71
ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI KOMPOS LUMPUR WATER TREATMENT PLANT OLEH TANAMAN ENHAR HAKIM DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

  • Upload
    buithu

  • View
    230

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI

KOMPOS LUMPUR WATER TREATMENT PLANT OLEH

TANAMAN

ENHAR HAKIM

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

ABSTRAK

ENHAR HAKIM. Analisis Up Take Kandungan Logam Berat dari Kompos

Lumpur Water Treatment Plant oleh Tanaman. Dibimbing oleh Dr. Satyanto K.

Saptomo, STP, MSi dan Allen Kurniawan, ST, MT.

Pemanfaatan lumpur hasil pengolahan sangat minim dan kurang

diperhatikan oleh banyak kalangan industri. Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi kelayakan kompos dari lumpur pengolahan air minum sebagai

media tanam, mengidentifikasi adanya kandungan logam berat pada kompos yang

terserap pada tanaman, dan mendegradasi kandungan logam berat pada lumpur

dengan cara fitoremediasi. Metode yang digunakan adalah pemanfaatan kompos

WTP sebagai media tanam tanpa campuran tanah. Pada pengujian menggunakan

tiga macam kompos WTP yang berbeda-beda. Kompos 1 berasal dari WTP PT.

Krakatau Tirta Industri, Cilegon, Jawa Barat. Kompos 2 berasal dari WTP PDAM

Tirta Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Kompos 3 berasal dari WTP PDAM Tirta

Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami

pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat. Hasil

ketiga uji kandungan logam berat pada tanaman setelah panen menunjukkan nilai

di atas ambang batas SNI 7387 tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran

logam berat dalam pangan. Tanaman dengan menggunakan kompos WTP tidak

aman untuk dikonsumsi. Pendegradasian logam berat pada saat dalam bentuk

lumpur WTP hingga tanaman dipanen mengalami penurunan nilai logam berat.

Hal ini menunjukkan kelayakan pemanfaatan lumpur WTP dengan cara

pengomposan dan pengaplikasian pada media tanam. Kompos WTP dapat

menyuburkan tanaman, tetapi tidak untuk tanaman pangan.

.

Kata kunci : lumpur, kompos, logam berat, degradasi, SNI 7387 tahun 2009

Page 3: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

ABSTRACT

ENHAR HAKIM. Analysis Up Take Content Heavy Metal from Composting the

Sludge Water Treatment Plant by Plants. Supervised by Dr. Satyanto K.

Saptomo, STP, MSi and Allen Kurniawan, ST, MT.

Utilization of sludge processing results are very minimal and less noticed by

many among the industry. This research aims to identify the feasibility of compost

of sludge processing drinking water as a medium for planting, identifying the

presence of heavy metals content in the compost that is absorbed in plants, and

degrades the contents of heavy metals in sludge by means of fitoremediasi. The

method used is the utilization of compost as a medium for planting without WTP

mixed soil. On testing using three kinds of different compost WTP. Compost 1

comes from WTP PT. Krakatau Tirta Industry, Cilegon, West Java. Compost 2

comes from WTP PDAM Tirta Pakuan Bogor, West Java. Compost 3 comes from

WTP PDAM Tirta Kahuripan Cibinong, West Java. On the third having a lush

growth of vegetation and experience the process of degradation the heavy metals.

The results of the three trials heavy metal content in plants after harvest showed

values above the threshold limit of SNI 7387 in 2009 about The Limit of Heavy

Metal Contamination in Food. Composting plant using WTP is not safe for

consumption. Degradation of heavy metals in the form of mud at the WTP to

harvest heavy metals impaired. This demonstrates the feasibility of the utilization

of WTP sludge by composting and application of the growing media. Compost

WTP can fertilize the plants, but not for food crops.

Keywords: mud, compost, heavy metals, degradation, SNI 7387 in 2009.

Page 4: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak

merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

Page 5: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI

KOMPOS LUMPUR WATER TREATMENT PLANT OLEH

TANAMAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

ENHAR HAKIM

Page 6: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Judul Skripsi : Analisis Up Take Kandungan Logam Berat dari Kompos

Lumpur Water Treatment Plant oleh Tanaman.

Nama mahasiswa : Enhar Hakim

NIM : F44080052

Disetujui oleh,

Dr. Satyanto K. Saptomo, STP, MSi

Pembimbing I

Allen Kurniawan, ST, MT

Pembimbing II

Diketahui oleh,

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, MAgr

Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Tanggal lulus:

Page 7: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan tugas akhir ini yang berjudul “Analisis Up Take

Kandungan Logam Berat dari Kompos Lumpur Water Treatment Plant oleh

Tanaman” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut

Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos Departemen

Teknik Sipil dan Lingkungan IPB, Kelurahan Margajaya, Kecamatan Bogor

Barat, Kota Bogor, dari bulan Maret 2012 hingga Desember 2012.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada

Dr. Satyanto K, Saptomo, STP, MSi selaku dosen pembimbing pertama penelitian

dan Allen Kurniawan, ST, MT selaku dosen pembimbing kedua penelitian.

Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih atas do’a kedua orangtua dan teman-

teman dalam memberikan semangat. Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini

masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun demi penyempurnaan penelitian ini. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih.

Bogor, 4 Februari 2013

Enhar Hakim

Page 8: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 2

Tujuan 2

Manfaat 2

TUJUAN PUSTAKA 3

Karakteristik Lumpur Hasil Pengolahan Air Minum 3

Sumber Lumpur 3

Karakteristik Fisik Lumpur 4

Karakteristik Kimia Lumpur 4

Karakteristik Biologi Lumpur 11

Pemanfaatan Lumpur Hasil Pengolahan Air Minum 11

Pengomposan 12

Faktor Yang Mempengaruhi Pengomposan 12

Karakteristik Lumpur dan Mutu Kompos 17

Teknik Remediasi Tanah 17

Soil Venting 18

Soil Vapour Extraction (SVE) 18

Bioremediasi 19

Proses Fitoremediasi 21

Mekanisme Proses 23

Media Proses/Tanam 25

BAHAN DAN METODE 28

Tempat Dan Waktu 28

Alat Dan Bahan 28

Metode Pelaksanaan 28

HASIL DAN PEMBAHASAN 31

Karakteristik Lumpur 31

Proses Pengomposan 33

Karakteristik Pengomposan 37

Pengaruh Kandungan Logam Berat Terhadap Tanaman 40

SIMPULAN DAN SARAN 50

Kesimpulan 50

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 52

LAMPIRAN 55

RIWAYAT HIDUP 59

Page 9: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

DAFTAR TABEL Halaman

Tabel 1 Rasio C/N berbagai bahan baku yang dapat dibuat sebagai kompos 13

Tabel 2 Faktor penting dalam perencanaan proses pengomposan secara

aerobik 16

Tabel 3 Aplikasi fitoremediasi untuk mengatasi berbagai polutan dan

tanamannya 22

Tabel 4 Kualitas lumpur sebelum pengomposan 31

Tabel 5 Karakteristik lumpur 32

Tabel 6 Klasifikasi pengomposan berdasarkan cara pembuatannya 36

Tabel 6 Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan 37

Tabel 7 Perbandingan kualitas kompos WTP dengan SNI 19-7030-2004 38

Tabel 8 Standar kualitas kompos SNI 19-7030-2004 39

Tabel 9 Uji pertama pada tanaman kangkung 44

Tabel 10 Uji kedua pada tanaman kangkung dan cabe 45

Tabel 11 Uji ketiga lumpur pada kangkung dan rumput gajah mini 46

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Proses tranportasi Soil Vapour Extraction 19

Gambar 2 Alfalfa legum salah satu tumbuhan hyperaccumulator 27

Gambar 3 Diagram alir penelitian 30

Gambar 4 Pembibitan kangkung pada uji pertama dengan pupuk komersil

(kiri) dan kompos 2 (kanan) 44

Gambar 5 Tanaman kangkung uji kedua dengan kompos : A. Komersil, B.

kompos 1, dan C. kompos 2 45

Gambar 6 Rumput gajah mini dan kangkung pada uji ketiga dengan

menggunakan lumpur 2 48

Page 10: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

Lampiran 1 Kadar air uji ketiga 56

Lampiran 2 Kadar air uji kedua 56

Lampiran 3 Parameter yang perlu diperhatikan dengan seksama dalam

setiap jenis air limbah industri 57

31 3

1

Page 11: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan industri yang cukup pesat di Indonesia mengakibatkan

meningkatnya jumlah limbah, sehingga dapat menimbulkan permasalahan

lingkungan apabila tidak ditangani secara serius. Pemanfaatan lumpur hasil

pengolahan sangat minim dan kurang diperhatikan oleh banyak kalangan industri.

Hal ini dilakukan untuk meminimalisir biaya pengeluaran pengolahan lanjutan

untuk setiap proses produksi. Dampak negatif yang dilihat dalam jangka pendek

tidak terlalu berpengaruh terhadap lingkungan sekitar, karena hanya menghasilkan

tumbuhan liar. Namun dampak negatif dalam jangka panjang dapat mengganggu

karakteristik alamiah tanah.

Perusahaan air minum merupakan salah satu instansi yang menghasilkan

limbah berupa lumpur padat dan lumpur cair di setiap akhir proses produksi. Pada

umumnya lumpur cair dibuang langsung ke badan air seperti sungai, sedangkan

lumpur padat dibiarkan menumpuk pada suatu lahan. Instansi ini menghasilkan

produksi lumpur yang besar dari hasil sedimentasi air baku (sungai), sebagian

besar berupa bahan organik. Selain bahan organik, lumpur mengandung logam

berat dengan konsentrasi yang beragam. Logam berat seperti Cd, Pb, Hg, Cu, Cr,

dan Zn tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Logam-logam tersebut

dihasilkan oleh bahan kimia yang digunakan dalam proses penjernihan dan

sterilisasi air yang akan digunakan dalam proses pengolahan air baku. Pada

kegiatan domestik dan non domestik selain perusahaan air minum, logam tersebut

dapat berasal dari limbah bahan makanan, kegiatan rumah tangga, industri,

percetakan, pabrik kimia, tekstil, farmasi, dan lainnya yang kemungkinan berada

di sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai), ketika air baku tersebut digunakan

untuk proses pengolahan air bersih.

Mengingat lumpur tidak dimanfaatkan secara optimal, maka dampak negatif

yang dirasakan adalah timbulnya bau kurang sedap sebagai akibat dari reaksi-

reaksi biokimia pada saat reduksi. Meningkatnya kuantitas lumpur di lingkungan

tanpa adanya pengolahan, menyebabkan beban lingkungan dalam mereduksi

lumpur semakin besar. Diperlukan cara untuk pemanfaatan lumpur lebih lanjut

ataupun cara untuk mereduksi kandungan logam berat yang ada pada lumpur

untuk tidak berpotensi mencemari lingkungan.

Fitoremediasi terhadap lumpur yang tidak digunakan juga dapat dijadikan

alternatif pemanfaatan lumpur tersebut. Analisis lebih lanjut diperlukan pada

pupuk kompos Water Treatment Plant (WTP) apabila menggunakan cara

fitoremediasi. Dari hasil uji laboratorium, lumpur WTP mengandung bahan

organik dan logam berat yang tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai media

tanam. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan logam berat

diserap oleh tanaman, sehingga toksisitas lumpur yang menghambat pertumbuhan

tanaman dapat direduksi. Atas dasar deskripsi di atas, hasil penelitian ini

diharapkan dapat memanfaatkan lumpur hasil pengolahan dengan mengetahui

efektivitas pengomposan dan proses fitoremediasi untuk mereduksi kandungan

unsur logam berbahaya.

Page 12: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Pupuk kompos merupakan salah satu produk pemanfaatan lumpur hasil

pengolahan, dengan menggunakan biaya yang relatif rendah dan proses

pengomposan yang tidak terlalu lama. Selain itu, lumpur hasil pengolahan air

terkadang termasuk dalam kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), yang

keberadaannya belum diketahui, sehingga membutuhkan penanganan lanjutan

untuk mereduksi kandungan logam berat. Panduan pengelolaan limbah lumpur

disesuaikan baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah dengan PP No. 18/1999

tentang pengolahan limbah B3.

Pupuk kompos WTP dapat digunakan sebagai media tanam, namun

diperlukan pengamatan terhadap penyebaran kandungan logam berat kompos

yang kemungkinan dapat diserap oleh tanaman. Oleh karena itu, pada penelitian

ini akan menganalisis kelayakan kompos WTP yang menjadi media tanam.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan alternatif pemanfaatan limbah

lumpur Water Treatment Plant (WTP) pada suatu industri dengan cara

pengomposan lumpur dan fitoremediasi dengan tanaman. Penelitian ini juga

bertujuan untuk mengidentifikasi kelayakan kompos dari lumpur pengolahan air

minum sebagai media tanam, mengidentifikasi adanya kandungan logam berat

pada kompos yang terserap pada tanaman, mendegradasi kandungan logam berat

pada lumpur dengan cara fitoremediasi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kelayakan kompos

WTP sebagai media tanam dan cara pemanfaatan lumpur industri. Dengan

demikian informasi yang didapat dari penelitian ini diharapkan sebagai alternatif

untuk mereduksi pencemaran lingkungan

Page 13: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Lumpur Hasil Pengolahan Air Minum

Proses pengolahan air minum yang menggunakan air sungai sebagai bahan

baku menghasilkan produk utama berupa air bersih yang siap dikonsumsi. Selain

produk utama tersebut, dihasilkan juga limbah berupa lumpur. Limbah lumpur

dalam proses pengolahan ini merupakan hasil proses pengendapan

(presedimentasi dan sedimentasi) serta penyaringan (filtrasi). Dalam air sungai

biasanya terdapat padatan terlarut dan tersuspensi. Zat terlarut terdiri dari oksigen,

karbohidrat, basa, asam, senyawa mikroorganisme dan berbagai pencemar yang

bergantung pada lokasi, suhu, dan tekanan. Padatan tersuspensi dalam air sungai

diantaranya mengandung lumpur, sisa tanaman, dan limbah industri. Diantara zat-

zat tersebut ada yang dapat menyuburkan tanah atau dapat digunakan untuk

keperluan lain (Mahida 1992 dalam Yeni 2001).

Produksi lumpur per hari menurut Supriyanto (1993) dalam Halim (2003)

pada umumnya 10-50% dari beban COD limbah yang diolah. Lumpur akan selalu

diproduksi sebagai hasil dari pertumbuhan bakteri atau mikroorganisme pengurai

selama proses berlangsung. Karakteristik dari lumpur residu dihasilkan pada

dasarnya merupakan fungsi dari proses pengolahan, penambahan bahan kimia,

dan kuantitas air baku. Pengertian akan kuantitas lumpur, kandungan padatan, dan

sifat padatan sangatlah penting untuk memilih dan mendesain perangkat proses

yang tepat (Qasim et al 2000 dalam Kurniasih 2012). Lumpur tersebut kemudian

dibentuk menjadi suatu produk yang disebut wet spray yang mengandung 2%

kadar kering. Dapat pula kandungan air dalam lumpur ditekan dengan alat filter

press atau belt press sehingga menghasilkan produk dengan kadar air 40%

(L’Hermite 1988 dalam Halim 2003).

Sumber Lumpur

Lumpur pengolahan air didefinisikan sebagai akumulasi padatan atau

endapan yang dikeluarkan dari bak sedimentasi (pengendapan) atau clarifier pada

instalasi pengolahan air maupun industri pada umumnya. Sumber utama residu

pengolahan air adalah lumpur koagulasi aluminium atau lumpur besi, lumpur

proses softening, dan pencucian balik filter. Lumpur mengandung konsentrasi

tinggi garam aluminium atau besi dengan campuran bahan organik dan anorganik

dan presipitat. Dahulu pengeringan akan lumpur koagulasi adalah tugas yang

sangat sulit dan pada akhirnya dibuang langsung ke sumber air seperti sungai atau

danau. Namun saat ini lumpur diolah untuk pembuangan akhir dan air backwash

dan clarifier dikembalikan ke fasilitas pengolahan untuk didaur ulang (Qasim et al

2000 dalam Kurniasih 2012).

Lumpur koagulasi diproduksi melalui proses flokulasi dan pengendapan

alami dari kekeruhan. Aluminium dan garam besi bereaksi dengan alkalinitas dan

membentuk endapan aluminium dan ferric hidroksida. Lumpur mengandung

hidroksida tersebut dan kekeruhan yang menyebabkan senyawa organik dan

anorganik. Walaupun nilai BOD dan COD kemungkinan tinggi, namun lumpur ini

tetap stabil dikarenakan tidak terdapat material organik yang mendorong

Page 14: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

dekomposisi aktif atau mendukung kondisi anaerob. Hasilnya lumpur dapat

diakumulasikan pada bak sedimentasi selama beberapa hari dan bulan, dan

dibuang secara berkala (Kurniasih 2012).

Kuantitas padatan yang dihasilkan pada koagulasi bergantung pada total

padatan tersuspensi yang terkandung pada air, tipe, dan dosis koagulan, dan

efisiensi bak sedimentasi. Umumnya 60-90% dari padatan total dihilangkan pada

bak sedimentasi. Padatan yang tersisa dihilangkan pada proses filtrasi. Tidak

terdapat korelasi pasti antara kekeruhan dan total padatan tersuspensi. Rasio total

padatan tersuspensi dengan kekeruhan normalnya bervariasi dari 0.5-2. Total

padatan pada fasilitas koagulasi aluminium dapat bervariasi antara 8-210

kg/100m3 dari air baku yang diolah (Kurniasih 2012).

Karakteristik Fisik Lumpur

Karakteristik fisik lumpur merupakan hasil endapan dari air limbah suatu

industri. Karakteristik fisik air limbah industri meliputi bau, temperatur, warna,

kekeruhan dan kandungan zat padat. Zat padat ini terdiri dari materi yang dapat di

flotasi, materi yang dapat diendapkan dan materi koloid, dan materi terlarut. Sifat

fisik air limbah yang merupakan penentuan derajat kekotoran air limbah sangat

dipengaruhi oleh kandungan zat padat. Jumlah total endapan terdiri dari benda-

benda yang mengendap, terlarut, dan tercampur. Air limbah yang partikel ukuran

besar memudahkan proses pengendapan, sedangkan apabila air limbah berisikan

partikel ukuran yang sangat kecil akan menyulitkan dalam proses pengendapan.

Besarnya endapan dinyatakan dalam mg/l air limbah. Hal ini sangat penting untuk

mengetahui derajat pengendapan dan jumlah endapan yang ada dalam badan air

(Gunawan 2006).

Salah satu sifat fisik yang digunakan dalam analisis kualitas air limbah yaitu

padatan tersuspensi (total suspended solid). Analisa zat padat dalam air sangat

penting bagi penentuan komponen-komponen air secara lengkap, dan untuk

perencanaan dan pengawasan dalam proses-proses pengolahan air buangan.

Padatan tersuspensi di dasar badan air akan mengganggu kehidupan didalam

badan air, dan akan mengalami dekomposisi yang dapat menurunkan kadar

oksigen di dalam air. Padatan dapat menyebabkan kekeruhan air, menyebabkan

penyimpangan sinar matahari, sehingga berpengaruh baik secara langsung

maupun tidak langsung terhadap organisme di badan air (Gunawan 2006).

Karakteristik Kimia Lumpur

Sifat kimia air limbah maupun lumpur yang merupakan bahan organik

terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam limbah serta menimbulkan rasa dan

bau yang menyengat. Pada umumnya zat organik berisikan kombinasi karbon,

hidrogen, dan oksigen bersama-sama dengan nitrogen. Umumnya kandungan

bahan organik berisikan 40-60% protein dan 25-50% berupa karbohidrat. Semakin

banyak jumlah dan jenis bahan organik, hal ini akan mempersulit dalam

pengelolaan air limbah. Menurut Gunawan (2006), beberapa sifat kimia yang

digunakan sebagai parameter kualitas air, yaitu :

a. pH

pH adalah parameter untuk mengetahui intensitas tingkat keasaman atau

kebasaan dari suatu larutan yang dinyatakan dengan konsentrasi ion hidrogen

Page 15: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

terlarut. Pada instalasi pengolahan air buangan secara biologi, pH harus dikontrol

supaya berada dalam rentang yang cocok untuk organisme tertentu yang

digunakan. Baku mutu pH berkisar pada rentang yang cukup besar di sekitar pH

netral, yaitu 6-9. Hal ini bukan berarti bahwa perubahan pH yang terjadi

sepanjang rentang tersebut sama sekali tidak berdampak terhadap mahluk hidup

dan lingkungan sekitar. pH merupakan faktor penting yang menentukan pola

distribusi biota akuatik. Karena itu perubahan pH yang terkecil dapat memberi

dampak besar terhadap toksisitas polutan seperti amonia. Dampak dari sejumlah

polutan dapat bervariasi, mulai dari tidak terdeteksi sampai sangat serius

tergantung pada pH.

b. Bichemical Oxygen Demand (BOD)

BOD adalah suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global

proses-proses biologi yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah

jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi)

hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang

tersuspensi dalam air. Penentuan BOD diperlukan untuk menentukan beban

pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri. Penguraian zat organisme

adalah peristiwa alamiah, bila suatu badan air dicemari oleh zat organis, bakeri

dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut

yang dapat mengakibatkan kematian biota dalam air dan keadaan menjadi anaerob

dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut, semakin besar angka BOD

maka menunjukkan bahwa derajat pengotoran limbah adalah semakin besar.

Pemerikasaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik dan

anorganik dengan oksigen didalam air dan proses tersebut berlangsung karena

adanya bakteri aerob. Sebagai hasil oksidasi akan terbentuk CO₂, air, dan amonia.

Mikroorganisme pada awalnya menggunakan bahan organik secara cepat untuk

metabolisme serta pembentukan sel akan menyebabkan meningkatkan BOD

dalam 1-3 hari. Sesudah bahan organik dicerna, maka kebutuhan akan oksigen

akan turun.

