Upload
raaney-hapsari
View
174
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Struktur Perkembangan Hewan
Citation preview
ANALISIS SPERMA
Oleh :
Nama : Suminar Sundari Maharani H.NIM : B1J009013Rombongan : IVKelompok : 2Asisten : Lisa Dwi Fanesia
LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERALSOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2010
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Analisis sperma adalah pemeriksaan tentang sifat-sifat, kualitas dan kuantitas
sperma. Analisa sperma biasanya dilakukan pada pria pasangan suami istri yang
telah lebih sekurang-kurangnya 3 tahun setelah menikah belum memiliki keturunan,
lebih-lebih bagi pasangan yang istrinya belum pernah hamil sama sekali selama
waktu itu. Pemeriksaan ini untuk menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan
untuk menolong pasangan tersebut agar bisa memperoleh keturunan.
Analisis spermatozoa pada ikan perlu untuk dikembangkan untuk proses
pembuahan buatan dan untuk mengetahui ikan tersebut fertile atau infertile, karena
peran spermatozoa sebagai gamet jantan sangat penting pada keberhasilan
munculnya individu baru. Praktikum ini menggunakan preparat ikan nilem, karena
ikan nilem mudah didapat dan dicoba dengan menggunakan pewarna-pewarna
sederhana yang murah harganya, dengan prosedur seperti analisis sperma manusia.
Pemeriksaan sperma ikan nilem dapat diaplikasikan terhadap spesies lain seperti
manusia, dengan menggunakan metode-metode yang sama
Osteochillus hasselti adalah suatu jenis ikan yang hidup di air tawar,
baik sungai, rawa-rawa, kolam maupun danau. Nama Indonesia untuk Osteochillus
hasselti adalah ikan nilem, milem, lehat, mangut, Regis, muntu, palau, assang dan
penupu karet. Ikan nilem dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada
ketinggian 500-800 m dp dan lebih menyukai pada perairan air jernih, mengalir
dengan dasar berpasir atau berbatuan kecil-kecil. Ikan dewasa berukuran dari 100
hingga 200 g. Sel-sel sperma sebenarnya hanya merupakan inti yang berflagelum.
Sperma dihasilkan dalam testis oleh sel-sel khusus yang disebut dengan
spermatogonia. Sebuah sel sperma terdiri atas kepala yang mengandung kromosom
dalam suatu keadaan kompak dan inaktif, leher yang merupakan daerah genting
sperma, di dalamnya terdapat sentriol depan dan bagian depan terdapat filament
poros. Badan mengandung filament poros, mitochondria dansentriol belakang
berbentuk cincin. Ekor terdiri dari dua daerah yakni bagian utama dan bagian ujung.
Ekor sedikit mengandumg sitoplasma. Pada bagian ujung ekor sama sekali tidak
mengandung sitoplasma.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum analisis sperma kali ini adalah untuk mengetahiu
kualitas, warna, bau, volume, pH, bentuk dan jumlah sperma yang dimiliki oleh Ikan
Nilem Jantan (Osteochillus hasselti ♂).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Kastowo (1986), (Osteochillus hasselti CV) adalah salah stu jenis
ikan air tawar yang yang dapat tumbuh dengan baik jika dipelihara di kolam atau
sawah. Ikan Nilem dapat hidup di daerah tinggi dan rendah yaitu pada ketinggian
200-700 meter. Makanan ikan ini berupa hewan-hewan kecil tetapi juga makanan
lain seperti dedak dan ampas.
Klasifikasi Osteochillus hasselti CV menurut Saanin (1968), adalah sebagai
berikut:
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Classis : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Familia : Cyprinidae
Genus : Osteochillus
Spesies : Osteochillus hasselti CV
Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) mempunyai sirip punggung, sirip perut,
sirip dubur, dan sirip ekor. Sirip punggung (dorsal fin) bentuk memanjang dan
terletak dibagian permukaan. Sirip dubur (anal fin) bagian belakang juga memiliki
jari-jari keras dengan bagian akhir berbentuk gerigi. Sirip ekor (caudal fin) berbentuk
cagak dan berukuran simetris. Sisik ikan nilem berukuran cukup besar dengan tipe
sisik berbentuk lingkaran (cycloid) yang terletak beraturan. Gurat sisi atau garis
rusuk (linea lateralis) ikan nilem berada di pertengahan badan dengan posisi
melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Jangkaru,
2001).
