62
ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Putusan Nomor 32/Pid.Sus/2015/PN.Kot.) (Skripsi) Oleh ADNAN ALIT SUPRAYOGI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA

TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

(Studi Putusan Nomor 32/Pid.Sus/2015/PN.Kot.)

(Skripsi)

Oleh

ADNAN ALIT SUPRAYOGI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

Page 2: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

ABSTRAK

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA

TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

(Studi Putusan Nomor 32/Pid.Sus/2015/PN.Kot.)

Oleh

ADNAN ALIT SUPRAYOGI

Berdasarkan ketentuan Pasal 54 Undang-undang No 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, bahwa pecandu dan korban penyalahguna narkotika wajib menjalani

rehabilitasi. Namun pada putusan perkara No. 32/Pid.Sus/2015/PN.Kot. terdakwa

diputus dengan pidana penjara 1(satu) tahun. Permasalahan pada skripsi ini yaitu

bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam perkara tindak pidana

penyalahgunaan narkotika dan mengapa putusan hakim tersebut tidak

memberikan tindakan rehabilitasi bagi terdakwa pada putusan No.

32/Pid.Sus/2015/PN.Kot.

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis

normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi

kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu analisis kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode

induktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang menjadi dasar pertimbangan

hakim dalam memutus perkara No. 32/Pid.Sus/2015/PN.Kot. yaitu majelis hakim

mempertimbangkan hal-hal yuridis meliputi keluarga terdakwa tidak memenuhi

syarat diantaranya surat keterangan dari rumah sakit ketergantungan obat, ahli

yang menyatakan bahwa terdakwa mengalami ketergantungan, dan upaya dari

keluarga untuk mengajukan rehabilitasi, sedangkan pertimbangan non yuridis

yaitu hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Berdasarkan

Peraturan Bersama Tentang Penanganan Pecandu Narkotika Dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi, menyatakan untuk

menangani agar pelaku penyalahguna narkotika di rehabilitasi ditunjuk Tim

Asesmen Terpadu oleh BNN, BNNP, dan BNNK. Sedangkan biaya rehabilitasi

ditanggung oleh pemerintah apabila keluarga terdakwa tidak mampu. Hal tersebut

bertolak belakang dengan penyampaian majelis hakim.

Page 3: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

Adnan Alit Suprayogi Saran penulis yaitu diharapkan kepada majelis hakim untuk lebih

mempertimbangkan aspek rehabilitasi bagi para pengguna (bukan pengedar)

narkotika agar pengguna tersebut setelah direhabilitasi akan dapat kembali dan

diterima dalam kehidupan masyarakat secara baik serta tidak mengulangi

perbuatannya di kemudian hari. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika adalah produk undang-undang yang baik dalam menangani masalah

penyalahgunaan narkotika, namun melihat pasal-pasal didalamnya beberapa

menimbulkan ketidakpastian. Dibutuhkan aturan turunan dari pasal yang dianggap

penting dalam pelaksanaan penegakan hukum tindak pidana penyalahgunaan

narkotika.

Kata kunci : Penyalahgunaan Narkotika, Pertimbangan Hakim, Rehabilitasi.

Page 4: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA

TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

(Studi Putusan Nomor 32/Pid.Sus/2015/PN.Kot.)

Oleh

ADNAN ALIT SUPRAYOGI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

Page 5: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang
Page 6: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang
Page 7: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Balinuraga Lampung Selatan, pada

tanggal 11 Maret 1994, yang kemudian diberi nama Adnan

Alit Suprayogi. Penulis merupakan putra ketiga dari tiga

saudara dari pasangan I Nyoman Nandra dan Sri Murti.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 3

Balinuraga pada tahun 2006, kemudian melanjutkan studinya di SMP Dharma

Bakti lulus pada tahun 2009, dan penulis melanjutkan studinya di SMA Negeri 1

Kalianda lulus tahun 2012. Pada tahun 2012, penulis diterima untuk melanjutkan

pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila), semasa kuliah

penulis mengikuti beberapa ekstrakulikuler baik di luar maupun di dalam kampus

diantaranya Unit Kegiatan Mahasiswa Hindu Universitas Lampung (UKM Hindu

Unila), Hima Pidana Fakultas Hukum, serta Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma

Indonesia (KMHDI). Selain itu, Penulis juga pernah menjadi asisten dosen Agama

Hindu. Penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung Way Tuba,

Kecamatan Gunung Labuhan Way Kanan pada tahun 2015.

Page 8: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

MOTTO

Jika orang berpegang pada keyakinan, maka hilanglah kesangsian. Tetapi, jika

orang sudah mulai berpegang pada kesangsian, maka hilanglah keyakinan.

(Sir Francis Bacon )

Dalam masalah hati nurani, pikiran pertamalah yang terbaik. Dalam masalah

kebijaksanaan, pemikiran terakhirlah yang paling baik.

(Robert Hall)

Page 9: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

PERSEMBAHAN

Dengan sejuta kasih,

Kupersembahkan karya kecilku yang teramat berharga dan sederhana ini

kepada:

Ayahanda ‘I Nyoman Nandra’ dan Ibunda ‘Sri Murti’ tercinta, yang telah

mencurahkan seluruh cinta, kasih, do’a dan peluh keringatnya untuk

keberhasilanku, yang telah menempaku untuk kuat dan tegar dalam menjalani

pelik dan terjalnya kehidupam.

Untuk Saudara-saudaraku

Untuk Kakakku tercinta ‘WS Adi Saputra’, ‘Yanatika Sulistyawati’ dan

‘Made Indra’ serta keponakanku Jyoti yang selalu memberikan dorongan

semangat dan motivasi, tawa dan canda yang senantiasa menguatkan serta doa

yang tiada henti untuk keberhasilanku.

Untuk Kekasih Tercinta Ni Wayan Novita Sari.

Untuk Keluarga besarku yang selalu memberikan dorongan semangat serta d’oa

untuk kesuksesan ku di kemudian hari.

‘Sayang kalian semua’.

Page 10: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

SAN WACANA

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa,

Pencipta alam semesta yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sebab atas

astung kerta wara nugraha-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi dengan judul “Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Perkara Tindak

Pidana Penyalahgunaan Narkotika”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Segala kemampuan telah penulis curahkan guna menyelesaikan skripsi ini, namun

penulis menyadari masih terdapat kekurangan baik dari segi substansi maupun

penulisannya. Oleh karen itu, berbagai saran, koreksi, dan kritik yang membangun

dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan

skripsi ini.

Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi berkat

bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil

sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, di dalam kesempatan

ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan rasa terima kasih yang tulus

kepada :

1. Rektor Universitas Lampung Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P.

2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

Page 11: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

3. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

4. Ibu Firganefi, S.H.,M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Fakultas

Hukum Universitas Lampung.

5. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah banyak

memberi masukan, bimbingan, dan membantu penulis sehingga terselesainya

skripsi ini.

6. Ibu Dona Raisa Monica, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang juga telah

banyak memberi masukan, bimbingan, dan membantu penulis hingga

terselesainya skripsi ini.

7. Bapak Eko Raharjo, S.H.,M.H., selaku pembahas I (satu) yang telah

memberikan waktu, masukan, dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

8. Bapak Muhammad Farid, S.H.,M.H., selaku pembahas II (dua) yang telah

memberikan waktu, masukan, dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak Prof. Dr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing

Akademik Penulis.

10. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis.

11. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

12. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H. selaku Dosen bagian Hukum Pidana pada

Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah meluangkan waktu dan

kesediaanya untuk penulis wawancarai guna memperoleh informasi dalam

penyelesaian skripsi yang penulis tulis.

Page 12: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

13. Bapak Yudith Wirawan, S.H., M.H. selaku Hakim Pengadilan Negeri Kota

Agung yang telah memberikan kesempatan dan waktu kepada penulis untuk

melakukan penelitian.

14. Bapak M. Kemal Pasha, S.H. selaku Jaksa di Kejaksaan Negeri Kota Agung

yang telah membantu dan bersedia memberikan informasi dalam penelitian

penulis.

