112
ANALISIS SOFT SKILL KESIAPAN KERJA MAHASISWA TINGKAT AKHIR PADA JURUSAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG (Skripsi) Oleh: VISIA RIYANITA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

ANALISIS SOFT SKILL KESIAPAN KERJA MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/54397/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · S.Paud. yang selalu memberikan motivasi dan dukungan, serta kasih sayang,

  • Upload
    buiminh

  • View
    294

  • Download
    9

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS SOFT SKILL KESIAPAN KERJA MAHASISWA TINGKAT

AKHIR PADA JURUSAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh:

VISIA RIYANITA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

ABSTRAK

ANALISIS SOFT SKILL KESIAPAN KERJA MAHASISWA TINGKAT

AKHIR PADA JURUSAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

VISIA RIYANITA

Permasalahan dalam penelitian ini adalah soft skill kesiapan kerja pada mahasiswa

tingkat akhir Jurusan IPS. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran

deskriptif mengenai soft skill kesiapan kerja pada mahasiswa tingkat akhir Jurusan

IPS. Sampel penelitian diambil dari 20% dari populasi yaitu sebanyak 192

mahasiswa, sampel diambil dengan menggunakan teknik simple random

sampling. Peneliti menggunakan deskriptif kuantitatif sebagai metode penelitian

dan skala kesiapan kerja sebagai teknik pengumpulan data. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa 76% mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS

memiliki tingkat kesiapan kerja yang sedang. Mahasiswa tingkat akhir Jurusan

IPS memiliki tingkat soft skill kesiapan kerja yang sedang, yang terdiri dari

possitive self concept, self control, social skill, communication skill, dan high

order thinking skill. Soft skill kesiapan kerja pada mahasiswa tingkat akhir jurusan

pendidikan IPS yang rendah yaitu self control dan yang tertinggi yaitu possitive

self concept.

Kata kunci : bimbingan & konseling, ips, kesiapan kerja, soft skills.

ANALISIS SOFT SKILL KESIAPAN KERJA MAHASISWA TINGKAT

AKHIR PADA JURUSAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

OLEH:

VISIA RIYANITA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bimbingan Konseling

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

vi

RIWAYAT HIDUP

Visia Riyanita lahir di Bandar Lampung, tanggal 11 Mei 1996,

merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Ir. Arya Yudas

dan Ibu Elisa Agustina.

Penulis menempuh pendidikan formal diawali dari : Taman Kanak-Kanak (TK)

Kartika II-26 Bandar Lampung lulus Tahun 2002, Pendidikan Sekolah Dasar (SD)

Kartika II-5 Bandar Lampung diselesaikan Tahun 2008, Pendidikan Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Kartika II-2 Bandar Lampung diselesaikan Tahun

2011, kemudian melanjutkan ke Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)

Negeri 4 Bandar Lampung diselesaikan Tahun 2014.

Tahun 2014, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Program Studi Bimbingan dan

Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Penerimaan Mahasiswa

Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selanjutnya, pada Tahun 2017 penulis

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktik Profesi Kependidikan

(PPK) di SMP Negeri 2 Baradatu, kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di Desa

Gunung Katun, Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung.

ix

MOTTO

“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran,

dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka

mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki

keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak

ada pelindung bagi mereka selain Dia”

(QS Ar Ra’d 11)

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau

telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang

lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

(QS. Al-Insyirah 6-8)

“Everything will be okay in the end, if it’s not okay, it’s not the end.”

Anonimous

viii

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur pada Allah SWT atas terselesaikannya

penulisan skripsi ini yang kupersembahkan karya kecilku ini

teruntuk yang paling berharga dari apa yang ada di dunia ini,

Kedua Orangtua Ku, Ir. Arya Yudas dan Elisa Agustina

tak lebih hanya sebuah karya sederhana ini yang bisa

kupersembahkan.

Mamah Ku Tercinta yang tak pernah lelah menyebut namaku dalam

doamu, aku ingin engkau merasa bangga telah melahirkanku kedunia

ini.

Mauda dan Nenek (alm) tersayang yang selalu memberikan motivasi

dan selalu mendukungku

Keluarga Besarku

Almamaterku tercinta Universitas Lampung

x

SANWACANA

Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan

karunia-Nya sehingga dapat terselesainya skripsi ini sebagai salah satu syarat

dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan. Skripsi yang berjudul “Analisis Soft Skill

Kesiapan Kerja Mahasiswa Tingkat Akhir di Jurusan Pendidikan IPS Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung” Penulis menyadari dalam

penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peranan dan bantuan dari berbagai

pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling sekaligus dosen Pembimbing Utama. Terima kasih atas

kesediaannya memberikan bimbingan, saran dan masukan dalam proses

penyelesaian skripsi ini kepada penulis;

4. Ratna Widiastuti, S.Psi., M.A., Psi., selaku Pembimbing Akademik sekaligus

Pembimbing Kedua. Terima kasih atas kesediaannya memberikan bimbingan,

kesabaran, saran dan masukan yang berharga dalam proses penyelesaian

skripsi ini kepada penulis;

xi

5. Ibu Shinta Mayasari, S.Psi., M.Psi., Psi., selaku Penguji Utama pada ujian

skripsi. Terima kasih untuk masukan dan saran-saran kepada penulis;

6. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan dan Konseling FKIP UNILA (Drs.

Muswardi Rosra M.Pd., Drs. Giyono, M.Pd. (alm), Drs. Syaifudin Latif,

M.Pd. (alm), Dr. Syarifuddin Dahlan, M.Pd., Redy Eka Andryanto, S.Pd.,

M.Pd., Kons., M. Johan Pratama, S.Psi., M.Psi., Psi., Ranni Rahmayanthi Z,

S.Pd., M.A., Citra Abriani Maharani, M.Pd., Kons., Yohana Oktariana, M.Pd,

Asri Mutiara Putri, S.Psi.,) terima kasih untuk semua bimbingan dan

pelajaran yang begitu berharga yang telah bapak ibu berikan selama

perkuliahan;

7. Bapak dan Ibu Staff Administrasi FKIP UNILA, terima kasih atas

bantuannya selama ini dalam membantu menyelesaikan keperluan

administrasi;

8. Bapak Drs. Zulkarnain, M. Si. selaku ketua Jurusan Pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung, yang telah mengizinkan penulis untuk dapat

melakukan penelitian;

9. Keluarga besar ku, khususnya kepada Mauda tersayang, Laila Emmaniar,

S.Paud. yang selalu memberikan motivasi dan dukungan, serta kasih sayang,

dan kepada Nenek tersayang, Hj. Siti Fatimah (alm), terimakasih nenek telah

memberikan motivasi dan dukungan, serta kasih sayang kepada penulis

hingga akhir hayat nenek, penulis merasa sangat beruntung memiliki nenek;

10. I’m very grateful to have some close friends who always support me. Sahabat-

sahabatku tersayang Fransiska Nursetiana S.Si., Nurul Fadillah S.H., Maulitia

Gustiana S.Akun., Rani Dwitami Efendi S.H., I’m lucky to have you guys.

xii

Thankyou for everything that you’ve done for me. Semoga kebersamaan kita

selama 10 tahun ini tetap terjaga selamanya. We deserve to succeed guys!!!!;

11. Teman-teman seperjuangan tersayangku di dunia perkampusan Vetriana

Kusuma. Nanda Sekar Anggita, Annisa Surakhman, dan Erika Yulianti.

Terimakasih telah menjadi tim hore selama masa-masa perkuliahan ini,

semoga hubungan pertemanan ini dapat terjaga selamanya. See you on top

mates;

12. Tim Penelitian UPKT, Titis Dea Puri, Lucky Sukma Wardhani, Hani

Nurofifah, Kusdiana, dan Maya Zunita. Terimakasih atas segala bantuannya,

terimakasih telah menjadi partner tukar pikiran dalam dunia perskripsian ini,

sesungguhnya diriku lemah tanpa kalian dalam dunia perskripsian ini;

13. Teman-teman Bimbingan dan Konseling angkatan 2014, khususnya kelas B,

Puteri, Adit, Ade, Mega, Ayu, Dian, Astri, Despy, Dirga, Mbk O, Marise,

Nila, Hani, Alan, Ridia, Aling, Ayu, Cia, Lisa, Ela, dll, terimakasih selalu

menghibur setiap saat senang bareng, telah menjadi teman kelompok dalam

mengerjakan tugas, masukan saran, senantiasa menasehati, dan selalu

kompak, maaf tidak disebutkan satu persatu. Terimakasih atas

kebersamaannya selama ini;

14. Sahabat-Sahabat KKN dan PPL, Kakak tingkat dan Adik tingkat BK Unila,

Dan teman bermainku selama ini, ateng, sabrina, gita, debi, aya, tuntas, toto,

beni, serta yang lainnya yang belum disebutkan satu persatu, terima kasih

banyak atas bantuan, dukungan, kerjasama, canda tawa yang pernah terjalin

selama ini;

xiii

15. Mbah dan mbah uyut selaku Induk Semangku, Ibu dan Bapak Sekdes

terimakasih sudah seperti orang tuaku sendiri saat KKN/PPK, serta warga

desa Gunung Katun terima kasih atas pelajaran yang diberikan, nasihat,

dukungan dan doa yang kalian berikan;

16. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih;

17. Almamaterku tercinta.

Akhir kata, Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, dan penulis

berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, 09 Oktober 2018

Penulis

Visia Riyanita

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiii

I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................... 7

C. Pembatasan Masalah ............................................................. 7

D. Rumusan Masalah ................................................................. 7

E. Tujuan Penelitian ................................................................... 8

F. Manfaat Penelitian ................................................................. 8

G. Kerangka Pikir ...................................................................... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 11

A. Keterampilan Kesiapan Kerja ................................................ 11

1. Kesiapan Kerja ............................................................... 11

a. Kesiapan Kerja dalam Bimbingan & Konseling ........ 11

b. Pengertian Kesiapan Kerja ......................................... 14

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Kerja . 17

d. Ciri-Ciri Kesiapan Kerja ............................................ 19

2. Keterampilan Kerja ......................................................... 21

a. Pengertian Soft Skills .................................................. 22

b. Unsur-Unsur Soft Skills .............................................. 25

c. Pengembangan Soft Skills .......................................... 36

B. Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan IPS. ................................. 40

1. Mata Pelajaran IPS. ........................................................ 40

2. Kompetensi Guru IPS. .................................................... 43

3. Mahasiswa Tingkat Akhir. .............................................. 48

C. Kaitan Soft Skills dalam Kesiapan Kerja. .............................. 61

III. METODE PENELITIAN ............................................................. 65

A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................ 65

B. Jenis Penelitian ...................................................................... 65

C. Definisi Operasional .............................................................. 67

D. Subjek Penelitian ................................................................... 67

1. Populasi ........................................................................... 67

2. Sampel ............................................................................ 68

xv

E. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data ............................ 69

F. Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................. 73

1. Validitas .......................................................................... 74

2. Reliabilitas ...................................................................... 77

a. Reliability Instrument (Person Item) ......................... 77

b. Unidimensionalitas..................................................... 80

G. Analisis Data .......................................................................... 81

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 83

A. Hasil Penelitian ...................................................................... 83

1. Analisis Deskriptif .......................................................... 83

2. Rasch Model ................................................................... 98

B. Pembahasan ........................................................................... 100

V. KESIMPULAN & SARAN........................................................... 114

A. Kesimpulan ............................................................................ 114

B. Saran ...................................................................................... 114

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel

1. Populasi Penelitian............................................................................. 68

2. Jumlah Sampel .................................................................................. 69

3. Kisi-Kisi Skala Kesiapan Kerja berdasarkan Indikator dari

Keterampilan Kerja ............................................................................ 71

4. Kriteria Bobot Nilai pada Skala Psikologi......................................... 73

5. Aiken’s V Kesiapan Kerja ................................................................. 76

6. Kategorisasi Persentase Kesiapan Kerja ............................................ 82

7. Kategorisasi Penelitian Kesiapan Kerja............................................. 84

8. Kategorisasi Penelitian Possitive Self Concept.................................. 86

9. Kategorisasi Penelitian Self Control .................................................. 88

10. Kategorisasi Penelitian High Order Thinking Skill ........................... 90

11. Kategorisasi Penelitian Communication Skill .................................... 92

12. Kategorisasi Penelitian Social Skill ................................................... 94

13. Soft Skill Kesiapan Kerja Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan IPS

FKIP Universitas Lampung ............................................................... 97

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar

1. Kerangka Pikir ................................................................................... 10

2. Soft Skill ............................................................................................. 35

3. Persentase Kesiapan Kerja Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan

Pendidikan IPS FKIP Unila .............................................................. 85

4. Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Possitive Self Concept

Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila ....... 88

5. Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Self Control Mahasiswa

Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila .......................... 90

6. Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja High Order Thinking

Skill Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP

Unila .................................................................................................. 92

7. Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Communication Skill

Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila ....... 94

8. Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Social Skill Mahasiswa

Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila .......................... 96

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Angket Kesiapan Kerja ...................................................................... 126

2. Hasil Uji Ahli dengan Aiken’s V ........................................................ 130

3. Summary Statistic (Measured Person) .............................................. 133

4. Summary Statistic (Measured Item) .................................................. 133

5. Standardized Residual Kesiapan Kerja .............................................. 134

6. Hasil Analisis Statistik Deskriptif ..................................................... 135

7. Analisis Persentase Kesiapan Kerja Mahasiswa Tingkat Akhir

Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung ........................ 136

8. Analisis Persentase Keterampilan Kerja Mahasiswa Tingkat Akhir

Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung ........................ 137

9. Analisis Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Possitive Self

Concept Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung ......................................................................... 138

10. Analisis Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Self Control

Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung ......................................................................... 138

11. Analisis Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja High Order

Thinking Skill Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS

FKIP Universitas Lampung ............................................................... 139

12. Analisis Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Communication

Skill Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung ......................................................................... 139

13. Analisis Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Social Skill

Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung ......................................................................... 140

14. Item STATISTICS: MEASURE ORDER ........................................ 141

15. Person STATISTICS: MEASURE ORDER .................................... 142

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan dimana mahasiswa

dituntut untuk menjadi anggota masyarakat yang mempunyai kemampuan

akademis dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan

menciptakan ilmu pengetahuan yang telah didapat dibangku perkuliahan.

Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2012 tentang

Pendidikan Tinggi Pasal 1 ayat 15 menyebutkan bahwa mahasiswa adalah

peserta didik pada jenjang Pendidikan Tinggi. Program sarjana

menyiapkan mahasiswa menjadi individu yang berintelektual dan ilmuan

yang berbudaya, program sarjana juga menyiapkan mahasiswa agar

mampu memasuki dan menciptakan lapangan kerja, serta mampu

mengembangkan diri secara profesional. Mahasiswa yang sedang

menjalani perkuliahan diatas semester 7 dan yang sedang menjalani skripsi

sebagai prasyarat untuk lulus perguruan tinggi dapat disebut dengan

mahasiswa tingkat akhir.

Mahasiswa tingkat akhir merupakan calon sarjana yang diharapkan telah

memiliki arah tujuannya dalam menjalankan tugas perkembangan hidup

yang selanjutnya yaitu dapat memasuki dan menciptakan lapangan kerja

2

pada bidang pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.

Kenyataannya saat ini tidak jarang ditemukan mahasiswa tingkat akhir

yang belum memahami tentang bidang pekerjaan yang ingin dicapainya,

yang ingin dijalani dan bahkan yang ingin diciptakannya. Hal tersebut

dapat terjadi dikarenakan masih terdapat beberapa mahasiswa yang minat

kerjanya tidak sesuai dengan bakat dan minat yang mahasiswa tersebut

miliki, sehingga mahasiswa masih belum dapat memahami dalam memilih

bidang pekerjaan setelah mereka lulus dari perguruan tinggi.

Selain itu terdapat beberapa mahasiswa lulusan dari universitas yang

bekerja tidak sesuai dengan pilihan jurusan ketika kuliah. Penyebab

kondisi yang seperti ini dapat terjadi dikarenakan ketika ia akan memasuki

dunia kerja mahasiswa tersebut kurang persiapan ilmu, keterampilan, dan

pengalaman untuk memasuki dunia kerja. Mahasiswa sebagai calon tenaga

kerja dituntut untuk mempunyai keterampilan dan kesiapan kerja

(employability) sesuai dengan bidangnya. Namun kenyataan menunjukkan

bahwa terdapat beberapa mahasiswa yang merasa kurang mempunyai

kompetensi yang cukup unluk mengaplikasikan ilmu yang sudah

diperolehnya.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, dalam

Workshop Meeting of Heads of Asian Productivity Organization di Sanur

(2012) menyatakan bahwa lulusan Perguruan Tinggi (PT) hingga saat ini

belum memiliki orientasi yang jelas, untuk itu banyak sarjana yang tidak

mampu bersaing dalam persaingan global. Orientasi pekerjaan yang tidak

jelas, serta daya saing yang rendah di kalangan lulusan Perguruan Tinggi

3

mampu memunculkan permasalahan baru yaitu pengangguran. Voydanoff

(Santrock, 2008) menyebutkan penganguran dapat menyebabkan stres

tidak hanya sebagai akibat kesulitan financial namun juga mengurangi

harga diri seseorang. Hal tersebut tentunya harus dapat dicegah agar

mahasiswa mendapatkan kepuasan diri agar dapat menjalani hidup yang

bahagia. Untuk itu mahasiswa tingkat akhir, khususnya mahasiswa tingkat

akhir jurusan IPS FKIP UNILA hendaknya sudah harus memiliki kesiapan

kerja agar dapat mempersiapkan diri di dunia kerja setelah lulus dari

perguruan tinggi, apabila memiliki keterampilan yang mendukung.

Pada kenyataannya dalam pemilihan karier ini masih terdapat beberapa

mahasiswa tingkat akhir yang masih bingung, belum dapat

memilih/menentukan karier mana yang sesuai dengan dirinya atau ada

kemungkinan mereka memilih karier secara tidak tepat. Mahasiswa tingkat

akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA tentunya dipersiapkan menjadi

guru profesional dibidang IPS, dalam hal ini bidang tersebut terdiri dari

Pendidikan Geografi, Pendidikan Sejarah, Pendidikan Ekonomi, dan

PPKn. Hal tersebut seharusnya sudah dapat menjadi acuan arahan karier

mahasiswa tingkat akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA yang

nantinya setelah lulus terarah menjadi seorang guru yang profesional.

