Analisis Rosc Compiled

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    1/17

    TATAKELOLA PERUSAHAAN

    KASUS 13: HASIL PENILAIAN BANK DUNIA ROSC

    TERHADAP CORPORATE GOVERNANCE DI NEGARA-

    NEGARA ASEAN

    Stephanie Indah Mulya / 1106060646

    Inez Belinda / 1106060652

    Leonardo Hamonangan / 1106075111

    Louis Bernardus Dupa Sangkrista / 1106075704

    FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA

    DEPOK

    Juni 2014

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    2/17

    Kata Pengantar

    Pertama-tama, puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

    berkat dan kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Tata Kelola Perusahaan

    ini dengan baik. Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih penulis kepada Ibu Cut Saskia

    Rahman sebagai dosen mata kuliah Tata Kelola Perusahaan, sehingga penulis dapat mengerjakan tugas

    makalah ini di bawah bimbingan Beliau dengan lancar.

    Dalam makalah ini, penulis membahas kajian ROSC yang dipublikasikan oleh World Bankpada

    tahun 2010 yaitu pengenai penerapan prinsip-prinsip corporate governance dalam OECD pada

    perusahaan-perusahaan di Indonesia dan perbandingannya dengan negara-negara ASEAN lainnya.

    Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat berupa pemahaman yang lebih komprehensifdan singkat mengenai hasil kajian tersebut untuk setiap pembaca.

    Tidak ada gading yang tak retak, begitulah kata pepatah, menggambarkan bahwa tidak ada upaya

    manusia yang sempurna. Begitu pun karya makalah penulis ini, tidak luput dari kesalahan-kesalahan.

    Penulis memohon maaf atas semua kesalahan yang mungkin terdapat dalam makalah ini, dan penulis juga

    menantikan saran dan kritik terhadap hasil karya penulis. Akhir kata, penulis hendak menyampaikan rasa

    terima kasih penulis atas waktu dan perhatian yang telah diberikan terhadap makalah ini.

    Depok, 4 Juni 2014

    Penulis

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    3/17

    Statement of Authorship

    Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah terlampir adalah murni hasil

    pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan

    sumbernya.

    Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata ajaran

    lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menyatakan dengan jelas menggunakannya.

    Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan

    untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

    Mata Ajaran : Tata Kelola Perusahaan

    Judul Makalah/Tugas : Kasus 13: Hasil Penilaian Bank DuniaRosc Terhadap Corporate

    Governance di Negara-Negara Asean

    Tanggal : 4 Juni 2014

    Dosen : Cut Saskia Rahman

    Dibuat Oleh

    - Nama : Stephanie Indah Mulya

    NPM : 1106060646

    Tandatangan :

    - Nama : Inez Belinda

    NPM : 1106060652

    Tandatangan :

    - Nama : Leonardo Hamonangan

    NPM : 1106075111

    Tandatangan :

    - Nama : Louis Bernardus Dupa Sangkrista

    NPM : 1106075704

    Tandatangan :

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    4/17

    1. Corporate Governance Framework

    Berdasarkan prinsip OECD yang pertama, sebuah Corporate Governance Framework

    harus mendorong pasar yang transparan dan efisien, konsisten dengan peraturan hukum, dan

    mengartikulasi dengan jelas mengenai pembagian tanggung jawab di antara berbagai fungsi

    pengawasan, fungi regulasi, dan fungsi penegak hukum.

    Corporate Governance Frameworkyang diobservasi dalamReport on the Observance of

    Standards and Codes (ROSC) adalah kepatuhan dalam penerapan good corporate

    governancepada perusahaan-perusahaan yang berbasis di Indonesia. Dalam risetnya, World

    Bank membagi kategori Corporate Governance Frameworkini menjadi empat sesuai dengan

    poin-poin subprinsip pertama OECD, yaitu framework corporate governance secara

    keseluruhan, framework legal yang transparan dan dapat diterapkan, pemisahan yang jelas

    antara kewajiban-kewajiban dalam hal regulasi, dan otoritas, integritas, dan sumber-sumber

    peraturan. Berikut adalah hasil penelitian World Bank terhadap corporate governance

    framework di Indonesia.

