Upload
andreas-springfield-gleason
View
217
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
in vitro
Citation preview
ANALISIS PERTUMBUHAN BAKTERI SECARA IN VITRO
NENIS SARDIANI
H41111259
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Bakteri merupakan organisme kecil (renik/mikroorganisme), yang dapat
ditemukan hampir disemua tempat. Keberadaannya dapat ditemukan pada tempat
tertentu seperti pada luka yang infeksi, makanan yang rusak, dan bahkan pada
berbagai bagian tubuh mahluk hidup seperti hewan dan tumbuhan. Namun,
keberadaan bakteri tersebut sering terabaikan karena ukurannya yang sangat kecil,
berupa organisme uniselluler yang autonom. Berdasarkan tipe selnya, bakteri
termasuk organisme prokariotik karena bahan herediternya/kromosom tersebar
dalam sitoplasma sel oleh ketiadaan membran inti (nukleoid) (Husein, 2005).
Bakteri banyak menyebabkan penyakit meskipun banyak juga diantaranya
yang bermanfaat dalam industri, seperti obat-obatan dan makanan, serta hal-hal
lain yang menguntungkan manusia. Pencegahan dan pengobatan berbagai
penyakit umumnya didasarkan dari hasil usaha para bakteriolog yang dapat
berprofesi sebagai peneliti, kesehatan ataupun industri. Bakteri sangat bermanfaat
untuk produksi anti biotika dan enzim yang memiliki kapasitas biodegradasi
ataukah bersifat insektisida, dan peranannya dalam industri pertanian. Oleh karena
hal tersebut, maka kita sangat dianjurkan mempelajari ilmu mengenai bakteri
yaitu bakteriologi (Husein, 2005).
Pertumbuhan dari satu sel bakteri merupakan pertambahan biomassa atau
jumlah sel, atau dapat juga diartikan sebagai kenaikan terkoordinasi massa dari
suatu bagian-bagian penyusunnya. Bukanlah merupakan kenaikan yang sederhana
dari massa total karena hal tersebut dapat diakibatkan misalnya akumulasi dari
suatu produk cadangan pada bagian dalam sel (Husein, 2005).
Biasanya pertumbuhan suatu sel mengakibatkan atau berlanjut pada
pembelahan sel menjadi dua sel yang serupa atau identik. Akibatnya pada bakteri
pertumbuhan dan reproduksi sangat berkaitan erat. Istilah pertumbuhan umumnya
digunakan untuk menggambarkan kedua proses yaitu pertumbuhan dan reproduksi
(Husein, 2005). Berdasarkan teori tersebut, maka dilakukanlah percobaan
mengenai bakteriologi.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui teknik isolasi bakteri
2. Untuk mengetahui model pertumbuhan bakteri pada beberapa media
3. Untuk mempelajari kurva pertumbuhan bakteri
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Praktikum Analisis Pertumbuhan Bakteri Secara In Vitro dilaksanakan
pada tanggal 17 Oktober sampai 02 November 2013, di Laboratorium
Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin, Makassar. Pengambilan sampel dilakukan di saluran
pembuangan tempat pemotongan hewan, Daya, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri dapat ditemui hampir di setiap jenis lingkungan yang ada di bumi,
mulai dari dasar laut, di dalam batuan karang, dan daratan. Karena ukurannya
yang kecil dan kemampuannya untuk bereproduksi dengan sangat cepat, bakteri
menjadi makhluk hidup yang paling melimpah di bumi (Anonim, 2013).
II.1 Bakteri Enterobacteria
Salah satu kelompok bakteri yang banyak menyebabkan penyakit adalah
kelompok bakteri Enterobacteriaceae yang dapat hidup bersimbiosis pada hewan
mamalia sebagai flora normal tubuh, yang lainnya hidup sebagai parasit pada
tanaman dan berperan dalam dekomposisi bahan organik.
Enterobakter/Enterobacteriaceae adalah jenis bakteri yang berbentuk basil, dapat
bergerak (motil) dengan flagel yang peritrik atau tidak bergerak (non motil).
Berdasarkan struktur dinding selnya tergolong ke dalam Gram negatif dan mampu
untuk menguraikan glukosa dengan menghasilkan gas. Dalam jumlah tertentu,
keberadaan bakteri golongan ini dapat menyebabkan penyakit pada saluran
pencernaan (Anonim, 2013).
Enterobacteriaceae adalah family besar bakteri yang
ditemukan cukup banyak dan juga dikenal lebih akrab sebagai
bakteri yang patogen, contohnya Salmonella , Shigella, Proteus,
dan Klebsiella. Bakteri-bakteri Enterobacteriaceae umumnya
berbentuk batang dan biasanya panjangnya 1-5 um. Umumnya
bersifat Gram-negatif, anaerob fakultatif , memfermentasi gula
untuk menghasilkan asam laktat dan berbagai produk akhir
lainnya. Kebanyakan juga mengurai nitrat. Kebanyakan memiliki
banyak flagela digunakan untuk bergerak, tetapi beberapa juga
bersifat non-motil. Enterobacteriaceae tidak membentuk
spora. Reaksi katalase bervariasi pada setiap anggota
Enterobacteriaceae (Anonim, 2013).
Kebanyakan anggota Enterobacteriaceae tipe I peritrichous fimbriae
berperan dalam adhesi sel-sel bakteri untuk host mereka. Beberapa memproduksi
enterobacteria endotoksin. Endotoksin berada dalam sitoplasma sel dan dilepaskan
ketika sel mati dan ketika dinding sel hancur. Beberapa anggota keluarga
Enterobacteriaceae menghasilkan infeksi sistemik ke dalam aliran darah dan
ketika semua sel-sel bakteri mati melepaskan endotoksin yang dikenal sebagai
shock endotoksik dan dapat menyebabkan kematian seketika. Klasifikasinya
secara ilmiah (William, 2010), yaitu :
Kingdom : Bakteri
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Enterobacteriaceae termasuk dalam famili bakteri, sebagian besar lebih
dikenal bersifat patogen, seperti Salmonella dan Eschericia coli. Ilmu genetika
menempatkan Enterobacteriaceae di antara Proteobacteria. Enterobacteriaceae
adalah bakteri yang hidup diusus besar manusia dan hewan, tanah, air dan dapat
pula ditemukan pada komposisi material. Sebagian bakteri enterik ini tidak
menimbulkan penyakit pada host (tuan rumah) bila kuman tetap berada di dalarn
usus besar, tetapi pada keadaan-keadaan dimana terjadi perubahan pada host atau
bila ada kesempatan memasuki bagian tubuh yang lain, banyak diantara bakteri ini
mampu menimbulkan penyakit pada tiap jaringan tubuh manusia. Organisme-
organisme di dalam famili ini pada kenyataannya mempunyai peranan penting di
dalam infeksi nosokomial misalnya sebagai penyebab infeksi saluran kemih,
infeksi pada luka, dan infeksi lainnya (Brooks, dkk., 2005).
II.2 Spesifik Eschericia coli
Escherichia coli adalah salah jenis bakteri yang sering dibicarakan. Cukup
banyak masyarakat yang tahu E. coli namun hanya sebatas bakteri ini adalah
penyebab infeksi saluran pencernaan. Escherichia coli merupakan bakteri yang
anaerob fakultatif dan merupakan anggota golongan coliform yang termostabil.
Escherichia coli juga dianggap sebagai bakteri yang tidak patogen didalam
saluran pencernaan dan baru patogen apabila berada diluar saluran pencernaan
(Anonim, 2013).
E. coli adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang yang tidak
membentuk spora yang merupakan flora normal di usus. Meskipun demikian,
beberapa jenis E. coli dapat bersifat patogen, yaitu serotipe-serotipe yang masuk
dalam golongan E. coli Enteropatogenik, E.coli Enteroinvasif, E. coli
Enterotoksigenik dan E.coli Enterohemoragik (Fransisca, 2013).
E. coli adalah jenis bakteri koliform tinja biasanya ditemukan di usus
hewan dan manusia. E. coli adalah singkatan dari Escherichia coli. Bakteri E-coli
dalam air berasal dari pencemaran atau kontaminasi dari kotoran hewan dan
manusia. Kotoran dapat berisi banyak jenis organisme penyebab penyakit.
Mengingat masih rendahnya tingkat sanitasi lingkungan di negara berkembang,
penyakit diare yang disebabkan oleh bakteri E.coli patogen menjadi masalah
penting apabila terjadi wabah. Toksin ini bekerja dengan cara menghilangkan satu
basa adenin dari unit 28S rRNA, sehingga menghentikan sintesis protein.
Makanan yang terkontaminasi bakteri E.coli menyebabkan diare yang disertai
pendarahan, karena toksin SL T (Shiga like toxin) yang dihasilkannya (Dadang,
2000).
