84
iv ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN LAPISAN NiCrAl DENGAN ELEMEN REAKTIF (Si DAN Y) MENGGUNAKAN METODE SCHERRER Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si) Oleh: INDAH PERMATASARI ZUHDI NIM: 11140970000023 Oleh: INDAH PERMATASARI ZUHDI NIM: 11140970000023 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M / 1440 H

ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

iv

ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK

DAN LAPISAN NiCrAl DENGAN ELEMEN REAKTIF

(Si DAN Y) MENGGUNAKAN METODE SCHERRER

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

INDAH PERMATASARI ZUHDI

NIM: 11140970000023

Oleh:

INDAH PERMATASARI ZUHDI

NIM: 11140970000023

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2018 M / 1440 H

Page 2: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

v

ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK

DAN LAPISAN NiCrAl DENGAN ELEMEN REAKTIF

(Si DAN Y) MENGGUNAKAN METODE SCHERRER

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

INDAH PERMATASARI ZUHDI

NIM: 11140970000023

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2018 M / 1440 H

Page 3: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …
Page 4: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …
Page 5: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …
Page 6: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

vi

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang analisis struktur Kristal pada karakterisasi

material NiCrAl dengan elemen reaktif Silikon dan Yttrium dalam bentuk serbuk

dan lapisan. Analisis ini dilakukan berdasarkan hasil karakterisasi XRD yang telah

dilakukan proses mechanical alloying selama 36 jam pada sampel serbuk dan

perlakuan sebelum oksidasi pada temperatur 1100oc selama 4 jam dan setelah

oksidasi pada temperatur 1000oc selama 100 jam. Metode yang digunakan untuk

menghitung ukuran kristal yaitu dengan persamaan Scherrer, selanjutnya dihitung

nilai microstrain dan kerapatan dislokasinya. Agar diperoleh ukuran kristal yang

lebih akurat, digunakan metode Rietveld terlebih dahulu. Hasil pengukuran pada

sampel serbuk menunjukkan bahwa NiCrAl memiliki ukuran kristal yang lebih

kecil dan juga kerapatan dislokasi serta microstrain yang besar. Untuk pengukuran

sampel lapisan setelah oksidasi NiCrAl+Y memiliki nilai terkecil. Hal ini

dipengaruhi oleh kenaikan temperatur dan lamanya waktu pemanasan yang dialami

sampel, sehingga memiliki dampak terhadap ketahanan material, dalam hal ini

adalah nilai kekerasannya.

Kata kunci: rietveld, scherrer, ukuran kristal, microstrain, kerapatan dislokasi

Page 7: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

vii

ABSTRACT

Research on the structure of the crystal structure has been carried out on the

characterization of NiCrAl material with reactive elements of Silicon and Yttrium

in powder and coating forms. In this research XRD was carried out which had done

mechanical alloying for 36 hours in powder samples and cleaned before oxidation

at 1100oc for 4 hours and until oxidation at 1000oc for 100 hours. The method used

to calculate the size of the crystal with the Scherrer equation, then the

microstructure value and density dislocation are calculated. In order to obtain a

more accurate crystal size, the Rietveld method is used first. The results of

measurements in powder samples showed that NiCrAl has a smaller crystal size and

also a large dislocation density and microstrain. For measurement of material

samples after oxidation NiCrAl + Y has a normal value. This is due to the increase

in temperature and the length of heating time experienced by the sample, so that it

has an impact on material resistance, in this case the value of its hardness.

Keyword: rietveld, scherrer, crystallite size, microstrain, dislocation density

Page 8: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang menguasai seluruh alam. Puji syukur penulis

panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta‟ala, atas karunia dan rahmatNya

penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat dan salam semoga

senantiasa tercurahkan kepada teladan terbaik akhir zaman, Nabi Muhammad

shalallahu „alayhi wa sallam yang telah menunjukkan dari zaman jahiliyah menuju

terang benderang. Karya tulis ilmiah ini merupakan hasil penelitian tugas akhir

jenjang perkuliahan Strata 1, mahasiswa program studi Fisika UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penelitian dari karya tulis ilmiah dengan judul “Analisis Struktur Mikro

Kristal Pada Serbuk Dan Lapisan NiCrAl Dengan Elemen Reaktif (Si dan Y)

Menggunakan Metode Scherrer” dilakukan di Pusat Penelitian Fisika-Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2F-LIPI).

Penelitian ini dapat selesai dan berjalan dengan baik berkat bantuan,

bimbingan, dan fasilitas yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memudahkan proses penelitian ini hingga berakhir

dengan kelulusan. Tanpa petunjuk dan arahan-Nya penulis tidak akan sampai ke

titik ini.

2. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 9: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

ix

3. Dr. Rike Yudianti selaku Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di P2F-

LIPI.

4. Arif Tjahjono, M.Si selaku Ketua Prodi Fisika Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen pembimbing yang telah membimbing,

mengarahkan, dan memberi masukan dalam proses penulisan karya ilmiah ini.

5. Dr. Eni Sugiarti, M.Eng selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan,

arahan, dan masukan kepada penulis ketika melakukan penelitian.

6. Resetiana Dwi Desiati, S.T, Astria Nurhermaya, dan teman-teman Laboratorium

High Ressistance Material (HRM), P2F-LIPI yang telah membantu dalam

analisis data, karakterisasi sampel, maupun proses penelitian di laboratorium.

7. Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si dan Elvan Yuniarti, M.Si sebagai penguji I dan

II saya, yang tanpa bimbingan dan arahannya penulis tidak dapat menyelesaikan

sidang dan khususnya kelulusan ini dengan lancar.

8. Kedua orang tua, keluarga, dan kerabat yang senantiasa memberikan

dukungan serta memberikan do’a kepada penulis demi kelancaran dan

keberhasilan pelaksanaan penelitian ini.

9. Teman-teman Program Studi Fisika angkatan 2014 yang telah memotivasi dalam

penelitian tugas akhir ini. Ilma, Amel, Nadhia, Siva, Purnama, Bela, Milah,

Lusti, Qalisha, Suci.

10. Teman-teman organisasi di kampus maupun di luar kampus yang senantiasa

memberikan semangat dan do’a dalam penyelesaian tugas akhir ini. Terry, Nur

Azizah, Nur Ana, Liana, Ambar, dll.

Page 10: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

x

Penulis menyadari dalam penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari

kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat

membangun sehingga penulis dapat belajar dan semoga menjadi lebih baik dalam

penulisan karya ilmiah selanjutnya. Kritik dan saran tersebut dapat disampaikan

melalui alamat email penulis: [email protected].

Semoga segala bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak dijadikan

sebagai amal sholeh. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan khususnya bagi penulis.

Jakarta,

Indah Permatasari Zuhdi

Page 11: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ vi

PENGESAHAN UJIAN ....................................................................................... vii

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... v

ABSTRAK ............................................................................................................. vi

ABSTRACT .......................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3

1.4 Batasan Masalah ....................................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4

1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6

2.1 Hastelloy C-276 ........................................................................................ 6

2.2 Elemen Reaktif .............................................................................................. 7

2.3 Mechanical Alloying ..................................................................................... 9

2.4 Perlakuan panas (Heat Treatment) ................................................................ 9

2.5 Struktur Mikro ............................................................................................. 11

2.6 Kristalografi ................................................................................................ 12

2.7 Metode Penghalusan Rietveld .................................................................... 20

2.8 Persamaan Scherrer ..................................................................................... 23

2.9 Kekerasan .................................................................................................... 25

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 27

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 27

3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian ................................................................... 27

3.3 Diagram Alir Penelitian .............................................................................. 28

3.4 Prosedur Penelitian...................................................................................... 28

Page 12: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

xii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 32

4.1 Hasil Perhitungan Mikrostruktur Sampel Serbuk ....................................... 32

4.2 Hasil Perhitungan Mikrostruktur Sampel Lapisan NiCrAl, NiCrAl+Si dan

NiCrAl+Y .......................................................................................................... 37

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 47

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 47

5.2 Saran ............................................................................................................ 47

DAFTAR REFERENSI ........................................................................................ 48

LAMPIRAN .......................................................................................................... 51

Page 13: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perhitungan Scherrer…………………………………………………..31

Tabel 4.1 Perubahan FWHM…………………………………………………….33

Tabel 4.2 Perubahan D NiCrAl+Si………………………………………………40

Page 14: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Diagram Hipotektik .......................................................................... 13

Gambar 2. 2 Dislokasi Atom ................................................................................. 17

Gambar 2. 3 Lapisan Batas Atom ......................................................................... 17

Gambar 2. 4 Dislokasi tepi .................................................................................... 19

Gambar 2. 5 Dislokasi ulir .................................................................................... 19

Gambar 2. 6 Pola difraksi terhitung (merah) dicocokkan dengan pola difraksi

terukur (biru) ......................................................................................................... 21

Gambar 2. 7 Intensitas peak XRD......................................................................... 23

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian……………………………………… ……28

Gambar 3. 2 Langkah Pertama Proses Rietveld .................................................... 29

Gambar 3. 3 Langkah Kedua Proses Rietveld ...................................................... 30

Gambar 3. 4 Langkah Ketiga Proses Rietveld ...................................................... 30

Gambar 3. 5 Parameter Peak List .......................................................................... 31

Gambar 4. 1 Peak Serbuk NiCrAl+RE (Si dan Y) Sebelum Rietveld……... ……32

Gambar 4. 2 Peak Fasa Serbuk ............................................................................. 33

Gambar 4. 3 Grafik Ukuran kristal (D) serbuk ..................................................... 34

Gambar 4. 4 Grafik Ukuran Microstrain () dan kerapatan dislokasi () serbuk . 35

Gambar 4. 5 Peak Lapisan NiCrAl+RE (Si dan Y) .............................................. 37

Gambar 4. 6 Peak Fasa Lapisan ............................................................................ 38

Gambar 4. 7 Grafik Ukuran Kristal Sebelum dan Setelah Oksidasi ..................... 39

Gambar 4. 8 Fasa Ni-ɤ NiCrAl+Si ........................................................................ 40

Page 15: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

xv

Gambar 4. 9 Grafik Microstrain dan Kerapatan Dislokasi Sampel Lapisan ......... 42

Gambar 4. 10 Gambar Uji Vicker Sebelum Oksidasi ........................................... 43

Gambar 4. 11 Uji Vicker Setelah Oksidasi ........................................................... 44

Gambar 4. 12 Hasil Uji SEM Sebelum dan Setelah Oksidasi .............................. 46

Page 16: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkembangnya teknologi rekayasa material memungkinkan terciptanya

material baru dengan spesifikasi yang sesuai dengan kebutuhan pada saat ini.

Rekayasa dapat dilakukan dengan penambahan komposisi, memodifikasi struktur

atau dengan membentuk fasa tertentu. Penelitian yang banyak dikembangkan saat

ini salah satunya mengenai bahan-bahan material yang memiliki strutur nanokristal.

Suatu material dapat dikatakan memiliki struktur nanokristal apabila ukuran

kristalnya antara 10 - 200 nm.

Ukuran dan bentuk struktur kristal akan sangat berpengaruh terhadap

karakteristik sifat suatu bahan, misalnya sifat kekerasan. Semakin kecil ukuran

kristal suatu material maka nilai kekerasan dan kuat tariknya akan meningkat.

Selain ukuran kristal, microstrain dan kerapatan dislokasi juga mempengaruhi

ketahanan suatu material. Ukuran kristal yang semakin besar, maka dislokasi akan

semakin mudah terjadi, hal ini akan menyebabkan nilai kekerasannya menurun dan

microstrain menjadi lebih besar.

Berkaitan dengan hal tersebut, akan diamati lebih lanjut tentang struktur dan

ukuran kristal pada sampel hastelloy C-276 yang telah dilakukan treatment

menggunakan metode Scherrer. Sampel hastelloy C-276 yang akan diuji telah

mengalami penambahan reaktif elemen Si dan Y. Penggunaan elemen reaktif dapat

memperhalus butiran partikel pada serbuk pelapis [11]. Si (Silikon) dijadikan

Page 17: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

2

elemen reaktif karena penambahan Si dapat meningkatkan nilai kekerasan [17].

Sementara penambahan Y (Yttrium) dapat memperkecil terjadinya keretakan akibat

pertumbuhan oksida Yttrium [14].

Sebagaimana yang diketahui, salah satu yang dapat mempengaruhi ukuran

kristal suatu bahan adalah prosesnya. Perlakuan pertama pada penelitian ini adalah

mechanical alloying (milling) yang sebelumnya telah dilakukan dalam jangka

waktu 36 jam, berguna untuk memperkecil ukuran kristal yang digunakan sebagai

serbuk pelapis lapisan NiCrAl, NiCrAl+Si dan NiCrAl+Y. Setelah serbuk pelapis

dilakukan proses milling, selanjutnya dilakukan ketahanan oksidasi pada suhu

1000oC selama 100 jam. Dari hasil kedua proses tersebut, maka perlu dilakukan

penelitian lanjutan terhadap nilai struktur mikro. Untuk menganalisanya

menggunakan persamaan Scherrer yang diawali proses rietveld terlebih dahulu.

Dengan persamaan Scherrer dapat menghitung nilai ukuran kristal (D), microstrain

() dan kerapatan dislokasi () yang selanjutnya ukuran tersebut dihubungkan

dengan mechanical properties dari hasil perlakuan yang telah dilakukan pada

sampel tersebut. Perlakuan yang dilakukan saling memiliki hubungan satu dengan

yang lain. Dari bentuk terkecil, yakni ukuran kristal akan memiliki kekerasan yang

besar. Sebagaimana Allah SWT memberikan banyak perumpamaan melalui ilmu

yang ada. Perumpamaan tersebut setidaknya dapat membuat kita paham bahwa

ilmu Allah itu luas.

ا وم س نا ل ل ا ه رب ض ن ل ا ث لم ا ك ل ون وت م ل ا ع ل ا ل إ ا ه ل ق ع ي“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang

memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS. Al-Ankabut: 43)

Page 18: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

3

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Berapakah ukuran kristal (D), microstrain () dan kerapatan dislokasi ()

pada sampel yang berupa serbuk dan lapisan NiCrAl, NiCrAl+Si dan

NiCrAl+Y dengan menggunakan metode Scherrer?

2. Bagaimanakah hubungan antara ukuran kristal, microstrain dan kerapatan

dislokasi terhadap mechanical properties dari sampel tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui ukuran kristal (D), microstrain () dan kerapatan dislokasi ()

pada sampel yang berupa serbuk dan lapisan NiCrAl, NiCrAl+Si dan

NiCrAl+Y dengan menggunakan metode Scherrer

2. Mengetahui hubungan antara karakteristik Kristal terhadap mechanical

properties pada sampel NiCrAl, NiCrAl+Si dan NiCrAl+Y

1.4 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah, yaitu:

1. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan. Sampel yang digunakan pada

penelitian sebelumnya adalah Hastelloy C-276 berupa serbuk yang telah

melalui proses mechanical alloying yang dilakukan selama 36 jam, dan

lapisan yang telah dilakukan proses uji sebelum oksidasi pada suhu 1100oC

Page 19: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

4

selama 4 jam, selanjutnya pengujian setelah oksidasi pada suhu 1000oC

selama 100 jam.

