62
ANALISIS POTENSI DAN TARGET PAJAK HOTEL DI WILAYAH SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2008-2009 TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan mencapai derajat Ahli Madya (A.Md) Program Studi Diploma III Perpajakan Oleh: DINA TRI RAHMANTI F.3406023 PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2010

ANALISIS POTENSI DAN TARGET PAJAK HOTEL DI WILAYAH .../Analisis...TAHUN ANGGARAN 2008-2009 TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan mencapai derajat Ahli Madya (A.Md)

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS POTENSI DAN TARGET PAJAK HOTEL

DI WILAYAH SURAKARTA

TAHUN ANGGARAN 2008-2009

TUGAS AKHIR

Disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan

mencapai derajat Ahli Madya (A.Md)

Program Studi Diploma III Perpajakan

Oleh:

DINA TRI RAHMANTI

F.3406023

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2010

BAB I

PENDAHULUAN

A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

1. Sejarah Dan Perkembangan Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA)

Kota Surakarta

Sejarah Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II

Surakarta tentunya tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Surakarta

sebagai wilayah pemerintahan otonom. Sesudah Indonesia merdeka pada

17 Agustus 1945, di daerah Surakarta sampai tahun 1946 sedang diliputi

suasana yang hangat akibat adanya pertentangan pendapat antara pro dan

kontra Daerah Istimewa. Kemudian dengan Penetapan Pemerintah tanggal

15 Juli 1946 Nomor 16/S-D Daerah Surakarta untuk sementara ditetapkan

sebagai Daerah Karesidenan dan dibentuk Daerah Baru dengan nama Kota

Surakarta.

Peraturan itu kemudian disempurnakan dengan munculnya Undang-

undang Nomor 16 Tahun 1947 yang menetapkan Kota Surakarta menjadi

Haminte Kota Surakarta. Haminte Kota Surakarta waktu itu terdiri dari 5

wilayah kecamatan dan 44 kelurahan, karena 9 kelurahan di wilayah

Kabupaten Karanganyar belum diserahkan. Pelaksanaan penyerahan 9

kelurahan dari Kabupaten Karanganyar itu baru terlaksana pada tanggal 9

September 1950. Pelaksana teknis pemerintahan Haminte Kota Surakarta

terdiri dari jawatan-jawatan. Jawatan yang dimaksud adalah Jawatan

Sekretariat Umum, Jawatan Keuangan, Jawatan Pekerjaan Umum,

Jawatan Sosial, Jawatan Kesehatan, Jawatan Perusahaan, Jawatan

P.D.&K, Jawatan Pamong Praja dan Jawatan Perekonomian. Jawatan

Keuangan ini merupakan lembaga yang mengurusi penerimaan

pendapatan daerah yang antara lain adalah pajak daerah.

Berdasarkan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara

(DPRDS) Kota Besar Surakarta Nomor 4 Tahun 1956 tentang perubahan

struktur pemerintahan, maka Jawatan Sekretariat Umum diganti menjadi

Dinas Pemerintahan Umum. Dinas Pemerintahan Umum ini terdiri dari:

1). Urusan Sekretariat Umum

2). Urusan Sekretariat DPRD

3). Urusan Kepegawaian

4). Urusan Pusat Perbendaharaan (dahulu masuk Jawatan Keuangan)

5). Urusan Pusat Pembukuan (dahulu masuk Jawatan Keuangan)

6). Urusan Pusat pembelian dan perbekalan

7). Urusan Pajak (dahulu masuk Jawatan Keuangan)

8). Urusan Perumahan

9). Urusan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (dahulu masuk

Jawatan Pamong Praja)

10). Bagian Penyelesain Golongan Kecil (dahulu masuk Jawatan Pamong

Praja)

11). Urusan Perundang-undangan

Pada perubahan tersebut nampak bahwa penanganan pajak sebagai

pendapatan daerah yang sebelumnya masuk dalam Jawatan Keuangan

kemudian ditangani lebih khusus oleh Urusan Pajak. Selanjutnya

berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Kepala Daerah Kotamadya

Surakarta tanggal 23 Februari 1970 nomor 259/X.10/Kp.70 tentang

Struktur Organisasi Pemerintahan Kotamadya Surakarta. Urusan –urusan

dari dinas-dinas di Kotamadya Surakarta termasuk Dinas Pemerintahan

Umum, diganti menjadi Bagian. Bagian membawahi urusan-urusan,

sehingga dalam Dinas Pemerintahan Umum Urusan Pajak diganti menjadi

Bagian Pajak. Pada Tahun 1972, Bagian Pajak itu dihapus berdasarkan

Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kotamadya Surakarta tanggal 30

Juni 1972 nomor 163/Kep./Kdh.IV/Kp.72 tentang penghapusan Bagian

Pajak dari Dinas Pemerintahan Umum karena bertalian dengan

pembentukan Dinas baru. Dinas baru tersebut adalah Dinas Pendapatan

Daerah yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Walikota Kepala

Daerah Kotamadya Surakarta tanggal 30 Juni 1972 nomor

162/Kdh.IV/Kp.72.

Dinas Pendapatan Daerah kemudian sering disingkat Dipenda sesuai

singkatan yang digunakan oleh Dinas Pendapatan Dearah Propinsi Jawa

Tengah. Menurut Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kotamadya

Surakarta nomor 162/Kdh.IV/Kp.72 tersebut. Dinas Pendapatan Daerah

dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan langsung dan

bertanggung-jawab kepada Walikota Kepala Daerah.

Tugas Pokok Dipenda waktu itu adalah sebagai pelaksana utama

Walikota Kepala Daerah di bidang perencanaan, penyelenggaraan, dan

kegiatan di bidang pengelolaan sektor-sektor yang merupakan sumber

pendapatan daerah, yang antara lain sektor Perpajakan Daerah, Retribusi,

Leges dan lain-lain yang menurut sifat dan bentuk pekerjaan itu dapat

dimasukkan dalam Dinas Pendapatan Daerah. Tugas pekerjaan yang

dimaksud dapat meliputi tata pengurusan, pengawasan, ketertiban dan

pengamanan menurut kebijaksanaan dan petunjuk teknis yang digariskan

oleh Walikota Kepala Daerah.

Dengan berlakunya Undang-undang nomor 5 tahun 1974 lahirlah

Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor: 363 tahun 1977 tentang

Pedoman Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah.

Sebagai pelaksanaannya maka dalam rangka peningkatan daya guna dan

hasil guna Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II sebagai aparat pemupukan

Pendapatan Daerah Tingkat II perlu adanya pembenahan aturan-aturan

yang sudah berlaku.Terbit Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor:

KUPD 7/12/41-101 tahun 1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja

Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II

Struktur Organisasi untuk Dinas Pendapatan Dearah disesuaikan

dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut melalui Peraturan

Daerah nomor: 23 tahun 1981 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja

Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II.

Jika Struktur Organisasi Dipenda berdasarkan Peraturan Daerah nomor

23 tahun 1981 menitikberatkan pembagian tugas dan fungsinya menurut

jenis-jenis pendapatan daerah berdasarkan Manual Pendapatan Daerah

(MAPENDA), maka berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri

tanggal 26 Mei 1988 No. 473-442 tentang Sistem dan Prosedur Perpajakan,

Retribusi Daerah dan Pendapatan Daerah Lainnya, pembagian tugas dan

fungsi dilakukan berdasarkan tahapan kegiatan pemungutan Pendapatan

Daerah, yaitu pendataan, penetapan, pembukuan dan seterusnya. Sistem

dan Prosedur tersebut dikenal dengan sebutan Manual Pendapatan Daerah

(MAPATDA). Setelah sistem itu diujicobakan kemudian ditetapkan di

Kotamadya Surakarta dan kemudian dituangkan dalam Peraturan Daerah

nomor 6 tahun 1990 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas

Pendapatan Daerah Tingkat II Surakarta.

Berdasarkan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2008 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta, pada bulan Januari 2009

Dinas Pendapatan Daerah dirombak menjadi Dinas Pendapatan,

Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA). Oleh karena data yang

digunakan dalam pembuatan tugas akhir ini adalah data tahun 2006 sampai

dengan 2008 dimana instansi ini masih berbentuk Dinas Pendapatan

Daerah, maka untuk menyelaraskan data penulis menggunakan Dinas

Pendapatan Daerah sebagai dasar untuk menuliskan gambaran umum

instansi.

2. Kedudukan, Tugas Pokok Dan Fungsi DIPENDA Kota Surakarta

Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Kota Surakarta adalah unsur

pelaksana Pemerintah Daerah di bidang pendapatan daerah yang dipimpin

oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab

kepada Walikota Surakarta. Dipenda Kota Surakarta mempunyai tugas

pokok seperti tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun

1990 yaitu melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam

bidang pendapatan daerah dan tugas-tugas lainnya yang diserahkan

Walikota Surakarta kepadanya.

