Upload
haminh
View
228
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PERUBAHAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK
TERHADAP BESARAN TARIF BUS UMUM ANGKUTAN
PENUMPANG ANTAR KOTA ANTAR PROPINSI (AKAP)
KELAS EKONOMI PERUM DAMRI.
Fransiska Nathalia Marganda Libertina, 20205524
ABSTRAKSI
Sejak tahun 2008 sampai awal tahun 2009, pemerintah telah empat kali
menetapkan kebijakan perubahan harga bahan bakar minyak (BBM) yaitu satu kali
menaikan harga BBM dan tiga kali melakukan kebijakan menurunkan harga BBM.
Dampak perubahan harga BBM tersebut, menimbulkan pertanyaan bagi pengusaha
angkutan bus umum PERUM DAMRI mengenai berapa besar prosentase
penyesuaian tarif yang wajar untuk bus yang diusahakannya sejalan dengan
perubahan biaya pokok produksi akibat perubahan harga BBM.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif secara kualitatif
guna mendapatkan gambaran hubungan antara perubahan harga bahan bakar minyak
yang terjadi selama tahun 2008 dan awal 2009 terhadap biaya pokok produksi dan
tarif angkutan penumpang bus umum AKAP kelas ekonomi PERUM DAMRI.
Hasil analisis menunjukkan bahwa sebelum terjadi kenaikan harga bahan
bakar minyak solar atau pada saat harga BBM solar Rp 4.300, besarnya biaya pokok
produksi jasa angkutan bus umum Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) kelas ekonomi
PERUM DAMRI pada tingkat load factor penumpang 70% adalah sebesar Rp
100,26 per pnp-Km. Berdasarkan ini maka PERUM DAMRI menetapkan tarif
angkutan penumpang kelas ekonomi sebesar Rp. 125,33 per pnp-KM. Dari hasil
perhitungan lebih lanjut, apabila harga BBM mengalami kenaikan sebesar 27,91 % atau
dari harga sebelumnya Rp. 4.300 menjadi Rp 5.500, maka besarnya penyesuaian tarif
angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) kelas ekonomi minimal harus
mengalami kenaikan sebesar 15,78%. Kemudian dengan adanya penurunan harga
BBM sebesar 12,73% dari harga sebelumnya Rp 5.500 menjadi Rp 4,800, maka tarif
dapat diturunkan maksimum sebesar 5,21% per pnp-Km. Bilamana harga bahan
bakar minyak mengalami penurunan sebesar 6,25% atau pada harga BBM solar
menjadi Rp 4.500, maka PERUM DAMRI dapat menurunkan tarif penumpang bus
Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) kelas ekonomi maksimum sebesar 2,39%.
1. PENDAHULUAN Jasa angkutan umum bus angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) kelas
ekonomi merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa transportasi yang mempunyai
peranan penting dalam meningkatkan mobilitas masyarakat diberbagai wilayah,
terutama masyarakat yang tergolong memiliki penghasilan yang relatif rendah.
Mengingat peranannya yang demikian penting tersebut, maka kelangsungan
usaha angkutan penumpang bus Angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) kelas
ekonomi perlu mendapatkan perhatian, sehingga dengan demikian kegiatan
pengangkutan penumpang atau orang dapat berjalan dengan lancar dan selamat,
terjangkau dan aman. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, terdapat dua hal yang
yang harus dipenuhi jasa angkutan Antar Kota Antar Propinsi kelas ekonomi yaitu
pemenuhan kualitas pelayanan terkait dengan fasilitas sarana, prasarana dan
pemenuhan profesionalisme sumber daya manusia dalam menjalankan
penyelenggaraan jasa angkutan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka pemerintah melakukan pengawasan
pelayanan dan menetapkan tarif batas atas dan batas bawah untuk angkutan bus
AKAP kelas ekonomi.
Pengusahaan angkutan umum bus antar kota antar propinsi kelas ekonomi
sangat rentan terhadap berbagai kebijakan pemerintah terutama berkaitan dengan
penetapan harga bahan bakar minyak.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam waktu dua tahun belakangan ini (tahun
2008 – 2009), pemerintah telah menetapkan kebijakan perubahan harga bahan bakar
minyak (BBM) sebanyak empat kali.
Kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) membawa dampak
terjadinya kenaikan biaya pengusahaan angkutan sehingga para pengusaha
mengharapkan agar pemerintah melakukan penyesuaian tarif angkutan umum
termasuk bus angkutan antar kota antar propinsi kelas ekonomi secara proporsional.
Demikian halnya, apabila terjadi penurunan harga BBM diharapkan pemerintah
melakukan penyesuaian tarif secara proporsional pula. Namun masyarakat pemakai jasa
angkutan mengharapkan, penyesuaian tarif ini hanya terbatas pada perubahan
komponen biaya bahan bakar, sehingga tarif angkutan tidak perlu mengalami
lonjakan yang tinggi dari tarif sebelum terjadinya kenaikan harga BBM.
Keadaaan tersebut mengakibatkan terjadinya polemik antara masyarakat
pemakai jasa angkutan dengan para pengusaha yang mengharapkan penyesuaian tarif
dilakukan dengan melihat terjadinya perubahan terhadap seluruh komponen biaya
pembentukan tarif angkutan. Sejalan dengan adanya berbagai permasalahan di atas,
maka untuk mengakomodasi kepentingan pengguna jasa angkutan penumpang umum
(konsumen) sekaligus memperhatikan kepentingan penyedia jasa, maka penulis
mencoba melakukan analisis dampak perubahan harga BBM terhadap biaya pokok
produksi jasa angkutan bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) kelas ekonomi
dengan studi kasus PERUM DAMRI.
Pemilihan PERUM DAMRI sebagai objek penelitian, berdasarkan
pertimbangan bahwa PERUM DAMRI memiliki armada bus AKAP kelas ekonomi
yang tersebar diseluruh wilayah tanah air. Di samping itu, mengingat PERUM
DAMRI sebagai Badan Usaha Milik Negara yang mempunyai fungsi sebagai agen
pembangunan dan memupuk keuntungan, maka Departemen Perhubungan dalam
setiap perubahan harga bahan bakar minyak, selalu memilih PERUM DAMRI
sebagai salah satu acuan untuk menghitung besaran biaya pokok produksi
pengusahaan bus AKAP kelas ekonomi, guna menetapkan besaran tarif penyesuaian
lebih lanjut.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian skripsi ini diberi judul “Analisis
Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Besaran Tarif Bus Umum
Angkutan Penumpang Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) Kelas Ekonomi
PERUM DAMRI”.
Penelitian ini membatasi pembahasan pada perhitungan besarnya penyesuaian
tarif angkutan bus umum AKAP kelas ekonomi yang harus dilakukan PERUM
DAMRI apabila terjadi kenaikan harga BBM, dengan bertitik tolak pada hasil
perhitungan biaya pokok produksi jasa bus AKAP kelas ekonomi PERUM DAMRI
sebagai akibat terjadi perubahan harga bahan bakar minyak. Dengan demikian
permasalahan didalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Berapa besaran
biaya pokok produksi jasa bus umum Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) kelas
ekonomi PERUM DAMRI pada kondisi biaya bahan bakar minyak sebelum
mengalami kenaikan?, berapa besar kenaikan atau penurunan setiap komponen biaya
pokok produksi jasa bus umum Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) kelas ekonomi
PERUM DAMRI, apabila terjadi kenaikan atau penurunan harga bahan bakar
minyak? Dan berapa besar prosentase penyesuaian kenaikan atau penurunan tarif
penumpang bus angkutan AKAP kelas ekonomi PERUM DAMRI, apabila terjadi
kenaikan atau penurunan harga bahan bakar minyak?. Adapun tujuannya adalah
untuk menganalisis besaran biaya pokok produksi , jasa bus umum angkutan Antar
Kota Antar Propinsi (AKAP) kelas ekonomi PERUM DAMRI, menganalisis
besarnya dampak perubahan BBM terhadap biaya pokok produksi jasa bus umum
angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) kelas ekonomi PERUM DAMRI dan
menganalisis besaran prosentase penyesuaian tarif bus umum angkutan Antar Kota
Antar Propinsi (AKAP) kelas ekonomi PERUM DAMRI sebagai dampak terjadinya
perubahan harga bahan bakar minyak.
2. TELAAH PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya
Akuntansi biaya merupakan salah satu cabang akuntansi sebagai alat
manajemen dalam memonitor dan merekam transaksi biaya secara sistematis, serta
menyajikan informasi biaya dalam bentuk laporan biaya. Pada awal timbulnya
akuntansi biaya, mula-mula hanya ditujukan untuk penetuan harga pokok produk atau
jasa yang dihasilkan. Akan tetapi dengan semakin pentingnya biaya non produksi,
seperti biaya pemasaran dan administrasi umum, maka akuntansi biaya saat ini
ditujukan untuk menyajikan informasi biaya bagi manajemen baik produksi maupun
non produksi. Berikut ini dapat diuraikan pengertian akuntansi biaya, pengertian
biaya dan penggolongan biaya.
2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya
Akuntansi biaya merupakan suatu proses identifikasi, pengklasifikasian, dan
pengikhtisaran berbagai informasi keuangan yang diperlukan untuk perencanaan,
pengendalian, penganalisaan, dan perhitungan biaya atau harga pokok produksi.
Pengertian akuntansi biaya menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
1. Horngren dan foster (2000; 5)
“Akuntansi biaya menunjukan cara pengumpulan dan pembebanan biaya historis
pada satuan produk dan departemen, terutama untuk tujuan penilaian persediaan
dan penentuan pendapatan.”
2. R. A. Supriyono (2007; 12)
“Akuntansi biaya salah satu cabang akuntansi yang merupakan alat menajemen
untuk memonitor dan merekam biaya transaksi secara sistematis serta
menyajikan informasi biaya dalam bentuk laporan biaya”.
3. Mulyadi (2005; 7)
“Akuntansi biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan
penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara-cara
tertentu serta penafsiran terhadapnya. Objek kegiatan akuntansi biaya adalah
biaya.
Dari beberapa definisi biaya di atas, maka dapat disimpulkan seperti :
1) Biaya merupakan suatu pengorbanan sumber ekonomis.
2) Biaya dapat diukur dalam satuan uang.
3) Biaya dibuat untukmencapai suatu tujuan tertentu di saat ini maupun masa yang
akan datang.
2.1.2 Tujuan dan Manfaat Akuntansi Biaya
Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa akuntansi biaya adalah suatu proses
identifikasi, pengklasifikasian dan pengikhtisaran berbagai informasi keuangan yang
diperlukan untuk perencanaan, pengendalian, penganalisan dan perhitungan biaya
atau harga pokok produksi. Akuntansi biaya mempunyai tujuan dan manfaat dalam
menyediakan informasi biaya yang diperlukan untuk :
1. Menentukan harga pokok (cost determination).
2. Perencanaan dan pengendalian biaya (cost planning and controlling).
3. Penganalisaan biaya.
2.1.3 Pengertian Biaya
Objek utama dari akuntansi biaya adalah biaya. Untuk menghasilkan suatu
produk dan jasa, suatu perusahaan harus mengorbankan sumber daya. Pengorbanan
sumber daya ini disebut juga sebagai biaya. Biaya juga merupakan pengorbanan nilai
akibat penggunaan barang dan jasa. Dalam menjelaskan pengertian biaya, terdapat
beberapa pendapat para ahli, antara lain :
1) Mulyadi (2005; 8), biaya diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi yang
diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan
terjadi untuk tujuan tertentu.
2) Menurut Supriyono (2007; 16) biaya merupakan harga perolehan yang
dikorbankan atau dipergunakan dalam rangka memperoleh penghasilan
(revenues) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan.
3) Hansen & Mowen (2000; 38), biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang
dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan membawa keuntungan
masa kini dan masa yang akan datang untuk organisasi.
4) Horngren and Foster (2000; 28), “Accountants define cost as a resouce or
forgone to achieve a specifics objectives. It usually measured as the monetary
amount tahat must be paid to acquired goods and services.”. dari definisi
tersebut, pengertian biaya adalah nilai pengorbanan dalam bentuk uang atau
aktiva lain yang dikeluarkan atau akan dikeluarkan untuk memperoleh barang
dan jasa yang berguna untuk mecapai suatu tujuan tertentu.
2.2 Formula Perhitungan Biaya Pokok Angkutan Penumpang Bus
Penggunaan metode full costing dalam kebijakan tarif ditetapkan berdasarkan
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 89 Tahun 2002. Di dalam
keputusan tersebut, termaktub bahwa biaya pokok dikelompokan menjadi biaya
langsung dan biaya tidak langsung.
Biaya langsung terdiri dari harga pembelian bus (sekarang) dalam bentuk
penyusutan; biaya awak bus (pengemudi, kondektur dan kenek) maupun tunjagan
sosial yang diberikan kepada mereka; biaya bahan bakar; biaya ban dan accu; biaya
pemeliharaan (oli mesin, gardan, dan persneling dan minyak rem); perbaikan mesin
dan body (suku cadang mesin, chasis dan lain-lain); retribusi (parkir); pajak
kendaraan bermotor (STNK) dan biaya uji (kir); biaya asuransi; baiaya tol dan
penyeberangann dan biaya lain-lain: biaya pemasaran (iklan, percetakan karcis dan
komisi agen dan biaya-biaya lain yang menyangkut pengoperasian bus). Semua
biaya langsung memiliki hubungan dengan jarak angkutan, kecuali penyusutan bus.
Biaya tidak langsung terdiri dari gaji dan upah pegawai (non crew) serta
jaminan sosial yang diberikan kepada mereka; biaya investasi kantor dan
perbengkelan (dalam bentuk penyusutan atau sewa beserta pemeliharaannya); biaya
keperluan kantor yang menyangkut administrasi, pemeliharaan, listrik, dan air,
telepon, keperluan dinas dan lain-lain; pajak PBB, serta biaya-biaya lainnya yang
harus dikeluarkan oleh perusahaan bus antar kota untuk mendukung pelaksanaan
kegiatan pengangkutan.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data
Interview, yaitu suatu teknik mengadakan tanya jawab kepada pegawai yang
mempunyai wewenang untuk memberikan data dan informasi yang diperlukan dalam
penulisan skripsi ini. Adapun pegawai yang diinterview yaitu Direksi atau Pejabat
yang mewakili Perum DAMRI, pegawai Departemen Perhubungan yang menangani
perhitungan biaya pokok angkutan bus antar kota serta pejabat peneliti di lingkungan
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Perhubungan.
3.2 Metode Analisis Data
Penulisan ini dengan menggunakan analisis berikut ini adalah dengan
penggunaan tabel atau gambar dan alat bantu lainnya yang digunakan untuk megukur
hubungan antara perubahan harga bahan bakar minyak terhadap besaran biaya pokok
produksi jasa angkutan penumpang dengan bus umum antar kota antar propinsi kelas
ekonomi. Namun, analisis hubungan kedua variabel ini dilakukan dengan metode
deskriptip secara kualitatip.
3.3 Data Yang Digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
1. Data kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak Solar pada periode 2006, 2008
dan 2009.
2. Data biaya pokok produksi jasa angkutan Perum DAMRI pada saat harga BBM
Rp. 4.300.
3. Data biaya pokok produksi jasa angkutan Perum DAMRI pada saat harga BBM
Rp. 5.500.
4. Data biaya pokok produksi jasa angkutan Perum DAMRI pada saat harga BBM
Rp. 4.800.
5. Data biaya pokok produksi jasa angkutan Perum DAMRI pada saat harga BBM
Rp. 4.500.
4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Biaya Pokok Angkutan Penumpang Bus AKAP Kelas Ekonomi
Dari hasil pengumpulan data-data biaya dikaitkan dengan tingkat produktivitas
bus, maka dapat diperkirakan besaran arus biaya pengoperasian bus AKAP dan biaya
pokok produksi jasa per penumpang per kilometer. Karakteristik kendaraan yang
dioperasikan oleh PERUM DAMRI tipe bus besar single decker dengan jenis
pelayanan bus antar kota kelas ekonomi, dan kapasitas angkut 55 penumpang
Produksi per bus Dari hasil penelitian lebih lanjut dapat diketahui berbagai faktor
atau variabel perhitungan produksi bus AKAP DAMRI, bahwa jarak tempuh bus per
rit rata-rata 500 Km dengan frekuensi, pelayanan bus sebanyak 1 (satu) rit per hari,
sehingga jarak tempuh pelayanan bus per hari adalah 500 km. Hari operasi bus per
bulan dilakukan 25 hari, dan dalam satu tahun, bus dioperasikan selama 300 km.
Dengan demikian, bus AKAP PERUM DAMRI dapat menempuh perjalanan dalam
setahun sebesar 150.000 Km. Dengan kapasitas angkut (load factor) yang mecapai
100% dari 55 temapt duduk (seat) yang tersedia, maka produksi bus per tahun
mencapai 8.250.000 seat (tempat duduk) per tahun.
Analisis perhitungan biaya pokok, dilakukan pada harga bahan bakar minyak
(solar) Rp 4.300 per liter, diketahui biaya pokok produksi jasa angkutan bus antar
kota antar propinsi PERUM DAMRI sebesar Rp 70,18 penumpang-km dengan
asumsi load factor 100% dan 100,26 per penumpang-km pada load factor 70%.
Rekapitulasi Biaya Produksi Jasa Angkutan AKAP
Per seat-km pada tingkat harga BBM Rp 4.300
Jenis Biaya Biaya per Seat-Km (Rp)
1. Biaya Langsung
a. Biaya Penyusutan 10,86
b. Biaya Bunga Modal 5,19
c. Biaya Awak Bus 7,01
d. Biaya Bahan Bakar 26,06
e. Biaya Ban 7,73
f. Biaya Pemeliharaan Kendaraan 8,02
g. Biaya Terminal 0,36
h. Biaya PKB (STNK) 0,39
i. Biaya Keur Bus 0,04
j. Biaya Asuransi 1,70
Total Biaya Langsung 67,36
2. Biaya Tidak Langsung
a. Biaya Pegawai Kantor 2,09
b. Biaya Pengelolaan 0,73
Total Biaya Tidak Langsung 2,82
Total Biaya per Penumpang (LF=100%) 70,18
Biaya per pnp-km untuk LF = 70% 100,26 pnp-km
Sumber : Hasil analisis
4.2 Analisis Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Biaya Pokok
Penumpang Bus AKAP Kelas Ekonomi
Untuk mengetahui dampak perubahan harga BBM terhadap biaya pokok
produksi jasa bus angkutan antar kota antar propinsi PERUM DAMRI dilakukan
dengan cara membandingkan antara biaya pada keadaan harga BBM sebelum dan
sesudah ada perubahan harga BBM baik kenaikan maupun penurunan BBM, yang
hasilnya dapat diketahui sebagai berikut :
a. Dampak kenaikan harga BBM solar dari Rp 4.300 menjadi Rp 5.500 per liter
Peningkatan harga BBM solar sebesar 27,91% dari harga sebelumnya, membawa
dampak terjadinya kenikan biaya pokok produksi per penumpang-kilometer dari Rp
70,18 menjadi Rp 81,24 atau mengalami peningkatan sebesar 15, 78 % pada kondisi
load factor bus 70%, maka biaya pokok produksi jasa angkutan bus antar kota antar
propinsi dari 100,26 menjadi Rp 116,06 per penumpang kilometer atau mengalami
kenaikan sebesar 15,76 %. Gambaran yang lebih rinci dampak kenaikan harga bahan
bakar minyak solar terhadap komponen biaya produksi per penumpang-km bus antar
kota antar propinsi dapat dilihat dalam tabel berikut :
Dampak Kenaikan Harga BBM dari Rp 4.300 menjadi Rp 5.500
Terhadap Biaya Pokok Produksi Bus AKAP Kelas Ekonomi
PERUM DAMRI
Komponen
Harga Bahan Bakar
Minyak
Presentase
perubahan
Rp 4.300 Rp 5.500
1. Biaya langsung
a. Biaya penyusutan 10,86 11,57 6,54 %
b. Biaya bunga modal 5,19 4,55 (12,33 %)
c. Biaya awak bus 7,01 7,78 10,98 %
d. Biaya BBM 26,06 33,33 27,9 %
e. Biaya ban 7,73 9,55 23,54 %
f. Biaya pemeliharaan kendaraan 8,02 8,89 10,85 %
g. Biaya terminal 0,36 0,36 Tetap
h. Biaya PKB (STNK) 0,39 0,27 (30,77 %)
i. Biaya keur bus 0,04 0,04 Tetap
j. Biaya asuransi 1,70 1,81 6,47 %
Jumlah Biaya Langsung 67,36 78,15 16,03 %
2. Biaya tidak langsung
a. Biaya pegawai kantor 2,09 2,36 14,35 %
b. Biaya Pengelolaan 0,73 0,73 Tetap
Jumlah Biaya Tidak Langsung 2,82 3,09 9,57 %
Biaya per pnp-km (LF=100%) 70,18 81,24 15,78 %
Biaya per pnp-km (LF=70 %) 100,26 116,06 15,76 %
Sumber : Hasil Analisis
b. Dampak Penurunan harga BBM Solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 4.800 per
liter
Penurunan harga BBM solar yang ditetapkan pemerintah sebesar 12,72%, harga
BBM solar per liter menjadi Rp 4.800 dari sebelumnya Rp5.500 hanya mampu
menurunkan biaya pokok produksi per penumpang-km dari Rp 81,24 menjadi Rp
77,00 atau 5,21 %, dengan asumsi tingkat load factor bus 100%, sedangkan pada
tingkat load factor 70%, biaya pokok produksi per penumpang hanya mengalami
penurunan sebesar 5,22%, atau dari Rp 116,06 menjadi Rp 110,00 per penumpang
kilometer. Gambaran lebih rinci dampak penurunan harga bahan bakar minyak dari
Rp 5.500 menjadi Rp 4.800 terhadap biaya pokok per penumpang-km dapat dilihat
dalam tabel berikut
Dampak Penurunan Harga BBM Solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 4.800
Terhadap Biaya Pokok Produksi Bus AKAP Kelas Ekonomi
PERUM DAMRI
Komponen
Harga Bahan Bakar
Minyak
Presentase
perubahan
Rp 5.500 Rp 4.800
1. Biaya langsung
a. Biaya penyusutan 11,57 11,57 Tetap
b. Biaya Bunga Modal 4,55 4,55 Tetap
c. Biaya Awak Bus 7,78 7,78 Tetap
d. Biaya BBM 33,33 29,09 (12,72 %)
e. Biaya Ban 9,55 9,55 Tetap
f. Biaya Pemeliharaan Kendaraan 8,89 8,89 Tetap
g. Biaya Terminal 0,36 0,36 Tetap
h. Biaya PKB (STNK) 0,27 0,27 Tetap
i. Biaya Keur Bus 0,04 0,04 Tetap
j. Biaya Asuransi 1,81 1,81 Tetap
Jumlah Biaya Langsung 78,15 73,91 (5,43 %)
2. Biaya Tidak langsung
a. Biaya Pegawai kantor 2,36 2,36 Tetap
b. Biaya Pengelolaan 0,73 0,73 Tetap
Jumlah Biaya Tidak Langsung 3,09 3,09 Tetap
Biaya per pnp-km (LF=100 %) 81,24 77,00 (5,21 %)
Biaya per pnp-km (LF = 70%) 116,06 110,00 (5,22 %)
Sumber : Hasil Analisis
c. Dampak penurunan harga BBM solar dari Rp 4.800 menjadi Rp 4.500 per
liter
Keputusan pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak solar pada tanggal
15 Januari 2009 sebesar 6,25% atau dari harga Rp 4.800 menjadi Rp 4.500 per liter,
hanya dapat menurunkan biaya pokok produksi per penumpang –km angkutan bus
AKAP sebesar 2,36% atau dari Rp 77,00 menjadi Rp 75,18 per penumpang
kilometerpada load factor 100 %. Sedangkan pada load factor bus 70%, besarnya
biaya pokok per penumpang-km sebesar Rp 75,18. Penurunan harga bahan bakar
minyak sebesar 6,25%, tampaknya tidak dapat menurunkan secara significant biaya
pokok produksi per penumpang per kilometer angkutan bus AKAP PERUM DAMRI.
Hal ini disebabkan bahwa penurunan harga BBM solar, hanya berpengaruh terhadap
penurunan komponen biaya penggunaan BBM solar, sedangkan komponen biaya
lainnya tidak mengalami penurunan sama sekali, sebagaimana layaknya pada
saatterjadi penurunan harga BBM dari Rp 5.500 menjadi Rp. 4.800. Gambaran lebih
rinci dampak penurunan harga BBM solar dari Rp. 4.800 menjadi Rp. 4.500 per liter
terhadap biaya pokok produksi per penumpang kilometer angkutan bus AKAP dapat
dilihat pada tabel berikut
Dampak Penurunan Harga BBM Solar dari Rp 4.800 menjadi Rp 4.500
Terhadap Biaya Pokok Produksi Bus AKAP Kelas Ekonomi
PERUM DAMRI
Komponen
Harga Bahan
Bakar Minyak
Presentase
perubahan
Rp
4.800
Rp
4.500
1. Biaya langsung
a. Biaya penyusutan 11,57 11,57 Tetap
b. Biaya bunga modal 4,55 4,55 Tetap
c. Biaya awak bus 7,78 7,78 Tetap
d. Biaya BBM 29,09 27,27 (12,72 %)
e. Biaya ban 9,55 9,55 Tetap
f. Biaya pemeliharaan
kendaraan
8,89 8,89 Tetap
g. Biaya terminal 0,36 0,36 Tetap
h. Biaya PKB (STNK) 0,27 0,27 Tetap
i. Biaya keur bus 0,04 0,04 Tetap
j. Biaya asuransi 1,81 1,81 Tetap
JUMLAH 73,91 72,09 (2,46%)
2. Biaya tidak langsung
a. Biaya pegawai kantor 2,36 2,36 Tetap
b. Biaya pengelolaan 0,73 0,73 Tetap
JUMLAH 3,09 3,09 Tetap
Total Biaya per pnp (LF=100%) 77,00 75,18 (2,36 %)
Biaya per pnp-km (LF 70%) 110,00 107,40 (2,36%)
Sumber : Hasil Analisis
4.3 Analisis Dampak Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Tarif
Angkutan
Dari hasil analisis terdahulu, diketahui bahwa perubahan harga bahan bakar
minyak solar akan membawa perubahan biaya pokok produksi jasa angkutan
penumpang mobil bus umum antar kota antar propinsi. Perubahan biaya pokok akibat
adanya perubahan harga bahan bakar minyak, sudah tentu akan membawa dampak
perubahan terhadap tarif angkutan Antar Kota Antar Propinsi PERUM DAMRI.
Apabila harga bahan bakar minyak solar mengalami kenaikan sebesar 27,91 %, maka
PERUM DAMRI harus melakukan kenaikan tarif pada kondisi load factor (LF)
100%, minimal sebesar 15,78 % dan pada LF 70%, minimal 15,76% dari tarif
semula. Sedangkan, apabila terjadi penurunan harga bahan bakar minyak solar
12,73%, maka PERUM DAMRI hanya dapat menurunkan besaran tarif maksimal
sebesar 5,21 % dengan kondisi LF 100 %, dan 5,22 % pada LF 70 %.
5. KESIMPULAN
1. Setelah menghitung dan menganalisis besaran komponen biaya produksi jasa
angkutan bus antar kota antar propinsi kelas ekonomi PERUM DAMRI per
penumpang-kilometer pada saat tahun dasar dalam penelitian ini atau harga bahan
bakar minyak saat Rp 4.300 adalah biaya penyusutan Rp 11,57, biaya bunga
modal Rp 4,55, biaya awak bus Rp 7,78, biaya BBM solar Rp 26,06, biaya
pemeliharaan kendaraan Rp 9,86, biaya terminal Rp 0,36, biaya pajak kendaraan
bermotor Rp 0,27, biaya keur bus Rp 0,04 dan biaya asuransi Rp 1,81, biaya
pegawai kantor Rp 2,36 dan biaya pengelolaan Rp 0,73. Dengan kata lain,
besaran komponen biaya langsung Rp 67,36 per penumpang kilometer dan biaya
tidak langsung sebesar 2,82 per penumpang kilometer.
2. Pada saat terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak sebesar 27,91% atau dari
Rp 4.300 menjadi Rp 5.500 per liter, besaran komponen biaya langsung
mengalami peningkatan sebesar 16,03% menjadi Rp 78,15 per penumpang
kilometer dan biaya tidak langsung mengalami mengalami peningkatan sebesar
9,57% menjadi Rp 3,09 per penumpang kilometer. Penurunan harga bahan bakar
minyak solar sebesar 12,73% atau menjadi Rp 4.800 per liter dari semula Rp
5.500 per liter hanya membawa dampak terhadap penurunan biaya pokok
produksi 5,21% atau Rp 77,00 per pnp-km. Setelah terjadi penurunan harga bahan
bakar minyak solar sebesar 6,2% dari Rp 4.800 menjadi Rp 4.500, maka biaya
pokok angkutan penumpang hanya mengalami penurunan 2,36% atau menjadi
75,18 per pnp-km, terdiri dari komponen biaya langsung Rp 72,09 per pnp-km
dan biaya tidak langsung Rp 3,09 per pnp-km
3. Apabila terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak sebesar 27,91%, maka
PERUM DAMRI harus menaikan tarif angkutan antar kota antar propinsi
minimal 15,78% dari tarif yang berlaku. Sedangkan pada saat terjadi penurunan
12,73%, maka PERUM DAMRI dapat menurunkan tarif angkutan antar kota
antar propinsi maksimal 5,21% dari tarif yang berlaku.
6. DAFTAR PUSTAKA
Abas Salim, 2006, Manajemen Transportasi, Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Alex Nitisemito, 2005, Wawasan Studi Kelayakan dan Evaluasi Proyek, Bumi
Aksara, Jakarta.
Darsono Prawiranegoro dan Ari Purwanti, 2008, Akuntansi Manajemen, Mitra
Wacana Media, Jakarta.
Departemen Perhubungan, 1997, Studi Pemantapan konsep Dasar
Pengembangan Model Perhitungan Biaya Pokok Angkutan jalan Raya,
Departemen Perhubungan, Jakarta.
Hansen, Don. R., and Maryanne M. Mowen. 2000. Cost Management :
Accounting and Control, Ohio : South Western Publishing Co.
Hendriksen, Eldon S. Teori Akuntansi (judul asli : Accounting Theory), edisi
kelima, jilid 2. penterjemah Wim Liyono, Erlangga. Jakarta
Horngren, Charles T., George Foster, and Srikant M. Datar. 2000. Cost
Accounting : A Managerial Emphasis, tenth edition. New Jersey : Prentice-
Hall inc.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2002. Standar Akuntansi keuangan, per 1 April 2002,
Jakarta : Salemba Empat.
Morlok, Edward, 2001, Pengantar teknik dan Perencanaan Transportasi,
Erlangga, Jakarta.
Muchtarudin Siregar, 2001, Ekonomi dan Manajemen Pengangkutan, FE UI,
Jakarta.
Mulyadi, 2005, Akuntansi Biaya, Salemba empat, Jakarta.
R. A. Supriyono, 2007, Akuntansi Biaya, BPFE, Yogyakarta.
_________, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM I Tahun 2009 tentang
Tarif Dasar Batas Atas dan Batas Bawah Angkutan Penumpang Antar Kota
Antar Propinsi Kelas Ekonomi di Jalan dengan Mobil Bus Umum.