2. Substrat yang digunakan adalah NiCrAl dengan elemen reaktif Si dan Y

3. Identifikasi fasa menggunakan X-Ray Diffractometer Rigaku tipe Smart Lab

dengan Cu Kα radiasi 40 kV dan 30 mA serta analisa menggunakan aplikasi

High Score Plus di Pusat Penelitian Fisika – Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (P2F – LIPI).

4. Metode yang digunakan dalam perhitungan mikrostruktur adalah metode

Scherrer. Persamaan Scherrer diawali dengan proses Rietveld untuk

mencocokkan masing-masing peak.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai ukuran

kristal (D), microstrain () dan kerapatan dislokasi () dari sampel akibat proses

milling dan uji oksidasi yang telah dilakukan serta mengetahui hubungan antara

mikrostruktur terhadap mechanical properties NiCrAl, NiCrAl+Si dan NiCrAl+Y

melalui metode Scherrer.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Page 20: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

5

Pada bab ini menjelaskan bagian pendahuluan yang berisi latar belakang,

perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan

sistematika penelitian.

BAB II DASAR TEORI

Bab ini menjelaskan mengenai pengertian, teori-teori dan hasil penelitian terdahulu

yang digunakan sebagai landasan atau dasar dari penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi waktu dan tempat pelaksanaan, bahan dan peralatan penelitian,

diagram alir penelitian, dan prosedur penelitian.

BAB IV HASIL DAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan hasil karakterisasi sampel dan pembahasan analisis dari

karakterisasi yang telah dilakukan.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil pembahasan serta saran untuk penelitian

selanjutnya.

Page 21: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hastelloy C-276

Kelelahan pada siklus rendah suhu tinggi telah diakui sebagai faktor yang

mempengaruhi ketahanan hidup dalam berbagai komponen rekayasa, terutama

dalam mesin turbin. Kerusakan akibat kelelahan, creep dan interaksi akan terjadi

pada suhu tinggi. Ketahanan superalloy untuk kelelahan merupakan persyaratan

penting untuk merancang dengan aman komponen suhu tinggi dan menemukan

potensi penggunaan paduan. Hastelloy adalah superalloy yang berbasis nikel padat

yang menggabungkan kekerasan, ketahanan oksidasi dan juga kekuatan suhu tinggi

yang baik. Hastelloy banyak digunakan dalam mesin turbin gas, aplikasi tungku

industri dan industri proses kimia. [1]

Hastelloy C-276 tergolong tinggi kekuatannya dengan paduan Ni – Mo - Cr

yang tahan karat. Ia memiliki struktur face-centered-cubic dengan parameter kisi a

= 3,620 Å dan kerapatan 8,89 g / cm3 pada suhu kamar. Superalloy ini telah banyak

digunakan dalam nuklir, kimia, dan industri kedirgantaraan untuk aplikasi suhu

tinggi. [2]

Mikrostruktur superalloy berbasis nikel terdiri dari: γ solusi padat, γ ′

senyawa intermetalik, karbida dan fase TCP (tetragonal close-packed kisi kristal).

Sebagai akibat dari perlakuan panas, fasa tersebut memiliki ketahanan degradasi

permukaan yang baik bahkan pada suhu yang sangat tinggi dan untuk waktu

pencahayaan yang sangat lama.

Page 22: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

7

Senyawa intermetalik γ ′ dibentuk dengan menambahkan unsur Al. Atom

Al didistribusikan pada sudut kubus. Susunan atom ini memiliki rumus kimia

Ni3Al. Fase γ′ mengambil volume yang tinggi dibandingkan dengan massanya dan

merupakan hasil dari ikatan kuat yang menarik antara berbagai atom dan karena itu

memiliki sifat mekanik dan fisik tertentu.

Senyawa intermetalik γ ′ memberikan kontribusi untuk memperkuat batas

butir anti-fase. Ini adalah fase utama yang diikuti dan sebagian besar bertanggung

jawab untuk kekuatan pada suhu tinggi. Superalloy berbasis nikel biasanya

merupakan 40–50% dari total berat mesin pesawat terbang dan paling banyak

digunakan di bagian-bagian mesin turbin di mana suhu yang tinggi dipertahankan

selama operasi.

2.2 Elemen Reaktif

Elemen Reaktif (Reacive Element, RE) pertama kali dipatenkan oleh Pfeil

tahun 1937. Elemen reaktif berperan sebagai penyestabil dan penambah daya lekat

dari lapisan oksida protektif yang telah terbentuk, sehingga material menjadi lebih

kuat walaupun terjadi thermal cycling. Dengan dilakukan penambahan elemen

reaktif akan lebih efektif bila jumlahnya berkisar antara 0,1% sampai0,2% berat

dan dapat terdistribusi secara merata pada ketebalan < 500 Å.

Apabila penambahan elemen reaktif lebih dari 1 % atau kurang dari 0,1%

dan ketebalannya >500 Å, maka lapisan proteksi yang terbentuk justru akan bersifat

sebaliknya yakni semakin mudah mengelupas. Berikut ini adalah karakteristik

Silikon dan Yttrium dimana merupakan contoh elemen reaktif:

Page 23: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

8

2.2.1 Silikon

Silikon adalah suatu unsur kimia yang memiliki lambang Si dan nomor

atom 14. Senyawa yang dibentuk bersifat paramagnetik. Silikon berbentuk padat

pada suhu ruangan, dengan titik lebur dan titik didih masing-masing 1.400 dan

2.800 derajat Celsius.

Silikon memiliki konduktivitas thermal yang tinggi (149 W·m−1·K−1),

sehingga bersifat mengalirkan panas dan tidak pernah dipakai untuk menginsulasi

benda panas. Seperti germanium, silikon agak kuat tetapi sangat rapuh dan mudah

mengelupas. Silikon mengkristal dalam struktur kristal kubus berlian, dengan jarak

kisi 0,5430710 nm (5.430710 Å) dengan jari-jari atom sebesar 111 pm atau sekitar

0,11 nm.

2.2.2 Yttrium (Y)

Yttrium merupakan logam transisi, sering disebut juga logam tanah jarang.

Unsur dengan simbol Y ini memiliki nomor atom 39, berat atom 88.9, jari-jari

kovalen 1.62 (Ǻ) [12]. Yttrium memiliki titik leleh 1526 oC dan titik didih 2931 oC.

Struktur kristal dari unsur ini adalah hexagonal close-packed (HCP) dengan jari-

jari atom 180 pm. Unsur ini akan membentuk oksida berupa Y2O3 dengan titik leleh

2425 oC.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sudjatmoko dari BATAN

Yogyakarta, penambahan elemen reaktif yttrium akan memperkecil proses difusi

aluminium ke arah luar, sehingga terjadi peningkatan ketahanan oksidasi yang

cukup signifikan pada suhu tinggi dan terhadap proses siklus termal.

Page 24: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

9

2.3 Mechanical Alloying

Mechanical alloying adalah salah satu teknik dari metode suatu pelapisan.

Para peneliti terdahulu melakukan mechanical alloying dengan tujuan mengetahui

pengaruh dari kompisisi pada serbuk pelapis dan heat treatment terhadap fasa-fasa

yang terbentuk, struktur mikro, kekerasan dan ketahanan oksidasi pada permukaan

lapisan. [3]

Mechanical alloying dapat juga digunakan untuk menghasilkan fasa

amorfus yang berbeda, senyawa intermetalik, solid solution, dan juga paduan pada

nanocrystaline [4]. Keuntungan dari mechanical alloying sendiri adalah lebih

efisien dalam produksi skala kecil dan juga hemat energi. Dalam beberapa

penelitian menunjukkan adanya permasalahan pada komposisi kimia, homogenity,

dan ukuran butir atom dikarenakan efek ball mill dapat menyebabkan deformasi

plastis dan efek welding yang berlebih pada serbuk [5]

2.4 Perlakuan panas (Heat Treatment)

Perlakuan panas (heat treatment) dapat menimbulkan perubahan ukuran dan

bentuk kristal. Perubahan ukuran dan bentuk Kristal ini disebabkan oleh

pertumbuhan dengan cara pengkristalan kembali. Pada saat terjadi proses

pendinginan, pembentukan kristal akan tetap terjadi. Oleh karena itu proses

perlakuan panas yang berlangsung lebih lama akan menyebabkan pertumbuhan

ukuran kristal menjadi lebih kecil dan lebih halus [6].

Page 25: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

10

Sifat logam terutama sifat mekanik sangat dipengaruhi oleh struktur mikro.

Adanya pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu maka struktur pada

logam akan berubah.

Perlakuan panas (Heat Treatment) adalah gabungan dari beberapa operasi

pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap

logam atau paduan dalam keadaan padat, sebagai upaya untuk memperoleh sifat-

sifat tertentu (meningkatkan sifat mekanik dan sifat fisik logam). Adapun tujuan

perlakuan panas antara lain: menghilangkan tegangan sisa, memperbesar atau

memperkecil ukuran butir, menghasilkan permukaan yang keras disekeliling inti

yang ulet.

Proses perlakuan panas (Heat Treatment) ini pada dasarnya terdiri dari

beberapa tahapan,yaitu :

- Memanaskan sampai temperatur tertentu.

- Diikuti dengan penahanan selama beberapa saat.

- Pendinginan dengan kecepatan tertentu.

Adapun proses perlakuan panas (heat treatment) adalah:

1. Heating (pemanasan)

Yaitu proses pemanasan logam sampai suhu (Temperatur) tertentu, bertujuan untuk

merubah susunan atom-atom logam yang mengalami perubahan bentuk.

2. Holding (penahanan)

Proses ini bertujuan untuk memeratakan panas dan memberikan kesepadanan pada

struktur logam.

3. Cooling (pendinginan)

Page 26: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

11

Pada proses pendinginan digunakan beberapa media pendingin antara lain: air,

minyak pelumas, udara.

2.5 Struktur Mikro

Sifat – sifat logam, terutama sifat mekanik dan sifat teknologi sangat

dipengaruhi oleh struktur logam disamping komposisi kimianya. Misalnya suatu

logam atau paduan (dengan komposisi kimia tertentu) akan mempunyai sifat

mekanik yang berubah – ubah, bila struktur mikronya dirubah. Struktur mikro dapat

diubah dengan melakukan proses perlakuan panas atau Heat Treatment pada logam

atau paduan, selain proses perlakuan panas, proses deformasi juga dapat mengubah

struktur mikro dari logam atau paduan.

Untuk mengetahui sifat dari suatu logam, kita dapat melihat struktur

mikronya. Setiap logam dengan jenis berbeda memiliki struktur mikro yang

berbeda. Dengan melalui diagram fasa, kita dapat meramalkan struktur mikronya

dan dapat mengetahui fasa yang akan diperoleh pada komposisi dan temperatur

tertentu. Dan dari struktur mikro kita dapat melihat :

a. Ukuran dan bentuk butir

b. Distribusi fasa yang terdapat dalam material khususnya logam

c. Pengotor yang terdapat dalam material

Dari struktur mikro kita juga dapat memprediksi sifat mekanik dari suatu

material sesuai dengan yang kita inginkan.

Page 27: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

12

2.6 Kristalografi

Kristalografi merupakan percobaan sains yang bertujuan untuk menentukan

susunan atom dalam zat padat. Kata "kristalografi" berasal dari bahasa

Yunani crystallon = tetesan dingin/beku dan graphein = menulis.

Kristalisasi adalah proses perubahan struktur material dari fasa amorf

menjadi kristal. Kristalisasi merupakan proses pembentukan kristal yang terjadi

pada saat pembekuan yaitu perubahan dari fasa cair ke fasa padat. Mekanisme

kristalisasi dapat terjadi melalui dua tahap, yaitu pengintian dan pertumbuhan

kristal. Kristalisasi dapat terjadi dengan pengerjaan dingin maupun pengerjaan

panas. Sebagai akibat dari pengerjaan dingin adalah sifat kekerasan, kekuatan tarik

dan tahanan listrik akan naik, sedangkan keuletan akan menurun.

Dalam keadaan cair, atom-atom tidak memiliki susunan yang teratur dan

mudah bergerak. Dengan berkurangnya suhu, maka energi atom semakin rendah,

sehingga atom sulit bergerak, selanjutnya atom mulai mengatur kedudukannya

yang relatif terhadap atom lain. Hal ini terjadi pada daerah relatif dingin yang

merupakan daerah awal terjadinya inti kristal. Proses pengintian selanjutnya adalah

terjadi pertumbuhan kristal yang berlangsung dari suhu rendah ke suhu yang lebih

tinggi. Energi termal yang terus meningkat dapat mengakibatkan pertumbuhan

kristal yang terus menerus hingga transformasi akhir, yaitu amorf menjadi Kristal.

Page 28: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

13

Gambar 2.1 Diagram Hipotektik

Berdasarkan Gambar 2.1, ada beberapa kemungkinan kristalisasi dari fasa amorf ke

fasa kristal, yaitu:

1. Kristalisasi Polimorfi, yaitu pembentukan kristal dari fasa amorf dengan

komposisi kimia yang sama dan nilai energi bebas yang minimum. Sebagaimana

ditunjukkan garis nomor 1 pada Gambar 2.1

2. Kristalisasi Primer, yaitu pembentukan kristal dari fasa amorf menjadi kristal

dengan sisa fasa amorf., sebagaimana ditunjukkan garis nomor 2 pada Gambar 2.1

3. Kristalisasi Eutektik, yaitu pembentukan kristal dari fasa amorf menjadi kristal

dengan komposisi berbeda, sebagaimana ditunjukkan garis nomor 3 pada Gambar

2.1

Pada Gambar 2.1 juga berlaku kristalisasi dari fasa kristal 1 ke fasa kristal

2, yang disebut dengan rekristalisasi. Untuk material polimorf akan terjadi

transformasi fasa dari bentuk/struktur kristal ke kristal lainnya.

Selain itu, sifat mekanik dari suatu material dapat terlihat dari kondisi

mikrostruktur, perlakuan dan juga komposisi materialnya. Ukuran kristal (D),

Gambar 2. 1 Diagram Hipotektik

Page 29: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

14

microstrain () dan kerapatan dislokasi () akan sangat berpengaruh terhadap

karakter sifat bahan terutama kekuatan, kekerasan dan ketangguhan.