II.2.1 Karakterisasi Morfologi
E. coli merupakan bakteri berbentuk batang dengan panjang sekitar 2
mikrometer dan diamater 0.5 mikrometer. Volume sel E. coli berkisar 0.6-0.7
mikrometer kubik. Bakteri ini termasuk umumnya hidup pada rentang 20-40
derajat C, optimum pada 37 derajat. Escherichia coli berbentuk bulat memanjang
seperti rantai, bersifat motil (bergerak dengan flagel) dan ada juga yang non motil.
E. coli tidak membentuk kapsul dan juga tidak berspora, serta bersifat Gram
negatif. E. coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek, dan
bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan
halus dengan tepi yang nyata (Fransisca, 2013).
Bakteri Escheria Coli merupakan bakteri dari kelompok gram negatif,
berbentuk batang dari pendek sampai kokus, saling terlepas antara satu dengan
yang lainnya tetapi ada juga yang bergandeng dua-dua (diplobasil) dan ada juga
yang bergandeng seperti rantai pendek, tidak membentuk spora maupun kapsula,
berdiameter ± 1,1 – 1,5 x 2,0 – 6,0 µm, dapat bertahan hidup di medium
sederhana dan memfermentasikan laktosa menghasilkan asam dan gas, kandungan
G+C DNA ialah 50 sampai 51 mol % (Fransisca, 2013).
Escherichia coli dapat tumbuh di medium nutrien sederhana, dan dapat
memfermentasikan laktosa dengan menghasilkan asam dan gas. Kecepatan
berkembangbiak bakteri ini adalah pada interval 20 menit jika faktor media,
derajat keasaman dan suhu tetap sesuai. Selain tersebar di banyak tempat dan
kondisi, bakteri ini tahan terhadap suhu, bahkan pada suhu ekstrim sekalipun.
Suhu yang baik untuk pertumbuhan bakteri ini adalah antara 80C-460C, tetapi suhu
optimumnya adalah 370C. Oleh karena itu, bakteri tersebut dapat hidup pada
tubuh manusia dan vertebrata lainnya. Taksonomi Escherichia coli (Fransisca,
2013), sebagai berikut:
Kingdom : Bakteri
Filum : Proteobacteria
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bagian dari mikrobiota normal saluran
pencernaan. Escherichia coli dipindah sebarkan dengan kegiatan tangan ke mulut
atau dengan pemindahan pasif lewat makanan atau minuman. Morfologi dan ciri-
ciri pembeda Escherichia coli (Fransisca, 2013) yaitu:
1. Merupakan batang gram negatif
2. Terdapat tunggal, berpasangan, dan dalam rantai pendek
3. Biasanya tidak berkapsul
4. Tidak berspora
5. Motil atau tidak motil, peritrikus
6. Aerobik, anaerobik fakultatif
7. Penghuni normal usus, seringkali menyebabkan infeksi.
Escherichia coli yang umumnya menyebabkan diare terjadi di seluruh
dunia. Pelekatan pada sel epitel usus kecil atau usus besar sifatnya dipengaruhi
oleh gen dalam plasmid. Sama halnya dengan toksin yang merupakan plasmid
atau phage mediated. Escherichia coli tumbuh baik pada hampir semua media
yang biasa dipakai. Pada media biasa dipergunakan untuk isolasi kuman enterik.
Sebagian besar Escherichia coli tumbuh sebagai koloni yang meragi laktosa dan
bersifat mikroaerofilik (Brooks, dkk., 2001).
II.2.2 Akibat Escherichia coli
E. coli adalah jenis bakteri koliform tinja biasanya ditemukan di usus
hewan dan manusia. Bakteri E-coli dalam air berasal dari pencemaran atau
kontaminasi dari kotoran hewan dan manusia. Kotoran dapat berisi banyak jenis
organisme penyebab penyakit. Escherichia coli enterohemoragik (EHEK) adalah
salah satu bakteri usus patogen yang dapat menyebabkan diare hemoragik colitis
(HC), hemolitic-uremic syndrome (HUS) . Bakteri E.coli dalam hal ini dapat
menyebabkan diare berkelanjutan dan HUS. Makanan yang terkontaminasi bakteri
E.coli khususnya EHEK menyebabkan diare yang disertai pendarahan, karena
toksin SL T (Shiga like toxin) yang dihasilkannya (Dadang, 2000).
Escherichia coli yang menyebabkan diare dapat dikelompokkan menjadi
tiga kategori, yaitu enteropatogenik, enteroinvasif, dan enterotoksigenik (Adi,
2001):
1. Escherichia coli enteropatogenik menyebabkan gastroenteritis akut pada bayi
yang baru lahir sampai pada yang berumur dua tahun. Bagaimana mekanisme
kelompok E. coli ini di dalam menyebabkan diare masih belum diketahui,
tetapi diketahui bahwa kolonisasi usus halus kosong dan ujung usus bagian atas
oleh galur enteropatogenik merupakan prasyarat.
2. Echerichia coli enteroinfasif menyerang sel-sel epitel usus besar dan
menyebabkan sindrom klinis yang mirip sidrom yang disebabkan
oleh Shingella. Galur-galur bakteri ini dikenal sebagai enteroinvasif.
3. Echerichia coli enterotoksigenik (yang menghasilkan enterotoksigen)
menghasilkan salah satu atau kedua macam toksin yang berbeda. Beberapa
galur menghasilkan yang tahan panas (TP), sedangkan yang lain sebagai
tambahan mensintesis juga toksin yang tidak tahan panas (TTP). Beberapa
galur hanya menghasilkan TTP. Kedua macam toksin tersebut menyebabkan
diare pada orang dewasa dan anak-anak.
E. coli adalah anggota flora normal usus. E. coli berperan penting dalam
sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan
penyerapan zat-zat makanan. E. coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang
memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya karena tidak
dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik diperoleh
dari sisa organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan
menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral. Di dalam lingkungan,
bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi
tumbuhan (Sri, 2010).
II.3 Karakterisasi
Identifikasi dan determinasi suatu biakan murni bakteri yang diperoleh
dari hasil isolasi dapat dilakukan dengan cara pengamatan sifat morfologi koloni,
morfologi sel bakteri, pengujian sifat – sifat fisiologi dan biokimianya. Selain itu,
identifikasi juga dapat dilakukan dengan penguraian sifat patogenetis dan
serologinya. Pertumbuhan bakteri di alam dipengaruhi oleh beberapa faktor
eksternal, seperti substrat, pertumbuhan, pH, temperature, dan bahan kimia.
Bakteri yang nampak dapat memiliki morfologi yang sama, namun keperluan
nutrisi dan persyaratan ekologina berbeda. Untuk pengamatan morfologi bakteri
dengan jelas, tubuhnya perlu diisi dengan cat warna, pewarnaan ini disebut
pengecatan bakteri (Irianto,2007).
II.3.1 Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram dilakukan untuk menentukan jenis Gram bakteri dan
bentuk bakteri yang diamati dengan menggunakan mikroskop. Dalam pewarnaan
Gram bakteri dibedakan menjadi 2 kelompok, yakni bakteri Gram positif dan
Gram negatif. Bakteri Gram positif berwarna ungu atau biru di bawah mikroskop
yang disebabkan kompleks warna kristal violet-iodium tetap dipertahankan
meskipun diberi larutan pemucat. Sedangkan bakteri Gram negatif berwarna
merah atau merah muda karena kompleks warna tersebut larut ketika diberikan
larutan pemucat dan kemudian mengambil zat warna kedua yang berwarna merah
(Waluyo, 2004).
Tabel 1. Pewarnaan Gram
Zat warna Gram positif Gram negatif
Kristal violet Ungu Ungu
Larutan lugol Ungu Ungu
Larutan pemucat Ungu Tidak berwarna
Safranin Ungu Merah
Perbedaan hasil dalam pewarnaan tersebut disebabkan perbedaan struktur
dinding sel dan komposisi dinding sel dari kedua kelompok bakteri tersebut,
karena kemampuannya membedakan suatu kelompok bakteri tertentu dengan
kelompok lainnya, pewarnaan Gram juga disebut pewarnaan diferensial
(Waluyo, 2004).
II.3.2 Uji Biokimia
Bakteri memiliki berbagai aktivitas biokimia (pertumbuhan dan
perbanyakan) dengan menggunakan raw material (nutrisi) yang diperoleh dari
lingkungan sekitarnya. Transformasi biokimia dapat timbul didalam dan diluar
dari bakteri yang diatur oleh katalis biologis yang dikenal sebagai enzim. Setiap
bakteri memiliki kemampuan dalam menggunakan enzim yang dimilikinya untuk
degradasi karbohidrat, lemak, protein, dan asam amino. Metabolisme atau
penggunaan dari molekul organik ini biasanya menghasilkan produk yang dapat
digunakan untuk identifikasi dan karakterisasi bakteri (Djide dan Sartini, 2006).