Pendidikan IPS bertujuan untuk mencetak para peserta didik yang

berkualitas, yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI No. 20

tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3). Pendidikan IPS

4

juga diharapkan dapat menghasilkan peserta didik yang dapat menanggapi

gejala dan masalah sosial yang berkembang dalam masyarakat. Namun,

sering kali pelajaran IPS sering dianggap sebagai pelajaran yang

membosankan dan lebih terkesan hanya menghafal teori karena jarang

dipraktikkan dan membuat siswa bosan, sehingga siswa pun merasa malas

untuk membaca buku pelajaran IPS. Siswa memerlukan guru IPS yang

tidak monoton, sehngga guru IPS harus dapat mengaplikaskan sistem

pembelajaran yang kreatif agar siswa tertarik dan tidak bosan. Mahasiswa

tingkat akhir setelah lulus nantinya harus memahami karakteristik peserta

didik yang diajar, sehingga dapat memahami keinginan siswanya.

Sardiman (2010:150) mendeskripsikan tentang tujuan pembelajaran IPS

sebagai berikut: 1) mengembangkan pengetahuan dasar kesosiologian,

kegeografian, keekonomian, kesejahteraan, kesejarahan, dan

kewarganegaraan (atau konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungan);mengembangkan kemampuan berpikir kritis,

keterampilan inkuiri, pemecahan masalah dan keterampilan sosial; 2)

membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan

(serta mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa); dan 3) memiliki

kemampuan berkomunikasi, berkompetensi dan kerjasama dalam

masyarakat yang majemuk, baik dalam skala lokal, nasional maupun

internasional. Berdasarkan hal tersebut, mahasiswa tingkat akhir jurusan

Pendidikan IPS dituntut untuk dapat memiliki keterampilan-keterampilan

sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS tersebut agar nantinya mahasiswa

tingkat akhir dapat siap kerja.

5

Kesiapan kerja (employability) merupakan hal yang sangat penting bagi

lulusan perguruan tinggi serta institusi perguruan tinggi itu sendiri.

Lulusan perguruan tinggi akan lebih cepat dan mudah mendapatkan

pekerjaan yang diinginkan apabila memiliki kesiapan kerja sesuai dengan

latar belakang bidang studinya. Kesiapan kerja mengacu pada kapasitas

dan kemauan individu untuk dapat tetap menonjol dalam pasar kerja

(Carbery & Garavan, 2005). Santrock (2008) menyatakan pentingnya

memiliki kesiapan kerja dan bekerja bagi mahasiswa untuk mengubah

karir. Dimana karir didefinisikan Hartono (2010) sebagai istilah yang

digunakan untuk menunjuk seberapa jauh kemajuan seseorang dalam

melakukan aktivitas profesi atau pekerjaan. Karir amatlah erat kaitan

dengan kehidupan individu, mahasiswa yang memiliki kesiapan kerja yang

baik dapat mengubah karir mahasiswa tersebut untuk lebih maju dalam

melakukan aktivitas profesinya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lippman dalam Amalee (2016)

dibawah lembaga Child Trends USA menunjukkan ada beberapa

keterampilan kesiapan kerja yang dibutuhkan oleh seorang pekerja agar

berhasil dalam kehidupan kerja. Keterampilan kerja (Soft skill) tersebut

adalah 1) Konsep Diri postif (Positive self concept); 2) Kemampuan

pengendalian diri (self control); 3) Keterampilan bersosial (Social Skill);

4) Kemampuan berkomuni-kasi (Communication Skill); 5) Keteram-pilan

berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill).

Terdapat ruang lingkup permasalahan didalam Bimbingan dan Konseling,

yaitu pribadi, sosial, keluarga, belajar, dan karir. Mahasiswa tingkat akhir

6

jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA yang belum memiliki kesiapan kerja

tentunya merupakan suatu permasalahan bidang karir yang dapat ditangani

dengan layanan responsif, layanan individual, atau dapat juga layanan

dasar. Bimbingan dan konseling karir itu sendiri merupakan suatu

bimbingan maupun konseling yang dilakukan oleh ahli (konselor) kepada

kliennya untuk mempersiapkan diri klien tersebut menghadapi dunia

pekerjaan/profesi tertentu dengan mempertimbangkan keadaan diri dan

lingkungannya sekaligus profesi tersebut sesuai dengan bakat dan minat

konseli.

Pelayanan bimbingan dan konseling membantu konseli dalam hal karier

berawal dari perencanaan karier, pemilihan pekerjaan, dan pengembangan

sikap positif, baik terhadap keberhasilan maupun kegagalan dalam

pekerjaan hingga terciptanya kondisi pekerjaan yang nyaman bagi

kehidupan konseli. Berdasarkan hal tersebut pelayanan bimbingan dan

konseling adalah hal penting dalam membantu peserta didik dalam

mengarahkan hidupnya sehingga peserta didik dapat mencapai

karakteristik yang sehat (“wellness”). Untuk itulah saya sebagai

mahasiswa bimbingan dan konseling FKIP Universitas Lampung

terdorong untuk menganalisis tentang Soft Skill Kesiapan Kerja

Mahasiswa Tingkat Akhir di Jurusan IPS FKIP Unila, agar mahasiswa

tingkat akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung dapat

mencapai kesiapan kerja melalui arahan dari pelayanan bimbingan dan

konseling sehingga dapat mewujudkan tujuan hidup melalui penunaian

tugas-tugas hidup yang sehat “wellness”.

7

B. Identifikasi Masalah

Berdasar latar belakang masalah diatas, permasalahan dalam penelitian ini

dapat di identikasikan sebagai berikut:

1. Terdapat beberapa mahasiswa tingkat akhir yang belum memahami

tentang bidang pekerjaan yang ingin dicapainya, yang ingin dijalani

dan bahkan yang ingin diciptakannya.

2. Terdapat beberapa lulusan dari universitas yang bekerja tidak sesuai

dengan pilihan jurusan ketika kuliah.

3. Terdapat beberapa mahasiswa yang merasa kurang mempunyai

kompetensi yang cukup untuk mengaplikasikan ilmu yang sudah

diperolehnya.

C. Pembatasan Masalah

Bedasarkan identifikasi masalah, terdapat batasan masalah mengenai

“analisis soft skill kesiapan kerja mahasiswa tingkat akhir di jurusan IPS

FKIP Universitas Lampung”.

D. Rumusan Masalah

Berdasar pada latar belakang masalah, rumusan masalah pada penelitian

ini adalah bagaimanakah Soft Skill Kesiapan Kerja Mahasiswa Tingkat

Akhir di Jurusan IPS FKIP Unila?

8

E. Tujuan Penelitian

Berdasar pada rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah memberikan

gambaran deskriptif mengenai soft skill kesiapan kerja mahasiswa tingkat

akhir di Jurusan IPS FKIP Unila.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan

wawasan mengenai soft skill yang mendukung kesiapan kerja, yang

terdiri dari 1) Konsep Diri postif (Positive self concept); 2)

Kemampuan pengendalian diri (self control); 3) Keterampilan bersosial

(Social Skill); 4) Kemampuan berkomunikasi (Communication Skill);

5) Keterampilan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill).

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam

memberikan pelayanan bimbingan dan konseling di bidang karir yang

sesuai untuk membantu calon lulusan memiliki soft skill yang

mendukungnya menjadi lebih siap dalam bekerja

G. Kerangka Pikir

Mahasiswa tingkat akhir apabila nanti setelah menamatkan pendidikannya

di jenjang perkuliahan, akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

Jenjang tersebut bisa melanjutkan studi atau mencari pekerjaan.

9

Mahasiswa tingkat akhir tentunya di bangku perkuliahan telah

dipersiapkan agar menjadi individu yang mumpuni di bidang pekerjaan

sesuai dengan jurusan yang telah ia ambil, dalam hal ini adalah jurusan

IPS. Akan tetapi, kebanyakan mahasiswa hanya berfokus menyiapkan

hard skills saja. Sedangkan soft skills juga turut mempengaruhi, agar

mahasiswa dapat sukses dibidang pekerjaannya nanti. Soft skills juga

menjadi nilai tambah tersendiri yang akan dilihat oleh sang penerima kerja

(employer).

Penelitian Talib dan Aun (2009) yang menunjukkan hasil bahwa siswa

dengan kemampuan akademis tinggi namun rendah pengetahuan informasi

karir dan kejuruan berarti belum dapat menentukan karirnya. Mahasiswa

tingkat akhir harus siap memasuki dunia kerja, untuk itu mahasiswa harus

memiliki kesiapan kerja di dalam dirinya, mahasiswa yang belum dapat

menentukan karirnya maka mahasiswa tersebut belum memiliki kesiapan

kerja. Soft skills merupakan bagian dari kesiapan kerja. Menurut UU No.

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kesiapan kerja atau kompetensi

kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek

pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar

yang ditetapkan. Hal lain yang memperkuat bahwa soft skills penting

dalam dunia kerja yaitu seperti yang telah dikemukakan oleh Yorke dan

ksatria (2004) yang mengemukakan USEM sebagai akronim untuk empat

komponen yang saling terkait dari employability yaitu : a) Understanding;

b) Skills; c) Efficacy beliefs; dan d) Metacognition. Berdasarkan dari yang

telah disebutkan skills merupakan salah satu komponen dari employability.

10

Dalam hal ini skills yang dimaksud adalah soft skill, adapun soft skills itu

sendiri terdiri dari :

1. Konsep Diri postif (Positive self concept)

2. Kemampuan pengendalian diri (self control)

3. Keterampilan bersosial (Social Skill)

4. Kemampuan berkomunikasi (Communication Skill)

5. Keterampilan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill).

Lebih jelasnya dijelaskan pada diagram berikut ini :

Gambar 1.1 kerangka pikir

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Keterampilan Kesiapan Kerja

1. Kesiapan Kerja

a. Kesiapan Kerja dalam Bimbingan & Konseling

Konsep layanan bimbingan karier sulit dipisahkan dari konsep

vocational guidance yang berubah menjadi career guidance.

Definisi bimbingan dan konseling karir menurut Azam (2016 :

97) sebagai berikut.

“Bimbingan dan konseling karir merupakan proses

pemberian bantuan konselor atau guru bimbingan dan konseling

kepada siswa/konseli untuk mengalami pertumbuhan,

perkembangan, eksplorasi, aspirasi dan pengambilan keputusan

karir sepanjang rentang hidupnya secara rasional dan realistis

berdasar informasi potensi diri dan kesempatan yang tersedia di

lingkungan hidupnya sehingga mencapai kesuksesan dalam

kehidupannya.”

Sedangkan menurut Winkel (2004:114) bimbingan karir

didefinisikan sebagai berikut.

“Bimbingan karir adalah bimbingan dalam mempersiapkan

diri menghadapi dunia kerja, dalam memilih lapangan kerja atau

jabatan/ profesi tertentu serta membekali diri supaya siap

memangku jabatan itu, dan dalam menyesuaikan diri dengan

berbagai tuntutan dari lapangan pekerjaan yang dimasuki.”

Beradasarkan pada yang disebutkan diatas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa bimbingan dan konseling karir adalah proses

pemberian bantuan dari konselor atau guru bimbingan dan

12

konseling kepada siswa/konseli untuk mempersiapkan diri

menghadapi dunia kerja. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa

tugas konselor dalam bimbingan dan konseling karir ini adalah

membantu mahasiswa tingkat akhir (konseli) untuk dapat

mempersiapkan diri dalam menghadapi dunia kerja sehingga

memiliki kesiapan kerja dalam diri mahasiswa tingkat akhir.

Perlu diketahui tujuan bimbingan dan konseling yang terkait

dengan aspek-aspek karier adalah sebagai berikut (Dahlan,

2014) :

1. Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan

kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.

2. Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi

karier yang menunjang kematangan kompetensi karier,

3. Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau

bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa

rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan

norma agama.

4. Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan

menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau

keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita

kariernya masa depan,

5. Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karier,

dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan

13

(persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosio psikologis

pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.

6. Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu

merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh

peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan

kondisi kehidupan sosial ekonomi.

7. Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan

arah karier. Apabila seorang peserta didik bercita-cita

menjadi seorang dokter, maka perencanaan karier peserta

didik tersebut harus sesuai dengan cita-citanya. Peserta

didik harus memiliki pendidikan dan mengasah kemampuan

yang relevan dengan cita-citanya sebagai dokter.

8. Mengenal keterampilan, kemampuan, dan minat yang

dimiliki. Individu sudah harus memahami keterampilan dan

kemampuan apa yang dimiliki dalam bidang pekerjaan dan

keterampilan dan kemampuan tersebut sesuai tidaknya

dengan minat yang dimiliki.

9. Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil

keputusan karier.

Berdasarkan apa yang disebutkan diatas, mahasiswa tingkat

akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA tentunya harus

memenuhi rambu-rambu tujuan yang telah digariskan oleh

ABKIN tentang pelayanan bimbingan dan konseling di atas

yang sejalan dengan perwujudan tugas-tugas hidup yang

14

menggambarkan karakteristik “wellness”, yaitu tugas hidup

spiritual, regulasi diri, pekerjaan, persahabatan, dan cinta

(Dahlan, 2014). Untuk tugas hidup pekerjaan sendiri diharapkan

dapat dimiliki oleh setiap orang dalam menunjang kelangsungan

hidupnya secara sehat. Untuk mewujudkan kondisi hidup yang

sehat, pekerjaan tidak hanya bermakna ekonomis, akan tetapi

juga bermakna sosial, psikologis, dan spiritual. Dunia kerja

bukan hanya melulu soal seberapa besar gaji yang didapat.

Meski hal tersebut penting untuk memenuhi kelangsungan

hidup, akan tetapi pekerjaan juga membutuhkan kenyamanan

dalam bersosialisai dalam dunia kerja, kenyamanan psikologis,

spiritual sehingga individu dapat mencapai kebahagiaan hidup.

Untuk mendapatkan semua itu, tentunya mahasiswa tingkat

akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA harus memiliki soft

skill kesiapan kerja.

b. Pengertian Kesiapan Kerja

Kesiapan adalah tingkat perkembangan dari kematangan atau

kedewasaan yang menggantungkan bagi pemraktikan sesuatu

(Chaplin dalam Kartini Kartono, 2002:4-18). Semakin tinggi

tingkat kematangan atau kedewasaan seseorang dalam

menghadapi sesuatu maka kesiapan seseorang tersebut dalam

melakukan sesuatu dapat dilihat. Ditinjau lebih jauh lagi

kesiapan dapat diartikan sebagai kemampuan, keinginan, dan

untuk melakukan kegiatan tertentu yang bergabung pada tingkat

15

kemasakan pengalaman-pengalaman sebelumnya serta kondisi

mental yang sesuai, Dali Gulo dalam Srisumarsih (2009:24).

Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kesiapan berarti

kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu

kegiatan tertentu dan dipengaruhi dari tingkat kemasakan

pengalaman-pengalaman sebelumnya serta kondisi mental

seseorang tersebut dalam melakukan kegiatan tertentu.

Dari beberapa pengertian tentang kesiapan diatas dapat

disimpulkan bahwa kesiapan adalah kemampuan dan keinginan

untuk melakukan kegiatan tertentu yang dilihat pada tingkat

perkembangan dari kematangan atau kedewasaan dan

kemasakan pengalaman-pengalaman sebelumnya serta

keseluruhan kondisi mental seseorang yang membuatnya siap

untuk memberi respon / jawaban didalam cara tertentu terhadap

suatu situasi. Hal tersebut apabila dikaitkan dengan kesiapan

kerja pada mahasiswa tingkat akhir jurusan IPS FKIP UNILA,

mahasiswa dikatakan siap apabila mahasiswa tersebut

mempunyai kemampuan untuk terjun ke dunia kerja, yang

dilihat pada tingkat perkembangan dari kematangan atau

kedewasaan mahasiswa tersebut dalam menghadapi sesuatu, dan

pengalaman-pengalaman mahasiswa tersebut dalam dunia kerja,

serta kondisi mental mahasiswa tersebut dalam menghadapi

permasalahan dunia kerja. Menurut Super (Savickas, 2002)

tahap perkembangan karir terdiri dari: growth (4-13 tahun,

16

exploration (14-24 tahun), establishment (25-44 tahun),

maintenance (45-64 tahun) dan decline (lebih dari 65 tahun).

Super (Savickas, 2002) menyatakan bahwa mahasiswa berkisar

antara usia 18-21 tahun, yang dapat digolongkan sebagai masa

transisi. Pada masa transisi ini, pemilihan dan persiapan diri

untuk menjalankan suatu pekerjaan atau karir merupakan salah

satu tugas penting dalam tahap perkembangannya, sebab karir

atau pekerjaan seseorang menentukan berbagai hal dalam

kehidupan. Oleh karena itu, mahasiswa harus memilih bidang

pekerjaan yang akan ditekuni.

Kesiapan kerja sebagaimana didefinisikan oleh Hersey dan

Blanchard merujuk pada tingkat sampai mana orang memiliki

kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu

(Robbins, 2007). Semakin mampu mahasiswa tersebut dalam

menyelesaikan tugas/pekerjaannya, dan memiliki kesediaan

untuk melakukan tugas/pekerjaannya, maka mahasiswa tersebut

dapat dikatakan memiliki kesiapan kerja. Pool dan Sewell

(2007) mengutarakan bahwa kesiapan kerja ialah memiliki

keahlian, ilmu pengetahuan, pemahaman dan kepribadian yang

membuat seseorang bisa memilih dan merasa nyaman dengan

pekerjaannya sehingga menjadi puas dan akhirnya meraih

sukses. Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, kesiapan kerja atau kompetensi kerja adalah

kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek

17

pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan

standar yang ditetapkan. Mahasiswa tingkat akhir tentunya

mempunyai bekal ilmu selama mahasiswa tersebut kuliah,

dalam hal ini ilmu yang didapat oleh mahasiswa tingkat akhir

jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA merupakan keahlian

untuk menjadi seorang guru IPS, selanjutnya ilmu keahlian

tersebut dapat diaplikasikan dalam dunia kerja sebagai guru IPS

sehingga mahasiswa tersebut dapat memahami dan menjadi

pribadi yang memiliki rasa nyaman di bidang pekerjaannya

sehingga akan meraih kesuksesan.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa Kesiapan kerja adalah individu

yang memiliki keahlian, pemahaman dan kepribadian yang

membuat individu tersebut bisa memilih, merasa nyaman

dengan pekerjaannya, mencakup aspek kepribadian,

pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan

standar yang ditetapkan.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Kerja

USEM merupakan akronim untuk empat komponen yang saling

terkait dari employability (Yorke dan ksatria, 2004) :

1) Understanding : mahasiswa harus memiliki sikap

understanding dalam memasuki dunia karir, dalam dunia

karir mahasiswa nantinya tidak boleh egois, misalnya saja

mahasiswa nantinya dituntun untuk harus mengerti rekan

kerja dan tidak boleh egois dalam memutuskan sesuatu.

