80
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN SPINA BIFIDA DI RUANG BEDAH ANAK LANTAI III UTARA RSUP FATMAWATI KARYA ILMIAH AKHIR NERS DEWANTI 0806456991 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN DEPOK JULI 2013

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN

SPINA BIFIDA DI RUANG BEDAH ANAK LANTAI III

UTARA RSUP FATMAWATI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

DEWANTI

0806456991

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN

DEPOK

JULI 2013

Page 2: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN

SPINA BIFIDA DI RUANG BEDAH ANAK LANTAI III

UTARA RSUP FATMAWATI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

DEWANTI

0806456991

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN

DEPOK

JULI 2013

Page 3: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ilmiah akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Dewanti, S. Kep

NPM : 0806456991

Tanda Tangan

( ~ )

Tanggal : 12 Juli 2012

11

Page 4: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

HALAMANPENGESAHAN

Karya ilmiah akhir ini diajukan oleh : Nama : Dewanti, S. Kep NPM : 0806456991 Program Studi : Profesi Ilmu Keperawatan Judul Karya ilmiah akhir : Analisis Praktik Klinik Keperawatan

Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Spina Bifida di Ruang Bedah Anak Lantai III Utara RSUP Fatmawati

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada Program Profesi Bmu Keperawatan, Fakultas Bmu Keperawatan, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Siti Chodidjah, S.Kp., M.N (~ Penguji I : Dessie Wanda, S.Kp., M.N ( Al\~ )

Penguji II : Happy Hayati, S.Kp., M.Kep. Sp.Kep.An ~ )

Ditetapkan di : Depok Tanggal : 12 Juli 2012

111

Page 5: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini dengan baik.

Dengan mengucap rasa syukur alhamdulillah akhirnya penulis dapat

menyelesaikan karya ilmiah akhir yang berjudul “Analisis Praktik Klinik

Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Spina Bifida di

Ruang Bedah Anak Lantai III Utara RSUP Fatmawati.”

Karya ilmiah akhir ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti tahapan

proses karya ilmiah akhir untuk mencapai gelar Ners Keperawatan di Universitas

Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, penyelesaian karya ilmiah akhir ini tidak akan mudah. Oleh karena itu,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Siti Chodidjah, S.Kp., M.N, selaku pembimbing karya ilmiah akhir yang

telah membimbing, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

mengarahkan penulis hingga selesainya karya ilmiah akhir ini;

2. Ibu Kuntarti, S.Kp., M.Biomed, selaku Koordinator dan Ketua Program Studi

Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang

memberi motivasi dan mendoakan hingga terselesaikannya perjalanan profesi

ini;

3. Ibu Ns. Yuminah S.Kep, selaku Kepala Ruangan IRNA A Teratai Lantai III

RSUP Fatmawati yang telah membimbing dan memotivasi pelaksanaan

praktik KKMP di ruangan;

4. Ibuku (Darningsih) dan Ayahku (Poerwanto) serta adikku (Rini Permatasari),

yang selalu memberi dukungan, materi, dan doa yang berlimpah selama

penyusunan karya ilmiah akhir ini;

5. Sahabat-sahabatku BEDUK (Harumi, Tiara, Sintha, Kiki, Imam, Asrovi,

Dimas, Ardimas, Iqbal, Aul, Pyong, Bayu, Dian, Farhan) yang Subhanallah

memberikan doa dan tanpa lelah mengingatkan penulis untuk menyelesaikan

karya ilmiah akhir ini tepat pada waktunya;

6. Laskar Pembinaan FARIS 14 (Yudhi, Azul, Halimah, Ayu, Rizki, Bima,

Niroh, Hafsahah, Wendi, Adlan, Nida, Yulia, Dimas, Izzuddiin, Harumi,

Page 6: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

v

Haura, Vina, Dita, Fathanah, Islamia) dan BPH FARIS 14 (Reza, Fitri,

Fahmi, Nimas, Normand, Fandi, Annisa) yang mengajarkan tentang arti

keseimbangan dalam organisasi dan akademis, yang begitu banyak

mendoakan dan memberi dukungan selama penyusunan karya ilmiah akhir

ini;

7. Laskar Bunga dan Syi’ra yang tidak henti-hentinya mendoakan dan

menyemangati ketika penulis menyusun karya ilmiah akhir ini;

8. Seluruh BPH BEM FIK UI 2011 EKSPRESIF yang senantiasa mengirimkan

doa dan limpahan semangat yang luar biasa;

9. Teman-teman satu bimbingan karya ilmiah akhir Ade Kurniah, Titis Tolada,

Aditya Wijayanti, Hafidzah Fitriyah, yang sama-sama berjuang mulai dari

bimbingan, penyusunan proposal hingga sidang serta terselesaikannya karya

ilmiah akhir ini;

10. Angkatan 2008 FIK UI yang PEDULI, yang selalu menjadi insipirasi dan

penyemangat dalam melakukan segala aktivitas perkuliahan dari awal hingga

saat ini.

Penulis menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pembuatan

karya ilmiah akhir ini karena keterbatasan penulis sebagai manusia, penulis yakin

kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, penulis mohon maaf

apabila dalam pembuatan karya ilmiah ini terdapat kesalahan dan kekurangan.

Kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan dalam penyempurnaan

penulisan karya ilmiah akhir selanjutnya. Penulis mengharapkan semoga karya

ilmiah akhir ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca

pada umumnya.

Depok, 12 Juli 2012

Penulis

Page 7: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

: ~ :

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Dewanti, S. Kep

NPM : 0806456991

Program Studi : Profesi Ilmu Keperawatan

Fakultas : Ilmu Keperawatan

Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty

Free Right) atas karya ilmiah saya yang beIjudul :

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan

Pada Pasien Spina Bifida di Ruang Bedah Anak Lantai III Utara RSVP

Fatmawati beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas

Royalti Noneksklusif IllI Universitas Indonesia berhak menYImpan,

mengalihmedial formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database);

merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya bunt dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada Tanggal : 12 Juli 2012

Yang menyatakan

(Dewanti, S. Kep)

VI

Page 8: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

vii Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Dewanti, S. Kep

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat

Perkotaan Pada Pasien Spina Bifida di Ruang Bedah Anak Lantai III Utara RSUP Fatmawati

Spina bifida merupakan salah satu penyakit kongenital pada anak berupa kegagalan

penutupan tulang belakang. Salah satu tindakan dalam mengatasi spina bifida adalah

pembedahan. Masalah utama yang muncul pada anak dengan pembedahan adalah nyeri

akut. Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan pada anak spina bifida dengan menerapkan teknik guided imagery dalam mengatasi nyeri

paska pembedahan. Penerapan teknik guided imagery yang telah dilakukan pada anak

post op rekonstruksi meningokel (spina bifida) selama 4 hari diperoleh hasil penurunan skala nyeri dari 7 menjadi 1. Pemberian teknik guded imagery pada anak dengan spina

bifida menjadi upaya untuk menghilangkan atau menurunkan skala nyeri yang diderita

oleh anak pasca pembedahan rekonstruksi meningokel.

Kata kunci : anak, guided imagery, nyeri, spina bifida

46 + x halaman : 0 tabel Daftar Pustaka : 32 (2000-2013)

ABSTRACT

Name : Dewanti, S. Kep

Study Program : Nursing Science

Title : Analysis of Urban Health Nursing Clinic Practice in Children with

Spina Bifida in Surgery Room North 3 Fatmawati Hospital

Spina bifida is one of the congenital diseases in children in the form of failure of closure of the spine. One of the interventions in dealing with spina bifida is surgery. Acute pain

often becomes a major problem on the children after surgery. The aim of this paper was

to describe nursing care in children with spina bifida by applying guided imagery

technique to decrease pain after surgery. Implementation of guided imagery technique that have been conducted in children after meningocele reconstruction surgery for 4 days

showed the reduction of pain scale from 7 to 1. Giving guided imagery technique for

children with spina bifida should be addressed to eliminate or decrease pain scale suffered by the children with spina bifida after meningocele reconstruction surgery.

Keywords : children, guided imagery, pain, spina bifida

x + 46 pages : 0 table

Bibliography : 32 (2000-2013)

Page 9: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

viii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .......................................... vi

ABSTRAK ..................................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x

1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 4

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 5

1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................. 5

1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................ 5

1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................ 6

1.4.1 Manfaat Bagi Masyarakat ........................................................... 6

1.4.2 Manfaat Bagi Perawat ................................................................. 6

1.4.3 Manfaat Bagi Penidikan .............................................................. 6

2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7

2.1 Spina Bifida .......................................................................................... 7

2.1.1 Pengertian Spina Bifida ............................................................. 7

2.1.2 Penyebab Spina Bifida ............................................................... 7

2.1.3 Klasifikasi Spina Bifida ............................................................. 8

2.1.4 Manifestasi Klinik Spina Bifida ................................................. 9

2.1.5 Patofisiologi Spina Bifida .......................................................... 9

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik Spina Bifida ........................................ 10

2.1.7 Penatalaksanaan Spina Bifida..................................................... 10

2.2 Nyeri .................................................................................................... 11

2.2.1 Pengertian Nyeri ........................................................................ 11

2.2.2 Klasifikasi Nyeri........................................................... ............... 11

2.2.3 Mekanisme Nyeri ...................................................................... 13

2.2.4 Teori Pengontrolan Nyeri ........................................................... 14

2.2.5 Efek Nyeri ................................................................................. 15

2.2.6 Penatalaksanaan Nyeri ............................................................... 15

2.2.7 Skala Penilaian Nyeri ................................................................. 17

2.3 Konsep Perkembangan Sakit dan Nyeri pada Anak .............................. 20

2.4 Konsep Guided Imagery ...................................................................... 21

2.5 Konsep Nyeri Paska Operasi ................................................................ 27

3. TINJAUAN KASUS .................................................................................. 29 3.1 Pengkajian ............................................................................................ 29

3.2 Analisis Data ........................................................................................ 31

Page 10: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

ix Universitas Indonesia

3.3 Implementasi dan Evaluasi Tindakan Keperawatan............................... 32

4. ANALISIS SITUASI ................................................................................. 34

4.1 Profil Lahan Praktik.............................................................................. 34

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan

Konsep Kasus terkait .............................................................................. 35

4.3 Analisis Intervensi dengan Konsep Aplikasi ........................................ 38

4.4 Alternatif Pemecahan Masalah.............................................................. 41

5. PENUTUP ................................................................................................. 42

5.1 Simpulan .............................................................................................. 42

5.2 Saran .................................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 44

Page 11: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

x Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 – Asuhan Keperawatan Anak T dengan Spina Bifida

Lampiran 2 – WOC Spina Bifida

Page 12: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkembangnya zaman berbanding lurus dengan perkembangan diberbagai

sektor. Seperti di kota-kota besar saat ini, limbah dari hasil industri, asap

kendaraan, dan bangunan menambah polusi air dan udara dan menambah

keributan (suara bising). Iklim dan tanah yang gundul akan menambah

bencana alam. Di samping itu, iklim dan tanah yang gundul juga menambah

polusi air dan udara yang memiliki dampak berkepanjangan bagi kesehatan

manusia.

Polusi udara yang disebabkan oleh lalu lintas, industri hingga debu

berdampak buruk pada kesehatan. Pada kehamilan akan meningkatkan risiko

berat lahir bayi rendah. Ada dua jenis polusi kendaraan bermotor yang

berdampak pada pertumbuhan janin, yaitu partikel hitam dan nitrogen

dioksida. Dua jenis polusi itu bisa masuk paru-paru dan mengganggu fungsi

organ tersebut. Hasil studi di Amerika Serikat yang dipublikasikan dalam

Jurnal Epidemiologi dan Kesehatan Komunitas sebagaimana dikutip situs

BBC menyebutkan, tingginya paparan polusi dari asap kendaraan bermotor

pada ibu pada awal dan akhir kehamilan bisa menyebabkan janin tidak

tumbuh baik sehingga bayi lahir dengan berat badan rendah. Hal ini juga

dapat menyebabkan bayi lahir dengan kelainan kongenital (Judarwanto,

2013).

Kelainan kongenital merupakan suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun

metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dilahirkan. Sekitar 2-3

% bayi baru lahir memiliki kelainan kongenital yang berat (American

Pediatric Surgical Nurses Association, 2008). Di Rumah Sakit Dr. Cipto

Mangunkusumo (I975-1979), secara klinis ditemukan angka kejadian

kelainan kongenital sebanyak 225 bayi diantara 19.832 kelahiran hidup atau

sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Rumah Sakit Dr.

Page 13: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

2

Universitas Indonesia

Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara 14.504

kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (1974-1979)

sebesar 164 dari 4625 kelahiran bayi. Di Ruang Perinatologi RSAB ”Harapan

kita” Jakarta dari tahun 1994 – 2005 kelainan bawaan terdapat pada 2,55%

dari seluruh bayi yang lahir (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008)

.

Kelainan kongenital dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor

lingkungan atau keduanya. Spina bifida merupakan salah satu kasus kelainan

kongenital yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di Indonesia setelah

ensefalus dan anensefali. Penyakit spina bifida atau sering dikenal dengan

sumbing tulang belakang adalah salah satu penyakit yang banyak terjadi pada

bayi (Hockenberry & Wilson, 2009). Sebanyak 65% bayi baru lahir terkena

spina bifida. Angka kejadiannya adalah 3 diantara 1000 kelahiran (Betz &

Sowden, 2002). Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi

yang lahir di Belanda menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap

tahunnya (Dewi, 2010). Sedangkan di RSUP Fatmawati selama 3 bulan

terakhir (Maret-Mei 2013) terdapat 9 dari 100 anak mengalami spina bifida.

Spina bifida adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra) yang terjadi

karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal

terbentuk secara utuh (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Wong (2009) spina

bifida merupakan penutupan salah satu kolumna vertebralis tanpa tingkatan

protusi jaringan melalui celah tulang. Penyakit ini menyerang melalui

medulla spinalis dimana ada suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal

ini terjadi karena ada satu atau beberapa bagian dari vertebara gagal menutup

atau gagal terbentuk secara utuh dan dapat menyebabkan cacat berat pada

bayi,ditambah lagi penyebab utama dari penyakit ini masih belum jelas. Hal

ini jelas akan menyebabkan gangguan pada sistem saraf karena medula

spinalis termasuk sistem saraf pusat yang tentunya memiliki peranan yang

sangat penting dalam sistem saraf manusia. Jika medulla spinalis mengalami

gangguan, sistem-sistem lain yang diatur oleh medulla spinalis pasti juga

akan terpengaruh dan akan mengalami gangguan pula. Hal ini akan semakin

Page 14: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

3

Universitas Indonesia

memperburuk kerja organ dalam tubuh manusia, apalagi pada bayi yang

sistem tubuhnya belum berfungsi secara maksimal.

Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui, tetapi menurut beberapa

sumber menyebutkan bahwa spina bifida muncul akibat dari faktor genetik

(keturunan) dan kekurangan asam folat pada masa kehamilan. Berdasarkan

hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010, masalah kekurangan

konsumsi energi protein terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia.

Konsumsi energi ibu hamil yang berada di perkotaan 41,9 persen sedangkan

di desa 48 persen dan konsumsi protein ibu hamil di kota dan desa tidak jauh

beda yakni 49,5 persen. Hal ini menunjukan masih rendahnya konsumsi

nutrisi yang optimal untuk ibu hamil. Asam folat berfungsi untuk

metabolisme normal makanan menjadi energi, pematangan sel darah merah,

sintesis DNA, pertumbuhan sel dan pembentukan heme. Tubuh

memerlukannya untuk pembentukan sel baru. Apabila asupan asam folat

tidak adekuat dapat menyebabkan bayi lahir prematur atau cacat, termasuk

cacat sistem saraf (otak) atau cacat tabung saraf (Neural Tube Deffect).

Kelainan kongenital yang diderita bayi baru lahir akan sangat berpengaruh

terhadap kelangsungan hidup bayi tersebut, maka memerlukan tindakan

pembedahan. Melakukan tindakan pembedahan pada anak, khususnya bayi

memerlukan pengetahuan khusus tentang patofisiologi dan pelayanan

keperawatan bayi, kemampuan untuk mengenali dan merespon komplikasi,

dan menawarkan perawatan pendukung kepada keluarga. Perawatan terhadap

pembedahan pada anak atau bayi antara lain stabilisasi kardiovaskular,

termoregulasi, manajemen cairan dan elektrolit, pemberian obat, perawatan

luka, dan nutrisi pendukung (American Pediatric Surgical Nurses

Association, 2008).

Permasalahan yang muncul pada anak yang dilakukan pembedahan adalah

gangguan rasa nyaman berupa nyeri pada bagian paska operasi. Terdapat

berbagai tindakan yang dapat dilakukan seorang perawat untuk mengurangi

Page 15: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

4

Universitas Indonesia

nyeri yang diderita anak baik sebelum maupun setelah proses pembedahan.

Tindakan tersebut mencakup tindakan nonfarmakologi dan tindakan

farmakologi (Wong, 2009). Tindakan nonfarmakologi antara lain

membangun hubungan terapeutik perawat dan pasien, relaksasi, imajinasi

terbimbing (Wong, 2009). Sedangkan tindakan farmakologi yang digunakan

untuk mengurangi nyeri yaitu memberikan analgetik, anestesi lokal atau

regional, dan analgesia epidural (Potter & Perry, 2006).

Melihat gejala yang tampak pada anak paska pembedahan seperti menangis

dan mengeluh nyeri pada daerah pembedahan membuat anak merasa tidak

nyaman dan membuat orang tua menjadi cemas. Oleh karena itu perawat

perlu melakukan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan anak. Perawat

dapat menerapkan konsep atraumatic care berupa guided imagery untuk

mengurangi nyeri yang diderita oleh anak paska pembedahan. Dalam hal ini

penulis melakukan aplikasi dari tesis yang dibuat oleh Mariyam (2011)

berjudul “Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat Nyeri Anak Usia 7-

13 Tahun Saat Dilakukan Pemasangan Infus di RSUD Kota Semarang”.

Tesis ini menerapkan konsep guided imagery pada anak yang dilakukan

pemasangan infus dan didapatkan hasil bahwa guided imagery berpengaruh

terhadap pengurangan rasa nyeri saat dilakukan pemasangan infus sebesar

60% dibandingkan anak yang tidak dilakukan guided imagery. Penulis

tertarik menggunakan aplikasi ini pada anak yang paska pembedahan yang

mengalami nyeri sehingga anak dapat merasa nyaman. Selain karna mudah

diterapkan dan sesuai dengan usia klien kelolaan, teknik ini tidak memerlukan

biaya dalam penerapannya, serta berdampak positif dalam menurunkan skala

nyeri pada anak.

1.2 Rumusan Masalah

Padatnya populasi penduduk di Indonesia menimbulkan berbagai polusi yang

mengancam kesehatan manusia tanpa terkecuali seorang ibu yang sedang

mengandung. Dampak polusi tersebut dapat mempengaruhi janin dalam

kandungan sehingga dapat terjadi kelainan kongenital pada saat bayi lahir.

