Upload
buiminh
View
294
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS SOFT SKILL KESIAPAN KERJA MAHASISWA TINGKAT
AKHIR PADA JURUSAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh:
VISIA RIYANITA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
ANALISIS SOFT SKILL KESIAPAN KERJA MAHASISWA TINGKAT
AKHIR PADA JURUSAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Oleh
VISIA RIYANITA
Permasalahan dalam penelitian ini adalah soft skill kesiapan kerja pada mahasiswa
tingkat akhir Jurusan IPS. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran
deskriptif mengenai soft skill kesiapan kerja pada mahasiswa tingkat akhir Jurusan
IPS. Sampel penelitian diambil dari 20% dari populasi yaitu sebanyak 192
mahasiswa, sampel diambil dengan menggunakan teknik simple random
sampling. Peneliti menggunakan deskriptif kuantitatif sebagai metode penelitian
dan skala kesiapan kerja sebagai teknik pengumpulan data. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 76% mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS
memiliki tingkat kesiapan kerja yang sedang. Mahasiswa tingkat akhir Jurusan
IPS memiliki tingkat soft skill kesiapan kerja yang sedang, yang terdiri dari
possitive self concept, self control, social skill, communication skill, dan high
order thinking skill. Soft skill kesiapan kerja pada mahasiswa tingkat akhir jurusan
pendidikan IPS yang rendah yaitu self control dan yang tertinggi yaitu possitive
self concept.
Kata kunci : bimbingan & konseling, ips, kesiapan kerja, soft skills.
ANALISIS SOFT SKILL KESIAPAN KERJA MAHASISWA TINGKAT
AKHIR PADA JURUSAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
OLEH:
VISIA RIYANITA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Bimbingan Konseling
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
vi
RIWAYAT HIDUP
Visia Riyanita lahir di Bandar Lampung, tanggal 11 Mei 1996,
merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Ir. Arya Yudas
dan Ibu Elisa Agustina.
Penulis menempuh pendidikan formal diawali dari : Taman Kanak-Kanak (TK)
Kartika II-26 Bandar Lampung lulus Tahun 2002, Pendidikan Sekolah Dasar (SD)
Kartika II-5 Bandar Lampung diselesaikan Tahun 2008, Pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Kartika II-2 Bandar Lampung diselesaikan Tahun
2011, kemudian melanjutkan ke Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 4 Bandar Lampung diselesaikan Tahun 2014.
Tahun 2014, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Program Studi Bimbingan dan
Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Penerimaan Mahasiswa
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selanjutnya, pada Tahun 2017 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktik Profesi Kependidikan
(PPK) di SMP Negeri 2 Baradatu, kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di Desa
Gunung Katun, Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung.
ix
MOTTO
“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran,
dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka
mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak
ada pelindung bagi mereka selain Dia”
(QS Ar Ra’d 11)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau
telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang
lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”
(QS. Al-Insyirah 6-8)
“Everything will be okay in the end, if it’s not okay, it’s not the end.”
Anonimous
viii
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur pada Allah SWT atas terselesaikannya
penulisan skripsi ini yang kupersembahkan karya kecilku ini
teruntuk yang paling berharga dari apa yang ada di dunia ini,
Kedua Orangtua Ku, Ir. Arya Yudas dan Elisa Agustina
tak lebih hanya sebuah karya sederhana ini yang bisa
kupersembahkan.
Mamah Ku Tercinta yang tak pernah lelah menyebut namaku dalam
doamu, aku ingin engkau merasa bangga telah melahirkanku kedunia
ini.
Mauda dan Nenek (alm) tersayang yang selalu memberikan motivasi
dan selalu mendukungku
Keluarga Besarku
Almamaterku tercinta Universitas Lampung
x
SANWACANA
Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga dapat terselesainya skripsi ini sebagai salah satu syarat
dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan. Skripsi yang berjudul “Analisis Soft Skill
Kesiapan Kerja Mahasiswa Tingkat Akhir di Jurusan Pendidikan IPS Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung” Penulis menyadari dalam
penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peranan dan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling sekaligus dosen Pembimbing Utama. Terima kasih atas
kesediaannya memberikan bimbingan, saran dan masukan dalam proses
penyelesaian skripsi ini kepada penulis;
4. Ratna Widiastuti, S.Psi., M.A., Psi., selaku Pembimbing Akademik sekaligus
Pembimbing Kedua. Terima kasih atas kesediaannya memberikan bimbingan,
kesabaran, saran dan masukan yang berharga dalam proses penyelesaian
skripsi ini kepada penulis;
xi
5. Ibu Shinta Mayasari, S.Psi., M.Psi., Psi., selaku Penguji Utama pada ujian
skripsi. Terima kasih untuk masukan dan saran-saran kepada penulis;
6. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan dan Konseling FKIP UNILA (Drs.
Muswardi Rosra M.Pd., Drs. Giyono, M.Pd. (alm), Drs. Syaifudin Latif,
M.Pd. (alm), Dr. Syarifuddin Dahlan, M.Pd., Redy Eka Andryanto, S.Pd.,
M.Pd., Kons., M. Johan Pratama, S.Psi., M.Psi., Psi., Ranni Rahmayanthi Z,
S.Pd., M.A., Citra Abriani Maharani, M.Pd., Kons., Yohana Oktariana, M.Pd,
Asri Mutiara Putri, S.Psi.,) terima kasih untuk semua bimbingan dan
pelajaran yang begitu berharga yang telah bapak ibu berikan selama
perkuliahan;
7. Bapak dan Ibu Staff Administrasi FKIP UNILA, terima kasih atas
bantuannya selama ini dalam membantu menyelesaikan keperluan
administrasi;
8. Bapak Drs. Zulkarnain, M. Si. selaku ketua Jurusan Pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung, yang telah mengizinkan penulis untuk dapat
melakukan penelitian;
9. Keluarga besar ku, khususnya kepada Mauda tersayang, Laila Emmaniar,
S.Paud. yang selalu memberikan motivasi dan dukungan, serta kasih sayang,
dan kepada Nenek tersayang, Hj. Siti Fatimah (alm), terimakasih nenek telah
memberikan motivasi dan dukungan, serta kasih sayang kepada penulis
hingga akhir hayat nenek, penulis merasa sangat beruntung memiliki nenek;
10. I’m very grateful to have some close friends who always support me. Sahabat-
sahabatku tersayang Fransiska Nursetiana S.Si., Nurul Fadillah S.H., Maulitia
Gustiana S.Akun., Rani Dwitami Efendi S.H., I’m lucky to have you guys.
xii
Thankyou for everything that you’ve done for me. Semoga kebersamaan kita
selama 10 tahun ini tetap terjaga selamanya. We deserve to succeed guys!!!!;
11. Teman-teman seperjuangan tersayangku di dunia perkampusan Vetriana
Kusuma. Nanda Sekar Anggita, Annisa Surakhman, dan Erika Yulianti.
Terimakasih telah menjadi tim hore selama masa-masa perkuliahan ini,
semoga hubungan pertemanan ini dapat terjaga selamanya. See you on top
mates;
12. Tim Penelitian UPKT, Titis Dea Puri, Lucky Sukma Wardhani, Hani
Nurofifah, Kusdiana, dan Maya Zunita. Terimakasih atas segala bantuannya,
terimakasih telah menjadi partner tukar pikiran dalam dunia perskripsian ini,
sesungguhnya diriku lemah tanpa kalian dalam dunia perskripsian ini;
13. Teman-teman Bimbingan dan Konseling angkatan 2014, khususnya kelas B,
Puteri, Adit, Ade, Mega, Ayu, Dian, Astri, Despy, Dirga, Mbk O, Marise,
Nila, Hani, Alan, Ridia, Aling, Ayu, Cia, Lisa, Ela, dll, terimakasih selalu
menghibur setiap saat senang bareng, telah menjadi teman kelompok dalam
mengerjakan tugas, masukan saran, senantiasa menasehati, dan selalu
kompak, maaf tidak disebutkan satu persatu. Terimakasih atas
kebersamaannya selama ini;
14. Sahabat-Sahabat KKN dan PPL, Kakak tingkat dan Adik tingkat BK Unila,
Dan teman bermainku selama ini, ateng, sabrina, gita, debi, aya, tuntas, toto,
beni, serta yang lainnya yang belum disebutkan satu persatu, terima kasih
banyak atas bantuan, dukungan, kerjasama, canda tawa yang pernah terjalin
selama ini;
xiii
15. Mbah dan mbah uyut selaku Induk Semangku, Ibu dan Bapak Sekdes
terimakasih sudah seperti orang tuaku sendiri saat KKN/PPK, serta warga
desa Gunung Katun terima kasih atas pelajaran yang diberikan, nasihat,
dukungan dan doa yang kalian berikan;
16. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih;
17. Almamaterku tercinta.
Akhir kata, Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, dan penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, 09 Oktober 2018
Penulis
Visia Riyanita
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiii
I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................... 7
C. Pembatasan Masalah ............................................................. 7
D. Rumusan Masalah ................................................................. 7
E. Tujuan Penelitian ................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian ................................................................. 8
G. Kerangka Pikir ...................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 11
A. Keterampilan Kesiapan Kerja ................................................ 11
1. Kesiapan Kerja ............................................................... 11
a. Kesiapan Kerja dalam Bimbingan & Konseling ........ 11
b. Pengertian Kesiapan Kerja ......................................... 14
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Kerja . 17
d. Ciri-Ciri Kesiapan Kerja ............................................ 19
2. Keterampilan Kerja ......................................................... 21
a. Pengertian Soft Skills .................................................. 22
b. Unsur-Unsur Soft Skills .............................................. 25
c. Pengembangan Soft Skills .......................................... 36
B. Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan IPS. ................................. 40
1. Mata Pelajaran IPS. ........................................................ 40
2. Kompetensi Guru IPS. .................................................... 43
3. Mahasiswa Tingkat Akhir. .............................................. 48
C. Kaitan Soft Skills dalam Kesiapan Kerja. .............................. 61
III. METODE PENELITIAN ............................................................. 65
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................ 65
B. Jenis Penelitian ...................................................................... 65
C. Definisi Operasional .............................................................. 67
D. Subjek Penelitian ................................................................... 67
1. Populasi ........................................................................... 67
2. Sampel ............................................................................ 68
xv
E. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data ............................ 69
F. Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................. 73
1. Validitas .......................................................................... 74
2. Reliabilitas ...................................................................... 77
a. Reliability Instrument (Person Item) ......................... 77
b. Unidimensionalitas..................................................... 80
G. Analisis Data .......................................................................... 81
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 83
A. Hasil Penelitian ...................................................................... 83
1. Analisis Deskriptif .......................................................... 83
2. Rasch Model ................................................................... 98
B. Pembahasan ........................................................................... 100
V. KESIMPULAN & SARAN........................................................... 114
A. Kesimpulan ............................................................................ 114
B. Saran ...................................................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
1. Populasi Penelitian............................................................................. 68
2. Jumlah Sampel .................................................................................. 69
3. Kisi-Kisi Skala Kesiapan Kerja berdasarkan Indikator dari
Keterampilan Kerja ............................................................................ 71
4. Kriteria Bobot Nilai pada Skala Psikologi......................................... 73
5. Aiken’s V Kesiapan Kerja ................................................................. 76
6. Kategorisasi Persentase Kesiapan Kerja ............................................ 82
7. Kategorisasi Penelitian Kesiapan Kerja............................................. 84
8. Kategorisasi Penelitian Possitive Self Concept.................................. 86
9. Kategorisasi Penelitian Self Control .................................................. 88
10. Kategorisasi Penelitian High Order Thinking Skill ........................... 90
11. Kategorisasi Penelitian Communication Skill .................................... 92
12. Kategorisasi Penelitian Social Skill ................................................... 94
13. Soft Skill Kesiapan Kerja Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan IPS
FKIP Universitas Lampung ............................................................... 97
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
1. Kerangka Pikir ................................................................................... 10
2. Soft Skill ............................................................................................. 35
3. Persentase Kesiapan Kerja Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan
Pendidikan IPS FKIP Unila .............................................................. 85
4. Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Possitive Self Concept
Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila ....... 88
5. Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Self Control Mahasiswa
Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila .......................... 90
6. Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja High Order Thinking
Skill Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP
Unila .................................................................................................. 92
7. Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Communication Skill
Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila ....... 94
8. Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Social Skill Mahasiswa
Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila .......................... 96
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Angket Kesiapan Kerja ...................................................................... 126
2. Hasil Uji Ahli dengan Aiken’s V ........................................................ 130
3. Summary Statistic (Measured Person) .............................................. 133
4. Summary Statistic (Measured Item) .................................................. 133
5. Standardized Residual Kesiapan Kerja .............................................. 134
6. Hasil Analisis Statistik Deskriptif ..................................................... 135
7. Analisis Persentase Kesiapan Kerja Mahasiswa Tingkat Akhir
Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung ........................ 136
8. Analisis Persentase Keterampilan Kerja Mahasiswa Tingkat Akhir
Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung ........................ 137
9. Analisis Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Possitive Self
Concept Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung ......................................................................... 138
10. Analisis Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Self Control
Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung ......................................................................... 138
11. Analisis Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja High Order
Thinking Skill Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS
FKIP Universitas Lampung ............................................................... 139
12. Analisis Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Communication
Skill Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung ......................................................................... 139
13. Analisis Persentase Keterampilan Kesiapan Kerja Social Skill
Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung ......................................................................... 140
14. Item STATISTICS: MEASURE ORDER ........................................ 141
15. Person STATISTICS: MEASURE ORDER .................................... 142
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan dimana mahasiswa
dituntut untuk menjadi anggota masyarakat yang mempunyai kemampuan
akademis dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan
menciptakan ilmu pengetahuan yang telah didapat dibangku perkuliahan.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi Pasal 1 ayat 15 menyebutkan bahwa mahasiswa adalah
peserta didik pada jenjang Pendidikan Tinggi. Program sarjana
menyiapkan mahasiswa menjadi individu yang berintelektual dan ilmuan
yang berbudaya, program sarjana juga menyiapkan mahasiswa agar
mampu memasuki dan menciptakan lapangan kerja, serta mampu
mengembangkan diri secara profesional. Mahasiswa yang sedang
menjalani perkuliahan diatas semester 7 dan yang sedang menjalani skripsi
sebagai prasyarat untuk lulus perguruan tinggi dapat disebut dengan
mahasiswa tingkat akhir.
Mahasiswa tingkat akhir merupakan calon sarjana yang diharapkan telah
memiliki arah tujuannya dalam menjalankan tugas perkembangan hidup
yang selanjutnya yaitu dapat memasuki dan menciptakan lapangan kerja
2
pada bidang pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Kenyataannya saat ini tidak jarang ditemukan mahasiswa tingkat akhir
yang belum memahami tentang bidang pekerjaan yang ingin dicapainya,
yang ingin dijalani dan bahkan yang ingin diciptakannya. Hal tersebut
dapat terjadi dikarenakan masih terdapat beberapa mahasiswa yang minat
kerjanya tidak sesuai dengan bakat dan minat yang mahasiswa tersebut
miliki, sehingga mahasiswa masih belum dapat memahami dalam memilih
bidang pekerjaan setelah mereka lulus dari perguruan tinggi.
Selain itu terdapat beberapa mahasiswa lulusan dari universitas yang
bekerja tidak sesuai dengan pilihan jurusan ketika kuliah. Penyebab
kondisi yang seperti ini dapat terjadi dikarenakan ketika ia akan memasuki
dunia kerja mahasiswa tersebut kurang persiapan ilmu, keterampilan, dan
pengalaman untuk memasuki dunia kerja. Mahasiswa sebagai calon tenaga
kerja dituntut untuk mempunyai keterampilan dan kesiapan kerja
(employability) sesuai dengan bidangnya. Namun kenyataan menunjukkan
bahwa terdapat beberapa mahasiswa yang merasa kurang mempunyai
kompetensi yang cukup unluk mengaplikasikan ilmu yang sudah
diperolehnya.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, dalam
Workshop Meeting of Heads of Asian Productivity Organization di Sanur
(2012) menyatakan bahwa lulusan Perguruan Tinggi (PT) hingga saat ini
belum memiliki orientasi yang jelas, untuk itu banyak sarjana yang tidak
mampu bersaing dalam persaingan global. Orientasi pekerjaan yang tidak
jelas, serta daya saing yang rendah di kalangan lulusan Perguruan Tinggi
3
mampu memunculkan permasalahan baru yaitu pengangguran. Voydanoff
(Santrock, 2008) menyebutkan penganguran dapat menyebabkan stres
tidak hanya sebagai akibat kesulitan financial namun juga mengurangi
harga diri seseorang. Hal tersebut tentunya harus dapat dicegah agar
mahasiswa mendapatkan kepuasan diri agar dapat menjalani hidup yang
bahagia. Untuk itu mahasiswa tingkat akhir, khususnya mahasiswa tingkat
akhir jurusan IPS FKIP UNILA hendaknya sudah harus memiliki kesiapan
kerja agar dapat mempersiapkan diri di dunia kerja setelah lulus dari
perguruan tinggi, apabila memiliki keterampilan yang mendukung.
Pada kenyataannya dalam pemilihan karier ini masih terdapat beberapa
mahasiswa tingkat akhir yang masih bingung, belum dapat
memilih/menentukan karier mana yang sesuai dengan dirinya atau ada
kemungkinan mereka memilih karier secara tidak tepat. Mahasiswa tingkat
akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA tentunya dipersiapkan menjadi
guru profesional dibidang IPS, dalam hal ini bidang tersebut terdiri dari
Pendidikan Geografi, Pendidikan Sejarah, Pendidikan Ekonomi, dan
PPKn. Hal tersebut seharusnya sudah dapat menjadi acuan arahan karier
mahasiswa tingkat akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA yang
nantinya setelah lulus terarah menjadi seorang guru yang profesional.