Reaksi biologis pada tes BOD dilakukan pada temperatur inkubasi 20°C dan

dilakukan selama 5 hari. Mengingat dengan waktu tersebut sebanyak 60-70%

kebutuhan terbaik karbon dapat tercapai, sehingga mempunyai istilah BOD5.

Jumlah zat organis yang ada didalam air diukur melalui jumlah oksigen yang

dibutuhkan bakteri untuk mengoksidasi zat organis tersebut, kemudian indikasi

kandungan zat organik dapat ditentukan, makin banyak kebutuhan oksigen yang

dibutuhkan bakteri untuk menguraikannya, maka semakin tinggi nilai BOD.

c. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada

didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Angka COD merupakan

ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat

dioksidasai melalui mikrobiologis menjadi CO₂, H₂O dan senyawa organik, dan

mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Jumlah oksigen

terhitung, jika komposisi zat organis terlarut telah diketahui dan dianggap semua

C, H, dan N habis teroksidasi menjadi CO₂, H₂O, dan NO3.

Page 16: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

d. Dissolved Oxygen (DO)

Semua gas di udara dapat terlarut dalam air namun memiliki kelarutan yang

berbeda-beda. Oksigen termasuk gas yang sukar larut dalam air dan hanya dapat

terlarut karena perbedaan tekanan parsial air dan udara, bukan dengan reaksi

kimia. Kelarutan oksigen dalam air juga berbeda-beda terhadap temperatur,

berkisar antara 14.6 mg/l (0°C, 1 atm) – 7 mg/l (35°C, 1 atm). Dalam kondisi

kritis, jumlah maksimum oksigen yang dapat larut dalam air hanya 8 mg/l.

Kelarutan oksigen semakin rendah jika garam dalam air semakin tinggi.

DO adalah faktor yang menentukan apakah perubahan yang terjadi dalam

air limbah disebabkan oleh proses aerob atau anaerob. Organisme aerob

menggunakan oksigen bebas untuk mengoksidasi senyawa-senyawa organik dan

anorganik menghasilkan senyawa akhir yang tidak berbahaya. Organisme anaerob

mereduksi garam-garam anorganik seperti sulfat dan menghasilkan senyawa akhir

yang berbahaya. Karena jumlah organisme aerob dan anaerob di alam sama-sama

banyak, maka sangat penting untuk menjaga supaya tersedia oksigen dalam

jumlah yang cukup bagi organisme aerob dan kondisi yang tidak cocok bagi

organisme anaerob. Karena itu pemantauan DO perlu dilakukan terhadap badan

air penerima dan dalam proses biologi pengolahan air buangan domestik maupun

industri.

e. Phosphat

Semua air permukaan dapat mendukung pertumbuhan organisme akuatik

seperti plankton (zooplankton dan fitoplankton), ganggang, dan cyanobacteria.

Pertumbuhan tanaman dalam air dapat dibatasi oleh beberapa faktor seperti

cahaya dan karakteristik fisik air tersebut. Pada banyak kasus, faktor pembatas

tersebut adalah ketersediaan nutrisi anorganik terutama fosfat. Semakin banyak

nutrisi yang masuk dalam badan air, semakin besar pertumbuhan tanaman,

sehingga karakteristik biologi badan air dapat berubah

Buangan organik dalam air adalah sumber nutrisi yang penting bagi

tanaman karena dekomposisi materi organik akan menghasilkan fosfat, nitrat, dan

nutrisi lain yang dibutuhkan oleh tanaman. Buangan domestik banyak

mengandung fosfat yang berasal dari bubuk deterjen (air cucian). Akibat

perkembangan deterjen sintesis, kandungan fosfor anorganik dalam deterjen

berkisar antara 2-3 mg/l dan kandungan fosfor organik berkisar antara 0.5-1 mg/l.

Kandungan fosfor anorganik dalam limbah domestik saat ini diperkirakan

mencapai 2-3 kali lebih banyak daripada ketika deterjen sintesis belum digunakan

secara luas, kecuali jika pemerintah setempat membatasi penggunaan deterjen

berbahan dasar fosfat.

Organisme yang digunakan dalam proses pengolahan air buangan secara

biologi memerlukan sejumlah fosfor untuk reproduksi dan sintesa sel baru.

Namun limbah domestik mengandung fosfor dalam jumlah yang jauh lebih besar

dari yang dibutuhkan oleh mikroorganisme tersebut. Hal itu dapat dibuktikan

dengan besarnya kandungan fosfat dalam efluen pengolahan biologi air limbah.

f. Chlorine bebas

Chlorine biasa digunakan sebagai desinfektan pada proses pengolahan air,

baik minum maupun air buangan. Klorinasi bertujuan untuk menghilangkan

kandungan mikroba pathogen dalam air supaya konsumen terhindar dari penyakit

Page 17: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

bawaan air. Walaupun mikroba pathogen dalam air telah banyak tersisihkan

selama proses pengolahan sebelumnya, namun masih mungkin tersisa sejumlah

mikroba pathogen terutama virus. Karena itu biasanya desinfeksi merupakan

proses terakhir pengolahan air.

Clorine digunakan dalam bentuk clorine bebas atau hipokrit. Selain bereaksi

dengan mikroba pathogen, clorine juga bereaksi dengan senyawa- senyawa lain

dalam air seperti amonia, besi, mangan, sulfide, dan beberapa senyawa organik.

Karena itu perlu ditambahkan clorine yang tersedia dalam jumlah cukup untuk

membunuh mikroba pathogen. Chlorine bereaksi dengan air hipoklorit dan asam

hipoklorit menurut reaksi berikut :

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses desinfeksi antara lain adalah

jumlah dan jenis mikroba pathogen yang ingin dihilangkan, jenis dan konsentrasi

desinfektan yang digunakan, temperatur air, waktu kontak, karakteristik fisik dan

kimia air yang akan diolah, pH, dan pencampuran. Dosis clorine seharusnya

disesuaikan dengan kebutuhan. Pemantauan konsentrasi chlorine di ujung bak

klorinasi perlu dilakukan secara teratur untuk meninjau efektivitas proses

klorinasi. Karakteristik air yang diolah dapat berubah-ubah seiring dengan

perubahan musim dan cuaca. Dari hasil pemantauan tersebut dapat diantisipasi

sumber-sumber kontaminasi.

g. Amonia (NH3N)

Amonia terdapat secara alami dalam berbagai konsentrasi pada air tanah, air

permukaan, dan air buangan. Amonia dapat berasal dari reduksi senyawa organik

yang mengandung nitrogen, deaminasi senyawa amina, hidrolisa urea, dan akibat

penggunaannya untuk deklorinasi dalam instalasi pengolahan air. Jumlah amonia

dalam air tanah relatif sedikit karena diserap oleh tanah. Amonia bersifat sangat

toksik terhadap banyak organisme, terutama ikan dan invertebrata, sedangkan

amonium (NH4) bersifat kurang toksik. Konsentrasi amonia dalam air tergantung

pada pH dan temperatur. Semakin tinggi pH dan temperatur, semakin tinggi juga

konsentrasi amonia. Konsentrasi amonia juga menentukan tingkat toksisitas

larutan. Nitrifikasi adalah proses oksidasi biologi amonia menjadi nitrat oleh

bakteri autotrof, dengan nitrit sebagai senyawa antara.

Karakteristik kimia air limbah industri terdiri dari dua bagian. Bagian

pertama yaitu zat organik terdiri dari karbohidrat, minyak lemak, protein, zat

organik yang dapat menimbulkan kanker dan mutasi, surfactant, senyawa organik

volatile, dan lain-lain. Karakteristik kimia untuk lumpur pada umumnya dibagi

menjadi dua bagian. Karakteristik kimia lumpur aluminium terkandung BOD5 30-

300 mg/l, COD 30-5000 mg/l, pH 6-8, dan total padatan 0.1-4%. Karakteristik

kimia lumpur besi terkandung BOD5 30-300 mg/l, COD 30-5000 mg/l , pH 7.4-

8.5 mg/l, dan total padatan 0.25-3.5 % (Qasim et al 2000 dalam Kurniasih 2012).

Fraksi organik lumpur secara kimiawi dapat dirumuskan sebagai C₂H7O2N

atau perumusan yang lebih kompleks lagi sebagai C60H87O23N12P, sehingga

kandungan C53% dan rasio C/N empiris 4.3. Untuk basis fraksi anorganik yang

10% terdiri dari P2O5 (50%), SO3 (15%), Na2O (11%), CaO (9%), MgO (8%),

K2O (6%), dan Fe2O3 (1%) (Metcalf dan Eddy, 1991 dalam Halim 2003).

Cl2 + H₂O HOCl + H+Cl

Page 18: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Karakteristik di lapangan untuk lumpur sangat bervariasi tergantung jenis industri,

tambahan bahan kimia selama proses pengolahan dan sistem dewatering dari

lumpur. Umumnya solid content dalam dewatered lumpur 20-40% atau

kandungan air 60-80%, sedangkan rasio C/N dengan bias biodegradable C sekitar

6-15%.

Parameter yang diukur dalam percobaaan ini dilakukan terhadap sifat-sifat

kimia media tanam. Parameter sifat kimia media tanaman yang dianalisis adalah

Al, Fe, Pb, Cd, Mn yang memungkinkan terkontaminasi ke dalam tanaman.

a. Unsur Aluminium (Al)

Aluminium (Al) sebenarnya merupakan racun bagi tanaman. Walaupun

demikian tanaman mempunyai daya ketenggangan tertentu terhadap aluminium.

Dalam keadaan tertentu tanaman dapat membatasi serapan aluminium, sehingga

terhindar dari keracunan aluminium. Tanaman dapat membentuk dinding tebal

pada akar rambut dengan ujung akar yang membengkak menyerupai kail

(Soepardi 1983).

Menurut Kocian (1995) dalam Nurlaela (2007) senyawa Aluminium terbagi

menjadi 3 bentuk yaitu mononuklear (Al3+

), Aluminium kompleks, dan

Aluminium polinuklear. Endapan unsur Al(OH)3 terbentuk pada pH netral,

sedangkan Al(OH)4- terbentuk pada pH yang tinggi. Untuk pH yang rendah

(kurang dari 4) akan terbentuk Al (H2O)63+

atau dikenal dengan Al3+

yang

merupakan toksik paling berbahaya dalam bentuk Al bagi tumbuhan (Matsumoto

2000 dalam Nurlaela 2007).

Pengaruh Aluminium terhadap pertumbuhan tanaman antara lain

menurunkan penyerapan kation bivalen oleh akar terutama penyerapan Ca2+

dan

Mg2+

, menghambat pembelahan sel-sel meristem akar, serta menurunkan

penyerapan SO42-

, PO42-

, dan Cl- (Nurlaela 2007). Kerusakan tanaman akibat

unsur Aluminium ini nampak dengan jelas pada akar. Akar menjadi tebal, pendek,

dan terhambat perpanjangannya (Delhaize et al 1993 dalam Nurlaela 2007).

Keracunan Al terutama terlihat pada ujung akar. Adanya Aluminium yang

berlebih dapat menyebabkan akar utama menjadi kerdil dan akar lateral terhambat

pertumbuhannya (Samac DA dan Tesfaye M 2003 dalam Nurlaela 2007).

Menurut Kochian (1995) dalam Nurlaela (2007), terdapat beberapa

mekanisme yang dilakukan oleh tanaman untuk mengatasi keracunan Aluminium

yaitu ekslusif Aluminium pada ujung akar, melepaskan ligan pengkelat

Aluminium seperti asam sitrat, oksalat, malat, dan meningkatkan pH rizosfer.

Tanaman toleran dan sensitif terhadap Aluminium, akan mengakumulasi

Aluminium pada tanah masam yang mengandung Aluminium (Samac DA dan

Tesfaye M 2003 dalam Nurlaela 2007). Salah satu kriteria tanaman yang toleran

terhadap Al yaitu dapat mengurangi absorpsi dan translokasi Aluminium ke

bagian tajuk karena sebagian besar Al telah disimpan di vakuola sel akar

(Matsumono 2000 dalam Nurlaela 2007).

Upaya untuk mengatasi keracunan Aluminium antara lain dengan ameliorasi

menggunakan kapur, bahan organik atau dengan pemupukan tinggi. Pendekatan

ini memerlukan biaya tinggi dan terkadang sarana produksi tersebut tidak tersedia

pada saat dibutuhkan, sehingga sulit untuk diadopsi oleh para petani. Pilihan lain

adalah berupa penggunaan varietas yang tenggang. Untuk dapat memisahkan

tanaman yang bersifat tenggang atau peka diperlukan konsentrasi yang tepat dan

tolak ukur, serta kriteria yang digunakan (Syafrudin et al 2006). Beberapa

Page 19: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

penelitian menggunakan panjang akar relatif dengan batas 50% dianggap

tenggang, seperti pada kedelai (Sopandie et al 2000 dalam Syafrudin et al 2006)

dan pada tanaman padi (Jagau 2001 dalam Syafrudin et al 2006).

b. Unsur Kadmium (Cd)

Kadmium adalah logam berat yang banyak digunakan dalam industri.

Kadmium (Cd) termasuk golongan IIB dalam tabel periodik dengan nomor atom

48, bobot atom 112.40, massa jenis 8.65 g/cm3, dan titik leleh 320.9°C. Unsur Cd

juga merupakan golongan logam beracun, tidak hanya untuk pertumbuhan

tanaman, tetapi juga bagi manusia dan hewan. Cd merupakan hara nonesensial

bagi tanaman, namun mempunyai afinitas yang tinggi terhadap gugus tiol (-SH)

dalam enzim dan protein. Oleh karena itu, keberadaan Cd akan mengganggu

aktvitas enzim, metabolisme, besi, dan menyebabkan klorosis pada daun (Alloway

1990 dalam Khatimah 2006)

Seperti logam–logam lainnya, Cd juga terkandung dalam batuan beku dan

sedimen. Kandungan total Cd dalam tanah kurang dari 8 ppm, sedangkan pada

tanah yang kaya akan logam, kandungan Cd tanah tersebut bisa mencapai 800

ppm. Unsur Cd di alam tidak pernah ditimbang tersendiri, selalu sebagai produk

sampingan logam lain, misalnya Zn (Leagreid et al 1999 dalam Khatimah 2006).

Unsur Cd dapat terlarut dalam tanah, diserap oleh permukaan organik maupun

anorganik, terikat kuat dalam mineral-mineral tanah, diendapkan oleh senyawa-

senyawa yang berada di dalam tanah, dan terkandung dalam bahan hidup. Faktor-

faktor yang mengatur fase padat dan fase cair Cd dalam tanah sangat kompleks

yaitu dengan distribusi Cd yang merupakan dasar sehubungan dengan

ketersediaannya dalam tanaman (Lagereff 1972 dalam Khatimah 2006)

Unsur Cd dalam tanah dapat menjadi penyebab gangguan penyerapan unsur

hara oleh akar tanaman melalui interaksi kompetitif antagonis maupun sinergis

dengan ion hara mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Unsur Cd

bersifat antagonis dengan Zn, tetapi bersifat sinergis dengan Fe dan Mn. Unsur Cd

dan Zn secara kimiawi hampir serupa, tetapi tingkat toksisitas Zn lebih rendah dan

merupakan unsur esensial bagi tanaman (Lepp 1981 dalam Khatimah 2006).

Unsur Cadmium bersifat tidak esensial dan beracun, bahkan tingkat

toksisitasnya menempati urutan kedua setelah raksa (Laws 1981 dalam Dewi

2010). Gejala awal keracunan Cadmium dapat berupa timbulnya warna kuning

pada gigi, gangguan penciuman, sampai yang lebih serius, yaitu emfisema dan

proteinuria yang sangat membahayakan manusia. Piorowski dan Coleman (1980)

dalam Dewi (2010) menyatakan keracunan Cadmium dapat berupa kerusakan

ginjal, kehilangan sel-sel darah merah, kerapuhan tulang dan tekanan darah tinggi.

Kandungan Cadmium yang masih diperbolehkan dalam komoditi konsumsi

menurut standar Departemen Kesehatan RI adalah sebesar 1.00 ppp.

c. Unsur Besi (Fe)

Zat besi penting bagi pembentukan hijau daun (khlorofil). Pembentuk zat

karbohidrat, lemak, protein dan enzim. Jadi jika terjadi kekurangan zat besi akan

menghambat pertumbuhan khlorofil. Jika dalam tanaman terjadi kekurangan

Mangan dan Kalium atau kelebihan sulfat akan mengakibatkan pergerakan Fe

terhambat dan Fe tidak sampai ke daun meskipun pengisapan Fe dalam tanah

Page 20: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

berlangsung terus. Unsur Fe yang berlebih dalam jumlah tertentu dapat

mengakibatkan racun bagi tanaman.

d. Unsur Timah (Pb)

Timah termasuk golongan IVA dalam daftar berkala dengan bobot atom

207.19 dan nomor atom 82. Timah merupakan logam lunak berwarna abu-abu

kebiruan dengan massa jenis 11.434 g/cm3 dan titik leleh 1470°C. Timah

memiliki dua tingkat oksidasi stabil, yaitu Pb (II) dan Pb (IV), tetapi di alam

didominasi oleh Pb2+

. Garam-garam Pb sedikit larut dalam air (klorida dan

bromida) atau hampir tidak terlarut sebagai karbonat dan hidroksida. Unsur Pb di

alam terdapat sebagai PbS (galena), PbSO4 (anglesite), PbCO3, dan Pb (OH)2

(Cotton dan Wilkinson 1989 dalam Khatimah 2006).

Menurut Bohn (1979) dalam Khatimah (2006) timah cenderung

terakumulasi dan tersedimentasi dalam tanah karena kelarutannya yang rendah

dan relatif bebas dari degradasi oleh mikroorganisme. Timah dalam tanah banyak

dijumpai dalam bentuk dapat dipertukarkan, dijerap, karbonat organik, sulfida,

dan hidrous oksida. Timah yang berasal dari udara sekitar dan ditambahkan ke

permukaan tanah tidak akan mengalami pergerakan ke bawah tanaman. Hal ini

disebabkan oleh banyaknya timah yang dijerap pada permukaan mineral liat dan

koloid organik dan pembentukan kelat timbal oleh badan organik, sehingga

kelarutannya rendah.

Timah merupakan unsur yang tidak esensial baik untuk tanaman maupun

hewan. Timah selalu terikat kuat dengan bahan organik atau koloid terendapkan.

Hal ini membantu mengurangi penyerapan timah oleh tanaman. Mobilitas timah

dalam jaringan tanaman terjadi dalam bentuk ion dan kompleks-kompleks kelat.

Adanya logam berat dalam tanah dapat menyebabkan perubahan kapasitas tukar

kation (KTK) dan perubahan komposisi unsur hara (Buckman dan Brady 1969

dalam Khatimah 2006).

e. Unsur Mangan (Mn)

Mangan diserap tanaman untuk pembentukan zat protein dan vitamin

terutama vitamin C. Selain itu, Mn penting untuk dapat mempertahanakan kondisi

hijau daun pada daun yang tua. Fungsi Mangan yaitu sebagai enzim feroksidase

dan sebagai aktifator macam-macam enzim. Tersedia mangan bagi tanaman

tergantung pada pH tanah. Dimana pada pH rendah mangan akan banyak tersedia.

Kekurangan Mn dapat dilakukan dengan memberikan 1% MnSO4H₂O ,

sedangkan apabila kelebihan Mn dapat dilakukan dengan jalan menambahkan zat

fosfor dan kapur. Unsur Mn yang berlebihan dapat menyebabkan sifat racun bagi

tanaman.

Menurut Treshow (1970) dalam Taryana (1995) menerangkan bahwa pada

beberapa kasus nekrotik kecil terjadi berupa bintik-bintik yang terlihat pada

bagian antara tulang-tulang daun. Nekrotik adalah terjadinya sel mati sebelum

pada waktunya. Pada akhirnya tunas-tunas akan mati yang diikuti dengan

kematian tanaman muda. Walaupun keracunan Mn berbeda-beda untuk tiap

spesies tanaman, tetapi pada umumnya tepi-tepi daun akan mengkerut dan

pertumbuhan terhambat. Jika terjadi akumulasi Mn yang tinggi akan terjadi

klorotik (garis-garis kekuningan) hingga memutih.

Page 21: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Tanaman yang keracunan Mn menunjukkan gejala seperti pertumbuhan

lambat, adanya noda berwarna coklat kekuningan diantaranya urat daun, ujung

daun mengering pada saat tanaman berumur 8 MST (Minggu Setelah Tanam),

klorosis pada daun muda, pertumbuhan yang lambat, dan hasil produksi rendah

(Surachman 2010).

Karakteristik Biologis Lumpur

Karakteristik air limbah industri, yang merupakan mikroorganisme yang

terdapat dalam air limbah industri. Pemerikasaan air secara biologis sangat

penting dan dapat dilakukan terhadap semua jenis air, terutama dilakukan untuk

menentukan standar kualitas air. Mengingat bahwa air merupakan sumber

kehidupan utama bagi mahluk hidup. Pemeriksaan air secara mikrobiologis baik

secara kualitatif maupun secara kuantitatif dapat dipakai sebagai pengukuran

derajat pencemaran.

Di setiap badan air, baik air alam maupun air buangan terdapat bakteri atau

mikroorganisme. Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme terpenting dalam

sistem penanganan limbah. Bakteri ada yang bersifat pathogen sehingga

merugikan dan ada yang bersifat non pathogen/menguntungkan. Bakteri pathogen

bermacam-macam bentuk dan jenisnya sehingga sulit dideteksi. Analisa

mikrobiologi untuk bakteri-bakteri tersebut maka diperlukan adanya indikator

organisme. Indikator organisme menunjukkan adanya pencemaran oleh tinja

manusia dan hewan sehingga mudah dideteksi. Dengan demikian apabila

indikator organisme tersebut ditemui dalam sampel air, berarti air tersebut

tercemar oleh tinja dan kemungkinan besar mengandung bakteri pathogen.

Analisa menggunakan indikator organisme adalah metode yang paling umum dan

dilaksanakan secara rutin.

