65
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN KEJANG DEMAM di RSUP FATMAWATI KARYA ILMIAH AKHIR NERS JEMIRDA SUNDARI Y 0806334003 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2013 Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351525-PR-Jemirda Sundari.pdf · universitas indonesia . analisis praktik klinik keperawatan anak kesehatan

Embed Size (px)

Citation preview

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN

KEJANG DEMAM di RSUP FATMAWATI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

JEMIRDA SUNDARI Y

0806334003

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN

DEPOK

JULI 2013

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK KESEHATAN

MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN KEJANG DEMAM di

RSUP FATMAWATI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Profesi Ners

JEMIRDA SUNDARI Y

0806334003

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN

DEPOK

JULI 2013

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Penulisan karya

ilmiah akhir ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

Profesi Keperawatan. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan karya ilmiah akhir

ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini, oleh

karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:

1) Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan

serta nasehat selama penulis menjalani studi di FIK UI.

2) Ibu Kuntarti, SKp., M.Biomed selaku Koordinator Mata kuliah Tugas Akhir

dan Ketua Program Studi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

yang telah memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan karya

ilmiah akhir ini.

3) Ibu Nur Agustini S.Kp., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan

masukan berharga dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini.

4) Ibu Lestari Sukmarini S.Kp., M.N selaku pembimbing akademik yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, kritik, dan saran yang

membangun selama proses penyusunan karya ilmiah akhir ini.

5) Ibu Ns. Ngatmi S.kep selaku pembimbing klinik yang telah menyediakan

waktu dalam memberikan bimbingan yang bermanfaat dalam penyusunan

karya ilmiah akhir ini.

6) Ayah Yusrizal dan Ibu Azuanda yang paling saya cintai dan selalu ada buat

saya, makasi Ayah Ibu yang selalu memberikan doa terbaik untuk mirda

dalam hal apapun.

7) Abang dan adik-adik yang sangat istimewa Rimi, Mirsa, Mirna, Mira, Rifan

yang selalu mendukung mirda disini walau jauh kekompakan kita sangat

berasa.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

v

8) Keluarga Bude dan Pakdang yang selalu memberikan semangat untuk mirda

selama proses penyelesaian karya ilmiah akhir ini.

9) Sahabatku Rian yang memberikan pengajaran dalam hal berpikir kritis.

10) Teman-teman kosan Dila, Nike, Rara, Fajar yang telah memberikan

semangat, saran, dan refreshing bareng selama penyusunan karya ilmiah akhir

ini;

11) Teman Seperbimbingan Apri, Ulan, Kak Mariska, dan Kak Yuni yang selalu

bersama semangat membara dalam revisi skripsi demi mencapai wisuda yang

kedua ini dan semoga masih ada lagi wisuda S2, S3, dan seterusnya. Amin.

12) Teman-teman seperjuangan FIK UI 2008 yang telah memberikan semangat

dan bantuan kepada saya hingga penyelesaian karya ilmiah akhir ini.

13) Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir

ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini

membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, 05 Juli 2013

Penulis

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

vii

ABSTRAK

Nama : Jemirda Sundari Y

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Anak Kesehatan Masyarakat

Perkotaan pada Pasien Kejang Demam di RSUP Fatmawati

Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk memberikan gambaran asuhan

keperawatan pada anak kejang demam dengan menerapkan model konservasi

Levine. Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena

peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh adanya infeksi luar susunan saraf

pusat. Pada anak kejang demam diperlukan intervensi keperawatan yang

menunjukkan prognosis baik dengan penurunan suhu tubuh menjadi normal (36,5-

37,50C). Tepid sponge merupakan tindakan keperawatan yang tepat dalam

penurunan suhu tubuh anak. Pemberian tepid sponge dapat memberikan sinyal ke

hipotalamus dan memacu terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer. Hal ini

menyebabkan pembuangan panas melalui kulit meningkat sehingga terjadi

penurunan suhu tubuh menjadi normal kembali. Pada kondisi demam intervensi

keperawatan yang juga dilakukan adalah mempertahankan lingkungan tetap

nyaman, meningkatkan istirahat, mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat.

Hasil dari penerapan intervensi yang telah dilakukan pada anak kejang demam

selama 4 hari dengan diagnosa keperawatan hipertermi dapat diatasi yang

dibuktikan dengan adanya penurunan suhu tubuh dari 38,80C hingga 37,7

0C.

Kata kunci: anak, hipertermia, kejang demam, tepid sponge.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

viii

ABSTRACT

Name : Jemirda Sundari Y

Study Program : Nursing

Topic : Analysis of Clinical Nursing Practice of Urban Public

Health at Children’s Fever Seizures in Fatmawati Hospital

This paper aimed to describe nursing care in children with febrile seizures by

applying Levine’s conservation model. Febrile seizures is seizures that occur due

to increasing of body temperature caused by extracranial infection. Children with

febrile seizures need for nursing interventions to obtain good prognosis by

decreasing body temperature to be normal (36,5-37,50C). Tepid sponge is a

nursing intervention to deacreasing body temperature. Giving tepid sponge can

provide a signal to hypothalamus and stimulates the peripheral vasodilatation.

This leads to increased heat dissipation through the skin till decreasing body

temperature to be normal. Intervention of fever condition was to maintain

comfortable environment, increase relaxation, and maintain adequate nutrition.

The results of interventions application to children with febrile seizures during 4

days with hyperthermia can be solved and proven by decreasing of body

temperature from 38,80C to 37,7

0C.

Keywords: children, hyperthermia, febrile seizures, tepid sponge.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................ vi

ABSTRAK ................................................................................................... vii

ABSTRACT ................................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 3

1.3.1 Tujuan Umum .............................................................................. 3

1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................. 3

1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................. 3

1.4.1 Manfaat Teoritis ........................................................................... 3

1.4.2 Manfaat Aplikatif ......................................................................... 4

1.4.3 Manfaat Metodologis.................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5

2.1 Definisi dan Klasifikasi Kejang Demam ............................................... 5

2.2 Etiologi Kejang Demam ........................................................................ 6

2.3 Manifestasi Klinis Kejang Demam ........................................................ 7

2.4 Patofisiologi Kejang Demam ................................................................. 7

2.5 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 9

2.6 Penatalaksanaan Kejang Demam........................................................... 9

2.7 Penerapan Tepid Sponge dalam Mengatasi Demam pada Anak dengan

Kejang Demam ...................................................................................... 10

BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ................................ 12

3.1 Gambaran Kasus ...................................................................................... 12

3.2 Pengkajian ................................................................................................ 12

3.3 Diagnosa Keperawatan............................................................................. 14

3.4 Intervensi Keperawatan ............................................................................ 14

3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ................................................ 15

BAB 4 ANALISIS SITUAS ......................................................................... 17

4.1 Profil Lahan Praktik ............................................................................... 17

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan Konsep

Kasus terkait ......................................................... .................................. 18

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep Penelitian terkait ......... 19

4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat dilakukan ......................................... 21

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

x

BAB 5 PENUTUP ........................................................................................ 22

5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 22

5.2 Saran ........................................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 24

LAMPIRAN

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 – Asuhan Keperawatan Anak M yang Mengalami Kejang Demam

Lampiran 2 – Pathway Kejang Demam

Lampiran 3 − Daftar Riwayat Hidup

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering ditemukan pada masa

kanak-kanak. Angka kejadian kejang demam terjadi 2-5 % pada anak antara usia

6 bulan sampai 5 tahun (Judarwanto, 2012). Di Asia angka kejadian kejang

demam dilaporkan lebih tinggi meningkat menjadi 10-15% dan sekitar 80%-90%

dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Kejang demam di

Indonesia mencapai 2-4% dari tahun 2005-2006 (Kusuma, 2010). Di ruang anak

RSUP Fatmawati, jumlah pasien kejang demam dari bulan Maret hingga Juni

adalah 36 anak. Kasus kejang demam pada anak merupakan kasus 5 terbanyak di

ruang rawat anak di RSUP Fatmawati.

Kejang demam akan mengalami bangkitan kejang demam berulang sebesar 25%-

50% dan 4% penderita kejang demam dapat mengalami gangguan tingkah laku

dan penurunan inteligensi. Insiden epilepsi akibat kejang demam berkisar antara

2%-5% dan meningkat hingga 9%-13% bila terdapat faktor risiko berupa riwayat

keluarga dengan epilepsi, perkembangan abnormal sebelum kejang demam

pertama, atau mengalami kejang demam kompleks (Kusuma, 2010). Angka

kematian kejang demam adalah 0,64%-0,75% (Kusuma, 2010).

Kejang demam didefinisikan sebagai kejang yang terjadi ketika demam tetapi

tidak terdapat infeksi intrakranial (Bajaj, 2008). Kejang demam adalah bangkitan

kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang

disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium atau di luar sistem susunan saraf

pusat atau otak (Judarwanto, 2012). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang

terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium (Staf Pengajar Kesehatan Anak FK UI, 2005). Jadi, peningkatan

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

2

Universitas Indonesia

suhu tubuh pada anak yang dikarenakan infeksi ekstrakranial merupakan pencetus

dari kejang demam.

Prosedur yang digunakan untuk mengintervensi dan mengatasi naiknya suhu

bergantung pada penyebab demam, efek yang merugikan, kekuatan, dan

durasinya. Kebanyakan demam pada anak-anak disebabkan oleh virus, berakhir

dengan singkat dan efeknya terbatas. Beberapa penelitian meyakini bahwa jumlah

kenaikan lebih penting daripada suhu sebenarnya dalam mencetuskan kejang

(Leung dan Robson, 1991 dalam Pottery dan Perry, 2005). Perawat perlu

mengatasi dengan cepat peningkatan suhu tubuh pada anak. Tindakan

keperawatan dalam penurunan suhu tubuh harus menghindari stimulasi menggigil

(Giuffre et al, 1991 dalam Potter dan Perry, 2005).

Oleh karena itu diperlukan intervensi keperawatan yang menunjukkan prognosis

baik dengan penurunan suhu tubuh menjadi normal (36,5-37,50C) pada anak

kejang demam. Intervensi keperawatan dapat dilakukan dengan menerapkan tepid

sponge pada anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setiawati (2009)

menunjukkan bahwa pada menit ke 30 setelah minum antipiretik, rata-rata

penurunan suhu tubuh pada anak penderita demam yang mendapat antipiretik

ditambah tepid sponge adalah sebesar 0,530C. Sedangkan pada kelompok anak

yang hanya minum antipiretik tanpa pemberian tepid sponge, penurunan suhu

tubuh rerata setelah 30 menit minum antipiretikt sebesar 0,360C. Hal ini

menunjukkan bahwa lebih besarnya penurunan suhu tubuh anak dengan

penambahan pemberian tepid sponge. Untuk itu penulis termotivasi dalam

melakukan asuhan keperawatan pada anak penderita kejang demam dengan

menerapkan pemberian tepid sponge dalam penurunan suhu tubuh anak.

1.2 Rumusan Masalah

Kasus kejang demam paling sering ditemukan pada masa kanak-kanak. Kejang

demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh

yang disebabkan oleh adanya infeksi di luar sistem susunan saraf pusat. Pada

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

3

Universitas Indonesia

anak kejang demam diperlukan intervensi keperawatan yang menunjukkan

prognosis baik dengan penurunan suhu tubuh menjadi normal (36,5-37,50C).

Penelitian yang menunjukkan adanya penurunan suhu yang lebih signifikan pada

anak dengan pemberian tepid sponge memotivasi penulis untuk mengetahui lebih

rinci tentang pelaksanaannya.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memberi gambaran asuhan keperawatan pada penderita

kejang demam dan menerapkan tepid sponge dalam penurunan suhu tubuh

anak.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah akhir ini adalah mahasiswa

mampu:

1.3.2.1 Mengidentifikasi hasil pengkajian secara menyeluruh pada anak

dengan kejang demam;

1.3.2.2 Mengidentifikasi diagnosa keperawatan sesuai prioritas masalah pada

anak dengan kejang demam;

1.3.2.3 Menjelaskan tindakan keperawatan pada anak kejang demam;

1.3.2.4 Mengidentifikasi hasil evaluasi tindakan yang telah dilakukan;

1.3.2.5 Mengidentifikasi penurunan suhu tubuh pada anak kejang demam

yang diberikan tepid sponge.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis

Karya ilmiah ini diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dalam

bidang keperawatan khususnya keperawatan anak mengenai asuhan

keperawatan kejang demam pada anak dengan penatalaksanaannya melalui

pemberian tepid sponge dalam penurunan suhu tubuh anak.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

4

Universitas Indonesia

1.4.2 Manfaat Aplikatif

Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemberian

asuhan keperawatan pada anak penderita kejang demam sehingga dapat

dijadikan acuan bagi pelayanan rumah sakit untuk mengatasi permasalahan

penyakit kejang demam serta mengurangi komplikasinya agar pelayanan yang

diberikan dirumah sakit dapat meningkat.