Pendidikan IPS bertujuan untuk mencetak para peserta didik yang
berkualitas, yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3). Pendidikan IPS
4
juga diharapkan dapat menghasilkan peserta didik yang dapat menanggapi
gejala dan masalah sosial yang berkembang dalam masyarakat. Namun,
sering kali pelajaran IPS sering dianggap sebagai pelajaran yang
membosankan dan lebih terkesan hanya menghafal teori karena jarang
dipraktikkan dan membuat siswa bosan, sehingga siswa pun merasa malas
untuk membaca buku pelajaran IPS. Siswa memerlukan guru IPS yang
tidak monoton, sehngga guru IPS harus dapat mengaplikaskan sistem
pembelajaran yang kreatif agar siswa tertarik dan tidak bosan. Mahasiswa
tingkat akhir setelah lulus nantinya harus memahami karakteristik peserta
didik yang diajar, sehingga dapat memahami keinginan siswanya.
Sardiman (2010:150) mendeskripsikan tentang tujuan pembelajaran IPS
sebagai berikut: 1) mengembangkan pengetahuan dasar kesosiologian,
kegeografian, keekonomian, kesejahteraan, kesejarahan, dan
kewarganegaraan (atau konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungan);mengembangkan kemampuan berpikir kritis,
keterampilan inkuiri, pemecahan masalah dan keterampilan sosial; 2)
membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan
(serta mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa); dan 3) memiliki
kemampuan berkomunikasi, berkompetensi dan kerjasama dalam
masyarakat yang majemuk, baik dalam skala lokal, nasional maupun
internasional. Berdasarkan hal tersebut, mahasiswa tingkat akhir jurusan
Pendidikan IPS dituntut untuk dapat memiliki keterampilan-keterampilan
sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS tersebut agar nantinya mahasiswa
tingkat akhir dapat siap kerja.
5
Kesiapan kerja (employability) merupakan hal yang sangat penting bagi
lulusan perguruan tinggi serta institusi perguruan tinggi itu sendiri.
Lulusan perguruan tinggi akan lebih cepat dan mudah mendapatkan
pekerjaan yang diinginkan apabila memiliki kesiapan kerja sesuai dengan
latar belakang bidang studinya. Kesiapan kerja mengacu pada kapasitas
dan kemauan individu untuk dapat tetap menonjol dalam pasar kerja
(Carbery & Garavan, 2005). Santrock (2008) menyatakan pentingnya
memiliki kesiapan kerja dan bekerja bagi mahasiswa untuk mengubah
karir. Dimana karir didefinisikan Hartono (2010) sebagai istilah yang
digunakan untuk menunjuk seberapa jauh kemajuan seseorang dalam
melakukan aktivitas profesi atau pekerjaan. Karir amatlah erat kaitan
dengan kehidupan individu, mahasiswa yang memiliki kesiapan kerja yang
baik dapat mengubah karir mahasiswa tersebut untuk lebih maju dalam
melakukan aktivitas profesinya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lippman dalam Amalee (2016)
dibawah lembaga Child Trends USA menunjukkan ada beberapa
keterampilan kesiapan kerja yang dibutuhkan oleh seorang pekerja agar
berhasil dalam kehidupan kerja. Keterampilan kerja (Soft skill) tersebut
adalah 1) Konsep Diri postif (Positive self concept); 2) Kemampuan
pengendalian diri (self control); 3) Keterampilan bersosial (Social Skill);
4) Kemampuan berkomuni-kasi (Communication Skill); 5) Keteram-pilan
berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill).
Terdapat ruang lingkup permasalahan didalam Bimbingan dan Konseling,
yaitu pribadi, sosial, keluarga, belajar, dan karir. Mahasiswa tingkat akhir
6
jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA yang belum memiliki kesiapan kerja
tentunya merupakan suatu permasalahan bidang karir yang dapat ditangani
dengan layanan responsif, layanan individual, atau dapat juga layanan
dasar. Bimbingan dan konseling karir itu sendiri merupakan suatu
bimbingan maupun konseling yang dilakukan oleh ahli (konselor) kepada
kliennya untuk mempersiapkan diri klien tersebut menghadapi dunia
pekerjaan/profesi tertentu dengan mempertimbangkan keadaan diri dan
lingkungannya sekaligus profesi tersebut sesuai dengan bakat dan minat
konseli.
Pelayanan bimbingan dan konseling membantu konseli dalam hal karier
berawal dari perencanaan karier, pemilihan pekerjaan, dan pengembangan
sikap positif, baik terhadap keberhasilan maupun kegagalan dalam
pekerjaan hingga terciptanya kondisi pekerjaan yang nyaman bagi
kehidupan konseli. Berdasarkan hal tersebut pelayanan bimbingan dan
konseling adalah hal penting dalam membantu peserta didik dalam
mengarahkan hidupnya sehingga peserta didik dapat mencapai
karakteristik yang sehat (“wellness”). Untuk itulah saya sebagai
mahasiswa bimbingan dan konseling FKIP Universitas Lampung
terdorong untuk menganalisis tentang Soft Skill Kesiapan Kerja
Mahasiswa Tingkat Akhir di Jurusan IPS FKIP Unila, agar mahasiswa
tingkat akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung dapat
mencapai kesiapan kerja melalui arahan dari pelayanan bimbingan dan
konseling sehingga dapat mewujudkan tujuan hidup melalui penunaian
tugas-tugas hidup yang sehat “wellness”.
7
B. Identifikasi Masalah
Berdasar latar belakang masalah diatas, permasalahan dalam penelitian ini
dapat di identikasikan sebagai berikut:
1. Terdapat beberapa mahasiswa tingkat akhir yang belum memahami
tentang bidang pekerjaan yang ingin dicapainya, yang ingin dijalani
dan bahkan yang ingin diciptakannya.
2. Terdapat beberapa lulusan dari universitas yang bekerja tidak sesuai
dengan pilihan jurusan ketika kuliah.
3. Terdapat beberapa mahasiswa yang merasa kurang mempunyai
kompetensi yang cukup untuk mengaplikasikan ilmu yang sudah
diperolehnya.
C. Pembatasan Masalah
Bedasarkan identifikasi masalah, terdapat batasan masalah mengenai
“analisis soft skill kesiapan kerja mahasiswa tingkat akhir di jurusan IPS
FKIP Universitas Lampung”.
D. Rumusan Masalah
Berdasar pada latar belakang masalah, rumusan masalah pada penelitian
ini adalah bagaimanakah Soft Skill Kesiapan Kerja Mahasiswa Tingkat
Akhir di Jurusan IPS FKIP Unila?
8
E. Tujuan Penelitian
Berdasar pada rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah memberikan
gambaran deskriptif mengenai soft skill kesiapan kerja mahasiswa tingkat
akhir di Jurusan IPS FKIP Unila.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan
wawasan mengenai soft skill yang mendukung kesiapan kerja, yang
terdiri dari 1) Konsep Diri postif (Positive self concept); 2)
Kemampuan pengendalian diri (self control); 3) Keterampilan bersosial
(Social Skill); 4) Kemampuan berkomunikasi (Communication Skill);
5) Keterampilan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill).
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
memberikan pelayanan bimbingan dan konseling di bidang karir yang
sesuai untuk membantu calon lulusan memiliki soft skill yang
mendukungnya menjadi lebih siap dalam bekerja
G. Kerangka Pikir
Mahasiswa tingkat akhir apabila nanti setelah menamatkan pendidikannya
di jenjang perkuliahan, akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
Jenjang tersebut bisa melanjutkan studi atau mencari pekerjaan.
9
Mahasiswa tingkat akhir tentunya di bangku perkuliahan telah
dipersiapkan agar menjadi individu yang mumpuni di bidang pekerjaan
sesuai dengan jurusan yang telah ia ambil, dalam hal ini adalah jurusan
IPS. Akan tetapi, kebanyakan mahasiswa hanya berfokus menyiapkan
hard skills saja. Sedangkan soft skills juga turut mempengaruhi, agar
mahasiswa dapat sukses dibidang pekerjaannya nanti. Soft skills juga
menjadi nilai tambah tersendiri yang akan dilihat oleh sang penerima kerja
(employer).
Penelitian Talib dan Aun (2009) yang menunjukkan hasil bahwa siswa
dengan kemampuan akademis tinggi namun rendah pengetahuan informasi
karir dan kejuruan berarti belum dapat menentukan karirnya. Mahasiswa
tingkat akhir harus siap memasuki dunia kerja, untuk itu mahasiswa harus
memiliki kesiapan kerja di dalam dirinya, mahasiswa yang belum dapat
menentukan karirnya maka mahasiswa tersebut belum memiliki kesiapan
kerja. Soft skills merupakan bagian dari kesiapan kerja. Menurut UU No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kesiapan kerja atau kompetensi
kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar
yang ditetapkan. Hal lain yang memperkuat bahwa soft skills penting
dalam dunia kerja yaitu seperti yang telah dikemukakan oleh Yorke dan
ksatria (2004) yang mengemukakan USEM sebagai akronim untuk empat
komponen yang saling terkait dari employability yaitu : a) Understanding;
b) Skills; c) Efficacy beliefs; dan d) Metacognition. Berdasarkan dari yang
telah disebutkan skills merupakan salah satu komponen dari employability.
10
Dalam hal ini skills yang dimaksud adalah soft skill, adapun soft skills itu
sendiri terdiri dari :
1. Konsep Diri postif (Positive self concept)
2. Kemampuan pengendalian diri (self control)
3. Keterampilan bersosial (Social Skill)
4. Kemampuan berkomunikasi (Communication Skill)
5. Keterampilan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill).
Lebih jelasnya dijelaskan pada diagram berikut ini :
Gambar 1.1 kerangka pikir
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Keterampilan Kesiapan Kerja
1. Kesiapan Kerja
a. Kesiapan Kerja dalam Bimbingan & Konseling
Konsep layanan bimbingan karier sulit dipisahkan dari konsep
vocational guidance yang berubah menjadi career guidance.
Definisi bimbingan dan konseling karir menurut Azam (2016 :
97) sebagai berikut.
“Bimbingan dan konseling karir merupakan proses
pemberian bantuan konselor atau guru bimbingan dan konseling
kepada siswa/konseli untuk mengalami pertumbuhan,
perkembangan, eksplorasi, aspirasi dan pengambilan keputusan
karir sepanjang rentang hidupnya secara rasional dan realistis
berdasar informasi potensi diri dan kesempatan yang tersedia di
lingkungan hidupnya sehingga mencapai kesuksesan dalam
kehidupannya.”
Sedangkan menurut Winkel (2004:114) bimbingan karir
didefinisikan sebagai berikut.
“Bimbingan karir adalah bimbingan dalam mempersiapkan
diri menghadapi dunia kerja, dalam memilih lapangan kerja atau
jabatan/ profesi tertentu serta membekali diri supaya siap
memangku jabatan itu, dan dalam menyesuaikan diri dengan
berbagai tuntutan dari lapangan pekerjaan yang dimasuki.”
Beradasarkan pada yang disebutkan diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa bimbingan dan konseling karir adalah proses
pemberian bantuan dari konselor atau guru bimbingan dan
12
konseling kepada siswa/konseli untuk mempersiapkan diri
menghadapi dunia kerja. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa
tugas konselor dalam bimbingan dan konseling karir ini adalah
membantu mahasiswa tingkat akhir (konseli) untuk dapat
mempersiapkan diri dalam menghadapi dunia kerja sehingga
memiliki kesiapan kerja dalam diri mahasiswa tingkat akhir.
Perlu diketahui tujuan bimbingan dan konseling yang terkait
dengan aspek-aspek karier adalah sebagai berikut (Dahlan,
2014) :
1. Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan
kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
2. Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi
karier yang menunjang kematangan kompetensi karier,
3. Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau
bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa
rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan
norma agama.
4. Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan
menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau
keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita
kariernya masa depan,
5. Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karier,
dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan
13
(persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosio psikologis
pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
6. Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu
merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh
peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan
kondisi kehidupan sosial ekonomi.
7. Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan
arah karier. Apabila seorang peserta didik bercita-cita
menjadi seorang dokter, maka perencanaan karier peserta
didik tersebut harus sesuai dengan cita-citanya. Peserta
didik harus memiliki pendidikan dan mengasah kemampuan
yang relevan dengan cita-citanya sebagai dokter.
8. Mengenal keterampilan, kemampuan, dan minat yang
dimiliki. Individu sudah harus memahami keterampilan dan
kemampuan apa yang dimiliki dalam bidang pekerjaan dan
keterampilan dan kemampuan tersebut sesuai tidaknya
dengan minat yang dimiliki.
9. Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil
keputusan karier.
Berdasarkan apa yang disebutkan diatas, mahasiswa tingkat
akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA tentunya harus
memenuhi rambu-rambu tujuan yang telah digariskan oleh
ABKIN tentang pelayanan bimbingan dan konseling di atas
yang sejalan dengan perwujudan tugas-tugas hidup yang
14
menggambarkan karakteristik “wellness”, yaitu tugas hidup
spiritual, regulasi diri, pekerjaan, persahabatan, dan cinta
(Dahlan, 2014). Untuk tugas hidup pekerjaan sendiri diharapkan
dapat dimiliki oleh setiap orang dalam menunjang kelangsungan
hidupnya secara sehat. Untuk mewujudkan kondisi hidup yang
sehat, pekerjaan tidak hanya bermakna ekonomis, akan tetapi
juga bermakna sosial, psikologis, dan spiritual. Dunia kerja
bukan hanya melulu soal seberapa besar gaji yang didapat.
Meski hal tersebut penting untuk memenuhi kelangsungan
hidup, akan tetapi pekerjaan juga membutuhkan kenyamanan
dalam bersosialisai dalam dunia kerja, kenyamanan psikologis,
spiritual sehingga individu dapat mencapai kebahagiaan hidup.
Untuk mendapatkan semua itu, tentunya mahasiswa tingkat
akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA harus memiliki soft
skill kesiapan kerja.
b. Pengertian Kesiapan Kerja
Kesiapan adalah tingkat perkembangan dari kematangan atau
kedewasaan yang menggantungkan bagi pemraktikan sesuatu
(Chaplin dalam Kartini Kartono, 2002:4-18). Semakin tinggi
tingkat kematangan atau kedewasaan seseorang dalam
menghadapi sesuatu maka kesiapan seseorang tersebut dalam
melakukan sesuatu dapat dilihat. Ditinjau lebih jauh lagi
kesiapan dapat diartikan sebagai kemampuan, keinginan, dan
untuk melakukan kegiatan tertentu yang bergabung pada tingkat
15
kemasakan pengalaman-pengalaman sebelumnya serta kondisi
mental yang sesuai, Dali Gulo dalam Srisumarsih (2009:24).
Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kesiapan berarti
kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu
kegiatan tertentu dan dipengaruhi dari tingkat kemasakan
pengalaman-pengalaman sebelumnya serta kondisi mental
seseorang tersebut dalam melakukan kegiatan tertentu.
Dari beberapa pengertian tentang kesiapan diatas dapat
disimpulkan bahwa kesiapan adalah kemampuan dan keinginan
untuk melakukan kegiatan tertentu yang dilihat pada tingkat
perkembangan dari kematangan atau kedewasaan dan
kemasakan pengalaman-pengalaman sebelumnya serta
keseluruhan kondisi mental seseorang yang membuatnya siap
untuk memberi respon / jawaban didalam cara tertentu terhadap
suatu situasi. Hal tersebut apabila dikaitkan dengan kesiapan
kerja pada mahasiswa tingkat akhir jurusan IPS FKIP UNILA,
mahasiswa dikatakan siap apabila mahasiswa tersebut
mempunyai kemampuan untuk terjun ke dunia kerja, yang
dilihat pada tingkat perkembangan dari kematangan atau
kedewasaan mahasiswa tersebut dalam menghadapi sesuatu, dan
pengalaman-pengalaman mahasiswa tersebut dalam dunia kerja,
serta kondisi mental mahasiswa tersebut dalam menghadapi
permasalahan dunia kerja. Menurut Super (Savickas, 2002)
tahap perkembangan karir terdiri dari: growth (4-13 tahun,
16
exploration (14-24 tahun), establishment (25-44 tahun),
maintenance (45-64 tahun) dan decline (lebih dari 65 tahun).
Super (Savickas, 2002) menyatakan bahwa mahasiswa berkisar
antara usia 18-21 tahun, yang dapat digolongkan sebagai masa
transisi. Pada masa transisi ini, pemilihan dan persiapan diri
untuk menjalankan suatu pekerjaan atau karir merupakan salah
satu tugas penting dalam tahap perkembangannya, sebab karir
atau pekerjaan seseorang menentukan berbagai hal dalam
kehidupan. Oleh karena itu, mahasiswa harus memilih bidang
pekerjaan yang akan ditekuni.
Kesiapan kerja sebagaimana didefinisikan oleh Hersey dan
Blanchard merujuk pada tingkat sampai mana orang memiliki
kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu
(Robbins, 2007). Semakin mampu mahasiswa tersebut dalam
menyelesaikan tugas/pekerjaannya, dan memiliki kesediaan
untuk melakukan tugas/pekerjaannya, maka mahasiswa tersebut
dapat dikatakan memiliki kesiapan kerja. Pool dan Sewell
(2007) mengutarakan bahwa kesiapan kerja ialah memiliki
keahlian, ilmu pengetahuan, pemahaman dan kepribadian yang
membuat seseorang bisa memilih dan merasa nyaman dengan
pekerjaannya sehingga menjadi puas dan akhirnya meraih
sukses. Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, kesiapan kerja atau kompetensi kerja adalah
kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
17
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Mahasiswa tingkat akhir tentunya
mempunyai bekal ilmu selama mahasiswa tersebut kuliah,
dalam hal ini ilmu yang didapat oleh mahasiswa tingkat akhir
jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA merupakan keahlian
untuk menjadi seorang guru IPS, selanjutnya ilmu keahlian
tersebut dapat diaplikasikan dalam dunia kerja sebagai guru IPS
sehingga mahasiswa tersebut dapat memahami dan menjadi
pribadi yang memiliki rasa nyaman di bidang pekerjaannya
sehingga akan meraih kesuksesan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Kesiapan kerja adalah individu
yang memiliki keahlian, pemahaman dan kepribadian yang
membuat individu tersebut bisa memilih, merasa nyaman
dengan pekerjaannya, mencakup aspek kepribadian,
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan
standar yang ditetapkan.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Kerja
USEM merupakan akronim untuk empat komponen yang saling
terkait dari employability (Yorke dan ksatria, 2004) :
1) Understanding : mahasiswa harus memiliki sikap
understanding dalam memasuki dunia karir, dalam dunia
karir mahasiswa nantinya tidak boleh egois, misalnya saja
mahasiswa nantinya dituntun untuk harus mengerti rekan
kerja dan tidak boleh egois dalam memutuskan sesuatu.