2.6.1 Ukuran kristal (D)

Material dengan ukuran kristal yang halus atau kecil bersifat lebih keras dan

kuat dibandingkan material dengan ukuran kristal yang lebih kasar. Butir halus

memiliki area batas butir total yang lebih luas sehingga mampu menghalangi

pergerakan dislokasi. Nilai kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi tentunya akan

berpengaruh pada menurunnya keuletan dan ketangguhan material. [7]

Jika ukuran kristalit di dalam serbuk rata-rata nilainya kurang dari 2000 Å

maka akan terjadi penambahan pelebaran puncak difraksi sinar-X dan istilah

“ukuran partikel” dapat digunakan. Dari pengukuran pelebaran tersebut, rata-rata

nilai ukuran kristalit dapat diperoleh. Partikel yang memiliki ukuran lebih besar dari

2000 Å tidak ada penambahan pelebaran garis puncak difraksi. Hal itu disebabkan

oleh: - Radiasi yang tidak benar-benar absolut monokromatis

- Fokus geometri dari alat tidak tepat

Pada kasus sinar-X, terjadi difraksi diffuse jika ukuran kristalit hampir sama

dengan panjang gelombang sinar datang. Apabila ukuran kristalit semakin

berkurang, sinar akan terdifraksi menjadi lebih diffuse sampai akhirnya hilang.

Inilah yang merupakan peristiwa divergensi dari radiasi sinar-X yang merupakan

dasar pengukuran ukuran kristalit.

2.6.2 Difusi

Difusi merupakan peristiwa terjadinya tranfer materi melalui materi lain.

Transfer materi terjadi karena atom atau partikel selalu bergerak oleh agitasi

Page 30: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

15

thermal. Sementara itu, cacat kristal yang berupa kekosongan posisi pada atom,

memberikan peluang untuk menyusupnya atom asing. Atom asing berpeluang

menempati posisi interstisial, terutama jika ukuran atom asing lebih kecil dari

ukuran atom material induk. Posisi interstisial ini lebih memberikan kemudahan

bergerak bagi atom sendiri maupun atom asing. Ada beberapa jenis difusi,

diantaranya:

a. Difusi Volume.

Difusi volume (volume diffusion) adalah transfer materi yang akan

menembus volume materi lain. Umumnya, yang bermigrasi dalam difusi

volume pada lapisan akan menghadapi halangan yang lebih besar

dibandingkan dengan halangan yang dihadapi pada difusi volume dalam

bentuk cairan atau gas. Hal ini dapat diamati dari enthalpi aktivasi atau

energi aktivasi yang diperlukan untuk terjadinya difusi menembus volume-

lapisan dibandingkan dengan enthalpi aktivasi yang diperlukan untuk

terjadinya difusi menembus volume-cairan atau volume-gas.

Dalam struktur kristal, adanya kekosongan posisi atom

memungkinkan atom di sebelahnya akan bergerak mengisi kekosongan

tersebut sementara ia sendiri meninggalkan tempat semula yang ia isi

sehingga tempat itu menjadi kosong. Posisi kosong yang baru terbentuk

akan memberikan kemungkinan untuk diisi oleh atom di sebelahnya dan

demikian seterusnya. Mekanisme ini merupakan mekanisme yang paling

mungkin terjadinya difusi internal. Kemungkinan lain adalah

Page 31: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

16

adanya atom yang lepas dari kisi kristalnya dan menjadi atom

interstisial dan menjadi lebih mudah bergerak.

Jika ukuran atom yang berdifusi jauh lebih kecil dari ukuran atom

materi yang harus ditembus, difusi interstisial akan mudah berlangsung.

b. Difusi Bidang Batas.

Apabila di dalam lapisan hadir butiran-butiran yang berlainan fasa

dengan material induk, maka akan terbentuk bidang batas antara butiran

dengan material induk dan terjadilah gejala permukaan. Pada bidang batas

ini terdapat energi ekstra yang akan menyebabkan materi yang berdifusi

cenderung menyusur permukaan. Peristiwa ini dikenal dengan difusi bidang

batas (grain boundary diffusion).

c. Difusi Permukaan.

Difusi yang ke-tiga terjadi manakala ada retakan. Materi yang

berdifusi cenderung akan menyusur ke arah permukaan retakan.

Konsentrasi dipermukaan retakan lebih tinggi dari konsentrasi di volume.

Energi aktivasi yang diperlukan untuk terjadinya difusi permukaan lebih

rendah dibanding dengan energi aktivasi yang diperlukan untuk terjadinya

difusi bidang batas.

Suatu lapisan yang mengandung pengotor dapat melipatgandakan

jumlah kekosongan atom, hal ini yang akan mempermudah terjadinya

proses difusi. Selain migrasi kekosongan, migrasi interstisial dapat terjadi

apabila atom materi yang berdifusi berukuran cukup kecil dibandingkan

dengan ukuran atom material yang ditembusnya [29].

Page 32: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

17

2.6.3 Microstrain () dan kerapatan dislokasi ()

Logam terdiri dari kristal yang merupakan susunan dari atom yang

beraturan. Dalam kristal terdapat cacat kisi yang disebut dislokasi. Suatu kristal

logam tanpa dislokasi akan berkekuatan 10.000 kali kekuatan sesungguhnya.

Bidang regangan dari suatu dislokasi dapat mempengaruhi dislokasi sekitarnya.

Mekanisme penguatan suatu material dilakukan dengan cara memasukkan atom

impuritas pada larutan padat. Selanjutnya atom impuritas akan menghasilkan

regangan kisi pada atom tuan rumah (host). Regangan ini yang akan mengakibatkan

interaksi antara dislokasi dan atom impuritas, sehingga pergerakan dislokasi akan

dibatasi [8].

Ukuran kristal akan berperngaruh pada sifat mekanis bahan. Pada

pergerakan dislokasi akan terjadi pada lapisan batas (grain boundary). Lapisan

batas ini berperan sebagai penghalang (barrier) terhadap pergerakan dislokasi.

Atom Substitusi Atom Intertisi

Gambar 2. 2 Dislokasi Atom

Batas butir

Bidang slip

Gambar 2. 3 Lapisan Batas Atom

Page 33: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

18

Saat terjadi dislokasi, akan timbul peristiwa tabrakan pada lapisan batas.

Tabrakan ini akan menghasilkan konsentrasi tekanan pada bidang slip, sehingga

terjadi dislokasi baru pada butir sebelahnya. Bahan yang memiliki ukuran kristal

lebih kecil, akan membuat bahan menjadi lebih keras dan kuat dari kristal yang

kasar, karena memiliki luas lapisan batas total yang lebih besar untuk menghambat

pergerakan dislokasi [8].

Regangan yang semakin tinggi akan mempengaruhi jumlah inti atau

kecepatan pengintian. Dari regangan yang lebih tinggi tersebut akan didapatkan

lebih banyak inti per satuan volume untuk rekristalisasi sehingga ukuran butir akan

lebih kecil. Saat ukuran butir membesar maka jumlah batas butir akan menurun.

Batas butir merupakan tempat dimana dislokasi berhenti karena batas butir

memiliki energi yang tinggi untuk memindahkan dislokasi. Oleh karena itu, apabila

batas butir menurun, maka dislokasi akan semakin mudah bergerak. [10]

Regangan yang semakin sempit menyebabkan dislokasi semakin rapat.

Penguatan dengan cara penghalusan Kristal terjadi melalui struktur kristalnya.

Polikristal memiliki ukuran kristal yang orientasinya berbeda-beda satu dengan

yang lain. Pada saat deformasi terjadi, dislokasi akan bergerak pada bidang slip dan

berusaha mencapai permukaan luar. Dikarenakan orientasi ukuran setiap Kristal

berbeda, maka orientasi bidang slip juga akan berbeda. Maka akibatnya pergerakan

dislokasi akan semakin terhambat.

Gerakan dislokasi yang akan menyebrangi batas butir memerlukan tegangan

yang lebih besar sehingga batas butir akan menjadi penghalang gerakan dislokasi.

Kristal yang semakin halus cenderung semakin memperbanyak batas butir. Batas

Page 34: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

19

butir yang banyak tersebut akan mengakibatkan gerakan dislokasi semakin sulit

karena banyak rintangan. [11]

Dislokasi memiliki beberapa tipe yang selanjutnya akan mempengaruhi

ketahanan material, diantaranya:

-Dislokasi tepi

Gambar 2.4 Dislokasi tepi

Terjadi penyimpangan kisi lokal yang berada di sekitar akhir extra half-

plane (setengah bidang tambahan) dari atom. Garis dislokasi (dislocation line)

tepi searah dengan bidang dan atom di atas garis dislokasi mengalami tekanan

(kompresi), sedangkan yang berada di bawah mengalami tegangan.

-Dislokasi ulir

Gambar 2.5 Dislokasi ulir

extra half-plane

Gambar 2. 4 Dislokasi tepi

Gambar 2. 5 Dislokasi ulir

Page 35: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

20

Dislokasi ulir terbentuk dari adanya tegangan geser. Bagian atas dari kristal

bergeser satu atom ke kanan yang relatif terhadap bagian bawah [8].

2.7 Metode Penghalusan Rietveld

Analisis Rietveld adalah sebuah metode pencocokan tak-linier kurva pola

difraksi terhitung (model) dengan pola difraksi terukur yang didasarkan pada data

struktur kristal dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least-squares).

Penamaannya bisa bermacam-macam, misalnya Metode Rietveld, Analisis

Rietveld atau Penghalusan Rietveld. Penamaan ‘Rietveld’ tidak lain dinisbatkan

pada pembuat metode ini, seorang berkebangsaan Belanda, yang bernama Hugo

Rietveld.

Pada mulanya, metode ini digunakan untuk memecahkan struktur kristal

dengan data difraksi serbuk netron (Neutron Powder Diffraction Data). Dalam

perkembangannya, metode Rietveld dapat diaplikasikan pada data difraksi sinar-x.

Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa metode ini dapat digunakan

sebagai alat bantu karakterisasi material kristalin guna mengekstraksi berbagai

informasi kimiawi maupun struktur-mikro.

Di dalam analisis Rietveld pola difraksi terhitung (model) dicocokkan

dengan pola difraksi terukur. Pencocokan dilakukan dengan mengubah parameter-

parameter dalam model pola difraksi terhitung yang dinyatakan dalam ekspresi

intensitas difraksi.

Dengan selesainya simulasi pola difraksi terhitung, penghalusan Rietveld

(atau pencocokan pola difraksi Rietveld) dapat dimulai. Namun, hal pertama yang

Page 36: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

21

perlu dilakukan adalah pengecekan terhadap ‘kecocokan sepintas’ pola difraksi

terhitung dan pola difraksi terukur terutama posisi dan intensitas puncak. Bila

posisi-posisi puncak yang diamati bersesuaian posisinya pada jangkau kesalahan

yang tidak tajam (misalnya kurang dari 10%), maka hasil ini memberikan

keyakinan bahwa model yang disusun dapat digunakan untuk penghalusan

Rietveld. Jika pola intensitas sesuai, maka hal ini semakin memantapkan keyakinan

diatas.

Nilai-nilai parameter yang diumpankan pada model yang disusun dapat

dikelompokkan menjadi nilai yang tetap dan nilai yang dapat diubah (diperhalus,

refinable parameters) selama penghalusan. Jangkau sudut pengukuran dan selang

kenaikan sudut (pada histogram) termasuk nilai yang tetap (non-refinable

parameters).

Ada pula parameter-parameter yang tidak bisa diubah karena alasan-alasan

tertentu, misalnya zero (koreksi 2θ0) tidak bisa diubah karena koreksi ini

berhubungan dengan ketidaktepatan susunan optik yang tidak berubah selama

Peak

Terhitung Peak Terukur

Gambar 2. 6 Pola difraksi terhitung (merah) dicocokkan

dengan pola difraksi terukur (biru)

Page 37: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

22

pengukuran. Contoh lain adalah parameter U dan W, karena kedua nilai ini

dipandang sebagai parameter yang hanya dipengaruhi oleh instrumen. Panjang

gelombang yang digunakan juga tidak berubah selama pengukuran, sehingga

mestinya nilai ini tetap. Parameter-parameter kecocokan (figures-of-merits) yang

digunakan dalam melihat perkembangan penghalusan Rietveld, yaitu:

Strategi’ urutan penghalusan Rietveld adalah:

a. Posisi puncak. Ketidakcocokan posisi puncak terutama disebabkan oleh

pergeseran sampel dan parameter kisi, namun bisa jadi juga dipengaruhi

oleh asimetri puncak.

b. Tinggi puncak. Parameter utama yang perlu diperhalus adalah faktor skala.

Parameter lain yang berpengaruh pada tinggi puncak namun belum

diperhalus hingga tahap ini adalah asimetri dan preferred orientation.

c. Bentuk dan lebar puncak. Karakter ini dipengaruhi oleh parameter-

parameter (1) U-Gaussian, (2) parameter Lorentzian (size) dan (3) asimetri.

Secara umum, pencocokan (fitting) dengan metode Rietveld bisa

dinyatakan selesai dengan mengikuti dua kriteria utama: Plot selisih antara pola

terhitung dan pola terukur memiliki fluktuasi yang relatif kecil yang hanya dapat

diamati secara visual, tidak dapat dikuantifikasi. Nilai GoF kurang dari 1,5%. Jika

kriteria di atas telah terpenuhi, maka dapat dilakukan analisis Rietveld.

Analisis Rietveld dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung dari

luaran itu. Beberapa hasil analisis yang dapat langsung dibaca adalah parameter kisi

dan sample displacement. Sedangkan luaran penghalusan yang dimanfaatkan

Page 38: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

23

secara tidak langsung misalnya, faktor skala untuk perhitungan komposisi fasa dan

komponen pelebaran puncak untuk analisis mikrostruktur.

2.8 Persamaan Scherrer

Metode yang sering digunakan untuk menganalisa struktur kristal adalah

metode Scherrer. Ukuran kristal ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi

sinar X yang muncul. Metode ini sebenarnya memprediksi ukuran kristal dalam

material, bukan ukuran partikel. Jika satu partikel mengandung sejumlah kristallites

yang berukuran kecil maka informasi yang diberikan metode Schrerrer adalah

ukuran kristallin tersebut, bukan ukuran partikel.

Berdasarkan metode ini, makin kecil ukuran kristal maka makin lebar

puncak difraksi yang dihasilkan, seperti diilustrasikan pada gambar dibawah ini.

Ukuran kristal yang sangat kecil menghasilkan puncak difraksi yang sangat

lebar. Lebar puncak difraksi tersebut memberikan informasi tentang ukuran kristal.

Hubungan antara ukuran kristal dengan lebar puncak difraksi sinar X dapat

diproksimasi dengan persamaan Schrerrer [31]:

D = 0.9𝜆

𝐵 cos 𝜃 ……… (2.4)

Gambar 2. 7 Intensitas peak XRD

Page 39: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

24

dimana, λ adalah panjang gelombang sinar-x (1,5405 Å), β adalah FWHM (full

width at half maximum) dari puncak (hkl) dan θ adalah sudut difraksi. Parameter

kristal lainnya seperti microstrain dan kerapatan dislokasi ditentukan dari hasil

analisis XRD.

Microstrain (ε) dihitung menggunakan persamaan berikut [33]:

= 𝐵

4𝑡𝑎𝑛𝜃 ………..(2.5)

Sementara untuk kerapatan dislokasi (ρ) dapat dinyatakan dengan hubungan

[34]:

= √12

𝐷𝑑 ……….(2.6)

dimana d adalah d-spacing dari bidang Kristal yang berbeda (hkl).