Indikator organisme yang paling umum digunakan adalah bakteri coliform

khususnya Eschericia coli, karena jumlah bakteri ini sangat banyak dan memilki

ketahanan paling besar terhadap desinfektan, sehingga jika jenis coliform sudah

tidak ada setelah proses desinfeksi, maka diharapkan mikroorganisme lain juga

sudah mati. Efisiensi suatu proses pengolahan air buangan, tidak dapat

menghilangkan semua mikroba. Karena itu perlu dilakukan pemantauan terhadap

konsentrasi mikroba pathogen dalam badan air penerima, terutama pada air yang

digunakan untuk kegiatan domestik/rumah tangga. Air tidak boleh mengandung

bakteri-bakteri golongan coli melebihi batas-batas yang telah ditentukan yaitu 1

coli/100 ml air. Hal ini bertujuan untuk keselamatan lingkungan (Wardana 1999

dalam Gunawan 2006). Karakteristik lumpur secara biologis, mikroorganisme

tersebut terdiri dari group prokaryotik dan group eukaryotik. Komposisi dasar sel

terdiri dari sekitar 90% organik dan 10% anorganik dan produksi lumpur per hari

pada umumnya 10-50% dari beban COD limbah yang diolah (Supriyanto 1993

dalam Halim 2003).

Pemanfaatan Lumpur Hasil Pengolahan Air Minum

Lumpur selain dimanfaatkan menjadi sebuah pupuk kompos, juga dapat

digunakan menjadi sesuatu yang bermanfaat. Pemanfaatan lumpur PT. Krakatau

Tirta Industri dijadikan bahan bangunan (batako) oleh Badan Penelitian dan

Pengembangan Permukiman tahun 1997. Bahan bangunan seperti batako yang

Page 22: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

dihasilkan dari lumpur kurang bagus atau mudah rapuh (Tim Peneliti

Pengembangan dan Permukiman PU 1994 dalam Yeni 2001). Namun tidak sedikit

lumpur dibiarkan menumpuk dan tidak dimanfaatkan secara optimal di berbagai

industri. Adanya banyak pertimbangan dari bagian manajemen perusahaan

misalnya, terkait waktu, dana, efisiensi pemanfaatan untuk sebuah lumpur sisa

pengolahan sebuah industri.

Pengomposan

Pengomposan (composting) didefinisikan sebagai dekomposisi biologi dan

stabilitas dari bahan organik pada suhu termofili. Sebagain hasil produksi panas

secara biologis, dengan hasil akhir berupa produk yang cukup stabil dalam bentuk

padatan (agregat) komplek, dan apabila diberikan pada lahan tidak akan

menimbulkan efek yang merugikan terhadap lingkungan (Haug 1980 dalam Halim

2003).

Menurut Metcalf dan Eddy (1991), dalam pengomposan merupakan

biodegradasi dari bahan organik menjadi suatu produk yang stabil. Proses

pengomposan yang sempurna akan menghasilkan produk yang tidak mengganggu

baik selama penyimpanan maupun aplikasinya, seperti bau busuk, bakteri

pathogen. Selama proses pengomposan, suhu akan mencapai kisaran 50-70ºC,

sehingga bakteri pathogen dari lumpur akan mati.

Menurut Murbandono (1983) dalam Halim (2003), dalam proses

pengomposan terjadi perubahan-perubahan antara lain :

a. Karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak lilin menjadi CO₂ dan air.

b. Protein, melalui amida-amida dan asam-asam amino menjadi amoniak, CO₂

dan air.

c. Pengikatan beberapa unsur hara di dalam tubuh mikroorganisme terutama

Nitrogen disamping Phospat, Kalium dan lain- lain yang terlepas kembali bila

mikroorganisme itu mati.

d. Peruraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman.

Selama proses ada tiga tahapan berbeda dalam kaitannya dengan suhu yang

diamati, yaitu mesofilik dan cooling (tahap pendinginan). Pada tahap awal

mesofilik suhu proses akan naik dari suhu lingkungan ke-40ºC dengan adanya

kapang dan bakteri pembentukan asam. Suhu proses akan terus meningkat ke

tahap termofilik antara 40-70ºC, dimana mikroorganisme akan digantikan oleh

bakteri termofilik, actinomycetes dan termofilik kapang. Pada kisaran suhu

termofilik proses degradasi dan stabilisasi akan berlangsung secara maksimal.

Tahap pendinginan ditandai dengan penurunan aktifitas dengan bakteri dan

kapang mesofilik. Selama tahap cooling, proses penguapan air dari mineral yang

telah dikomposkan akan masih terus berlangsung, demikian pula stabilitas pH dan

penyempurnaan pembentukan asam humik (Metcalf dan Eddy 1991 dalam

Andhika 2003).

Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan

Beberapa faktor yang sangat penting pengaruhnya pada proses

pengomposan antara lain rasio C/N, susunan bahan, kelembapan dan aerasi, suhu,

pH, kebutuhan oksigen, dan mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan

(Andhika 2003).

Page 23: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

a. Rasio C/N

Proses pembuatan kompos tergantung pada kerja mikroorganisme yang

memerlukan sumber karbon untuk mendapatkan energi dan bahan bagi sel-sel

baru, bersama dengan pasokan N untuk protein sel. Rasio karbon nitrogen (C/N)

dalam campuran pertama berkisar antara 25-35. Jika rasio terlalu tinggi, maka

prosesnya akan memakan waktu lama sebelum cukup karbon dioksidasi menjadi

karbon dioksida, dan sebaiknya jika terlalu rendah, maka nitrogen yang

merupakan komponen pupuk penting dari kompos, akan dibebaskan sebagai

amonia. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, maka dapat ditambahkan dengan bahan

nitrogen seperti kotoran ternak, sedangkan apabila terlalu rendah dapat pula

ditambahkan dengan bahan kaya karbon seperti jerami, sekam atau serbuk-serbuk

kayu (Dalzell et al 1987 dalam Halim 2003).

Pada pengomposan sejumlah amonium terbentuk dari perombakan protein

dan asam amino. Amonium yang terbentuk dapat mengalami tiga hal, yaitu

digunakan oleh mikroorganisme untuk berkembang biak, sebagian hilang melalui

penguapan dan sebagian lagi diubah menjadi nitrit (Haug 1980 dalam Halim,

2003). Unsur karbon dan nitrogen keduanya dibutuhkan sebagai sumber energi

untuk pertumbuhan mikroorganisme, yaitu 30 bagian karbon (C) dan 1 bagian

nitrogen (N) atau rasio C/N = 30 dalam perbandingan berat. Tidak ada unsur

makro atau unsur tambahan lain yang ditemukan sebagai faktor penghambat pada

proses pengomposan lumpur (Metcalf dan Eddy 1991 dalam Andhika 2003).

Pada proses pengomposan optimum rasio C/N ideal adalah 20-40 dan rasio

yang terbaik adalah 30. Rasio merupakan faktor terpenting dalam pengomposan,

karena proses pengomposan tergantung pada kegiatan mikroba yang

membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel bersamaan

dengan nitrogen untuk pembentuk selnya. Besarnya rasio C/N tergantung pada

jenis bahan yang digunakan (CPIS 1992 dalam Andhika 2003).

b. Suhu Pengomposan

Mikroorganisme dalam melakukan proses dekomposisi menghasilkan panas.

Proses dekomposisi kompos pada umumnya mencapai suhu antara 32-60ºC. Suhu

di bawah 32ºC proses berlangsung lambat, sedangkan suhu diatas 60ºC

mikroorganisme tidak dapat bertahan. Suhu pada gundukan kompos tergantung

pada panas yang hilang pada aerasi proses pendinginan. Pada kondisi lingkungan

yang basah atau lembap, gundukan kompos dapat lebih besar untuk

meminimalkan kehilangan panas. Ketika pengomposan kehilangan banyak

Tabel 12 Rasio C/N berbagai bahan baku yang dapat dibuat sebagai kompos

Jenis Bahan Rasio C/N

Lumpur aktif 6

Lumpur yang belum dicerna 11

Pepolongan 19

Gulma hijau 13

Rumput-rumputan 20

Jerami 30-80

Serbuk gergaji busuk 208 Sumber : Haug 1980 dalam Halim 2003.

Page 24: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

nitrogen pada lingkungan kering atau panas, gundukan kompos diperkecil dan

pembalikan diperlukan untuk menyediakan oksigen. Kondisi optimum

pengomposan dari pencapaian suhu antara 55-65ºC (Richard 1996 dalam Halim

2003). Menurut Indriani (1999) dalam Halim (2003), bila suhu terlalu tinggi

mikroorganisme akan mati, sedangkan bila suhu relatif rendah mikroorganisme

belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman. Aktivitas mikroorganisme pada

proses pengomposan tersebut juga menghasilkan panas sehingga untuk menjaga

suhu tetap optimal sering dilakukan pembalikan.

c. Susunan Bahan dan Ukuran partikel

Ukuran partikel bahan menentukan ukuran volume dan volume pori-pori

bahan. Jika ukuran partikel bertambah kecil, maka jumlah pori-pori bertambah.

Pori-pori kecil dapat menghambat pergerakan udara yang biasanya merupakan

masalah pada proses pengomposan. Ukuran partikel menentukan luas permukaan

dari suatu bahan. Makin halus suatu partikel, makin luas permukaan yang terbuka

terhadap kegiatan mikroorganisme (Halim 2003).

Menurut Murbandono (1983) dalam Halim (2003), sampai batas tertentu

semakin kecil ukuran potongan bahan, semakin cepat pula waktu pembusukannya.

Hal ini dikarenakan semakin banyak permukaan yang tersedia bagi bakteri untuk

menyerang dan menghancurkan meterial-material tersebut. Apabila perajangan

terlalu kecil, timbunan akan menjadi tersumbat dan tidak terkena udara.

d. Kelembapan dan Aerasi

Dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme juga tergantung dari

kelembapan yang terdapat pada bahan tersebut (Haug 1980 dalam Halim 2003).

Menurut Academy of Science (1981) dalam Halim (2003), bahwa kadar air adalah

bagian penting dalam proses pengomposan dan membutuhkan kelembapan antara

50-70%. Kadar air yang optimum penting untuk memperoleh kompos yang

bermutu tinggi, karena semua mikroorganisme pada proses pengomposan

membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya. Air adalah bahan penting bagi

protoplasma sel yang berfungsi sebagai pelarut makanan. Kadar air di bawah 20%

mengakibatkan proses metabolisme terhambat dan berjalan lambat jika kadar air

di atas 70%.

Air diperlukan selama pengomposan untuk memelihara kelembapan yang

tepat bagi aktivitas mikroorganisme. Kadar air ideal pada pengomposan adalah

40-60%. Pada kadar air yang terlalu besar, bahan kompos menjadi lebih rapat dan

mengakibatkan pengurangan jumlah udara yang bersikulasi, sehingga

menghasilkan kondisi anaerobik. Apabila kadar air tidak mencukupi, suhu bahan

kompos menjadi lebih rendah, walapun suhu bahan pusat kompos tetap tinggi.

Kondisi tersebut mengakibatkan penambahan waktu penguraian. Jika kompos

terlalu basah, dapat ditambahkan beberapa material kering seperti potongan kayu

dan dedaunan. Hal ini dapat meningkatkan porositas agar air dan udara dapat

mengalir dengan baik (Richard 1996 dalam Halim 2003).

Penguraian senyawa organik sangat tergantung pada faktor kadar air. Batas

terendah dari aktifitas bakteri adalah antara 12-15%, meskipun sebenarnya kadar

air lebih kecil dari 40% merupakan batas dari kecepatan penguraian optimum.

Idealnya kadar air antara 50-60%. Jika kadar air dari campuran lebih besar dari

60%, maka integritas struktural yang baik juga tidak akan dicapai. Selama proses

Page 25: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

pengomposan sebagian air akan teruapkan sehingga perlu dilakukan pengaturan

dengan penyemprotan, misalnya bersamaan dengan pembalikan pada proses

windrow, untuk menjaga kondisi kadar air yang optimum selama proses

pengomposan (Richard 1996 dalam Halim 2003). Windrow merupakan adalah

proses pembuatan kompos paling sederhana dan paling murah dengan hanya

menumpukkan bahan-bahan kompos pada suatu lahan.

Gundukan dari kompos juga memberikan pengaruh pada kadar air, pada

situasi kering, pembentukan cekungan bagian atas gundukan akan

memaksimalkan penyerapan air dan curahan hujan dapat menambah kandungan

air yang hilang sebagai uap. Apabila dalam keadaan basah, gundukan kompos

dibentuk naik supaya dapat meminimalkan absorpsi dengan menumpahkan air

(Richard 1996 dalam Halim 2003). Menurut Dalzell et al (1987) dalam Halim

(2003), proses pengomposan memperlukan udara yang cukup ke semua bagian

tumpukan kompos untuk memasok oksigen pada mikroorganisme dan

mengeluarkan karbon dioksida yang dihasilkan. Tidak adanya udara (kondisi

anaerobik) akan menimbulkan perkembangbiakan berbagai macam

mikroorganisme yang menyebabkan keasaman dan pembusukan tumpukan yang

menimbulkan bau busuk.

e. Nilai pH Pengomposan

Menurut Murbandono (1983) dalam Halim (2003), pengontrolan pH agar

tetap pada kondisi yang optimal perlu dilakukan, karena keasaman yang terlalu

rendah (pH tinggi) menyebabkan kenaikkan konstruksi oksigen yang

mengakibatkan hasil yang buruk terhadap lingkungan. Menurut CPIS (1992)

dalam Halim (2003), menambahkan pH yang terlalu tinggi juga menyebabkan

unsur nitrogen pada bahan kompos berubah menjadi amoniak, sebaliknya pada

kondisi asam (pH rendah) dapat menyebabkan matinya sebagian besar

mikroorganisme. Menurut Hadiwiyoto (1983) dalam Halim (2003), pengontrolan

pH dapat dilakukan dengan penambahan kotoran hewan, urea, atau pupuk

nitrogen untuk menurunkan pH, sedangkan pemberian kapur dan abu dapur untuk

menaikkan pH.

Kondisi pH optimum untuk pertumbuhan bakteri pada umumnya adalah

antara 6-7.5 dan 5.5-8 untuk fungi. Selama proses tumpukan, umumnya kondisi

pH bervariasi dan akan terkontrol dengan sendirinya. Kondisi pH awal yang

relatif tinggi, misalnya akibat penggunaan CaO pada lumpur, akan melarutkan

nitrogen dalam kompos dan selanjutnya akan diemisikan sebagai amoniak.

Tidaklah mudah untuk mengatur kondisi pH dalam tumpukan massa kompos

untuk pencapaian pertumbuhan biologis yang optimum. Pengaturan kondisi pH

belum ditemukan kontrol opresional yang efektif (Metcalf dan Eddy 1991 dalam

Andhika 2003).

f. Kebutuhan oksigen

Persyaratan konsentrasi optimum dari oksigen di dalam massa kompos

antara 5-15% volume. Peningkatan kandungan oksigen melewati 15%, misalnya

akibatnya pengaliran udara yang terlalu cepat atau terlalu sering dibalik akan

menurunkan suhu dari sistem. Pada Tabel 2 menjelaskan Faktor penting dalam

perencanaan proses pengomposan secara aerobik.

Page 26: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Tabel 13 Faktor penting dalam perencanaan proses pengomposan secara aerobik

Faktor Keterangan

Jenis

lumpur

Jenis untreated dan digested sludge keduanya dapat

dikomposkan. Untreated sludge lebih berpotensi menimbulkan

masalah bau, terutama pada aplikasi windrow. Untreated sludge

lebih mempunyai ketersediaan energi, lebih mudah terdegradasi

dan mempunyai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi.

Amendments

dan bulking

agents

Beberapa karakteristiknya, seperti kadar air, ukuran partikel, dan

karbon tersedia sangat berperan terhadap proses dan kualitas

produk akhir. Bahan-bahan tersebut harus mudah didapat dan

murah seperti : serpihan kayu, gergaji, jerami, sekam dan kulit

padi, recycled compost dan lain-lain.

Rasio C/N Rasio C/N awal harus sekitar 25-30 perbandingan berat. Unsur

karbonnya harus mudah terdegradasi.

Volatile

solids

Dari campuran kompos harus >50%

Kandungan

udara

Setidaknya masih ada 50% oksigen yang berada dalam

kesetimbangan sistem, atau kandungan oksigen antara 5-10% di

semua bagian tumpukan untuk tercapainya hasil yang optimum

Kadar air Dari campuran kompos antara 40-60%. Berkurangnya kadar air

akibat penguapan, terutama pada sistem windrow dapat

ditambahkan bersamaan dengan proses pembalikan

pH Harus antara 6-9 kondisi pH yang relatif tinggi akan

meningkatkan emisi nitrogen sebagai amoniak

Suhu Suhu optimum untuk stabilisasi 45-55°C. Pada kondisi terbaik,

suhu akan mencapai 50-55°C pada kondisi awal dan meningkat

ke 55-65°C saat periode pengomposan berlangsung. Suhu yang

terlalu tinggi akan menurunkan aktifitas kerja mikroba. Periode

selanjutnya temperatur akan menurun pada tahap cured process,

sekaligus untuk menurunkan kadar air

Mixing dan

turning

Untuk mencegah kekeringan, pengerasan, penggumpulan dan

aliran kontak udara yang tidak merata, material dalam tumpukan

proses harus diaduk dan dibalik secara terjadwal sesuai

kebutuhan. Frekuensi pembalikan tergantung sistem

pengomposan.

Logam berat

dan trace

organics

Kandungan dalam lumpur dan kompos akhir harus dipantau

secara teratur untuk menjamin kualitas produk akhirnya tidak

melampaui ambang batas untuk aplikasi lebih lanjut.

Kondisi

lokasi

Beberapa faktor harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi,

termasuk ketersediaan lahan, akses, jarak terhadap sumber lumpur

dan bulking agent, penggunaan lahan sekitar, ketersediaan zona

penyangga, tenaga kerja, kondisi iklim.

Sumber : Metcalf dan Eddy 1991 dalam Andhika 2003.

Page 27: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Diperlukannya kandungan oksigen >5% untuk menjaga kestabilan kondisi

aerobik, meskipun pada kondisi konsentrasi oksigen di dalam tumpukan yang

hanya sekitar 0.5% tidak didapati adanya kondisi anaerobik (Metcalf dan Eddy

1991 dalam Andhika 2003).

g. Mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan

Mikororganisme yang biasa bekerja pada proses pengomposan adalah

bakteri, kapang, Actinomycetes, dan protozoa (Indriani 1999 dalam Halim 2003).

Menurut Hadiwiyoto (1983) dalam Halim (2003) pengomposan akan berjalan

lama apabila jumlah mikroorganisme perombak pada mulanya sedikit. Semakin

banyak jumlah mikroorganisme pada awal suatu proses, fase adaptasinya semakin

singkat. Untuk memperbanyak jumlah mikroorganisme pada awal pengomposan

dapat ditambahkan bibit berupa kotoran ternak atau limbah cair, karena baik

kotoran ternak atau limbah cair banyak mengandung bakteri perombak.

Karakteristik Lumpur dan Mutu Kompos Karakteristik lumpur seperti pemahaman akan kuantitas hasil lumpur,

kandungan padatan, dan sifat padatan sangatlah penting untuk memilih dan

mendesain perangkat proses yang tepat (Qasim et al 2000 dalam Kurniasih 2012).

Pemanfaatan lumpur salah satunya dapat dijadikan pupuk kompos. Kandungan

organik yang baik pada lumpur dapat dimanfaatkan dengan proses pengomposan.

Dalam pembentukan kompos sendiri membutuhkan adanya kandungan unsur hara

yang sebagian ada pada lumpur WTP. Kompos dari lumpur WTP menurut hasil

analisis telah memiliki kandungan logam berat lebih sedikit dibandingkan logam

berat pada saat berupa lumpur, hal ini dikarenakan telah terdegradasi oleh

mikroorganisme dalam proses pengomposan.

Kandungan utama kompos merupakan bahan organik. Kompos mengandung

unsur hara seperti nitrogen, fosfat, kalium, dan magnesium. Kandungan unsur

hara kompos tidak tetap. Hal ini dipengaruhi oleh bahan yang dikomposkan, cara

pengomposan, dan cara penyimpanan (Anonim 1999 dalam Halim 2003).

Teknik Remediasi Tanah

Remediasi memiliki suatu arti yaitu perbaikan. Remediasi tanah adalah

pemulihan tanah yang terkontaminasi oleh zat-zat pencemar seperti logam berat

dan atau senyawa organik untuk mengembalikan fungsi tanah, sehingga dapat

dimanfaatkan kembali dan tidak menimbulkan masalah bagi lingkungan (Hakim

et al 2005). Teknologi pada umumnya dapat dilakukan dengan isolasi,

immobilisasi, reduksi toksisitas, pemisahan fisis dan ekstraksi. Teknologi secara

ekstraksi untuk remediasi tanah antara lain soil washing, phyrometallurgical, in-

situ, soil flushing dan elektrokinetic treatment (Cyntia 1997 dalam Hakim et al

2005).

Tujuan remediasi mencegah penyebaran kontaminasi pada tingkat yang

tidak diharapkan, mencegah pergerakan kontaminan, minimalisasi kontaminan

lebih lanjut hasil dari perlindian tanah atau NAPL (Non Aqueous Phase Liquid),

mengembalikan tanah ke penggunaan yang menguntungkan. LNAPL (Light Non

Aqueous Phase Liquid) adalah pemompaan cair ke permukaan dari serangkaian

sumur ekstraksi atau sambungan ekstraksi. DNAPL (Dense Non Aqueous Phase

Page 28: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

liquid) adalah sumber pencemar kontinyu yang bermasalah. LNAPL dan DNAPL

dapat menimbulkan kontaminasi terlarut. LNAPL lebih mudah dilokalisir dan

dikurangi daripada DNAPL. Komposisi LNAPL lebih biodegradable sehingga

dapat diturunkan dengan aspirasi/pemompaan. DNAPL dilokalisir dahulu baru

kemudian diturunkan konsentrasinya (Soil ... 2012).