18
2) Skills : keterampilan tentunya amat sangat penting dalam
dunia kerja. Mahasiswa dikatakan siap kerja adalah
mahasiswa siswa yang memiliki skills yang mumpuni baik
hard skills maupun soft skills.
3) Efficacy beliefs : Agar siap memasuki dunia kerja
diperlukan self efficacy yang baik dalam diri mahasiswa.
Seseorang yang mempunyai kematangan mental yang baik
akan dapat membangkitkan kepercayaan diri (self efficacy)
atau keyakinan dirinya dalam menghadapi lingkungan baru
dimana mahasiswa akan bekerja.
4) Metacognition : mahasiswa yang memiliki kesiapan kerja
perlu memiliki kemampuan untuk mengontrol ranah atau
aspek kognitif.
Berdasarkan apa yang disebutkan diatas dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja yaitu
mahasiswa tingkat akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA
harus memiliki sikap understanding, mahasiswa juga harus
memiliki pengetahuan, harus memilki keterampilan untuk
melakukan/mempraktekan pengetahuan yang dimiliki tersebut
termasuk keterampilan persiapan kerja, dan mahasiswa juga
harus dapat mengetahui cara-cara bagaimana pengetahuan
tersebut dipraktekan/dilakukan. Mahasiswa juga harus
mempunyai kematangan mental yang baik agar dapat
membangkitkan kepercayaan diri (self efficacy) atau keyakinan
19
dirinya dalam menghadapi lingkungan baru dimana mahasiswa
akan bekerja. Mahasiswa juga harus dapat mengontrol ranah
kognitif sehingga mahasiswa dapat memiliki keterampilan
manajemen karir, termasuk keterampilan cari kerja dan strategi
pendekatan. Kesiapan kerja juga tergantung pada keadaan
pribadi (misalnya tanggung jawab keluarga) dan faktor-faktor
eksternal mereka (misalnya saat ini tingkat kesempatan terbuka
dalam pasar tenaga kerja).
d. Ciri-ciri Kesiapan Kerja
Menurut Yanto (2006:9-11), ciri siswa yang telah memiliki
kesiapan kerja adalah sebagai berikut :
1) Mempunyai pertimbangan yang logis dan obyektif :
mahasiswa yang mempunyai pertimbangan yang logis dan
objektif dalam merespon suatu permasalahan tidak hanya
melihat dari satu pandangan saja. Melainkan melihat
pandangan dari sisi yang lain juga.
2) Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk bekerja sama
dengan orang lain : dalam dunia kerja, tentunya rasa
kemauan dan kemampuan untuk bekerja sama dengan orang
lain sangatlah penting, karena dalam dunia kerja kita pasti
akan menjalin kerjasama dengan rekan kerja kita, sehingga
kita dituntut untuk dapat bersosialisasi dengan orang lain.
3) Memiliki sikap kritis : mahasiswa dituntut untuk berfikir
kritis untuk dapat mengkritisi dan mengoreksi suatu
20
tindakan. Sehingga apa yang dikoreksi dapat menjadi
sebuah ide, gagasan baru yang dapat muncul.
4) Mempunyai keberanian untuk menerima tanggung jawab
secara individual : dalam dunia kerja, mahasiswa
menempati suatu jabatan. Disetiap jabatan tersebut terdapat
tanggung jawab yang harus dipikul dan dijalankan dengan
baik. Apabila mahasiswa belum memiliki rasa bertanggung
jawab, lalu bagaimana mungkin dia akan memegang suatu
jabatan tertentu.
5) Mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan
lingkungan : lingkungan kerja menuntut mahasiswa untuk
memperluas link seluas-luasnya. Hal tersebut diperlukan
dalam menjalankan kerja sama. Untuk melaksanakan hal
tersebut sudah pasti diperlukan kemampuan untuk
beradaptasi di lingkungan kerja.
6) Mempunyai ambisi untuk maju dan berusaha mengikuti
perkembangan bidang keahliannya : ambisi untuk maju
menjadi motivasi untuk mahasiswa tingkat akhir meraih
mimpinya.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwasanya
mahasiswa tingkat akhir untuk dapat dikatakan memiliki
kesiapan bekerja harus mempunyai ciri-ciri yang telah
disebutkan diatas. Mahasiswa tingkat akhir memang belum tentu
dapat memiliki semua poin yang terdapat pada ciri-ciri tersebut.
21
Akan tetapi ada baiknya apabila di dalam diri mahasiswa
tersebut memiliki semua kriteria diatas agar dapat dikatakan
memiliki kesiapan untuk bekerja.
2. Keterampilan Kerja
Kesiapan kerja merupakan suatu hal penting dimana mahasiswa siap
memasuki dunia kerja apabila memiliki keterampilan yang
mendukung. Kompetensi lulusan yang dibutuhkan dunia industri dan
usaha terbagi dalam dua aspek: aspek teknis yang berhubungan
dengan latar belakang keilmuan yang dipelajari atau keahlian yang
diperlukan di dunia kerja, yang kemudian disebut technical skills
atau hard skills; dan aspek non teknis yang mencakup motivasi,
adaptasi, komunikasi, kerja sama tim, problem solving, manajemen
stres, kepemimpinan, dan lain-lain, yang kemudian disebut soft skills
(Harmoni, 2007; Santoso, 2008; Suherman, 2005; Putra & Pratiwi,
2005; Hary, 2008; Wardani, 2011). Dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lippman dalam Amalee (2016) dibawah lembaga
Child Trends USA menunjukkan ada beberapa keterampilan
kesiapan kerja yang dibutuhkan oleh seorang pekerja agar berhasil
dalam kehidupan kerja. Keterampilan kerja (Soft skill) tersebut
adalah 1) Konsep Diri postif (Positive self concept); 2) Kemampuan
pengendalian diri (self control); 3) Keterampilan bersosial (Social
Skill); 4) Kemampuan berkomunikasi (Communication Skill); 5)
Keterampilan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill).
22
a. Pengertian Soft Skills
Soft skills merupakan kemampuan yang semakin terlihat
berharga dimata pengusaha, pejabat penerimaan perguruan
tinggi dan Komite penghargaan beasiswa. Yang mungkin
termasuk dalam soft skills yaitu kepribadian/karakter siswa,
kecerdasan emosi siswa tersebut, ketekunan, membangun
kesadaran, kemampuan bersosialisasi, manajemen waktu, jiwa
kepemimpinan, dan kemampuan berkomunikasi. Untuk
mendapatkan pekerjaan di suatu lembaga/perusahaan, selain
hard skills yang dinilai, ada juga soft skills yang tidak kalah
penting dari hard skills. Berthal sebagaimana dikutip Illah
Silah (dalam Sudiana, 2010) menyebutkan bahwa soft skills
didefinisikan sebagai
”personal and interpersonal behaviors that develop and
maximize human performance (e.g coaching, team building,
initiative, decision making, etc). Soft skills does not include
technical skills such as financial, computing and assembly
skills.“
Pernyataan tersebut memiliki artian bahwa soft skills
merupakan perilaku pribadi dan interpersonal yang
mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia
(misalnya pembinaan, pembentukan tim, inisiatif, pengambilan
keputusan, dll). Soft skills tidak termasuk technical skills
seperti keterampilan keuangan, komputasi dan perakitan.
Terdapat sesuatu yang bisa dikatakan tentang pentingnya
kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif termasuk
23
keterampilan, keahlian, pengetahuan dan kemampuan untuk
menyelesaikan tugas atau pengalaman dari beberapa tingkat
keberhasilan dalam upaya pendidikan dan dalam kehidupan.
Dalam dunia kerja soft skills amat sangat diperlukan. Hard
skills dapat dipelajari, dikembangkan dan diperkuat maka akan
dikuasai dari waktu ke waktu. Sedangkan untuk melatih soft
skills didalam diri kita seperti yang telah didefinisikan oleh K.
Kechagias juga banyak peneliti lain dalam publikasi berjudul
"Mengajar dan menilai Soft Skill" mereka mendefinisikan soft
skill sebagai keterampilan intra- dan inter personal (sosial-
emosional), penting untuk pengembangan pribadi, partisipasi
sosial dan sukses kerja (komunikasi, kemampuan untuk
bekerja pada tim interdisipliner, dll). Keterampilan ini harus
dibedakan dari teknis (kognitif) atau "hard skills" (Kechagias
2011). Sependapat dengan Kechagias, bahwa soft skills dibagi
menjadi intrapersonal dan interpersonal, selanjutnya Sailah
(dalam Sudiana, 2010) mengatakan bahwa Soft skills atau
people skills dapat dipilah menjadi dua bagian, yaitu
intrapersonal skills dan interpersonal skills. Intrapersonal
skills adalah keterampilam seseorang dalam ”mengatur” diri
sendiri. Sedangkan intrapersonal skills adalah keterampilan
seseorang yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang
lain.
24
Mahasiswa tingkat akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA
untuk memiliki kesiapan kerja di dalam dirinya harus
mempunyai soft skills. Penelitian yang dilakukan oleh Ben
Johnson, untuk sebuah organisasi bernama Edutopia: What
Works in Education, ia menyimpulkan bahwa dua dari lima
mahasiswa memasuki perguruan tinggi yang akan lulus dan
bahwa sekolah umum yang memadai tidak mempersiapkan
siswa kami apa yang tenaga kerja sesungguhnya butuhkan
dalam jalan penalaran, logika, kolaborasi dan keterampilan
berkomunikasi (Johnson 2013). Guru dan administrasi telah
mengambil langkah-langkah untuk mengintegrasikan instruksi
dan praktek soft skills ke dalam kurikulum di sekolah dasar dan
sekolah menengah. (Gaines and Mohammed 2013).
Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
mahasiswa tingkat akhir untuk memiliki kesiapan kerja
didalam dirinya, selain harus memiliki hard skills, harus juga
memiliki soft skills didalam dirinya. Dimana Soft skills
merupakan keterampilan intrapersonal dan interpersonal yang
mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia. Soft
skills ini sendiri dapat dilatih dari kebiasaan sehari-hari,
misalnya saja apabila mahasiswa tersebut dilatih untuk disiplin
dan tepat waktu pada saat perkuliahan, maka dalam dunia kerja
mahasiswa tersebut sudah terlatih dan terbiasa sehingga sudah
memiliki sikap disiplin. Soft skill perlu dilatih sedini mungkin,
25
lembaga pendidikan di Indonesia seharusnya memberikan
pelatihan-pelatihan dan praktek soft skill di sekolah, agar
mahasiswa bukan hanya siap dalam segi hard skill melainkan
siap juga dalam soft skill.
b. Unsur-unsur Soft Skills
Mahasiswa tingkat akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung dalam memasuki dunia kerja sudah
harus memiliki kesiapan kerja didalam diri mahasiswa itu
sendiri. Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan soft skills
didalam diri mahasiswa itu sendiri. Adapun keterampilan-
keterampilan (soft skills) yang harus dimiliki mahasiswa
Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung yaitu antara lain
(Lippman dalam Amalee 2016) :
1) Konsep Diri postif (Positive self concept)
Positive Self Concept merupakan bagian dari soft skill
yang dibutuhkan agar mahasiswa tingkat akhir memiliki
kesiapan kerja didalam dirinya. Positive Self Concept ini
terdiri dari 2 keterampilan lagi, yaitu :
a. Mengenal diri & percaya diri : apabila seseorang
punya konsep diri positif, maka akan terbentuk
penghargaan yang tinggi pula terhadap diri sendiri,
atau bisa dikatakan seseorang tersebut memiliki self
esteem (kepercayaan diri) yang tinggi.
26
Mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung nantinya apabila telah terjun ke
dunia kerja sebagai guru IPS akan sangat memerlukan
kepercayaan diri yang tinggi, misalnya saja dalam
mengajar. Mahasiswa tingkat akhir akan berinteraksi
dengan banyak peserta didik. Mahasiswa tingkat akhir
dituntut agar bisa menyampaikan materi didepan
kelas, hal tersebut apabila tidak memiliki kepercayaan
diri yang tinggi maka nantinya mahasiswa tingkat
akhir tidak akan bisa menyampaikan materi pelajaran
yang akan disampaikan kepada peserta didik karena
terdapat perasaan malu, tidak percaya diri, dan merasa
ragu untuk menyampaikan materi tersebut di depan
kelas.
b. Visi & goal setting di dalam diri individu : Konsep
diri yang positif membawa mahasiswa memiliki
perilaku yang positif. Mahasiswa tidak akan merasa
pesimis, melainkan akan tebentuk rasa optimisme
didalam dirinya, sehingga dalam hidupnya mahasiswa
mempunyai visi, tujuan yang jelas dalam dunia kerja.
Mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung harus mempunyai visi & goal
setting dalam hidupnya. Di bangku perkuliahan
mahasiswa tingkat akhir harus merencanakan
27
langkah-langkah untuk mencapai karir yang
diinginkan, dan setelah turun di dunia kerja sebagai
guru IPS, mahasiswa tingkat akhir masih harus
mempunyai visi & goal setting dalam dirinya.
Seorang guru IPS harus bisa menyiapkan apa saja
pencapaian yang ingin dicapainya, misalnya saja guru
IPS menargetkan bahwasanya peserta didik yang
diajarnya harus mempunyai nilai diatas KKM, atau
guru IPS menargetkan bahan ajar yang telah
disusunnya dalam RPL berjalan sesuai rencana.
2) Kemampuan pengendalian diri (self control)
Self control merupakan bagian dari soft skill yang
dibutuhkan agar mahasiswa tingkat akhir memiliki
kesiapan kerja didalam dirinya. Self control ini terdiri dari
2 keterampilan lagi, yaitu :
a. Menunda Kesenangan : Berk dalam Gunarsa (2004),
kontrol diri adalah kemampuan individu untuk
menahan keinginan atau dorongan sesaat yang
bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan norma sosial. Apabila mahasiswa tidak
memiliki self control di dalam dirinya, maka
mahasiswa tidak dapat menahan keinginan atau
dorongan yang tidak sesuai dengan norma sosial
tersebut. Dunia kerja dituntut untuk profesional.
28
Mahasiswa nantinya harus dapat mengutamakan
pekerjaan dan menunda kesenangan apabila ada
pekerjaan yang harus diselesaikan.
Mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung nantinya akan bekerja sebagai
guru IPS harus dapat meredam keinginan untuk
bersenang-senang. Akhir-akhir ini terdapat beberapa
kasus, ada beberapa guru yang melanggar aturan
selama jam kerja sedang berlangsung. Beberapa guru
tersebut yang seharusnya pada saat jam kerja sedang
mengajar dikelas dan menyampaikan materi kepada
peserta didik, terlihat mangkir dan ditemukan di pusat
perbelanjaan. Hal tersebut dikarenakan guru tersebut
kurang memiliki self control yang baik sehingga tidak
bisa meredam diri untuk menunda kesenangan.
Mahasiswa nantinya harus mengutamakan jam
mengajar yang mengharuskan guru IPS menghadiri
kelas dan menyampaikan materi kepada peseta didik.
b. Mengelola Stres & Kekhawatiran : dunia kerja
nantinya akan menuntut mahasiswa untuk dapat
menyelesaikan pekerjaannya. Dunia kerja berbeda
dengan dunia perkuliahan. Didalam dunia kerja akan
ada banyak tekanan dan kekhawatiran yang dirasakan.
Tekanan tersebut dapat menyebabkan stres. Untuk itu
29
apabila mahasiswa tidak dapat memiliki kemampuan
untuk mengelola stres dan kekhawatiran, maka
nantinya dalam dunia kerja mahasiswa akan tidak
sanggup menghadapi tekanan yang ada.
Common sense yang tebentuk oleh kalangan
masyarakat adalah siswa IPS identik dengan siswa
yang nakal. Hal tersebut dikarenakan siswa IPS
memiliki kreatifitas tinggi, faktor kreatifitas yang
tinggi tersebut yang selalu membuat siswa IPS
melakukan hal-hal nyeleneh dan tidak disukai oleh
banyak orang, sehingga dilabelkan kebanyakan siswa
IPS adalah siswa yang nakal. Sebagai guru IPS yang
akan menghadapai siswa IPS dengan berbagai tingkah
nyeleneh akan membuat guru IPS mendapati banyak
tekanan dan kekhawatiran yang dirasakan sehingga
akan mengakibatkan guru IPS mengalami stres. Untuk
itu guru IPS harus dapat mengelola stress dan
kekhawatiran.
3) Keterampilan bersosial (Social Skill)
Social Skill merupakan bagian dari soft skill yang
dibutuhkan agar mahasiswa tingkat akhir memiliki
kesiapan kerja didalam dirinya. Social Skill ini terdiri dari
2 keterampilan lagi, yaitu :
30
a. Kerjasama : mahasiswa tingkat akhir tidak bisa
menjadi makhluk individual, setiap individu pasti
akan membutuhkan orang lain sebagai makhluk
sosial. Social skill dipakai dalam kerja sama,
bersosialisasi, bergaul dengan lingkungan kerja, dan
dalam organisasi.