Pengamatan aktivitas biokimia atau metabolisme mikroorganisme yang
diketahui dari kemampuan mikroorganisme untuk menggunakan dan menguraikan
molekul yang kompleks seperti karbohidrat, lemak, protein dan asam nukleat.
Selain itu dilakukan pula pengamatan pada molekul-molekul sederhana seperti
asam amino dan monosakarida. Dan hasil dari berbagai uji ini digunakan untuk
perincian dan identifikasi mikroorganisme (Djide dan Sartini, 2006).
Penggunaan zat hara tergantung dari aktivitas metabolisme mikroba.
Metabolisme seringkali menghasilkan hasil sampingan yang dapat digunakan
untuk identifikasi mikroorganisme. Pengamatan aktivitas metabolisme diketahui
dari kemampuan mikroorganisme untuk menggunakan dan menguraikan molekul
yang kompleks seperti zat pati, lemak, protein dan asam nukleat. Selain itu
pengamatan juga dilakukan pada molekul yang sederhana seperti amino dan
monosakarida. Berbagai cara uji biokimia (Djide dan Sartini, 2006), yaitu :
A. Fermentasi Karbohidrat
Fermentasi merupakan proses oksidasi biologi dalam keadaan anaerob
dimana yang bertindak sebagai substrat adalah karbohidrat. Dimana hasil dari
fermentase ini berbeda-beda bergantung pada jenis dan bakterinya misalnya saja
asam laktat, asam cuka, CO2 asam tertentu lainnya(Djide dan Sartini, 2006).
Kemampuan memfermentasikan berbagai karbohidrat dan produk
fermentasi yang dihasilkan merupakan ciri yang sangat berguna dalam identifikasi
mikroorganisme. Hasil akhir dari fermentasi karbohidrat ditentukan oleh sifat
mikroba, media biakan yang digunakan, serta faktor lingkungan antara lain pH
dan suhu. Media fermentasi harus mengandung senyawa yang dapat dioksidasi
dan difermentasikan oleh mikroorganisme tersebut. Glukosa merupakan senyawa
yang paling sering digunakan oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi itu.
Namun, selain itu terdapat pula media sukrosa dan laktosa yang juga dapat
digunakan untuk fermentasi karbohidrat (Djide dan Sartini, 2006).
Beberapa mikroorganisme seperti E. coli, dapat menggunakan laktosa
sebagai sumber karbon. Selain laktosa, substrat alamiah dari enzim, adalah bahan
yang sangat penting, ONPG (o-nitro-phenyl- ß-D-galactopyranoside) dapat
digunakan pula ß- galaktosidase dapat mengkatalisis ONPG dengan reaksi sebagai
berikut (Djide dan Sartini, 2006) :
ß-galaktosidase
ONPG + H2O galaktosa + o-nitrofenol
Berikut ini beberapa jenis bakteri yang mampu melakukan fermentasi
terhadap karbohidrat serta hasil fermentasinya, adalah (Djide dan Sartini, 2006):
a. Fermentasi asam laktat : bakteri asam laktat (Streptococcus, Lactobacillus)
b. Fermentasi alkohol : Zygomonas, Saccharomycetes
c. Fermentasi asam propionate : bakteri asam propionate (Propionibacterium)
d. Fermentasi 2,3-butanadiol : Enterobacter, Serralia, Bacillus.
e. Fermentasi asam campuran : bakteri enterik (Escherichia, Enterobacter,
Salmonella, Proteus)
f. Fermentasi asam butirat : Clostridium
B. Uji MRVP
Uji metil red digunakan untuk menentukan adanya fermentasi asam
campuran. Dimana beberapa bakteri dapat memfermentasikan glukosa dan
menghasilkan berbagai produk yang bersifat asam sehingga akan menurunkan pH
media pertumbuhannya menjadi 5,0 atau lebih rendah.Uji ini dilakukan untuk
menghasilkan asam melalu proses hidrolisis yang menghasilkan asam organik
sederhana (Djide dan Sartini, 2006).
Pengujian dengan menggunakan metil merah, Voges-Proskeuer, Uji Indole
serta uji penggunaan sitrat sering dikenal sebagai tes IMViC (indole, methyl red,
Voges-Proskueur, dan citrate, serta “i” adalah merupakan huruf penghubung). Tes
IMViC ini digunakan untuk membedakan beberapa bakteri golongan
Enterobacteriaceae, berdasarkan kemampuannya dalam memfermentasi glukosa
dan laktosa, penguraian triptosan yang menghasilkan indole serta adanya enzim
sitrat permease yang mampu menguraikan natrium sitrat dari medium khusus
yang digunakan (Djide dan Sartini, 2006).
Berikut ini reaksi biokimia yang terjadi pada penguraian glukosa yang
menghasilkan berbagai asam yang mampu mengubah pH sehingga mampu
mengubah warna indikator pada uji metil merah (Djide dan Sartini, 2006).
Uji Voges-Proskueur digunakan untuk mengidentifikasi
mikroorganisme yang melakukan fermentase dengan hasil akhir 2,3 butanadiol.
Bila bakteri memfermentasikan karbohidrat menjadi 2,3 butanadiol sebagai
produk utama, akan terjadi penumpukan bahan tersebut dalam media
pertumbuhan. Pada uji VP ini dilakukan penambahan 40% KOH dan 5% larutan
alfa naftol pada saat pengamatan. Hal ini dapat menentukan adanya asetoin (asetil
metil karbinol), suatu senyawa pemula dalam sintesis 2,3 butanadiol (Djide dan
Sartini, 2006).
Dengan adanya penambahan KOH 40 %, keberadaan setoin ditunjukkan
dengan perubahan warna medium menjadi merah, dan perubahan ini makin jelas
dengan penambahan alfa naftol beberapa tetes.Uji VP ini sebenarnya merupakan
uji tidak langsung untuk mengetahui adanya 2,3 butanadiol. Karena uji ini lebih
dulu menentukan asetoin, dan seperti yang kita ketahui bahwa asetoin adalah
senyawa pemula dalam sintesis 2,3 butanadiol, sehingga dapat dipastikan bahwa
dengan adanya asetoin dalam media berarti menunjukkan adanya produk 2,3
butanadiol sebagai hasil fermentasi. Mekanisme terjadinya reaksi pada Uji Voges-
Proskueur dapat digambarkan sebagai berikut (Djide dan Sartini, 2006) :
40% KOH
Acetoin + α-naftol diasetil + keratin (kompleks pink)
Alkohol absolute
C. Uji Katalase
Beberapa bakteri yang memiliki flavoprotein dapat mereduksi O2 dengan
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2) atau superoksida (O2). Kedua bahan ini
merupakan bahan yang toksik dan menghancurkan kompenen sel dengan sangat
cepat. Beberapa bakteri dapat memproduksi enzim yang dapat mengkatalisis
superoksida yaitu peroksida dismutase, dan juga katalase atau peroksidase yang
dapat mendekstruksi hidrogen peroksida (Djide dan Sartini, 2006).
Katalase adalah enzim yang mengkatalisasikan penguraian hidrogen
peroksida (H2O2) menjadi air dan O2 . Hidrogen peroksida terbentuk sewaktu
metabolisme aerob, sehingga mikroorganisme yang tumbuh dalam lingkungan
aerob dapat menguarikan zat toksik tersebut. Uji katalase ini dilakukan untuk
mengidentifikasi kelompok bakteri bentuk kokkus, dalam membedakan
Staphylococcus dan Streptococcus. Dimana kelompok Streptococcus bersifat
katalase negative dan Staphylococcus bersifat katalase positif (Djide dan Sartini,
2006).
Penentuan adanya katalase ini terlihat dari pembentukan gelembung udara
di sekitar koloni setelah ditambahkan larutan H2O2 3%. Reaksi kimiawi yang
dikatalisasikan oleh enzim terlihat sebagai berikut (Djide dan Sartini, 2006) :
superoksida
2O2 + 2H+ O2 + H2O2
desmutase
Katalase
H2O2 H2O + ½ O2 (gelembung udara)
Peroksidase
D. Uji H2S
Pengujian ini menggunakan medium TSIA (Triple Sugar Iron Agar), uji
ini digunakan untuk membedakan antara anggota kelompok Enterobacteriaceae
dan membedakan kelompok Enterobacteriaceae dengan kelompok lainnya. H2S
diproduksi oleh beberapa jenis mikroorganisme melalui pemecahan asam amino
yang mengandung unsur belerang (S) seperti lisin dan metionin. H2S dapat juga
diproduksi melalui reduksi senyawa-senyawa belerang anorganik, misalnya :
tiosulfat, sulfit atau sulfat (Djide dan Sartini, 2006).
Adanya H2S dapat diamati dengan menambahkan garam-garam logam
berat ke dalam medium. Dikatakan positif apabila H2S bereaksi dengan senyawa-
senyawa ini ditandai dengan terbentuknya logam sulfit yang berwarna hitam. Dan
dikatakan negatif apabila tidak terbentuk logam sulfit yang berwarna hitam karena
bakteri yang berada dalam medium tersebut tidak dapat menghidrolisis logam-
logam berat yang terkandung dalam medium (Djide dan Sartini, 2006).
Pada percobaan ini, reaksi yang dapat timbul adalah (Djide dan Sartini,
2006) :
a. Kuning pada butt (dasar) dan merah pada slant (permukaan miring),
menunjukkan adanya fermentasi glukosa.
b. Kuning pada butt dan slant, menunjukkan adanya fermentasi laktosa dan/atau
sukrosa.
c. Pembentukan gas, yang ditandai dengan pembentukan ruang udara dibawah
medium sehingga medium terangkat ke atas.
d. Pembentukkan gas (H2S), terlihat dari pembentukan warna hitam pada
medium.
e. Merah pada butt dan slant, menunjukkan tidak adanya fermentasi gula dan
pembentukan gas atau pembentukan H2S
E. Uji Oksidasi Fermentasi
Fermentasi dan oksidasi adalah dua proses penting dalam metabolisme
mikroorganisme. Dimana tujuan akhirnya adalah akumulasi energi, baik untuk
aktivitas mikroorganisme maupun untuk proses-proses biologis lain. Oksidasi
umumnya dilakukan pada respirasi aerobic menghasilkan CO2 dan H2O,
sedangkan fermentasi menghasilkan etanol dan gas. Adapun uji ini dilakukan
untuk mengetahu kemampuan mikroorganisme untuk menggunakan karbohidrat
dengan cara fermentasi atau oksidasi (Djide dan Sartini, 2006).
F. Uji Indol
Asam amino triptofan merupakan komponen asam amino yang lazim
terdapat pada protein, sehingga asam amino ini dengan mudah dapat digunakan
oleh mikroorganisme akibat penguraian protein. Bakteri menguraikan triptofan
membentuk asam piruvat yang kemudian dapat digunakan sebagai sumber
energinya. Bakteri tertentu seperti Escherichia coli mampu menggunakan
triptofan sebagai sumber karbon. Mekanisme perubahan triptofan menjadi
sumber karbon (Djide dan Sartini, 2006).
Pembentukan indol dari triptofan oleh mikroorganisme dapat diketahui
dengan menumbuhkannya dalam media biakan yang kaya dengan triptofan
Untuk uji ini biasanya dipakai kaldu tripton (1%) karena medium ini mengandung
banyak triptofan. Triptofan biasanya diberikan dalam bentuk tripton yang
merupakan suatu polipeptida yang kaya dengan residu triptofan (Lay,1992).
Medium untuk uji pembentukan indol dapat digunakan medium tripton
cair atau hidrolisat kasein. Penumpukan indol dalam media biakan dapat diketahui
dengan penambahan berbagai reagen yaitu reagen Gnezda, reagen Kovacs, reagen
Ehrlich, reagen Salkowski, dan reagen Coles dan Onslow. Masing-masing reagen
menunjukan hasil yang berbeda jika terbentuk indol. Untuk media biakan semi
padat, terbentuknya indol ditandai dengan terbentuknya senyawa yang tidak larut
dalam air dan berwarna merah pada permukaan medium, sedangkan untuk
medium tripton cair juga menghasilkan hasil uji positif terbentuknya indol yang
berbeda-beda, yakni tergantung pada jenis reagen yang digunakan (Waluyo,
2004).
Pada pengujian dengan reagen Gnezda, terbentuknya indol ditandai
dengan terbentuknya kristal asam oksalat yang berwarna merah muda. Pada
pengujian dengan reagen Kovacs, terbentuknya indol ditandai dengan
terbentuknya warna merah pada lapisan larutan reagen. Pada pengujian dengan
reagen Erhlich, terbentuknya indol ditandai dengan terbentuknya warna merah
ungu dibawah lapisan eter. Pada pengujian dengan reagen Salkowski,
terbentuknya indol ditandai dengan terbentuknya warna merah pada media,
sedangkan Pada pengujian dengan reagen Coles dan Onslow, terbentuknya indol
ditandai dengan terbentuknya warna merah ungu pada kapas penutup tabung
reaksi (Waluyo, 2004).
Triptofan merupakan suatu asam amino dengan gugus indol. Bakteri
tertentu mampu menghasilkan enzim triptofanase yang mengkatalisis penguraian
gugus indol dari triptofan. Dalam media biakan, indol menumpuk sebagai bahan
buangan, sedangkan bagian lainnya dari molekul triptofan seperti asam piruvat
dapat digunakan sebagai sumber energi melalui siklus asam sitrat, sedangkan
amonium (NH4+) dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan zat hara
mikroorganisme (Lay,1992).
G. Uji Motilitas
Motilitas adalah salah satu dari ciri mahluk hidup, begitu pula dengan
mikroorganisme, namun alat geraknya masih sederhana berupa flagella atau cilia.
Bakteri melakukan motilitas dengan menggunakan energi yang diperoleh dari
ATP yang diuraikan oleh koenzim ATP-ase membentuk fosfo anorganik (Djide
dan Sartini, 2006).
Beberapa protein kaya akan asam amino yang mengandung gugus sulfur
seperti sistein. Jika protein ini dihidrolisis oleh bakteri, asam amino akan
dilepaskan. Sistein dengan adanya sistein desulfurase, ahan melepaskan atom
sulfur yang dengan adanya hydrogen dari air akan membentuk gas hydrogen
sulfide. gas ini juga dapat diproduksi dengan reduksisenyawa anorganik yang
mengandung sulfur seperti tiosulfat, sulfat atau sulfit (Djide dan Sartini, 2006).
Berikut ini adalah mekanisme reaksi yang terjadi pada uji motilitas (Djide
dan Sartini, 2006). :
H. Uji TSIA
TSIA terutama digunakan untuk mengidentifikasikan bakteri Gram
Negatif, medianya mengandung 3 macam gula yaitu glukosa, laktosa dan sukrosa.
Mengandung indikator merah fenol dan FeSO4 untuk memperlihatkan
pembentukan H2S yang ditunjukkan dengan adanya endapan berwarna hitam,
endapan hitam terbentuk akibat H2S bereaksi dengan Fe menjadi FeS yang
berwarna hitam (Lay, 1994).
II.4 Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan dari satu sel bakteri merupakan suatu kenaikan terkoordinasi
massa dari suatu bagian-bagian penyusunnya. Bukanlah merupakan suatu
kenaikan yang sederhana dari massa total, karena hal tersebut dapat diakibatkan
misalnya akumulasi dari suatu produk cadangan pada bagian dalam sel (Husein,
2005).
Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur pada semua komponen sel
suatu jasad. Pada jasad bersel tunggal (uniseluler), pembelahan atau perbanyakan
sel merupakan pertambahan jumlah individu. Misalnya pembelahan sel pada
bakteri akan menghasilkan pertambahan jumlah sel bakteri itu sendiri. Pada jasad
bersel banyak (multiseluler), pembelahan sel tidak menghasilkan pertambahan
jumlah individunya, tetapi hanya merupakan pembentukan jaringan atau
bertambah besar jasadnya. Dalam membahas pertumbuhan mikrobia harus
dibedakan antara pertumbuhan masing-masing individu sel dan pertumbuhan
kelompok sel atau pertumbuhan populasi (Husein, 2005).
Ada 6 fase pertumbuhan bakteri yang diperoleh dari kondisi kultur tertutup
yaitu (Husain, 2013) :
1). Fase lag (adaptasi)
Pada fase lag (adaptasi) tidak terjadi pertumbuhan populasi karena sel
mengalami perubahan komposisi kimiawi dan ukuran serta bertambahnya
substansi intraseluler sehingga siap untuk membelah diri. Namun fase ini tidak
dapat diamati jika sebelumnya dilakukan pra kultur.
2). Fase pertumbuhan dipercepat
Populasi sel yang ada mulai menyesuaikan diri terhadap jenis nutrisi yang
baru, enzim induktif dibentuk oleh sel selama fase penyesuaian diri ini. Kecepatan
pertumbuhan makin lama makin tinggi.
3). Fase Log/Pertumbuhan Eksponensial.
Pada fase eksponensial atau logaritmik, sel berada dalam keadaan
pertumbuhan yang seimbang. Selama fase ini, masa dan volume sel meningkat
oleh faktor yang sama dalam arti rata-rata komposisi sel dan konsentrasi relatif
metabolit tetap konstan. Selama periode ini pertumbuhan seimbang, kecepatan
peningkatan dapat diekspresikan dengan fungsi eksponensial alami. Sel membelah
dengan kecepatan konstan yang ditentukan oleh sifat intrinsic bakteri dan kondisi
lingkungan. Dalam hal ini terdapat keragaman kecepatan pertumban berbagai
mikroorganisme.
