102
ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN TARIF TUNGGAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PAJAK PENGHASILAN TERHUTANG (Studi Kasus Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi Oleh: IRMA NURMAYANTI 083403157 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SILIWANGI TASIKMALAYA 2012

ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

  • Upload
    letram

  • View
    231

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN TARIF TUNGGAL DAN

PENGARUHNYA TERHADAP PAJAK PENGHASILAN TERHUTANG

(Studi Kasus Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Kota Tasikmalaya)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi

Oleh:

IRMA NURMAYANTI

083403157

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SILIWANGI

TASIKMALAYA

2012

Page 2: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

NAMA : IRMA NURMAYANTI

NPM : 083403157

JUDUL :“ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK

PENGHASILAN SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN

TARIF TUNGGAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP

PAJAK PENGHASILAN TERHUTANG”.

(Studi Kasus Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Kota Tasikmalaya)

Telah di sidangkan pada 21 November 2012

NO NAMA DOSEN JABATAN TANDA

TANGAN

1 Dr. Jajang Badruzaman, SE., M.Si, Ak Pembimbing I

2 Rani Rahman, SE., M.AK Pembimbing II

3 R. Neneng Rina A, SE., M.M Penguji I

4 Iwan Hermansyah, SE., M.Si., Ak Penguji II

Tasikmalaya, November 2012

Mengetahui

Ketua Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi

Dr. Jajang Badruzaman, SE., M.Si., Ak

Page 3: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

COMPARATIVE ANALYSIS RECEIPT INCOME TAX BEFORE AND

AFTER FLAT RATE AND THE EFFECT OF OUTSTANDING INCOME

TAX

(Case Study Corporate Taxpayers at Tax Service Office of Tasikmalaya City)

ABSTRACT

Compiled By :

IRMA NURMAYANTI

083403157

Guided By :

Dr. Jajang Badruzaman, SE.,M.Si.,Ak

Rani Rahman, SE.,M.AK

The research objective to know (1) Receipt income tax before flat rate, (2)

Receipt income tax after flat rate, (3) Is there a difference of receipt of income tax

before and after flat rate, (4) The influence of receipt of income tax on

outstanding income tax. The method used in this research is descriptive analytical

and comparative with case study approach. Data collecting technique by throught

primary data that is data obtained directly from data source where is research

executed in KPP Pratama Kota Tasikmalaya and secondary data that is obtained

from literature and the bibliography are relationship with problem which will be

checked. Analyzer applied is t-test parametric statistical techniques and simple

regression test with measurement scale of ratio. Testing of hypotesis by using t-

test. Result of research indicates that (1) receipt income tax before flat rate have

increased, (2) receipt income tax after flat rate have increased, (3) Testing about

the differences of receipt before and after flat rate there is significant different

between receipt tax income before and after flat rate, (4) testing about receipt

income tax to outstanding income tax that is receipt income tax to outstanding

income tax had an effect on significant to outstanding income tax.

Keyword : Receipt income tax, flat rate, outstanding income tax

i

Page 4: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN TARIF TUNGGAL DAN

PENGARUHNYA TERHADAP PAJAK PENGHASILAN TERHUTANG

(Studi Kasus Wajib Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota

Tasikmalaya)

ABSTRAK

Oleh :

IRMA NURMAYANTI

083403157

Dibawah bimbingan :

Dr. Jajang Badruzaman, SE.,M.Si.,Ak

Rani Rahman, SE.,M.AK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Penerimaan pajak penghasilan

sebelum tarif tunggal, (2) Penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal, (3)

Apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah

penerapan tarif tunggal, (4) Pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap

pajak penghasilan terutang. Metode yang digunakan adalah metode komparatif

dan deskriptif analitis dengan metode pendekatan studi kasus. Teknik

pengumpulan data dilakukan melalui data primer yaitu data yang diperoleh

langsung dari sumber data dimana penelitian ini dilaksanakan di KPP Pratama

Kota Tasikmalaya dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur dan

buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Alat analisis

yang digunakan adalah t-test statistik parametris dan uji regresi sederhana

dengan skala pengukuran rasio. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji uji

beda rata-rata dan uji t. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Penerimaan pajak

penghasilan sebelum tarif tunggal mengalami peningkatan, (2) Penerimaan pajak

penghasilan sesudah tarif tunggal mengalami peningkatan, (3) Pengujian

mengenai analisis perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah

tarif tunggal yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara penerimaan pajak

penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal, (4) Pengujian mengenai

pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang yaitu

penerimaan pajak penghasilan berpengaruh signifikan terhadap pajak penghasilan

terutang.

Kata kunci : penerimaan pajak penghasilan, tarif tunggal, pajak penghasilan

terutang

ii

Page 5: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah S.W.T, berkat rahmat dan

hidayahNya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul

“Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum dan

Sesudah Penerapan Tarif Tunggal Dan Pengaruhnya Terhadap Pajak

Penghasilan Terhutang (Studi Kasus Wajib Pajak Badan Di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya). Skripsi ini Diajukan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, dorongan semangat, dan

sumbangan pikiran dari banyak pihak, skripsi ini tidak akan terlaksanakan

dengan baik. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesarnya-besarnya kepada:

1. Orang tua dan mertua tercinta atas nasehat, dorongan, pengorbanan

dan doa yang selalu tercurah untuk penulis.

2. Suami, ayah dari anak lelakiku “Imat Rakhmatillah” yang telah banyak

membantu dengan sabar dan telaten dalam pembuatan skripsi ini serta

membiayai kuliah penulis.

3. Anakku tersayang “aldebaran alfathir rakhmatillah” yang senantiasa

setia mengikuti setiap langkah penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Mamah, a iman, a iki, teh eva, a gian, ica untuk bantuan, doa yang

selalu diberikan demi kelancaran penulis.

iii

Page 6: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

5. Bapak Prof. Dr. H. Kartawan, S.E.,M.P., selaku Rektor Universitas

Siliwangi Tasikmalaya.

6. Bapak Dr. Asep Yusup Hanapia, SE.,M.P., selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

7. Bapak Dr. Jajang Badruzaman, SE.,M.Si.,Ak., selaku Ketua Jurusan

Akuntansi. Sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah banyak

membantu dan memberikan masukan kepada penulis.

8. Bapak Rani Rahman, SE.,M.AK., selaku Pembimbing II yang telah

memberikan banyak pengarahan dan kemudahan bagi penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

9. Ibu Rita Tri Yusnita, SE.,M.M., selaku Dosen Wali Akuntansi D 2008.

10. Seluruh dosen dan staf karyawan di Fakultas Ekonomi Universitas

Siliwangi Tasikmalaya yang telah memberikan ilmunya sejak awal

perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

11. Kepala KPP Pratama Kota Tasikmalaya beserta staf pegawai di bagian

umum dan data informasi yang telah memberikan izin penelitian,

kemudahan, dan membantu kepada penulis dalam penyusunan skripsi

ini.

12. Teman-teman seperjuangan akuntansi 2008, khususnya akuntansi D

2008.

13. Rekan-rekan senior dan adik junior di Jurusan Akuntansi yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

14. Rekan-rekan BE Himatansi khususnya periode 2009/2010, 2010/2011.

iv

Page 7: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih

banyak kekurangan, bahkan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan dan menerima dengan senang hati segala kritik dan saran

dari semuanya. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat dan

berguna bagi yang membacanya. Amin

Tasikmalaya, Juni 2012

Penulis

v

Page 8: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT.................................................................................................i

ABSTRAK..................................................................................................ii

KATA PENGANTAR..............................................................................iii

DAFTAR ISI.............................................................................................vi

DAFTAR TABEL.....................................................................................x

DAFTAR GAMBAR................................................................................xi

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian.............................................................1

1.2 Identifikasi Masalah......................................................................7

1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................7

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian............................................................8

1.5 Lokasi dan Jadwal Penelitian........................................................9

1.5.1 Lokasi Penelitian..................................................................9

1.5.2 Waktu Penelitian.................................................................9

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka...........................................................................10

2.1.1 Definisi Pajak.....................................................................10

2.1.2 Fungsi Pajak.......................................................................13

2.1.3 Asas-Asas Pajak.................................................................15

vi

Page 9: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

2.1.4 Klasifikasi Pajak.................................................................17

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak...................................................19

2.1.6 Pajak Penghasilan................................................................21

2.1.6.1 Subjek Pajak Penghasilan.......................................22

2.1.6.2 Objek Pajak Penghasilan........................................25

2.1.7 Tarif Pajak...........................................................................28

2.1.7.1 Tarif Tunggal..........................................................31

2.2 Kerangka Pemikiran.....................................................................33

2.3 Hipotesis.......................................................................................38

BAB III : OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian..........................................................................39

3.1.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak......................39

3.1.2 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama.......42

3.1.2.1 Karakteristik KPP Pratama..................................43

3.1.2.2 Pola Pengelolaan KPP Pratama...........................47

3.2 Metode Penelitian......................................................................49

3.2.1 Metode Penelitian Yang Digunakan................................49

3.2.2 Jenis Dan Sumber Data...................................................49

3.2.3 Operasionalisasi Variabel...............................................50

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data..............................................51

3.2.5 Paradigma Penelitian.....................................................52

3.2.6 Rancangan Analisis Data dan Pengujian Hipotesis.......53

vii

Page 10: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian...........................................................................61

4.1.1 Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Penerapan

Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya..........61

4.1.2 Penerimaan Pajak Penghasilan Sesudah Penerapan

Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya..........61

4.2 Pembahasan.................................................................................64

4.2.1 Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Penerapan

Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya..........64

4.2.2 Penerimaan Pajak Penghasilan Sesudah Penerapan

Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya..........66

4.2.3 Analisis Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum

Tarif Tunggal....................................................................67

4.2.3 Analisis Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum

Tarif Tunggal....................................................................68

4.2.6 Pengaruh Penerimaan Pajak Penghasilan Terhadap

Pajak Penghasilan Terutang Di KPP Pratama

Kota Tasikmalaya.............................................................70

4.2.7 Uji Hipotesis.....................................................................73

4.2.7.1 Perbedaan Antara Besarnya Penerimaan

Pajak Penghasilan Sebelum Dan

Sesudah Penerapan Tarif Tunggal

Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya......................73

4.2.7.2 Pengaruh Penerimaan Pajak Penghasilan

Terhadap Pajak Penghasilan Terutang

Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya......................75

ix

Page 11: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan.....................................................................................76

5.2 Saran...........................................................................................77

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................80

LAMPIRAN..............................................................................................82

x

Page 12: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian...........................................................................6

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel......................................................................51

Tabel 3.2 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi..............................................58

Tabel 4.1 Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Tarif Tunggal........................62

Tabel 4.2 Penerimaan Pajak Penghasilan Sesudah Tarif Tunggal.........................63

Tabel 4.3 Perubahan Pajak Penghasilan Sebelum Tarif Tunggal..........................65

Tabel 4.4 Perubahan Pajak Penghasilan Sesudah Tarif Tunggal...........................67

Tabel 4.5 Penerimaan Pajak Penghasilan dan Pajak Penghasilan

Terutang.................................................................................................71

xi

Page 13: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Paradigma Penelitian..........................................................................53

xii

Page 14: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Data Penerimaan Pajak Penghasilan Badan Sebelum

dan Sesudah Tarif Tunggal....................................................................................82

Data Pajak Penghasilan Terutang Badan...............................................................83

Perhitungan SPSS dan Perhitungan Manual..........................................................84

Tabel Distribusi t....................................................................................................91

Surat Keterangan Izin Penelitian KPP Pratama Kota Tasikmalaya.......................92

xiii

Page 15: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pendapatan negara merupakan pemasukan yang diperoleh negara

untuk membiayai dan menjalankan roda pemerintahan, dimana

penerimaan tersebut didapat dari berbagai sumber baik sektor migas

maupun non migas. Namun penerimaan dari sektor non migas lebih besar

dibandingkan sektor migas. Penerimaan dari sektor non migas yang utama

adalah penerimaan dari sektor pajak.

Peranan penerimaan pajak selalu diupayakan untuk ditingkatkan,

karena merupakan sumber pendapatan dalam negeri yang lebih stabil dan

dinamis. Walaupun disadari bersama dalam situasi krisis ekonomi yang

melanda Indonesia, harapan untuk peningkatan penerimaan pajak semakin

sulit untuk di capai. Peranan pajak untuk biaya pembangunan di Indonesia

sudah sangat dominan melebihi porsi penerimaan dari sektor migas.

Kondisi ini mencerminkan harapan yang besar bahwa pembangunan di

masa yang akan datang ditentukan dari kesadaran wajib pajak dalam

membayar pajak dan keefektifan serta keefisienan pungutan pajak yang

dilakukan. Beban dan tanggung jawab untuk merealisasikan penerimaan

negara yang bersumber dari penerimaan pajak mengharuskan Direktorat

Jenderal Perpajakan melakukan reformasi aturan-aturan di bidang

perpajakan.

Page 16: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Awal reformasi besar perpajakan di Indonesia dimulai tahun 1984,

ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang

Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dan Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Undang-Undang ini menggantikan

peraturan perpajakan yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda

(misalnya : ordonansi PPs 1925 dan ordonansi PPd 1944), dan sistem

pemungutan pajak Indonesia juga mengalami perubahan dari sistem

official-assessment menjadi sistem self-assessment yang masih diterapkan

sampai dengan sekarang.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Perpajakan kembali disiapkan

oleh pemerintah untuk diajukan ke DPR guna keperluan amandemen.