Guru IPS nantinya akan melakukan kerjasama, baik
itu terhadap sesama guru di sekolah tersebut atau
kerjasama yang dilakukan di luar sekolah. Dalam
menangani peserta didik juga guru IPS harus dapat
bekerjasama dengan peserta didik agar pembelajaran
berjalan dengan baik.
b. Menyelesaikan konflik : dalam bersosialisasi di dunia
kerja nantinya akan terdapat berbagai konflik. Dalam
membangun hubungan dengan makhluk hidup lain
yang berbeda tentunya akan terdapat perbedaan, baik
dalam cara pandang, sikap, nilai, maupun yang
lainnya. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan
konflik, untuk itulah keterampilan bersosialisasi
diperlukan untuk menyelesaikan konflik tersebut,
misalnya saja dapat dipakai dalam memberi dan
menerima permintaan maaf dan pujian, belajar
tentang konsekuensi, dan banyak lagi.
31
Setiap guru mempunyai pandangan tersendiri dalam
menghadapi murid. Perbedaan pandangan itu juga
dialami oleh guru IPS, dan akan berakhir dengan
konflik apabila tidak ditangani dengan baik. Sebagai
guru IPS yang mempelajari ilmu sosial, dimana ilmu
sosial itu seharusnya lebih dapat memahami
masyarakat dan lingkungan sosial, guru IPS
seharusnya dapat dengan mudah memahami situasi
agar dapat menangani konflik dan menyelesaikannya.
4) Kemampuan berkomunikasi (Communication Skill)
Communication Skill merupakan bagian dari soft skill
yang dibutuhkan agar mahasiswa tingkat akhir memiliki
kesiapan kerja didalam dirinya. Communication Skill ini
terdiri dari 2 keterampilan lagi, yaitu :
a. Mendengar aktif : di dunia kerja, mendengar aktif
adalah skill yang menentukan kesuksesan. Pekerja
tidak akan berprestasi jika tidak mau mendengar
arahan dari atasannya. Seorang bos akan dibenci jika
tidak mendengar aspirasi dari bawahannya. sebuah
perusahaan akan kacau jika orang-orang di dalamnya
tidak mau saling mendengar.
Mahasiswa yang nantinya akan menjadi guru IPS
akan berhadapan dengan peserta didik harus dapat
mempunyai kemampuan mendengar aktif. Mahasiswa
32
tersebut nantinya harus dapat mendengar aktif ketika
peserta didik yang diajar menyampaikan apa yang
peserta didik inginkan dalam belajar, sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
b. Menghargai : Mahasiswa tingkat akhir juga dalam
menyampaikan ide-ide diusahakan untuk selalu
mengkomunikasikan ide-ide dan selalu mendengarkan
rekan kerja yang lainnya. Selalu terbuka dengan ide-
ide yang diberikan rekan kerja lainnya. Harus
menerima ide-ide yang disampaikan oleh rekan kerja
yang lain. Dan apabila ide-ide tersebut tidak bisa
diterima dan ingin merubah, diharapkan secara efektif
apabila ingin merubah ide-ide dan informasi yang
diberikan oleh rekan kerja yang lain. Dalam
menyampaikan pendapat di dunia kerja nantinya,
mahasiswa tingkat akhir dapat menyampaikannya
secara jelas.
Guru IPS harus dapat menerima dan menghargai
kritik & saran yang diberikan oleh warga sekolah
(peserta didik, guru lain, staf tata usaha, kepala
sekolah) karena kritik & saran tersebut dapat
membantu seorang guru menjadi lebih baik lagi.
33
5) Keterampilan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking
Skill).
High Order Thinking Skill merupakan bagian dari soft skill
yang dibutuhkan agar mahasiswa tingkat akhir memiliki
kesiapan kerja didalam dirinya. High Order Thinking Skill
ini terdiri dari 2 keterampilan lagi, yaitu :
a. Berprikir kritis & pemecahan masalah kreatif :
mahasiswa tingkat akhir untuk dapat siap kerja harus
dapat mengingat, memahami, dan dapat
mengaplikasikannya. Menurut Robinson (2000),
dengan memiliki HOTS maka seseorang akan mampu
untuk belajar (learning), memberikan alasan secara
tepat (reasoning), berpikir secara kreatif (thinking
creatively), membuat keputusan (decisions making),
dan menyelesaikan masalah (problem solving).
Mahasiswa juga harus berpikir kreatif sehingga dapat
menciptakan inovasi-inovasi terbaru.
Mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS FKIP
UNILA yang nantinya akan menjadi guru IPS, harus
dapat menganalisa setiap kejadian yang terjadi, baik
di dalam kelas ataupun diluar kelas. Dalam
mentransfer ilmu kepada peserta didik membutuhkan
kemampuan berpikir kritis untuk bisa menganilis
materi apa yang akan disampaikan. Berpikir secara
34
kreatif metode belajar seperti apa yang dapat
membuat siswa yang diajarnya dapat memahami
materi yang diberikan dengan cara yang tidak
monoton. Guru IPS juga harus dapat membuat
keputusan serta menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
b. Empati & proaktif : kemampuan berempati diperlukan
oleh setiap individu. Didunia kerja nantinya
mahasiswa tidak boleh acuh tak acuh terhadap rekan
kerja yang lain. Empati diperlukan agar mahasiswa
nantinya dapat terbiasa peduli dengan lingkungan.
Dalam melakukan suatu pekerjaan nantinya,
mahasiswa seharusnya mempunyai inisiatif untuk
menawarkan diri dalam membantu melakukan suatu
tugas/pekerjaan. Mahasiswa juga harus tanggung
jawab terhadap pekerjaannya. Dunia kerja
membutuhkan pekerja yang memiliki kemampuan
proaktif, dimana dapat bertindak dengan kesadaran
sendiri bukan hanya menunggu perintah dari atasan,
dan tenang dalam menyelesaikan tugas/pekerjaan.
Guru IPS harus memiliki empati dalam dirinya.
Misalnya saja dalam berhadapan dengan peserta
didik, tidak semua peserta didik dapat dengan mudah
mengikuti pembelajaran yang diberikan, apabila guru
35
IPS acuh dengan tidak memikirkan cara agar peserta
didik tersebut dapat menyesuaikan pembelajaran yang
diberikan, maka peserta didik akan terus tertinggal
dan berakhir memiliki nilai yang jelek. Empati
merupakan salah satu ilmu yang dipelajari dalam
dunia IPS, sudah sewajarnya apabila guru IPS
memiliki empati yang tinggi.
Gambar 2.1 soft skill
Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-
unsur pada keterampilan kerja (soft skills) yang harus dimiliki
mahasiswa tingkat akhir antara lain adalah konsep diri positif
(Positive self concept), kemampuan pengendalian diri (self
control), keterampilan bersosial (Social Skill), kemampuan
berkomunikasi (Communication Skill), dan Keterampilan
berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill). Mahasiswa
tingkat akhir dalam memasuki dunia kerja nantinya harus
36
mempersiapkan diri sebaik mungkin, selain keterampilan-
keterampilan diatas mahasiswa juga perlu melatih diri dalam
bersikap inisiatif dalam hal apapun, mulai membiasakan diri
dalam mengerjakan apapun dengan memperhatikan kerapihan
dalam pekerjaannya. Setelah semua soft skill tersebut dikuasai,
jangan lupa juga untuk memperhatikan penampilan. Secara
langsung ataupun tidak langsung, kesiapan kerja juga dapat
dilihat dari penampilan seseorang. Employers akan lebih
memilih employes yang memiliki kerapihan dalam
penampilannya daripada yang memiliki penampilan yang
berantakan, karena employers akan menganggap bahwa
employes dalam memilih penampilan saja tidak siap, apalagi
dalam hal pekerjaan.
c. Pengembangan soft skills
Soft skills yang ada di dalam diri setiap individu tentunya harus
dikembangkan agar soft skills tersebut tidak terkikis dan pada
akhirnya menghilang. Mahasiswa yang belum memiliki suatu
soft skills juga dapat melatih diri agar soft skills tersebut dapat
dikembangkan lebih baik lagi. Sebenarnya soft skills dapat
dilatih dengan cara membiasakan diri terhadap perilaku
tersebut.
Dalam konsep diri positif, mahasiswa harus menanamkan
dipikiran mahasiswa gagasan-gagasan positif tentang dirinya
agar mahasiswa memiliki konsep diri yang positif dan menjauh
37
dari konsep diri yang negatif. Dalam mengembangkan
keterampilan mengontrol diri mahasiswa dapat menerapkan
learning by doing, maksudnya disini adalah mahasiswa tingkat
akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung
untuk melatih diri untuk dapat mengontrol diri dapat dilakukan
pada saat mahasiswa melakukan praktek profesi kependidikan
(PPK). Dalam praktek di kelas pada saat PPK mahasiswa dapat
memiliki pengalaman bagaimana praktek langsung. Dalam
mengajar, tentunya anak yang diajar memiliki perbedaan di
masing-masing murid. Tidak semuanya baik, pasti terdapat
anak yang terbilang nakal sehingga mahasiswa tingkat akhir
jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung sebagai
calon guru harus pintar-pintar dalam mengontrol diri.
Keterampilan berkomunikasi dapat dilatih sejak dini.
Mahasiswa tingkat akhir harus meningkatkan keterampilan
sosial ini, mengacu pada perkembangan teori dari Uri
Bronfenbrenner menyatakan bahwa salah satu sistem yang
berpengaruh dalam perkembangan dan sosialisasi dari anak itu
sendiri adalah budaya dari keluarganya (Gonzalez-Mena,
2009). Jadi keluarga adalah salah satu faktor terpenting agar
individu dapat mengembangkan social skill didalam dirinya
untuk memiliki kesiapan dalam dunia kerja. Mahasiswa dapat
secara bertahap dapat membuka diri untuk dapat bersosialisasi.
Everett Community College dalam jurnalnya yang berjudul
38
Soft Skill mengemukakan beberapa tips bagaimana
berkomunikasi secara efektif, yaitu berpikir sebelum berbicara.
Pastikan volume suara Anda sesuai dengan lingkungan Anda
tempat Anda berada, ingatlah untuk mengkalibrasi ulang
volume suara Anda saat berada di lingkungan yang sepi.
Hindarilah berteriak, jika Anda berpikir seseorang tidak dapat
mendengar Anda mendekat. komunikasi yang sukses berarti
Anda mendengarkan dan pembicara tahu itu. Selalu ingat
untuk fokus pada pembicara dengan menjaga kontak mata dan
memperhatikan isyarat non-verbalnya. Hindari mengganggu
speaker. Hindari bahasa tubuh negatif saat mendengarkan
pembicara Menyilangkan lengan, mendesah dan memutar
matamu sambil mendengarkan seseorang. Berbicara tidak
sopan dan kemungkinan besar akan membawa Anda ke jalan
yang bertentangan dengan pembicara. Sebagai gantinya
pertahankan kontak mata, angguk untuk menunjukkan bahwa
Anda mengerti dan mengajukan pertanyaan klarifikasi bila
sesuai untuk menunjukkan bahwa Anda sedang mendengarkan.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill)
dalam pengembangannya mahasiswa dapat secara terus
menerus mengasah dan membiasakan diri dengan berpikir
secara kritis, menggunakan problem solving yang tepat
sehingga high order thinking skill mahasiswa tersebut dapat
terlatih. Selain dengan membiasakan diri, keterampilan-
39
keterampilan tersebut juga dapat dikembangkan melalui
pelatihan-pelatihan, dengan mengikuti workshop, dan materi-
materi yang didapatkan selanjutnya dapat diaplikasikan
kedalam kehidupan sehari-hari seingga terbiasa.
Lembaga-lembaga pendidikan juga seharusnya tidak hanya
memperhatikan hard skills dari para siswanya tetapi juga
memperhatikan soft skill para siswanya. Lembaga-lembaga
pendidikan berperan penting dengan turut campur dalam
melatih siswanya membiasakan diri melatih soft skill yang ada
didalam diri siswa sehingga siswa terbiasa. Misalnya saja,
dosen-dosen melatih siswanya untuk dapat memiliki
keterampilan teamwork dengan menerapkan sistem belajar
teamwork pada saat perkuliahannya. Dosen juga dapat
mencontohkan untuk dapat datang tepat waktu sehingga
mahasiswanya dapat mencontoh dosen dengan tidak datang
terlambat. Dosen juga dapat memberi punishment apabila
siswa tersebut melanggar dengan tujuan siswa tidak akan
mengulanginya lagi dan terbiasa tidak datang terlambat.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa keterampilan
kerja (soft skills) dapat dikembangkan dan dilatih. Berbagai
cara dapat dilakukan untuk dapat mengembangkan dan melatih
soft skills. Mulai dari mengikuti pelatihan-pelatihan sampai
dengan cara membiasakan diri dengan menjadikan soft skills
tersebut habit. Lembaga-lembaga pendidikan dan keluarga
40
turut berpengaruh dalam mengembangkan dan melatih soft
skills.
B. Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan IPS
1. Mata Pelajaran IPS
Dalam Pasal 37 UU Sisdiknas dikemukakan bahwa mata pelajaran
IPS merupakan muatan wajib yang harus ada dalam kurikulum.
Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 77I Ayat 1 Huruf f bahwa bahan kajian
ilmu pengetahuan sosial, antara lain, ilmu bumi, sejarah, ekonomi,
kesehatan, dan sebagainya dimaksudkan untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis Peserta Didik
terhadap kondisi sosial masyarakat. Selanjutnya National Council
for Social Studies (NCSS) (Singer, 2003:30; Levstik dan Tyson,
2008: xix) mendefinsikan IPS sebagai berikut:
“Social studies is the integrated study of the social sciences
and humanities to promote civic competence. Within the school
program, social studies provides coordinated, systematic study
drawing upon such disciplines as anthropology, archeology,
economics, geography,history, law, philosophy, political science,
psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content
from the humanities, mathematics, and natural sciences.”
IPS (social studies) adalah studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial
dan kemanusiaan untuk meningkatkan kompetensi
kewarganegaraan. Di dalam program sekolah, social studies
menyediakan studi terkoordinasi dan sistematis yang
menggambarkan disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi,
ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi,
41
agama dan sosiologi serta isi yang sesuai dengan humaniora,
matematika, dan ilmu-ilmu alam.
Berdasarkan dari beberapa definisi tentang IPS diatas, Pendidikan
IPS FKIP Universitas Lampung terdiri dari beberapa ilmu disiplin
atau bisa disebut dengan program studi, ilmu disiplin tersebut yaitu
Geografi, Sejarah, PPKN, dan Ekonomi. Dimana masing-masing
ilmu disiplin tersebut tentunya berfokus pada aspek spesifik dari
pengalaman manusia dan menggunakan berbagai pendekatan
metodologis untuk mempelajari fenomena. Ilmu disiplin ini
mempelajari pendekatan untuk dapat memahami perilaku manusia,
organisasi, institusi, kepercayaan, dan sikap lintas ruang dan
waktu.
Setiap bidang ilmu pengetahuan selalu mempunyai tujuan yang
diharapkan akan tercapai apabila mempelajari suatu bidang ilmu
tertentu. Ilmu pengetahuan sosial tentunya juga mempunyai suatu
tujuan yang diharapkan dapat tercapai setelah mempelajari ilmu
tersebut. Sesuai dengan tujuan mata pelajaran IPS sebagaimana
yang tertuang dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 yaitu
agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1)
mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya; 2) memiliki kemampuan dasar
untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial;
3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
42
kemanusiaan; dan 4) memiliki kemampuan berkomunikasi,
bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk,
di tingkat lokal, nasional, dan global. Selanjutnya Gross
(Kawuryan, 2008:24) menegaskan bahwa tujuan utama
pembelajaran IPS adalah untuk melatih siswa bertanggung jawab
sebagai warga negara yang baik.
Lewat kegiatan pembelajaran pendidikan IPS di sekolah, sesuai
dengan tingkat perkembangan psikologisnya, siswa diajak masuk
dalam dan sekaligus menghayati situasi sosial. Harapannya siswa
dapat terpandu dengan baik untuk dapat aktif dengan kondisi
lingkungannya. Dengan demikian, menurut Sekar Purbarini
Kawuryan IPS di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk
mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang
menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap
dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai
kemampuan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.
Tujuan dan fokus Pendidikan IPS adalah untuk mempromosikan
pemahaman yang lebih dalam dan lebih kaya tentang pengalaman
manusia. Tujuan utama Pendidikan IPS adalah untuk
mempromosikan kewaspadaan dan responsibilitas masyarakat yang
lebih besar. Kewarganegaraan yang efektif membutuhkan
pengetahuan tentang struktur dan institusi politik dan ekonomi,
metode partisipasi dan alat untuk pemecahan masalah. Mahasiswa
Pendidikan IPS juga perlu mengetahui bagaimana cara untuk
43
membaca dan memeriksa informasi secara kritis, untuk
mengkomunikasikan kesimpulan secara efektif, dan untuk
mengumpulkan informasi yang meyakinkan yang akan membantu
dalam memahami permasalahan yang akan mahasiswa hadapi di
berbagai disiplin ilmu dan karir. Pelatihan untuk mengembangkan
keterampilan perlu dimulai lebih dini dan dipupuk selama
bertahun-tahun, mahasiswa harus siap untuk menunjukkan
keterampilan tersebut pada saat memasuki dunia kerja.
Berdasarkan uraian diatas, maka mahasiswa tingkat akhir jurusan
Pendidikan IPS FKIP UNILA yang nantinya merupakan calon
seorang guru IPS, agar dapat melatih mempersiapkan para peserta
didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and
values) agar dapat menjadi warga negara yang baik tentunya guru
IPS harus memiliki kompetensi yang mendukung.
2. Kompetensi Guru IPS
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen Pasal 1 menjelaskan bahwa kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalannya. Kompetensi dalam hal ini
dapat dihubungkan dengan skills yang berhasil dikuasai oleh guru
IPS sehingga ia dapat melakukan suatu tugas atau pekerjaan
dengan baik dan tujuan pembelajaran tersebut dapat berhasil.
