Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS TORTOR PARSIARABU PADA UPACARA HORJABIUS DI
DESA TOMOK, KECAMATAN SIMANINDO, KABUPATEN SAMOSIR
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
NAMA : ADE SYLVIA CITRA M. H
NIM : 130707073
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH :
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk
melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin
Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara,
Medan
Pada Tanggal :
Hari :
Fakultas Ilmu Budaya USU,
Dekan,
Dr. Drs. Budi Agustono, M.S.
NIP 19600805198703 1001
Panitia Ujian : Tanda Tangan
1. Arifni Netrirosa, SST., M.A ( )
2. Drs. Bebas Sembiring, M.Si ( )
3. ( )
4. ( )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DISETUJUI OLEH
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
KETUA,
Arifni Netrirosa, SST., M.A.
NIP 19650219199403 2002
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan utuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2017
NIM 130707073
Ade Sylvia Citra
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAKSI
Skripsi ini berjudul Analisis Struktur Gerak Tortor Parsiarabu pada upacara Horjabius di Desa Tomok Dolok, Kec. Simanindo, Kab. Samosir. Dalam tulisan ini, Penelitian nya akan difokuskan kepada bagaimana analisis gerak tortor parsiarabu, juga dalam musik yang mengiringi tortor tersebut. Tortor merupakan salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari Sumatera Utara dan merupakan tarian seremonial yang disajikan dengan musik gondang dan sebagai sebuah media komunikasi dimana setiap gerakan yang disajikan memiliki makna tersendiri dan biasanya terjadi interaksi antara partisipan upacara. Dalam upacara Horjabius terdapat tortor parsiarabu yang merupakan tarian pada acara kematian dengan tujuan menghibur sesuai dengan latar belakang parsiarabu. Tortor ini bertujuan untuk mengantarkan doa-doa dan harapan dibalik ulos yang dipakai, dimana ulos sebagai media untuk menutupi rasa kesedihan, agar air mata dan kesedihan tidak terlihat. Pada upacara Horjabius, konsep tortor parsiarabu di tampilkan sebagai wujud ekspresi dalam merenungi dan menyesali (ungkapan kesedihan masyarakat) atas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh masyarakat suatu kampung yang dapat mengakibatkan malapetaka, seperti halnya musim kemarau yang berkepanjangan, adanya air bah dan wabah penyakit dalam tujuan untuk memperoleh berkat dari Mula Jadi Nabolon. Tortor parsiarabu diiringi oleh musik tradisional yaitu ensambel gondang sabangunan, yang instrumen musik nya terdiri atas gordang, taganing, sarune, dan ogung.
Pendekatan yang penulis lakukan dalam hal ini adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya, penulis akan melakukan pengamatan terlibat dengan wawancara, studi pustaka (termaksud pustaka online), perekaman kegiatan, transkripsi, dan analisa laboratorium. Penelitian ini terfokus kepada pendapat informan dalam konteks studi emik, namun diimbangi dengan pendekatan etnik oleh penulis. Informan berjumlah 3 orang, yang terdiri dari satu orang budayawan.
Kata Kunci : Tortor, Parsiarabu, Horjabi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena kasihnya yang begitu besar melimpahi kehidupan penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Analisis Struktur Tortor
Parsiarabu Pada Upacara Horjabius di Desa Tomok, Kec Simanindo, Kab
Samosir. Tugas akhir ini dikerjakan untuk memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) dari Departemen Etnomusikologi Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Dalam kesempatan ini, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Bapak Dr. Drs. Budi
Agustono, M.S. dan Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D., selaku Dekan
Fakultas Ilmu Budaya beserta jajarannya yang telah memberikan fasilitas dan
sarana pembelajaran selama penulis menuntut ilmu di Universitas Sumatera Utara
ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu Arifni Netrirosa,
SST., M.A. selaku ketua Departemen Etnomusikologi dan kepada Bapak Drs.
Bebas Sembiring, M. Si., selaku sekretaris Departemen Etnomusikologi. Tidak
lupa pula penulis mengucapkan banyak terima kasih juga kepada Ibu Dra.
Rithaony Hutajulu, M.A.,selaku dosen pembimbing I dan kepada Bapak Drs.
Kumalo Tarigan, M.A., dosen pembimbing II, Kedua dosen pembimbing yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
baik dan luar biasa ini telah banyak memberikan saran serta semangat kepada saya
selama proses penyelesaian skripsi ini.
Demikian juga dengan para Bapak dan Ibu dosen beserta staff di
Departemen Etnomusikologi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, saya
mengucapkan banyak terima kasih karena telah turut membantu lancarnya proses
penyelesaian skripsi ini.
Dalam kesempatan ini, secara khusus penulis juga mengucapkan banyak
terima kasih kepada kedua orangtua yang penulis cintai Bapak B.Sihaloho dan Ibu
Elinda Br. Limbong buat pengorbanan yang luar biasa yang sudah membimbing
dari kecil dengan kasih sayang hingga pada proses penyelesaian Perguruan Tinggi
ini, dan selalu mendoakan penulis, juga dalam memberikan semangat. Terima
kasih pula penulis sampaikan kepada saudara-saudara penulis Abang Frans Dyka
Rodinatal Sihaloho dan adik Ryanta Friesten Syahputra Sihaloho. Seluruh
keluarga besar Haloho dan br. Limbong, doa dan dukungan kalian sangat
membantu penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga banyak berterima kasih kepada keluarga besar bang Sitanggang
dan Kak grace yang menyambut penulis dengan sangat baik dan dengan tulus
membantu dan memberikan tempat tinggal selama penulis melakukan penelitian.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya juga kepada
Bang T.G.Monang M. Sidabutar (Pemain taganing marsada Band) dan Kak
Epiphanias Simanungkalit selaku informan yang sangat berperan penting dalam
penulisan skripsi ini. Begitu pula penulis ucapkan terima kasih kepada ibu-ibu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penari yang sudah banyak membantu menarikan Tortor sebagai bahan penelitian
penulis.
Ucapan terima kasih pula kepada seluruh teman-teman angkatan 2013,
kepada Farida Ros Simarmata, Cindi Nathania Panjaitan yang banyak membantu
dan memberikan saran. Dan untuk sahabat-sahabat terdekat penulis yang selama
ini banyak berbagi suka maupun duka dengan penulis selama duduk dibangku
kuliah yang sudah banyak memberikan semangat, doa, dukungan serta telah susah
payah membantu pada saat proses penelitian penulis hingga sampai penyelesaian
skrispi ini yaitu Yosie Karnaen, Fransiska Simanjuntak, Ega Paskah Depari,
Sweet Memory Silaen, Liza Natalia Aruan, Yessi Putri Daulay, Agustina Ariata
Ginting, Marina Parhusip, Desi Wahyuni, Leo Sigalingging, Sastra Gunawan
Pane, Lazuardi Firman Nainggolan, Paima Rohmando Sipayung, Pranata
Sitanggang, Deni Romario Siregar, Salomo Sianturi, Amsal Siburian, Sintong
Pasaribu, Arnold Sitorus, Hiskia Hutabarat, Jeky Chan Sidabutar, Iyon Silalahi,
Velix Sianipar, Baktiar Sinaga, Medyanto Hutagalung, yang ikut penelitian dan
banyak membantu selama penelitian.
Untuk Kakak-kakak stambuk 2012, khususnya Kak Olivia Gabriella
Hutagalung S.sn, Kak Yunita Batubara S.sn, Kak Ria Sihotang S.sn, Kak
Veronika Sitepu S.sn, dan Kak inggrid yang selalu membantu dalam memberi
semangat, motivasi, juga buat waktu yang diluangkan untuk berdiskusi dengan
penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kak Evi Nenta Sipahutar,
Kak Adre, Kak Soraya, Kak Nisva, Bang Dana, Bang Madin yang telah mengajari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
saya menari tradisional yang banyak memberikan pengalaman, nasehat dalam
suatu unit Lembaga Kesenian di USU.
Untuk komunitas tari yang ada di Etnomusikologi, Penulis juga banyak
mengucapkan terima kasih, Terkhusus kepada pembina dalam komunitas tari
(Contatra Etnomusikologi) yaitu Kak Yenni Marpaung S.sn dan orang-orang yang
tergabung di dalam Contatra Etnomusikologi, yaitu Kak Lisken, Kak Oliv, Kak
Vero, Kak Yunita, Kak Inggrid, Kak Ria, Kak Demala, Kak Tika, Kak Odah, Kak
Happy, Kak Tetty, Yosie, Tina, dan adik-adik junior yang tergabung, bersama-
sama dengan penulis membentuk komunitas ini untuk saling berbagi ilmu tentang
tari, pengalaman, serta nasehat-nasehat.
Penulis juga mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di
hati dan apabila ada nama yang lupa penulis cantumkan. Akhir kata, penulis
ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah membantu penulis dalam
penyelesaian skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi
masyarakat Tomok, bagi pembaca, dan juga kepada peneliti berikutnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI..............................................................................................................VI ABSTRACT...............................................................................................................VI KATA PENGANTAR............................................................................................VIII DAFTAR ISI..............................................................................................................IX DAFTAR GAMBAR...............................................................................................XII DAFTAR TABEL.................................................................................................. XIV BAB I: PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................6 1.2 Pokok Permasalahan.............................................................................................7 1.3 Tujuan dan Manfaat..............................................................................................7
1.3.1 Tujuan...................................................................................................................7 1.3.2 Manfaat.................................................................................................................7
1.4 Konsep dan Teori..................................................................................................7 1.4.1 Konsep........................................................................................................7 1.4.2 Teori..........................................................................................................10
1.5 Metode Penelitian................................................................................................11 1.5.1 Studi Kepustakaan..............................................................................................12 1.5.2 Penelitian Lapangan...........................................................................................13 1.5.2.1 Observasi................................................................................................13 1.5.2.2 Wawancara…………………………………………………………….13 1.6 Kerja Laboratorium…………………………………………………………...14 1.7 Lokasi Penelitian……………………………………………………………...14
BAB II: ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT TOMOK SAMOSIR ............................16
2.1. Asal Mula Marga Sidabutar di Tomok Samosir....................................16 2.1.1 Luas Wilayah ...............................................................................18
2.1.2 Demografi Desa Tomok .....…………………………….............19 2.2. Asal Usul Masyarakat Tomok................................................................20 2.3 Sistem Mata Pencaharian ……………………......................................21
2.3.1 Sistem Bahasa …....…………………………………………….22 2.3.2 Sistem Agama dan Kepercayaan ….............................................23 2.3.3 Sistem Kekerabatan……………………………..........................25 2.3.4 Sistem Kesenian...........................................................................26 BAB III:PELAKSANAAN HORJABIUS DAN STRUKTUR PERTUNJUKAN TOR TOR PARSIARABU .......................................................................................29
3.1 Pelaksanaan Horjabius..........................................................................29 3.2 Struktur Pertunjukan Tortor Parsiarabu...............................................36 3.2.1 Asal Usul Tortor Parsiarabu.........................................................36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2.2 Jalannya Pertunjukan Tortor Parsiarabu......................................37 3.2.3 Pertunjukkan Tortor Parsiarabu...................................................38 3.2.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan..................................................39 3.2.5 Pendukung Pertujukan.................................................................40 3.2.5.1 Penari /Panortor..................................................................41 3.2.5.2 Pemusik...............................................................................43 3.2.5.3 Penonton.............................................................................44 3.2.6 Kostum dan properti....................................................................45 3.2.7 Tata Rias......................................................................................47 3.2.8. Alat Musik Yang digunakan.......................................................48 3.2.8.1. Ensambel Gondang Sabangunan...........................................48 3.2.8.1.1 Taganing............................................................................49 3.2.8.1.2 Sarune................................................................................50 3.2.8.1.3 Ogung................................................................................51
BAB IV: ANALISIS STRUKTUR TOR TOR PARSIARABU DAN MUSIK
IRINGAN ENSAMBEL GONDANG SABANGUNAN.................53 4.1 Analisis Tortor Parsiarabu...................................................................53
4.1.1 Ragam dan Pola Gerak..................................................................53 4.1.2 Pola Lantai.....................................................................................54
4.2 Pertunjukkan Tortor Parsiarabu............................................................55 4.3 Analisis Musik Iringan..........................................................................68 4.3.1 Model Notasi…………………………………………………….78
4.3.1.1 Tangga Nada......................................................................78 4.3.1.2 Nada Dasar.....................................................................80 4.3.1.3 Wilayah Nada.................................................................81 4.3.1.4 Jumlah Nada...................................................................81 4.3.1.5 Jumlah Interval...............................................................81 4.3.1.6 Pola Kandesa..................................................................82 4.3.1.7 Formula Melodik............................................................83 4.3.1.8 Kontur............................................................................86
BAB V: PENUTUP..............................................................................................91 5.1 Kesimpulan.......................................................................................91 5.2 Saran.................................................................................................92 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................94 DAFTAR INFORMAN.........................................................................................96
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Jalannya Pertunjukkan Tortor Parsiarabu...................................38
Gambar 3.2 Pertunjukkan Tortor Parsiarabu..................................................39
Gambar 3.3 Tempat dan Pelaksanaan Tortor Parsiarabu................................40
Gambar 3.4 Pendukung Pertunjukkan..............................................................41
Gambar 3.5 Penari/Panortor..............................................................................42
Gambar 3.6 Pemusik.........................................................................................44
Gambar 3.7 Penonton........................................................................................45
Gambar 3.8 Kostum dan Properti......................................................................46
Gambar 3.9 Taganing.........................................................................................50
Gambar 3.10 Sarune.............................................................................................51
Gambar 3.11 Ogung.............................................................................................51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Tabel 4.2 Pertunjukkan Tortor parsiarabu………………………….. 56
Tabel 4.3.1 Jumlah Interval…………………………………………… 82
Tabel 4.3.1.7 Formula Melodi…………………………………………... 83
Tabel 4.3.1.8 Kontur…………………………………………………….. 87
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Budaya adalah semua sistem gagasan serta rasa, tindakan, dan karya yang
dihasilkan manusia dalam kehidupan sekelompok manusia. Budaya juga
merupakan seluruh hal yang berkaitan dengan pengetahuan kepercayaan seni,
moral, hukum, serta kemampuan dan kebiasaan lain yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat. Koentjaningrat (1995:25) mengatakan, “Kebudayaan
ialah keseluruhan dari hasil kebiasaan manusia yang diatur oleh tata kelakuan
yang harus didapat dengan cara belajar dan semua itu tersusun dalam kehidupan
masyarakat”. Sistem nilai budaya inilah yang menjadi adat istiadat masyarakat.
Setiap masyarakat melahirkan kebudayaan sendiri dan memiliki ciri khas masing-
masing.
Dalam praktek hidup sesehari adat istiadat itu diwujudkan dalam
rangkaian bentuk upacara (ritus), (Brawijaya, 1985:190) maupun peraturan
(Aritonang, 1988:48). Setiap upacara pada hakekatnya adalah pelembagaan adat,
yang dilaksanakan berdasarkan peraturan yang terinci. Umumnya upacara ini
dilakukan disekitar lingkaran hidup masyarakat (life cycle) masyarakat. Salah satu
di antara upacara tersebut adalah upacara ritual. Dalam hal ini, penulis akan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
membahas salah satu upacara ritual pada masyarakat Batak Toba di Tomok, yaitu
Horjabius.