    Grafik di atas menunjukkan hasil observasi World Bank mengenai Corporate

    Governance Framework di Indonesia. Angka-angka tersebut menunjukkan persentase

    penerapan corporate governance framework dan dapat dikategorikan ke dalam empat bagian,

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    5/17

    yang pertama yaitu angka >95% menunjukkan implementasi keseluruhan (fully

    implemented), 75-95 menunjukkan implementasi sebagian besar (broadly implemented), 35-

    75 menunjukkan implementasi sebagian (partially implemented), dan

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    6/17

    dapat membandingkan nilai kelima negara tersebut dengan apple to apple. Persentase

    penerapan prinsip pertama OECD di Indonesia menurut publikasi ROSC tahun 2009

    menunjukkan angka 72%, kalah dengan Malaysia dan Thailand pada tahun 2005 yang

    mendapat nilai 85%. Namun, Indonesia masih mendapat nilai yang lebih tinggi dibandingkan

    dengan Filipina yang mendapat nilai 60% pada publikasi ROSC tahun 2006 dan Vietnam

    yang mendapat nilai 41% pada publikasi tahun 2006.

    2. Shareholder Rights

    Prinsip Corporate Governance dari OECD yang kedua mewajibkan framework tata

    kelola perusahaan yang diterapkan harus melindungi dan memfasilitasi pelaksanaan hak

    pemegang saham. Adapun hak pemegang saham yang dimaksud adalah hak metode registrasi

    kepemilikan, hak mentransfer saham, mendapatkan informasi yang material dan relevan

    terkait perusahaan secara reguler, berpartisipasi dalam rapat umum pemegang saham,

    memilih dan menurunkan anggota direksi, dan mendapatkan bagian dari keuntungan

    perusahaan.

    (sumber:Detailed Country Assessment Indonesia, April 2010)

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    7/17

    Berdasarkan observasi World Bank pada tahun 2010, ditemukan bahwa terdapat

    disparitas yang cukup tinggi dari nilai-nilai antarsubprinsip, dengan rata-rata poin sebesar 77

    (broadly implemented). Nilai ini cukup moderat namun mengindikasikan masih adanya

    penerapan yang buruk dari prinsip kedua OECD pada beberapa poin. Dapat dilihat pada

    grafik di atas, terdapat satu subprinsip yang masuk ke kategori not implemented, atau belum

    diterapkan, yaitu pengungkapan kontrol yang tidak seimbang dengan poin 25. Selain itu, nilai

    yang relatif rendah juga ditunjukkan dari banyaknya subprinsip yang masuk ke dalam

    kategori partially implemented, beberapa diantaranya yaitu pada subprinsip pengungkapan

    tatakelola dan kebijakan voting oleh investor institusi (38 poin), pelaksanaan fasilitasi hak

    kepemilikan (42 poin), dan pengungkapan manajemen konflik kepentingan oleh investor

    institusi (46 poin). Pada subprinsip disproportionate control disclosure, ditemukan bahwa

    tidak ada regulasi atau undang-undang yang mengatur mekanisme untuk disproportionate

    control, pengungkapan perjanjian antarpemegang saham, walaupun masih ada regulasi

    Bapepam-LK nomor IX.C.1, IX.C.2, IX.C.3 yang mengatur pengungkapan struktur

    perusahaan dalam prospektus penawaran publik. Pengungkapan capital structure juga

    untungnya masih diatur dalam peraturan Bapepam-LK X.K.6, VIII.G.7. Meskipun demikian,

    aturan pengungkapan itu masih sebatas pada satu level perusahaan, dimana banyak dari

    perusahaan listeddi BEI memiliki struktur kepemilikan berbentuk piramida, sehingga sulit

    bagi non-controlling shareholder untuk mengidentifikasi ultimate ownerdari perusahaan.