44
Dalam perspektif kebijakan pendidikan Nasional, pemerintah telah
merumuskan empat kompetensi guru sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen Pasal 8 menjelaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Lebih jelasnya berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Pasal 10 ayat (1) menjelaskan kembali tentang kompetensi yang
harus dimiliki guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi. Dimana keempat kompetensi yang dapat menunjang
kompetensi profesional guru tersebut lebih jelasnya akan
dijabarkan oleh Suastra (2011), yaitu:
a. Kompetensi pedagogis, yaitu kemampuan mengelola
pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap wawasan
dan landasan kependidikan, peserta didik, pengembangan
kurikulum dan silabus, perancangan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik, evaluasi hasil
belajar, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
potensi yang dimiliki. Pemahaman guru terhadap peserta didik,
perancangan, pelaksanaan dan evaluasi, pengembangan peserta
didik. Adapun orientasi yang disasar dari kompetensi
45
pedagogik pendidik adalah: (1).aspek potensi peserta didik,
(2).teori belajar dan pembelajaran, strategi, kompetensi dan isi,
dan merancang pembelajaran, (3).menata latar dan
melaksanakan, (4).assesmen proses dan hasil, dan
(5).pengembangan akademik dan non akademik (intelectual
skill 20% dan soft skill 80%).
b. Kompetensi kepribadian, seorang guru harus memiliki
kepribadian mantap dan stabil, dewasa, arief, beribawa dan
akhlak mulia, menjadi teladan bagi peserta didik dan
mengembangkan diri secara berkelanjutan. Orientasi yang
disasar dari kompetensi ini adalah: (1).norma hukum dan
sosial, rasa bangga, konsisten dengan norma, (2).mandiri dan
etos kerja, (3).berpengaruh positif dan disegani, (4).norma
religius dan diteladani, (5).jujur.
c. Kompetensi profesional, kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam, penguasaan bidang
studi/sumber bahan ajar atau penguasaan bidang studi
keahlian, menguasai struktur metode keilmuannya. Jadi dengan
kompetensi ini diharapkan dapat menguasai keilmuan bidang
studi, dan langkah kajian kritis pendalaman isi bidang studi.
Sasaran kompetensi profesional mengarah pada: (1).paham
materi, struktur, konsep, metode keilmuwan yang menaungi,
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (2).metode
46
pengembangan ilmu, telaah kritis, kreatif dan inovatif terhadap
bidang studi.
d. Kompetensi sosial, kemampuan untuk berkomunikasi lisan,
tulisan dan isyarat, menggunakan teknologi informasi, bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, bergaul
secara santun dengan masyarakat sekitar. Jadi, seorang guru
diharapkan mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta
didik, kolega, dan masyarakat. Orientasi sasaran dari
kompetensi ini diharapkan dapat menarik, empati, kolaboratif,
suka menolong, menjadi panutan, komunikatif, kooperatif.
Menurut Mulyasa (2009: 103) bahwa “pelaksanaan pembelajaran
harus berangkat dari proses dialogis antar sesama subjek
pembelajaran, sehingga melahirkan pemikiran kritis dan
komunikasi karena tanpa komunikasi tidak akan ada pendidikan
sejati”. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor
16 tahun 2007 tentang Standard Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru menjelaskan bahwa :
a. Kompetensi Guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) pada SMP/MTs
1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir mata
pelajaran IPS baik dalam lingkup lokal, nasional, maupun
global.
2. Membedakan struktur keilmuan IPS dengan Ilmu-ilmu
Sosial.
47
3. Menguasai konsep dan pola pikir keilmuan dalam bidang
IPS.
4. Menunjukkan manfaat mata pelajaran IPS.
b. Kompetensi Guru mata pelajaran PKn pada SMP/MTs,
SMA/MA, SMK/MAK
1. Memahami materi, struktur, konsep, dan pola pikir
keilmuan yang mendukung mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan.
2. Memahami substansi Pendidikan Kewarganegaraan yang
meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge),
nilai dan sikap kewarganegaraan (civic disposition), dan
ketrampilan kewarganegaraan (civic skills).
3. Menunjukkan manfaat mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan.
c. Kompetensi Guru mata pelajaran Ekonomi pada SMA/MA,
SMK/MAK
1. Memahami materi, struktur, konsep, dan pola pikir
keilmuan yang mendukung mata pelajaran Ekonomi.
2. Membedakan pendekatan-pendekatan Ekonomi.
3. Menunjukkan manfaat mata pelajaran Ekonomi.
d. Kompetensi Guru mata pelajaran Geogafi pada SMA/MA,
SMK/MAK
1. Menguasai hakikat struktur keilmuan, ruang lingkup, dan
objek geografi.
48
2. Membedakan pendekatan-pendekatan geografi.
3. Menguasai materi geografi secara luas dan mendalam
4. Menunjukkan manfaat mata pelajaran geografi
e. Kompetensi Guru mata pelajaran Sejarah pada SMA/MA,
SMK/MAK
1. Menguasai hakikat struktur keilmuan, ruang lingkup, dan
objek Sejarah.
2. Membedakan pendekatan-pendekatan Sejarah.
3. Menguasai materi Sejarah secara luas dan mendalam.
4. Menunjukkan manfaat mata pelajaran Sejarah.
Dapat disimpulkan bahwa mahasiswa tingkat akhir jurusan
Pendidikan IPS FKIP Unila sebagai calon guru IPS nantinya harus
memiliki kompetensi sebagai guru IPS, diantara kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Mahasiswa juga harus mempunyai kompetensi yang tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 16
tahun 2007 tentang Standard Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru.
3. Mahasiswa Tingkat Akhir
Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi Pasal 1 ayat 15 menyebutkan bahwa Mahasiswa
adalah peserta didik pada jenjang Pendidikan Tinggi. Mahasiswa
yang menjalani perkuliahan diatas semester 7 dan sedang
49
menjalani skripsi dapat disebut dengan mahasiswa tingkat akhir.
Mahasiswa tingkat akhir dituntut untuk memiliki rasa optimis,
semangat hidup yang tinggi, mencapai prestasi optimal dan
berperan aktif dalam menyelesaikan masalah, baik masalah
akademis maupun non akademis (Yesamine, 2000). Dalam
mencapai tuntutan tersebut tentunya tidak berjalan mulus,
mahasiswa akan menghadapi berbagai permasalahan yang harus
dihadapi.
Masalah yang dihadapi oleh mahasiswa tingkat akhir antara lain
seperti terlihat dalam penelitian Yesamine (2000) dan Huda (2003)
bahwa, mahasiswa menghadapi masalah-masalah yang spesifik dan
cenderung lebih berat jika dibandingkan mahasiswa baru atau
tingkat awal. Masalah-masalah tersebut adalah pengulangan mata
kuliah, tugas penulisan skripsi, perencanaan masa depan, tuntutan
keluarga sebagai pendukung dana untuk mempercepat kuliah serta
semakin banyaknya teman sebaya yang telah lulus kuliah dan
mendapat pekerjaan. Perencanaan masa depan merupakan salah
satu permasalahan bagi mahasiswa tingkat akhir. Dimana setelah
mahasiswa lulus dari perguruan tinggi maka akan melanjutkan ke
masa dimana mahasiswa harus bekerja. Perencanaan masa depan
harus disesuaikan dengan kompetensi yang dimiliki mahasiswa
tersebut.
Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung mempunyai
kompetensi lulusan yang diharapkan setelah mahasiswa tingkat
50
akhir lulus. Kompetensi lulusan mahasiswa tingkat akhir jurusan
Pendidikan IPS yaitu:
a. PPKn
Mahasiswa tingkat akhir prodi PPKn setelah lulus nantinya
diharapkan dapat memiliki kompetensi untuk menjadi Guru
PKn SMU/SMK/MA/ Sederajat & SLTP/MTs/Sederajat.
Untuk menunjang peningkatan sumber daya manusia dalam
bidang kependidikan, Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) adalah wahana untuk melahirkan
tenaga pendidik yang memiliki kompetensi guru dalam bidang
studi PPKn SMA/MA, SMP/MTs, dan mampu
mengembangkan inovasi edukatif yang mendorong
pembentukan karakter bangsa yang positif. Prodi PPKn juga
diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang mampu bersaing
di pasar tenaga kerja global. Mampu menghasilkan tenaga
Pendidik dan Kependidikan yang profesional dan berakhlak
mulia, berjiwa kebangsaan, memiliki kemampuan seperti
keterampilan legislasi, kontrak hukum dan jurnalistik, sehingga
dapat bekerja secara profesional. Serta dapat menghasilkan
SDM yang berkualitas, beriman dan bertaqwa, berdaya saing
mandiri dan berbudaya yang cepat diserap pasar kerja dan
dapat menciptakan lapangan kerja baik dirinya dan orang lain.
Untuk mewujudkan harapan tersebut mahasiswa tingkat akhir
harus memiliki keterampilan yang mendukung.
51
Mahasiswa tingkat akhir program studi PPKN harus dapat
mengidentifikasikan perbedaan sosial grup (contoh: klub,
organisasi keagamaan) dan memeriksa bagaimana mereka
membentuk dan mengapa mereka mempertahankan diri
mereka sendiri, mendefinisikan konsep sosialisasi dan
menganalisis sosialisasi memainkan peran dalam
pembangunan manusia dan perilaku, menganalisis bagaimana
lembaga sosial (seperti : pernikahan, Keluarga, gereja, sekolah)
dapat berfungsi dan memenuhi kebutuhan masyarakat, serta
mahasiswa juga perlu mengidentifikasi dan mengevaluasi
sumber-sumber dan konsekuensi dari konflik sosial. Untuk
dapat mengidentifikasi, mendefinisikan, serta menganalisis
hal-hal tersebut diperlukan keterampilan untuk berpikir tingkat
tinggi (High order thinking skill). Mahasiswa tingkat akhir
juga membutuhkan keterampilan sosial (social skill) untuk
terjun ke masyarakat langsung dalam memeriksa bagaimana
perbedaan sosial grup, menganalisis sosialisasi memainkan
peran dalam pembangunan manusia dan perilaku, dan
mengevaluasi sumber-sumber dan konsekuensi dari konflik
sosial. Nantinya mahasiswa tingkat akhir sebagai calon guru
PPKn akan berhadapan dengan peserta didik. Dalam
melakukan pembelajaran dengan peserta didik, nantinya
mahasiswa tingkat akhir akan memerlukan rasa kepercayaan
diri yang tinggi karena mahasiswa tingkat akhir dituntut agar
52
bisa menyampaikan materi didepan kelas, hal tersebut
dibutuhkan kemampuan konsep diri positive (positive self
concept). Mahasiswa tingkat akhir juga akan berinteraksi
dengan banyak peserta didik sehingga memerlukan
keterampilan komunikasi (communication skill). Dalam
berhadapan dengan peserta didik juga calon guru harus dapat
mengontrol dirinya (self control). Pendidikan
Kewarganegaraan adalah studi tentang kehidupan kita sehari-
hari, mengajarkan bagaimana menjadi warga negara yang baik,
warga negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila
yang merupakan dasar negara Indonesia. Tidak hanya teori
saja yang diberikan, namun juga guru PPKn memberikan
sentuhan moral dan sikap sosial. Menyaring budaya dari luar
agar sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yaitu
pancasila. Guru sebagai panutan bagi peserta didik, sudah
seharusnya mencontohkan moral dan sikap sosial yang sesuai
dengan pancasila, dan hal tersebut tidaklah mudah. Guru PPKn
harus bisa mengontrol diri untuk dapat mencontohkan moral
dan sikap sosial sesuai dengan pancasila, untuk itu guru PPKn
membutuhkan self control dalam dirinya.
b. Ekonomi
Mahasiswa tingkat akhir prodi Ekonomi setelah lulus nantinya
diharapkan dapat memiliki kompetensi untuk menjadi Guru
Ekonomi SMU/SMK/MA/Sederajat, Guru Akutansi
53
SMU/SMK/MA/ Sederajat. Guru (IPS) Ekonomi
SLTP/MTs/Sederajat. Dapat memiliki kompetensi untuk
menjadi tenaga akuntansi madya di lembaga keuangan bank.
Memiliki kompetensi untuk menjadi tenaga akuntansi madya
di perusahaan. Memiliki kompetensi untuk menjadi
wiraswastawan dalam dunia bisnis. Prodi Ekonomi FKIP
UNILA diharapkan mampu menyiapkan tenaga pendidikan
yang memiliki kompetensi pendagogik, sosial, kepribadian,
dan profesional serta memiliki jiwa pengabdian dan komitmen
yang tinggi terhadap dunia pendidikan. Menyelenggarakan
proses pembelajaran yang berkualitas disiplin dan
bertanggungjawab dengan ditopang oleh penerapan ICT.
Mahasiswa tingkat akhir program studi Ekonomi harus dapat
mengidentifikasi dan mengevaluasi kelebihan dan kelemahan
dari sistem ekonomi yang berbeda, serta harus bisa
menganalisis fungsi dan struktur dasar dari ekonomi
internasional. Mahasiswa tingkat akhir program studi Ekonomi
yang nantinya akan menjadi guru ekonomi/akutansi, studi yang
dipelajari salah satunya menghitung angka. Hal tersebut
tentunya memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high
order thinking skill). Mahasiswa tingkat akhir prodi Ekonomi
sebagai calon guru Ekonomi nantinya akan berhadapan dengan
peserta didik. Dalam melakukan pembelajaran dengan peserta
didik, nantinya mahasiswa tingkat akhir akan memerlukan rasa
54
kepercayaan diri yang tinggi karena mahasiswa tingkat akhir
dituntut agar bisa menyampaikan materi didepan kelas, hal
tersebut dibutuhkan kemampuan konsep diri positive (positive
self concept). Mahasiswa tingkat akhir juga akan berinteraksi
dengan banyak peserta didik sehingga memerlukan
keterampilan komunikasi (communication skill). Dalam
pembelajaran guru Ekonomi tidak melulu hanya di dalam
kelas. Pembelajaran dapat dilakukan diluar kelas juga,
misalnya apabila dalam pembelajaran saham, guru Ekonomi
melakukan pembelajaran dengan metode terjun langsung
dengan mengunjungi bursa efek sehingga peserta didik yang
diajar melihat contoh real bagaimana cara kerja pembelajaran
saham tersebut. Hal tersebut tentunya terdapat kerjasama
antara guru Ekonomi dengan pihak bursa efek. Dalam bekerja
sama, guru Ekonomi harus memiliki social skill dalam dirinya.
Dalam menghadapi murid juga mahasiswa tingkat akhir
sebagai calon guru harus dapat mengontrol diri (self control).
c. Geografi
Mahasiswa tingkat akhir program studi Geografi FKIP UNILA
setelah lulus dari perkuliahan diharapkan dapat memiliki
kompetensi untuk menjadi Guru Geografi SMA/SMK/MA dan
di SMP/ MTs. Mahasiswa tingkat akhir juga diharapkan dapat
memiliki keterampilan untuk mengoperasikan program SIG
55
untuk kepentingan pendidikan dan kebutuhan pasar kerja baik
di pemerintahan maupun di swasta.
Setiap manusia harus memiliki karakter yang kokoh dan positif
untuk menunjang profesionalisme sehingga mereka memiliki
martabat yang baik pula di kalangan masyarakat global.
Mahasiswa tingkat akhir juga diharapkan dapat memiliki
kompetensi profesional meliputi aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor, serta mampu mengembangkan inovasi edukatif
yang mendorong pembentukan karakter bangsa secara positif.
Mempersiapkan lulusan yang siap bersaing di pasar kerja
lainnya seperti di pemerintahan, dinas, dan swasta. Program
studi Geografi juga diharapkan dapat menghasilkan SDM yang
berkualitas, beriman dan bertaqwa, berdaya saing mandiri dan
berbudaya, yang cepat diserap pasar kerja dan dapat
menciptakan lapangan kerja baik dirinya dan orang lain.
Menghasilkan sarjana pendidikan Geografi yang profesional
dan berdaya saing tinggi.
Mahasiswa tingkat akhir program studi Geografi harus bisa
menggunakan peralatan dan konsep geografi tepat dan akurat,
dapat mengevaluasi sebab dan akibat pola migrasi manusia
dari waktu ke waktu, dan menganalisis hubungan antara
geografi dan pengembangan komunitas manusia. Kemampuan
untuk berpikir tingkat tinggi sangat diperlukan dalam hal ini
(high order thinking skill). Geografi merupakan ilmu bumi.
56
Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari kehidupan
manusia lainnya serta manusia juga tidak dapat melepaskan
diri dari permukaan bumi. Seperti yang diketahui manusia
merupakan makhluk sosial sehingga kehidupan manusia tidak
dapat dilepaskan dari kehidupan manusia lainnya. Guru
Geografi untuk tetap terus berhubungan dengan manusia
lainnya, maka guru Geografi harus terampil dalam
berkomunikasi dan bersosialisasi. Hakekat dari Geografi
adalah pengajaran tentang aspek keruangan permukaan bumi
yang merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat
manusia dengan variasi kewilayahannya masing-masing. Agar
dapat menyerap dengan baik apa yang menjadi gejala dan
masalah geografi, kita harus mampu mendalami hakikat faktor
manusia dengan alam lingkungannya yang dapat kita peroleh
jika kita memiliki pengetahuan dasar berkenaan dengan aspek-
aspek sosial, ekonorni, budaya, politik, dan sebagainya.
Materi atau pokok bahasan pengajaran Geografi tentang
kehidupan manusia di Indonesia, khususnya pemanfaatan
sumberdaya lingkungan dan permasalahannya diharapkan
dapat menjadi sarana pengembangan citra anak didik terhadap
makna dan kepentingan lingkungan hidup bagi umat manusia.