1.4.3 Manfaat Metodologis

Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian lain

yang ingin meneliti tentang pemberian asuhan keperawatan kejang demam pada

anak dengan menerapkan tepid sponge dalam penurunan suhu tubuh anak.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

5 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal diatas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium

(Staf Pengajar Kesehatan Anak FK UI, 2005). Kejang adalah suatu kondisi

dimana otot tubuh berkontraksi dan relaksasi secara cepat dan berulag oleh karena

abnormalitas sementara dari aktivitas elektrik di otak (terjadi loncatan-loncatan

listrik karena bersinggungannya ion positif dan ion negatif (Kusuma, 2010).

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat suhu tubuh anak lebih dari

38,80C (Wong, 2009). Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak

berusia 3 bulan sampai dengan 5 tahun berhubungan dengan demam serta tidak

didapatkan adanya infeksi (Kusuma, 2010). Jadi kejang demam adalah bangkitan

kejang yang terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun dengan kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal diatas 380C).

Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan

kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana terjadi bila kejang

berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada hari yang sama,

sedangkan kejang demam kompleks terjadi bila kejang hanya terjadi pada waktu

lebih dari 15 menit dan berulang dalam 24 jam (Al-Ajlouni, 2000). Bajaj (2008)

mengatakan bahwa 60-70% angka kejadian kejang demam sederhana dan 30%

mengalami kejang demam kompleks pada anak. Menurut Kusuma (2010),

perbedaan kejang demam kompleks dan sederhana dapat disajikan pada tabel

berikut ini:

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

6

No Klinis KD Sederhana KD Kompleks

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Durasi

Tipe kejang

Berulang dalam satu episode

Defisit Neurologis

Riwayat keluarga kejang demam

Riwayat keluarga kejang tanpa

demam

Abnormalitas neurologis

sebelumnya

< 15 menit

Umum

1 kali

-

+/-

+/-

+/-

≥ 15 menit

Umum/fokal

>1 kali

+/-

+/-

+/-

+/-

(Kusuma, 2010)

2.2 Etiologi Kejang Demam

Kejang demam dapat disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat yang

menimbulkan demam, seperti infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut,

pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih (Al-Ajlouni, 2000).

Tonsillitis, faringitis, pasca imunisasi DPT dan campak juga merupakan infeksi

luar susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan kejang demam. Etiologi kejang

demam yang lain adalah: produk toksik mikroorganisme terhadap otak

(shigellosis, salmonellosis) dan respon alergi atau keadaan imun yang abnormal

oleh karna infeksi.

Faktor penyebab kejang demam menurut Bajaj (2008) terdiri dari usia, demam,

dan keturunan. Biasanya kejang demam terdapat pada anak usia 6 bulan sampai 5

tahun. Usia diatas 5 tahun langka mengalami kejang demam dan usia sebelum 5

bulan biasanya mengalami infeksi di sistem saraf pusat. Infeksi saluran

pernafasan atas, otitis media, gastroenteritis, infeksi saluran kemih adalah

penyebab terbanyak demam yang menuju ke kejang demam. Penyebab lainnya

adalah vaksin pertusis dan campak. Kejang demam selalu terjadi selama 24 jam

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

7

demam. Hubungannya antara tinggi atau rata-rata peningkatan suhu tidak

konsisten. Biasanya suhu lebih dari 38,5oC pada saat kejang demam. Anak yang

kejang dengan level demam yang rendah kemungkinan lebih besar berisiko

kejang berulang dan mereka harus diobservasi. Selain itu, faktor penyebabnya

adalah keturunan. Keturunan dalam keluarga lebih rentan terhadap terjadinya

kejang demam.

2.3 Manifestasi Klinis Kejang Demam

Manifestasi klinis pada anak dengan kejang demam, yaitu: demam dengan suhu

lebih dari 38oC; terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam dan berlangsung

singkat; sifat bangkitan berbentuk tonik-klonik, fokal, atau akinetik; durasi kejang

bervariasi dari beberapa detik hingga lebih dari 15 menit; frekuensinya kurang

dari 4 kali dalam setahun hingga lebih dari 2 kali sehari (Al-Ajlouni, 2000; Staf

Pengajar Kesehatan Anak FK UI, 2005; Wong, 2009).

2.4 Patofisiologi Kejang Demam

Otak memerlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Sumber energi

otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah

lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel

neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui

oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl

-). Jadi

konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan

diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan

konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang

disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan

potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang

terdapat pada permukaan sel (Staf Pengajar Kesehatan Anak FK UI, 2005).

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

8

Keseimbangan potensial membran dapat diubah oleh adanya perubahan

konsentrasi ion di ruang ekstraseluler; rangsangan yang datangnya mendadak

misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik sekitarnya; dan perubahan

patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan (Staf Pengajar

Kesehatan Anak FK UI, 2005). Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan

mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen

meningkat 20%. Pada anak, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh

sehingga kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan perubahan

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi

difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat

terjadinya lepas muatan listrik yang berlebihan (Staf Pengajar Kesehatan Anak

FK UI, 2005). Hal ini dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel

tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah

kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan

tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (> 15

menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi

untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,

asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai

denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan

meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme

meningkat. Keadaan diatas adalah proses terjadinya kerusakan neuron otak

selama berlangsungnya kejang yang lama (Kusuma, 2010).

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

9

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dapat bermanfaat meliputi hitung sel darah

lengkap dan hitung sel darah putih (untuk tanda-tanda infeksi). Pemeriksaan kadar

gula dalam darah dan CSS membuktikan adanya episode hipoglikemik atau

infeksi, dan pemeriksaan elektrolit serum, BUN, kalsium serta pemeriksaan darah

lainnya dapat menunjukkan adanya gangguan metabolik (Wong, 2009). Pungsi

lumbal dapat memastikan diagnosis suspek infeksi serebrospinal.

Foto rontgen dan CT Scan dapat membantu mengenali abnormalitas pada kranial,

pemisahan sutura, dan klasifikasi intracranial. Kejang fokal pada anak-anak usia

dibawah 1 tahun dilakukan pemeriksaan MRI untuk menyingkirkan tumor

supratentorial (Wong, 2009). EEG dilakukan untuk mengidentifikasi tipe kejang

(Staf Pengajar Kesehatan Anak FK UI, 2005).

2.6 Penatalaksanaan Kejang Demam

Tujuan terapi gangguan kejang adalah mengendalikan kejang atau mengurangi

frekuensi serangan, menemukan dan mengoreksi penyebab jika memungkinkan,

dan membantu anak yang mengalami kejang demam hidup senormal mungkin.

Dalam penatalaksanaan kejang demam, ada beberapa hal yang perlu dilakukan:

mengatasi kejang secepat mungkin dan pengobatan penunjang. Hal yang perlu

kita lakukan adalah membuka pakaian ketat pada anak, memiringkan kepala anak

untuk mencegah aspirasi, membebaskan jalan napas pada anak, memberikan

oksigen untuh mencegah hipoksia, dan melakukan kompres hangat pada anak

untuk mengatasi peningkatan suhunya (Wong, 2009). Dalam pengobatan

penunjang, perlu dilakukan observasi terhadap tanda-tanda vital seperti nadi,

pernapasan, suhu secara kontinu. Bisa dilakukan kolaborasi dalam pemberian

obat-obatan seperti diazepam pada anak yang kejang. Dosisnya tergantung berat

badan anak, yaitu 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV (Staf Pengajar Kesehatan Anak FK

UI, 2005).

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

10

2.7 Penerapan Tepid Sponge dalam Mengatasi Demam pada Anak yang

Mengalami Kejang Demam

Tindakan keperawatan untuk meningkatkan pendinginan tubuh harus

menghindari stimulasi terhadap menggigil (Giuffre et al, 1991 dalam Potter dan

Perry, 2005). Tepid sponge merupakan tindakan keperawatan dalam mengatasi

peningkatan suhu tubuh. Tepid sponge dapat memberikan sinyal ke hipotalamus

dan memacu terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer. Hal ini

menyebabkan pembuangan panas melalui kulit meningkat sehingga terjadi

penurunan suhu tubuh menjadi normal kembali. Pemberian kompres hangat

dilakukan apabila suhu diatas 38,50C dan telah mengkonsumsi antipiretik

setengah jam sebelumnya. Memberikan kompres es atau alkohol kurang

bermanfaat karena dapat mengakibatkan vasokontriksi sehingga panas sulit

disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi (Riandita, 2012).

Menurut Corrard (2002), selama tepid sponge, terjadi penurunan suhu tubuh yang

menginduksi vasokontriksi peripheral, menggigil, produksi panas metabolik, dan

ketidaknyamanan secara umum pada anak.

Tepid sponge merupakan terapi nonfarmakologis untuk demam (Potter dan Perry,

2005). Tehnik ini dilakukan dengan memberikan kompres hangat di seluruh

badan anak. Suhu air untuk kompres antara 30-350C. Panas dari kompres tersebut

merangsang vasodilatasi sehingga mempercepat proses evaporasi dan konduksi,

yang pada akhirnya dapat menurunkan suhu tubuh (Alves, Almeida, dan Almeida,

2008 dalam Setiawati, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Setiawati (2009)

menunjukkan bahwa rata-rata selisih penurunan suhu tubuh pada kelompok anak

sebelum dan setelah tepid sponge disertai pemberian antipiretik adalah 0,970C dan

rata-rata selisih penurunan suhu sebelum dan setelah pemberian antipiretik adalah

0,830C. Mengacu kepada nilai tersebut, menunjukkan bahwa pemberian

antipiretik disertai tepid sponge lebih efektif daripada pemberian antipiretik saja.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

11

Tahapan dalam pelaksanaan tepid sponge menurut Rosdahl dan Kowalski (2006)

meliputi tahap persiapan dan pelaksanaan. Tahap persiapannya terdiri dari

penjelasan prosedur dan mendemonstrasikan kepada keluarga cara tepid sponge,

serta persiapan alat seperti ember atau waskom tempat air hangat, lap mandi,

handuk mandi, selimut mandi, perlak besar, termometer, dan selimut tidur. Tahap

pelaksanaannya dimulai dengan perawat memberi kesempatan klien untuk

menggunakan urineal sebelum tepid sponge, ukur dan catat suhu tubuh klien,

buka seluruh pakaian pasien dan letakkan lap mandi di dahi, aksila, serta pangkal

paha. Selanjutnya lap ekstremitas, punggung, dan bokong klien. Pertahankan suhu

tubuh klien tetap hangat (26-350C). Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau

menggigil segera setelah tubuh klien mendekati normal, selimuti dengan selimut

tidur. Prosedur terakhir adalah mencatat suhu tubuh dan tingkat rasa nyaman klien

sebelum dan setelah tepid sponge dilakukan.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

12 Universitas Indonesia

BAB 3

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Gambaran Kasus

An. M (1 tahun 6 bulan), laki-laki, dengan diagnosa medis Kejang demam

kompleks, ISK, dan Delayed development. Anak masuk pada tanggal 31 Mei

2013 dengan keluhan kejang 6 kali 1 hari SMRS durasi lebih kurang 3 menit,

batuk, pilek, dan Ibu mengatakan demam tidak ada. Saat dilakukan pengkajian

pada tanggal 5 Juni 2013, kesadaran compus mentis, tidak terpasang oksigen, dan

terpasang stopper. Suhu = 38,30C Nadi= 138x/menit RR= 37x/menit, anak sudah

tidak mengalami kejang. Ibu mengatakan anak masih demam, mual, dan muntah

susu satu kali.

3.2 Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan pada Anak M terdiri dari pengkajian fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pengkajian fisik yang dilakukan awalnya dilihat dari

status nutrisi anak, eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas bermain, serta

kebersihan diri. Anak M masih minum ASI, sudah mendapatkan makanan

pendamping ASI berupa nasi, danbanyak minum air putih. Intake anak M tiap

harinya: ASI, air putih, nasi, depakene 2x 2 cc, dan sanmol 3x 150 mg. Anak M

buang air besar berwarna kuning dan konsistensi padat, buang air kecil ditampung

menggunakan diapers yang selalu ditimbang setiap 7 jam sehingga urine dapat

terpantau dengan baik. Diuresis selalu berubah-rubah perharinya dengan jumlah

rata-rata ±450 ml/7 jam. Anak tidur dengan durasi sekitar 8-10 jam dan sering

terbangun akibat bising dan bila disentuh. Selama diruang rawat anak tampak

sering digendong ibunya untuk jalan-jalan diluar kamar. Ibu dan kakaknya

tampak mengajak berbicara dan mendengarkan musik. Anak tampak lebih bersih

dari awal masuk rawat inap. Kulit anak sawo matang, dimandikan 2x sehari

dengan cara di lap di atas tempat tidur.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

13

Pengkajian selanjutnya terdiri dari keadaan umum, tanda-tanda vital, pengukuran,

dan pemeriksaan Head to toe. Kesadaran Anak M saat dilakukan pengkajian

adalah compus mentis, bila menangis kuat, dan postur tubuh berisi. Frekuensi

pernapasan 37x/menit, Frekuensi nadi 138x/menit, dan Suhu 38,30C. Berat badan

anak 12 kg, panjang badan 85 cm, lingkar kepala 47 cm, lingkar dada 52 cm,

lingkar perut 54 cm, dan lingkar lengan 16 cm. Kepala Anak M normocephalo,

ubun-ubun datar, tidak ada cephal hematom, rambut hitam tipis. Pada mata

tampak sklera tidak ikterik, konjungtiva merah muda, bereaksi terhadap cahaya,

pupil isokor. Hidung mempunyai septum nasal, tidak terdapat pernapasan cuping

hidung, tidak terpasang oksigen. Telinga bersih dan berespons terhadap suara.

Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening. Pergerakan dada simetris,

bunyi napas vesikuler, tidak terdengan suara ronkhi, bunyi jantung BJ 1 BJ 2.

Abdomen datar, terdengar bising usus, tidak ada tahanan. Kandung kemih berisi

penuh dan keluar urine jika ditekan dan terlihat Anak M memiliki mikropenis.

Capillary refill time kurang dari 3 detik, tidak sianosis, kulit teraba hangat, turgor

kulit elastic, dan mukosa bibir lembab. Anak M belum bisa merangkak dan

berjalan, hanya bisa merembet di tembok atau kursi. Penilaian resiko jatuh dengan

menggunakan Humpty Dumpty adalah 17.

Anak M mengalami penurunan berat badan dalam seminggu. Berat badan Anak

M sebelum sakit adalah 14 kg, setelah sakit berat badan menjadi 12 kg. Anak M

adalah anak yang aktif dan berespon terhadap stimulus disekitarnya. Anak juga

mengalami perlambatan dalam perkembangannya. Dimana nilai KPSP anak

adalah 4. Anak diasuh oleh orangtua dan kakaknya. Anak mendapat banyak

dukungan dari keluarga yang senantiasa berusaha untuk sembuh. Anak M tampak

takut dan nangis jika di dekati perawat, tetapi anak M mau bermain bersama

teman seruangan terlihat dengan adanya interaksi dengan anak M dan pasien

lainnya. Anak M selalu mendapat kasih sayang dan perhatian dari orangtua dan

kakaknya.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

14

Diagnosa medis pada An.M yang menyatakan ISK dapat ditemukan dengan hasil

laboratorium yang tidak normal pada pemeriksaan urin lengkap tanggal 28 Mei

2013, terdapatnya leukosit (+2) di dalam urin. Pada tanggal 5 Juni 2013 dilakukan

pemeriksaan kultur urine. Pada hasil pemeriksaan ini ditemukan jumlah kuman

lebih dari 100000 K/ml dengan hasil biakan pseudomonas aeruginosa. Dari hasil

ini dapat menegakkan diagnosa medis infeksi saluran kemih terjadi pada anak M.

ISK ini merupakan pencetus terjadinya kejang demam pada anak. Selain itu,

pemeriksaan CT Scan menunjukkan atrofi frontoparietal kanan kiri pada An.M.

Pengkajian KPSP yang dilakukan pada anak bernilai 3. Dimana angka dibawah 6

ini menunjukkan bahwa anak mengalami ganggguan tumbuh kembang. Ini

membuktikan terhadap penegakan diagnosa medis delayed development pada

anak.

3.3 Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan yang terdapat pada Anak M berdasarkan hasil pengkajian

diatas adalah hipertermia, risiko penyebaran infeksi, risiko jatuh, dan

keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Berdasarkan masalah

keperawatan ini akan diangkat menjadi diagnosa keperawatan yang akan

dilakukan intervensi keperawatan. Pada Anak M diagnosa keperawatan yang akan

diselesaikan adalah hipertermia, risiko penyebaran infeksi, dan risiko jatuh.

3.4 Intervensi Keperawatan

Intervensi yang dilakukan pada An.M adalah memantau keadaan umum anak,

tanda-tanda vital mulai dari suhu tubuh, frekuensi pernapasan, dan irama jantung.

Telah dilakukan intervensi keperawatan dengan cara mempertahankan suhu

lingkungan tetap sejuk, menganjurkan orangtua untuk membantu agar anaknya

dapat menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, mengompres

dengan air hangat, mengatur posisi tirah baring, kolaborasi pemberian

parasetamol, mengidentifikasi penyebab peningkatan suhu tubh (faktor infeksi:

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

15

hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan nilai leukosit, urin lengkap,

kultur darah, dan kultur urin), memantau status hidrasi (intake dan output), serta

kolaborasi pemberian antibiotik.

3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hasil evaluasi setelah 4 hari dilakukan intervensi yaitu pada tanggal 5-8 juni 2013

yaitu Ibu mengatakan badan anak sudah berkurang demamnya, Anak tidak

mengalami kejang, tidak tampak kemerahan pada kulit anak, Suhu 37,70C dan

teraba hangat. Hasil dari pemberian tepid sponge pada Anak M selama 4 hari

terjadi penurunan suhu tubuh dari 38,30C hingga 37,7

0C. Hari pertama suhu tubuh

Anak M adalah 38,30C dilakukan tepid sponge pada jam 11.00 WIB, suhu tubuh

Anak M menjadi 37,90 C pada jam 11.40 WIB. Hari kedua tetap dilakukan tepid

sponge minimal 20 menit setiap anak mengalami peningkatan suhu tubuh. Suhu

Anak M turun menjadi 37,70C. Hari ketiga anak mengalami peningkatan suhu

hingga 38,40C. Hal ini dikarenakan infeksi saluran kemih pada anak belum

teratasi optimal dengan antibiotik yang diberikan. Dalam pelaksaan intervensi,

anak mengalami penurunan suhu dari 38,40C hingga 38

0C setelah 20 menit tepid

sponge. Hari keempat intervensi suhu tubuh anak sudah mulai mendekati normal

yaitu 37,70C. Empat hari pelaksanaan intervensi ini dapat menurunkan suhu tubuh

anak sebesar 0,60C, dimana setiap pelaksanaan tepid sponge pada anak suhu turun

hingga 0,40C.

Ibu tampak membersihkan genital anaknya saat mengganti diapers dan perlu

dimotivasi. Intake pada anak berupa ASI+500 cc air putih dan outputnya 470 cc.

Intake dan output ini diukur dalam waktu 7 jam. Ini menunjukkan keseimbangan

cairan pada anak positif yang menunjukkan bahwa asupan cairan pada anak

tercukupi. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik ceftriaxon 1 gr melalui

intravena 1 kali sehari. Pemberian antibiotik ini diganti dengan antibiotic

meropenem 150 mg 3x sehari melalui intravena. Kolaborasi dalam penggantian

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

16

antibiotic ini dilihat dari hasil lab pada tanggal 7 juni 2013 tidak terdapat leukosit

pada pemeriksaan urin lengkap sedangkan pada pemeriksaan kultur urine

ditemukan jumlah kuman lebih dari 100000 K/ml dengan hasil biakan

pseudomonas aeruginosa. Diagnosa keperawatan hipertermia pada anak teratasi

sebagian. Evaluasi lainnya tidak terjadi flebitis pada stopper yang terpasang,

tampak Ibu yang selalu menggunakan hand rub dalam berinteraksi dengan anak

sehingga mencegah terjadinya risiko penyebaran infeksi, dan tampak orangtua

dan kakak yang selalu menemani Anak M sehingga terhindar dari risiko jatuh.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

17 Universitas Indonesia

BAB 4

ANALISIS SITUASI

4.1 Profil Lahan Praktek

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati terletak diwilayah Jakarta Selatan dengan

luas bangunan 57.457,50 m2 dan luas tanah 13 hektar (Achmadi, 2008). RSUP

Fatmawati didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno sebagai RS

yang mengkhususkan penderita tuberculosis anak dan rehabilitasinya. Pada

tanggal 15 April 1961 penyelenggaraan dan pembiayaan RS Fatmawati

diserahkan kepada Departemen Kesehatan sehingga tanggal tersebut ditetapkan

sebagai hari jadi RS Fatmawati. Dalam perjalanan RS Fatmawati, tahun 1984

ditetapkan sebagai pusat rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan

sebagai RSU Kelas B Pendidikan. Pada tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP

Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen

Kesehatan RI dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan

Umum (PPK BLU).

Selama 7 minggu mahasiswa praktik di RSUP Fatmawati Gedung Teratai lantai 3

selatan. Ruangan ini merupakan ruang perawatan penyakit dalam anak. Ruang

penyakit dalam anak ini terdiri dari 8 ruangan yang masing-masing ruangan

mempunyai maksimal 6 bed dan minimal 4 bed. Kebersihan dan kenyamanan di

ruangan ini sangat terjaga dengan baik sehingga sesuai untuk dijadikan lahan

praktik bagi mahasiswa dan sangat mendukung terhadap peningkatan kesehatan

pasien. Selain itu, fasilitas yang memadai dan kerja perawat ruangan yang sigap

juga sangat membantu dalam pemberian asuhan keperawatan sesuai kebutuhan

pasien. Hanya saja perbandingan jumlah tenaga perawat dan pasien sebanyak

1:11, menjadi faktor penghambat pada perawat dalam pemberian asuhan

keperawatan secara holistik.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

18

4.2 Analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait KKMP dan konsep

kasus terkait

Masalah keperawatan yang muncul pada An.M adalah hipertermia, risiko

penyebaran infeksi, risiko jatuh, serta keterlambatan pertumbuhan dan

perkembangan. Anak M didiagnosa medis infeksi saluran kemih, kejang demam

kompleks, dan delayed development. Masalah keperawatan Anak M ini

hendaknya dilakukan dengan cara mengatasi pencetus awal yaitu infeksi yang

terjadi pada Anak M. Infeksi saluran kemih terjadi karena kurang terpeliharanya

kebersihan pada Anak M sehingga memudahkan masuknya bakteri. ISK ini

merupakan salah satu etiologi dari peningkatan suhu pada anak yang

menyebabkan bangkitan kejang. Kejang demam pada anak disebabkan karena

infeksi luar susunan saraf pusat lainnya seperti infeksi saluran napas atas, infeksi

kulit, panas, batuk kronik berulang, campak, dan gastroenteritis akut. Penyakit

tersebut merupakan penyakit yang ditemukan pada balita yang tinggal di

pemukiman biasa.

Populasi anak merupakan kelompok yang paling berisiko mengalami kematian di

negara berkembang dan kematian tersebut sebagian besar disebabkan oleh

penyakit yang dapat dicegah. Angka kematian balita menggambarkan faktor-

faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada kesehatan anak. Rumah

merupakan salah satu lingkungan fisik yang mendukung dalam melakukan

aktivitas fisik untuk berkreasi. Masalah permukiman di perkotaan mempunyai

hubungan langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan anak. Penelitian cross

sectional di rumah susun Kemayoran terhadap 213 balita menunjukkan bahwa

prevalensi penyakit selama satu bulan penelitian sebesar 45,9% (Hendarto dan

Musa, 2012). Untuk itu diperlukan kesehatan perkotaan yang bertujuan untuk

mengatasi masalah-masalah kesehatan di perkotaan sebagai akibat gaya hidup

dan lingkungan yang tidak sehat, baik masalah kesehatan yang konservasi

ataupun modern (Efendi dan Makhfudli, 2009).

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

19

Infeksi saluran kemih pada An.M dapat dilihat dengan adanya leukosit pada

pemeriksaan urine lengkap dan ditemukan jumlah kuman lebih dari 100000 K/ml

dengan hasil biakan pseudomonas aeruginosa pada pemeriksaan kultur urine. ISK

inilah yang menyebabkan munculnya masalah keperawatan risiko penyebaran

infeksi dan hipertermia. Infeksi yang menyebabkan peningkatan suhu tubuh pada

anak sehingga melewati batas ambang kejang anak antara 380- 40

0C. kejang yang

terjadi karena peningkatan suhu inilah yang dinamakan kejang demam. Selain itu

hal ini juga sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa kejang demam dapat

disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam,

seperti infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut, pneumonia,

gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih (Al-Ajlouni, 2000).

Risiko jatuh pada anak terjadi karena anak yang mempunyai riwayat kejang yang

berulang di awal masuk rumah sakit dan nilai humpty dumpty yang menunjukkan

angka 17 pada An.M. Nilai humpty dumpty merupakan penilaian risiko jatuh pada

anak. Angka 17 ini menunjukkan ≥12 yang artinya risiko tinggi jatuh pada An.M.

4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait

Intervensi yang diberikan pada kasus kelolan yaitu Anak M dengan kejang

demam berfokus pada penurunan suhu tubuh. Intervensi yang dilakukan dengan

menggunakan tepid sponge. Tepid sponge merupakan terapi nonfarmakologis

untuk demam (Potter dan Perry, 2005). Tehnik ini dilakukan dengan memberikan

kompres hangat di seluruh badan anak. Suhu air untuk kompres antara 30-350C.

