Upload
lyque
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS VECTOR AUTO REGRESSIVE (VAR) TRANSAKSI
INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA
PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
RIBUT WAHYUDI
NIM: 105081002586
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
ANALISIS VECTOR AUTOREGRESSIVE (VAR) TRANSAKSI INSTRUMEN
MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA PERBANKAN SYARIAH
DI INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Ribut Wahyudi
NIM 105081002586
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid. MS Arief Mufraini Lc. Msi
NIP.195706171958031002 NIP.19770122200312000
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini, hari Selasa Tanggal 20 Bulan Oktober Tahun Dua Ribu Sembilan telah
dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Ribut Wahyudi NIM: 105081002586
dengan Judul Skripsi “ANALISIS VECTOR AUTOREGRESSIVE (VAR)
TRANSAKSI INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA
PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA“. Memperhatikan penampilan
mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Oktober 2009
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Herni Ali HT, SE, MM Suhendra, SAg, MM
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid. MS
Penguji Ahli
ANALISIS VECTOR AUTO REGRESSIVE (VAR) TRANSAKSI INSTRUMEN
MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA PERBANKAN SYARIAH DI
INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Ribut Wahyudi
NIM 105081002586
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid. MS Arief Mufraini Lc. Msi
NIP.195706171958031002 NIP.19770122200312000
Penguji Ahli
Prof. Dr. Achmad Rodoni, MM
NIP. 19690203 200112 1 003
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini, hari Kamis Tanggal 21 Bulan Januari Tahun Dua Ribu Sepuluh telah
dilakukan Ujian Skripsi atas nama Ribut Wahyudi NIM: 105081002586 dengan Judul
Skripsi “ANALISIS VECTOR AUTO REGRESSIVE (VAR) INSTRUMEN
MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA PERBANKAN SYARIAH DI
INDONESIA“. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian
berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Januari 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Prof. Dr. Abdul Hamid. MS Arief Mufraini Lc. Msi
Ketua Penguji Sekretaris
Prof. Dr. Achmad Rodoni, MM
Penguji Ahli
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Ribut Wahyudi
2. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 1 Februari 1987
3. Alamat : Jl. Jombang Raya Kp. Masjid RT 001/03
No.44 Desa Jombang, Ciputat, Tangerang
15414
4. Telepon & HP : (021) 74700707 / 08561388216
5. Agama : Islam
6. Status : Belum Menikah
7. Kebangsaan : Indonesia
8. Moto Hidup : “What We Do That Will Be Done To Us”
9. Anak Ke Dari : 2 dari 2
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD : SDN Jombang I 1993-1999
2. SMP : SMPN III Ciputat 1999-2002
3. SMA : SMA I Ciputat 2002-2005
4. S1 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2005-2010
III. PENDIDIKAN INFORMAL
1. Lembaga Bahasa Universitas Indonesia (LBUI) General English Basic-
Intermediate 2004-2005
2. International Language Programs (ILP) Ciputat Talking English 2009
3. Brevet Perpajakan A-B Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Desember 2009 - Juli
2010.
V. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Tukiman
2. Tempat & Tanggal Lahir : Wonosari, 14 April 1958
3. Ibu : Warsi
4. Tempat & Tanggal Lahir : Wonogiri, 11 April 1960
5. Alamat : Jl. Jombang Raya Kp. Masjid RT 001/03 No.44
Desa Jombang, Ciputat, Tangerang 15414
6. Telepon : (021) 74700707
ABSTRACT
Monetary sector in modern economy are significant variable in creating
economy stability in a country. Central bank holding on key position in optimalize
banking function in a economy, one of their function is a intermediary institution
between surplus spending unit and defisit spending unit. The purpose of this research
is to analysis response of Assets, DPK, NPF, and Financing syariah banking caused
shock from syariah monetary instruments in period of 2004-2008 and to analysis how
important contribution from Assets, DPK, NPF, and Financing syariah banking with
syariah monetary instrument movement in period of 2004-2008.
This research use two syariah monetary instrument SWBI and PUAS. Data
used in this research are monthly from period 2004-2008. The analysis tool that used
in this research is VAR with use software EVIEWS 5.0.
The result of research shows that Assets has positive response PUAS’s shock,
DPK hasn’t response from PUAS’s shock, NPF has positive response from PUAS’s
shock, and Financing has positive response from PUAS shock . Each independent
variables shows the different contribution to movement LQ 45 stock price from
percentage so low to percentage enough high.
Keywords: SWBI, PUAS, Shock, Syariah Banking Performance.
ABSTRAK
Sektor ekonomi dalam perekonomian modern merupakan variabel ekonomi yang
signifikan dalam menciptakan kestabilan ekonomi suatu negara. Bank sentral
memegang peranan penting di dalam mengoptimalkan fungsi dan peran perbankan
dalam perekonomian, salah satu fungsinya adalah lembaga intermediasi antara pihak
yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis respon dari aset, DPK, NPF dan pembiayaan
perbankan syariah akibat shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah periode tahun 2004-2008 dan untuk menganalisis besarnya kontribusi variabel aset, DPK,
NPF dan pembiayaan akibat pergerakan transaksi instrumen moneter syariah periode tahun 2004-2008. .
Penelitian ini menggunakan dua instrumen moneter syariah yaitu SWBI dan PUAS. Data yang digunakan adalah data bulanan dari periode 2004-2008. Adapun
alat analisis yang digunakan dalam penelitian adalah VAR dengan menggunakan
software EVIEWS 5.0.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa aset merespon positif akibat shock yang
terjadi pada PUAS, DPK tidak merespon akibat shock yang terjadi pada PUAS, NPF
merespon positif shock yang terjadi pada PUAS dan pembiayaan merespon positif
akibat shock yang terjadi pada PUAS. Setiap variabel independen memperlihatkan
kontribusi yang berbeda-beda terhadap transaksi instrumen moneter syariah dari
persentase yang sangat rendah sampai persentase yang cukup tinggi.
Kata kunci: SWBI, PUAS, shock, kinerja perbankan syariah
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat yang telah
diberikan. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak yang turut andil dalam proses penulisan skripsi ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:” Analisis Vector Auto Regressive
(VAR) Transaksi Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja Perbankan Syariah di
Indonesia”, semoga Allah SWT membalas kebaikan yang membantu saya dalam
penulisan skripsi ini dengan balasan yang lebih baik lagi, mereka adalah:
1. Orang tua tersayang Bpk. Tukiman dan Ibu Warsi yang senantiasa
memberikan doa, motivasi dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian skripsi ini.
2. Bpk. Prof. Dr. Abdul Hamid, Ms dan Bpk. Arief Mufraini Lc, Msi yang selalu
memberikan saran-saran dan inspirasi-inspirasi yang bermakna kepada penulis
dalam segala bentuk dan kesempatan.
3. Bpk. Prof. Dr. Abdul Hamid, Ms., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial, Bpk. Prof. Dr. Ahmad Rodhoni selaku Pudek I Akademik sekaligus
Bpk. Indoyama Nasarudin selaku Ketua Jurusan Manajemen yang telah
banyak memberi pengetahuan yang bermanfaat bagi peneliti.
4. Terima kasih untuk kakak tercinta Listiyany S.Sos dan Budi Dwi Haryono
yang telah banyak membantu penulis, memberikan motivasi setiap waktu
untuk selalu segera menyelesaikan skripsi ini.
5. Teman seperjuangan dari SMA sampai kuliah, yaitu Andri Setiawan, Taufan,
Andri Hari Prasetyo, Taufan Ver Dino, Syahrul Hidayat dan Edi Kurniawan.
6. Teman-teman seperjuangan selama kuliah, baik itu teman-teman dari kelas
Manajemen E dan Manajemen Perbankan yang tak bisa disebutkan satu
persatu.
7. Terima Kasih kepada seluruh civitas akademik UIN Syarief Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi jauh dari sempurna, tetapi harapan penulis
skripsi ini dapat membawa nama baik almamater terutama Fakultas Ekonomi dan
dapat membantu peneliti lain yang akan melanjutkan penelitian.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 19 Desember 2009
Penulis,
Ribut Wahyudi
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...................................................................... i
ABSTRACT................................................................................................. iii
ABSTRAK...................................................... ................................... iv
KATA PENGANTAR......................................................................... v
DAFTAR ISI....................................................................................... vii
DAFTAR TABEL............................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xi
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian....................................................... 1
B. Perumusan Masalah................................................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat................................................................ 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Dan Konsep Dasar Bank........................................... 8
B. Instrumen Kebijakan Moneter Islam.......................................... 18
C. Assets And Liability Management Bank Syariah....................... 26
D. Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah.................................... 28
E. Pembiayaan Bank Syariah Di Indonesia.................................... 30
F. Non Performing Financing (NPF)............................................ 34
G. Penelitian Sebelumnya.............................................................. 34
H. Kerangka Pemikiran................... .............................................. 37
I. Hipotesis Penelitian................................................................... 38
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian......................................................... 39
B. Metode Pemilihan Sampel....................................................... 39
C. Metode Pengumpulan Data..................................................... 39
D. Metode Analisis....................................................................... 40
E. Operasional Variabel Penelitian............................................... 46
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian............................. 48
1. Awal Perkembangan Bank Syariah....................................... 48
2. Perkembangan Bank Syariah Saat Ini................................... 52
B. Analisis dan Pembahasan........................................................... 55
1. Analisis Deskriptif................................................................... 55
2. Analisis Pengujian Statistik..................................................... 68
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan.................................................................................... 85
B. Implikasi........................................................................................ 86
C. Saran.............................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 88
LAMPIRAN.............................................................................................. 90
DAFTAR TABEL
No.
4.1 4.2
4.3 4.4
4.5 4.6
4.7 4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
4.13
4.14
4.15
4.16
4.17
4.18
Keterangan
Jumlah Aset Perbankan Syariah Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah
Pembiayaan Perbankan Syariah Non Performing Financing (NPF) Perbankan Syariah
Jumlah Outstanding SWBI Perbankan Syariah Jumlah Volume Transaksi PUAS
Hasil Uji PP Data Tingkat Level Hasil Uji PP Data Tingkat Difference
Hasil Uji Kointegrasi DPK, ASET, NPF, Pembiayaan
dan PUAS
Hasil Perbandingan Panjang Lag Optimal Untuk Data Yang
Didefferencing (Digunakan pada pengujian VECM)
Respon Aset Terhadap PUAS
Respon DPK Terhadap PUAS
Respon NPF Terhadap PUAS
Respon Pembiayaan Terhadap PUAS
Variance Decomposition ASET Terhadap PUAS
Variance Decomposition DPK Terhadap PUAS
Variance Decomposition NPF Terhadap PUAS
Variance Decomposition Pembiayaan Terhadap PUAS
Halaman
55 58
60 62
64 66
69 70
72
73
75
76
77
78
79
80
81
83
DAFTAR GAMBAR
No.
2.1
2.2
2.3 4.1
4.2 4.3
4.4 4.5
4.6 4.7
Keterangan
Skema Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
Skema Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
Kerangka Pemikiran Faktor Pendorong Perkembangan Bank Syariah
Grafik Aset Bank Syariah Grafik DPK Perbankan Syariah
Grafik Pembiayaan Perbankan Syariah Grafik Non Performing Financing Perbankan Syariah
Grafik SWBI Perbankan Syariah Grafik PUAS Perbankan Syariah
Halaman
21
25
37 54
56 59
61 63
65 67
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1 Data Time Series 90
2 Uji Stasioner pada Tingkat Level 92 3 Uji Stasioner pada Tingkat First Difference 98
4 Uji Kointegrasi 103 5 Vector Error Correction Model (VECM) 104
6 Grafik IRF (Impulse Response) 106 7 Grafik Variance Decomposition) 107
A
Analisis Vector Auto Regressive (VAR) Transaksi
Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja
Perbankan Syariah Di Indonesia
SWBI dan PUAS (Y)
Aset Perbankan Syariah (X1), DPK (X2),
Pembiayaan (X3), dan NPF (X4)
Pengumpulan Data Time
Uji Stationeritas data
Stasioner Tidak Stationer
Stationer Di
Deferensi Data
Terjadi
VAR Bentuk Level
VAR Bentuk
Diferensi
VECM
Impulse Response dan
Variance Decomposition
Analisis dan Kesimpulan
Tidak
Ya
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Bank sentral memegang peranan yang penting dalam mengoptimalkan fungsi
dan peran perbankan dalam perekonomian, salah satu fungsinya adalah sebagai
tempat meminjam uang bagi bank-bank komersial, termasuk bank syariah yang
sedang mengalami kesulitan likuiditas ataupun menempatkan dananya dalam kondisi
over likuiditas. Fungsi ini sangat penting untuk dilakukan guna meningkatkan
kestabilan perekonomian dan pada akhirnya mempertahankan tingkat kepercayaan
publik yang tinggi terhadap sistem perbankan. Selama ini kebijakan moneter yang
dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian uang beredar ditempuh
dengan operasi pasar terbuka (Sri Widyastuti : 2009).
Agar operasi pasar terbuka berdasarkan prinsip syariah dapat dilaksanakan,
maka dalam rangka pengendalian moneter, diciptakan suatu piranti yang sesuai
dengan prinsip syariah dalam bentuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan
Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS). Ketentuan mengenai
PUAS dan SWBI ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No.2/8/PBI/2000 dan No.2/9/PBI/2000 tanggal 28 Februari 2000 yang mulai berlaku
sejak 1 Maret 2000. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dapat pula menjadi
sarana penitipan dana jangka pendek oleh bank yang mengalami kelebihan likuiditas.
Dari sisi bank syariah piranti tersebut merupakan sarana penempatan kelebihan
likuiditas. Bank Indonesia dapat memberikan bonus (return) kepada bank-bank
pemegang SWBI apabila penitipan tersebut dalam rangka kontraksi moneter
berdasarkan prinsip syariah. Dengan demikian berbeda dengan Sertifikat Bank
Indonesia pada bank konvensional, SWBI tidak dimaksudkan untuk memberikan
sinyal tingkat return syariah sebagai pengganti suku bunga pada Bank Indonesia
(Sudarsono : 2003).
Demikian juga dengan upaya lain yang bisa dilakukan bank syariah jika
mengalami kelebihan likuiditas melalui Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS),
perbankan syariah dapat berinvestasi pada sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank
(IMA) dalam PUAS. Dengan adanya dukungan dari Bank Indonesia dalam
memfasilitasi tersedianya instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip syariah dan
tersedianya pasar uang syariah.. Maka hal ini akan berdampak pada kinerja
perbankan syariah. Perbankan syariah dapat lebih leluasa mengelola portofolio
usahanya, dengan memanfaatkan instrumen moneter syariah tersebut. Selain sebagai
upaya untuk operasi pasar terbuka, instrumen moneter syariah juga secara tidak
langsung akan mempengaruhi likuiditas, profitabilitas, dan pembiayaan bank syariah.
Namun kecenderungan untuk menempatkan dana pada instrumen moneter syariah
akan membuat fungsi intermediasi perbankan syariah akan tidak optimal (Deky
Anwar : 2006).
Ketidak efektifan sistem perbankan konvensional dan instrumen keuangan
yang disediakan oleh Bank Indonesia dalam menyerap likuiditas perbankan nasional
pada saat krisis moneter pada tahun 1998, menyebabkan tumbuhnya perbankan
syariah sebagai dan instrumen keuangan syariah sebagai alternatif (Sri Widyastuti :
2009). Perbankan syariah di Indonesia menunjukkan perkembangan yang sangat
signifikan dalam lima tahun terakhir. Pada bulan September 2009 sudah terdapat
lima Bank Umum Syariah dan jumlah perkembangan jumlah Unit Usaha Syariah
(UUS) sampai dengan September 2009 sejumlah 24 UUS dari sebelumnya 19 pada
tahun 2006 (Bank Indonesia: 2009).
Aset yang dimiliki oleh bank syariah juga mengalami kenaikan yang sangat
signifikan, hingga September 2009 berjumlah Rp 58 Triliun lebih dibandingkan pada
tahun 2005 yang hanya sebesar Rp 20 Triliun, juga perkembangan dana pihak ketiga
terus mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh adanya fatwa MUI yang
mengharamkan bunga bank pada akhir Desember 2003. Terlihat bahwa tahun-tahun
sesudahnya dana pihak ketiga terus meningkat. Seperti diketahui bahwa bank syariah
memiliki 3 produk utama yaitu murabaha (jual-beli), mudharabah (bagi hasil), dan
musyarakah (kemitraan usaha).
Dari ketiga komponen tersebut justru yang paling menonjol mewarnai bisnis
perbankan syariah di Indonesia adalah murabahah (Sri Widyastuti : 2009).
Kenyataan ini berbeda dengan pengelolaan perbankan syariah di negara-negara
lainnya dimana peran mudharabah dan musyarakah sangat menonjol. Dominasi
pembiayaan murabahah ini bukan sesuatu yang unik bagi kasus perbankan syariah di
Indonesia, tetapi juga merupakan karakter umum bank syariah di banyak negara
muslim lainnya. Di samping itu, bukti preferensi bank syariah pada sektor industri
dan pertanian yang diharapkan menjadi motor pertumbuhan di negara berkembang
tidak konsisten. Sebagian survei mengindikasikan alokasi pembiayaan yang
berimbang, sedangkan survei lain menunjukkan bank syariah terutama menyalurkan
pembiayaan ke sektor jasa dan perdagangan, demikian juga dengan masalah yang
ditimbulkan karena tersedianya instrumen keuangan bagi bank syariah (Deky Anwar :
2006). Posisi jumlah dana bank syariah yang ditempatkan pada Sertifikat Wadiah
Bank Indonesia (SWBI) mencapai Rp 2,635 Triliun pada September 2009 dan posisi
volume transaksi PUAS mencapai Rp 251 Miliar pada September 2009 (Bank
Indonesia: 2009).
Gejala meningkatnya dana perbankan syariah pada Sertifikat Investasi
Mudharabah Antarbank (IMA) sebagai instrumen pasar uang antar bank berdasarkan
prinsip syariah (PUAS) dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) harus disikapi
sebagai fenomena yang bersifat sementara. Fenomena penempatan dana perbankan
syariah pada PUAS dan SWBI merupakan indikasi dari tidak tersalurkannya
pembiayaan perbankan syariah dengan baik dan optimal sehingga perbankan syariah
mencari alternatif untuk berinvestasi pada instrumen yang ada agar tidak terdapatnya
dana yang menganggur (idle fund).
