Upload
hermanml
View
51
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
SDA
Citation preview
1
DESKRIPSI DAN ANALISIS
SUMBER DAYA ALAM
A. SUMBER DAYA HUTAN
- Potensi
Luas kawasan hutan (Sumber Daya Hutan) Sulawesi Selatan
seluruhnya seluas 2.130.993 Ha atau merupakan 46,76% dari luas
daratan Sulawesi Selatan 4.557.448 Ha, yang sebarannya sebagai
berikut :
No Kab/Kota Luas
Wialyah (Ha)
Luas Kawasan Hutan (Ha)
% Terhadap Luas
Wilayah
1 2 3 4 5
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
1
Makassar
Gowa
Maros
Pangkep
Takalar
Jeneponto
Bantaeng
Bulukumba
Selayar
Sinjai
Bone
Soppeng
2
17.577
188.332
161.912
111.229
56.651
73.764
39.583
115.467
90.335
81.996
455.900
135.944
3
63.099
68.529
32.503
8.264
9.189
6.222
8.453
21.797
18.894
145.053
46.205
4
33,5
42,31
29,22
14,59
12.46
15,72
7,32
24,13
23,04
31,82
33,99
5
2
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Barru
Pare-Pare
Sidrap
Wajo
Pinrang
Enrekang
Tator
Luwu Utara
Luwu
Luwu Timur
Palopo
117.471
9.933
188.325
250.619
196.177
178.601
320.577
750.258
300.025
694.488
24.752
65.185
1.407
71.177
19.691
72.831
87.352
156.906
568.897
85.498
554.986
9.866
55,40
14,16
37,79
7,86
37,13
48,91
48,94
75,83
28,50
79,91
39,86
Jumlah 4.557.448 2.130.993 46,76
Sumber : Data dan Informasi Dinas Kehutanan SulSel 2004
Disamping itu terdapat potensi Hutan Mangrove/bakau baik yang
terdapat dalam kawasan hutan maupun yang tidak berada dalam
kawasan hutan yang sebaran dan luasannya sebagai berikut :
Kawasan Hutan Areal lainnya No Kab/Kota
HMP HMS HMP HMS Jumlah
1 2 3 4 5 6 7
01
02
03
04
05
06
1
Gowa
Makassar
Maros
Pangkep
Takalar
Jeneponto
2
-
-
-
-
-
-
3
-
-
-
-
-
-
4
-
-
-
-
197,0
4,0
5
-
17,0
-
14,0
911,0
-
6
-
17,0
-
14,0
1.108,0
4,0
7
3
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Bantaeng
Bulukumba
Selayar
Sinjai
Bone
Soppeng
Barru
Pare-Pare
Sidrap
Wajo
Pinrang
Enrekang
Tator
Luwu
Utara/Timur
Luwu/Palopo
-
-
19,0
-
6,0
-
-
-
-
104,0
-
-
-
1,0
15,0
-
-
-
1,0
437,0
-
-
-
-
18,0
-
-
-
10.827,0
798,0
-
-
367,0
-
-
-
673,0
-
-
1,0
-
-
-
18,0
5,0
-
334,0
82,0
135,0
3.114,0
-
-
-
-
52,0
-
-
-
3.041,0
1.162,0
-
334,0
468,0
136,0
3.557,0
-
673,0
-
-
175,0
-
-
-
13.887,0
1.980,0
Total 145,0 12.081,0 1.265,0 8.862 22.353,0
Sumber : Diolah dari Data dan Informasi Dinas Kehutanan Sul-Sel 2004 Hasil Penafsiran Citra Landsat 1999 BPKH-VII Keterangan : HMP : Hutan Mangrove Primer HMS : Hutan Mangrove Sekunder
Potensi hutan di Sulawesi Selatan dalam fungsinya baik fungsi
ekonomi maupun fungsi lindungnya ditetapkan berdasarkan peta padu
serasi yang perkembangannya sampai akhir 2004 sebagai berikut :
No Kab/Kota Luas HL HPT HP HSAW HPK
4
Kawasan (Ha)
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Makassar
Gowa
Maros
Pangkep
Takalar
Jeneponto
Bantaeng
Bulukumba
Selayar
Sinjai
Bone
Soppeng
Barru
Pare-Pare
Sidrap
Wajo
Pinrang
Enrekang
Tana Toraja
Luwu Utara
Luwu
Luwu Timur
Palopo
-
63.099
68.509
32.503
8.264
9.189
6.222
8.453
21.797
18.894
145.053
46.205
65.185
1.407
71.177
19.691
72.831
87.352
156.906
568.897
85.498
554.986
9.866
-
24.226
12.841,9
12.019
86
8.932
2.773
3.538
11.633
11.794
32.612
33.359
49.801
1.068
43.729
2.541
46.782
72.755
138.101
419.108
54.905
245.536
8.512
-
13.455
7.361
3.485
-
140
1.262
509
6.312
7.100
91.161
11.029
15.384
339
26.948
-
26.049
14.597
18.805
132.895
13.554
97.578
604
-
22.109
18.808,1
2.747
3.482
117
2.187
931
3.852
-
19.605
442
-
-
-
17.150
-
-
-
14.304
17.094
8.258
-
-
3.309
29.498
14.252
4.693
-
-
3.475
-
-
1.675
1.381
-
-
500
-
-
-
-
-
-
182.574
750
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.590
-
21.040
-
TOTAL %
2.130.993 100%
1.236.651,9 58,03%
488.551 22,93%
140.050,1 6,57%
242.110 11,36%
23.630 1,11%
Diolah dari sumber : Data-data informasi Dinas Kehutanan 2004 (berdasarkan peta padu serasi)
Keterangan : HL : Hutan Lindung HPT : Hutan Produksi Terbatas HP : Hutan Produksi Biasa HSAW : Hutan Suaka Alam Wisata HPK : Hutan Peruntukan Khusus Sebagian besar potensi kawasan hutan (58,03%) difungsikan
khusus dalam fungsi lindung yang merupakan bagian 27,13% dari luas
5
daratan Sulawesi Selatan, sedangkan 41,97% berfungsi ekonomis
dengan tetap memperhatikan azas-azas pelestarian dan keseimbangan
lingkungan.
- Kondisi Sumber Daya
Kondisi Kawasan hutan (Sumber Daya Hutan) dalam kaitan fungsi
produksi maupun fungsi lindungnya sangat ditentukan oleh keadaan
vegetasi (tutupan) dan keadaan lahan yang berada dalam kawasan
hutan.
Keadaan vegetasi (tutupan) lahan dalam kawasan hutan Sulawesi
Selatan (data 2004) seluas 2.130.993 Ha dalam keadaan berhutan
seluas 1.284.365 Ha (60,27% dari total kawasan) dan keadaan tidak
berhutan seluas 465.156 Ha (21,83% dari total kawasan hutan) yang
secara rinci tersebar menurut Kab/Kota sebagai berikut :
Kondisi vegetasi
Berhutan Tidak berhutan No Kab/Kota
Luas Kawasan hutan (Ha)
Ha (Luas) % Ha (Luas) %
1 2 3 4 5 6 7
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
Makassar
Gowa
Maros
Pangkep
Takalar
Jeneponto
Bantaeng
Bulukumba
Selayar
Sinjai
Bone
-
63.099
68.509
32.503
8.264
9.189
6.222
8.453
21.797
18.894
45.053
0
18.836
38.451
13.467
124
2.890
1.989
3.153
13.187
6.578
82.357
0
29,85
56,13
41,43
1,5
31,45
31,97
37,30
60,50
34,82
56,78
0
34.028
24.538
19.036
8.140
6.299
4.214
5.300
494
4.207
62.696
0
53,92
43,87
58,57
98,5
68,55
68,03
62,70
2,26
22,26
43,22
1 2 3 4 5 6 7
6
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Soppeng
Barru
Pare-Pare
Sidrap
Wajo
Pinrang
Enrekang
Tana Toraja
Luwu Utara
Luwu
Luwu Timur
Palopo
46.205
65.185
1.407
71.177
19.691
72.831
87.352
156.906
568.897
85.498
554.986
9.866
34.761
39.237
305
51.167
1.344
37.790
58.057
89.993
359.227
27.532
400.181
3.739
75,23
60,19
21,68
71,89
6,82
51,89
66,46
57,35
63,14
32,20
72,10
37,90
11.156
25.948
1.102
14.069
16.257
35.041
29.129
61.107
47.176
18.439
34.831
1.949
24,14
39,81
78,32
19,77
82,56
48,11
33,35
38,94
8,29
21,56
6,28
19,75
TOTAL 2.130.993 1.284.365 60,27 465.156 21,83
Diolah dari sumber : Data dan Informasi Dinas Kehutanan 2004
Catatan : Kondisi vegetasi yang tidak dapat dideteksi melalui citra
landsat 1999 seluas 372.463 Ha (17,90%) karena kondisi
tertutup awan
Keadaan lahan dalam kawasan hutan yang dikategorikan lahan
kritis sangat luas yaitu 369.956,54 Ha atau 17,36% dari total kawasan
hutan Sulawesi Selatan, dan juga terdapat 34.065 Ha menjadi garapan
peladang / perambah hutan yang dilakukan oleh 23.415 kepala
keluarga, dengan sebaran Kab/Kota sebagai berikut :
No Kab/Kota Luas Lahan
Kritis (Ha)
Peladang/ Perambah
(KK)
Luas Garapan
1 2 3 4 5
01
02
03
04
05
Makassar
Gowa
Maros
Pangkep
Takalar
-
35.449,62
21.240,91
14.057,93
6.969,30
-
718
1.023
286
398
-
538
2.046
504
399
1 2 3 4 5
7
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Jeneponto
Bantaeng
Bulukumba
Selayar
Sinjai
Bone
Soppeng
Barru
Pare-Pare
Sidrap
Wajo
Pinrang
Enrekang
Tana Toraja
Luwu
Utara/Timur
Luwu/Palopo
5.480,90
3.165,51
2.601,23
404,25
2.591,05
45.704,69
9.534,45
23.092,86
2.443,97
11.315,17
9.820,29
29.087,16
23.151,13
57.336,22
50.625,00
15.884,90
266
718
526
134
1.257
1.432
2.097
828
79
762
99
1.156
2.233
4.286
-
3.755
228
538
534
114
1.112
2.183
1.447
3.332
189
1.229
63
2.135
2.364
3.044
-
10.544
TOTAL 369.956,54
(17,36%) 23.415 34.065
Sumber : Data dan Informasi Dinas Kehutanan Sulawesi Selatan
Dalam kawasan hutan, disamping fungsi-fungsi yang telah
ditetapkan terdapat pula penggunaan lain antara lain perkebunan,
pertambangan dan oleh Telkom / PLN yang mencakup luas 64.577,28
Ha atau 3,03% dari total luas kawasan dengan rincian sebagai berikut :
No Jenis Penggunaan Luas Penggunaan
(Ha) Keterangan
01 02
03
Perkebunan Pertambangan Telkom / PLN
10.029,50 54.383,58
164,20
* Jenis tambang : andesit, kalsik, marmer, silika, emas, batu gamping, batu kapur dan batu gunung. Stasiun, transmisi dan jaringan
TOTAL 64.577,28
Diolah dari sumber : Data dan Informasi Dinas Kehutanan 2004
8
Khusus penggunaan kawasan hutan yang dimanfaatkan untuk
pertambangan kesemuanya bersifat tambang terbuka (open pit mining)
yang rentan terhadap perubahan bentang alam dan perlu penanganan
khusus setelah habis masa eksploitasinya, apalagi lokasi pertambangan
hampir seluruhnya berada dalam kawasan hutan lindung.