18

2) Skills : keterampilan tentunya amat sangat penting dalam

dunia kerja. Mahasiswa dikatakan siap kerja adalah

mahasiswa siswa yang memiliki skills yang mumpuni baik

hard skills maupun soft skills.

3) Efficacy beliefs : Agar siap memasuki dunia kerja

diperlukan self efficacy yang baik dalam diri mahasiswa.

Seseorang yang mempunyai kematangan mental yang baik

akan dapat membangkitkan kepercayaan diri (self efficacy)

atau keyakinan dirinya dalam menghadapi lingkungan baru

dimana mahasiswa akan bekerja.

4) Metacognition : mahasiswa yang memiliki kesiapan kerja

perlu memiliki kemampuan untuk mengontrol ranah atau

aspek kognitif.

Berdasarkan apa yang disebutkan diatas dapat disimpulkan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja yaitu

mahasiswa tingkat akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA

harus memiliki sikap understanding, mahasiswa juga harus

memiliki pengetahuan, harus memilki keterampilan untuk

melakukan/mempraktekan pengetahuan yang dimiliki tersebut

termasuk keterampilan persiapan kerja, dan mahasiswa juga

harus dapat mengetahui cara-cara bagaimana pengetahuan

tersebut dipraktekan/dilakukan. Mahasiswa juga harus

mempunyai kematangan mental yang baik agar dapat

membangkitkan kepercayaan diri (self efficacy) atau keyakinan

19

dirinya dalam menghadapi lingkungan baru dimana mahasiswa

akan bekerja. Mahasiswa juga harus dapat mengontrol ranah

kognitif sehingga mahasiswa dapat memiliki keterampilan

manajemen karir, termasuk keterampilan cari kerja dan strategi

pendekatan. Kesiapan kerja juga tergantung pada keadaan

pribadi (misalnya tanggung jawab keluarga) dan faktor-faktor

eksternal mereka (misalnya saat ini tingkat kesempatan terbuka

dalam pasar tenaga kerja).

d. Ciri-ciri Kesiapan Kerja

Menurut Yanto (2006:9-11), ciri siswa yang telah memiliki

kesiapan kerja adalah sebagai berikut :

1) Mempunyai pertimbangan yang logis dan obyektif :

mahasiswa yang mempunyai pertimbangan yang logis dan

objektif dalam merespon suatu permasalahan tidak hanya

melihat dari satu pandangan saja. Melainkan melihat

pandangan dari sisi yang lain juga.

2) Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk bekerja sama

dengan orang lain : dalam dunia kerja, tentunya rasa

kemauan dan kemampuan untuk bekerja sama dengan orang

lain sangatlah penting, karena dalam dunia kerja kita pasti

akan menjalin kerjasama dengan rekan kerja kita, sehingga

kita dituntut untuk dapat bersosialisasi dengan orang lain.

3) Memiliki sikap kritis : mahasiswa dituntut untuk berfikir

kritis untuk dapat mengkritisi dan mengoreksi suatu

20

tindakan. Sehingga apa yang dikoreksi dapat menjadi

sebuah ide, gagasan baru yang dapat muncul.

4) Mempunyai keberanian untuk menerima tanggung jawab

secara individual : dalam dunia kerja, mahasiswa

menempati suatu jabatan. Disetiap jabatan tersebut terdapat

tanggung jawab yang harus dipikul dan dijalankan dengan

baik. Apabila mahasiswa belum memiliki rasa bertanggung

jawab, lalu bagaimana mungkin dia akan memegang suatu

jabatan tertentu.

5) Mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan

lingkungan : lingkungan kerja menuntut mahasiswa untuk

memperluas link seluas-luasnya. Hal tersebut diperlukan

dalam menjalankan kerja sama. Untuk melaksanakan hal

tersebut sudah pasti diperlukan kemampuan untuk

beradaptasi di lingkungan kerja.

6) Mempunyai ambisi untuk maju dan berusaha mengikuti

perkembangan bidang keahliannya : ambisi untuk maju

menjadi motivasi untuk mahasiswa tingkat akhir meraih

mimpinya.

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwasanya

mahasiswa tingkat akhir untuk dapat dikatakan memiliki

kesiapan bekerja harus mempunyai ciri-ciri yang telah

disebutkan diatas. Mahasiswa tingkat akhir memang belum tentu

dapat memiliki semua poin yang terdapat pada ciri-ciri tersebut.

21

Akan tetapi ada baiknya apabila di dalam diri mahasiswa

tersebut memiliki semua kriteria diatas agar dapat dikatakan

memiliki kesiapan untuk bekerja.

2. Keterampilan Kerja

Kesiapan kerja merupakan suatu hal penting dimana mahasiswa siap

memasuki dunia kerja apabila memiliki keterampilan yang

mendukung. Kompetensi lulusan yang dibutuhkan dunia industri dan

usaha terbagi dalam dua aspek: aspek teknis yang berhubungan

dengan latar belakang keilmuan yang dipelajari atau keahlian yang

diperlukan di dunia kerja, yang kemudian disebut technical skills

atau hard skills; dan aspek non teknis yang mencakup motivasi,

adaptasi, komunikasi, kerja sama tim, problem solving, manajemen

stres, kepemimpinan, dan lain-lain, yang kemudian disebut soft skills

(Harmoni, 2007; Santoso, 2008; Suherman, 2005; Putra & Pratiwi,

2005; Hary, 2008; Wardani, 2011). Dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh Lippman dalam Amalee (2016) dibawah lembaga

Child Trends USA menunjukkan ada beberapa keterampilan

kesiapan kerja yang dibutuhkan oleh seorang pekerja agar berhasil

dalam kehidupan kerja. Keterampilan kerja (Soft skill) tersebut

adalah 1) Konsep Diri postif (Positive self concept); 2) Kemampuan

pengendalian diri (self control); 3) Keterampilan bersosial (Social

Skill); 4) Kemampuan berkomunikasi (Communication Skill); 5)

Keterampilan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill).

22

a. Pengertian Soft Skills

Soft skills merupakan kemampuan yang semakin terlihat

berharga dimata pengusaha, pejabat penerimaan perguruan

tinggi dan Komite penghargaan beasiswa. Yang mungkin

termasuk dalam soft skills yaitu kepribadian/karakter siswa,

kecerdasan emosi siswa tersebut, ketekunan, membangun

kesadaran, kemampuan bersosialisasi, manajemen waktu, jiwa

kepemimpinan, dan kemampuan berkomunikasi. Untuk

mendapatkan pekerjaan di suatu lembaga/perusahaan, selain

hard skills yang dinilai, ada juga soft skills yang tidak kalah

penting dari hard skills. Berthal sebagaimana dikutip Illah

Silah (dalam Sudiana, 2010) menyebutkan bahwa soft skills

didefinisikan sebagai

”personal and interpersonal behaviors that develop and

maximize human performance (e.g coaching, team building,

initiative, decision making, etc). Soft skills does not include

technical skills such as financial, computing and assembly

skills.“

Pernyataan tersebut memiliki artian bahwa soft skills

merupakan perilaku pribadi dan interpersonal yang

mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia

(misalnya pembinaan, pembentukan tim, inisiatif, pengambilan

keputusan, dll). Soft skills tidak termasuk technical skills

seperti keterampilan keuangan, komputasi dan perakitan.

Terdapat sesuatu yang bisa dikatakan tentang pentingnya

kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif termasuk

23

keterampilan, keahlian, pengetahuan dan kemampuan untuk

menyelesaikan tugas atau pengalaman dari beberapa tingkat

keberhasilan dalam upaya pendidikan dan dalam kehidupan.

Dalam dunia kerja soft skills amat sangat diperlukan. Hard

skills dapat dipelajari, dikembangkan dan diperkuat maka akan

dikuasai dari waktu ke waktu. Sedangkan untuk melatih soft

skills didalam diri kita seperti yang telah didefinisikan oleh K.

Kechagias juga banyak peneliti lain dalam publikasi berjudul

"Mengajar dan menilai Soft Skill" mereka mendefinisikan soft

skill sebagai keterampilan intra- dan inter personal (sosial-

emosional), penting untuk pengembangan pribadi, partisipasi

sosial dan sukses kerja (komunikasi, kemampuan untuk

bekerja pada tim interdisipliner, dll). Keterampilan ini harus

dibedakan dari teknis (kognitif) atau "hard skills" (Kechagias

2011). Sependapat dengan Kechagias, bahwa soft skills dibagi

menjadi intrapersonal dan interpersonal, selanjutnya Sailah

(dalam Sudiana, 2010) mengatakan bahwa Soft skills atau

people skills dapat dipilah menjadi dua bagian, yaitu

intrapersonal skills dan interpersonal skills. Intrapersonal

skills adalah keterampilam seseorang dalam ”mengatur” diri

sendiri. Sedangkan intrapersonal skills adalah keterampilan

seseorang yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang

lain.

24

Mahasiswa tingkat akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA

untuk memiliki kesiapan kerja di dalam dirinya harus

mempunyai soft skills. Penelitian yang dilakukan oleh Ben

Johnson, untuk sebuah organisasi bernama Edutopia: What

Works in Education, ia menyimpulkan bahwa dua dari lima

mahasiswa memasuki perguruan tinggi yang akan lulus dan

bahwa sekolah umum yang memadai tidak mempersiapkan

siswa kami apa yang tenaga kerja sesungguhnya butuhkan

dalam jalan penalaran, logika, kolaborasi dan keterampilan

berkomunikasi (Johnson 2013). Guru dan administrasi telah

mengambil langkah-langkah untuk mengintegrasikan instruksi

dan praktek soft skills ke dalam kurikulum di sekolah dasar dan

sekolah menengah. (Gaines and Mohammed 2013).

Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

mahasiswa tingkat akhir untuk memiliki kesiapan kerja

didalam dirinya, selain harus memiliki hard skills, harus juga

memiliki soft skills didalam dirinya. Dimana Soft skills

merupakan keterampilan intrapersonal dan interpersonal yang

mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia. Soft

skills ini sendiri dapat dilatih dari kebiasaan sehari-hari,

misalnya saja apabila mahasiswa tersebut dilatih untuk disiplin

dan tepat waktu pada saat perkuliahan, maka dalam dunia kerja

mahasiswa tersebut sudah terlatih dan terbiasa sehingga sudah

memiliki sikap disiplin. Soft skill perlu dilatih sedini mungkin,

25

lembaga pendidikan di Indonesia seharusnya memberikan

pelatihan-pelatihan dan praktek soft skill di sekolah, agar

mahasiswa bukan hanya siap dalam segi hard skill melainkan

siap juga dalam soft skill.

b. Unsur-unsur Soft Skills

Mahasiswa tingkat akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung dalam memasuki dunia kerja sudah

harus memiliki kesiapan kerja didalam diri mahasiswa itu

sendiri. Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan soft skills

didalam diri mahasiswa itu sendiri. Adapun keterampilan-

keterampilan (soft skills) yang harus dimiliki mahasiswa

Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung yaitu antara lain

(Lippman dalam Amalee 2016) :

1) Konsep Diri postif (Positive self concept)

Positive Self Concept merupakan bagian dari soft skill

yang dibutuhkan agar mahasiswa tingkat akhir memiliki

kesiapan kerja didalam dirinya. Positive Self Concept ini

terdiri dari 2 keterampilan lagi, yaitu :

a. Mengenal diri & percaya diri : apabila seseorang

punya konsep diri positif, maka akan terbentuk

penghargaan yang tinggi pula terhadap diri sendiri,

atau bisa dikatakan seseorang tersebut memiliki self

esteem (kepercayaan diri) yang tinggi.

26

Mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung nantinya apabila telah terjun ke

dunia kerja sebagai guru IPS akan sangat memerlukan

kepercayaan diri yang tinggi, misalnya saja dalam

mengajar. Mahasiswa tingkat akhir akan berinteraksi

dengan banyak peserta didik. Mahasiswa tingkat akhir

dituntut agar bisa menyampaikan materi didepan

kelas, hal tersebut apabila tidak memiliki kepercayaan

diri yang tinggi maka nantinya mahasiswa tingkat

akhir tidak akan bisa menyampaikan materi pelajaran

yang akan disampaikan kepada peserta didik karena

terdapat perasaan malu, tidak percaya diri, dan merasa

ragu untuk menyampaikan materi tersebut di depan

kelas.

b. Visi & goal setting di dalam diri individu : Konsep

diri yang positif membawa mahasiswa memiliki

perilaku yang positif. Mahasiswa tidak akan merasa

pesimis, melainkan akan tebentuk rasa optimisme

didalam dirinya, sehingga dalam hidupnya mahasiswa

mempunyai visi, tujuan yang jelas dalam dunia kerja.

Mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung harus mempunyai visi & goal

setting dalam hidupnya. Di bangku perkuliahan

mahasiswa tingkat akhir harus merencanakan

27

langkah-langkah untuk mencapai karir yang

diinginkan, dan setelah turun di dunia kerja sebagai

guru IPS, mahasiswa tingkat akhir masih harus

mempunyai visi & goal setting dalam dirinya.

Seorang guru IPS harus bisa menyiapkan apa saja

pencapaian yang ingin dicapainya, misalnya saja guru

IPS menargetkan bahwasanya peserta didik yang

diajarnya harus mempunyai nilai diatas KKM, atau

guru IPS menargetkan bahan ajar yang telah

disusunnya dalam RPL berjalan sesuai rencana.

2) Kemampuan pengendalian diri (self control)

Self control merupakan bagian dari soft skill yang

dibutuhkan agar mahasiswa tingkat akhir memiliki

kesiapan kerja didalam dirinya. Self control ini terdiri dari

2 keterampilan lagi, yaitu :

a. Menunda Kesenangan : Berk dalam Gunarsa (2004),

kontrol diri adalah kemampuan individu untuk

menahan keinginan atau dorongan sesaat yang

bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai

dengan norma sosial. Apabila mahasiswa tidak

memiliki self control di dalam dirinya, maka

mahasiswa tidak dapat menahan keinginan atau

dorongan yang tidak sesuai dengan norma sosial

tersebut. Dunia kerja dituntut untuk profesional.

28

Mahasiswa nantinya harus dapat mengutamakan

pekerjaan dan menunda kesenangan apabila ada

pekerjaan yang harus diselesaikan.

Mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung nantinya akan bekerja sebagai

guru IPS harus dapat meredam keinginan untuk

bersenang-senang. Akhir-akhir ini terdapat beberapa

kasus, ada beberapa guru yang melanggar aturan

selama jam kerja sedang berlangsung. Beberapa guru

tersebut yang seharusnya pada saat jam kerja sedang

mengajar dikelas dan menyampaikan materi kepada

peserta didik, terlihat mangkir dan ditemukan di pusat

perbelanjaan. Hal tersebut dikarenakan guru tersebut

kurang memiliki self control yang baik sehingga tidak

bisa meredam diri untuk menunda kesenangan.

Mahasiswa nantinya harus mengutamakan jam

mengajar yang mengharuskan guru IPS menghadiri

kelas dan menyampaikan materi kepada peseta didik.

b. Mengelola Stres & Kekhawatiran : dunia kerja

nantinya akan menuntut mahasiswa untuk dapat

menyelesaikan pekerjaannya. Dunia kerja berbeda

dengan dunia perkuliahan. Didalam dunia kerja akan

ada banyak tekanan dan kekhawatiran yang dirasakan.

Tekanan tersebut dapat menyebabkan stres. Untuk itu

29

apabila mahasiswa tidak dapat memiliki kemampuan

untuk mengelola stres dan kekhawatiran, maka

nantinya dalam dunia kerja mahasiswa akan tidak

sanggup menghadapi tekanan yang ada.

Common sense yang tebentuk oleh kalangan

masyarakat adalah siswa IPS identik dengan siswa

yang nakal. Hal tersebut dikarenakan siswa IPS

memiliki kreatifitas tinggi, faktor kreatifitas yang

tinggi tersebut yang selalu membuat siswa IPS

melakukan hal-hal nyeleneh dan tidak disukai oleh

banyak orang, sehingga dilabelkan kebanyakan siswa

IPS adalah siswa yang nakal. Sebagai guru IPS yang

akan menghadapai siswa IPS dengan berbagai tingkah

nyeleneh akan membuat guru IPS mendapati banyak

tekanan dan kekhawatiran yang dirasakan sehingga

akan mengakibatkan guru IPS mengalami stres. Untuk

itu guru IPS harus dapat mengelola stress dan

kekhawatiran.

3) Keterampilan bersosial (Social Skill)

Social Skill merupakan bagian dari soft skill yang

dibutuhkan agar mahasiswa tingkat akhir memiliki

kesiapan kerja didalam dirinya. Social Skill ini terdiri dari

2 keterampilan lagi, yaitu :

30

a. Kerjasama : mahasiswa tingkat akhir tidak bisa

menjadi makhluk individual, setiap individu pasti

akan membutuhkan orang lain sebagai makhluk

sosial. Social skill dipakai dalam kerja sama,

bersosialisasi, bergaul dengan lingkungan kerja, dan

dalam organisasi.