4). Fase pertumbuhan diperlambat
Pada fase ini kecepatan pertumbuhan menurun. Jumlah sel mati semakin
bertambah, disebabkan oleh peracunan metabolit. Pada fase ini pertumbuhan sel
tidak stabil, tetapi jumlah populasi naik karena jumlah sel yang tumbuh masih
banyak dibanding dengan jumlah sel yang mati.
5). Fase stasioner.
Pada saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi produk limbah,
kekurangan nutrien, perubahan pH, dan faktor lain yang tidak diketahui akan
mendesak dan mengganggu biakan, mengakibatkan penurunan kecepatan
pertumbuhan. Selama fase ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk periode
yang berbeda, bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju periode penurunan
populasi. Dalam beberapa kasus, sel yang terdapat dalam suatu biakan yang
populasi selnya tidak tumbuh dapat memanjang, membengkak secara abnormal,
atau mengalami penyimpangan, suatu manifestasi pertumbuhan yang tidak
seimbang. Alasan bakteri tidak melakukan pembelahan sel pada fase statis
bermacam-macam. Beberapa alasan yang dapat dikemukan akan adalah :
a. Nutrien habis
b. Akumulasi metabolit toksik (misalnya alkohol,asam, dan basa)
c. Penurunan kadar oksigen
d. Penurunan nilai aw (ketersediaan air)
6). Fase kematian
Sel menjadi mati akibat penumpukan racun dan habisnya nutrisi,
menyebabkan jumlah sel yang mati lebih banyak sehingga mengalami penurunan
jumlah sel secara eksponensial
Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk
meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula. Kurva
pertumbuhan mikroorganisme terdiri atas empat fase yaitu fase penyesuaian (lag
phase), fase eksponensial atau fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian.
Pada fase eksponensial terjadi peningkatan jumlah sel dan digunakan untuk untuk
menentukan waktu generasi (Yudhabuntara, 2003).
Selang waktu yang dibutuhkan sel untuk membelah diri disebut dengan
waktu generasi. Tiap spesies bakteri memiliki waktu generasi yang berbeda-beda,
seperti Escherichia coli, bakteri umum yang dijumpai di saluran pencernaan dan
di tempat lain, memiliki waktu generasi 15-20 menit. Hal ini artinya bakteri E.
coli dalam waktu 15-20 menit mampu menggandakan selnya menjadi dua kali
lipat (Agustian, 2009).
Pertumbuhan dapat diamati dari meningkatnya jumlah sel atau massa sel
(berat kering sel). Pada umumnya bakteri dapat memperbanyak diri dengan
pembelahan biner, yaitu dari satu sel membelah menjadi 2 sel baru, maka
pertumbuhan dapat diukur dari bertambahnya jumlah sel. Waktu yang diperlukan
untuk membelah diri dari satu sel menjadi dua sel sempurna disebut waktu
generasi. Waktu yang diperlukan oleh sejumlah sel atau massa sel menjadi dua
kali jumlah/massa sel semula disebut doubling time atau waktu penggandaan.
Waktu penggandaan tidak sama antara berbagai mikrobia, dari beberapa menit,
beberapa jam sampai beberapa hari tergantung kecepatan pertumbuhannya.
Kecepatan pertumbuhan merupakan perubahan jumlah atau massa sel per unit
waktu (Sri, 2010).
Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Bakteri pada Kultur Tertutup (Kultur Batch)Sumber : Husein, 2005
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu air
sampel yang diambil dari selokan tempat pemotongan ayam, alkohol, media yang
terdiri dari media Lactosa Broth (LB), Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA),
Eosin Methylen Blue Agar (EMBA), Sulfit Indol Motility (SIM), Triple Sugar
Iron Agar (TSIA), dan media Methyl Red-Voges Proskauer (MRVP), larutan
kristal violet (gram A), larutan lugol (gram B), alkohol (gram C), dan larutan
safranin (gram D), client, label, minyak imersi, cairan peroksida, KOH 40%, 0,6
mL alfanaftol, methyl-red, kertas lakmus (indikator pH), NaOH 5 M, dan HCl 5
M, kertas logaritma dan aluminium foil.
III.2 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu erlenmeyer, objek gelas,
deck gelas, cawan petri, corong, tabung reaksi, tabung cuvet, tabung durham,
gelas ukur, gelas kimia, batang pengaduk, batang L, sikat tabung, jarum preparat,
penjepit tabung, pinset, hand sprayer, labu semprot, sendok tanduk, pencadang,
spoit, rak tabung reaksi, ose bulat, ose lurus, pipet tetes, bunsen, mortar dan
pastle, timbangan digital, spektrofotometer, vortex, waterbath, Laminary Air Flow
(LAF), inkubator suhu kamar, enkas, autoclave, inkubator, oven, sentrifuse,
kulkas, hot plate, mikroskop.
III.3 Prosedur Kerja
III.3.1 Sterilisasi Alat dan Media
A. Alat gelas
Alat gelas disterilkan dengan cara dilidah apikan yaitu dengan melewatkan
benda di api bunsen namun tidak sampai terbakar, dengan menggunakan oven
selama 2 jam pada suhu 170 – 180oc, serta dengan memanfaatkan autoclave yang
mensterilisasi pada suhu 121oC dengan tekanan 2 atm selama 15 menit.
B. Alat Nongelas
Alat-alat non gelas disterilisasikan dengan cara dicuci dengan cairan
aseptis dan aquades, serta dengan cara panas membara yaitu dengan menaruh
benda yang akan disterilkan diatas nyala api bunsen sampai merah membara untuk
alat seperti pinset dan jarum preparat.
C. Media
Media disterilkan dengan menggunakan autoclave pada suhu 121oC
dengan tekanan 2 atm selama 15 menit.
III.3.2 Pengambilan Sampel
Sampel diperoleh dari sedimen limbah pemotongan ayam yang diambil
dan diletakkan ke dalam botol sampel lalu di bawa ke laboratorium.
III.3.3 Pembuatan Media Pertumbuhan
A. Lactosa Broth (LB)
Sebanyak 3,2 gr media NB dan 2,0 gr laktosa dilarutkan ke dalam 400
ml aquadest, selanjutnya dipanaskan hingga larut. Kemudian ditambahkan
beberapa tetes larutan bromtimol blue hingga warna berubah menjad hijau tua.
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan tabung durham dengan posisi terbalik.
Kemudian masing-masing tabung reaksi diisi dengan 9 ml media LB. Media
lalu disterilkan menggunakan otoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C,
tekanan 2 atm.
B. Eosin Methylen Blue Agar (EMBA)
Sebanyak 3,6 gr media EMBA dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest,
selanjutnya dipanaskan hingga larut. Media kemudian disterilkan
menggunakan otoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C, tekanan 2 atm.
C. Nutrient Agar (NA)
Sebanyak 4 gr media NA dilarutkan ke dalam 200 ml aquadest,
selanjutnya dipanaskan hingga larut. Media kemudian disterilkan
menggunakan otoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C, tekanan 2 atm.
D. Nutrient Broth (NB)
Sebanyak 0,8 gr media NB dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest,
selanjutnya dipanaskan hingga larut. Media kemudian disterilkan
menggunakan otoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C, tekanan 2 atm.
E. Sulfid Indol Motility (SIM)
Sebanyak 3 gr media SIM dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest,
selanjutnya dipanaskan hingga larut. Media kemudian disterilkan
menggunakan otoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C, tekanan 2 atm.
F. Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Sebanyak 6,5 gr media SIM dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest,
selanjutnya dipanaskan hingga larut. Media kemudian disterilkan
menggunakan otoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C, tekanan 2 atm.
G. Methyl Red-Voges Proskauer (MRVP)
Ditimbang 0,5 gr pepton, 0,5 gr glukosa kemudian dilarutkan ke dalam
100 ml aquadest. Selanjutnya ditambahkan 2 ml buffer posfat. Media kemudian
disterilkan menggunakan otoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C, tekanan 2
atm.
III.3.4 Isolasi Bakteri Enterobakter
Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan ke dalam aquades steril dengan
perbandingan 1:1. Selanjutnya dibuat seri pengenceran hingga 10-6. Pengenceran
seri pengenceran 10-1, 10-2, 10-3 di tanam pada media LB dengan metode tuang,
sedangkan untuk seri pengenceran 10-4, 10-5, dan 10-6 di tanam pada media NA.
Media diinkubasi pada suhu 370C kemudian dihitung jumlah koloni pada cawan
petri dan perubahan warna media serta terbentuknya gas pada media LB.