Horjabius terdiri atas dua kata yaitu Horja dan Bius. Horja ialah
kegiatan/aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba dalam mengurus
hal yang berkaitan dengan duniawi yang meliputi adat istiadat, juga dalam
menentukan aturan-aturan adat yang berada didaerah kampung tersebut. Adat
merupakan suatu sikap (tingkah laku) kebiasaan dan kelaziman yang sesuai
dengan norma yang diturun alihkan, karena sudah berulang-ulang mendapat sifat
sebagai sudah ada dan membuat adat serta kebiasaan itu memperoleh kedudukan
sebagai sesuatu yang mengikat yang tidak terelakkan, baik buat golongan maupun
buat perorangan (Schereiner, 1978 : 18).
Sedangkan Bius merupakan sebuah desa yang menjadi tempat tinggal oleh
marga-marga tertentu yang sedang mengalami malapetaka seperti halnya wabah
penyakit, air bah, dan musim kemarau yang berkepanjangan. Bius di tiap-tiap
daerah berbeda. Seperti hal nya bius di Tomok ialah bius sidabutar. Dimana
masyarakat membentuk perserikatan yang meliputi kelompok-kelompok semua
marga yang ada di wilayah Tomok. Adapun marga-marga yang terkait yaitu
Sidabutar, Manik, Harianja, Siadari, Sijabat, Sidabalok, Sigiro, dan Tindaon.
Kedelapan marga tersebut dinamakan sebagai Raja Naualu. Upacara horjabius
berhubungan dengan kepercayaan terhadap hal- hal gaib maupun roh-roh leluhur
mereka.
Horjabius terakhir dilakukan sekitaran tahun 1938,2014, dan 2015.Namun
kembali dilakukan pada juli 2016 di Desa Tomok. Seiring perkembangan zaman,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
maka konsep pelaksanaan horjabius dahulu dan sekarang jelas sudah berbeda.
Dahulu pelaksanaan upacara ini berfokus pada hal-hal yang bersifat ritual
saja,dimana pelaksanaannya benar-benar sakral, dan yang melaksanakannya
hanyalah masyarakat tomok itu sendiri. Mereka tidak mengundang masyarakat
dari desa lain ataupun mempublikasikan acara tersebut, sebab mereka tidak
memiliki dana yang cukup besar. Pelaksanaan upacara tersebut dilakukan hanya
dengan mengumpulkan dana sukarela dari pada bius Tomok itu sendiri, karena
tujuan horjabius pada saat itu hanyalah sebuah permohonan kepada Mula Jadi
Nabolon, sebab pada saat itu Tomok sedang mengalami musim panceklik,
sehingga mereka ingin mendatangkan hujan.
Namun sekarang pelaksanaan upacara ini sudah mengarah menjadi sebuah
seni pertunjukkan atau pagelaran, tetapi tidak menghilangkan nilai dan norma adat
yang terkandung didalamnya. Sehingga banyak masyarakat yang mengetahui
upacara ini, sekalipun mereka tidak tinggal di Tomok, Karena informasi juga
disebarkan diluar desa yang berperan, agar masyarakat diluar desa juga dapat
mengetahui seperti apa pelaksanaan horjabius tersebut, tak lepas dari pernyataan
bahwa Tomok merupakan salah satu destinasi wisatawan dalam maupun luar
negeri, sehingga Desa Tomok bisa mengundang wisatawan lebih banyak lagi
dengan memperkenalkan budayanya lewat upacara horjabius. Jadi horjabius
adalah sebuah pagelaran yang dilaksanakan untuk menyampaikan pesan dan doa-
doa kepada Mula Jadi Nabolon dengan tidak menghilangkan nilai adat yang
terkandung di dalamnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam pelaksanaan upacara
horjabius tersebut, terdiri dari berbagai jenis ragam tarian, atau yang biasa disebut
dengan tortor oleh masyarakat Batak Toba. Tortor merupakan salah satu jenis
tarian tradisional yang berasal dari Sumatera Utara dan merupakan tarian
seremonial yang disajikan dengan musik gondang dan sebagai sebuah media
komunikasi dimana setiap gerakan yang disajikan memiliki makna tersendiri dan
biasanya terjadi interaksi antara partisipan upacara. Tortor ini juga digunakan
untuk menunjukan rasa hormat, khusus nya kepada tamu - tamu yang hadir dalam
suatu upacara, tortor digunakan sebagai sarana penyampaian batin baik kepada
roh roh leluhur.
Tortor merupakan spiritualitas dalam adat dan budaya sebagai jati diri
suku batak pada umumnya, tortor adalah ekspresi atau kepercayaan yang aestetis
dan menjelma dalam gerak yang teratur sesuai dengan irama. Sejarah tortor telah
ada sejak zaman purba. Pada masa itu, tortor digunakan sebagai tarian
persembahan bagi roh leluhur. Penggunaan properti berupa patung yang dibuat
dari batu merupakan ciri khas dari tarian ini. Patung batu tersebut dapat bergerak
dan menari seiring bunyi tetabuhan musik setelah dimasuki oleh roh nenek
moyang. Untuk saat ini, penggunaan tortor sebagai sarana ritual keagamaan telah
beralih fungsi, saat ini tortor lebih cenderung berfungsi sebagai sarana hiburan
sekaligus media komunikasi antar sesama warga. Namun sesungguhnya
kedudukan tortor tidaklah suatu hiburan bagi masyarakat Batak Toba, sebab
tortor tersebut bersifat sakral.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Namun ada satu tortor yang belum banyak diketahui oleh masyarakat
Batak Toba yang di tampilkan dalam upacara horjabius, yaitu tortor parsiarabu,
yang merupakan fokus kajian penulis dalam upacara horjabius. Parsiarabu1
Dahulu nya tortor ini di tari kan oleh wanita-wanita yang menganut aliran
kepercayaan parmalim
terdiri
atas par dan arabu. Par yang dimaksud adalah Orang, dan Arabu yang dimaksud
adalah sejenis pohon yang menghasilkan warna untuk ulos. Parsiarabu merupakan
cerita dari kisah kehidupan para penenun ulos yang sudah ditinggal pergi
(meninggal) oleh suaminya ketika mencari arabu (pewarna ulos). Sehingga
mereka melaksanakan tortor ini untuk menghibur seorang istri yang baru ditinggal
oleh suaminya, dapat dikatakan bahwa tortor ini pada acara kematian dengan
tujuan mengibur.
Tortor ini bertujuan untuk mengantarkan doa-doa dan harapan dibalik ulos
yang dipakai, dimana ulos sebagai media untuk menutupi rasa kesedihan, agar air
mata dan kesedihan tidak terlihat. Pada upacara horjabius, konsep tortor
Parsiarabudi tampilkan sebagai wujud ekspresi dalam merenungi dan menyesali
(ungkapan kesedihan masyarakat) atas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan
oleh masyarakat suatu kampung yang dapat mengakibatkan malapetaka, seperti
halnya musim kemarau yang berkepanjangan, adanya air bah dan wabah penyakit
dalam tujuan untuk memperoleh berkat dari Mula Jadi Nabolon.
2
1 Hasil wawancara dengan Ibu Epiphanias, sebagai penari.
2 Parmalim adalah aliran kepercayaan (agama) yang dianut oleh masyarakat Batak Toba pertama kalinya, sebelum mengenal agama kristen.
, dan yang menari kan adalah wanita yang sudah lanjut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
usia, namun sekarang ini tortor parsiarabu kebanyakan di tari kan oleh
masyarakat batak umum yang menganut aliran kepercayaan kristen, dan tidak ada
ketentuan usia dalam melakukan nya. Anak anak dini atau pun anak gadis juga
dapat menarikan tarian tersebut, Sebab tortor parsiarabu saat ini dikemas dalam
acara-acara seni pertunjukan atau pagelaran yang masih dalam konteks upacara
ritual yang tidak menghilangkan nilai norma dan adat istiadatnya. Sehingga tarian
ini ikut berperan dalam mensukseskan pelaksanaan upacara tersebut.
Pada umumnya setiap tari tidak terlepas dari pada musik. Menurut Alan P.
Merriam (1964 : 6), suara musik adalah hasil proses perilaku manusia yang
terbentuk berdasarkan nilai-nilai, sikap dan kepercayaan dari masyarakat yang
berada didalam suatu kebudayaan. Dalam tortor parsiarabu ini, ensambel
gondang sabangunan yang merupakan salah satu ensambel musik tradisional pada
masyarakat Batak Toba. Pada penganalisisan ini, merupakan salah satu upaya
untuk menjaga dan melestarikan keberadaan tortor parsiarabu agar selalu tetap
hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Batak Toba. Berdasarkan
uraian diatas, peneliti merasa tertarik dan ingin mengangkat tortor tersebut
menjadi topik penelitian dengan judul “ Analisis Struktur Tortor Parsiarabu
Pada Upacara Horjabius Di Desa Tomok, Kec Simanindo, Kab Samosir”
1.2 Pokok Permasalahan
Agar pembahasan lebih terarah maka di tentukan pokok permasalahan.
Dalam skripsi pokok permasalahan yang akan dibahas meliputi dua hal sebagai
berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Bagaimana struktur gerak tortor parsiarabu yang dipertunjukan pada
masyarakat
Tomok.
2. Bagaimana struktur musik yang digunakan untuk mengiringi tortor parsiarabu.
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana struktur gerak
tortor parsiarabu pada kebudayaan masyarakat Tomok.
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana struktur musik yang
digunakan untuk mengiringi tortor parsiarabu.
1.3.2 Manfaat
Manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam skripsi ini
adalah:
1. Sebagai dokumentasi dan bahan literatur dalam disiplin Ilmu Etnomusikologi
yang berkaitan tentang kesenian Tomok.
2. Menambah pengetahuan bagi penulis dan peneliti-peneliti lain tentang bentuk
penyajian tortor parsiarabu.
3. Mengembangkan kajian-kajian ilmiah di bidang musik dan tari, yang
dampaknya turut mengembangkan aspek keilmuan dalam disiplin-disiplinilmu
seni.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Sebagai salah satu persayaratan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan
diDepartemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU.
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Ada beberapa konsep dasar yang perlu dijelaskan dalam rangka penulisan
skripsi ini . Konsep merupakan suatu definisi secara singkat dari sekelompok
fakta atau gejala (Mely Tan dalam Koentjaraningrat, 1991:21).Tari merupakan
sebuah karya yang dibentuk dari gabungan beberapa seni seperti seni sastra, seni
musik, dan seni rupa.CorrieHartong mengatakan “gerak-gerak yang diberi bentuk
dan ritmis dari tubuh dan ruang”. Menurut Soedarsono (1977:17) “tari adalah
ekspresi jiwa yang diungkapkan melalui gerak-gerak ritmis yang indah”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 1991,
analisis adalah penguraian pokok atas berbagai bagiannya dan penelaan bagian itu
sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan
pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata analisis dalam tulisan ini
berarti hasil analisa dari objek penelitian. Adapun Analisis yang penulis maksud
dalam tulisan ini adalah analisis pertunjukan Tortor Parsiarabu pada masyarakat
Tomok.
Struktur adalah bagaimana bagian-bagian dari sesuatu, berhubungan satu
dengan yang lain atau bagaimana sesuatu tersebut disatukan. Struktur yang
penulis maksud dalam tulisan ini adalah bagian-bagian yang melengkapi tortor
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
parsiarabu dalam pertunjukannya, dan tahapan-tahapan dari pola-pola gerakan
yang dilakukan dengan bentuk iringan musiknya.
Identifikasi suatustruktur tergantung pada asumsi kriteria bagi pengenalan
bagian-bagiannya dan hubungan mereka. Dalam tulisan ini penulis menyatakan
pola berarti gerakan gerakan yang terkandung dalam tiap-tiap ragam yang
terbentuk. Tortor parsiarabu disajikan pada sebuah pagelaran yang masih
dikemas secara ritual, yaitu horjabius yang merupakan wujud ekspresi sebuah
renungan atau ungkapan penyesalan atas kesalahan kesalahan yang pernah
dilakukan oleh warga Tomok sehingga mengalami musim kemarau yang
berkepanjangan yang dapat menyebab kan gagal panen (musim panceklik).
Ungkapan penyesalan tersebut disampaikan melalui tortor parsiarabu yang di
iringi oleh alunan musik ensambel gondang sabangunan.
Gerakan-gerakan dalam tortor parsiarabu tidak terlalu sulit untuk
dilakukan banyak wanita Batak Toba di Tomok, sebab gerakan dari awal hingga
akhir merupakan gerakan-gerakan dasar/pakem tortor pada umumnya. Namun
perbedaan nya terlihat ketika tortor parsiarabu berlangsung. Dahulu penari
menari sambil menangis, karna mengingat kenangan tentang suami yang telah
meninggalkannya untuk selama-lamanya sehingga penari dapat mengalami trans
(interaksi terhadap roh-roh leluhur) disitulah mereka menyampaikan kesedihan
yang telah terjadi. Sehingga tanpa disadari mereka dapat membuat orang yang
melihat tarian tersebut ikut menangis, seolah-lah juga merasakan kesedihan yang
dialami penari tersebut. Namun dalam pelaksanaan horjabius pada juli 2016,
penari tidak mengalami hal tersebut dikarenakan yang menarikan adalah ibu ibu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang bersedia untuk menarikan nya, sekalipun mereka masih memiliki suami.
Sehingga mereka tidak dapat merenungi kesedihan tersendiri. Dalam pelaksanaan
tortor ini juga diikuti oleh Raja Naualu, namun gerakan yang dilakukan sesuai
dengan keinginan mereka. Musik pengiring yang digunakan dalam tortor
parsiarabu ini adalah ensambel gondang sabangunan yang merupakan salah satu
ensambel musik tradisional pada masyarakat Batak Toba.
1.4.2 Teori
Teori adalah sebagai kerangka penulisan dalam suatu penelitian.Adapun
teori-teori yang dituliskan dalam penulisan ini adalah melalui kajian dan studi
kepustakaan berupa dari buku-buku dan jurnal penelitian yang berhubungan
(relevan) serta mendukung masalah penelitian sehingga dapat dijadikan sebagai
acuan atau pedoman dalam melaksanakan masalah-masalah yang muncul dalam
penelitian.
Dalam menganalisis tortor parsiarabu penulis juga menggunakan teori
Milton Siger (MSPI, 1996:164-165) yang menjelaskan bahwa pertunjukan selalu
memiliki: (1) waktu pertunjukan yang terbatas, (2) awal dan akhir, (3) acara
kegiatan yang terorganisir, (4) sekelompok pemain, (5) sekelompok penonton, (6)
tempat pertunjukan dan, (7) kesempatan untuk mempertunjukannya.
Seni tari merupakan salah satu jenis kesenian yang menggabungkan gerak
dan suara menjadi wujud kebudayaan yang dapat dinikmati oleh semua orang.