Penempatan idle fund perbankan syariah pada instrumen moneter PUAS dan
SWBI masih merupakan keputusan subjektif perbankan syariah di Indonesia. Karena
penempatan dana tersebut lebih didasari oleh motif memaksimalkan keuntungan
tanpa mempertimbangkan risiko yang ditimbulkan oleh masing-masing instrumen
moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah secara keseluruhan. Upaya
perbankan syariah yang tergolong agresif dalam memanfaatkan instrumen moneter
syariah tidaklah dapat dibenarkan, karena hal ini akan berakibat pada sedikitnya
pembiayaan yang bisa disalurkan kepada masyarakat. Yang pada akhirnya akan
memperlambat sektor riil dan memperbesar transaksi semu pada sektor moneter
(Deky Anwar : 2006).
Namun demikian juga besarnya jumlah dana pihak ketiga, asset dan
sedikitnya pembiayaan yang disalurkan akan mengakibatkan perbankan syariah
melirik instrumen SWBI dan PUAS sebagai sarana untuk menutupi biaya operasional
dan pembayaran nisbah bagi hasil dana pihak ketiga, yang diambilkan dari persentase
bonus SWBI dan nisbah bagi hasil sertifikat IMA pada PUAS.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
hubungan antara instrumen moneter syariah dengan kinerja perbankan syariah.
Dalam konteks instrumen moneter syariah dan perbankan syariah dapat dijelaskan
hubungan antar variabelnya, bahwa besarnya transaksi dan frekuensi yang terjadi
pada SWBI dan PUAS secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
kepada kinerja perbankan syariah berupa dana pihak ketiga, pertumbuhan aset,
jumlah pembiayaan dan non performing financing (Sri Widyastuti : 2009
sebagaimana Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia : 2005)
Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Analisis Vector Auto Regressive
(VAR) Transaksi Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja Perbankan Syariah Di
Indonesia”.
B. Perumusan Masalah,
Pada penelitian ini penulis mengidentifikasi permasalahan utama diantara
beberapa masalah yang ada dalam kaitannya dengan transaksi instrumen moneter
syariah terhadap kinerja perbankan syariah, yaitu:
1. Bagaimana respon dari aset, DPK, NPF dan pembiayaan perbankan syariah
terhadap shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah?
2. Berapa besar kontribusi aset, DPK, NPF, dan pembiayaan perbankan syariah
terhadap transaksi instrumen moneter syariah?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Secara umum tujuan dari penulisan ini tidak lain untuk ikut serta memberikan
kontribusi penulis terhadap pemikiran, kajian, dan praktik perbankan syariah di
Indonesia. Adapun tujuan khusus penulisan ini adalah:
1. Menganalisis respon dari aset, DPK, NPF, dan pembiayaan bank syariah
akibat shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah .
2. Menganalisis besarnya kontribusi aset, DPK, NPF, dan pembiayaan perbankan
syariah akibat shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah.
Berdasarkan tujuan penulisan tersebut, dari keempat variabel (Jumlah
Pembiayaan, Dana Pihak Ketiga, Aset dan Non Performing Financing) akan diketahui
variabel mana yang berpengaruh dengan transaksi instrumen moneter syariah.
2. Manfaat Penulisan
Dari penelitian dan penulisan mengenai pengaruh antara transaksi instrumen
moneter syariah dengan kinerja perbankan syariah tersebut akan diperoleh manfaat
bagi pihak-pihak sebagai berikut:
1. Bagi bank, dapat dijadikan sebagai koreksi untuk memperbaiki kondisi
internal perusahaannya dalam menentukan keputusan dalam menggunakan
jumlah dana yang menganggur (idle fund).
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian
berikutnya yang berkaitan dengan transaksi instrumen moneter syariah
terhadap kinerja perbankan syariah di Indonesia.
3. Bagi perkembangan ilmu ekonomi, studi empiris ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang bermanfaat dalam perkembangannya terutama
mengenai transaksi instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan
syariah di Indonesia di kemudian hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Konsep Dasar Bank
Bank berasal dari kata Italia “banco” yang artinya peti/lemari atau bangku.
Bangku inilah yang digunakan oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya
kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan popular menjadi Bank (Zainul
Arifin 1:2007). Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga
keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito.
Kemudian bank dikenal juga sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi
masyarakat yang membutuhkannya. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai
tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk
pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah,
dan pembayaran lainnya (Kasmir 25:2009).
Bank termasuk perusahaan industri jasa karena produknya hanya memberikan
pelayanan jasa kepada masyarakat. Agar pengertian bank menjadi jelas, ada beberapa
definisi atau rumusan yang dikemukakan antara lain, menurut Undang-undang
Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan
Undang-undang No.10 Tahun 1998 dapat dijumpai dalam pasal 1 ayat 1, 2, 3 dan 4,
yaitu:
1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
2. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya.
3. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
4. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secra
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Selain itu, dibawah ini merupakan beberapa pengertian mengenai definisi dari
bank menurut pendapat beberapa ahli (Malayu Hasibuan 2:2007), yaitu:
1. G.M. Verryn Stuart
Bank is a company who satisfied other people by giving a credit with the
money they accept as a gamble to the other, eventhough they should supply the
new money. (Bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan
orang lain, dengan memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang
lain, sekalipun dengan jalan mengeluarkan uang baru kertas atau logam).
2. B.N. Ajuha
Bank provided means by which capital is transferred from those who cannot
use it to profitable to those who can use it productively for the society as whole.
Bank provided which channel to invest without any risk and at a good rate of
interest. (Bank menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat mengunakan
secara menguntungkan kepada mereka yang dapat membuatnya lebih produktif
untuk keuntungan masyarakat. Bank juga berarti saluran untuk menginvestasikan
tabungan secara aman dan dengan tingkat bunga yang menarik).
3. Malayu Hasibuan
Bank adalah lembaga keuangan, pencipta uang, pengumpul dana, dan penyalur
kredit, pelaksana lalu lintas pembayaran, stabilisator moneter, serta dinamisator
pertumbuhan ekonomi.
Menurut Malayu Hasibuan bank sangat penting dan berperan untuk
mendorong pertumbuhan perekonomian suatu bangsa karena bank adalah:
1. Pengumpul dana dari pihak yang kelebihan dana dan penyalur kredit kepada
masyarakat yang membutuhkan dana.
2. Tempat menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat.
3. Pelaksana dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengan aman, praktis, dan
ekonomis.
4. Penjamin penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C (Letter of Credit).
5. Penjamin penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank garansi.
Drs. Mohammad Hatta mengemukakan bahwa bank adalah sendi kemajuan
masyarakat dan sekiranya tidak ada bank maka tidak akan ada kemajuan seperti saat
ini. Negara yang tidak mempunyai banyak bank yang baik dan benar adalah negara
yang terbelakang. Perusahaan saat ini diharuskan memanfaatkan jasa-jasa perbankan
dalam kegiatan usahanya jika ingin maju.
Bank pada dasarnya merupakan perantara antara pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, usaha pokok bank didasarkan
atas empat hal pokok (M. Hasibuan 5:2009), yaitu:
1). Denomination Divisibility
Artinya bank menghimpun dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana
yang masing-masing nilainya relatif kecil, tetapi secara keseluruhan jumlahnya
akan sangat besar. Dengan demikian, bank dapat memenuhi permintaan pihak
yang membutuhkan dana tersebut dalam bentuk kredit.
2). Maturity Flexibility
Artinya bank dalam menghimpun dana menyelenggarakan bentuk-bentuk
simpanan yang bervariasi jangka waktu dan penarikannya, seperti rekening giro,
rekening koran, deposito berjangka, sertifikat deposito, buku tabungan, dan
sebagainya.
3). Liquidity Transformation
Artinya dana yang disimpan oleh para penabung kepada bank umumnya
bersifat likuid. Karena itu, dapat dengan mudah mencairkannya sesuai dengan
bentuk tabungannya.
4). Risk Diversification
Artinya bank dalam menyalurkan kredit kepada banyak pihak atau debitor dan
sektor-sektor ekonomi yang beraneka macam, sehingga resiko yang dihadapi bank
dengan cara menyebarkan kredit semakin kecil.
1. Jenis-Jenis Bank
Dalam praktik perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis
perbankan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Jika kita melihat jenis
perbankan sebelum keluar Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dengan
sebelumnya, yaitu Undang Undang Nomor 14 Tahun 1967, maka terdapat beberapa
perbedaan. Namun, kegiatan utama atau pokok bank sebagai lembaga keuangan yang
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tidak berbeda satu sama
lainnya.
Perbedaan jenis bank dapat dilihat dari segi fungsi bank dan kepemilikan
bank. Dari segi fungsi perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau
jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya.
Sedangkan, kepemilikan perusahaan dilihat dari segi kepemilikan saham yang ada
serta akte pendiriannya (Kasmir, 34:2009).
Adapun jenis perbankan menurut Kasmir dapat ditinjau dari beberapa segi,
antara lain:
a. Dilihat dari Segi Fungsinya
Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1967 jenis
perbankan menurut fungsinya terdiri dari:
1) Bank Umum
2) Bank Pembangunan
3) Bank Tabungan
4) Bank Pasar
5) Bank Desa
6) Lumbung Desa
7) Bank Pegawai
8) Dan Bank Lainnya
Namun setelah keluar UU Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan
ditegaskannya lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998
maka jenis perbankan hanya terdiri dari dua macam saja, yaitu Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR). Dimana Bank Pembangunan dan Bank Tabungan berubah
fungsinya menjadi Bank Umum sedangkan Bank Desa dan Bank Pegawai menjadi
Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
b. Dilihat dari Segi Kepemilikannya
Ditinjau dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang yang
memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian dan
penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan.
Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Bank Milik Pemerintah
Di mana baik akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah
sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh
bank milik pemerintah antara lain: Bank Negara Indonesia 46 (BNI), Bank Rakyat
Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Tabungan Negara (BTN).
Sedangkan bank milik pemerintah daerah (pemda) terdapat di daerah tingkat I
dan tingkat II masing-masing provinsi. Sebagai contoh: BPD DKI Jakarta, BPD
Jawa Barat, BPD Jawa Tengah, BPD Jawa Timur, dan BPD lainnya.
2) Bank Milik Swasta Nasional
Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional
serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian
keuntungannya untuk keuntungan swasta pula. Contoh bank milik swasta
nasional antara lain: Bank Muamalat, Bank Central Asia, Bank Danamon, Bank
Bumi Putra, dan Bank Internasional Indonesia.
3) Bank Milik Koperasi
Kepemilikan saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum
koperasi. Sebagai contoh adalah Bank Umum Koperasi Indonesia.
4) Bank Milik Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik
swasta asing maupun pemerintah asing. Jelas kepemilikannya pun dimiliki oleh
pihak luar negeri. Contoh bank asing yang terdapat di Indonesia antara lain: Bank
Of America, ABN AMRO Bank, Standard Chartered Bank.
5) Bank Milik Campuran
Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh oleh pihak asing dan pihak
swasta nasional. Kepemilikan sahamnya mayoritas dipegang oleh warga Negara
Indonesia. Contoh bank campuran yang terdapat di Indonesia antara lain:
Sumitomo Niaga Bank, Mitsubishi Buana Bank, Inter Pacific Bank, Bank Sakura
Swadarma.
c. Dilihat Dari Segi Statusnya
Dilihat dari segi kemampuannya dalam melayani masyarakat, maka bank
umum dapat dibagi kedalam dua macam. Pembagian jenis ini disebut juga pembagian
berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut.
Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam
melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas
pelayanannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh status tersebut diperlukan
penilaian-penilaian dengan kriteria tertentu. Status bank yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1) Bank Devisa
Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang
berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke
luar negeri, inkaso keluar negeri, travelers cheque, pembukaan dan
pembayaran Letters of Credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk
menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.
2) Bank Non Devisa
Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi
sebagai bank devisa sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti
halnya bank devisa. Jadi bank non devisa merupakan kebalikan daripada bank
devisa, di mana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas negara.
d. Dilihat Dari Segi Cara Menentukan Harga
Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menetukan harga baik
harga jual maupun harga beli terbagi dalam dua kelompok, yaitu:
1) Bank Yang Berdasarkan Prinsip Konvensional
Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang
berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa
Indonesia di mana asal mula bank di Indonesia dibawa oleh kolonial Belanda.
Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya,
bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode, yaitu:
• Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti
giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk
pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga
tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based. Apabila
suku bunga simpanan lebih tinggi dari suku bunga pinjaman maka dikenal
dengan nama negative spreads, hal ini terjadi di Indonesia pada akhir
tahun 1998 dan sepanjang tahun 1999.
• Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan barat menggunakan atau
menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu.
Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.
2) Bank Yang Berdasarkan Prinsip Syariah
Bank berdasarkan prinsip syariah belum lama berkembang di Indonesia.
Namun, di luar negeri terutama di negara-negara Timur Tengah bank yang
berdasarkan prinsip syariah sudah berkembang pesat sejak lama.
Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam penentuan harga produknya
sangat berbeda dengan bank berdasarkan prinsip konvensional. Bank berdasarkan
prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank
dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan
perbankan lainnya.
Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang
berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut:
• Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
• Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah)
• Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)
• Pembiayaan barang modal berdasrkan sewa murni tanpa pilihan (Ijarah)
• Atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang
disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa Iqtina)
Sedangkan penentuan biaya-biaya jasa bank lainnya bagi bank yang
berdasarkan pada prinsip syariah juga menentukan biaya sesuai dengan syariah
Islam.
Sumber penentuan harga atau pelaksanaan kegiatan bank prinsip syariah dasar
hukumnya adalah Al-Qur’an dan sunnah rasul. Bank berdasarkan prinsip syariah
mengaharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank
yang berdasarkan prinsip syariah bunga adalah riba.
B. Instrumen Kebijakan Moneter Islam
1. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS)
Pasar uang adalah tempat terjadinya transaksi tagihan keuangan berjangka
waktu pendek (umumnya kurang dari satu tahun) (Kasmir 235:2009).
Penggunaan istilah pasar uang bukan berarti dalam syariah uang dianggap sebgai
komoditi, sehingga dapat diperjualbelikan. Istilah pasar uang semata-mata hanya
menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan investasi jangka pendek antarbank
berdasarkan prinsip syariah.
Piranti yang digunakan dalam PUAS ini adalah Sertifikat IMA (Investasi
Mudharabah Antarbank). Hal ini berarti prinsip syariah yang digunakan adalah
mudharabah (bagi hasil). Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana
(investor) dengan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu guna
memperoleh keuntungan. Keuntungan tersebut akan dibagikan kepada kedua
belah pihak berdasarkan prinsip nisbah yang yang telah disepakati sebelumnya.
Dengan demikian bank yang memiliki kelebihan dana bukan memberikan
pinjaman, tetapi melakukan investasi kepada bank yang mengalami kekurangan
dana dengan jangka waktu investasi paling lama 90 hari. Nisbah bagi hasil yang
disepakati bank dapat digunakan sebagai indikator tingkat likuiditas bank penerbit
IMA. Semakin tinggi nisbah bagi hasil yang diterima bank pembeli sertifikat
IMA mengindikasikan semakin ketat likuiditas dari bank penerbit sertifikat IMA
(Buchori : 2002).
Sertifikat IMA diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah bagi bank yang
seluruh kegiatannya berdasarkan prinsip syariah, seperti Bank Muamalat dan
Bank Syariah Mandiri. Bagi bank konvensional yang memiliki kantor cabang
syariah, Sertifikat IMA diterbitkan oleh Unit Usaha Syariahnya (UUS), seperti
Bank BNI, Bank Danamon, Bank IFI dan lainnya. Seluruh bank umum termasuk
bank umum konvensional dapat berpartisipasi dalam PUAS. Namun demikian,
bank umum konvensional hanya dapat berperan sebagai pembeli Sertifikat IMA,
sedangkan bank umum syariah maupun bank umum konvensional yang
mempunyai Unit Usaha Syariah dapat bertindak sebagai pembeli maupun penerbit
Sertifikat IMA.
Sertifikat IMA yang diterbitkan harus diserahkan kepada bank pembeli
Sertifikat IMA sebagai bukti telah melakkan penanaman dana. Sertifikat IMA
yang belum jatuh tempo dapat dipindahtangankan atau dijual kepada pihak lain.
Pemindahtanganan ini hanya dapat dilakukan oleh bank pembeli pertama,
sedangkan pembeli kedua tidak diperkenankan memindahtangankan kepada bank
lain sampai dengan berakhirnya jangka waktu Sertifikat IMA tersebut.
Pembatasan ini dilakukan untuk mencegah kesan terjadinya jual beli uang yang
dapat menjurus pada kegiatan spekulatif. Agar bank penerbit dapat melakukan
pembayaran kepada Bank yang berhak, maka bank pemegang sertifikat terakhir
wajib memberitahukan kepemilikan Sertifikat IMA tersebut kepada penerbit.
Pada saat Sertifikat IMA jatuh waktu, bank penerbit melakukan pembayaran
sebesar nilai nominal investasi (face value) kepada bank terakhir pemegang
sertifikat, sedangkan imbalan dibayar setiap awal bulan kepada bank pemegang
sertifikat.
Hal ini dimaksudkan agar pembayaran imbalan sesuai dengan realisasi hasil
investasi yang telah terjadi. Bank penerbit harus menginformasikan nilai nominal
investasi, nisbah bagi hasil, jangka waktu, dan tingkat indikasi imbalan Sertifikat
IMA pada Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) Bank Indonesia pada hari
penerbitan. Bank penerbit juga harus melaporkan tingkat realisasi imbalan
sertifikat IMA pada hari kerja pertama setiap bulan (Buchori : 2009), untuk lebih
jelas mengenai skema PUAS dapat dilihat pada gambar 2.1.