- Analisis
.... Peruntukan Pemanfaatan (Fungsi) Sumber Daya
1) Fungsi Lindung
Dari total luas kawasan hutan Sulawesi Selatan 2.130.993 Ha
merupakan 46,76% dari seluruh luas daratan Sulawesi Selatan
yang seluas 4.557.448 Ha, ditetapkan untuk peruntukan
pemanfaatan (fungsi) lindung seluas 1.236.651,9 Ha. Hal ini
memberi arti bahwa kawasan hutan yang ditetapkan berfungsi
lindung merupakan :
a. 58,03% dari total luas kawasan hutan.
b. 27,13% dari total luas wilayah daratan.
Kesimpulan dari proporsi penetapan potensi hutan untuk fungsi
lindung adalah :
a. Luas kawasan hutan ditetapkan sebagai fungsi lindung
walaupun persentasenya cukup besar, namun relatif lebih
kecil dibandingkan pada saat Sulawesi Barat masih menjadi
bagian Sulawesi Selatan (58,57% dari total luas kawasan
hutan).
b. Proporsi luas kawasan hutan lindung yang hanya sebesar
27,13% dari luas wilayah relatif kecil baik dinilai dari
parameter pelestarian / perlindungan alam maupun
perbandingan proporsi luas pada saat Sulawesi Barat masih
menjadi bagian Sulawesi Selatan (30,56% dari total luas
wilayah).
9
Dari kesimpulan analisis di atas, dalam perumusan kebijakan
pembangunan kehutanan untuk mempertimbangkan
peninjauan kembali (review) dalam penetapan luasan fungsi
lindung kawasan hutan yang didasari pertimbangan etika
lingkungan dan pelestarian Sumber Daya Alam.
2) Fungsi Produksi (ekonomi)
Kawasan hutan (sumber daya hutan) yang ditetapkan berfungsi
ekonomis terdiri dari :
a. Hutan Produksi Terbatas 488.551 Ha merupakan 22,93%
total kawasan hutan atau 10,72% total luas wilayah.
b. Hutan Produksi Biasa 140.050 Ha merupakan 6,57% total
kawasan hutan atau 3,07% total luas wilayah.
c. Hutan Suaka Alam Wisata 242.110 Ha merupakan 11,36%t
total kawasan hutan atau 5,31% total luas wilayah.
d. Hutan Peruntukan Khusus 23.630 Ha merupakan 1,11%
total kawasan hutan atau 0,52% total luas wilayah.
Sumber daya hutan sebagai sumber daya ekonomi yang
cakupan luasnya 628.601 Ha (Hutan Produksi Terbatas dan
Hutan Produksi Biasa) belum dikelola secara optimal yang
terindikasi dari sumbangannya terhadap perekonomian daerah
(PDRB) yang sangat kecil ;
Tahun 2000 nilai produksi (kayu/non kayu) sebesar Rp 73,050
milyar memberikan kontribusi 0,24% dari total
PDRB.
Tahun 2001 nilai produksi sebesar Rp 79,526 milyar
memberikan kontribusi 0,23% dari total PDRB.
Tahun 2002 nilai produksi sebesar Rp. 85,037 milyar
memberikan kontribusi 0,22% dari total PDRB.
Tahun 2003 nilai produksi sebesar Rp. 94,615 milyar
memberikan kontribusi 0,22% dari total PDRB.
10
Tahun 2004 nilai produksi sebesar Rp. 101,281 milyar
memberikan kontribusi 0,21% dari total PDRB.
Pemanfaatan sumber daya hutan dalam produksi hasil hutan
kayu dan non kayu memberikan dampak atau berpengaruh
pada sektor industri pengolahan kayu dan hasil hutan lainnya
yang kontribusinya menurun dari tahun ke tahun, yaitu tahun
2000 dengan kontribusi 1,60% dari total PDRB, tahun 2001
menurun menjadi 1,57% dari total PDRB, tahun 2002 menurun
1,56% dari total PDRB dan tahun 2003 serta 2004 menurun
menjadi 1,49% dari total PDRB.
.... Penipisan Sumber Daya
Indikasi dari terjadinya penipisan sumber daya hutan dapat
diukur dari kondisi vegetasi hutan dan luasan lahan kritis yang
terdapat dalam kawasan hutan. Kesimpulan analisisnya adalah
makin besar persentase vegetasi tidak berhutan dan lahan kritis,
maka makin kecil dan menipis daya dukung hutan dalam fungsi
lindung dan fungsi ekonominya.
Gambaran kondisi kawasan hutan dari faktor-faktor vegetasi
dan lahan kritis adalah :
a. Vegetasi berhutan ; seluas 1.284.365 Ha atau 60,27% dari luas
kawasan hutan dalam kondisi berhutan. Luas kawasan hutan
dalam kondisi berhutan hanya mencapai 28,18% dari luas
wilayah.
b. Lahan kritis dalam kawasan hutan ; seluas 372.633 Ha atau
17,90% dari luas kawasan hutan.
Gambaran analisis diatas memberi arti bahwa telah terjadi
penipisan daya dukung sumber daya hutan terhadap fungsi
lindungnya dan juga terhadap fungsi produksinya (ekonomi).
11
Indikasi faktor-faktor penyebab yang mengakibatkan kondisi
tersebut dan sekaligus merupakan masalah antara lain adalah :
a. Eksploitasi pertambangan yang cukup luas dalam kawasan
hutan yang sebagian besar dalam kawasan hutan lindung, baik
yang masih aktif maupun yang tidak lagi beroperasi sangat
lambat untuk direvitalisasi / direklamasi untuk pengembalian
fungsinya.
b. Besarnya jumlah peladang / perambah hutan yang saat ini
berjumlah 23.415 KK.
c. Pemanfaatan hutan produksi biasa dengan tanaman yang
bukan pohon hutan.
- Lingkungan Sumber Daya
Analisis lingkungan sumber daya untuk mendapatkan
gambaran keterkaitan sumber daya hutan dalam fungsinya
terhadap sumber daya air (DAS) dan lingkungan alam lainnya.
Unsur-unsur yang diperhitungkan adalah luas wilayah Daerah
Aliran Sungai (DAS), luas hutan dalam wilayah DAS, luas kawasan
hutan dengan kondisi berhutan dalam wilayah DAS, luas lahan
kritis dalam kawasan hutan wilayah DAS dan lingkungan
pegunungan yang berada dalam wilayah DAS.
Kesimpulan analisis yang dapat ditarik adalah makin besar
persentase luas kawasan hutan dan hutan dalam kondisi berhutan
serta makin kecil kecil persentase lahan kritis (mempengaruhi
besarnya penguapan dan limpasan) akan memberi dukungan
besar terhadap DAS dalam penyediaan sumber daya air, dan
sebaliknya makin kecil persentase hutan dan hutan dalam kondisi
berhutan serta makin besar persentase lahan kritis dalam kawasan
hutan akan memberikan dukungan yang kecil terhadap DAS
(Sumber Daya Air) serta pengaruh lingkungan lainnya.
12
Uraian / analisis yang didasarkan sumber data Dinas
Kehutanan dan Sulawesi Selatan Dalam Angka 2004/2005 (BPS)
sebagai berikut :
1. DAS. Saddang ;
Meliputi wilayah 9 Kabupaten termasuk Sulawesi Barat yaitu : 4
Kabupaten Sulawesi Barat : 1) Polmas, 2) Mamasa, 3) Majene
dan 4) Mamuju.
5 Kabupaten Sulawesi Selatan : 1) Tana Toraja, 2) Enrekang,
3) Pinrang, 4) Luwu dan 5) Luwu Utara.
Kondisi faktor-faktor :
a. Luas wilayah (termasuk Kab. Di Sulbar) : 3.117.518 Ha
Luas wilayah khusus Sul Sel : 1.745.638 Ha
b. Luas kawasan hutan (termasuk Kab. di Sulbar) : 1.921.475
Ha (61,64% dari total luas wilayah)
Luas kawasan hutan khusus Kab. di Sul-Sel : 971.475 Ha
(55,65% dari total luas wilayah).
c. Luas kawasan hutan dengan kondisi berhutan (termasuk
Kab. di Sulbar) : 1.240.139 Ha (64,52% dari total kawasan
hutan atau 39,77% dari total luas wilayah).
Luas kawasan hutan khusus Kab. di Sul-Sel : 572.559 Ha
(58,93% dari total luas kawasan hutan atau 32,79% dari
total luas wilayah).
d. Luas lahan kritis dalam kawasan hutan (termasuk Kab. di
Sulbar) : 321.042,87 Ha (16,70% dari total luas kawasan
hutan).
Luas lahan kritis dalam kawasan hutan khusus Kab. di Sul-
Sel : 176.084,42 Ha (18,12% dari total luas kawasan hutan).
Dari kondisi faktor-faktor diatas dapat dikatakan sumber daya
hutan dalam fungsi lindungnya terhadap wilayah umumnya dan
khususnya DAS. Saddang cukup baik namun diperhadapkan
13
pada masih luasnya lahan kritis yang terdapat dalam kawasan
hutan yang rentan terhadap erosi / pengikisan, apalagi bila
dikaitkan dengan topografi lingkungan alam DAS Saddang
dipengaruhi oleh keberadaan Gunung Rantai Kombala,
Gunung Rante Mario, Kambuno, Balease dan Latimojong yang
menyebabkan limpasan (run-off) sungai-sungai dalam DAS
Saddang mempunyai intensitas yang kuat untuk terjadinya
pengikisan. Hal ini berakibat terhadap terjadinya pendangkalan
dan banjir pada aliran sungai yang rendah dan relatif datar
serta pada tangkapan air seperti waduk dan bendung.
2. DAS. Walanae ;
Meliputi wilayah 7 kabupaten / Kota yaitu; Bone, Soppeng,
Wajo, Sidrap, Pare-Pare, Barru dan Pangkep.
Kondisi faktor-faktor :
a. Luas wilayah 1.269.421 Ha.
b. Luas kawasan hutan 381.221 Ha atau 30,03% dari total luas
wilayah.
c. Luas kawasan hutan dengan kondisi berhutan 222.638 Ha
atau 58,40% dari total luas kawasan hutan dan 17,53% dari
total luas wilayah.
d. Luas lahan kritis dalam kawasan hutan 115.969,36 Ha atau
30,42% dari luas kawasan hutan.