Dipenda Kota Surakarta mempunyai fungsi sebagaimana terdapat dalam

Perda No.6 Tahun 1990 pasal 4 yaitu:

1). Melakukan Perumusan Kebijakan Teknis,pemberian bimbingan dan

pembinaan,koordinasi teknis dan tugas-tugas lain yang diserahkan oleh

Walikota Surakarta kepadanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku

2). Melakukan Urusan Tata Usaha

3). Melakukan pendaftaran dan pendataan Wajib Pajak Daerah dan Wajib

Pajak Retribusi Daerah

4). Membantu melakukan pekerjaan objek dan subjek Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau

Direktorat PBB dalam hal menyampaikan dan menerima kembali Surat

Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) Wajib Pajak.

5). Melakukan penetapan besarnya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

6). Membantu menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang

(SPPT),Surat Ketetapan Pajak (SKP),Surat Tagihan Pajak (STP) dan

sarana administrasi PBB lainnya,yang diterbitkan oleh Direktorat

Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak serta membantu melakukan

penyampaian Daftar Himpunan Pokok Pajak (DHPP) PBB yang dibuat

oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada petugas pemungut PBB yang ada

dibawah pengawasannya

7). Melakukan pembukuan dan pelaporan atau pemungutan dan penyetoran

Pajak Daerah serta pendapatan daerah lainnya

8). Melakukan koordinasi dan pengawasan atas pekerjaan penagihan Pajak

Daerah, Retribusi Daerah dan Penerimaan Asli Daerah (PAD) lainnya,

serta penagihan Pajak Bumi dan Bangunan yang dilimpahkan oleh

Menteri Keuangan kepada daerah

9). Melakukan tugas perencanaan dan pengendalian operasional di bidang

pendataan, penetapan dan penagihan Pajak Daerah, Retribusi Daerah,

Penerimaan Asli Daerah dan PBB

10). Melakukan penyuluhan mengenai Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan

Pendapatan Daerah lainnya.

3. Struktur Organisasi DIPENDA Kota Surakarta

Struktur organisai yang baik perlu diterapkan untuk mempermudah

dalam pengawasan management agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat

berjalan dengan lancar. Penetapan struktur organisasi yang jelas sangat

diperlukan sesuai dengan bagian masing-masing. Adapun tujuan

disusunnya struktur organisasi diantaranya:

1). Mempermudah pelaksanaan tugas dan pekerjaan.

2). Mempermudahkan pimpinan dalam mengawasi pekerjaan bawahan.

3). Mengkoordinasi kegiatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

4). Menentukan kedudukan seseorang dalam fungsi dan kegiatan, sehingga

mampu menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya.

Adapun susunan organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta

sebagai berikut ini.

1). Kepala Dinas,

2). Bagian Tata Usaha, terdiri dari:

a. Sub Bagian Umum,

b. Sub Bagian Kepegawaian,

c. Sub Bagian Keuangan.

3). Sub Dinas Bina Program, terdiri dari:

a. Seksi Perencanaan,

b. Seksi Pengendalian Evaluasi dan Pelaporan.

4). Sub Dinas Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi terdiri dari:

a. Seksi Pendaftaran dan Pendataan,

b. Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data.

5). Sub Dinas Penetapan, terdiri dari:

a. Seksi Perhitungan,

b. Seksi Penerbitan Surat Ketetapan,

c. Seksi Angsuran.

6). Sub Dinas Pembukuan, terdiri dari:

a. Seksi Pembukuan Penerimaan,

b. Seksi Pembukuan Persediaan.

7). Sub Dinas Penagihan, terdiri dari:

a. Seksi Penagihan dan Keberatan,

b. Seksi Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain.

8). Cabang Dinas, terdiri dari:

a. Cabang Dinas Pendapatan Daerah I meliputi Kecamatan

Banjarsari,

b. Cabang Dinas Pendapatan Daerah II meliputi Kecamatan Jebres

dan Kecamatan Pasar Kliwon,

c. Cabang Dinas Pendapatan Daerah III meliputi Kecamatan Laweyan

dan Kecamatan Serengan.

9). Jabatan Fungsional.

4. Deskripsi Tugas Jabatan Struktural DIPENDA Kota Surakarta

1). Kepala Dinas

Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan

di bidang pendapatan daerah.

2). Bagian Tata Usaha

Kepala Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan

administrasi umum, perijinan, kepegawaian dan keuangan sesuai

dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.

Bagian Tata Usaha, terdiri dari:

a. Sub Bagian Umum

Sub Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan urusan surat

menyurat, kearsipan, penggandaan, administrasi perijinan,

perjalanan dinas, rumah tangga, pengelolaan barang inventaris,

pengaturan penggunaan kendaraan dinas dan perlengkapannya,

hubungan masyarakat serta Sistem Jaringan Dokumentasi dan

Informasi Hukum.

b. Sub Bagian Kepegawaian

Sub Bagian Kepegawaian mempunyai tugas melaksanakan

pengelolaan adminstrasi kepegawaian.

c. Sub Bagian Keuangan

Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan

administrasi keuangan.

3). Sub Dinas Bina Program

Kepala Sub Dinas Program mempunyai tugas melaksanakan

penyusunan rencana strategis dan program kerja tahunan Dinas,

mengadakan monitoring dan pengendalian serta evaluasi dan pelaporan

sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.

Sub Dinas Bina Progam, terdiri dari:

a. Seksi Perencanaan

Seksi Perencanaan mempunyai tugas mengumpulkan, mengolah

dan menyajikan data sebagai bahan penyusunan rencana strategis

dan program kerja tahunan Dinas.

b. Seksi Pengendalian Evaluasi dan Pelaporan

Seksi Pengendalian Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas

melaksanakan monitoring dan pengendalian, analisa dan evaluasi

data serta menyusun laporan hasil pelaksanaan rencana strategis dan

program kerja tahunan Dinas.

4). Sub Dinas Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi

Kepala Sub Dinas Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi

mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan dan bimbingan di

bidang pendaftaran dan pendataan serta dokumnetasi dan pengolahan

data sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala

Dinas.

Sub Dinas Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi, terdiri dari:

a. Seksi Pendaftaran dan Pendataan

Seksi pendaftaran dan Pendataan mempunyai tugas melaksanakan

pendaftaran, pendataan dan pemeriksaan di lapangan terhadap

Wajib Pajak Daerah (WPD) dan Wajib Retribusi Daerah (WRD).

b. Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data

Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data mempunyai tugas

menghimpun, mendokumentasi, menganalisa dan mengolah data

Wajib Pajak Daerah dan Wajib Pajak Retribusi.

5). Sub Dinas Penetapan

Kepala Sub Dinas Penetapan mempunyai tugas menyelenggarakan

pembinaan dan bimbingan di bidang perhitungan, penerbitan surat

penetapan pajak dan retribusi serta penghitungan besarnya angsuran

bagi pemohon sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh

Kepala Dinas.

Sub Dinas Penetapan, terdiri dari:

a. Seksi Perhitungan

Seksi Perhitungan mempunyai tugas melaksanakan penghitungan

dan penetapan besarnya pajak dan retribusi.

b. Seksi Penerbitan Surat Ketetapan

Seksi Penerbitan Surat Ketetapan mempunyai tugas menerbitkan

Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Retribusi (SKR) dan

surat-surat ketetapan pajak lainnya.

c. Seksi Angsuran

Seksi Angsuran mempunyai tugas mengolah dan menetapkan

besarnya angsuran pajak daerah dan retribusi daerah.

6). Sub Dinas Pembukuan

Kepala Sub Dinas Pembukuan mempunyai tugas menyelenggarakan

pembinan dan bimbingan di bidang pembukuan penerimaan serta

pembukuan persediaan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan

oleh Kepala Dinas.

Sub Dinas Pembukuan, terdiri dari:

a. Seksi Pembukuan Penerimaan

Seksi Pembukuan Penerimaan mempunyai tugas menerima dan

mencatat penerimaan, pembayaran serta setoran pajak dan retribusi

yang menjadi kewenangannya.

b. Seksi Pembukuan Persediaan

Seksi Pembukuan Persediaan mempunyai tugas mengelola

pembukuan, penerimaan dan pengeluaran benda berharga.

7). Sub Dinas Penagihan

Kepala Sub Dinas Penagihan mempunyai tugas menyelenggarakan

pembinaaan dan bimbingan di bidang penagihan dan keberatan serta

pengelolaan penerimaan sumber pendapatan lain sesuai dengan

kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.