15. Almamaterku tercinta

16. Ayahanda I Nyoman Nandra dan Ibunda Sri Murti tercinta, Kakakku WS Adi

Saputra dan Yanatika Sulistyawati, serta kakak iparku I Made Indra, juga

keponakan ku yang cantik Ni Putu Eka Jyoti Indrayana, terima kasih atas

semua doa, dukungan, dan semangat serta pengorbanannya.

17. Cuy Family, Andre, Andrie, Ari, Ananda, Anggun, Ayu, Apri, Benny, Ardi,

Arya, Diaz, Aldi, Devry, Batinta, Nurhidayat dan semua rekan-rekan

seperjuangan FH ’12 Ricky Indra, Sandi, Yudis, Willy, serta rekan di Boogie

FC terimakasih sudah jadi rekan yang baik dan bisa dibanggakan.

18. Rekan-Rekan di UKM Hindu Universitas Lampung, Novyanta, Herman,

Rasta, Dewi, Rani, Eka, Krisma, Mahendra, Wayan Ayu, Sugi, Suda, Dewa

Ayu, Viska, Made Widastra, Desi, Nike, Budi Ratna angkatan ’11 terkhusus

Bli Kompus yang memberikan petunjuk penulisan skripsi ini, angkatan 2013

dan angkatan 2014, terimakasih atas segala-galanya.

19. Mbak-mbakku yang cantik dan perkasa Mba Rika, Mba Sista, Mba Ayu, dan

Mba Tuti. Serta adik-adikku Made Ita, Dian, Gede Sudi, Sisil, Kadek Astana,

Komang Kumara.

Page 13: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

20. Keluarga KKN Way Tuba Pak Carik, Pak Adin, Pak Alom, Reky, Arif, Joni,

Rian, serta rekan mahasiswa KKN Way Tuba Riki Farizal, Sunarti, Mas

Anjar, Gilang, Amanda, Almira, dan Siti Muslimah terimakasih sudah

menjadi bagian dari perjuangan.

21. Terima kasih untuk Ni Wayan Novita Sari yang selalu menemani dan

memberikan semangat juga yang menjadi editor dalam penulisan skripsi ini.

22. Seluruh pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan

skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya

dan semua pihak yang berkepentingan pada umumnya untuk kehidupan yang

lebih baik dan bermanfaat bagi semua.

Semoga Sang Hyang Widhi merestui segala usaha dan ketulusan yang diberikan

kepada penulis.

Bandar Lampung, Februari 2016

Penulis,

Adnan Alit Suprayogi

Page 14: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ....................................................... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................................... 8

D. Kerangka Teori dan Konseptual........................................................... 9

E. Sistematika Penulisan .......................................................................... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana .................................................................... 17

B. Dasar Pertimbangan Hakim ................................................................. 22

C. Tujuan Pemidanaan .............................................................................. 30

D. Putusan Pengadilan .............................................................................. 33

E. Tindakan Rehabilitasi........................................................................... 37

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah ............................................................................. 39

B. Sumber dan Jenis Data ......................................................................... 39

C. Penentuan Narasumber......................................................................... 41

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ..................................... 41

E. Analisis Data ........................................................................................ 42

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Perkara Tindak

Pidana Penyalahgunaan Narkotika ....................................................... 44

Page 15: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

B. Putusan Hakim Tidak Memberikan Rehabilitasi Bagi Terdakwa

Penyalahgunaan Narkotika................................................................... 63

V. PENUTUP

A. Simpulan .............................................................................................. 72

B. Saran ..................................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini narkotika menjadi masalah yang kompleks. Disatu sisi ketersediaan

narkotika sangat diperlukan bagi kepentingan medis namun disisi lain narkotika kini

diedarkan secara bebas tanpa izin dan sering disalahgunakan oleh oknum-oknum

yang tidak bertanggungjawab. Narkotika sendiri diatur dalam Undang-undang No.

35 Tahun 2009 pengganti Undang-undang No. 22 Tahun 1997. Pasal 1 angka 1

memberikan definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, menghilangkan rasa nyeri, dan dapat

menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan

sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini.

Tindak pidana yang menyangkut narkotika merupakan tindak pidana khusus yang

menyebar secara Nasional dan Internasional, karena penyalahgunaannya berdampak

negatif dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Bentuk tindak pidana

narkotika yang umum dikenal antara lain :1

(1). Penyalahgunaan melebihi dosis; (2). Pengedaran; dan (3). Jual beli narkotika.

1Moh. Taufik Makaro, dkk., Tindak Pidana Narkotika, Bogor, Ghalia, 2005, hlm. 45.

Page 17: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

2

Narkotika digolongkan menjadi 3 golongan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat

(1) Undang-undang No. 35 Tahun 2009, yaitu sebagai berikut :

a. Narkotika golongan I

Narkotika ini hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak

digunakan dalam terapi/pengobatan serta memiliki potensi sangat tinggi untuk

mengakibatkan sindrom ketergantungan.

b. Narkotika golongan II

Narkotika ini untuk pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan

dapat digunakan dalam terapi/pengobatan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

serta memiliki potensi kuat untuk mengakibatkan sindrom ketergantungan.

c. Narkotika golongan III

Narkotika ini untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi/pengobatan

atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta berpotensi ringan mengakibatkan

sindrom ketergantungan.

Penyalahgunaan narkotika dalam hal ini perlu dilakukan upaya pencegahan dan

mengurangi tindak kejahatan penyalahgunaan narkotika tersebut, yang tidak terlepas

dari peranan hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum yang tugasnya

mengadili tersangka atau terdakwa. Keputusan hakim dalam mengambil suatu

keputusan harus mempunyai pertimbangan yang bijak agar putusan tersebut

berdasarkan pada asas keadilan. Hakim memiliki kebebasan untuk menentukan jenis

pidana dan tinggi rendahnya pidana, hakim mempunyai kebebasan untuk bergerak

pada batas minimum dan maksimum sanksi pidana yang diatur dalam undang-undang

Page 18: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

3

untuk tiap-tiap tindak pidana. Hal ini berarti bahwa masalah pemidanaan sepenuhnya

merupakan kekuasaan dari hakim.2

Perihal menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana narkotika, hakim harus

mengetahui dan menyadari apa makna pemidanaan yang diberikan dan ia harus juga

mengetahui serta menyadari apa yang hendak dicapainya dengan mengenakan pidana

tertentu kepada pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Oleh karena itu,

keputusan hakim tidak boleh terlepas dari serangkaian kebijakan kriminal yang akan

mempengaruhi tahap berikutnya.3

Menyikapi hal tersebut Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerjasama dengan

Sekretariat Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian

Kesehatan, Kementerian Sosial, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia

menyelenggarakan penandatanganan peraturan bersama terkait penanganan pecandu

narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi.

Karena hukuman bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika disepakati

berupa pidana rehabilitasi.

Paradigma baru ini selaras dengan konvensi-konvensi internasional tentang narkotika

yang menekankan penanganan narkotika dengan pendekatan seimbang antara

pendekatan demand (pencegahan, pemberdayaan, rehabilitasi) dan supply

(pemberantasan jaringan peredaran gelap) serta memberikan alternatif penghukuman

rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika.

2Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hlm. 78.

3Ibid. hlm. 100.

Page 19: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

4

Ketentuan tersebut di atas sudah diadopsi dalam pasal 4 Undang-Undang No. 35

Tahun 2009 tentang Narkotika dimana tujuan undang-undang narkotika, yaitu:

a) Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan

dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

b) Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari

penyalahgunaan narkotika;

c) Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan

d) Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi pecandu dan

korban penyalahgunaan narkotika.

Berdasarkan Putusan Nomor : 32/Pid.Sus/2015/PN.Kot., terdakwa yang bernama

Reki Saputra Als Vely Apriyadi Bin Jahri tertangkap di rumah temannya dan ketika

digeledah, di saku celananya terdapat 3 (tiga) paket sabu. Berdasarkan Berita Acara

Pemeriksaan Uji Laboratorium, tes urine yang dilakukan terhadap terdakwa

dinyatakan terdakwa positif mengandung metamfetamina yang terdaftar dalam

narkotika golongan I menurut lampiran 61 lampiran Undang-undang No. 35 Tahun

2009.

Dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa yaitu pertama

dikenakan Pasal 112 ayat (1) Undang-undang No. 35 Tahun 2009 dan yang kedua

yaitu dikenakan Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang No. 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika. Selanjutnya, Majelis Hakim setelah mempertimbangkan fakta-

fakta dan bukti-bukti dalam persidangan memutuskan dakwaan yang sesuai dengan

perbuatan terdakwa yaitu dakwaan kedua yaitu melanggar Pasal 127 Ayat (1) huruf a

Page 20: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

5

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang menyatakan sebagai

berikut 4:

(1) Setiap penyalahguna :

a. Narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama

4 (empat) tahun.

b. Narkotika golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling

lama 2 (dua) tahun.

c. Narkotika golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling

lama 1 (satu) tahun.

Setelah dipertimbangkan oleh hakim, terdakwa diputus dengan pidana penjara 1

(satu) tahun karena terbukti melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang No.

35 Tahun 2009. Pidana penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa sudah tepat, agar

memberikan efek jera kepada terdakwa dan juga kepada orang lain/ masyarakat agar

tidak melakukan perbuatan yang sama. Namun, untuk membebaskan terdakwa dari

narkotika diperlukan tindakan rehabilitasi agar terdakwa sembuh secara fisik. Untuk

itu, hakim perlu mempertimbangkan Pasal 54 Undang-Undang No. 35 tahun 2009

tentang narkotika, menyatakan bahwa “ pecandu narkotika dan korban

penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.

Selain itu pada Pasal 103 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 yang

menyatakan bahwa:

(1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat :

4 Lampiran Negara UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Page 21: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

6

a. Memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau

perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah

melakukan tindak pidana narkotika; atau

b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan

dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut tidak

terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.

Berdasarkan dengan pertimbangan pada pasal-pasal tersebut, terdakwa dapat diputus

pidana penjara juga diputus untuk menjalani rehabilitasi. Hal inilah yang belum

diberikan oleh hakim kepada pelaku penyalahgunaan tindak pidana narkotika. Pada

double track system perumusan sanksi terhadap penyalahgunaan narkotika

merupakan kebijakan hukum pidana dalam formulasi ketentuan-ketentuan yang

mengatur mengenai sanksi yang diberikan kepada pelaku penyalahgunaan narkotika,

yaitu berupa sanksi pidana dan sanksi tindakan mengingat pelaku penyalahgunaan

narkotika memiliki posisi yang sedikit berbeda dengan pelaku tindak pidana lainnya.

Satu sisi pengguna narkotika merupakan pelaku tindak pidana yang harus dihukum,

namun disisi lain merupakan korban dari tindak pidana yang dilakukannya sendiri,

sehingga perlu dilakukan suatu tindakan berupa rehabilitasi. Agar tujuan dari

penjatuhan pidana terlaksana selain sebagai pembalasan juga menjadikan terdakwa

manusia yang lebih baik dan berguna. Oleh karena itu, berdasarkan pemikiran-

pemikiran tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan

judul “Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Perkara Tindak Pidana

Penyalahgunaan Narkotika”.

Page 22: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

7

B. Permasalahan Dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas

dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam perkara Nomor

32/Pid.Sus/2015/PN.Kot. terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaaan

narkotika ?

b. Mengapa pada putusan hakim dalam perkara Nomor 32/Pid.Sus/2015/PN.Kot.

tidak memberikan rehabilitasi bagi pelaku tindak pidana penyalahgunaaan

narkotika ?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian dalam skripsi ini adalah kajian ilmu hukum pidana baik

formil maupun materiil, khususnya yang berkaitan dengan dasar-dasar pertimbangan

hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika

sebagaimana yang terdapat pada putusan Pengadilan Negeri Kota Agung Nomor:

32/Pid.Sus/2015/PN.Kot dan yang berkaitan dengan alasan mengapa terdakwa dalam

putusan tersebut tidak dijatuhi tindakan rehabilitasi. Pada penelitian ini, ruang

lingkup waktu penelitian adalah tahun 2015 dan ruang lingkup lokasi penelitian

adalah pada Pengadilan Negeri Kota Agung, Kejaksaan Negeri Kota Agung.

Page 23: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

8

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam perkara Nomor

32/Pid.Sus/2015/PN.Kot. terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaaan

narkotika.

b. Untuk mengetahui mengapa putusan hakim dalam perkara Nomor

32/Pid.Sus/2015/PN.Kot. tidak memberikan rehabilitasi bagi pelaku tindak

pidana penyalahgunaaan narkotika.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam

pengembangan kajian hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan dasar

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana

penyalahgunaan narkotika dan alasan-alasan mengapa hakim tidak memberikan

rehabilitasi bagi pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna secara positif bagi aparat penegak

hukum dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika dan dalam

pemberian sanksi terhadap pelaku tindak pidana narkotika. Selain itu hasil

Page 24: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

9

penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak-pihak lain yang akan

melakukan penelitian mengenai analisis putusan di masa-masa yang akan datang.

D. Kerangka Teoritis Dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar

yang relevan untuk pelaksanaan penelitian hukum5. Berdasarkan definisi tersebut

maka kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Teori Tugas Hakim Dalam Mengadili

Fungsi seorang hakim adalah seseorang yang diberi wewenang oleh undang-

undang untuk melakukan atau mengadili setiap perkara yang dilimpahkan kepada

pengadilan. Berdasarkan ketentuan di atas maka tugas seorang hakim adalah:

1. Menerima setiap perkara yang diajukan kepadanya;

2. Memeriksa setiap perkara yang diajukan kepadanya;

3. Mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya.

Sehubungan dengan tugas hakim, maka berkaitan dengan pemasyarakatan.

Sahardjo memberikan rumusan dari tujuan pidana penjara sebagai berikut :

“Di samping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena hilangnya

kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar bertobat, mendidik supaya ia

menjadi seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna.”

5Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Press Jakarta, 1993, hlm.

73.

Page 25: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

10

Keputusan hakim dalam menjatuhkan pidana dan kemudian mengenai perlunya

gagasan pemasyarakatan itu menjadi pertimbangan dalam pemberian keputusan

yang berupa pidana pencabutan kemerdekaan.6

Apakah yang sebenarnya terjadi sebelum hakim memutuskan suatu perkara?

Proses pemikiran apakah yang berlangsung pada hakim tersebut? Apakah

ketentuan yang terdapat dalam Pasal 292 HIR diikuti, maka hakim memberikan

keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut :

1. Keputusan mengenai peristiwanya, ialah apakah terdakwa telah melakukan

perbuatan yang dituduhkan kepadanya, dan kemudian

2. Keputusan mengenai hukumnya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan

terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah

dan dapat dipidana, dan akhirnya

3. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat dipidana.

Bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap seseorang harus dilalui jalan yang

panjang dan bersifat kompleks serta membutuhkan teknik-teknik tertentu yang

harus dikuasai oleh aparat penegak hukum, ialah kepolisian, kejaksaan dan

pengadilan. Jalan panjang ini membentang antara kasus dan hakim. Jalan

tersebut salah satunya surat tuduhan, surat tuduhan mengandung dua aspek yang

kadang-kadang tidak begitu jelas terpisah, dan kedua aspek itu disebut sebagai

aspek apa yang terjadi secara nyata dan aspek normatif atau yuridis. Kedua

aspek itu harus diperhatikan oleh hakim. Setelah dibuktikan dengan alat-alat

6 Sudarto, Op.Cit., hlm. 73-74.

Page 26: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

11

bukti yang sah dan meyakinkan, bahwa perbuatan yang dituduhkan itu

merupakan perbuatan yang diancam pidana dan ditetapkan kesalahan terdakwa,

maka diputuskan tentang pidananya.7

Mengenai pembuktian, dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa: Seorang

hakim tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan

bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah

melakukannya(Pasal 183 KUHAP)8. Alat bukti sah yang dimaksud adalah:

1. keterangan saksi;

2. keterangan ahli;

3. surat;

4. petunjuk;

5. keterangan terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga

tidak perlu dibuktikan (Pasal 184 KUHAP).