Faktor-faktor diatas memperlihatkan menipisnya atau kurang
baiknya kondisi sumber daya hutan dalam fungsi lindungnya
terhadap lingkungan wilayah DAS Walanae dalam
mempertahankan ketersediaan potensi air pada waktu-waktu
yang akan datang untuk mendukung berfungsinya irigasi
secara optimal. Namun pada DAS Walanae tingkat pengikisan /
erosi pada aliran sungai relatif rendah karena tidak dipengaruhi
14
oleh kondisi topografi yang signifikan sehingga kekuatan
limpasan (run-off) rendah / lemah untuk pengikisan.
3. DAS. Jeneberang;
Meliputi wilayah 9 Kabupaten / Kota yaitu ; Makassar, Gowa,
Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai dan Selayar.
Dalam keterkaitan lingkungan sumber daya ini Selayar tidak
dimasukkan karena dibatasi oleh geografi yang terpisah.
Kondisi faktor-faktor :
a. Luas wilayah 735.282 Ha.
b. Luas kawasan hutan 182.630 Ha atau 24,83% dari luas
wilayah.
c. Luas kawasan hutan dengan kondisi berhutan 77.023 Ha
atau 39,43% dari luas kawasan hutan dan hanya 9,79% dari
luas wilayah.
d. Luas lahan kritis dalam kawasan hutan 77.498 Ha atau
42,43% dari luas kawasan hutan.
Topografi wilayah DAS Jeneberang dipengaruhi oleh
lingkungan Gunung Lompobattang dan Bawakaraeng yang
berada pada perbatasan Kabupaten Gowa sampai Kabupaten
Sinjai yang sangat mempengaruhi topografi aliran sungai
utamanya sungai Jeneberang secara signifikan, mengakibatkan
limpasan (run-off) aliran sungai menjadi kuat dalam
mengakibatkan pengikisan / erosi yang berdampak pada
terjadinya pendangkalan pada daerah-daerah tangkapan aliran
sungai (DAM/Bendung) dan kemungkinan banjir / longsor.
Dari kondisi faktor-faktor diatas, disimpulkan rendahnya
dukungan sumber daya hutan dalam fungsi lindungnya
terhadap DAS Jeneberang yang akan berakibat rentannya
lingkungan DAS Jeneberang terhadap erosi, longsor, banjir,
15
pendangkalan pada hilir sungai dan mengganggu ketersediaan
/ kualitas air baku untuk air minum pada kabupaten / Kota
wilayah DAS Jeneberang.
Dibandingkan dengan dua DAS lainnya (DAS Saddang dan
DAS Walanae) maka DAS Jeneberang perlu mendapat
perhatian lebih dalam penanganannya karena kondisinya yang
lebih kritis dengan dampak lebih besar.
16
B. SUMBER DAYA MINERAL (TAMBANG)
- Potensi
Sumber daya alam mineral / tambang merupakan sumber daya
ekonomi yang diharapkan mampu memberikan sumbangan yang
besar dalam perekonomian Sulawesi Selatan utamanya dalam
mendukung dan mendorong berkembangnya sektor industri.
Potensi mineral / tambang yang terdapat di Sulawesi Selatan
cukup besar disamping potensi bahan galian terdapat pula potensi
gas alam.
Bahan galian yang potensial berjumlah 28 jenis dengan besaran
sumber daya sebagai berikut :
No Bahan Galian Besaran Sumber Daya
1 2 3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Batu bara
Nikel
Emas
Mangan
Khromit
Besi
Pasir besi
Tembaga
Timah hitam
Batu gamping
Marmer
Toseki
Batu gamping dolomitan
Pasir kuarsa
Lempung
Granit
Granodiarit
Andesit dan basalt
Tras
39.442.247 ton
2.507.901 Matriks Ton (MT)
196,7 kg + yang masih tahap eksplorasi
5.943.325 ton
43.500.000 ton
501.875.000 ton
3.402.500 ton
6.000.000 ton
3.725 ton
35.016.055.000 ton + potensi yang belum terukur
86.000.000 ton + potensi yang belum terukur
Ratusan juta ton
45.400.000.000 ton
67.319.000 ton + potensi yang belum terukur
3.954.300.000 ton
Jutaan ton
26.000.000 ton + potensi yang belum terukur
37.324.500.000 ton
172.208.000 ton + potensi yang belum terukur
17
1 2 3
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Feldspar
Trakit
Riolit
Fospat
Zeolit
Bentonit
Gypsum
Oker merah
Diorit
602.000.000 ton + potensi yang belum terukur
2.554.000.000 ton
156.250.000 ton
9.000 ton
13.200.000.000 ton
118.200.000 ton
90 ton
10.850.000 ton
90.750.000 ton
Diolah dari sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sul-Sel.
Bahan galian potensial tersebut di atas sebarannya hampir meliputi
seluruh Kabupaten di Sulawesi Selatan dengan kandungan sumber
daya yang tidak merata sebagai berikut :
No Kabupaten Jenis Bahan
Galian Satuan
Volume Sumber Daya
1 2 3 4 5
1
Makassar
0
0
0
2
Gowa
1. Batu bara
2. Emas
3. Timah hitam
4. Lempung
5. Andesit dan Basalt
6. Tras
7. Oker merah
Ton
-
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
5.151.156
Eksplorasi
2.375
162.000.000
142.000.000
42.750.000
5.000.000
3
Maros
1. Batu bara
2. Besi
3. Batu gamping
4. Marmer
5. Pasir kuarsa
6. Granit
7. Granodiorit
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
925.000
1.875.000
12.417.125.000
75.000.000
2.500.000
Jutaan
Jutaan
18
1 2 3 4 5
8. Diorit
9. Andesit dan Basalt
10. Trakit
11. Oker merah
12. Lempung
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Jutaan
Jutaan
325.000.000
750
1.888.300.000
4
Pangkep
1. Batu bara
2. Batu gamping
3. Marmer
4. Pasir kuarsa
5. Diorit
6. Feldspar
7. Trakit
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
26.000.000
11.300.000.000
Jutaan
Jutaan
Jutaan
Jutaan
Jutaan
5
Takalar
1. Pasir besi
2. Batu gamping
3. Andesit dan Basalt
4. Bentonit
5. Oker merah
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
2.865.000
1.680.000.000
218.750.000
16.000.000
2.000.000
6
Jeneponto
1. Pasir besi
2. Andesit dan Basalt
3. Feldspar
4. Bentonit
5. Oker merah
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
500.000
36.177.500.000
602.000.000
102.200.000
3.200.000
7
Bantaeng
0
0
0
8
Bulukumba
1. Batu gamping dolomitan
2. Lempung
3. Andesit dan Basalt
4. Tras
Ton
Ton
Ton
Ton
15.000.000.000
10.000.000
30.000.000
10.000.000
9
Selayar
1. Pasir besi
Ton
37.500
19
1 2 3 4 5
2. Batu gamping
3. Batu gamping dolomitan
4. Granit
5. Fosfat
Ton
Ton
Ton
Ton
Jutaan
19.400.000.000
Jutaan
9.000
10
Sinjai
1. Batu bara
2. Grano diarit
Ton
Ton
990.000
Jutaan
11
Bone
1. Batu bara
2. Mangan
3. Marmer
4. Batu gamping dolomitan
5. Pasir kuarsa
6. Lempung
7. Granit
8. Diorit
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
837.000
5.002.325
10.000.000
11.000.000.000
12.844.000
414.000.000
Jutaan
Jutaan
12
Soppeng
1. Pasir kuarsa
2. Batu bara
3. Batu gamping
4. Andesit dan Basalt
5. Trakit
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
3.975.000
1.216.000
9.600.000.000
525.000.000
385.000.000
13
Barru
1. Batu bara
2. Mangan
3. Khromit
4. Marmer
5. Pasir kuarsa
6. Diorit
7. Andesit dan Basalt
8. Tras
9. Trakit
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
1.062.871
941.000
43.500.000
Jutaan
Jutaan
72.000.000
65.000.000
26.605.000
444.000.000
14 Pare-Pare 0
0 0
20
1 2 3 4 5
15
Sidrap
1. Batu bara
2. Pasir kuarsa
3. Lempung
4. Tras
5. Trakit
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
3.150.000
Jutaan
1.070.000.000
16.853.000
1.400.000.000
16
Wajo
1. Andesit dan Basalt
2. Riolit
3. Gypsum
Ton
Ton
Ton
156.250.000
156.250.000
90
17
Pinrang
1. Pasir kuarsa
2. Diorit
Ton
Ton
48.000.000
18.750.000
18
Enrekang
1. Batu bara
2. Emas
3. Batu gamping
4. Marmer
5. Lempung
Ton
Kg
Ton
Ton
Ton
110.220
116,1
Jutaan
Jutaan
200.000.000
19
Tana Toraja
1. Emas
2. Tembaga
3. Timah hitam
4. Batu gamping
5. Toseki
6. Andesit dan Basalt
7. Tras
8. Zeolit
Kg
Ton
Ton
Ton
Ton
*
Ton
Ton
80,6
6.000.000
1.350
Jutaan
Ratusan juta
*
76.000.000
13.200.000.000
20
Luwu/
21
Luwu Utara
1. Emas
2. Batu gamping
2. Marmer
3. Granit
4.Diorit
5. Andesit dan Basalt
*
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Eksplorasi
17.250.000
1.000.000
Jutaan
Jutaan
10. 000.000
22 Luwu Timur 1. Nikel MT 2.507.901
23 Palopo 0 0 0
Diolah dari sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sul-Sel
21
Disamping potensi bahan galian terdapat pula potensi Gas Alam di
Kabupaten Wajo untuk pembangkit tenaga listrik dan potensi panas
bumi yang terdapat di Kabupaten Luwu, Tana Toraja, Pinrang, Sidrap,
Wajo, Sinjai dan Bantaeng yang juga berpotensi untuk pembangkit
listrik.
- Kondisi
Secara genesa potensi bahan galian yang terdapat di Sulawesi
Selatan terbagi dalam dua golongan yaitu golongan Metalogen dan
non Metalogen. Golongan Metalogen genesanya tidak dapat
dipisahkan dari proses-proses mekanik dan tektonik yang terjadi, jadi
berhubungan langsung antara keberadaan bahan galian dengan
daerah yang mengalami tektonik atau vulkanik. Sedangkan bahan
galian non metalogen tidak secara langsung terpengaruh oleh adanya
aktifitas vulkanik atau tektonik suatu daerah, akan tetapi sangat
tergantung pada posisi stratigrafinya dan kondisi pengendapan dari
formasi tersebut.
Dari berbagai jenis potensi tambang / bahan galian yang terdapat
di Sulawesi Selatan masih sangat sedikit yang terexploitasi. Sampai
saat ini (2004) endapan bahan galian yang telah dieksploitasi /
dimanfaatkan adalah :
- bijih nikel di Soroako Kabupaten Luwu Timur.
- batu gamping di Pangkep.
- marmer di Pangkep dan Maros.
- Sementara dalam proses eksplorasi adalah endapan emas di
Kabupaten Luwu, Tana Toraja, Enrekang dan sekitar Gunung
Lompobattang dan Bawakaraeng.