Sebagai bagian dari kesenian, seni tari juga merupakan bentuk ekspresi jiwa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masyarakat. Oleh sebab itu, biasanya seni tari selalu mengandung makna atau
pesan tertentu. Seni tari juga sering dikatakan sebagai cabang kesenian yang
sangat tua, sebab materi baku dari kesenian ini adalah gerak dan alat ungkap yang
paling penting yakni tubuh manusia itu sendiri. ( Dibia dkk., 2006:24)
Musik dan Tari adalah salah satu perpaduan yang sempurna untuk
menghasilkan suatu tarian ataupun pertunjukan yang harmonis. Apalagi di dalam
tortor parsiarabu sendiri musik dan gerak tari berkaitan satu sama lain dimana
ritem pada musik merupakan hitungan gerak dalam tari.
Untuk mengetahui melodi iringan musik tortor parsiarabu penulis
menggunakan teori weightedscale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh
William P Malm (Malm dalam terjemahan Takari 1995:15). Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi yaitu: (a) tangga nada, (b) nada dasar
(pitch center), (c) wilayah nada, (d) jumlah nada-nada, (e) jumlah interval, (f) pola
kadensa, (g) formula melodi, dan (h) kontur.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan, Untuk meneliti tortor parsiarabu dalam
masyarakat Batak Toba di Tomok, penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk Miller dalam Moleong
(1990:3) yang mengatakan: “Penelitian Kualitatif adalah tradisi tertentu dalam
ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang dalam
bahasa dan peristilahannya.”
Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap yaitu: tahap sebelum
kelapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Pada tahap
penelitian lapangan penulis mempersiapkan segala macam kebutuhan yang
diperlukan sebelum turun ke dalam penelitian itu sendiri.Dalam bagian ini disusun
rancangan penelitian ini, menjajaki atau menilai keadaan lapangan, memilih
informan, perlengkapan penelitian, dan etika penelitian.
Selanjutnya pada tahap pekerjaan di lapangan peneliti mengumpulkan data
semaksimal mungkin. Dalam hal ini, penulis menggunakan alat bantu yaitu Hand
Phone merk Sony, camera digital merk Canon, catatan lapangan, dan pengamatan
secara langsung. Informan biasanya terdiri dari mereka yang terpilih saja karna
sifat-sifat nya yang khas. Biasanya mereka telah mengetahui informasi yang
dibutuhkan , dan wawancara biasanya berlangsung lama.
Dalam tahap menganalisis data penulis mengorganisasikan data yang telah
terkumpul dari catatan lapangan, foto, studi kepustakaan, rekaman, dan
sebagainya kedalam suatu pola atau kategori. Sebagai hasil akhir dari
menganalisis data adalah membuat laporan yang dalam hal ini adalah penulisan
skripsi.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Untuk melengkapi pengumpulan data penulis mencari informasi melalui
literatur-literatur yang dapat membantu proses pemecahan masalah dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penulisan skripsi ini. Literatur ini dapat berupa buku-buku, skripsi, jurnal maupun
bacaan yang berhubungan dengan penulisan judul skripsi ini.
Koentjaraningrat (2009:35) menyatakan bahwa studi pustaka bersifat
penting karena membantu penulis untuk menemukan gejala-gejala dalam objek
penelitian. Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan teori-
teori, konsep, dan lainnya. Selanjutnya hasil yang didapat dalam studi
kepustakaan ini akan dijadikan sebagai tambahan informasi dan referensi.
1.5.2 Pengumpulan data di Lapangan
1.5.2.1 Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik yang termasuk dalam
pengumpulan data dilapangan. Observasi dilakukan untuk melihat langsung acara
yang akan diteliti sehingga dapat menghasilkan data sesuai apa yang dilihat dan
didengar. Menurut Soehartono (1995:69) mengatakan bahwa, observasi atau
pengamatan dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan
menggunakan indera penglihatan, yang berarti juga tidak mengajukan pertanyaan-
pertanyaan.
Kemudian pendapat ini diperkuat lagi dengan pendapat Muhammad Ali
(1987:25) yang mengatakan bahwa: “Observasi adalah penelitian yang dilakukan
dengan cara pengamatan terhadap subyek, baik secara langsung maupun tidak
menggunakan teknik yang disebut dengan pengamatan.”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan teori yang penulis kutip diatas, penulis mengumpulkan
informasi yang diperlukan dengan cara mengamati subyek penelitian, misalnya
proses berjalan nya tortor parsiarabu, sarana dan prasarana yang diperlukan dan
masalah yang berhubungan dengan pokok permasalahan dan pengamatan.
1.5.2.2 Wawancara
Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan
keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-
pendirian mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.
Wawancara dalam hal ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan
informasi secara lisan dari para informan. Untuk ini penulis mengacu pada
pendapat Koentjaraningrat (1990:129-155) yang membagi tiga kegiatan
wawancara yaitu : persiapan wawancara, teknik wawancara, dan pencatatan data
wawancara. Sedangkan wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara
bebas, dan wawancara sambil lalu.
Dalam wawancara terfokus, pertanyaan selalu terpusat pada pokok
permasalahan lain dan tidak mempunyai struktur tertentu. Wawancara sambil lalu,
sifatnya hanya untuk menambah data yang lain. Penulis menggunakan tiga
wawancara ini dalam mengumpulkan data dan terlebih dahulu membuat daftar
pertanyaan dan mencatat secara langsung data-data yang diperlukan.
1.6 Kerja Laboratorium
Dalam kerja laboratorium, penulis menirukan gerak lalu digambar untuk
dijelaskan pada bagian-bagian gerak yang satu dan yang lainnya agar menjadi satu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
komposisi. Penulis juga melakukan transkripsi untuk menuliskan musik iringan
yang digunakan dalam proses pertunjukan tortor parsiarabu.
Semua data yang dikumpulkan baik itu dalam perekaman, catatan, dan
sebagainya akan dianalisis dalam laboratorium. Data hasil wawancara penulis
dicatat kembali dan menguraikan nya sesuai kebutuhan tulisannya. Hal ini
dilakukan sebagai pendokumentasian tertulis dari sebuah penelitian. Karena pada
dasarnya, kerja laboratorium merupakan proses transkripsi, analisis, dan
penarikan kesimpulan.
1.7 Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian penulis tentang tulisan ini adalah,
penulis memilih daerah Kecamatan Simanindo, tepat nya di desa Tomok,
Kabupaten Samosir. Penulis menetapkan lokasi ini sebagai lokasi penelitian
dengan alasan karena di desa ini masih ditemukan upacara horjabius yang
menyajikan tortor Parsiarabu, yang merupakan sebagai objek penelitian penulis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT TOMOK SAMOSIR
Pada bab ini akan diuraikan tentang keadaan lingkungan masyarakat
Tomok di kecamatan Simanindo seperti lokasi lingkungan alam dan demografi,
sejarah Desa Tomok, asal-usul masyarakat Tomok, mata pencaharian, sistem
agama dan kepercayaan, sistem kekerabatan, sistem bahasa dan sistem kesenian.
Hal-hal tersebut menurut penulis juga penting untuk diuraikan agar penulis dapat
mengenalkan daerah penelitiannya tersebut kepada pembaca.
2.1 Asal Mula Marga Sidabutar di Tomok Kec. Simanindo Kab. Samosir
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tomok merupakan sebuah desa kecil di pesisir timur pulau samosir dan
merupakam sebuah desa tradisional, yang dikenal sebagai pintu gerbang dan
pengenalan samosir. Dahulunya, Tomok sebagai tempat kediaman Oppu Soributtu
dan keturunannya selama lebih dari empat abad. Menurut legenda yang hidup, Si
Raja Batak yang diakui sebagai nenek moyang seluruh orang batak, tinggal di
Pusuk Buhit, sebuah perbukitan yang tidak jauh dari pangururan, kabupaten
samosir sekarang. Pada abad ke-14 Masehi diperkirakan satu dari keturunannya,
yakni Tambatua menempati wilayah tamba, Kecamatan sitiotio, Kabupaten
Samosir. Lalu seorang datu Parngongo, yang merupakan seorang dari keturunan
Tambatua meninggalkan Desa Tamba, hijrah ke Batu-batu, kini masuk ke wilayah
Ambarita Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Diperkirakan pada abad ke-
15 Masehi disitu lahir lah generasi keempat keturunan Datu Parngongo, yang
diberi gelar dengan nama Raja Si Opat Ama (Raja Sidabutar, Raja Sijabat, Raja
Siadari, dan Raja Sidabalok). Setelah cukup lama bermukim di Batu-batu, yakni
pada abad ke-16 Masehi, seorang dari keturunan Toga sidabutar, Yakni Guru
Hasahatan mencari tempat baru dan menemukannya di Batu Tanggang, kini
masuk dalam wilayah Tuk-tuk Siadong, Kecamatan Simanindo, Kabupaten
Samosir. Di batu inilah lahir putra sulungnya Oppu Soributtu dan enam putra
lainnya. Karena di Batu Tanggang juga ikut marga-marga lain, maka pada abad
ke-17 Masehi, Hampir seluruh putra Oppu Hasahatan mencari lahan baru dengan
bertahap. Oppu soributtu sendiri hijrah ke Selatan, beberapa kilometer dari selatan
Batu Tanggang, yaitu Tomok. Sejak itulah, keturunan Oppu Soributtu dan putra-
putranya menetap di Tomok. Disini adalah sarkofagus batu besar kepala suku
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sidabutar. Diukir dari satu blok batu. Bagian depan nya diukir dengan wajah singa
(makhluk mitos), bagian kerbau, bagian gajah. Pada tutup terbentuk pelana adalah
patung kecil seorang wanita membawa mangkuk, diyakini mewakili istri ketua
yang mati. Areal yang dijadikan Oppu Soributtu dan putera-puteranya sebagai
perkampungan awal adalah Tomok Bolon, di tepian Danau Toba. Namun lahan di
seantero tomok segera dikuasai dan diusahai, baik untuk pertanian, peternakan,
dan perladangan. Dengan bertambahnya jumlah keluarga keturunan Oppu
Soributtu, baik dari garis putera maupun garis puteri (menantu dari marga lain)
makan tumbuh pula tempat permukiman atau perkampungan baru dilahan
disekitar perladangan, pertanian dan peternakan mereka. Perkampungan baru itu
ada yang disebut Huta, ada Lumban dan ada Sosor. Seluruh wilayah tersebut sejak
awal (abad ke-17 Masehi) dikuasai oleh keturunan Oppu Soributtu Sidabutar.
Pusat kekuasaan tetap berada di Tomok Bolon.
2.1.1 Luas Wilayah dan Jumlah penduduk Menurut Jumlah
Desa/Kelurahan
Dari pengamatan langsung penulis, ada dua desa yang terdapat di daerah
Tomok masing-masing mempunyai cakupan wilayah yang ditentukan berdasarkan
batas-batas yang telah disepakati. Adapun dua desa tersebut adalah desa Tomok
Parsaoran dan desa Tomok Induk, berdasarkan wawancara dengan Kepala desa
Tomok Parsaoran bahwasanya desa Tomok Induk dulunya merupakan satu desa
dengan desa Tomok Parsaoran tetapi Tomok Induk mekar dan membentuk desa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
baru. Masing-masing desa memiliki 3 dusun dengan jumlah keseluruhan
penduduk 3526 jiwa.
Tomok Induk merupakan lokasi yang digunakan pada upacara horjabius
Tomok, berdasarkan wawancara dengan kepala desa Tomok Parsaoran, beliau
berkata bahwa adapun horjabius tomok dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan
antara dua desa yakni Tomok Induk dan Tomok Parsaoran dan setiap warga
kampung berhak terlibat dengan acara tersebut.
Adapun garis perbatasan wilayah yang dijadikan perkampungan, pertanian,
peternakan yang meliputi seluruh lahan Tomok ialah:
- Disebelah Timur, berbatasan dengan Danau Toba
- Disebelah Selatan, berbatasan dengan Lontung
- Disebelah Barat, berbatasan dengan Ronggung ni huta
- Disebelah Utara, berbatasan dengan Binanga Jambu/Si Lima Tali.
Huta, Lumban dan Sosor yang masuk dalam wilayah Tomok adalah
sebagai berikut :
1. Lumban Silalahi, Sosor Bolon, Bulu Duri, Lumban Sidabutar, Siholing, Gurning,
Sitio, Tomok Bolon, Lumban Galung, Sosor Dame, Janji Marapot, Sosor Pasir,
Lumban Sijabat.
Parhudonan, Sosor Dolok dan Sipariama di Tomok bagian Timur
2. Simangambat, Mual Na Pultak, Sosor Galung, Unte Anggir dan Batu Manimbun
di Tomok.
Bagian Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Pangambatan, Sosor Mangandar, Buttu Nauli, Pealilit dan Siharbangan di Tomok
bagian Selatan
4. Huta Bolon, Sosor Tolong, Lumban Sinurat, Lumban Simarmata, Lumban
Nadeak, Huta Raja, Tanjungan, Sihudon, Sigarantung dan Siulak Hosa di
Tomok bagian Barat.
2.1.2 Demografi Kec Simanindo, Kab Samosir
Letak geografis Kabupaten Samosir pada 20 24’ – 20 25’ Lintang Utara
dan 980 21’ – 990 55’ BT. Kabupaten Samosir terletak diwilayah dataran tinggi,
dengan ketinggian antara 904 – 2157 meter diatas permukaan laut, dengan
Topografi tanah yang beraneka ragam yaitu datar, landai, miring dan terjal.
Struktur tanahnya labil dan berada pada wilayah gempa tektonik dan vulkanik.
Kabupaten Samosir tergolong kedalam daerah beriklim tropis basah
dengan suhu berkisar antara 17 0C – 29 0C dan rata-rata kelembapan udara 85,04
persen. Jenis tanah Topografi dan kontur tanah di Kabupaten samosir pada
umumnya berbukit dan bergelombang. Penggunaan lahan Kabupaten Samosir
memiliki 10 buah sungai yang keseluruhannya bermuara ke Danau Toba.
Sebahagian dari sungai tersebut telah dimanfaatkan untuk mengairi lahan sawah
seluas 3987 ha, lahan sawah yang beririgasi setengah teknis (62,13 % dari luas
yang ada). Panjang saluran irigasi di Kabupaten Samosir mencapai 74,77 km,
terdiri dari irigasi setengah teknis 70,63 km (21,53 km saluran primer dan 49,10
km saluran sekunder) dan irigasi sederhana 4,14 km.
