4 20 0 24

23 Provinsi Kalimantan Timur 11 1 0 12

24 Provinsi Sulawesi Utara 17 0 0 17

21

Page 22: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

25 Provinsi Sulawesi Tengah 7 0 0 7

26 Provinsi Sulawesi Selatan 19 2 1 22

27 Provinsi Sulawesi Tenggara 6 0 0 6

28 Provinsi Gorontalo 4 0 0 4

29 Provinsi Sulawesi Barat 1 0 0 1

30 Provinsi Maluku 2 0 0 2

31 Provinsi Maluku Utara 1 0 0 1

32 Provinsi Papua 6 0 0 6

33 Provinsi Irian Jaya Barat 0 0 0 0

Total 1368 362 38 1768

Tingkat Suku Bunga yang TinggiTingkat suku bunga kredit yang dimiliki BPR cenderung lebih tinggi dibandingkan bank umum, sebab sumber pendanaan yang dimiliki BPR juga berasal dari bank umum (linkage program), selain itu BPR hanya menghimpun dana dalam bentuk tabungan dan deposito, sehingga BPR harus menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi untuk mengantisipasi kredit macet akibat gagal bayar oleh nasabah.

Teknologi yang belum berkembangFasilitas-fasilitas intermediasi dari BPR belum berkembang sebagaimana yang dimiliki oleh bank-bank umum lainnya. Misalnya, kartu kredit dan ATM.

Kuadran IV (Ancaman) :

Banyaknya sainganBerdasarkan UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998, dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR sebagai satu jenis bank yang kegiatan usahanya terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Namun, kenyataanya banyak pengusaha UKM saat ini yang mengambil kerdit dari bank umum. Disamping karena tingkat bunga yang lebih rendah, bank umum juga menawarkan fasilitas kredit yang lebih inovatif, yang tentunya sangat membantu pengusaha UKM dalam menjalankan usahanya.

22

Page 23: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

Perubahan Teknologi yang CepatBerkembangnya teknologi saat ini semakin membuat para pelaku ekonomi untuk memanfaatkan perkembangan ekonomi tersebut, begitu juga dengan BPR. Hal ini akan menjadi ancaman bagi BPR jika BPR tidak dapat mengikuti perkembangan teknologi. Seperti kita ketahui bersama bahawa lembaga ekonomi yang ada di Indonesia umumnya lemah dalam teknologi, mereka cenderung menggunakan teknologi yang sudah ada tanpa keinginan untuk mengembangkan teknologi tersebut.

Berdasarkan hasil analisis SWOT diatas, terlihat bahwa kelemahan dari BPR yaitu sebarannya yang tidak merata dengan hanya berpusat pada Indonesia bagian barat, suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan suku bunga bank umum dan teknologi yang belum berkembang, memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan kelebihan yang dimiliki oleh BPR. Lebih besarnya pengaruh kelemahan BPR ini terhadap perilaku nasabah, membuat lebih kecilnya kontribusi penyaluran kredit BPR terhadap perkembangan UKM dibandingkan penyaluran kredit Bank Umum. Melihat kondisi ini, sangat berlawanan dengan peran uama BPR yaitu sebagai lembaga keuangan mikro yang membiayai UKM sebagaimana yang tercantum dalam UU No.7/1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan UU No.10/1998.

23

Page 24: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR sebagai satu jenis bank yang kegiatan usahanya terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Namun, setelah penulis menganalisis berdasarkan metode regresi terlihat bahwa meskipun kredit BPR memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan UKM namun pengaruhnya tidak sesignifikan. dibandingkan kredit yang disalurkan oleh Bank Umum. Selanjutnya dengan menggunakan analisis SWOT, diketahui beberapa faktor yang menyebabkan tidak signifikannya BPR terhadap peningkatan. Misalnya :

Masalah sebaran yang tidak merata, menyebabkan penyaluran kredit tidak dapat diakses secara merata oleh pengusaha UKM.

Tingkat suku bunga yang masih tinggi, menyebabkan banyak pengusaha UKM cenderung mengambil kredit kepada bank umum, atau lembaga keuangan lainnya, yang memiliki tingkat suku bunga yang lebih rendah.

Teknologi yang belum berkembang, yang terlihat dari masih kurangnya pelayanan perbankan BPR dari segi intermediasi.

Banyaknya saingan (lembaga keuagan lainnya), yang mampu menarik kepercayaan masyarakat. Sehingga masyarkat lebih cenderung memilih lembaga keuangan lainnya sebagai temapat mengambil kredit.

Perkembangan teknologi yang cepat

5.2 Saran

Berdasrkan kesimpulan diatas, terdapat beberapa kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh BPR, sehingga penulis ajukan beberapa saran, sebagai berikut :

Peningkatan penyebaran dan jangkauan BPR agar lebih mudah diakses oleh masyarakat.

24

Page 25: ANALISIS PERANAN MICROFINANCE 7

Bantuan permodalan kepada BPR oleh pemerintah serta subsidi suku bunga kepada kredit UKM.

Peningkatan fasilitas-fasiltas intermediasi kepada nasabah oleh BPR Memperbaiki citra BPR agar dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat

kepada nasabah. Melalui perbaikan manajmen mutu pelayanan kepada setiap nasabah.

Pemberian fasilitas pembinaan oleh pemerintah serta otoritas moneter kepada BPR baik dalam segi pembinaan manajmenn maupun regulasi yang daqpat mendorong kinerja BPR.

25