Letak dan keterdapatan mineral / bahan galian di Sulawesi Selatan
sebagian besar berada pada permukaan tanah dengan bentuk
22
perbukitan bergelombang terjal dan sedang yang berada dalam
kawasan hutan.
Dengan kondisi seperti ini pemanfaatan potensi sumber daya bersifat
pertambangan terbuka (open pit inning) dan sangat rentan terhadap
masalah lingkungan. Secara umum tingkat kesulitan dalam
memanfaatkan potensi sumber daya tambang / galian sangat tinggi
karena membutuhkan teknologi, dana dan pertimbangan-
pertimbangan ekonomi serta ekologis yang tinggi dan cermat.
- Analisis
.... Pemanfaatan Sumber Daya
Nilai ekonomis suatu bahan galian untuk dapat diusahakan
pemanfaatan / pengambilannya tergantung pada faktor-faktor
cadangan, teknologi, pangsa pasar, letak dan keterdapatan serta
keadaan morfologi. Oleh karena itu prospek pengembangan
pemanfaatan sangat ditentukan oleh faktor-faktor diatas.
Sampai saat ini (2004) pemanfaatan sumber daya mineral /
bahan galian masih belum optimal dibandingkan dengan potensi
sumber daya yang tersedia diukur dari nilai tambah yang
dihasilkan dan kontribusinya terhadap perekonomian Sulawesi
Selatan (PDRB 2004) sebagai berikut :
a) Gas bumi : Rp. 156,558 milyar (0,32% dari total PDRB
Sulawesi Selatan 2004)
b) Pertambangan
tanpa gas : Rp. 3.493,031 milyar (7,16% dari total
PDRB Sulawesi Selatan 2004)
c) Penggalian : Rp. 331,699 milyar (0,68% dari total PDRB
Sulawesi Selatan 2004)
23
Nilai tambah langsung yang dihasilkan pemanfaatan tambang /
galian memberikan kontribusi sebesar 8,16% dari total produksi
daerah (PDRB 2004).
Peranan / kontribusi lainnya pemanfaatan sumber daya tambang /
galian adalah daya dukungnya terhadap perkembangan industri
pengolahan semen dan barang galian bukan logam yang
memberikan kontribusi 5,48% dari total PDRB 2004.
Pemanfaatan potensi pertambangan / galian belum banyak
memberikan sumbangan pada kesempatan kerja yang hanya
mampu menyerap tenaga kerja pada tahun 2004 sebanyak 11.493
orang atau hanya 0,4% dari total tenaga kerja (orang bekerja)
Sulawesi Selatan. Hal ini disebabkan belum berkembangnya
usaha-usaha masyarakat yang memanfaatkan potensi tambang /
galian sebagai usaha ekonomi produktif karena keterbatasan
pengetahuan dan teknologi dalam pemanfaatan potensi tambang /
galian. Disamping itu dipengaruhi oleh faktor permintaan dan
persaingan pasar.
.... Penipisan Sumber Daya
Penipisan sumber daya dapat diukur dari indikasi
pemanfaatan sumber daya dikaitkan ketersediaan besaran
potensinya.
Dari potensi yang telah dimanfaatkan masih terbatas pada
potensi Nikel, batu gamping dan marmer dapat dipastikan bahwa
penipisan potensi tambang / galian secara keseluruhan belum
berarti kecuali Nikel yang dikelola dalam sekala usaha besar,
sehingga dapat dikatakan ketersediaan potensi masih sangat
besar untuk dimanfaatkan pada waktu-waktu mendatang sebagai
potensi ekonomi wilayah.
24
.... Lingkungan Sumber Daya
Dipengaruhi oleh letak keberadaan morfologi dan cara
pengambilan / pengolahan potensi sumber daya sangat rentan
menimbulkan masalah-masalah lingkungan.
Sebaran keberadaan potensi pada semua Kabupaten di
Sulawesi Selatan menyebabkan timbulnya duplikasi fungsi
kawasan dan sumber daya utamanya dengan sumber daya hutan
yang pada akhirnya akan berpengaruh pada sumber daya air.
Indikasi diatas dapat digambarkan luasnya areal bekas
tambang dalam kawasan hutan yang harus dilakukan reklamasi
lahan (sumber Dinas Kehutanan 2004) sebagai berikut :
- Nikel (Luwu Timur) 218.000 Ha
- Marmer (Maros dan Pangkep) 275 Ha
- Batu Semen (Pangkep) oleh PT. Semen Tonasa
Kecenderungan bekas-bekas penambangan menjadi lahan-lahan
kritis yang revitalisasi fungsi lahannya memerlukan penanganan
dalam waktu lama.
Dari deskripsi potensi, kondisi dan analisis dapat ditarik
beberapa simpulan antara lain :
a) Potensi tambang / galian cukup besar di Sulawesi Selatan
sebagai sumber daya ekonomi yang dapat memberi peran
besar dalam mendukung perekonomian wilayah utamanya
fungsinya dalam mendorong sektor industri.
b) Pemanfaatan potensi yang tersedia belum optimal dan
masih terfokus pada beberapa jenis tambang / galian saja,
namun telah memberikan kontribusi yang cukup besar
dalam perekonomian Sulawesi Selatan.
25
c) Pemanfaatan potensi saat ini walaupun cukup memberi
peran dalam perekonomian wilayah namun sangat rendah
perannya dalam penyerapan tenaga kerja (hanya 0,4%
dari total tenaga kerja yang bekerja tahun 2004), sehingga
kurang memberikan dampak ekonomi langsung kepada
masyarakat secara lebih luas.
d) Ketersediaan dan letak serta morfologi potensi tambang /
galian tersebar pada semua Kabupaten dengan jenis
pertambangan terbuka yang menyebabkan terjadinya
duplikasi fungsi pemanfaatan ruang dan tingkat
kerentanan yang tinggi terhadap lingkungan utamanya
lingkungan hutan dalam fungsi hidrologisnya.
26
C. SUMBER DAYA AIR
- Potensi
Potensi sumber daya air Sulawesi sangat besar yang bersumber
dari air permukaan maupun air tanah. Sumber air permukaan
didukung oleh terdapatnya 65 aliran sungai besar (data BPS) yang
panjang aliran seluruhnya 2.742 km, yang apabila dihitung seluruhnya
termasuk anak sungainya berjumlah 454 buah sungai (data Dinas
Pengelola Sumber Daya Air). Disamping itu terdapat 4 buah Danau
yaitu danau Tempe, Sidenreng, Matano dan Towuti.
Potensi sumber daya air juga dipengaruhi oleh curah hujan
tahunan yang bervariasi antara 1.500-4.000 mm, dengan rata-rata
curah hujan tahunan 2.500 mm per tahun. Temperatur bulanan rata-
rata 260 C, suhu minimum 190C pada bulan Pebruari dan suhu
maksimum 340 C pada bulan Oktober. Kelembaban udara / relative
humidity bulanan rata-rata pada musim hujan 85% pada musim
kemarau 70%.
Menurut Dinas Pengelola Sumber Daya Air Sulawesi Selatan
potensi ketersediaan air permukaan Sulawesi Selatan sebesar 63
milyar m3 /tahun. Sedangkan potensi air tanah belum banyak
diketahui, namun pada beberapa lokasi pada bagian selatan Sulawesi
Selatan yaitu Kota Makassar, Kabupaten Takalar, Pangkep dan
sekitar Kabupaten Barru potensi air tanah pada kedalaman akuifer 30-
60 m dengan potensi produktivitas 5 10 liter/detik. Di Kabupaten
Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto (Gunung Lompobattang) setiap
sumur bor akuifer tertekan pada batuan gunung api muda mempunyai
kedalaman akuifer sekitar 30 95 meter dengan potensi produktivitas
2 10 liter/detik.
Potensi sumber daya air untuk pemanfaatan Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA) di Sulawesi Selatan (Peta potensi pengembangan
27
PLTA Sulawesi Selatan Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi
Selatan) dengan potensi sumber daya listrik sebesar 1.843,7 MW
dengan sebaran lokasi sebagai berikut :
- PLTA Kelara - 13,2 MW
- PLTA Bili-Bili - 16,0 MW tahap pengembangan
- PLTA Maros - 17,3 MW
- PLTA Walanae - 227,4 MW
- PLTA Leong - 42,0 MW
- PLTA Jalileko - 50,0 MW
- PLTA Batu - 315,0 MW Studi kelayakan
- PLTA Paleleng - 113,0 MW
- PLTA Bakaru - 252,0 MW Telah beroperasi
- PLTA Selee - 78,0 MW
- PLTA Malea - 230,0 MW Studi kelayakan
- PLTA Pautu - 216,0 MW
- PLTA Alla - 33,0 MW
- PLTA Bajo - 10,8 MW
- PLTA Larona - 230,0 MW Telah beroperasi
Selain potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan
sebagai potensi Energi Listrik Tenaga Air (PLTA), potensi sungai juga
sebagai sumber daya untuk pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro
(PLTM) yang tersebar pada 11 Kabupaten dengan sumber daya
(kapasitas) 53.871 KW pada aliran sungai-sungai sebagai berikut :
No Kabupaten Nama Sungai
Nama PLTM
Type
Sumber Daya
(Kapasitas) KW
Ket.