Ikan jantan masak kelamin setelah berumur kurang lebih 8 bulan. Berat testis
lebih ringan dibandingkan berat ovarium pada ikan yang sama umurnya, tetapi
panjangnya dapat dikatakan sama. Sepasang testis dapat menghasilkan sekitar 1-1,5
ml milt (dalam keadaan ejakulasi alami), tetapi pada striping paling banyak diperoleh
1 ml milt. Testis ikan nilem berbentuk memanjang atau berlobi. Spermatozoa dari
testis lewat ductules efferentes masuk kedalam ductus longitudinal testis. Ductus ini
berkelok-kelok (konvoluntes) dan ujung anteriornya sering ditetapkan sebagai
epididimis ( Jamieson, 1991).
Viabilitas adalah daya tahan spermatozoa atau telur untuk hidup, membuahi
dan dibuahi setelah dilepaskan dari induknya. Viabilitas spermatozoa dan telur pada
ikan nilem hanya sekitar 5 menit setelah ejakulasi atau oviposisi. Hal ini sangat
mempengaruhi daya fertilitas telur ikan karena telur dapat terbuahi apabila viabilitas
telur dan spermatozoa baik. Sangat pendeknya waktu viabilitas ini akan mempersulit
dikembangkannya manipulasi untuk reproduksi (Yatim, 1990). Air mani terdiri dari
komponen organik dan anorganik yang mendukung viabilitas sperma. Contohnya:
mineral (Potassium, Sodium, Magnesium, Calcium dan Klorida), pH, osmolasi,
protein, glukosa dan triglyserida (Hajirezaee, 2009)
Gonad pada ikan nilem dapat dibedakan menjadi dua, yaitu testis dan
ovarium. Ovarium ikan terletak memanjang di dalam rongga badan, biasanya
sepasang di kanan dan kiri antara gelembung renang dan usus. Testis ikan berbentuk
memanjang dalam rongga badan di bawah gelembung renang di atas usus, terdapat
sepasang (Soeminto, 2000).
Struktur spermatozoid terdiri dua bagian yaitu kepala dan ekor. Kepala
spermatozoa bentuknya bervariasi. Isinya adalah inti yang di dalamnya terkandung
material genetis haploid yang sangat padat. Kepala juga terdapat akrosom yaitu
organel khusus berupa kantung berisi sekresi-sekresi enzim hidrolitik. Ekor
spermatozoa terdiri atas tiga bagian yaitu middle piece, principal piece dan end
piece. Ekor ini berfungsi untuk pergerakan menuju sel telur. Ekor yang motil itu pada
pusatnya sama seperti flagellum memiliki struktur axoneme yang terdiri atas dua
mikrotubul pusat dikelilingi oleh sembilan doblet mikrotubul yang berjarak sama
satu dengan yang lainnya. Perbedaan dengan flagel lainnya adalah struktur axoneme
9+2 dikelilingi lagi oleh sembilan outer dense fibre, sehingga secara keseluruhan
struktur axoneme ekornya disebut 9+9+2 (Sistina, 2008). Kelenjar asesori yang
sekresinya menjadi medium spermatozoa adalah kelenjar vesikula seminalis, kelenjar
prostat dan kelenjar bulbourethra (kelenjar Cowper). Ketiga kelenjar ini bermuara
pada urethra. Lewat urethra, spermatozoa bersama-sama dengan sekresi asesoria,
yang disebut semen dikeluarkan dari tubuh (Soeminto, 2000).