2.2 Asal Usul Masyarakat Batak Toba di Desa Tomok
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tomok merupakan sebuah desa yang dihuni oleh suku batak toba. Suku ini
tersebar di berbagai kota di Indonesia, sehingga tidak asing lagi bagi kebanyakan
masyarakat Indonesia. Suku batak terdiri dari enam sub suku, antara lain: Toba,
Simalungun, Karo, Pak-pak, Angkola, dan Mandailing. Suku batak ini pun
bermukim di daerah pegunungan, wilayah darat, dan pedalaman provinsi
Sumatera Utara, dan sebagian besar dari keenam sub suku ini berdiam di
sekeliling Danau Toba, Kecuali Angkola dan Mandailing yang yang hidup di
Perbatasan Sumatera Barat. Dari keenam suku ini, Batak Toba adalah suku yang
terbanyak jumlahnya. Adapun beberapa penulis menambahkan bahwa orang Alas,
Gayo, orang pardembang yang ada dipesisir Sungai Asahan, sebagian orang
pesisir yang tinggal di Pantai Barat Pulau Sumater juga merupakan keturunan
orang batak, tetapi dalam kehidupan sehari-hari kata “Batak itu sendiri lebih
diartikan kepada suku batak toba3
Banyak orang yang menganggap bahwa orang batak tergolong Proto
Melayu. Hal tersebut dikatakan, sebab karakteristik yang dimiliki oleh orang-
orang Proto Melayu yang gemar untuk tinggal dan menetap di daerah-daerah
pedalaman dan pegunungan serta mengindari daerah tepi pantai, sehingga saat
mereka tiba dikepulauan nusantara, nenek moyang bangsa batak ini langsung
masuk jauh kepedalaman hutan dan menjauhi pesisir pantai yang diperkirakan
mendiami daerah sekitar Danau Toba. Pembagian subkultur tradisonal Batak Toba
sepertinya tidak memiliki perbedaan yang menonjol, baik dilihat dari sisi adat
istiadat, maupun cara kehidupannya.
3Lihat Pederson, Niessen, Tobing, Pasaribu dalam Purba, M (2004: 6)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3 Sistem Mata Pencaharian
Masyarakat Suku Batak Toba di Tomok sebagai penduduk asli di kawasan
Samosir mempunyai mata pencaharian sebagai Petani, Pedagang, Pegawai Negeri,
Buruh, Pengrajin, Penarik Becak, dan lain-lain. Sesuai dengan kondisi alamnya,
tentunya sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah petani, yaitu
bercocok tanam padi disawah dengan irigasi. Alat-alat utama dalam bercocok
tanam adalah cangkul dan bajak. Biasanya bajak ditarik oleh kerbau atau sapi.
Namun perlu diketahui bahwa masyarakat Tomok memiliki kreativitas
yang tinggi dalam membuat sebuah kerajinan seperti ukiran patung misalnya.
Yang merupakan sebagai mata pencaharian mereka selain bercocok tanam, sebab
saat ini Tomok sudah dijadikan sebagai destinasi wisata. Sehingga mereka lebih
mudah menjual atau memasarkan hasil kerajinan tersebut untuk memperoleh hasil
tambahan.
2.3.1 Sistem Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan
keinginan dan maksud seseorang kepada orang lain dengan berbagai cara dan
lambang antara lain dengan tulisan, lisan, isyarat dan gerakan yang mungkin akan
dimengerti orang lain.
Tomok merupakan salah satu daerah yang penduduknya merupakan masyarakat
batak toba. Masyarakat Tomok ini sangat menjaga kelestarian budaya mereka,
termasuk bahasa yang mereka gunakan. Mereka terbiasa memakai bahasa Batak
dalam kehidupan sehari-hari ketika berkomunikasi dengan sesama mereka.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Namun saat ini masyarakat Tomok juga sudah mulai sering menggunakan bahasa
indonesia ketika berkomunikasi dengan orang lain, sebab Tomok adalah salah
satu tempat wisata yang ada di samosir, dan pengunjung yang datang berwisata ke
Tomok sebagaian besar bukan masyarakat Batak Toba. Sehingga jika mereka
menggunakan bahasa batak, maka akan sulit untuk berkomunikasi dengan
pengunjung.
Dalam pengucapan bahasa Batak Toba, seringkali masyarakat tidak
menyadari kalau banyak sekali ungkapan-ungkapan yang disampaikan itu
merupakan partikel fatis4
• Menggunakan partikel Ai
. Selain untuk menyatakan perasaan penuturnya,
ungkapan-ungkapan fatis ini juga dipakai untuk menjalin hubungan antarpenutur
dan lawan tuturnya. Adapun contoh bahasa batak ialah :
“Ai so binoto sipata pangalaho ni begu, rajanami!” (“Kadang-kadang kita tidak
mengerti sih sifat setan, tuan raja!”)
- Merupakan ungkapan keragu-raguan atau ketidakpastian terhadapa apa yang
diungkapkan oleh kawan bicara.
“Ai boru aha do hamu Inang?” (“Marga apa sih Ibu?”)
- Merupakan pengganti tanya dalam bentuk hormat.
• Menggunakan partikel E yang digunakan pada awal dan tengah ujaran.
“E borunghu, ba dia ma sidokhonon nunga songon i partubuan ni daging dibahen
Omputa Mula Jadi Nabolon sitaonon di” (“Yah, begitulah putriku, kita tidak dapat
4 Partikel fatis merupakan sebuah ekspresi kemaknaan yang hadir dalam bahasa lisan, artinya makna sebuah ungkapan fatis dapat dipahami secara tepat jika ungkapan fatis tersebut disampaikan secara lisan, bukan dituliskan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
melawan takdir yang sudah ditetapkan oleh Ompu Mula Jadi Nabolon, kita harus
menerimanya”)
- Merupakan untuk dapat menerima kenyataan, untuk menarik perhatian.
“E, da rajanami tung asi nirohamu ma, rajanami, mamereng hami na dua”
(“Yah tuan raja, kami hanya memohon belas kasihan raja pada kami berdua”)
- Merupakan ujaran yang digunakan untuk mendapat belaskasihan.
2.3.2 Sistem agama dan Kepercayaan
Ada beberapa agama yang berkembang dimasyarakat Batak. Sejak awal
abad ke-19 agama Islam dan Kristen Protestan masuk kedalam masyarakat Batak.
Orang Minangkabau menyebarkan agama Islam sekitar tahun 1810 dan dianut
oleh mayoritas orang Batak Selatan5
Pada mulanya keagamaan orang batak adalah konsep totalitas dimana
komunitas, pribadi dan sebagainya terjalin dalam suatu pandangan. Konsep
totalitas ini tercermin dalam pembagian alam menjadi tiga bagian dan Mula Jadi
Nabolon sebagai Penguasa. (Tobing 1956: 58) Konsep Tuhan yang maha tinggi
disebut Partaganing. “Tuhan” itu secara fungsional terbagi atas tiga unsur dalam
prinsip yang Tritunggal yaitu: Tuan Bubi Na Bolon, Ompu Silaon Na Bolon, dan
. Sedangkan agama Kristen Protestan
disebarkan oleh organisasi Jerman (RMG) dan banyak dianut oleh masyarakat
yang berada di daerah Batak Utara. Tomok merupakan daerah batak yang berada
pada bagian utara. Orang batak toba, mengakui secara pribadi maupun secara
kelompok bahwa adanya kuasa di luar kuasa manusia.
5 Batak Selatan meliputi Orang Mandailing dan Angkola, sedangkan batak utara meliputi orang simalungun, yaitu masyarakat yang berada di daerah toba.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tuan Pane Na Bolon yang secara bertutut-turut menguasai Banua Ginjang, yaitu
benua atas yang menyatakan Langit, Banua Tonga yaitu benua tengah yang
menyatakan Bumi, dan Banua Toru yang menyatakan benua bawah yaitu Laut dan
Cahaya. (Pasaribu 1986 : 50) Konsep Tuhan yamg sedemikian itu menurut para
ahli antropologi religi adalah akibat dari pengaruh hindu yang menyusup kedalam
kepercayaan asli orang Batak. (Parkin 1956 : 28) Selain itu masyarakat batak toba
juga percaya bahwa Roh dan Jiwa mempunyai kekuatan. Itulah sebabnya setiap
bahasa megenai budaya batak, sejak dahulu hingga sekarang harus berkaitan
dengan sejarah falsafah hidup berdasarkan animisme6
6Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa mepunyai roh yang bertujuan mengadakan hubungan baik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati itu senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka.
.
2.3.3 Sistem Kekerabatan
Masyarakat Batak Toba di Desa Tomok memiliki prinsip seperti
Batak Toba lain, yang menganggap bahwa struktur kekerabatan harus tetap dijaga
sebagai budaya turun temurun dari nenek moyang. DJ. Rajanamarpodang
mengatakan bahwa sistem kekerabatan memegang peranan penting dalam jalinan
hubungan, baik antara individu dengan individu dengan masyarakat lingkungan.
Di dalam sistem kekerabatan ini pula terdapat kelompok kekerabatan, sistem
keturunan, sistem istilah kekerabatan dan sopan santun pergaulan kekerabatan.
Pada kelompok kekerabatan ada sistem norma yang mengatur kelakuan warga
kelompok.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada kelompok yang bersangkutan ada harga dan rasa kepribadian yang
disadari oleh para anggotanya, ada hak dan kewajiban yang turut mengatur
interaksi mereka, di samping pimpinan yang mengorganisir kegiatan kelompok.
Sistem keturunan adalah yang menentukan siapa di antara kerabat yang begitu
luas termasuk ke dalam lingkungan kekerabatannya dan siapa yang tidak termasuk
ke dalamnya.
1. Sistem keturunan melalui garis laki-laki saja disebut prinsip patrilineal.
2. Sistem keturunan melalui garis perempuan disebut prinsip matrilinieal
3. Sistem keturunan yang memperhitungkan hubungan kekerabatan melalui laki-laki
dan perempuan disebut prinsip bilateral.
Di dalam sistem keturunan ini ada pula yang memperhitungkan dimana
sejumlah hak dan kewajiban tertentu, termasuk ke dalam lingkungan kerabat laki-
laki, sedangkan pada sejumlah hak dan kewajiban lainnya diperhitungkan masuk
lingkungan kerabat perempuan. Demikian pula pada sistem istilah kekerabatan,
adalah sistem bagaimana seseorang menyapa atau menyebut seseorang yang lain
dari anggota kerabatnya. Sopan santun pergaulan kekerabatan merupakan sistem
tentang bagaimana seharusnya seseorang bersikap terhadap kerabat teretentu dan
bagaimana sikap terhadap anggota kerabat lainnya. Seperti suku lainnya di
Sumatera Utara konsep kekerabatan Batak Toba bisa kita temukan dari
marga7dan konsep Dalihan Na Tolu8
7 Marga adalah suatu identitas turun temurun pada masyarakat Batak Toba yang dibuat di bagian akhir nama. 8 Dalihan Na Tolu merupakan pedoman dan landasan pokok yang selalu diterapkan dalam kehidupan adat istiadat pada masyarakat batak toba.
sebagai pilar utama dalam menjalin
hubungan kekerabatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.4 Sistem Kesenian
Sistem kesenian pada masyarakat Batak Toba merupakan aspek yang
sangat erat kaitannya dengan kehidupan sosial masyarakat. Sistem kesenian pada
masyarakat Batak Toba dapat ditemukan dalam berbagai bentuk kesenian seperti
seni sastra, seni musik, seni tari, seni rupa, dan seni tekstil.
Seni sastra dalam masyarakat Batak Toba dapat kita lihat dari adanya umpasa,
tongo-tongo, turi-turian, dan huling-huling ansa. Seni sastra yang sering dijumpai
adalah umpasa, karena selalu digunakan dalam pelaksanaan adat istiadat di
masyarakat.
Adapun seni yang paling menonjol pada masyarakat Batak Toba ialah seni
musik. Musik dijadikan sebagai kebutuhan sehari-hari, sebab musik memiliki
peranan penting dalam kegiatan masyarakat, terutama sebagai sarana hiburan dan
juga sebagai pelengkap proses adat istiadat yang ada. Seni musik di Desa Tomok
sama berkembangnya dengan daerah lainnya yang terdapat pada cakupan wilayah
Samosir. Samosir sebagai salah satu daerah yang paling banyak menyimpan
sejarah kebudayaan Batak memiliki ciri khas tersendiri dalam menggunakan
musik dalam kehidupan sehari-hari. Di Samosir kita bisa melihat pertunjukan
musik tradisional Batak Toba beserta tarian dalam lokasi-lokasi wisata yang saat
ini sedang dikembangkan oleh pemerintah setempat. Musik juga bisa dijumpai di
lapo tempat orang-orang berkumpul khususnya pada malam hari, kita bisa melihat
taganing ditempat ini dan dimainkan bergantian untuk mengisi hiburan dalam
kumpulan orang-orang di lapo tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Perkembangan musik di Tomok dapat terlihat dari salah satu band yang
berasal dari daerah tersebut yang namanya sudah terkenal di negara ini hingga ke
mancanegara. Mereka adalah grup Marsada Band yang dibentuk oleh Amput
Sidabutar yang merupakan warga asli Tomok. Band ini dapat dinikmati oleh
semua kalangan (orangtua, anakmuda dan anak-anak) karena perpaduan antara
musik tradisi dan musik modern nya Adapun formasi band pada Marsada Band
yaitu : 3 orang pemain gitar sekaligus sebagai vocal pada band ini, satu orang
pemain bass, taganimg, sulim, sambo (samosir bongo) yang juga alat musik yang
dibuat oleh band ini juga. Ini merupakan sebuah inovasi dari masyarakat yang
berasal dari Tomok untuk mengembangkan musik tradisional Batak Toba dan
ingin berkarya supaya musik tradisional dapat disukai oleh kalangan muda.
Seni tari pada masyarakat disebut dengan tortor, dan tumba. Tortor
merupakan tarian yang dilakukan dalam konteks kegiatan adat atau ritual
keagamaan tradisional. Sedangkan tumba merupakan bentuk tarian yang ditarikan
dalam bentuk hiburan. Dalam perkembangan terakhir tortor dan tumba sudah
mengalami perubahan dalam konteks penggunaan dimana keduanya sudah
dijadikan sarana pertunjukan baik dalam festival maupun sebagai kegiatan untuk
mengisi sebuah acara tertentu yang berhubungan dengan budaya, khususnya pada
budaya Batak Toba.
Seni rupa yaitu berupa patung yang terbuat dari batu dan kayu yang sudah diukir.
Demikian juga dengan Seni tekstil yang ada pada masyarakat Batak Toba yang
merupakan kain tenunan yang dibuat dari bahan benang berwarna-warni yang
disebut sebagai Ulos. Dasar pembuatan ulos adalah bonang manalu, perobahan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengertian dari bonang manolu. Bonang manolu bersumber dari pengertian
kepercayaan yang bersimbolkan warna tiga bolit, sedangkan tiga bolit adalah
bersumber mula dari tiga warna hembang sebagai lambang dari pancaran kuasa
Mulajadi Na Bolon, ketiga warna tersebut adalah warna hitam sebagai
perlambang Debata Bataraguru, warna putih sebagai perlambang Debata
Sorisohaliapan dan warna merah sebagai perlambang Debata Balabulan. Namun
setelah berkembang, saat ini bahan warna yang terdapat dalam motif ulos sudah
beraneka ragam, tentu saja ini merupakan hasil dari kreativitas dari penenun ulos .
Penggunaan ulos juga tidak hanya terbatas pada unsur sosial budaya spritual yang
mengatakan bahwa ulos merupakan simbol dari ugamo. Namun berbagai
kreativitas lain bermunculan seperti tas dan pakaian yang terbuat dari bahan dasar
ulos.