1 2 3 4 5 6 7
1
2
Gowa
Maros
S. Jeneberang
S. Malino
S. Camba
Jeneberang
Tombolo
Batu Pute
DAM
PLTM
DAM
9.000
920
6000
28
1 2 3 4 5 6 7
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Jeneponto
Bulukumba
Sinjai
Bone
Wajo
Soppeng
Barru
Enrekang
Luwu
S. Ponto
S. Kalamasang
S. Biawang
S. Aparang
S. Sebola
S. Mare
S. Siwa
S. Walanae
S. Barru
S. Pasang
S. Rongkong
Kelara II
B. Rapoa
Biawang
Mampi
Palangka
Labele
Cennae
Siwa
Mangadi
Rantelemo
Reotange
Lewaja
Bonelemo-
lemo
DAM
PLTM
PLTM
PLTM
PLTM
PLTM
PLTM
PLTM
DAM
Run-Of River PLTM
PLTM
PLTM
8.700
250
330
3.500
1.500
1.090
594
2.700
9.700
7.500
315
435
1.337
T.A.1990
Jumlah : 14 Aliran Sungai 53.871
Diolah dari sumber : Dinas Pertambangan Dan Energi Sul-Sel
Disamping itu sungai-sungai lain dan mata air yang berpotensi
untuk pemanfaatan Pembangkit listrik Tenaga Micro Hidro tersebar
pada lokasi-lokasi aliran sungai dan mata air yang terdapat di
Sulawesi Selatan dengan sumber daya (kapasitas) 1.583,75 KW yang
sebarannya sebagai berikut :
No Kabupaten Lokasi
Nama sungai/
Air Terjun
Daya (KW)
Desa Terjangkau
Ket
1 2 3 4 5 6
1
Enrekang
- Kec. Alla
- Kec. Enrekang
S. Dollok
S. Malanying
S. Lewaja
21
17
79
Kel. Kambiulangi
Kel. Sanglepongan
Kel.Galonta
T.A. 1990
29
1 2 3 4 5 6
2
3
4
5
6
7
Soppeng
- Kec. Liliriaja
- Kec. Marioriawa
Luwu/Lutra/Lutin
- Kec. Lamasi
- Kec. Bone-Bone
- Kec. Sabbang
- Kec. Limbong
Bulukumba
- Kec. Gangking
- Kec. Bulukumba
Sinjai
- Kec. Sinjai selatan
- Kec. Sinjai Barat
Tator
- Kec. Saluputi
Bone
- Kec. Ajangale
- Kec. Ponre
- Kec. Cina
Mata air Citta I
Mata air Citta II
Mata air Lempong
S. Langkene
S. Salowani
S. Turinding
S. Bone-Bone
S. Babesu
S. Takoa
Marampa I
Marampa II
S. Hisang
S. Balangtie
S. Aparang
Mata Air Jatie
S. Pakkeli
S. Mapakae
S. Sinae
Mata Air Sinae
S. Saluputi
Mata air Alinge
Mata Air Sura
S. Saepalenra
S. Jampu
Mata air Managa
168
96
10
54
32
45
51
42
31
9
38
93
28
88
2,6
52
14
14
70
132
16,8
7,8
23,6
5,25
11,1
Desa Citta
Desa Citta
Desa Citta
Desa Marioriaja
Desa Bolong
Desa Bolong
Desa bone-bone
Desa katolok
Desa Pararak
Desa Marampa
Desa Marampa
Desa Cibolo
Desa Limbangan
Kel. Sangiasseri
Desa Kalobo
Desa B. Belerang
Desa B. Belerang
Desa Patongloan
Desa Patongloan
Desa Bituang
Desa Teamusu
Dusun Sura
Desa Tellu Bocoe
Dusun Jampu
Desa Padang Loang
T.A. 1990
T.A. 1990
T.A. 1991
T.A. 1990
T.A. 1991
T.A. 1991
T.A. 1992
T.A. 1992
30
1 2 3 4 5 6
8
Gowa
- Kec. Bungaya
S. Mangunturu
S. Depa
S. Liconoang
S. Langkoa
S. Langkoa
S. Langkoa
50
213
21
17
8,6
23
Dusun Bontosuro
Dusun Bontosuro
Dusun Liconoang
Dususn Bontoloe
Dusun Bontosuro
Desa Bontoloe
T.A. 1992
Jumlah 1.583,75
Diolah dari sumber : Dinas Pertambangan Dan Energi Sul-Sel
- Kondisi
Informasi ketersediaan air khusus Sulawesi Selatan sampai saat
ini belum dilakukan, dan masih termasuk di dalamnya Sulawesi Barat.
Dalam profil pengembangan sumber daya air Sulawesi Selatan 2005
kondisi sumber daya air di ukur dari aspek ketersediaan air yang
bersumber dari 5 satuan wilayah sungai (Jeneberang, Saddang,
Walanae Ceuranae, Pompengan Kalaena Larona, dan Kaluku
Karama (Sulbar) sebesar 63 milyar m3 / tahun. Namun volume
terkendali dari 6 (enam) reservoir yang ada hanya sebesar 2,25
milyar m3 / tahun atau hanya sebesar 3,53% dari total ketersediaan air
Sulawesi Selatan dari 5 (lima) satuan wilayah sungai.
Dalam rangka menjaga kondisi air permukaan yang bersumber
dari sungai diselenggarakan usaha-usaha perlindungan,
pengembangan dan penggunaan air secara menyeluruh dan terpadu
pada satu Daerah Pengaliran Sungai (DPS). Dengan tujuan
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi ditetapkan Satuan
Wilayah Sungai (SWS) yang meliputi 4 (empat) SWS di Sulawesi
Selatan, yaitu :
31
- SWS. Pompengan Kalaena Larona :
Terdiri atas DPS Rongkong, Bahase, Kalaena, Larona yang
meliputi Kabupaten Luwu sampai perbatasan Sultra.
- SWS Saddang :
Terdiri atas DPS Mapilli, Saddang, Supali Pukasi yang meliputi
Kabupaten Polmas (Sulbar), Pinrang, Toraja, Pare-Pare, Barru,
Pangkep dan sebagian Kabupaten Maros.
- SWS. Walanae Ceuranae :
Terdiri atas DPS Pareman Gelirang, Walanae yang meliputi
Kabupaten Enrekang, Sidrap, Wajo, Soppeng dan sebagian
Kabupaten Bone.
- SWS. Jeneberang :
Terdiri atas DPS Jeneberang dan DPS Selayar yang meliputi
Kabupaten Maros, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng,
Bulukumba, Selayar, Sinjai dan sebagian Kabupaten Bone.
Penggunaan sumber daya air di Sulawesi Selatan sangat luas
yang dapat dibedakan dalam segi pemakaian dikelompokkan dalam
Domestik Minicipal Industri (DMI), irigasi, perikanan, ternak dan
pemeliharaan sungai, dan dapat dirinci pula pada aspek kebutuhan
yaitu ; kebutuhan irigasi, kebutuhan air baku, penggelontaran limbah
kota, perikanan dan peternakan. Penggunaan air paling dominan
adalah irigasi (pertanian) sebesar 90% dari jumlah air yang terpakai.
- Analisis
.... Pemanfaatan Sumber Daya ;
Pemanfaatan potensi sumber daya air masih sangat rendah
baik sumber daya air permukaan maupun sumber daya air tanah.
Pemanfaatan potensi sumber daya air permukaan (sungai)
32
khususnya sangat rendah. Hal ini terindikasi dari ketersediaan air
dari 5 satuan wilayah sungai (masih termasuk Sulbar) dengan
potensi 63,75 milyar meter kubik / tahun yang dapat dimanfaatkan
secara terkendali (volume terkendali dari 6 reservoir yang ada)
hanya mencapai 2,25 milyar meter kubik / tahun (hanya 3,53% dari
potensi tersedia).
Pemanfaatan air paling dominan adalah irigasi (pertanian)
90% dari total air yang terpakai dan selebihnya termanfaat untuk
kebutuhan air baku, penggelontoran limbah kota perikanan dan
peternakan.
Pemanfaatan potensi sumber daya air telah memberikan
kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian Sulawesi
Selatan khususnya peran sektor pertanian dalam struktur ekonomi
wilayah dan dalam menunjang ketahanan pangan nasional.
Pemanfaatan lainnya dari potensi sumber daya air Sulawesi
Selatan adalah untuk pengembangan energi listrik untuk
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bakaru dan Larona yang
telah beroperasi dan PLTA Malea, PLTA Batu dan PLTA Bili-Bili
yang sementara dalam studi kelayakan dan pengembangan.
Pemanfaatan potensi sumber daya air untuk Pembangkit Listrik
Tenaga Mini-hidro juga termanfaat pada PLTM Siwa (1990), juga
untuk listrik Micro-hidro telah termanfaat pada 10 lokasi.
.... Penipisan Sumber Daya ;
Penipisan sumber daya air diukur dari potensi yang tersedia
dibanding dengan besaran / volume pemanfaatan. Dari ukuran
tersebut nyata bahwa volume pemanfaatan saat ini diukur dari
volume air terkendali dari 6 reservoir sebesar 2,25 milyar m3 /
33
tahun untuk kebutuhan irigasi, air baku, penggelontoran limbah
kota, perikanan dan peternakan, maka potensi sumber daya air
tersisa sangat besar dan menjadi potensi yang mubassir karena
akan menjadi tampungan laut.
Untuk pemanfaatan tenaga listrik potensi tersisa sangat besar
karena kondisi penipisan untuk pemanfaatannya hanya ditentukan
oleh kondisi aliran dan ketersediaan volume air yang dipengaruhi
oleh daya dukung hutan dalam fungsi lindungnya.
.... Lingkungan Sumber Daya ;
Sumber daya yang sangat mempengaruhi sumber daya air
adalah sumber daya hutan dalam fungsi hidrologisnya. Dari kondisi
hutan yang terdapat di Sulawesi Selatan yang telah digambarkan
tersendiri, diperkirakan akan berpengaruh pada kondisi reservoir
(penampungan air / bendung) sebagai penampung volume air
terkendali baik dalam daya tampung maupun kualitas air, baik
untuk keperluan / kebutuhan air baku maupun pembangkit listrik
tenaga air.
Kondisi sumber daya hutan sangat mempengaruhi kondisi
Daerah Aliran Sungai dan tak dapat dipisahkan dalam suatu
ekosistem. Dengan demikian pelestarian sumber daya air dengan
pelestarian sumber daya hutan dalam fungsi hidrologisnya, yang
dikaitkan pula dengan penanganan lahan kritis baik dalam
kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan.
Dengan mencermati potensi, kondisi, pemanfaatan sumber
daya air, penipisan sumber daya air dan keterkaitan lingkungan
sumber daya air, dapat ditarik simpulan bahwa :
34
a. Potensi sumber daya air khususnya yang bersumber air
permukaan sangat besar dengan pemanfaatan sangat luas
baik untuk pemanfaatan irigasi, air baku, perikanan dan
peternakan maupun untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air.
b. Meskipun potensinya sangat besar, namun volume kendali
pemanfaatan air persentasenya sangat kecil dan membutuhkan
penambahan kapasitas / volume air terkendali dalam
penampungan / bendung untuk kebutuhan masa kini dan masa
datang.
c. Potensi sumber daya air permukaan dalam pemanfaatannya
belum optimal dengan tingkat pemanfaatan sangat kecil
dibanding potensi tersedia, sehingga potensi sisa menjadi
mubassir dan terbuang ke laut.
d. Potensi sumber daya air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air
masih sangat besar dan dapat menutupi kebutuhan listrik
Sulawesi Selatan yang diperkirakan 1.800 MW pada tahun
2020 yang akan datang apabila potensi tersebut dimanfaatkan.
e. Upaya pelestarian sumber daya air harus didukung upaya
pelestarian sumber daya hutan secara terintegrasi dan sinergis.
35
D. SUMBER DAYA PESISIR DAN LAUT
- Potensi
Wilayah pesisir Sulawesi Selatan memiliki potensi lahan budi daya
laut sebesar 600.500 Ha dan potensi lahan tambak seluas 150.000 Ha
(Dahuri 2004). Potensi perikanan tangkap Sulawesi Selatan sebesar
620.480 ton / tahun, dengan rincian ; - Selat Makassar dengan potensi
307.380 ton / tahun, Laut Flores dengan potensi 168.780 ton / tahun,
dan Teluk Bone dengan potensi sebesar 144.320 ton / tahun.
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki areal hutan mangrove seluas
22.353 Ha yang terdiri dari hutan mangrove primer seluas 1.410 Ha
dan hutan mangrove sekunder 20.943 Ha, dengan 19 spesies
mangrove.