Page 16: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

5

Universitas Indonesia

Salah satu masalah kongenital yang terjadi adalah spina bifida. Sebanyak

65% bayi baru lahir terkena spina bifida. Di RSUP Fatmawati 9 orang dari

100 orang selama 3 bulan terakhir menderita spina bifida. Penyebab spina

bifida antara lain karena kekurangan asam folat selama kehamilan.

Pembedahan merupakan salah satu cara untuk mengangkat meningokel pada

tubuh anak. Hal ini dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman paska

pembedahan berupa sensasi nyeri. Untuk itu perlu dilakukan penanganan

nyeri yang sesuai pada anak dengan menerapkan konsep atraumatic care

berupa guided imagery. Diharapkan dengan pengaplikasian konsep tersebut

dapat menyelesaikan masalah pemenuhan kebutuhan rasa nyaman berupa

nyeri pada anak paska pembedahan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh guided imagery pada

anak dengan gangguan pemenuhan kebutuhan rasa nyaman paska

pembedahan.

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Mahasiswa mampu mengidentifikasikan masalah gangguan rasa nyaman

pada anak paska pembedahan.

b) Mahasiswa mampu membuat perencanaan asuhan keperawatan yang

tepat pada anak paska pembedahan.

c) Mahasiswa mampu mengaplikasikan guided imagery dalam mengurangi

gangguan rasa nyaman pada anak paska pembedahan.

d) Mahasiswa mampu menganalisis keefektifan guided imagery dalam

mengurangi gangguan rasa nyaman pada anak spina bifida paska

pembedahan.

Page 17: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

6

Universitas Indonesia

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Masyarakat

Karya ilmiah ini dapat menambah pengetahuan keluarga pasien tentang

spina bifida dan dapat menerapkan konsep guided imagery dalam

melakukan perawatan kepada anak paska pembedahan dengan masalah

gangguan pemenuhan rasa nyaman.

1.4.2 Manfaat Bagi Perawat

Karya ilmiah ini bermanfaat dalam memberikan asuhan keperawatan yang

tepat untuk menangani masalah gangguan pemenuhan rasa nyaman pada

anak paska pembedahan.

1.4.3 Manfaat Bagi Pendidikan

Karya ilmiah ini berguna sebagai bahan pengajaran dan pengembangan ilmu

yang dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan terkait konsep guided

imagery yang dapat digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan pada

anak dengan gangguan pemenuhan rasa nyaman.

Page 18: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

7 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Landasan teori pada bab ini akan menguraikan beberapa konsep yang mendasari

pengaplikasian teori pada kasus yang diangkat. Adapun uraian konsep dan teori

dalam landasan teori mencakup tentang uraian penyakit spina bifida, konsep

nyeri, konsep perkembangan nyeri pada anak, konsep guided imagery, dan konsep

nyeri paska operasi.

2.1 Spina Bifida

2.1.1 Pengertian Spina Bifida

Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau

tanpa tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Hockenberry &

Wilson, 2009). Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah

pada tulang belakang (vertebra) yang terjadi karena bagian dari satu atau

beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh (Smeltzer

& Bare, 2002).

2.1.2 Penyebab Spina Bifida

Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui, tetapi menurut beberapa

sumber menyebutkan bahwa spina bifida muncul akibat dari faktor genetik

(keturunan), kekurangan asam folat, dan ibu dengan epilepsi yang menderita

panas tinggi dalam kehamilannya mengkonsumsi obat-obat asam volproic,

anti konvulsan, klomifen. Biasanya penutupan tabung saraf terjadi pada

minggu ke empat masa embrio. Namun jika sesuatu yang mengganggu dan

tabung gagal untuk menutup dengan baik, cacat tabung saraf akan terjadi.

Diperkirakan bahwa hampir 50 % defek tabung saraf dapat dicegah jika

wanita yang bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi termasuk

asam folat (Betz dan Sowden, 2002).

Page 19: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

8

Universitas Indonesia

2.1.3 Klasifikasi Spina Bifida

Spina bifida memiliki beberapa klasifikasi antara lain (Wong, Hockenberry-

Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009):

2.1.3.1 Spina Bifida Okulta

Kegagalan penyatuan arkus vertebralis posterior tanpa menyertai herniasi

medulla spinalis atau meninges, tidak dapat dilihat secara eksternal,

kadang merupakan penemuan sinar-X kebetulan yang tidak bermakna.

Spina bifida okulta lebih sering terjadi di lumbasakral (L5 dan S1). Cara

melihat adanya spina jenis ini adalah dengan melihat manifestasi kutaseus

yang berhubungan atau adanya gangguan neuromuskuler. Ciri-cirinya

terdapat nervus kapiler dan seberkas rambut atau lipoma supervisial. Spina

bifida okulta merupakan spina bifida yang paling ringan.

2.1.3.2 Spina Bifida Kistik

Defek yang dapat dilihat berupa penonjolan mirip kantong. Kulit diatas

pembengkakan biasanya tipis, tekanan pada kantong menyebabkan

fontanella menonjol. Spina Bifida Kistik dapat terjadi pada dua keadaan :

a) Meningokel

Penonjolan yang terdiri dari meninges dan sebuah kantong berisi cairan

serebrospinal (CSS). Penonjolan ini tertutup kulit biasa. Tidak ada

kelainan neurologik dan anak tidak mengalami paralise dan mampu

untuk mengembangkan kontrol kandung kemih dan usus. Terdapat

kemungkinan terjadinya infeksi bila kandung tersebut robek dan

kelainan ini adalah masalah kosmetik sehingga harus dioperasi.

b) Mielomeningokel

Mielomeningokel merupakan jenis spina bifida yang paling berat.

Mielomeningokel ditandai dengan protrusi hernia dan kista meninges

seperti kantong cairan spinal dengan sarafnya keluar melalui defek

tulang pada kolumna vertebralis.

Page 20: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

9

Universitas Indonesia

2.1.4 Manifestasi Klinik Spina Bifida

Tanda dan gejala spina bifida bervariasi tergantung kepada beratnya

kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak

memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya

mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis

maupun nakar saraf yang terkena. Gejalanya dapat berupa penonjolan

seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir,

kantung tidak tembus cahaya jika disinari, kelumpuhan atau kelemahan

pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi, inkontinensia urin

maupun inkontinansia alvi, korda spinalis yang terkena rentan terhadap

infeksi (meningitis), adanya seberkas rambut pada daerah sakral (panggul

bagian belakang), dan lekukan pada daerah sakrum.

2.1.5 Patofisiologi Spina Bifida

Spina bifida disebabkan oleh kegagalan dari tabung saraf untuk menutup

selama bulan pertama embrio pembangunan (sering sebelum ibu tahu dia

hamil). Biasanya penutupan tabung saraf terjadi pada sekitar 28 hari setelah

pembuahan. Namun, jika sesuatu yang mengganggu dan tabung gagal untuk

menutup dengan baik, cacat tabung saraf akan terjadi. Obat seperti beberapa

Antikonvulsan, diabetes, setelah seorang kerabat dengan spina bifida,

obesitas, dan peningkatan suhu tubuh dari demam atau sumber-sumber

eksternal seperti bak air panas dan selimut listrik dapat meningkatkan

kemungkinan seorang wanita akan mengandung bayi dengan spina bifida.

Namun, sebagian besar wanita yang melahirkan bayi dengan spina bifida

tidak punya faktor risiko tersebut, sehingga meskipun banyak penelitian,

masih belum diketahui apa yang menyebabkan mayoritas kasus. Beragam

spina bifida prevalensi dalam populasi manusia yang berbeda dan bukti luas

dari strain tikus dengan spina bifida menunjukkan dasar genetik untuk

kondisi. Seperti manusia lainnya penyakit seperti kanker, hipertensi dan

aterosklerosis (penyakit arteri koroner), spina bifida kemungkinan hasil dari

interaksi dari beberapa gen dan faktor lingkungan. Penelitian telah

menunjukkan bahwa kekurangan asam folat (folat) adalah faktor dalam

Page 21: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

10

Universitas Indonesia

patogenesis cacat tabung saraf, termasuk spina bifida (Smeltzer & Bare,

2002).

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik Spina Bifida

Pemeriksaan diagnosis spina bifida ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil

pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama wanita hamil menjalani

pemeriksaan darah yang disebut Triple Screen. Tes ini merupakan tes

penyaringan untuk spina bifida, sindroma down dan kelainan bawaan

lainnya. 85 % wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida akan

memiliki kadar serum alfa feytoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka

positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan

pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang

biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Perlu juga dilakukan

amniosentesis (analisa cairan ketuban) (Smeltzer & Bare, 2002).

Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk

menentukan luas dan lokasi kelainan, USG tulang belakang bisa

menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra, CT-

Scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi

dan luasnya kelainan (Smeltzer & Bare, 2002).

2.1.7 Penatalaksanaan Spina Bifida

Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk

mencegah ruptur. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau

CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan

pada kulit diperlukan bila lesinya besar. Pembedahan dilakukan untuk

menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus. Kelainan

ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai

spina bifida. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan

untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis,

infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya diberikan antibiotik. Sedangkan

untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu

Page 22: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

11

Universitas Indonesia

campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan

saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang

terjadi (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz,

2009).

2.2 Nyeri

2.2.1 Pengertian Nyeri

Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang

sama dan respon setiap individu pun berbeda-beda. Nyeri dapat merupakan

faktor utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk

pulih dari suatu penyakit (Potter & Perry, 2006). Karena persepsi nyeri

sangat subjektif, individu yang bisa mengungkapkan nyerinya hanyalah

yang mengalaminya (Strong, Unruh, Wright, & Baxter, 2002; Black &

Hawks, 2009).

Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual

atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi

kerusakan (International Assosiation for Study of Pain (IASP), 2007).

Menurut Kozier, et al. (2004), nyeri adalah sensasi yang tidak

menyenangkan dan sangat individual dan tidak dapat diungkapkan kepada

orang lain. Nyeri juga didefinisikan sebagai pengalaman sensori dan

emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang

aktual dan potensial (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Black dan Hawks

(2009) nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan disebabkan

oleh stimulus spesifik mekanis, kimia, elektrik pada ujung-ujung saraf serta

tidak dapat diserahterimakan kepada orang lain.

2.2.2 Klasifikasi Nyeri

Nyeri merupakan sensasi bagi tubuh ketika mengalami sesuatu. Nyeri

menimbulkan respon seperti ketidaknyamanan, distress, dan penderitaan

pada individu yang mengalaminya (Potter & Perry, 2006; Black & Hawks,

Page 23: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

12

Universitas Indonesia

2009; Kozier, Erb, Berman, Snyder, 2010). Nyeri dapat dibedakan menjadi

nyeri akut dan nyeri kronik, keduanya mempunyai mekanisme fisiologis

yang berbeda sehingga memerlukan tindakan yang berbeda (Helms &

Barone, 2008).

2.2.2.1 Nyeri akut

Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik

hingga enam bulan (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri akut memberikan

peringatan bahwa penyakit atau cedera telah terjadi. Rasa sakit biasanya

terbatas pada daerah yang terkena. Nyeri akut merangsang sistem saraf

simpatik sehingga menghasilkan respon gejala yang meliputi peningkatan

frekuensi jantung dan pernapasan, berkeringat, pupil melebar, gelisah, dan

khawatir. Jenis nyeri akut meliputi somatik, viseral, dan nyeri alih

(referred). Nyeri somatik adalah nyeri dangkal yang berasal dari kulit atau

jaringan subkutan. Nyeri viseral berasal dari organ internal dan lapisan

dari rongga tubuh, sedangkan referred pain adalah nyeri yang dirasakan di

daerah yang jauh dari tempat stimulus (Helms & Barone, 2008).

Karakteristik nyeri akut meliputi pendeskripsian nyeri, perilaku sangat

berhati-hati, memusatkan diri, fokus perhatian rendah (menarik diri dari

hubungan sosial), perilaku mengerang, menangis, raut wajah kesakitan,

perubahan tonus otot, respon otonom (diaforesis, perubahan tekanan darah

dan nadi, dilatasi pupil, penurunan atau peningkatan frekuensi pernafasan

(Black & Hawks, 2009).

2.2.2.2 Nyeri kronik

Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama

enam bulan atau lebih (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri kronik diartikan

sebagai nyeri yang menetap melebihi proses yang terjadi akibat

penyakitnya atau melebihi waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan,

biasanya 1 atau 6 bulan setelah onset, dengan kesulitan ditemukannya

patologi yang dapat menjelaskan tentang adanya nyeri atau tentang

mengapa nyeri tersebut masih dirasakan setelah proses penyembuhan

Page 24: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

13

Universitas Indonesia

selesai. Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya

berlangsung lebih dari enam bulan (Perry & Potter, 2006). Klien yang

mengalami nyeri kronik seringkali mengalami periode remisi (gejala

hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat).

Sifat nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi ini membuat klien frustasi

dan seringkali mengarah menjadi depresi psikologis (Perry & Potter,

2006). Anak-anak yang mengalami nyeri kronik atau berulang, sering kali

membentuk strategi koping perilaku yang efektif, seperti meremas tangan,

berbicara, menghitung, santai atau berfikir tentang kejadian-kejadian yang

menyenangkan (Hockenberry & Wilson, 2009).

2.2.3 Mekanisme Nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima

rangsangan nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah

ujung saraf bebas dalam kulit yang berseppn hanya terhadap stimulus kuat

yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut nosireseptor, secara

anatomis reseptor nyeri ada yang bermielin dan ada yang tidak dari saraf

perifer (Smeltzer & Bare, 2002; Rospond, 2008).

Nosiseptor atau reseptor nyeri merupakan saraf yang berespon terhadap

stimulus nyeri yang berasal dari stimulus biologis, elektrik, thermal,

mekanik, dan kimiawi. Nosiseptor ditemukan di sepanjang seluruh jaringan

kecuali otak. Persepsi nyeri terjadi jika stimulus ini ditransmisikan ke

medulla spinalis dan kemudian diteruskan ke area pusat otak. Impuls nyeri

berjalan ke bagian dorsal tulang belakang, dimana impuls tersebut

melakukan sinaps dengan neuron di area dorsal pada substansi gelatinosa

dan kemudian naik ke otak. Sensasi dasar nyeri terjadi di thalamus, dan

berlanjut ke sistem limbik dan korteks serebri, dimana nyeri diterima dan

diinterpretasikan (Helms & Barone, 2008).

Ada 2 (dua) tipe serabut saraf yang terlibat dalam transmisi nyeri. Serabut

delta A yang besar menghasilkan nyeri yang didefinisikan dengan tajam,

Page 25: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

14

Universitas Indonesia

disebut “fast pain” atau “first pain”, yang secara khusus distimulus oleh

luka potong, getaran listrik, atau karena pukulan fisik. Transmisi di

sepanjang serabut A berlangsung sangat cepat dimana reflek tubuh

dapatberespon dengan lebih cepat dari stimulus nyerinya, menghasilkan

reaksi berupa penarikan bagian tubuh yang terkena stimulus sebelum

seseorang merasa nyeri. Setelah nyeri pertama ini, serabut saraf C yang

lebih kecil mengirimkan luka bakar atau sensasi rasa sakit, disebut sebagai

“second pain”. Serabut C mentransmisikan nyeri lebih lambat daripada

serabut A karena serabut C lebih kecil dan tidak memiliki selubung myelin.

Serabut C merupakan satu-satunya serabut yang menghasilkan nyeri

menetap atau konstan (Helms & Barone, 2008).

Berdasarkan teori gate control, stimulasi pada serabut saraf

mentransmisikan stimulus yang tidak menyakitkan dapat memblok impuls

nyeri di pintu dorsal. Sebagai contoh, jika reseptor sentuhan (A beta fibers)

distimulasi, mereka mendominasi dan menutup pintu. Kemampuannya

untuk memblok impuls nyeri merupakan alasan seseorang cenderung

menarik sesegera mungkin dan mengirimkan pesan ke kaki ketika dia

menginjak benda tajam. Sentuhan dapat memblok transmisi dan durasi

impuls nyeri. Hal ini memiliki implikasi untuk penggunaaan sentuhan dan

masase untuk pasien yang mengalami nyeri (Helms & Barone, 2008).

2.2.4 Teori Pengontrolan Nyeri

Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965 dalam Morrison &

Bennett, 2009) menyatakan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat

oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Menurut teori

ini saraf perifer membawa nyeri ke spinal cord dan inputnya dimodifikasi

pada tingkat spinal cord sebelum ditransmisikan ke otak. Sensasi nyeri akan

dirasakan apabila impuls atau rangsangan nyeri dari sumber nyeri berhasil

dihantarkan oleh serabut saraf ke pusat nyeri di sistem saraf pusat (otak)

melalui gerebang nyeri (pain gate). Gerebang nyeri dapat ditutup dengan

cara mengaktifkan serabut saraf alfabeta melalui rangsangan raba, tekanan,

Page 26: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

15

Universitas Indonesia

sentuhan, atau getaran pada sumber nyeri, sehingga impuls nyeri tidak

diteruskan ke medula spinalis dan juga ke otak. Akhirnya seseorang tidak

merasakan sensasi nyeri. Saat gerebang nyeri terbuka, rangsangan nyeri

dapat dihantarkan ke otak sehingga timbul rasa nyeri (Kozier, 2000).

2.2.5 Efek Nyeri

Efek nyeri yang dialami setiap individu hampir sama pada orang dewasa

maupun pada anak-anak, efek tersebut antara lain:

2.2.5.1 Efek Fisologis

Respon fisologis yang mengindikasikan nyeri antara lain adalah kulit

kemerahan, peningkatan keringat, tekanan darah, nadi, dan pernafasan,

gelisah, dan dilatasi pupil. Jika nyeri menetap, tubuh mulai beradaptasi dan

respons tersebut akan menurun dan stabil (Hockenberry & Wilson, 2009;

Potter & Perry, 2006; Smeltzer & Bare, 2003).

2.2.5.2 Efek Perilaku

Perubahan perilaku yang muncul pada pasien yang mengalami nyeri

dikenal dengan perilaku nyeri. Perubahan perilaku merupakan indikator

umum nyeri dan sangat bermanfaat dalam mengkaji nyeri pada anak-anak

nonverbal. Anak biasanya akan menangis, mengerutkan dahi, menggigit

bibir, gelisah, immobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan

gerakan melindungi bagian tubuh sampai dengan menghindari

percakapkan, menghindari kontak sosial dan hanya berfokus pada aktivitas

penghilang nyeri (Hockenberry & Wilson, 2009; Potter & Perry, 2006;

Smeltzer & Bare, 2009).

2.2.6 Penatalaksanaan Nyeri

Penatalaksanaan nyeri dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu

farmakologi dan nonfarmakologi (Hockenberry & Wilson, 2009).