Sumber : Buchori (2002)
a. Persyaratan Investasi Mudharabah Antarbank (IMA)
Sertifikat IMA yang diterbitkan oleh bank pengelola dana memenuhi
persyaratan sebagai berikut (Buchori : 2002):
(1) Sekurang-kurangnya mencantumkan
• Kata-kata “SERTIFIKAT INVESTASI MUDHARABAH
ANTARBANK”
• Tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat IMA
• Nomor seri Sertifikat IMA
• Nilai Nominal Investasi
• Nisbah bagi hasil
• Jangka waktu investasi
• Tingkat indikasi imbalan, yaitu tingkat imbalan deposito investasi
Mudharabah (sebelum didistribusikan) pada bulan sebelumnya
• Tanggal pembayaran nilai nominal invetasi dan imbalan
• Tempat pembayaran
• Nama bank penanam dana
• Nama bank penerbit dan dan tanda tangan pejabat yang berwenang
(2) Berjangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari
(3) Diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah atau UUS
b. Perhitungan Imbalan Investasi Mudharabah Antarbank
Besarnya imbalan sertifikat IMA dihitung berdasarkan jumlah nominal
investasi, tingkat imbalan deposito investasi mudharabah sesuai dengan jangka
waktu penanaman dan dan nisbah bagi hasil yang disepakati. Rumus perhitungan
besarnya imbalan Sertifikat IMA sebagai berikut:
X = P x R x t/360 x k
Keterangan:
X = Besarnya imbalan yang diberikan kepada bank penanam dana
P = Nilai nominal investasi
R = Tingkat imbalan deposito investasi Mudharabah
T = Jangka waktu investasi
K = Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana
2. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah sertifikat yang diterbitkan
Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip
Wadiah (Zainul 170:2006).
Undang-Undang No.23 Tahun 1999 mengamanatkan bahwa dalam
melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia harus mengakomodasi
perkembangan bank syariah. Seiring dengan semakin banyak dan kian
berkembangnya bank-bank syariah, Bank Indonesia menerapkan instrumen
moneter syariah dengan menggunakan prinsip wadiah (titipan), yaitu Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI) guna menarik kelebihan likuiditas perbankan
syariah. Dari sisi bank syariah, SWBI ini dapat dijadikan piranti pasar uang
syariah karena dapat berfungsi sebagai penitipan jangka pendek.
Bank Indonesia dapat memberikan bonus atas penitipan dana yang
diperhitungkan pada saat jatuh tempo. Jumlah dana yang dititipkan dimaksud
sekurang-kurangnya Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Penitipan dana
diatas nominal tersebut hanya dapat dilakukan dalam kelipatan Rp 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah). Jangka waktu waktu penitipan dana ditetapkan 1 (satu)
minggu, 2 (dua) minggu, dan 1 (satu) bulan yang dinyatakan dalam hari. Dalam
SWBI tidak boleh ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian
yang bersifat sukarela dari pihak Bank Indonesia, dan SWBI tidak boleh
diperjualbelikan.
Penyelesaian transaksi dilakukan pada hari kerja yang sama. Bank yang
permohonan penitipan dananya disetujui Bank Indonesia akan didebet rekening
gironya sebesar nilai titipan dana. Pada saat penitipan dana telah jatuh waktu,
Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro sebesar nilai titpan dana ditambah
dengan bonus apabila Bank Indonesia pada saat itu memang perlu dilakukan
kontraksi moneter melalui bank syariah.
Pemberian dan besarnya bonus sepenuhnya tergantung Bank Indonesia.
Sebagai acuan dapat digunakan tingkat indikasi imbalan PUAS yang merupakan
rata-rata tertimbang dari tingkat indikasi imbalan Sertifikat IMA yang terjadi pada
PUAS pada tanggal penitipan dana. Apabila pada tanggal penitipan dana tidak
terjadi transaksi PUAS, maka sebagai acuan perhitungan bonus dapat digunakan
tingkat indikasi imbalan PUAS terakhir atau rata-rata tingkat imbalan deposito
investasi mudharabah sebelum didistribusikan pada bulan sebelumnya dari seluruh
OPU
3,4,5
(6)
Pendebetan penitipan
dana
OPU
7,8
(9)
Pengembalian dana
BANK
INDONESIA
bank syariah dan UUS (Buchori : 2002). Mekanisme penyelesaian transaksi
SWBI secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2
SKEMA SWBI
PROSES PENITIPAN
DANA
Penerbit
Akses Informasi Akses Informasi (2)
Perminta
Permintaan Penitipan via
Telp/fax/reuter (3)
(4) Persetujuan Penitipan
Penegasan SPTP via surat (5)
(7) Penyerahan Sertifikat
Pengembalian SWBI setelah due (8)
(10) Pengembalian Dana + “Bonus”
PROSES PENGEMBALIAN
DANA
Penitip
BANK
UMUM
KELEBIHAN
DANA
(1)
PIPU
Sumber : Buchori (2002)
Apabila saldo rekening giro bank atau UUS tidak cukup untuk menyelesaikan
transaksi sehingga transaksi penitipan dana dibatalkan, maka bank atau UUS
dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan. Jika pembatalan transaksi
penitipan dana terjadi lebih dari dua kali dalam dalam kurun waktu enam bulan, selain
dikenakan sanksi administratif, bank atau UUS dikenakan pula sanksi kewajiban
membayar sebesar 0,1% dari kekurangan transaksi. Bank atau UUS yang mengambil
titipan dana sebelum jatuh waktu tidak diberikan bonus dan dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebagai berikut:
Jumlah Dana Titipan Biaya Administrasi
Rp 500 juta s.d Rp 100 Miliar
> Rp 100 Miliar s.d Rp 500 Miliar
> Rp 500 Miliar
Rp 5 juta
Rp 10 juta
Rp 15 juta
Sumber : Buchori (2002)
C. Assets Dan Liability Management Pada Bank Syariah
Sebagaimana dengan bank konvensional, bank syariah pun merupakan
lembaga intermediasi antara penabung dan investor. Perbedaan pokok antara bank
syariah dan bank konvensional terletak pada dominasi prinsip berbagi hasil dan
berbagi risiko (profit and loss sharing) yang melandasi sistem operasionalnya. Hal
ini antara lain tercermin pada beberapa karakteristik berikut:
• Berbeda dengan bank konvensional, bank islam hanya menjamin pembayaran
kembali nilai nominal simpanan giro dan tabungan (wadiah), tetapi tidak
menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari deposito. Bank Islam juga
tidak menjamin pembagian keuntungan atas deposito. Mekanisme pangaturan
realisasi pembagian keuntungan final atas deposito pada bank syariah tergantung
pada kinerja bank, tidak sebagaimana bank konvensional yang menjamin
pembayaran keuntungan atas deposito berdasarkan tingkat bunga tertentu dengan
mengabaikan performancenya.
• Sistem operasional bank Islam berdasarkan berdasarkan pada sistem equity di
mana setiap modal adalah berisiko. Oleh karena itu hubungan kerja sama antara
bank Islam dengan nasabahnya adalah berdasarkan prinsip berbagi hasil dan
berbagi risiko.
• Dalam menggunakan kegiatan pembiayaan bank Islam menggunakan model
pembiayaan Syariah yaitu PLS dan non-PLS. Sehubungan dengan itu bank Islam
melakukan pooling dana-dana nasabah dan berkewajiban menyediakan
manajemen investasi yang professional.
Berdasarkan karakteristik tersebut, maka risiko yang dihadapi oleh bank Islam
lebih terfokus pada risiko likuiditas dan risiko kredit dan tidak akan pernah
mengalami risiko karena fluktuasi tingkat bunga. Likuiditas bank syariah banyak
bergantung pada:
a. Tingkat kelabilan (Volatility) dari simpanan nasabah
b. Kepercayaan pada dana-dana non-PLS
c. Kompetensi teknis yang berhubungan dengan pengaturan struktur liabilitas
d. Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas.
e. Akses kepada pasar antar bank dan sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender
of last resort dari Bank Sentral.
Teknik duration gap management dapat diaplikasikan oleh bank Islam, bukan
dalam rangka menghindari risiko tingkat bunga, melainkan untuk mengatur cash flow
atau mengendalikan likuiditasnya.
Kualitas earning assets bank Islam akan bergantung pada beberapa hal berikut:
a. Level, distribusi dan tingkat kesulitan dari aset yang diklasifikasikan
b. Level dan komposisi dari berkurangnya nilai aset
c. Kecukupan dari cadangan penilaian kembali
d. Bukti adanya kemampuan untuk mengadministrasikan dan memperoleh kembali
kredit bermasalah.
Hasil akhir dari manajemen aset liabilitas itu akan bermuara pada kemampuan
untuk menutup kerugian dan penyediaan kecukupan modal, trend pendapatan yang
semakin baik, kompetitif terhadap peer group-nya, dan kualitas dan komposisi
pendapatan bersih yang semakin baik.
Assets Liability management bank Islam lebih banyak bertumpu pada kualitas
aset, dan hal itu akan menentukan kemampuan bank untuk meningkatkan kualitas
pengelolaan liabilitasnya. Kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya
sebagai professional investment manager akan sangat menentukan kualitas aset yang
dikelolanya. Teknik fund gap management tidak relevan untuk digunakan sebagai
alat manajemen aset liabilitas bank Islam, karena bank Islam tidak berurusan dengan
risiko tingkat bunga (Zainul Arifin 132:2006).
D. Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah
Dana pihak ketiga bank syariah adalah dana yang berasal dari simpanan
masyarakat Dalam hal ini tidak jauh berbeda dengan bank konvensional, hanya
dalam prinsipnya saja yang membedakan, pada bank konvensional menggunakan
sistem bunga sedangkan pada bank syariah menggunakan prinsip wadiah dan
mudharabah. Ada 3 (tiga) macam yang termasuk dalam Dana Pihak Ketiga (Bank
Syariah) yaitu:
1. Simpanan Giro Wadiah
Simpanan giro menurut Bank Indonesia adalah simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan dengan menggunakan cek, bilyet giro ataupun
pemindahbukuan. Dalam bank syariah simpanan giro ini menggunakan prinsip
wadiah, dalam pelaksanaannya wadi’ah dibedakan menjadi dua jenis (Wiyono
33:2005), yaitu:
• Wadiah Yad Al Amanah adalah akad pentitpan uang dimana pihak penerima
titipan tidak diperkenankan menggunakan uang simpanan yang dititipkan dan
tidak bertanggungjawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan
akibat kalalaian penerima titipan.
• Wadiah Yad Adh-Dhamanah adalah akad penitipan uang dimana pihak penerima
titipan dengan atau tanpa izin pemilik uang dapat memanfaatkan uang tersebut
dan harus bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan.
Sifat-sifat Simpanan Giro Wadiah menurut Malayu Hasibuan, antara lain:
a) Giro wadiah merupakan titipan yang dengan seizin penitip dapat
dipergunakan oleh bank.
b) Sebagai konsekuensi dari yad adh dhamanah menjamin keutuhan dana
c) Merupakan salah satu cara penyimpanan dana, alat pembayaran giral dengan
menggunakan media cek, bilyet giro dan perintah bayar lainnya.
d) Bank atas kehendak sendiri, tanpa perjanjian di muka dapat memberikan
semacam bonus kepada para nasabahnya.
2. Simpanan Deposito Mudharabah
Deposito mudharabah adalah investasi melalui simpanan pihak ketiga yang
penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu dengan
mendapatkan imbalan bagi hasil (Hasibuan 42:2007). Imbalan dibagi dalam bentuk
berbagi pendapatan (revenue sharing) atas penggunaan dana itu secara syariah dengan
rasio pembagian pendapatan, misalnya 60:40, yaitu 60% bagi deposan dan 40% bagi
bank. Jangka waktu deposito mudharabah berkisar antara 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan,
dan 12 bulan.
3. Simpanan Tabungan Mudharabah dan Wadiah
Tabungan mudharabah adalah simpanan pihak ketiga di Bank Syariah yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan perjanjian.
Dalam hal ini bank syariah bertindak sebagai Mudharib dan deposan sebagai shahib
al mal. Bank sebagai Mudharib akan membagi keuntungan kepada shahib al mal
sesuai dengan nisbah yang telah disetujui bersama. Pembagian keuntungan dapat
dilakukan setiap bulan berdasarkan saldo minimal yang mengendap selama periode
tersebut. Tabungan ini juga dapat menggunakan prinsip wadiah tergantung
kesepakatan di awal antara pihak pemilik dana dengan pihak yang dititipkan.
E. Pembiayaan Bank Syariah Di Indonesia
Di dalam sistem ekonomi syariah pada umumnya akad untuk melakukan
transaksi pembiayaan terbagi menjadi dua kelompok (Wiyono 28:2009 sebagaimana
Zulkifli : 2003), yaitu:
1. Akad Tabarru
Akad tabarru digunakan untuk transaksi yang bersifat tolong menolong tanpa
mengharapkan adanya keuntungan materiil dari pihak-pihak yang melakukan
perikatan, kecuali mendapat balasan dari Allah SWT semata. Walaupun demikian,
dalam transaksi yang bersifat tabarru’ ini dibolehkan untuk memungut biaya transaksi
yang akan digunakan habis dalam pengelolaan transaksi tabarru’ ini, sehingga benar-
benar tidak ada unsur keuntungan materiil yang diperoleh.
Yang termasuk akad dalam transaksi tabarru’ ini antara lain:
• Akad Qardh
Transaksi qardh timbul karena salah satu pihak meminjamkan obyek perikatan
yang berbentuk uang kepada pihak lainnya, tanpa berharap mengambil
keuntungan materiil apapun.
• Akad Rahn
Transaksi rahn timbul karena salah satu pihak meminjamkan suatu obyek
perikatan yang berbentuk uang kepada pihak lainnya yang disertai dengan
jaminan.
• Akad Hawalah
Transaksi hawalah timbul karena salah satu pihak meminjamkan suatu obyek
perikatan yang berbentuk uang untuk mengambil alih piutang/utang dari pihak
lain.
• Akad Wakalah
Transaksi wakalah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu obyek
perikatan yang berbentuk jasa atau juga bisa disebut sebagai meminjamkan
dirinya untuk melakukan sesuatu atas nama diri pihak lain.
• Akad Wadiah
Transaksi wadiah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu obyek
perikatan yang berbentuk jasa yang lebih khusus yaitu custodian (penitipan dan
pemeliharaan).
• Akad Kafalah
Transaksi kafalah timbul jika salah satu pihak memberikan obyek yang
berbentuk jaminan atas kejadian tertentu di masa yang akan datang (contingent
guarantee).
• Akad Wakaf
Transaksi yang timbul jika salah satu pihak memberikan suatu obyek yang
berbentuk uang ataupun obyek lainnya tanpa disertai kewajiban mengembalikan.
2. Akad Transaksi Tijarah
Pembiayaan pada bank syariah terutama untuk sektor swasta pada umumnya
bersifat orientasi laba (Wiyono 36:2005). Aktivitas pada sektor swasta ini befungsi
menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi melalui kegiatan produksi,
distribusi, dan konsumsi. Sifat dasar, transaksi dan kontrak dalam ekonomi dapat
dikategorikan menjadi dua (Wiyono 36:2006 sebagaimana Zulkifli : 2003), yaitu:
a) Natural Certainty Contract
Natural Certainty Contract (NCC) adalah suatu jenis kontrak transaksi dalam
bisnis yang memiliki kepastian keuntungan dan pendapatannya baik dari segi jumlah
dan waktu penyerahannya. Yang termasuk dalam kontrak transaksi NCC dalam
perekonomian Islam adalah:
• Akad Murabahah
Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli suatu barang sebesar harga
perolehan barang ditambah margin yang telah disepakati oleh para pihak, dimana
penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.
• Akad Salam
Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli barang dengan cara
pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu.
• Akad Istishna
Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli barang dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
• Akad Ijarah
Perjanjian pembiayaan berupa transaksi sewa menyewa atas suatu barang
dan/atau jasa antara pemilik obyek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas
obyek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang
disewakan. Apabila terjadi perpindahan kepemilikan ketika akhir periode maka
akad tersebut dinamakan Ijarah Muntahiyah Bitamlik.
b) Natural Uncertainty Contract (NUC)
Natural Uncertainty Contract (NUC) adalah suatu jenis kontrak transaksi
dalam bisnis yang mengandung ketidakpastian. Yang termasuk dalam kontrak
transaksi NCC antara lain:
• Mudharabah
Perjanjian pembiayaan/penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal)
kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang
sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
• Musyarakah
Perjanjian pembiayaan atau penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana
dan atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan
pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang
disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-
masing.
F. Non Performing Financing (NPF)
Non Performing Financing (NPF) merupakan rasio antara pembiayaan
bermasalah terhadap total pembiayaan pada bank syariah. Dalam laporan keuangan
biasanya NPF bank syariah menggunakan persentase dalam melaporkan tingkat NPF-
nya namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah jumlah yang tertera dalam
laporan keuangan bank syariah.
G. Penelitian Sebelumnya
Sebagai landasan dalam penelitian mengenai dampak instrumen moneter
syariah terhadap kinerja perbankan syariah, penulis menggunakan beberapa penelitian
yang dulu pernah dilakukan.
Penelitian yang berkaitan dengan instrumen moneter syariah sudah dilakukan oleh
beberapa orang peneliti, antara lain:
1) Sri Widyastuti (2009) dan Deky Anwar (2006) dalam penelitiannya yang
mengambil judul analisis dampak transaksi instrumen moneter syariah
terhadap kinerja perbankan syariah di Indonesia mencoba mencari tahu
dampak yang ditimbulkan akibat transaksi instrumen moneter syariah terhadap
kinerja perbankan di Indonesia selama periode 2001-2006. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah SWBI dan PUAS sebagai variabel
dependen dan pembiayaan, aset, dan pihak ketiga, dan NPF sebagai variabel
independent. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa variabel independen
kinerja perbankan syariah lebih cepat meredam shock yang terjadi pada
intrumen moneter SWBI dibandingkan dengan PUAS. Dan variabel aset dan
NPF lebih berperan dalam dominasi transaksi SWBI sedangkan yang
mendominasi dalam transaksi instrumen moneter PUAS adalah aset dan NPF.
2) Indah Nurfitri Adi (2006) dalam penelitiannya yang mengambil judul analisis
pengaruh penempatan dana pada SWBI dan PUAS terhadap FDR (Financing
To Deposits Ratio) Perbankan Syariah di Indonesia mencoba menganalisis
pengaruh antara SWBI dan PUAS sebagai variabel dependen dan FDR
(Financing To Deposits Ratio) sebagai variabel independent. Hasil penelitian
ini secara bersama-sama SWBI dan PUAS memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap FDR, namun secara parsial hanya variabel SWBI yang signifikan
terhadap FDR.