Kondisi ini menunjukkan pengajaran geografi memunyai peran
penting dalam pencapaian tujuan pendidikan lingkungan
hidup. Untuk mencapai tujuan pendidikan lingkungan hidup
57
keterampilan yang dipakai adalah keterampilan sosial (social
skill). Dalam melakukan pembelajaran dengan peserta didik,
nantinya mahasiswa tingkat akhir akan memerlukan rasa
kepercayaan diri yang tinggi karena mahasiswa tingkat akhir
dituntut agar bisa menyampaikan materi didepan kelas, hal
tersebut dibutuhkan kemampuan konsep diri positive (positive
self concept). Dalam menghadapi murid juga mahasiswa
tingkat akhir sebagai calon guru harus dapat mengontrol diri
(self control).
d. Sejarah
Pembelajaran sejarah menurut S.K. Kochar secara memiliki
pengertian mengembangkan pemahaman tentang diri sendiri.
Pembelajaran sejarah harus mampu mendidik mahasiswa
tingkat akhir program studi Sejarah agar akurat dalam
memahami dan menyampaikan berbagai peristiwa. Sejarah
juga meningkatkan kemampuan intelektual dan memperluas
cakrawala mental mahasiswa. Menghasilkan lulusan yang
handal dan mampu bersaing di pasar global.
Mahasiswa tingkat akhir program studi Sejarah harus dapat
memeriksa bagaimana dan mengapa sejarawan membagi masa
lalu menjadi beberapa era, dapat mengidentifikasikan dan
mengevaluasi sumber-sumber dan pola-pola dari perubahan
dan kesinambungan di waktu dan tempat, serta dapat
menganalisis penyebab dan efek utama dari perubahan politik,
58
ekonomi dan sosial di Indonesia dan di sejarah dunia. Dalam
hal ini kemampuan yang dipakai adalah kemampuan berpikir
tingkat tinggi (high order thinking skill).
Pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran yang
mampu menjadikan siswa tertarik dan cinta kepada sejarah,
karena sejarah merupakan sumber inspirasi dan aspirasi untuk
masa kini dan menghadapi tantangan masa depan. Guru
Sejarah untuk dapat menciptakan pembelajaran yang baik
dapat menggunakan metode belajar yang lebih kreatif sehingga
siswa dapat tertarik dan cinta kepada sejarah, tentunya
didukung dengan menggunakan keterampilan berkomunikasi
yang baik dan kemampuan bersosialisasi dengan murid yang
baik. Dalam proses pembelajaran di sekolah, belajar sejarah
seringkali diartikan oleh siswa sebagai belajar menghapal
angka tahun, nama orang, tempat atau menghapal peristiwa-
peristiwa sejarah. Adakalanya siswa tidak mengerti mengapa
harus belajar sejarah. Padahal, memahami sejarah menuntun
orang memahami masa lampau dalam rangka menghadapi
masa kini dan masa mendatang. Dalam melakukan
pembelajaran dengan peserta didik, nantinya mahasiswa
tingkat akhir akan memerlukan rasa kepercayaan diri yang
tinggi karena mahasiswa tingkat akhir dituntut agar bisa
menyampaikan materi didepan kelas, hal tersebut dibutuhkan
kemampuan konsep diri positive (positive self concept). Dalam
59
menghadapi murid juga mahasiswa tingkat akhir sebagai calon
guru harus dapat mengontrol diri (self control).
IPS merupakan disiplin akademis yang mempelajari aspek-
aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan
sosialnya, untuk itu social skill sangat diperlukan oleh guru
IPS. Cakupan yang lebih luas kajian IPS meliputi perilaku, dan
interaksi manusia pada masa kini, dan masa lalu, IPS juga
memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat.
Kemampuan yang dipakai dalam berinteraksi menggunakan
comunication skill. Guru IPS juga menyatakan bahwa
pendidikan IPS berperan dalam pendidikan nilai-nilai dan
karakter siswa dalam bentuk kerja sama, cinta tanah air, dan
gotong royong, serta menghargai dan merespon masalah
bangsa, kemampuan yang digunakan yaitu dengan
menggunakan kemampuan bersosialisasi (social skill). Pada
standar isi, IPS sangat kental dengan nilai-nilai yang merajut
kebhinekaan, sejarah bangsa, rasa tanggung jawab, saling
menghargai, dan sebagainya.
Kinerja guru dapat menentukan keberhasilan mahasiswa dalam
mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang lebih
ditetapkan dalam kurikulum pendidikan tinggi, yaitu
terciptanya sumber daya manusia yang mempunyai tingkat
intelektualitas yang tinggi dan unggul, mampu membangun
dirinya sendiri dan bersaing, serta bermanfaat bagi masyarakat
60
dalam membangun bangsanya. Untuk menjadi guru yang
disenangi oleh siswa, seorang guru harus memiliki berbagai
kriteria atau kinerja yang diduga diperlukan untuk
pembelajaran yaitu: cara guru menyampaikan materi kuliah,
cara guru berkomunikasi, kreativitas guru dalam proses
pembelajaran, disiplin kerja guru, cara guru menilai hasil karya
siswa, dan penggunaan sarana prasarana oleh guru dalam
proses pembelajaran. Suatu proses belajar dikatakan
berkualitas apabila pada proses belajar tersebut dapat membuat
siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar dan
menghasilkan pengalaman belajar yang dapat dihayati oleh
siswa.
Berdasarkan uraian di atas, mahasiswa tingkat akhir jurusan IPS
akan menjadi guru IPS yang mempelajari ilmu pengetahuan sosial
yang berhubungan erat dengan lingkungan sekitar, masyarakat dan
khususnya yang akan berhubungan dengan peserta didik,
kemampuan bersosialisasi (social skill) sangat diperlukan untuk
guru IPS. Tentunya dalam bersosialisasi erat kaitannya dengan
interaksi sehingga kemampuan berkomunikasi (comunication skill)
juga diperlukan. Guru IPS juga membutuhkan kemampuan untuk
berfikir tingkat tinggi (high order thinking skill) untuk dapat
mengidentifikasi, menganalisis dan dapat menyelesaikan
permasalahan sosial. Dalam berhadapan dengan peserta didik juga
memerlukan positive self concept yang baik agar guru IPS dapat
61
memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Guru IPS juga
membutuhkan self control didalam diri untuk berhadapan dengan
siswa IPS yang memiliki kreatifitas tinggi yang sering dilabelkan
sebagai siswa yang nakal.
C. Kaitan Soft Skills dalam Kesiapan Kerja
Dalam menjalani fase kehidupannya, mahasiswa tingkat akhir jurusan
Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung nantinya setelah mendapatkan
gelar sarjana akan melangkah ke dunia sebenarnya yaitu dunia karir.
Dimana pada saat itu mahasiswa dituntut untuk memiliki kesiapan dalam
bekerja. Penelitian Talib dan Aun (2009) yang menunjukkan hasil bahwa
siswa dengan kemampuan akademis tinggi namun rendah pengetahuan
informasi karir dan kejuruan berarti belum dapat menentukan karirnya.
Mahasiswa tingkat akhir harus siap memasuki dunia kerja, untuk itu
mahasiswa harus memiliki kesiapan kerja di dalam dirinya, mahasiswa
yang belum dapat menentukan karirnya maka mahasiswa tersebut belum
memiliki kesiapan kerja. Soft skills merupakan bagian dari kesiapan kerja.
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kesiapan kerja
atau kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Selanjutnya Robles (2012)
mengidentifikasikan 10 soft skills yang sangat penting untuk eksekutif
bisnis, yaitu:
Identified the top 10 soft skills as perceived the most important by
business executives: integrity, communication, courtesy, responsibility,
62
social skills, positive attitude, professionalism, flexibility, teamwork, and
work ethic.
Pernyataan diatas diartikan bahwa 10 soft skills yang sangat penting untuk
eksekutif bisnis adalah integritas, komunikasi, kesopanan, tanggung
jawab, kemampuan sosial, sikap yang positif, profesionalisme,
fleksibilitas, kerjasama tim, dan etika dalam bekerja. Kesepuluh soft skills
ini sangat perlu dimiliki agar mahasiswa siap kerja. Hal lain yang
memperkuat bahwa soft skills penting dalam dunia kerja yaitu seperti yang
telah dikemukakan oleh Yorke dan ksatria (2004) yang mengemukakan
USEM sebagai akronim untuk empat komponen yang saling terkait dari
employability yaitu : a) Understanding; b) Skills; c) Efficacy beliefs; dan
d) Metacognition. Berdasarkan dari yang telah disebutkan skills
merupakan salah satu komponen dari employability. Untuk memiliki
kesiapan kerja didalam dirinya, mahasiswa harus menguasai dan memiliki
keterampilan-keterampilan didalam dirinya. Keterampilan tersebut dibagi
menjadi dua, yaitu hard skills dan soft skills. Menurut temuan Mitsubishi
Research Institute (Endrotomo, 2010; Sinarwati, 2014) faktor yang
memberi kontribusi keberhasilan dalam dunia kerja adalah finansial 10%,
keahlian bidangnya 20%, networking 30% dan soft skills 40%. Menurut
pernyataan tersebut sudah jelas bahwa soft skills memberi kontribusi
keberhasilan yang paling besar. Hasil penelitian lain yang menyebutkan
bahwa soft skills sangat dibutuhkan dalam dunia kerja yaitu penelitian
NACE (National Asssociation of Colleges and Employers) pada tahun
2005 yang menyebutkan bahwa umumnya pengguna tenaga kerja
63
membutuhkan keahlian kerja berupa 80% soft skills dan 20 hard skills
(Sailah, 2007; Sinarwati, 2014). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Lippman dalam Amalee (2016) dibawah lembaga Child Trends USA
menunjukkan ada beberapa keterampilan kesiapan kerja yang dibutuhkan
oleh seorang pekerja agar berhasil dalam kehidupan kerja. Keterampilan
kerja (Soft skill) tersebut adalah 1) Konsep Diri postif (Positive self
concept); 2) Kemampuan pengendalian diri (self control); 3) Keterampilan
bersosial (Social Skill); 4) Kemampuan berkomunikasi (Communication
Skill); 5) Keterampilan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill).
Selanjutnya Sailah (2007) menjelaskan lebih lanjut ada 23 atribut soft
skills yang dominan di lapangan kerja. Ke 23 atribut tersebut diurutkan
berdasarkan prioritas kepentingannya di dunia kerja, yaitu: inisiatif,
etika/integritas, berpikir kritis, kemauan belajar, komitmen, motivasi,
bersemangat, dapat diandalkan, komunikasi lisan, kreatif, kemampuan
analitis, dapat mengatasi stres, manajemen diri, menyelesaikan persoalan,
dapat meringkas, kerjasama, fleksibel, kerja dalam tim, mandiri,
mendengarkan, tangguh, berargumentasi logis, dan manajemen waktu. Soft
skills ini sendiri dapat dilatih dari kebiasaan sehari-hari, misalnya saja
apabila mahasiswa tersebut dilatih untuk disiplin dan tepat waktu pada saat
perkuliahan, maka dalam dunia kerja mahasiswa tersebut sudah terlatih
dan terbiasa sehingga sudah memiliki sikap disiplin. Soft skill perlu dilatih
sedini mungkin, lembaga pendidikan di Indonesia seharusnya memberikan
pelatihan-pelatihan dan praktek soft skill di sekolah, agar mahasiswa
64
bukan hanya siap dalam segi hard skill melainkan siap juga dalam soft
skill.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kesiapan kerja diperlukan bagi
mahasiswa tingkat akhir jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas
Lampung. Mahasiswa yang memiliki kesiapan kerja harus memiliki
keterampilan-keterampilan yang ada pada dirinya yaitu keterampilan kerja
(soft skills) agar mahasiswa tingkat akhir nantinya siap untuk terjun ke
dunia kerja sebagai guru IPS. Sehingga kaitan antara soft skills dan
kesiapan kerja tentunya sangat berkaitan.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Universitas Lampung yang lebih tepatnya
bertempat di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Sedangkan waktu
pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2017/2018.
B. Jenis Penelitian
Menurut Mc. Milan dan Scumacher (2001) penelitian dibedakan atas dua
pendekatan yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan
fenomena-fenomena objektif dan dikaji secara kuantitatif. Metode
penelitian yang peneliti pilih dalam penelitian ini yaitu metode penelitian
deskriptif dimana metode penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan
fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat
yang lampau. Menurut Sukmadinata (2010) bahwa metode deskriptif
mengkaji bentuk aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, persamaan
dan perbedaannya dengan fenomena yang lain. Dimana kesiapan kerja
pada mahasiswa tingkat akhir merupakan suatu fenomena yang harus
dikaji dengan cara diteliti. Penelitian ini juga menggunakan survei analitis
yang berupaya menggambarkan dan menjelaskan mengapa suatu situasi
66
ada, dimana penelitian ini menggambarkan dan menjelaskan mengapa soft
skill kesiapan kerja pada mahasiswa tingkat akhir FKIP Universitas
Lampung ada. Survei analitis mempelajari dua atau lebih variabel dalam
upaya menjawab pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis penelitian.
Hasil survei memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan di antara
variabel dan menarik kesimpulan dari hubungan tersebut (Morissan;
2012,166). Untuk itu metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan deskriptif kuantitatif dengan penelitian survei
analitis yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kesiapan kerja
mahasiswa tingkat akhir jurusan IPS di FKIP Unila yang dilihat dari
variabel keterampilan kesiapan kerja yaitu ; positif self concept, self
control, high order thinking skill, communication skill, dan social skill.
Penelitian ini menggunankan penelitian Cross-Sectional yaitu penelitian
yang dilakukan dalam satu waktu tertentu (Prasetyo & Jannah; 2012,45).
Adapun langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Memberikan angket/kuisioner kepada siswa Mahasiswa untuk
mengetahui tingkat kesiapan karir
2. Melakukan proses penskoran terhadap hasil tes yang dikerjakan oleh
mahasiswa;
3. Melakukan analisis data
4. Menginterpretasikan hasil pengujian
5. Menyusun laporan penelitian.
67
C. Definisi Operasional
Kesiapan kerja adalah individu yang memiliki keahlian soft skill,
pemahaman dan kepribadian yang membuat individu tersebut bisa
memilih, merasa nyaman dengan pekerjaannya, mencakup aspek
kepribadian, pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai
dengan standar yang ditetapkan.
D. Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah himpunan yang lengkap dari satuan-satuan atau
individu-individu yang karakteristiknya ingin peneliti ketahui
(Anggoro, 2011:4.2). Populasi pada penelitian ini yaitu mahasiswa/i
jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung yang sedang
menyusun skripsi (angkatan 2014), dengan anggapan telah
memenuhi 120 sks mata kuliah wajib dan pilihan sehingga dapat
diasumsikan mahasiswa/i tersebut telah memiliki kesiapan kerja dan
kemampuan soft skill. Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas
Lampung terbagi menjadi 4 program studi yaitu Pendidikan Geografi,
Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Sejarah, dan PPKN, dimana jumlah
mahasiswa keseluruhan pada angkatan 2014 adalah sebesar 964
mahasiswa/i. Berikut merupakan tabel yang menjelaskan tentang
populasi penelitian ini :
68
Tabel 3.1 Populasi Penelitian
No. Program Studi Jumlah Mahasiswa
1 Pendidikan Geografi 287
2 Pendidikan Sejarah 270
3 PPKN 177
4 Pendidikan Ekonomi 230
Jumlah 964
Sumber : Daftar Rekapitulasi Jumlah Mahasiswa
2. Sampel
Sampel adalah sebagian anggota populasi yang memberikan
keterangan atau data yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Anggoro, 2011:4.3) . Dengan kata lain sampel adalah himpunan dari
populasi. Gay dalam Anggoro (2011), mengatakan bahwa untuk
studi yang bersifat deskriptif ukuran sampel sebesar 10% dari jumlah
populasi merupakan ukuran minimum. Meskipun sampel yang diambil
merupakan 10% dari populasi sudah mewakili, akan tetapi untuk
memperkecil kesalahan duga maka peneliti mengambil sampel
penelitian sebesar 20% dari populasi. Semakin besar ukuran sampel
yang kita gunakan semakin kecil kesalahan duga yang kita buat.
Berdasarkan pada hal tersebut, maka jumlah sampel dapat dirumuskan
sebagai berikut :
S = n x 20%
Dimana
S = sampel penelitian
N = jumlah mahasiswa/i dari populasi yang akan diteliti
Dari rumus diatas maka dapat di hitung jumlah sampel yang diambil
yaitu:
69
a. Program Studi Pendidikan Geografi
S = 287 x 20%
S = 57,4 dibulatkan menjadi 57 Mahaiswa/i
b. Program Studi Pendidikan Sejarah
S = 270 x 20%
S = 54 mahasiswa/i
c. Program Studi PPKN
S = 177 x 20%
S = 35,4 dibulatkan menjadi 35 mahasiswa/i
d. Program Studi Pendidikan Ekonomi
S = 230 x 20%
S = 46 mahasiswa/i
Penyebaran anggota sampel penelitian yang ditetapkan dapat dilihat
pada table berikut :
Table 3.2 Jumlah Sampel
No. Progam Studi Jumlah
Populasi
Jumlah
Sampel
1. Pendidikan Geografi 287 57
2. Pendidikan Sejarah 270 54
3. PPKN 177 35
4 Pendidikan Ekonomi 230 46
Jumlah 964 192
E. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
Dalam kelompok penelitian kuantitatif, terdapat beberapa jenis penelitian
dilihat dari teknik pengumpulan data, yaitu penelitian survei, penelitian
70
eksperimen, serta analisis isi (Prasetyo & Jannah; 2012,48). Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini akan menggunakan skala sebagai
instrumen penelitian, untuk itu penelitian ini menggunakan penelitian
survei. Penelitian survei merupakan suatu penelitian kuantitatif dengan
menggunakan pertanyaan terstruktur/sistematis yang sama kepada banyak
orang, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti dicatat,
diolah, dan dianalisis (Prasetyo & Jannah; 2012,143). Peneliti dalam
mengambil data menggunakan teknik penarikan sampel probabilitas
dengan jenis sampel acak sederhana. Sampel acak sederhana adalah
sampel yang diambil dari suatu populasi dengan cara tidak memilih-
memilih individu yang dijadikan anggota sampel atas dasar alasan tertentu
atau alasan yang bersifat subjektif (Anggoro, 2011:4.5). Jadi, peneliti akan
memilih anggota sampel secara objektif. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala
kesiapan kerja berdasarkan indikator dari keterampilan kesiapan kerja.