2.2.6.1 Penatalaksanaan Non Farmakologi

Beberapa penelitian menyebutkan teknik non farmakologi yang dapat

digunakan pada anak untuk mengurangi nyeri antara lain distraksi,

Page 27: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

16

Universitas Indonesia

relaksasi, guided imagery, dan stimulasi kutaneus memberikan strategi

koping yang dapat membantu mengurangi persepsi nyeri, membuat nyeri

lebih dapat ditoleransi, menurunkan kecemasan, dan meningkatkan

efektivitas analgesik (American Pain Society, 2003; Gimbler-Berglund et

al, 2008; William & Zempsky, 2008). Teknik-teknik ini juga dapat

menurunkan persepsi ancaman nyeri, memberikan istirahat dan tidur

(Huether & Leo, 2002; Gimbler-Berglund, Lyon, & Mackway, 2005).

Strategi nonfarmakologi bersifat aman, tidak invasif, dan tidak mahal serta

sebagian besar merupakan fungsi keperawatan yang mandiri.

Penelitian dengan beberapa strategi yang sesuai dengan usia anak,

intensitas nyeri, minat, dan kemampuan anak diperlukan untuk

menentukan pendekatan yang paling efektif (Hockenberry & Wilson,

2009). Pedoman Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR)

(1992) menjelaskan bahwa penatalaksanaan nyeri akut dengan

menggunakan intervensi nonfarmakologi sesuai untuk klien dengan

kriteria sebagai berikut: klien merasa bahwa intervensi tersebut menarik,

klien mengekspresikan kecemasan atau ketakutan, klien memperoleh

manfaat dari upaya mengurangi terapi obat, klien memiliki kemungkinan

untuk mengembangkan koping dengan interval nyeri paskaoperasi yang

lama, dan untuk klien yang masih merasakan nyeri setelah menggunakan

terapi farmakologi (Perry & Potter, 2005).

2.2.6.2 Penatalaksanaan Farmakologi

Penggunaan metode farmakologi untuk mengendalikan nyeri

membutuhkan perhatian terhadap enam benar yaitu benar obat, benar

dosis, benar jalur, benar waktu, benar pasien, dan benar

pendokumentasian. Selain itu observasi terhadap efek samping obat

merupakan tindakan keperawatan yang sangat penting (Hockenberry &

Wilson, 2009). Nonopioid mencakup asetaminofen dan obat antiinflamasi

nonsteroid sesuai untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang. Opioid

Page 28: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

17

Universitas Indonesia

diperlukan untuk mengatasi nyeri sedang sampai berat (Hockenberry &

Wilson, 2009).

2.2.7 Skala Penilaian Nyeri

Skala (alat) penilaian nyeri merupakan tindakan pelaporan nyeri yang

bersifat kuantitatif (Hockenberry & Wilson, 2009). Untuk mendapatkan

penilaian intensitas nyeri yang paling valid dan dapat dipercaya maka skala

yang dipilih disesuaikan dengan usia, kemampuan, dan kesukaan anak

(Hokenberry & Wilson, 2009). Beberapa skala penilaian nyeri untuk anak-

anak antara lain:

2.2.7.1 Wong-Baker FACES Pain Rating Scale

Wong-Baker FACES Pain Rating Scale atau biasa disebut skala wajah,

terdiri atas enam wajah kartun yang memiliki rentang dari wajah

tersenyum untuk “tidak ada nyeri” sampai wajah terurai air mata untuk

“nyeri yang paling berat”. Skala ini dapat digunakan untuk anak-anak

yang berusia minimal 3 tahun atau lebih. Kelebihan dari skala wajah ini

yaitu anak dapat menunjukkan sendiri rasa nyeri yang baru saja

dialaminya sesuai dengan gambar yang telah ada dan skala wajah ini

direkomendasikan untuk anak-anak. Skala wajah memberikan tiga skala

dalam satu angka yakni ekspresi wajah, angka, dan kata-kata. Penggunaan

kata-kata singkat dianjurkan (Hockenberry & Wilson, 2009).

Sumber: Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L., &

Schwartz, P. (2001). Wong’s essentials of pediatric nursing (7th ed.). St. Louis: Mosby,

Inc.

2.2.7.2 Oucher

Oucher merupakan skala pengukuran nyeri yang terdiri atas dua skala

yang terpisah. Terdiri atas enam foto wajah anak yang menggambarkan

“tidak nyeri” sampai “nyeri terberat yang pernah kamu rasakan”. Sebuah

Page 29: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

18

Universitas Indonesia

skala numerik dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak yang

lebih besar dan skala fotografik enam gambar untuk anak yang lebih kecil.

Foto wajah seorang anak (dengan peningkatan rasa tidak nyaman)

dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga

dapat memahami makna dan tingkat keparahan nyeri. Skala Oucher

dianjurkan digunakan untuk anak-anak usia 3-13 tahun (Hockenberry &

Wilson, 2009).

2.2.7.3 Pocer Chip Toolt

Pocer chip toolt merupakan skala pengukuran nyeri yang menggunakan

empat kepingan poker yang diletakkan secara horizontal di depan anak.

Skala ini dapat digunakan untuk anak- anak minimal 4 tahun. Pengukuran

skala ini dengan menjelaskan kegunaan keping-keping nyeri. Kemudian

anak diminta untuk mengambil keping tersebut yang mengindikasikan

bahwa semakin banyak keping yang diambil, maka nyeri semakin berat.

(Hockenberry & Wilson, 2009).

2.2.7.4 Word Graphic Rating Scale

Skala Word Graphic Rating Scale menggunakan kata-kata deskriptif

(dapat bervariasi pada skala yang lain) untuk menunjukkan intensitas nyeri

yang bervariasi. Pengunaan skala ini dengan menjelaskan pada anak

bahwa ini adalah sebuah garis yang menerangkan seberapa nyeri yang

dialami. Perawat menyelusuri garis tersebut sambil menanyakan apakah

tidak ada sakit ke arah sakit yang paling sedikit dan seterusnya, kemudian

anak diminta menandai lokasi pada skala tersebut. Skala ini dianjurkan

untuk digunakan pada anak-anak usia 4-17 tahun (Hockenberry & Wilson,

2009).

Sumber: Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L., &

Schwartz, P. (2001). Wong’s essentials of pediatric nursing (7th ed.). St. Louis: Mosby, Inc.

Tidak

Nyeri

Nyeri

Sedang

Sedikit

Nyeri Nyeri

Berat

Nyeri

Hebat

Page 30: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

19

Universitas Indonesia

2.2.7.5 Skala Numerik (Numerical Rating Scale)

Skala numerik merupakan skala yang menggunakan garis di bagian

tengahnya, pembagian di sepanjang garis tersebut ditandai dengan unit

dari 0 sampai 5 atau 10 (banyaknya nomor bervariasi). Skala ini dapat

digunakan secara horizontal atau vertikal. Skala ini dianjurkan untuk

digunalan pada anak yang berusia minimal 5 tahun, selama mereka dapat

menghitung dan memiliki beberapa konsep angka dan nilai-nilai dalam

kaitannya dengan angka yang lain (Hockenberry & Wilson, 2009).

0 1 2 3 4 5

2.2.7.6 Visual Analog Scale (VAS)

Visual Analog Scale (VAS) didefinisikan sebagai garis vertikal atau

horisontal yang dibuat sampai dengan panjang tertentu seperti 10 cm dan

ditambatkan oleh hal-hal yang mewakili fenomena subyektif yang ekstrem

misalnya nyeri yang diukur. Penggunaan skala ini dapat dilakukan dengan

meminta anak menempatkan sebuah tanda pada garis yang paling

menggambarkan jumlah nyeri yang dialami. Dengan penggaris sentimeter,

ukur dari ujung “tanpa nyeri” sampai ke tanda tersebut dan catat hasil

pengukuran ini sebagai skor nyeri (Hokenberry & Wilson, 2009).

Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi

keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukur tingkat nyeri yang lebih

sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari

pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (McGuire, 1984 dalam

Perry & Potter, 2006). VAS dianjurkan untuk anak-anak yang berusia

minimal 4 ½ tahun, lebih baik setidaknya pada usia 7 tahun (Hockenberry

& Wilson, 2009). Namun perlu diantisipasi bahwa anak akan kesulitan

dalam mengidentifikasi titik mana pada garis yang mewakili nyeri anak

(Grove & Luffy, 2003).

Tidak Nyeri Nyeri Hebat

Page 31: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

20

Universitas Indonesia

Skala VAS sangat sensitif terhadap perubahan tingkat nyeri yang dialami

oleh pasien, yang dapat membuat skala VAS sulit untuk digunakan.

Meskipun skala ini umumnya cepat dan mudah digunakan, sekitar 20%

pasien tidak dapat dikaji atau menemukan kebingungan (Wood, 2004,

dalam McLafferty & Farley, 2008).

Sumber: (Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Fundamental of nursing, (6th

ed), USA:

Mosby Company).

2.2.7.7 Alat Mewarnai

Skala ini dilakukan dengan memberikan krayon atau spidol pada anak

untuk menggambar skala sendiri yang menggunakan gambar tubuh (Eland

& Banner, 1999 dalam Hockenberry & Wilson, 2009). Penggunaan skala

ini dengan menyediakan delapan krayon kemudian anak diminta

mengambil warna krayon yang sesuai dengan kondisi yang dialaminya

saat iniSkala ini dapat digunakan untuk anak-anak usia minimal 4 tahun,

mereka yang mengetahui tentang warna, tidak buta warna dan mampu

menggunakan skala jika sedang nyeri (Hockenberry & Wilson, 2009).

2.3 Konsep Perkembangan Sakit dan Nyeri pada Anak

Nyeri adalah apa pun yang dikatakan oleh orang yang mengalaminya, ada

pada saat orang tersebut mengatakan bahwa itu terjadi (McCaffery & Pasero,

2010). Takut akan cidera tubuh dan nyeri sering terjadi diantara anak-anak.

Dalam merawat anak, perawat harus menghormati kekhawatiran anak

terhadap cidera tubuh dan reaksi terhadap nyeri sesuai dengan periode

perkembangannya (Hockenberry & Wilson, 2009). Berikut ini perkembangan

sakit dan nyeri pada berbagai usia:

Page 32: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

21

Universitas Indonesia

2.3.1 Anak usia 2-7 tahun (Pemikiran Pra Operasional)

Konsep nyeri pada usia 2-7 tahun berhubungan dengan nyeri terutama

sebagai pengalaman fisik dan konkret, anak berfikir tentang hilangnya nyeri

secara ajaib, anak dapat menganggap nyeri sebagai hukuman akibat

kesalahan dan cenderung menganggap seseorang yang bertanggung jawab

untuk nyeri yang dialaminya dan dapat menyerang orang tersebut.

2.3.2 Anak usia 7-10 tahun (Pemikiran Operasional Konkret)

Konsep nyeri pada anak usia 7 sampai 10 tahun lebih berhubungan dengan

nyeri secara fisik (misalnya sakit kepala, sakit perut). Pada usia ini anak

mampu menerima nyeri psikologis (misal kematian seseorang), anak takut

terhadap cidera tubuh dan kerusakan tubuh serta kematian. Anak dapat

menganggap nyeri sebagai hukuman suatu kesalahan.

2.2.3 Anak usia 13 tahun dan 13 tahun ke atas (Pemikiran Operasional Formal)

Konsep nyeri pada usia ini anak mampu memberi alasan terhadap nyeri

(misal jatuh dan terbentur). Pada usia ini anak mampu menerima beberapa

nyeri psikologis, memiliki pengalaman hidup yang terbatas untuk

melakukan koping terhadap nyeri seperti yang dilakukan orang dewasa yang

memiliki pemahaman nyeri yang matang. Anak takut kehilangan kendali

ketika mengalami nyeri.

2.4 Konsep Guided Imagery

2.4.1 Pengertian Guided Imagery

Imagery merupakan pembentukan representasi mental dari suatu objek,

tempat, peristiwa, atau situasi yang dirasakan melalui indra (Snyder, 2006).

Saat berimajinasi individu dapat membayangkan melihat sesuatu,

mendengar, merasakan, mencium, dan atau menyentuh sesuatu (Snyder,

2006). Istilah guide imagery merujuk pada berbagai teknik termasuk

visualisasi sederhana, saran yang menggunakan imaginasi langsung,

metafora dan bercerita, eksplorasi fantasi dan bermain “game”, penafsiran

mimpi, gambar, dan imajinasi yang aktif dimana unsur-unsur

Page 33: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

22

Universitas Indonesia

ketidaksadaran dihadirkan untuk ditampilkan sebagai gambaran yang dapat

berkomunikasi dengan pikiran sadar (Academic for Guide Imagery, 2010).

Kamus Meeriam-Webster (2001) mendefinisikan guided imagery sebagai

salah satu dari berbagai teknik (sebagai rangkaian kata-kata sugesti) yang

digunakan untuk menuntun orang lain atau diri sendiri dalam

membayangkan sensasi dan terutama dalam memvisualisasikan gambar

dalam pikiran untuk membawa respon fisik yang diinginkan (sebagai

pengurang stres, kecemasan, dan sakit).

Hart (2008) mendefinisikan guided imagery sebagai sebuah teknik yang

memanfaatkan cerita atau narasi untuk mempengaruhi pikiran, sering

dikombinasi dengan latar belakang musik. Guided imagery adalah teknik

untuk mengarahkan individu untuk fokus dan berkhayal atau berimajinasi

(Naparstek, 2008 dalam Hart, 2008), sedangkan Rank (2011) menyatakan

guided imagery merupakan teknik perilaku kognitif dimana seseorang

dipandu untuk membayangkan kondisi yang santai atau tentang pengalaman

yang menyenangkan. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan

bahwa guided imagery merupakan teknik untuk menuntun individu dalam

membayangkan sensasi apa yang dilihat, dirasakan, didengar, dicium, dan

disentuh tentang kondisi yang santai atau pengalaman yang menyenangkan

untuk membawa respon yang diinginkan (sebagai pengurang stres,

kecemasan, dan nyeri) yang sering dikombinasi dengan latar belakang

musik.

2.4.2 Manfaat Guided Imagery

Guided imagery merupakan salah satu jenis teknik relaksasi sehingga

manfaat dari teknik ini pada umumnya sama dengan manfaat dari teknik

relaksasi yang lain. Para ahli dalam bidang teknik guided imagery

berpendapat bahwa imajinasi merupakan penyembuh yang efektif yang

dapat mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan dan membantu tubuh

mengurangi berbagai macam penyakit seperti depresi, alergi, dan asma.

Page 34: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

23

Universitas Indonesia

Menurut Snyder (2006), guided imagery telah menjadi terapi standar untuk

mengurangi kecemasan dan memberikan relaksasi pada orang dewasa atau

anak-anak, dapat juga untuk mengurangi nyeri kronis, tindakan prosedural

yang menimbulkan nyeri, susah tidur, mencegah reaksi alergi, dan

menurunkan tekanan darah (Snyder, 2006). Guided imagery dapat

membangkitkan perubahan neurohormonal dalam tubuh yang menyerupai

perubahan yang terjadi ketika sebuah peristiwa yang sebenarnya terjadi

(Hart, 2008). Hal ini bertujuan untuk membangkitkan keadaan relaksasi

psikologis dan fisiologis untuk meningkatkan perubahan yang

menyembuhkan ke seluruh tubuh (Jacobson, 2006).

Guided imagery dapat berfungsi sebagai pengalih perhatian dari stimulus

yang menyakitkan dengan demikian dapat mengurangi respon nyeri

(Jacobson, 2006). Olness dan Kohen (1996) menyatakan bahwa manfaat

penggunaan imagery sebagai pereda nyeri adalah mengurangi kecemasan,

meningkatkan penguasaan dan harapan, meningkatkan kerjasama serta

mengurangi kecemasan keluarga dan petugas kesehatan (Olness & Kohen,

1996 dalam Genders, 2006).

2.4.3 Jenis Guided imagery

Guided imagery ada 4 jenis yaitu pleasant imagery (imajinasi

menyenangkan misalnya membayangkan tempat yang tenang),

physiologically focused imagery (imajinasi fokus fisiologis misalnya

berfokus pada fungsi fisiologis yang membutuhkan penyembuhan), mental

rehearsal (latihan mental misalnya membayangkan tugas tertentu sebelum

kejadian), dan receptive imagery (scanning tubuh untuk penyembuhan

langsung) (Hart, 2008).

2.4.4 Proses Guide Imagery

Telah disebutkan bahwa guided imagery merupakan salah satu strategi

nonfarmakologi penatalaksanaan nyeri untuk anak (Hockenberry & Wilson,

2009). Namun guided imagery tidak selalu sesuai untuk semua anak-anak.

Page 35: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

24

Universitas Indonesia

Kemampuan kognitif anak harus dipertimbangkan sebelum dilakukan

guided imagery. Anak-anak perlu mencapai tahap Piaget pra operasional

(umur 2-7 tahun) untuk mendapatkan keuntungan dari guided imagery

sebagai terapi penatalaksanaan nyeri (Whitaker & McArthut, 1998 dalam

Hart, 2008).

Menurut Hart (2008), jika seseorang membayangkan suatu hal negatif atau

menakutkan dapat meningkatkan rasa sakit atau kecemasan maka hal

tersebut dapat dinetralkan dengan pikiran positif atau menenangkan. Pikiran

dapat dilatih untuk berfokus pada imajinasi penyembuhan. Jika imajinasi

menakutkan atau negatif memiliki kemampuan untuk meningkatkan rasa

sakit dan gejala lain yang tidak diinginkan, maka imajinasi positif atau

menenangkan dapat mengurangi gejala sakit (Hart, 2008)

Mekanisme atau cara kerja guided imagery belum diketahui secara pasti

tetapi teori menyatakan bahwa relaksasi dan imajinasi positif melemahkan

psikoneuroimmunologi yang mempengaruhi respon stres. Respon stres

dipicu ketika situasi atau peristiwa (nyata atau tidak) mengancam fisik atau

kesejahteraan emosional atau tuntunan dari sebuah situasi melebihi

kemampuan seseorang, sehingga dengan imajinasi diharapkan dapat

merubah situasi stres dari respon negatif yaitu ketakutan dan kecemasan

menjadi gambaran positif yaitu penyembuhan dan kesejahteraan (Dossey,

1995 dalam Snyder, 2006). Respon emosional terhadap situasi, memicu

sistem limbik dan perubahan sinyal fisiologis pada sistem saraf perifer dan

otonom yang mengakibatkan melawan stres (Snyder, 2006).