Pembuktian tersebut merupakan pertimbangan yang bersifat yuridis. Selain itu

hakim juga perlu mempertimbangkan hal-hal yang bersifat non yuridis, yakni

yang berkaitan dengan kondisi dari pelaku tersebut.

Secara kontekstual ada tiga esensi yang terkandung dalam kebebasan hakim

dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman yaitu :

1. hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan;

7 Ibid. hlm. 74-77.

8 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, PT Citra Aditya Bhakti,

1996, hlm. 112-113.

Page 27: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

12

2. tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau

mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim;

3. tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan

fungsi yudisialnya.9

b. Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan

diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur

oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Bahwa

penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-

undangan, walaupun didalam kenyataan kecenderungannya demikian. Secara

konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang

mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai

tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian

pergaulan hidup. Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada

beberapa faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut, adalah

sebagai berikut :10

1. Faktor hukumnya sendiri, yang didalam tulisan ini akan dibatasi pada

undang-undang saja.

9 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif ,Jakarta, Sinar

Grafika, 2010, hlm. 104. 10

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, PT.

RajaGrafindo Persada, 2012, hlm. 5-8.

Page 28: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

13

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan

5. Faktor budaya hukum, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, oleh karena merupakan esensi dari

penegakan hukum, juga merupakan tolok ukur daripada efektivitas penegakan

hukum.

Berdasarkan Pasal 54 Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

berkaitan dengan pemberian rehabilitasi. Rehabilitasi terhadap penyalahguna

narkotika menganut teori treatment sebab rehabilitasi terhadap penyalahguna

narkotika merupakan suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk

membebaskan pecandu dari ketergantungan. Hal tersebut sesuai dengan

pemidanaan yang dimaksudkan pada aliran teori treatment yaitu untuk memberi

tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation) kepada pelaku

kejahatan sebagai pengganti dari penghukuman. Pelaku kejahatan adalah orang

yang sakit sehingga membutuhkan tindakan perawatan (treatment) dan

perbaikan (rehabilitation).

Page 29: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

14

2. Kerangka Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam

penelitian11

. Berdasarkan definisi tersebut, maka batasan pengertian dari istilah yang

digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Analisis adalah cara pemeriksaan suatu peristiwa atau kejadian dengan tujuan

menemukan suatu unsur dasar dan hubungan antara unsur-unsur yang

bersangkutan;12

b. Pertimbangan adalah suatu tahapan dimana hakim mempertimbangkan fakta yang

terungkap yang dihubungkan dengan alat bukti dalam menetapkan suatu putusan.

c. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-

undang untuk mengadili (Pasal 1 angka (8) KUHAP);

d. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang

pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari

segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-

undang ini (Pasal 1 ayat (11) KUHAP);

e. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan

mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang

melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan pelanggaran norma atau

gangguan terhadap tertib hukum, yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah

dilakukan terhadap seorang pelaku;13

11

Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 112. 12

Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Jakarta, Pustaka Amani, 2005, hlm. 43. 13

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 1993, hlm. 54.

Page 30: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

15

f. Penyalahguna narkotika adalah setiap orang yang menggunakan narkotika tanpa

hak atau melawan hukum;14

g. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan;15

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap proposal skripsi ini secara keseluruhan,

maka disusun sistematika penulisan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Berisi pendahuluan penyusunan proposal skripsi yang terdiri dari latar belakang

masalah, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian,

kerangka teori dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan

dengan penyusunan skripsi yaitu pengertian tindak pidana, tindak pidana

narkotika, dasar pertimbangan hakim, putusan pengadilan, serta tindakan

rehabilitasi.

14

Lembaran Negara Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 15

Ibid.

Page 31: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

16

III. METODE PENELITIAN

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian,terdiri dari pendekatan masalah,

sumber dan jenis data, penentuan narasumber, prosedur pengumpulan dan

pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat dalam

penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis dasar pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan putusan terhadap penyalahguna narkotika dan mengapa hakim tidak

menjatuhkan rehabilitasi bagi terdakwa penyalahgunaan narkotika.

V. PENUTUP

Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan

penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang diajukan kepada

pihak-pihak yang terkait dengan penelitian.

Page 32: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana

Ada beberapa macam istilah tindak pidana yang dipergunakan dalam buku-buku yang

dikarang oleh para pakar hukum pidana Indonesia sejak zaman dahulu hingga

sekarang. Pada dasarnya semua istilah itu merupakan terjemahan dari bahasa

Belanda : “strafbaar feit”, sebagai berikut :19

1. Delik (delict)

2. Peristiwa pidana (E. Utrecht)

3. Perbuatan pidana (Moeljatno)

4. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum

5. Hal yang diancam dengan hukum

6. Perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukum

7. Tindak pidana (Sudarto dan diikuti sampai sekarang)

Mengenai pengertian tindak pidana (strafbaar feit) beberapa sarjana memberikan

pengertian yang berbeda sebagai berikut :20

a. Simons :

Tindak pidana adalah “kelakuan/handeling yang diancam dengan pidana, yang

19

Tri Andrisman, Hukum Pidana, Bandar Lampung, Universitas Lampung, 2011, hlm. 69. 20

Ibid. hlm. 70-71.

Page 33: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

18

bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dana yang

dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.”

b. Pompe :

Memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) definisi, yaitu :

1. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang

dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk

mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan hukum;

2. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/feit yang oleh

peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat

dihukum.

c. Vos :

Tindak pidana adalah “Suatu kelakukan manusia diancam pidana oleh peraturan

undang-undang, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan

ancaman pidana.”

d. Van Hamel :

Tindak pidana adalah “kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet (undang-

undang-pen), yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana, dan dilakukan

dengan kesalahan.”

e. Wirjono Prodjodikoro :

Tindak pidana adalah “Suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum

pidana.”

Pengertian tindak pidana menurut Moeljatno yaitu Perbuatan pidana (tindak pidana-

pen.) adalah “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana

Page 34: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

19

disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar

larangan tersebut.”21

Moeljatno merumuskan unsur-unsur perbuatan pidana/tindak pidana sebagai berikut:

1. Perbuatan (manusia);

2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat formil);

3. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).22

Pengertian Narkotika berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, bahwa yang dimaksud dengan Narkotika

adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis

maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan

dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika yang terkenal di Indonesia sekarang

ini berasal dari kata Narkoties, yang sama artinya dengan kata narcosis yang berarti

membius. Dulu di Indonesia dikenal dengan sebutan madat.

Penjelasan umum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi

maupun ancaman pidana yang diperberat. Cakupan yang lebih luas tersebut selain

didasarkan pada faktor-faktor diatas juga karena perkembangan kebutuhan dan

kenyataan bahwa nilai dan norma dalam ketentuan yang berlaku tidak memadai lagi

sebagai sarana efektif untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan

21

Ibid. hlm. 70. 22

Ibid. hlm. 72.

Page 35: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

20

peredaran gelap narkotika. Salah satu materi baru dalam Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, mengenai

bagaimana penggolongan dimaksud dari masing-masing golongan telah dirumuskan

dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Narkotika.

Sehubungan dengan adanya penggolongan tentang jenis-jenis narkotika sebagaimana

dimaksud dalam rumusan Pasal 6 ayat (1) ditetapkan dalam penjelasan umum

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, seperti terurai di bawah

ini.

a) Narkotika Golongan I

Dalam ketentuan ini yang dimaksud narkotika golongan I adalah narkotika

yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan

dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi

mengakibatkan ketergantungan.

b) Narkotika Golongan II

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan narkotika golongan II adalah

narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat

digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

c) Narkotika Golongan III

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan narkotika golongan III adalah

narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

Page 36: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

21

ringan mengakibatkan ketergantungan.