Skala dalam penelitian ini termotivasi dari skala yang dikembangkan dari
Modul pegangan Guru Program Kesiapan Kerja Employability (Accenture
Yayasan Sayangi Tunas Cilik) dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Lippman et.al. (2015). Adapun indikator item pada penelitian kali ini yaitu
; positif self concept, self control, high order thinking skill, communication
skill, dan social skill. Pertanyaan yang dipakai adalah pertanyaan tertutup
yang mengandung jawaban berskala, yaitu jawaban yang disusun menurut
gradasi atau tingkatan.
71
Table 3.3 Kisi-Kisi Skala Kesiapan Kerja berdasarkan Indikator dari
Keterampilan Kerja
Variable Sub variable Indikator Jumlah
Keterampilan
kerja
Konsep diri
positif (positive
self concept)
Rasa percaya diri 1
Mengenal diri 1
Visi & goal setting 2
Kemampuan
pengendalian diri
(self control)
Kemampuan menunda
kesenangan 2
Kemampuan mengelola
stress dan kekhawatiran 2
Keterampilan
bersosial (social
skill)
Kerjasama 2
Kemampuan
menyelesaikan konfilk
dengan orang lain.
2
Kemampuan
berkomunikasi
(communication
skill)
Kemampuan mendengar
aktif 2
Kemampuan menghargai
orang lain 2
Keterampilan
berpikir tingkat
tinggi (High
Order Thinking
Skill)
Keterampilan empati &
proaktif 2
Keterampilan berpikir kritis
dan pemecahan masalah
kreatif
2
Skala kesiapan kerja pada penelitian ini berdasarkan indikator dari
keterampilan kesiapan kerja yang dikembangkan dari Modul pegangan
Guru Program Kesiapan Kerja Employability (Accenture Yayasan
Sayangi Tunas Cilik) dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lippman
dalam Amalee (2016) menggunakan pertanyaan berskala dengan bentuk
72
Rating Scale (skala peringkat sederhana). Skala peringkat sederhana ini
menggunakan tipe skala 1 hingga 10, dimana semakin responden memilih
nilai tertinggi (dalam hal ini 10) maka responden semakin setuju dengan
pernyataan tersebut, dan sebaliknya apabila responden memilih nilai
terendah (dalam hal ini 1) maka responden semakin tidak setuju dengan
pernyataan tersebut.
Pada penelitian kali ini, peneliti mengkonversi skala tersebut dengan cara
membagi skala peringkat dari yang lebih besar dengan skala yang lebih
kecil (Morissan. 2012:87), dalam hal ini peneliti ingin mengubah skala
peringkat dari 1-10 menjadi 1-5, maka peneliti membagi skala peringkat
dari 1-10 menjadi 5 jenjang peringkat, sehingga :
Peringkat 1-2 = 1
Peringkat 3-4 = 2
Peringkat 5-6 = 3
Peringkat 7-8 = 4
Peringkat 9-10 = 5
Selanjutnya setelah skala peringkat dikonversi menjadi skala peringkat 1-
5, selanjutnya peneliti memodifikasi skala kesiapan kerja berdasarkan
indikator dari keterampilan kesiapan kerja yang dikembangkan dari Modul
pegangan Guru Program Kesiapan Kerja Employability (Accenture
Yayasan Sayangi Tunas Cilik) dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Lippman dalam Amalee (2016) menjadi skala bentuk Likert. Metode
Likert merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan
distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Risnita: 2012).
73
Dimana responden diminta memilih apakah ia sangat setuju, setuju, ragu-
ragu/tidak tahu/netral, tidak setuju, sangat tidak setuju. Setiap pilihan
jawaban memiliki bobot yang berbeda, dan seluruh jawaban responden
dijumlahkan berdasarkan bobotnya sehingga menghasilkan suatu skor
tunggal mengenai suatu topik tertentu (Morissan. 2012:88). Penelitian ini
terdiri dari 20 aitem favorable. Setiap aitem pada kelompok pernyataan
tersebut mempunyai lima pilihan jawaban yaitu sangat tidak sesuai (STS),
tidak sesuai (TS), sesuai (S), ragu-ragu (R), dan sangat sesuai (SS), skor
penilaian bergerak dari 1 (satu) sampai dengan 5 (lima). Pada aitem
favorable, “sangat sesuai (SS)” mendapat skor lima, “sesuai (S)” mendapat
skor empat, “ragu-ragu (R)” mendapat skor tiga, “tidak sesuai (TS)”
mendapat skor dua dan “sangat tidak sesuai (STS)” mendapat skor satu
dan pada aitem unfavorable, pemberian skor berlaku sebaliknya.
Tabel 3.4 Kriteria bobot nilai pada skala Keterampilan Kesiapan
Kerja
No. Pernyataan
sangat
sesuai
(SS)
sesuai
(S)
Ragu-
ragu
(R)
Tidak
sesuai
(TS)
sangat
tidak
sesuai
(STS)
1. Pernyataan
favorable
5 4 3 2 1
2. Pernyataan
unfavorable
1 2 3 4 5
F. Uji Validitas dan Realibilitas
Pengujian validitas pada penelitian ini adalah menguji validitas isi, dimana
pada penelitian ini validitas isi dilakukan dengan menggunakan expert
judgement. Peneliti dalam melakukan uji reliabilitas dalam penelitian ini
menggunakan Rach Model dalam menguji reliabilitas. Pemodelan Rasch
74
muncul dari analisis yang dilakukan oleh Dr. Georg Rasch. Keunggulan
pemodelan Rasch dibandingkan metode lainnya, khususnya teori tes klasik
adalah kemampuan melakukan prediksi terhadap data yang hilang (missing
data), yang didasarkan kepada pola respons yang sistematis (Sumintono &
Widhiarso, 2014: 73). Pemodelan Rasch mampu menghasilkan nilai
pengukuran standar eror untuk instrumen yang digunakan yang dapat
meningkatkan ketepatan perhitungan (Sumintono & Widhiarso, 2014: 73).
Menurut Sumintono & Widhiarso (2014: 74) juga kalibrasi dilakukan
dalam pemodelan Rasch secara sekaligus dalam tiga hal, yaitu skala
pengukuran, responden (person), dan butir soal (item). Suatu instrumen
yang tidak dikalibrasi maka mempunyai kemungkinan menghasilkan data
yang tidak valid dan bisa menyebabkan kegiatan riset yang dilakukan
mengalami kegagalan.
1. Validitas
Validitas berasal dari baha Inggris yaitu validity yang berarti
keabsahan. Dalam sebuah penelitian, keabsahan sering dikaitkan
dengan alat ukur atau instrumen. Suatu alat ukur dikatakan valid atau
mempunyai nilai validitas tinggi apabila alat ukur tersebut memang
dapat mengukur apa yang hendak kita ukur (Anggoro: 2011, 5.28).
Untuk menilai tingkat kevalidan hasil dari perhitungan validasi
instrumen ini dilakukan dengan menggunakan validitas isi (Content
Validity), dimana suatu alat ukur dikatakan memiliki validitas isi jika
keseluruhan isi definisi tercakup dalam perangkat ukur yang
digunakan. Validasi ini menggunakan expert judgment, yaitu penilaian
75
instrumen dari ahli. Untuk menghitung koefisien validitas isi, penulis
menggunakan formula Aiken’s V yang didasarkan pada hasil
penilaian panel ahli sebanyak n orang terhadap suatu item. Dalam
penelitian ini uji validitas V aiken (Naga, 2003:24) digunakan untuk
menguji sejauh mana konsistensi antara validator terhadap perangkat
pembelajaran yang dikembangkan sehingga dapat diketahui tingkat
konsistensinya. Selanjutnya peneliti melakukan konsultasi dengan
dosen pembimbing dan pengajar di program studi Bimbingan dan
Konseling Fakultan Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung diantaranya yaitu Bapak Moch Johan Pratama, M.Psi, Psi.,
Ibu Citra Abriani Maharani, S.Pd., M.Pd., Kons., dan Ibu Yohana
Oktariana, M.Pd.
Setelah pengujian validitas isi dilakukan oleh expert judgement,
selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti yaitu menganalisis hasil
expert judgement menggunakan koefisien validitas isi Aiken’s V.
Untuk menghitung hasil pengukuran pada lembar validitas instrumen
pada penelitian ini menggunakan rumus V-aiken yaitu sebagai berikut:
V =
Keterangan:
Σs = Jumlah total
s = r – lo
lo = Angka penilaian validitas yang rendah ( dalam hal ini = 1)
r = Angka yang diberikan oleh seorang penilai
c = Angka penilaian validitasnya tertinggi ( dalam hal ini = 4)
76
n = Jumlah ahli
Penilaian dilakukan dengan cara memberikan angka antara 1 (yaitu
tidak tepat) sampai dengan 4 (yaitu sangat tepat). Rentang dari skor V
antara 0 sampai 1.00. Semakin mendekati angka 1,00 perhitungan
dengan rumus Aiken’s V diinterpretasikan memiliki validitas yang
tinggi. Apabila hasil perhitungan dengan rumus Aiken’s V, nilai V ≥
0,66 termasuk koefisien yang tinggi (Azwar, 2014).
Tabel 3.5 Aiken’s V Kesiapan Kerja
No.
Hasil
Perhitungan
Aiken's
No.
Hasil
Perhitungan
Aiken's
1 0,88 11 0,77
2 0,88 12 1,00
3 1,00 13 0,88
4 1,00 14 0,77
5 0,88 15 0,88
6 0,88 16 1,00
7 0,88 17 1,00
8 1,00 18 0,88
9 0,88 19 1,00
10 0,77 20 0,88
Jumlah : 18,11
Berdasarkan hasil expert judgement yang dilakukan oleh 3 dosen
Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung yaitu yaitu
Bapak Moch Johan Pratama, M.Psi, Psi., Ibu Citra Abriani Maharani,
S.Pd., M.Pd., Kons., dan Ibu Yohana Oktariana, M.Pd. Berdasarkan
hasil perhitungan dengan rumus Aiken’s V pernyataan dengan kriteria
besarnya 0,66, maka pernyataan tersebut dikatakan valid dan dapat
digunakan. Berdasarkan hasil dari 20 pernyataan yang telah dihitung
77
koefisien validitas isinya, terdapat 20 pernyataan yang dinyatakan
valid semua.
2. Reliabilitas
Reliabilitas berarti kemantapan suatu alat ukur. Jika alat ukur tersebut
digunakan untuk melakukan pengukuran secara berulang kali maka
alat tersebut tetap memberikan hasil yang sama. Namun perlu diingat
bahwa kondisi saat pengukuran tidak berubah (Anggoro: 2011, 5.31).
Menurut Sumintono & Widhiarso (2014: 31) reliabilitas menjelaskan
seberapa jauh pengukuran yang dilakukan berkali-kali akan
menghasilkan informasi yang sama. Artinya, tidak menghasilkan
banyak perbedaan informasi yang berarti.
a. Reliability Instrument (Person Item)
Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan analisis model
Rasch dengan program Winstep versi 3,73 yang memberikan
informasi secara keseluruhan tentang kualitas responden secara
keseluruhan dan juga kualitas instrument yang digunakan maupun
interaksi antara person dan aitem (Sumintono & Widhiarso, 2014:
112). Berdasarkan analisis summary statistic di dalam program
Winstep (lampiran 3) didapatkan hasil sebagai berikut:
a) Person measure = +0,78 logit menunjukkan rata-rata nilai
responden dalam instrumen. Nilai rata-rata yang lebih dari
logit 0,0 menunjukkan kecenderungan responden lebih
banyak menjawab setuju pada statement di berbagai aitem.
78
b) Nilai alpha Cronbach (mengukur reliabilitas, yaitu interaksi
antara person dan aitem secara keseluruhan)
Dengan ketentuan :
< 0,5 : Buruk
0,5 – 0,6 : Jelek
0,6 – 0,7 : Cukup
0,7 – 0,8 : Bagus
> 0,8 : Bagus Sekali
Penelitian kali ini, nilai alpha Cronbach yaitu sebesar 0,96.
Nilai alpha Cronbach yang sebesar 0,96 berarti interaksi
antara person dan aitem secara keseluruhan (reliability)
termasuk dalam kategori bagus sekali.
c) Nilai Person Reliability dan Item Reliability :
Dengan ketentuan :
< 0,67 : Lemah
0,67-0,80 : Cukup
0,81-0,90 : Bagus
0,91-0,94 : Bagus Sekali
>0,94 : Istimewa
Penelitian kali ini, nilai Person Reliability yaitu sebesar
0,93 dan untuk nilai Item Reliability yaitu sebesar 0,61.
Dapat disimpulkan bahwa konsistensi jawaban dari
responden istimewa, namun kualitas aitem-aitem dalam
instrumen lemah.
79
d) INFIT MNSQ dan OUTFIT MNSQ pada table person, nilai
rata-ratanya secara berurutan adalah 1,03 dan 1,02 nilai
idealnya adalah 1,00 (makin mendekati 1,00 makin baik).
Untuk INFIT ZSTD dan OUTPUT ZSTD, nilai rata-rata
pada table person adalah -0,2 dan -0,2 (makin mendekati
nilai 0,0 maka kualitas makin baik).
INFIT MNSQ dan OUTFIT MNSQ pada table item, nilai
rata-ratanya secara berurutan adalah 0,99 dan 1,02 nilai
idealnya adalah 1,00 (makin mendekati 1,00 makin baik).
Untuk INFIT ZSTD dan OUTPUT ZSTD, nilai rata-rata
pada table item adalah -0,2 dan -0,1 (makin mendekati nilai
0,0 maka kualitas makin baik).
e) Pengelompokkan person dan aitem dapat diketahui dari
nilai separation. Makin besar nilai separation maka kualitas
instrumen dalam hal keseluruhan responden dan aitem
makin bagus, karena bisa mengidentifikasi kelompok
responden dan kelompok aitem. Persamaan lain yang
digunakan yang melihat pengelompokkan secara lebih teliti
disebut pemisahan strata :
H =
Dengan nilai person separation 3,61 maka
H = = 5,15
80
Angka 5,15 dibulatkan menjadi 5, yang bermakna terdapat
lima kelompok responden.
b. Unidimensionalitas
Unidimensionalitas instrumen adalah ukuran yang penting untuk
mengevaluasi apakah instrumen yang dikembangkan mampu
mengukur apa yang seharusnya diukur, dalam hal ini adalah
mengukur soft skill kesiapan kerja pada mahasiswa tingkat akhir
pendidikan IPS FKIP Unila. Analisis model Rasch menggunakan
analisis komponen utama (Principal Component Analysis) dari
residual, yaitu mengukur sejauh mana keragaman dari instrumen
mengukur apa yang seharusnya diukur (Sumintono & Widhiarso,
2014: 122).
Terlihat hasil pengukuran raw variance data (lampiran 3.1) adalah
sebesar 58,5%. Hal ini menunjukkan bahwa persyaratan
unidimensionalitas minimal sebesar 20% dapat terpenuhi; apabila
nilainya lebih 40% artinya lebih bagus; apabila lebih dari 6o%
artinya istimewa. Maka berdasarkan persyaratan
unidimensionalitas, maka hasil pengukuran raw variance data
adalah sebesar 58,5% dapat diartikan lebih bagus, dengan kata
lain instrumen yang dikembangkan mampu mengukur soft skill
kesiapan kerja pada mahasiswa tingkat akhir pendidikan IPS
FKIP Unila. Hal lain, yaitu varians yang tidak dapat dijelaskan
oleh instrumen idealnya tidak melebihi 15%. Berdasarkan hasil
81
unidimensionalitas instrumen pada penelitian ini dapat dikatakan
ideal, hal tersebut dapat dilihat pada tabel diatas, bahwa semua
varians yang tidak dapat dijelaskan memiliki nilai dibawah 7%.
G. Analisis Data
Setelah data hasil penelitian dikumpulkan oleh peneliti, langkah
selanjutnya yang dapat dilakukan oleh peneliti adalah bagaimana
menganalisis data yang telah diperoleh. Langkah ini diperlukan karena
tujuan dari analisis data adalah untuk menyusun dan menginterpretasikan
data (kuantitatif) yang sudah diperoleh (Prasetyo, & Jannah. 2012: 170).
Penelitian kali ini penulis akan menggunakan Rasch Model dengan
bantuan program Winstep versi 3,73 dan analisis presentase dengan
menggunakan SPSS versi 24 yang berguna untuk mengetahui tingkat
kesiapan kerja mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung.
1. Analisis Persentase
Statistik deskriptif ditujukan untuk memberikan gambaran atau
deskripsi suatu data yang dapat ditunjukkan melalui beberapa ukuran
yakni mean, maksimum, minimum, deviasi standar dan varian
(Ghazali, 2013). Analisis deskriptif pada penelitian ini memberikan
gambaran atau deskripsi data kesiapan kerja mahasiswa tingkat akhir
jurusan pendidikan IPS FKIP Unila. Setelah diketahui mean dan
standar deviasi, hasil dari mean dan standar deviasi tersebut digunakan
untuk kategorisasi penelitian tingkat kesiapan kerja mahasiswa tingkat
82
akhir jurusan IPS FKIP Unila. Berikut tabel norma kategorisasi
penelitiannya (Azwar, 2010: 106) :
Tabel 3.6 Kategorisasi Persentase Kesiapan Kerja
.
2. Rasch Model
a. Item measure (Sumintono & Widhiarso, 2014: 113) yang
bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai aitem mana
yang paling mudah disetujui oleh responden penelitian ini dan
aitem mana yang paling tidak disetujui oleh responden pada
penelitian ini. Pada program Winstep versi 3,73 dapat dengan
memilih Tabel 13 : Item Measure pada menu Output Tables.
b. Person measure (Sumintono & Widhiarso, 2014: 116) yang
bertujuan untuk untuk mendapatkan informasi mengenai responden
mana yang paling banyak menyetujui (memiliki tingkat kesiapan
kerja yang tinggi) dan responden mana yang paling banyak
menjawab tidak setuju (memiliki kecenderungan tingkat kesiapan
kerja yang rendah). Hal tersebut dapat dilihat dari Tabel 17 :
Person Measure pada menu Output Tables.