Guru IPS nantinya akan melakukan kerjasama, baik

itu terhadap sesama guru di sekolah tersebut atau

kerjasama yang dilakukan di luar sekolah. Dalam

menangani peserta didik juga guru IPS harus dapat

bekerjasama dengan peserta didik agar pembelajaran

berjalan dengan baik.

b. Menyelesaikan konflik : dalam bersosialisasi di dunia

kerja nantinya akan terdapat berbagai konflik. Dalam

membangun hubungan dengan makhluk hidup lain

yang berbeda tentunya akan terdapat perbedaan, baik

dalam cara pandang, sikap, nilai, maupun yang

lainnya. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan

konflik, untuk itulah keterampilan bersosialisasi

diperlukan untuk menyelesaikan konflik tersebut,

misalnya saja dapat dipakai dalam memberi dan

menerima permintaan maaf dan pujian, belajar

tentang konsekuensi, dan banyak lagi.

31

Setiap guru mempunyai pandangan tersendiri dalam

menghadapi murid. Perbedaan pandangan itu juga

dialami oleh guru IPS, dan akan berakhir dengan

konflik apabila tidak ditangani dengan baik. Sebagai

guru IPS yang mempelajari ilmu sosial, dimana ilmu

sosial itu seharusnya lebih dapat memahami

masyarakat dan lingkungan sosial, guru IPS

seharusnya dapat dengan mudah memahami situasi

agar dapat menangani konflik dan menyelesaikannya.

4) Kemampuan berkomunikasi (Communication Skill)

Communication Skill merupakan bagian dari soft skill

yang dibutuhkan agar mahasiswa tingkat akhir memiliki

kesiapan kerja didalam dirinya. Communication Skill ini

terdiri dari 2 keterampilan lagi, yaitu :

a. Mendengar aktif : di dunia kerja, mendengar aktif

adalah skill yang menentukan kesuksesan. Pekerja

tidak akan berprestasi jika tidak mau mendengar

arahan dari atasannya. Seorang bos akan dibenci jika

tidak mendengar aspirasi dari bawahannya. sebuah

perusahaan akan kacau jika orang-orang di dalamnya

tidak mau saling mendengar.

Mahasiswa yang nantinya akan menjadi guru IPS

akan berhadapan dengan peserta didik harus dapat

mempunyai kemampuan mendengar aktif. Mahasiswa

32

tersebut nantinya harus dapat mendengar aktif ketika

peserta didik yang diajar menyampaikan apa yang

peserta didik inginkan dalam belajar, sehingga tujuan

pembelajaran dapat tercapai.

b. Menghargai : Mahasiswa tingkat akhir juga dalam

menyampaikan ide-ide diusahakan untuk selalu

mengkomunikasikan ide-ide dan selalu mendengarkan

rekan kerja yang lainnya. Selalu terbuka dengan ide-

ide yang diberikan rekan kerja lainnya. Harus

menerima ide-ide yang disampaikan oleh rekan kerja

yang lain. Dan apabila ide-ide tersebut tidak bisa

diterima dan ingin merubah, diharapkan secara efektif

apabila ingin merubah ide-ide dan informasi yang

diberikan oleh rekan kerja yang lain. Dalam

menyampaikan pendapat di dunia kerja nantinya,

mahasiswa tingkat akhir dapat menyampaikannya

secara jelas.

Guru IPS harus dapat menerima dan menghargai

kritik & saran yang diberikan oleh warga sekolah

(peserta didik, guru lain, staf tata usaha, kepala

sekolah) karena kritik & saran tersebut dapat

membantu seorang guru menjadi lebih baik lagi.

33

5) Keterampilan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking

Skill).

High Order Thinking Skill merupakan bagian dari soft skill

yang dibutuhkan agar mahasiswa tingkat akhir memiliki

kesiapan kerja didalam dirinya. High Order Thinking Skill

ini terdiri dari 2 keterampilan lagi, yaitu :

a. Berprikir kritis & pemecahan masalah kreatif :

mahasiswa tingkat akhir untuk dapat siap kerja harus

dapat mengingat, memahami, dan dapat

mengaplikasikannya. Menurut Robinson (2000),

dengan memiliki HOTS maka seseorang akan mampu

untuk belajar (learning), memberikan alasan secara

tepat (reasoning), berpikir secara kreatif (thinking

creatively), membuat keputusan (decisions making),

dan menyelesaikan masalah (problem solving).

Mahasiswa juga harus berpikir kreatif sehingga dapat

menciptakan inovasi-inovasi terbaru.

Mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS FKIP

UNILA yang nantinya akan menjadi guru IPS, harus

dapat menganalisa setiap kejadian yang terjadi, baik

di dalam kelas ataupun diluar kelas. Dalam

mentransfer ilmu kepada peserta didik membutuhkan

kemampuan berpikir kritis untuk bisa menganilis

materi apa yang akan disampaikan. Berpikir secara

34

kreatif metode belajar seperti apa yang dapat

membuat siswa yang diajarnya dapat memahami

materi yang diberikan dengan cara yang tidak

monoton. Guru IPS juga harus dapat membuat

keputusan serta menyelesaikan masalah yang

dihadapinya.

b. Empati & proaktif : kemampuan berempati diperlukan

oleh setiap individu. Didunia kerja nantinya

mahasiswa tidak boleh acuh tak acuh terhadap rekan

kerja yang lain. Empati diperlukan agar mahasiswa

nantinya dapat terbiasa peduli dengan lingkungan.

Dalam melakukan suatu pekerjaan nantinya,

mahasiswa seharusnya mempunyai inisiatif untuk

menawarkan diri dalam membantu melakukan suatu

tugas/pekerjaan. Mahasiswa juga harus tanggung

jawab terhadap pekerjaannya. Dunia kerja

membutuhkan pekerja yang memiliki kemampuan

proaktif, dimana dapat bertindak dengan kesadaran

sendiri bukan hanya menunggu perintah dari atasan,

dan tenang dalam menyelesaikan tugas/pekerjaan.

Guru IPS harus memiliki empati dalam dirinya.

Misalnya saja dalam berhadapan dengan peserta

didik, tidak semua peserta didik dapat dengan mudah

mengikuti pembelajaran yang diberikan, apabila guru

35

IPS acuh dengan tidak memikirkan cara agar peserta

didik tersebut dapat menyesuaikan pembelajaran yang

diberikan, maka peserta didik akan terus tertinggal

dan berakhir memiliki nilai yang jelek. Empati

merupakan salah satu ilmu yang dipelajari dalam

dunia IPS, sudah sewajarnya apabila guru IPS

memiliki empati yang tinggi.

Gambar 2.1 soft skill

Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-

unsur pada keterampilan kerja (soft skills) yang harus dimiliki

mahasiswa tingkat akhir antara lain adalah konsep diri positif

(Positive self concept), kemampuan pengendalian diri (self

control), keterampilan bersosial (Social Skill), kemampuan

berkomunikasi (Communication Skill), dan Keterampilan

berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill). Mahasiswa

tingkat akhir dalam memasuki dunia kerja nantinya harus

36

mempersiapkan diri sebaik mungkin, selain keterampilan-

keterampilan diatas mahasiswa juga perlu melatih diri dalam

bersikap inisiatif dalam hal apapun, mulai membiasakan diri

dalam mengerjakan apapun dengan memperhatikan kerapihan

dalam pekerjaannya. Setelah semua soft skill tersebut dikuasai,

jangan lupa juga untuk memperhatikan penampilan. Secara

langsung ataupun tidak langsung, kesiapan kerja juga dapat

dilihat dari penampilan seseorang. Employers akan lebih

memilih employes yang memiliki kerapihan dalam

penampilannya daripada yang memiliki penampilan yang

berantakan, karena employers akan menganggap bahwa

employes dalam memilih penampilan saja tidak siap, apalagi

dalam hal pekerjaan.

c. Pengembangan soft skills

Soft skills yang ada di dalam diri setiap individu tentunya harus

dikembangkan agar soft skills tersebut tidak terkikis dan pada

akhirnya menghilang. Mahasiswa yang belum memiliki suatu

soft skills juga dapat melatih diri agar soft skills tersebut dapat

dikembangkan lebih baik lagi. Sebenarnya soft skills dapat

dilatih dengan cara membiasakan diri terhadap perilaku

tersebut.

Dalam konsep diri positif, mahasiswa harus menanamkan

dipikiran mahasiswa gagasan-gagasan positif tentang dirinya

agar mahasiswa memiliki konsep diri yang positif dan menjauh

37

dari konsep diri yang negatif. Dalam mengembangkan

keterampilan mengontrol diri mahasiswa dapat menerapkan

learning by doing, maksudnya disini adalah mahasiswa tingkat

akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung

untuk melatih diri untuk dapat mengontrol diri dapat dilakukan

pada saat mahasiswa melakukan praktek profesi kependidikan

(PPK). Dalam praktek di kelas pada saat PPK mahasiswa dapat

memiliki pengalaman bagaimana praktek langsung. Dalam

mengajar, tentunya anak yang diajar memiliki perbedaan di

masing-masing murid. Tidak semuanya baik, pasti terdapat

anak yang terbilang nakal sehingga mahasiswa tingkat akhir

jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung sebagai

calon guru harus pintar-pintar dalam mengontrol diri.

Keterampilan berkomunikasi dapat dilatih sejak dini.

Mahasiswa tingkat akhir harus meningkatkan keterampilan

sosial ini, mengacu pada perkembangan teori dari Uri

Bronfenbrenner menyatakan bahwa salah satu sistem yang

berpengaruh dalam perkembangan dan sosialisasi dari anak itu

sendiri adalah budaya dari keluarganya (Gonzalez-Mena,

2009). Jadi keluarga adalah salah satu faktor terpenting agar

individu dapat mengembangkan social skill didalam dirinya

untuk memiliki kesiapan dalam dunia kerja. Mahasiswa dapat

secara bertahap dapat membuka diri untuk dapat bersosialisasi.

Everett Community College dalam jurnalnya yang berjudul

38

Soft Skill mengemukakan beberapa tips bagaimana

berkomunikasi secara efektif, yaitu berpikir sebelum berbicara.

Pastikan volume suara Anda sesuai dengan lingkungan Anda

tempat Anda berada, ingatlah untuk mengkalibrasi ulang

volume suara Anda saat berada di lingkungan yang sepi.

Hindarilah berteriak, jika Anda berpikir seseorang tidak dapat

mendengar Anda mendekat. komunikasi yang sukses berarti

Anda mendengarkan dan pembicara tahu itu. Selalu ingat

untuk fokus pada pembicara dengan menjaga kontak mata dan

memperhatikan isyarat non-verbalnya. Hindari mengganggu

speaker. Hindari bahasa tubuh negatif saat mendengarkan

pembicara Menyilangkan lengan, mendesah dan memutar

matamu sambil mendengarkan seseorang. Berbicara tidak

sopan dan kemungkinan besar akan membawa Anda ke jalan

yang bertentangan dengan pembicara. Sebagai gantinya

pertahankan kontak mata, angguk untuk menunjukkan bahwa

Anda mengerti dan mengajukan pertanyaan klarifikasi bila

sesuai untuk menunjukkan bahwa Anda sedang mendengarkan.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill)

dalam pengembangannya mahasiswa dapat secara terus

menerus mengasah dan membiasakan diri dengan berpikir

secara kritis, menggunakan problem solving yang tepat

sehingga high order thinking skill mahasiswa tersebut dapat

terlatih. Selain dengan membiasakan diri, keterampilan-

39

keterampilan tersebut juga dapat dikembangkan melalui

pelatihan-pelatihan, dengan mengikuti workshop, dan materi-

materi yang didapatkan selanjutnya dapat diaplikasikan

kedalam kehidupan sehari-hari seingga terbiasa.

Lembaga-lembaga pendidikan juga seharusnya tidak hanya

memperhatikan hard skills dari para siswanya tetapi juga

memperhatikan soft skill para siswanya. Lembaga-lembaga

pendidikan berperan penting dengan turut campur dalam

melatih siswanya membiasakan diri melatih soft skill yang ada

didalam diri siswa sehingga siswa terbiasa. Misalnya saja,

dosen-dosen melatih siswanya untuk dapat memiliki

keterampilan teamwork dengan menerapkan sistem belajar

teamwork pada saat perkuliahannya. Dosen juga dapat

mencontohkan untuk dapat datang tepat waktu sehingga

mahasiswanya dapat mencontoh dosen dengan tidak datang

terlambat. Dosen juga dapat memberi punishment apabila

siswa tersebut melanggar dengan tujuan siswa tidak akan

mengulanginya lagi dan terbiasa tidak datang terlambat.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa keterampilan

kerja (soft skills) dapat dikembangkan dan dilatih. Berbagai

cara dapat dilakukan untuk dapat mengembangkan dan melatih

soft skills. Mulai dari mengikuti pelatihan-pelatihan sampai

dengan cara membiasakan diri dengan menjadikan soft skills

tersebut habit. Lembaga-lembaga pendidikan dan keluarga

40

turut berpengaruh dalam mengembangkan dan melatih soft

skills.

B. Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan IPS

1. Mata Pelajaran IPS

Dalam Pasal 37 UU Sisdiknas dikemukakan bahwa mata pelajaran

IPS merupakan muatan wajib yang harus ada dalam kurikulum.

Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 tentang Standar

Nasional Pendidikan Pasal 77I Ayat 1 Huruf f bahwa bahan kajian

ilmu pengetahuan sosial, antara lain, ilmu bumi, sejarah, ekonomi,

kesehatan, dan sebagainya dimaksudkan untuk mengembangkan

pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis Peserta Didik

terhadap kondisi sosial masyarakat. Selanjutnya National Council

for Social Studies (NCSS) (Singer, 2003:30; Levstik dan Tyson,

2008: xix) mendefinsikan IPS sebagai berikut:

“Social studies is the integrated study of the social sciences

and humanities to promote civic competence. Within the school

program, social studies provides coordinated, systematic study

drawing upon such disciplines as anthropology, archeology,

economics, geography,history, law, philosophy, political science,

psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content

from the humanities, mathematics, and natural sciences.”

IPS (social studies) adalah studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial

dan kemanusiaan untuk meningkatkan kompetensi

kewarganegaraan. Di dalam program sekolah, social studies

menyediakan studi terkoordinasi dan sistematis yang

menggambarkan disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi,

ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi,

41

agama dan sosiologi serta isi yang sesuai dengan humaniora,

matematika, dan ilmu-ilmu alam.

Berdasarkan dari beberapa definisi tentang IPS diatas, Pendidikan

IPS FKIP Universitas Lampung terdiri dari beberapa ilmu disiplin

atau bisa disebut dengan program studi, ilmu disiplin tersebut yaitu

Geografi, Sejarah, PPKN, dan Ekonomi. Dimana masing-masing

ilmu disiplin tersebut tentunya berfokus pada aspek spesifik dari

pengalaman manusia dan menggunakan berbagai pendekatan

metodologis untuk mempelajari fenomena. Ilmu disiplin ini

mempelajari pendekatan untuk dapat memahami perilaku manusia,

organisasi, institusi, kepercayaan, dan sikap lintas ruang dan

waktu.

Setiap bidang ilmu pengetahuan selalu mempunyai tujuan yang

diharapkan akan tercapai apabila mempelajari suatu bidang ilmu

tertentu. Ilmu pengetahuan sosial tentunya juga mempunyai suatu

tujuan yang diharapkan dapat tercapai setelah mempelajari ilmu

tersebut. Sesuai dengan tujuan mata pelajaran IPS sebagaimana

yang tertuang dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 yaitu

agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1)

mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya; 2) memiliki kemampuan dasar

untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,

memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial;

3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

42

kemanusiaan; dan 4) memiliki kemampuan berkomunikasi,

bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk,

di tingkat lokal, nasional, dan global. Selanjutnya Gross

(Kawuryan, 2008:24) menegaskan bahwa tujuan utama

pembelajaran IPS adalah untuk melatih siswa bertanggung jawab

sebagai warga negara yang baik.

Lewat kegiatan pembelajaran pendidikan IPS di sekolah, sesuai

dengan tingkat perkembangan psikologisnya, siswa diajak masuk

dalam dan sekaligus menghayati situasi sosial. Harapannya siswa

dapat terpandu dengan baik untuk dapat aktif dengan kondisi

lingkungannya. Dengan demikian, menurut Sekar Purbarini

Kawuryan IPS di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk

mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang

menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap

dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai

kemampuan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.

Tujuan dan fokus Pendidikan IPS adalah untuk mempromosikan

pemahaman yang lebih dalam dan lebih kaya tentang pengalaman

manusia. Tujuan utama Pendidikan IPS adalah untuk

mempromosikan kewaspadaan dan responsibilitas masyarakat yang

lebih besar. Kewarganegaraan yang efektif membutuhkan

pengetahuan tentang struktur dan institusi politik dan ekonomi,

metode partisipasi dan alat untuk pemecahan masalah. Mahasiswa

Pendidikan IPS juga perlu mengetahui bagaimana cara untuk

43

membaca dan memeriksa informasi secara kritis, untuk

mengkomunikasikan kesimpulan secara efektif, dan untuk

mengumpulkan informasi yang meyakinkan yang akan membantu

dalam memahami permasalahan yang akan mahasiswa hadapi di

berbagai disiplin ilmu dan karir. Pelatihan untuk mengembangkan

keterampilan perlu dimulai lebih dini dan dipupuk selama

bertahun-tahun, mahasiswa harus siap untuk menunjukkan

keterampilan tersebut pada saat memasuki dunia kerja.

Berdasarkan uraian diatas, maka mahasiswa tingkat akhir jurusan

Pendidikan IPS FKIP UNILA yang nantinya merupakan calon

seorang guru IPS, agar dapat melatih mempersiapkan para peserta

didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan

(knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and

values) agar dapat menjadi warga negara yang baik tentunya guru

IPS harus memiliki kompetensi yang mendukung.

2. Kompetensi Guru IPS

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen Pasal 1 menjelaskan bahwa kompetensi adalah

seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus

dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam

melaksanakan tugas keprofesionalannya. Kompetensi dalam hal ini

dapat dihubungkan dengan skills yang berhasil dikuasai oleh guru

IPS sehingga ia dapat melakukan suatu tugas atau pekerjaan

dengan baik dan tujuan pembelajaran tersebut dapat berhasil.