Tindak pidana narkotika merupakan tindak pidana khusus. Sebagaimana tindak

pidana khusus, hakim diperbolehkan untuk menghukum dua pidana pokok sekaligus,

pada umumnya hukuman badan dan pidana denda. Hukuman badan berupa pidana

mati, pidana seumur hidup, atau pidana penjara. Tujuannya agar pemidanaan itu

memberatkan pelakunya supaya kejahatan dapat ditanggulangi di masyarakat, karena

tindak pidana narkotika sangat membahayakan kepentingan bangsa dan Negara.23

Tindak pidana narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal

148 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan

ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam undang-undang

narkotika bahwa tindak pidana yang diatur didalamnya adalah tindak kejahatan, akan

tetapi tidak perlu disanksikan lagi bahwa semua tindak pidana didalam undang-

undang tersebut merupakan kejahatan. Alasannya, kalau narkotika hanya untuk

pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar

kepentingan- kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya

akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat

membahayakan bagi jiwa manusia24

.

Penggunaan narkotika secara legal hanya bagi kepetingan-kepentingan pengobatan

atau tujuan ilmu pengetahuan. Menteri Kesehatan dapat memberi ijin lembaga ilmu

pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk membeli atau menanam,

23

Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta, Djambatan, 2004, hlm. 93. 24

Ibid., hlm 87

Page 37: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

22

menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan ataupun menguasai tanaman

papaver, koka dan ganja.25

Penanggulangan terhadap tindak pidana narkotika dapat

dilakukan dengan cara preventif, moralistik, abolisionistik dan juga kerjasama

internasional. Penanggulangan secara preventif maksudnya usaha sebelum terjadinya

tindak pidana narkotika, misalnya dalam keluarga, orang tua, sekolah, guru dengan

memberikan penjelasan tentang bahaya narkotika. Selain itu juga dapat dengan cara

mengobati korban, mengasingkan korban narkotika dalam masa pengobatan dan

mengadakan pengawasan terhadap eks pecandu narkotika.

B. Dasar Pertimbangan Hakim

Hakim adalah pejabat pengadilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang

untuk mengadili (Pasal 1 angka (8) KUHAP). Oleh karena itu, fungsi seorang hakim

adalah seseorang yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan atau

mengadili setiap perkara yang dilimpahkan kepada pengadilan. Berdasarkan

ketentuan di atas maka tugas seorang hakim adalah:

1. Menerima setiap perkara yang diajukan kepadanya;

2. Memeriksa setiap perkara yang diajukan kepadanya;

3. Mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya.

Seorang hakim dalam sistem kehidupan masyarakat dewasa ini berkedudukan sebagai

penyelesaian setiap konflik yang timbul sepanjang konflik itu diatur dalam peraturan

25

Soedjono Dirjosisworo. Hukum Narkotika di Indonesia, Bandung .PT. Citra Aditya Bakti, 1990, hlm.

78

Page 38: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

23

perundang-undangan. Melalui hakim, kehidupan manusia yang bermasyarakat

hendak dibangun di atas nilai-nilai kemanusian. Oleh sebab itu, dalam melakukan

tugasnya seorang hakim tidak boleh berpihak kecuali kepada kebenaran dan keadilan,

serta nilai-nilai kemanusian26

Praktik peradilan pidana pada putusan hakim sebelum pertimbangan-pertimbangan

yuridis dibuktikan, maka hakim terlebih dahulu akan menarik fakta-fakta dalam

persidangan yang timbul dan merupakan konklusi komulatif dari keterangan para

saksi, keterangan terdakwa, dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa di

persidangan. Sistem yaang dianut di Indonesia, pemeriksaan di sidang pengadilan

yang dipimpin oleh hakim, hakim itu harus aktif bertanya dan memberi kesempatan

kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh penasihat hukumnya untuk bertanya

kepada saksi-saksi, begitu pula kepada penuntut umum. Semua itu dengan maksud

menemukan kebenaran materiil. Hakimlah yang bertanggung jawab atas segala yang

diputuskannya.27

Pihak pengadilan dalam rangka penegak hukum pidana, hakim dapat menjatuhkan

pidana tidak boleh terlepas dari serangkaian politik kriminal dalam arti

keseluruhannya, yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan

masyarakat. Pidana yang dijatuhkan oleh hakim mempunyai dua tujuan yaitu

pertama untuk menakut-nakuti orang lain, agar supaya mereka tidak melakukan

kejahatan, dan kedua untuk memberikan pelajaran kepada si terhukum agar tidak

24

Wahyu Affandi, Hakim dan Penegakan Hukum, Bandung , Alumni, 1984, hlm. 35. 25

Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2001, hlm. 97.

Page 39: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

24

melakukan kejahatan lagi.28

Pedoman pemberian pidana akan memudahkan hakim dalam menetapkan

pemidanaannya, setelah terbukti bahwa tertuduh telah melakukan perbuatan yang

dituduhkan kepadanya. Dalam daftar tersebut dimuat hal-hal bersifat subjektif yang

menyangkut hal-hal yang diluar pembuat. Dengan memperhatikan butir-butir tersebut

diharapkan penjatuhan pidana lebih proporsional dan lebih dipahami mengapa

pidananya seperti yang dijatuhkan itu.29

Kebebasan hakim menjatuhkan putusan dalam proses peradilan pidana terdapat dalam

Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Asas Penyelenggaraan

Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan :

Ayat (1) : Dalam menjatuhkan tugas dan fungsinya, hakim konstitusi wajib menjaga

kemandirian peradilan.

Ayat (2) : Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain luar

kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana

dimaksud dalam UUD Kesatuan RI Tahun 1945.

Isi pasal tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009

tentang Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan : “Hakim

dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum

dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

26

Barda Nawawi Arief, Op.Cit. hlm. 2. 29

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1998, hlm

67.

Page 40: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

25

Tugas hakim secara normatif diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

yaitu:

1. Mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (Pasal 4 ayat

(1);

2. Membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan

rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya

ringan (Pasal 4 ayat (2));

3. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa

keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 5 ayat (1));

4. Perihal mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan

pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa (Pasal 8 ayat (2)).

5. Tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara

yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan

wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (Pasal 10 ayat (1));

6. Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum kepada lembaga

negara dan lembaga pemerintahan apabila diminta (Pasal 22 ayat (1));

Sistem peradilan pidana di Indonesia, hakim sangat penting peranannya dalam

penegakan hukum apalagi dihubungkan dengan penjatuhan hukuman pidana terhadap

seseorang harus selalu didasarkan kepada keadilan yang berlandaskan atas hukum.

Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa segala putusan

peradilan selain memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal

Page 41: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

26

tertentu dalam dari Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber

hukum yang tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

Selain itu di dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan

memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilaan yang hidup dalam masyarakat.

Sampai saat ini belum ada pedoman bagi hakim untuk menjatuhkan pidana kepada

seseorang baik yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun

Undang-Undang yang mengatur tentang narkotika.

Hakim dalam mengadili dapat mengacu pada ketentuan-ketentuan yang mengatur

masalah jenis-jenis pidana, batas maksimun dan minimum lamanya pemidanaan.

Walaupun demikian bukan berarti kebebasan hakim dalam menentukan batas

maksimum dan minimum tersebut bebas mutlak melainkan juga harus melihat pada

hasil pemeriksaan di sidang pengadilan dan tindak pidana apa yang dilakukan

seseorang serta keadaan-keadaan atau faktor-faktor apa saja yang meliputi

perbuatannya tersebut.30

Hakim dalam kedudukannya yang bebas diharuskan untuk tidak memihak (impartial

judge). Sebagai hakim yang tidak memihak dalam menjalankan profesi, mengandung

makna hakim harus selalu menjamin pemenuhan perlakuan sesuai hak-hak asasi

manusia khususnya bagi tersangka atau terdakwa. Hal demikian telah menjadi

kewajiban hakim untuk mewujudkan persamaan kedudukan di depan hukum bagi

27

Soedjono, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 1995, hlm. 40.

Page 42: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

27

setiap warga negara (equality before the law).