Selain perhitungan scherrer, ada satu metode perhitungan untuk meghitung

mikrostruktur kristal yakni Williamson-Hall. Williamson dan Hall (1953)

mengusulkan sebuah metode baru untuk menganalisis puncak dari hasil XRD

hingga diperoleh ukuran kristal dan juga microstrain. Adanya pelebaran peak

sebagai fungsi dari sudut Bragg memiliki pengaruh ketergantungan terhadap kedua

pengukuran tersebut dengan mengacu pada persamaan [32]:

{𝑜𝑏𝑠 − 𝑖𝑛𝑠𝑡} =𝜆

{𝐷𝑣 𝑐𝑜𝑠𝜃}+ 4𝑠𝑡𝑟 {𝑡𝑎𝑛𝜃} … … … . (2.1)

{𝑜𝑏𝑠 − 𝑖𝑛𝑠𝑡}𝑐𝑜𝑠𝜃 =𝜆

𝐷𝑣+ 4𝑠𝑡𝑟 {𝑠𝑖𝑛𝜃} … … … … (2.2)

𝑜𝑏𝑠 merupakan nilai FWHM (Fullwidth-at Half-Maximum Intensity) sampel

sementara 𝑖𝑛𝑠𝑡 nilai FWHM akibat pengaruh faktor instrument alat XRD yang

digunakan yakni 0,097. Untuk membuat plot Williamson-Hall harus didapatkan

Page 40: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

25

kurva linearnya. {𝑜𝑏𝑠 − 𝑖𝑛𝑠𝑡}𝑐𝑜𝑠𝜃 pada sumbu y, kemudian 𝑠𝑖𝑛𝜃 sebagai

sumbu x.

Setelah didapatkan kurvanya, maka dapat dihitung ukuran kristal rata-rata

dari hasil perpotongan pada sumbu y, serta microstrain str dari gradient garisnya.

Stokes dan Williamson mendefinisikan rumus faktor microstrain sebagai berikut:

𝑠𝑡𝑟 =

4𝑡𝑎𝑛𝜃… … … . . (2.3)

Nilai ukuran kristal rata-rata yang didapat, belum sepenuhnya dapat

diterima karena adanya pengaruh pelebaran akibat 𝑖𝑛𝑠𝑡 dalam persentase kecil.

Namun dikarenakan perhitungan ukuran kristal dengan metode Williamson-Hall

sudah terpengaruh oleh adanya microstrain , maka hasil ukuran kristalnya tidak

murni. Sehingga digunakan perhitungan Scherrer yang ukuran kristalnya belum

terpengaruh oleh efek lainnya.

2.9 Kekerasan

Kekerasan adalah sifat fisik material yang merupakan ketahanan material

terhadap deformasi plastis, dalam hal ini pembebanan pada permukaan material,

pengujian kekerasan yang dilakukan dengan memberikan beban indentasi pada

permukaan material, dan jejak identasi yang ditinggalkan atau dihasilkan

menunjukkan tingkat atau nilai kekerasan material tersebut.

Makin dalam atau besar jejak tersebut berarti nilai kekerasan dari bahan

tersebut makin kecil dan sebaliknya makin kecil jejak yang dihasilkan atau

ditinggalkan oleh indentasi maka makin besar nilai kekerasan dari logam tersebut.

Page 41: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

26

Hal ini berhubungan dengan kemampuan material untuk menahan deformasi atau

perubahan bentuk yang ditimbulkan oleh beban identasi tersebut. Untuk

mengetahui harga / nilai kekerasan dari baja, dipakai beberapa metode pengujian

kekerasan, seperti:

1.Pengujian kekerasan dengan metode Brinell.

2.Pengujian kekerasan dengan metode Vickers.

3.Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell.

Page 42: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian “Analisis Struktur Mikro Kristal pada Serbuk dan Lapisan

NiCrAl dengan Elemen Reaktif Si dan Y Menggunakan Metode Scherrer”

dilakukan pada bulan Januari 2018 sampai Agustus 2018 yang bertempat di:

a. Laboratorium High Ressistance Material (HRM) di Pusat Penelitian Fisika

(P2F), Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kawasan

Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten Indonesia 154314

b. Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian

Pada penelitian ini digunakan alat dan bahan yang diperlukan sebagai bahan

alat pendukung penelitian, diantaranya sebagai berikut:

a. Seperangkat computer dengan OS Windows 7

b. Perangkat lunak HighScore Plus

c. Data mentah XRD hasil sampel yang berupa serbuk NiCrAl dengan elemen

reaktif (Si dan Y), telah melalui proses mechanical alloying selama 36 jam,

serta perlakuan sebelum oksidasi pada suhu 1100oC selama 4 jam dan

setelah oksidasi pada suhu 1000oC selama 100 jam pada sampel lapisan

NiCrAl dengan elemen reaktif (Si dan Y)

Page 43: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

28

3.3 Diagram Alir Penelitian

3.4 Prosedur Penelitian

Hasil XRD dari sampel yang berupa serbuk dan lapisan selanjutnya

dilakukan analisis pengolahan data XRD dengan metode perhitungan Scherrer yang

diolah menggunakan perangkat lunak HighScore Plus.

3.4.1 Metode Rietveld

Setelah sample ditembak dengan menggunakan XRD, di dapat fasa-fasa

yang dimiliki oleh masing-masing material yang telah diketahui oleh penelitian

Serbuk Komposisi (wt%):

Ni : Cr : Al : RE

Bal : 24 : 7 : 0.4

Lapisan NiCrAl,

NiCrAl+Si dan

NiCrAl+Y

Milling 36jam

Heat Treatment

1100oC 4 jam, Oksidasi

1000oC 100jam

Uji XRD

Perhitungan Scherrer Ukuran kristal (D),

microstrain () dan kerapatan dislokasi ()

Analisis

Kesimpulan

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian

Page 44: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

29

sebelumnya. Selanjutnya dari masing-masing sample dilakukan perhitungan untuk

mencari Ukuran kristal (D), microstrain () dan kerapatan dislokasi (). Sebelum

menggunakan persamaan Scherrer, sampel dilakukan pengolahan Rietveld terlebih

dahulu untuk mencocokkan peak dari masing-masing fasa.

1. Analysis> Search and Match > Execute Search and Match> dibagian

parameter pilih single phase> restriction> edit restriction> masukkan

unsur yang akan dicari pada bagian at least one of> search> ok

Karena metode mechanical alloying akan menghasilkan fasa berupa

unsur, maka pada pilihan edit restriction hanya memilih unsur-unsur

yang paling banyak ditemukan pada peak sampel. Diantaranya adalah

Ni, Cr dan Al. Untuk elemen reaktif tidak terlalu berpengaruh karena

memiliki komposisi yang sedikit, sehingga peaknya tidak terdeteksi dan

hanya memiliki puncak yang kecil.

2. Mengubah pola refinement ke dalam bentuk Automotic mode

- Gunakan menu drop-down di toolbar Rietveld

Gambar 3.2 Langkah Pertama Proses Rietveld

1

Gambar 3. 2 Langkah Pertama Proses Rietveld

Page 45: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

30

- Klik menu Analysis> Rietveld > Refinement Mode

Bentuk Automotic mode secara otomatis akan mengubah

parameter dengan menyesuaikan pada peak XRD sehingga tidak

perlu satu-satu untuk mengubah parameternya.

3. Selanjutnya hasil akhir refinement dapat dilihat di agreement indices.

Untuk memastikan kecocokan peaknya, bisa dilihat dari nilai GoF. Hasil

refinement yang baik apabila GoF bernilai kurang dari 1,5 dan juga nilai

wRp kurang dari 10.

3.4.2 Metode Scherrer

1. Hasil yang didapatkan dari proses rietveld, dihitung dengan

menggunakan rumus Scherrer

Gambar 3.3 Langkah Kedua Proses Rietveld

Gambar 3.4 Langkah Ketiga Proses Rietveld

2

Gambar 3. 3 Langkah Kedua Proses Rietveld

3

Gambar 3. 4 Langkah Ketiga Proses Rietveld

Page 46: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

31

Parameter yang harus dicari untuk mendapatkan nilai D, dan adalah:

Tabel 3.1 Perhitungan Scherrer

Nilai B (FWHM) didapat dari akar pengurangan B2obs-B

2standar. B standar

adalah B (FWHM Left), sehingga untuk mendapatkan nilai B sampel harus

dikurangkan dengan B hasil rietveld.

Perhitungan Scherrer

teta cos

teta

tan

teta

Bobs B^2

obs

B

standar

B^2

standar

B Crystallite Micro

Strain

Density

Gambar 3.5 Parameter Peak List Gambar 3. 5 Parameter Peak List

Page 47: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perhitungan Mikrostruktur Sampel Serbuk

Sampel serbuk yang telah dilakukan proses mechanical alloying selama 36

jam dan telah dikarakterisasi XRD, selanjutnya melakukan pencocokan peak

masing-masing fasa dengan metode Rietveld. Setelah didapatkan hasilnya,

dilakukan perhitungan ukuran kristal dengan persamaan Scherrer, menghitung

microstrain dan juga kerapatan dislokasinya.

4.1.1 Analisa Ukuran kristal

Sebelum melakukan perhitungan mikrostrukturnya, dilakukan proses

Rietveld. Pada gambar 4.1 menunjukkan hasil analisa XRD pada sampel serbuk

NiCrAl, NiCrAl+Si dan NiCrAl+Y dalam waktu milling 36 jam sebelum dilakukan

rietveld.

Gambar 4. 1 Peak Serbuk NiCrAl+RE (Si dan Y)

Sebelum Rietveld

Page 48: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

33

Proses rietveld merupakan pencocokan peak XRD dengan peak observasi.

Dari hasil rietveld yang dilakukan, dapat dilihat perubahan peak seiring lamanya

waktu milling. Pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa seiring lamanya waktu

milling, terjadi perbedaan peak pada masing-masing sampel.

Hasil rietveld juga memperlihatkan bagaimana perubahan FWHM, dimana

FWHM yang lebih besar menunjukkan ukuran kristal yang lebih kecil. Contohnya

seperti pada perubahan FWHM pada masing-masing sudut berdasarkan tabel

dibawah ini:

Perbedaan nilai FWHM tersebut menunjukkan adanya peak broadening atau

pelebaran kurva pada puncak difraksi. Perubahan FWHM yang semakin besar dan

Tabel 4.1 Perubahan FWHM

Pos. [°2Th.] FWHM Pos. [°2Th.] FWHM Pos. [°2Th.] FWHM

1 44.36 0.0063 44.40 0.0068 44.44 0.0064

2 44.47 0.0064 44.52 0.0068 44.55 0.0064

3 51.72 0.0061 51.76 0.0063 51.79 0.0059

4 51.86 0.0063 51.90 0.0063 51.93 0.0060

5 76.28 0.0122 76.33 0.0119 76.34 0.0121

6 76.51 0.0121 76.55 0.0119 76.56 0.0121

NiCrAl NiCrAl+Si NiCrAl+YNo.

Ni

Ni Ni Ni

Ni Ni

Ni

Ni Ni

Gambar 4. 2 Peak Fasa Serbuk

Page 49: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

34

penurunan intensitas mengindikasikan semakin kecil ukuran kristal serbuk akibat

proses Mechanical Alloying. Efek ini menunjukkan bahwa penyebab bola milling

akan memberikan penurunan ukuran kristal pada fase yang diuji dan mengarah ke

menghomogenkan campuran yang digiling [24].

Selain itu, dari hasil refinement yang dilakukan, diperoleh data Goodness of

Fit (GoF) yang menandakan ketercapaian penghalusan pada masing-masing

sampel. Hasil refinement menandakan kecocokan apabila nilai GoF kurang dari 4%.

Adapun untuk keseluruhan sampel serbuk, nilai GoF nya tidak melebih 1,5% yang

menyatakan bahwa proses refinement menunjukkan kecocokan yang baik [18].

Setelah melakukan proses rietveld di dapatkan nilai Theta, d-spacing dan juga

FWHM nya. Selanjutnya dilakukan perhitungan ukuran kristal (D) menggunakan

persamaan Scherrer. Prinsip dasar untuk menentukan ukuran kristal dengan metode

difraksi sinar-x adalah adanya pelebaran peak. Menurut Scherrer, pelebaran peak

diakibatkan oleh ukuran kristal. Ukuran kristal yang berubah saat proses

mechanical alloying dapat diperkirakan akibat perubahan FWHM.

Dengan menggunakan rumus sesuai persamaan 2.4 FWHM (B) yang didapat

merupakan hasil dari proses rietveld sebelumnya. Maka hasil perhitungan ukuran

kristal seperti pada gambar 4.3 dibawah ini:

20.1620.46

21.24

19.5

20

20.5

21

21.5

NiCrAl NiCrAl+Si NiCrAl+Y

D (

nm

)

Ukuran Kristal (D) 36 jam

Gambar 4. 3 Grafik Ukuran kristal (D) serbuk

Page 50: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

35

Berdasarkan perhitungan ukuran kristal (D), dapat diamati bahwa nilai

ukuran kristal terkecil adalah NiCrAl. Pengamatan perubahan ukuran kristal dapat

dilihat dari perubahan FWHM nya yang semakin melebar. Sudut yang memiliki

peak lebar mengindikasikan ukuran kristal yang kecil. Hal itu terjadi karena

penghalusan Kristal dan regangan tersimpan di dalam paduan partikel. Umumnya,

jumlah cacat yang lebih besar diperkenalkan ke sampel yang digiling ketika

dikenakan dampak energi yang tinggi, sehingga menyebabkan pelebaran puncak

dan pengurangan ukuran kristal seiring waktu penggilingan yang meningkat [29].

4.1.2 Analisa Ukuran Microstrain () dan Kerapatan Dislokasi ()

Pada perlakuan milling, regangan (microstrain) terjadi akibat adanya

deformasi mikroskopik pada bahan akibat tumbukan oleh bola-bola milling. Serbuk

kristalit akan terperangkap diantara bola-bola yang sedang bertumbukan.

Akibatnya, kristalit akan mengalami deformasi mikroskopik dan proses fracture

[17]. Adapun perubahan microstrain () dan Kerapatan Dislokasi () dapat diamati

sesuai grafik dibawah ini:

Gambar 4. 4 Grafik Ukuran Microstrain () dan kerapatan dislokasi () serbuk

Page 51: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

36

Nilai microstrain dan kerapatan dislokasi terendah saat milling 36 jam

dimiliki oleh NiCrAl+Y. Hal itu bisa disebabkan oleh batas butir yang semakin

sedikit akibat ukuran kristal yang besar. Batas butir merupakan tempat dimana

dislokasi akan berhenti karena batas butir memiliki energi tertinggi untuk

memindahkan dislokasi [10]. NiCrAl memiliki nilai yang tertinggi karena semakin

halus ukuran kristal menyebabkan microstrain dan kerapatan dislokasinya semakin

rapat. Serbuk yang memiliki ukuran kristal lebih besar akibat dilakukan milling

maka jarak antar masing-masing kristalnya tidak rapat dan memungkinkan

timbulnya kekosongan atom. Regangan yang semakin tinggi dapat mempengaruhi

jumlah inti atau kecepatan pada proses pengintian. Dari regangan yang lebih tinggi

akan diperoleh lebih banyak inti per satuan volume untuk proses rekristalisasi

sehingga ukuran kristalnya lebih kecil [10].