Mekanisme imajinasi positif dapat melemahkan psikoneuroimmunologi

yang mempengaruhi respon stres, hal ini berkaitan dengan teori Gate

Control yang menyatakan bahwa “hanya satu impuls yang dapat berjalan

sampai sumsum tulang belakang ke otak pada satu waktu “ dan “ jika ini

terisi dengan pikiran lain maka sensasi rasa sakit tidak dapat dikirim ke otak

oleh karena itu rasa sakit berkurang”. Guided imagery juga dapat

Page 36: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

25

Universitas Indonesia

melepaskan endorphin yang melemahkan respon rasa sakit dan dapat

mengurangi rasa sakit atau meningkatkan ambang nyeri (Hart, 2008).

2.2.5 Pelaksanaan Guided Imagery

Menurut Snyder (2006) teknik guided imagery secara umum antara lain:

2.2.5.1 Membuat individu dalam keadaan santai yaitu dengan cara:

1) Mengatur posisi yang nyaman (duduk atau berbaring).

2) Silangkan kaki, tutup mata atau fokus pada suatu titik atau suatu

benda di dalam ruangan.

3) Fokus pada pernapasan otot perut, menarik napas dalam dan pelan,

napas berikutnya biarkan sedikit lebih dalam dan lama dan tetap fokus

pada pernapasan dan tetapkan pikiran bahwa tubuh semakin santai dan

lebih santai.

4) Rasakan tubuh menjadi lebih berat dan hangat dari ujung kepala sampai

ujung kaki.

5) Jika pikiran tidak fokus, ulangi kembali pernapasan dalam dan pelan.

2.2.5.2 Sugesti khusus untuk imajinasi yaitu:

1) Pikirkan bahwa seolah-olah pergi ke suatu tempat yang menyenangkan

dan merasa senang ditempat tersebut

2) Sebutkan apa yang bisa dilihat, dengar, cium, dan apa yang dirasakan

3) Ambil napas panjang beberapa kali dan nikmati berada ditempat

tersebut

4) Sekarang, bayangkan diri anda seperti yang anda inginkan (uraikan

sesuai tujuan yang akan dicapai/ diinginkan)

2.2.5.3 Beri kesimpulan dan perkuat hasil praktek yaitu:

1) Mengingat bahwa anda dapat kembali ke tempat ini, perasaan ini,

cara ini kapan saja anda menginginkan

2) Anda bisa seperti ini lagi dengan berfokus pada pernapasan anda, santai,

dan membayangkan diri anda berada pada tempat yang anda senangi

Page 37: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

26

Universitas Indonesia

2.2.5.4 Kembali ke keadaan semula yaitu:

1) Ketika anda telah siap kembali ke ruang dimana anda berada

2) Anda merasa segar dan siap untuk melanjutkan kegiatan anda

3) Anda dapat membuka mata anda dan dan ceritakan pengalaman anda

ketika anda telah siap (Snyder, 2006).

Asmadi (2008) juga menjelaskan tentang teknik dalam melakukan guided

imagery yaitu mengatur posisi yang nyaman pada klien, dengan suara yang

lembut minta klien untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan atau

pengalaman yang membantu penggunaan semua indera, minta klien untuk

tetap berfokus pada bayangan yang menyenangkan sambil merelaksasikan

tubuhnya. Teknik pelaksanaan guided imagery pada anak perlu

dimodiifikasi sesuai dengan tahap pekembangan anak, kognitif, dan

pilihan anak. Waktu yang digunakan untuk pelaksanaan guided imagery

pada orang dewasa dan remaja biasanya 10-30 menit, sementara

kebanyakan anak-anak mentoleransi waktunya hanya 10-15 menit (Snyder,

2006). Anak tidak suka menutup mata mereka saat berimajinasi (Snyder,

2008).

Guided imagery dapat disampaikan oleh seorang praktisi/ pemandu, video

atau rekaman audio. Rekaman audio dalam guided imagery berisi panduan

imajinasi atau membayangkan hal-hal yang menyenangkan bagi anak

terkait dengan tempat yang menyenangkan misalnya pantai, aktifitas yang

menyenangkan bagi anak misalnya makan ice cream. Melalui rekaman

audio tersebut anak dipandu relaksasi menarik nafas dalam dan pelan

(Snyder, 2006). Relaksasi membuat pikiran lebih terbuka untuk menerima

informasi baru yang diberikan (Benson, 1993 dalam Snyder, 2006). Untuk

selanjutnya anak dipandu untuk membayangkan hal yang paling

menyenangkan dan membayangkan tiap detail hal yang bisa dirasakan

oleh semua indera. Anak dipandu untuk membayangkan apa yang dapat

dilihat, dirasakan, dibau, dipegang atau disentuh. Rekaman audio ini dapat

dimodifikasi dengan latar belakang musik relaksasi (Snyder, 2006).

Page 38: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

27

Universitas Indonesia

Bersamaan dengan anak dilakukan imajinasi terbimbing ini, prosedur

pemasangan infus dilakukan.

2.5 Konsep Nyeri Paska Operasi

Operasi (elektif atau kedaruratan) pada umumnya merupakan peristiwa

kompleks yang menegangkan (Smeltzer & Bare, 2002). Pembedahan atau

operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif

dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani

(Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Pembukaan bagian tubuh ini umumnya

menggunakan sayatan. Setelah bagian yang ditangani ditampilkan, dilakukan

tindakan perbaikan yang di akhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.

Toxonomi Comitte of The International Assocation mendefinisikan nyeri post

operasi sebagai sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosi

yang berhubungan dengan kerusakan jaringan potensial atau nyata atau

menggambarkan terminologi suatu kerusakan (Alexander, 1987). Nyeri post

operasi akan meningkatkan stres post operasi dan memiliki pengaruh negatif

pada penyembuhan nyeri. Kontrol nyeri sangat penting sesudah pembedahan,

nyeri yang dibebaskan dapat mengurangi kecemasan, bernafas lebih mudah

dan dalam, dapat mentoleransi mobilisasi yang cepat. Pengkajian nyeri dan

kesesuaian analgesik harus digunakan untuk memastikan bahwa nyeri pasien

post operasi dapat dibebaskan (Weist et all, 1983; Torrance & Serginson,

1997).

Nyeri post operasi merupakan nyeri akut yang terjadi setelah intervensi bedah

yang memiliki awitan yang cepat. Ketika suatu jaringan mengalami cedera

atau kerusakan mengakibatkan dilepaskanya bahan-bahan yang dapat

menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamine, ion kalium,

bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang mengakibatkan adanya respon

nyeri (Potter & Perry, 2006). Nyeri juga dapat disebabkan oleh stimulus

mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri.

Pada umumnya pasien postoperasi merasakan nyeri yang sangat hebat akibat

dari tindakan operasi yang merusak jaringan dan saraf sekitar, oleh karena

Page 39: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

28

Universitas Indonesia

kerusakan saraf-saraf itu, maka ujung-ujung saraf menyampaikan stimulusnya

ke sistem saraf pusat, dan timbulah persepsi nyeri (Sjamsuhidajat & Jong,

2005).

Page 40: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

29 Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

Tanggal 15 Mei 2013 pukul 10.15 Anak T berusia 16 tahun diantar orang tua

ke poli bedah syaraf datang dengan keluhan bila BAK dan BAB tidak terasa.

Tampak benjolan di daerah tulang ekor dengan lebar 8 cm dan ketebalan

kurang lebih 10 cm. Anak T merasa terganggu dengan benjolan yang tumbuh

sejak ia lahir. Terlebih lagi penyakitnya menyebabkan ketidakmampuannya

menahan BAB dan BAK. Anak T merupakan anak pertama dari 4 bersaudara.

Ibu Anak T mengatakan selama kehamilan tidak teratur mengkonsumsi

vitamin yang diberikan dari puskesmas karena mual. Ibu Anak T juga

mengatakan tidak suka makan sayur dan saat mengandung nafsu makannya

kurang sehingga mudah sakit. Anak T lahir secara spontan di bidan dengan

berat lahir 3500 gram dan langsung menangis. Ibu Anak T mengatakan

benjolan yang ada di bagian belakang anaknya sudah ada sejak lahir. Karena

ketidaktahuannya, ia membiarkan hingga saat ini.

Setelah dua hari dirawat untuk persiapan operasi pada tanggal 17 Mei 2013

Anak T menjalani proses pembedahan. Setelah operasi Anak T dirawat di

HCU selama 3 hari. Kemudian pada tanggal 20 Mei 2013 An.A kembali ke

ruang perawatan bedah. Keluhan yang mucul setelah operasi hari ke 3 antara

lain Anak T mengatakan nyeri seperti tertusuk- tusuk, nyeri terasa di sekitar

luka operasi. Skala 7 dari 10 (Visual Analog Scale), nyeri semakin kuat

terutama jika melakukan pergerakan. Tampak balutan luka pada daerah

sakrum, pus (-), bau (-), kemerahan (-), bengkak (-), panas (-), penurunan

fungsi (-), jahitan menyatu dengan baik, dan balutan paten, terpasang DC dan

drain sejak Anak T dioperasi tanggal 17 Mei 2013. Keluarga mengatakan

Anak T tidak bisa tidur karena menahan sakit. Anak T tampak menjaga area

luka. Wajah Anak T meringis menahan sakit saat diajak berbicara. Tampak

Anak T gelisah. Keluar keringat mengucur. Anak T dalam posisi miring

Page 41: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

30

Universitas Indonesia

kanan. Anak T mengatakan pegal dengan posisi miring karena biasa

berbaring.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tanggal 20 Mei 2013 pukul 17.15

didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, GCS 15

(E4M6V5). TB 145,5 cm , BB 47 kg. Mata tampak simetris, isokhor +/+.

Tidak ada sumbatan pada hidung An.T. Mukosa bibir lembab, tidak ada lesi.

Telinga simetris, tidak ada cairan di liang telinga, tidak ada nyeri, t idak

berdenging, tidak ada lebam di daerah telinga dan belakang telinga. Tidak ada

kaku kuduk, tidak ada perbesaran kelenjar getah bening. Dada tampak

simetris, tidak ada lesi. Bunyi jantung S1 dan S2 +/+/, tidak ada murmur ,

tidak ada gallop. Pada auskultasi dada terdengar suara vesikuler +/+, tidak

ada ronchi, tidak ada wheezing. Bising usus baik . Tidak ada nyeri tekan pada

ulu hati. Abdomen teraba supel. Pada daerah sakrum terdapat luka jahitan

sepanjang 15 cm. Pada ekstrimitas tidak ada udema, akral hangat, CRT <2

detik. Kulit teraba lembab, tidak kering, elastis, turgor kulit baik. Terpasang

kateter dan drain. Tanda-tanda vital : TD 110/80 mmHg; Suhu 36,8o

C ; Nadi

100 x/menit ; RR 24 kali/ menit.

Anak T mendapat terapi diit makan lunak 1000 kalori, makan cair 6x250 cc.

Terapi cairan NaCl 0,9 % 500 cc, Ikaneuron 1 ampul, dan Tramadol 100 mg/

24 jam. Obat-obatan yang diberikan berupa Ceftriaxone 2x1 gr, Gentamicin

2x80 mg, Dexametason 3x5 mg, Ranitidin 2x50 mg, dan Ketorolac 2 x 10

mg.

Hasil laboratorium tanggal 17 Mei 2013 pukul 19.34: Hemoglobin 11,4 g/dL

(N:12,8-16,8 g/dL), Hematokrit 34% (N: 33%- 45%), Leukosit 11.700/ul (N:

4.500-13.000/ul), Trombosit 209.000/ul (N: 150.000-440.000/ul), Eritrosit

3,87 juta/ul (N: 3,8-5,2 juta/ul).

Hemostasis: APTT 29 detik (N: 27,4-39,3 detik), PT 12,9 detik (N: 12,7-16,1

detik). Kimia Klinik: SGOT 21 U/I (N:0-34 U/I), SGPT 7 U/I (N: 0-40 U/I),

Albumin 4,6 g/dl (N: 3,4-4,8 g/dl), Ureum 30 mg/dl (N: 0-48 mg/dl),

Page 42: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

31

Universitas Indonesia

Kreatinin 0,6 mg/dl (0.0-0.9 mg/dl), GDS 100 mg/dl (70-140 mg/dl), Natrium

144 mmol/l (135-147 mmol/l), Kalium 3,91 mmol/l (3.1-5,1 mmol/l), Klorida

110 mmol/l (N: 95-108 mmol/l).

Hasil pemeriksaan radiologi berupa foto toraks dihasilkan cor dan pulmo

dalam batas normal (mediastinum superior tak melebar, ukuran dan bentuk

jantung normal, CTR <50%, aorta baik, pulmo kedua hilus tak menebal,

kedua sinus dan diafragma baik, tulang-tulang costae dan soft tissue baik).

Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik klien di diagnosa spina

bifida lumbal 5 dan sacrum, tethered cord lumbal 5, sacralisasi lumbal 5

dengan unstable lumbal. Sehingga dilakukan rekonstruksi meningokel,

laminectomi, dan stabilisasi dengan pedicle screw.

3.2 Analisa Data

Berdasarkan data hasil pengkajian diperoleh tiga masalah utama yang muncul

pada Anak T dengan post op rekonstruksi meningokel. Masalah pertama

adalah nyeri akut diperoleh dari Anak T yang mengatakan nyeri berskala 7,

muncul setiap saat, bertambah nyeri apabila digerakkan, nyeri seperti

tertusuk- tusuk, nyeri terasa di sekitar luka operasi. Anak T tampak gelisah,

meringis saat melakukan miring kanan kiri atau saat melakukan perpindahan

posisi. Anak T juga tampak menjaga area lukanya. Saat dilakukan

pengukuran TTV: TD 110/80 mmHg; Suhu 36,8o

C ; Nadi 100 x/menit ; RR

24 kali/ menit.

Masalah kedua adalah risiko infeksi diperoleh dari Anak T yang mengatakan

setiap hari luka dibersihkan, mengatakan nyeri saat luka dibersihkan,

mengatakan tidak ada rembesan pada balutan luka. Risiko infeksi dapat

terjadi pada Anak T dengan post op rekonstruksi meningokel hari ke 3. Saat

ini suhu tubuh Anak T 36.8o

C, tampak balutan luka pada daerah sakrum, pus

(-), bau (-), kemerahan (-), bengkak (-), panas (-), penurunan fungsi (-),

jahitan menyatu dengan baik, dan balutan paten, terpasang DC dan drain

Page 43: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

32

Universitas Indonesia

sejak Anak T dioperasi tanggal 17 Mei 2013. Selain itu dari hasil

laboratorium diperoleh: hemoglobin 11,4 g/dL (N:12,8-16,8 g/dL), leukosit

11,7 ribu/ul (N: 4.5 – 13.0 ribu/ul).

Masalah ketiga adalah hambatan mobilitas fisik yang diperoleh dari Anak T

yang mengatakan nyeri jika melakukan pergerakkan, klien mengatakan pegal

dengan posisi miring karena biasa berbaring. Anak T tampak menjaga area

luka operasi, tampak balutan luka pada daerah sakrum post op rekonstruksi

meningokel hari ke 3, tampak miring kiri kanan dan tengkurap di tempat

tidur, segala kebutuhannya dipenuhi oleh keluarga dan perawat.

3.3 Implementasi dan Evaluasi Tindakan Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian dan analisa data diperoleh tiga masalah utama

yang perlu dilakukan intervensi keperawatan pada Anak T (mulai tanggal 20

Mei 2013 - 24 Mei 2013). Untuk mengatasi nyeri akutnya, perawat

melakukan pengkajian skala nyeri pada Anak T, mengukur tanda- tanda vital,

mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, mengajarkan guided imagery, serta

memberikan ketorolac 2x10 mg sehari. Tidak lupa perawat melibatkan

keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan

pada klien dan keluarga. Hasil yang diperoleh dari tindakan yang dilakukan

antara lain Anak T mengatakan nyeri berkurang dari skala 7 ke 1 (Visual

Analog Scale). Anak T mengatakan selalu melakukan nafas dalam dan

membayangkan hal-hal yang menyenangkan ketika nyeri datang. Anak T

terlihat lebih rileks dan tersenyum, TTV: TD 120/80 mmHg; Suhu 36,4o

C ;

Nadi 88 x/menit ; RR 18 kali/ menit, diaforesis (-), tampak meringis menahan

sakit saat dilakukan perawatan luka pertama kali, namun hal itu semakin

berkurang dari tanggal 20 Mei 2013 hingga 24 Mei 2013 . Keluarga tampak

mendampingi Anak T dan memotivasi Anak T saat nyeri.

Intervensi yang dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya infeksi, perawat

melakukan beberapa tindakan antara lain: melakukan pengukuran TTV setiap

8 jam, melakukan tindakan aseptik sebelum dan sesudah kontak dengan Anak

Page 44: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

33

Universitas Indonesia

T, mengganti balutan luka setiap hari, mengobservasi tanda-tanda infeksi,

melibatkan orang tua atau keluarga dalam setiap tindakan, serta memberikan

terapi antibiotik ceftriaxone 2x1 gr sehari. Hasil yang diperoleh dari tindakan

tersebut Anak T mengatakan sering mengusap-usap daerah sekitar balutan

tanpa cuci tangan, TTV: TD 120/80 mmHg; suhu 36,4o

C ; nadi 80 x/menit ;

RR 20 kali/ menit, perawat selalu menerapkan tindakan aseptik sebelum dan

sesudah kontak dengan pasien, kondisi luka membaik dari hari ke hari

ditandai dengan tidak adanya pus, granulasi baik, jahitan bagus, tidak ada

rembes, pemberian antibiotik sesuai jadwal. Keluarga memberikan motivasi

dan mendampingi saat dilakukan pembersihan luka.

Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah hambatan mobilitas fisik

adalah melakukan ROM aktif asistif setiap hari, memberikan pendidikan

kesehatan pada Anak T dan keluarga untuk meminimalkan pergerakan

dengan memposisikan tengkurap atau miring selama 2 jam sekali, dan selalu

melibatkan anggota keluarga dalam melakukan tindakan. Hasil yang

diperoleh dari intervensi tersebut adalah Anak T mengatakan kebutuhan

sehari-hari dipenuhi oleh keluarga, tetapi saat ini sudah mampu melakukan

aktivitas mandiri dengan perlahan. Anak T tampak melakukan latihan ROM

setiap hari, klien tampak memenuhi kebutuhan dengan bertahap dari dibantu

hingga sekarang mampu melakukan sendiri, klien latihan berjalan keliling

ruangan. Keluarga membantu klien dalam melatih berjalan.

Page 45: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

34 Universitas Indonesia

BAB 4

ANALISIS SITUASI

Bab ini menguraikan profil lahan praktik tempat penulis mengambil kasus yang

dibahas pada karya ilmiah ini, analisis masalah keperawatan dengan konsep

terkait KKMP dan konsep kasus terkait. Selain itu dibahas pula analisis salah satu

intervensi dengan konsep dan penelitian terkait serta alternatif pemecahan yang

dapat dilakukan.

4.1 Profil Lahan Praktik

RS Fatmawati didirikan oleh Ibu Fatmawati Soekarno pada tahun 1954.