    Kendati demikian, pada penerapan prinsip kedua ini, teradapat lima subprinsip yang

    masuk ke dalam kategori fully implemented, dimana empat diantaranya mendapatkan nilai

    penuh. Skor ini mengindikasikan bahwa regulasi dan iklim corporate governance di

    Indonesia telah berhasil memfasilitasi transfer hak, hak partisipasi dan memilik dalam RUPS,

    memilih dan menurunkan anggota direksi, serta mengizinkan pemegang saham untuk

    berkonsultasi satu sama lain. Transfer hak dilindungi oleh payung hukum UU no 40 tahun

    2007 pasal 59, dimana perusahaan listed tidak diperbolehkan untuk membatasi transfer

    kepemilikan. Dalam UU no 40 tahun 2007 pasal 52 pasal 1(a), terdapat pula kerangka hukum

    yang memberikan hak bagi pemegang saham untuk menghadiri dan mengeluarkan suara

    dalam RUPS. Untuk subpoin hak memilih dan menurunkan anggota direksi, dasar

    hukumnya terdapat pada pasal 94, 105, dan 111 UU no 40 tahun 2007 tentang Perseroan

    Terbatas. Dengan demikian, maka di Indonesia anggota direksi diangkat oleh RUPS (dimana

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    8/17

    ada partisipasi pemegang saham), dan dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh RUPS

    berdasarkan alasan tertentu, serta pemilihan Dewan Komisaris pun juga dipilih oleh RUPS.

    (sumber:Detailed Country Assessment Indonesia, April 2010)

    Figur di atas menggambarkan perbandingan tingkat implementasi prinsip kedua OECD

    di-antara negara-negara di ASEAN dan India. Berdasarkan assessment hingga tahun 2009,

    Indonesia telah berhasil mendapatkan peringkat ketiga dari segi poin rata-rata, dimana poin

    tertinggi diraih oleh India (85 poin), yang diikuti Malaysia dan Thailand (masing-masing 78

    poin). Namun, perbandingan ini memiliki kelemahan, yaitu observasi dilakukan pada tahun

    yang berbeda, serta metodologi observasi tidak persis sama. Dapat dilihat bahwa Indonesia

    telah berhasil memperbaiki diri, yang diindikasikan dengan peningkatan skor secara

    signifikan, dari 56 poin di tahun 2004 ke 77 poin di tahun 2009. Dengan demikian, dapat

    ditarik kesimpulan bahwa hak pemegang saham semakin dilindungi di Indonesia.

    3. Equitable Treatment of Shareholders

    Pada prinsip OECD yang ketiga, dikatakan bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus

    dapat menjamin perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham, termasuk

    minoritas dan pemegang saham asing. Semua pemegang saham harus memiliki kesempatan

    untuk memperoleh kompensasi yang efektif apabila terjadi pelanggaran terhadap hak hakmereka. Tertulis bahwa pemegang saham harus memiliki hak hak yang sama. Investor

    harus memperoleh akses terhadap informasi atas hak yang mereka dapatkan sebelum mereka

    memperoleh saham tersebut. Segala perubahan atas hak voting harus mendapatkan

    persetujuan dari pemegang saham bersangkutan. Prinsip ini juga mengharuskan adanya

    perlindungan terhadap pemegang saham minoritas atas benturan kepentingan yang mungkin

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    9/17

    terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Insider trading dan abusive self dealing

    dilarang dan dewan harus mencantumkan apabila mereka memiliki kepentingan pribadi yang

    material atas setiap transaksi yang mempengaruhi perusahaan baik secara langsung maupun

    tidak langsung.

    Bank Dunia menilai Indonesia dengan skor 78 atas prinsip ketiga OECD ini, yaitu

    Equitable Treatment of Shareholders. Subprinsip dengan nilai tertinggi diperoleh oleh nomor

    empat yaitu penghapusan halangan atas cross border voting dengna nilai 95. Hal ini

    menunjukkan bahwa perusahaanperusahaan di Indonesia yang memiliki pemegang saham

    luar negeri telah memiliki sistem yang baik dalam melakukan pengambilan keputusan yang

    melibatkan seluruh pihak termasuk pemegang saham asing yang tidak berada di Indonesia.