Microstrain yang semakin tinggi dapat menyebabkan kerapatan dislokasi

yang semakin besar, karena dengan regangan yang semakin besar akan berpengaruh

terhadap batas butir yang lebih sedikit [10]. Deformasi plastik dari serbuk selama

proses penggilingan menyebabkan peningkatan cacat kristal seperti dislokasi titik.

Cacat mengarah untuk meningkatkan microstrain dan energi internal dalam

material sehingga serbuk menjadi tidak stabil [50]. Berdasarkan teori dislokasi,

microstrain berbanding lurus dengan kerapatan dislokasi. Oleh karena itu,

peningkatan microstrain dengan meningkatnya waktu penggilingan dapat dikaitkan

dengan suatu peningkatan kerapatan dislokasi [28].

Page 52: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

37

4.2 Hasil Perhitungan Mikrostruktur Sampel Lapisan NiCrAl, NiCrAl+Si

dan NiCrAl+Y

Sebelum melakukan proses rietveld, pada gambar 4.5 menunjukkan hasil

peak pada sampel lapisan NiCrAl, NiCrAl+Si dan NiCrAl+Y sebelum dan setelah

oksidasi.

4.2.1 Analisa Ukuran kristal

Fasa yang dominan dihasilkan selama proses sebelum dan setelah oksidasi

adalah ɤ (Ni) dan ɤ’ (Ni3Al) sebagaimana yang telah diidentifikasi oleh penelitian

sebelumnya. Namun setelah oksidasi muncul NiCr2O4 yang terbentuk karena pada

awal proses oksidasi, oksigen cepat bereaksi dengan Al, Cr, dan Ni pada permukaan

pelapis untuk membentuk lapisan oksida eksternal yang terdiri dari campuran

alumina, kromia, dan NiO [20].

Sebelum

Setelah

NiC

rAl

NiC

rAl+

Si

NiC

rAl+

Y

Gambar 4. 5 Peak Lapisan NiCrAl+RE (Si dan Y)

Page 53: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

38

Selain mengetahui struktur Kristal, dari hasil karakterisasi XRD juga

diketahui nilai FWHM nya. Setelah oksidasi, NiCrAl+Y yang memiliki FWHM

yang meningkat. Perluasan FWHM yang terjadi disebabkan oleh dislokasi yang

dianggap sebagai alasan utama yang menyebabkan perluasan puncak XRD.

Bahkan selain dislokasi, kemungkinan juga disebabkan oleh jenis cacat lainnya

seperti kesalahan deformasi [46] dan kesalahan susunan [47] mungkin juga

berkontribusi pada perluasan puncak XRD. Dari hasil rietveld, GoF yang

didapatkan juga tidak lebih dari 1,5 %, sehingga menandakan bahwa hasil

refinement memiliki tingkat akurasi yang tinggi.

Setelah melakukan pencocokan peak dengan proses rietveld refinement,

selanjutnya dilakukan perhitungan menggunakan rumus Scherrer untuk mengetahui

Gambar 4. 6 Peak Fasa Lapisan

Page 54: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

39

ukuran kristalnya (D). Proses perlakuan panas menimbulkan perubahan pada

ukuran kristal. Proses uji sebelum oksidasi dilakukan pada suhu 1100oC selama 4

jam, sementara setelah oksidasi dilakukan pada suhu 1000oC selama 100 jam.

Perubahan ukuran kristal dapat diamati pada gambar 4.7 dibawah ini:

Nilai ukuran kristal terkecil setelah oksidasi memiliki urutan dari yang

terkecil NiCrAl+Y, NiCrAl dan NiCrAl+Si. Perbedaan ini bisa disebabkan dari

pengaruh lamanya waktu perlakuan panas. Penambahan elemen reaktif Yttrium

juga menyebabkan kristal mengecil, karena penambahan elemen reaktif Yttrium

akan memperkecil proses difusi aluminium ke arah luar, sehingga terjadi

pertumbuhan kerak alumina yang disebabkan oleh difusi oksigen ke dalam paduan

sepanjang batas butir. Pertumbuhan tersebut akan membuat daya lekat kerak

alumina menjadi lebih baik dan laju pertumbuhannya berkurang [14].

Seiring bertambahnya waktu oksidasi, lapisan oksida akan terus tumbuh dan

presipitat-presipitat pada matriks akan bergerak mendekati permukaan dan

26.4130.9

27.33

47.2742.3

24.95

0

10

20

30

40

50

Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah

NiCrAl NiCrAl+Si NiCrAl+Y

D (

nm

)

Ukuran kristal (D)

Gambar 4. 7 Grafik Ukuran Kristal Sebelum dan Setelah

Oksidasi

Page 55: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

40

selanjutnya bergabung dengan lapisan oksida dimana tekanan parsial oksigennya

cukup tinggi. Hal itu yang menyebabkan unsur Y berdifusi lebih lanjut menuju

permukaan lapisan oksida menuju lapisan teratas oksida [30]. Selain itu, ukuran

kristal yang semakin kecil setelah oksidasi menunjukkan bahwa ada pemutusan

dalam ukuran kristal dan menyebabkannya menurun [26,27].

Dari hasil perhitungan dapat dilihat, bahwa ukuran kristal NiCrAl setelah

oksidasi tidak jauh berbeda dengan ukuran sebelum mendapat perlakuan panas. Hal

ini belum diketahui penyebabnya secara pasti, namun kemungkinan disebabkan

oleh suhu yang diterapkan lebih tinggi dari titik leleh aluminium [19]. NiCrAl+Si

memiliki ukuran kristal tertinggi, karena dari hasil perhitungan dengan rumus

Scherrer, D (ukuran kristal) sampel pada sudut sekitar 50o dan 74o mengalami

kenaikan ukuran kristal yang tinggi. Sebagaimana dilampirkan pada tabel 4.3

dibawah ini:

Kenaikan Kristal ini dipengaruhi oleh fasa yang terkandung dalam tiap

peaknya. Dari hasil analisis rietveld, sudut tersebut memiliki fasa Ni-ɤ yang

memiliki pelebaran peak yang rendah. Seperti ditunjukkan pada gambar 4.8

dibawah ini.

2 Theta FWHM (B) Ukuran kristal (D)

50.75o 0.0012 rad 118.76 nm 50.88 o 0.0013 rad 112.54 nm

74.49o 0.0015 rad 110.06 nm 74.71o 0.0013 rad 125.80 nm

Tabel 4.2 Perubahan D NiCrAl+Si

Tabel 4.2 Perubahan D NiCrAl+Si

Tabel 4.2 Perubahan D NiCrAl+Si

Tabel 4.2 Perubahan D NiCrAl+Si

Gambar 4. 8 Fasa Ni-ɤ NiCrAl+Si

Page 56: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

41

Sebelum oksidasi, NiCrAl memiliki FWHM yang terbesar dibanding

sampel lainnya. Semakin besarnya FWHM menandakan bahwa ukuran kristalnya

kecil. Begitu pun dengan sampel yang memiliki FWHM kecil, hal ini

mengindikasikan adanya perbesaran ukuran kristal. Hubungan antara perubahan

FWHM dengan ukuran kristal berdasarkan perhitungan memiliki korelasi yang

sesuai.

Peningkatan suhu menyebabkan energi vibrasi termal menjadi lebih besar

yang kemudian akan mempercepat bergeraknya difusi atom untuk melintasi batas

butir dari butir yang kecil menuju butir yang lebih besar. Ukuran kristal yang kecil

akan menghilang dan selanjutnya menyatu dengan kristal yang lebih besar,

sehingga ukuran kristal yang terbentuk menjadi lebih besar [15]. Selain itu,

pemanasan suhu tinggi mengakibatkan pertumbuhan kristal. Hal tersebut

disebabkan karena kenaikan suhu akan mengakibatkan getaran termal yang

mempengaruhi kecepatan difusi atom untuk melintasi batas butir dan menempati

posisi yang lebih stabil [22]. Selain itu semakin lama waktu pemanasan maka atom-

atom akan memiliki kesempatan lebih lama untuk menata dirinya relatif terhadap

atom lain membentuk inti Kristal [31].

Pengaruh ukuran kristal yang bertambah disebabkan karena batas butir akan

memperlambat pergerakan dislokasi karena terjadinya perubahan orientasi. Apabila

terjadi pergeseran dislokasi maka akan terjadi peristiwa saling menolak. Semakin

jauh sumber dislokasi dari batas butir maka semakin banyak dislokasi yang akan

semakin bergeser. Dengan demikian besar Kristal yang semakin halus akan

meningkatkan kekerasan material.

Page 57: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

42

4.3.2 Analisa Ukuran Microstrain () dan Kerapatan Dislokasi ()

Perlakuan sebelum dan setelah oksidasi membuat ukuran microstrain dan

kerapatan dislokasi mengalami perubahan. Berikut grafik perubahannya:

Ukuran microstrain cenderung semakin tinggi pada saat setelah oksidasi.

Regangan yang semakin tinggi akan berpengaruh pada kerapatan dislokasinya.

Kerapatan dislokasi yang semakin besar akan menyebabkan dislokasi itu sendiri

semakin sukar bergerak sehingga bahan menjadi semakin kuat atau keras [13].

Dalam paduan suhu tinggi tanpa penambahan elemen reaktif, lapisan Al2O3

akan tumbuh karena terjadinya difusi oksigen ke arah dalam dan difusi aluminium

ke arah luar paduan melewati batas-batas butir, sehingga memungkinkan terjadinya

kekosongan atom [27]. Kekosongan atom yang terjadi akan menyebabkan

kekerasannya menurun.

Pertumbuhan kristal terjadi melalui proses migrasi batas butir. Pada

kenyataannya, tidak semua kristal dapat tumbuh menjadi ukuran yang lebih besar.

Ada suatu mekanisme penggusuran kristal yang kecil oleh kristal yang lebih besar.

Sebelum

Setelah

Sebelum

Setelah

Gambar 4. 9 Grafik Microstrain dan Kerapatan Dislokasi

Sampel Lapisan

Page 58: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

43

Pergeseran batas butir pada dasarnya merupakan difusi atom dari kristal yang satu

ke kristal yang lain. Atom-atom yang berada dekat dengan batas butir akan berdifusi

ke arah seberang batas butir dan mengikuti arah Kristal di sebelahnya, sehingga

kristal akan semakin membesar [16]. Pada sampel NiCrAl+Y, didapatkan hasil

bahwa ukuran microstrain menjadi semakin tinggi sesudah oksidasi, sementara

nilai ukuran kristalnya menjadi kecil. Hal ini dijelaskan karena sejumlah faktor

yang mungkin seperti efek relaksasi pada butiran permukaan atau pembentukan

cacat titik [23].

Setelah melakukan pengamatan pada ukuran mikrostrukturnya, tentu akan

berdampak pada mechanical properties. Maka dilakukan uji Vickers untuk

membuktikan pengaruh ukuran mikrostruktur yang telah dihitung terhadap nilai

kekerasannya. Berikut adalah gambar hasil uji vicker.

NiCrAl 346.1

HV

NiCrAl+Si 288.3 HV

NiCrAl+Y 233,8 HV

Gambar 4. 10 Gambar Uji Vicker Sebelum Oksidasi

Page 59: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

44

Sebelum oksidasi, kekerasan terendah adalah NiCrAl+Y dan yang tertinggi

NiCrAl. Pada NiCrAl sebelum oksidasi nilai microstrain lebih besar dibanding

NiCrAl+Si dan NiCrAl+Y yang menyebabkan ketidakteraturan kisi sehingga

terjadi peningkatan sifat mekanik.

Nilai kekerasan yang didapat setelah oksidasi menunjukkan bahwa

NiCrAl+Y memiliki kekerasan tertinggi. Sementara NiCrAl+Si yang terendah.

Kekerasan tertinggi didapatkan dari nilai ukuran kristal terkecil, microstrain dan

kerapatan dislokasi yang tinggi setelah oksidasi. Selain itu, tidak ditemukannya fasa

alumina pada NiCrAl setelah oksidasi menyebabkan pengurangan nilai kekerasan

[21].

Adanya penurunan kekerasan mungkin disebabkan oleh pengaruh heat

treatment yang diberikan. Menurunnya kekerasan seiring lamanya waktu oksidasi

NiCrAl 275.4 HV

NiCrAl 275.4 HV

NiCrAl 275.4 HV

NiCrAl 275.4 HV

NiCrAl+Si 267.3 HV

NiCrAl+Si 267.3 HV

NiCrAl+Si 267.3 HV

NiCrAl+Si 267.3 HV

NiCrAl+Y 338.2 HV

NiCrAl+Y 338.2 HV

NiCrAl+Y 338.2 HV

NiCrAl+Y 338.2 HV

Gambar 4. 11 Uji Vicker Setelah Oksidasi

Page 60: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

45

akan menyebabkan terjadinya penggabungan presipitat, sehingga ukuran presipitat

menjadi lebih besar dan mengakibatkan kekerasan menjadi menurun [25].

Disamping itu juga terlihat adanya perubahan besar Kristal antara sebelum dan

setelah perlakuan panas. Ukuran kristal setelah perlakuan panas terlihat lebih besar

dibanding sebelumnya sehingga dampaknya akan menurunkan kekerasan kecuali

pada NiCrAl+Y. Ukuran kristal yang semakin kecil menyebabkan batas butir

semakin meningkat sehingga pergerakan dislokasinya akan semakin sulit.

Dengan pertambahan waktu oksidasi, elemen reaktif Yttrium akan berdifusi

lebih lanjut menuju permukaan lapisan oksida melalui batas butir oksida [53, 54].

Dengan kata lain, endapan yang kaya dengan unsur yitrium (Y), cenderung

terbentuk pada permukaan lapisan oksida. Hal ini terjadi karena proses pemanasan

selama oksidasi berlangsung lama, sehingga unsur-unsur tersebut akan bergerak

terus melalui batas butir oksida dan menuju lapisan teratas oksida [53].

Selain itu untuk mengetahui mechanical properties dari suatu material tidak

hanya dilihat dari ukuran kristalnya. Sebagaimana yang diketahui, apabila

kerapatan dislokasinya besar kekuatan mekaniknya akan semakin baik, contohnya

pada nilai kekerasannya. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh temperatur dan juga

lamanya waktu oksidasi, yang menyebabkan munculnya fasa-fasa baru. Selain itu,

dengan terbentuknya oksida protektif dalam hal ini alumina, berfungsi untuk

menghambat difusi oksigen sehingga menyebabkan kekerasan semakin baik [21].

Pengamatan melalui SEM yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya

[35] dapat membuktikan ketebalan dari masing-masing sampel yang selanjutnya

Page 61: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

46

akan berpengaruh pada nilai kekerasan yang dihasilkan. Gambar 4.10 merupakan

hasil karakterisasi SEM saat sebelum dan sesudah oksidasi.