Awalnya RS Fatmawati dikhususkan untuk penderita TBC anak dan

rehabilitasinya. Seiring berjalannya waktu RSUP Fatmawati dijadikan salah

satu rumah sakit pemerintah yang menyandang sebagai rumah sakit

pendidikan. RSUP Fatmawati terletak di Jalan RS Fatmawati, Cilandak,

Jakarta Selatan. RSUP Fatmawati terdiri dari beberapa gedung perawatan dan

fasilitas penunjang kesehatan lainnya seperti gedung radiologi, gedung

pengambilan darah, gedung hemodialisa, dan lain sebagainya. Mahasiswa

KKMP Peminatan Anak menjalani praktik di ruang bedah anak IRNA A

Lantai III Utara.

Teratai lantai III utara merupakan salah satu ruang perawatan anak umum dan

bedah yang ada di RSUP Fatmawati. Ruang bedah anak IRNA A Lantai III

Utara terdiri dari 12 kamar dengan kapasits tempat tidur sebanyak 45 tempat

tidur. Ke 12 kamar tersebut terbagi atas: 1 kamar bedah prima, 3 kamar kelas

I, 2 kamar kelas II, 1 kamar khusus isolasi infeksi, 1 kamar khusus luka

bakar, dan 4 kamar kelas III.

Berdasarkan catatan kepegawaian di ruang anak lantai III utara diperoleh data

bahwa pegawai di ruang ini terdiri dari perawat, pekarya, dan Cleaning

Service. Jumlah tenaga perawat di rungan sebanyak 23 orang yang terdiri dari

7 orang S1 keperawatan, 14 orang DIII keperawatan, 2 orang SPK, dan 2

Page 46: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

35

Universitas Indonesia

orang pekarya SLTA. Ruangan di lantai III Utara dikepalai oleh seorang

kepala ruangan yaitu Ibu Ns. Yuminah S.Kep, dibantu wakil kepala ruangan

Ibu Fenty Sahara, AMK, dan dua orang PN yaitu PN 1 Ibu Yanti, AMK dan

Bapak Ns. Dedi Lisman, S.Kep, serta dilengkapi 17 orang perawat pelaksana.

Ruang bedah anak IRNA A Lantai III Utara memiliki beberapa fasilitas

dalam pelayanan keperawatan untuk para pasien, seperti tabung oksigen

besar, tensimeter raksa, termometer, 2 buah trolley obat, 1 buah trolley ganti

balutan, perlengkapan universal precaution (handscoon) yang belum cukup

memadai, alat tenun, suction, Nebulizer, syringe Pump dan lain-lain. Namun,

ruangan tidak mempunyai EKG. Kebutuhan EKG dipenuhi dengan

meminjam EKG ke ruangan lain.

Kasus bedah yang ada di ruangan teratai lantai III Utara bervariasi, seperti

hipospadia, atresia ani, hidrosefalus, fraktur, spina bifida, palatoskiziz,tumor

abdimen, kista, dan lain sebagainya.

4.2 Analisa Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Kasus

Terkait

Spina bifida merupakan salah satu kasus kelainan kongenital yang berada di

ruang bedah anak RSUP Fatmawati. Spina bifida adalah defek pada

penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa tingkatan protusi jaringan

melalui celah tulang (Hockenberry & Wilson, 2009). Selama tiga bula

terakhir, sembilan dari seratus anak yang dirawat di ruangan menderita

penyakit ini. Usia anak yang menderita kasus ini berkisar pada bayi baru lahir

hingga usia satu tahun. Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui,

tetapi menurut beberapa sumber menyebutkan bahwa spina bifida muncul

akibat dari faktor genetik (keturunan), kekurangan asam folat, dan ibu dengan

epilepsi yang menderita panas tinggi dalam kehamilannya mengkonsumsi

obat-obat asam volproic, anti konvulsan, klomifen. Kekurangan asam folat

akan menyebabkan bayi menderita spina bifida dan kecacatan lainnya. Asam

folat juga diketahui sebagai koenzim untuk produksi DNA serta

Page 47: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

36

Universitas Indonesia

meningkatkan replikasi sel. Asam folat sangat dibutuhkan pada minggu kedua

sampai keempat pertumbuhan janin. Penelitian telah menunjukkan bahwa

kekurangan asam folat (folat) adalah faktor dalam patogenesis cacat tabung

saraf, termasuk spina bifida (Brunner & Suddart, 2002).

Pada kasus anak T yang mengalami spina bifida, Ibu Anak T mengatakan

selama hamil ia jarang mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh

dokter saat melakukan pemerikasaan kehamilan. Ibu Anak A mengatakan

mual setelah mengkonsumsi obat-obatan tersebut. Ibu juga mengatakan nafsu

makannya turun. Jarang mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. Ibu

Anak T juga tidak mengetahui apa itu asam folat dan dalam bentuk apa yang

harus dikonsumsi. Anak T merupakan anak pertama, sehingga Ibu Anak A

belum mengetahui banyak hal tentang kehamilan. Ibu Anak T tinggal di

perkampungan padat penduduk yang tidak jauh dari jalan raya. Ayah Anak T

seorang perokok. Sering kali Ayah Anak T merokok di dekat Ibu Anak T.

Walaupun bukan perokok aktif, Ibu Anak T yang saat itu mengandung juga

menghirup asap rokok yang dikeluarkan suaminya.

Faktor risiko terjadinya spina bifida juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Kepadatan penduduk dan polusi yang ada saat ini dapat mengancam

kesehatan tubuh manusia, tanpa terkecuali pada ibu yang sedang

mengandung. Polusi udara yang disebabkan oleh lalu lintas, industri hingga

debu selama masa kehamilan akan meningkatkan risiko berat lahir bayi

rendah. Ada dua jenis polusi kendaraan bermotor yang berdampak pada

pertumbuhan janin, yaitu partikel hitam dan nitrogen dioksida. Dua jenis

polusi itu bisa masuk paru-paru dan mengganggu fungsi organ itu. Hasil studi

di Amerika Serikat yang dipublikasikan dalam Jurnal Epidemiologi dan

Kesehatan Komunitas sebagaimana dikutip situs BBC menyebutkan,

tingginya paparan polusi dari asap kendaraan bermotor pada ibu pada awal

dan akhir kehamilan bisa menyebabkan janin tidak tumbuh baik sehingga

bayi lahir dengan berat badan rendah. Hal ini dapat menyebabkan bayi lahir

dengan kelainan kongenital. Pancaran radiasi pada ibu hamil juga dapat

Page 48: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

37

Universitas Indonesia

menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang

cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi

pada gen yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada

bayi yang dilahirkannya (Judarwanto, 2013).

Faktor lingkungan lain yang mempengaruhi kesehatan janin adalah asap

rokok. Bukan hanya merokok langsung secara aktif, perokok pasif atau

terhirup asap rokok di lingkungan bagi ibu hamil bisa berdampak buruk bagi

kesehatan janin. Paparan asap rokok pada ibu hamil dengan lingkungan yang

penuh asap rokok beresiko akibatkan asma dan gangguan pernafasan pada

anak-anak. Penelitian lain menyatakan bahwa merokok merupakan penyebab

nomer satu dalam lahirnya bayi dengan kondisi buruk, seperti lahir prematur,

bayi yang lahir terlalu kecil pertumbuhan terlambat, kerusakan organ tubu

yang paling parah adalah kegagalan janin atau kematian. Jika bayi yang

terkontaminasi zat kimia rokok berhasil lahir, maka akan terjadi kelainan

dalam perkembangan tubuh dalam hal berat serta ukuran, organ tubuh seperti

paru-paru yang tidak berfungsi secara optimal serta fungsi otak yang

terbelakang.

Asap rokok ini mengandung berbagai macam bahan kimia yang berbahaya,

lebih dari sekitar empat ribu diantaranya sianida, nikotin, karbon monoksida

serta 60 buah senyawa penyebab kanker. Jika seorang ibu hamil merokok,

maka semua zat-zat kimia tersebut akan mengalir dalam darah dan sampai ke

janin. Sementara dari empat ribu bahan kimia itu tidak ada satu pun yang baik

bagi bayi, maka yang terjadi adalah bayi akan terkontaminasi zat kimia

berbahaya bahkan sebelum ia tumbuh. Nikotin serta karbon monoksida bisa

berakibat gangguan janin karena dapat mengurangi pasokan oksigen lewat tali

pusat. Nikotin berkerja seperti kolesterol yang menyebabkab penyempitan

pembuluh darah ibu hamil dan menyumbat aliran oksigen di seluruh

pembuluh darah termasuk tali pusat. Keadaan akan semakin memburuk

karena sel-sel darah merah yang membawa oksigen pada akhirnya juga bisa

membawa molekul karbon monoksida dan menyalurkannya ke janin.

Page 49: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

38

Universitas Indonesia

Kelainan spina bifida pada Anak T tidak diketahui oleh orang tua selama

kehamilan. Orang tua baru mengetahui hal ini ketika Anak T lahir. Ibu Anak

T mengatakan tanda yang muncul berupa penonjolan pada bagian tulang

belakang dekat dengan bokong. Awalnya benjolan itu kecil namun lama

kelamaan semakin membesar. Bahkan menyebabkan Anak T hingga usia 16

tahun tidak dapat menahan BAK dan BAB. Saat ditanyakan tentang penyakit

ini pada orang tua, mereka menjawab tidak mengetahui jika dapat berdampak

pada BAB dan BAK anaknya. Anak T mengatakan malu jika sampai saat ini

masih menggunakan diapers, sehingga Anak T memberanikan diri untuk

dilakukan tindakan operasi.

4.3 Analisa Intervensi Dengan Konsep Aplikasi

Tindakan operasi rekonstruksi meningokel menimbulkan masalah utama yaitu

nyeri akut. Disamping tindakan farmakologi dengan pemberian analgetik,

terapi nonfarmakologi juga diterapkan untuk mengatasi masalah nyeri pada

Anak T. Perawat mengaplikasikan teknik relaksasi berupa guided imagery

untuk mengurangi nyeri pada Anak T. Aplikasi teknik ini diambil dari tesis

yang dibuat oleh Mariyam (2011) berjudul “Pengaruh Guided Imagery

Terhadap Tingkat Nyeri Anak Usia 7-13 Tahun Saat Dilakukan Pemasangan

Infus di RSUD Kota Semarang”. Tesis ini menerapkan konsep guided

imagery pada anak yang dilakukan pemasangan infus dan didapatkan hasil

bahwa guided imagery berpengaruh terhadap pengurangan rasa nyeri saat

dilakukan pemasangan infus sebesar 60% dibandingkan anak yang tidak

dilakukan guided imagery.

Pengaruh guided imagery juga telah dirasakan manfaatnya pada berbagai

kondisi klien dalam menurunkan nyeri. Menurut Anggarini (2012) dalam

penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Audio Recorded Guided Imagery

Therapy Untuk Mengurangi Nyeri Abdominal Fungsional Pada Anak”

membuktikan bahwa teknik guided imagery dapat mengurangi nyeri pada

anak dengan masalah abdominal fungsional. Penelitian terkait dilakukan pula

Page 50: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

39

Universitas Indonesia

oleh Rahayu, Nursiswati, dan Sriati (2010) dalam penelitiannya berjudul

“Pengaruh Guided Imagery Relaksasi Terhadap Nyeri Kepala Pada Pasien

Cedera Kepala Ringan”, penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh guided

imagery yang signifikan terhadap penurunan nyeri pada pasien cedera kepala

ringan walaupun pasien masih belum terbebas dari rangsang nyeri. Tetapi

penelitian ini telah membuktikan keefektifan teknik tersebut untuk

mengurangi nyeri.

Mahasiswa tertarik menerapkan guided imagery ini karena mudah untuk

diterapkan, tidak memerlukan biaya yang mahal, dan dapat melibatkan orang

tua dalam upaya penerapan teori family-centered care (FCC). Anak tentunya

akan mengalami adaptasi terhadap lingkungan rumah sakit yang baru

untuknya. Ditambah dengan kondisi pasca operasi, sehingga pelibatan orang

tua pada setiap intervensi keperawatan dapat mengurangi kecemasan pada

anak. Oleh karena itu peran orang tua dalam merawat anak dapat maksimal.

Anak juga akan merasa nyaman dan berkurang kecemasannya apabila dalam

setiap intervensi ditemani oleh orang tua.

Proses pembedahan menimbulkan stres fisik dan psikologis, baik disebabkan

oleh tindakan bedah itu sendiri maupun karena proses hospitalisasinya. Nyeri

akut yang dialami Anak T pasca rekonstruksi meningokel disebabkan oleh

perubahan neurokimia meliputi depolarisasi syaraf, pengeluaran asam amino

pada neurotrasmiter yang berlebihan, disfungsi serotonegik, dan gangguan

pada opiate endogen. Tampak luka operasi sepanjang 8 cm yang tertutup oleh

kassa di bagian belakang tubuh Anak T. Luka tersebut menyebabkan nyeri

yang mengganggu kenyamanannya. Nyeri post operasi merupakan nyeri akut

yang terjadi setelah intervensi bedah yang memiliki awitan yang cepat. Ketika

suatu jaringan mengalami cedera atau kerusakan mengakibatkan dilepaskanya

bahan-bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin,

histamine, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang

mengakibatkan adanya respon nyeri (Potter & Perry, 2005). Pada umumnya

pasien post operasi merasakan nyeri yang sangat hebat akibat dari tindakan

Page 51: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

40

Universitas Indonesia

operasi yang merusak jaringan dan saraf sekitar, oleh karena kerusakan saraf-

saraf itu, maka ujung-ujung saraf menyampaikan stimulusnya ke sistem saraf

pusat, dan timbulah persepsi nyeri (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Penerapan guided imagery pada Anak T dilakukan dengan memerintahkan

anak untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan. Pertama anak

diminta untuk memposisikan diri senyaman mungkin, kemudian anak

diperbolehkan memejamkan matanya. Sambil menarik nafas dalam anak

disugesti dengan pikiran seolah-olah sedang melakukan hal yang

menyenangkan atau berada pada tempat yang ia sukai. Dengan

membayangkan hal yang menurutnya menyenangkan maka dapat

melemahkan psikoneuroimmunologi yang mempengaruhi respon stres. Hal

ini berkaitan dengan teori Gate Control yang menyatakan bahwa “hanya satu

impuls yang dapat berjalan sampai sumsum tulang belakang ke otak pada satu

waktu“ dan “jika ini terisi dengan pikiran lain maka sensasi rasa sakit tidak

dapat dikirim ke otak oleh karena itu rasa sakit berkurang”. Guided imagery

juga dapat melepaskan endorphin yang melemahkan respon rasa sakit dan

dapat mengurangi rasa sakit atau meningkatkan ambang nyeri (Hart, 2008).

Oleh karena itu setelah dilakukan guided imagery pada Anak T secara berkala

selama 4 hari (kurang lebih 10 menit setiap intervensi) maka nyeri berkurang

dari skala 7 menjadi 1 dengan menggunakan skala visual analogi.

Hal itu didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Hart (2008), jika

seseorang membayangkan suatu hal negatif atau menakutkan dapat

meningkatkan rasa sakit atau kecemasan maka hal tersebut dapat dinetralkan

dengan pikiran positif atau menenangkan. Pikiran dapat dilatih untuk

berfokus pada imajinasi penyembuhan. Jika imajinasi menakutkan atau

negatif memiliki kemampuan untuk meningkatkan rasa sakit dan gejala lain

yang tidak diinginkan, maka imajinasi positif atau menenangkan dapat

mengurangi gejala sakit (Hart, 2008).

Page 52: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

41

Universitas Indonesia

4.4 Alternatif Pemecahan Masalah

Walaupun hasil penerapan guided imagery pada pasien dengan luka operasi

meningokel berhasil menurunkan nyeri. Terdapat beberapa tantangan yang

dihadapi pada saat pelaksanaan guided imagery. Pertama, guided imagery

hanya dapat digunakan pada anak usia di atas 7 tahun dan memerlukan

ruangan yang nyaman dan tenang. Alternatif pemecahan masalah terkait

kondisi lingkungan dapat dimodifikasi dengan penggunaan terapi musik di

ruangan yang disesuaikan dengan kondisi anak. Dengan gabungan teknik

nafas dalam, guided imagery, dan musik dapat membuat tubuh lebih rileks

dan mengurangi waktu penurunan nyeri.

Kedua, terkait subjek yang memimpin, dibutuhkan suara yang lembut dan

menenangkan dalam melakukan guided imagery. Beban kerja perawat yang

begitu banyak memungkinkan tidak terlaksananya terapi ini secara berkala.

Oleh karena itu pelibatan anggota keluarga sangat dibutuhkan. Sesuai dengan

konsep family centered care yang menyatakan bahwa kolaborasi antara

tenaga kesehatan dan unit keluarga sangat penting dilakukan dalam usaha

peningkatan derakat kesehatan klien (Bowden & Greenberg, 2012). Keluarga

dapat diajarkan untuk melakukan guided imagery dan dapat menerapkannya

disaat anak mengalami nyeri.

Page 53: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

42 Universitas Indonesia

BAB 5

PENUTUP

Bab ini menjelaskan kesimpulan dari pengamatan dan aplikasi tindakan

keperawatan yang berkaitan dengan upaya menjawab tujuan penulisan. Bab ini

juga memaparkan saran atau rekomendasi untuk memperbaiki karya ilmiah akhir

selanjutnya.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu mengetahui keefektifan

guided imagery dalam mengurangi gangguan rasa nyaman pada anak spina

bifida paska pembedahan, diperoleh hasil:

a) Anak dengan paska pembedahan mengalami gangguan rasa nyaman

berupa nyeri.

b) Terjadi penurunan nyeri dari skala 7 menjadi skala 1 (Visual Analog Scele)

pada anak paska pembedahan setelah dilakukan guided imagery selama

empat hari (kurang lebih 10 menit setiap intervensi) berturut-turut dan

dilakukan secara teratur.

c) Penurunan skala nyeri pada anak yang tidak diberikan guided imagery

lebih lama dari pada anak yang diberikan terapi guided imagery.

5.2 Saran

5.2.1 Pelayanan

Berdasarkan hasil penelitian terkait keefektifan pada pemberian guided

imagery dalam menangani nyeri, diharapkan institusi pelayanan dapat

menerapkan teknik ini sebagai terapi komplementer yang dijalankan

bersama dengan penatalaksanaan terapi farmakologi.

5.2.2 Pendidikan

Bedasarkan hasil penelitian yang menunjukkan terjadi penurunan nyeri pada

anak paska pembedahan yang diberikan guided imagery, diharapkan hasil

ini dapat menjadi pertimbangan untuk institusi pendidikan dalam

Page 54: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

43

Universitas Indonesia

memberikan informasi lebih selama proses perkuliahan terkait penerapan

guided imagery dalam asuhan keperawatan.