44

Dalam perspektif kebijakan pendidikan Nasional, pemerintah telah

merumuskan empat kompetensi guru sebagaimana tercantum

dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen Pasal 8 menjelaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi

akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan

rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional. Lebih jelasnya berdasarkan Undang-Undang

Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Pasal 10 ayat (1) menjelaskan kembali tentang kompetensi yang

harus dimiliki guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi

kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,

dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan

profesi. Dimana keempat kompetensi yang dapat menunjang

kompetensi profesional guru tersebut lebih jelasnya akan

dijabarkan oleh Suastra (2011), yaitu:

a. Kompetensi pedagogis, yaitu kemampuan mengelola

pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap wawasan

dan landasan kependidikan, peserta didik, pengembangan

kurikulum dan silabus, perancangan pembelajaran,

pelaksanaan pembelajaran yang mendidik, evaluasi hasil

belajar, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan

potensi yang dimiliki. Pemahaman guru terhadap peserta didik,

perancangan, pelaksanaan dan evaluasi, pengembangan peserta

didik. Adapun orientasi yang disasar dari kompetensi

45

pedagogik pendidik adalah: (1).aspek potensi peserta didik,

(2).teori belajar dan pembelajaran, strategi, kompetensi dan isi,

dan merancang pembelajaran, (3).menata latar dan

melaksanakan, (4).assesmen proses dan hasil, dan

(5).pengembangan akademik dan non akademik (intelectual

skill 20% dan soft skill 80%).

b. Kompetensi kepribadian, seorang guru harus memiliki

kepribadian mantap dan stabil, dewasa, arief, beribawa dan

akhlak mulia, menjadi teladan bagi peserta didik dan

mengembangkan diri secara berkelanjutan. Orientasi yang

disasar dari kompetensi ini adalah: (1).norma hukum dan

sosial, rasa bangga, konsisten dengan norma, (2).mandiri dan

etos kerja, (3).berpengaruh positif dan disegani, (4).norma

religius dan diteladani, (5).jujur.

c. Kompetensi profesional, kemampuan penguasaan materi

pembelajaran secara luas dan mendalam, penguasaan bidang

studi/sumber bahan ajar atau penguasaan bidang studi

keahlian, menguasai struktur metode keilmuannya. Jadi dengan

kompetensi ini diharapkan dapat menguasai keilmuan bidang

studi, dan langkah kajian kritis pendalaman isi bidang studi.

Sasaran kompetensi profesional mengarah pada: (1).paham

materi, struktur, konsep, metode keilmuwan yang menaungi,

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (2).metode

46

pengembangan ilmu, telaah kritis, kreatif dan inovatif terhadap

bidang studi.

d. Kompetensi sosial, kemampuan untuk berkomunikasi lisan,

tulisan dan isyarat, menggunakan teknologi informasi, bergaul

secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, bergaul

secara santun dengan masyarakat sekitar. Jadi, seorang guru

diharapkan mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta

didik, kolega, dan masyarakat. Orientasi sasaran dari

kompetensi ini diharapkan dapat menarik, empati, kolaboratif,

suka menolong, menjadi panutan, komunikatif, kooperatif.

Menurut Mulyasa (2009: 103) bahwa “pelaksanaan pembelajaran

harus berangkat dari proses dialogis antar sesama subjek

pembelajaran, sehingga melahirkan pemikiran kritis dan

komunikasi karena tanpa komunikasi tidak akan ada pendidikan

sejati”. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor

16 tahun 2007 tentang Standard Kualifikasi Akademik dan

Kompetensi Guru menjelaskan bahwa :

a. Kompetensi Guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

(IPS) pada SMP/MTs

1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir mata

pelajaran IPS baik dalam lingkup lokal, nasional, maupun

global.

2. Membedakan struktur keilmuan IPS dengan Ilmu-ilmu

Sosial.

47

3. Menguasai konsep dan pola pikir keilmuan dalam bidang

IPS.

4. Menunjukkan manfaat mata pelajaran IPS.

b. Kompetensi Guru mata pelajaran PKn pada SMP/MTs,

SMA/MA, SMK/MAK

1. Memahami materi, struktur, konsep, dan pola pikir

keilmuan yang mendukung mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan.

2. Memahami substansi Pendidikan Kewarganegaraan yang

meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge),

nilai dan sikap kewarganegaraan (civic disposition), dan

ketrampilan kewarganegaraan (civic skills).

3. Menunjukkan manfaat mata pelajaran pendidikan

kewarganegaraan.

c. Kompetensi Guru mata pelajaran Ekonomi pada SMA/MA,

SMK/MAK

1. Memahami materi, struktur, konsep, dan pola pikir

keilmuan yang mendukung mata pelajaran Ekonomi.

2. Membedakan pendekatan-pendekatan Ekonomi.

3. Menunjukkan manfaat mata pelajaran Ekonomi.

d. Kompetensi Guru mata pelajaran Geogafi pada SMA/MA,

SMK/MAK

1. Menguasai hakikat struktur keilmuan, ruang lingkup, dan

objek geografi.

48

2. Membedakan pendekatan-pendekatan geografi.

3. Menguasai materi geografi secara luas dan mendalam

4. Menunjukkan manfaat mata pelajaran geografi

e. Kompetensi Guru mata pelajaran Sejarah pada SMA/MA,

SMK/MAK

1. Menguasai hakikat struktur keilmuan, ruang lingkup, dan

objek Sejarah.

2. Membedakan pendekatan-pendekatan Sejarah.

3. Menguasai materi Sejarah secara luas dan mendalam.

4. Menunjukkan manfaat mata pelajaran Sejarah.

Dapat disimpulkan bahwa mahasiswa tingkat akhir jurusan

Pendidikan IPS FKIP Unila sebagai calon guru IPS nantinya harus

memiliki kompetensi sebagai guru IPS, diantara kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan

kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Mahasiswa juga harus mempunyai kompetensi yang tercantum

dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 16

tahun 2007 tentang Standard Kualifikasi Akademik dan

Kompetensi Guru.

3. Mahasiswa Tingkat Akhir

Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2012 tentang

Pendidikan Tinggi Pasal 1 ayat 15 menyebutkan bahwa Mahasiswa

adalah peserta didik pada jenjang Pendidikan Tinggi. Mahasiswa

yang menjalani perkuliahan diatas semester 7 dan sedang

49

menjalani skripsi dapat disebut dengan mahasiswa tingkat akhir.

Mahasiswa tingkat akhir dituntut untuk memiliki rasa optimis,

semangat hidup yang tinggi, mencapai prestasi optimal dan

berperan aktif dalam menyelesaikan masalah, baik masalah

akademis maupun non akademis (Yesamine, 2000). Dalam

mencapai tuntutan tersebut tentunya tidak berjalan mulus,

mahasiswa akan menghadapi berbagai permasalahan yang harus

dihadapi.

Masalah yang dihadapi oleh mahasiswa tingkat akhir antara lain

seperti terlihat dalam penelitian Yesamine (2000) dan Huda (2003)

bahwa, mahasiswa menghadapi masalah-masalah yang spesifik dan

cenderung lebih berat jika dibandingkan mahasiswa baru atau

tingkat awal. Masalah-masalah tersebut adalah pengulangan mata

kuliah, tugas penulisan skripsi, perencanaan masa depan, tuntutan

keluarga sebagai pendukung dana untuk mempercepat kuliah serta

semakin banyaknya teman sebaya yang telah lulus kuliah dan

mendapat pekerjaan. Perencanaan masa depan merupakan salah

satu permasalahan bagi mahasiswa tingkat akhir. Dimana setelah

mahasiswa lulus dari perguruan tinggi maka akan melanjutkan ke

masa dimana mahasiswa harus bekerja. Perencanaan masa depan

harus disesuaikan dengan kompetensi yang dimiliki mahasiswa

tersebut.

Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung mempunyai

kompetensi lulusan yang diharapkan setelah mahasiswa tingkat

50

akhir lulus. Kompetensi lulusan mahasiswa tingkat akhir jurusan

Pendidikan IPS yaitu:

a. PPKn

Mahasiswa tingkat akhir prodi PPKn setelah lulus nantinya

diharapkan dapat memiliki kompetensi untuk menjadi Guru

PKn SMU/SMK/MA/ Sederajat & SLTP/MTs/Sederajat.

Untuk menunjang peningkatan sumber daya manusia dalam

bidang kependidikan, Program Studi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan (PPKn) adalah wahana untuk melahirkan

tenaga pendidik yang memiliki kompetensi guru dalam bidang

studi PPKn SMA/MA, SMP/MTs, dan mampu

mengembangkan inovasi edukatif yang mendorong

pembentukan karakter bangsa yang positif. Prodi PPKn juga

diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang mampu bersaing

di pasar tenaga kerja global. Mampu menghasilkan tenaga

Pendidik dan Kependidikan yang profesional dan berakhlak

mulia, berjiwa kebangsaan, memiliki kemampuan seperti

keterampilan legislasi, kontrak hukum dan jurnalistik, sehingga

dapat bekerja secara profesional. Serta dapat menghasilkan

SDM yang berkualitas, beriman dan bertaqwa, berdaya saing

mandiri dan berbudaya yang cepat diserap pasar kerja dan

dapat menciptakan lapangan kerja baik dirinya dan orang lain.

Untuk mewujudkan harapan tersebut mahasiswa tingkat akhir

harus memiliki keterampilan yang mendukung.

51

Mahasiswa tingkat akhir program studi PPKN harus dapat

mengidentifikasikan perbedaan sosial grup (contoh: klub,

organisasi keagamaan) dan memeriksa bagaimana mereka

membentuk dan mengapa mereka mempertahankan diri

mereka sendiri, mendefinisikan konsep sosialisasi dan

menganalisis sosialisasi memainkan peran dalam

pembangunan manusia dan perilaku, menganalisis bagaimana

lembaga sosial (seperti : pernikahan, Keluarga, gereja, sekolah)

dapat berfungsi dan memenuhi kebutuhan masyarakat, serta

mahasiswa juga perlu mengidentifikasi dan mengevaluasi

sumber-sumber dan konsekuensi dari konflik sosial. Untuk

dapat mengidentifikasi, mendefinisikan, serta menganalisis

hal-hal tersebut diperlukan keterampilan untuk berpikir tingkat

tinggi (High order thinking skill). Mahasiswa tingkat akhir

juga membutuhkan keterampilan sosial (social skill) untuk

terjun ke masyarakat langsung dalam memeriksa bagaimana

perbedaan sosial grup, menganalisis sosialisasi memainkan

peran dalam pembangunan manusia dan perilaku, dan

mengevaluasi sumber-sumber dan konsekuensi dari konflik

sosial. Nantinya mahasiswa tingkat akhir sebagai calon guru

PPKn akan berhadapan dengan peserta didik. Dalam

melakukan pembelajaran dengan peserta didik, nantinya

mahasiswa tingkat akhir akan memerlukan rasa kepercayaan

diri yang tinggi karena mahasiswa tingkat akhir dituntut agar

52

bisa menyampaikan materi didepan kelas, hal tersebut

dibutuhkan kemampuan konsep diri positive (positive self

concept). Mahasiswa tingkat akhir juga akan berinteraksi

dengan banyak peserta didik sehingga memerlukan

keterampilan komunikasi (communication skill). Dalam

berhadapan dengan peserta didik juga calon guru harus dapat

mengontrol dirinya (self control). Pendidikan

Kewarganegaraan adalah studi tentang kehidupan kita sehari-

hari, mengajarkan bagaimana menjadi warga negara yang baik,

warga negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila

yang merupakan dasar negara Indonesia. Tidak hanya teori

saja yang diberikan, namun juga guru PPKn memberikan

sentuhan moral dan sikap sosial. Menyaring budaya dari luar

agar sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yaitu

pancasila. Guru sebagai panutan bagi peserta didik, sudah

seharusnya mencontohkan moral dan sikap sosial yang sesuai

dengan pancasila, dan hal tersebut tidaklah mudah. Guru PPKn

harus bisa mengontrol diri untuk dapat mencontohkan moral

dan sikap sosial sesuai dengan pancasila, untuk itu guru PPKn

membutuhkan self control dalam dirinya.

b. Ekonomi

Mahasiswa tingkat akhir prodi Ekonomi setelah lulus nantinya

diharapkan dapat memiliki kompetensi untuk menjadi Guru

Ekonomi SMU/SMK/MA/Sederajat, Guru Akutansi

53

SMU/SMK/MA/ Sederajat. Guru (IPS) Ekonomi

SLTP/MTs/Sederajat. Dapat memiliki kompetensi untuk

menjadi tenaga akuntansi madya di lembaga keuangan bank.

Memiliki kompetensi untuk menjadi tenaga akuntansi madya

di perusahaan. Memiliki kompetensi untuk menjadi

wiraswastawan dalam dunia bisnis. Prodi Ekonomi FKIP

UNILA diharapkan mampu menyiapkan tenaga pendidikan

yang memiliki kompetensi pendagogik, sosial, kepribadian,

dan profesional serta memiliki jiwa pengabdian dan komitmen

yang tinggi terhadap dunia pendidikan. Menyelenggarakan

proses pembelajaran yang berkualitas disiplin dan

bertanggungjawab dengan ditopang oleh penerapan ICT.

Mahasiswa tingkat akhir program studi Ekonomi harus dapat

mengidentifikasi dan mengevaluasi kelebihan dan kelemahan

dari sistem ekonomi yang berbeda, serta harus bisa

menganalisis fungsi dan struktur dasar dari ekonomi

internasional. Mahasiswa tingkat akhir program studi Ekonomi

yang nantinya akan menjadi guru ekonomi/akutansi, studi yang

dipelajari salah satunya menghitung angka. Hal tersebut

tentunya memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high

order thinking skill). Mahasiswa tingkat akhir prodi Ekonomi

sebagai calon guru Ekonomi nantinya akan berhadapan dengan

peserta didik. Dalam melakukan pembelajaran dengan peserta

didik, nantinya mahasiswa tingkat akhir akan memerlukan rasa

54

kepercayaan diri yang tinggi karena mahasiswa tingkat akhir

dituntut agar bisa menyampaikan materi didepan kelas, hal

tersebut dibutuhkan kemampuan konsep diri positive (positive

self concept). Mahasiswa tingkat akhir juga akan berinteraksi

dengan banyak peserta didik sehingga memerlukan

keterampilan komunikasi (communication skill). Dalam

pembelajaran guru Ekonomi tidak melulu hanya di dalam

kelas. Pembelajaran dapat dilakukan diluar kelas juga,

misalnya apabila dalam pembelajaran saham, guru Ekonomi

melakukan pembelajaran dengan metode terjun langsung

dengan mengunjungi bursa efek sehingga peserta didik yang

diajar melihat contoh real bagaimana cara kerja pembelajaran

saham tersebut. Hal tersebut tentunya terdapat kerjasama

antara guru Ekonomi dengan pihak bursa efek. Dalam bekerja

sama, guru Ekonomi harus memiliki social skill dalam dirinya.

Dalam menghadapi murid juga mahasiswa tingkat akhir

sebagai calon guru harus dapat mengontrol diri (self control).

c. Geografi

Mahasiswa tingkat akhir program studi Geografi FKIP UNILA

setelah lulus dari perkuliahan diharapkan dapat memiliki

kompetensi untuk menjadi Guru Geografi SMA/SMK/MA dan

di SMP/ MTs. Mahasiswa tingkat akhir juga diharapkan dapat

memiliki keterampilan untuk mengoperasikan program SIG

55

untuk kepentingan pendidikan dan kebutuhan pasar kerja baik

di pemerintahan maupun di swasta.

Setiap manusia harus memiliki karakter yang kokoh dan positif

untuk menunjang profesionalisme sehingga mereka memiliki

martabat yang baik pula di kalangan masyarakat global.

Mahasiswa tingkat akhir juga diharapkan dapat memiliki

kompetensi profesional meliputi aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor, serta mampu mengembangkan inovasi edukatif

yang mendorong pembentukan karakter bangsa secara positif.

Mempersiapkan lulusan yang siap bersaing di pasar kerja

lainnya seperti di pemerintahan, dinas, dan swasta. Program

studi Geografi juga diharapkan dapat menghasilkan SDM yang

berkualitas, beriman dan bertaqwa, berdaya saing mandiri dan

berbudaya, yang cepat diserap pasar kerja dan dapat

menciptakan lapangan kerja baik dirinya dan orang lain.

Menghasilkan sarjana pendidikan Geografi yang profesional

dan berdaya saing tinggi.

Mahasiswa tingkat akhir program studi Geografi harus bisa

menggunakan peralatan dan konsep geografi tepat dan akurat,

dapat mengevaluasi sebab dan akibat pola migrasi manusia

dari waktu ke waktu, dan menganalisis hubungan antara

geografi dan pengembangan komunitas manusia. Kemampuan

untuk berpikir tingkat tinggi sangat diperlukan dalam hal ini

(high order thinking skill). Geografi merupakan ilmu bumi.

56

Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari kehidupan

manusia lainnya serta manusia juga tidak dapat melepaskan

diri dari permukaan bumi. Seperti yang diketahui manusia

merupakan makhluk sosial sehingga kehidupan manusia tidak

dapat dilepaskan dari kehidupan manusia lainnya. Guru

Geografi untuk tetap terus berhubungan dengan manusia

lainnya, maka guru Geografi harus terampil dalam

berkomunikasi dan bersosialisasi. Hakekat dari Geografi

adalah pengajaran tentang aspek keruangan permukaan bumi

yang merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat

manusia dengan variasi kewilayahannya masing-masing. Agar

dapat menyerap dengan baik apa yang menjadi gejala dan

masalah geografi, kita harus mampu mendalami hakikat faktor

manusia dengan alam lingkungannya yang dapat kita peroleh

jika kita memiliki pengetahuan dasar berkenaan dengan aspek-

aspek sosial, ekonorni, budaya, politik, dan sebagainya.

Materi atau pokok bahasan pengajaran Geografi tentang

kehidupan manusia di Indonesia, khususnya pemanfaatan

sumberdaya lingkungan dan permasalahannya diharapkan

dapat menjadi sarana pengembangan citra anak didik terhadap

makna dan kepentingan lingkungan hidup bagi umat manusia.