Kategorisasi Skor
Tinggi X > 94,591
Sedang 72,269 ≤ X ≥ 94,591
Rendah X < 72,269
V. KESIMPULAN & SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Jurusan Pendidikan IPS
Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung peneliti
memperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. 76% dari mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung memiliki kesiapan kerja yang sedang.
2. Mahasiswa tingkat akhir jurusan pendidikan IPS FKIP Universitas
Lampung memiliki soft skill kesiapan kerja possitive self concept, self
control, social skill, communication skill, dan high order thinking skill
yang sedang.
B. Saran
1. Kepada Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung
Kepada Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung yang memiliki keterampilan kerja yang rendah
ataupun sedang, hendaknya dapat berkonsultasi dengan unit yang telah
disediakan oleh pihak FKIP Universitas Lampung yaitu UPKT (Unit
Pelayanan Konseling Terpadu) untuk memfasilitasi mahasiswa nya agar
115
dapat membantu dalam menyelesaikan masalah yang mungkin dimiliki
oleh mahasiswa FKIP Universitas Lampung (dalam hal ini masalah
kesiapan kerja).
Kepada Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung yang memiliki keterampilan kerja yang rendah
ataupun sedang juga hendaknya dapat mengikuti pelatihan-pelatihan
atau seminar untuk dapat meningkatkan kesiapan kerja dalam diri
mahasiswa tingkat akhir jurusan IPS FKIP Unila. Misalnya saja
pelatihan-pelatihan atau seminar yang diselenggarakan oleh UPKT.
Kepada Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung juga disarankan agar dapat melatih soft skills
dengan cara membiasakan diri terhadap perilaku tersebut.
2. Kepada Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung
Kepada Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung agar dapat
mendata mahasiswa yang memiliki kesiapan kerja yang rendah ataupun
sedang, untuk selanjutnya dapat direkomendasikan kepada pihak UPKT
untuk dapat mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai kesiapan kerja
sehingga dapat meningkatkan kesiapan kerja dan soft skill.
Kepada Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung diharapkan
menggunakan metode pembelajaran pada saat perkuliahan dengan
menerapkan metode yang dapat melatih soft skill mahasiswa, khususnya
pada self control dan social skill.
116
3. Kepada Unit Pelayanan Konseling Terpadu (UPKT)
Kepada pihak UPKT selaku unit yang telah disediakan oleh pihak FKIP
Universitas Lampung untuk memfasilitasi mahasiswa agar dapat
membantu dalam menyelesaikan masalah yang mungkin dimiliki oleh
mahasiswa FKIP Universitas Lampung (dalam hal ini masalah kesiapan
kerja), hendaknya dapat memberikan pelatihan-pelatihan atau seminar
mengenai kesiapan kerja agar mahasiswa jurusan IPS FKIP Universitas
Lampung setelah lulus dari bangku perkuliahan dapat memiliki
kesiapan kerja dalam diri mahasiswa. Pelatihan-pelatihan atau seminar
tentang kesiapan kerja untuk mahasiwa tingkat akhir jurusan IPS FKIP
Unila dapat berupa materi tentang soft skills yang terdiri dari possitive
self concept, self control, social skill, communication skill, dan high
order thinking skill.
Diharapkan juga agar UPKT dapat melakukan penelitian sesering
mungkin kepada mahasiswa jurusan pendidikan IPS FKIP Universitas
Lampung, baik itu tentang kesiapan kerja ataupun yang lainnya. Hal
tersebut tentunya dapat memberikan manfaat bagi pihak UPKT maupun
pihak FKIP, bahkan pihak Universitas Lampung dalam mengetahui
kemampuan atau permasalahan yang sedang dialami mahasiswanya.
4. Kepada Para Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya juga hendaknya melakukan penelitian lebih dalam
untuk dapat meningkatkan kesiapan kerja dan soft skills yang terdiri
117
dari possitive self concept, self control, social skill, communication
skill, dan high order thinking skill. Peneliti selanjutnya juga hendaknya
melakukan penelitian lebih dalam lagi tentang self control. Peneliti
selanjutnya hendaknya dapat lebih memperkaya penelitian ini dengan
melihat faktor-faktor lain yang dapat membuat kesiapan kerja seseorang
dapat meningkat. Peneliti selanjutnya hendaknya dapat lebih
memperkaya penelitian ini dengan menggali lebih dalam faktor-faktor
lain yang menyebabkan self control seseorang rendah. Peneliti
selanjutnya juga hendaknya dapat meneliti lebih dalam mengenai
instrumen kesiapan kerja yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu
dengan melakukan penelitian tentang indeks kesukaran (p), daya beda
(d), dan distribusi respons sehingga instrumen dalam penelitian ini akan
lebih baik dalam segi psikometrik. Instrumen pada penelitian ini juga
disarankan untuk direvisi ulang pada aitem yang memiliki tingkat yang
terlalu mudah dengan mengganti kalimat yang lebih panjang dan
kompleks sehingga menuntut peserta didik untuk lebih berpikir.
DAFTAR PUSTAKA
Amalee, I. 2016. Program Kesiapan Kerja bagi Siswa SMK. Bandung: Save The
Children.
Anderson, L.W. (Ed.), Krathwohl, D.R. (Ed.), Airasian, P.W., Cruikshank, K.A.,
Mayer, R.E., Pintrich, P.R., Raths, J., & Wittrock, M.C. 2001. A taxonomy
for learning, teaching, and assessing: A revision of Bloom’s Taxonomy of
Educational Objectives (Complete edition). New York: Longman.
Anggoro, M. T. Dkk. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka.
Azam, U. 2016. Bimbingan dan Konseling Perkembangan di Sekolah (Teori dan
Praktik). Yogyakarta: Deepublish. (Katalog dalam Terbitan)
https://books.google.co.id/books?id=cPN4DQAAQBAJ&lpg=PR1&dq=bim
bingan%20dan%20konseling%20perkembangan%20di%20sekolah&pg=PA
41&output=embed. Diakses tanggal 25 Mei 2018
Azwar, S. 2010. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Chin, P-L, & Hung, M-L. 2013. Psychological Contract Breach and Turnover
Intention: The Moderating Roles of Adversity Quotient and Gender, Social
Behavior and Persoality, 41(5), 843-860. Diambil dari :
https://www.ingentaconnect.com/content/sbp/sbp/2013/00000041/00000005
/art00015. diakses pada : 25 Mei 2018.
Dahlan, S. 2014. Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Konsep Dasar dan
Landasan Pelayanan). Bandar Lampung: Graha Ilmu.
De Ridder, D.T.D., de Boer, B.J., Lugtig, P., Bakker, A.B., van Hooft E.A.J.
2011. Not doing bad things is not equivalent to doing the right thing:
Distinguishing between inhibitory and initiatory self-control. Journal of
Personality and Individual Differences, 50,1006-1011. Diambil dari :
https://www.researchgate.net/profile/Edwin_Hooft/publication/236143680_
Not_doing_bad_things_is_not_equivalent_to_doing_the_right_thing_Distin
guishing_between_inhibitory_and_initiatory_self-
control/links/5a12a4b7a6fdccc2d79b8266/Not-doing-bad-things-is-not-
equivalent-to-doing-the-right-thing-Distinguishing-between-inhibitory-and-
initiatory-self-control.pdf?origin=publication_detail. Diakses pada 25 Mei
2018
Dwianto, A., Wilujeng, I., Prasetyo, Z.K., & Suryadarma, I G.P. 2017. The
Development Of Science Domain Based Learning tool Which Is Integrated
with Local Wisdom To Improve Science Process Skill And Scientific
Attitude. Semarang: Science Education Study Program FMIPA UNNES
Semarang. Diambil dari
https://journal.unnes.ac.id/artikel_nju/file_unduh/40/7205/7205-22658-3-
PB.pdf. diakses pada tanggal 12 Januari 2018.
Ghozali, I. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21:
Up Date PLS Regresi. Edisi 7. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang. 464 hlm.
Gunarsa, S. 2004. Dari anak sampai usia lanjut: Bunga Rampai Psikologi
Perkembangan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Hartono. 2010. Bimbingan Karier Berbantuan Komputer Untuk Siswa SMA.
Surabaya: UNIPA University Press.
Heijde, C. M. V. D., & Heijden. B. I. J. M. V. D. 2006. A competence‐based and
multidimensional operationalization and measurement of employability.
Human Resource Management Volume 45, Issue 3
Hidayati, N. 2013. Kompetensi pendagogik Guru IPS dalam Pembelajaran IPS di
SMP Negeri 1 Haruyan. Banjarmasin: IAIN Antasari. Diambil dari
http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/JS/article/download/2206/1941.
diakses pada 18 Januari 2018.
Hillage, J., & Pollard, E. 1998. Employability : Developing A Framework For
Policy Analisis. Institute for Employment Studies (Research Brief).
Hogan, R, Chamorro-Premuzic, T, & Kaiser, R, B. 2013. Employability and
Career Success: Bridging the Gap Between Theory and Reality, Journal of
Industrial and Organizational Psychology, 6, 3- 16.
Kartono, K. 1985. Menyiapkan dan Memandu Karier. Jakarta: CV. Rajawali.
Kaswan. 2014. Career Development (Pengembangan Karir untuk Mencapai
Kesuksesan dan Kepuasan. Bandung: Alfabeta
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 16 tahun 2007 tentang
Standard Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Mariah, S., & Sugandi, M. Kesenjangan Soft Skills Lulusan SMK dengan
Kebutuhan Tenaga Kerja di Industri. Yogyakarta: Program Studi PTK PPS
UNY. Diambil dari :
http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/240/1/Siti%20Mariah%20_
KESENJANGAN%20SOFT%20SKILLS%20LULUSAN%20SMK.pdf.
Diakses pada tanggal : 6 November 2017.
Marliani, R. 2013. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Orientasi Masa Depan
Bidang Pekerjaan Pada Mahasiswa Tingkat Akhir. Jurnal Psikologi.
Bandung : Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Diambil
dari : http://ejournal.uin-
suska.ac.id/index.php/psikologi/article/download/175/163. diakses pada
tanggal 26 September 2017.
Morissan. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Prenadamedia Group.
Panduan Penyelenggaraan Program Sarjana Fakultas Keguruan & Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung (UNI 14.0.003). 2014. Bandar Lampung:
Penerbit Universitas Lampung.
Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan
Pasal 77I Ayat 1 Huruf f.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006.
Phelps, P.H. 2006. The three RS of professionalisme. Kappa Delta pi Record:
ProQuest Education Journals.
Phoolka, S., Kaur, N. 2012. Adversity Quotient: A new Paradigm to Explore,
International Journal of Contemporary Business Studies, 2, 4
Polichetti, P. 2014. Fostering Social-emotional Development in K-3 Classrooms.
California: Faculty of California State University.
Pool, L.D., & Sewell, P. 2007. The key to employability: developing a practical
model of graduate employability (Education + Training, Vol. 49 Issue: 4,
pp.277-289). Centre for Employability, University of Central Lancashire,
Preston, UK. Diambil dari :
http://www.emeraldinsight.com/doi/pdfplus/10.1108/00400910710754435.
diakses pada tanggal : 2 Oktober 2017.
Prasetyo, B., & Jannah, L.M. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Ray, J.V. 2011. Developmental trajectories of self-control: Assessing the stability
hypothesis. University of South Florida, South Florida. Diambil dari
http://scholarcommons.usf.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=4501&context=e
td. Diakses pada: 22 Mei 2018.
Risinita. 2012. Pengembangan Skala Model Likert. Jambi: Fakultas Tarbiyah
IAIN STS Jambi. Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012. Diambil dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=252693&val=6813&titl
e=Pengembang. Diakses pada: 11 Oktober 2018.
Robles, M.M. 2012. Executive Perceptions of the Top 10 Soft Skills Needed in
Today’s Workplace. Eastern Kentucky University, USA. Volume: 75 issue:
4, page(s): 453-465. Diambil dari :
http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1080569912460400. Diakses
pada tanggal 22 Mei 2018.
Sailah, I. 2007. Pengembangan Soft skills di Perguruan Tinggi. Makalah di
sampaikan dalam rangka Sosialisasi Soft Skills di Undiksha. Singaraja, 20
Oktober.
Santrock, J.W. 2008. Life‐Span Development Eleventh Edition. New York : Mc
Graw‐Hill.
Sari, R. 2012. Peran Praktik Industri dalam Menunjang Kesiapan Memasuki
Dunia Kerja Siswa kelas XI Program Keahlian Busana SMK Karya Rini
Yogyakarta. Yogyakarta : Program Studi Pendidikan Teknik Busana Jurusan
Pendidikan Teknik Boga dan Busana Fakultas Teknik Unversitas Negeri
Yogyakarta. Diambil dari :
http://eprints.uny.ac.id/6905/1/PERAN%20PRAKTIK%20INDUSTRI%20
DALAM%20MENUNJANG%20KESIAPAN%20KERJA%20SISWA.pdf.
Diakses pada tanggal : 2 Oktober 2017.
Savickas, M.L. 2002. Career Construction. A developmental theory of vocational
behavior. dalam D. brown, & associates (Eds.), career choice and
development: (4th Ed). San Francisco: Jossey-Bass.
Schochler, S.A. 2011. Keller, ISD : Soft Skills Assessment for Secondary Students.
University of North Texas Denton, Texas.
Schulz, B. 2008. The Importance of Soft Skills: Education Beyond Academic
Knowledge. Polytechnic of Namibia. NAWA Journal of Language and
Communication, June 2008. Diambil dari
http://ir.polytechnic.edu.na/bitstream/handle/10628/39/The%20Importance
%20of%20Soft%20%20Skills-
Education%20beyond%20academic%20knowledge.pdf?sequence=1&isAllo
wed=y. Diakses pada 22 Mei 2018.
Setiani. T. 2014. Peningkatan Keterampilan Sosial Siswa Melalui Penerapan
Metode Simulasi Pada Pembelajaran IPS Kelas V SD Negeri Pakem 2
Sleman. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta (Skripsi). Diambil dari
http://eprints.uny.ac.id/12766/1/SKRIPSI%20_Tita%20Setiani.pdf. Diakses
pada 19 Januari 2018.
Sinarwati, N. K. 2014. Apakah Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Mampu
Meningkatkan Soft Skills Dan Hard Skills Mahasiswa? Singaraja:
Universitas Pendidikan Ganesha . Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika
(JINAH) Volume 3 Nomor 2 ISSN 2089-3310. Diambil dari:
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJA/article/download/4055/3200.
Diakses pada 22 Mei 2018.
Steel, P. 2007. The nature of procrastination: A meta analytic and theoretical
review of quintessential self regulatory failure. Psychological Bulletin, Vol
133 No 1, 65–94 Diambil dari :
http://studiemetro.auinstallation29.cs.au.dk/fileadmin/www.studiemetro.au.
dk/Procrastination_2.pdf. Diakses pada 22 Mei 2018.
Suastra, I. W. 2011. Mengembangkan Profesionalisme Dosen. Singaraja: FMIPA
Undiksha.
Sudiana. 2010. Peningkatan Kualitas Lulusan Melalui Pengembangan Soft Skills
di Perguruan Tinggi. Makalah disajikan dalam Loka Karya Soft Skills
Impementasi PHK-I STIE Triatma Mulya Dalung Badung, 29 Januari.
Sumintono, B. 2014. Model Rasch untuk Penelitian Sosial Kuantitatif. Surabaya:
Makalah dipresentasikan dalam kuliah umum di Jurusan Statistika, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Sumintono, B., & Widhiarso, W. 2014. Aplikasi Model Rasch untuk Penelitian
Ilmu-Ilmu Sosial. Cimahi: Trim Komunikata Publishing House.
Suryana. 2006. Kewirausahaan. Cetakan ke-4. Jakarta: Salemba Empat.
Suseno, M.N. 2009. Pengaruh Pelatihan Komunikasi Interpersonal Terhadap
Efikasi Diri Sebagai Pelatih pada Mahasiswa. Jurnal Intervensi Psikologi.
Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta. Diambil dari:
http://jurnal.uii.ac.id/index.php/intervensipsikologi/article/viewFile/8137/70
54 Diakses pada tanggal 26 September 2017.
Tangney, J., Baumeister, R. F., & Boone, A. L. (2004). High self-control predicts
good adjustment, less pathology, better grades, and interpersonal success.
Journal of Personality, 72, 271–324. Diambil dari
https://pdfs.semanticscholar.org/b96d/00945735a2ef9f77db9a7fe134a8f971
0656.pdf. diakses pada 24 Mei 2018.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
3.
Undang-Undang Sisdiknas Pasal 37.
Utami, Y.G.D., & Hudaniah. 2013. Self Efficacy dengan Kesiapan Kerja Siswa
Sekolah Menengah Kejuruan. Malang: Fakultas Psikologi, Universitas
Muhammadiyah Malang. Diambil dari :
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/viewFile/1356/1451.
Diakses pada 2 Oktober 2017.
Wardani, D. 2011. Kontribusi Keterampilan Sosial dalam Pembelajaran IPS
Terhadap Kesiapan Kerja Praktik Kerja Industri (Studi Terhadap Peserta
Didik kelas XI SMKN Kota Bandung). Jurnal Edisi Khusus No. 2, Agustus
2011. Bandung : UPI Prodi Pendidikan IPS. Diambil dari :
http://jurnal.upi.edu/file/25-Dani_Wardani-EDIT.pdf. diakses pada tanggal
26 September 2017.
Wills, T. A., Isasi, C. R., Mendoza, D., & Ainette, M. G. (2007). Self-control
constructs related to measures of dietary intake and physical activity in
adolescents. Journal of Adolescent Health, 41, 551–558.