Umumnya semua penyimpangan morfologi dari kerangka normal
spermatozoa dianggap sebagai bentuk-bentuk abnormal. Abnormal ini
diklasifikasikan dalam abnormalitas primer dan sekunder. Abnormal primer
disebabkan oleh gangguan dalam testis (kelainan spermatogenesis di dalam tubuli
seminiferi). Bentuk yang termasuk abnormalitas primer yaitu : kepala berukuran
kecil, kepala rangkap dan mempunyai 2 ekor. Abnormalitas sekunder disebabkan
karena perlakuan terlalu kasar, terlalu panas atau terlalu cepat didinginkan.
Bentuknya yaitu : kepala lepas, ekornya patah dan ekornya bergelung, bengkok atau
melipat (Djanuar, 1985).
Menurut Soeminto (2000), spermatozoa normal berbentuk oval atau bulat.,
dengan bagian ujung lebih terang dan bagian pangkal dekat leher lebih gelap. Secara
umum di dalam sperma normal terdapat 30% bentuk spermatozoa yang tidak
normal (abnormal). Beberapa bentuk spermatozoa abnormal dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1. Piriform yaitu bentuk kepala spermatozoa seperti buah peer.
2. Leptoform yaitu bentuk kepala spermatozoa pipih dan panjang.
3. Teratoform yaitu bentuk kepala spermatozoa tidak tentu.
4. Spermatozoa dengan bentuk kepala relatif besar.
5. Spermatozoa dengan kepala double, leher double, dan ekor double.
6. Spermatozoa dengan ekor muda (ekor masih berplasma residu).
7. Bentuk-bentuk spermatozoa abnormal yang lain.
Penghitungan konsentrasi spermatozoa dapat ditentukan dengan
menggunakan metode haemocytometer atau "Electronic Coulter Counter". Suatu
hemocytometer standar (kamar hitung Neubauer) mempunyai suatu kisi-kisi (grid)
yang berisi sejumlah bidang besar (1-5). Bidang tengah 5 dibagi menjadi 25 bidang
yang lebih kecil, dimana 4 bidang yang dipojok dinamakan bidang 5a, 5b, 5c, 5d dan
bidang kecil di tengah 5e. Bidang besar 5 mempunyai volume 0,1 mm3 atau l0-4 ml
cairan antara hemositometer dan gelas penutup. Faktor multiplikasi untuk bidang 5
dapat dihitung yaitu 104 atau 10.000. Jumlah spermatozoa per ml dari pada semen
yang diencerkan di dalam hemocytometer didapati dengan mengalikan sejumlah
spermatozoa yang dihitung dalam bidang lima (5) dengan faktor multiplikasi 10.000.
Konsentrasi sperma dalam semen asli didapati dengan mengalikan jumlah perkalian
di atas dengan faktor pengenceran. Metode haemocytometer lebih sering digunakan
untuk semen yang mempunyai perkiraan jumlah spermatozoa yang sangat rendah
(misalnya 10 juta/ml) atau pemeriksaan semen yang memerlukan penentuan jumlah
dengan segera (Cosson, 1999).
III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam pratikum analisis sperma adalah mikroskop
cahaya, bilik hitung (hemositometer), gelas objek beserta penutupnya, cawan petri,
pH indikator, gelas pengaduk, spuit injeksi tanpa jarum, pipet tetes, kertas
penghisap/tissue, bak preparat, dan alat tulis.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pratikum analisis sperma adalah ikan
nilem jantan masak kelamin, sperma/milt segar, larutan ringer, akuades, eter.
B .Metode
1. Cara stripping
a. Ikan dipegang bagian ventral ada di bawah dan bagian dorsal menghadap ke
atas.
b. Tangan kanan menutupi kepala, sedangkan tangan kiri menyangga ekor.
c. Bagian urogenital dilap dengan tissue.
d. Abdomen ikan diurut dari anterior ke arah posterior menuju lubang urogenital
hingga pada lubang tersebut keluar cairan berwarna putih susu (milt).
e. Milt yang keluar langsung disedot menggunakan spuit injeksi tanpa jarum.