BAB III
PELAKSANAAN HORJABIUS DAN STRUKTUR PERTUNJUKAN
TORTOR PARSIARABU
3.1 Pelaksanaan Horjabius
Penulis sudah menjelaskan latar belakang tulisan ini bahwa Horjabius
terdiri atas dua kata yaitu Horja dan Bius. Horja ialah kegiatan/aktivitas yang
dilakukan oleh masyarakat Batak Toba dalam mengurus hal yang berkaitan
dengan duniawi yang meliputi adat istiadat, juga dalam menentukan aturan-aturan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
adat yang berada didaerah kampung tersebut. Sedangkan Bius merupakan sebuah
desa yang menjadi tempat tinggal oleh marga-marga tertentu yang sedang
mengalami malapetaka seperti halnya wabah penyakit, air bah, dan musim
kemarau yang berkepanjangan. Bius Sidabutar misalnya (kumpulan marga
Sidabutar yang disebut bius). Sidabutar merupakan salah satu marga yang
memiliki nilai sejarah besar di Tomok karena pada zaman dahulu nenek moyang
mereka adalah penguasa daerah Tomok. Adapun fungsi bius pada konteks
kehidupan bermasyarakat adalah untuk menentukan tatanan norma adat yang akan
dilaksanakan di daerah tersebut. Pada kegiatan bius diadakan pembagian tugas
seperti menentukan partanggalan atau hari dan waktu yang tepat untuk
melaksanakan horja tersebut. Pelaksanaan upacara adat horjabius harus sesuai
dengan kesepakatan warga huta terlebih lagi bila ada suatu hal yang harus
dibicarakan bersama atau dimusyawarahkan. Maka pimpinan bius akan
memimpin jalannya upacara yang dilaksanakan di halaman huta9
• Ulaon Hahohomion (10.00 WIB -12.00 WIB)
.
Upacara horjabius pada masyarakat Tomok memiliki tata cara dan aturan
pelaksanaan nya. Upacara ini dilakukan dalam kurun waktu dua hari, Adapun
rangkaian acara dan waktu pelaksanaan horjabius: Hari Pertama
merupakan kegiatan spiritual yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada
nenek moyang orang batak, selain mendekatkan diri terdapat juga unsur memuja
roh leluhur dan kekuatan gaib. Pada Pagelaran ulaon hahomion ini ada dua
kegiatan yang dilaksanakan yaitu, Ziarah ke tambak dolok Ompu Raja Sidabutar,
9 Halaman yang menjadi tempat pelaksanaan horjabius adalah aula patung sigale-gale.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
merupakan kegiatan awal yang dilakukan untuk permisi kepada Raja Sidabutar
agar berjalan lancar dalam melakukan kegiatan horjabius dengan
mempersembahkan sesajen berupa satu ekor kambing, ayam putih jantan, ayam
jantan merah panggang, ayam jantan, sagu-sagu, itak nani hopingan (telur, bunga
raya), Itak gur-gur, Anggir, Tanduk horbo paung, Air kelapa muda, perlengkapan
demban, dan dupa. Mangalopas tu Mual Natio, yaitu, ritual untuk mensucikan diri
ke air danau yang jernih dengan harapan masyarakat Tomok diberikan
kelimpahan berkah, segala yang dikerjakan berhasil dan hujan segera turun,
sehingga masyarakat tomok tidak mengalami gagal panen kembali. Adapun
kegiatan melepaskan ayam putih di danau, sebagai korban persembahan kepada
Mula Jadi Nabolon.
• Marhata10
• Tortor Tunggal Panaluan (13.30 WIB - 14.30 WIB)
Ma Raja (13.00 WIB -13.30 WIB) merupakan tahapan yang
dilanjutkan setelah upacara ulaon hahomion. Tujuan dari marhata ma rajaini
adalah untuk membicarakan bagaimana tahapan untuk upacara selanjutnya seperti
manjou datu laho patortorhon tunggal panaluan (memanggil datu untuk
menarikan tor-tor tunggal panaluan), horbo seperti apa yang akan disembelih
pada proses mangalahat horbo, manguras huta dan siapa yang akan bertugas
untuk mencari perlengkapan-perlengkapan upacara tersebut.
Tortor inimerupakan tarian yang disakralkan, sebab tarian ini melakukan kontak
spiritual langsung dengan Mula Jadi Na Bolon, atau disebut sebagai media
komunikasi. Tortor ini dilakukan oleh seorang Datu Bolon, dengan menggunakan
10Marhata diambil dari kata dasar Hata, Mar adalah kata bantu kerja pada bahasa batak toba. Jadi marhata adalah Berbicara, Berdiskusi dan pasti melibatkan orang-orang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebuah tongkat yang disebut sebagai Tunggal Panalua. Hal ini dilakukan untuk
memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa yang disampaikan lewat perantara
si tunggal panaluan akan musibah yang sedang menimpa kampung. Dalam
pelaksanaan tortor ini, maka panortor lah yang membawakan segala sesajen yang
sudah dipersiapkan sebelumnya kepada si tunggal panaluan, seperti cawan berisi
air jeruk purut. Berdasarkan tortor ini datu akan memberitahu kepada masyarakat
apa yang harus dilaksanakan lewat jalinan komunikasi dengan si tunggal
panaluan selanjutnya dan pada saat ini pula diberitahu horbo apa yang akan
disembelih untuk prosesi mangalahat horbo.
• Pangurason di Tomok Bolon (14.30 WIB – 15.00 WIB)
Pangurason di Tomok Bolon adalah sebuah upacara yang dilaksanakan yang telah
disepakati pada marhata ma raja. Pangurason huta dilaksanakan setelah
patortorhon tunggal panaluan, pada upacara ini hasuhuton beserta raja naualu
bergerak mengelilingi huta dengan membawa cawan putih berisi air jeruk purut.
Adapun tujuan dari pangurason di kampung ini adalah agar kiranya masyarakat
penghuni beserta kampung tersebut dijauhkan dari hal yang buruk dan merugikan
bagi masyarakat dan kampung itu sendiri.
• Tor-Tor Suhut (15.00 WIB – 17.00 WIB)
Tor-tor suhut dilaksanakan setelah pangurason kampung tempat pelaksanaan
upacara tersebut. Tor-tor ini melibatkan hasuhuton bolon marga sidabutar dan
boru ni marga sidabutar yang terdapat pada desa Tomok. Pada kegiatan ini suhut
menari mengelilingi halaman dan boru telah bersiap-siap untuk menerima pasu-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pasu/ berkat dari hula-hula mereka sidabutar. Tor-tor suhut bermakna supaya
seluruh masyarakat tomok saling menghargai didalam hidup bermasyarakat.
Pelaksanaan horjabius di Tomok pada hari pertama dimulai pada pukul
09.00 WIB hingga pada pukul 17.00. Kemudian pada malam hari nya, mulai
pukul 19.00 hingga pukul 23.00 WIB mereka mengadakan acara hiburan, dimana
menampilkan tor-tor kreasi dan tradisi, Opera Si Boru Tumbaga, juga
menampilkan Marsada Band sebagai penghibur dengan lagu-lagu mereka yang
khas. Pada keesokan harinya, kembali pada pukul 09.00 WIB dilanjutkan kembali
rangkaian upacara horjabius Adapun rangkaian acara dan Waktu pelaksanaan
horjabius, Hari Kedua:
• Pajongjong borotan (09.00 WIB-09.30 WIB)
Borotan adalah kayu besar yang digunakan sebagai tiang penyangga bagi kerbau
yang akan disembelih tersebut. Borotan tersebut berdiameter 20-30cm yang
ditanam ditengah halaman pelaksanaan upacara tersebut dan makna dari borotan
tersebut melambangkan kesucian. Pada acara ini, maka hasuhuton menyuruh
parhobas untuk mencari borotan yang kuat agar dapat menahan kekuatan kerbau
tersebut, ketika kerbau ingin melepaskan dirinya dari borotan. Setelah borotan
sudah didirikan, parhobas akan meminta gondang kepada pargossi untuk
mengelilingi borotan tersebut.
• Mangharihiri Horbo (09.30 WIB-10.00 WIB)
Manghariri horbo dilaksanakan setelah parhobas menyiapkan borotan yang kuat
untuk tempat kerbau akan diikatkan. Mangharihiri horbo dilakukan oleh parhobas
yang telah dihunjuk terlebih dahulu oleh bius raja naualu yang berjumlah delapan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
orang. Adapun horbo yang digunakan pada upacara ini adalah horbo sitikko
tanduk siopat pisoran, kerbau yang memiliki tanduk yang runcing dan besar dan
ekor kerbau harus lebih panjang dari lututnya. Kerbau ini menjadi persembahan
kepada Debata Mulajadi Nabolon.
• Liat Horbo dan Tor-tor Suhut (10.00 WIB-11.30 WIB)
Liat horbo adalah para peserta upacara (raja naualau, hasuhuton, boru) manortor/
menari mengelilingi kerbau yang telah diikatkan pada kayu besar yang berada
ditengah halaman upacara tersebut. Pada kegiatan ini, kerbau tersebut dikelilingi
sambil manortor sebanyak tiga kali putaran dengan diiringi gondang liat-liat.
• Panattion I dan II (11.30 WIB-13.00 WIB)
Panattion diambil dari kata manatti yang berarti membawa persembahan untuk
diberikan kepada hasuhuton. Pada panattion yang pertama, persembahan yang
diberikan dibawakan oleh warga huta berupa beras, ringgit sitio soara dan buah-
buahan. Ini merupakan wujud kegembiraan masyarakat tomok akan terlaksananya
upacara horjabius mangalahat horbo tersebut dan orang yang terlibat pada
panattion disebut dengan panattin. panattion yang dilaksanakan di upacara
Horjabius sesuai dengan konsep adat masyarakat tomok.
Pada panattion kedua, yang ikut kedalam kelompok panatti bukan lagi warga huta
yang bersangkutan. Akan tetapi, ini dikhususkan kepada pengunjung maupun
wisatawan yang ingin manortor bersama, pada konteks panattionkedua ini
bersifat sebagai hiburan untuk tamu pengunjung saja. Pelaksana acara juga
menyebutnya dance for tourist.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kemudian melakukan Makan Siang Bersama pada pukul 13.00 WIB-14.30 WIB
lalu melakukan panattion kembali pada pukul 14.30 WIB-16.00 WIB
• Tortor Parsiarabu (16.00 WIB-16.30 WIB)
Tor-tor parsiarabu merupakan tortor yang digunakan dalam horjabius sebagai
wujud permohonan maaf kepada alam dan Tuhan akan kejadian yang menimpa
warga kampung. Tortor ini bertujuan untuk mengantarkan doa-doa dan harapan
dibalik ulos yang dipakai, dimana ulos sebagai media untuk menutupi rasa
kesedihan, agar air mata dan kesedihan tidak terlihat. Tortor ini juga ditarikan
oleh istri/ permaisuri dari bius raja naualu. Ini merupakan salah satu dari
rangkaian acara horjabius yang menjadi fokus penulis dalam meneliti tortor
tersebut.
• Manullang Horbo ( 16.30 WIB-17.00 WIB)
Manullang horbo merupakan tahapan penyembelihan kerbau yang berada
diborotan yang menjadi upacara puncak dalam pelaksanaan horjabius tomok
mangalahat horbo. Proses dalam melakukan kegiatan ini cukup lama, sebab
membutuhkan banyak orang untuk menahan kerbau lepas dari borotan. Dalam
proses penyembelihan, kerbau disembelih menggunakan pisau. Namun pada saat
itu mereka juga menggunakan hujur linggis11
• Padalan Jambar (17.00 WIB-18.30 WIB)
sebagai simbolik, mengingat dahulu
pada pelaksanaan ini menggunakan hujur linggis.
11 Silingis adalah tombak yang bermatakan besi yang tajam, pada zaman dahulu digunakan dalam prosesi manullang horbo, ukurannya kira-kira 1.30 m.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Padalan jambar adalah pembagian daging yang telah dipotong menjadi beberapa
bagian berdasarkan kedudukan pada pesta tersebut. pihak dalihan natolu pasti
memiliki hak pada pembagian jambar, jambar tersebut berupa daging kerbau,
lembu dan namamarmiak. Pada konteks horjabius, padalan jambar dilaksanakan
ketika kerbaunya sudah disembelih dan dibersihkan oleh parhobas, dibersihkan
maksudnya adalah dibagi dan dibuat dalam beberapa potongan. Potongan-
potongan daging tersebutlah yang disebut dengan jambar, semua peserta upacara
berhak mendapatkan jambar, seperti raja naualau, hasuhuton, parboru,
pemerintah setempat, pargossi dan parhobas.
• Makan Bersama (18.30 WIB-20.30 WIB)
Makan bersama dilakukan oleh seluruh peserta yang ada dalam aula pelaksanaan
horjabius.
Makanan yang dihidangkan adalah lauk dan daging kerbau yang relah disembelih
dan dimasak. Dalam acara ini terlihatlah bagaimana kebersamaan masyarakat
Tomok. Mereka bergotong-royong dalam menyiapkan makanan yang akan
dihidangkan kepada peserta yang ada di dalam acara tersebut.
Setelah makan bersama, maka sama halnya seperti hari pertama, ada nya acara-
acara hiburan yang dilakukan, baik itu dalam tarian maupun nyanyian.
3.2 Struktur Pertunjukkan Tortor Parsiarabu
3.2.1 Asal Usul Tortor Parsiarabu
Tortor Parsiarabu merupakan salah satu tarian tradisional yang ada pada
masyarakat Batak Toba sejak zaman dulu. Parsiarabu berasal dari imbuhan par –
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
arabu. Par artinya orang dan arabu artinya pohon untuk menghasilkan warna
ulos, jadi parsiarabu adalah orang yang mengambil warna ulos. Parsiarabu
merupakan sebuah cerita dari kisah kehidupan para “Partonun”12
Pada mulanya tortor ini di tari kan oleh wanita-wanita parmalim yang
sudah lanjut usia. Pada tahun 1970, tortor parsiarabu di tampilkan untuk
menyambut tamu-tamu dari luar negeri dalam suatu seni pertunjukan untuk
menarik wisatawan. Ada unsur yg bisa dibanggakan pada saat itu, karena banyak
ulos yang di kenakan pada tortor tersebut. Sehingga sekaligus dapat
memperkenalkan bagaimana seni tekstil pada masyarakat Batak Toba. Namun
saat ini, tak hanya parmalim yang menjaga kesenian nya tersebut tetapi sama hal
di Tanah Batak.
Dahulunya tortor ini merupakan bagian dari acara monding Hatungganeon
untuk janda yang mabalu (baru kehilangan suami) dimana pada upacara ini para
istri yang kehilangan suami akan manortor Parsiarabu dengan tujuan untuk
menghibur teman mereka yang baru kehilangan suami, dimana mereka ikut
merasakan kesedihan yang dirasakan oleh keluarga yang baru kemalangan. Tortor
Parsiarabu bertujuan untuk menghantarkan doa-doa dan harapan dibalik ulos
yang dipakai sebagai tujong (ulos yang dikepala) dimana ulos sebagai media
untuk menutupi rasa kesedihan tersebut agar air mata dan kesedihan tidak terlihat.