Pada wilayah yang berbatasan dengan laut, hutan mangrove
didominasi oleh Avicennia dan Sonneratia. Dibelakang zona tersebut
ditemui Bruguiera dan Rhizophora, sedang pada wilayah-wilayah yang
berbatasan dengan daratan ditemukan pandan, ficus, nypa dan biota
lain yang menjadi ciri peralihan antara wilayah laut dan daratan.
Habitat mangrove di huni jenis-jenis ikan pemakan detritus dan
juga di huni oleh kerang-kerangan, udang, kepiting, beberapa jenis
burung, tikus, babi dan kelelawar. Wilayah pantai timur Sulawesi
Selatan setiap tahun menjadi area yang paling banyak didatangi oleh
burung-burung migratory, terutama yang berasal dari Australia dan
New Zealand.
Padang lamun sebagai ekosistem pesisir juga dijumpai pada
perairan pantai yang dangkal diantara terumbu karang dan pantai. Di
Sulawesi Selatan terdapat / dikenal 7 ginera, yaitu ; Enhalus,
Thalassia, Halophila, Halodule, Cymodocea, Syngodium dan
Thallassodendrum. Selain berfungsi sebagai penyerap sedimen,
36
padang lamun juga berfungsi sebagai regulator nutrien di perairan
pantai sehingga berperan menjadi tempat berkumpulnya organisme
renik plankton yang mengundang ikan-ikan untuk meletakkan telurnya
hingga menetas. Selain itu, organisme seperti dugong (duyung),
moluska dan teripang juga merupakan biota-biota yang sering
dijumpai berasosiasi dengan padang lamun.
Terumbu karang merupakan ekosistem pesisir yang penting, selain
karena peran perlindungan pantai juga menjadi tempat hidup berbagai
biota asosiatif seperti rumput laut (algae), cacing laut, molusca, ular
laut, bulu babi, teripang, bintang laut dan tidak kurang dari 200 jenis
ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Menurut sumber Dokumen Persiapan COREMAP Phase II tahun
2003 bahwa luas total hamparan terumbu karang yang terdapat pada
kawasan kepulauan Spermonde dan Taka Bonerate diperkirakan
sekitar 600 km2.
Dari sumber lain (Sufri Laude dalam Seminar Maritim Indonesia
1996 mengutip dari sumber penelitian LIPI 1995), Taka Bonerate
memiliki atol 2.200 km2 yang merupakan terbesar ke tiga di dunia.
Taka Bonerate sebagai Taman Nasional Laut memiliki luas 530.758
Ha (menurut data kehutanan 530.765 Ha dimasukkan sebagai
kawasan perairan). Dalam kawasan Taka Bonerate terdapat 167 jenis
karang pada terumbu karang, sedikitnya 200 jenis atol, 121 jenis
gastropoda, 78 jenis bivalvia dan 1 jenis Scaphoda telah ditemukan.
Jenis-jenis komersial penting termasuk Triton, Trochus (lola), kerang
hijau, cumi-cumi, gurita dan sponges (kerang lunak). Penyu ditemukan
4 jenis yaitu penyu hijau (Chelonia mydos) dan penyu sisik
(Ecetmochelys imbricata) yang populasinya cukup banyak dan
dieksploitasi oleh penduduk dan masyarakat dari luar kawasan.
37
Kapoposang merupakan sebuah pulau yang menjadi bagian dari
gugusan pulau-pulau Sangkarang (Spermonde), yang berfungsi
sebagai Taman Wisata Laut (dalam peta padu serasi Sulawesi
Selatan sebagai kawasan perairan dengan luas 50.000 Ha). Pulau ini
memiliki potensi ekologis yang bernilai ekonomis, seperti terumbu
karang serta keanekaragaman hayati biota laut. Pulau ini juga
memiliki variasi jenis pohon yang jumlahnya melebihi pulau-pulau lain
yang termasuk dalam gugusan pulau-pulau Sangkarang (Spermonde).
Potensi terumbu karang selain sebagai penyedia sumber daya
perikanan, hamparan terumbu karang juga sebagai potensi penyedia
jasa lingkungan seperti objek wisata, sumber bahan baku obat-obatan
(Sponge dan Algae) dan lain-lain.
Selain itu pada beberapa wilayah pesisir juga terindikasi mengandung
sumber daya minyak, gas bumi dan mineral.
- Kondisi
Sumber daya pesisir dan laut Sulawesi Selatan walaupun
potensinya dapat dikatakan besar, namun kondisinya sudah berada
pada ambang batas penipisan sumber daya dan ekosistem yang
mengkhawatirkan.
Luas hutan mangrove / bakau yang tersisa saat ini 22.353 Ha atau
hanya 19,85% dari luas hutan mangrove 112-577 Ha pada tahun 80
an. Kerusakan yang sama terus berlangsung pada ekosistem padang
lamun dan terumbu karang yang tersisa dalam kondisi baik hanya
20% dari total terumbu karang Sulawesi Selatan. Demikian pula
kondisi terumbu karang Taman Nasional Laut Taka Bonerate yang
berdasarkan hasil penelitian LIPI 1995 menemukan kondisi karang
yang sangat baik tersisa 6,45%, kondisi baik 22,35%, kondisi kritis
28,39% dan kondisi rusak berat 42,95%.
38
Kondisi terumbu karang tersebut banyak disebabkan eksploitasi
sumber daya hayati laut dengan cara-cara destruktif yang tidak ramah
lingkungan.
Tingkat pencemaran terhadap lingkungan pesisir dan laut semakin
meningkat sejalan dengan makin berkembangnya mobilitas
transportasi laut di selat Makassar dan kegiatan-kegiatan industri yang
semakin pesat serta limbah domestik (rumah tangga).
Pencemaran lain yang terjadi dan tidak pernah diperhitungkan /
diperhatikan di Sulawesi Selatan khususnya adalah pencemaran dari
limbah yang dihasilkan oleh limbah dari aktifitas budidaya laut
(tambak) terhadap ekosistem perairan.
Menurut Dedy Yaniharto (Direktorat Pengkajian Ilmu Kelautan
Deputi Bidang Pengkajian Ilmu Dasar dan Terapan BPP Teknologi),
aktifitas budidaya secara berlebihan akan menimbulkan dampak
negatif dari limbah yang dihasilkan terhadap keseimbangan ekosistem
perairan laut dan pantai secara menyeluruh. Diantara 3 (tiga)
komoditas laut yang banyak dibudi dayakan seperti rumput laut (sea
weeds), kerang (mussel dan oyster) dan ikan (fish culture/farming),
maka budi daya kerang dan budi daya ikan penyumbang limbah
terbesar yang umumnya berupa unsur fospor (P) dan Nitrogen (N),
kedua senyawa ini akan menyuburkan / memperkaya (enrichment)
perairan dan meningkatkan biomas pada semua tingkat trofik.
Peningkatan biomas perairan mengakibatkan penurunan kadar
oksigen terlarut terutama pada malam hari. Masalah kualitas air ini
diperburuk pula oleh perubahan-perubahan fisik, kimiawi dan biologis
yang sejalan dengan peningkatan biomas perairan.
Budi daya ikan yang dilakukan secara intensif baik di laut (off
shore) maupun perairan pantai (in shore) membutuhkan suplai pakan
39
baik pakan alami berupa ikan rucah (minced fish) maupun pakan
buatan yang umumnya berbentuk pelet. Limbah yang dihasilkan selain
berasal dari sisa metabolisme berupa kotoran (feces) masih ditambah
lagi dari pakan yang tidak termakan (uneaten feeds), maka 13% N
(Nitrogen) dan 66% P (Fospor) akan mengendap serta 62% N
(nitrogen) dan 11% P (Fospor) akan larut dalam air, yang akan
menimbulkan dampak pada proses penyuburan (eutrofikasi),
penurunan kadar oksigen terlarut dan dapat mengakibatkan punahnya
fauna asli yang berada disekitar area budi daya.
Fenomena lain yang memperlihatkan kondisi pesisir dan laut di
Sulawesi Selatan adalah telah banyaknya terjadi pengikisan / abrasi
pantai pada beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan.
- Analisis
.... Pemanfaatan Sumber Daya
Pemanfaatan potensi sumber daya pesisir dan laut saat ini
masih terkonsentrasi pada usaha eksploitasi sumber daya hayati
ikan dan sejenisnya yang dikelola melalui perikanan tangkap dan
perikanan budi daya. Yang telah memberikan sumbangan yang
cukup besar dalam perekonomian Sulawesi Selatan :
- Tahun 2000 : Rp. 2.452.318,67 juta (7,94% dari total PDRB)
- Tahun 2001 : Rp. 2.646.748,67 juta (7,59% dari total PDRB)
- Tahun 2002 : Rp. 2.994.097,86 juta (7,75% dari total PDRB)
- Tahun 2003 : Rp. 3.131.740,64 juta (7,27% dari total PDRB)
- Tahun 2004 : Rp. 3.384.829,04 juta (6,94% dari total PDRB)
Pemanfaatan potensi sumber daya pesisir sebagai potensi
wisata dapat dikatakan belum termanfaatkan, padahal potensi ini
apabila dikelola secara optimal akan memberikan dampak berantai
terhadap perekonomian wilayah disatu sisi, dan pada sisi yang lain
40
akan mendorong upaya-upaya perbaikan dan pelestarian sumber
daya pesisir dan laut.
Dengan pemanfaatan potensi sumber daya pesisir dan laut
yang dominan pada komoditi perikanan dan sejenisnya (sumber
daya hayati laut) terindikasi mengakibatkan terjadinya degradasi
ekosistem pesisir dan laut yang prosesnya relatif cepat, dilain
pihak komunitas perikanan / nelayan masih merupakan kantong-
kantong kemiskinan. Hal ini memberikan arti bahwa meskipun
sektor perikanan (pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut)
cukup memberikan sumbangan berarti pada perekonomian
wilayah, namun kurang memberi arti/dampak terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan secara umum.
Volume produksi eksploitasi sumber daya pesisir dan laut
melalui usaha penangkapan dan tambak (2004) memperlihatkan
lebih besarnya produksi eksploitasi tambak dibanding eksploitasi
penangkapan ikan di laut (Sulawesi Selatan Dalam Angka
2004/2005 BPS) sebagai berikut :
- Produksi penangkapan : 315.734 ton nilai Rp. 1.121.923,580
juta.
- Produksi tambak : 391.745,4 ton nilai Rp. 1.111.842,478
juta.
- Prasarana perahu tak
bermotor/motor tempel
/kapal motor operasional
penangkapan : 34.419 buah (produktifitas : 9,17
ton/perahu/kapal
motor/tahun).
- Luas tambak : 98.600 Ha (produktifitas : 3,97
ton/Ha/tahun).
41
Dari penggambaran pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut
melalu i eksploitasi sumber daya hayati ikan dan sejenisnya, dapat
dikatakan kurang/tidak produktif dibandingkan dengan biaya (cost)
operasional yang dikeluarkan (informasi dari berbagai sumber),
dan akhirnya berakibat langsung pada rendahnya pendapatan
nyata masyarakat nelayan umumnya.