3) Amin Budi Pramuharjdo (2005) dalam penelitiannya yang berjudul analisis
pengaruh kebijakan moneter terhadap deposito, pembiayaan, dan likuiditas
perbankan syariah di Indonesia mencoba menganalisis instrumen-instrumen
moneter seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan variabel-variabel
makroekonomi seperti inflasi, GDP riil, dan pangsa pasar bank syariah
terhadap bank konvensional sebagai variabel independen, sedangkan variabel
dependentnya adalah kinerja perbankan syariah yakni, jumlah deposito,
tingkat likuiditas dan pembiayaan perbankan syariah. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap
deposito, likuiditas, dan pembiayaan perbankan syariah di Indonesia,
sedangkan pangsa pasar bank syariah terhadap bank konvensional
berpengaruh positif.
H. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.3
Analisis Vector Auto Regressive (VAR) Transaksi
Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja
Perbankan Syariah Di Indonesia
SWBI dan PUAS (Y)
Aset Perbankan Syariah (X1), DPK (X2),
Pembiayaan (X3), dan NPF (X4)
Pengumpulan Data Time Series
Uji Stationeritas data
Stasioner Tidak Stationer
Stationer Di
Deferensi Data
Terjadi Kointegrasi
VAR Bentuk Level
VAR Bentuk
Diferensi
VECM
Impulse Response dan
Variance Decomposition
Analisis dan Kesimpulan
Tidak
Ya
I. Hipotesis
Sesuai dengan kerangka pemikiran, latar belakang, dan pembatasan masalah,
untuk mencapai tujuan penelitian ini maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
Ho :
Ha :
Variabel Aset, DPK, Pembiayaan, dan NPF diduga tidak berpengaruh
terhadap transaksi PUAS dan SWBI
Variabel Aset, DPK, Pembiayaan, dan NPF diduga berpengaruh terhadap
transaksi PUAS dan SWBI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah di Indonesia tanpa Bank Perkreditan Rakyat Syariah dari laporan
keuangan bulanan dan laporan keuangan publikasi Bank Indonesia dalam kurun
waktu bulan Januari 2005 sampai dengan bulan Desember 2008. Ruang lingkup
penelitian ini adalah membahas variabel bebas (independent variable) yang terdiri dari
Aset Perbankan Syariah (X1), Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah (X2),
Pembiayaan Perbankan Syariah (X3), dan Non Performing Financing bank syariah
(X4). Sedangkan variabel terikat (dependent variable) adalah Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia dan Pasar Uang Antarbank Syariah.
B. Metode Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini metode penentuan sample yang digunakan oleh penulis
adalah convenience sampling yaitu peneliti menggunakan data yang tersedia yaitu
Laporan Keuangan Publikasi Bank Indonesia dan Statistik Perbankan Syariah
Indonesia. Metode ini dipilih karena Bank Indonesia merupakan satu-satunya
institusi yang berhak mengeluarkan data perbankan secara keseluruhan adalah Bank
Indonesia.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian kali ini adalah:
1. Studi Kepustakaan (Library Research)
Untuk mendapatkan landasan dan konsep yang kuat agar dapat memecahkan
permasalahan, maka penulis mengadakan penelitian kepustakaan dengan
mengumpulkan literatur-literatur ilmiah, beberapa buku, artikel dan jurnal
yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Field Research
Pengumpulan data dan keterangan seperti laporan keuangan, dan data lain
yang berhubungan dengan penelitian ini, diperoleh dari Bank Indonesia.
Penelusuran data dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a) Penelusuran secara manual untuk data dalam format kertas hasil cetakan
b) Penelusuran dengan komputer untuk data dalam format laporan elektronik.
D. Metode Analisis
1. Pengujian Stasioneritas
Suatu variabel dikatakan stasioner jika nilai rata-rata, varians, dan
kovariansnya selalu konstan pada setiap titik waktu. Stasioner dari sebuah variabel
menjadi penting karena pengaruhnya pada hasil estimasi regresi. Regresi antara
variabel-variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan fenomena regresi palsu
(spurious regression), di mana nilai koefisien yang dihasilkan dari estimasi menjadi
tidak valid dan sulit untuk dijadikan pedoman. Ada beberapa cara yang tepat dapat
dilakukan untuk mengukur keberadaan stasionaritas, salah satunya adalah dengan
menggunakan Phillip Pheron Test (PP), yaitu jika nilai mutlak PP statistiknya lebih
besar dari Mc Kinnnon Critical Value (tergantung dari tingkat keyakinan yang dipilih
1%, 5%, atau 10%), maka dapat disimpulkan bahwa series tersebut stasioner. Pada
penelitian ini nilai kritis yang digunakan adalah 5% yang mana tidak terlalu rendah
dan tidak terlalu tinggi. Cara yang cukup cepat adalah dengan melihat nilai Prob-nya,
apabila lebih kecil dari 0,05 (5%), maka data sudah stasioner. Solusi yang dapat
dilakukan apabila berdasarkan uji PP diketahui suatu series adalah non stasioner
adalah dengan melakukan difference non stationary processes (Widarjono, 347:2007).
Metode PP digunakan dalam uji stasioneritas data karena metode PP dapat
menangkap perubahan struktur data yang terjadi pada suatu variabel, dimana dalam
hal ini uji ADF tidak dapat melakukannya. Perubahan struktur data perlu diperhatikan
karena hal itu dapat menyebabkan data terlihat seperti tidak stasioner, sehingga
kesimpulan yang diambil jika perubahan struktur tidak dimasukan ke dalam
perhitungan akan mengarah pada penerimaan hipotesis yang salah.
2. Uji Kointegrasi
Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang atau ekuilibrium antara
variabel-variabel yang tidak stasioner (Widarjono : 2007). Dengan kata lain, walau
secara individual variabel-variabel tersebut tidak stasioner, namun kombinasi antar
variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Berkaitan dengan hal ini, maka langkah
selanjutnya di dalam estimasi VAR adalah uji kointegrasi untuk mengetahui
keberadaan hubungan antar variabel. Uji kointegrasi yang digunakan adalah uji
Johansen Cointegration Test. Ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji likelihood
ratio (LR). Jika nilai hitung LR lebih besar dari nilai kritis LR maka kita menerima
adanya kointegrasi sejumlah variabel dan sebaliknya jika nilai hitung LR lebih kecil
dari nilai kritisnya maka tidak ada kointegrasi. Pada langkah ini kita akan mengetahui
apakah model penelitian ini merupakan VAR tingkat diferensi jika tidak ada
kointegrasi dan VECM bila terdapat kointegrasi.
3. Vector Autoregression (VAR)
Metode analisis yang digunakan untuk mengestimasi model penelitian ini
adalah VAR (Vector Autoregression). Model VAR adalah model persamaan regresi
yang menggunakan data time series. Model VAR ini dibangun dengan pertimbangan
meminimalkan pendekatan teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena
ekonomi dengan baik. Penggunaan metode VAR dikarenakan metode ini dianggap
lebih efisien, tepat, dan tidak bias dalam mengestimasi koefisien yang diinginkan.
Dalam pengujian terhadap pengaruh variabel-variabel kinerja perbankan
syariah terhadap transaksi instrumen moneter syariah dapat dilakukan melalui model
VAR sebagai berikut:
Yt = b10 + γ11Yt-1 + b12 Zt-1 + εyt (3.1)
Zt = b20 + b21Yt-1 + γ22 Zt-1 + εzt (3.2)
Dimana:
Yt adalah k vektor dari serial variabel endogenous
Zt adalah d vektor dari serial variabel eksogenous
b10 adalah vektor intersep (n x 1)
γ11 & b12 adalah matrik koefisien (n x n)
εyt dan εzt adalah error pada variabel 1 dan 2
Kata vector menunjukkan hubungan dengan dua atau lebih variabel di dalam
model, jadi di dalam model VAR semua variabel dianggap sebagai variabel endogen
meskipun variabel tersebut eksogen. Sehingga dapat dikatakan bahwa Yt (sebagai
variabel endogen) tidak hanya dipengaruhi oleh variabel masa lalunya tetapi juga
dipengaruhi oleh masa lalu variabel lainnya, meskipun itu variabel eksogen.
Begitupun halnya dengan Zt (sebagai variabel eksogen) tidak hanya dipengaruhi oleh
variabel masa lalunya tetapi juga dipengaruhi oleh masa lalu variabel endogen
(Widarjono 373 : 2007).
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, model VAR menganggap bahwa semua
variabel ekonomi adalah saling tergantung dengan yang lain. Oleh karena itu,
persamaan model VAR untuk penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut:
Y1t = β01 + β11Y1t-1 + ... + βn1Y1t-p + α11Y2t-1 + ... + αn1Y2t-p + χ11Y3t-1 + ... + χn1Y3t-p +
θ11Y4t-1 + ... + θn1Y4t-p + Φ11Y5t-1 + ... + Φn1Y5t-p + e1t (3.3)
Y2t = β02 + β12Y2t-1 + ... + βn2Y2t-p + α12Y1t-1 + ... + αn2Y1t-p + χ12Y3t-1 + ... + χn2Y3t-p +
θ12Y4t-1 + ... + θn2Y4t-p + Φ12Y5t-1 + ... + Φn2Y5t-p + e2t (3.4)
Y3t = β03 + β13Y3t-1 + ... + βn3Y3t-p + α13Y1t-1 + ... + αn3Y1t-p + χ13Y2t-1 + ... + χn3Y2t-p +
θ13Y4t-1 + ... + θn3Y4t-p + Φ13Y5t-1 + ... + Φn3Y5t-p + e3t (3.5)
Y4t = β04 + β14Y4t-1 + ... + βn4Y4t-p + α14Y1t-1 + ... + αn4Y1t-p + χ14Y2t-1 + ... + χn4Y2t-p +
θ14Y3t-1 + ... + θn4Y3t-p + Φ14Y5t-1 + ... + Φn4Y5t-p + e4t (3.6)
Y5t = β05 + β15Y5t-1 + ... + βn5Y5t-p + α15Y1t-1 + ... + αn5Y1t-p + χ15Y2t-1 + ... + χn5Y2t-p +
θ15Y3t-1 + ... + θn5Y3t-p + Φ15Y4t-1 + ... + Φn5Y4t-p + e5t (3.7)
Dimana:
Y1 = Instrumen Moneter Syariah
Y2 = Aset
Y3 = DPK
Y4 = Pembiayaan
Y5 = NPF
p = Panjangnya Kelambanan
Alasan pemilihan metode VAR dalam penelitian ini adalah:
a. Ada beberapa analisis penting yang bisa dihasilkan di dalam model
VAR, yaitu Impulse Response dan Variance Decomposition. Analisis
Impulse response ini melacak respon dari variabel endogen di dalam sistem
VAR. karena adanya goncangan (shocks) atau perubahan di dalam variabel
gangguan (e). Sedangkan analisis Variance decomposition ini
menggambarkan relatif pentingnya setiap variabel di dalam sistem VAR
karena adanya shock.
b. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, nilai masing-masing variabel
selain dipengaruhi oleh nilai variabel itu sendiri di masa lampau tapi juga
dipengaruhi oleh nilai masa lampau dari semua variabel endogen lain dalam
model. Dari hal tersebut berdasarkan dibuat model yang bersifat dinamis
dengan menspesifikasi masing-masing variabel dengan struktur selang atau
lag.
Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan metode
ini, yaitu harus melakukan uji stasioner dari setiap data time series yang digunakan di
dalam model. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaaan VAR dengan
metode standar dan series yang non stasioner akan berujung pada dua pilihan VAR,
yaitu VAR dalam bentuk difference atau VECM.
a. VAR in Difference
Dalam banyak kasus data time series seringkali menunjukkan tidak
stasioner. Bila hal ini terjadi maka kita perlu melakukan uji stasioneritas
data pada tingkat diferensi. Ketika uji stasioneritas data diferensi ini
menghasilkan data diferensi yang stasioner, namun secara teoritis tidak
terjadi hubungan antar variabel karena tidak menunjukkan adanya
kointegrasi maka modelnya disebut dengan model VAR in difference.
b. Vector Error Correction Model (VECM)
Model VECM digunakan apabila data time series tidak stasioner pada
level, tetapi stasioner pada data diferensi dan terkointegrasi sehingga
menunjukkan adanya hubungan teoritis antar variabel. Adanya kointegrasi
ini maka model VECM disebut model VAR yang teristriksi.
1. Analisis di dalam model VAR
Ada beberapa analisis penting yang bisa dihasilkan di dalam model VAR pada
penelitian ini, yaitu:
a. Impulse Response
Impulse response ini merupakan salah satu analisis penting di dalam model
VAR. Analisis Impulse response ini melacak respon dari variabel endogen
di dalam sistem VAR karena adanya goncangan (shocks) atau perubahan
di dalam variabel gangguan. Respon yang dihasilkan bisa positif, negatif
dan tidak merespon. Respon positif karena di atas garis horizon dan
searah, respon negatif karena di bawah garis horizon dan berlawanan arah,
sedangkan tidak merespon ditunjukkan dengan grafik dimana responnya
cenderung mendatar dekat pada garis horizon (Widarjono 380:2007).
b. Variance Decomposition
Analisis variance decomposition ini menggambarkan relatif pentingnya
setiap variabel di dalam sistem VAR karena adanya shock. Variance
decomposition berguna untuk memprediksi kontribusi persentase varian
setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu di dalam sistem
VAR (Widarjono 383:2007).
Software yang digunakan sebagai alat bantu penelitian adalah Eviews 5.0 dan
juga digunakan program Microsoft Excel 2003 dan Microsoft Word 2003 dalam
membantu memudahkan pengoperasian software yang digunakan dalam penelitian.
E. Operasional Variabel Penelitian
Variabel operasional adalah sebuah konsep yang mempunyai variasi nilai yang
diterapkan dalam suatu penelitian untuk. Variabel Operasional yang akan diteliti
sebagai berikut:
1. Variabel Independen (Bebas)
Variabel independent adalah tipe variabel yang menjelaskan atau
mempengaruhi variabel yang lain. Dalam penelitian ini terdiri dari empat
macam, yaitu:
a. Aset Perbankan Syariah
Aset yang dimiliki oleh bank syariah dan unit usaha syariah tanpa
memperhitungkan jumlah aset Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
b. Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah
Jumlah dana yang diperoleh bank syariah yang berasal dari simpanan
masyarakat yang berupa simpanan giro wadiah. Tabungan mudharabah
dan wadiah, dan deposito mudharabah.
c. Pembiayaan Bank Syariah
Jumlah pembiayaan yang diberikan dalam berbagai macam bentuk,
seperti Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Ijarah, dan akad lainnya
yang sesuai dengan prinsip syariah.
d. Non Performing Financing
Non Performing Financing (NPF) merupakan rasio antara pembiayaan
bermasalah terhadap total pembiayaan pada bank syariah.
2. Variabel Dependen (Terikat)
Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel yang mendahuluinya. Variabel ini disebut variabel “Y” yang menjadi
variabel terikat dalam penelitian kali ini adalah jumlah transaksi SWBI dan
PUAS.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Awal Perkembangan Bank Syariah
Berdirinya bank syariah di Indonesia ditandai dengan berdirinya Bank
Muamalat Indonesia, sebenarnya ide pendirian bank syariah di Indonesia sudah ada
sejak tahun 1970-an. Dimana pembicaraan mengenai bank syariah muncul pada
seminar nasional Hubungan Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada
tahun 1976 dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu-
Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhinneka Tunggal Ika. Namun ada
beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide pendirian bank syariah ini,
adapun alasan tersebut antara lain: pertama, operasi bank syariah yang menerapkan
bagi hasil belum diatur, dan karena itu tidak sejalan dengan UU pokok perbankan
yang berlaku, yakni UU No 14/1967. Kedua, konsep bank syariah dari segi politis
berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari atau konsep negara Islam, dan Karena
itu tidak dikehendaki oleh pemerintah. Ketiga, masih dipertanyakan, siapa yang
bersedia menaruh modal dalam ventura semacam itu. Sementara pendirian bank baru
dari Timur Tengah masih dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin
membuka kantornya di Indonesia.
Akhirnya gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi pada tahun 1988 di
saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi
liberalisasi industri perbankan. Para ulama waktu itu berusaha untuk mendirikan
bank bebas bunga, tapi tidak satupun perangkat hukum yang dijadikan dasar kecuali
bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0%. Setelah adanya
rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua,
Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990. Hasil lokakarya tesebut dibahas lebih mendalam
dalam Musyawarah Nasional (Munas) IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat
Munas IV MUI dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di
Indonesia.
BMI lahir sebagai hasil kerja tim perbankan MUI tersebut di atas akte
pendirian PT Bank Muamalat Indonesia dan ditandatangani pada tanggal 1 November
1991. Pada saat akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak
Rp 84 Miliar. Pada tanggal 3 November 1991, dalam cara silahturahmi Presiden di
Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen sebesar modal disetor awal
sebesar Rp 101.126.382.000,-. Dana tersebut berasal sari Presiden dan Wakil
Presiden, sepuluh Menteri Kabinet Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bakti
Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi, PT
PAL, PT PINDAD. Selanjutnya Yayasan Dana Dakwah Pembangunan ditetapkan
sebagai yayasan penopan BMI. Dengan terkumpulnya modal awal tersebut pada
tanggal 1 Mei 1992 Bank Muamalat Indonesia secara resmi mulai beroperasi.
Berdirinya Bank Muamalat Indonesia secara formal dengan dikeluarkannya
UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sejak diterapkannya UU ini berarti
Indonesia telah menganut dual banking system, yakni secara makro dua sistem
perbankan, yaitu Sistem Konvensional dan Sistem Bagi Hasil (Syariah), yang
memberikan layanan jasa perbankan bagi masyarakat. Namun, harus diakui bahwa
UU tersebut belum cukup kuat terhadap pengembangan bank syariah karena masih
menggunakan istilah bank bagi hasil. Pengertian bank bagi hasil yang dimaksudkan
dalam UU tersebut belum sesuai dengan cakupan pengertian bank syariah yang lebih
luas dibandingkan hanya sekedar bank bagi hasil. Di samping itu, hingga tahun 1998
belum terdapat pemikiran lanjutan untuk mengembangkan perbankan syariah lebih
serius. Termasuk pengembangan pasar uang syariah.