Sub Dinas Penagihan, terdiri dari:

a. Seksi Penagihan dan Keberatan

Seksi Penagihan dan Kebertatan mempunyai tugas melaksanakan

penagihan tunggakan pajak daerah, retribusi daerah dan sumber

pendapatan lainya serta melayani permohonan keberatan dan

penyelesaiannya.

b. Seksi Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain

Kepala Seksi Pengelolaan Penerimaaan Sumber Pendapatan Lain

mempunyai tugas mnegumpulkan dan mengolah data sumber-

sumber penerimaan lain di luar pajak daerah dan retribusi daerah

sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

8). Cabang Dinas

Kepala Cabang Dinas mempunyai tugas melaksanakan sebagian

tugas Kepala Dinas pada Cabang Dinas di Kecamatan.

Cabang Dinas, terdiri dari:

a. Cabang Dinas Pendapatan Daerah I meliputi Kecamatan Banjarsari.

b. Cabang Dinas Pendapatan Daerah II meliputi Kecamatan Jebres dan

Kecamatan Pasar Kliwon.

c. Cabang Dinas Pendapatan Daerah III meliputi Kecamatan Laweyan

dan Kecamatan Serengan.

9). Jabatan Fungsional

Uraian tugas Kelompok Jabatan Fungsional mengikuti pedoman

uraian tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang

berlaku. Kelompok jabatan fungsional dari lingkungan Dinas terdiri

dari:

a. Pranata Komputer,

b. Arsiparis,

c. Pustakawan,

d. Auditor,

e. pemeriksa Pajak.

5. Tata Kerja DIPENDA Kota Surakarta

Dalam melaksanakan tugasnya, Dinas Pendapatan Daerah Kota

Surakarta mendapat pembinaan teknis fungsional dari Dinas Pendapatan

Daerah Tingkat I Jawa Tengah. Dalam melaksanakan tugasnya, prinsip

koordinasi, integrasi, sinkronasi dan simplikasi baik di lingkungan Dinas

Pendaatan Daerah maupun instansi-instansi lain diluar Dinas Pendapatan

Daerah sesuai bidang tugasnya. Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Para

Kepala Seksi, Kepala Unit Penyuluhan dan Kepala Unit Pelaksana Teknis

Dinas harus menerapkan prinsip-prinsip koordinasi, integrasi, sinkronasi

dan simplikasi sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

Kepala Dinas, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi dan

Kepala Unit Penyuluhan bertanggungjawab memberikan bimbingan atau

pembinaan kepada karyawannya serta melaporkan hasil-hasil pelaksanaan

tugasnya menurut hierarki jabatan masing-masing. Kepala Sub Bagian

Tata Usaha, Kepala Seksi, Kepala Unit Penyuluhan dan kepala Unit

Pelaksana Teknis Dinas bertanggungjawab kepada Kepala Sub Bagian

Tata Usaha atau Kepala Seksi yang mendampinginya.

Kepala Dinas, Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Kepala Seksi di

lingkungan Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta diangkat dan

diberhentikan oleh Gubernur Jawa Tengah atas usul Walikota Surakarta.

Kepala Urusan, Kepala Sub Seksi dan Kepala Unit Penyuluhan di

lingkungan Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta diangkat dan

diberhentikan oleh Walikota Surakarta.

6. Visi dan Misi DIPENDA Kota Surakarta

1). Visi

Terwujudnya peningkatan Pendapatan Daerah yang optimal untuk

mendukung pembangunan Daerah.

2). Misi

a. Peningkatan kapasitas administrasi perpajakan Daerah.

b. Pengembangan pola intensifikasi dan ekstensifikasi pengelolaan

pendapatan daerah.

c. Peningkatan kualitas pelayanan yang bertumpu pada standar

pelayanan.

d. Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Profesional.

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Memasuki masa palaksanaan otonomi daerah, Pendapatan Asli

Daerah (PAD) semakin terasa penting kontribusinya dalam mendukung

dan memelihara hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan dan

yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Hal ini lebih mendorong

Pemerintah Daerah untuk lebih berupaya meningkatkan PAD baik dari

sektor pajak, retribusi, dan penerimaan daerah lainnya. Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah dapat dijadikan indikator sejumlah aktivitas yang

bertujuan kepada peningkatan perekonomian masyarakat. Dalam Undang

-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, dijelaskan bahwa Pajak Daerah ditempatkan sebagai salah satu

perwujudan kewajiban yang merupakan peran serta dalam pembiayaan

dan pembangunan daerah.

Pajak Daerah sebagai salah satu penerimaan daerah mengalami

naik turun dalam perkembangannya, padahal sumbangsihnya terhadap

Penerimaan Daerah maupun PAD tidaklah kecil. Penerimaan pajak

merupakan sumber dana yang penting bagi pembiayaan pembangunan,

oleh karena itu diperlukan usaha untuk mengintensifkan pemungutannya.

Dan agar tujuan pemungutan pajak tercapai maka perlu ditumbuhkan

kesadaran membayar pajak.

Seperti halnya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah juga harus

mengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahannya sendiri.

Pemerintah Daerah membutuhkan biaya dan dana untuk pembangunan

daerah. Pemerintah Daerah diberi wewenang untuk menggali sumber

dana dari daerahnya masing-masing, sehingga dapat meningkatkan PAD

untuk membiayai rumah tangganya sendiri. Dengan semakin banyak PAD

akan memberi indikasi yang baik bagi kemampuan keuangan daerah

dalam rangka mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, terutama

dalam pelaksanaan tugas-tugas pelayanan masyarakat serta percepatan

dan peningkatan pembangunan di daerahnya masing- masing.

Untuk mendukung pelaksanaan otonomi yang maksimal

Pemerintah mengeluarkan kebijakan di bidang Penerimaan Daerah yang

berorientasi pada peningkatan kemampuan daerah untuk membiayai

urusan rumah tangganya sendiri dan diprioritaskan pada penggalian dana

mobilisasi sumber-sumber daerah. Sumber pendapatan daerah menurut

Undang-Undang No. 33 tahun 2004 adalah Pendapatan Asli Daerah (yang

terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik daerah dan

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Pendapatan asli

daerah yang sah), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain

pendapatan daerah yang sah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan

daerah yang secara bebas dapat digunakan oleh masing-masing daerah

untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Tapi

pada kenyataannya kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap

pendapatan dan belanja daerah masih kecil. Selama ini dominasi

sumbangan pemerintah pusat kepada daerah masih besar. Oleh karenanya

untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat, pemerintah

daerah perlu berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang

salah satunya dengan penggalian potensi daerah.

Salah satu pos Pajak Daerah yang cukup berpengaruh terhadap

Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta adalah Pajak Hotel. Pada tahun

2006 penerimaan Pajak Hotel sebesar Rp 4.202.494.848,00, angka

tersebut lebih besar daripada target yang ditetapkan oleh Dipenda yaitu

sebesar Rp 4.200.000.000,00. Realisasi penerimaan pajak hotel melebihi

100% yaitu sebesar 100,39%. Pada tahun 2007 penerimaan pajak hotel

sebesar Rp 4.403.515.967,00 sedangkan target yang ditetapkan oleh

Dipenda hanya sebesar Rp 4.384.000.000,00. Realisasi penerimaan pajak

hotel tahun 2007 sebesar 100,45%. Dan pada tahun 2008 penerimaan

Pajak Hotel sebesar Rp 5.213.358.162,00 sedangkan target yang

ditetapkan oleh Dipenda sebesar Rp 5.200.000.000,00. Realisasi

penerimaan Pajak Hotel tahun 2008 sebesar 100,25%. Dari data di atas

terlihat selama ini target penerimaan pajak hotel di wilayah Surakarta

selalu terpenuhi, hal tersebut kemungkinan karena penetapan target terlalu

kecil tidak sesuai dengan potensi yang sebenarnya. Hal inilah yang

melatarbelakangi penulis untuk mengambil judul “ANALISIS POTENSI

DAN TARGET PAJAK HOTEL DI WILAYAH SURAKARTA

TAHUN ANGGARAN 2008-2009.”

C. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Apakah penentuan target didasarkan pada potensi sebenarnya ?

2. Berapa besarnya potensi pajak hotel?

D. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penentuan Pajak Hotel di Kota Surakarta didasarkan

pada potensi sebenarnya.

2. Untuk mengetahui besarnya potensi pajak hotel.

3. Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar derajat

Ahli Madya.

E. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang ingin didapat dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah:

1. Bagi penulis

Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan tentang Pajak Daerah,

khususnya Pajak Hotel.

2. Bagi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset

Memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah dalam mengambil

kebijaksanaan untuk lebih meningkatkan penerimaan Pajak Daerah

khususnya Pajak Hotel dan kebijakan Pemerintah Daerah untuk lebih

menertibkan dalam melaksanakan pemungutan pajak.

3. Bagi Mahasiswa dan pembaca lainnya

Merupakan tambahan referensi bacaan dan informasi khususnya bagi

mahasiwa jurusan Perpajakan tentang Pajak Daerah.

F. RUANG LINGKUP DAN METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan metode yang digunakan dalam

suatu penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan. Sehubungan

dengan hal tersebut, maka dalam penyusunan tugas akhir ini :

1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan observasi langsung di Dipenda dan

hotel yang ada di Surakarta terhadap potensi dan target pajak hotel.