Soil Venting

Tanah ventilasi adalah teknologi yang menggunakan udara untuk

mengekstrak kontaminan volatile dari tanah yang terkontaminasi. Tanah ventilasi

(Soil venting) yang mencakup ekstraksi udara dan injeksi merupakan salah satu

metode utama yang digunakan di Amerika Serikat untuk menghilangkan VOC

(Volatile Organik Compounds) dari tak jenuh. Teknologi ini juga dikenal sebagai

tanah uap ekstraksi (Soil vapour extraction). Para Desainer harus memiliki ahli

geologi, hidrogeologi, ilmuwan tanah, ahli kimia untuk merancang suatu sistem

yang optimal. Sebuah pengetahuan dasar kimia juga diperlukan untuk

mengembangkan sampling kualitas dan rencana pemantauan. Teknologi ini tepat

guna dalam menghilangkan kontaminan organik berbahaya dari tanah bawah

permukaan (Soil ... 2012).

Banyak model tanah ventilasi mengasumsikan bahwa lokal partisi dari

kontaminan ke dalam berbagai tahapan yang diatur oleh kendala ekuilibrium

(Johnson et al 1990 dalam Lingineni dan Dhir 1995). Salah satu proses utama

yang mempengaruhi kinerja tanah. Sistem ventilasi adalah perpindahan masa dari

interfase kontaminan fraksi dalam kondisi aliran adveki, diciptakan oleh gradient

tekanan bawah permukaan. Teknologi ini telah diterima oleh banyak kalangan

selama dekade terakhir karena kebutuhan dari suatu in-situ, biaya efektif, metode

untuk mengatasi berbagai kontaminasi masalah yang diciptakan oleh kebocoran

bawah permukaan.

Soil Vapour Extraction (SVE)

Soil Vapour Extraction merupakan salah satu teknologi pengolahan air

tanah. Air sparging adalah stripping udara secara in-situ yang sederhana. Air

sparging berfungsi memompa udara untuk meningkatkan aktifitas degradasi pada

mikroba. Sistem SVE terdiri dari satu atau lebih sumur ekstraksi yang diputar di

zona tak jenuh, blower, dan sering juga di injeksi udara. Sumur-sumur injeksi diisi

udara dan compressor ke akuifer. Stripping udara ini digunakan untuk mentransfer

senyawa organik volatile (VOC) dari air tanah ke udara. Soil Vapor Extraction

atau ekstraksi uap tanah disertai air sparging digunakan untuk menangkap aliran

udara terkontaminasi. Ekstraksi uap tanah menggunakan serangkaian sumur

tersaring di zona tak jenuh untuk menangkap uap tanah (Soil ... 2012).

Faktor-faktor yang menetukan fase uap kontaminan dan transportasi Soil

Vapor Extraction di zona tak jenuh diantaranya:

a. Pencemaran transportasi dan penghapusan.

Mekanisme transportasi dan penghapusan termasuk adveksi penguapan,

desorpsi, biodegradasi, dan difusi. Pada Gambar 1 menggambarkan proses yang

terjadi dalam tanah terkontaminasi oleh VOC dan mekanisme penghapusan

kontaminan (USEPA 1991 dalam Soil ... 2012). Pada Gambar 1 dijelaskan VOC

ada di zona tak jenuh sebagai cairan fase residual tak berair (NAPL). NAPL

Page 29: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

ditahan oleh beberapa kapiler antar partikel padat, seperti organik teradsorpsi yang

terkait dengan permukaan.

b. Pencemaran properti.

Sifat fisika dan kimia sangat mempengaruhi alur dan transportasi

kontaminan. Properti ini mempengaruhi distribusi kontaminan antara empat fase

pada tanah, seperti fase gas (uap), dilarutkan dalam pori-pori (fase air), teradsorpsi

pada permukaan partikel (fase padat), dan sebagai NAPL.

c. Sifat tanah.

Sifat fisik dan kimia kontaminan seperti media berpori dan karakteristik

cairan sangat mempengaruhi alur dan kontaminan dan transportasi. Berikut alur

kontaminan dan transportasi SVE dapar dilihat pada Gambar 1.

Sumber : Soil ... 2012.

Gambar 4 Proses tranportasi Soil Vapour Extraction

Bioremediasi

Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih

untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar

polutan tersebut. Pada saat proses bioremediasi berlangsung, enzim-enzim yang

diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi struktur polutan beracun menjadi

tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang tidak beracun dan berbahaya.

Sehubungan dengan bioremediasi, Pemerintah Indonesia telah mempunyai payung

hukum yang mengatur standar baku kegiatan bioremediasi dalam mengatasi

permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta

bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) melalui Kementerian

Lingkungan Hidup, Kep Men LH No.128 tahun 2003, tentang tatacara dan

persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi

oleh minyak bumi secara biologis (bioremediasi) yang juga mencantumkan bahwa

bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal (Priadie 2012).

Pada dasarnya, pengolahan secara biologi dalam pengendalian pencemaran

air, termasuk upaya bioremediasi, dengan memanfaatkan bakteri bukan hal baru

Page 30: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

namun telah memainkan peran sentral dalam pengolahan limbah konvensional

sejak tahun 1900-an (Mara, Duncan, and Horan 2003 dalam Priadie 2012). Saat

ini, bioremediasi telah berkembang pada pengolahan air limbah yang mengandung

senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida (Tortora

2010 dalam Priadie 2012), maupun nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat

pada perairan tergenang (Great Lakes Bio systems. Inc. Co 0rb-3.com dalam

Priadie 2012).

Teknik bioremediasi dapat dilaksanakan secara in-situ maupun cara ex-

situ. Teknik bioremediasi in-situ umumnya diaplikasikan pada lokasi tercemar

ringan, lokasi yang tidak dapat dipindahkan, atau karakteristik kontaminan yang

volatile. Bioremediasi ex-situ merupakan teknik bioremediasi dengan cara lahan

atau air yang terkontaminasi diangkat, kemudian diolah dan diproses pada lahan

khusus yang disiapkan untuk proses bioremediasi. Penanganan semacam ini lebih

aman terhadap lingkungan karena agen pendegradasi yang dipergunakan adalah

mikroba yang terurai secara alami (Budianto 2008 dalam Charlena 2010).

Bioremediasi secara ex-situ dapat dilakukan dengan teknik landfarming

dan bioslurry. Landfarming merupakan salah satu kategori jenis bioremediasi ex-

situ yang dapat mempersingkat waktu untuk pembersih lahan yang terkontaminasi

dibandingkan dengan cara fisika, kimia, dan biologi. Teknik landfarming ini

membutuhkan penggalian dan penempatan pada tumpukan-tumpukan. Tumpukan-

tumpukan itu secara berkala dipindahkan untuk dicampurkan dan diatur

kelembapannya. Pengaturan pH tanah dan penambahan nutrisi dibutuhkan untuk

meningkatkan aktivitas biologi (Poon 1996 dalam Charlena 2010).

Menurut Garcia et al (2010) dalam Charlena (2010), teknik landfarming

merupakan metode yang seringkali dipilih untuk tanah yang terkontaminasi

hidrokarbon, karena relatif lebih murah, dan berpotensi berhasil. Bioremediasi

dengan teknik bioslurry menggunakan bioreaktor berupa bejana (container) atau

reaktor yang digunakan untuk perlakuan terhadap cairan atau bubur (slurry).

Slurry bioreaktor tidak hanya digunakan untuk mendegradasi limbah berbentuk

fase cairan dan slurry, namun dapat mendegradasi limbah padat/tanah.

Menurut Banerji (1997) dalam Charlena (2010), fase bioslurry dapat memiliki

tingkat kepadatan 10-40%. Slurry ini kemudian disimpan dalam bioreaktor.

Dalam bioreaktor slurry akan diberikan nutrisi dalam kondisi lingkungan yang

terkontrol agar mikroba dapat melakukan proses degradasi dengan baik. Selain

penambahan nutrisi, ke dalam reaktor diberikan suplai udara atau oksigen untuk

menjaga agar kondisi aerobik pada bioreaktor tetap terjaga. Pengadukan dilakukan

secara mekanik atau pneumatik. Keuntungan proses bioremediasi dengan

menggunakan slurry bioreaktor adalah mempercepat proses transfer massa antara

fase padat dan cair, kontrol lingkungan dapat berlangsung dengan baik, mudah

dalam memelihara tingkat penerimaan elektron dalam reaktor, dan berpotensi

dalam mencegah kontaminasi oleh mikroba pengganggu.

Landfarming dan slurry bioreaktor merupakan salah satu teknologi

bioremediasi yang terus berkembang hingga saat ini. Metode landfarming maupun

slurry bioreaktor dapat mereduksi dampak pencemaran limbah minyak bumi

karena bioremediasi merupakan metode alternatif yang aman dimana polutan

(hidrokarbon) dapat diuraikan oleh mikroba menjadi bahan yang tidak berbahaya

seperti CO2 dan H2O. Landfarming atau slurry bioreaktor memiliki keunggulan

dan kelemahan masing-masing. Untuk itu perlu dikaji metode yang lebih efektif

Page 31: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

dalam menangani limbah minyak bumi. Seberapa efektif bioremediasi dalam

merombak hidrokarbon dari limbah minyak bumi pada fase slurry dan fase padat,

merupakan permasalahan yang perlu diketahui dan dikembangkan.

Proses Fitoremediasi

Fitoremedisasi dapat dilakukan secara in-situ (langsung di tempat terjadinya

pencemaran), maupun secara ex-situ atau menggunakan kolam buatan yang

merupakan bioreaktor besar untuk penanganan limbah. Tanaman dapat digunakan

secara langsung dalam bentuk alaminya lengkap terdiri bagian akar, batang, dan

daun maupun dalam bentuk kultur jaringan tanaman. Secara tradisional, tanaman

telah lama digunakan untuk proses penjernihan air. Mekanisme yang terjadi

adalah proses koagulasi menggunakan ekstrak tanaman yang bersifat koagulan.

Tanaman enceng gondok (Eichornia crassipes) telah lama digunakan untuk

pengolahan air limbah secara tradisional.

Konsep fitoremediasi lebih berkembang dengan aplikasi baru untuk

dekontaminasi tanah yang tercemar oleh senyawa-senyawa organik maupun

anorganik. Perkembangan yang pesat di bidang penelitian fitoremediasi tidak

lepas dari kemajuan di bidang biologi molekuler, rekayasa genetika dan teknologi

enzim. Fitoremediasi dapat dijadikan indikator adanya pencemaran air dan udara

(Pratomo 2004).

Adanya batasan konsentrasi polutan yang dapat ditolerir oleh tanaman.

Tanaman secara umum hanya dapat hidup pada limbah dengan BOD kurang dari

300 mg/l. Keuntungan dari teknik fitoremediasi antara lain adalah efisiensi biaya

untuk volume pencemar yang besar dan konsentrasi rendah, tidak membutuhkan

peralatan yang rumit dan pekerja spesialis, lebih ramah lingkungan dan lainnya

(Erakhumen 2007 dalam Abadi 2008).

Macam-macam logam berat dan unsur radioaktif dibersihkan oleh tanaman

melalui cara berikut ini :

a. Biodegradasi dalam rizosfer

Dalam proses ini, tanaman mengeluarkan senyawa organik dan enzim

melalui akar (eksudat akar), sehingga daerah rizosfer merupakan lingkungan yang

sangat baik untuk tempat tumbuhnya mikroba dalam tanah. Mikroba di daerah

rizosfer akan mempercepat proses biodegradasi kontaminan.

b. Fitostabilitasi

Dalam proses stabilisasi, berbagai senyawa yang dihasilkan oleh tanaman

dapat mengimobilisasi kontaminan, sehingga diubah menjadi senyawa yang stabil.

Tanaman mencegah migrasi polutan, dengan mengurangi runoff, erosi permukaan,

dan aliran air bawah tanah.

c. Fitoakumulasi (fitoekstraksi)

Akar tanaman dapat menyerap kontaminan bersamaan dengan penyerapan

nutrient dan air. Massa Kontaminan tidak dirombak, tetapi diendapkan di bagian

trubus dan daun tanaman. Metode ini digunakan terutama untuk menyerap limbah

yang mengandung logam berat.

Sebagai contoh aplikasi fitoremediasi untuk mengatasi berbagai polutan dan

tanamannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 32: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Tabel 14 Aplikasi fitoremediasi untuk mengatasi berbagai polutan dan

tanamannya

Aplikasi Media Polutan Jenis Tanaman

1. Fitovolatilisasi Tanah, air

bawah tanah,

air lindi, dan

tempat

pengolahan air

limbah

Herbisida (atrazine,

alachlor); aromatik

(BTEX); alifatik

berklor (TCE);

nutrien; limbah

amunisi (TNT dan

RDX)

Pohon

Phreatophyte

(poplar, willow,

cottonwood, dan

aspen); rumput

(rye, bermuda,

sorghum, dan

fescue); legum

(clover, alfalfa, dan

cowpea)

2. Stimulasi

mikroba

Tanah,

sedimen dan

tempat

pengolahan air

limbah

Organik (pestisida,

aromatik, dan

polynuclear

aromatik/PAH)

Penghasil fenolik

(mulberry, apel,

osage, jeruk);

rumput (rye,

fescue, Bermuda);

tanaman air untuk

sedimen

3. Fitostabilisasi Tanah

dan sedimen

Logam (Pb, Cd, Zn,

As, Cu, Cr, Se, U),

organik hidrofobik

(PAH, PCB, DDT,

dieldrin)

Pohon

Phreatophyte

dengan transpirasi

tinggi (kontrol

hidrolis); rumput

pencegah erosi;

sistem perakaran

rapat untuk

menyerap

kontaminan.

4. Fitoekstraksi Tanah, rawa,

dan sedimen

Logam (Pb, Cd, Zn,

As, Cu, Cr, Se, U)

dengan pemberian

EDTA untuk Pb dan

Selenium

Bunga matahari ;

Indian Mustard;

Rape seed; Barle,

Hops; Crucifera;

tanaman

Serpentine; Nettle,

dandelion

5. Degradasi Tanah, air

bawah tanah,

air lindi,

tempat

pengolahan air

limbah

Herbisida (atrazine,

alachlor); aromatik

(BTEX); alifatik

berklor (TCE);

nutrien; limbah

amunisi (TNT, RDX)

Pohon

Phreatophyte

(poplar, willow,

cottonwood,aspen);

rumput (rye,

bermuda, sorghum,

fescue); legum

(clover, alfalfa,

cowpea) Sumber : Zynda 2007.

Page 33: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

d. Rizofiltrasi (sistem hidroponik untuk pembersihan air)

Rizofiltrasi prinsipnya sama dengan fitoakumulasi, tetapi tanaman yang

digunakan untuk membersihkan ditumbuhkan dalam media cair (sistem

hidroponik). Sistem ini dapat digunakan untuk mengolah air bawah tanah secara

ex-situ. Air bawah tanah dipompa ke permukaan untuk diolah menggunakan

tanaman. Sistem hidroponik memerlukan media cari buatan yang dikondisikan

seperti dalam tanah, misalnya diberi campuran pasir dan mineral perlit, atau

vermikulit. Setelah tanaman jenuh dengan kontaminan, kemudian dipanen dan

diproses.

e. Fitovolatilisasi

Dalam proses ini, tanaman menyerap air yang mengandung kontaminan

organik melalui akar, diangkut ke bagian daun, dan mengeluarkan kontaminan

yang sudah didetoksifikasi ke udara melalui daun.

f. Fitodegradasi

Kontaminan organik diserap ke dalam tanaman. Dalam proses metabolisme,

tanaman dapat merombak kontaminan yang sudah bersifat toksik.

g. Pengendalian hidrolisis

Tanaman yang berbentuk pohon, secara tidak langsung dapat membersihkan

lingkungan, dengan cara mengendalikan pergerakan air bawah tanah. Pohon

merupakan pompa alami, saat akar yang berada pada lapisan air bawah tanah

menyerap air dalam jumlah besar. Pohon poplar merupakan salah satu contoh

pohon yang dapat menyerap 30 galon air per hari. Pohon Cottonwood dapat

menyerap lebih dari 350 galon per hari.

Mekanisme Proses

Mekanisme kerja fitoremediasi mencakup proses fitoekstraksi, rhizofiltasi,

fitodegradasi, fitostabilitasi dan fitovolatilisasi (Kelly 1999 dalam Moenir 2010).

Fitoekstraksi adalah penyerapan logam berat oleh akar tanaman dan

mengakumulasikan logam berat tersebut ke bagian-bagian tanaman seperti akar,

batang, dan daun. Rhizofiltasi adalah pemanfaaan kemampuan akar tanaman

untuk menyerap, mengendapkan, mengakumulasikan logam berat dari aliran

limbah. Fitodegradasi adalah metabolisme logam berat di dalam jaringan tanaman

oleh enzim seperti dehalogenase dan oksigenase. Fitostabilitasi adalah

kemampuan tanaman tanaman dalam mengekskresikan (mengeluarkan) suatu

senyawa kimia tertentu untuk mengimobilisasi logam berat di daerah rizosfer

(perakaran), sedangkan Fitovolatilisasi terjadi ketika tanaman menyerap logam

berat dan melepaskannya ke udara lewat daun dan ada kalanya logam berat

mengalami degradasi terlebih dahulu sebelum dilepas lewat daun (Anonim 1999

dalam Moenir 2010).

Secara umum mekanisme penyerapan logam berat oleh tanaman

berlangsung secara aktif (active up take) dan penyerapan secara pasif (passive up

take).

1. Penyerapan logam berat secara aktif (active up take) oleh tanaman, meliputi

tiga proses yaitu:

a. Penyerapan logam berat oleh akar

Page 34: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

b. Translokasi logam dari akar ke bagian-bagian tanaman yang lain

c. Lokalisasi/akumulasi logam berat tersebut pada bagian sel tertentu untuk

menjaga agar logam berat tidak menghambat metabolisme tanaman tersebut.

Proses ini tergantung pada energi yang berkandung dan sensitifitasnya

terhadap pH, suhu, kekuatan ikatan ionik dan cahaya. Penyerapan logam berat

oleh akar tanaman dapat terjadi apabila logam berat tersebut berada di sekitar akar

(rizosfer) dan untuk membawa logam berat masuk kedalam rizosfer rizosfer

terdapat beberapa faktor tergantung pada jenis tanamannya. (Suhendrayatna 2001

dalam Moenir 2010).

a. Faktor pH

Pada tanaman Thlaspi caerulescens, mobilisasi logam Zn dipacu oleh

terjadinya penurunan pH pada daerah perakaran sebesar 0.2-0.4 unit (MC.Grath

1999 dalam Moenir 2010).

b. Pembentukan reduktase spesifik logam

Digunakan untuk meningkatkan penyerapan logam berat, tanaman

membentuk suatu molekul reduktase di membran akarnya dan reduktase ini

berfungsi untuk mereduksi logam berat dan selanjutnya diangkut melalui kanal

khusus didalam membran akar dalam (Marschner dan Romheld 1994 dalam

Moenir 2010).

c. Ekstraksi zat khelat (zat pengikat)

Pada jenis rumput-rumputan dalam proses penyerapan logam berat dapat

ditingkatkan dengan pembentukan zat khelat (pengikat) yang dinamakan

phytosiderator. Molekul phytosiderator akan mengikat logam berat dan

membawanya ke dalam sel akar melalui transport aktif. Beberapa logam berat

yang dapat diikat oleh molekul phytosiderator seperti Cu, Zn dan Mn. (Gwozdz et

al 1997 dalam Moenir 2010). Translokasi logam dan akar ke bagian-bagian

tanaman yang lain dilakukan setelah logam berat masuk di dalam akar tanaman

untuk selanjutnya didistribusikan ke bagian-bagian tanaman yang lain (batang dan

daun) melalui jaringan pengangkut xylem dan floem.

Kemampuan pengangkutan dalam tanaman dapat ditingkatkan dengan

bantuan zat khelat. Beberapa zat khelat yang dapat mengikat logam berat adalah

phytochelatin yang mengikat logam Se, histidin, mengikat logam Ni dan glutanion

mengikat Cd (MC.Grath 1999 dalam Moenir 2010). Lokalisasi/akumulasi logam

berat pada sel tanaman. Pada konsentrasi tertentu logam berat dapat meracuni

tanaman dan untuk mencegah terjadinya peracunan tersebut, tanaman mempunyai

mekanisme detoksifikasi, yaitu dengan cara melokalisasi/mengakumulasi logam

berat dalam jaringan tanaman tertentu dan berbeda antara satu tanaman dengan

tanaman lainnya, seperti untuk logam Cd di akar pada tanaman Silenedioica,

(Grant et al 1998 dalam Moenir 2010), logam Ni di lateks pada tanaman Serbetia

Acuminata (Collins 1999 dalam Moenir 2010).

2. Penyerapan logam berat secara pasif (passive up take) atau biosorpsi

Proses ini terjadi ketika ion logam berat mengikat dinding sel dan proses

pengikatan ini dapat dilakukan dengan dua cara :

Page 35: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

a. Pertukaran ion dimana ion monovalen dan divalent seperti ion Na, Mg, dan Ca

pada dinding sel digantikan dengan ion logam berat.

b. Formasi kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus fungsional seperti

korboksil, thil, fosfat, hidroksi yang berada di dinding sel.

Proses biosorpsi dapat berjalan lebih efektif pada pH tertentu dan kehadiran

ion-ion lainnya di media, dimana logam berat dapat diendapkan sebagai garam

yang tidak terlarut (Suhendrayatma 2001 dalam Onrizal 2005 dalam Moenir

2010).

Media Proses/Tanam

Tanah sebagai media tanam mempunyai kelemahan yaitu sifat fisiknya

cepat memadat karena sedikit bahan organik. Sifat ini berakibat terhadap

terbatasnya perkembangan akar sehingga bobot kering akar tanaman kecil

(Hendromono 1988 dalam Andhika 2003). Media tumbuh tanaman yang

diperdagangkan saat ini terdiri dari campuran bahan-bahan yang dapat

mendukung pertumbuhan tanaman misalnya sekam padi, serbuk gergaji, dan

gambut.

Pembuatan media campuran dilakukan untuk memperbaiki kondisi fisik dan

kimia pada daerah perakaran. Kondisi yang diharapkan dari media campuran

adalah menurunkan laju pemadatan, meningkatkan laju infiltrasi dan perkolasi,

kecukupan aerasi bagi perakaran, daya menahan air, dan KTK yang tinggi dalam

pembuatan media tumbuh, sifat fisik dan kimia harus diperhitungkan agar

tanaman tumbuh optimal. Sifat fisik dan kimia harus diperhitungkan agar tanaman

tumbuh optimal. Sifat fisik yang penting bagi tanaman adalah tekstur, struktur,

dan porositas, sedangkan sifat kimia yang penting adalah pH, daya hantar listrik

(DHL) dan kapasitas tukar kation (KTK). Sifat fisik berperan penting dalam

mempengaruhi infiltrasi, daya menahan air, dan pergerakan air serta aerasi media

tanam (Flegmann dan George 1975 dalam Andhika 2003).

Media tanam yang digunakan untuk pengaplikasian pengujian kompos

lumpur ini adalah tanaman yang tergolong dari hortikultura yang dapat digunakan

atau dikonsumsi masyarakat. Tanaman hortikultura yang dapat dimanfaatkan

daunnya seperti sawi,kangkung,atau bayam. Tanaman yang hortikultura yang

dapat dimanfaatkan buahnya seperti tomat dan cabai. Tanaman yang dapat

dimanfaatkan bagian akarnya seperti kentang, singkong, atau umbi-umbian. Hal

ini tidak lain untuk mengetahui sejauh mana kemungkinan kandungan logam

terserap oleh tanaman tersebut, sehingga hasil indentifikasi ini dapat bermanfaat

selain untuk bercocok tanam juga bermanfaat untuk pemanfaatan lumpur secara

optimal.

Tanaman berikut merupakan bagian dari tanaman vegetatif (akar, batang,

dan daun). Hal ini diperuntukan untuk dapat mengetahui kemungkinan kandungan

logam yang terserap tanaman secara lebih cepat. Analisis kandungan logam pada

tanaman serta kandungan unsur hara pada tanah juga harus diteliti lebih lanjut,

guna mengetahui adanya kandungan logam.

Beberapa jenis tanaman mempunyai kemampuan menyerap dan

mengkonsentrasikan logam berat dalam biomassanya dalam kadar yang tinggi

tanpa membahayakan kehidupan tanaman tersebut dan tanaman itu disebut

Hyperaccumulator. Hyperaccumulator adalah tanaman yang mempunyai

Page 36: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

kemampuan untuk menyerap dan kemudian mengkonsentrasikan logam didalam

biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi namun tidak mengganggu

kehidupannya. Menurut Baker (1999) dalam Eddy (2008), tanaman

hyperaccumulator dapat mengakumulasikan logam berat sampai 11% berat

kering, dan batas kadar logam yang terdapat dalam jaringan biomassa berbeda-

beda tergantung pada jenis tanamannya. Untuk logam Cd kadar tertinggi 0.01%

(100 mg/kg berat kering), logam Co, Cu, dan Pb kadar tertinggi adalah 0.1%

(1,000 mg/kg berat kering) dan untuk Zn dan Mn adalah 1% (10,000 mg/kg berat

kering).

Beberapa jenis tumbuhan mampu bekerja sebagai agen fitoremediasi, seperti

azolla, kiambang (Salvinia molesta), eceng gondok (Eichhornia crassipes),

kangkung air (Ipomea aquatic) serta beberapa jenis tumbuhan mangrove. Jenis-

jenis ini merupakan tumbuhan air yang banyak dijumpai di sungai, pantai, rawa

atau danau. Selain itu juga beberapa tumbuhan yang tumbuh di tanah juga mampu

berperan dalam fitoremediasi. Tumbuhan-tumbuhan ini memiliki kemampuan

yang disebut dengan hyperaccumulator, yaitu relatif tahan terhadap berbagai

macam bahan pencemar dan mampu mengakumulasikannya dalam jaringan

dengan jumlah yang cukup besar. Untuk itulah maka tumbuhan-tumbuhan ini

banyak dipilih sebagai objek penelitian fitoremediasi untuk lingkungan tercemar

logam berat seperti Pb (Eddy 2008).

Mekanisme biologi dari hyperaccumulator unsur logam pada dasarnya

meliputi proses-proses:

a. Interaksi rizosferik.

Dalam hal ini tumbuhan hiperaccumulator memiliki kemampuan untuk

melarutkan unsur logam pada rizosfer dan menyerap logam bahkan fraksi tanah

yang tidak mobile sekalipun sehingga menjadikan penyerapan logam pada

hyperaccumulator melebihi tumbuhan normal (McGrath et al 1997 dalam

Hidayati dan Saefudin 2003).

b. Proses penyerapan (up take)

Logam oleh akar pada hyperaccumulator lebih cepat dibandingkan

tumbuhan normal, terbukti dengan adanya konsentrasi logam yang tinggi pada

akarnya. Disamping itu akar hyperaccumulator memiliki daya selektifitas yang

tinggi terhadap unsur logam tertentu (lasat 1996 dalam Hidayati dan Saefudin

2003).

c. Sistem translokasi

Sistem translokasi unsur dari akar ke tajuk pada hyperaccumulator lebih

efisien dibandingkan tanaman normal. Hal ini dibuktikan oleh rasio tajuk/akar

konsentrasi logam hyperaccumulator yang nilainya lebih dari satu (Gabbrielli et al

1991 dalam Hidayati dan Saefudin 2003).

Pada Gambar 2, merupakan salah satu jenis tanaman Hyperaccumulator

yang biasa digunakan sebagai tanaman pendegradasi logam berat.

Page 37: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Gambar 5 Alfalfa legum salah satu tanaman hyperaccumulator

Page 38: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kompos Departemen Teknik Sipil dan

Lingkungan IPB, Kelurahan Margajaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.

Analisa kualitas kandungan logam kompos dilakukan di Balai Penelitian Tanah.

Penelitian berjalan sejak bulan Maret 2012 sampai dengan bulan Desember 2012.

Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan untuk alat

bercocok tanam dalam pot seperti sendok sekop, pot, polybag, timbangan, alat

pengering (oven), dan peralatan laboratorium yang diperlukan untuk menganalisis

kandungan logam pada kompos dan tanaman.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumpur yang

dihasilkan oleh WTP industri air minum, pupuk kompos komersil, pupuk kompos

dari lumpur WTP, bibit tanaman cabe dan kangkung. Lumpur yang digunakan

berasal dari tiga lokasi. Lokasi pertama, lumpur berasal dari WTP PT. Krakatau

Tirta Industri, Cilegon, Jawa Barat. Lokasi kedua, lumpur berasal dari PDAM

Tirta Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Lokasi ketiga lumpur berasal dari PDAM Tirta

Kahuripan, Cibinong, Jawa Barat.

Metode Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan dalam tiga kali pengujian proses fitoremediasi dan

analisis kandungan logam berat sebelum dan sesudah pemanenan

a. Analisis kandungan media tanam

Sebelum kompos dan lumpur siap dipakai, terlebih dahulu diteliti pada

laboratorium kandungan logam berat yang ada. Kandungan yang ada pada

kompos yang digunakan memenuhi kebutuhan tanaman seperti unsur C/N, N, P,

K, dan lain-lain.

b. Persiapan Media

Bahan campuran yang telah siap digunakan untuk media tanam berupa tanah

dan kompos hasil penelitian. Kemudian bahan-bahan tersebut dicampur sesuai

perlakuan dan diaduk hingga merata, lalu dimasukkan dalam polybag berukuran

15 x 20 cm.

c. Penanaman

Penanaman dilakukan dengan bibit yang telah disiap pakai. Dengan

pencampuran tanah serta kompos yang siap pakai maka bibit-bibit tersebut

ditanam pada masing-masing polybag yang telah tersedia. Tanaman yang tumbuh

kembang dengan baik dalam polybag, setelah 14 hari masa tanaman kemudian

dipindahkan ke dalam pot.

Page 39: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

d. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman, penyulaman,

penyiangan, pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penyiraman dilakukan

setiap hari atau sesuai kebutuhan.

e. Pengamatan

Peubah yang diamati meliputi :

1. Tinggi tanaman, diukur menggunakan alat ukur dari permukaan media sampai

titik tumbuh tanaman. Pengukuran dilakukan setiap minggu dari umur 1 MST

(Minggu Setelah Tanam ) hingga 8 MST pada tanaman contoh

2. Jumlah cabang pertanaman. Pengamatan jumlah cabang dilakukan seminggu

sekali dan dilakukan pada cabang yang berwarna hijau, kuat dan sehat.

f. Analisis kandungan logam berat pada media tanam dan tanaman.

Setelah tanaman memenuhi syarat untuk dipanen, tanaman terlebih dahulu

dikeringkan dengan suhu 55°C sekitar 2-3 hari di dalam oven khusus, untuk

dihitung dari segi kadar basah dan kadar keringnya. Tanaman yang telah dikering

akan diteliti lebih lanjut di Laboratorium. Pengamatan lanjutan kandungan logam

dilakukan pada laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor dengan

mengidentifikasi adanya kandungan logam berat yang terserap pada masing-

masing media tanam. Kandungan logam berat yang akan diidentifikasi adalah Al,

Fe, Pb, Cd, dan Mn. Berikut diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Berdasarkan Gambar 3, bagian awal penelitian mendirikan suatu tempat

persiapan media tanam berupa bangunan kecil beratap solartuff dan beralaskan

semen beukuran 4x3m. Kompos 1 merupakan data sekunder hasil penelitian

Wicaksono (2012). Kompos 2 dan 3 merupakan data sekunder hasil penelitian

Kurniasih (2012). Selain itu, data sekunder dari ketiga kompos hasil penelitian

sebelumnya akan dibandingkan dengan kompos komersil dalam penyerapan

logam berat pada media tanam.

Uji pertama dan uji kedua bertujuan untuk mengetahui kalayakan kompos

WTP pada tanaman dan mengidentifikasi kandungan logam berat pada kompos

WTP yang terserap oleh tanaman. Pada uji pertama dilakukan dengan

menggunakan kompos 2 dan kompos komersil pada tanaman kangkung. Pada uji

kedua dengan menggunakan kompos 1, kompos 2, dan kompos komersil. Uji

kedua ini dilakukan pada tanaman kangkung serta tanaman cabe.

Uji ketiga bertujuan untuk mengetahui penyerapan logam berat Lumpur

WTP dengan cara fitoremediasi. Uji ketiga dilakukan dengan menggunakan

kompos 3 pada pembibitan tanaman kangkung. Pembibitan dilanjutkan dengan

proses fitoremediasi menggunakan lumpur 2 (PDAM Tirta Pakuan, Bogor)

dengan menggunakan salah satu jenis tanaman Hyperaccumulator yaitu gajah

mini pada media pot. Tanaman kangkung setelah dilakukan pembibitan pada

polybag, kemudian dipindahkan pada media pot yang telah diberikan lumpur 2.

Pada proses fitoremediasi menggunakan media pot, serta tidak menggunakan

campuran kompos.

Page 40: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Pengamatan kandungan logam dilakukan pada laboratorium Balai Penelitian

Tanah (Bogor) dengan mengidentifikasi adanya kandungan logam berat yang

terserap pada masing-masing media tanam. Pada uji ketiga, setelah lumpur

menjadi media tanam dilakukan uji laboratorium kandungan logam berat.

Persiapan Media Tanam Data Kandungan

Kompos dan

Lumpur

Identifikasi

Logam Berat Uji

Pertama

Identifikasi Logam

Berat Uji Kedua

Fitoremediasi

Lumpur Uji Ketiga

Pembibitan

Kangkung

Kompos

2

Pembibitan

Kangkung dan Cabe

Kompos

1 dan 2

Pembibitan

Kangkung

Kompos

3

Pemeliharaan

Kangkung

Pemeliharaan

Kangkung dan Cabe

Pemeliharaan

Kangkung dan

Gajah Mini

Lumpur 2

Perawatan Perawatan

Perawatan Pemanenan Pemanenan

Pemanenan Uji Kandungan

Logam Berat

Tanaman di

Laboratorium

Uji Kandungan

Logam Berat

Tanaman di

Laboratorium Uji Kandungan

Logam Berat

Tanaman dan

Lumpur di

Laboratorium

Gambar 6 Diagram alir penelitian

Page 41: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lumpur

Karakteristik lumpur perlu untuk diperhatikan, baik secara kuantitas yang

dihasilkan setiap proses, kandungan padatan, dan sifat padatan sebagai dasar

pemilihan dan desain perangkat proses (Qasim et al 2000 dalam Kurniasih 2012).

Tabel 4 di bawah ini merupakan kandungan logam hasil analisis Laboratorium

Tanah, Bogor.

Tabel 15 Kualitas lumpur sebelum pengomposan

No Parameter Satuan Lumpur 1 Lumpur 2 Lumpur 3

1 N % 0.39 0.09 0.13

2 C % 3.36 1.1 1.69

3 C/N

* 12 13

4 P % 2.1 x 10-4

0.45 0.43

5 K % 93 x 10-4

0.1 0.14

6 Mg % * 0.14 0.24

7 Fe % 2.92 3.39 5.49

8 Al % 16.15 9.22 14.42

9 Mn ppm 2044 1311 1418

10 Zn ppm * 18 39

11 Pb ppm 1.52 11 29 Sumber : Wicaksono 2012 dan Kurniasih 2012.

Keterangan * : tidak dianalisis

Logam dari bermacam-macam lumpur pada Tabel 4, tidak hanya memiliki

kandungan logam berat yang dapat merusak tanaman, namun memiliki kandungan

organik yang dapat memenuhi pertumbuhan tanaman misalkan unsur N, C, C/N,

P, dan K, sedangkan logam yang dapat merusak tanaman antara lain Mg, Fe, Al,

Mn, Zn, dan Pb. Selain menghambat pertumbuhan, unsur tersebut dapat berakibat

racun bagi tanaman. Ketiga lumpur sebelum digunakan sebagai media tanaman,

proses pengomposan dilakukan terlebih dahulu dengan durasi selama 60 hari.

Lumpur 2 digunakan langsung sebagai media tanam dengan cara fitoremediasi.

Pada lumpur 2 terdapat nilai rasio C/N sebesar 12. Nilai ini lebih besar dari

SNI 19-7030-2004 tentang spesifikasi kompos dari sampah organik domestik,

dengan rasio C/N sebesar 10. C/N ini sangat baik untuk tanaman pada saat proses

metabolisme. Nilai logam berat pada lumpur 2 cukup rendah misalnya pada

parameter Mg 0.14 %, sedangkan pada SNI kompos nilai Mg 0.6 %. Lumpur 1

mempunyai nilai N, P, dan K berturut-turut sebesar 0.39 %, 2.1 x 10-4

%, dan 93 x

10-4

%. Nilai standar pada SNI kompos N, P, dan K berturut-turut senilai 0.40%,

0.10%, dan 0.2%. Parameter N,P, dan K pada lumpur 1 memiliki nilai yang baik

untuk membantu tanaman pada masa pertumbuhan. Kandungan logam pada

lumpur 1 memiliki nilai Al 16.15 %, nilai ini hampir mendekati batas maksimum

pada SNI kompos sebesar 2.20 %. Hal ini disebabkan PDAM 1 dominan

menggunakan aluminium untuk proses penjernihan air.

Page 42: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Pengomposan yang telah dilakukan oleh Wicaksono (2012) dan Kurniasih

(2012) kemudian dibandingkan dengan kompos komersil. Kompos komersil ini

diasumsikan memenuhi standar kualitas kompos, sehingga banyak beredar di

masyarakat. Kompos WTP menggunakan campuran jerami, kotoran kambing, dan

lumpur dengan perbandingan masing masing berturut-turut 1:1:1. Ketiga kompos

tersebut akan dilakukan pengujian terhadap tanaman kangkung dan cabe. Rumput

gajah mini menggunakan lumpur WTP dengan proses fitoremediasi pada uji

ketiga.

Tabel 16 Karakteristik lumpur

Karakteristik Lumpur Aluminium Lumpur

Besi

Fisik

Kuantitas, kg/1000m3 8-210, tipikal 48 80

Densitas kering, kg/m3 1200-1520 1200-1800

Dewaterability 10% konsentrasi dalam 2 hari di

sand beds

-

Kimia

BOD5 mg/L 30-300 30-300

COD, mg/L 30-5000 30-5000

pH 6-8 7.4-8.5

Total padatan, % 0.1-4 0.25-3.5

Karakteristik Padatan

AL2O5,5H2O, % 15-40 -

Fe, % - 4.6-20.6

Organik, % 15-25 -

Volatiles, % - 5.1-14.1 Sumber : Qasim et al 2000 dalam Kurniasih 2012.

Berdasarkan Tabel 5, maka lumpur yang digunakan pada penelitian ini

merupakan jenis lumpur besi sebesar 4.6-20.6%, hal ini dapat terlihat pada Tabel

4 dengan nilai Fe berturut-turut pada lumpur 1, 2, dan 3 sebesar 2.92 %, 3.39%,

dan 5.49%. Pada prinsipnya Aluminium dan garam besi merupakan bahan kimia

utama yang digunakan untuk menghilangkan partikel koloid. Banyak instalasi

menggunakan kapur bersama dengan aluminium atau besi untuk mencapai

pelunakan parsial dan untuk meningkatkan koagulasi (Qasim et al 2000 dalam

Kurniasih 2012).

Polimer juga digunakan sebagai pembantu filter untuk meningkatkan

penghilangan partikel koloid pada proses koagulasi dan filtrasi. Activated carbon

juga sering digunakan untuk kontrol rasa dan bau. Setiap karakteristik lumpur

akan berbeda-beda dan kondisi ini perlu diperhitungkan untuk estimasi kuantitas

dan kualitas lumpur (Qasim et al 2000 dalam Kurniasih 2012). Pada karakteristik

lumpur juga terdapat sifat fisika, kimia, dan biologi lumpur. Sifat fisik lumpur

salah satunya padatan tersuspensi (total suspended solid). Sifat fisika pada lumpur

digunakan untuk analisa komponen-komponen lumpur keseluruhan dan sebagai

perencanaan dan pengawasan dalam proses-proses pengolahan lumpur. Padatan

Page 43: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

yang tersuspensi di dasar air dapat mengganggu kehidupan pada badan air,

misalnya lumpur dalam bentuk cair. Padatan ini akan mengalami dekomposisi

yang dapat menurunkan kadar oksigen di dalam air, sehingga menyebabkan

tingkat kekeruhan air meningkat. Air yang keruh menimbulkan penyimpangan

sinar matahari, sehingga berpengaruh terhadap organisme air baik langsung

maupun tidak langsung (Gunawan 2006).

Karakteristik kimia lumpur diantaranya terdiri dari pH, BOD5, dan COD.

Pada unsur pH mempengaruhi pola distribusi biota akuatik, apabila lumpur cair

ini dibuang ke dalam air. Perubahan pH yang terkecil dapat memberikan dampak

besar terhadap toksisitas polutan seperti amonia. BOD5 (Biochemical Oxygen

demand) dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi), hampir

semua zat organic terlarut dan sebagian zat-zat organik tersuspensi dalam air.

Penentuan BOD5 ini diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat

lumpur. Penguraian zat organisme adalah peristiwa alamiah, apabila badan air

dicemari oleh zat organis. Bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air

selama proses oksidasi, sehingga kematian biota dalam air meningkat dan kondisi

air bersifat anaerob dapat menimbulkan bau busuk. Semakin besar konsentrasi

BOD, maka derajat pengotoran limbah semakin besar.

COD (Chemical Oxygen demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan

agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia.

Angka COD ini merupakan ukuran bagi pencemaran lumpur oleh zat-zat organik

yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui mikrobiologis menjadi CO2, H2O,

senyawa organik, serta mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air.

Karakteristik kimia sangat mempengaruhi kelayakan lumpur untuk ditumpuk atau

dibuang ke perairan apabila tidak dimanfaatkan.

Karakteristik biologi diperlukan untuk menentukan standar kualitas lumpur.

Indikator organisme yang paling umum digunakan adalah bakteri coliform

khususnya Eschericia coli. Jumlah bakteri coliform sangat banyak dan memiliki

ketahanan paling besar terhadap desinfektan, sehingga jika bakteri coliform hilang

setelah proses desinfeksi, maka diharapkan mikroorganisme lain seperti group

prokaryotik dan group eukaryotik sudah mati. Komposisi dasar sel terdiri dari

sekitar 90% organik dan 10% anorganik (Supriyanto 1993 dalam Halim 2003).

Proses Pengomposan

Limbah lumpur sedimentasi dari WTP merupakan limbah padatan hasil

pengolahan air bersih yang mengandung logam-logam sisa koagulan seperti silika

dan alumina (tawas) yang digunakan saat proses koagulasi berlangsung.

Komposisi dasar lumpur salah satunya adalah mikroorganisme. Menurut Metcalf

dan Eddy (1991) dalam Wicaksono (2012), menyatakan bahwa komposisi dasar

sel yaitu 90% materi organik dan 10% material anorganik. Adanya kandungan

organik yang tinggi sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai kompos.

Proses pengomposan dimulai dengan melakukan pencampuran antara

lumpur, jerami, dan kotoran kandang pada suatu kotak berbahan balok dengan

dikondisikan terciptanya proses aerasi atau masuknya oksigen yang diperlukan

dalam proses aerob selama pengomposan berlangsung. Perbandingan jerami,

kotoran kambing, dan lumpur dengan perbandingan masing masing sebesar 1:1:1.

Pengomposan dilakukan dengan mencampur dan menumpuk ketiga bahan

tersebut ke dalam kotak kompos selama 60 hari. Setelah semua bahan tersebut

Page 44: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

tercampur dan tertumpuk di dalam kotak tersebut, tumpukan bahan-bahan ini akan

mengalami proses dekomposisi secara aerob.

Mekanisme proses pengomposan secara umum berawal dari miroorganisme

yang mengambil air, oksigen dari udara dan makanan dari bahan organik. Bahan

organik ini akan dikonversi menjadi produk seperti CO2, H2O, sebagian humus

dan energi. Sebagian energi digunakan untuk pertumbuhan dan dibebaskan

menjadi panas. Kondisi tersebut mengakibatkan tumpukan bahan kompos

melewati tiga tahapan yang berkaitan dengan suhu pengamatan, yaitu tahap

penghangatan (mesophilic), suhu puncak (thermofilic), dan pendinginan (cooling)

(Dalzell et al 1987 dalam Wicaksono 2012)

Tiga tahapan dalam proses pengomposan sangat penting dalam menjaga

mutu kompos yang akan dihasilkan. Tahapan mesofilik merupakan fase awal yang

kaya akan energi, melimpah, dan mudah terdegradasi oleh jamur dan bakteri yang

umumnya disebut dekomposer (Insam et al 2009 dalam Kurniasih 2012). Pada

awalnya bakteri mesofilik dan jamur mendegradasi senyawa yang mudah larut

dan terdegradasi, seperti monosakarida, pati, dan lipid. Bakteri ini dapat

memproduksi asam organik, dan pH menurun hingga 5-5.5. Suhu mulai

meningkat secara spontan sebagai panas yang dilepaskan dari reaksi degradasi

eksotermis. Degradasi protein mengarah pada pelepasan ammonia dan pH

meningkat drastis 8-9. Fase ini berlangsung selama beberapa jam dan beberapa

hari (Rudnik 2008 dalam Kurniasih 2012). Fase mesofilik berlangsung pada suhu

25-40°C.

Tahapan termofilik berlangsung pada suhu 40-65°C. Suhu tinggi

memberikan keuntungan kompetitif untuk mikroorganisme termofilik untuk

mengalahkan mikroba mesofilik. Organisme mesofilik tidak aktif pada suhu tinggi

dan bersamaan dengan substrat yang mudah terdegradasi. Dekomposisi terus

berlangsung dengan cepat dan berakselerasi mencapai suhu sekitar 62°C. Pada

suhu 60°C, lebih dari 40% padatan terdegradasi dalam minggu pertama dan

hampir semuanya oleh bakteri (Insam et al 2009 dalam Kurniasih 2012).

Tahapan terakhir merupakan tahap pendinginan. Ketika aktivitas organisme

termofilik berhenti karena kehabisan substrat dan sumber karbon yang mudah

terdegradasi dikonsumsi, suhu mulai menurun. Setelah mendingin, kompos

menjadi stabil. Bakteri mesofilik dan fungi muncul kembali, serta diikuti dengan

fase pematangan. Namun sebagian besar spesiesnya berbeda dengan spesies pada

fase mesofilik awal. Proses biologi sekarang menjadi lambat, tetapi kompos

menjadi lebih humus dan lebih matang. Durasi fase ini tergantung pada komposisi

material organik dan efisiensi proses yang dapat ditentukan dari konsumsi oksigen

(Rudnik 2008 dalam Kurniasih 2012).

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain rasio

C/N, susunan bahan dan ukuran partikel, aerasi dan kelembapan, suhu, serta nilai

pH. Rasio C/N merupakan salah satu faktor penting karena dalam proses

pengomposan bergantung pada kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan

karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel. Menurut Metcalf dan Eddy

(1991) dalam Andhika (2003), unsur karbon dan nitrogen keduanya dibutuhkan

sebagai sumber energi untuk pertumbuhan mikroorganisme, yaitu 30 bagian

karbon (C) dan 1 bagian nitrogen (N) atau rasio C/N = 30 dalam perbandingan

berat. Rasio C/N yang ideal adalah antara 25-35 sebagai perbandingan yang

paling ideal.

Page 45: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Unsur C/N dalam rasio tersebut dipandang sebagai biodegradable carbon.

Rasio C/N yang rendah atau kandungan unsur N yang tinggi akan meningkatkan

emisi nitrogen sebagai amoniak. Rasio C/N yang tinggi atau kandungan unsur N

yang relatif kurang akan menyebabkan proses pengomposan berlangsung lebih

lambat dan nitrogen menjadi faktor penghambat (growth-rate limiting factor).

Tidak ada unsur makro atau unsur tambahan lain yang ditemukan sebagai faktor

penghambat pada proses pengomposan lumpur (Metcalf dan Eddy 1991 dalam

Andhika 2003).

Menurut Indriani (1999) dalam (Andhika 2003), kompos mempunyai sifat

yang menguntungkan antara lain :

a. Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan.

b. Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai.

c. Menambah daya ikat air pada tanah.

d. Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah.

e. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara.

f. Mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit.

g. Membantu proses pelapukan bahan mineral.

h. Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba.

i. Menurunkan aktifitas mikroorganisme yang merugikan.

Secara umum, proses pengomposan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Berdasarkan penggunaan oksigen

Berdasarkan penggunaan oksigen, pengomposan dibedakan ke dalam proses

aerobik dan proses anaerobik (Gaur 1983 dalam Andhika 2003). Proses aerobik

adalah pengomposan yang memerlukan oksigen. Reaksi yang terjadi selama

proses aerobik adalah sebagai berikut :

Aktifitas mikroorganisme

Aktifitas mikroorganisme

Proses anaerobik adalah proses yang tidak memerlukan oksigen dan dapat

dilakukan dalam jangka waktu yang relatif cepat. Menurut CPIS (1992) dalam

Andhika (2003), proses tersebut dapat terjadi secara bersamaan dalam sebuah

tumpukan. Proses anaerobik terjadi pada bagian tumpukan yang tidak berongga

sementara proses aerobik aktif di bagian tumpukan yang memiliki oksigen yang

cukup.

Kekurangan proses anaerobik adalah timbulnya bau dari kompos karena

terbentuknya senyawa indol, skatol, merkaptan dan H2S, melalui reaksi sebagai

berikut :

Gula [(CH2O)x] xCO2 + H2O + energi

Protein [N-organik] NO3- + energi

Sulfur organik [S] + xO2 SO2- + energi

Fosfor organik H3PO4 Ca(H2PO4)2

Keseluruhan reaksi :

Bahan organik CO2 + H2O nutrisi + humus + energi

Aktifitas mikroorganisme

Page 46: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

2. Suhu proses

Berdasarkan perbedaan suhu proses, pengomposan diklasifikasikan menjadi

proses mesofilik dan termofilik. Pengomposan mesofilik dilakukan pada suhu 20-

30°C, sedangkan pengomposan termofilik dilakukan dengan menggunakan

kisaran suhu antara 45-65°C (LPPM-IPB 1994 dalam Andhika 2003).

3. Cara pembuatan

Klasifikasi pengomposan berdasarkan cara pembuatannya, diperlihatkan

pada Tabel 17.

Tabel 6 Klasifikasi pengomposan berdasarkan cara pembuatannya

Klasifikasi Metode

Sistem terbuka Turned pile

Static pile : - penyedotan udara

- penghembusan udara

- ventilasi

- penghembusan udara dengan kontrol suhu

Sistem terbuka Reaktor vertikal : - kontinyu

- tidak kontinyu

Reaktor horizontal : - material diam (statis)

- material bergerak Sumber : De Bortoldi et al 1984 dalam Andhika 2003.

Pada kompos penelitian ini, menggunakan sistem terbuka static pile.

Metode ini di samping sederhana, juga tidak membutuhkan pembalikan atau

pengadukan secara berkala seperti proses pengomposan pada umumnya.

4. Kelangsungan proses

Berdasarkan kelangsungan proses, pengomposan dibedakan menjadi batch

dan berkelanjutan. Proses batch dilakukan dengan cara menumpuk bahan dan

dibiarkan menjadi kompos, sedangkan proses berkelanjutan dilakukan dengan

pemberian bahan secara terus-menerus untuk dikomposkan. Proses berkelanjutan

lebih rumit dan memerlukan teknologi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan

proses batch (LPPM-IPB 1994 dalam Andhika 2003). Pada penelitian ini, kompos

yang digunakan menerapkan proses batch.

Pada kompos WTP yang digunakan pada penelitian ini, menggunakan

pengomposan WTP dengan cara sistem terbuka static pile. Pipa pada tumpukan

(CH2O)x xCH3COOH

xCH3COOH CH4 + CO2

N-organik NH3

2H2 + xCO2 (CH2O)x + S + H2O

Bakteri penghasil asam

methamonus

cahaya

Page 47: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

kompos ini berfungsi untuk mengalirkan udara. Pengomposan WTP kompos 1

menggunakan kotak yang berbahan hebel dengan dimensi 150cm x 150cm x 70cm

(panjang x lebar x tinggi). Hebel yang digunakan berukuran 66.25cm x 7.5cm x

7cm (panjang x lebar x tinggi). Pengomposan WTP kompos 2 dan 3 menggunakan

dimensi 60cm x 20 x 7.5cm (panjang x lebar x tinggi).

Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum

strategi untuk mempercepat proses pengomposan dengan memanipulasi kondisi

pengomposan dan menggunakan aktivator pengomposan. Memanipulasi kondisi

pengomposan dengan cara ukuran bahan dicacah sehingga memiliki ukuran yang

cukup kecil, bahan yang terlalu kering diberi tambahan air agar lembap, dan

bahan yang terlalu basah untuk dilakukan pengeringan terlebih dahulu. Hal ini

bertujuan mendapatkan rasio C/N yang optimal. Menggunakan aktivator

pengomposan dengan cara memanfaatkan organisme seperti cacing tanah, bakteri,

cendawan, dan lain-lain.

Beberapa kondisi yang optimal untuk dapat mempercepat proses

pengomposan padat terlihat dalam Tabel 7.

Tabel 18 Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan

Kondisi Kondisi yang bisa diterima Ideal

Rasio C/N 20 : 1 s/d 40 : 1 25-35 : 1

Kelembapan 40-65 % 45-62% berat

Konsentrasi oksigen tersedia > 5% > 10%

Ukuran partikel 1 inchi bervariasi

Bulk density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd

pH 5.5-9.0 6.5-8.0

Suhu 43-66°C 54-60°C Sumber : Ryak 1992.

Ketiga kompos penelitian ini telah melalui tahap-tahap pengomposan dengan

baik, sehingga menghasilkan unsur hara yang dapat menyuburkan tanaman. Data

kandungan ketiga kompos dapat dilihat pada Tabel 8. Data tersebut merupakan

data sekunder pada penelitian. Kandungan logam berat yang terdapat pada

kompos akan dianalisis seberapa besar yang terserap pada tanaman, apabila

kompos digunakan sebagai media tanam. Kompos yang digunakan sebagai media

tanam tidak dicampur dengan unsur tanah, hal ini dikarenakan tanah dapat

membantu penyerapan kandungan logam berat pada kompos WTP.

Penyerapan tanaman terhadap logam berat kompos WTP merupakan salah

satu kegiatan fitoremediasi, sehingga kandungan logam berat pada kompos WTP

akan menurun. Pada saat pengomposan lumpur WTP menjadi kompos WTP

merupakan proses yang dapat menurunkan kandungan logam berat, perbandingan

tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 dimana kandungan logam berat sebelum

dilakukan pengomposan lebih besar daripada nilai kandungan logam berat setelah

dilakukan pengomposan pada Tabel 8.

Karakteristik Pengomposan

Standar kualitas kompos SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos

dari Sampah Organik Domestik digunakan sebagai acuan dasar penelitian ini.

Kompos komersil yang ada dipasaran diasumsikan menjadi kompos dengan syarat

Page 48: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

SNI. Kompos komersil akan menjadi perbandingan bagi kompos WTP lainnya.

Tanaman akan dianalisis serapan logam berat dari kompos WTP. Berikut

kandungan kompos WTP dibandingkan SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi

Kompos dari Sampah Organik Domestik dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 19 Perbandingan kualitas kompos WTP dengan SNI 19-7030-2004

No. Parameter Satuan Kompos

1

Kompos

2

Kompos

3

SNI

(min)

SNI

(max)

1 N % 0.69 0.93 0.84 0.4 -

2 C- organik % 26.01 12.46 10.28 9.8 32

3 C/N - - 13 12 10 20

4 P % 0.35 0.39 0.51 0.1 -

5 K % 0.25 0.52 0.72 0.2 -

6 Mg % 0.3 0.82** 1.09** - 0.6

7 Fe % 1.26 1.57 1.3 - 2

8 Al % 4.59** 6.71** 4.28** - 2.2

9 Mn % 0.05 0.16** 0.17** - 0.1

10 Zn ppm * 28 31 - 500

11 Pb ppm ttd ttd ttd - 150

11 Cd mg/kg * 17.493 10.754 - 3

Sumber : Wicaksono 2012 dan Kurniasih 2012.

Keterangan ttd : tidak terdeteksi, limit deteksi Pb :0.8 ppm ** : tidak sesuai SNI

* : tidak dianalisis - : tidak ada

Parameter kompos 1 memilki nilai Nitrogen, Phospat, dan Kalium berturut-

turut sebesar 0.69%, 0.35%, dan 0.25%. Nilai Nitrogen, Phospat, dan Kalium

tersebut mengalami penurunan dibandingkan pada saat masih menjadi lumpur

dengan nilai berturut turut-turut sebesar 0.39%, 2.1 x 10-4

%, dan 93 x 10-4

%.

Berdasarkan acuan SNI 19-7030-2004 tentang tentang Spesifikasi Kompos dari

Sampah Organik Domestik, tidak ada batas maksimal dari unsur Nitrogen,

Phospat, dan Kalium, sehingga kompos 1 termasuk kompos yang baik untuk

tanaman karena memiliki nilai Nitrogen, Phospat, dan Kalium yang cukup besar

dibandingkan SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah

Organik Domestik. Unsur Nitrogen, Phospat, dan Kalium pada SNI 19-7030-2004

tidak memiliki batas maksimum, hanya batas minimum sebesar 0.4%, 0.1%, dan

0.2%.

Unsur Aluminium pada kompos 1 memiliki nilai sebesar 4.59%. Nilai

tersebut lebih besar dari nilai maksimum pada SNI sebesar 2.2%. Kandungan

unsur Mangan di dalam kompos 1 sebesar 0.05% lebih rendah dibandingkan nilai

maksimum pada SNI sebesar 0.1%. Unsur Fe pada kompos 1 memiliki nilai

sebesar 1.26%. Nilai tersebut tidak melebihi ambang batas SNI sebesar 2%.

Unsur logam seperti timah dan Kadmium pada kompos tidak dianalisis pada

kompos 1. Jadi secara keseluruhan, kompos 1 memiliki kandungan unsur yang

dibutuhkan tanaman sesuai dengan SNI 19-7030-2004 tentang tentang Spesifikasi

Page 49: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Kompos dari Sampah Organik Domestik, logam berat yang terkandung dalam

kompos 1 tidak melebihi ambang batas yang telah ditetapkan.

Pada Tabel 9, merupakan kualitas kompos SNI 19-7030-2004 tentang

Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik yang menjadi acuan

penelitian ini.

Tabel 20 Standar kualitas kompos SNI 19-7030-2004

No Parameter Satuan SNI 19-7030-2004

Minimal Maksimal

1 Kadar Air % ˚C 50

2 Temperatur suhu air tanah

3 Warna kehitaman

4 Bau berbau tanah

5 Ukuran partikel mm 0.55 25

6 Kemampuan ikat air % 58

7 pH 6.80 7.49

8 Bahan asing % * 1.5

Unsur makro

9 Bahan organik % 27 58

10 Nitrogen % 0.40

11 Karbon % 9.80 32

12 Phosfor (P205) % 0.10

13 C/N –rasio 10 20

14 Kalium (k20) % 0.20 *

Unsur mikro

15 Arsen mg/kg * 13

16 Cadmium mg/kg * 3

17 Cobal (co) mg/kg * 34

18 Chromium (Cr) mg/kg * 210

19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100

20 Mercuri (Hg) mg/kg 0.8

21 Nikel (Ni) mg/kg * 62

22 Timbal (Pb) mg/kg * 150

23 Selenium (Se) mg/kg * 2

24 Seng (Zn) mg/kg * 500

Unsur lain

25 Calsium % * 25.50

26 Magnesium (Mg) % * 0.60

27 Besi (Fe) % * 2.00

28 Aluminium(Al) % 2.20

29 Mangan (Mn) % 0.10

Bakteri

30 Fecal Coli MPN/gr 1000

31 Salmonella sp. MPN/4gr 3 Keterangan : * Nilainya besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum.

Parameter kompos 2 memiliki nilai Nitrogen, Phospat, dan Kalium berturut-

turut sebesar 0.93%, 0.39%, dan 0.52%. Nilai Nitorgen, Phospat, dan Kalium

Page 50: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

tersebut mengalami kenaikan dibandingkan pada saat masih menjadi lumpur

dengan nilai berturut-turut sebesar 0.09%, 0.45%, dan 0.1%. Nilai ini

menunjukkan bahwa kompos 2 memiliki unsur hara yang baik untuk pertumbuhan

tanaman, karena memiliki nilai unsur hara yang tinggi. Unsur Aluminium pada

kompos 2 memiliki nilai sebesar 6.71%. Nilai ini lebih besar dari nilai maksimum

SNI sebesar 2.2%. Kandungan unsur Mn pada kompos 2 sebesar 0.16 %, sehingga

nilai tersebut lebih besar dari nilai maksimum SNI sebesar 0.1%. Unsur-unsur lain

yaitu Fe dan Cd pada kompos 2 berturut-turut memiliki kandungan sebesar 1.57%

dan 17.493 mg/kg. Unsur Pb pada kompos 2 tidak terdeteksi. Kandungan Fe

berada di bawah standar yang ditetapkan SNI sebesar 2%. Kandungan Cd berada

di atas batas maksimum SNI 3 mg/kg. Unsur Pb dengan nilai analisis tidak

terdeteksi memiliki kemungkinan bahwa, kandungan Pb melebihi batas deteksi

yaitu sebesar 0.8 ppm atau kompos 2 tidak mengandung unsur Pb.

Parameter kompos 3 memiliki nilai Nitrogen, Phospat, dan Kalium berturut-

turut sebesar 0.84%, 0.51%, dan 0.72%. Nilai Nitrogen, Phospat, dan Kalium

tersebut mengalami penurunan apabila dibandingkan pada saat menjadi lumpur

dengan nilai berturut-turut sebesar 0.13%, 0.43%, dan 0.14%. Nilai ini

menunjukkan bahwa kompos 3 memiliki unsur hara yang baik untuk pertumbuhan

tanaman. Unsur Aluminium pada kompos 3 memiliki nilai sebesar 4,28% lebih

besar dari nilai maksimum SNI yang memiliki nilai 2.2%.

Kandungan unsur Mn pada kompos 3 sebesar 0.17%, sehingga nilai tersebut

lebih besar dari nilai maksimum SNI sebesar 0.1%. Unsur-unsur lain yaitu Fe

pada kompos 3 berturut-turut memiliki kandungan sebesar 1.3%. Kandungan Fe

berada di bawah standar yang ditetapkan SNI sebesar 2%. Pada kompos 3, unsur

Cd memiliki nilai sebesar 10.754 mg/kg lebih besar dari nilai maksimum SNI

yang memiliki nilai 3 mg/kg. Kandungan Pb kompos 3 tidak dapat terdeteksi

memiliki kemungkinan bahwa, kandungan Pb melebihi batas deteksi yaitu sebesar

0.8 ppm atau kompos 3 tidak mengandung unsur Pb.

Perubahan nilai ketiga kompos yang digunakan pada penelitian mengalami

peningkatan unsur hara seperti kandungan N, P, dan K berpotensi untuk

menyuburkan tanaman, sedangkan kandungan logam berat unsur Al, Fe, dan Mn

pada lumpur mengalami proses degradasi setelah proses pengomposan. Hal ini

dipengaruhi oleh bahan-bahan dalam proses pengomposan seperti jerami dan

kotoran kandang. Berdasarkan hasil perbandingan kompos WTP dengan Kompos

SNI 19-7030-2004 tentang spesifikasi kompos dari sampah organik domestik pada

Tabel 9, kandungan ketiga kompos yang digunakan pada penelitian dapat

berpotensi menyuburkan tanaman dan sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.

Penggunaan kompos WTP sebagai pupuk organik bagi tanaman

memerlukan beberapa persyaratan yaitu ketersediaan unsur hara dan minimnya

kandungan logam berat yang berpotensi diserap oleh tanaman. Beberapa unsur

hara makro yang harus tersedia bagi tanaman yang dianalisis pada penelitian ini

adalah fosfor (P2O5), kalium (K2O), dan kapasitas tukar kation (KTK). Fosfor, N,

dan K merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Hakim

et al (1980) dalam Halim (2003), kekurangan unsur P dalam tanah dapat

menyebabkan pertumbuhan terhambat dan merosotnya hasil tanaman.

Page 51: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Pengaruh Kandungan Logam Berat Terhadap Tanaman

Kompos yang digunakan pada penelitian ini memiliki unsur kandungan C/N

yang cukup bagi tanaman. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 8, nilai parameter tiap

kompos yang digunakan dapat berpengaruh baik untuk proses pertumbuhan

tanaman, dapat pula berpengaruh negatif pada pertumbuhan tanaman menjadi

bahan berbahaya, apabila tanaman dikonsumsi oleh masyarakat. Tanaman tersebut

tumbuh dengan baik, setelah dilakukan pembibitan pada polybag. Hal tersebut

dapat dilihat pada Gambar 4.

Berdasarkan pola penyebaran logam yang terkandung pada tiap tanaman, Al

diakumulasikan di tudung akar, meristem apikal dan daerah pemanjangan akar.

Akumulasi Al pada umumnya dijumpai pada epidermis dan korteks akar.