Sementara itu PP No.72 Tahun 1992 sebagai peraturan pelaksanaan dari UU
No.7 Tahun 1992 menyatakan bahwa bank umum dan BPR konvensional tidak
diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.
Peraturan itu telah menjadi pembatas bagi berkembangnya bank syariah karena jalur
pertumbuhan jaringan kantor bank syariah hanya melalui perluasan kantor bank
syariah yang telah ada atau pembukaan bank syariah baru yang relative besar
investasinya. Situasi demikian membuat Bank Muamalat Indonesia sebagai satu-
satunya pemain tunggal di pasar berkaitan dengan masalah mitra kerjasama dalam
pengelolaan likuiditas.
Menyadari permasalahan tersebut diatas, maka UU No.7 Tahun 1992 diubah
dengan UU No.10 Tahun 1998 yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat
dan kesempatan yang lebih luas bagi pengembangan bank syariah di Indonesia.
Dalam UU No.10 Tahun 1998 dinyatakan secara tegas penggunaan istilah bank
syariah dengan berbagai jenis kegiatan operasionalnya yang relatif lebih luas
dibandingkan dengan kegiatan bank konvensional. Selain itu bank konvensional
dimungkinkan utuk membuka kantor yang melakukan kegiatan usaha dengan
menggunakan prinsip syariah. Dengan demikian secara mikro berarti Indonesia telah
menganut dual banking system, yakni suatu bank konvensional dimungkinkan untuk
menerapkan dua sistem secara bersamaan, yaitu Sistem Konvensional dan Sistem
Syariah.
Selanjutnya pada tahun 1999 dikeluarkan UU No.23 tentang Bank Indonesia
yang menyatakan bahwa dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah, Bank Indonesia di antaranya mempunyai tugas pokok mengatur dan
mengawasi bank (Pasal 8), termasuk bank umum dan BPR syariah. Tugas pokok
tersebut mempertegas bahwa Bank Indonesia berkewajiban mengembangkan bank
syariah antara lain dengan menyusun ketentuan dan menyiapkan infrastruktur yang
sesuai dengan karakteristik bank syariah. Disamping itu, pasal 10 UU No.23 Tahun
1999 menegaskan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter
berdasarkan prinsip-prinsip syariah, antara lain dengan menggunakan operasi pasar
terbuka (open market operation) di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bank Indonesia memandang perlu untuk
menyusun suatu ketentuan yang berkaitan dengan pasar uang syariah. Selain untuk
membantu bank syariah dalam meningkatkan pengelolaan dan efisiensi pengelolaan
dananya, pasar uang syariah ini juga sekaligus dapat digunakan Bank Indonesia
selaku otoritas moneter sebagai salah satu indikator dan sarana dalam melaksanakan
kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diamanatkan dalam UU
No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Hal ini mengingat berdasarkan
perkembangan pasar uang syariah dapat diketahui tingkat likuiditas perbankan
syariah, sehingga Bank Indonesia dapat menggunakannya sebagai indikator untuk
menerapkan kebijakan kontraksi atau ekspansi moneter.
Dalam kegiatan operasional, bank dapat mengalami kelebihan atau
kekurangan dana. Dalam hal terjadi kelebihan, maka bank melakukan penempatan
kelebihan likuidasi sehingga bank memperoleh keuntungan. Sedangkan bila bank
mengalami kekurangan likuidasi maka bank memerlukan saran untuk menutupi
kekurangan likuidasi dalam rangkan kegiatan pembiayaan sehingga kegiatan
operasional bank dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini bank dapat menerbitkan
Sertifikat Investasi Mudharabah (IMA) yang merupakan sarana penanaman dana bagi
bank syariah maupun konvensional, sehubungan dengan tugas Bank Indonesia untuk
menjaga stabilitas moneter, Bank Indonesia menyerap kelebihan likuiditas bank-bank
syariah melalui penerbitan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).
2. Perkembangan Bank Syariah Saat Ini
Perkembangan bank syariah saat ini tumbuh cukup baik, hal ini dipengaruhi
oleh tiga sebab, pertama, bank syariah lebih baik dalam mempertahankan kinerjanya
dibanding bank konvensional saat krisis ekonomi berlangsung. Kedua, turunnya
kinerja perbankan konvensional ini menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat
terhadap sistem bank konvensional, maka hal ini menjadi titik tolak bagi pelaku
perbankan untuk menggunakan sistem perbankan syariah. Ketiga, melihat
perkembangan riil bank syariah membuat beberapa bank konvensional membuka
bank syariah.
Hingga September tahun 2009 jumlah bank-bank syariah umum dan bank
umum yang membuka cabang bank syariah tercatat di Bank Indonesia berjumlah lima
buah bank umum syariah yaitu, Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega
Syariah, Bank Rakyat Indonesia Syariah dan Bank Bukopin Syariah. Pada akhir
September 2009 tercatat 660 jumlah kantor bank syariah dan 24 Unit Usaha Syariah
dengan jumlah kantor sebanyak 264 buah (Bank Indonesia : 2009).
Dilihat dari pembiayaan bank syariah pada September 2009 menunjukkan
pembiayaan mencapai Rp 44 triliun dibandingkan dengan tahun 2004 yang hanya
sebesar Rp 12 Triliun (Bank Indonesia : 2009). Dilihat dari komposisi pembiayaan
minat bank syariah masih terfokus pada pembiayaan murabahah dibandingkan dengan
pembiayaan jenis mudharabah dan musyarakah. Hal ini menunjukkan kehati-hatian
dalam pembiayaan mudharabah maupun musyarakah. Kenyataan ini disebabkan,
pertama, menurun dan rendahnya pembiayaan mudharabah bank syariah disebabkan
tingginya resiko pembiayaan dimana bank syariah menyediakan dana 100% dan bila
terjadi kerugian maka bank yang harus menanggung kerugian tersebut. Sedangkan
rendahnya pembiayaan musyarakah disebabkan selain bank menyediakan kesepakatan
juga tidak adanya lembaga penjamin yang meminimalisir resiko ketidakpastian usaha
pada saat proses penggunaan dana, sehingga dengan keberadaan lembaga penjamin,
besarnya laba bias diprediksikan. Kedua, belum lengkapnya peraturan perundangan
yang mengakomodir adanya moral hazard di kalangan pengguna dana
(Sudarsono:2003).
Sementara itu, jumlah aset dan DPK terus menunjukkan peningkatan setiap
tahunnya, hal ini membuktikan tingkat kepercayaan yang terus meningkat di kalangan
masyarakat seiring dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Ada
beberapa faktor yang mendorong dan mempengaruhi perkembangan bank syariah,
selengkapnya dapat dilihat dari gambar 4.1.
Gambar 4.1
Faktor Pendorong Perkembangan Bank Syariah
Perbankan
syariah yang
sehat dan sejalan
dengan
kebutuhan
masyarakat
Pengurus dan Pemilik
- Integritas dan Kompetensi
- Kepatuhan pada prinsip Syariah
- Kepatuhan terhadap prudential
regulation
Regulator, Pengawas, dan Badan Lainnya
- BI: Perijinan, Pengaturan, dan Pengawasan
- DSN: Fatwa Kegiatan Usaha dari DPS
- IAI, PSAK, PAPSI, Pedoman Audit
- Badan Arbitrasi
- Dan Lain-lain
Infraskturktur - Kondisi Makro Ekonomi
- Sektor Riil
- Fiskal dan Luar Negeri
Kompetitor/Subtitusi
- Perbankan Konvensional
- Lembaga Keuangan
Lainnya
Nasabah/Masyarakat
- Integritas
- Kompetensi
- Loyalitas
Sumber: Sudarsono (2002), sebagaimana Harisman (2003)
B. Analisis Dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan bantuan Eviews
5.0 dan Microsoft Excel 2003, untuk dapat mengolah data dan memperoleh hasil dari
variabel-variabel yang diteliti, yaitu terdiri dari variabel independen; aset bank
syariah, DPK bank syariah, Pembiayaan dan NPF bank syariah, sedangkan variabel
dependen; instrumen moneter syariah. Penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:
a. Aset Bank Syariah di Indonesia
Tabel 4.1
Jumlah Aset Perbankan Syariah Indonesia
(Dalam Miliar Rupiah)
Periode 2004 2005 2006 2007 2008
Januari 8758 15372 20585 26949 35836 Februari 9218 15567 20460 27690 37551 Maret 9499 16359 50546 28473 38344 April 9843 17016 21090 28368 40071 Mei 10293 17338 21903 29000 41083 Juni 11023 17743 22701 29209 42981 Juli 11505 17840 22862 29900 43479 Agustus 12205 18233 23578 30145 44340 September 12720 18454 24313 31803 45857 Oktober 13463 18733 25056 33016 46282 November 14036 19692 25488 33288 47179 Desember 15326 20880 26722 36538 49555
Rata-rata/Bln 11490,75 17768,92 25442 30364,92 42713,17
Sumber :Bank Indonesia, Data diolah
Selama periode penelitian jumlah aset yang dimiliki oleh bank
syariah cenderung menunjukkan trend yang terus meningkat di setiap
periodenya. Hal ini disebabkan semakin besarnya kepercayaan
masyarakat terhadap bank syariah untuk menyimpan uangnya di bank
syariah. Selain itu, besarnya jumlah aset bank syariah dipengaruhi
oleh pembiayaan yang diberikan serta transaksi instrumen moneter
seperti Investasi Mudharabah Antarbank dalam Pasar Uang Antarbank
Syariah maupun penempatan pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia.
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa total aset perbankan
syariah di Indonesia pada awal periode penelitian tercatat sebesar Rp
8,758 triliun. Selama periode penelitian jumlah aset perbankan syariah
di Indonesia terus mengalami trend peningkatan dan tercatat sebesar
Rp 49,555 triliun pada akhir periode penelitian yaitu bulan Desember
tahun 2009. Rata-rata terendah terjadi pada tahun 2004 dan rata-rata
tertinggi pada tahun 2008.
Grafik mengenai perkembangan jumlah aset yang dimiliki
perbankan syariah di Indonesia dapat dilihat pada grafik 4.1
Grafik 4.1
Aset Bank Syariah
0
10000
20000
30000
40000
50000
2004 2005 2006 2007 2008
ASET
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan grafik 4.1 jumlah aset bank syariah menunjukkan
trend kenaikan sepanjang periode penelitian. total aset perbankan
syariah di Indonesia pada awal periode penelitian tercatat sebesar Rp
8,758 triliun. Selama periode penelitian jumlah aset perbankan syariah
di Indonesia terus mengalami trend peningkatan dan tercatat sebesar
Rp 49,555 triliun pada akhir periode penelitian yaitu bulan Desember
tahun 2008.
Jumlah aset bank syariah terus meningkat sepanjang periode
penelitian disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor jumlah
nasabah yang terus meningkat, jumlah bank umum syariah yang
bertambah selama periode penelitian, keuntungan yang diperoleh dari
pembiayaan yang diberikan, serta pendapatan dari transaksi instrumen
moneter syariah. Hal-hal tersebut semakin menunjukkan peran penting
perbankan syariah dalam menjalankan aktivitasnya sebagai pelaksana
kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah dan menjalankan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak yang mebutuhkan dana.
Walaupun banyak pemberitaan yang menyatakan bahwa
perbankan syariah belum menunjukkan kinerja yang maksimal tetapi
berdasarkan data tersebut yang terus meningkat sepanjang periode
penelitian, menunjukkan kepercayaan publik yang terus meningkat
untuk melakukan transaksi di bank syariah.
b. Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah Indonesia
Tabel 4.2
Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah Indonesia
(Dalam Miliar Rupiah)
Periode 2004 2005 2006 2007 2008
Januari 6623 11891 15135 20515 27696
Februari 6818 11764 14873 21054 29121
Maret 7023 12259 14956 21883 29552
April 7382 12799 15188 22008 31064
Mei 7740 12840 15835 22571 31705
Juni 8316 13358 16433 22714 33049
Juli 8683 13323 16508 23232 32898
Agustus 9348 13617 17107 23309 323588
September 9676 13358 17976 24680 33569
Oktober 10100 13586 18856 25473 34118
November 10559 13489 19347 25658 34422
Desember 11490 15582 20672 28012 36852
Rata-rata/Bln 8646,5 13155,5 16907,17 23425,75 56469,5
Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah
Dana Pihak Ketiga (DPK) bank syariah adalah dana yang
diperoleh dari simpanan masyarakat yang berupa simpanan giro
wadiah, simpanan tabungan mudharabah atau wadiah, dan deposito
mudharabah. Semakin besarnya DPK akan semakin menambah
jumlah kewajiban yang harus diberikan kepada nasabah, oleh karena
itu bank syariah harus memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi
kewajibannya. Untuk memenuhi likuiditasnya bank syariah dapat
memperolehnya melalui pembiayaan yang diberikan, atau transaksi
instrumen moneter syariah.
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diamati bahwa jumlah DPK bank
syariah terus mengalami kenaikan, tercatat pada awal periode peneltian
sebesar Rp 6,623 triliun dan pada akhir periode tercatat sebesar Rp
36,852 triliun. Jumlah rata-rata terendah tercatat pada tahun 2004 dan
tertinggi pada tahun 2008.
Grafik 4.2
DPK Perbankan Syariah Indonesia
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
2004 2005 2006 2007 2008
DPK
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan grafik 4.2 dapat diketahui bahwa jumlah DPK
bank syariah terus meningkat hingga akhir periode penelitian. Hal ini
menunjukkan semakin banyaknya nasabah yang menitipkan uangnya
di bank syariah. Semakin besarnya jumlah DPK, bank syariah dituntut
untuk memenuhi kebutuhan likuidtasnya untuk memenuhi
kewajibannya kepada pemilik dana yang menempatkan uangnya di
bank syariah. Dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya bank syariah
dapat memperolehnya dari keuntungan yang didapat dari pembiayaan
yang diberikan atau transaksi pada instrumen moneter syariah.
c. Pembiayaan Perbankan Syariah Indonesia
Tabel 4.3
Pembiayaan Perbankan Syariah Indonesia
(Dalam Miliar Rupiah)
Periode 2004 2005 2006 2007 2008
Januari 5861 11665 15042 20219 27107
Februari 5764 12139 15367 20463 28424
Maret 6416 12959 15997 20820 29629
April 7025 13484 16590 21354 31022
Mei 7552 14015 17367 21920 32293
Juni 8356 14270 18162 22969 34100
Juli 8860 14450 18527 23687 35190
Agustus 9542 14773 19038 24638 36572
September 10131 14753 19663 25590 37681
Oktober 10683 15122 20088 26149 38097
November 10979 14959 20391 26548 38529
Desember 11490 15232 20445 27944 38195
Rata-rata/Bln 8554,917 13985,08 18056,42 23525,08 33903,25
Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.3 pembiayaan bank syariah terus
meningkat setiap periodenya. Sebagai lembaga intermediasi bank
syariah dalam periode penelitiannya cenderung mengalami trend
peningkatan. Pada awal periode penelitian tercatat sebesar Rp 5,861
triliiun dan pada akhir periode tercatat sebesar Rp 38,195 triliun.
Jumlah rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2008 dan terendah pada
tahun 2004.
Pembiayaan yang terus meningkat sepanjang periode peneltian
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, semakin meningkatnya
kepercayaan publik untuk menitipkan uangnya di bank syariah dan
bertambahnya jumlah bank umum syariah sepanjang periode penelitian
yang sebelumnya berjumlah 3 buah menjadi 5 buah pada akhir periode
penelitian.
Grafik 4.3
Grafik Pembiayaan Bank Syariah Indonesia
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
2004 2005 2006 2007 2008
PMBY
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan grafik 4.3 selama periode penelitian jumlah
pembiayaan yang disalurkan menunjukkan trend kecenderungan naik.
Hal ini mengindikasikan pembiayaan yang terus meningkat selama
periode penelitian bank syariah telah menjalankan fungsinya sebagai
lembaga intermediasi antara pihak yang memiliki kelebihan dan
dengan pihak yang membutuhkan dana.
Meskipun besarnya pembiayaan masih di dominasi oleh akad
murabahah dibandingkan dengan akad musyarakah dan mudharabah
disebabkan oleh besarnya risiko yang akan ditanggung akan tetapi hal
ini dapat dijadikan pelajaran bagi bank syariah untuk memperbaiki
perannya sebagai lembaga intermediasi, mengingat bank syariah dapat
dikatakan sedang dalam proses mencari bentuk yang tepat dalam
menjalankan aktivitasnya, untuk itu dukungan pemerintah melalui
undang-undang yang diberlakukan.
d. NPF Perbankan Syariah
Tabel 4.4
Jumlah NPF Perbankan Syariah Indonesia
(Dalam Miliar Rupiah)
Periode 2004 2005 2006 2007 2008
Januari 153 331 532 1046 1132
Februari 152 388 610 1133 1183
Maret 167 359 684 1194 1237
April 175 445 661 1311 1362
Mei 179 478 729 1353 1596
Juni 197 549 768 1423 1442
Juli 236 579 872 1558 1469
Agustus 275 613 968 1633 1478
September 279 696 1008 1602 1554
Oktober 283 629 1019 1629 1711
November 311 616 1068 1501 1913
Desember 270 429 971 1131 1509
Rata-rata/Bln 223,08 509,3 824,17 1376,17 1465,5
Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.4 jumlah Non Performing Financing (NPF)
bank syariah cenderung fluktuatif pada periode awal penelitian dan
meningkat pada akhir periode penelitian. Pada awal periode tercatat
sebesar Rp 153 miliar dan pada akhir periode jumlah NPF bank syariah
tercatat sebesar Rp 1,59 Triliun. Semakin besarnya NPF bank syariah
diakibatkan semakin meningkatnya pembiayaan yang diberikan,
namun apabila terjadi penurunan disebabkan oleh debitor yang
melunasi kewajibannya. Rata-rata NPF tertinggi tercatat pada tahun
2008 dan terendah pada tahun 2004.