    Sementara itu nilai terendah diperoleh oleh subprinsip yang ketujuh, yaitu pengungkapankepentingan yang dilakukan oleh dewan dengan nilai 58 atau baru diterapkan secara parsial

    dan belum menyeluruh. Subprinsip ini mengatur bahwa dewan, baik itu dewan direksi,

    komisaris, ataupun dewan lainnya di dalam perusahaan, harus mengungkapkan bisnis

    pribadi, keluarga, kerabat, ataupun hubungan lain yang memungkinkan terjadinya benturan

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    10/17

    kepentingan dengan perusahaan tempat dewan tersebut menjabat. Benturan kepentingan

    tersebut dapat berupa pengambilan keputusan maupun transaksitransaksi.

    Subprinsip kedua dan ketiga juga masih menempati nilai yang cukup rendah yaitu 67 dan

    64. Kedua subprinsip ini menilai mengenai perlakuan yang adil terhadap pemegang saham

    minoritas. Nilai kedua yang tertinggi diperoleh oleh subprinsip voting yang dilakukan oleh

    kustodian dengan persetujuan pemegang hak yang sebenarnya.

    Dibandingkan dengan negara negara Asia, Indonesia pada tahun 2009 memiliki nilai

    yang cukup tinggi yaitu 75. Nilai ini berkembang cukup pesat dibandingkan dengan tahun

    2004 yang hanya memperoleh nilai 60. Thailand yang pada tahun 2005 memiliki nilai 77,

    mengalami penurunan nilai menjadi 76 pada tahun 2013. Sebaliknya, Malaysia mengalami

    kenaikan sebesar dua nilai menjadi 79 pada tahun 2012.

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    11/17

    4. Equitable Treatment of Stakeholder

    Prinsip keempat OECD mengatakan bahwa kerangka tatakelola perusahaan harus

    mengakui adanya hak hak pemegang kepentingan yang terikat secara hukum atau melalui

    perjanjian kedua belah pihak dan mendorong terciptanya kerjasama yang aktif antara

    korporasi dengan pemegang kepentingan dalam menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan

    keberlangsungan finansial perusahaan.

    Dinyatakan bahwa hak hak pemegang kepentingan, baik yang telah diatur secara

    hukum maupun atas perjanjian kedua belah pihak, harus dihargai. Pemegang kepentingan

    yang diatur secara hukum harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan kompensasi yang

    pantas apabila hakhak mereka terlanggar. Mekanisme yang baik juga harus disusun untuk

    menjamin dihargainya kinerja karyawan. Pemegang kepentingan yang berpartisipasi dalam

    tatakelola perusahaan juga harus memiliki akses yang relevan, luas, dan dapat diandalkan,

    dengan waktu yang berkala. Isu isu terkait dengan tindakan yang illegal ataupun tidak

    beretika harus dapat dikomunikasikan secara bebas oleh pemegang kepentingan kepada

    dewan dan hak mereka tidak boleh terganggu oleh karena laporan tersebut. Kerangka juga

    harus dibuat secara efektif dan efisien dan secara jelas menyatakan peran dan hak hak yang

    dimiliki oleh kreditur.

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    12/17

    Indonesia memiliki nilai yang tinggi pada subprinsip yang ketiga yaitu mengenai akses

    atas informasi. Nilai 92 tersebut diperoleh karena adanya keterbukaan dan memang telah

    diwajibkan bagi perusahaan untuk secara berkala menerbitkan laporan tahunan yang berisi

    informasi informasi penting perusahaan. Nilai paling rendah yaitu 38 diperoleh oleh

    subprinsip yang keempat yaitu perlindungan terhadap whistleblower. Hal ini menunjukkan

    bahwa perlindungan terhadap pelapor whistleblower masih belum terjamin dan hak hak

    mereka masih dapat terganggu. Tentu saja ini merupakan isu sangat penting yang harus

    diperbaiki di Indonesia

    Dibandingkan dengan negara negara Asia, Indonesia pada tahun 2009 memiliki nilai

    73. Nilai ini terpaut cukup jauh dengan Malaysia yang telah memperoleh nilai 87 pada tahun

    2005. Sisi positif yang dapat kita lihat adalah terjadi peningkatan atau tren positif terhadap

    nilai Indonesia yang beranjak dari 60 pada tahun 2004 menjadi 73 pada tahun 2009. Dengan

    adanya perbaikan secara menyeluruh dan terus menerus, diharapkan agar Indonesia dapat

    terus meningkatkan nilai pada prinsip empat OECD ini.