2. Volume
a. Milt ikan nilem yang tertampung pada spuit injeksi diukur volumenya dengan
langsung membaca skalanya.
b. Volume sperma ikan nilem juga dapat diukur dengan menggunakan gelas ukur
volume 5 atau 10 ml.
3. Warna
Diamati secara visual dengan latar belakang warna putih.
4. Bau
Dibaui dengan cara dikipas-kipas dengan tangan, jangan dihirup langsung.
5. pH
Derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan kertas pH, dengan cara
mencelupkan kertas pH kedalam sampel sperma, diamkan beberapa saat,
kemudian dikocok perubahan warna yang terjadi dengan tube.
6. Cara pengenceran milt
a. Milt diambil 1ml dimasukkan kedalam cawan.
b. Larutan ringer sebanyak 9 ml dicampurkan kedalam cawan (perbandingan
antara milt dengan larutan Ringer harus selalu 1:9).
c. Diaduk-aduk dengan menggunakan batang pengaduk sampai benar-benar
homogen.
d. Sperma yang sudah diencerkan ini merupakan sperma dengan pengenceran
10x.
e. Sperma pengenceran 10x diambil dengan menggunakan spuit yang lain
sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam cawan yang berbeda.
f. Larutan ringer 9 ml dicampurkan ke dalam sperma tersebut.
g. Sperma dengan pengenceran dua kali ini, merupakan sperma dengan
pengenceran 100x.
h. Pengenceran dilakukan lagi untuk mendapatkan sperma dengan pengenceran
1000x dan 10.000x.
7. Motilitas spermatozoa
a. Milt yang sudah diencerkan 1000x diambil dengan menggunakan pipet tetes.
b. Milt diteteskan di atas objek glass.
c. Ditetesi dengan akuades, kemudian dihomogenkan.
d. Ditutup dengan cover glass dan diamati dengan menggunakan mikroskop.
e. Bergerak atau tidak bergerak, ditentukan presentase motilitasnya.
8. Menghitung jumlah total spermatozoa
a. Milt yang sudah diencerkan 10.000x diambil dengan menggunakan pipet tetes.
b. Ditetesi di bilik hitung Haemocytometer yng sudah ditutup dengan cover glass
melalui sela-sela paritnya.
c. Hitung jumlah sperma menggunakan kotak sedang di dalam kotak besar yang
dibagian tengah.
d. Jumlah total spermatozoa dihitung dengan rumus:
Σ total spermatozoa = (Rata-rata 5 kotak sedang x pengenceran x 2,5.105)
sel/ml.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
LEMBAR PENGAMATAN PRAKTIKUM ANALISIS SPERMA
Rombongan VI Kelompok 2
1. Volume : 0,14 ml
2. Vikositas : 0 – 15 menit, mulai menjendal
3. Warna : Putih Susu
4. pH : 8,5
5. Motalitas : a. Sperma motil 15 %
b. Sperma non motil 85 %
Tabel 1. Akumulasi Data Pengamatan Motilitas Spermatozoa Rombongan VI
K1 K2 K3 K4 K5 Rata-Rata
Persentase Sperma motil (%)
0 15 70 30 30 23
Persentase Sperma non motil (%)
100 85 30 70 100 77
Keterangan :
K = Kelompok
Gambar 1. Bilik Hitung Haemocytometer
7. Jumlah total Spermatozoa
Tabel 2. Akumulasi Data Pengamatan ∑ Total Spermatozoa Rombongan VI
K1 K2 K3 K4 K5 Rata-Rata
∑ Total Spermatozoa
17,75 x
109
6,9 x
1010
1,425 x
1010
1,35 x
1010
2,95 x
1010
13,95 x
109
Keterangan :K= Kelompok
Perhitungan :
Diketahui :
B1 = 28, B2 = 22, B3 = 32, B4 = 29, B5 = 27
Rata-rata = 28 + 22 + 32 + 29 + 27 = 27,65
Jawab :
∑ Total Spermatozoa = Rata-rata 5 kotak x Pengenceran x 2,5x 105
= 27,6 x 10.000 x 2,5x105
= 6,9 x 1010 sel/ml
8. Kesimpulan/Diagnosa :
Berdasarkan hasil praktikum analisis sperma pada Rombongan IV, diperoleh
hasil yaitu warna sperma putih susu dengan bau agak amis dan pHnya 8.5 (basa).