Panas dari kompres tersebut merangsang vasodilatasi sehingga mempercepat

proses evaporasi dan konduksi, yang pada akhirnya dapat menurunkan suhu tubuh

(Alves, Almeida, dan Almeida, 2008 dalam Setiawati, 2009).

Peningkatan suhu tubuh pada An.M merupakan respon terhadap adanya infeksi

yang dapat meningkatkan konsumsi energi dan kejang yang dialami anak M

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

20

semakin meningkatkan konsumsi energi metabolisme. Anak M membutuhkan

energi untuk upaya penurunan suhu tubuhnya. Tepid sponge yang dilakukan pada

Anak M juga didukung dengan pemberian antipiretik. Sejalan dengan pernyataan

Riandita (2012) bahwa pemberian kompres hangat dilakukan apabila suhu diatas

38,50C dan telah mengkonsumsi antipiretik setengah jam sebelumnya. Tepid

sponge dapat memberikan sinyal ke hipotalamus dan memacu terjadinya

vasodilatasi pembuluh darah perifer. Hal ini menyebabkan pembuangan panas

melalui kulit meningkat sehingga terjadi penurunan suhu tubuh menjadi normal

kembali.

Hasil dari penerapan intervensi yang telah dilakukan pada Anak M selama 4 hari

dengan diagnosa keperawatan hipertermi dapat diatasi yang dibuktikan terjadinya

penurunan suhu tubuh dari 38,30C hingga 37,7

0C. Hari pertama suhu tubuh Anak

M adalah 38,30C dilakukan tepid sponge pada jam 11.00 WIB, suhu tubuh Anak

M menjadi 37,90 C pada jam 11.40 WIB. Hari kedua tetap dilakukan tepid sponge

minimal 20 menit setiap anak mengalami peningkatan suhu tubuh. Suhu Anak M

turun menjadi 37,70C. Hari ketiga anak mengalami peningkatan suhu hingga

38,40C. Hal ini dikarenakan infeksi saluran kemih pada anak belum teratasi

optimal dengan antibiotik yang diberikan. Dalam pelaksaan intervensi, anak

mengalami penurunan suhu dari 38,40C hingga 38

0C setelah 20 menit tepid

sponge. Hari keempat intervensi suhu tubuh anak sudah mulai mendekati normal

yaitu 37,70C. Empat hari pelaksanaan intervensi ini dapat menurunkan suhu tubuh

anak sebesar 0,60C, dimana setiap pelaksanaan tepid sponge pada anak suhu turun

hingga 0,40C. Adanya penurunan suhu tubuh ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Setiawati (2009) menunjukkan bahwa pemberian antipiretik

disertai tepid sponge lebih efektif daripada pemberian antipiretik saja. Penelitian

tersebut menunjukkan bahwa rata-rata selisih penurunan suhu tubuh pada

kelompok anak sebelum dan setelah tepid sponge disertai pemberian antipiretik

adalah 0,970C. Perbedaan selisih penurunan suhu sebelum dan setelah tepid

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

21

sponge ini mungkin dikarenakan perbedaan usia. Pada penelitian Setiawati

(2009), respondennya adalah anak prasekolah dan sekolah sedangkan Anak M

berusia 1 tahun 6 bulan.

Suhu tubuh Anak M sudah mengalami penurunan tetapi belum berada direntang

normal dan diantara 4 hari tersebut suhu tubuh anak tidak dapat dipertahankan

stabil selalu. Hal ini mungkin disebabkan karena pencetus terjadinya peningkatan

suhu tubuh pada anak yaitu infeksi saluran kemih yang masih belum teratasi dan

dikarenakan mahasiswa tidak melaksanakan tepid sponge ini dalam 24 jam tiap

harinya hanya disaat jam praktik saja yaitu 7 jam perharinya. Berbeda halnya

dengan An.A dengan diagnosa medis kejang demam sederhana penurunan suhu

tubuh dalam kurun waktu satu hari dari 38,10C hingga 37,5

0C. Asuhan

keperawatan yang dilakukan juga menggunakan tepid sponge. Perbedaan ini

dikarenakan tidak terdapatnya infeksi pada An.A yang dibuktikan dengan

normalnya nilai leukosit pada hasil lab.

4.4 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan

Tepid sponge merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk penurunan

suhu tubuh. Hal ini juga sebaiknya didukung dengan pemberian antipiretik

sebelum pemberian tepid sponge terlebih jika suhu tubuh anak ≥ 380C. Hal yang

perlu diperhatikan dalam penurunan suhu tubuh pada anak demam hendaknya

dilakukan dengan optimal dan suhu tubuh anak selalu terpantau. Kasus kejang

demam berfokus pada penyelesaian penyebab demam anak dan penurunan suhu

tubuh. Dengan ini perlu dilakukannya tepid sponge tidak hanya untuk praktik

mahasiswa tetapi juga disosialisasikan pada perawat ruangan sehingga penerapan

intervensi ini dapat berjalan dengan optimal. Selain itu edukasi tentang tepid

sponge kepada keluarga perlu dilakukan dan motivasi keluarga terhadap

pemberian tepid sponge pada anak.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

22 Universitas Indonesia

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kejang demam pada anak merupakan tipe kejang yang sering terjadi pada anak.

Bangkitan kejang ini disebabkan adanya peningkatan suhu tubuh diatas ambang

batas anak (suhu rektal > 380C). Peningkatan suhu tubuh pada anak kejang

demam adalah hal utama yang harus diatasi segera. Prinsip penatalaksanaan

peningkatan suhu tubuh pada anak adalah mencari tahu apa penyebabnya. Dengan

mengetahui permasalahan maka tindakan yang dilakukan akan terarah dan

rasional.

Gambaran kasus yang telah dipaparkan dapat disimpulkan data yang ditemukan

pada anak M dengan kejang demam adalah peningkatan suhu tubuh, peningkatan

leukosit pada hasil lab yang menyatakan adanya infeksi, dan keterlambatan

pertumbuhan dan perkembangan. Anak M juga sering rewel. Diagnosa

keperawatan yang muncul adalah hipertermia, risiko penyebaran infeksi, risiko

jatuh, dan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Intervensi

keperawatan yang dapat dilakukan adalah observasi tanda-tanda vital, mengatur

suhu ruangan, meningkatkan istirahat, meningkatkan asupan nutrisi, menghitung

intake dan output, dan memfasilitasi interaksi sosial klien sesuai dengan

keterbatasan lingkungan dan kondisi kesehatan. Intervensi utama pada Anak M

berfokus dalam pemberian tepid sponge dalam penurunan suhu anak.

Evaluasi yang dilakukan dengan menerapkan asuhan keperawatan peningkatan

suhu tubuh pada anak dengan memberikan tepid sponge. Suhu tubuh yang

meningkat pada anak mengalami penurunan dari 38,30C hingga 37,7

0C dalam 4

hari pelaksanaan intervensi ini.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

23

Universitas Indonesia

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Mahasiswa

Terdapat penurunan suhu tubuh pada pasien kejang demam dengan memberikan

tepid sponge. Hendaknya mahasiswa bisa menerapkan pemberian asuhan

keperawatan dengan tepid sponge ini dalam praktik keperawatan. Dimulai

dengan mempromosikan dan memotivasi kepada para perawat dan orangtua

yang berada di rumah sakit tempat praktik.

5.2.2 Bagi Instansi Pendidikan

Adanya penurunan suhu tubuh anak selama 4 hari penerapan aplikasi ini

menunjukkan adanya keberhasilan dari penerapan tepid sponge. Hal ini bisa

dijadikan acuan bagi instansi pendidikan dalam meningkatkan pembelajaran

tentang tepid sponge pada mahasiswa.

5.2.3 Bagi Rumah Sakit

Rumah sakit hendaknya memperbanyak penerapan implementasi keperawatan

yang tiap tahunnya berkembang. Hal ini membantu peningkatan terhadap

pelayanan kesehatan pada pasien. Dengan pemberian asuhan keperawatan

secara holistik diharapkan proses penyembuhan kesehatan klien berlangsung

efektif dan efisien. Hendaknya rumah sakit juga bisa meyakinkan dan

memotivasi orangtua pasien dalam penerapan tepid sponge ini.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

24 Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, R. (2008). Laporan praktik kerja profesi farmasi di rumah sakit.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14349/1/08E00346.pdf, diakses

pada tanggal 27 Juni 2013 jam 20.00 WIB.

Al-Ajlouni, S., & Imad H. K. (2000). Febrile convulsions in children. Journal of

Neuro scinces.

http://www.neurosciencesjournal.org/PDFFiles/Jul00/Febrile.pdf, diakses pada

tanggal 9 Juni 2013 jam 00.30 WIB.

Anonim.(2013). RSUP Fatmawati. http://www.fatmawatihospital.com/, diakses pada

27 Juni 2013 jam 20.10 WIB.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Faktor penyebab kejang

demam pada anak. http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/download/2314/2157,

diakses pada 9 Juni 2013 jam 21.00 WIB.

Bajaj, N. (2008). Febrile convulsions. Journal of Nepal Pediatric Society. http://www.nepjol.info/index.php/JNPS/article/view/1403/1378, diakses pada

tanggal 9 Juni 2013 jam 01.30 WIB.

Corrard, F. (2002). Ways to reduce fever: are luke-warm water bath still indicated?

Arch Pediatr, 9(3), 311-315.

Doenges, M. (1999). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC.

Efendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: teori dan

praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Hendarto, A., & Dahlan, A.M. (2012). Hubungan status gizi dan kekerapan sakit

balita penghuni rumah susun Kemayoran-Jakarta

Pusat.http://www.idai.or.id/saripediatri/abstrak.asp?q=218, diakses pada

tanggal 9 juni 2013 jam 00.15 WIB.

Judarwanto, W. (2012). Kejang demam anak, jangan diremehkan jangan

berlebihan.http://health.kompas.com/read/2012/03/06/14404139/Kejang.Dema

m.Anak.Jangan.Diremehkan.Jangan.Berlebihan, diakses pada tanggal 8 Juni

2013 jam 11.45 WIB.

Kusuma, D. (2010). Korelasi anatara kadar seng serum dengan bangkitan kejang

demam. http://eprints.undip.ac.id/29076/2/, diakses pada tanggal 8 Juni 2013

jam 11.20 WIB.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

25

Universitas Indonesia

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fumdamental keperawatan: konsep,

proses, dan praktik. Jakarta: EGC.

Riandita, A. (2012). Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam

dengan pengelolaan demam pada anak. Karya Tulis Ilmiah.

http://eprints.undip.ac.id/37333/1/amarilla_g2a008016_lap_kti.pdf, diakses

pada tanggal 05 Juli 2013.

Rosdahl, C.B., & Kowalski, M.T. (2008). Textbook of Basic Nursing. Ed.9.

Philadelphia: Wolters Kluwer Health- Lippincott Williams & Wilkins.

Setiawati, T. (2009). Pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan

kenyamanan pada anak usia pra sekolah dan sekolah yang mengalami demam

di ruang perawatan anak Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Tesis.

http://lontar.ui.ac.id/opac/ui/, diakses pada tanggal 05 Juli 2013.

Staf Pengajar Kesehatan Anak FK UI. (2005). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FK UI.

Wong, D. et all. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik. (A. Hartono, S.

Kurnianingsih, & Setiawan, Penerjemah). Jakarta: EGC.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Lampiran 1

PENGKAJIAN ANAK

Nama Mahasiswa : Jemirda Sundari Y

Tempat Praktek : Ruang Teratai, Lantai 3 Selatan

Tanggal Pengkajian : 4 Juni 2013

I. IDENTITAS DATA

Nama : An. M

Usia : 1 tahun 6 bulan

Alamat : Jalan Anggrek Petukangan Utara Jakarta Selatan

Agama : Islam

Suku bangsa : Sunda

II. KELUHAN UTAMA

Klien datang dengan keluhan kejang 6 kali hari ini durasi ± 3 menit, demam (-), riwayat kejang

sebelumnya (-), batuk (+), pilek (+).

III. RIWAYAT MASA LALU

1. Penyakit waktu kecil : Demam dan batuk

2. Pernah dirawat di RS : Tidak pernah

3. Obat-obatan yang digunakan : Obat dari RS

4. Tindakan (operasi) : Tidak pernah

5. Alergi : Tidak ada

6. Kecelakaan : Tidak pernah

7. Imunisasi : BCG. Ibu mengatakan tidak pernah lanjut imunisasi,

karena setiap mau imunisasi, anak panas.