Grafik 4.4
Grafik Non Performing Financing Bank Syariah
0
400
800
1200
1600
2000
2004 2005 2006 2007 2008
NPF
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan grafik 4.4 jumlah NPF bank syariah meskipun
mengalami peningkatan selama periode penelitian, tetapi cenderung
menurun pada periode tahun 2005 dan pada tahun 2007. Semakin
rendah nilai NPF bank syariah semakin baik kinerja bank syariah
tersebut.
Peningkatan jumlah NPF bank syariah menyebabkan bank
syariah harus mencari alternatif untuk memenuhi kewajibannya kepada
nasabah, yaitu dapat dilakukan dengan transaksi instrumen moneter
syariah seperti SWBI atau PUAS.
e. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
Tabel 4.5
Jumlah Outstanding SWBI Bank Syariah Indonesia
(Dalam Miliar Rupiah)
Periode 2004 2005 2006 2007 2008
Januari 2051 883 2156 2663 3189
Februari 1988 5009 1696 3002 3717
Maret 1567 487 1148 3325 2135
April 1250 449 1171 3166 2829
Mei 1062 413 1092 2801 3119
Juni 711 538 1188 2036 3079
Juli 309 439 872 1555 1175
Agustus 540 360 1117 983 438
September 415 507 1046 1311 413
Oktober 369 317 1190 1761 453
November 447 532 1547 1644 1063
Desember 1094 2395 2357 2599 2824
Rata-rata/Bln 983,6 1027,42 1381,67 2237,17 2036,17
Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.5 jumlah outstanding SWBI menunjukkan
trend yang fluktuatif sepanjang periode penelitian. Pada awal periode
penelitian jumlah outstanding SWBI tercatat sebesar Rp 2,051 triliun
sedangkan pada akhir periode tercatat sebesar Rp 2,824 triliun. Trend
ini disebabkan bahwa dalam penempatan dana dalam SWBI masih
merupakan keputusan subjektif oleh bank syariah dalam rangka
memenuhi likuiditasnya dengan tingkat risiko yang lebih kecil jika
dibandingkan risiko dalam pembiayaan terutama mudharabah dan
musyarakah atau Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS). Rata-rata
terbesar tercatat pada tahun 2007 dan terendah pada tahun 2004.
Grafik 4.5
Grafik SWBI
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
2004 2005 2006 2007 2008
SWBI
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan grafik 4.5 jumlah outstanding SWBI perbankan
syariah memiliki trend yang fluktuatif sepanjang periode penelitian.
Keputusan untuk melakukan investasi dalam bentuk SWBI memang
masih menjadi keputusan subjektif bank dalam memenuhi kebutuhan
likuiditasnya, mengingat keuntungan yang diperoleh melalui SWBI
sangat kecil jika dibandingkan dengan PUAS. Berbeda dengan sistem
bunga pada bank konvensional SWBI hanya memberikan bonus
apabila penanaman modal pada SWBI terjadi pada saat kontraksi
moneter atau kebijakan bank sentral untuk memberikan bonus.
f. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
Tabel 4.6
Jumlah Volume Transaksi PUAS
(Dalam Miliar Rupiah)
Periode 2004 2005 2006 2007 2008
Januari 3 4 579 764 1471
Februari 8 84 725 729 603
Maret 19 35 845 681 651
April 2 167 1017 376 1749
Mei 0 102 1488 807 1963
Juni 24 25 1557 652 1506
Juli 40 78 1085 781 2391
Agustus 4 122 1507 934 3420
September 0 451 2289 1063 3812 Oktober 64 577 701 794 2401
November 50 420 690 1139 3197 Desember 24 678 762 1169 3827
Rata-rata/Bln 19,8 228,6 1103,75 824,086 2249,25
Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.6 jumlah volume transaksi PUAS bank
syariah cenderung mengalami kenaikan setiap periodenya, meskipun
terjadi penurunan dalam periode tertentu. Hal ini disebabkan PUAS
merupakan salah satu alternatif bagi perbankan dalam memenuhi
kebutuhan likuiditasnya. Rata-rata tertinggi jumlah volume transaksi
PUAS terjadi pada tahun 2008 dan tertinggi pada tahun 2004.
Grafik 4.6
Grafik PUAS
0
1000
2000
3000
4000
2004 2005 2006 2007 2008
PUAS
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan grafik 4.6 diketahui bahwa volume transaksi
PUAS cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun meskipun
terjadi penurunan pada periode tertentu. Terus meningkatnya jumlah
transaksi pada PUAS disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
semakin meningkatnya jumlah NPF bank syariah yang menyebabkan
bank syariah mencari alternatif untuk memenuhi kewajibannya kepada
nasabah dan keinginan bank syariah untuk mendapatkan keuntungan
yang lebih besar jika dibandingkan penempatan dana pada SWBI yang
keuntungannya lebih kecil jika dibandingkan keuntungan pada
transaksi PUAS.
2. Analisis Pengujian Statistik
a. Uji Stationeritas
Stasioner dari sebuah variabel menjadi penting karena pengaruhnya
pada hasil estimasi regresi. Regresi antara variabel-variabel yang tidak
stasioner akan menghasilkan fenomena regresi palsu (spurious regression), di
mana nilai koefisien yang dihasilkan dari estimasi menjadi tidak valid dan
sulit untuk dijadikan pedoman. Dalam penelitian ini digunakan Uji Phillips-
Peron dalam pengujian stationeritas data dari variabel yang diteliti. Pengujian
ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang memiliki rata-rata, varian dan
kovarian yang konstan pada setiap titik waktu.
Uji Hipotesis Phillips-Peron:
Ho : data tidak stasioner
Ha : data stasioner
Tolak Ho jika PP Test > Critical Value
Terima Ho jika PP Test < Critical Value
Berikut ini disajikan hasil uji stasioneritas dari setiap data yang digunakan
dalam penelitian ini dengan menggunakan Uji Phillips Peron (PP), yaitu:
Tabel 4.7
Hasil Uji PP Data Tingkat Level
Variabel PP Test Mc Kinnon Prob Keterangan
t-statistics Critical
Value 5%
Aset 3.208.431 -2.911.730 1.0000 Tidak Stationer
DPK 2.664071 -2.911730 1.0000 Tidak Stationer
Pembiayaan 1.626919 -2.911.730 0.9994 Tidak Stationer
NPF -0.951181 -2.911.730 0.7648 Tidak Stationer
SWBI -3.832.266 -2.911.730 0.0044 Stationer
PUAS -0.028742 -2.911.730 0.9517 Tidak Stationer
Sumber : Lampiran 1, Data Diolah
Dari rangkuman hasil pengolahan pada tabel 4.7 di atas dapat dilihat
nilai t-statistic dan critical value 5%. Nilai stastistik PP di atas kemudian akan
dibandingkan dengan Mc Kinnnon Critical Value untuk mengukur
stasioneritas suatu variabel serta dengan melihat Prob-nya yaitu harus lebih
kecil dari 0,05. Pada pengujian stasioneritas data pada tingkat level terhadap
seluruh variabel diketahui bahwa hanya variabel SWBI saja yang stationer
pada tingkat level karena nilai mutlak PP statistiknya lebih besar dari Mc
Kinnnon Critical Value, hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Deky Anwar (2006) dan Sri Widyatstuti (2009) dimana
variabel SWBI tidak stationer pada tingkat level.
Jika data stasioner pada tingkat level maka kita tidak perlu melakukan
uji kointegrasi. Dengan demikian apabila data stasioner pada tingkat level
maka model VAR yang kita punyai disebut model non struktural karena tidak
memerlukan keberadaan hubungan secara teoritis antar variabel yang dikenal
dengan nama VAR bentuk level. Sedangkan jika data tidak stasioner pada
tingkat level perlu dilakukan difference non stationary processes untuk
menstasionerkan data tersebut. Seperti uji akar-akar unit sebelumnya,
keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat
dengan membandingkan antara nilai statistik PP dengan nilai kritis distribusi
statistik Mackinnon serta dengan melihat Prob-nya yaitu harus lebih kecil dari
0,05. Jika nilai absolut dari statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya pada
diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat satu.
Akan tetapi, jika nilainya lebih kecil maka uji derajat integrasi perlu
dilanjutkan pada diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data yang
stasioner.
Berikut ini adalah hasil uji stationeritas 1st difference dari uji PP:
Tabel 4.8
Uji Stationeritas Tingkat Difference
Variabel PP Test Mc Kinnon Prob Keterangan
t-statistics Critical
Value 5%
DPK -8.987.302 -2.912.631 0.0000 Stationer
Aset -8.715.265 -2.912.631 0.0000 Stationer
Pembiayaan -5.654.874 -2.912.631 0.0000 Stationer
NPF -5.880.962 -2.912.631 0.0000 Stationer
PUAS -9.200.592 -2.912.631 0.0000 Stationer
Sumber : Lampiran 2, Data Diolah
Dengan membandingkan nilai PP statistik dengan nilai kritis Mackinnon di
atas (pada tabel 4.8) dapat dilihat keberadaan unit root dari setiap variabel
yang digunakan di dalam model. Melalui pengujian stasioneritas pada tingkat
difference pertama, terlihat dengan jelas bahwa semua data tersebut menjadi
stasioner, yaitu baik variabel kinerja perbankan syariah (DPK, ASET, NPF
dan Pembiayaan) maupun instrumen moneter syariah (PUAS).
Jika data time series Y dan X tidak stasioner pada tingkat level tetapi
menjadi stasioner pada diferensi yang sama yaitu maka kedua data adalah
terkointegrasi. Dengan kata lain uji kointegrasi hanya bisa dilakukan ketika
data yang digunakan dalam penelitian berintegrasi pada derajat yang sama.
(Widarjono, 2007).
b. Uji Kointegrasi
Setelah melakukan uji stasioner, selanjutnya melakukan uji
kointegrasi. Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang atau
ekuilibrium antara variabel-variabel yang tidak stasioner. Dengan kata lain,
walau secara individual variabel-variabel tersebut tidak stasioner, namun
kombinasi antar variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Uji kointegrasi ini
menggunakan metode Johansen Cointegration Test dengan data stasioner pada
tingkat difference pertama. Hasil uji kointegrasi untuk masing-masing
hubungan dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9
Hasil Uji Kointegrasi DPK, ASET, NPF, PEMBIAYAAN dan PUAS
Hypothesize
d Trace 5 Percent 1 Percent
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Critical Value
None ** 0.721347 165.0405 68.52 76.07
At most 1 ** 0.583692 96.03997 47.21 54.46
At most 2 ** 0.406985 48.71812 29.68 35.65
At most 3 ** 0.261572 20.50124 15.41 20.04
At most 4 * 0.073574 4.126754 3.76 6.65 Trace test indicates 5 cointegrating equation(s) at the 5% level
Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 1% level
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level
Sumber : Lampiran 4, Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa variabel-variabel
diatas memiliki nilai trace statistic yang lebih besar jika dibandingkan dengan
critical value-nya, sehingga dapat disimpulkan bahwa antar variabel saling
terkointegrasi dan memiliki hubungan jangka panjang.
c. Penentuan Panjang Lag
Pendekatan VAR maupun VECM sangat sensitif terhadap panjang lag
data yang digunakan. Penentuan panjang lag dimanfaatkan untuk mengetahui
lamanya periode keterpengaruhan suatu variabel terhadap variabel masa
lalunya maupun terhadap variabel endogen lainnya. Kriteria yang digunakan
dalam pengujian ini adalah Schwatz Information Criterion (SIC), karena SIC
memberi timbangan yang lebih besar, jika ada kontradiksi antara nilai AIC dan
SIC maka yang digunakan adalah kriteria dari SIC. Berdasarkan kriteria
tersebut maka panjang lag yang optimal adalah panjang lag yang
meminimalkan nilai SIC. Hasil uji SIC untuk data yang didifferencing dapat
dilihat pada Tabel 4.10
Tabel 4.10
Hasil Perbandingan Panjang Lag Optimal
Untuk Data Yang Didefferencing
Digunakan Pada VECM
Variabel Lag SIC
ASET 1 -13.37568*
DPK 2 -12.90235
NPF 3 -12.49134
PMBY 4 -11.65129
PUAS 5 -10.99899
6 -12.04055
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.10 dapat kita simpulkan bahwa penentuan panjang
lag untuk data yang didefferencing terletak pada lag pertama. Disebabkan
karena nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan lag-lag yang lain.
a. Pengujian Vector Auto Regression (VAR)
Setelah melakukan uji stasioner dengan metode Phillips Peron (PP)
dan uji kointegrasi dengan metode Johansen Cointegrastion Test, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian VAR.
Model VAR ini dibangun dengan meminimalkan pendekatan teori
dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik,
karena seringkali teori ekonomi yang ada belum mampu menentukan
spesifikasi yang tepat.
Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam pembentukan
VAR, yaitu pertama adalah melakukan uji stasioneritas data. Jika data
stasioner pada tingkat level maka kita mempunyai model VAR biasa
(unrestricted VAR). Sebaliknya jika data stasioner pada tingkat difference,
maka kita harus menguji apakah data mempunyai hubungan jangka panjang
atau tidak dengan melakukan uji kointegrasi. Apabila terdapat kointegrasi
maka berimplikasi pada Vector Error Correction Model (VECM), sedangkan
jika tidak terkointegrasi maka berimplikasi pada VAR dengan data difference
(VAR in difference).
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa data
SWBI stasioner pada tingkat level maka selanjutnya dilakukan analisis data
dengan menggunakan Vector Auto Regression (VAR). Karena hanya variabel
SWBI saja yang stationer pada tingkat level sementara variabel yang lain
stationer pada tingkat difference maka SWBI tidak dapat dianalisis lebih lanjut
karena tidak ada variabel eksogen yang stationer pada tingkat level sehingga
kita tidak dapat mengetahui dampak yang terjadi terhadap variabel eksogen
terhadap shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah. Sedangkan data
Aset, DPK, NPF, Pembiayaan, dan PUAS stasioner pada tingkat difference
maka selanjutnya dilakukan analisis Vector Error Correction Model (VECM).
1) Hasil analisis Vector Error Correction Model (VECM) pada variabel Aset,
DPK, NPF, dan Pembiayaan dan PUAS
Berdasarkan hasil uji kointegrasi diketahui bahwa model yang tepat
untuk menganalisis hubungan antara variabel Aset, DPK, Pembiayaan,
NPF terhadap PUAS adalah Vector Error Correction Model (VECM).
Panjang kelambanan optimal adalah satu berdasarkan kriteria SIC. Hasil
estimasi model VECM ditunjukkan pada lampiran 5.
a. Impulse Respons
Tabel 4.11
Respon Aset Terhadap PUAS Response of
LOG(ASET):
Period LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)
1 0.022002 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.017076 -0.006047 0.000340 0.002228 0.001666
3 0.015356 -0.003427 0.000264 0.002745 0.001972
4 0.016722 -0.003659 0.000452 0.002078 0.001673
5 0.016790 -0.003501 8.71E-05 0.002245 0.002151
6 0.016904 -0.003585 -1.20E-05 0.002018 0.002137
7 0.016960 -0.003520 -0.000128 0.001983 0.002181
8 0.016961 -0.003595 -0.000130 0.001934 0.002126
9 0.016911 -0.003600 -0.000117 0.001959 0.002101
10 0.016878 -0.003621 -8.02E-05 0.001973 0.002066 Sumber: Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.11 diatas respon yang diterima oleh akibat
transaksi PUAS adalah positif. Dikatakan positif karena garis yang
ditunjukkan grafik pada grafik IRF cenderung berada diatas garis horizontal
(Lihat Lampiran 7). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Deky Anwar (2006) dan Sri Widyastuti (2009), bahwa shock yang terjadi pada
PUAS berpengaruh positif pada Aset.
Seperti yang kita ketahui bahwa aset bank syariah dalam neraca terdiri
dari Dana Pihak Ketiga, penempatan pada bank lain, penempatan pada Bank
Indonesia, dan termasuk di dalamnya adalah pembiayaan. Jika dilihat dari
hasil uji IRF variabel aset memiliki pengaruh yang positif, ini artinya apabila
terjadi shock pada transaksi PUAS maka jumlah aset yang dimiliki akan
bertambah.
Tabel 4.12
Respon DPK Terhadap PUAS
Response of LOG(DPK):
Period LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)
1 0.025248 0.017050 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.025370 0.004924 0.002321 -0.000563 -0.001554
3 0.021094 0.009040 0.001379 0.002486 0.000829
4 0.022681 0.008091 0.002304 0.000934 -0.000459
5 0.022801 0.008903 0.001672 0.001543 0.000508
6 0.023079 0.008508 0.001650 0.001073 0.000380
7 0.023134 0.008771 0.001391 0.001109 0.000586
8 0.023213 0.008609 0.001383 0.000956 0.000486
9 0.023152 0.008639 0.001354 0.000996 0.000487
10 0.023117 0.008584 0.001403 0.000990 0.000422
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.12 respon yang diterima oleh DPK akibat shock
yang terjadi pada PUAS adalah tidak merespon. Dikatakan tidak merespon
karena jika dilihat dari grafik IRF respon yang diterima oleh DPK cenderung
berada sejajar dengan garis horizontal (Lihat Lampiran 7). Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Deky Anwar (2006) dan Sri Widyastuti
(2009), bahwa DPK tidak merespon terhadap shock yang terjadi pada PUAS .
Berdasrkan hasil uji IRF variabel DPK tidak memberikan respon skibat
shock yang terjadi pada PUAS, yang artinya besarnya jumlah transaksi
intrumen PUAS tidak akan menambah jumlah DPK pada bank syariah.
Tabel 4.13
Respon NPF Terhadap PUAS Response of LOG(NPF):
Period LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)
1 -0.058298 -0.012354 0.082464 0.000000 0.000000
2 -0.041528 0.037051 0.083372 0.007914 -0.003900
3 -0.017985 0.028315 0.080970 0.003978 0.011646
4 -0.012187 0.037308 0.067812 0.000340 0.024426
5 -0.001842 0.037655 0.059709 -0.008622 0.027754
6 0.001225 0.037280 0.054227 -0.012256 0.028966
7 0.000606 0.035119 0.053277 -0.013982 0.026986
8 -0.001614 0.034041 0.054275 -0.013376 0.024959
9 -0.003604 0.033209 0.056078 -0.012288 0.023317
10 -0.004884 0.033135 0.057448 -0.011158 0.022669
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.13 diatas respon yang diterima NPF akibat terjadi
shock pada PUAS adalah merespon positif hal ini ditunjukkan dengan grafik
IRF yang berada diatas garis horizontal (Lihat Lampiran 7). Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Deky Anwar (2006) dan Sri Widyastuti
(2009) dimana pengaruh shock yang terjadi pada PUAS terhadap variabel NPF
adalah positif.