Suatu putusan pidana sedapat mungkin harus bersifat futuristic. Artinya

menggambarkan apa yang diperoleh darinya. Keputusan pidana selain merupakan

pemidanaan tetapi juga menjadi dasar untuk memasyarakatkan kembali si terpidana

agar dapat diharapkan baginya untuk tidak melakukan kejahatan lagi di kemudian

hari sehingga bahaya terhadap masyarakat dapat dihindari. Salah satu dasar

pertimbangan dalam menentukan berat atau ringannya pidana yang diberikan kepada

seseorang terdakwa selalu didasarkan kepada asas keseimbangan antara kesalahan

dengan perbuatan melawan hukum. Dalam putusan hakim harus disebutkan juga

alasan bahwa pidana yang dijatuhkan adalah sesuai dengan sifat dari perbuatan,

keadaan meliputi perbuatan itu, keadaan pribadi terdakwa. Dengan demikian putusan

pidana tersebut telah mencerminkan sifat futuristik dari pemidanaan itu.31

Sebelum hakim memutuskan perkara terlebih dahulu ada serangkaian keputusan yang

harus dilakukan, yaitu:32

a. Keputusan mengenai perkaranya yaitu apakah perbuatan terdakwa telah

melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya;

b. Keputusan mengenai hukumnya, yaitu apakah perbuatan yang dilakukan

terdakwa itu merupakan tindak pidana dan apakah terdakwa tersebut bersalah

dan dapat dipidana;

c. Keputusan mengenai pidananya apabila terdakwa memang dapat dipidana.

28

Ibid. hlm. 41. 29

Sudarto, Op.Cit. hlm. 78.

Page 43: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

28

Untuk menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan

narkotika, hakim membuat pertimbangan-pertimbangan. Dalam menjatuhkan pidana

terhadap pelaku tindak pidana narkotika cenderung lebih banyak menggunakan

pertimbangan yang bersifat yudiris dibandingkan yang bersifat non-yudiris.

1. Pertimbangan yang Bersifat Yuridis

Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan

pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang

telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan

yang bersifat yuridis di antaranya:

a. Dakwaan jaksa penuntut umum;

b. Keterangan saksi;

c. Keterangan terdakwa;

d. Barang-barang bukti;

e. Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Narkotika.

2. Pertimbangan yang bersifat non yuridis

Selain pertimbangan yang bersifat yuridis hakim dalam menjatuhkan putusan

membuat pertimbangan yang bersifat non yuridis. Pertimbangan yang bersifat

non yuridis yaitu:

a. Akibat perbuatan terdakwa;

b. Kondisi diri terdakwa.33

30

Lilik Mulyadi, Kekuasaan Kehakiman, Surabaya, Bina Ilmu, 2007, hlm. 63.

Page 44: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

29

Suatu putusan hakim akan bermutu, hal ini tergantung pada tujuh hal, yakni:34

1. Pengetahuan hakim yang mencakup tentang pemahaman konsep keadilan dan

kebenaran;

2. Integritas hakim yang meliputi nilai-nilai kejujuran dan harus dapat dipercaya;

3. Independensi kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh dari pihak-pihak

berperkara maupun tekanan publik;

4. Tatanan politik, tatanan sosial, hukum sebagai alat kekuasaan maka hukum

sebagai persyaratan tatanan politik dan hukum mempunyai kekuatan moral;

5. Fasilitas di lingkungan badan peradilan;

6. Sistem kerja yang berkaitan dengan sistem manajemen lainnya termasuk fungsi

pengawasan dari masyarakat untuk menghindari hilangnya kepercayaan

masyarakat terhadap lembaga peradilan di daerah;

7. Kondisi aturan hukum di dalam aturan hukum formil dan materiil masih

mengandung kelemahan.

Teori dasar pertimbangan hakim, yaitu putusan hakim yang baik, mumpuni, dan

sempurna hendaknya putusan tersebut dapat diuji dengan empat kriteria dasar

pertanyaan (the way test) berupa:35

1. Benarkah putusanku ini?;

2. Jujurkah aku dalam mengambil putusan ini?;

3. Adilkah bagi pihak-pihak terkait dalam putusan ini?;

4. Bermanfaatkah putusanku ini?.

31

Wahyu Affandi , Op.Cit, hlm. 89. 32

Lilik Mulyadi, Op.Cit. hlm. 136.

Page 45: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

30

Praktiknya walaupun telah bertitik tolak dari sifat/sikap seseorang hakim yang baik,

kerangka landasan berfikir/bertindak dan melalui empat buah titik pertanyaan tersebut

di atas, maka hakim ternyata seorang manusia biasa yang tidak luput dari kelalaian,

kekeliruan, kekhilafan (rechterlijk dwaling), rasa rutinitas, kekuranghati-hatian, dan

kesalahan. Dalam praktik peradilan, ada saja aspek-aspek tertentu yang luput dan

kerap tidak diperhatikan hakim dalam membuat keputusan.36

C. Tujuan Pemidanaan

Pidana pada hakikatnya merupakan pemberian hukuman atau sanksi bagi pelanggar.

Mengenai pemidanaan, maka ada beberapa teori-teori yang berusaha mencari dasar

hukum dari pemidanaan dan apa tujuannya, yaitu :37

1. Teori Absolut (Teori Pembalasan/Retrubitif)

Menurut teori absolut, dijatuhkannya pidana pada orang yang melakukan

kejahatan adalah sebagai konsekuensi logis dari dilakukannya kejahatan. Jadi

siapa yang melakukan kejahatan, harus dibalas pula dengan penjatuhan

penderitaan pada orang itu. Dengan demikian, adanya pidana itu didasarkan pada

alam pikiran untuk “pembalasan”. Oleh karena itu teori ini dikenal pula dengan

nama “Teori Pembalasan”.

2. Teori Relatif (Teori Tujuan/Utilitarian)

Menurut teori ini, “tujuan dari pidana itu terletak pada tujuan pidana itu sendiri”.

Oleh sebab itu teori ini disebut juga dengan “Teori Tujuan”. Selanjutnya

33

Soerjono Soekanto, Op.Cit. hlm. 125. 37

Tri Andrisman, Op.Cit. 2011, hlm 30-35

Page 46: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

31

dijelaskan oleh teori tersebut, tujuan dari pidana itu untuk : “perlindungan

masyarakat atau memberantas kejahatan”. Jadi menurut teori ini, pidana itu

mempunyai tujuan-tujuan tertentu, tidak semata-mata untuk pembalasan.

Untuk mencapai tujuan dari pidana tersebut, yaitu mencegah terjadinya

kejahatan, maka teori tujuan ini mempunyai beberapa teori, diantaranya :

a. Teori Prevensi Umum (Generale Preventie)

Menurut teori ini, tujuan pidana itu adalah untuk pencegahan yang ditujukan

pada masyarakat umum, agar tidak melakukan kejahatan, yaitu : dengan

ditentukan pidana pada perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang.

b. Teori Prevensi Khusus (Speciale Preventie)

Menurut teori ini, tujuan pidana adalah “untuk mencegah si penjahat

mengulangi lagi kejahatan”.

3. Teori Gabungan

Ide dasar teori gabungan ini, pada jalan pikiran bahwa pidana itu hendaknya

merupakan gabungan dari tujuan untuk pembalasan dan perlindungan

masyarakat, yang diterapkan secara kombinasi sesuai dengan tindak pidana yang

dilakukan dan keadaan si pembuatnya. Aliran gabungan ini berusaha untuk

memuaskan semua penganut teori pembalasan maupun tujuan. Untuk perbuatan

yang jahat, keinginan masyarakat untuk membalas dendam direspon, yaitu

dengan dijatuhi pidana penjara terhadap penjahat, namun teori tujuanpun

pendapatnya diikuti, yaitu terhadap penjahat/narapidana diadakan pembinaan,

agar sekeluarnya dari penjara tidak melakukan tindak pidana lagi.

Page 47: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

32

4. Teori Integratif

Teori integratif ini diperkenalkan oleh Prof. Dr. Muladi, guru besar dari Fakultas

Hukum Universitas Diponegoro. Menurut Muladi : dewasa ini masalah

pemidanaan menjadi sangat kompleks sebagai akibat dari usaha untuk lebih

memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut hak-hak asasi manusia, serta

menjadikan pidana bersifat operasional dan fungsional. Untuk ini diperlukan

pendekatan multidimensional yang bersifat mendasar terhadap dampak

pemidanaan, baik yang menyangkut dampak yang bersifat individual maupun

dampak yang bersifat sosial. Pendekatan semacam ini mengakibatkan adanya

keharusan untuk memilih teori integratif tentang tujuan pemidanaan, yang dapat

memenuhi fungsinya dalam rangka mengatasi kerusakan-kerusakan yang

diakibatkan oleh tindak pidana (individual and social damages). Berdasarkan

alasan-alasan sosiologis, ideologis dan yuridis, Muladi menyatakan sebagai

berikut :

“Dengan demikian, maka tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki

kerusakan individual dan sosial (individual and social damages) yang

diakibatkan oleh tindak pidana. Hal ini terdiri dari seperangkat tujuan

pemidanaan yang harus dipenuhi, dengan catatan, bahwa tujuan manakah yang

merupakan titik berat sifatnya kasuitis”.