Perbedaan akumulasi Al berhubungan dengan perbedaan tingkat sensitivitas

tumbuhan (Matsumoto 2000 dalam Kurniasih 2012). Interaksi antara Al dengan

genotif hanya terjadi terhadap peubah panjang akar relatif (PAR), pertambahan

panjang akar relatif (PPAR), bobot akar relatif (BAR), dan bobot tajuk relatif

(BTR). Secara umum semakin tinggi konsentrasi Al, tingkat ketenggangan

tanaman berdasarkan nilai PAR semakin peka.

Kerusakan Al terutama terlihat pada ujung akar. Adanya Aluminium yang

berlebihan dapat menyebabkan akar utama menjadi kerdil dan akar lateral

terhambat pertumbuhannya (Samac DA dan Tesfaye M 2003 dalam Nurlaela

2007). Tanaman yang keracunan Al ditunjukkan dengan penurunan pertumbuhan

akar dan tajuk. Tajuk merupakan bagian atas tanaman yang terdiri dari cabang dan

ranting. Semakin tinggi konsentrasi Al, maka semakin tinggi penurunan

pertumbuhan akar maupun tajuk. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 5, bahwa

tanaman kangkung terhambat dalam pertumbuhannya. Pada usia sekitar 60 hari

(masa panen), tanaman tersebut memiliki pertumbuhan yang cukup kerdil di

usianya.

Pada kompos 1, kompos 2, dan kompos 3 memiliki nilai Al berturut-turut

4.59%, 6.71%, dan 4.28%. Nilai Al pada ketiga kompos ini melebihi batas SNI

sebesar 2.2%. Pada Tabel 10 menunjukkan banyaknya penyerapan Al pada uji

kedua dengan menggunakan kompos 2 memiliki nilai sebesar 0.04 mg/kg atau

setara 4 x 10-6

%. Secara visual, tanaman yang keracunan Al akan terhambat

pembelahan selnya terutama sel akar yang disebabkan oleh ikatan Al dengan

DNA dan menghentikan proses pembelahan sel meristem apikal (Polle dan

Konzak 1990 dalam Syarifuddin et al 2006). Tudung akar, meristem dan zona

pemanjangan akar paling peka terhadap keracunan Al, pada bagian ini Al

diakumulasikan lebih banyak (Delhaize dan Ryan 1995 dalam Syarifuddin et al

2006). Keracunan Al menyebabkan kadar P akar menurun, sehingga panjang akar

yang keracunan Al lebih pendek dibandingkan yang tidak keracunan Al

(Syarifudin 2002 dalam Syarifuddin et al 2006).

Kandungan Cd pada jaringan daun selain berasal dari serapan timbal yang

terdapat di tanah, juga berasal dari timbal yang tercemar ke udara. Menurut

Merian (1994) dalam Khatimah (2006) bahwa unsur Cd dan Pb pada tanaman

terdapat dalam jaringan akar dan daun, sedikit di batang dan konsentrasi terkecil

terdapat pada bunga dan buah. Tingginya akumulasi Cd pada akar dijelaskan

dengan pendapat Leep (1981) dalam Khatimah (2006) yang menyatakan bahwa

sebagian besar logam yang diserap dari tanah secara tepat berubah menjadi bentuk

tidak aktif melalui proses deposisi dalam akar, sehingga sukar dipindahkan ke

Page 52: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

bagian lain tanaman. Logam-logam yang terserap oleh akar-akar rambut

mengalami proses pengikatan, inaktivasi, dan pengendapan.

Akumulasi Pb dan Cd di dalam jaringan tanaman dapat terjadi melalui

dua cara, yaitu penyerapan melalui akar dan melalui daun. Besar kecilnya

akumulasi Pb dan Cd pada tanaman buah relatif berbeda pada berbagai varietas.

Pada Tabel 8, nilai Pb dan Cd kompos 2 memiliki nilai sebesar ttd (tidak

terdeteksi) dan 17.493 mg/kg. Nilai Pb tidak terdeteksi menunjukkan beberapa

kemungkinan antara Pb tersebut melebih limit batas pengujian sampel atau

kompos tersebut tidak mengandung Pb. Nilai Cd kompos 2 pada Tabel 8 melebihi

baku mutu SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik

Domestik. Unsur Pb memiliki kemampuan kelarutan yang rendah, cenderung

terakumulasi, dan tersedimentasi pada kompos WTP (Bohn 1979 dalam Khatimah

2006). Hal ini ditunjukkan pada Tabel 10, nilai Pb yang terserap pada tanaman

memiliki nilai sebesar 2.12 mg/kg.

Penyerapan Pb melalui ukuran stomata yang lebih besar (panjang 10

mikrometer dan lebar 2-7 mikrometer) daripada ukuran partikel Pb (kurang dari 4

mikrometer), memungkinkan Pb masuk ke dalam jaringan daun melalui stomata.

Unsur Pb dalam jaringan akan terjadi penumpukan sel jaringan pagar atau

jaringan akar terbentuk (Baker dan Allen 1978 dalam Dewi 2010). Unsur Pb dapat

mengganggu kesehatan dengan berbagai cara, diantaranya pengurangan sel-sel

darah merah, penurunan sintesis, dan penghambatan sintesis heme yang

menyebabkan anemia (Purdom 1980 dalam Dewi 2010). Menurut SNI 7387 tahun

2009, kandungan Pb yang diperbolehkan ada dalam sayuran <0.5 mg/kg. Hal ini

menujukkan nilai Pb pada Tabel 10 melebihi baku mutu logam Pb yang

diperbolehkan pada sayuran. Nilai Cd pada Tabel 10 memiliki nilai sebesar 0.61

mg/kg. Hal ini melebihi baku mutu yang telah ditetapkan SNI 7387 tahun 2009

tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan yaitu memiliki

nilai sebesar <0.2 mg/kg.

Tingkat serapan Pb dan Cd tidak hanya bergantung pada kandungan logam

dalam kompos WTP, tetapi juga dipengaruhi oleh jenis tanaman (varietas), pH

tanah, ketersediaan unsur-unsur hara, morfologi dan fisiologi tanaman,

kemampuan tanaman menyerap Pb dan Cd, serta umur tanaman tersebut. Semakin

lama umur tanaman, maka daya serap akan logam berat juga semakin besar.

Selain itu, faktor yang mempengaruhi lahan seperti banyaknya tanaman penutup

dan jenis tanaman di sekitar lahan tersebut juga mempengaruhi akumulasi Pb dan

Cd dalam tanaman (Darmono 1995 dalam Khatimah 2006).

Unsur utama Pb pada umumnya terdapat di udara dan berasal dari

kendaraan bermotor, industri, dan sumber yang memang ada secara alamiah.

Menurut Rustiawan (1994) dalam Dewi (2010), menyatakan 60-70% pencemaran

udara di perkotaaan berasal dari kendaraan bermotor, dan salah satunya adalah Pb.

Emisi alami juga melepaskan Pb terutama akibat erosi tanah dan aktivitas

vulkanik. Unsur Pb yang masuk ke udara, sebagian jatuh ke permukaan tanah dan

vegetasi, sebagian melayang-layang di udara dan masuk ke dalam tubuh manusia.

Hal ini dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung melalui rantai

pangan, sehingga dapat mempengaruhi kesehatannya.

Pada unsur Mn pada umumnya memiliki akumulasi tinggi apabila berada

pada tanah masam (Goenadi 1981 dalam Taryana 1995). Unsur pH dalam tanah

juga mempengaruhi unsur Mn, hal ini dikarenakan pH berperan penting dalam

Page 53: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

proses oksidasi dan reduksi dalam tanah. Pada umumnya suasana oksidatif

didukung oleh pH tinggi, sedangkan suasana masam membantu terciptanya

reduktif. Pada proses reduktif Mn akan terurai menjadi Mn yang dapat

dipertukarkan (Hakim et al 1986 dalam Taryana 1995). Namun pada penelitian ini

uji pertama dan kedua tidak menggunakan tanah, hanya menggunakan kompos

sebagai media tanam. Pada uji ketiga menggunakan sebagian tanah yang terdapat

pada tanaman gajah mini.

Terdapatnya kandungan Cu, Mn, dan Zn yang terakumulasi pada bagian

dalam daun disebabkan karena ketiga unsur ini diperlukan dalam menyusun

klorofil dan membantu proses fotosintesis (Setyaamidjaya 1986 dalam Taryana

1995). Akumulasi Cu dan Zn dalam akar, batang, cabang, dan ranting serta buah

dan bunga disebabkan karena Cu dan Zn diperlukan dalam pembentukan dan

pengaturan enzim tanaman, bahkan persenyawaan-persenyawaan Zn mempunyai

fungsi pada pembentukan hormon tumbuhan (auxin) dan penting untuk

keseimbangan fisiologi, sedangkan terjadinya akumulasi Mn dalam akar, batang,

cabang, dan ranting karena Mn diperlukan dalam proses-proses desimilasi, yaitu

pernafasan ketika enzim-enzim yang mengatur proses ini mengandung Mn

(Taryana 1995). Khusus dalam buah, Mn digunakan untuk merangsang

perkecambahan dan merangsang pemasakan buah.

Tersebarnya berbagai unsur logam pada berbagai bagian morfologi tanaman

tanaman atau pohon erat kaitannya dengan mekanisme fisiologi tanaman. Untuk

mengurangi tingkat keracunan dari ion-ion toksik, maka tanaman akan melakukan

ameliorasi (penanggulangan) dengan jalan lokalisasi, yaitu menyebarkan ion-ion

toksik pada berbagai bagian morfologi sehingga akumulasinya tersebar. Pada

proses ameliorasi dapat memungkinkan organ-organ morfologi lebih toleran

terhadap ion toksik (Andani dan Purbayanti 1984 dalam Taryana 1995).

Unsur Mn banyak terakumulasi pada bagian daun. Penumpukan Mn dalam

daun berhubungan dengan mekanisme fisiologi tanaman untuk mengurangi

toksisitas Mn. Mn yang berlebihan akan dibuang dengan jalan menggugurkan

daun yang telah jenuh toksik. Umumnya daun-daun tua yang mempunyai

kandungan logam berat yang lebih besar dibandingkan daun muda atau pucuk.

Hilangnya suatu organ yang jenuh dengan toksik merupakan bentuk paling

sederhana dari eksresi (Andani dan Purbayanti 1984 dalam Taryana 1995).

Eksresi yang paling aktif juga terjadi paling tidak untuk garam. Garam secara aktif

ditarik dari xylem, kembali ke xylem parenkima, dan dikeluarkan dari akar-akar

kembali ke media (Yeo et al 1977 dalam Andani dan Purbayanti 1981 dalam

Taryana 1995).

Berdasarkan kandungan logam berat pada tanaman kangkung pada Tabel

10, beberapa kandungan logam Al, Cd, Fe, dan Pb tidak semuanya diserap oleh

tanaman. Pada Tabel 10 dilakukan pengulangan pengujian laboratorium sebanyak

tiga kali. Nilai kandungan logam tersebut telah mengalami pendegradasian oleh

tanaman, namun dibandingkan dari batas logam berat pada makanan menurut SNI

7387 tahun 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat pada Makanan

kategori sayuran, kadar Cd <0.2 mg/kg dan Pb <0.5 mg/kg, sedangkan nilai Cd

dan Pb pada uji pertama (Tabel 10) memiliki nilai sebesar 0.61 mg/kg dan 2.12

mg/kg. Pada hasil uji laboratorium Tabel 10 di atas, unsur Cd dan Pb melebihi

ambang batas aman makanan dan tidak layak untuk dikonsumsi.

Page 54: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Tabel 21 Uji pertama pada tanaman kangkung

No Contoh uji Logam berat pada

tanaman setelah panen

(mg/kg)

Logam berat pada kompos

sebelum panen (%)

Al Cd Fe Pb Al Cd Fe Pb

1 Kompos 2-1 0.04 0.56 0.46 2.12 6.71 17.49 1.57 ttd

2 Kompos 2-2 0.02 0.61 0.4 1.95 6.71 17.49 1.57 ttd

3 Kompos 2-3 0.05 0.42 0.38 2.07 6.71 17.49 1.57 ttd

4 Kompos

Komersil 1 ttd 0.34 0.2 1.03 < 2.2 < 3 < 2 < 0.015

5 Kompos

Komersil 2 0.01 0.3 0.26 0.97 < 2.2 < 3 < 2 < 0.015

6 Kompos

Komersil 3 ttd 0.29 0.22 1.12 < 2.2 < 3 < 2 < 0.015

Keterangan ttd : tidak terdeteksi

Penelitian kandungan logam berat yang bermula dalam bentuk lumpur,

proses pengomposan, pengujian kompos pada tanaman, sehingga dapat terlihat

kompos WTP ini berpotensi untuk menyuburkan tanaman serta belum tentu aman

untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan kandungan logam berat yang berbeda pada

setiap industri. Perkembangan pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Gambar 3

dan Gambar 4. Pertumbuhan kangkung dengan lumpur WTP sangat subur,

memiliki batang besar serta hijau dibandingkan menggunakan kompos komersil

(SNI), tetapi logam berat yang terkandung pada tanaman tidak layak untuk

dikonsumsi. Hal dikarenakan logam berat yang terkandung pada tanaman melebih

baku mutu yang telah ditetapkan oleh SNI 7387 tahun 2009 tentang Batas

Maksimum Cemaran Logam Berat pada Makanan kategori sayuran.

Gambar 7. Pembibitan kangkung pada uji pertama dengan pupuk komersil (kiri)

dan kompos 2 (kanan)

Page 55: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Tabel 22 Uji kedua pada tanaman kangkung dan cabe

No Contoh uji Logam berat tanaman

setelah panen (mg/kg)

Logam berat kompos sebelum

panen (%)

Al Mn Fe Pb Al Mn Fe Pb

1 Kangkung

2-1

0.53 3.9 0.75 1.28 6.71 0.16 1.57 ttd

2 Kangkung

2-2

0.56 3.87 0.89 1,31 6.71 0.16 1.57 ttd

3 Kangkung

komersil 1

0.56 3.09 2.31 ttd < 2.2 < 0.1 < 2 < 0.015

4 Kangkung

komersil 2

0.59 3.21 2.52 ttd < 2.2 < 0.1 < 2 < 0.015

5 Kangkung

1-1

0.63 4.63 2.42 ttd 4.59 0.05 1.26 ttd

6 Kangkung

1-2

0.58 4.52 2.34 ttd 4.59 0.05 1.26 ttd

7 CABE 2-1 0.04 0.59 0.5 1.17 6,71 0.16 1.57 ttd

8 CABE 2-2 0.06 0.53 0.61 1.13 6,71 0.16 1.57 ttd Keterangan ttd : tidak terdeteksi.

Nilai Mn pada Tabel 11, memiliki nilai sebesar 0.16 mg/kg dibandingkan

nilai Mn pada saat dalam bentuk kompos 2 (Tabel 8) memiliki nilai sebesar

0.16%. Nilai Mn pada kompos 2 melebih ambang batas Mn pada kompos SNI 19-

7030-2004 yaitu dengan nilai sebesar 0.1%, sehingga perlu adanya penambahan

zat fosfor dan kapur menurunkan nilai Mn yang melebihi baku mutu pada kompos

WTP tersebut. Hal ini juga dapat berdampak pada pertumbuhan yang lambat,

adanya noda berwarna coklat kekuningan diantara urat daun, ujung daun

mengering pada saat tanaman berumur 8 MST (Minggu Setelah Tanam), dan

disertai pertumbuhan yang lambat. Hal ini terbukti pada Gambar 5, tanaman

mengalami pertumbuhan yang lambat diakibatkan nilai Mn yang melebihi baku

mutu kompos SNI 19-7030-2004.

Berdasarkan kandungan logam berat pada Tabel 11, terlihat beberapa nilai

logam Al, Mn, Fe, dan Pb tidak semua diserap tanaman. Pada Tabel 11 diatas,

dilakukan pengulangan pengujian laboratorium sebanyak dua kali. Kangkung 2-1

pada Tabel 11, memiliki arti tanaman kangkung dengan menggunakan kompos 2

(PDAM Bogor) dengan ulangan pertama pada uji laboratorium. Logam berat

tersebut telah mengalami proses degrasi pada proses media tanam, sehingga kadar

logam berat tersebut sebagian diserap pada tanaman dan didistribusikan ke

seluruh bagian tanaman, seperti akar, batang, maupun daun. Namun dibandingkan

dari batas logam berat pada makanan kategori sayuran menurut peraturan SNI

7387 tahun 2009, nilai Pb tidak boleh melebihi < 0.5 mg/kg. Pada pada Tabel 11

dengan Pb paling besar 1.31 mg/kg. Hal ini menunjukkan kadar tersebut masih

tinggi dan tidak layak untuk dikonsumsi. Unsur Mn pada kompos 2 pada uji kedua

ini, memiliki nilai 0.16% (dapat dilihat pada Tabel 8), dibandingkan nilai

maksimum Mn menurut SNI 19-7030-2004 memiliki nilai sebesar 0.1%.

Page 56: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Unsur Mn kompos 2 pada Tabel 11 melebihi batas mutu kompos SNI 19-

7030-2004 dan melebihi batas logam berat pada makanan kategori sayuran

menurut peraturan SNI 7387 tahun 2009. Penanggulangan kelebihan unsur Mn

dapat diatasi dengan penambahan zat kapur atau kapur. Penambahan zat kapur

atau fosfor dapat dilakukan pada saat proses pengomposan atau pada saat proses

pengaplikasian kompos WTP pada media tanam.

Tabel 23. Uji ketiga lumpur pada kangkung dan rumput gajah

No Contoh uji logam berat setelah panen

(mg/kg)

Al Cd Fe Pb

1 Kangkung lumpur 2-1 0.01 ttd 473 0.11

2 Kangkung lumpur 2-2 0.02 ttd 399 0.09

3 Rumput gajah lumpur 2-1 ttd ttd 1782 0.25

4 Rumput gajah lumpur 2-2 ttd ttd 1526 0.27

5 Lumpur kangkung 2-1 0.34 0.001 2318 1.15

6 Lumpur kangkung 2-2 0.36 0.001 2152 1.2

7 Lumpur gajah mini 2-1 0.13 0.001 2251 0.97

8 Lumpur gajah mini 2-2 0.11 0.001 2194 0.87

Keterangan ttd: tidak terdeteksi

Berdasarkan analisis ketiga pada Tabel 12, tanaman kangkung dan rumput

gajah mini hanya menggunakan lumpur WTP 2 sebagai media tanam. Uji ketiga

dilakukan dengan proses fitoremediasi. Kandungan unsur Pb tertinggi pada

kangkung memiliki nilai sebesar 0.11 mg/kg dibandingkan dengan rumput gajah

mini memiliki nilai Pb tertinggi sebesar 0.27 mg/kg. Unsur Pb pada uji ketiga

memiliki nilai lebih rendah dibandingkan SNI 7387 tahun 2009 tentang Batas

Maksimum Cemaran Logam Berat dalam pangan yang memiliki nilai < 0.5

mg/kg. Nilai Pb pada uji ketiga lebih rendah dibandingkan pada uji kedua dan

ketiga dengan menggunakan Lumpur yang telah dilakukan proses pengomposan.

Nilai Pb dalam bentuk lumpur sebelum pengujian ketiga memiliki nilai sebesar

1.52 ppm atau setara dengan 1.52 mg/kg (dapat dilihat pada Tabel 4), sedangkan

A B C

Gambar 5 Tanaman kangkung uji kedua dengan kompos : A. Komersil,

B. Kompos 1, dan C. Kompos 2

Page 57: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

nilai Pb kompos 2 yang digunakan pada uji pertama dan kedua memiliki nilai

tidak terdeteksi (dapat dilihat pada Tabel 8) . Nilai Pb pada kompos 2 tidak

terdeteksi memiliki arti bahwa nilai tersebut melebih batas deteksi Pb. Nilai Pb

mengalami peningkatan setelah melakukan proses pengomposan. Meningkatnya

unsur Pb dipengaruhi faktor kandungan bahan pengomposan telah terkontaminasi

oleh unsur Pb seperti jerami atau kotoran kambing, sehingga melebih batas SNI

19-7030-2004.

Kandungan unsur Pb tertinggi pada lumpur kangkung memiliki nilai sebesar

1.2 mg/kg, dibandingkan dengan lumpur gajah mini Pb tertinggi memiliki nilai

sebesar 0.97 mg/kg. Pada Tabel 12, dilakukan pengulangan pengujian

laboratorium sebanyak dua kali. Kangkung lumpur 2-1 memiliki arti tanaman

kangkungan dengan menggunakan lumpur 2 (PDAM Bogor) dengan uji

laboratorium ulangan pertama. Logam berat Pb pada lumpur awal pengujian

memiliki nilai 1.52 mg/kg (dapat dilihat pada Tabel 4). Hal ini menunjukkan pada

uji ketiga dengan cara fitoremediasi dapat menurunkan unsur logam berat Pb.

Proses fitoremediasi pada uji ketiga dengan nilai terbesar Pb pada lumpur

1.52 mg/kg, serta kandungan logam berat dengan nilai terbesar pada kangkung 1.2

mg/kg memiliki daya serap logam berat pada tanaman ± 0.19 mg/kg. Penyerapan

logam berat secara pasif (passive up take) atau biosorpsi dapat terjadi di dalam

metobolisme tumbuhan. Logam berat mengikat dinding sel dan proses pengikatan

salah satunya dengan cara pertukaran ion monovalent dan divalent pada dinding

sel diganti dengan ion logam berat yang ada pada kompos WTP (Suhendrayatma

2001 dalam Onrizal 2005 dalam Moenir 2010).

Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 12, tanaman kangkung memiliki

nilai logam Pb lebih rendah dibandingkan dengan rumput gajah mini. Namun

pada nilai logam Pb pada lumpur kangkung lebih besar dibandingkan dengan

lumpur kangkung gajah mini. Hal ini menujukkan bahwa rumput gajah mini dapat

menyerap logam berat lebih besar dibandingkan tanaman kangkung. Terbukti dari

sisa logam Pb pada lumpur gajah mini memiliki nilai lebih rendah daripada sisa

logam Pb pada lumpur kangkung. Hal ini menujukkan tanaman

Hyperaccumulator dapat menyerap logam berat lebih besar daripada tanaman.