Viskositas terjadi pada menit ke-15, hal ini terjadi karena semakin lama sperma ikan
didiamkan pada suhu ruang, maka viskositasnya akan semakin tinggi. Persentase
sperma motil pada kelompok 2 sebanyak 15 %, sedangkan sperma non motil
sebanyak 85 %. Artinya sperma yang dihasilkan dari ikan nilem tersebut fertil, sebab
jumlah sperma motil mendominasi. Sperma ikan mempunyai bau agak amis sesuai
dengan bau sperma yang berkualitas yaitu berbau agak langu (amis). Morfologi
sperma normal terdiri dari kepala, leher, dan, ekor.
B. Pembahasan
Milt merupakan campuran antara seminal plasma dan spermatozoa, dalam
setiap tetes milt yang dikeluarkan dari satu ekor ikan jantan jumlah spermatozoanya
berbeda-beda tergantung umur, ukuran dan frekuensi pengeluaran sperma (Kazakov,
1981). Berdasarkan hasil praktikum volume sperma yang dihasilkan sebanyak 0,14
ml. Menurut Djuhanda (1985) menyatakan bahwa rata-rata volume milt yang dapat
dihasilkan satu ekor ikan nilem ±0,5 ml dengan jumlah spermatozoa permililiter
adalah 3,33 x 1011. Volume sperma yang dihasilkan pada praktikum jauh lebih
banyak 0,9 ml dari referensi mungkin dikarenakan ikan yang digunakan dalam
praktikum disuntikkan suspensi kelenjar hypofisa yang dapat memperbanyak
produksi sperma.
Menurut Yatim (1984), sperma pada umumnya mempunyai bau yang khas
yaitu bau amis (langu). Bau sperma dapat diketahui dengan cara dikipas-kipas
dengan tangan. Bau sperma yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin
(suatu poliamin alifatik) yang dikeluarkan oleh kelenjar prostate. Bau sperma Ikan
nilem yang diperoleh tercium bau amis segar seperti susu yang baru diperas.
Warna sperma ikan nilem yang diperoleh hasil striping yaitu berwarna putih
susu. Hal ini menunjukan bahwa pada saat distriping tidak terjadi pendarahan pada
ikan tersebut. Milt tersebut diamati dengan latar belakang putih agar warna aslinya
dapat terlihat jelas. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Yatim (1984), adanya
sejumlah sel darah putih yang disebabkan oleh infeksi traktus genitalia dapat
menyebabkan warna milt menjadi putih kekuning-kuningan (putih susu).
Spermatozoa yang diperoleh dari ikan nilem memiliki pH 8,5, artinya
spermatozoa dalam keadaan basa. Menurut Djuhanda (1985), spermatozoa akan
hidup lebih lama jika pada kondisi pH netral. Kondisi pH sperma normal ialah basa
lemah, pH semen diukur segera setelah likuifaksi. Sperma yang terlampau lama
dibiarkan pHnya dapat berubah.
Konsentrasi atau jumlah spermatozoa/ml semen dihitung menggunakan
hemocytometer Neubauer. Cara menghitung jumlah spermatozoa dengan melihatnya
di bawah mikroskop perbesaran 450x. Menurut Rehan et al (1975) dalam Yatim
(1984), konsentrasi itu 8,1-57 SD juta/ml, dengan range 4-318 juta/ml. Menurut
Smith et al (1978) dan Yatim (1984), konsentrasi itu 70-65 juta/ml, dengan range
0,1-600 juta/ml. Jumlah yang bergerak maju ialah jumlah spermatozoa semua
dikurangi jumlah mati. Dianggap normal jika motil maju > 40%. Menurut Rehan et
al (1975) dan Yatim (1984), yang normal motilnya ialah 63-16 SD, dengan range 10-
95%. Spermatozoa ikan nilem pada percobaan bersifat tidak normal, karena jumlah
spermatozoa yang dihasilkan rata-rata < 40%, spermatozoanya lemah sekali gerak
majunya disebut asthenozoospermia. Hampir semua sperma nampak mati tak
bergerak disebut nectrozoospermia (infertile). Hasil mutakhir, spermatozoa yang
tidak bergerak belum menunjukkan mati. Mungkin ada suatu zat cytotoxit atau
antibody yang membuatnya tidak bergerak (Djuhanda, 1985).