Kondisi ini menunjukkan pengajaran geografi memunyai peran

penting dalam pencapaian tujuan pendidikan lingkungan

hidup. Untuk mencapai tujuan pendidikan lingkungan hidup

57

keterampilan yang dipakai adalah keterampilan sosial (social

skill). Dalam melakukan pembelajaran dengan peserta didik,

nantinya mahasiswa tingkat akhir akan memerlukan rasa

kepercayaan diri yang tinggi karena mahasiswa tingkat akhir

dituntut agar bisa menyampaikan materi didepan kelas, hal

tersebut dibutuhkan kemampuan konsep diri positive (positive

self concept). Dalam menghadapi murid juga mahasiswa

tingkat akhir sebagai calon guru harus dapat mengontrol diri

(self control).

d. Sejarah

Pembelajaran sejarah menurut S.K. Kochar secara memiliki

pengertian mengembangkan pemahaman tentang diri sendiri.

Pembelajaran sejarah harus mampu mendidik mahasiswa

tingkat akhir program studi Sejarah agar akurat dalam

memahami dan menyampaikan berbagai peristiwa. Sejarah

juga meningkatkan kemampuan intelektual dan memperluas

cakrawala mental mahasiswa. Menghasilkan lulusan yang

handal dan mampu bersaing di pasar global.

Mahasiswa tingkat akhir program studi Sejarah harus dapat

memeriksa bagaimana dan mengapa sejarawan membagi masa

lalu menjadi beberapa era, dapat mengidentifikasikan dan

mengevaluasi sumber-sumber dan pola-pola dari perubahan

dan kesinambungan di waktu dan tempat, serta dapat

menganalisis penyebab dan efek utama dari perubahan politik,

58

ekonomi dan sosial di Indonesia dan di sejarah dunia. Dalam

hal ini kemampuan yang dipakai adalah kemampuan berpikir

tingkat tinggi (high order thinking skill).

Pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran yang

mampu menjadikan siswa tertarik dan cinta kepada sejarah,

karena sejarah merupakan sumber inspirasi dan aspirasi untuk

masa kini dan menghadapi tantangan masa depan. Guru

Sejarah untuk dapat menciptakan pembelajaran yang baik

dapat menggunakan metode belajar yang lebih kreatif sehingga

siswa dapat tertarik dan cinta kepada sejarah, tentunya

didukung dengan menggunakan keterampilan berkomunikasi

yang baik dan kemampuan bersosialisasi dengan murid yang

baik. Dalam proses pembelajaran di sekolah, belajar sejarah

seringkali diartikan oleh siswa sebagai belajar menghapal

angka tahun, nama orang, tempat atau menghapal peristiwa-

peristiwa sejarah. Adakalanya siswa tidak mengerti mengapa

harus belajar sejarah. Padahal, memahami sejarah menuntun

orang memahami masa lampau dalam rangka menghadapi

masa kini dan masa mendatang. Dalam melakukan

pembelajaran dengan peserta didik, nantinya mahasiswa

tingkat akhir akan memerlukan rasa kepercayaan diri yang

tinggi karena mahasiswa tingkat akhir dituntut agar bisa

menyampaikan materi didepan kelas, hal tersebut dibutuhkan

kemampuan konsep diri positive (positive self concept). Dalam

59

menghadapi murid juga mahasiswa tingkat akhir sebagai calon

guru harus dapat mengontrol diri (self control).

IPS merupakan disiplin akademis yang mempelajari aspek-

aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan

sosialnya, untuk itu social skill sangat diperlukan oleh guru

IPS. Cakupan yang lebih luas kajian IPS meliputi perilaku, dan

interaksi manusia pada masa kini, dan masa lalu, IPS juga

memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat.

Kemampuan yang dipakai dalam berinteraksi menggunakan

comunication skill. Guru IPS juga menyatakan bahwa

pendidikan IPS berperan dalam pendidikan nilai-nilai dan

karakter siswa dalam bentuk kerja sama, cinta tanah air, dan

gotong royong, serta menghargai dan merespon masalah

bangsa, kemampuan yang digunakan yaitu dengan

menggunakan kemampuan bersosialisasi (social skill). Pada

standar isi, IPS sangat kental dengan nilai-nilai yang merajut

kebhinekaan, sejarah bangsa, rasa tanggung jawab, saling

menghargai, dan sebagainya.

Kinerja guru dapat menentukan keberhasilan mahasiswa dalam

mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang lebih

ditetapkan dalam kurikulum pendidikan tinggi, yaitu

terciptanya sumber daya manusia yang mempunyai tingkat

intelektualitas yang tinggi dan unggul, mampu membangun

dirinya sendiri dan bersaing, serta bermanfaat bagi masyarakat

60

dalam membangun bangsanya. Untuk menjadi guru yang

disenangi oleh siswa, seorang guru harus memiliki berbagai

kriteria atau kinerja yang diduga diperlukan untuk

pembelajaran yaitu: cara guru menyampaikan materi kuliah,

cara guru berkomunikasi, kreativitas guru dalam proses

pembelajaran, disiplin kerja guru, cara guru menilai hasil karya

siswa, dan penggunaan sarana prasarana oleh guru dalam

proses pembelajaran. Suatu proses belajar dikatakan

berkualitas apabila pada proses belajar tersebut dapat membuat

siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar dan

menghasilkan pengalaman belajar yang dapat dihayati oleh

siswa.

Berdasarkan uraian di atas, mahasiswa tingkat akhir jurusan IPS

akan menjadi guru IPS yang mempelajari ilmu pengetahuan sosial

yang berhubungan erat dengan lingkungan sekitar, masyarakat dan

khususnya yang akan berhubungan dengan peserta didik,

kemampuan bersosialisasi (social skill) sangat diperlukan untuk

guru IPS. Tentunya dalam bersosialisasi erat kaitannya dengan

interaksi sehingga kemampuan berkomunikasi (comunication skill)

juga diperlukan. Guru IPS juga membutuhkan kemampuan untuk

berfikir tingkat tinggi (high order thinking skill) untuk dapat

mengidentifikasi, menganalisis dan dapat menyelesaikan

permasalahan sosial. Dalam berhadapan dengan peserta didik juga

memerlukan positive self concept yang baik agar guru IPS dapat

61

memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Guru IPS juga

membutuhkan self control didalam diri untuk berhadapan dengan

siswa IPS yang memiliki kreatifitas tinggi yang sering dilabelkan

sebagai siswa yang nakal.

C. Kaitan Soft Skills dalam Kesiapan Kerja

Dalam menjalani fase kehidupannya, mahasiswa tingkat akhir jurusan

Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung nantinya setelah mendapatkan

gelar sarjana akan melangkah ke dunia sebenarnya yaitu dunia karir.

Dimana pada saat itu mahasiswa dituntut untuk memiliki kesiapan dalam

bekerja. Penelitian Talib dan Aun (2009) yang menunjukkan hasil bahwa

siswa dengan kemampuan akademis tinggi namun rendah pengetahuan

informasi karir dan kejuruan berarti belum dapat menentukan karirnya.

Mahasiswa tingkat akhir harus siap memasuki dunia kerja, untuk itu

mahasiswa harus memiliki kesiapan kerja di dalam dirinya, mahasiswa

yang belum dapat menentukan karirnya maka mahasiswa tersebut belum

memiliki kesiapan kerja. Soft skills merupakan bagian dari kesiapan kerja.

Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kesiapan kerja

atau kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang

mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai

dengan standar yang ditetapkan. Selanjutnya Robles (2012)

mengidentifikasikan 10 soft skills yang sangat penting untuk eksekutif

bisnis, yaitu:

Identified the top 10 soft skills as perceived the most important by

business executives: integrity, communication, courtesy, responsibility,

62

social skills, positive attitude, professionalism, flexibility, teamwork, and

work ethic.

Pernyataan diatas diartikan bahwa 10 soft skills yang sangat penting untuk

eksekutif bisnis adalah integritas, komunikasi, kesopanan, tanggung

jawab, kemampuan sosial, sikap yang positif, profesionalisme,

fleksibilitas, kerjasama tim, dan etika dalam bekerja. Kesepuluh soft skills

ini sangat perlu dimiliki agar mahasiswa siap kerja. Hal lain yang

memperkuat bahwa soft skills penting dalam dunia kerja yaitu seperti yang

telah dikemukakan oleh Yorke dan ksatria (2004) yang mengemukakan

USEM sebagai akronim untuk empat komponen yang saling terkait dari

employability yaitu : a) Understanding; b) Skills; c) Efficacy beliefs; dan

d) Metacognition. Berdasarkan dari yang telah disebutkan skills

merupakan salah satu komponen dari employability. Untuk memiliki

kesiapan kerja didalam dirinya, mahasiswa harus menguasai dan memiliki

keterampilan-keterampilan didalam dirinya. Keterampilan tersebut dibagi

menjadi dua, yaitu hard skills dan soft skills. Menurut temuan Mitsubishi

Research Institute (Endrotomo, 2010; Sinarwati, 2014) faktor yang

memberi kontribusi keberhasilan dalam dunia kerja adalah finansial 10%,

keahlian bidangnya 20%, networking 30% dan soft skills 40%. Menurut

pernyataan tersebut sudah jelas bahwa soft skills memberi kontribusi

keberhasilan yang paling besar. Hasil penelitian lain yang menyebutkan

bahwa soft skills sangat dibutuhkan dalam dunia kerja yaitu penelitian

NACE (National Asssociation of Colleges and Employers) pada tahun

2005 yang menyebutkan bahwa umumnya pengguna tenaga kerja

63

membutuhkan keahlian kerja berupa 80% soft skills dan 20 hard skills

(Sailah, 2007; Sinarwati, 2014). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Lippman dalam Amalee (2016) dibawah lembaga Child Trends USA

menunjukkan ada beberapa keterampilan kesiapan kerja yang dibutuhkan

oleh seorang pekerja agar berhasil dalam kehidupan kerja. Keterampilan

kerja (Soft skill) tersebut adalah 1) Konsep Diri postif (Positive self

concept); 2) Kemampuan pengendalian diri (self control); 3) Keterampilan

bersosial (Social Skill); 4) Kemampuan berkomunikasi (Communication

Skill); 5) Keterampilan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill).

Selanjutnya Sailah (2007) menjelaskan lebih lanjut ada 23 atribut soft

skills yang dominan di lapangan kerja. Ke 23 atribut tersebut diurutkan

berdasarkan prioritas kepentingannya di dunia kerja, yaitu: inisiatif,

etika/integritas, berpikir kritis, kemauan belajar, komitmen, motivasi,

bersemangat, dapat diandalkan, komunikasi lisan, kreatif, kemampuan

analitis, dapat mengatasi stres, manajemen diri, menyelesaikan persoalan,

dapat meringkas, kerjasama, fleksibel, kerja dalam tim, mandiri,

mendengarkan, tangguh, berargumentasi logis, dan manajemen waktu. Soft

skills ini sendiri dapat dilatih dari kebiasaan sehari-hari, misalnya saja

apabila mahasiswa tersebut dilatih untuk disiplin dan tepat waktu pada saat

perkuliahan, maka dalam dunia kerja mahasiswa tersebut sudah terlatih

dan terbiasa sehingga sudah memiliki sikap disiplin. Soft skill perlu dilatih

sedini mungkin, lembaga pendidikan di Indonesia seharusnya memberikan

pelatihan-pelatihan dan praktek soft skill di sekolah, agar mahasiswa

64

bukan hanya siap dalam segi hard skill melainkan siap juga dalam soft

skill.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa kesiapan kerja diperlukan bagi

mahasiswa tingkat akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas

Lampung. Mahasiswa yang memiliki kesiapan kerja harus memiliki

keterampilan-keterampilan yang ada pada dirinya yaitu keterampilan kerja

(soft skills) agar mahasiswa tingkat akhir nantinya siap untuk terjun ke

dunia kerja sebagai guru IPS. Sehingga kaitan antara soft skills dan

kesiapan kerja tentunya sangat berkaitan.

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Universitas Lampung yang lebih tepatnya

bertempat di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Sedangkan waktu

pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2017/2018.

B. Jenis Penelitian

Menurut Mc. Milan dan Scumacher (2001) penelitian dibedakan atas dua

pendekatan yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan

fenomena-fenomena objektif dan dikaji secara kuantitatif. Metode

penelitian yang peneliti pilih dalam penelitian ini yaitu metode penelitian

deskriptif dimana metode penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan

fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat

yang lampau. Menurut Sukmadinata (2010) bahwa metode deskriptif

mengkaji bentuk aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, persamaan

dan perbedaannya dengan fenomena yang lain. Dimana kesiapan kerja

pada mahasiswa tingkat akhir merupakan suatu fenomena yang harus

dikaji dengan cara diteliti. Penelitian ini juga menggunakan survei analitis

yang berupaya menggambarkan dan menjelaskan mengapa suatu situasi

66

ada, dimana penelitian ini menggambarkan dan menjelaskan mengapa soft

skill kesiapan kerja pada mahasiswa tingkat akhir FKIP Universitas

Lampung ada. Survei analitis mempelajari dua atau lebih variabel dalam

upaya menjawab pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis penelitian.

Hasil survei memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan di antara

variabel dan menarik kesimpulan dari hubungan tersebut (Morissan;

2012,166). Untuk itu metode penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pendekatan deskriptif kuantitatif dengan penelitian survei

analitis yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kesiapan kerja

mahasiswa tingkat akhir jurusan IPS di FKIP Unila yang dilihat dari

variabel keterampilan kesiapan kerja yaitu ; positif self concept, self

control, high order thinking skill, communication skill, dan social skill.

Penelitian ini menggunankan penelitian Cross-Sectional yaitu penelitian

yang dilakukan dalam satu waktu tertentu (Prasetyo & Jannah; 2012,45).

Adapun langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Memberikan angket/kuisioner kepada siswa Mahasiswa untuk

mengetahui tingkat kesiapan karir

2. Melakukan proses penskoran terhadap hasil tes yang dikerjakan oleh

mahasiswa;

3. Melakukan analisis data

4. Menginterpretasikan hasil pengujian

5. Menyusun laporan penelitian.

67

C. Definisi Operasional

Kesiapan kerja adalah individu yang memiliki keahlian soft skill,

pemahaman dan kepribadian yang membuat individu tersebut bisa

memilih, merasa nyaman dengan pekerjaannya, mencakup aspek

kepribadian, pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai

dengan standar yang ditetapkan.

D. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah himpunan yang lengkap dari satuan-satuan atau

individu-individu yang karakteristiknya ingin peneliti ketahui

(Anggoro, 2011:4.2). Populasi pada penelitian ini yaitu mahasiswa/i

jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung yang sedang

menyusun skripsi (angkatan 2014), dengan anggapan telah

memenuhi 120 sks mata kuliah wajib dan pilihan sehingga dapat

diasumsikan mahasiswa/i tersebut telah memiliki kesiapan kerja dan

kemampuan soft skill. Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas

Lampung terbagi menjadi 4 program studi yaitu Pendidikan Geografi,

Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Sejarah, dan PPKN, dimana jumlah

mahasiswa keseluruhan pada angkatan 2014 adalah sebesar 964

mahasiswa/i. Berikut merupakan tabel yang menjelaskan tentang

populasi penelitian ini :

68

Tabel 3.1 Populasi Penelitian

No. Program Studi Jumlah Mahasiswa

1 Pendidikan Geografi 287

2 Pendidikan Sejarah 270

3 PPKN 177

4 Pendidikan Ekonomi 230

Jumlah 964

Sumber : Daftar Rekapitulasi Jumlah Mahasiswa

2. Sampel

Sampel adalah sebagian anggota populasi yang memberikan

keterangan atau data yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Anggoro, 2011:4.3) . Dengan kata lain sampel adalah himpunan dari

populasi. Gay dalam Anggoro (2011), mengatakan bahwa untuk

studi yang bersifat deskriptif ukuran sampel sebesar 10% dari jumlah

populasi merupakan ukuran minimum. Meskipun sampel yang diambil

merupakan 10% dari populasi sudah mewakili, akan tetapi untuk

memperkecil kesalahan duga maka peneliti mengambil sampel

penelitian sebesar 20% dari populasi. Semakin besar ukuran sampel

yang kita gunakan semakin kecil kesalahan duga yang kita buat.

Berdasarkan pada hal tersebut, maka jumlah sampel dapat dirumuskan

sebagai berikut :

S = n x 20%

Dimana

S = sampel penelitian

N = jumlah mahasiswa/i dari populasi yang akan diteliti

Dari rumus diatas maka dapat di hitung jumlah sampel yang diambil

yaitu:

69

a. Program Studi Pendidikan Geografi

S = 287 x 20%

S = 57,4 dibulatkan menjadi 57 Mahaiswa/i

b. Program Studi Pendidikan Sejarah

S = 270 x 20%

S = 54 mahasiswa/i

c. Program Studi PPKN

S = 177 x 20%

S = 35,4 dibulatkan menjadi 35 mahasiswa/i

d. Program Studi Pendidikan Ekonomi

S = 230 x 20%

S = 46 mahasiswa/i

Penyebaran anggota sampel penelitian yang ditetapkan dapat dilihat

pada table berikut :

Table 3.2 Jumlah Sampel

No. Progam Studi Jumlah

Populasi

Jumlah

Sampel

1. Pendidikan Geografi 287 57

2. Pendidikan Sejarah 270 54

3. PPKN 177 35

4 Pendidikan Ekonomi 230 46

Jumlah 964 192

E. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

Dalam kelompok penelitian kuantitatif, terdapat beberapa jenis penelitian

dilihat dari teknik pengumpulan data, yaitu penelitian survei, penelitian

70

eksperimen, serta analisis isi (Prasetyo & Jannah; 2012,48). Teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini akan menggunakan skala sebagai

instrumen penelitian, untuk itu penelitian ini menggunakan penelitian

survei. Penelitian survei merupakan suatu penelitian kuantitatif dengan

menggunakan pertanyaan terstruktur/sistematis yang sama kepada banyak

orang, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti dicatat,

diolah, dan dianalisis (Prasetyo & Jannah; 2012,143). Peneliti dalam

mengambil data menggunakan teknik penarikan sampel probabilitas

dengan jenis sampel acak sederhana. Sampel acak sederhana adalah

sampel yang diambil dari suatu populasi dengan cara tidak memilih-

memilih individu yang dijadikan anggota sampel atas dasar alasan tertentu

atau alasan yang bersifat subjektif (Anggoro, 2011:4.5). Jadi, peneliti akan

memilih anggota sampel secara objektif. Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala

kesiapan kerja berdasarkan indikator dari keterampilan kesiapan kerja.