2. Metode Pengumpulan data

a. Pengamatan Langsung (Observasi)

Merupakan metode penelitian yang digunakan dalam rangka

pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung. Data

yang dikumpulkan meliputi tingkat hunian hotel dan tarif rata-rata

hotel di Surakarta.

b. Interview/Wawancara

Merupakan metode pengumpulan data dengan mengadakan

komunikasi/tanya jawab langsung dengan pihak yang bersangkutan,

dalam hal ini adalah para karyawan Dinas Pendapatan, Pengelola

Keuangan dan Aset Daerah. Data yang dikumpulkan berupa upaya

pihak hotel untuk mengoptimalkan pendapatan hotel sehingga

potensi pajak hotel juga semakin besar dan dasar apakah yang

digunakan Dipenda dalam menetapkan target pajak hotel.

c. Studi Pustaka dan Dokumentasi

Merupakan metode penelitian dengan cara membaca buku-buku,

surat kabar, brosur, dan dokumen yang ada hubungannya dengan

obyek penelitian

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari obyek

penelitian. Data primer yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

tingkat hunian hotel dan tarif rata- rata hotel di Surakarta. Data ini

diperoleh dengan cara wawancara langsung pada karyawan Dinas

Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Surakarta dan

dari karyawan hotel yang menjadi obyek penelitian.

Data Sekunder adalah data yang diambil dan disusun bersumber

dari buku dan sumber informasi lainnya. Sumber dokumen yang

digunakan dalam penulisan ini adalah peraturan perundang-undangan, dan

buku-buku penunjang lainnya.

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data

kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang bisa

diukur dan dihitung yang dinyatakan dalam angka-angka (Djarwanto,

2001). Data Kuantitatif yang digunakan penulis adalah angka-angka yang

diambil dari laporan potensi dan target penerimaan PAD Kota Surakarta

Tahun Anggaran 2008- 2009.

Data kualitatif adalah data dalam bentuk bukan angka. Data

kualitatif yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah hasil

wawancara dari karyawan Dipenda dan karyawan hotel yang berupa

upaya pihak hotel untuk mengoptimalkan pendapatan hotel sehingga

potensi pajak hotel juga semakin besar dan dasar apakah yang digunakan

Dipenda dalam menetapkan target pajak hotel.

4. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh hotel yang ada di Kota

Surakarta, sedangkan yang menjadi sampel adalah bagian dari hotel yang

telah dipilih secara acak dengan menggunakan metode Purposive

Stratified Random Sampling. Sampel yang dipilih akan mewakili dan

mencerminkan populasi yang ada.

Di Surakarta ada 135 hotel. Sampel diambil dengan cara

pengundian dari tiap- tiap kelas hotel yang ada di Surakarta seperti

berikut :

1. Hotel Bintang 4 berjumlah 4, sampel diambil sebanyak 2 hotel.

2. Hotel Bintang 3 berjumlah 4, sampel diambil sebanyak 2 hotel.

3. Hotel Bintang 2 berjumlah 5 sampel diambil sebanyak 2 hotel.

4. Hotel Bintang 1 berjumlah 3, sampel diambil sebanyak 1 hotel.

5. Hotel Melati 3 berjumlah 26, sampel diambil sebanyak 3 hotel.

6. Hotel Melati 2 berjumlah 46, sampel diambil sebanyak 5 hotel.

7. Hotel Melati 1 berjumlah 43, sampel diambil sebanyak 5 hotel.

Jumlah sampel yang diambil sebanyak 20 hotel.

5. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan langsung pada sumber data, yaitu :

a) Data sekunder berupa data kualitatif seperti bagaimana upaya Dipenda

mengoptimalkan penerimaan Pajak Hotel Di Kota Surakarta, penentuan

target pajak hotel. Data kuantitatif seperti laporan realisasi dan target

pajak tahun 2008 yang bersumber dari Dipenda dan tingkat hunian hotel

di kota Surakarta yang diperoleh dari hotel yang dijadikan sampel.

b) Mengadakan wawancara langsung dengan karyawan Dipenda dan

dengan pihak hotel yang terkait.

c) Studi Pustaka dan dokumentasi, mengambil referensi dari catatan,

instansi- instansi yang terkait maupun referensi penelitian yang sudah

ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

G. PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Data yang diperoleh akan diorganisasi sebagai berikut :

1. Landasan Teori, berupa dasar hukum, definisi pajak secara umum, fungsi

pajak, sistem pemungutan pajak, pengelompokkan pajak, arti Pajak

Daerah dan Pajak Hotel, obyek, subyek dan wajib pajak hotel.

2. Hasil wawancara mengenai bagaimana penetapan potensi dan target pajak

hotel di Surakarta dan apa yang menjadi dasar penetapan target pajak

hotel dapat dianalisis.

3. Hasil wawancara terhadap karyawan hotel yang dijadikan sampel dan

pengamatan langsung mengenai tingkat hunian hotel dan tarif rata- rata

hotel dapat dijadikan dasar untuk menghitung potensi pajak hotel yang

sebenarnya.

4. Analisis pembahasan

Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, tahap selanjutnya

adalah menganalisa data, analisis data yang digunakan pada penelitian ini

adalah analisis kuantitatif dan kualitatif berupa analisis potensi pajak hotel

dan target pajak hotel pada obyek penelitian yang telah ditentukan

Dipenda dan analisis untuk menghitung potensi pajak hotel yang

sebenarnya dengan menggunakan tingkat hunian hotel di kota Surakarta.

Analisis data dimulai dengan:

1) Penghitungan Potensi penerimaan Pajak Hotel dilakukan dengan cara

mengalikan jumlah tingkat hunian hotel dalam satu hari (sesuai hasil

survey penulis) dengan tarif rata-rata, kemudian dikalikan dengan total

jumlah hari dalam setahun dan tarif hotel sebesar 10%.

2) Penetapan target oleh Dipenda berdasar berapa persen dari potensi pajak

sebenarnya.

3) Persentase ini dipakai sebagai dasar menghitung target yang semestinya

menurut penulis.

4) Membandingkan hasil perhitungan target oleh penulis dengan target

yang ditetapkan oleh Dipenda.

BAB II

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. LANDASAN TEORI

1. Dasar Hukum

Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi daerah didasarkan pada

Undang- undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-

undang Nomor 34 Tahun 2000, sedangkan pemungutan Pajak Hotel

didasarkan pada Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2002

tentang Pajak Hotel.

2. Pajak Secara Umum

a. Definisi Pajak

Pajak mempunyai definisi yang luas. Menurut beberapa ahli, pajak

dijabarkan sebagai berikut :

i. Pajak adalah pungutan Negara kepada rakyat yang bersifat

memakasa tanpa ada kontraprestasi (timbal balik) secara langsung.

Menurut Fieldmann dalam Suandy (2000), Pajak adalah prestasi

yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa

(menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum) tanpa

adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup

pengeluaran-pengeluaran umum.

27

ii. Smeets dalam Suandy (2000) mengartikan pajak adalah prestasi

kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum,

dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat

ditunjuk dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk

membiayai pengeluaran pemerintah.

iii. Soemitro dalam Waluyo dan Wirawan (2001) mengartikan pajak

sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-

Undang (yang langsung dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

jasa timbal balik ( kontraprestasi ) yang langsung dapat ditunjukkan

dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak

memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang atau badan ke

pemerintah.

2. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan Undang- undang

serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.

3. Dalam pembayaran pajak tidak ditunjukkan adanya kontraprestasi

langsung secara individual yang diberikan oleh Pemerintah Pusat atau

Daerah.

b. Fungsi Pajak

Pemerintah dalam melakukan pungutan pajak harus tetap

menempatkan sesuai dengan fungsinya. Adapun fungsi pajak dapat

dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu :

i. Fungsi Budgeter

Yaitu sebagai alat untuk mengisi kas negara (daerah) yang

digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan

pembangunan.

ii. Fungsi Regulator

Yaitu bila pajak dipergunakan sebagai alat mengatur untuk

mencapai tujuan, misalnya, pajak minuman keras dimaksudkan agar

rakyat menghindari atau mengurangi konsumsi minuman keras,

pajak ekspor dimaksudkan untuk mengekang pertumbuhan ekspor

komoditi tertentu dalam rangka menghindari kelangkaan produk

tersebut di dalam negeri.

iii. Fungsi Demokrasi

Pajak dipungut sebagai wujud bentuk persamaan partisipasi dalam

pembangunan oleh masyarakat.

iv. Fungsi Redistribusi

Pajak dipungut kepada semua lapisan sebagai wujud untuk

menegakkan keadilan sosial, dengan diwujudkan dalan struktur tarif

progresif.

c. Sistem Pemungutan Pajak

Suandy (2000) mengemukakan bahwa ada beberapa sistem

pemungutan pajak, yaitu:

i. Official Assessment System

Wewenang pemungutan pajak ada pada fiskus. Fiskus berhak

menentukanbesarnya utang pajak orang pribadi maupun badan

dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), yang

merupakan bukti timbulnya suatuutang pajak. Wajib Pajak pasif

menunggu ketetapan fiskal mengenai utang pajaknya.

ii. Semi Self Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk

menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada

pada kedua belah pihak, yaitu Wajib Pajak dan fiskus. Mekanisme

pelaksanaan dalam system ini berdasarkan suatu anggapan bahwa

Wajib Pajak pada awal tahun menaksir sendiri besarnya pajak

terutang yang sesungguhnya ditetapkan oleh fiskal.

iii. Witholding System

Suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk

menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada

pada pihak ketiga, dan bukan oleh fiskus maupun oleh Wajib Pajak

itu sendiri.

iv. Full Self Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak boleh

menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus

disetorkan. Wajib Pajak harus aktif menghitung dan melaporkan

jumlah pajak terutangnya tanpa campur tangan fiskus.