.... Penipisan Sumber Daya
Penipisan sumber daya diukur melalui perbandingan potensi
sumber daya yang tersedia dengan besarnya pemanfaatan dari
potensi tersebut, kemudian ditarik simpulan apakah penipisan
sumber daya tersebut intensitasnya besar atau relatif masih kecil
untuk kemudian dapat menjadi masukan menentukan
potensi/langkah-langkah pengembangan selanjutnya.
- Potensi perikanan tangkap Sulawesi Selatan (sumber :
Pengelolaan wilayah pesisir dan laut Sul-Sel) sebesar
620.480 ton/tahun dengan rincian :
Selat Makassar : 307.380 Ton/tahun
Laut Flores : 168.780 Ton/tahun
Teluk Bone : 144.320 Ton/tahun
- Potensi lahan tambak Sulawesi Selatan (termasuk Sulbar)
seluas 150.000 Ha (kalau diperkirakan lahan tambak
Sulawesi Selatan seluas 2/3 bagian = 100.000 Ha).
- Pemanfaatan potensi perikanan tangkap termanfaat dengan
produksi 315.734 ton/tahun (Sulawesi Selatan tahun 2004)
atau 51% dari potensi perikanan tangkap berkelanjutan
per tahun (620.480 ton/tahun). Selain itu hampir dapat
dipastikan (diolah dari sumber informasi hasil penelitian
Yayasan Pengembangan Masyarakat Agro Maritim Tahun
42
2000 dan LP3M Sufri Laude 1996) bahwa pemanfaatan
potensi perikanan Selat Makassar, Laut Flores dan Teluk
Bone juga dimanfaatkan oleh nelayan Bali, Sulawesi
Tenggara dan Provinsi lainnya yang dapat mencapai lokasi
tersebut). Dengan perkiraan total produksi tangkapan sama
besarnya dengan produksi Sulawesi Selatan, maka dapat
diperkirakan telah terjadi over fishing dan membahayakan
kelestarian populasi ikan dan berakibat pada ekosistem
yang lebih luas.
- Pemanfaatan potensi tambak (potensi termasuk Sulbar
150.000 Ha perkiraan Sulawesi Selatan 100.000 Ha) tingkat
pemanfaatan pembangunan lahan tambak telah mencapai
luas 98.600 Ha (65,73% dari total luas 150.000 Ha, atau
98,60% dari total luas 100.000 Ha).
Perbandingan ini memberikan gambaran telah terjadinya
penipisan sumber daya / potensi tambak yang sangat besar,
yang sekaligus berarti potensi pengembangannya melalui
perluasan areal dapat dikatakan sudah tidak memungkinkan
lagi. Apalagi bila dikaitkan dengan indikasi kerapatan
tambak per kilometer panjang pantai yaitu mencapai 49,3
Ha per kilometer panjang pantai yang merupakan indikasi
banyaknya usaha-usaha pembangunan tambak dengan
letak persis di bibir pantai dan banyaknya alih fungsi lahan
pertanian produktif menjadi pertambakan.
Potensi sumber daya pesisir dan laut yang berpotensi
sebagai sumber daya wisata yang besar belum dikelola dan
dimanfaatkan sehingga masih bersifat potensial. Apabila potensi-
potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal, diperkirakan
akan memberi sumbangan yang berarti pada perekonomian
Sulawesi Selatan dan Pendapatan Daerah.
43
Kondisi ekosistem telah tergambar pada kondisi rusaknya
terumbu karang, makin berkurangnya luas hutan mangrove/bakau
yang kesemuanya berpengaruh pada terjadinya penipisan sumber
daya hayati pesisir dan laut.
- Lingkungan Sumber Daya
Masyarakat Sulawesi Selatan memiliki sejarah dan Socio
cultur yang tak dapat dipisahkan dengan lingkungan pesisir dan
laut. Masyarakat Sulawesi Selatan sejak dahulu telah
menempatkan sumber daya pesisir dan laut sebagai sumber daya
ekonomi dan berlanjut sampai saat ini. Oleh karena itu keterikatan
masyarakat khususnya masyarakat pesisir terhadap sumber daya
pesisir dan laut sangat sulit dipisahkan utamanya dalam aspek
ekonomi.
Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya
pesisir dan laut berkembang sejalan makin luas dan besarnya
kebutuhan hidup masyarakat pesisir yang jumlahnya relatif besar.
Hal ini mendorong masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya
yang tersedia sebanyak mungkin dengan cara-cara / teknologi
yang menurut mereka paling menguntungkan, tanpa mengetahui
dan tanpa memperdulikan aspek-aspek lingkungan dan
ketersediaan sumber daya secara berkelanjutan.
Aspek lain yang mempengaruhi lingkungan sumber daya
adalah perilaku kegiatan ekonomi dan sosial lingkungan darat
yang terbawa oleh aliran air ke laut / pesisir tanpa proses filter
yang dapat mempengaruhi baik secara fisik, kimiawi dan biologis
lingkungan.
44
Dari gambaran potensi, kondisi pemanfaatan dan penipisan
serta lingkungan sumber daya, beberapa simpulan analisis yang
dapat ditarik adalah :
a. Potensi sumber daya pesisir dan laut yang terdapat di Sulawesi
Selatan khususnya dalam pemanfaatan sumber daya hayati
ikan dan sejenisnya telah memberikan sumbangan yang cukup
berarti terhadap perekonomian wilayah.
b. Potensi perikanan tangkap dan potensi lahan tambak telah
dimanfaatkan / dieksploitasi sebanding dengan potensi yang
tersedia dan bahkan telah melebihi daya dukung potensi.
c. Telah terjadi kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena
eksploitasi sumber daya hayati ikan dan sejenisnya secara
berlebihan yang mengakibatkan terjadinya penipisan daya
dukung sumber daya dalam memperbaharui dirinya.
d. Potensi sumber daya pesisir dan laut yang dapat dikatakan
belum termanfaat / dieksploitasi adalah potensi wisata yang
prospektif dapat memberi sumbangan dalam perekonomian
dan pendapatan daerah.
e. Sosio Cultur masyarakat pesisir yang jumlahnya besar,
umumnya secara ekonomis sangat tergantung dengan mata
pencaharian perikanan, akan sangat sulit meningkatkan
kesejahteraan mereka melalui pemanfaatan / eksploitasi
perikanan yang daya dukungnya makin menipis.
f. Pemanfaatan potensi sumber daya hayati ikan dan sejenisnya
(perikanan) baik melalui penangkapan di laut maupun budi
daya tambak dalam pengembangannya tidak dapat terlalu
diharapkan untuk memberi sumbangan lebih besar dalam
perekonomian wilayah karena diperhadapkan pada daya
dukung sumber daya yang makin menipis dan terbatas.
45
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
1. U M U M
1.1. Dalam kebijakan pembangunan, Sumber Daya Alam
dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan
hidupnya. Oleh karena itu Sumber Daya Alam berperan
ganda baik sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource
based economy) maupun sebagai penopang sistem
kehidupan (life support system).
1.2. Sumber Daya Alam sebagai resource based economy masih
dominan dalam perekonomian Nasional terlebih lagi
perekonomian Sulawesi Selatan yang sektor pertanian dan
pertambangannya memberikan kontribusi 42,43% dari total
produksi Daerah (PDRB).
1.3. Dominasi pemanfaatan sumber daya alam dalam
perekonomian Sulawesi Selatan berakibat pada terjadinya
penurunan kondisi sumber daya hutan, sumber daya air,
sumber daya pesisir dan laut serta fenomena pertambangan
yang merusak lingkungan.
1.4. Dalam agenda Pembangunan Ketahanan Ekonomi Wilayah
Sulawesi Selatan menempatkan Penataan dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Kelautan Yang Berkelanjutan
sebagai program prioritas.
46
1.5. Dibutuhkan informasi yang holistik dan analistik tentang
potensi pengembangan Sumber Daya Alam untuk menjadi
masukan dalam merumuskan kebijakan pemanfaatan potensi
sumber daya alam sebagai sumber daya ekonomi sekaligus
sebagai penopang sistem kehidupan.
2. SUMBER DAYA HUTAN
2.1. Luas kawasan hutan yang merupakan sumber daya hutan
menepati 46,76% dari total luas daratan Sulawesi Selatan
yang terdiri dari fungsi lindung, fungsi produksi dan fungsi-
fungsi khusus.
2.2. Potensi sumber daya hutan yang ditetapkan sebagai fungsi
lindung hanya sebesar 27,13% dari total luas wilayah
Sulawesi Selatan tidak proporsional dalam fungsi lindungnya
dikaitkan dengan bentang alam Sulawesi Selatan yang
dipengaruhi oleh gunung yang membentang dari selatan
utara (Gunung Lompobattang, Bawakaraeng, Latimojong,
Balease, Kambuno, Rante Mario dan Rantai Kombala).
2.3. Telah terjadi penipisan sumber daya hutan baik dalam fungsi
lindungnya maupun fungsi produksinya yang terindikasi pada
kondisi kawasan hutan yang hanya 60,27% vegetasi berhutan
dan luasnya lahan kritis dalam kawasan hutan (17,9%).
2.4. Pemanfaatan sumber daya hutan dalam fungsi produksi
(ekonomi) belum memberikan sumbangan yang berarti dalam
perekonomian Sulawesi Selatan baik dalam sumbangan
langsungnya (0,21% dari total PDRB 2004) maupun
dorongannya / dukungannya terhadap industri pengolahan
bahan hasil hutan.
47
2.5. Telah terjadi penurunan daya dukung sumber daya hutan
terhadap lingkungan khususnya terhadap Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang menyebabkan terjadinya erosi /
sedimentasi, banjir, longsor pada beberapa lokasi sungai dan
bendung / waduk yang menimbulkan impack lebih luas.
2.6. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dinilai sangat kritis adalah
DAS Jeneberang karena luas kawasan hutan yang tidak
proporsional terhadap luas wilayah dengan kondisi vegetasi
yang buruk, persentase lahan kritis dalam kawasan hutan
yang besar dan pengaruh topografi Gunung Lompobattang
dan Bawakaraeng yang mengakibatkan DAS Jeneberang
rentan terhadap erosi, longsor, banjir dan pendangkalan pada
bendung.
3. SUMBER DAYA ALAM MINERAL / TAMBANG
3.1. Sumber Daya Alam Mineral / tambang dalam perekonomian
Sulawesi Selatan diharapkan mampu memberikan
sumbangan yang besar utamanya dalam mendorong dan
mendukung berkembangnya sektor industri.
3.2. Potensi sumber daya mineral keterdapatannya cukup besar
berupa gas bumi dan 28 jenis bahan galian potensial yang
sebarannya pada 19 Kabupaten.
3.3. Keterdapatan dan ketersebaran galian potensial
menyebabkan overlap dengan fungsi-fungsi sumber daya
alam lainnya sehingga pemanfaatan potensi tambang/galian
rentan terhadap masalah-masalah lingkungan.