Ikan memiliki spermatozoa yang berflagelata dan tak berakrosoma.
Spermatozoa hasil suspensi testis keadaanya sama dengan spermatozoa hasil striping.
Kepala berbentuk bulat, dengan diameter sekitar 2,86-0,16 mikro meter, panjang
sekitar 25,86 mikro meter. Pada pangkal flagella ada bangunan seperti cincin,
annulus (Jamieson, 1991).
Motilitas merupakan tolak ukur viabilitas spermatozoa. Spermatozoa tanpa
gerakan aktif tidak mungkin akan menembus telur. Stimulasi dan lama pergerakan
spermatozoa dipengaruhi oleh umur, kematangan spermatozoa, temperatur dan
faktor-faktor lingkungan lain sperti ion-ion, pH dan osmolalitas. Spermatozoa yang
belum matang pergerakannya lebih singkat dibandingkan spermatozoa matang
(Hidayaturrahmah, 2007).
Data motilitas masing-masing kelompok berbeda dan memiliki rata-rata yaitu
sebesar 23%. Menurut Rehan et al (1975) dalam Yatim (1984) hasil tersebut
dianggap normal dengan keadaan ikim yang sehat. Jumlah spermatozoa hidup ikan
nilem tersebut mempunyai rata-rata 15403 juta sel/ml.
Prosentase sperma yang bergerak 23% sedangkan yang tidak bergerak
sebanyak 77%. Sperma yang bergerak lebih banyak daripada yang hidup, hal ini
dikarenakan sperma yang terlalu lama dibiarkan sebelum ditambahkan air sebagai
aktifitas. Menurut Saanin (1968) bahwa di alam durasi motilitas terjadi dalam
periode yang sangat pendek pada ikan air tawar.
Bentuk sperma yang terlihat pada saat pengamatan yaitu normal. Struktur
sperma normal terdiri dari kepala, leher dan ekor. Sperma bentuk abnormal tidak
ditemukan pada saat praktikum.Kualitas dan kuantitas sperma yang baik memiliki
bau khas mani atau amis warna seperti lem kanji atau putih kelabu dan kental .
Larutan eter alkohol digunakan untuk mengawetkan dan menempelkan sperma yang
sudah mati maupun masih hidup yang berada pada obyek glass agar tidak rusak
sedangkan larutan giemsa digunakan sebagai pewarna sperma sederhana agar sperma
dapat dilihat dengan mikroskop cahaya dengan mudah baik yang normal maupun
abnormal, air (aquades) digunakan untuk aktivasi spermatozoa dan larutan ringer
digunakan sebagai pengencer (Toelihere, 1977)..
Faktor-faktor yang mempengaruhi kulitas dan kuantitas spermatozoa yaitu:
1. Makanan. Tingkatan makanan yang rendah dapat menghambat
pertumbuhan pejantan muda, penurunan jumlah spermatozoa per ejakulat,
dan kahilangan libido. Pada hewan muda menyebabkan katerlambatan
masa pubertas (Almquist & Flipse, 1961).
2. Konstituen makanan. Apabila protein di dalam ransum kurang dari 2
persen, terjadi pengurangan konsumsi makanan, penurunan berat badan,
kelemahan, dan penurunan libido dan produksi spermatozoa (Warnick et
al, 1961).