IV. RIWAYAT KELUARGA (DISERTAI GENOGRAM)

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

---------- : Tinggal serumah

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

V. RIWAYAT SOSIAL

1. Yang mengasuh : orangtua (Ibu dan Ayah)

2. Hubungan dengan anggota keluarga : Suka bermain dengan saudaranya

3. Hubungan dengan teman sebaya : Suka bermain dengan tetangga yang seumuran

4. Pembawaan secara umum : aktif

5. Lingkungan rumah : padat penduduk

VI. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI

1. Status Nutrisi dan Cairan

Klien masih minum ASI dan sudah mendapatkan makanan pendamping ASI berupa nasi.

Anak M banyak minum air putih. Intake anak M tiap harinya: ASI, air putih, nasi, depakene

2x 2 cc, dan sanmol 3x 150 mg.

2. Istirahat dan Tidur

Anak tidur dengan durasi sekitar 8-10 jam dan sering terbangun akibat bising dan bila

disentuh.

3. Eliminasi

Klien BAB dengan warna kuning, konsistensi padat, BAK ditampung menggunakan diapers,

diapers selalu ditimbang setiap 8 jam sehingga urine dapat terpantau dengan baik. Diuresis

selalu berubah-rubah perharinya dengan jumlah rata-rata ±500 ml/8 jam.

4. Aktivitas bermain

Selama diruang rawat anak tampak sering digendong ibunya untuk jalan-jalan diluar kamar.

Ibu dan kakaknya tampak mengajak berbicara dan bermain mendengarkan musik.

5. Kebersihan diri

Anak tampak lebih bersih dari awal masuk rawat inap. Kulit anak sawo matang, dimandikan

2x sehari dengan cara di lap di atas tempat tidur.

VII. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum

Kesadaran compus mentis, bila menangis kuat, dan postur tubuh berisi.

2. Tanda-tanda vital

Frekuensi pernapasan 37x/menit, Frekuensi nadi 138x/menit, dan Suhu 38,30C.

3. Pengukuran

Berat badan anak 12 kg, panjang badan 85 cm, lingkar kepala 47 cm, lingkar dada 52 cm,

lingkar perut 54 cm, dan lingkar lengan 16 cm.

4. Pemeriksaan Head to toe

Kepala: normocephalo, ubun-ubun datar, tidak ada cephal hematom, rambut hitam tipis.

5.Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva merah muda, bereaksi terhadap cahaya, pupil isokor.

6. Hidung: mempunyai septum nasal, tidak terdapat pernapasan cuping hidung, tidak terpasang

oksigen

7. Telinga: bersih, berespons terhadap suara

8. Leher: tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

9. Dada: simetris, bunyi napas vesikuler, tidak terdengan suara ronkhi, bunyi jantung BJ 1 BJ 2

10. Abdomen: datar, terdengar bising usus, tidak ada tahanan

11. Kandung kemih: berisi penuh dan keluar urine jika ditekan

12. Genital: mikropenis

13. Ekstremitas: CRT < 3 detik, tidak sianosis, belum bisa merangkak dan berjalan, hanya bisa

merembet di tembok atau kursi. Penilaian resiko jatuh dengan menggunakan Humpty Dumpty

adalah 17.

14. Integumen : kulit teraba hangat, turgor kulit elastis, mukosa bibir lembab.

15. Pemeriksaan rangsangan meningeal :

Kaku kuduk (-), kernig (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-)

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Pemeriksaan Penunjang

Jenis Pemeriksaan Nilai Normal 28 Mei 2013 07 Juni 2013 08 Juni 2013

Urinalisa

Urobilinogen

Protein urine

Berat jenis

Bilirubin

Keton

Nitrit

pH

Leukosit

Darah/ Hb

Glukosa urin

Warna

Kejernihan

Sedimen urin

Epitel

Leukosit

Eritrosit

Silinder

Kristal

bakteri

< 1

-

1,005- 1,030

-

-

-

4,8-7

-

-

-

Kuning

Jernih

+1

0-5

0-2

-

-

-

0,2

-

≤ 1,005

-

-

-

7

+2

Trace

-

Kuning

Jernih

+

5-10

0-2

-

-

-

0,2

-

≤ 1,005

-

-

-

7

-

-

-

Kuning

Jernih

+

0-1

0-5

0-2

-

-

0,2

-

≤ 1,005

-

-

-

7

-

-

-

Kuning

Jernih

+1

1-2

0-2

-

-

-

4 Juni 2013 5 Juni 2013

Pemeriksaan kultur darah :

Biakan negative

Pemeriksaan kultur urine:

Jumlah kuman lebih dari 100000 K/ml dengan hasil

biakan pseudomonas aeruginosa.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Analisa Data

Data yang diperoleh Masalah Keperawatan Data Subjektif:

Ibu mengatakan anak masih demam dan

sering keringatan.

Data Objektif:

S=38,30C

Teraba hangat pada tubuh An.M

Suhu ruangan terasa panas

Hipertermia

Data Subjektif:

Ibu mengatakan anak demam

Data Objektif:

S=38,30C

Leukosit (+2) di dalam urin

Pemeriksaan kultur urine ditemukan jumlah

kuman lebih dari 100000 K/ml dengan hasil

biakan pseudomonas aeruginosa.

Mikropenis

Anak terpasang stopper

Risiko Penyebaran Infeksi

Data Subjektif:

Ibu mengatakan bahwa anak rewel, belum

bisa merangkak,berjalan, dan hanya bisa

merembet

Data Objektif:

An.M berusia 1 tahun 6 bulan

Berada ditempat tidur box

Nilai Humpty Dumpty= 17

Risiko Jatuh

Data Subjektif:

Ibu mengatakan anak belum bisa merangkak,

berjalan, dan hanya bisa merembet

Data Objektif:

Anak tampak belum bisa duduk sendiri,

belum bisa berdiri dalam 5 menit tanpa

memegang kursi atau tembok

Nilai KPSP= 3

Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Intervensi Keperawatan

a. Hipertermia

Tujuan: suhu tubuh pada anak M mengalami penurunan yang ditandai dengan kriteria hasil:

- Suhu tubuh klien dalam batas normal (36,5-37,50C)

- Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan

- Kulit tidak mengalami kemerahan

Intervensi Rasional 1. Pantau suhu pasien (derajat dan pola);

perhatikan menggigil atau diaphoresis

2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau

tambahkan linen tempat tidur sesuai

indikasi

3. Berikan kompres air hangat, hindari

penggunaan alcohol

4. Anjurkan ibu untuk menggunakan pakaian

yang menyerap keringat pada anak

5. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik

1. Suhu 38,9-41,10C menunjukkan proses

penyakit infeksius akut. Pola demam dapat

membantu dalam diagnosis: misalnya kurva

demam berakhir lebih dari 24 jam

menunjukkan pneumonia pneumokokal,

demam tifoid. Demam yang kembali normal

dalam periode 24 jam menunjukkan episode

septic.

2. Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah

untuk mempertahankan suhu mendekati

normal

3. Dapat membantu mengurangi demam.

Penggunaan air dingin/alcohol dapat

menyebabkan peningkatan suhu secara actual.

4. Mengurangi terjadinya evaporasi

5. Digunakan untuk mengurangi demam dengan

aksi sentral hipotalamus

b. Risiko Penyebaran Infeksi

Tujuan: faktor risiko penyebaran infeksi pada An.M tidak terjadi yang ditandai dengan

kriteria hasil:

- Menunjukkan penyembuhan seiring berjalannya waktu

- Suhu dalam batas normal: 36,5-37,60C

Intervensi Rasional 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah

melakukan aktivitas

2. Batasi penggunaan alat/prosedur

invasive jika memungkinkan

3. Lakukan inspeksi terhadap luka/sisi

alat invasif setiap hari, berikan

perhatian utama.

4. Pantau kecenderungan suhu.

5. Amati adanya menggigil atau

diaphoresis

6. Memantau tanda-tanda

penyimpangan kondisi/kegagalan

untuk membaik selama masa terapi

7. Kolaborasi: cek specimen urine,

darah sesuai petunjuk untuk

pewarnaan gram, kultur, dan

sensitivitas

1. Mengurangi kontaminasi silang

2. Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat

masuk mikroorganisme

3. Mencatat tanda-tanda inflamasi/infeksi local. Dapat

memberikan gejala untuk masukan portal, tipe infeksi

organism, dan identifikasi awal dari infeksi sekunder.

4. Demam (38,5-400C) disebabkan oleh efek-efek dari

endotoksin pada hipotalamus dan endorphin yang

melepaskan pirogen. Hipotermi adalah tanda-tanda genting

yang merefleksikan perkembangan status syok.

5. Menggigil seringkali mendahuli memuncaknya suhu pada

adanya infeksi umum.

6. Dapat menunjukkan ketidaktepatan terapi antibiotic atau

pertumbuhan berlebihan ndari organism resisten.

7. Identifikasi terhadap portal entri dan organism peneybab

septisemia adalah penting bagi efektivitas pengobatan

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Intervensi Rasional

8. Kolaborasi: berikan antibiotik 8.Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk

infeksi umum/penyakit khusus.

c. Risiko Jatuh

Tujuan: faktor risiko jatuh tidak terjadi pada An.M yang ditandai dengan dengan kriteria

hasil:

- Suhu dalam batas normal: 36,5-37,50C

- Kejang tidak terjadi pada anak

- Anak tidak mengalami jatuh

Intervensi Rasional

1. Monitor tanda-tanda vital, catat adanya

peningkatan suhu

2. Pantau adanya kejang (pencetus,

frekuensi dan durasi)

3. Jelaskan hal yang perlu diperhatikan saat

anak mengalami kejang

4. Sediakan lingkungan yang aman untuk

pasien: pertahankan handrail ditempat

tidur anak

5. Menganjurkan keluarga untuk menemani

pasien

6. Memindahkan barang-barang yang dapat

membahayakan

7. Kolaborasi: dalam pemberian obat anti

kejang

1. Peningkatan suhu yang berarti menunjukkan adanya

proses infeksius akut

2. Obat dan lampu yang terlalu terang dapat meningkatkan

aktivitas otak yang dapat menyebabkan kejang

3. Orangtua perlu mengetahui cara penatalaksanaan kejang

diawal pada anak agar tidak terjadi hal yang fatal

4. Mengurangi kejadian jatuh pada anak

5. Meningkatkan keamanan pasien

6. Menghindari terjadinya trauma pada anak saat

mengalami kejang

7. Obat antikejang meningkatkan ambang kejang dengan

menstabilkan membran sel saraf, yang menurunkan

eksitasi neuron atau melalui aktivitas langsung pada

sistim limbik, thalamus, dan hipotalamus.

d. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

Anak M mempunyai nilai KPSP 4. Nilai yang kurang dari 6 ini menunjukkan bahwa anak

mengalami penyimpangan dalam tumbuh kembangnya. Intervensi yang dilakukan adalah beri

rujukan ke Rumah Sakit dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan perkembangan.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

5/6-2013

Jam 08.00-14.00

Hipertermia 1. Menganjurkan ibu untuk mengubah posisi anak setiap

1-2 jam

2. Menganjurkan ibu untuk memakaikan pakaian yang

mudah menyerap keringat pada anak

3. Memantau tanda-tanda vital, warna kulit, perfusi, dan

tingkat kesadaran.