5.2.3 Penelitian

Aplikasi guided imagery ini baru diberikan kepada seorang pasien dengan

paska pembedahan dengan usia diatas 10 tahun. Oleh karena itu, diharapkan

penerapan aplikasi guided imagery ini dapat diterapkan bukan hanya pada

kasus paska pembedahan tetapi pada kasus lainnya dengan rentang usia

berbeda. Sehingga dapat lebih meyakinkan bahwa teknik ini efektif

digunakan untuk pengurang nyeri.

Page 55: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

44 Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Anggarini. (2012). Penggunaan audio recorded guided imagery therapy untuk

mengurangi nyeri abdominal fungsional pada anak. Tesis. Tidak

Dipublikasikan.

Asmadi. (2008). Tehnik prosedural keperawatan: Konsep dan aplikasi kebutuhan

dasar klien. Jakarta: EGC.

Berhman, E.R., Kliegman, R., & Arvin, A.M. (2000). Ilmu kesehatan anak. Vol 1.

Edisi 15. (Penerjemah: Wahab, S., dkk). Jakarta: EGC

Betz, C.L., & Sowden, L. A. (2002). Buku saku keperawatan pediatri, halaman

469. Jakarta: EGC.

Black, M. J., & Hawks, H.J. (2009). Medical surgical nursing clinical

management for positive outcomes. 8 th Edition. St Louis Missouri:

Elsevier Saunders.

Dewi, R.H. (2010). Asuhan keperawatan anak spina bifida dengan meningokel.

Juni 28, 2013. http://www.scribd.com/doc/30381861/Asuhan-

Keperawatan-Spina-Bifida-Dengan-Meningokel

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F, & Geissler, A.C. (2000). Nursing care plans:

Guidelines for planning and documenting patient care. (3 rd

Eds.)

(Kariasa, M.I. & Sumarwati, M.N., alih bahasa). Philadelphia: Davis

Company.

Genders, N. (2006) Fundamental aspects of complementary therapies for

healthcare professionals. Chapter 7: CAM therapies in practice: art

therapy, music therapy and relaxation and imagery. Quay Books Mark

Allen Group: 85-98.

Hart, J. (2008). Guided imagery. Mary Ann Liebert, INC, 14(6), 295-299.

Helms, J.E., & Barone, C.P. (2008). Physiology and treatment of pain. Critical

care nurse, 28 (6), 38-48.

Herdman, T.H. (2012). NANDA: Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi

2012-2014. Jakarta: EGC.

Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing

8th

ed. Missouri: Mosby Elsevier.

Page 56: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

45

Universitas Indonesia

IASP. (2007). IASP pain terminology. Juni 28, 2013. http://www.iasp-pain.org.

Jacobson, A.F. (2006). Cognitive-behavioral interventions for IV insertion pain.

AORN JOURNAL, 84(6), 1031-1045.

Judarwanto, W. (2013). Waspadai 10 kondisi kehamilan penyebab gangguan

Janin. Juni 21, 2013. http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan

anak/2013/04/09/waspadai-10-kondisi-kehamilan-penyebab-gangguan-

janin-549318.html

Kolcaba, K., & DiMarco, M.A. (2005). Comfort theory and its application to

pediatric nursing. Pediatrc Nursing, 31(3).

Kozier, B., et al. (2004). Fundamentals of nursing 1 seventh edition. Philadelphia:

Mosby Company.

Mariyam. (2011). Pengaruh guided imagery terhadap tingkat nyeri anak usia 7-

13 tahun saat dilakukan pemasangan infus di RSUD Kota Semarang.

Tesis. Depok: Tidak dipublikasikan.

Merriam-Webster Dictionary. (2001). Merriam-Webster’s collegiate dictionary

(11th ed). Springfield, MA: Merriam-Webster.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2006). Clinical nursing skills & techniques (6th ed).

St.Louis: Elsevier Mosby.

Rachmad. (2013). Kelainan kongenital. Juni 28, 2013.

http://www.angelfire.com/ga/RachmatDSOG/congenital.html

Rahayu, U., Nursiswati., dan Sriati, A. (2010). Pengaruh Guided Imagery

Relaksasi Terhadap Nyeri Kepala Pada Pasien Cedera Kepala Ringan”.

Tesis. Bandung: Pustaka UNPAD.

Rank. (2011). Guided Imagery therapy. Juli 1, 2013.

http://www.minddisorders.com

Sherwood, L. (2001). Human physiology: From cell to systems. (2 nd

Eds).

(Pendit, B.U, alih bahasa). West, a Division of International Thomson

Publishing Inc.

Smeltzer, S.,C. & Bare, B.,G. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of medical-

surgical. (Waluyo,A. …[et al], penerjemah). Philadelphia: Lippincott-

Raven Publishers. (Sumber asli diterbitkan 1996).

Snyder, M., & Lindquist, R. (2002). Complementary/alternaive therapies in

Page 57: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

46

Universitas Indonesia

nursing (4th ed). New York: Springer publishing company.

Sjamsuhidajat, R., & Jong., W. (2005). Buku ajar ilmu bedah, edisi 2. Jakarta:

EGC.

Tamsuri, A. (2007). Konsep penatalaksanaan nyeri. Jakarta: EGC

Wilkinson, J. M., & Ahern, N. M. (2012). Buku saku diagnosa keperawatan:

diagnosa NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L., &

Schwartz, P. (2001). Wong’s essentials of pediatric nursing (7th ed.). St.

Louis: Mosby, Inc.

Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L., &

Schwartz, P. (2009). Wong: Buku ajar keperawatan pediatrik, volume 2.

Jakarta: EGC.

World Health Organization. (2009). Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit:

Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota.

Jakarta: WHO Indonesia.

Page 58: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

WOC SPINA BIFIDA

Tujuan: nyeri dapat berkurang atau menghilang.

Kriteria Hasil

- Skala nyeri berkurang / klien mampu melaporkan pengurangan rasa

nyeri (skala nyeri turun menjadi sekitar 2-3, intensitas berkurang, dapat

melakukan teknik relaksasi nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri )

- Klien tampak tenang / tidak menyeringai kesakitan

- Klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas dan istirahat

- Klien mampu menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi

- Klien mampu beristirahat dengan nyaman.

Intervensi Keperawatan: - Kaji nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas (0-10), dan faktor presipitasi.

- Pantau TTV

- Pertahahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring. - Jelaskan prosedur sebelum memulai setiap tindakan.

- Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah yang dialaminya.

- Berikan posisi nyaman.

- Dorong pasien dalam menggunakan teknik manajemen nyeri, seperti relaksasi napas dalam, imajinasi visualisasidan sentuhan terapeutik.

- Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.

Tujuan: gangguan citra tubuh berkurang.

Kriteria Hasil: - Mengidentifikasi kekuatan personal

- Menunjukan penerimaan penampilan

- Mengenali perubahan aktual penampilan tubuh

- Menyatakan kepuasan terhadap penampilan tubuh - Bersikap realistik mengenai hubungan antara tubuh

dan lingkungan

- Memelihara interaksi sosial yang dekat dan hubungan

personal

Intervensi Keperawatan:

- Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan

nonverbal pasien terhadap tubuh pasien. - Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan.

- Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif dan akui

realitas.

- Beri dorongan ke pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaannya.

- Dukung mekanisme koping yang biasa dilakukan.

Tujuan:Tidak terjadi infeksi.

Kriteria Hasil: - Tidak ditemukan tanda dan gejala infeksi seperti

demam atau peningkatan suhu, kemerahan,

bengkak, pus pada luka.

- TTV dalam batas normal. - Pasien dan keluarga memelihara higiene

personal dengan mencusi tangan sebelum dan

sesudah bersentuhan dengan balutan, cairan

tubuh klien. - Pasien dan keluarga mampu melaporkan tanda

dan gejala infeksi

Intervensi Keperawatan: - Memantau TTV, perhatikan peningktan suhu.

- Melakukan tindakan aseptik sebelum dan

sesudah kontak dengan klien.

- Melakukan perawatan luka aseptik. - Mengobservasi tanda-tanda infeksi.

- Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Tujuan: menunjukkan kemampuan mobilisasi optimal.

Kriteria Hasil: - Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat

ditoleransi.

- Melakukan pergerakan dan perpindahan secara

perlahan. - Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan

fungsi bagian tubuh yang sakit.

Intervensi Keperawatan: - Memfasilitasi penggunaan postur dan pergerakan

dalam melakukan aktivitas.

- Mengatur posisi pasien secara periodik (tengkurap

atau miring selama 2 jam sekali) dan dorong untuk latihan nafas dalam.

- Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM

aktif dan pasif.

- Memberikan perawatan kulit yang baik, masase titik yang tertekan setelah perubahan posisi.

- Kolaborasi dengan ahli terapi

Kekurangan Asam folat

Genetik

SPINA BIFIDA

Jenis Spina Bifida:

1. Spina Bifida Okulta (Defek

tidak terlihat)

2. Spina Bifida Kistik (Defek

terlihat berupa penonjolan) a. Meningokel (Menutupi

meninges dan cairan spinal)

b. Mielomeningokel (Berisi

cairan spinal, meninges, dan

nervus)

Pengertian: Kegagalan penutupan tulang spina (defek midline)

(Smeltzer & Bare, 2002).

Benjolan di vetebra (lumbal/ sakral)

Menekan sistem saraf (medulla spinalis)

Cairan spinal mengisi bagian defek

Gangguan Body Image

Operasi

Gangguan

rasa nyaman

Nyeri Akut

Hidrosefalus

Peningkatan cairan

serebrospinal Risiko

Infeksi

Terdapat luka operasi

Kerusakan

Mobilitas Fisik

Keterbatasan gerak

Nyeri

BAK tidak terasa

Gangguan fungsi otot

springter

Kelemahan

Tungkai atau kaki

Kelemahan

Panggul

Mengompol

Gangguan fungsi

otot

Faktor Risiko:

- Lingkungan (Polusi

Udara, Radiasi, Asap

roko) - Konsumsi obat-obatan

Pemeriksaan Diagnostik:

1. MRI (Magnetic Resonance

Imaging) 2. Ultrasuara

3. CT Scan

4. Mielografi

5. Triple Screen

6. Pemeriksaan Laboratorium

- Urinalisis

- Kultur

- BUN

- Kreatinin

Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing 8th ed. Missouri: Mosby Elsevier.

Smeltzer, S.,C. & Bare, B.,G. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of medical-surgical. (Waluyo,A. …[et al], penerjemah). Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers. (Sumber asli diterbitkan 1996).

Wilkinson, J. M., & Ahern, N. M. (2012). Buku saku diagnosa keperawatan: diagnosa NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L., & Schwartz, P. (2009). Wong: Buku ajar keperawatan pediatrik, volume 2. Jakarta: EGC.

Sumber:

Universitas Indonesia

Page 59: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

Nama Mahasiswa : Dewanti

NPM : 0806456991

Tanggal Praktik : 15-24 Mei 2013

Ruang/ RS : Teratai Lt.3 Ruang Bedah RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan

I. Identitas

A. Identitas Klien

1. Nama/Nama panggilan : An. T

2. Tempat tgl lahir/usia : Bogor, 20 Februari 1997

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. A g a m a : Islam

5. Alamat : Jl. Lebak Wangi RT 03/02 Parung, Bogor, Jawa Barat

6. Tgl masuk : 13 Mei 2013 pukul 11.00

7. Tgl pengkajian : 20 Mei 2013

8. Diagnosa medik : Spina Bifida

B. Identitas Orang tua

1. Nama Ayah/ Ibu : Bapak K/ Ibu T

2. Usia Ayah/ Ibu : 40 tahun/ 36 tahun

3. Pekerjaan ayah : Buruh

4. Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga

5. Alamat : Kp. Kali Putih RT 05/ 03 Citayam, Bogor, Jawa Barat

6. Agama : Islam

7. Suku bangsa : Sunda

8. Pendidikan ayah : SMA

9. Pendidikan ibu : SMP

C. Identitas Saudara Kandung

Anak T adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Anak ke dua bernama An. A, seorang

perempuan berusia 12 tahun, saat ini duduk di kelas VI SD. Anak ke tiga bernama An. K, seorang

perempuan berusia 7 tahun, saat ini duduk di kelas 1 SD. Anak terakhir bernama An. M, seorang

laki-laki berusia 1 tahun. Dari keempat anak Ibu T, hanya An. T yang mengalami kelainan sejak

lahir. Anak-anaknya yang lahir lahir dengan normal.

II. Riwayat Kesehatan

A. Riwayat Kesehatan Sekarang :

Keluhan Utama : Klien datang ke poli bedah saraf untuk melakukan pemeriksaan dengan

keluhan benjolan di tulang belakang, benjolan semakin besar sejak An.T lahir. An. T mengeluh

tidak dapat menahan BAB dam BAK hingga usia 16 tahun.

Riwayat Keluhan Utama :

Benjolan muncul sejak lahir.

Keluhan Pada Saat Pengkajian :

LAPORAN PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK

PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT

PERKOTAAN (KKMP)

Page 60: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

An.T mengeluh benjolan pada bagian belakang tubuh anaknya semakin membesar. Sampai usia

saat ini An.T tidak bisa menahan BAB dan BAK sehingga ia selalu menggunakan diapers. An. T

merasa malu karena masih mengompol dan menggunakan diapers.

Riwayat Kesehatan Keluarga

¤ Genogram

Ket :

: Klien

: Sumber Informasi

: Tinggal serumah

IV. Riwayat Immunisasi (imunisasi lengkap)

BCG (+), DPT (+), Polio (+), Campak (+), Hepatitis (+)

V. Riwayat Tumbuh Kembang

Pertumbuhan Fisik

1. Berat badan : 40 kg

2. Tinggi badan : 148 cm

VI. Riwayat Nutrisi

A. Pemberian ASI

Sejak lahir hingga usia 1 tahun.

B. Pemberian susu formula

1. Alasan pemberian : produksi ASI yang kurang.

2. Jumlah pemberian : 3 x Sehari

3. Cara pemberian : Botol susu

VII. Riwayat Psikososial

¤ Anak tinggal bersama : orang tua di rumah

¤ Lingkungan berada di : perumahan penduduk

¤ Rumah dekat dengan : jalan raya, tempat bermain tersedia

kamar klien : tidur bersama orang tua

¤ Rumah ada tangga : tidak ada

An. M

1 th

Tn. K

40 th

An.T 16 th

An.A

12 th An.I 7 th

Ib. K

Page 61: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

¤ Hubungan antar anggota keluarga : baik

¤ Pengasuh anak : tidak ada

VIII. Riwayat Spiritual

¤ Support sistem dalam keluarga : ayahnya bekerja di luar kota, jarang pulang

¤ Kegiatan keagamaan : -

IX. Reaksi Hospitalisasi

A. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap

- Ibu membawa anaknya ke RS karena : ada benjolan di dekat bokong

- Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak : ya

- Perasaan orang tua saat ini : cemas

- Orang tua selalu berkunjung ke RS : ya

B. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap

Tidak pernah dirawat sebelumnya

X. Aktivitas sehari-hari

A. Nutrisi

Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Selera makan

Baik Baik

B. Cairan

Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Jenis minuman

2. Frekuensi minum

3. Kebutuhan cairan

4. Cara pemenuhan

Air Putih

> 5 kali

1000 cc

Baik

Air Putih

> 5 kali

1000 cc

Baik

C. Eliminasi (BAB&BAK)

Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Tempat pembuangan

2. Frekuensi (waktu)

3. Konsistensi

4. Kesulitan

5. Obat pencahar

Normal

4x/hr (BAK), 1-2x/ hr (BAB)

Cair (BAK), Lunak (BAB)

Tidak terasa saat BAB dan BAK

Tidak menggunakan

Normal

4x/hr (BAK), 1-2x/ hr (BAB)

Cair (BAK), Lunak (BAB)

Tidak terasa saat BAB dan BAK

Tidak menggunakan

D. Istirahat tidur

Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Jam tidur

- Siang

- Malam

2. Pola tidur

3. Kebiasaan sebelum tidur

4. Kesulitan tidur

2 jam/ hari

8 jam/ hari

Normal

Tidak ada

Tidak ada

1 jam/ hari

6 jam/ hari

Normal

Tidak Ada

Tidak ada

E. Olah Raga

Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Program olah raga

2. Jenis dan frekuensi

3. Kondisi setelah olah raga

- -

Page 62: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

F. Personal Hygiene

Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Mandi

- Cara

- Frekuensi

- Alat mandi

2. Cuci rambut

- Frekuensi

- Cara

3. Gunting kuku

- Frekuensi

- Cara

4. Gosok gigi

- Frekuensi

- Cara

Mandi sendiri

2xsehari

Sabun, sikat gigi, pasta gigi

2x/hari

Diusap-usap

1 pekan sekali

Digunting menggunakan

guntung kuku sendiri.