Tortor Parsiarabu ini cukup dikenal dimasyarakat Tomok karena dipertunjukkan
dalam upacara-upacara ritual seperti hal nya horjabius walaupun sudah dikemas
seperti sebuah pagelaran.
12 Partonum merupakan sebutan untuk para penenun ulos.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
nya dengan masyarakat Batak Toba di Tomok yang ingin melestarikan tortor
tersebut dengan menampilkan pada upacara ritual atau seni pertunjukkan lainnya.
3.2.2 Jalannya Pertunjukan Tortor Parsiarabu
Pada saat pelaksanaan pagelaran horjabius, para penari akan melakukan
persiapan masing-masing seperti persiapan kostum dan riasan dengan berkumpul
di acara pagelaran tersebut. Penari diutamakan datang lebih awal untuk bersiap-
siap karena lebih banyak persiapan dari pada pemusik. Semua keperluan kostum
dan riasan telah dilakukan dan diselesaikan sebelum tortor parsiarabu dimulai
untuk ditampilkan.
Di tempat pelaksanaan acara, semua alat musik telah disiapkan dengan
diberikan kepada masing-masing anggota pemusik sesuai dengan tugasnya.
Dalam rangkaian upacara horjabius, tortor parsiarabu ditampilkan setelah acara
makahiring horbo selesai dilaksanakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3.1 Tortor Parsiarabu dilaksanakan setelah acara makahiring horbo
(Dokumentasi oleh Ade Sylvia, Oktober 2016)
3.2.3 Pertunjukan Tortor Parsiarabu
Pertunjukan adalah sesuatu yang bernilai seni yang ditunjukkan kepada
orang atau masyarakat. Dalam seni pertunjukkan adalah karya seni yang
melibatkan aksi individu atau kelompok tertentu. Pertunjukannya biasanya
melibatkan beberapa unsur: waktu, ruang, tubuh si seniman dan hubungan
seniman dengan penonton. Tortor Parsiarabu berlangsung dengan suasana yang
cukup tenang, sebab penonton dapat melihat interaksi yang dilakukan oleh para
penari dengan alunan iringan musik yang membuat mereka merasa antusias
dengan tarian tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3.2 Pertunjukan Tortor Parsiarabu
(Dokumentasi oleh Ade Sylvia, Oktober 2016)
3.2.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Tortor parsiarabu disajikan sebagai tari persembahan dalam upacara
horjabius di Tomok. Dalam acara seremonial, tortor parsiarabu biasanya
dilakukan di luar ruangan (outdoor) sesuai dengan keperluan acara, dan waktu
pertunjukkannya dilaksanakan pada siang hari. Tempat yang disediakan cukup
luas,yaitu aula yang besar untuk menampilkan tortor parsiarabu, namun tidak
menggunakan terlalu banyak dekorasi lapangan dalam pertunjukkan tersebut.
Hanya saja ada beberapa tenda yang di gunakan pada pertunjukkan tersebut dan
juga menyediakan beberapa kursi yang menjadi tempat penonton.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3.3 Aula patung sigale-gale menjadi tempat pelaksanaan tortor
(Dokumentasi oleh Ade Sylvia, Oktober 2016)
3.2.5 Pendukung Pertunjukan
Ada beberapa pendukung dalam sebuah pertunjukan agar pertunjukan
tersebut dapat berjalan dengan baik dan menarik. Adapun beberapa pendukung
tersebut, yaitu adanya penari, pemusik, dan penonton. Ketiga hal tersebut
memiliki peranan yang sangat penting, sehingga ketiganya saling berhubungan
satu sama lain dalam pelaksaan suatu pertunjukan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3.4 Pendukung upacara yaitu penonton, penari, dan lain-lain
(Dokumentasi oleh Ade Sylvia, Oktober 2016)
3.2.5.1 Penari/ Panortor
Orang yang membawakan suatu tarian disebut sebagai penari. Penari
merupakan bagian yang paling penting dalam setiap pertunjukan tortor
parsiarabu, yang disebut sebagai Panortor13
Dalam upacara horjabius, komposisi penari tortor parsiarabu biasanya
ada 8 penari wanita yang melaksanakannya. Tidak ada ketentuan ganjil atau genap
. Hal ini dikarenakan panortor lah
yang akan menjadi pusat perhatian dari penonton. Oleh sebab itu diperlukan
panortor yang memiliki kecakapan dan kemampuan menarikan tortor parsiarabu
tersebut di lapangan.
13 Parnortor ialah sebutan penari pada masyarakat Batak Toba.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pada penari untuk melaksanakannya. Pada umumnya, tortor parsiarabu
dipertunjukkan tidak dengan penari laki-laki, Namun pada upacara horjabius,
tortor tersebut diikuti oleh Raja Nawalu, namun mereka tidak mengikuti gerak
seperti para panortor, atau disebut sebagai formalitas dalam pertunjukan tersebut.
Sebab hal itu hanyalah keinginan dari Raja Nawalu. Pada upacara horjabius,
penari tortor parsiarabu adalah ibu-ibu yang dipilih bersedia meluangkan waktu
untuk berlatih dalam mempelajari gerakan sebelum hari pelaksanaan. Pada saat
pertunjukan, penari akan saling berinteraksi antar sesama penari di lapangan
dalam melakukan perubahan gerakan.
Gambar 3.5 Para panortor dan Raja Naualu
(Dokumentasi oleh Ade Sylvia, Oktober 2016)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2.5.2 Pemusik
Pemusik adalah orang yang memainkan alat musik. Pemain musik pada
suku batak disebut dengan Pargoci. Pemusik juga berperan penting dalam upacara
horjabius ini, dimana tanpa pemusik tortor tidak bisa ditarikan. Sehingga dalam
upacara horjabius ini pemusik sangat diperlukan karena sebagai pengiring tarian.
Dalam setiap pertunjukan pemusik harus ada dan tempatnya selalu diatas
panggung, Namun pada upacara horjabius pemusik ditempatkan dibagian atas
dari rumah bolon14
14Rumah Bolon merupakan rumah adat suku batak, yang merupakan simbol dari identitas masyarakat batak yang tinggal di sumatera utara.
. Musik yang digunakan dalam mengiringi tortor parsiarabu
adalah ensambel Gondang Sabangunan, yang memainkannya menggunakan 5
orang pemusik. Yang Terdiri dari 1 orang pemain taganing, 1 orang pemain
gordang, 2 orang pemain ogung, dan 1 orang pemain sarune bolon.
Pada saat pagelaran, pemusik akan saling berinteraksi juga antar sesama
pemusik di lapangan dalam melakukan pergantian strukturnya, ada tanda-
tandanya dalam musiknya. Karena musik dalam tortor Parsiarabu ini sangat
penting, sebab alur tortor ini mengikuti alur musik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3.6 Pemusik di tempatkan di atas rumah bolon
(Dokumentasi oleh Ade Sylvia, Oktober 2016)
3.2.5.3 Penonton
Penonton adalah orang yang melihat pertunjukan, dalam setiap
pertunjukan penonton merupakan para tamu undangan seperti tamu dalam acara
pagelaran, tetua-tetua adat, para pejabat-pejabat pemerintahan dan masyarakat
Tomok maupun orang yang berasal dari daerah yang lain yang merupakan tamu-
tamu penting yang menghadiri acara adat. Adapun masyarakat luar kota yang
kebetulan sedang menghabiskan liburan ke daerah tomok ketika pagelaran
tersebut berlangsung, sehingga acara tersebut menjadi nilai tambah pada acara
liburan mereka.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3.7 Penonton ikut berpartisipasi ketika menortor
(Dokumentasi oleh Ade Sylvia, Oktober 2016)
3.2.6 Kostum dan Properti
Kostum dapat merujuk kepada suatu pakaian secara umum, atau gaya
tertentu pada orang dan kelas masyarakat. Untuk mendukung pertunjukan
dilapangan, kostum atau busana dalam tarian merupakan perlengkapan yang harus
diperhatikan karena harus menunjang pada tema suatu tarian. Kostum pada tarian
tradisional berfungsi untuk memperjelas peranan suatu sajian tari, memperjelas
ciri khas suatu daerah, dan menunjukkan dari mana asal tarian berasal. Kostum
merupakan lambang sebuah tarian suatu daerah, dalam budaya batak kostum
menjadi patokan dalam melaksanakan sebuah tarian. Dari hasil pengamatan di
lapangan yang dilakukan wawancara dengan ibu Epiphanias sebagai penari tortor
parsiarabu, bahwa tarian batak toba tidak terlepas dari pada ulos. mereka
menggunakan Ulos bahari ginjang yang digunakan sebagai pakaian. dan sortali
diikat di kepala sebagai aksesoris.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Properti
Properti adalah sebuah benda atau alat yang dipergunakan untuk
menunjang pertunjukan, atau sebagai pelengkap. Properti juga bisa menjadi
sebuah simbol dari tarian yang dipertunjukkan. Setiap suku mempunyai properti
tarian sebagai penunjang tarian.
Dalam tortor parsiarabu, properti yang digunakan adalah ulos sesuai dengan asal
usul tariannya. Ulos nya ialah ulos sibolang bintang maratur yang digunakan
sebagai properti untuk menutupi wajah kesedihan panortor dari penonton, seperti
yang sudah dijelaskan diatas. Ulos ini sangat berperan penting dalam penampilan
tortor parsiarabu, karena ulos ini lah simbol tarian ini, tanpa ulos ini tarian ini
tidak bisa ditarikan.
Gambar 3.8 Kostum dan properti penari
(Dokumentasi oleh Ade Sylvia, Oktober 2016)
3.2.7 Tata Rias
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tata rias adalah seni yang menggunakan bahan-bahan kosmetik untuk
menunjukkan wajah peranan dengan memberikan dandanan atau perubahan pada
pemain di atas pentas/panggung dengan suasana yang sesuai (Harymawan,
1993:134). Tata rias merupakan sebagai pelengkapan dalam tarian, dimana tata
rias dapat mempercantik sebuah tarian tersebut. Tata rias bukan hanya sedekar
membuat penari menjadi cantik dan tampan, tapi tata rias juga dapat membantu
mewujudkan ekspresi penari sesuai dengan peran yang dibawakan, sehingga tema
tari yang disajikan da
pat dimengerti penonton dan dinikmati penonton.
Tata rias lebih ditekakan pada rias wajah dan riasan rambut penari. Namun
dalam persiapan tortor parsiarabu, Para panortor merias diri sendiri dan tidak
perlu ke salon. Akan tetapi warna make up dan segala perlengkapannya
disesuaikan dengan kesepakatan bersama agar seragam. Make up yang digunakan
dalam tortor ini juga sederhana, tidak seperti make up tarian lainnya yang lebih
memukau, sebab tata rias tidak terlalu sering diperlihatkan ketika tortor
berlangsung. Wajah ditutupi oleh properti ulos yang digunakan selama tortor
berlangsung Demikian juga hal nya dengan rambut, pada penataan rambut,
masing-masing penari mengikat rambutnya menjadi satu. Setelah diikat
dipasangkan sanggul, dan diikat dengan sortali. Persiapan tata rias yang
digunakan juga diperlukan oleh penari dan pemusik sebagai pendukung
pertunjukan di lapangan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2.8 Alat Musik Yang Digunakan
Tortor tidak terlepas daripada musik, hubungan kedua ini sangat erat
dalamsebuah pagelaran, jika tidak ada musik maka mustahil tortor akan
ditampilkan.Iringan musik terdiri dari dua bagian, yaitu iringan internal dan
eksternal. Iringan internal yaitu yang berasal dari tubuh penari itu sendiri seperti
tepukan tangan, hentakan kaki, dan sebagainya. Sementara iringan eksternal yaitu
iringan yang tatanan bunyinya dapat dihasilkan oleh benda-benda atau alat-alat di
luar tubuh manusia, Sehingga kita harus mengetahui nama-nama bagian alat
musik dalam mengiringi tarian ini. Alat musik yang digunakan dalam mengiringi
tor tor ini adalah alat musik pada kebudayaan batak toba, dan tidak ada
menggunakan alat musik tambahan di luar dari pada budaya batak toba. Alat
musik yang digunakan pada tortor ini merupakan ensambel gondang sabangunan.
3.2.8.1 Ensambel Gondang Sabangunan
Gondang sabangunan15
15 Sipayung, Herlina dan Drs. JM. Saragih. 1993/1994. Peralatan Musik Tradisional Batak Toba. Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara.
merupakan segala musik yang dihasilkan oleh gondang
tersebut untuk memenuhi kebutuhan atau keperluan dalam pelaksanaan
kebudayaan. Konsep Gondang Sabangunan dapat dilihat dari latar belakang
kehidupan dan kepercayaan suku Batak Toba. Menurut M Hutasoit (1976) bahwa
bilangan ganjil (bilangan na pisik) yaitu 1, 3, 5, 7 memiliki nilai lebih dalam
budaya Batak Toba (bilangan na marhadoan). Pemakaian bilangan tersebut
terlihat dalam kegiatan adat istiadat, misalnya: hitungan dalam pemakian jenis
musik waktu si penari meminta lagu, anak tangga rumah raja, selalu bilangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ganjil, dan lain-lain. Dalam mengiringi tortor parsiarabu, alat musik yang
terdapat pada gondang sabangunan terdiri dari seperangkat taganing, satu buah
gordang, sebuah sarune, empat buah ogung, yaitu ogung oloan, ogung ihutan,
ogung panggora dan ogung doal. Tiap-tiap alat musiknya memiliki nada
(frekuensi getaran) yang berbeda.
Kontribusi gondang sabangunan pada upacara ini adalah sebagai media
penyampaian permohonan (alu-alu) dan tonggo-tonggo kepada Debata Mulajadi
Nabolon.
Adapun jenis musik yang dibawakan terdiri dalam tiga bagian yaitu:
• Gondang Mula-mula
Gondang ini merupakan musik pembuka acara ditujukkan kepada Mulajadi
Nabolon (Tuhan Pencipta).
• Gondang Pasu-pasu
Gondang ini merupakan permohonan akan apa yang diharapkan dalam hidup
(sitta-sitta pangidoan pasu-pasu)
• Gondang Hasahatan
Gondang ini merupakan keyakinan bahwa permohonan-permohonan yang
disampaikan akan dikabulkan (sahat saut na pinarsitta)
3.2.8.1.1 Taganing
Merupakan alat musik yang termasuk dalam klasifikasi mempranophone.
Dibuat dari bahan kulit kerbau yang dipadukan dengan batang pohon nangka yang
sudah di lubangi dan dijadikan seperti tabung. Taganing yang dimainkan oleh dua
orang pemain dengan menggunakan stik pemukul kayu. Gendang yang terbesar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ukurannya disebut gordang yang dimainkan oleh satu orang dan berfungsi sebagai
rhytm konstan. Sementara lima gendang lainnya, lazim juga disebut anak ni
taganing, adalah instrument melodik yang dimainkan oleh satu orang dan
berperan sebagai pembawa melodi. Terkadang taganing juga sebagai pemberi aba-
aba dimulainya suatu musik.