Pada uji ketiga menggunakan rumput gajah mini sebagai salah satu tanaman

hyperaccumulator menunjukkan penyerapan logam oleh akar lebih cepat

dibandingkan dengan tanaman kangkung, sistem translokasi unsur dari akar ke

tajuk lebih efisien, dan kemampuan untuk melarutkan unsur logam pada lumpur

melebih tanaman kangkung (Lasat 1996 dalam Hidayati dan Saefudin 2003). Hal

ini terbukti dari adanya konsentrasi logam Pb yang tinggi pada rumput gajah mini.

Menurut Eddy (2008), kangkung air (Ipomea aquatic) merupakan salah satu

tanaman hyperaccumulator. Tanaman ini memiliki kemampuan bertahan terhadap

berbagai macam bahan pencemar dan mampu mengakumulasikannya dalam

jaringan dengan jumlah yang cukup besar. Hal ini dapat terlihat pada uji kedua

dan ketiga, bahwa tanaman kangkung dapat tumbuh dengan subur dengan media

tanam berupa kompos maupun lumpur WTP. Kompos dan Lumpur WTP tersebut

masih mengandung logam berat yang melebih ambang batas SNI.

Tanaman hyperaccumulator mempunyai kemampuan menyerap, kemudian

mengkonsentrasikan logam berat pada kadar yang luar biasa tinggi namun tidak

mengganggu kehidupannya. Menurut Baker (1999) dalam Eddy (2008), tanaman

hyperaccumulator dapat mengakumulasi logam berat sampai 11% berat kering,

Page 58: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

dan batas kadar logam yang terdapat dalam jaringan biomassa berbeda-beda

tergantung pada jenis tanamannya. Untuk logam Pb kadar tertinggi adalah 0.1%

(1,000 mg/kg berat kering). Pada penelitian ini terdapat beberapa satuan yang

digunakan untuk menghitung kadar logam berat seperti persen (%), mg/kg, dan

ppm. Pada dasarnya hasil analisa suatu uji dinyatakan sebagai mg/kg atau part per

million (ppm), dengan anggapan bahwa 1 liter air setara dengan 1 kilogram (kg),

maka ppm dapat dinyatakan sebagai berikut :

Pada Gambar 6, rumput gajah mini merupakan salah satu tanaman

hyperaccumulator dengan kemampuan mendegradasi logam berat yang ada pada

lumpur WTP. Dalam penelitian menggunakan rumput gajah mini dikarenakan,

tanaman ini dapat tumbuh pada media pot yang akan dibandingkan dengan

tanaman kangkung yang juga dapat tumbuh pada media pot. Rumput gajah mini

merupakan salah satu tanaman alternatif Hyperaccumulator yang dapat dengan

mudah digunakan oleh masyarakat sebagai rumput pekarangan rumah dan relatif

mudah dijumpai di kalangan masyarakat pada umumnya. Pada uji ketiga ini

fitoremediasi lumpur 2 pada rumput gajah mini akan dibandingkan dengan

fitoremediasi lumpur 2 pada kangkung. Hasil penelitian ketiga ini menunjukkan

kandungan logam berat pada lumpur banyak diserap oleh tanaman rumput gajah

mini dibandingkan tanaman kangkung.

Pada perlakuan ketiga pembibitan ini dilakukan di rumah kompos

Departemen Teknik Sipil, yang berupa saung beratapkan fiber solartuff dan

beralaskan semen. Berdimensi 3x4m ini dilakukan pembibitan cabe sebanyak 13

polybag dan kangkung sebanyak 15 polybag yang kemudian apabila tumbuh

dengan baik akan dipindah tempatkan pada pot. Saung berbahan solartuff

Gambar 6 Rumput gajah mini dan kangkung pada uji ketiga dengan

menggunakan lumpur 2

1 ppm = 1 mg/kg

= 1 mg/lt = 1 gr/ton = 0.0001%

Jadi dapat digunakan 1 ppm = 1x10-4

Page 59: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

mengandung polycarbone digunakan selain untuk atap, bahan awet, lebih baik

dalam menyerap sinar matahari (UV Protection), dan berbahan ringan.

Berikut merupakan standar kualitas kompos menurut SNI 19-7030-2004

tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Dalam SNI ini

dijelaskan kematangan kompos ditunjukkan oleh hal-hal berikut :

a. C/N – rasio mempunyai nilai (10-20).

b. Suhu sesuai dengan suhu air tanah.

c. Berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah

d. Berbau tanah

Unsur mikro nilai nilai berdasarkan konsentrasi unsur-unsur mikro seperti

Cu,Mo, Zn dan juga berdasarkan logam berat yang terkandung pada lumpur yang

digunakan, tak lepas dari jerami, air, dan kotoran kambing misalnya, masing –

masing berpotensi menyumbang logam berat juga. Menurut Peraturan BPOM

tahun 2009, unsur Pb memiliki nilai <0.5 mg/kg dan SNI 7387 tahun 2009 tentang

Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan, kadar Hg memiliki nilai

<0.03 mg/kg dan unsur Cd memiliki nilai <0.2 mg/kg. Batas ini merupakan batas

maksimum yang terdapat pada buah, sayur (termasuk jamur, umbi, kacang

kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, dan biji-bijian.

Mekanisme penyerapan logam berat Hg, Pb, dan Cd tidak berpengaruhi oleh

tingginya konsentrasi logam berat dalam makanan yang kita konsumsi. Jumlah

logam yang diserap oleh tubuh dari makanan tergantung pada , beberapa pilihan

makanan, keadaan kesehatan tubuh, Susunan genetik, dan kandungan vitamin

yang ada dalam makanan. Menurut Yannai dan Sach (1993) dalam Dewi (2010),

menyatakan beberapa faktor biologis, seperti umur, jenis kelamin, komposisi

makanan juga mempengaruhi ketersediaan logam berat secara biologis. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa makanan ternak dari jagung memiliki serat

kasar tinggi, sehingga penyerapan logam–logam menjadi rendah. Hal ini didukung

oleh Yunnai, et al (1978) dalam Dewi (2010), bahwa makanan berserat kandungan

fosfornya dalam bentuk fosfat tinggi, sehingga serapan Hg, Pb, dan Cd oleh tubuh

menjadi rendah.

Beracun atau kurang beracunnya suatu bahan pencemar tergantung pada

berbagai faktor, diantaranya takaran zat yang kontak atau masuk ke dalam tubuh

dan perlakuan sehari-hari, seperti budaya dan lingkungan kerjanya (Rustamadji

1991 dalam Dewi 2010). Logam berat yang masuk ke dalam tubuh melalui

makanan dan minuman akan dicerna di usus duabelas jari dan akan diangkut oleh

plasma (albumin). Albumin akan berasosiasi dengan protein yang akan diedarkan

ke bagian tubuh tertentu yang membutuhkan dan terakumulasi di hati, ginjal,

rambut, dan ujung kuku. Logam berat juga dapat dieksresikan melalui feses, urine

dan sisa pernafasan (Gibson dan Linder 1990 dalam Saeni 2010).

Pada saat beredar di dalam tubuh, logam berat mengalami beberapa

interaksi diantaranya dengan protein, enzim, membran sel, metabolit dan DNA.

Melihat pengaruh kerja logam berat yang begitu besar pada tubuh, maka

keberadaannya di dalam tubuh yang melebihi ambang batas sangat berbahaya.

Page 60: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pengomposan merupakan proses dekomposisi biologi dan stabilitas dari

bahan organik pada suhu termofili dengan hasil sampingan berupa padatan dalam

bentuk kompos. Proses fitoremediasi merupakan pemulihan air ataupun tanah

dengan memanfaatkan kemampuan akar tanaman dalam menyerap zat kontaminan

yang terkandung di dalamnya. Proses pengomposan dan fitoremediasi dalam

pengaplikasiannya berguna dalam memanfaatkan limbah lumpur Water Treatment

Plan (WTP) dari sebuah industri.

Penelitian ini menggunakan kompos 1 yang berasal dari PT. Karakatau Tirta

Industri, kompos 2 yang berasal dari PDAM Tirta Pakuan, dan kompos 3 yang

berasal dari PDAM Tirta Kahuripan. Dari hasil penelitian, kandungan logam berat

masih terdapat pada kompos WTP, walaupun tidak menghalangi pertumbuhan

tanaman. Logam berat Al pada kompos 1, kompos 2, dan kompos 3 memiliki nilai

berturut-turut 4.59%, 6.71%, dan 4.28%. Nilai Al setelah proses pengomposan ini

berada di atas baku mutu SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari

Sampah Organik Domestik yaitu sebesar 2.2%. Logam berat Mn pada kompos 2

dan kompos 3 memiliki nilai berturut-turut 0.16% dan 0.17%. Nilai Mn setelah

proses pengomposan ini berada di atas baku mutu SNI 19-7030-2004 tentang

Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik yaitu sebesar 0.1%. Logam

berat Cd pada kompos 2 dan kompos 3 memiliki nilai berturut-turut 17.49 mg/kg

dan 10.75 mg/kg. Nilai Cd setelah proses pengomposan ini berada di atas baku

mutu SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik

Domestik yaitu sebesar 3 mg/kg.

Konsentrasi logam berat kompos yang cukup dapat mempersubur tanaman,

sedangkan konsentrasi logam berat yang berlebih dapat merusak tanaman dan

berdampak keracunan. Unsur Pb pada uji pertama, uji kedua, dan ketiga memiliki

nilai berturut-turut sebesar 0.97-2.12 mg/kg, 1.13-1.31 mg/kg, dan 0.09-1.2

mg/kg. Nilai Pb ini di atas baku mutu SNI 7387 tentang Batas Maksimum

Cemaran Logam Berat dalam Pangan yaitu sebesar 0.5 mg/kg. Unsur Cd pada uji

pertama dan uji ketiga memiliki nilai berturut-turut sebesar 0.97-2.12 mg/kg dan

0.001 mg/kg. Pada uji pertama di atas ambang batas SNI 7387 tentang Batas

Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan yaitu sebesar 0.2 mg/kg,

sedangkan pada uji ketiga masih di bawah baku mutu. Konsentrasi Al, Fe, dan Mn

pada kompos 1, kompos 2, dan kompos 3 memiliki nilai berturut-turut sebesar

4.28-6.71%, 1.26-1.57%, dan 0.05-0.17%. Nilai Al, Fe, dan Mn ini di atas baku

mutu SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik

Domestik yaitu masing-masing sebesar 2.2%, 2%, dan 0.1%. Unsur Al, Fe, dan

Mn mempengaruhi proses metabolisme tanaman, sehingga tanaman mengalami

pertumbuhan yang lambat, akar kerdil, dan bentuk daun yang kekuning-kuningan.

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa nilai reduksi logam berat lumpur

WTP terbesar diperoleh melalui pengomposan dan media tanam pada uji pertama

dan kedua. Proses degradasi logam berat lumpur WTP dengan cara fitoremediasi

pada uji ketiga juga dapat dilakukan, tetapi tidak semua tanaman dapat digunakan

dengan cara fitoremediasi dengan menggunakan lumpur. Mendegradasi logam

berat lumpur WTP dengan pengomposan dan media memiliki kekurangan, yaitu

Page 61: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

membutuhkan rentang waktu yang lebih lama dibandingkan proses degradasi

lumpur WTP dengan cara fitoremediasi lumpur.

Saran

Uji kelayakan lumpur WTP pada media tanam perlu dilakukan analisis

kandungan lumpur. Hal ini perlu dilakukan karena lumpur yang dihasilkan oleh

tiap industri memiliki kandungan logam berat yang berbeda-beda. Kandungan

logam berat pada lumpur WTP yang memiliki nilai tinggi membutuhkan jenis

tanaman pendegradasi yang lebih peka.

Pada pengujian kelayakan lumpur WTP diharapkan tidak menggunakan

campuran tanah. Apabila terdapat campuran tanah, maka akan membantu

penyerapan logam berat dan unsur hara pada kompos WTP. Hal ini akan

berpengaruh terhadap kadar penyerapan logam berat pada tanaman. Penelitian

selanjutnya diharapkan dapat menggunakan beberapa jenis tanaman yang berbeda,

serta menggunakan rancangan percobaan pada setiap pengulangannya. Pada

pengembangan penelitian selanjutnya diharapkan pula melakukan uji kandungan

logam berat pada kompos WTP dan tanaman setelah masa panen. Pengembangan

penelitian untuk kepentingan ilmu pengetahuan yang lebih jauh dapat dilakukan

dengan pengukuran penyerapan logam berat pada setiap fase pertumbuhan

tanaman seperti pada saat masa pembibitan tanaman, fase tanaman masih berusia

setengah masa panen, pada saat tanaman telah memasuki masa panen, dan pada

saat tanaman memasuki batas jenuh pertumbuhan.

Page 62: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

DAFTAR PUSTAKA

Abadi MI. 2008. Penyisihan Cs pada Perairan Tercemar Menggunakan Tanaman

Kiapu (Pistia stratiotes L) secara Rhizofiltrasi. [skripsi]. Bandung (ID):

Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.

Andhika NR. 2003. Pengomposan limbah Sludge Industri Kertas dengan Metode

Cina dan Pemanfaatannya sebagai Komponen Media Tanam Kacang

Panjang. [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Soil Vapor Extraction and Bioventing. 2012. Engineering Manual. Engineering

and Design. US Army Corps of Engineers.

Charlena. 2010. Bioremediasi Tanah Tercemar Limbah Minyak Berat

Menggunakan Konsorsium Bakteri. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Dewi KSP, Saeni MS. 2010. Tingkat Pencemaran Logam Berat (Hg, Pb, dan Cd)

di dalam Sayuran, Air Minum dan Rambut di Denpasar, Gianyar dan

Tabanan. [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,

Institut Pertanian Bogor.

Eddy S. 2008. Pemanfaatan teknik fitoremediasi pada lingkungan tercemar timbal.

Jurnal biologi: 1-8.

Gunawan Y. 2006. Peluang Penerapan Produksi Bersih pada Sistem Pengolahan

Air Limbah Domestik Waste Water Treatment Plant #48, Studi Kasus di

PT. Badak NGL Bontang. [tesis]. Semarang (ID): Jurusan Ilmu Lingkungan,

Universitas Diponegoro.

Hakim L, Sismanto, dan Siti F. 2005. Remediasi tanah terkontaminasi logam berat

krom (Cr) dengan teknik remediasi. Jurnal Logika 2 (2) : 18-30.

Halim A. 2003. Pemanfaatan Limbah Padat Sludge Industri Kertas untuk

Pembuatan Kompos sebagai Media Tanam Padi. [skripsi]. Bogor (ID):

Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hidayati N, Saefudin. 2003. Potensi hipertoleransi dan serapan logam beberapa

jenis tumbuhan terhadap limbah pengolahan emas. Jurnal Laporan Teknik:

147-159.

Khatimah H. 2006. Perubahan Konsentrasi Timbal dan Kadmium Akibat

Perlakuan Pupuk Organik dalam Sistem Budidaya Sayuran Organik.

[skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Kimia, Institut Pertanian Bogor.

Page 63: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Kurniasih N. 2012. Pengomposan Lumpur Pengolahan Air dengan Limbah

Pertanian. [tesis]. Bogor (ID): Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,

Institut Pertanian Bogor.

Lingineni S, Dhir VK. 1996. Controlling Transport Processes During NAPL

Removal by Soil venting. Los Angeles (UK). University of California.

Moenir M. 2010. Kajian fitoremediasi sebagai alternatif pemulihan tanah tercemar

logam berat. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan dan Pencemaran Industri

1 (2) : 115-123.

Nurlaela. 2007. Distribusi dan Akumulasi Aluminium pada Akar Padi dalam

Kondisi Cekaman Aluminium pada Larutan Hara. [skripsi]. Bogor (ID):

Jurusan Biologi, Institut Pertanian Bogor.

Priadie B. 2012. Teknik bioremediasi sebagai alternatif dalam upaya pengendalian

pencemaran air. Jurnal Ilmu Lingkungan 10(1): 135-145.

Ryak R. 1992. On-farm Composting Handbook. Northeast Regional Agricultural

Engineering Service Pub. No. 54. Cooperative Extension Service. Ithaca,

N.Y. 1992 ; 186pp. A classic in on-form composting. Website:

www.nreas.org

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jakarta (ID): PT Gramedia

Surachman D. 2010. Potensial Redoks (Eh) dan Kelarutan Fe dan Mn serta

Kaitannya dengan Pertumbuhan Padi pada Budidaya Sistem Konvensional

dan System of Rice Intensification. [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Ilmu

Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Syafruddin, Sopandie D, dan Trikoesoemaningtyas. 2006. Ketenggangan genotipe

jagung (Zea mays L.) terhadap cekaman aluminium. Buletin Agronomi

Institut Pertanian Bogor 34 (1): 1-10.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2004. Standar Nasional Indonesia No. 19-

7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik.

Badan Standarisasi Nasional.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. Standar Nasional Indonesia 7387 : 2009

tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Badan

Standarisasi Nasional.

Taryana AT. 1995. Akumulasi Logam Berat (Cu, Mn, dan Zn) pada Jenis

Rhizophora stylosa Griff, di Hutan Tanaman Mangrove Cilacap BKPH

Rawa Timur, KPH Banyumas Barat Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.

Bogor (ID): Jurusan Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor.

Page 64: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Wicaksono AB. 2012. Pemanfaatan Limbah Lumpur Water Treatment Plant PT.

Krakatau Tirta Industri sebagai Bahan Baku Kompos. [skripsi]. Bogor (ID):

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

Yeni WP. 2001. Pemanfaatan Sludge Limbah Pengolahan Air Minum (SPAM)

sebagai Media Tanaman. [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Zynda T. 2007. Phytoremediation, Technical Assistance for Browfields (TAB)

Program, Michigan (US).

http://cluin.org/PRODUCTS/CITGUIDE/Phyto.htm.

Page 65: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

LAMPIRAN

Page 66: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Lampiran 1 Kadar air uji ketiga

Kadar Air Uji Ketiga

Jenis tanaman wadah Berat basah Berat

kering

kadar air

(%)

kangkung 2-1 93,1911 97,7389 93,7942 86,74%

kangkung 2-2 108,5377 113,8224 109,1347 88,70%

Gajah mini 2-1 96,6862 98,2032 97,2069 65,68%

Gajah mini 2-2 95,6233 97,0418 96,0834 67,56%

Lampiran 2 Kadar air uji kedua

Jenis Tanaman wadah Berat basah Berat

kering

kadar air

(%)

Cabe 2-1 103,0204 108,0204 104,2921 74,57%

Cabe 2-2 105,5768 110,1659 106,9011 71,14%

Kangkung komersil 1 107,0372 111,1296 107,6088 86,03%

kangkung komersil 2 108,4567 111,4432 108,8689 86,20%

Kangkung 1-1 100,4658 105,269 101,475 78,99%

Kangkung 1-2 101,2689 105,5988 101,9719 83,76%

kangkung 2-1 96,7324 101,1674 97,2841 87,56%

kangkung 2-2 100,327 105,1843 100,9612 86,94%

31

31

Page 67: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Lampiran 3 Parameter yang perlu diperhatikan dengan seksama dalam setiap jenis

air limbah industri

Parameter INDUSTRI

Ken

dar

aan

Min

um

an

Pen

gal

engan

Pupuk

Kim

ia a

norg

anik

Kim

ia o

rgan

ik

Dag

ang

Bes

i

Pla

stik

Ker

tas

Min

yak

Baj

a

Tek

stil

Har

ian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1

0

1

1

1

2

1

3

1

4

BOD5 x x x x x x x x x x x

COD x x x x x x x x x x x

TOC x x x x x

TOD x

pH x x x x x x x x x x x x

Total solids x x

Suspended solids x x x x x x x x x x x x x x

Settleable solids x x

Total dissolved

solids

x x x x x x x x x x

Volatile suspended

solids

x

Minyak dan lemak x x x x x x x x x x x x

Logam berat x x x x

Kromium x x x x x x

Timbal (copper) x

Nikel x

Besi x x x x x

Zeng x x x x x

Arsen x

Air raksa x x

Timbal x x x

Page 68: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

Tin x x

Kadmium x

Kalsium x

Flourida x x

Sianida x x x x x x

Klorida x x x x x x x

Sulfat x x x x x x

Amoniak x x x x x x x x

Sodium x

Silikat x

Sulfit x

Nitrat x x x x x x x

Fosfor x x x x x x x x x

Urea Anorganik x

Warna x x x x x x x

Jumlah coli x x x

Coli faeces x x

Bahan beracun x x x x x x x

Temperatur x x x x x x x x

Kekeruhan x x x x x

Buih x

Bau x

Fenol x x x x x x x x

Klorinated benezoids

dan Polinuklear

aromaties

x x

Mercaptan/sulfida x x x

Page 69: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rao-rao, Batusangkar, Sumatera Barat pada tanggal 29

November 1990. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara dari bapak

Yulhendri dan ibu Helniwati. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di

SD Negeri I Bangselok pada tahun 2002, sekolah melanjutkan pendidikan tingkat

pertama di SLTP Negeri I Sumenep, Madura pada tahun 2005, sekolah menengah

atas di SMA Negeri I Sumenep, Madura pada tahun 2008. Pada tahun yang sama,

penulis diterima di IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Rokan Hilir

dan tercatat sebagai mahasiswa Departemen teknik Sipil dan Lingkungan Institut

Pertanian Bogor pada tahun 2008.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai organisasi. Pada

Tahun 2010 penulis menjadi Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Kelurga

Mahasiswa IPB serta pada tahun 2011 menjadi anggota Himpunan Mahasiswa

Teknik Sipil dan Lingkungan IPB.

Page 70: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat
Page 71: ANALISIS UP TAKE KANDUNGAN LOGAM BERAT DARI … · Kahuripan, Cibinong Jawa Barat. Pada ketiga uji tanaman mengalami pertumbuhan yang subur dan mengalami proses degradasi logam berat

D