Pemungutan pajak tersebut harus memenuhi beberapa syarat, yaitu

i.Syarat Keadilan

Pemungutan pajak harus sesuai dengan tujuan hukum, yaitu mencapai

keadilan, undang- undang, dan pelaksanaan pemungutan harus adil.

ii.Syarat Yuridis

Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang- undang Dasar 1945 Pasal

23 ayat 2, hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan

keadilan, baik untuk negara maupun warganya

iii.Syarat Ekonomis

Pemungutan tidak boleh mengganggu kegiatan produksi maupun

perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian.

iv.Syarat Finansial

Sesuai dengan fungsi Budgetair, pemungutan pajak harus efisien. Biaya

pemungutan pajak harus ditekan, sehingga lebih rendah dari hasil

pemungutannya.

v.Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem yang ditetapkan akan memudahkan dan mendorong masyarakat

dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

d. Klasifikasi Pajak

Pajak sendiri dikelompokkan menurut beberapa kriteria, yaitu :

i. Menurut Golonganya, pajak dikelompokkan menjadi Pajak

Langsung dan Pajak Tidak Langsung.

a) Pajak Langsung adalah pajak yang harus dipikul oleh wajib pajak

sendiri, dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.

b) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

ii. Menurut sifatnya, pajak dikelompokkan menjadi Pajak Subjektif dan

Pajak Objektif.

a) Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan

pada subyeknya, memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

b) Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal pada obyeknya,

tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

iii. Menurut Lembaga Pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi

Pajak Pusat dan Pajak Daerah.

a) Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

b) Pajak Daerah adalah pajak dipungut oleh Pemerintah Daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah

e. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak

Terdapat dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak (Mardiasmo,

2006: 8), yaitu:

a) Ajaran Formil, yaitu utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat

ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada Official

Assessment System.

b) Ajaran Materiil, yaitu utang pajak timbul karena berlakunya Undang-

undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan

perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada Self Assessment System.

Mardiasmo (2006: 8) menyebutkan hapusnya utang pajak disebabkan

beberapa hal, yaitu:

a. Pembayaran,

b. Kompensasi atau keringanan,

c. Daluwarsa,

d. Pembebasan dan penghapusan.

f. Hambatan Pemungutan Pajak

i Perlawaan pasif, yaitu masyarakat enggan (pasif) membayar pajak,

yang disebabkan antara lain:

a) Perkembangan intelektual dan moril masyarakat,

b) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami oleh

masyarakat,

c) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan

baik.

ii Perlawanan aktif, meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara

langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari

pajak. Bentuknya antara lain:

a) Tax avoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan

tidak melanggar undang-undang.

b) Tax evasion, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan cara

melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).

3. Pajak Daerah dan Pajak Hotel

Pajak Daerah merupakan salah satu andalan Pendapatan Asli

Daerah di samping Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang dipisahkan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan

Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, Pajak Daerah adalah iuran wajib

yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa

imbalan langsung yang seimbang. Pajak Daerah dapat dipaksakan

berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana hasilnya

digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan

pembangunan daerah (Kesit Bambang Prakosa, 2003: 2).

Mardiasmo (2006:1) mendefinisikan Pajak Daerah, yang

selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang

pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,

yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan

daerah dan pembangunan daerah.

Kriteria pajak daerah tidak jauh berbeda dengan kriteria pajak

pusat, yang membedakan keduanya adalah pihak pemungutnya. Pajak

pusat yang memungut adalah pemerintah pusat, sedangkan pajak daerah

yang memungut adalah pemerintah daerah. Kriteria pajak yang diuraikan

oleh Davey dalam Kesit Bambang Prakosa (2003: 2), terdiri dari 4 (empat)

hal yaitu:

a. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan

dari daerah sendiri,

b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi

penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah,

c. Pajak yang ditetapkan dan/ atau dipungut oleh pemerintah daerah,

d. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat

tetapi hasil pemungutannya diberikan kepada pemerintah daerah.

Dari kriteria pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian

pajak daerah tersebut tediri dari pajak yang ditetapkan dan/ atau dipungut

di wilayah daerah dan bagi hasil pajak dengan pemerintah pusat.

Berikut jenis Pajak Daerah beserta tarif maksimal yang dapat

dipungut oleh Pemerintah Daerah :

1) Jenis Pajak Propinsi terdiri atas:

a Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5% (lima

persen);

b Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Atas Air 10%

(sepuluhpersen);

c Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5% (lima persen);

d Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah 20% (dua

puluh persen).

Hasil penerimaan Pajak Provinsi sebagian diperuntukkan bagi daerah di

Wilayah Provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas

Air Bea dan Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas

Air diserahkan kepada daerah Kabupaten atau Kota paling sedikit

30% (tiga puluh persen);

b. Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

diserahkan kepada daerah Kabupaten atau Kota peling sedikit 70%

(tujuh puluh persen);

c. Hasil penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah

Tanah dan Air Permukaan diserahkan kepada Kabupaten atau Kota

paling sedikit 70% (tujuh puluh persen).

2) Jenis Pajak Kabupaten atau Kota terdiri atas:

a Pajak Hotel 10% (sepuluh persen); dan Pajak Restoran 10%

(sepuluh persen);

b Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima persen);

c Pajak Reklame 25% (dua puluh lima persen);

d Pajak Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen);

e Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20%(dua puluh

persen);

f Pajak Parkir 20% (dua puluh persen).

Dalam penelitian ini dibahas Pajak Hotel sebagai salah satu

pendapatan daerah Kota Surakarta. Berikut adalah penjabaran tentang Pajak

Hotel:

1. Pengertian Pajak Hotel

Menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2002

tentang Pajak Hotel, menjelaskan bahwa Pajak Hotel adalah pajak yang

dikenakan atas pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran oleh

orang pribadi atau badan.

Hotel itu sendiri adalah bangunan khusus yang disediakan untuk

menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya

dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu,

dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan

perkantoran.

2. Objek, Subjek dan Wajib Pajak

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2002

tentang Pajak Hotel, objek pajak hotel adalah setiap pelayanan yang

disediakan dengan pembayaran di hotel atau penginapan, yang meliputi :

a. Penginapan atau tempat tinggal jangka pendek,

b. Pelayanan penunjang lain sebagai pelengkap untuk kemudahan dan

kenyamanan,

c. Fasilitas olahraga dan hiburan untuk tamu hotel,

d. Penyewaan ruang acara / pertemuan,

e. Tempat makan atau restoran hotel seperti kafe, kantin, bar, pub, dan

lain-lain.

Dikecualikan dari Objek Pajak Hotel adalah :

a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau fasilitas tempat

tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel;

b. Pelayanan tinggal di asrama, dan pondok pesantren;

c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang

pergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran;

d. Pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipergunakan oleh

umum di hotel dan

e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan

dapat dimanfaatkan oleh umum

3. Subjek Pajak Hotel

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 Tahun

2002 tentang Pajak Hotel, Subjek Pajak Hotel adalah orang atau badan

yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel atau penginapan.

Wajib Pajak hotel adalah pengusaha hotel atau penginapan. Pengusaha

hotel atau penginapan adalah perorangan atau badan yang

menyelenggarakan usaha hotel atau penginapan untuk dan atas nama

pihak lain yang menjadi tanggungannya.

4. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan Tarif Pajak Hotel

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pajak

Hotel, dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang

dilakukan kepada hotel atau penginapan.