Gambar 3.9
3.2.8.1.2 Sarune
Merupakan alat musik yang termasuk dalam klasifikasi aerophone. Dibuat dari
bahan kayu yang dalam pembuatannya dibagi beberapa bagian, yaitu : bagian
ujung merupakan sumber bunyi, bagian tengah sebagai lobang nada, dan pangkal
ujung sebagai resonator. Biasanya untuk memperoleh bunyi yang sempurna,
digunakan daun kelapa yang dilipat dan kemudian dimasukkan kedalam pipa
untuk meniup sarune tersebut. Sarune hanya dimainkan oleh satu orang yang
memiliki keahlian khusus dalam meniup nya, sebab dalam meniup alat musik ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dilakukan secara terus-menerus sehingga sambil bernafas melalui hidung. Alat
musik ini berfungsi sebagai pembawa melodi utama.
Gambar 3.10
3.2.8.1.3 Ogung
Merupakan alat musik yang termasuk dalam klasifikasi Idiophone. Dibuat
dari bahan metal/perunggu. Ogung dimainkan oleh dua orang, dimana satu orang
memainkan ogung doal dan panggora, dan satu nya lagi memainkan ogung oloan
dan ihutan. Ogung oloan memiliki nada rendah dan menghasilkan bunyi yang
beritme konstan supaya diikuti oleh bunyi ogung lainnya. Ogung doal berfungsi
menambah variasi bunyi ogung dengan menambah ritme tambahan. Ogung
panggora menghasilkan bunyi yang menggelegar dan keras, sehingga memberi
efek terkejut. Ogung ihutan memiliki nada yang lebih tinggi dibandingkan nada
ogung oloan. Bunyi ogung ini mengikuti bunyi ogung oloan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3.11
Memainkan alat musik dimulai dari memukul taganing, ogung oloan
diikuti ogung ihutan, panggora, doal, Seiringan dengan itu selanjutnya dibunyikan
sarune. Setelah sarune ditiup baru diikuti dengan tari. Sedangkan gordang
dibunyikan sesekali (tidak selamanya) hanya saat-saat tertentu selama
berlangsungnya musik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV
ANALISIS STRUKTUR TORTOR PARSIARABU DAN MUSIK IRINGAN
ENSAMBEL GONDANG SABANGUNAN
4.1 Analisis Tortor Parsiarabu
Sudah dijelaskan di bab sebelumnya, sejarah hingga dalam struktur penyajian
tortor parsiarabu. Tortor ini di tampilkan dibagian pertengahan pada hari kedua
dalam upacara horjabius. Tortor ini dilakukan dengan 8 orang wanita yang sudah
memiliki suami, berjumlah ganjil maupun genap, gerakannya memiliki enam
ragam. Dalam gerakan-gerakan tortor parsiarabu ini memiliki gerakan-gerakan
yang terpola dan diatur dalam susunan pola lantai yang sudah disepakati bersama.
4.1.1 Ragam dan Pola Gerak
Ragam gerak merupakan motif gerakan-gerakan yang tersusun dalam unsur
kreatifitas gerak tari. Dalam tortor parsiarabu ini terdapat beberapa ragam dan
pola gerakan dan mempunyai istilah yang berbeda. Tidak semua ragam tari
mempunyai nama ragam yang sesuai dengan gerakan tari. Gerakan-gerakan yang
terbentuk dalam tortor parsiarabu telah terstruktur ataupun terpola di dalam
aturan aturan adat dan nilai keindahan setempat secara simbolis serta memiliki
makna makna tersendiri. Dimana kata struktur disini adalah bagian-bagian yang
melengkapi tortor ini dalam pertunjukannya sehingga saling berhubungan satu
dengan yang lain, ataupun bentuk dalam setiap tahapannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dalam wawancara dengan Ibu Epiphanias selaku panontor sekaligus pelatih
tortor pada upacara tersebut, menyatakan bahwa tortor parsiarabu hanya terdapat
enam ragam yang ditarikan secara berulang-ulang. Sehingga hanya waktu
pertunjukan yang diminta maupun durasi musik iringan yang dimainkanlah
menjadi patokan berapa kali penggulangan ragam gerak yang dilakukan saat
menari.
Pemilihan ragam gerak yang akan dipergunakan telah disepakati oleh penari
dan pemusik sebelum pertunjukan tortor dimulai, karena hal ini sudah
dipersiapkan sebelumnya. Durasi musik iringan yang dimainkan menjadi patokan
pengulangan ragam gerak yang dilakukan saat menari. Selain itu tempo gerak
penari dari awal sampai akhir tidak banyak mengalami perubahan menjadi cepat
maupun lambat, melainkan konstan. Ragam somba merupakan ragam yang wajib
dan sebagai ragam pertama untuk mengawali pelaksanaan tortor parsiarabu.
Berikut adalah nama-nama gerak yang terdapat dalam tortor parsiarabu:
1. Somba, dalam posisi berdiri
2. Pandenggal, dalam posisi berdiri
3. Mamake ulos, dalam posisi berdiri
4. Menghapus ilu, dalam posisi berdiri (kanan-kiri)
5. Mamake Tujung, dalam posisi duduk
6. Mengherbang ulos, dalam posisi duduk (kanan-kiri)
4.1.2 Pola Lantai
Pola lantai yang dimaksudkan merupakan pola yang gerakannya terdapat
dalam tiap-tiap ragam dan pola yang sangat berhubungan, yakni bagaimana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bagian-bagian dari gerakan tari yang saling berhubungan disatukan sehingga
adanya bentuk dan atau model (suatu set peraturan) yang dapat dipakai untuk
membuat atau menghasilkan suatu tari. Adapun Pola lantai pada tortor parsiarabu
yang penulis amati dilapangan tidak terlalu banyak, biasanya berjajar sebaris,
berhadapan, putar kanan, putar kiri (dalam posisi berdiri dan duduk)
4.2 Pertunjukan Tortor Parsiarabu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ragam Gerak Hitungan Deskripsi Gerak
Somba
2x8 Gerakan ini diawali dengan
posisi berdiri menghadap
penonton, lalu menyatukan
kedua telapak kanan dan kiri
tepat dibawah bagian telinga
dengan posisi kepala
menunduk sambil mengurdot.
Pola lantai yang dilakukan
ialah membentuk sebaris
melebar.
Pandenggal
2x8 Pola lantai pada gerakan ini
juga masih membentuk satu
baris sejajar melebar. Gerakan
pada posisi berdiri menghadap
penonton, lalu membuka kedua
telapak kanan dan kiri diangkat
tepat diatas bahu sambil
mengurdot pada hitungan 1x8,
kemudian pada posisi yang
sama kedua tangan digerakkan
kearah kanan, depan, dan kiri
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam hitungan 1x8.
Mamake Ulos
2x8 Gerakan ini dalam posisi
berdiri. Mengangkat ulos yang
ada dibahu dengan kedua
tangan lalu menarik keatas dan
diletakkan ke kepala sampai
menutupi sedikit bagian mata,
gerakan ini dilakukan pada
hitungan 1x8.
Setelah itu kedua tangan tetap
berada dibagian sisi memgang
ulos, dan dengan posisi kepala
menunduk sambil mangurdot,
gerakan ini dilakukan pada
hitungan 1x8. Pola lantai
gerakan ini mulai membentuk
setengah lingkaran, dimana
hanya satu penari yang berada
diposisi tengah saja yang maju
kedepan, maka pola sudah
terbentuk.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Manghapus Ilu
2x8 Gerakan ini masih dalam posisi
berdiri dengan posisi tangan
kanan didalam ulos sambil
mengankat ulos dan
menggerakkan tangan kanan
sejajar dengan posisi kepala
yang menunduk dan badan
yang sedikit membungkuk
menuju kearah kiri. Bersamaan
dengan posisi jari tangan kiri
yang membentang ketiga jari
yaitu jari tengah, manis dan
kelingking kemudian kedua
jari yaitu ibu jari dan jari
telunjuk memegang sisi ulos
lalu meletakkannya tepat pada
bagian pinggul sebelah kiri.
Gerakan ini dilakukan pada
hitungan 1x8.
Kemudian pada hitungan
selanjutnya 1x8, tangan kiri
yang bergerak sejajar dengan
posisi kepala menunduk dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
badan yang sedikit
membungkuk menuju kearah
kanan. Bersamaan dengan
posisi jari tangan kanan yang
membentang ketiga jari yaitu
jari tengah, manis, dan
kelingking kemudian kedua
jari yaitu ibu jari dan telunjuk
memegang sisi ulos lalu
meletakkannya tepat pada
bagian pinggul sebelah kanan.
Selama gerak menghapus ilu
dilakukan penari membentuk
pola lantai setengah lingkaran.
Gerakan ini juga dilakukan
dengan mangurdot. Pola lantai
gerakan ini sudah membentuk
setengah lingkaran.
Mamake Tujung 2x8 Setelah gerak menghapus ilu
dilakukan, lalu penari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memegang sisi kanan dan kiri
ulos dengan posisi berdiri
dihadapan penonton. Gerakan
ini dilakukan pada hitungan
1x8, penari yang sudah maju
sambil mundur untuk
membentuk pola awal yaitu
sebaris melebar.
Kemudian penari perlahan
membentuk posisi setengah
berdiri duduk berlutut
menghadap penonton, lalu
kedua tangan tepat berada di
dalam ulos dan melebarkan
ulos pada bagian kanan dan
kiri, gerakan ini dilakukan
pada hitungan 1x8. Dengan
pola lantai yang sama.
Menghapus Ilu 2x8 Gerakan ini dalam posisi
setengah berdiri duduk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berlutut, dengan posisi tangan
kanan di dalam ulos sambilkan
mengangkat ulos dan
menggerakkan tangan kanan
sejajar dengan posisi kepala
yang menunduk menuju arah
ke kiri, demikian juga dengan
badan ikut membungkuk.
Bersamaan dengan posisi
tangan kiri yang membentang
kelima jari tangan dan
memegang sisi ulos lalu
meletakkannya tepat pada
bagian pinggul sebelah kiri.
Gerakan ini dilakukan pada
hitungan 1x8.
Kemudian pada hitungan
selanjutnya 1x8, Tangan kiri
yang bergerak sejajar dengan
posisi kepala menunduk
menuju ke arah kanan,
demikian juga dengan badan
ikut membungkuk. Bersamaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan posisi tangan kanan
yang membentang kelima jari
tangan dan memegang sisi ulos
lalu meletakkannya tepat pada
bagian pinggul sebelah kanan.
Kemudian penari duduk
berlutut dengan posisi tegak
sambil memegang sisi ulos
kanan dan kiri dengan kedua
tangan. Pola lantai gerakan ini
sama seperti pola pada gerakan
awal yaitu sebaris melebar.
Mengherbang ulos
2x8 Pada gerakan ini, Ulos
diangkat memutar setengah
lingkaran dari bawah ke atas
lalu kebawah hingga menutupi
wajah oleh tangan kanan
dengan posisi duduk berlutut
hingga setengah berdiri.
Gerakan ini dilakukan pada
hitungan 1x8.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kemudian, sama halnya
dengan tangan kiri, ulos
diangkat memutar setengah
lingkaran dari bawah ke atas
lalu ke bawah hingga menutupi
wajah, dengan posisi yang
sama pada hitungan gerak 1x8.
Pola lantai pada gerakan ini
sama seperti pola awal.
Kemudian penari menegakkan
posisi tubuh dan perlahan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bangkit dari duduk berlutut
hingga dengan posisi berdiri
dengan hitungan gerak 1x8.
Setelah posisi penari sudah
berdiri, maka penari mengurdot
selama hitungan 1x8. Gerakan
ini juga masih pada pola lantai
yang sama.
Menghapus Ilu
(Gerakan Pengulangan)
2x8 Ketika sudah kembali ke posisi
berdiri, maka gerak menghapus
ilu dilakukan kembali dengan
posisi tangan kanan di dalam
ulos sambilkan mengangkat
ulos dan menggerakkan tangan
kanan sejajar dengan posisi
kepala yang menunduk dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
badan yang sedikit
membungkuk menuju arah ke
kiri. Bersamaan dengan posisi
jari tangan kiri yang
membentang ketiga jari yaitu
jari tengah,manis, dan
kelingking kemudian kedua
jari yaitu ibu jari dan jari
telunjuk memegang sisi ulos
lalu meletakkannya tepat pada
bagian pinggul sebelah kiri.
Gerakan ini dilakukan pada
hitungan 1x8.
Kemudian pada hitungan
selanjutnya 1x8, Tangan kiri
yang bergerak sejajar dengan
posisi kepala menunduk dan
badan yang sedikit
membungkuk menuju ke arah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kanan. Bersamaan dengan
posisi jari tangan kanan yang
membentang ketiga jari yaitu
jari tengah,manis, dan
kelingking kemudian kedua
jari yaitu ibu jari dan jari
telunjuk memegang sisi ulos
lalu meletakkannya tepat pada
bagian pinggul sebelah
kanan.Selama gerak
pengulangan menghapus ilu
dilakukan penari masih tetap
pada pola yang sama. Gerakan
ini juga dilakukan dengan
mengurdot.
Setelah gerakan menghapus ilu
selesai dilakukan maka ulos
perlahan diturunkan dari
kepala menunju leher, lalu ulos
dikembangkan seperti sebuah
sayap oleh kedua tangan
dengan posisi tegak, demikian
juga kepala tidak lagi pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
posisi menunduk. Gerakan ini
dilakukan pada hitungan 1x8.
Kemudian pada hitungan ke
2x8, kedua telapak tangan
kanan dan kiri disatukan
dengan menjepit ulos, seperti
gerakan awal yaitu somba.
4.3 Analisis Musik Iringan
Ada dua yang membedakan dua notasi menurut Charles Seeger, yaitu
notasi prespektif dan notasi deskriptif dalam penanalisis musik iringan pada tortor
parsiarabu. Yang di maksud dengan prespektif adalah notasi yang melukiskan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
secara garis besar nada dari suatu lagu, tanpa ada yang menunjukkan secara
lengkap apa-apa saja yang ditampilkan dalam musik iringan pertunjukan dalam
tortor parsiarabu. Sedangkan deskriptif adalah laporan yang di sertai notasi
secara lengkap tentang bagaimana sebenarnya suatu musikal dalam suatu
pertunjukan yang ditampilkan.
Salah satu yang termasuk dalam notasi deskriptif adalah penulisan not
balok yang terdapat di dalamnya. Hal ini di dukung dalam keberadaannya yang
efektif dalam melakukan pentranskripsian dan juga notasi Barat ini dapat
mewakilkan sejumlah nilai nada-nada yang terdapat dalam musik iringan tortor
parsiarabu ini dan selalu digunakan dalam penulisan sebuah musik.
Menurut Nettl, (1964:98) ada dua pendekatan yang berkenaan dengan
pendeskripsian musik yaitu: (1) kita dapat mendeskripsikan dan menganalisis apa
yang kita dengar; (2) kita dapat menuliskan berbagai cara keatas kertas dan
mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dari kedua hal di atas untuk dapat
memvisualisasikan musik iringan pada tortor parsiarabu, penulis melakukan
transkripsi untuk lebih mudah menganalisisnya terutama pada ritme, motif dan
tempo. Sehingga dengan melakukan hal tersebut dapat membantu kita untuk
mengkomunikasikan serta menyampaikan kepada pembaca tentang apa yang kita
dengar.