Berdasarkan hasil uji IRF respon yang diterima akibat adanya shock
pada transaksi instrumen moneter syariah adalah positif, hal ini menunjukkan
bahwa semakin besar jumlah NPF pada bank syariah akan meningkatkan
jumlah transaksi pada PUAS. Bank syariah memiliki kewajiban untuk
membayar keuntungan dari dana yang dititipkan oleh nasabah, hal itu
dilakukan dengan keuntungan yang diperoleh dari pembiayaan. Namun jika
tingkat pengembalian pembiayaan cenderung terhambat, dalam artian NPL
meningkat maka bank syariah harus mencari alternatif lain dalam memenuhi
kebutuhan likuiditasnya, yaitu dengan melakukan transaksi pada PUAS.
Tabel 4.14
Respon Pembiayaan Terhadap PUAS
Response of
LOG(PMBY):
Period LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)
1 0.007708 0.000779 0.002188 0.014907 0.000000
2 0.003521 -0.002998 0.005333 0.019353 0.007298
3 0.006704 0.003741 0.002170 0.018145 0.011510
4 0.012902 0.004418 -0.001397 0.014772 0.014455
5 0.015170 0.004741 -0.004677 0.012773 0.016223
6 0.015951 0.004204 -0.006086 0.011296 0.016072
7 0.015575 0.003695 -0.006323 0.010991 0.015416
8 0.014788 0.003198 -0.005822 0.011212 0.014637
9 0.014080 0.003014 -0.005207 0.011664 0.014151
10 0.013700 0.002985 -0.004743 0.012018 0.013949
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.14 respon yang diterima pembiayaan adalah
positif. Dikatakan merespon positif karena dalam grafik IRF menunjukkan
garis respon Pembiayaan terhadap shock yang terjadi pada PUAS berada
diatas garis horizontal (Lihat Lampiran 7). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Deky Anwar (2006) dan Sri Widyastuti (2009) bahwa
pengaruh yang diakibatkan oleh shock yang terjadi pada PUAS akan
berpengaruh positif pada Pembiayaan.
Berdasarkan uji IRF jumlah pembiayaan akan meningkatkan jumlah
transaksi instrumen moneter PUAS, sebab besarnya jumlah pembiayaan yang
diberikan akan berakibat pada meningkatnya NPF bank syariah. Dan
dampaknya bank syariah harus memenuhi kebutuhan likuiditas melalui
transaksi instrumen moneter PUAS.
b. Variance Decomposition
Tabel 4.15
Respon ASET Terhadap PUAS
Variance
Decomposition of LOG
(ASET):
Period S.E. LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)
1 0.022002 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.028638 94.58436 4.458000 0.014057 0.605090 0.338491
3 0.032851 93.73102 4.476265 0.017146 1.158085 0.617488
4 0.037142 93.59476 4.472112 0.028236 1.219052 0.685844
5 0.041028 93.44809 4.392985 0.023589 1.298332 0.837006
6 0.044616 93.37978 4.360616 0.019956 1.302472 0.937180
7 0.047951 93.35110 4.314077 0.017988 1.298541 1.018296
8 0.051071 93.32554 4.298772 0.016501 1.288169 1.071014
9 0.053994 93.30094 4.290264 0.015233 1.284044 1.109518
10 0.056759 93.27708 4.289611 0.013985 1.282807 1.136514
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.15 akibat shock yang terjadi pada PUAS
menjelaskan perubahan pada variabel Aset sebesar 0,34% pada periode kedua
dan diakhir periode tercatat sebesar 1,13%. Variabel aset yang dijelaskan oleh
variabel itu sendiri sebesar 100% dan terus menurun hingga periode kesepuluh
dan tercatat sebesar 93,3%. Sedangkan sisanya pada akhir periode variabel
Aset yang dijelaskan variabel itu sendiri sebesar 93,3% dan sisanya
dipengaruhi oleh DPK, NPF dan Pembiayaan masing-masing sebesar 4,2%,
0,013% dan 1,28%.
Jika kita melihat hasil uji Variance Decomposition besarnya kontribusi
yang diberikan oleh variabel aset kecil, hal ini disebabkan variabel aset terdiri
dari beberapa variabel lain yang termasuk dalam penelitian ini, yaitu
pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga. Sehingga kontribusi yang diberikan oleh
variabel aset juga dipengaruhi oleh variabel lain yang terdapat dalam
penelitian ini, akibatnya besaran dari kontribusi variabel aset menjadi lebih
kecil jika dibandingkan variabel lainnya dalam penelitian ini.
Tabel 4.16
Respon DPK Terhadap PUAS
Variance Decompos
ition of LOG
(DPK):
Period S.E. LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)
1 0.030466 68.67941 31.32059 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.040052 79.86033 19.63341 0.335935 0.019787 0.150541
3 0.046256 80.67098 18.53949 0.340740 0.303789 0.144992
4 0.052210 82.19205 16.95383 0.462141 0.270460 0.121523
5 0.057710 82.88141 16.25632 0.462230 0.292833 0.107208
6 0.062766 83.58855 15.58049 0.459888 0.276767 0.094303
7 0.067492 84.04086 15.16351 0.440183 0.266353 0.089093
8 0.071911 84.44945 14.79050 0.424711 0.252295 0.083046
9 0.076059 84.75600 14.51160 0.411365 0.242695 0.078342
10 0.079976 85.01177 14.27691 0.402835 0.234838 0.073645
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.16 akibat shock yang terjadi pada PUAS
menjelaskan perubahan pada variabel DPK sebesar 0,15% pada periode kedua
dan pada akhir periode tercatat sebesar 0,073% pada akhir periode. Pada awal
periode variabel DPK yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 31,32%
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel Aset sebesar 68,67%.
Sedangkan pada akhir periode variabel DPK yang dijelaskan oleh variabel itu
sendiri sebesar 14,2% dan sisanya dipengaruhi oleh variabel Aset, NPF, dan
Pembiayaan sebesar masing-masing 85%, 0,40%, dan 0,23%.
Berdasarkan uji Variance Decomposition kontribusi yang diberikan
oleh variabel DPK sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh karena Dana Pihak
Ketiga yang dikumpulkan dari nasabah difokuskan terlebih dahulu dalam hal
pembiayaan, sebab bank harus menjalankan fungsinya sebagai lembaga
intermediasi.
Tabel 4.17
Respon NPF terhadap PUAS
Variance Decompos
ition of LOG
(NPF):
Period S.E. LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)
1 0.101743 32.83216 1.474388 65.69345 0.000000 0.000000
2 0.143101 25.01872 7.449091 67.15206 0.305847 0.074279
3 0.168258 19.23915 8.220140 71.73080 0.277128 0.532785
4 0.187207 15.96534 10.61182 71.06583 0.224197 2.132816
5 0.202181 13.69622 12.56666 69.65006 0.374086 3.712980
6 0.214938 12.12196 14.12754 67.99292 0.656123 5.101459
7 0.226262 10.93973 15.15798 66.90223 0.973960 6.026102
8 0.236861 9.987156 15.89707 66.29891 1.207638 6.609221
9 0.247100 9.197916 16.41312 66.06875 1.356942 6.963270
10 0.257136 8.530033 16.81747 66.00357 1.441391 7.207537
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.17 dapat diketahui bahwa pada periode kedua
akibat shock yang terjadi pada PUAS, variabel NPF menjelaskan perubahan
sebesar 0,07% dan tercatat pada akhir periode sebesar 7,2%. Pada awal
periode respon yang diterima oleh varibel NPF yang dijelaskan oleh variabel
itu sendiri sebesar 65,69% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh Aset dan DPK
masing-masing sebesar 32,8% dan 1,47%. Pada akhir periode respon yang
diterima oleh variabel NPF yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar
66% dan sisanya dipengaruhi oleh Aset sebesar 8,5%, DPK 16.8%, dan
Pembiayaan sebesar 1,44%.
Berdasarkan hasil uji Variance Decomposition besarnya kontribusi
yang diberikan oleh variabel NPF cukup besar jika dibandingkan dengan
variabel Aset dan DPK, hal ini menujukkan bahwa NPF merupakan salah satu
indikator yang paling penting dalam meningkatnya jumlah transaksi instrumen
PUAS. Bank harus memenuhi kewajibannya terhadap nasabah, namun
apabila dana likuid yang didapat dari pembiayaan terhambat, bank dapat
melakukan transaksi PUAS untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya agar
dapat memenuhi kewajibannya terhadap nasabah.
Tabel 4.18
Respon Pembiayaan Terhadap PUAS Variance Decompos
ition of LOG
(PMBY):
Period S.E. LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)
1 0.016942 20.70073 0.211274 1.667736 77.42026 0.000000
2 0.027652 9.392121 1.254801 4.345063 78.04285 6.965166
3 0.035917 9.051406 1.828937 2.940477 71.78051 14.39867
4 0.043648 14.86687 2.263126 2.093606 60.05878 20.71761
5 0.051048 19.69921 2.517202 2.369928 50.16765 25.24602
6 0.057454 23.25901 2.522477 2.993112 43.47000 27.75540
7 0.062894 25.54201 2.450218 3.508488 39.32977 29.16952
8 0.067516 26.96191 2.350569 3.788272 36.88699 30.01226
9 0.071618 27.82695 2.266121 3.895390 35.43490 30.57663
10 0.075414 28.39656 2.200443 3.908662 34.49713 30.99721
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.18 akibat shock yang terjadi pada PUAS
menjelaskan perubahan pada pembiayaan pada awal periode sebesar 0%
sisanya dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, Aset, DPK dan NPF masing-
masing sebesar 77,4%, 20%, 0,21% dan 1,66%. Sedangkan pada akhir
periode shock yang terjadi pada PUAS menjelaskan perubahan pada variabel
pembiayaan adalah sebesar 30,99%, sisanya dipengaruhi oleh variabel itu
sendiri, Aset, DPK dan NPF masing-masing sebesar 34,49%, 28,39%, 2,2%
dan 3,9%.
Berdasarkan hasil uji Variance Decomposition variabel pembiayaan
menunjukkan jumlah kontribusi yang paling besar jika dibandingkan dengan
variabel lainnya dalam penelitian ini. Besarnya jumlah pembiayaan akan
menambah jumlah transaksi instrumen PUAS, sebab semakin besar jumlah
pembiayaan akan semakin besar pula risiko yang ditanggung oleh bank akan
ketidakmampuan debitor untuk mengembalikannya sehingga jumlah NPF
akan meningkat. Oleh sebab itu bank syariah harus mencari alternatif lain
untuk memenuhi kebutuhan likuiditas agar dapat memenuhi kewajibannya
terhadap nasabah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan dengan tujuan penelitian yaitu menguji respon variabel kinerja
perbankan syariah di Indonesia (Aset, DPK, Pembiayaan, dan NPF) akibat shock yang
terjadi pada instrumen moneter syariah (SWBI dan PUAS), dan mengetahui
kontribusi variabel kinerja perbankan syariah terhadap shock yang terjadi pada
variabel instrumen moneter syariah untuk periode penelitian bulan Januari Tahun
2004 sampai dengan bulan Desember tahun 2008 dengan menggunakan Impulse
Respons dan Variance Decomposition , maka hasil dari pengujian adalah sebagai
berikut:
1. Berdasarkan hasil impulse response menunjukkan bahwa:
a. Aset merespon positif akibat shock yang terjadi pada PUAS
b. DPK tidak merespon akibat shock yang terjadi pada PUAS
c. NPF merespon positif akibat shock yang terjadi pada PUAS
d. Pembiayaan merespon positif akibat shock yang terjadi pada PUAS
2. Berdasarkan hasil variance decomposition menunjukkan bahwa:
a. Aset mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada PUAS
antara 0,34% sampai dengan 1,14%.
b. DPK mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada PUAS
antara 0,07% sampai dengan 0,15%
c. NPF mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada PUAS
antara 0,07% sampai dengan 7,20%.
d. Pembiayaan mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada
PUAS antara 6,9% sampai dengan 30,99%.
B. Implikasi Penelitian
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh
transaksi instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah di
Indonesia, semoga hasil dari penelitian ini dapat berguna bagi berbagai pihak
yang memiliki minat mengenai perbankan syariah:
a. Bagi lingkungan akademis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi
penelitian selanjutnya di bidang manajmeen perbankan, khususnya penelitian
mengenai instrumen moneter syariah dan pengaruhnya terhadap kinerja
perbankan syariah.
b. Bagi Bank Syariah
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam
pengelolaan likuiditasnya serta pengambilan keputusan dalam melakukan
pembiayaan atau transaksi instrumen moneter syariah.
c. Bagi masyarakat
Penelitian diharapkan berguna sebagai salah satu pengetahuan mengenai
analisis instrumen moneter syariah dan kontribusi yang diberikan variabel
kinerja perbankan syariah terhadap instrumen moneter syariah.
C. Saran
Sebagai penulis, saya menyadari banyak kekurangan dan jauh dari sempurna
dalam penelitian ini. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya saya menyarankan:
1. Menambah jumlah populasi penelitian dan metode analisis yang berbeda serta
pada penelitian selanjutnya peneliti dapat menambah jumlah variabel yang
dibahas.
2. Diharapkan peneliti menggunakan variabel seperti rasio keuangan bank
syariah, seperti profitabilitas, likuiditas, rasio kecukupan modal. Untuk
mengetahui kontribusinya terhadap transaksi instrumen moneter syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainul. “Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah”, Pustaka Alvabet, Jakarta,
2006.
Arifin, Zainul. “Strategi Pengembangan Pasar Uang Syariah”, Jurnal Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, Jakarta, 1999.
Anwar, Deky. “Dampak Transaksi Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja
Perbankan Syariah”, Tesis tidak dipublikasikan, 2006
Buchori, Ahmad. “Kebijakan Bank Indonesia Dalam Pengembangan Pasar Uang
Syariah”, Jurnal Hukum dan Bisnis, Jakarta 2002.
Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007.
Hasibuan, Malayu, SP. “Dasar-Dasar Perbankan”, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2007.
Kasmir. “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, Rajawali Pers, Jakarta, 2009.
Mabruroh. “Manfaat Dan Pengaruh Rasio Keuangan Dalam Analisis Kinerja
Keuangan Perbankan”. Jurnal Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2004.
Nurfitri Adi, Indah. “Analisis Pengaruh Penempatan Dana pada SWBI dan PUAS
terhadap FDR Perbankan Syariah”, Tesis Tidak Dipublikasikan, Jakarta 2006.
Perwataatmadja, Karnaen A dan Tanjung, Hendri. “Bank Syariah Teori, Praktik, dan
Peranannya”, Celestial Publishing, Jakarta, 2007.
Pramuhardjo, Amin Budi. “Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap
Deposito, Pembiayaan, dan Likuiditas Perbankan Syariah di Indonesia”,
Tesis tidak dipublikasikan, Jakarta, 2005
Riyadi, Slamet. ”Banking Asset And Liability Management” , Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004
Sudarsono, Heri. “Perkembangan dan Prospek Bank Syariah di Indonesia”, Jurnal
Fokus Ekonomi, Jakarta, 2003
Widarjono, Agus, “Ekonometrika: Teori dan Aplikasi”, Ekonosia, Yogyakarta. 2007.
Widyastuti, Sri, “Penggunaan Transaksi Instrumen Moneter Syariah Untuk
Menganalisis Kinerja Perbankan Syariah”, Jurnal Akuntabilitas Universitas
Pancasila, Jakarta, 2009.