Skala dalam penelitian ini termotivasi dari skala yang dikembangkan dari

Modul pegangan Guru Program Kesiapan Kerja Employability (Accenture

Yayasan Sayangi Tunas Cilik) dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Lippman et.al. (2015). Adapun indikator item pada penelitian kali ini yaitu

; positif self concept, self control, high order thinking skill, communication

skill, dan social skill. Pertanyaan yang dipakai adalah pertanyaan tertutup

yang mengandung jawaban berskala, yaitu jawaban yang disusun menurut

gradasi atau tingkatan.

71

Table 3.3 Kisi-Kisi Skala Kesiapan Kerja berdasarkan Indikator dari

Keterampilan Kerja

Variable Sub variable Indikator Jumlah

Keterampilan

kerja

Konsep diri

positif (positive

self concept)

Rasa percaya diri 1

Mengenal diri 1

Visi & goal setting 2

Kemampuan

pengendalian diri

(self control)

Kemampuan menunda

kesenangan 2

Kemampuan mengelola

stress dan kekhawatiran 2

Keterampilan

bersosial (social

skill)

Kerjasama 2

Kemampuan

menyelesaikan konfilk

dengan orang lain.

2

Kemampuan

berkomunikasi

(communication

skill)

Kemampuan mendengar

aktif 2

Kemampuan menghargai

orang lain 2

Keterampilan

berpikir tingkat

tinggi (High

Order Thinking

Skill)

Keterampilan empati &

proaktif 2

Keterampilan berpikir kritis

dan pemecahan masalah

kreatif

2

Skala kesiapan kerja pada penelitian ini berdasarkan indikator dari

keterampilan kesiapan kerja yang dikembangkan dari Modul pegangan

Guru Program Kesiapan Kerja Employability (Accenture Yayasan

Sayangi Tunas Cilik) dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lippman

dalam Amalee (2016) menggunakan pertanyaan berskala dengan bentuk

72

Rating Scale (skala peringkat sederhana). Skala peringkat sederhana ini

menggunakan tipe skala 1 hingga 10, dimana semakin responden memilih

nilai tertinggi (dalam hal ini 10) maka responden semakin setuju dengan

pernyataan tersebut, dan sebaliknya apabila responden memilih nilai

terendah (dalam hal ini 1) maka responden semakin tidak setuju dengan

pernyataan tersebut.

Pada penelitian kali ini, peneliti mengkonversi skala tersebut dengan cara

membagi skala peringkat dari yang lebih besar dengan skala yang lebih

kecil (Morissan. 2012:87), dalam hal ini peneliti ingin mengubah skala

peringkat dari 1-10 menjadi 1-5, maka peneliti membagi skala peringkat

dari 1-10 menjadi 5 jenjang peringkat, sehingga :

Peringkat 1-2 = 1

Peringkat 3-4 = 2

Peringkat 5-6 = 3

Peringkat 7-8 = 4

Peringkat 9-10 = 5

Selanjutnya setelah skala peringkat dikonversi menjadi skala peringkat 1-

5, selanjutnya peneliti memodifikasi skala kesiapan kerja berdasarkan

indikator dari keterampilan kesiapan kerja yang dikembangkan dari Modul

pegangan Guru Program Kesiapan Kerja Employability (Accenture

Yayasan Sayangi Tunas Cilik) dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Lippman dalam Amalee (2016) menjadi skala bentuk Likert. Metode

Likert merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan

distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Risnita: 2012).

73

Dimana responden diminta memilih apakah ia sangat setuju, setuju, ragu-

ragu/tidak tahu/netral, tidak setuju, sangat tidak setuju. Setiap pilihan

jawaban memiliki bobot yang berbeda, dan seluruh jawaban responden

dijumlahkan berdasarkan bobotnya sehingga menghasilkan suatu skor

tunggal mengenai suatu topik tertentu (Morissan. 2012:88). Penelitian ini

terdiri dari 20 aitem favorable. Setiap aitem pada kelompok pernyataan

tersebut mempunyai lima pilihan jawaban yaitu sangat tidak sesuai (STS),

tidak sesuai (TS), sesuai (S), ragu-ragu (R), dan sangat sesuai (SS), skor

penilaian bergerak dari 1 (satu) sampai dengan 5 (lima). Pada aitem

favorable, “sangat sesuai (SS)” mendapat skor lima, “sesuai (S)” mendapat

skor empat, “ragu-ragu (R)” mendapat skor tiga, “tidak sesuai (TS)”

mendapat skor dua dan “sangat tidak sesuai (STS)” mendapat skor satu

dan pada aitem unfavorable, pemberian skor berlaku sebaliknya.

Tabel 3.4 Kriteria bobot nilai pada skala Keterampilan Kesiapan

Kerja

No. Pernyataan

sangat

sesuai

(SS)

sesuai

(S)

Ragu-

ragu

(R)

Tidak

sesuai

(TS)

sangat

tidak

sesuai

(STS)

1. Pernyataan

favorable

5 4 3 2 1

2. Pernyataan

unfavorable

1 2 3 4 5

F. Uji Validitas dan Realibilitas

Pengujian validitas pada penelitian ini adalah menguji validitas isi, dimana

pada penelitian ini validitas isi dilakukan dengan menggunakan expert

judgement. Peneliti dalam melakukan uji reliabilitas dalam penelitian ini

menggunakan Rach Model dalam menguji reliabilitas. Pemodelan Rasch

74

muncul dari analisis yang dilakukan oleh Dr. Georg Rasch. Keunggulan

pemodelan Rasch dibandingkan metode lainnya, khususnya teori tes klasik

adalah kemampuan melakukan prediksi terhadap data yang hilang (missing

data), yang didasarkan kepada pola respons yang sistematis (Sumintono &

Widhiarso, 2014: 73). Pemodelan Rasch mampu menghasilkan nilai

pengukuran standar eror untuk instrumen yang digunakan yang dapat

meningkatkan ketepatan perhitungan (Sumintono & Widhiarso, 2014: 73).

Menurut Sumintono & Widhiarso (2014: 74) juga kalibrasi dilakukan

dalam pemodelan Rasch secara sekaligus dalam tiga hal, yaitu skala

pengukuran, responden (person), dan butir soal (item). Suatu instrumen

yang tidak dikalibrasi maka mempunyai kemungkinan menghasilkan data

yang tidak valid dan bisa menyebabkan kegiatan riset yang dilakukan

mengalami kegagalan.

1. Validitas

Validitas berasal dari baha Inggris yaitu validity yang berarti

keabsahan. Dalam sebuah penelitian, keabsahan sering dikaitkan

dengan alat ukur atau instrumen. Suatu alat ukur dikatakan valid atau

mempunyai nilai validitas tinggi apabila alat ukur tersebut memang

dapat mengukur apa yang hendak kita ukur (Anggoro: 2011, 5.28).

Untuk menilai tingkat kevalidan hasil dari perhitungan validasi

instrumen ini dilakukan dengan menggunakan validitas isi (Content

Validity), dimana suatu alat ukur dikatakan memiliki validitas isi jika

keseluruhan isi definisi tercakup dalam perangkat ukur yang

digunakan. Validasi ini menggunakan expert judgment, yaitu penilaian

75

instrumen dari ahli. Untuk menghitung koefisien validitas isi, penulis

menggunakan formula Aiken’s V yang didasarkan pada hasil

penilaian panel ahli sebanyak n orang terhadap suatu item. Dalam

penelitian ini uji validitas V aiken (Naga, 2003:24) digunakan untuk

menguji sejauh mana konsistensi antara validator terhadap perangkat

pembelajaran yang dikembangkan sehingga dapat diketahui tingkat

konsistensinya. Selanjutnya peneliti melakukan konsultasi dengan

dosen pembimbing dan pengajar di program studi Bimbingan dan

Konseling Fakultan Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lampung diantaranya yaitu Bapak Moch Johan Pratama, M.Psi, Psi.,

Ibu Citra Abriani Maharani, S.Pd., M.Pd., Kons., dan Ibu Yohana

Oktariana, M.Pd.

Setelah pengujian validitas isi dilakukan oleh expert judgement,

selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti yaitu menganalisis hasil

expert judgement menggunakan koefisien validitas isi Aiken’s V.

Untuk menghitung hasil pengukuran pada lembar validitas instrumen

pada penelitian ini menggunakan rumus V-aiken yaitu sebagai berikut:

V =

Keterangan:

Σs = Jumlah total

s = r – lo

lo = Angka penilaian validitas yang rendah ( dalam hal ini = 1)

r = Angka yang diberikan oleh seorang penilai

c = Angka penilaian validitasnya tertinggi ( dalam hal ini = 4)

76

n = Jumlah ahli

Penilaian dilakukan dengan cara memberikan angka antara 1 (yaitu

tidak tepat) sampai dengan 4 (yaitu sangat tepat). Rentang dari skor V

antara 0 sampai 1.00. Semakin mendekati angka 1,00 perhitungan

dengan rumus Aiken’s V diinterpretasikan memiliki validitas yang

tinggi. Apabila hasil perhitungan dengan rumus Aiken’s V, nilai V ≥

0,66 termasuk koefisien yang tinggi (Azwar, 2014).

Tabel 3.5 Aiken’s V Kesiapan Kerja

No.

Hasil

Perhitungan

Aiken's

No.

Hasil

Perhitungan

Aiken's

1 0,88 11 0,77

2 0,88 12 1,00

3 1,00 13 0,88

4 1,00 14 0,77

5 0,88 15 0,88

6 0,88 16 1,00

7 0,88 17 1,00

8 1,00 18 0,88

9 0,88 19 1,00

10 0,77 20 0,88

Jumlah : 18,11

Berdasarkan hasil expert judgement yang dilakukan oleh 3 dosen

Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung yaitu yaitu

Bapak Moch Johan Pratama, M.Psi, Psi., Ibu Citra Abriani Maharani,

S.Pd., M.Pd., Kons., dan Ibu Yohana Oktariana, M.Pd. Berdasarkan

hasil perhitungan dengan rumus Aiken’s V pernyataan dengan kriteria

besarnya 0,66, maka pernyataan tersebut dikatakan valid dan dapat

digunakan. Berdasarkan hasil dari 20 pernyataan yang telah dihitung

77

koefisien validitas isinya, terdapat 20 pernyataan yang dinyatakan

valid semua.

2. Reliabilitas

Reliabilitas berarti kemantapan suatu alat ukur. Jika alat ukur tersebut

digunakan untuk melakukan pengukuran secara berulang kali maka

alat tersebut tetap memberikan hasil yang sama. Namun perlu diingat

bahwa kondisi saat pengukuran tidak berubah (Anggoro: 2011, 5.31).

Menurut Sumintono & Widhiarso (2014: 31) reliabilitas menjelaskan

seberapa jauh pengukuran yang dilakukan berkali-kali akan

menghasilkan informasi yang sama. Artinya, tidak menghasilkan

banyak perbedaan informasi yang berarti.

a. Reliability Instrument (Person Item)

Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan analisis model

Rasch dengan program Winstep versi 3,73 yang memberikan

informasi secara keseluruhan tentang kualitas responden secara

keseluruhan dan juga kualitas instrument yang digunakan maupun

interaksi antara person dan aitem (Sumintono & Widhiarso, 2014:

112). Berdasarkan analisis summary statistic di dalam program

Winstep (lampiran 3) didapatkan hasil sebagai berikut:

a) Person measure = +0,78 logit menunjukkan rata-rata nilai

responden dalam instrumen. Nilai rata-rata yang lebih dari

logit 0,0 menunjukkan kecenderungan responden lebih

banyak menjawab setuju pada statement di berbagai aitem.

78

b) Nilai alpha Cronbach (mengukur reliabilitas, yaitu interaksi

antara person dan aitem secara keseluruhan)

Dengan ketentuan :

< 0,5 : Buruk

0,5 – 0,6 : Jelek

0,6 – 0,7 : Cukup

0,7 – 0,8 : Bagus

> 0,8 : Bagus Sekali

Penelitian kali ini, nilai alpha Cronbach yaitu sebesar 0,96.

Nilai alpha Cronbach yang sebesar 0,96 berarti interaksi

antara person dan aitem secara keseluruhan (reliability)

termasuk dalam kategori bagus sekali.

c) Nilai Person Reliability dan Item Reliability :

Dengan ketentuan :

< 0,67 : Lemah

0,67-0,80 : Cukup

0,81-0,90 : Bagus

0,91-0,94 : Bagus Sekali

>0,94 : Istimewa

Penelitian kali ini, nilai Person Reliability yaitu sebesar

0,93 dan untuk nilai Item Reliability yaitu sebesar 0,61.

Dapat disimpulkan bahwa konsistensi jawaban dari

responden istimewa, namun kualitas aitem-aitem dalam

instrumen lemah.

79

d) INFIT MNSQ dan OUTFIT MNSQ pada table person, nilai

rata-ratanya secara berurutan adalah 1,03 dan 1,02 nilai

idealnya adalah 1,00 (makin mendekati 1,00 makin baik).

Untuk INFIT ZSTD dan OUTPUT ZSTD, nilai rata-rata

pada table person adalah -0,2 dan -0,2 (makin mendekati

nilai 0,0 maka kualitas makin baik).

INFIT MNSQ dan OUTFIT MNSQ pada table item, nilai

rata-ratanya secara berurutan adalah 0,99 dan 1,02 nilai

idealnya adalah 1,00 (makin mendekati 1,00 makin baik).

Untuk INFIT ZSTD dan OUTPUT ZSTD, nilai rata-rata

pada table item adalah -0,2 dan -0,1 (makin mendekati nilai

0,0 maka kualitas makin baik).

e) Pengelompokkan person dan aitem dapat diketahui dari

nilai separation. Makin besar nilai separation maka kualitas

instrumen dalam hal keseluruhan responden dan aitem

makin bagus, karena bisa mengidentifikasi kelompok

responden dan kelompok aitem. Persamaan lain yang

digunakan yang melihat pengelompokkan secara lebih teliti

disebut pemisahan strata :

H =

Dengan nilai person separation 3,61 maka

H = = 5,15

80

Angka 5,15 dibulatkan menjadi 5, yang bermakna terdapat

lima kelompok responden.

b. Unidimensionalitas

Unidimensionalitas instrumen adalah ukuran yang penting untuk

mengevaluasi apakah instrumen yang dikembangkan mampu

mengukur apa yang seharusnya diukur, dalam hal ini adalah

mengukur soft skill kesiapan kerja pada mahasiswa tingkat akhir

pendidikan IPS FKIP Unila. Analisis model Rasch menggunakan

analisis komponen utama (Principal Component Analysis) dari

residual, yaitu mengukur sejauh mana keragaman dari instrumen

mengukur apa yang seharusnya diukur (Sumintono & Widhiarso,

2014: 122).

Terlihat hasil pengukuran raw variance data (lampiran 3.1) adalah

sebesar 58,5%. Hal ini menunjukkan bahwa persyaratan

unidimensionalitas minimal sebesar 20% dapat terpenuhi; apabila

nilainya lebih 40% artinya lebih bagus; apabila lebih dari 6o%

artinya istimewa. Maka berdasarkan persyaratan

unidimensionalitas, maka hasil pengukuran raw variance data

adalah sebesar 58,5% dapat diartikan lebih bagus, dengan kata

lain instrumen yang dikembangkan mampu mengukur soft skill

kesiapan kerja pada mahasiswa tingkat akhir pendidikan IPS

FKIP Unila. Hal lain, yaitu varians yang tidak dapat dijelaskan

oleh instrumen idealnya tidak melebihi 15%. Berdasarkan hasil

81

unidimensionalitas instrumen pada penelitian ini dapat dikatakan

ideal, hal tersebut dapat dilihat pada tabel diatas, bahwa semua

varians yang tidak dapat dijelaskan memiliki nilai dibawah 7%.

G. Analisis Data

Setelah data hasil penelitian dikumpulkan oleh peneliti, langkah

selanjutnya yang dapat dilakukan oleh peneliti adalah bagaimana

menganalisis data yang telah diperoleh. Langkah ini diperlukan karena

tujuan dari analisis data adalah untuk menyusun dan menginterpretasikan

data (kuantitatif) yang sudah diperoleh (Prasetyo, & Jannah. 2012: 170).

Penelitian kali ini penulis akan menggunakan Rasch Model dengan

bantuan program Winstep versi 3,73 dan analisis presentase dengan

menggunakan SPSS versi 24 yang berguna untuk mengetahui tingkat

kesiapan kerja mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung.

1. Analisis Persentase

Statistik deskriptif ditujukan untuk memberikan gambaran atau

deskripsi suatu data yang dapat ditunjukkan melalui beberapa ukuran

yakni mean, maksimum, minimum, deviasi standar dan varian

(Ghazali, 2013). Analisis deskriptif pada penelitian ini memberikan

gambaran atau deskripsi data kesiapan kerja mahasiswa tingkat akhir

jurusan pendidikan IPS FKIP Unila. Setelah diketahui mean dan

standar deviasi, hasil dari mean dan standar deviasi tersebut digunakan

untuk kategorisasi penelitian tingkat kesiapan kerja mahasiswa tingkat

82

akhir jurusan IPS FKIP Unila. Berikut tabel norma kategorisasi

penelitiannya (Azwar, 2010: 106) :

Tabel 3.6 Kategorisasi Persentase Kesiapan Kerja

.