    5. Disclosure & Transparency

    Prinsip OECD yang kelima mengharuskan bahwa sebuah entitas terbuka atas segala

    informasi mengenai dirinya dan informasi ini harus disampaikan tepat waktu dan akurat

    terutama untuk semua hal yang material berkaitan dengan perusahaan. Termasuk di dalam

    hal material ini adalah keadaan keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tatakelola perusahaan.

    Prinsip keterbukaan dan transparansi ini terbagi lagi menjadi enam subprinsip. Di Indonesia

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    13/17

    sendiri, implementasi prinsip OECD kelima ini terlihat seperti yang tertera pada figur di

    bawah yang disusun berdasarkan penilaian Bank Dunia atas penerapan corporate governance

    di Indonesia.

    (sumber:Detailed Country Assessment Indonesia, April 2010)

    Dari perolehan angka diatas, disimpulkan bahwa tidak ada prinsip yang benar benar

    diterapkan secara keseluruhan oleh Indonesia. Hanya subprinsip A1 mengenai laporan

    keuangan dan operasional saja yang hampir diimplementasikan secara keseluruhan.

    Sementara itu, subprinsip A8 mengenai struktur dan kebijakan tatakelola justru paling sedikit

    penerapannya di Indonesia dengan poin 44 atau implementasinya dilakukan sebagian.

    Penerapan peraturan yang mendukung kriteria keterbukaan dan transparansi di Indonesia

    memiliki ratarata sebesar 73 yang berarti secara umum, prinsip kelima ini baru diterapkan

    sebagian oleh Indonesia.

    Tingkat implementasi tertinggi berada pada subprinsip terkait laporan keuangan danoperasional karena memang di Indonesia sudah ada peraturan yang secara tegas mengatur

    bahwa sebuah entitas yang terdaftar harus membuat laporan keuangan yang diaudit oleh

    auditor eksternal. Aturan ini pun sudah diaati oleh seluruh perusahaan listed di Indonesia.

    Sedangkan tingkat implementasi terendah berada pada keterbukaan informasi mengenai

    struktur tatakelola karena aturan mengenai hal tersebut masih bersifat sukarela dan tidak

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    14/17

    wajib pengungkapannya. Selain itu, tingkat pengungkapan terkait remunerasi bagi BOD dan

    BOC juga masih rendah. Berdasarkan IICD 2008 diperoleh data bahwa sebagian besar

    perusahaan listed mengungkapkan remunerasi secara agregat, hanya 2% yang

    mengungkapkannya secara individual, dan hanya 5% yang mengungkapkan kebijakan

    remunerasinya.

    Penerapan subprinsip D mengenai akuntabilitas eksternal auditor juga masih rendah yaitu

    58%. Hal ini dikarenakan Bapepam-LK masih dalam proses pengembangan kapasitas

    inspeksi audit yang independen dan efisien. Yang terendah keempat adalah subprinsip A3

    dimana memang peraturan di Indonesia mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan

    pemegang saham yang memiliki kepemilikan lebih dari 5%. Akan tetapi aturan tersebut tidak

    mengharuskan perusahaan menyajikan informasi apabila ada ultimate shareholdings atau

    ultimate control di perusahaan.

    Jika dibandingkan dengan negara negara lain di Asia, Indonesia termasuk salah satu

    negara dengan tingkat penerapan yang tinggi seperti tampak pada figur di bawah ini.

    (sumber:Detailed Country Assessment Indonesia, April 2010)

    Negara yang paling tinggi tingkat penerapan corporate governance-nya adalah Malaysia

    dengan skor rata rata sebesar 87. Diikuti dengan India dengan skor 82. Tingkat

    implementasi terendah ditempati oleh Vietnam. Pembaca memang tidak dapat

    membandingkan secara apple-to-apple skor tersebut, termasuk di dalamnya adalah penerapan

    Indonesia tahun 2004 dengan 2009, karena tahun yang berbeda dan disebutkan bahwa

    penggunaan metodologi penilaian juga berbeda. Namun dapat dilihat bahwa pada tahun 2005

    saja Malaysia sudah memperoleh skor yang jauh lebih tinggi yaitu 87 dibandingkan dengan

    Indonesia tahun 2004 yang hanya memperoleh skor 60.