Tarif pajak yang ditetapkan adalah:

a. Tarif pajak hotel tertinggi ditetapkan sebesar 10% (sepuluh

persen); dan

b. Khusus untuk tarif pajak rimah indekost tertinggi ditetapkan

sebesar 5% (lima persen)

5. Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Pajak Hotel

a. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD),

Walikota menetapkan pajak terutang dengan menertibkan Surat

Ketetapan Daerah (SKPD).

b. Apabila SKPD tidak atau kurang bayar setelah lewat waktu

paling lama 30 hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi

administrasi berupa denda sebesar 2% setiap bulan dan ditagih

dengan menerbitkan STPD.

c. Bagi hotel atau penginapan/rumah indekos yang tidak dapat

menunjukkan pembukuan atau catatan penerimaan, Walikota

menaksir besarnya pajak berdasarkan kriteria yang berlaku.

d. Wajib Pajak hotel atau penginapan/rumah indekos wajib

mengadain pembukuan atas jumlah tamu dan jumlah pembayaran

bruto yang diterima dan melaporkan kepada Walikota paling

lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

e. Bagi hotel/penginapan atau rumah indekos yang tidak

melaporkan pembukuannya akan diusulkan untuk dicabut izin

usaha pengelolaan hotel/penginapan atau rumah indekos.

6. Tata Cara Pembayaran

a. Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau Pemegang Kas

Penerima/Pembantu Pemegang Kas Penerima sesuai waktu yang

ditentukan dalam SPTPD, SKPDKP, SKPDKBT, dan STPD.

b. Apabila pembayaran pajak dilakukan Pemegang Kas

Penerima/Pembantu Pemegang Kas Penerima, hasil penerimaan

pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1x24 jam.

c. Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus lunas.

d. Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak

untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu,

setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.

e. Angsuran pembayaran pajak harus dilakukan sacara teratur dan

berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% setiap bulan

dari jumlah pajak yang belum atau kurang pajak.

f. Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak

untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang

ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan

dikenakan bunga sebesar 2% setiap bulan dari jumlah yang belum

atau kurang bayar.

7. Tata Cara Penagihan

Tata cara penagihan Pajak Hotel adalah sebagai berikut:

a. Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis

sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak, dikeluarkan

tujuh hari sejak jatuh tempo pembayaran.

b. Dalam jangka waktu tujuh hari setelah tanggal surat teguran atau

surat peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus

melunasi pajak yang terutang.

c. Surat teguran, surat peringatan atau sural lain yang sejenis

dikeluarkan oleh Kepala Dipenda.

d. Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi

dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran

dan surat peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak

harus dibauar, ditagih dengan surat paksa.

e. Kepala Dinas Pendapatan Daerah dapat menerbitkan surat paksa

segera setelah lewat 21 hari sejak tanggal surat tegutran atau surat

peringatan atau surat lain yang sejenis.

f. Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka

waktu 2x24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa,

Kepala Dipenda segera menerbitkab Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan.

g. Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak juga belum melunasi

utang pajaknya, setelah lewat 10 hari sejak tanggal pelaksanaan

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Kepala Dipeda

mengajukan permintaan penetapan tanggal kepada Kantor Lelang

Negara.

h. Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan

tempat pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan

segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.

8. Keberatan dan Banding

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan dan banding kepada

walikota atas suatu: SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN.

Permohonan keberatan harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa

Indonesia paling lama satu bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB,

SKPDKBT, SKPDLB, dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak dapat

menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena

keadaan diluar kekuasaanya. Walikota dalam jangka waktu paling

lama 3 bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan telah diterima,

sudah harus memberikan keputusan. Apabila setelah lewat waktu dua

bulan Walikota tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan

dianggap dikabulkan. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban

membayar pajak.

Wajib pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesain

Sengketa Pajak dalam jangka waktu dua bulan setelah diterimanya

keputusan keberatan. Pengajuan banding tidak menunda kewajiban

membayar pajak.

Apabila pengajuan keberatan dan banding dikabulkan sebagian

atau seluruhnya, kelebihan pembayaran dikembalikan dengan

ditambah imbalan bunga sebesar 2% setiap bulan untuk paling lama 24

bulan.

9. Kadaluarsa

Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluarsa setelah

melampaui jangka waktu lima tahun terhitung sejak saat terutangnya

pajak, kecuali Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan daerah.

Kadaluarsa penagihan pajak diterbitkan dengan surat teguran dan

surat paksa. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik

langsung maupun tidak langsung.

10. Ketentuan Pidana

Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTD

atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengakap atau melampirkan

keterangan yang tidak benar sehingga merugikan Keuangan Daerah

dapat dipidana dengan pidana kurunagn paling lama 1 (satu) tahun dan

atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.

11. Program Kerja Penetapan Target Tahun 2009

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dipenda program kerja

penetapan target tahun 2009 yaitu menetapkan target dengan cara

mengevaluasi target yang telah ditetapkan dan realisasi penerimaannya

pada tahun lalu atau tahun 2008.

12. Potensi Pajak Hotel

Untuk menghitung potensi pajak hotel dengan cara mengalikan

jumlah tingkat hunian hotel dalam satu bulan dengan tarif rata-rata

kemudian dikalikan dengan total jumlah bulan selama setahun dan

tarif hotel sebesar 10%. Potensi pajak dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

Potensi pajak = (tingkat hunian per bulan) x (tarif rata-rata) x 12 x 10%

B. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Cara Penetapan Potensi dan Target Pajak Hotel

oleh Dipenda Kota Surakarta

a. Penetapan Potensi

Berdasarkan wawancara dari pihak Dipenda dalam menghitung

potensi Pajak Hotel, Dipenda melakukan pendataan tiap tahun sekali.

Pendataan biasanya dilakukan bulan Juli. Hasil pendataan berupa

penambahan Wajib Pajak Hotel baru atau pengurangan Wajib Pajak

Hotel lama karena usahanya tutup, kenaikan atau penurunan tarif

kamar dan tingkat hunian hotel tersebut.

Dari hasil pendataan tersebut dapat diketahui besarnya

peningkatan atau penurunan potensi yang digunakan sebagai dasar

untuk menetapkan target pada tahun berikutnya. Namun penetapan

target oleh Dipenda tidak berdasarkan potensi yang sebenarnya. Jika

penetapan target berdasarkan potensi yang sebenarnya, maka wajib

pajak hotel tidak mau membayar pajak. Karena pajak yang sebenarnya

terutang sesuai tarif dirasa sangat memberatkan Wajib Pajak. Dipenda

menetapkan target berdasarkan pada realisasi pajak tahun sebelumnya

dan target maksimal 90% dari potensi yang ada.

b. Penetapan Target

Target adalah angka minimal yang harus diraih Dinas

Pendapatan Daerah Kota Surakarta dalam pemungutan pajak restoran.

Dasar untuk menyusun target setiap tahunnya di antaranya tingkat

pertumbuhan, laju inflasi dan mempertimbangkan tingkat capaian

tahun sebelumnya.

Berdasarkan hasil wawancara dari pihak Dipenda, target yang

ditetapkan berdasarkan realisasi Pajak Hotel yang telah dicapai pada

tahun sebelumnya. Karena Hasil pendataan oleh Dipenda tidak bisa

dijadikan dasar pengenaan pajak.

Hasil pendataan tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengenaan

pajak karena menurut Wajib Pajak besarnya pajak yang ditetapkan

terlalu besar dan memberatkan, sehingga pajak yang harus dibayar

oleh Wajib Pajak bukan berdasarkan pajak yang terutang dari hasil

pendataan, namun berdasarkan kesanggupan Wajib Pajak Hotel

membayar pajak.

2. Perhitungan Potensi Pajak Hotel Berdasarkan

Survey yang Dilakukan Penulis

Perhitungan potensi Pajak Hotel pada Tugas Akhir ini membahas

Pajak Hotel dari hotel di Kota Surakarta. Sedangkan pembagian klasifikasi

penerimaan Pajak Hotel di Kota Surakarta dikelompokkan menjadi dua

yaitu hotel dan losmen atau rumah indekos.

Di Surakarta yang terdaftar sebagaiWajib Pajak Hotel terdiri dari

135 hotel. Dan penulis mengambil sampel sebanyak 20 hotel. Tetapi

dalam pelaksanaannya jumlah hotel yang didijadikan sampel hanya 19

hotel karena dari hotel bintang 4 yang dijadikan sampel datanya tidak bisa

diambil. Di bawah ini akan disajikan kondisi hotel di Surakarta yang

dijadikan sampel oleh penulis.