RUU Perpajakan itu terdiri dari Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai

(PPN), dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PpnBM), Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB). Adapun arah dan tujuan penyempurnaan Undang-

Undang Perpajakan tersebut adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak

melalui program intensifikasi dan ektensifikasi pajak, memberikan rasa

keadilan dan kemudahan dalam sistem administrasi perpajakan,

meningkatkan iklim investasi melalui penyederhanaan jenis pajak dan

struktur tarif dengan memperhatikan tarif yang berlaku di negara lain.

Page 17: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Semenjak reformasi perpajakan yang terjadi pada tahun 1983 dan

berlaku efektif pada tahun 1984, Indonesia menggunakan struktur tarif

progresif untuk menghitung pajak penghasilan terutang. Tarif progresif

tersebut berlaku sama, baik untuk Wajib Pajak Orang Pribadi maupun

untuk Wajib Pajak Badan. Kecenderungan global yang terjadi adalah

diterapkannya flate rate menggantikan tarif progresif. Flate rate diyakini

dapat meningkatkan penerimaan pajak dan menarik investasi.

Rencana pemerintah memberlakukan tarif tunggal sebesar 28%

dalam perhitungan pajak penghasilan seperti tercantum dalam RUU

tentang Pajak Penghasilan dikhawatirkan akan mematikan sektor usaha

kecil menengah dan koperasi. Tarif tunggal tersebut akan membuat

nominal pajak penghasilan yang harus dibayarkan kalangan UKM dan

Koperasi menjadi lebih besar di bandingkan dengan sisem tarif berlapis

(progresif) yang berlaku. Pembengkakan biaya pajak penghasilan itu akan

semakin menyulitkan keuangan UKM maupun dalam mengembangkan

usaha.

Usulan penerapan tarif tunggal sebenarnya telah lama

dikemukakan. Dalam perundingan dengan IMF, pemerintah mengkaji

penurunan tarif PPh Badan, dan kemungkinan menerapkan tarif tunggal.

Penelitian yang dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) memberi

rekomendasi penggunaan tarif tunggal sebesar 27-28%, untuk PPh Badan

non usaha kecil dan menengah (non UKM) dan sementara untuk usaha

kecil dan menengah (UKM) yang di definisi berpenghasilan di bawah Rp.

Page 18: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

100.000.000,00 per tahun diusulkan tarif final sebesar 19%. Tarif tunggal

ini dimasa depan bisa saja diturunkan menjadi 25%.

Berbeda dengan Negara lain yang telah terlebih dahulu

mengenakan tarif tunggal untuk seluruh pajak penghasilannya, Indonesia

justru berencana untuk mengenakan tarif tunggal hanya pada PPh Badan.

Padahal contoh sukses penerapan tarif tunggal di Negara Rusia adalah

pajak perseorangan. Selain itu pemerintah mematok besaran tarif pada

angka 28%, yang berarti pengusaha kecil yang sebelumnya dikenakan

pajak pada tarif terendah sebesar 10%, maka dengan ketentuan ini

pengusaha kecil akan membayar pajak lebih besar dari sebelumnya. Dari

satu sisi penerimaan pajak akan meningkat akan tetapi di mungkinkan pula

di sisi yang lain akan mengakibatkan masyarakat kategori pengusaha kecil

menjadi malas untuk bekerja karena akan dikenakan tarif yang lebih

tinggi.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Perpajakan yang diajukan

pemerintah mulai tahun 2005, pemerintah berencana menerapkan tarif

tunggal untuk menggantikan tarif progresif Pasal 17 Pajak Penghasilan.

Dalam UU PPh No 36 tahun 2008 pemerintah berupaya memperbaiki

ketentuan-ketentuan pajak yang diharapkan akan bermanfaat bagi

kehidupan berbangsa dan bernegara menuju kesejahteraan dan keadilan

bersama. Maka besaran tarif yang diusulkan adalah 28% berlaku pada

Page 19: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

tahun 2009 dan pada tahun 2010 diturunkan menjadi 25%. Tarif tunggal

diterapkan untuk Wajib Pajak Badan dan berlaku sama untuk seluruh

Wajib Pajak Badan.

Dalam penelitian ini penulis merujuk pada penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya oleh :

1) Iwan Saktius Susilo (2007) dengan judul Pengaruh Tarif Tunggal Pasal

17 PPh Badan Terhadap Jumlah Pajak Penghasilan Terhutang.

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) metode yaitu penelitian

assosiatif/hubungan dan metode komparatif. Dimana hasilnya adalah

tarif tunggal pasal 17 PPh Badan berpengaruh signifikan terhadap

jumlah pajak penghasilan terhutang.

2) Annisa Gama Widjaya (2011) dengan judul Studi Evaluasi Kepatuhan

Wajib Pajak Sebelum Dan Sesudah Reformasi Perpajakan 2008 Dan

Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak. Penelitian berupa data

sekunder yaitu data kuantitatif. Dimana hasilnya terdapat perbedaan

yang signifikan mengenai realisasi penerimaan pajak pada periode

sebelum dan sesudah reformasi 2008.

3) Venti Eka Satya, Galuh Prila Dewi (2010) mengenai Perubahan

Undang-Undang Pajak Penghasilan Dan Peranannya Dalam

Memperkuat Fungsi Budgetair Perpajakan. Penelitian ini menjelaskan

semakin besarnya porsi penerimaan pajak yang bersumber dari pajak

langsung terutama pajak penghasilan menunjukan adanya sisi positif

dari reformasi Undang-Undang Perpajakan terutama PPh.

Page 20: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Untuk melihat persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu

dengan penelitian yang dilakukan penulis dapat dilihat dalam tabel 1.1

berikut ini :

Tabel 1.1

Perbandingan Penelitian Terdahulu Dengan Penelitian Penulis

No Peneliti, Tahun, Judul

dan Tempat

Persamaan Perbedaan Hasil Sumber

1 Iwan Saktius Susilo

(2007)

Judul : Pengaruh Tarif

Tunggal Pasal 17 PPh

Badan Terhadap Jumlah

Pajak Penghasilan

Terhutang pada KPP

Pangkal Pinang

Sama-sama

membahas

tarif pajak

dan pajak

penghasilan

terhutang

Variabel (𝑋1)

yaitu tarif

progresif (

penerimaan pajak

penghasilan

sebelum tarif

tunggal

Tarif tunggal pasal

17 PPh Badan

berpengaruh

terhadap jumlah

pajak penghasilan

terutang

Tesis Jurusan

Akuntansi

Fakultas

Ekonomi

Universitas

Indonesia

2 Annisa Gama Widjaya

(2011)

Judul : Studi Evaluasi

Kepatuhan Wajib Pajak

Sebelum Dan Sesudah

Reformasi Perpajakan

2008 Dan Implikasinya

Terhadap Penerimaan

Pajak Pada KPP Pratama

Kota Semarang

Sama-sama

membahas

perubahan

ketentuan

perpajakan

Variabel (𝑋1),

(𝑋2), dan Variabel

Y

Pemungutan pajak

penghasilan atas

penghasilan dari

usaha jasa kontruksi

mempengaruhi

penerimaan pajak di

KPP BUMN tahun

berjalan

Skripsi

Jurusan

Akuntansi

Fakultas

Ekonomi

Universitas

Diponegoro

3 Venty Eka Satya,

Galuh Prila Dewi

(2010)

Judul : Perubahan

Undang-Undang Pajak

Penghasilan dan

Peranannya Dalam

Memperkuat Fungsi

Budgetair Perpajakan

Sama-sama

membahas

Pajak

Penghasilan

Pajak yang

dibahas mengenai

pengaruhnya

terhadap fungsi

budgetair, sedang

rencana peneliti

akan membahas

pengaruh pajak

terhadap jumlah

pajak yang

teutang

Terdapat pengaruh

yang signifikan

dengan adanya

reformasi

perpajakan

sehingga

meningkatkan

penerimaan pajak

negara.

Jurnal

Ekonomi dan

Kebijakan

Publik

Irma Nurmayanti : Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Dan Sesudah

Penerapan Tarif Tunggal Dan Pengaruhnya Terhadap Pajak Penghasilan Terhutang Di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya

Page 21: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulisan skripsi ini disajikan

dengan judul “Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Penghasilan

Sebelum dan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal dan Pengaruhnya

Terhadap Pajak Penghasilan Terutang”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat

diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal.

2. Bagaimana penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal.

3. Apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan

sesudah tarif tunggal pada KPP Pratama Kota Tasikmalaya.

4. Bagaimana pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak

penghasilan terutang pada KPP Pratama Kota Tasikmalaya.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui :

1. Penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal.

2. Penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal.

3. Perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah tarif

tunggal pada KPP Pratama Kota Tasikmalaya.

Page 22: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

4. Pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan

terutang pada KPP Pratama Kota Tasikmalaya.

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian

Penulis berharap agar hasil penelitian yang disajikan untuk

penyusunan karya tulis ini dapat memberi manfaat bagi :

1. Penulis

Dapat menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman yang

berharga dalam mempelajari, memahami dan mengimplementasikan ilmu

yang diperoleh khususnya ilmu yang berhubungan dengan judul di atas

baik teoritis maupun sosialisasinya secara riil dalam kehidupan penulis

khususnya pada dunia perpajakan.

2. Kantor Pelayanan Pajak

Penulis berharap dapat memberikan bahan masukan yang berguna

untuk pelaksanaan tarif tunggal guna meningkatkan penerimaan pajak

penghasilan.

3. Bagi pihak lain

Dapat menjadi masukan dan bahan referensi tambahan serta

menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca yang tertarik untuk

mendalami topik yang diangkat oleh penulis dalam penelitian ini.

Page 23: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

1.5.1 Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis melakukan

penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Tasikmalaya.

1.5.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dimulai dari bulan Mei

2012 sampai dengan Oktober 2012.

Page 24: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN,

DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Definisi Pajak

Pajak adalah suatu jenis pungutan yang dilakukan oleh Negara atas

perintah Undang-Undang yang mutlak dilakukan untuk mempertahankan

eksistensi suatu Negara. Hal ini sangat bisa dipahami karena tanpa dana

yang memadai mustahil Negara akan dapat menjalankan roda

pemerintahan dan melaksanakan pembangunan di segala bidang bahkan

sangat mustahil suatu Negara dapat mempertahankan eksistensinya

sebagai suatu Negara. Oleh karena itu dalam perkembangan sejarah

bangsa Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka sudah dikenal suatu

pungutan yang disebut pajak dengan istilah yang bermacam-macam,

seperti pada zaman kerajaan-kerajaan yang pernah ada di bumi nusantara

dikenal suatu pungutan oleh raja-raja dengan istilah upeti. Dalam

perkembangannya setelah bangsa Indonesia dijajah oleh kolonial Belanda

mulai dikenal pungutan pajak dengan istilah seperti pajak tanah, pajak

hasil bumi, pajak perseroan, pajak pendapatan dan lain-lain.

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang

diberlakukan oleh seluruh hampir negara di dunia. Di setiap negara yang

memiliki pemerintahan dan rakyat, akan ada pajak di negara tersebut. Oleh

Page 25: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

karena itu, dapat dikatakan hampir tidak ada negara di dunia yang tidak

memberlakukan pajak. Selain sebagai salah satu sumber penerimaan

negara, pajak juga bermanfaat sebagai alat pemerataan pendapatan dan

pendorong investasi.

Berbagai pendapat para ahli memberikan definisi tentang pajak,

Musgrave memberikan definisi tentang pengertian pajak dengan cara

memberikan perbedaan antara pajak dengan pinjaman sebagai berikut :

” Pajak ditarik dari sektor swasta tanpa mengakibatkan timbulnya

kewajiban bagi pemerintah terhadap pihak pembayar. Pinjaman

merupakan suatu penarikan yang dilakukan sebagai pengganti janji

pemerintah untuk membayar kembali dimasa mendatang serta

untuk membayar bunga selama periode pinjaman. Pajak merupakan

suatu kewajiban sementara pinjaman lebih bersifat sukarela”.

Andriani seorang mantan guru besar dalam hukum pajak di

Universitas Amsterdam (Belanda) memberikan pendapatnya bahwa :

“ Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-

peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung

dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara

untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Sementara Rochmat Soemitro memberikan pengertian pajak adalah

sebagai berikut :

“Pajak adalah iuran kepada Negara berdasarkan Undang-Undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Page 26: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Definisi pajak menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007,

adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat”.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak

adalah iuran wajib dari rakyat kepada negara sebagai wujud peran serta

dalam pembangunan yang dalam pengenaannya berdasarkan Undang-

Undang dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta dapat

dipaksakan bagi mereka yang melanggarnya.

Pajak tidak dapat dipisahkan dengan pemerintahan, karena pajak

merupakan salah satu unsur terselenggaranya fungsi pemerintahan. Pajak

merupakan salah satu cara pengalihan kekayaan dari sektor swasta ke

sektor publik yang diperlukan untuk menjalankan fungsi pemerintahan.