4. Mengatur suhu lingkungan agar tidak panas dengan

membuka jendela ruangan

5. Memantau adanya kemerahan, ruam, takikardi, dan

takipnea

6. Memantau terjadinya kejang

7. Menganjurkan ibu untuk meningkatkan

minum pada anak

8. Mengajarkan ibu untuk mengompres hangat

9. Menjelaskan ibu manfaat kompres hangat

10. Menganjurkan ibu untuk selalu membersihkan genital

anak dan mengganti diapersnya jika sudah basah

Subjektif:

Ibu mengatakan anak masih demam

Objektif:

- Kesadaran compus mentis, Nadi:

138x/menit, frekuensi napas: 37 x/menit,

Suhu= 38,30 C pada jam 11.00 setelah

dilakukan kompres hangat Suhu menjadi

37,90C

- Anak tidak mengalami kejang

- Kulit tidak tampak kemerahan dan teraba

hangat

- Anak tampak dikompres hangat di

kening dan lehernya

- Lingkungan ruangan terasa gerah

- Ibu tampak membersihkan genital

anaknya saat mengganti diapers

Analisis:

Hipertermia teratasi sebagian

Planning

1. Memantau tanda-tanda vital

2. Atur suhu lingkungan sesuai BB dan

suhu tubuh

3. Memantau adanya kemerahan

4. Memantau adanya kejang

5. Memotivasi ibu untuk melakukan

kompres hangat

6. Memotivasi ibu untuk selalu

membersihkan genital anak dan

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

mengganti diapersnya jika sudah basah

7. Kolaborasi dalam pemberian obat

antipiretik jika suhu ≥380C

5/6-2013

Jam 08.00-14.00

Risiko Penyebaran Infeksi 1. Menganjurkan ibu untuk mengubah posisi anak setiap

1-2 jam

2. Menganjurkan ibu untuk memakaikan pakaian yang

mudah menyerap keringat pada anak

3. Memantau kecenderungan suhu

4. Memantau ada tidaknya flebitis pada stopper anak

5. Memantau adanya diaphoresis

6. Memantau hasil lab: kultur darah dan urin lengkap

7. Menganjurkan ibu untuk melaporkan pada perawat jika

tangan anak yang terpasang stopper bengkak

8. Mengajarkan ibu hand hygiene dan pentingnya

penerapan hand hygiene terhadap penyebaran kuman

Subjektif:

Ibu mengatakan anak masih demam

Objektif:

- Suhu= 38,30 C pada jam 11.00 setelah

dilakukan kompres hangat Suhu menjadi

37,90C pada jam 11.40

- Flebitis tidak ada

- Anak tidak diaphoresis

- Pada pemeriksaan urin lengkap terdapat

leukosit(+2) dan pada kultur darah

biakan negative

- Ibu tampak selalu menggunakan hand

rub yang ada didepan ruangan

Analisis:

Faktor risiko penyebaran infeksi

belum teratasi

Planning:

1. Anjurkan ibu untuk mengubah posisi

anak setiap 1-2 jam

2. Anjurkan ibu untuk memakaikan

pakaian yang mudah menyerap keringat

pada anak

3. Pantau suhu

4. Pantau ada tidaknya flebitis Pantau

diaphoresis

5. Pantau hasil lab

6. Motivasi ibu dalam penerapan hand

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

hygiene

7. Kolaborasi dalm pemberian antibiotik

5/6-2013

Jam 08.00-14.00

Risiko Jatuh 1. Menganjurkan ibu untuk mengurangi aktivitas pada

anak

2. Memantau adanya kejang

3. Memantau tanda-tanda vital pada anak Memantau

aktivitas anak

4. Menjelaskan hal yang perlu diperhatikan saat anak

kejang

5. Mempertahankan handrail

6. Menjauhkan benda-benda berbahaya

7. Menganjurkan ibu untuk selalu menemani anak

Subjektif:

Ibu mengatakan anak rewel

Objektif:

- An.M tidak mengalami kejang

Kesadaran compus mentis, Nadi:

138x/menit, frekuensi napas: 37 x/menit,

Suhu= 38,30 C pada jam 11.00 setelah

dilakukan kompres hangat Suhu menjadi

37,90C pada jam 11.40

- Handrail terpasang disaat anak tidur

- Ibu dan kakak selalu menemani An.M

Analisis:

Faktor risiko jatuh pada anak teratasi

sebagian

Planning:

- Pantau TTV

- Pantau adanya kejang

Pertahankan handrail

6/6-2013

Jam 08.00-14.00

Hipertermia 1. Menganjurkan ibu untuk mengubah posisi anak setiap

1-2 jam

2. Menganjurkan ibu untuk memakaikan pakaian yang

mudah menyerap keringat pada anak

3. Memantau tanda-tanda vital

4. Mengatur suhu lingkungan agar tidak panas dengan

membuka jendela ruangan

5. Memantau adanya kemerahan, ruam, takikardi, dan

takipnea

6. Memantau terjadinya kejang

Subjektif:

Ibu mengatakan anak demamnya naik

turun

Objektif:

- Suhu 37,70C, RR=32x/menit,

N=120x/menit

- Anak tidak mengalami kejang

- Kulit tidak tampak kemerahan dan teraba

hangat

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

7. Memotivasi ibu untuk mengompres hangat

8. Menganjurkan ibu untuk selalu membersihkan genital

anak dan mengganti diapersnya jika sudah basah

- Lingkungan ruangan tidak terasa begitu

panas

- Ibu mengompres hangat pada kening

anak

- Ibu tampak membersihkan genital

anaknya saat mengganti diapers dan

perlu dimotivasi

Analisis:

Hipertermia teratasi sebagian

Planning

1. Memantau tanda-tanda vital

2. Memantau intake dan output

3. Atur suhu lingkungan sesuai BB dan

suhu tubuh

4. Memantau adanya kemerahan

5. Memantau adanya kejang

6. Memotivasi ibu untuk melakukan

kompres hangat

7. Memotivasi ibu untuk selalu

membersihkan genital anak dan

mengganti diapersnya jika sudah basah

8. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik,

jika suhu ≥380C

6/6-2013

Jam 08.00-14.00

Risiko Penyebaran Infeksi 1. Menganjurkan ibu untuk mengubah posisi anak setiap

1-2 jam

2. Menganjurkan ibu untuk memakaikan pakaian yang

mudah menyerap keringat pada anak

3. Memberikan obat antibiotic ceftriaxon 1 gr melalui

intravena

4. Memantau kecenderungan suhu

Subjektif:

Ibu mengatakan anak demamnya naik

turun

Objektif:

- Suhu 37,70C, RR=32x/menit,

N=120x/menit

- Flebitis tidak ada

- Anak tidak diaphoresis

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

5. Memantau ada tidaknya flebitis pada stopper

6. Memantau adanya diaphoresis

7. Memantau hasil lab: kultur darah dan urin lengkap

8. Menganjurkan ibu untuk melaporkan pada perawat jika

tangan anak yang terpasang stopper bengkak

9. Mengajarkan ibu hand hygiene dan pentingnya

penerapan hand hygiene terhadap penyebaran kuman

- Pada pemeriksaan urin lengkap terdapat

leukosit(+2) dan pada kultur darah

biakan negative

- bu tampak selalu menggunakan hand rub

yang ada didepan

ruangan

Analisis:

Faktor risiko penyebaran infeksi teratasi

sebagian

Planning:

1. Anjurkan ibu untuk mengubah posisi

anak setiap 1-2 jam

2. Anjurkan ibu untuk memakaikan

pakaian yang mudah menyerap keringat

pada anak

3. Pantau suhu

4. Pantau ada tidaknya flebitis Pantau

diaphoresis

5. Pantau hasil lab

6. Motivasi ibu dalam penerapan hand

hygiene

7. Kolaborasi dalm pemberian antibiotik

6/6-2013

Jam 08.00-14.00

Risiko Jatuh 1. Menganjurkan ibu untuk mengurangi aktivitas pada

anak

2. Memantau adanya kejang

3. Memantau tanda-tanda vital pada anak

4. Memantau aktivitas anak

5. Menghargai keberadaan pasien

6. Menjelaskan hal yang perlu diperhatikan saat anak

kejang

7. Mempertahankan handrail

8. Menjauhkan benda-benda berbahaya

Subjektif:

Ibu mengatakan anak rewel

Objektif:

- An.M tidak mengalami kejang

- Suhu 37,70C, RR=32x/menit,

N=120x/menit

- Handrail terpasang disaat anak tidur

- Ibu dan kakak selalu menemani An.M

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

9. Menganjurkan ibu untuk menemani anak Analisis:

Faktor risiko jatuh pada anak teratasi

sebagian

Planning:

- Pantau TTV

- Pantau adanya kejang

- Pertahankan handrail

- Kolaborasi dalam pemberian obat anti

kejang

7/6-2013

Jam 08.00-14.00

Hipertermia 1. Menganjurkan Ibu untuk mengubah posisi anak setiap

1-2 jam

2. Menganjurkan ibu untuk memakaikan pakaian yang

mudah menyerap keringat pada anak

3. Memberikan sanmol 1,5 sendok pada anak

4. Memantau tanda-tanda vital

5. Memantau intake dan output

6. Mengatur suhu lingkungan agar tidak panas dengan

membuka jendela ruangan

7. Memantau adanya kemerahan, ruam,

takikardi, dan takipnea

8. Memantau terjadinya kejang

9. Memotivasi ibu untuk mengompres hangat

10. Menganjurkan ibu untuk selalu membersihkan genital

anak dan mengganti diapersnya jika sudah basah

11. Memotivasi ibu untuk meningkatkan intake anak

Subjektif:

Ibu mengatakan badan anak panas lagi

Objektif:

- Suhu 38,40C setelah 20 menit dilakukan

kompres hangat suhu menjadi 380C,

RR=40x/menit, N=150x/menit

- Anak tidak mengalami kejang

- Kulit tidak tampak kemerahan dan teraba

hangat

- Lingkungan ruangan terasa gerah

- Ibu mengompres hangat pada

kening anak, ketiak, dan leher

- Ibu tampak membersihkan genital

anaknya saat mengganti diapers dan

perlu dimotivasi

- Intake= ASI+ 500 cc air putih (7 jam)

- Output= 380 cc (7 jam)

Analisis:

Hipertermia teratasi sebagian

Planning

1. Memantau tanda-tanda vital

2. Memantau intake dan output

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

3. Atur suhu lingkungan sesuai BB dan

suhu tubuh

4. Memantau adanya kemerahan

5. Memantau adanya kejang

6. Memotivasi ibu untuk melakukan

kompres hangat

7. Memotivasi ibu untuk selalu

membersihkan genital anak dan

mengganti diapersnya jika sudah basah

8. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik,

jika suhu ≥380C

7/6-2013

Jam 08.00-14.00

Risiko Penyebaran Infeksi 1. Menganjurkan ibu untuk mengubah posisi anak setiap

1-2 jam

2. Menganjurkan ibu untuk memakaikan pakaian yang

mudah menyerap keringat pada anak

3. Memantau kecenderungan suhu

4. Memantau ada tidaknya flebitis pada stopper

5. Memantau adanya diaphoresisMemantau hasil lab: urin

lengkap

6. Menganjurkan ibu untuk melaporkan pada perawat jika

tangan anak yang terpasang stopper bengkak

7. Mengajarkan ibu hand hygiene dan pentingnya

penerapan hand hygiene terhadap penyebaran kuman

Subjektif:

Ibu mengatakan badan anak panas lagi

Objektif:

- Suhu 38,40C, setelah diberikan kompres

hangat selama 20 menit suhu menjadi

380C.

- Flebitis tidak ada

- Anak tidak diaphoresis

- Pada pemeriksaan urin lengkap tidak

terdapat leukosit Pemeriksaan kultur

urine ditemukan jumlah kuman lebih

dari 100000 K/ml dengan hasil biakan

pseudomonas aeruginosa.

- Ibu tampak selalu menggunakan hand

rub yang ada didepan ruangan

Analisis:

Faktor risiko penyebaran infeksi teratasi

sebagian

Planning:

1. Anjurkan ibu untuk mengubah posisi

anak setiap 1-2 jam

2. Anjurkan ibu untuk memakaikan

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

pakaian yang mudah menyerap keringat

pada anak

3. Pantau suhu

4. Pantau ada tidaknya flebitis

5. Pantau diaphoresis

6. Pantau hasil lab

7. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik,

ganti antibiotik menjadi yang lebih

tinggi dosisnya

8. sirkumsisiMotivasi ibu dalam penerapan

hand hygiene

9. Kolaborasi dalm pemberian antibiotik

7/6-2013

Jam 08.00-14.00

Risiko Jatuh 1. Menganjurkan ibu untuk mengurangi aktivitas pada

anak

2. Memantau adanya kejang

3. Memantau tanda-tanda vital pada anak

4. Memantau aktivitas anak

5. Menghargai keberadaan pasien

6. Menjelaskan hal yang perlu diperhatikan saat anak

kejang

7. Mempertahankan handrail

8. Menjauhkan benda-benda berbahaya

9. Menganjurkan ibu untuk selalu menemani anak

Subjektif:

Ibu mengatakan anak sudah tidak kejang

dan bermain aktif dengan teman sekamar

Objektif:

- An.M tidak mengalami kejang

- Suhu 38,40C setelah 20 menit dilakukan

kompres hangat suhu menjadi 380C,

RR=40x/menit, N=150x/menit

- Handrail terpasang disaat anak tidur

- Ibu dan kakak selalu menemani An.M

Analisis:

Faktor risiko pada anak tidak terjadi

Planning:

- Pantau TTV

- Pantau adanya kejang

- Pertahankan handrail

- Kolaborasi dalam pemberian obat anti

kejang

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

8/6-2013

Jam 14.00-21.00

Hipertermia 1. Menganjurkan Ibu untuk mengubah posisi anak setiap

1-2 jam

2. Menganjurkan ibu untuk memakaikan pakaian yang

mudah menyerap keringat pada anak

3. Memantau tanda-tanda vital

4. Memantau intake dan output

5. Mengatur suhu lingkungan agar tidak panas dengan

membuka jendela ruangan

6. Memantau adanya kemerahan, ruam, takikardi, dan

takipnea

7. Memantau terjadinya kejang

8. Memotivasi ibu untuk mengompres hangat

9. Menganjurkan ibu untuk selalu membersihkan genital

anak dan mengganti diapersnya jika sudah basah

10. Memotivasi ibu untuk mempertahankan intake yang

adekuat pada anak

Subjektif:

Ibu mengatakan badan anak sudah kurang

demamnya

Objektif:

- Suhu 37,70C

- Anak tidak mengalami kejang

- Kulit tidak tampak kemerahan dan teraba

hangat

- Ibu tampak membersihkan genital

anaknya saat mengganti diapers dan

perlu dimotivasi

- Intake= ASI+ 500 cc air putih

(7 jam)

- Output= 470 cc (7 jam)

Analisis:

Hipertermia teratasi sebagian

Planning

1. Memantau tanda-tanda vital

2. Memantau intake dan output

3. Atur suhu lingkungan sesuai BB dan

suhu tubuh

4. Memantau adanya kemerahan

5. Memantau adanya kejang

6. Memotivasi ibu untuk melakukan

kompres hangat

7. Memotivasi ibu untuk selalu

membersihkan genital anak dan

mengganti diapersnya jika sudah basah

8. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik,

jika suhu ≥380C

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

8/6-2013

Jam 14.00-21.00

Risiko Penyebaran Infeksi 1. Menganjurkan ibu untuk mengubah posisi anak setiap

1-2 jam

2. Menganjurkan ibu untuk memakaikan pakaian yang

mudah menyerap keringat pada anak

3. Memantau kecenderungan suhu

4. Memantau ada tidaknya flebitis pada stopper

5. Memantau adanya diaphoresis

6. Memantau hasil lab: urin lengkap

7. Menganjurkan ibu untuk melaporkan pada perawat jika

tangan anak yang terpasang stopper bengkak

8. Mengajarkan ibu hand hygiene dan pentingnya

penerapan hand hygiene terhadap penyebaran kuman

Subjektif:

Ibu mengatakan anak sudah berkurang

demamnya

Objektif:

- Suhu 37,70C

- Flebitis tidak ada

- Anak tidak diaphoresis

- Pada pemeriksaan urin lengkap

tidak terdapat leukosit.