Dari gambar 4.12 dapat diamati bahwa pada bagian substrat terlihat batas

butir masing-masing sampel. Sebelum oksidasi NiCrAl memiliki batas butir yang

lebih rapat karena memiliki ukuran Kristal yang lebih kecil dibanding kedua sampel

lainnya. Sementara setelah oksidasi, NiCrAl+Y butiran sudah menyatu karena

terjadi proses difusi antara butiran [8].

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Substrat

Sete

lah

Sete

lah

Sete

lah

Seb

elu

m

NiCrAl

NiCrAl+Si

NiCrAl+Y

Gambar 4. 12 Hasil Uji SEM Sebelum dan Setelah Oksidasi

Page 62: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

47

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan dalam penelitian maka dapat

ditarik kesimpulan:

1. Dari hasil menggunakan metode Scherrer diperoleh pada sampel serbuk dan

lapisan sebelum oksidasi, urutan Kristal dari yang terkecil adalah NiCrAl,

NiCrAl+Si dan NiCrAl+Y. Nilai microstrain dan kerapatan dislokasinya

dari yang terkecil NiCrAl+Y, NiCrAl+Si dan NiCrAl+Al. Sementara

setelah oksidasi urutan Kristal dari yang terkecil adalah NiCrAl+Y, NiCrAl

dan NiCrAl+Si. Nilai microstrain dan kerapatan dislokasinya dari yang

terkecil NiCrAl+Si, NiCrAl+Al dan NiCrAl+Y

2. Dari hasil pengukuran mikrostruktur terhadap nilai kekerasan, ukuran

kristal yang semakin kecil serta microstrain dan kerapatan dislokasi yang

semakin besar menimbulkan kekerasan yang lebih besar. Sampel lapisan

sebelum oksidasi, kekerasan tertinggi adalah NiCrAl sementara sesudah

oksidasi dimiliki oleh NiCrAl+Y

5.2 Saran

Berdasarkan pengalaman penelitian yang dilakukan, maka ada beberapa

saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Dilakukan perhitungan dengan metode Williamson-Hall

2. Menghitung nilai difusivitas sampel selama proses perlakuan panas

Page 63: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

48

DAFTAR REFERENSI

[1] Pratapa, S. O'Connor, B. and Hunter, B, “Comparative Studies of Single-line

and Rietveld Methods for Strain-size Evaluation Procedures using MgO

Ceramics”, Journal of Applied Crystallography, 35(2), 155-162, 2002.

[2] Y.L. Lu, P.K. Liaw, L.J. Chen, G.Y. Wang, M.L. Benson, S.A. Thompson, J.W.

Blust, P.F. Browning, A.K. Bhattacharya, J.M. Aurrecoechea and D.L.

Klarstrom, “Tensile-Hold Effects On High-Temperature Fatigue-Crack Growth

In Nickel-Based Hastelloy”, Materials Science and Engineering A 433 (2006)

114–120, 2006.

[3] C. Suryanarayana, “Mechanical alloying and milling”, Departement Of

Metallurgical And Materials Engineering, Colorado School Of Mines, Golden,

CO 80401-1887,USA Progress In Materials Science 46, 1-184, 2001.

[4] Mohammad Badrus Soleh dan Hariyati Purwaningsih, “Pengaruh Milling Time

Terhadap Pembentukan Intermetalik”, Jurnal Teknik Pomits Vol. 2, No. 1,

2013.

[5] A. Tjahjono, Fisika Logam dan Alloy. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013.

[6] Eka Febriyantia,B, Dedi Priadi dan Rini Riastuti, “Pengaruh Thermomechanical

Controlled Processed (Tmcp) Terhadap Penghalusan Butir Dan Sifat Mekanik

Paduan Cu-Zn 70/30”, Majalah Metalurgi 3: 141-148, 2015.

[7] Ratih Langenati dan Futichah, “Regangan Mikro Dan Pengaruhnya Terhadap

Morfologi Mikrostruktur Hasil Oksidasi Gagalan Pelet Sinter Uo2”, Lipi, 2007.

[8] S. Hadiati, A.H. Ramelan, V.I Variani, M. Hikam, B. Soegijono, D.F. Saputri

dan Y. Iriani, “Kajian Variasi Temperatur Annealing dan holding time pada

Penumbuhan Lapisan Tipis BaZr0,15Ti0,85O3 dengan Metode Sol-Gel”, Jurnal

Fisika Dan Aplikasinya, Volume 10 (1), 2014.

[9]M.Husna Al Hasa, “Karakterisasi Sifat Mekanik Dan Mikrostruktur

Paduan Intermetalik AlFeNi Sebagai Bahan Kelongsong Bahan Bakar”, J. Tek.

Bhn.Nukl. Vol. 3, 2007.

[10] Wong Yick Jeng, Jumiah Hassan, Mansor Hashim, Wong Swee Yin and Leow

Chun Yan, ”Effect Of Milling Time On Microstructure, Crystallite Size And

Dielectric Properties Of Srtio3 Ceramic Synthesized Via Mechanical Alloying

Method” Advanced Materials Research, Vol 364, Pp 388-392, 2012.

Page 64: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

49

[11] Resetiana Dwi Desiati, Eni Sugiarti dan Safitry Ramandhany, “Analisa

Ukuran Partikel Serbuk Komposit NiCrAl dengan Penambahan Reaktif

Elemen Untuk Aplikasi Lapisan Tahan Panas”, Jurnal Metalurgi, 2017.

[12] Wikipedia. (2018, Mei 25). Silikon. Retrieved September 22, 2016, from

https://id.wikipedia.org

[13] Etty Marti Wigayati dan Raden Ibrahim Purawiardi, “Analisis Pengaruh

Mechanical Milling Menggunakan Planetary Ball Milling Terhadap Struktur

Kristal Dan Struktur Mikro Senyawa Libob“, Jurnal Sains Materi Indonesia,

Vol. 16, No. 3, April 2015.

[14] Sudjatmoko, “Pengaruh Penambahan Suatu Elemen Reaktif Pada

Pertumbuhan Kerak Alumina Dalam Material Paduan Suhu Tinggi“, J. Iptek

Nuklir Ganendra, Vol. 12, 2009.

[15] L. H. V. Vlack, Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material. Jakarta:

Erlangga, 2004.

[16] Anis Yuniati , Kusminarto , Sudjatmoko, “Pengaruh Implantasi Ion Yttrium

(Y) Terhadap Sifat Ketahanan Oksidasi Suhu Tinggi Material FeAl Dan

Karakterisasinya”, Volume 10, Oktober 2008.

[17] Ajeng Fitria Satriani dan Athanasius Priharyoto Bayuseno, “Pengaruh

Penambahan Unsur Silikon (Si) Pada Shaft Propeller Berbahan Dasar Al-Mg-

Si” Jurnal Teknik Mesin S-1, Vol. 4, No. 2, Tahun 2016.

[18] R. Rahmatun Nisa, “Pengaruh Penambahan Konsentrasi Y2O3 dan Ball To

Powder Ratio (BPR) terhadap Karakterisasi Parameter Kisi pada Baja ODS

tipe Fe20Cr5AlTiY”, Cilegon, 2016.

[19]Khoirun Nisa, Didik Aryanto, Toto Sudiro, Perdamean Sebayang dan

Mahardika P. Aji, “Karakterisasi Struktur Coating Fe-25al Yang Difabrikasi

Dengan Metode Paduan Mekanik” , Jurnal Metalurgi, 2016.

[20] F. Cao, B. Tryon, C. Torbet, and T. Pollock, “Microstructural evolition and

failure characteristics of a NiCoCrAlY bond coat in „hot spot‟ cyclic

oxidation,” Acta Mater., vol. 57, pp. 3885–3894, 2009.

[21] M. Rodriguez, F. Plazaola, J. S. Garitaonandia, J. A. Jimenez, and E.

Apiñaniz, “Influence of volume and Fe local environment on magnetic

properties on Fe rich FeAl alloys,” Intermetallics, vol. 24, pp. 38-49, May

2012.

[22] Widayanti Rahayu, “Analisis Ukuran Butir Kristal Pada Pembentukan dan

Karakterisasi Material Nanokristal Berbasis Zirkonium”, Surabaya: 2005.

Page 65: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

50

[23] M. Krifa, M. Mhadhbi, L. Escoda, J. Saurina, J.J. Suñol, N. Llorca-Isern, C.

Artieda-Guzmán, and M. Khitouni, “Phase transformations during mechanical

alloying of Fe–30% Al–20% Cu,” Powder Technology, vol. 246, pp. 117-124,

Sept 2013.

[24] Yuni Zahara, Ratna Wulan, Ramli, Ahmad Fauzi, “Pengaruh Waktu Milling

Terhadap Ukuran Butir Quartz Dari Nagari Saruaso Kabupaten Tanah Datar”,

Pillar Of Physics, Vol. 8. Oktober, 113-120, 2016.

[25] R. Nowosielski, R. Babilas, G. Dercz, L. Paj¹k and J. Wrona, “Structure And

Properties Of Barium Ferrite Powders Prepared By Milling And Annealing”,

Archives of Materials Science and Engineering, Volume 28, 2007.

[26] W. Qin, J.A. Szpunar, Philos. Mag. Lett. 85, (649–654), 2005.

[27] M.A. Peck, M.A. Langell, Chem. Mater. 24, (4483–4490), (2012).

[28] Afandi NF, Manap A, Misran H, Othman SZ and Pauzi NIM 201,

“Characterizations Of Nialal2o3 Produced Using Gel Combustion Synthesis

Method” Advanced mechanics and materials 761 457-461, 2017.

[29] M. Suśniak, P. Pałka and J. Karwan-Baczewska, “Influence Of Milling Time

On The Crystallite Size Of Alsi5cu2/Sic Composite Powder”, Arch. Metall.

Mater., Vol. 61, 2016.

[30] Panjaitan Elman, “Identifikasi Unsur Reaktif Paduan Super Ma 6000 Akibat

Oksidasi Temperatur Tinggi”, J. Tek. Bhn. Nukl. Vol.4, 2008.

[31] J. I. Langford and A. J. C. Wilson, “Seherrer after Sixty Years: A Survey and

Some New Results Jin the Determination of Crystallite Size”, Appl. Cryst. 11,

(102-113), 1978.

[32] Arun Augustin, K. Rajendra Udupa and UdayaBhat K, “Crystallite Size

Measurement and Microstrain Analysis of Electrodeposited Copper Thin Film

using Williamson-Hall Method”, Published by the American Institute of

Physics, 1728 (020492), 2016.

[33] A. Eshaghi and M. Hajkarimi. “Optical And Electrical Properties Of

Aluminum Zinc Oxide (AZO) Nanostructured Thin Film Deposited On

Polycarbonate Substrate.” Optik, vol. 125, pp. 5746-5749, 2014.

[34] C. Liu, Z. Xu, Y. Zhang, J. Fu, S. Zang, and Y. Zuo. “Effect of annealing

temperature on properties of ZnO:Al thin films prepared by pulsed DC reactive

magnetron sputtering.” Materials Letters, vol. 139, pp. 279-283, 2015.

[35] Ramandhany Safitry, “Ketahanan Oksidasi Lapisan Nicral Dengan Penambahan

Elemen Reaktif Y Dan Ysi Pada Hastelloy C-276”, 2017.

Page 66: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

LAMPIRAN

A. Database peak XRD

Serbuk

Name and formula

Reference code: 98-026-0169 Compound name: Nickel Common name: Nickel

Chemical formula: Ni1

Crystallographic parameters

Crystal system: Cubic

Space group: F m -3 m Space group number: 225

a (Å): 3.5280

b (Å): 3.5280

c (Å): 3.5280

Alpha (°): 90.0000

Beta (°): 90.0000

Gamma (°): 90.0000

Calculated density (g/cm^3): 8.88

Volume of cell (10^6 pm^3): 43.91

Z: 4.00

RIR: 8.12

Subfiles and quality

Subfiles: User Inorganic User Metallic

Quality: User From Structure (=)

Comments

Creation Date: 8/1/2009 Modification Date: 12/30/1899

Original ICSD space group: FM3-M. No R value given in the paper. Structure type: Cu. Temperature factors available. Rietveld profile

refinement applied Pressure in MPa: 4100. Neutron diffraction (powder)

Page 67: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

Structure type: Cu

Recording date: 8/1/2009 ANX formula: N

Z: 4 Calculated density: 8.88

Pearson code: cF4

Wyckoff code: a Publication title: High-Pressure structural and vibrational study of Pb Zr0.40 Ti0.30 O3

ICSD collection code: 260169 Structure: Cu

Chemical Name: Nickel Second Chemical Formula: Ni

References

Structure: Gorelli, F.A.;Hull, S.;Papet, P.;Pintard, M.;Bornand, V.;Al Zein, A.;Fraysse, G.;Haines, J.;Rouquette, J.,

Inorganic Chemistry, 47, 9898 - 9904, (2008)

Peak list No. h k l d [A] 2Theta[deg] I [%]

1 1 1 1 2.03689 44.441 100.0

2 0 0 2 1.76400 51.784 44.7

3 0 2 2 1.24734 76.276 21.6

Structure

No. Name Elem. X Y Z Biso sof

Wyck.

1 NI1 Ni 0.00000 0.00000 0.00000 0.4579 1.0000

4a

Stick Pattern

Page 68: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

Lapisan

a. ɤ-Ni

Name and formula

Reference code: 98-016-3354

Compound name: Nickel - Gamma Common name: Nickel - Gamma

Chemical formula: Ni1

Crystallographic parameters

Crystal system: Cubic

Space group: F m -3 m Space group number: 225

a (Å): 3.5810

b (Å): 3.5810

c (Å): 3.5810

Alpha (°): 90.0000

Beta (°): 90.0000

Gamma (°): 90.0000

Calculated density (g/cm^3): 8.50

Volume of cell (10^6 pm^3): 45.92

Z: 4.00

RIR: 8.13

Subfiles and quality

Subfiles: User Inorganic

User Metallic Quality: User From Structure (=)

Comments

Creation Date: 8/1/2009 Modification Date: 12/30/1899

Original ICSD space group: FM3-M In a 40/41/19 alloy: a= 3.578(1)

In a 25/60/15 alloy: a= 3.5664(5)

In a 70/20/10 alloy: a= 3.5784(3). Determination in a Fe/Ni/Si=30/50/20 alloy. At least one temperature factor missing in the

paper.. No R value given in the paper.. X-ray diffraction (powder)

Structure type: Cu. Rietveld profile refinement applied

Page 69: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

Structure type: Cu

Recording date: 8/1/2009 ANX formula: N

Z: 4 Calculated density: 8.5

Pearson code: cF4

Wyckoff code: a Publication title: The constitution of the ternary system Fe - Ni - Si

ICSD collection code: 163354 Structure: Cu

Chemical Name: Nickel - Gamma Second Chemical Formula: Ni

References

Structure: Schuster, J.C.;Hiebl, K.;Weitzer, F.;Krendelsberger, N.;Ackerbauer, S., Intermetallics, 17, 414 - 420, (2009)

Peak list No. h k l d [A] 2Theta[deg] I [%]

1 1 1 1 2.06749 43.749 100.0

2 0 0 2 1.79050 50.962 44.8

3 0 2 2 1.26607 74.950 21.7

Structure

No. Name Elem. X Y Z Biso sof

Wyck.