3.4. Pemanfaatan potensi sumber daya mineral belum optimal
karena dipengaruhi oleh pangsa pasar, teknologi dan
48
pertimbangan aspek lingkungan. Namun telah memberikan
kontribusi yang cukup besar dalam perekonomian Sulawesi
Selatan, dan dukungannya terhadap industri yang
memanfaatkan bahan galian bukan logam.
3.5. Pemanfaatan potensi tambang/galian meskipun telah
memberikan kontribusi yang cukup besar dalam
perekonomian Sulawesi Selatan, tetapi sumbangannya
terhadap penyerapan kesempatan kerja sangat kecil (hanya
0,4% dari total tenaga kerja), yang berarti kurang memberikan
dampak ekonomi langsung terhadap masyarakat.
3.6. Potensi tambang/galian yang telah dieksploitasi maupun yang
belum dieksploitasi berpotensi untuk mendorong
berkembangnya usaha-usaha/industri rakyat/kecil/RT dengan
teknologi sederhana dan mudah diserap oleh masyarakat.
3.7. Eksploitasi pertambangan saat ini yang dilakukan dalam
kawasan hutan arealnya cukup luas yang memerlukan upaya
reklamasi hutan.
4. SUMBER DAYA AIR
4.1. Potensi sumber daya air di Sulawesi Selatan, utamanya air
permukaan sangat besar yang pemanfaatannya bukan saja
untuk irigasi, air baku, perikanan, peternakan dan lain-lain,
tetapi merupakan sumber daya energi pembangkit tenaga
listrik yang volume / kapasitasnya sangat besar yang apabila
dimanfaatkan dapat menjawab tantangan ke depan
pemenuhan kebutuhan energi listrik Sulawesi Selatan.
4.2. Tingkat volume kendali pemanfaatan sumber daya air melalui
reservoir masih sangat kecil dibandingkan dengan volume
49
potensi tersedia, yang dikhawatirkan pada musim kemarau
supplay air untuk berbagai kebutuhan tidak dapat terpenuhi.
4.3. Kondisi hutan yang tidak proporsional mendukung Daerah
Aliran Sungai (DAS) telah mempengaruhi kuantitas dan
kualitas air sesuai peruntukannya terutama pada DAS
Jeneberang.
5. SUMBER DAYA PESISIR DAN LAUT
5.1. Potensi sumber daya pesisir dan laut utamanya sumber daya
hayati ikan dan sejenisnya telah dieksploitasi secara
berlebihan baik melalui perikanan tangkap (laut) maupun budi
daya ikan (tambak), sehingga terjadi penipisan sumber daya
baik pesisir maupun laut.
5.2. Masyarakat pesisir dan laut yang jumlahnya cukup besar
dengan ketergantungan tinggi terhadap pemanfaatan sumber
daya hayati laut diperhadapkan pada masalah makin
terbatasnya dan berkurangnya potensi tangkap yang sangat
mempengaruhi kondisi sosial ekonomi mereka.
5.3. Potensi lahan tambak telah dimanfaatkan hampir sebanding
dengan potensi tersedia, sehingga tidak layak lagi dilakukan
perluasan areal tambak karena akan berdampak ekologis dan
akan terjadi benturan fungsi-fungsi lahan.
5.4. Potensi sumber daya pesisir dan laut yang prospektif untuk
diolah dan dikembangkan adalah sumber daya potensi
pariwisata, namun diperhadapkan pada kompleksitas
masalah dalam pengelolaan / eksploitasinya.
50
B. REKOMENDASI
1. U M U M
1.1. Pemanfaatan sumber daya alam hendaknya tidak melebihi
daya dukung sumber daya yang tersedia dikaitkan dengan
fungsinya, untuk itu diperlukan Informasi Neraca Sumber
Daya Alam dan Lingkungan secara berkelanjutan dengan
format-format sederhana tetapi efektif dalam pemanfaatannya
sebagai masukan baik dalam perencanaan maupun dalam
pengendalian pemanfaatan sumber daya alam.
1.2. Dalam perencanaan tata ruang wilayah Sulawesi Selatan
(yang rencana penyusunannya tahun ini) hendaknya
didasarkan pada analisis sumber daya alam secara
mendalam dengan mencermati / menganalisis aspek
klarifikasi kesesuaian ekonomis dan ekologis sumber daya,
analisis penipisan sumber daya dan analisis keterkaitan
sumber daya dan sektor.
2. SUMBER DAYA HUTAN
2.1. Disarankan agar dilakukan penataan dan penetapan kembali
kawasan hutan berdasarkan fungsinya dengan
mempertimbangkan keterkaitannya dengan Daerah Aliran
Sungai dan pengaruh topografi dan tipologi pegunungan yang
mempengaruhinya.
2.2. Pengembangan sumber daya hutan fungsi lindung
hendaknya diperluas (sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang atau ketentuan yang berlaku) secara
proporsional minimal 30% dari luas wilayah (kondisi saat ini
27,13%) dan perbaikan vegetasinya.
51
2.3. Pengembangan sumber daya hutan fungsi produksi perlu
pengelolaan dan pembenahan secara sungguh-sungguh
untuk memberikan sumbangan yang berarti dalam
perekonomian wilayah pada waktu mendatang.
2.4. Hendaknya diprioritaskan penanganan DAS Jeneberang
secara terpadu karena kondisi lingkungannya dinilai kritis
yang telah dan diperkirakan akan membawa impack yang
lebih luas pada waktu mendatang. Disarankan
penanganannya melalui sinergitas Kabupaten / Kota kawasan
Lompobattang / Bawakaraeng serta sektor terkait utamanya
Dinas Kehutanan.
2.5. Kawasan hutan yang sedang dan telah dimanfaatkan
pertambangan agar mendapat perhatian untuk dilakukan
reklamasi / revitalisasi fungsi kawasan hutan agar tidak
berdampak lingkungan lebih luas.
3. SUMBER DAYA MINERAL/TAMBANG
3.1. Informasi sumber daya mineral/tambang yang tersedia saat
ini masih pada aspek potensi dan sebarannya, belum
mencakup informasi kemungkinan dampak lingkungan yang
ditimbulkan dalam pemanfaatannya,peruntukannya,
kemungkinan untuk dimanfaatkan / diolah masyarakat. Untuk
itu disarankan untuk menyusun Informasi Potensi dan
Pendayagunaan Sumber Daya Mineral secara lebih lengkap
untuk kebutuhan informasi semua pihak utamanya Kabupaten
keterdapatan potensi.
3.2. Potensi tambang/galian baik yang telah dieksploitasi maupun
yang belum dieksploitasi sepanjang dinilai secara teknis dan
52
ekologis dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk diolah,
agar didorong untuk dikembangkan / dimanfaatkan oleh
masyarakat agar lebih membuka kesempatan kerja.
3.3. Karena keterdapatan potensi tambang/galian sebarannya
pada semua Kabupaten dan lintas Kabupaten, hendaknya
lebih didorong peran dan emergitas Kabupaten dalam
pengelolaan pertambangan.
4. SUMBER DAYA AIR
4.1. Potensi sumber daya air yang sangat besar di Sulawesi
Selatan diperhadapkan pada masalah kecilnya volume daya
tampung / reservoir yang tersedia. Untuk itu hendaknya di
prioritaskan pembangunan reservoar untuk memperbesar
volume terkendali air dalam rangka mensupplay kebutuhan
air baku, irigasi / pertanian, peternakan dan lain-lain yang
semakin besar.
4.2. Diperlukan integrasi dan sinergitas lebih kuat antara lembaga-
lembaga / unit pemerintah provinsi dan Kabupaten / Kota
dalam upaya konservasi sumber daya air dan
pendayagunaan air secara berkelanjutan.
4.3. Diperlukan dorongan kepada Kabupaten untuk
memanfaatkan potensi sumber daya air untuk pembangkit
tenaga listrik khususnya untuk memenuhi kebutuhan listrik
masyarakat (Mini Hidro dan Micro Hidro).
5. SUMBER DAYA PESISIR DAN LAUT
5.1. Pemanfaatan sumber daya hayati pesisir dan laut baik
melalui penangkapan maupun pola tambak telah mencapai
53
titik imbang dengan potensi tersedia, disarankan agar
dilakukan pengendalian atau penghentian perluasan areal
tambak serta pengendalian upaya-upaya perikanan tangkap
yang tidak ramah lingkungan.
5.2. Potensi sumber daya pesisir dan laut sebagai potensi sumber
daya wisata untuk diprioritaskan pengembangannya
mengantisipasi kejenuhan pemanfaatan sumber daya
perikanan.
5.3. Upaya-upaya perbaikan ekosistem wilayah pesisir dan laut
agar lebih mendapat porsi perhatian yang lebih besar yang
dikaitkan dengan penanganan masyarakat pesisir dalam
peningkatan kesejahteraan mereka. Untuk itu Renstra
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut dapat dijadikan acuan
dan komitmen semua pihak dalam pelaksanaannya.
54
D A F T A R P U S T A K A
1. Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
2. Peraturan Presiden RI. No. 7 Tahun 2005 tentang Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-
2009.
3. Perda No. 3 Tahun 2003 tentang Renstra Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan tahun 2003-2008.
4. Pemda Provinsi Sulawesi Selatan ; Renstra Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Laut Provinsi Sulawesi Selatan,
2004.
5. Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Selatan ; Renstra Dinas
Pertambangan dan Energi 2003-2008, 2003.
6. Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan ; Data dan Informasi
Statistik Tahun 2004 ; Maret 2005.
7. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air ; Profil Pengembangan Sumber
Daya Air Sulawesi Selatan, April 2005.
8. BPS Sulawesi Selatan ; Sulawesi Selatan Dalam Angka 2004/2005.
9. Ansar Arifin dkk Yayasan Pengembangan Masyarakat Agro Maritim ;
Model Pemberdayaan Sosial Ekonomi yang
Berwawasan Lingkungan Pada Masyarakat
Nelayan di Sulawesi Selatan, tahun 2000.
10. Dedy Yaniharto ; Dampak Limbah dari Aktifitas Budi Daya Laut
terhadap Ekosistem Perairan (Seminar Konvensi
Nasional Pembangunan Benua Maritim
Indonesia),1996.
11. Karsono Wagiyo ; Ekosistem Terumbu Karang Buatan untuk
Meningkatkan Sumber Daya Hayati dan
Diversifikasi Usaha Masyarakat. (Seminar
Konvensi Nasional Pembangunan Benua Maritim
Indonesia),1996.
55
12. Made L. Nurdjana, DR, Ir ; Budi Daya Laut : Raksasa Yang Sedang
Tidur. (Seminar Konvensi Nasional Pembangunan
Benua Maritim Indonesia),1996.
13. Pramuji, Eddy, Tarigan ; Dampak Perubahan Tata Guna Lahan
terhadap Hutan Mangrove. (Seminar Konvensi
Nasional Pembangunan Benua Maritim
Indonesia),1996.
14. Sufri Laude, SE ; Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Sulawesi
Selatan Studi Kasus Pulau Barang Caddi,
Kapoposang dan Taka Bonerate. (Seminar
Konvensi Nasional Pembangunan Benua Maritim
Indonesia),1996.
.