Ada 3 fungsi pemerintahan, yang berkaitan dengan pemungutan

pajak oleh suatu pemerintahan yaitu:

a. Mengatasi inefisiensi dalam suatu sistem pasar untuk mendistribusikan

alokasi sumber daya ekonomi, apabila terjadi kendala dalam

mekanisme pasar.

Page 27: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

b. Distribusi penghasilan dan kekayaan dalam masyarakat sebagai

pelaksanaan dalam fungsi keadilan sosial.

c. Menciptakan suasana yang dapat mengatasi fluktuasi dalam ekonomi

untuk menjamin terselenggaranya daya serap tenaga kerja dalam

tingkat yang tinggi menjaga stabilitas keseimbangan harga.

Dalam memainkan fungi-fungsi tesebut pajak memainkan peranan

yang penting, karena pelaksanaan pajak berkaitan dengan wewenang yang

di miliki oleh suatu negara yang mempunyai kekuasaan dalam

menyelenggarakan pemerintahan atas suatu penduduk dalam negara

tersebut yang dibatasi dengan batas wilayah kekuasaan negara lainnya.

2.1.2 Fungsi Pajak

Pajak memiliki fungsi yang sangat strategis bagi berlangsungnya

pembangunan suatu Negara. Pajak antara lain mempunyai fungsi sebagai

berikut:

a. Fungsi Penerimaan (Budgetair )

Fungsi pajak yang paling utama adalah memasukan dana secara optimal

untuk mengisi kas negara dengan berdasarkan Undang-Undang Perpajakan

yang berlaku. Fungsi ini disebut dengan fungsi budgetair atau fungsi

penerimaan. Oleh karena itu suatu pemungutan pajak yang baik sudah

seharusnya memenuhi azas revenue productivity. Jika suatu pajak sangat

sulit untuk dipungut padahal memiliki potensial yang sangat signifikan

Page 28: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

maka mungkin saja pemerintah lebih mengedepankan kemudahan

administrasi daripada asas keadilan.

Nurmantu menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan memasukan

dana secara optimal ke kas negara berdasarkan Undang-Undang

perpajakan yang berlaku adalah:

a) Jangan sampai ada wajib pajak atau subjek pajak yang tidak

memenuhi sepenuhnya kewajiban perpajakannya.

b) Jangan sampai ada objek pajak yang tidak dilaporkan oleh wajib

pajak kepada fiskus.

c) Jangan sampai ada objek pajak yang terlepas dari pengamatan

atau perhitungan fiskus.

b. Fungsi Mengatur (Regulator)

Fungsi mengatur (regulerend) disebut juga fungsi tambahan, yaitu

fungsi dalam mana pajak juga digunakan oleh pemerintah sebagai

instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan

oleh pemerintah. Pajak digunakan untuk memproteksi produksi dalam

negeri, mendorong impor, merangsang investasi, dan juga digunakan

untuk menghambat atau mendistorsi suatu kegiatan perdagangan. Oleh

karenanya pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur guna tercapainya

tujuan-tujuan tertentu yang ditetapkan pemerintah.

Page 29: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

c. Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan

kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat

dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur

peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang

efektif dan efisien.

d. Fungsi Redistribusi Pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh Negara akan digunakan untuk

membiayai semua kepentingan umum termasuk juga untuk membiayai

pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja yang pada

akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan.

2.1.3 Asas-Asas Pajak

Rosdiana menjelaskan bahwa terdapat beberapa asas yang penting

untuk diperhatikan dalam mendesain sistem pemungutan pajak, yaitu:

a. Asas Equity/Equlity

Asas equity (keadilan) mengatakan bahwa pajak itu harus adil dan

merata, yaitu dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan

kemampuannya untuk membayar pajak tersebut, dan juga sesuai dengan

manfaat yang diterimanya dari negara. Salah satu alasan mengapa tingkat

kesadaran membayar pajak tinggi di negara-negara relatif maju adalah

Page 30: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

karena mereka yakin bahwa pajak yang dipungut pemerintah sudah adil.

Pembebanan pajak adil, apabila wajib pajak menyumbangkan suatu jumlah

untuk dipakai guna pengeluaran pemerintah sebanding dengan

kepentingannya dan dengan manfaat yang diterimanya dari pemerintah.

Keadilan dalam pajak penghasilan terdiri dari keadilan horizontal dan

keadilan vertikal.

b. Asas Revenue Productifity

Prinsip ini menurut Frizt Neumark sebagaimana dikutip Nurmantu

menyangkut dua hal yaitu pertama principle of adequacy, bahwa sistem

perpajakan nasional seharusnya dapat menjamin penerimaan negara untuk

membiayai semua pengeluaran. Kedua the principle of adaptability, bahwa

sistem perpajakan bersifat cukup fleksibel untuk menghasilkan

penerimaaan tambahan bagi negara, apabila terjadi kebutuhan mendadak

negara seperti adanya bencana alam nasional tanpa menimbulkan

kegoncangan dalam bidang ekonomi rakyat.

c. Asas Ease of Administration

Suatu sistem perpajakan yang baik haruslah mudah dalam

administrasinya dan mudah pula untuk mematuhinya. Haula Rosdiana

mengatakan bahwa terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan

dalam mencapai kemudahan administrasi tersebut. Pertama adalah

certainty, yaitu menyatakan bahwa harus ada kepastian baik bagi petugas

pajak maupun bagi semua wajib pajak, selain itu mencakup pula kepastian

Page 31: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

pihak-pihak yang dikenakan pajak, apa saja yang dikenakan pajak,

besarnya jumlah pajak yang harus dibayar dan bagaimana jumlah pajak

yang terhutang harus dibayar. Kedua adalah azas convenience yaitu

penentuan saat yang tepat bagi wajib pajak untuk membayar pajak

misalnya pada saat menerima penghasilan. Ketiga azas efficiency, yaitu

dari sisi fiskus pemungutan lebih kecil daripada jumlah pajak yang

dikumpulkan sedangkan dari sisi wajib pajak, dikatakan efisien apabila

biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam pemenuhan kewajibannya

bisa seminimal mungkin. Dan yang keempat dan terakhir adalah azas

simplicity, yaitu kesederhanaan dalam peraturan perpajakan jelas dan

mudah dimengerti oleh wajib pajak.

2.1.4 Klasifikasi Pajak

Berbagai macam jenis pajak dapat diklasifikasikan berdasarkan

klasifikasinya.

1. Menurut Golongan

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya

adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai Barang

dan Jasa dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPN dan

PPnBM), dan Bea Materai.

Page 32: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya

adalah Pajak Reklame, Pajak Hotel , Pajak Penerangan Jalan, Pajak

Restoran dan lain-lain.

Apabila dilihat dari segi administratif yuridis, maka pajak dapat

digolongkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu:

a. Pajak Langsung, artinya bahwa dari segi yuridis pajak ini dipungut

secara periodik, yakni dipungut secara berulang-ulang, tidak hanya satu

kali pungut saja, dengan menggunakan penetapan sebagai dasarnya.

Dan jika dilihat dari segi ekonomis apabila beban pajak tidak dapat

dilimpahkan kepada pihak lain, jadi dalam hal ini antara pihak yang

dikenai kewajiban atau ditetapkan untuk membayar pajak dengan pihak

yang benar-benar memikul beban pajak, merupakan pihak yang sama.

Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Tidak Langsung, artinya bahwa dari segi yuridis pajak ini

dipungut secara insidental atau tidak berulang-ulang dan tidak

menggunakan kohir. Jadi pajak tidak langsung hanya dipungut sesekali

seperti yang dikehendaki oleh ketentuan Undang-Undang. Dari segi

ekonomis apabila wajib pajak dapat mengalihkan beban pajaknya

kepada pihak lain atau dengan kata lain antara mereka yang menjadi

wajib pajak dengan yang benar-benar memikul beban pajak itu

Page 33: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

merupakan pihak yang berbeda. Contohnya adalah Pajak Pertambahan

Nilai (PPN).

2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya berpangkal pada diri

orang atau badan yang dikenai pajak (wajib pajak). Pajak subjektif

dimulai dengan menetapkan orangnya baru kemudian dicari syarat

objektifnya. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya berpangkal pada

objek yang dikenai pajak, dan untuk mengenakan pajaknya harus

dicari subjeknya. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang. Ciri-ciri official assessement system : wewenang untuk

menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus, wajib pajak

bersifat pasif, utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan

pajak oleh fiskus.

Page 34: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

b. Self Assessment System

Dari asal katanya self assessment terdiri dari kata self yang artinya

sendiri dan to assess yang artinya menilai, menghitung, menaksir,

dengan demikian self assessment system adalah suatu sistem

pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung

jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,

membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

c. Witholding Tax System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenag

dan kewajiban kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut

besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Sejak tax reform mulai tahun 1984 pemungutan pajak penghasilan

di Indonesia sistem pemungutan pajak yang diterapkan adalah

merupakan kombinasi antara self assessment system dan witholding

tax system. Self assessment system tersirat dalam bunyi pasal 12

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan yang berbunyi “Setiap wajib pajak wajib

membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada

adanya Surat Ketetapan Pajak”. Sedangkan penerapan witholding tax

Page 35: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

system antara lain dapat dijumpai dalam pasal 4 ayat (2), pasal 21,

pasal 22, pasal 23, pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

2.1.6 Pajak Penghasilan

Sesuai dengan sebutannya pajak penghasilan itu dikenakan atas

penghasilan. Pajak penghasilan merupakan salah satu jenis pajak pusat

yang objeknya adalah penghasilan. Pajak penghasilan dikenakan terhadap

wajib pajak yaitu apabila telah terpenuhinya syarat subjektif dan syarat

objektif sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pajak penghasilan merupakan salah satu pajak langsung yang

dipungut pemerintah pusat atau merupakan pajak negara. Sebagai pajak

langsung maka beban pajak tersebut menjadi tanggungan wajib pajak yang

bersangkutan dalam arti bahwa beban pajak tersebut tidak boleh

dilimpahkan kepada pihak lain dengan cara memasukkan beban pajak ke

dalam kalkulasi harga jual. Sebagai pajak langsung pajak penghasilan

dipungut secara periodik terhadap kumpulan penghasilan yang diperoleh

atau yang diterima oleh wajib pajak selama satu tahun pajak.

Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang PPh tidak

memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada

adanya tambahan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang

diterima atau diperoleh wajib pajak merupakan ukuran terbaik mengenai

Page 36: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

kemampuan wajib pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya

yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin pemerintah.

2.1.6.1 Subjek Pajak Penghasilan

Dalam hukum Pajak Internasional, subjek pajak itu disebut sebagai

“person” atau orang, yang dapat berupa orang pribadi dan dapat pula

bukan orang pribadi. Subjek pajak adalah subjek hukum yang oleh

undang-undang pajak diberi kewajiban perpajakan. Subjek pajak menurut

Undang-undang No 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan adalah

sebagai berikut :

1) orang pribadi;

2) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang

berhak;

3) badan;

4) bentuk usaha tetap.

Pengertian badan diberikan definisi tersendiri sesuai pasal 1 butir 3

UU KUP yaitu :

“Sekumpulan orang pribadi dan/atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak

melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan

komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau

badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,

firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,

yayasan, organisasi massa, organisasi politik, atau organisasi

Page 37: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak

investasi kolektif dan bentuk usaha tetap”.

Subjek pajak tersebut akan dikenakan pajak penghasilan bilamana

terpenuhi syarat objektif yaitu menerima atau memperoleh penghasilan

yang merupakan objek pajak penghasilan.

Menurut pasal 2 ayat (2) UU PPh subjek pajak dibedakan menjadi

subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Yang dimaksud

dengan subjek pajak dalam negeri adalah :

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi

yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)

hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang

dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk

bertempat tinggal di Indonesia.

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali

unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

3. Penerimaanya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau

Pemerintah Daerah.

4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

Page 38: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang

berhak.

Sedangkan yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah:

a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau

memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha

atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Sedangkan yang tidak termasuk subjek pajak adalah :

1. Kantor perwakilan negara asing

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-

pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan

kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama

mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia

tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau

pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan

timbal balik.

Page 39: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

3. Organisasi-organisasi Internasional dengan syarat :

a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan

b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada

pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional dengan syarat

bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha kegiatan,

atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2.1.6.2 Objek Pajak Penghasilan

Sedangkan pengertian penghasilan yang merupakan objek dari

pajak penghasilan, menurut pasal 4 UU PPh dirumuskan :

“Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau

diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun

luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk

menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama

dan dalam bentuk apapun”.

Termasuk :

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,

komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk

lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

c. Laba usaha.

Page 40: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,

persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau

penyertaan modal.

Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,

sekutu, atau angota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan

badan lainnya.

Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi

dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam

garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan

pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang

pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang

ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri

Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha pekerjaan,

kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang

bersangkutan.

Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau

seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,

atau permodalan dalam usaha pertambangan.

Page 41: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai

biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.

f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian uang.

g. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden

dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa

hasil usaha koperasi.

h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

n. Premi asuransi.

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang

terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak.

q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.

r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang

mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

s. Surplus Bank Indonesia.

Page 42: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Termasuk Pendapat Schanz, Haig, dan Simon yang selanjutnya

dikenal dengan istilah SHS Concepts dikutip oleh Nurmantu menyatakan

bahwa pengertian penghasilan untuk kepentingan perpajakan seharusnya

tidak membedakan sumbernya dan tidak menghiraukan pemakaiannya,

melainkan lebih menekankan pada kemampuan ekonomis yang dapat

dipakai untuk menguasai barang dan jasa.

Bagi wajib pajak dalam negeri yang menjadi objek pajak adalah

penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.

Sedangkan bagi wajib pajak luar negeri yang menjadi objek pajak hanya

penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

Pajak Penghasilan Badan adalah salah satu bagian dari komponen

pajak penghasilan yaitu termasuk dalam golongan pajak langsung. Artinya

bahwa pemajakannya langsung ditujukan terhadap subjek yang akan

menanggung beban pajak tersebut.

2.1.7 Tarif Pajak

Rosdiana menjelaskan bahwa Tariff/Custom Duties adalah pajak

atas lalu lintas barang. Dalam International Tax Glossasry disebutkan

bahwa custom duties are levied on goods into a country. Dalam literatur

seringkali disebut juga dengan tarif. Tarif pajak didefinisikan sebagai tarif

yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayar dan

biasanya merupakan presentase untuk diterapkan atas penghasilan neto.

Page 43: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Nurmantu menjelaskan bahwa dalam beberapa literatur, dikenal

empat macam tarif pajak yakni tarif tetap, tarif proporsional, tarif

progresif, dan tarif regresif.

1. Tarif pajak tetap (fixed rate)

Yang dimaksud dengan tarif pajak tetap adalah tarif yang jumlah

pajaknya dalam rupiah (atau Dolar) bersifat tetap walaupun objek

pajak jumlahnya berbeda-beda. Nurmantu memberikan contoh

penerapan tarif pajak tetap adalah pada Bea Materai, di atur bahwa

jumlah Bea Materai terhutang atas kuitansi atau tanda terima uang

di atas Rp. 1.000.000,00 adalah sejumlah Rp. 6.000,00. Walaupun

uang yang diterima jumlahnya lebih dari Rp. 1.000.000,00 jumlah

Bea Materai yang terutang tetap Rp.6.000,00.

2. Tarif pajak proporsional (proporsional rate)

Yang dimaksud dengan tarif pajak proporsional adalah tarif

yang persentasenya tetap walaupun jumlah objek pajaknya

berubah-ubah. Nurmantu memberikan contoh pada penerapan tarif

pajak pertambahan nilai sebesar 10%. Walaupun objek pajaknya

naik ataupun turun, maka tarif yang dikenakan adalah tetap sebesar

10%.

Page 44: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

3. Tarif pajak progresif

Yang dimaksud dengan tarif pajak progresif adalah tarif pajak

yang makin tinggi objek pajaknya, makin tinggi pula presentase

tarif pajaknya. Misalnya seseorang dengan penghasilan Rp.

1.000.000,00 akan dikenakan tarif sebesar 10%, penghasilan

sebesar Rp. 5.000.000,00 akan dikenakan tarif 15%, dan

penghasilan yang lebih besar lagi akan dikenakan tarif 30%.

4. Tarif pajak regresif (regressive rate)

Yang dimaksud dengan tarif pajak regresif adalah tarif pajak

yang apabila objek pajaknya makin tinggi, maka makin rendah pula

tarifnya. Tarif ini pernah berlaku untuk Bea Warisan. Makin tinggi

warisan yang akan diterima ahli waris, maka tarif pajak atas

warisan makin kecil. Tarif ini sudah tidak berlaku lagi di Indonesia.

Dalam hubungannya dengan Pajak Penghasilan sebagaimana diatur

dalam UU PPh maka tarif yang diterapkan adalah tarif progresif

sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (1) UU PPh. Tarif progresif yang

dimaksud adalah sebagai berikut :

Page 45: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta

rupiah)

10% (sepuluh persen)

Di atas Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

s.d Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)

15% (lima belas

persen)

Di atas Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) 30% (tiga puluh

persen)

2.1.7.1 Tarif Tunggal

Dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008 tentang perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1983 tentang Pajak Penghasilan tanggal 23 September 2008 yang mulai

berlaku efektif sejak 1 Januari 2009 maka telah terjadi perubahan tarif

pajak penghasilan. Dan tarif tersebut adalah sebagai berikut:

Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap tarif yang

berlaku adalah tarif tunggal yaitu sebesar 28% (dua puluh delapan persen).

Menurut pasal 17 ayat (2a) tarif PPh untuk wajib pajak badan dalam negeri

dan bentuk usaha tetap sejak tahun 2010 tarif tunggalnya berubah menjadi

25% (dua puluh lima persen).

Dilihat dari karakterisriknya, Flat rate (di Indonesia dipergunakan

istilah tarif tunggal) dapat digolongkan dalam jenis tarif proporsional. Flat

Page 46: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

rate untuk selanjutnya disebut tarif tunggal, adalah bentuk tarif yang

presentase tarifnya tetap walaupun jumlah objek pajaknya berubah-ubah.

Tarif jenis ini memiliki keutamaan dalam hal kesederhanaan dan

mudah di aplikasikan. Banyak pendapat ahli yang berpendapat mengenai

kelebihan dan kekurangan tarif yang bersifat flat ini.

Kelebihan dari tarif proporsional ini yang menyebabkan menjadi

efisien untuk digunakan adalah:

a. Sederhana (simplicity) dan mudah diaplikasikan

b. Menghilangkan pengecualian kecuali pengecualian pribadi (personal

exemption) dan celah-celah yang dapat dipergunakan untuk

meminimalkan pajak.

c. Menghilangkan anti saving-bias

d. Pajak tunggal akan lebih adil, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

global kompetitif, dapat meningkatkan efisiensi penagihan pajak,

memudahkan dan menghemat waktu atas keberadaan yang dilakukan

oleh Wajib Pajak, dan akan menghentikan korupsi oleh pihak-pihak

terkait.

Penerapan tarif tunggal dikenakan atas penghasilan neto, artinya

penghasilan yang diperoleh setelah dikurangkan dengan harga pokok,

biaya-biaya yang timbul dari kompensasi kerugian. Tarif tunggal tersebut

berlaku untuk seluruh wajib pajak, artinya tidak ada perbedaan antara

Page 47: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

wajib pajak yang termasuk dalam kategori besar maupun wajib pajak skala

kecil atau Usaha Kecil Menengah (UKM).

2.2 Kerangka Pemikiran

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber

daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan

gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah.

Pertama berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber

daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua bertambahnya

kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik

yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Definisi Pajak menurut Soemitra berbunyi sebagai berikut :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-

undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Sementara Adriani mengatakan :

“Pajak sebagai iuran kepada negara, yang dapat dipaksakan dan

terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan dengan

tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan

gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan

dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Page 48: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak dapat ditarik

kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara

lain:

1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang. Asas ini sesuai dengan

perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan “pajak dan

pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur

dalam undang-undang”.

2. Tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi perorangan) yang

dapat ditunjukan secara langsung.

3. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum

pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan baik rutin

maupun pembangunan.

4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila

wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan

sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pada tahun 2008 dengan mengeluarkan beberapa Undang-Undang

pajak baru yang berlaku mulai 1 Januari 2009, salah satunya UU No

36/2008 tentang pajak penghasilan. Perubahan reformasi pajak 2008 yaitu

terdapat konsep modernisasi administrasi perpajakan.

Salah satu bentuk perubahan yang dilakukan dalam setiap pasal-

pasalnya yaitu berupa perubahan tarif, baik itu perubahan lapisan tarif,

persentase tarif maupun jumlah penghasilan yang menjadi dasar penetapan

Page 49: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

masing-masing tarif. Perubahan pentarifan pajak yang sering mengiringi

perubahan Undang-Undang ini juga diharapkan akan memberikan

perubahan yang signifikan terhadap penerimaan pajak negara. Tarif pajak

digunakan untuk menghitung besarnya pajak terhutang atau pajak yang

harus dibayar oleh wajib pajak.

Pengenaan tarif progresif telah diterapkan sejak tahun 1984 untuk

menghitung Pajak Penghasilan Badan seperti diatur dalam pasal 17

Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 17 Tahun 2000. Pengertian

pajak progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang

naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar

pengenaan pajak, dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu

setiap kali naik. Pengenaan pajak berdasarkan tarif progresif ini

diharapkan dapat mewujudkan keadilan vertikal. Asas keadilan vertikal

terpenuhi apabila wajib pajak yang mempunyai tambahan kemampuan

ekonomis yang berbeda diperlakukan tidak sama. Beban pajak besifat

progresif dimana semakin besar ability to pay semakin besar beban pajak

yang dipikul. Untuk mendapatkan besar pajak terutang, wajib pajak harus

melalui beberapa lapisan tarif yang disesuaikan dengan besarnya

penghasilan yang kena pajak. Hal ini cenderung berbelit-belit dan

mengurangi kepraktisan dalam perhitungan. Dengan demikian tidak dapat

memenuhi aspek keserhanaan dalam prinsipnya.

Page 50: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Sehingga pemerintah mengusulkan perubahan tarif. Semula tarif

yang diusulkan adalah sebesar 30%. Akan tetapi wacana tesebut mendapat

kritikan dari masyarakat. Setelah terjadi kesepakatan maka usulan tarif

yang diajukan ke DPR untuk mendapatkan pengesahan adalah sebesar

28%, dan pada tahun 2010 diturunkan menjadi 25%. Dengan berubahnya

tarif progresif ke tarif flat terdapat tujuan selain keadilan yang ingin

dicapai oleh pemerintah.

Tarif tunggal adalah bentuk tarif yang presentase tarifnya tetap

walaupun jumlah objek pajaknya berubah-ubah. Tarif tunggal tidak

mencerminkan keadilan vertikal karena wajib pajak yang berpenghasilan

tinggi dan wajib pajak yang berpenghasilan rendah dikenakan pajak

dengan tarif yang sama. Namun keadilan horizontal akan tetap terpenuhi,

dimana terlihat bahwa setiap wajib pajak badan akan membayar pajak atas

laba mereka dengan tarif yang sama. Keadilan dalam pembebanan pajak

akan tercapai karena dalam tarif tunggal, marginal rate tetap akan naik

seiring dengan besarnya penghasilan yang dimiliki seseorang. Secara

kuantitas, wajib pajak badan yang memperoleh laba yang lebih besar akan

membayar pajak lebih besar daripada yang mempunyai laba lebih kecil.

Akan tetapi tarif tunggal lebih sederhana dan mudah diaplikasikan.

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa tarif pajak tunggal

memberikan dampak atau pengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan

terhutang. Selain itu, terdapat perbedaan jumlah pajak penghasilan

terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh

Page 51: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Badan. Aspek keadilan dalam tarif tunggal tetap terpenuhi. Untuk

memperoleh besarnya pajak terutang wajib pajak hanya akan melalui satu

lapisan tarif, yaitu tarif 28% dan pada tahun 2010 diturunkan menjadi 25%

untuk berapapun penghasilan kena pajak. Hal ini menunjukan bahwa tarif

tungal praktis dan sederhana dalam perhitungan pajak yang terutang.

Kemudahan dalam perhitungan pajak, wajib pajak dapat secara tepat dan

cepat dalam memperhitungkan laba atas suatu proyek atau usaha yang

akan dikerjakan.

Berdasarkan uraian diatas, secara konsep dapat dipahami bahwa

jika dalam penerimaan pajak penghasilan dengan menggunakan metode

tarif progresif berbeda dalam cara perhitungannya dibandingkan dengan

menggunakan tarif tunggal, maka hal ini tentu akan berpengaruh pula

terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang pada wajib pajak badan.

2.3 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2003: 39), menyatakan bahwa :

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah

penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat

pertanyaan. Hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai

jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian,

sebelum jawaban yang empirik”.

Page 52: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Berdasarkan pada kerangka diatas, maka penulis dapat mengajukan

hipotesis bahwa :

1. Terdapat perbedaan antara penerimaan pajak penghasilan sebelum dan

sesudah menggunakan tarif tunggal.

2. Terdapat pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak

penghasilan terutang.

Page 53: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian atau sering disebut juga unit pengamatan adalah

sesuatu yang akan menghasilkan karakteristik-karakteristik atau sifat-sifat

yang akan menjadi perhatian peneliti. (Achmad Harapan : 2003)

Objek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini berkenaan

dengan Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum

dan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal dan Pengaruhnya Terhadap Pajak

Penghasilan Terutang. Adapun subjek penelitian yang akan diteliti atau

yang akan di analisis yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota

Tasikmalaya.

3.1.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak

Pada tanggal 15 Mei 1966 berdirilah Kantor Inspeksi Pajak

Tasikmalaya, karena wilayah Kantor Inspeksi Keuangan Bandung tidak

mungkin lagi dapat menjangkau wilayah luas dengan potensi fiskal yang

tinggi, maka Direktorat Jenderal Pajak menghimbau kebijaksanaan untuk

memisahkan Kantor Dinas Pajak Bandung menjadi Kantor Inspeksi Pajak

Tasikmalaya dan Kantor Inspeksi Pajak Karawang.

Page 54: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Sekitar tahun 1967 Kantor Inspeksi Pajak di Tasikmalaya

berkedudukan di jalan Manonjaya (sekarang Jalan Sutisna Senjaya) mulai

di bangun.

Pada tahun 1970 berdirilah sebuah gedung Kantor Inspeksi Pajak

Tasikmalaya berlantai dua yang cukup luas.

Kantor Inspeksi Pajak Tasikmalaya membawahi :

Kantor Dinas Luar Tingkat II Tasikmalaya di Tasikmalaya

Kantor Dinas Luar Tingkat II Garut di Garut

Kantor Dinas Luar Tingkat II Ciamis di Ciamis

Kantor Dinas Luar Tingkat II Banjar di Banjar

Tahun 1982, mulai dibangun Kantor Dinas Luar Tingkat II

Tasikmalaya yang berada di Jalan Pancasila No. 29 Tasikmalaya berikut

rumah Dinas yang diresmikan oleh Kepala Kantor Wilayah IV Direktorat

Jenderal Pajak Jawa Barat, Bapak Drs. Lichoen Tedjoswojo, rumah Dinas

yang di Jalan A.Yani Tasikmalaya dan Kantor Dinas Luar Tingkat II

Banjar berikut rumah Dinasnya, perluasan atau penambahan gedung

Kantor Inspeksi Pajak Tasikmalaya, saat itu masa kepemimpinan Bapak

Drs. Noer Basarota. SP sebagai Kepala Kantor dan Bapak Alwi Asti,SH

sebagai Kepala Seksi Umum.

Page 55: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Nama Kantor Pelayanan Pajak Tasikmalaya tersebut, secara resmi

digunakan sejak tahun 1989 sebagai reorganisasi dari Kantor Inspeksi

Pajak Tasikmalaya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan

Republik Indonesia Nomor 276/KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989

yang mulai berlaku sejak tanggal 1 September 1989. Kantor Inspeksi

Pajak Tasikmalaya ini telah berdiri sejak tahun 1966, diantaranya ditandai

dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tanggal 26 Juli Nomor

Pgw. 7-8-50, dengan Kepala Kantor Inspeksi Pajak Tasikmalaya yang

pertama adalah Bapak Drs. M Kanani (almarhum).

Perubahan ini dilakukan dengan perubahan system pemungutan

pajak dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System.

Perubahan ini adalah menginspeksi Wajib Pajak menjadi melayani Wajib

Pajak.

Kantor Pelayanan Pajak Tasikmalaya lengkapnya beralamat di

Jalan Sutisna Senjaya Nomor 154 Tasikmalaya dengan wilayah kerja

meliputi Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis,

yang selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak Tasikmalaya adalah instansi

vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan

bertanggungjawab langsung kepada Kantor Wilayah IX Direktorat

Jenderal Pajak Jawa Bagian Barat II. Kantor Pelayanan Pajak Tasikmalaya

ini dipimpin oleh seorang Kepala Kantor.

Page 56: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

3.1.2 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal

Direktorat Jenderal Pajak, pada akhir tahun 2008 Kantor Pelayanan Pajak

(KPP) di seluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak terdiri dari 3 (tiga)

jenis, yaitu:

1. KPP Wajib Pajak Besar;

2. KPP Madya;

3. KPP Pratama.

Beberapa karakteristik untuk setiap jenis KPP, diantaranya dapat

dijelaskan dalam tabel dibawah ini:

No URAIAN KPP WP

BESAR

KPP MADYA KPP

PRATAMA

1 Skala Wajib

Pajak

BUMN & WP

Besar Nasional

WP Besar

Kanwil

(Regional)

WP Menengah

Kecil (SME)

2 Jenis Wajib

Pajak

Badan

(Corporate)

Badan

(Corporate)

Badan dan OP

3 Jumlah

Wajib Pajak

300-400 200-500 Ribuan

4 Jenis Pajak PPh, PPN, &

PTLL

PPh, PPN &

PTLL

PPh, PPN, &

PTLL, PBB, &

BPHTB

5 PPN Sentralisasi Sentralisasi Desentralisasi

6 P2PPh Desentralisasi Desentralisasi Desentralisasi

Page 57: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

7 Penugasan

AR

Sektor Industri Sektor Industri Wilayah

8 Fungsi

Ekstensifika

si

Tidak Ada Tidak Ada Ada

9 Jumlah

Eselon IV

9 (sembilan) 9 (sembilan) 10 (sepuluh

10 Wilayah

Kerja

Nasional Regional Lokal

3.1.2.1 Karakteristik KPP Pratama

Sebagaimana lazimnya KPP yang menerapkan sistem administrasi

perpajakan modern, KPP Pratama juga memiliki karakteristik-

karakteristik:

1. Organisasi Berdasarkan Fungsi :

a. Penggabungan KPP, KPPBB dan Karipka

b. Struktur Organisasi

Secara umum tugas kepala kantor dan masing-masing kepala seksi

adalah sebagai berikut :

1) Kepala Kantor

Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB,

dan Karipka maka Kepala Kantor KPP Pratama mempunyai tugas

mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan

Page 58: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak

Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, dan

Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasrkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

2) Kepala Sub Bagian Umum

Membantu dan menunjang kelancaran tugas Kepala Kantor dalam

mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama

dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan,

rumah tangga serta perlengkapan.

3) Kepala Seksi Pelayanan

Membantu tugas kepala kantor dalam mengkoordinasikan penetapan

dan penerbitan produk hukum perpajakan, penerimaan dan pengolahan

surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan,

pelaksanaan registrasi wajib pajak, serta kerjasama perpajakan sesuai

ketentuan yang berlaku.

4) Kepala seksi Pengolahan Data dan Informasi

Membantu tugas kepala Kantor dalam mengkoordinasikan

pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan,

perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan

perpajakan, pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan

Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan

Page 59: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

dukunagn teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan

penyiapan laporan kinerja.

5) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pengawasan

kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB,

dan Pajak Lainnya), bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak dan

konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis

kinerja wajib pajak, rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan

ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 4 (empat)

Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya

didasarkan pada cakupan wilayah (teritorial) tertentu.

6) Kepala Seksi Ekstensifikasi

Membantu tugas Kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan

penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan

subjek pajak, penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

7) Kepala Seksi Penerimaan

Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan

penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan

pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak

serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

Page 60: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

8) Kepala Seksi Penagihan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan

penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran

tunggakan pajak, dan usulan penghapusan piutang pajak sesuai ketentuan

yang berlaku.

9) Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan

Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggungjawab secara langsung

kepada Kepala KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, pejabat

Fungsional Pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi.

c. Account Representative

Dalam organisasi KPP Pratama terdapat jabatan Account

Representative (Staf Pendukung Pelayanan) yang berada di bawah

pengawasan dan bimbingan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.

Ikhtisar tugas account representative adalah sebagai berikut :

Pengawasan kepatuhan.

Bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi

teknis perpajakan.

Penyusunan profil wajib pajak.

Analisis kinerja wajib pajak.

Rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka intensifikasi.

2. Sistem Informasi yang Terintegrasi

a. Penggunaan workflow dan case management system.

Page 61: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

b. Jaringan komputer yang terintgrasi.

c. Sistem informasi yang terintegrasi untuk seluruh jenis pajak.

3. Sumber Data Manusia Yang Kompeten

a. peningkatan kapasitas SDM yang berkelanjutan.

b. alokasi penyebaran pegawai.

c. penerapan kode etik pegawai.

d. pemberian tunjangan kegiatan tambahan.

4. Sarana Kantor Yang Memadai

a. Perbaikan sarana dan prasarana TPT.

b. Perubahan lay out (tata ruang kerja) yang terbuka dan sesuai

fungsi.

c. Kenyamanan ruang kerja pegawai.

5. Tata Kerja Yang Transparan

a. Pusat pelayanan (Call Center).

b. Pusat pengaduan (Complain Centre).

c. Website.

d. Survey Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction).

3.1.2.2 Pola Pengelolaan KPP Pratama

Pengelolaan KPP Pratama yang selalu harus berorientasi pada

pelayanan prima merupakan ciri utama yang harus ditonjolkan demi

tercapainya kinerja yang terbaik. Sebagai konsekuensinya maka agar hal

tersebut bisa berjalan perlu didukung dengan perilaku yang profesional

Page 62: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

dan akuntabel dari komponen-komponenya yaitu organisasi DJP dan

masyarakat (wajib pajak). Bagi KPP Pratama orientasi kepada effort jauh

lebih utama dibandingkan dengan result. Untuk itu perlu adanya

pendekatan-pendekatan sebagai guideline dalam menentukan dan

melaksanakan strategi organisasi. KPP Pratama dengan niat tulus harus

senantiasa berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi dari

wajib pajak yang dalam hal harus dipandang sebagai “mitra” yaitu :

1) Penguasaan Wilayah

2) Proactive Conselling

3) Ekstensifikasi

4) Pemanfaatan Data

5) Efek Gaung

6) Audit

7) Penagihan (Arrears Collection)

8) Sumber Daya Manusia dan Infrastruktur

9) Konsolidasi Internal

Page 63: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Metode Penelitian Yang Digunakan

Metode penelitian yang digunakan untuk menguji analisis

perbandingan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah

penerapan tarif tunggal dan pengaruhnya terhadap pajak penghasilan

terhutang adalah metode penelitian komparatif dan studi kasus dengan

mengambil kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota

Tasikmalaya.

Pengertian metode komparatif menurut Sugiyono (2011:11)

sebagai berikut :

“Metode komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat

membandingkan”.

Yang dimaksud dengan penelitian studi kasus menurut Nur

Indriantoro (2005: 26) adalah :

“Penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan

dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari subjek yang

diteliti. Subjek yang diteliti bisa berupa individu,

kelompok, lembaga atau komunitas tertentu”.

3.2.2 Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian meliputi dua jenis data,

yaitu :

Page 64: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

1. Data Primer

Adalah data yang diperoleh langsung secara langsung dari

perusahaan, yaitu dari hasil wawancara dengan pihak terkait. Juga

diperoleh hasil pengumpulan dokumen-dokumen yang berhubungan

dengan topik suatu penelitian.

2. Data Sekunder

Adalah data diperoleh dari pihak lain, antara lain buku-buku teks,

jurnal publikasi, dan lain-lain.

3.2.3 Operasionalisasi Variabel

Dalam penelitian yang dilakukan penulis mengungkapkan adanya

beberapa variabel sebagai objek penelitian, adapun variabel tersebut

terdiri dari :

1. Variabel bebas (independent variabel) berupa :

Variabel (𝑋1) : Penerimaan PPh sebelum tarif tunggal (tarif progresif)

Variabel (𝑋2) : Penerimaan PPh sesudah tarif tunggal (tarif tunggal)

2. Variabel terikat (dependent variabel) : Pajak penghasilan

terutang.

Page 65: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Tabel dibawah ini menjelaskan operasionalisasi variabel yang

dilakukan penulis, sebagai berikut :

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang lengkap dan konkrit dalam penelitian ini

penulis mengumpulkan data melalui cara pendekatan sebagai berikut :

1. Penelitian kepustakaan (library research)

Penelitian kepustakaan yaitu penelitian untuk memperoleh data sekunder

dengan cara mempelajari literatur-literatur atau sumber-sumber bacaan lainnya

yang mempunyai kaitan dengan objek yang diteliti.

2. Penelitian Lapangan (field research)

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data primer dengan cara:

Variabel Indikator Ukuran Skala

Penerimaan PPh

sebelum tarif

tunggal (𝑋1)

Jumlah penerimaan

PPh dengan tarif

progresif

Rupiah Rasio

Penerimaan PPh

sesudah tarif

tunggal (𝑋2)

Jumlah penerimaan

PPh dengan tarif

tunggal

Rupiah Rasio

Pajak

Penghasilan

Terutang (Y)

Tarif Rupiah Rasio

Page 66: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

a. Wawancara

Salah satu metode pengumpulan data adalah mewawancara responden untuk

memperoleh informasi mengenai isu yang diteliti. Wawancara bisa

terstruktur atau tidak terstruktur, dan dilakukan secara tatap muka, melalui

telepon atau online.

b. Observasi

Observasi adalah mungkin untuk memperoleh data tanpa mengajukan

pertanyaan kepada responden. Orang dapat diamati dalam lingkungan kerja

mereka sehari-hari dan aktivitas serta perilaku mereka atau item minat

lainnya bisa dicatat dan direkam.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan cara melihat catatan-catatan,

dokumen-dokumen, formulir-formulir yang terdapat di perusahaan yang ada

kaitannya dengan permasalahan yang sedang diteliti.

3.2.5 Paradigma Penelitian

Paradigma dalam penelitian dengan judul analisis perbandingan

penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah tarif tunggal dan

pengaruhnya terhadap pajak penghasilan terutang digambarkan sebagai berikut :

Page 67: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Gambar 3.1

Paradigma Penelitian

3.2.6 Rancangan Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Untuk menganalisis data yang diperoleh dalam rangka pengujian hipotesis,

data tersebut diolah terlebih dahulu kemudian dianalisis dengan pendekatan

kuantitatif dengan menggunakan metode statistik parametrik yaitu dengan

menggunakan statistik t-test. Teknik statistik parametris yang digunakan untuk

menguji komparasi data rasio atau interval. (Sugiyono, 2003:134). Dalam

analisis data digunakan statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Pajak penghasilan

terutang sebelum

tarif tunggal

Variabel (𝑌1)

Penerimaan pajak

penghasilan sebelum

tarif tunggal

Variabel ( 𝑋1)

Penerimaan pajak

penghasilan sesudah

tarif tunggal

Variabel ( 𝑋2)

Pajak penghasilan

terutang sesudah

tarif tunggal

Variabel (𝑌2)

Page 68: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

1. Menghitung dan membandingkan dua mean

Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan menggunakan statistik uji t

untuk membedakan dua mean yaitu untuk mengetahui ada tidaknya

perbedaan Penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan

tarif tunggal. Adapun tahapannya sebagai berikut :

a. Hipotesis Operasional

Ho : Tidak terdapat perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum

dan sesudah tarif tunggal.

Ha : Terdapat perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan

sesudah tarif tunggal.

b. Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan dari masing-masing

sampel dengan menggunakan rumus, sebagai berikut :

𝑋1 = 𝑥𝑖

𝑛𝑖=1

𝑛

Keterangan:

𝑋1 = Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal

𝑥1 = Besarnya penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal

𝑛1 = Ukuran sampel 2 tahun

𝑋2 = 𝑥𝑖

𝑛𝑖=1

𝑛

(Moch. Nazir, 2005 : 337)

Page 69: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Keterangan :

𝑋2 = Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif

tunggal

𝑥1 = Besarnya penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal

𝑛2 = Ukuran sampel 2 tahun

Untuk menghitung nilai t yaitu untuk menguji signifikansi dalam mengambil

kesimpulan, digunakan rumus sebagai berikut :

𝑡 =𝑋1 −𝑋2

𝑆𝑔𝑎𝑏 1

𝑛1+

1

𝑛2

(Sugiyono, 2011:145)

Keterangan :

t = Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah

tarif tunggal

𝑋1 = Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal

𝑋2 = Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal

𝑛1 = Ukuran sampel 2 tahun

𝑛2 = Ukuran sampel 2 tahun

𝑆𝑔𝑎𝑏 = Simpangan baku

Menghitung simpangan baku gabungan antara sebelum dan sesudah

penerapan tarif tunggal, digunakan rumus sebagai berikut :

𝑆𝑔𝑎𝑏 = 𝑛1−1 𝑆12 + 𝑛2−1 𝑆22

(𝑛1+𝑛2)−2 (Sugiyono,2011:145)

Page 70: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Keterangan :

𝑋1 = Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan sebelum tarif tunggal

𝑋2 = Rata-rata besarnya penerimaan pajak penghasilan sesudah tarif tunggal

S1 = Simpangan baku berdasarkan hasil penerimaan pajak penghasilan

sebelum tarif tunggal

S2 = Simpangan baku berdasarkan hasil penerimaan pajak penghasilan

sesudah tarif tunggal

Sgab = Simpangan baku gabungan

n1 = ukuran sampel 2 tahun

n2 = ukuran sampel 2 tahun

c. Tingkat signifikan yang digunakan

Tingkat keyakinan dalam penelitian ini ditentukan sebesar 0,95 dengan

tingkat kesalahan yang ditolelir atau alpha sebesar 0,05. Penentuan alpha

sebesar 0,05 merujuk kepada kelaziman yang digunakan secara umum

dalam penelitian ilmu sosial, yang dapat digunakan sebagai kriteria

dalam pengujian signifikansi hipotesis penelitian.

d. Kaidah Keputusan

Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan pengujian hipotesis.

Terima Ho jika -t ½ ≤ t ≤ t ½ ∝, df = n1 + n2 - 2

Tolak Ho jika t < -t ½ ∝ atau t > ½ ∝, df = n1 + n2 – 2

Page 71: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

e. Penarikan Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis ditarik kesimpulan

apakah hipotesis yang telah ditetapkan itu diterima atau ditolak.

2. Analisis Korelasi Linier Sederhana

r = 𝑛 𝑋𝑖𝑌𝑖− 𝑋𝑖 ( 𝑌𝑖)

{𝑛 𝑋𝑖2− ( 𝑋𝑖)2} {𝑛 𝑌𝑖2−( 𝑌𝑖)

2}

(Sugiyono. 2003:216)

Keterangan :

n = ukuran sampel

r = koefisien korelasi antara variabel X dan Y

X = penerimaan pajak penghasilan

Y = pajak penghasilan terhutang

Alat analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya korelasi antara

penerimaan pajak penghasilan (X) dengan pajak penghasilan terutang (Y).

Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang

diperoleh dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat dilihat pada ketentuan

sebagai berikut :

Page 72: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Tabel 3.2

Pedoman interpretasi koefisien korelasi

Sumber: Sugiyono (2007 : 183)

3. Analisis Koefisien Determinasi

Analisis ini merupakan pengkuadratan dari nilai korelasi (𝑟2). Alat analisis

ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh penerimaan pajak penghasilan

terhadap pajak penghasilan terutang.

Rumus yang digunakan sebagai berikut :

Kd = 𝑟2 x 100% (Sugiyono, 2006:210)

Keterangan :

Kd = Koefisien Determinasi

𝑟2 = koefisien korelasi yang dikuadratkan.

Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara X dan Y, maka dilakukan

uji hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Uji hipotesis

Ho : Tidak terdapat pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap

pajak penghasilan terutang

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

1,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat kuat

Page 73: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Ha : Terdapat pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap pajak

penghasilan terutang.

b. Penetapan tingkat signifikansi

Tarif signifikansi (𝛼) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar

5%, ini berarti kemungkinan kebenaran hasil penarikan kesimpulan

mempunyai probabilitas 95% atau toleransi kekeliruan adalah 5%. Taraf

signifikansi tersebut adalah tingkat yang umum digunakan dalam

penelitian sosial, karena dianggap cukup ketat untuk mewakili antar

variabel yang diteliti.

c. Uji signifikansi

Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh variabel X terhadap

Variabel Y digunakan uji t, dengan rumus sebagai berikut :

t = 𝑟 𝑛−2

1 − 𝑟2 (Sugiyono,2007 : 292)

Keterangan :

t = Statistik uji t

r = Nilai koefisien korelasi

n = Ukuran sampel

d. Kriteria Pengujian Hipotesis :

Terima Ho jika -t ½ ∝ ≤ thitung ≤ t ½ ∝

Tolak Ho jika -t ½ ∝ > thitung atau t ½ ∝ < thitung

Page 74: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

e. Penarikan kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian seperti tahapan diatas maka

akan dilakukan analisis secara kuantitatif. Dari hasil analisis tersebut akan

ditarik kesimpulan apakah hipotesis yang ditetapkan dapat diterima atau

ditolak.

Page 75: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Penerapan Tarif Tunggal di

KPP Pratama Kota Tasikmalaya

Pajak penghasilan merupakan satu pajak langsung yang dipungut

pemerintah pusat atau merupakan pajak negara. Sebagai pajak langsung maka

beban pajak tersebut menjadi tanggungan wajib pajak yang bersangkutan dalam

arti bahwa beban pajak tersebut tidak boleh dilimpahkan kepada pihak lain

dengan cara memasukkan beban pajak ke dalam kalkulasi harga jual.

Semenjak reformasi perpajakan yang terjadi pada tahun 1983 dan berlaku

efektif pada tahun 1984, Indonesia menggunakan struktur tarif progresif untuk

menghitung pajak penghasilan terutang. Yang dimaksud dengan tarif pajak

progresif adalah tarif pajak yang makin tinggi objek pajaknya, makin tinggi pula

presentase tarif pajaknya.

Adapun data mengenai Penerimaan Pajak Penghasilan yang diperoleh dari

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya selama 2 tahun sebelum

penerapan tarif tunggal yaitu tahun 2007 dan 2008 penulis sajikan dalam tabel

berikut ini :

Page 76: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Tabel 4.1

Penerimaan Pajak Penghasilan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota

Tasikmalaya selama 2 tahun sebelum Penerapan Tarif Tunggal

Tahun 2007 dan 2008

(dalam rupiah)

No Tahun Penerimaan Pajak Penghasilan

1 2007 4.328.058.614

2 2008 6.622.767.937

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya

Berdasarkan tabel di atas, terlihat adanya kenaikan Penerimaan Pajak

Penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya sebesar Rp.

2.294.709.323. Kenaikan penerimaan pajak penghasilan sebelum penerapan tarif

tunggal dapat terjadi karena wajib pajak badan yang berpenghasilan tinggi akan

dikenakan pajak yang lebih besar. Besaran tarif yang dikenakan akan semakin

tinggi apabila penghasilan wajib pajak semakin meningkat. Sehingga wajib pajak

membayar besaran pajak sesuai dengan kemampuan penghasilan yang

diterimanya.

4.1.2 Penerimaan Pajak Penghasilan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal di

KPP Pratama Kota Tasikmalaya

Setelah perubahan perundang-undangan di bidang perpajakan pada tahun

2008 dengan mengeluarkan beberapa Undang-Undang pajak baru yaitu mulai 1

Januari 2009, yaitu UU No 36/2008 tentang pajak penghasilan dimana adanya

Page 77: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

perubahan tarif dari tarif progresif menjadi tarif tunggal. Maka pada awal tahun

2009 wajib pajak dalam menghitung besaran pajak yang terutang menggunakan

tarif tunggal.

Tarif tunggal adalah bentuk tarif yang presentase tarifnya tetap walaupun

jumlah objek pajaknya berubah-ubah. Tarif tunggal diharapkan dapat memberikan

kemudahan dalam perhitungan pajak, sehingga wajib pajak dapat secara tepat dan

cepat dalam memperhitungkan laba atas suatu proyek atau usaha yang akan

dikerjakan. Adapun data mengenai penerimaan pajak penghasilan diperoleh dari

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya selama 2 tahun sesudah

penerapan tarif tunggal, yaitu pada tahun 2009 dan 2010 penulis sajikan dalam

tabel berikut ini :

Tabel 4.2

Penerimaan Pajak Penghasilan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota

Tasikmalaya selama 2 tahun sesudah Penerapan Tarif Tunggal

Tahun 2009 dan 2010

(dalam rupiah)

No Tahun Penerimaan Pajak Penghasilan

1 2009 7.233.691.515

2 2010 7.962.025.412

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa penerimaan pajak penghasilan

sesudah penerapan tarif tunggal adanya kenaikan sebesar Rp. 728.333.897. Salah

Page 78: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

satu faktor yang menyebabkan kenaikan penerimaan pajak penghasilan antara lain

dengan semakin bertambahnya wajib pajak terdaftar. Wajib pajak diberikan

kemudahan dalam memperhitungkan jumlah pajak yang terutang. Selain itu wajib

pajak mendapatkan penurunan tarif yang akan mempengaruhi terhadap besarnya

pajak yang terutang yang memungkinkan berkurangnya besaran pajak yang

menjadi terutang. Perubahan tarif ini mendapat respon yang positif dari para wajib

pajak, yang tentunya akan mempengaruhi terhadap besarnya penerimaan pajak

penghasilan.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Penerapan Tarif Tunggal Di

KPP Pratama Kota Tasikmalaya

Berdasarkan hasil penelitian yang tersaji pada tabel 4.1, menunjukan adanya

kenaikan Penerimaan Pajak Penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Kota Tasikmalaya tahun 2007 dan 2008 yaitu sebesar Rp. 2.294.709.323.

Peningkatan dalam penggunaan tarif progresif sebagai alat untuk menghitung

pajak penghasilan terutang salah satunya dipengaruhi oleh faktor azas keadilan

vertikal. Dimana wajib pajak diberlakukan berbeda sesuai dengan penghasilan

yang diterima. Sehingga wajib pajak senantiasa membayar kewajiban

perpajakannya dengan membayar pajak sesuai kemampuan yang dimiliki. Para

pengusaha besar akan terkena pada lapisan tarif yang paling tinggi sesuai dengan

penghasilan yang didapat dan begitu pula dengan para pengusaha kecil atau UKM

Page 79: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

yang berpenghasilan kecil akan dikenakan tarif terendah. Sehingga ada perbedaan

untuk para pengusaha besar dan kecil yang disesuaikan dengan penghasilan yang

diterima. Wajib pajak akan merasa pemerintah berlaku adil terhadap perhitungan

pajak yang terutang untuk menghitung besaran pajak yang harus dibayar oleh

wajub pajak. Hal ini memungkinkan untuk terjadinya peningkatan penerimaan

pajak penghasilan.

Untuk lebih jelasnya kenaikan penerimaan pajak sebelum penerapan tarif

tunggal dapat dilihat dalam bentuk presentase yang dapat dilihat pada tabel 4.3

sebagai berikut :

Tabel 4.3

Perubahan Penerimaan Pajak Penghasilan sebelum Tarif Tunggal

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya

Tahun 2007 dan 2008

No Tahun Penerimaan PPh

(rupiah)

Peningkatan/penurunan

(rupiah)

Presentase

(%)

1 2007 4.328.058.614 - -

2 2008 6.622.767.937 2.294.709.323 53,01

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya

Page 80: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

4.2.2 Penerimaan Pajak Penghasilan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal Di

KPP Pratama Kota Tasikmalaya

Penerimaan Pajak Penghasilan sesudah Penerapan Tarif Tunggal tersaji pada

tabel 4.2 yaitu tahun 2009 dan tahun 2010. Penerimaan pajak penghasilan

meningkat menjadi Rp. 7.233.691.515 dari jumlah pendapatan yang sebelumnya

yaitu sebesar Rp. 6.622.767.937. Kemudian pada tahun 2010 mengalami

peningkatan kembali sebesar Rp. 728.333.897. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh

perubahan tarif yang digunakan. Dengan penggunaan tarif tunggal wajib pajak

tidak harus melalui beberapa lapisan tarif yang disesuaikan dengan besarnya

penghasilan kena pajak untuk menghitung pajak penghasilan terutang. Sehingga

wajib pajak mendapatkan kemudahan dan kepraktisan yang diharapkan dapat

meningkatkan penerimaan pajak penghasilan. Anggapan bahwa pemerintah

menghilangkan rasa keadilan untuk para wajib pajak sangatlah tidak benar, wajib

pajak tetap mendapatkan rasa keadilan terlihat bahwa semua wajib pajak badan

akan membayar pajak atas laba mereka dengan tarif yang sama. Ini akan

memberikan penyetaraan terhadap semua wajib pajak badan untuk mendapatkan

keadilan bahwa tarif yang berlaku sama tanpa membeda-bedakan lapisan wajib

pajak badan.

Untuk lebih jelasnya perubahan penerimaan pajak penghasilan sesudah

penerapan tarif tunggal baik peningkatan atau penurunan dapat dilihat juga dalam

bentuk persentase yang dapat dilihat pada table 4.4 sebagai berikut :

Page 81: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Tabel 4.4

Perubahan Penerimaan Pajak Penghasilan sesudah Tarif Tunggal

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya

Tahun 2009 dan 2010

No Tahun Penerimaan PPh

(rupiah)

Peningkatan/penurunan

(rupiah)

Persentase

(%)

1 2009 7.233.691.515 610.923.578 9,22

2 2010 7.962.025.412 728.333.897 10,06

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya

4.2.3 Analisis Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Tarif Tunggal

Pengenaan tarif progresif telah diterapkan sejak tahun 1984 untuk

menghitung pajak penghasilan badan seperti diatur dalam pasal 17 Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah

diubah dengan UU No 17 tahun 2007. Seperti pengertian dari progresif tersebut,

pengenaan pajak berdasarkan tarif progresif ini diharapkan dapat mewujudkan

keadilan vertikal. Asas keadilan vertikal terpenuhi apabila wajib pajak yang

mempunyai tambahan kemampuan ekonomis yang berbeda diperlakukan tidak

sama.

Dari data yang diperoleh penulis menganalisis bahwa penerimaan pajak

penghasilan sebelum penerapan tarif tunggal mengalami peningkatan sebesar

53,01%. Peningkatan tersebut berasal dari lapisan tarif yang digunakan. Wajib

pajak akan mengalami perubahan tarif apabila penghasilan yang diterima berubah.

Page 82: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Semakin tinggi penghasilan yang diterima maka tarif progresifnya pun bertambah

besar. Ada 3 lapisan tarif yang digunakan untuk memperoleh besarnya pajak

terutang, yaitu 10%, 15%, dan 30%. Masing-masing tarif berlaku untuk lapisan

wajib pajak yang memiliki penghasilan yang berbeda-beda. Sehingga

dimungkinkannya penerimaan pajak penghasilan meningkat karena struktur tarif

yang berbeda untuk wajib pajak sesuai dengan besaran penghasilan kena

pajaknya.

4.2.4 Analisis Penerimaan Pajak Penghasilan Sesudah Tarif Tunggal

Pencapaian penerimaan pajak penghasilan sesudah adanya penerapan tarif

tunggal membawa perubahan terhadap penerimaan pajak penghasilan. Dapat

dilihat pada Tabel 4.2 menunjukan peningkatan penerimaan pajak penghasilan.

Peningkatan 9,22% pada tahun 2009 dan 10,06% pada tahun 2010 merupakan

gambaran awal bahwa keberhasilan akan perubahan tarif yang diharapkan dapat

meningkatkan penerimaan pajak penghasilan akan tercapai. Wajib pajak tidak

perlu lagi menggunakan lapisan tarif dalam menghitung besaran pajak yang

terutang. Pemerintah memberikan kemudahan dalam menghitung pajak

penghasilan terutang sehingga wajib pajak dapat membayar pajak tepat waktu

sesuai dengan besaran pajak terutangnya. Kesalahan dalam memperhitungkan

besarnya pajak terutang semakin dapat diminimalisasi karena wajib pajak hanya

menggunakan satu lapisan tarif. Dengan penurunan tarif maka wajib pajak akan

mendapati tarif pajak yang tidak terlalu tinggi dimana tarif yang tinggi akan

Page 83: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

mendistorsi seseorang untuk terus bekerja dan menyebabkan orang-orang lebih

memilih untuk tidak bekerja atau bersantai-santai dengan pemikiran bahawa hasil

kerja kerasnya untuk mendapatkan penghasilan sebagian besar bukan untuk

dinikmati sendiri tetapi untuk negara. Hal ini menunjukan bahwa tarif tunggal

praktis dan sederhana dalam perhitungan pajak yang terutang sehingga diharapkan

akan membawa peningkatan terhadap penerimaan pajak penghasilan.

4.2.5 Perbedaan Antara Besarnya Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum

Dan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota

Tasikmalaya

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat dikatakan bahwa jumlah

penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal

terdapat perbedaan, meskipun terlihat adanya kenaikan penerimaan pajak sebelum

perubahan tarif lebih besar dibandingkan kenaikan penerimaan pajak sesudah

perubahan tarif. Tetapi hal ini tidak mempengaruhi akan bertambah besarnya

penerimaan pajak penghasilan sesudah perubahan tarif. Hal yang sangat wajar

dalam tahun pertama perubahan tarif, kenaikan penerimaan pajak penghasilan

belum sebesar kenaikan penerimaan pajak sebelum perubahan tarif. Tetapi angka

dalam penerimaan pajak sudah dapat membuktikan bahwa perubahan tarif

menunjukan adanya perubahan dalam penerimaan pajak penghasilan. Selain itu

cara memperhitungkan tarif progresif yang berbelit-belit di anggap tidak efisien

untuk memperhitungkan besarnya pajak yang terutang. Untuk para wajib pajak

Page 84: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

yang dikenai pajak dengan tarif 30% setiap tahunnya, dengan adanya perubahan

tarif wajib pajak akan membayar pajak terutang lebih kecil atau menurun, sesuai

dengan penurunan tarif yang diprogramkan oleh pemerintah. Tetapi mungkin

untuk mematuhi aturan perpajakan yang berlaku belum sepenuhnya dilakukan

oleh para wajib pajak badan. Sehingga pencapaian penerimaan sesudah perubahan

tarif belum optimal.

4.2.6 Pengaruh Penerimaan Pajak Penghasilan terhadap Pajak Penghasilan

Terutang di KPP Pratama Kota Tasikmalaya

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penerimaan pajak penghasilan

terhadap pajak penghasilan terutang digunakan analisis korelasi linier sederhana

dengan rumus :

r = 𝑛 𝑋𝑖𝑌𝑖− 𝑋𝑖 ( 𝑌𝑖)

{𝑛 𝑋𝑖2− ( 𝑋𝑖)2} {𝑛 𝑌𝑖2−( 𝑌𝑖)

2}

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya korelasi antara Penerimaan

Pajak Penghasilan (X) dengan Pajak Penghasilan Terutang (Y). Untuk mengetahui

pengaruh Penerimaan Pajak Penghasilan terhadap Pajak Penghasilan Terutang,

penulis menganalisis data Penerimaan Pajak Penghasilan dan Pajak Penghasilan

Terutang yang dikeluarkan KPP Pratama Kota Tasikmalaya dari tahun anggaran

2007-2010.

Page 85: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Berikut ini penulis sajikan data Penerimaan Pajak Penghasilan dan Pajak

Penghasilan Terutang periode tahun anggaran 2007-2010 pada tabel 4.5 :

Tabel 4.5

Penerimaan pajak penghasilan dan pajak penghasilan terutang

Tahun 2007-2010

(dalam rupiah)

No Tahun Penerimaan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan Terutang

1 2007 4.328.058.614 16. 331.646.981

2 2008 6.622.767.937 22.250.913.460

3 2009 7.233.691.515 22.434.765.968

4 2010 7.962.025.412 23.818.326.077

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Tasikmalaya

Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan bantuan program

komputer SPSS versi 16.0. setelah diolah hasilnya kemudian dianalisis untuk

mengukur tingkat pengaruhnya.

Hasil perhitungan variabel X dan Y digunakan analisis korelasi dengan

bantuan program SPSS versi 16.0, setelah diolah diperoleh koefisien korelasi

sebesar 0,984 yang menunjukkan adanya hubungan positif antara penerimaan

pajak penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang, yakni apabila penerimaan

pajak penghasilan meningkat maka pajak penghasilan terutang pun akan ikut

meningkat dan sebaliknya apabila penerimaan pajak penghasilan turun maka

Page 86: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

pajak penghasilan terutang juga turun. Maka koefisien korelasi sebesar 0,984

termasuk kategori sangat kuat.

Untuk mengetahui besarnya pengaruh penerimaan pajak penghasilan terhadap

pajak penghasilan terutang penulis menggunakan pengujian koefisien determinasi.

Setelah diolah dengan SPSS diperoleh nilai Rsquare adalah sebesar 0,968 atau

sebesar 96,8%. Dengan demikian besarnya pengaruh penerimaan pajak

penghasilan terhadap pajak penghasilan terutang di Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Kota Tasikmalaya sebesar 96,8%, yaitu apabila Penerimaan Pajak

Penghasilan besar maka akan berdampak pada besarnya pula pajak penghasilan

terutang. Hal ini sesuai dengan program perubahan tarif yang diharapkan akan

meningkatkan penerimaan pajak penghasilan. Untuk sementara ini perubahan tarif

yang dilaksanakan oleh pemerintah berjalan dengan baik dan memberikan hasil

positif untuk terus menggunakan tarif tunggal sebagai dasar perhitungan pajak

yang terutang.

4.2.7 Uji Hipotesis

4.2.7.1 Perbedaan Antara Besarnya Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum

Dan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal Di KPP Pratama Kota

Tasikmalaya

Untuk mengetahui perbedaan yang nyata (signifikan) antara perhitungan

Penerimaan Pajak Penghasilan sebelum dan sesudah Penerapan Tarif tunggal

dilakukan pengujian hipotesis dua arah dengan menggunakan uji beda selisih rata-

rata yaitu dengan t-test.

Page 87: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Setelah diperoleh hasil yang disajikan pada lampiran, langkah selanjutnya

adalah menetukan hipotesis. Untuk lebih jelasnya hipotesis tersebut penulis

kemukakan sebagai berikut :

Ho : Tidak terdapat perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum

dan sesudah penerapan tarif tunggal

Ha : Terdapat perbedaan penerimaan pajak penghasilan sebelum dan

sesudah penerapan tarif tunggal

Berdasarkan hasil pengujian dua arah terhadap hipotesis yang diajukan

dengan menggunakan uji beda selisish rata-rata, diperoleh harga thitung Penerimaan

pajak penghasilan sebesar -1,763. Harga thitung tersebut selanjutnya dibandingkan

dengan harga ttabel. Untuk tingkat signifikan 5%, uji dua fihak dengan df = (n1 + n2

- 2) = 2 + 2 - 2 = 2, maka seperti yang tercantum dalam lampiran, diperoleh harga

ttabel 4,303 . berdasarkan hasil pengujian = 5%, ternyata thitung lebih kecil

daripada ttabel. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian

terdapat perbedaan yang signifikan antara perhitungan penerimaan pajak

penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal. Hal ini disebabkan

karena perubahan tarif yang pada awalnya menggunakan tarif progresif berubah

menjadi tarif tunggal merupakan langkah pemerintah dalam upaya meningkatkan

penerimaan pajak penghasilan. Dimana pajak penghasilan merupakan komponen

pajak yang memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan negara. Sehingga

pemerintah perlu mengoptimalkan penerimaan dari sektor pajak penghasilan.

Pengambilan keputusan untuk mengubah tarif progresif menjadi tarif tunggal

Page 88: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mengubah aturan-aturan di

bidang perpajakan setelah beberapa kali perubahan perundang-undangan. Upaya

demi upaya dilakukan oleh pemerintah untuk memudahkan wajib pajak dalam

melakukan pembayaran pajak sehingga wajib pajak tidak merasa kesulitan dalam

membayar pajak Hal ini tentunya pemerintah lakukan untuk memberikan apresiasi

timbal balik kepada wajib pajak yang telah mematuhi peraturan perpajakan

dengan membayar pajak.. Yang mana pajak merupakan pungutan pemerintah

yang tidak mendapat kontraprestasi secara langsung. Pemerintah tetap

memperhatikan rasa keadilan untuk para wajib pajak badan, tetapi bukan dengan

keadilan secara vertikal. Keadilan verikal tidak berlaku untuk tarif tunggal,

pemerintah menggantinya dengan keadilan secara horizontal. Dimana wajib pajak

badan akan dikenakan besaran tarif yang sama atas pajak yang terutang. Intinya

baik tarif progresif maupun tarif tunggal , wajib pajak badan tetap mendapati rasa

keadilan akan pungutan pajak yang dilakukan pemerintah. Rasa keadilan yang

diterima wajib pajak akan terpenuhi jika wajib pajak dalam menyumbangkan

suatu jumlah untuk dipakai guna pengeluaran pemerintah sebanding dengan

kepentingannya dan dengan manfaat yang diterima wajib pajak dari pemerintah

4.2.7.2 Pengaruh Penerimaan Pajak Penghasilan Terhadap Pajak

Penghasilan Terutang Di KPP Pratama Kota Tasikmalaya

Dalam pengujian hipotesis dilakukan langkah-langkah yang tersaji dalam

BAB III. Berdasarkan hasil analisis yang penulis lakukan thitung = 8,01 kemudian

thitung dibandingkan dengan ttabel (uji dua pihak), df = n – 2 atau 4 - 2 = 2 dan =

Page 89: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

0,05 diperoleh bahwa ttabel ( uji dua pihak) 4,303. Ternyata hasilnya adalah thitung

lebih besar dari ttabel (8,01 > 4,303 ), maka hal ini menunjukan bahwa pada tingkat

keyakinan 95% Ho ditolak, yang berarti ada pengaruh yang signifikan Penerimaan

Pajak Penghasilan terhadap Pajak Penghasilan Terutang. Pajak yang sudah

dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum

termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga membuka kesempatan

kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan penghasilan. Dengan demikian

Direktorat Jenderal Pajak harus terus berupaya untuk memaksimalkan

peningkatan penerimaan pajak penghasilan dengan cara intensifikasi dan

ekstensifikasi pajak sehingga pajak akan senantiasa memberikan kontribusi yang

besar bagi pembangunan dan perekonomian negara.

Page 90: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis, dan pembahasan yang telah dikemukakan,

maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Penerimaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal

terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Pencapaian peningkatan penerimaan

pajak penghasilan sesudah tarif tunggal meningkat walaupun belum mencapai

hasil yang optimal. Keseragaman dalam pengenaan tarif untuk seluruh lapisan

besaran penghasilan akan membuat para pengusaha kecil merasakan beban

berat karena pajak yang biasanya dibayar dengan tarif rendah sekarang menjadi

besar. Para pengusaha kecil menganggap adanya pemindahan beban pajak yang

seharusnya dipikul oleh pengusaha besar bergeser kepada para pengusaha

kecil. Dan para pengusaha besar akan mendapati beban pajak yang lebih kecil

dari beban pajak yang biasanya mereka bayar. Namun dalam hal kemudahan

administrasi pajak, tarif tunggal dapat dikatakan lebih efisien bila dibandingkan

dengan penggunaan tarif progresif. Wajib pajak akan lebih cepat dan tepat

dalam memperhitungkan besaran pajak yang terutang. Sehingga wajib pajak

akan terhindar dari kesalahan lebih bayar atau kurang bayar. Dan anggapan

bahwa dengan tarif tunggal wajib pajak tidak akan mendapati keadilan pajak

adalah anggapan yang keliru. Para wajib pajak akan tetap mendapati keadilan

Page 91: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

secara horizontal dimana mereka akan membayar pajak atas laba dengan tarif

yang sama.

2. Berdasarkan hasil pengujian dua arah terhadap hipotesis yang diajukan dengan

menggunakan uji beda rata-rata dan tingkat signifikan 5%, maka dapat

diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penerimaan pajak

penghasilan sebelum dan sesudah penerapan tarif tunggal. Program pemerintah

dengan mengubah tarif progresif menjadi tarif tunggal berdampak positif

terhadap penerimaan pajak penghasilan. Sehingga pajak yang sudah dipungut

oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum

termasuk juga untuk membiayai pembangunan untuk meningkatkan

perekonomian negara.

3. Pada tingkat keyakinan 95%, penerimaan pajak penghasilan berpengaruh

terhadap pajak penghasilan terutang, dimana apabila nilai penerimaan pajak

penghasilan meningkat maka akan diikuti dengan peningkatan pajak terutang,

begitu pula sebaliknya. Hal ini didukung oleh analisis regresi yang menyatakan

bahwa variabel independen yaitu penerimaan pajak penghasilan berpengaruh

secara signifikan terhadap variabel dependen pajak penghasilan terutang.

Page 92: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

5.2 Saran

Berdasarkan hasil, pembahasan dan simpulan yang telah dikemukakan di atas,

penulis mencoba memberikan saran-saran yang diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi kemajuan Direktorat Jenderal Pajak maupun peneliti selanjutnya

untuk meningkatkan penerimaan Negara dari pajak, adapun saran tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Bagi Direktorat Jenderal Pajak

Pemerintah perlu mengkaji ulang besaran tarif tunggal khususnya untuk wajib

pajak badan usaha dengan skala kecil atau UKM. Karena akan mematikan

usaha mereka. Dimana beban pajak mereka akan bertambah cukup besar dan

hal tersebut dapat mempengaruhi proses produksi dan penetapan harga jual.

Hal ini sesuai dengan pernyataan kamar dagang dan industri (Kadin) yang

menyatakan bahwa penggunaan tarif tunggal dirasa tidak realistis jika

pengusaha kecil UKM dan pengusaha besar diberlakukan tarif yang sama

karena hanya akan menguntungkan pengusaha besar saja. Karena UKM

merupakan salah satu penopang perkonomian nasional yang keberadaanya

dibutuhkan oleh pemerintah dalam penerimaan pajak penghasilan. Maka dari

itu, sebaiknya pemerintah memberlakukan penerapan tarif khusus yang dapat

dituangkan dalam payung hukum Peraturan Pemerintah dan aturan pendukung

lainnya guna memberikan keringanan bagi para pengusaha kecil dalam

membayar pajak terhutang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) untuk memberlakukan tarif khusus kepada

Page 93: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

pengusaha kecil dan menengah (UKM) yang dimuat dalam Harian Bisnis

Indonesia, Senin 17 Oktober 2005.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi pihak lain yang akan melakukan penelitian yang sama, dalam melakukan

penelitian dibidang Perpajakan masih banyak ruang kosong. Disarankan untuk

menambah atau mengganti variabel yang tidak diteliti antara lain kepatuhan

wajib pajak sebelum dan sesudah reformasi, reformasi pajak orang pribadi, dan

masih banyak hal lainnya yang dapat dijadikan variabel dalam penelitian

selanjutnya yang kemudian dapat diperbandingkan dengan hasil penelitian

penulis.

Page 94: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

DAFTAR PUSTAKA

Casavera. 2009. Perpajakan. Yogyakarta : Graha ilmu

Diana, Anastasia & Lilis Setiawati. 2004. Perpajakan Indonesia

Yogyakarta : Andi Yogyakarta

Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A

dan B Terpadu. Jakarta : IAI

Lilis Setiawati. 2001. Rekayasa Akrual Untuk Meminimalkan Pajak.

Simposium Nasional Akuntansi V. Semarang

Lumbantoruan, Sophar. 1996. Akuntansi Pajak. Jakarta : PT Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Musgrave, Richard A dan Peggy B Musgrave. 1993. Keuangan Negara

Dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Erlangga

Mohammad, Nazir. 2005. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

Nurmantu, Safri. 2003. Pengantar Perpajakan. Jakarta : Penerbit Granit

Pajak Penghasilan. http://id.wikipedia.org diakses 9 Juni 2012

Suandy, Erly. 2006. Perpajakan Edisi 2. Jakarta : Salemba Empat

Sugiama, A Gima. 2008. Metode Riset Bisnis Dan Manajemen. Bandung :

Guardaya Intimarta

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi dilengkapi dengan

Metode R&D. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Penerbit Alfabeta

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Penerbit

Alfabetha

Satya, Venti Eka & Galuh Prila Dewi. Perubahan Undang-Undang Pajak

Penghasilan Dan Perannya Dalam Memperkuat Fungsi Budgetair

Perpajakan. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik. Vol. 1, No.1.

downloading 3 Juni 2012

Tursilo, Budi. 2007. Analisis Pengaruh Perubahan Tarif Pajak

Penghasilan Terhadap Penerimaan Pajak Dalam Perspektif Kurva

Page 95: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Laffer. Tesis.

Jakarta: Universitas Indonesia. downloading 15 Juni 2012

www.digilib.ui.ac.id

Widjaya, Annisa Gama. 2011. Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak

Sebelum Dan Sesudah Reformasi Perpajakan 2008 Dan

Implikasinya Terhadapa Penerimaan Pajak. Universitas

Diponegoro. downloading 2 Juni 2012

http://eprints.undip.ac.id

Page 96: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

LAMPIRAN 1

DATA PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN

KPP PRATAMA KOTA TASIKMALAYA

TAHUN ANGGARAN 2007-2008 (2 TAHUN)

TAHUN JUMLAH

2007 4.328.058.614

2008 6.622.767.937

DATA PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN

KPP PRATAMA KOTA TASIKMALAYA

TAHUN ANGGARAN 2009-2010 (2 TAHUN)

TAHUN JUMLAH

2009 7.233.691.515

2010 7.962.025.412

Page 97: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

LAMPIRAN 2

DATA PAJAK PENGHASILAN TERUTANG BADAN

KPP PRATAMA KOTA TASIKMALAYA

TAHUN ANGGARAN 2007-2010 (4 TAHUN)

TAHUN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG

2007 Rp. 16.331.646.981

2008 Rp. 22.250.913.460

2009 Rp. 22.434.765.968

2010 Rp. 23.818.326.077

Page 98: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

LAMPIRAN 3

DESCRIPTIVES VARIABLES=X1 X2

/STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX.

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Penerimaan Pajak

Penghasilan

sebelum tarif

tunggal

2 4328058614 6622767937 5.48E9 1.623E9

Penerimaan Pajak

Penghasilan

sesudah tarif

tunggal

2 7233691515 7962025412 7.60E9 5.150E8

Valid N (listwise) 2

Frequencies Statistics

Penerimaan Pajak

Penghasilan sebelum tarif tunggal

Penerimaan Pajak Penghasilan

sesudah tarif tunggal

N Valid 2 2

Missing 0 0

Frequency Table

Penerimaan Pajak Penghasilan sebelum tarif tunggal

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 4328058614 1 50.0 50.0 50.0

6622767937 1 50.0 50.0 100.0

Total 2 100.0 100.0

Penerimaan Pajak Penghasilan sesudah tarif tunggal

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 7233691515 1 50.0 50.0 50.0

7962025412 1 50.0 50.0 100.0

Total 2 100.0 100.0

Page 99: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Berikut ini perhitungan rata-rata dan standar devisiasi Penerimaan Pajak

Penghasilan Sebelum dan Sesudah Penerapan Tarif Tunggal

Data Penerimaan Pajak Penghasilan KPP Pratama Kota Tasikmalaya

Sebelum Penerapan Tarif Tunggal untuk Tahun 2007 dan 2008

(dalam satuan rupiah)

Periode - ( - )2

2007 4.328.058.614 5.475.413.276 (1.147.354.662) 1.316.422.719.265.780.000

2008 6.622.767.937 5.475.413.276 1.147.354.662 1.316.422.719.265.780.000

Jumlah 10.950.826.551 2.632.845.438.531.560.000

Data Penerimaan Pajak Penghasilan KPP Pratama Kota Tasikmalaya

Sebelum Penerapan Tarif Tunggal untuk Tahun 2007 dan 2008

(dalam satuan rupiah)

Periode - ( - )2

2009 7.233.691.515 7.597.858.464 (364.166.949) 132.617.566.379.802.000

2010 7.962.025.412 7.597.858.464 364.166.949 132.617.566.379.802.000

15.195.716.927 265.235.132.759.603.000

Page 100: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Variabel pertama yaitu penerimaan pajak penghasilan sebelum dan

sesudah penerapan tarif tunggal dan simpangan baku gabungan sebagai berikut:

s12

= 2.632.845.438.531.560.000 2-1

= 2.632.845.438.531.560.000

s1 = 1.622.604.523,145

s22

= 265.235.132.759.603.000

2-1

= 265.235.132.759.603.000 s2 = 515.009.837,537

Sgab =

=

= 1.203.760.892,223

dari perhitungan di atas diketahui :

besarnya t table

t ½ : df(n1 + n2 – 2) = t (0,05) : (2 + 2 – 2) = t (0,05) : 2 = 4,303

untuk mencari t hitung

t =

Page 101: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

=

=

= - 1,763

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan langkah-langkah

seperti yang diuraikan pada bab III diperoleh hasil sebagai berikut :

n1 = 2

n2 =

s12 =

2.632.845.438.531.560.000

s22 =

265.235.132.759.603.000

s1 =

1.622.604.523,145

s2 = 515.009.837,537

= 5.475.413.276

=

thitung = - 1,763

Page 102: ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN

Regression

Variables Entered/Removed

b

Model Variables Entered

Variables Removed Method

d

i

m

e

n

s

i

o

n

0

1 x2a . Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: y

Model Summary

Model

R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate d

i

m

e

n

s

i

o

n

0

1 .985a .970 .955 7.075E8

a. Predictors: (Constant), x2

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3.218E19 1 3.218E19 64.295 .015a

Residual 1.001E18 2 5.006E17

Total 3.319E19 3

a. Predictors: (Constant), x2

b. Dependent Variable: y

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 7.580E9 1.736E9 4.366 .049

x2 2.085 .260 .985 8.018 .015

a. Dependent Variable: y