Tabel II.1

Kondisi Hotel Di Kota Surakarta

No Nama Hotel Klasifikasi Kamar Tarif Kamar Jumlah Kamar

1 THE SUNAN Resident 2.500.000 1 Suit 1.500.000 2 Junior 1.000.000 8 Executive 600.000 13 Deluxe 385.000 101 2 RIYADI PALACE Executive Suite 337.500 4 Junior Suite 275.000 4 Deluxe 200.000 8 Junior Deluxe 175.000 6 Moderate 154.000 14 Standart 135.000 20 3 AGAS INTERNASIONAL Suite 1.149.500 1 Deluxe 720.000 5 Superior 635.000 30 Moderate 544.000 30 4 KUSUMA KARTIKASARI Executive Suite 500.000 1 Suite 350.000 1 Executive 250.000 5 Deluxe 175.000 20 Standart 150.000 20 5 ASIA Asia Suite 1.150.000 1 Honeymoon 720.000 3 Family 540.000 4 Deluxe 360.000 48 Superior 400.000 6

Sumber: data primer yang diolah

Moderate 318.000 21 Standart Plus 242.000 8 Standart 165.000 14 6 DIAMOND President Suite 2.000.000 2 Executive Suite 1.100.000 4 Junior Suite 1.000.000 3 Super Deluxe 400.000 2 Superior 330.000 21 7 INDAH JAYA Family 400.000 2 Deluxe 295.000 12

Superior 245.000 14 Moderate 220.000 6 Standar 200.000 8

8 MAWAR INDRIA Suite Room 250.000 2 Deluxe 225.000 15 Superior 175.000 6 Moderate 145.000 6 Yunior 115.000 2 Standar 75.000 3

9 GRAHA INDAH VIP 70.000 23 Moderate 60.000 4

10 GRAND SETIA KAWAN VIP 615.000 1 Deluxe 455.000 8 Moderate 370.000 36 Superior 310.000 16

12 BINTANG Deluxe 288.000 52 Standar 104.000 18

13 TRIO Suite Room 200.000 3 Superior 125.000 17 Standar 80.000 15

14 GAJAHMADA VIP 125.000 4 Standar 50.000 13

15 TRISARI VIP 65.000 6 Standar 35.000 12

16 MUTIARA Standar 30.000 14

17 WAHYU VIP 75.000 5 Standar 40.000 9 Sumber: data primer yang diolah

18 ARIES AC 75.000 10

Standar 45.000 16

19 MEKAR SARI AC 135.000 7 Standar 75.000 22

20 POJOK Standar 30.000 15 Sumber: data primer yang diolah

Tabel II.1 menyajikan jenis kamar hotel, tarif dan jumlah kamar

masing-masing kelas. Data tersebut digunakan sebagai dasar untuk

menghitung potensi pajak hotel di Kota Surakarta oleh penulis.

Untuk mengetahui potensi penerimaan Pajak Hotel, maka harus

diketahui potensi hunian hotel terlebih dahulu. Potensi hunian hotel

dihitung dari hunian dikalikan dengan rata-rata kamar yang laku setiap

harinya, oleh karena itu kemampuan masing-masing hotel untuk dapat

menjual kamar dan fasilitas lainnya juga berbeda. Potensi hunian

dikatakan 100% apabila kamar dan fasilitas hotel laku semua. Untuk

mengetahui potensi hunian hotel yang sesungguhnya ditentukan dengan

cara:

1. Menghitung tingkat hunian harian dengan survey langsung ke hotel-

hotel yang dijadikan sampel. Perhitungan hunian didasarkan pada

jumlah tamu yang menginap.

2. Menghitung tingkat hunian bulanan, dengan cara meminta data tingkat

hunian hotel selama sebulan dari hotel yang dijadikan sampel.

3. Menghitung tingkat hunian tahunan, dengan cara mengalikan hasil

tingkat hunian bulanan dengan jumlah bulan dalam satu tahun atau 12

bulan. Karena menurut penjelasan dari pihak hotel tingkat hunian hotel

tidak dapat ditentukan bulan ramai dan sepi maka tingkat hunian

bulanan tersebut diasumsikan selalu sama dengan bulan-bulan lain

dalam satu tahun. Dari hasil perhitungan tingkat hunian tahunan

tersebut, maka akan dapat potensi hunian yang sesungguhnya.

4. Menghitung potensi tingkat hunian tahunan, yaitu dengan cara jumlah

hunian yang sesungguhnya dibagi dengan jumlah kamar hotel yang

tersedia, kemudian dikalikan 100%. Berdasarkan perhitungan tingkat

hunian hotel di Kota Surakarta selama setahun sebesar

Rp.87.765.300.000,00.

Hasil perhitungan potensi hunian hotel yang sesungguhnya dapat dilihat

pada tabel II.2 di bawah ini :

Tabel II.2

Potensi Hunian Hotel yang Sesunguhnya

No Nama Hotel Potensi Hunian Hotel yang

Sesungguhnya (Rp)

1 The Sunan Hotel 7,932,723,600 2 Hotel AGAS 4,725,675,570 3 Hotel Riyadi Palace 1,519,027,800 4 Hotel ASIA 2,110,912,440 5 Hotel Kusuma Kartikasari 1,763,025,000 6 Hotel Diamond 2,310,231,600 7 Hotel Graha Indah 172,731,600 8 Hotel Indah Jaya 1,053,230,400 9 Hotel Mawar Indria 772,041,600 10 Hotel Grand Setia Kawan 3,045,542,200 11 Hotel BINTANG 2,440,543,680 12 Hotel Gajah Mada 138,816,000 13 Hotel Trio 437,372,400 14 Hotel Trisari 172,731,600 15 Hotel Mekar Sari 285,631,200 16 Hotel Mutiara 66,600,000 17 Hotel Aries 273,454,200 18 Hotel Wahyu 118,483,800 19 Hotel Pojok 101,160,000

JUMLAH 29,439,934,690

Sumber : data primer yang diolah

Persentase potensi hunian hotel yang sesungguhnya selama satu tahun yaitu :

= %10000,000.300.765.8700,690.943.239.29

xRpRp

= 33,54%

Dari hasil perhitungan, jumlah kamar yang tesedia dengan jumlah

Rp.87.765.300.000,00 dan potensi hunian hotel yang sesungguhnya

sebesar Rp.29.439.943.690,00 sehingga potensi hunian yang

sesungguhnya mencapai 33,54% dari jumlah kamar yang tersedia.

Setelah mengetahui potensi hunian hotel, maka dapat dihitung

potensi Pajak Hotel, dengan cara hasil perhitungan potensi hunian yang

sesungguhnya selama satu tahun dikalukan dengan tarif pajak hotel

sebesar 10%. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel II.3 di bawah

ini :

Tabel II.3 Potensi Pajak Hotel

No Nama Hotel Potensi Hunian Hotel yang Sesungguhnya

(Rp)

Potensi Pajak Hotel (Rp)

(a) (b) (bx10%) 1 HotelSunan 7,932,723,600 793,272,360 2 Hotel AGAS 4,725,675,570 472,567,557 3 Hotel Riyadi Palace 1,519,027,800 151,902,780 4 Hotel ASIA 2,110,912,440 211,091,244 5 Hotel Kusuma Kartikasari 1,763,025,000 176,302,500 6 Hotel Diamond 2,310,231,600 231,023,160 7 Hotel Graha Indah 172,731,600 17,273,160 8 Hotel Indah Jaya 1,053,230,400 105,323,040 9 Hotel Mawar Indria 772,041,600 77,204,160 10 Hotel Grand Setia Kawan 3,045,542,200 304,554,220 11 Hotel BINTANG 2,440,543,680 244,054,368 12 Hotel Gajah Mada 138,816,000 13,881,600 13 Hotel Trio 437,372,400 43,737,240 14 Hotel Trisari 172,731,600 17,273,160 15 Hotel Mekar Sari 285,631,200 28,563,120 16 Hotel Mutiara 66,600,000 6,660,000 17 Hotel Aries 273,454,200 27,345,420 18 Hotel Wahyu 118,483,800 11,848,380 19 Hotel Pojok 101,160,000 10,116,000 Jumlah 29.439.934.690 2.943.993.469

Sumber: data primer yang diolah

Adapun target menurut Dipenda beserta realisasinya dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Tabel II.4 Laporan Target dan Realisasi Pajak Hotel

dari Hotel yang dijadikan sampel Tahun 2009

Target (Rp)

Realisasi (Rp) %

1.622.142.707 1.663.883.130 102,58% Sumber: Dipenda Surakarta

Tabel II.4 menunjukkan target pajak hotel tahun 2009 adalah

sebesar Rp 1.622.142.707,00, sedangkan realisasi pendapatan yang

diterima tahun 2009 sebesar Rp 1.663.883.130,00. Selisih dari

perbandingan tersebut adalah sebesar Rp 41.740.423,00, dari selisih

tersebut dapat dilihat pencapaian target yang ditetapkan oleh pemerintah

sudah cukup berhasil yaitu, realisasi pendapatan yang diterima sudah bisa

melebihi target yang ditetapkan.

Penetapan target menurut Dipenda tersebut tidak sesuai dengan

potensi yang ada, tetapi berdasarkan realisasi pada tahun sebelumnya. Dan

apabila penetapan target berdasarkan hasil perhitungan potensi yang

sesungguhnya, dari target yang ditetapkan oleh Dipenda sebesar Rp.