Winarno, Wing Wahyu, “Analisis Ekonometrika dan Stastistika dengan Eviews”,
UPP STIM YKPN, 2009
Wiyono, Slamet. ”Akuntansi Perbankan Syariah”, Grasindo, Jakarta, 2005
www.bi.go.id yang diakses pada tanggal 10 November 2009
LAMPIRAN 1
Data Time Series
(Dalam Miliar Rupiah)
Tahun PUAS SWBI Aset DPK Pembiayaan NPF
Jan-04 3 2051 8758 6623 5861 153
Feb-04 8 1988 9218 6818 5764 152
Mar-04 19 1567 9499 7023 6416 167
Apr-04 2 1250 9843 7382 7025 175
Mei-04 0 1062 10293 7740 7552 179
Jun-04 24 711 11023 8316 8356 197
Jul-04 40 309 11505 8683 8860 236
Agu-04 4 540 12205 9348 9542 275
Sep-04 0 415 12720 9676 10131 279
Okt-04 64 369 13463 10100 10683 283
Nov-04 50 447 14036 10559 10979 311
Des-04 24 1094 15326 11490 11490 270
Jan-05 4 883 15372 11891 11665 331
Feb-05 84 5009 15567 11764 12139 388
Mar-05 35 487 16359 12259 12959 359
Apr-05 167 449 17016 12799 13484 445
Mei-05 102 413 17338 12840 14015 478
Jun-05 25 538 17743 13358 14270 549
Jul-05 78 439 17840 13323 14450 579
Agu-05 122 360 18233 13617 14773 613
Sep-05 451 507 18454 13358 14753 696 Okt-05 577 317 18733 13586 15122 629
Nov-05 420 532 19692 13489 14959 616
Des-05 678 2395 20880 15582 15232 429
Jan-06 579 2156 20585 15135 15042 532
Feb-06 725 1696 20460 14873 15367 610
Mar-06 845 1148 50546 14956 15997 684
Apr-06 1017 1171 21090 15188 16590 661
Mei-06 1488 1092 21903 15835 17367 729
Jun-06 1557 1188 22701 16433 18162 768
Jul-06 1085 872 22862 16508 18527 872
Agu-06 1507 1117 23578 17107 19038 968
Sep-06 2289 1046 24313 17976 19663 1008
Okt-06 701 1190 25056 18856 20088 1019
Nov-06 690 1547 25488 19347 20391 1068
Des-06 762 2357 26722 20672 20445 971
Jan-07 764 2663 26949 20515 20219 1046
Feb-07 729 3002 27690 21054 20463 1133
Mar-07 681 3325 28473 21883 20820 1194
Apr-07 376 3166 28368 22008 21354 1311
Mei-07 807 2801 29000 22571 21920 1353
Jun-07 652 2036 29209 22714 22969 1423
Jul-07 781 1555 29900 23232 23687 1558
Agu-07 934 983 30145 23309 24638 1633
Sep-07 1063 1311 31803 24680 25590 1602
Okt-07 794 1761 33016 25473 26149 1629
Nov-07 1139 1644 33288 25658 26548 1501
Des-07 1169 2599 36538 28012 27944 1131
Jan-08 1471 3189 35836 27696 27107 1132
Feb-08 603 3717 37551 29121 28424 1183
Mar-08 651 2135 38344 29552 29629 1237
Apr-08 1749 2829 40071 31064 31022 1362
Mei-08 1963 3119 41083 31705 32293 1596
Jun-08 1506 3079 42981 33049 34100 1442
Jul-08 2391 1175 43479 32898 35190 1469
Agu-08 3420 438 44340 323588 36572 1478
Sep-08 3812 413 45857 33569 37681 1554
Okt-08 2401 453 46282 34118 38097 1711
Nov-08 3197 1063 47179 34422 38529 1913
Des-08 3827 2824 49555 36852 38195 1509
LAMPIRAN 2
Uji Stasioner Pada Tingkat Level
DPK
Null Hypothesis: DPK has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic 2.664071 1.0000
Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 352580.2
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 225676.3
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(DPK)
Method: Least Squares
Date: 12/13/09 Time: 23:57
Sample (adjusted): 2004M02 2008M12
Included observations: 59 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
DPK(-1) 0.019528 0.009615 2.031032 0.0469
C 149.8788 195.0307 0.768488 0.4454
R-squared 0.067486 Mean dependent var 512.3559
Adjusted R-squared 0.051126 S.D. dependent var 620.1737
S.E. of regression 604.1121 Akaike info criterion 15.67871
Sum squared resid 20802234 Schwarz criterion 15.74913
Log likelihood -460.5219 F-statistic 4.125089
Durbin-Watson stat 2.502680 Prob(F-statistic) 0.046925
ASET
Null Hypothesis: ASET has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 0 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic 3.208431 1.0000
Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 346209.6
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 346209.6
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(ASET)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 11:59
Sample (adjusted): 2004M02 2008M12
Included observations: 59 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
ASET(-1) 0.023335 0.007273 3.208431 0.0022
C 116.5046 195.4191 0.596178 0.5534
R-squared 0.152971 Mean dependent var 691.4746
Adjusted R-squared 0.138111 S.D. dependent var 644.8109
S.E. of regression 598.6295 Akaike info criterion 15.66047
Sum squared resid 20426365 Schwarz criterion 15.73090
Log likelihood -459.9840 F-statistic 10.29403
Durbin-Watson stat 2.666616 Prob(F-statistic) 0.002192
NPF
Null Hypothesis: NPF has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic -0.951181 0.7648
Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 10983.72
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 10831.71
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(NPF)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:02
Sample (adjusted): 2004M02 2008M12
Included observations: 59 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
NPF(-1) -0.026195 0.027412 -0.955577 0.3433
C 45.74610 27.57081 1.659222 0.1026
R-squared 0.015767 Mean dependent var 22.98305
Adjusted R-squared -0.001500 S.D. dependent var 106.5462
S.E. of regression 106.6261 Akaike info criterion 12.20984
Sum squared resid 648039.5 Schwarz criterion 12.28027
Log likelihood -358.1904 F-statistic 0.913127
Durbin-Watson stat 1.665244 Prob(F-statistic) 0.343321
PMBY
Null Hypothesis: PMBY has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic 1.626919 0.9994
Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 202480.5
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 371830.0
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(PMBY)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:07
Sample (adjusted): 2004M02 2008M12
Included observations: 59 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PMBY(-1) 0.016128 0.006806 2.369734 0.0212
C 236.8599 144.2050 1.642523 0.1060
R-squared 0.089684 Mean dependent var 548.0339
Adjusted R-squared 0.073714 S.D. dependent var 475.6720
S.E. of regression 457.8047 Akaike info criterion 15.12407
Sum squared resid 11946351 Schwarz criterion 15.19450
Log likelihood -444.1601 F-statistic 5.615640
Durbin-Watson stat 1.449157 Prob(F-statistic) 0.021209
SWBI
Null Hypothesis: SWBI has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 1 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic -3.832266 0.0044
Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 775772.3
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 736741.0
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(SWBI)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:10
Sample (adjusted): 2004M02 2008M12
Included observations: 59 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
SWBI(-1) -0.431177 0.110670 -3.896067 0.0003
C 664.7497 203.9246 3.259782 0.0019
R-squared 0.210300 Mean dependent var 13.10169
Adjusted R-squared 0.196446 S.D. dependent var 999.6505
S.E. of regression 896.0984 Akaike info criterion 16.46729
Sum squared resid 45770564 Schwarz criterion 16.53771
Log likelihood -483.7850 F-statistic 15.17934
Durbin-Watson stat 2.047288 Prob(F-statistic) 0.000259
PUAS
Null Hypothesis: PUAS has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 8 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic -0.028742 0.9517
Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 197611.5
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 138061.2
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(PUAS)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:13
Sample (adjusted): 2004M02 2008M12
Included observations: 59 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PUAS(-1) -0.040170 0.066442 -0.604585 0.5479
C 98.35867 80.90368 1.215750 0.2291
R-squared 0.006372 Mean dependent var 64.81356
Adjusted R-squared -0.011060 S.D. dependent var 449.7863
S.E. of regression 452.2668 Akaike info criterion 15.09973
Sum squared resid 11659081 Schwarz criterion 15.17016
Log likelihood -443.4421 F-statistic 0.365523
Durbin-Watson stat 2.220801 Prob(F-statistic) 0.547854
LAMPIRAN 3
Hasil Uji Stationeritas Bentuk Difference
DPK
Null Hypothesis: D(DPK) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic -8.987302 0.0000
Test critical values: 1% level -3.548208
5% level -2.912631
10% level -2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 358189.8
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 423563.5
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(DPK,2)
Method: Least Squares
Date: 12/13/09 Time: 23:59
Sample (adjusted): 2004M03 2008M12
Included observations: 58 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(DPK(-1)) -1.277545 0.141353 -9.037945 0.0000
C 650.8530 104.8154 6.209515 0.0000
R-squared 0.593273 Mean dependent var 38.53448
Adjusted R-squared 0.586010 S.D. dependent var 946.6329
S.E. of regression 609.0831 Akaike info criterion 15.69566
Sum squared resid 20775007 Schwarz criterion 15.76671
Log likelihood -453.1742 F-statistic 81.68445
Durbin-Watson stat 1.790552 Prob(F-statistic) 0.000000
ASET Null Hypothesis: D(ASET) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 5 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic -8.715265 0.0000
Test critical values: 1% level -3.548208
5% level -2.912631
10% level -2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 401932.8
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 733226.9
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(ASET,2)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:02
Sample (adjusted): 2004M03 2008M12
Included observations: 58 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(ASET(-1)) -1.187798 0.140034 -8.482196 0.0000
C 819.8690 125.6279 6.526172 0.0000
R-squared 0.562321 Mean dependent var 33.03448
Adjusted R-squared 0.554505 S.D. dependent var 966.6637
S.E. of regression 645.2035 Akaike info criterion 15.81088
Sum squared resid 23312100 Schwarz criterion 15.88193
Log likelihood -456.5156 F-statistic 71.94764
Durbin-Watson stat 1.777827 Prob(F-statistic) 0.000000
NPF
Null Hypothesis: D(NPF) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic -5.880962 0.0000
Test critical values: 1% level -3.548208
5% level -2.912631
10% level -2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 11333.69
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 9187.850
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(NPF,2)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:06
Sample (adjusted): 2004M03 2008M12
Included observations: 58 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(NPF(-1)) -0.968086 0.157540 -6.145001 0.0000
C 22.42813 15.00803 1.494409 0.1407
R-squared 0.402737 Mean dependent var -6.948276
Adjusted R-squared 0.392072 S.D. dependent var 138.9567
S.E. of regression 108.3442 Akaike info criterion 12.24238
Sum squared resid 657354.2 Schwarz criterion 12.31343
Log likelihood -353.0290 F-statistic 37.76104
Durbin-Watson stat 1.711534 Prob(F-statistic) 0.000000
PMBY
Null Hypothesis: D(PMBY) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic -5.654874 0.0000
Test critical values: 1% level -3.548208
5% level -2.912631
10% level -2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 196586.7
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 270352.9
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(PMBY,2)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:10
Sample (adjusted): 2004M03 2008M12
Included observations: 58 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(PMBY(-1)) -0.675564 0.128494 -5.257568 0.0000
C 376.4196 93.53247 4.024481 0.0002
R-squared 0.330480 Mean dependent var -4.086207
Adjusted R-squared 0.318524 S.D. dependent var 546.6028
S.E. of regression 451.2290 Akaike info criterion 15.09570
Sum squared resid 11402026 Schwarz criterion 15.16675
Log likelihood -435.7753 F-statistic 27.64202
Durbin-Watson stat 2.161311 Prob(F-statistic) 0.000002
PUAS
Null Hypothesis: D(PUAS) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 11 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*
Phillips-Perron test statistic -9.200592 0.0000
Test critical values: 1% level -3.548208
5% level -2.912631
10% level -2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) 196806.1
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 125325.1
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(PUAS,2)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:14
Sample (adjusted): 2004M03 2008M12
Included observations: 58 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(PUAS(-1)) -1.166282 0.133665 -8.725418 0.0000
C 75.00181 59.73756 1.255522 0.2145
R-squared 0.576184 Mean dependent var 10.77586
Adjusted R-squared 0.568616 S.D. dependent var 687.3966
S.E. of regression 451.4808 Akaike info criterion 15.09682
Sum squared resid 11414755 Schwarz criterion 15.16787
Log likelihood -435.8077 F-statistic 76.13292
Durbin-Watson stat 2.104853 Prob(F-statistic) 0.000000
LAMPIRAN 4
Uji Kointegrasi
Date: 12/14/09 Time: 00:17
Sample (adjusted): 2004M07 2008M12
Included observations: 54 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: ASET DPK NPF PMBY PUAS
Lags interval (in first differences): 1 to 5
Hypothesized Trace 5 Percent 1 Percent
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Critical Value
None ** 0.721347 165.0405 68.52 76.07
At most 1 ** 0.583692 96.03997 47.21 54.46
At most 2 ** 0.406985 48.71812 29.68 35.65
At most 3 ** 0.261572 20.50124 15.41 20.04
At most 4 * 0.073574 4.126754 3.76 6.65 Trace test indicates 5 cointegrating equation(s) at the 5% level
Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 1% level
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level
LAMPIRAN 5
Vector Error Correction Estimates
Vector Error Correction Estimates
Date: 12/16/09 Time: 13:46
Sample (adjusted): 2004M03 2008M12
Included observations: 52 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
Cointegrating Eq: CointEq1
LOG(ASET(-1)) 1.000000
LOG(DPK(-1)) -1.664289
(0.14607)
[-11.3937]
LOG(NPF(-1)) 0.167409
(0.04139)
[ 4.04492]
LOG(PMBY(-1)) 0.625768
(0.15145)
[ 4.13180]
LOG(PUAS(-1)) -0.040825
(0.01032)
[-3.95525]
C -0.803311
Error Correction: D(LOG(ASET)) D(LOG(DPK)) D(LOG(NPF)) D(LOG(PMBY)) D(LOG(PUAS))
CointEq1 0.015778 0.028590 -0.627658 -0.233031 3.156754
(0.05413) (0.07495) (0.25029) (0.04168) (1.97833)
[ 0.29151] [ 0.38147] [-2.50770] [-5.59112] [ 1.59567]
D(LOG(ASET(-1))) 0.106880 0.872444 -2.061175 0.192145 -5.466325
(0.24507) (0.33934) (1.13325) (0.18871) (8.95728)
[ 0.43613] [ 2.57101] [-1.81882] [ 1.01821] [-0.61027]
D(LOG(DPK(-1))) -0.293388 -0.679670 1.728948 -0.418422 1.422768
(0.18473) (0.25579) (0.85424) (0.14225) (6.75196)
[-1.58821] [-2.65712] [ 2.02397] [-2.94149] [ 0.21072]
D(LOG(NPF(-1))) -0.001230 0.023193 0.099049 0.074749 -0.334467
(0.03631) (0.05028) (0.16790) (0.02796) (1.32712)
[-0.03387] [ 0.46130] [ 0.58992] [ 2.67349] [-0.25203]
D(LOG(PMBY(-1))) 0.104106 -0.022617 1.006632 0.288737 -8.022546
(0.14814) (0.20513) (0.68504) (0.11407) (5.41459)
[ 0.70275] [-0.11026] [ 1.46946] [ 2.53117] [-1.48165]
D(LOG(PUAS(-1))) 0.003012 -0.001041 -0.031166 0.000856 -0.332358
(0.00444) (0.00614) (0.02052) (0.00342) (0.16217)
[ 0.67877] [-0.16943] [-1.51902] [ 0.25060] [-2.04948]
C 0.028139 0.020998 0.018318 0.023614 0.395979
(0.00660) (0.00914) (0.03052) (0.00508) (0.24122)
[ 4.26368] [ 2.29784] [ 0.60025] [ 4.64667] [ 1.64158]
R-squared 0.134306 0.192503 0.316048 0.589804 0.260092
Adj. R-squared 0.018880 0.084836 0.224855 0.535111 0.161438
Sum sq. resids 0.021784 0.041768 0.465826 0.012917 29.10226
S.E. equation 0.022002 0.030466 0.101743 0.016942 0.804187
F-statistic 1.163570 1.787955 3.465684 10.78395 2.636396
Log likelihood 128.4386 111.5139 48.81004 142.0271 -58.69368
Akaike AIC -4.670715 -4.019767 -1.608078 -5.193350 2.526680
Schwarz SC -4.408047 -3.757099 -1.345411 -4.930682 2.789347
Mean dependent 0.026656 0.026985 0.035962 0.029206 0.012480
S.D. dependent 0.022213 0.031847 0.115562 0.024848 0.878192 Determinant resid covariance (dof
adj.) 1.05E-13
Determinant resid covariance 5.11E-14
Log likelihood 426.7924
Akaike information criterion -14.87663
Schwarz criterion -13.37568
LAMPIRAN 7
Grafik IRF
-.01 0
-.00 5
.000
.005
.010
.015
.020
.025
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(ASET) to LOG(ASET)
- .010
- .005
.000
.005
.010
.015
.020
.025
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(ASET) to LOG(DPK)
-.010
-.005
.000
.005
.010
.015
.020
.025
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(ASET) to LOG(NPF)
-.010
-.005
.000
.005
.010
.015
.020
.025
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(ASET) to LOG(PMBY)
- .010
- .005
.000
.005
.010
.015
.020
.025
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0
Response of LOG(ASET) to LOG(PUAS)
-.00 5
.000
.005
.010
.015
.020
.025
.030
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(DPK) to LOG(ASET)
- .005
.000
.005
.010
.015
.020
.025
.030
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(DPK) to LOG(DPK)
-.005
.000
.005
.010
.015
.020
.025
.030
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(DPK) to LOG(NPF)
-.005
.000
.005
.010
.015
.020
.025
.030
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(DPK) to LOG(PMBY)
- .005
.000
.005
.010
.015
.020
.025
.030
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0
Response of LOG(DPK) to LOG(PUAS)
- .04
.00
.04
.08
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(NPF) to LOG(ASET)
-.04
.00
.04
.08
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(NPF) to LOG(DPK)
- .04
.00
.04
.08
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(NPF) to LOG(NPF)
-.04
.00
.04
.08
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(NPF) to LOG(PMBY)
- .04
.00
.04
.08
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0
Response of LOG(NPF) to LOG(PUAS)
-.00 8
-.00 4
.000
.004
.008
.012
.016
.020
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(PMBY) to LOG(ASET)
- .008
- .004
.000
.004
.008
.012
.016
.020
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(PMBY) to LOG(DPK)
-.008
-.004
.000
.004
.008
.012
.016
.020
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(PMBY) to LOG(NPF)
-.008
-.004
.000
.004
.008
.012
.016
.020
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(PMBY) to LOG(PMBY)
- .008
- .004
.000
.004
.008
.012
.016
.020
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0
Response of LOG(PMBY) to LOG(PUAS)
- .4
- .2
.0
.2
.4
.6
.8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(PUAS) to LOG(ASET)
-.4
-.2
.0
.2
.4
.6
.8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(PUAS) to LOG(DPK)
- .4
- .2
.0
.2
.4
.6
.8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(PUAS) to LOG(NPF)
-.4
-.2
.0
.2
.4
.6
.8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of LOG(PUAS) to LOG(PMBY)
- .4
- .2
.0
.2
.4
.6
.8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0
Response of LOG(PUAS) to LOG(PUAS)
Response to Cholesky One S.D. Innov ations
LAMPIRAN 8
Grafik Variance Decomposition
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(ASET) variance due to LOG(ASET)
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(ASET) variance due to LOG(DPK)
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(ASET) variance due to LOG(NPF)
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(ASET) variance due to LOG(PMBY)
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(ASET) variance due to LOG(PUAS)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(DPK) variance due to LOG(ASET)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(DPK) variance due to LOG(DPK)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(DPK) variance due to LOG(NPF)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(DPK) variance due to LOG(PMBY)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(DPK) variance due to LOG(PUAS)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(NPF) variance due to LOG(ASET)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(NPF) variance due to LOG(DPK)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(NPF) variance due to LOG(NPF)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(NPF) variance due to LOG(PMBY)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(NPF) variance due to LOG(PUAS)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(PMBY) variance due to LOG(ASET)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(PMBY) variance due to LOG(DPK)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(PMBY) variance due to LOG(NPF)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(PMBY) variance due to LOG(PMBY)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(PMBY) variance due to LOG(PUAS)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(PUAS) variance due to LOG(ASET)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(PUAS) variance due to LOG(DPK)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(PUAS) variance due to LOG(NPF)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(PUAS) variance due to LOG(PMBY)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent LOG(PUAS) variance due to LOG(PUAS)
Variance Decomposition