Perangkat tujuan pemidanaan yang dimaksud di atas adalah : (1) pencegahan

(umum dan khusus); (2) perlindungan masyarakat; (3) memelihara solidaritas

masyarakat; (4) pengimbalan/pengimbangan.

Page 48: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

33

D. Putusan Pengadilan

Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan

dinilai semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis ataupun lisan.38

Suatu

proses pemeriksaan perkara terakhir dengan putusan akhir atau vonis, Dalam putusan

itu hakim menyatakan pendapatnya tentang apa yang telah dipertimbangkan dan

putusannya. Putusan pengadilan menurut Pasal 1 butir 11 KUHAP, adalah

pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka, yang dapat berupa

pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta

menurut acara yang diatur dalam undang-undang.39

Berdasarkan perumusan tersebut maka pengertian “Pernyataan hakim” mengandung

arti bahwa hakim telah menemukan hukumnya yang menjadi dasar pemidanaan,

bebas, atau lepas dari segala tuntutan. Jadi ini putusan adalah perwujudan dari telah

ditemukan hukumnya oleh hakim.40

Sebelum sampai pada putusan, beberapa tahap yang harus dilalui dalam persidangan

yaitu sebagai berikut :41

1. Tahap Pertama (Hari Sidang Pertama)

Pada persidangan pertama hakim menanyakan kebenaran identitas terdakwa, dan

kondisi kesehatan terdakwa. Selanjutnya akan dilakukan pembacaan dakwaan

oleh jaksa penuntut umum. Setelah pembacaan surat dakwaan, hakim

38

Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, 2011, hlm. 129. 35

Kadri Husin & Budi Rizki, Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, Bandar Lampung , Lembaga

Penelitian Universitas Lampung, 2012, hlm. 127. 36

Ibid, hlm. 127. 41

Hartono, Penyidikan & Penegakan Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 196-203.

Page 49: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

34

menanyakan kepada terdakwa atau kuasa hukumnya, apakah akan mengajukan

eksepsi.

2. Tahap Kedua (Hari Sidang Kedua)

Tahap kedua persidangan yaitu melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi

yang berkaitan dengan suatu perkara.

3. Pemeriksaan Barang Bukti

Persidangan dengan agenda pemeriksaan barang bukti ini, terdakwa maupun

kuasa hukum atau pembelanya harus benar-benar jeli dan mengerti informasi

yang harus diberikan secar jujur oleh terdakwa terhadap kebenaran barang bukti

tersebut.

4. Pemeriksaan Terdakwa

Pemeriksaan terhadap terdakwa adalah rangkaian pemeriksaan yang menandai

akan segera selesainya proses persidangan di tingkat pertama untuk menentukan

salah dan tidaknya terdakwa, atau menandai segera akan diputuskannya perkara

dugaan tindak pidana itu. Hal ini masih dalam rangkaian pemeriksaan untuk

mencari pembuktian yang dibutuhkan, apakah benar peristiwa pidana itu telah

terjadi dan telah betul-betul memenuhi syarat untuk dinyatakan sebagai orang

yang bertanggung jawab atau suatu kesalahan.

5. Tuntutan Terhadap Terdakwa

Setelah pemeriksaan terhadap saksi dan barang bukti yang dianggap terkait erat

dengan dugaan tindak pidana dinyatakan selesai, selanjutnya jaksa

penuntut umum untuk mengajukan tuntutan terhadap terdakwa kepada majelis

hakim yang menyidangkan perkara itu.

Page 50: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

35

6. Pembelaan Terhadap Terdakwa

Pembelaan terhadap terdakwa biasanya dilakukan oleh kuasa hukumnya, dapat

juga dilakukan sendiri oleh terdakwa karena terdakwa tidak menggunakan jasa

seorang pengacara.

7. Putusan Majelis Hakim

Putusan majelis hakim dalam perkara pidana ini ada 2 macam diantaranya :

a. Dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

b. Dinyatakan tidak cukup bukti bersalah

8. Banding

Setelah persidangan tahap pertama selesai, terdakwa dapat mengajukan banding

atas putusan hakim yang diberikan kepadanya apabila terdakwa tidak puas

terhadap putusan tersebut.

Putusan hakim harus berdasarkan kepada surat dakwaan dan segala sesuatu yang

terbukti dalam sidang pengadilan. Oleh karena itu, dalam merumuskan keputusannya

hakim harus mengadakan musyawarah terlebih dahulu, dalam hal pemeriksaan

dilakukan dengan hakim majelis, maka musyawarah tersebut harus pula berdasarkan

apa yang didakwakan dan apa yang telah dapat dibuktikan. Jadi bukan musyawarah

untuk mufakat sekedar untuk mencapai tujuan tertentu, melainkan didasarkan pada

alasan-alasan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan dalam putusannya. Dan

juga harus dipenuhi beberapa syarat formalitas dari suatu putusan hakim.42

42

Ibid.

Page 51: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

36

Yurisprudensi adalah putusan hakim atau putusan pengadilan. Pengadilan adalah

lembaga yang melaksanakan atau menegakkan hukum secara konkrit berkenaan

dengan adanya tuntutan hak. Berarti, putusan pengadilan merupakan produk

yudikatif yang menurut Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 ditentukan sebagai pelaksanaan

kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian putusan hakim

atau putusan pengadilan adalah hukum yang bersifat mengikat dan dapat dipaksakan

secara phisik. 43

Yurisprudensi dibedakan menjadi dua, yaitu :44

c. Yurisprudensi tetap, keputusan hakim yang digunakan sebagai dasar oleh hakim

lain yang merupakan rangkaian keputusan yang serupa;

d. Yurisprudensi tidak tetap, keputusan hakim yang digunakan oleh hakim lain

sebagai pedoman karena sependapat.

Putusan hakim (vonis) didalamnya terdapat dua bagian, yaitu :45

i. ratio decidendi, yaitu alasan-alasan yang berkaitan langsung atau yuridis relevant

yang dijadikan dasar pertimbangan hakim dalam memberikan putusan. Di dalam

hal ini, hakim menguraikan fakta-fakta material (material facts) yang terungkap

atau terbukti di persidangan, sehingga hakim menggunakannya sebagai alasan

atau pertimbangan hukum (yuridis) untuk memutus.

43

Wahyu Sasongko, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Bandar Lampung , Universitas Lampung, 2011, hlm.

32. 44

Ibid. 40

Ibid. hlm. 33.

Page 52: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

37

ii. obiter dictum, yaitu suatu ucapan atau sesuatu yang dikemukakan secara sepintas

dan tidak berkaitan langsung atau yuridis irrelevant. Dengan demikian, tidak

memiliki dasar dan kekuatan mengikat untuk dipertimbangkan dalam

pengambilan keputusan.

Jadi dasar pembenaran adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada

tujuannya. Memang, hakikatnya teori pemidanaan tersebut ditransformasikan melalui

kebijakan pidana (criminal policy) pada kebijakan legislatif.46

E. Tindakan Rehabilitasi

Kebijakan hukum pidana terhadap pecandu atau korban penyalahguna narkotika kini

selain dikenakan pidana penjara, dapat juga dikenakan tindakan rehabilitasi.

Berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

menyatakan bahwa “Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib

menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”. Pengertian rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial dijelaskan pada ketentuan umum. Rehabilitasi medis adalah suatu

proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari

ketergantungan narkotika. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan

secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat

kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Rehabilitasi

terhadap penyalahguna narkotika menganut teori treatment sebab rehabilitasi

terhadap penyalahguna narkotika merupakan suatu proses kegiatan pengobatan secara

46

Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hlm. 128.