Keberadaan musik pengiring dalam tortor parsiarabu ini sangat penting
untuk menghitung tempo gerakan penari serta pergantian ragam gerak. Analisis
hanya dilakukan pada ritme yang dimainkan oleh musik pengiring saja
dikarenakan ritem dari iringan alat musik yang dimainkan sangat bergantung pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hitungan gerakan tari. Musik tortor parsiarabu dalam upacara horjabius
merupakan hal yang sangat penting, karena gerak tari mengikuti musik. Musik
iringan menjadi pembentuk suasana untuk memperjelas tekanan-tekanan gerakan
begitu juga pergantian ragam dan pola-pola gerakan yang ada.
GONDANG SABANGUNAN
Mario Sinaga dan Ade Sylvia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.1 Model Notasi
Agar dapat dipahami secara universal, maka penulis menggunakan notasi
Barat dalam transkripsi musik iringan tortor parsiarabu. Ada beberapa simbol
yang digunakan, yaitu:
Garis paranada yang memiliki lima buah garis paranada dan empat buah spasi
dengan tanda kunci G.
Merupakan not ½ yang bernilai dua ketuk.
Merupakan not ¼ yang bernilai satu ketuk.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Merupakan not 1/8 yang bernilai setengah ketuk.
Merupakan dua buah not 1/8 yang digabung menjadi satu ketuk.
Simbol-simbol di atas merupakan simbol-simbol yang terdapat dalam
lampiran partitur yang perlu diketahui agar pembaca memahami makna-
maknanya.
4.3.1.1 Tangga nada (scale)
Tangga nada dalam musik barat dapat diartikan sebagai satu kumpulan not yang
diatur sedemikian rupa dengan aturan yang telah ada (baku) sehingga memberikan
karakter tertentu. Dalam musik pengiring tortor parsiarabu, penulis memberikan
uratan-urutan nada yang terendah sampai nada yang tertinggi berdasarkan
pemakaian nada.
Berdasarkan tangga nada yang dipakai dalam musik pengiring tortor
parsiarabu di atas, penulis memperoleh 6 nada dengan nada terendah adalah Bb
dan nada tertinggi adalah Gb. Dengan demikian, tangga nada yang digunakan
adalah heksatonik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.1.2 Nada dasar (pitch center)
Bruno Nettl mengemukakan ada tujuh cara untuk menentukan nada dasar
(pitch center/tonalitas) yaitu :
1. Patokan umum adalah melihat nada mana yang paling sering dipakai dan nada
mana yang jarang dipakai dalam komposisi tersebut.
2. Kadang-kadang nada yang harga ritmisnya besar dapat dianggap sebagai nada
dasar, walaupun nada tersebut jarang dipakai.
3. Nada yang dipakai pada akhir (awal) komposisi atau pada akhir (awal) bagian-
bagian komposisi, dapat dianggap sebagai tonalitas dalam komposisi tersebut.
4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada atau posisi
persis ditengah-tengah dapat juga dianggap penting.
5. Interval-interval yang terdapat diantara nada-nada kadang dipakai sebagai
patokan.
6. Ada tekanan ritmis pada sebuah nada, juga dipakai sebagai tonalitas.
7. Harus diingat bahwa barang kali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem
tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-patokan diatas. Untuk
mendeskripsikan sistem tonalitas seperti ini, cara terbaik tampaknya adalah
berdasarkan pengalaman, pengenalan yang akrab dengan gaya musik tersebut
akan dapat ditentukan tonalitas dari musik yang diteliti.
Dari hasil transkripsi dan mengacu pada kriteria yang dikemukakan diatas, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Nada yang paling sering dipakai adalah Eb.
2. Nada yang harga ritmisnya paling besar adalah Eb.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Nada yang dipakai pada bagian awal dan akhir lagu adalah Eb dan Gb
4. Nada paling rendah adalah Eb.
5. Pengenalan penulis dengan memperhatikan tangga nada dan mendengarkan
rekaman hasil peneliti adalah Bb.
Dengan demikian, nada dasar dari Gondang Sabangunan dalam tulisan ini adalah
Bb.
4.3.1.3 Wilayah nada
Wilayah nada adalah jarak antara nada terendah dan nada tertinggi. Untuk
mempermudahkan penulis menentukan wilayah nada, nada terendah dan nada
tertinggi dimasukkan ke dalam garis paranada. Berikut adalah wilayah nada
gondang sabangunan :
4.3.1.4 Jumlah nada
Jumlah nada adalah banyaknya nada yang digunakan dalam suatu
nyanyian. Banyaknya jumlah nada dapat dilihat dari garis paranada berikut ini.
4.3.1.5 Jumlah interval
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.1.6 Pola kadensa
Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau melodi sebagai penutup
pada akhir melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa menutup sempurna
melodi tersebut atau setengah menutup (sementara) melodi tersebut. Dalam
gondang sabangunan, penulis memilih melodi akhir sebagai pola kadensa, yaitu :
Interval Posisi Jumlah Total
1P 64 64
2M 176 324
148
2m 38 92
54
3M
30 69
39
3m 1 1
4P 11 23
12
5dim 5 23
18
6m 11 11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.1.7 Formula melodi
Formula melodi adalah nada-nada yang membentuk melodi. Melodi
sendiri adalah pembentuk rasa musikal pada suatu karya musik, yang didalamnya
terdapat beberapa formula motif melodi pokok yang membentuknya.
Pada penganalisisan ini, alat musik sarune pada ensambel gondang sabangunan
terdiri atas 108 birama.
Secara garis besar, untuk frasa dan motif yang terdapat dalam ensambel gondang
sabangunan adalah sebagai berikut:
1. Bentuk pada alat musik sarune dalam ensambel gondang sabangunan adalah
repetitif yaitu bentuk yang diulang-ulang. Bentuk melodi pada ensambel gondang
sabangunan dapat diuraikan sebagai berikut:
A1, A2, A3, A4, A4, A4, A4, A5, A6, A6, A7, A8,A1, A2, A3, A4, A4, A4, A4,
A5, A6, A6, A7, A8, A1, A2, A3, A4, A4, A4, A4, A5, A6, A6, A7, A8, A1, A4,
A4, A4, A4, A9.
2. Pada ensambel ini terdapat frasa didalamnya:
Birama Frasa
1-2 A1
3-4 A2
5-6 A3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7-10 A4
11-14 A4
15-18 A4
19-22 A4
23-24 A5
25 A6
26 A6
27-29 A7
30-32 A8
1-2 A1
3-4 A2
5-6 A3
7-10 A4
11-14 A4
15-18 A4
19-22 A4
23-24 A5
25 A6
26 A6
27-29 A7
30-32 A8
1-2 A1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3-4 A2
5-6 A3
7-10 A4
11-14 A4
15-18 A4
19-22 A4
23-24 A5
25 A6
26 A6
27-29 A7
30-32 A8
97-98 A1
99-100 A4
101-102 A4
103-104 A4
105-106 A4
107-108 A9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Motif Melodi
Motif adalah unit terkecil dari suatu melodi, yang terdiri dari tiga nada atau lebih
yang menjadi ide pembentukan melodi. Adapun dalam penganalisisan ini tertuju
pada alat musik sarune, sebab alat musik inilah yang menjadi penghantar melodi
dalam ensambel gondang sabangunan.
Motif melodi yang digunakan ialah A1+A4
Frasa penutupan adalah kembali pada frasa A9.Jumlah seluruh frasanya adalah
102 bentuk frasa.
4.3.1.8 Kontur
Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam Irawan
1997: 85) membedakan beberapa jenis kontur, yaitu:
1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada yang
lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.
2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada
yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.
3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dar nada
yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada yang
lebih tinggi atau sebaliknya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada ke
nada yang lain baik naik maupun turun.
5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang lebih
tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih rendah ke nada
yang lebih tinggi.
6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada yang
lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun minor.
7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai batas-
batasan.
Dari jenis-jenis kontur di atas, gondang sabangunan memiliki kontur sebagai
berikut :
Jenis Kontur Contoh Garis Paranada
Ascending
Descending
Pendulous
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ilustrasi Musik
Siklus pola ritem Taganing, Ogung doal, panggora, Ihutan, dan Oloan dalam
ensambel Gondang Sabangunan
Static
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ringkasan yang dapat ditarik diatas adalah:
1. Tempo : ♪ 68
2. Durasi Not Dominan : (1/2), (1/8), (1/16)
3. Meter : 4 ketuk dalam satu siklus
(selanjutnya dikelompokkan dalam meter (4/4)
4. Onomatope : Ogung Oloan: Polol, Ogung Ihutan: Polol,
Ogung panggora: Pok, Ogung Doal: Kel
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Ada beberapa kesimpulan yang didapat oleh penulis berdasarkan
penjelasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya, yaitu:
tortor parsiarabu merupakan salah satu seni tari tradisi yang ada pada masyarakat
Tomok yang sudah cukup dikenal pada masyarakat Tomok. Dimana gerakannya
diambil dari kehidupan sehari-hari masyarakat Batak Toba yang ditarikan oleh 8
orang wanita atau lebih. Adapun gerakan yang dilakukan yaitu: somba,
pandenggal, mamake ulos, menghapus ilu, mamake tujung, dan mangherbang
ulos. Gerakan dari setiap ragam adalah 2x8. Pola dalam tortor ini sejajar dan
membentuk setengah lingkaran. Tortor ini diiringi dengan ensambel Gondang
Sabangunan. Gondang Sabangunan terdiri dari alat musik Taganing, Sarune, dan
Ogung. Ketiga alat musik ini menjadi alat musik tradisional dari Batak Toba.
Musik. Adapun musik yang digunakan dalam mengiringi tortor parsiarabu pada
ensambel ini yaitu gondang mula-mula, gondang pasu-pasu, dan gondang
hasahatan.
Pada masa sekarang ini, tortor parsiarabu dapat dilihat pada upacara-
upacara adat, seni pagelaran, dan acara-acara seni lainnya. Tortor ini ditampilkan
agar tetap terjaga kelestariannya. Agar generasi selanjutnya yaitu generasi muda
sekarang tidak lupa ataupun dapat mengetahui keberadaan tortor parsiarabu ini.
Agar tetap terjaganya kelestarian tortor parsiarabuini, maka perlu nya dibina dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dikembangkan sehingga generasi berikutnya dapat memepertahan kan
keberadaannya di tengah masyarakat dan dapat menangkal pengaruh asing yang
mungkin tidak sesuai dengan norma-norma ketimuran khususnya pada masyarakat
Batak Toba.
Penulisan tentang tortor parsiarabu merupakan salah satu upaya
pelestarian serta kesenian terhadapat etnik Batak Toba di Tomok, dan masih
diperlukan usaha yang lain sebagai penunjang kreatifitas, sehingga pelestarian
kesenian ini tetap terjaga dan tidak hilang.
5.2 SARAN
Dari pembahasan dan beberapa kesimpulan yang telah diuraikan, ada beberapa
saran yang perlu dikemukakan, mengingat pada masa sekarang ini minat generasi
muda sedikit demi sedikit mulai berkurang untuk melestarikan tortor parsiarabu
ini. Oleh karena itu Penulis menyarankan kepada masyarakat Tomok khususnya
untuk tetap mencintai budaya dan tradisi yang ada dalam masyarakat Batak Toba
di Tomok, Serta memberikan perhatian baik terhadap seni musik, vokal dan tari.
Diperlukan pula peran seniman/musisi, pemerhati budaya, akademisi, dan
pemerintah Kabupaten Samosir untuk mensosialisasikannya melalui pertunjukan
kesenian tradisi yang diadakan secara rutin untuk membiasakan masyarakat
mengenal budaya dan keseniannya.
Penelitian ini merupakan tahap awal dan masih banyak terdapat kekurangan
serta perlu mendapatkan penyempurnaan. Penelitian ini hanyalah sebahagian kecil
permasalahan yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu penulis menyarankan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan mengharapakan kepada siapa saja yang berminat untuk melanjutkan
penelitian ini untuk lebih mendalam lagi, sehingga dapat bermanfaat bagi
pengembangan Etnomusikologi dan sebagai dokumentasi data mengenai
kebudayaan musikal yang berkaitan dengan masyarakat Batak Toba di Tomok.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap apresiasi budaya dan pengetahuan terhadap ilmu
pengetahuan secara umum dan bidang Etnomusikologi secara khusus.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Dibia, I Wayan, et al. 2006. Tari Komunal : Buku Pelajaran Kesenian Nusantara
Untuk Kelas XI. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara
Koentjaraningrat. 1985.Pengetahuan Elemen Tari dan Beberapa Masalah Tari.
Jakarta:Direktorat Kesenian
Koentjaraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan
Maleong, J Lexy. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Malinowski, 1987. “Teori Fungsional dan Struktural,” dalam Teori Antropologi I
Koentjaraningrat (ed.), Jakarta: Universitas Indonesia Press
Malm,William P. 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New
Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terjemahannya dalam bahasa
Indonesia
Mardalis. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Chicago Nortwestern University
Moleong,Lexi J. 1988. Metodologi Peneliatian Kualitatif. Bandung: Remaja
Poskakarya.
Murgiyanto, Sal. 1990. Tradisi dan Inovasi. Jakarta: Wedetama Widya Sastra
Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Etnomisicology. New York: The Free
Press of Gilencoe.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sangti, Batara. 1977. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar Company
Sinta, Saron, 2008. “Tortor Parsiarabu di kecamatan Harian Boho Kabupaten
Samosir”. Skripsi Sendratasik, Universitas Negeri Medan
Sihombing, T.M. 1986. Filsafah Batak (Tentang Kebiasaan-kebiasaan Adat Istiadat).
Jakarta: Balai Pustaka
Siahaan, Nalom. 1982. Adat Dalihan Na Tolu: Prinsip dan Pelaksanaannya. Jakarta:
Prima Anugrah
Sinaga, Richard. 2008. Kamus Batak Toba-Indonesia: Kosakata, Istilah-Istilah Adat,
Ungkapan, Tamsil, dan Peribahasa. Jakarta: Dian Utama
Sumber Internet:
http://bataknese-samosir.blogspot.co.id/
http://panjiindra2345.blogspot.co.id/2012/10/pengertian-kesenian_23.html
http://aneka-wacana.blogspot.co.id/2010/03/upacara-horja-bius-budaya-batak-
yang.html
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR INFORMAN
• Nama : T.G.Monang M. Sidabutar
Tempat, Tanggal Lahir : Tomok, 27 November 1966
Usia : 50 Tahun
Pekerjaan : Dinas Pariwisata
• Nama : Epipanias Simanungkalit
Tempat, Tanggal Lahir : Parapat, 4 Januari 1969
Usia : 47 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
• Nama : Hotdiaman Sijabat
Tempat, Tanggal Lahir : Sihudon, 23 November 1968
Usia : 48 Tahun
Pekerjaan : Tokoh Budaya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA