Upload
rinawati-arinda
View
36
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Amilase saliva adalah enzim yang terdapat dalam air ludah. Enzim ini bekerja
pada pati dan dekstrin (atau juga glikogen) dan mengubahnya menjadi maltosa,
dengan hasil antara yang larut yaitu amilo dekstrin, eritrodekstrin dan akrodekstrin .
Pada manusia dan hewan enzim berperan dalam proses katalitik, seperti enzim
amilese yang berperan dalam proses pencernaan makanan dengan mengkatalisis
reaksi hidrolisis pati menjadi gula‐gula sederhana [1].
Pencernaan merupakan proses dimana molekul organik yang besar diubah
menjadi molekul organic kecil agar bisa diserap oleh saluran pencernaan dan
digunakan oleh tubuh. Proses ini melibatkan enzim-enzim hidrolase saluran
pencernaan yang mengkatalisasi hidrolisis protein menjadi asam amino, karbohidrat
menjadi monosakarida, dan triasilgliserol menjadi monoasilgliserol, gliserol, serta
asam lemak [1].
Pencernaan melibatkan pencernaan molekul makanan melalui hidrolisis
menjadi molekul yang lebih kecil yang dapat diserap melalui hidrolisis menjadi
molekul yang lebih kecil yang dapat diserap melalui epitel saluran cerna. Pencernaan
karbohidrat dimulai dari rongga mulut oleh amylase saliva, kemudian diteruskan oleh
amylase pancreas. Selanjutnya oleh enzim hidrolase spesifik di hidrolisis menjadi
bentuk monosakarida terutama glukosa, fruktosa dan galaktosa [1].
Metabolisme karbohidrat merupakan keseluruhan rangkaian reaksi kimia yang
memecah karbohidrat menjadi glukosa dan glukosa tersebut merupakan sumber
karbon untuk mensintesis sebagian besar senyawa lainnya. Glukosa juga
merupakan prekursur untuk sintesis bermacam macam gula lain yang digunakan
untuk pembentukan senyawa khusus, misalnya laktosa, antigen permukaan sel,
1
nukleotida, atau glikosaminoglikan. Disamping itu, glukosa merupakan precursor
pokok bagi senyawa non karbohidrat, misalnya glukosa dapat diubah menjadi lemak,
kolesterol, dan hormone steroid, asam amino, dan asam nukleat [1].
Metabolisme karbohidrat diawali dengan pemecahan karbohidrat menjadi
glukosa dan monosakarida lain (galaktosa dan fruktosa) di saluran cerna.
Monosakarida-monosakarida tersebut kemudian diserap oleh usus masuk kedalam
darah dan berpindah ke jaringan tempat zat tersebut dimetabolisme [1].
Metabolisme karbohidrat menempati kedudukan yang sangat penting di dalam
metabolism sel, selain lipid dan asam amino. Oleh karena itu, apabila pengaturan
keseimbangan karbohidrat didalam metabolisme tergaggu maka akan memicu
timbulnya penyakit. Misalnya diabetes mellitus, intoleransi laktosa, dan glycogen
storage disease [1].
Ketika makanan dikunyah, makanan bercampur dengan saliva, yang terdiri
dari enzim pencernaan ptialin (suatu α-amilase) yang terutama disekresikan oleh
kelenjar parotis. Enzim ini menghidrolisis tepung menjadi disakarida maltosa dan
polimer glukosa kecil lainnya yang mengandung tiga sampai sembilan molekul
glukosa. Namun makanan berada dalam mulut hanya untuk waktu yang singkat, jadi
mungkin tidak lebih dari lima persen dari semua tepung telah dihidrolisis pada
saatmakanan ditelan [1].
Tetapi pencernaan tepung kadang berlanjut di dalam korpus dan fundus
lambung selama satu jam sebelum makanan bercampur dengan sekresi lambung.
Kemudian aktivitas amilase saliva di hambat oleh asam yang berasal dari sekresi
lambung karena amilase pada dasarnya tidak aktif sebagai enzim bila pH medium
turun di bawah sekitar 4,0.Meskipun demikian, rata-rata, sebelum makanan dan saliva
yang ada bersamanya menjadi seluruhnya tercampur dengan sekresi lambung,
sebanyak 30 sampai 40 persen tepung telah di hidrolisis terutama berbentuk maltose
[1].
Sekresi pancreas seperti saliva, mengandung sejumlah besar yang fungsinya
hamper mirip dengan tetapi beberapa kali lebih kuat. Oleh karena itu, dalam waktu 15
sampai 30 menit setelah kimus dikosongkan sari lambung ke dalam duodenum dan
bercamur dengan getah pancreas, sebenarnya, semua karbohidrat telah tercernakan.
Pada umumnya, hampir semua karbohidrat diubah menjadi maltose dan polimer-
polimer glukosa yang sangat kecil sebelum keduanya melewati duodenum atau
jejunum bagian atas [1].
B. TUJUAN
Adapun tujuan praktikum kali ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui ada tidaknya kalsium, fosfat, sulfat, amoniak, klorida dalam
urin
2. Untuk mengetahui zat-zat yang terkandung dalam urin
BAB II
TINJAUAN TEORI
Enzim merupakan protein yang berperan sebagai katalis dalam metabolisme
makhluk hidup. Enzim berperan untuk mempercepat reaksi kimia yang terjadi di
dalam tubuh makhluk hidup, tetapi enzim itu sendiri tidak ikut bereaksi. Oleh sebab
itu enzim disebut sebagai salah satu katalisator alami. Enzim terdiri dari apoenzim
dan gugus prostetik. Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein.
Gugus prostetik adalah bagian enzim yang tidak tersusun atas protein. Gugus
prostetik dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu koenzim (tersusun dari bahan
organik) dan kofaktor (tersusun dari bahan anorganik) [1].
Enzim tak hanya ditemukan dalam sel-sel manusia dan hewan, namun sel-sel
tumbuhan juga memiliki enzim sebagai salah satu komponen metabolismenya. Enzim
katalase merupakan salah satu enzim yang terdapat pada tumbuhan. Enzim diproduksi
oleh peroksisom dan aktif dalam melakukan reaksi oksidatif bahan-bahan yang
dianggap toksik oleh tanaman, seperti hidrogen peroksida (H2O2). Enzim katalase
termasuk ke dalam golongan desmolase, yaitu enzim yang dapat memecahkan ikatan
C-C atau C-N pada substrat yang diikatnya[1].
Cara kerja enzim dapat dijelaskan dalam dua teori, yaitu: Teori kunci dan
gembok (enzim bekerja sangat spesifik. Enzim dan substrat memiliki bentuk geometri
komplemen yang sama persis sehingga bisa saling melekat) dan teori ketepatan
induksi (enzim tidak merupakan struktur yang spesifik melainkan struktur yang
fleksibel. Bentuk sisi aktif enzim hanya menyerupai substrat. Ketika substrat melekat
pada sisi aktif enzim, sisi aktif enzim berubah bentuk untuk menyerupai substrat).
Namun dalam implementasinya, teori pertama yang dianggap paling sesuai dalam
menjelaskan cara kerja enzim [1].
Kerja enzim juga dipengaruhi oleh melekul lain, yakni activator dan
inhibitor.Inhibitor adalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan
4
aktivitor adalah yang meningkatkan aktivitas enzim. Enzim pada umumnya
memiliki pH optimum antara pH 5-9,t e t ap i a da enz i m s epe r t i peps in (d i
l am bung) pH op t imum nya sangat asam.Seperti halnya dengan suhu,PH
ditingkatkan lebih tinggi, berarti semakin banyak substrat yang tidak
dapatbereaksi dengan enzim [1].
Enzim adalah polimer biologis yang mengatalisis reaksi kimia yang
memungkinkan berlangsungnya kehidupan. Enzim yang mengatalisis perubahan
senyawa lain meningkatkan laju reaksinya, dibandingkan jika tidak dikatalisis.
Keberadaan dan pemeliharaan rangkaian enzim yang lengkap dan seimbang
merupakan hal yang esensial untuk menguraikan nutrien menjadi energi dan chemical
building block (bahan dasar kimiawi); menyusun bahan-bahan dasar tersebut menjadi
protein, DNA, membrane sel dan jaringan; serta memanfaatkan energi untuk
melakukan motilitas sel, fungsi saraf dan kontraksi otot [1].
Dengan pengecualian molekul RNA katalitik atau ribozim, enzim adalah
protein. Kekurangan jumlah atau aktivitas katalitik enzim-enzim kunci dapat terjadi
akibat kelainan genetic, kekurangan gizi, atau toksin. Defek enzim dapat disebabkan
oleh mutasi genetik atau infeksi oleh virus atau bakteri pathogen [1].
Para ilmuwan kedokteran mengatasi ketidakseimbangan aktivitas enzim
dengan menggunakan bahan-bahan farmakologis untuk menghambat enzim-enzim
tertentu dan sedang meneliti terapi gen sebagai cara untuk mengobati defisiensi
jumlah atau fungsi enzim [1].
Nama-nama yang paling sering digunakan untuk kebanyakan enzim
menjelaskan tipe reaksi yang dikatalisis, diikuti oleh akhiran –ase. Contohnya,
dehidrogenase mengeluarkan atom-atom hydrogen, protease mengatalisis protein dan
isomerase mengatalisis tata ulang dalam konfigurasi. Pemodifikasian dapat terletak di
depan maupn di belakang nama enzim untuk menejelaskan substrat enzim (xantin
oksidase), sumber enzim (ribonuklease pancreas), pengaturannya (lipase peka-
hormon) atau suatu gambaran dari mekanisme kinerjanya (protease sistein). Jika
diperlukan, ditambah penanda alfanumerik untuk menunjukan berbagai bentuk suatu
enzim [1].
Enzim dikelompokkan dalam enam kelas yaitu:
1. Oksidoreduktase, mengatalisis oksidasi dan reduksi
2. Transferase, mengatalisis pemindahan gugus
3. Hidrolase,mengatalisis terjadinya hidrolisis
4. Liase, mengatalisis pemutusa ikatan dengan eliminasi atom yang akan
menghasilkan ikatan rangkap
5. Isomerase, mengatalisis perubahan geometric atau structural di dalam satu
molekul
6. Ligase, mengatalisis penyatuan dua molekul yang dikaitandengan hidrolisis ATP
[1].
Banyak enzim yang mengandung berbagai molekul nonprotein kecil dan ion
logam yang ikut serta secara langsung dalam katalisis atau pengikut substrat. Molekul
atau ion ini, yang disebut gugus prostetik, kofaktor dan koenzim, memperluas ragam
kemampuan katalisis melebihi yang dumingkinkan oleh gugus fungsional di rantai
samping aminoasil peptid.Gugus prostetik dibedakan berdasarkan integritasnya yang
kuat dan stabil ke dalam struktur protein melalui gaya-gaya kovalen atau nonkovalen.
Contoh-contohnya antara ain adalah piridoksal fosfat, flavin mononukleatida dan
tiamin [1].
Logam adalah gugus prostetik yang paling sering dijumpai, sekitar sepertiga
dari semua enzim mengandung ion-ion logam yang terikat kuat dan disebut
metaloenzim [1].
Kofaktor memiliki fungsi serupa dengan gugus prostetik tetapi berikatan
secara transien dan mudah terlepas dengan enzim atau substrat, misalnya ATP.
Kofaktor harus terdapat dalam medium di sekitar enzim agar katalisis dapat terjadi.
Kofaktor yang paling umum adalah ion logam. Enzim memerlukan kofaktor ion
logam. Untuk membedakan dari metaloenzim [1].
Koenzim berfungsi sebagai pengangkut atau bahan pemindah gugus yang
dapat didaur-ulang dan memindahkan banyak substrat dari tempat pembentukannya
ke tempat pemakaiannya. Ikatan dengan koenzim juga menstabilkan substrat, seperti
atom hydrogen atau ion hidrida yang tidak stabil dalam lingkungan cair sel [1].
Di kelenjar saliva (liur), granula sekretorik (zimogen) yang mengandung
enzim-enzim saliva dikeluarkan dari sel-sel asinar ke dalam duktus. Sekitar 1500 air
liur disekresi per hari. pH saliva saat kelenjar istirahat sedikit lebih rendah dari 7,0,
tetapi selama sekresi aktif, pHnya mencapai 8,0. Air liur mengandung dua enzim
pencernaan: lipase lingual, yang disekresi oleh kelenjar di lidah, dan α-amilase saliva,
yang disekresi oleh kelenjar-kelenjar saliva. Saliva juga mengandung musin, yaitu
glikoprotein yang melumasi makanan, mengikat bakteri, dan melindungi mukosa
mulut. Saliva juga mengandung immunoglobulin sekretorik IgA; lisozim, yang
menyerang dinding kuman; laktoferin, yang mengikat besi dan bersifat bakteriostatik;
dan protein kaya-plorin yang melindung email gigi dan mengikat tannin yang toksik
[1].
Saliva mempunyai sejumlah fungsi penting, antara lain memudahkan kita
menelan, mempertahankan kelembaban mulut, bekerja sebagai pelarut molekul yang
merangsang indera pengecap, membantu proses bicara dengan memudahkan
pergerakan bibir dan lidah, dan mempertahankan kebersihan mulut dan gigi. Saliva
juga mempunyai daya antibakteri, dan penderita defisiensi salivasi (xerostomia)
mempunyai insidens karies gigi yang lebih tinggi daripada normal. Sistem dapar
saliva membantu mempertahankan pH mulut sekitar 7,0. Sistem ini juga membantu
menetralkan asam lambung dan menghilangkan nyeri ulu hati (heartburn) bila getah
lambung mengalami regurgitasi ke dalam esophagus [1].
Kelenjar saliva yang utama adalah kelenjar parotis, submandibularis, dan
sublingualis, selain itu juga ada beberapa kelenjar bukalis yang sangat kecil. Sekresi
saliva normal harian berkisar 800-1500 ml. Saliva mengandung dua tipe sekresi
protein yang utama : (1) Sekresi serosa yang mengandung ptialin (suatu α-amilase),
yang merupakan enzim untuk mencernakan karbohidrat, dan (2) Sekresi mucus yang
mengandung musin untuk tujuan perlindungan dan pelumasan. Kelenjar parotis
hampir seluruhnya menyekresi tipe serosa, sementara kelenjar submandibularis dan
sublingualis menyekresi mucus dan serosa. Kelenjar bukalis hanya menyekresi
mucus. Saliva mempunyai pH antara 6,0-7,0; suatu kisaran yang menguntungkan
untuk kerja pencernaan dari ptialin [1].
Tepung, suatu polimer glukosa, adalah karbohidrat utama dalam makanan.
Bahan ini dicerna oleh amilase dalam air liur oleh α-amilase dalam air liur lalu oleh
α-amilase yang dihasilkan oleh pankreas dan bekerja di usus halus. Di-, tri-, dan
oligosakarida yang dihasilkan oleh α-amilase ini diuraikan menjadi glukosa oleh kerja
enzim-enzim pencernaan yang terletak di permukaan brush border sel epitel usus [1].
Dia tiga pasangan utama kelenjar ludah adalah parotid, submandibular dan
sublingual. Mereka saluran terbuka sebaliknya molar kedua rahang atas, di samping
dari frenum bahasa dan dalam bahasa sulkus. Selain itu, ada banyak kelenjar liur
minor, yang saluran terbuka ke sebagian besar wilayah oral mukosa kecuali di daerah
yang meliputi dorsum lidah, yang anterior bagian dari langit-langit keras dan gingiva
tersebut. Gabungan sekresi dari berbagai kelenjar disebut "air liur secara
keseluruhan." Ketika aliran unstimulated, yang submandibular parotid, sublingual dan
kecil kelenjar lendir (MMGs) berkontribusi sekitar 25 persen, 60 persen, 7 sampai 8
persen dan 7 hingga 8 persen, masing-masing, untuk seluruh air liur, tapi ketika aliran
dirangsang, parotis kelenjar kontribusi meningkat oleh sekurang sedikitnya 10
percent.1-4. Karena air liur dari berbagai kelenjar memasuki mulut di beberapa
lokasi, tidak tercampur. Amilase enzim disekresikan terutama oleh kelenjar parotis,
dan dengan menggunakan amilase sebagai penanda untuk
parotis air liur, Sas dan Dawes5 menemukan bahwa mereka bisa menghitung
Persentase kontribusi parotis air liur air liur untuk keseluruhan sampel pada beberapa
situs [5].
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tanggapan terhadap sebuah
kompleks enzim karena tergantung pada spesifisitas enzim, konsentrasi substrat, dosis
enzim, interaksi antara enzim, bahan kualitas dan jenis, tingkat nutrisi dalam diet, dan
usia hewan [6].
BAB III
PRINSIP DAN METODE PRAKTIKUM
A. Persiapan Urin
1. Sampel urin yang digunakan adalah urin selama 24 jam
2. Amati dan catat sifat fisik dari urin yang meliputi volume, warna, dan bau
3. Catat pH urin dengan menggunakan kertas lakmus atau pH indikator
B. Alat dan bahan
Alat Bahan
1. Tabung reaksi 1. Sampel urin
2. Tabung Erlenmeyer 2. Larutan Kalsium Oksalat
3. Gelas ukur 3. Larutan Amonium Molibdat
4. Lampu Bunsen 4. Larutan HCl pekat
5. Penjepit tabung reaksi 5. Fenolftalein
6. Corong 6. Larutan NaOH
7. Pipet 7. Larutan AgNO3
C. Cara Praktikum
4. Uji Kalsium
Ke dalam 15 ml urin tambahkan 3 ml NH4OH pekat lalu didihkan. Kalsium
dan magnesium fosfat diendapkan, saring dan cuci endapannya dengan aquadest.
Larutkan endapan tadi ke dalam asam asetat encer. Kemudian ambil 3 ml larutan
tersebut dan tambahkan 1 ml kalsium oksalat. Terbentuknya endapan putih (kalsium
oksalat) menunjukkan adanya kalsium.
5. Uji Fosfat
Ke dalam 3 ml larutan (dari endapan pada uji 1) tambahkan 3 ml HNO3 pekat
dan 3 ml ammonium molibdat. Panskan sampai mendidih. Terjadinya perubahan
warna menjadi kuning jernih atau endapan kuning jernih menunjukkan adanya fosfat.
6. Uji Sulfat
Ke dalam 5 ml urin tambahkan 1 ml HCl pekat (untuk mencegah
pengendapan fosfat) dan 2 ml BaCl2. Terbentuknya endapan seperti putih susu atau
endapan putih tebal disebabkan terbentuknya BaSO4 yang tidak larut dalm HCl pekat
dan hal ini menujukkan adanya sulfat.
7. Uji Amoniak
Ke dalam 15 ml urin tambahkan 4 tetes fenolftalein. Kemudian tambahkan
NaOH tetes demi tetes sampai didapatkan larutan berwarna merah muda. Didihkan
urin. Masukkan sebuah tabung gelas ke dalam fenolftalein dan peganglah di atas uap
urin. Lapisan tipis pada tabung menunjukkan warna merah muda disebabkan adanya
kotak uap amoniak (dalam urin) dengan fenolftalein.
N.B. Pada pH ini (sekitar 8,5) urea tidak dapat menjadi amoniak. Jika NaOH
kuat ditambahlkan dan diperoleh pH yang lebih tinggi, urea sendiri akan mengalami
dekomposisi dan menghasilkan amoniak. Karena itu pengaturan pH pada warna
merah muda dengan fenolftalein (pH 8,5) adalah diperlukan.
8. Uji Klorida
Ke dalam 15 ml urin ditambahkan 1 ml HNO3 pekat (mencegah pengendapan
urat oleh AgNO3). Kemudian tambahkan 1 AgNO3. Endapan putih dari AgCl
menunjukkan adanya klorida. Endapan tersebut larut dalam NH4OH dan tidak larut
dalam HNO3.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PRAKTIKUM
Identitas Probandus
Nama : Alfian Nur
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 18 Tahun
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Berat Badan :
Tinggi Badan :
Sebelum hasil dari pengujian yang telah dilakukan, kita amati dulu sifat fisik
dari urine yang meliputi:
a. Volume urin = 148 ml
b. Warna urin = Kekuning-kuningan
c. Bau urin = Mempunyai bau khas urine normal
d. pH urin = 7
Setelah itu hasil dari pengujian yang dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Hasil Analisa Kualitatif Urin
No Uji Campuran Hasil
1 Kalsium15 ml urin + 3 ml NH4OH pekat (kalsium dan magnesium fosfat diendapkan) + asam asetat encer + 1 ml kalsium oksalat
Terbentuk endapan putih
2 Fosfat 3 ml larutan (endapan dari uji 1) + 3 ml HNO3 + 3 ml amonium molibdat
Terjadi warna kuning jernih atau endapan
3 Sulfat 5 ml urin + 1 ml HCl pekat + 2 ml BaCl2
Terbentuk endapan seperti air susu
4 Amoniak 15 ml urin + 4 tetes fenolftalein + NaOH tetes demi tetes
Terbentuk lapisan tipis pada tabung setelah dididihkan
5 Klorida 15 ml urin + 1 ml HNO3 + 1 ml AgNO3Terbentuk endapn putih
WAKTU PERUBAHAN WARNA
Menit ke- 0 Kuning
Menit ke- 1 Kuning
B. Pembahasan
Ginjal memiliki bagian-bagian tertentu yang melakukan fungsi tertentu,
sehingga ciri-ciri dan lokasi penyakit ginjal dapat diketahui dengan memperhatikan
aspek-aspek cara pembentukan urine dan cara pengaturan metabolisme [1].
Urine merupakan cairan eksresi utama yang dikeluarkan lewat perantaraan
ginjal. Sebagian besar produk sisa tersebut dibuang melalui urine yang mengandung
senyawa-senyawa organik dan anorganik. Komposisi urine sangat bervariasi dan
terutama tergantung pada sifat alami diet yang dilakukan oleh individu. Komposisi
urine normal mengandung senyawa yang dinamakan komponen normal. Dalam
keadaan patologis, senyawa-senyawa lain dapat dijumpai dalam urine (komponen
abnormal). Perubahan yang besar dapat terjadi pada komponen urine normal [2].
Dengan demikian pemeriksaan urine secara kualitatif penting dilakukan untuk
mendeteksi terjadinya ganguan atau kelainan pada ginjal ataupun pada bagian tubuh
eksretorik. Selain membersihkan tubuh dari zat sampah yang bernitrogen dan hasil
metabolisme lain, ginjal dengan cara cermat melakukan fungsi homeostasis cairan,
elektrolit, dan asam basa. Ginjal menerima sekitar satu liter darah atau 500 ml plasma
per menit. Dengan menggunakan proses-proses filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi
diproduksi sekitar 500-2000 ml urine setiap hari. Glomerulus berfungsi dalam filtrasi.
Fungsi utama tubulus proksimal adalah reabsorpsi [3].
Ginjal menjalankan beberapa fungsi, yaitu [4] :
1. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit
2. Pengaturan konsentrasi osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit
3. Pengaturan keseimbangan asam basa
4. Eksresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing
5. Pengaturan tekanan arteri
6. Sekresi hormone
7. Glukoneogenesis.
Kalau semua bagian berfungsi normal, maka gunjal memerankan fungsi
sebagai berikut: glomerulus memperbolehkan semua zat yang harus dieksresi lewat
dan mencegah hilangnya protein dan sel-sel. Tubulus mereabsorpsi zat larut yang
harus dipertahankan, mengatur kadar natrium, kalium, dan bikarbonat, serta
mencegah eksresi atau menahan ion H+ sesuai dengan kebutuhan. Duktus koligen
dibantu oleh keadaan hipertonik dalam medulla, mengatur banyaknya air yang harus
ditahan dan dikeluarkan [1].
Berikut ini beberapa kelainan pada ginjal:
Kerusakan Glomerulus
Kerusakan fungsi glomerulus mengakibatkan [5] :
Penurunan laju filtrasi glomerulus.
Gangguan pre-renal seperti hemokonsentrasi atau penurunan tekanan darah
arteri perifer atau bendungan vena atau bendungan vena ginjal secara pasif
menurunkan tekanan filtrasi, sehingga terjadi penurunan laju filtrasi
glomerulus.
Ada retensi air, posfat, dan kalium, kecenderungan kehilangan natrium,
hipokalsemia, dan asidosis pada kasus kronis, dan penurunan nilai-nilai
clearing. Oliguria, biasanya berosmolalitas dan berat jenis yang tinggi, ada
bila filtrasi glomerulus menurun.
Kerusakan patologis membran basalis glomerulus menyebabkan bocornya
plasma dan eritrosit melalui glomerulus yang terkena, sehingga ada
proteinuria ringan (yang lebih berat pada lesi membranosa) dan hematuria
(yang lebih berat pada lesi proliferatif). Sindroma nefrotik terutama
merupakan gangguan berupa peningkatan permeabilitas yang memungkinkan
kehilangan protein terutama secara berlebihan .
Kerusakan Tubulus
Tubulus rusak menyebabkan gagalnya reabsorpsi dan kehilangan kompensasi
untuk mengubah volume cairan tubuh, tekanan osmotic dan keadaan asam basa [4].
Penting untuk membedakan insufisiensi dengan kegagalan ginjal. Insufisiensi
ginjal bisa diduga timbul bila kadar produk akhir yang akan dieksresikan di dalam
plasma masih normal, sedangkan pada kegagalan ginjal (biasanya bila clearance telah
turun di bawah 50%), konsentrasi zat di dalam plasma ini, seperti urine, di atas
normal [5].
Kelainan fungsi ginjal antara lain [6]:
1. Gagal ginjal akut, yaitu penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba yang biasanya
tetapi tidak seluruhnya, bersifat reversible. Biasanya terjadi akibat peningkatan
hasil metabolik nitrogen seperti ureum dan kreatinin. Dengan 3 fase gagal ginjal
akut yaitu : fase oliguria/anuria, fase diuretik dan fase penyembuhan atau
pascadiuretik. Gagal ginjal akut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
faktor prarenal.
faktor renal.
faktor pascarenal.
2. Batu saluran kemih, suatu keadaan terdapatnya batu di saluran kemih, baik ginjal,
ureter maupun buli-buli. Pemeriksaan penunjung : dapat terjadi hematuria,
sedimen urine mengandung eritrosit dan leukosit, ditemukan kristal yang spesifik
untuk tiap batu dan proteinuria ringan.
3. Sindrom Nefritik
Penyakit ini tiba-tiba terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan
urine berwarna gelap atau urine yang kental akibat proteinuria berat. Pada dewasa
yang terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia.
Pemeriksaan urine tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal
dan saluran urine, tetapi juga mengenai faal berbagai organ tubuh seperti hati, saluran
empedu, pankreas, korteks, adrenal, dll. Ada beberapa macam sampel urin yang
dapat digunakan pada pemeriksaan urine1, diantaranya urine sewaktu dan urin
postprandial. Urine sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang
tidak ditentukan. Urine postprandial lebih sering digunakan untuk pemeriksaan
glukosuria. Urine ini diambil pada 1 ½ - 3 jam sesudah makan. Pemilihan sampel
urine ada 5 macam yaitu :
Urin sewaktu
Urin pagi
Urin postprandial
Urin 24 jam
Urin 3 gelas dan urine 2 gelas pada orang laki-laki [7].
Berikut tes-tes fungsi ginjal :
1. Tes clearance dan sejenisnya untuk menyelidiki kehilangan fungsi.
2. Pemeriksaan protein, sel, dan silinder untuk mengetahui lesi aktif.
3. Tes fungsi ginjal mengalami kelainan bila kurang lebih 2/3 jaringan ginjal rusak
secara fungsional [5].
Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap urine terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan terhadap volume, warna dan sifat urine. Urine yang digunakan pada
praktikum kali ini adalah urine sewaktu dengan volume sekitar 50 ml. Urine
probandus memiliki bau yang khas dan setelah didiamkan beberapa lama tercium bau
amoniak. Urine yang baru mempunyai bau yang khas, sedangkan urine yang lama
akan mengalami penguraian oleh bakteri yang menyebabkan urine berbau amoniak
[2]. Hal ini disebabkan terjadinya penguraian urine oleh bakteri. Bau urine normal
disebabkan oleh sebagian zat organik yang menguap. Bau urine abnormal disebabkan
oleh [7]:
- Makanan yang mengandung zat atsiri sperti jengkol dan petai.
- Obat-obatan seperti terpitin dan methanol.
- Bau amoniak oleh perombakan bakteri dari ureum.
- Bau pada ketonuria
- Bau busuk.
Urine probandus berwarna kuning jernih. Warna kuning jernih ini termasuk
normal yang disebabkan oleh pigmen urokrom. Pada keadaan patologis urine dapat
mengandung pigmen-pigmen lain, sehingga memberi variasi warna urine yang jelas.
Urine normal yang masih baru berupa cairan yang jernih namun bila dibiarkan akan
menjadi keruh. Kekeruhan ini disebabkan dua hal yaitu adanya mukerid yang
mengandung sel-sel epitel serta disebabkan adanya konsumsi makanan yang banyak
mengandung fosfat dan karbonat [2].
Dari pengukuran dengan kertas lakmus diperoleh pH urine sebesar 7. Dalam
keadaan normal, kumpulan urine selama 24 jam mempunyai pH 6 (reaksi asam) [2].
Urin probandus bersifat asam / lebih cenderung ke nilai netral, pH probandus masih
termasuk normal. Hal ini dipengaruhi oleh konsumsi makanan probandus karena
urine yang diperiksa merupakan urine sewaktu setelah probandus makan.
Pengamatan terhadap mineral dalam urine dilakukan pada uji kalsium, fosfat,
sulfat dan klorida. Uji kualitatif urine yang pertama adalah uji kalsium. Uji ini
menunjukkan hasil yang positif dengan terbentuknya endapan putih (kalsium oksalat)
yang menunjukkan adanya kalsium. Hasil praktikum menunjukkan adanya kekeruhan
berwarna putih (positif). Reaksi adalah sebagai berikut:
Ca2+ + C2O4
2- + H2O CaC2O4 + H2O
Pada uji Fosfat, dilakukan penambahan amonium molibdat yang berfungsi untuk memisahkan fosfat dari zat penggangu [8]. Hasil reaksi positif ditandai dengan terjadinya warna kuning jernih atau endapan yang menunjukkan adanya fosfat. Reaksi :
PO42- + Amonium molibdat Amonium fosfomolibdat
Uji Sulfat dilakukan untuk menentukan adanya sulfat dalam urine. Percobaan
menunjukkan hasil positif ditandai terbentuk endapan seperti air susu atau endapan
putih tebal yang disebabkan terbentuknya BaSO4 yang tidak larut dalam HCl pekat.
Dalam reaksi ini dilakukan penambahan BaCL2 untuk mencegah pengendapan fosfat.
Reaksi:
Ba2+ + SO4
2- BaSO4
Selanjutnya uji mineral yang lain yaitu uji klorida, uji ini bertujuan untuk
menunjukkan adanya klorida dalam urine. Pada percobaan dilakukan penambahan
HNO3 yang bertujuan untuk mencegah pengendapan urat oleh AgCl. Hasil percobaan
menunjukkan hasil positif ditandai dengan adanya endapan putih dari AgCl. Reaksi :
Cl- + Ag+ AgCl
Pengamatan terhadap adanya nitrogen dilakukan pada uji amoniak. Pada uji
amoniak digunakan indikator fenolftalein (PP) yang ditambahkan pada urine. Dalam
percobaan ditambahkan NaOH yang bertujuan agar tercipta suasana basa. Karena
urea baru mengalami dekomposisi dan menghasilkan amoniak pada pH di atas 8,5.
Percobaan menunjukkan hasil positif yaitu terdapat lapisan tipis berwarna merah
muda pada tabung disebabkan adanya kontak antara uap amoniak dengan fenolftalein.
Karena itulah diperlukan indikator PP untuk menujukkan ada tidaknya amoniak
dengan perubahan warna menjadi merah muda.
Urin adalah cairan eksresi utama yang dikeluarkan lewat perantaraan ginjal.
Sebagian besar produk sisa tersebut dibuang melalui urin yang mengandung
senyawa-senyawa oraganik maupun anorganik.[1]
Komposisi urin sangat bervariasi dan terutama tergantung pada sifat alami diet
yang dilakukan oleh berbagai individu. Komposisi urin normal mengandung senyawa
yang dinamakan dengan komponen normal. Dalam keadaan patologis, senyawa-
senyawa lain dapat dijumpai dalam urin (komponen abnormal). Perubahan yang besar
dapat tejadi pada komponen normal urin (komponen abnormal).[1]
Senyawa-senyawa anorganik yang terdapat dalam urin antara lain natrium,
kalium, karbonat, klorida (klorin), fosfat, sulfat, flourida, nitrat, silikat, hydrogen
peroksida, amoniak.[1]
Natrium dan kalium selalu terdapat dalam urine terutama sebagai klorida,
bikarbonat, sulfat dan fosfat. Banyaknya kalium yang dieksresi per hari pada orang
dewasa adalah sekitar 3,2 g K2O dan natrium sekitar 5,2 g Na2O. Kalsium (Ca) dan
Magnesium (Mg) lebih banyak diekskresi tiap hari sangat bervariasi, normal 10-200
mg Ca dan Mg antara 80-100 mg. Banyaknya besi (Fe) yang diekskresikan tiap hari
antara 0,6-10 mg. [1]
Karbonat pada umumnya terdapat hanya dalam jumlah sedikit pada urin
manusia. Reaksi alkali dalam urin disebabkan oleh eksresi alkali karbonat dalam
jumlah besar. Sampel urin pada waktu itu kalau dikeluarkan akan ada dalam keadaan
keruh.[1]
Klorida (klorin) adalah anion utama dalam urin dan umumnya diperkirakan
dalam bentuk NaCl (dengan asumsi bahwa semua klorin sebagai NaCl) walaupun
terdapat juga klorida dari kalium, ammonium, dan magnesium. Banyaknya klorida
yang dieksresi setiap hari sekitar 12 g NaCl atau sekitar 7 g klorin.[1]
Asam fosfat terdapat dalam urin sebagai fosfat dar Na, NH4 (fosfat alkali),
serta Ca dan Mg (fosfat tanah). Asam fosfat membentuk 3 macam garam, yaitu garam
normal, garam mono hidrogen, dan garam dihidrogen. Dalam bentuk kombinasi
organik, fosfor terdapat sebagai asam gliserolfosfat. Rata-rata dalam 24 jam, fosfor
yang dikeluarkan kira-kira 2,5 g dalam bentuk P2O5.[1]
Sulfat dieksresi melalui urin dalam bentuk sulfur yang tak teroksidasi atau
sulfur netral. Sulfur teroksidasi seperti sulfat dari Na, K, Mg, Ca, dan sejumlah kecil
sebagai sulfat etereal yaitu dalm bentuk kombinasi dengan senyawa-senyawa
aromatic seperti phenol, indol, skatol, kresol, dan lain-lain. Dalam keadaan normal,
sekitar 2,5 g H2SO4 (dalam bentuk SO3) dieksresi per hari. Dalam keadaan patologis,
ekskresi sulfat meningkat pada penderita yang mengalami demam akut dan penyakit-
penyakit lain yang disebabkan oleh stimulasi metabolisme. Ekskresi sulfat menurun
pada penyakit-penyakit yang disertai dengan penurunan nafsu makan dan pada
aktifitas metabolisme yang menurun [1].
Flourida, nitrat, silikat, dan hydrogen peroksida juga ditemukan dalam urin
normal. Nitrat diperoleh melalui perantaraan air dan makanan. Ekskresi rata-rata dari
nitrat sekitar 0,5 g/hari dan paling banyak dijumpai pada individu yang diet sayuran
dan paling sedikit pada diet daging. Nitrat banyak ditemukan jika terjadi dekomposisi
atau fermentasi amoniak dan terbentuk dari amoniak. Hydrogen peroksida juga
dijumpai dalam urin, tapi tidak memiliki arti fisiologis [1].
Amoniak merupakan senyawa nitrogen terpenting dari hasil metabolisme
protein selain dari urea. Amoniak diekskresi rata-rata sekitar 0,7 g/hari. Urin normal
mengandung amoniak sebagai klorida, sulfat, dan fosfat dari amoniak. Dalam bentuk
ini nitrogen tidak diubah menjadi urea dalam tubuh organisme, oleh sebab itu setelah
pemasukan garam-garam ammonium, ekskresi amoniak juga meningkat. Penyakit-
penyakit yang disertai dengan peningkatan atau metabolisme protein yang tidak
sempurna, maka akan meningkatkan asam asetoasetat adan asam-β-hidroksi butirat
ditemukan dalam bentuk kombinasi dengan amoniak [1].
Selain senyawa-senyawa anorganik, urin yang normal juga mengandung
senyawa-senyawa organik. Senyawa-senyawa yang penting terdiri dari urea, asam
urat (2-6-8 Tioksifurin), kreatin dan kreatinin, asam hipurat, basa purin, dan pigmen
urine. Pada manusia, sebagian besar nitrogen diekskresi dalam bentuk urea. Ekskresi
total urea sekitar 30 g/hari. Ekskresi urea menurun pada keadaan tertentu, misalnya
kelaparan, diet rendah protein, kelainan hepar, diabetes yang disertai dengan asidosis
dimana presentasea amoniak relatif tinggi [1].
Asam urat (2-6-8 Tioksifurin) merupakan komponen penting urin, dimana
nitrogen diekskresikan. Ekskresi total asam urat pada keadaan normal sekitar 0,7
g/hari. Senyawa ini tidak larut dalam air, sehingga diekskresikan sebagai urat.
Ekskresinya sangat bervariasi, terutama tergantung pada diet dan keadaan patologik.
Asam urat merupakan Kristal dengan bentuk bervariasi. Kristal tersebut ditemukan
dalam dua bentuk garam, yaitu garam netral dan garam asam. Kalium dan litium urat
netral dapat larut dalam air, sedang ammonium sukar larut. Logam-logam alkali urat-
asam lebih tidak larut, sedangkan logam-logam alkali tanah urat-asam sangat tidak
larut dan mereka ini membentuk sedimen urin. Asam urat memiliki sifat mereduksi,
yaitu dapat mereduksi AgNO3 dan Cu(OH)2 (CuSO4 basa). Tetapi asam urat tidak
dapat mereduksi bismuth dalam larutan alkali (larutan Nylander). Hal ini yang
membedakannya dari gula-gula mereduksi. Pada keadaan patologik, ekskresi asam
urat memiliki variasi yang luas. Pada leukemia ekskresinya sangat meningkat. Pada
penyakit ghout, kadarnya dalam darah meningkat (dari 2-3,5 mg menjadi 4-10
mg/100 ml darh). Pada kasus-kasus kerusakan ginjal berat, kadarnya dalam darah
juga meningkat. Kadar urat dalam urine penting sebagai petunjuk adanya
pembentukkan batu asam urat. Senyawa-senyawa tersebut menurunkan keasaman
urin, oleh sebab itu menaikkakn kelarutan urat. Litium mempunyai kelarutan lebih
tinggi [1].
Kreatin merupakan komponen normal dalam urin dan merupakan anhidrida-
kreatin. Pada keadaan normal, kadar keratin dalam urin sangat sedikit. Kadarnya akan
meningkat sesudah pemberian diet daging. Kreatin terdapat dalam jumlah besar
hanya pada keadaan normal, akan tetapi pada anak-anak dan wanita hamil hal ini
dianggap normal. Kreatinin total yang diekskresi per hari tergantung pada efisiensi
otot individu. Pada orang dewasa normal sekitar 1-1,25 g kreatinin diekskresikan per
hari. Pada keadaan kelaparan dan demam menyebabkan pemecahan jaringan,
bnayaknya kreatinin yang diekskresi meningkat dan pada umumnya diikuti dengan
ekskresi kreatin. Penurunan ekskresi kreatinin ditemukan pada anemia, paralisis,
degenerasi ginjal yang akut, leukemia, dan lain-lain [1].
Asam hipurat merupakan zat normal dalam urine.manusia. Pada manusia,
sebagian asam hipurat disintesis dalam hepar. Asam hipurat diekskresikan setelah uji
pemakaian natrium benzoate pada dosis tertentu yang digunakan untuk mengetahui
fungsi hepar. Asam hipurat disisntesis dari kondensasi asam benzoate dengan glisin.
Reaksinya:
C6H5COOH+NH2-CH2COOH→C6H5-CO-NH-CH2COOH+H2O
Asam benzoate berasal dari buah-buahan dan sayur-sayuran (yang biasanya
mengandung senyawa-senyawa aromatik) dan glisin berasal dari komposisi protein.
Oleh karena itu, jumlah ekskresi asam hipurat lebih banyak pada diet sayuran
disbanding dengan diet daging. Pada orang dewasa normal dengan diet campuran,
sekitar 0,7 g asam hipurat diekskresi setiap hari. Kenaikan ekskresi asam hipurat
ditemukan pada penderita diabetes, disebabkan oleh meningkatnya pemasukan
protein dan buah-buahan. Pada keadaan demam dan kelainan ginjal, ekskresi asam
hipurat menurun [1].
Basa purin diekskresi dalam asam urat. Basa purin yang ditemukan dalam urin
adalah adenin, karnin, epiguanin, guanin, santin, hiposantin, heterosantin, dan
metilsantin. Dari senyawa-senyawa tersebut, adenin, xantin, dan hipoxantin
merupakan zat paling penting yang dibentuk sebagai hasil dari metabolisme makanan
dan niklein jaringan. Heteroxantin, paraxantin, dan theobromin berasal dari kafein,
kopi, teh, dan coklat. Ekskresi basa purin per hari sangat sedikit sekitar 10-60 mg/hari
[1].
Pigmen urin yang terpenting dalam urin normal adalah urokrom, urobilin,
uroeritrin, koproporfirin, dan urorosein. Di antara semuanya itu, urokrom merupakan
pigmen terpenting dalam urine normal [1].
Untuk analisa kualitatif urin diperlukan pengumpulan sampel selama 24 jam
dan kemudian analisa dilakukan untuk menentukan kadarnya. Untuk tujuan ini,
kantung kemih seseorang dikosongkan dalam jam tertentu (misal pukul 06.00 pagi)
dan urin dibuang. Kemudian semua urin yang dikeluarkan sesudah jam itu
dikumpulkan dalam botol besar yang mengadung 10 ml toluene sebabagi pengawet.
Harus diperhatikan bahwa apabila toluene yang digunakan dalam jumlah
besar, maka akan memberikan uji positif palsu (uji Heller) untuk albumin. Kantung
kemih dikosongkan pada waktu yang sama (jam 06.00) pada pagi hari berikutnya dan
sampel ini juga dicampur dengan urin yang dikumpulkan terlebih dahulu. Volume
urin diukur kemudian diencerkan dengan aquadest menjadi volume tertentu. Volume
dari sampel yang terkumpul tersebut digunakan untuk analisis.
Volume urin normal yang dikeluarkan oleh individu normal selama sehari
adalah naik turun dalam batas tertentu, pada umumnya sekitar 1000-1500 ml. Namun
apabila pemasukan cairan dalam tubuh lebih besar, maka akan meningkatkan volume
urin, sedangkan kerja fisik dapat menurunkan volume urine yang diekskresi.
Urine normal berwarna kekuning-kuningan. Intensitas warna ini sangat
tergantung dari densitasnya. Urin menjadi berwarna karena adanya pigmen urokrom.
Urine normal yang msaih baru merupakan cairan yang jernih tetapi bila dibiarkan
akan menjadi keruh. Hal ini disebabkan oleh mukerid yang mengandung sel-sel
epitel.
Urin yang masih baru mempunyai bau yang khas. Bila urin dibiarkan, maka
akan terjadi penguraian oleh bakteri yang menyebabkan urin berbau amoniak. Dalam
keadaan normal, kumpulan urin selama 24 jam mempunyai pH 6 (reaksi asam). Bila
urin dibiarkan dalam jangka waktu lama dapat berubah menjadi basa yang disebabkan
fermentasi amoniak. Keasaman urin terutama disebabkan oleh asam folat dari natrium
dan kalium serta asam-asam organik lemah. Diet daging menyebabkan urin menjadi
sangat asam oleh karena terbentuknya asam sulfat dan asam fosfat.
Urin dalam keadaan normal mempunyai berat jenis antara 1012-1024
(air=1000). Bila banyak minum (air, bir, dll) menyebabkan berat jenis akan turun
sampai 1002. Sesudah berkeringat yang banyak, berat jenis akan meningkat sampai
1040. Berat jenis dapat diukur dengan menggunakan urinometer. Berat jenis
dipengaruhi oleh adanya zat-zat abnormal dalam urin. Orang dewasa normal
mengekskresikan sekitar 70 g zat padat per hari. Total zat padat dalam urin dapat
dihitung secara kasar dari koefisisen Long dan berat jenis urin selama 24 jam (urin
yang dikumpulkan selama 24 jam).
Glukosa pada jaringan tertentu memilki kadar minimal seperti pada otak dan
eritrosit. Metabolisme glukosa memegang peranan penting dan berpengaruh terhadap
metabolisme-metabolisme senyawa lain, untuk mengetahui keadaan metabolisme
glukosa dalam tubuh dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar glukosa dalam urin
[2].
Pada keadaan kadar glukosa tinggi dalam tubuh dapat menyebabkan
hiperglikemia sedangkan pada keadaan kadar glukosa yang rendah dapat
mengakibatkan hipoglikemia. Salah satu kepentingan pemeriksaan glukosa dalam
urin adalah pada penyakit diabetes mellitus. Jika dalam darah banyak terdapat
glukosa yang mencerminkan bahwa metabolisme gula dalam tubuh terganggu, maka
kemungkinan besar urine juga akan mengandung glukosa atau gula lainnya [3].
Glukosa dapat dibuang melalui urin jika kadarnya terlalu tinggi dalam tubuh
[4]. Pada urin normal, kadar glukosanya sangat kecil sehingga dapat diabaikan.
Peningkatan kadar glukosa urin terkait langsung dengan kadar glukosa dalam darah
[5].
Penyerapan kembali glukosa melawan gradien konsentrasinya berhubungan
dengan pengadaan ATP di dalam sel-sel tubulus. Kapasitas sistem tubulus untuk
menyerap kembali glukosa terbatas hingga sekitar 350 mg/menit. Kalau kadar
glukosa darah naik, filtrat glomerulus dapat mengandung glukosa lebih banyak
daripada jumlah glukosa yang bisa diserap kembali. Kelebihan ini akan dikeluarkan
bersama urin sehingga menimbulkan gejala glikosuria. Pada orang-orang normal,
glikosuria terjadi kalau konsentrasi glukosa dalam darah vena melampaui 9,5 – 10,0
mmol/L. Keadaan ini dinamakan ambang ginjal (renal threshold) untuk glukosa.
Konsentrasi glukosa dalam urin tidak hanya memperlihatkan konsentrasi gula darah,
tetapi juga rata-rata volume urin yang di keluarkan tiap waktu [6].
Pada penderita diabetes mellitus biasanya dikarenakan kelenjar pankreas atau
kelenjar ludah perut tidak mampu atau tidak cukup memproduksi hormon insulin
yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga pembakaran karbohidrat sebagai bahan bakar
tubuh kurang sempurna, hal ini mampu mengakibatkan peninggian kadar glukosa
(gula) dalam darah. Karena kadar glukosa dalam darah lebih dari normal, maka akan
dibuang melalui urine. Salah satu jenis ciri dari diabetes mellitus adalah poliuri, yaitu
volume urin yang besar dalam periode tertentu. Ada juga poligipsi, yaitu individu
tersebut sering mengalami haus walaupun sudah minum banyak. Yang terakhir
polipagi, yaitu individu tersebut mengalami lapar terus-menerus [4].
Jika kadar glukosa darah naik hingga mencapai kadar yang relatif tinggi,
ginjal juga melakukan pengaturan. Glukosa yang memang disaring oleh glomerolus
secara terus menerus, namun kemudian akan dikembalikan seluruhnya ke dalam
darah melalui sintesis reabsorpsi tubulus ginjal. Penyerapan kembali glukosa
melawan gradien konsentrasinya berhubungan dengan pengadaan ATP di dalam sel-
sel tubulus. Kapasitas sistem tubulus untuk menyerap kembali glukosa terbatas
hingga sekitar 350 mg/menit [7].
Urin erat kaitannya dengan ginjal yang diperoleh dari proses hasil
metabolisme di dalam tubuh. Urin perlu diidentifikasi secara kimiawi guna
mengetahui apakah ada kandungan glukosa didalamnya dan secara klinis dapat
bermanfaat untuk mengetahui adanya suatu penyakit akibat penimbunan gula dalam
urin (glukosuria). Ginjal melakukan berbagai fungsi metabolik dan ekskretorik.
Selain membersihkan tubuh dari zat-zat sampah bernetrogen dan hasil metabolisme
lain, ginjal dengan cermat melaksanakan homeostatis cairan [8].
Masalah yang berkaitan dengan glandula prostat untuk beberapa waktu ini
mencapai sekitar 2 juta pengunjung pasien rawat jalan di Amerika, sekitar 8% dari
semua pengunjung dan sekitar 1% untuk pencegahan fisik yang pertam kali.
Klasifikasi untuk sindrom prostat telah dilakukan penelitian oleh NIH (National
Institutes of Health) [9].
Inkontinensi dari saluran kemih sekarang sudah banyak dan sering muncul.
Sekitar 25% menyerang bagian kewanitaan yang awal dan sekitar 40% menyerang
bagian kewanitaan yang akhir mengalami gangguan urin. Inkontinensi ini berdampak
pada kualitas hidup, yaitu kesehatan seksual [10].
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Mengetahui fungsi homeostasis ginjal
2. Peranan ginjal dalam tubuh sangat penting yaitu mempertahankan keseimbangan
cairan tubuh dan asam basa dalam tubuh.
3. Mengenal sifat fisik dari urin normal
4. Urin normal itu mengandung senyawa-senyawa organic dan anorganik yang
banyak dan diekskresikan setiap harinya.
B. SARAN
1. Para praktikan harus hati-hati dalam melakukan praktikum ini karena bahan-
bahan yang digunakan sangat berbahaya.
2. Para praktikan hendaknya mengerjakan dengan baik dan sungguh-sngguh dalam
melaksanakan praktikum.
.
22
DAFTAR P DAFTAR PUSTAKA
USTAKA
1. Anonymous. Modul Praktikum Biokimia Keperawatan. Banjarbaru: FK UNLAM; 2009
2. Anonymous. Buku Ajar Kimia Kedokteran II. Banjarbaru: FK UNLAM; 2006
3. Linder MC. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme Dengan Pemakaian Secara Klinis. Jakarta: FK UI; 1992
4. Montgomery, Conway, dan Spector. Biokimia: Berorientasi Pada Kasus Klinik. Jakarta: Binarupa Aksara; 1993
5. Blade joan, M.D. Monoclonal Gammopahty of Undetermined Significance. The
New England Journal of Medicine. 2006:2767;2765-70.
6. Murray RK, et al. Biokimia Harper Edisi Kedua Lima. Jakarta: EGC; 2003
7. Baron DN. Kapita Selekta Patologi Klinik. Jakarta: EGC; 1990
8. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGC; 1995
9. Schaeffer AJ. Chronic Prostatitis and Chronic Pelvic Pain Syndrome. The New England Journal of Medicine. 2006:355;1690-8
10. Rogers RG. Urinary Stress Incontinence in Women. The New England Journal of
Medicine. 2008:358;1029-36