Page 53: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

38

terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan. Hal tersebut sesuai

dengan pemidanaan yang dimaksudkan pada aliran teori treatment yaitu untuk

memberi tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation) kepada

pelaku kejahatan sebagai pengganti dari penghukuman. Pelaku kejahatan adalah

orang yang sakit sehingga membutuhkan tindakan perawatan (treatment) dan

perbaikan (rehabilitation).

Page 54: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif

dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan untuk memahami

persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan atau kajian ilmu

hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk memperoleh

kejelasan dan pemahaman dari permasalahan penelitian berdasarkan realitas yang

ada.47

Berdasarkan pengertian tersebut, pendekatan yuridis normatif dan yuridis

empiris digunakan untuk memahami persoalan mengenai dasar pertimbangan hakim

dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku penyalahguna narkotika dan faktor-

faktor yang mempengaruhi mengapa terdakwa tidak direhabilitasi dengan

berdasarkan pada studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Negeri Kota Agung

Nomor: 42/Pid.Sus/2015/PN.Kot.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan

47

Soerjano Soekanto, Op.Cit. hlm. 41.

Page 55: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

40

penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan responden, untuk

mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber hukum

yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder dalam

penelitian ini, terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer bersumber dari:

(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun

1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP).

(3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

(4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dapat bersumber dari bahan-bahan hukum yang

melengkapi hukum primer dan peraturan perundang-undangan lain yang sesuai

dengan masalah dalam penelitian ini. Selain itu bahan hukum sekunder berasal

dari Putusan Pengadilan Negeri Kota Agung Nomor: 42/Pid.Sus/2015/PN.Kot.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier dapat bersumber dari berbagai bahan seperti

teori/pendapat para ahli dalam berbagai literatur/buku hukum, dokumentasi,

media masa, kamus hukum dan sumber dari internet.

Page 56: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

41

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah orang yang dapat memberi informasi yang dibutuhkan oleh

peneliti, dengan demikian maka dalam penelitian ini penentuan narasumber yang

akan diwawancarai sangat penting guna mendapatkan informasi terkait yang diteliti.

Sebagaimana tersebut diatas maka narasumber dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Hakim pada Pengadilan Negeri Kota Agung = 1 orang

2) Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Kota Agung = 1 orang

3) Dosen bagian hukum pidana Fakultas Hukum Unila = 1 orang +

Jumlah = 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan

seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur serta

melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan terkait

dengan permasalahan.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan wawancara

(interview) kepada responden penelitian sebagai usaha mengumpulkan berbagai

Page 57: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

42

data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas

dalam penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah diperoleh

sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pengolahan data dilakukan dengan tahapan

sebagai berikut:

a. Seleksi data, adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data

selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian

ini.

b. Klasifikasi data, adalah kegiatan penempatan data menurut kelompok-kelompok

yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan

dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

c. Sistematisasi, adalah kegiatan menyusun data yang saling berhubungan dan

merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada sub pokok pembahasan

sehingga mempermudah interpretasi data.

E. Analisis Data

Analisis data merupakan langkah lanjut setelah melakukan penelitian. Menurut

Soerjono Soekanto, analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk kalimat yang

tersusun secara sistematis, jelas, dan terperinci yang kemudian diinterpretasikan

untuk memperoleh suatu kesimpulan. Analisis data yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah analisis kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan

Page 58: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

43

metode induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal yang

bersifat umum sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.48

48

Ibid. hlm. 121.

Page 59: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku

tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan I sebagaimana yang

dimaksud dalam putusan hakim dalam perkara nomor:

32/Pid.Sus/2015/PN.Kot. yaitu majelis hakim mempertimbangkan hal-hal

yuridis dan non yuridis. Pertimbangan hakim yang bersifat yuridis adalah

unsur delik pada Pasal 127 ayat (1) huruf (a), alat bukti yang berupa

keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, barang bukti serta keterangan

terdakwa dan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan.

Pertimbangan hakim yang bersifat non yuridis adalah hal-hal yang

memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa.

2. Putusan Hakim Tidak Menjatuhkan Tindakan Rehabilitasi Bagi Pelaku

Penyalahgunaan Narkotika pada putusan No. 32/Pid.Sus/2015/PN.Kot. yaitu

Agar dapat direhabilitasi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu

harus menunjukan bukti keterangan dari rumah sakit jiwa atau rumah sakit

ketergantungan obat, harus adanya ahli kedokteran yang menunjukan sejauh

Page 60: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

73

mana kadar ketergantungannya, dan keluarga mengajukan rehabilitasi bagi

terdakwa. Pada kenyataannya di dalam persidangan, keluarga terdakwa tidak

melakukan upaya-upaya tersebut. Hakim tanpa upaya tersebut tidak dapat

memutus terdakwa untuk direhabilitasi karena biaya rehabilitasi ditanggung

oleh keluarga pengguna narkotika itu sendiri.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada majelis hakim untuk lebih mempertimbangkan aspek

rehabilitasi bagi para pengguna (bukan pengedar) narkotika agar pengguna

tersebut setelah direhabilitasi akan dapat kembali dan diterima dalam

kehidupan masyarakat secara baik serta tidak mengulangi perbuatannya di

kemudian hari.

2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah produk

undang-undang yang baik dalam menangani masalah penyalahgunaan

narkotika, namun melihat pasal-pasal didalamnya beberapa menimbulkan

ketidakpastian. Dibutuhkan aturan turunan dari pasal yang dianggap penting

dalam pelaksanaan penegakan hukum tindak pidana penyalahgunaan

narkotika.

Page 61: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

74

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Affandi, Wahyu. 1984. Hakim dan Penegakan Hukum. Bandung : Alumni.

Ali, Muhammad. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern.

Jakarta:Pustaka Amani.

Andrisman, Tri. 2011. Hukum Pidana. Bandar Lampung : Universitas Lampung.

Hamzah, Andi. 2001. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

_ _ _ _ _ _ _ _. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.

Hartono. 2010. Penyidikan & Penegakan Hukum Pidana. Jakarta : Sinar Grafika.

Husin, Kadri & Budi Rizki. 2012. Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Bandar

Lampung : Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Makaro, Moh. Taufik. 2005. Tindak Pidana Narkotika. Bogor : Ghalia.

Marpaung, Leden, 2011. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta : Sinar

Grafika.

Moeljatno. 1993. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta.

Mulyadi, Lilik. 2007. Kekuasaan Kehakiman. Surabaya: Bina Ilmu.

Nawawi Arief, Barda. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung :

PT Citra Aditya Bhakti.

Prakoso, Djoko. 1987. Penyidik, Penuntut Umum, Hakim Dalam Proses Hukum

Acara Pidana. Jakarta : Bina Aksara.

Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum

Progresif. Jakarta: Sinar Grafika.

Sasongko, Wahyu. 2011. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Bandar Lampung :

Universitas Lampung.

Seno Adji, Oemar. 1979. Hukum Hakim Pidana. Jakarta : Erlangga.

Page 62: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA …digilib.unila.ac.id/21268/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SAN WACANA Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang

75

Sholehuddin, M. 2004. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana. Jakarta :

RajaGrafindo Persada.

Soedjono. 1995. Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia. Jakarta :Rineka

Cipta.

Soekanto, soerjono. 1993. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia :

Press Jakarta.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.

Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sudarto. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni.

Supramono, Gatot. 2004. Hukum Narkoba Indonesia. Jakarta : Djambatan.

B. Peraturan Perundang-undangan

Hamzah, Andi. 2012. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jakarta :

Rineka Cipta.

Moeljatno. 2012. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta : Bumi Aksara.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

C. Sumber Lainnya

Harahap, Junisa. 2015. Analisis Putusan Hakim Berupa Rehabilitasi Medis

Terhadap Pengguna Narkotika Sebagai Pengganti Pidana Penjara (Studi

Perkara Nomor: 79/Pid/2012/Pt.Tk). Jurnal Poenale, 1 (1)

http://nasional.tempo.co/read/news/2013/08/05/063502369/mengapa-hakim-

jarang-beri-vonis-rehabilitasi-kasus-narkoba.html.

http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1180/1166.ht

ml.