1 NI1 Ni 0.00000 0.00000 0.00000 0.5000 1.0000

4a

Stick Pattern

Page 70: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

b. ɤ’-Ni3Al

Name and formula

Reference code: 98-010-5529

Compound name: Aluminium Nickel (1/3) Common name: Aluminium Nickel (1/3)

Chemical formula: Al1Ni3

Crystallographic parameters

Crystal system: Cubic

Space group: P m -3 m Space group number: 221

a (Å): 3.5720

b (Å): 3.5720

c (Å): 3.5720

Alpha (°): 90.0000

Beta (°): 90.0000

Gamma (°): 90.0000

Calculated density (g/cm^3): 7.40

Volume of cell (10^6 pm^3): 45.58

Z: 1.00

RIR: 7.17

Subfiles and quality

Subfiles: User Inorganic

User Metallic Quality: User From Structure (=)

Comments

Creation Date: 10/1/2004 Modification Date: 8/1/2011

Original ICSD space group: PM3-M. At least one temperature factor missing in the paper.. No R value given in the paper.. X-ray diffraction

(powder)

Structure type: AuCu3. Standard deviation missing in cell constants The structure has been assigned a PDF number (experimental powder diffraction data):

9-97 The structure has been assigned a PDF number (calculated powder diffraction data):

01-072-2720 Structure type: AuCu3

Page 71: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

Recording date: 10/1/2004

Modification date: 8/1/2011 ANX formula: NO3

Z: 1 Calculated density: 7.4

Pearson code: cP4

Wyckoff code: c a PDF code: 00-009-0097

Publication title: Effect of ternary additions on the room temperature lattice parameter of Ni3 Al

ICSD collection code: 105529 Structure: AuCu3

Chemical Name: Aluminium Nickel (1/3)

Second Chemical Formula: Al Ni3

References Structure: Blazina, Z., Physica Status Solidi, Sectio A: Applied

Research, 133, 231 - 235, (1992)

Peak list No. h k l d [A] 2Theta[deg] I [%]

1 0 0 1 3.57200 24.907 8.3

2 0 1 1 2.52579 35.513 6.2

3 1 1 1 2.06229 43.865 100.0

4 0 0 2 1.78600 51.100 45.1

5 0 1 2 1.59745 57.659 2.2

6 1 1 2 1.45826 63.772 1.5

7 0 2 2 1.26289 75.172 22.4

8 1 2 2 1.19067 80.624 0.5

9 0 1 3 1.12957 85.991 0.4

Structure

No. Name Elem. X Y Z Biso sof

Wyck.

1 NI1 Ni 0.00000 0.50000 0.50000 0.5000 1.0000

3c

2 AL1 Al 0.00000 0.00000 0.00000 0.5000 1.0000

1a

Stick Pattern

Page 72: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

c. NiCr2O4

Name and formula Reference code: 98-008-4377

Compound name: Nickel Dichromate(III) Common name: Nickel Dichromate(III)

Chemical formula: Cr2Ni1O4

Crystallographic parameters Crystal system: Tetragonal

Space group: I 41/a m d

Space group number: 141

a (Å): 5.8370

b (Å): 5.8370

c (Å): 8.4300

Alpha (°): 90.0000

Beta (°): 90.0000

Gamma (°): 90.0000

Calculated density (g/cm^3): 5.24

Volume of cell (10^6 pm^3): 287.21

Z: 4.00

RIR: 2.90

Subfiles and quality

Page 73: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

Subfiles: User Inorganic

Quality: User From Structure (=)

Comments

Creation Date: 1/19/1999

Modification Date: 12/30/1899 Original ICSD space group: I41/AMDZ. X-ray diffraction (powder)

Structure type: CdMn2O4. Temperature factors available Temperature in Kelvin: 298. Rietveld profile refinement applied

The structure has been assigned a PDF number (calculated powder diffraction data):

01-088-0109 Structure type: CdMn2O4

Recording date: 1/19/1999 ANX formula: AB2X4

Z: 4 Calculated density: 5.24

R value: 0.076

Pearson code: tI28 Wyckoff code: h c b

Publication title: Jumping crystals of the spinels Ni Cr2 O4 and Cu Cr2 O4 ICSD collection code: 84377

Structure: CdMn2O4

Chemical Name: Nickel Dichromate(III) Second Chemical Formula: Ni (Cr2 O4)

References

Structure: Schmid, H.;Kubel, F.;Crottaz, O., Journal of Materials Chemistry, 7, 143 - 146, (1997)

Peak list No. h k l d [A] 2Theta[deg] I [%]

1 0 1 1 4.79891 18.474 10.8

2 1 1 2 2.94899 30.284 33.8

3 0 2 0 2.91850 30.608 16.2

4 0 1 3 2.53188 35.425 45.2

5 1 2 1 2.49357 35.988 100.0

6 0 2 2 2.39946 37.451 7.0

7 0 0 4 2.10750 42.877 7.9

8 2 2 0 2.06369 43.834 15.0

9 1 2 3 1.91250 47.503 0.2

10 0 3 1 1.89583 47.947 0.1

11 0 2 4 1.70859 53.595 5.0

12 1 3 2 1.69080 54.205 9.4

13 0 1 5 1.61978 56.791 10.7

14 0 3 3 1.59964 57.573 6.4

15 2 3 1 1.58984 57.961 17.4

16 2 2 4 1.47449 62.989 28.4

17 0 4 0 1.45925 63.724 13.7

18 1 2 5 1.41628 65.898 0.1

19 2 3 3 1.40275 66.615 0.1

Page 74: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

20 1 4 1 1.39613 66.973 0.0

21 1 3 4 1.38855 67.387 0.0

22 0 4 2 1.37895 67.920 0.0

23 1 1 6 1.33005 70.782 1.6

24 3 3 2 1.30789 72.167 1.4

25 2 4 0 1.30519 72.340 1.5

26 0 3 5 1.27417 74.393 2.8

27 0 2 6 1.26594 74.959 0.5

28 1 4 3 1.26430 75.074 4.3

29 2 4 2 1.24679 76.315 0.7

30 0 4 4 1.19973 79.892 1.1

31 0 1 7 1.17944 81.552 0.1

32 2 3 5 1.16773 82.547 0.0

33 3 4 1 1.15636 83.540 0.0

34 1 3 6 1.11797 87.104 1.4

35 2 4 4 1.10963 87.926 1.4

36 1 5 2 1.10471 88.419 1.4

37 1 2 7 1.09352 89.565 1.6

Structure

No. Name Elem. X Y Z Biso sof

Wyck.

1 O1 O 0.00000 0.50600 0.23870 2.4477 1.0000

16h

2 CR1 Cr 0.00000 0.00000 0.00000 3.7899 1.0000

8c

3 NI1 Ni 0.00000 0.25000 0.37500 1.4133 1.0000

4b

Stick Pattern

d. Cr2O3

Name and formula Reference code: 98-016-7286

Mineral name: Eskolaite, mesoporous Compound name: Eskolaite, mesoporous Common name: Eskolaite, mesoporous

Page 75: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

Chemical formula: Cr2O3

Crystallographic parameters

Crystal system: Hexagonal Space group: R -3 c

Space group number: 167

a (Å): 4.9510

b (Å): 4.9510

c (Å): 13.5850

Alpha (°): 90.0000

Beta (°): 90.0000

Gamma (°): 120.0000

Calculated density (g/cm^3): 5.25

Volume of cell (10^6 pm^3): 288.39

Z: 6.00

RIR: 2.40

Subfiles and quality

Subfiles: User Inorganic User Mineral

Quality: User From Structure (=)

Comments Creation Date: 8/1/2010

Modification Date: 12/30/1899 Original ICSD space group: R3-CH

Structure type: Al2O3. Temperature factors available

Temperature in Kelvin: 255. Rietveld profile refinement applied. Neutron diffraction (powder)

Compound with mineral name: Eskolaite, mesoporous Structure type: Al2O3

Recording date: 8/1/2010 Mineral origin: synthetic

ANX formula: A2X3

Z: 6 Calculated density: 5.25

R value: 0.0323 Pearson code: hR10

Wyckoff code: e c

Publication title: Crystallographic and magnetic studies of mesoporous eskolaite, Cr2 O3 ICSD collection code: 167286

Structure: Al2O3 Chemical Name: Chromium Oxide - Mesoporous

Page 76: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

Second Chemical Formula: Cr2 O3

References Structure: Kockelmann, W.;Zhou Wuzong;Dickinson, C.;Harrison,

A.;Hill, A.H., Microporous and Mesoporous Materials, 130, 280 - 286, (2010)

Peak list No. h k l d [A] 2Theta[deg] I [%]

1 0 1 2 3.62575 24.532 69.0

2 1 0 4 2.66226 33.637 100.0

3 1 1 0 2.47550 36.259 93.3

4 0 0 6 2.26417 39.780 7.1

5 1 1 3 2.17212 41.542 29.5

6 2 0 2 2.04443 44.269 6.4

7 0 2 4 1.81288 50.289 37.4

8 1 1 6 1.67073 54.910 92.5

9 2 1 1 1.60919 57.200 0.6

10 0 1 8 1.57881 58.405 1.3

11 1 2 2 1.57635 58.505 6.6

12 2 1 4 1.46261 63.560 30.0

13 0 3 0 1.42923 65.226 20.4

14 1 2 5 1.39181 67.208 0.3

15 2 0 8 1.33113 70.716 0.2

16 1 0 10 1.29505 72.997 15.5

17 1 1 9 1.28876 73.412 2.9

18 2 1 7 1.24392 76.523 0.2

19 2 2 0 1.23775 76.974 8.8

20 3 0 6 1.20858 79.190 3.4

21 2 2 3 1.19395 80.357 1.8

22 1 3 1 1.18466 81.118 0.1

23 1 2 8 1.17238 82.149 0.4

24 3 1 2 1.17138 82.235 3.6

25 0 2 10 1.14751 84.332 8.3

26 0 0 12 1.13208 85.754 2.3

27 1 3 4 1.12238 86.678 8.6

28 3 1 5 1.08941 89.995 0.1

Structure

No. Name Elem. X Y Z Biso sof

Wyck.

1 O1 O 0.30953 0.00000 0.25000 0.3395 1.0000

18e

2 CR1 Cr 0.00000 0.00000 0.15303 0.2606 1.0000

12c

Stick Pattern

Page 77: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

B. Perhitungan Ukuran Kristal (D), Microstrain () dan Kerapatan Dislokasi

() Serbuk

B.1 NiCrAl

No

.

Pos.

[°2Th.]

d-

spacin

g [Å]

Theta

(rad)

Cos

theta

Tan

theta B D (nm) (%)

(line/nm2)

1 44.36 2.04 0.39 0.93 0.41 0.0063 23.51 0.0038 0.000028

2 44.47 2.04 0.39 0.93 0.41 0.0063 23.50 0.0039 0.000028

3 51.86 1.77 0.45 0.90 0.49 0.0061 24.63 0.0032 0.000026

4 76.28 1.25 0.67 0.79 0.79 0.0062 14.48 0.0038 0.000074

5 76.51 1.25 0.67 0.79 0.79 0.0121 14.63 0.0038 0.000073

avg 20.16 0.0037 0.000046

B.2 NiCrAl+Si

No. Pos.

[°2Th.]

d-

spacing

[Å]

Theta

(rad)

Cos

theta

Tan

theta B D (nm) (%) (line/nm2)

1 44.40 2.04 0.39 0.93 0.41 0.007 22.15 0.0041 3.18E-05

2 44.52 2.04 0.39 0.93 0.41 0.007 22.08 0.0041 3.19E-05

3 51.76 1.76 0.45 0.90 0.49 0.006 24.64 0.0032 2.57E-05

4 51.90 1.76 0.45 0.90 0.49 0.006 24.30 0.0032 2.63E-05

5 76.33 1.25 0.67 0.79 0.79 0.012 14.76 0.0038 7.15E-05

6 76.55 1.25 0.67 0.79 0.79 0.012 14.86 0.0037 7.04E-05

avg 20.47 0.0037 4.29E-05

Page 78: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

B.3 NiCrAl+Y

No

.

Pos.

[°2Th.

]

d-

spacing

[Å]

Theta

(rad)

Cos

theta

Tan

theta B D (nm) (%)

(line/nm2)

1 44.44 2.04 0.39 0.93 0.41 0.006 23.41 0.0039 2.844E-05

2 44.55 2.04 0.39 0.93 0.41 0.006 23.31 0.0039 2.862E-05

3 51.79 1.76 0.45 0.90 0.49 0.006 25.96 0.0030 2.312E-05

4 51.93 1.76 0.45 0.90 0.49 0.006 25.72 0.0030 2.350E-05

5 76.34 1.25 0.67 0.79 0.79 0.012 14.55 0.0038 7.362E-05

6 76.56 1.25 0.67 0.79 0.79 0.012 14.51 0.0038 7.343E-05

avg 21.24 0.0036 4.18E-05

C. Perhitungan Ukuran Kristal (D), Microstrain () dan Kerapatan Dislokasi

() Lapisan

C.1 NiCrAl

Sebelum Oksidasi

No

.

Pos.

[°2Th.

]

d-

spacin

g [Å]

Theta

(rad)

cos

theta

tan

theta B

D (nm)

line/nm2

1 25.04 3.55 0.22 0.98 0.22 0.01 18.06 0.0089 0.000048

2 25.10 3.55 0.22 0.98 0.22 0.01 19.13 0.0083 0.000042

3 35.61 2.52 0.31 0.95 0.32 0.01 16.66 0.0068 0.000056

4 35.70 2.52 0.31 0.95 0.32 0.01 15.71 0.0072 0.000063

5 43.94 2.06 0.38 0.93 0.40 0.01 27.65 0.0034 0.000020

6 44.06 2.06 0.38 0.93 0.40 0.01 27.14 0.0034 0.000021

7 50.92 1.79 0.44 0.90 0.48 0.00 48.73 0.0017 0.000007

8 51.06 1.79 0.45 0.90 0.48 0.00 50.02 0.0016 0.000006

9 51.15 1.78 0.45 0.90 0.48 0.01 20.23 0.0040 0.000038

10 51.29 1.78 0.45 0.90 0.48 0.01 20.46 0.0039 0.000037

11 57.69 1.60 0.50 0.88 0.55 0.01 17.92 0.0040 0.000049

12 57.85 1.60 0.50 0.88 0.55 0.01 18.66 0.0038 0.000045

13 63.78 1.46 0.56 0.85 0.62 0.01 18.90 0.0035 0.000044

14 63.96 1.46 0.56 0.85 0.62 0.01 20.23 0.0032 0.000038

15 74.77 1.27 0.65 0.79 0.76 0.00 47.16 0.0012 0.000007

16 74.98 1.27 0.65 0.79 0.77 0.00 44.27 0.0013 0.000008

17 75.14 1.26 0.66 0.79 0.77 0.01 19.00 0.0030 0.000043

18 75.36 1.26 0.66 0.79 0.77 0.01 19.74 0.0029 0.000040

19 80.57 1.19 0.70 0.76 0.85 0.01 27.05 0.0020 0.000021

20 80.57 1.19 0.70 0.76 0.85 0.01 27.05 0.0020 0.000021

21 80.81 1.19 0.71 0.76 0.85 0.01 25.88 0.0021 0.000023

Page 79: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

22 80.81 1.19 0.71 0.76 0.85 0.01 25.88 0.0021 0.000023

23 85.91 1.13 0.75 0.73 0.93 0.01 29.64 0.0017 0.000018

24 86.17 1.13 0.75 0.73 0.94 0.01 28.65 0.0018 0.000019

avg 26.41 0.0035 3.1E-05

Setelah Oksidasi

No.