Setiap mandi

Sikat gigi

Di usap dengan handuk

2x/hari

Sabun, sikat gigi, pasta gigi

2xsehari

Diusap-usap

Tidak pernah digunting

-

Setiap mandi

Sikat gigi

G. Aktifitas/Mobilitas Fisik

Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Kegiatan sehari-hari

2. Pengaturan jadwal harian

3. Penggunaan alat Bantu aktifitas

4. Kesulitan pergerakan tubuh

Suka bermain, aktif

Tidak ada

Tidak

Tidak

Suka bermain, aktif

Tidak ada

Tidak

Ya

H. Rekreasi

Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Perasaan saat sekolah

2. Waktu luang

3. Perasaan setelah rekreasi

4. Waktu senggang klg

5. Kegiatan hari libur

-

Setiap saat

Senang

Setiap hari

Tidak terjadwalkan

-

Setiap saat

Senang

Setiap hari

Tidak terjadwalkan

XI. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : baik

2. Kesadaran : compos mentis

3. Tanda – tanda vital :

a. Tekanan darah : 110/80 mmHg

b. Denyut nadi : 100 x/ menit

c. Suhu : 36,8 o C

d. Pernapasan : 24 x/ menit

4. Berat Badan : 55 kg

5. Tinggi Badan : 148 cm

6. Kepala

Inspeksi

Keadaan rambut & Hygiene kepala :

a. Warna rambut : Hitam

Page 63: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

b. Penyebaran : Merata

c. Mudah rontok : Tidak

d. Kebersihan rambut : Bersih

Palpasi

Benjolan : ada / tidak ada : tidak ada

Nyeri tekan : ada / tidak ada : tidak ada

Tekstur rambut : kasar/halus : halus

7. Muka

Inspeksi

a. Simetris / tidak : Simetris

b. Bentuk wajah : Bulat

c. Gerakan abnormal : Tidak ada

d. Ekspresi wajah : Ceria

Palpasi

Nyeri tekan / tidak : tidak ada

8. Mata

Inspeksi

a. Pelpebra : Edema (-)

Radang (-)

b. Sclera : Ikteris (-)

c. Conjungtiva : Radang (-)

Anemis (-)

d. Pupil : Isokor

- Refleks pupil terhadap cahaya : (+)

e. Posisi mata :

Simetris / tidak : simetris

f. Gerakan bola mata : normal

g. Penutupan kelopak mata : normal

h. Keadaan bulu mata : normal

i. Penglihatan : - Kabur (-)

- Diplopia (-)

9. Hidung & Sinus

Inspeksi

a. Posisi hidung : Ditengah

b. Bentuk hidung : simetris

c. Keadaan septum : normal

d. Secret / cairan : tidak ada

10. Telinga

Inspeksi

a. Posisi telinga : normal

b. Ukuran / bentuk telinga : normal

c. Aurikel : normal

d. Lubang telinga : bersih

e. Pemakaian alat bantu : tidak

Palpasi

Nyeri tekan / tidak : tidak

11. Mulut

Inspeksi

a. Gigi

Page 64: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

- Keadaan gigi : baik

- Karang gigi / karies : tidak ada

- Pemakaian gigi palsu : tidak

b. Gusi

Merah / radang / tidak : pink

c. Lidah

Kotor / tidak : tidak

d. Bibir

- Cianosis / pucat / tidak : tidak

- Basah / kering / pecah : lembab

- Mulut berbau / tidak : tidak

- Kemampuan bicara : normal

12. Tenggorokan

a. Warna mukosa : pink

b. Nyeri tekan : tidak ada

c. Nyeri menelan : tidak ada

13. Leher

Inspeksi

Kelenjar thyroid : tidak terjadi pembesaran

Palpasi

a. Kelenjar thyroid : tidak teraba

b. Kaku kuduk / tidak : tidak

c. Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran

14. Thorax dan pernapasan

a. Bentuk dada : simetris

b. Irama pernafasan : teratur

c. Pengembangan di waktu bernapas : normal

d. Tipe pernapasan : spontan

Palpasi

a. Vokal fremitus : tidak ada

b. Massa / nyeri : tidak ada

Auskultasi

a. Suara nafas : Vesikuler

b. Suara tambahan : Ronchi (-) / Wheezing (-) / Rales (-)

Perkusi

Redup / pekak / hypersonor / tympani : timpani

15. Jantung

Palpasi

Pembesaran jantung : tidak ada

Auskultasi

a. BJ I : normal

b. BJ II : normal

c. BJ III : tidak terdengar

d. Bunyi jantung tambahan : murmur (-), gallop (-)

16. Abdomen : supel, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan,

BU(+)N

17. Genitalia dan Anus : normal

18. Ekstremitas

Ekstremitas atas

Page 65: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

a. Motorik

- Pergerakan kanan / kiri : aktif

- Pergerakan abnormal : tidak ada

- Kekuatan otot kanan / kiri : baik

- Tonus otot kanan / kiri : baik

- Koordinasi gerak : baik

b. Refleks

- Biceps kanan / kiri : normal

- Triceps kanan / kiri : normal

c. Sensori

- Nyeri : tidak ada

- Rangsang suhu : normal

Ekstremitas bawah

a. Motorik

- Gaya berjalan : normal

- Kekuatan kanan / kiri : baik

- Tonus otot kanan / kiri : baik

b. Refleks

- KPR kanan / kiri : normal

- APR kanan / kiri : normal

- Babinsky kanan / kiri : ada

c. Sensori

- Nyeri : tidak ada

- Rangsang suhu : baik

19. Status Neurologi.

Saraf – saraf cranial

a. Nervus I (Olfactorius) : penghidu : normal

b. Nervus II (Opticus) : Penglihatan : normal

c. Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducens)

- Konstriksi pupil : normal

- Gerakan kelopak mata : normal

- Pergerakan bola mata : normal

- Pergerakan mata ke bawah & dalam : normal

d. Nervus V (Trigeminus)

- Sensibilitas / sensori : normal

- Refleks dagu : normal

- Refleks cornea : normal

e. Nervus VII (Facialis)

- Gerakan mimik : normal

- Pengecapan 2 / 3 lidah bagian depan : normal

f. Nervus VIII (Acusticus)

Fungsi pendengaran : normal

g. Nervus IX dan X (Glosopharingeus dan Vagus)

- Refleks menelan : baik

- Refleks muntah : baik

h. Nervus XI (Assesorius)

- Memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan : normal

Page 66: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

- Mengangkat bahu : normal

i. Nervus XII (Hypoglossus)

- Deviasi lidah : normal

Tanda – tanda perangsangan selaput otak

a. Kaku kuduk : tidak ada

b. Kernig Sign : normal

c. Refleks Brudzinski : normal

XI. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan (0 – 6 Tahun )

Dengan menggunakan DDST

1. Motorik kasar : Normal

2. Motorik halus : Normal

3. Bahasa : Normal

4. Personal social : baik

XII. Test Diagnostik

No Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan

1 Laboratorium

Tanggal 17 Mei 2013

Hemoglobin 11,4 g/dL (N:12,8-16,8 g/dL), Hematokrit 34%

(N: 33%- 45%), Leukosit 11.700/ul (N: 4.500-13.000/ul),

Trombosit 209.000/ul (N: 150.000-440.000/ul), Eritrosit 3,87

juta/ul (N: 3,8-5,2 juta/ul).

Hemostasis: APTT 29 detik (N: 27,4-39,3 detik), PT 12,9

detik (N: 12,7-16,1 detik). Kimia Klinik: SGOT 21 U/I (N:0-

34 U/I), SGPT 7 U/I (N: 0-40 U/I), Albumin 4,6 g/dl (N: 3,4-

4,8 g/dl), Ureum 30 mg/dl (N: 0-48 mg/dl), Kreatinin 0,6

mg/dl (0.0-0.9 mg/dl), GDS 100 mg/dl (70-140 mg/dl),

Natrium 144 mmol/l (135-147 mmol/l), Kalium 3,91 mmol/l

(3.1-5,1 mmol/l), Klorida 110 mmol/l (N: 95-108 mmol/l).

2 Radiologi berupa foto toraks cor dan pulmo dalam batas normal (mediastinum superior

tak melebar, ukuran dan bentuk jantung normal, CTR <50%,

aorta baik, pulmo kedua hilus tak menebal, kedua sinus dan

diafragma baik, tulang-tulang costae dan soft tissue baik).

XIII. Terapi saat ini

- Terapi cairan NaCl 0,9 % 500 cc

- Ikaneuron 1x1 ampul

- Tramadol 1x100 mg

- Ceftriaxone 2x1 gr

- Gentamicin 2x80 mg

- Dexametason 3x5 mg

- Ranitidin 2x50 mg,

- Ketorolac 2 x 10 mg.

Page 67: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

IX. Analisa Data

DATA YANG DIPEROLEH MASALAH KEPERAWATAN

DS:

Klien mengatakan nyeri skala 7 dari 10 (Visual Analog Scale),

frekuensi setiap saat, bertambah nyeri apabila digerakkan, nyeri

seperti tertusuk- tusuk, nyeri terasa di sekitar luka operasi. Anak T

mengatakan tidak bisa tidur sejak semalam.

DO:

- Anak T tampak meringis menahan sakit saat diajak berbicara.

- Diaforesis (+)

- Tampak melindungi area luka.

- Terdapat luka post op di daerah tulang belakang sepanjang 15

cm ditutup oleh kassa.

- Hasil TTV: TD 110/80 mmHg; Suhu 36,8o C ; Nadi 100 x/menit

; RR 24 kali/ menit.

- Tampak gelisah

- Wajah tampak layu

Nyeri Akut

DS:

- Klien mengatakan setiap hari luka dibersihkan

- Klien mengatakan nyeri saat dibersihkan

- Klien mengatakan tidak ada rembesan luka

DO:

- Post op rekonstruksi meningokel

- Tampak balutan luka pada daerah sarkum

- Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti pus (-), bau (-),

kemerahan (-), bengkak (-), panas (-), penurunan fungsi (-),

jahitan menyatu dengan baik, dan balutan paten.

- Terpasang DC dan drain sejak tanggal 17 Mei 2013

- Suhu tubuh klien: 36.80 C

- Hasil lab (17 Mei 2013; 19.34) hemoglobin 11,4 g/dL (N:12,8-

16,8 g/dL), leukosit : 11,7 ribu/ul (nilai normal (4.5 – 13.0

ribu/ul)

Risiko Infeksi

DS:

- Klien mengatakan nyeri jika melakukan pergerakkan

- Klien mengatakan pegal dengan posisi miring karena biasa

berbaring

DO:

- Klien menjaga area luka agar tidak bergesek.

- Kesulitan membolak-balikan posisi.

- Tampak balutan luka pada daerah sakrum.

- Post op rekonstruksi meningokel.

- Klien tirah baring.

- Keterbatasan melakukan pergerakan sendi

Hambatan Mobilitas Fisik

Page 68: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

Universitas Indonesia

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN POST OP REKONSTRUKSI MENINGOKEL

PADA ANAK T

No Diangnosa Keperawatan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

1.

Nyeri Akut

Pada hari ke 3 post op rekonstruksi

meningokel data yang diperoleh:

DS:

Klien mengatakan nyeri skala 7 dari 10

(Visual Analog Scale), frekuensi setiap

saat, bertambah nyeri apabila digerakkan,

nyeri seperti tertusuk- tusuk, nyeri terasa di

sekitar luka operasi. Anak T mengatakan tidak bisa tidur sejak semalam.

DO:

- Anak T tampak meringis menahan

sakit saat diajak berbicara.

- Diaforesis (+)

- Tampak melindungi area luka.

- Terdapat luka post op di daerah tulang

belakang sepanjang 15 cm ditutup oleh

kassa.

- Hasil TTV: TD 110/80 mmHg; Suhu

36,8o C ; Nadi 100 x/menit ; RR 24 kali/ menit.

- Tampak gelisah

- Wajah tampak layu

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 4 hari,

nyeri klien dapat berkurang atau

menghilang.

Kriteria Hasil:

- Skala nyeri berkurang / klien

mampu melaporkan

pengurangan rasa nyeri (skala

nyeri turun menjadi sekitar 2-

3, intensitas berkurang, dapat melakukan teknik relaksasi

nonfarmakologis untuk

mengurangi nyeri )

- Klien tampak tenang / tidak

menyeringai kesakitan

- Klien mampu berpartisipasi

dalam aktifitas dan istirahat

- Klien mampu menunjukkan

penggunaan ketrampilan

relaksasi

- Klien mampu beristirahat

dengan nyaman.

MANDIRI

1. Kaji nyeri meliputi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas (0-10), dan faktor

presipitasi.

2. Pantau TTV

3. Pertahahankan imobilisasi bagian

yang sakit dengan tirah baring.

4. Jelaskan prosedur sebelum memulai

setiap tindakan.

5. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah yang dialaminya.

6. Berikan posisi nyaman.

7. Dorong pasien dalam menggunakan

1. Berguna untuk mengetahui keefektifan terapi.

Perubahan karakteristik nyeri menunjukkan

terjadinya masalah sehingga perlu dilakukan

intervensi yang sesuai.

2. Respon autonomik meliputi perubahan

tekanan darah, nadi, dan pernafasan, yang

berhubungan dengan keluhan/ penghilang

nyeri.

3. Tirah baring dalam posisi yang nyaman

memungkinkan pasien untuk menurunkan

spasme otot, menurunkan penekanan bagian

tubuh tertentu.

4. Memungkinkan pasien untuk siap secara

mental untuk setiap aktifitas, juga

berpartisipasi dalam mengontrol tingkat

ketidaknyamanan.

5. Membantu untuk menghilangkan ansietas

yang dapat meningkatkan nyeri.

6. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan

ketegangan otot, meningkatkan relaksasi.

7. Memfokuskan kembali perhatian,

Page 69: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

Universitas Indonesia

teknik manajemen nyeri, seperti

relaksasi napas dalam, imajinasi

visualisasidan sentuhan terapeutik.

KOLABORASI

1. Kolaborasi pemberian analgesik

sesuai indikasi.

meningkatkan rasa kontrol dan dapat

meningkatkan kempuan koping dalam

mananjemen nyeri.

1. Merupakan tindakan dependent perawatan,

dimana analgesik berfungsi untuk memblok

stimulus nyeri.

2. Risiko Infeksi

Pada hari ke 3 post op rekonstruksi

meningokel data yang diperoleh:

DS:

- Klien mengatakan setiap hari luka

dibersihkan

- Klien mengatakan nyeri saat

dibersihkan

- Klien mengatakan tidak ada rembesan

luka

DO:

- Post op rekonstruksi meningokel - Tampak balutan luka pada daerah

sarkum

- Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi

seperti pus (-), bau (-), kemerahan (-),

bengkak (-), panas (-), penurunan

fungsi (-), jahitan menyatu dengan

baik, dan balutan paten.

- Terpasang DC dan drain sejak tanggal

17 Mei 2013

- Suhu tubuh klien: 36.80 C - Hasil lab (17 Mei 2013; 19.34)

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 4 hari,

klien tidak mengalami infeksi.

Kriteria Hasil:

1. Tidak ditemukan tanda dan

gejala infeksi seperti demam

atau peningkatan suhu,

kemerahan, bengkak, pus

pada luka.

2. TTV dalam batas normal.

3. Pasien dan keluarga

memelihara higiene personal

dengan mencusi tangan sebelum dan sesudah

bersentuhan dengan balutan,

cairan tubuh klien.

4. Pasien dan keluarga mampu

melaporkan tanda dan gejala

infeksi

MANDIRI

1. Memantau TTV, perhatikan

peningktan suhu.

2. Melakukan tindakan aseptik

sebelum dan sesudah kontak dengan

klien.

3. Melakukan perawatan luka aseptik.

4. Mengobservasi tanda-tanda infeksi.

KOLABORASI 1. Berikan antibiotik sesuai indikasi.

1. Demam 38oC segera setelah pembedahan

dapat menandakan infeksi luka atau

pembentukan tromboflebitis.

2. Menurunkan risiko pasien terkena infeksi

sekunder. Mengontrol penyebaran infeksi.

3. Melindungi pasien dari terkontaminasi bakteri

dan membantu dalam penyembuhan luka.

4. Mencegah terjadinya infeksi dan sebagai

dasar melakukan intervensi.

1. Mencegah infeksi.

Page 70: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

Universitas Indonesia

hemoglobin 11,4 g/dL (N:12,8-16,8

g/dL), leukosit : 11,7 ribu/ul (nilai

normal (4.5 – 13.0 ribu/ul)

3. Hambatan Mobilitas Fisik

Pada hari ke 3 post op rekonstruksi

meningokel data yang diperoleh:

DS:

- Klien mengatakan nyeri jika

melakukan pergerakkan

- Klien mengatakan pegal dengan posisi miring karena biasa berbaring

DO:

- Klien menjaga area luka agar tidak

bergesek.

- Kesulitan membolak-balikan posisi.

- Tampak balutan luka pada daerah sakrum.

- Post op rekonstruksi meningokel.

- Klien tirah baring.

- Keterbatasan melakukan pergerakan

sendi

Setelah dilakukan intervensi

selama 4 hari, klien akan

menunjukkan kemampuan

mobilisasi optimal.

Kriteria Hasil:

Klien akan:

1. Mempertahankan mobilitas

optimal yang dapat ditoleransi.

2. Melakukan pergerakan dan

perpindahan secara

perlahan.

3. Mempertahankan atau

meningkatkan kekuatan dan

fungsi bagian tubuh yang

sakit.

MANDIRI

1. Memfasilitasi penggunaan postur

dan pergerakan dalam melakukan

aktivitas.

2. Mengatur posisi pasien secara

periodik (tengkurap atau miring

selama 2 jam sekali) dan dorong

untuk latihan nafas dalam.

3. Ajarkan dan dukung pasien dalam

latihan ROM aktif dan pasif.

4. Memberikan perawatan kulit yang

baik, masase titik yang tertekan

setelah perubahan posisi.

KOLABORASI

1. Kolaborasi dengan ahli terapi

1. Mencegah keletihan dan ketegangan atau

cedera muskuloskeletal.

2. Mencegah insiden komplikasi kulit atau

pernafasan.

3. Mempertahankan dan meningkatkan kekuatan

otot.

4. Menurunkan risiko iritasi atau kerusakan

kulit.

1. Sebagai suatu sumber untuk mengembangkan

perencanaan dan mempertahankan mobilitas

pasien.

Page 71: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Klien : Anak T (16 Tahun)

Diagnosis Medis : Spina Bifida

Ruang Rawat : Teratai lantai III Utara RSUP Fatmawati

Tgl Diagnosis

Keperawatan

Implementasi Evaluasi SOAP Tanda

Tangan

21/05/2013

06.00

-

12.00

Nyeri Akut

Pada hari ke 3 (20 Mei 2013) post

op rekonstruksi meningokel data

yang diperoleh:

DS:

Klien mengatakan nyeri skala 7

dari 10 (Visual Analog Scale),

frekuensi setiap saat, bertambah

nyeri apabila digerakkan, nyeri

seperti tertusuk- tusuk, nyeri

terasa di sekitar luka operasi.

Anak T mengatakan tidak bisa

tidur sejak semalam.

DO:

- Anak T tampak meringis

menahan sakit saat diajak

berbicara.

- Diaforesis (+)

- Tampak melindungi area luka.

- Terdapat luka post op di

daerah tulang belakang

sepanjang 15 cm ditutup oleh

- Mengkaji nyeri meliputi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas (0-10), dan

faktor presipitasi menggunakan

bantuan skala visual analogi setiap

8 jam..

- Memantau TTV setiap 8 jam

- Mertahahankan imobilisasi bagian

yang sakit dengan tirah baring.

- Memberikan posisi nyaman.

- Mengajarkan teknik relaksasi

nafas dalam (pukul 09.00).

- Mengajarkan teknik guided

imagery (Pukul 09.00).

- Kolaborasi pemberian terapi obat

ketorolac 2x10 mg (Pukul 08.00

dan 20.00)

S :

- Klien mengatakan nyeri di bagian tulang

belakang bawah, nyeri seperti tertusuk,

muncul terutama ketika melakukan

pergerakan atau tergesek, kualitas tumpul,

skala berkurang dari 7 menjadi 4.

- Klien mengatakan nyeri berkurang setelah

melakukan nafas dalam dan

membayangkan hal-hal yang

menyenangkan ketika terasa nyeri muncul.

O :

- Klien terlihat lebih rileks dan tersenyum

saat ditanyakan perasaannya setelah

melakukan teknik nafas dalam dan guided

imagery.

- Hasil pengukuran TTV: TD 110/70 mmHg,

N 90X/menit, RR 18X/menit; Suhu 36,6oC.

- Klien tampak dalam posisi tengkurap.

- Klien diberikan ketorolac 10 mg pada pukul

08.00

A : Masalah nyeri teratasi sebagian

P :

- Motivasi klien untuk melakukan teknik

relaksasi apabila terasa nyeri

- Lanjutkan pemberian ketorolac 2x10 mg

Page 72: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

kassa.