- Ibu tampak selalu menggunakan hand

rub yang ada didepan ruangan

Analisis:

Faktor risiko penyebaran infeksi teratasi

sebagian

Planning:

1. Anjurkan ibu untuk mengubah posisi

anak setiap 1-2 jam

2. Anjurkan ibu untuk memakaikan

pakaian yang mudah menyerap keringat

pada anak

3. Pantau suhu

4. Pantau ada tidaknya flebitis

5. Pantau diaphoresis

6. Pantau hasil lab

7. Motivasi ibu dalam penerapan hand

hygiene

8. sirkumsisi

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

8/6-2013

Jam 14.00-21.00

Risiko Jatuh 1. Menganjurkan ibu untuk mengurangi aktivitas pada

anak

2. Memantau adanya kejang

3. Memantau tanda-tanda vital pada anak

4. Memantau aktivitas anak

5. Menghargai keberadaan pasien

6. Menjelaskan hal yang perlu diperhatikan saat anak

kejang

7. Mempertahankan handrail

8. Menjauhkan benda-benda berbahaya

9. Menganjurkan ibu untuk selalu menemani anak

Subjektif:

Ibu mengatakan anak rewel

Objektif:

- An.M tidak mengalami kejang

- Suhu 37,70C

- Handrail terpasang disaat anak tidur

- Ibu dan kakak selalu menemani An.M

Analisis:

Faktor risiko jatuh pada anak teratasi

Planning:

- Pantau TTV

- Pantau adanya kejang

- Pertahankan handrail

- Kolaborasi dalam pemberian obat anti

kejang

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Kejang Demam

.

Definisi: Bangkitan

kejang yang terjadi jika

suhu tubuh lebih dari

380C dan disebabkan

oleh adanya infeksi di

luar susunan saraf

pusat

Faktor Penyebab:

-usia

-infeksi diluar susunan

saraf pusat

-keturunan

Manifestasi Klinis:

1. demam dengan suhu lebih dari 38oC

2. terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu

demam dan berlangsung singkat

3. sifat bangkitan berbentuk tonik-klonik,

fokal, atau akinetik

4. durasi kejang bervariasi dari beberapa

detik hingga lebih dari 15 menit

Sel host inflamasi

Pusat termoregulator

Melepaskan muatan listrik:

perpindahan ion Na+ dan K

+

secara berlebihan

Mengubah keseimbangan

membran sel neuron

Suhu

Risiko jatuh Cemas

Kejang

dehidrasi

Evaporasi

Risiko kerusakan sel

otak

Defisit volume cairan

Hipertermia

Intervensi Keperawatan:

1. Pantau suhu pasien

(derajat dan pola);

perhatikan menggigil atau

diaphoresis

2. Pantau suhu lingkungan,

batasi atau tambahkan

linen tempat tidur sesuai

indikasi

3. Berikan kompres air

hangat, hindari

penggunaan alkohol

4. Anjurkan ibu untuk

menggunakan pakaian

yang menyerap keringat

pada anak

5. Kolaborasi dalam

pemberian antipiretik

Intervensi Keperawatan:

1. Monitor tanda-tanda vital: catat adanya peningkatan suhu

2. Pantau adanya kejang (frekuensi dan durasi)

3. Jelaskan hal yang perlu diperhatikan saat anak mengalami kejang

4. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien: pertahankan handrail

ditempat tidur anak, menganjurkan keluarga untuk menemani pasien

5. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan

6. Kolaborasi: dalam pemberian obat anti kejang

Proses Peradangan

termostat

Leukosit Risiko Penyebaran

Infeksi

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Intervensi Keperawatan Risiko Penyebaran Infeksi:

1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas

2. Batasi penggunaan alat/prosedur invasive jika memungkinkan

3. Lakukan inspeksi terhadap luka/sisi alat invasif setiap hari, berikan perhatian utama.

4. Pantau kecenderungan suhu.

5. Amati adanya menggigil atau diaphoresis

6. Memantau tanda-tanda penyimpangan kondisi/kegagalan untuk membaik selama masa

terapi

7. Kolaborasi: cek specimen urine, darah sesuai petunjuk untuk pewarnaan gram, kultur,

dan sensitivitas

8. Kolaborasi: berikan antibiotik

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

1

Tepid Sponge pada Anak Kejang Demam di RSUP Fatmawati

Jemirda Sundari Y* Nur Agustini S.Kp., M.Si **

Jemirda Sundari Y. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus FIK UI Depok,

16424. E-mail: [email protected], [email protected]

Abstrak

Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan pada anak kejang demam dengan

menerapkan model konservasi Levine. Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan

suhu tubuh yang disebabkan oleh adanya infeksi luar susunan saraf pusat. Pada anak kejang demam diperlukan

intervensi keperawatan yang menunjukkan prognosis baik dengan penurunan suhu tubuh menjadi normal (36,5-37,50C).

Tepid sponge merupakan tindakan keperawatan yang tepat dalam penurunan suhu tubuh anak. Pemberian tepid sponge

dapat memberikan sinyal ke hipotalamus dan memacu terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer. Hal ini

menyebabkan pembuangan panas melalui kulit meningkat sehingga terjadi penurunan suhu tubuh menjadi normal

kembali. Pada kondisi demam intervensi keperawatan yang juga dilakukan adalah mempertahankan lingkungan tetap

nyaman, meningkatkan istirahat, mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat. Hasil dari penerapan intervensi yang

telah dilakukan pada anak kejang demam selama 4 hari dengan diagnosa keperawatan hipertermi dapat diatasi yang

dibuktikan dengan adanya penurunan suhu tubuh dari 38,80C hingga 37,7

0C.

Kata kunci: anak, hipertermia, kejang demam, tepid sponge.

Abstract

This paper aimed to describe nursing care in children with febrile seizures by applying Levine’s conservation model.

Febrile seizures is seizures that occur due to increasing of body temperature caused by extracranial infection. Children

with febrile seizures need for nursing interventions to obtain good prognosis by decreasing body temperature to be

normal (36,5-37,50C). Tepid sponge is a nursing intervention to deacreasing body temperature. Giving tepid sponge

can provide a signal to hypothalamus and stimulates the peripheral vasodilatation. This leads to increased heat

dissipation through the skin till decreasing body temperature to be normal. Intervention of fever condition was to

maintain comfortable environment, increase relaxation, and maintain adequate nutrition. The results of interventions

application to children with febrile seizures during 4 days with hyperthermia can be solved and proven by decreasing of

body temperature from 38,80C to 37,7

0C.

Keywords: children, hyperthermia, febrile seizures, tepid sponge.

Latar Belakang

Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering ditemukan pada masa kanak-kanak.

Angka kejadian kejang demam terjadi 2-5 % pada anak antara usia 6 bulan sampai 5 tahun

(Judarwanto, 2012). Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi meningkat

menjadi 10-15% dan sekitar 80%-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

2

Kejang demam di Indonesia mencapai 2-4% dari tahun 2005-2006 (Kusuma, 2010). Di ruang anak

RSUP Fatmawati, jumlah pasien kejang demam dari bulan Maret hingga Juni adalah 36 anak. Kasus

kejang demam pada pasienerupakan kasus 5 terbanyak di ruang rawat anak di RSUP Fatmawati.

Kejang demam akan mengalami bangkitan kejang demam berulang sebesar 25%-50% dan 4%

penderita kejang demam dapat mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan inteligensi.

Insiden epilepsi akibat kejang demam berkisar antara 2%-5% dan meningkat hingga 9%-13% bila

terdapat faktor risiko berupa riwayat keluarga dengan epilepsi, perkembangan abnormal sebelum

kejang demam pertama, atau mengalami kejang demam kompleks (Kusuma, 2010). Angka

kematian kejang demam adalah 0,64%-0,75% (Kusuma, 2010).

Kejang demam didefinisikan sebagai kejang yang terjadi ketika demam tetapi tidak terdapat infeksi

intrakranial (Bajaj, 2008). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan

suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium atau di luar

sistem susunan saraf pusat atau otak (Judarwanto, 2012). Kejang demam adalah bangkitan kejang

yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Staf

Pengajar Kesehatan Anak FK UI, 2005). Jadi, peningkatan suhu tubuh pada anak yang dikarenakan

infeksi ekstrakranial merupakan pencetus dari kejang demam.

Prosedur yang digunakan untuk mengintervensi dan mengatasi naiknya suhu bergantung pada

penyebab demam, efek yang merugikan, kekuatan, dan durasinya. Kebanyakan demam pada anak-

anak disebabkan oleh virus, berakhir dengan singkat dan efeknya terbatas. Beberapa penelitian

meyakini bahwa jumlah kenaikan lebih penting daripada suhu sebenarnya dalam mencetuskan

kejang (Leung dan Robson, 1991 dalam Pottery dan Perry, 2005). Perawat perlu mengatasi dengan

cepat peningkatan suhu tubuh pada anak. Tindakan keperawatan dalam penurunan suhu tubuh harus

menghindari stimulasi menggigil (Giuffre et al, 1991 dalam Potter dan Perry, 2005).

Oleh karena itu diperlukan intervensi keperawatan yang menunjukkan prognosis baik dengan

penurunan suhu tubuh menjadi normal (36,5-37,50C) pada anak kejang demam. Intervensi

keperawatan dapat dilakukan dengan menerapkan tepid sponge pada anak. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Setiawati (2009) menunjukkan bahwa pada menit ke 30 setelah minum

antipiretik, rata-rata penurunan suhu tubuh pada anak penderita demam yang mendapat antipiretik

ditambah tepid sponge adalah sebesar 0,530C. Sedangkan pada kelompok anak yang hanya minum

antipiretik tanpa pemberian tepid sponge, penurunan suhu tubuh rerata setelah 30 menit minum

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

3

antipiretikt sebesar 0,360C. Hal ini menunjukkan bahwa lebih besarnya penurunan suhu tubuh anak

dengan penambahan pemberian tepid sponge. Untuk itu penulis termotivasi dalam melakukan

asuhan keperawatan pada anak penderita kejang demam dengan menerapkan pemberian tepid

sponge dalam penurunan suhu tubuh anak.

Metode

Karya ilmiah akhir ini ditulis dengan menggunakan metode studi kasus terhadap pasien kejang

demam yang dikelola dalam waktu empat hari perawatan dengan masalah keperawatan utama

hipertermi.

Hasil

Data pengkajian yang kemudian dikelompokkan oleh mahasiswa dijadikan dasar dalam

menegakkan diagnosa keperawatan pada kasus kelolaan utama dan diperolah empat diagnose

keperawatan yang meliputi hipertermia, risiko penyebaran infeksi, risiko jatuh, dan keterlambatan

pertumbuhan dan perkembangan. Setelah diagnosa keperawatan dirumuskan, mahasiswa kemudian

melakukan perencanaan tindakan keperawatan untuk menyelesaikan masalah keperawatan pada

pasien kelolaan dengan menetapkan tujuan dan kriteria hasil yang akan dicapai dari masing-masing

tindakan. Mahasiswa kemudian melakukan implementasi keperawatan sesuai dengan perencanaan

yang telah dibuat. Implementasi dilakukan selama masa perawatan klien yaitu empat hari.

Pembahasan tindakan keperawatan klien fokus pada tindakan untuk mengatasi diagnosa

keperawatan hipertermi.