2. Rasch Model

a. Item measure (Sumintono & Widhiarso, 2014: 113) yang

bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai aitem mana

yang paling mudah disetujui oleh responden penelitian ini dan

aitem mana yang paling tidak disetujui oleh responden pada

penelitian ini. Pada program Winstep versi 3,73 dapat dengan

memilih Tabel 13 : Item Measure pada menu Output Tables.

b. Person measure (Sumintono & Widhiarso, 2014: 116) yang

bertujuan untuk untuk mendapatkan informasi mengenai responden

mana yang paling banyak menyetujui (memiliki tingkat kesiapan

kerja yang tinggi) dan responden mana yang paling banyak

menjawab tidak setuju (memiliki kecenderungan tingkat kesiapan

kerja yang rendah). Hal tersebut dapat dilihat dari Tabel 17 :

Person Measure pada menu Output Tables.

Kategorisasi Skor

Tinggi X > 94,591

Sedang 72,269 ≤ X ≥ 94,591

Rendah X < 72,269

V. KESIMPULAN & SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Jurusan Pendidikan IPS

Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung peneliti

memperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. 76% dari mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung memiliki kesiapan kerja yang sedang.

2. Mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS FKIP Universitas

Lampung memiliki soft skill kesiapan kerja possitive self concept, self

control, social skill, communication skill, dan high order thinking skill

yang sedang.

B. Saran

1. Kepada Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung

Kepada Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung yang memiliki keterampilan kerja yang rendah

ataupun sedang, hendaknya dapat berkonsultasi dengan unit yang telah

disediakan oleh pihak FKIP Universitas Lampung yaitu UPKT (Unit

Pelayanan Konseling Terpadu) untuk memfasilitasi mahasiswa nya agar

115

dapat membantu dalam menyelesaikan masalah yang mungkin dimiliki

oleh mahasiswa FKIP Universitas Lampung (dalam hal ini masalah

kesiapan kerja).

Kepada Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung yang memiliki keterampilan kerja yang rendah

ataupun sedang juga hendaknya dapat mengikuti pelatihan-pelatihan

atau seminar untuk dapat meningkatkan kesiapan kerja dalam diri

mahasiswa tingkat akhir jurusan IPS FKIP Unila. Misalnya saja

pelatihan-pelatihan atau seminar yang diselenggarakan oleh UPKT.

Kepada Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung juga disarankan agar dapat melatih soft skills

dengan cara membiasakan diri terhadap perilaku tersebut.

2. Kepada Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung

Kepada Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung agar dapat

mendata mahasiswa yang memiliki kesiapan kerja yang rendah ataupun

sedang, untuk selanjutnya dapat direkomendasikan kepada pihak UPKT

untuk dapat mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai kesiapan kerja

sehingga dapat meningkatkan kesiapan kerja dan soft skill.

Kepada Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung diharapkan

menggunakan metode pembelajaran pada saat perkuliahan dengan

menerapkan metode yang dapat melatih soft skill mahasiswa, khususnya

pada self control dan social skill.

116

3. Kepada Unit Pelayanan Konseling Terpadu (UPKT)

Kepada pihak UPKT selaku unit yang telah disediakan oleh pihak FKIP

Universitas Lampung untuk memfasilitasi mahasiswa agar dapat

membantu dalam menyelesaikan masalah yang mungkin dimiliki oleh

mahasiswa FKIP Universitas Lampung (dalam hal ini masalah kesiapan

kerja), hendaknya dapat memberikan pelatihan-pelatihan atau seminar

mengenai kesiapan kerja agar mahasiswa jurusan IPS FKIP Universitas

Lampung setelah lulus dari bangku perkuliahan dapat memiliki

kesiapan kerja dalam diri mahasiswa. Pelatihan-pelatihan atau seminar

tentang kesiapan kerja untuk mahasiwa tingkat akhir jurusan IPS FKIP

Unila dapat berupa materi tentang soft skills yang terdiri dari possitive

self concept, self control, social skill, communication skill, dan high

order thinking skill.

Diharapkan juga agar UPKT dapat melakukan penelitian sesering

mungkin kepada mahasiswa jurusan pendidikan IPS FKIP Universitas

Lampung, baik itu tentang kesiapan kerja ataupun yang lainnya. Hal

tersebut tentunya dapat memberikan manfaat bagi pihak UPKT maupun

pihak FKIP, bahkan pihak Universitas Lampung dalam mengetahui

kemampuan atau permasalahan yang sedang dialami mahasiswanya.

4. Kepada Para Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya juga hendaknya melakukan penelitian lebih dalam

untuk dapat meningkatkan kesiapan kerja dan soft skills yang terdiri

117

dari possitive self concept, self control, social skill, communication

skill, dan high order thinking skill. Peneliti selanjutnya juga hendaknya

melakukan penelitian lebih dalam lagi tentang self control. Peneliti

selanjutnya hendaknya dapat lebih memperkaya penelitian ini dengan

melihat faktor-faktor lain yang dapat membuat kesiapan kerja seseorang

dapat meningkat. Peneliti selanjutnya hendaknya dapat lebih

memperkaya penelitian ini dengan menggali lebih dalam faktor-faktor

lain yang menyebabkan self control seseorang rendah. Peneliti

selanjutnya juga hendaknya dapat meneliti lebih dalam mengenai

instrumen kesiapan kerja yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu

dengan melakukan penelitian tentang indeks kesukaran (p), daya beda

(d), dan distribusi respons sehingga instrumen dalam penelitian ini akan

lebih baik dalam segi psikometrik. Instrumen pada penelitian ini juga

disarankan untuk direvisi ulang pada aitem yang memiliki tingkat yang

terlalu mudah dengan mengganti kalimat yang lebih panjang dan

kompleks sehingga menuntut peserta didik untuk lebih berpikir.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Amalee, I. 2016. Program Kesiapan Kerja bagi Siswa SMK. Bandung: Save The

Children.

Anderson, L.W. (Ed.), Krathwohl, D.R. (Ed.), Airasian, P.W., Cruikshank, K.A.,

Mayer, R.E., Pintrich, P.R., Raths, J., & Wittrock, M.C. 2001. A taxonomy

for learning, teaching, and assessing: A revision of Bloom’s Taxonomy of

Educational Objectives (Complete edition). New York: Longman.

Anggoro, M. T. Dkk. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka.

Azam, U. 2016. Bimbingan dan Konseling Perkembangan di Sekolah (Teori dan

Praktik). Yogyakarta: Deepublish. (Katalog dalam Terbitan)

https://books.google.co.id/books?id=cPN4DQAAQBAJ&lpg=PR1&dq=bim

bingan%20dan%20konseling%20perkembangan%20di%20sekolah&pg=PA

41&output=embed. Diakses tanggal 25 Mei 2018

Azwar, S. 2010. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Chin, P-L, & Hung, M-L. 2013. Psychological Contract Breach and Turnover

Intention: The Moderating Roles of Adversity Quotient and Gender, Social

Behavior and Persoality, 41(5), 843-860. Diambil dari :

https://www.ingentaconnect.com/content/sbp/sbp/2013/00000041/00000005

/art00015. diakses pada : 25 Mei 2018.

Dahlan, S. 2014. Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Konsep Dasar dan

Landasan Pelayanan). Bandar Lampung: Graha Ilmu.

De Ridder, D.T.D., de Boer, B.J., Lugtig, P., Bakker, A.B., van Hooft E.A.J.

2011. Not doing bad things is not equivalent to doing the right thing:

Distinguishing between inhibitory and initiatory self-control. Journal of

Personality and Individual Differences, 50,1006-1011. Diambil dari :

https://www.researchgate.net/profile/Edwin_Hooft/publication/236143680_

Not_doing_bad_things_is_not_equivalent_to_doing_the_right_thing_Distin

guishing_between_inhibitory_and_initiatory_self-

control/links/5a12a4b7a6fdccc2d79b8266/Not-doing-bad-things-is-not-

equivalent-to-doing-the-right-thing-Distinguishing-between-inhibitory-and-

initiatory-self-control.pdf?origin=publication_detail. Diakses pada 25 Mei

2018

Dwianto, A., Wilujeng, I., Prasetyo, Z.K., & Suryadarma, I G.P. 2017. The

Development Of Science Domain Based Learning tool Which Is Integrated

with Local Wisdom To Improve Science Process Skill And Scientific

Attitude. Semarang: Science Education Study Program FMIPA UNNES

Semarang. Diambil dari

https://journal.unnes.ac.id/artikel_nju/file_unduh/40/7205/7205-22658-3-

PB.pdf. diakses pada tanggal 12 Januari 2018.

Ghozali, I. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21:

Up Date PLS Regresi. Edisi 7. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Semarang. 464 hlm.

Gunarsa, S. 2004. Dari anak sampai usia lanjut: Bunga Rampai Psikologi

Perkembangan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Hartono. 2010. Bimbingan Karier Berbantuan Komputer Untuk Siswa SMA.

Surabaya: UNIPA University Press.

Heijde, C. M. V. D., & Heijden. B. I. J. M. V. D. 2006. A competence‐based and

multidimensional operationalization and measurement of employability.

Human Resource Management Volume 45, Issue 3

Hidayati, N. 2013. Kompetensi pendagogik Guru IPS dalam Pembelajaran IPS di

SMP Negeri 1 Haruyan. Banjarmasin: IAIN Antasari. Diambil dari

http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/JS/article/download/2206/1941.

diakses pada 18 Januari 2018.

Hillage, J., & Pollard, E. 1998. Employability : Developing A Framework For

Policy Analisis. Institute for Employment Studies (Research Brief).

Hogan, R, Chamorro-Premuzic, T, & Kaiser, R, B. 2013. Employability and

Career Success: Bridging the Gap Between Theory and Reality, Journal of

Industrial and Organizational Psychology, 6, 3- 16.

Kartono, K. 1985. Menyiapkan dan Memandu Karier. Jakarta: CV. Rajawali.

Kaswan. 2014. Career Development (Pengembangan Karir untuk Mencapai

Kesuksesan dan Kepuasan. Bandung: Alfabeta

Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 16 tahun 2007 tentang

Standard Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Mariah, S., & Sugandi, M. Kesenjangan Soft Skills Lulusan SMK dengan

Kebutuhan Tenaga Kerja di Industri. Yogyakarta: Program Studi PTK PPS

UNY. Diambil dari :

http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/240/1/Siti%20Mariah%20_

KESENJANGAN%20SOFT%20SKILLS%20LULUSAN%20SMK.pdf.

Diakses pada tanggal : 6 November 2017.

Marliani, R. 2013. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Orientasi Masa Depan

Bidang Pekerjaan Pada Mahasiswa Tingkat Akhir. Jurnal Psikologi.

Bandung : Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Diambil

dari : http://ejournal.uin-

suska.ac.id/index.php/psikologi/article/download/175/163. diakses pada

tanggal 26 September 2017.

Morissan. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Prenadamedia Group.

Panduan Penyelenggaraan Program Sarjana Fakultas Keguruan & Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung (UNI 14.0.003). 2014. Bandar Lampung:

Penerbit Universitas Lampung.

Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan

Pasal 77I Ayat 1 Huruf f.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006.

Phelps, P.H. 2006. The three RS of professionalisme. Kappa Delta pi Record:

ProQuest Education Journals.

Phoolka, S., Kaur, N. 2012. Adversity Quotient: A new Paradigm to Explore,

International Journal of Contemporary Business Studies, 2, 4

Polichetti, P. 2014. Fostering Social-emotional Development in K-3 Classrooms.

California: Faculty of California State University.

Pool, L.D., & Sewell, P. 2007. The key to employability: developing a practical

model of graduate employability (Education + Training, Vol. 49 Issue: 4,

pp.277-289). Centre for Employability, University of Central Lancashire,

Preston, UK. Diambil dari :

http://www.emeraldinsight.com/doi/pdfplus/10.1108/00400910710754435.

diakses pada tanggal : 2 Oktober 2017.

Prasetyo, B., & Jannah, L.M. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Ray, J.V. 2011. Developmental trajectories of self-control: Assessing the stability

hypothesis. University of South Florida, South Florida. Diambil dari

http://scholarcommons.usf.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=4501&context=e

td. Diakses pada: 22 Mei 2018.

Risinita. 2012. Pengembangan Skala Model Likert. Jambi: Fakultas Tarbiyah

IAIN STS Jambi. Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012. Diambil dari

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=252693&val=6813&titl

e=Pengembang. Diakses pada: 11 Oktober 2018.

Robles, M.M. 2012. Executive Perceptions of the Top 10 Soft Skills Needed in

Today’s Workplace. Eastern Kentucky University, USA. Volume: 75 issue:

4, page(s): 453-465. Diambil dari :

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1080569912460400. Diakses

pada tanggal 22 Mei 2018.

Sailah, I. 2007. Pengembangan Soft skills di Perguruan Tinggi. Makalah di

sampaikan dalam rangka Sosialisasi Soft Skills di Undiksha. Singaraja, 20

Oktober.

Santrock, J.W. 2008. Life‐Span Development Eleventh Edition. New York : Mc

Graw‐Hill.

Sari, R. 2012. Peran Praktik Industri dalam Menunjang Kesiapan Memasuki

Dunia Kerja Siswa kelas XI Program Keahlian Busana SMK Karya Rini

Yogyakarta. Yogyakarta : Program Studi Pendidikan Teknik Busana Jurusan

Pendidikan Teknik Boga dan Busana Fakultas Teknik Unversitas Negeri

Yogyakarta. Diambil dari :

http://eprints.uny.ac.id/6905/1/PERAN%20PRAKTIK%20INDUSTRI%20

DALAM%20MENUNJANG%20KESIAPAN%20KERJA%20SISWA.pdf.

Diakses pada tanggal : 2 Oktober 2017.

Savickas, M.L. 2002. Career Construction. A developmental theory of vocational

behavior. dalam D. brown, & associates (Eds.), career choice and

development: (4th Ed). San Francisco: Jossey-Bass.

Schochler, S.A. 2011. Keller, ISD : Soft Skills Assessment for Secondary Students.

University of North Texas Denton, Texas.

Schulz, B. 2008. The Importance of Soft Skills: Education Beyond Academic

Knowledge. Polytechnic of Namibia. NAWA Journal of Language and

Communication, June 2008. Diambil dari

http://ir.polytechnic.edu.na/bitstream/handle/10628/39/The%20Importance

%20of%20Soft%20%20Skills-

Education%20beyond%20academic%20knowledge.pdf?sequence=1&isAllo

wed=y. Diakses pada 22 Mei 2018.

Setiani. T. 2014. Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa Melalui Penerapan

Metode Simulasi Pada Pembelajaran IPS Kelas V SD Negeri Pakem 2

Sleman. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta (Skripsi). Diambil dari

http://eprints.uny.ac.id/12766/1/SKRIPSI%20_Tita%20Setiani.pdf. Diakses

pada 19 Januari 2018.

Sinarwati, N. K. 2014. Apakah Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Mampu

Meningkatkan Soft Skills Dan Hard Skills Mahasiswa? Singaraja:

Universitas Pendidikan Ganesha . Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika

(JINAH) Volume 3 Nomor 2 ISSN 2089-3310. Diambil dari:

https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJA/article/download/4055/3200.

Diakses pada 22 Mei 2018.

Steel, P. 2007. The nature of procrastination: A meta analytic and theoretical

review of quintessential self regulatory failure. Psychological Bulletin, Vol

133 No 1, 65–94 Diambil dari :

http://studiemetro.auinstallation29.cs.au.dk/fileadmin/www.studiemetro.au.

dk/Procrastination_2.pdf. Diakses pada 22 Mei 2018.

Suastra, I. W. 2011. Mengembangkan Profesionalisme Dosen. Singaraja: FMIPA

Undiksha.

Sudiana. 2010. Peningkatan Kualitas Lulusan Melalui Pengembangan Soft Skills

di Perguruan Tinggi. Makalah disajikan dalam Loka Karya Soft Skills

Impementasi PHK-I STIE Triatma Mulya Dalung Badung, 29 Januari.

Sumintono, B. 2014. Model Rasch untuk Penelitian Sosial Kuantitatif. Surabaya:

Makalah dipresentasikan dalam kuliah umum di Jurusan Statistika, Institut

Teknologi Sepuluh Nopember.

Sumintono, B., & Widhiarso, W. 2014. Aplikasi Model Rasch untuk Penelitian

Ilmu-Ilmu Sosial. Cimahi: Trim Komunikata Publishing House.

Suryana. 2006. Kewirausahaan. Cetakan ke-4. Jakarta: Salemba Empat.

Suseno, M.N. 2009. Pengaruh Pelatihan Komunikasi Interpersonal Terhadap

Efikasi Diri Sebagai Pelatih pada Mahasiswa. Jurnal Intervensi Psikologi.

Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam

Indonesia Yogyakarta. Diambil dari:

http://jurnal.uii.ac.id/index.php/intervensipsikologi/article/viewFile/8137/70

54 Diakses pada tanggal 26 September 2017.

Tangney, J., Baumeister, R. F., & Boone, A. L. (2004). High self-control predicts

good adjustment, less pathology, better grades, and interpersonal success.

Journal of Personality, 72, 271–324. Diambil dari

https://pdfs.semanticscholar.org/b96d/00945735a2ef9f77db9a7fe134a8f971

0656.pdf. diakses pada 24 Mei 2018.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal

3.

Undang-Undang Sisdiknas Pasal 37.

Utami, Y.G.D., & Hudaniah. 2013. Self Efficacy dengan Kesiapan Kerja Siswa

Sekolah Menengah Kejuruan. Malang: Fakultas Psikologi, Universitas

Muhammadiyah Malang. Diambil dari :

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/viewFile/1356/1451.

Diakses pada 2 Oktober 2017.

Wardani, D. 2011. Kontribusi Keterampilan Sosial dalam Pembelajaran IPS

Terhadap Kesiapan Kerja Praktik Kerja Industri (Studi Terhadap Peserta

Didik kelas XI SMKN Kota Bandung). Jurnal Edisi Khusus No. 2, Agustus

2011. Bandung : UPI Prodi Pendidikan IPS. Diambil dari :

http://jurnal.upi.edu/file/25-Dani_Wardani-EDIT.pdf. diakses pada tanggal

26 September 2017.

Wills, T. A., Isasi, C. R., Mendoza, D., & Ainette, M. G. (2007). Self-control

constructs related to measures of dietary intake and physical activity in

adolescents. Journal of Adolescent Health, 41, 551–558.

Winkel, W.S. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta :

PT. Gramedia.