Kultur bakteri pada media LB yang memperlihatkan kekeruhan dan
terbentuknya gas, selanjutnya di pindahkan pada media selektif EMBA dengan
teknik gores. Media kemudian diinkubasi selama 1x24 jam. Pertumbuhan bakteri
E.Coli ditandai dengan koloni yang berwarna hijau metalik pada media.
III.3.5 Karakterisasi Bakteri Enterobakter
III.3.5.1 Pengecatan Gram
Pengamatan morfologi koloni dilakukan dengan teknik pewarnaan gram.
Pertama-tama ulasan bakteri dibuat pada gelas objek dan dilakukan fiksasi.
Sebanyak 2-3 tetes gram A (kristal violet) diteteskan pada koloni bakteri, diamkan
selama 60 detik. Kemudian preparat dicuci dengan menggunakan air yang
mengalir lalu dikeringkan. Sebanyak 2-3 tetes gram B (larutan lugol) diteteskan di
atas preparat dan dibiarkan selama 60 detik. Preparat dicuci dengan air mengalir
lalu dikeringkan. Preparat kemudian ditetesi 2-3 tetes larutan alkohol-aseton dan
dibiarkan selama 60 detik lalu dicuci kembali kemudian dikeringkan. Selanjutnya
preparat ditetesi dengan larutan safranin sebanyak 2-3 tetes dan didiamkan selama
30 detik, lalu dicuci dan dikeringkan.
III.3.5.2 Uji Sulfid Indol Motility (SIM)
Medium SIM digunakan untuk mengetahui sifat motilitas dari bakteri.
Sebanyak 1 ose biakan kultur bakteri diinokulasikan ke dalam media SIM dengan
metode tusuk. Selanjutnya dinkubasi pada suhu 370C selama 1x24 jam.
Kemampuan bakteri untuk melakukan pergerakan di dalam medium (motil)
ditandai dengan pola pertumbuhan yang menyebar (menyerupai akar pohon).
III.3.5.3 Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Medium TSIA digunakan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam
memfermentasikan 3 jenis gula (glukosa, laktosa dan sukrosa). Sebanyak 1 ose
dari kultur bakteri diinokulasikan pada media agar miring TSIA dengan metode
tusuk pada bagian butt dan metode gores pada bagian slant. Selanjutnya
diinkubasi selama 1x24 jam.
III.3.6 Kurva Pertumbuhan Bakteri
Sel bakteri yang diinokulasikan ke dalam volume tertentu pada medium
cair dan dikondisikan pada faktor lingkungan yang optimal dari spesies tersebut,
maka dalam interval yang teratur kita dapat mengukur dalam volume yang kecil
kultur tersebut. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer,
kita dapat melihat peningkatan jumlah sel dalam fungsi waktu dan akan diperoleh
suatu kurva pertumbuhan yang khas.
A. Peremajaan Kultur Bakteri
Tahap ini bertujuan untuk mengadaptasikan isolat bakteri pada media cair
sebelum dilakukan pengukuran kurva pertumbuhan. Disiapkan media Nutrient
Broth (NB) dan media minimal Na-asetat, kemudian masing-masing
diinokulasikan kultur bakteri sebanyak 1 ose. Selanjutnya diinkubasi pada shaker
selama 1x24 jam dengan kecepatan 800 rpm.
B. Pengukuran Pertumbuhan
Sebanyak 1 ml kultur bakteri yang telah diremajakan, diinokulasi lagi pada
media yang sama yaitu media NB dan media Na-asetat, kemudian diinkubasi pada
shaker dengan kecepatan 800 rpm. Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap 2
jam selama 24 jam. Pengukuran pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 580 nm.
C. Pembuatan Kurva Pertumbuhan
Hasil pengukuran pertumbuhan bakteri yang diukur menggunakan
spektrofotometer selanjutnya dicari nilai densitas optiknya (DO) dengan
menggunakan rumus :
DO = 2 – Log % T
Nilai densitas optiknya (DO) ini selanjutnya diplot kedalam kertas grafik
semilogaritmik untuk dibuat kurva pertumbuhannya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Isolasi Bakteri Enterobacter
IV.1.1 Mengkultur Bakteri dari Medium Laktosa Broth ke Medium EMBA
Gambar 2. Mengkultur Bakteri ke Medium EMBASumber : Koleksi Pribadi, 2013
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada gambar 2 diperoleh
data yang menunjukan bahwa medium mengandung bakteri E.coli. Hal ini
ditunjukan dengan adanya hijau metalik yang tampak pada permukaan medium
dalam cawan petri. Warna hijau metalik menunjukkan aktivitas bakteri dalam
memfermentasi laktosa pada medium EMBA. Bakteri ini mempunyai enzim
protease yang menghidrolisis kasein dan serin. Warna hijau metalik pada medium
EMBA dikarenakan karena adanya reaksi eosin yang bersifat asam dengan
methylen blue yang bersifat basa sehingga membentuk larutan asam/netral.
Alasan medium EMBA digunakan karena medium EMBA merupakan medium
diferensial yang dapat memisahkan antar koloni bakteri yang berbeda dan
digunakan sebagai media isolasi dan identifikasi. Media ini digunakan untuk
A B C
bakteri coliform sebagian besar E.coli yang salah satunya dapat
memfermentasikan laktosa.
IV.1.2 Pengamatan Morfologi Koloni pada Media Selektif EMBA
Gambar 3. Hasil Pengoresan Metode Quadran Streak pada Medium EMBA
Sumber : Koleksi Pribadi, 2013
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada gambar 3 diperoleh
Warna hijau metalik menunjukkan aktivitas bakteri dalam memfermentasi laktosa
pada medium EMBA. Bakteri ini mempunyai enzim protease yang menghidrolisis
kasein dan serin. Warna hijau metalik pada medium EMBA dikarenakan karena
adanya reaksi eosin yang bersifat asam dengan methylen blue yang bersifat basa
sehingga membentuk larutan asam/netral. Hasil pengamatan morfologi koloni
yang dihasilkan pada ke tiga cawan petri menunjukkan :
1. Warna koloni : putih tulang
2. Bentuk koloni : bulat (coccus)
3. Tepi koloni : rata (entire)
4. Elerasi : cembung (convex)
A B C
IV.2 Karakterisasi
IV.2.1 Pengecatan Gram
Gambar 4 : Hasil Pengecatan Gram dengan Pengamatan melalui Mikroskop dengan Perbesaran 10x100
Sumber : Koleksi Pribadi, 2013
Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa E. coli merupakan bakteri Gram
negatif karena hasil pengamatan di mikroskop menunjukkan warna kemerah-
merahan walaupun masih ada sedikit warna ungu. Hal ini karena terjadi kesalahan
saat tahap pewarnaan. Bakteri E. coli ini merupakan bakteri yang berbentuk
batang (basil) dengan ukuran sekitar 2 µm dan diameter 0,5 µm.
E. coli tergolong bakteri negatif karena kemampuannya dalam mengikat
warna yang diberikan kurang baik. Hal ini dikarenakan E. coli memiliki struktur
dinding sel yang mengandung lipid lebih banyak dibanding peptidoglikan,
sehingga akibat rendahnya kandungan ribonukleat/peptidoglikan mengakibatkan
perbedaan reaksi dalam permeabilitas zat warna dan penambahan larutan pemucat
dengan bakteri gram positif. Lipid pada dinding sel E. coli akan larut dalam
alkohol yang digunakan sebagai larutan pemucat sehingga pori-pori dinding sel
membesar dan meningkatkan daya larut kompleks kristal violet dan iodida.
IV.2.2 Uji Sulfid Indol Motility (SIM)
Gambar 5. Hasil Pengamatan pada Media SIMSumber : Koleksi Pribadi, 2013
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh pada uji SIM ini
menunjukkan hasil positif, karena ditemukan adanya gelembung diinokulasi serta
terikat adanya penyebaran yang berwarna putih disekitar inokulasi serta terlihat
adanya penyebaran yang berwarna putih seperti akar sekitar inokulasi. Hal seperti
ini menjelaskan bahwa bakteri jenis E. coli ini memiliki flagel sehingga dapat
bergerak. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa bakteri ini mampu hidup pada
kondisi kurang ataupun tidak ada oksigen (anaerob fakultatif).
Selain menunjukkan adanya motilitas/pergerakan yang terjadi, pada uji
SIM ini juga dapat membuktikan bahwa bakteri tersebut dapat menghasilkan
senyawa indol. Dari hasil pengamatan yang dilakukan tampak adanya perubahan
warna dari putih menjadi hijau yang merupakan hasil negatif. Hal ini dikarenakan
pewarna kofaks yang digunakan sebenarnya sudah tidak layak lagi sehingga tidak
terbentuk cincin berwarna merah muda. Seharusnya E. coli positif menghasilkan
senyawa indol sebab E. coli menghasilkan triptofanase yang mengkatalisis
penguraian gugus indol dari triptofan. Dalam media biakan, indol menumpuk
sebagai produk buangan, sedangkan bagian lain dari molekul triptofan (asam
piruvat NH4+) dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan zat hara
mikroorganisme. Penambahan dengan reagen kofaks yang mengandung p-
dimetilhemaldehid akan membentuk senyawa para amino benzaldehid yang tidak
larut dalam air dan pembentukan cincin warna merah muda pada permukaan
medium Reaksinya adalah :
Dari hasil pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui senyawa H2S
yang dihasilkan ditunjukkan dengan perubahan warna media menjadi hitam.
Namun dari hasil yang didapatkan, pada media tidak ada perubahan warna yang
terjadi menunjukkan bahwa E. coli tidak mampu mendesulfurasi asam amino agar
dapat menghasilkan H2S.
IV.2.3 Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Gambar 6. Hasil Pengamatan pada Media TSIASumber : Koleksi Pribadi, 2013
Uji TSIA bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri yang berasal dari kelas
Enterobacteriaceae. Uji ini biasa juga digunakan untuk mengetahui bakteri yang
dapat mengkatabolisme glukosa, laktosa, sukrosa, dan mampu membebaskan
asam sulfat. Uji ini menggunakan medium TSIA dan indikator metil merah. Hasil
positif ditandai dengan munculnya warna kuning. Warna kuning menandakan
asam sedangkan warna merah muda menandakan sifat basa. Warna kuning
muncul yang menandakan adanya fermentasi bakteri terhadap glukosa, sukrosa,
dan laktosa dalam konsentrasi tinggi. Dalam hal ini mikroorganisme memperoleh
energi dari substrat karbohidrat yang selanjutnya.
Pada percobaan ini, didapatkan bahwa jika terjadi perubahan warna
menjadi hitam pada dasar tabung menandakan bahwa bakteri tersebut membentuk
H 2S dan bila medium terangkat, menandakan bahwa bakteri tersebut
memproduksi gas. Hal ini menandakan bahwa jenis bakteri E.coli dapat
memfermentasi glukosa dan menghasilkan gas H 2S.
IV.2.4 Uji Methyl Red-Voges Proskauer (MRVP)
IV.2.4.1 Uji Methyl Red (MR)
Gambar 7. Hasil Pengamatan pada Media Methyl-red (MR)Sumber : Koleksi Pribadi, 2013
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, pada uji MR (Methyl-red)
menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna
menjadi merah setelah ditambahkan methyl-red. Hal ini menandakan bahwa
bakteri ini menghasilkan asam-asam campuran sebagai hasil fermentasinya yakni
berupa metilen glikogen. Terbentuknya asam campuran akan menurunkan pH
sampai 5,0 atau kurang. Oleh karena itu, bila indikator methyl ditumpahkan pada
biakan tersebut dengan pH serendah itu, maka indikator tersebut menjadi merah
dan hal ini menandakan bahwa bakteri ini menghasilkan asam campuran.
IV.2.4.2 Uji Voges Proskauer (VP)
Gambar 8. Hasil Pengamatan pada Media Voges-ProskauerSumber : Koleksi Pribadi, 2013
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh hasil pada uji VP
(Voges-Proskauer) menunjukkan hasil yang positif. Dari referensi untuk bakteri
E. coli, hasilnya seharusnya negatif yaitu tidak terbentuknya warna
merah/lembayung setelah penambahan KOH dan α naftol, artinya hasil akhir
fermentasi ini bukan asetil metil karbianol (asetolin). Hal ini dapat terjadi karena
tidak terjadi proses oksidasi antara asetolin dengan O2 dan KOH menjadi diacetyl.
Diacetyl ini akan bereduksi dengan granidine yang merupakan komponen peptine
saat ditambahakan α naftol akan terbentuk warna merah.
IV.2.5 Uji Katalase
Gambar 9. Hasil Pengamatan Uji KatalaseSumber : Koleksi Pribadi, 2013
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dapat diketahui bahwa
isolat bakteri yang digunakan bersifat katalase positif. Katalase positif ini
ditunjukkan dengan terbentuknya gelembung-gelembung.
Gelembung yang terbentuk adalah gelembung O2 yang timbul karena
adanya pemecahan H2O2 (hidrogen peroksida) oleh enzim katalase yang
dihasilkan oleh bakteri itu sendiri. Komponen H2O2 merupakan salah satu hasil
respirasi aerobik bakteri, dimana hasil komponen tersebut justru dapat
menghambat pertumbuhan bakteri karena bersifat toksik bagi bakteri itu sendiri.
Oleh karena itu, komponen ini harus dipecah agar tidak bersifat toksik lagi.
Reaksi umumnya, yaitu :
Katalase2H2O2 2H2O + O2 (gelembung udara)
Peroksidase
Beberapa literatur menjelaskan bahwa E. coli adalah bakteri yang bersifat
anaerobik fakultatif yang mempunyai enzim katalase melainkan mempunyai
enzim peroksidase yang mengkatalisi. Reaksi antara H2O2 dengan senyawa
organik menghasilkan senyawa yang tidak beracun. Adapun Bakteri katalase
negatif yang bersifat anaerobik obligat yang tidak mempunyai enzim superoksida
dismutase maupun katalase. Oleh karena itu, O2 merupakan racun bagi bakteri
tersebut karena senyawa yang terbentuk dari reaksi flaroprotein dengan oksigen
yaitu H2O2 dan suatu radikal bebas yaitu O2. Hidrogen peroksida bersifat toksik
terhadap sel karena bahan ini dapat menginaktiviasikan beberapa jenis enzim
dalam sel. H2O2 terbentuk sewaktu metabolisme aerob sehingga mikroorganisme
yang tumbuh dalam lingkungan aerob harus menguraikan bahan toksik tersebut
IV.2.6 Pengaruh Suhu terhadap Pertumbuhan
15oC 37oC 45oC
Gambar 10. Hasil Uji Terhadap Beberapa Jenis SuhuSumber : Koleksi Pribadi, 2013
Suhu merupakan salah satu faktor penting di dalam mempengaruhi dalam
pertumbuhan mikroorganisme. Suhu dapat mempengaruhi mikroba dalam dua
cara yang berlawanan yakni apabila suhu naik maka kecepatan metabolisme naik
dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya apabila suhu turun dan pertumbuhan
diperlambat. Apabila suhu turun atau naik secara drastis, tingkat pertumbuhan
akan terhenti dan komponen sel menjadi tidak aktif dan rusak sehingga sel-sel
menjadi mati. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh data
bahwa suhu yang bagus untuk pertumbuhan bakteri yakni pada suhu 37oC dan
selanjutnya diikuti dengan suhu 45oC dan terakhir dengan suhu 15oC. Indikator
yang diamati yakni tingkat kejenuhan/kekeruhan yang ditampakkan. Semakin
keruh menandakan banyaknya mikroba yang tumbuh pada medium tersebut.
Dari beberapa sumber dikatakan bahwa kebanyakan mikroba perusak
pangan merupakan mikroba mesofil yaitu mikroba yang tumbuh baik pada suhu
ruang atau suhu kamar. Bakteri patogen umumnya mempunyai suhu optimum
pertumbuhan sekitar 37 oC yang juga merupakan suhu tubuh manusia. Oleh karena
itu suhu tubuh manusia merupakan suhu yang baik untuk pertumbuhan beberapa
bakteri patogen. Mikroba perusak dan patogen umumnya dapat tumbuh pada
kisaran suhu 4 oC-66 oC. Karena kisaran suhu tersebut merupakan suhu yang kritis
untuk menyimpan pangan, maka pangan tidak boleh disimpan terlalu lama pada
kisaran suhu tersebut. Pangan harus disimpan pada suhu dibawah 4 oC atau diatas
suhu 66 oC. Pada suhu dibawah 4 oC, mikroba tidak akan mati tetapi kebanyakan
mikroba akan terhambat pertumbuhannya kecuali mikroba yang tergolong
psikrofil. Pada suhu diatas 66 oC, kebanyakan mikroba terhambat pertumbuhannya
kecuali meskipun beberapa yang tergolong termofil mungkin tidak akan mati.
IV.2.7 Pengaruh pH terhadap Pertumbuhan
pH = 3 pH = 7 pH = 9
Gambar 11. Hasil Uji Beberapa Jenis pHSumber : Koleksi Pribadi, 2013
Dari hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh data bahwa bakteri paling
banyak tumbuh pada pH 7 yang merupakan pH netral. Hal ini dapat dilihat dari
tingkat kejenuhan yang tampak pada tabung reaksi. Selanjutnya setelah pH 7
dilanjutkan dengan pH 9 yang memiliki tingkat kejenuhan lebih sedikit, dan yang
lebih rendah terletak pada tabung reaksi dengan pH 3.
Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa bakteri dapat tumbuh
pada pH 7 karena medium tersebut memiliki pH yang tepat yakni merupakan pH
netral. Kebanyakan bakteri tidak tumbuh dalam kondisi terlalu basa. Pada
dasarnya tidak satupun yang dapat tumbuh pada pH lebih dari 7 dan sangat jarang
bakteri ditemukan pada pH dibawah 4, karena banyak bakteri menghasilkan
produk metabolisme yang bersifat asam maupun basa.
Bila pH tidak sesuai maka mikroba tidak dapat metabolisme dengan baik.
Akibatnya mikroba tidak dapat tumbuh dengan baik atau optimal. Inilah pengaruh
dari pH terhadap petumbuhan mikroba/bakteri. Berdasarkan pH mikroba
dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu :
1. Asdofil : mikroba yang tumbuh pada pH asam
2. Netral : mikroba yang tumbuh pada pH netral
3. Alkalifil : mikroba yang tumbuh pada pH basa
Indikator untuk melihat pertumbuhan bakteri pada percobaan ini yakni
endapan yang dihasilkan serta keruh yangtampak pada tiap tabung reaksi.
IV.3 Kurva Pertumbuhan
IV.3.1 Tabel Pengukuran Pertumbuhan
Tabel 3. Pengukuran Pertumbuhan pada Media Nutrient Broth (NB) dengan
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 580 nm
Waktu pemgamatan(Jam)
Nilai % TransmitanNilai Optical Density
(OD)
T0 = 16.53 92 0,04
T1 = 18.53 51 0,29
T2 = 20.53 22 0,66
T3 = 22.53 14 0,86
T4 = 00.53 8 1,1
T5 = 02.53 7 1,15
T6 = 04.53 5 1,31
T7 = 06.53 5 1,31
T8 = 08.53 5 1,31
T9 = 10.53 6 1,22
T10 = 12.53 8 1,09
T11 = 14.53 5 1,31
T12 = 16.53 8 1,09
IV.3.2 Grafik Kurva Pertumbuhan
Gambar 12. Grafik Kurva PertumbuhanSumber : Koleksi Pribadi, 2013
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada gambar 13, diperoleh
data bahwa kurva pertumbuhan yang terbentuk tidak sesuai dengan kurva
pertumbuhan yang seharusnya berbentuk S atau sigmoid. Pada kurva
pertumbuhan juga tidak didapatkan adanya fase adaptasi. Hal ini disebabkan
karena adanya medium prakultur yang digunakan dan medium tersebut sama
dengan medium kultur sehingga bakteri tidak perlu beradaptasi pada medium
kultur karena kondisi lingkungannya sama.
Pada saat pengamatan dari T0 sampai T4 kurva pertumbuhan menunjukkan
fase eksponensial dimana pertumbuhan bakteri sangat cepat. Hal ini dikarenakan
faktor lingkungan yang menunjang ketersedian nutrisi dan nutrisi pada media
masih banyak tersedia. Memasuki T5 kurva pertumbuhan bakteri memasuki fase
pertumbuhan di perlambat. Hal ini dikarenakan ketersediaan nutrisi yang mulai
berkurang sehingga terjadi persaingan dalam memperoleh makanan,
mengakibatkan populasi bakteri menjadi menurun. Memasuki T6 sampai T8
pertumbuhan bakteri memasuki fase stationer dimana jumlah bakteri yang hidup
sama dengan jumlah sel yang mati. Pada fase ini juga, bakteri menghasilkan
metabolit sekunder. Hal ini disebabkan karena adanya penumpukan zat toksik
yang merupakan hasil dari metabolisme serta ketersediaan nutrisi yang tidak
memadai sehingga banyak bakteri yang mati. Pada T10 sampai T12 pertumbuhan
bakteri menunjukan penurunan yang menandakan bahwa pertumbuhan bakteri
telah menuju fase kematian. Hal ini dikarenakan ketersedian nutrisi yang telah
habis, kondisi lingkungan yang tidak menunjang serta banyak metabolit sekunder
berupa toksin yang dihasilkan oleh bakteri.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kurva tidak sesuai dengan kurva
sigmoid antara lain kemungkinan medium tidak dikocok dengan baik sehingga
mikroba mengendap di dasar tabung, terkontaminasi dengan mikroba lain,
pertumbuhan bakteri terganggu karena faktor lingkungan dan populasi berkurang
akibat kekurangan nutrisi dan seharusnya sebelum nilai DO mencapai 1 perlu
dilakukan pengenceran dengan aquadest pada kultur yang digunakan dan pada
setiap dilakukan pengukuran DO isolat harus digores pada medium agar sehingga
dapat membantu dalam menganalisis pertumbuhan bakteri.
Dari hasil kurva diketahui bahwa fase eksponensial yang bagus tepat pada
satu jam sebelum T4. Selain itu diketahui bahwa bakteri memiliki waktu yang
dibutuhkan dari mulai tumbuh sampai berkembang dan menghasilkan individu
baru disebut waktu generasi. Contoh waktu generasi bakteri E. coli sekitar 17
menit, artinya dalam 17 menit satu E. coli menjadi dua atau lebih E. Coli. Untuk
mikroorganisme yang membelah, misalnya bakteri, maka waktu generasi diartikan
sebagai selang waktu yang dibutuhkan untuk membelah diri menjadi dua kali
lipat. Berdasarkan kurva pertumbuhan, waktu generasi untuk pertumbuhan bakteri
yaitu :
Waktu generasi = 512
X 24 jam
= 132 menit (2 jam 12 menit)
Hal ini berarti bakteri membelah membutuhkan waktu 2 jam 12 menit
setiap kali melakukan pembelahan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah :
1. Teknik isolasi bakteri dilakukan dengan cara penanaman isolat bakteri pada
media NA (perhitungan SPC), penanaman isolat bakteri pada media LB
(perhitungan MPN) dan terakhir dipindakan ke media EMBA dengan metode
sebar dan quadran streak.
2. Teknik yang dilakukan pada karakterisasi bakteri antara lain : pengecatan
gram, pengujian motilitas bakteri (SIM), pengujian fermentasi glukosa
(TSIA), pengujian fermentasi asam-asam campuran (MRVP), pengujian suhu
dan pengujian pH terhadap pertumbuhan bakteri.
3. Kurva pertumbuhan bakteri berbentuk sigmoid (huruf S) yang ditandai
dengan beberapa fase, meliputi fase adaptasi, pertumbuhan dipercepat,
eksponensial, pertumbuhan diperlambat, stasioner dan fase kematian.
V.2 Saran
Sebaiknya dalam mengisolasi bakteri, digunakan lebih dari satu jenis
bakteri agar dapat dibandingkan ciri-ciri morfologi dan fisiologi dari kedua isolat
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013, Bakteri, http://zonabiokita.blogspot.com/2013/05/klasifikasi-bakteri.html, diakses pada hari Minggu, 01 Desember 2013, pukul 20.15 WITA, Makassar.
Anonim, 2013, Enterobacteriaceae Bakteri Basil Gram http://analismuslim.blogspot.com/2011/11/enterobacteriaceae-bakteri-basil-gram.html, diakses pada hari Minggu, 01 Desember 2013, pukul 20.30 WITA, Makassar.
Adi, S., 2001, Bakteri E. coli dan Pembagian Bakteri E.coli, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Brooks,G. F., dkk., 2005, Mikrobiologi Kedokteran, Salemba Medika, Jakarta.
Dadang, S., 2000, Deteksi Cepat Bakteri Escherichia coli Enterohemoragik (EHEK) dengan Metode PCR (Polymerase Chain Reaction), ITB, Bandung.
Djide, N., dan Sartini, 2006, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Fransisca, B., 2013, Klasifikasi, Morfologi, dan Patogenesis E. coli, http://befly-fransisca.blogspot.com/2013/04/klasifikasimorfologidanpatogenesis.html, diakses pada hari Minggu, 01 Desember 2013, pukul 20.35 WITA, Makassar.
Husain, D. R., 2005, Bakteriologi, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Irianto, K., 2007.Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 1. Bandung : CV Yrama Widya
Lay, B. W., 1994, Analisis Mikroba Di Laboratorium, Erlangga, Jakarta
Sri, A., 2010, Penelitian Bakteri E.coli pada Air limbah Saluran Irigasi, Jurnal badan penelitian bidang pertanian vol; 1-2.
Waluyo, L., 2004, Mikrobiologi Umum, UMM Press, Malang.
Williams, K. P., Gillespie, J. J., Sobral, B. W. S., Nordberg, E. K., Snyder, E. E., Shallom, J. M., and Dickerman, A. W, 2010, Phylogeny of Gammaproteobacteria, Journal of Bacteriology 192 (9): 2305–2314.