Pos.

[°2Th.]

d-

spacing

[Å]

Theta

(rad)

cos

theta

tan

theta B

D (nm) line/nm2

1 25.16 3.54 0.22 0.98 0.22 0.01 23.65 0.0067 0.000027

2 25.22 3.54 0.22 0.98 0.22 0.01 23.93 0.0066 0.000027

3 35.79 2.51 0.31 0.95 0.32 0.01 16.66 0.0068 0.000056

4 35.88 2.51 0.31 0.95 0.32 0.01 14.79 0.0076 0.000071

5 44.12 2.05 0.39 0.93 0.41 0.00 63.78 0.0014 0.0000038

6 44.17 2.05 0.39 0.93 0.41 0.01 23.59 0.0039 0.000028

7 44.24 2.05 0.39 0.93 0.41 0.00 61.65 0.0015 0.0000041

8 44.28 2.05 0.39 0.93 0.41 0.01 23.94 0.0038 0.000027

9 51.37 1.78 0.45 0.90 0.48 0.00 69.27 0.0012 0.0000032

10 51.43 1.78 0.45 0.90 0.48 0.01 24.38 0.0033 0.000026

11 51.51 1.78 0.45 0.90 0.48 0.00 70.14 0.0011 0.0000032

12 51.56 1.78 0.45 0.90 0.48 0.01 24.48 0.0033 0.0000260

13 58.01 1.59 0.51 0.87 0.55 0.01 19.69 0.0036 0.0000402

14 58.16 1.59 0.51 0.87 0.56 0.01 20.41 0.0035 0.000037

15 64.14 1.45 0.56 0.85 0.63 0.01 19.82 0.0033 0.000039

16 64.32 1.45 0.56 0.85 0.63 0.01 20.15 0.0032 0.000038

17 75.50 1.26 0.66 0.79 0.77 0.00 53.51 0.0011 0.0000054

18 75.58 1.26 0.66 0.79 0.78 0.01 19.53 0.0029 0.000040

19 75.71 1.26 0.66 0.79 0.78 0.00 43.91 0.0013 0.0000081

20 75.80 1.26 0.66 0.79 0.78 0.01 18.85 0.0030 0.000043

21 81.06 1.19 0.71 0.76 0.85 0.01 24.37 0.0022 0.000026

22 81.06 1.19 0.71 0.76 0.85 0.01 24.37 0.0022 0.000026

23 81.30 1.19 0.71 0.76 0.86 0.01 25.82 0.0021 0.000023

24 81.30 1.19 0.71 0.76 0.86 0.01 25.82 0.0021 0.000023

25 86.45 1.12 0.75 0.73 0.94 0.01 23.32 0.0022 0.000028

26 86.72 1.12 0.76 0.73 0.94 0.01 23.55 0.0021 0.000028

avg 30.90 0.0032 0.000024

C.2 NiCrAl+Si

Sebelum Oksidasi

No

.

Pos.

[°2Th.

]

d-

spacing

[Å]

Theta

(rad)

cos

theta

tan

theta B

D (nm) (line/nm2)

1 25.02 3.56 0.22 0.98 0.22 0.004 32.52 0.0049 0.000014

Page 80: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

2 25.08 3.56 0.22 0.98 0.22 0.005 30.63 0.0052 0.000016

3 35.64 2.52 0.31 0.95 0.32 0.009 15.65 0.0072 0.000063

4 35.73 2.52 0.31 0.95 0.32 0.010 15.28 0.0074 0.000066

5 43.74 2.07 0.38 0.93 0.40 0.005 30.43 0.0031 0.000016

6 43.86 2.07 0.38 0.93 0.40 0.005 31.07 0.0030 0.000016

7 44.01 2.06 0.38 0.93 0.40 0.005 28.99 0.0032 0.000018

8 44.13 2.06 0.39 0.93 0.41 0.005 29.13 0.0032 0.000018

9 50.94 1.79 0.44 0.90 0.48 0.005 30.00 0.0027 0.000017

10 51.08 1.79 0.45 0.90 0.48 0.005 31.15 0.0026 0.000016

11 51.26 1.78 0.45 0.90 0.48 0.005 30.00 0.0027 0.000017

12 51.40 1.78 0.45 0.90 0.48 0.005 30.18 0.0026 0.000017

13 57.83 1.59 0.50 0.88 0.55 0.007 24.02 0.0030 0.000027

14 57.99 1.59 0.51 0.87 0.55 0.006 26.18 0.0027 0.000022

15 63.96 1.45 0.56 0.85 0.62 0.007 24.83 0.0026 0.000025

16 64.14 1.45 0.56 0.85 0.63 0.006 25.64 0.0025 0.000023

17 74.87 1.27 0.65 0.79 0.77 0.006 27.83 0.0020 0.000020

18 75.09 1.27 0.66 0.79 0.77 0.007 25.39 0.0022 0.000024

19 75.39 1.26 0.66 0.79 0.77 0.007 23.99 0.0024 0.000027

20 75.61 1.26 0.66 0.79 0.78 0.007 24.85 0.0023 0.000025

21 80.86 1.19 0.71 0.76 0.85 0.006 29.35 0.0018 0.000018

22 80.86 1.19 0.71 0.76 0.85 0.006 29.35 0.0018 0.000018

23 81.10 1.19 0.71 0.76 0.86 0.006 29.34 0.0018 0.000018

24 81.10 1.19 0.71 0.76 0.86 0.006 29.34 0.0018 0.000018

25 86.24 1.13 0.75 0.73 0.94 0.007 27.39 0.0019 0.000020

26 86.51 1.13 0.75 0.73 0.94 0.007 28.11 0.0018 0.000019

avg 27.33 0.0031 0.00002

Setelah Oksidasi

No.

Pos.

[°2Th.]

d-

spacing

[Å]

Theta

(rad)

cos

theta

tan

theta B

D (nm) line/nm2

1 25.13 3.54 0.22 0.98 0.22 0.01 23.50 0.0068 0.000028

2 25.19 3.54 0.22 0.98 0.22 0.01 23.38 0.0068 0.000028

3 35.74 2.51 0.31 0.95 0.32 0.01 12.64 0.0089 0.000097

4 35.83 2.51 0.31 0.95 0. 32 0.01 10.06 0.0112 0.00015

5 43.61 2.07 0.38 0.93 0.40 0.00 83.52 0.0011 0.0000022

6 43.72 2.07 0.38 0.93 0.40 0.00 82.95 0.0011 0.0000023

7 44.10 2.05 0.38 0.93 0.41 0.01 29.29 0.0032 0.000018

8 44.22 2.05 0.39 0.93 0.41 0.00 31.52 0.0029 0.000015

9 50.76 1.80 0.44 0.90 0.47 0.00 118.76 0.0007 0.0000011

10 50.89 1.80 0.44 0.90 0.48 0.00 112.54 0.0007 0.0000012

11 51.34 1.78 0.45 0.90 0.48 0.00 70.11 0.0011 0.0000032

Page 81: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

12 51.48 1.78 0.45 0.90 0.48 0.00 52.75 0.0015 0.0000056

13 57.91 1.59 0.51 0.88 0.55 0.01 16.10 0.0044 0.000060

14 58.06 1.59 0.51 0.87 0.56 0.01 15.66 0.0046 0.000063

15 64.03 1.45 0.56 0.85 0.63 0.01 15.69 0.0042 0.000063

16 64.20 1.45 0.56 0.85 0.63 0.01 19.44 0.0034 0.000041

17 74.49 1.27 0.65 0.80 0.76 0.00 110.06 0.0005 0.0000013

18 74.71 1.27 0.65 0.79 0.76 0.00 125.81 0.0005 0.0000010

19 75.44 1.26 0.66 0.79 0.77 0.01 30.13 0.0019 0.000017

20 75.66 1.26 0.66 0.79 0.78 0.01 27.77 0.0020 0.000020

21 80.90 1.19 0.71 0.76 0.85 0.00 37.28 0.0014 0.000011

22 80.90 1.19 0.71 0.76 0.85 0.00 37.28 0.0014 0.000011

23 81.14 1.19 0.71 0.76 0.86 0.01 35.99 0.0015 0.0000120

24 81.14 1.19 0.71 0.76 0.86 0.01 35.99 0.0015 0.0000120

25 86.27 1.13 0.75 0.73 0.94 0.01 35.72 0.0014 0.000012

26 86.54 1.13 0.76 0.73 0.94 0.01 35.26 0.0014 0.000012

avg 47.28 0.003 0.00002

C.3 NiCrAl+Y

Sebelum Oksidasi

No.

Pos.

[°2Th.]

d-

spacing

[Å]

Theta

(rad)

cos

theta

tan

theta B

D (nm) line/nm2

1 25.08 3.55 0.22 0.98 0.22 0.00 44.06 0.0036 0.0000080

2 25.15 3.55 0.22 0.98 0.22 0.00 45.27 0.0035 0.0000076

3 35.72 2.51 0.31 0.95 0.32 0.01 21.45 0.0053 0.000033

4 35.81 2.51 0.31 0.95 0.32 0.01 21.73 0.0052 0.000032

5 43.99 2.06 0.38 0.93 0.40 0.00 84.39 0.0011 0.0000022

6 44.09 2.05 0.38 0.93 0.40 0.00 30.98 0.0030 0.000016

7 44.11 2.06 0.38 0.93 0.41 0.00 77.09 0.0012 0.0000026

8 44.20 2.05 0.39 0.93 0.41 0.00 30.85 0.0030 0.000016

9 51.23 1.78 0.45 0.90 0.48 0.00 78.84 0.0010 0.0000025

10 51.34 1.78 0.45 0.90 0.48 0.00 31.48 0.0025 0.000015

11 51.36 1.78 0.45 0.90 0.48 0.00 92.52 0.0009 0.0000018

12 51.48 1.78 0.45 0.90 0.48 0.00 31.19 0.0026 0.0000160

13 57.92 1.59 0.51 0.87 0.55 0.01 25.94 0.0028 0.000023

14 58.08 1.59 0.51 0.87 0.56 0.01 25.88 0.0028 0.000023

15 64.05 1.45 0.56 0.85 0.63 0.01 28.24 0.0023 0.000019

16 64.23 1.45 0.56 0.85 0.63 0.01 30.29 0.0022 0.0000170

17 75.30 1.26 0.66 0.79 0.77 0.00 65.83 0.0009 0.0000036

18 75.49 1.26 0.66 0.79 0.77 0.01 28.09 0.0020 0.000019

19 75.52 1.26 0.66 0.79 0.77 0.00 66.95 0.0008 0.0000035

Page 82: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …

20 75.71 1.26 0.66 0.79 0.78 0.01 27.75 0.0020 0.000020

21 80.97 1.19 0.71 0.76 0.85 0.01 35.03 0.0015 0.000012

22 80.97 1.19 0.71 0.76 0.85 0.01 35.03 0.0015 0.000012

23 81.21 1.19 0.71 0.76 0.86 0.01 34.09 0.0016 0.000013

24 81.21 1.19 0.71 0.76 0.86 0.01 34.09 0.0016 0.000013

25 86.36 1.13 0.75 0.73 0.94 0.01 36.49 0.0014 0.000011

26 86.62 1.13 0.76 0.73 0.94 0.01 36.48 0.0014 0.000011

avg 42.31 0.0022 0.000013

Setelah Oksidasi

No.

Pos.

[°2Th.]

d-

spacing

[Å]

Theta

(rad)

cos

theta

tan

theta B

D (nm) line/nm2

1 24.96 3.56 0.22 0.98 0.22 0.01 17.95 0.0089 0.000048

2 25.03 3.56 0.22 0.98 0.22 0.01 18.36 0.0087 0.000046

3 35.53 2.52 0.31 0.95 0.32 0.01 9.98 0.0114 0.00015

4 35.62 2.52 0.31 0.95 0.32 0.02 8.90 0.0127 0.00019

5 43.69 2.07 0.38 0.93 0.40 0.00 37.72 0.0025 0.000011

6 43.80 2.07 0.38 0.93 0.40 0.00 37.41 0.0025 0.000011

7 43.85 2.06 0.38 0.93 0.40 0.01 23.37 0.0040 0.000028

8 43.97 2.06 0.38 0.93 0.40 0.01 23.19 0.0040 0.000028

9 50.87 1.79 0.44 0.90 0.48 0.00 45.07 0.0018 0.0000077

10 51.00 1.79 0.45 0.90 0.48 0.00 48.18 0.0017 0.0000067

11 51.06 1.79 0.45 0.90 0.48 0.00 35.55 0.0023 0.000012

12 51.19 1.79 0.45 0.90 0.48 0.00 39.68 0.0020 0.0000099

13 57.59 1.60 0.50 0.88 0.55 0.01 13.40 0.0054 0.000086

14 57.75 1.60 0.50 0.88 0.55 0.01 13.05 0.0055 0.000091

15 63.68 1.46 0.56 0.85 0.62 0.01 12.79 0.0051 0.000095

16 63.85 1.46 0.56 0.85 0.62 0.01 12.99 0.0050 0.000092

17 74.71 1.27 0.65 0.79 0.76 0.00 37.19 0.0015 0.000011

18 74.93 1.27 0.65 0.79 0.77 0.01 34.67 0.0016 0.000012

19 75.02 1.27 0.65 0.79 0.77 0.01 17.82 0.0032 0.000049

20 75.24 1.27 0.66 0.79 0.77 0.01 17.71 0.0032 0.000049

21 80.44 1.19 0.70 0.76 0.85 0.01 22.26 0.0024 0.000031

22 80.44 1.19 0.70 0.76 0.85 0.01 22.26 0.0024 0.000031

23 80.68 1.19 0.70 0.76 0.85 0.01 21.94 0.0024 0.000032

24 80.68 1.19 0.70 0.76 0.85 0.01 21.94 0.0024 0.000032

25 85.78 1.13 0.75 0.73 0.93 0.01 26.71 0.0019 0.000021

26 86.04 1.13 0.75 0.73 0.93 0.01 28.68 0.0018 0.000018

avg 24.95 0.0041 0.000047

Page 83: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …
Page 84: ANALISIS STRUKTUR MIKRO KRISTAL PADA SERBUK DAN …