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    15/17

    6. Responsibilities of the Board

    Prinsip GCG dari OECD yang terakhir berkaitan dengan tanggung jawab dewan

    komisaris dan direksi perusahaan. Dalam prinsip ini dinyatakan bahwa kerangka kerja

    tatakelola perusahaan harus memastikan pedoman strategis perusahaan, monitoring yang

    efektif terhadap manajemen oleh dewan, serta akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan

    pemegang saham. Indonesia menggunakan struktur two-tier board yang terdiri atas BOC dan

    BOD dimana BOC memantau dan memberikan saran kepada BOD. Implementasi atas

    prinsip ini di Indonesia seperti tampak pada figur berikut.

    (sumber:Detailed Country Assessment Indonesia, April 2010)

    Di Indonesia, subprinsip dengan tingkat penerapan paling tinggi ialah subprinsip D1

    tentang tanggung jawab dewan untuk menelaah dan mengarahkan strategi perusahaan,

    rencana utama, kebijakan mengenai resiko, anggaran tahunan, rencana usaha, sasaran kinerja,

    memonitor penerapan dan kinerja perusahaan serta memantau belanja modal yang besar,

    akuisisi, dan divestasi. Penerapan terendah berada pada tanggung jawab dewan untuk

    melakukan nominasi atau pemilihan dewan yang transparan. Di Indonesia hal ini masih

    kurang diterapkan karena seringkali tidak ada proses yang transparan dalam pemilihan

    adalah bahwa di Indonesia, dewan pun tidak memperlakukan shareholder secara sama dan

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    16/17

    adil yang dibahas lebih detil pada penerapan prinsip equitable treatment of shareholders.

    Masih terkait dengan equitable treatment, komitmen dewan terhadap tanggun jawabnya

    untuk berlaku adil terhadap seluruh shareholder masih sangat kecil. Hal ini tergambar

    dengan skor komitmen yang hanya 50. Berdasarkan analisis Bank Dunia, sebagian besar

    dewan di Indonesia masih mengutamakan kepentingan controlling shareholders dan

    mengesampingkan minority shareholders.

    (sumber:Detailed Country Assessment Indonesia, April 2010)

    Secara umum Indonesia memperoleh skor 66 untuk penerapan prinsip ini. Dan jika

    dibandingkan dengan negara lain di Asia, pada penerapan prinsip ini Indonesia juga masih

    kalah dibandingkan Malaysia, India, dan Thailand. Vietnam masih menempati posisi

    terendah dengan skor 43. Selisih skor antara Indonesia dengan India dan Malaysia cenderung

    sangat jauh yang mengindikasikan bahwa Indonesia masih perlu mengembangkan aturan

    aturan yang berlaku agar tingkat implementasi prinsip ini dapat meningkat.

  • 8/11/2019 Analisis Rosc Compiled

    17/17

    Daftar Pustaka

    Peraturan Bapepam-LK nomor VII.G.7

    Peraturan Bapepam-LK nomor IX.C.1

    Peraturan Bapepam-LK nomor IX.C.2

    Peraturan Bapepam-LK nomor IX.C.3

    Peraturan Bapepam-LK nomor X.K.6

    Indonesia, R. (2007). Undang-undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2007 tentang

    Perseroan Terbatas

    Bank, The World. (2010). Report on the Observance of Standards and Codes (ROSC): Corporate

    Governance Country Assessment.

    Bank, The World. (2010). Report on the Observance of Standards and Codes (ROSC): Annex:

    Corporate Governance Detailed Country Assesment (DCA).

    Bapepam-LK. (2006). Studi Penerapan Prinsip-Prinsip OECD 2004 dalam Peraturan Bapepam

    Mengenai Corporate Governance.