3. Suhu dan musim. Suhu lingkunagn yang terlampau rendah atau terlalu
tinggi dapat mempengaruhi reproduksi hewan jantan. Musim
mempengaruhi pula kualitas dan kuantitas semen.
4. Frekuensi ejakulasi. Frekuensi ejakulasi yang terlalu sering daklam satuan
waktu yang relatif pendek cenderung untuk menurunkan libido, volume
semen dan jumlah spermatozoa per ejakulasi (Toelihere, 1977).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan
bahwa :
1. Analisis sperma digunakan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas dari
sperma.
2. Ciri-ciri sperma yang berkualitas yaitu berwarna putih susu, memiliki pH
bersifat basa dan baunya amis.
3. Struktur sperma normal terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, leher dan ekor.
4. Sperma dikatakan normal jika mortil > 40%
B. Saran
1. Sarana dan prasarana dilengkapi, agar praktikan bisa melakukan pengamatan
dengan baik.
2. Suara asistan yang menjelaskan harusnya lebih keras saat menjelaskan.
DAFTAR REFERENSI
Almquist, J. O & E. B. Hale., 1956. An Approach to the Measurement of sexual Behavior and Semen Production in Dairy Bulls, III Internat. Congr. On Anim. Reprod.,Cambridge.
Arsyad KM, 1984. Penatalaksanaan Infertilitas Masa Kini, Dexa Media, Jakarta.
Cosson, J., Billard, R., Cibert, C., Dreanno, C. 1999. Ionic Factor regilating the Motility of fish sperm. Villefranch, France
Djuhanda, T. 1985. Embrio Perbandingan. C.V. Armico, Bandung
Djuwanah, E.A. 1996. Budidaya Ikan Secara Polikultur. Trubus agriwidia, Ungaran.
Hajirezaee, S. et al, 2009. Effects of Stripping Frequency on Semen Quality of Endangered Caspian Brown Trout, Salmo trutta caspius . ISSN 1557-4555 America Journal of Animal and Veterinary Sciences 4 (3) : 65-71.
Hidayaturrahmah. 2007. Waktu Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) pada Beberapa Konsentrasi Larutan Fruktosa. Bioscientiae. Vol. 4 No. 1. Hal: 9-18.
Hora, S. L. dan T. V. R. Pillay. 1962. Handbook and Fishesculture in Indonesian Pasific Region. FAO Fisheries Biology Tecnical Paper, Roma. Italia.
Djuhanda, T. 1985. Embrio Perbandingan. C.V. Armico, Bandung
Jangkaru. 2001. Perbesaran Ikan Air Tawar di berbagai Lingkungan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Jamieson, Barrie GM. 1991. Fish Evolution and Sistematics : Evidence from Spermatozoa. Cambridge University Press, Cambridge.
Partodihardjo. 1986. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta.
Kastowo, H. 1986. Zoologi. Erlangga, Jakarta.
Kazakov, R. V. 1981. Peculiarities of Sperm Production by Anadromous and Atlantic Salmon (Salmon salar) and Fish Cultural Characteristics Such Sperm. J. Fish Biol. 18 (I) : 1-8p.
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifkasi Ikan I. Bina Tjipta, Bandung
Sistina, Yulia. 2000. Biologi Reproduksi. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto.
Soeminto. 1993. Dasar – dasar Embriologi. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto.
Toelihere, M. R. 1975. Phisiology of Reproduction and Artificial Insemination of Water Buffaloes. Food and fertilizer technology center for the Asian and Pasific Region ( ASPAC). 116 Huai Ning Street Taipei Taiwan, Replubic of China
Wernick, A. C., T. N. Meacham, T. J. Cunha, P. E. Ringgins, J. F. Hentges Jr. & R.L. Shirley. 1961. Effect of Source and Level of Nitrogen on Semen Production and Libido in Rams, Proc. IV. Internat. Congr. On Anim. Reprod., Hague.
Yatim, Wildan. 1984. Embriologi untuk Mahasiswa Biologi dan Kedokteran. Tarsito, Bandung.