1.622.142.707,00 hanya mencapai 56,52% dari potensi hasil perhitungan

sebesar Rp. 2.943.993.469,00.

Perhitungan persentasenya adalah sebagai berikut:

= %10000,469.993.943.2.00,707.142.622.1.

xRpRp

= 56,52%

3. Apabila Target yang Ditetapkan 90% dari Potensi

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dipenda pada

prinsipnya target ditetapkan maksimal 90% dari potensi yang ada. Pada

kenyataannya potensi pajak hotel tidak pernah dihitung. Target tahun

berikutnya ditetapkan berdasarkan realisasi pada tahun sebelumnya,

dengan dasar karena Wajib Pajak merasa keberatan jika pajak yang

ditetapkan sebesar potensi yang sebenarnya.

Dari pernyataan di atas akan dihitung besarnya target apabila target yang

ditetapkan sebesar 90% dari potensi hasil perhitungan penulis.

Potensi pajak hotel berdasarkan perhitungan Rp.2.943.993.469,00

Target yang seharusnya

menurut perhitungan potensi

(90% x Rp. 2.943.993.469,00) Rp.2.649.594.122,00

Hasil perhitungan di atas menunjukkan selisih antara target

menurut perhitungan potensi dan target yang ditetapkan oleh Dipenda.

Selisih jumlah target dari potensi pajak hotel adalah sebesar

Rp1.027.451.415,00.

Tabel II.5

Selisih antara target berdasarkan potensi dengan target Dipenda

Target bedasarkan potensi (Rp)

Target Dipenda

(Rp)

Selisih (Rp)

(a) (b) (a-b) 2.649.594.122 1.622.142.707 1.027.451.215

Sumber : Data yang diolah

Tabel II.5 target berdasarkan potensi dengan target yang ditetapkan

oleh Dipenda menunjukkan selisih yang cukup besar. Hal ini dikarenakan

Dipenda dalam menetapkan target tidak berdasarkan potensi yang ada,

melainkan berdasarkan realisasi penerimaan pada tahun sebelumnya.

Namun apabila Dipenda menetapkan target berdasarkan potensi yang ada,

Wajib Pajak merasa keberatan atas besarnya pajak yang ditetapkan.

Masalah yang mempengaruhi dalam penetapan target adalah

kepatuhan Wajib Pajak hotel dalam menyelenggarakan kewajiban

perpajakannya. Wajib Pajak hotel sering melakukan tidakan untuk

memperkecil jumlah pajaknya dengan cara penghindaran pajak. Beberapa

contoh Wajib Pajak untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang adalah

sebagai berikut :

a. Wajib Pajak hotel menyembunyikan omset yang sebenarnya.

b. Pembayaran pajak tidak sesuai dengan tarif.

c. Pajak terutang atau tunggakan tidak segera dibayar.

BAB III

TEMUAN

Berdasarkan analisis data dan penelitian yang dilakukan oleh penulis di

Dipenda (Dinas Pendapatan Daerah) kota Surakarta, maka penulis menemukan

beberapa kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan dan kelemahannya yaitu

sebagai berikut:

A. KELEBIHAN

1. Relisasi pajak hotel tahun 2006 sampai 2008 selalu melampaui target, tahun

2006 terealisasi sebesar Rp 4.202.494.848,00 atau sebesar 100,39%, tahun

2007 terealisasi sebesar Rp 4.403.515.697,00 atau sebesar 100,45%dan tahun

2008 terealisasi sebesar Rp5.213.358.162,00 atau sebesar 100,25% dari

target.

2. Dalam pembayaran pajak hotel, wajib pajak hampir tidak pernah terlambat

membayar pajak.

3. Dipenda bersedia memberikan toleransi dalam menetapkan pajak terutang

dengan tidak berdasarkan atas tarif di dalam Perda melainkan didasarkan atas

keadaan Wajib Pajak Hotel dan didasarkan atas kemampuan Wajib Pajak

untuk membayar pajak.

56

B. KELEMAHAN

Dalam penetapan target Pajak Hotel, Dipenda belum menghitung

potensi sehingga target yang seharusnya ditetapkan berdasarkan potensi

namun dalam kenyataannya target yang ditetapkan berdasarkan realisasi pada

tahun sebelumnya. Padahal potensi yang sebenarnya jauh lebih besar dari

realisasi yang diterima.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah menganalisis perhitungan potensi dan target Pajak Hotel di Kota

Surakarta ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penetapan target pajak hotel tidak didasarkan potensi melainkan

berdasarkan realisasi yang telah dicapai pada tahun-tahun sebelumnya.

2. Prosentase hunian hotel di Kota Surakarta tergolong tinggi yaitu sebesar

33,54% dengan jumlah sebesar Rp 29.239.943.690,00

3. Potensi hunian hotel yang sesungguhnya sebesar Rp 29.239.943.690,00

sehingga besarnya potensi Pajak Hotel adalah potensi hunian dikalikan

dengan tarif pajak hotel 10%, maka potensi Pajak Hotel adalah

Rp2.923.994.369,00

4. Belum ada perhitungan potensi yang dilakukan oleh Pemda Surakarta

sebelum menetapkan target.

5. Realisasi penerimaan pendapatan yang diterima Pemerintah Kota

Surakarta masih tergolong sangat rendah, hal tersebut dapat dari

perhitungan potensi Pajak Hotel yang telah dilakukan terdapat selisih

yang cukup besar.

6. Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Surakarta belum sesuai dengan

peraturan daerah, hal ini dapat dilihat dari pemungutan Pajak Hotel di

58

lapangan tidak menggunakan tarif yang berlaku dalam Peraturan Daerah

Kota Surakarta No 9 Tahun 2002 tentang Pajak Hotel yaitu sebesar 10%,

namun berdasarkan kemampuan Wajib Pajak membayar pajak.

B. SARAN

Dalam upaya yang telah, sedang dan akan dilakukan Dinas Pendapatan

Daerah dalam rangka peningkatan penerimaan Pajak Hotel, penulis

memberikan saran untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam

pemungutan Pajak Hotel.

1. Dalam menetapkan target Pemerintah Daerah Kota Surakarta hendaknya

terlebih dahulu menghitung potensi, sehingga target yang ditetapkan

sesuai dengan potensi yang ada.

2. Dalam menetapkan Pajak Hotel agar pejabat yang berwenang harus

senantiasa melakukan validasi data, sehingga dalam menerbitkan Surat

Ketetapan Pajak Daerah kepada Wajib Pajak sudah benar-benar

mencerminkan tagihan pajak yang sesuai dengan potensi riilnya. Di

samping itu, Dipenda juga melakukan sosialisasi mengenai arti

pentingnya pajak bagi pembangunan sehingga Wajib Pajak sadar

membayar pajak.

3. Pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pemungutan

Pajak Hotel guna meningkatan penerimaan pendapatan.

4. Pemerintah harus bertindak tegas dalam menghadapi Wajib Pajak yang

tidak mau membayar pajak sesuai dengan besarnya pajak yang telah

ditetapkan.

5. Perlu adanya komunikasi intensif antara Pemerintah Daerah Surakarta

dengan Pengusaha Hotel melalui forum sosialisasai.

6. Dalam mempermudah pembayaran Pajak Hotel pihak Dipenda dapat

membangun fasilitas tempat pembayaran yang mudah dijangkau oleh

Wajib Pajak dimana dapat memberikan pelayanan secara intensif pada

hari kerja.

7. Melaksanakan sanksi-sanksi perpajakan secara konsekuen bagi Wajib

Pajak yang lalai atau melanggar Undang-Undang Perpajakan.

DAFTAR PUSTAKA

Burton, Richard dan Wirawan B. Ilyas. 2004. Hukum Pajak. Edisi Revisi.

Jakarta : Salemba Empat.

Djarwanto. 2001. Statistik Sosial Ekonomi. Penerbit BPFE : Jakarta.

Kaho, Josep Riwu. 1911. Prospek Ekonomi Daerah di Negara Republik

Indonesia. Jakarta : Rajawali Press.

Mardiasmo. 2006. Perpajakan. Edisi Revisi. Yogyakarta : Andi

Munawir. 1980. Pokok- pokok Perpajakan . Liberty : Yogyakarta

Pemerintah Daerah Kota Surakarta, “ Peraturan Daerah Kota Surakarta No.9

Tahun 2002 Tentang Pajak Hotel “.

Prakosa, Kesit Bambang. 2005. Pajak dan Retribusi Daerah. Edisi Revisi.

Yogyakarta :UII Press.

Republik Indonesia, “ Undang- undang Nomor. 34 Tahun 2000 Tentang Pajak

Daerahdan Retribusi Daerah”.

Republik Indonesia, “ Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Sumber- sumber Keuangan Daerah”.

Suandy, Erly. 2000. Hukum Pajak. Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Empat.

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. 2003. Perpajakan Indonesia. Edisi Revisi.

Jakarta : Salemba Empat.