- Hasil TTV: TD 110/80

mmHg; Suhu 36,8o C ; Nadi

100 x/menit ; RR 24 kali/

menit.

- Tampak gelisah

- Wajah tampak layu

- Pantau TTV setiap 8 jam

- Mengobservasi nyeri

21/05/2013

06.00

-

10.00

Risiko Infeksi

Pada hari ke 3 post op

(20/05/2013) rekonstruksi

meningokel data yang diperoleh:

DS:

- Klien mengatakan setiap hari

luka dibersihkan

- Klien mengatakan nyeri saat

dibersihkan

- Klien mengatakan tidak ada

rembesan luka

DO:

- Post op rekonstruksi

meningokel

- Tampak balutan luka pada

daerah sarkum

- Tidak ditemukan tanda-tanda

infeksi seperti pus (-), bau (-),

kemerahan (-), bengkak (-),

panas (-), penurunan fungsi (-

), jahitan menyatu dengan

baik, dan balutan paten.

- Terpasang DC dan drain sejak

- Mengukur TTV pukul 06.00

- Melakukan tindakan aseptik

sebelum dan sesudah kontak

dengan klien

- Melakukan ganti balutan luka

pukul 09.00

- Mengobservasi tanda dan gejala

infeksi pukul 09.00

- Kolaborasi pemberian antibiotik

ceftriaxone 2x1 gr (Pukul 08.00

dan 20.00)

S:

- Klien mengatakan suka mengusap-usap

daerah sekitar balutan tanpa cuci tangan.

- Klien akan mencuci tangan sebelum

mengusap-usap sekitar bagian luka apabila

gatal.

O:

- Hasil pengukuran TTV pukul 06.00

TD 110/70 mmHg, N 90X/menit, RR

18X/menit; Suhu 36,6oC.

- Perawat selalu menerapkan tindakan

aseptik sebelum dan sesudah kontak

dengan pasien.

- Kondisi luka baik, pus (-), bau (-),

kemerahan (-), bengkak (-), panas (-),

penurunan fungsi (-), jahitan menyatu

dengan baik, dan balutan paten.

- Pemberian antibiotik sesuai jadwal

A: Masalah risiko infeksi tidak terjadi

P :

- Motivasi klien dan keluarga untuk

tindakan aseptik sebelum dan sesudah

kontak dengan klien (menyentuh balutan

luka).

- Pantau tanda dan gejala infeksi

Page 73: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

tanggal 17 Mei 2013

- Suhu tubuh klien: 36.80

- Hasil lab (17 Mei 2013; 19.34)

hemoglobin 11,4 g/dL

(N:12,8-16,8 g/dL), leukosit :

11,7 ribu/ul (nilai normal (4.5

– 13.0 ribu/ul)

- Ukur TTV setiap 8 jam

- Melakukan perawatan luka setiap hari

- Lanjutkan pemberian terapi

21/05/2013

10.00

-

13.00

Hambatan Mobilitas Fisik

Pada hari ke 3 post op

(20052013) rekonstruksi

meningokel data yang diperoleh:

DS:

- Klien mengatakan nyeri jika

melakukan pergerakkan

- Klien mengatakan pegal

dengan posisi miring karena

biasa berbaring

DO:

- Klien menjaga area luka agar

tidak bergesek.

- Kesulitan membolak-balikan

posisi.

- Tampak balutan luka pada

daerah sakrum.

- Post op rekonstruksi

meningokel.

- Klien tirah baring.

- Keterbatasan melakukan

pergerakan sendi

- Melakukan ROM aktif asistif

setiap hari pada pukul 10.30

- Meminimalkan pergerakan dengan

memposisikan tengkurap atau

miring selama 2 jam sekali

- Memberikan perawatan kulit yang

baik, masase titik yang tertekan

setelah perubahan posisi pada

pukul 11.00.

S:Klien mengatakan kebutuhan sehari-hari

dipenuhi oleh keluarga, setelah dilakukan

masase lebih nyaman.

O:

- Klien tampak melakukan latihan ROM

dibantu oleh perawat dan keluarga.

- Klien tampak memenuhi kebutuhan

dibantu oleh keluarga.

- Klien masih melakukan segala aktivitas di

tempat tidur

- Klien dalam posisi miring kiri

- Klien tampak rileks setelah dilakukan

masase, tidak ada luka tekan.

A: Masalah gangguan mobilisasi fisik belum

teratasi

P :

- Memberikan pendidikan kesehatan untuk

latihan pergerakan sedikit demi sedikit

hingga kondisi tubuh kembali pulih.

- Motivasi melakukan ROM aktif asisif

setiap hari

- Reposisi setiap 2 jam sekali

Page 74: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

Tgl Diagnosis

Keperawatan

Implementasi Evaluasi SOAP Tanda

Tangan

22/05/2013

14.00

-

20.00

Nyeri Akut

DS :

- Klien mengatakan nyeri di

bagian tulang belakang bawah,

nyeri seperti tertusuk, muncul

terutama ketika melakukan

pergerakan atau tergesek,

kualitas tumpul, skala

berkurang dari 7 menjadi 4.

- Klien mengatakan nyeri

berkurang setelah melakukan

nafas dalam dan

membayangkan hal-hal yang

menyenangkan ketika terasa

nyeri muncul.

DO :

- Klien terlihat lebih rileks dan

tersenyum saat ditanyakan

perasaannya setelah melakukan

teknik nafas dalam dan guided

imagery.

- Hasil pengukuran TTV: TD

110/70 mmHg, N 90X/menit,

RR 18X/menit; Suhu 36,6oC.

- Klien tampak dalam posisi

tengkurap.

- Klien diberikan ketorolac 10

mg pada pukul 08.00

- Mengobservasi nyeri meliputi

lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas (0-

10), dan faktor presipitasi

menggunakan bantuan skala visual

analogi setiap 8 jam..

- Memantau TTV setiap 8 jam

- Mertahahankan imobilisasi bagian

yang sakit dengan tirah baring.

- Memberikan posisi nyaman.

- Motivasi dan mengevaluasi klien

dalam menggunakan teknik

relaksasi nafas dalam dan guided

imagery.

- Kolaborasi pemberian terapi obat

ketorolac 2x10 mg (Pukul 08.00

dan 20.00).

S :

- Klien mengatakan nyeri masih terasa di

bagian tulang belakang bawah, nyeri seperti

tertusuk, muncul terutama ketika

melakukan pergerakan atau tergesek,

kualitas tumpul, skala 3.

- Klien mengatakan nyeri berkurang setelah

melakukan nafas dalam dan

membayangkan hal-hal yang

menyenangkan ketika terasa nyeri muncul.

- Klien mengatakan lebih nyaman hari ini.

O :

- Klien terlihat lebih rileks dan tersenyum

saat ditanyakan perasaannya setelah

melakukan teknik nafas dalam dan guided

imagery.

- Hasil pengukuran TTV: TD 120/80 mmHg,

N 86X/menit, RR 18X/menit; Suhu 36,8oC.

- Klien tampak dalam posisi miring kanan.

- Klien diberikan ketorolac 10 mg pada pukul

20.00

A : Masalah nyeri teratasi sebagian

P :

- Motivasi klien untuk melakukan teknik

relaksasi apabila terasa nyeri

- Lanjutkan pemberian ketorolac 2x10 mg

- Pantau TTV setiap 8 jam

- Mengobservasi nyeri

Page 75: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

22/05/2013

14.00

-

20.00

Risiko Infeksi

DS:

- Klien mengatakan suka

mengusap-usap daerah sekitar

balutan tanpa cuci tangan.

- Klien akan mencuci tangan

sebelum mengusap-usap

sekitar bagian luka apabila

gatal.

DO:

- Hasil pengukuran TTV pukul

06.00

TD 110/70 mmHg, N

90X/menit, RR 18X/menit;

Suhu 36,6oC.

- Perawat selalu menerapkan

tindakan aseptik sebelum dan

sesudah kontak dengan

pasien.

- Kondisi luka baik, pus (-),

bau (-), kemerahan (-),

bengkak (-), panas (-),

penurunan fungsi (-), jahitan

menyatu dengan baik, dan

balutan paten.

- Pemberian antibiotik sesuai

jadwal

- Mengukur TTV pukul 20.00

- Melakukan tindakan aseptik

sebelum dan sesudah kontak

dengan klien.

- Motivasi klien dan keluarga untuk

tindakan aseptik sebelum dan

sesudah kontak dengan klien

(menyentuh balutan luka).

- Mengobservasi tanda dan gejala

infeksi pukul 14.00

- Kolaborasi pemberian antibiotik

ceftriaxone 2x1 gr (Pukul 08.00

dan 20.00)

S:

- Klien sudah menerapkan cuci tangan

sebelum mengusap-usap sekitar bagian

luka apabila gatal.

O:

- Hasil pengukuran TTV pukul 20.00

TD 110/80 mmHg, N 88X/menit, RR

20X/menit; Suhu 37oC.

- Perawat selalu menerapkan tindakan

aseptik sebelum dan sesudah kontak

dengan pasien.

- Kondisi luka baik, rembes (-), bau (-),

kemerahan (-), bengkak (-), panas (-).

- Pemberian antibiotik pukul 20.00

A: Masalah risiko infeksi tidak terjadi

P :

- Motivasi klien dan keluarga untuk

tindakan aseptik sebelum dan sesudah

kontak dengan klien (menyentuh balutan

luka).

- Pantau tanda dan gejala infeksi

- Ukur TTV setiap 8 jam

- Melakukan perawatan luka setiap hari

- Lanjutkan pemberian terapi

22/05/2013

14.00

Hambatan Mobilitas Fisik

DS:Klien mengatakan kebutuhan

- Melakukan ROM aktif asistif

setiap hari pada pukul 14.30

- Meminimalkan pergerakan dengan

S:Klien mengatakan setelah dilakukan masase

saat mandi sore lebih nyaman.

Klien mengatakan tangan dan kakinya lebih

Page 76: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

-

20.00

sehari-hari dipenuhi oleh

keluarga, setelah dilakukan

masase lebih nyaman.

DO:

- Klien tampak melakukan

latihan ROM dibantu oleh

perawat dan keluarga.

- Klien tampak memenuhi

kebutuhan dibantu oleh

keluarga.

- Klien masih melakukan

segala aktivitas di tempat

tidur

- Klien dalam posisi miring kiri

- Klien tampak rileks setelah

dilakukan masase, tidak ada

luka tekan.

memposisikan tengkurap atau

miring selama 2 jam sekali

- Memberikan perawatan kulit yang

baik, masase titik yang tertekan

setelah perubahan posisi pada

pukul 16.00.

- Memberikan pendidikan

kesehatan untuk latihan

pergerakan sedikit demi sedikit

hingga kondisi tubuh kembali

pulih.

enak digerakan setelah melakukan ROM.

O:

- Klien tampak melakukan latihan ROM

secara mandiri.

- Klien tampak memenuhi kebutuhan

dibantu oleh keluarga.

- Klien masih melakukan segala aktivitas di

tempat tidur.

- Klien dalam posisi miring kanan

- Klien tampak rileks setelah dilakukan

masase, tidak ada luka tekan.

A: Masalah gangguan mobilisasi fisik teratasi

sebagian.

P :

- Memberikan pendidikan kesehatan untuk

latihan pergerakan sedikit demi sedikit

hingga kondisi tubuh kembali pulih.

- Motivasi melakukan ROM aktif asisif

setiap hari

- Reposisi setiap 2 jam sekali

Page 77: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

Tgl Diagnosis

Keperawatan

Implementasi Evaluasi SOAP Tanda

Tangan

23/05/2013-

24/05/2013

20.00

-

09.00

Nyeri Akut

DS :

- Klien mengatakan nyeri masih

terasa di bagian tulang

belakang bawah, nyeri seperti

tertusuk, muncul terutama

ketika melakukan pergerakan

atau tergesek, kualitas tumpul,

skala 3.

- Klien mengatakan nyeri

berkurang setelah melakukan

nafas dalam dan

membayangkan hal-hal yang

menyenangkan ketika terasa

nyeri muncul.

- Klien mengatakan lebih

nyaman hari ini.

DO :

- Klien terlihat lebih rileks dan

tersenyum saat ditanyakan

perasaannya setelah

melakukan teknik nafas dalam

dan guided imagery.

- Hasil pengukuran TTV: TD

120/80 mmHg, N 86X/menit,

RR 18X/menit; Suhu 36,8oC.

- Klien tampak dalam posisi

miring kanan.

- Klien diberikan ketorolac 10

mg pada pukul 20.00

- Mengobservasi nyeri meliputi

lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas (0-

10), dan faktor presipitasi

menggunakan bantuan skala

visual analogi setiap 8 jam..

- Memantau TTV setiap 8 jam

- Mertahahankan imobilisasi bagian

yang sakit dengan tirah baring.

- Memberikan posisi nyaman.

- Motivasi dan mengevaluasi klien

dalam menggunakan teknik

relaksasi nafas dalam dan guided

imagery.

- Kolaborasi pemberian terapi obat

ketorolac 2x10 mg (Pukul 08.00

dan 20.00).

S :

- Klien mengatakan nyeri jarang dirasakan

sekarang, skala 1-2.

- Klien mengatakan nyeri teratasi setelah

melakukan nafas dalam dan

membayangkan hal-hal yang

menyenangkan.

- Klien mengatakan lebih nyaman dari hari

ke hari.

O :

- Klien terlihat lebih rileks dan tersenyum

saat ditanyakan perasaannya setelah

melakukan teknik nafas dalam dan guided

imagery.

- Hasil pengukuran TTV: TD 110/80 mmHg,

N 80X/menit, RR 18X/menit; Suhu 36,5oC.

- Klien tampak dalam posisi miring kanan.

- Klien diberikan ketorolac 10 mg pada

pukul 20.00

A : Masalah nyeri teratasi

P :

- Motivasi klien untuk melakukan teknik

relaksasi apabila terasa nyeri

- Lanjutkan pemberian ketorolac 2x10 mg

- Pantau TTV setiap 8 jam

- Mengobservasi nyeri

Page 78: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

23/05/2013-

24/05/2013

20.00

-

09.00

Risiko Infeksi

DS:

- Klien sudah menerapkan cuci

tangan sebelum mengusap-

usap sekitar bagian luka

apabila gatal.

DO:

- Hasil pengukuran TTV pukul

20.00

TD 110/80 mmHg, N

88X/menit, RR 20X/menit;

Suhu 37oC.

- Perawat selalu menerapkan

tindakan aseptik sebelum dan

sesudah kontak dengan

pasien.

- Kondisi luka baik, rembes (-

), bau (-), kemerahan (-),

bengkak (-), panas (-).

- Pemberian antibiotik pukul

20.00

- Mengukur TTV pukul 20.00

- Melakukan tindakan aseptik

sebelum dan sesudah kontak

dengan klien.

- Motivasi klien dan keluarga untuk

tindakan aseptik sebelum dan

sesudah kontak dengan klien

(menyentuh balutan luka).

- Mengobservasi tanda dan gejala

infeksi pukul 14.00

- Kolaborasi pemberian antibiotik

ceftriaxone 2x1 gr (Pukul 08.00

dan 20.00)

S:

- Klien sudah menerapkan cuci tangan

sebelum mengusap-usap sekitar bagian

luka apabila gatal.

O:

- Hasil pengukuran TTV pukul 20.00

TD 110/80 mmHg, N 80X/menit, RR

18X/menit; Suhu 36,5oC.

- Perawat selalu menerapkan tindakan

aseptik sebelum dan sesudah kontak

dengan pasien.

- Kondisi luka baik, rembes (-), bau (-),

kemerahan (-), bengkak (-), panas (-).

- Pemberian antibiotik pukul 20.00

A: Masalah risiko infeksi tidak terjadi

P :

- Motivasi klien dan keluarga untuk

tindakan aseptik sebelum dan sesudah

kontak dengan klien (menyentuh balutan

luka).

- Pantau tanda dan gejala infeksi

- Ukur TTV setiap 8 jam

- Melakukan perawatan luka setiap hari

- Lanjutkan pemberian terapi

23/05/2013-

24/05/2013

20.00

-

09.00

Hambatan Mobilitas Fisik

DS:Klien mengatakan setelah

dilakukan masase saat mandi sore

lebih nyaman.

Klien mengatakan tangan dan

kakinya lebih enak digerakan

setelah melakukan ROM.

- Melakukan ROM aktif asistif

setiap hari pada pukul 07.00

- Meminimalkan pergerakan dengan

memposisikan tengkurap atau

miring selama 2 jam sekali

- Memberikan perawatan kulit yang

baik, masase titik yang tertekan

setelah perubahan posisi pada

S:Klien mengatakan senang sudah bisa

bangun dan berjalan sedikit demi sedikit

dibantu nenek.

O:

- Klien tampak sudah mampu berjalan

merambat tembok..

- Klien tampak memenuhi kebutuhan

sendiri dan dipantau keluarga.

Page 79: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

DO:

- Klien tampak melakukan

latihan ROM secara mandiri.

- Klien tampak memenuhi

kebutuhan dibantu oleh

keluarga.

- Klien masih melakukan

segala aktivitas di tempat

tidur.

- Klien dalam posisi miring

kanan

- Klien tampak rileks setelah

dilakukan masase, tidak ada

luka tekan.

pukul 06.00.

- Memberikan pendidikan

kesehatan untuk latihan

pergerakan sedikit demi sedikit

hingga kondisi tubuh kembali

pulih.

- Klien sudah mampu ke kamar mandi

didampingi keluarga.

- Klien tampak duduk di tempat tidur

- Klien tampak rileks setelah dilakukan

masase, tidak ada luka tekan.

A: Masalah gangguan mobilisasi fisik teratasi

P :

- Memberikan pendidikan kesehatan untuk

latihan pergerakan sedikit demi sedikit

hingga kondisi tubuh kembali pulih.

Page 80: ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351588-PR-Dewanti.pdf · menyadari begitu banyak rintangan yang menyertai dalam pem. buatan karya

BIODATA PENULIS

Nama : Dewanti, S. Kep

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 12 Juli 1990

Alamat : Jalan D.I Panjaitan Rt 015/ 02 No. 23 Cip.Besar

Selatan, Jatinegara, Jakarta Timur 13410

No.Hp : 08998084598

Email : [email protected]

Facebook/ Twitter : Dewa Dewanti/ @dd_dewa

Golongan Darah : B

Kewarganegaraan : Indonesia

Riwayat Pendidikan Formal

2012–2013

2008 – 2012

2005– 2008

2002– 2005

1999– 2002

1996– 1999

: Profesi Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan,

Universitas Indonesia

: S1 Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan,

Universitas Indonesia

: SMA N 14 Jakarta, Jakarta Timur

: SMP N 268 Jakarta, Jakarta Timur

: SD N Kebon Pala 10 petang, Jakarta Timur

: SD N Rawa Badak 17 pagi, Jakarta Utara