Implementasi yang dilakukan pada pasien adalah memantau keadaan umum, tanda-tanda vital mulai

dari suhu tubuh, frekuensi pernapasan, dan irama jantung. Telah dilakukan intervensi keperawatan

dengan cara mempertahankan suhu lingkungan tetap sejuk, menganjurkan orangtua untuk

membantu agar anaknya dapat menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat,

mengompres dengan air hangat, mengatur posisi tirah baring, kolaborasi pemberian parasetamol,

mengidentifikasi penyebab peningkatan suhu tubh (faktor infeksi: hasil laboratorium yang

menunjukkan peningkatan nilai leukosit, urin lengkap, kultur darah, dan kultur urin), memantau

status hidrasi (intake dan output), serta kolaborasi pemberian antibiotik.

Hasil evaluasi setelah 4 hari dilakukan intervensi yaitu pada tanggal 5-8 juni 2013 yaitu Ibu

mengatakan badan anak sudah berkurang demamnya, anak tidak mengalami kejang, tidak tampak

kemerahan pada kulit anak, Suhu 37,70C dan teraba hangat. Hasil dari pemberian tepid sponge

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

4

pada pasien selama 4 hari terjadi penurunan suhu tubuh dari 38,30C hingga 37,7

0C. Hari pertama

suhu tubuh pasien adalah 38,30C dilakukan tepid sponge pada jam 11.00 WIB, suhu tubuh pasien

menjadi 37,90 C pada jam 11.40 WIB. Hari kedua tetap dilakukan tepid sponge minimal 20 menit

setiap pasien mengalami peningkatan suhu tubuh. Suhu tubuh pasien turun menjadi 37,70C. Hari

ketiga pasien mengalami peningkatan suhu hingga 38,40C. Hal ini dikarenakan infeksi saluran

kemih pada anak belum teratasi optimal dengan antibiotik yang diberikan. Dalam pelaksaan

intervensi, pasien mengalami penurunan suhu dari 38,40C hingga 38

0C setelah 20 menit tepid

sponge. Hari keempat intervensi suhu tubuh anak sudah mulai mendekati normal yaitu 37,70C.

Empat hari pelaksanaan intervensi ini dapat menurunkan suhu tubuh pasien sebesar 0,60C, dimana

setiap pelaksanaan tepid sponge pada pasien suhu turun hingga 0,40C.

Pembahasan

Analisis Masalah Keperawatan Terkait Konsep KKMP dan Konsep Kasus Terkait

Pencetus awal munculnya masalah keperawatan pada pasien yaitu adanya infeksi saluran kemih.

Infeksi saluran kemih terjadi karena kurang terpeliharanya kebersihan pada pasien sehingga

memudahkan masuknya bakteri. ISK ini merupakan salah satu etiologi dari peningkatan suhu pada

anak yang menyebabkan bangkitan kejang. Kejang demam pada anak disebabkan karena infeksi

luar susunan saraf pusat lainnya seperti infeksi saluran napas atas, infeksi kulit, panas, batuk kronik

berulang, campak, dan gastroenteritis akut. Penyakit tersebut merupakan penyakit yang ditemukan

pada balita yang tinggal di pemukiman biasa. Masalah permukiman di perkotaan mempunyai

hubungan langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan anak. Penelitian cross sectional di

rumah susun Kemayoran terhadap 213 balita menunjukkan bahwa prevalensi penyakit selama satu

bulan penelitian sebesar 45,9% (Hendarto dan Musa, 2012).

Infeksi saluran kemih pada anak sebagai penyebab munculnya masalah keperawatan hipertermia.

Infeksi yang menyebabkan peningkatan suhu tubuh pada anak sehingga melewati batas ambang

kejang anak antara 380- 40

0C. Kejang yang terjadi karena peningkatan suhu inilah yang dinamakan

kejang demam. Selain itu hal ini juga sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa kejang demam

dapat disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam, seperti infeksi

saluran pernapasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih

(Al-Ajlouni, 2000).

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

5

Analisis Tindakan Keperawatan dalam Mengatasi Hipertermi

Tindakan keperawatan yang diberikan pada kasus kelolan berfokus pada penurunan suhu tubuh.

Intervensi yang dilakukan dengan menggunakan tepid sponge. Tepid sponge merupakan terapi

nonfarmakologis untuk demam (Potter dan Perry, 2005). Tehnik ini dilakukan dengan memberikan

kompres hangat di seluruh badan anak. Suhu air untuk kompres antara 30-350C. Panas dari kompres

tersebut merangsang vasodilatasi sehingga mempercepat proses evaporasi dan konduksi, yang pada

akhirnya dapat menurunkan suhu tubuh (Alves, Almeida, dan Almeida, 2008 dalam Setiawati,

2009).

Peningkatan suhu tubuh pada pasien merupakan respon terhadap adanya infeksi yang dapat

meningkatkan konsumsi energi dan kejang yang dialami pasien semakin meningkatkan konsumsi

energi metabolisme. Pasien membutuhkan energi untuk upaya penurunan suhu tubuhnya. Tepid

sponge yang dilakukan pada pasien juga didukung dengan pemberian antipiretik. Sejalan dengan

pernyataan Riandita (2012) bahwa pemberian kompres hangat dilakukan apabila suhu diatas 38,50C

dan telah mengkonsumsi antipiretik setengah jam sebelumnya. Tepid sponge dapat memberikan

sinyal ke hipotalamus dan memacu terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer. Hal ini

menyebabkan pembuangan panas melalui kulit meningkat sehingga terjadi penurunan suhu tubuh

menjadi normal kembali.

Hasil dari penerapan intervensi yang telah dilakukan pada pasien selama 4 hari dengan diagnosa

keperawatan hipertermi dapat diatasi yang dibuktikan terjadinya penurunan suhu tubuh dari 38,30C

hingga 37,70C. Empat hari pelaksanaan intervensi ini dapat menurunkan suhu tubuh anak sebesar

0,60C, dimana setiap pelaksanaan tepid sponge pada anak suhu turun hingga 0,4

0C. Adanya

penurunan suhu tubuh ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawati (2009)

menunjukkan bahwa pemberian antipiretik disertai tepid sponge lebih efektif daripada pemberian

antipiretik saja. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata selisih penurunan suhu tubuh pada

kelompok anak sebelum dan setelah tepid sponge disertai pemberian antipiretik adalah 0,970C.

Perbedaan selisih penurunan suhu sebelum dan setelah tepid sponge ini mungkin dikarenakan

perbedaan usia. Pada penelitian Setiawati (2009), respondennya adalah anak prasekolah dan sekolah

sedangkan pasien kelolaan utama mahasiswa berusia 1 tahun 6 bulan.

Suhu tubuh pasien sudah mengalami penurunan tetapi belum berada direntang normal dan diantara

4 hari tersebut suhu tubuh anak tidak dapat dipertahankan stabil selalu. Hal ini mungkin disebabkan

karena pencetus terjadinya peningkatan suhu tubuh pada anak yaitu infeksi saluran kemih yang

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

6

masih belum teratasi dan dikarenakan mahasiswa tidak melaksanakan tepid sponge ini dalam 24

jam tiap harinya hanya disaat jam praktik saja yaitu 7 jam perharinya.

Alternatif Pemecahan

Tepid sponge merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk penurunan suhu tubuh. Hal

ini juga sebaiknya didukung dengan pemberian antipiretik sebelum pemberian tepid sponge terlebih

jika suhu tubuh anak ≥ 380C. Hal yang perlu diperhatikan dalam penurunan suhu tubuh pada anak

demam hendaknya dilakukan dengan optimal dan suhu tubuh anak selalu terpantau. Kasus kejang

demam berfokus pada penyelesaian penyebab demam anak dan penurunan suhu tubuh. Dengan ini

perlu dilakukannya tepid sponge tidak hanya untuk praktik mahasiswa tetapi juga disosialisasikan

pada perawat ruangan sehingga penerapan intervensi ini dapat berjalan dengan optimal. Selain itu

edukasi tentang tepid sponge kepada keluarga perlu dilakukan dan motivasi keluarga terhadap

pemberian tepid sponge pada anak.

Kesimpulan

Peningkatan suhu tubuh pada anak kejang demam adalah hal utama yang harus diatasi segera.

Intervensi utama pada Pasien berfokus dalam pemberian tepid sponge dalam penurunan suhu anak.

Suhu tubuh yang meningkat pada pasienengalami penurunan dari 38,30C hingga 37,7

0C dalam 4

hari pelaksanaan intervensi ini.

Saran

1. Bagi Mahasiswa

Terdapat penurunan suhu tubuh pada pasien kejang demam dengan memberikan tepid sponge.

Hendaknya mahasiswa bisa menerapkan pemberian asuhan keperawatan dengan tepid sponge

ini dalam praktik keperawatan. Dimulai dengan mempromosikan dan memotivasi kepada para

perawat dan orangtua yang berada di rumah sakit tempat praktik.

2. Bagi Instansi Pendidikan

Adanya penurunan suhu tubuh anak selama 4 hari penerapan aplikasi ini menunjukkan adanya

keberhasilan dari penerapan tepid sponge. Hal ini bisa dijadikan acuan bagi instansi

pendidikan dalam meningkatkan pembelajaran tentang tepid sponge pada mahasiswa.

3. Bagi Rumah Sakit

Rumah sakit hendaknya memperbanyak penerapan implementasi keperawatan yang tiap

tahunnya berkembang. Hal ini membantu peningkatan terhadap pelayanan kesehatan pada

pasien. Dengan pemberian asuhan keperawatan secara holistik diharapkan proses

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013

7

penyembuhan kesehatan klien berlangsung efektif dan efisien. Hendaknya rumah sakit juga

bisa meyakinkan dan memotivasi orangtua pasien dalam penerapan tepid sponge ini.

Daftar Pustaka

Achmadi, R. (2008). Laporan praktik kerja profesi farmasi di rumah sakit.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14349/1/08E00346.pdf, diakses pada tanggal

27 Juni 2013 jam 20.00 WIB.

Al-Ajlouni, S., & Imad H. K. (2000). Febrile convulsions in children. Journal of Neuro scinces.

http://www.neurosciencesjournal.org/PDFFiles/Jul00/Febrile.pdf, diakses pada tanggal 9 Juni

2013 jam 00.30 WIB.

Anonim.(2013). RSUP Fatmawati. http://www.fatmawatihospital.com/, diakses pada 27 Juni 2013

jam 20.10 WIB.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Faktor penyebab kejang demam pada

anak. http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/download/2314/2157, diakses pada 9

Juni 2013 jam 21.00 WIB.

Bajaj, N. (2008). Febrile convulsions. Journal of Nepal Pediatric Society. http://www.nepjol.info/index.php/JNPS/article/view/1403/1378, diakses pada tanggal 9 Juni

2013 jam 01.30 WIB.

Corrard, F. (2002). Ways to reduce fever: are luke-warm water bath still indicated? Arch Pediatr,

9(3), 311-315.

Doenges, M. (1999). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC.

Efendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: teori dan praktik dalam

keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Hendarto, A., & Dahlan, A.M. (2012). Hubungan status gizi dan kekerapan sakit balita penghuni

rumah susun Kemayoran-Jakarta Pusat.http://www.idai.or.id/saripediatri/abstrak.asp?q=218,

diakses pada tanggal 9 juni 2013 jam 00.15 WIB.

Judarwanto, W. (2012). Kejang demam anak, jangan diremehkan jangan

berlebihan.http://health.kompas.com/read/2012/03/06/14404139/Kejang.Demam.Anak.Janga

n.Diremehkan.Jangan.Berlebihan, diakses pada tanggal 8 Juni 2013 jam 11.45 WIB.

Kusuma, D. (2010). Korelasi anatara kadar seng serum dengan bangkitan kejang demam.

http://eprints.undip.ac.id/29076/2/, diakses pada tanggal 8 Juni 2013 jam 11.20 WIB.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fumdamental keperawatan: konsep, proses, dan

praktik. Jakarta: EGC.

Riandita, A. (2012). Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan

pengelolaan demam pada anak. Karya Tulis Ilmiah.

http://eprints.undip.ac.id/37333/1/amarilla_g2a008016_lap_kti.pdf, diakses pada tanggal 05

Juli 2013.

Rosdahl, C.B., & Kowalski, M.T. (2008). Textbook of Basic Nursing. Ed.9. Philadelphia: Wolters

Kluwer Health- Lippincott Williams & Wilkins.

Setiawati, T. (2009). Pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan kenyamanan

pada anak usia pra sekolah dan sekolah yang mengalami demam di ruang perawatan anak

Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Tesis. http://lontar.ui.ac.id/opac/ui/, diakses pada

tanggal 05 Juli 2013.

Staf Pengajar Kesehatan Anak FK UI. (2005). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FK UI.

Wong, D. et all. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik. (A. Hartono, S. Kurnianingsih, &

Setiawan, Penerjemah). Jakarta: EGC.

Analisis praktik ..., Jemirda Sundari, FIK UI, 2013